Analisis SCP Industri Susu

119
ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA Oleh INDRI ANDIANI H14101053 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

description

scp

Transcript of Analisis SCP Industri Susu

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Oleh INDRI ANDIANI

H14101053

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Februari 2006

Indri Andiani H14101053

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Indri Andiani lahir pada tanggal 16 Juni 1983 di Bogor,

sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa barat. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sofwan Bustomi dan Nani Indrawati.

Penulis menamatkan pendidikan pada SDN Polisi 4 Bogor, kemudian melanjutkan

ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama,

penulis diterima sebagai siswi di SMU Plus BBS Bogor dan lulus pada tahun

2001.

Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih

tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Oleh INDRI ANDIANI

H14101053

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

RINGKASAN

INDRI ANDIANI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan LUKYTAWATI ANGGRAENI).

Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju sektor industri mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor yang berpotensial untuk menghasilkan value added (nilai tambah). Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu industri muncullah berbagai masalah yang dihadapi suatu industri, salah satunya adalah persaingan usaha. Penelitian ini menganalisis struktur-perilaku-kinerja dari industri susu di Indonesia. Analisis struktur-perilaku-kinerja adalah analisis yang menggambarkan struktur pasar melalui konsentrasi rasio dan hambatan masuk/ keluar perusahaan; perilaku pasar melalui strategi harga, produk dan promosi; kinerja pasar melalui keuntungan/ profit perusahaan-perusahaan suatu industri. Hubungan struktur dan kinerja industri terlihat dari tingkat konsentrasi dan profit yang menjadi suatu hambatan masuk pasar.

Metode yang digunakan dalam mengestimasi model persamaan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara linear. Software komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1983-2002. Data-data penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian, CIC Consulting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri susu memiliki struktur pasar oligopoli ketat dengan nilai konsentrasi rata-rata 73,79 persen. Hasil estimasi menunjukkan CR4 signifikan pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai positif sebesar 0,624595 yang artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,624595 persen. Koefisien produktivitas (prod) sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10 persen menunjukkan bahwa jika produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,004607 persen. Nilai koefisien Efisiensi-X sebesar 0,253553 menunjukkan bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya meningkat 1 persen maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Nilai koefisien Growth sebesar 0,254872 menunjukkan bahwa jika Growth tiga tahun sebelumnya meningkat 1 persen maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,254872 persen. Efisiensi-X dan Growth nyata pada taraf 10 persen.

Strategi penetapan harga dan produk dilakukan dengan melakukan interdependensi antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya. Strategi penetapan harga dan produk juga dapat ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pada setiap perusahaan dalam industri susu. Strategi produk yang dilakukan adalah melalui diversifikasi produk. Dalam mempromosikan produknya, industri susu melakukan strategi berbentuk merek. Dari segi kinerja, industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi. Peningkatan

utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar yang akan menyeimbangkan antara kelebihan penawaran dan permintaan yang besar. Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi industri susu cukup baik.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia, oleh karena itu ada beberapa saran yang direkomendasikan untuk perkembangan industri susu di Indonesia. Beberapa saran yang direkomendasikan yaitu para produsen susu diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya melalui peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, efisiensi teknis yang digambarkan pada efisiensi internal dimana pengelolaan perusahaan dengan peningkatan sumber daya manusia, pemerataan distribusi produk susu di seluruh wilayah Indonesia, penggunaan kemajuan teknologi dalam menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan kesempatan kerja dan pencapaian profit perusahaan. Saran yang terakhir, yaitu pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media maupun penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi masyarakat sehingga mendorong masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi susu sebagai makanan pelengkap.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Indri Andiani

Nomor Registrasi Pokok : H14101053

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu

di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Tanti Novianti, SP, M.Si NIP. 132 206 249

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan :

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah SWT, pemilik seluruh alam semesta beserta isinya.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan

para pengikutnya sampai akhir zaman.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik. Perkembangan perindustrian di Indonesia

sudah semakin maju, salah satunya adalah industri susu. Industri susu merupakan

industri yang telah memberikan kontribusi pada perekonomian dan pembangunan

bangsa. Berkenaan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul skripsi ”Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri

Susu di Indonesia”. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Tanti Novianti, SP, M.Si dan Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis dalam

pembuatan skripsi ini hingga akhirnya skripsi dapat diselesaikan,

2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji

dan memberikan saran dan perbaikan pada penelitian ini,

3. Widyastutik, SE, M.Si sebagai Tim Komisi Pendidikan atas perbaikan tata

cara penulisan skripsi ini.

4. Orang tua penulis, yaitu Ir. Sofwan Bustomi, M.Si dan Nani Indrawati serta

adik-adik penulis. Perhatian, kesabaran dan dorongan mereka sangat besar

artinya dalam proses pembuatan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat penulis serta pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas

segala dorongan dan bantuannya.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Februari 2006

Indri Andiani H14101053

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ iii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......... 8

2.1 Konsep Industri ............................................................................. 8

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri...................... 10

2.2.1 Struktur Industri ................................................................... 10

2.2.2 Perilaku Industri ................................................................... 16

2.2.3 Kinerja Industri .................................................................... 17

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 18

2.4 Kerangka Konseptual .................................................................... 23

2.5 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 24

III. METODE PENELITIAN ................................................................. 27

3.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 27

3.2 Metode Analisis ............................................................................ 27

3.2.1 Analisis Struktur Industri ..................................................... 27

3.2.2 Analisis Perilaku Industri..................................................... 28

3.2.3 Analisis Kinerja Industri ...................................................... 29

3.2.4 Uji Statistik dan Ekonometrika ............................................ 30

3.3 Definisi Operasional...................................................................... 34

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI SUSU DI INDONESIA .......... 36

4.1 Sejarah Industri Susu di Indonesia................................................ 36

4.2 Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia............................ 39

4.2.1 Gambaran Produk Susu........................................................ 39

4.3 Kapasitas Industri Susu di Indonesia ............................................ 44

4.4 Bahan Baku Susu ......................................................................... 44

4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi perah di Indonesia ................. 45

4.4.2 Produksi susu di Indonesia.................................................... 46

4.4.3 Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia..................... 47

4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia ......................................... 48

4.6 Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal ........................... 49

4.7 Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia..... 50

4.8 Kebijakan Persusuan di Indonesia ................................................ 51

4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia............................. 55

4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon)............................................... 61

V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU

DI INDONESIA.................................................................................. 62

5.1 Analisis Struktur Industri Susu ...................................................... 62

5.1.1 Pangsa Pasar.......................................................................... 65

5.1.2 Hambatan Masuk Pasar......................................................... 67

5.2 Analisis Perilaku Industri Susu ...................................................... 72

5.2.1 Strategi Harga dan Produk .................................................... 72

5.2.2 Strategi Promosi .................................................................... 78

5.3 Analisis Kinerja Industri Susu ....................................................... 80

5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu ............................... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 88

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 88

6.2 Saran............................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 91

LAMPIRAN.............................................................................................. 93

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004.................. 2

2. Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001 ............ 4

3. Jenis-jenis Struktur Utama Pasar ...................................................... 11

4. Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan Kinerja ................... 20

5. Perusahaan dalam Industri Susu Tahun 2004 ................................... 37

6. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2000-2004 45

7. Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia Tahun 2000-2004 .............................................................................. 46

8. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia Tahun 2000-2004 .............................................................................. 47

9. Penyebaran Industri Susu di Indonesia Tahun 2004......................... 48

10. Perusahaan dan Status Penanaman Modal Tahun 2004.................... 49

11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon

Tahun 2004........................................................................................ 61

12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 1998-2004 .. 65

13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002.. 67

14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2004 .............. 69

15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003 ........... 70

16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002 ...................... 71

17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005........................ 74

18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang Tahun 2004........................ 77

19. Price Cost Marjin Industri Susu Tahun 1998-2002.......................... 81

20. Efisiensi-X Industri Susu Tahun 1998-2002..................................... 82

21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu ................................... 83

22. Uji Autokorelasi ................................................................................ 85

23. Uji Heteroskedastisitas...................................................................... 86

24. Uji Multikolinearitas ......................................................................... 87

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar..................................... 22

2. Kerangka Pemikiran Konseptual....................................................... 23

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan

perekonomian yang maju agar terciptanya kestabilan perekonomian bangsa,

terberantasnya kemiskinan, serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyatnya. Pembangunan nasional berkaitan erat dengan globalisasi yang

merupakan salah satu aspek pada perekonomian suatu bangsa.

Sektor industri mempunyai hubungan dengan perkembangan

perekonomian suatu bangsa karena kemajuan sektor industri merupakan salah satu

pemicu menuju kestabilan perekonomian. Fakta yang muncul dalam perindustrian

salah satunya adalah globalisasi. Aspek globalisasi ini mempunyai tiga dimensi,

yaitu idiologi, teknologi dan pasar (aspek ekonomi). Idiologi lebih terkait kepada

suatu paham liberalisme atau juga kelembagaan. Teknologi berkaitan dengan

teknologi informasi yang maju dan pesat sehingga informasi penting mengenai

dunia internasional dapat tersebar luas dengan cepat. Pasar merupakan aspek

ekonomi yang berarti pasar bebas yang menyebabkan arus produk, jasa dan

kapital dapat dengan mudah keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya.

Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju industri

mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor

yang berpotensial untuk menghasilkan nilai tambah (value added) terutama bagi

banyak perusahaan. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh dari banyak faktor

antara lain, adanya variasi produk yang beraneka ragam dan berkualitas yang

dihasilkan industri untuk menarik konsumen, teknologi modern yang digunakan

untuk menghasilkan produk, serta kapital (modal) untuk menghasilkan profit

sebesar-besarnya.

Salah satu industri yang muncul karena memberikan nilai tambah bagi

konsumen dan produsennya adalah industri susu. Dalam tahun-tahun terakhir ini

semakin maraknya persaingan antar perusahaan susu di Indonesia disebabkan oleh

perubahan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang sudah maju.

Perkembangan pola konsumsi masyarakat terhadap produk susu dapat dilihat

melalui peningkatan total konsumsi susu pada setiap tahunnya. Pada Tabel 1

menunjukkan konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2000-2004 secara umum

terdiri dari 17,10 persen untuk Susu Kental Manis (SKM), 75,41 persen untuk

susu bubuk dan 7,49 persen untuk jenis susu cair.

Tabel 1. Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004 Konsumsi (Setara Kiloliter Susu Segar) Jenis 2000 2001 2002 2003 2004 d(%) %

Cair SKM Bubuk

79 120,13 177 547,36 799 293,84

84 736,02 189 872,32 853 994,63

89 622,69 208 541,60 916 150,88

95 778,32 217 370,63 949 828,80

103 579,92 240 708,38

1 033 993,60

6,97 7,94 6,65

7,49 17,10 75,41

Sumber : CIC Consulting, 2005

Industri susu adalah salah satu industri yang mendapat sorotan dari

pemerintah sehubungan dengan tingkat kesehatan dan gizi masyarakat di

Indonesia. Suatu upaya yang dilakukan pemerintah terhadap industri susu adalah

pengembangan Industri Pengolahan Susu (IPS). Tujuan pengembangan Industri

Pengolahan Susu adalah untuk meningkatkan keadaan dan status gizi masyarakat

guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam upaya

pengembangan tersebut maka peran perusahaan sebagai produsen sangat

dibutuhkan dalam menyediakan bahan pangan susu olahan berkualitas dan bergizi

tinggi dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan

tinggi maupun berpenghasilan rendah.

Industri susu merupakan salah satu industri yang mampu memberikan

kontribusi yang cukup berarti dalam pembangunan Indonesia yaitu mampu

menyediakan produk susu yang bervariasi serta bermutu gizi tinggi. Industri susu

juga merupakan salah satu industri yang lebih mengandalkan mutu/ kualitas

tinggi. Produk susu mempunyai peranan penting dalam tubuh manusia karena di

dalam kandungan susu tersebut terdapat tambahan zat-zat gizi dan vitamin yang

berguna bagi perkembangan otak serta organ tubuh lainnya. Susu juga merupakan

salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber energi untuk kesehatan

masyarakat.

Pada kenyataannya kebiasaan mengkonsumsi susu belum menjadi sebuah

tradisi bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Lampiran 1). Beberapa faktor

yang menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia belum terbiasa

mengkonsumsi susu adalah kurangnya kesadaran diri dalam mengkonsumsi susu

serta kurangnya informasi mengenai pentingnya dari produk susu itu sendiri.

Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai potensi bagi produsen

susu untuk menghasilkan dan mengembangkan produk-produk susu yang

berkualitas serta bergizi. Dengan berjalannya waktu, kesadaran masyarakat

tentang kesehatan semakin tinggi, sehingga mengakibatkan konsumsi susu dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan. Perkembangan konsumsi susu nasional

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001

Tahun Jumlah Penduduk (juta jiwa)

Konsumsi per kapita

(kg/jiwa/tahun)

Konsumsi Nasional (juta/kg) (%)

1998 1999 2000 2001

208,00 212,15 216,39 220,70

5,16 7,00 7,56 8,17

1 073,28 1 485,05 1 635,91 1 803,12

- 38,37 10,16 10,22

Sumber : Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Departemen Perdagangan, 1998-2001 Seiring dengan berkembangnya industri susu dan meningkatnya

permintaan akan produk susu di Indonesia maka berdirilah perusahaan-perusahaan

susu, beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag

Indonesia, PT Sari Husada dan PT Australia Indonesia Milk Industry. Produk

susu dapat dengan mudah ditemui di toko-toko maupun supermarket di Indonesia.

Bahkan akhir-akhir ini dengan adanya kemajuan usaha dan teknologi, berbagai

macam susu juga terdapat di kota-kota kecil.

Ada beberapa alasan pertumbuhan industri susu di Indonesia, baik ditinjau

dari segi pasar ataupun segi industri. Jika ditinjau dari segi pasar berarti dilihat

dari kepentingan konsumen yang mengkonsumsi berbagai macam produk susu.

Jika ditinjau dari segi industri berarti memperhatikan para produsen yang dalam

hal ini selaku perusahaan susu yang memproduksi susu.

Perkembangan besar industri susu ini dapat terlihat dengan semakin

pesatnya jumlah perusahaan dan produk-produk baru yang bermutu gizi tinggi

untuk meraih pangsa pasar yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri susu yang

meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula.

Untuk merebut perhatian konsumen susu, para produsen melakukan cara-cara

beberapa diantaranya adalah dengan peningkatan produk-produk baru dengan

adanya inovasi dari tahun ke tahun dan dilakukannya promosi berupa iklan di

televisi dan media cetak atau dilakukan di berbagai sarana pelayanan kesehatan

seperti klinik bersalin. Untuk menghadapi hal tersebut, maka perusahaan yang

bergerak di industri susu harus dapat meningkatkan nilai penjualan dan pangsa

pasarnya dalam industri. Nilai penjualan dan pangsa pasar adalah salah satu

indikator dalam menilai suatu kinerja perusahaan.

Beberapa tahun terakhir persaingan antar perusahaan susu semakin tinggi

dan ketat, terlebih lagi dengan masuknya produk susu impor ke dalam negeri.

Keadaan produsen susu dalam negeri mulai terusik dengan kehadiran beberapa

perusahaan susu yang mengkhususkan diri pada produk susu impor. Dengan

hadirnya perusahaan susu impor ini maka diperkirakan produk susu impor akan

semakin besar pada masa yang akan datang, hal ini dikarenakan pindahnya

produksi susu multi nasional ke mancanegara. Beberapa produk susu yang pada

awalnya diproduksi dengan sistem sewa produksi (makloon) di pabrik susu yang

terdapat di Indonesia secara perlahan dialihkan ke mancanegara yaitu ke Philipina

dan Singapura sehingga perpindahan produksi susu multi nasional ke

mancanegara akan mempengaruhi perkembangan industri susu dalam negeri.

Ketatnya persaingan antar perusahaan susu menyebabkan para produsen

lebih mencermati keadaan pasar, misalnya dengan mencermati segmentasi produk

berdasarkan umur seperti susu bayi, susu anak, susu dewasa dan susu ibu hamil

atau susu ibu menyusui. Kondisi permintaan pasar terhadap kandungan susu yang

sempurna untuk pertumbuhan bayi dan anak mendorong para produsen susu untuk

memproduksi susu yang mengandung high value ingredient seperti kandungan

DHA, AA, vitamin, kalsium, linoleat, linolenat dan kandungan lainnya. Oleh

karena itu kajian mengenai analisis industri susu di Indonesia cukup penting.

1.2 Perumusan Masalah

Pesatnya perkembangan industri susu menciptakan suatu kondisi dimana

setiap perusahaan saling bersaing satu sama lain melalui persaingan harga, iklan,

tekanan dari perusahaan yang baru memasuki pasar dan lain-lain. Persaingan yang

ketat merupakan kendala bagi perusahaan-perusahaan dalam mencapai target

usahanya. Dengan begitu, kendala tersebut dapat menyebabkan turunnya pangsa

pasar perusahaan, sehingga dapat mengurangi perolehan laba bagi perusahaan

tersebut.

Dengan semakin banyaknya perusahaan susu, kemungkinan adanya

persaingan tidak sehat. Adanya persaingan tidak sehat bisa saja terjadi, sebagai

contoh perusahaan melakukan praktik-praktik yang menyebabkan perusahaan

susu yang lain tidak dapat memasuki pasar, salah satunya dengan melakukan

tindakan monopoli dimana perusahaan tersebut berusaha menguasai pasar

sepenuhnya. Eksternalitas pasar memungkinkan perusahaan yang mempunyai

kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya

(competitor eliminator) dengan cara yang tidak adil (unfair conduct).

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan industri susu

yang muncul untuk dianalisis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia ?

2. Bagaimana hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri susu adalah :

1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia.

2. Menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Industri

Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Hubungan inilah

yang memunculkan suatu ilmu dalam ilmu ekonomi yang dinamakan ekonomi

industri. Ilmu ekonomi industri adalah suatu disiplin yang terus berubah dan

berkembang seiring dengan perkembangan teknologi walaupun tetap berbasis

pada teori-teori ilmu ekonomi industri terdahulu. Pada awalnya ilmu ekonomi

industri muncul sekitar tahun 1930-an. Ilmu ekonomi industri ini menjelaskan

permasalahan dalam pasar. Menurut Jaya (2001), ekonomi industri merupakan

suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang membantu menjelaskan

mengapa pasar perlu diorganisasi dan bagaimana pengorganisasiaannya

mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur

pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari

faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar.

Menurut Hasibuan (1993), pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu

mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-

perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang

yang mempunyai sifat saling menggantikan (substitusi). Dari segi pembentukkan

pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi

yang menciptakan nilai tambah. Industri merupakan kumpulan dari perusahaan

yang sejenis. Definisi perusahaan atau usaha industri menurut Biro Pusat Statistik

(BPS, 2002) adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan

ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan

atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai

produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab

atas usaha tersebut. Industri merupakan suatu kegiatan proses pengolahan bahan

mentah menjadi barang jadi ataupun setengah jadi (BPS, 2002).

Istilah industri merujuk pada agregasi jumlah perusahaan dalam tingkat

regional, nasional dan regional economic integration (free trade area, custom

union, common market dan economic union). Dalam ekonomi industri yang

menjadi salah satu teori dasar adalah pemahaman terhadap struktur, perilaku dan

kinerja industri, faktor-faktor permintaan dan penawaran yang mempengaruhi

industri serta kerangka kebijakan dalam industri dimana perusahaan tersebut

berada.

Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami.

Konsep industri ini digunakan untuk mengurangi hubungan yang kompleks antara

semua perusahaan yang terlibat dalam perekonomian menjadi suatu dimensi yang

terkelola (manageable dimensions), memungkinkan untuk menurunkan suatu

himpunan yang bersifat umum dimana kita dapat meramalkan tingkah laku

kelompok yang saling bersaing yang merupakan pembentuk suatu industri serta

memberikan kerangka analisis rintangan dan insentif masuk bagi perusahaan

dalam suatu industri untuk mencapai keseimbangan output dan harga (Daryanto,

2004).

2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri

2.2.1 Struktur Industri

Menurut Hasibuan (1993), pengertian struktur sering diidentikan dengan

bentuk atau format tetapi untuk istilah struktur pasar disini adalah bentuk susunan.

Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar

serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini

menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal

maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar

dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan

pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat

disubstitusikan. Melalui pengertian pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan

dikaji secara mendalam.

Dalam struktur pasar dapat dijelaskan mengenai tingkat konsentrasi

industri, hambatan keluar masuk pasar, diferensiasi produk dan produk homogen,

adanya interaksi antara penjual dan pembeli serta informasi mengenai harga dan

lainnya. Hasibuan (1993) menjelaskan pula bahwa dalam struktur pasar terdapat

elemen-elemen yang menjelaskan pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk

masuk (barrier to entry).

a. Pangsa Pasar

Menurut Shepherd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat

penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan

dengan total penjualan industri. Berikut ini disajikan jenis-jenis struktur utama

pasar pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis Struktur Utama Pasar

Ciri-ciri Monopoli Perusahaan

Dominan

Oligopoli Persaingan Monopolisti

k

Persaingan Murni

Kondisi Utama

Memiliki 100% pangsa pasar

Menguasai 50-100% pangsa pasar tanpa pesaing kuat

Gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya 60-100%

Banyak peasaing yang efektif, tidak satupun memiliki lebih dari 10% pangsa pasar

Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti

Indeks Hirschman-Herfindahl (IHH)

IHH = 1 0.25<IHH<1

0.01<IHH<0.18

0.01<IHH<0.1

IHH < 0.01

Jumlah Produsen Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat

banyak Entry/ Exit Barrier

Sangat tinggi Tinggi Tinggi Rendah

Sangat rendah

Tipe Produk Heterogen Heterogen

Homogen atau Heterogen

Heterogen Homogen

Kekuasaan Menentukan

Sangat besar Relatif Relatif Sedikit Tidak ada

Persaingan selain Harga Tidak ada Besar Besar Besar Tidak ada

Informasi Sangat terbatas

Cukup terbuka Terbatas Cukup

Terbuka Terbuka

Profit Berlebih Berlebih Agak berlebih Normal Normal

Efisiensi Kurang baik

Kurang baik

Kurang baik Cukup Baik Baik

Sumber : Alistair, 2004

Setiap perusahaan perlu mengetahui dengan pasti batas pasar operasi,

artinya banyak pasar setiap jenis produk dari perusahaan tertentu perlu diketahui.

Semua perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0

sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Ada hubungan antara pangsa

pasar dengan keuntungan karena dalam kenyataannya pangsa pasar merupakan

tujuan dari setiap perusahaan, dengan demikian pangsa pasar merupakan

gambaran keuntungan dari penjualan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang baik

akan meraih keuntungan dari penjualan produk. Pola pangsa pasar yang biasanya

dijelaskan secara mendalam adalah empat perusahaan utama dari struktur pasar,

yaitu monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat dan persaingan ketat.

Pada pasar monopoli memiliki pangsa pasar 100 persen yang artinya satu

produsen utama menguasai keseluruhan pangsa pasar. Jenis barang yang

diproduksi sangat beragam sehingga dapat menghasilkan profit yang sangat besar.

Dengan jumlah produsen yang hanya satu maka kekuasaan untuk menentukan

keputusan sangat besar dipegang oleh perusahaan tersebut. Hambatan untuk

masuk pasar sangat besar sehingga tingkat persaingannya sangat rendah dengan

begitu pasar dapat dikatakan kurang efisien.

Dalam perusahaan dominan dapat diketahui bahwa satu pelaku usaha yang

mendominasi pasar diantara beberapa atau banyak perusahaan dengan pangsa

pasar 50-100 persen. Hambatan untuk masuk pasar cukup tinggi namun informasi

yang dibutuhkan cukup terbuka untuk diperoleh. Pasar dominan mempunyai

efisiensi yang kurang baik.

Pasar oligopoli merupakan gabungan beberapa perusahaan terkemuka

yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Barang yang dihasilkan dapat berupa

satu jenis maupun beragam jenisnya. Hambatan untuk masuk pasar tinggi dan

informasinya terbatas. Struktur pasar oligopoli kurang efisien walaupun tingkat

persaingan selain harga cukup besar.

Pada pasar persaingan murni, lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun

memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan jumlah produsen yang sangat banyak

karena hambatan untuk masuk pasar yang sangat rendah yang mengakibatkan para

pesaing dengan mudah untuk keluar masuk pasar, para produsen memiliki profit

yang normal dan efisiensi yang baik.

Dari penjelasan yang ada, dapat diketahui bahwa peranan pangsa pasar

adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Menurut hipotesa umum

menyatakan bahwa adanya hubungan antara pangsa pasar dengan tingkat

keuntungannya. Konsep pasar mempunyai kaitan yang erat dengan penelitian ini,

maka dari itu dalam penulisan ini dibahas sedikit mengenai pasar. Pasar

merupakan kumpulan antara penjual dan pembeli yang saling mempertukarkan

barang. Menurut Shepherd (1990) ”pasar” terbagi menjadi dua dimensi yaitu jenis

produk dan area geografis. Pasar dibatasi oleh demand conditions dimana

pengertiannya meliputi zona pilihan konsumen untuk barang tersebut.

b. Konsentrasi

Konsentrasi atau pemusatan merupakan gabungan pangsa pasar dari

perusahaan-perusahaan oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling

ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar perusahaan membentuk suatu tingkat

pemusatan dalam pasar. Konsentrasi menunjukkan tingkatan dari oligopoli

dimana pangsa pasar merupakan indikator tunggal yang menunjukkan tingkatan

kekuatan monopoli dalam skala ordinal dimana membandingkan pangsa pasar

yang lebih besar atau lebih kecil pada industri yang sama. Pangsa pasar yang lebih

tinggi besarnya mengarah pada kekuatan monopoli sedangkan pangsa pasar yang

lebih kecil menunjukkan hal yang sebaliknya (Jaya, 2001).

Menurut Greer (1992), konsentrasi disebabkan oleh 5 faktor, yaitu :

1. Adanya kesempatan dan keberuntungan

2. Adanya penyebab teknis berupa :

a. Besar pasar yang dimasuki

b. Skala ekonomi

c. Kemudahan memperoleh sumber daya

d. Tingkat pertumbuhan Pasar

3. Kebijakan pemerintah yang terdiri dari :

a. Peraturan

b. Pemberian paten, lisensi, tarif dan kuota

4. Kebijakan usaha berupa :

a. Merger

b. Adanya predatory pricing/ exclusive dealing

5. Diferensiasi produk.

Indeks konsentrasi terbagi menjadi dua, yaitu indeks konsentrasi penuh

dan indeks konsentrasi parsial. Indeks konsentrasi tersebut mempunyai kelebihan

dan kelemahannya masing-masing.

1. Indeks Konsentrasi Penuh

Indeks konsentrasi penuh merupakan presentase pangsa pasar untuk

keseluruhan perusahaan dalam satu industri.

Keterbatasan :

1. Terlalu membesar-besarkan peranan perusahaan kecil

2. Berbagai proposi pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terbesar

diketahui, maka Indeks Herfindahl yang dihitung berdasarkan atas data ini

hanya sedikit berbeda dengan indeks yang dihitung berdasarkan sumbangan

seluruh perusahaan yang ada dalam industri tersebut.

Kelebihan :

Terletak pada kemampuannya untuk melihat ketidakseimbangan penyebaran

skala perusahaan dalam suatu industri.

2. Indeks Konsentrasi Parsial

Indeks konsentrasi parsial merupakan presentase produksi, pangsa pasar atau

ukuran-ukuran lainnya yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dalam

satu industri.

Keterbatasan :

Lebih menggambarkan perusahaan-perusahaan dominan dalam industri

sehingga tidak dapat menunjukkan besarnya distribusi antar perusahaan.

Kelebihan :

Pengukuran dengan cara ini lebih relatif sederhana karena didukung oleh data-

data yang tersedia.

c. Hambatan untuk Masuk (Barrierss to Entry)

Banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target

keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi

adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang

mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.

Konsep persaingan potensial dan kemudahan untuk masuk merupakan intuisi

sederhana serta telah lama digunakan. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh

cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh : paten,

franchise) (Jaya, 2001). Pada intinya, hambatan untuk masuk mencakup segala

sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru.

Menurut Shepherd (1979) ada tiga hal hambatan memasuki suatu pasar,

yaitu : (1). Hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, baik

dalam bentuk perangkat legal maupun dalam kondisi-kondisi berubah dengan

cepat, (2). Hambatan yang terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu hambatan

rendah, sedang serta tinggi dan (3). Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks.

Shepherd (1979) juga mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan

eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk

masuk ke dalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan. Hambatan eksogen ini

terdiri dari modal (capital requirements), skala ekonomi, diferensiasi produk,

difersifikasi intensitas penelitian dan pengembangan, investasi yang besar dan

integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish

firm, strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi

pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri.

2.2.2 Perilaku Industri

Perilaku biasanya mengacu pada tingkah laku (tindakan atau aksi)

perusahaan dalam suatu pasar, keputusan yang mereka buat dan cara di mana

keputusan itu dibuat (Daryanto, 2004). Menurut teori ekonomi industri, perilaku

industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh

perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan

pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi,

koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijaksanaan produk. Perilaku

terbagi menjadi tiga jenis antara lain, perilaku dalam strategi harga, perilaku

dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi.

Dalam perilaku pasar dapat dijelaskan mengenai harga dan jumlah yang

ditetapkan oleh perusahaan, kolusi dan persaingan yang terjadi antara perusahaan,

diskriminasi harga, diferensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta

pengeluaran riset dan pengembangan.

2.2.3 Kinerja Industri

Hasibuan (1993) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah

hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para

ekonom, kinerja pasar biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu

efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

a. Efisiensi

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan

menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun nilai

ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal dan

efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan

yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para

pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan.

Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang

dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam

berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output.

b. Kemajuan Teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat

suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang

yang telah ada. Kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan

harga (Jaya, 2001).

c. Keadilan (Equity)

Keadilan dalam pendistribusian sangat erat kaitannya dengan efisiensi

dalam pengalokasian. Keadilan mempunyai tiga dimensi pokok yaitu

kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan

berkaitan dengan nilai uang. Kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki

setiap orang.

Kinerja pasar atau industri dapat juga dilihat dari pola keuntungan yang

didapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini

digambarkan melalui Price-Cost Margin (PCM).

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam teori ekonomi industri dijelaskan suatu pola yang disebut structure-

conduct-performance. Perekonomian di suatu negara tersusun dari kumpulan

pasar-pasar individual yang berjumlah banyak, dimana masing-masing pasar

tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri, baik dari segi struktur, perilaku ataupun

kinerjanya. Penting sekali untuk memperhatikan struktur, perilaku dan kinerja

dalam hal memahami kerumitan yang terjadi di pasar terutama pada pasar

oligopoli. Pada pola tersebut, struktur pasar suatu industri diasumsikan

mempengaruhi tingkah laku perusahaan yang ada di dalamnya dan pada akhirnya

akan mempengaruhi kinerja. Dalam metode structure-conduct-performance

terdapat empat komponen, yaitu :

a. Kondisi dasar (Basic condition) yang menggambarkan kondisi permintaan dan

kondisi penawaran suatu produk.

b. Struktur pasar (Market structure) menganalisis berbagai faktor internal dan

eksternal dari suatu pasar, baik itu ukuran distribusi dari perusahaan (pangsa

pasar dan konsentrasi), rintangan masuk keluar pasar maupun elemen-elemen

lainnya.

c. Perilaku pasar (Market conduct) menganalisis tingkah laku perusahaan dalam

suatu pasar, serta pengambilan keputusan yang mereka buat meliputi

kerjasama dengan pesaing, staretegi melawan pesaing dan advertensi.

d. Kinerja pasar (Market performance) berhubungan dengan efisiensi dalam

pengalokasian, kemajuan teknologi serta keseimbangan dalam distribusi.

Pola hubungan struktur-perilaku-kinerja dapat dibagi menjadi beberapa

pandangan yaitu, pandangan Klasik, pandangan Chicago UCLA School,

pandangan Behaviourist dan pandangan Potensial Competition. Pandangan klasik

menerangkan bahwa struktur pasar mempengaruhi perilaku dan pada akhirnya

perilaku akan mempengaruhi kinerja. Pandangan Chicago UCLA School

menyatakan bahwa tingkat efisiensi relatif suatu perusahaan merupakan salah satu

faktor penentu posisi perusahaan di dalam pasar dan perilaku perusahaan yang

mampu berproduksi lebih efisien dalam menghasilkan profit yang besar.

Pandangan Behaviourist menerangkan bahwa perilaku perusahaan merupakan

determinan yang lebih kuat dibandingkan dengan struktur. Pandangan Potential

Competition merupakan pandangan baru mengenai pola struktur-perilaku-kinerja

yang dijelaskan melalui teorinya Baumol (1982) mengenai contestable market.

Menurut teori Struktur-Perilaku-Kinerja terdapat suatu hubungan antara

struktur dan kinerja industri. Berikut ini digambarkan keterkaitan antara struktur

pasar melalui tingkat konsentrasi dan kinerja perusahaan yang berpengaruh pada

profit perusahaan.

Tabel 4. Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan PCM PCM

Tinggi Rendah

Tinggi Teori kekuasaan pasar/ hipotesis efisiensi

Contestable Market/ inefisiensi CR/ HHI

Rendah Hipotesis efisiensi Teori kekuasaan/ inefisiensi

Sumber : Nurdianto, 2004 Pada Tabel 4, dijelaskan bahwa jika PCM dan tingkat konsentrasi tinggi,

maka teori yang berlaku di sini adalah teori kekuasaan pasar atau hipotesis

efisiensi. Apabila PCM tinggi dan tingkat konsentrasi rendah maka menunjukkan

hipotesis efisiensi saja yang berlaku. PCM rendah dan tingkat konsentrasi tinggi

menyebabkan contestable market dan inefisiensi yang artinya teori kekuasaan

pasar dan hipotesis efisiensi tidak berlaku. PCM dan tingkat konsentrasi rendah

maka teori kekuasaan pasar berlaku dan terjadinya inefisiensi dalam industri.

Yang dimaksud dengan teori kekuasaan pasar di sini adalah adanya kekuasaan

pasar pada tingkat konsentrasi yang tinggi yang menyebabkan perolehan

keuntungan yang semakin besar. Hipotesis efisiensi menyatakan bahwa

perusahaan yang efisien, efektif serta inovatif yang mampu meningkatkan

konsentrasi suatu perusahaan dan meraih keuntungan besar.

Kondisi dasar merupakan aspek-aspek pembentuk jenis pasar atau industri.

Kondisi pasar menggambarkan suatu pasar dari sisi permintaan dan sisi

penawaran. Sisi penawaran meliputi bahan baku, teknologi, ketahanan produk,

nilai atau berat, sikap bisnis dan organisasi buruh. Faktor-faktor yang ada dalam

sisi permintaan adalah elastisitas, tingkat pertumbuhan, substitusi, tingkat

pemasaran, cara pembelian dan sifat-sifat siklis dan musiman.

Dalam struktur pasar dapat dilihat jumlah pembeli, skala pembeli,

diferensisi produk, kondisi entry, konglomerasi, jumlah penjual, kondisi ongkos,

integrasi vertikal, integrasi horizontal serta organisasi buruh. Perilaku dapat

dijelaskan melalui strategi harga, strategi produk, paksaan, taktik legal, advertensi

serta penelitian dan inovasi. Kinerja industri dinilai dari efisiensi alokatif, efisiensi

teknis, kemajuan teknologi, pemerataan, kualitas produk, kesempatan kerja dan

profit (Gambar 1). Kinerja perusahaan susu dapat digambarkan oleh PCM.

Adapun sekilas gambaran mengenai pendekatan structure-conduct-

performance pasar berikut pada Gambar 1.

Kondisi Dasar Sisi Permintaan Elastisitas Tingkat Pertumbuhan Substitusi Tipe Pemasaran Cara Pembelian Sifat-sifat Siklis dan Musiman

Sisi Penawaran Bahan Baku

Teknologi Ketahanan Produk

Nilai atau Berat Sikap Bisnis

Organisasi Buruh

Struktur Jumlah Pembeli Skala Pembeli

Diferensiasi Produk Kondisi Entry Konglomerasi Jumlah Penjual Kondisi Ongkos Integrasi Vertikal

Integrasi Horizontal Organisasi Buruh

Perilaku Strategi Harga Strategi Produk

Paksaan Taktik Legal Advertensi

Penelitian dan Inovasi

Kinerja Efisiensi Alokatif Efisiensi Teknis

Pemerataan Kemajuan Teknologi

Kualitas Produk Kesempatan Kerja

Profit Sumber : Scherer, 1974

Gambar 1. Pendekatan Stuktur-Perilaku-Kinerja Pasar

2.4 Kerangka Konseptual

Perkembangan industri susu akan dipengaruhi beberapa faktor yaitu, era

globalisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Era Globalisasi

berhubungan dengan kemajuan teknologi dan pasar bebas dimana terjadinya

persaingan usaha tanpa hambatan-hambatan pasar yang dibatasi tarif ataupun

beberapa peraturan lainnya. Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap

produk susu turut mempengaruhi perkembangan industri susu dimana perubahan

pola konsumsi masyarakat yang sudah maju mendorong kinerja industri susu

untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Berikut ini digambarkan bagan

kerangka konseptual dari industri susu.

Gambar 2. Bagan Kerangka Konseptual

Struktur Pangsa Pasar Konsentrasi Hambatan Masuk

Perilaku Strategi Harga dan Produk Strategi Promosi

Kinerja Price Cost Margin Efisiensi Utilisasi kapasitas produksi

Persaingan pada Industri Susu di Indonesia

Globalisasi Pasar Bebas Kemajuan Teknologi Pola Konsumsi dan

Permintaan Susu

Industri Susu

Tingkat keuntungan merupakan motivasi dasar dari perusahaan, maka

tingkat keuntungan merupakan salah satu ukuran dalam mengukur kinerja suatu

perusahaan. Keberhasilan meningkatkan kinerja akan berpengaruh pada

keuntungan yang diraih oleh suatu perusahaan, sehingga antara struktur dan

kinerja akan berhubungan satu sama lain. Pada akhirnya hal tersebut akan

mempengaruhi perilaku perusahaan yang terjadi dalam persaingan usaha

perusahaan susu.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Setiawan (1992) tentang Analisis

Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan ”Alpha”. Hasil penelitian

Setiawan (1992) menyimpulkan bahwa variabel-variabel yang dipertimbangkan

responden dalam memilih dan membeli susu bubuk instan diperoleh melalui

kualitas produk, distribusi produk, harga susu serta program promosi dari produk

susu itu sendiri, hasil penilaian dari variabel mengenai keputusan untuk

memproduksi produk susu bubuk ”Alpha” adalah harga murah, rasa susu biasa

dan kekentalan, kelarutan dan nutrisi bagus. Model yang digunakan untuk

menganalisis penelitian ini adalah Analytic Hierarchis Process (AHP).

