ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...

162
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02 TAHUN 2019 SKRIPSI Oleh : N. Azah Aimmatul Huriyyah 11151010000006 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Transcript of ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...

Page 1: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN

RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02

TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh :

N. Azah Aimmatul Huriyyah

11151010000006

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN

RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02

TAHUN 2019

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT (SKM)

Oleh:

N.AZAH AIMMATUL HURIYYAH

11151010000006

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 3: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

ii

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi

Saus di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

N. Azah Aimmatul Huriyyah, NIM : 11151010000006

Xvii, 162 halaman, 4 gambar, 22 tabel, 20 grafik, 3 bagan, 1 diagram, 7 lampiran

ABSTRAK

Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis yang berwarna merah terang dan

beracun serta bersifat karsinogenik. Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan

Menteri Kesehatan No.239 / Menkes / Per / V / 85, tetapi masih banyak pedagang

yang menggunakan pewarna tersebut untuk dagangan nya. Salah satunya ditemukan

pada saus yang di gunakan oleh pedagang di SDN Cirendeu 02. Zat Rhodamin b

adalah zat yang dilarang digunakan dalam makanan. Siswa SDN Cirendeu 02 adalah

populasi beresiko untuk terpajan Rhodamin B. Tujuan umum dari penelitian ini

adalah diketahuinya estimasi tingkat resiko pajanan Rhodamin B pada anak- anak

usia sekolah yang mengonsumsi saus di SDN Cirendeu 2 pada tahun 2019. Penelitian

ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi ARKL

(Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Data dalam penelitian ini diperoleh dari

hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran kadar Rhodamin b

yang terkandung dalam saus. Responden dalam penelitian ini adalah 132 siswa dari

kelas 2 sampai kelas 6. Analisis data meliputi analisis univariat dan analisis risiko

yang terdapat perhitungan intake, risk quotient, dan excess cancer risk. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa konsentrasi Rhodamin B dalam saus adalah

0,00917 mg/kg/hari. Nilai intake non karsinogenik realtime tertinngi adalah 0,00073

mg/kg/hari pada kelas 6 dan nilai terendah 0,00035 mg/kg/hari pada kelas 5. Nilai

intake karsinogenik realtime tertinggi adalah 0,00031 mg/kg/hari pada kelas 6 dan

terendah 0,00014 mg/kg/hari pada kelas 5. Hasil karakterisasi risiko menunjukkan

risiko non karsinogenik secara lifetime pada tahun ke-5 hingga tahun ke-30 di semua

kelas. Untuk risiko karsinogenik menunjukkan nilai ECR>E-4 baik secara realtime

maupun lifetime yang berarti telah memiliki risiko karsinogenik. Kesimpulan dalam

penelitian ini siswa telah memiliki risiko non karsinogenik secara lifetime dan risiko

karsinogenik secara lifetime dan realtime.

Kata Kunci: ARKL, Rhodamin b, Siswa Sekolah Dasar, Intake, RfD, ECR, RQ

Pustaka : 48 (1997-2019)

Page 4: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

iii

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

SPECIALIZATION OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate Thesis, October 2019

N. Azah Aimmatul Huriyyah, NIM : 11151010000006

Environmental Health Risk Assessment of Rhodamine B Exposure on Sauce

Consumption in SDN Cirendeu 02 in 2019

(xvii+162 pages+4 pictures+22 tables+20 graphics+3 chart+1 diagram+7

attachments)

ABSTRACT

Rhodamine b is a synthetic dye which is bright red, toxic and carcinogenic in

nature. Rhodamine b is a substance that is prohibited from being used according to

the regulation of Minister of Health No.239/Menkes/Per/V/85, but there are still

many traders who use Rhodamine b dye on their snacks, like sauces that sold in SDN

Cirendeu 02. Students of SDN Cirendeu 02 are at risk for exposure to Rhodamine B.

The general objective of the study was to identify the estimated risk level of

rhodamine B exposure in school-age children who consume sauces at SDN Cirendeu

02 in 2019. This study was a quantitative study with Environmental Health

Risk Assessment (EHRA) study design. The data were obtained from interviews

using a questionnaire and measurement of Rhodamine b levels. Respondents in this

study were 132 elementary students from grade 2 to grade 6. Data analysis included

univariate analysis and risk analysis contained in the calculation of intake, risk

quotient, and excess cancer risk. The results of this study indicated that the

concentration of Rhodamine B in sauce is 0,00917 mg/kg/day. The highest non-

carcinogenic realtime intake was 0,00073 mg/kg/day in grade 6 and the lowest value

was 0,00035 mg/kg/day in grade 5. The highest realtime carcinogenic intake value

was 0,00031 mg/kg/day in grade 6 and the lowest value was 0,00014 mg/kg/day in

grade 5. The results of risk characterization indicate a lifetime non-carcinogenic risk

in the 5th to 30th years in all classes. For carcinogenic risk showed the value of

ECR> E-4 both in realtime and lifetime, which means it has carcinogenic risk. The

conclusion of this study was students have had a non carcinogenic risk for life and

carcinogenic risk for a lifetime and realtime.

Keywords: ARKL, Rhodamine b, Elementary Students, Intake, RfD, ECR, RQ

References : 48 (1997-2019)

Page 5: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Page 6: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI

Page 7: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

vi

LEMBAR PERSETUJUAN

Page 8: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

vii

LEMBAR PENGESAHAN

Page 9: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

viii

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama Lengkap : N. Azah Aimmatul Huriyyah

Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 27 September 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Desa Bandungsari Rt/03 Rw/01 Kec.Banjarharjo

Kabupaten Brebes

Email : [email protected]

No. Hp : 087869561239

II. Riwayat Pendidikan

1. SDN Bandungsari 01

2. MTs Ma‟arif NU 06 Bandungsari

3. MAN Darussalam Ciamis

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Ilmu Kesehatan, tahun 2015-2019

III. Pengalaman Organisasi

1. Anggota Pengembangan Ekonomi ENVIHSA (Environmental Health

Students Association) UIN Jakarta periode tahun 2017-2018

2. Anggota Ikatan Kelurga Alumni Darussalam tahun 2015-sekarang

IV. Pengalaman Bekerja

1. Praktik Belajar Lapangan di Puskesmas Kampung Sawah pada Juni 2018 –

September 2018

2. Magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian

Penyakit (BBTKLPP) Jakarta, bulan Maret 2019 .

Page 10: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

ix

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang

senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan proposal skripsi yang berjudul “Analisis Risiko

Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi Saus Di SDN

Cirendeu 02 Tahun 2019”.

Penyusunan penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan studi perkuliahan pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian

skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan Rhido-Nya sehingga dalam pelaksanaan

penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

2. Ibu Dr. Zilhadia, MSi, Apt, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Catur Rasidati, M.KM selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes selaku pembimbing skripsi dan sekaligus

pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan

saran perbaikan selama penyusunan skripsi serta mengizinkan untuk riset payung

bersama dosen.

Page 11: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

x

5. Orang tua penulis (Drs. Sakrib Abdul Aziz dan Nurjanah, Ama) yang selalu

mensuport penulis dari jauh dan selalu mendoakan, menyemangati penulis dalam

penyususnan proposal skripsi ini.

6. Teman sebimbingan Tika, Husnia, Nurfadilah, dan Dini yang telah membantu

dan menyemangati penulis dalam melaksanakan proposal ini.

7. Teman sekamar Via, Hulwatullaini, Karunia Putri, Maya, dan Mayang yang telah

membantu, memberi semangat, dan memberi solusi pada penulis dalam

menyelesaikan proposal ini.

8. Teman-teman Kesehatan Lingkungan 2015 (ENVIHSA 7) yang telah

memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Seluruh keluarga besar ENVIHSA UIN Syari Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan dukungan kepada penulis.

10. Dan seluruh pihak yang membantu dan mendoakan yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu.

Ciputat, Oktober 2019

N. Azah Aimmatul Huriyyah

Page 12: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xi

DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................................ ii

ABSTRACT ............................................................................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................................................ v

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................... vi

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................... vii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xv

DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xviii

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................. xix

DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................................ xxi

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... xxii

BAB I ........................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5

C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................................ 6

D. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 7

1. Tujuan Umum .............................................................................................................. 7

2. Tujuan Khusus ............................................................................................................. 7

E. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 8

1. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02 ...................................................................................... 8

2. Bagi Dinas Kesehatan .................................................................................................. 8

3. Bagi Peneliti ................................................................................................................. 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................................ 9

BAB II ..................................................................................................................................... 11

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 11

Page 13: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xii

A. Keamanan Pangan .......................................................................................................... 11

B. Bahan Tambahan Makanan ............................................................................................ 12

1. Makanan ..................................................................................................................... 12

2. Definisi Bahan Tambahan Pangan ............................................................................. 12

3. Fungsi Bahan Tambahan Makanan ............................................................................ 14

4. Peraturan Bahan Tambahan Pangan .......................................................................... 15

C. Saus ................................................................................................................................. 17

1. Definisi ....................................................................................................................... 17

2. Cara Pengolahan Saus ................................................................................................ 18

3. Critical Point (CP) Saus Cabai ................................................................................... 20

D. Bahan/ Zat Pewarna ........................................................................................................ 22

1. Definisi Zat Pewarna.................................................................................................. 22

2. Klasifikasi Pewarna Makanan .................................................................................... 23

E. Rhodamin B .................................................................................................................... 28

1. Definisi bahan ............................................................................................................ 28

2. Karakteristik ............................................................................................................... 29

3. Dampak Kesehatan .................................................................................................... 30

4. Mekanisme Pajanan ke Manusia ................................................................................ 32

5. Dosis Rhodamin B ..................................................................................................... 35

6. Analisis Kualitatif Rhodamin B Menggunakan Food SecurityKit batas(Test Kit

Rhodamin B) ................................................................................................................... 36

7. Analisis Kuantitatif Rhodamin B Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis .............. 37

F. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) ........................................................... 39

1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) ............................................................... 39

2. Dosis Respon (Dose-Response Assesment) ............................................................... 40

3. Analisis Pajanan (Exposure Assesment) .................................................................... 41

4. Karakteristik Resiko (Risk Characterization) ............................................................ 44

5. Manajemen Resiko (Risk Management) .................................................................... 46

G. Kerangka Teori ............................................................................................................... 50

BAB III ................................................................................................................................... 51

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL ............................................................. 51

Page 14: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xiii

A. Kerangka Konsep ............................................................................................................ 51

B. Definisi Operasional ....................................................................................................... 53

BAB IV ................................................................................................................................... 55

METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 55

A. Desain Penelitian ............................................................................................................ 55

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................................... 57

C. Populasi dan Sampel ....................................................................................................... 57

1. Populasi ...................................................................................................................... 57

2. Sampel ....................................................................................................................... 58

D. Metode Pengumpulan Data ............................................................................................. 60

1. Pengumpulan Data ..................................................................................................... 60

a. Data Primer ................................................................................................................ 60

b. Data Sekunder ............................................................................................................ 60

E. Instrumen Penelitian ....................................................................................................... 63

F. Pengolahan Data ............................................................................................................. 64

1. Editing ........................................................................................................................ 64

2. Coding ........................................................................................................................ 64

3. Entri ........................................................................................................................... 65

4. Cleaning ..................................................................................................................... 65

G. Analisi Data .................................................................................................................... 65

1. Analisis Univariat ...................................................................................................... 65

2. Perhitungan Nilai Intake ............................................................................................ 66

3. Perhitungan Risiko Non Kanker ................................................................................ 67

BAB V .................................................................................................................................... 68

HASIL PENELITIAN ............................................................................................................ 68

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................................. 68

1. Gambaran Umum SDN Cirendeu 02 ......................................................................... 68

B. Hasil Penelitian .................................................................................................................. 69

1. Kadar Rhodamin B .................................................................................................... 69

2. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02 ...................................................... 70

Page 15: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xiv

3. Pola Konsumsi Siswa .................................................................................................. 73

C. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) .............................................................. 75

1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B pada Siswa/i SDN Cirendeu 02

75

2. Analisis Dosis Respon ............................................................................................... 84

3. Karakteristik Risiko ................................................................................................... 85

D. Manajemen Resiko ............................................................................................................. 95

1. Konsentrasi Aman (C Aman) ...................................................................................... 96

2. Laju Asupan Aman (R Aman) .................................................................................... 97

BAB VI ................................................................................................................................... 99

PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 99

A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................................... 99

B. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................................................ 100

1. Gambaran Siswa SDN Cirendeu 02 ......................................................................... 100

2. Konsentrasi Rhodamin B pada Saus......................................................................... 101

3. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02 .................................................... 103

3. Pola Aktifitas ............................................................................................................ 105

4. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B ............................................. 108

5. Karakteristik Risiko .................................................................................................. 109

6. Manajemen Risiko .................................................................................................... 110

D. Kajian Keislaman ........................................................................................................... 114

BAB VII ................................................................................................................................ 120

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 120

A. Simpulan .......................................................................................................................... 120

B. Saran ................................................................................................................................. 121

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 123

LAMPIRAN .......................................................................................................................... 127

Page 16: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xv

DAFTAR TABEL

Table 2.2 Analisis Bahaya pada Tahapan Proses Pengolahan Saus............................ 22

Table 2.3 Sifat Kimia Rhodamin B ............................................................................. 29

Table 2.4 Keterangan Rumus Intake non Karsinogenik ............................................. 42

Table 2.5 Keterangan Rumus Intake Karsinogenik .................................................... 43

Table 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 53

Table 4.1 Konversi Matematis Perhitungan ARKL.........................................................66

Table 5.1 Jumlah Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

.................................................................................................................................................70

Table 5.2 Hasil Analisis Laboratorium Kadar Rhodamin B dalam Saus di SDN

Cirendeu 02 ................................................................................................................. 70

Table 5.3 Distribusi Umur Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............................ 70

Table 5.4 Distribusi Berat Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................. 71

Table 5.5 Distribusi Tinggi Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............... 72

Table 5.6 Jenis Kelamin Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............................... 72

Table 5.7 Frekuensi Pajanan Siswa/i SDN Cirendbeu 02 Tahun 2019....................... 73

Table 5.8 Durasi Pajanan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 .............................. 74

Table 5.9 Laju Asupan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................................ 75

Table 5.10 Karakteristik Faktor Pemajan SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................. 76

Table 5.11 Intake Realtime non Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 77

Table 5.12 Intake Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................... 77

Page 17: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xvi

Table 5.13 Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin B Realtime Berdasarkan Kelas Tahun

2019 ............................................................................................................................. 87

Table 5.14 Ekses Risiko Kanker Rhodamin b Realtime Berdasarkan Kelas Tahun

2019 ............................................................................................................................. 92

Table 5.15 Konsentrasi C Aman Pada Rhodamin b .................................................... 96

Table 5. 16 Laju Asupan (R) Aman Pada Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019..... 97

Page 18: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Proses pengolahan saus cabai ................................................................... 19

Bagan 2.2 Kerangka Teori .......................................................................................... 50

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 52

Page 19: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Rhodamin B .............................................................................. 29

Gambar 2.2 Serbuk Rhodamin B ............................................................................... 30

Gambar 2.3Tes Kit Rhodamin B ................................................................................. 36

Gambar 5.1 Penimbangan Sampel Saus...................................................................... 75

Page 20: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xix

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang pada Siswa Kelas 2 . 78

Grafik 5.2 Proyeksi Intake Karsinogenik Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 2 Tahun 2019 .......................................................................................... 79

Grafik 5.3 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 4

Tahun 2019 ................................................................................................................. 79

Grafik 5.4 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 5

Tahun 2019 ................................................................................................................. 80

Grafik 5.5 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 6

Tahun 2019 ................................................................................................................. 80

Grafik 5.6 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 2

Tahun 2019 ................................................................................................................. 81

Grafik 5.7 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 3

Tahun 2019 ................................................................................................................. 82

Grafik 5.8 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 4

Tahun 2019 ................................................................................................................. 82

Grafik 5.9 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 5

Tahun 2019 ................................................................................................................. 83

Grafik 5.10 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 6

Tahun 2019 ................................................................................................................. 84

Grafik 5.11 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 2 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 87

Page 21: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xx

Grafik 5.12 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 3 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 88

Grafik 5.13 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 4 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 89

Grafik 5.14 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 5 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 90

Grafik 5.15 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 6 Tahun 2019

..................................................................................................................................... 91

Grafik 5.16 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa

Kelas 2 Tahun 2019 .................................................................................................... 92

Grafik 5.17 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa

Kelas 3 Tahun 2019 .................................................................................................... 93

Grafik 5.18 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa

Kelas 4 Tahun 2019 .................................................................................................... 94

Grafik 5.19 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa

Kelas 5 Tahun 2019 .................................................................................................... 94

Grafik 5.20 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa

Kelas 6 Tahun 2019 .................................................................................................... 95

Page 22: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xxi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 6.1 Diagram Persentase Konsumsi Jajanan Responden ......................................... 101

Page 23: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xxii

DAFTAR SINGKATAN

ACGIH : American Conference of Governmental Industrial

Hygienist

ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

ATSDR : Agency For Toxic Substance and Disease Registry

BTP : Bahan Tambahan Pangan

DNA : Deoxyribonucleat Acid

ECR : Excess Cancer Risk

EPA : Environmental Protection Agency

HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point

IARC : International Agency of Research on Cancer

IPCS : International Programme on Chemical Safety

IRIS : Integrated Risk Information System

LABKESDA : LABORATORIUM Kesehatan Daerah

LOAEC : Low Observed Adverse Effect Concebtration

LOAEL : Low Observed Adverse Effect Level

NOAEL : No Observed Adverse Effect Level

Page 24: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

xxiii

PMK/PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan

RfC : Reference Concentration

RfD : Reference Dose

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RNA : RiboNucleat Acid

RQ : Risk Quotient

SDN : Sekolah Dasar Negeri

SF : Slope Factor

WHO : World Health Organization

Page 25: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di dunia, pada tahun

2012 ada 14 juta kasus baru kanker dan 8,2 juta kematian akibat kanker di

dunia (Kuzairi et al., 2016). Menurut WHO jenis kanker di dunia pada tahun

2012 yaitu kanker paru, prostat, kolorektum, kanker hati, kanker payudara,

dan serviks. Kematian akibat kanker ini berhubungan dengan kebiasaan gaya

hidup dan pola makan (Makasari Dewi, 2017). Menurut WHO 2015 terdapat

sekitar 2 juta korban meninggal dunia setiap tahunnya akibat makanan dan

minuman yang tidak aman. Dimana 1,5 juta diantaranya adalah anak-anak

meninggal disebabkan oleh makanan dan minuman yang tercemar (BPOM,

2016).

Masalah keamanan pangan adalah masalah global yang perlu ditangani

bukan hanya dinegara berkembang tetapi juga di negara maju, hal ini karena

erupsi penyakit bawaan makanan terjadi juga di negara tersebut. Diperkirakan

satu dari tiga orang di beberapa negara maju dunia mengalami keracunan

makanan setiap tahun, bahkan di Eropa keracunan makanan merupakan

penyebab kedua kematian setelah infeksi saluran pernapasan (ISPA).

Keracunan makanan disekolah dapat disebabkan adanya kontaminasi

makanan oleh bahan yang berbahaya. Menurut hasil survei menunjukan

bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memiliki standar kualitas keamanan

Page 26: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

2

pangan. Diantaranya 56% dari total sampel mengandung rhodamin b (Andi

Veny Kurniawan et al., 2018)

Zat toksik Rhodamin B yang bercampur dengan makanan dapat

mengakibatkan iritasi kolon. Sel-sel mukosa kolon dalam saluran cerna

cenderung lebih mudah mengalami kerusakan saat kontak langsung dengan

zat toksik (Aryani, 2015). Saat ini prevalensi penyakit peradangan pada kolon

dapat terjadi pada semua tingkatan umur, karena perubahan pola hidup

manusia penyebab pastinya belum diketahui dengan jelas (Hendrick W.H,

2004). Insiden penyakit ini meningkat pada dekade terakhir seperti di

Amerika Serikat, Inggris, dan Skandinavia sekitar 4 sampai 12 kasus per

100.000 penduduk, diperkirakan prevalensinya sekitar 70 sampai 150 per

100.000 penduduk. Puncak timbulnya penyakit ini terjadi pada umur 20-25

tahun, tetapi insiden juga meningkat pada anak-anak dan orang tua. Seseorang

yang mengalami peradangan pada kolon dapat beresiko untuk menyebabkan

timbulnya penyakit kanker colorectal (Rennke, H, 2007).

Jajanan adalah makanan yang sering di jumpai dan mudah didapatkan.

