Analisis Perlindungan Kawat Tanah Double
-
Upload
gungdeari-pawitra -
Category
Documents
-
view
252 -
download
0
Transcript of Analisis Perlindungan Kawat Tanah Double
ANALISIS KAWAT TANAH DOUBLE PADA SALURAN TRANSMISI
GARDU INDUK KAPAL – GARDU INDUK PESANGGARAN
AA Gede Ari Pawitra Putra
Jurusan Teknik Elektro – Universitas Udayana, [email protected]
AbstrakMakin tingginya standar kehidupan masyarakat di Bali membuat meningkatnya kebutuhan energi listrik di Bali, terutama di daerah-daerah pariwisata. Untuk mengimbangi meningkatnya kebutuhan energi listrik tersebut, usaha atas perencanaan dan pengembangan sistem tenaga listrik yang ada harus terus diupayakan, termasuk komponen pelindung terhadap gangguan, terutama petir. Apalagi di daerah Kapal sampai Pesanggaran ini termasuk daerah yang sangat sering dikunjungi petir. Hal ini membuat perlunya keefektifan dalam pemasangan sistem perlindungan kawat tanah (Overhead groundwire) pada jaringan transmisi khususnya jalur Gardu Induk Kapal – Gardu Induk Pesanggaran agar berkurangnya gangguan yang terjadi pada saluran vital ini.
Kata kunci : kawat tanah, overhead groundwire
AbstractIncreasingly high standards of public life in Bali making increasing electricity needs in Bali, especially in the areas of tourism. To keep pace with the growing need for electrical energy, effort on planning and development of existing power systems should be pursued, including the protective components of the disorder, especially lightning. Especially in the area of Kapal until Pesanggaran include areas heavily frequented by lightning. This makes the need for effectiveness in the installation of a ground wire protection system (Overhead groundwire) on a particular transmission line substation Kapal - Substation Pesanggaran that the reduced interference that occurs in this vital areas.
Key words : kawat tanah, overhead groundwire
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Listrik merupakan bentuk energi
yang sangat cocok dan nyaman bagi
manusia modern. Tanpa listrik, infrastruktur
masyarakat sekarang tidak akan
menyenangkan. Makin tinggi standar
kehidupan manusia akan semakin meningkat
pula kebutuhan energi listrik di seluruh
dunia. Untuk mengimbangi meningkatnya
kebutuhan energi listrik tersebut, usaha atas
perencanaan dan pengembangan sistem
listrik yang ada harus terus diupayakan,
termasuk juga perencanaan dan
pengembangan sistem perlindungan sebagai
salah satu komponen utama sistem transmisi
saluran udara. Termasuk di dalamnya dari
gangguan alam yaitu petir. Apalagi di
daerah Indonesia ini termasuk daerah yang
sangat sering dikunjungi petir, karena
Indonesia terletak didaerah katulistiwa yang
panas dan lembab, mengakibtkan terjadinya
hari guruh (IKL) yang sangat tinggi
dibanding daerah lainnya (100 -200 hari
pertahun), bahkan daerah cibinong sempat
tercatat pada Guiness Book of Records
1988, dengan jumlah 322 petir per tahun.
Kerapatan sambaran petir di Indonesia juga
sangat besar yaitu 12/km2/tahun yang
berarti pada setiap luas area 1 km2
berpotensi menerima sambaran petir
sebanyak 12 kali setiap tahunnya. Dan
energi yang dihasilkan oleh satu sambaran
petir juga sangat besar yaitu, mencapai 55
kwh.
Mengetahui betapa bahayanya
gangguan petir terhadap sistem jaringan
transmisi, maka dilakukanlah usaha-usaha
untuk menangkal petir, begitu pula yang
terjadi pada saluran transmisi GI Kapal ke
GI Pesanggaran yang sangat rawan terkena
sambaran petir, dari hal tersebut maka
dilakukan upaya menangkal, salah satunya
dengan cara menggunakan kawat tanah
(overhead groundwire).Kawat tanah adalah
satu pengaman sistem tenaga listrik dari
ancaman petir, dalam hal ini lebih
mengkhususkan pada sistem transmisi
tenaga listrik pada GI Kapal sampai dengan
GI Pesanggaran yang berjarak 13,05 km
mengunakan konduktor ACSR 240mm.
