industri perdagangan susu
-
Upload
ludfiawindyas9698 -
Category
Documents
-
view
391 -
download
1
Transcript of industri perdagangan susu
PENDAHULUAN
Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan
baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional
pada umumnya. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai
sumber protein hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat
peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi
masyarakat
Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan
makanan yang menjadi sumber zat gizi atau protein. Kebutuhan protein
hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan
gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi protein hewani dari
6.8 liter/kapita/tahun pada tahun 2005, dan tahun 2008 konsumsi susu
meningkat menjadi 7.7 liter/kapita/tahun (setara dengan 25 g/kapita/hari),
angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 (Ditjen
Bina Produksi Peternakan, 2006 dan Sinar Harapan, 2007).
Pembangunan sub sektor petemakan, khususnya pengembangan usaha
sapi perah, merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan
penyediaan sumber kebutuhan protein hewani dan sebagai upaya
mendukung program revitalisasi putih, sebagai upaya peningkatan
kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh usaha ini cukup berat baik
di tingkat global dan regional, makro serta mikro. Di tingkat global dan
regional tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kegiatan ekspor
dan substitusi impor dalam upaya perolehan dan penghematan devisa
negara. Di tingkat makro tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan
ketahanan pangan nasional, dalam hal ini pangan protein asal ternak,
dimana untuk susu ditargetkan sebesar 6 kg/kapita/tahun . Sampai
dengan akhir tahun 2003, hal tersebut telah mencapai 7.28
kg/kapita/tahun, meskipun sebagian besar masih merupakan komponen
impor (Statistik Peternakan, 2003). Di tingkat mikro tantangan yang
dihadapi adalah meningkatkan pendekatan kesejahteraan peternak
melalui peningkatan efisiensi usaha yang terkait dengan upaya
peningkatan populasi ternak dan skala usaha.Dengan adanya tantangan-
tantangan dan perkembangan tersebut, maka pembangunan peternakan,
khususnya pengembangan usaha sapi perah, ditujukan kepada satu visi
terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif melalui pembangunan
peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal (Sudrajat, 2000). Visi
tersebut mengandung arti bahwa usaha peternakan tangguh yang
diidamkan harus memihak kepada rakyat, memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal dan memfasilitasi usaha peternakan rakyat. Salah satu
yang menjadi program utama adalah meningkatkan konsumsi susu
masyarakat, sehingga upaya yang dilakukan diantaranya adalah
meningkatkan supply didalam negeri dan secara bertahap mengurangi
ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu (IPS) dalam
kaitannya dengan distribusi dan produksi.
Permintaan terhadap komoditi susu yang tinggi dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan, tetapi produksi susu nasional belum
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Maka
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan impor susu dari luar
negeri. Selain melakukan impor pemerintah juga melakukan ekspor susu
dalam bentuk susu olahan.
PEMBAHASAN
Kegiatan Usaha peternakan sapi perah, tergabung dalam koperasi
susu sapi perah, yang memiliki unit usaha apakah penyediaan pakan
ternak, pemasaran, pengolahan susu dan sebagainya. Semua aktivitas
yang dilakukan secara kolektif dapat dilakukan dalam koperasi sesuai
dengan prinsip dan nilai yang dimiliki. Koperasi susu yang berfungsi
sebagai produsen kolektif susu sapi perah yang berasal dari peternak,
berupaya untuk menyediakan kebutuhan susu dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan dan mendukung revitalisasi putih, namun dalam
pelaksanaannya koperasi susu mengalami kesulitan dalam
pelaksanaannya, akibat dibukanya kran globalisasi yang membuka
kesempatan bagi IPS (Industri Pengolahan Susu), untuk mendapatkan
bahan baku susu dari impor.
Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifkan
itu tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam bentuk dukungan
kebijakan yang bersifat lintas sektoral, perlindungan atau proteksi
terhadap usaha peternakan rakyat dan penyediaan fasilitas kredit serta
permodalan dalarn meningkatkan skala usaha dan populasi sapi perah di
tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama
(SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan
INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar
dari peternak ke IPS . Dalam hal ini IPS wajib menerima susu segar dalam
negeri (SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan
harga bahan baku impor.
Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah
selama ini adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan
dengan keharusan serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal
dengan rasio BUSEP (Bukti Serap), dan (b) penerapan tarif impor untuk
bahan baku susu impor maupun produk susu (susu bubuk, keju dan
mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara
Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang
penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP
juga telah dihapus. Dengan ketentuan tersebut sesungguhnya komoditas
susu telah memasuki era pasar bebas, meskipun seharusnya baru akan
dimulai pada tahun 2003 . Hal ini berarti bahwa komoditas susu memasuki
pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang telah ditetapkan,
sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi masuknya
bahan baku susu impor. Oleh karenanya harga SSDN yang berlaku harus
merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan
ancaman dari produsen susu kaliber dunia dari negara tetangga seperti
Australia dan New Zealand.
Dari data BPS tahun 2005, terlihat bahwa produksi susu di dalam
negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat
dan IPS yang sellaui mengalami peningkatan. Kebutuhan susu nasional
setiap hari mencapai 3.75 juta liter sedangkan jumlah prosuksi susu
nasional sebesar 1.25 juta. Jadi 75 persen kebutuhan susu nasional
dipenuhi oleh pemrintah dengan melakukan impor susu dari beberapa
negara seperti Australia, Prancis dan selandia Baru.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Susu Indonesia (1999-2003)
Tahun Ekspor Susu Olahan Impor Susu Bubuk
Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) Nilai (US $)
1999 2 060 68 953 4 876 808 2 887 970
2000 370 334 630 934 5 756 787 3 706 110
2001 561 578 1 263 956 8 589 098 7 371 636
2002 3 382 293 1 660 603 8 476 317 6 746 121
2003 4 550 200 2 448 417 10 844 437 16 501 144
Sumber : Ditjen Bina Produksi Peternakan, Tahun 2006
Sebagai upaya untuk melindungi peternak dan koperasi susu sapi
perah Indonesia, pada tahun 1998 terdapat instruksi Presiden No. 4
tahun1998 yang membuat kebijakan tentang susu impor. Instruksi
tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan tiga menteri (Pertanian,
Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi) yang berisi bukti serap
susu nasional. Apabila IPS membeli susu impor maka diwajibkan untuk
mebeli susu dari petermaka nasional. Jika IPS impor susu sebanyak dua
kilogram maka wajib membeli susu dari peternak atau koperasi sebanyak
satu kilogram.
Pada saat Indonesia akan memasuki era perdangan bebas
(WTO/World Trade Organization) pemerintah mencabut Instruksi Presiden
No. 4 tahun 1998. Pencabutan kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan
proteksi dari pemerintah terhadap para peternak nasional. sehingga
memberikan keleluasaan kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk
membeli susu impor dari luar negeri. Selain itu besarnya tarif impor untuk
susu Indonesia masih tergolong rendah hanya berkisar 0-5 persen.
Rendahnya tarif impor tersebut menyebabkan semakin tingginya jumlah
impor yang dilakukan oleh IPS. Hal tersebut akan mendorong semakin
rendahnya daya saing dari produsen susu, yakni peternak sapi perah dan
koperasi.
Usaha pembangunan di bidang koperasi dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam kegiatan ekonomi
agar dengan demikian tingkat kesejahteraan golongan tersebut semakin
meningkat. Pembinaan koperasi bertujuan untuk mengusahakan agar
kehidupan koperasi kembali kepada alas dan sendi-sendi dasar koperasi.
Untuk itu kebijaksanaan yang telah ditempuh adalah :
melaksanakan pembinaan organisasi koperasi dan pembinaan usahanya.
Kegiatan yang dilaksanakan berbentuk pendidikan dan latihan
keterampilan bagi para anggota pengurus dan badan pemeriksa koperasi,
serta penyuluhan dan penerangan bagi para anggota koperasi dan
masyarakat luas dengan harapan agar mereka berminat untuk menjadi
anggota koperasi. Pelaksanaan kegiatan tersebut dijalankan dengan satu
program pokok, yaitu Program Pendidikan Perkoperasian.
Tujuan pembinaan koperasi selanjutnya adalah untuk
meningkatkan peranan golongan ekonomi lemah dalam kegiatan-kegiatan
usahanya agar kesejahteraan mereka meningkat. Untuk itu,
kebijaksanaan yang ditempuh, adalah: Pertama, meningkatkan pendidikan
perkoperasian, terutama pendidikan dalam bidang tatalaksana untuk
tenaga di lingkungan koperasi-koperasi primer. Kedua, mengusahakan
agar koperasi-koperasi primer memperoleh kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan usaha. Ketiga, mengusahakan agar untuk
koperasi-koperasi primer, selalu menyediakan dana-dana kredit yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan usaha masing-masing dengan
syarat-syarat yang ringan.