Setiap hari umumnya anak sekolah menghabiskan sebagian besar waktunya

disekolah dimana dapat berpengaruh terhadap pola kebiasaan makan,

termasuk kebiasaan jajannya. Anak sekolah sering melupakan waktu makan

utama dan mereka cenderung membeli jajan (Briawan, 2016). Pangan jajan

berpengaruh besar terhadap asupan gizi anak sekolah. Selain itu, pangan

jajanan sekolah juga memilki risiko terhadap kesehatan anak. Hal ini

dikarenakan makanan tersebut diolah secara tidak higienis, diaman

Page 27: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

3

memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba dan adanya bahan

tambahan pangan (BTP) yang berbahaya bagi tubuh (Yamlean, 2011). Jajanan

yang sering ada di lingkungan sekolah seperti sosis, cilok, somay, dan bakso,

yang biasanya dilengkapi dengan saus sebagai pelengkap, saus yang

digunakan oleh pedagang memiliki warna yang mencolok dengan tujuan

untuk menarik perihatian pembeli dan memperkecil modal yang dikeluarkan

(Chrislia, 2017). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Aryani, 2015)

terhadap makanan jajanan anak sekolah yang menggunakan bahan tambahan

pangan (BTP) berbahaya diantaranya es doger, lolypop, sirup, premen,

kerupuk dan saus, menunjukan bahwa dari 2256 sampel yang diteliti sebanyak

4% yang ditemukan positif mengandung Rhodamin B, sampel positif tersebut

ternyata ditemukan pada es doger, kerupuk, dan saus.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 2010, sekolah

menempati urutan kedua kasus keracunan pangan di Indonesia. Hal ini

ditunjukan pada 45% dari 2984 sampel yang diteliti, merupakan jajanan yang

tidak memenuhi syarat karena mengandung Rhodamin B. (Muflihunna and

Sajadah, 2014). Badan Pengawasan Obat dan Makanan melakukan penelitian

pada tahun 2005 terdapat 861 sampel pangan jajanan anak SD pada 18

provinsi di Indonesia, diantaranya Jakarta, Semarang, Bandar Lampung,

Denpasar, dan Padang. Hasilnya menunjukan bahwa 39,95% (344 sampel)

tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel tersebut 10,45%

mengandung pewarna yang dilarang seperti Rhodamin B dan Methanil

Page 28: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

4

Yellow. Selain itu, sambal yang sering digunakan oleh pedagang di pinggiran

jalan seperti bakso, mie ayam dll mengandung zat pewarna yang dilarang

(Hakiki et al., 2015)

SDN Cirendeu 02 berlokasi di Jl. Inpres Cirendeu Ciputat Timur.

jajanan yang ada di sekitar sekolah ini bermacam-macam seperti bakso, cilok,

cilor, martabak, roti bakar, cilung, bilung dan lain lain. Dari beberapa

makanan yang dijual di sekitar sekolah tersebut terdapat makanan yang

dicurigai mengandung pewarna Rhodamin B yaitu saus, hal ini dikarenakan

penggunaan saus yang warnanya sangat mencolok. Peneliti melakukan studi

pendahuluan terhadap lima jajanan yang sering dibeli anak-anak disekolah

tersebut diantaranya bakso, cilor, martabak, roti bakar, dan cilok. Dari lima

jajanan tersebut, peneliti mengambil sampel saus karena warnanya sangat

mencolok. Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa saus bakso

mengandung zat toksik Rhodamin B.

Sebuah studi ditemukannya zat rhodamin b pada produk pangan yang

beredar di Ciputat, dimana zat pewarna tersebut dilarang karena bersifat

toksik dan berbahaya bagi kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian

meskipun dosis yang digunakan kecil yaitu 0,117 mg/kg BB. Selain itu,

rhodamin b juga bisa menyebabkan kanker hati (La Ode Sumarlin, 2010).

Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima

perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada

Page 29: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

5

dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Anak sekolah biasanya

menyukai makanan yang berwarna mencolok. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan yang dilakukan pada beberapa SD di kelurahan Cirendeu

diantaranya SDN Cirendeu 01, SDN Cirendeu 02, SDN Cirendeu 03, sampel

yang positif pewarna Rhodamin B ada di SDN Cirendeu 02. Lalu dilakukan

wawancara langsung kepada siswa/i SD Inpres Cirendeu 02 didapatkan hasil

daftar beberapa makanan yang sering disukai siswa/i SD, salah satunya adalah

bakso, rata-rata siswa SD membeli bakso dengan menambahkan saus.

Dikarenakan warnanya yang menarik dan menambah cita rasa pada bakso

tersebut. Hal ini harus menjadi perhatian bagi banyak pihak seperti pihak

pemerintah, sekolah, orang tua, karena rhodamin b sangat berbahaya bagi

kesehatan, kurangnya perhatian dan pengawasan dapat mengakibatkan

terjadinya penurunan dan gangguan kesehatan karena 78% anak sekolah jajan

di sekolah dan sekitar 36% asupan energi terpenuhi dari PJAS (Panganan

Jananan Anak Sekolah). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B pada Konsumsi

Saus di SDN Cirendeu 02 Ciputat Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Seiring perkembangan industri di zaman sekarang ini, berbagai jenis

makanan dan minuman yang biasanya dijual oleh para pedagang kaki lima

memiliki bentuk dan warna yang menarik dan mencolok yang tujuannya

untuk mempengaruhi dan menarik perhatian konsumennya. Sehingga banyak

Page 30: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

6

produsen yang curang dengan cara menambahkan zat tambahan makanan

berbahaya dalam proses produksinya karena cukup murah dan gampang di

dapatkan. Keamanan pangan dalam jajanan yang ada di sekitar SDN Cirendeu

2 harus diperhatikan. Hal ini, dikarenakan ditemukannya kandungan

Rhodamin B pada saus yang terdapat dalam jajanan yang dijual di SDN

Cirendeu 2. Anak-anak merupakan salah satu populasi yang ada di lingkungan

SD tersebut, dan rata-rata mereka menambahkan saus ke dalam bakso yang

mereka beli, sehingga anak-anak tersebut berisiko untuk terkena dampak

kesehatan akibat konsumsi saus yang mengandung rhodamin b tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini akan melihat bagaimana

risiko kesehatan ligkungan pajanan rhodamin b pada konsumsi saus di SDN

Cirendeu 2 pada tahun 2019.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan diatas, maka

pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik individu anak-anak usia sekolah yang

mengkonsumsi saus (umur, BB, TB, Jenis Kelamin) di SDN Cireundeu

02 Tahun 2019?

2. Apa saja lima makanan yang disukai oleh anak-anak SDN Cirendeu 02

Tahun 2019 ?

3. Bagaimana gambaran konsentrasi Rhodamin B pada Saus di SDN

Cireundeu 02 Tahun 2019 ?

Page 31: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

7

4. Berapa lama pajanan dan frekuensi pajanan Rhodamin B pada anak–anak

usia sekolah yang mengkonsumsi Saus pada jajanan di SDN Cirendeu 02

Tahun 2019 ?

5. Bagaimana gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime dan

lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang?

6. Bagaimana gambaran tingkat risiko kanker (ECR) dalam 70 tahun yang

akan datang?

7. Bagaimana manajemen risiko kesehatan yang dapat dilakukan terhadap

populasi berisiko di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat resiko kesehatan lingkungan pajanan rhodamin

B pada konsumsi saus di SDN Cirendeu 2 tahun 2019 ?

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik individu anak-anak usia sekolah

yang mengonsumsi saus (umur, BB,TB, jenis kelamin) di SDN Cirendeu

02 Tahun 2019.

2. Diketahuinya lima gambaran makanan yang disukai oleh anak-anak SDN

Cirendeu 02 Tahun 2019.

3. Diketahuinya gambaran konsentrasi Rhodamin B pada saus di SDN

Cirendeu 02 Tahun 2019.

Page 32: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

8

4. Diketahuinya lama pajanan dan frekuensi pajanan Rhodamin B pada

siswa/i SD Cirendeu 02 Tahun 2019.

5. Diketahuinya gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime dan

lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang

6. Diketahuinya gambaran tingkat risiko kanker (ECR) dalam 70 tahun

yang akan datang

7. Diketahuinya manajemen risiko kesehatan yang dapat dilakukan

terhadap populasi berisiko di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan

pertimbangan bagi pihak sekolah untuk mengambil kebijakan dalam

menurunkan tingkat resiko akibat paparan rhodamin b yang terkandung

dalam saus.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk

mengambil kebijakan terhadap pengawasan keamanan pangan.

3. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan peneliti terkait dampak dari

mengkonsumsi makanan mengandung Rhodamin B terhadap kesehatan.

Serta mengembangkan pola pikir peneliti dalam mengkaji permasalahan

keamanan pangan yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga dapat

Page 33: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

9

menemukan solusi pemecahan masalah yang terjadi dan juga Sebagai

referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa

khususnya mengenai analisis risiko kesehatan akibat konsumsi makanan

mengandung Rhodamin B.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terkait pajanan rhodamin b pada saus di SDN Cirendeu 02

dan dampaknya pada anak-anak sekolah di SDN Cirendeu 2. Penelitian ini

menggunakan desain studi Analisi Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dan

dilakukan di SDN Cirendeu 02 pada bulan Juli-Agustus 2019. Penelitian ini

dilakukan dengan cara mengambil sampel saus yang diduga mengandung

rhodamin b dan mengujinya di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah diketahui saus

tersebut mengandung rhodamin b lalu dibawa ke Laboratorium Kesehatan

Daerah DKI Jakarta untuk dilakukan pengujian jumlah kandungan rhodamin b

yang terkandung dalam saus tersebut, untuk mendapatkan data karakteristik

siswa dilakukan wawancara dan pengukuran pengukuran seperti BB, TB.

Dilakukan pada siswa SDN Cirendeu 02 Ciputat kelas 2-6.

Pengolahan data pada studi ini melalui beberapa tahapan dimulai dari

pengambilan data lapangan hingga pengujian univariat menggunakan softwere

pengolah data dan excel, adapun variabel yang libatkan berupa karakteristik

individu (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan), konsentrasi pajanan

personal (intake) rhodamin b, desain studi ARKL melalui prediksi hingga

Page 34: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

10

menetapkan resiko kesehatan degeneratif (RQ) gambaran tingkat resiko (RQ)

hingga kanker (ERC), melalui prediksi 30 & 70 tahun mendatang.

Page 35: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keamanan Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan

pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Di

Indonesia, penyelenggaraan pangan sebagai kebutuhan dasar ini secara jelas

bertujuan untuk menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi

persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat (UU No

18/2012 tentang pangan Bab II, pasal 4, butir b. Karena itu, aspek keamanan

dan mutu pangan merupakan aspek penting dari pangan, dan bahkan dapat

dikatakan sebagai prasyarat dasar bagi pangan di Indonesia (Pasal 1 UU No.

18 Tahun 2012).

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain

yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting

peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat

kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Hidayati, 2006:55).

Page 36: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

12

B. Bahan Tambahan Makanan

1. Makanan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi

pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi menariknya penampilan

makanan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak aman

dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali

(Saparinto and Hidayati, 2012).

Menurut WHO makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan

oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi – substansi lain

yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan

karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia (Chandra,

2005:85). Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus

meningkat mangingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk

mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah

dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera

kebanyakan masyarakat (Suhanda, 2006:204).

2. Definisi Bahan Tambahan Pangan

Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan

Pangan, Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan

Page 37: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

13

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam proses produksi

pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh

konsumen (Febrianti and Hakim, 2018).

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan

Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan.

Penambahan bahan tambahan pada makanan memiliki dosis tertentu

karena bahan tambahan makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan

(Kaunang et al., 2012). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTM adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan mempunyai atau tidak

mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan

(Ratnawati, 2017).

Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan segala jenis pangan

yang dijual di lingkungan sekolah baik di kantin sekolah maupun di

sekitar lingkungan sekolah. Pangan Jajanan Anak Sekolah umumnya

berupa Pangan Siap Saji (PSS) dan Pangan Industri Rumah Tangga

(Pangan IRT) yang diproduksi oleh produsen yang sebagian besar belum

memahami keamanan pangan dengan baik, sementara konsumennya

adalah anak-anak yang rentan terhadap masalah keamanan pangan. Oleh

karena itu PJAS perlu diawasi dengan seksama sehingga anak-anak dapat

tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia Indonesia yang

Page 38: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

14

sehat dan cerdas (Saparinto and Hidayati, 2012). Jajanan di depan sekolah

pada umumnya sangat menarik, harga yang sangat terjangkau oleh

kantung anak-anak dengan uang jajan yang pas-pasan, bentuk dan

penampilannya juga sangat menarik, misalnya sosis kiloan yang dibuat

menjadi sate sosis yang diberi tambahan saus tomat atau cabe, gulali

beraneka bentuk dengan warna-warni yang mencolok, hingga berbagai

minuman kemasan dan minuman jelly yang dengan penampilan menarik

(Anggiarini and Hanim, 2018)

3. Fungsi Bahan Tambahan Makanan

Fungsi dasar bahan tambahan makanan yaitu (Puspitasari 2001

dalam Elizabeth 2009) :

a. Meningkatkan nilai gizi makanan, banyak makanan ynag diperkaya

atau difortifikasi dengan vitamin untuk mengembalikan vitamin yang

hilang selama pemgolahan, seperti penambahan berbagai vitamin B

kedalam tepung terigu, vitamin A dan D ke dalam susu.

b. Memperbaiki nilai sensori makanan, warna, bau dan rasa dan tekstur

suatu bahan pangan berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan.

c. Memperpanjang umur simpan makanan, yaitu untuk mencegah

timbulnya mikroba maupun untuk mencegah terjadinya reaksi kimia

yang tidak dikehendaki selama proses pengolahan dan penyimpanan

Page 39: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

15

4. Peraturan Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Bahan

tambahan pangan yang diizinkan yaitu :

a. Antioksidan

b. Antikempal

c. pengatur keasaman

d. pemanis buatan

e. pemutih dan pematang telur

f. pengemulsi, pemantap, dan pengental

g. pengawet

h. pengeras

i. pewarna

j. penyedap rasa dan aroma, penguat rasa

k. ekuestran.

Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan dan kebijakan

untuk mengatur penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada jajanan anak

sekolah (Anggiarini and Hanim, 2018):

a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal

141 mengatur pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat

bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai

nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau.4 Bahan makanan

yang memiliki nilai gizi yang tinggi dapat memberikan kontribusi

energy yang berguna untuk pertumbuhan anak.

Page 40: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

16

b. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak,

dalam Pasal 45 antara lain mengatur tanggung jawab orang tua dan

keluarga untuk menjaga kesehatan anak.5 Pada anak usia sekolah,

anak-anak belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai

mengenali makanan dan minuman yang bersih dan sehat, sehingga

peran orang tua dan keluarga untuk mengawasi pangan yang

dikonsumsi merupakan keniscayaan.

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Di dalam

Undang-undang ini menjelaskan sedetail-detailnya tentang peraturan

pangan dari segi ketahanan, mutu dan penggunaan bahan pangan.

Dalam Pasal 73 hingga 76 dijelaskan tentang Bahan Tambahan

Pangan. Pasal ini sebagai acuan kita untuk membahas masalah yang

ada pada jajanan anak sekolah yang masih tercemar dengan

penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang, Bahan

Tambahan Pangan yang dilarang seharusnya tidak digunakan kedalam

pangan karena dapat membahayakan manusia dalam kesehatan fisik

dan mental.

d. Peraturan Menteri Kesehatan No 033 Tahun 2012 tentang Bahan

Tambahan Pangan, pada Peraturan ini, dijelaskan secara gamblang dan

terperinci mengenai Bahan Tambahan Pangan. Maka dari itu adanya

Undang-undang yang melarang adanya penggunanaan Bahan

Tambahan Pangan yang dilarang untuk pangan agar oknum yang

Page 41: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

17

masih menggunakan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang kedalam

makanan akan ditindak lanjuti dalam hal pemberian sanksi.

C. Saus

1. Definisi

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari

bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Saus dalam istilah masak-

memasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau

dihidangkan bersamasama makanan sebagai penyedap atau agar makanan

kelihatan bagus. Saus merupakan bahan pelengkap yang digunakan

sebagai tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa

cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik

(biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan

atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang karena mengan-

dung asam, gula, garam dan seringkali pengawet (Putra et al., 2014).

Saus tomat adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah

tomat. Saus tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-

bumbu, berwarna merah sesuai dengan warna tomat yang digunakan

(Kaunang et al., 2012). Saus cabai atau sambal adalah saus yang

diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan

penambahan bumbu-bumbu atau tanpa penambahan makanan lain dengan

bahan tambahan pangan yang diizinkan, tetapi banyak juga yang

melakukan penambahan bahan pengawet yang berlebihan bahkan bahan

pengawet yang tidak di izinkan (Nursari, 2016).

Page 42: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

18

2. Cara Pengolahan Saus

Untuk mendapatan saus cabai berkualitas yang memenuhi standar

mutu ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu perlu

memiliki dan menerapkan standar prosedur operasional, mulai dari

pemilihan bahan baku, dan proses pegolahan (Nur Asni, 2010)

a. Pengolahan saus dilakuakan untuk memilih cabe merah yang baik,

yaitu cabe yang memiliki tingkat kematangan yang optimal yaitu

diatas 60%, kondisi mulus (tidak cacat dan tidak busuk). Kegiatan

tersebut dilakukan untuk memilih cabai merah yang benar-benar

bagus fisiknya, besar, berwarna merah segar, sehat dan mulus (tidak

cacat). Karena jika cabai yang digunakan cacat atau busuk akan

menghasilkan saus cabai yang berwarna suram, oleh karena itu

dibutuhkan cabai yang sudah cukup matang agar nantinya berwarna

merah segar.

b. Setelah proses pemilihan cabai kemudian cabai di dibuang

tangkainya dan di cuci bersih agar menghilangkan kotoran dan sisa

pestisida yang masih menempel lalu ditiriskan sampai kering dan

dikukus pada suhu sekitar 0

c. Tambahkan tepung maizena yang sudah dilarutkan dalam air sebagai

pengikat selama 3-5 menit.

d. Setelah itu campurkan tepung maizena dengan cabai yang sudah

digiling sehingga membentuk bubur cabai

Page 43: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

19

e. Panaskan bubur cabai dan tambahkan bumbu yang dihaluskan

(bawang putih, garam, merica, dan gula) aduk dengan api sedang

sampai mendidih dan mencapai kekentalan yang cukup

Bagan 2.1 Proses pengolahan saus cabai

Dari tabel diatas dapat dilihat cara pengolahan saus cabai dengan

inovasi teknologi menghasilkan saus cabai yang berkualitas yang telah

memenuhi standar mutu SNI 01-2976-2006. Kadar dari saus cabai cukup

tinggi yaitu 78,87%, karena pada proses pengolahan dilakukan

Cabai Merah

Penyortiran dan

Pembuangan

tangkai

Pengukusan 70-80 C

Selama 3-5 Menit

Penambahan Bumbu

dan Pengadukan

Pemanasan Selama

100 C̊

Penambahan Rhodamin B

Pembotolan dan

Pelebelan

Saus Cabai dalam

Kemasan

Page 44: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

20

penambahan air untuk melarutkan tepung maizena menjadi bubur cabai

sehingga kandungan air dalam saus cabai menjadi tinggi dan memenuhi

standar mutu.

3. Critical Point (CP) Saus Cabai

Dalam proses keamanan pangan pada pengolahan cabai, selain untuk

mempertahankan kualitas produk olahan juga untuk mengurangi berbagai

bentuk kontaminasi dari luar. Faktor- faktor yang mempengaruhi

keamanan pangan pada produk olahan cabai antara lain adalah sanitasi.

Jenis kontaminasi yang sering ditemui adalah kontaminasi berupa fisik,

biologi, dan kimia (Nur Asni, 2010).

Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di SD Inpres

Cirendeu hasilnya didapatkan bahwa dari sampel saus yang diteliti

semuanya positif mengandung Rhodamin B. Hal ini harus menjadi

perhatian bagi banyak pihak seperti pihak pemerintah, sekolah, orang tua,

karena rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan meskipun

kandunganya sedikit, kurangnya perhatian dan pengawasan dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan dan gangguan kesehatan.

Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di SD Inpres

Cirendeu hasilnya didapatkan bahwa dari sampel saus yang diteliti

semuanya positif mengandung Rhodamin B. Hal ini harus menjadi

perhatian bagi banyak pihak seperti pihak pemerintah, sekolah, orang tua,

karena rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan, kurangnya perhatian

Page 45: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

21

dan pengawasan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dan gangguan

kesehatan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti kandungan

rhodamin b pada saus yang berada dalam jajanan sekitar SD Inpres

Cirendeu Ciputat Timur Tangerang Selatan Tahun 2018.

No Bahan Bahaya Resiko Tindakan

Pengendalian

1 Cabai - Kimia : Pestisida

- Fisik : Cemaran

tanah, Kotoran

- Mikrobiologi :

bakteri, kapang

Tinggi - Pemilihan cabai dari

busuk dan rusan

- pembuangan cabai

yang busuk dan rusak

- pembuangan tangkai

- pencucian cabai sampai

bersih dengan

menggunakan air besih

2 Air - Kimia : kandungan

logam berat dalam air

- Fisika : Debu

- Mikrobiologi : Bakteri

Sedang - menggunakan air

bersih dan jernih

- tidak menggunakan air

kotor/ tercemar

- merebus air sampai

masak

3 Tepung

Maizena

- Kimia : klorin

(pemutih)

- Fisik : Kerikil,

kotoran, masa

kadaluarsa

- Mikrobiologi : bakteri

Rendah - Pengayakan

- penggunaan sebeum

habis masa kadaluarsa

4 Gula dan

garam

- Fisik : kerikil dan

tanah

Rendah - Pengayakan

5 Merica - Fisika : Tanah dan

kerikil

Rendah - mencuci sampai besih

dari cemaran

6 Bawang

Putih

- Kimia : Pestisida

- Fisika : Tanah dan

Kotoran

Sedang - Penyortiran dari yang

busuk dan rusak

- Pengupasan Kulit

- Pencucian Sampai

Bersih

7 Natrium

Benzoat

- jumlah penggunaan Rendah - Sesuai anjuran

Page 46: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

22

Tabel 2.1 Analisis Bahaya pada Tahapan Proses Pengolahan Saus

No Tahap Bahaya Resiko Tindakan

Pengendalian

1 Penyortiran dan

Pembuangan

Tangkai

- Fisika :Cabai rusak

- Mikrobiologi : Bakteri

Tinggi - Penyortiran cabai

yang rusak

- buang tangkai

2 Pencucian - Kimia : air kotor

/tercemar

- Fisika : Debu

- mikrobiologi : Bakteri

Tinggi - cuci cabai sampai

bersih dari pencemar

3 Pengukusan - Mikrobiologi : bakteri Sedang - pemblansiran

dengan suhu 0 C

- penggunaan air

bersih

4 Penggilingan - kebersihan alat Sedang - pencucian alat

setiap akan

digunakan

5 Pemasakan - Air yang digunakan

tercemar

Sedang - pakai air bersih

6 Pengemasan dalam

botol

- kebersihan botol Tinggi - gunakan air bersih

- segera ditutup

setelah pengisian

D. Bahan/ Zat Pewarna

1. Definisi Zat Pewarna

Pewarna secara umum mengandung residu logam berat karena pada

proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan

pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi

oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Di Indonesia,

peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang

untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No.