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Wihanasari (1993) mengenai Analisis

Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Pengolahan Susu pada PT Australia

Indonesian Milk Industries, Jakarta. Hasil kesimpulan penelitian Wihanasari

(1993) adalah bahan baku yang digunakan PT Indomilk adalah susu segar, susu

bubuk skim dan lemak susu, dari analisis nilai tambah diketahui jenis susu olahan

yang memberikan nilai tambah dan keuntungan terbesar per kilogram bahan baku

adalah susu pasteurisasi serta pola kebutuhan susu segar dan susu bubuk skim di

PT Indomilk cenderung meningkat setiap tahunnya dengan kecenderungan

peningkatan pemakaian susu segar lebih besar daripada susu bubuk skim. Model

yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Analisis Peramalan,

Analisis Pengendalian Persediaan serta Analisis Nilai Tambah (Metode Hayami).

Penelitian Rahmad (1993) tentang Strategi Bauran Produk dan Bauran

Harga dalam Pemasaran Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk

Industries. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad (1993) menyimpulkan bahwa

pengembangan produk melalui diversifikasi dan pengembangan kegunaan,

peranan strategi harga untuk meningkatkan pangsa pasar kurang begitu ditekankan

karena persaingan yang terjadi di pasar adalah persaingan non harga, harga yang

ditetapkan PT Indomilk adalah harus di atas harga pesaing untuk mengembangan

citra produk yang bermutu tinggi serta peningkatan kegunaan susu pasteurisasi

dilakukan untuk menerobos pasar yang belum dijangkau. Metode analisis data

yang digunakan adalah Metode Tabulasi Langsung serta model yang digunakan

dalam penelitian adalah Analisis Titik Impas (Break Event Point).

Kusuma (1997) melakukan penelitian tentang Ekspor-Impor Susu Olahan

Indonesia di Pasaran Internasional. Hasil penelitian Kusuma (1997)

menyimpulkan bahwa ekspor produk susu dalam laju pertumbuhan volume dan

nilai ekspor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung menurun, impor susu

dalam laju pertumbuhan volume dan nilai impor cenderung stabil, penduduk

daerah pedesaan dan perkotaan paling banyak mengkonsumsi susu kental manis

serta pemasaran produk susu olahan memiliki prospek cukup baik di pasar

domestik.

Penelitian selanjutnya Primaswari (2001) tentang Optimalisasi Produksi

Susu Kental Manis pada PT Friesche Vlag Indonesia, Jakarta. Dalam penelitian

Primaswari (2001) menyimpulkan bahwa dari semua susu segar yang akan diolah

oleh PT FVI mengalami proses pasteurisasi, tingkat produksi susu kental manis

pada PT FVI selama periode Februari-April 2000 belum optimal dan dengan

berproduksi pada tingkat optimalnya, PT FVI dapat memperoleh pendapatan yang

lebih tinggi daripada kondisi aktualnya.

Ada beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan Setiawan (1992), Wihanasari

(1993), Rahmad (1993), Kusuma (1997) dan Primaswari (2001) menggunakan

variabel, metode analisis dan tujuan penelitian yang berbeda dengan penulis

dimana penulis menggunakan variabel PCM, CR4, produktivitas, efisiensi-X dan

growth serta metode analisis yang digunakan adalah metode analisis struktur,

perilaku dan kinerja industri. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis

adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia

serta menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di

Indonesia. Terdapat persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian

penulis adalah mempunyai kesamaan dalam meneliti produk susu dari perusahaan

susu, tetapi penulis lebih meneliti produk susu secara global yang dihasilkan dari

seluruh perusahaan dalam industri susu.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (data deret

waktu) tahun 1983-2002. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan,

Departemen Perindustrian, CIC Consulting, Gabungan Koperasi Susu Indonesia

(GKSI), beberapa perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Data yang diolah

adalah data Rasio Konsentrasi Empat (CR4) perusahaan terbesar, produktivitas,

X-efisiensi biaya serta growth (tingkat pertumbuhan barang).

3.2 Metode Analisis

Model analisis yang digunakan untuk meneliti perkembangan industri susu

di Indonesia adalah dengan menggunakan pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja.

3.2.1 Analisis Struktur (Structure) Industri

Untuk mengetahui struktur industri susu di Indonesia digunakan alat

analisis Rasio Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Rasio konsentrasi

yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan

ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar terutama empat perusahaan

terbesar yang menguasai pasar. Untuk mengetahui rasio konsentrasi, terlebih

dahulu menghitung pangsa pasar. Pangsa pasar adalah perbandingan jumlah

penjualan dari perusahaan susu terbesar terhadap total penjualan industri susu di

Indonesia. Rasio Konsentrasi adalah penjumlahan dari konsentrasi empat

perusahaan terbesar.

4

CR4 = ∑ msi (1)

i = 1

Keterangan :

CR4 : Rasio kosentrasi empat perusahaan terbesar susu di Indonesia

msi : Persentase pangsa pasar dari perusahaan ke-i

Dalam mengikuti perkembangan industri, dapat dilihat juga melalui

hambatan masuk pasar. Yang dimaksud dengan hambatan masuk pasar dapat

dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target

keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi

adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang

mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.

Dengan adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan usaha bisnis

memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar.

Untuk melihat hambatan masuk ini adalah dengan mengukur skala ekonomis

melalui output perusahaan.

MES = Output perusahaan terbesar (2)

Output Total

3.2.2 Analisis Perilaku (Conduct) Industri

Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran secara

mendalam dan obyektif mengenai perilaku industri susu di Indonesia berdasarkan

observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui survei dan

penelitian kepustakaan. Dalam perilaku dibahas secara selintas adanya diferensiasi

produk yang terjadi pada perusahaan susu mengenai produk yang bervariasi yang

terdiri dari produk baru dan produk yang sudah ada dan analisis terhadap peranan

advertensi.

Proses observasi yang dilakukan dengan mengambil contoh empat

perusahaan susu yang mempunyai pangsa pasar terbesar. Ada tiga komponen

utama yang akan diteliti, yaitu :

1. Persaingan harga jual antara perusahaan susu.

2. Jenis produk barang yang ditawarkan.

3. Promosi penjualan barang.

3.2.3 Analisis Kinerja (Performance) Industri

Analisis kinerja yang dilakukan untuk menganalisis kinerja industri susu

adalah dengan menggunakan model Price Cost Margin (PCM). PCM ini

digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja

perusahaan. Adapun kajian mengenai variabel-variabel bebas adalah sebagai

berikut :

PCM = Nilai tambah – upah (1)

Nilai barang yang dihasilkan

4

Pangsa Pasar (CR4) = ∑ msi (2)

i = 1

Produktivitas = Nilai Output (3)

Nilai Input Tenaga Kerja

Efisiensi-X = Nilai tambah industri (4)

Nilai Input

Growth = Nilai barang dihasilkan tahun t – nilai barang dihasilkan tahun t – 1 (5)

Nilai barang dihasilkan tahun t – 1

Persamaan yang akan diestimasi adalah :

PCMt = bo + b1CR4t + b2Prodt +b3XEfft +b4Growtht+ Ut

Keterangan : PCM = Proksi keuntungan perusahaan (persen) CR4 = Konsentrasi empat perusahaan susu terbesar (persen) Prod = Produktivitas (persen) XEff = Extra Efisiensi (persen) Growth = Tingkat pertumbuhan barang (persen) U = Unsur sisa (galat) bo = Intersep, merupakan besaran parameter b1, b2, b3, b4 = Nilai dugaan besaran parameter. t = tahun ke-t

Price Cost Margin (PCM) merupakan indikator yang digunakan untuk

mengukur kinerja industri susu. Four Concentration Ratio (CR4) adalah alat untuk

mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total

pendapatan penjualan dari industri susu. Produktivitas (Prod) adalah perbandingan

antara nilai output dan nilai input tenaga kerja. Extra Efisiensi (XEff) merupakan

kemampuan industri susu untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input

perusahaan. Efisiensi ini biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara

nilai tambah industri dengan biaya input. Growth adalah pertumbuhan nilai

barang yang dihasilkan.

3.2.4 Uji Statistik dan Ekonometrika

Analisis ini menggunakan metode statistik. Pengujian-pengujian yang

dilakukan menggunakan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan

pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa

persen variabel bebas yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas terikatnya

melalui koefisien determinan (R2). Uji ekonometrika yang digunakan adalah uji

autokorelasi, uji multikolinear, serta uji heteroskedastisitas. Sebelum semua

pengujian dilakukan maka dilakukan terlebih dahulu uji stasioner terhadap data

time series untuk menghindari terjadinya regresi palsu. Pengujian stasioner ini

dapat dilakukan melalui uji unit root yang dilakukan dengan bantuan komputer.

a. Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang

diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Uji F ini

juga dapat diartikan pengujian yang digunakan untuk mengetahui bagaimanakah

pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya.

Hipotesis :

H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh

terhadap variabel dependen)

H1 : minimal ada salah satu bi ≠ 0 (ada variabel independen yang berpengaruh

terhadap variabel dependen)

Kriteria uji :

Probability F-Statistic < taraf nyata (), maka tolak H0 dan simpulkan minimal

ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.

Probability F-Statistic > taraf nyata (), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada

variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.

b. Uji t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas

atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing-masing variabel

independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap

variabel dependen.

Hipotesis :

H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel

dependen)

H1 : bi ≠ 0 atau bi < 0 atau bi > 0 (variabel independen-i mempengaruhi variabel

dependen)

Kriteria uji :

Probability t-statistic < , maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen-i

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya.

Probability t-statistic > , maka terima H0 dan simpulkan bahwa variabel

independen-i tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.

c. Uji Autokorelasi

Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat

gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil

estimasi model tidak mengandung korelasi serial di antara disturbance term. Pada

program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-

squared pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM.

Hipotesis :

H0 : ρ = 0

H1 : ρ ≠ 0

Kriteria Uji :

Probability Obs*R-Squared < , maka tolak H0

Probability Obs*R-Squared > , maka terima H0

Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model.,

sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model.

d. Uji Heteroskedastisitas

Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas

(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memenuhi ragam error yang sama. Gejala

adanya heteroskedastisitas dapat ditujukan oleh probability Obs*R-Squared pada

uji White Heteroskedastisitas.

Hipotesis :

H0 : μ = 0

H1 : μ ≠ 0

Kriteria uji :

Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya

jika H0 diterima, maka pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

e. Uji Multikolinearitas

Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala

multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat

pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji Multikolinearitas ini dilakukan dengan

melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks

korelasi. Jika terdapat korelasi yang lebih besar dari І0.8І, maka terdapat gejala

multikolinearitas.

3.3 Definisi Operasional

Analisis Struktur Perilaku Kinerja menggunakan berbagai macam variabel

yang didefinisikan antara lain :

1. Concentration Ratio (CR4) merupakan alat untuk mengukur besarnya

konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan

penjualan dari industri susu.

2. Produktivitas merupakan produktivitas yang dihasilkan oleh industri susu.

3. Extra Efisiensi (XEff) merupakan kemampuan industri susu untuk

menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input perusahaan. Efisiensi ini

biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri

dengan biaya input.

4. Growth adalah pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan.

Terdapat istilah-istilah yang terkait dalam pengolahan data menurut Biro

Pusat Statistik (2002) antara lain :

1. Input adalah biaya antara dalam proses industri yang berupa biaya bahan baku,

bahan bakar, barang lainnya di luar bahan baku atau bahan penolong, jasa

industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri.

2. Output adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri

yang berupa barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri,

keuntungan jual beli, penambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan

lain.

3. Value Added adalah besarnya output dikurangi besarnya nilai input.

4. Produktivitas adalah output dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar

atau value added dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar.

5. Efisiensi produksi merupakan rasio input terhadap output.

IV. GAMBARAN INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Perkembangan industri susu di Indonesia sudah cukup berkembang pesat,

hal ini dapat diketahui melalui banyak perusahaan susu yang terlibat di dalamnya.

Industri susu di Indonesia terdiri dari banyak perusahaan susu yang cukup

kompeten untuk bersaing.

4.1 Sejarah Industri Susu di Indonesia

Perkembangan industri susu di Indonesia yang sudah cukup lama berawal

dari berdirinya PT Sari Husada pada tahun 1954 di Indonesia. PT Sari Husada ini

berdiri karena adanya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Unicef

(PBB) sebagai perwujudan dari program bantuan sosial dunia bagi negara-negara

yang sedang berkembang dengan nama perusahaan NV Saridele.

Berikutnya pada tahun 1967, berdirilah perusahaan susu yang bernama PT

Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk). Pada mulanya, perusahaan ini

berdiri karena adanya kerjasama antara Australia dengan Indonesia dalam bentuk

usaha patungan (joint venture). PT Indomilk ini merupakan pioneer industri susu

yang menghasilkan jenis Susu Kental Manis (SKM) di Indonesia.

Kedua perusahaan susu ini berkembang baik di Indonesia dengan diikuti

oleh berdirinya perusahaan-perusahaan susu lainnya. Berdirinya perusahaan-

perusahaan susu di Indonesia cukup mempengaruhi pasar dalam negeri dan

tingkat gizi masyarakat. Pada kenyataannya, Indonesia yang mempunyai jumlah

penduduk lebih dari 200 juta jiwa, mempunyai pasar yang cukup potensial untuk

memproduksi komoditi susu. Potensi pasar yang besar ini mendorong perusahaan-

perusahaan masuk ke dalam sektor industri susu. Menurut CIC Consulting (2005),

ada 34 perusahaan yang berdasarkan produksi dan kepemilikan merek dapat

dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu perusahaan produsen pemegang

merek (18 perusahaan), perusahaan pemegang merek non produsen (6

perusahaan), perusahaan pabrikan (4 perusahaan) dan perusahaan importir murni

(6 perusahaan).

Tabel 5. Perusahaan dalam Industri Susu, 2004 Kelompok Nama Perusahaan

1. Produsen Pemegang Merek

1. PT Cita Nasional 2. PT Danone Dairy Indonesia 3. PT Diamond Cold Storage 4. PT Fajar Taurus 5. PT Friesche Flag Indonesia 6. PT Gizindo Prima Nusantara 7. GKSI (PT Industri Susu Alam Murni) 8. PT Greenfields Indonesia 9. PT Indomilk 10. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) 11. PT Mirota KSM 12. PT Nestle Indonesia 13. PT Netania Kasih Karunia 14. PT Nutricia Indonesia Sejahtera 15. PT Nutrifood Indonesia 16. PT Shangyang Perkasa 17. PT Sari Husada 18. PT Ultra Jaya Milk Industry

2. Produsen Non Pemegang Merek

1. PT Foremost Indonesia 2. PT Indolakto 3. PT Sugizindo 4. PT Ultrindo Inti Jaya

3. Pemegang Merek Non Produsen

1. PT Abbot Indonesia 2. PT Mead Johnson Indonesia 3. PT New Zealand Milk Indonesia 4. PT Tempo Scan Pasifik 5. PT Tiga Raksa Satria 6. PT Wyeth Indonesia

4. Perusahaan Importir Murni

1. PT Madusari Nusa Persada 2. PT Mexindo Mitra Perkasa 3. PT Panen Lestari Utama 4. PT Protara Boga Indonesia 5. PT Sukanda Jaya 6. PT Tri Cipta Candra

Sumber : CIC Consulting, 2005

Pada Tabel 5, perusahaan produsen pemegang merek merupakan

perusahaan yang memiliki fasilitas produksi susu, termasuk perusahaan merek

yang mengemas produknya di Indonesia. Beberapa perusahaan lainnya adalah PT

Friesche Flag Indonesia, PT Indomilk, PT Ultra Jaya Milk Industry dan PT

Nestle Indonesia. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, beberapa diantaranya

mampu menghasilkan produk susu jenis susu cair, susu bubuk dan SKM. Dan

perusahaan lainnya hanya mengkhususkan pada satu jenis susu saja.

Perusahaan produsen non pemegang merek adalah perusahaan yang hanya

memproduksi susu untuk perusahaan lain dan tidak memiliki merek dagang.

Perusahaan yang berjumlah empat perusahaan ini beralifiasi dengan perusahaan

pemegang merek dagang yang sudah exist. PT Indolakto dan PT Ultrindo

beralifiasi dengan PT Indomilk, PT Foremost Indonesia beralifiasi dengan PT

Friesche Flag Indonesia, PT Sugizindo beralifiasi dengan PT Sari Husada (CIC

Consulting, 2005).

Kelompok ketiga adalah perusahaan pemegang merek non produsen yaitu

perusahaan yang memproduksi produknya di perusahaan lain dengan sistem sewa

produksi (makloon) dan atau yang mengimpor produknya dari mancanegara.

Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok ini terdiri dari enam

perusahaan.

Kelompok terakhir adalah perusahaan importir murni. Perusahaan ini

adalah perusahaan importir umum yang mengimpor dan memasarkan produk

susu. Perusahaan jenis ini terdiri dari enam perusahaan.

4.2 Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia

4.2.1 Gambaran Produk Susu

Susu merupakan produk bahan pangan pelengkap yang bergizi tinggi.

Selain itu, susu juga merupakan salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber

energi baik itu untuk kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam slogan

”Empat Sehat Lima Sempurna” dikatakan bahwa susu merupakan unsur kelima

dari kelengkapan gizi masyarakat.

Berdasarkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), susu olahan

adalah produk lanjutan dari susu segar yang mengalami proses penambahan atau

pengurangan komponen, juga boleh ditambah dengan bahan tambahan makanan

lain. Selain itu, susu juga mengalami proses pemanasan atau pendinginan, iradiasi

atau perlakuan fisik lainnya.

Menurut Ressang dan Nasution dalam Primaswari (2001) dikatakan bahwa

susu merupakan bahan makanan yang paling sempurna karena beberapa hal yaitu :

(1). Air susu mengandung hampir semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh badan.

(2). Perbandingan sempurna dari kadar-kadar zat gizi terdapat dalam susu. (3). Zat

gizi yang diperlukan dapat dicerna dan diabsorbsi secara sempurna oleh tubuh.

(4). Protein dan lemak dalam susu bermutu lebih tinggi daripada protein dan

lemak dalam bahan makanan lain. Susu merupakan hasil produk pertanian yang

bersifat jumlah dan kualitas berubah, ’bulky’ yang berarti memerlukan

penanganan transfer dan pergudangan besar serta ’perisable’ berarti memerlukan

penanganan dan biaya proses yang mahal, demand hasil pertanian adalah relatif

inelastis sehingga menimbulkan ketidakstabilan harga produk (Tousley dalam

Primaswari, 2001).

Sifat susu yang mudah rusak memerlukan tindakan pengamanan susu.