Kawat yang dipasang sejajar dengan
tiang dan terletak di atas kawat fasa pada
sistem transmisi listrik sehingga jika terjadi
sambaran petir yang terkena adalah kawat
tanah bukan kawat fasanya sehingga
peralatan listrik pada sistem transmisi tidak
mengalami kerusakan. Sambaran petir yang
mengenai kawat tanah akan ditanahkan
(grounding).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut maka
timbul permasalahan yaitu :
Bagaimana prinsip kerja kawat tanah
(overhead groundwire) dalam
menangkal petir dalam sistem
transmisi tenaga listrik ?
Bagaimana cara meningkatkan
performa perlindungan dari kawat
tanah (overhead groundwire) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk menganalisa
gangguan yang terjadi pada saluran
transmisi yang menggunakan kawat tanah
double antara GI Kapal sampai dengan GI
Pesanggaran terutama dari gangguan petir.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari makalah ini
adalah sebagai informasi mengenai
gangguan petir pada transmisi pada GI
Kapal – GI Pesanggaran.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Agar suatu pembahasan tidak
menyimpang dari tujuannya memerlukan
adanya batasan dan ruang lingkup masalah
pada satu pokok persoalan. Masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Studi yang dilakukan pada satu
saluran jaringan transmisi yaitu
GI Kapal – GI Pesanggaran.
2. Analisis hanya terpusat pada
kawat tanah pada kedua GI
tersebut.
BAB II DASAR TEORI
Landasan teori sangat membantu
untuk dapat memahami suatu sistem. Selain
daripada itu dapat juga dijadikan sebagai
bahan acuan didalam merencanakan suatu
sistem. Dengan pertimbangan hal-hal
tersebut, maka landasan teori merupakan
bagian yang harus dipahami untuk
pembahasan selanjutnya.
2.1 Petir
Petir merupakan kejadian alam
dimana terjadi loncatan muatan listrik antara
awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik
tersebut diawali dengan mengumpulnya uap
air di dalam awan. Ketinggian antara
permukaan atas dan permukaan bawah pada
awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km
dengan temperatur bagian bawah sekitar
60 oF dan temperatur bagian atas sekitar -
60 oF. Akibatnya, di dalam awan tersebut
akan terjadi kristal-kristal es. Karena di
dalam awan terdapat angin ke segala arah,
maka kristal-kristal es tersebut akan saling
bertumbukan dan bergesekan sehingga
terpisahkan antara muatan positif dan
muatan negatif.
Pemisahan muatan inilah yang
menjadi sebab utama terjadinya sambaran
petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi
di dalam awan, antara awan dengan awan,
dan antara awan dengan bumi tergantung
dari kemampuan udara dalam menahan beda
potensial yang terjadi.
Petir yang kita kenal sekarang ini
terjadi akibat awan dengan muatan tertentu
menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila
muatan di dalam awan bertambah besar,
maka muatan induksi pun makin besar pula
sehingga beda potensial antara awan dengan
bumi juga makin besar. Kejadian ini diikuti
pelopor menurun dari awan dan diikuti pula
dengan adanya pelopor menaik dari bumi
yang mendekati pelopor menurun. Pada saat
itulah terjadi apa yang dinamakan petir.
Gambar 2.1 Proses terjadinya petirSumber : Ganjar Witriana
2.2 Gardu Induk
Gardu Induk merupakan sub sistem
dari sistem penyaluran (transmisi) tenaga
listrik, atau merupakan satu kesatuan dari
sistem penyaluran (transmisi). Penyaluran
(transmisi) merupakan sub sistem dari
sistem tenaga listrik. Berarti, gardu induk
merupakan sub-sub sistem dari sistem
tenaga listrik. Sebagai sub sistem dari
sistem penyaluran (transmisi), gardu induk
mempunyai peranan penting, dalam
pengoperasiannya tidak dapat dipisahkan
dari sistem penyaluran (transmisi) secara
keseluruhan. Dalam pembahasan ini
difokuskan pada masalah gardu induk yang
pada umumnya terpasang di Indonesia,
pembahasannya bersifat praktis (terapan)
sesuai konstruksi yang terpasang di
lapangan.