722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi,

seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk

sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kertas

dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi

Page 47: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

23

kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut

(Yamlean, 2011).

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan

kualitas makanan juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia

dalam makanan. Oleh karena itu, warna juga dapat memberikan pengaruh

terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman

(Utami and Suhendi, 2009). Zat pewarna makanan merupakan suatu

senyawa berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang

diwarnainya. Warna suatu produk makanan ataupun minuman merupakan

salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk

menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi

petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan

(Putra et al., 2014).

2. Klasifikasi Pewarna Makanan

Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan dapat berupa

zat pewarna alami maupun sintetis/buatan. Pemerintah Indonesia melalui

Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang jenis

pewarna alami dan sintetik yang diizinkan, serta yang dilarang digunakan

dalam makanan pada tanggal 1 Juni 1979 No.235/Menkes/Per/VI/79,

kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal

1 Mei 1985 No. 239/Menkes/Per/ V/85, yang berisikan jenis pewarna

yang dilarang. Terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri

Page 48: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

24

Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas

maksimum penggunaan dan pewarna yang diizinkan di Indonesia (Putra et

al., 2014).

a. Pewarna Alami

Zat pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman,

misalnya warna hijau yang didapat dari klorofil dedaunan hijau dan

warna oranye-merah yang berasal dari karotenoid wortel. Pewarna

alami mudah mengalami pemudaran pada saat diolah dan disimpan

sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah. Menurut

Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis

Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dari segi kehalalan, pewarna alami

justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi, dikarenakan pewarna

natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan

warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk

melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya dan kondisi lingkungan

(Putra et al., 2014).

Jenis- jenis pewarna Alami diantaranya (Ratnawati Fadilah,

2017):

1) Karotenoid

Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna

kuning, merah dan oranye yang secara alami terdapat dalam

tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat, jeruk, algae,

Page 49: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

25

lobster, dan lain-lain. Karotenoid merupakan senyawa yang tidak

larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak.

Diperkirakan lebih dari 100 juta ton. Karotenoid diproduksi setiap

tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai margarin, keju,

sop, pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1 sampai

10 ppm. Zat warna ini juga baik untuk mewarnai sari buah dan

minuman ringan (10 sampai 50 g untuk 1000 liter) dan

mempunyai keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam

sari buah dan dapat memberikan proteksi terhadap kaleng dari

korosi. Dibanding dengan zat warna sintetis, karotenoid juga

mempunyai kelebihan, yaitu memiliki aktivitas vitamin A. Akan

tetapi faktor harga kadang-kadang masih menjadi pertimbangan

pengusaha karena harganya relatif lebih mahal daripada zat warna

sintetis.

2) Karoten

Karoten dan likopen Karoten sendiri merupakan

campuran dari beberapa senyawa yaitu α- β- dan 11 γ- karoten.

Karoten merupakan hidrokarbon atau turunannya yang terdiri dari

beberapa unit isoprena (suatu diena). Sedangkan turunannya

mengandung oksigen disebut xantofil. β-karoten banyak

terkandung dalam wortel dan lada, kadang-kadang bebas dan

kadang-kadang bercampur dengan α- dan γ-karoten. Tidak semua

Page 50: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

26

karoten benar-benar simetrik misalnya α- dan γ-karoten

mempunyai cincin terminal yang tidak sama.

3) Antosianin

Antosianin banyak menarik perhatian untuk dipakai

sebagai pengganti zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No.

2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.

Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye,

merah dan biru. Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry,

rasberry, apel, bunga ros, dan tumbuhan lainnya. Biasanya buah-

buahan dan sayuran warnanya tidak hanya ditimbulkan oleh satu

macam pigmen antosianin saja, tetapi kadang-kadang sampai 15

macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-

lain yang tergolong glikosida-glikosida antosianidin.

4) Kurkumin

Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari

tanaman kunyit (Zingeberaceae). Zat warna ini dapat dipakai

dalam minuman tidak beralkohol, seperti sari buah. Akan tetapi

zat warna ini masih kalah oleh zat warna sintesis dalam hal

warnyanya.

b. Pewarna Sintetis

Pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui

perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering

terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Ada

Page 51: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

27

2 macam pewarna sintetis yaitu FD & C Dyes dan FD & C Lakes

(Ratnawati Fadilah, 2017).

1) FD dan C Dyes

Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan

dalam bentuk serbuk, granula, cairan, campuran warna, pasta dan

dispersi. Dyes tidak dapar larut hampir dalam semua jenis pelarut-

pelarut organik. Jika akan dipakai dalam makanan yang tidak

mengandung air, zat warna ini dapat dilarutkan dulu dalam

gliserin atau propilen glikol. Zat warna ini stabil untuk berbagai

macam penggunaan dalam makanan. Dalam bentuk kering tidak

terlihat adanya kerusakan. Akan tetapi ketidakstabilan zat warna

ini terjadi jika dalam makanan tersebut terkandung bahan-bahan

pereduksi atau makanan teresbut berprotein dan diproses dalam

retort pada suhu tinggi. Juga jika zat warna tersebut kontak.

2) FD dan C Lakes

Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui proses

pengendapan dan absorbsi dye pada bahan dasar (substrat) yang

tidak larut dalam air, yaitu alumina. Lakes tidak larut dalam air,

alkohol dan minyak. Pemakaiannya dapat dengan mendispersikan

zat warna tersebut dalam serbuk makanan dan pewarnaan akan

terjadi, seperti halnya mencampurkan pigmen ke dalam cat.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering

ditemukan pada pangan, terutama pangan jajanan, adalah Metanil

Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B

Page 52: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

28

yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut

sering digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup,

kue-kue, agar, tahu, pisang, tahu goreng, dan lain-lain. Kedua

pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya

tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena

itu dilarang digunakan dalam pangan walaupun jumlahnya

sedikit.

E. Rhodamin B

1. Definisi bahan

Rhodamin b adalah zat pewarna sintetis yang berwarna merah terang

dan beracun dan bersifat karsinogenik. Rhodamin B mengandung

senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa yang berbahaya

dan reaktif (cenderung bereaksi terhadap sesuatu yang timbul). Jika

tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam

tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang

bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa

pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan

dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh (Situmorang and Silitonga,

2015).Sifat kimia rhodamin b (INDRA EKO PRABOWO, 2012) :

Page 53: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

29

Tabel 2.2 Sifat Kimia Rhodamin B

Berat Molekul 479

Rumus Molekul

Nomor CAS 81-88-9

Nomor IMIS 0848

Titik Lebur 16 C

Kelarutan Sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit

larut dalam asam klorida dan natrium

hidroksida

Sinonim Tertraetilrhodamin, D&C Red No. 19,

Rhodamin B Klorida, C.I basic violet 10:

CI. 45170

Deskripsi Kristal hijau atau serbuk merah violet

Gambar 2.1 Struktur Rhodamin B

2. Karakteristik

Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal,

berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan

berwarna merah terang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan

untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai

keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B sering

disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik, misalnya

sirup, saus, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari

dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini

Page 54: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

30

sangat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk

pewarna kertas, wol dan sutra (sugiharti, 2004).

Gambar 2.2 Serbuk Rhodamin B

3. Dampak Kesehatan

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama

(kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker.

Jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu

singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Rhodamin B

masuk kedalam tubuh melalui bebrapa faktor yaitu: Melalui makanan,

yang bisa mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna

merah atau merah muda. Apabila Zat Rhodamin b terhirup dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran

pernapasan. Dan bila zat kimia ini mengenai kulit, maka kulit akan

mengalami iritasi. Jika rhodamin b terkena mata akan mengalami iritasi

Page 55: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

31

yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem

pada mata (Yamlean, 2011).

Pada umumnya, bahaya akibat rhodamin B akan muncul jika zat

warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi rhodamin B juga

dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang

merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah

iritasi saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus

dilakukan adalah segera berkumur, periksa bibir dan mulut jika ada

jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi

kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan

masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan

ikat pinggang untuk melancarkan pernapasan. Segera bawa ke rumah

sakit atau dokter terdekat untuk penanganan selanjutnya (TARMIZI,

2014).

Dampak dari penggunaan Rhodamin b adalah hiperaktivitas dan

kanker. Hiperensitifitas adalah kondisi yang sering disebut sebagai

gangguan hiperkinetik yaitu tingkah laku individu-individu yamg tidak

dapat dikontrol, yang dianggap sangat aktif, terlalu menuruti kata hati,

kurang dapat berkonsentrasi atau anak sulit diatur (Thompson, 2002).

Seorang anak dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif ada tiga yaitu

inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi adalah pemusatan perhatian

yang kurang baik atau kegagalan seorang anak dalam memberikan

Page 56: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

32

perhatian secara utuh (Fadhili, 2010). Implusif adalah ketidakmampuan

mengendalian dorongan yang menyebabkan kecenderungan anak

bertindak tiba-tiba tanpa berfikir (Gichara, 2008).

Kanker merupaka penyakit yang terjadi akibat kerusakan gen

atau DNA sel. Jika salah satu sel genetik mengalami kerusakan maka

akan menghasilkan sel kanker atau neoplasma. Dan sel yang rusak

tersebut akan terus tumbuh dan berkembang biak di dalam tubuh dan

membentuk jaringan baru, sehingga terbentuklah jaringan tumor atau

kanker (Mardiah dkk. 2006). Penyebab kanker ini beragam salah

satunya adalah dari pangan yang kita konsumsi berupa bahan tambahan

pangan yang sering digunakan di dalam proses pengolahan pangan

(Mardiah dkk. 2006).

4. Mekanisme Pajanan ke Manusia

a. Toksikokinetik

1) Absorpsi

Rhodamin B ada didalam makanan atau minuman sebagai

zat pewarna, senyawa tersebut masuk melalui saluran

pencernaan, masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang

masuk kedalam tubuh (ingesti) (Roosdiana et al., n.d.) Jalur

masuk rhodamin b kedalam tubuh manusia melalui jalur kulit,

oral/ingesti. Paparan rhodamin b melalui jalur tersebut dapat

Page 57: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

33

memberikan dampak bagi kesehatan baik akut maupun kronik.

Dampak kronik dapat menyebabkan radang kulit dan alergi.

Penggunaan rhodamin b pada makanan dalam jangka lama akan

mengakibatkan gangguan fungsi hati ataupun kanker (Yuliarti,

2007).

2) Distribusi

Rhodamin b yang telah di absorpsi kemudian diserap oleh

vena mesentrika dan vena porta hepatica akan dimetabolisme di

hepar (Roosdiana et al., n.d.). Zat warna ini diabsorpsi dari

dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat

mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus, Zat

pewarna rhodamin b masuk kedalam tubuh dan mengendap pada

jaringan hati dan menumpuk di jaringan lemak dan diserap oleh

saluran pencernaan serta memiliki ikatan kuat dengan protein

(Putriningtyas et al., 2017).

3) Metabolisme

Rhodamin b merupakan xenobiotika karena senyawa ini

asing bagi tubuh dimana senyawa ini akan dimetabolisme dalam

tubuh dan akan menghasilkan produk samping berupa radikal

bebas, senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam

tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal

Page 58: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

34

inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B

juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat

radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan

DNA dalam tubuh. (Roosdiana et al., n.d.). Zat rhodamin b yang

tidak dapat diolah dan dikeluarkan oleh hati akan tersebar

mengikuti aliran darah dengan cara berinteraksi dengan asam

amino dalam globin darah, sehingga terjadi pembentukan globin

adduct. di dalam hati, senyawa metabolisme lalu

ditransfortasikan ke ginjal. (Yamlean, 2011)

4) Ekskresi

Rhodamin b yang telah mengalami proses metabolisme

diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Ginjal berperan dalam

mengeksresikan senyawa xenobiotika melalui urin (Roosdiana et

al., n.d.)

b. Toksikodinamik

Efek rhodamin b pada kesehatan dapat dibedakan dari cara

masuk zat tersebut. Bila rhodamin b tersebut masuk melalui

makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

terjadi keracunan yang menyebabkan warna urine berwarna merah

muda. Selain itu bisa rhodamin juga bisa masuk melalui minuman,

rhodamin b juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan, melalui

inhalasi rhodamin b jika terhirup dapat menyebabkan iritasi yang

Page 59: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

35

ditandai dengan mata kemerahan dan dan adanya timbunan cairan

pada mata, jika rhodamin b terkena bibir maka akan mengakibatkan

bibir pecah- pecah, kering, gatal, bahkan kullit terkelupas (Ridwan,

2013).

5. Dosis Rhodamin B

Toksikologi Rhodamin B relatif banyak dipelajari, dampak akut

dari Rhodamin B pada tikus adalah sekitar 900 mg/kg/ hari. Level

paparan terendah dilaporkan dapat menyebabkan efek buruk dari

sebuah penelitian menggunakan tikus, konsentrasi makanan 0,02%

(200 mg/kg) menyebabkan kematian pada tikus. Food and Drug

Administration (FDA) menentukan bahwa kadar rhodamin B yang

boleh di makan maksimal sebesar 0,75 mg/hari (IARC, 1978)

Nilai Dosis Referensi (RfD) dari bahan kimia Rhodamin b

menurut US-EPA 2016 adalah 2 x 10-1

mg/kg/hari (0,2) (Andi Veny

Kurniawan et al., 2018) NOAEL Rhodamin B adalah 1 mg/kg/hari

dengan LOAEL terkait 10 mg/kg/ hari. Berdasarkan RfD pada Noael

10 mg/kg/hari untuk kerusakan ginjal. NOAEL ataupun LOAEL

berasal dari studi pemberian makanan (Michelle Pepling et al., 1997)

Page 60: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

36

6. Analisis Kualitatif Rhodamin B Menggunakan Food SecurityKit

batas(Test Kit Rhodamin B)

Gambar 2.3Tes Kit Rhodamin B

Pengujian rhodamin b pada makanan dilakukan dengan cara

(Kartini and Mukti, 2017):

a. Menyiapkan sampel yang akan di tes

b. Haluskan sampel terlebih dahullu menggunakan mortar dan alu.

c. Tambahkan sedikit air agar sampel menjadilebih halus dan

homogen dengan air.

d. Setelah air homogen dengan sampel, ambil air sampel

menggunakan spet sebanyak 1 ml jangan sampai ada padatan

yang masuk

e. Masukan kedalam tabung reaksi

f. Tambahkan 10-20 tetes tes kit rhodamin b kedalam tabung reaksi

yang berisi air sampel

g. Tambahkan 5 tetes preaksi II rhodamin b

Page 61: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

37

h. Lalu tambahkan 10-20 tetes preaksi III rhodamin b

menggunakan pipet tetes

i. Kocok tabung reaksi

j. Jika warna berubah menjadi warna ungu (violet), maka sampel

positif mengandung rhodamin b

7. Analisis Kuantitatif Rhodamin B Menggunakan Spektrofotometri

UV-Vis

a. Alat

Alat yang digunakan pada pengujian spektrofotometri

adalah gelas ukur 100mL, water bath, gelas kimia, timbangan

analitik, spatula, corong, pipet tetes dan batang pengaduk

b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah akuades, HCl 0,1 N,

metanol, Na-sulfat, NaOH 10%, larutan Rhodamin B dan

sampel saus.

c. Prosedur Kerja

1) Preparasi sampel

a) Sampel saus ditimbang sebanyak 4 gram

b) Sampel saus dimasukan kedalam cawan penguap

c) Ditambahkan 16 tetes HCl

d) Ditambahkan 60 mL metanol

e) Dilelehkan diatas water bath

Page 62: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

38

f) Disaring menggunakan keretas saring Whatman

g) Ditambahkan Na-sulfat

h) Disaring kembali

2) Pembuatan larutan induk Rhodamin B

a) Rhodamin B dipipet 0,1 mL

b) Dimasukan kedalam labu takar 1000 mL

c) Ditambahkan akuades sampai batas tera

d) Dihomogenkan

Sebanyak 5 gram sampel (yang diperkirakan mengandung

rhodamin B) ditimbang kemudian sampel dimasukkan kedalam

erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 100 ml larutan amonia 2% dalam

etanol 70% dan didiamkan semalam. Lalu disaring dengan

menggunakan kertas saring Whatman No. 42 kedalam erlenmeyer.

Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian diuapkan diatas

hot plate selama 4 jam pada suhu 6 C. Sampel yang telah menjadi

pekat selama proses penguapan kemudian dilarutkan dengan 30 mL

akuades dan diaduk. Larutan dipisahkan dengan cara dimasukkan

kedalam corong pisah, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH

10% dan dikocok. Larutan diekstraksi dengan 30 mL dietil eter lalu

dikocok dan didiamkan sampai membentuk dua lapisan yaitu lapisan

eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna merah (bawah). Lapisan

air dibuang dengan menggunakan corong pisah sampai mendapat

Page 63: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

39

ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5%

sebanyak 5 mL dengan cara dikocok dan didiamkan. Larutan akan

membentuk dua lapisan yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air

berwarna kecoklatan (bawah). Lapisan air dibuang hingga hanya

terdapat ekstrak eter, kemudian diekstraksi tiga kali, tiap kali dengan

10 mL asam klorida (HCl) 0,1 N hingga lapisan eter tak berwarna

lagi. Lapisan eter dibuang dan ekstrak asam klorida (HCl) 0,1 N

ditampung dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan asam klorida

(HCl) sampai tanda tera.

F. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) merupakan proses

memperkirakan risiko paparan suatu agen toksik pada kesehatan manusia,

termasuk melakukan identifikasi factor ketidakpastian, dan memperhitungkan

karakteristik yang melekat pada suatu agen toksik yang menjadi karakteristik

sasaran yang spesifik. Terdapat lima langkah dalam pelaksanaan ARKL,

yakni identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pemajanan,

karakteristik risiko dan manajemen risiko (Kementrian Kesehatan RI, 2012)

1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Bahaya (hazard) merupakan karakteristik atau sifat benda, kondisi

atau aktifitas yang berpotensial menimbulkan kerusakan, kerugian, kepada

manusia, harta benda dan lingkungan (Herawati, 2007). Identifikasi

bahaya adalah langkah utama dalam ARKL yang digunakan untuk

Page 64: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

40

mengetahui secara spesifik agen resiko yang berpotensi menyebabkan

gangguan kesehatan bila tubuh terpajan, bahaya lingkungan dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu bahaya fisik, kimia, dan biolog (Kementrian Kesehatan

RI, 2012). Identifikasi hazard perlu dilakukan karena tidak mungkin untuk

menganalisa semua zat kimia yang ada di dalam suatu daerah yang

tercemar. Dalam identifikasi bahaya dilakukan studi literatur terkait

gejala – gejala gangguan kesehatan yang berterkaitan dengan agen risiko

yang akan dianalisis. Tahapan ini menjelaskanagen risiko spesifik yang

berbahaya, media lingkungan agen risiko berada, berapa besar

kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, dan gejala

kesehatan yang ditimbulkan (Herawati, 2007).

Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang

Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)

Identifikasi bahaya merupakan proses untuk mengenal dampak buruk

kesehatan yang disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan memastikan

mutu serta kekuatan bukti-bukti yang mendukungnya (daya racun

sistematik dan karsinogenik). Dari hasil identifikasi tersebut dapat

diperoleh karakteristik suatu bahaya.

2. Dosis Respon (Dose-Response Assesment)

Penilaian dosis respon dilakukan untuk melihat daya racun yang

terkandung dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu

kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan duarasi) oleh suatu bahan

Page 65: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

41

berhubungan dengan timbulnya dampak kesehatan (PMK 876, 2001).