Susu perlu mengalami proses perubahan menjadi susu olahan karena susu segar

tidak awet dalam penyimpananya. Susu segar mudah sekali basi karena susu segar

ini terdiri dari air, kandungan susu, lemak serta bakteri. Bakteri yang berkembang

inilah yang menyebabkan kontraksi antara bakteri dengan udara terbuka. Hal ini

menyebabkan susu menjadi mudah basi (Setiawan, 1992). Oleh karena itu, agar

susu menjadi tahan lama maka susu harus dijaga keawetannya melalui

pengolahan susu yang khusus. Pengolahan susu ini dilakukan dengan

menggunakan teknologi. Teknologi pengolahan susu merupakan perpaduan antar

penerapan ilmu-ilmu dasar dengan ketekhnikan disertai pertimbangan ekonomi

dan kesehatan untuk penanganan pasca panen, pengawetan dan pengolahan susu

dari sejak dipanen hingga menjadi komoditi yang siap dikonsumsi (Primaswari,

2001). Menurut pertimbangan-pertimbangan di atas dapat dijelaskan tujuan

operasional pengolahan susu antara lain : (1). Mengurangi kerugian ekonomi

dengan mengadakan perlindungan produk, (2). Menciptakan nilai tambah (value

added) pada produk susu, (3). Menyediakan bahan pangan bergizi tinggi untuk

masyarakat, (4). Melindungi konsumen terhadap hal-hal yang merugikan dan (5).

Meningkatkan kepraktisan dalam penyimpanan bagi konsumen.

Menurut CIC Consulting (2005), secara garis besar produk susu olahan

terbagi menjadi dua, antara lain :

1. Susu Setengah Jadi

Susu setengah jadi terdiri dari : Skim milk powder, Anhydrous milk fat

dan Whole milk powder. Ketiga jenis susu ini merupakan jenis susu yang

belum bisa dikonsumsi secara langsung oleh konsumen.

Dalam memproduksi produk susu setengah jadi ini digunakan

teknologi yang modern. Dari tahun ke tahun perkembangan teknologi

pembuatan susu semakin maju sehingga produk susu setengah jadi sudah

dapat diproduksi secara langsung oleh industri pengolahan susu di Indonesia.

Misalnya dalam pembuatan Susu Kental Manis (SKM) dan susu cair dapat

dibuat dari susu segar sebagai bahan bakunya.

2. Susu Olahan Jadi

Berdasarkan bentuknya susu olahan jadi terbagi menjadi tiga jenis

yaitu :

a. Susu Kental yang terdiri dari susu evaporasi dan Susu Kental Manis

(SKM).

b. Susu Bubuk yang terdiri dari susu formulasi untuk bayi, susu formulasi

untuk bayi lanjutan, susu formulasi spesialisasi dan susu full cream.

Pada pasar susu di Indonesia, produk susu terdiri dari bermacam-macam,

beberapa diantaranya yaitu :

1. Susu Kental

Susu kental merupakan produk hasil pengolahan susu yang diperoleh

dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu sehingga

kandungan air susu hanya sekitar 40 persen. Dengan kadar ini susu dapat

disimpan tahan lama dengan keadaan baik. Apabila hendak diminum, susu

kental ini harus dicairkan dengan air panas atau air hangat (Prameswari,

2001). Menurut Hadiwiyoto dalam Prameswari (2001), ada beberapa jenis

susu kental antara lain :

a. Susu kental tidak manis (evaporated milk), yaitu susu yang diperoleh

dengan cara menguapkan sebagian kandungan airnya.

b. Susu kental manis (sweetened condensed milk) merupakan susu kental

yang diberi tambahan gula. Biasanya susu ini ditambahkan sirup sebanyak

65 persen atau sirup gula yang diberi laktosa. Kandungan gula sekitar 42

persen. Menurut CIC Consulting (2005), definisi Susu Kental Manis

(SKM) adalah produk susu yang berbentuk cairan kental yang diperoleh

dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar yang telah ditambah

gula atau hasil arekonstitusi susu bubuk berlemak penuh atau hasil

rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan susu lemak nabati dengan

penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan

makanan dan bahan lain yang diinginkan.

c. Susu krim kental dan susu skim kental

2. Susu Bubuk

Menurut CIC Consulting (2005), susu bubuk terdiri dari susu bubuk

berlemak dan susu bubuk tanpa lemak. Susu bubuk berlemak (full cream milk

powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk dan

bukan merupakan susu formula. Susu tanpa lemak (skim milk powder) adalah

susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk.

Susu bubuk merupakan produksi dari evaporated milk yang diproses lebih

lanjut. Produk ini mengandung 2-4 persen air dan kebanyakan dari susu ini

terbuat dari skim milk. Susu bubuk ini dikenal dengan nama dried milk

(Prameswari, 2001). Susu bubuk ini terdiri dari tiga jenis, yaitu :

a. Susu Formula yang diproduksi untuk dikonsumsi khusus seperti susu

untuk bayi, anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang dewasa sesuai

dengan kebutuhan konsumsinya.

b. Susu Bubuk Full Cream/ Whole Milk. Susu jenis ini diproduksi dengan

kadar lemak tinggi. Kadar karbohidrat 100 gram susu full cream cukup

tinggi, karena bahan yang menyusun produk selain laktosa juga sukrosa.

Kadar lemak bisa mencapai 26-27,5 gram bubuk.

c. Susu Skim Non Fat. Susu ini diproduksi dengan lemak yang sedikit tetapi

mengandung kadar protein, karbohidrat, vitamin A dan D yang cukup

tinggi.

3. Susu Cair

Susu olahan yang diproduksi lanjutan menjadi jenis susu cair ini terbagi

menjadi susu pasteurisasi, susu Ultra High Temperature (UHT) dan susu

sterilisasi.

4.3 Kapasitas Industri Susu di Indonesia

Menurut CIC Consulting (2005), kapasitas produksi merupakan

kemampuan untuk memproduksi susu olahan yang berasal dari susu segar atau

bahan baku susu yang berasal dari impor maupun bahan baku susu dalam negeri

melalui proses campur basah (wet mix) ataupun campur kering (dry mix).

Kapasitas yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia secara keseluruhan sebesar

2.90 juta ton/ juta SKLSS (Setara Kiloliter Susu Segar).

Pada Lampiran 3, kapasitas produksi terbesar diduduki oleh PT Sari

Husada dengan jumlah 643 ribu ton. Pada posisi kedua diduduki oleh PT Nestle

Indonesia sebesar 444 ribu ton. Selanjutnya dengan kapasitas produksi 434 ribu

ton, PT Friesche Flag Indonesia menduduki posisi ketiga, diikuti oleh GKSI (250

ribu ton).

4.4 Bahan Baku Susu

Bahan baku yang digunakan industri susu di Indonesia adalah sapi perah

yang berasal dari lokal maupun impor. Penyediaan bahan baku susu lokal dan

impor saling berkaitan erat antar keduanya. Adanya impor bahan baku susu

dikarenakan ketidakmampuan peternak lokal dalam mencukupi kebutuhan susu

untuk bahan baku dalam negeri, artinya impor bahan baku susu ini dapat menutupi

kekurangan bahan baku susu dalam negeri. Di lain pihak, adanya impor bahan

baku susu ini mengakibatkan banyak peternak sapi perah dalam negeri yang

gulung tikar, hal ini dikarenakan para produsen susu dalam negeri yang cenderung

menggunakan lebih banyak bahan baku susu impor. Bahan baku susu impor lebih

banyak digunakan produsen susu karena harga bahan baku susu impor relatif lebih

murah daripada bahan baku susu lokal.

4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia

Banyak faktor-faktor penyebab pertumbuhan populasi sapi perah di

Indonesia, beberapa di antaranya adalah faktor modal (kapital), faktor teknis

peternakan dan harga susu di tingkat petani. Faktor modal cukup mempengaruhi

populasi sapi perah dengan adanya investasi besar yang ditanamkan di sektor

peternakan. Yang dimaksud dengan faktor teknis peternakan di sini adalah lebih

kepada menggerakan suatu proses dalam memproduksi susu segar yang akan

dijadikan bahan baku susu olahan (CIC Consulting, 2005).

Tabel 6. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia, 2000-2004 Populasi

Tahun Jumlah (Ekor)

Laju Perubahan (%)

2000 2001 2002 2003

2004*)

354 253 346 998 358 386 373 753 381 635

- -2,05 3,28 4,29 2,11

Rata-rata 1,91 Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting,

2000-2004 Keterangan : *) sementara Pada periode 2000-2004, perkembangan populasi sapi perah di Indonesia

bergerak cukup lamban. Dari tahun ke tahun populasi sapi perah seringkali

mengalami peningkatan tetapi peningkatan yang tidak besar. Dalam kurun waktu

perkembangan populasi sapi perah ini rata-rata hanya mengalami peningkatan

sebesar 1,91 persen setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2001 mengalami

penurunan populasi sapi perah sebesar 2,05 persen (Tabel 6). Penyebab penurunan

populasi sapi perah pada tahun 2001 salah satunya dikarenakan dampak krisis

ekonomi yang terjadi di Indonesia. Krisis ekonomi ini berdampak pada

penyediaan dan pemeliharaan sapi perah di Indonesia.

4.4.2 Produksi Susu di Indonesia

Dengan adanya perkembangan populasi sapi perah yang bergerak lambat

mempengaruhi juga perkembangan produksi susu segar di Indonesia. Setiap

tahunnya peningkatan produksi susu segar tidak cukup baik. Rata-rata setiap

tahunnya perkembangan produksi susu segar hanya mengalami peningkatan 4,41

persen. Pada tahun 2001, perkembangan produksi susu segar ini mengalami

penurunan sebesar 3,17 persen, selanjutnya perkembangan produksi susu

mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2003 (Tabel 7).

Tabel 7. Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia, 2000-2004 Produksi

Tahun Jumlah (kiloliter)

Laju Perubahan (%)

2000 2001 2002 2003

2004*)

495 647 479 947 493 375 544 336 586 199

- -3,17 2,80 10,33 7,69

Rata-rata 4,41 Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting,

2000-2004 Keterangan : *) sementara

4.4.3 Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia

Para peternak lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan susu untuk bahan

baku industri susu dalam negeri sehingga hal ini mengakibatkan impor susu.

Banyak peternak sapi perah yang gulung tikar menyebabkan impor susu tidak

dapat dihindari. Yang dimaksud dengan impor susu di sini merupakan impor susu

yang dilakukan oleh produsen susu maupun para pelaku industri es krim, industri

pemakai susu dan lainnya (CIC Consulting, 2005).

Pada tahun 2001, impor bahan baku susu sebesar 77,5 ribu ton mengalami

penurunan sebesar 15,15 persen dari tahun sebelumnya. Dua tahun kemudian

perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan sebesar 0,39 persen.

Pada kenyataannya impor bahan baku susu pada tahun 2002 dan 2003 mengalami

penurunan jumlah volume sebesar 0,39 persen. Penjelasan ini dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia, 2000-2004 Volume Nilai

Tahun Jumlah (ton)

Laju Perubahan (%)

Jumlah (US$ juta)

Laju Perubahan (%)

2000 2001 2002 2003

2004*)

91 390,64 77 545,16 78 646,16 78 336,46 87 203,52

- -15,15 1,42 -0,39 11,32

148,74 163,51 126,04 131,94 159,36

- 9,93 -22,92 4,68 20,78

Rata-rata -0,70 3,12 Sumber : Biro Pusat Statistik diolah oleh CIC Consulting, 2000-2004 Keterangan : *) perkiraan

Pada periode 2000-2004, perkembangan impor bahan baku susu cenderung

mengalami penurunan. Penyebab menurunnya impor ini diperkirakan karena

dipindahnya produksi susu dari susu multi nasional ke mancanegara, walaupun

perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan, tetapi pada tahun

2004 impor bahan baku susu diperkirakan akan mencapai 87,20 ribu ton.

4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia

Penyebaran industri susu di Indonesia berdasarkan penelusuran yang

dilakukan oleh CIC Consulting terhadap industri susu dijelaskan bahwa industri

susu hanya terpusat di pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Penyebaran industri susu di sini hanya dititikberatkan pada penyebaran

perusahaan-perusahaan yang hanya memiliki mesin produksi saja.

Tabel 9. Penyebaran Industri Susu di Indonesia, 2004 Propinsi Perusahaan Lokasi

DI Yogyakarta PT Mirota KSM PT sari Husada

Sleman Yogyakarta

DKI Jakarta PT Diamond Cold Storage PT Fajar Taurus PT Foremost Indonesia PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutrifood Indonesia PT Shangyang Perkasa PT Ultrindo Inti Jaya

Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur

Jawa Barat

PT Danone Dairy Industry PT Gizindo Prima Nusantara GKSI PT Indolakto KPBS PT Sugizindo PT Ultrajaya Milk Industry

Kerawang Bandung Bandung Sukabumi Bandung Bogor Bandung

Jawa Tengah PT Cita Nasional GKSI

Semarang Boyolali

Jawa Timur PT Nestle Indonesia PT Netania Kasih Karunia PT Prima Japfa Jaya GKSI

Pasuruan Pasuruan Malang Pasuruan

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Berdasarkan jumlah 24 perusahaan susu yang beroperasi, 9 perusahaan

diantaranya beroperasi di DKI Jakarta dan 7 perusahaan beroperasi di Jawa Barat.

Perusahaan lainnya tersebar di Jawa Timur berjumlah 4 perusahaan, DI Yogya

berjumlah 2 perusahaan dan Jawa Tengah berjumlah 2 perusahaan (Tabel 9).

4.6 Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal

Perusahaan susu di Indonesia mempunyai status penanaman modal.

Berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), produsen susu

terbagi menjadi dua, yaitu : Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN). Perusahaan susu PMA adalah perusahaan susu

yang modalnya berasal dari luar negeri, sedangkan perusahaan PMDN merupakan

perusahaan yang modalnya berasal dari dalam negeri (Tabel 10).

Tabel 10. Perusahaan dan Status Penanaman Modal, 2004 Status Nama Perusahaan

PMA

1. PT Danone Dairy Indonesia 2. PT Foremost Indonesia 3. PT Friesche Flag Indonesia 4. PT Nestle Indonesia 5. PT Nutricia Indonesia Sejahtera.

PMDN

1. PT Diamond Cold Storage 2. PT Indolakto 3. PT Indomilk 4. PT Sari Husada 5. PT Sugizindo 6. PT Ultrajaya Milk Industry 7. PT Ultindo Inti Jaya.

PNC

1. PT Cita Nasional 2. PT Fajar Taurus 3. PT Gizindo Prima Nusantara 4. GKSI (Milk Treatment) 5. PT Greenfields Indonesia 6. KPBS 7. PT Minota KSM 8. PT Netania Kasih Karunia 9. PT Nutrifood Indonesia 10. PT Shangyang Perkasa.

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Perusahaan PMA berawal dari adanya kerjasama antara modal asing

dengan partner di Indonesia. Tetapi pada perkembangannya perusahaan PMA ini

dapat dimiliki oleh asing sepenuhnya. Perusahaan PMA terdiri dari 5 perusahaan,

beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag Indonesia dan

PT Nutricia Indonesia Sejahtera.

Perusahaan PMDN di Indonesia cukup berkembang baik. Perusahaan

PMDN dapat dikelola sesuai dengan kepemilikan modalnya yaitu oleh swasta

murni ataupun koperasi atau BUMN. Perusahaan PMDN ini berjumlah 7

perusahaan beberapa diantaranya adalah PT Sari Husada, PT Indomilk, PT

Ultrajaya Milk Industry dan PT Indolakto.

Status penanaman modal industri susu di Indonesia ada pula yang bukan

termasuk status PMA ataupun PMDN. Perusahaan susu yang digolongkan dalam

status non PMA atau non PMDN terdiri dari 10 perusahaan, beberapa diantaranya

adalah PT Gizindo Prima Nusantara, GKSI, PT Nutrifood Indonesia, PT Minota

KSM dan PT Shangyang Perkasa.

4.7 Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia

Ada beberapa produk susu di Indonesia yang mempunyai merek lisensi

dari luar negeri. Beberapa diantaranya adalah merupakan produk susu yang

unggul dalam pasar dalam negeri. Produk susu yang mempunyai merek lisensi

dalam pasar domestik tidak sepenuhnya merupakan perusahaan PMA ataupun

perusahaan PMDN. Produk susu yang mempunyai merek lisensi dalam pasar

domestik bisa merupakan perusahaan yang digolongkan dalam status PNC.

Merek lisensi produk susu dalam pasar domestik dapat dilihat pada Lampiran 4.

Di Indonesia, terdapat pula beragam produk susu impor yang dipasarkan

di pasar dalam negeri. Beberapa produk susu merupakan produk yang sudah

mempunyai merek lisensi dari luar negeri dalam pasar domestik.

4.8 Kebijakan Persusuan di Indonesia

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditunjang melalui

peningkatan gizi masyarakat itu sendiri. Peningkatan gizi masyarakat tidak lepas

dari peran usaha pertanian dan peternakan di Indonesia. Salah satu upaya

peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan unsur kelima dari kelengkapan

gizi makanan yaitu susu. Komoditas susu itu sendiri memiliki peran yang cukup

berarti bagi kehidupan. Komoditas susu, selain merupakan upaya pemenuhan

sumber protein hewani pada masing-masing individu juga merupakan input dan

output bagi para peternak susu dengan menghasilkan susu berkualitas serta

menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan tenaga kerja.

Sejarah kebijakan persusuan di Indonesia diawali dengan rantai distribusi

persusuan nasional. Keberadaan para peternak susu merupakan bagian yang tak

terpisahkan dengan industri persusuan nasional. Keduanya saling berkaitan erat

sehubungan dengan adanya kebutuhan pangan masyarakat melalui rantai

distribusi persusuan. Menurut sejarah persusuan di Indonesia, pada tahun 1800-an

terjadi impor sapi perah dari Belanda di daerah Grati, Jawa Timur. Adanya sapi

perah impor ini menyebabkan suatu usaha pengembangan sapi dengan mutu tinggi

dengan menyilangkan antara sapi perah impor dengan sapi perah lokal.

Keberhasilan dari persilangan sapi ini menyebabkan usaha peternakan yang

berkembang hingga ke daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Di era awal kemerdekaan RI, keberhasilan usaha peternakan sapi perah

menarik perhatian pemerintah dengan membentuk Perhewanan dan membuat

beberapa milk center di beberapa daerah seperti di Bandung, Boyolali dan Grati.

Pada kenyataannya, dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas sapi perah

menyebabkan usaha pengembangan sapi perah mengalami kemunduran. Usaha

pengembangan sapi perah terus dilakukan sedikit demi sedikit yang pada akhirnya

mengalami perubahan diawali dengan adanya investasi Penanaman Modal Asing

(PMA) mendirikan Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan pemerintah

menerbitkan UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Beberapa

perusahaan susu merupakan pelopor dalam pengembangan industri persusuan di

Indonesia melalui PMA ini adalah sebagai berikut, PT Indomilk, PT Nestle

Indonesia serta PT Friesche Flag Indonesia.

Pada tahun 1978, perkembangan peternakan sapi perah rakyat dan

koperasi susu di Indonesia mengalami kemajuan yang dimulai dengan adanya

kebijakan pemerintah mengenai kebijakan proteksi produksi susu dalam negeri

yang menetapkan IPS untuk menggunakan sebagian bahan baku susu segar yang

dihasilkan oleh peternak rakyat dengan adanya kesepakatan tingkat harga yang

memadai bagi peternak rakyat. Kemajuan para peternak rakyat didukung dengan

adanya iklim yang kondusif dan terbukanya pasar susu segar serta ditunjangnya

program pemerintah dengan mengimpor sapi perah dari New Zealand dan

Australia dan penyediaan fasilitas kredit bagi peternak. Menurut Departemen

Perdagangan (2004) pada tahun 1978, dalam upaya pemenuhan susu dalam

negeri, rasio antara susu segar nasional dan susu impor adalah sekitar 1

berbanding 20.

