ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...
Transcript of ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN...
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN
RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02
TAHUN 2019
SKRIPSI
Oleh :
N. Azah Aimmatul Huriyyah
11151010000006
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN
RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02
TAHUN 2019
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT (SKM)
Oleh:
N.AZAH AIMMATUL HURIYYAH
11151010000006
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi
Saus di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
N. Azah Aimmatul Huriyyah, NIM : 11151010000006
Xvii, 162 halaman, 4 gambar, 22 tabel, 20 grafik, 3 bagan, 1 diagram, 7 lampiran
ABSTRAK
Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis yang berwarna merah terang dan
beracun serta bersifat karsinogenik. Menurut Menteri Kesehatan tentang peraturan
Menteri Kesehatan No.239 / Menkes / Per / V / 85, tetapi masih banyak pedagang
yang menggunakan pewarna tersebut untuk dagangan nya. Salah satunya ditemukan
pada saus yang di gunakan oleh pedagang di SDN Cirendeu 02. Zat Rhodamin b
adalah zat yang dilarang digunakan dalam makanan. Siswa SDN Cirendeu 02 adalah
populasi beresiko untuk terpajan Rhodamin B. Tujuan umum dari penelitian ini
adalah diketahuinya estimasi tingkat resiko pajanan Rhodamin B pada anak- anak
usia sekolah yang mengonsumsi saus di SDN Cirendeu 2 pada tahun 2019. Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi ARKL
(Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Data dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran kadar Rhodamin b
yang terkandung dalam saus. Responden dalam penelitian ini adalah 132 siswa dari
kelas 2 sampai kelas 6. Analisis data meliputi analisis univariat dan analisis risiko
yang terdapat perhitungan intake, risk quotient, dan excess cancer risk. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa konsentrasi Rhodamin B dalam saus adalah
0,00917 mg/kg/hari. Nilai intake non karsinogenik realtime tertinngi adalah 0,00073
mg/kg/hari pada kelas 6 dan nilai terendah 0,00035 mg/kg/hari pada kelas 5. Nilai
intake karsinogenik realtime tertinggi adalah 0,00031 mg/kg/hari pada kelas 6 dan
terendah 0,00014 mg/kg/hari pada kelas 5. Hasil karakterisasi risiko menunjukkan
risiko non karsinogenik secara lifetime pada tahun ke-5 hingga tahun ke-30 di semua
kelas. Untuk risiko karsinogenik menunjukkan nilai ECR>E-4 baik secara realtime
maupun lifetime yang berarti telah memiliki risiko karsinogenik. Kesimpulan dalam
penelitian ini siswa telah memiliki risiko non karsinogenik secara lifetime dan risiko
karsinogenik secara lifetime dan realtime.
Kata Kunci: ARKL, Rhodamin b, Siswa Sekolah Dasar, Intake, RfD, ECR, RQ
Pustaka : 48 (1997-2019)
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
SPECIALIZATION OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduate Thesis, October 2019
N. Azah Aimmatul Huriyyah, NIM : 11151010000006
Environmental Health Risk Assessment of Rhodamine B Exposure on Sauce
Consumption in SDN Cirendeu 02 in 2019
(xvii+162 pages+4 pictures+22 tables+20 graphics+3 chart+1 diagram+7
attachments)
ABSTRACT
Rhodamine b is a synthetic dye which is bright red, toxic and carcinogenic in
nature. Rhodamine b is a substance that is prohibited from being used according to
the regulation of Minister of Health No.239/Menkes/Per/V/85, but there are still
many traders who use Rhodamine b dye on their snacks, like sauces that sold in SDN
Cirendeu 02. Students of SDN Cirendeu 02 are at risk for exposure to Rhodamine B.
The general objective of the study was to identify the estimated risk level of
rhodamine B exposure in school-age children who consume sauces at SDN Cirendeu
02 in 2019. This study was a quantitative study with Environmental Health
Risk Assessment (EHRA) study design. The data were obtained from interviews
using a questionnaire and measurement of Rhodamine b levels. Respondents in this
study were 132 elementary students from grade 2 to grade 6. Data analysis included
univariate analysis and risk analysis contained in the calculation of intake, risk
quotient, and excess cancer risk. The results of this study indicated that the
concentration of Rhodamine B in sauce is 0,00917 mg/kg/day. The highest non-
carcinogenic realtime intake was 0,00073 mg/kg/day in grade 6 and the lowest value
was 0,00035 mg/kg/day in grade 5. The highest realtime carcinogenic intake value
was 0,00031 mg/kg/day in grade 6 and the lowest value was 0,00014 mg/kg/day in
grade 5. The results of risk characterization indicate a lifetime non-carcinogenic risk
in the 5th to 30th years in all classes. For carcinogenic risk showed the value of
ECR> E-4 both in realtime and lifetime, which means it has carcinogenic risk. The
conclusion of this study was students have had a non carcinogenic risk for life and
carcinogenic risk for a lifetime and realtime.
Keywords: ARKL, Rhodamine b, Elementary Students, Intake, RfD, ECR, RQ
References : 48 (1997-2019)
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI
vi
LEMBAR PERSETUJUAN
vii
LEMBAR PENGESAHAN
viii
RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama Lengkap : N. Azah Aimmatul Huriyyah
Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 27 September 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Desa Bandungsari Rt/03 Rw/01 Kec.Banjarharjo
Kabupaten Brebes
Email : [email protected]
No. Hp : 087869561239
II. Riwayat Pendidikan
1. SDN Bandungsari 01
2. MTs Ma‟arif NU 06 Bandungsari
3. MAN Darussalam Ciamis
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Ilmu Kesehatan, tahun 2015-2019
III. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Pengembangan Ekonomi ENVIHSA (Environmental Health
Students Association) UIN Jakarta periode tahun 2017-2018
2. Anggota Ikatan Kelurga Alumni Darussalam tahun 2015-sekarang
IV. Pengalaman Bekerja
1. Praktik Belajar Lapangan di Puskesmas Kampung Sawah pada Juni 2018 –
September 2018
2. Magang di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BBTKLPP) Jakarta, bulan Maret 2019 .
ix
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan proposal skripsi yang berjudul “Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi Saus Di SDN
Cirendeu 02 Tahun 2019”.
Penyusunan penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi perkuliahan pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan Rhido-Nya sehingga dalam pelaksanaan
penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
2. Ibu Dr. Zilhadia, MSi, Apt, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Catur Rasidati, M.KM selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes selaku pembimbing skripsi dan sekaligus
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan
saran perbaikan selama penyusunan skripsi serta mengizinkan untuk riset payung
bersama dosen.
x
5. Orang tua penulis (Drs. Sakrib Abdul Aziz dan Nurjanah, Ama) yang selalu
mensuport penulis dari jauh dan selalu mendoakan, menyemangati penulis dalam
penyususnan proposal skripsi ini.
6. Teman sebimbingan Tika, Husnia, Nurfadilah, dan Dini yang telah membantu
dan menyemangati penulis dalam melaksanakan proposal ini.
7. Teman sekamar Via, Hulwatullaini, Karunia Putri, Maya, dan Mayang yang telah
membantu, memberi semangat, dan memberi solusi pada penulis dalam
menyelesaikan proposal ini.
8. Teman-teman Kesehatan Lingkungan 2015 (ENVIHSA 7) yang telah
memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. Seluruh keluarga besar ENVIHSA UIN Syari Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
10. Dan seluruh pihak yang membantu dan mendoakan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Ciputat, Oktober 2019
N. Azah Aimmatul Huriyyah
xi
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................................ ii
ABSTRACT ............................................................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................................................ v
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xviii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................. xix
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................................ xxi
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... xxii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5
C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................................ 6
D. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 7
1. Tujuan Umum .............................................................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ............................................................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 8
1. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02 ...................................................................................... 8
2. Bagi Dinas Kesehatan .................................................................................................. 8
3. Bagi Peneliti ................................................................................................................. 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................................ 9
BAB II ..................................................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 11
xii
A. Keamanan Pangan .......................................................................................................... 11
B. Bahan Tambahan Makanan ............................................................................................ 12
1. Makanan ..................................................................................................................... 12
2. Definisi Bahan Tambahan Pangan ............................................................................. 12
3. Fungsi Bahan Tambahan Makanan ............................................................................ 14
4. Peraturan Bahan Tambahan Pangan .......................................................................... 15
C. Saus ................................................................................................................................. 17
1. Definisi ....................................................................................................................... 17
2. Cara Pengolahan Saus ................................................................................................ 18
3. Critical Point (CP) Saus Cabai ................................................................................... 20
D. Bahan/ Zat Pewarna ........................................................................................................ 22
1. Definisi Zat Pewarna.................................................................................................. 22
2. Klasifikasi Pewarna Makanan .................................................................................... 23
E. Rhodamin B .................................................................................................................... 28
1. Definisi bahan ............................................................................................................ 28
2. Karakteristik ............................................................................................................... 29
3. Dampak Kesehatan .................................................................................................... 30
4. Mekanisme Pajanan ke Manusia ................................................................................ 32
5. Dosis Rhodamin B ..................................................................................................... 35
6. Analisis Kualitatif Rhodamin B Menggunakan Food SecurityKit batas(Test Kit
Rhodamin B) ................................................................................................................... 36
7. Analisis Kuantitatif Rhodamin B Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis .............. 37
F. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) ........................................................... 39
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) ............................................................... 39
2. Dosis Respon (Dose-Response Assesment) ............................................................... 40
3. Analisis Pajanan (Exposure Assesment) .................................................................... 41
4. Karakteristik Resiko (Risk Characterization) ............................................................ 44
5. Manajemen Resiko (Risk Management) .................................................................... 46
G. Kerangka Teori ............................................................................................................... 50
BAB III ................................................................................................................................... 51
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL ............................................................. 51
xiii
A. Kerangka Konsep ............................................................................................................ 51
B. Definisi Operasional ....................................................................................................... 53
BAB IV ................................................................................................................................... 55
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 55
A. Desain Penelitian ............................................................................................................ 55
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................................... 57
C. Populasi dan Sampel ....................................................................................................... 57
1. Populasi ...................................................................................................................... 57
2. Sampel ....................................................................................................................... 58
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................................................. 60
1. Pengumpulan Data ..................................................................................................... 60
a. Data Primer ................................................................................................................ 60
b. Data Sekunder ............................................................................................................ 60
E. Instrumen Penelitian ....................................................................................................... 63
F. Pengolahan Data ............................................................................................................. 64
1. Editing ........................................................................................................................ 64
2. Coding ........................................................................................................................ 64
3. Entri ........................................................................................................................... 65
4. Cleaning ..................................................................................................................... 65
G. Analisi Data .................................................................................................................... 65
1. Analisis Univariat ...................................................................................................... 65
2. Perhitungan Nilai Intake ............................................................................................ 66
3. Perhitungan Risiko Non Kanker ................................................................................ 67
BAB V .................................................................................................................................... 68
HASIL PENELITIAN ............................................................................................................ 68
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................................. 68
1. Gambaran Umum SDN Cirendeu 02 ......................................................................... 68
B. Hasil Penelitian .................................................................................................................. 69
1. Kadar Rhodamin B .................................................................................................... 69
2. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02 ...................................................... 70
xiv
3. Pola Konsumsi Siswa .................................................................................................. 73
C. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) .............................................................. 75
1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B pada Siswa/i SDN Cirendeu 02
75
2. Analisis Dosis Respon ............................................................................................... 84
3. Karakteristik Risiko ................................................................................................... 85
D. Manajemen Resiko ............................................................................................................. 95
1. Konsentrasi Aman (C Aman) ...................................................................................... 96
2. Laju Asupan Aman (R Aman) .................................................................................... 97
BAB VI ................................................................................................................................... 99
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 99
A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................................... 99
B. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................................................ 100
1. Gambaran Siswa SDN Cirendeu 02 ......................................................................... 100
2. Konsentrasi Rhodamin B pada Saus......................................................................... 101
3. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02 .................................................... 103
3. Pola Aktifitas ............................................................................................................ 105
4. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B ............................................. 108
5. Karakteristik Risiko .................................................................................................. 109
6. Manajemen Risiko .................................................................................................... 110
D. Kajian Keislaman ........................................................................................................... 114
BAB VII ................................................................................................................................ 120
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 120
A. Simpulan .......................................................................................................................... 120
B. Saran ................................................................................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 123
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 127
xv
DAFTAR TABEL
Table 2.2 Analisis Bahaya pada Tahapan Proses Pengolahan Saus............................ 22
Table 2.3 Sifat Kimia Rhodamin B ............................................................................. 29
Table 2.4 Keterangan Rumus Intake non Karsinogenik ............................................. 42
Table 2.5 Keterangan Rumus Intake Karsinogenik .................................................... 43
Table 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 53
Table 4.1 Konversi Matematis Perhitungan ARKL.........................................................66
Table 5.1 Jumlah Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
.................................................................................................................................................70
Table 5.2 Hasil Analisis Laboratorium Kadar Rhodamin B dalam Saus di SDN
Cirendeu 02 ................................................................................................................. 70
Table 5.3 Distribusi Umur Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............................ 70
Table 5.4 Distribusi Berat Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................. 71
Table 5.5 Distribusi Tinggi Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............... 72
Table 5.6 Jenis Kelamin Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ............................... 72
Table 5.7 Frekuensi Pajanan Siswa/i SDN Cirendbeu 02 Tahun 2019....................... 73
Table 5.8 Durasi Pajanan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 .............................. 74
Table 5.9 Laju Asupan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................................ 75
Table 5.10 Karakteristik Faktor Pemajan SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................. 76
Table 5.11 Intake Realtime non Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 77
Table 5.12 Intake Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ................... 77
xvi
Table 5.13 Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin B Realtime Berdasarkan Kelas Tahun
2019 ............................................................................................................................. 87
Table 5.14 Ekses Risiko Kanker Rhodamin b Realtime Berdasarkan Kelas Tahun
2019 ............................................................................................................................. 92
Table 5.15 Konsentrasi C Aman Pada Rhodamin b .................................................... 96
Table 5. 16 Laju Asupan (R) Aman Pada Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019..... 97
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses pengolahan saus cabai ................................................................... 19
Bagan 2.2 Kerangka Teori .......................................................................................... 50
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 52
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Rhodamin B .............................................................................. 29
Gambar 2.2 Serbuk Rhodamin B ............................................................................... 30
Gambar 2.3Tes Kit Rhodamin B ................................................................................. 36
Gambar 5.1 Penimbangan Sampel Saus...................................................................... 75
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang pada Siswa Kelas 2 . 78
Grafik 5.2 Proyeksi Intake Karsinogenik Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 2 Tahun 2019 .......................................................................................... 79
Grafik 5.3 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 4
Tahun 2019 ................................................................................................................. 79
Grafik 5.4 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 5
Tahun 2019 ................................................................................................................. 80
Grafik 5.5 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 6
Tahun 2019 ................................................................................................................. 80
Grafik 5.6 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 2
Tahun 2019 ................................................................................................................. 81
Grafik 5.7 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 3
Tahun 2019 ................................................................................................................. 82
Grafik 5.8 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 4
Tahun 2019 ................................................................................................................. 82
Grafik 5.9 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 5
Tahun 2019 ................................................................................................................. 83
Grafik 5.10 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada Siswa Kelas 6
Tahun 2019 ................................................................................................................. 84
Grafik 5.11 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 2 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 87
xx
Grafik 5.12 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 3 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 88
Grafik 5.13 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 4 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 89
Grafik 5.14 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 5 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 90
Grafik 5.15 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 6 Tahun 2019
..................................................................................................................................... 91
Grafik 5.16 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa
Kelas 2 Tahun 2019 .................................................................................................... 92
Grafik 5.17 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa
Kelas 3 Tahun 2019 .................................................................................................... 93
Grafik 5.18 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa
Kelas 4 Tahun 2019 .................................................................................................... 94
Grafik 5.19 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa
Kelas 5 Tahun 2019 .................................................................................................... 94
Grafik 5.20 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang Pada Siswa
Kelas 6 Tahun 2019 .................................................................................................... 95
xxi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 6.1 Diagram Persentase Konsumsi Jajanan Responden ......................................... 101
xxii
DAFTAR SINGKATAN
ACGIH : American Conference of Governmental Industrial
Hygienist
ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
ATSDR : Agency For Toxic Substance and Disease Registry
BTP : Bahan Tambahan Pangan
DNA : Deoxyribonucleat Acid
ECR : Excess Cancer Risk
EPA : Environmental Protection Agency
HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point
IARC : International Agency of Research on Cancer
IPCS : International Programme on Chemical Safety
IRIS : Integrated Risk Information System
LABKESDA : LABORATORIUM Kesehatan Daerah
LOAEC : Low Observed Adverse Effect Concebtration
LOAEL : Low Observed Adverse Effect Level
NOAEL : No Observed Adverse Effect Level
xxiii
PMK/PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
RfC : Reference Concentration
RfD : Reference Dose
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RNA : RiboNucleat Acid
RQ : Risk Quotient
SDN : Sekolah Dasar Negeri
SF : Slope Factor
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di dunia, pada tahun
2012 ada 14 juta kasus baru kanker dan 8,2 juta kematian akibat kanker di
dunia (Kuzairi et al., 2016). Menurut WHO jenis kanker di dunia pada tahun
2012 yaitu kanker paru, prostat, kolorektum, kanker hati, kanker payudara,
dan serviks. Kematian akibat kanker ini berhubungan dengan kebiasaan gaya
hidup dan pola makan (Makasari Dewi, 2017). Menurut WHO 2015 terdapat
sekitar 2 juta korban meninggal dunia setiap tahunnya akibat makanan dan
minuman yang tidak aman. Dimana 1,5 juta diantaranya adalah anak-anak
meninggal disebabkan oleh makanan dan minuman yang tercemar (BPOM,
2016).
Masalah keamanan pangan adalah masalah global yang perlu ditangani
bukan hanya dinegara berkembang tetapi juga di negara maju, hal ini karena
erupsi penyakit bawaan makanan terjadi juga di negara tersebut. Diperkirakan
satu dari tiga orang di beberapa negara maju dunia mengalami keracunan
makanan setiap tahun, bahkan di Eropa keracunan makanan merupakan
penyebab kedua kematian setelah infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Keracunan makanan disekolah dapat disebabkan adanya kontaminasi
makanan oleh bahan yang berbahaya. Menurut hasil survei menunjukan
bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memiliki standar kualitas keamanan
2
pangan. Diantaranya 56% dari total sampel mengandung rhodamin b (Andi
Veny Kurniawan et al., 2018)
Zat toksik Rhodamin B yang bercampur dengan makanan dapat
mengakibatkan iritasi kolon. Sel-sel mukosa kolon dalam saluran cerna
cenderung lebih mudah mengalami kerusakan saat kontak langsung dengan
zat toksik (Aryani, 2015). Saat ini prevalensi penyakit peradangan pada kolon
dapat terjadi pada semua tingkatan umur, karena perubahan pola hidup
manusia penyebab pastinya belum diketahui dengan jelas (Hendrick W.H,
2004). Insiden penyakit ini meningkat pada dekade terakhir seperti di
Amerika Serikat, Inggris, dan Skandinavia sekitar 4 sampai 12 kasus per
100.000 penduduk, diperkirakan prevalensinya sekitar 70 sampai 150 per
100.000 penduduk. Puncak timbulnya penyakit ini terjadi pada umur 20-25
tahun, tetapi insiden juga meningkat pada anak-anak dan orang tua. Seseorang
yang mengalami peradangan pada kolon dapat beresiko untuk menyebabkan
timbulnya penyakit kanker colorectal (Rennke, H, 2007).
Jajanan adalah makanan yang sering di jumpai dan mudah didapatkan.
Setiap hari umumnya anak sekolah menghabiskan sebagian besar waktunya
disekolah dimana dapat berpengaruh terhadap pola kebiasaan makan,
termasuk kebiasaan jajannya. Anak sekolah sering melupakan waktu makan
utama dan mereka cenderung membeli jajan (Briawan, 2016). Pangan jajan
berpengaruh besar terhadap asupan gizi anak sekolah. Selain itu, pangan
jajanan sekolah juga memilki risiko terhadap kesehatan anak. Hal ini
dikarenakan makanan tersebut diolah secara tidak higienis, diaman
3
memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba dan adanya bahan
tambahan pangan (BTP) yang berbahaya bagi tubuh (Yamlean, 2011). Jajanan
yang sering ada di lingkungan sekolah seperti sosis, cilok, somay, dan bakso,
yang biasanya dilengkapi dengan saus sebagai pelengkap, saus yang
digunakan oleh pedagang memiliki warna yang mencolok dengan tujuan
untuk menarik perihatian pembeli dan memperkecil modal yang dikeluarkan
(Chrislia, 2017). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Aryani, 2015)
terhadap makanan jajanan anak sekolah yang menggunakan bahan tambahan
pangan (BTP) berbahaya diantaranya es doger, lolypop, sirup, premen,
kerupuk dan saus, menunjukan bahwa dari 2256 sampel yang diteliti sebanyak
4% yang ditemukan positif mengandung Rhodamin B, sampel positif tersebut
ternyata ditemukan pada es doger, kerupuk, dan saus.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 2010, sekolah
menempati urutan kedua kasus keracunan pangan di Indonesia. Hal ini
ditunjukan pada 45% dari 2984 sampel yang diteliti, merupakan jajanan yang
tidak memenuhi syarat karena mengandung Rhodamin B. (Muflihunna and
Sajadah, 2014). Badan Pengawasan Obat dan Makanan melakukan penelitian
pada tahun 2005 terdapat 861 sampel pangan jajanan anak SD pada 18
provinsi di Indonesia, diantaranya Jakarta, Semarang, Bandar Lampung,
Denpasar, dan Padang. Hasilnya menunjukan bahwa 39,95% (344 sampel)
tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel tersebut 10,45%
mengandung pewarna yang dilarang seperti Rhodamin B dan Methanil
4
Yellow. Selain itu, sambal yang sering digunakan oleh pedagang di pinggiran
jalan seperti bakso, mie ayam dll mengandung zat pewarna yang dilarang
(Hakiki et al., 2015)
SDN Cirendeu 02 berlokasi di Jl. Inpres Cirendeu Ciputat Timur.
jajanan yang ada di sekitar sekolah ini bermacam-macam seperti bakso, cilok,
cilor, martabak, roti bakar, cilung, bilung dan lain lain. Dari beberapa
makanan yang dijual di sekitar sekolah tersebut terdapat makanan yang
dicurigai mengandung pewarna Rhodamin B yaitu saus, hal ini dikarenakan
penggunaan saus yang warnanya sangat mencolok. Peneliti melakukan studi
pendahuluan terhadap lima jajanan yang sering dibeli anak-anak disekolah
tersebut diantaranya bakso, cilor, martabak, roti bakar, dan cilok. Dari lima
jajanan tersebut, peneliti mengambil sampel saus karena warnanya sangat
mencolok. Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa saus bakso
mengandung zat toksik Rhodamin B.