Setelah identifikasi bahaya dilakukan selanjutnya adalah melakukan

analisis dosis respon yaitu dengan mencari nilai RfD, dan/ atau RfC,

dan/atau SF dari agen resiko yang menjadi fokus ARKL, dan memahami

efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen resiko tersebut pada

manusia. Analisis dosis respon ini dilakukan dengan studi literatur tidak

harus melakukan penelitian percobaan sendiri (Kementrian Kesehatan RI,

2012)

3. Analisis Pajanan (Exposure Assesment)

Analisis pajanan dilakukan dengan melakukan pengukuran

pemajanan untuk memperkirakan besaran, frekuensi, dan lamanya

pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui semua jalur dan

menghasilkan perkiraan pemajanan numerik (PMK 876, 2001). Analisi

pemajanan digunakan untuk menentukan dosis risk agent yang diterima

individu sebagai asupan atau intake (I). Perhitungan intake membutuhkan

nilai-nilai default (standar) berupa variabel faktor pemajanan (Defriman

Djafri, 2014). Berikut ini rumus perhitungan intake yang digunakan:

a. Perhitungan Intake non Karsinogenik (INK)

1) Intake pada jalur pemajan ingesti (tertelan)

Page 66: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

42

Tabel 2.3 Keterangan Rumus Intake non Karsinogenik

Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default Ink (Intake) Jumlah konsentrasi agen

risiko (mg) yang masuk

ke dalam tubuh manusia

dengan berat badan

tertentu (kg) setiap

harinya

mg/kg x hari Tidak ada nilai

default

C (Concentration) Konsentrasi agen risiko

pada air bersih/minum

atau pada makanan

mg/l

(air)

mg/kg

(makana

n)

Tidak ada nilai

default

R (Rate) Laju konsumsi atau

banyaknya volume ai

atau jumlah berat

makanan yang masu

setiap jamnya

liter/hari

(air)

gram/har

i

(makana

n)

Air Minum

Dewasa

(Pemukiman) :

2 liter/hari

Anak-anak

(Pemukiman) :

1 liter/hari

Dewasa

(Lingkungan

kerja) : 1

liter/hari

Makanan

Buah-buahan :

42 gram/hari

Sayuran : 80

gram/hari

Ikan tangkapan

: 54 gram/hari

fE (Frecuency of

exposure)

Lamanya atau jumlah

hari terjadi pajanan

setiap tahunnya

Hari/tahun Pajanan pada

pemukiman :

350 hari/tahun

Pajanan pada

lingkungan

kerja : 250

hari/tahun

Dt (Duration

Time)

Lamanya atau jumlah

tahun terjadinya pajanan

Tahun Residensial

(pemukiman)/pajanan

seumur hidup : 30

tahun

Wb (Weight of

body)

Berat badan

manusia/populasi/kelom

pok populasi

kg Dewasa asia/

Indonesia : 55 Kg

Anak-anak : 15 kg

Tavg (time

average)

Period waktu rata-rata

untuk efek non

karsinogenik

Hari 30 tahun x 365

hari/tahun : 10.950

hari

Page 67: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

43

Tabel 2.4 Keterangan Rumus Intake Karsinogenik

Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default Ink (Intake) Jumlah konsentrasi agen

risiko (mg) yang masuk

ke dalam tubuh manusia

dengan berat badan

tertentu (kg) setiap

harinya

mg/kg x hari Tidak ada nilai

default

C (Concentration) Konsentrasi agen risiko

pada air bersih/minum

atau pada makanan

mg/l (air)

mg/kg

(makanan)

Tidak ada nilai

default

R (Rate) Laju konsumsi atau

banyaknya volume ai

atau jumlah berat

makanan yang masu

setiap jamnya

liter/hari

(air)

gram/hari

(makanan)

Air Minum

Dewasa

(Pemukiman

) : 2

liter/hari

Anak-anak

(Pemukiman

) : 1

liter/hari

Dewasa

(Lingkungan

kerja) : 1

liter/hari

Makanan

Buah-

buahan : 42

gram/hari

Sayuran : 80

gram/hari

fE (Frecuency of

exposure)

Lamanya atau jumlah

hari terjadi pajanan setiap

tahunnya

Hari/tahun Pajanan

pada

pemukiman

: 350

hari/tahun

Dt (Duration Time) Lamanya atau jumlah

tahun terjadinya pajanan

Tahun Residensial

(pemukiman)/paja

nan seumur

hidup:: 30 tahun

Wb (Weight of

body)

Berat badan

manusia/populasi/kelomp

ok populasi

Kg Dewasa asia/

Indonesia : 55 Kg

Tavg (time

average)

Period waktu rata-rata

untuk efek non

karsinogenik

Hari 70 tahun x 365

hari/tahun =

25.550 hari

Page 68: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

44

b. Perhitungan Intake Karsinogenik

Perhitungan nilai Intake karsinogenik pada jalur pemajanan

ingesti (tertelan) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

4. Karakteristik Resiko (Risk Characterization)

Karakteristik risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko

dengan mengintegrasikan informasi daya racun dan pemajanan kedalam

“perkiraan batas atas” risiko kesehatan yang terkandung dalam suatu

bahan (KMK 876, 2001). Karakteristik risiko dilakukan untuk

menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis

berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat atau tidak.

Karakteristik risiko dilakukan dengan membandingkan intake dengan

konsentrasi/dosis agen risiko tersebut. Tingkat risiko dikatakan aman jika

intake <RfD atau RfC atau dinyatakan dengan RQ <1. Sedangkan tingkat

risiko dikatakan tidak aman jika intake >RfD atau RfC atau dinyatakan

dengan RQ>1 (Dirjen PP&PL, 2012).

Tingkat risiko untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam Risk

Quotien (RQ). Untuk mengetahui tingkat risiko non karsinogenik

dilakukan perhitungan dengan cara membagi intake dengan RfC atau RfD.

Tingkat risiko dikatakan aman apabila intake ≤ RfD atau RfC nya atau

Page 69: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

45

dinyatakan dengan RQ ≤ 1. Tingkat risiko dikatakan tidak aman bilamana

intake > RfD atau RfC nya atau dinyatakan RQ > 1(Kementrian Kesehatan

RI, 2012).

a. Karakterisasi Risiko Pada Efek Non Karsinogenik

Tingkat risiko pada efek non karsinogenik dinyatakan dalam Risk

Quotien (RQ).perhitungan karakterisasi risiko untuk efek non

karsinogenik, dilakukan dengan membandingkan atau membagi Intake

dengan RfC atau RfD. Berikut ini merupakan rumus untuk

menentukanRisk Quotien (RQ) :

Tingkat resiko dikatakan aman jika intake ≤ RfD dinyatakan

dengan RQ ≤ tingkat resiko dikatakan tidak aman apabila intake > Rfd

atau RfC atau dinyatakan dengan RQ > 1.

b. Karakteristik Risiko Karsinogenik

Tingkat risiko untuk efek karsnogenik dinyatakan dalam notasi

Excess Cancer Risk (ECR).Perhitungan karakterisasi risiko efek

karsinogenik dilakukan denan mengalikan intake dengan SF (slope

factor).Nilai SF merupakan nilai referensi yang didapatkan melalaui

studi literatur. Berikut ini merupakan rumus unuk menetukan Excess

Cancer Risk (ECR) :

Page 70: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

46

Keterangan :

I (intake) : intake yang telah dihitung dengan intake

karsinogenik sebelumnya

SF (slope factor) : nilai referensi agen resiko dengan efek

karsinogenik

Tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan acceptable

atau aman bila nilai ECR< E-2 atau dinyatakan dengan ECR

<1/10.000. tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan tidak

aman apabila nilai ECR>IE-2 atau dinyatakan dengan ECR>1/10.000.

5. Manajemen Resiko (Risk Management)

Manajemen risiko merupakan langkah tindak lanjut apabila nilai

hasil karakteristik risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman atau

dengan niali RQ>1. Manajemen risiko dilakukan untuk memperkecil

dampak pajanan dari suatu agen melalui strategi pegelolaan risiko yang

meliputi penentuan batas aman konsentrasi agen risiko (C), Jumlah

Konsumsi (R), waktu pajanan (tE), frekuensi pajanan (fE), dan durasi

pajanan (Dt). Manajemen risiko dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

a. Konsentrasi aman non karsinogenik

Konsentrasi aman non karsinogenik (ingesti)

Page 71: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

47

b. Konsentrasi aman karsinogenik

Konsentrasi aman karsinogenik (ingesti)

(

)

c. Penentuan jumlah konsumsi aman (R)

Laju konsumsi aman non karsinogenik (Ingesti)

d. Penentuan waktu pajanan aman (te)

Waktu pajanan aman non karsinogenik (ingesti)

(

)

e. Penentuan frekuensi pajanan aman (fE)

Frekuensi pajanan aman karsinogenik (ingesti)

(

)

f. Penentuan durasi pajanan aman (Dt)

Durasi pajanan aman karsinogenik (ingesti)

Page 72: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

48

(

)

Keterangan :

C(aman) (concentration) : konsentrasi agen resiko pada

makanan yang aman

R(aman) : laju konsumsi atau banyaknya

volume makanan (gram) yang masuk

kedalam tubuh setiap harinya yang

aman.

RfD (reference dose) : nilai kuantitatif atau dosis suatu agen

resiko yang dijadikan referensi untuk

nilai aman bagi tubuh.

SF (slope factor) : nilai kuantitatif atau agan resiko

karsinogenik yang dijadikan referensi

untuk nilai yang aman bagi tubuh dari

efek karsinogenik.

R (rate) : laju asupan (volume makanan yang

masuk kedalam tubuh (gram) setiap

harinya)

tE(time of exposure) : lamanya atau jumlah jam terjadinya

pajanan setiap harinya

Dt (duration time) : lamanya atau jumlah tahun

terjadinya pajanan

Wb (weight of body) : berat badan populasi/ kelompok

populasi

Page 73: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

49

Tavg (time averange) : untuk agen resiko dengan efek non

karsinogenik: periode waktu rata-

ratauntuk efek karsinogenik

Adapun cara pengelolaan risiko yang dapat dilakukan melalui

beberapa pendekatan diantaranya strategi komunikasi risiko untuk

menyampaikan informasi risiko kepada masyarakat atau populasi yang

berisiko, pemerintah, maupun pihak berkepentingan lainnya (Dirjen

PP&PL, 2012).

Page 74: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

50

G. Kerangka Teori

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Kementrian Kesehatan 2012

Konsentrasi Rhodamin B

saus

Paparan Rhodamin B

saus Manajemen Risiko

Lama pajanan

Laju asupan

Durasi pajanan

Frekuensi pajanan

Antropometri (berat badan)

Intake rhodamin B Tingkat

Risiko

RQ <1 Non

KarsinogenikRQ

Sumber Rhodamin B:

1. Makanan 2. Minuman

Karsinogenik ECR

RQ >1

E<-4

E>-4

Page 75: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

51

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL

A. Kerangka Konsep

Rhodamin B pada manusia dapat berasal dari berbagai sumber

seperti makanan dan minuman. Kadar rhodamin yang terdapat dalam saus

dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui ingesti (oral). intake

Rhodamin B dipengaruhi oleh laju asupan, lama pajanan, waktu pajanan,

frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan, sedangkan dalam

mengetahui tingkat risiko kesehatan aman atau tidak aman diperoleh

dengan cara membagi intake dengan dosis referensi (RfD).

Jumlah pajanan personal rhodamin b pada seseorang dapat

dipengaruhi oleh usia, berat badan, durasi pajanan, frekuensi pajanan, laju

asupan, lama pajanan, jenis kelamin. Tingkat risiko dapat dipengaruhi oleh

intake dan dosisi referensi (RfD), dan dilihat tingkat resiko karsinogenik

dan non karsinogeniknya. Jika risiko non karsinogenik (RQ) nilai RQ>1

maka perlu adanya manajemen risiko, dan apabila risiko karsinogenik

(ECR) memiliki nilai E>-4 (0,0001) maka diperlukan manajemen risiko.

Page 76: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

52

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan penyerderhanaan pemikiran dan

memfokuskan penelitian pada beberapa variabel tertentu. Rhodamin b

menimbulkan masalah kesehatan bagi populasi yang beresiko, dalam hal

ini yang menjadi populasi beresiko adalah anak-anak SDN Cirendeu 02.

Besar resiko tersebut dipengaruhi oleh berat badan (Wb), laju asupan (R),

lama pajanan (tE0), frekuensi pajanan (fE), dan durasi pajanan (Dt).

Karakteristik- karakteristik tersebut berpengaruh terhadap dosisi yang

diterima. Dosis yang diterima melebihi batas aman dapat menimbulkan

resiko kesehatan. Besarnya resiko yang dapat menimbulkan masalah

kesehatan disebut Risk Quitient (RQ) sedangkan resiko kesehatan

karsinogenik disebut ECR. Variabel independen dalam konsentrasi

rhodamin b pada saus. Sedangkan variabel independen berupa tingkat

resiko karsinogen (ECR) dan tingkat resiko non karsinogen (RQ).

Konsentrasi

Rhodamin B

dalam saus

Intake

Rhodamin B

Tingkat Risiko Non-

Karsinogenik (RQ) dan

Karsinogenik (ECR)

Lama pajanan

Laju asupan

Durasi pajanan

Frekuensi pajanan

Berat badan

Manajemen

Resiko

Karakteristik Individu:

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Tinggi Badan

Page 77: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

53

B. Definisi Operasional

Table 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur

Usia Lama waktu hidup sejak dilahirkan Tahun Kuesioner Wawancara

Rasio

Jenis Kelamin Perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi

biologi laki-laki dan perempuan yang

menentukan perbedaan peran mereka

dalam menyelenggarakan upaya

meneruskan garis keturunan.

a. Laki-laki

b. Perempuan

Kuesioner Wawancara

Nomial

Tinggi Badan Hasil pengukuran panjang tulang-

tulang dalam tubuh yang membentuk

poros tubuh yang diukur dari titik

tertinggi kepala ke titik terendah dari

tulang kaki

cm Alat pengukur tinggi

badan (statur meter)

Mengukur tinggi badan

siswa menggunakan statur

meter

Rasio

Berat Badan Berat badan yang diukur pada saat

pengukuran langsung atau observasi

dilakukan

kg Timbangan Menimbang berat badan

siswa dengan menggunakan

timbangan digital

Rasio

Konsentrasi

Rhodamin B pada

saus

Kadar zat kimia Rhodamin b yang

terdapat pada saus

Mg/kg Spektrofotometri Pengukuran menggunakan

Spektrofotometri

Rasio

Waktu pajanan (tE) Periode waktu sampel terpajan

rhodamin b dihitung berdasarkan

jumlah konsumsi saus ber rhodamin b

dalam satu hari

Jam/hari Kuesioner Wawancara Rasio

Page 78: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

54

Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur

Pajanan Personal

(intake)

Jumlah rhodamin b yang dikonsumsi

oleh siswa/i

Mg/kg/hari

Exsposure Assesment Persamaan Intake

Rasio

Frekuensi pajanan

(fE)

Jumlah porsi yang dikonsumsi siswa/i

dalam hari per tahun

Hari/tahun Kuesioner Wawancara Rasio

Durasi pajanan (Dt) Lamanya waktu konsumsi rhodamin

di lokasi penelitian

Hari/Bulan/Tah

un

Kuesioner Wawancara Rasio

Tingakat risiko (RQ) Besarnya risiko non karsinogenik

konsumsi rhodamin b terhadap siswa

SD

Tidak ada

satuan

Software komputer Persamaam

Rasio

Tingkat Risiko

Karsinogenik (ECR)

Besarnya risiko karsinogenik pajanan

Rhodamin B pada saus tehadap

siswa/i SD

Tidak ada

satuan

Software komputer

ECR = SF X I Rasio

Manajemen Risiko Penentuan batas aman konsentrasi (C)

Rhodamin B dan laju asupan (R)

konsumsi saus pada siswa/i SD

mg/kg x hari

gr/hari

Software komputer

1. Batas aman konsentrasi

(C) =

2. Batas aman laju asupan

(R) =

Rasio

Page 79: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

55

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain studi dalam penelitian ini menggunakan metode Analisis

Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Analisis Resiko Kesehatan

Lingkungan (ARKL) merupakan metode untuk menghitung estimasi

resiko akibat pajanan suatu agen baik kimia maupun biologi pada

populasi beresiko dengan mempertimbangkan karakteristik agen dan

populasi.

Prosedur penelitian dalam metode ARKL meliputi langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis Rhodamin b

dalam saus dengan menggunakan test kit Rhodamin B, apabila

warna saus berubah menjadi violet setelah ditetesi tes kit rhodamin

b, maka saus tersebut positif mengandung Rhodaamin B.

Selanjutnya sampel saus dibawa ke Laboraturium Kesehatan

Daerah untuk analisis kuantitatif konsentrasi Rhodamin B yang

terkandung dalam saus tersebut dengan menggunakan alat

Spektrofotometri UV-Vis.

Page 80: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

56

2. Analisis Dosis Respon (Dose-Response Assessment)

Analisis dosis respon untuk menentukan hubungan antara

besarnya dosis pajanan bahan kimia terjadinya efek yang merugikan

bagi kesehatan manusia. Tingkat toksisitas dari suatu agen risiko

dinyatakan dalam dosis referensi. Untuk jalur ingesti yang bersifat

non karsinogenik toksisistas agen dinyatakan dalam dosis Reference

Dose (RfD). Dan untuk pajanan yang bersifat karsinogenik

toksisitas agen dinyatakan dalam nilai Slofe Factor (SF). Nilai RfD

dan SF didapatkan dengan melakukan kajian literatur.

3. Analisis Pemajanan (Ezposure Assessment)

Analisis pajanan dilakukan dengan mengestimasi jumlah

asupan atau intake inhalasi setiap harinya dengan menghitung

konsentrasi Rhodamin B, laju inhalasi, lama pajanan, frekuensi

pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Intake dihitung secera

realtime (perhitungan nilai intake responden pada saat dilakukannya

penelitian) dan Lifetime (perhitungan nilai intake berdasarkan

proyeksi selama rentang waktu 30 tahun). Pajanan lifetime yang

digunakan adalah Dt 70 tahun untuk karsinogenik.

4. Karakteristik Resiko (Risk Characteristik)

Karakteristik risiko adalah upaya untuk mengetahui apakan

populasi beresiko atau tidak. prakiraan resiko numerik yang

didapatkan dari perbandingan asupan (intek) dengan dosis referensi

(RfD). Tingkat risiko dinyatakan dengan Risk Quotiens (RQ) untuk

efek non karsinogenik. Risiko kesehatan perlu dikendalikan jika

Page 81: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

57

RQ>1 jika RQ ≤ 1 risiko tidak perlu dikendalikan tetapi segala

kondisi harus dipertahankan agar nilai RQ tidak melebihi 1.

Sedangkan perhitungan ECR didaatkan dari perkalian antara nilai

SF dan nilai asupan (intake).

5. Manajemen Risiko

Langkah tindak lanjut yang harus dilakukan apabila hasil

karakteristik risiko menunjukan tingkat risiko yang tidak aman

ataupun unaceptable. Strategi pengelolaan yang dilakukan salah

satunya adalah penentuan batas aman.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 sampai dengan

bulan Juli 2019 di SDN Cirendeu 2 Ciputat, Laboraturium Kesehatan

Lingkungan Fikes UIN Jakarta, dan Laboraturium Kesehatan DKI

Jakarta.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang

mempunyai karakteristik tertentu dan dijadikan target. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i Sekolah Dasar Negeri

Cirendeu 02 Ciputat dari kelas 2 sampai kelas 6 yang berjumlah

138 orang.

Page 82: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

58

2. Sampel

a. Sampel Makanan

Sampel makanan dalam penelitian ini adalah saus yang

dijual pedagang bakso didepan SDN Cirendeu 2. Pengambilan

sampel saus diawali dengan cara menyediakan alat dan bahan:

1. Alat

Alat yang digunakan dalam pengambilan saus

adalah sendok untuk mengambil saus atau dengan

menuangkan saus langsung dari wadah nya ke plastik

sampel yang disediakan.

2. Bahan

a) Plastik sampel steril

b) Label

c) Pulpen/spidol

Setelah alat dan bahan tersedia, dilakukan pengambilan

sampel saus dengan mengambil saus sesuai kebutuhan ke

plastik sampel steril lalu ditutup dan diberi label. Label berisi

nama/jenis makanan, lokasi pengambilan sampel, waktu

pengambilan sampel. Selanjutnya sampel dibawa ke

laboraturium kesehatan daerah untuk dilakukan pengujian

kuantitatif Rhodamin B.

Page 83: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

59

b. Sampel Anak SD

Sampel dalam penelitian ini merupakan anak SDN kelas

2-6 yang berjumlah 132 responden dan mengkonsumsi saus

yang mengandung Rhodamin B yang dijual disekitar SDN

Cirendeu 2 Ciputat. Kelas 1 tidak masuk sampel karena kelas

1 belum sampai satu tahun berada di SDN Cirendeu 02. Salah

satu syarat untuk penelitian ARKL sampel yang kita teliti

harus sudah terpapar minimal 1 tahun. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji Total

Sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Responden diberikan pertanyaan dengan metode

wawancara pertanyaan yang ditanyakan dalam penelitian ini

berupa data terkait karakteristik individu sepetri umur, jenis

kelamin, berat badan, waktu pajanan, frekuensi pajanan,

durasi pajanan didapatkan melalui wawancara. Dalam

penelitian ini dilakukan dengan pengujian dengan total

sampel.

c. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Siswa SD

Dalam penelitian ini kriteria inklusi merupakan sampel

yang akan diteliti, yakni siswa/i SDN Cirendeu 02 Ciputat

kelas 2 sampai kelas 6 yang mengkonsumsi saus yang dijual

di SDN Cirendeu 02 yang berjumlah 138 orang.

Sedangkan kriteria eksklusinya pada saat penelitian

adalah siswa yang tidak pernah mengkonsumsi saus yang

Page 84: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

60

dijual di lingkungan SD Cirendeu 02, Siswa/i kelas 1 SDN

Cirendeu 02.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang akan digunakan dapat melalui

pengumpulan data primer dan data sekunder sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

pengujian kuantitatif zat pewarna Rhodamin B, lalu dilakukan

juga wawancara dan pengukuran langsung ditempat penelitian

yang terdiri dari umur, jenis kelamin, lama pajanan, frekuensi

pajanan, durasi pajanan, berat badan, dan tinggi badan.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data nama-nama

siswa kelas 1-6 yang diperoleh dari sekolah SDN Cirendeu 02.