Pada tahun 1982, terjadi kenaikan produksi susu yang menyebabkan

adanya friksi berkaitan dengan penyerapan susu segar dalam negeri sehingga

pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri

Perdagangan dan Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian) No.236/

Kpb/VII/1982, No.344/M/SK/1982 dan No.521/Kpts/Um/J/1982 yang mengatur

jelas pengkaitan antara impor susu dengan penyerapan susu segar dalam negeri

melalui mekanisme Bukti Serap (BUSEP) dan perhitungan rasio susu. SKB ini

adalah peraturan perundangan yang melembagakan kebijakan yang telah berjalan

sebelumnya. Menindaklanjuti pelaksanaan berikutnya, Menteri Perdagangan

mengeluarkan Surat Keputusan mengenai penetapan rasio penyerapan susu dalam

negeri dengan impor susu adalah 1 berbanding 7 yang berarti setiap penyerapan 1

ton susu segar dalam negeri diberi izin mengimpor susu sejumlah 7 ton setara

susu segar. Peraturan perundangan berupa SKB tersebut diperkuat dengan adanya

Instruksi Presiden No.2/1985 mengenai pengembangan persusuan nasional.

Beberapa pokok substansi yang terdapat dalam Inpres adalah sebagai

berikut : kebijakan impor melalui tata niaga tertentu, modernisasi peternakan sapi

perah rakyat melalui wadah koperasi, impor susu sebagai pelengkap dan pendirian

pabrik yang mewajibkan mengikutsertakan koperasi untuk terlibat di dalamnya.

Pada akhir tahun 1997, pemerintah Indonesia dan IMF menandatangani

Letter of Intent (LOI) yang isinya Pemerintah Indonesia harus mencabut ketentuan

yang mensyaratkan adanya rasio penyerapan susu segar dengan impor susu serta

impor susu dapat dilakukan oleh importir umum. Padahal pada awal tahun 1997,

pemerintah melakukan kesepakatan dengan New Zealand sebagai pemegang

Initiating Negotiation Right (INR) dalam komoditas susu mengenai kebijakan

rasio susu masih memungkinkan untuk dilaksanakan sampai tahun 2005 dengan

syarat rasio yang ada tidak melebihi 1 berbanding 1.6. Sebagai kelanjutan dari

LOI, pada tahun 1998, pemerintah menerbitkan Inpres No.4/1998 yang intinya

mencabut seluruh peraturan perundangan yang berkaitan dengan persusuan

terutama ketentuan mengenai adanya kebijakan penyerapan susu segar dengan

impor yang disusul SK Menteri Keuangan tentang penetapan tarif bea termasuk

untuk komoditas susu impor.

Departemen Perdagangan (2004) mengemukakan bahwa setelah

pencabutan semua bentuk perlindungan non tarif yang tertuang dalam SKB tiga

Menteri, Inpres No.4/1998 serta berbagai peraturan pelaksanaannya, tidak pernah

ada lagi peraturan perundangan yang menjadi landasan bagi pengembangan

persusuan kecuali berbagai proyek pemerintah yang memberikan dorongan seperti

halnya program perguliran sapi perah, bantuan modal bergulir untuk peralatan

koperasi serta beberapa pemerintah lainnya. Dengan tidak berdayanya pemerintah

sebagai regulator terutama di bidang persusuan maka para pelaku usaha persusuan

ini sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar yang berjalan.

4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia

Berikut ini merupakan profil beberapa perusahaan susu di Indonesia

menurut CIC Consulting (2005).

1. PT Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk)

PT Australia Indonesia Milk Industry merupakan perusahaan susu yang

berdiri sejak tahun 1967 atas kerjasama (joint venture) antara Australia dengan

Indonesia. Perusahaan ini berdiri atas campur tangan Salim Group yang

kemudian akhirnya diserahkan kepada BPPN sebagai tindak lanjut

penyelesaian (PKPS). Di bawah naungan Holdika Group, perusahaan ini

kemudian dijual kepada PT Bakti Maju Bersama Abadi (perusahaan yang 99,5

persen sahamnya oleh PT Perseroan Dagang dan Industri Marison NV

pemegang saham pendiri Indomilk).

PT Indomilk merupakan perusahaan susu pioneer dari produk susu Susu

Kental Manis (SKM) di Indonesia. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Raya

Jakarta Bogor, Cijantung (Jakarta Timur). Perusahaan Indomilk mulai

beroperasi pada tahun 1968 dengan jumlah karyawan 200 orang, yang 30

tahun kemudian mempunyai 1000 orang karyawan. Ragam produknya yaitu

SKM, susu pasteurisasi, susu cair, susu bubuk, susu steril, yogurt dan

mentega. Sarana produksi dari perusahaan ini memiliki kapasitas produksi

SKM 75 ribu ton, susu bubuk 8,6 ribu ton dan susu cair 3,87 ribu ton.

Pada tahun 1985, produk SKM yang pertama kali muncul di Indonesia

yaitu produk dari Indomilk dengan merek ENAAK. Pada tahun tersebut,

produk susu jenis SKM ENAAK mampu menguasai pangsa pasar terbesar di

pasar dalam negeri. Selanjutnya PT Indomilk mengeluarkan produk Krimer

Kental Manis (KKM) merek KREMER, TIGA SAPI dan CRIMA. Produksi

susu bubuk dan Ultra High Temperature (UHT) dengan merek INDOMILK.

Sejak tahun 1988, SKM Indomilk telah diekspor ke berbagai negara seperti

Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Bangladesh, Vietnam, Myanmar,

Taiwan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin.

2. PT Nestle Indonesia

Pada awalnya PT Nestle didirikan dengan nama PT Food Specialities

Indonesia pada tahun 1971. Perusahaan ini berdiri dari usaha patungan antara

Nestle Alimentana SA dari Swiss dengan pengusaha pribumi bernama

Reinhard Muara Sihombing. Setelah beberapa kali mengalami perubahan

modal dan pemilik maka pada Juli 1993 perusahaan berganti menjadi PT

Nestle Indonesia. PT nestle Indonesia berkantor pusat di Jalan TB

Simatupang, Arkadia Park Office, Wisma Nestle, Jakarta Selatan. Untuk

mendukung operasinya dalam industri susu, perusahaan ini mengoperasikan

dua fasilitas produksi yang keduanya berlokasi di Jawa Timur, yaitu di Waru

(Sidoarjo) dan Kejayan (Pasuruan).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan industri susu

untuk melakukan kerjasama dengan peternak lokal maka PT Nestle

merealisasikan peraturan ini dengan bekerjasama dengan Koperasi Sinar

Andandani Ekonomi (SAE) dari Pujon, Malang pada tahub 1975. Sekarang ini

seluruh kebutuhan susu segar PT Nestle Indonesia ini dipasok oleh peternak

lokal Jawa Timur yang tergabung dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia

(GKSI). Selain memasarkan produk susu, PT Nestle Indonesia menawarkan

beraneka ragam produk seperti kopi Nescafe, permen Polo dan Fox’s, bumbu

kaldu Maggi, bubur bayi Nestle, Instant Breakfast Cereal Nestle Koko Krunch

dan Nestle Corn Flakes, coklat Confectionary Kit Kat dan Nestle e’clair.

3. PT Ultrajaya Milk Industry

PT Ultrajaya Milk Industry dengan produk susu ultranya adalah pelopor

dalam bisnis produk susu siap minum (steril) dalam kemasan karton

(tetrapack). Susu steril merupakan produk perdana dari perusahaan ini yang

memulai produksinya pada tahun 1975.

Perusahaan yang berstatus PMDN ini berkedudukan di Bandung dan

bergerak dalam industri makanan dan minuman. PT Ultrajaya Milk Industry

berpusat dan berfasilitas produksi di jalan Raya Cimarene, Padalarang. Sejak

tahun 1990 perusahaan ini sudah mulai melakukan penawaran perdana di

pasar Bursa Efek Indonesia sehingga menjadi perusahaan yang go publik.

Produk komersial perusahaan ini dimulai pada tahun 1975 dengan

produk susu steril (UHT) sebagai produk perdananya. Pada perkembangannya,

perusahaan ini melakukan diversivikasi produk dengan memperkenalkan

beberapa produk baru seperti sari buah yang diproduksi pada tahun 1978 dan

teh UHT yang mulai diproduksi pada tahun 1981.

PT Ultrajaya Milk Industry juga dikatakan sebagai produsen tunggal

keju dalam negeri. Dengan lisensi dari Kraft General Food Internasional Inc.

USA maka perusahaan ini mempunyai izin dalam memproduksi keju.

Berbagai macam produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini,

diantaranya terdiri dari berbagai jenis minuman susu cair, sari buah, susu

kacang, minuman isotonik, keju mentega dan berbagai produk lainnya. Sejak

pertengahan 1997 perusahaan ini sudah mampu memproduksi SKM dan susu

bubuk. Beberapa merek dagang yang dipakai perusahaan ini adalah ULTRA

MILK, BUAVITA, GOGO, SARI ASAM, SKM CAP MANIS, SKM CAP

SAPI, KEJU KRAFT dan mentega CORMAN.

4. PT Sari Husada

PT sari Husada adalah perusahaan yang tercatat sebagai salah satu dari

dua perusahaan industri pengolahan susu dan juga listing di pasar Bursa Efek

Indonesia. Sejarah awal pendirian perusahaan ini dimulai dari tahun 1954

dengan nama NV Saridele yang merupakan kerjasama antara pemerintah

Indonesia dengan Unicef (PBB) sebagai realisasi program bantuan sosial

dunia buat negara sedang berkembang. Kemudian pada tahun 1972 terjadi

perubahan oleh pemerintah melalui Kimia Farma yang ketika itu merupakan

pengelola terakhir NV Saridele menjalin kerjasama dengan PT Tigaraksa

dengan sahamnya 55,14 persen dan 44,86 persen untuk mendirikan PT Sari

Husada.

Produk unggulan PT Sari Husada adalah susu bayi dan susu formulasi

lanjutan SGM, di samping bubur bayi SNM, susu untuk ibu hamil atan ibu

menyusui LACTAMIL, serta susu bayi dan susu formulasi lanjutan

VITALAC dan susu bubuk atau susu rendah lemak produsen. Selain

memproduksi merek sendiri, untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas

produksi yang dimiliki perusahaan, PT Sari Husada juga memproduksi susu

dengan sistem sewa produksi (Makloon) milik beberapa perusahaan lain,

diantaranya merek MORINAGA dan CHIL-MIL milik PT Shangyang Perkasa

atas lisensi dari Morinaga Milk Industry Co.

5. PT Friesche Flag Indonesia

PT Friesche Flag Indonesia adalah perusahaan yang tergabung dalam

kelompok usaha ’mantrust’ yang didirikan pada tahun 1968 oleh PT Mantrust

Indonesia dengan Cooperative Condensnfabrick Friesland dari Belanda. Saat

ini, PT Friesche Flag Indonesia memiliki pabrik di kawasan Cijantung Jakarta

Timur dengan kapasitas produksi untuk SKM mencapai 30,5 ribu ton, susu

cair sebesar 12 ribu ton dan susu bubuk sebesar 34 ribu ton.

Seluruh hasil produksi memakai merek BENDERA, baik itu produk

SKM, susu bubuk dan susu cair. Produk andalan dari perusahaan ini adalah

produk Susu Kental Manis (SKM) dan susu bubuk dengan merek BENDERA.

Melalui produk andalan ini, maka PT Friesche Flag Indonesia berkibar dalam

kancah bisnis persusuan. Perusahaan ini menguasai pasaran SKM di

Indonesia. Untuk membidik pasar anak maka PT Friesche Flag Indonesia

mengeluarkan produk susu bubuk dengan merek dagang BENDERA 123 dan

susu cair FRISTI.

6. PT Nutricia Indonesia Sejahtera

PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan perusahaan yang bersatus

PMA dan salah satu perusahaan paling muda dalam jajaran industri

pengolahan susu di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada 12 Mei 1987

dengan modal dasar US$ 3,4 juta yang seluruhnya ditempatkan dan disetor

penuh. Pendiri dan pemegang sahamnya adalah NV Verenisde Bedrijen

Nutricia dari Belanda sebagai mitra asing dan PT Mukti Nugraha Sejahtera

sebagai mitra lokalnya.

Perusahaan ini awalnya memakloonkan sebagian produknya ke

perusahaan lain. PT Nutricia Indonesia Sejahtera membangun pabrik dengan

kapasitas 22 500 ton per tahun di Jalan Raya Jakarta Bogor Km 26,6 Jakarta

Timur dengan menempati lahan seluas 3 Ha.

NUTRILON dan NUTRIMA merupakan merek-merek yang digunakan

untuk produk susu formula bayi dan susu formulasi lanjutan perusahaan ini.

Selain susu bayi atau formulasi lanjutan, perusahaan ini memasarkan susu

untuk ibu hamil dan ibu menyusui NUTRICIA BUNDA dan susu rendah

lemak PROTIFAR, produk bubur bayi dengan merek CREME NUTRICIA.

Perusahaan susu ini mendistribusikan berbagai macam produknya

dengan membidik pasar dalam negeri (lokal) dan pasar luar negeri (ekspor).

Untuk pasar lokal, PT Nutricia Indonesia Sejahtera mendistribusikan

produknya ke seluruh Indonesia, sedangkan untk pasar luar negeri, perusahaan

ini telah mengekspor produk-produknya sejak 10 tahun yang lalu ke beberapa

negara yaitu, Malaysia, Philipina, Afrika, Amerika dan beberapa negara Asia

lainnya.

4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon)

Menurut CIC Consulting (2005), definisi Makloon adalah suatu sistem

yang terjadi sebagai akibat dari adanya kelebihan kapasitas produksi yang dimiliki

oleh suatu perusahaan, sementara di lain pihak ada perusahaan yang memegang

izin atau lisensi yang ingin memproduksi akan tetapi belum memiliki mesin

produksi dan secara komersial belum menguntungkan jika harus membangun

pabrik baru. Pada situasi yang demikian, sistem sewa produksi menjadi alternatif

yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Sistem sewa produksi yang lebih dikenal dengan nama Makloon ini

seringkali digunakan beberapa perusahaan susu untuk melakukan usahanya.

Beberapa perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah PT Shangyang

Perkasa, PT Wyeth Indonesia, PT New Zealand Milk Industry dan PT Tempo

Scan Pasifik (Tabel 11).

Tabel 11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon, 2004 Pemegang Merek Merek Dagang Pabrikan PT Shangyang Perkasa Chil Kid

Chil Mil Chil School Morinaga BMT Morinaga NL-33

PT Sugizindo PT Sugizindo PT Sugizindo PT Sugizindo PT Ultrajaya Milk Industry

PT Tempo Scan Pasifik Power Fit PT Sugizindo PT Wyeth Indonesia Enercal

Nursoy PT Sugizindo PT Sugizindo

PT New Zealand Milk Industry

Anchor Wam UHT Andex Boneto UHT Anlene UHT

PT Industri Susu Alam Murni PT Industri Susu Alam Murni PT Greenfields Indonesia

Sumber : CIC Consulting, 2005

V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA

Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi model persamaan dengan

menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square). Metode OLS

ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen secara linear. Software komputer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah E-Views 4.1. Dalam mengestimasi parameter regresi yang menggunakan

Ordinary Least Square (OLS), haruslah memenuhi tiga asumsi klasik yaitu uji

autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas.

5.1 Analisis Struktur Industri Susu

Perjalanan dan sejarah persusuan di Indonesia cukup panjang yang

berawal dari peternak sapi lokal yang mengelola industri persusuan nasional. Pada

awalnya pengelolaan hasil ternak sapi ini masih berdasarkan pada masing-masing

daerah yang artinya industri persusuan masih belum mendapat perhatian khusus

dari pemerintah Indonesia. Perkembangan zaman menuntut pemenuhan gizi

masyarakat yang sempurna, sehingga permintaan akan susu semakin meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi susu di Indonesia. Sejak akhir tahun

1800-an, impor sapi perah bangsa Fries Holland (FH) dilakukan di daerah Grati,

Jawa Timur untuk dilakukan persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal

yang kemudian dipelihara oleh rakyat. Pada zaman kolonial Jepang inilah banyak

perusahaan sapi perah yang diterlantarkan begitu saja oleh pemiliknya yang

kemudian dikelola oleh rakyat.

Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia (RI), pemerintah mulai

memberikan perhatian pada industri persusuan lokal dengan membentuk milk

center di beberapa daerah penghasil susu antara lain Bandung, Boyolali dan Grati.

Milk center di beberapa daerah yang ditunjuk pemerintah ini mendistribusikan

hasil susu melalui distributor, subdistributor dan pengecer, salah satunya dapat

melalui badan koperasi. Dengan adanya usaha pengembangan sapi perah dengan

mengimpor sapi dari Belanda yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas susu

dan populasi sapi perah, ternyata tidak menyebabkan kemajuan yang signifikan.

Penyebab terhambatnya perkembangan susu dari sapi perah ini berasal dari

adanya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dalam mendirikan Industri

Pengolahan Susu (IPS) dan adanya UU No.1/1967 mengenai Penanaman Modal

Asing. Perusahaan-perusahaan yang pertama kali menanamkan modalnya di

Indonesia antara lain, PT Friesche Flag Indonesia dan PT Food Specialities

Indonesia yang lebih dikenal dengan PT Nestle. Sebelum masuknya perusahaan-

perusahaan susu asing ke Indonesia, pada tahun 1954 sudah berdiri perusahaan

susu yang bernama NV Saridele yang sekarang dikenal dengan PT Sari Husada.

Pendirian perusahaan susu ini terkait dengan perkembangan industri susu dengan

melakukan kerjasama antara pemerintah RI dengan Unicef (PBB) sebagi realisasi

salah satu program bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang.

Seiring dengan adanya UU mengenai PMA yang mendorong masuknya

perusahaan-perusahaan susu asing ke Indonesia, maka perusahaan-perusahaan

susu baru yang lainnya bermunculan. Perusahaan-perusahaan baru yang

bermunculan tersebut antara lain, PT Nutricia Indonesia Sejahtera, PT Danone

Dairy Milk dan PT Foremost Indonesia. Perkembangan jumlah perusahaan susu di

Indonesia menyebabkan bangkitnya industri persusuan nasional dengan ditandai

munculnya perusahaan-perusahaan susu yang modalnya berasal dari dalam negeri,

yaitu PT Indomilk, PT Sari Husada, PT Ultrajaya Milk Industry dan lain-lain.

Pada tahun 1978, untuk memproteksi produksi susu dalam negeri maka

pemerintah membuat semacam kebijakan mengenai penggunaan sebagian bahan

baku susu dengan susu segar yang dihasilkan oleh peternak rakyat dengan tingkat

harga yang telah disepakati. Adanya kebijakan pemerintah tersebut mendorong

usaha peternak sapi perah rakyat untuk lebih menekuni usahanya dalam

memproduksi susu segar sehingga menyebabkan peningkatan produksi susu segar

dalam negeri dalam wadah koperasi.

