ANALISIS PERANAN BEA CUKAI DALAM EFEKTIVITAS …repository.ub.ac.id/6898/1/SEPTI AMBAR WATY.pdf ·...
Transcript of ANALISIS PERANAN BEA CUKAI DALAM EFEKTIVITAS …repository.ub.ac.id/6898/1/SEPTI AMBAR WATY.pdf ·...
ANALISIS PERANAN BEA CUKAI
DALAM EFEKTIVITAS PENERAPAN
DWELLING TIME
PADA KEGIATAN EKSPOR IMPOR
(STUDI PADA KPPBC TIPE MADYA PABEAN TANJUNG PERAK)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
SEPTI AMBAR WATY
135030301111003
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
KONSENTRASI BISNIS INTERNASIONAL
MALANG
2017
i
MOTTO
“Do Your Best, and Let God Do The Rest”
“Happines is not a destination. It is a way of life”
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku persembahkan cinta dan sayangku kepada orang tua, saudara, dan keluarga
besarku yang telah menjadi motivasi dan inspirasi serta tiada henti memberikan
dukungan do'anya.
Terimakasihku juga ku persembahkan kepada para sahabatku yang senantiasa
menjadi penyemangat dan menemani disetiap hariku.
vi
RINGKASAN
Septi Ambar Waty, 2017, Peranan Bea Cukai dalam Efektivitas
Penerapan Dwelling Time pada Kegiatan Ekspor Impor (Studi pada Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung
perak), Dr. Drs. Mochammad Al Musadieq, MBA. dan Supriono, S.Sos., M.AB,
87 Hal + xv.
Dwelling Time merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan ekspor impor. Percepatan Dwelling Time berkorelasi dengan
penurunan biaya logistik dalam perdagangan internasional. Kaitannya dengan
Dwelling Time, instansi kepabeanan yang di Indonesia dikenal dengan Bea Cukai
memiliki peran penting dalam hal prosedural dan pengawasan. Instansi
kepabeanan dalam melaksanakan tugasnya tentu menghadapi berbagai kendala
dan dibutuhkan strategi yang tepat untuk mengatasi kendala-kendala tersebut agar
Dwelling Time dapat menurun. Pelabuhan Tanjung Perak merupakan salah satu
pelabuhan tersibuk di Indonesia. Pelabuhan Tanjung Perak menjadi pusat aktifitas
ekonomi Jawa Timur dan Indonesia Timur. Pelabuhan Tanjung Perak merupakan
pintu gerbang perdagangan Jawa Timur baik lokal maupun ekspor impor. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan Bea Cukai dalam Efektivitas
penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor di pelabuhan Tanjung
Perak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara
tidak terstruktur dan dokumentasi. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model analisis data Miles and Huberman yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut, yaitu reduksi data, penyajian data, serta
penarikan kesimpulan/verifikasi dan analisis data.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan Dwelling Time di
pelabuhan Tanjung Perak mengalami berbagai permasalahan yang mengakibatkan
pemenuhan kewajiban kepabeanan menjadi terhambat. Salah satu kendala utama
berada pada pengguna jasa yang seringkali menunda dalam memenuhi kewajiban
kepabeanannya. Untuk mengatasi kendala dan permasalahan tersebut, Bea Cukai
menerapkan beberapa peraturan baru yang dapat mendukung kelancaran kegiatan
kepabeanan. Sejak peraturan yang baru mulai efektif dilaksanakan, terjadi
penurunan tingkat Dwelling Time yang cukup signifikan di pelabuhan Tanjung
Perak.
Kata Kunci : Bea Cukai, Dwelling Time, Ekspor-Impor
vii
SUMMARY
Septi Ambar Waty, 2017, Customs Roles in the Effectiveness of Dwelling
Time Implementation on Import Export Activities (Study on Customs and
Excise Supervisory and Service Office of Tanjung Perak Customs), Dr. Drs.
Mochammad Al Musadieq, MBA. and Supriono, S.Sos., M.AB, 87 pages + xv. Dwelling Time is one of the problems that happen upon in the
implementation of export import activities. The Acceleration of Dwelling Time
correlates with a decrease in logistics costs in international trade. Related to
Dwelling Time, a customs agency in Indonesia known as Bea Cukai (Customs)
has a vital role in procedural and supervisory matters. Customs agencies in
carrying out their duties certainly face various obstacles and need appropriate
strategies to overcome these constraints so that Dwelling Time can decrease. Port
of Tanjung Perak is one of the busiest ports in Indonesia. Port of Tanjung Perak
becomes the center of economic activity of East Java and East Indonesia. Port of
Tanjung Perak is the gateway of East Java trades both local and export import.
The purpose of this study is to analyze the role of Customs in the effectiveness of
Dwelling Time application on export import activities at Tanjung Perak port.
This research used descriptive research method with qualitative approach.
Data collection methods are unstructured interviews and documentation. The
analytical method used in this research is Miles and Huberman data analysis
model which includes the following steps, data reduction, data presentation, and
conclusion/verification and data analysis.
The result of the research concludes that the application of Dwelling Time
at Tanjung Perak port experienced various problems which caused in the
fulfillment of customs obligations to be postponed. One of the main obstacles is in
service users who often delay in fulfilling their customs duties. To overcome these
obstacles and problems, Customs has implemented several new regulations that
can support the smoothness of customs activities. Since the new regulations
began, there was a significant decrease in the Dwelling Time level at Tanjung
Perak port.
Keywords: Customs and Excise, Dwelling Time, Export-import
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Peranan Bea Cukai dalam Efektifitas Penerapan
Dwelling Time pada Kegiatan Ekspor Impor (Studi pada Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak)”. Skripsi
merupakan tugas akhir dalam memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Bisnis pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya;
2. Ibu Prof. Dr. Endang Siti Astuti, M.Si., selaku Ketua Jurusan
Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
3. Bapak Dr. Wilopo, MAB., selaku Ketua Program Studi Administrasi
Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
4. Bapak Dr. Drs. Mochammad Al Musadieq, M.BA., selaku Ketua Minat
Khusus Bisnis Internasional Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya dan selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam
ix
penyusunan skripsi hingga selesai;
5. Ibu Sri Sulasmiyati, S.Sos., MAP., selaku Sekretaris Minat Khusus
Bisnis Internasional Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya;
6. Bapak Supriono, S.Sos., MAB., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah membimbing, mengarahkan, memberi semangat dan
dorongan kepada peneliti dalam menyusun skripsi hingga selesai;
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada peneliti;
8. Pimpinan, Staf, dan Karyawan pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya yang telah memberikan bantuan dalam
penyusunan skripsi hingga selesai;
9. Kepada Ibu tercinta (Ibu Sutiah) yang selalu melimpahkan kasih sayang,
memberikan dukungan, dan tanpa henti mendoakan penelititi;
10. Saudara, dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan
motivasi, doa, dukungan, dan semangat sehingga peneliti mampu
menyelesaikan skripsi ini;
11. Bapak Rudie Bayu Widjatnoko selaku Plh. Kepala Kantor Pengawasan
dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak dan
kedua narasumber yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti
untuk dapat melaksanakan penelitian skripsi;
12. Para sahabat My Ladies dan Keluarga Nichijou Group yang telah
menjadi sahabat peneliti dan memberikan motivasi, arahan, dan kritikan
demi kelancaran skripsi ini;
x
13. Keluarga Program Bisnis Internasional FIA UB angkatan 2013;
14. Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat peneliti harapkan. Semoga karya ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO .................................................................................................................. i
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii
TANDA PERSETUJUAN ................................................................................... iii
TANDA PENGESAHAN ..................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ....................................................... v
RINGKASAN ....................................................................................................... vi
SUMMARY ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
D. Kontribusi Penelitian ................................................................ 10
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 12
A. Kajian Empiris ......................................................................... 12
B. Kajian Teoritis .......................................................................... 19
1. Kepabeanan ........................................................................ 19
a. Bea Masuk .................................................................... 21
b. Bea Keluar .................................................................... 22
c. Cukai ............................................................................ 23
2. Ekspor Impor ...................................................................... 24
a. Ekspor .......................................................................... 24
b. Impor ............................................................................ 27
c. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kegiatan Ekspor
Impor ............................................................................ 29
3. Dwelling Time .................................................................... 30
a. Pengertian ..................................................................... 30
b. Proses Dwelling Time ................................................... 30
c. Faktor Penyebab Dwelling Time .................................. 32
C. Kerangka Pemikiran ................................................................. 33
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 36
A. Jenis Penelitian ......................................................................... 36
xii
B. Fokus Penelitian ....................................................................... 36
C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian ..................................... 37
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 38
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 40
F. Instrumen Penelitian ................................................................ 41
G. Analisis Data ............................................................................ 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 45
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 45
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................. 45
a. Sejarah KPPBC TMP Tanjung Perak .......................... 45
b. Lokasi Instansi ............................................................. 46
c. Visi, Misi, dan Moto KPPBC TMP Tanjung Perak ..... 47
d. Tugas dan Fungsi ........................................................ 48
e. Wilayah Kerja .............................................................. 49
f. Struktur Organisasi ...................................................... 50
2. Penyajian Data ................................................................... 52
a. Kendala yang Dihadapi Bea Cukai dalam Efektifitas
Penerapan Dwelling Time ........................................... 52
b. Strategi Penanganan Dwelling Time ........................... 57
B. Pembahasan .............................................................................. 67
1. Kendala yang Dihadapi Bea Cukai dalam Efektivitas
Penerapan Dwelling Time ................................................. 67
a. Pre Clearance .............................................................. 67
b. Custom Clearance ........................................................ 70
c. Post Clearance ............................................................. 72
2. Strategi Penanganan Dwelling Time ................................. 74
a. Strategi Penanganan Dwelling Time ........................... 74
b. Hasil Penerapan Strategi Penanganan Dwelling Time 78
c. Kekurangan dan Kelebihan Strategi yang Diterapkan . 79
d. Langkah-langkah Strategi Kedepan ............................ 80
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 82
A. Kesimpulan .............................................................................. 82
B. Saran ......................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 88
xiii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 1 Data Ekspor Impor Menurut Pelabuhan di Indonesia (Th. 2016) .... 8
Tabel 2 Mind Mapping Kajian Empiris ...................................................... 15
Tabel 3 Data Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak Tahun 2016 ......... 62
Tabel 4 Perubahan Paket Kebijakan Dwelling Time ................................... 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1 Konsep Dwelling Time di Pelabuhan. ............................................ 32
Gambar 2 Kerangka Berfikir........................................................................... 35
Gambar 3 Foto Udara KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. ............. 47
Gambar 4 Struktur Organisasi ........................................................................ 51
Gambar 5 Pengaruh Diberlakukannya Per-16/BC/2016 Terhadap Dwelling
Time ....................................................................................................................... 59
Gambar 6 Grafik Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak 2016 ................. 61
Gambar 7 Grafik Perbandingan Proses Dwelling Time ................................. 68
Gambar 8 Grafik Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak 2016 ................. 78
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1 Transkrip Wawancara. ................................................................... 88
Lampiran 2 Materi Evaluasi Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak 2016 .. 92
Lampiran 3 Curiculum Vitae ........................................................................... 104
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian .................................................................... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas
geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar baik secara nasional maupun
internasional. Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia
yang bersifat mendasar atau struktural, dan proses ini akan berlangsung terus
menerus dengan laju yang semakin cepat mengikuti perkembangan teknologi
yang juga akan semakin cepat serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia
(Tambunan, 2004:1-2). Perkembangan perekonomian dalam globalisasi ekonomi
menyebabkan ketergantungan dan interaksi antar satu negara dengan negara
lainnya menjadi semakin tinggi. Berbagai hal dilakukan oleh pemerintah untuk
memperlancar interaksi antar negara, misalnya dengan menyetujui kerjasama
internasional, baik secara bilateral (antara dua negara), multilateral (antara
berbagai negara), maupun regional (antara beberapa negara dengan negara lain).
Kawasan regional Asia Tenggara atau perkumpulan bangsa bangsa asia
tenggara (ASEAN) memiliki salah satu tujuan untuk mencapai Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). MEA dibentuk untuk mewujudkan integrasi ekonomi
di kawasan ASEAN. MEA memiliki empat karakteristik utama, yaitu pasar
tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan
dengan pembangunan ekonomi yang merata, serta kawasan yang terintegrasi
penuh dengan ekonomi global. ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan
2
salah satu program yang dibuat untuk mendukung tercapainya Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Disetujuinya AFTA diharapkan dapat memperlancar arus
barang antar negara dalam perdagangan internasional (ASEAN, 2008:5-6).
Perdagangan internasional merupakan perdagangan antar negara atau lintas
negara, yang mencakup perdagangan barang maupun perdagangan jasa
(Tambunan 2001:1). Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara
memiliki keunggulan komparatif masing-masing, keunggulan komparatif dapat
meliputi perbedaan sumber daya alam setiap negara, perbedaan tingkat
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), perbedaan tingkat inovasi (Tingkat
teknologi yang dimiliki), sistem perekonomian yang terbuka, dll (Tandjung,
2011:2). Perbedaan keunggulan komparatif yang dimiliki setiap negara dan
semakin menipisnya batas-batas antar negara menyebabkan intensitas transaksi
perdagang antar negara semakin meningkat.
Transaksi dalam perdagangan internasional sangat erat kaitannya dengan
ekspor impor. Pengertian ekspor impor sendiri adalah kegiatan mengeluarkan atau
memasukkan barang dari daerah pabean suatu negara ke daerah pabean negara
lainnya (www.beacukai.go.id). Menurut Hamdani (2015:33) manfaat ekspor
secara makro diantaranya, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,
memberdayakan sumber-sumber ekonomi yang potensial di dalam negeri,
memperluas lapangan kerja dan menghasilkan devisa, mendorong pengembangan
IPTEK dan SDM, membangun SOSBUD bangsa. Sedangkan manfaat impor
secara makro diantaranya, meningkatkan pendapatan masyarakat dan
pemerintahan, mendorong pengembangan IPTEK, dan meningkatkan produksi
3
nasional. Mengingat besarnya manfaat yang ditimbulkan dari kegiatan ekspor
impor, maka kelancaran dalam kegiatan ekspor impor perlu ditingkatkan. Sistem
logistik merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung
kelancaran kegiatan ekspor impor.
Perbaikan sistem logistik semakin diperlukan dalam era integrasi pasar
ASEAN dan perdagangan global yang menjadikan semakin tingginya mobilitas
barang melalui ekspor impor (Sugiarto, 2015). Menurut World Bank 2016 dalam
Indeks Kinerja Logistik atau Logistics Performance Index (LPI) 2016
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-63 dari 160 negara yang disurvei dan
peringkat ke-empat diantara negara-negara ASEAN, peringkat tertinggi adalah
Singapura, diikuti Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, Brunei Darussalam,
Filipina, Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Logistics Performance Index (LPI) merupakan laporan berkala yang
dipublikasikan berdasarkan hasil survei para profesional logistik di negara-negara
wilayah operasinya untuk mengukur efisiensi rantai suplai perdagangan dan
kinerja logistik. Terdapat 6 indikator LPI yaitu indikator customs (kepabeanan)
dan pemeriksaan perbatasan (border clearance). Indikator infrastruktur
menunjukkan kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi. Indikator
pengangkutan internasional (international shipments) atau kemudahan dalam
melakukan pengangkutan (ease of arranging shipments) menunjukkan seberapa
besar kemudahan dalam melakukan pengangkutan dengan harga bersaing.
Indikator kompetensi logistik menunjukkan kompetensi dan kualitas jasa logistik
seperti pengangkutan menggunakan truk, ekspedisi atau forwarding, dan perantara
4
kepabeanan (customs brokerage). Indikator tracking and tracking menunjukkan
seberapa besar kemampuan untuk melacak dan mengikuti barang-barang dalam
pengiriman. Terakhir, indikator timeliness menunjukkan frekuensi atau seberapa
sering pengangkutan dapat sampai ke tujuan sesuai dengan waktu yang
diharapkan atau dijadwalkan (World Bank, 2016).
Berdasarkan data LPI 2016, khusus negara Indonesia yang menjadi perhatian
adalah kualitas infratruktur yang memiliki skor terendah dibandingkan dengan
indikator yang lain yaitu sebesar 2,65. Salah satu infrastruktur yang berperan
penting dalam sistem logistik pada perdagangan internasional adalah pelabuhan.