2. Uji Laboraturium

Uji laboraturium pada penelitian ini digunakan untuk

memperoleh data ada atau tidaknya zat rhodamin b serta kadar

rhodamin b tersebut dalam saus. Analisis ini dilakukan dengan

menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis (Longdong, 2017)

Spektrofotometri UV-Visibel yang digunakan adalah merek

Agilent, bandwidth 1 nm dan metode operasional seperti

pemindaian, pemrograman panjang gelombang, analisis kualitatif,

Page 85: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

61

pemindaian analisis kualitatif dan lain-lain. Fitur-fitur yang ada

antara lain pengoprasian sinar ganda, troughput yang besar,

penyimpangan lampu fiber optik rendah, memiliki beragam

aksesoris dan peralatan serta berperangkat lunak WinLab UV.

Keunggulannya yaitu dapat menganalisis semua jenis farmakope,

cocok untuk semua jenis sampel cairan serta memiliki stabilitas,

akurasi dan kemampuan memroduksi yang tinggi (PerkinElmer,

2015). Berikut prosedur pengujian di Laboraturium Kesehatan

Daerah Jakarta:

a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

erlenmeyer, hot plate, timbangan, corong pisah,

spektrofotometer UV-Vis merek Agilent, Labu takar, gelas

arloji, gelas ukur, pipet, spatula, batang pengaduk.

b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah: saus, standar Rhodamin b,

aquades, HCL 0,1 N, Naoh 10%

c. Prosedur Kerja

1) Persiapan larutan standar

a) Ditimbang standar rhodamin b sebanyak 5 mg

b) Dilarutkan dalam HCL 0,1 ad 25 ml (larutkan stok

standar 200 ug/ml)

c) Dari larutan stok standar 200 ppm, dipipet sebanyak 0,1

ml

Page 86: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

62

d) Dilarutkan dalam 10 ml HCL 0,1 N

2) Persiapan Larutan Sampel

a) Ditimbang 10 gr sampel (dalam beaker glass)

b) Ditambahkan air 30 ml

c) Ditambahkan NaOH 10% 6 ml

d) Diekstraksi 2x masing-masing dengan 30 ml eter

e) Diambil fase eter (atas), lalu dicuci dengan 20 ml NaOH

0,5%

f) Diambil fase eter (atas), lalu diekstrasi dengan 10,0 ml

HCl 0,1 N

g) Ditampung fase larutan asam (bawah) dalam tabung

reaksi

h) Dipipet 2,0 ml larutan tersebut dan ditambahkan HCl

0,1 N ad 10,0 ml

3) Persiapan larutan spike

a) Ditimbang 10 gr sampel (dalam beaker glass)

b) Ditambahkan larutan stok standar 200 ppm sebanyak

0,25 ml (penambahan standar : 0,1 ug/ml atau mg/kkg)

c) Ditambahkan air 30 ml

d) Ditambahkan NaOH 10 % 6 ml

e) Diekstraksi 2x masing-masing dengan 30 ml eter

f) Diambil fase eter (atas), lalu dicuci dengan 20 ml NaOH

0,5%

Page 87: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

63

g) Diambil fase eter (atas), lalu diekstrasi dengan 10,0 ml

HCl 0,1 N

h) Ditampung fase larutan asam (bawah) dalam tabung

reaksi

i) Dipipet 2,0 ml larutanntersebut dan ditambahkan HCl

0,1 N ad 10,0 ml

j) Diukur larutan standar, sampel dan spike dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang ±

558 nm

k) Digunakan HCl 0,1 N sebagai blanko

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Test Kit Rhodamin B

Test kit Rhodamin B merupakan alat dan bahan yang

digunakan untuk menguji kualitatif saus pada sampel saus.

2. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merpakan alat yang digunakan

untuk menguji kuantatif Rhodamin B pada sampel makanan.

3. Kuesioner dan alat pengukuran antropometri

Kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan-

pertanyaan yang ada dalam kuesioner mengacu pada sumber

kepustakaan yang ada termasuk dari penelitian sebeumnya.

Instrumen penelitian yang telah disusun perlu dilakukan uji validitas

dan reabilitas sebelum dilakukan penelitian. Uji validitas dan

Page 88: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

64

reliabilitas sebelum dilakukan pada siswa/i SDN Cirendeu 2. Selain

itu dalam penelitian ini juga menggunakan timbangan berat badan

untuk mengukur berat badan responden dan kalkulator utntuk

menghitung dalam penelitian yang dilakukan.

F. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya data akan

diolah. Proses pengolahan data yang dilakukan menggunakan metode

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan cara melakukan

perbandingan antara intake yang diterima oleh pedagang dengan

konsentrasi referensi (RfD) yang aman untuk pajanan rhodamin b.

Dalam proses pengolahan data terdapat empat tahapan yakni:

1. Editing

Editing adalah suatu kegiatan untuk melakukan pengecekan

ataupun perbaikan terhadap kuesioner yang telah dikumpulkan.

Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan

pemeriksaan kembali untuk memastikan agar tidak ada data yang

tidak terisi maupun tidak dapat dibaca. Pemeriksaan kuesioner ini

dilakukan saat peneliti masih berada dilokasi peneliti.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti untuk

memberikan kode pada setiap pertanyaan dan jawaban pada

kuesioner. Proses coding dilakukan setelah data diperiksa ketepatan

dan kelengkapannya.

Page 89: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

65

3. Entri

Setelah data di coding, selanjutnya data dimasukan ke dalam

softwere khusus pengolahan data untuk kemudian dilakukan

pengolahan.

4. Cleaning

Cleaning adalah tahap terakhir dalam pengolahan data. Tahap

ini merupakan kegiatan untuk pemeriksaan kembali semua data

yang telah dimasukan ke dalam softwere agar tidak terjadi

kesalahan maupun missing pada data sehingga data yang dihasilkan

valid.

Tabel 4.1 Konversi Matematis Perhitungan ARKL

Keterangan DO aman Hasil Konversi Digit matematis

Konsentrasi (C) Mg/kg Mg/gr 10-3

SF - 1/ NOAEL -

G. Analisi Data

1. Analisis Univariat

Untuk mengetahui sebaran data menggunakan uji normalitas

dimana data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk

mengetahui jenis sebaran datanya. Analisis univariat terdapat dua

jenis data. Untuk data kategorik analisis data disajikan dalam

bentuk jumlah dan presentase. Sedangkan untuk data numerik data

disajikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi, minimum –

maksimum dan kenormalan distribusi.

Page 90: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

66

Variabel kategorik yang disajikan dalam penelitian ini

diantaranya adalah jenis kelamin. Sedangkan untuk variabel

numerik yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya adalah

konsentrasi Rhodamin b, berat badan, laju ingesti, durasi pajanan,

frekuensi pajanan dan lama pajanan. Dan proses analisis data

dilakukan dengan menggunakan softwere analisis data. Variabel

yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

2. Perhitungan Nilai Intake

Data konsentrasi rhodamin b pada saus, data antropometri dan

data karakteristik pedangang yang telah terkumpul dilakukan

analisis dan dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai intake.

Nilai Intake dapat diketahui dengan menggunakan rusmus,

Keterangan:

Ink : Intake Rhodamin b (mg/kg/hari)

C : Konsentrasi Rhodamin b (mg/kg)

R : Laju Inhalasi (mg/kg)

tE : Lama Pajanan (jam/hari)

fE : Frekuensi Pajanan (hari/tahun)

Dt : Durasi Pajanan (tahun)

Wb : Berat Badan (kg)

Tavg : Periode Waktu Rata-Rata

Page 91: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

67

3. Perhitungan Risiko Non Kanker

Untuk mengetahui tingkat risiko non karsinogenik (RQ)

menggunakan rumus:

Keterangan:

RQ : Tingkat Risiko Rhodamin B (Efek Non Karsinogenik)

I : Intake Rhodamin B (mg/kg/hari)

RfD : Dosisi Referensi Rhodamin B (m/kg/hari)

Dalam hal tingkat risiko apabila didapati nilai (RQ) > 1 maka harus

dilakukan pengelolaan risiko

4. Perhitungan Risiko Kanker

Untuk mengetahui tingkat risiko karsinogenik (ECR)

menggunakan rumus:

Keterangan:

ECR : Tingkat Risiko Rhodamin B (Efek Karsinogenik)

I : Intake Rhodamin B (mg/kg/hari)

SF : Slope Factor (Nilai Referensi Agen Risiko dengan Efek

Karsinogenik.

Page 92: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

68

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum SDN Cirendeu 02

SDN Cirendeu 02 adalah Sekolah dasar yang terletak di wilayah

Cirendeu Ciputat Timur. Gedung SDN 02 Cirendeu terdiri dari 2

lantai, 13 ruang kelas, 1 perpustakaan dan terdapat 1 kantin sekolah

dengan luas tanah sebesar 1250 m2. Berdasarkan studi pendahuluan,

sekolah yang terdapat penjual bakso diantaranya SDN Cirendeu 01,

SDN Cirendeu 02, dan SDN Cirendeu 03. Selanjutnya dilakukan

pengujian keberadaan pewarna Rhodamin B dalam saus bakso

menggunakan alat test kit Rhodamin B dengan metode kolorimetri.

Hasil dari penggunaan alat tes tersebut ditemukan Rhodamin B pada

saus bakso.

Siswa/i SDN Cirendeu 02 biasa membeli makanan di kantin

sekolah maupun jajanan diluar kantin sekolah. Akan tetapi

kebanyakan anak SD lebih suka membeli jajanan di luar kantin, hal

ini dikarenakan makanan yang ada dikantin kurang variatif.

Page 93: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

69

Tabel 5.1 Jumlah Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin SDN Cireundeu 02

Tahun 2019

Kelas Jenis Kelamin

N

Laki-laki Perempuan

I A 18 13 31

1 B 13 16 29

II A 10 14 24

II B 20 12 32

III A 15 20 35

III B 20 14 34

IV A 19 15 34

IV B 19 17 36

IV C 17 13 30

V A 17 20 37

V B 17 18 35

VI A 20 18 38

VI B 17 17 34

Total 222 207 429

Sekolah tersebut memiliki jumlah siswa/i 429 orang

dengan jumlah siswa laki-laki 222 orang dan sisa prempuan 207

orang yang dibagi dalam 13 kelas.

B. Hasil Penelitian

1. Kadar Rhodamin B

Ditemukan zat Rhodamin B pada saus yang digunakan oleh

penjual jajanan di SDN Cirendeu 02. Hasil pengukuran kadar

Rhodamin B yang diperoleh dari hasil uji spektrofotometri di

Laboraturium Kesehatan Daerah DKI Jakarta, seperti tabel dibawah

ini:

Page 94: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

70

Table 5.2 Hasil Analisis Laboratorium Kadar Rhodamin B dalam Saus di

SDN Cirendeu 02

Nama

Sekolah

Makanan Kadar (mg/kg) Tahun Temuan

SDN

Cirendeu 02

Saus 0,00917 mg/g/hari 2019

Berdasarkan hasil pengukuran kadar Rhodamin B, diketahui

kadar penggunaan Rhodamin B yang ditemukan pada saus bakso di

SDN Ciereundeu 02 adalah 0,00917 mg/kg.

2. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02

a. Umur

Umur responden dihitung berdasarkan darmtahun

kelahiran sampai tahun saat dilakukan penelitian. Adapun

distribusi usia siswa/i SDN Cirendeu 02 adalah sebagai berikut:

Table 5.3 Distribusi Umur Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Vari

abel

Kategori N Mean Median SD Min Max

Umu

r

(Tah

un)

Kelas 2 10 8 8 0,000 8 8

Kelas 3 13 9,46 10 0,660 8 10

Kelas 4 38 9,92 10 0,632 9 11

Kelas 5 26 10,8 11 0,711 10 12

Kelas 6 51 11,8 12 0,683 11 13

Umur tertua siswa SDN Cirendeu 02 adalah 13 tahun

dan umur termuda 8 tahun. Berdasarkan distribusi umur tiap

kelas, kelas 2 memiliki rata-rata umur 8 tahun dengan umur

tertua 8 tahun dan umur termuda 8 tahun dengan nilai median 8

tahun dan standar deviasi 0,000. Kelas 3 memiliki rata-rata umur

9,46 tahun dengan umur tertua 10 tahun dan umur termuda 8

tahun dengan nilai median 10 tahun dan standar deviasi 0,660.

Page 95: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

71

Kelas 4 memiliki rata-rata umur 9,92 tahun dengan umur tertua

11 tahun dan umur termuda 9 tahun dengan nilai median 10

tahun dan standar deviasi 0,632. Kelas 5 memiliki nilai rata-rata

umur 10,8 dengan umur tertua 12 tahun dan umur termuda 10

tahun dengan nilai median 11 tahun dan standar deviasi 0,711.

Sedangkan kelas 6 memiliki nilai rata-rata umur 11,8 dengan

usia tertua 13 tahun dan usia termuda 11 tahun denagn nilai

median 12 tahun dan standar deviasi 0,683.

b. Berat Badan

Berdasakan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik

berat badan siswa diperoleh nilai p>0,05 untuk kelas 2,3,5, dan

6 yang berarti data berdistribusi normal, sedangkan untuk kelas

4 diperoleh nilai p<0,05 yang berarti data tidak berdistribusi

normal, berat badan tertinggi 73,4 kg dan berat badan terendah

33,90 kg. Apabila berdasarkan kelas, nilai berat badan untuk

kelas 2,3,5, dan 6 berdistribusi normal sehingga digunakan nilai

mean, sedangkan untuk kelas 4 tidak berdistribusi normal

sehingga digunakan nilai median.

Table 5.4 Distribusi Berat Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max

Berat

Badan

(kg)

Kelas 2 10 27,84 26,1 7,124 19,20 42,60

Kelas 3 13 26,6 26 4,038 21,30 33,90

Kelas 4 38 34,36 31,7 12,028 20,6 73,4

Kelas 5 26 35,88 37 8,902 23,20 63,20

Kelas 6 51 41,44 39,4 9,582 23,60 68

Page 96: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

72

c. Tinggi Badan

Berdasakan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik

tinggi badan seluruh siswa diperoleh nilai p>0,05 yang berarti

data berdistribusi normal sehingga digunakan nilai mean, tinggi

badan tertinggi adalah 165,5 cm dan tinggi badan terendah 123

cm.

Table 5.5 Distribusi Tinggi Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max

Tinggi

Badan

(cm)

Kelas 2 10 114,25 114 6,94 103 123

Kelas 3 13 127,46 127 3,2 123 132

Kelas 4 38 136,29 134 8,54 125 162,5

Kelas 5 26 143,45 144 8,47 124 158,1

Kelas 6 51 147,31 148 6,73 124 165,5

d. Jenis Kelamin

Jenis kelamin terbagi menjadi dua kelompok yaitu laki-

laki dan perempuan. Distribusi frekuensi responden menurut

jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Table 5.6 Jenis Kelamin Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

B

e

r

d

asarkan tabel diatas jumlah responden kelas 2, kelas 3, kelas 4

dan kelas 5 lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan

responden kelas 6 lebih banyak berjenis kelamin perempuan.

Jenis

Kelamin

Kategori (kelas)

Kelas2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

N % N % N % N % N %

Laki-Laki 6 60 10 76,9 21 55,3 16 61,5 19 37,3

Perempuan 4 40 3 23,1 17 44,7 10 38,5 32 62,7

Total 10 100 13 100 38 100 26 100 51 100

Page 97: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

73

Dari total keseluruhan, responden berjenis kelamin laki-laki

lebih banyak daripada responden yang berjenis kelamin

prempuan yaitu berjumlah 72 orang berbanding 66 orang.

3. Pola Konsumsi Siswa

a. Frekuensi Pajanan

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data frekuensi

pajanan siswa kelas 2 dan 3 diperoleh nilai p>0,05 yang berarti

data berdistribusi normal, sedangkan kelas 4,5,dan 6 diperoleh

nilai p<0,05 yang berarti tidak berdistribusi normal.

Berdasarkan kelas diketahui kelas 2 dan 3 berdistribusi normal

sehingga menggunakan nilai mean, sedangkan untuk kelas

4,5,dan 6 tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan

nilai median. Nilai mean frekuensi pajanan yaitu 140 hari/tahun

untuk kelas 2, 101,5 hari/tahun untuk kelas 3, 88 hari/tahun

untuk kelas 4, 66 hari/tahun untuk kelas 5 dan 132 hari/tahun

untuk kelas 6.

Table 5.7 Frekuensi Pajanan Siswa/i SDN Cirendbeu 02 Tahun 2019

Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max

Frekuensi

pajanan

(hari/tahun)

Kelas 2 10 140 140 89,9 44 264

Kelas 3 13 101,5 101,5 63,2 44 220

Kelas 4 38 116,9 88 62,9 44 264

Kelas 5 26 89,6 66 61,5 44 264

Kelas 6 51 111,2 132 53,7 44 220

Page 98: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

74

b. Durasi Pajanan

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data distribusi durasi

pajanan tidak berdistribusi normal (p<0,05). Diketahui masing-

masing kelas memiliki nilai durasi pajanan realtime yang

berbeda yaitu nilai 2 tahun untuk kelas 2, 3 tahun untuk kelas 3,

4 tahun untuk kelas 4, 5 tahun untuk kelas 5 dan 6 tahun untuk

kelas 6.

Table 5.8 Durasi Pajanan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max

Durasi

pajanan

(tahun)

Kelas 2 10 2 2 - 2 2

Kelas 3 13 2,73 3 0,66 1 3

Kelas 4 38 3,95 4 0,32 2 4

Kelas 5 26 4,92 5 0,39 3 5

Kelas 6 51 5,61 6 1,06 1 6

c. Laju Asupan

Laju asupan adalah banyaknya volume atau jumlah berat

makanan yang masuk/dikonsumsi. Untuk mengetahui laju

konsumsi saus dilakukan analisis mengenai jumlah gram saus

yang dikonsumsi oleh siswa. Selanjutnya dilakukan

penimbangan saus tersebut dengan hasil sebagai berikut :

Page 99: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

75

Gambar 5.1 Penimbangan Sampel Saus

Table 5.9 Laju Asupan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Variabel Makanan Konsumsi saus

Laju Asupan (g/hari) Saus 45,64

Berdasarkan tabel diatas diketahui laju asupan saus oleh

siswa adalah 45,64 g/hari.

C. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B pada

Siswa/i SDN Cirendeu 02

Perhitungan intake dibedakan berdasarkan kelas. Intake adalah

banyaknya suatu agen risiko yang diterima dan masuk kedalam

tubuh manusia setiap harinya. Perhitungan intake berupa intake non

karsinogenik dan intake karsinogenik.

a. Intake Rhodamin b

Ringkasan statistik nilai variabel sebagai faktor

pemajanan dicantumkan dalam tabel dibawah ini.

Page 100: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

76

Table 5.10 Karakteristik Faktor Pemajan SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Karakteristi

k Individu

Lokasi

Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

Berat Badan

(Wb)

27,8 kg 26,6 kg 31,75 kg 35,88 kg 41,44 kg

Frekuensi

Pajanan (fE)

140,8

hari/tahun

101,5

hari/tahun

88

hari/tahun

66

hari/tahun

132

hari/tahun

Laju Asupan

(R)

45,64 g/hari

Durasi

Pajanan (Dt)

2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun

Perhitungan intake berupa perhitungan intake realtime (waktu

pajanan sebenarnya) dan lifetime (durasi pajanan 30 tahun untuk

karakterisasi risiko 30 tahun dan durasi pajanan 70 tahun untuk

karakterisasi risiko karsinogenik). Perhitungan intake Rhodamin B

menggunakan rumus perhitungan intake untuk jalur pajanan ingesti.

Pada saat perhitungan intake, konsentrasi Rhodamin B dikonversi

dari satuan mg/kg menjadi mg/g untuk mendapatkan hasil akhir

perhitungan intake dengan satuan mg/kg/hari. Sehingga konsentrasi

Rhodamin B yang digunakan dalam perhitungan ini adalah 0,00917

mg/g.

1) Intake Non Karsinogenik Realtime

Hasil Perhitungan intake realtime non karsinogenik

adalah sebagai berikut :

Page 101: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

77

Table 5.11 Intake Realtime non Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun

2019

Lokasi Intake realtime non- karsinogenik (mg/kg/hari)

Kelas 2 0,00038

Kelas 3 0,00043

Kelas 4 0,00042

Kelas 5 0,00035

Kelas 6 0,00073

Dari hasil perhitungan intake realtime Rhodamin b tersebut

tidak ada yang melebihi nilai RfD (reference dose) Rhodamin B

yaitu 0,2 mg/kg/hari. Hal tersebut berarti nilai intake realtime pada

masing-masing kelas masih berada dibawah ambang batas dan dapat

dikatakan masih aman.