Jenis dari gardu induk adalah,
Jenis Gardu Induk bisa dibedakan
menjadi beberapa bagian yaitu :
o Berdasarkan besaran
tegangannya.
o Berdasarkan pemasangan
peralatan.
o Berdasarkan fungsinya.
o Berdasarkan isolasi yang
digunakan.
o Bedasarkan sistem rel
(busbar).
Dilihat dari jenis komponen yang
digunakan, secara umum antara
GITET dengan GI mempunyai
banyak kesamaan. Perbedaan
mendasar adalah :
o Pada GITET transformator daya
yang digunakan berupa 3 buah
tranformator daya masing –
masing 1 phasa (bank
tranformer) dan dilengkapi
peralatan reaktor yang berfungsi
mengkompensasikan daya
rekatif jaringan.
o Sedangkan pada GI (150 KV, 70
KV) menggunakan
Transformator daya 3 phasa dan
tidak ada peralatan reaktor.
2.3 Konduktor dan Komponen Pada
Jaringan Transmisi
Konduktor adalah media untuk
tempat mengalirkan arus listrik dari
pembangkit listrik ke gardu induk atau dari
GI ke GI lainnya, yang terentang lewat
tower-tower. Konduktor pada tower tension
dipegang oleh tension clamp, sedangkan
pada tower suspension dipegang oleh
suspension clamp. Dibelakang clamp
tersebut dipasang rencengan isolator yang
terhubung ke tower.
Gambar 2.3 Konduktor ACSRSumber : http://duniaelektro.blogspot.com
a. Bahan konduktor
Bahan konduktor yang
dipergunakan untuk saluran energi listrik
perlu memiliki sifat sifat sebagai berikut :
1) konduktivitas tinggi.
2) kekuatan tarik mekanikal tinggi
3) titik berat
4) biaya rendah
5) tidak mudah patah
Konduktor jenis Tembaga (BC :
Bare copper) merupakan penghantar yang
baik karena memiliki konduktivitas tinggi
dan kekuatan mekanikalnya cukup baik.
Namun karena harganya mahal maka
konduktor jenis tembaga rawan pencurian.
Aluminium harganya lebih rendah dan lebih
ringan namun konduktivitas dan kekuatan
mekanikalnya lebih rendah dibanding
tembaga.
Pada umumnya SUTT maupun
SUTET menggunakan ACSR (Almunium
Conductorn Steel Reinforced). Bagian
dalam kawat berupa steel yang mempunyai
kuat mekanik tinggi, sedangkan bagian
luarnya mempunyai konduktifitas tinggi.
Karena sifat electron lebih menyukai bagian
luar kawat daripada bagian sebelah dalam
kawat maka ACSR cocok dipakai pada
SUTT/SUTETI. Untuk daerah yang
udaranya mengandung kadar belerang tinggi
dipakai jenis ACSR/AS, yaitu kawat
steelnya dilapisi dengan almunium. Pada
saluran transmisi yang perlu dinaikkan
kapasitas penyalurannya namun SUTT
tersebut berada didaerah yang rawan
longsor, maka dipasang konduktor jenis
TACSR (Thermal Almunium Conductor
Steel Reinforced) yang mempunyai
kapasitas besar tetapi berat kawat tidak
mengalami perubahan yang banyak.
Konduktor pada SUTT/SUTET merupakan
kawat berkas (stranded) atau serabut yang
dipilin, agar mempunyai kapasitas yang
lebih besar dibanding kawat pejal.
b. Urutan fasa
Pada sistem arus putar, keluaran dari
generator berupa tiga fasa, setiap fasa
mempunyai sudut pergerseran fasa 120º.
