Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and Return Pada Nasabah Dalam Kerangka Principal
-
Upload
vikaramadhani -
Category
Documents
-
view
1.554 -
download
2
description
Transcript of Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and Return Pada Nasabah Dalam Kerangka Principal
Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and Return pada Nasabah dalam Kerangka Principal-Agent
(Studi Kasus Produk Tabungan Batara Bank Tabungan Negara Cabang Malang)
SKRIPSI
Disusun oleh :
Vika Annisa Qurrata 0610210129
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….... iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 9
1.4 Batasan Penelitian .......................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Principal Agent Pada Hubungan Nasabah dan Bank ............. 11
2.2 Assymetric Information Terkait Dengan Risk and Return ................ 13
2.2.1 Assymetric Information............................................................. 13
2.2.2 Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Persoalan
Assymetric Information …… ……….................................................. 18
2.2.3 Persepsi dan Perilaku Nasabah Tentang Konsep Risk and
Return Dalam Teori …….…..……….................................................. 24
2.3 Implikasi Assymetric Information mengenai Risk and Return Pada
Nasabah Penabung ........................................................................ 36
2.4 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 41
2.5 Kerangka Pikir ............................................................................... 42
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 45
3.2 Unit Analisis .................................................................................... 46
3.3 Teknik Pemilihan Informan .............................................................. 46
3.4 Fokus Penelitian ............................................................................. 47
3.5 Jenis Data ....................................................................................... 47
3.6 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 48
3.7 Teknik Analisis Data ....................................................................... 49
3.7 Teknik Penilaian Keabsahan Data .................................................. 50
BAB IV. REALITAS HUBUNGAN PRINCIPAL-AGENT ANTARA NASABAH
PENABUNG DAN BANK
4.1 Arti penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan
Bank Tabungan Negara Cabang Malang....................................... 54
4.2 Lemahnya Bargaining Position Yang Menimbulkan Persoalan Principal-
Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan Negara
Cabang Malang................................................................................ 58
4.3 Realitas Hubungan Principal-Agent Antara Nasabah Penabung
dan Bank......................................................................................... 62
BAB V. PERSEPSI NASABAH PENABUNG MENGENAI PENGUASAAN
INFORMASI RISK AND RETURN
5.1 Persepsi Nasabah Terhadap Resiko ............................................... 70
5.2 Persepsi Nasabah Terhadap Return ............................................... 76
BAB VI. Penutup
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 83
6.2 Rekomendasi .................................................................................. 84
Daftar Pustaka .............................................................................................. 85
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Hal
4.1. Daftar Nama Informan Nasabah dan Mantan Nasabah BTN
Cabang Malang…………………............................................... 52
4.2. Daftar Nama Informan Pegawai BTN Cabang Malang............ 53
4.3. Suku Bunga Tabungan Batara.................................................. 55
5.1. Indikator Penguasaan Informasi Risk and Return ................... 75
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar Hal
1.1. Hubungan Antara Nasabah, Bank dan Peminjam......................... 2
1.2. Posisi Kredit Outstanding dan DPK (dalam milyar) Bank
Tabungan Negara Tahun 2004-2008……………........................... 7
1.3. Posisi Perkembangan Non Performing Loan (%) Bank Tabungan
Negara Tahun 2004-2008……………........................... 8
2.1. Kerangka Pikir Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and Return Terhadap Nasabah Dalam Kerangka Principal-Agent...............................................................
43
ABSTRAKSI
Qurrata, Vika Annisa. 2010. Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk and Return pada Nasabah dalam Kerangka Principal-Agent . Skripsi, Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya. Farah Wulandari P, SE., ME.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui realitas hubungan principal agent antara nasabah penabung dan BTN, (2) Mengetahui persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi risk and return. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang timbul antara bank dan nasabah. Namun sampaii saat ini nasabah merasa masih kurang puas terhadap jawaban yang diberikan oleh bank. Sehingga hubungan antara bank dan nasabah tidak seimbang. Salah satu pihak mengetahui informasi lebih banyak daripada pihak lainnya.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengambilan informan melalui purposive sampling. Data yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Informasi suatu hal yang kurang dianggap penting bagi nasabah. Nasabah hanya menerima informasi yang diberikan bank sehingga saat ada yang bertanya lebih jauh bank akan membuat informasi tersebut menjadi assymetric dengan cara menutup-nutupi kenyataan. Terkait dengan informasi yang didapatkan, oleh karena nasabah merasa bargaining position mereka lemah terhadap bank, maka hal ini membuat mereka merasa malas bertanya dan menganggap jawaban yang diberikan pihak bank sepertinya ada yang disembunyikan. Selain itu bagi nasabah risiko bukanlah menjadi pertimbangan utama menabung. Hal ini dikarenakan persepsi nasabah yang menganggap BTN bank milik pemerintah sehingga terbebas dari segala macam risiko. Nasabah penabung menganggap bahwa yang dianggap bukanlah return secara rasional ekonomis seperti tingkat suku bunga yang diberikan, namun lebih kepada faktor keamanan dan aksebilitas akan kemudahan KPR yang diberikan oleh BTN pada nasabah penabung.
Kata Kunci: penguasan informasi, nasabah, asymmetric information
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini mengemukakan latar belakang yang menjadi
landasan adanya penelitian, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, batasan
penelitian, serta manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian ini.
1.1 Latar Belakang
Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa
konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku
usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi
pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat
pihak yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam
bentuk giro, tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan
dana interaksi terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut
meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu.
Tingkat pertumbuhan dan persaingan yang ketat antar bank, menjadikan
nasabah sebagai pihak yang seolah-olah dijadikan raja. Di mana semua
keuntungan serta merta diberikan kepada nasabah tersebut seperti berbagai
hadiah dan suku bunga yang tinggi diberikan kepada nasabah. Namun, bukan
berarti dengan adanya keuntungan yang sedemikian tinggi membuat nasabah
tahu dan sadar akan risk dan return pada bank tersebut.
Sumber : Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan, 2005, diolah
Gambar 1.1. : Hubungan antara nasabah, bank dan peminjam
Hubungan yang timbul dari gambar 1.1 di atas ini merupakan hubungan
antara debitur dengan kreditur sehingga semuanya bersumber pada bank.
Terjadinya kerjasama ini sesuai dengan teori Principal-agent, dimana nasabah
sebagai principal menyuntikkan modal tambahan dalam bentuk tabungan pada
bank sebagai agent yang digunakan untuk mengembangkan usaha demi meraih
keuntungan bersama. Hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana
satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agent (pengurus)
untuk menjalankan aktivitas bank. Dengan kata lain dalam hubungan keagenan
menjelaskan hubungan antara pemberi kerja dan penerima amanah untuk
melaksanakan pekerjaan. Pemberi kerja yang disebut prinsipal akan memberikan
hak kepada orang lain yang disebut sebagai agen untuk menjalankan haknya.
Kedua belah pihak terikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajiban
masing-masing. Untuk selanjutnya istilah pemberi kerja di asosiasikan sebagai
prinsipal, pemilik modal, shareholders, dan pemberi amanat. Sedangkan agen
dapat disamakan dengan penerima amanat, pengurus (direksi dan komisaris),
pihak manajemen bank, pengelola, orang dalam atau insiders.
Dalam hal ini, bank sebagai agent berkewajiban untuk memberikan
informasi kepada nasabah. Namun tentunya tidak semua informasi dapat
Nasabah penabung
Dana Bank
Nasabah peminjam
Bunga 18%
simpanan
Bunga 28 %
kredit
SPREAD
diberikan kepada nasabah. Interaksi yang demikian intensif antara bank dengan
nasabah di atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi friksi yang
apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara
nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya friksi
tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu (i) informasi yang kurang
memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank, (ii)
pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang
masih kurang, (iii) ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, dan (iv)
tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi
yang terjadi antara nasabah dengan bank (Hadad, 2006:1 )
Dalam perlindungan konsumen diperlukan adanya keseimbangan antara
konsumen dan pelaku yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban dari pelaku
usaha dan konsumen. Sehingga secara umum antara konsumen dan produsen
memiliki kedudukan yang sejajar. Dengan adanya kedudukan yang sejajar, maka
tidak ada salah satu pihak yang merasa lebih tinggi dan pihak yang lain merasa
lebih rendah, sehingga terdapat pihak yang kuat menekan pihak yang lemah.
Namun, apabila hal itu tidak terpenuhi maka hal itu bisa menyebabkan
penyimpangan teori principal agent yaitu salah satunya adalah assymetric
information atau perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Dalam
kenyataannya para professional atau manajer bank sering lebih cenderung untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Para manajemen perusahaan
mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya dengan biaya ditanggung oleh pihak lain. Perilaku ini sering disebut
sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak suka menanggung
risiko atau risk averse. Keterbatasasn sifat manusia seperti inilah yang
menyebabkan prinsipal dan agen saling mencari peluang untuk menguntungkan
diri sendiri atas biaya salah satu pihak.
Posisi nasabah sebagai pemilik dana, dan nasabah ingin menyetor dana
tadi ke bank. Nasabah akan memilih bank yang dapat dipercaya, dan
sebelumnya mencari informasi sebanyak-banyaknya, untuk memilih akan
bekerjasama dengan bank yang mana. Karena sebagai pemilik dana, nasabah
berfungsi sebagai pembeli surat berharga bank. Karena uang nasabah yang
disimpan di bank, sebagai gantinya anda akan menerima surat berharga dalam
bentuk sertifikat deposito, buku tabungan, maupun buku giro. Jadi, seperti halnya
pembeli, nasabah harus meneliti dan hati-hati dalam memilih bank. Nasabah
harus hati-hati, karena dana yang disimpan di bank, agar termasuk dalam
program penjaminan harus memenuhi persyaratan tertentu. Jika dana yang
disimpan di suatu bank, suku bunganya lebih tinggi dari kriteria yang
dipersyaratkan oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), maka nasabah tidak
akan menerima penggantian jika terjadi masalah di bank tersebut.
Hubungan antara nasabah penabung dan bank bisa berjalan lancar
karena ada unsur saling percaya, sehingga hubungan timbal balik yang terjadi,
menyehatkan. Dari persepsi umum, seringkali yang diharapkan untuk selalu
dapat dipercaya hanya pihak bank, padahal sebuah hubungan tak mungkin
berjalan lancar jika hanya satu pihak yang harus menjaga hubungan itu. Kedua
pihak harus transparan dan menjaga kepercayaan tersebut. Dengan adanya
hubungan yang timbal balik, yaitu bank bekerja dengan prinsip kehati-hatian,
menjaga kepercayaan nasabah, maka nasabah akan dengan tenang
menanamkan dananya pada bank tersebut. Disatu pihak, nasabah juga harus
menjaga kepercayaan bank, dana yang diberikan oleh bank dipergunakan sesuai
dengan yang diperjanjian, sehingga usaha yang dilakukan oleh nasabah berjalan
lancar.
Bank sebagai lembaga yang berfungsi menjembatani antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana sering dituntut
untuk selalu berhati-hati dalam mengelola dana tersebut. Tuntutan tersebut tidak
lepas dari kepentingan –pemilik dana atau nasabah penabung yang harus
dilindungi, walaupun kita ketahui bahwa dana deposan di Indonesia dijamin oleh
Bank Indonesia. Namun perlindungan tersebut masih bersifat terbatas. Di lain
pihak, pihak bank yang menempatkan dana pada pihak yang membutuhkan, juga
berkepentingan untuk memperoleh pendapatan, sedapat mungkin terhindar dari
risiko tidak kembalinya dana yang ditanamkan. Oleh karena itu tindakan yang
hati-hati terhadap pengelolaan dana baik terhadap dana nasabah, -pemilik bank,
maupun dana yang telah ditempatkan menjadi tuntutan yang mutlak dalam dunia
perbankan.
Perlindungan terhadap dana nasabah dan pemeliharaan aset atau modal
pemilik bank sangat tergantung kemampuan manajemen bank dalam mengelola
dana tersebut. Idealnya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, sebuah bank
akan selamat dari kemungkinan risiko terburuk yaitu likuidasi. Tugas manajemen
bank tidak hanya itu, namun yang utama adalah meningkatkan nilai kekayaan
pemilik. Tentu saja tugas yang ketiga ini akan tercapai kalau kedua tugas
sebelumnya dapat dilakukan.
Dalam perspektif makro sebagaimana tertulis dalam Undang-undang
perbankan No. 10 tahun 1998, bahwa bank didirikan untuk menyejahterakan
rakyat banyak. Tujuannya begitu mulia karena mengemban tugas yang
bermanfaat bagi rakyat banyak. Itu menurut undang-undang perbankan. Namun,
bisakah kita menilai dalam konteks corporate bank berdiri untuk tujuan tersebut.
Tampaknya tidak demikian, sebab bagaimanapun bank adalah lembaga bisnis
yang didirikan untuk bisnis. Sebuah bisnis pasti berhitung dengan risiko dan
return. Pemodal akan selalu bertindak atas dasar kedua hal ini. Pemodal akan
menginginkan return tertinggi dengan resiko tertentu atau resiko terendah.
Untuk kasus di Indonesia sebagian besar bank terkonsentrasi pada
kredit untuk meraih pendapatan tertinggi dan sumber dana sebagian besar dana
masyarakat. Hal ini terindikasi bahwa untuk mendirikan bank hanya memerlukan
jumlah modal yang relatif kecil dibandingkan mendirikan perusahaan manufaktur
pada skala yang sama. Hal ini terjadi karena sebagian besar dana berasal dari
dana masyarakat. Selain itu, masalah pokok yang sering dihadapi oleh setiap
perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apapun, selalu tidak terlepas
dari kebutuhan akan dana (modal) untuk membiayai usahanya.
Perbankan sebagai lembaga keuangan dalam kegiatan operasionalnya
sangat tergantung dari kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat
yang akan disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sehingga
salah satu kunci keberhasilan manajemen bank adalah seberapa jauh bank
mampu menguasai pangsa pasar dana masyarakat yang beredar di wilayah
operasionalnya.
Oleh karena itu prinsip kehati-hatian mutlak diperlukan dalam mengelola
bank, agar kepentingan nasabah penabung dan pemilik bank bisa terjamin.
Kepentingan nasabah deposan adalah dana aman dan menghasilkan,
sedangkan kepentingan pemodal adalah dengan modal tersebut bisa
meningkatkan kekayaannya.
Bank Tabungan Negara merupakan bank yang telah terpercaya dalam
melakukan pembiayaan perumahan sejak tahun 1950. Selain pembiayaan
perumahan, Bank Tabungan Negara juga memiliki berbagai fasilitas bagi
nasabah penabung seperti Tabungan Batara.
Sumber : Bank Tabungan Negara, 2008
Gambar 1.2. : Posisi Kredit Outstanding dan DPK (dalam milyar) Bank
Tabungan Negara tahun 2004-2008
Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.2 diatas, bahwa posisi kredit
outstanding dan dan dana pihak ketiga meningkat. Artinya bahwa kemampuan
BTN dalam melakukan peran intermediasi perbankan atau menyalurkan dana
pihak ketiga ke dalam bentuk kredit sangat tinggi.
Sumber : Bank Tabungan Negara, 2008
Gambar 1.3. : Posisi Perkembangan Non Performing Loan (%) Bank
Tabungan Negara Tahun 2004-2008
Dapat dilihat juga dari Non Performing Loan (NPL) yang diartikan bahwa
semakin tinggi NPL yang dimiliki oleh bank, maka semakin tinggi resiko kredit
yang dihadapi oleh bank tersebut. Pada gambar 1.3 di atas NPL Bank Tabungan
Negara meningkat dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2008 menurun,
tetapi tetap berada pada kisaran 2 %. Memang, NPL yang bagus apabila tidak
lebih dari 8%, namun apabila dari tahun ke tahun semakin meningkat hal ini yang
perlu dikhawatirkan. Hubungan peningkatan NPL dari tahun ke tahun dengan
nasabah penabung adalah apabila NPL Bank Tabungan Negara semakin tinggi,
maka risiko yang dihadapi oleh nasabah penabung pun semakin tinggi, di mana
apabila kredit gagal bayar tinggi jumlahnya maka pengembalian dan kepastian
uang nasabah penabung bisa menjadi suatu permasalahan. Dengan demikian,
diangkatlah judul penelitian ini “Analisis Persoalan Penguasaan Informasi
Risk and Return Pada Nasabah Dalam Kerangka Principal-Agent (Studi
Kasus Produk Tabungan Batara Bank Tabungan Negara Cabang Malang)”.
1.2. Perumusan Masalah
Sejalan dengan pemaparan latar belakang sebelumnya, maka penelitian ini
difokuskan untuk mengetahui:
1. Bagaimana realitas hubungan principal-agent antara nasabah penabung
dan Bank Tabungan Negara?
2. Bagaimana persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi
risk and return?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk:
1. Mengetahui realitas hubungan principal agent antara nasabah penabung
dan BTN.
2. Mengetahui persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi
risk and return
1.4. Batasan Penelitian
Batasan masalah berguna untuk mengarahkan penelitian agar tidak melebar
dan tetap fokus pada permasalahan yang dikemukakan. Batasan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Nasabah penabung yaitu nasabah yang menyimpan dananya di bank dan
Bank Tabungan Negara sebagai lembaga yang berfungsi untuk menyimpan dana
dari nasabah penabung.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari adanya penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan kajian yang lebih luas mengenai pentingnya kesadaran dan
keingintahuan tentang segala informasi yang berkaitan dengan bank dari
nasabah penabung sebelum menabung. Selain itu, bank juga diharapkan
memberikan informasi seluas-luasnya kepada nasabah tanpa ada yang
ditutup-tutupi.
2. Manfaat Praktis
a. Media referensi bagi pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
nasabah penabung, terutama nasabah penabung yang menabung di
Bank Tabungan Negara Cabang Malang
b. Media referensi bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam
menentukan kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan
kualitas pengetahuan dan kesadaran bagi nasabah penabung.
c. Memberikan inspirasi dan tambahan wawasan bagi peneliti yang
tertarik pada topik sejenis agar dapat mengembangkan secara luas
dan mendalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini, akan dikupas mengenai berbagai kajian teori yang
berhubungan dengan topik penelitian, diantaranya: teori principal-agent; konsep
assymetric information dalam kerangka risk and return (yang meliputi teori
penghimpunan dana pada bank, teori assymetric information, Lembaga Penjamin
Simpanan, dan manajemen resiko); implikasi assymetric information risk and
return bagi nasabah; penelitian terdahulu; dan kerangka pikir yang membingkai
penelitian ini.
2.1 Teori Principal Agent Pada Hubungan Nasabah dan Bank
Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya
berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih
individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu
kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan
harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang
dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia &
McCubbins (2000) dalam Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan
Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi) (2009)
menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang
(prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan prinsipal. Dan menurut Ross (1973) contoh-contoh
hubungan prinsipal-agen sangat universal.
