ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH …repository.uinjkt.ac.id/.../35509/1/IRMAWATI-FEB.pdfANALISIS...
Transcript of ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH …repository.uinjkt.ac.id/.../35509/1/IRMAWATI-FEB.pdfANALISIS...
ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH INSTRUMEN MONETER
SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
DI INDONESIA
(Periode Januari 2011 – Desember 2016)
Skripsi
Diajukan kepada Fakutas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Irmawati
NIM: 1113086000052
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH INSTRUMEN MONETER
SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
DI INDONESIA
(Periode Januari 2011 – Desember 2016)
Skripsi
Diajukan kepada Fakutas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Irmawati
NIM: 1113086000052
Di Bawah Bimbingan:
Yoghi Citra Pratama, M. Si
NIP. 19830717 201101 1 011
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin, 06 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswi:
1. Nama : Irmawati
2. NIM : 1113086000052
3. Jurusan : Ekonomi Syariah
4. Judul Skripsi : “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter
Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Senin 06 Maret 2017
1. Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si
NIP. 19830717 201101 1 011
(...........................................)
Penguji I
2. Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM
NUPN. 9903017434
(............................................)
Penguji II
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu 29 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi:
5. Nama : Irmawati
6. NIM : 1113086000052
7. Jurusan : Ekonomi Syariah
8. Judul Skripsi : “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter
Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di
atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Rabu 29 Maret 2017
3. Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si
NIP. 19720818 199803 2 003
(...........................................)
Ketua
4. Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si
NIP. 19830717 201101 1 011
(............................................)
Sekretaris
5. Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM
NUPN. 9903017434
(............................................)
Penguji Ahli
6. Yoghi Citra Pratama, SE., M.Si
NIP. 19830717 201101 1 011
(............................................)
Pembimbing
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
9. Nama : Irmawati
10. NIM : 1113086000052
11. Jurusan : Ekonomi Syariah
12. Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidatuyatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 26 Februari 2017
(Irmawati)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Irmawati
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 26 Mei 1995
3. Alamat : Jl. Mandar Dalam RT 03/05 Pondok Karya,
Pondok Aren, Tangerang Selatan
4. Telepon : 083872621373
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN Pondok Karya II Lusus Tahun 2007
2. SMPN 13 Tangerang Selatan Lulus Tahun 2010
3. SMKN 2 Tangerang Selatan Lulus Tahun 2013
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S1 Ekonomi Lulus Tahun 2017
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Departemen Kemahasiswaan
2015-2016
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekonomi Syariah Departemen
KomInfo 2016-2017
3. Anggota biasa kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Cputat
Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
ii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : M. Dahri
2. Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 10 Januari 1966
3. Ibu : Sri Hartini
4. Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 01 April 1966
5. Alamat : Jl. Mandar Dalam RT 03/05 Pondok Karya,
Pondok Aren, Tangerang Selatan
6. Anak ke : 4 dari 4 bersadara
iii
ABSTRACT
This study aimed to analyze the comparative impact of Islamic and
conventional monetary instruments towards micro, small and medium enterprises
(MSME) from January 2011 to December 2015. Two of the system was taken
because Indonesia has a dual financial system, so this study has two models. The
study employs Vector Auto Regression (VAR) model, Impulse Response Function
(IRF) and Forecast Error Variance Decompotition (FEVD). Variables used in the
conventional consist are Bank Indonesia Certificates (SBI), interest rate of
Interbank Money Market (PUAB) and interest rate of loan. While on the sharia
side variables used are Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS), Interbank
Money Market Sharia (PUAS) and Profit Loss Sharing (PLS) of financing.
The result of IRF shows conventional monetary instrument which
represented of Bank Indonesia Certificates (SBI) significantly affect to credit of
MSME positively and Islamic monetary instrument which represented of Bank
Indonesia Certificates Sharia (SBIS) significantly affect to financing of MSME
positively. The result of FEVD shows Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS) is
more likely affect to financing by Islamic banking than Bank Indonesia
Certificates (SBI) to credit by conventional banking. The result indicates that the
significant role of SBIS is more effective to monetary transmission through
funding than the role of SBI.
Keywords: Monetary Transmission Mechanism Conventional and Islamic, Islamic
and Conventional Economic Policy, MSME funding, banking Sector.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaruh
instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Januari 2011 hingga Desember
2015. Dua sistem tersebut diambil karena Indonesia memiliki dual system
financial, sehingga penelitian ini memiliki dua model. Analisis data menggunakan
model Vector Auto Regression (VAR), teknik Impulse Response Function (IRF)
dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Variabel yang digunakan
pada sisi konvensional adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga Pasar
Uang Antar Bank (PUAB), dan suku bunga kredit. Sedangkan pada sisi syariah
variabel yang digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), imbal
hasil Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), dan Profit Loss Sharing (PLS).
Berdasarkan hasil IRF menunjukkan instrumen moneter konvensional yang
diwakili oleh Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara signifikan berpengaruh
positif terhadap kredit UMKM dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara signifikan berpengaruh positif
terhadap pembiayaan UMKM. Berdasarkan hasil FEVD menunjukkan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki pengaruh yang besar pada jalur
pembiayaan perbankan syariah dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki
pengaruh yang kecil pada jalur kredit perbankan konvensional. Hal ini
mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter
melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi
moneter melalui jalur pembiayaan.
Kata Kunci: Mekanisme Tansmisi Moneter Konvensional dan Syariah,
Kebijakan Ekonomi Konvensional dan Syariah, Kredit/Pembiayaan UMKM,
Sektor Perbankan.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi
dengan judul “Analisis Perbandingan Pengaruh Instrumen Moneter Syariah
dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) di Indonesia” ini merupakan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha dan berdoa seperti
hadits Rasulullah “Man Jadda Wajada” yang artinya barang siapa yang
bersungguh-sungguh akan mendapatkannya. Urusan kita dalam kehidupan ini
bukanlah untuk mendahului orang lain, tapi untuk melampaui diri kita sendiri,
untuk memecahkan rekor diri sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan
hari yang lebih baik. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi penggugah demi
terselesaikannya skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengizinkan saya untuk dapat
berkuliah di Universitas ini dan dapat menyelesaikan studi dengan sangat
baik. Tanpa ridho dan berkah-Mu semua ini sulit terjadi.
2. Kedua orang tuaku untuk kasih sayangnya yang tulus, Ibu Sri Hartini dan
Bapak M. Dahri. Doa kalian selalu tercurahkan untuk setiap kesuksesan
langkah-langkahku. Terimakasih juga atas dukungan materi maupun
nonmateri untuk melancarkan studi ini. Tiada patut diucapkan oleh seorang
anak, kecuali doa untuk kedua orang tuanya “Rabbigfirlii Waliwalidayya
Warhamhumaa Kamaa Rabbayani Shogiiraa”.
vi
3. Bapak Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai dosen Pembimbing Akademik saya
yang telah memberikan masukkannya setiap pergantian semester.
4. Bapak Yoghi Citra Pratama, M. Si selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan cepat dan
baik. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas segala kebaikannya
dengan sebaik-baiknya balasan.
5. Bapak Yoghi Citra Pratama, M. Si selaku ketua Jurusan Ekonomi Syariah.
Semoga dapat menjadi ketua jurusan yang lebih baik lagi dalam
memajukkan Ekonomi Syariah.
6. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan MA. MM. HAH. SLM sebagai penemu teori H
bahwa petunjuk jalan lurus manusia ke Allah dengan ibadah dan penguji
ahli skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan ilmu yang
bermanfaat sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
7. Terimakasih kepada dosen-dosen Ekonomi Syariah yang telah memberikan
saya ilmu selama berkuliah di Universitas ini yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Bantuan kalian dalam menyampaikan materi yang sangat
membantu saya dalam memahami materi perkuliahan. Semoga ini dapat
menjadi nilai ibadah dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas
semua jasamu.
8. Sahabat-sahabatku “Man Jadda wajada” Riska, Awaliyah, Maya, Aliyah,
Via, Gita, Putri, Lita, Putri yang telah menemaniku dalam menempuh
perjalanan mencari ilmu dari awal semester sampai akhirnya terselesaikan
skripsi ini. Saling menyemangati dalam suka dan duka. Semoga kita semua
bisa menjadi orang sukses dan bermanfaat bagi orang sekitar. Aamiin.
9. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Syariah B angkatan 2013, yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas waktu, tawa, dan
pengalaman baru selama ini. Setiap langkah adalah cerita maka lakukanlah
yang terbaik untuk setiap langkahmu. Semoga kita semua dapat menjadi
bagian dari impian-inpian kita.
vii
10. Teman-teman seperjuangan DEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis angkatan
2015 dan HMJ Ekonomi Syariah angkatan 2016 yang telah bekerjasama dan
mendukung setiap kegiatan organisasi selama ini.
11. Seluruh anggota KKN CEMERLANG yang telah berjuang bersama-sama
selama sebulan mengabdi di Desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor.
12. Orang-orang berjasa tanpa kenal lelah atas segala pelayanan
administrasinya, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencatat dan
membalas segala kebaikannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 29 Januari 2017
Irmawati
viii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... i
ABSTACT ...................................................................................................... iii
ABSTAK ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 12
D. Batasan Masalah ........................................................................... 12
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 13
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 14
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel ....................................... 14
1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia ......... 14
ix
2. Transmisi Kebijakan Moneter Islam ....................................... 20
3. Teori H dalam Ekonomi .......................................................... 25
4. Kebijakan Moneter Konvensional ........................................... 27
5. Kebijakan Moneter Menurut Islam ......................................... 30
6. Instrumen Moneter .................................................................. 32
7. PUAB dan PUAS .................................................................... 37
8. Profit and Loss Sharing (PLS) dan Suku Bunga Bank ........... 46
9. Pembiayaan dan Kredit ............................................................ 52
10. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ......................................... 59
B. Keterkaitan Antar Variabel .......................................................... 64
C. Penelitian Sebelumnya ................................................................. 68
D. Kerangka Berpikir ........................................................................ 76
E. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 80
BAB III: METODELOGI PENELITIAN .................................................. 81
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 81
B. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 81
C. Metode Analisis Data ................................................................... 82
1. Uji Stasioneritas Data .............................................................. 83
2. Uji Lag Optimum .................................................................... 84
3. Uji Stabilitas VAR ................................................................... 84
4. Uji Kointegrasi ........................................................................ 84
5. Uji Kausalitas Granger ............................................................ 85
6. Model Empiris dalam VAR ..................................................... 85
7. Impulse Response Function (IRF) ........................................... 87
8. Variance Decomposition (FEVD) ........................................... 88
D. Model Penelitian .......................................................................... 89
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 90
x
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................... 96
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................. 96
1. Perkembangan Penyaluran Dana UMKM di Indonesia .......... 96
2. Perkembangan SBI dan SBIS .................................................. 100
3. Perkembangan PUAB dan PUAS ............................................ 103
4. Perkembangan Suku Bunga Bank dan PLS ............................. 106
B. Analisis Uji Ekonometrik ............................................................. 109
1. Uji Stasioneritas Data .............................................................. 109
2. Uji Lag Optimum .................................................................... 111
3. Uji Stabilitas VAR ................................................................... 111
4. Uji Kointegrasi ........................................................................ 112
5. Uji Kausalitas Granger ............................................................ 114
6. Uji Estimasi VAR .................................................................... 116
7. Uji Impulse Response Function (IRF) ..................................... 118
8. Uji Variance Decomposition (FEVD) ..................................... 121
C. Analisis Penelitian ........................................................................ 124
BAB V: KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ............................................... 128
A. Kesimpulan .................................................................... 128
B. Implikasi ......................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 132
LAMPIRAN ................................................................................................... 142
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Data Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Kredit,
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan Kredit UMKM
Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen
8
1.2 Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Profit Loss
Sharing Pembiayaan, Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS), dan Pembiayaan UMKM Periode 2011-2016
dalam Miliar dan Persen
9
2.1 Perhitungan Imbalan Bardasarkan Jangka Waktu 44
2.2 Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem Syariah
Lembaga Keuangan
58
2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu 71
3.1 Model Penelitian Instrumen Moneter Terhadap Penyaluran
Dana UMKM
89
4.1 Hasil Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test 110
4.2 Hasil Uji Lag Optimum 111
4.3 Hasil Uji Stabilitas sistem Vector Autoregression 112
4.4 Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model I) 113
4.5 Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model II) 113
4.6 Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi 114
4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger 114
4.8 Hasil Estimasi VAR (Model I) 116
4.9 Hasil Estimasi VAR (Model II) 117
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Saluran Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 20
2.2 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia 36
2.3 Mekanime Transmisi PUAB 39
2.4 Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah 42
2.5 Kerangka Berpikir Penelitian 79
4.1 Perkembangan Kredit UMKM dari Bank Konvensional
Periode Januari 2011 s.d. Desember2016
98
4.2 Perkembangan Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah
Periode Januari 2011 s.d Desember 2016
99
4.3 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
101
4.4 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
102
4.5 Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
104
4.6 Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
106
4.7 Perkembangan Suku Bunga Kredit Periode Januari 2011
s.d. Desember 2016
108
4.8 Perkembangan Profit Loss Sharing Pembiayaan Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
109
4.9 Hasil Impulse Response Function (Model I) 119
4.10 Hasil Impulse Response Function (Model II) 120
4.11 Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang
Kredit UMKM (CRD) Model I
121
4.12 Hasil Variace Decomposition (FEVD) Penyumbang
Pembiayaan UMKM (PYD) Model II
123
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Data dari Variabel-Variabel yang digunakan 142
2 Hasil Uji Stasioneritas Variabel 144
3 Hasil Lag Optimum Model I (Konvensional) 148
4 Hasil Lag Optimum Model II (Syariah) 149
5 Hasil Uji Stabilitas VAR Model I (Konvensional) 149
6 Hasil Uji Stabilitas VAR Model II (Syariah) 150
7 Hasil Uji Kointegrasi Model I (Konvensional) 150
8 Hasil Uji Kointegrasi Model II (Syariah) 151
9 Hasil Uji Kausalitas Grenger Model I (Konvensional) 151
10 Hasil Uji Kausalitas Grenger Model II (Syariah) 152
11 Hasil Estimasi VAR Model I (Konvensional) 152
12 Hasil Estimasi VAR Model II (Syariah) 153
13 Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model I 154
14 Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model II 155
15 Hasil Uji Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang
Kredit UMKM Model I (Konvensional)
157
16 Hasil Uji Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang
Pembiayaan UMKM Model II (Syariah)
158
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemahaman sistem ekonomi yang Islami senantiasa mengacu pada
konsep Islam yang menyeluruh atau kafah. Pendekatan Islam kafah ini
mengandung makna adanya ekspos mengenai iman, Islam, dan ihsan. Tiga
hal diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam yaitu: 1) Syahadat , 2) Shalat, 3)
Zakat dan keempat puasa serta kelima haji.
Resultan dari 3 pilar dalam Islam ini terejawantahkan pada teori dasar
ekonomi Islam yang terdiri dari: 1) Teori Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3) Teori
Maslahah. Implementasi dari pilar utama ekonomi ini sejalan dengan
perkembangan perbankan yang ada di Indonesia (Aziz, 2017).
Grand Building Theory berupa bangunan teori dari Islam Dan Ekonomi
adalah Teori TIM atau Tauhid-Ibadah-Maslahah yang berasal dari Quran
(QS. Al-Haj 22.78) sehingga memunculkan konsep utama dari pembagian
struktur ekonomi maupun keuangan..
QS. Al-Haj [22]: 78 فأقيموا الصالةوآتوا الزكاة واعتصموا بالله
Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah.
2
Tabel Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam
No Teori Tauhid Ibadah Maslahah
1 Rukun Ihsan Islam Iman
4 Fikih Aqidah Syariah Ahlak
6 Metodologi TSR Hahslm Maqashid
Syariah
7 Penemu Masudul Roikhan Ibnu
Khaldun
13 Ekonomi Kapitalis Islam Sosialis
Sumber: Aziz, 2017
Pengembangan ekonomi Islam selama ini berbasiskan pola berpikir
linier dengan pendekatan sekuler, memisahkan keilmuan dengan keagamaan,
sehingga otomatis makna ibadah tercerabut dengan sendirinya. Makna ibadah
merupakan proses yang alami dalam setiap aktivitas kehidupan manusia
termasuk ekonomi. Petunjuk mengenai ibadah yang diberikan Allah SWT
berasal dari ayat kauliyah yaitu Al-Qur‟an dan As Sunnah serta ayat kauniyah
yaitu alam semesta. Hal tersebut sesuai dengan Az-Dzariyat: 56 yang
berbunyi:
نس ال ليعبدون وما خلقت الجن وال
Artinya: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah”
Fenomena alam dan ekonomi sudah ada sejak sebelum wahyu kauliyah
diturunkan. Makna beribadah pasti sudah bisa diejawantahkan oleh pendahulu
umat sebelum Nabi Muhammad SAW, dengan mempelajari ayat kauniyah
yang terjadi dari fenomenaalam dan ekonomi tersebut. Kemudian pada era
risalah Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT fenomena alam dan ekonomi
tersebut dikodifikasi serta diintegrasikan dalam ayat kauliyah. Ayat kauliyah
3
memberikan inti kodifikasi dar keberekonomian yang ada, sedangkan detil
penjabaran para peneliti muslim wajib merujuk pada sumber utamanya.
Allah menegaskan bahwa penciptaan pasti mengandung makna ibadah,
maka ini bisa menjadi dasar bahwa kewajiban peneliti muslim untuk
menjadikan alat analisis juga terdapat nilai ibadah. Selama ini keilmuan
ekonomi mengopipastekan alat analisis dari barat seperti program linier,
regresi berganda dan lain sebagainya. Probabilitas besar terhadap alat analisis
tersebut kurang memiliki nilai ibadah karena kalangan barat membangun alat
analisis tersebut selalu meniadakan faktor agama dalam sains. Untuk itu,
peneliti muslim perlu didorong secara berjamaah, merubah konsep alat
analisis sesuai dengan model berpikir Islami, sehingga mampu memberikan
tolak ukur yamg sesuai dengan nilai Islam.
Jumlah pelaku usaha industri UMKM di Indonesia termasuk paling
banyak di antara Negara lainnya. Hingga tahun 2016, jumlah pelaku UMKM
di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan. Saat ini populasi penduduk
dengan usia produktif lebih banyak daripada jumlah lapangan kerja yang
tersedia. Hal ini memicu khususnya para pemuda untuk menciptakan
peluangnya sendiri dengan membuka bisnis. Sebagian besar tergolong
sebagai pelaku usaha sektor industri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM).
Bank Indonesia (BI) menilai porsi penyaluran kredit untuk Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih sangat minim. BI mencatat
4
sampai saat ini penyaluran kredit ke UMKM baru sebesar 19,7% terhadap
total penyaluran kredit perbankan. Jika dibandingkan dengan Negara lain
masih sangat kecil seperti di Thailand sebesar 35% dan Korea sebesar 40%.
Bank Indonesia meminta perbankan nasional untuk dapat menyalurkan
kredit UMKM-nya sebesar minimum 20% dari total kredit bank secara
bertahap. Jumlah unit usaha UMKM sendiri tercatat 57,89 juta. Angka
tersebut mendominasi total pelaku usaha dengan porsi 99,99%. UMKM
sendiri mempekerjakan sekitar 114,14 juta orang. Angka tersebut sekira
96,99% dari total lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia. Melihat hal
tersebut, UMKM memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia.
Dengan kontribusi sebesar 60,3% terhadap PDB serta 97,2% penyerapan
tenaga kerja. Pengembangan UMKM merupakan salah satu kunci untuk
mendorong pertumbuhan nasional (Nisaputra, 2016).
Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada periode
laporan Triwulan I 2016 sebesar 20,1%, meningkat dari pangsa Triwulan
sebelumnya sebesar 19,9%. Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit
UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu 45,4% dan selebihnya
kepada kredit usaha kecil 29,5% dan usaha mikro sebesar 25,2%. Menurut
jenis penggunaan, kredit UMKM terutama disalurkan untuk membiayai kredit
modal kerja sebesar 72,6%, sedangkan untuk kredit investasi tercatat 27,4%.
Pada kenyataannya perkembangan sektor UMKM di Indonesia masih
dihadapkan oleh berbagai masalah. Salah satu masalah mendasar yang
5
dihadapi adalah keterbatasan modal kerja dan investasi. Sebagian besar
pinjaman UMKM berasal dari perorangan, bukan dari lembaga keuangan
formal atau perbankan. Permodalan mereka tergantung sepenuhnya pada
tabungan sendiri atau sumber-sumber informal seperti keluarga.
Sejak tahun 1970-an, pemerintah telah memfasilitasi penyaluran dana
ke sektor usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang diawali dengan
dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen
(KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain itu Bank Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 yang
mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20% dari total kreditnya kepada
usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar
meningkatkan penyaluran dana ke sektor UMKM. Melihat besarnya peran
UMKM di Indonesia maka wajar apabila sektor ini mendapat perhatian lebih,
khususnya dari segi akses dan permodalan yang selama ini menjadi
permasalahan utama dalam pengembangan UMKM.
Baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional memiliki
tugas utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak
surplus ke pihak yang memerlukan dana secara optimal. Salah satu jalur
intermediasi perbankan adalah melalui penyaluran dana kepada UMKM,
yaitu penyaluran dana yang dialokasikan untuk investasi atau pengembangan
usaha masyarakat berskala mikro, kecil atau menengah. Pemberian kredit
kepada dunia usaha khususnya di sektor UMKM perlu ditingkatkan dalam
upaya meningkatkan peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi.
6
Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus dapat
mengelola saluran kredit dan pembiayaan secara tepat sehingga dapat
menjembatani sektor keuangan dan sektor rill. Selain itu, bank sebagai
lembaga keuangan yang dominan di Indonesia seharusnya mendukung penuh
keberadaan dan perkembangan UMKM mengingat peran UMKM yang sangat
besar bagi perekonomian (Meydianawathi, 2007:35).
Sebagai Negara yang menganut sistem moneter ganda, Bank Indonesia
telah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai
instrumen moneter syariah yang berdampingan dengan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai sebagai instrumen moneter
konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan
prinsip syariah. SBIS mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun
2008 menggantikan peran instrumen moneter syariah sebelumnya, yaitu
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Perbedaan SBIS dan SWBI hanya
terletak pada akad yang digunakan. Sebagai Instrumen moneter, SBI dan
SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen
ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada
sektor riil (Ramadhan, 2013:176).
Pembiayaan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat keuntungan
yang dapat dihimpun oleh bank syariah. Dalam kegiatan operasionalnya, bank
syariah melarang penggunaan bunga bank (riba) dan menggunakan nisbah
7
bagi hasil (profit /loss sharing contract) sebagai penggantinya. Pada
pembiayaan bagi hasil bank syariah menggunakan metode nisbah atau tingkat
bagi hasil untuk menetapkan jumlah keuntungan yang akan dibagi antara
nasabah dengan pihak bank (Nasaruddin, 2009:6). Semakin tinggi tingkat
bagi hasil berarti semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh bank dan
akan meningkatkan jumlah penyaluran pembiayaan.
Selain itu, besarnya suku bunga yang dibebankan bank konvensional
untuk berbagai kredit, sebagian besar ditentukan oleh kekuatan-kekuatan
yang berada diluar kontrol bank, yaitu suku bunga di pasar dan kekuatan
pesaing. Sehingga semakin rendah suku bunga kredit yang ditetapkan oleh
bank, akan menaikkan jumlah kredit yang akan diminta oleh nasabah,
demikian pula sebaliknya (Priambodo, 2012).
Pada operasi pasar terbuka para pelaku usaha menggunakan instrumen
keuangan jangka pendek seperti PUAB untuk perbankan konvensional dan
PUAS untuk perbankan syariah. Semakin tinggi tingkat suku bunga PUAB,
maka motivasi bank untuk tidak melepas likuiditas menjadi semakin tinggi
dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas. Begitu pula dengan PUAS,
dimana semakin besar imbal hasil PUAS maka semakin besar penempatan
dana pada instrumen PUAS sehingga mengurangi porsi penempatan dana
pada pembiayaan UMKM.
8
Tabel 1.1
Data Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Suku Bunga Kredit,
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), dan Kredit UMKM
Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen
TAHUN SBI
SUKU
BUNGA
KREDIT
PUAB KREDIT
UMKM
2011 119.777 11,98% 4,55% 458.163
2012 78.873 11,50% 4,45% 526.397
2013 91.392 12,14% 6,23% 608.822
2014 88.899 12,81% 6,12% 671.721
2015 32.300 12,48% 7,33% 739.801
2016 94.582 11,38% 4,24% 802.113
Sumber: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan data pada tabel 1.1 menunjukan kecenderungan penurunan
nilai SBI dari tahun 2011 sampai tahun 2016. Dikatakan dalam artikel IBPA
(Indonesia Bond Pricing Agency) 2015, SBI cenderung mengalami penurunan
dikarenakan aliran dana perbankan di SBI semakin surut sejalan dengan arah
kebijakan moneter Bank Indonesia, dimana BI sengaja mengurangi
penyerapan dana melalui SBI agar bank lebih giat menyalurkan kreditnya
sehingga akan berdampak pada kurs rupiah yang tetap stabil. Jika dana bank
di SBI semakin menumpuk, BI harus menanggung beban bunga yang
semakin besar. Selain itu kecenderungan mengalami penurunan juga terjadi
pada suku bunga kredit perbankan dan suku bunga PUAB hingga tahun 2016.