Pada SUTT dikenal fasa R; S dan T yang
urutan fasanya selalu R diatas, S ditengah
dan T dibawah. Namun pada SUTET urutan
fasa tidak selalu berurutan karena selain
panjang, karakter SUTET banyak
dipengaruhi oleh faktor kapasitansi dari
bumi maupun konfigurasi yang tidak selalu
vertikal. Guna keseimbangan impendansi
penyaluran maka setiap 100 km dilakukan
transposisi letak kawat fasa.
c. Penampang dan jumlah konduktor
Penampang dan jumlah konduktor
disesuaikan dengan kapasitas daya yang
akan disalurkan, sedangkan jarak antar
kawat fasa maupun kawat berkas
disesuaikan dengan tegangan operasinya.
Jika kawat terlalu kecil maka kawat akan
panas dan rugi transmisi akan besar. Pada
tegangan yang tinggi (SUTET) penampang
kawat , jumlah kawat maupun jarak antara
kawat berkas mempengaruhi besarnya
corona yang ditengarai dengan bunyi desis
atau berisik.
d. Jarak antar kawat fasa
Jarak kawat antar fasa SUTT 70kV
idealnya adalah 3 meter, SUTT= 6 meter
dan SUTET=12 meter. Hal ini karena
menghindari terjadinya efek ayunan yang
dapat menimbulkan flash over antar fasa.
e. Perlengkapan kawat penghantar
Perlengkapan atau fitting kawat
penghantar adalah: Spacer, vibration
damper. Untuk keperluan perbaikan
dipasang repair sleeve maupun armor rod.
Sambungan kawat disebut mid span joint.
f. Repair Sleeve
Repair sleeve adalah selongsong
almunium yang terbelah menjadi dua bagian
dan dapat ditangkapkan pada kawat
penghantar, berfungsi untuk memperbaiki
konduktifitas kawat yang rantas, Cara
pemasangannya dipress dengan hidrolik
tekanan tinggi.
g. Bola Pengaman
Adalah rambu peringatan terhadap
lalu lintas udara, berfungsi untuk memberi
tanda kepada pilot pesawat terbang bahwa
terdapat kawat transmisi. Bola pengaman
dipasang pada ground wire pada setiap jarak
50m hingga 75 meter sekitar
lapangan/bandar udara.
h. Lampu Aviasi
Adalah rambu peringatan berupa
lampu terhadap lalu lintas udara, berfungsi
untuk memberi tanda kepada pilot pesawat
terbang bahwa terdapat kawat transmisi.
i. Arching Horn
Adalah peralatan yang dipasang pada
sisi cold tower dari rencengan isolator.
Fungsi arcing horn:
- Media pelepasan busur api dari tegangan
lebih antara sisi Cold dan Hot (kawat
penghantar)
- Pada jarak yang diinginkan berguna untuk
memotong tegangan lebih bila terjadi:
sambaran petir; switching; gangguan.
2.4 Kawat Tanah
Kawat tanah atau overhead
groundwire adalah media untuk melindungi
kawat fasa dari sambaran petir. Kawat ini
dipasang di atas kawat fasa dengan sudut
perlindungan yang sekecil mungkin, karena
dianggap petir menyambar dari atas kawat.
Namun jika petir menyambar dari samping
maka dapat mengakibatkan kawat fasa
tersambar dan dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan. Kawat pada tower
tension dipegang oleh tension clamp,
sedangkan pada tower suspension dipegang
oleh suspension clamp. Pada tension clamp
dipasang kawat jumper yang
menghubungkannya pada tower agar arus
petir dapat dibuang ke tanah lewat tower.
Untuk keperluan perbaikan mutu pentanahan
maka dari kawat jumper ini ditambahkan
kawat lagi menuju ke tanah yang kemudian
dihubungkan dengan kawat pentanahan.
Gambar 2.4 Kawat Tanah (Overhead Groundwire)
2.4.1 Bahan kawat tanah
Bahan ground wire terbuat dari steel
yang sudah digalvanis, maupun yang sudah
dilapisi dengan almunium.