Hubungan prinsipal-agen terjadi apabila tindakan yang dilakukan
seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat
tergantung pada tindakan orang lain (Stiglitz, 1987 dan Pratt & Zeckhauser, 1985
dalam Gilardi, 2001). Pengaruh atau ketergantungan ini diwujudkan dalam
kesepakatan-kesepakatan dalam struktur institusional pada berbagai tingkatan,
seperti norma perilaku dan konsep kontrak. Mishkin (2004:181) juga
mengungkapkan bahwa pembedaan peran antara pemilik modal dengan
pengelola modal dapat menimbulkan perilaku agen yang akan mengutamakan
keuntungannya sendiri dibandingkan dengan keuntungan sang pemilik modal hal
ini disebabkan karena pengelola modal mendapat insentif lebih kecil daripada
yang didapat oleh pemilik modal.
Akar dari terjadinya principle-agent model ini yakni adanya
ketidaksamaan informasi (assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik
modal (principal) dengan pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33)
mengungkapkan asymmetric information terjadi karena salah satu pihak lebih
mengetahui kelengkapan informasi dibandingkan pihak lain. Sehingga pihak
yang tidak menegtahui informasi tersebut kesulitan untuk menentukan keputusan
yang tepat dibandingkan pihak yang memiliki informasi lebih lengkap. Dalam
masalah principal-agent, agen sebagai pengelola dana peastinya memiliki
informasi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pemilik dana yang
memepercayakan dananya kepada agen dan hanya menerima profit atau return
dari dana yang dipercayakan tersebut.
Dalam kenyataannya, informasi yang dimiliki oleh berbagai pihak
memang selalu tidak sempurna atau assymetric. Salah satu pihak pasti memiliki
informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak lain. Seperti yang dikemukakan
oleh Varian (2005) bahwa sangat sulit untuk mendapatkan informasi yang
sempurna mengenai kualitas dari barang yang dijual di pasar,
ketidaksempurnaan informasi yang lebih banyak mengenai barang yang ia jual
daripada pihak buyer. Bahkan ketidaksempurnaan informasi itu dapat
menyebabkan kerusakan pada fungsi efisiensi pasar.
Jika diaplikasi pada pembiayaan pihak perbankan pasti memiliki informasi
yang lebih mengenai produk pembiayaannya dibandingkan dengan nasabah
atau calon nasabah karena pihak bank yang lebih mengerti tentang mekanisme
pembiayaannya dan resiko produknya. Apabila dalam kontrak awal informasi
yang disampaikan pada nasabah tidak sempurna, maka tidak dapat dipungkiri
lagi principal agent problem di antara pihak bank dan nasabah akan terjadi.
2.2 Assymetric Information Terkait Dengan Risk and Return
2.2.1 Assymetric Information
Seperti yang telah di jelaskan pada principal agent theory bahwa akar
dari terjadinya principle-agent model ini yakni adanya ketidaksamaan informasi
(assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik modal (principal) dengan
pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33) mengungkapkan asymmetric
information terjadi karena salah satu pihak lebih mengetahui kelengkapan
informasi dibandingkan pihak lain. Assymetric Information merupakan akar
persoalan yang menyebabkan adanya persoalan pada suatu ikatan perjanjian
atau kontrak diantara dua pihak Assymetric Information memiliki dua jenis yakni
Adverse Selection dan Moral Hazard.
a. Adverse Selection
Menurut Mishkin (2004) Adverse Selection merupakan persoalan yang
terbentuk oleh assymetric information sebelum terjadinya transaksi. Dalam
Principal Agent Theory Notes (2005) dikemukakan bahwa adverse selection
terjadi apabila terdapat berbagai tipe agent namun principal tidak dapat
membedakan mereka contoh kasus untuk adverse selection dikenal dengan
sebutan Lemons Problem.
Disebut Lemons Problem karena persoalan tersebut mirip seperti saat
kita memilih lemon. Saat ingin membeli lemon pasti kita akan mencoba
mencicipi beberapa lemon untuk memastikan kualitas lemon yang akan kita beli.
Pada saat kita mencoba dua lemon dan ternyata kita menemukan bahwa lemon
tersebut asam dan buruk kualitasnya, maka kita akan menganggap bahwa
seluruh lemon yang ada dikeranjang tersebut buruk kualitasnya dan akhirnya kita
tidak jadi untuk membelinya. Adanya situasi yang seperti inilah yang
menyebabkan penentuan harga secara kompetitif akan menjauh dari efisiensi
ekonomi karena terjadinya assymetric information (Nicholson;2002:572).
Persoalan lain dalam Lemons Problem yakni penjual cenderung untuk
menutupi kekurangan barang dagangannya. Misalnya penjual Lemon, mereka
akan membersihkan lemon mereka satu persatu dan menyemprotnya dengan air
sehingga semua lemon mereka akan kelihatan segar walaupun sebenarnya
tidak demikian.
Jika diaplikasikan dalam dunia perbankan, Bank yang ingin menjaring
dana sebanyak-banyaknya pastilah akan memperlihatkan keadaan dirinya sebaik
mungkin. Untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak nasabah maka bank perlu
untuk meyakinkan bahwa ia mampu dalam hal likuiditasnya dan menampilkan
laporan keuangan sebaik mungkin.
b. Moral Hazard
Menurut Mishkin (2004) Moral Hazzard merupakan persoalan yang terjadi
karena Assymetric Information setelah transaksi terjadi. Miller dalam Principal
Agent Theory Notes (2005) mengemukakan bahwa agent melakukan tindakan
yang sangat beresiko karena ingin meningkatkan profitabilitas, namun principal
tidak dapat meninjau perilaku agent tersebut.
Kasus Principal Agent yang paling terkenal adalah Moral Hazard. Dimana
Agent berperilaku mengikuti kehendak sendiri demi keuntungan pribadi daripada
untuk keuntungan principal. Misalnya dalam tabungan, karena bank
mendapatkan tabungan dari nasabah dan nasabah dirasa tidak tahu peruntukan
dana tersebut, maka pihak bank dengan leluasa menggunakan dana dari
nasabah tersebut dengan cara menanamkannya di berbagai tempat.
Dalam kasus tersebut pihak bank merupakan Agent dan pihak pemodal
atau nasabah merupakan Principal. Setelah transaksi terjadi, pihak pemodal
hanya dapat mempercayakan dananya kepada agent. Dan agent lah yang
memilih perilaku (behaviour) nya sendiri untuk mengelola dana yang telah
dipercayakan padanya.
Dalam hal ini terdapat dua perilaku yang dapat dikatakan sebagai
perilaku yang menyimpang dan menjadi moral hazzard. Perilaku pertama agent
akan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadinya, daripada untuk
usaha, agent lebih memilih menggunakan dana tersebut untuk konsumsi.
Perilaku kedua Agent ingin meningkatkan profitabilitas sehingga ia memilih
usaha yang resikonya lebih besar dari yang seharusnya atau pihak agent
berusaha untuk memaksimumkan profit usahanya dengan memperbesar
pengeluaran. Karena modal seluruhnya berasal dari lender maka ia akan
memaksimumkan kapasitas usahanya untuk mendapatkan pendapatan yang
lebih besar. Sehingga apabila usahanya gagal, maka ia tidak akan dapat
mengembalikan dana yang telah ia pinjam. Kedua perilaku tersebut menyimpang
dari perjanjian transaksi sehingga dikatakan sebagai perilaku moral hazard.
Menurut Edi Karni (2007), baik principal maupun agent menginginkan
keuntungan yang tinggi dan aksi yang mereka lakukan menjadi subyektif
tergantung dari siapa yang menginginkan keuntungan yang tinggi tersebut. Dan
aksi yang mereka lakukan itu adalah yang disebut moral hazard. Karena mereka
bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Iqbal dan David (2002) mengungkapkan bahwa principal agent problem
dapat terjadi karena kurangnya monitor dari principal. Sehingga biaya untuk
monitor haruslah diadakan. Selain itu insentif untuk agent juga penting agar
Agent memilih untuk tidak berperilaku menyimpang dari perjanjian yang telah
Disepakati.
Jika diaplikasikan pada pembiayaan, pihak perbankan Petrie (2002)
dalam Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintahan Daerah: (Sebuah
Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi) (2009) mendefinisikan moral hazard
dan adverse selection sebagai berikut:
Moral hazard refers to the tendency of an agent, after the contract is entered into, to shirk or otherwise not fully seek to promote the principal’s interests. Adverse selection refers to the inability of a principal to determine, before the contract is entered into, which among several possible agents is most likely to promote the principal’s interests; and, given this imperfect information, the tendency for candidates with less than average motivation or qualifications to apply.
Selanjutnya Gilardi (2001) menyatakan, bahwa:
Adverse selection (or ex-ante opportunism, or hidden information) occurs whenever the principal cannot be sure that he is selecting the agent that has the most appropriate skills or preferences and moral hazard (or ex-post opportunism, or hidden action) occurs whenever the agent’s actions cannot be perfectly monitored by the principal.
Sementara itu menurut Lane (2003):
Adverse selection meaning opportunism before the making of the contract between principal and agent, moral hazard meaning opportunism after the making of the contract between principal and agent.
Menurut Carr & Brower (2000), model keagenan yang sederhana
mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1) behavior-based, yakni prinsipal
harus memonitor perilaku agen dan (2) outcome-based, yakni adanya insentif
untuk memotivasi agen untuk mencapai kepentingan prinsipal. Para teoretis
berpegang pada proposisi bahwa agents behave opportunistically toward
principals. Oportunisme bermakna bahwa ketika terjalin kerjasama antara
prinsipal dan agen, kerugian prinsipal karena agen mengutamakan
kepentingannya (agent self-interest) kemungkinan besar akan terjadi.
Kazumi Hori dalam “Essays on Information, Contracts, and
Organization“ (2005) memberikan contoh tentang adanya situasi agen. Setiap
agen mengobservasi kasus yang berbeda dan independen. Setelah
mengobservasi, agen akan memberikan laporan kepada principal untuk ditindak
lanjuti. Lalu, principal akan mengambil keputusan. Agen memiliki kesempatan
untuk memanipulasi informasi karena obyektifitas agen berbeda dengan
principal. Obyektifitas yang berbeda antara agen dan principal sistematis dan
dapat ditebak. Bisa saja hal ini diketahui oleh principal, tetapi principal biasanya
tidak akan mencap agen sebagai pembohong namun membereskan persolan
yang terjadi. Agar informasi tersebut tidak diketahui oleh principal maka agen
akan memenipulasi informasi untuk mendapatakan keuntungan bagi dirinya
sendiri.
2.2.2 Peran Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Persoalan Assymetric
Information
Peran industri perbankan dalam perekonomian suatu negara seringkali
diibaratkan sebagai peran jantung dalam sistem tubuh manusia. Membeli dana
masyarakat dalam bentuk simpanan serta menjualnya dalam bentuk kredit dalam
rangka menggerakkan perekonomian. Agar dapat berfungsi efektif, jantung
perekonomian tersebut perlu dijaga agar selalu dalam kondisi sehat, stabil, serta
berkembang. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan beberapa prasyarat
antara lain kepercayaan masyarakat yang terjaga dan penyelewengan (moral
hazard) yang tercegah.
Menurut Hari Prasetya dalam artikel yang berjudul LPS Dan Upaya
Meningkatkan Disiplin Pasar, pencegahan moral hazard dalam industri
perbankan dapat dilakukan melalui 3 upaya yang saling mendukung, yakni;
manajemen risiko dan tata kelola yang baik (good corporate gonernance) ;
disiplin pengaturan (regulatory discipline); dan disiplin pasar (market discipline).
Adanya penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik dapat membantu
bank memastikan arah dan strateginya telah sesuai dan konsisten dengan yang
direncanakan. Hal tersebut dapat mencegah pengelola bank melakukan tindakan
yang melampaui derajat risiko yang telah digariskan.
Dalam menghadapi persaingan atau mengejar laba, pengelola bank
dapat tergoda untuk mengabaikan manajemen risiko dengan memangkas
sumber daya pengawasan internal atau meniadakan prosedur tertentu dalam
pengendalian risiko. Oleh sebab itu adanya disiplin pengaturan merupakan
upaya untuk mengurangi insentif bank mengambil risiko yang lebih besar dengan
menggunakan kewenangan publik. Adapun pihak-pihak yang yang dapat
melakukan disiplin pengaturan antara lain pengawas bank, bank sentral,
pengawas transaksi keuangan, pengawas pasar modal, dan penjamin simpanan.
Dengan menggunakan kewenangan publik, disiplin pengaturan dianggap
merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah moral hazard. Namun
mengingat tindakan disiplin pengaturan umumnya tidak dipublikasikan,
masyarakat sulit mengetahui pelanggaran dan sanksi yang dikenakan pada
bank. Sedangkan disiplin pasar merupakan tindakan yang dilakukan oleh
nasabah dan kreditur, serta investor dalam hal bank telah go publik, untuk
“mendisiplinkan” bank yang dipersepsikan mengambil risiko terlalu besar.
Tindakan tersebut diwujudkan dengan memindahkan dananya ke bank lain atau
menjual kembali surat utang/obligasi/saham bank tersebut.
Harus diasadari sepenuhnya bahwa persepsi pasar tidak selalu akurat
karena sangat tergantung pada ketersediaan dan kelengkapan data bank yang
dipublikasikan, serta kemampuan nasabah, kreditur, serta investor dalam menilai
kondisi dan kinerja bank. Atas dasar adanya adanya kendala tersebut, maka
belum bisa semua pihak dapat diharapkan melakukan disiplin pasar.
Dalam perspektif penjaminan simpanan, terdapat beberapa kebijakan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan disiplin pasar, antara lain;
pembatasan jumlah yang dijamin; pembatasan jenis yang dijamin; pembatasan
pihak yang dijamin; dan pengaturan prioritas pembagian hasil likuidasi bank.
Adanya pembatasan simpanan yang dijamin menyebabkan nasabah
yang simpanannya melebihi jumlah yang dijamin akan menghadapi risiko apabila
bank tempat mereka menempatkan simpanannya ditutup. Oleh karena itu,
nasabah tersebut akan terdorong untuk selalu memonitor kondisi dan kinerja
bank.
Dilain pihak penjamin simpanan juga dapat mengecualikan penjaminan
atas suatu jenis simpanan tertentu apabila simpanan tersebut dianggap lebih
sebagai investment tool dan hanya dimiliki nasabah tertentu. Contoh jenis
simpanan yang tidak dijamin antara lain; negotiable sertificate of deposit
(Jepang, Malaysia), structured deposit (Singapura), simpanan dalam valuta asing
(Jepang, Malaysia, Singapura, Canada).
Peningkatan disiplin pasar dapat pula dilakukan dengan mengecualikan
penjaminan terhadap simpanan milik pihak yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan analisis kondisi dan kinerja bank, seperti : bank, perusahaan
asuransi, dana pensiun, atau perusahaan sekuritas.
Dalam konteks pembagian hasil likuidasi bank, pihak yang diharapkan
melakukan disiplin pasar ditempatkan pada urutan yang lebih belakang. Nasabah
penyimpan pada umumnya mempunyai urutan sebelum kreditur lainnya.
Sedangkan nasabah penyimpan yang dijamin dapat diberi urutan yang berbeda
dengan nasabah yang tidak dijamin. Posisi nasabah penyimpan yang telah
dibayar penjaminannya digantikan oleh penjamin simpanan (hak subrogasi).
Kebijakan seperti apa yang harus dilakukan pada umumnya dipengaruhi
oleh sistem perbankan di setiap negara, serta tujuan kebijakan publik yang ingin
dicapai. Dari beberapa pilihan tersebut, dalam UU LPS hanya diterapkan 2, yakni
; (1) pembatasan jumlah simpanan yang dijamin maksimal Rp 100 juta per
nasabah per bank, dan (2) dalam pembagian hasil likuidasi bank, pembayaran
kembali klaim penjaminan yang telah dibayar LPS mempunyai hak mendahului
terhadap pembayaran simpanan yang tidak dijamin.
Memang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) di Indonesia masih
termasuk sebuah lembaga yang relatif baru bila dibandingkan dengan negara-
negara lainnya. Seperti Amerika Serikat sejak 1934, yang didasari terjadinya
krisis ekonomi hebat tahun 1933 dimana hak-hak penabung di bank yang harus
ditutup tidak jelas nasibnya, di India sudah sejak 1962, Filipina sejak 1963 dan
Jepang 1971 (hanya berperan sebagai jendela pembayaran atas kewajiban
simpanan dengan maksimum 1 juta Yen) telah memiliki LPS. Tujuan berdirinya
suatu LPS bukan hanya untuk menjamin atau melindungi nasabah penabung
dengan nilai tabungan kecil saja, tetapi lebih kepada tujuan untuk mendorong
perbankan agar tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi bagi
masyarakat.
Terlepas dari adanya kebutuhan internal suatu negara maupun adanya
dorongan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti IMF atau Bank Dunia, pada
perkembangannya banyak negara-negara yang telah mendirikan LPS yang
sampai 2007 sebanyak 95 negara, sedang beberapa negara lainnya masih
dalam proses. Dengan demikian jelas bahwa fungsi LPS untuk menjamin
simpanan nasabah penyimpan serta untuk memelihara stabilitas sistem
perbankan, serta berperan dalam memelihara/menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap dunia perbankan.
Didasari oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 37B yang
mengamanatkan harus adanya kewajiban bank untuk menjamin simpanan
masyarakat yang ada pada suatu bank dan untuk itu perlu dibentuk LPS, maka
melalui Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tanggal 22 September 2004
pemerintah membentuk LPS, yang berlaku efektif sejak 22 September 2005 (12
bulan sejak diundangkan). Simpanan yang dijamin oleh LPS adalah giro,
deposito, tabungan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, dengan
nilai yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak sebesar
Rp 100 juta. Penetapan nilai penjaminan sebesar Rp 100 juta didasarkan pada
pertimbangan bahwa nilai tersebut telah mengcover 95% nasabah, dan
penetapan ini dapat berubah apabila salah satu kriteria lainnya yang ditentukan
terpenuhi.
Persoalan yang terjadi di Indonesia sendiri adalah pada transaksi
penyimpanan dana, pihak bank mengetahui lebih banyak dan lebih baik
informasi keuangan termasuk risiko-risiko yang dihadapi oleh bank daripada
nasabah penabung. Untuk menyeimbangkan adanya asymmetric information
tersebut, harus ada mekanisme yang mewajibkan bank mengungkapkan semua
fakta material mengenai kondisi keuangannya.
Meskipun bank telah mengungkapkan fakta material mengenai kondisi
keuangannya namun nasabah kecil tetap akan menghadapi risiko karena
mereka tidak mempunyai akses atau kemampuan untuk memahami informasi
yang diungkapkan. Ketiadaan akses informasi atau ketidakmampuan menilai
kondisi keuangan bank menyebabkan mereka seringkali bereaksi berlebihan
terhadap rumor mengenai keadaan suatu bank yang dapat memicu terjadinya
penarikan simpanan dalam jumlah besar atau yang dikenal dengan rush. Dalam
system penjaminan simpanan,risiko yang dihadapi nasabah kecil dialihkan
kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sehingga bank rush diharapkan
dapat dicegah.
