Analisis Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sjsn)

15
ANALISIS SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) BIDANG KESEHATAN Oleh : Victor Pratama, S.Ked Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Dewan Jaminan Sosial adalah Dewan yang dibentuk untuk membantu presiden dalam perumusan kebijakan dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Adapun peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing

description

Analisis Sistem Jaminan Sosial Nasional

Transcript of Analisis Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sjsn)

ANALISIS SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) BIDANG KESEHATAN Oleh : Victor Pratama, S.Ked

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Dewan Jaminan Sosial adalah Dewan yang dibentuk untuk membantu presiden dalam perumusan kebijakan dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Adapun peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Saya menganalisis beberapa permasalahan yang mungkin timbul dengan disahkannya Undang Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada tanggal 19 Oktober 2004 diharapkan dapat memperbaiki dan memayungi segenap program Jaminan Sosial, meningkatkan jumlah peserta, meningkatkan manfaat serta lebih berkeadilan. Program jaminan ini sebelumnya sudah dikenal dan dilaksanakan di Indonesia sebagaimana telah diselenggarakan oleh PT. ASKES Indonesia, PT. TASPEN, PT. JAMSOSTEK dan PT. ASABRI. Namun baik dari jumlah kepesertaan, jenis program maupun kualitas manfaat serta prinsip prinsip penyelenggaraan dan regulasi masih memerlukan penyempurnaan. Permasalahan tersebut antara lain adalah :(A) Judicial Review UU SJSN & Desentralisasi Dalam perjalanan nya, UU No. 40 Tahun 2004 ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945 sehingga perlu dilakukan judicial review oleh mahkamah konstitusi. Hal ini disampaikan oleh ketua DPRD Jatim, Fathorasjid melalui kuasa hukumnya kepada Mahkamah Konstitusi (Maret,2005). Pasal yang dianggap bertentangan tersebut adalah : Pasal 5, ayat (1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang Undang. (2) Sejak berlakunya Undang Undang ini, badan penyelenggaraan jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang Undang in. (3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : (a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) ;(b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN); (c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) ; dan (d) Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud dalam ayat (3) dapat dibentuk yang baru dengan Undang Undang. Pada persidangan lanjutan (Juli, 2005), pemohon judicial review mengemukakan bahwa seharusnya SJSN seharusnya tidak dilakukan secara terpusat (sentralistik). UU SJSN dianggap telah menutup akses pelaksanaan jaminan sosial oleh daerah kepada masyarakatnya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial seharusnya tersebar di daerah daerah dan bukan dimonopoli oleh negara, serta ada perwakilan dari berbagai pihak sehingga akuntabilitasnya terjamin. Pemerintah pusat diharapkan sebagai penyusun sistem jaminan nasional yang wajib dilaksanakan oleh badan badan penyelenggara tersebut. Dengan dilaksanakannya SJSN secara sentralistik dikhawatirkan mutu dan kualitas penjaminannya tidak terjaga, lebih dari itu dana yang dikumpulkan dari masyarakat akan tersedot ke pusat sehingga daerah daerah terpencil tidak mendapatkan bagian dan hak hak daerah untuk melaksanakan penjaminan akan terbengkalai. (B) Keterbatasan Dana Sampai saat ini masih banyak kendala bagi pemerintah untuk melaksanakan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) salah satunya adalah keterbatasan dana untuk menjalankan SJSN bagi seluruh rakyat, terutama pekerja di sektor informasi dan pengangguran. Jika pelaksanaan SJSN berpedoman pada sistem yang diterapkan di beberapa negara, seperti Thailand, pemerintah harus menyediakan dana besar. Di Thailand, Jaminan Sosial masyarakat miskin seperti petani dan pengangguran, iurannya disubsidi oleh pemerintah. Di Indonesia, iuran untuk masyarakat miskin dibiayai oleh pemerintah (program Askeskin), iuran Jaminan Sosial untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak disubsidi, sedangkan pegawai swasta, tanggungan perusahaan untuk jaminan sosial tenaga kerja justru lebih besar. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPS) Gakin yang dimulai per 1 Januari 2005 dimana penduduk miskin berjumlah 36.146.700 jiwa diasuransikan dengan premi Rp. 5000,- per orang perbulan. Dana kompensasi JPKMM yang kedua disalurkan kepada 36.146.700 rakyat miskin. Total dana yang dibutuhkan Rp 2,17 triliun per tahun. Tahun 2006 pemerintah mengalokasikan dana Rp. 3,5 triliun (alokasi dana tahun 2006 sebesar 2,6 triliun ditambah sisa dana tahun 2005 sebesar Rp. 936 Miliar). Menurut PT ASKES, baru 18% individu saja yang ikut asuransi kesehatan (15,38 juta orang 13,98 juta peserta wajib, dan 1,4 juta peserta sukarela). (data Agustus,2005). PT JAMSOSTEK menyelenggarakan jaminan sosial, berupa perlindungan kecelakaan kerja, kematian, JHT dan pemeliharaan kesehatan untuk sekitar 23 juta tenaga kerja di Indonesia. Dana yang terhimpun Rp 23 triliun. (C) Askeskin dan Permasalahannya Penyelenggaraan jaminan sosial untuk masyarakat miskin (ASKESKIN) merupakan skenario jangka pendek dari pelaksanaan SJSN. Program SJSN terutama untuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat prasejahtera merupakan program defisit yang harus dibiayai dengan APBN sehingga diperlukan badan penyelenggara yang tidak berbentuk badan usaha. Akan tetapi dalam pelaksanaan penunjukan PT ASKES sebagai badan penyelenggara yang tidak berbentuk badan usaha. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, penunjukan PT ASKES sebagai badan penyelenggara dana kompensasi BBM pada tahun 2005 program jaminan pemeliharaan kesehatan masih menyisakan sejumlah pertanyaan. Hal esensi yang dipertanyakan adalah status PT ASKES yang hanya berpayung pada satu SK Menkes sebagai badan nirlaba dan juga apakah efektifitas program ini bila langsung berada di bawah PT ASKES. Besaran dana kompensasi yaitu Rp. 2,17 triliun yang diperuntukkan untuk 36.146.700 rakyat miskin dengan besaran premi Rp. 5000,- per orang perbulan belum tentu menjamin efektifitas sasaran (keluarga miskin) dan tentunya semua data akan rawan korupsi. LBH Kesehatan mempermasalahkan pengelolaan dana asuransi kesehatan masyarakat miskin sebesar Rp. 7,8 triliun. Mereka mendesak BPK melakukan audit investigasi perputaran dana tersebut. Pada tahun 2005 Depkes mengeluarkan dana Rp. 2,5 triliun Askeskin. Tahun berikutnya, jatahnya meningkat menjadi Rp. 3,6 triliun. Namun tahun 2007 dana tersebut disunat menjadi Rp. 1,8 triliun. Padahal jumlah orang miskin sudah meingkat menjadi 70 juta orang. BPK sendiri telah menemukan penyimpangan dana Askeskin yang dikelola oleh PT ASKES sebesar Rp. 1,14 triliun. Sekitar Rp. 227,42 miliar menyalahi asas ketaatan dan ketertiban. Sedangkan sekisar Rp. 912,72 miliar melanggar asas efisiensi, ekonomis dan efektivitas. Mekanisme pembiayaan Askeskin melalui PT ASKES juga dikeluhkan oleh sejumlah RSUD yang mengaku terpaksa menalangi biaya untuk gakin karena proses verifikasi yang lama dan biaya operasional yag dikeluarkan lebih besar dari pembiayaan klaim oleh PT ASKES. Aspek pengawasan pelaksanaan SJSN terutama Askeskin ini masih sangat lemah. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiati, dkk menunjukan bahwa pengawasan di beberapa daerah dalam bentuk forum komunikasi dan konsultasi yang dibentuk oleh PT ASKES tidak berjalan. Analisis Penyelesaian Masalah (1) Peran Daerah dalam SJSN Sistem penjaminan sosial adalah domain publik yang harus dilaksanakan oleh negara dengan prinsip nirlaba dan iuran yang bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Keterlibatan Pemda sangat diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program jaminan sosial bagi penduduk di daerah terkait agar sesuai dengan ketentuan UU No. 40 / 2004, tetapi juga untuk memenuhi UU No. 32 Tahun 2004. Peran pemerintah daerah tersebut antara lain dapat melalui : (a) Pengawasan penyelenggaraan program SJSN, agar sesuai dengan standar, kualitas, dan tarif. Antara lain pada tingkat daerah dapat dibentuk sebuah Badan pengawas SJSN tingkat daerah. (b) Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima bantuan iuran ataupun untuk masyarakat lain.(c) Penentuan peserta penerima bantuan iuran.(d) Penyediaan / pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang, misalnya sarana kesehatan. (e) Mengusulkan pemanfaatan / investasi dana SJSN di daerah terkait. (2) Peraturan Peraturan terkait pelaksanaan UU SJSN Untuk mengimplementasikan UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN masih memerlukan berbagai peraturan antara lain : (a) Peraturan Pemerintah tentang BPJS;(b) Peraturan Pemerintah tentang iuran Program Jaminan Sosial dan Jaminan Kesehatan;(c) Peraturan Presiden tentang Kepesertaan Jaminan Kesehatan; (d) Peraturan Presiden tentang Pelayanan Kesehatan dan Iuran Biaya;(e) Peraturan Presiden tentang Fasilitas Kesehatan dan Rawat Inap di Rumah Sakit; (f) Peraturan Presiden tentang Jenis Pelayanan yang Tidak Dijamin oleh BPJS. (3) Pengawasan Pelaksanaan SJSN Guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan dalam pelaksanaan program asuransi kesehatan sosial untuk masyarakat perlu diawasi oleh pemerintah maupun lembaga lain. Sebaiknya ada kontrol publik, Perguruan Tinggi dan lembaga swadaya masyarakat, selain itu juga perlu adanya lembaga eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang secara teratur melakukan audit terhadap semua cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial termasuk PT ASKES. Untuk tingkat pusat juga diperlukan tambahan unsure pemerintah yang terdiri dari Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan dan Bapenas untuk mengawasi pelaksanaan program jaminan sosial. Untuk tingkat Kabupaten dapat dibentuk Badan Pengawasan yang terdiri dari Aparat Pemerintah Daerah, LSM, DPRD, dan Bapeda. (4) Pemecahan Masalah Sehubungan dengan masih banyaknya kendala dalam implementasi UU No. 40 Tahun 2004 ini seperti belum adanya perangkat hukum (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden), dan mengingat pelaksanaan Undang Undang SJSN masih dalam proses transisi (jangka pendek) maka cakupan manfaat yang diperoleh dari SJSN masih terbatas pada Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja, adanya isu desentralisasi berupa belum jelasnya keterlibatan pemerintah daerah, belum jelasnya pengawasan pelaksanaan program SJSN maka perlu disusun sejumlah peraturan peraturan perundangan di tingkat nasional untuk masalah ini. Jaminan Pelayanan Kesehatan dalam SJSN yang sudah berjalan adalah untuk masyarakat miskin (Askeskin) yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh PT. ASKES, Jaminan Kesehatan oleh Badan Penyelenggara lain (Jamsostek, ASABRI, Taspen) dalam pelaksanaan nya masih banyak kendala dan ketidakpuasan dari peserta jaminan sosial, Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas serta Pemerintah Daerah. Besarnya dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini cukup besar sehingga merupakan titik rawan adanya penyelewengan dan dana ini merupakan dana amanah yang harus terjaga akuntabilitas dan transparansinya. Dari uraian permasalahan diatas, maka dipandang perlu untuk membentuk semacam Badan Pengawas Tingkat Pusat dan Daerah yang melibatkan unsur pemerintah, lembaga pengawas eksternal, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat yang ditetapkan oleh Presiden (dalam bentuk keputusan presiden). Diharapkan dengan adanya Badan Pengawas ini pelaksanaan Undang Undang SJSN khususnya untuk Jaminan Kesehatan menjadi lebih baik.