Pembinaan koperasi berikutnya adalah bertujuan untuk
meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi, agar tumbuh menjadi
koperasi primer yang tangguh dan mampu menjadi kekuatan ekonomi
desa, serta mengantarkan masyarakat menuju kemajuan dan
kesejahteraan. Untuk itu, pembinaan koperasi diarahkan untuk: (1)
meningkatkan kemampuan koperasi untuk berprakarsa dan berswakarya,
(2) meningkatkan kemampuan koperasi sebagai salah satu wadah utama
untuk membina kemampuan usaha golongan ekonomi lemah, (3)
meningkatkan kemampuan koperasi sekunder dan koperasi-koperasi
primer lainnya sehingga mampu melayani kepentingan anggota, (4)
meningkatkan peranan koperasi dalam berbagai sektor kegiatan pere-
konomian, dan (5) meningkatkan kemampuan koperasi untuk
mengadakan kerjasama dengan koperasi-koperasi lain dan badan usaha
bukan koperasi di wilayah atau di daerah masing-masing.
Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, pembinaan kelembagaan
koperasi diarahkan untuk mencapai delapan tujuan. Pertama,
meningkatkan kemampuan organisasi koperasi, dengan mendorong
berfungsinya perlengkapan organisasi koperasi dan terwujudnya
pembagian tugas yang jelas, sehingga koperasi benar-benar mampu
mencerminkan sifat demokrasinya dan mampu mendukung peningkatan
usahanya. Kedua, mengembangkan sistem organisasi intern koperasi
agar peranan anggota dalam menentukan kebijaksanaan, partisipasinya
dalam kegiatan usaha dan pengawasan, menjadi semakin besar dan
sesuai dengan kepentingan bersama. Ketiga, membentuk dan
mengembangkan unit-unit organisasi usaha di masing-masing wilayah
kerja koperasi sebagai unit organik, sehingga ada peningkatan dalam
jangkauan dan mutu pelayanan terhadap anggota koperasi. Keempat,
membina dan mengembangkan kemampuan teknis, keterampilan
manajemen dan jiwa kewirakoperasian para manajer, karyawan, dan
anggota Badan Pemeriksa Koperasi, agar koperasi tumbuh menjadi
kelompok yang berhasilguna serta mampu memberikan pelayanan usaha
yang optimal kepada para anggotanya. Kelima, mengembangkan dan
membina sistem informasi manajemen koperasi, sehingga pelaksanaan
pengambilan keputusan benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan
para anggotanya dengan dukungan informasi yang lengkap dan dapat
diandalkan. Keenam, melaksanakan pembinaan dan pengawasan agar
perlengkapan organisasi koperasi sungguh-sungguh dapat melaksanakan
kegiatannya sesuai dengan fungsinya. Agar Gerakan Koperasi juga dapat
melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan, maka akan dikembangkan
dan dimantapkan pengembangan Pusat Administrasi Usaha yang dapat
mendorong terbentuknya Koperasi Jasa Audit. Ketujuh, meningkatkan dan
memperluas kegiatan penyuluhan dan penerangan dalam upaya
meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya
koperasi dalam membantu meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi
kepentingan/kebutuhan mereka, dengan memanfaatkan berbagai media
dan metoda yang tepat dan efektif. Kedelapan, meningkatkan apresiasi
terhadap koperasi di berbagai kalangan fungsional, seperti pemuka
masyarakat, ilmuwan, wartawan, kelompok tani, kelompok profesi dan
sebagainya dengan kegiatan seminar, sayembara karya tulis, rembug
desa dan sebagainya.
Dalam rangka meningkatkan peranan dan kemampuan koperasi,
maka di samping diselenggarakan pembinaan kelembagaan, juga
dilaksanakan pembinaan usaha. Sebagaimana diketahui, kehidupan
koperasi pada hakekatnya merupakan usaha bersama sesuai dengan
kepentingan dan kegiatan ekonomi para anggotanya dalam mewujudkan
tujuan bersama, yaitu peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan para
anggota koperasi. Pembinaan usaha tersebut dilaksanakan dengan cara-
cara berikut: Pertama, memantapkan dan mengembangkan lebih lanjut
usaha koperasi primer, dalam bidang-bidang pelayanan kebutuhan pokok
untuk masyarakat, produksi dan pengolahan hasil serta pemasarannya,
simpan-pinjam, dan jasa-jasa lainnya, agar tumbuh menjadi suatu
lembaga ekonomi yang mandiri, mampu melayani kebutuhan para
anggota dan masyarakat di sekitarnya. Kedua, meningkatkan kemampuan
perencanaan usaha koperasi primer. Ketiga, meningkatkan kemampuan
koperasi primer untuk memanfaatkan berbagai fasilitas perkreditan yang
tersedia untuk pertumbuhan usahanya. Keempat, meningkatkan dan
membina usaha Koperasi Simpan Pinjam agar mampu berperan aktif
dengan efektif dalam mengisi kebutuhan para anggota koperasi. Kelima,
mengembangkan kerjasama dan jalinan usaha antara Koperasi Primer
dengan dukungan koperasi sekundernya. Keenam, memantapkan dan
mengembangkan Pusat-pusat Pelayanan Koperasi sehingga benar-benar
dapat berperan dalam mendukung pengembangan usaha koperasi
sekunder dan koperasi primer lainnya. Kini sudah saatnya masyarakat
peternakan mengembalikan fungsi dan peran koperasi susu sebagaimana
fitrahnya.