Infrastruktur pelabuhan merupakan pintu gerbang logistik dunia dalam
perdagangan internasional.
Pelabuhan dalam moda transportasi laut merupakan tempat keluar masuk
suatu wilayah dimana pelabuhan berlokasi, yang masuk dan keluar melalui
pelabuhan laut antara lain kapal samudra, kapal lokal, barang ekpor-impor,
penumpang, hewan, dokumen-dokumen dan lain sebagainya (Sasono, et al. 2014:
205). Dalam hal ini pelabuhan memiliki peran yang penting untuk melayani
kapal-kapal yang akan berlabuh, efisiensi dan efektivitas di pelabuhan sangat
dibutuhkan. Adanya pelabuhan internasional atau pelabuhan ekspor impor sangat
menunjang dalam kegiatan ekspor impor. Besarnya arus ekspor impor yang dapat
dilakukan di pelabuhan membuat pelabuhan sebagai sarana utama dalam kegiatan
ekspor impor.
Di Indonesia sarana transportasi laut memiliki peranan yang penting dalam
kegaitan ekspor impor. Wilayah Indonesia berada diantara dua benua (asia dan
5
australia) dan dua samudra (hindia dan paisfik). Letak geografis Indonesia
memberikan banyak keuntungan dalam jalur pelayaran perdagangan internasional
baik destinasi akhir maupun transit. Infrastruktur dan regulasi yang baik di
pelabuhan adalah salah satu faktor yang bisa memajukan perekonomian di
Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan.
Kegiatan ekspor impor di pelabuhan erat kaitannya dengan penggunaan peti
kemas atau container karena sangat fungsional. Peti kemas digunakan untuk
mengangkut dan memuat semua jenis barang produksi industri maupun agraria,
peti kemas memiliki daya tampung yang cukup tinggi volumenya dan dapat
diangkut dengan cepat dan mudah dari kapal maupun sebaliknya (Lawalata, 1980
: 13). Peti kemas dapat dilengkapi dengan beberapa fitur yang dapat disesuaikan
dengan berbagai jenis barang yang akan dikirim, misalnya peti kemas
berpendingin untuk mengirimkan makanan beku. Terdapat beberapa hal yang
menentukan efektivitas kegiatan bongkar muat peti kemas yang dilakukan di
pelabuhan, salah satunya yaitu tingkat penerapan Dwelling Time di pelabuhan.
Isu-isu terkait Dwelling Time untuk memperbaiki tata kelola sistem logistik
nasional saat ini sedang banyak dibicarakan di Indonesia mengingat arus
perdagangan internasional yang semakin besar dan telah dimulainya Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA). Dwelling Time memegang peranan penting karena
berhubungan dengan lama waktu yang harus dilalui peti kemas untuk menunggu
proses dokumen, pembayaran dan pemeriksaan Bea Cukai. Dwelling Time adalah
proses yang dubutuhkan sejak barang turun dari kapal atau barang ditimbun
sampai barang keluar dari pelabuhan. Tingkat Dwelling Time yang tinggi
6
menunjukkan jika proses bongkar muat peti kemas yang dilakukan di suatu
pelabuhan kurang efektif.
Permasalahan Dwelling Time di Indonesia mulai banyak dibicarakan setelah
presiden Indonesia, Joko Widodo mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap
tingkat Dwelling Time di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat
memberikan sambutan peresmian Terminal Peti Kemas Kalibaru, pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari selasa tanggal 13 September 2016.
Presiden Jokowi menyoroti Dwelling Time pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera
Utara yang berada pada tingkat 7-8 hari pada bulan September 2017. Selain itu,
presiden Jokowi juga menyoroti beberapa pelabuhan lain seperti pelabuhan
Tanjung Priok, Makassar, dan Tanjung Perak, walaupun tingkat Dwelling Time di
beberapa pelabuhan tersebut sudah lebih cepat dibandingkan dengan pelabuhan
Belawan, Presiden Jokowi meminta agar pengelola semakin mempercepatnya lagi
(Kompas.com. 2016).
Indonesia memiliki tingkat Dwelling Time yang relatif tinggi. Secara nasional
tingkat Dwelling Time adalah 3,7 hari. Menhub menginformasikan, Dwelling
Time di pelabuhan besar di Indonesia pada bulan Oktober 2016, di Pelabuhan
Makasar 2,95 hari, Pelabuhan Tanjung Priok 3,29 hari, Pelabuhan belawan 3
hari, dan Pelabuhan Tanjung Perak 3.15 hari (Kementerian Perhubungan, 2017).
Melihat permasalahan yang ada terkait Dwelling Time dan mengingat arus
kesibukan dalam perdagangan internasional yang semakin besar karena
perkembangan dunia usaha yang semakin cepat, mengharuskan pihak-pihak yang
terlibat dalam kegiatan ekspor impor untuk mampu bekerja dengan semaksimal
7
mungkin terutama dalam penerapan Dwelling Time. Semua pihak diharapkan
dapat saling bekerjasama bengan baik dan ikut berkontribusi secara maksimal
agar permasalahan terkait Dwelling Time dapat diatasi. Salah satu pihak yang
memegang peranan penting dalam kegiatan ekspor impor di Indonesia adalah
Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC).
Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) merupakan suatu instansi
pemerintah yang melaksanakan tugas pokok Kementrian Keuangan dibidang
kepabeanan dan cukai. Berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau
keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara
lainnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sebagai
instansi pemerintah, DJBC bertanggung jawab kepada pemerintah untuk dapat
memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada pengguna jasa. DJBC
merupakan instansi kepabeanan di Indonesia yang memiliki wewenang dalam
pelaksanaan ekspor impor di kawasan pabean Indonesia.
Customs atau instansi kepabeanan yang di Indonesia dikenal dengan nama
Bea Cukai, merupakan penjaga pintu (doorkeeper) dalam perdagangan
internasional. Kaitannya dengan penerapan Dwelling Time Bea Cukai memiliki
peran penting dalam hal prosedural dan pengawasan. Bea Cukai dalam
melaksanakan tuganya tentu menghadapi berbagai kendala. Dibutuhkan strategi
yang tepat dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi agar Dwelling Time
dapat dikurangi. Percepatan Dwelling Time berkorelasi dengan penurunan biaya
logistik dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, usaha yang maksimal
dari seluruh pihak diharapkan dapat mempercepat Dwelling Time di Indonesia.
8
Pelabuhan Tanjung Perak merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di
Indonesia. Pelabuhan Tanjung Perak menjadi jantung utama aktifitas ekonomi
Jawa Timur dan Indonesia Timur. Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pintu
gerbang perdagangan Jawa Timur baik lokal maupun ekspor impor. Sebagaimana
tercantum dalam Tabel 1, pelabuhan Tanjung Perak berada pada tingkat ke 2
berdasarkan nilai maupun volume ekspor impor. Sedangkan tingkat ekspor impor
yang tertinggi ditempati oleh pelabuhan Tanjung Priok.
Tabel 1: Data Ekspor Impor Menurut Pelabuhan di Indonesia (Tahun 2016)
Pelabuhan Ekspor Impor
Nilai (US $) Berat (KG) Nilai (US $) Berat (KG)
TJ. Priok 40.461.510.195 12.978.928.192 58.168.771.574 35.137.732.784
TJ. Perak 13.225.617.968 7.794.337.110 13.592.345.102 18.744.159.114
Belawan 6.768.664.109 6.776.597.252 3.669.859.266 6.225.387.073
Makassar 491.630.036 454.075.106 250.217.788 777.798.706
Sumber: Badan Pusat Statistik (tabel diolah peneliti) 2017
KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) Tipe Madya
Pabean Tanjung Perak merupakan kantor perwakilan Direktorat Jendral Bea dan
Cukai yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan pelayanan dibidang
kepabeanan dan cukai di wilayah Tanjung Perak. KPPBC Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak memiliki wilayah kerja pada 8 wilayah Tempat Penimbunan
Sementara (PT. Terminal Petikemas Surabaya, PT. Indofood Sukses Makmur, PT.
Pelindo III/ Terminal Jamrud Utara, Gudang PT. Angkasa Cahya Selaras Abadi
(ASCA) – PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI), PT. Indra Jaya Swastika
Unggul (PSU), PT. Multi Bintang Abadi (MBA)) dan 4 perusahaan Tempat
Penimbuna Pabean ( PT. Indra Jaya Swastika (IJS), PT. Primamas Segara Unggul
(PSU), PT. Multi Bintang Abadi (MBA), dan PT. Emas Global Internasional
(KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 2014).
9
Dengan mempertimbangkan pemaparan di atas, perlu adanya penelitian untuk
mengetahui bagaimanakah peranan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak dalam efektivitas penerapan Dwelling
Time pada kegiatan ekspor impor di pelabuhan Tanjung Perak. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Peranan Bea
Cukai dalam Efektivitas Penerapan Dwelling Time pada Kegiatan Ekspor
Impor” (Studi pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
Madya Pabean Tanjung Perak)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan mengenai peranan Bea
Cukai dalam efektivitas penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja kendala yang dihadapi Bea Cukai dalam efektivitas penerapan
Dwelling Time?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Bea Cukai dalam upaya
menangani Dwelling Time?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah mengenai peranan Bea Cukai dalam penerapan
Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggambarkan kendala yang dihadapi Bea Cukai dalam
efektivitas penerapan Dwelling Time;
10
2. Untuk menggambarkan strategi yang dilakukan oleh Bea Cukai dalam
upaya menangani Dwelling Time;
D. Kontribusi Penelitian
Penelitian mengenai peranan Bea Cukai dalam penerapan Dwelling Time
pada kegiatan ekspor impor ini diharapkan dapat memberikan memberikan
kontribusi bagi banyak pihak, terutama pihak-pihak yang terkait dalam penerapan
Dwelling Time dan kegiatan ekspor impor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah keilmuan dan bahan belajar dalam melakukan penelitian
terkait Dwelling Time, permasalahan, kendala, dan strategi serta upaya untuk
mengatasinya dalam efektivitas penerapan Dwelling Time.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisikan gambaran menyeluruh mengenai isi
penelitian dalam bab-bab dan sub bab, sehingga memberikan gambaran yang jelas
tentang isi penelitian. Berikut adalah garis besar masing – masing bab:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori – teori dan kajian terkait penelitian
terdahulu, kepabeanan, ekspor, impor, bea masuk, bea keluar,
Dwelling Time, dan kerangka pemikiran.
11
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan tentang metode penelitian yang digunakan
meliputi jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, jenis
dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
dan metode analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian serta hasil
dan pembahasan mengenai data atau fenomena yang
diinterpretasikan sesuai dengan konsep dan teori yang dipakai
dalam rangka pencapaian tujuan penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diberikan atas
hasil penelitian.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Empiris
Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Subhra Koley, et al., (2016)
Penelitian berjudul “Reducing Dwell Time Related to Clearing and
Forwarding of Export and Import Goods at Kolkata Sea and Air Ports”.
Penelitian ini menelusuri kesempatan untuk mengurangi Dwelling Time
dalam penyelesaian ekspor impor barang pada bandar udara dan pelabuhan
laut di Kolkata. Hasil dari penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Pertama,
menggunakan diagram Fishbone untuk menganalisis alasan tingginya
Dwelling Time. Hasilnya, dikelompokkan dalam empat grup berdasarkan
metode, mesin (perlengkapan), sumber daya, dan orang-orang (pelaku).
Tahap kedua, menggunakan Value Stream Mapping (VSM) untuk
mengidentifikasi hal-hal potensial untuk mengurangi Dwelling Time.
Hasilnya, ada beberapa cara yang disarankan diantaranya penggunaan e-
payment untuk pembayaran kewajiban dan ditagihkan langsung melalui akun
bank, menggunakan mesin X-ray untuk memeriksa barang-barang ekspor
impor, dan menggunakan dokumen-dokumen elektronik.
2. Wahyu Septi Utami (2015)
Penelitian berjudul “Percepatan Dwelling Time: Strategi Peningkatan
Kinerja Perdagangan Internasional di Pelabuhan Tanjung Priok”. Penelitian
13
ini bertujuan untuk menganalisis strategi kebijakan yang dapat
diimplementasikan untuk mempercepat waktu tinggal (Dwelling Time) di
pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka meningkatkan kinerja dalam
perdagangan internasional. Strategi yang dapat digunakan untuk
mempercepat Dwelling Time di pelabuhan Tanjung Priok yaitu,
menggunakan SO (menggunakan peluang untuk memanfaatkan peluang)
memberikan kesempatan investor dalam pengembangan maupun pengelolaan
potensi yang dimiliki pelabuhan Tanjung Priok, meningkatkan kerjasama
stakeholder, meningkatkan kinerja pengelola pelabuhan, mengupayakan
pemberdayaan kembali perubahan kebijakan dengan adanya pemisah antara
fungsi regulasi dan fungsi pengelola, dan mengupayakan transformasi dan
sinergi manajemen Sumber Daya Manusia yang kompeten,memperbanyak
importir jalur MITA, mengoptimalkan INSW dan bea cukai, membangun
Cikarang Dry Port (CDP).
3. Tanti Novianti (2013)
Penelitain berjudul “Kualitas Infrastruktur Transportasi dan
Kelembagaan Serta Pengaruhnya Terhadap Perdagangan Internasional
Indonesia”. Penelitian ini menganalisis kualitas infrastruktur dan
kelembagaan di Indonesia yang merupakan faktor penting dalam menentukan
kinerja perdagangan internasional Indonesia. Analisis dilakukan dengan
menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari time series tahun
2006-2011 dan cross section 72 negara. Metode yang digunakan adalah
dengan Fixed Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan jika kualitas
14
infrastruktur dan kualitas kelembagaan Indonesia lebih mempengaruhi biaya
dan volume perdagangan internasional. Dari berbagai indikator kualitas
infrastruktur transportasi, kualitas pelabuhaan dan kualitas bandara
merupakan indikator yang paling mempengaruhi biaya maupun volume
ekspor impor. Faktor penentu kualitas pelabuhan diantaranya adalah
kapasitas, tersedianya pelabuhan hub intrenasional, sarana prasarana bongkar
muat, waktu tunggu, SDM pengelola, serta peraturan terkait pelabuhan dan
pelayaran. Sementara kualitas kelembagaan yang lebih mempengaruhi biaya
ekspor maupun impor adalah dengan efisiensi terkait peraturan dan birokrasi
pemerintah khususnya terkait kepabeanan serta indikator keamanan.
Penurunan biaya ekspor impor dan peningkatan volume ekspor dapat
meningkatkan daya saing perdagangan Indonesia di pasar internasional.
4. Christian Volpe Martincus, et al., (2013)
Penelitian berjudul “Customs as Doorkeepers: What Are Their Effects on
International Trade?”. Penelitian ini memperkirakan dampak customs
(kepabeanan) terkait dengan penundaan ekspor perusahaan dalam
perdagangan. Penelitian ini menggunakan data transaksi ekspor Uruguai
selama periode 2002-2011 dan informasi terkait waktu yang dibutuhkan
dalam transaksi ini untuk melewati kepabeanan. Hasil penelitian ini
menunjukkan jika penundaan mempunyai dampak yang negatif terhadap
ekspor perusahaan terutama pengiriman menggunakan kapal. Dampak ini
bahkan lebih besar terhadap barang yang sensitif terhadap waktu (time-
sensitive) dan untuk negara dengan kompetisi yang kuat.
15
Tabel 2: Mind Mapping Kajian Empiris
No. Nama Peneliti /Tahun/
Judul Penelitian Variabel Penelitain Tujuan Hasil Penelitian
1. Subhra Koley, et al./ 2016/
Reducing Dwell Time Related
to Clearing and Forwarding
of Export and Import Goods
at Kolkata Sea and Air Ports
a. Dwelling Time
b. Export Import
Penelitian ini
menelusuri kesempatan
untuk mengurangi
Dwelling Time dalam
penyelesaian ekspor
impor barang pada
bandar udara dan
pelabuhan laut di
Kolkata.
Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan tingginya Dwelling Time di
Kolkata yang dikelompokkan dalam
empat grup berdasarkan metode, mesin
(perlengkapan), sumber daya, dan orang-
orang (pelaku). Analisis menggunakan
Value Stream Mapping (VSM) hasilnya,
ada beberapa cara yang disarankan
diantaranya penggunaan e-payment untuk
pembayaran kewajiban dan ditagihkan
langsung melalui akun bank,
menggunakan mesin X-ray untuk
memeriksa barang-barang ekspor impor,
dan menggunakan dokumen-dokumen
elektronik.