2.4.2 Jumlah dan posisi kawat tanah
Jumlah kawat tanah paling tidak ada
satu buah diatas kawat fasa, namun
umumnya di setiap tower dipasang dua
buah. Pemasangan yang hanya satu buah
untuk dua penghantar akan membuat sudut
perlindungan menjadi besar sehingga kawat
fasa mudah tersambar petir. Sudut
perlindungan kawat tanah terhadap tower
yang standar adalah 35 – 45o. Jarak antara
groundwire dengan kawat fasa di tower
adalah sebesar jarak antar kawat fasa,
namun pada daerah tengah gawang dapat
mencapai 120% dari jarak tersebut.
Gambar 2.4.2 Gambar kontruksi tiangSumber :http://www.elektroindonesia.com/elektro/energi12a.html
2.4.3 Komponen pengaman
Komponen pengaman (pelindung)
pada transmisi tenaga listrik memiliki fungsi
sangat penting. Komponen pengaman pada
saluran udara transmisi tegangan tinggi,
antara lain :
- Kawat tanah, grounding dan
perlengkapannya, dipasang
disepanjang jalur SUTT. Berfungsi
untuk mengetanahkan arus listrik
saat terjadinya gangguan (sambaran)
petir secara langsung.
- Pentanahan tiang, untuk menyalurkan
arus listrik dari kawat tanah
(groundwire) akibat terjadinya
sambaran petir. Terdiri dari kawat
tembaga atau kawat baja yang di
klem pada pipa pentanahan dan
ditanam di dekat pondasi tower
(tiang) SUTT.
- Jaringan pengaman, berfungsi untuk
pengaman SUTT dari gangguan yang
dapat membahayakan SUTT tersebut
dari lalu lintas yang berada
dibawahnya yang tingginya melebihi
tinggi yang diizinkan bola
pengaman, dipasang sebagai tanda
pada SUTT, untuk pengaman lalu lintas
udara.
2.4.4. Gambar daerah proteksi overhead
groundwire
Dalam melindungi kawat phasa
tersebut, daerah proteksi groundwire dapat
digambarkan seperti berikut.
Gambar 2.4.4 Daerah proteksi dengan menggunakan 1 buah groundwire
Sumber :http://www.elektroindonesia.com/elektro/energi12a.html
Dari gambar 1 di atas, misalkan
groundwire diletakkan setinggi h meter dari
tanah. Dengan menggunakan nilai-nilai yang
terdapat pada gambar tersebut, titik b dapat
ditentukan sebesar 2/3 h. Sedangkan zona
proteksi groundwire terletak di dalam daerah
yang diarsir. Di dalam zona tersebut,
diharapkan tidak terjadi sambaran petir
langsung sehingga di daerah tersebut pula
kawat phasa dibentangkan.
Apabila hx merupakan tinggi kawat
phasa yang harus dilindungi, maka lebar bx
dapat ditentukan dalam 2 kondisi, yaitu :
Untuk hx > 2/3 h , bx = 0,6 h (1 –hx/h)
Untuk hx < 2/3 h , bx = 1,2 h (1 –hx/0,8h)
Proteksi dengan 2 buah Groundwire
Gambar 2.4.4.1 Zona perlindungan dari penggunaan 2 buah groundwire.
Sumber :http://www.elektroindonesia.com/elektro/energi12a.html
Dari gambar tersebut, apabila ho
menyatakan tinggi titik dari tanah di tengah-
tengah 2 groundwire yang terlindungi dari
sambaran petir, maka ho dapat ditentukan :
ho = h -s/4
Sedangkan daerah antara dua
groundwire dibatasi oleh busur lingkaran
dengan jari-jari 5/4s dengan titik pusat
terletak pada sumbu di tengah-tengah dua
groundwire.
2.4.5 Langkah – langkah perhitungan
gangguan petir pada menara
Untuk menghitung gangguan petir
pada menara jaringan transmisi, yaitu
gangguan lompatan api balik (back
flashcover), digunakan teori gelombang
berjalan dan langkah-langkah
perhitungannya diberikan dibawah ini. Pada
SUTET dan SUTUT digunakan harga rata-
rata. Hal tersebut adalah sebagai akibat dari
anggapan bahwa kilat yang menyambar
kawat tanah jauh dari menara pada SUTET
dan SUTUT tidak menimbulkan lompatan
api, sedang SUTT dianggap masih
menimbulkan lompatan api.