Dinamika Koperasi Susu
Koperasi sapi perah merupakan perusahaan yang bergerak di
dalam produksi susu segar dan kemudian dipasarkan ke industri susu
sebagai bahan baku susu olahan dan produk asal susu lainnya. Koperasi
dalam memproduksi susu segar bermitra dengan peternak rakyat yang
menjadi anggota koperasi.
Sebagai anggota koperasi, peternak adalah juga pemegang saham
melalui simpanan wajib dan simpanan pokok dan sebagainya. Dengan
demikian keberhasilan koperasi dalam bisnis susu segar secara langsung
merupakan keberhasilan para peternak anggota itu sendiri. Sebaliknya
jika terjadi mismanajemen dalam pengurusan koperasi akan merugikan
perkembangan peternak anggota koperasi.
Pada kenyataannya, berbagai laporan penelitian memperlihatkan
bahwa usaha sapi perah rakyat selama 25 tahun terakhir tidak mengalami
perkembangan, malah cenderung statis, khususnya dalam ukuran usaha
yang tetap bertahan pada skala 2-3 ekor per peternak. Pada sisi koperasi
dilaporkan pula bahwa hanya 20 persen dari total koperasi sapi perah
yang dapat dinyatakan beroperasi secara layak dengan tingkat produksi
yang relatif tinggi. Pertanyaan menarik yang muncul dari dua kenyataan di
atas adalah apakah koperasi sebagai sebuah perusahaan dalam hukum
ekonomi telah mengalokasikan faktor produksi secara efisien? Pertanyaan
kedua adalah: apakah koperasi mempunyai manajeman yang sesuai
dengan konsep saling menguntungkan antara sesama mitra?
Penyelesaian kedua pertanyaan ini sangat penting dalam usaha
meningkatkan laju pertumbuhan produksi susu segar dalam negeri dan
meningkatkan insentif kepada peternak rakyat.
Permintaan susu dalam negeri relatif besar dan terus mengalami
pertumbuhan dan baru dapat dipenuhi 30 persen sedangkan sisanya
dipenuhi melalui impor. Beberapa tahun lagi, Indonesia akan memasuki
pasar bebas dunia, dan ini berarti koperasi harus segera mencari jalan
keluar bagi peningkatan produksi dan menjadi tuan di rumah sendiri.
Sekalipun setelah krisis ekonomi, susu impor menurun dan penyerapan
susu segar dalam negeri meningkat, IPS akan lebih menyukai impor susu
karena harganya akan lebih murah. Meskipun saat ini, harga susu dunia
melonjak hingga lebih dari 100% akibat kekeringan di Australia. Selama
Januari hingga Juni 2007, harga bahan baku susu berupa full cream milk
powder impor naik dari 2.900 dolar AS per ton menjadi 4.500 dolar AS per
ton.
Kebutuhan susu dalam negeri yang dapat dipasok dari produksi
dalam negeri baru mencapai 45% (360.000 ton) dari total kebutuhan
800.000 ton, sehingga sisanya masih diimpor dari luar negeri. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi dalam negeri harus
ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara nasional,
sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang
ditangani koperasi, sehingga sebagian besar (90%) produksi susu
ditangani oleh koperasi.
Peternakan rakyat menurut data tahun 2000, populasi sapi perah
sebanyak 354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per KK dan
produktivitas rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan
antara lain kualitas pakan yang belum baik dan pemeliharaan yang belum
optimal. Skala usaha KUD sebagian besar (60%) kapasitas produksinya
masih rendah, yaitu di bawah 5.000 liter per hari. Skala kepemilikan sapi
perah 2-3 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas
rendah berakibat kehidupan peternak stagnan, bahkan tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Perdagangan Susu Indonesia
Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat
ini Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini
industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor
bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan
membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka
Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya
susu sapi.
Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat
Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi susu
masyarakat Indonesia hanya 8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk
produk-produk olahan yang mengandung susu. Konsumsi susu negara
tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura rata-rata mencapai 30
liter/kapita/tahun, sedangkan negara-negara Eropa sudah mencapai 100
liter/kapita/tahun. Seiring dengan semakin tingginya pendapatan
masyarakat dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,
dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk
Indonesia akan meningkat.
Perkiraan peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang
harus dimanfaatkan dengan baik. Produksi susu segar dan produk-produk
derivatnya seharusnya dapat ditingkatkan. Kondisi produksi susu segar
Indonesia saat ini, sebagian besar (90%) dihasilkan oleh usaha rakyat
dengan skala usaha 2-3 ekor sapi perah per peternak. Skala usaha ternak
sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari
hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan
hidup. Dari sisi produksi, dengan demikian, kepemilikan sapi perah per
peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah,
skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan minimal 10 ekor sapi per
peternak.
Dari sisi kelembagaan, sebagian besar peternak sapi perah yang
ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut
merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak
dengan industri pengolahan susu. Koperasi susu sangat menentukan
posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu
penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Peranan koperasi
sebagai mediator perlu dipertahankan. Pelayanannya perlu ditingkatkan
dengan cara meningkatkan kualitas SDM koperasi serta memperkuat
networking dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi kelembagaan
contract farming akan sangat membatu terwujudnya upaya ini.
Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yaitu
Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan
Koperasi. Dalam SKB tersebut industri pengolah susu diwajibkan
menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor
untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam
negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara
pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus
dibuktikan dalam bentuk ”bukti serap” (BUSEP). BUSEP tersebut
bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan
terhadap susu impor. Namun dengan adanya Inpres No 4 Tahun 1998
yang merupakan bagian dari LoI yang ditetapkan oleh IMF, maka
ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP
menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas
masuk. Persoalan di industri hilir pun ada, misalnya tarif BM yang tidak
harmonis antara produk susu (5%) dengan bahan baku lain seperti gula
(35%) dan kemasan (5%-20%). Guna meningkatkan pangsa pelaku pasar
domestik dalam pasar susu segar Indonesia, BUSEP perlu diberlakukan
kembali dan tarif BM produk susu perlu peninjauan kembali.
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang
besar peternak susu untuk mengembangkan usahanya. Namun demikian
peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain yaitu rendahnya
kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu
bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu
yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput
hijauan bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala
usaha sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga menjadi penghambat
perkembangan produksi susu domestik.
Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri,
keberadaan Inpres No 4/1998 mengakibatkan posisi industri pengolahan
susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak karena industri
pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang
dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini
menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh
perternak dalam negeri.
Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya
ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam
memasarkan susu segar yang dihasilkannya. Dengan absennya
keberpihakan Pemerintah terhadap peternak, hal ini menimbulkan
kecenderungan bahwa harga susu segar yang diterima peternak relatif
rendah. Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh
kalangan industri pengolah susu mendudukkan peternak sapi perah pada
posisi tawar (bargaining position) yang rendah. Lebih ekstrim lagi,
keberadaan industri pengolah susu ini dapat menyebabkan terbentuknya
struktur pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga
susu yang sangat murah pada struktur pasar tersebut, tekanan yang
diterima peternak semakin bertambah dengan adanya retribusi yang
diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini.
Bila melihat perkembangan agribisnis persusuan di negara lain,
peran koperasi sangatlah besar dalam mengembangkan usaha tersebut.
Di India, misalnya, koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa
sehingga sampai saat ini kurang lebih telah berjumlah 57.000 unit dengan
6 juta anggota. Begitu pula di Uruguay, dimana para peternak
domestiknya telah mampu memproduksi 90% dari total produksi susu
nasional. Besarnya peran koperasi tersebut belum terlihat di Indonesia.
Koperasi susu kita mempunyai posisi tawar yang sangat lemah ketika
berhadapan dengan industri pengolahan susu, baik dalam hal jumlah
penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang diperoleh.
Masalah penting mengenai perkoperasian susu adalah proses
pembentukan koperasi tersebut umumnya bersifat top-down dan
intervensi pemerintah relatif besar dalam mengatur organisasi.