Lain halnya dengan variabel kredit UMKM yang menunjukan kecenderungan
kenaikan dari tahun 2011 hingga tahun 2016 yaitu sebesar 802.113 milyar.
9
Tabel 1.2
Data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Profit Loss Sharing
Pembiayaan, Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), dan
Pembiayaan UMKM Periode 2011-2016 dalam Miliar dan Persen
TAHUN SBIS PLS
PEMBIAYAAN PUAS
PEMBIAYAAN
UMKM
2011 3.476 13,64% 5,08% 71.810
2012 3.455 13,44% 4,42% 90.860
2013 4.712 13,51% 6,25% 110.086
2014 8.130 13,61% 6,30% 59.806
2015 6.280 11,35% 6,73% 50.291
2016 6.357 11,07% 6,08% 54.530
Sumber: Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan data pada tabel 1.2 menunjukan kecenderungan
peningkatan nilai SBIS dari tahun 2011 hingga tahun 2014 dengan nilai 8.130
milyar tetapi hingga tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 6.357
milyar. Begitu pula dengan variable PLS pembiayaan yang mengalami
peningkatan hingga tahun 2014 namun mengalami penurunan hingga tahun
2016 menjadi sebesar 11,07% dan pembiayaan UMKM yang mengalami
peningkatan hingga tahun 2013 sebesar 110.086 milyar dan cenderung
mengalami penurunan hingga tahun 2016 sebesar 54.530 milyar. Lain halnya
dengan variabel tingkat imbalan PUAS yang mengalami peningkatan dari
tahun 2011 hingga tahun 2015 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2016
yaitu sebesar 6,08%. Jika imbal hasil yang ditetapkan Bank Indonesia
terhadap SBIS dan PUAS relatif besar maka hal ini akan menarik perhatian
perbankan syariah untuk menempatkan dananya pada SBIS ataupun PUAS,
10
dan secara langsung akan mereduksi jumlah penyaluran dana terhadap
pembiayaan dan juga akan berakibat kepada pendapatan perbankan syariah
Penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan tentunya
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Dari berbagai studi terdahulu, faktor internal yang mempengaruhi penyaluran
kredit dari perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas.
Sedangkan dari faktor eksternal, penyaluran kredit dari perbankan
dipengaruhi oleh instrumen moneter.
Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai
salah satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Tentunya
instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka adalah SBI untuk
perbankan konvensional dan SBIS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen
tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan ketika mengalami kelebihan
maupun kekurangan likuiditas. Fasilitas tersebut dapat membantu kelancaran
perbankan dalam memenuhi likuiditas serta dapat dijadikan sebagai sarana
pengalokasian dana perbankan di Indonesia. Pada operasi pasar terbuka para
pelaku usaha menggunakan instrumen keuangan jangka pendek seperti SBI
dan PUAB untuk perbankan konvensional, SBIS dan PUAS untuk perbankan
syariah. Adanya instrumen moneter tersebut menimbulkan anomali yang
menyatakan apakah instrumen-instrumen moneter dapat mempengaruhi
secara positif maupun negatif atau tidak memberikan pengaruh terhadap
penyaluran dana ke sektor UMKM. Penyaluran dana dari perbankan ke sektor
UMKM dicerminkan melalui total kredit UMKM dari perbankan
11
konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan
suku bunga kredit dan presentase profit dan loss sharing pembiayaan adalah
variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit.
Manakah instrumen yang masih lebih efektif dalam penyaluran dana ke
sektor UMKM di Indonesia. Berangkat dari penjelasan tersebut, maka penulis
pada penelitian ini mengambil judul “Analisis Perbandingan Pengaruh
Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran
Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang akan
dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh intrumen moneter konvensional terhadap kredit
UMKM di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan
UMKM di Indoensia?
3. Bagaimana perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dalam
mempengaruhi pembiayaan UMKM dan pengaruh instrumen moneter
konvensional dalam mempengaruhi kredit UMKM di Indonesia?
12
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen konvensional terhadap kredit
UMKM di Indonesia.
2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen syariah terhadap pembiayaan
UMKM di Indonesia.
3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah
dalam mempengaruhi pembiayaan UMKM dan pengaruh instrumen
moneter konvensional dalam mempengaruhi kredit UMKM di
Indonesia?
D. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan
mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat
perlu dibatasi variabelnya. Oleh karena itu, penulis membatasi diri dengan
menggunakan 2 (dua) model dalam penelitian ini, yaitu instrumen moneter
konvensional dan isntrumen moneter syariah.
Dengan model pertama yaitu instrumen moneter konvensional yang
terdiri dari data SBI, suku bunga PUAB, dan suku bunga kredit terhadap
kredit UMKM pada perbankan konvensional di Indonesia, dan model kedua
yaitu instrumen moneter syariah yang terdiri dari data SBIS, imbal hasil
13
PUAS, dan profit loss sharing terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan
syariah di Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan atau inspirasi dan pedoman
bagi peneliti lainnya yang berminat di bidang ini:
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk
menyelaraskan ilmu pengetahuan yang didapat dalam kegiatan
akademik sehingga dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dalam
bidang ekonomi syariah dengan konsentrasi ekonomi moneter syariah.
2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi untuk penelitian selanjutnya dikemudian hari, serta
dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk melakukan
penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode yang lain.
3. Bagi universitas, penelitian ini juga dapat dipergunakan untuk
menambah bahan pustaka dalam mengembangkan kualitas pendidikan
universitas tersebut dalam masa yang akan datang.
4. Bagi pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
lebih mendalami serta mengevaluasi kebijakan instrumen moneter
syariah dan konvensional yang diterapkan dan atau untuk merumuskan
kebijakan instrumen baru.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel
1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya
menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank
sentral mempengaruhi berbagai aktifitas ekonomi dan keuangan
sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan.
Secara spesifik, Taylor (1995) mengatakan bahwa transmisi kebijakan
moneter adalah “The process through which monetary policy decision
are transmitted into changes in real GDP and inflation” (Warjiyo,
2004:4).
Kompleksitas mekanisme transmisi kebijakan moneter juga
berkaitan dengan perubahan pada peran dan cara kerjanya saluran-
saluran transmisi moneter dalam perekonomian. Pada perekonomian
terbuka, perkembangan ekonomi dan keuangan di suatu Negara akan
dipengaruhi pula oleh perkembangan ekonomi dan keuangan Negara
lain melalui perubahan nilai tukar, volume ekspor impor, ataupun
besarannya arus dana masuk dan keluar dari Negara yang bersangkutan.
Pada kondisi demikian, peranan saluran yang lain, seperti suku bunga,
kredit, dan nilai tukar juga semakin penting dalam transmisi kebijakan
15
moneter. Peran saluran harga aset seperti obligasi dan saham dan
saluran ekspektasi juga semakin perlu diperhatikan (Warjiyo, 2004:6).
Menurut warjiyo (2004:7), transmisi moneter saling berkaitan
dengan proses perputaran uang dalam perekonomian. Transmisi
kebijakan moneter pada dasarnya menunjukkan interaksi antar bank
sentral, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan pelaku ekonomi
di sektor riil melalui dua tahap proses perputaran uang, yaitu interaksi
yang terjadi di pasar keuangan dan interaksi yang berkaitan dengan
fungsi intermediasi.
Dalam perkembangan lanjutan, dengan kemajuan dibidang
keuangan dan perubahan dalam struktur perekonomian, terdapat lima
saluran mekanisme transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang,
saluran suku bunga, saluran harga aset, saluran kredit dan saluran
ekspektasi. Berikut penjelasan yang lebih rinci (Warjiyo, 2004:14).
a. Saluran Uang
Melalui saluran uang mengacu pada dominasi peran uang
dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh quantity
teory of money (Fisher, 1991). Teori ini pada dasarnya
menggambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis
hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan uang
beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang
dikenal sebagai “the equation of exchange” sebagai berikut:
16
MV = PT
Dalam keseimbangan jumlah uang beredar yang digunakan
dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan
jumlah output nominal, dihitung dengan harga yang berlaku yang
ditransaksikan dalam ekonomi (PT). Mekanisme transmisi saluran
uang dibagi dalam dua tahap proses perputaran uang tersebut.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran
uang dimulai dengan tindakan bank sentral mengendalikan uang
primer sesuai dengan sasaran akhir yang ingin dicapai. Kemudian
dengan proses money multiplier ditransmisikan ke jumlah uang
beredar (M1 dan M2) sesuai dengan permintaan masyarakat. Pada
akhirnya uang beredar akan mempengaruhi berbagai kegiatan
ekonomi, khususnya inflasi dan output riil karena peranannya
untuk pemenuhan kebutuhan transaksi ekonomi oleh para pelaku
ekonomi.
b. Saluran Kredit
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran
kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan
masyarakat dalam bentuk uang beredar (M1 dan M2) oleh
perbankan selalu disalurkan sebagai kredit kepada dunia usaha.
Perbedaan antara saluran uang dengan saluran kredit terletak pada
tahapan selanjutnya dari proses perputaran uang dalam ekonomi.
17
Saluran kredit menekankan pentingnya pasar kredit yang tidak
selalu dalam kondisi keseimbangan karena adanya assymetric
information atau sebab-sebab lain.
Terdapat dua jenis saluran kredit yang mempengaruhi
transmisi kebijakan moneter dari sektor keuangan ke sektor riil,
yaitu kredit bank dan neraca perusahaan. Perkembangan kredit
perbankan selanjutnya akan berpengaruh pada inflasi dan sektor riil
melalui perkembangan investasi dan konsumsi.
c. Saluran Suku Bunga
Aspek ini lebih mementingkan aspek harga di pasar keuangan
terhadap berbagai aktifitas ekonomi disektor riil. Tahap pertama
pada saluran ini adalah kebijakan moneter yang ditempuh bank
sentral akan mempengaruhi perkembangan suku bunga jangka
pendek di pasar uang (misalnya suku bunga SBI dan PUAB) di
pasar uang rupiah. Tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor
keuangan ke sektor riil akan tergantung pada pengaruhnya terhadap
permintaan konsumsi dan investasi dalam perekonomian.
d. Saluran Nilai Tukar
Transmisi saluran ini menekankan pentingnya pengaruh
perubahan hara aset finnsial terhadap berbagai aktifitas ekonomi.
Aset finansial berbentuk valuta asing, selanjutnya perkembangan
nilai tukar dan dana aliran dana luar negeri tersebut akan
18
berpengaruh pada output riil dan inflasi Negara. Perubahan
perkembangan nilai tukar pasar valuta asing pengaruh tidak
langsung terhadap nilai tukar tersebut karena kebijakan moneter
akan mempengaruhi perkembangan suku bunga di pasar, yang
selanjutnya berpengaruh terhadap besarnya aliran dana ke luar
negeri serta permintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
Pada tahap selanjutnya, pengaruh nilai tukar terhadap inflasi
juga dapat terjadi secara langsung karena perkembangan nilai tukar
mempengaruhi pola pembentukan harga oleh perusahaan dan
ekspektasi inflasi di masyarakat, maupun secara tidak langsung
terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi komponen
ekspor impor dalam permintaan agregat. Perkembangan ini akan
berdampak pada besarnya output riil dalam ekonomi yang pada
akhirnya akan menentukan besarnya tekanan inflasi dari sisi
kesenjangan output.
e. Saluran Harga Aset
Kebijakan moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan
harga-harga aset lain, baik harga aset financial seperti yield obligasi
dan harga saham, maupun aset fisik khususnya harga property dan
emas. Perubahan suku bunga dan nilai tukar maupun besarnya
investasi di pasar uang rupiah dan valuta asing akan berpengaruh
pula terhadap volume dan harga obligasi, saham, dan aset fisik
19
tersebut, dan selanjutnya perkembangan tersebut akan berdampak
pada berbagai aktifitas di sektor riil. Pengaruh harga aset pada
konsumsi dan investasi akan mempengaruhi pula permintaan
agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat output riil dan
inflasi dalam ekonomi.
f. Saluran Ekspektasi
Para pelaku ekonomi, dalam menentukan tindakan bisnisnya
akan mendasarkan pada prospek ekonomi dan keuangan ke depan.
Berdasarkan kebijakan moneter yang ditempuh oleh bank sentral
akan memunculkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi,
akibatnya akan mempengaruhi tindakan masyarakat untuk
melakukan aktifitas pada sektor riil. Pada permintaan agregat
tingkat suku bunga akan menentukan besarnya konsumsi dan
investasi.
Sedangkan pada penawaran agregat terjadi melalui pola
pembentukan harga produk. Sehingga pengaruh ekspektasi inflasi
terhadap permintaan dan penawaran agregat akan menentukan
tingkat inflasi dan output riil dalam ekonomi. Dengan demikian
semakin kredible kebijakan moneter, semakin rendah pula distorsi
yang ditimbulkannya baik terhadap perkembangan output riil
maupun efektifitas kebijakan moneter dalam pencapaian sasaran
inflasi tersebut.
20
Inflasi
Harga
Traded
Goods
Tekanan
Inflasi
Domestik
Output
Gap
Uang
Beredar
Permint
aan
Agregat
Permintaa
n
Eksternal
Permintaa
n
Domestik
INSTRUMEN
KEBIJAKAN
MONETER
Nilai Tukar
Ekspektasi
Harga Aset
Kredit Bank
Suku Bunga
Pasar
Gambar 2.1
Saluran Transmisi Kebijakan Moneter di Indoneisa
Sumber: Priadi Asmanto, 2006
2. Transmisi Kebijakan Moneter Islam
Ontologi dari konsep Kaffah adalah Islam. Bahwa sistem
kehidupan yang ada pada diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam
semesta berawal dari konsep Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan
awal adalah Islam. Kata Islam memiliki akar dari 3 huruf, yaitu “s” atau
“sin”, huruf “i” atau “lam” dan “m” “mim” (Aziz, 2015). Ada ayat yang
mendukung makna ontologi dari Islam pada Q.S Ali Imran (3) ayat 19:
سلم وما اخ ال ين عند للاه تلف الذين اوتوا الكتب ال من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ان الد
ساب ال ي س ان للاه بايت للاه ومن يك
21
Artinya: “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah
Islam”.
Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin
ilmu secara bersamaan, yaitu ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh
muamalat. Sumber fiqh muamalat adalah wahyu yang didasarkan pada
petunjuk Al-Qur‟an, Hadist Nabi dan sumber ilmu ekonomi Islam
adalah pikiran manusia (akal). Wahyu dalam Islam merupakan sumber
ilmu pengetahuan dan sekaligus penuntun (guide) dalam kehidupan
manusia, karena ia merupakan emanasi kebenaran yang bersumber dari
kebenaran yang sejati. Sedangkan akal merupakan instrumen untuk
mencapai pengetahuan, alat untuk mempersepsi, memahami,
mengamati, menerima, membedakan, dan menimbang mashlahat serta
mafsadat (Aziz, 2008). Dalam ontologi dari semua ciptaan atau
makhluk atau alam semesta adalah sistem dan sistem dasar yang
bernama Islam. Pada dasar dari sistem ini (Islam) maka unsur sub
sistem yang ada telah diciptakan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia
atau makhluk lainnya (Aziz, 2015).
Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang holistik, komprehensif
atau menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang
menjadi epistimologi dari konsep institusi keuangan yang
dikembangkan, yaitu Kaffah. Institusi keuangan yang kaffah merupakan
epistimologi yang muncul karena beranggapan bahwa konsep dasar
22
kehidupan adalah Islam dan Islam dianggap suatu sistem (Aziz, 2015).
Epistimologi ini didukung oleh Q.S Al Baqarah (3): 208 yang berbunyi:
لم کاة ول تتبعوا خطوت الشيطن انه لـ بينيايها الذين امنوا ادخلوا ى الس کم عدو م
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Secara epistimologi dalam istilah ekonomi, ekonomi berasal dari
bahasa Yunani yaitu kata oikonomia, kata oikonomia berasal dari dua
kata oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan.
Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga, yang
dalam bahasa Inggris disebut economics (Samuelson, 2004: 3). Kata
economics tidak ditemukan dalam Al-Qur‟an. Menurut Hans Wehr
(1961) yang diedit oleh J. Milton Cowan, dijumpai kata dasar “qa sha
da”, yang dilahirkan “qasd” yang berarti (endeavor, aspiration,
intentions, intent, design, purpose, resolution, object, goal, aim, end,
frugality, thrift, dan economy), “qasdan” (intentional, intendend),
“qasid” (aspired, desired, zimed at, intended), “maqshid” atau
“maqashid” (destination), dan iqtishad” (saving, economization,
refrencment, thriftness, thrift, providence, economic). Dari sini lahirlah
istilah “ilm al iqtishadi” (ilmu ekonomi) dan “al-iqtishadiyah” (the
economy). Secara terminologi, Samuelson mendefinisikan ilmu
ekonomi sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan
23
dengan pemanfaatan sumber-sumber perspektif yang langka untuk
memproduksi barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk di
konsumsi (Samuelson, 2004: 3).
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi tersebut, maka Islam sebagai
sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan tentu saja
mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam kaitan ini Yusuf Halim al
Alim (1975) mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “ilmu-ilmu
tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalil
yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan, dan cara-cara
membelanjakan harta”. Definisi ini menunjukkan bahwa fokus kajian
ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku muamalah masyarakat
Islam yang sesuai dengan Al-Qur‟an, Sunnah, Qiyas, dan Ijma‟ dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah.
Diawali dari ontologis berupa Islam sebagai alasan kehidupan
termasuk ekonomi, kemudian epistimologi yang digunakan adalah
kaffah sebagai suatu sistem dalam institusi keuangan dan terakhir
adalah aksiologi yang lebih sederhana berupa penerapan dalam
pengembangan institusi, yaitu adanya keseimbangan dari dua hal.
Dalam aksiologi ini, hubungan tersebut selalu ada dua hal yang
merupakan hubungan antara fungsi horizontal dan struktur vertikal.
Munculnya Islam, membentuk konsep kaffah yang memiliki dua sisi
berdampingan secara fitrah. Dua hal ini dianalogikan sebagai hal yang
24
berbeda seperti laki-laki dan perempuan, terang dan gelap (Aziz, 2015).
Sesuai Q.S Yasin (36): 36 menyatakan dua hal:
ا ل يعلمون ض ومن انسهم ومم بت ال ا تن ن الذي خلق الزواج كلها مم سب
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-
pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.
Menurut Islahi (2004), transmisi kebijakan moneter muncul sejak
munculnya otoritas moneter yang terpisah dari otoritas fiskal. Otoritas
moneter berkembang sejalan dengan berkembangnya bank sentral dari
bank sirkulasi (menerbitkan uang kertas dan fiat money) yang ditandai
oleh munculnya Bank of England (BOE) pada tahun 1694 (Capie,
1994). Karena uang kertas sifatnya inflatoir (karena tidak memiliki niai
intrinsik), maka tugas bank sentral berkembang termasuk mengatur
jumlah uang yang beredar untuk mengendalikan nilai mata uang atau
inflasi. Hal ini tidak diperlukan ketika uang yang digunakan adalah
uang intrinsic, seperti Dinar emas dan Dirham perak di masa masih
adanya kekhalifahan Islam. Khilafah Islamiyah terakhir yaitu Dinasti
Utsmaniyah di Turki, runtuh pada tahun 1924 (Ascarya, 2012:296).
Menurut Siddiqui (2007), setting institusi keuangan Islam
kontemporer tidak jauh berbeda dengan setting institusi keuangan
konvensional yang sudah established, sehingga instrumen-instrumen
kebijakan moneter Islam juga banyak yang mirip dengan instrumen-
25
instrumen kebijakan moneter konvensional. Namun, karena cara kerja
instrumen kebijakan moneter Islam memiliki persamaan dan berbedaan
prinsip dengan cara kerja instrumen kebijakan moneter konvensional,
transmisi kebijakan moneter Islam dapat sama atau berbeda dengan
transmisi kebijakan moneter konvensional. Menurut Chapra (1985),
tidak mendiskusikan secara spesifik masalah transmisi kebijakan
moneter Islam ini. Perkembangan teori moneter Islam selanjutnya juga
belum ada yang menyinggung tentang transmisi kebijakan moneter
Islam, termasuk pass-through atau jalur-jalurnya (Ascarya, 2012:296).
3. Teori H dalam Ekonomi
Konsep dalam alat analisis ekonomi memperoleh apresiasi dari
berbagai sudut pandang. Ada yang memulai dari filosofi tauhid, ada
yang berangkat dari perspektif mashlahah dan ada pula yang melihat
dari makna ibadah. Dalam teori H yang merupakan singkatan dari
HAHSLM menggunakan sudut pandang makna ibadah. Definisi teori H
dari kata HAHSLM menurut Aziz (2015) adalah:
a. Secara sempit, teori H diartikan sebagai teori dasar tiga dominan
dengan konteks tertentu dalam lima dimensi susunan invariant.
b. Secara luas, penggunaan paling umum teori H dapat diartikan
sebagai teori konsep dasar pola penciptaan dengan hubungan
tertentu. H berasal dari rumus H=A.H(S,L,M). Al-Qur‟an surat
Hijr, juga singkatan dari Huda atau Hidup.
26
Sedangkan makna teori H antara lain (Aziz, 2015):
a. Sebuah himpunan utuh atau sistem menyeluruh atau bagian
terintegrasi akan terdiri dari 3 (tiga) unsur utama yaitu primer
(pencipta/intermediari), sekunder (ciptaan/penerima) dan tertier
(ibadah/pemancar) yang bisa bermuatan positif atau negatif.
b. Tiga untur tersebut akan memenuhi pernyataan bahwa sekunder
dibawah primer akan melakukan tertier (manusia diciptakan Tuhan
untuk beribadah).
Untuk mengetahui filosofi dari teori H ini diperlukan pendalaman
mengenai ontologinya yang selalu dikaitkan dengan Islam baik secara
harfiah maupun secara maknawi. Selanjutnya perkembangan
epistimologi dalam institusi Islam yang kaffah seperti perbankan
syariah menghadirkan terminologi baru menjadi suatu pendekatan lebih
komprehensif. Secara umum filosofi teori H dapat dilogikakan secara
berurut bahwa latar belakang teori ini adalah nilai Islam dengan konsep
yang menyeluruh melalui cra yang seimbang dengan
mengejawantahkan makna ibadah dalam kehidupan.
Hal ini sesuai dengan isi Al-Qur‟an yang berbunyi „silmi kaffah‟,
dengan penjelasan bahwa kata „silmi‟ merupakan derivasi dari huruf sin
lam mim. Kata dasar „sinlammim‟ ini secara umum merupakan salah
satu solusi untuk menembus pengembangan konsep dalam rangka
memecahkan permasalahan mendasar. Hal ini perlunya suatu metode
27
yang lebih baik untuk menjadikan perimbangan dalam mengatasi
keterbatasan metodologi dalam studi Islam.
4. Kebijakan Moneter Konvensional
Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau
mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (lebih
baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Yang dimaksud dengan
kondisi yang lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan
atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui
kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau
mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan
kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi
(Rahardja dan Manurung, 2002:435).
Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar,
maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif.
Sebaliknya, jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh
kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan uang ketat (Rahardja dan
Manurung, 2002:435). Jumlah uang beredar dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Jumlah uang yang beredar = Alat likuiditas atau uang tunai
Cadangan wajib minimum
28
Menurut Rahardja dan Manurung (2002: 435-437), ada tiga
instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan moneter, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka adalah
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara
menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Jika
ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah
menjual surat-surat berharga, dan jika ingin menambah jumlah
uang yang beredar maka pemerintah membeli kembali surat-surat
berharga tersebut. Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan
dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
Surat Berharga Pasar Uang (SPBU).
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskontro adalah
tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum
yang meminjam ke bank sentral. Jika pemerintah ingin menambah
jumlah uang yang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat
bunga pinjaman (tingkat diskonto). Sebaliknya jika ingin menahan
laju pertambahan uang beredar, pemerintah menaikkan bunga
pinjaman.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
29
Penetapan ratio cadangan wajib dapat mengubah jumlah uang
beredar, jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan
bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya.
Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%, maka
untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat
mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima
perbankan. Dengan demikian anga multiplier uang dari sistem
perbankan adalah 10. Jika rasio wajib diperbesar menjadi 20%, maka
untuk setiap unit deposito yang diterima, sistem perbankan hanya
dapat menyalurkan kredit sebesar 80%. Angka multiplier uang dari
sistem perbankan turun menjadi 5.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba
mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar. Misalnya,
gubernur Bank Indonesia dapat memberi saran agar perbankan
berhati-hati dalam memberikan kredit atau membatasi keinginannya
meminjam uang dari bank sentral (berhati-hati menggunakan
fasilitas diskontro).
Selain instrumen kebijakan moneter tersebut, terdapat pula
kebijakan moneter Plafon Credit Policy (politik pagu kredit) artinya
kebijakan untuk memperketat atau mempermudah dalam pembelian
pinjaman kepada masyarakat.