Sebuah studi ditemukannya zat rhodamin b pada produk pangan yang
beredar di Ciputat, dimana zat pewarna tersebut dilarang karena bersifat
toksik dan berbahaya bagi kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian
meskipun dosis yang digunakan kecil yaitu 0,117 mg/kg BB. Selain itu,
rhodamin b juga bisa menyebabkan kanker hati (La Ode Sumarlin, 2010).
Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima
perubahan atau pembaharuan, karena kelompok anak sekolah sedang berada
5
dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Anak sekolah biasanya
menyukai makanan yang berwarna mencolok. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan pada beberapa SD di kelurahan Cirendeu
diantaranya SDN Cirendeu 01, SDN Cirendeu 02, SDN Cirendeu 03, sampel
yang positif pewarna Rhodamin B ada di SDN Cirendeu 02. Lalu dilakukan
wawancara langsung kepada siswa/i SD Inpres Cirendeu 02 didapatkan hasil
daftar beberapa makanan yang sering disukai siswa/i SD, salah satunya adalah
bakso, rata-rata siswa SD membeli bakso dengan menambahkan saus.
Dikarenakan warnanya yang menarik dan menambah cita rasa pada bakso
tersebut. Hal ini harus menjadi perhatian bagi banyak pihak seperti pihak
pemerintah, sekolah, orang tua, karena rhodamin b sangat berbahaya bagi
kesehatan, kurangnya perhatian dan pengawasan dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan dan gangguan kesehatan karena 78% anak sekolah jajan
di sekolah dan sekitar 36% asupan energi terpenuhi dari PJAS (Panganan
Jananan Anak Sekolah). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B pada Konsumsi
Saus di SDN Cirendeu 02 Ciputat Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Seiring perkembangan industri di zaman sekarang ini, berbagai jenis
makanan dan minuman yang biasanya dijual oleh para pedagang kaki lima
memiliki bentuk dan warna yang menarik dan mencolok yang tujuannya
untuk mempengaruhi dan menarik perhatian konsumennya. Sehingga banyak
6
produsen yang curang dengan cara menambahkan zat tambahan makanan
berbahaya dalam proses produksinya karena cukup murah dan gampang di
dapatkan. Keamanan pangan dalam jajanan yang ada di sekitar SDN Cirendeu
2 harus diperhatikan. Hal ini, dikarenakan ditemukannya kandungan
Rhodamin B pada saus yang terdapat dalam jajanan yang dijual di SDN
Cirendeu 2. Anak-anak merupakan salah satu populasi yang ada di lingkungan
SD tersebut, dan rata-rata mereka menambahkan saus ke dalam bakso yang
mereka beli, sehingga anak-anak tersebut berisiko untuk terkena dampak
kesehatan akibat konsumsi saus yang mengandung rhodamin b tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini akan melihat bagaimana
risiko kesehatan ligkungan pajanan rhodamin b pada konsumsi saus di SDN
Cirendeu 2 pada tahun 2019.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan diatas, maka
pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik individu anak-anak usia sekolah yang
mengkonsumsi saus (umur, BB, TB, Jenis Kelamin) di SDN Cireundeu
02 Tahun 2019?
2. Apa saja lima makanan yang disukai oleh anak-anak SDN Cirendeu 02
Tahun 2019 ?
3. Bagaimana gambaran konsentrasi Rhodamin B pada Saus di SDN
Cireundeu 02 Tahun 2019 ?
7
4. Berapa lama pajanan dan frekuensi pajanan Rhodamin B pada anak–anak
usia sekolah yang mengkonsumsi Saus pada jajanan di SDN Cirendeu 02
Tahun 2019 ?
5. Bagaimana gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime dan
lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang?
6. Bagaimana gambaran tingkat risiko kanker (ECR) dalam 70 tahun yang
akan datang?
7. Bagaimana manajemen risiko kesehatan yang dapat dilakukan terhadap
populasi berisiko di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019 ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat resiko kesehatan lingkungan pajanan rhodamin
B pada konsumsi saus di SDN Cirendeu 2 tahun 2019 ?
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran karakteristik individu anak-anak usia sekolah
yang mengonsumsi saus (umur, BB,TB, jenis kelamin) di SDN Cirendeu
02 Tahun 2019.
2. Diketahuinya lima gambaran makanan yang disukai oleh anak-anak SDN
Cirendeu 02 Tahun 2019.
3. Diketahuinya gambaran konsentrasi Rhodamin B pada saus di SDN
Cirendeu 02 Tahun 2019.
8
4. Diketahuinya lama pajanan dan frekuensi pajanan Rhodamin B pada
siswa/i SD Cirendeu 02 Tahun 2019.
5. Diketahuinya gambaran nilai intake dan tingkat risiko (RQ) realtime dan
lifespan/proyeksi dalam 30 tahun yang akan datang
6. Diketahuinya gambaran tingkat risiko kanker (ECR) dalam 70 tahun
yang akan datang
7. Diketahuinya manajemen risiko kesehatan yang dapat dilakukan
terhadap populasi berisiko di SDN Cirendeu 02 Tahun 2019.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan
pertimbangan bagi pihak sekolah untuk mengambil kebijakan dalam
menurunkan tingkat resiko akibat paparan rhodamin b yang terkandung
dalam saus.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk
mengambil kebijakan terhadap pengawasan keamanan pangan.
3. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan peneliti terkait dampak dari
mengkonsumsi makanan mengandung Rhodamin B terhadap kesehatan.
Serta mengembangkan pola pikir peneliti dalam mengkaji permasalahan
keamanan pangan yang ada di lingkungan masyarakat, sehingga dapat
9
menemukan solusi pemecahan masalah yang terjadi dan juga Sebagai
referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa
khususnya mengenai analisis risiko kesehatan akibat konsumsi makanan
mengandung Rhodamin B.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terkait pajanan rhodamin b pada saus di SDN Cirendeu 02
dan dampaknya pada anak-anak sekolah di SDN Cirendeu 2. Penelitian ini
menggunakan desain studi Analisi Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dan
dilakukan di SDN Cirendeu 02 pada bulan Juli-Agustus 2019. Penelitian ini
dilakukan dengan cara mengambil sampel saus yang diduga mengandung
rhodamin b dan mengujinya di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah diketahui saus
tersebut mengandung rhodamin b lalu dibawa ke Laboratorium Kesehatan
Daerah DKI Jakarta untuk dilakukan pengujian jumlah kandungan rhodamin b
yang terkandung dalam saus tersebut, untuk mendapatkan data karakteristik
siswa dilakukan wawancara dan pengukuran pengukuran seperti BB, TB.
Dilakukan pada siswa SDN Cirendeu 02 Ciputat kelas 2-6.
Pengolahan data pada studi ini melalui beberapa tahapan dimulai dari
pengambilan data lapangan hingga pengujian univariat menggunakan softwere
pengolah data dan excel, adapun variabel yang libatkan berupa karakteristik
individu (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan), konsentrasi pajanan
personal (intake) rhodamin b, desain studi ARKL melalui prediksi hingga
10
menetapkan resiko kesehatan degeneratif (RQ) gambaran tingkat resiko (RQ)
hingga kanker (ERC), melalui prediksi 30 & 70 tahun mendatang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keamanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Di
Indonesia, penyelenggaraan pangan sebagai kebutuhan dasar ini secara jelas
bertujuan untuk menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat (UU No
18/2012 tentang pangan Bab II, pasal 4, butir b. Karena itu, aspek keamanan
dan mutu pangan merupakan aspek penting dari pangan, dan bahkan dapat
dikatakan sebagai prasyarat dasar bagi pangan di Indonesia (Pasal 1 UU No.
18 Tahun 2012).
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting
peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat
kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Hidayati, 2006:55).
12
B. Bahan Tambahan Makanan
1. Makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi menariknya penampilan
makanan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak aman
dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali
(Saparinto and Hidayati, 2012).
Menurut WHO makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan
oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi – substansi lain
yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan
karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia (Chandra,
2005:85). Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus
meningkat mangingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk
mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah
dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat (Suhanda, 2006:204).
2. Definisi Bahan Tambahan Pangan
Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan, Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan
13
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh
konsumen (Febrianti and Hakim, 2018).
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan.
Penambahan bahan tambahan pada makanan memiliki dosis tertentu
karena bahan tambahan makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan
(Kaunang et al., 2012). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTM adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan
(Ratnawati, 2017).
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan segala jenis pangan
yang dijual di lingkungan sekolah baik di kantin sekolah maupun di
sekitar lingkungan sekolah. Pangan Jajanan Anak Sekolah umumnya
berupa Pangan Siap Saji (PSS) dan Pangan Industri Rumah Tangga
(Pangan IRT) yang diproduksi oleh produsen yang sebagian besar belum
memahami keamanan pangan dengan baik, sementara konsumennya
adalah anak-anak yang rentan terhadap masalah keamanan pangan. Oleh
karena itu PJAS perlu diawasi dengan seksama sehingga anak-anak dapat
tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia Indonesia yang
14
sehat dan cerdas (Saparinto and Hidayati, 2012). Jajanan di depan sekolah
pada umumnya sangat menarik, harga yang sangat terjangkau oleh
kantung anak-anak dengan uang jajan yang pas-pasan, bentuk dan
penampilannya juga sangat menarik, misalnya sosis kiloan yang dibuat
menjadi sate sosis yang diberi tambahan saus tomat atau cabe, gulali
beraneka bentuk dengan warna-warni yang mencolok, hingga berbagai
minuman kemasan dan minuman jelly yang dengan penampilan menarik
(Anggiarini and Hanim, 2018)
3. Fungsi Bahan Tambahan Makanan
Fungsi dasar bahan tambahan makanan yaitu (Puspitasari 2001
dalam Elizabeth 2009) :
a. Meningkatkan nilai gizi makanan, banyak makanan ynag diperkaya
atau difortifikasi dengan vitamin untuk mengembalikan vitamin yang
hilang selama pemgolahan, seperti penambahan berbagai vitamin B
kedalam tepung terigu, vitamin A dan D ke dalam susu.
b. Memperbaiki nilai sensori makanan, warna, bau dan rasa dan tekstur
suatu bahan pangan berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan.
c. Memperpanjang umur simpan makanan, yaitu untuk mencegah
timbulnya mikroba maupun untuk mencegah terjadinya reaksi kimia
yang tidak dikehendaki selama proses pengolahan dan penyimpanan
15
4. Peraturan Bahan Tambahan Pangan
Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Bahan
tambahan pangan yang diizinkan yaitu :
a. Antioksidan
b. Antikempal
c. pengatur keasaman
d. pemanis buatan
e. pemutih dan pematang telur
f. pengemulsi, pemantap, dan pengental
g. pengawet
h. pengeras
i. pewarna
j. penyedap rasa dan aroma, penguat rasa
k. ekuestran.
Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan dan kebijakan
untuk mengatur penggunaan Bahan Tambahan Pangan pada jajanan anak
sekolah (Anggiarini and Hanim, 2018):
a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal
141 mengatur pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat
bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau.4 Bahan makanan
yang memiliki nilai gizi yang tinggi dapat memberikan kontribusi
energy yang berguna untuk pertumbuhan anak.
16
b. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak,
dalam Pasal 45 antara lain mengatur tanggung jawab orang tua dan
keluarga untuk menjaga kesehatan anak.5 Pada anak usia sekolah,
anak-anak belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
mengenali makanan dan minuman yang bersih dan sehat, sehingga
peran orang tua dan keluarga untuk mengawasi pangan yang
dikonsumsi merupakan keniscayaan.
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Di dalam
Undang-undang ini menjelaskan sedetail-detailnya tentang peraturan
pangan dari segi ketahanan, mutu dan penggunaan bahan pangan.
Dalam Pasal 73 hingga 76 dijelaskan tentang Bahan Tambahan
Pangan. Pasal ini sebagai acuan kita untuk membahas masalah yang
ada pada jajanan anak sekolah yang masih tercemar dengan
penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang, Bahan
Tambahan Pangan yang dilarang seharusnya tidak digunakan kedalam
pangan karena dapat membahayakan manusia dalam kesehatan fisik
dan mental.
d. Peraturan Menteri Kesehatan No 033 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan, pada Peraturan ini, dijelaskan secara gamblang dan
terperinci mengenai Bahan Tambahan Pangan. Maka dari itu adanya
Undang-undang yang melarang adanya penggunanaan Bahan
Tambahan Pangan yang dilarang untuk pangan agar oknum yang
17
masih menggunakan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang kedalam
makanan akan ditindak lanjuti dalam hal pemberian sanksi.
C. Saus
1. Definisi
Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari
bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Saus dalam istilah masak-
memasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau
dihidangkan bersamasama makanan sebagai penyedap atau agar makanan
kelihatan bagus. Saus merupakan bahan pelengkap yang digunakan
sebagai tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa
cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik
(biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan
atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang karena mengan-
dung asam, gula, garam dan seringkali pengawet (Putra et al., 2014).
Saus tomat adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah
tomat. Saus tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-
bumbu, berwarna merah sesuai dengan warna tomat yang digunakan
(Kaunang et al., 2012). Saus cabai atau sambal adalah saus yang
diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan
penambahan bumbu-bumbu atau tanpa penambahan makanan lain dengan
bahan tambahan pangan yang diizinkan, tetapi banyak juga yang
melakukan penambahan bahan pengawet yang berlebihan bahkan bahan
pengawet yang tidak di izinkan (Nursari, 2016).
18
2. Cara Pengolahan Saus
Untuk mendapatan saus cabai berkualitas yang memenuhi standar
mutu ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu perlu
memiliki dan menerapkan standar prosedur operasional, mulai dari
pemilihan bahan baku, dan proses pegolahan (Nur Asni, 2010)
a. Pengolahan saus dilakuakan untuk memilih cabe merah yang baik,
yaitu cabe yang memiliki tingkat kematangan yang optimal yaitu
diatas 60%, kondisi mulus (tidak cacat dan tidak busuk). Kegiatan
tersebut dilakukan untuk memilih cabai merah yang benar-benar
bagus fisiknya, besar, berwarna merah segar, sehat dan mulus (tidak
cacat). Karena jika cabai yang digunakan cacat atau busuk akan
menghasilkan saus cabai yang berwarna suram, oleh karena itu
dibutuhkan cabai yang sudah cukup matang agar nantinya berwarna
merah segar.
b. Setelah proses pemilihan cabai kemudian cabai di dibuang
tangkainya dan di cuci bersih agar menghilangkan kotoran dan sisa
pestisida yang masih menempel lalu ditiriskan sampai kering dan
dikukus pada suhu sekitar 0
c. Tambahkan tepung maizena yang sudah dilarutkan dalam air sebagai
pengikat selama 3-5 menit.
d. Setelah itu campurkan tepung maizena dengan cabai yang sudah
digiling sehingga membentuk bubur cabai
19
e. Panaskan bubur cabai dan tambahkan bumbu yang dihaluskan
(bawang putih, garam, merica, dan gula) aduk dengan api sedang
sampai mendidih dan mencapai kekentalan yang cukup
Bagan 2.1 Proses pengolahan saus cabai
Dari tabel diatas dapat dilihat cara pengolahan saus cabai dengan
inovasi teknologi menghasilkan saus cabai yang berkualitas yang telah
memenuhi standar mutu SNI 01-2976-2006. Kadar dari saus cabai cukup
tinggi yaitu 78,87%, karena pada proses pengolahan dilakukan
Cabai Merah
Penyortiran dan
Pembuangan
tangkai
Pengukusan 70-80 C
Selama 3-5 Menit
Penambahan Bumbu
dan Pengadukan
Pemanasan Selama
100 C̊
Penambahan Rhodamin B
Pembotolan dan
Pelebelan
Saus Cabai dalam
Kemasan
20
penambahan air untuk melarutkan tepung maizena menjadi bubur cabai
sehingga kandungan air dalam saus cabai menjadi tinggi dan memenuhi
standar mutu.
3. Critical Point (CP) Saus Cabai
Dalam proses keamanan pangan pada pengolahan cabai, selain untuk
mempertahankan kualitas produk olahan juga untuk mengurangi berbagai
bentuk kontaminasi dari luar. Faktor- faktor yang mempengaruhi
keamanan pangan pada produk olahan cabai antara lain adalah sanitasi.
Jenis kontaminasi yang sering ditemui adalah kontaminasi berupa fisik,
biologi, dan kimia (Nur Asni, 2010).
Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di SD Inpres
Cirendeu hasilnya didapatkan bahwa dari sampel saus yang diteliti
semuanya positif mengandung Rhodamin B. Hal ini harus menjadi
perhatian bagi banyak pihak seperti pihak pemerintah, sekolah, orang tua,
karena rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan meskipun
kandunganya sedikit, kurangnya perhatian dan pengawasan dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan dan gangguan kesehatan.
Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan di SD Inpres
Cirendeu hasilnya didapatkan bahwa dari sampel saus yang diteliti
semuanya positif mengandung Rhodamin B. Hal ini harus menjadi
perhatian bagi banyak pihak seperti pihak pemerintah, sekolah, orang tua,
karena rhodamin b sangat berbahaya bagi kesehatan, kurangnya perhatian
21
dan pengawasan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dan gangguan
kesehatan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti kandungan
rhodamin b pada saus yang berada dalam jajanan sekitar SD Inpres
Cirendeu Ciputat Timur Tangerang Selatan Tahun 2018.
No Bahan Bahaya Resiko Tindakan
Pengendalian
1 Cabai - Kimia : Pestisida
- Fisik : Cemaran
tanah, Kotoran
- Mikrobiologi :
bakteri, kapang
Tinggi - Pemilihan cabai dari
busuk dan rusan
- pembuangan cabai
yang busuk dan rusak
- pembuangan tangkai
- pencucian cabai sampai
bersih dengan
menggunakan air besih
2 Air - Kimia : kandungan
logam berat dalam air
- Fisika : Debu
- Mikrobiologi : Bakteri
Sedang - menggunakan air
bersih dan jernih
- tidak menggunakan air
kotor/ tercemar
- merebus air sampai
masak
3 Tepung
Maizena
- Kimia : klorin
(pemutih)
- Fisik : Kerikil,
kotoran, masa
kadaluarsa
- Mikrobiologi : bakteri
Rendah - Pengayakan
- penggunaan sebeum
habis masa kadaluarsa
4 Gula dan
garam
- Fisik : kerikil dan
tanah
Rendah - Pengayakan
5 Merica - Fisika : Tanah dan
kerikil
Rendah - mencuci sampai besih
dari cemaran
6 Bawang
Putih
- Kimia : Pestisida
- Fisika : Tanah dan
Kotoran
Sedang - Penyortiran dari yang
busuk dan rusak
- Pengupasan Kulit
- Pencucian Sampai
Bersih
7 Natrium
Benzoat
- jumlah penggunaan Rendah - Sesuai anjuran
22
Tabel 2.1 Analisis Bahaya pada Tahapan Proses Pengolahan Saus
No Tahap Bahaya Resiko Tindakan
Pengendalian
1 Penyortiran dan
Pembuangan
Tangkai
- Fisika :Cabai rusak
- Mikrobiologi : Bakteri
Tinggi - Penyortiran cabai
yang rusak
- buang tangkai
2 Pencucian - Kimia : air kotor
/tercemar
- Fisika : Debu
- mikrobiologi : Bakteri
Tinggi - cuci cabai sampai
bersih dari pencemar
3 Pengukusan - Mikrobiologi : bakteri Sedang - pemblansiran
dengan suhu 0 C
- penggunaan air
bersih
4 Penggilingan - kebersihan alat Sedang - pencucian alat
setiap akan
digunakan
5 Pemasakan - Air yang digunakan
tercemar
Sedang - pakai air bersih
6 Pengemasan dalam
botol
- kebersihan botol Tinggi - gunakan air bersih
- segera ditutup
setelah pengisian
D. Bahan/ Zat Pewarna
1. Definisi Zat Pewarna
Pewarna secara umum mengandung residu logam berat karena pada
proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi
oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Di Indonesia,
peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang
untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI No.