15
16
Lanjutan Tabel 2
No. Nama Peneliti /Tahun/
Judul Penelitian Variabel Penelitain Tujuan Hasil Penelitian
2. Wahyu Septi Utami/ 2015/
Percepatan Dwelling Time:
Strategi Peningkatan Kinerja
Perdagangan Internasional di
Pelabuhan Tanjung Priok.
a. Dwelling Time
b. Kinerja
perdagangan
internasional
Indonesia
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis
strategi kebijakan yang
dapat
diimplementasikan
untuk mempercepat
waktu tinggal (Dwelling
Time) di pelabuhan
Tanjung Priok dalam
rangka meningkatkan
kinerja dalam
perdagangan
internasional.
Strategi yang dapat digunakan untuk
mempercepat Dwelling Time di
pelabuhan Tanjung Priok yaitu,
memberikan kesempatan investor dalam
pengembangan maupun pengelolaan
potensi yang dimiliki pelabuhan Tanjung
Priok, meningkatkan kerjasama
stakeholder, meningkatkan kinerja
pengelola pelabuhan, mengupayakan
pemberdayaan kembali perubahan
kebijakan dengan adanya pemisah antara
fungsi regulasi dan fungsi pengelola, dan
mengupayakan transformasi dan sinergi
manajemen Sumber Daya Manusia yang
kompeten.
16
17
Lanjutan Tabel 2
No. Nama Peneliti /Tahun/
Judul Penelitian Variabel Penelitain Tujuan Hasil Penelitian
3. Tanti Novianti/ 2013/
Kualitas Infrastruktur
Transportasi dan
Kelembagaan Serta
Pengaruhnya Terhadap
Perdagangan Internasional
Indonesia
a. Kulaitas
Infrastruktur
b. Kualitas
kelembagaan
c. Perdagangan
internasional
Indonesia
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis
kualitas infrastruktur
dan kelembagaan di
Indonesia yang
merupakan faktor
penting dalam
menentukan kinerja
perdagangan
internasional Indonesia.
Kualitas infrastruktur dan kelembagaan
Indonesia lebih mempengaruhi biaya dan
volume perdagangan internasional.
Kualitas pelabuhaan dan bandara
merupakan indikator infrastruktur yang
paling mempengaruhi. Faktor penentu
kualitas pelabuhan diantaranya adalah
kapasitas, tersedianya pelabuhan hub
intrenasional, sarana prasarana, waktu
tunggu, SDM pengelola, serta peraturan
terkait. Sementara kualitas kelembagaan
dengan efisiensi peraturan dan birokrasi
serta indikator keamanan. Penurunan
biaya dan peningkatan volume ekspor
dapat meningkatkan daya saing
perdagangan internasional Indonesia.
17
18
Lanjutan Tabel 2
No. Nama Peneliti /Tahun/
Judul Penelitian Variabel Penelitain Tujuan Hasil Penelitian
4. Christian Volpe Martincus, et
al. /2013/ Customs as
Doorkeepers: What Are Their
Effects on International
Trade?
a. Customs
b. International
Trade
Penelitian ini
memperkirakan dampak
customs (kepabeanan)
terkait dengan
penundaan ekspor
perusahaan dalam
perdagangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan jika
penundaan mempunyai dampak yang
negatif terhadap ekspor perusahaan
terutama pengiriman menggunakan
kapal. Dampak ini bahkan lebih besar
terhadap barang yang sensitif terhadap
waktu (time-sensitive) dan untuk negara
dengan kompetisi yang kuat.
5. Septi Ambar Waty /2017/
Peranan Bea Cukai dalam
Efektifitas Penerapan
Dwelling Time pada Kegiatan
Ekspor Impor
a. Peranan Bea Cukai
b. Dwelling Time
c. Ekspor Impor
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui
peranan Bea Cukai
dalam penerapan
Dwelling Time pada
kegiatan ekspor impor
di Tanjung Perak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dalam penerapan Dwelling Time, banyak
kendala-kendala yang dihadapi. Oleh
karena itu, Bea Cukai menerapkan aturan
baru agar penerapan Dwelling Time dapat
lebih efektif. Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 116 Tahun 2016.
Sumber: Kajian Empiris (Diolah peneliti) 2017
18
19
B. Kajian Teoritis
1. Kepabeanan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan, Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah
pabean dan pemungutan bea masuk. Daerah pabean wilayah Republik
Indonesia meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta
tempat-tempat tertentu. (Sutedi, 2012: 61) Tujuan pengawasan pebean adalah
untuk memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang,
kendaraan, dan orang-orang yang melintas perbatasan negara berjalan dalam
kerangka hukum, praturan, dan prosedur pabean yang ditetapkan.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan, kawasan pebean adalah kawasan dengan batas-
batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah
pengawasan Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Semua kegiatan
dibidang kepabeanan yang terkait dengan akspor dan impor, akan
berhubungan dengan kegiatan pengangkutan, pembongkaran,
penyimpanan, penimbunan yang wajib dilakukan oleh orang yang
melakukan kegiatan kepabeanan.
Pelayanan kepabeanan di Indonesia ditandai dengan adanya kantor-
kantor pelayanan instansi Bea dan Cukai untuk melayani barang impor dan
barang ekspor dari darat, laut, dan udara. Pengawasan dan pelayanan
dilakukan selama 24 jam oleh petugas bea dan cukai melalui kantor-kantor
pelayanan yang ada di setiap pelabuhan, perbatasan antar negara, dan di
bandar udara. Pelayan kepada eksportir maupun importir dilaksanakan
dengan ketentuan yang ada dan wajib ditaati (Suryawan, 2013: 49).
20
Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jendral Bea
dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan
undang-undang. Kewajiban pabean adalah semua kegiatan dibidang
kepabeanan yang wajip dipenuhi untuk memenuhi ketentuan dalam undang-
undang.
Kantor pabean mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan
operasional DJBC berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean dan
cukai serta peraturan perundang-undangan lain. Untuk melaksanakan tugas
tersebut kantor pabean memiliki fungsi sebagai berikut (Hamdani, 2015:
134):
a. Pemungutan bea dan cukai serta pungutan lainnya yang
pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai berdasarkan perundang-undangan yang berlaku;
b. Penerapan peraturan perundang-undangan pabean dan cukai serta
peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya
dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
c. Pencegahan dan penyidikan pelanggaran peraturan perundang-
undangan dibidang pabean dan cukai serta peraturan perundang-
undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai;
d. Verivikasi dokumen pabean, dokumen cukai dan pemberian
kemudahan pabean dan cukai;
e. Pengurusan tata usaha rumah tangga kantor inspeksi.
Wewenang yang dimiliki oleh pejabat bea dan cukai dalam
kepabeanan diperlukan dalam mendukung pelaksanaan tugasnya
mengamankan hak-hak negara. Terutama dalam menghadapi barang
menghadapi barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan
barang ekspor atau barang lain yang perlu diawasi menurut undang-undang
(Sutedi, 2012: 24). Pemberitahuan, pemeriksaan firik, penyegelan dan
21
pengeluaran barang adalah garis besar dalam proses pengeluaran barang
ekspor dan barang impor yang dilakukan oleh bea cukai.
a. Bea Masuk
Bea masuk merupakan pungutan yang dikenakan atas kegiatan lalu
lintas barang masuk daerah pabean. (Purwito & Indriani, 2015: 106)
menyebutkan bea masuk atau Customs Duty merupakan sejumlah uang yang
dipungut dan dikumpulkan oleh negara bersifat memaksa kepada orang-orang
yang memasukkan barang kedalam daerah pabean oleh otoritas kepabeanan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur atas pemakaian,
kepemilikan, penggunaan sementara atau dimasukkan kembali atas barang
tersebut. Menurut undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang kepabeanan,
bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang
dibebankan atas barang yang diimpor. Lembaga yang berwenang dalam
pengelolaan pungutan bea masuk adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC). Bea masuk dipungut berdasarkan tarif ad advalorem terhadap
barang-barang yang diimpor dengan memperhitungkan nilai tukar mata uang
asing yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Secara umum subjek pajak adalah orang atau badan yang dikenakan
pajak. Yang menjadi subjek bea masuk adalah pihak yang bertanggung jawab
atas bea masuk. Pihak yang bertanggung jawab atas bea masuk adalah
importir, yaitu orang atau badan yang melakukan impor. Tanggung jawab
berlaku sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dimasukkan/diserahkan
kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean dimana impor berada.
22
Sedangkan objek bea masuk adalah barang impor yang akan dimasukkan
kedalam wilayah pabean.
b. Bea Keluar
Bea keluar merupakan pungutan yang dikenakan atas kegiatan lalu
lintas barang keluar daerah pabean. Lembaga yang berwenang dalam
pengelolaan pungutan bea masuk, bea keluar dan cukai adalah Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
“Bea keluar adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
barang-barang tertentu, dalam kondisi dan situasi tertentu dalam
kegiatan pengeluaran barang keluar daerah pabean dan ditujukan
untuk melindungi kepentingan nasional dan masyarakat di dalam
negeri yang pada dasarnya bukan merupakan pajak (UU Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2006).”
Jenis barang-barang yang dikenakan bea keluar ditentukan oleh
instansi atau departemen teknis (menteri perdagangan atau departemen
terkait) dan aturannya mengikuti ketentuan yang ada dalam konvensi
internasional. Bea keluar bukan merupakan pajak tetapi lebih merupakan
instrumen agar ada tindakan yang cepat dari pemerintah dari pemerintah
untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau sejenisnya yang kemungkinan
akan menyebabkan ancaman bagi penerimaan negara (Purwito & Indriani,
2015: 121).
Sebjek bea keluar adalah pihak bertanggung jawab atas pengenaan bea
keluar. Pihak yang bertanggung jawab atas bea keluar adalah orang atau
badan yang mengeluarkan barang dari wilayah pabean (eksportir). Sedangkan
objek bea keluar adalah barang yang akan di ekspor.
23
(Purwito & Indriani, 2015: 121-122) Seperti diatur dalam undang-
undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 pasal 2A, konsep bea keluar
didasarkan pada pertimbangan peningkatan ekspor adalah tujuan dan upaya
pemerintah untuk menperoleh devisa, oleh karena itu hanya terhadap barang-
barang tertentu yang dipungut bea kueluar. Pengenaan bea keluar hanya
dalam keadaan tertentu, bersifat situasional, kondisional dan jenis, tipe,
ukuran tertentu dengan batasan waktu. Dengan maksud untuk melindungi
kepentingan nasional, mengingat kebutuhan dalam negeri membutuhkan
tindakan segera. Pemungutan bea keluar tidak dimaksudkan untuk
membebani daya saing komoditi ekspor di pasar internasional.
c. Cukai
Berdasarkan undang-undang No. 39 Tahun 2007 mengenai cukai,
Cukai mengandung pengertian pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan dalam undang-undang ini. Berdasarkan Direktorat Jendral Bea dan
Cukai, cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang
kena cukai. Menurut Purwito & Indriani (2015: 122) Cukai mengandung
pengertian pungutan yang merupakan barian dari pajak tidak langsung, yang
pemungutannya dilakukan atas barang-barang kena cukai tertentu yang
mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri.
Subjek dan Objek Bea Cukai Menurut undang-undang cukai, barang
yang menjadi objek pengenaan cukai dikenal dengan Barang Kenai Cukai
(BKC). Barang Kena Cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai
24
beberapa karakteristik, diantaranya: konsumsinya perlu dikendalikan;
peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif
bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau pemakaiannya perlu
pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan (Direktorat
Jendral Bea dan Cukai, 2015). Menurut undang-undang Nomor 39 Tahun
2007, Barang Kena Cukai terdiri dari:
1) Etil alkohol (EA) atau etanol;
2) Minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA);
3) Hasil tembakau.
(Surono, 2001) menyebutkan Subjek yang harus menanggung beban
cukai atas pemakaian atau konsumsi barang kena cukai, sebagai berikut:
1) Penanggung jawab cukai dan penanggung cukai, adalah individu
yang sama yaitu: Subjek yang berada di sektor hulu dalam mata
rantai produksi dan peredaran BKC. Yang termasuk dalam kriteria
ini adalah: Pengusaha pabrik BKC, Pengusaha tempat penyimpanan
Etil Alkohol dan Importir BKC;
2) Pemikul cukai, yaitu orang-orang atau konsumen akhir yang
mengkonsumsi BKC.
2. Ekspor Impor
a. Ekspor
1. Pengertian
Ekspor merupakan kegiatan penjualan atau pengiriman barang,
jasa atau modal yang berasal dari daerah pabean suatu negara ke daerah
pabean negara lain, melalui perjanjian atau tidak, yang dilakukan oleh
orang, badan hukum atau negara, sesuai dengan peraturan yang berlaku
(Purwito dan Indriani 2015:7). Menurut Ahsjar dan Amirullah (2002: 1)
25
kegiatan ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang
dari dalam keluar wilayah pabean dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. (Tandjung, 2011: 269) menyebutkan ekspor adalah kegiatan
pengeluaran barang dari dalam daerah pabean Indonesia ke luar negeri
dengan mengikuti peraturan yang berlaku terutama mengenai peraturan
kepabeanan dan dilakukan oleh eksportir atau yang mendapat izin khusus
dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan.
Eksportir adalah setiap orang atau badan usaha yang
mengeluarkan barang dari daerah pabean. Berdasarkan peraturan Menteri
Perdagangan No. 01/M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Umum
Dibidang Ekspor, eksportir (perorangan atau perusahaan) dapat
melakukan ekspor jika telah memiliki hal-hal sebagai berikut (Tandjung,
2011: 271):
1. Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP)/ Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP);
2. Izin usaha dari departemen teknis/lembaga pemerintah non
departemen terkait berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
2. Prosedur Ekspor
Prosedur ekspor menurut Hamdani (2015: 35) sebagai berikut:
1. Korespondensi: Eksportir mengadakan korespondensi dengan
importir luar negeri untuk menawarkan dan menegosiasikan
komoditi yang akan dijualnya. Dalam surat penawaran kepada
importir harus dicantumkan jenis barang, mutunya, harganya,
syarat-syarat pengirimannya, dan sebagainya;
2. Membuat Kontrak Dagang: Apabila importir menyetujui
dengan penawaran yang diajukan oleh eksportir, maka importir
26
dan eksportir membuat dan menandatangani kontrak dagang.
Dalam kontrak dagang dicantumkan hal-hal yang disepakati
bersama;
3. Penerbitan Letter of Credit (L/C): setelah kontrak dagang
ditandatangani maka importir membuka L/C melalui bank
koresponden dinegaranya dan mengirimkan L/C tersebut ke
bank devisa yang ditunjuk memberitahukan diterimanya L/C
tersebut kepada eksportir;
4. Mempersiapkan Barang Ekspor: Dengan diterimanya L/C
tersebut maka eksportir mempersiapkan barang-barang yang
dipesan importir. Keadaan barang-barang yang dipersiapkan
harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak
dagang dan L/C;
5. Mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB):
Selanjutnya eksportir mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB) ke bank devisa dengan melampirkan surat
sanggup apabila barang ekspornya terkena pungutan ekspor;
6. Eksportir memesan ruang kapal ke perusahaan pelayaran
samudra atau perusahaan penerbangan. Perlu dicek perusahaan
perkapalan mana yang mempunyai tarif angkutan kargo paling
murah dan paling memberikan jaminan akan ketepatan waktu
pelayaran;
7. Eksportir sendiri dapat mengirim barang ke pepabuhan
pengiriman dan pengurusan barang ke pelabuhan dan ke kapal,
dapat juga dilakukan oleh perusahaan jasa pengiriman barang
(Perusahaan Freight Forwarding atau Perusahaan ekspedisi
Muatan Kapal Laut/EMKL). Dokumen-dokumen ekspor
disertakan dalam pengiriman barang ke pelabuhan dan ke
kapal;
8. Di pelabuhan, dokumen ekspor diperiksa oleh pihak Bea dan
Cukai. Apabila diperlukan, barang-barang yang akan diekspor
diperiksa juga oleh pihak Bea Cukai. Apabila barang-barang
dan dokumen yang menyertainya telah sesuai dengan ketentuan
maka Bea Cukai menandatangani pernyataan persetujuan muat
yang ada pada PEB
9. Setelah pihak Bea Cukai menandatangani PEB maka barang
dapat dimuat ke kapal. Segera setelah barang dimuat ke kapal,
pihak pelayaran menerbitkan Bill of Landing (B/L) yang
kemudian diserahkan kepada eksportir;
10. Eksportir sendiri atau perusahaan Freight Forwarder atau
EMKL/EMKU memfiat pemuatan barangnya dan mengajukan
permohonan atau ke Kantor Dinas Departemen Perdagangan
atau memperoleh SKA apabila diperlukan;
11. Apabila barang sudah dikapalkan, maka eksportir sudah dapat
ke bank untuk mencairkan L/C. Dokumen-dokumen yang
27
diserahkan adalah B/L, Commercial Invoice, Packing List, dan
PEB;
12. Barang dalam perjalanan dengan kapal dari indonesia ke
pelabuhan di negara importir.
b. Impor
1. Pengertian
Impor diartikan memasukkan barang, jasa, atau modal yang
berasal dari luar daerah pebean kedalam daerah pabean, dengan tujuan
untuk dipakai, dimiliki, dialihkan atau dijual dengan mendapatkan
manfaat atau keuntungan atas barang, jasa atau modal yang dimaksud
(Purwito dan Indriani 2015:7). Menurut Ahsjar dan Amirullah (2002: 43)
impor adalah kegiatan dalam perdagangan dengan cara
membeli/mendatangkan barang dari luar negeri untuk dimasukkan ke
dalam negeri. Menurut Hamdani (2015: 33) impor adalah membeli
barang dari dalam negeri ke dalam peredaran republik Indonesia dan
barang yang dibeli tersebut harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Departemen Keuangan.