Sedangkan bagi nasabah besar, yang dipersepsikan mempunyai akses
informasi atau kemampuan menganalisa kondisi keuangan bank, diharapkan
dapat mengidentifikasi dan mengukur besarnya risiko dari setiap tindakan yang
akan diambil.
Kepesertaan dalam penjaminan LPS bersifat wajib bagi bank yang
melaksanakan kegiatan usaha yang ada di wilayah Indonesia. Kepesertaan yang
bersifat wajib tersebut dipilih karena tiga alasan utama. Yang pertama untuk
menghindari terjadinya adverse selection yakni kecenderungan hanya bank yang
tidak sehat yang menjadi peserta penjaminan. Kedua, yang memperoleh
manfaat dari adanya penjaminan simpanan bukan hanya nasabah tetapi juga
semua bank dengan terciptanya perbankan yang lebih stabil. Dan yang ketiga
adalah untuk mencegah sekelompok bank mempunyai keunggulan kompetitif
dalam penetapan harga (competitive overpricing) serta menciptakan persaingan
yang lebih fair (level playing field).
2.2.3 Persepsi dan Perilaku Nasabah Terhadap Konsep Risk and Return
Dalam Teori
Konsumen adalah setiap pemakai atau pengguna barang atau jasa baik
untuk kepentingan diri sendiri dan atau kepentingan orang lain. Namun secara
sederhana dapat diartikan sebagai pengguna barang dan atau jasa. Masing-
masing konsumen merupakan pribadi unik dimana antara konsumen yang satu
dengan yang lain memiliki kebutuhan yang berbeda juga perilaku yang berbeda
dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, dari perbedaan-perbedaan yang unik
tersebut ada satu persamaan yakni setiap saat konsumen akan berusaha untuk
memaksimalkan kepuasannya pada saat mengkonsumsi suatu barang ataupun
jasa. Tingkat kepuasan yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang
disebut dengan utilitas. Dalam hal ini, konsumen dalam dunia perbankan disebut
dengan nasabah.
Dalam dunia perbankan terdapat dua jenis nasabah, yaitu nasabah
penabung dan nasabah kredit. Yang dimaksudkan nasabah penabung adalah
nasabah yang menyimpan uangnya di bank baik dalam betuk deposito maupun
tabungan. Sedangkan nasabah kredit adalah nasabah yang meminjam uang di
bank dalam bentuk peruntukan konsumsi, perumahan ataupun keperluan yang
lain. Lingkup bahasan dalam penelitian ini dipersempit pada nasabah penabung.
Dimana persepsi dan perilaku nasabah penabung terhadap risiko dan return
tentu sangat berbeda dengan persepsi dan perilaku nasabah kredit terhadap
risiko dan return.
Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan
mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam
lingkungan mereka (Robbins,1998:90). Persepsi konsumen ini sangat penting
dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang
apa
itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri.
Persepsi akan sesuatu yang berasal dari interaksi antara dua jenis faktor
(Shiffman&Kanuk,1997:146):
1. Stimulus factor
Karakteristik obyek secara fisik seperti ukuran, warna, berat atau bentuk.
Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristiknya akan mampu
menciptakan suatu rangsangan pada indra manusia, sehingga mampu
menciptakan sesuatu persepsi mengenai produk yang dilihatnya
2. Individual factor
Karakteristik individu yang termasuk di dalamnya tidak hanya proses
panca indera tetapi juga pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta
harapan dari individu itu sendiri.
Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mengintepretasikan stimulus
yang diterima oleh alat indera menjadi arti tertentu yang bermakna. Dalam
persepsi, seseorang juga melalui proses seleksi. Seleksi adalah proses
seseorang memilih dan menentukan marketing stimuli karena tiap individu
adalah unik dalam kebutuhan, keinginan dan pengalaman, sikap dan karakter
pribadi masing-masing orang. Dalam seleksi ada proses yang disebut selective
perception concept.
Adapun selective perception concept, yaitu (Shiffman & Kanuk, 2000:35):
1. Selective exposure
Konsumen secara efektif mencari pesan menemukan kesenangan
atau simpati mereka secara aktif menghindari kesakitan atau ancaman
disisi lainnya. Mereka secara efektif membuka diri mereka kepada iklan-
iklan yang menentramkan hati mereka mengenai kebijaksanaan tentang
keputusan pembeliannya.
2. Selective Attention
Konsumen mengadakan transaksi pemilihan yang bagus dengan
tujuan perhatian mereka berikan pada rangsangan komersial. Mereka
mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap rangsangan yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan mereka. Jadi konsumen mungkin untuk
mengingat iklan untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka
dan mengabaikan yang tidak mereka butuhkan.
3. Perceptual Defense
Konsumen secara bawah sadar menyaring rangsangan yang mereka
temukan ancaman psikologikal, meskipun telah terdapat pembukaan.
Jadi ancaman atau sebaliknya rangsangan yang merusak mungkin lebih
sedikit diterima secara sadar daripada rangsangan netral pada level
pembukaan yang sama.
4. Perceptual Blocking
Konsumen melindungi diri mereka dari rangsangan-rangsangan yang
mereka anggap negatif dan mempunyai pengaruh buruk bagi diri mereka.
Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi
juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman
dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat
pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh
pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan
membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan
proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula.
Makin sedikit pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula
luasan interpretasinya.
Persepsi ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan
medan yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang (Kotler,1997:240).
Persepsi dapat dipengaruhi oleh karakter seseorang. Karakter tersebut
dipengaruhi oleh (Robbins, 1998:91):
1. Attitudes
Dua individu yang sama, tetapi mengartikan sesuatu yang dilihat itu
berbeda satu dengan yang lain.
2. Motives
Kebutuhan yang tidak terpuaskan yang mendorong individu dan mungkin
memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi mereka.
3. Interests
Fokus dari perhatian kita sepertinya dipengaruhi oleh minat kita, karena
minat seseorang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang diperhatikan
oleh seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda satu dengan yang lain.
Apa yangdiperhatikan seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda dari
apa yang dirasakan oleh orang lain.
4. Experiences
Fokus dari karakter individu yang berhubungan dengan pengalaman
masa lalu seperti minat atau interest individu. Seorang individu
merasakan pengalaman masa lalu pada sesuatu yang individu tersebut
hubungkan dengan hal yang terjadi sekarang.
5. Expectations
Ekspektasi bisa mengubah persepsi individu dimana individu tersebut
bisa melihat apa yang mereka harapkan dari apa yang terjadi sekarang.
Dalam hubungan antara persepsi dan perilaku dapat dilihat dari pendapat
Siagian (1994:18) bahwa persepsi seseorang mengenai lingkungannya
akan sangat berpengaruh pada perilaku yang akhirnya akan
menentukan factor faktor yang dipandang motivasional (dorongan
untuk melakukan sesuatu). Singkatnya motif mempengaruhi perilaku
seseorang dan persepsi menentukan arah perilakunya. Karena itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi
seseorang.
Persepsi konsumen, dalam hal ini adalah nasabah penabung, sangat
berkaitan erat dengan perilaku yang diambil. Perilaku konsumen merupakan
suatu ilmu yang mempelajari perilaku individu yang memutuskan untuk
membelanjakan sumber daya (waktu, uang, tenaga, upaya) yang dimilikinya
untuk memenuhi atau membeli sesuatu yang dibutuhkan (Schiffman & Kanuk,
2000:5). Sedangkan Wilkie (1994:14) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
aktivitas-aktivitas mental, emosional dan fisik, dimana orang-orang
menggunakannya ketika memilih, membeli, menggunakan dan menghabiskan
produk-produk jasa sehingga bisa memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
Variabel-variabel yang terdapat dalam perilaku konsumen adalah sikap
dan persepsi. Sikap menurut Schiffman & Kanuk (2000) adalah suatu
keadaan terpelajar yang mudah terpengaruh untuk berkelakuan dalam suatu
cara yang baik atau tidak baik secara konsisten dengan rasa hormat pada suatu
obyek yang diberikan.
Sedangkan menurut Kotler & Armstrong (1996:157), sikap
adalah konsistensi seseorang terhadap evaluasi-evaluasi yang baik atau yang
tidak baik, perasaan, kecenderungan terhadap suatu obyek dan ide. Schiffman &
Kanuk (2000:154) mengemukakan perilaku konsumen yang sangat bervariatif,
yaitu :
1. Konsumen mencari informasi (Consumers Seek Information)
Konsumen mencari informasi mengenai produk dan kategori produk
melalui komunikasi kata melalui mulut atau yang biasa disebut dengan word
of mouth, baik dari teman, keluarga, orang lain, tenaga penjual, dan dari media
umum. Mereka menyimpan lebih banyak waktu untuk berpikir tentang pilihan
mereka dan mencari lebih banyak informasi tentang alternatif produk ketika
mereka menghubungkan tingkat resiko yang tinggi dengan pembelian.
2. Konsumen adalah setia terhadap merek (Consumers Are Brand Loyal)
Konsumen menghindari resiko dengan tetap setia pada satu merek yang
mana mereka telah terpuaskan daripada membeli merek-merek baru atau
merek-merek yang belum pernah mereka coba. Penerima resiko yang tinggi
mungkin menjadi lebih setia pada merek-merek lama dan mungkin sedikit
untuk membeli produk-produk baru yang diperkenalkan.
3. Konsumen memilih melalui kesan terhadap merek (Consumers Select by
Brand Image)
Ketika konsumen tidak memiliki pengalaman dengan suatu produk,
mereka cenderung untuk “percaya” terhadap suatu merek yang terkenal dan
favorit. Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal lebih baik dan
cukup baik sebagai jaminan secara tidak langsung mengenai kualitas yang
dapat dipertanggungjawabkan hasil dan pelayanannya. Usaha promosi
pemasar menambah kualitas yang diterima dari produk-produk mereka dapat
menolong untuk membangun dan menyokong kesan merek yang baik.
4. Konsumen mengandalkan kesan toko (Consumers Rely on Store Image)
Jika konsumen tidak memiliki informasi lain tentang produk, mereka
sering percaya pada penilaian terhadap pembeli barang dagangan dari toko
yang mempunyai nama baik dan bergantung pada merek untuk membuat
keputusan-keputusan yang hati-hati dalam memilih produk untuk dijual
kembali. Kesan toko juga memberi implikasi dari percobaan produk dan
jaminan pelayanan, hak pengembalian dan penyesuaian diri dalam kasus
ketidakpuasan.
5. Konsumen membeli produk yang paling mahal (Consumers Buy The Most
Expensive Model)
Ketika dalam keragu-raguan, konsumen dapat merasa kalau produk yang
paling mahal mungkin yang terbaik dalam hubungannya dengan kualitas, yaitu
mereka menyamakan harga dengan kualitas.
6. Konsumen mencari kepastian (Consumers Seek Reassurance)
Konsumen yang tidak tahu dalam membuat keputusan dalam memilih
produk cenderung untuk mencari kepastian melalui garansi uang kembali,
pemerintah dan hasil tes laboratorium sendiri, dll. Konsumen mempunyai
hubungan dengan sesama manusia dalam wujud penggunaan yang berbeda
antara konsumen pribadi (personal consumers ) dan konsumen organisasi
(organizational consumers).
Konsumen menurut Guiltinan & Paul (1994:63-65) tidak dapat
diciptakan oleh suatu perusahaan kecuali saat membeli pertama kali memiliki
keinginan dan kemampuan untuk membeli suatu bentuk atau jenis produk. Untuk
mencapai semua itu perlu cara-cara identifikasi dalam memperbaiki keinginan
dan kemampuan membeli, permintaan utama juga dapat ditingkatkan dari
pembeli potensial menjadi pembeli nyata atau aktual, atau karena pembeli nyata
meningkatkan tingkat penggunaannya.
Faktor utama yang menentukan keinginan untuk membeli suatu bentuk
atau jenis produk menurut Guiltinan & Paul (1994:63-65) adalah persepsi
pembeli terhadap kegunaan suatu produk pada satu atau lebih situasi
penggunaan, dan resiko pada barang atau jasa pada produk tersebut.
Meskipun demikian, untuk menentukan mengapa ada beberapa pembeli
potensial tidak menggunakan produk untuk satu atau lebih tujuan, ada beberapa
hal spesifik yang perlu dipertimbangkan:
1. Related Products and Services (Hubungan Produk dan Pelayanan)
Ketika produk dan jasa telah menjadi komoditas, maka kualitas barang
dan jasa tidak dapat lagi dijadikan faktor untuk memenangkan persaingan.
Tetapi, pelayanan prima lah yang dapat membedakan perusahaan secara
signifikan dibanding pesaingnya.
2. Usage Problem (Masalah Penggunaan)
Beberapa produk tidak diterima sebagai produk yang berdaya guna yang
sama bagusnya dalam keadaan itu. Ini penting untuk mengidentifikasi situasi-
situasi dimana masalah-masalah yang terjadi dan untuk menentukan jika ada
masalah-masalah yang muncul pada ciri-ciri produk atau kurangnya
pengetahuan tentang penggunaan produk secara benar.
3. Value or Experience (Kesesuaian Nilai atau Pengalaman)
Ketika suatu produk menimbulkan perubahan dalam perilaku pembelian
atau penggunaannya bertentangan dengan pengalaman sebelumnya tingkat
pemakaiannya akan menjadi rendah.
4. Perceived Risk (Resiko yang Diterima)
Keinginan untuk membeli suatu bentuk atau jenis produk akan juga
tergantung pada tipe-tipe resiko yang diterima oleh pembeli potensial. Resiko
yang diterima akan ada ketika pembeli percaya bahwa ada kemungkinan dari
pembuatan keputusan yang tidak baik dan akan menimbulkan konsekuensi
yang signifikan.
Ada tipe resiko yang dapat terjadi ketika membeli bentuk atau
jenis produk:
a. Economic or financial risks
Resiko ekonomis atau keuangan akan terjadi jika harga beli, biaya
pemeliharaan atau biaya operasinya tinggi.
b. Time or convenience risks
Resiko waktu terjadi jika konsumen mempunyai kesanggupan untuk
menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan atau membeli produk.
c. Performance risks
Resiko ini terjadi jika ada kesalahan tampilan dalam suatu produk.
d. Physical risks
Resiko fisik adalah resiko akibat dari penggunaan suatu produk yang
mengancam kesehatan konsumen.
e. Social risks
Resiko sosial terjadi jika pembelian atau penggunaan produk dapat
mempengaruhi kelompok-kelompok referensi.
f. Psychological risks
Resiko psikologis terjadi jika pembelian atau pengunaan produk bisa
mempengaruhi pribadi atau harga diri seseorang. Dengan mengetahui
tipe-tipe resiko yang diterima oleh konsumen, pemasar dapat membuat
program-program pemasaran untuk mengurangi resiko dan semuanya
mempertinggi keinginan untuk membeli.
Pada minat, konsumen dirangsang untuk mencari informasi mengenai
inovasi. Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau
mungkin tidak akan mencari informasi yang lebih banyak. Jika dorongan untuk
menghimpun informasi itu kuat dapat kita bedakan menjadi dua tingkat, yaitu :
konsumen yang mencari informasi dalam ukuran sedang-sedang saja dan
keadaan demikian disebut perhatian yang meningkat.
Bila konsumen mencari bahan bacaan, menanyakan kepada teman-
temannya dan ikut terlibat dalam berbagai pencarian lainnya, untuk menghimpun
informasi tentang produk, maka dapat dikatakan konsumen aktif mencari
informasi. Sejauh mana seorang konsumen mencari informasi tergantung pada
kekuatan dorongannya jumlah informasi ketika memulai pencarian, kemudahan
mencari informasi lebih banyak, nilai yang ditempatkannya pada informasi
tambahan, dan kepuasan yang diperolehnya dari pencarian tersebut. Biasanya
tingkat pencarian informasi oleh konsumen makin tinggi sejalan dengan
bergeraknya konsumen dari keputusan yang melibatkan penyelesaian masalah
terbatas ke keputusan dalam penyelesaian masalah-masalah yang besar.
Konsumen dapat memperoleh informasi dari banyak sumber.
Menurut Mowen dan Minor dalam buku yang berjudul Perilaku Konsumen
(2001:11), pengambilan keputusan seorang konsumen apda suatu produk
berdasarkan pendekatan yang rasional, seperti dari pengalaman, psikologi dan
faktor ekonomi. Selama ini, bagi para nasabah penabung, risiko yang
dihadapinya adalah ketidakamanan dalam menabung yang menyebabkan
kerugian dalam menabung. Dan return yang diharapkan adalah tingkat
pengembalian atau suku bunga yang tinggi juga hadiah-hadiah yang diberikan
oleh bank kepada nasabah penabung.
Dengan demikian, sebelum memutuskan untuk menabung di suatu bank,
nasabah penabung pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan tentang risiko
yang dihadapi dan return yang di harapkan adalah suku bunga yang tinggi dan
hadiah-hadiah yang diberikan kepada nasabah. Selain itu, berdasarkan teori
diatas nasabah penabung pasti mencari dan memiliki banyak informasi untuk
menghindari risiko yang dihadapi dan mendapatkan return yang dicari.
2.3 Implikasi Assymetric Information Risk and Return Pada Nasabah
Penabung
Artikel yang berjudul Mengangkat Posisi Nasabah1 dalam buku Memilih
Bank Yang Sehat ( Retnadi, 2006 : 290) menyatakan bahwa situasi perabankan
belakangan ini membuat mayarakat awam menjadi bingung. Karena banyaknya
keluhan masyarakat di media massa mengenai perlakuan kasar petugas bank
dalam menagih tunggakan pinjaman kartu kredit, padahal pihak yang menjadi
sasran penagihan tidak merasa memiliki pinjaman dari bank tersebut. Masih
ditambah soal semakin banyaknya keluhan nasabah atas berkurangnya saldo
tabungannya padahal yang bersangkutan tidak pernah merasa menarik
tabungannya, baik melalui counter maupun melalui ATM.
Anehnya, setiap muncul keluhan nasabah di media massa, maka
penyelesaian oleh bank dilakukan secara langsung (face to face) dengan
menghubungi nasabah tersebut, namun bagaimana bentuk penyelesaian yang
dilakukan oleh bank tidak pernah lagi di media massa. Akibatnya, tanpa adanya
informasi bentuk-bentuk penyelesaian yang pernah dilakukan oleh bank terhadap
nasabahnya, maka masyarakat umum tidak pernah memiliki kesempatan untuk
mempelajari kasus tersebut yang siapa tahu sebenarnya mereka juga sedang
mengalaminya namun enggan untuk menyampaikan ke bank atau menulis ke
media massa.
Dalam artikel itu ditulis pula bahwa, nasabah seharusnya bersikap aktif
dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Minimnya perlindungan kepada
nasabah, akan menjadi keberuntungan orang yang ber uang. Dengan uang yang
melimpah, orang semacam ini akan diburu dan diperebutkan oleh bank,
sehingga bank akan berlomba memberikan layanan terbaiknya untuk kalangan
seperti ini. Namun demikian, jumlah orang seperti ini jelas sangat sedikit
dubandingkan dengan populasi penduduk Indonesia. Dengan kata lain, sebagian
besar nasabah yang menyimpan uangnya di bank saat ini adalah masyarakat
yang uangnya tidak berlebihan.