1. Menghitung impedansi surja kawat tanah
dan faktor gandengan
Perhitungan impeansi surja kawat
tanah dibedakan dalam dua keadaan, yaitu
keadaan bila tidak ada korona dan yang
kedua bila terjadi korona.
a.) Bila tidak terjadi korona
b.) Bila terjadi korona
Dimana :
Z11 = impedansi surja sendiri dari satu kawat
tanah
Z12 = impedansi surja bersama antara kedua
kawat tanah = 60 ln(b12/a12)
R = Radius amplop korona (m)
r = Radius kawat tanpa korona
ht = Tinggi rata-rata kawat tanah untuk
SUTT
Gambar 2.4.5 Potongan Saluran TransmisiSumber : Garniwa, Iwa, Dasar Perencanaan Instalasi Penangkal Petir, Jurusan Elektro FTUI.
2. Menghitung impedansi surja menara
3. Menghitung koefisien terusan a pada
puncak menara untuk gelombang yang
datang dari dasar menara.
Koefisien terusan dihitung berdasarkan
persamaan :
4. Menghitung koefisien terusan a pada
puncak menara untuk gelombang yang
datang dari dasar menara.
Koefisien pantulan adalah : b = a-1
5. Menghitung tegangan pada puncak
menara.
Tegangan pada puncak menara adalah :
Dimana :
Is = arus kilat (kA) dan Is = A t untuk 0 ≤
t ≤ T
I = harga puncak arus kilat yang melalui
menara (kA)
T = waktu untuk mencapai harga puncak
atau panjang muka gelombang petir,
mikro detik
A = I/T, kA/µdet
6. Menghitung koefisien pantulan d pada
dasar menara untuk gelombang yang
datang dari puncak menara
Koefisien pantulan d dapat dihitung dari :
Dimana :
R = tahanan kaki menara
Karena tahanan kaki menara
sepanjang saluran transmisi pada umunya
berbeda-beda, maka perhitungan harus
dilakukan untuk tiap seksi dari saluran
transmisi dengan tahanan kaki menarayang
bersangkutan.
7. Menghitung waktu kritis
Waktu kritis tc ialah waktu pada saat mana
tegangan pada puncak menara berkurang
secara mendadak karena pantulan negatif
dari dasar menara :
Tc = T + X1/mikrodetik
Dimana :
X1 = jarak vertikal antara puncak menara
dan kawat fasa pada menara
C = kecepatan merambat gelombang =
300 m/mikrodetik.
8. Menghitung kemungkinan jumlah
lompatan api
Lompatan api dianggap terjadi bila
tegangan isolator Vi sama atau lebih besar
dari tegangan impuls isolator. Tegangan
impuls isolator ini diperoleh dari lengkung
tegangan waktu (volt-time curve) isolator
yang bersangkutan :
9. Menghitung daerah A yang dilindungi
kawat tanah
Lebar bayang-bayang listrik dari
suatu saluran transmisi dapat dilakukan
dengan persamaan :
Dan luas bayang-bayang atau daerah yang
dilindungi A dihitung berdasarkan
persamaan :
10. Menghitung jumlah sambaran petir NL
Jumlah sambaran petir NL yang
mungkin menyambar kawat transmisi dapat
dihitung berdasarkan persamaan di bawah :
11. Menghitung gangguan petir pada menara
Untuk mwnghitung jumlah gangguan
petir pada menara perlu terlebih dahulu
diketahui probabilitas peralihan lompatan
api menjadi busur api atau arus susulan
(power flow current) yang menimbulkan
gangguan.
a.) Pada saluran udara tegangan tinggi
(SUTT) : η = 0.85
b.) Pada saluran udara tegangan ekstra
tinggi (SUTET) dan saluran udara
tegangan ultra tinggi (SUTUT) : η = 1.0
Dengan anggapan bahwa jumlah
sambaran pada menara 60% dari seluruh
sambaran, maka jumlah gangguan pada
menara Ot :
2.4.6. Gangguan kilat pada seperempat
jarak dan setengah jarak dari
menara pada saluran udara
tegangan tinggi
Pada saluran udara tegangan ekstra
tingi (SUTET), dan saluran tegangan ultra
tinggi (SUTUT), gangguan pada seperempat
dan setengah jarak dari menara diabaikan.