30
5. Kebijakan Moneter Menurut Islam
Menurut Chapra (2000:134), strategi dalam perekonomian Islam
sangat diperlukan, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari
motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada
umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya.
Permintaan uang pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga
pada perekonomian kapitalis. Penghapusan bunga dan kewajiban
membayar zakat dengan laju 2% per tahun tidak saja meminimalkan
permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga,
tetapi dapat memberikan stabilitas yang lebih besar bagi permintaan
total terhadap uang.
Preferensi likuiditas yang terjadi karena motif spekulasi akan
kurang berarti dalam sebuah perekonomian Islam. Stabilitas yang relatif
lebih besar dalam permintaan uang untuk tujuan transaksi akan
cenderung mendorong stabilitas yang lebih besar bagi kecepatan
peredaran uang dalam suatu fase daur bisnis dalam sebuah
perekonomian Islam dan dapat diperkirakan perilakunya secara lebih
baik. Karena itu, variabel yang digunakan dalam suatu kebijakan
moneter yang diformulasikan dalam sebuah perekonomian Islam adalah
cadangan uang daripada suku bunga. Oleh karena itu suplai uang dalam
perekonomian. Praktik-praktik monopolistik perlu dihilangkan dan
setiap usaha harus dilakukan untuk menghapuskan kekakuan struktural
31
dan menggalakan semua faktor yang mampu menghasilkan peningkatan
barang dan jasa (Chapra, 2000:136).
Menurut Chapra (2000:137), untuk menjamin bahwa
pertumbuhan moneter mencukupi dan tidak berlebihan, perlu
memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter.
Pertama adalah membiayai defisit anggaran, ekspansi deposito melalui
penciptaan kredit pada bank-bank komersial dan bersifat eksternal atau
menggunakan surplus neraca pembayaran.
Menurut Chapra (2000:141), dalam kerangka strategi yang
dijelaskan diatas, dapat diajukan mekanisme kebijakan moneter yang
tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama dengan
permintaan riil terhadap uang, tetapi juga membantu memenuhi
kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang benar-benar riil
dan mencapai sasaran sosio-ekonomi masyarakat Islam lainnya.
Menurut Chapra (2000:2), tujuan kebijakan moneter Islam adalah
kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang optimum, keadilan sosio-ekonomi dengan
pemerataan distribusi pemdapatan dan kesejahteraan, stabilitas nilai
uang sehingga kemungkinan medium of exchange dapat dipergunakan
sebagai suatu perhitungan, patokan yang stabil, serta penagihan yang
efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
32
Pada kesimpulannya dalam kebijakan moneter menurut Islam,
ketersediaan sebagian instrumen tradisional kebijakan moneter tidak
harus menimbulkan persoalan serius dalam mengelola suatu kebijakan
moneter yang efektif dengan syarat bahwa realisasi uang berdaya tinggi
diatur dengan baik pada pusatnya. Hal ini dengan sendirinya
mengandung arti bahwa dalam sistem Islam seperti halnya pada sistem-
sistem yang lain, kerjasama antar bank sentral dan pemerintah sangat
diperlukan. Apabila pemerintah tidak bertekad memiliki stabilitas harga
sebagai suatu sasaran kebijakan yang tidak dapat diatur pada pusatnya,
penyesuaian minor yang diperlukan karena perubahan kondisi
perekonomian atau karena terjadi kesalahan dalam memprediksi harus
dilakukan oleh bank sentral melalui penggunaan instrumen yang apa
adanya (Chapra, 2000:15).
6. Instrumen Moneter
Operasi Pasar Terbuka merupakan instrumen kebijakan tidak
langsung yang penting karena melalui OPT bank sentral dapat
mempengaruhi sasaran operasionalnya (yaitu suku bunga dan jumlah
uang beredar) secara lebih efektif. Dikatakan demikian karena sinyal
arah kebijakan moneter dapat disampaikan melalui OPT, yang
pelaksanaannya dilakukan secara terbuka dan pembentukan suku
bunganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Dilakukan atas inisiatif
bank sentral dengan frekuensi dan kuantitas sesuai yang diinginkan.
33
OPT berbentuk kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral
(Ascarya, 2005:17).
a. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank
Indoneisa Syariah (SBIS) merupakan bagian dari instrumen
Operasi Pasar Terbuka (OPT). Dilansir dalam Wikipedia (2015)
yang dimaksud dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah
surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan
sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai
Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap
kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang
berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme
pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI
menggunakan mekanisme BI rate yaitu Bank Indoneisa
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank
Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini
kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam
mengikuti pelelangan.
34
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki karakteristik utama
dalam peranannya sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka
(OPT). berdasarkan surat edaran Bank Indonesia tahun 2006, yaitu:
1) SBI memiliki satuan unit sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah);
2) Jumlah waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam
jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi
sampai dengan jatuh tempo waktu;
3) SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
4) SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless);
5) SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder;
6) Nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni;
7) Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto =
Nilai Nominal – Nilai Tunai.
b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Di Indonesia menganut sistem transmisi moneter ganda,
maka dalam OPT terdapat pula Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) sebagai instrumen moneter syariah. Menurut Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang
Sertifikat Bank Indonesia Syariah. SBIS adalah surat berharga
berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata
35
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Menggunakan akad ju’alah, berdasarkan fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga
dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah,
musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah;
2) Satuan unit sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
3) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan;
4) SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless);
5) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia;
6) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekuder.
Sedangkan menurut Arifin (2009:198), Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS
merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada Bank Syariah
yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter.
Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berdasarkan
prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) dan dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi
bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas (Ridho, 2014:26).
36
Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan piranti
instrumen moneter yang dilakukan Bank Indonesia dalam rangka
mengurangi jumlah uang beredar dalam mekanisme perbankan
syariah. Perbedaan yang mendasar dari SBI Syariah dengan SBI
konvensional adalah dari penerapan mekanismenya. SBI Syariah
menerapkan sistem imbalan dan SBI konvensional menggunakan
mekanisme suku bunga/diskonto (Ridho, 2014:27).
Gambar 2.2
Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Sumber: Ascarya, 2012
Pada gambar 2.2 menjelaskan bahwa dalam rangka mencapai
tujuan akhir kebijakan moneter yaitu pengendalian output dan inflasi,
instrumen moneter syariah yang menggunakan bagi hasil atau margin
dan instrumen moneter konvensional yang menggunakan suku bunga
akan mempengaruhi kredit dan pembiayaan melalui suku bunga
pinjaman dan bagi hasil atau margin pembiayaan. Dengan demikian,
37
dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-through lebih tepat
disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk
konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk
syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin.
7. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS)
Menurut Syafi‟I (2001:183), pasar uang (money market) adalah
dimana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Pasar
valuta asing adalah (foreign exchange market) adalah pasar dimana
diperdagangkan surat-surat berharga dalam satu mata uang dengan
melibatkan mata uang lain. Dalam sistem moneter ganda, terdapat 2
(dua) pasar uang yaitu Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang
Antarbank Syariah (PUAS).
a. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Pasar uang antar bank (PUAB) atau sering disebut dengan
Interbank Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk
mendorong pengembangan pasar uang. Pasar uang antar bank
sendiri adalah tingkat suku bunga yang ditentukan dan dikenakan
oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman di pasar
uang antar bank atas penerbitan PUAB. Suku bunga tersebut diukur
dalam persen. Dalam hal ini, bank yang kelebihan dana (surplus
38
unit) akan meminjamkan dana kepada bank yang kekurangan dana
dengan memberikan kompensasi tingkat suku bunga tertentu.
Bank pelaku transaksi PUAB adalah bank-bank umum yang
menjadi anggota JIBOR (Jakarta Interbank Offered rate),
penentuan tingkat suku bunga PUAB disesuaikan dengan tingat
suku bunga pasar. Berdasarkan Perpu BI No. 6/11/PBI/2004
tentang penjaminan PUAB, yaitu dalam rangka program
penjaminan oleh Bank Indonesia, bagi bank yang memberikan suku
bunga PUAB lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang
ditetapkan maka pemerintah hanya menjamin PUAB sebesar pokok
pinjaman ditambah bunga sesuai dengan suku bunga maksimum
yang ditetapkan. Proses transaksi peminjaman dana PUAB hanya
berlangsung dalam jangka pendek antara satu hingga tujuh hari,
karena dana PUAB ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan
harian.
Pasar uang antar bank (PUAB) merupakan media pertama
bagi transmisi kebijakan moneter. Melalui transaksi pinjaman antar
bank yang sebagian besar berjangka pendek (harian/overnight)
sinyal kebijakan moneter ditransmisikan (disalurkan) kepada suku
bunga instrumen lainnya di pasar keuangan. Dalam kerangka
inflation targeting, Suku bunga jangka pendek antara satu hari
hingga tujuh hari. PUAB terdiri dari Rupiah Pagi, PUAB Rupiah
Sore, dan PUAB valas.
39
PUAB menjadi salah satu pilihan target operasional
kebijakan moneter karena peranannya yang semakin penting dalam
mempengaruhi stabilitas harga. Melalui intervensi pasar uang
secara periodik bank sentral mempengaruhi level reserve bank–
bank sekaligus mengendalikan volatilitas suku bunga agar
mencapai target yang dikehendaki. Sedangkan bagi perbankan,
PUAB menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan
likuiditas harian (Utami, 2011:26).
Gambar 2.3
Mekanisme Transmisi PUAB
Sumber: Bank Indonesia UOPM (Urusan Operasi Pengendalian
Moneter)
Berdasarkan gambar 2.3 dapat dijelaskan bagaimana
mekanisme transmisi PUAB, sebagai berikut:
40
1) Sarana pinjam meminjam dan yang dilakukan antar bank
dengan menggunakan sarana tertentu. Setiap bank peminjam
akan menerbitkan promes, sedangkan bank pemberi pinjaman
akan menerbitkan nota kredit.
2) Mekanisme PUAB diawali dengan adanya pemberian limit
atau batasan jumlah dana dan waktu antar bank satu dengan
bank yang lainnya. Bank sebagai pemberi pinjaman pada saat
meminjamkan dana pada suatu bank akan memperhatikan
total aset, tingkat kesehatan bank, kemampuan likuiditasnya,
manajemen dan hubungan kerja (kelompok/individu).
3) Setelah itu, akan dilakukan perjanjian dan persetujuan (deal),
sehingga bank sebagai peminjam akan memperhatikan
likuiditas yang ada di pasar dan risiko yang dialami oleh bank
pemberi pinjaman.
4) Jika persetujuan ini telah tercapai maka pihak lending bank
30 menit setelah kliring retur selesai harus menyerahkan
bilyet giro Bank Indonesia untuk memindahkan dananya ke
rekening peserta yang meminjam sejumlah transaksi yang
disetujui kedua belah pihak.
5) Pihak borrowing bank mengeluarkan surat promes yang
ditunjukkan pada lending bank, yaitu pernyataan janji akan
membayar kemabali dana transaksi tersebut pada waktu yang
disebutkan dalam surat promes tersebut.
41
b. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Menurut fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002,
pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka
pendek antar perserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Mennurut Pasal 1 bulir (4) Peraturan Bank Indonesia No.
7/26/PBI/2005 pengertian PUAS adalah kegiatan investasi jangka
pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip
mudharabah. Sedangkan pengertian mudharabah pada Pasal 1
bulir (5) PBI tersebut adalah perjanjian antara penanam dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh
keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kdua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
(Wardyaningsih dkk, 2005:142).
Instrumen yang digunakan dalam PUAS saat ini adalah
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank (IMA). Hal ini berarti
akad yang digunakan adalah mudharabah (bagi hasil) di mana
keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan
penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS adalah rata-rata
tertimbang tingkat indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah
antarbank yang terjadi di PUAS, yang tercatat pada Pusat Informasi
Pasar Uang (PIPU).
42
Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis
syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi
dan ketentuan-ketentuan berdasarkan syariah. Untuk memahami
mekanisme Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.4
Skema Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
Sumber: Muhammad, 2005:39
Berdasarkan gambar 2.4 dapat dijelaskan skema Pasar Uang
Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) dengan
menggunakan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank (IMA)
sebagai piranti yang digunakan dalam PUAS, sebagai berikut:
1) Bank penanam dana pada sertifikat IMA melakukan
pembayaran kepada bank penerbit dengan menggunakan nota
43
kredit melalui kliring, bliyet giro Bank Indonesia atau
transfer dana secara elektronis, desertai tembusan sertifikat
IMA.
2) Pemindahan sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank
penanam dana pertama, sedangkan dana kedua tidak
diperkenankan lagi memindahtangankan kepada bank lain
sampai berakhirnya jangka waktu. Agar bank penerbit
sertifikat wajib memberitahuakan kepemilikan sertifikat
tersebut kepada bank penerbit.
3) Pada saat sertifikat IMA jatuh waktu, penyelesaian transaksi
dilakukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran
kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal
investasi, sedangkan imbalan dibayar pada awal bulan
berikutnya. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank
Indonesia atau transfer dana secara elektronis.
4) Selanjutnya, perhitungan imbalan sertifikat IMA dihitung
berdasarkan tingkat realisasi imbalan sertifikat IMA mengacu
pada tingkat imbalan deposito investasi mudharabah pada
bank penerbit sesuai dengan jangka waktu penanaman.
Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal
bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito
investasi mudharabah pada bank penerbit imbalan dimaksud sesuai
44
dengan jangka waktu deposito investasi mudharabah seperti terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Penghitungan Imbalan Berdasarkan Jangka Waktu
Jangka Waktu Sertifikat IMA Tingkat Imbalan yang digunakan
1 hari s.d. 30 hari Deposito Investasi Mudharabah 1
bulan
32 hari s.d. 90 hari Deposito Investasi Mudharabah 3
bulan
Sumber: Muhammad, 2005:394)
Rumus perhitungan imbalan sertifikat IMA adalah sebagai
berikut: X = P x R x t/360 x k
Keterangan:
X: Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank penanam dana,
P: Nilai nominal investasi, R: Tingkat realisasi imbalan deposito
investasi mudharabah (sebelum didistribusikan), t: Jangka waktu
investasi, dan k: Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana.
c. Perbandingan PUAB dengan PUAS
Dari seluruh uraian tentang PUAS diatas, maka dapat kita
tarik perbandingan antara Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah (PUAS) dengan Pasar Uang Antarbank
45
Konvensional (PUAB). Dalam perbandingan ini dapat kita lihat
persamaan dan perbedaan antara keduanya.
Pada prinsipnya terdapat persamaan antara PUAS dengan
PUAB. Persamaan tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Keduanya merupakan instrumen likuiditas yang fungsinya
memudahkan perbankan yang mengalami kesulitas likuiditas,
baik berupa kekurangan maupun kelebihan likuiditas.
2) Keduanya memiliki jangka waktu paling lama 90 hari atau
merupakan investasi jangka pendek.
3) Pembayaran dapat dilakukan dengan nota kredit atau melalui
kliring atau bilyet giro BI atau transfer dana secara elektronis.
Perbedaan antara PUAS dengan PUAB tampak pada
beberapa hal sebagai berikut:
1) PUAS tidak mendasarkan transaksinya pada suku bunga
melainkan pola bagi hasil. Sedangkan PUAB seluruhnya
berdasarkan transaksinya pada bunga.
2) Peserta PUAS meliputi bank syariah dan bank konvensional,
sedangakan PUAB hanya bank konvensional.
3) Piranti yang digunakan dalam PUAS adalah sertifikat IMA,
sedangkan piranti umum yang digunakan dalam PUAB
adalah promes atau promissory notes.
46
4) Sertifikat IMA sebagai piranti PUAS hanya dapat dialihkan 1
(satu) kali, sedangkan promes dapat dipindahtangankan
berulang kali selama belum jatuh tempo.
5) Dalam perhitungan imbal piranti utama PUAS tidak
mengikutsertakan sama sekali komponen utama perhitungan
imbalan dalam PUAB.
6) Risiko yang timbul dari aktifitas transaksi pada PUAS relatif
jauh lebih kecil daripada risiko transaksi PUAB.
7) Sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS diterbitkan
sebagai bukti tanda penyertaan, oleh karena itu hanya dapat
dipindahtangankan satu kali. Sedangkan promes merupakan
suatu nogitible instrument, dimana pihak tidak dibatasi dalam
menegosiasikannya hingga jatuh tempo berakhir
(Widyaningsih dkk, 2005: 147).
8. Profit and Loss Sharing (PLS) / Bagi Hasil dan Suku Bunga Bank
a. Profit and Loss Sharing (PLS) / Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan
landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan.
Dalam pengertian menurut terminologi asing (Inggris), bagi hasil
dikenal dengan profit sharing. Profit sharing secara definitif
diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba dari para
pegawai dari suatu perusahaan dan dapat berupa suatu bonus uang
47
tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada
tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan atau bulanan.
Pada mekanisme lembaga keuangan syariah, pendapatan bagi
hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan baik penyertaan
menyeluruh (mudharabah), maupun sebagian-sebagian
(musyarakah), atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu akad bisnis tersebut harus
melakukan transparansi atau kemitraan secara baik dan ideal
(Muhammad, 2008:18).
Keuntungan dari proyek atau usaha akan dibagihasilkan
sesuai nisbah (rasio) yang disepakati. Apabila terjadi kerugian,
maka kerugian dimaksud dapat ditanggung baik oleh bank maupun
nasabah debitur, tergantung dari prinsip bagi hasil yang disepakati.
Dalam akad pembiayaan ada 2 (dua) prinsip bagi hasil yang
digunakan, yaitu revenue sharing dan profit/loss sharing. Dalam
revenue sharing, jumlah yang dibagihasilkan adalah penghasilan
kotor sebelum dikurangi dengan biaya operasional. Sedangkan
dalam profit/loss sharing, jumlah yang dibagihasilkan adalah
laba/rugi bersih setelah seluruh biaya operasional diperhitungkan
(Suryapraja, 2007).
48
Konsep risk sharing yang digunakan dalam pembiayaan
musyarakah dan mudharabah merupakan suatu konsep untuk
membagi kerugian secara bersama-sama antara pihak yang
berkaitan. Risk sharing bagi shahibul maal dengan cara
mengoptimalkan return yang didapat setelah dikurangi bagian dari
mudharib, sedangkan mudharib mengoptimalkan pendapatan atas
opportunity cost (Nasution dan Wiliasih, 2007:108).
b. Suku Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan
oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan
sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki
simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) ( Kasmir, 2008:135).
Suku bunga merupakan salah satu faktor yang cukup
menarik bagi pemilik dana untuk menyimpan uangnya pada suatu
bank. Tingkat suku bunga yang diberikan hendaknya dapat
bersaing dengan tingkat suku bunga yang diberikan bank lain.
Tingkat suku bunga biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase
dari jumlah yang dipinjamkan dan dengan dasar tahunan (annual
basis/perannum).
49
Menurut Kasmir (2008:136), dalam kegiatan perbankan
sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya, yaitu:
1) Bunga Simpanan
Adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas
jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga
simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada
nasabahnya. Sebagai contoh: jasa giro, bunga tabungan, dan
bunga deposito.
2) Bunga Pinjaman
Adalah bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau
harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada
bank, sebagai contoh bunga kredit.
Suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman merupakan
komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga
simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada
nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang
diterima dari nasabah peminjan (debitur).
Agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal, maka
pihak manajemen bank harus pandai dalam menentukan besar
kecilnya komponen suku bunga. Menurut Kasmir (2008: 137-140),
50
faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku
bunga adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan Dana. Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk
dana simpanan, yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang
diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara
permohonan pinjaman meningkat, yang dilakukan oleh bank
agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan
meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan
suku bunga simpanan akan pula meningkatkan suku bunga
pinjaman. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam simpanan
di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit,
maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan
beban.
2) Target Laba yang diinginkan. Faktor ini dikhususkan untuk
bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target laba merupakan
salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku
bunga pinjaman.
3) Kualitas Jaminan. Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk
bunga pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan)
yang diberikan, semakin rendah bunga kredit yang
dibebankan dan sebaliknya.
51
4) Kebijaksanaan Pemerintah. Dalam menentukan baik untuk
bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh
melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
5) Jangka Waktu. Faktor jangka waktu sangat menentukan.
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin
tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan
resiko macet di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya,
jika pinjaman berjangka pendek, bunganya relatif rendah.
6) Reputasi Perusahaan. Reputasi perusahaan juga sangat
menentukan suku bunga terutama untuk bunga pinjaman.
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit
sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan
nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid
kemungkinan resiko kredit macet di masa mendatang.
7) Produk yang Kompetitif. Untuk produk yang kompetitif,
bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan
dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan
produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya tinggi
sehingga pembayarannya diharapkan lancar.
8) Hubungan Baik. Biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan
faktor kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam
praktiknya, bank menggolongkan nasabah antara nasabah
utama dan nasabah biasa. Penggolongan ini didasarkan
52
kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan
kepada bank. Nasabah yang memiliki hubungan baik dengan
bank tentu penentuan suku bunganya pun berbeda dengan
nasabah biasa.
9) Persaingan. Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan
dana, sementara tingkat persaingan dalam memperebutkan
dana simpanan cukup ketat, maka bank harus bersaing keras
dengan bank lainnya. Untuk bunga pinjaman, harus berada di
bawah bunga pesaing agar dana yang menumpuk dapat
tersalurkan, meskipun margin laba mengecil.
10) Jaminan Pihak Ketiga. Dalam hal ini pihak yang memberikan
jaminan kepada bank untuk menanggung segala risiko yang
dibebankan kepada penerima kredit. Biasanya apabila pihak
yang memberikan jaminan bonafide, baik dari segi
kemampuan membayar, nama baik, maupun loyalitasnya
terhadap bank, bunga yang dibebankan pun juga berbeda
begitu pun sebaliknya.
9. Pembiayaan dan Kredit
a. Pembiayaan
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998, pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan oleh
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
53
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pengertian lain dari
pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit
(Antonio, 2001:160).
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk membeli barang
yang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan
jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3) Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan
guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip
bagi hasil.
Secara umum produk-produk penyaluran dana bank syariah
dapat dilakukan dengan beberapa akad, diantaranya:
1) Pembiayaan atas dasar akad Muḍārabah. Muḍārabah adalah
akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
54
2) Pembiayaan atas dasar akad Musyarakah. Transaksi
penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau
barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah
dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian
kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
3) Pembiayaan atas dasar akad Murābahah. Transaksi jual beli
suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah
dengan margin yang disepakati oleh kedua belah pihak,
dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga
perolehan kepada pembeli.
4) Pembiayaan atas dasar akad Salam. Transaksi jual beli barang
dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
5) Pembiayaan atas dasar akad Istishna’. Transaksi jual beli
barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
6) Pembiayaan atas dasar akad Ijarah. Transaksi sewa menyewa
atas suatu barang dan atau jasa antara pemilik objek sewa
termasuk pemilikan hak pakai atas objek sewa dengan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang
disewakan.
55
7) Pembiayaan atas dasar akad Qardh. Transaksi pinjam
meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus
atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan dan norma-norma
Islam lima segi religius, yang berkedudukan kuat dalam literatur,
harus diterapkan dalam perilaku investasi. Lima segi menurut
Algoud dan Lewis (2004:48) tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);
2) Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat;
3) Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan
dengan sistem nilai Islam (haram);
4) Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir, judi
dan gharar (ketidakpastian);
5) Penyediaan takaful (asuransi Islam).
b. Kredit
Menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan disebutkan
bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
56
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Siamat, 2004 :56).
Adapun unsur - unsur yang terkandung dalam pemberian
suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008):
1) Kepercayaan. Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa
kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di
masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank,
dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan
tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern.
Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2) Kesepakatan. Yaitu adanya kesepakatan antara pemberi
kredit dan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan
dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajibannya.
3) Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka
waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa
pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah,
atau jangka panjang.
4) Risiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya / macet
pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin
57
besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi
tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah
yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja.
5) Balas Jasa. Merupakan keuntungan atas pemberian suatu
kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga.
Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit
ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang
berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan
bagi hasil.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat
maka bank akan melakukan penelitian terhadap resiko kredit yang
diberikan dengan memperhatikan prinsip 5 C, yaitu Character,
Capacity, Capital, Collateral dan Condition. Pemahaman 5 C ini
kepada calaon nasalah akan memberikan informasi mengenai
iktikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar
(ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta
bunganya.
c. Perbedaan Pembiayaan Perbankan Syariah dan Konvensional
Istilah pembiayaan sebenarnya sama halnya dengan kredit,
keduanya merupakan produk penyaluran dana yang ada pada
lembaga keuangan, dimana perbedaan dari keduanya terletak dalam
penyebutan. Penyebutan kredit untuk lembaga keuangan
58
konvensional, sedangkan pembiayaan untuk lembaga keuangan
syariah.