Bagi orang kebanyakan, memang sulit mengharapkan untuk memperoleh
layanan prima dari sebuah bank. Namun demikian, alih-alih memperoleh
pelayanan prima, tidak dirugikan oleh bank saja sudah merupakan kondisi yang
cukup baik untuk saat ini. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi timbulnya
kekecewaan di dalam berhubungan dengan bank maka calon nasabah harus
benar-benar memperhatikan berbagai fitur produk yang ditawarkan bank, selain
mencari thau reputasi bank tersebut di dalam melayani nasabahnya, sebelum
menggunakan produk bank.
Mencari informasi sebanyak-banyaknya atas syarat dan ketentuan suatu
produk merupakan syarat pertama bagi calon nasabah guna menghindari
timbulnya kekecewaan berhubungan dengan bank di kemudian hari. Berbagai
keluhan seperti adanya pemotongan biaya administrasi tabungan, pembatasan
jumlah penarikan uang di ATM, pengenaan biaya transfer antar kota pada ATM
bank yang sama, dan adanya pengenaan biaya tertentu jika seseorang
membayar kartu kredit melalui counter, seluruhnya tidak perlu menjadi keluhan
dan sebenarnya dapat dihindari jika nasabah sudah mengetahui informasi
tersebut dari awal.
Selain itu reputasi layanan sebuah bank perlu juga menjadi pertimbangan
di dalam memilih produk sebuah bank. Jika tujuan membuka rekening
simapanan adalah untuk sarana transaksi bisnis, maka perlu dipertimbangkan
bank yang memiliki jaringan luas dan dilengkapi jumlah ATM yang memadai. Jika
hal ini tidak dapat dipenuhi oleh sebuah bank, maka akan lebih baik bagi
nasabah utnuk menawarkan layanan sesuai tujuan kita berhubungan dengan
bank.
Jika nasabah peduli dengan kondisi tersebut, tidak mustahil potensi
perselisihan antara nasabah dan bank akan benar-benar menjadi kenyataan
akibat harapan nasabah tidak dipenuhi bank. Oleh karena itu, di tengah
minimnya peraturan yang mengatur mengenai produk perbankan dan belum
berjalannya lembaga mediasi perbankan, maka satu-satunya faktor yang dapat
mengangkat posisi nasabah pada saat ini adalah kepedulian dari nasabah
sendiri utnuk mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum memutuskan
berhubungan dengan sebuah bank.
Berdasrkan artikel “Masih Menarikkah Menabung di Bank?” dan artikel
dari Harian Sumut Pos dikatakan ada beberapa contoh kasus yang melibatkan
ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh nasabah sehingga merugikan
nasabah tersebut. Namun yang paling sering terdengar adalah permasalahan
biaya administrasi yang dikenakan kepada nasabah. Seperti sebuah kisah yang
juga menjadi persoalan banyak orang yang punya tabungan bernilai kecil,
katakanlah di bawah Rp 5 juta. Banyak orang awam sulit memahami mengapa
nilai tabungan mereka terus tergerus. Yang mereka tahu, jika menabung, uang
akan bertambah karena berbunga. Saat ini, jangan pernah berharap duit
membukit jika hanya punya tabungan tak lebih dari Rp 5 juta.
Ambil contoh BCA, bank yang memiliki jumlah penabung paling banyak di
Indonesia. Untuk tabungan Tahapan Silver, BCA mengenakan biaya administrasi
Rp 10.000 per bulan. Adapun suku bunga untuk tabungan bersaldo Rp 1 juta-Rp
10 juta sebesar 2 persen per tahun. Dengan asumsi nilai tabungan awal Rp 5
juta dan tidak pernah ditambah selama setahun, nasabah akan mendapat bunga
Rp 100.000 per tahun. Setelah dipotong pajak 20 persen, pendapatan nasabah
tinggal Rp 80.000. Padahal, biaya administrasi yang harus dibayar selama
setahun mencapai Rp 120.000. Alhasil, dana berkurang Rp 40.000 dalam
setahun. Penabung kian cepat kehilangan uangnya jika nilai tabungan di bawah
Rp 1 juta. Sebab bunganya nol persen. Penabung tidak akan tergerus uangnya
jika saldonya minimal Rp 6 juta. Pada level itu, biaya administrasi dan bunga
mencapai titik keseimbangan.
Perbankan umumnya menerapkan bunga rendah untuk tabungan. Bank
Mandiri, bank terbesar di Indonesia, bahkan hanya memberikan bunga 1,75
persen untuk tabungan bernilai Rp 1 juta-Rp 5 juta. Kian tinggi nilai tabungan,
bunga akan semakin besar, namun biasanya tak lebih dari 4 persen per tahun.
Bank tentu merasa berhak memungut biaya administrasi. Alasannya, mereka
harus membangun dan memelihara jaringan seperti ATM, yakni fasilitas untuk
para penabung. Bank juga harus membangun infrastruktur teknologi informasi
untuk mengelola dan menjaga rekening nasabah tetap aman. Bank merasa
pantas memberi bunga kecil atas tabungan dengan alasan tabungan dapat
ditarik setiap saat sehingga bank tidak begitu leluasa menggunakan dana
tabungan untuk disalurkan sebagai kredit. Berbeda dengan deposito yang
dipatok jangka waktunya sehingga bank mudah mengelolanya.
Bahkan, menurut para bankir, sebenarnya tabungan sudah merupakan
jasa yang harus dibeli nasabah. Dengan menabung, nasabah memiliki banyak
keuntungan, seperti keamanan dan kemudahan bertransaksi, karena tidak harus
membawa uang tunai ke mana-mana. Tabungan amat berarti bagi perbankan.
Sebab, tabungan merupakan dana murah. Bandingkan dengan deposito yang
bunganya bisa mencapai 12 persen per tahun. Semakin besar porsi tabungan
dalam struktur dana pihak ketiga, maka makin besar pula margin keuntungan
bank. Kasarnya, dengan memberi bunga tabungan hanya 3 persen, bank bisa
menjualnya sebagai kredit dengan bunga 14 persen.
Untuk Indonesia yang masyarakatnya belum bankable, bank seyogianya
memberikan perhatian kepada penabung kecil. Saat ini ada 82 juta rekening
bank di Indonesia, atau baru 35 persen dari total penduduk. Masyarakat perlu
didorong menabung. Namun, jika masyarakat kecil tahu uang tabungan mereka
akan berkurang, kemungkinan mereka tak akan menabung di bank.
2.4 Penelitian Terdahulu
Peneliti menggunakan penelitian terdahulu untuk menunjang landasan
teori di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Deasy Apriliani Kahar dengan judul
“Telaah Kritis Pembiayaan Mudharabah , Musyarakah dan Murabahah
dalam Kerangka Principal Agent Problem (Studi Pada Produk Pembiayaan
Wirausaha Syariah (WUS) dan Tunas Usaha Syariah (TUS) PT.BNI (Persero)
Tbk. Kantor Cabang Malang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
principal agent problem dapat terjadi pada mekanisme Mudharabah,
Musyarakah dan Murabahah produk WUS dan TUS serta mencari tahu
penyebab dominasi akad murabahah pada produk WUS dan TUS dibandingkan
dengan akad mudharabah atau musyarakah.
Hal ini didasari oleh adanya fenomena yang terjadi pada perbankan
syariah di Indonesia saat ini yakni lebih popularnya akad murabahah pada
pembiayaan syariah dibandingkan dengan akad bagi hasil seperti mudharabah
dan musyarakah. Kondisi ini dipicu oleh persoalan Principal Agent Problem yang
timbul diantara pihak bank dan nasabah. Masalah Principal agent dapat terjadi
karena adanya Assymetric Information atau perbedaan kepentingan antara
kedua belah pihak. Pembedaan peran yang sangat membutuhkan kepercayaan
yang kuat pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah menyebabkan
kesempatan untuk terjadinya principal agent Problem lebih besar daripada
pembiayaan murabahah.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa masih terdapat
gap antara pembiayaan syariah secara konsep atau ideal dengan
penerapannya pada realitas. Hal ini memicu terjadinya principal agent problem
pada pembiayaan mudharabah, musyarakah dan murabahah. Pembiayaan
murabahah memiliki mekanisme yang sederhana hasil yang didapatkan lebih
pasti. Selain itu dalam pembiayaan murabahah, bank tidak perlu mengenal
nasabah dengan mendalam seperti pada pembiayaan mudharabah dan
musyarakah, sehingga akad pembiayaan ini lebih popular daripada akad
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Sebaiknya perbankan syariah
dikembalikan lagi kepada sistem dan mekanisme kesyariahannya yang
sebenarnya sehingga principal agent problem dapat diminimalisir.
Penelitian lain tentang principal-agent theory juga dilakukan oleh Alan
Carling dalam “The principal agent problem for egalitarians : Bowles, Gintis
and their critics”. Hasil dari penelitian ini adalah permasalahan principal agent
sebenarnya merupakan permasalahan yang terletak pada kekuasaan. Orang
yang tidak percaya bahwa kedudukan semua orang sejatinya sama, akan
memberikan masalah asymmetric information dimana hanya salah satu yang
mendapatkan informasi lengkap.
1.5 Kerangka Pikir
Kerangka pikir menurut Rianto (2004:29) merupakan kerangka berpikir
yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang kita teliti. Selain
itu, menggambarkan hubungan antara konsep-konsep atau variable-variabel
yang akan diteliti. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir Analisis Persoalan Penguasaan Informasi Risk
and Return Terhadap Nasabah Dalam Kerangka Principal-
Agent
principal agent
Sumber : Peneliti (2009)
Penelitian ini didasarkan dari fakta objek yang ada. Selain itu, juga
berdasarkan landasan teori mengenai pokok bahasan penelitian ini, khususnya
dari teori principal-agent dan asymmetric information. Hubungan yang terjalin
antara nasabah penabung dan bank adalah hubungan antara debitur dan
kreditur. Pihak debitur disini adalah nasabah sebagai principal dan bank sebagai
agent juga selaku pihak kreditur. Hubungan keagenan ini muncul ketika principal
atau pemilik dana menggunakan orang lain atau disebut agent untuk
menjalankan bank.
Dalam hal ini, bank sebagai agent seharusnya berkewajiban untuk
memberikan informasi tentang risk and return kepada nasabah. Dan ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban dari bank dan nasabah penabung.
Namun, apabila hal itu tidak dapat dipenuhi maka hal tersebut bisa
menyebabkan penyimpangan teori principal-agent yaitu salah satunya adalah
asymmetric information atau perbedaan kepentingan antara dua belah pihak.
Nasabah penabung
bank
return risk
return
Principal Agent Problem (Assymetric Information)
Dalam kenyataannya, tidak semua nasabah peduli dan mencari
kejelasan informasi sebelum menabung di bank. Dengan ketidakpedulian
nasabah terhadap risk and return yang mereka dapat, hal itu bisa sangat
merugikan mereka. Dan pihak bank selaku agent juga belum tentu mau
memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada nasabah, sehingga bisa terjadi
perselisihan. Penelitian ini ingin mengetahui tentang seberapa jauh penguasaan
informasi nasabah tentang risk and return menabung di bank dan ingin
mengetahui tentang realitas hubungan antara nasabah penabung dan bank.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab berikut akan membahas tentang metode yang digunakan dalam
penelitian, mencakup pendekatan penelitian, unit analisis, teknik dan pemilihan
informan, fokus penelitian, definisi operasional, jenis data, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.
3.1. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara
nasabah penabung dan BTN dalam kerangka principle agent theory dan
mengetahui ada atau tidak persoalan dalam hubungan Principle Agent antara
nasabah penabung dan BTN dalam hubungannya dengan risk and return, maka
penelitian ini diarahkan dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomologi.
Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara
holistik dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah. Pendekatan yang sesuai adalah pendekatan fenomenologi
yang memandang perilaku manusia – yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan
orang- sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan dunianya
(Furchan, 1992:35). Fenomenologi sendiri menggunakan intuisi kemampuan
untuk memahami sesuatu tanpa dipelajari sebagai sarana untuk mencapai
kebenaran (Santoso, 2001:122). Dengan menggunakan fenomenologi,
diharapkan dapat membantu peneliti dalam melakukan: (1) pengamatan, (2)
imajinasi, (3) berpikir secara abstrak, serta (4) dapat merasakan atau menghayati
fenomena di lapangan penelitian (Yuswadi, 2001:101), dimana dalam konteks ini
adalah gambaran mengenai fenomena ada atau tidaknya persoalan dalam
Principal Agent Theory antara nasabah penabung dan bank.
3.2. Unit Analisis
Penelitian ini menggunakan unit analisis yang berfokus pada persoalan
penelitian sehingga tidak mengutamakan tempat. Dalam pengkajiannya,
informan yang dibutuhkan adalah:
1. Informan kunci:
Informan kunci dalam penelitian ini adalah nasabah penabung. Dari nasabah
penabung, akan digali pendapat atau persepsi mereka mengenai tingkat
kepercayaan terhadap Bank Tabungan Negara sebagai lembaga keuangan
serta hubungan yang mereka rasakan dengan pihak bank, serta
pengetahuan mereka tentang resiko dan pengembalian yang ada di bank
tersebut.
2. Informan pendukung:
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah manajemen Bank
Tabungan Negara, akan digali langkah-langkah yang dilakukan untuk meraih
consumen trust atau kepercayaan nasabah agar dapat meningkatkan
kepercayaan dan hubungan yang terjalin dengan nasabah penabung.
3.3. Teknik Pemilihan Informan
Penelitian ini mencoba mengungkapkan permasalahan yang ada antara
nasabah penabung dan bank , oleh sebab itu, digunakan nonprobability sampling
dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2007:218), non
probability sampling adalah teknik pengambilan informan yang tidak memberi
kesempatan yang sama bagi setiap unsur untuk dipilih menjadi informan. Metode
purposive sampling merupakan teknik pengambilan informan sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin
orang tersebut sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
Nasution dalam Sugiyono (2007:20) menjelaskan bahwa penentuan unit
informan dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf
”redundancy” (datanya telah jenuh, dan apabila ditambah sampel lagi tidak
memberikan informasi yang baru), artinya bahwa dengan menggunakan
responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi
baru yang berarti. Dalam penelitian ini metode purposive sampling akan
diberlakukan pada informan yang berperan sebagai nasabah penabung, serta
informan pendukung dari pihak Bank Tabungan Negara Cabang Malang.
3.4. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian berguna untuk memberikan arahan dalam gambaran yang
sejalan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
Fokus penelitian diarahkan:
1. Untuk mengetahui tentang realitas hubungan principal-agent antara
nasabah penabung dan Bank Tabungan Negara.
2. Untuk mengetahui tentang persepsi nasbah penabung dalam
penguasaan informasi risk and return.
3.5. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung didapatkan dari sumber
informasi tersebut, yang didapat dari wawancara dan dokumentasi yang
dilakukan sendiri oleh peneliti dan sumber ataupun informan. Data-data tersebut
berupa data naratif, deskriptif, dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen
pribadi, dan catatan lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber lain selain
informan. Data tersebut berupa data dokumenter (arsip-arsip yang dimiliki oleh
Bank Tabungan Negara Cabang Malang).
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain:
1. Wawancara
Wawancara mendalam (in depth interview) adalah suatu proses
mendapatkan informasi utuk kepentingan penelitian dengan cara dialog antara
peneliti sebagai pewawancara dengan informan atau yang member informasi
dalam konteks observasi partisipasi (Satori dan Komariah, 2009:131).
Wawancara dengan metode semi terstruktur diperlukan agar peneliti dapat
leluasa melacak berbagai segi dan arah untuk mendapatkan informasi yang
selengkapnya dan secara mendalam. Dengan demikian, upaya understanding of
understanding dapat terpenuhi secara memadai.
2. Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengamati peristiwa dan gejala
sosial yang terjadi. Dalam hal ini, peneliti mengamati berbagai praktik kerja yang
dilakukan oleh Bank Tabungan Negara Cabang Malang, bentuk transaksi yang
dilakukan lembaga tersebut, serta data-data yang mendukung arah penelitian
yang dilakukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian yang penting dalam kegiatan pengumpulan
data. Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban atas kekayaan sumber,
dokumentasi dapat digunakan untuk pengujian, penafsiran, atau peramalan.
Dalam hal ini, contoh dokumentasi penelitian berupa foto-foto lapangan.
3.7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2007:208).
Dengan menggunakan penelitian kualitatif, data-data yang telah didapat
kemudian diklarifikasikan ke dalam tabel-tabel. Untuk kemudian dianalisis
dengan proses penalaran secara ilmiah, penuturan, penafsiran, perbandingan
dan kemudian penggambaran fenomena-fenomena yang terjadi secara apa
adanya, guna dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran
dengan cara menguraikan dalam kata-kata.
Analisis data dalam penelitian ini mempunyai beberapa proses, yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi
data kasar yang tercatat dilapangan. Dengan melakukan reduksi data
diharapkan menghasilkan data yang sesuai, terklasifikasi dengan jelas,
tepat guna dan terorganisir. Reduksi data ini berlangsung selama
penelitian dilaksanakan.
2. Penyajian Data (Data Display)
Data yang telah terkumpul dan terklasifikasikan selanjutnya disajikan
dalam tabel maupun kalimat. Kumpulan data tersebut selanjutnya dapat
menjadi informasi yang tersusun dengan baik, sehingga memungkinkan
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan (Verification)
Data yang diperoleh dilapangan, dianalisis dengan beberapa cara untuk
mencapai validitas dan akuratisasi.
3.8. Teknik Pengujian Keabsahan Data
Menguji keabsahan data ditekankan pada uji kredibilitas. Dalam penelitian ini
kredibilitas data dengan menggunakan triangulasi, yang diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu.
Sugiyono (2007:274) menjelaskan terdapat tiga macam triangulasi, antara lain:
1. Triangulasi Sumber : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi Teknik : untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data yang diperoleh dari wawancara, lalu dicek kembali dengan
observasi, dokumentasi, dan kuisioner.
3. Triangulasi Waktu : untuk menguji kredibilitas data dengan cara melakukan
pengecekan dalam waktu yang berbeda dan kondisi yang berbeda.
Sedangkan dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah dengan
menggunakan triangulasi sumber, yaitu dengan mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini, pengecekan dapat dilakukan
dengan metode pengumpulan data yang berbeda (wawancara dan observasi)
maupun menggunakan informan pendukung. Untuk akuratisasi data, peneliti juga
melakukan member check, yakni proses pengecekan data yang diperoleh
peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang telah diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data (Sugiyono, 2007:276).
BAB IV
REALITAS HUBUNGAN PRINCIPAL-AGENT ANTARA NASABAH
PENABUNG DAN BANK
Bagian ini akan mengungkapkan informasi yang telah ada dalam
hubungan antara nasabah penabung dan BTN. Selain itu akan diungkap
berbagai realitas hubungan principal-agent antara nasabah penabung dan Bank
Tabungan Negara. Dari hasil penelitian ini, akan diketahui pendapat mereka
tentang hubungan mereka dengan pihak bank dan permasalahan-permasalahan
yang terjadi.