Hal ini dilakukan karena jarak-jarak aman
antara kawat fasa dan kawat tanah dan
kawat fasa ke kawat fasa sangat besar
sehingga kekuatan impuls isolasi dari udara
di tempat tersebut cukup besar untuk
mencegah terjadinya lompatan api. Tetapi
pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT)
digunakan metode AIEE yaitu dengan
membandingkan kekuatan isolasidari jarak
antara kawat tanah dan kawat fasa terhadap
tegangan yang timbul karena arus kilat
ditempat-tempat tersebut.
Jarak vertikal antara kawat tanah dan
kawat fas diperoleh dengan memisahkan
lengkung kawar itu memenuhi persamaan
berikut :
Gambar 2.4.6 Kawat tanah dan kawat fasa dari kawat trasmisi
Sumber : Garniwa, Iwa, Dasar Perencanaan Instalasi Penangkal Petir, Jurusan Elektro FTUI.
Maka :
Dimana :
y = tinggi kawat tanah diatas tanah, (m)
y’ = tinggi kawat fasa diatas tanah, (m)
do = andongan maksimum kawat tanah,(m)
do’= andongan maksimum kawat fasa, (m)
b = jarak vertikal antara kawat fasa dan
kawat tanah, (m)
bm = jarak vertikal antara kawat tanag dan
kawat fasa ditengah-tengah gawang,
(m)
bq = jarak vertikal antara kawat tanah dan
kawat fasa diseperempat gawang, (m)
Bila p = jarak horizontal antara kawat tanah
dan kawat fasa. Maka jarak antara kawat
tanah dan kawat fasa :
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Prinsip Kerja Kawat Tanah
Kawat tanah atau overhead
groundwire (kawat petir / kawat tanah)
adalah media untuk melindungi kawat fasa
dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di
atas kawat fasa dengan sudut perlindungan
yang sekecil mungkin, karena dianggap petir
menyambar dari atas kawat. Namun jika
petir menyambar dari samping maka dapat
mengakibatkan kawat fasa tersambar dan
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan.
Kawat pada tower tension dipegang oleh
tension clamp, sedangkan pada tower
suspension dipegang oleh suspension clamp.
Pada tension clamp dipasang kawat jumper
yang menghubungkannya pada tower agar
arus petir dapat dibuang ke tanah lewat
tower. Untuk keperluan perbaikan mutu
pentanahan maka dari kawat jumper ini
ditambahkan kawat lagi menuju ke tanah
yang kemudian dihubungkan dengan kawat
pentanahan.
Gambar 3.1 Pemasangan groundwireSumber :http://www.docstoc.com/docs/43185297/kawat-tanah
3.2 Hasil Analisa
Dari persamaan-persamaan diatas, terlihat
bahwa makin tinggi groundwire dan sudut
perlindungan yang besar, akan
mengakibatkan probabilitas tersebut
meningkat. Untuk itu diperlukan pemilihan
tinggi groundwire dan sudut perlindungan
yang tepat untuk mendapatkan performa
perlindungan yang baik dari sambaran petir.
Gambar 3.2 Kurva ketinggian groundwire vs sudut
perlindungan
Gambar 3.2.1 Kurva probabilitas kegagalan
perlindungan vs sudut perlindungan
Gambar 3.2 menunjukkan kurva antara
ketinggian rata-rata groundwire vs sudut
perlindungan rata-rata. Dari gambar tersebut
terlihat daerah berwarna hitam merupakan
daerah kemungkinan gagal dalam
perlindungan. Sedangkan gambar 3.2.1
menunjukkan probabilitas kegagalan
perlindungan dari sambaran petir ke saluran
sebagai fungsi dari
ketinggian groundwire dan sudut
perlindungan.
Dengan demikian, kurva pada gambar 3
menunjukkan probabilitas kegagalan dalam
perlindungan kurang dari 1 % (berdasar
kurva gambar 4). Probabilitas ini berarti
lebih kecil dari satu kali kegagalan dalam
setiap 100 sambaran petir pada groundwire.