Terdapat perbedaan mendasar antara sistem konvensional dan
sistem syariah di dalam lembaga keuangan. Perbedaan keduanya
dapat disajikan dalam tabel menurut Sulhan (2008:129) adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem Syariah
Lembaga Keuangan
Pokok-pokok
Perbedaan Sistem Konvensional Sistem Syariah
Dasar perhitungan
bunga/imbalan
Berdasarkan
prosentase tertentu
dari total dana yang
dipinjam (bunga)
yang sudah ditetapkan
di awal perjanjian
Berdasarkan profit
sharing didasarkan
atas jumlah
keuntungan yang
diperoleh nasabah
Kewajiban
pembayaran bunga
a. Harus terus
dilakukan walaupun
usaha nasabah rugi
b. Besarnya
pembayaran bunga
tetap meskipun
keuntungan nasabah
lebih besar
a. Dilakukan jika
nasabah untung, jika
rugi ditanggung
bersama
b. Besarnya imbalan
berubah sesuai
keuntungan
Persyaratan Jaminan
pembiayaan
Berupa barang/harta
nasabah Tidak mutlak
Obyek pembiayaan
Jenis usaha tidak
dibatasi asal
memenuhi
persyaratan
Jenis usaha yang
dibiayai harus sesuai
syariah
Pandangan sistem
syariah terhadap
sistem bunga
Pengenaan bunga
kepada debitur
dianggap haram
Pembayaran imbalan
berdasarkan bagi hasil
sifatnya halal
Penentuan besarnya
bunga/imbalan
Sebelum kegiatan
usaha dilakukan
Sesudah kegiatan
usaha
59
Jika terjadi kerugian Ditanggung oleh satu
pihak saja
Ditanggung kedua
belah pihak
Sumber: Sulhan, 2008:129
10. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
a. Usaha Mikro
Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut undang-undang
dasar Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha
mikro, kecil, dan menengah menyebutkan usaha mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (limu puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah).
Adapun ciri-ciri usaha mikro menurut Edward (2008:46)
adalah sebagai berikut:
1) Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-
waktu dapat berganti;
2) Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu waktu dapat
berpindah tempat;
3) Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana
sekalipun dan tidak memiliki keuangan keluarga;
60
4) Sumber daya manusianya belum memiliki jiwa wirausaha
yang memadai;
5) Tingkat pendidikan relatif sangat rendah;
6) Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian
dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan
legalitas lainnya termasuk NPWP.
Contoh usaha mikro:
1) Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak,
nelayan, dan pembudidaya;
2) Industri makanan dan minuman, industri meubel air
pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat
alat-alat;
3) Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar;
4) Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek,
dan penjahit.
b. Usaha Kecil
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
61
besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana
dimaksudkan dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya adalah
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil:
1) Jenis barang/ komoditi yang diusahakan umumnya sudah
tetap tidak gampang berubah;
2) Lokasi/ tempat usaha umumnya sudah menetap tidak
berpindah-pindah;
3) Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan
walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai
dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat
neraca usaha;
4) Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP;
5) Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman
dalam berwirausaha;
6) Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan
modal;
62
7) Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha
dengan baik seperti business bplanning.
Contoh usaha kecil:
1) Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki
tenaga kerja;
2) Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul
lainnya;
3) Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel
air, kayu, dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri
pakaian jadi, dan industri kerajinan tangan;
4) Peternak ayam, itik, dan perikanan;
5) Koperasi berskala kecil.
c. Usaha Menengah
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Adapun kriterianya
adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
63
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,- (lima puluh
miliar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah:
1) Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi
yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan
pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan,
bagian pemasaran, dan bagian produksi;
2) Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan
sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan
untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh
perbankan;
3) Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi
perburuhan, telah ada jamsostek, pemelihaan kesehatan, dll;
4) Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain, izin
tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan
lingkungan, dll;
5) Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
6) Pada umumnya sudah memiliki sumber daya manusia yang
terlatih dan terdidik.
64
Contoh usaha menengah:
1) Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala
menengah;
2) Usaha perdagangan (grosir) termasuk ekspor dan imhapor;
3) Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) garment
dan jasa transportasi taxi dan bus antar provinsi;
4) Usaha industri makanan dan minuman, elektronik, dan
logam;
5) Usaha pertambangan batu gunung untuk konstruksi dan
marmer buatan.
B. Keterkaitan Antar Variabel
Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan
menggunakan instrumen moneter, apakah operasi pasar terbuka atau dengan
menggunakan instrumen yang lain, dalam melaksanakan kebijakan
moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi
dan keuangan melalui berbagai transmisi kebijkan moneter, yaitu saluran
uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset dan ekspektasi. Target
kebijakan moneter akan berpengaruh dibidang keuangan maupun di sektor riil
hingga pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang merupakan sasaran akhir
kebijakan moneter (Warjiyo, 2004:4).
Indonesia memiliki sistem transmisi kebijakan moneter ganda, yaitu
kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter syariah. Penerapan
65
sistem moneter ganda di Indonesia yang dilandasi oleh Undang-undang Bank
Indonesia No. 23 Tahun 1999 mendorong Bank Indonesia menjalankan
kebijakan moneter konvensional dengan prinsip suku bunga dan kebijakan
moneter syariah dengan prinsip profit dan loss sharing secara bersamaan.
Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi
konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas
pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas
investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem
moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan
adanya sistem bagi hasil maka distribusi kekayaan dan pendapatan akan
semakn merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010). Bagi
hasil yang merupakan nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk
pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis
yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah
maupun waktunya seperti musyarakah dan mudharabah (Karim, 2010).
Tingkat bagi hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan perbankan syariah. Hal ini yang mempengaruhi besaran
pembiayaan dikarenakan semakin tinggi tingkat bagi hasil berarti semakin
tinggi keuntungan yang akan diperoleh bank dan akan meningkatkan jumlah
penyaluran pembiayaan.
Sedangkan ditinjau dari pemberian kredit kepada masyarakat, perubahan
tingkat bunga akan mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan. Dimana
semakin tinggi tingkat suku bunga kredit maka semakin turun jumlah
66
penyaluran kredit, disebut juga pengaruh negatif. Bunga yang dibebankan
kepada nasabah bank yang meminjam kepada bank tersebut adalah imbalan
yang akan diterima oleh bank dalam sejumlah uang, karena bunga pinjaman
adalah pendapatan yang diterima bank atas pinjaman yang telah diberikan
kepada nasabah (Hasibuan, 2002:25).
Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai salah
satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Pada operasi
pasar terbuka para pelaku usaha menggunakan instrumen ke uangan jangka
pendek seperti SBI dan PUAB untuk perbankan konvensional serta SBIS dan
PUAS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen tersebut dapat membantu
kelancaran perbankan dalam memenuhi likuiditas serta dapat dijadikan
sebagai sarana pengalokasian dana perbankan di Indonesia.
Dalam melaksanakan tujuan perbankan yang selama ini dikenal sebagai
lembaga intermediasi antara orang yang kelebihan likuiditas dengan pihak
yang memerlukan likuiditas maka dibentuklah yang namanya mekanisme
bunga. Untuk mengatur tingkat bunga perbankan nasional, bank sentral salah
satunya menggunakan instrumen penentuan tingkat bunga acuan dalam hal ini
adalah BI Rate. BI rate kemudian akan menjadi patokan dalam penentuan
tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Suku bunga SBI dan PUAB ini yang nantinya mempengaruhi suku
bunga deposito dan kredit di perbankan nasional.
67
Dalam kaitannya dengan peningkatan kredit dan penyaluran dana, Bank
Indonesia mengeluarkan instrumen jangka pendek yaitu Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan perangkat kebijakan moneter dalam bentuk suku bunga
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang akan mempengaruhi penyaluran kredit,
dimana semakin besar penempatan dana yang dialokasikan pada SBI maka
porsi penyaluran kredit akan semakin menurun. Begitu pula dengan PUAB,
dimana semakin kecil suku bunga PUAB maka bank lebih tertarik
menempatkan dana likuiditasnya pada instrumen PUAB sehingga porsi
penyaluran kredit akan semakin menurun.
Dalam kaitannya dengan peningkatan pembiayaan dan penyaluran dana
yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu dan kualitas
perbankan yaitu penempatan dana pada SBIS dan penempatan dana pada
PUAS. Bank Indonesia mengeluarkan perangkat kebijakan moneter berupa
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai wahana penitipan dana
jangka pendek oleh bank syariah pada Bank Indonesia, yang juga berfungsi
sebagai secondary reserve bagi bank tersebut. Selain itu Bank Indonesia juga
mengeluarkan perangkat kebijakan moneter dalam bentuk Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS). Namun semakin banyak penempatan dana yang
dialokasikan pada SBIS dan PUAS maka pembiayaan semakin menurun
(Mustafidan, 2013:7).
68
C. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit
atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi
SWBI yang ditetapkan bank Indonesia maka akan semakin rendah
pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat
hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi
SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal
ini disebabkan jika bank sentral menaikan suku bunga maka akan memicu
perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman
maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun
dan menjadi kurang kompetitif.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Ayuniyyah (2010) menyatakan
bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih
besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen
moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih
mendominasi sampai dengan 97% dari share perbankan nasional Indonesia.
Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih
stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvensional karena lebih cepat
menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan instrumen moneter
konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik
ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI, tidak
mampu mempengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum,
69
hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending
tidak berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007.
Van Leuvensteijn et al. (2008) melakukan studi tentang dampak
kompetisi bank pada interest rate pass-through di Euro area selama periode
1994-2004 dengan dua tahap. Tahap pertama mengukur tingkat kompetisi
dengan metode Boone indicator. Tahap kedua mengukur pengaruh kompetisi
terhadap interest rate pass-through dari suku bunga kebijakan ke suku bunga
Perbankan dengan metode Panelerror Correction Model (ECM). Hasil tahap
pertama menunjukkan bahwa kompetisi yang semakin ketat membuat spread
antara suku bunga kebijakan (market rate) dan suku bunga perbankan,
khususnya kredit, semakin kecil. Hasil tahap kedua menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat kompetisi perbankan di suatu negara, bank semakin
menetapkan suku bunga kreditnya sesuai dengan suku bunga kebijakan.
Selain itu, tekanan kompetisi lebih berat di pinjaman dari pada di simpanan.
Suku bunga perbankan pada pasar yang lebih kompetitif merespon lebih kuat
terhadap perubahan suku bunga kebijakan. Implikasinya adalah ketentuan
untuk meningkatkan persaingan Perbankan akan meningkatkan efektivitas
(kekuatan dan kecepatan) mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Penelitian yang dilakukan Sukmana dan Kasim (2010) menunjukkan
bahwa pendanaan dan deposito berperan penting pada perbankan syariah
dalam proses transmisi moneter dalam perekonomian Malaysia. Secara
khusus, baik Islam deposito dan pendanaan terbukti secara statistik signifikan
dalam menghubungkan indikator kebijakan moneter ke output riil. Implikasi
70
praktis menyiratkan bahwa otoritas moneter juga harus mempertimbangkan
bank syariah dalam pelaksanaan kebijakan moneter di Malaysia. Hasil ini
juga menyiratkan bahwa menjamin stabilitas lembaga keuangan Islam adalah
sama pentingnya seperti konvensional yaitu untuk mencapai transmisi
kebijakan moneter yang efektif dalam perekonomian.
Kobayashi (2008) membahas incomplete interest-rate pass-through di
Euro area dan bagaimana kebijakan moneter yang optimal. Dia menyatakan
bahwa jika tidak semua bank komersial langsung merespon perubahan suku
bunga kebijakan, maka kebijakan moneter tidak akan memberikan dampak
yang sama terhadap keseluruhan ekonomi. Hasilnya menunjukkan bahwa jika
hanya sebagian dari suku bunga pinjaman Perbankan yang disesuaikan
dengan adanya perubahan suku bunga kebijakan, fluktuasi rata-rata suku
bunga pinjaman menimbulkan biaya kesejahteraan, sehingga bank sentral
perlu melakukan stabilisasi perubahan suku bunga pinjaman dengan cara
policy rate smoothing. Namun, perubahan drastis suku bunga kebijakan tetap
diperlukan ketika terdapat shock yang secara langsung mempengaruhi suku
bunga pinjaman.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Maulida Cahyaning Putri (2013)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh instrumen SWBI/SBIS, PUAS, dan
PUAB terhadap total pembiayaan perbankan syariah, namun instrumen SBI
belum mampu mempengaruhi total pembiayaan perbankan syariah. Hal
tersebut membuktikan bahwa kebijakan oleh Bank Indonesia mengenai
instrumen moneter sangat mendukung kegiatan operasional perbankan
71
syariah sehingga perbankan syariah mampu memberi kontribusi yang
bertambah dari tahun ke tahun terhadap industri perbankan nasional meskipun
proporsi perbankan syariah masih lebih kecil dibandingkan dengan perbankan
konvensional.
Selanjtnya penelitian yang dilakukan oleh Masyitha Mutiara Ramadhan
(2013) menunjukkan bahwa SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM, baik dari jalur
perbankan syariah maupun konvensional. Selain itu, pembiayaan UMKM
perbankan syariah lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM
perbankan konvensional saat terjadi guncangan moneter. Sedangkan hasil
FEVD menunjukan bahwa pengaruh SBIS terhadap penyaluran dana ke
sektor UMKM lebih besar dibandingkan SBI.
Tabel 2.3
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Metode dan Hasil
1 Aam Slamet
Rusyidiana
(2009)
(Buletin
Ekonomi
Moneter dan
Perbankan)
Mekanisme
Transmisi
Syariah Pada
Sistem
Moneter
Ganda di
Indonesia
Pembiayaan
perbankan
syariah
(LNFINCG),
SBIS, SBI,
PUAS,
PUAB,
Inflasi
(LNIHK).
Analisis VAR/VECM
Hasil:
Menyimpulkan bahwa
semakin tinggi SWBI yang
ditetapkan bank Indonesia
maka akan semakin rendah
pembiayaan yang
dilakukan oleh perbankan
syariah. Selain itu terdapat
hubungan yang negatif
antara pembiayaan syariah
dan SBI. Semakin tinggi
SBI akan menyebabkan
penurunan pembiayaan
syariah dan sebaliknya. Hal
ini disebabkan jika bank
72
sentral menaikan suku
bunga maka akan memicu
perbankan konvensional
untuk menaikan suku
bunganya, baik pinjaman
maupun deposito. Oleh
karena itu, daya saing
perbankan syariah akan
turun dan menjadi kurang
kompetitif.
2 Qurroh
„Ayuniyyah
(2010)
(Jurnal
Ekonomi
Islam
Republika)
Analisis
Pengaruh
Instrumen
Moneter
Syariah dan
Konvensional
Terhadap
Pertumbuhan
Sektor Riil di
Indonesia
IPI, SBI,
SBIS, Total
Kredit, Total
Pembiayaan,
Total DPK,
Total, DPK
Syariah.
Analisis VAR/VECM
Hasil:
menyatakan bahwa
instrumen moneter
konvensional memberikan
guncangan yang lebih besar
terhadap pertumbuhan
sektor riil dibandingkan
dengan instrumen moneter
syariah karena proporsi
instrumen konvensional
yang masih mendominasi
sampai dengan 97% dari
share perbankan nasional
Indonesia. Akan tetapi,
instrumen moneter syariah
memiliki karakteristik yang
lebih stabil dibandingkan
dengan variabel moneter
konvensional karena lebih
cepat menemukan titik
kestabilan dibandingkan
dengan instrumen moneter
konvensional. Selain
itu,dapat disimpulkan
bahwa kebijakan moneter
baik ekspansif maupun
kontraktif dengan
instrument suku bunga SBI,
tidak mampu
mempengaruhi jumlah
penawaran kredit investasi
perbankan umum, hal ini
menjadi bukti bahwa
kebijakan moneter melalui
jalur bank lending tidak
73
berlangsung di Indonesia
selama periode 2001-2007.
3 Michiel van
Leuvensteijn,
Christoffer
Kok
Sørensen,
Jacob A.
Bikker dan
Adrian
A.R.J.M. van
Rixtel (2008)
(Jurnal
Internasional)
Impact of
Bank
Competition
On The
Interest Rate
Pass-
Through In
The Euro
Area
Mortgage
rates,
consumer
lending
rates, rates
on short-
term loans
to
enterprises,
rates on
long-term
loans to
enterprises,
current
account
deposit
rates, and
time deposit
rates.
Analisis metode Boone
Indicator
Hasil:
Dalam mengukur tingkat
kompetisi menunjukkan
bahwa kompetisi yang
semakin ketat membuat
spread antara suku bunga
kebijakan (market rate) dan
suku bunga perbankan,
khususnya kredit, semakin
kecil.
Analisis metode ECM
Hasil:
Dalam mengukur pengaruh
kompetisi terhadap interest
rate pass-through dari suku
bunga kebijakan ke suku
bunga perbankan
menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat
kompetisi perbankan di
suatu negara, bank semakin
menetapkan suku bunga
kreditnya sesuai dengan
suku bunga kebijakan.
Selain itu, tekanan
kompetisi lebih berat di
pinjaman dari pada di
simpanan. Suku bunga
perbankan pada pasar yang
lebih kompetitif merespon
lebih kuat terhadap
perubahan suku bunga
kebijakan. Implikasinya
adalah ketentuan untuk
meningkatkan persaingan
Perbankan akan
meningkatkan efektivitas
(kekuatan dan kecepatan)
mekanisme transmisi
kebijakan moneter.
4 Raditya
Sukmana dan
Roles of The
Islamic
Industrial
production
Analisis VAR/VECM
Hasil:
74
Salina H.
Kassim
(2010)
(Jurnal
Internasional)
Banks in The
Monetary
Transmission
Process in
Malaysia
index,
Islamic
financing,
Islamic
deposits,
and
overnight
interest rate
Menunjukkan bahwa
pendanaan dan deposito
berperan penting pada
perbankan syariah dalam
proses transmisi moneter
dalam perekonomian
Malaysia. Secara khusus,
baik deposito Islam dan
pendanaan terbukti secara
statistik signifikan dalam
menghubungkan indikator
kebijakan moneter ke
output riil. Implikasi
praktis menyiratkan bahwa
otoritas moneter juga harus
mempertimbangkan bank
syariah dalam pelaksanaan
kebijakan moneter di
Malaysia. Hasil ini juga
menyiratkan bahwa
menjamin stabilitas
lembaga keuangan Islam
adalah sama pentingnya
seperti konvensional yaitu
untuk mencapai transmisi
kebijakan moneter yang
efektif dalam
perekonomian.
5 Teruyoshi
Kobayashi
(2008)
(Jurnal
Internasional)
Incomplete
Interest Rate
Pass-
Through and
Optimal
Monetary
Policy
Long-Term
Interest
Rates,
deposit
rates,
average loan
rate, policy
rate.
Analisis Baseline
Parameters
Hasil:
Dalam penelitian ini
membahas incomplete
interest-rate pass-through
di Euro area dan bagaimana
kebijakan moneter yang
optimal yang menyatakan
bahwa jika tidak semua
bank komersial langsung
merespon perubahan suku
bunga kebijakan, maka
kebijakan moneter tidak
akan memberikan dampak
yang sama terhadap
keseluruhan ekonomi.
Hasilnya menunjukkan
75
bahwa jika hanya sebagian
dari suku bunga pinjaman
Perbankan yang
disesuaikan dengan adanya
perubahan suku bunga
kebijakan, fluktuasi rata-
rata suku bunga pinjaman
menimbulkan biaya
kesejahteraan, sehingga
bank sentral perlu
melakukan stabilisasi
perubahan suku bunga
pinjaman dengan cara
policy rate smoothing.
Namun, perubahan drastis
suku bunga kebijakan tetap
diperlukan ketika terdapat
shock yang secara langsung
mempengaruhi suku bunga
pinjaman.
6 Maulida
Cahyaning
Putri (2013)
(Skripsi:
Fakultas
Ekonomi,
Universitas
Jember)
Pengaruh
Instrumen
Moneter
Syariah dan
Non Syariah
Terhadap
Total
Pembiayaan
Perbankan di
Indonesia
SWBI/SBIS,
PUAS, SBI,
PUAB.
Analisis DOLS dan VECM
Hasil:
Menunjukkan bahwa
adanya pengaruh instrumen
SWBI/SBIS, PUAS, dan
PUAB terhadap total
pembiayaan perbankan
syariah, namun instrumen
SBI belum mampu
mempengaruhi total
pembiayaan perbankan
syariah. Hal tersebut
membuktikan bahwa
kebijakan oleh Bank
Indonesia mengenai
instrumen moneter sangat
mendukung kegiatan
operasional perbankan
syariah sehingga perbankan
syariah mampu memberi
kontribusi yang bertambah
dari tahun ke tahun
terhadap industri perbankan
nasional meskipun proporsi
perbankan syariah masih
lebih kecil dibandingkan
76
dengan perbankan
konvensional.
7 Masyitha
Mutiara
Ramadhan
(2013)
(Skripsi:
Fakultas
Ekonomi dan
Manajemen,
Istitut
Pertanian
Bogor)
Analisis
Pengaruh
Instrumen
Moneter
Syariah dan
Konvensional
Terhadap
Penyaluran
Dana ke
Sektor Usaha
Mikro Kecil
dan
Menengah
(UMKM) di
Indonesia
SBI, SBIS,
proit loss
sharing,
suku bunga
kredit,
margin,
kredit
UMKM,
pembiayaan
UMKM
Analisis: VAR/ VECM
Hasil:
menunjukkan bahwa SBI
dan SBIS memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap penyaluran dana
ke sektor UMKM, baik
dari jalur perbankan
syariah maupun
konvensional. Selain itu,
pembiayaan UMKM
perbankan syariah lebih
cepat stabil dibandingkan
dengan kredit UMKM
perbankan konvensional
saat terjadi guncangan
moneter. Sedangkan hasil
FEVD menunjukan bahwa
pengaruh SBIS terhadap
penyaluran dana ke sektor
UMKM lebih besar
dibandingkan SBI.
D. Kerangka Berpikir
Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah
dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia
dan membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan
konvensional dalam penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia.
Kerangka berpikir yang digunakan dalam peneltitian ini merujuk pada
model Alur Transmisi Moneter Ganda (Konvensional dan Syariah) pada
penelitian Ascarya (2012). Berdasarkan kerangka berfikir di bawah ini dapat
77
dilihat bahwa di Indonesia memiliki sistem transmisi kebijakan moneter
ganda, yaitu kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter syariah.
Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan
moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun
juga mempengaruhi perbankan syariah, karena mekanisme transmisi dapat
juga melewati jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak
terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan
bagi hasil. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-
through lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate
untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk
syariah dapat menggunakan bagi hasil (Ascarya, 2012: 286).
Transmisi kebijakan moneter konvensional menggunakan instrumen
moneter operasi pasar terbuka yaitu dengan variabel SBI dan variabel PUAB.
Sedangkan sebagai instrumen moneter syariah menggunakan variabel SBIS
dan variabel PUAS. Kemudian instrumen kebijakan moneter tersebut
memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen
moneter ini akan menengaruhi besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit
kepada UMKM.
Alur transmisi moneter ganda dengan tujuan akhir kredit UMKM di sisi
konvensional yaitu adanya kesinambungan antara SBI ke PUAB dan suku
bunga kredit, dari PUAB ke suku bunga kredit, dari suku bunga kredit ke
kredit UMKM dan kembali ke SBI dan PUAB. Secara umum kenaikan SBI
meningkatkan suku bunga kredit dan menurunkan kredit UMKM. Hal
78
tersebut mengacu pada hasil Granger Causality pada penelitian Ascarya
(2012).
Sedangkan dari sisi sistem syariah, alur transmisi moneter ganda dengan
tujuan akhir pembiayaan UMKM yaitu tidak adanya kesinambungan jalur
imbal hasil dari SBIS sampai ke pembiayaan UMKM. SBIS hanya
mempengaruhi pasar keuangan ke PUAS. Sementara itu, PLS mempengaruhi
pembiayaan UMKM, sedangkan pembiayaan UMKM mempengaruhi PUAS.
Secara umum kenaikan SBIS hanya meningkatkan imbal hasil PUAS.
Sedangkan peningkatan imbal hasil PLS meningkatkan pembiayaan UMKM.
Hal tersebut mengacu pada hasil Granger Causality pada penelitian Ascarya
(2012).
Perilaku suku bunga kredit dan PLS ditunjukkan senada oleh perilaku
kredit UMKM dari konvensional dan pembiayaan UMKM dari syariah,
karena kredit UMKM dipengaruhi oleh suku bunganya, sedangkan
pembiayaan UMKM dipengaruhi oleh bagi hasilnya. Sedangkan suku bunga
kredit dan PLS juga ditunjukkan oleh suku bunga pasar uang antarbank
konvensional (PUAB) dan imbal hasil pasar uang antarbank syariah (PUAS),
karena suku bunga PUAB merupakan acuan suku bunga perbankan
konvensional, sedangkan imbal hasil PUAS dengan akad mudharabah
berbasis imbal hasil di sektor riil, seperti imbal hasil pembiayaan (PLS)
(Ascarya, 2012: 309).
79
Gambar 2.5
Kerangka Berpikir Penelitian
Penerapan Sistem
Ganda di Indonesia
Instrumen Moneter
Konvensional
Instrumen Moneter
Syariah
SBI SBIS
PUAB PUAS
Suku Bunga
Kredit
Profit Loss
Sharing
Kredit UMKM Pembiayaan
UMKM
Metode Analisis
(VAR/VECM)
Kesimpulan
80
E. Hipotesis Penelitian
Hepotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang
masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat
diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga terdapat pengaruh instrumen konvensional terhadap kredit
UMKM dari perbankan konvensional.