Sebelum masuk kedalam pembahasan, peneliti akan terlebih dahulu
membahas tentang unit analisis dalam penelitian ini. Unit analisis dalam
penelitian ini difokuskan kepada masing-masing individu yang terlibat langsung
dalam persoalan penelitian, nasabah penabung BTN Cabang Malang merupakan
informan yang penting untuk diteliti. Dalam penelitian ini, nasabah penabung
yang berhasil menjadi sumber informasi penelitian sebanyak 12 orang dengan
berbagai status baik sebagai nasabah penabung dan mantan nasabah penabung
dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.1 Daftar Nama Informan Nasabah dan Mantan Nasabah BTN
cabang Malang
Nama
Informan
Usia
(Th) Alamat Keterangan
Ibu Hestani 35 tahun Malang Nasabah BTN
Bpk Solikin (samaran) 60 tahun Malang Nasabah BTN
Pak Hendra 43 tahun Malang Nasabah BTN
Bu Herliana 30 tahun Malang Nasabah BTN
Ibu Aris 35 tahun Malang Nasabah BTN
Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian, 2009
Selain nasabah dan mantan nasabah Bank Tabungan Negara Cabang
Malang, penelitian ini juga menggunakan informan lain yang berhubungan
langsung pada persolan dalam penelitian. Informan yang dimaksud adalah pihak
pegawai di Bank Tabungan Negara Cabang Malang yang sangat membantu
menggali informasi lebih mandalam pada penguasaan informasi risk and return
dalam kerangka Principal-agent pada tabel 4.3:
Tabel 4.2 Daftar Nama Informan Pegawai BTN Cabang Malang
Nama
Informan
Usia
(Th) Alamat Profesi
Bapak Atjuk 44 tahun Malang Manager Customer Service
Ibu Wulan 25 tahun Surabaya Customer Service
Ibu Anita 25 tahun Malang Customer service
Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian, 2009
Diharapkan para informan yang terdapat pada tabel diatas dapat
memberikan informasi yang dapat mendukung penelitian ini.
Nama
Informan
Usia
(Th) Alamat Keterangan
Ibu Restu 67 Tahun Malang Nasabah BTN
Pak Santo 28 Tahun Malang Nasabah BTN
Pak Hermawan 40 Tahun Malang Nasabah BTN
Bu Sri 45 Tahun Malang Nasabah BTN
Meutia 21 Tahun Malang Nasabah BTN
Vina 21 Tahun Malang Mantan Nasabah
BTN
Pak Imam Mul 50 tahun Malang Mantan Nasabah
BTN
4.1. Arti Penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan Bank
Nasabah merupakan raja bagi pihak perbankan. Karena selama ini yang
diketahui bahwa penyumbang dana terbesar bagi pihak bank adalah nasabah.
Tabungan amat berarti bagi perbankan. Sebab, tabungan merupakan dana
murah. Bandingkan dengan deposito yang bunganya bisa mencapai 12 persen
per tahun. Semakin besar porsi tabungan dalam struktur dana pihak ketiga,
maka makin besar pula margin keuntungan bank. Contohnya, dengan memberi
bunga tabungan hanya 3 persen, bank bisa menjualnya sebagai kredit dengan
bunga 14 persen. Dengan adanya kenyataan seperti ini tentu dapat disimpulkan
bahwa bank akan melakukan segala cara untuk membuat nasabah tetap
bertahan di bank tersebut. Dalam hal ini, bank baik secara langsung maupun
tidak langsung pasti akan memiliki keinginan untuk mempengaruhi persepsi
nasabah bahwa menabung di bank tersebut memiliki banyak keuntungan.
Sama halnya dengan Bank Tabungan Negara yang mempengaruhi
persepsi keuntungan bagi para nasabah khususnya nasabah Tabungan Batara.
Keuntungan yang ditawarkan disini adalah dapat digunakan sebagai salah satu
persyaratan kredit, penyetoran & penarikan dapat dilakukan di semua Kantor
Cabang (online) & Kantor Pos khusus untuk penyetoran, fasilitas Joint account
untuk rekening bersama keluarga nasabah, secara otomatis dilindungi asuransi
jiwa bebas premi dengan pertanggungan sampai dengan Rp. 25 Juta,
mendapatkan Kartu ATM batara yang digunakan bertransaksi di lebih dari 5.000
ATM Bank Pemerintah yang berlogo ”Link” dan lebih dari 12.000 ATM Bersama,
mempunyai kesempatan mengikuti program undian berhadiah ”Kejutan Rumah 1
Milyar” dengan total hadiah Rp. 14 Milyar, dapat melakukan pembayaran
tagihan angsuran KPR, Telkom, Telkomsel & PLN melalui fasilitas : ATM, Sms
Batara, dan Autodebet, fasilitas auto transfer untuk transfer dana Anda secara
rutin ke rekening lain di Bank BTN atau bank lain. Suku bunga yang ditawarkan
oleh BTN dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.3 : Suku Bunga Tabungan Batara
No Nominal Tabungan Suku Bunga
1 s/d 100.000 0,00%
2 100.000 s/d 5.000.000 2,50%
3 5.000.000 s/d 50.000.000 2,75%
4 50.000.000 s/d 100.000.000 3,00%
5 100.000.000 s/d 500.000.000 3,50%
6 500.000.000 s/d 1.000.000.000 4,25%
7 > 1.000.000.000 5,00%
Sumber : Bank Tabungan Negara, 2009
Keuntungan yang ditawarkan tentu saja merupakan sebagian dari
informasi dasar yang diberikan bank dalam rangka untuk mempengaruhi
nasabah agar mau menabung di Bank Tabungan Negara. Namun demi
kepentingan promosi, tidak sedikit informasi yang seharusnya dibagikan kepada
calon nasabah malah tidak dibagikan.
Informasi merupakan hal yang penting dalam menjual suatu produk,
melakukan pemahaman terhadap produk yang akan diambil dan penting juga
untuk menjaga hubungan yang telah di bina antara bank dan nasabah. Informasi
yang tidak tersampaikan dari pihak bank kepada nasabah pada awalnya akan
menguntungkan kepada pihak bank. Namun, lama kelamaan akan menjadikan
boomerang bagi nasabah. Saat nasabah tersadar bahwa dia merasa dirugikan,
nasabah akan membuat dua pilihan yaitu meninggalkan bank atau tetap
bertahan. Seperti yang telah dikatakan oleh Pak Imam (50 tahun) yang
merupakan mantan nasabah di BTN Cabang Malang,
”Nasabah itu kan punya hak untuk melakukan apapun, walaupun haknya itu pasti dibatasi sama bank. Jadi kalo ada yang sreg di hati terus dapat tanggapan yang nggak enak juga, ya bisa terserah nasabah, mau dilanjutkan apa nggak nabungnya. Lha saya yang termasuk nggak mau melanjutkan nabung di BTN” Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa nasabah memang memiliki
banyak pilihan untuk menentukan apa yang dianggapnya terbaik bagi
tabungannya. Walaupun sebagai nasabah pasti harus terikat dengan segala
peraturan yang dimiliki oleh bank. Namun, saat dia tidak merasa nyaman dengan
segala peraturan bank, nasabah bisa memilih untuk tetap berdamai dengan
kondisi seperti itu atau memutuskan untuk mencari bank yang menurut dia bisa
lebih mengerti kondisi dan keadaan yang dia hadapi.
Nasabah memang mendapatkan informasi pada awal pembukaan
rekening. Namun, bagi mereka itu belum mencukupi untuk memahami apa yang
telah diinformasikan. Kesalahan nasabah sendiri adalah bersikap pasrah dan
tidak mau menuntut hal mereka untuk mengerti lebih banyak. Seperti yang
dikatakan oleh Bu Restu (67 tahun),
”Saya sudah lupa mbak dikasi informasi apa aja, yang saya ingat malah syarat-syarat kredit rumah.Hahaha (dengan bercanda). Tapi yang saya ingat itu informasi yang harus dibaca banyak trus waktu itu sama mbak CS nya uda mau diambil, jadi ya cepet-cepet aja tak tandatangani.”
Dari pernyataan yang didapatkan diatas, bisa dilihat bahwa pihak bank
sudah memberikan informasi berupa poin-poin yang menurut pihak bank
dianggap penting bagi nasabah. Namun, nasabah tidak peduli dengan
melupakan dan tidak pernah bertanya lagi tentang informasi-informasi tersebut.
Namun, informasi memang tetap menjadi hal yang harus dibatasi bagi
BTN. Informasi yang dianggap penting bagi BTN, tidak akan dibuka kepada
pihak luar. Hanya informasi yang menurutnya merupakan informasi yang penting
bagi nasabah yang dibuka. Walaupun BTN telah mengaku bahwa memberikan
informasi sebanyak-banyaknya pada nasabah penabung dan masyarakat, tetapi
pada saat peneliti ingin mendokumentasikan tempat aktivitas antara nasabah
dan BTN, pihak BTN tidak mengijinkan. Begitu pula saat peneliti ingin bertanya
lebih jauh pada nasabah penabung di BTN cabang Malang, BTN tidak
mengizinkan. Dengan alasan bahwa kegiatan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti akan mengganggu aktivitas di BTN. Padahal peneliti hanya sebatas
mengobservasi perilaku antara nasabah penabung dan pegawai BTN, disini
khususnya adalah Customer Service yang memang banyak berhubungan
dengan nasabah.
Dengan adanya fakta-fakta yang telah disebutkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa memang BTN telah memberikan informasi yang dianggapnya
penting bagi nasabah. Namun untuk mencari informasi yang dianggap BTN
sangat penting atau bisa mempengaruhi dari keputusan nasabah, maka BTN
akan berusaha untuk membuat assymetric information.
4.2 Lemahnya Bargaining Position Yang Menimbulkan Persoalan
Principal-Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan Negara
Cabang Malang
Hubungan yang ideal, adalah hubungan yang saling memahami, dan
saling menghormati. Calon nasabah harus menyeleksi bank dan produk yang
diinginkan sebelum akhirnya memilih produk dan bank yang tepat baginya. Dan
setelah menjatuhkan pilihan, nasabah menginginkan hubungan yang saling
mendukung, saling menguatkan, dan saling mengingatkan jika ada yang salah.
Dan untuk bisa melakukan hubungan yang saling menguatkan tersebut, antara
bank dan nasabah harus tranparan, tak ada yang ditutupi, serta penuh tanggung
jawab.
Posisi nasabah penabung sebagai pemilik dana, dan nasabah ingin
menyetor dana tadi ke Bank. Apa yang akan diperhatikan? Tentu nasabah akan
memilih bank yang dapat dipercaya, dan sebelumnya mencari informasi
sebanyak-banyaknya, untuk memilih akan berhubungan dengan bank yang
mana. Karena sebagai pemilik dana, nasabah berfungsi sebagai pembeli surat
berharga bank. Karena uang nasabah yang disimpan di bank, sebagai gantinya
nasabah akan menerima surat berharga dalam bentuk sertifikat deposito, buku
tabungan, maupun buku giro. Jadi, seperti halnya pembeli, nasabah harus
meneliti dan hati-hati dalam memlilih bank.
Seperti halnya hubungan sahabat karib, hubungan bisa berjalan lancar
karena ada unsur saling percaya, sehingga hubungan timbal balik yang terjadi,
menyehatkan. Kedua pihak harus transparan, dan menjaga kepercayaan
tersebut. Dengan adanya hubungan yang timbal balik, yaitu bank bekerja dengan
prinsip kehati-hatian, menjaga kepercayaan nasabah, maka nasabah akan
dengan tenang menanamkan dananya pada bank tersebut.
Hubungan yang terjalin dengan baik akan memberikan posisi yang
seimbang. Jangan sampai nasabah merasa dirinya seperti tidak memiliki arti di
depan bank, atau nasabah seperti merasa diremehkan. Seperti yang di katakan
oleh Bapak Solikin (nama samaran) ketika ditanya tentang keuntungan dalam
menabung di BTN.
“Ya biasa aja tuh mbak, saya nggak ngrasa juga”
Jawaban serupa juga diutarakan oleh Ny. Hestani ( 35 tahun) ketika
ditanya tentang return bunga yang didapatnya
“Nggak pernah mbak. Lha saya ini ya sapa kok sampe ngamatin sgitunya”
Dari jawaban Pak Hendro dan Bu Hestani, dapat terlihat bahwa mereka
sebagai nasabah tidak memahami haknya sebagi nasabah dan merasa tidak
memiliki bargaining position di hadapan BTN sehingga nasabah tidak terlalu
ambil pusing apa yang akan terjadi pada hak mereka. Hal tersebut adalah
kelengahan sebagian besar nasabah, dan bank tidak merasa bahwa sikap yang
diambil oleh nasabah ini adalah suatu kesalahan. Bank merasa tidak bersikap
salah hingga nasabah tidak bertanya atau menegur bank. Seperti yang tercermin
pada jawaban Ibu Wulan selaku customer service BTN Cabang Malang ketika
ditanya tentang bargaining position nasabah.
“Mereka itu kan punya hak untuk tanya, trus kita (bank) memperlakukan sama tiap nasabah, jadi kalo ada nasabah yang berpendapat posisi mereka nggak diperhatikan sama sini, itu salah besar. Semua tergantung sama nasabah itu sendiri.”
Sikap yang ditunjukkan oleh bank sebenarnya tidak salah, namun bank
juga harus berhati-hati terhadap pendapat nasabah yang merasa dirinya tidak
dianggap oleh bank. Setiap bank pasti tidak menginginkan adanya pembedaan
perlakuan pada tiap nasabah, namun disadari atau tidak secara tidak sengaja
pembedaan perlakuan itu pasti ada walaupun sedikit. Hal ini tercermin dari
jawaban yang diberikan oleh Ibu Wulan (Customer Service) saat ditanya tentang
informasi apa saja yang didapatkan nasabah dengan nilai tabungan yang besar.
”Kalau nasabah dengan nominal yang besar itu sensitif sekali dengan setiap kebijakan BTN. Jadi sebisa mungkin kita mesti menginformasikan tentang kebijakan yang diambil. Soalnya kan mereka itu nominal tabungannya besar. Jadi secara otomatis tanggung jawab kita besar juga ke mereka. Bayarnya mereka juga lebih besar daripada nasabah biasa, jadi ada fasilitas lebih bagi mereka.”
Nasabah memiliki banyak pilihan dalam memutuskan menabung di bank
yang dikehendaki. Posisi nasabah bisa dengan mudah untuk berpindah dari satu
bank ke bank lain tanpa banyak pertimbangan. Sehingga dengan adanya
permasalahan yang terjadi, nasabah lebih ingin memutuskan untuk berpindah ke
bank lain.
Perasaan lemahnya bargaining position antara nasabah penabung dan
Bank Tabungan Negara Cabang Malang adalah salah satu permasalahan yang
timbul dalam Principal-agent theory. Hubungan prinsipal-agen terjadi apabila
tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika
seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain (Stiglitz, 1987 dan Pratt &
Zeckhauser, 1985 dalam Gilardi, 2001). Pengaruh atau ketergantungan ini
diwujudkan dalam kesepakatan-kesepakatan dalam struktur institusional pada
berbagai tingkatan, seperti norma perilaku dan konsep kontrak. Dan akar dari
terjadinya principle-agent model ini yakni adanya ketidaksamaan informasi
(assymetric information) yang dimiliki oleh pemilik modal (principal) dengan
pengelola modal (agents). Mishkin (2004:33) mengungkapkan asymmetric
information terjadi karena salah satu pihak lebih mengetahui kelengkapan
informasi dibandingkan pihak lain. Sehingga pihak yang tidak menegtahui
informasi tersebut kesulitan untuk menentukan keputusan yang tepat
dibandingkan pihak yang memiliki informasi lebih lengkap. Dalam masalah
principal-agent, agen sebagai pengelola dana pastinya memiliki informasi yang
lebih lengkap dibandingkan dengan pemilik dana yang memepercayakan
dananya kepada agen dan hanya menerima profit atau return dari dana yang
dipercayakan tersebut.
Permasalahan yang timbul disini adalah, nasabah merasa bargaining
position yang dimiliki lemah sehingga mereka tidak mau untuk bertanya lebih
lanjut tentang risk and return yang mereka dapatkan dari Bank Tabungan
Negara. Mereka tidak mau bertanya kepada BTN tentang hal-hal atau informasi
yang kurang jelas bagi mereka karena jawaban yang diberikan bank cenderung
itu-itu saja sehingga mereka merasa malas membuang waktu untuk bertanya
tentang informasi dan ada yang ditutupi dari jawaban bank. Sementara pihak
bank sendiri tidak mau peduli apabila nasabah mereka bersikap begitu. Hal ini
disebabkan karena nasabah yang pasif cenderung menguntungkan bagi bank.
Karena mereka tidak akan bertanya tentang semua hal.
4.3 Realitas Hubungan Principal-Agent Yang Menjadi Dasar Keputusan
Dalam Pemilihan Menabung
Seperti yang dikatakan diatas bahwa informasi merupakan arti penting
dalam hubungan antara nasabah penabung dan bank, namun tetap saja ada
permaslahan yang timbul dalam hubungan keduanya. Saat informasi tidak
terpenuhi dari salah satu pihak, maka pihak yang merasa bahwa informasinya
kurang akan melakukan dua hal. Yang pertama adalah bertanya sejelas-jelasnya
tentang informasi yang seharusnya dia dapatkan dan yang kedua adalah
bersikap pasif dan tidak mau perduli terhadapa hak informasi yang seharusnya
dia dapatkan.
Kenyataan bahwa kebanyakan nasabah merasa bargaining position
mereka kurang di hadapan bank adalah contoh bahwa hubungan antara
nasabah dan bank sebagai prisipal dan agen tidak terpenuhi dengan baik.
Karena hubungan yang sehat antara prinsipal dan agen seharusnya saling
terbuka dan saling setara. Tidak ada yang merasa bahwa salah satu pihak lebih
berkuasa dibandingkan dengan pihak lain. Saat nasabah merasa bargaining
position mereka kurang, mereka emggan bertnaya tentang kejelasan informasi
dan pada akhirnya timbul banyak persoalan yang terjadi. Persoalan yang terjadi
itu bisa dari biaya administrasi yang kurang jelas, ketimpangan informasi, dan
pelayanan yang kurang memadai.
Saat persoalan itu muncul, nasabah Bank Tabungan Negara akan
mengambil dua sikap yang berlawanan. Yang pertama akan menutup rekening di
Bank Tabungan Negara dan mencari bank yang dirasa cocok bagi mereka. Yang
kedua akan memilih untuk bertahan dengan banyak alasan, salah satunya
adalah masih merasa membutuhkan Bank Tabungan Negara. Dari data yang
didapatkan kebanyakan, alasan nasabah untuk menutup rekening tabungan
adalah alasan klasik yaitu tentang biaya administrasi dan ketimpangan informasi
yang diberikan oleh pihak bank. Permasalahan yang berasal dari adanya
perbedaan yang mencolok antara biaya administrasi, jumlah tabungan, dan suku
bunga yang didapatkan bisa dicontohkan oleh kasus yang dialami oleh Pak
Imam, seorang mantan nasabah BTN Cabang Malang.