722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi,
seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kertas
dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi
23
kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut
(Yamlean, 2011).
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan
kualitas makanan juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia
dalam makanan. Oleh karena itu, warna juga dapat memberikan pengaruh
terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman
(Utami and Suhendi, 2009). Zat pewarna makanan merupakan suatu
senyawa berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang
diwarnainya. Warna suatu produk makanan ataupun minuman merupakan
salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk
menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi
petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan
(Putra et al., 2014).
2. Klasifikasi Pewarna Makanan
Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan dapat berupa
zat pewarna alami maupun sintetis/buatan. Pemerintah Indonesia melalui
Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang jenis
pewarna alami dan sintetik yang diizinkan, serta yang dilarang digunakan
dalam makanan pada tanggal 1 Juni 1979 No.235/Menkes/Per/VI/79,
kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal
1 Mei 1985 No. 239/Menkes/Per/ V/85, yang berisikan jenis pewarna
yang dilarang. Terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri
24
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas
maksimum penggunaan dan pewarna yang diizinkan di Indonesia (Putra et
al., 2014).
a. Pewarna Alami
Zat pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman,
misalnya warna hijau yang didapat dari klorofil dedaunan hijau dan
warna oranye-merah yang berasal dari karotenoid wortel. Pewarna
alami mudah mengalami pemudaran pada saat diolah dan disimpan
sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah. Menurut
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dari segi kehalalan, pewarna alami
justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi, dikarenakan pewarna
natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan
warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk
melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya dan kondisi lingkungan
(Putra et al., 2014).
Jenis- jenis pewarna Alami diantaranya (Ratnawati Fadilah,
2017):
1) Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna
kuning, merah dan oranye yang secara alami terdapat dalam
tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat, jeruk, algae,
25
lobster, dan lain-lain. Karotenoid merupakan senyawa yang tidak
larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak.
Diperkirakan lebih dari 100 juta ton. Karotenoid diproduksi setiap
tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai margarin, keju,
sop, pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1 sampai
10 ppm. Zat warna ini juga baik untuk mewarnai sari buah dan
minuman ringan (10 sampai 50 g untuk 1000 liter) dan
mempunyai keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam
sari buah dan dapat memberikan proteksi terhadap kaleng dari
korosi. Dibanding dengan zat warna sintetis, karotenoid juga
mempunyai kelebihan, yaitu memiliki aktivitas vitamin A. Akan
tetapi faktor harga kadang-kadang masih menjadi pertimbangan
pengusaha karena harganya relatif lebih mahal daripada zat warna
sintetis.
2) Karoten
Karoten dan likopen Karoten sendiri merupakan
campuran dari beberapa senyawa yaitu α- β- dan 11 γ- karoten.
Karoten merupakan hidrokarbon atau turunannya yang terdiri dari
beberapa unit isoprena (suatu diena). Sedangkan turunannya
mengandung oksigen disebut xantofil. β-karoten banyak
terkandung dalam wortel dan lada, kadang-kadang bebas dan
kadang-kadang bercampur dengan α- dan γ-karoten. Tidak semua
26
karoten benar-benar simetrik misalnya α- dan γ-karoten
mempunyai cincin terminal yang tidak sama.
3) Antosianin
Antosianin banyak menarik perhatian untuk dipakai
sebagai pengganti zat warna sintesis amaranth (FD & C Red No.
2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya.
Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye,
merah dan biru. Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry,
rasberry, apel, bunga ros, dan tumbuhan lainnya. Biasanya buah-
buahan dan sayuran warnanya tidak hanya ditimbulkan oleh satu
macam pigmen antosianin saja, tetapi kadang-kadang sampai 15
macam pigmen seperti pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-
lain yang tergolong glikosida-glikosida antosianidin.
4) Kurkumin
Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari
tanaman kunyit (Zingeberaceae). Zat warna ini dapat dipakai
dalam minuman tidak beralkohol, seperti sari buah. Akan tetapi
zat warna ini masih kalah oleh zat warna sintesis dalam hal
warnyanya.
b. Pewarna Sintetis
Pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui
perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Ada
27
2 macam pewarna sintetis yaitu FD & C Dyes dan FD & C Lakes
(Ratnawati Fadilah, 2017).
1) FD dan C Dyes
Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan
dalam bentuk serbuk, granula, cairan, campuran warna, pasta dan
dispersi. Dyes tidak dapar larut hampir dalam semua jenis pelarut-
pelarut organik. Jika akan dipakai dalam makanan yang tidak
mengandung air, zat warna ini dapat dilarutkan dulu dalam
gliserin atau propilen glikol. Zat warna ini stabil untuk berbagai
macam penggunaan dalam makanan. Dalam bentuk kering tidak
terlihat adanya kerusakan. Akan tetapi ketidakstabilan zat warna
ini terjadi jika dalam makanan tersebut terkandung bahan-bahan
pereduksi atau makanan teresbut berprotein dan diproses dalam
retort pada suhu tinggi. Juga jika zat warna tersebut kontak.
2) FD dan C Lakes
Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui proses
pengendapan dan absorbsi dye pada bahan dasar (substrat) yang
tidak larut dalam air, yaitu alumina. Lakes tidak larut dalam air,
alkohol dan minyak. Pemakaiannya dapat dengan mendispersikan
zat warna tersebut dalam serbuk makanan dan pewarnaan akan
terjadi, seperti halnya mencampurkan pigmen ke dalam cat.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering
ditemukan pada pangan, terutama pangan jajanan, adalah Metanil
Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B
28
yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut
sering digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup,
kue-kue, agar, tahu, pisang, tahu goreng, dan lain-lain. Kedua
pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya
tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena
itu dilarang digunakan dalam pangan walaupun jumlahnya
sedikit.
E. Rhodamin B
1. Definisi bahan
Rhodamin b adalah zat pewarna sintetis yang berwarna merah terang
dan beracun dan bersifat karsinogenik. Rhodamin B mengandung
senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa yang berbahaya
dan reaktif (cenderung bereaksi terhadap sesuatu yang timbul). Jika
tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam
tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang
bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa
pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan
dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh (Situmorang and Silitonga,
2015).Sifat kimia rhodamin b (INDRA EKO PRABOWO, 2012) :
29
Tabel 2.2 Sifat Kimia Rhodamin B
Berat Molekul 479
Rumus Molekul
Nomor CAS 81-88-9
Nomor IMIS 0848
Titik Lebur 16 C
Kelarutan Sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit
larut dalam asam klorida dan natrium
hidroksida
Sinonim Tertraetilrhodamin, D&C Red No. 19,
Rhodamin B Klorida, C.I basic violet 10:
CI. 45170
Deskripsi Kristal hijau atau serbuk merah violet
Gambar 2.1 Struktur Rhodamin B
2. Karakteristik
Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal,
berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan
berwarna merah terang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan
untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai
keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B sering
disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik, misalnya
sirup, saus, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari
dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini
30
sangat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk
pewarna kertas, wol dan sutra (sugiharti, 2004).
Gambar 2.2 Serbuk Rhodamin B
3. Dampak Kesehatan
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama
(kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker.
Jika terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Rhodamin B
masuk kedalam tubuh melalui bebrapa faktor yaitu: Melalui makanan,
yang bisa mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan
mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna
merah atau merah muda. Apabila Zat Rhodamin b terhirup dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran
pernapasan. Dan bila zat kimia ini mengenai kulit, maka kulit akan
mengalami iritasi. Jika rhodamin b terkena mata akan mengalami iritasi
31
yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem
pada mata (Yamlean, 2011).
Pada umumnya, bahaya akibat rhodamin B akan muncul jika zat
warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi rhodamin B juga
dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang
merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah
iritasi saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus
dilakukan adalah segera berkumur, periksa bibir dan mulut jika ada
jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi
kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan
masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan
ikat pinggang untuk melancarkan pernapasan. Segera bawa ke rumah
sakit atau dokter terdekat untuk penanganan selanjutnya (TARMIZI,
2014).
Dampak dari penggunaan Rhodamin b adalah hiperaktivitas dan
kanker. Hiperensitifitas adalah kondisi yang sering disebut sebagai
gangguan hiperkinetik yaitu tingkah laku individu-individu yamg tidak
dapat dikontrol, yang dianggap sangat aktif, terlalu menuruti kata hati,
kurang dapat berkonsentrasi atau anak sulit diatur (Thompson, 2002).
Seorang anak dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif ada tiga yaitu
inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi adalah pemusatan perhatian
yang kurang baik atau kegagalan seorang anak dalam memberikan
32
perhatian secara utuh (Fadhili, 2010). Implusif adalah ketidakmampuan
mengendalian dorongan yang menyebabkan kecenderungan anak
bertindak tiba-tiba tanpa berfikir (Gichara, 2008).
Kanker merupaka penyakit yang terjadi akibat kerusakan gen
atau DNA sel. Jika salah satu sel genetik mengalami kerusakan maka
akan menghasilkan sel kanker atau neoplasma. Dan sel yang rusak
tersebut akan terus tumbuh dan berkembang biak di dalam tubuh dan
membentuk jaringan baru, sehingga terbentuklah jaringan tumor atau
kanker (Mardiah dkk. 2006). Penyebab kanker ini beragam salah
satunya adalah dari pangan yang kita konsumsi berupa bahan tambahan
pangan yang sering digunakan di dalam proses pengolahan pangan
(Mardiah dkk. 2006).
4. Mekanisme Pajanan ke Manusia
a. Toksikokinetik
1) Absorpsi
Rhodamin B ada didalam makanan atau minuman sebagai
zat pewarna, senyawa tersebut masuk melalui saluran
pencernaan, masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang
masuk kedalam tubuh (ingesti) (Roosdiana et al., n.d.) Jalur
masuk rhodamin b kedalam tubuh manusia melalui jalur kulit,
oral/ingesti. Paparan rhodamin b melalui jalur tersebut dapat
33
memberikan dampak bagi kesehatan baik akut maupun kronik.
Dampak kronik dapat menyebabkan radang kulit dan alergi.
Penggunaan rhodamin b pada makanan dalam jangka lama akan
mengakibatkan gangguan fungsi hati ataupun kanker (Yuliarti,
2007).
2) Distribusi
Rhodamin b yang telah di absorpsi kemudian diserap oleh
vena mesentrika dan vena porta hepatica akan dimetabolisme di
hepar (Roosdiana et al., n.d.). Zat warna ini diabsorpsi dari
dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat
mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus, Zat
pewarna rhodamin b masuk kedalam tubuh dan mengendap pada
jaringan hati dan menumpuk di jaringan lemak dan diserap oleh
saluran pencernaan serta memiliki ikatan kuat dengan protein
(Putriningtyas et al., 2017).
3) Metabolisme
Rhodamin b merupakan xenobiotika karena senyawa ini
asing bagi tubuh dimana senyawa ini akan dimetabolisme dalam
tubuh dan akan menghasilkan produk samping berupa radikal
bebas, senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam
tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal
34
inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B
juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat
radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan
DNA dalam tubuh. (Roosdiana et al., n.d.). Zat rhodamin b yang
tidak dapat diolah dan dikeluarkan oleh hati akan tersebar
mengikuti aliran darah dengan cara berinteraksi dengan asam
amino dalam globin darah, sehingga terjadi pembentukan globin
adduct. di dalam hati, senyawa metabolisme lalu
ditransfortasikan ke ginjal. (Yamlean, 2011)
4) Ekskresi
Rhodamin b yang telah mengalami proses metabolisme
diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Ginjal berperan dalam
mengeksresikan senyawa xenobiotika melalui urin (Roosdiana et
al., n.d.)
b. Toksikodinamik
Efek rhodamin b pada kesehatan dapat dibedakan dari cara
masuk zat tersebut. Bila rhodamin b tersebut masuk melalui
makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan
terjadi keracunan yang menyebabkan warna urine berwarna merah
muda. Selain itu bisa rhodamin juga bisa masuk melalui minuman,
rhodamin b juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan, melalui
inhalasi rhodamin b jika terhirup dapat menyebabkan iritasi yang
35
ditandai dengan mata kemerahan dan dan adanya timbunan cairan
pada mata, jika rhodamin b terkena bibir maka akan mengakibatkan
bibir pecah- pecah, kering, gatal, bahkan kullit terkelupas (Ridwan,
2013).
5. Dosis Rhodamin B
Toksikologi Rhodamin B relatif banyak dipelajari, dampak akut
dari Rhodamin B pada tikus adalah sekitar 900 mg/kg/ hari. Level
paparan terendah dilaporkan dapat menyebabkan efek buruk dari
sebuah penelitian menggunakan tikus, konsentrasi makanan 0,02%
(200 mg/kg) menyebabkan kematian pada tikus. Food and Drug
Administration (FDA) menentukan bahwa kadar rhodamin B yang
boleh di makan maksimal sebesar 0,75 mg/hari (IARC, 1978)
Nilai Dosis Referensi (RfD) dari bahan kimia Rhodamin b
menurut US-EPA 2016 adalah 2 x 10-1
mg/kg/hari (0,2) (Andi Veny
Kurniawan et al., 2018) NOAEL Rhodamin B adalah 1 mg/kg/hari
dengan LOAEL terkait 10 mg/kg/ hari. Berdasarkan RfD pada Noael
10 mg/kg/hari untuk kerusakan ginjal. NOAEL ataupun LOAEL
berasal dari studi pemberian makanan (Michelle Pepling et al., 1997)
36
6. Analisis Kualitatif Rhodamin B Menggunakan Food SecurityKit
batas(Test Kit Rhodamin B)
Gambar 2.3Tes Kit Rhodamin B
Pengujian rhodamin b pada makanan dilakukan dengan cara
(Kartini and Mukti, 2017):
a. Menyiapkan sampel yang akan di tes
b. Haluskan sampel terlebih dahullu menggunakan mortar dan alu.
c. Tambahkan sedikit air agar sampel menjadilebih halus dan
homogen dengan air.
d. Setelah air homogen dengan sampel, ambil air sampel
menggunakan spet sebanyak 1 ml jangan sampai ada padatan
yang masuk
e. Masukan kedalam tabung reaksi
f. Tambahkan 10-20 tetes tes kit rhodamin b kedalam tabung reaksi
yang berisi air sampel
g. Tambahkan 5 tetes preaksi II rhodamin b
37
h. Lalu tambahkan 10-20 tetes preaksi III rhodamin b
menggunakan pipet tetes
i. Kocok tabung reaksi
j. Jika warna berubah menjadi warna ungu (violet), maka sampel
positif mengandung rhodamin b
7. Analisis Kuantitatif Rhodamin B Menggunakan Spektrofotometri
UV-Vis
a. Alat
Alat yang digunakan pada pengujian spektrofotometri
adalah gelas ukur 100mL, water bath, gelas kimia, timbangan
analitik, spatula, corong, pipet tetes dan batang pengaduk
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah akuades, HCl 0,1 N,
metanol, Na-sulfat, NaOH 10%, larutan Rhodamin B dan
sampel saus.
c. Prosedur Kerja
1) Preparasi sampel
a) Sampel saus ditimbang sebanyak 4 gram
b) Sampel saus dimasukan kedalam cawan penguap
c) Ditambahkan 16 tetes HCl
d) Ditambahkan 60 mL metanol
e) Dilelehkan diatas water bath
38
f) Disaring menggunakan keretas saring Whatman
g) Ditambahkan Na-sulfat
h) Disaring kembali
2) Pembuatan larutan induk Rhodamin B
a) Rhodamin B dipipet 0,1 mL
b) Dimasukan kedalam labu takar 1000 mL
c) Ditambahkan akuades sampai batas tera
d) Dihomogenkan
Sebanyak 5 gram sampel (yang diperkirakan mengandung
rhodamin B) ditimbang kemudian sampel dimasukkan kedalam
erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 100 ml larutan amonia 2% dalam
etanol 70% dan didiamkan semalam. Lalu disaring dengan
menggunakan kertas saring Whatman No. 42 kedalam erlenmeyer.
Larutan dipindahkan kedalam gelas kimia kemudian diuapkan diatas
hot plate selama 4 jam pada suhu 6 C. Sampel yang telah menjadi
pekat selama proses penguapan kemudian dilarutkan dengan 30 mL
akuades dan diaduk. Larutan dipisahkan dengan cara dimasukkan
kedalam corong pisah, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH
10% dan dikocok. Larutan diekstraksi dengan 30 mL dietil eter lalu
dikocok dan didiamkan sampai membentuk dua lapisan yaitu lapisan
eter jernih (atas) dan lapisan air berwarna merah (bawah). Lapisan
air dibuang dengan menggunakan corong pisah sampai mendapat
39
ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5%
sebanyak 5 mL dengan cara dikocok dan didiamkan. Larutan akan
membentuk dua lapisan yaitu lapisan eter jernih (atas) dan lapisan air
berwarna kecoklatan (bawah). Lapisan air dibuang hingga hanya
terdapat ekstrak eter, kemudian diekstraksi tiga kali, tiap kali dengan
10 mL asam klorida (HCl) 0,1 N hingga lapisan eter tak berwarna
lagi. Lapisan eter dibuang dan ekstrak asam klorida (HCl) 0,1 N
ditampung dalam labu takar 50 mL dan ditambahkan asam klorida
(HCl) sampai tanda tera.
F. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) merupakan proses
memperkirakan risiko paparan suatu agen toksik pada kesehatan manusia,
termasuk melakukan identifikasi factor ketidakpastian, dan memperhitungkan
karakteristik yang melekat pada suatu agen toksik yang menjadi karakteristik
sasaran yang spesifik. Terdapat lima langkah dalam pelaksanaan ARKL,
yakni identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pemajanan,
karakteristik risiko dan manajemen risiko (Kementrian Kesehatan RI, 2012)
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Bahaya (hazard) merupakan karakteristik atau sifat benda, kondisi
atau aktifitas yang berpotensial menimbulkan kerusakan, kerugian, kepada
manusia, harta benda dan lingkungan (Herawati, 2007). Identifikasi
bahaya adalah langkah utama dalam ARKL yang digunakan untuk
40
mengetahui secara spesifik agen resiko yang berpotensi menyebabkan
gangguan kesehatan bila tubuh terpajan, bahaya lingkungan dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu bahaya fisik, kimia, dan biolog (Kementrian Kesehatan
RI, 2012). Identifikasi hazard perlu dilakukan karena tidak mungkin untuk
menganalisa semua zat kimia yang ada di dalam suatu daerah yang
tercemar. Dalam identifikasi bahaya dilakukan studi literatur terkait
gejala – gejala gangguan kesehatan yang berterkaitan dengan agen risiko
yang akan dianalisis. Tahapan ini menjelaskanagen risiko spesifik yang
berbahaya, media lingkungan agen risiko berada, berapa besar
kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, dan gejala
kesehatan yang ditimbulkan (Herawati, 2007).
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
Identifikasi bahaya merupakan proses untuk mengenal dampak buruk
kesehatan yang disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan memastikan
mutu serta kekuatan bukti-bukti yang mendukungnya (daya racun
sistematik dan karsinogenik). Dari hasil identifikasi tersebut dapat
diperoleh karakteristik suatu bahaya.
2. Dosis Respon (Dose-Response Assesment)
Penilaian dosis respon dilakukan untuk melihat daya racun yang
terkandung dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu
kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan duarasi) oleh suatu bahan
41
berhubungan dengan timbulnya dampak kesehatan (PMK 876, 2001).