2. Diduga terdapat pengaruh instrumen syariah terhadap pembiayaan
UMKM dari perbankan syariah.
3. Diduga terdapat hubungan yang lebih berpengaruh antara instrumen
moneter konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan
konvensonal dengan instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan
UMKM di Indonesia.
81
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penghitungan dan pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan
bantuan perangkat lunak komputer yaitu E-Views. Luasnya objek penelitian
ini sehingga ruang lingkup variabel yang akan digunakan berdasarkan pada
data-data berikut ini:
1. Data statistik Bank Indonesia (BI) berupa data bulanan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang
Antar Bank (PUAB), dan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
periode Januari 2011 – Desember 2016.
2. Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan Statistik Perbankan
Syariah (SPS) melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupa data
bulanan suku bunga kredit, profit and loss sharing (PLS) pembiayaan,
kredit UMKM, dan pembiayaan UMKM periode Januari 2011 –
Desember 2016.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian statistik deskriptif dan menggunakan
data sekunder maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Library Research
82
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya
yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk
memperoleh data yang valid.
2. Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau
pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau
kadarluasa, karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan
teknologi yang juga berkembang yaitu internet sehingga data yang
diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia (BI) dan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
C. Metode Analisis Data
Metode analisis ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan adalah
stasioner dan tidak terdapat kointegrasi, atau Vector Error Correction Model
(VECM) jika data yang digunakan kemudian diketahui stasioner dan terdapat
kointegrasi. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan
VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger Causality Test,
83
Impuls Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD).
1. Uji Stasioneritas Data
Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan
kesimpulan yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung
akar unit (tidak stasioner). Data yang mengandung akar unit (tidak
stasioner) jika dimasukan dalam pengolahan stastistik maka akan
memberikan hasil estimasi yang spurious yang ditandai oleh tingginya
koefisien determinasi, R2 dan t-statistik signifikan, tetapi penafsiran
hubungannya tidak memiliki arti secara ekonomi.
Augmented dickey-fuller test (ADF test) merupakan prosedur
standar, untuk menyelidiki adanya akar unit pada data time series. Uji
akar unit ADF memerlukan estimasi regresi:
∑ ………………………(1)
Dalam persamaan seperti ini hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : β = 0 (mengandung akar unit-series tidak stasioner)
H1 : β < 0 (tidak mengandung akar unit-series stasioner)
Jika nilai statistik ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan
nilai kritis MacKinnon, maka Ho diterima. Dengan kata lain, Yt
mengandung satu akar unit atau data tidak stasioner. Data time series
yang belum stasioner pada tingkat level dapat dijadikan stasioner,
melalui proses diferensiasi agar data menjadi stasioner.
84
2. Uji Lag Optimum
Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan merupakan
langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR
maupun VECM. Untuk penentuan panjang lag optimal dapat digunakan
beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE),
dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Pengujian panjang lag
optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam
sistem VAR maupun VECM. Dalam penelitian ini digunakan semua
kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model diestimasi
dengan lag yang berbeda-beda lalu dibandingkan nilai kriterianya. Lag
optimum yang dipilih berdasarkan nilai kriteria yang terkecil.
3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari
fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic
polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di
dalam unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR
tersebut dianggap stabil sehingga Impuls Response Function (IRF) dan
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) yang dihasilkan
dianggap valid.
4. Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test)
85
Uji kointegrasi bertujuan untuk menetukan apakah variabel-
variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep
kointegrasi dikemukakan oleh Engle dan Granger (1987) sebagai
kombinasi linier dari dua atau lebih variable yang tidak stasioner akan
menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linier ini dikenal
dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan
sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel.
Jika trace statistic>critical value, persamaan tersebut
terkointegrasi. Dengan demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis
alternatifnya H1 = kointegrasi. Jika trace statistic>critical value, kita
tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Setelah jumlah
persamaan yang terkointegrasi telah diketahui maka tahapan analisis
dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model.
5. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan arah
hubungan jangka pendek antarvariabel. Dalam pengujian Kausalitas
Granger, jika nilai probabilitasnya kurang dari lima persen, artinya
variabel tersebut mempunyai hubungan kausalitas.
6. Model Empiris dalam VAR
Penggunaan pendekatan struktural atau teoritis atas permodelan
persamaan simultan biasanya menerapkan teori ekonomi di dalam
usahanya untuk mendeskripsikan hubungan antar variabel yang ingin di
86
uji. Disebut persamaan struktural karena hubungan variabel di dalam
persamaan dibentuk atas dasar teori ekonomi. Estimasi persamaan
struktural tersebut akan menyediakan informasi numerik dan sekaligus
alat uji kepada teori. Akan tetapi sering kali teori ekonomi belum
mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Widarjono (2007:345) teori
ekonomi terlalu komplek sehingga semlifikasi harus dijelaskan dengan
teori yang ada. VAR muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini,
model VAR dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan
teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan
baik. Dengan demikian VAR adalah model non struktural atau
merupakan model tidak teoritis.
Dalam VAR hanya perlu memperhatikan dua hal, yang pertama
adalah tidak perlu membedakan mana yang merupakan variabel
endogen dan eksogen. Semua variabel baik endogen maupun eksogen
yang dipercaya saling berhubungan seharusnya dimasukan di dalam
model. Namun kita juga bisa memasukan variabel eksogen di dalam
VAR, dan yang kedua adalah untuk melihat hubungan antar variabel di
dalam VAR membutuhkan sejumlah kelambanan variabel yang ada.
Kelambanan variabel ini diperlukan untuk menangkap efek dari
variabel tersebut terhadap variabel yang lain di dalam model
(Widarjono, 2007:346).
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam
menggunakan metode ini, pertama akan dilakukan pengujian
87
stasioneritas dari setiap series yang digunakan di dalam model. Hasil
series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR pada dua pilihan
VAR, VAR dalam bentuk difference atau VECM (Vector Error
Correction Model). Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini adalah
sebagai berikut:
a. VAR (Unrestricted VAR)
VAR biasa atau tanpa restriksi digunakan jika data yang digunakan
di dalam pembentukan VAR, stasioner di tingkat level. Variasi
VAR tanpa restriksi biasanya terjadi akibat adanya perbedaan
derajat integritas data variabelnya ketika data yang digunakan
memiliki bentuk stasioner dalam level. Sementara, jika data tidak
stasioner dalam level tetapi tidak memiliki hubungan kointegrasi,
maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk difference.
b. VECM (Restricted VAR)
Model VECM digunakan di dalam model VAR non struktural
apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner
pada data diferensi dan terkoentegrasi sehingga menunjukan
adanya hubungan teoritis antar veriabel.
7. Impulse Response Function (IRF)
Suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu
variable endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan
88
shock variable misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel
ke-i itu saja, tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen
lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM atau
dengan kata lain IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu
kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang
akan datang.
Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan
agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh
shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat
dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat
diketahui melainkan shock secara umum.
8. Variance Decomposition (FEVD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana
perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error
variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adala FEVD.
Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model
VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan
masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun
waktu yang panjang.
FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-
komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen
dalam model. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-
89
tahap ke depan dari sebuah varabel akibat inovasi dalam varabel-
variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara
error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari
dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui FEVD dapat
diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari
variabel tertentu.
D. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua)
model, yaitu instrumen moneter konvensional dan instrumen moneter syariah.
Dengan model pertama yaitu instrumen moneter konvensional terhadap kredit
UMKM di Indonesia, dan model kedua yaitu instrumen moneter syariah
terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia. Model I dan II dijabarkan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1
Model Penelitian Instrumen Moneter Terhadap
Penyaluran Dana UMKM
Model Penjabaran
I CRDt= f ( SBIt , PUABt ,IRt )
II PYDt= f ( SBISt , PUASt , PLSt)
Dimana:
CRDt = Kredit UMKM Konvensional
PYDt = Pembiayaan UMKM Syariah
90
SBIt = Sertifikat Bank Indonesia
SBISt = Sertifikat Bank Indonesia Syariah
PUABt = Pasar Uang Antar Bank
PUASt = Pasar Uang Antarbank Syariah
IRt = Suku Bunga Rata-Rata Kredit
PLSt = Profit and Loss Sharing Pembiayaan
E. Operasional Variabel Penelitian
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berikut ini definisi operasional
variabel yang digunakan dalam penelitian:
1. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1 – 3 bulan) dengan
sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang
digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data
statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari
bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk
miliar rupiah.
2. Sertifikat Bank Indoonesia Syariah (SBIS)
SBIS adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti
penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang
91
sesuai prinsip pada Bank Syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan
pada tingkat likuiditas. Data operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI)
berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 –
Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk miliar rupiah.
3. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Pasar uang antar bank (PUAB) atau sering disebut dengan Interbank
Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong
pengembangan pasar uang. Pasar uang antar bank sendiri adalah tingkat
suku bunga yang ditentukan dan dikenakan oleh pihak bank kepada
bank yang melakukan pinjaman di pasar uang antar bank atas
penerbitan PUAB. Data operasional yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan
hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015
yang dinyatakan dalam bentuk persen.
4. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar perserta
pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah dengan menggunakan
sertifikat IMA sebagai piranti utama PUAS diterbitkan sebagai bukti
tanda penyertaan. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari data statistik Bank Indonesia (BI) berdasarkan hitunngan
92
bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 – Desember 2015 yang
dinyatakan dalam bentuk persen.
5. Suku Bunga Bank
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan harga
yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang
memperoleh pinjaman). Data operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 –
Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
6. Profit and Loss Sharing (PLS)
Profit sharing secara definitif diartikan sebagai distribusi beberapa
bagian dari laba dari para pegawai dari suatu perusahaan dan dapat
berupa suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk
pembayaran mingguan atau bulanan. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Syariah (SPS)
berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 –
Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
93
7. Kredit UMKM
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. Data operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari 2011 –
Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
8. Pembiayaan UMKM
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan oleh itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Data operasional yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari data Statistik Perbankan
Syariah (SPS) berdasarkan hitunngan bulanan, yaitu dari bulan Januari
2011 – Desember 2015 yang dinyatakan dalam bentuk persen.
9. Pendekatan H
Metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan variabel yang
akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi
94
intepretasi dari hasil olah data yang dilakukan. Secara prosedural proses
rekayasa metodologi H ini dilakukan dari pengumpulan data dari obyek
yang dijadikan sampel dalam implementasi teori ini.
a. Pertama melakukan pendataan untuk memperoleh besaran dari
obyek yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase,
atau nominal yaitu dalam bentuk harga asli.
b. Kedua meninjau laju besaran dari obyek yang akan dihitung dalam
skala persentase berupa selisih dari harga awal dengan harga
berikutnya atau perbedaan dari besaran pertama dengan besaran
kedua dan selanjutnya.
c. Ketiga membuat pola rata-rata dari obyek yang akan ditinjau
dengan perspektif teori ini dibandingkan dengan obyek-obyek lain
yang sejenis atau meninjau posisi obyek dikomparasi dengan rata-
rata obyek yang sejenis.
d. Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju, selanjutnya
dibutuhkan data lain dari obyek yang sama berupa data yang
bersifat intangible atau berkaitan dengan nilai religiusitas untuk
didapatkan besaran bobotnya dibandingkan dengan obyek lain.
Cara melakukan nilai bobot yaitu:
1) Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari obyek yang
sama kemudian dibandingkan dengan bobot dari obyek lain
dengan data yang untuk diperoleh ranking atau urutan bobot
antara obyek utama dengan obyek pembanding yang lain.
95
2) Selain menggunakan sumber data dari obyek yang diteliti,
dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara
terstruktur dengan pakar sains yang memiliki otoritas untuk
menilai bobot suatu obyek.
3) Kemudian melakukan perangkingan obyek berdasarkan bobot
yang diperoleh dari berbagai sumber data tersebut, sehingga
urutan tersebut juga merepresentasikan besaran bobot dari
obyek yang diteliti tersebut.
e. Selanjutnya setelah diperoleh data nominal, laju, dan bobot maka
dilakukan penghitungan berupa perkalian dari data obyek tersebut
berupa: nominal x laju x bobot.
f. Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan dari obyek yang diteliti
maka dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh kategori
hasil sesuai format dalam hal ini obyek akan dikategorikan dalam
formasi straight, loads, dan impact:
1) Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turn)
2) Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah loadpilihan
3) Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact
96
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Bank Indonesia mengadakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) sebagai
salah satu kebijakannya dalam mempengaruhi stabilitas keuangan. Tentunya
instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka adalah SBI untuk
perbankan konvensional dan SBIS untuk perbankan syariah. Kedua instrumen
tersebut dapat dimanfaatkan oleh perbankan ketika mengalami kelebihan
maupun kekurangan likuiditas. Pada operasi pasar terbuka, para pelaku usaha
menggunakan instrumen keuangan jangka pendek seperti SBI dan PUAB
untuk perbankan konvensional, SBIS dan PUAS untuk perbankan syariah.
Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui total
kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari
perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit dan presentase profit dan
loss sharing pembiayaan adalah variabel dalam proses transmisi moneter
melalui jalur kredit.
1. Perkembangan Penyaluran Dana UMKM di Indonesia
Perkembangan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam
penyaluran kredit kepada UMKM. Setiap tahun kredit kepada UMKM
mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih
tinggi dibanding total kredit perbankan.
97
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan
yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,
tidak hanya di Negara-negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga
di negara-negara maju. Di Indonesia peranan UMKM selain berperan
dalam pertumbuhan pembangunan dan ekonomi, UMKM juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam mengatasi masalah pengangguran.
Tumbuhnya usaha mikro menjadikannya sebagai sumber pertumbuhan
kesempatan kerja dan pendapatan. Dengan banyak menyerap tenaga
kerja berarti UMKM juga mempunyai peran strategis dalam upaya
pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran.
Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil,
dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008
Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha
produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu
kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
a. Kredit UMKM dari Bank Konvensional
Kredit UMKM yang disalurkan bank kovensional memiliki
kecenderungan yang terus meningkat. Terlihat hingga Desember
2016 porsi kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional
sebesar 802.113 miliar. Setiap tahun kredit kepada UMKM
mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih
tinggi dibanding total kredit perbankan.
98
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
Kredit UMKM Rp
Disajikan dalam gambar 4.1 berikut mengenai perkembangan
kredit UMKM dari bank konvensional dalam periode Januari 2011
sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
Gambar 4.1
Perkembangan Kredit UMKM dari Bank Konvensional
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (data diolah)
b. Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah
Pembiayaan UMKM yang disalurkan dari bank syariah
memiliki kecenderungan terus meningkat dari mulai dari bulan
Januari 2011 hingga April 2014, tetapi cenderung mengalami
penurunan di bulan Mei 2014 hingga Desember 2016. Data dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Februari 2015, pembiayaan
UMKM mencapai Rp 57,780 triliun, turun dari Rp 58,12 triliun
pada Januari 2015. Dibanding pembiayaan UMKM pada Februari
2014 yang mencapai Rp 107,080 triliun, nilai pembiayaan UMKM
99
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
Pembiayaan UMKM Rp
turun 45,04 persen. Perlambatan pembiayaan UMKM ini terjadi
adalah bagian imbas dari kondisi ekonomi makro nasional yang
kurang baik. Selain pembiayaan UMKM yang terkena dampak,
yaitu korporasi dan mereka yang bertransaksi dengan mata uang
dolar AS juga terkena imbasnya. Terlihat hingga Desember 2016
porsi pembiayaan UMKM yang disalurkan bank syariah sebesar
54.530 miliar.
Disajikan dalam gambar 4.2 berikut mengenai perkembangan
pembiayaan UMKM dari bank syariah dalam periode Januari 2011
sampai dengan Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
Gambar 4.2
Perkembangan Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (data diolah)
100
2. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS)
a. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau
bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana
dengan penjualan SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan
uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia
melakukan perhitungan suku bunga SBI dengan cara
mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank
Indonesia untuk pelanggan pada periode tertentu.
Dari gambar 4.3, posisi SBI cenderung terus mengalami
penurunan dari tahun 2011 hingga Desember 2015. Terlihat hingga
Desember 2015 porsi SBI sebesar Rp 32.300 miliar. SBI cenderung
mengalami penurunan dikarenakan aliran dana perbankan di SBI
semakin surut sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank
Indonesia, dimana BI sengaja mengurangi penyerapan dana melalui
SBI agar bank lebih giat menyalurkan kreditnya sehingga akan
berdampak pada kurs rupiah yang tetap stabil. Jika dana bank di
SBI semakin menumpuk, BI harus menanggung beban bunga yang
semakin besar. Sedangkan hingga Desember 2016 porsi SBI
cenderung mengalami peningkatan yaitu sebesar 94.582 miliar.
101
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
SBI Rp
Disajikan pada gambar 4.3 berikut mengenai perkembangan
SBI di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember
2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.3
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS
diterbitkan Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi
pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian moneter
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. SBIS diterbitkan
dengan akad Ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk
102
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
SBIS Rp
memberikan imbalan tertentu (‘iwadhuju’i) atas pencapaian hasil
(natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Posisi SBIS cenderung mengalami kenaikkan. Terlihat pada
bulan Februari 2015 SBIS mencapai titik tertinggi sebesar Rp 9.040
miliar dan hingga Desember 2016 porsi SBIS mengalami
penurunan hingga sebesar Rp 6.357 miliar dimana porsi SBIS
terlihat masih jauh lebih kecil dibandingkan porsi SBI.
Pertumbuhan porsi SBIS yang merupakan instrumen moneter
syariah setiap tahunnya merupakan langkah awal untuk
memantapkan dan meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah.
Disajikan pada gambar 4.4 berikut mengenai perkembangan
SBIS di Indonesia dalam periode Januari 2011 sampai dengan
Desember 2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.4
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
103
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
3. Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang
Antarbank Syariah (PUAS)
a. Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Suku bunga PUAB menjadi media pertama bagi transmisi
kebijakan moneter. PUAB menjadi salah satu pilihan target
operasional kebijakan moneter karena peranannya yang semakin
penting dalam mempengaruhi stabilitas harga. Melalui intervensi
pasar uang secara periodik bank sentral mempengaruhi level
reserve bank-bank sekaligus mengendalikan volatilitas suku bunga
agar mencapai target yang dikehendaki. Sedangkan bagi
perbankan, PUAB menjadi salah satu alternatif pemenuhan
kebutuhan likuiditas harian.
Dari gambar 4.5 posisi suku bunga PUAB cenderung stabil,
tetapi mengalami penurunan pada bulan Januari 2012 hingga April
2013 dan terus mengalami peningkatan hingga Desember 2015
sebesar 7,33 persen. Tetapi hingga Desember 2016 suku bunga
PUAB mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 4,24 persen.
Suku bunga PUAB overnight (O/N) tercatat di level 8,12 persen
pada September 2015, meningkat tajam 245 bps dibandingkan Juni
2015, dengan spread terhadap JIBOR mencapai 236 bps.
Kenaikkan suku bunga PUAB didorong oleh kebutuhan likuiditas
104
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
PUAB
rupiah untuk keperluan hedging valas di pasar forward. Sehingga
likuiditas perbankan mengalami pengetatatn.
Likuiditas yang ketat di perbankan ditandai dengan
meningkatnya suku bunga PUAB dan spread yang semakin
melebar antara harga beli dan jual. Dalam hal ini, motivasi bank
untuk tidak melepas likuiditas menjadi semakin tinggi dalam
rangka menjaga kecukupan likuiditas.
Disajikan pada gambar berikut mengenai perkembangan
PUAB di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember
2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.5
Perkembangan Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Periode
Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
105
b. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah
antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Instrumen
yang digunakan dalam PUAS saat ini adalah Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar-bank (IMA). Hal ini berarti akad yang
digunakan adalah mudharabah (bagi hasil) di mana keuntungan
akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual
sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS adalah rata-rata
tertimbang tingkat indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah
antarbank yang terjadi di PUAS, yang tercatat pada Pusat Informasi
Pasar Uang (PIPU).
Dari gambar 4.6 posisi imbal hasil PUAS cenderung stabil
dan mengalami peningkatan dimana titik tertinggi PUAS berada
pada bulan Juli 2014 sebesar 7,3 persen hingga Desember 2016
porsi PUAS sebesar 6,08 persen. Semakin besar imbal hasil yang
diberikan maka semakin besar pula penempatan dana dalam
instrumen PUAS dan akan mengurangi porsi pembiayaan yang
akan disalurkan kepada masyarakat, sehingga akan terlihat tarik
menarik keputusan bank dalam penyaluran pembiayaan yang
dilakukan dan penempatan dana pada PUAS.
106
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
PUAS
Disajikan pada gambar 4.6 berikut mengenai perkembangan
PUAS di Indonesia dalam periode Januari 2011 hingga Desember
2016 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.6
Perkembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
4. Perkembangan Suku Bunga Kredit dan Profit Loss Sharing (PLS)
Pembiayaan
Faktor suku bunga dan bagi hasil tentunya menjadi pertimbangan
para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan
disalurkan ke sektor UMKM. Secara teori, semakin tinggi return (suku
bunga dan profit loss sharing pembiayaan) maka penawaran pemberian
dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin
besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan
tetapi dari sisi permintaan, tingginya tingkat return cenderung
107
menurunkan permintaan kredit karena peminjam diharuskan membayar
bunga yang lebih besar.
a. Suku Bunga Kredit
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan
oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan
sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki
simpanan) dengan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Dari gambar 4.7 posisi suku bunga kredit cenderung stabil
dan mengalami peningkatan dimana titik tertinggi suku bunga
kredit berada pada bulan November 2014 sebesar 12,85 persen
tetapi hingga Desember 2016 cenderung mengalami penurunan
dimana porsi suku bunga kredit sebesar 11,38 persen. Penurunan
suku bunga kredit tersebut merupakan dikarenakan Bank Indonesia
menurunkan BI Rate sehingga suku bunga kredit perbankan juga
mengalami penurunan dengan upaya penurunan tersebut akan
menaikkan harga asset, misalnya saham dan surat-surat berharga
lainnya. Kondisi tersebut akan mendorong kemampuan pemilik
asset untuk melakukan kegiatan investasi dan konsumsi.
Selanjutnya kegiatan tersebut akan mendorong pertumbuhan
ekonomi.
108
10,50%
11,00%
11,50%
12,00%
12,50%
13,00%
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
Suku Bunga Kredit
Gambar 4.7
Perkembangan Suku Bunga Kredit
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI) (data diolah)
b. Profit and Loss Sharing
Profit Loss Sharing merupakan keuntungan dari proyek atau
usaha akan dibagihasilkan sesuai nisbah (rasio) yang disepakati.
Apabila terjadi kerugian, maka kerugian dimaksud dapat
ditanggung baik oleh bank maupun nasabah debitur, tergantung
dari prinsip bagi hasil yang disepakati. Dalam profit/loss sharing,
jumlah yang dibagihasilkan adalah laba/rugi bersih setelah seluruh
biaya operasional diperhitungkan.
Dari gambar 4.8 posisi profit loss sharing cenderung
mengalami penurunan hingga bulan Desember 2016 porsi profit
loss sharing sebesar 11,07 persen. Hal tersebut dikarenakan bisnis
109
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
Jan
-11
Me
i-1
1
Sep
-11
Jan
-12
Me
i-1
2
Sep
-12
Jan
-13
Me
i-1
3
Sep
-13
Jan
-14
Me
i-1
4
Sep
-14
Jan
-15
Me
i-1
5
Sep
-15
Jan
-16
Me
i-1
6
Sep
-16
Profit Loss Sharing
dengan akad mudharabah dan musyarakah mengalami penurunan
maka jumlah bagi hasil pun ikut menurun. Saat ini rata-rata
perbankan syariah lebih mengedepankan skim murabahah, dimana
total komposisi murabahah mencapai 50 persen, sementara 50
persen lainnya terbagi antara skim mudharabah dan musyarakah.
Gambar 4.8
Perkembangan Profit Loss Sharing Pembiayaan
Periode Januari 2011 s.d. Desember 2016
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (SPS) (data diolah)
B. Analisis Uji Ekonometrik
1. Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang
digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari
masalah regresi lancung (spurious regression) karena data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series
umumnya tidak stasioner karena mengandung unit root pada tingkat
110
level. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first
difference dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test.
Jika nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tersebut
stasioner. Nilai kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah 5 persen.
Tabel 4.1
Hasil Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test
Sumber: Data penelitian (diolah)
Hasil dari uji stasioner untuk kedelapan variabel ditampilkan dalam
tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang
stationer pada tingkatan level, yaitu variabel kredit UMKM (LN_CRD).
Untuk alasan tersebut, maka dilakukan uji integrasi pada first
difference. Pada tingkat first difference semua variabel telah stasioner,
yaitu variabel LN_SBI, LN_SBIS, PUAB, PUAS, IR, PLS, LN_CRD,
LN_PYD. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas ADF seluruh
variabel menunjukan nilai kurang dari α = 0,05, maka semua variabel
tidak terjadi unit root pada tingkat first difference.