Perbankan umumnya menerapkan bunga rendah untuk tabungan. Kian
tinggi nilai tabungan, bunga akan semakin besar, namun biasanya tak lebih dari
4 persen per tahun. Bank tentu merasa berhak memungut biaya administrasi.
Alasannya, mereka harus membangun dan memelihara jaringan seperti ATM,
yakni fasilitas untuk para penabung. Bank juga harus membangun infrastruktur
teknologi informasi untuk mengelola dan menjaga rekening nasabah tetap aman.
Bank merasa pantas memberi bunga kecil atas tabungan dengan alasan
tabungan dapat ditarik setiap saat sehingga bank tidak begitu leluasa
menggunakan dana tabungan untuk disalurkan sebagai kredit. Berbeda dengan
deposito yang dipatok jangka waktunya sehingga bank mudah mengelolanya.
Sebagai contoh dari pernyataan bahwa bunga bank rendah namun biaya
administrasi tinggi adalah seperti yang dikatakan oleh Pak Imam (50 tahun),
”Saya itu dulu kan punya 2 rekening mbak. Di BTN sama BNI. Tapi yang giat nabung ya di BNI. BTN itu dulu kan karena mau beli rumah, jadi ya uda tetep dipelihara aja rekeningnya. Dulu itu kalo nggak salah bunganya Cuma 2,5 persen mbak. Soalnya tabungan saya cuma dikit. Sementara potongan ATM itu sembilan ribu (Rp 9000,-). Nah, masalah itu muncul pas saya mau mulai nabung lagi di BTN. Maksud saya, biar aktif lagi yang disitu. Di buku tabungan saya itu saya liat print out yang lama uangnya tinggal seratus lima puluh ribu. Lha hari itu, saya mau nabung empat ratus ribu. Saya waktu itu uda nggak nabung empat bulan. Itungannya kan paling cuma dipotong tiga puluh enam ribu ya mbak. Biaya ATM itu. Ternyata nggak mbak, potongannya banyak, saya juga nggak ngerti potongan buat apa aja. Tau-tau tabungan saya tinggal tiga ratus lima puluh ribu. Padahal saya nabung empat ratus ribu. Masak potongan saya sampe’ dua ratus ribu. Buat saya ya termasuk banyak mbak itu. Trus saya tanya ke CS (Customer Service) nya, katanya itu biaya administrasi sama biaya karena saldo dibawah minimal. Padahal saya nggak pernah dikasi tau informasi itu. Saya tanya apa bisa tutup rekening terus buka baru lagi, katanya nggak bisa. Padahal saya pernah di BCA kaya’ gitu juga bisa. Ya udah mbak, jadi males nabung disana lagi.”
Pernyataan bapak Imam di atas, menandakan bahwa adanya
ketimpangan informasi yang dialami oleh nasabah. Bank tidak memberikan
informasi yang cukup kepada nasabah, dan nasabah merasa tidak perlu untuk
menanyakan informasi bisa kerena nasabah memang tidak paham apa yang
harus ditanyakan atau bisa juga karena pada saat itu nasabah sudah paham jadi
tidak bertanya lebih lanjut lagi. Namun, saat permasalahan itu muncul, nasabah
baru paham bahwa selama ini dirinya merasa dirugikan oleh keputusan-
keputusan bank. Ada satu pernyataan lain tentang ketimpangan informasi dan
satu pernyataan lain tentang kurangnya pelayanan di BTN Cabang Malang.
Pernyataan yang pertama dari Vina (21 tahun) mahasiswi salah satu universitas
negeri di Malang dan dia merupakan mantan nasabah BTN Cabang Malang.
“Gini mbak, 3 Juni 2009 tiba-tiba saldo tabungan ku hilang Rp.3500. Jadi saldo pada tanggal sebelumnya jika kemudian ditambah atau dikurang transaksi tanggal 3 Juni 2009 tiba-tiba hilang Rp.3.500. Intinya saldo tiba-tiba gak nyambung. Kata customer servicenya karena koreksi tahun 2004/08. Tetapi kalau dilihat pada 2004/08 memang terjadi pendebetan biaya admin dua kali, tetapi pada 2004/09 tabungan sudah dikreditkan sau kali. Harusnya sudah gak masalah. sementara pada 2004/09 tetap dikreditkan biaya admin bulan bersangkutan. Jadi saldo yang dicetak di buku tabungan, berbeda dengan saldo yang ada di komputer BTN. Soalnya aku ngintip komputer mereka. Ya udah begitu ketemu masalah seperti ini, penjelasan yang gak masuk akal, uda gitu
rasanya mereka nganggep aku ini cuma mahasiswa jadi tabungan ku kecil, langsung aku tutup tabungan itu”
Pernyataan untuk kurangnya pelayanan di BTN Cabang Malang
dikemukakan oleh Mutia (21 tahun) mahasiswi salah satu universitas negeri di
Malang
”Rasane kalo ngantri di BTN itu kaya’ nggak kanggo gitu. Jadi males kalo suruh antri (Rasanya kalau mengantri di BTN itu seperti tidak dibutuhkan. Jadi malas kalau suruh antri).”
Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa fenomena yang
terjadi di BTN Cabang Malang ini yang pertama adalah kurangnya informasi bagi
nasabah seperti biaya administrasi dan ketentuan perhitungan yang berlaku. Dan
yang kedua adalah pelayanan yang dianggap oleh nasabah kurang menghargai.
Namun bank sendiri merasa bahwa tidak ada yang kurang tentang
informasi yang diberikan dan semua keputusan juga penilaian itu bergantung
kepada nasabah. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Atjuk (44 tahun),
manager customer service ketika di tanya tentang jawabannya terhadap
permasalahan yang timbul sehingga mengakibatkan nasabah kurang puas dan
bahkan ada yang menutup rekening karena hal itu.
”Dari awal kita sudah menjelaskan tentang semua informasi kepada nasabah. Mulai dari biaya yang akan dikenakan sampai dengan suku bunga. Pasti kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan ke saya langsung atau ke customer service di depan. Seandainya nasabah merasa sudah jelas, kami tidak akan menerangkan lagi. Kalau ada yang merasa kurang puas dengan apa yang kami sampaikan dan merasa dirugikan, nasabah bisa terus bertanya sampai mengerti. Tapi kan semua pasti ada prosedur nya. Tiap bank juga punya peraturan jadi nggak bisa kalau semua harus sama. Nasabah itu kan juga punya kepentingan sama keinginan masing-masing, kami sangat menghargai kalau mereka tetap bersama kita disini. Namun, saat nasabah ada yang memutuskan untuk tidak menjalin kerja sama dengan kami lagi, ya kami hargai juga keputusan itu. Tapi yang pasti setiap ada permasalahan selalu akan kami usahakan untuk terselesaikan dengan baik. Begitu juga dengan pelayanan. Kami akan mengusahakan yang terbaik.”
Dari wawancara yang disampaikan oleh Pak Atjuk dijelaskan bahwa BTN
selama ini sebenarnya sudah berusaha dengan keras untuk memberikan
informasi yang selengkapnya kepada nasabah. Namun, ada beberapa nasabah
yang paham dan tidak paham. Tetapi, nasabah yang tidak paham dibagi menjadi
dua lagi, yaitu yang mau bertanya dan tidak mau bertanya. Apabila nasabah
tidak bertanya, maka BTN juga tidak mau dianggap bahwa informasi yang
diberikan kurang jelas, melainkan karena BTN menganggap bahwa nasabah
telah paham dan BTN tidak perlu menjelaskan untuk lebih lanjut. Hal ini tentu
bukanlah hubungan Principal-Agent yang baik.
Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau
lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat
suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent)
dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang
dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Dalam
permasalahan ini, agen bertindak tidak seperti yang diinginkan oleh prinsipal,
sehingga akan terjadi permasalahan di antara keduanya. Prinsipal menyatakan
bahwa terjadi assymetric information dan pihak agen menyatakan bahwa
permasalahan terjadi akibat ketidak cermatan prinsipal dalam mempelajarai hak-
hak nya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dengan adanya permasalahan
ini, bisa diselesaikan dengan baik apabila kedua pihak mau saling terbuka dan
beriktikad baik untuk menyelesaikannya. Tetapi, dalam contoh kasus ini,
kebanyakan nasabah (prinsipal) tidak mau melanjutkan lagi kesepakatan yang
telah dibangun dengan bank (agen) namun, mereka memilih untuk mencari bank
lain yang dirasa cocok.
Bank Tabungan Negara sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia
pasti memiliki berbagai macam daya tarik nasabahnya untuk menabung di sana.
Namun, sebagai bank terbesar, BTN tidak terlepas dari kekurangannya sebagai
sebuah bank. Kekurangan itu bisa saja dalam pelayanan, fasilitas, maupun
informasi tentang perbankan. Sementara di sisi lain, semua kekurangan itu
disikapi secara baik oleh nasabah penabung. Walaupun nasabah merasa Bank
Tabungan Negara masih memiliki kekurangan, nasabah yang memutuskan untuk
bertahan di Bank Tabungan Negara memiliki berbagai macam alasan yaitu
aksebilitas dan kebutuhan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Bu Sri, seorang
dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Malang
”Saya dulu menabung di BTN sejak tahun 1989. Awalnya untuk beli rumah, tapi semakin kesini semakin banyak fasilitas, kaya autodebet rekening telepon, PLN, sama air. Soalnya saya ini pelupa. Trus menurut saya semakin mudah dan efisien aja. Selain itu ya gampang kalo mau kredit rumah. Jadi ya saya memutuskan untuk tetap menabung disini aja mbak. Lagian males kalo mau pindah mbak. Ribet.”
Selain pernyataan dari Bu Sri, ada juga pernyataan senada dari Mutia (21
tahun), seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri di Malang.
”Ada dua alasan aku nabung di BTN itu, yang pertama waktu bayar SPP itu lebih mudah, bisa lewat ATM banking, jadi ga perlu repot-repot antri ke BTN. Soalnya kampus ku pake BTN buat bayar SPP. Kan tau sendiri kalo lagi antri bayar SPP kaya’ gimana antrinya. Bikin males. Trus yang kedua, kemarin tu aku dapat beasiswa, beasiswanya ditransfer ke rekening BTN, tadinya suruh daftar lagi gitu, tapi berhubung aku uda punya rekening, jadi ga jadi daftar lagi. Enaknya ya itu mbak, jadi walaupun pelayanannya kurang ramah, karena saya butuh ya, tetap aja nabung disini.”
Menurut pernyataan baik dari Bu Sri maupun dari Mutia, dapat
disimpulkan bahwa alasan mereka untuk tetap bertahan menabung di BTN
Cabang Malang karena fasilitas dan akses kemudahan yang bisa didapatkan.
Walaupun Mutia sendiri mengatakan bahwa pelayanan dirasakan kurang ramah,
tetapi dia enggan untuk berpindah ke bank lain. Alasannya adalah dia masih
membutuhkan BTN untuk membayar SPP tiap bulannya dan penerimaan
beasiswa.
Selain itu, kebanyakan informan yang diwawancarai akan mengatakan
bahwa BTN memberikan kemudahan aksebilitas pada kredit perumahan. Yaitu
kemudahan akan kredit perumahan pada nasabah penabung seperti
pertimbangan pemberian kredit yang tidak sulit. Seperti yang dikatakan oleh Ibu
Herliana ketika ditanya tentang kelebihan BTN,
“kreditnya itu mbak gampang buat ambil rumah”
Selama ini, BTN memang terkenal sebagai bank milik pemerintah yang
bergerak pada kredit perumahan. Sehingga setiap orang atau nasabah akan
memiliki persepsi apabila ingin membeli rumah melalui sistem kredit melalui
program KPR BTN.
Suatu studi empiris yang dilakukan oleh Barone dan Quantara (2008),
”Banking Competition, Switching Costs and Customer Vulnerability: The
Case of South Italy”, The Icfai Journal of Behavioral Finance, Vol. 5., No. 1
dalam artikel ”Menggapai Loyalitas Bank” oleh Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com
mengungkap bahwa keputusan psikologis individual dalam memilih suatu bank
terutama justru didasarkan pada keyakinannya terhadap lembaga perantara
tersebut dan aksesibilitas geografis atau lokasi bank yang dimaksud. Faktor
pembentuk keyakinan individu memang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan secara
empiris, sehingga faktor-faktor heuristic and emotional bisa saja menjadi penentu
dalam memilih bank sebagai mitra bisnisnya.
Fenomena lain menarik yang ditemukan dalam studi tersebut adalah
bahwa nasabah yang menyatakan tidak puas terhadap suatu bank tidak selalu
otomatis mempunyai niatan untuk beralih ke bank lain terutama karena alasan
ketidaknyamanan dengan biaya transaksi dan jumlah waktu terbuang untuk
memulai berinteraksi dengan bank yang baru.
Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa, nasabah memang mengerti
tentang kelemahan dari tiap-tiap bank. Namun, nasabah masih merasa bisa
bertahan dan menghadapi kelemahan bank karena nasabah masih merasa
memerlukan BTN dan mendapatkan aksebilitas dari BTN. Selama nasabah
hanya dirugikan di bidang pelayanan dan informasi, bukannya dalam hal finansial
maka nasabah tidak akan menjadikan itu sebagai masalah. Namun sebaliknya,
nasabah akan menganggap itu adalah hal yang biasa dalam hubungan antara
nasabah dan bank.
BAB V
PERSEPSI NASABAH PENABUNG MENGENAI PENGUASAAN INFORMASI
RISK AND RETURN
Dalam bab ini akan dibahas tentang pemahaman terhadap risk and return
dan penjelasannya berkaitan dengan principal-agent theory.
5.1. Persepsi Nasabah Terhadap Resiko
Sebagai masyarakat yang cerdas dalam menentukan tabungan tentunya
banyak hal yang menjadi dasar dalam pemilihan sebuah produk tabungan juga
dalam menentukan bank. Seyogianya dalam menentukan produk tabungan dan
bank, para calon nasabah melihat dari ratio keuangan terlebih dahulu. Namun
ternyata hal itu bukanlah faktor utama dalam menentukan produk tabungan dan
bank. Bisa jadi ratio keuangan merupakan hal terakhir yang menjadi
pertimbangan calon nasabah dalam menentukan produk tabungan dan bank
yang diinginkan. Seperti yang di sampaikan oleh Ny. Hestani (35 tahun) ketika
ditanya tentang alasan menabung di tabungan Batara Bank Tabungan Negara
“Waktu itu karena saya ambil kredit perumahan, terus kan harus buka rekening, akhirnya ya ambil rekening batara”
Untuk masyarakat yang ingin menabungkan uang di Bank sebaiknya
harus mengetahui kriteria bank yang sehat dan bank yang tidak sehat. Menurut
Thombos Sitanggang, Corporate Research Manager FBI, perbankan bisa dinilai
dari dua sisi yakni, fundamental dan teknikal. Sisi fundamental merupakan
kinerja keuangan perusahaan, yang terdiri atas total aset, rasio kecukupan
modal/capital adequacy ratio (CAR), NPL-Gross (non performing loan)/kredit
bermasalah), return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) untuk laba, net
interest margin (NIM), loan to deposit ratio (LDR), dan produktivitas pegawai
(employee productivity/EP). Sedangkan sisi teknikal merupakan penilaian atas
kinerja saham bank-bank yang telah melantai (listed) di BEJ. Penilaian ini
berdasarkan perhitungan return saham dan volatilitas (perubahan) saham
terhadap pasar.
Thombos dalam Warta Warga Universitas Gunadharma menjelaskan
bahwa untuk menilai sisi teknikal ini diperlukan metode snail trail (jejak bekicot).
Gunanya untuk mengukur kinerja portofolio perbankan untuk jangka panjang,
yakni lima tahun. Dimulai mulai dari asset, besarnya aset yang dimiliki sebuah
bank tidak berarti apa-apa jika seluruhnya merupakan aset berisiko. Oleh karena
itu, untuk mengukur kesehatan suatu bank, indikator total aset harus dipadukan
dengan indikator lainnya. Lalu, CAR atau daya tahan suatu bank. Makin besar
CAR suatu bank, berarti kesiapannya menghadapi kredit macet besar pula. Bank
Indonesia menetapkan standar minimum CAR untuk perbankan sebesar 8%.
Artinya, untuk setiap ekspansi kredit seribu rupiah, bank harus menyediakan
modal sendiri minimal delapan puluh rupiah. Tanpa modal yang kuat, mustahil
bank bisa melanjutkan ekspansi kredit. Selanjutnya, NPL atau kredit tidak lancar.
Yang termasuk kategori NPL jika kredit yang diberikan berada dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank yang memiliki tingkat NPL
lebih rendah dari tahun sebelumnya, layak memperoleh nilai maksimal. Namun,
sebuah bank yang memiliki NPL sangat kecil tidak serta-merta hampir seluruh
kredit bank tersebut adalah kredit lancar, dan menunjukkan betapa sehatnya
bank tersebut. NPL yang sangat kecil dapat saja dicapai bank yang hanya sedikit
menyalurkan kreditnya. Berikutnya, LDR atau perbandingan kredit yang
disalurkan dengan dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan, baik berupa
tabungan dan deposito. Bank yang memiliki LDR sangat kecil berarti bank
tersebut tidak menjalankan fungsi intermediasi dengan baik. Bank-bank seperti
ini umumnya hanya menampung dana pihak ketiga, kemudian melakukan
placing di pasar uang untuk mencari profit tanpa menyalurkan kredit.
Hal ini telah seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Atjuk, manager
customer service BTN Cabang Malang ketika ditanya tentang motif nasabah
menabung di BTN Cabang Malang
“…banyak motif mbak kenapa nasabah mau nabung disini. Iming-iming kemudahan kredit itu biasanya mbak. Tapi itu kalo nasabah kecil, utamanya buat kredit rumah apa kredit konsumsi gitu. Kalo nasabah kelas kakap (nasabah penabung dengan dana yang besar) itu biasanya itungannya ruwet mbak. Kita harus bisa meyakinkan kalo bank kita ini dijamin aman seratus persen. Mereka itu kan duitnya banyak ya, jadi kalo pun nggak ngerti masalah perbankan, yang orang-orangnya itu yang nanya-nanya. Jadi kita sampai harus kasi tau posisi LDR, CAR, ROA, ROE, pokoknya laporan keuangan gitu lah, supaya mereka yakin kalo bank kita ini safe. Tapi beda sama nasabah kecil mbak, mereka itu diiming-imingi hadiah gitu, uda mau nabung.”
Dari hal yang telah disampaikan oleh para nasabah dan Bapak Atjuk
diketahui bahwa motif nasabah untuk menabung itu ada berbagai macam
jenisnya. Macamnya adalah karena tidak adanya pilihan sehingga nasabah
diharuskan menabung di bank tersebut (no choice), kemudahan akses yang
diberikan selama memabung di bank tersebut, dan layanan yang diberikan pada
nasabah.