Importir adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan
kegiatan perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri
ke dalam wilayah pabean dengan memenuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Barang impor adalah barang yang dimasukkan kedalam daerah
pabean. Barang impor wajib diperiksa dan melewati pemeriksaan dari
petugas bea dan cukai, pemeriksaan untuk barang impor meliputi
pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik apakah sesuai dengan yang
28
tertera pada dokumen impor untuk ukuran, jumlah, dan berat barang
(Suryawan, 2013: 20).
2. Prosedur Impor
Prosedur impor menurut Hamdani (2015: 36) sebagai berikut:
1. Mencari supplier baik dari luar negeri atau melalui agennya di
dalam negeri dalam bentuk export agen, atau trading house;
2. Meminta supplier untuk mengirimkan sample (contoh barang)
dan (performa invoice) untuk mengetahui barang, harga
barang, cara pengiriman, cara pembayaran, mutu barang dsb;
3. Melakukan perhitungan biaya-biaya impor antara lain berupa
bea masuk yang harus dibayar, PPn, PPnBM (kalau ada), PPh,
dan beberapa harga yang bisa dipasarkan dipasaran luar negeri;
4. Negosiasi tentang harga dan jenis barang berdasarkan performa
invoice dan sample yang telah dikirimkan oleh supplier/
eksportir;
5. Kalau sudah terjadi sepakat segera mengajukan permohonan
pembukaan L/C kepada Bank Devisa dengan menyetorkan
uang jaminan sebesar 100% dan jumlah L/C yang dibuka dan
membayar biaya pembukaan sebesar 0,5% dari jumlah L/C
yang diajukan. Dalam hal importir tidak bisa menyediakan
dana untuk setoran ini, segala kebijaksanaan ada pada pihak
bank. Seperti misalnya importir tidak memiliki jumlah margin
yang cukup untuk membayar setoran jaminan ini tetapi importir
hanya bisa memberikan angsuran dalam bentuk lain, paka
diterima tidaknya PPLC yang diajukan kepada bank keputusan
ada pada pihak bank;
6. Memberitahu eksportir mengenai L/C yang telah dibukanya
untuk memberi kesempatan kepada eksportir mengenai
persiapan pengadaan barang;
7. Menunggu pengiriman dari eksportir;
8. Menghubungan pihak pelayanan untuk meminta informasi
tentang ETA (Estimated Time Arrival) atau waktu tiba kapal;
9. Menghubungi bank devisa mengenai tibanya dokumen impor
dari eksportir antara lain LPS, B/L, Invoice, Packing list dll;
10. Mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan mengisi
SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak) untuk
memperoleh LPS (Laporan Pemeriksaan Surveyor) asli dan
B/L asli guna proses pengeluaran barang di pelabuhan (Proses
Inklaring) sekaligus mendebit rekening pembiayaan importir
seperti yang tercantum dalam PIB, SSPCP kepada bank devisa;
11. Menukarkan B/L asli dengan D/O (Delivering Order) kepada
pelayaran untuk bisa mengeluarkan kontainer digudang lini I
29
dan membawa PIB, SSPCP ke Bea Cukai untuk bisa
mengeluarkan barang dari pelabuhan.
c. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kegiatan Ekspor Impor
Terdapat organisasi atau lembaga yang terkait dalam kegiatan ekspor
impor dalam perdagangan internasional yang semakin berkembang. Lembaga
atau organisasi tersebut diantaranya:
a. Lembaga pemerintah: menciptakan peraturan dan bertindak
sebagai regulator dan fasilitator;
b. Produsen: terkait dengan produk, komoditi, sektor agraris, industri
dan pertambangan;
c. Eksportir: menghasilkan devisa bagi negara, pelaku yang
mengeluarkan barang dari daerah pabean;
d. Importir: memasok kebutuhan dalam negeri, pelaku yang
memasukkan barang ke daerah pabean;
e. KADIN & asosiasi: wadah kerjasama para pedagang dan
industriawan;
f. Lembaga penunjang: memberi pelayanan jasa untuk menunjang
ekspor impor.
Dalam perdagangan antar negara, telah dibentuk organisasi-organisasi
internasional untuk menata sistem pasar dan harga komoditi. Dengan
demikian eksportir dan importir hendaknya dapat mengetahui, memahami,
dan mematuhi peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Kebijakan
perdagangan internasional ditetapkan untuk meningkatkan efisiensi
perdagangan dalam dan luar negeri, sehingga dapat memperlancar arus
30
barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim
persaingan yang sehat, menunjang efisiensi produksi, mengembangkan
ekspor, dan sebagainya.
3. Dwelling Time
a. Pengertian
Terkait dengan kegiatan bongkar muat peti kemas di pelabuhan,
terdapat beberapa pengertian mengenai Dwelling Time yang telah
diungkapkan oleh beberapa ahli maupun institusi. Menurut CBEC
Department of Revenue, Ministry of Finance, Government of India, dwell
time adalah ukuran waktu yang berlalu dari saat kargo tiba di pelabuhan
hingga saat barang meninggalkan pelabuhan setelah semua izin telah
diperoleh. Menurut World Bank, Dwelling Time adalah proses yang
dubutuhkan sejak barang turun dari kapal atau barang ditimbun sampai
barang keluar dari pelabuhan. (Kementerian Perhubungan, 2013) Dwelling
Time adalah waktu sirkulasi barang sejak kapal sandar di pelabuhan hingga
keluar pintu pelabuhan. Komponen waktu Dwelling Time dapat dirinci dalam
tiga tahapan, yaitu Pre Clearance, Custom Clearance, dan Post Clearance.
b. Proses Dwelling Time
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa proses Dwelling
Time meliputi tiga tahapan sebagai berikut:
1. Pre Clearance
Pre Clearance adalah selisih waktu penerbitan pemberitahuan
impor barang dengan waktu bongkar peti kemas impor (Badan Pusat
31
Statistik, 2014). Kegiatan Pre Clearance adalah peti kemas diletakkan di
lapangan penumpukan sementara dan penyiapan dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Yang termasuk dalam post-
clearance adalah peti kemas diletakkan di Tempat Penimbunan
Sementara (TPS), permohonan ijin instansi yang terkait (Kementrian),
proses pembayaran perbankan (LC), administrasi pelabuhan, sarana –
prasarana di pelabuhan (crane, forklift, truk).
2. Custom Clearance
Custom Clearance yaitu selisih waktu penerbitan surat persetujuan
pengeluaran barang dengan waktu penerbitan pemberitahuan impor
barang (Badan Pusat Statistik, 2014). Kegiatan Custom Clearance adalah
pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah), verifikasi
dokumen-dokumen oleh Bea Cukai, dan pengeluaran Surat Persetujuan
Pengeluaran Barang (SPPB).
3. Post Clearance
Post Clearance yaitu selisih waktu peti kemas keluar dari gerbang
utama pelabuhan dengan waktu penerbitan surat persetujuan pengeluaran
barang (Badan Pusat Statistik, 2014). Kegiatan Post Clearance adalah
peti kemas diangkut keluar pelabuhan dan pembayaran ke operator
pelabuhan, penerbitan DO (shipping line), order trucking (perusahaan
transportasi).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka Dwelling Time peti kemas
impor dapat diihitung sebagai berikut (Artakusuma 2012):
32
DT = TP + TCC + TPC
DT = Dwelling Time
TP = Lama waktu Pre Clearance
TCC = Lama waktu Custom Clearance
TPC = Lama waktu Post Clearance
Konsep alur Dwelling Time yang digunakan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Konsep Dwelling Time di Pelabuhan
Sumber: Badan Pusat Statistik - Laporan Pilot Studi Dwelling Time 2014
c. Faktor Penyebab Dwelling Time
Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik
indonesia mengungkapkan daftar penyebab terjadinya Dwelling Time (waktu
bongkar muat) di pelabuhan, sebagai berikut (www.republika.co.id):
1. Proses Pre Clearance masih lama. Proses perizinan belum semuanya
instansi terkait terintegrasi dalam satu sistem dari berbagai institusi
penerbit izin belum optimal. Akibatnya clearance impor dan proses
karantina tidak dapat berjalan harus menunggu perijinan lain
(menunggu kelengkapan dokumen).
33
Pihak Pelayaran belum melayani secara maksimal dalam proses
dokumen bil Of landing (BL), delivery order (DO) dan BC 1.1 karena
terkendala hari libur.
2. Lamanya pengurusan perizinan larangan dan pembatasan (lartas) dari
instansi terkait. Keluarnya Laporan Survei (LS) dari pihak sucofindo
yang ditunjuk oleh Mendag.
Pengurusan perizinan lartas yang terkadang tumpang tindih dengan
beberapa kementerian dan lemahnya koordinasi antar kementerian.
Lamanya proses pengurusan di Badan POM.
Lamanya proses penerbitan Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
3. Belum semua pihak (Importir/Eksportir, Pelayaran, Bank, dan pihak
lainnya) menerapkan Pelayanan 24/7 serta pelayanan belum optimal.
Peningkatan jumlah biaya terutama untuk biaya overhead. Belum
semua bank memberikan pelayanan 24/7 di Pelabuhan Tanjung.
Priok. Importir tidak melakukan penarikan /pengambilan kontainer di
hari Ahad.
4. Penentuan jadwal pemeriksaan kontainer dan petugas pemeriksa secara
sistem serta informasi tempat pemeriksaan fisik di dalam TPFT sendiri
(Long room/ di lapangan). Berakibat menambah lamanya waktu
Pemeriksaan Fisik Kontainer Jalur Merah. Hal ini disebabkan karena
belum terdapat ketentuan yang mengatur dan sistem yang belum
tersedia.
5. Data Cargo Manifest yang diterima Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
tidak diinformasikan kepada instansi-instansi lain yang
berkepentingan. Sistem yang belum support baik secara Teknologi
Informasi maupun kebijakan yang mengakibatkan pelaksanaan tugas
instansi lain seperti Badan Karantina dan Badan POM tidak bisa
berjalan dengan baik, kesulitan mendapatkan Cargo Manifest secara
utuh.
6. Jumlah importir jalur merah cukup tinggi. Jumlah importir jalur merah
sebanyak 25% dari jumlah PIB dinilai cukup tinggi.
7. Tingginya YOR Terbatasnya area lapangan penumpukan di PT JICT
dan TPK Koja (Pelabuhan Tanjung Priok). Bahwa Cikarang Dry Port
(CDP) secara kewenangan pencatatan bea cukai masih dibawah KPP
Bea Cukai Bekasi sedangkan secara operasional dibawah Otoritas
Pelabuhan Tanjung Priok dan Balai Besar Karantina Tanjung Priok.
C. Kerangka Pemikiran
Dwelling Time merupakan isu yang sering dibicarakan sejalan dengan
semakin berkembangnya dunia usaha dan perdagangan internasional. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat Dwelling Time. Semua pihak yang
terkait dengan pelaksanaan penerapan Dwelling Time di pelabuhan. Salah satu
34
pihak yang berperan penting adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai
instansi kepabeanan. Instansi kepabeanan atau Bea Cukai memiliki peranan yang
sangat besar dalam kegiatan kepabeanan karena bertanggung jawab dalam hal
pengawasan dan pelayanan. Dalam pelaksanaan tugasnya Bea Cukai tentu
menghadapi berbagai kendala dan dibutuhkan strategi yang tepat untuk mengatasi
kendala tersebut.
Pelabuhan Tanjung Perak merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di
Indonesia. Pelabuhan tanjung perak menjadi jantung perekonomian jawa timur
dan menjadi pintu gerbang menuju Indonesia timur. KPPBC Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak Merupakan kantor perwakilan BJBC yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan tugas DJBC di wilayah Tanjung Perak.
Kerangka berfikir digunakan oleh peneliti dalam penelitian terkait peranan
Bea Cukai dalam Penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor. Berikut
ini kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
35
Gambar 2. Kerangka Berfikir
Sumber: Peneliti, 2017
Kondisi
awal
Pelabuhan Tanjung
Perak merupakan
salah satu pelabuhan
tersibuk di Indonesia
dengan tingkat
Dwelling Time yang
relatif tinggi
KPPBC TMP
Tanjung Perak
merupakan instansi
yang berwenang
atas kegiatan
kepabeanan di
Tanjung Perak
Tindakan
Kondisi
akhir
KPPBC TMP
Tanjung perak
diharapkan dapat
memberikan
pelayanan maksimal
dalam pelaksanaan
tugasnya
Penerapan Dwelling
Time oleh KPPBC
TMP Tanjung Perak
Terdapat berbagai
hambatan dalam
penerapan
Dwelling Time oleh
KPPBC TMP
Tanjung Perak
Penurunan tingkat Dwelling Time
pada kegiatan ekspor impor
Strategi yang
diterapkan oleh
KPPBC TMP
Tanjung Perak
untuk mengatasi
hambatan yang
dialami
Peranan Bea Cukai
35
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Zulganef (2008: 11) menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan untuk menggambarkan suatu kondisi atau fenomena tertentu, tidak
memilah-milah atau mencari faktor-faktor atau variabel tertentu. Sugiyono (2009:
14) menjelaskan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, memandang realitas sosial sebagai
sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan
gejala bersifat interaktif. Maka dari itu peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif ini untuk menggambarkan dan menganalisis peranan Bea Cukai dalam
penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor di Tanjung Perak yang
dilakukan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak secara lebih mendalam, jelas, terinci yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
B. Fokus Penelitian
Dalam pandangan penelitian kualitatif, suatu fenomena bersifat holistik
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan
menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi
keseluruhan situasi sosial, yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku
37
(actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono 2009:
376). Terlalu luasnya permasalahan dalam penelitian maka perlu adanya batasan
masalah yang dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus penelitian, yang
berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Penetapan fokus penelitian akan
memudahkan peneliti dalam pembatasan fenomena atau permasalahan yang
terjadi, dengan demikian penelitian dapat lebih terarah dan tidak meluas melebihi
permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Berikut fokus penelitian dalam
penelitian ini:
1. Kendala yang dihadapi Bea Cukai dalam efektivitas penerapan Dwelling
Time:
a. Kendala yang dihadapi Bea Cukai pada proses Pre Clearance;
b. Kendala yang dihadapi Bea Cukai pada proses Custom Clearance;
c. Kendala yang dihadapi Bea Cukai pada proses Post Clearance.
2. Strategi yang dilakukan Bea Cukai dalam penanganan Dwelling Time:
a. Strategi penanganan Dwelling Time;
b. Hasil penerapan strategi penanganan Dwelling Time;
c. Kekurangan dan kelebihan dari strategi yang diterapkan;
d. Langkah-langkah strategis kedepan yang akan dilakukan.
C. Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian berhubungan dengan keseluruhan wilayah/daerah tempat
fenomena atau peristiwa dapat ditangkap. Lokasi penelitian dalam penelitian ini
adalah pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Peneliti memilih lokasi penelitian di
pelabuhan Tanjung Perak, dikarenakan pelabuhan Tanjung Perak merupakan salah
38
satu pelabuhan tersibuk di Indonesia. Tanjung Perak juga merupakan jantung
utama aktifitas perekonomian Jawa Timur dan gerbang utama menuju Indonesia
timur. Tingkat Dwelling Time di pelabuhan Tanjung Perak juga masih relatif
tinggi.
Situs penelitian adalah tempat peneliti mengumpulkan data-data dan informasi
terkait dengan permasalahan yang diteliti sesuai dengan fokus penelitian yang
akan diteliti. Berdasarkan hal tersebut maka situs penelitian pada penelitian ini
meliputi:
1. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak (KPPBC TMP Tanjung Perak) yang berlokasi di Jalan
Perak Timur No. 498, Pabean Catikan, Surabaya, Jawa Timur. Pemilihan
situs tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut. Peneliti memilih situs
tersebut dikarenakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe
Madya Pabean Tanjung Perak merupakan pelaksana utama dalam
pelayanan Bea dan Cukai di wilayah Tanjung Perak;
D. Jenis dan Sumber Data
Data dan informasi diperlukan untuk mendukung analisa dalam penelitian.
Data yang tepat yang dibutuhkan oleh seorang peneliti agar proses penelitian
dapat berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah
yang sudah ditetapkan. Terdapat dua jenis data dalam penelitian, yaitu data primer
dan data sekunder. Berikut ini jenis data dan sumber data yang akan digunakan
oleh peneliti untuk meneliti permasalahan mengenai penerapan Dwelling Time
pada kegiatan ekspor impor:
39
1. Data Primer
Data primer adalah data yang hanya diperoleh dari sumber asli atau
pertama. Data primer harus secara langsung kita ambil dari sumber aslinya,
melalui narasumber yang tepat dan yang kita jadikan responden dalam
penelitian (Sarwono, 2006 :123). Data diperoleh langsung oleh peneliti dari
narasumber melalui wawancara dengan pihak yang dapat memberikan
informasi relevan dengan permasalahan yang diteliti. Adapun sumber data
primer dalam penelitian ini adalah Kepala Sub Seksi Pengolahan Data
sebagai narasumber 1 serta staf Seksi Pengolahan data dan Administrasi
Dokumen sebagai narasumber 2. Penulis memilih sumber tersebut dengan
harapan jika penulis akan mendapatkan informasi yang relevan dengan
permasalahan yang penulis teliti terkait efektivitas penerapan Dwelling Time
oleh Bea Cukai pada kegiatan ekspor impor di pelabuhan Tanjung Perak.
Pemilihan narasumber menggunakan metode purposive. (Sugiyono, 2009:
392) Purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dimaksud, misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
2. Data Sekuder
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan. Data sekunder dapat diperoleh dengan lebih
mudah dan cepat karena sudah tersedia, misalnya di perpustakaan,
40
perusahaan-perusahaan, biro pusat statistik, dan kantor-kantor pemerintah
(Sarwono, 2006:123). Sumber data sekunder dalam penelitian ini merupakan
data pendukung yang berasal dari catatan, dokumen, laporan serta arsip yang
berkaitan dengan penerapan Dwelling Time oleh Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak.
E. Teknik Pengumpulan Data
Tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data kemudian
menganalisisnya. Oleh karena itu teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling utama dalam penelitian. Teknik pengumpulan data adalah metode
yang digunakan penulis untuk memperoleh data atau informasi yang digunakan
untuk menjawab permasalahan sesuai dengan fokus penelitian. (Sugiyono, 2009:
402) menyebutkan terdapat empat teknik pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif, yaitu sebagai berikut:
1. Observasi;
2. Wawancara;
3. Dokumentasi;
4. Gabungan/triangulasi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data
yaitu dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur (wawancara mendalam).
Sugiyono (2015:233) mengungkapkan bahwa wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara yang bebas dimana tidak menggunakan pedoman wawancara yang
tersusun secara sistematis. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis besar dari permasalahan yang akan ditanyakan agar peneliti dapat
41
mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari responden (pedoman
wawancara dapat dilihat pada Lampiran 1). Sedangkan penggunaan metode
dokumentasi merupakan pelengkap dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti.
Dokumentasi berupa catatan/ data-data dari fenomena yang sudah terjadi, bisa
berbentuk catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan, kebijakan,
gambar, foto, sketsa, patung, film, dan lain lain (Sugiyono, 2015: 240).
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa data Dwelling Time
pelabuhan Tanjung Perak selama tahun 2016.
F. Instrumen Penelitian
(Sugiyono, 2009: 398-399) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi
instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti harus
memiliki pemahaman terhadap metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti memasuki untuk memasuki obyek
penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Peneliti harus melakukan
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan bekal memasuki
lapangan. Peneliti kualitatif berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kausalitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek
penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang
diharapkan semuanya masih belum jelas. Dengan demikian dalam penelitian
42
kualitatif belum dapat dikembangkan instrumen penelitian sebelum masalah yang
diteliti jelas sama sekali.
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen utama. Namun untuk
melengkapi data, peneliti juga menggunakan instrumen pelengkap lainnya sebagai
alat bantu peneliti dalam pengumpulan data dan informasi. Instrumen pelengkap
yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara;
2. Alat perekam
G. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2009: 428) analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan dan dokumentasi, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu
analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola
hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Untuk mengetahui peranan Bea Cukai
dalam efektivitas penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor penulis
menggunakan model analisis data Miles and Huberman yang meliputi langkah-
langkah sebagai berikut, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification (Sugiyono, 2015: 246).
1. Data reduction (reduksi data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang
tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan
43
gambaran yang lebih jelas sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Pemilihan data dilakukan karena data yang terkumpul cukup banyak dan
tidak semua sesuai dengan judul penelitian. Data yang diambil peneliti
adalah yang berkaitan dengan kendala-kendala yang dihadapi Bea Cukai
dalam efektivitas penerapan Dwelling Time, strategi yang dilakukan dalam
menangani permasalahan tersebut, dan dampak Dwelling Time pada
kegiatan ekpor impor. Data yang tidak berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti tidak dicantumkan dalam penelitian ini.
2. Data display (penyajian data)
Penyajian data merupakan suatu pengorganisasian, penyatuan informasi-
informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan aksi. Penyajian
data ini dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat dan
memahami apa yang terjadi. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart, dan sejenisnya. Maka akan mudah memahami apa
yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami tersebut. Pada tahap penyajian data ini, peneliti memperoleh data
dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean Tanjung Perak berupa materi evaluasi Dwelling Time Tanjung
Perak 2016 serta tabel dan grafik tingkat Dwelling Time di Pelabuhan
Tanjung Perak. Data tersebut kemudian akan dideskripsikan secara detail
berdasarkan data dan hasil wawancara antara peneliti dengan narasumber.
Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
44
kualitatif, maka dalam penyajian data peneliti lebih banyak menggunakan
narasi.
3. Conclusion drawing/verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Setelah peneliti melakukan kondensasi data dan penyajian data maka akan
diperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian di lapangan. Peneliti
membuat kesimpulan berdasarkan data dan bukti yang valid setelah
peneliti melakukan penelitian. Kesimpulan yang diambil yaitu dari hasil
penyajian data dan pembahasan kemudian menarik kesimpulan.
Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap
pengumpulan data. Penarikan kesimpulan akan menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena
seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan dapat berkembang
setelah peneliti melakukan penelitian di lapangan.
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Sejarah KPPBC TMP Tanjung Perak
Karena letaknya yang strategis dan didukung oleh daerah hinterland
Jawa Timur yang potensial maka pelabuhan Tanjung Perak juga
merupakan pusat pelayaran intersulair Kawasan Timur Indonesia. Dahulu,
Kapal-kapal samudera membongkar dan memuat barang-barangnya
melalui perahu-perahu yang dapat mencapai Jembatan Merah (pelabuhan
pertama pada waktu itu) yang berada di jantung kota Surabaya melalui
sungai Kalimas. Karena perkembangan lalu lintas perdagangan dan
peningkatan arus barang serta bertambahnya arus transportasi maka
fasilitas dermaga di Jembatan Merah itu akhimya tidak mencukupi.
Kemudian pada tahun 1875, Ir.W. de Jongth menyusun suatu rencana
pembangunan pelabuhan Tanjung Perak agar dapat memberikan
kesempatan hepada kapal-kapal samudera membongkar dan memuat
secara langsung tanpa bantuan tongkang-tongkang dan perahu-perahu.
Akan tetapi rencana ini kemudian ditolak karena biayanya yang sangat
tinggi.
Baru pada sepuluh tahun pertama abad ke-20, Ir. WB. Van Goor
membuat suatu rencana yang lebih realistik yang menekankan suatu
keharusan bagi kapal-kapal samudera untuk merapatkan kapalnya pada
46
kade. Dua orang ahli di datangkan dari Belanda yaitu Prof.DR.J Kraus dan
G.J. de Jongth untuk memberikan suatu saran mengenai pelaksanaan
rencana pembangunan pelabuhan Tanjung Perak.
Setelah tahun 1910, maka pembangunan pelabuhan Tanjung Perak
dimulai. Selama dilaksanakan pembangunan, ternyata banyak sekali
permintaan untuk menggunakan kade yang belum seluruhnya selesai itu.
Dengan demikian, maka dilaksanakanlah perluasannya. Sejak saat itulah,
Pelabuhan Tanjung Perak telah memberikan suatu kontribusi yang cukup
besar hagi perkembangan ekonomi dan memiliki peranan yang penting
tidak hanya bagi peningkatan lalu lintas perdagangan di Jawa Timur tetapi
juga diseluruh Kawasan Timur Indonesia.
Dalam Masa pembangunan ini, usaha-usaha pengembangan terus
dilakukan oleh pelabuhan Tanjung Perak yang diarahkan pada perluasan
dermaga, khususnya dermaga kontainer, perluasan dan penyempurnaan
berbagai fasilitas yang ada, pengembangan daerah industri dikawasan
pelabuhan. pembangunan terminal penumpang dan fasililas-fasilitas
lainnya yang berkaitan dengan perkembangan pelabuhan-pelabuhan
modern (dikutip dari laman http:bcperak.net tanggal 5 April 2017 pukul
11.13 WIB).
b. Lokasi Instansi
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak beralamat di Jl. Perak Timur 498 Surabaya yang
merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Timur dan terletak pada posisi
47
112º43’22” garis bujur timur dan 07º11’54” Lintang Selatan. Tepatnya di
Selat Madura sebelah Utara kota Surabaya yang meliputi daerah perairan
seluas 1.574,3 handan daerah daratan seluas 574,7 ha (http://bcPerak.net).
Gambar 3. Foto Udara KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak
Sumber: https://www.google.com/maps/
c. Visi, Misi dan Moto KPPBC TMP Tanjung Perak
1.) Visi
Mengutip dari website resmi KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung
Perak http:bcperak.net, adapun visi KPPBC Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak yaitu “Menjadi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Terdepan yang Berintegritas, Berkualitas, dan Inovatif”.
2.) Misi
Misi KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, sebagai berikut:
48
1. Kami memberikan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai
secara efisien dan berorientasi pada kepuasan semua pemangku
kepentingan;
2. Kami melakukan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai
secara efektif, terukur, dan akurat;
3. Kami melakukan upaya secara aktif dan komprehensif dalam
rangka optimalisasi penerimaan negara.
3.) Moto
Adapun moto yang diterapkan olek KPPBC Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak adalah "BC PERAK PAHLAWAN", dengan akronim:
Bea Cukai Perak melakukan Perubahan Terarah dan Konsisten, serta
Pantang Menyerah dalam Pelayanan dan Pengawasan." BC Perak
selalu melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik dan
konsisten."
d. Tugas dan Fungsi
Kantor Pengawasan dan Pelayanan mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan dan pelayanan dibidang kepabeanan dan cukai dalam daerah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan tugas, Kantor Pengawasan dan Pelayanan
menyelenggarakan fungsi:
1. Pelaksanaan pelayanan teknis di bidang kepabeanan dan cukai;
2. Pelaksanaan pemberian perijinan dan fasilitas di bidang kepabeanan
dan cukai;
49
3. Pelaksanaan pemungutan dan pengadministrasian bea masuk, cukai,
dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh direktorat jenderal;
4. Pelaksanaan intelijen, patroli, penindakan, dan penyidikan di bidang
kepabeanan dan cukai;
5. Penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pendistribusian dokumen
kepabeanan dan cukai;
6. Pelaksanaan pengolahan data, penyajian informasi dan laporan
kepabeanan dan cukai;
7. Pengelolaan dan pemeliharaan sarana operasi, sarana komunikasi, dan
senjata api;
8. Pengawasan pelaksanaan tugas dan evaluasi kerja; dan
9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai.
e. Wilayah kerja
Sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri Kuangan nomor
206.3/PMK.01/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kuangan
nomor 168/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Wilayah Kerja KPPBC Tipe
Madya Pabean Tanjung Perak adalah Kota Surabaya meliputi kegiatan
kepabeanan pada Kecamatan Pabean Cantikan, Kecamatan Semampir,
Kecamatan Tandes, Kecamatan Asemrowo dan Kecamatan Pakal dan 16
Pos Pengawasan Bea dan Cukai.
1. Perusahaan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) (8 perusahaan):
50
a. PT. Terminal Petikemas Surabaya;
b. PT. Terminal Teluk Lamong;
c. PT. Indofood Sukses Makmur;
d. PT. Pelindo III/ Terminal Jamrud Utara;
e. Gudang PT. Angkasa Cahya Selaras Abadi (ACSA) – PT. Berlian
Jasa Terminal Indonesia (BJTI);
f. PT. Indra Jaya Swastika (IJS);
g. PT. PrimaMas Segara Unggul (PSU);
h. PT. Multi Bintang Abadi (MBA).
2. Perusahaan Tempat Penimbunan Pabean (TPP) (4 perusahaan):
a. PT. Indra Jaya Swastika (IJS);
b. PT. Primamas Segara Unggul (PSU);
c. PT. Multi Bintang Abadi (MBA);
d. PT. Emas Global Internasional.
f. Struktur Organisasi
Susunan Organisasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, terdiri dari : Subbagian Umum; Seksi
Penindakan dan Penyidikan; Seksi Administrasi Manifes; Seksi
Perbendaharaan; Pelayanan Kepabeanan dan Cukai; Kelompok Jabatan
fungsional; Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi; Seksi Kepatuhan
Internal; Seksi Pengolahan Data dan Administrasi Dokumen. Susunan
organisasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya
Pabean Tanjung Perak dapat dilihat dalam gambar berikut:
52
2. Penyajian Data
a. Kendala yang Dihadapi Bea Cukai dalam Efektifitas Penerapan
Dwelling Time
1.) Pre Clearance
Kendala yang dihadapi Bea Cukai dalam penerapan Dwelling Time
pada proses Pre Clearance disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya faktor tersebut adalah perusahaan yang cenderung menunda
pengeluaran barang dari terminal peti kemas, hal ini dikarenakan oleh
berbagai pertimbangan yang diantaranya karena faktor biaya dan tidak
tersedianya gudang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber,
sebagai berikut:
“Nah, sekarang gini, yang punya barang tapi gak mau ngurus
barangnya, itu kan menghambat di Pre. Misal mbaknya punya
barang kan, impor nih. Barangnya udah datang, barang datang
dan mulai dibongar itu sudah hitungan waktu mulai berjalan.
Kalau saya keluarkan barangnya dari terminal peti kemas maka
saya harus cari atau sewa gudang untuk menyimpan barang, nah
kalau gini maka otomatis barang akan gerak dan perusahaan akan
nge-send dokumen. Tapi misal mbaknya merasa itu ribet, kalau
saya sewa gudang belum tentu gudangnya aman dan masih lebih
aman di TPS, biayanya hanya beda tipis, yasudah, akhirnya
memutuskan untuk menyimpan barangnya di TPS saja.” (Lampiran
1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 3))
selain faktor biaya dan tidak tersedianya gudang, ada beberapa hal lain
yang menyebabkan importir/perusahaan tidak segera mengurus
kewajiban kepabeanan, diantaranya pengurusan ijin larangan dan
pembatasan (lartas) untuk barang impor yang terkena lartas dan
menunggu kelengkapan dokumen dari luar negeri. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
53
“Ada juga karena pengurusan dokumen larangan dan pembatasan.