Variabel
Uji Stasioneritas Variabel dengan Metode ADF Test
Level First Difference
Prob.
ADF
t-statistic
ADF p-value
Prob.
ADF
t-statistic
ADF p-value
LN_SBI 0.1516 -2.378061 -2.903566 0.0000 -5.480738 -2.903566
LN_SBIS 0.6291 -1.292013 -2.902953 0.0000 -7.044895 -2.903566
PUAB 0.3807 -1.793573 -2.904848 0.0000 -9.320558 -2.904198
PUAS 0.3027 -1.962056 -2.903566 0.0001 -11.88829 -2.903566
IR 0.0573 -2.847643 -2.906923 0.0130 -3.436565 -2.904848
PLS 0.7281 -1.056835 -2.904198 0.0001 -10.02000 -2.904198
LN_CRD 0.0001 -5.137631 -2.910860 0.0000 -9.664690 -2.903566
LN_PYD 0.6410 -1.265957 -2.902953 0.0000 -9.674371 -2.903566
111
2. Pengujian Lag Optimum
Penetapan lag optimum bertujuan untuk menunjukan berapa lama
reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan
masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Pengujian panjang lag
ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC) dan
Schwarz Criterion (SC) yang terkecil. Pada penelitian ini model VAR
diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda kemudian
dibandingkan nilai SC-nya. Nilai SC terkecil dipakai sebagai acuan
nilai lag optimal. Berdasarkan hasil pengujian lag optimum, model I
dan model II optimum pada lag ke-1
Tabel 4.2
Hasil Uji Lag Optimum
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
Model I
0 514.5499 NA 2.24e-12 -15.47121 -15.33850 -15.41877
1 848.2807 616.8964 1.48e-16 -25.09942 -24.43588* -24.83722*
2 867.6857 33.51759* 1.34e-16* -25.20260* -24.00824 -24.73065
3 879.6765 19.25795 1.54e-16 -25.08110 -23.35592 -24.39940
Model II
0 414.2493 NA 4.69e-11 -12.43180 -12.29909 -12.37936
1 617.8562 376.3643 1.59e-13 -18.11686 -17.45332* -17.85466*
2 637.5372 33.99445 1.43e-13 -18.22840 -17.03404 -17.75645
3 654.9261 27.92765* 1.39e-13* -18.27049* -16.54531 -17.58879
Sumber: Data penelitian (diolah)
3. Uji Stabilitas VAR
Uji Stabilitas VAR digunakan untuk melihat kestabilan dari sistem
VAR. Apabila seluruh akar-akarnya memiliki modulus yang nilai
absolutnya lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circlenya, maka
112
model VAR tersebut stabil sehingga analisis IRF dan FEVD yang
dihasilkan dianggap valid. Dari hasil uji stabilitas VAR, dapat
disimpulkan bahwa sistem VAR bersifat stabil karena root yang diuji
memiliki kisaran kurang dari satu, yatu berkisar antara 0.588261 –
0.979824 pada model I dan berkisar antara 0.451872 – 0.939653 pada
model II.
Tabel 4.3
Hasil Uji Stabilitas sistem Vector Autoregression
Root Modulus
Model I
0.979824 0.979824 0.950267 - 0.015408i 0.950392 0.950267 + 0.015408i 0.950392
0.588261 0.588261
Model II
0.938481 - 0.046933i 0.939653 0.938481 + 0.046933i 0.939653
0.809362 0.809362 0.451872 0.451872
Sumber: Data penelitian (diolah)
4. Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test)
Uji Kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabel-
variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first
difference memiliki kointegrasi atau tidak. Uji Kointegrasi
mengimplikasikan bahwa dalam sistem persamaan tersebut terdapat
error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka
pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya.
Kointegrasi mempresentasikan hubungan keseimbangan jangka
panjang. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
113
Johansen dengan membandingkan trace statistic dengan nilai kritis
sebesar 5 persen. Jika nilai trace statistik lebih besar dibandingkan nilai
kritisnya maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut
(Masyitha, 2012:51). Berikut ini adalah hasil uji kointegrasi Johansen
model I sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model I)
Hypothesized
No. of CE(s)
Trace
Statistic
0.05
Critical Value Prob.** Kesimpulan
None * 30.91844 47.85613 0.6709
Tidak Terkointegrasi
At most 1 15.96303 29.79707 0.7149 Tidak Terkointegrasi
At most 2 4.554940 15.49471 0.8541 Tidak Terkointegrasi
At most 3 0.967997 3.841466 0.3252 Tidak Terkointegrasi
Sumber: Data penelitian (diolah)
Pada tabel 4.4 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
kointegrasi pada model I. Hal ini dikarenakan nilai kritis lebih besar
dibandingkan nilai trace statistiknya. Sehingga untuk uji selanjutnya
tidak dapat lanjut untuk uji jangka panjang yaitu pada uji VECM,
namun hanya sampai uji VAR saja.
Berikut ini hasil uji kointegrasi Johansen model II sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Johansen Cointegration Test (Model II)
Hypothesized
No. of CE(s)
Trace
Statistic
0.05
Critical Value Prob.** Kesimpulan
None * 43.36117 47.85613 0.1240
Tidak Terkointegrasi
At most 1 25.92968 29.79707 0.1308 Tidak Terkointegrasi
At most 2 12.43969 15.49471 0.1370 Tidak Terkointegrasi
At most 3 1.934485 3.841466 0.1643 Tidak Terkointegrasi
Sumber: Data penelitian (diolah)
114
Pada tabel 4.5 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
kointegrasi pada model II. Hal ini dikarenakan nilai kritis lebih besar
dibandingkan nilai trace statistiknya. Sehingga untuk uji selanjutnya
tidak dapat lanjut untuk uji jangka panjang yaitu pada uji VECM,
namun hanya sampai uji VAR saja.
Sehingga kesimpulan pada tabel 4.6 dari hasil uji kointegrasi
Johansen dari kedua model diatas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi
Model Kesimpulan
I Tidak Terkointegrasi, Model VAR
II Tidak Terkointegrasi, Model VAR
Sumber: Data penelitian (diolah)
5. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan arah
hubungan jangka pendek antar variabel. Dalam pengujian Kausalitas
Granger, jika nilai probabilitasnya kurang dari lima persen, artinya
variabel tersebut mempunyai hubungan kausalitas.
Tabel 4.7
Hasil Uji Kausalitas Granger
Hipotesis Probability Kesimpulan
Model I
PUAB does not Granger Cause IR 0.0144 IR -> PUAB
Model II
LNSBIS does not Granger Cause LNPYD 0.0104 LNPYD -> LNSBIS
PUAS does not Granger Cause LNPYD 0.0411 LNPYD -> PUAS
115
PLS does not Granger Cause LNPYD 0.0331 LNPYD -> PLS
LNSBIS does not Granger Cause PLS 0.0123 PLS -> LNSBIS
Sumber: Data penelitian (diolah)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada model I bahwa
variabel suku bunga kredit secara signifikan mempengaruhi variabel
kredit UMKM (Prob = 0.0144) tetapi variabel kredit UMKM tidak
signifikan mempengaruhi suku bunga kredit sehingga hanya terjadi
kausalitas searah antara variabel suku bunga kredit dan kredit UMKM.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada model II bahwa
variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi variabel
SBIS (Prob = 0.0104) tetapi variabel SBIS tidak signifikan
mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi
kausalitas searah antara variabel SBIS dan pembiayaan UMKM.
Variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi variabel
PUAS (Prob = 0.0411) tetapi variabel PUAS tidak signifikan
mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi
kausalitas searah antara variabel PUAS dan pembiayaan UMKM.
Variabel pembiayaan UMKM secara signifikan mempengaruhi
variabel PLS (Prob = 0.0331) tetapi variabel PLS tidak signifikan
mempengaruhi variabel pembiayaan UMKM sehingga hanya terjadi
kausalitas searah antara variabel PLS dan pembiayaan UMKM.
Variabel PLS secara signifikan mempengaruhi variabel SBIS (Prob =
0.0123) tetapi variabel SBIS tidak signifikan mempengaruhi variabel
116
PLS sehingga hanya terjadi kausalitas searah antara variabel SBIS dan
PLS.
6. Estimasi VAR
Dari hasil uji kointegrasi sebelumnya terbukti bahwa tidak terdapat
kointegrasi pada model II. Untuk itu digunakanlah model VAR untuk
menganalisis responsivitas pembiayaan UMKM (PYD) terhadap
instrumen moneter syariah. Dengan analisis VAR dapat diketahui
hubungan jangka pendek saja antar variabel.
Tabel 4.8 menyajikan hasil estimasi dengan VAR. Uji-t dilakukan
pada level of significant (α = 5%) dengan nilai t-tabel 1.66757. Berikut
ini hasil dari estimasi VAR model I:
Tabel 4.8
Hasil Estimasi VAR (Model I)
LN_CRD t-tabel
LN_CRD(-1) 59.5817 1.66757
LN_SBI(-1) 0.82352 1.66757
PUAB(-1) -1.34966 1.66757
IR(-1) 1.08655 1.66757
Sumber: Data penelitian (diolah)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa variabel kredit
UMKM memiliki pengaruh besar terhadap variabel itu sendiri. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka pendek tidak ada variabel
instrumen moneter konvensional yang mempengaruhi kredit UMKM
LN_CRD(-1) LN_SBI(-1) PUAB(-1) IR(-1)
LN_CRD 59.5817 0.01293 0.66098 0.14263
t-tabel 1.66757 1.66757 1.66757 1.66757
117
begitupun sebaliknya. Dikarenakan nilai t-statistik lebih kecil dari nilai
t-tabelnya.
Tabel 4.9 menyajikan hasil estimasi dengan VAR. Uji-t dilakukan
pada level of significant (α = 5%) dengan nilai t-tabel 1.66757. Berikut
ini hasil dari estimasi VAR model II:
Tabel 4.9
Hasil Estimasi VAR (Model II)
LN_PYD t-tabel
LN_PYD(-1) 23.8332 1.66757
LN_SBIS(-1) -0.82490 1.66757
PUAS(-1) -1.71241 1.66757
PLS(-1) 1.21573 1.66757
Sumber: Data penelitian (diolah)
Berdasarkan hasil uji estimasi VAR pada Model II dapat dijelaskan
bahwa variabel pembiayaan UMKM memiliki pengaruh besar terhadap
variabel itu sendiri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka
pendek variabel PUAS memiliki pengaruh negatif terhadap pembiayaan
UMKM artinya adalah apabila imbal hasil PUAS meningkat 1% akan
menurunkan pembiayaan UMKM sebesar 1,71 persen. Hal sebaliknya
variabel pembiayaan UMKM tidak memiliki pengaruh terhadap
instrumen moneter syariah dikarenakan nilai t-statistik lebih kecil dari
nilai t-tabelnya.
LN_PYD(-1) LN_SBIS(-1) PUAS(-1) PLS(-1)
LN_PYD 23.8332 1.50827 0.40208 1.49483
t-tabel 1.66757 1.66757 1.66757 1.66757
118
7. Impulse Response Function (IRF)
Analisis Impulse Response Function (IRF) melacak respon dari
variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan
(shocks) atau perubahan di dalam variabel gangguan. Jika gambar IRF
menunjukkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan
(convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya bermakna
respon suatu variabel akibat suatu kejutan makin lama akan menghilang
sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen
terhadap variabel tersebut.
Hasil Impulse Response Function (IRF) untuk pengaruh insrumen
moneter syariah dan konvensional menyatakan bahwa jika hasil tersebut
mengalami tren negatif artinya adalah variabel tersebut mempengaruhi
penurunan penyaluran dana UMKM, sedangkan jika mengalami tren
positif artinya adalah variabel tersebut mempengaruhi kenaikkan
penyaluran dana UMKM.
119
Gambar 4.9
Hasil Impulse Response Function (Model I)
Sumber: Data penelitian (diolah)
Hasil uji IRF pada variabel-variabel dalam Model I adalah sebagai
berikut:
a) Variabel SBI pada awal periode belum direspon oleh kredit
UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel SBI
menunjukkan tren positif.
b) Variabel PUAB pada awal periode belum direspon oleh kredit
UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel PUAB
menunjukkan tren negatif.
c) Variabel IR pada awal periode belum direspon oleh kredit UMKM.
Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 variabel IR menunjukkan
tren positif.
120
Gambar 4.10
Hasil Impulse Response Function (Model II)
Sumber: Data peneitian (diolah)
Hasil uji IRF pada variabel-variabel dalam Model II adalah sebagai
berikut:
a) Variabel SBIS pada awal periode belum direspon oleh pembiayaan
UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-66 variabel SBIS
menunjukkan tren negatif, tetapi pada periode ke-67 hingga periode
ke-72 variabel SBIS menunjukkan tren positif.
b) Variabel PUAS pada awal periode belum direspon oleh
pembiayaan UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-31
variabel PUAS menunjukkan tren negatif, tetapi pada periode ke-
32 hingga periode ke-72 variabel PUAS menunjukkan tren positif.
c) Variabel PLS pada awal periode belum direspon oleh pembiayaan
UMKM. Pada periode ke-2 hingga periode ke-65 variabel PLS
121
menunjukkan tren positif, tetapi pada periode ke-66 hingga periode
ke-72 variabel PLS menunjukkan tren negatif.
8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Variance Decomposition (FEVD) bermanfaat untuk menjelaskan
kontribusi dari masing-masing variabel terhadap shock yang
ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. FEVD
memiliki tujuan untuk menjelaskan seberapa besar persentase
kontribusi masing-masing guncangan (shock) dalam variabel yang
mempengaruhi kredit dan pembiayaan UMKM di Indonesia. Dapat kita
lihat pada tabel dibawah ini merupakan tabel yang menggambarkan
variance decomposition periode Januari 2011 sampai dengan Desember
2016. Berikut adalah hasil variance decomposition pada model I:
Gambar 4.11
Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang Kredit UMKM
(CRD) Model I
122
Sumber: Data penelitian (diolah)
Berdasarkan hasil Variance Decomposition (FEVD) pada model I
yang ditunjukkan diatas, dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh
variabel penelitian terhadap kredit UMKM. Pada periode pertama,
variabel kredit UMKM secara signifikan dipengaruhi oleh variabel
kredit itu sendiri sebesar 100 persen. Kontribusi variabel lain mulai
berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM memasuki periode
kedua dengan persentase untuk SBI sebesar 0,19 persen, PUAB sebesar
0,69 persen, dan suku bunga kredit sebesar 0,12 persen. Memasuki
periode ke-72 (tahun ke-6), kontribusi masing-masing variabel
mengalami perubahan terhadap penyaluran kredit UMKM. Pengaruh
kredit UMKM terhadap penyaluran kredit itu sendiri menurun hingga
menjadi sebesar 84,51 persen. Lalu diikuti variabel SBI yang meningkat
menjadi 10,06 persen, PUAB menjadi 4,06 persen, dan suku bunga
kredit menjadi 1,35 persen. Hal ini juga meberikan kesimpulan bahwa
variabel-variabel konvensional memberikan sumbangan pada variabel
kredit UMKM sebesar 15,47 persen. Berikut adalah hasil variance
decomposition pada model II:
123
Gambar 4.12
Hasil Variance Decomposition (FEVD) Penyumbang Pembiayaan
UMKM (PYD) Model II
Sumber: Data penelitian (diolah)
Berdasarkan hasil Variance Decomposition (FEVD) pada model II
yang ditunjukkan diatas, dapat diidentifikasi seberapa besar pengaruh
variabel penelitian terhadap pembiayaan UMKM. Pada periode
pertama, variabel pembiayaan UMKM secara signifikan dipengaruhi
oleh variabel pembiayaan itu sendiri sebesar 100 persen. Kontribusi
variabel lain mulai berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan
UMKM memasuki periode kedua dengan persentase untuk SBIS
sebesar 0,12 persen, PUAS sebesar 1,01 persen, dan PLS sebesar 0,81
persen. Memasuki periode ke-72 (tahun ke-6), kontribusi masing-
masing variabel mengalami perubahan terhadap penyaluran pembiayaan
UMKM. Pengaruh pembiayaan UMKM terhadap penyaluran
pembiayaan itu sendiri menurun hingga menjadi sebesar 30,56 persen.
124
Variabel SBIS mengalami peningkatan menjadi sebesar 51,47 persen,
PUAS menjadi sebesar 7,03 persen, dan PLS menjadi sebesar 6,73
persen. Hal ini juga meberikan kesimpulan bahwa variabel-variabel
syariah memberikan sumbangan pada variabel pembiayaan UMKM
sebesar 69,43 persen.
C. Analisis Penelitian
Pada penelitian kali ini akan melakukan pembahasan mengenai
perbandingan instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap
penyaluran dana ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di
Indonesia. Berdasarkan hasil uji IRF, respon kredit UMKM terhadap
guncangan suku bunga kredit (IR) pada periode ke-2 hingga ke-72 adalah
positif karena pada periode tersebut suku bunga kredit cenderung mengalami
penurunan sesuai dengan teori dimana semakin turun tingkat suku bunga
kredit maka semakin meningkat jumlah penyaluran kredit yang disalurkan
sehingga penempatan dana pada penyaluran kredit UMKM mengalami
peningkatan.
Respon kredit UMKM terhadap guncangan SBI pada periode ke-2 hingga
ke-72 adalah positif karena pada periode tersebut penempatan dana pada
variabel SBI cenderung mengalami penurunan sehingga penempatan dana
pada penyaluran kredit UMKM mengalami peningkatan. Begitu pula dengan
respon kredit UMKM terhadap guncangan suku bunga PUAB pada periode
ke-2 hingga ke-72 adalah negatif karena pada periode tersebut suku bunga
125
PUAB cenderung mengalami penurunan sehingga bank lebih tertarik
menempatkan dana likuiditasnya pada instrumen PUAB sehingga porsi
penyaluran kredit mengalami penurunan. Hasil uji IRF pada guncangan
PUAB ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan Kassim
(2010) bahwa suku bunga overnight di pasar uang antarbank sebagai
indikator kebijakan moneter direspon negatif oleh deposito Islam,
menyiratkan bahwa ketika terjadi kebijakan suku bunga tinggi, maka akan
diikuti oleh penurunan deposito Islam.
Respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan Profit Loss Sharing
(PLS) pada periode ke-2 hingga ke-65 adalah positif karena pada periode
tersebut PLS cenderung mengalami peningkatan sehingga semakin besar
keuntungan yang akan diperoleh bank yang akan berdampak pada
penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami
peningkatan. Tetapi pada periode ke-66 hingga ke-72 respon pembiayaan
terhadap guncangan PLS adalah negatif karena pada periode tersebut PLS
cenderung mengalami penurunan sehingga keuntungan yang diperoleh bank
mengalami penurunan yang akan berdampak pada penempatan dana pada
penyaluran pembiayaan UMKM mengalami penurunan.
Respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan SBIS pada periode
ke-2 hingga ke-66 adalah negatif karena pada periode tersebut penempatan
dana pada variabel SBIS cenderung mengalami peningkatan sehingga
penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami
penurunan. Tetapi pada periode ke-67 hingga ke-72 respon pembiayaan
126
UMKM terhadap guncangan SBIS adalah positif karena pada periode tersebut
penempatan dana pada variabel SBIS cenderung mengalami penurunan
sehingga penempatan dana pada penyaluran pembiayaan UMKM mengalami
peningkatan. Hasil pengujian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rusyidiana (2009) bahwa terdapat hubungan negatif antara SBI dengan
pembiayaan syariah dan SWBI dengan pembiayaan syariah dimana semakin
tinggi tingkat SWBI dan SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan
syariah dan sebaliknya.
Respon pembiayaan UMKM terhadap gunncangan imbal hasil PUAS
pada periode ke-2 hingga ke-31 adalah negatif karena pada periode tersebut
imbal hasil PUAS cenderung mengalami peningkatan sehingga semakin besar
penempatan dana pada instrumen PUAS dan akan mengurangi porsi
penempatan dana pada pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke-32
hingga ke-72 respon pembiayaan UMKM terhadap guncangan imbal hasil
PUAS adalah positif karena pada periode tersebut imbal hasil PUAS
cenderung mengalami penurunan sehingga semakin kecil penempatan dana
pada instrumen PUAS semakin besar porsi penempatan dana pada
pembiayaan UMKM.
Berdasarkan estimasi pengujian FEVD, variabel-variabel syariah
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pembiayaan UMKM pada
perbankan syariah sebesar 69,43 persen dibandingkan dengan variabel-
variabel konvensional terhadap kredit UMKM pada perbankan konvensional
yang hanya sebesar 15,47 persen. Selain itu, instrumen SBIS dari jalur
127
perbankan syariah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
instrumen SBI dari jalur perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan
pembiayaan UMKM dari perbankan syariah mendapatkan pengaruh langsung
dari SBIS sebagai salah satu instrumen moneter syariah pada saat transmisi
moneter. Hal ini mengindikasikan bahwa peran SBI yang semakin tidak
efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang
semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
128
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada bab
IV, maka pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil estimasi VAR pada model I dapat disimpulkan
bahwa variabel kredit UMKM memiliki pengaruh besar terhadap
variabel itu sendiri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa dalam jangka
pendek tidak ada variabel instrumen moneter konvensional yang
mempengaruhi kredit UMKM begitupun sebaliknya. Dikarenakan nilai
t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya.
2. Berdasarkan hasil estimasi VAR pada model II dapat disimpulkan
bahwa dalam jangka pendek variabel PUAS memiliki pengaruh negatif
terhadap pembiayaan UMKM artinya adalah apabila imbal hasil PUAS
meningkat 1% akan menurunkan pembiayaan UMKM sebesar 1,71
persen. Hal sebaliknya variabel pembiayaan UMKM tidak memiliki
pengaruh terhadap instrumen moneter syariah dikarenakan nilai t-
statistik lebih kecil dari nilai t-tabelnya.
3. Berdasarkan hasil uji Impulse Response Function (IRF) pada pengaruh
instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana
ke sektor UMKM pada model I dan model II adalah sebagai berikut:
129
a) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan SBI menunjukkan
tren positif yang berarti variabel SBI mempengaruhi kenaikkan
kredit UMKM.
b) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan PUAB
menunjukkan tren negatif yang berarti variabel PUAB
mempengaruhi penurunan kredit UMKM.
c) Pada periode ke-2 hingga periode ke-72 kejutan IR menunjukkan
tren positif yang berarti variabel IR mempengaruhi kenaikkan
kredit UMKM.
d) Pada periode ke-2 hingga periode ke-66 kejutan SBIS
menunjukkan tren negatif yang berarti variabel SBIS
mempengaruhi penuruan pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode
ke-67 hingga periode ke-72 kejutan SBIS menunjukkan tren positif
yang berarti variabel SBIS mempengaruhi kenaikkan pembiayaan
UMKM.
e) Pada periode ke-2 hingga periode ke-31 kejutan PUAS
menunjukkan tren negatif yang berarti variabel PUAS
mempengaruhi penurunan pembiayaan UMKM. Tetapi pada
periode ke-32 hingga periode ke-72 kejutan PUAS menunjukkan
tren positif yang berarti variabel PUAS mempengaruhi kenaikkan
pembiayaan UMKM.
f) Pada periode ke-2 hingga periode ke-65 kejutan PLS menunjukkan
tren positif yang berarti variabel PLS mempengaruhi kenaikkan
130
pembiayaan UMKM. Tetapi pada periode ke 66 hingga periode ke-
72 kejutan PLS menunjukkan tren negatif yang berarti variabel
PLS mempengaruhi penurunan pembiayaan UMKM.
4. Berdasarkan hasil uji FEVD pada model I dapat disimpulkan bahwa
variabel-variabel konvensional meliputi SBI 10,06 persen, PUAB 4,06
persen, dan IR 1,35 persen yang memberikan sumbangan terhadap
kredit UMKM sebesar 15,47 persen. Sedangkan dalam hasil uji FEVD
model II dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel syariah meliputi
SBIS 51,47 persen, PUAS 7,03 persen, dan PLS 10,93 persen yang
memberikan sumbangan terhadap pembiayaan UMKM sebesar 69,43
persen. Sehingga dapat dikatakan berdasarkan hasil uji FEVD, bahwa
variabel-variabel syariah memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap pembiayaan UMKM pada perbankan syariah dibandingkan
dengan variabel-variabel konvensional terhadap kredit UMKM pada
perbankan konvensional. Selain itu, instrumen SBIS dari jalur
perbankan syariah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dengan instrumen SBI dari jalur perbankan konvensional. Hal ini
mengindikasikan bahwa peran SBI yang semakin tidak efektif dalam
transmisi moneter melalui jalur kredit dan peran SBIS yang semakin
signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
131
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis sampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Peran SBIS yang semakin signifikan melalui jalur pembiayaan
perbankan syariah mengindikasikan kinerja instrumen moneter syariah
semakin baik. Untuk lebih mengefektifkan SBIS sebagai instrumen
moneter syariah yang mampu mendorong bertumbuhnya sektor riil,
perbankan syariah kedepannya harus mengoptimalkan intermediasi ke
sektor UMKM sehingga mampu memberikan dampak yang positif
terhadap sektor UMKM.