Dengan adanya alasan demikian diatas mengakibatkan para nasabah
penabung tidak terlalu peduli dengan kesehatan dari bank itu sendiri. Misalnya
mereka tidak akan peduli dengan resiko yang ada dalam Tabungan Batara atau
mereka tidak akan peduli dengan laporan keuangan Bank Tabungan Negara.
Pernyataan diatas dapat dibuktikan oleh pernyataan Ibu Herliana, salah seorang
dosen perguruan tinggi swasta di Malang ketika ditanya tentang pengamatanya
terhadap laporan keuangan di Bank Tabungan Negara.
”Saya nggak pernah mbak ngamatin laporan keuangan. Walaupun di koran atau internet uda ada tapi saya nggak pernah ngamatin.”
Dalam penelitian ini, sebagaian besar informan adalah nasabah-nasabah
yang telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Seharusnya, orang dengan
tingkat pendidikan tinggi pasti akan memiliki kesadaran yang tinggi akan resiko
yang mereka terima dan bagaimana caranya mereka untuk dapat menghindari
atau memperkecil resiko tersebut. Tetapi pada kenyataannya, pemahaman
nasabah tentang resiko dalam suatu produk atau resiko bank itu sendiri tidak
bisa berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Untuk melihat resiko dari suatu produk atau bank itu sendiri, selain dilihat
dari laporan keuangan dapat juga dilihat dari keikutsertaan bank dalam program
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Lembaga Penjamin Simpanan
dimaksudkan untuk memenuhi rasa aman nasabah dalam menyimpan dananya
di tabungan. Walaupun nilai maksimal yang dijamin sebesar dua milyar rupiah,
tentunya itu akan lebih memberikan rasa aman dan jaminan kepada nasabah
bahwa apabila terjadi sesuatu dengan bank, maka dana para nasabah akan
kembali.
Dalam hal ini, peranan Lembaga Penjamin Simpanan sendiri masih
belum dianggap oleh para nasabah. Para nasabah measih menganggap bahwa
bank yang dianggap ”bank pemerintah” (mayoritas sahamnya dimiliki oleh
pemerintah) itu perlindungan kepada nasabah dan rasa amannya lebih tinggi
dibandingkan dengan bank swasta. Begitu pula dengan Bank Tabungan Negara
ini. Bank Tabungan Negara ini masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat
dan nasabahnya sebagai ”bank pemerintah” sehingga walaupun tidak harus
mendaftar sebagai bank yang ikut dalam program penjaminan LPS, secara
otomatis mereka akan ikut. Pernyataan diatas didukung oleh pernyataan dari Bu
Sri saat ditanya tentang keikutsertaan Bank Tabungan Negara dalam program
penjaminan LPS
”Saya nggak tau mbak BTN itu ikut LPS apa nggak. Tapi persepsi saya ya kalo bank pemerintah itu mesti terjamin. Walaupun nggak ikut macem-macem. Pokoknya kalau di bank pemerintah itu aman lah mbak.”
Walaupun apa yang dikatakan oleh Bu Sri berbeda jauh dengan yang
dikatakan oleh Ibu Wulan, Customer Service Bank Tabungan Negara Cabang
Malang
”Setiap nasabah pasti diberi tahu kalo BTN itu sudah ikut LPS. Terus syarat-syarat tabungan yang dijamin sama LPS itu juga nasabah sudah diberi tahu. Selain itu kan ada media koran, internet dan sebagainya. Pastinya mereka sudah bisa mengetahui dari media juga selain dari kita.”
Bu Sri menyatakan bahwa rasa nyaman dan aman yang didapatkan
olehnya sebagai nasabah dikarenakan oleh status Bank Tabungan Negara
sebagai bank milik pemerintah. Sementara pihak bank sendiri walaupun paham
bahwa pengumuman seperti LPS sudah diumumkan kepada nasabah, pihak
bank tidak mau menernagkan dengan lebih detail dan lebih memilih untuk
menyarankan nasabahnya untuk mencari informasi selengkap-lengkapnya di
media. Namun, ini tentunya sangat kontras dengan kenyataan bahwa walaupun
bank milik pemerintah, tetapi apabila kesehatan dari bank tersebut tidak
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan maka akan besar kemungkinan
bank tersebut mengalami merger.
Sebagai contoh adalah merger empat bank yaitu Bank Dagang Negara
(BDN), Bank Expor Impor (Bank Exim), Bank Bumi Daya (BBD) and Bank
Pembangunan Indonesia (Bapindo) menjadi Bank Mandiri pada tahun 1998.
Keempat bank parah terkena skandal dan kredit bermasalah besar
menempatkan mereka di ambang kebangkrutan ketika krisis moneter melanda
pada 1997/1998. Keempat bank tersebut merupakan bank yang sepenuhnya
dimiliki oleh negara. Kondisi sebelum penggabungan keempat bank sangat
buruk.
Sebelum merger rasio kecukupan modal keempat bank kurang dari
delapan persen, batas minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada
waktu itu. Bank-bank tersebut memiliki hutang dan non performing kredit yang
besar. Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara bahkan punya hutang yang
negatif sampai mencapai ribuan kali modal yang dimiliki. Hutang Bank Dagang
Negara sebesar Rp 28.314.824 milyar dan sementara modal Bank Bumi Daya
adalah minus sebesar Rp 12.248.138 milyar. Demikian pula dikurangi Bapindo
memiliki moal yang minus sebesar Rp 28.034.552 milyar dan Bank Exim minus
sebesar Rp 6.444.830 milyar.
Pada 1993-1997, Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara sudah
mencapai nilai hutang hampir sama dengan aset mereka dan ketika krisis
melanda pada tahun 1998, hutang mereka bahkan membengkak melebihi aset
mereka. Bapindo menjadi bank yang paling tidak sehat di antara bank-bank
negara dengan pengembalian aset (ROA) minus 30,44% dan return on equity
(ROE) dari minus 106.76% pada tahun 1998.
Dari sedikit contoh yang telah dijelaskan diatas, menyimpulkan bahwa
tidak semua bank yang dikelola pemerintah bisa mengelola keuangannya
dengan baik. Bank yang dikelola pemerintah pun bisa terkena krisis dan
mengalami kebangkrutan sampai harus di merger dengan bank lainnya. Rasa
aman yang didapatkan oleh nasabah hanya merupakan persepsi dan sugesti
semata. Karena tidak ada kaitannya antara bank milik pemerintah dan laporan
keuangan yang baik. Apalagi sekarang, Bank Tabungan Negara sudah bergerak
menjadi perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO). IPO (Initial
Public Offering) adalah penawaran umum pertama kali saham atau obligasi
perusahaan kepada masyarakat umum. Menurut Undang-Undang Pasar Modal
No. 8 Tahun 1995, penawaran umum didifinisikan sebagai kegiatan penawaran
efek yang dilaksanakan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang-undang dan peraturan
pelaksanaannya. Dengan demikian, pastinya kepemilikan Bank Tabungan
Negara bukanlah seratus persen milik pemerintah melainkan sebagian dilepas
kepada publik. Dengan demikian, persepsi nasabah penabung bahwa Bank
Tabungan Negara dianggap aman karena merupakan bank pemerintah keliru,
sebab pemiliknya bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat.
5.2. Persepsi Nasabah Terhadap Return
Sebuah hal yang lumrah dalam kehidupan sekarang ketika interaksi antar
nasabah dengan bank terjadi dalam intensitasnya yang tinggi. Bank bergerak
melaksanakan fungsi intermediasi dalam masyarakat menempatkan nasabah
sebagai poros utamanya dalam menjalankan kegiatan usahanya. Fungsi
intermediasi bank memberikan gambaran bahwa interaksi terjadi dalam dua sisi.
Sisi pertama adalah interaksi antara bank dengan nasabah yang memiliki
kelebihan dana sehingga nasabah tersebut menyimpan dananya dalam bentuk
giro, tabungan dan deposito, sedangkan dari sisi kedua, interaksi terjadi ketika
nasabah yang memerlukan dana meminjam dana tersebut dari bank, interaksi
antara bank dengan nasabah juga terjadi ketika nasabah menggunakan jasa
perbankan semisal jasa transfer dana, inkaso atau safe deposit (Hadad, 2006 )
Konsumen sebagaimana dimaksudkan dalam UU No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Barang sendiri didefinisikan sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak
dapat dihabiskan yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
Interaksi yang intensif antara bank dengan nasabah tidak jarang
menimbulkan gesekan yang dapat berubah menjadi sengketa. Setidaknya
potensi sengketa tersebut dapat disebabkan oleh empat hal yaitu informasi yang
kurang memadai mengenai karakterisitik produk/jasa yang ditawarkan,
kurangnya pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk/jasa yang
ditawarkan, ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank terutama
nasabah peminjam dana dan tidak adanya saluran yang memadai untuk
memfasilitasi penyelesaian awal gesekan yang terjadi (Hadad, 2006 ). Hal
tersebut menandakan hak – hak konsumen sebagaimana tercantum dalam UU
Perlindungan Konsumen belum secara optimal dipenuhi, seperti hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/
atau jasa, hak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut dan hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Hak atas informasi barang atau jasa merupakan hak yang fundamental
bagi konsumen karena menjadi dasar konsumen untuk menentukan pilihan atas
barang/jasa yang akan digunakannya. Semangat ini tercantum dalam Peraturan
Bank Indonesia No.7 tahun 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank
dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dalam butir menimbang bahwa
transparansi informasi mengenai produk bank sangat diperlukan untuk
memberikan kejelasan pada nasabah mengenai manfaat dan resiko yang
melekat pada produk bank.
Pelaksanaan transparansi informasi dilakukan dengan informasi tertulis
dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik produk
bank dimana informasi tersebut wajib disampaikan kepada nasabah secara
tertulis atau lisan dan tidak mengandung informasi yang menyesatkan (mislead)
dan tidak etis (misconduct ). Informasi mengenai karakteristik produk bank
setidaknya meliputi nama dan jenis produk bank, manfaat dan resiko yang
melekat pada produk bank, persyaratan dan tata cara penggunaan produk bank,
biaya yang melekat, perhitungan bunga/bagi hasil dan margin keuntungan,
jangka waktu berlakunya produk bank dan penerbit produk bank.
Dalam hal produk bank terkait dengan penghimpunan dana, Bank wajib
memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap produk bank
tersebut. Bank wajib memberitahukan kepada Nasabah setiap perubahan,
penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik produk bank.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud wajib disampaikan kepada setiap
nasabah yang sedang memanfaatkan produk bank paling lambat tujuh hari kerja
sebelum berlakunya perubahan, penambahan dan atau pengurangan pada
karakteristik produk bank tersebut. Selain itu bank dilarang mencantumkan
informasi dan atau keterangan mengenai karakteristik produk bank yang letak
dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau tidak dapat dibaca secara jelas dan
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Bank wajib menyediakan layanan
informasi karakteristik produk bank yang dapat diperoleh secara mudah oleh
masyarakat.
Sehubungan dengan adanya ketentuan yang diberikan oleh Bank
Indonesia seperti yang telah dicantumkan diatas, seharusnya nasabah paling
tidak mengerti atau lebih baik paham atas return yang mereka dapatkan selain
fasilitas dan akses. Karena fasilitas dan akses merupakan hal yang riil yang bisa
nasabah rasakan dalam berhubungan dengan bank. Namun, nasabah jarang
memperhatikan suku bunga, dimana suku bunga juga merupakan hak dari
nasabah. Para nasabah kebanyakan akan memperhatikan suku bunga bila
berkaitan dengan kredit yang akan mereka ambil. Namun untuk tabungan, para
nasabah jarang memperhatikan suku bunga yang berlaku. Pernyataan ini
diperkuat oleh jawaban Bapak Solikin ketika ditanya tentang seberapa sering dia
melakukan print out untuk melihat jumlah suku bunga yang dia dapatkan.
”Nggak pernah mbak, tabungan saya itu sedikit. Paling juga berapa yang diterima.”
Jawaban dari pak Solihin ini merupakan jawaban pasif yang sering kali
terlontar dari nasabah ketika ditanya tentang suku bunga. Nasabah saat ini tidak
mengutamakan lagi suku bunga sebagai return yang berarti lagi dalam rekening
mereka. Namun, yang lebih diutamakan oleh nasabah saat ini adalah fasilitas,
akses dan keamanan. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Hendra.
”Kalo suku bunga saya nggak pernah ngecek mbak, pokoknya percaya aja gitu. Lagipula sepertinya yang dibutuhkan orang sekarang itu kan cenderung ke fasilitas sama akses aja. Kalau saya yang penting aman mbak. Jadi uda nggak mikir lagi sama suku bunga.”
Pernyataan Bapak Hendra diatas sungguh kontras dengan hasil
penelitian diatas tentang pemahaman nasabah tentang resiko. Di satu sisi,
nasabah tidak memahami dan tidak peduli pada resiko. Namun di sisi lain,
nasabah mementingkan keamanan sebagai return yang paling berharga
dibandingkan dengan suku bunga ataupun yang lain. Hal senada juga dijawab
oleh Mbak Anita , Customer Service Bank Tabungan Negara Cabang Malang
“Gini ya dek, awal-awal itu kita (Bank Tabungan Negara) sudah memberikan informasi kalau suku bunga itu berubah-ubah. Terus perubahan suku bunga biasanya diinformasikan lewat website. Lalu kita juga sudah memberi tahu kalo bertanya itu merupakan hak sepenuhnya dari nasabah. Segala permasalahan yang dirasakan oleh nasabah sehubungan dengan kekurangan kami atau kebingungan nasabah tentang produk, kami mempersilahkan untuk bertanya.”
Dengan telah diberikannya informasi mengenai perubahan suku bunga
dan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut pada para nasabah, sebenarnya
pihak bank telah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada
nasabah untuk mencari tahu tentang suku bunga yang ada. Namun, hampir tidak
ada nasabah yang peduli dengan suku bunga yang diberikan pada tabungannya.
Dari permasalahan yang telah diketahui diatas, dapat disimpulkan bahwa
hampir sebagian besar nasabah memang tidak mempunyai keinginan untuk
mengetahui return apa saja yang berhak mereka terima. Apabila mereka
mengatakan bahwa mereka mementingkan keamanan, itu juga mereka tidak
terlalu peduli. Karena saat ditanya masalah resiko, mereka tidak pernah peduli
tentang resiko yang mereka hadapi.
Tabel 5.1 : Indikator Penguasaan Informasi Risk and Return
No Indikator Keterangan
1 Dasar Informasi Informasi dasar (kelebihan dan kekurangan
produk bank) pada nasabah di awal
pembukaan rekening
2 Kesadaran akan hak dan
kewajiban
Kemauan untuk bertanya tentang risk dan
return yang nasabah dapatkan, pemahaman
tentang perturan-peraturan yang dimiliki
oleh bank
Sumber : Diolah dari hasil penelitian, 2009
Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran
memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia mengingat pangsa
perbankan yang masih sangat mendominasi sistem keuangan di Indonesia. Agar
pelaksanaan fungsi intermediasi dan sistem pembayaran tersebut dapat berjalan
dengan efektif, kegiatan usaha yang dilakukan bank serta produk dan jasa yang
ditawarkannya perlu diketahui dengan baik oleh masyarakat yang akan
memanfaatkannya sehingga interaksi antara bank dengan masyarakat dapat
berjalan dengan semestinya dimana hak dan kewajiban masing-masing pihak
dapat terpenuhi.
Pada kenyataannya, dalam penyelenggaraan operasional perbankan
masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi antara perbankan dan
masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah
belum memadainya tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat di bidang
keuangan khususnya perbankan. Kurang memadainya pemahaman masyarakat
tentang fungsi dan peran bank serta produk dan jasa perbankan dapat
menghambat pemanfaatan bank dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat yang lebih baik di masa depan.
BAB VI
PENUTUP
Bagian penutup ini memuat inti dari hasil penelitian yang telah
dideskripsikan, setelah mengetahui tentang hubungan antara nasabah penabung
dan Bank Tabungan Negara, serta penguasaan informasi nasabah tentang risk
dan return produk Tabungan Batara. Saran yang diberikan peneliti berkaitan
dengan hasil penelitian yang telah dipaparkan.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi selama penelitian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa:
1. Informasi suatu hal yang kurang dianggap penting bagi nasabah. Nasabah
hanya menerima informasi yang diberikan bank sehingga saat ada yang
bertanya lebih jauh bank akan membuat informasi tersebut menjadi
assymetric dengan cara menutup-nutupi kenyataan.
2. Terkait dengan informasi, oleh karena nasabah merasa bargaining position
mereka lemah terhadap bank, maka hal ini membuat mereka merasa malas
bertanya dan menganggap jawaban yang diberikan pihak bank sepertinya
ada yang disembunyikan.
3. Bagi nasabah risiko bukanlah menjadi pertimbangan utama menabung. Hal
ini dikarenakan persepsi nasabah yang menganggap BTN bank milik
pemerintah sehingga terbebas dari segala macam risiko.
4. Nasabah penabung menganggap bahwa yang dianggap bukanlah return
secara rasional ekonomis seperti tingkat suku bunga yang diberikan, namun
lebih kepada faktor keamanan dan aksebilitas akan kemudahan KPR yang
diberikan oleh BTN pada nasabah penabung.
6.2. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diajukan oleh peneliti dari hasil penelitian
yang telah dicapai, yaitu:
1. Bank Indonesia melakukan program edukasi kepada nasabah dan dalam
program edukasi tersebut harus dikatakan bahwa informasi merupakan hal
yang penting bagi keputusan menabung. Edukasi itu bisa disampaikan
melalui iklan pada media komunikasi yang efektif seperti televisi sehingga
semua lapisan masyarakat bisa melihat dan mendengar tentang edukasi
tersebut.
2. BTN seyogianya memberikan sikap yang sama rata pada semua nasabah
sehingga tidak ada nasabah yang merasa bahwa posisinya lebih lemah
daripada nasabah dengan nominal tabungan lebih besar.
3. Adanya edukasi yang lebih mendalam dari Bank Indonesia tentang edukasi
bank milik pemerintah dan bank swasta. Edukasi ini termasuk resiko dan
return yang didapatkan saat menabung di bank milik pemerintah atau swasta.
Sehingga tidak ada persepsi yang salah di nasabah penabung terkait dengan
resiko dan return di bank milik pemerintah atau swasta.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim , 2004. Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan Nomor: 24
tahun 2004 pasal 1 Tentang Saldo yang Dijamin.
Anonim , 1999. Undang-Undang No 8 Tentang Perlindungan
Konsumen
Abdullah, Faisal. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Barone dan Quantara. 2008. Banking Competition, Switching Costs and
Customer Vulnerability: The Case of South Italy, The Icfai Journal of
Behavioral Finance, Vol. 5., No. 1. Dalam Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com.
Menggapai Loyalitas Bank. Artikel
Carling, Alan. 2002. The Principal-Agent Problem for Egalitarians: Bowles,
Gintis, and Their Critics. Jurnal. Science and Society, Vol. 66, No 3.
(diakses dari www.proquest.com tanggal 20 Oktober 2009)
Carr, Jered B. and Ralph S. Brower. 2000. Principled opportunism: Evidence
from the organizational middle. Public Administration Quarterly (Spring):
109-138.
Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya:
Usaha Nasional
Ekawaty, M. 2006. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Artikel, dan Makalah.
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Fakultas Ekonomi.
Universitas Brawijaya. Malang.
Guiltinan, Joseph dan Gordon Paulus. 1994. Manajemen pemasaran: Strategi
dan Program. Ise Mcgraw-hill Book Co
Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2009. Hubungan dan Masalah Keagenan di
Pemerintahan Daerah: (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan
Akuntansi). Jurnal. (diakses dari
www.bppk.depkeu.go.id/...pemerintah/hubungan-dan-masalah-keagenan-
di-pemerintahan-daerah.html Tanggal 01 Oktober 2009)
Hadad, Muliaman D. 2006. Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank
Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. Direktur Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta. Working Article.
Harian Sumatera Utara. 2009. Uang Nasabah Dieksploitasi. ( diakses dari
http://www.hariansumutpos.com/2009/11/uang-nasabah-dieksploitasi.htm
tanggal 24 November 2009)
Hori, Kazumi. 2005. Essays on Information, Contracts and Organization.
Disertasi. University of Wisconsin-Madison. (diakses dari www.proquest.com
tanggal 20 Oktober 2009)
Iqbal, Munawar dan David T. Llewellyn. 2002. Islamic Banking and Finance.
Edward Elgar. UK
Kahar, Deasy Apriliani. 2009. “Telaah Kritis Pembiayaan Mudharabah ,
Musyarakah dan Murabahah dalam Kerangka Principal Agent Problem
(Studi Pada Produk Pembiayaan Wirausaha Syariah (WUS) dan Tunas
Usaha Syariah (TUS) PT.BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Malang”.
Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang.
Karni, Edi. 2007. Agency theory : choice – based foundations of the
parametrized distribution formulation. Johns Hopkins University,
Baltimore. Research Article. (diakses dari www.proquest.com tanggal 20
Oktober 2009)
Kotler, Philip. 1997. Marketing management: Analysis, planning,
implementation, and control. 9th edition. New Jersey : Prentice Hall
Kotler, Philip and Gary Armstrong. 1996. Principles of Marketing New Jersey:
Prentice Hall
Lane, Jan-Erik. 2003. Relevance of the principal-agent framework to public
policy and implementation. University of Geneva and National University
of Singapore. Working paper.
Miller. Nolan. 2005. Principal Agent Theory Notes. Artikel.
Mishkin. Frederic S. 2004. The Economist of Money, Banking and Financial
Markets. Seventh Edition. Columbia University. United States Amerika.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Edisi 8. Erlangga.
Jakarta.
Prasetya, Hari. 2005. LPS dan Upaya Meningkatkan Disiplin Pasar. Artikel.
(diakses dari www.lps.go.id/v2/home.php?link=publikasi&pub_id=32 pada
04 Februari 2010)
Retnadi, Djoko. 2006. Memilih Bank Yang Sehat (Kenali Kinerja dan
Pelayanannya). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,
Aplikasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid I. Jakarta: PT Prenhallindo
Ross, Stephen A. 1973. The economic theory of agency: The principal’s
problem. American Economic Review 63(2): 134-139.
Santoso, Thomas. 2001. Etnometodologi dan Kasus Beberapa Penelitian
Sosial. Dalam Burhan Bungin (ed.). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Satori, Djam’an dan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Penerbit Alfabeta
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. 7th Ed.
Prentice Hall
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 1997. Consumer Behavior. 6th Ed.
Prentice Hall
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tosari. 2009. “Masih Menarikkah Menabung di Bank?”.
(http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/04/17/masih-
menarikkah-menabung-di-bank/ diakses pada 24 November 2009)
Varian. Hal R. 2005. Intermediate Microeconomics, Modern Approach. 75th
Edition. W.W.Norton Company. New York. London.
Yuswadi, Hary. 2001. Pengumpulan Data di Daerah Perlawanan Petani,
Sebuah Pengalaman Lapangan dari Jember. Dalam Burhan Bungin (ed.).
Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH, MANFAAT DAN KELUARAN
DISKUSI TEORI PRINCIPAL AGENT
Teori posisi antara nasabah penabung dan bank
o Nasabah dan bank memiliki posisi yang sejajar sebagai mitra
Posisi yang sebenarnya antara nasabah penabung dan bank
Bank memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada nasabah, sehingga lebih banyak informasi yang diterima oleh bank daripada nasabah
Studi Kasus Bank Tabungan Negara Cabang Malang
o Posisi Kredit Outstanding dan Dana pihak ketiga
o Posisi perkembangan Non Performing Loan yang menurun
Pertanyaannya Kemudian menggali secara mendalam tentang penguasaan informasi nasabah tentang risk and return dari produk batara BTN cabang Malang
Perumusan masalah :
3. Bagaimana realitas hubungan principal-agent antara nasabah penabung dan Bank Tabungan Negara?
4. Bagaimana persepsi nasabah penabung dalam penguasaan informasi risk and return?
Manfaat penelitian: 3. Manfaat Teoritis
Memberikan kajian yang lebih luas mengenai pentingnya kesadaran dan keingintahuan tentang segala informasi yang berkaitan dengan bank dari nasabah penabung sebelum menabung. Selain itu, bank juga diharapkan memberikan informasi seluas-luasnya kepada nasabah tanpa ada yang ditutup-tutupi.
4. Manfaat Praktis a. Media referensi bagi pihak-
pihak yang berkaitan langsung dengan nasabah penabung, terutama nasabah penabung yang menabung di Bank Tabungan Negara Cabang
Teori Principal-agent pada hubungan nasabah dan bank
Assymetric Information dalam kerangka Risk and Return Assymetric Information Lembaga Penjamin Simpanan Risk and return Management Manajemen Likuiditas Alat Ukur Likuiditas
Implikasi Assymetric Information Risk and Return pada nasabah penabung
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pikir
Malang b. Media referensi bagi
pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pengetahuan dan kesadaran bagi nasabah penabung.
c. Memberikan inspirasi dan tambahan wawasan bagi peneliti yang tertarik pada topik sejenis agar dapat mengembangkan secara luas dan mendalam.
METODE PENELITIAN REALITAS HUBUNGAN PRINCIPAL-AGENT ANTARA NASABAH PENABUNG DAN
BANK
HASIL DARI WAWANCARA
Pendekatan Kualitatif dengan Pandangan Fenomenologi ingin menggali secara mendalam tentang penguasaan informasi nasabah tentang risk and return berdasarkan:
Reduksi Data (Data Reduction) Proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang tercatat dilapangan. Dengan melakukan reduksi data diharapkan menghasilkan data yang sesuai, terklasifikasi dengan jelas, tepat guna dan terorganisir. Reduksi data ini berlangsung selama penelitian dilaksanakan.
Penyajian Data (Data Display) Data yang telah terkumpul dan terklasifikasikan selanjutnya disajikan dalam tabel maupun kalimat. Kumpulan data tersebut selanjutnya dapat menjadi informasi yang tersusun dengan baik, sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penarikan kesimpulan
Arti penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan Bank Tabungan Negara Cabang Malang
Bargaining Position Pasif Yang Menimbulkan Persoalan Principal Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan Negara Cabang Malang
Unit Analisis
o Arti Penting Informasi Dalam Hubungan Antara Nasabah dan Bank Pak Imam (50 tahun), mantan
nasabah BTN ”Nasabah itu kan punya hak untuk melakukan apapun, walaupun haknya itu pasti dibatasi sama bank. Jadi kalo ada yang sreg di hati terus dapat tanggapan yang nggak enak juga, ya bisa terserah nasabah, mau dilanjutkan apa nggak nabungnya. Lha saya yang termasuk nggak mau melanjutkan nabung di BTN”
Bu Restu (67 tahun), nasabah BTN
”Saya sudah lupa mbak dikasi informasi apa aja, yang saya ingat malah syarat-syarat kredit rumah.Hahaha (dengan bercanda). Tapi yang saya ingat itu informasi yang harus dibaca banyak trus waktu itu sama mbak CS nya uda mau diambil, jadi ya cepet-cepet aja tak tandatangani.”
Bargaining Position Pasif Yang Menimbulkan Persoalan Principal Agent Antara Nasabah Penabung dan Bank Tabungan
(Verification) Data yang diperoleh dilapangan, dianalisis dengan beberapa cara untuk mencapai validitas dan akuratisasi.
Ketiga teknik analisis data tersebut untuk menjawab persoalan dalam analisi penguasaan informasi nasabah penabung tentang risk and return dalam kerangka principal-agent.
Negara Cabang Malang
Pak Solikin, nasabah BTN
“Ya biasa aja tuh mbak, saya nggak ngrasa juga”
Ny. Hestani ( 35 tahun), nasabah BTN
“Nggak pernah mbak. Lha saya ini ya sapa kok sampe ngamatin sgitunya”
Ibu Wulan, Customer Service
“Mereka itu kan punya hak untuk tanya, trus kita (bank) memperlakukan sama tiap nasabah, jadi kalo ada nasabah yang berpendapat posisi mereka nggak diperhatikan sama sini, itu salah besar. Semua tergantung sama nasabah itu sendiri.”
o Realitas Hubungan Principal-Agent Yang Menjadi Dasar Keputusan Dalam Pemilihan Menabung
Pak Imam (50 tahun), mantan nasabah BTN
”Saya itu dulu kan punya 2 rekening mbak. Di BTN sama BNI. Tapi yang giat nabung ya di BNI. BTN itu dulu kan karena mau beli rumah, jadi ya uda tetep dipelihara aja rekeningnya. Dulu itu kalo nggak salah bunganya Cuma 2,5 persen mbak. Soalnya tabungan saya cuma dikit. Sementara potongan ATM itu sembilan ribu (Rp 9000,-). Nah, masalah itu muncul pas saya mau mulai nabung lagi di BTN. Maksud saya, biar aktif lagi yang disitu. Di buku tabungan saya itu saya liat print out yang lama uangnya tinggal seratus lima puluh ribu. Lha hari itu, saya mau nabung empat ratus ribu. Saya waktu itu uda nggak nabung empat bulan. Itungannya kan paling cuma dipotong tiga puluh enam ribu ya mbak. Biaya ATM itu. Ternyata nggak mbak, potongannya banyak, saya juga nggak ngerti potongan buat apa aja. Tau-tau tabungan saya tinggal tiga ratus lima puluh ribu. Padahal saya nabung empat ratus ribu. Masak potongan saya sampe’ dua ratus ribu. Buat saya ya
termasuk banyak mbak itu. Trus saya tanya ke CS (Customer Service) nya, katanya itu biaya administrasi sama biaya karena saldo dibawah minimal. Padahal saya nggak pernah dikasi tau informasi itu. Saya tanya apa bisa tutup rekening terus buka baru lagi, katanya nggak bisa. Padahal saya pernah di BCA kaya’ gitu juga bisa. Ya udah mbak, jadi males nabung disana lagi.”
Vina (21 tahun), mantan nasabah BTN
“Gini mbak, 3 Juni 2009 tiba-tiba saldo tabungan ku hilang Rp.3500. Jadi saldo pada tanggal sebelumnya jika kemudian ditambah atau dikurang transaksi tanggal 3 Juni 2009 tiba-tiba hilang Rp.3.500. Intinya saldo tiba-tiba gak nyambung. Kata customer servicenya karena koreksi tahun 2004/08. Tetapi kalau dilihat pada 2004/08 memang terjadi pendebetan biaya admin dua kali, tetapi pada 2004/09 tabungan sudah dikreditkan sau kali. Harusnya sudah gak masalah. sementara pada 2004/09 tetap dikreditkan biaya admin bulan bersangkutan. Jadi saldo yang dicetak di buku tabungan, berbeda dengan saldo yang ada di komputer BTN. Soalnya aku ngintip komputer mereka. Ya udah begitu ketemu masalah seperti ini, penjelasan yang gak masuk akal, uda gitu rasanya mereka nganggep aku ini cuma
mahasiswa jadi tabungan ku kecil, langsung aku tutup tabungan itu”
Mutia (21 tahun), nasabah BTN ”Rasane kalo ngantri di BTN itu kaya’ nggak kanggo gitu. Jadi males kalo suruh antri”
Pak Atjuk (44 tahun) Manager CS
”Dari awal kita sudah menjelaskan tentang semua informasi kepada nasabah. Mulai dari biaya yang akan dikenakan sampai dengan suku bunga. Pasti kalau ada yang kurang jelas, bisa ditanyakan ke saya langsung atau ke customer service di depan. Seandainya nasabah merasa sudah jelas, kami tidak akan menerangkan lagi. Kalau ada yang merasa kurang puas dengan apa yang kami sampaikan dan merasa dirugikan, nasabah bisa terus bertanya sampai mengerti. Tapi kan semua pasti ada prosedur nya. Tiap bank juga punya peraturan jadi nggak bisa kalau semua harus sama. Nasabah itu kan juga punya kepentingan sama keinginan masing-masing, kami sangat menghargai kalau mereka tetap bersama kita disini. Namun, saat nasabah ada yang memutuskan untuk tidak menjalin kerja sama dengan kami lagi, ya kami hargai juga keputusan itu. Tapi yang pasti setiap ada
permasalahan selalu akan kami usahakan untuk terselesaikan dengan baik. Begitu juga dengan pelayanan. Kami akan mengusahakan yang terbaik.”
Bu Sri
”Saya dulu menabung di BTN sejak tahun 1989. Awalnya untuk beli rumah, tapi semakin kesini semakin banyak fasilitas, kaya autodebet rekening telepon, PLN, sama air. Soalnya saya ini pelupa. Trus menurut saya semakin mudah dan efisien aja. Selain itu ya gampang kalo mau kredit rumah. Jadi ya saya memutuskan untuk tetap menabung disini aja mbak. Lagian males kalo mau pindah mbak. Ribet.”
Mutia
”Ada dua alasan aku nabung di BTN itu, yang pertama waktu bayar SPP itu lebih mudah, bisa lewat ATM banking, jadi ga perlu repot-repot antri ke BTN. Soalnya kampus ku pake BTN buat bayar SPP. Kan tau sendiri kalo lagi antri bayar SPP kaya’ gimana antrinya. Bikin males. Trus yang kedua, kemarin tu aku dapat beasiswa, beasiswanya ditransfer ke rekening BTN, tadinya suruh daftar lagi gitu, tapi berhubung aku uda punya rekening, jadi ga jadi daftar lagi. Enaknya
ya itu mbak, jadi walaupun pelayanannya kurang ramah, karena saya butuh ya, tetap aja nabung disini.”
PERSEPSI NASABAH PENABUNG DALAM
PENGUASAAN INFORMASI RISK AND RETURN
HASIL DARI WAWANCARA
Pemahaman nasabah terhadap resiko
Pemahaman Nasabah terhadap Return
o Pemahaman nasabah terhadap resiko Ny. Hestani (35 th), nasabah BTN
“Waktu itu karena saya ambil kredit perumahan, terus kan harus buka rekening, akhirnya ya ambil rekening batara”
Pak Atjuk (44 tahun) Manager CS
“…………..banyak motif mbak kenapa nasabah mau nabung disini. Iming-iming kemudahan kredit itu biasanya mbak. Tapi itu kalo nasabah kecil, utamanya buat kredit rumah apa kredit konsumsi gitu. Kalo nasabah kelas kakap (nasabah penabung dengan dana yang besar) itu biasanya itungannya ruwet mbak. Kita harus bisa meyakinkan kalo bank kita ini dijamin aman seratus persen. Mereka itu kan duitnya banyak ya, jadi kalo pun nggak ngerti masalah perbankan, yang orang-orangnya itu yang nanya-nanya. Jadi kita sampai harus kasi tau posisi LDR, CAR, ROA, ROE, pokoknya laporan keuangan gitu lah, supaya mereka yakin kalo bank kita ini safe. Tapi beda sama nasabah kecil mbak, mereka itu diiming-imingi hadiah gitu, uda mau nabung.”
Bu Herliana
”Saya nggak pernah mbak ngamatin laporan keuangan. Walaupun di koran atau internet uda ada tapi saya nggak pernah ngamatin.”
Bu Sri
”Saya nggak tau mbak BTN itu ikut LPS apa nggak. Tapi persepsi saya ya kalo bank pemerintah itu mesti terjamin. Walaupun nggak ikut macem-macem. Pokoknya kalau di bank pemerintah itu aman lah mbak.”
Ibu wulan, CS
”Setiap nasabah pasti diberi tahu kalo BTN itu sudah ikut LPS. Terus syarat-syarat tabungan yang dijamin sama LPS itu juga nasabah sudah diberi tahu. Selain itu kan ada media koran, internet dan sebagainya. Pastinya mereka sudah bisa mengetahui dari media juga selain dari kita.”
o Pemahaman Nasabah terhadap
Return
Pak Solikin
”Nggak pernah mbak, tabungan saya itu sedikit. Paling juga berapa yang diterima.”
Bapak Hendra
”Kalo suku bunga saya nggak pernah ngecek mbak, pokoknya percaya aja gitu. Lagipula sepertinya yang dibutuhkan orang sekarang itu kan cenderung ke fasilitas sama akses aja. Kalau saya yang penting aman mbak. Jadi uda nggak mikir lagi sama suku bunga.”
Ibu Anita, CS
“Gini ya dek, awal-awal itu kita (Bank Tabungan Negara) sudah memberikan informasi kalau suku bunga itu berubah-ubah. Terus perubahan suku bunga biasanya diinformasikan lewat website. Lalu kita juga sudah memberi tahu kalo bertanya itu merupakan hak sepenuhnya dari nasabah. Segala permasalahan yang dirasakan oleh nasabah sehubungan dengan kekurangan kami atau kebingungan nasabah tentang produk, kami
mempersilahkan untuk bertanya.”
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN IMPLEMENTATIF
Kesimpulan : Tanpa bermaksud melakukan generalisasi, hasil penelitian ini membawa pada beberapa kesimpulan sebagai berikut.
a. Terjadi permasalahan Principal-Agent pada hubungan antara nasabah penabung dengan Bank Tabungan Negara Cabang Malang. Dimana nasabah merasa bargaining position nya kurang dan menimbulkan banyak permasalahan.
b. Kurangnya kepedulian nasabah akan return yang mereka peroleh membuat pihak bank merasa bahwa nasabah tidak mau tahu lagi tentang tabungannya, dan yang terpenting bagi mereka adalah bank terlihat aman. Dan kurangnya kepedulian nasabah akan resiko simpanan mereka di bank menjadikan bank bersikap acuh saat nasabah tidak memahami informasi resiko.
c. Rekomendasi Kebijakan Implementatif :
A . Bank Tabungan Negara seyogianya memperbaiki permasalahan yang ada seperti sosialisasi ulang tentang biaya administrasi dan pelayanan sehingga nasabh merasa lebih dihargai dan tidak merasa bahwa bargaining position nya kurang.
b. Nasabah bisa lebih peduli terhadap risk dan return yang dihadapi sehingga tidak akan ada lagi kerugian yang ditanggung oleh nasabah.