Jadi pada saat perusahaan atau pengguna jasa mengirimkan
dokumen, ternyata pada perijinannya, komoditi yang diimpor
terkena lartas. Pada saat dia mengirimkan dokumen ini, dia baru
mengurus dokumen lartasnya ke perdagangan atau ke karantina,
hal itu yang membuat waktu yang panjang.” (Lampiran 1 Tanskrip
Wawancara (Kode IM 6))
Kendala lain yang dihadapi oleh Bea Cukai dalam penerapan
Dwelling Time pada proses Pre Clearance, sebagaimana tercantum
dalam Evaluasi Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak 2016,
diantaranya kedatangan kapal diakhir pekan, sehingga pengurusan
dokumen kepabeanan baru bisa dilakukan saat sudah memasuki hari
kerja. Selanjutnya free time timbun barang di lapangan dan gudang,
tidak ada pembatasan waktu timbun barang sehingga memberatkan
Dwelling Time. Terakhir, sarana dan prasarana bongkar muat yang
kurang memadai juga menjadi salah satu faktor yang memberatkan
Dwelling Time.
2.) Custom Clearance
Sebagaimana tercantum dalam Evaluasi Dwelling Time Pelabuhan
Tanjung Perak 2016, kendala yang dihadapi Bea Cukai dalam
penerapan Dwelling Time pada proses Custom Clearance disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama adalah importir yang tidak segera
menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik, karena
menghambat pengeluaran SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang) oleh Bea Cukai. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
narasumber, sebagai berikut:
54
“Dulu, saat perusahaan nge-send dokumen ke portal INSW,
yasudah perusahaan ngesend dokumen saja. Berkas mau
dimasukkan ke Bea Cukai itu untuk jalur hijau 5 hari, untuk jalur
merah dan kuning 3. Kalau tidak dimasukkan dalam jangka waktu
tersebut, maka perusahaan tersebut akan keblokir. Nah hal ini
membuat proses pemeriksaan selanjutnya akan terhambat lagi”
(Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 7))
Faktor kedua adalah beberapa proses penyelesaian barang
terpotong hari libur dan akhir pekan atau jam kerja yang hanya sampai
pukul 17.00, sehingga memperpanjang waktu penyelesaian kegiatan
kepabeanan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai
berikut:
“Dari dulu, pencanangan pelayanan 24/7 itu sudah ada. Dulu,
hari sabtu minggu personil yang bertugas piket ada banyak dari
pihak bank juga ada. Ternyata pada prakteknya, perusahaan untuk
membiayai karyawannya kerja lembur itu sulit. Jadi pengguna jasa
yang dilayani pada waktu akhir pekan hanya sedikit. Karena biaya
yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan kerja lembur itu
besar, sedangkan yang dilayani hanya sedikit hanya 1 atau 2
orang, daripada tidak efektif, lebih baik dihentikan saja. Karena
tidak efektif, jika hari sabtu minggu yang dilayani hanya sedikit
sedangkan pada hari senin yang dilayani banyak, maka kita
kurangi personil yang bertugas pada hari sabtu dan minggu.”
(Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 8))
Ketiga, Importir tidak segera menyerahkan hard copy dokumen
PIB (Pemberitahuan Impor Barang) sejak terbitnya SPJM (Surat
Pemberitahuan Jalur Merah) /SPJK(Surat Pemberitahuan Jalur
Kuning). Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai
berikut:
“Kuncinya ada pada perusahaan atau penggguna jasa, kalau saat
barang datang, perusahaan segera mengirimkan dokumen PIB
(Pemberitahuan Impor Barang), maka proses Pre Clearance dan
Custom Clearance dapat berjalan dengan cepat.” (Lampiran 1
Tanskrip Wawancara (Kode MA 2))
55
Hambatan terahir pada proses Custom Clearance adalah importir
tidak segera menyerahkan contoh barang. Hal tersebut membuat proses
pemeriksaan fisik tidak dapat segera dilakukan, sehingga menghambat
pengeluaran SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) oleh Bea
Cukai.
3.) Post Clearance
Kendala pada proses Post Clearance disebabkan oleh beberapa
faktor, pertama importir atau pengguna jasa yang sengaja menunda
pengeluaran barang setelah terbitnya SPPB (Surat Persetujuan
Pengeluaran Barang) oleh Bea Cukai. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh narasumber, sebagai berikut:
“Disini walaupun perusahaan segera mengirimkan dokumen PIB
nya, tapi waktu mengeluarkan barangnya dari TPS setelah keluar
SPPB dia lama ya akan menghambat Dwelling Time lagi.”
(Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 9))
Penundaan pengeluaran barang oleh perusahaan disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya karena pertimbangan ekonomis. Hal tersebut
dikarenakan faktor perhitungan dalam bisnis karena yang menanggung
semua biaya dalam proses kepabeanan adalah perusahaan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
“...perusahaan menunda mengeluarkan barangnya kan juga
karena faktor itung-itungan saja mbak, namanya bisnis kan gitu.
Yang membayar semua biayanya kan perusahaan sendiri. Dan
ditambah lagi biaya sewa gudang dan biaya penimbunan di TPS
juga hanya beda tipis.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode
IM 10))
56
Alasan selanjutnya karena bahan baku belum diperlukan untuk proses
produksi, karena perusahaan cenderung impor barang dalam jumlah
besar dan akan digunakan untuk produksi dalam beberapa kali
produksi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai
berikut:
“Ada lagi kendala yang dihadapi, yaitu importir di pelabuhan
Tanjung Perak berbeda dengan importir di pelabuhan tanjung
priok. Kalau di tanjung priok yang mayoritas untuk barang
konsumsi, sedangkan di perak itu importir untuk barang-barang
produksi, misalnya bahan baku. Jadi perusahaan saat melakukan
impor, tidak mungkin hanya 1 atau 2 kontainer, bisa sampai 10
kontainer atau lebih. Namun tidak semua diproduksi sekaligus.
Misal perusahaan akan ambil dulu 2 kontainer kemudian
diproduksi dan dijual, kalau sudah ambil lagi 2 kontainer untuk
diproduksi lagi, dan seterusnya.” (Lampiran 1 Tanskrip
Wawancara (Kode MA 3))
Faktor berikutnya adalah perusahaan tidak memiliki gudang untuk
menyimpan barangnya, bisa dikarenakan gudang yang dimiliki Masih
penuh sehingga memutuskan untuk menumpuk barangnya di
pelabuhan. Faktor terakhir adalah biaya timbun di terminal peti kemas
yang murah, dan hanya terdapat perbedaan yang tidak terlalu besar
dibandingkan jika harus menyewa gudang yang belum terjamin
keamanannya. Apabila perusahaan mengingikan keamanan yang lebih
perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
“Permasalahan yang utama itu ada pada perusahaan, karena
mereka punya kebiasaan untuk menunda pengeluaran barang dari
TPS. Karena kalau mereka mau mengeluarkan barang dari TPS
sedangkan mereka tidak memiliki gudang, maka harus sewa
gudang dan belum tentu gudangnya aman, kalau mau keamanan
yang lebih mereka harus bayar lagi, lebih aman di TPS dan
57
harganya juga hanya beda tipis.” (Lampiran 1 Tanskrip
Wawancara (Kode MA 4))
b. Strategi Penanganan Dwelling Time
1.) Staregi Penanganan Dwelling Time
Melihat kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan Dwelling
Time. Bea Cukai menerapkan beberapa strategi untuk dapat menekan
tingkat Dwelling Time. Strategi tersebut dijalankan berdasarkan
beberapa peraturan baru yang diterapkan di pelabuhan Tanjung Perak.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
“Jadi dalam kaitannya dengan Dwelling Time ada beberapa
peraturan baru yang diterapkan di pelabuhan Tanjung Perak.”
(Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 11))
Strategi tersebut dibagi dalam setiap proses Dwelling Time, sebagai
berikut:
a) Pre Clearance
Strategi penanganan Dwelling Time yang pertama pada proses
Pre Clearance adalah memberikan himbauan kepada para
pengguna jasa agar segera mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor
Barang).
Strategi kedua adalah penerapan pelayanan 24/7 di Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber,
sebagai berikut:
“...sebelumnya pelaksanaan pelayanan hari sabtu minggu
kurang efektif, maka dari itu personilnya dikurangi. Akan
tetapi, dengan peraturan yang baru, pelayanan 24/7 bisa
58
diterapkan secara efektif.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara
(Kode IM 12))
Strategi terakhir adalah penerapan dan pemberlakuan ketentuan
baru mengenai Tarif dan Longstay penumpukan dalam pelabuhan
sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 116 Tahun
2016. Peraturan baru membatasi waktu penumpukan di terminal
peti kemas. Waktu yang ditetapkan adalah 3 (tiga) hari.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
“Sebeluam ada peraturan yang baru, barang akan diletakkan
di pelabuhan sampai 3 minggu tidak masalah. Dengan
peraturan yang baru, apabila perusahaan mengirimkan
dokumennya hari ini, dihari berikutnya jam 12.00 harus sudah
menyerahkan dokumen hard copy ke Bea Cukai. Jika
perusahaan tidak memasukkan dokumennya, maka akan
langsung ke-reject.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode
IM 13))
b) Custom Clearance
Terdapat beberapa strategi penanganan Dwelling Time pada
proses Custom Clearance. Strategi pertama adalah megadakan
rapat koordinasi terkait Dwelling Time dengan Kepala Kantor
Wilayah dan Kepala Bidang Fasilitas. Kedua, melakukan
koordinasi dengan Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai
terkait perbaikan mesin penjaluran. Ketiga, penerapan pelayanan
24/7 di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai TMP
Tanjung Perak. Keempat, membuka kelas untuk importir mengenai
penjelasan pengisian INP dan DNP agar semakin cepat dan akurat.
Kelima, meminta importir untuk melapirkan DNP dan kelengkapan
59
pada saat penyerahan dokumen. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh narasumber, sebagai berikut:
“...ada lagi yang terkait pengurusan dokumen kepabeanan,
disini bukan pihak Bea Cukai yang mempersulit perusahaan.
Tapi karena memang biasanya perusahaan pada saat mereka
mengirimkan dokumen ke Bea Cukai, masih ada dokumen
pelengkap lain yang belum dilampirkan. Sehingga harus
menunggu hingga semua dokumen yang dibutuhkan lengkap.”
(Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode IM 14))
Keenam, menambah jumlah perusahaan yang berstatus hijau dan
mitra utama (kerjasama dengan asosiasi untuk rekomendasi profil
importir). Terahir yang ketujuh, adalah penerapan secara penuh
PER-12/BC/2016, PER-16/BC/2016, dan PER-20/BC/2016 yang
mulai berjalan sejak tanggal 13 September 2016 yang diharapkan
semakin mempersingkat Custom Clearance. Pengaruh
diberlakukannya per-16/BC/2016 terhadap Dwelling Time sebagai
berikut:
Gambar 5. Pengaruh Diberlakukannya Per-16/BC/2016
Terhadap Dwelling Time
Sumber: KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 2017
60
c) Post Clearance
Terdapat 3 (tiga) strategi yang dilakukan Bea Cukai dalam
penanganan Dwelling Time pada proses Post Clearance. Pertama,
penerapan pelayanan 24/7 di Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea Cukai TMP Tanjung Perak. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh narasumber, sebagai berikut:
“...sebelumnya pelaksanaan pelayanan hari sabtu minggu
kurang efektif, maka dari itu personilnya dikurangi. Akan
tetapi, dengan peraturan yang baru, pelayanan 24/7 bisa
diterapkan secara efektif.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara
(Kode IM 12))
Memindahkan peti kemas yang sudah diterbitkan SPPB (Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang) ke lapangan penimbunan
domestik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber,
sebagai berikut:
“Jadi sekarang apabila barang tidak segera dikeluarkan dari
tempat penimbunan sementara, maka kami akan pindahkan
barang tersebut ke lapangan penumpukan domestik atau lini 2
supaya tidak memberatkan Dwelling Time.” (Lampiran 1
Tanskrip Wawancara (Kode IM 15))
Penerapan dan Pemberlakuan ketentuan baru mengenai Tarif
dan Longstay Penumpukan dalam Pelabuhan sesuai dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 116 Tahun 2016.
2.) Hasil Penerapan Strategi Penanganan Dwelling Time
Hasil dari penerapan strategi yang telah diterapkan dapat dilihat
dari perbedaan tingkat Dwelling Time dari sebelum dan sesudah
diterapkannya peraturan yang baru, hasilnya, terdapat perbedaan yang
61
cukup signifikan terhadap tingkat Dwelling Time di pelabuhan Tanjung
Perak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber, sebagai
berikut:
“Peraturan-peraturan itu kan sebenarnya sudah lama ada, tapi
di Tanjung Perak sendiri peraturan itu baru diterapkan bulan
Agustus tapi mulai efektif pada bulan September. Hasilnya ya
lumayan bagus, Dwelling Time nya bisa turun, yang tadinya
sebelum ada peraturan itu Dwelling Time 5,5 bahkan lebih tapi
setelah adanya peraturan yang baru Dwelling Timenya jadi 4
hari.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode MA 6))
Tingkat Dwelling Time pelabuhan Tanjung Perak tahun 2016 dapat
dilihat dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 6. Grafik Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak, 2016 Sumber : KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 2017
Bedasarkan grafik di atas dapat dilihat jika tingkat Dwelling Time
mengalami penurunan yang cukup signifikan pada bulan September,
Oktober dan November, namun mengalami kenaikan kembali pada
bulan Desember. Tingkat Dwelling Time pelabuhan Tanjung Perak jika
dirinci dalam setiap prosesnya, sebagai berikut:
6,54 Hari
5,39 Hari 5,17 Hari
5,39 Hari 5,74 Hari
5,37 Hari 5,15 Hari 5,30 Hari
4,26 Hari
3,13 Hari 3,08 Hari 3,57 Hari
2,00 Hari2,50 Hari3,00 Hari3,50 Hari4,00 Hari4,50 Hari5,00 Hari5,50 Hari6,00 Hari6,50 Hari7,00 Hari
Dwelling Time 2016
Dwelling Time
45
Sumber : KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak (tabel diolah peneliti) 2017
No Bulan Pre
(Hari)
Pre
Clearance
Custom
(Hari)
Cust
Clearance
Post
(Hari)
Post
Clearance
Dwelling Time
(Hari) (Waktu)
1 Januari 4,13 4d 03:12:31 0,62 0d 14:51:39 1,78 1d 18:48:10 6,54 6d 12:52:36
2 Februari 3,01 3d 00:17:31 0,65 0d 15:39:48 1,72 1d 17:17:37 5,39 5d 09:15:11
3 Maret 3,00 2d 23:55:57 0,56 0d 13:29:19 1,61 1d 14:41:38 5,17 5d 04:06:55
4 April 3,13 3d 03:07:29 0,61 0d 14:40:23 1,64 1d 15:27:03 5,39 5d 09:14:55
5 Mei 3,54 3d 12:53:01 0,57 0d 13:46:04 1,63 1d 15:01:35 5,74 5d 17:40:42
6 Juni 3,09 3d 02:13:09 0,64 0d 15:17:28 1,64 1d 15:28:32 5,37 5d 08:59:09
7 Juli 3,17 3d 03:58:26 0,46 0d 11:07:10 1,51 1d 12:13:33 5,15 5d 03:29:42
8 Agustus 3,16 3d 03:54:44 0,43 0d 10:23:45 1,70 1d 16:49:24 5,30 5d 07:07:54
9 September 2,35 2d 08:17:24 0,31 0d 07:27:49 1,61 1d 14:34:35 4,26 4d 06:19:36
10 Oktober 1,56 1d 13:25:43 0,32 0d 07:36:12 1,25 1d 06:06:47 3,13 3d 03:08:49
11 November 1,47 1d 11:23:54 0,26 0d 06:07:32 1,35 1d 08:20:37 3,08 3d 01:52:00
12 Desember 1,80 1d 19:12:28 0,34 0d 08:12:39 1,42 1d 10:11:58 3,57 3d 13:36:02
Tabel 3. Data Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak Tahun 2016
60
62
45
Terkait dengan target kedepan narasumber menyampaikan hal
sebagai berikut:
“Kalo ini, presiden kan pinginnya 2-3 hari, tapi itu susah untuk
diterapkan di Tanjung Perak karena ya memang sudah real-nya
dilapangan seperti itu. Pernah kami mencoba untuk menekan
biar Dwelling Time nya lebih kecil lagi, tapi perusahaan banyak
yang protes.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode MA 7))
3.) Kekurangan dan Kelebihan Strategi yang Diterapkan
Menurut kedua narasumber, peraturan dan strategi yang diterapkan
tidak memiliki kekurangan, karena peraturan dibuat dan diperbaharui
untuk memperbaiki peraturan yang sudah ada. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh narasumber, sebagai berikut:
“Kalo kekurangan sih menurut saya gaada mbak, jadi gini
peraturan yang baru ada kan untuk menggantikan yang lama.