Pada tahun 1998, Indonesia melakukan kesepakatan dengan IMF melalui

penghapusan kebijakan-kebijakan mengenai pembatasan susu. Dengan

dihapuskannya kebijakan-kebijakan tersebut, maka dalam industri persusuan

terjadi persaingan antara perusahaan susu untuk menguasai pangsa pasar.

Untuk melihat struktur industri susu di Indonesia, maka diasumsikan

melalui output produksi terbesar dari masing-masing perusahaan setiap tahunnya.

Analisis Struktur Industri Susu dijelaskan melalui tiga elemen, yaitu pangsa pasar,

konsentrasi dan hambatan untuk masuk.

5.1.1 Pangsa Pasar

Pangsa pasar merupakan kecenderungan perusahaan dalam menguasai

pasar susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penghitungan pangsa pasar

adalah data output produksi terbesar dari perusahaan-perusahaan susu setiap

tahunnya.

Tabel 12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 2000-2002 Tahun Nama Perusahaan Pangsa Pasar (%) CR4 (%)

PT FOREMOST INDONESIA 23,58 PT NESTLE INDONESIA 19,32 PT SARI HUSADA 12,83 2000

PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 23,90

79,64

PT INDOMILK 14,19 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 17,15 PT FOREMOST INDONESIA 16,31 2001

PT SARI HUSADA 14,91

62,56

PT SURYA DAIRY FARM 25,35 PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO 20,40 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 15,99 2002

PT FAJAR TAURUS INDONESIA 14,77

76,51

Sumber : BPS, 2000-2002

Pada tahun 2000, yang menguasai pangsa pasar industri susu adalah

perusahaan Friesche Flag Indonesia dengan nilai perolehan pangsa pasar sebesar

23,90 persen. Pada tahun berikutnya, PT Friesche Flag Indonesia masih

menduduki pangsa pasar dengan nilai yang sedikit menurun dari nilai sebelumnya

yaitu 17,15 persen. Pada tahun 2002, posisi pangsa pasar digeser oleh PT Surya

Dairy Farm dengan nilai 25,35 persen. Penyebab posisi PT Friesche Flag

Indonesia yang diambil alih oleh PT Surya Dairy Farm salah satunya diperkirakan

karena faktor jumlah penjualan produk yang kalah bersaing (Tabel 12).

Pengukuran tingkat konsentrasi industri susu menggunakan Four

Concentration Ratio (CR4) melalui penjumlahan empat pangsa pasar perusahaan

susu di Indonesia. Pengelompokkan empat perusahaan terbesar ini dicari

berdasarkan klasifikasi susu secara umum yang artinya klasifikasi susu ini tidak

berdasarkan jenis susu. Perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam kelompok

empat perusahaan terbesar merupakan perusahaan-perusahaan yang memproduksi

bermacam-macam jenis susu, yaitu Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan

Susu Bubuk.

Pada Tabel 13, rata-rata dari rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar

dari tahun 1983 hingga 2002 cukup tinggi, yaitu sebesar 73,79 persen. Pada tahun

1998, nilai CR4 industri susu di Indonesia sebesar 94,17 persen dimana nilai

tersebut merupakan nilai konsentrasi yang sangat besar. Nilai konsentrasi (CR4)

yang sangat besar salah satunya dipengaruhi oleh faktor krisis yang terjadi pada

tahun 1998, hal tersebut disebabkan oleh pencabutan kebijakan persusuan di

Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan susu di Indonesia yang sudah

mempunyai posisi kuat berusaha untuk mempertahankan posisinya dalam pasar

susu dengan meraih pangsa pasar sebesar-besarnya. Data lengkap rasio

konsentrasi empat perusahaan susu terbesar dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tingkat konsentrasi industri susu yang relatif tinggi ini menggambarkan

struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya

tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang

sampai tinggi dan jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen.

Industri susu yang memiliki struktur pasar oligopoli ketat mempunyai

konsekuensi dimana perusahan-perusahaan susu yang bermain dalam industri susu

harus menghasilkan kinerja yang lebih efisien lagi sehingga dapat bersaing

sempurna dalam pasar susu.

Tabel 13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun CR4 (%) 1983 89,13 1984 89,89 1985 79,20 1986 77,22 1987 79,58 1988 61,99 1989 65,30 1990 60,67 1991 68,69 1992 70,74 1993 66,61 1994 69,16 1995 71,24 1996 65,49 1997 61,65 1998 94,17 1999 86,26 2000 79,64 2001 62,56 2002 76,51

Rata-rata 73,79

Sumber : Lampiran 11, 1983-2002

5.1.2 Hambatan Masuk Pasar

Sebelum kebijakan persusuan di Indonesia dihapuskan, ada anggapan

bahwa kebijakan tersebut akan menghambat masuknya perusahaan-perusahaan

susu baik lokal maupun asing untuk masuk dan menanamkan modalnya dalam

industri susu. Sejak tahun 1978 yang merupakan tonggak dari kebijakan proteksi

produksi susu dalam negeri, pemerintah terus menerbitkan peraturan mengenai

persusuan di Indonesia, salah satunya melalui mekanisme Bukti Serap dan

penghitungan rasio susu. Selain itu, kebijakan susu mengenai tarif bea masuk

impor susu dan pelaku Importir Terbatas (IT) pun ditetapkan pemerintah sebagai

salah satu cara untuk membatasi impor susu.

Dalam rangka reformasi dan restrukturisasi perekonomian nasional yang

bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas industri susu nasional dan

kelancaran arus barang, pemerintah kemudian menetapkan Keppres mengenai

mekanisme rasio penyerapan susu dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya

mekanisme perdagangan susu nasional dilakukan berdasarkan mekanisme pasar.

Akan tetapi pada kenyataannya, mekanisme pasar tidak sesuai dengan

kenyataannya dimana kesepakatan yang terjadi adalah kesepakatan antara

produsen susu. Dalam mekanisme pasar, pemerintah tentu saja tetap menjadi

regulator terhadap perkembangan industri susu. Pemerintah dapat mengawasi

perkembangan industri susu agar tidak terjadinya iklim persaingan yang tidak

sehat, untuk menjaga perilaku-perilaku pasar yang dapat mengeksploitasi pasar.

Pemerintah membuka lebar persaingan yang terjadi dalam industri susu di

Indonesia. Kesempatan ini menyebabkan perusahan-perusahaan baru lebih mudah

untuk masuk dalam industri susu. Dalam persaingan ini, tentu saja hanya pesaing

potensial saja yang dapat menguasai pangsa pasar susu.

Untuk mempertahankan keberadaan perusahaan susu dalam industri susu,

para competitor harus memiliki Minimum Efficiency Scale (MES). Penghitungan

MES didapatkan dari perbandingan output perusahaan terbesar dengan output

total. Pada Tabel 14, Skala Efisiensi Minimum industri susu tahun 1998 sampai

2002 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 1998, MES industri susu

sebesar 26,87 persen. Di tahun berikutnya MES industri susu mengalami kenaikan

hingga senilai 38,75 persen. Pada tahun 2000 MES industri susu cenderung

menurun pada nilai 21,35 persen, begiu pula pada tahun berikutnya menjadi 15,22

persen. Pada tahun 2002 MES industri susu mengalami kenaikan yang tidak

begitu besar yaitu 20,27 persen. Perubahan MES industri susu ini disebabkan oleh

kondisi entry perusahaan susu ke dalam industri susu yang cukup bersaing. Selain

persaingan antar perusahaan susu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan

nilai MES industri susu mengalami naik turun, antara lain adalah biaya investasi

yang besar, penguasaan teknologi atau dan tingkat produksi minimal yang tinggi.

Beberapa faktor ini didukung oleh keadaan perekonomian Indonesia yang pada

saat itu mengalami krisis.

Tabel 14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2002 Tahun MES (%) 1998 26,87 1999 38,75 2000 21,35 2001 15,22 2002 20,27

Rata-rata 24,49 Sumber : BPS, 1998-2002 Menurut Comanor dan Wilson (1967) dalam Lubis (1997), jika MES lebih

besar dari 10 persen maka hambatan masuk pada suatu industri tersebut cukup

tinggi. Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui nilai rata-rata MES dari tahun 1998

hingga 2002 sebesar 24,49 persen. Dari nilai rata-rata MES dapat diketahui bahwa

angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk

bersaing dalam industri susu. Apabila pesaing baru memasuki industri susu

dengan nilai output dibawah nilai MES, maka pesaing tersebut tidak dapat

bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah eksis di industri susu

tersebut. Pelaku usaha baru yang masuk dalam industri susu dengan nilai output

lebih kecil dari MES akan menanggung biaya unit yang lebih besar untuk bersaing

dengan perusahaan-perusahaan yang mempunyai output besar.

Salah satu cara yang dapat dilakukan pesaing baru untuk memasuki

industri susu ini adalah dengan menghasilkan output besar yang ditunjang dengan

kapasitas produksi yang besar, fasilitas yang menunjang serta modal yang

mencukupi. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dijelaskan pada Tabel

15.

Tabel 15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003 Susu

Tahun Kapasitas Produksi (Ton)

Produksi (Ton)

Utilitas Kapasitas Produksi (%)

1998 462 469 360 120 77,87 1999 462 469 352 902 76,31 2000 478 834 383 068 80,00 2001 489 785 411 996 82,60 2002 506 968 423 470 83,53 2003 517 107 444 644 85,99

Rata-rata 81,05 Sumber : Departemen Perdagangan, 1998-2003 Pada tahun 1998, kapasitas produksi industri susu nasional sebesar 462

469 ton dan utilitas kapasitas produksi sebesar 77,87 persen. Pada tahun

berikutnya, dengan kapasitas produksi yang tetap, utilitas kapasitas produksinya

berubah dengan nilai 76,31 persen. Perubahan utilitas ini disebabkan perubahan

produksi susu yang menurun. Tahun 2000, kapasitas produksi meningkat menjadi

478 834 ton yang juga meningkatkan utilitasnya sebesar 80 persen. Di tahun-

tahun berikutnya, kapasitas produksi yang meningkat menyebabkan peningkatan

utilitasnya. Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu cukup tinggi sebesar

81,05 persen.

Utilitas kapasitas produksi ini berpengaruh pada persaingan usaha dalam

industri susu di Indonesia. Peningkatan utilitas kapasitas produksi perusahaan

susu yang sudah ada akan mengancam keberadaan pesaing dalam industri susu.

Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di

pasar bahkan jumlah produk susu ini akan lebih beragam dengan inovasi-inovasi

baru yang akan menarik konsumen. Dengan meningkatnya jumlah produk susu,

maka akan menyebabkan para pesaing baik yang baru maupun pesaing potensial

akan merasa terancam karena rasa cemas akan produknya yang kalah bersaing

dengan produk lain yang sudah lebih dikenal.

Tabel 16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002 (dalam ribuan)

Tahun Biaya Input 1998 1999 2000 2001 2002

Bahan Baku dan

Penolong 1 225 887 157 1 978 485 460 2 276 751 591 2 947 195 710 3 620 032 284

Bahan Bakar, Tenaga

Listrik dan Gas

46 338 605 38 064 255 27 547 554 27 547 554 131 137 314

Barang Lainnya 125 172 719 205 098 636 363 865 666 553 110 509 439 878 563

Pemeliha-raan dan

Jasa Industri 1 798 038 7 677 260 22 613 734 - -

Sewa Gedung,

Mesin dan Alat-alat

2 673 289 2 673 289 290 530 335 92 038 971 5 730 783

Jasa Non Industri 47 023 135 123 233 854 109 562 768 - -

Total 1 465 082 943 2 355 300 3 090 871 648 3 626 709 108 4 196 778 944

Sumber : BPS, 1998-2002

Industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana biaya

input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga kerja.

Selain itu, industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya

inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Penjelasan

biaya input dapat dilihat pada Tabel 16.

Faktor penguasaan sumber daya susu dilihat dari proses produksi susu

yang dilakukan pada suatu lokasi pabrik tertentu. Penempatan lokasi pabrik

didasarkan pada pertimbangan tertentu baik itu dilihat dari bahan baku yang

mendukung produksi susu, biaya transportasi dan lain-lain.

5.2 Analisis Perilaku Industri Susu

5.2.1 Strategi Harga dan Produk

Pada Bab 4 telah dijelaskan mengenai kebijakan-kebijakan yang

ditatapkan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi pasar susu nasional.

Sebelum tahun 1998, kebijakan-kebijakan pemerintah diterapkan dalam industri

susu di Indonesia yang berarti pada tahun tersebut pola distribusi dan penetapan

harga susu tidak berdasarkan mekanisme pasar yang ada melainkan intervensi

pemerintah, walaupun pada penjelasannya tidak diulas secara mendetail penetapan

harga susu. Pengaturan persusuan tersebut menyebabkan terbatasnya kompetisi

dalam industri susu di Indonesia. Penetapan kebijakan persusuan yang dibuat

pemerintah tersebut bertujuan untuk menstabilkan pasokan susu dengan harga

susu di Indonesia.

Adanya kebijakan persusuan nasional merupakan hambatan bagi

masuknya perusahaan susu baru yang cukup potensial untuk dikembangkan. Pada

kenyataannya perusahaan susu nasional kurang berkembang sehingga tidak efisien

untuk dikembangkan. Perusahaan susu yang tidak efisien ini mengakibatkan suatu

krisis pada persusuan nasional sehingga pendistribusian dan pemasokkan susu ke

seluruh daerah Indonesia menjadi terhambat karena adanya krisis supply output

yang tidak menentu. Pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara pemerintah

Indonesia dengan IMF mengenai penghapusan kebijakan-kebijakan persusuan

yang ada. Penghapusan kebijakan persusuan tersebut mengakibatkan perusahaan

susu baru mudah memasuki pasar. Kompetisi di mulai dari penghapusan

kebijakan persusuan nasional yang pada akhirnya penetapan harga didasarkan

pada mekanisme pasar.

Strategi harga dan produk merupakan salah satu strategi yang digunakan

perusahaan pada suatu industri untuk menghadapi persaingan usaha. Bagi

konsumen, harga merupakan faktor penting untuk mengambil keputusan dalam

bertransaksi dan memilih produk yang diinginkan.

Harga susu di Indonesia dipengaruhi oleh harga bahan baku susu itu

sendiri. Di Indonesia, bahan baku susu olahan masih diimpor dari luar negeri

walaupun pada kenyataannya bahan baku susu domestik cukup memenuhi

kebutuhan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan perusahaan-perusahaan susu.

Penetapan harga susu juga dipengaruhi biaya input industri susu yang didalamnya

termasuk biaya bahan baku, transportasi dan lainnya.

Sejak adanya penghapusan kebijakan persusuan di Indonesia, maka impor

susu olahan akan semakin marak sehingga peredaran susu impor tersebut ikut

meramaikan perdagangan susu di Indonesia. Berdasarkan harga susu, umumnya

susu olahan impor masih lebih mahal daripada susu olahan domestik sehingga

susu domestik masih diminati oleh masyarakat. Untuk menghadapi persaingan

antara produk susu domestik dan produk susu impor maka banyak perusahaan

susu yang melakukan berbagai strategi pengembangan produk melalui inovasi-

inovasi dengan menggunakan teknologi yang modern.

Tabel 17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005 Jenis dan Nama Susu Susu Cair

Harga Eceran (Rupiah) Setara 1 liter

Bendera Fristi Indomilk Kid Ultra Milk Choco Yahui

1 375/125 ml 1 275/125 ml 1 375/125 ml 1 195/125 ml

11 000 10 200 11 000 9 560

Susu Kental Manis Cap Bendera Indomilk Ultra Cap Nona-Nestle

5 080/klg 4 775/klg 4 950/klg 4 675/klg

5 080 4 775 4 950 4 675

Susu Bubuk Nestle-Dancow Anlene Indomilk Produgen

15 830/400 gr 18 875/300 gr 13 875/400 gr 15 200/300 gr

5 145 9 434 4 509 6 333

Sumber : Departemen Perdagangan, (Indomaret, Alfa, Hero, Matahari), 2005 Perkembangan harga susu di Indonesia ditentukan oleh faktor demand dan

supply akan produk susu. Harga susu di dalam negeri sangat bervariasi sesuai

dengan jenis susu yang beredar. Berbagai jenis harga susu dapat dilihat pada

Tabel 17.

Berdasarkan struktur pasar oligopoli ketat, dimana penetapan harga dalam

industri susu yang terjadi adalah interdependensi (saling ketergantungan) antara

pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling mempengaruhi satu

sama lain. Dalam pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam

penyesuaian harga salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga. Dalam

melakukan penetapan harga, umumnya perusahaan susu melakukan pengamatan

tingkat harga yang ditetapkan pesaing dengan mengasumsikan bahwa semua

perusahaan dalam industri susu menetapkan harga yang tinggi. Industri susu

mempunyai tujuan dalam menetapkan harga susu di pasar antara lain, agar setiap

perusahaan susu dapat mempertahankan kelangsungan dalam mengoperasikan

usahanya. Tujuan lain penetapan harga adalah untuk merebut pangsa pasar susu

dan meraih keuntungan besar.

Strategi penentuan harga selanjutnya dilakukan melalui kesepakatan antara

produsen dengan distributor, agen maupun relailer. Strategi penentuan harga yang

umum digunakan dari hasil kesepakatan tersebut antara lain, strategi harga

psikologis, strategi harga diskon dan startegi harga kompetitif. Beberapa strategi

harga psikologis yang digunakan dalam menetapkan harga susu yaitu, multiple

unit pricing, price lining dan leader pricing. Strategi multiple unit pricing yang

digunakan yaitu strategi penentuan harga susu dengan harga yang murah tetapi

mempunyai syarat pembelian produk susu dengan jumlah yang cukup banyak.

Strategi price lining adalah strategi penentuan harga susu dengan menetapkan

harga yang berbeda pada produk yang berbeda pula. Contohnya, harga susu

Dancow berbeda dengan harga susu Bendera, begitupula dengan merek yang

lainnya. Strategi leader pricing adalah menetapkan harga susu yang dipamerkan

pada suatu etalase toko atau tempat khusus.

Strategi harga diskon terdiri dari cash discount, trade discount dan

quantity discount. Strategi cash discount adalah strategi penentuan harga susu

dengan memberikan diskon khusus pada produk susu yang dibeli konsumen

secara langsung. Strategi trade discount adalah pemberian diskon yang diberikan

pada perantara produk susu, contohnya agen susu, supermarket, sehingga

distributor susu tersebut dapat menjual harga susu dengan harga kompetitif.

Sedangkan strategi quantity discount adalah diskon yang diberikan pada produk

susu jika dengan pembelian jumlah besar.

Strategi harga kompetitif terdiri dari relative pricing dan follow the leader

pricing. Strategi relative pricing adalah penetapan harga susu relatif berdasarkan

harga produk pesaing. Sedangkan strategi follow the leader pricing bisa sama

diartikan dengan strategi relative pricing tetapi lebih mengikuti kepada harga

produk unggulan.

Strategi produk yang dijalankan pada industri susu mempunyai strategi

yang sama seperti strategi harga, yaitu adanya interdependensi antara pesaing satu

dengan pesaing lainnya yang satu sama lain saling mempengaruhi. Pada awalnya

setiap perusahaan susu hanya memproduksi satu jenis susu saja. Dengan

berkembangnya zaman, permintaan dan selera konsumen yang semakin

meningkat, mendorong perusahaan susu untuk memproduksi jenis susu bervariasi.