2) Intake Karsinogenik Realtime

Hasil perhitungan Intake realtime karsinogenik adalah sebagai

berikut:

Table 5.12 Intake Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019

Lokasi Intake realtime karsinogenik (mg/kg/hari) Kelas 2 0,00016

Kelas 3 0,00018

Kelas 4 0,00018

Kelas 5 0,00015

Kelas 6 0,00031

Page 102: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

78

Dari hasil perhitungan intake realtime Rhodamin B tersebut

tidak ada yang melebihi nilai RfD (reference dose) Rhodamin B

yaitu 0,2 mg/kg/hari.

b. Proyeksi Intake Terhadap Rhodamin B 30 Tahun Mendatang

Dalam penelitian ini dilakukan pula perhitungan nilai intake

lifetime non karsinogenik. nilai intake diproyeksikan hingga 30

tahun mendatang dalam rentang waktu 5-30 tahun yang kemudian

diproyeksikan dalam bentuk grafik. Berikut ini merupakan

penjabaran proyeksi nilai Intake Rhodamin B 30 tahun mendatang

berdasarkan kelas

Grafik 5.1 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang pada

Siswa Kelas 2

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 2 selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun ke-

5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0009-0,0057 atau <RfD

(0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

0,0009 0,0019

0,0028 0,0038

0,0048 0,0057

0

0,001

0,002

0,003

0,004

0,005

0,006

0,007

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Intake 30 Tahun Kelas 2

Intake NonKarsinogenik

Page 103: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

79

Grafik 5.2 Proyeksi Intake Karsinogenik Rhodamin B 30 Tahun

Mendatang Pada Siswa Kelas 2 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 3 selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun

ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0007-0,0043 atau

<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.3 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 4 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 4 selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun

0,0007

0,0014

0,0021

0,0029

0,0036

0,0043

0

0,001

0,002

0,003

0,004

0,005

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 3

Intake

0,0005

0,0010

0,0015

0,0021

0,0026

0,0031

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

0,003

0,0035

TahunKe-5

Tahunke-10

TahunKe-15

Tahunke-20

tahunke-25

Tahunke-30

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 4

Intake

Page 104: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

80

ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0005-0,0031 atau

<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.4 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 5 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 5 selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun

ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0003-0,0021 atau

<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.5 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 6 Tahun 2019

0,0003

0,0007

0,0010

0,0014

0,0017

0,0021

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 5

Intake

0,0006

0,0012

0,0018

0,0024

0,0030

0,0036

0

0,001

0,002

0,003

0,004

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 6

Intake

Page 105: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

81

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 6 selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun

ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0006-0,0036 atau

<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

c. Proyeksi Intake Siswa Terhadap Rhodamin b 70 Tahun

Mendatang

Perhitungan intake lifetime karsinogenik juga dihitung

untuk 70 tahun mendatang yang dibagi kedalam 7 periode dengan

rentang waktu 10 tahun yang kemudian diproyeksikan dalam

bentuk grafik. Berikut ini merupakan penjabaran proyeksi nilai

intake Rhodamin B 70 tahun mendatang berdasarkan kelas:

Grafik 5.6 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 2 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

intake pada siswa kelas 2 selalu mengalami peningkatan dari tahun

ke-10 hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10

0,0008 0,0016

0,0024 0,0033

0,0041 0,0049

0,0057

00,0010,0020,0030,0040,0050,0060,007

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 2

Nilai Intake

Page 106: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

82

hingga tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0008-0,0057 atau <RfD (0,2

mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.7 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 3 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake

pada siswa kelas 3 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10

hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga

tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2

mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.8 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 4 Tahun 2019

0,0006 0,0012

0,0018 0,0024

0,0031 0,0037

0,0043

0

0,001

0,002

0,003

0,004

0,005

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 3

Intake Karsinogenik

0,0004 0,0009

0,0013 0,0018

0,0022 0,0027

0,0031

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

0,003

0,0035

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 4

Intake

Page 107: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

83

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake

pada siswa kelas 4 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10

hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga

tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2

mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

Grafik 5.9 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 5 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake

pada siswa kelas 5 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10

hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga

tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0003-0,0021 atau <RfD (0,2

mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

0,0003 0,0006

0,0009 0,0012

0,0015 0,0018

0,0021

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 5

Intake

Page 108: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

84

Grafik 5.10 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada

Siswa Kelas 6 Tahun 2019

Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake

pada siswa kelas 6 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10

hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga

tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2

mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.

2. Analisis Dosis Respon

Analisis dosis-respon, disebut juga dose-response assessment

atau toxicity as-sessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas

risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya analisis dosis respon

bertujuan untuk mengetahui jalur pajanan (pathway) dari suatu agen

kimia yang masuk kedalam tubuh manusia, mengetahui gejala

maupun efek kesehatan yang dapat ditimbulkan (Kementrian

Kesehatan RI, 2012). Toksisitas suatu agen risiko dinyatakan dalam

dosis referensi. Nilai toksisitas dari suatu agen yang dapat

menimbulakan efek non karsinogenik dengan jalur pajanan ingesti

dinyatakan dengan Reference Dose (RfD) dan slope factor (SF)

0,0005 0,0010

0,0015 0,0020

0,0026 0,0031

0,0036

0

0,001

0,002

0,003

0,004

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 6

Intake

Page 109: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

85

merupakan dosis atau konsentrasi dari pajanan harian agen risiko

karsinogenik yang tidak menyebabkan gangguan atau timbulnya

kanker walaupun terjadi pajanan sepanjang hayat. Nilai RfD

digunakan untuk memperkirakan jumlah paparan agen risiko setiap

hari pada populasi manusia yang dapat diterima tanpa menimbulkan

efek berbahaya selama masa hidupnya.

Nilai Dosis referensi (RfD) Rhodamin B didapatkan dari

daftar US-EPA 2016 yaitu sebesar 0,2 mg/kg/hari (Andi Veny

Kurniawan et al., 2018). Berdasarkan studi literatur yang telah

dilakukan, tidak ditemukan nilai Slope Factor (SF) dengan demikian

dalam perhitungan tingkat risiko karsinogenik dalam penelitian ini

digunakan dosis eksperimental lain yaitu No Observed Effect Level

(NOAEL) (Michelle Pepling et al., 1997)

3. Karakteristik Risiko

Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis karakterisasi risiko yaitu

risiko non karsinogenik dan risiko karsinogenik. Karakterisasi risiko

dilakukan untuk menentukan apakah agen pada konsentrasi tertentu

yang dianalisis berisiko menimbulkan gangguan kesehatan atau

tidak. Karakterisasi risiko efek non karsinogenik atau yang bisa

disebut RQ (Risk Quotient) dapat dilakukan dengan membandingkan

nilai intake dengan dosis referensi suatu agen toksik. Diketahui nilai

RfD untuk rhodamin b adalah 0,2 mg/kg/hari.

Asumsi tingkat risiko setelah diketahui nilai RQ antara lain:

Page 110: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

86

1. Jika RQ>1 maka tingkat risiko dikatakan tidak aman dan

dapat menimbulkan efek kesehatan non karsinogenik

2. Jika RQ<1 maka tingkat risiko dikatakan masih aman dan

belum dapat menimbulkan efek kesehatan non karsinogenik

Karakterisasi risiko efek karsinogenik atau yang bisa disebut

ECR (Excess Cancer Risk) dapat dilakukan dengan memgkalikan

nilai intake dengan nilai No Observed Adverse Effect level

(NOAEL) suatu agen toksik. Nilai No Observed Adverse Effect

level (NOAEL) untuk rhodamin b jalur pajanan ingesti adalah

sebesar 1 mg/kg/hari.

ECR= Intake ×SF

1. Jika >E-4 (0,0001) maka tingkat risiko dapat dikatakan

tidak aman dan dapat menimbulkan efek kesehatan

karsinogenik.

2. Jika <E-4 (0,0001) maka tingkat risiko dapat dikatakan

masih aman.

a. Tingkat Risiko Rhodamin B Realtime

Berikut merupakan hasil perhitungan tingkat risiko

Rhodamin B realtime:

Page 111: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

87

Table 5.13 Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin B Realtime Berdasarkan

Kelas Tahun 2019

Kategori Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin b

Kelas 2 0,001

Kelas 3 0,002

Kelas 4 0,002

Kelas 5 0,001

Kelas 6 0,003

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh tingkat risiko non

karsinogenik realtime pada siswa paling rendah terdapat pada

kelas 2 dan 5 dan paling tinggi kelas 6, disimpulkan bahwa

tingkat risiko masih dalam batas aman.

b. Proyeksi Tingkat Risiko Rhodamin b 30 Tahun Mendatang

Berikut merupakan penjabaran proyeksi nilai RQ

Rhodamin b 30 tahun mendatang berdasarkan kelas:

Grafik 5.11 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 2

Tahun 2019

0,004 0,009

0,014 0,019

0,024 0,028

0

0,01

0,02

0,03

0,04

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik (RQ) Siswa Kelas 2

RQ

Page 112: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

88

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

RQ pada siswa kelas 2 mengalami peningkatan pada setiap

periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30

memiliki nilai (<1) dengan rentang 0,004-0,028. Dapat

disimpulkan bahwa kandungan Rhodamin B 0,00917

mg/kg/ahari masih aman dikonsumsi oleh siswa kelas 2 yang

memiliki berat badan sebesar 27,84 kg bila mengkonsumsi saus

sebanyak 45,64 g/hari selama 30 tahun.

Grafik 5.12 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 3

Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

RQ pada siswa kelas 3 mengalami peningkatan pada setiap

periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30

memiliki nilai (<1) dengan rentang (0,003-0,021), sehingga

tingkat risiko dalam batas aman dan belum memerlukan

manajemen risiko. Hal ini dapat disimpulkan bahwa saus yang

mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman

dikonsumsi oleh siswa kelas 3 yang memiliki karakteristik berat

0,003 0,007

0,010 0,014

0,018 0,021

0

0,005

0,01

0,015

0,02

0,025

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 3

RQ

Page 113: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

89

badan sebesar 26,6 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64

g/hari selama 30 tahun.

Grafik 5.13 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 4

Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

RQ pada siswa kelas 4 mengalami peningkatan pada setiap

periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30

memiliki nilai (<1) dengan rentang 0,002-0,015, yang berarti

tingkat risiko masih dalam batas aman dan belum memerlukan

manajemen risiko. Hal ini dapat berarti bahwa saus yang

mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman di

konsumsi oleh siswa kelas 4 yang memiliki karakteristik berat

badan sebesar 31,75 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64

g/hari selama 30 tahun.

0,002 0,005

0,007 0,010

0,013 0,015

0

0,005

0,01

0,015

0,02

TahunKe-5

Tahunke-10

TahunKe-15

Tahunke-20

tahunke-25

Tahunke-30

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 4

RQ

Page 114: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

90

Grafik 5.14 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 5

Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

RQ pada siswa kelas 5 mengalami peningkatan pada setiap

periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30

memiliki nilai (<1) dengan rentang nilai 0,001-0,010, yang

berarti masih dalam batas aman dan belum memerlukan

manajemen risiko. Hal ini dapat disimpulkan bahwa saus yang

mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/hari masih aman jika

dikonsumsi oleh siswa kelas 5 yang memiliki karakteristik berat

badan 35,88 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64 g/hari

selama 30 tahun.

0,001 0,003

0,005 0,007

0,008 0,010

0

0,002

0,004

0,006

0,008

0,01

0,012

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 5

RQ

Page 115: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

91

Grafik 5.15 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 6

Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai

RQ pada siswa kelas 6 mengalami peningkatan pada setiap

periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30

memiliki nilai (<1) dengan rentang nilai 0,003-0,018, sehingga

tingkat risiko masih dalam batas aman dan belum memerlukan

manajemen risiko. Hal ini dapat diartikan bahwa saus yang

mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman

dikonsumsi oleh siswa kelas 6 yang memiliki karakteristik berat

badan sebesar 41,44 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64

g/hari selama 30 tahun.

c. Ekses Risiko Kanker Rhodamin b realtime

Perhitungan ekses risiko kanker rhodamin b realtime

seperti pada tabel dibaah ini:

0,003 0,006

0,009 0,012

0,015 0,018

0

0,005

0,01

0,015

0,02

TahunKe-5

TahunKe-10

TahunKe-15

TahunKe-20

TahunKe-25

TahunKe-30

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 6

RQ

Page 116: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

92

Table 5.14 Ekses Risiko Kanker Rhodamin b Realtime Berdasarkan

Kelas Tahun 2019

Kategori Ekses Risiko Kanker (ECR) Rhodamin B

Kelas 2 16×10-4

Kelas 3 18 ×10-4

Kelas 4 18 ×10-4

Kelas 5 15 ×10-4

Kelas 6 31×10-4

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai ekses risiko

kanker (ECR) realtime terhadap Rhodamin B. Dari perhitungan

diatas ekses risiko kanker dapat disimpulkan bahwa setiap

kelas memiliki risiko kanker karena nilai ECR >E-4 (0,0001).

d. Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) Rhodamin B 70 Tahun

mendatang

Berikut ini merupakan penjabaran proyeksi nilai ECR

Rhodamin B 70 Tahun mendatang berdasarkan kelas:

Grafik 5.16 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang

Pada Siswa Kelas 2 Tahun 2019

0,0008 0,0016

0,0024 0,0033

0,0041 0,0049

0,0057

0

0,002

0,004

0,006

0,008

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 2

ECR

Page 117: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

93

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai Tingkat

risiko kanker pada siswa kelas 2 mengalami peningkatan pada

tiap periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga

tahun ke-70 berada dalam rentang nilai 8×10-4

- 5,7×10-3

atau

nilai ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat

pajanan Rhodamin B.

Grafik 5.17 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang

Pada Siswa Kelas 3 Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses

risiko kanker pada sisa kelas 3 mengalami peningkatan pada tiap

periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun

ke-70 berada dalam rentang nilai 6×10-4

- 4,3×10-3

atau nilai

ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan

Rhodamin B.

0,0006 0,0012

0,0018 0,0024

0,0031 0,0037

0,0043

0

0,001

0,002

0,003

0,004

0,005

Tahunke-10

Tahunke-20

Tahunke-30

Tahunke-40

Tahunke-50

Tahunke-60

Tahunke-70

Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 3

ECR

Page 118: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

94

Grafik 5.18 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang

Pada Siswa Kelas 4 Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses

risiko kanker pada sisa kelas 4 mengalami peningkatan pada tiap

periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun

ke-70 berada dalam rentang nilai 4×10-4

- 3,1×10-3

atau nilai

ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan

rhodamin b dan memerlukan manajemen risiko.

Grafik 5.19 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang

Pada Siswa Kelas 5 Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses

risiko kanker pada sisa kelas 5 mengalami peningkatan pada tiap

0,0004 0,0009

0,0013 0,0018

0,0022 0,0027

0,0031

0

0,001

0,002

0,003

0,004

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 4

ECR

0,0003 0,0006

0,0009 0,0012

0,0015 0,0018

0,0021

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 5

ECR

Page 119: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

95

periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun

ke-70 berada dalam rentang nilai 3×10-4

- 2,1×10-3

atau nilai

ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan

Rhodamin B dan memerlukan manajemen risiko.

Grafik 5.20 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang

Pada Siswa Kelas 6 Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses

risiko kanker pada sisa kelas 6 mengalami peningkatan pada tiap

periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun

ke-70 berada dalam rentang nilai 5×10-4

- 3,6×10-3

nilai ECR>1

sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan Rhodamin

b dan memerlukan manajemen risiko.

D. Manajemen Resiko Manajemen Risiko ialah suatu upaya untuk melindungi populasi

yang terpajan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan cara

menurunkan nilai konsentrasi pemaparan dan waktu paparan. Apabila

nilai Risiko Karsinogenik (ECR>E-4) dan Risiko non Karsinogenik

(RQ>1) maka menunjukan tingkat risiko yang tidak aman. Manajemen

0,0005 0,0010

0,0015 0,0020

0,0026 0,0031

0,0036

0

0,001

0,002

0,003

0,004

TahunKe-10

TahunKe-20

TahunKe-30

TahunKe-40

TahunKe-50

TahunKe-60

TahunKe-70

Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 6

ECR

Page 120: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

96

risiko pada jalur ingesti dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan

suatu agen risiko yang meliputi penentuan batas aman konsentrasi (C)

dan batas aman laju asupan (R).

Bebrapa hal yang dapat dilakukan yakni penentuan konsentrasi

aman, frekuensi pajanan aman, dan durasi pajanan aman. Manajemen

risiko dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi yang

berisiko terpajan oleh risk agen bisa tetap aman dari gangguan

kesehatan akibat risk agen dengan cara memanipulasi komponen yang

ada agar diperoleh RQ=1.

1. Konsentrasi Aman (C Aman)

Perhitungan konsentrasi (C) aman dilakukan untuk melihat

konsentrasi aman suatu zat toksik sehingga tidak menimbulkan efek

non karsinogenik maupun efek karsinogenik pada populasi.

Konsentrasi amam efek non karsinogenik

Table 5.15 Konsentrasi C Aman Pada Rhodamin b

Lokasi

Konsentrasi (C) aman (mg/gram)

Non karsinogenik Karsinogenik

Kelas 2 4,74 0,005

Kelas 3 4,19 0,004

Kelas 4 4,32 0,005

Kelas 5 5,21 0,006

Kelas 6 2,51 0,002

Berdasarkan hasil perhitungan nilai konsentrasi (C) aman

diatas didapatkan nilai yang berbeda setiap kelas. Hal ini

dikarenakan nilai berat badan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan

berbeda pada tiap kelas. Konsentrasi (C) aman untuk efek non

Page 121: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

97

karsinogenik didapatkan nilai 4,74 mg/gram untuk kelas 2, nilai

4,19 mg/gram untuk kelas 3, nilai 4,32 mg/gram untuk kelas 4, nilai

5,21 mg/gram untuk kelas 5 dan nilai 2,52 mg/gram untuk kelas 6.

Sedangkan konsentrasi (C) aman untuk efek karsinogenik didapatkan

nilai 0,005 mg/gram untuk kelas 2, nilai 0,0404 mg/gram untuk kelas

3, nilai 0,005 mg/gram untuk kelas 4, nilai 0,006 mg/gram untuk

kelas 5 dan nilai 0,002 mg/gram untuk kelas 6.

2. Laju Asupan Aman (R Aman)

Perhitungan laju asupan (R) aman dilakukan untuk melihat

seberapa besar asupan saus yang masih bisa ditolerir sehingga tidak

menimbulkan efek non karsinogenik maupun efek karsinogenik.

adapun rumus perhitungan laju asupan (R) aman sebagai berikut:

a. Laju asupan (R) aman efek non karsinogenik

b. Laju asupan (R) aman efek karsinogenik

Table 5. 16 Laju Asupan (R) Aman Pada Siswa/i SDN Cirendeu 02

Tahun 2019

Lokasi

Laju Asupan (R) aman (g/hari)

Non karsinogenik karsinogenik

Kelas 2 23610,8 27,54

Kelas 3 20854,4 24,52

Kelas 4 21541,4 25,13

Kelas 5 25966,4 30,29

Kelas 6 12495,9 8,7

Page 122: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

98

Berdasarkan hasil perhitungan nilai laju asupan (R) aman

diatas didapatkan nilai yang berbeda setiap kelas. Hal ini

dikarenakan nilai berat badan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan

berbeda pada tiap kelas. Laju asupan (R) aman untuk efek non

karsinogenik didapatkan nilai 23610,8 g/g hari untuk kelas 2, nilai

20854,4 g/hari untuk kelas 3, nilai 20854,4 g/hari untuk kelas 4, nilai

25966,4 g/hari untuk kelas 5 dan nilai 12495,9 g/hari untuk kelas 6.

Sedangkan laju asupan (R) aman untuk efek karsinogenik

didapatkan nilai 27,54 g/hari untuk kelas 2, nilai 24,52 g/hari untuk

kelas 3, nilai 25,13 g/hari untuk kelas 4, nilai 30,29 g/hari untuk

kelas 5 dan nilai 8,7 g/hari untuk kelas 6.

Page 123: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

99

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan estimasi risiko pajanan rhodamin b pada

siswa/i SDN Cirendeu 02. Terdapat keterbatasan yang dapat berpengaruh

terhadap hasil penelitian, yaitu:

1. Pada saat pengambilan data anak SD, ada beberapa sampel anak yang

tidak dimasukan ke dalam penelitian ini, karena responden dalam

penelitian ini harus individu yang memiliki rentang waktu

keterpaparan Rhodamin b minimal 1 tahun. Persyaratan tersebut

bertujuan untuk perhitungan analisis risiko yaitu berupa variabel

frekuensi pajanan.

2. Pengambilan data terkait frekuensi pajanan (hari/tahun) didapatkan

dari daya ingat responden, sehingga dapat terjadi ketidaktepatan hasil

frekuensi pajanan yang dapat mempengaruhi nilai intake Rhodamin B

secara personal.

3. Laju asupan didapatkan melalui wawancara dengan responden dengan

menanyakan jumlah konsumsi saus yang memanfaatkan daya ingat

dari responden tersebut sehingga dapat menyebabkan ketidaktepatan

data laju asupan. Selain itu terdapat kemungkinan tidak konsistennya

banyak saus yang dikonsumsi perorang.

Page 124: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

100

4. Penelitian ini hanya berfokus pada Rhodamin B yang memapar

manusia melalui jalur ingesti bersama pangan jajan yang dikonsumsi

(saus)

5. Pengukuran konsentrasi Rhodamin B hanya dilakukan dalam sewaktu

dan bukan pengukuran yang dilakukan secara terus-menerus sehingga

tidak mencerminkan data rata-rata penggunaan Rhodamin B.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran Siswa SDN Cirendeu 02

Setiap hari umumnya anak sekolah menghabiskan sebagian

besar waktunya disekolah dimana dapat berpengaruh terhadap pola

kebiasaan makan, termasuk kebiasaan jajannya. Anak sekolah sering

melupakan waktu makan utama dan mereka cenderung membeli jajan

(Briawan, 2016). Siswa/i SDN Cirendeu 02 memiliki waktu sekolah

dari jam 07.00 sampai jam 12.00, dengan waktu istirahat jam 09.00.

Pada jam istirahat rata-rata siswa/i membeli jajanan di luar sekolah,

karena jajanan yang ada dikantin sekolah jenisnya kurang bervariatif

sehingga kurang diminati oleh siswa/i. Serta anak sekolah tersebut tidak

dibiasakan membawa bekal makan siang, hanya beberapa anak saja

yang terlihat membawa bekal sekolah.

Page 125: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

101

Diagram 6.1 Diagram Persentase Konsumsi Jajanan Responden

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan

Desember 2018, dapat diketahui 5 jajanan yang paling banyak

dikonsumsi siswa di SDN Cirendeu 02 adalah bakso, martabak telor,

cilok goreng, cilung,dan cilor. Dari ke-lima makanan diatas semuanya

merupakan makanan yang terdapat diluar kantin sekolah.