2. Transmisi kebijakan moneter lewat jalur kredit perbankan konvensional
berjalan kurang optimal terlihat dari hasil FEVD yang menunjukan
pengaruh instrumen moneter SBI yang tidak terlalu besar. Untuk itu,
otoritas moneter harus ikut berpartisipasi mendorong penyaluran dana
perbankan ke sektor UMKM mengingat potensi sektor UMKM yang
masih sangat besar bagi perekonomian Indonesia.
132
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Ridho Alfin. “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar, Inflasi, dan IHSG terhadap
Jakarta Islamic Index (JII)”. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah,
2014.
Algound, Latifa M dan Mervyn K. Lewis. “Perbankan Syariah”. Cetakan Ke-1.
Jakarta: Serambi, 2004.
Andari, Yuni dan Ike Yuli Andjani. “Analisis Pengaruh Suku Bunga Pasar Uang
Antar Bank Terhadap Kredit Bank di Indonesia”. Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada (UGM), 2015.
Ascarya. “Buletin Ekonomi dan Perbankan: Alur Transmisi dan Efektifitas
Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia”. Jakarta: Bank Indonesia, 2012.
Ascarya. “Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter: Seri Kebanksentralan”.
Jakarta: Bank Indonesia, 2005.
Awawin, Mirsad. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan
Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia”.
Bogor: Skripsi Institut Pertanian Bogor, 2014.
Ayuniyyah, Qurroh. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan
Konvensional Terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia”. Bogor:
Skripsi Institut Pertanian Bogor, 2010.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2004. Islamic Micro Macro Economics. Module 1,
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2005. Sinlammim Kode Tuhan. Esa Alam, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2006. Jejak Islam Yang Hilang. Sinlammim, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2008. Analisis Pemodelan Sukuk Indonesia Malaysia
Dengan System Dynamics. Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. January-April 2008. Comparative Study of Islamic
Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach. Jurnal
Ekonomi Kemasyarakatan Equilibirium, Vol,5, No. 2 Jakarta.
http://www.stiead.ac.id.
133
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Kaffah Approach In Islamic Economics
Theory. Journal. University Islamic Indonesia (UII), Jogjakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Holistic Thinking To Develop Islamic
Bonds In Indonesia. Proceeding. IAEI – University Airlangga (Unair),
Surabaya, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. September 2008. Sukuk Dynamics In System Thinking.
School Of Business (SBM), Institute Technology Bandung (ITB), Bandung,
Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Application Of Mathematics In
Information System Based On Al-Quran. Working Paper, Studium General,
State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Assimilation of Sinlammim Into
System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On Sukuk As
Islamic Economic Instrument. Proceeding. University of Malahayati,
Lampung, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Future of Sukuk Between Malaysia
and Indonesia Based on System Thinking. Proceeding. Monash University,
Sunway Campus, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Mistery of Digital Root Based On
Sinlammim Method. Proceeding. Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bandung, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Root Of Mathematics And Science
Is level Compared With Religious Thinking. Proceeding. State Islamic
University (UIN) Jakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. November 2008. The Sukuk Competition Between
Indonesia and Malaysia With System Dynamics. Proceeding. University
Malaysia Sabah, Labuan, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method Through
Digital Root. Proceeding, ISOIT International Seminar on Islamic Thought,
UKM, Bangi, Malaysia.
134
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Education on Root Of Islam. Proceeding,
International Seminar On Islamic Education. UNJ, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Pasar Modal Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Moneter Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Perekonomian Indonesia. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Ekonomi Makromikro Syariah. Modul Kuliah,
Pasca Sarjana, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Lampung.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. New Paradigm on Sinlammim Kaffah In Islamic
Economics. Jurnal Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. March 2009. The Application of Kaffah Economics on
Sukuk As Islamic Economic Instrument In OIC Countries. IRTI-IDB, IIUM,
Kuala Lumpur, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2009. Pemodelan Institusi Keuangan Islam
Berbasis Metode Sinlammim Kaffah (Studi Kelayakan Pada Bofsa), UII,
Jogjakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2009. Islamic Principle and Financial Aspect
in Sukuk on Asset Becked securities. IALE Hukumonline.com, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method
Through Digital Root. Proceeding, UKM Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Makro Islam Tuga Dimensi. Modul
Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Modul
Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
135
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Islamic Civilization Versus western System.
Proceeding. International Conference on Islamic Civilization. Kahorem
Pakistam.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Moneter Tiga Dimensi. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Perbankan Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Islam Tiga Dimensi. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. The Prospect Of Islamic Revival In Indonesia
2015 Based on Development of Sukuk The Sukuk Through Sinlammim
Kaffah Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics Days
(Second), UI, Depok.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. New Paradigm in On Sinlammim Kaffah In
Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta.
http://www.uinjkt.ac.id.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Academic Literature, Haji Finance
Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Education on Root of Islam. Proceeding
International Seminar Islam's Contribution in Education to Empower
Human Resources.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2010. The prospect of IslamicRevival in
Indonesia 2015 Based on Development of Sukuk The Skuk Through
Sinlamim Kaffaf Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics
Days (Second), UI, Depok.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. New Paradigm on System Thinking. Jurnal
Ekonotika. Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan (IESP), Jakarta.
136
Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. Draft regulation Act of Haji Finance
Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Sinlamim: Kode Tuhan, Esa Alam, Jakarta.
Http://www.tokogunungagung.co.id.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Information System on Islam. Book Of MIS
Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Comunication Information
Techonology, Faculty of Techniquem University of Indonesia, Depok.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Five Pillars of Economy, Economy Development
In Islamic Perspective. Book of Journal, Development Studdies, Fauculty
Economics Bussiniess, State Islamic University. Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Islamic Economic. Book of Article, University
Of Islam Riau (UIR).
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Keterkaitan Indikator Moneter Syariah
Terhadap Pendapatan Domestik Bruto. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 1.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. New Paradigm on Islamic Kafah in Islamic
Economics. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 2.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2012. Islamic Micro Economy. Book of Article,
IESP Program FEB, UIN Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. May 2012. Macro Economy in Islam. Book of Article
Accounting Program FEB, UIN Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. June 2012. Islamic Economic. Book of Article,
University of Islam Riau (UIR).
Azis, Roikhan Mochamad. Oktober 2012. Five Pillars of Economy. Economy
Press. Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. November 2012. Information System on Islam. Book
Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Communication
Information Technology, Faculty Of Techniquem University Of Indonesia,
Depok.
137
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Pemodalan Lembaga Keuangan Syariah Non
Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta.
http://www.uhamka.ac.id.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Islamic Monetary Based On Method. Book of
Journal. Islamic Monetary Program State Islamic University, Faculty of
Economics Bussiness.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. The Simulation of Islamic Economic Instrument
as Sukuk. Jurnal Nalar Fiqh Vol. 8 No. 2.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Determinan Tabungan Mudharabah di
Indonesia. Jurnal Signifikan Vol. 2 No. 2. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. Januari 2013. Islamic Monetary Based On Method.
Book of Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN
Press, Jakarta.
Azis, Roikhan Mochamad. Januari – April 2013. Pemodelan Lembaga Keuangan
Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7
No.2, Jakarta http://www.uhamka.ac.id.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan
Filosofis dan Simbolik. Integrasi Keilmuan. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Dida dan Kada dalam Bahasa, Agama, serta
Keragaman Budaya. Dialektika, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 1 No. 1.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Economic is Universal Compliance. The 1st
International Conference on Thoughts on Human Science in Islam (IC-
ThuSI) Sadra International Institute & STFI Sadra Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Islamic Physics. Proceeding of Islam, Science,
and Civilization UIN Walisongo dan Universitas Teknologi Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Peran Kata Ganti Dalam Membangun Karakter
Generasi Muda. Prosiding Seminar Nasional STKIP Siliwangi Bandung.
138
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Investasi
Pasar Modal Syariah. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Ekonomi
Makro Mikro Dalam Prespektif Islam. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Teori H dalam Islam Sebagai Wahyu dan
Turats. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Schumpeter Thought and Islamic Worldview.
Proceedings of International Seminar on Islamic Economics FEB UIN
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Islamic Economic Methodology.
Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global
Universitas Negri Solo, Surakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. The Influence of Household's Income, Price and
Religiosity Towards Consumption of Halal Product. Proceeding of Call For
Paper And International Seminar on Thoughts of Schumpeter and Islamic
Economics Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Psychology in Family System. Book of
Abstract International Conference on Islamic Psychology (ICONYPSY).
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Ekonomi. Buku
Program Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Peer Review of Teaching as an Integral Part of
The Programme Accreditation Self Evaluation in FEB SIU Jakarta.
International Collaborative Research antara FEB UIN Jakarta dengan
University of Graz (Austria), University of Applied Sciences Wurzburg-
Schweinfurt (Jerman), dan University of Rhein Waal (Jerman).
Aziz, Roikhan Mochamad. Agustus 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Berpikir
Menyeluruh Sebagai Metedologi Ekonomi Islam. Procedding ICIEF15:
Strengthning Islamic Economics and Financial Institution for Financial
Institution for the Welfare of Ummah. Universitas Mataram, Lombok.
139
Aziz, Roikhan Mochamad. September 2015. Hahslm Islamic Economics
Methodology. Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness
Toward Global Universitas Negeri Solo, Surakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Teori H Sebagai Wahyu Dan Turats Dalam
Islam. Jurnal Ushuluddin Vol 24 No 1. Universitas Islam Negeri Riau.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Gold Pawn in Indonesian Islamic Banks and
Pawnshop for Asset Growth of Islamic Pawnshop. The 3rd
Sebelas Maret
International Conference on Business, Economics and Social Science Solo.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Factors of Internal, External And Religiosity To
Influence Lecture Performance By Peer Review Teaching on HAHSLM
Approach. The 3rd International Conference on Socio-Cultural Relationship
and Education Pedagogy Learning Science Bali.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Bazis Scholarship Funds And Student
Achievement. Jurnal Shirkah Vol. 1 No. 2.
Chapra, Umar. “Sistem Moneter Islam”. Jakarta: Gema Insani, 2000.
Edward, Deddy. “Ciri-Ciri Usaha UMKM: Pengertian dan Ciri-Ciri UMKM”,
artikel diakses tanggal 8 Desember 2016, dari http://usaha-
umkm.blog.com/2008/8/?page=4
Fauziah, Farah. “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional
dan Syariah Melalui Jalur Harga Aset Terhadap Inflasi di Indonesia
Periode 2011-2014”. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2015.
Kasmir. “Pemasaran Bank”. Edisi Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Kobayashi, Teruyoshi. “Incomplete Monetary Pass-Through and Optimal
Monetary Policy”. International Journal of Central Banking Vol. 4 No. 3
September 2008.
Meydianawathi, L. H. “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada
Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006)”. Buletin Studi Ekonomi, Volume
12 Nomor 2, 2007.
Muhammad. “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”. Yogyakarta: AMP YKPN,
2005.
Muhammad. “Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank
Syariah”. Yogyakarta: UII Press, 2004.
140
Muslim, Fauzal. “Analisis Transmisi Kebijakan Moneter (Credit Chanelling)
Terhadap Posisi Kredit Investasi di Indonesia Periode 2001:1 – 2007:6”.
Bandung: Skripsi Universitas Padjajaran, 2008.
Mustafidan, Rafikha Rustianah. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Likuiditas
Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2007-2012”. Yogyakarta:
Skripsi UIN Sunan Klijaga, 2013.
Nasaruddin, Indoyama. “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi
Hasil, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Terhadap Pembiayaan Pada Bank
Syariah di Indonesia (Studi Kasus Pada PT Bank Syariah Mandiri)”.
Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
Nasution, Mustofa Edwin dan Ranti Wiliasih. “Profit Sharing dan Moral Hazzard
dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia”.
Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia Vol. VIII No. 2 Januari, 2007.
Nisaputra, Rezkiana. “Kredit UMKM: Beyond Banking & Money Business”,
artikel diakses tanggal 4 Desember 2016, dari www.infobanknews.com
Priambodo, Fajar Bayu. “Pengaruh Jumlah Simpanan dan Tingkat Bunga Kredit
Terhadap Penyaluran Kredit Bank Pembangunan Daerah Kalimantan
Timur”. Portalgaruda.org, Volume 1 No. 1, 2012.
Putri, Maulida Cahyaning. “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Non
Syariah Terhadap Total Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia”.
Jember: Skripsi Universitas Jember, 2013.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi:
Makroekonomi dan Mikroekonomi”. Jakarta: FEUI, 2008.
Ramadhan, Masyitha Mutiara. “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah
dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) di Indonesia”. Jurnal al-Muzaki‟ah, Vol I, No. 2,
2013.
Rusydiana, Aam Slamet. “Mekanisme Transmisi Syariah Pada Sistem Moneter
Ganda di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 11
No. 4, 2009.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Jakarta: LPFE-UI, 2004.
Sukmana, Raditya dan Salina H. Kassim. “Roles Of The Islamic Banks In The
Monetary Transmission Process In Malaysia”. International Journal of
Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 3 No. 1, 2010.
Sulhan, Muhammad. “Manajemen Bank: Konvensional dan Syariah”. Malang:
UIN-Malang Press, 2008.
141
Suryapraja, Dadan. “Bank Syariah Bukan Bank Murabahah”, artikel diakses
tanggal tanggal 5 Desember 2016, dari www.republikaonline.com
Syafi‟i, Muhammad Antonio. “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”. Jakarta:
Gema Insani, 2001.
Utami, Dyah. “Pengaruh SIBOR, SBI, KURS Terhadap Suku Bunga Pasar Uang
Antar Bank Periode Tahun 2000 Q.1 sampai 2009 Q.14”. Semarang: Skripsi
Universitas Negeri Semarang, 2011.
Van Leuvensteijn, Michael et al. “Impact of Bank Competition On The Interest
Rate Pass-Through In The Euro Area”. ECB Working Paper Series No.
885, 2008.
Warjiyo, Perry. “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia”. Jakarta:
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2004.
Wirdianingsih, dkk. “Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana,
2005.
Website:
www.bi.go.id
www.ojk.go.id
http://roikhanma.wordpress.com
http://roikhanmochamadaziz.wordpress.com
142
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data dari Variabel-Variabel yang digunakan
Bulan SBI SBIS PUAB PUAS IR PLS CRD PYD
Jan-11 195394 3296 6,03% 6,14% 12,45% 13,96% 360665 52519
Feb-11 194635 3326 6,10% 6,24% 12,44% 14,01% 367617 52411
Mar-11 230148 3376 6,14% 6,25% 11,69% 14,43% 391757 54641
Apr-11 230071 3701 6,31% 5,25% 11,81% 14,15% 392400 56085
Mei-11 197871 3271 6,24% 6,24% 11,79% 14,33% 405171 57913
Jun-11 185946 3042 6,17% 6,05% 11,77% 14,41% 417619 60695
Jul-11 181996 1604 5,82% 5,62% 12,29% 14,23% 419417 61962
Agst-11 171228 1819 5,88% 6,16% 12,22% 14,18% 428535 64925
Sep-11 149228 1989 5,31% 5,75% 12,11% 13,81% 435999 66517
Okt-11 143069 2574 5,05% 5,25% 12,09% 13,75% 439849 68840
Nov-11 138010 3144 4,53% 5,10% 12,00% 13,48% 445505 69197
Des-11 119777 3476 4,55% 5,08% 11,98% 13,64% 458163 71810
Jan-12 106355 3799 4,02% 4,25% 12,16% 13,76% 421458 72524
Feb-12 99074 3806 3,76% 3,96% 12,04% 13,59% 448825 73392
Mar-12 94497 3567 3,77% 4,13% 12,02% 13,80% 458311 76941
Apr-12 95497 3155 3,76% 4,09% 11,87% 13,82% 468141 75339
Mei-12 95664 3160 3,93% 4,09% 11,79% 13,81% 482899 78120
Jun-12 89734 3155 4,06% 4,74% 11,80% 13,65% 506195 81218
Jul-12 82178 2662 4,06% 4,17% 11,79% 13,70% 505406 83471
Agst-12 81477 2372 4,09% 4,30% 11,74% 13,80% 487917 76304
Sep-12 68188 2495 4,11% 4,43% 11,71% 13,93% 486251 80456
Okt-12 69560 2382 4,19% 4,70% 11,69% 13,68% 497045 83092
Nov-12 75805 2763 4,15% 4,33% 11,62% 13,70% 516304 86218
Des-12 78873 3455 4,45% 4,42% 11,50% 13,44% 526397 90860
Jan-13 84272 3970 4,18% 4,51% 11,50% 13,54% 506793 92672
Feb-13 88070 4595 4,20% 4,23% 11,46% 13,45% 514518 96493
Mar-13 91999 4855 4,25% 4,28% 11,45% 13,13% 529452 100793
Apr-13 95379 4958 4,16% 4,29% 11,45% 12,97% 543033 102206
Mei-13 94729 5048 4,17% 4,14% 11,47% 12,52% 558532 103489
Jun-13 81920 4623 4,60% 5,01% 11,42% 12,32% 583741 103816
Jul-13 74101 4423 4,89% 5,38% 11,68% 14,97% 583859 108932
143
Agst-13 66079 3848 5,42% 5,56% 11,65% 14,31% 579308 104724
Sep-13 64974 3610 5,70% 6,11% 11,81% 12,74% 589361 106577
Okt-13 89260 4472 5,70% 6,19% 11,95% 12,80% 589228 107500
Nov-13 89295 4467 5,96% 6,54% 12,08% 12,67% 595372 108311
Des-13 91392 4712 6,23% 6,25% 12,14% 13,51% 608822 110086
Jan-14 91447 4847 5,88% 6,48% 12,24% 12,57% 594725 108138
Feb-14 91857 5237 5,86% 6,31% 12,35% 12,64% 604802 107080
Mar-14 103510 5377 5,89% 6,62% 12,39% 14,79% 619401 108327
Apr-14 110566 5977 5,85% 6,47% 12,40% 11,91% 627522 109506
Mei-14 114342 6414 5,85% 6,57% 12,65% 13,28% 635429 63747
Jun-14 109957 6792 5,87% 6,35% 12,64% 13,48% 651280 63835
Jul-14 85272 5890 6,55% 7,30% 12,72% 12,67% 651180 62747
Agst-14 85272 6120 5,85% 6,73% 12,78% 13,22% 648640 65862
Sep-14 79175 6490 5,84% 6,36% 12,79% 13,18% 655628 53606
Okt-14 81730 6680 5,81% 6,17% 12,83% 13,49% 654520 64980
Nov-14 82605 6530 5,80% 5,19% 12,85% 13,46% 660850 59148
Des-14 88899 8130 6,12% 6,30% 12,81% 13,61% 671721 59806
Jan-15 88290 8050 5,84% 6,27% 12,78% 12,21% 653287 58142
Feb-15 87290 9040 5,65% 5,87% 12,75% 12,30% 662660 57780
Mar-15 87290 8810 6,45% 6,89% 12,84% 11,96% 684494 57203
Apr-15 77290 9130 5,74% 5,84% 12,77% 11,79% 688297 54812
Mei-15 69290 8858 5,60% 5,77% 12,73% 11,56% 694690 51602
Jun-15 64290 8458 5,67% 5,21% 12,71% 11,82% 710888 52792
Jul-15 52015 8163 5,62% 5,87% 12,67% 11,50% 708305 50073
Agst-15 55155 8585 5,74% 5,73% 12,65% 11,80% 710097 41738
Sep-15 42631 7720 8,12% 6,95% 12,60% 11,80% 715358 46425
Okt-15 39016 7330 5,87% 5,84% 12,59% 11,25% 716367 46057
Nov-15 37510 6495 5,87% 6,01% 12,56% 11,26% 721470 46798
Des-15 32300 6280 7,33% 6,73% 12,48% 11,35% 739801 50291
Jan-16 38.237 5.355 5,40% 5,13% 12,48% 11,92% 719.199 49.119
Feb-16 47.414 6.043 5,11% 5,20% 12,41% 11,86% 728.971 48.718
Mar-16 67.534 5.793 4,86% 4,82% 12,28% 11,73% 737.997 49.410
Apr-16 82.189 6.188 4,99% 4,67% 12,15% 11,70% 745.277 49.508
Mei-16 81.224 5.380 4,86% 4,93% 11,98% 10,78% 756.332 49.883
Jun-16 78.619 5.550 4,84% 5,53% 11,84% 10,60% 774.577 51.952
Jul-16 89.494 5.960 4,62% 4,82% 11,79% 10,75% 765.061 51.325
Agst-16 98.720 6.227 4,79% 4,67% 11,72% 10,91% 773.297 50.862
Sep-16 107.499 6.722 5,45% 4,66% 11,62% 10,88% 781.905 52.932
Okt-16 111.639 6.931 4,19% 4,83% 11,60% 11,51% 796.343 53.051
144
Nov-16 106.992 6.597 4,17% 4,68% 11,52% 11,31% 804.076 53.795
Des-16 94.582 6.357 4,24% 6,08% 11,38% 11,07% 802.113 54.530
Lampiran 2
Hasil Uji Stasioneritas Variabel
1. SBI (Level)
Null Hypothesis: LN_SBI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.378061 0.1516
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
SBI (First Difference)
Null Hypothesis: D(LN_SBI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.480738 0.0000
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
2. SBIS (Level)
Null Hypothesis: LN_SBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.292013 0.6291
Test critical values: 1% level -3.525618
5% level -2.902953
10% level -2.588902
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
145
SBIS (First Difference)
Null Hypothesis: D(LN_SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.044895 0.0000
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
3. PUAB (Level)
Null Hypothesis: PUAB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.793573 0.3807
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAB (First Difference)
Null Hypothesis: D(PUAB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.320558 0.0000
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
4. PUAS (Level)
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.*
146
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.962056 0.3027
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PUAS (First Difference)