Setelah identifikasi bahaya dilakukan selanjutnya adalah melakukan
analisis dosis respon yaitu dengan mencari nilai RfD, dan/ atau RfC,
dan/atau SF dari agen resiko yang menjadi fokus ARKL, dan memahami
efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen resiko tersebut pada
manusia. Analisis dosis respon ini dilakukan dengan studi literatur tidak
harus melakukan penelitian percobaan sendiri (Kementrian Kesehatan RI,
2012)
3. Analisis Pajanan (Exposure Assesment)
Analisis pajanan dilakukan dengan melakukan pengukuran
pemajanan untuk memperkirakan besaran, frekuensi, dan lamanya
pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui semua jalur dan
menghasilkan perkiraan pemajanan numerik (PMK 876, 2001). Analisi
pemajanan digunakan untuk menentukan dosis risk agent yang diterima
individu sebagai asupan atau intake (I). Perhitungan intake membutuhkan
nilai-nilai default (standar) berupa variabel faktor pemajanan (Defriman
Djafri, 2014). Berikut ini rumus perhitungan intake yang digunakan:
a. Perhitungan Intake non Karsinogenik (INK)
1) Intake pada jalur pemajan ingesti (tertelan)
42
Tabel 2.3 Keterangan Rumus Intake non Karsinogenik
Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default Ink (Intake) Jumlah konsentrasi agen
risiko (mg) yang masuk
ke dalam tubuh manusia
dengan berat badan
tertentu (kg) setiap
harinya
mg/kg x hari Tidak ada nilai
default
C (Concentration) Konsentrasi agen risiko
pada air bersih/minum
atau pada makanan
mg/l
(air)
mg/kg
(makana
n)
Tidak ada nilai
default
R (Rate) Laju konsumsi atau
banyaknya volume ai
atau jumlah berat
makanan yang masu
setiap jamnya
liter/hari
(air)
gram/har
i
(makana
n)
Air Minum
Dewasa
(Pemukiman) :
2 liter/hari
Anak-anak
(Pemukiman) :
1 liter/hari
Dewasa
(Lingkungan
kerja) : 1
liter/hari
Makanan
Buah-buahan :
42 gram/hari
Sayuran : 80
gram/hari
Ikan tangkapan
: 54 gram/hari
fE (Frecuency of
exposure)
Lamanya atau jumlah
hari terjadi pajanan
setiap tahunnya
Hari/tahun Pajanan pada
pemukiman :
350 hari/tahun
Pajanan pada
lingkungan
kerja : 250
hari/tahun
Dt (Duration
Time)
Lamanya atau jumlah
tahun terjadinya pajanan
Tahun Residensial
(pemukiman)/pajanan
seumur hidup : 30
tahun
Wb (Weight of
body)
Berat badan
manusia/populasi/kelom
pok populasi
kg Dewasa asia/
Indonesia : 55 Kg
Anak-anak : 15 kg
Tavg (time
average)
Period waktu rata-rata
untuk efek non
karsinogenik
Hari 30 tahun x 365
hari/tahun : 10.950
hari
43
Tabel 2.4 Keterangan Rumus Intake Karsinogenik
Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default Ink (Intake) Jumlah konsentrasi agen
risiko (mg) yang masuk
ke dalam tubuh manusia
dengan berat badan
tertentu (kg) setiap
harinya
mg/kg x hari Tidak ada nilai
default
C (Concentration) Konsentrasi agen risiko
pada air bersih/minum
atau pada makanan
mg/l (air)
mg/kg
(makanan)
Tidak ada nilai
default
R (Rate) Laju konsumsi atau
banyaknya volume ai
atau jumlah berat
makanan yang masu
setiap jamnya
liter/hari
(air)
gram/hari
(makanan)
Air Minum
Dewasa
(Pemukiman
) : 2
liter/hari
Anak-anak
(Pemukiman
) : 1
liter/hari
Dewasa
(Lingkungan
kerja) : 1
liter/hari
Makanan
Buah-
buahan : 42
gram/hari
Sayuran : 80
gram/hari
fE (Frecuency of
exposure)
Lamanya atau jumlah
hari terjadi pajanan setiap
tahunnya
Hari/tahun Pajanan
pada
pemukiman
: 350
hari/tahun
Dt (Duration Time) Lamanya atau jumlah
tahun terjadinya pajanan
Tahun Residensial
(pemukiman)/paja
nan seumur
hidup:: 30 tahun
Wb (Weight of
body)
Berat badan
manusia/populasi/kelomp
ok populasi
Kg Dewasa asia/
Indonesia : 55 Kg
Tavg (time
average)
Period waktu rata-rata
untuk efek non
karsinogenik
Hari 70 tahun x 365
hari/tahun =
25.550 hari
44
b. Perhitungan Intake Karsinogenik
Perhitungan nilai Intake karsinogenik pada jalur pemajanan
ingesti (tertelan) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
4. Karakteristik Resiko (Risk Characterization)
Karakteristik risiko dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko
dengan mengintegrasikan informasi daya racun dan pemajanan kedalam
“perkiraan batas atas” risiko kesehatan yang terkandung dalam suatu
bahan (KMK 876, 2001). Karakteristik risiko dilakukan untuk
menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis
berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat atau tidak.
Karakteristik risiko dilakukan dengan membandingkan intake dengan
konsentrasi/dosis agen risiko tersebut. Tingkat risiko dikatakan aman jika
intake <RfD atau RfC atau dinyatakan dengan RQ <1. Sedangkan tingkat
risiko dikatakan tidak aman jika intake >RfD atau RfC atau dinyatakan
dengan RQ>1 (Dirjen PP&PL, 2012).
Tingkat risiko untuk efek non karsinogenik dinyatakan dalam Risk
Quotien (RQ). Untuk mengetahui tingkat risiko non karsinogenik
dilakukan perhitungan dengan cara membagi intake dengan RfC atau RfD.
Tingkat risiko dikatakan aman apabila intake ≤ RfD atau RfC nya atau
45
dinyatakan dengan RQ ≤ 1. Tingkat risiko dikatakan tidak aman bilamana
intake > RfD atau RfC nya atau dinyatakan RQ > 1(Kementrian Kesehatan
RI, 2012).
a. Karakterisasi Risiko Pada Efek Non Karsinogenik
Tingkat risiko pada efek non karsinogenik dinyatakan dalam Risk
Quotien (RQ).perhitungan karakterisasi risiko untuk efek non
karsinogenik, dilakukan dengan membandingkan atau membagi Intake
dengan RfC atau RfD. Berikut ini merupakan rumus untuk
menentukanRisk Quotien (RQ) :
Tingkat resiko dikatakan aman jika intake ≤ RfD dinyatakan
dengan RQ ≤ tingkat resiko dikatakan tidak aman apabila intake > Rfd
atau RfC atau dinyatakan dengan RQ > 1.
b. Karakteristik Risiko Karsinogenik
Tingkat risiko untuk efek karsnogenik dinyatakan dalam notasi
Excess Cancer Risk (ECR).Perhitungan karakterisasi risiko efek
karsinogenik dilakukan denan mengalikan intake dengan SF (slope
factor).Nilai SF merupakan nilai referensi yang didapatkan melalaui
studi literatur. Berikut ini merupakan rumus unuk menetukan Excess
Cancer Risk (ECR) :
46
Keterangan :
I (intake) : intake yang telah dihitung dengan intake
karsinogenik sebelumnya
SF (slope factor) : nilai referensi agen resiko dengan efek
karsinogenik
Tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan acceptable
atau aman bila nilai ECR< E-2 atau dinyatakan dengan ECR
<1/10.000. tingkat risiko efek kesehatan karsinogenik dikatakan tidak
aman apabila nilai ECR>IE-2 atau dinyatakan dengan ECR>1/10.000.
5. Manajemen Resiko (Risk Management)
Manajemen risiko merupakan langkah tindak lanjut apabila nilai
hasil karakteristik risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman atau
dengan niali RQ>1. Manajemen risiko dilakukan untuk memperkecil
dampak pajanan dari suatu agen melalui strategi pegelolaan risiko yang
meliputi penentuan batas aman konsentrasi agen risiko (C), Jumlah
Konsumsi (R), waktu pajanan (tE), frekuensi pajanan (fE), dan durasi
pajanan (Dt). Manajemen risiko dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
a. Konsentrasi aman non karsinogenik
Konsentrasi aman non karsinogenik (ingesti)
47
b. Konsentrasi aman karsinogenik
Konsentrasi aman karsinogenik (ingesti)
(
)
c. Penentuan jumlah konsumsi aman (R)
Laju konsumsi aman non karsinogenik (Ingesti)
d. Penentuan waktu pajanan aman (te)
Waktu pajanan aman non karsinogenik (ingesti)
(
)
e. Penentuan frekuensi pajanan aman (fE)
Frekuensi pajanan aman karsinogenik (ingesti)
(
)
f. Penentuan durasi pajanan aman (Dt)
Durasi pajanan aman karsinogenik (ingesti)
48
(
)
Keterangan :
C(aman) (concentration) : konsentrasi agen resiko pada
makanan yang aman
R(aman) : laju konsumsi atau banyaknya
volume makanan (gram) yang masuk
kedalam tubuh setiap harinya yang
aman.
RfD (reference dose) : nilai kuantitatif atau dosis suatu agen
resiko yang dijadikan referensi untuk
nilai aman bagi tubuh.
SF (slope factor) : nilai kuantitatif atau agan resiko
karsinogenik yang dijadikan referensi
untuk nilai yang aman bagi tubuh dari
efek karsinogenik.
R (rate) : laju asupan (volume makanan yang
masuk kedalam tubuh (gram) setiap
harinya)
tE(time of exposure) : lamanya atau jumlah jam terjadinya
pajanan setiap harinya
Dt (duration time) : lamanya atau jumlah tahun
terjadinya pajanan
Wb (weight of body) : berat badan populasi/ kelompok
populasi
49
Tavg (time averange) : untuk agen resiko dengan efek non
karsinogenik: periode waktu rata-
ratauntuk efek karsinogenik
Adapun cara pengelolaan risiko yang dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan diantaranya strategi komunikasi risiko untuk
menyampaikan informasi risiko kepada masyarakat atau populasi yang
berisiko, pemerintah, maupun pihak berkepentingan lainnya (Dirjen
PP&PL, 2012).
50
G. Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Kementrian Kesehatan 2012
Konsentrasi Rhodamin B
saus
Paparan Rhodamin B
saus Manajemen Risiko
Lama pajanan
Laju asupan
Durasi pajanan
Frekuensi pajanan
Antropometri (berat badan)
Intake rhodamin B Tingkat
Risiko
RQ <1 Non
KarsinogenikRQ
Sumber Rhodamin B:
1. Makanan 2. Minuman
Karsinogenik ECR
RQ >1
E<-4
E>-4
51
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL
A. Kerangka Konsep
Rhodamin B pada manusia dapat berasal dari berbagai sumber
seperti makanan dan minuman. Kadar rhodamin yang terdapat dalam saus
dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui ingesti (oral). intake
Rhodamin B dipengaruhi oleh laju asupan, lama pajanan, waktu pajanan,
frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan, sedangkan dalam
mengetahui tingkat risiko kesehatan aman atau tidak aman diperoleh
dengan cara membagi intake dengan dosis referensi (RfD).
Jumlah pajanan personal rhodamin b pada seseorang dapat
dipengaruhi oleh usia, berat badan, durasi pajanan, frekuensi pajanan, laju
asupan, lama pajanan, jenis kelamin. Tingkat risiko dapat dipengaruhi oleh
intake dan dosisi referensi (RfD), dan dilihat tingkat resiko karsinogenik
dan non karsinogeniknya. Jika risiko non karsinogenik (RQ) nilai RQ>1
maka perlu adanya manajemen risiko, dan apabila risiko karsinogenik
(ECR) memiliki nilai E>-4 (0,0001) maka diperlukan manajemen risiko.
52
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan penyerderhanaan pemikiran dan
memfokuskan penelitian pada beberapa variabel tertentu. Rhodamin b
menimbulkan masalah kesehatan bagi populasi yang beresiko, dalam hal
ini yang menjadi populasi beresiko adalah anak-anak SDN Cirendeu 02.
Besar resiko tersebut dipengaruhi oleh berat badan (Wb), laju asupan (R),
lama pajanan (tE0), frekuensi pajanan (fE), dan durasi pajanan (Dt).
Karakteristik- karakteristik tersebut berpengaruh terhadap dosisi yang
diterima. Dosis yang diterima melebihi batas aman dapat menimbulkan
resiko kesehatan. Besarnya resiko yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan disebut Risk Quitient (RQ) sedangkan resiko kesehatan
karsinogenik disebut ECR. Variabel independen dalam konsentrasi
rhodamin b pada saus. Sedangkan variabel independen berupa tingkat
resiko karsinogen (ECR) dan tingkat resiko non karsinogen (RQ).
Konsentrasi
Rhodamin B
dalam saus
Intake
Rhodamin B
Tingkat Risiko Non-
Karsinogenik (RQ) dan
Karsinogenik (ECR)
Lama pajanan
Laju asupan
Durasi pajanan
Frekuensi pajanan
Berat badan
Manajemen
Resiko
Karakteristik Individu:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Tinggi Badan
53
B. Definisi Operasional
Table 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur
Usia Lama waktu hidup sejak dilahirkan Tahun Kuesioner Wawancara
Rasio
Jenis Kelamin Perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi
biologi laki-laki dan perempuan yang
menentukan perbedaan peran mereka
dalam menyelenggarakan upaya
meneruskan garis keturunan.
a. Laki-laki
b. Perempuan
Kuesioner Wawancara
Nomial
Tinggi Badan Hasil pengukuran panjang tulang-
tulang dalam tubuh yang membentuk
poros tubuh yang diukur dari titik
tertinggi kepala ke titik terendah dari
tulang kaki
cm Alat pengukur tinggi
badan (statur meter)
Mengukur tinggi badan
siswa menggunakan statur
meter
Rasio
Berat Badan Berat badan yang diukur pada saat
pengukuran langsung atau observasi
dilakukan
kg Timbangan Menimbang berat badan
siswa dengan menggunakan
timbangan digital
Rasio
Konsentrasi
Rhodamin B pada
saus
Kadar zat kimia Rhodamin b yang
terdapat pada saus
Mg/kg Spektrofotometri Pengukuran menggunakan
Spektrofotometri
Rasio
Waktu pajanan (tE) Periode waktu sampel terpajan
rhodamin b dihitung berdasarkan
jumlah konsumsi saus ber rhodamin b
dalam satu hari
Jam/hari Kuesioner Wawancara Rasio
54
Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur
Pajanan Personal
(intake)
Jumlah rhodamin b yang dikonsumsi
oleh siswa/i
Mg/kg/hari
Exsposure Assesment Persamaan Intake
Rasio
Frekuensi pajanan
(fE)
Jumlah porsi yang dikonsumsi siswa/i
dalam hari per tahun
Hari/tahun Kuesioner Wawancara Rasio
Durasi pajanan (Dt) Lamanya waktu konsumsi rhodamin
di lokasi penelitian
Hari/Bulan/Tah
un
Kuesioner Wawancara Rasio
Tingakat risiko (RQ) Besarnya risiko non karsinogenik
konsumsi rhodamin b terhadap siswa
SD
Tidak ada
satuan
Software komputer Persamaam
Rasio
Tingkat Risiko
Karsinogenik (ECR)
Besarnya risiko karsinogenik pajanan
Rhodamin B pada saus tehadap
siswa/i SD
Tidak ada
satuan
Software komputer
ECR = SF X I Rasio
Manajemen Risiko Penentuan batas aman konsentrasi (C)
Rhodamin B dan laju asupan (R)
konsumsi saus pada siswa/i SD
mg/kg x hari
gr/hari
Software komputer
1. Batas aman konsentrasi
(C) =
2. Batas aman laju asupan
(R) =
Rasio
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain studi dalam penelitian ini menggunakan metode Analisis
Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Analisis Resiko Kesehatan
Lingkungan (ARKL) merupakan metode untuk menghitung estimasi
resiko akibat pajanan suatu agen baik kimia maupun biologi pada
populasi beresiko dengan mempertimbangkan karakteristik agen dan
populasi.
Prosedur penelitian dalam metode ARKL meliputi langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis Rhodamin b
dalam saus dengan menggunakan test kit Rhodamin B, apabila
warna saus berubah menjadi violet setelah ditetesi tes kit rhodamin
b, maka saus tersebut positif mengandung Rhodaamin B.
Selanjutnya sampel saus dibawa ke Laboraturium Kesehatan
Daerah untuk analisis kuantitatif konsentrasi Rhodamin B yang
terkandung dalam saus tersebut dengan menggunakan alat
Spektrofotometri UV-Vis.
56
2. Analisis Dosis Respon (Dose-Response Assessment)
Analisis dosis respon untuk menentukan hubungan antara
besarnya dosis pajanan bahan kimia terjadinya efek yang merugikan
bagi kesehatan manusia. Tingkat toksisitas dari suatu agen risiko
dinyatakan dalam dosis referensi. Untuk jalur ingesti yang bersifat
non karsinogenik toksisistas agen dinyatakan dalam dosis Reference
Dose (RfD). Dan untuk pajanan yang bersifat karsinogenik
toksisitas agen dinyatakan dalam nilai Slofe Factor (SF). Nilai RfD
dan SF didapatkan dengan melakukan kajian literatur.
3. Analisis Pemajanan (Ezposure Assessment)
Analisis pajanan dilakukan dengan mengestimasi jumlah
asupan atau intake inhalasi setiap harinya dengan menghitung
konsentrasi Rhodamin B, laju inhalasi, lama pajanan, frekuensi
pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Intake dihitung secera
realtime (perhitungan nilai intake responden pada saat dilakukannya
penelitian) dan Lifetime (perhitungan nilai intake berdasarkan
proyeksi selama rentang waktu 30 tahun). Pajanan lifetime yang
digunakan adalah Dt 70 tahun untuk karsinogenik.
4. Karakteristik Resiko (Risk Characteristik)
Karakteristik risiko adalah upaya untuk mengetahui apakan
populasi beresiko atau tidak. prakiraan resiko numerik yang
didapatkan dari perbandingan asupan (intek) dengan dosis referensi
(RfD). Tingkat risiko dinyatakan dengan Risk Quotiens (RQ) untuk
efek non karsinogenik. Risiko kesehatan perlu dikendalikan jika
57
RQ>1 jika RQ ≤ 1 risiko tidak perlu dikendalikan tetapi segala
kondisi harus dipertahankan agar nilai RQ tidak melebihi 1.
Sedangkan perhitungan ECR didaatkan dari perkalian antara nilai
SF dan nilai asupan (intake).
5. Manajemen Risiko
Langkah tindak lanjut yang harus dilakukan apabila hasil
karakteristik risiko menunjukan tingkat risiko yang tidak aman
ataupun unaceptable. Strategi pengelolaan yang dilakukan salah
satunya adalah penentuan batas aman.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 sampai dengan
bulan Juli 2019 di SDN Cirendeu 2 Ciputat, Laboraturium Kesehatan
Lingkungan Fikes UIN Jakarta, dan Laboraturium Kesehatan DKI
Jakarta.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang
mempunyai karakteristik tertentu dan dijadikan target. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i Sekolah Dasar Negeri
Cirendeu 02 Ciputat dari kelas 2 sampai kelas 6 yang berjumlah
138 orang.
58
2. Sampel
a. Sampel Makanan
Sampel makanan dalam penelitian ini adalah saus yang
dijual pedagang bakso didepan SDN Cirendeu 2. Pengambilan
sampel saus diawali dengan cara menyediakan alat dan bahan:
1. Alat
Alat yang digunakan dalam pengambilan saus
adalah sendok untuk mengambil saus atau dengan
menuangkan saus langsung dari wadah nya ke plastik
sampel yang disediakan.
2. Bahan
a) Plastik sampel steril
b) Label
c) Pulpen/spidol
Setelah alat dan bahan tersedia, dilakukan pengambilan
sampel saus dengan mengambil saus sesuai kebutuhan ke
plastik sampel steril lalu ditutup dan diberi label. Label berisi
nama/jenis makanan, lokasi pengambilan sampel, waktu
pengambilan sampel. Selanjutnya sampel dibawa ke
laboraturium kesehatan daerah untuk dilakukan pengujian
kuantitatif Rhodamin B.
59
b. Sampel Anak SD
Sampel dalam penelitian ini merupakan anak SDN kelas
2-6 yang berjumlah 132 responden dan mengkonsumsi saus
yang mengandung Rhodamin B yang dijual disekitar SDN
Cirendeu 2 Ciputat. Kelas 1 tidak masuk sampel karena kelas
1 belum sampai satu tahun berada di SDN Cirendeu 02. Salah
satu syarat untuk penelitian ARKL sampel yang kita teliti
harus sudah terpapar minimal 1 tahun. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan menguji Total
Sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Responden diberikan pertanyaan dengan metode
wawancara pertanyaan yang ditanyakan dalam penelitian ini
berupa data terkait karakteristik individu sepetri umur, jenis
kelamin, berat badan, waktu pajanan, frekuensi pajanan,
durasi pajanan didapatkan melalui wawancara. Dalam
penelitian ini dilakukan dengan pengujian dengan total
sampel.
c. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Siswa SD
Dalam penelitian ini kriteria inklusi merupakan sampel
yang akan diteliti, yakni siswa/i SDN Cirendeu 02 Ciputat
kelas 2 sampai kelas 6 yang mengkonsumsi saus yang dijual
di SDN Cirendeu 02 yang berjumlah 138 orang.
Sedangkan kriteria eksklusinya pada saat penelitian
adalah siswa yang tidak pernah mengkonsumsi saus yang
60
dijual di lingkungan SD Cirendeu 02, Siswa/i kelas 1 SDN
Cirendeu 02.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang akan digunakan dapat melalui
pengumpulan data primer dan data sekunder sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
pengujian kuantitatif zat pewarna Rhodamin B, lalu dilakukan
juga wawancara dan pengukuran langsung ditempat penelitian
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, lama pajanan, frekuensi
pajanan, durasi pajanan, berat badan, dan tinggi badan.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data nama-nama
siswa kelas 1-6 yang diperoleh dari sekolah SDN Cirendeu 02.
2. Uji Laboraturium
Uji laboraturium pada penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data ada atau tidaknya zat rhodamin b serta kadar
rhodamin b tersebut dalam saus. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis (Longdong, 2017)
Spektrofotometri UV-Visibel yang digunakan adalah merek
Agilent, bandwidth 1 nm dan metode operasional seperti
pemindaian, pemrograman panjang gelombang, analisis kualitatif,
61
pemindaian analisis kualitatif dan lain-lain. Fitur-fitur yang ada
antara lain pengoprasian sinar ganda, troughput yang besar,
penyimpangan lampu fiber optik rendah, memiliki beragam
aksesoris dan peralatan serta berperangkat lunak WinLab UV.