Jadi dalam peraturan yang baru itu sudah dilakukan perbaikan
terhadap kekurangan-kerurangan dari peraturan yang
sebelumnya.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode MA 8))
Terkait dengan peraturan yang baru, narasumber 1 mengatakan
sebagai berikut:
“...adanya peraturan yang baru, memaksa perusahaan untuk
segera mengurusi barangnya. Jadi perusahaan tidak bisa lagi
menunda-nunda dalam mengeluarkan barangnya, kalo gini kan
dapat meringankan Dwelling Time.” (Lampiran 1 Tanskrip
Wawancara (Kode IM 16))
Perubahan paket kebijakan Dwelling Time yang dilakukan oleh
Bea Cukai menimbulkan berbagai dampak positif terhadap Dwelling
Time. Paket kebijakan tersebut dicantumkan dalam tabel sebagai
berikut:
63
64
Tabel 4. Perubahan Paket Kebijakan Dwelling Time
No Hal Dampak Pada
Dwelling Time Produk Hukum
1. Pemeriksaan
Pabean
Mempercepat proses
pemeriksaan fisik di
pelabuhan (3 hari menjadi 1
hari)
PMK No.
225/PMK.04/2015
PER-12/BC/2016
2. Prosedur
Impor
Mempercepat proses
Custom Clearance dengan
menyederhanakan prosedur,
yaitu:
a. Percepatan penyerahan
dokumen pelengkap
pabean (3 hari menjadi
1 hari)
b. Perluasan pre-
notification
c. Pembayaran berkala
d. Mengakomodasi single
submission melalui
INSW
PMK No.
228/PMK.04/2015
PER-16/BC/2016
3. Standarisasi
kode satuan
barang
Mempercepat pelayanan
dengan penggunaan otomasi
pemotongan kuota fasilitas
dan/atau pembatasan impor
antar kementerian dan
lembaga melalui INSW
PMK No.
226/PMK.04/2015
PER-20/BC/2016
4. Larangan dan
pembatasan
Mempercepat waktu
penyampaian dan penetapan
pengawasan barang
larangan dan pembatasan
yang sebelumnya
ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, saat ini
penetapan oleh Dirjen BC
PMK No.
224/PMK.04/2015
5. Nilai dasar
perhitungan
bea masuk
(kurs)
Mengakomodasi penerapan
MPN-G2 sehingga
pembayaran Bea Masuk dan
PDRI dapat dilakukan
selama 24 Jam sehari dan 7
hari seminggu.
PMK No.
227/PMK.04/2015
PER-16/BC/2016
6. Pengguna jasa
dengan tingkat
kepatuhan
tinggi (mitra
Utama/MITA)
Memberikan fasilitas
percepatan pengeluaran
barang kepada
importir/eksportir yang
ditetapkan sebagai MITA,
antara lain tidak dilakukan
pemeriksaan fisik dan
dokumen, Corporate
Guarantee dan penerapan
PMK No.
229/PMK.04/2015
65
Lanjutan Tabel 4
Locomotive Concept dan
Member Get Member dalam
proses penetapan MITA.
Sumber : KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 2017 (Tabel
diolah peneliti)
Dengan peraturan yang baru, proses pemeriksaan fisik menjadi lebih
singkat (3 hari menjadi 1 hari). Mempercepat proses Custom Clearance
dengan penyederhanaan prosedur, yaitu: penyerahan dokumen
pelengkap pabean menjadi lebih cepat (3hari menjadi 1 hari); perluasan
pre-notification; pembayaran berkala; mengakomodasi singgle
submission melalui INSW. Mempercepat waktu penyampaian dfan
penetapan pengawasan barang larangan dan pembatasan yang
sebelumnya ditetapkan oleh menteri keuangan, saat ini penetapan
dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai. Pembayaran bea masuk dan PDRI
dapat dilakukan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
Memberikan fasilitas percepatan pengeluaran barang kepada
importir/eksportir yang ditetapkan sebagai MITA, antara lain tidak
dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen, corporate guarantee dan
penerapan locomotive concept dan member ger member dalam proses
penetapan MITA.
4.) Langkah-langkah Strategis Kedepan
Terdapat 3 (tiga) langkah strategis kedepan yang akan dilakukan
oleh Bea Cukai dalam penanganan Dwelling Time. Langkah-langkah
tersebut dilakukan untuk dapat menekan tingkat Dwelling Time.
Langkah strategis tersebut sebagai berikut:
66
a) Pengembangan konsep Advanced Manifest System (Akhir 2017)
(1) dokumen pengangkutan (manifest) diajukan 24 jam sebelum
kedatangan
(2) pengajuan pemberitahuan pabean dan Custom Clearance
dapat dilakukan sebelum kedatangan
(3) integrasi sistem manifest dengan sistem pelabuhan
(4) tujuan : mempercepat proses Pre-Custom Clearance
b) Pengembangan konsep D/O (Delivery Order) online
(1) didasari pelayanan D/O (Delivery Order) masih dilakukan
secara manual (work hour)
(2) menyampaikan masukan kepada kementerian perhubungan
untuk penerapan D/O (Delivery Order) online 24/7
(3) proses pengeluaran barang dapat dilayani secara online 24/7
(4) tujuan : mempercepat proses post-Custom Clearance
terkait pengembangan D/O (Delivery Order) Online, narasumber
mengatakan sebagai berikut:
“Jadi kedepan mungkin yang akan kita lakukan itu,
kita mengembangkan pelayanan DO online, jadi pelayanan
bisa dilakukan selama 24/7 dan tidak harus menunggu saat
hari kerja saja.” (Lampiran 1 Tanskrip Wawancara (Kode
MA 10))
c) Otomatisasi Sistem Informasi
Pegembangan Teknologi Informasi (CEISA (Customs Excise
Information System and Automation), TPS Online, Inaportent
dan otomatisasi aplikasi kepabeanan cukai)
67
B. Pembahasan
1. Kendala yang Dihadapi Bea Cukai dalam Efektifitas Penerapan
Dwelling Time
a. Pre Clearance
Proses Pre Clearance memiliki pengaruh yang paling besar dalam
penerapan Dwelling Time. Proses ini dimulai sejak peti kemas dibongkar
dari kapal sampai dengan importir melakukan submit PIB (Pemberitahuan
Impor Barang) ke Bea Cukai. Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai No: PER-16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai, untuk dapat mengeluarkan
barang impor dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan
sama dengan TPS dengan tujuan impor untuk dipakai, importir wajib
menyerahkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang dan/atau Dokumen
Pelengkap Pabean yang lain.
Dalam penerapan Dwelling Time di pelabuhan Tanjung Perak, proses
Pre Clearance menyumbang waktu yang paling panjang dibandingkan
dengan pada proses Custom Clearance dan juga Post Clearance.
Sebagaimana disajikan dalam Tabel 2, terlihat bahwa proses Pre
Clearance menyumbangkan waktu yang paling besar dalam Dwelling
Time. Berikut grafik perbedaan tingkat Dwelling Time pada proses Pre
Clearance, Custom Clearance dan Post Clearance:
68
Gambar 7. Grafik Perbandingan Proses Dwelling Time
Sumber : KPPBC TMP Tanjung Perak, (Diolah Peneliti) 2017
Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan Dwelling
Time pada proses Pre Clearance sehingga menyebabkan tingkat Dwelling
Time pada proses Pre Clearance lebih tinggi dibandingkan dengan pada
proses Custom Clearance dan Post Clearance. Kendala pertama yang
dihadapi adalah importir yang tidak segera mengurus kewajiban
kepabeanannya, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
karena pertimbangan ekonomis, pengurusan ijin lartas (larangan dan/atau
pembatasan), dan menunggu kelengkapan dokumen dari luar negeri.
Pengurusan ijin lartas (larangan dan/atau pembatasan) menjadi
penyebab importir tidak segera mengurus kewajiban kepabeanannya
dikarenakan, barang yang diimpor termasuk barang yang dilarang atau
dibatasi. Barang impor yang dilarang atau dibatasi hanya dapat
dikeluarkan dari kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama
0,00 Hari
1,00 Hari
2,00 Hari
3,00 Hari
4,00 Hari
5,00 Hari
6,00 Hari
7,00 Hari
JAN
UA
RI
FEB
RU
AR
I
MA
RET
AP
RIL
MEI
JUN
I
JULI
AG
UST
US
SEP
TEM
BER
OK
TOB
ER
NO
VEM
BER
DES
EMB
ER
Dwelling Time
Pre Clearance
Custom Clearance
Post Clearance
69
dengan TPS, setelah persyaratan yang diwajibkan oleh instansi terkait
terpenuhi. Pengurusan ijin lartas oleh perusahaan dapat menghambat
pemenuhan kewajiban kepabeanan oleh perusahaan, karena dokumen ijin
lartas merupakan salah satu dokumen pelengkap yang harus disertakan
bersama dengan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
Kendala selanjutnya adalah free time timbun barang di TPS.
Dimaksudkan, barang yang ditumpuk di TPS tidak dikenakan biaya
selama 3 hari, apabila melebihi 3 hari maka akan dikenakan denda.
Adanya free time timbun barang ini memberikan kesempatan bagi
perusahaan untuk menunda pengeluaran barang dari terminal peti kemas
atau lapangan penumpukan lini 1.
Sarana dan prasarana bongkar muat juga menjadi salah satu faktor
yang sangat penting dalam penerapan Dwelling Time. Sarana dan
prasarana yang kurang memadai menyebabkan kinerja pelayanan dan
proses bongkar muat menjadi kurang maksimal. Sarana dan prasarana
yang ada seharusnya sesuai dengan kebutuhan pelayanan atau kegiatan
transaksi yang dilakukan.
Kendala terakhir dikarenakan kedatangan kapal diakhir pekan. Hal ini
menakibatkan proses pengeluaran barang terhambat karena terkendala hari
libur kerja. Sehingga penyelesaian pengurusan kepabeanan harus
menunggu saat memasuki hari kerja. Hal ini tentunya menyebabkan waktu
yang lama dalam penerapan Dwelling Time.
70
b. Custom Clearance
Proses Custom Clearance merupakan waktu yang dibutuhkan sejak
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) diterima oleh Bea Cukai sampai
dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) oleh
Bea Cukai. Terdapat beberapa faktor yang menentukan kelancaran
kegiatan pada proses Custom Clearance, diantaranya, kecepatan
perusahaan dalam menyerahkan hard copy dokumen-dokumen, kecepatan
perusahaan dalam menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik,
kecepatan penyampaian hasil pemeriksaan fisik, dan kecepatan
pemeriksaan dokumen.
Proses Custom Clearance dalam penerapan Dweling Time memiliki
nilai yang terkecil dibandingkan dengan proses Pre Clearance dan juga
proses Post Clearance, sebagaimana terlihat pada Gambar 7 Grafik
Perbandingan Proses Dwelling Time 2016. Proses penyelesaian pada
proses Custom Clearance selama tahun 2016 tidak lebih dari 1 (satu) hari.
Proses terlama hanya berlangsung selama 0,65 hari atau kurang lebih 13
jam. Angka tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan proses Pre
Clearance dan proses Post Clearance, yang mencapai 4 hari bahkan lebih.
Bea Cukai memiliki peranan yang besar pada proses Custom
Clearance karena Bea Cukai Bertindak sebagai pelaksana dalam
melakukan pelayanan dalam kegiatan kepabeanan. Tahap ini menentukan
penjaluran barang yang dibagi kedalam 3 jalur, yaitu jalur hijau, jalur
kuning, dan jalur merah untuk menentukan proses selanjutnya.
71
Impor jalur hijau tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan
pemeriksaan fisik. Perusahaan menyerahkan dokumen PIB
(Pemberitahuan Impor Barang) maka akan langsung keluar Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Pengeluaran barang impor dari
kawasan pabean untuk jalur kuning tidak perlu dilakukan pemeriksaan
fisik barang tetapi harus dilakukan pemeriksaan dokumen sebelum
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. Sedangkan untuk jalur
merah dilakukan pemeriksaan dokumen dan juga pemeriksaan fisik.
Terdapat beberapa permasalahan dalam proses Custom Clearance yang
menghambat pengeluaran Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)
sehingga memberatkan Dwelling Time. Kendala pertama adalah importir
yang tidak segera menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik.
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No: PER-
16/BC/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor
Untuk Dipakai, pada pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa pemeriksaan
fisik harus dimulai paling lambat 1 (satu) jam setelah importir
menyampaikan kesiapan barang.
Kendala selanjutnya disebabkan oleh beberapa proses penyelesaian
barang terpotong hari libur dan akhir pekan atau jam kerja yang hanya
sampai pukul 17.00, sehingga memperpanjang waktu penyelesaian. Proses
pelayanan pada hari libur maupun akhir pekan dirasa kurang efektif karena
pihak yang dilayani hanya sedikit, sehingga pihak Bea Cukai mengurangi
petugas piket yang dijadwalkan untuk melakukan pelayanan pada waktu
72
akhir pekan. Sedikitnya pihak yang dilayani disebabkan karena perusahaan
tidak mau/ merasa merasa kesulitan untuk menugaskan karyawannya
bekerja di hari libur maupun akhir pekan.
Kendala selanjutnya adalah importir yang tidak segera menyerahkan
hard copy dokumen Pemberitahuan Impor Barang sejak diterbitkannya
SPJM (Surat Pemberitahuan Jalur Merah) dan SPJK (Surat Pemberitahuan
Jalur Kuning). Kecepatan perusahaan dalam menyerahkan hard copy
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) menentukan kelancaran
proses selanjutnya yang akan dilakukan. Proses tersebut yaitu proses
pemeriksaan dokumen maupun pemeriksaan fisik.
c. Post Clearance
Proses Post Clearance merupakan proses terakhir dalam penerapan
Dwelling Time. Post Clearance merupakan waktu yang dibutuhkan sejak
dikeluarkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) sampai
pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara. Terdapat
beberapa faktor penentu kelancaran kegiatan pada proses Post Clearance.
Diantanya, kesiapan dan keaktifan importir untuk segera mengeluarkan
barang dari tempat penimbunan sementara, kecepatan proses pelayanan
persetujuan pengeluaran barang oleh operator terminal, kesiapan
pemangku kepentingan untuk menerapkan layanan 24/7, infrastruktur dan
fasilitas pelabuhan serta akses jalan dari dan menuju pelabuhan.
Permasalahan terkait Dwelling Time pada proses Post Clearance
disebabkan karena importir sengaja menunda pengeluaran barang setelah
73
terbitnya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. Penundaan pengeluaran
barang dari pelabuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah barang yang diimpor belum diperlukan untuk proses
produksi. Menurut hasil penelitian pada KPPBC Tipe Madya Pabean
Tanjung Perak, diketahui bahwa sebagian besar importir di pelabuhan
Tanjung Perak merupakan importir untuk keperluan produksi, mereka
cenderung melakukan impor dalam jumlah besar dan menimbunnya.
Perusahaan yang memiliki gudang yang cukup akan menyimpan
barangnya di gudang miliknya, namun bagi perusahaan yang tidak
memiliki gudang yang tersedia atau tidak mau menyewa gudang, mereka
akan menimbun barangnya di Terminal Penimbunan Sementara. Terkait
banyaknya impor yang dilakukan untuk keperluan produksi, perusahaan
tidak mengeluarkan seluruh barangnya, namun akan mengeluarkan sedikit
demi sedikit untuk keperluan produksi. Hal ini tentunya akan
memberatkan Dwelling Time.