Pangan jajan berpengaruh besar terhadap asupan gizi anak

sekolah. Selain itu, pangan jajanan sekolah juga memilki risiko

terhadap kesehatan anak. Hal ini dikarenakan makanan tersebut diolah

secara tidak higienis, diaman memungkinkan terjadinya kontaminasi

oleh mikroba dan adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang

berbahaya bagi tubuh (Yamlean, 2011).

2. Konsentrasi Rhodamin B pada Saus

Konsentrasi Rhodamin B yang terkandung pada saus di SDN

Cirendeu 02 adalah 0,0097 mg/g/hari, jika dibandingkan dengan nilai

dosis referensi (RfD) menurut US-EPA 2016 untuk Rhodamin b yaitu

2 x 10 ² mg/kg/hari atau 0,2 mg/kg/hari masih dibawah ambang batas

Martabak 22% Mie

5%

Roti Bakar 3%

Cilor 9%

Gorengan 2%

Cilok 16% Cilung

10%

Takoyaki 5%

Tahu Krispi 2%

Bakso 26%

Konsumsi Pangan Jajanan Responden

Page 126: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

102

(Andi Veny Kurniawan et al., 2018). Zat warna yang dilarang

digunakan dalam pangan tercantum dalam Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85 mengenai zat warna

tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Dalam peraturan-

peraturan tersebut, pemerintah mengatur bahan tambahan makanan apa

saja yang diperbolehkan dan batas maksimum penggunaannya. Salah

satu pewarna sintetis yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan

pangan adalah Rhodamin B (Paratmanitya and Aprilia, 2016).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Dalimunte, I, 2010)

didapatkan kadar Rhodammin B yang ditemukan dalam saus lebih

besar, yaitu pada jajanan anak sekolah SD di Kabupaten Labuhan Batu

ditemukan Rhodamin B sebesar 0,592 mg/g dalam es doger, 59,518

mg/g dalam kerupuk, dan 50,518 mg/g dalam saus. Dan pada jajanan

anak SD di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dalam kadar

yang lebih besar yaitu antara 7,841-3226,55 ppm (Trestiati, M, 2003).

Rhodamin B merupakan zat kimia berbahaya yang tidak boleh

dicampur dengan makanan karena dinyatakan berbahaya bagi manusia

dan bersifat karsinogenik (Depkes 1986 dalam laenggeng and fatmah

dhafir, 2017). Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh (Widayanti

and Refi, 2018) yang hasilnya ditemukan dua dari lima sampel saus

positif mengandung Rhodamin B. Kandungan zat kimia Rhodamin B

dalam jajanan anak sekolah di Kota Batu yaitu ditemukan sebanyak

18,5% mengangdung Rhodamin b (Kristianto et al., 2013).

Page 127: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

103

3. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02

a. Usia

Usia responden diukur dengan menggunakan metode

wawancara dan dengan alat bantu kuesioner. Berdasarkan hasil

dari wawancara, usia siswa SD berkisar 8-13 tahun. Risiko

seseorang mengalami infeksi akan meningkat ketika kekebalan

tubuh lemah. Kondisi cenderung terjadi pada anak – anak dan

orang yang lebih tua. Sedangkan orang dewasa sudah banyak

terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman

infeksi yang terjadi sebelumnya (Fibrila, 2016).

Semakin bertambahnya usia juga semakin mempertinggi

risiko untuk timbulnya gangguan kesehatan atau munculnya

penyakit pada seseorang. Anak anak memiliki sistem daya tahan

tubuh yang belum berkembang dengan baik dan optimal sehingga

memungkinkan perlawanan tubuh terhadap toksikan masih belum

optimal (Lund, 2011). Usia dapat mempengaruhi sistem imun,

semakin tinggi usia seseorang menurunkan kemampuan imunitas

termasuk kecepatan respon imun melawan infeksi penyakit, karena

semakin bertambahnya usia produksi imunoglobin menurun

(Unawekla et al., 2018).

Usia seseorang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dalam

paparan suatu zat toksik. Seseorang yang memiliki usia yang

semakin tua maka akan semakin tinggi risiko untuk keracunan

(Mahawati, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Page 128: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

104

(Kristianto et al., 2013) siswa yang berumur 9-13 tahun rata-rata

mengonsumsi jajanan yang mengandung zat berbahaya Rhodamin

B, hampir seluruh siswa membeli makanan jajanan sekolah setiap

hari. Dan dalam penelitian (Andi Veny Kurniawan et al., 2018)

rata-rata anak sekolah usia 8-13 tahun mengonsumsi makanan

yang mengandung Rhodamin B. Dapat disimpulkan bahwa siswa/i

dalam yang masuk dalam kategori rentang umur 8-13 tahun dalam

penelitian ini berisiko terhadap penyakit karsinogenik atau non

karsinogenik Rhodamin B.

b. Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan pada saat wawancara

dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil wawancara

didapatkan hasil pengukuran berat badan berkisar antara 19,2 kg-

68 kg. Pengukuran tinggi badan juga dilakukan pada saat

wawancara dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil

wawancara didapatkan hasil pengukuran tinggi badan berkisar

antara 123 cm- 165,5 cm.

Setelah dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)

menurut standar Depkes RI didapatkan hasil 83 siswa (62,8%)

masuk kategori kurus, 44 siswa (33,3%) masuk kategori Normal,

4 siswa (3%) masuk kategori gemuk, dan 7 siswa (5,3%) masuk

kategori obesitas. Sistem imun tubuh memiliki fungsi membantu

perbaikan DNA dan mencegah infeksi di dalam tubuh yang

disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus serta menghasilkan

Page 129: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

105

antibodi (Unawekla et al., 2018). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh (Andi Veny Kurniawan et al., 2018) mengenai

Analisis Risiko Rhodamin B, mendapatkan hasil berat badan

siswa SD yang mengonsumsi Rhodamin B dari 107 siswa,

memiliki berat badan terendah 20 kg dan berat badan tertinggi 53

kg dengan rata-rata berat badan anak sekolah 33 kg.

Berdasarkan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

(ARKL) semakin rendah berat badan maka akan semakin besar

intake yang diterima selain itu semakin besar berat badan maka

semakin kecil intake yang diterima. Berat badan sesorang

mencerminkan status gizi, gizi yang buruk akan berpengaruh

terhadap penurunan daya tahan tubuh dan terjadinya gangguan

kesehatan. Berat badan dapat mempengaruhi besarnya risiko

seseorang untuk mengalami gangguan kesehatan. Seseorang yang

memiliki berat badan yang kurang pada umumnya lebih rentan

untuk mengalami gangguan penyakit (Alwi and Yasnani, 2017).

3. Pola Aktifitas

a. Durasi Pajanan

Durasi pajanan adalah lamanya seseorang terpajan bahan

kima dalam waktu satu tahun (Alwi and Yasnani, 2017). Semakin

lama seseorang terpajan bahan kimia, maka semakin banyak juga

jumlah bahan kimia yang diterima, jika terpapar Rhodamin B

dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala

akut keracunan Rhodamin B (Yamlean, 2011). Berdasarkan hasil

Page 130: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

106

penelitian, diketahui bahwa nilai durasi pajanan siswa SD

berbeda-beda setiap kelasnya, durasi pajanan terendah adalah 2

tahun, dan durasi pajanan tertinggi adalah 6 tahun. Sehingga

dapat disimpulkan siswa/i kelas 6 berisiko lebih banyak terpajan

bahan kimia berbahaya dibandingkan dengan siswa/i kelas 2.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny

Kurniawan et al., 2018) mengenai Analisis risiko Rhodamin B

pada jajanan sekolah, didapatkan hasil durasi pajanan Rhodamin

B pada siswa SD rata-rata selama 5 tahun.

b. Laju Asupan

Menurut teori analisi risiko, nilai laju asupan dapat

mempengaruhi besarnya nilai risiko, sehingga semakin banyak

saus yang dikonsumsi, semakin besar risikonya. Laju asupan

adalah jumlah bahan kimia yang dikonsumsi oleh responden per

hari, diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung

kepada responden dengan satuan gram/hari (Alwi and Yasnani,

2017). Besarnya tingkat risiko akan berdampak pada munculnya

gangguan kesehatan baik secara non karsinogenik maupun

karsinogenik terhadap individu.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan nilai laju asupan

rata-rata yang diterima oleh siswa SD adalah 45,64 gram/hari.

Dampak akut dari Rhodamin B pada tikus adalah sekitar 500

mg/kg/hari. Level paparan terendah dilaporkan dapat

menyebabkan efek buruk dari sebuah penelitian menggunakan

Page 131: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

107

tikus, konsentrasi makanan 0,02% (200 mg/kg) menyebabkan

kematian pada tikus. Food and Drug Administration (FDA)

menentukan bahwa kadar rhodamin B yang boleh di makan

maksimal sebesar 0,75 mg/hari (Michelle Pepling et al., 1997).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny Kurniawan et

al., 2018) mengenai Analisis Risiko Rhodamin B didapatkan hasil

asupan Rhodamin B pada siswa SD rata-rata 250 gr/hari.

c. Frekuensi Pajanan

Frekuensi pajanan adalah lamanya atau jumlah hari

responden mengkonsumsi Rhodamin B selama satu tahun.

Diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung kepada

responden dengan satuan hari/tahun (Alwi and Yasnani, 2017).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Saputra AD, 2012) di

Kota Semarang menunjukan rata-rata frekuensi jajan anak sekolah

dasar antara 2-3 kali setiap hari yang terkait dengan rendahnya

pengaasan pihak sekolah dan uang saku yang besar. Berdasarkan

perhitungan dari hasil wawancara, diketahui frekuensi pajanan

terendah yaitu 66 hari/tahun dan frekuensi pajanan tertinggi yaitu

140,8 hari/tahun. Semakin besar nilai frekuensi pajanan, maka

nilai intake dan tingkat risiko akan semakin besar.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny

Kurniawan et al., 2018) mendapatkan hasil frekuensi paparan

terendah zat kimia Rhodamin B pada siswa SD adalah 41 hari /

tahun dan paling lama 246 hari / tahun dengan rata-rata frekuensi

Page 132: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

108

paparan 199 hari / tahun. Dalam sebuah penelitian disebutkan

bahwa tingkat paparan Rhodamin B terendahpun dapat

menyebabkan efek samping, telah dibuktikan pada hewan uji tikus

konsentrasin 200mg/kg menyebabkan kematian dini pada tikus

(Michelle Pepling et al., 1997). Dapat disimpulkan, semakin besar

frekuensi pajanan siswa, maka semakin besar intake zat kimia

Rhodamin B pada siswa.

4. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B

Analisis pajanan dilakukan untuk menentukan dosis risiko

rhodamin b yang diterima individu sebagai asupan atau intake.

Perhitungan nilai Intake dibagi menjadi dua yaitu pajanan realtime dan

pajanan lifetime. Nilai Intake berbanding lurus dengan besarnya

konsentrasi agen toksik, laju asupan, frekuesnsi pajanan, dan durasi

pajanan. Apabila nilai tersebut besar maka akan mempengaruhi

besarnya asupan yang diterima oleh seseorang. Sedangkan intake

berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-

rata. Apabila nilai berat badan besar, maka akan kecil asupan yang

diterima oleh seseorang.

Dapat diketahui niali intake lifetime non karsinogenik dan

karsinogenik pada setiap kelas masih dalam batas aman atau masih

dibawah RfD (0,2 mg/kg/hari), tetapi nilai risiko setiap tahunnya

meningkat jadi walaupun masih dibawah batas aman tetap beresiko

jika di konsumsi dalam jangka waktu lama. Dalam sebuah penelitian

disebutkan bahwa tingkat paparan Rhodamin B terendahpun dapat

Page 133: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

109

menyebabkan efek samping, telah dibuktikan pada hewan uji tikus

konsentrasin 200mg/kg menyebabkan kematian dini pada tikus

(Michelle Pepling et al., 1997).

5. Karakteristik Risiko

Bahaya akibat rhodamin B akan muncul jika zat warna ini

dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi rhodamin B juga dapat

menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang

merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah

iritasi saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus

dilakukan adalah segera berkumur, periksa bibir dan mulut jika ada

jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi

kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan

masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi,

dan ikat pinggang untuk melancarkan pernapasan (Tarmizi, 2014).

Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin

merupakan senyawa yang berbahaya dan reaktif (cenderung bereaksi

terhadap sesuatu yang timbul). Jika tertelan, maka senyawa ini akan

berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat

senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh

(Indra Eko Prabowo, 2012)

Rhodamin b jika dikonsumsi dalam jangka panjang bisa

mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan

gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah atau merah

muda(Yamlean, 2011). Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui

Page 134: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

110

bahwa untuk pajanan realtime memiliki risiko efek karsinogenik

realtime, karena nilai ECR >E-4 yaitu denan rentang 16 ×10-4 – 31

×10-4

. sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi siswa SDN

Cirendeu sudah memiliki risiko efek karsinogenik realtime. Begitupun

pada efek pajanan lifetime untuk proyeksi 10 tahun hingga 70 tahun

memiliki nili ECR>E-4 dan dapat disimpulkan juga bahwa populasi

siswa memiliki risiko karsinogenik secara lifetime.

6. Manajemen Risiko

Manajemen Risiko adalah salah satu upaya yang dilakukan

mengenai risiko kesehatan yang diperoleh dari suatu analisis risiko,

dilakukan untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek

yang merugikan kesehatan dari paparan zat toksik. Dalam prinsip

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) manajemen risiko

dilakukan apabila tingkat risiko karsinogenik (>E-4) dan tingkat risiko

non karsinogenik (RQ>1) (Alwi and Yasnani, 2017).

Berdasarkan karakteristik risiko dapat dirumuskan pilihan-

pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR dengan

memanipulasi (mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup

dalam persamaan sedemikian rupa sehingga asupan lebih kecil atau

sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada teori Analisis Risiko

Kesehatan Lingkungan, apabila nilai RQ > 1 dan ECR > 10-4, maka

perlu untuk melakukan manajemen risiko. Penentuan batas aman untuk

agen toksik jalur pajanan ingesti dapat berupa penentuan batas aman

konsentrasi agen risiko (C) dan penentuan batas aman laju asupan (R).

Page 135: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

111

Nilai konsentrasi aman kelas 5 lebih besar dibandingkan kelas 6

karena frekuensi konsumsi saus kelas lima dalam satu tahun lebih

kecil yaitu 66 hari/tahun dibandingkan kelas 6 yaitu 132 hari/tahun.

Untuk nilai konsentrasi aman kelas 2,3,dan 5 berada dalam kisaran

nilai lebih dari 4 mg/g tidak lebih dari 5,21 mg/g. Nilai konsentrasi

aman untuk risiko non karsinogenik tersebut lebih besar jika

dibandingkan dengan nilai konsentrasi rhodamin b dalam saus yaitu

0,00917 mg/g. Nilai kosentrasi aman terendah untuk risiko

karsinogenik sebesar 0,002 mg/g yaitu pada kelas 6 dan nilai

konsentrasi aman tertinggi sebesar 0,006 mg/g pada kelas 5.

konsentrasi aman kelas 5 lebih besar dibandingkan kelas 6 karena

frekuensi konsumsi saus kelas lima dalam satu tahun lebih kecil yaitu

66 hari/tahun dibandingkan kelas 6 yaitu 132 hari/tahun. Sedangkan

nilai konsentrasi aman risiko karsinogenik untuk kelas 2,3 dan 4

berada dalam kisaran nilai lebih dari 0,002 mg/g dan kurang dari 0,006

mg/g. Hal ini berarti nilai konsentrasi rhodamin b dalam saus lebih

besar dari batas maksimal konsentrasi aman.

Nilai laju asupan aman terendah untuk risiko non karsinogenik

sebesar 12495,9 g/hari pada kelas 6 dan nilai laju asupan aman

tertinggi sebesar 2,5966,4 g/hari pada kelas 5. Sedangkan nilai laju

asupan aman untuk kelas 2,3, dan 4 berada dalam kisaran nilai lebih

dari 12495,9 g/hari sampai 2,5966,4 g/hari. Nilai tersebut lebih besar

dibandingkan dengan nilai rata-rata laju asupan siswa yaitu sebesar

45,64 g/hari. Nilai laju asupan aman terendah untuk risiko

Page 136: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

112

karsinogenik adalah sebesar 8,7 g/hari pada kelas 6 dan nilai tertinggi

sebesar 30,29 g/hari pada kelas 5. Nilai batas aman laju asupan

tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai laju asupan rata-rata siswa

yaitu sebesar 45,64 g/hari.

Setelah dilakukan perhitugan karakteristik risiko mengenai

konsentrasi rhodamin b yang terkandung dalam saus, hasilnya

didapatkan bahwa nilai ECR realtime dan lifetime beresiko untuk

menimbulkan efek kesehatan, sehingga diperlukan adanya

pengendalian risiko. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa

pada pajanan karsinogenik siswa kelas 2- kelas 6 memiliki risiko. Nilai

ECR yang didapatkan ECR >E-4 (0,0001).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pajanan non

karsinogenik yang berisiko yaitu pada kelas 6 yaitu 0,003. Nilai

konsentrasi aman terkecil untuk pajanan karsinogenik terdapat pada

kelas enam yaitu sebesar 2,51 mg/gr. Dengan demikian untuk

melindungi kelas 2-6 dari risiko non karsinogenik konsentrasi

Rhodamin B harus di turunkan menajdi ≤ 2 1 mg/gr atau dengan cara

memilih saus yang tidak dicurigai mengandung pewarna tambahan

berbahaya, penurunan nilai konsentrasi harus melibatkan tempat-

tempat pedagang mengawasi sekolah dan pemerintah, hal ini

dimaksudkan agar pedagang tidak lagi menggunakan Rhodamin B

sebagai pewarna. Upaya penurunan konsentrasi Rhodamin B dapat

dilakukan dengan mengganti dengan menggunakan saus lebih aman,

memiliki izin dari BPOM.

Page 137: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

113

Manajemen risiko yang dilakukan adalah mengurangi

konsentrasi dengan cara memberikan edukasi kepada pedagang agar

menggunakan saus yang aman tidak membahayakan, disini pihak

sekolah juga berperan untuk membuat peraturan agar para pedagang

yang berjualan di depan sekolah menggunakan bahan makanan yang

aman, tidak mengandung bahan tambahan pangan berbahaya.

Selanjutnya manajemen risiko dapat dilakukan juga dengan

mengurangi jumlah konsumsi makanan yang mengandung Rhodamin

B, jumlah konsumsi aman untuk efek non karsinogenik pada kelas 6

yaitu 12495,6 gr/hari, untuk efek karsinogenik konsumsi aman yang

terkecil pada kelas 6 yaitu 8,7 gr/hari. Upaya manajemen risiko yang

dilakukan adalah dengan menurunkan laju asupan atau banyaknya

jumlah konsumsi menjadi ≤ 8,7 gr/hari. Konsentrasi saus yang

dikonsumsi oleh siswa/i adalah 45,64 gr. Berarti siswa/i diperbolehkan

mengonsumsi zat kimia Rhodamin B ≤ 8 gr/hari.

Untuk mencegah efek jangka panjang dari rhodamin B akibat

tertelan secara tidak sengaja, maka lebih baik dilakukan tindakan

pencegahan dalam memilih pangan, dengan cara: Lebih teliti dalam

membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari jajanan yang

berwarna terlalu mencolok/berwarna terang, terutama jajanan yang

dijual di pinggir jalan, Mengenali kode registrasi produk, misalnya

produk pangan sudah terdaftar di Badan POM atau untuk pangan

industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan setempat.

Page 138: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

114

Penurunan nilai konsentrasi harus melibatkan pedagang

disekitar sekolah, dan pengawasan dari pemerintah. Ini dimaksudkan

agar pedagang tidak lagi menggunakan rhodamin b sebagai pewarna.

Sedangkan tugas dari orang tua membatasi kebiasaan jajan yang tidak

sehat pada anak contoh dengan memberikan uang saku yang cukup,

membuat sarapan atau makan siang untuk konsumsi di sekolah, lebih

teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari

jajanan yang berwarna terlalu menyolok, terutama jajanan yang dijual

di pinggir jalan, dan mengenali kode registrasi produk, misalnya

produk pangan sudah terdaftar di Badan POM atau untuk pangan

industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan

D. Kajian Keislaman

Makanan yang baik adalah makanan yang memenuhi syarat higiene dan

juga halal. Halal dalam hal ini sudah diatur dalam Al-Qur‟an dan Hadist.

Hal ini menunjukan bahwa antara islam dan kesehatan pada dasarnya

memiliki satu tujuan yang sama demi kebaikan manusia. Oleh karena itu

dalam mengonsumsi makanan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

dan benar-benar diperhatikan agar manusia terhindar dari berbagai macam

jenis penyakit yang bersumber dari makanan (Andriyani, 2019).

Islam memerintahkan umatnya untuk mengkonsumsi makanan-

makanan yang halal dan bergizi karena dapat meningkatkan kekuatan

tubuh. Kandungan gizi dari dari suatu makanan terdiri dari protein,

karbohidrat, lemak, mineral, air, dan vitamin-vitamin. Selain itu, gizi dapat

meningkatkan keseimbangan mental. Jika kita mampu menjaga makanan

Page 139: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

115

tetap bergizi dan halal, maka kondisi hormon tubuh dalam keadaan

seimbang yang diperlukan untuk menjaga unsur dasar dalam kesadaran

dan perasaan hati nurani (Fitrotul Aini abdurrahmansyah and Debby

Chrislia, 2017).

Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan yang berbahaya bagi tubuh

hukumnya adalah haram karena dapat mengakibatkan kegagalan organ

tubuh, kegagalan kelenjar dalam memproduksi hormon sehingga terjadi

penyumbatan energi di urat syaraf. Kelainan itulah yang membuat orang

depresi, sehingga keseimbangan mentalnya terguncang.

Rosulullah SAW. Bersabda yang artinya:”bahwa dalam melaksanakan

suatu pekerjaan, Nabi Muhammad SAW, telah menegaskan bahwa tidak

dibenarkan untuk melakukan penipuan yang bersifat merugikan kansumen.

Tindakan penipuan yang pada akhirnya merugikan konsumen sangatlah

tidak dibenarkan. Pewarna makanan adalah salah satu tambahan untuk

meningkatkan nilai keuntungan penjual, namun hal ini tidak dibenarkan

karena mengandung unsur penipuan.

Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk mengkonsumsi

makanan yang halal dan baik, perintah tersebut harus di taati karena pada

haikatnya perintah tersebut adalah demi kebaikan diri manusia sendiri.

Salah satu firman Allah SWT yang memerintahkan hal tersebut terdapat

dalam QS Al Baqarah/2:168 sebagai berikut:

Page 140: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

116

Artinya:

Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-Iangkah

setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Alquran, Surah

al-Baqarah/2: 168)

Menurut Tafsir Jalalayn, ayat berikut ini turun tentang orang-orang

yang mengharamkan sebagian jenis unta yang dihalalkan, (hai sekalian

manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat di muka

bumi) halal menjadi “hal” (lagi baik) sifat yang memperkuat yang

berarti enak atau lezat, (dan janganlah kamu mengikuti langkah-

langkah) atau jalan-jalan (setan) dan rayuannya, (sesungguhnya ia

menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang

permusuhannya (Imam Jalaludin Al-Mahalli, 2009)

Menurut Tafsir Al Muyassar, wahai manusia, makanlah dari rizki

Allah SWT di muka bumi yang Dia izinkan untuk kalian, yaitu yang

suci bukan najis, yang bermanfaat dan tidak membahayakan. Dan

jangan mengikuti jalan-jalan setan dalam menghalalkan dan

Page 141: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

117

mengharamkan, dalam berbuat bid‟ah dan maksiat karena setan adalah

musuh kalian yang nyata (Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, 2014).

Menurut Tafsir Kemenag RI, Ibnu „Abbas mengatakan bahwa ayat

ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir

bin Sa‟sa‟ah Khuza‟ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan

menurut kemauan mereka sendiri memakan bebrapa jenis binatang

seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali, dan anak

kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya, dan wasilah yaitu domba

yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang

jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahka kepada berhala.

Padahal Allah SWT tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu,

bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharmkan memakan-Nya

dalam Firman-Nya (Sopa, 2013).

Seperti yang telah dibahas dalam ayat diatas dapat disimpulkan

bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi

makanan/minuman yang halal dalam konteks ketakwaan pada saat

menjalankan perintah konsumsi makanan. Ayat diatas juga

memerintahkan untuk berhati-hati memilih makanan dan bagimana

mendapatkannya, sedangkan masalah keimanan dan ketakwaan ini

dapat dihubungkan dengan bagaimana makanan tersebut dibuat, karena

makanan ini nantinya dikonsumsi oleh masyarakat luas, sehingga

tanggung jawab secara moral pada diri sendiri dan lingkungan serta

pada Allah menjadi hal yang sangat utama. Sama seperti zat kimia

Rhodamin B yang merupakan zat yang berbahaya jika dikonsumsi oleh

Page 142: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

118

seseorang, sehingga penggunaanya pun dilarang karena bisa

menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker jika dikonsumsi dalam

jangka panjang.

Untuk memilih makanan yang baik, dibutukhan pemahaman sumber

makanan dan nilai gizinya. Makanan tersebut juga harus aman, tidak

menimbulkan cedera, penyakit, atau keracunan yang membawa

kematian. Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah mengarahkan untuk

memakan makanan halal yang terbaik untuk umat-Nya. Tetapi manusia

itu sendiri lalai dan mengikuti hawa nafsu. Sekarang pola hidup

manusia cenderung konsumtif, serba instan, mudah dan yang penting

enak dirasa oleh lidah tanpa memikirkan efek buruk yang akan muncul

dari kebiasaan keliru tersebut. Tanpa disadari, makanan yang lezat

dinikmati, akhirnya merusak jasmani dengan berbagai penyakit yang

menyerangnya. Salah satu pemicu makanan lezat serta menarik untuk

disantap, ialah bahan (zat kimia) yang ditambahkan ke dalam makanan

tersebut.

Dari Abi Sa‟id al- Khudri ra bahwa Rosulallah SAW bersabda:

Tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak boleh (pula)

membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan

bahaya (perbuatan yang merugikannya).”(HR. Imam Ibn Majah ad-

Daruquthni dan lainnya)

Page 143: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

119

Dari Jabir ra berkata: Rosulullah SAW bersabda:”Takutlah kalian

semua terhadap kezaliman, karena sesungguhnya zalim adalah

kegelapan di hari kiamat (nanti)”. (HR. Muslim)

Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa Rosulallah SAW

memerintah umat manusia agar tidak merugikan orang lain dengan cara

membahayakan orang, karena hal tersebut termasuk dzolim. Begitupula

dengan pedagang yang mencampurkan bahan pewarna makanan

berbahaya pada makanan, itu termasuk merugikan orang lain karena

membahayakan kesehatan, maka hal tersebut juga disebut dzalim.

Page 144: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

120

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kandungan Rhodamin B pada saus di SDN Cirendeu 02 termasuk

berbahaya, karena menimbulkan risiko kanker jika dikonsumsi dalam

jangka panjang.

2. Proyeksi Intake non karsinogenik (RQ) Rhodamin B 30 tahun – 70

tahun mendatang masih aman dikonsumsi siswa/i SDN Cirendeu 02.

Tetapi untuk proyeksi intake Karsinogenik (ECR) Rhodamin B 30

tahun- 70 Tahun mendatang berisiko kanker pada siswa/i SDN

Cirendeu 02.

3. Rata-rata umur siswa/i SDN Cirendeu 02 kelas 2 sampai kelas 6

adalah 10,47 tahun, dengan rata-rata jenis kelamin responden adalah

laki-laki yaitu 72 siswa. Rata-rata tinggi badan siswa/i yaitu 137 cm,

dan rata-rata berat badan siswa/i adalah 33,8 kg.

4. Siswa/i kelas 6 berisiko lebih banyak terpajan bahan kimia berbahaya

dibandingkan dengan siswa/i kelas 2, karena kelas 6 lebih lama

berada di sekolah tersebut.

5. Frekuensi pajanan terbesar pada kelas 2, karena konsumsi saus paling

banyak adalah kelas 2 dan terendah pada kelas 5. Kelas 2 lebih

beresiko karena laju asupannya besar dan berat badannya termasuk

kategori kurus.

6. Laju asupan menggunakan nilai rata-rata jumlah konsumsi saus oleh

siswa, dari hasil penimbangan didapatkan nilai sebesar 45,64 g.

Page 145: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

121

7. Manajemen risiko untuk rhodamin b adalah dilakukan dengan

menurunkan nilai konsentrasi pemaparan dan waktu pemaparan

konsentrasi harus melibatkan pedagang disekitar sekolah, dan

pengawasan dari pemerintah. Ini dimaksudkan agar pedagang tidak

lagi menggunakan saus yang dicurigai mengandung zat pewarna

Rhodamin B. Sedangkan tugas dari Orang tua membatasi kebiasaan

jajan yang tidak sehat pada anak dengan memberikan uang saku yang

cukup, membuat sarapan atau makan siang untuk konsumsi di

sekolah, karena rata-rata anak SDN Cirendeu 02 tidak pernah

membawa bekal ke sekolah.

B. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan

a. Diharapkan Dinas Kesehatan maupun lembaga setempat yang

terkait bekerja sama dengan pihak sekolah dasar untuk melakukan

pengawasan terhadap keamanan pangan jajan yang dikonsumsi

oleh siswa/i di sekolah

b. Untuk mengurangi paparan negatif dari makanan jajanan pada

anak usia sekolah, perlu dilakukan usaha edukasi dan promosi

kesehatan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua,

murid, serta pedagang.

2. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02

a. Mengedukasi pedagang agar menggunakan bahan makanan (saus)

yang aman, terdaftar di BPOM.

Page 146: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

122

b. Pihak sekolah bisa memberikan instruksi kepada siswa/i SD agar

berhati-hati dalam membeli jajanan, tidak membeli makanan yang

dijual diluar sekolah.

c. Menyarankan kepada orang tua siswa supaya siswa SD membawa

bekal untuk mengurangi konsumsi jajanan berbahaya. Karena

masih banyak siswa/i yang tidak membawa bekal sekolah.

d. Melakukan penyuluhan pada pihak kantin sekolah untuk

membuat kantin sehat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian

dengan populasi yang lebih luas lagi tidak hanya di satu SD.

b. Diharapkan peneliti selanjutnya bisa memeriksa jajanan yang

berwarna mencolok/terang yang dicurigai menggunakan

Rhodamin B selain saus.

4. Bagi Pedagang

a. Diharapkan pedagang menggunakan saus yang aman dan

mempunyai izin BPOM

b. Saus yang digunakan tidak memiliki warna terang mencolok yang

dicurigai mengandung pewarna Rhodamin B.

Page 147: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

123

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, 2014. Pola Makan Rosulullah. Almahira,

Jakarta.

Alwi, J., Yasnani, Y., 2017. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Akibat

Pajanan Timbal (Pb) pada Masyarakat yang Mengonsumsi Kerang

Kalandue (Polymesoda Erosa) dari Tambak Sekitar Sungai Wanggu

dan Muara Teluk Kendari. J. Ilm. Mhs. Kesehat. Masy. 1.

Andi Veny Kurniawan, Anwar Daud, Saifuddin Sirajuddin, 2018. Risk

Analysis Toxic Materials Borax and Rhodamine- B in Snack Against

Primary School Children‟s Health in Housing Area of Tamalanrea

Permai Makassar.

Andriyani, A., 2019. Kajian Literatur pada Makanan dalam Perspektif Islam

dan Kesehatan. J. Kedokt. Dan Kesehat. 15, 178–198.

Anggiarini, A.N., Hanim, L., 2018. Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah

Terkait Bahan Tambahan Pangan Pada Jajanan Anak Sekolah Menurut

Permenkes No. 033 Tahun 2012 (Studi di Kabupaten Jepara). J. Huk.

Khaira Ummah 13, 215–228.

Aryani, N., 2015. Efek Paparan Rhodamin B Terhadap Perubahan

Makroskopis Dan Histopatologi Mukosa Kolon Mencit Jantan (Mus

musculus L.). J. Pendidik. Kim. 7, 72–77.

Briawan, D., 2016. Perubahan pengetahuan, sikap, dan praktik jajanan anak

sekolah dasar peserta program edukasi pangan jajanan. J. Gizi Dan

Pangan 11.

Chrislia, D., 2017. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang

Beredar Di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

J. Biota UIN Raden Fatah 3, 38–42.

Dalimunte, I, 2010. Penelitian Analisa Rhodamin B pada Jajanan Anak-Anak

Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Febrianti, D.R., Hakim, M.R., 2018. Analisis Kualitatif Rhodamin B Dalam

Bumbu Tabur Pada Penjual Jajanan di Kecamatan Banjarmasin Utara

Kota Banjarmasin. J. Pharmascience 5.

Fibrila, F., 2016. Hubungan usia anak, jenis kelamin dan berat badan lahir anak

dengan kejadian ISPA. J. Kesehat. Metro Sai Wawai 8, 8–13.

Fitrotul Aini abdurrahmansyah, Debby Chrislia, 2017. Analisis Zat Pewarna

Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang Beredar Di Kampus Universitas

Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

Page 148: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

124

Hakiki, F., Aritonang, E.Y., Sudaryati, E., 2015. Analisis Pewarna Dan

Pemanis Buatan Pada Saus Cabai Bakso Bakar Dan “Saus Gejrot Tahu

Dangdut” Yang Dijajakan Di Kawasan Usu Tahun 201 . Gizi Kesehat.

Reproduksi Dan Epidemiol. 1.

Hendrick W.H, F., OG Hendrick, 2004. Clinical Aspects and Pathophysiology

of Inflammatory Bowel Disease. Clin Microbiol Rev 2002.

Herawati, N., 2007. Analisis Risiko Lingkungan Aliran Air Lumpur Lapindo

ke Badan Air (Studi Kasus Sungai Porong dan Sungai Aloo-Kabupaten

Sidoarjo) (PhD Thesis). Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Imam Jalaludin Al-Mahalli, 2009. Tafsir Jalain. Sinar Baru Algensindo,

Bandung.

INDRA EKO PRABOWO, 2012. sensor kimia bentuk stik menggunakan

reagen Zn (CNS)2 untuk mendeteksi rhodamin b dalam sampel

makanan.

Kaunang, J., Fatimawali, F., Fatimah, F., 2012. Identifikasi Dan Penetapan

Kadar Pengawet Benzoat Pada Saus Tomat Produksi Lokal Yang

Beredar Di Pasaran Kota Manado. Pharmacon 1.

Kementrian Kesehatan RI, 2012. Pedoman analis risiko kesehatan lingkungan

(ARKL)-[BUKU]. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kristianto, Y., Riyadi, B.D., Mustafa, A., 2013. Faktor determinan pemilihan

makanan jajanan pada siswa sekolah dasar. Kesmas Natl. Public Health

J. 7, 489–494.

Kuzairi, K., Yulianto, T., Safitri, L., 2016. Aplikasi Metode Adams Bashforth-

Moulton (Abm) Pada Model Penyakit Kanker. J. Mat. Mantik 2, 14–21.

La Ode Sumarlin, 2010. Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan

Yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.

Laenggeng, aticha ananta putri A. hakim, fatmah dhafir, 2017. Analisis

Kandungan Rhodamin B Pada Jajanan Makanan Yang Dijual Di Area

Pasar Bambaru Kota Palu Dan Pemanfaatannya Sebagai Media

Pembelajaran Biologi.

Longdong, G., 2017. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saos Bakso

Tusuk Yang Beredar Di Sekitar Kampus Universitas Sam Ratulangi

Manado. Pharmacon 6.

Lund, 2011. The Occurrence and Prevention of Foodborne Disease in

Vulnerable People. Foodborne Pathogens and Disease.

Mahawati, S. and N., 2006. Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam Urin

Dengan Kadar Hb , Eritrosit , Trombosit Dan Leukosit ( Studi Pada

Page 149: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

125

Tenaga Kerja Di Industri Karoseri CV Laksana Semarang ) The

Correlation between Phenol Urine Concentration , Haemoglobin

Concentration Erythrocyte ‟ . Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.

Makassari Dewi, 2017. Sebaran Kanker di Indonesia Riset Kesehatan Dasar.

Michelle Pepling, Howard, P.H., Patrick R. Durkin, 1997. USE and

Assessment Of Marker Dyes Used With Herbicides.

Muflihunna, A., Sajadah, U., 2014. Analisis Pewarna Rhodamin B Dalam Saus

Tomat Yang Beredar Di Kota Makassar Secara Spektrofotometri Uv-

Vis. -Syifaa J. Farm. 6, 107–111.

Nursari, N., 2016. Pengaruh Ph Dan Suhu Pasteurisasi Terhadap Karakteristik

Kimia, Organoleptik Dan Daya Simpan Sambal. J. Sains Dan Teknol.

Pangan 1.

Paratmanitya, Y., Aprilia, V., 2016. Kandungan bahan tambahan pangan

berbahaya pada makanan jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten

Bantul. J. Gizi Dan Diet. Indones. Indones. J. Nutr. Diet. 4, 49–55.

Putra, I.R., Asterina, A., Isrona, L., 2014. Gambaran Zat Pewarna Merah pada

Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar

Negeri Kecamatan Padang Utara. J. Kesehat. Andalas 3.

Putriningtyas, N.D., Wijanarka, A., Ripaldy, I., 2017. Analisis kandungan

rhodamin b pada cabai merah giling di pasar tradisional di Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ilmu Gizi Indones. 1, 10–18.

Ratnawati Fadilah, 2017. Modul Bahan Tambahan Makanan.

Rennke, H, C.R., 2007. Buku Ajar Patologi Penyakit, Volume 2 Edisi VII.

EGC, Jakarta.

Ridwan, R.A.N., 2013. Analisis Kandungan Rhodamin B Pada Minuman

Dingin Yang Dijajakan Dalam Gerobak Di Kelurahan Pattunuang

Kecamatan Wajo Kota Makassar Dengan Metode Spektrofotometer

Uv-Vis.

Roosdiana, A., Oktavianie, D.A., Lestari, Y.P., n.d. Pengaruh Rhodamin B Dan

Sakarin Terhadap Aktivitas Superoxide Dismutase (Sod) Ginjal Tikus

Putih (Rattus Novergicus) Effect Of Rhodamin And Saccharin Towards

Kidney Superoxide Dismutase (Sod) Activites Of White Rat‟s (Rattus

norvegicus).

Saparinto, C., Hidayati, D., 2012. Bahan tambahan pangan. Kanisius.

Saputra AD, 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Siswa

Kelas Sekolah Dasar. Unnes Journal Of Public Health, Semarang.

Page 150: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

126

Situmorang, R., Silitonga, M., 2015. Effect Of Ethanol Leaf Extract

Bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) As Preventive

And Curative Rhodamine B Toxic Effects On The Kidney

Histopathology White Rat (Rattus norvegicus). J. BIOSAINS 1, 73–85.

Sopa, 2013. Sertifikasi Halal MUI Terhadap Produk Makanan, obat-obatan dan

kosmetika. Gaung Persada Press Group, Jakarta.

Sugiharti, djarismawati, 2004. pengetahuan dan perilaku pedagang cabe merah

giling dalam penggunaan rhodamin b dipasar tradisional di DKI

Jakarta.

Tarmizi, N., 2014. Analisis Zat Warna Rhodamin-B Dalam Saus Tomat Dan

Cabe Kemasan Plastik Yang Beredar Di Kota Meulaboh (Phd Thesis).

Universitas Teuku Umar Meulaboh.

Trestiati, M, 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minumman

Jajanan Anak SD (Studi Kasus: Sekolah Dasar di Kecamatan

Margaasih Kabupaten Bandung). ITB Library, Bandung.

Unawekla, J.V., Moeis, E.S., Langi, Y.A., 2018. Hubungan antara Status Gizi

dan Sistem Imun Seluler pada Subyek Penyakit Ginjal Kronik Stadium

V Hemodialisis di Instalasi Tindakan Hemodialisis RSUP Prof. Dr. RD

Kandou Manado. E-Clin. 6.

Utami, W., Suhendi, A., 2009. Analisis rhodamin B dalam jajanan pasar

Dengan metode kromatografi lapis tipis.

Widayanti, N.P., Refi, M.A.F., 2018. Identifikasi Rhodamin B Dalam Saus

Sambal Yang Beredar Di Pasar Tradisional Dan Modern Kota

Denpasar. J. Media Sains 2.

Yamlean, P.V., 2011. Identifikasi dan penetapan kadar rhodamin B pada

jajanan kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado. J. Ilm.

Sains 11, 289–295.

Page 151: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

127

LAMPIRAN

Page 152: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

1

LAMPIRAN 1

LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Saya N. Azah Aimmatul Huriyyah, Mahasiswa Peminatan Kesehatan

Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir tentang “Analisis Risiko

Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi Saus Di SDN

Cirendeu 02 Tahun 2019”.

Pada penelitian ini saya mengharapkan Adik bersedia menjadi responden,

dan bersedia untuk diwawancarai dengan menjawab semua pertanyaan yang ada

dalam kuesioner ini. Penelitian yang saya lakukan tidak akan membahayakan bagi

Adik serta informasi yang diberikan oleh Adik akan dijaga kerahasiaannya. Jika

Adik bersedia atau setuju, saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan

yang telah disediakan.

Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden, saya ucapkan

terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 2019

Responden

( )

Page 153: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

2

KUESIONER

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN

RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02 TAHUN

2019

No. Resp Nama Pewawancara Tgl/bln/thn

A. Identitas Responden

A1. Nama Responden

A2. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki

2. Perempuan

A3. Umur

B. Karakteristik Individu

B1. Berat Badan (BB) ..................Kg

B2. Tinggi Badan (TB) ..................cm

C. Karakteristik Pajanan

C1 Berapa lama anda bersekolah di SDN Cirendeu 02

Ciputat (Durasi responden sebagai siswa)

1. Ya

2. Tidak

C2 Berapa kali dalam seminggu mengkonsumsi saus ?

(frekuensi mengkonsumsi saus)

...............Kali

C3 Berapa banyak jumlah saus yang di konsumsi

(jumlah konsumsi saus responden)

................Tahun

C4 Lama meninggalkan / Libur sekolah setiap

semester

................Minggu

D. Perhitungan Intake, RQ, dan ERC

D1. Konsentrasi Rhodamin b ...............mg

D2 Intake ...............mg/kg/hari

D3 RQ

D4 ECR

Page 154: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

3

LAMPIRAN 2

Dokumentasi Kegiatan

Page 155: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

4

Dokumentasi Pengujian Sampel

Page 156: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

5

Page 157: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

6

Page 158: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

7

LAMPIRAN 3

Page 159: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

8

Page 160: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

9

Page 161: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

10

LAMPIRAN 5

Page 162: ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49745/1/N.Azah... · Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan Menteri Kesehatan

11

LAMPIRAN 6