Keunggulannya yaitu dapat menganalisis semua jenis farmakope,
cocok untuk semua jenis sampel cairan serta memiliki stabilitas,
akurasi dan kemampuan memroduksi yang tinggi (PerkinElmer,
2015). Berikut prosedur pengujian di Laboraturium Kesehatan
Daerah Jakarta:
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
erlenmeyer, hot plate, timbangan, corong pisah,
spektrofotometer UV-Vis merek Agilent, Labu takar, gelas
arloji, gelas ukur, pipet, spatula, batang pengaduk.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah: saus, standar Rhodamin b,
aquades, HCL 0,1 N, Naoh 10%
c. Prosedur Kerja
1) Persiapan larutan standar
a) Ditimbang standar rhodamin b sebanyak 5 mg
b) Dilarutkan dalam HCL 0,1 ad 25 ml (larutkan stok
standar 200 ug/ml)
c) Dari larutan stok standar 200 ppm, dipipet sebanyak 0,1
ml
62
d) Dilarutkan dalam 10 ml HCL 0,1 N
2) Persiapan Larutan Sampel
a) Ditimbang 10 gr sampel (dalam beaker glass)
b) Ditambahkan air 30 ml
c) Ditambahkan NaOH 10% 6 ml
d) Diekstraksi 2x masing-masing dengan 30 ml eter
e) Diambil fase eter (atas), lalu dicuci dengan 20 ml NaOH
0,5%
f) Diambil fase eter (atas), lalu diekstrasi dengan 10,0 ml
HCl 0,1 N
g) Ditampung fase larutan asam (bawah) dalam tabung
reaksi
h) Dipipet 2,0 ml larutan tersebut dan ditambahkan HCl
0,1 N ad 10,0 ml
3) Persiapan larutan spike
a) Ditimbang 10 gr sampel (dalam beaker glass)
b) Ditambahkan larutan stok standar 200 ppm sebanyak
0,25 ml (penambahan standar : 0,1 ug/ml atau mg/kkg)
c) Ditambahkan air 30 ml
d) Ditambahkan NaOH 10 % 6 ml
e) Diekstraksi 2x masing-masing dengan 30 ml eter
f) Diambil fase eter (atas), lalu dicuci dengan 20 ml NaOH
0,5%
63
g) Diambil fase eter (atas), lalu diekstrasi dengan 10,0 ml
HCl 0,1 N
h) Ditampung fase larutan asam (bawah) dalam tabung
reaksi
i) Dipipet 2,0 ml larutanntersebut dan ditambahkan HCl
0,1 N ad 10,0 ml
j) Diukur larutan standar, sampel dan spike dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang ±
558 nm
k) Digunakan HCl 0,1 N sebagai blanko
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Test Kit Rhodamin B
Test kit Rhodamin B merupakan alat dan bahan yang
digunakan untuk menguji kualitatif saus pada sampel saus.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merpakan alat yang digunakan
untuk menguji kuantatif Rhodamin B pada sampel makanan.
3. Kuesioner dan alat pengukuran antropometri
Kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan-
pertanyaan yang ada dalam kuesioner mengacu pada sumber
kepustakaan yang ada termasuk dari penelitian sebeumnya.
Instrumen penelitian yang telah disusun perlu dilakukan uji validitas
dan reabilitas sebelum dilakukan penelitian. Uji validitas dan
64
reliabilitas sebelum dilakukan pada siswa/i SDN Cirendeu 2. Selain
itu dalam penelitian ini juga menggunakan timbangan berat badan
untuk mengukur berat badan responden dan kalkulator utntuk
menghitung dalam penelitian yang dilakukan.
F. Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya data akan
diolah. Proses pengolahan data yang dilakukan menggunakan metode
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan dengan cara melakukan
perbandingan antara intake yang diterima oleh pedagang dengan
konsentrasi referensi (RfD) yang aman untuk pajanan rhodamin b.
Dalam proses pengolahan data terdapat empat tahapan yakni:
1. Editing
Editing adalah suatu kegiatan untuk melakukan pengecekan
ataupun perbaikan terhadap kuesioner yang telah dikumpulkan.
Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan
pemeriksaan kembali untuk memastikan agar tidak ada data yang
tidak terisi maupun tidak dapat dibaca. Pemeriksaan kuesioner ini
dilakukan saat peneliti masih berada dilokasi peneliti.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti untuk
memberikan kode pada setiap pertanyaan dan jawaban pada
kuesioner. Proses coding dilakukan setelah data diperiksa ketepatan
dan kelengkapannya.
65
3. Entri
Setelah data di coding, selanjutnya data dimasukan ke dalam
softwere khusus pengolahan data untuk kemudian dilakukan
pengolahan.
4. Cleaning
Cleaning adalah tahap terakhir dalam pengolahan data. Tahap
ini merupakan kegiatan untuk pemeriksaan kembali semua data
yang telah dimasukan ke dalam softwere agar tidak terjadi
kesalahan maupun missing pada data sehingga data yang dihasilkan
valid.
Tabel 4.1 Konversi Matematis Perhitungan ARKL
Keterangan DO aman Hasil Konversi Digit matematis
Konsentrasi (C) Mg/kg Mg/gr 10-3
SF - 1/ NOAEL -
G. Analisi Data
1. Analisis Univariat
Untuk mengetahui sebaran data menggunakan uji normalitas
dimana data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk
mengetahui jenis sebaran datanya. Analisis univariat terdapat dua
jenis data. Untuk data kategorik analisis data disajikan dalam
bentuk jumlah dan presentase. Sedangkan untuk data numerik data
disajikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi, minimum –
maksimum dan kenormalan distribusi.
66
Variabel kategorik yang disajikan dalam penelitian ini
diantaranya adalah jenis kelamin. Sedangkan untuk variabel
numerik yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya adalah
konsentrasi Rhodamin b, berat badan, laju ingesti, durasi pajanan,
frekuensi pajanan dan lama pajanan. Dan proses analisis data
dilakukan dengan menggunakan softwere analisis data. Variabel
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
2. Perhitungan Nilai Intake
Data konsentrasi rhodamin b pada saus, data antropometri dan
data karakteristik pedangang yang telah terkumpul dilakukan
analisis dan dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai intake.
Nilai Intake dapat diketahui dengan menggunakan rusmus,
Keterangan:
Ink : Intake Rhodamin b (mg/kg/hari)
C : Konsentrasi Rhodamin b (mg/kg)
R : Laju Inhalasi (mg/kg)
tE : Lama Pajanan (jam/hari)
fE : Frekuensi Pajanan (hari/tahun)
Dt : Durasi Pajanan (tahun)
Wb : Berat Badan (kg)
Tavg : Periode Waktu Rata-Rata
67
3. Perhitungan Risiko Non Kanker
Untuk mengetahui tingkat risiko non karsinogenik (RQ)
menggunakan rumus:
Keterangan:
RQ : Tingkat Risiko Rhodamin B (Efek Non Karsinogenik)
I : Intake Rhodamin B (mg/kg/hari)
RfD : Dosisi Referensi Rhodamin B (m/kg/hari)
Dalam hal tingkat risiko apabila didapati nilai (RQ) > 1 maka harus
dilakukan pengelolaan risiko
4. Perhitungan Risiko Kanker
Untuk mengetahui tingkat risiko karsinogenik (ECR)
menggunakan rumus:
Keterangan:
ECR : Tingkat Risiko Rhodamin B (Efek Karsinogenik)
I : Intake Rhodamin B (mg/kg/hari)
SF : Slope Factor (Nilai Referensi Agen Risiko dengan Efek
Karsinogenik.
68
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum SDN Cirendeu 02
SDN Cirendeu 02 adalah Sekolah dasar yang terletak di wilayah
Cirendeu Ciputat Timur. Gedung SDN 02 Cirendeu terdiri dari 2
lantai, 13 ruang kelas, 1 perpustakaan dan terdapat 1 kantin sekolah
dengan luas tanah sebesar 1250 m2. Berdasarkan studi pendahuluan,
sekolah yang terdapat penjual bakso diantaranya SDN Cirendeu 01,
SDN Cirendeu 02, dan SDN Cirendeu 03. Selanjutnya dilakukan
pengujian keberadaan pewarna Rhodamin B dalam saus bakso
menggunakan alat test kit Rhodamin B dengan metode kolorimetri.
Hasil dari penggunaan alat tes tersebut ditemukan Rhodamin B pada
saus bakso.
Siswa/i SDN Cirendeu 02 biasa membeli makanan di kantin
sekolah maupun jajanan diluar kantin sekolah. Akan tetapi
kebanyakan anak SD lebih suka membeli jajanan di luar kantin, hal
ini dikarenakan makanan yang ada dikantin kurang variatif.
69
Tabel 5.1 Jumlah Siswa Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin SDN Cireundeu 02
Tahun 2019
Kelas Jenis Kelamin
N
Laki-laki Perempuan
I A 18 13 31
1 B 13 16 29
II A 10 14 24
II B 20 12 32
III A 15 20 35
III B 20 14 34
IV A 19 15 34
IV B 19 17 36
IV C 17 13 30
V A 17 20 37
V B 17 18 35
VI A 20 18 38
VI B 17 17 34
Total 222 207 429
Sekolah tersebut memiliki jumlah siswa/i 429 orang
dengan jumlah siswa laki-laki 222 orang dan sisa prempuan 207
orang yang dibagi dalam 13 kelas.
B. Hasil Penelitian
1. Kadar Rhodamin B
Ditemukan zat Rhodamin B pada saus yang digunakan oleh
penjual jajanan di SDN Cirendeu 02. Hasil pengukuran kadar
Rhodamin B yang diperoleh dari hasil uji spektrofotometri di
Laboraturium Kesehatan Daerah DKI Jakarta, seperti tabel dibawah
ini:
70
Table 5.2 Hasil Analisis Laboratorium Kadar Rhodamin B dalam Saus di
SDN Cirendeu 02
Nama
Sekolah
Makanan Kadar (mg/kg) Tahun Temuan
SDN
Cirendeu 02
Saus 0,00917 mg/g/hari 2019
Berdasarkan hasil pengukuran kadar Rhodamin B, diketahui
kadar penggunaan Rhodamin B yang ditemukan pada saus bakso di
SDN Ciereundeu 02 adalah 0,00917 mg/kg.
2. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02
a. Umur
Umur responden dihitung berdasarkan darmtahun
kelahiran sampai tahun saat dilakukan penelitian. Adapun
distribusi usia siswa/i SDN Cirendeu 02 adalah sebagai berikut:
Table 5.3 Distribusi Umur Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Vari
abel
Kategori N Mean Median SD Min Max
Umu
r
(Tah
un)
Kelas 2 10 8 8 0,000 8 8
Kelas 3 13 9,46 10 0,660 8 10
Kelas 4 38 9,92 10 0,632 9 11
Kelas 5 26 10,8 11 0,711 10 12
Kelas 6 51 11,8 12 0,683 11 13
Umur tertua siswa SDN Cirendeu 02 adalah 13 tahun
dan umur termuda 8 tahun. Berdasarkan distribusi umur tiap
kelas, kelas 2 memiliki rata-rata umur 8 tahun dengan umur
tertua 8 tahun dan umur termuda 8 tahun dengan nilai median 8
tahun dan standar deviasi 0,000. Kelas 3 memiliki rata-rata umur
9,46 tahun dengan umur tertua 10 tahun dan umur termuda 8
tahun dengan nilai median 10 tahun dan standar deviasi 0,660.
71
Kelas 4 memiliki rata-rata umur 9,92 tahun dengan umur tertua
11 tahun dan umur termuda 9 tahun dengan nilai median 10
tahun dan standar deviasi 0,632. Kelas 5 memiliki nilai rata-rata
umur 10,8 dengan umur tertua 12 tahun dan umur termuda 10
tahun dengan nilai median 11 tahun dan standar deviasi 0,711.
Sedangkan kelas 6 memiliki nilai rata-rata umur 11,8 dengan
usia tertua 13 tahun dan usia termuda 11 tahun denagn nilai
median 12 tahun dan standar deviasi 0,683.
b. Berat Badan
Berdasakan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
berat badan siswa diperoleh nilai p>0,05 untuk kelas 2,3,5, dan
6 yang berarti data berdistribusi normal, sedangkan untuk kelas
4 diperoleh nilai p<0,05 yang berarti data tidak berdistribusi
normal, berat badan tertinggi 73,4 kg dan berat badan terendah
33,90 kg. Apabila berdasarkan kelas, nilai berat badan untuk
kelas 2,3,5, dan 6 berdistribusi normal sehingga digunakan nilai
mean, sedangkan untuk kelas 4 tidak berdistribusi normal
sehingga digunakan nilai median.
Table 5.4 Distribusi Berat Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max
Berat
Badan
(kg)
Kelas 2 10 27,84 26,1 7,124 19,20 42,60
Kelas 3 13 26,6 26 4,038 21,30 33,90
Kelas 4 38 34,36 31,7 12,028 20,6 73,4
Kelas 5 26 35,88 37 8,902 23,20 63,20
Kelas 6 51 41,44 39,4 9,582 23,60 68
72
c. Tinggi Badan
Berdasakan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
tinggi badan seluruh siswa diperoleh nilai p>0,05 yang berarti
data berdistribusi normal sehingga digunakan nilai mean, tinggi
badan tertinggi adalah 165,5 cm dan tinggi badan terendah 123
cm.
Table 5.5 Distribusi Tinggi Badan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max
Tinggi
Badan
(cm)
Kelas 2 10 114,25 114 6,94 103 123
Kelas 3 13 127,46 127 3,2 123 132
Kelas 4 38 136,29 134 8,54 125 162,5
Kelas 5 26 143,45 144 8,47 124 158,1
Kelas 6 51 147,31 148 6,73 124 165,5
d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbagi menjadi dua kelompok yaitu laki-
laki dan perempuan. Distribusi frekuensi responden menurut
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 5.6 Jenis Kelamin Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
B
e
r
d
asarkan tabel diatas jumlah responden kelas 2, kelas 3, kelas 4
dan kelas 5 lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan
responden kelas 6 lebih banyak berjenis kelamin perempuan.
Jenis
Kelamin
Kategori (kelas)
Kelas2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6
N % N % N % N % N %
Laki-Laki 6 60 10 76,9 21 55,3 16 61,5 19 37,3
Perempuan 4 40 3 23,1 17 44,7 10 38,5 32 62,7
Total 10 100 13 100 38 100 26 100 51 100
73
Dari total keseluruhan, responden berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak daripada responden yang berjenis kelamin
prempuan yaitu berjumlah 72 orang berbanding 66 orang.
3. Pola Konsumsi Siswa
a. Frekuensi Pajanan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data frekuensi
pajanan siswa kelas 2 dan 3 diperoleh nilai p>0,05 yang berarti
data berdistribusi normal, sedangkan kelas 4,5,dan 6 diperoleh
nilai p<0,05 yang berarti tidak berdistribusi normal.
Berdasarkan kelas diketahui kelas 2 dan 3 berdistribusi normal
sehingga menggunakan nilai mean, sedangkan untuk kelas
4,5,dan 6 tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan
nilai median. Nilai mean frekuensi pajanan yaitu 140 hari/tahun
untuk kelas 2, 101,5 hari/tahun untuk kelas 3, 88 hari/tahun
untuk kelas 4, 66 hari/tahun untuk kelas 5 dan 132 hari/tahun
untuk kelas 6.
Table 5.7 Frekuensi Pajanan Siswa/i SDN Cirendbeu 02 Tahun 2019
Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max
Frekuensi
pajanan
(hari/tahun)
Kelas 2 10 140 140 89,9 44 264
Kelas 3 13 101,5 101,5 63,2 44 220
Kelas 4 38 116,9 88 62,9 44 264
Kelas 5 26 89,6 66 61,5 44 264
Kelas 6 51 111,2 132 53,7 44 220
74
b. Durasi Pajanan
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data distribusi durasi
pajanan tidak berdistribusi normal (p<0,05). Diketahui masing-
masing kelas memiliki nilai durasi pajanan realtime yang
berbeda yaitu nilai 2 tahun untuk kelas 2, 3 tahun untuk kelas 3,
4 tahun untuk kelas 4, 5 tahun untuk kelas 5 dan 6 tahun untuk
kelas 6.
Table 5.8 Durasi Pajanan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Variabel Kategori N Mean Median SD Min Max
Durasi
pajanan
(tahun)
Kelas 2 10 2 2 - 2 2
Kelas 3 13 2,73 3 0,66 1 3
Kelas 4 38 3,95 4 0,32 2 4
Kelas 5 26 4,92 5 0,39 3 5
Kelas 6 51 5,61 6 1,06 1 6
c. Laju Asupan
Laju asupan adalah banyaknya volume atau jumlah berat
makanan yang masuk/dikonsumsi. Untuk mengetahui laju
konsumsi saus dilakukan analisis mengenai jumlah gram saus
yang dikonsumsi oleh siswa. Selanjutnya dilakukan
penimbangan saus tersebut dengan hasil sebagai berikut :
75
Gambar 5.1 Penimbangan Sampel Saus
Table 5.9 Laju Asupan Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Variabel Makanan Konsumsi saus
Laju Asupan (g/hari) Saus 45,64
Berdasarkan tabel diatas diketahui laju asupan saus oleh
siswa adalah 45,64 g/hari.
C. Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
1. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B pada
Siswa/i SDN Cirendeu 02
Perhitungan intake dibedakan berdasarkan kelas. Intake adalah
banyaknya suatu agen risiko yang diterima dan masuk kedalam
tubuh manusia setiap harinya. Perhitungan intake berupa intake non
karsinogenik dan intake karsinogenik.
a. Intake Rhodamin b
Ringkasan statistik nilai variabel sebagai faktor
pemajanan dicantumkan dalam tabel dibawah ini.
76
Table 5.10 Karakteristik Faktor Pemajan SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Karakteristi
k Individu
Lokasi
Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6
Berat Badan
(Wb)
27,8 kg 26,6 kg 31,75 kg 35,88 kg 41,44 kg
Frekuensi
Pajanan (fE)
140,8
hari/tahun
101,5
hari/tahun
88
hari/tahun
66
hari/tahun
132
hari/tahun
Laju Asupan
(R)
45,64 g/hari
Durasi
Pajanan (Dt)
2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun
Perhitungan intake berupa perhitungan intake realtime (waktu
pajanan sebenarnya) dan lifetime (durasi pajanan 30 tahun untuk
karakterisasi risiko 30 tahun dan durasi pajanan 70 tahun untuk
karakterisasi risiko karsinogenik). Perhitungan intake Rhodamin B
menggunakan rumus perhitungan intake untuk jalur pajanan ingesti.
Pada saat perhitungan intake, konsentrasi Rhodamin B dikonversi
dari satuan mg/kg menjadi mg/g untuk mendapatkan hasil akhir
perhitungan intake dengan satuan mg/kg/hari. Sehingga konsentrasi
Rhodamin B yang digunakan dalam perhitungan ini adalah 0,00917
mg/g.
1) Intake Non Karsinogenik Realtime
Hasil Perhitungan intake realtime non karsinogenik
adalah sebagai berikut :
77
Table 5.11 Intake Realtime non Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun
2019
Lokasi Intake realtime non- karsinogenik (mg/kg/hari)
Kelas 2 0,00038
Kelas 3 0,00043
Kelas 4 0,00042
Kelas 5 0,00035
Kelas 6 0,00073
Dari hasil perhitungan intake realtime Rhodamin b tersebut
tidak ada yang melebihi nilai RfD (reference dose) Rhodamin B
yaitu 0,2 mg/kg/hari. Hal tersebut berarti nilai intake realtime pada
masing-masing kelas masih berada dibawah ambang batas dan dapat
dikatakan masih aman.