Pembentukan anggota koperasi bukanlah atas dasar akumulasi modal
anggota tetapi lebih banyak bersifat pemberian kredit ternak sapi dalam
rangka kemitraan dengan bantuan modal dari pemerintah. Status anggota
koperasi hanya berfungsi pada saat menjual susu segar dan pembayaran
iuran wajib dan iuran pokok. Koperasi sebagai lembaga ekonomi dalam
menjalankan manajemen tanpa pengawasan yang ketat oleh anggota,
justru sebaliknya koperasi cenderung berkuasa mengatur anggota.
Arah Kebijakan
Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat
ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan
baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak saat ini, yaitu dengan
meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Adapun kebijakan
dalam upaya substitusi impor susu yang dapat diambil untuk mencapai
kondisi tersebut antara lain sebagai berikut.
Pertama, Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para
peternak. Daya saing susu yang dihasilkan peternak hanya akan dapat
ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk
itu, penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis dan
manajemen produksi perlu ditingkatkan. Gerakan nasional sebaiknya
diikuti dengan aktivitas nyata berupa bantuan antara lain dalam bentuk
pelatihan dan penyuluhan budidaya sapi perah yang baik, mendorong
tersedianya bibit sapi unggul, kemudahan untuk pemanfaatan lahan,
akses dan ketersediaan modal, serta pengembangan beragam industri
pengolahan susu sehingga harga di tingkat peternak menjadi relatif lebih
stabil.
Kedua, perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan
memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan
industri pengolahan susu sehingga pengembangan agribisnis berbasis
peternakan dapat berjalan dengan baik. Semua pihak yang terkait
haruslah saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Ini dapat
diwujudkan melalui sistem contract farming, dimana terdapat keterpaduan
dari berbagai unsur baik peternak, koperasi, industri/pemodal maupun
pemerintah.
Ketiga, koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat
melakukan pengolahan sederhana susu segar, antara lain yakni
pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt,
keju dsb. Hal ini disertai dengan program promosi secara luas kepada
masyarakat, terutama anak-anak, tentang manfaat mengkonsumsi susu
segar dan produk-produk olahannya. Pendirian pabrik pengolahan susu
yang dimiliki gerakan koperasi juga perlu didorong. Langkah ini diperlukan
untuk mengantisipasi makin menguat dan relatif stabilnya nilai kurs rupiah
terhadap US dolar, yang dapat mengakibatkan industri pengolahan susu
kembali mengimpor sebagian besar dari bahan baku susunya dari luar
negeri.
Keempat, Pemerintah Pusat maupun Daerah sebaiknya
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar
peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis
peternakan umumnya. Ini antara lain dapat dilakukan dengan
menghapuskan retribusi yang menyebabkan ongkos produksi bertambah
mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila pengolahan masih
dilakukan oleh peternak, serta pemberlakuan tarif bea masuk terhadap
susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Kelima, mengefektifkan kinerja dewan persusuan nasional agar
dapat merangkul seluruh stakeholder persusuan termasuk IPS yang
mengatur regulasi harga dan penyerapan susu yang berpihak pada
peternak rakyat.
PENUTUP
Kelima arah kebijakan di atas diharapkan dapat segera diwujudkan
oleh para pengambil kebijakan dalam rangka merealisasikan gerakan
revolusi putih. Revolusi putih yang berhasil akan menjamin terjadinya
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia: ketersediaan
suplai susu yang terjamin, meningkatnya pendapatan peternak dan pelaku
usaha lainnya di bidang peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Feryanto, 2010. Susu: Komoditi Potensial Yang Terabaikan. Avalaible at feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/tag/susu/. 18 Januari 2011.
Harian Kompas, 17 Februari 2009. Judul berita “ Harga Susu Sementara Tidak Akan Diturunkan”
Sinar Harapan. 2007. “Tragedi 15 tetes susu”. opini tentang perkembangan peternakan sapi perah dan koperasi, menjelaskan bahwa pada tahun 2006 konsumsi susu masyarakatnya Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan Negara India mencapai 44,9 liter/orang/tahun. Begitu juga dengan Malaysia yang 25 liter/orang/tahun; Thailand 25 liter, Singapura 20 liter, Filipina 11 liter/orang/tahun dan Vietnam 8,5 liter/orang/tahun
Trantono, Yuari. 2009. Koperasi Sapi Perah dan Perdagangan Susu. Avalaible at ternakonline.wordpress.com/.../koperasi-sapi-perah-dan-perdagangan-susu/. 18 Januari 2011.