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.88829 0.0001
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
5. IR (Level)
Null Hypothesis: IR has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 6 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic3807 Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.847643 0.0573
Test critical values: 1% level -3.534868
5% level -2.906923
10% level -2.591006
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
IR (First Difference)
Null Hypothesis: D(IR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.436565 0.0130
Test critical values: 1% level -3.530030
5% level -2.904848
10% level -2.589907
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
147
6. PLS (Level)
Null Hypothesis: PLS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.056835 0.7281
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PLS (First Difference)
Null Hypothesis: D(PLS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.02000 0.0001
Test critical values: 1% level -3.528515
5% level -2.904198
10% level -2.589562
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
7. CRD (Level)
Null Hypothesis: LN_CRD has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.137631 0.0001
Test critical values: 1% level -3.544063
5% level -2.910860
10% level -2.593090
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
CRD (First Difference)
Null Hypothesis: LN_CRD has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 11 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.*
148
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.137631 0.0001
Test critical values: 1% level -3.544063
5% level -2.910860
10% level -2.593090
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
8. PYD (Level)
Null Hypothesis: LN_PYD has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.265957 0.6410
Test critical values: 1% level -3.525618
5% level -2.902953
10% level -2.588902
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
PYD (First Difference)
Null Hypothesis: D(LN_PYD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.674371 0.0000
Test critical values: 1% level -3.527045
5% level -2.903566
10% level -2.589227
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3
Hasil Lag Optimum Model I (Konvensional)
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LN_CRD LN_SBI PUAB IR
Exogenous variables: C
Date: 04/03/17 Time: 10:47
Sample: 1 72
Included observations: 66 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 514.5499 NA 2.24e-12 -15.47121 -15.33850 -15.41877
1 848.2807 616.8964 1.48e-16 -25.09942 -24.43588* -24.83722*
2 867.6857 33.51759* 1.34e-16* -25.20260* -24.00824 -24.73065
149
3 879.6765 19.25795 1.54e-16 -25.08110 -23.35592 -24.39940
4 892.2639 18.69051 1.75e-16 -24.97770 -22.72169 -24.08624
5 899.8523 10.34777 2.36e-16 -24.72280 -21.93596 -23.62159
6 917.0837 21.40870 2.43e-16 -24.76011 -21.44245 -23.44915 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 4
Hasil Lag Optimum Model II (Syariah)
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS
Exogenous variables: C
Date: 04/03/17 Time: 10:48
Sample: 1 72
Included observations: 66 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 414.2493 NA 4.69e-11 -12.43180 -12.29909 -12.37936
1 617.8562 376.3643 1.59e-13 -18.11686 -17.45332* -17.85466*
2 637.5372 33.99445 1.43e-13 -18.22840 -17.03404 -17.75645
3 654.9261 27.92765* 1.39e-13* -18.27049* -16.54531 -17.58879
4 665.2494 15.32852 1.70e-13 -18.09847 -15.84246 -17.20701
5 676.9231 15.91857 2.03e-13 -17.96737 -15.18053 -16.86616
6 693.6036 20.72437 2.12e-13 -17.98799 -14.67033 -16.67702 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 5
Hasil Uji Stabilitas VAR Model I (Konvensional)
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: LN_CRD LN_SBI PUAB IR
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 04/03/17 Time: 10:50 Root Modulus
150
0.979824 0.979824
0.950267 - 0.015408i 0.950392
0.950267 + 0.015408i 0.950392
0.588261 0.588261 No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 6
Hasil Uji Stabilitas VAR Model II (Syariah)
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 04/03/17 Time: 10:51 Root Modulus 0.938481 - 0.046933i 0.939653
0.938481 + 0.046933i 0.939653
0.809362 0.809362
0.451872 0.451872 No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 7
Hasil Uji Kointegrasi Model I (Konvensional)
Date: 04/03/17 Time: 10:51
Sample (adjusted): 3 72
Included observations: 70 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LN_CRD LN_SBI PUAB IR
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.192368 30.91844 47.85613 0.6709
At most 1 0.150386 15.96303 29.79707 0.7149
At most 2 0.049951 4.554940 15.49471 0.8541
At most 3 0.013733 0.967997 3.841466 0.3252 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
151
Lampiran 8
Hasil Uji Kointegrasi Model II (Syariah)
Date: 04/03/17 Time: 10:52
Sample (adjusted): 3 72
Included observations: 70 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.220437 43.36117 47.85613 0.1240
At most 1 0.175282 25.92968 29.79707 0.1308
At most 2 0.139356 12.43969 15.49471 0.1370
At most 3 0.027257 1.934485 3.841466 0.1643 Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 9
Hasil Uji Kausalitas Grenger Model I (Konvensional)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/03/17 Time: 10:54
Sample: 1 72
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LN_SBI does not Granger Cause LN_CRD 71 0.31077 0.5790
LN_CRD does not Granger Cause LN_SBI 0.01158 0.9146 PUAB does not Granger Cause LN_CRD 71 0.60083 0.4410
LN_CRD does not Granger Cause PUAB 0.31774 0.5748 IR does not Granger Cause LN_CRD 71 0.07690 0.7824
LN_CRD does not Granger Cause IR 0.16786 0.6833 PUAB does not Granger Cause LN_SBI 71 0.00109 0.9738
LN_SBI does not Granger Cause PUAB 0.00703 0.9334 IR does not Granger Cause LN_SBI 71 0.89291 0.3480
LN_SBI does not Granger Cause IR 0.02022 0.8874 IR does not Granger Cause PUAB 71 3.47100 0.0668
PUAB does not Granger Cause IR 6.30318 0.0144
152
Lampiran 10
Hasil Uji Kausalitas Grenger Model II (Syariah)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/03/17 Time: 10:56
Sample: 1 72
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LN_SBIS does not Granger Cause LN_PYD 71 6.94700 0.0104
LN_PYD does not Granger Cause LN_SBIS 0.81785 0.3690 PUAS does not Granger Cause LN_PYD 71 4.33390 0.0411
LN_PYD does not Granger Cause PUAS 0.03208 0.8584 PLS does not Granger Cause LN_PYD 71 4.73267 0.0331
LN_PYD does not Granger Cause PLS 2.26123 0.1373 PUAS does not Granger Cause LN_SBIS 71 0.11729 0.7330
LN_SBIS does not Granger Cause PUAS 2.05264 0.1565 PLS does not Granger Cause LN_SBIS 71 1.61340 0.2083
LN_SBIS does not Granger Cause PLS 6.61003 0.0123 PLS does not Granger Cause PUAS 71 0.07522 0.7847
PUAS does not Granger Cause PLS 0.00836 0.9274
Lampiran 11
Hasil Estimasi VAR Model I (Konvensional)
Vector Autoregression Estimates
Date: 04/03/17 Time: 10:58
Sample (adjusted): 2 72
Included observations: 71 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LN_CRD LN_SBI PUAB IR LN_CRD(-1) 0.983730 0.001105 0.002780 0.000148
(0.01651) (0.08550) (0.00421) (0.00104)
[ 59.5817] [ 0.01293] [ 0.66098] [ 0.14263]
LN_SBI(-1) 0.007196 0.923561 0.002066 -0.000183
(0.00874) (0.04525) (0.00223) (0.00055)
[ 0.82352] [ 20.4084] [ 0.92801] [-0.33281]
PUAB(-1) -0.504866 1.638367 0.676335 0.059102
(0.37407) (1.93713) (0.09528) (0.02358)
153
[-1.34966] [ 0.84577] [ 7.09809] [ 2.50600]
IR(-1) 0.848958 -5.099626 0.374056 0.884994
(0.78134) (4.04619) (0.19903) (0.04926)
[ 1.08655] [-1.26035] [ 1.87944] [ 17.9653]
C 0.068612 1.379602 -0.089039 0.010812
(0.30054) (1.55636) (0.07655) (0.01895)
[ 0.22830] [ 0.88643] [-1.16308] [ 0.57060] R-squared 0.990474 0.925480 0.664375 0.917496
Adj. R-squared 0.989897 0.920963 0.644034 0.912496
Sum sq. resids 0.030732 0.824158 0.001994 0.000122
S.E. equation 0.021579 0.111746 0.005497 0.001360
F-statistic 1715.685 204.9166 32.66196 183.4912
Log likelihood 174.2072 57.44596 271.3050 370.4419
Akaike AIC -4.766401 -1.477351 -7.501549 -10.29414
Schwarz SC -4.607057 -1.318007 -7.342205 -10.13480
Mean dependent 13.27925 11.39829 0.052408 0.121173
S.D. dependent 0.214686 0.397484 0.009213 0.004599 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.42E-16
Determinant resid covariance 1.81E-16
Log likelihood 883.8269
Akaike information criterion -24.33315
Schwarz criterion -23.69578
Lampiran 12
Hasil Estimasi VAR Model II (Syariah)
Vector Autoregression Estimates
Date: 04/03/17 Time: 10:59
Sample (adjusted): 2 72
Included observations: 71 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS LN_PYD(-1) 0.902151 0.088376 0.001032 0.004515
(0.03785) (0.05859) (0.00257) (0.00302)
[ 23.8332] [ 1.50827] [ 0.40208] [ 1.49483]
LN_SBIS(-1) -0.027638 0.900927 0.003955 -0.007366
(0.03350) (0.05186) (0.00227) (0.00267)
[-0.82490] [ 17.3710] [ 1.74151] [-2.75568]
PUAS(-1) -2.014313 1.630248 0.746833 0.116181
(1.17630) (1.82086) (0.07974) (0.09385)
[-1.71241] [ 0.89532] [ 9.36575] [ 1.23792]
PLS(-1) 1.530465 -3.596708 0.070122 0.588285
(1.25888) (1.94870) (0.08534) (0.10044)
[ 1.21573] [-1.84570] [ 0.82169] [ 5.85702]
154
C 1.235800 0.238289 -0.040181 0.058375
(0.54268) (0.84004) (0.03679) (0.04330)
[ 2.27724] [ 0.28366] [-1.09225] [ 1.34823] R-squared 0.928670 0.919887 0.655943 0.711099
Adj. R-squared 0.924347 0.915032 0.635091 0.693589
Sum sq. resids 0.413922 0.991830 0.001902 0.002635
S.E. equation 0.079193 0.122588 0.005368 0.006318
F-statistic 214.8196 189.4600 31.45713 40.61292
Log likelihood 81.89425 50.87173 272.9800 261.4113
Akaike AIC -2.166035 -1.292162 -7.548731 -7.222855
Schwarz SC -2.006692 -1.132818 -7.389387 -7.063511
Mean dependent 11.12907 8.467247 0.054499 0.128444
S.D. dependent 0.287922 0.420551 0.008887 0.011415 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.06E-13
Determinant resid covariance 7.94E-14
Log likelihood 667.8480
Akaike information criterion -18.24924
Schwarz criterion -17.61186
Lampiran 13
Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model I (Konvensional)
Period LN_CRD LN_SBI PUAB IR
1 0.021579 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.020347 0.001310 -0.002486 0.001059
3 0.019492 0.002165 -0.003812 0.001698
4 0.018862 0.002745 -0.004467 0.002085
5 0.018367 0.003158 -0.004737 0.002318
6 0.017953 0.003466 -0.004789 0.002458
7 0.017591 0.003708 -0.004721 0.002539
8 0.017260 0.003905 -0.004591 0.002581
9 0.016952 0.004070 -0.004432 0.002599
10 0.016658 0.004213 -0.004261 0.002599
11 0.016374 0.004338 -0.004090 0.002586
12 0.016099 0.004447 -0.003925 0.002563
13 0.015831 0.004544 -0.003769 0.002534
14 0.015569 0.004629 -0.003622 0.002498
15 0.015312 0.004704 -0.003486 0.002458
16 0.015060 0.004770 -0.003360 0.002413
17 0.014812 0.004826 -0.003243 0.002365
18 0.014568 0.004875 -0.003136 0.002314
19 0.014329 0.004915 -0.003037 0.002261
20 0.014093 0.004948 -0.002946 0.002206
21 0.013861 0.004975 -0.002863 0.002149
22 0.013632 0.004994 -0.002786 0.002091
23 0.013407 0.005008 -0.002715 0.002032
24 0.013186 0.005016 -0.002650 0.001973
25 0.012967 0.005019 -0.002591 0.001913
26 0.012752 0.005017 -0.002536 0.001852
155
27 0.012540 0.005009 -0.002485 0.001792
28 0.012331 0.004998 -0.002438 0.001732
29 0.012126 0.004982 -0.002395 0.001672
30 0.011923 0.004963 -0.002355 0.001613
31 0.011722 0.004939 -0.002318 0.001555
32 0.011525 0.004913 -0.002283 0.001497
33 0.011331 0.004883 -0.002251 0.001440
34 0.011139 0.004851 -0.002221 0.001384
35 0.010950 0.004816 -0.002192 0.001329
36 0.010763 0.004778 -0.002166 0.001274
37 0.010580 0.004738 -0.002141 0.001222
38 0.010399 0.004696 -0.002117 0.001170
39 0.010220 0.004653 -0.002094 0.001119
40 0.010044 0.004607 -0.002072 0.001070
41 0.009870 0.004560 -0.002052 0.001022
42 0.009699 0.004511 -0.002031 0.000975
43 0.009531 0.004461 -0.002012 0.000930
44 0.009364 0.004410 -0.001993 0.000885
45 0.009200 0.004358 -0.001975 0.000843
46 0.009039 0.004305 -0.001957 0.000801
47 0.008880 0.004251 -0.001939 0.000761
48 0.008723 0.004197 -0.001922 0.000722
49 0.008569 0.004142 -0.001905 0.000684
50 0.008416 0.004086 -0.001887 0.000648
51 0.008266 0.004030 -0.001871 0.000613
52 0.008119 0.003974 -0.001854 0.000579
53 0.007973 0.003918 -0.001837 0.000547
54 0.007830 0.003861 -0.001820 0.000515
55 0.007689 0.003804 -0.001803 0.000485
56 0.007550 0.003747 -0.001787 0.000456
57 0.007413 0.003691 -0.001770 0.000428
58 0.007279 0.003634 -0.001753 0.000401
59 0.007146 0.003577 -0.001736 0.000376
60 0.007015 0.003521 -0.001719 0.000351
61 0.006887 0.003465 -0.001702 0.000327
62 0.006761 0.003409 -0.001684 0.000305
63 0.006636 0.003353 -0.001667 0.000283
64 0.006514 0.003298 -0.001650 0.000262
65 0.006393 0.003243 -0.001632 0.000243
66 0.006275 0.003189 -0.001615 0.000224
67 0.006158 0.003135 -0.001597 0.000206
68 0.006043 0.003081 -0.001579 0.000189
69 0.005931 0.003028 -0.001561 0.000172
70 0.005820 0.002976 -0.001543 0.000157
71 0.005711 0.002924 -0.001525 0.000142
72 0.005603 0.002873 -0.001507 0.000128
Lampiran 14
Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Model II (Syariah)
Period LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS
156
1 0.079193 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.069736 -0.003763 -0.010744 0.009615
3 0.061977 -0.008978 -0.017011 0.014068
4 0.055135 -0.014522 -0.020691 0.016280
5 0.048874 -0.019884 -0.022760 0.017530
6 0.043055 -0.024835 -0.023759 0.018362
7 0.037619 -0.029278 -0.024013 0.018997
8 0.032544 -0.033181 -0.023733 0.019520
9 0.027820 -0.036543 -0.023067 0.019955
10 0.023438 -0.039381 -0.022125 0.020307
11 0.019393 -0.041721 -0.020988 0.020572
12 0.015674 -0.043592 -0.019720 0.020748
13 0.012272 -0.045027 -0.018372 0.020833
14 0.009174 -0.046060 -0.016982 0.020827
15 0.006368 -0.046726 -0.015580 0.020732
16 0.003838 -0.047057 -0.014190 0.020554
17 0.001571 -0.047086 -0.012831 0.020297
18 -0.000450 -0.046845 -0.011516 0.019968
19 -0.002238 -0.046364 -0.010255 0.019573
20 -0.003809 -0.045671 -0.009055 0.019120
21 -0.005178 -0.044795 -0.007920 0.018616
22 -0.006360 -0.043759 -0.006855 0.018067
23 -0.007368 -0.042588 -0.005860 0.017481
24 -0.008217 -0.041303 -0.004936 0.016864
25 -0.008919 -0.039925 -0.004081 0.016223
26 -0.009488 -0.038471 -0.003295 0.015564
27 -0.009934 -0.036960 -0.002576 0.014891
28 -0.010269 -0.035406 -0.001921 0.014210
29 -0.010505 -0.033824 -0.001327 0.013526
30 -0.010651 -0.032225 -0.000792 0.012842
31 -0.010717 -0.030622 -0.000312 0.012162
32 -0.010711 -0.029024 0.000116 0.011491
33 -0.010642 -0.027439 0.000494 0.010830
34 -0.010518 -0.025877 0.000826 0.010182
35 -0.010345 -0.024342 0.001116 0.009549
36 -0.010131 -0.022842 0.001366 0.008934
37 -0.009882 -0.021381 0.001579 0.008338
38 -0.009603 -0.019964 0.001758 0.007762
39 -0.009299 -0.018592 0.001907 0.007207
40 -0.008975 -0.017271 0.002026 0.006674
41 -0.008635 -0.016000 0.002120 0.006163
42 -0.008283 -0.014783 0.002191 0.005676
43 -0.007923 -0.013619 0.002240 0.005212
44 -0.007558 -0.012511 0.002271 0.004770
45 -0.007190 -0.011457 0.002284 0.004353
46 -0.006823 -0.010458 0.002282 0.003958
47 -0.006457 -0.009513 0.002267 0.003585
48 -0.006096 -0.008622 0.002240 0.003235
49 -0.005740 -0.007784 0.002203 0.002906
50 -0.005392 -0.006997 0.002157 0.002599
51 -0.005052 -0.006261 0.002103 0.002312
52 -0.004722 -0.005573 0.002044 0.002044
53 -0.004402 -0.004932 0.001979 0.001796
54 -0.004093 -0.004337 0.001909 0.001566
55 -0.003796 -0.003786 0.001837 0.001354
56 -0.003511 -0.003276 0.001762 0.001158
57 -0.003238 -0.002807 0.001685 0.000978
157
58 -0.002978 -0.002375 0.001607 0.000814
59 -0.002730 -0.001980 0.001529 0.000664
60 -0.002495 -0.001619 0.001451 0.000527
61 -0.002273 -0.001291 0.001373 0.000404
62 -0.002063 -0.000994 0.001296 0.000292
63 -0.001865 -0.000725 0.001220 0.000192
64 -0.001680 -0.000483 0.001146 0.000102
65 -0.001506 -0.000267 0.001074 2.23E-05
66 -0.001343 -7.48E-05 0.001003 -4.83E-05
67 -0.001191 9.55E-05 0.000935 -0.000110
68 -0.001050 0.000245 0.000870 -0.000164
69 -0.000919 0.000376 0.000806 -0.000211
70 -0.000798 0.000490 0.000746 -0.000251
71 -0.000687 0.000587 0.000688 -0.000285
72 -0.000584 0.000669 0.000632 -0.000313
Lampiran 15
Hasil Uji Variance Decomposition Penyumbang Kredit UMKM Model I
(Konvensional)
Period S.E. LN_CRD LN_SBI PUAB IR 1 0.021579 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.029811 98.98529 0.193104 0.695319 0.126287
3 0.035927 97.58900 0.495938 1.604677 0.310387
4 0.040967 96.24899 0.830276 2.423069 0.497664
5 0.045315 95.09427 1.164129 3.073100 0.668503
6 0.049160 94.13572 1.486209 3.560065 0.818001
7 0.052618 93.34670 1.793802 3.912694 0.946801
8 0.055764 92.69365 2.087435 4.161637 1.057280
9 0.058651 92.14636 2.368634 4.332933 1.152074
10 0.061319 91.68047 2.639031 4.446923 1.233572
11 0.063800 91.27723 2.900052 4.518936 1.303785
12 0.066116 90.92247 3.152835 4.560333 1.364358
13 0.068288 90.60563 3.398254 4.579490 1.416630
14 0.070331 90.31878 3.636957 4.582572 1.461693
15 0.072258 90.05601 3.869414 4.574135 1.500445
16 0.074080 89.81285 4.095965 4.557549 1.533635
17 0.075806 89.58593 4.316853 4.535322 1.561896
18 0.077445 89.37266 4.532248 4.509323 1.585769
19 0.079004 89.17105 4.742275 4.480948 1.605723
20 0.080488 88.97956 4.947023 4.451245 1.622170
21 0.081902 88.79697 5.146560 4.420994 1.635473
22 0.083252 88.62232 5.340941 4.390779 1.645956
23 0.084541 88.45484 5.530213 4.361033 1.653911
24 0.085774 88.29390 5.714422 4.332072 1.659601
25 0.086953 88.13900 5.893612 4.304127 1.663264
26 0.088082 87.98970 6.067829 4.277359 1.665116
27 0.089164 87.84564 6.237124 4.251879 1.665355
28 0.090201 87.70653 6.401549 4.227758 1.664161
29 0.091195 87.57211 6.561164 4.205033 1.661697
30 0.092150 87.44213 6.716031 4.183723 1.658115
158
31 0.093065 87.31641 6.866217 4.163823 1.653551
32 0.093944 87.19476 7.011796 4.145318 1.648130
33 0.094789 87.07701 7.152842 4.128181 1.641967
34 0.095600 86.96302 7.289435 4.112378 1.635166
35 0.096380 86.85265 7.421658 4.097868 1.627821
36 0.097129 86.74578 7.549597 4.084606 1.620020
37 0.097849 86.64228 7.673341 4.072545 1.611839
38 0.098542 86.54203 7.792979 4.061635 1.603351
39 0.099208 86.44495 7.908605 4.051827 1.594619
40 0.099849 86.35092 8.020313 4.043068 1.585701
41 0.100465 86.25985 8.128197 4.035309 1.576649
42 0.101058 86.17164 8.232352 4.028499 1.567510
43 0.101629 86.08621 8.332876 4.022587 1.558327
44 0.102178 86.00348 8.429863 4.017526 1.549135
45 0.102706 85.92335 8.523411 4.013266 1.539969
46 0.103215 85.84577 8.613615 4.009763 1.530857
47 0.103704 85.77063 8.700569 4.006971 1.521827
48 0.104175 85.69789 8.784370 4.004845 1.512899
49 0.104629 85.62745 8.865109 4.003345 1.504094
50 0.105065 85.55926 8.942880 4.002429 1.495429
51 0.105485 85.49325 9.017774 4.002059 1.486918
52 0.105889 85.42935 9.089880 4.002196 1.478574
53 0.106279 85.36750 9.159287 4.002805 1.470407
54 0.106653 85.30764 9.226082 4.003851 1.462426
55 0.107014 85.24971 9.290349 4.005301 1.454637
56 0.107361 85.19366 9.352173 4.007124 1.447046
57 0.107696 85.13942 9.411634 4.009289 1.439657
58 0.108018 85.08695 9.468813 4.011768 1.432472
59 0.108327 85.03618 9.523788 4.014534 1.425494
60 0.108626 84.98708 9.576634 4.017561 1.418723
61 0.108913 84.93959 9.627427 4.020824 1.412158
62 0.109189 84.89366 9.676238 4.024300 1.405800
63 0.109455 84.84925 9.723137 4.027966 1.399646
64 0.109711 84.80631 9.768194 4.031803 1.393696
65 0.109957 84.76479 9.811474 4.035789 1.387945
66 0.110194 84.72466 9.853042 4.039908 1.382391
67 0.110422 84.68587 9.892961 4.044140 1.377030
68 0.110642 84.64838 9.931292 4.048471 1.371860
69 0.110853 84.61215 9.968094 4.052884 1.366875
70 0.111057 84.57714 10.00342 4.057364 1.362072
71 0.111252 84.54332 10.03734 4.061900 1.357447
72 0.111441 84.51064 10.06989 4.066476 1.352994
Lampiran 16
Hasil Uji Variance Decomposition Penyumbang Pembiayaan UMKM Model
II (Syariah)
Period S.E. LN_PYD LN_SBIS PUAS PLS 1 0.079193 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.106568 98.04487 0.124708 1.016359 0.814063
3 0.125562 94.98961 0.601039 2.567664 1.841688
159
4 0.140391 91.40526 1.550729 4.226063 2.817951
5 0.152706 87.50072 3.006267 5.793401 3.699609
6 0.163375 83.39099 4.937320 7.176338 4.495354
7 0.172920 79.17183 7.274137 8.334310 5.219721
8 0.181674 74.93421 9.925675 9.256932 5.883181
9 0.189856 70.76227 12.79343 9.952524 6.491782
10 0.197604 66.72869 15.78160 10.44098 7.048725
11 0.205007 62.89145 18.80403 10.74868 7.555849
12 0.212116 59.29259 21.78814 10.90463 8.014647
13 0.218958 55.95887 24.67655 10.93777 8.426811
14 0.225545 52.90361 27.42680 10.87514 8.794455
15 0.231877 50.12913 30.00998 10.74076 9.120132
16 0.237949 47.62930 32.40873 10.55522 9.406749
17 0.243754 45.39199 34.61499 10.33558 9.657437
18 0.249283 43.40111 36.62786 10.09561 9.875424
19 0.254528 41.63830 38.45170 9.846078 10.06392
20 0.259485 40.08420 40.09452 9.595250 10.22603
21 0.264150 38.71939 41.56667 9.349249 10.36469
22 0.268522 37.52499 42.87989 9.112472 10.48265
23 0.272602 36.48312 44.04654 8.887934 10.58241
24 0.276395 35.57712 45.07905 8.677570 10.66626
25 0.279906 34.79165 45.98962 8.482478 10.73625
26 0.283144 34.11274 46.78990 8.303124 10.79424
27 0.286119 33.52777 47.49087 8.139504 10.84185
28 0.288840 33.02537 48.10281 7.991272 10.88055
29 0.291320 32.59539 48.63517 7.857837 10.91160
30 0.293573 32.22876 49.09665 7.738447 10.93615
31 0.295611 31.91740 49.49518 7.632241 10.95518
32 0.297447 31.65415 49.83799 7.538302 10.96956
33 0.299096 31.43267 50.13161 7.455683 10.98004
34 0.300571 31.24735 50.38193 7.383438 10.98728
35 0.301886 31.09323 50.59428 7.320638 10.99185
36 0.303053 30.96594 50.77342 7.266387 10.99425
37 0.304085 30.86163 50.92364 7.219826 10.99490
38 0.304995 30.77693 51.04875 7.180144 10.99418
39 0.305794 30.70888 51.15217 7.146583 10.99237
40 0.306492 30.65488 51.23692 7.118434 10.98977
41 0.307100 30.61268 51.30570 7.095044 10.98657
42 0.307627 30.58033 51.36088 7.075813 10.98298
43 0.308083 30.55611 51.40455 7.060193 10.97915
44 0.308474 30.53858 51.43854 7.047689 10.97519
45 0.308810 30.52646 51.46447 7.037851 10.97122
46 0.309096 30.51870 51.48371 7.030279 10.96731
47 0.309339 30.51437 51.49749 7.024614 10.96353
48 0.309544 30.51271 51.50683 7.020540 10.95992
49 0.309717 30.51307 51.51263 7.017779 10.95652
50 0.309861 30.51493 51.51564 7.016086 10.95335
51 0.309981 30.51783 51.51650 7.015251 10.95042
52 0.310081 30.52144 51.51574 7.015093 10.94773
53 0.310163 30.52545 51.51380 7.015454 10.94530
54 0.310230 30.52964 51.51104 7.016206 10.94311
55 0.310284 30.53384 51.50777 7.017237 10.94116
56 0.310329 30.53792 51.50420 7.018456 10.93942
57 0.310365 30.54178 51.50053 7.019790 10.93790
58 0.310393 30.54536 51.49689 7.021177 10.93657
59 0.310416 30.54861 51.49340 7.022572 10.93542
60 0.310434 30.55151 51.49012 7.023937 10.93444
160
61 0.310448 30.55405 51.48710 7.025245 10.93360
62 0.310460 30.55625 51.48438 7.026476 10.93289
63 0.310469 30.55810 51.48197 7.027618 10.93231
64 0.310476 30.55964 51.47988 7.028661 10.93182
65 0.310481 30.56089 51.47809 7.029602 10.93142
66 0.310486 30.56186 51.47659 7.030441 10.93111
67 0.310489 30.56260 51.47536 7.031179 10.93086
68 0.310493 30.56313 51.47439 7.031822 10.93066
69 0.310495 30.56347 51.47363 7.032373 10.93052
70 0.310498 30.56366 51.47308 7.032841 10.93042
71 0.310500 30.56371 51.47271 7.033232 10.93035
72 0.310502 30.56366 51.47249 7.033553 10.93030