2) Intake Karsinogenik Realtime
Hasil perhitungan Intake realtime karsinogenik adalah sebagai
berikut:
Table 5.12 Intake Karsinogenik Siswa/i SDN Cirendeu 02 Tahun 2019
Lokasi Intake realtime karsinogenik (mg/kg/hari) Kelas 2 0,00016
Kelas 3 0,00018
Kelas 4 0,00018
Kelas 5 0,00015
Kelas 6 0,00031
78
Dari hasil perhitungan intake realtime Rhodamin B tersebut
tidak ada yang melebihi nilai RfD (reference dose) Rhodamin B
yaitu 0,2 mg/kg/hari.
b. Proyeksi Intake Terhadap Rhodamin B 30 Tahun Mendatang
Dalam penelitian ini dilakukan pula perhitungan nilai intake
lifetime non karsinogenik. nilai intake diproyeksikan hingga 30
tahun mendatang dalam rentang waktu 5-30 tahun yang kemudian
diproyeksikan dalam bentuk grafik. Berikut ini merupakan
penjabaran proyeksi nilai Intake Rhodamin B 30 tahun mendatang
berdasarkan kelas
Grafik 5.1 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang pada
Siswa Kelas 2
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 2 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun ke-
5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0009-0,0057 atau <RfD
(0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
0,0009 0,0019
0,0028 0,0038
0,0048 0,0057
0
0,001
0,002
0,003
0,004
0,005
0,006
0,007
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Intake 30 Tahun Kelas 2
Intake NonKarsinogenik
79
Grafik 5.2 Proyeksi Intake Karsinogenik Rhodamin B 30 Tahun
Mendatang Pada Siswa Kelas 2 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 3 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun
ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0007-0,0043 atau
<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.3 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 4 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 4 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun
0,0007
0,0014
0,0021
0,0029
0,0036
0,0043
0
0,001
0,002
0,003
0,004
0,005
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 3
Intake
0,0005
0,0010
0,0015
0,0021
0,0026
0,0031
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
0,003
0,0035
TahunKe-5
Tahunke-10
TahunKe-15
Tahunke-20
tahunke-25
Tahunke-30
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 4
Intake
80
ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0005-0,0031 atau
<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.4 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 5 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 5 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun
ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0003-0,0021 atau
<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.5 Proyeksi Intake Rhodamin B 30 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 6 Tahun 2019
0,0003
0,0007
0,0010
0,0014
0,0017
0,0021
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 5
Intake
0,0006
0,0012
0,0018
0,0024
0,0030
0,0036
0
0,001
0,002
0,003
0,004
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 6
Intake
81
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 6 selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke-5 hingga tahun ke-30. Nilai proyeksi intake di tahun
ke-5 hingga tahun ke-30 diperoleh nilai 0,0006-0,0036 atau
<RfD (0,2 mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
c. Proyeksi Intake Siswa Terhadap Rhodamin b 70 Tahun
Mendatang
Perhitungan intake lifetime karsinogenik juga dihitung
untuk 70 tahun mendatang yang dibagi kedalam 7 periode dengan
rentang waktu 10 tahun yang kemudian diproyeksikan dalam
bentuk grafik. Berikut ini merupakan penjabaran proyeksi nilai
intake Rhodamin B 70 tahun mendatang berdasarkan kelas:
Grafik 5.6 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 2 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
intake pada siswa kelas 2 selalu mengalami peningkatan dari tahun
ke-10 hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10
0,0008 0,0016
0,0024 0,0033
0,0041 0,0049
0,0057
00,0010,0020,0030,0040,0050,0060,007
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 2
Nilai Intake
82
hingga tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0008-0,0057 atau <RfD (0,2
mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.7 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 3 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake
pada siswa kelas 3 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10
hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga
tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2
mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.8 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 4 Tahun 2019
0,0006 0,0012
0,0018 0,0024
0,0031 0,0037
0,0043
0
0,001
0,002
0,003
0,004
0,005
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 3
Intake Karsinogenik
0,0004 0,0009
0,0013 0,0018
0,0022 0,0027
0,0031
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
0,003
0,0035
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 4
Intake
83
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake
pada siswa kelas 4 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10
hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga
tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2
mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
Grafik 5.9 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 5 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake
pada siswa kelas 5 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10
hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga
tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0003-0,0021 atau <RfD (0,2
mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
0,0003 0,0006
0,0009 0,0012
0,0015 0,0018
0,0021
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 5
Intake
84
Grafik 5.10 Proyeksi Intake Rhodamin B 70 Tahun Mendatang Pada
Siswa Kelas 6 Tahun 2019
Bedasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai intake
pada siswa kelas 6 selalu mengalami peningkatan dari tahun ke-10
hingga tahun ke-70. Nilai proyeksi intake di tahun ke-10 hingga
tahun ke-70 diperoleh nilai 0,0006-0,0043 atau <RfD (0,2
mg/kg/hari) yang berarti masih dalam batas aman.
2. Analisis Dosis Respon
Analisis dosis-respon, disebut juga dose-response assessment
atau toxicity as-sessment, menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas
risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya analisis dosis respon
bertujuan untuk mengetahui jalur pajanan (pathway) dari suatu agen
kimia yang masuk kedalam tubuh manusia, mengetahui gejala
maupun efek kesehatan yang dapat ditimbulkan (Kementrian
Kesehatan RI, 2012). Toksisitas suatu agen risiko dinyatakan dalam
dosis referensi. Nilai toksisitas dari suatu agen yang dapat
menimbulakan efek non karsinogenik dengan jalur pajanan ingesti
dinyatakan dengan Reference Dose (RfD) dan slope factor (SF)
0,0005 0,0010
0,0015 0,0020
0,0026 0,0031
0,0036
0
0,001
0,002
0,003
0,004
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Intake pada Siswa Kelas 6
Intake
85
merupakan dosis atau konsentrasi dari pajanan harian agen risiko
karsinogenik yang tidak menyebabkan gangguan atau timbulnya
kanker walaupun terjadi pajanan sepanjang hayat. Nilai RfD
digunakan untuk memperkirakan jumlah paparan agen risiko setiap
hari pada populasi manusia yang dapat diterima tanpa menimbulkan
efek berbahaya selama masa hidupnya.
Nilai Dosis referensi (RfD) Rhodamin B didapatkan dari
daftar US-EPA 2016 yaitu sebesar 0,2 mg/kg/hari (Andi Veny
Kurniawan et al., 2018). Berdasarkan studi literatur yang telah
dilakukan, tidak ditemukan nilai Slope Factor (SF) dengan demikian
dalam perhitungan tingkat risiko karsinogenik dalam penelitian ini
digunakan dosis eksperimental lain yaitu No Observed Effect Level
(NOAEL) (Michelle Pepling et al., 1997)
3. Karakteristik Risiko
Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis karakterisasi risiko yaitu
risiko non karsinogenik dan risiko karsinogenik. Karakterisasi risiko
dilakukan untuk menentukan apakah agen pada konsentrasi tertentu
yang dianalisis berisiko menimbulkan gangguan kesehatan atau
tidak. Karakterisasi risiko efek non karsinogenik atau yang bisa
disebut RQ (Risk Quotient) dapat dilakukan dengan membandingkan
nilai intake dengan dosis referensi suatu agen toksik. Diketahui nilai
RfD untuk rhodamin b adalah 0,2 mg/kg/hari.
Asumsi tingkat risiko setelah diketahui nilai RQ antara lain:
86
1. Jika RQ>1 maka tingkat risiko dikatakan tidak aman dan
dapat menimbulkan efek kesehatan non karsinogenik
2. Jika RQ<1 maka tingkat risiko dikatakan masih aman dan
belum dapat menimbulkan efek kesehatan non karsinogenik
Karakterisasi risiko efek karsinogenik atau yang bisa disebut
ECR (Excess Cancer Risk) dapat dilakukan dengan memgkalikan
nilai intake dengan nilai No Observed Adverse Effect level
(NOAEL) suatu agen toksik. Nilai No Observed Adverse Effect
level (NOAEL) untuk rhodamin b jalur pajanan ingesti adalah
sebesar 1 mg/kg/hari.
ECR= Intake ×SF
1. Jika >E-4 (0,0001) maka tingkat risiko dapat dikatakan
tidak aman dan dapat menimbulkan efek kesehatan
karsinogenik.
2. Jika <E-4 (0,0001) maka tingkat risiko dapat dikatakan
masih aman.
a. Tingkat Risiko Rhodamin B Realtime
Berikut merupakan hasil perhitungan tingkat risiko
Rhodamin B realtime:
87
Table 5.13 Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin B Realtime Berdasarkan
Kelas Tahun 2019
Kategori Tingkat Risiko (RQ) Rhodamin b
Kelas 2 0,001
Kelas 3 0,002
Kelas 4 0,002
Kelas 5 0,001
Kelas 6 0,003
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh tingkat risiko non
karsinogenik realtime pada siswa paling rendah terdapat pada
kelas 2 dan 5 dan paling tinggi kelas 6, disimpulkan bahwa
tingkat risiko masih dalam batas aman.
b. Proyeksi Tingkat Risiko Rhodamin b 30 Tahun Mendatang
Berikut merupakan penjabaran proyeksi nilai RQ
Rhodamin b 30 tahun mendatang berdasarkan kelas:
Grafik 5.11 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 2
Tahun 2019
0,004 0,009
0,014 0,019
0,024 0,028
0
0,01
0,02
0,03
0,04
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik (RQ) Siswa Kelas 2
RQ
88
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
RQ pada siswa kelas 2 mengalami peningkatan pada setiap
periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30
memiliki nilai (<1) dengan rentang 0,004-0,028. Dapat
disimpulkan bahwa kandungan Rhodamin B 0,00917
mg/kg/ahari masih aman dikonsumsi oleh siswa kelas 2 yang
memiliki berat badan sebesar 27,84 kg bila mengkonsumsi saus
sebanyak 45,64 g/hari selama 30 tahun.
Grafik 5.12 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 3
Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
RQ pada siswa kelas 3 mengalami peningkatan pada setiap
periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30
memiliki nilai (<1) dengan rentang (0,003-0,021), sehingga
tingkat risiko dalam batas aman dan belum memerlukan
manajemen risiko. Hal ini dapat disimpulkan bahwa saus yang
mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman
dikonsumsi oleh siswa kelas 3 yang memiliki karakteristik berat
0,003 0,007
0,010 0,014
0,018 0,021
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 3
RQ
89
badan sebesar 26,6 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64
g/hari selama 30 tahun.
Grafik 5.13 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 4
Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
RQ pada siswa kelas 4 mengalami peningkatan pada setiap
periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30
memiliki nilai (<1) dengan rentang 0,002-0,015, yang berarti
tingkat risiko masih dalam batas aman dan belum memerlukan
manajemen risiko. Hal ini dapat berarti bahwa saus yang
mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman di
konsumsi oleh siswa kelas 4 yang memiliki karakteristik berat
badan sebesar 31,75 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64
g/hari selama 30 tahun.
0,002 0,005
0,007 0,010
0,013 0,015
0
0,005
0,01
0,015
0,02
TahunKe-5
Tahunke-10
TahunKe-15
Tahunke-20
tahunke-25
Tahunke-30
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 4
RQ
90
Grafik 5.14 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 5
Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
RQ pada siswa kelas 5 mengalami peningkatan pada setiap
periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30
memiliki nilai (<1) dengan rentang nilai 0,001-0,010, yang
berarti masih dalam batas aman dan belum memerlukan
manajemen risiko. Hal ini dapat disimpulkan bahwa saus yang
mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/hari masih aman jika
dikonsumsi oleh siswa kelas 5 yang memiliki karakteristik berat
badan 35,88 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64 g/hari
selama 30 tahun.
0,001 0,003
0,005 0,007
0,008 0,010
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 5
RQ
91
Grafik 5.15 Proyeksi Tingkat Risiko (RQ) 30 Tahun Mendatang Kelas 6
Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa proyeksi nilai
RQ pada siswa kelas 6 mengalami peningkatan pada setiap
periode 5 tahun. Nilai RQ di tahun ke-5 hingga tahun ke-30
memiliki nilai (<1) dengan rentang nilai 0,003-0,018, sehingga
tingkat risiko masih dalam batas aman dan belum memerlukan
manajemen risiko. Hal ini dapat diartikan bahwa saus yang
mengandung Rhodamin B 0,00917 mg/kg/ahari masih aman
dikonsumsi oleh siswa kelas 6 yang memiliki karakteristik berat
badan sebesar 41,44 kg bila mengonsumsi saus sebanyak 45,64
g/hari selama 30 tahun.
c. Ekses Risiko Kanker Rhodamin b realtime
Perhitungan ekses risiko kanker rhodamin b realtime
seperti pada tabel dibaah ini:
0,003 0,006
0,009 0,012
0,015 0,018
0
0,005
0,01
0,015
0,02
TahunKe-5
TahunKe-10
TahunKe-15
TahunKe-20
TahunKe-25
TahunKe-30
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik pada Siswa Kelas 6
RQ
92
Table 5.14 Ekses Risiko Kanker Rhodamin b Realtime Berdasarkan
Kelas Tahun 2019
Kategori Ekses Risiko Kanker (ECR) Rhodamin B
Kelas 2 16×10-4
Kelas 3 18 ×10-4
Kelas 4 18 ×10-4
Kelas 5 15 ×10-4
Kelas 6 31×10-4
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai ekses risiko
kanker (ECR) realtime terhadap Rhodamin B. Dari perhitungan
diatas ekses risiko kanker dapat disimpulkan bahwa setiap
kelas memiliki risiko kanker karena nilai ECR >E-4 (0,0001).
d. Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) Rhodamin B 70 Tahun
mendatang
Berikut ini merupakan penjabaran proyeksi nilai ECR
Rhodamin B 70 Tahun mendatang berdasarkan kelas:
Grafik 5.16 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang
Pada Siswa Kelas 2 Tahun 2019
0,0008 0,0016
0,0024 0,0033
0,0041 0,0049
0,0057
0
0,002
0,004
0,006
0,008
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 2
ECR
93
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai Tingkat
risiko kanker pada siswa kelas 2 mengalami peningkatan pada
tiap periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga
tahun ke-70 berada dalam rentang nilai 8×10-4
- 5,7×10-3
atau
nilai ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat
pajanan Rhodamin B.
Grafik 5.17 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang
Pada Siswa Kelas 3 Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses
risiko kanker pada sisa kelas 3 mengalami peningkatan pada tiap
periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun
ke-70 berada dalam rentang nilai 6×10-4
- 4,3×10-3
atau nilai
ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan
Rhodamin B.
0,0006 0,0012
0,0018 0,0024
0,0031 0,0037
0,0043
0
0,001
0,002
0,003
0,004
0,005
Tahunke-10
Tahunke-20
Tahunke-30
Tahunke-40
Tahunke-50
Tahunke-60
Tahunke-70
Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 3
ECR
94
Grafik 5.18 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang
Pada Siswa Kelas 4 Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses
risiko kanker pada sisa kelas 4 mengalami peningkatan pada tiap
periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun
ke-70 berada dalam rentang nilai 4×10-4
- 3,1×10-3
atau nilai
ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan
rhodamin b dan memerlukan manajemen risiko.
Grafik 5.19 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang
Pada Siswa Kelas 5 Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses
risiko kanker pada sisa kelas 5 mengalami peningkatan pada tiap
0,0004 0,0009
0,0013 0,0018
0,0022 0,0027
0,0031
0
0,001
0,002
0,003
0,004
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 4
ECR
0,0003 0,0006
0,0009 0,0012
0,0015 0,0018
0,0021
0
0,0005
0,001
0,0015
0,002
0,0025
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Tingkat Risiko Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 5
ECR
95
periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun
ke-70 berada dalam rentang nilai 3×10-4
- 2,1×10-3
atau nilai
ECR>1 sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan
Rhodamin B dan memerlukan manajemen risiko.
Grafik 5.20 Proyeksi Ekses Risiko Kanker (ECR) 70 Tahun Mendatang
Pada Siswa Kelas 6 Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai ekses
risiko kanker pada sisa kelas 6 mengalami peningkatan pada tiap
periode 10 tahunnya. Nilai ECR dari tahun ke-10 hingga tahun
ke-70 berada dalam rentang nilai 5×10-4
- 3,6×10-3
nilai ECR>1
sehingga memiliki risiko karsinogenik akibat pajanan Rhodamin
b dan memerlukan manajemen risiko.
D. Manajemen Resiko Manajemen Risiko ialah suatu upaya untuk melindungi populasi
yang terpajan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan cara
menurunkan nilai konsentrasi pemaparan dan waktu paparan. Apabila
nilai Risiko Karsinogenik (ECR>E-4) dan Risiko non Karsinogenik
(RQ>1) maka menunjukan tingkat risiko yang tidak aman. Manajemen
0,0005 0,0010
0,0015 0,0020
0,0026 0,0031
0,0036
0
0,001
0,002
0,003
0,004
TahunKe-10
TahunKe-20
TahunKe-30
TahunKe-40
TahunKe-50
TahunKe-60
TahunKe-70
Proyeksi Tingkat Risiko Non Karsinogenik (ECR) pada Siswa Kelas 6
ECR
96
risiko pada jalur ingesti dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan
suatu agen risiko yang meliputi penentuan batas aman konsentrasi (C)
dan batas aman laju asupan (R).
Bebrapa hal yang dapat dilakukan yakni penentuan konsentrasi
aman, frekuensi pajanan aman, dan durasi pajanan aman. Manajemen
risiko dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi yang
berisiko terpajan oleh risk agen bisa tetap aman dari gangguan
kesehatan akibat risk agen dengan cara memanipulasi komponen yang
ada agar diperoleh RQ=1.
1. Konsentrasi Aman (C Aman)
Perhitungan konsentrasi (C) aman dilakukan untuk melihat
konsentrasi aman suatu zat toksik sehingga tidak menimbulkan efek
non karsinogenik maupun efek karsinogenik pada populasi.
Konsentrasi amam efek non karsinogenik
Table 5.15 Konsentrasi C Aman Pada Rhodamin b
Lokasi
Konsentrasi (C) aman (mg/gram)
Non karsinogenik Karsinogenik
Kelas 2 4,74 0,005
Kelas 3 4,19 0,004
Kelas 4 4,32 0,005
Kelas 5 5,21 0,006
Kelas 6 2,51 0,002
Berdasarkan hasil perhitungan nilai konsentrasi (C) aman
diatas didapatkan nilai yang berbeda setiap kelas. Hal ini
dikarenakan nilai berat badan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan
berbeda pada tiap kelas. Konsentrasi (C) aman untuk efek non
97
karsinogenik didapatkan nilai 4,74 mg/gram untuk kelas 2, nilai
4,19 mg/gram untuk kelas 3, nilai 4,32 mg/gram untuk kelas 4, nilai
5,21 mg/gram untuk kelas 5 dan nilai 2,52 mg/gram untuk kelas 6.
Sedangkan konsentrasi (C) aman untuk efek karsinogenik didapatkan
nilai 0,005 mg/gram untuk kelas 2, nilai 0,0404 mg/gram untuk kelas
3, nilai 0,005 mg/gram untuk kelas 4, nilai 0,006 mg/gram untuk
kelas 5 dan nilai 0,002 mg/gram untuk kelas 6.
2. Laju Asupan Aman (R Aman)
Perhitungan laju asupan (R) aman dilakukan untuk melihat
seberapa besar asupan saus yang masih bisa ditolerir sehingga tidak
menimbulkan efek non karsinogenik maupun efek karsinogenik.
adapun rumus perhitungan laju asupan (R) aman sebagai berikut:
a. Laju asupan (R) aman efek non karsinogenik
b. Laju asupan (R) aman efek karsinogenik
Table 5. 16 Laju Asupan (R) Aman Pada Siswa/i SDN Cirendeu 02
Tahun 2019
Lokasi
Laju Asupan (R) aman (g/hari)
Non karsinogenik karsinogenik
Kelas 2 23610,8 27,54
Kelas 3 20854,4 24,52
Kelas 4 21541,4 25,13
Kelas 5 25966,4 30,29
Kelas 6 12495,9 8,7
98
Berdasarkan hasil perhitungan nilai laju asupan (R) aman
diatas didapatkan nilai yang berbeda setiap kelas. Hal ini
dikarenakan nilai berat badan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan
berbeda pada tiap kelas. Laju asupan (R) aman untuk efek non
karsinogenik didapatkan nilai 23610,8 g/g hari untuk kelas 2, nilai
20854,4 g/hari untuk kelas 3, nilai 20854,4 g/hari untuk kelas 4, nilai
25966,4 g/hari untuk kelas 5 dan nilai 12495,9 g/hari untuk kelas 6.
Sedangkan laju asupan (R) aman untuk efek karsinogenik
didapatkan nilai 27,54 g/hari untuk kelas 2, nilai 24,52 g/hari untuk
kelas 3, nilai 25,13 g/hari untuk kelas 4, nilai 30,29 g/hari untuk
kelas 5 dan nilai 8,7 g/hari untuk kelas 6.
99
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan estimasi risiko pajanan rhodamin b pada
siswa/i SDN Cirendeu 02. Terdapat keterbatasan yang dapat berpengaruh
terhadap hasil penelitian, yaitu:
1. Pada saat pengambilan data anak SD, ada beberapa sampel anak yang
tidak dimasukan ke dalam penelitian ini, karena responden dalam
penelitian ini harus individu yang memiliki rentang waktu
keterpaparan Rhodamin b minimal 1 tahun. Persyaratan tersebut
bertujuan untuk perhitungan analisis risiko yaitu berupa variabel
frekuensi pajanan.
2. Pengambilan data terkait frekuensi pajanan (hari/tahun) didapatkan
dari daya ingat responden, sehingga dapat terjadi ketidaktepatan hasil
frekuensi pajanan yang dapat mempengaruhi nilai intake Rhodamin B
secara personal.
3. Laju asupan didapatkan melalui wawancara dengan responden dengan
menanyakan jumlah konsumsi saus yang memanfaatkan daya ingat
dari responden tersebut sehingga dapat menyebabkan ketidaktepatan
data laju asupan. Selain itu terdapat kemungkinan tidak konsistennya
banyak saus yang dikonsumsi perorang.
100
4. Penelitian ini hanya berfokus pada Rhodamin B yang memapar
manusia melalui jalur ingesti bersama pangan jajan yang dikonsumsi
(saus)
5. Pengukuran konsentrasi Rhodamin B hanya dilakukan dalam sewaktu
dan bukan pengukuran yang dilakukan secara terus-menerus sehingga
tidak mencerminkan data rata-rata penggunaan Rhodamin B.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Gambaran Siswa SDN Cirendeu 02
Setiap hari umumnya anak sekolah menghabiskan sebagian
besar waktunya disekolah dimana dapat berpengaruh terhadap pola
kebiasaan makan, termasuk kebiasaan jajannya. Anak sekolah sering
melupakan waktu makan utama dan mereka cenderung membeli jajan
(Briawan, 2016). Siswa/i SDN Cirendeu 02 memiliki waktu sekolah
dari jam 07.00 sampai jam 12.00, dengan waktu istirahat jam 09.00.
Pada jam istirahat rata-rata siswa/i membeli jajanan di luar sekolah,
karena jajanan yang ada dikantin sekolah jenisnya kurang bervariatif
sehingga kurang diminati oleh siswa/i. Serta anak sekolah tersebut tidak
dibiasakan membawa bekal makan siang, hanya beberapa anak saja
yang terlihat membawa bekal sekolah.
101
Diagram 6.1 Diagram Persentase Konsumsi Jajanan Responden
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan
Desember 2018, dapat diketahui 5 jajanan yang paling banyak
dikonsumsi siswa di SDN Cirendeu 02 adalah bakso, martabak telor,
cilok goreng, cilung,dan cilor. Dari ke-lima makanan diatas semuanya
merupakan makanan yang terdapat diluar kantin sekolah.
