Analisis puisi

10
Rabu, 19 Oktober 2011 Click icon to add picture Bahasa Indonesia Oleh: Nuki Prihatini Analisis Puisi

Transcript of Analisis puisi

Page 1: Analisis puisi

Rabu, 19 Oktober 2011

Click icon to add picture

Bahasa IndonesiaOleh: Nuki Prihatini

Analisis Puisi

Page 2: Analisis puisi

Unsur-unsur puisi

Ekstrinsik

Page 3: Analisis puisi

Unsur Ekstrinsik

•Agama•Ekonomi•Budaya•Politik•Biografi Penyair

Page 4: Analisis puisi

Unsur Intrinsik

tentang apa puisi itu berbicara

TEMA(THEME)

Page 5: Analisis puisi

Amanat(MESSAGE VALUE)

apa yang hendak disampaikan kepada pembaca

Page 6: Analisis puisi

Rima/Persajakan(RHYME)

persamaan-persamaan bunyi

Rima asonansi (pengulangan bunyi vokal)Rima aliterasi (pengulangan bunyi

konsonan)

Page 7: Analisis puisi

Ritme(RHYTHM)

perhentian-perhentian atau tekanan-tekanan yang diatur

Page 8: Analisis puisi

Majas/Gaya Bahasa(FIGURATIVE LANGUAGE)

Contoh:• Perbandingan langsung (metafora) Raja siang mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur• Perbandingan tidak langsung Tatap matamu bagai busur panah• Personifikasi Nyiur di pantai melambai, menari-nari disentuh sang bayu• Hiperbola (kiasan yang berlebihan) Air matanya mengalir menganak sungai• Sinokdoke pars prototo (menyebutkan sebagian untuk keseluruhan) Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya• Sinokdoke totem pro parte (menyebutkan keseluruhan untuk sebagian) Indonesia berhasil merebut Thomas Cup dari tangan Cina

Page 9: Analisis puisi

Pencitraan/Kesan(IMAGERY)

• Imajeri pandang (Visual)• Imajeri dengar (Auditif)• Imajeri rasa sentuh dan kecap

(Taktil)

Page 10: Analisis puisi

Mari kita analisis puisi berikut ini.

Asmaradana Karya: Goenawan Mohamad

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun, karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.

Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan. Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.

Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu. Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu. Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.