Dalam meningkatkan kualitas dan keragaman susu, para produsen melihat

perkembangan teknologi, perkembangan competitor serta perkembangan

konsumen. Dengan melihat perkembangan tersebut, para produsen diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan pasar, dapat bertahan pada perkembangan industri

serta dapat mencapai tujuan utama perusahaan tersebut.

Para produsen susu melakukan inovasi melalui produk dan merek dengan

memproduksi susu sesuai dengan jenis. Ada tiga jenis susu yang diproduksi antara

lain Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan Susu Bubuk. Dari ketiga jenis susu

tersebut masih dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen yaitu

susu bayi, susu anak, susu dewasa, susu manula serta susu yang diproduksi untuk

ibu hamil dan menyusui. Beberapa produsen susu dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang tahun 2004 Jenis Produsen Merek

Cair PT Ultrajaya Milk Industry PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Nestle Indonesia

Ultra Milk Bendera, Yes Indomilk Dancow, Milo

SKM PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Nestle Indonesia PT Ultrajaya Milk Industry

Krimer, Bendera Cap Enak,Indomilk Milk Maid, Milo Ultra SKM

Bayi PT Mead Johnson Indonesia PT Nutricia PT Sari Husada PT Wyeth Indonesia

Enfamil, Enfapro Nutrilon, Bebelac SGM, Vitalac Promil, Promise

Anak PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Abbot Indonesia

Bendera, Fristi Indomilk Pediasure

Ibu hamil dan Menyusui

PT Nestle Indonesia PT Nutricia PT Sanghyang Perkasa PT Mead Johnson Indonesia

Lactamil, Lactona Anmum Nutricia Prenagen Enfa Mama

Dewasa PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Nestle Indonesia

Calcimex Calci Skim Nestle

Sumber : CIC Consulting, 2005 Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi

perhatian para konsumen dalam memilih produk yang dikonsumsi. Selain

kemasan dengan berbagai ukuran, variasi rasa pada setiap susu juga akan menarik

minat konsumen. Untuk menciptakan produk yang mempunyai posisi kuat di

pasaran, maka pada setiap jenis susu diperkaya dengan kandungan-kandungan

yang mempunyai komponen High value Ingredient terutama pada jenis susu bayi

dan anak.

5.2.2 Strategi Promosi

Strategi promosi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penjualan

produk dan menarik konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Strategi

promosi yang dijalankan perusahaan susu dalam industri susu adalah melalui

promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi

secara politik. Pada realita yang terjadi, strategi yang lebih banyak digunakan

adalah strategi promosi berbentuk merek. Dalam usaha peningkatan penjualan

produk, strategi promosi ini juga berkaitan dengan strategi harga dan strategi

produk. Ketiga strategi tersebut mempunyai tujuan yang sama dalam menjalankan

suatu usaha. Kegiatan promosi ini merupakan kegiatan interaksi yang dilakukan

oleh produsen kepada konsumen dalam bentuk komunikasi dan informasi

sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk menggunakan merek produk

tersebut. Strategi promosi dapat dikatakan efektif jika dampak dari promosi

tersebut dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan dari suatu produk

dibandingkan produk lain sehingga dapat mendorong mereka untuk membeli

produk

Strategi promosi yang dilakukan dapat melalui iklan (media cetak dan

media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain. Iklan merupakan

media promosi yang lebih sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara

luas baik melalui media cetak maupun media elektronik. Iklan media cetak dibuat

semenarik mungkin agar dapat mudah diingat. Iklan yang menarik perhatian

konsumen dapat dilihat dari segi tulisan, warna, gambar serta orang yang

mengiklankan produk tersebut. Umumnya iklan susu melalui media elektronik

akan menggunakan public figure yang sedang terkenal atau yang sudah

mempunyai anak. Iklan media elektronik lebih menarik karena lebih real dalam

penayangan iklan produk tersebut. Berbagai tayangan iklan susu seperti Dancow,

Indomilk, Bendera dan lainnya dapat ditayangkan setiap waktu tanpa ada batasan

jam penayangan sesuai dengan perjanjian oleh beberapa pihak terkait.

Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui

tempat dimana produk tersebut dijual. Cara yang digunakan pada tempat

penjualan tersebut biasanya dinamakan product display dimana pada tempat

tersebut terdapat media promosi yang membuat konsumen yang melewatinya

tertarik untuk membeli produk tersebut. Tempat adanya product display antara

lain adalah supermarket, hypermarket, toko, warung dan lain-lain. Selain dengan

adanya product display, pihak supermarket menempatkan sales promotion di

counter-counter produk susu Dancow, Sustagen dan lain-lain.

Dalam melakukan kegiatan promosi, beberapa produsen susu seperti PT

Sari Husada yang ikut mensukseskan suatu kongres kesehatan. PT Sari Husada

juga mempunyai tim dokter yang memberikan nasihat dalam mempromosikan

produk di berbagai acara kesehatan. Kegiatan promosi tidak berhenti pada tahap

itu saja, dengan memberikan undangan gratis kepada para bidan di Indonesia

untuk mengunjungi pabrik susu juga merupakan kegiatan promosi yang cukup

menunjang keberlangsungan suatu produk. Promosi susu dapat diadakan melalui

kegiatan lomba bayi sehat serta pemberian hadiah pada setiap kemasan susu.

Banyak produk susu yang menyediakan hadiah pada setiap kemasannya. Hadiah-

hadiah tersebut dapat berupa mug lucu, Compact Disc (CD) kesehatan dan buku

cerita anak. Direct selling pun merupakan salah satu cara mempromosikan produk

susu berupa minum susu bersama di sekolah-sekolah atau promosi yang dilakukan

pada praktek kerja dokter.

Kegiatan promosi lain yang dilakukan produk susu Morinaga adalah

berupa kegiatan amal dengan mengumpulkan mainan yang sudah tidak terpakai

untuk disumbangkan kepada anak-anak yang kurang mampu atau sedang dilanda

bencana. Kegiatan amal ini merupakan bentuk kegiatan sosial yang dapat menarik

simpatik konsumen sehingga mendorong konsumen untuk menggunakan produk

susu tersebut. Promosi produk susu juga dapat dijalankan melalui bentuk kegiatan

perlombaan seperti lomba bayi sehat, bayi cerdas dan lain-lain.

5.3 Analisis Kinerja Industri Susu

Indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja industri susu di

Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri susu. Indikator

keuntungan industri susu tidak dapat digunakan karena data keuntungan

perusahaan maupun industri susu yang tidak dapat dipublikasikan. Untuk

menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin

(PCM) sebagai proksi keuntungan dari perusahaan susu. Hasil penghitungan PCM

dapat dilihat pada Tabel 19.

Pada tahun 1998, industri susu menerima marjin keuntungan sebesar 47,66

persen dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Angka ini cukup besar bagi

industri susu di Indonesia. Pada tahun berikutnya, penerimaan marjin keuntungan

meningkat menjadi 52,15 persen tetapi di tahun berikutnya keuntungan yang

diperoleh menurun drastis menjadi 27,76 persen. Pada tahun 2001, keuntungan

yang diperoleh industri susu mulai menunjukkan peningkatan sebesar 3,55 persen

menjadi 31,31 persen. Di tahun berikutnya penerimaan marjin keuntungan terus

meningkat menjadi 57,51 persen. Rata-rata PCM industri susu di Indonesia

mencapai 43,28 persen.

Tabel 19. Price Cost Marjin Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun Nilai Tambah

(ribuan Rupiah) Pengeluaran Tenaga Kerja

(ribuan Rupiah)

Barang yang Dihasilkan

(ribuan Rupiah)

PCM (%)

1998 959 789 417 59 071 640 1 890 037 316 47,66 1999 2 113 396 573 78 583 944 3 901 583 379 52,15 2000 1 174 392 910 97 608 570 3 879 551 663 27,76 2001 1 628 330 835 150 328 365 4 720 366 352 31,31 2002 4 063 143 966 176 332 412 6 758 543 365 57,51

Rata-rata 43,28 Sumber : BPS, 1998-2002

Pengukuran kinerja dapat dilihat juga dari utilitas kapasitas produksi

industri susu. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dilihat pada Tabel 15.

Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu sebesar 81,05 persen. Nilai rata-

rata tersebut dapat dikatakan tinggi karena produksi susu nasional melebihi

setengah dari kapasitas yang terpasang. Dapat disimpulkan kinerja industri susu

yang diukur melalui utilitas kapasitas produksi susu cukup optimal.

Hasil perolehan rata-rata utilitas kapasitas produksi susu yang tinggi cukup

menjelaskan para produsen susu menggunakan kapasitas susu semaksimal dengan

tidak mengesampingkan keseimbangan antara penawaran produksi susu dengan

permintaannya. Dengan menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan

permintaanya bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan.

Tabel 20. Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun Nilai Tambah Nilai Input Xeff

(000 Rp) (000 Rp) (%) 1998 959 789 417 1 465 082 943 65,51 1999 2 113 396 573 2 355 558 300 89,72 2000 1 174 392 910 3 090 871 648 38,00 2001 1 628 330 835 3 626 709 108 44,90 2002 4 063 143 966 4 196 778 944 96,82

Rata-rata 66,99 Sumber : BPS, 1998-2002 Tabel 20 menunjukkan nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi.

Pada tahun 1998 nilai efisiensi industri susu mencapai 65,51 persen. Di tahun

berikutnya efisiensi mengalami peningkatan menjadi 89,72 persen. Tetapi pada

tahun 2000, efisiensi industri susu mengalami penurunan yang cukup besar

menjadi 38 persen. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2001 dan 2002

efisiensi industri susu mengalami peningkatan kembali menjadi 44,90 persen dan

96,82 persen. Rata-rata efisiensi-X industri susu di Indonesia sebesar 66,99

persen.

5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu

Pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) menjelaskan bahwa

terdapat suatu hubungan antara struktur dan kinerja suatu industri. Struktur

industri susu menggunakan alat konsentrasi yang dinamakan rasio konsentrasi

empat perusahaan terbesar (CR4). Indikator yang digunakan dalam menganalisis

kinerja industri susu adalah PCM. Keduanya mempunyai hubungan yang

berkaitan dimana CR4 merupakan variabel independent dan PCM adalah variabel

dependent dari sebuah persamaan tunggal yang digunakan untuk mengetimasi

hubungan antara struktur dan kinerja industri susu. Dalam menganalisis hubungan

struktur dan kinerja industri susu maka dimasukkan pula variabel-variabel bebas

yang ikut mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu produktivitas (prod), efisiensi-

X (Xeff) dan Growth.

Tabel 21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu Variable Coefficient t-statistic Prob.

C -50,14736 -3,431772 0,0050 CR4 0,624595 2,947047 0,0122

PROD 0,004607 1,962809 0,0733 XEFF(-2) 0,253553 2,391296 0,0341

GROWTH(-3) 0,254872 3,042560 0,0102 R-squared 0,797620 F-statistic 11,82363Adjusted R-squared 0,730160 Prob(F-statistic) 0,000398 Durbin-Watson 2,092664Sumber : Lampiran 9

Dari hasil estimasi di atas dapatlah disusun persamaan regresi Price Cost

Marjin (PCM) industri susu di Indonesia sebagai berikut :

PCM = -50,14736 + 0,624595 CR4t + 0,004607 PRODt + 0,253553 XEFFt-2 +

0,254872 GROWTHt-3

Berdasarkan hasil pengolahan pada model persamaan PCM, langkah

selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter

estimasi tersebut yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji

miltikolinearitas. Pengujian tersebut dilakukan untuk melihat ada tidaknya

pelanggaran terhadap asumsi klasik. Apabila dalam pengujian terdapat

pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid.

Pengolahan data menggunakan software E-Views menghasilkan nilai

koefisien determinasi (R-Squared) sebesar 0,797620 yang artinya model regresi

yang menggunakan PCM industri susu sebagai variabel dependen mampu

menjelaskan 79,76 persen oleh variabel-variabel independen (CR4, prod, Xeff dan

growth), sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan PCM tersebut

dapat diterima. Sisa nilai koefisien determinan sebesar 20,238 persen dapat

dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Dari hasil regresi persamaan PCM pada Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa

hubungan struktur dan kinerja industri susu adalah positif dimana peningkatan

CR4 akan meningkatkan PCM. Secara ekonomi hubungan antara struktur dan

kinerja yang positif telah terpenuhi. Hasil estimasi menunjukkan CR4 signifikan

pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai positif sebesar 0,624595 yang

artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM

sebesar 0,624595 persen. Pada industri susu di Indonesia terdapat kondisi efisiensi

dimana hanya perusahaan-perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu

meningkatkan konsentrasi dan meraih keuntungan besar.

Koefisien produktivitas (prod) sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10

persen menunjukkan bahwa jika produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka

akan meningkatkan PCM sebesar 0,004607 persen. Hubungan ini sesuai dengan

teori, dimana kenaikan produktivitas industri susu akan meningkatkan PCM

industri susu tersebut.

Efisiensi-X (Xeff) pada dua tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif

terhadap PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika

terjadi kenaikan Efisiensi-X maka PCM akan naik. Nilai koefisien Efisiensi-X

sebesar 0,253553 menunjukkan bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya

meningkat 1 persen, maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Pada

kenyataannya, industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana

biaya input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga

kerja. Industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya

inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Apabila

perusahaan susu semakin efisien dalam penggunaan biaya input, maka

keuntungan yang diperoleh akan semakin besar pula.

Growth pada tiga tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif terhadap

PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika Growth

sebesar 0,254872 tiga tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, maka

diperkirakan PCM akan naik sebesar 0,254872 persen. Growth merupakan tingkat

pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan perusahaan. Pengaruh peningkatan

Growth pada tiga tahun sebelumnya dan peningkatan Efisiensi-X pada dua tahun

sebelumnya terhadap peningkatan PCM, salah satunya disebabkan oleh

ketidakstabilan perekonomian pada saat proses recovering dari krisis ekonomi.

Tabel 22. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0,015696 Probability 0,984450 Obs*R-squared 0,053200 Probability 0,973750 Sumber : Lampiran 9

Pada Tabel 22 dapat dilihat uji autokorelasi yang dilakukan melalui

perangkat E-Views 4.1. Hasil pengujian tersebut dapat diketahui melalui serial

correlation LangrangeMultiplier Test yaitu nilai probability obs*R-squared harus

lebih besar dari derajat bebasnya (α). Pada Tabel 22 diketahui nilai probability

obs*R-squared adalah 0,973750 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 10

persen. Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model

persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah

autokorelasi.

Pengujian heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada Tabel 23 bertujuan

untuk melihat apakah ada atau tidaknya variabel pengganggu yang memiliki

varians yang sama (homoskedastisitas). Pengujian ini dapat diketahui melalui

white heteroskedasticity, dimana nilai probability obs*R-squared pada model

persamaan adalah 0,438388 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 10 persen.

Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model persamaan

yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.

Tabel 23. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0,878413 Probability 0,570501 Obs*R-squared 7,949807 Probability 0,438388 Sumber : Lampiran 9

Uji Multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 24. Menurut teori yang

menyatakan bahwa terdapat gejala multikolineritas jika terdapat suatu hubungan

kausalitas pada variabel-variabel independennya. Model persamaan regresi PCM

tidak memilki masalah multikolineritas, dimana semua variabel yang digunakan

dalam penelitian ini mempunyai nilai mutlak korelasi yang tidak lebih besar dari

0,8.

Tabel 24. Uji Multikolinearitas CR4 PROD XEFF_2 GROWTH_3

CR4 1.000000 0.352123 0.025585 0.055471 PROD 0.352123 1.000000 0.210943 0.386323

XEFF_2 0.025585 0.210943 1.000000 -0.148262 GROWTH_3 0.055471 0.386323 -0.148262 1.000000

Sumber : Lampiran 9

Berdasarkan pengujian yang dilakukan dan dapat dilihat pada Tabel 22,

Tabel 23 dan Tabel 24 maka dapat diketahui bahwa model persamaan PCM

tersebut bebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas

sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE). Uji koefisien

determinasi dengan nilai R2 sebesar 79,76 persen menunjukkan bahwa uji

ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model persamaan adalah baik, artinya

79,76 persen keragaman PCM dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan

variabel-veriabel independennya.

Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel independen secara

serentak berpengaruh pada variabel dependennya. Nilai F-statistic sebesar

11,82363 dengan probabilitas (F-statistic) sebesar 0,000398 yang artinya dari

keempat variabel independen dalam model tersebut nyata pada taraf 10 persen.

Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel independen

berpengaruh terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian yang dilakukan

memperlihatkan bahwa keempat variabel independen yaitu CR4, Produktivitas,

Effisiensi-X dan Growth berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen nyata pada taraf 10 persen.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan pada industri susu di Indonesia,

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia adalah

struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya

tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang

sampai tinggi serta jenis produk yang heterogen.

2. Dalam industri susu, penetapan harga susu berdasarkan kesepakatan harga

antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling

mempengaruhi satu sama lain. Setiap perusahaan susu memiliki kebijakan

tersendiri mengenai penetapan harga susu yang akan dijual ke publik. Dalam

pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam penyesuaian harga

salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga.

3. Strategi produk yang dilakukan industri susu adalah dengan melakukan

diversifikasi dan diferensiasi produk yang berkualitas dan bermutu tinggi.

4. Strategi promosi yang dilakukan pada setiap perusahaan susu di Indonesia

adalah melalui strategi berbentuk merek, strategi berdasarkan industri dan

strategi berbentuk politik. Tetapi umumnya industri susu melakukan strategi

berbentuk merek. Selain itu promosi dilakukan juga melalui iklan (media

cetak dan media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain.

5. Dari segi kinerja, industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup

tinggi. Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah

produk susu di pasar yang akan menyeimbangkan kelebihan penawaran yang

besar. Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi

industri susu cukup baik.

6. Berdasarkan hasil regresi, Four Concentration Ratio (CR4) dan Price Cost

Margin (PCM) mempunyai hubungan positif dan nyata pada industri susu,

sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria secara ekonomi terpenuhi. Ketiga

variabel lain (Produktivitas, X-Efisiensi dan Growth) memenuhi kriteria uji

ekonomi dimana hubungannya dengan PCM mempunyai pengaruh nyata serta

berhubungan positif, artinya jika setiap variabel independen meningkat maka

akan meningkatkan nilai PCM industri susu. Model persamaan yang

digunakan dalam penelitian ini bebas dari masalah autokorelasi,

heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga menghasilkan koefisien

dugaan terbaik (BLUE).

6.2 Saran

Dari hasil analisis pada industri susu di Indonesia, maka ada beberapa hal

yang disarankan untuk perkembangan industri susu, yaitu :

1. Para produsen susu harus meningkatkan kinerja perusahaannya melalui

peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, efisiensi teknis yang

digambarkan pada efisiensi internal dimana pengelolaan perusahaan dengan

peningkatan sumber daya manusia, pemerataan distribusi produk susu di

seluruh wilayah Indonesia, penggunaan kemajuan teknologi dalam

menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan

kesempatan kerja serta pencapaian profit perusahaan.

2. Pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media maupun

penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi atau diberikan

kepada masyarakat agar masyarakat dapat memutuskan dan memilih produk

susu yang berkualitas dan bermutu tinggi. Informasi dan penyuluhan tersebut

dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi poduk susu

sebagai makanan pelengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Alistair, A. 2004. Analisis pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1983-2002. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Baumol, W. 1982. ”Contestable Markets: An Uprising in Theory of Industry Structure”. American Economics Review 72(1):1-15.

Consulting, CIC. 2005. Studi tentang Industri dan Pemasaran Susu di Indonesia. Jakarta.