Pangan jajan berpengaruh besar terhadap asupan gizi anak
sekolah. Selain itu, pangan jajanan sekolah juga memilki risiko
terhadap kesehatan anak. Hal ini dikarenakan makanan tersebut diolah
secara tidak higienis, diaman memungkinkan terjadinya kontaminasi
oleh mikroba dan adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang
berbahaya bagi tubuh (Yamlean, 2011).
2. Konsentrasi Rhodamin B pada Saus
Konsentrasi Rhodamin B yang terkandung pada saus di SDN
Cirendeu 02 adalah 0,0097 mg/g/hari, jika dibandingkan dengan nilai
dosis referensi (RfD) menurut US-EPA 2016 untuk Rhodamin b yaitu
2 x 10 ² mg/kg/hari atau 0,2 mg/kg/hari masih dibawah ambang batas
Martabak 22% Mie
5%
Roti Bakar 3%
Cilor 9%
Gorengan 2%
Cilok 16% Cilung
10%
Takoyaki 5%
Tahu Krispi 2%
Bakso 26%
Konsumsi Pangan Jajanan Responden
102
(Andi Veny Kurniawan et al., 2018). Zat warna yang dilarang
digunakan dalam pangan tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85 mengenai zat warna
tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Dalam peraturan-
peraturan tersebut, pemerintah mengatur bahan tambahan makanan apa
saja yang diperbolehkan dan batas maksimum penggunaannya. Salah
satu pewarna sintetis yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan adalah Rhodamin B (Paratmanitya and Aprilia, 2016).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Dalimunte, I, 2010)
didapatkan kadar Rhodammin B yang ditemukan dalam saus lebih
besar, yaitu pada jajanan anak sekolah SD di Kabupaten Labuhan Batu
ditemukan Rhodamin B sebesar 0,592 mg/g dalam es doger, 59,518
mg/g dalam kerupuk, dan 50,518 mg/g dalam saus. Dan pada jajanan
anak SD di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dalam kadar
yang lebih besar yaitu antara 7,841-3226,55 ppm (Trestiati, M, 2003).
Rhodamin B merupakan zat kimia berbahaya yang tidak boleh
dicampur dengan makanan karena dinyatakan berbahaya bagi manusia
dan bersifat karsinogenik (Depkes 1986 dalam laenggeng and fatmah
dhafir, 2017). Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh (Widayanti
and Refi, 2018) yang hasilnya ditemukan dua dari lima sampel saus
positif mengandung Rhodamin B. Kandungan zat kimia Rhodamin B
dalam jajanan anak sekolah di Kota Batu yaitu ditemukan sebanyak
18,5% mengangdung Rhodamin b (Kristianto et al., 2013).
103
3. Karakteristik Individu Siswa/i SDN Cirendeu 02
a. Usia
Usia responden diukur dengan menggunakan metode
wawancara dan dengan alat bantu kuesioner. Berdasarkan hasil
dari wawancara, usia siswa SD berkisar 8-13 tahun. Risiko
seseorang mengalami infeksi akan meningkat ketika kekebalan
tubuh lemah. Kondisi cenderung terjadi pada anak – anak dan
orang yang lebih tua. Sedangkan orang dewasa sudah banyak
terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman
infeksi yang terjadi sebelumnya (Fibrila, 2016).
Semakin bertambahnya usia juga semakin mempertinggi
risiko untuk timbulnya gangguan kesehatan atau munculnya
penyakit pada seseorang. Anak anak memiliki sistem daya tahan
tubuh yang belum berkembang dengan baik dan optimal sehingga
memungkinkan perlawanan tubuh terhadap toksikan masih belum
optimal (Lund, 2011). Usia dapat mempengaruhi sistem imun,
semakin tinggi usia seseorang menurunkan kemampuan imunitas
termasuk kecepatan respon imun melawan infeksi penyakit, karena
semakin bertambahnya usia produksi imunoglobin menurun
(Unawekla et al., 2018).
Usia seseorang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dalam
paparan suatu zat toksik. Seseorang yang memiliki usia yang
semakin tua maka akan semakin tinggi risiko untuk keracunan
(Mahawati, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
104
(Kristianto et al., 2013) siswa yang berumur 9-13 tahun rata-rata
mengonsumsi jajanan yang mengandung zat berbahaya Rhodamin
B, hampir seluruh siswa membeli makanan jajanan sekolah setiap
hari. Dan dalam penelitian (Andi Veny Kurniawan et al., 2018)
rata-rata anak sekolah usia 8-13 tahun mengonsumsi makanan
yang mengandung Rhodamin B. Dapat disimpulkan bahwa siswa/i
dalam yang masuk dalam kategori rentang umur 8-13 tahun dalam
penelitian ini berisiko terhadap penyakit karsinogenik atau non
karsinogenik Rhodamin B.
b. Berat Badan
Pengukuran berat badan dilakukan pada saat wawancara
dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil wawancara
didapatkan hasil pengukuran berat badan berkisar antara 19,2 kg-
68 kg. Pengukuran tinggi badan juga dilakukan pada saat
wawancara dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil
wawancara didapatkan hasil pengukuran tinggi badan berkisar
antara 123 cm- 165,5 cm.
Setelah dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut standar Depkes RI didapatkan hasil 83 siswa (62,8%)
masuk kategori kurus, 44 siswa (33,3%) masuk kategori Normal,
4 siswa (3%) masuk kategori gemuk, dan 7 siswa (5,3%) masuk
kategori obesitas. Sistem imun tubuh memiliki fungsi membantu
perbaikan DNA dan mencegah infeksi di dalam tubuh yang
disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus serta menghasilkan
105
antibodi (Unawekla et al., 2018). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh (Andi Veny Kurniawan et al., 2018) mengenai
Analisis Risiko Rhodamin B, mendapatkan hasil berat badan
siswa SD yang mengonsumsi Rhodamin B dari 107 siswa,
memiliki berat badan terendah 20 kg dan berat badan tertinggi 53
kg dengan rata-rata berat badan anak sekolah 33 kg.
Berdasarkan studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
(ARKL) semakin rendah berat badan maka akan semakin besar
intake yang diterima selain itu semakin besar berat badan maka
semakin kecil intake yang diterima. Berat badan sesorang
mencerminkan status gizi, gizi yang buruk akan berpengaruh
terhadap penurunan daya tahan tubuh dan terjadinya gangguan
kesehatan. Berat badan dapat mempengaruhi besarnya risiko
seseorang untuk mengalami gangguan kesehatan. Seseorang yang
memiliki berat badan yang kurang pada umumnya lebih rentan
untuk mengalami gangguan penyakit (Alwi and Yasnani, 2017).
3. Pola Aktifitas
a. Durasi Pajanan
Durasi pajanan adalah lamanya seseorang terpajan bahan
kima dalam waktu satu tahun (Alwi and Yasnani, 2017). Semakin
lama seseorang terpajan bahan kimia, maka semakin banyak juga
jumlah bahan kimia yang diterima, jika terpapar Rhodamin B
dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala
akut keracunan Rhodamin B (Yamlean, 2011). Berdasarkan hasil
106
penelitian, diketahui bahwa nilai durasi pajanan siswa SD
berbeda-beda setiap kelasnya, durasi pajanan terendah adalah 2
tahun, dan durasi pajanan tertinggi adalah 6 tahun. Sehingga
dapat disimpulkan siswa/i kelas 6 berisiko lebih banyak terpajan
bahan kimia berbahaya dibandingkan dengan siswa/i kelas 2.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny
Kurniawan et al., 2018) mengenai Analisis risiko Rhodamin B
pada jajanan sekolah, didapatkan hasil durasi pajanan Rhodamin
B pada siswa SD rata-rata selama 5 tahun.
b. Laju Asupan
Menurut teori analisi risiko, nilai laju asupan dapat
mempengaruhi besarnya nilai risiko, sehingga semakin banyak
saus yang dikonsumsi, semakin besar risikonya. Laju asupan
adalah jumlah bahan kimia yang dikonsumsi oleh responden per
hari, diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung
kepada responden dengan satuan gram/hari (Alwi and Yasnani,
2017). Besarnya tingkat risiko akan berdampak pada munculnya
gangguan kesehatan baik secara non karsinogenik maupun
karsinogenik terhadap individu.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan nilai laju asupan
rata-rata yang diterima oleh siswa SD adalah 45,64 gram/hari.
Dampak akut dari Rhodamin B pada tikus adalah sekitar 500
mg/kg/hari. Level paparan terendah dilaporkan dapat
menyebabkan efek buruk dari sebuah penelitian menggunakan
107
tikus, konsentrasi makanan 0,02% (200 mg/kg) menyebabkan
kematian pada tikus. Food and Drug Administration (FDA)
menentukan bahwa kadar rhodamin B yang boleh di makan
maksimal sebesar 0,75 mg/hari (Michelle Pepling et al., 1997).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny Kurniawan et
al., 2018) mengenai Analisis Risiko Rhodamin B didapatkan hasil
asupan Rhodamin B pada siswa SD rata-rata 250 gr/hari.
c. Frekuensi Pajanan
Frekuensi pajanan adalah lamanya atau jumlah hari
responden mengkonsumsi Rhodamin B selama satu tahun.
Diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung kepada
responden dengan satuan hari/tahun (Alwi and Yasnani, 2017).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Saputra AD, 2012) di
Kota Semarang menunjukan rata-rata frekuensi jajan anak sekolah
dasar antara 2-3 kali setiap hari yang terkait dengan rendahnya
pengaasan pihak sekolah dan uang saku yang besar. Berdasarkan
perhitungan dari hasil wawancara, diketahui frekuensi pajanan
terendah yaitu 66 hari/tahun dan frekuensi pajanan tertinggi yaitu
140,8 hari/tahun. Semakin besar nilai frekuensi pajanan, maka
nilai intake dan tingkat risiko akan semakin besar.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Andi Veny
Kurniawan et al., 2018) mendapatkan hasil frekuensi paparan
terendah zat kimia Rhodamin B pada siswa SD adalah 41 hari /
tahun dan paling lama 246 hari / tahun dengan rata-rata frekuensi
108
paparan 199 hari / tahun. Dalam sebuah penelitian disebutkan
bahwa tingkat paparan Rhodamin B terendahpun dapat
menyebabkan efek samping, telah dibuktikan pada hewan uji tikus
konsentrasin 200mg/kg menyebabkan kematian dini pada tikus
(Michelle Pepling et al., 1997). Dapat disimpulkan, semakin besar
frekuensi pajanan siswa, maka semakin besar intake zat kimia
Rhodamin B pada siswa.
4. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Rhodamin B
Analisis pajanan dilakukan untuk menentukan dosis risiko
rhodamin b yang diterima individu sebagai asupan atau intake.
Perhitungan nilai Intake dibagi menjadi dua yaitu pajanan realtime dan
pajanan lifetime. Nilai Intake berbanding lurus dengan besarnya
konsentrasi agen toksik, laju asupan, frekuesnsi pajanan, dan durasi
pajanan. Apabila nilai tersebut besar maka akan mempengaruhi
besarnya asupan yang diterima oleh seseorang. Sedangkan intake
berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-
rata. Apabila nilai berat badan besar, maka akan kecil asupan yang
diterima oleh seseorang.
Dapat diketahui niali intake lifetime non karsinogenik dan
karsinogenik pada setiap kelas masih dalam batas aman atau masih
dibawah RfD (0,2 mg/kg/hari), tetapi nilai risiko setiap tahunnya
meningkat jadi walaupun masih dibawah batas aman tetap beresiko
jika di konsumsi dalam jangka waktu lama. Dalam sebuah penelitian
disebutkan bahwa tingkat paparan Rhodamin B terendahpun dapat
109
menyebabkan efek samping, telah dibuktikan pada hewan uji tikus
konsentrasin 200mg/kg menyebabkan kematian dini pada tikus
(Michelle Pepling et al., 1997).
5. Karakteristik Risiko
Bahaya akibat rhodamin B akan muncul jika zat warna ini
dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi rhodamin B juga dapat
menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang
merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah
iritasi saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus
dilakukan adalah segera berkumur, periksa bibir dan mulut jika ada
jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi
kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan
masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi,
dan ikat pinggang untuk melancarkan pernapasan (Tarmizi, 2014).
Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin
merupakan senyawa yang berbahaya dan reaktif (cenderung bereaksi
terhadap sesuatu yang timbul). Jika tertelan, maka senyawa ini akan
berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat
senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh
(Indra Eko Prabowo, 2012)
Rhodamin b jika dikonsumsi dalam jangka panjang bisa
mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan
gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah atau merah
muda(Yamlean, 2011). Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui
110
bahwa untuk pajanan realtime memiliki risiko efek karsinogenik
realtime, karena nilai ECR >E-4 yaitu denan rentang 16 ×10-4 – 31
×10-4
. sehingga dapat disimpulkan bahwa populasi siswa SDN
Cirendeu sudah memiliki risiko efek karsinogenik realtime. Begitupun
pada efek pajanan lifetime untuk proyeksi 10 tahun hingga 70 tahun
memiliki nili ECR>E-4 dan dapat disimpulkan juga bahwa populasi
siswa memiliki risiko karsinogenik secara lifetime.
6. Manajemen Risiko
Manajemen Risiko adalah salah satu upaya yang dilakukan
mengenai risiko kesehatan yang diperoleh dari suatu analisis risiko,
dilakukan untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek
yang merugikan kesehatan dari paparan zat toksik. Dalam prinsip
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) manajemen risiko
dilakukan apabila tingkat risiko karsinogenik (>E-4) dan tingkat risiko
non karsinogenik (RQ>1) (Alwi and Yasnani, 2017).
Berdasarkan karakteristik risiko dapat dirumuskan pilihan-
pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dan ECR dengan
memanipulasi (mengubah) nilai faktor-faktor pemajanan yang tercakup
dalam persamaan sedemikian rupa sehingga asupan lebih kecil atau
sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada teori Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan, apabila nilai RQ > 1 dan ECR > 10-4, maka
perlu untuk melakukan manajemen risiko. Penentuan batas aman untuk
agen toksik jalur pajanan ingesti dapat berupa penentuan batas aman
konsentrasi agen risiko (C) dan penentuan batas aman laju asupan (R).
111
Nilai konsentrasi aman kelas 5 lebih besar dibandingkan kelas 6
karena frekuensi konsumsi saus kelas lima dalam satu tahun lebih
kecil yaitu 66 hari/tahun dibandingkan kelas 6 yaitu 132 hari/tahun.
Untuk nilai konsentrasi aman kelas 2,3,dan 5 berada dalam kisaran
nilai lebih dari 4 mg/g tidak lebih dari 5,21 mg/g. Nilai konsentrasi
aman untuk risiko non karsinogenik tersebut lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai konsentrasi rhodamin b dalam saus yaitu
0,00917 mg/g. Nilai kosentrasi aman terendah untuk risiko
karsinogenik sebesar 0,002 mg/g yaitu pada kelas 6 dan nilai
konsentrasi aman tertinggi sebesar 0,006 mg/g pada kelas 5.
konsentrasi aman kelas 5 lebih besar dibandingkan kelas 6 karena
frekuensi konsumsi saus kelas lima dalam satu tahun lebih kecil yaitu
66 hari/tahun dibandingkan kelas 6 yaitu 132 hari/tahun. Sedangkan
nilai konsentrasi aman risiko karsinogenik untuk kelas 2,3 dan 4
berada dalam kisaran nilai lebih dari 0,002 mg/g dan kurang dari 0,006
mg/g. Hal ini berarti nilai konsentrasi rhodamin b dalam saus lebih
besar dari batas maksimal konsentrasi aman.
Nilai laju asupan aman terendah untuk risiko non karsinogenik
sebesar 12495,9 g/hari pada kelas 6 dan nilai laju asupan aman
tertinggi sebesar 2,5966,4 g/hari pada kelas 5. Sedangkan nilai laju
asupan aman untuk kelas 2,3, dan 4 berada dalam kisaran nilai lebih
dari 12495,9 g/hari sampai 2,5966,4 g/hari. Nilai tersebut lebih besar
dibandingkan dengan nilai rata-rata laju asupan siswa yaitu sebesar
45,64 g/hari. Nilai laju asupan aman terendah untuk risiko
112
karsinogenik adalah sebesar 8,7 g/hari pada kelas 6 dan nilai tertinggi
sebesar 30,29 g/hari pada kelas 5. Nilai batas aman laju asupan
tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai laju asupan rata-rata siswa
yaitu sebesar 45,64 g/hari.
Setelah dilakukan perhitugan karakteristik risiko mengenai
konsentrasi rhodamin b yang terkandung dalam saus, hasilnya
didapatkan bahwa nilai ECR realtime dan lifetime beresiko untuk
menimbulkan efek kesehatan, sehingga diperlukan adanya
pengendalian risiko. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
pada pajanan karsinogenik siswa kelas 2- kelas 6 memiliki risiko. Nilai
ECR yang didapatkan ECR >E-4 (0,0001).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pajanan non
karsinogenik yang berisiko yaitu pada kelas 6 yaitu 0,003. Nilai
konsentrasi aman terkecil untuk pajanan karsinogenik terdapat pada
kelas enam yaitu sebesar 2,51 mg/gr. Dengan demikian untuk
melindungi kelas 2-6 dari risiko non karsinogenik konsentrasi
Rhodamin B harus di turunkan menajdi ≤ 2 1 mg/gr atau dengan cara
memilih saus yang tidak dicurigai mengandung pewarna tambahan
berbahaya, penurunan nilai konsentrasi harus melibatkan tempat-
tempat pedagang mengawasi sekolah dan pemerintah, hal ini
dimaksudkan agar pedagang tidak lagi menggunakan Rhodamin B
sebagai pewarna. Upaya penurunan konsentrasi Rhodamin B dapat
dilakukan dengan mengganti dengan menggunakan saus lebih aman,
memiliki izin dari BPOM.
113
Manajemen risiko yang dilakukan adalah mengurangi
konsentrasi dengan cara memberikan edukasi kepada pedagang agar
menggunakan saus yang aman tidak membahayakan, disini pihak
sekolah juga berperan untuk membuat peraturan agar para pedagang
yang berjualan di depan sekolah menggunakan bahan makanan yang
aman, tidak mengandung bahan tambahan pangan berbahaya.
Selanjutnya manajemen risiko dapat dilakukan juga dengan
mengurangi jumlah konsumsi makanan yang mengandung Rhodamin
B, jumlah konsumsi aman untuk efek non karsinogenik pada kelas 6
yaitu 12495,6 gr/hari, untuk efek karsinogenik konsumsi aman yang
terkecil pada kelas 6 yaitu 8,7 gr/hari. Upaya manajemen risiko yang
dilakukan adalah dengan menurunkan laju asupan atau banyaknya
jumlah konsumsi menjadi ≤ 8,7 gr/hari. Konsentrasi saus yang
dikonsumsi oleh siswa/i adalah 45,64 gr. Berarti siswa/i diperbolehkan
mengonsumsi zat kimia Rhodamin B ≤ 8 gr/hari.
Untuk mencegah efek jangka panjang dari rhodamin B akibat
tertelan secara tidak sengaja, maka lebih baik dilakukan tindakan
pencegahan dalam memilih pangan, dengan cara: Lebih teliti dalam
membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari jajanan yang
berwarna terlalu mencolok/berwarna terang, terutama jajanan yang
dijual di pinggir jalan, Mengenali kode registrasi produk, misalnya
produk pangan sudah terdaftar di Badan POM atau untuk pangan
industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan setempat.
114
Penurunan nilai konsentrasi harus melibatkan pedagang
disekitar sekolah, dan pengawasan dari pemerintah. Ini dimaksudkan
agar pedagang tidak lagi menggunakan rhodamin b sebagai pewarna.
Sedangkan tugas dari orang tua membatasi kebiasaan jajan yang tidak
sehat pada anak contoh dengan memberikan uang saku yang cukup,
membuat sarapan atau makan siang untuk konsumsi di sekolah, lebih
teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari
jajanan yang berwarna terlalu menyolok, terutama jajanan yang dijual
di pinggir jalan, dan mengenali kode registrasi produk, misalnya
produk pangan sudah terdaftar di Badan POM atau untuk pangan
industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan
D. Kajian Keislaman
Makanan yang baik adalah makanan yang memenuhi syarat higiene dan
juga halal. Halal dalam hal ini sudah diatur dalam Al-Qur‟an dan Hadist.
Hal ini menunjukan bahwa antara islam dan kesehatan pada dasarnya
memiliki satu tujuan yang sama demi kebaikan manusia. Oleh karena itu
dalam mengonsumsi makanan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dan benar-benar diperhatikan agar manusia terhindar dari berbagai macam
jenis penyakit yang bersumber dari makanan (Andriyani, 2019).
Islam memerintahkan umatnya untuk mengkonsumsi makanan-
makanan yang halal dan bergizi karena dapat meningkatkan kekuatan
tubuh. Kandungan gizi dari dari suatu makanan terdiri dari protein,
karbohidrat, lemak, mineral, air, dan vitamin-vitamin. Selain itu, gizi dapat
meningkatkan keseimbangan mental. Jika kita mampu menjaga makanan
115
tetap bergizi dan halal, maka kondisi hormon tubuh dalam keadaan
seimbang yang diperlukan untuk menjaga unsur dasar dalam kesadaran
dan perasaan hati nurani (Fitrotul Aini abdurrahmansyah and Debby
Chrislia, 2017).
Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan yang berbahaya bagi tubuh
hukumnya adalah haram karena dapat mengakibatkan kegagalan organ
tubuh, kegagalan kelenjar dalam memproduksi hormon sehingga terjadi
penyumbatan energi di urat syaraf. Kelainan itulah yang membuat orang
depresi, sehingga keseimbangan mentalnya terguncang.
Rosulullah SAW. Bersabda yang artinya:”bahwa dalam melaksanakan
suatu pekerjaan, Nabi Muhammad SAW, telah menegaskan bahwa tidak
dibenarkan untuk melakukan penipuan yang bersifat merugikan kansumen.
Tindakan penipuan yang pada akhirnya merugikan konsumen sangatlah
tidak dibenarkan. Pewarna makanan adalah salah satu tambahan untuk
meningkatkan nilai keuntungan penjual, namun hal ini tidak dibenarkan
karena mengandung unsur penipuan.
Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk mengkonsumsi
makanan yang halal dan baik, perintah tersebut harus di taati karena pada
haikatnya perintah tersebut adalah demi kebaikan diri manusia sendiri.
Salah satu firman Allah SWT yang memerintahkan hal tersebut terdapat
dalam QS Al Baqarah/2:168 sebagai berikut:
116
Artinya:
Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-Iangkah
setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Alquran, Surah
al-Baqarah/2: 168)
Menurut Tafsir Jalalayn, ayat berikut ini turun tentang orang-orang
yang mengharamkan sebagian jenis unta yang dihalalkan, (hai sekalian
manusia, makanlah yang halal dari apa-apa yang terdapat di muka
bumi) halal menjadi “hal” (lagi baik) sifat yang memperkuat yang
berarti enak atau lezat, (dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah) atau jalan-jalan (setan) dan rayuannya, (sesungguhnya ia
menjadi musuh yang nyata bagimu) artinya jelas dan terang
permusuhannya (Imam Jalaludin Al-Mahalli, 2009)
Menurut Tafsir Al Muyassar, wahai manusia, makanlah dari rizki
Allah SWT di muka bumi yang Dia izinkan untuk kalian, yaitu yang
suci bukan najis, yang bermanfaat dan tidak membahayakan. Dan
jangan mengikuti jalan-jalan setan dalam menghalalkan dan
117
mengharamkan, dalam berbuat bid‟ah dan maksiat karena setan adalah
musuh kalian yang nyata (Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, 2014).
Menurut Tafsir Kemenag RI, Ibnu „Abbas mengatakan bahwa ayat
ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir
bin Sa‟sa‟ah Khuza‟ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan
menurut kemauan mereka sendiri memakan bebrapa jenis binatang
seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali, dan anak
kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya, dan wasilah yaitu domba
yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang
jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahka kepada berhala.
Padahal Allah SWT tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu,
bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharmkan memakan-Nya
dalam Firman-Nya (Sopa, 2013).
Seperti yang telah dibahas dalam ayat diatas dapat disimpulkan
bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi
makanan/minuman yang halal dalam konteks ketakwaan pada saat
menjalankan perintah konsumsi makanan. Ayat diatas juga
memerintahkan untuk berhati-hati memilih makanan dan bagimana
mendapatkannya, sedangkan masalah keimanan dan ketakwaan ini
dapat dihubungkan dengan bagaimana makanan tersebut dibuat, karena
makanan ini nantinya dikonsumsi oleh masyarakat luas, sehingga
tanggung jawab secara moral pada diri sendiri dan lingkungan serta
pada Allah menjadi hal yang sangat utama. Sama seperti zat kimia
Rhodamin B yang merupakan zat yang berbahaya jika dikonsumsi oleh
118
seseorang, sehingga penggunaanya pun dilarang karena bisa
menyebabkan masalah kesehatan seperti kanker jika dikonsumsi dalam
jangka panjang.
Untuk memilih makanan yang baik, dibutukhan pemahaman sumber
makanan dan nilai gizinya. Makanan tersebut juga harus aman, tidak
menimbulkan cedera, penyakit, atau keracunan yang membawa
kematian. Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah mengarahkan untuk
memakan makanan halal yang terbaik untuk umat-Nya. Tetapi manusia
itu sendiri lalai dan mengikuti hawa nafsu. Sekarang pola hidup
manusia cenderung konsumtif, serba instan, mudah dan yang penting
enak dirasa oleh lidah tanpa memikirkan efek buruk yang akan muncul
dari kebiasaan keliru tersebut. Tanpa disadari, makanan yang lezat
dinikmati, akhirnya merusak jasmani dengan berbagai penyakit yang
menyerangnya. Salah satu pemicu makanan lezat serta menarik untuk
disantap, ialah bahan (zat kimia) yang ditambahkan ke dalam makanan
tersebut.
Dari Abi Sa‟id al- Khudri ra bahwa Rosulallah SAW bersabda:
Tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan
bahaya (perbuatan yang merugikannya).”(HR. Imam Ibn Majah ad-
Daruquthni dan lainnya)
119
Dari Jabir ra berkata: Rosulullah SAW bersabda:”Takutlah kalian
semua terhadap kezaliman, karena sesungguhnya zalim adalah
kegelapan di hari kiamat (nanti)”. (HR. Muslim)
Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa Rosulallah SAW
memerintah umat manusia agar tidak merugikan orang lain dengan cara
membahayakan orang, karena hal tersebut termasuk dzolim. Begitupula
dengan pedagang yang mencampurkan bahan pewarna makanan
berbahaya pada makanan, itu termasuk merugikan orang lain karena
membahayakan kesehatan, maka hal tersebut juga disebut dzalim.
120
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kandungan Rhodamin B pada saus di SDN Cirendeu 02 termasuk
berbahaya, karena menimbulkan risiko kanker jika dikonsumsi dalam
jangka panjang.
2. Proyeksi Intake non karsinogenik (RQ) Rhodamin B 30 tahun – 70
tahun mendatang masih aman dikonsumsi siswa/i SDN Cirendeu 02.
Tetapi untuk proyeksi intake Karsinogenik (ECR) Rhodamin B 30
tahun- 70 Tahun mendatang berisiko kanker pada siswa/i SDN
Cirendeu 02.
3. Rata-rata umur siswa/i SDN Cirendeu 02 kelas 2 sampai kelas 6
adalah 10,47 tahun, dengan rata-rata jenis kelamin responden adalah
laki-laki yaitu 72 siswa. Rata-rata tinggi badan siswa/i yaitu 137 cm,
dan rata-rata berat badan siswa/i adalah 33,8 kg.
4. Siswa/i kelas 6 berisiko lebih banyak terpajan bahan kimia berbahaya
dibandingkan dengan siswa/i kelas 2, karena kelas 6 lebih lama
berada di sekolah tersebut.
5. Frekuensi pajanan terbesar pada kelas 2, karena konsumsi saus paling
banyak adalah kelas 2 dan terendah pada kelas 5. Kelas 2 lebih
beresiko karena laju asupannya besar dan berat badannya termasuk
kategori kurus.
6. Laju asupan menggunakan nilai rata-rata jumlah konsumsi saus oleh
siswa, dari hasil penimbangan didapatkan nilai sebesar 45,64 g.
121
7. Manajemen risiko untuk rhodamin b adalah dilakukan dengan
menurunkan nilai konsentrasi pemaparan dan waktu pemaparan
konsentrasi harus melibatkan pedagang disekitar sekolah, dan
pengawasan dari pemerintah. Ini dimaksudkan agar pedagang tidak
lagi menggunakan saus yang dicurigai mengandung zat pewarna
Rhodamin B. Sedangkan tugas dari Orang tua membatasi kebiasaan
jajan yang tidak sehat pada anak dengan memberikan uang saku yang
cukup, membuat sarapan atau makan siang untuk konsumsi di
sekolah, karena rata-rata anak SDN Cirendeu 02 tidak pernah
membawa bekal ke sekolah.
B. Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan
a. Diharapkan Dinas Kesehatan maupun lembaga setempat yang
terkait bekerja sama dengan pihak sekolah dasar untuk melakukan
pengawasan terhadap keamanan pangan jajan yang dikonsumsi
oleh siswa/i di sekolah
b. Untuk mengurangi paparan negatif dari makanan jajanan pada
anak usia sekolah, perlu dilakukan usaha edukasi dan promosi
kesehatan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua,
murid, serta pedagang.
2. Bagi Pihak SDN Cirendeu 02
a. Mengedukasi pedagang agar menggunakan bahan makanan (saus)
yang aman, terdaftar di BPOM.
122
b. Pihak sekolah bisa memberikan instruksi kepada siswa/i SD agar
berhati-hati dalam membeli jajanan, tidak membeli makanan yang
dijual diluar sekolah.
c. Menyarankan kepada orang tua siswa supaya siswa SD membawa
bekal untuk mengurangi konsumsi jajanan berbahaya. Karena
masih banyak siswa/i yang tidak membawa bekal sekolah.
d. Melakukan penyuluhan pada pihak kantin sekolah untuk
membuat kantin sehat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian
dengan populasi yang lebih luas lagi tidak hanya di satu SD.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya bisa memeriksa jajanan yang
berwarna mencolok/terang yang dicurigai menggunakan
Rhodamin B selain saus.
4. Bagi Pedagang
a. Diharapkan pedagang menggunakan saus yang aman dan
mempunyai izin BPOM
b. Saus yang digunakan tidak memiliki warna terang mencolok yang
dicurigai mengandung pewarna Rhodamin B.
123
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, 2014. Pola Makan Rosulullah. Almahira,
Jakarta.
Alwi, J., Yasnani, Y., 2017. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Akibat
Pajanan Timbal (Pb) pada Masyarakat yang Mengonsumsi Kerang
Kalandue (Polymesoda Erosa) dari Tambak Sekitar Sungai Wanggu
dan Muara Teluk Kendari. J. Ilm. Mhs. Kesehat. Masy. 1.
Andi Veny Kurniawan, Anwar Daud, Saifuddin Sirajuddin, 2018. Risk
Analysis Toxic Materials Borax and Rhodamine- B in Snack Against
Primary School Children‟s Health in Housing Area of Tamalanrea
Permai Makassar.
Andriyani, A., 2019. Kajian Literatur pada Makanan dalam Perspektif Islam
dan Kesehatan. J. Kedokt. Dan Kesehat. 15, 178–198.
Anggiarini, A.N., Hanim, L., 2018. Pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah
Terkait Bahan Tambahan Pangan Pada Jajanan Anak Sekolah Menurut
Permenkes No. 033 Tahun 2012 (Studi di Kabupaten Jepara). J. Huk.
Khaira Ummah 13, 215–228.
Aryani, N., 2015. Efek Paparan Rhodamin B Terhadap Perubahan
Makroskopis Dan Histopatologi Mukosa Kolon Mencit Jantan (Mus
musculus L.). J. Pendidik. Kim. 7, 72–77.
Briawan, D., 2016. Perubahan pengetahuan, sikap, dan praktik jajanan anak
sekolah dasar peserta program edukasi pangan jajanan. J. Gizi Dan
Pangan 11.
Chrislia, D., 2017. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang
Beredar Di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
J. Biota UIN Raden Fatah 3, 38–42.
Dalimunte, I, 2010. Penelitian Analisa Rhodamin B pada Jajanan Anak-Anak
Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Febrianti, D.R., Hakim, M.R., 2018. Analisis Kualitatif Rhodamin B Dalam
Bumbu Tabur Pada Penjual Jajanan di Kecamatan Banjarmasin Utara
Kota Banjarmasin. J. Pharmascience 5.
Fibrila, F., 2016. Hubungan usia anak, jenis kelamin dan berat badan lahir anak
dengan kejadian ISPA. J. Kesehat. Metro Sai Wawai 8, 8–13.
Fitrotul Aini abdurrahmansyah, Debby Chrislia, 2017. Analisis Zat Pewarna
Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang Beredar Di Kampus Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
124
Hakiki, F., Aritonang, E.Y., Sudaryati, E., 2015. Analisis Pewarna Dan
Pemanis Buatan Pada Saus Cabai Bakso Bakar Dan “Saus Gejrot Tahu
Dangdut” Yang Dijajakan Di Kawasan Usu Tahun 201 . Gizi Kesehat.
Reproduksi Dan Epidemiol. 1.
Hendrick W.H, F., OG Hendrick, 2004. Clinical Aspects and Pathophysiology
of Inflammatory Bowel Disease. Clin Microbiol Rev 2002.
Herawati, N., 2007. Analisis Risiko Lingkungan Aliran Air Lumpur Lapindo
ke Badan Air (Studi Kasus Sungai Porong dan Sungai Aloo-Kabupaten
Sidoarjo) (PhD Thesis). Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Imam Jalaludin Al-Mahalli, 2009. Tafsir Jalain. Sinar Baru Algensindo,
Bandung.
INDRA EKO PRABOWO, 2012. sensor kimia bentuk stik menggunakan
reagen Zn (CNS)2 untuk mendeteksi rhodamin b dalam sampel
makanan.
Kaunang, J., Fatimawali, F., Fatimah, F., 2012. Identifikasi Dan Penetapan
Kadar Pengawet Benzoat Pada Saus Tomat Produksi Lokal Yang
Beredar Di Pasaran Kota Manado. Pharmacon 1.
Kementrian Kesehatan RI, 2012. Pedoman analis risiko kesehatan lingkungan
(ARKL)-[BUKU]. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kristianto, Y., Riyadi, B.D., Mustafa, A., 2013. Faktor determinan pemilihan
makanan jajanan pada siswa sekolah dasar. Kesmas Natl. Public Health
J. 7, 489–494.
Kuzairi, K., Yulianto, T., Safitri, L., 2016. Aplikasi Metode Adams Bashforth-
Moulton (Abm) Pada Model Penyakit Kanker. J. Mat. Mantik 2, 14–21.
La Ode Sumarlin, 2010. Identifikasi Pewarna Sintetis Pada Produk Pangan
Yang Beredar di Jakarta dan Ciputat.
Laenggeng, aticha ananta putri A. hakim, fatmah dhafir, 2017. Analisis
Kandungan Rhodamin B Pada Jajanan Makanan Yang Dijual Di Area
Pasar Bambaru Kota Palu Dan Pemanfaatannya Sebagai Media
Pembelajaran Biologi.
Longdong, G., 2017. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saos Bakso
Tusuk Yang Beredar Di Sekitar Kampus Universitas Sam Ratulangi
Manado. Pharmacon 6.
Lund, 2011. The Occurrence and Prevention of Foodborne Disease in
Vulnerable People. Foodborne Pathogens and Disease.
Mahawati, S. and N., 2006. Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam Urin
Dengan Kadar Hb , Eritrosit , Trombosit Dan Leukosit ( Studi Pada
125
Tenaga Kerja Di Industri Karoseri CV Laksana Semarang ) The
Correlation between Phenol Urine Concentration , Haemoglobin
Concentration Erythrocyte ‟ . Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.
Makassari Dewi, 2017. Sebaran Kanker di Indonesia Riset Kesehatan Dasar.
Michelle Pepling, Howard, P.H., Patrick R. Durkin, 1997. USE and
Assessment Of Marker Dyes Used With Herbicides.
Muflihunna, A., Sajadah, U., 2014. Analisis Pewarna Rhodamin B Dalam Saus
Tomat Yang Beredar Di Kota Makassar Secara Spektrofotometri Uv-
Vis. -Syifaa J. Farm. 6, 107–111.
Nursari, N., 2016. Pengaruh Ph Dan Suhu Pasteurisasi Terhadap Karakteristik
Kimia, Organoleptik Dan Daya Simpan Sambal. J. Sains Dan Teknol.
Pangan 1.
Paratmanitya, Y., Aprilia, V., 2016. Kandungan bahan tambahan pangan
berbahaya pada makanan jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten
Bantul. J. Gizi Dan Diet. Indones. Indones. J. Nutr. Diet. 4, 49–55.
Putra, I.R., Asterina, A., Isrona, L., 2014. Gambaran Zat Pewarna Merah pada
Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar
Negeri Kecamatan Padang Utara. J. Kesehat. Andalas 3.
Putriningtyas, N.D., Wijanarka, A., Ripaldy, I., 2017. Analisis kandungan
rhodamin b pada cabai merah giling di pasar tradisional di Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ilmu Gizi Indones. 1, 10–18.
Ratnawati Fadilah, 2017. Modul Bahan Tambahan Makanan.
Rennke, H, C.R., 2007. Buku Ajar Patologi Penyakit, Volume 2 Edisi VII.
EGC, Jakarta.
Ridwan, R.A.N., 2013. Analisis Kandungan Rhodamin B Pada Minuman
Dingin Yang Dijajakan Dalam Gerobak Di Kelurahan Pattunuang
Kecamatan Wajo Kota Makassar Dengan Metode Spektrofotometer
Uv-Vis.
Roosdiana, A., Oktavianie, D.A., Lestari, Y.P., n.d. Pengaruh Rhodamin B Dan
Sakarin Terhadap Aktivitas Superoxide Dismutase (Sod) Ginjal Tikus
Putih (Rattus Novergicus) Effect Of Rhodamin And Saccharin Towards
Kidney Superoxide Dismutase (Sod) Activites Of White Rat‟s (Rattus
norvegicus).
Saparinto, C., Hidayati, D., 2012. Bahan tambahan pangan. Kanisius.
Saputra AD, 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Siswa
Kelas Sekolah Dasar. Unnes Journal Of Public Health, Semarang.
126
Situmorang, R., Silitonga, M., 2015. Effect Of Ethanol Leaf Extract
Bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) As Preventive
And Curative Rhodamine B Toxic Effects On The Kidney
Histopathology White Rat (Rattus norvegicus). J. BIOSAINS 1, 73–85.
Sopa, 2013. Sertifikasi Halal MUI Terhadap Produk Makanan, obat-obatan dan
kosmetika. Gaung Persada Press Group, Jakarta.
Sugiharti, djarismawati, 2004. pengetahuan dan perilaku pedagang cabe merah
giling dalam penggunaan rhodamin b dipasar tradisional di DKI
Jakarta.
Tarmizi, N., 2014. Analisis Zat Warna Rhodamin-B Dalam Saus Tomat Dan
Cabe Kemasan Plastik Yang Beredar Di Kota Meulaboh (Phd Thesis).
Universitas Teuku Umar Meulaboh.
Trestiati, M, 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minumman
Jajanan Anak SD (Studi Kasus: Sekolah Dasar di Kecamatan
Margaasih Kabupaten Bandung). ITB Library, Bandung.
Unawekla, J.V., Moeis, E.S., Langi, Y.A., 2018. Hubungan antara Status Gizi
dan Sistem Imun Seluler pada Subyek Penyakit Ginjal Kronik Stadium
V Hemodialisis di Instalasi Tindakan Hemodialisis RSUP Prof. Dr. RD
Kandou Manado. E-Clin. 6.
Utami, W., Suhendi, A., 2009. Analisis rhodamin B dalam jajanan pasar
Dengan metode kromatografi lapis tipis.
Widayanti, N.P., Refi, M.A.F., 2018. Identifikasi Rhodamin B Dalam Saus
Sambal Yang Beredar Di Pasar Tradisional Dan Modern Kota
Denpasar. J. Media Sains 2.
Yamlean, P.V., 2011. Identifikasi dan penetapan kadar rhodamin B pada
jajanan kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado. J. Ilm.
Sains 11, 289–295.
127
LAMPIRAN
1
LAMPIRAN 1
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Saya N. Azah Aimmatul Huriyyah, Mahasiswa Peminatan Kesehatan
Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir tentang “Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan Pajanan Rhodamin B Pada Konsumsi Saus Di SDN
Cirendeu 02 Tahun 2019”.
Pada penelitian ini saya mengharapkan Adik bersedia menjadi responden,
dan bersedia untuk diwawancarai dengan menjawab semua pertanyaan yang ada
dalam kuesioner ini. Penelitian yang saya lakukan tidak akan membahayakan bagi
Adik serta informasi yang diberikan oleh Adik akan dijaga kerahasiaannya. Jika
Adik bersedia atau setuju, saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan
yang telah disediakan.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 2019
Responden
( )
2
KUESIONER
ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAJANAN
RHODAMIN B PADA KONSUMSI SAUS DI SDN CIRENDEU 02 TAHUN
2019
No. Resp Nama Pewawancara Tgl/bln/thn
A. Identitas Responden
A1. Nama Responden
A2. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki
2. Perempuan
A3. Umur
B. Karakteristik Individu
B1. Berat Badan (BB) ..................Kg
B2. Tinggi Badan (TB) ..................cm
C. Karakteristik Pajanan
C1 Berapa lama anda bersekolah di SDN Cirendeu 02
Ciputat (Durasi responden sebagai siswa)
1. Ya
2. Tidak
C2 Berapa kali dalam seminggu mengkonsumsi saus ?
(frekuensi mengkonsumsi saus)
...............Kali
C3 Berapa banyak jumlah saus yang di konsumsi
(jumlah konsumsi saus responden)
................Tahun
C4 Lama meninggalkan / Libur sekolah setiap
semester
................Minggu
D. Perhitungan Intake, RQ, dan ERC
D1. Konsentrasi Rhodamin b ...............mg
D2 Intake ...............mg/kg/hari
D3 RQ
D4 ECR
3
LAMPIRAN 2
Dokumentasi Kegiatan
4
Dokumentasi Pengujian Sampel
5
6
7
LAMPIRAN 3
8
9
10
LAMPIRAN 5
11
LAMPIRAN 6