Untuk meningkatkan keandalan sistem ini,
diperlukan pentanahan yang baik pada setiap
menara listrik. Jika petir menyambar
pada groundwire di dekat menara listrik,
maka arus petir akan terbagi menjadi dua
bagian. Sebagian besar arus tersebut
mengalir ke tanah melalui pentanahan pada
menara tersebut. Sedangkan sebagian kecil
mengalir melalui groundwire dan akhirnya
menuju ke tanah melalui pentanahan pada
menara listrik berikutnya. Lain halnya jika
petir menyambar pada tengah-
tengah groundwire antara 2 menara listrik.
Gelombang petir ini akan mengalir ke
menara-menara listrik yang dekat dengan
tempat sambaran tersebut.
3.3. Usaha Untuk Meningkatkan
Performa Perlindungan
Usaha yang paling mudah untuk
meningkatkan performa perlindungan adalah
dengan menggunakan lebih dari
satu groundwire. Dengan cara ini
diharapkan petir akan selalu menyambar
pada groundwire sehingga memperkecil
probabilitas kegagalan perlindungan. Cara
ini dapat disertai dengan
menggunakan counterpoise, yaitu konduktor
yang ditempatkan di bawah saluran (lebih
sering dibenamkan dalam tanah) dan
dihubungkan dengan sistem pentanahan dari
menara listrik. Hasilnya, impedansi surja
akan lebih kecil.
Usaha-usaha lainnya di antaranya :
Memasang couplingwire di bawah
kawat phasa (konduktor yang disertakan
di bawah saluran transmisi dan
dihubungkan dengan sistem pentanahan
menara listrik).
Mengurangi resistansi pentanahan
menara listrik dengan menggunakan
elektroda pentanahan yang sesuai.
Menggunakan arester.
Cara yang terakhir ini boleh dikatakan
sebagai alat pelindung yang paling baik
terhadap gelombang surja. Arester inilah
yang terus dikembangkan oleh para ahli
untuk mendapatkan performa perlindungan
yang makin baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Pemakaian overhead groundwire dalam
saluran transmisi tenaga listrik mempunyai
harapan agar sambaran petir tidak mengenai
kawat phasa. Luas zona/daerah
perlindungan groundwire tergantung dari
ketinggian groundwire itu sendiri.
Probabilitas kegagalan dalam perlindungan
akan naik dengan makin
tingginya groundwire dan besarnya sudut
perlindungan. Untuk itu diperlukan
pemilihan ketinggian serta sudut
perlindungan yang sesuai untuk
mendapatkan perlindungan yang baik.
Peningkatan performa perlindungan
transmisi tenaga listrik dari sambaran petir
yang paling mudah dilakukan dengan
menambah jumlah groundwire. Kombinasi
pemakaian groundwire dengan peralatan-
peralatan lainnya sangat diharapkan untuk
memperoleh performa perlindungan yang
lebih tinggi di antaranya dengan pemakaian
arester yang merupakan alat pelindung
modern.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar dan Artono. 1994. Teknik
Tegangan tinggi. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita
Garniwa, I. 2000. Dasar Perencanaan
Instalasi Penangkal Petir, Jakarta :
Dep. Elektro FTUI
Wijaya, C. 2002. Kawat Tanah pada
Saluran Udara Tegangan Tinggi,
Edisi ke-2.
http://www.duniaelektro.blogspot.co
m/elektro/kawattanah, 21-12-2012
Mismail, B. 1998. Rangkaian Listrik, Jilid
pertama. Bandung : Penerbit ITB
Stroud, K.A. 2003. Matematika Teknik,
Edisi kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Mismail, B. 1997. Analisa Sistem Tenaga.
Malang : Lembaga Penerbitan
Universitas Brawijaya
Irawanto, A. 1998. Overhead Groundwire
Perlindungan Transmisi Tenaga
Lisrik dari Sambaran Petir, Edisi
ke-12.
http://www.elektroindonesia.com/ele
ktro/energi12a.html, 12-12-2012
Dexter, J. 2001, Engineering Mathematics,
Jilid pertama, New York : Palgrave