Daryanto, A. 2004. ”Microeconomic Foundation for Indonesian Competition Law and Policy”. Asian Development Bank Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Bogor.

Firdaus, G.H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga. Jakarta.

Greer, J. 1975. Conduct of Industrial Companies. Prentice hall. London.

Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES. Jakarta.

Juwita, I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang Persaingan Usaha (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor.

Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT BPFE. Yogyakarta.

Kusuma, R. 1997. Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia di Pasaran Internasional (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lubis, A.F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan di Indonesia 1985-1994 (Skripsi). Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Nurdianto, D.A. 2004. Analisis Kolusi Industri Manufaktur Indonesia Tahun 1993-2000. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Primaswari, Anita. 2001. Optimalisasi Produksi Susu Kental Manis pada PT Friesche Vlag Indonesia (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rahmad, E. 1993. Strategi Bauran Produk dan Bauran Harga dalam Pemasaran Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk Industries (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Scherer, F.M. 1974. Economic of Scale as a Determinant. In H.J. Goldschmid, H.M. Mann and F.W. Weston (eds). Industrial Concentration: The New Learning. Boston: Little Brown.

Setiawan, T. 1992. Analisis Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan ”Alpha” (Skripsi). Fakultas Ekonomi. Depok.

Shepherd, W.G. 1990. The Economic of Industrial Organization. Prentice Hall. New Jersey.

Wihanasari, T. 1993. Analisis Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Pengolahan Susu pada PT Australia Indonesian Milk Industries, Jakarta (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Lampiran 1. Konsumsi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004 (ton)

Tahun No. Propinsi 2000 2001 2002 2003 2004 *)

Pertum-buhan (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

N. Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara

61

22 840 1 810

- 9 093 187

2 390 24 672 184 829 287 850 104 224

6 371 213 779 93 - -

56 - 6

12 394 -

4 593 32 014

-

22 428 - - - -

67

23 760 1 949

0 0

23 546 2 500 24 675 195 530 251 841 104 750 5 241

196 946 87 0 0 53 0 9

13 812 0

4 593 32 098

0 0 0 0 3

2 298 0

74

24 100 2 116

0 0

24 586 2 500 24 823 187 665 263 662 110 014 5 585

197 458 0 0 0 45 0

10

7 620 0

4 600 0 0 0 0 0 3

2 708 0

8,674

2 435 2 583

0 9 957

24 603 188 380 26 588 195 040 281 419 112 468

6 993 235 493

63 0 0 9 0

9 610

12 924

7,000 4 646

33 0 0 0 0 0

3 724 0

9,624

25 000 2 794

0 10 256 25 077

195 29 949 200 236 281 440 113 817 7 063

238 208 68 0 0 9 0

0 091

13 182

7,140 4 692

33 0 0 0 0 0

3 725 0

11.0

-99.0 8.2 0

3.0 1.9

-99.9 12.6 2.7 0.0 1.2 1.0 1.0 7.9 0 0

0.0 0

5.0

2.0

2.0 1.0 0.0 0 0 0 0 0

0.0 0

Jumlah 929 690 883 758 889 934 1 433 091 957 624 Sumber : Departemen Perdagangan, 2000-2004 Keterangan : *) Angka Sementara

-) Data tidak tersedia

Lampiran 2. Produksi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004 (ton)

Tahun No. Propinsi 2000 2001 2002 2003 2004 *) Pertum-

buhan (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

N. Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara

65

4 615 530

0 11

187 0 75

5 094 184 515 78 931 6 888

214 581 - - -

64 -

59

32 - - - - - - - - - -

72

4 622 506 0 0

300

130 77

6 130 184 833 81 578 4 405

196 946 85 - -

97 -

65

32 - - 1 - - - -

68 - -

79

4 639 492 0 24 302

117 78

5 795 198 510 80 064 5 299

197 458 68 - -

45 -

73

32 - -

232 - - - -

68 - -

9 198

4 658 833 0 29 302

48 78

5 795 207 855 82 906 5 597

235 942 35 - -

16 -

80

32 - - - - - - -

38 - -

10 206

4 675 863 0 29 302

50 78

5795 246 322 83 901 5 652

238 208 36 14 -

17 -

83

32 - - - - - - -

40 - -

10.96

0.36 3.60 0.00 0.00 0.00

4.17 0.00 0.00

18.51 1.20 0.98 0.96 2.86

- -

6.25 -

3.75

0.00 - - - - - - -

5.26 - -

Jumlah 498 647 479 947 493 375 553 442 596 303 7.74 Sumber : epartemen Perdagangan, 2000-2004 Keterangan : *) Angka Sementara

-) Data tidak tersedia

Lampiran 3. Kapasitas Produksi Susu menurut Perusahaan Tahun 2004

Total Produsen (SKLSS) (%) Cair

(kiloliter) SKM

(kiloliter) Bubuk

(kiloliter) 1. PT Sari Husada 2. PT Nestle Indonesia 3. PT Friesche

Flag Indonesia 4. GKSI (Milk Treatment) 5. PT Indomilk 6. PT Indolakto 7. PT Nutricia

Indonesia Sejahtera

8. PT Ultrajaya Milk Industry 9. PT Foremost Indonesia 10. PT Gizindo Prima Nusantara 11. KPBS 12. PT Mirota KSM 13. PT Greenfields Indonesia 14. PT Sugizindo 15. PT Shangyang Perkasa 16. PT Netania Kasih Karunia 17. PT Nutrifood Indonesia 18. PT Diamond Cold Storage 19. PT Fajar Taurus 20. PT Ultrindo Inti Jaya 21. PT Danone Dairy Indonesia 22. PT Cita Nasional

643 000 443 693

434 174

250 000

226 782 192 240 180 000

132 000

99 800

92 160

63 000 40 000 25 000

24 000 3 840

3 200

960

420

420 0 0 0

22.20 15.32

14.99

8.63

7.83 6.64 6.22

4.56

3.45

3.18

2.18 1.38 0.86

0.83 0.13

0.11

0.03

0.01

0.01 0.00

0.00

0.00

3 000 32 000

65 000

250 000

3 870 6 000

0

20 000

5 000 0

63 000 0

25 000 0 0 0 0

420

420 0

n.a

n.a

0 55 872

30 489

0

74 880 57 600

0

30 000

39 500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

80 000 34 700

37 000

0

5 400 6 000 22 500

5 000

0

11 520 0 0 0

3 000 480

400

120 0 0

n.a 0 0

Total 2 896 188 100 475 210 288 341 216 120 Sumber : CIC Consulting, 2005.

Lampiran 4. Merek Lisensi dalam Pasar Domestik Tahun 2004

Merek Dagang Pemegang Merek Pemberi Lisensi Bear Brand Bebelac Bendera Calcimex Carnation Chil Kid Chil Kid Platinum Chil Mil Chil School Dancow Enercal Enfagrow Enfakid Enfapro Kompleta Krimer Milk Maid Morinaga BMT Morinaga NL-33 Nestle Nursoy Nutricia Bunda Nutrilon Nutrima

PT Nestle Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Friesche Flag Indonesia PT Friesche Flag Indonesia PT Nestle Indonesia PT Shangyang Perkasa PT Shangyang Perkasa PT Shangyang Perkasa PT Shangyang Perkasa PT Nestle Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Friesche Flag Indonesia PT Friesche Flag Indonesia PT Nestle Indonesia PT Shangyang Perkasa PT Shangyang Perkasa PT Nestle Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera

Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Lyempt B. V Holland Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Wyeth Ayerst Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Wyeth Ayerst Inc. (USA) Nutricia Zoofermeer (Holland) Nutricia Zoofermeer (Holland) Nutricia Zoofermeer (Holland)

Lampiran 4. lanjutan

Sobee Plus Sustacal Sustagen Kids Sustagen Mama Sustagen Yunior

PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia

Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA)

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Lampiran 5. Produk Susu Impor di Pasar Domestik Tahun 2004

Merek Dagang Pemegang Merek Pemberi Lisensi Anchor Andec Anlene Anmum Bear Brand Country Goodness Dumex Dutch Lady Enfagrow Enfakid Enfalac Enfamama Enfamil Enfapro Ensure F & N Gain Grow Isocol Isomil Lactogen1 Lactogen2 Lidels Mastere Purc Milo Actigen

PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT Nestle Indonesia PT Sukanda Jaya PT Mexindo Mitra Perkasa PT Friesche Flag Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Abbot Indonesia PT Aneka Jaya PT Abbot Indonesia PT Abbot Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Abbot Indonesia PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia PT Sukanda Jaya PT Sukanda Jaya PT Nestle Indonesia

Mainland Products Limited (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Nestle (Thai) Ltd New Zealand Dairy Food Dumex Malaysia Sdh Bhd Dutch Lady Milk Industry Bhd (Malaysia) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories BV FN Food Malaysia Abbot Labboratories (Ireland) Abbot Labboratories (Ireland) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories (Netherland) Nestle (Philipina) Ltd Nestle (Philipina) Ltd Lidels Group Pte (Australia) National Food Limited (Australia) Nestle Milo SDN BHD

Lampiran 5. lanjutan Nan1 Nan2 Nestle Low Fat Nursoy Nutrilon Olac Pediasure President Procal Progestemil Prolene Promil Promil Gold Promise Gold Prosobee S-26 S-26 Gold Similac Advence Similac Special Carre Sobee Plus So Natural Sustacal Sustagen HP Sustagen Kids Sustagen Mama Sustagen Yunior Ucare U-Milk

PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Mead Johnson Indonesia PT Abbot Indonesia PT Protara Boga PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Abbot Indonesia PT Abbot Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Sukanda Jaya PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT Tri Cipta Candra

Nestle Netherland Nestle Suisse SA Netherland Product (New Zealand) Wyeth Nutrician Singapore Nutricia Zoofermeer (Holland) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories (Netherland) Lactalis Internasional (Franche) Wyeth Nutrician Singapore Bristol Myers Squibb (Philipina) Compac Inter Ltd (New Zealand) Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Mead Johnson BV (Netherland) Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Abbot Labboratories BV Abbot Labboratories BV Bristol Myers Squibb (Philipina) So Natural Foods Australia Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Compac Inter Ltd (New Zealand) TTS Food Industry (Singapore)

Sumber : CIC Consulting, 2005.

Lampiran 6. Price Cost Margin Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002 Tahun Nilai Tambah Pengeluaran Barang yang PCM

(000 Rp) Tanaga Kerja dihasilkan (%) (000 Rp) (000 Rp)

1983 55 506 500 6 172 589 192 723 659 25,601984 39 227 236 6 540 966 189 074 000 17,301985 45 358 153 9 044 547 234 798 202 15,501986 48 643 404 8 797 689 265 224 938 15,001987 38 616 318 11 057 412 329 708 323 8,40 1988 117 091 261 13 001 619 476 575 893 21,801989 80 368 929 16 499 208 548 661 837 11,601990 103 833 658 18 986 846 643 574 820 13,201991 161 605 780 29 339 807 852 117 912 15,501992 195 080 116 31 577 065 946 950 908 17,301993 241 467 642 21 868 345 960 989 057 22,901994 285 597 442 34 871 535 1 189 219 898 21,101995 326 684 710 35 466 163 1 353 821 818 21,501996 455 234 673 40 133 323 1 764 107 875 23,501997 450 725 000 52 442 747 1 857 387 000 21,401998 959 789 417 59 071 640 1 890 037 316 47,701999 2 113 396 573 78 583 944 3 901 583 379 52,202000 1 174 392 910 97 608 570 3 879 551 663 27,802001 1 628 330 835 150 328 365 4 720 366 352 31,302002 4 063 143 966 176 332 412 6 758 543 365 57,50

Sumber : BPS, 1983-2002

Lampiran 7. Nilai Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002 Tahun Nilai Tambah Nilai Input Xeff

(000 Rp) (000 Rp) (%) 1983 55 506 500 134 061 020 41,40 1984 39 227 236 148 477 738 26,42 1985 45 358 153 189 719 050 23,91 1986 48 643 404 210 803 753 23,08 1987 38 616 318 278 208 268 13,88 1988 117 091 261 350 535 201 33,40 1989 80 368 929 469 743 140 17,11 1990 103 833 658 544 482 881 19,07 1991 161 605 780 694 644 595 23,26 1992 195 080 116 754 480 913 25,86 1993 241 467 642 725 726 297 33,27 1994 285 597 442 935 690 328 30,52 1995 326 684 710 1 124 983 000 29,04 1996 455 234 673 1 318 258 211 34,53 1997 450 725 000 1 414 984 000 31,85 1998 959 789 417 1 465 082 943 65,51 1999 2 113 396 573 2 355 558 300 89,72 2000 1 174 392 910 3 090 871 648 38,00 2001 1 628 330 835 3 626 709 108 44,90 2002 4 063 143 966 4 196 778 944 96,82

Sumber : BPS, 1983-2002

Lampiran 8. Nilai Produktivitas Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002

Tahun

Nilai Output Nilai Input TK Produktivitas (%)

1983 192 975 287 6 172 589 3126,33 1984 190 946 272 6 540 966 2919,24 1985 240 233 382 9 044 547 2656,11 1986 266 683 345 14 797 689 1802,19 1987 332 404 399 11 057 412 3006,17 1988 480 944 978 13 001 619 3699,12 1989 555 660 053 16 499 208 3367,80 1990 652 114 676 18 986 846 3434,56 1991 861 807 545 29 339 807 2937,33 1992 956 697 100 31 577 065 3029,72 1993 979 901 223 21 868 345 4480,91 1994 1 237 424 136 34 871 535 3548,52 1995 1 477 909 664 35 466 163 4167,10 1996 1 818 297 699 40 133 323 2038,95 1997 1 949 531 000 52 442 747 3717,45 1998 2 486 101 636 59 071 640 4208,62 1999 4 490 816 788 78 583 944 5714,67 2000 4 342 814 770 99 608 570 4359,88 2001 5 320 191 658 150 328 365 3539,05 2002 8 452 246 306 176 332 412 4793,36

Sumber : BPS, 1983-2002

Lampiran 9. Hasil Regresi Industri Susu di Indonesia Dependent Variable: PCM Method: Least Squares Date: 02/03/06 Time: 14:09 Sample(adjusted): 1986 2002 Included observations: 17 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -50.14736 14.61267 -3.431772 0.0050

CR4 0.624595 0.211939 2.947047 0.0122 PROD 0.004607 0.002347 1.962809 0.0733

XEFF(-2) 0.253553 0.106032 2.391296 0.0341 GROWTH(-3) 0.254872 0.083769 3.042560 0.0102

R-squared 0.797620 Mean dependent var 25.27647 Adjusted R-squared 0.730160 S.D. dependent var 14.27154 S.E. of regression 7.413507 Akaike info criterion 7.084413 Sum squared resid 659.5210 Schwarz criterion 7.329476 Log likelihood -55.21751 F-statistic 11.82363 Durbin-Watson stat 2.092664 Prob(F-statistic) 0.000398 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.015696 Probability 0.984450 Obs*R-squared 0.053200 Probability 0.973750 Uji Heteroskedasitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0.878413 Probability 0.570501 Obs*R-squared 7.949807 Probability 0.438388 Uji Multikolinearitas

Correlation Matrix CR4 PROD XEFF_2 GROWTH_3

CR4 1.000000 0.352123 0.025585 0.055471 PROD 0.352123 1.000000 0.210943 0.386323

XEFF_2 0.025585 0.210943 1.000000 -0.148262 GROWTH_3 0.055471 0.386323 -0.148262 1.000000

Lampiran 10. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 1983- 2002

Tahun

NAMA Pangsa pasar (%)

CR4 (%)

1983 PT INDOMILK 18,09 89,13 PT DJOHAN WISATA 16,60 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 13,79 PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA 40,64

1984 PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA 39,32 89,89 PT INDOMILK, 19,36 PT DJOHAN WISATA 17,62 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 13,58

1985 PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA 33,13 79,20 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 13,03 PT DJOHAN WISATA 16,66 PT INDOMILK 16,37

1986 PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA 31,45 77,22 PT INDOMILK 20,97 PT DJOHAN WISATA 13,86 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 10,94

1987 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 10,08 79,58 PT DJOHAN WISATA 12,76 PT INDOMILK 22,13 PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA 34,61

1988 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 19,26 61,99 PT TIGAKA 11,09 PT INDOMILK 9,22 MILK TREATMENT BATU, KOPERASI 22,42

1989 GKSI/GABUNGAN KOPERASI SUSU INDONESIA 11,44 65,30

PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 25,66 MILK TREATMENT BATU, KOPERASI 15,80 PT INDOMILK 12,40

1990 PT FOREMOST INDONESIA 10,08 60,67 PT INDOMILK 10,96 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 26,17 PT NESTLE INDONESIA 13,47

1991 PT NESTLE INDONESIA 28,23 68,69 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 21,85 PT INDOMILK 10,33 PT SARIHUSADA 8,28

Lampiran 10. lanjutan 1992 PT INDOMILK 10,24 70,74

PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 20,90 PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO 8,07 PT NESTLE INDONESIA 31,53

1993 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 26,37 66,61 PT NESTLE INDONESIA 19,47 PT INDOMILK 10,59 PT SARIHUSADA 10,19

1994 PT FOREMOST INDONESIA 10,33 69,16 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 23,89 PT INDOMILK 17,60 PT NESTLE INDONESIA 17,34

1995 PT FOREMOST INDONESIA 14,10 71,24 PT NESTLE INDONESIA 16,69 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 21,45 PT INDOMILK 19,00

1996 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 18,45 65,49 PT NESTLE INDONESIA 18,02 PT INDOMILK 15,94 PT FOREMOST INDONESIA 13,08

1997 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 19,81 61,65 PT NESTLE INDONESIA 12,63 PT FOREMOST INDONESIA 14,07 PT INDOMILK 15,14

1998 PT INDOMILK 35,34 94,17 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 28,47 PT NESTLE INDONESIA 16,28 PT FOREMOST INDONESIA 14,08

1999 PT NESTLE INDONESIA 13,99 86,26 PT SARIHUSADA 11,39 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 16,28 PT INDOMILK 44,60

2000 PT FOREMOST INDONESIA 23,58 79,64 PT NESTLE INDONESIA 19,32 PT SARIHUSADA 12,83 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 23,90

2001 PT INDOMILK 14,19 62,56 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 17,15 PT FOREMOST INDONESIA 16,31 PT SARIHUSADA 14,91

2002 PT SURYA DAIRY FARM 25,35 76,51 PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO 20,40

PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 15,99 PT FAJAR TAURUS INDONESIA 14,77

Sumber : Badan Pusat Statistik, 1983-2002

Lampiran 11. Nilai Growth Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002

Barang yang Growth dihasilkan (%)

Tahun (000 Rp)

1983 192 723 659 10,85 1984 189 074 000 -1,89 1985 234 798 202 24,18 1986 265 224 938 12,96 1987 329 708 323 24,31 1988 476 575 893 44,54 1989 548 661 837 15,13 1990 643 574 820 17,30 1991 852 117 912 32,40 1992 946 950 908 11,13 1993 960 989 057 1,48 1994 1 189 219 898 23,75 1995 1 353 821 818 13,84 1996 1 764 107 875 30,31 1997 1 857 387 000 5,29 1998 1 890 037 316 1,76 1999 3 901 583 379 106,43 2000 3 879 551 663 -0,56 2001 4 720 366 352 21,67 2002 6 758 543 365 43,18

Sumber : BPS, 1983-2002