Importir menunda pegeluaran barang dari TPS karena pertimbangan
ekonomis dan tidak tersedianya gudang. Selisih biaya penimbunan di TPS
apabila dibandingkan dengan biaya penyewaan gudang tidak berbeda jauh,
sehingga importir akan memilih menimbun barangnya di TPS daripada
mengeluarkannya. Hal ini sangat memberatkan Dwelling Time karena TPS
hanya merupakan tempat transit dan bukan merupakan tempat
penimbunan.
74
Sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 116 Tahun 2016, tentang
Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (long stay)
di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok,
Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makasar.
Lapangan penumpukan peti kemas merupakan tempat transit untuk
menunggu pemuatan atau pengeluarannya dan bukan merupakan tempat
penimbunan. Sehingga salah jika perusahaan menjadikan TPS sebagai
tempat penimbunan.
2. Strategi Penanganan Dwelling Time
a. Strategi Penanganan Dwelling Time
Melihat kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan Dwelling
Time, masih tingginya tingkat Dwelling Time, serta desakan dari Bapak
Presiden yang menginginkan penurunan tingkat Dwelling Time
mendorong Bea Cukai untuk menerapkan strategi baru agar Dwelling Time
dapat ditekan. Strategi tersebut sebagai berikut dirinci dalam setiap proses
dalam Dwelling Time yaitu Pre Clearance, Custom Clearance dan Post
Clearance sebagai berikut:
1.) Pre Clearance
Bea Cukai memberikan himbauan kepada importir untuk segera
mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Proses selanjutnya
dapat segera dilaksanakan apabila perusahaan telah mengajukan PIB
(Pemberitahuan Impor Barang). Oleh karena itu perusahaan perlu
75
dihimbau untuk segera mengajukan PIB nya. Mengingat proses Pre
Clearance menyumbang waktu yang paling dalam penerapan
Dwelling Time.
Selain itu Bea Cukai juga menerapkan pelayanan 24/7. Pelayanan
24/7 dilakukan agar proses penyelesaian kegiatan kepabeanan dapat
dilakukan setiap waktu, sehingga dapat mempersingkat tingkat
Dwelling Time. Pelayanan 24/7 dapat berjalan dengan lebih efektif
sejak diberlakukannya peraturan baru yang memaksa perusahaan
untuk segera menyelesaikan kewajiban kepabeanannya.
Terakhir, penerapan ketentuan baru mengenai tarif dan longstay
penumpukan dalam pelabuhan sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 116 Tahun 2016 tentang Pemindahan barang
yang Telah Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di
pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok,
Pelabuhan Utama Tanjungh Perak, dan Pelabuhan Utama Makassar.
Berdasarkan peraturan tersebut, importir tidak bisa lagi membiarkan
barangnya menumpuk terlalu lama di Terminal Penumpukan
Sementara, karena jika telah melebihi waktu yang telah ditentukan,
maka barang akan dipindahkan ke lapangan penumpukan lini 2
dengan semua biaya pemindahan ditanggung oleh importir.
2.) Custom Clearance
Strategi yang dilakukan Bea Cukai pada proses Custom Clearance,
yang pertama melakukan rapat koordinasi terkait Dwelling Time
76
dengan kepala kantor wilayah dan kepala bidang fasilitas. Kedua,
melakukan koordinasi dengan Direktorat Informasi Kepabeanan dan
Cukai terkait perbaikan mesin penjaluran. Koordinasi dilakukan agar
proses pelayanan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih efektif.
Dibutuhkan koordinasi yang baik dari seluruh pihak yang terlibat.
Ketiga, penerapan pelayanan 24/7 di Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai TMP Tanjung Perak agar pelayanan dapat
dilakukan setap saat dan tidak harus menunggu pada waktu kerja.
Keempat, Bea Cukai membuka kelas untuk importir mengenai
mengenai penjelasan pengisian INP ( Informasi Nilai Pabean) dan
DNP (Deklarasi Nilai Pabean) agar semakin cepat dan akurat.
Adanya kelas tersebut membantu perusahaan atau pengguna jasa agar
tidak merasa kebingungan dalam pengisisan INP (Informasi Nilai
Pabean) dan DNP (Deklarasi Nilai Pabean) sehingga perusahaan atau
pengguna jasa tidak perlu melakukan revisi ataupun perbaikan dalam
melakukan pengisian.
Kelima, meminta atau menghimbau importir untuk melapirkan
DNP dan kelengkapan pada saat penyerahan dokumen agar
pengurusan dokumen dapat selesai dalam satu kali pelayanan.
Himbauan tersebut dapat memacu perusahaan atau pengguna jasa
agar melengkapi semua persyaratan yang diperlukan untuk
dilampirkan. Sehingga proses penyelesaian kewajiban dapat
berlangsung dengan lebih cepat.
77
Keenam, menambah jumlah perusahaan yang berstatus hijau dan
mitra utama (kerjasama dengan asosiasi untuk rekomendasi profil
importir) agar mengurangi proses pemeriksaan dokumen dan
pemeriksaan fisik barang. Terahir yang ketujuh, adalah penerapan
secara penuh PER-12/BC/2016, PER-16/BC/2016, dan PER-
20/BC/2016 yang mulai berjalan sejak tanggal 13 September 2016
yang diharapkan semakin mempersingkat Custom Clearance.
3.) Post Clearance
Strategi yang dilakukan Bea Cukai pada proses Post Clearance,
yang pertama menerapkan pelayanan 24/7 di Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai TMP Tanjung Perak. Sehingga penyelesaian
kewajiban kepabeananan dapat dilakukan setiap saat dan tidak harus
menunggu saat sudah memasuki hari kerja. Kedua, memindahkan peti
kemas yang sudah diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
(SPPB) ke lapangan penimbunan domestik ketika sudah melebihi
batas waktu penumpukan yang ditentukan (3 hari). Ketiga, Penerapan
dan Pemberlakuan ketentuan baru mengenai Tarif dan Longstay
Penumpukan dalam Pelabuhan sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 116 Tahun 2016,
tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu
Penumpukan (long stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan
Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan
Pelabuhan Utama Makasar.
78
Adanya peratusan yang baru memaksa perusahaan atau pengguna
jasa untuk segera menyelesaikan kewajiban kepabeanannya. Batas
waktu penumpukan di lapangan penumpukan sementara adalah
maksimal 3 (tiga) hari. Sehingga penerapan pelayanan 24/7 dapat
diterapkan, karena perusahaan harus segera menyelesaikan kewajiban
kepabeanannya meskipun di akhir pekan.
b. Hasil Penerapan Strategi Penanganan Dwelling Time
Keberhasilan suatu strategi yang diterapkan dapat dilihat dari hasil
yang dibeikan. Perbedaan tingkat Dwelling Time pelabuhan Tanjung Perak
saat sebelum dan sesudah peraturan diterapkan menunjukkan hasil yang
cukup signifikan. Peraturan-peraturan tersebut mulai secara efektif
diterapkan di pelabuhan Tanjung Perak pada bulan September 2016.
Berikut grafik Dwelling Time pelabuhan Tanjung Perak selama tahun
2016:
Gambar 8. Grafik Dwelling Time Pelabuhan Tanjung Perak, 2016 Sumber : KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak, 2017
6,54 Hari
5,39 Hari 5,17 Hari
5,39 Hari 5,74 Hari
5,37 Hari 5,15 Hari 5,30 Hari
4,26 Hari
3,13 Hari 3,08 Hari 3,57 Hari
2,00 Hari2,50 Hari3,00 Hari3,50 Hari4,00 Hari4,50 Hari5,00 Hari5,50 Hari6,00 Hari6,50 Hari7,00 Hari
Dwelling Time 2016
Dwelling Time
79
Grafik tersebut menunnjukkan tingkat Dwelling Time di pelabuhan
Tanjung Perak selama tahun 2016. Sebelum peraturan yang baru mulai
efektif diterapkan di pelabuhan Tanjung Perak, tingkat Dwelling Time
menunjukkan angka yang tinggi, bahkan angka tertinggi mencapai 6,54
hari. Penurunan tingkat Dwelling Time terlihat cukup signifikan pada
bulan September yang mencapai angka 4,26 hari dimana pada bulan
sebelumnya tingkat Dwelling Time menunjukkan angka 5,30 hari. Tingkat
Dwelling Time mengalami penuruna kembali pada bulan Oktober dan
November, yaitu mencapai angka 3,15 hari dan 3,08 hari namun
mengalami sedikit peningkatan pada bulan Desember yaitu sebesar 3,57
hari. Penurunan tingkat Dwelling Time dapat terjadi setelah peraturan yang
baru telah diterapkan secara efektif dan memaksa perusahaan atau
pengguna jasa untuk segera menyelesaikan kewajiban kepabeanannya.
c. Kekurangan dan Kelebihan Strategi yang Diterapkan
Setiap langkah yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat
Dwelling Time, tentu saja akan selalu terdapat kekurangan maupun
kelebihannya. Menurut Bapak Inwan Manaf dan Mas Andre, strategi yang
telah ditetapkan sudah baik dan tidak terdapat kekurangan karena
peraturan baru ada untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada
peraturan yang sebelumnya. Hasil penurunan tingkat Dwelling Time di
pelabuhan Tanjung Perak yang cukup signifikan sejak peraturan yang baru
mulai efektif diterapkan di pelabuhan Tanjung Perak menunjukkan bahwa
peraturan baru yang diterapkan memiliki dampak yang positif terhadap
80
tingkat Dwelling Time. Pihak Bea Cukai masih tetap berupaya untuk dapat
menekan lebih jauh lagi tingkat Dwelling Time.
Sebelumnya, tidak ada batasan lama penumpukan kontainer di
Terminal Penumpukan Sementara (lini 1), namun dengan peraturan yang
baru yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. 116 Tahun 2016 tentang
Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (long stay)
di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok,
Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makasar. Apabila
barang tidak segera dipindahkan dari lapangan penumpukan lini 1 dalam
waktu yang telah ditentukan ( 3 hari) maka barang akan dipindahkan ke
lapangan penumpukan lini 2 dan semua biaya pemindahan akan
dibebankan kepada perusahaan. Penerapan peraturan tersebut dapat
menekan tingkat Dwelling Time di pelabuhan Tanjung Perak.
d. Langkah-langkah Strategis Kedepan
Bea Cukai memiliki beberapa langkah strategis kedepan agar tingkat
Dwelling Time dapat lebih ditekan. Terdapat 3 (tiga) langkah strategis
yang akan dilakukan oleh Bea Cukai. Langkah-langkah tersebut
diantaranya adalah pengembangan konsep Advance Manifest System (akhir
tahun 2017), pengembangan konsep D/O (Delivery Order) online, dan
otomatisasi sistem pelayanan.
Langkah pertama adalah pengembangan konsep Advanced Manifest
System pada akhir tahun 2017. Konsep ini membuat dokumen
pengangkutan (manifest) dapat diajukan 24 jam sebelum kedatangan
81
barang. Pengajuan pemberitahuan pabean dan Custom Clearance dapat
dilakukan sebelum kedatangan barang. Konsep ini juga mengintegrasikan
sistem manifest dengan sistem pelabuhan. Diterapkannya konsep
Advanced Manifest System diharapkan dapat mempercepat proses Pre
Clearance. Karena proses yang sebelumnya dapat dilakukan setelah
kedatangan barang, kini dapat dilakukan sebelum kedatangan.
Langkah strategis kedua adalah pengembangan konsep D/O (Delivery
Order) online. Langkah ini didasari karena pelayanan D/O (Delivery
Order) saat ini masih dilakukan secara manual (pada waktu kerja). Bea
Cukai menyampaikan kepada kementerian perhubungan untuk dapat
menerapkan D/O secara online 24/7. Proses pengeluaran barang dapat
dilayani secara online selama 24 jam dalam seminggu. Tujuan dari
penerapan D/O online ini agar dapat mempercepat proses Post Clearance.
Langkah strategis terakhir adalah dengan otomatisasi sistem
informasi. Melakukan pengembangan teknologi informasi (CEISA, TPS
Online, dan otomatisasi aplikasi kepabeanan cukai). Otomatisasi sistem
informasi ini bertujuan agar dapat mempermudah sistem layanan Bea
Cukai dalam penerapan Dwelling Time. Sistem pelayanan juga akan
termonitor, transparan, dan tersedia secara real time 24/7, sehingga tingkat
Dwelling Time dapat lebih ditekan.
.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peranan Bea
Cukai dalam efektifitas penerapan Dwelling Time pada kegiatan ekspor impor di
pelabuhan Tanjung Perak, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, Bea
Cukai mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaan penerapan Dwelling
Time di pelabuhan Tanjung Perak. Hambatan-hambatan tersebut terjadi pada
setiap proses dalam Dwelling Time yang meliputi proses Pre Clearance, Custom
Clearance, dan Post Clearance. Kendala utama yang dihadapi adalah para
pengguna jasa yang tidak segera memenuhi kewajiban kepabeanannya.
Perusahaan menanda penyelesaian kewajiban kepabeanan bisa disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya karena pertimbangan ekonomis, tidak tersedianya
gudang, pengurusan ijin lartas, barang belum dibutuhkan untuk proses produksi,
belum efektifnya pelayanan 24/7, dll.
Melihat permasalah yang dihadapi, Bea Cukai memberlakukan beberapa
peraturan baru sebagai strategi dalam penanganan Dwelling Time. Sehingga
dengan adanya peraturan yang baru diharapkan dapat menekan tingkat Dwelling
Time. Peraturan tersebut diantaranya Peraturan Menteri Perhubungan No. 116
Tahun 2016 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu
Penumpukan (long stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung
Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makasar. Selain
83
itu Bea Cukai memberlakukan secara efektif pelayanan 24/7 di pelabuhan
Tanjung Perak, menambah perusahaan yang berstatus hijau dan mitra utama, dll.
Setelah peraturan yang baru efektif diterapkan, terdapat penurunan tingkat
Dwelling Time yang cukup signifikan di pelabuhan Tanjung Perak.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi perusahaan dan pihak-pihak lain. Saran yang diberikan
sebagai berikut:
1. Aturan yang telah berlaku saat ini sudah cukup baik dalam hal bertujuan
untuk menurunkan tingkat Dwelling Time dan menunjang proses kegiatan
ekspor impor. Namun, penerapan peraturan tersebut belum berjalan secara
konsisten, sehingga perlu adanya perbaikan lebih lanjut agar tingkat
Dwelling Time dapat lebih ditekan.
2. KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak perlu meningkatkan
kemudahan dan perbaikan pada sistem online agar pengurusan kewajiban
kepabeanan dapat berjalan dengan lebih efektif dan tidak terjadi
gangguan, karena sistem online rentan mengalami gangguan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahsjar, Djauhari & Amirullah. 2002. Teori dan Praktek Ekspor Impor.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hamdani, Pebriana Arimbi. 2015. Ekspor Impor Tingkat Dasar Level II (Dua).
Jakarta: Bushindo.
Lawalata, Herman A. Carel. 1980. Ternik Operasi Peti Kemas &
Perasuransiannya. Jakarta: Aksara Baru.
Purwito, Ali & Indriani. 2015. Ekspor, Impor, Sistem Harmonisasi, Nilai Pabean
dan Pajak dalam Kepabeanan. Jakarta : Mitra Wacana Media
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sasono, Herman Budi, et al.. 2014. Manajemen Kapal Niaga – Teori, Aplikasi &
Peluang Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Suryawan, Ryan Firdiansyah. 2013. Pengantar Kepabeanan, Imigrasi, dan
Karantina. Bogor: Mitra Wacana Media.
Sutedi, Andrian. 2012. Aspek Hukum Kepabeanan. Jakarta: Sinar Grafika
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran –
Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Pustaka LP3ES
Tambunan, Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Tandjung, Marolop. 2011. Aspek dan Prosedur Ekspor Impor. Jakarta: Salemba
Empat.
Zulganef. 2008. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Publikasi Ilmiah
Afriansyah, Adib Rizqy, et al. 2016. Online Integration System as a Solution of
Reducing Dwelling Time using Management Information System
Approach (Case Study of Tanjung Priok’s Supply Chain Seaport).
85
Artakusuma, Afif. 2012. Analisis Import Container Dwelling Time di Pelabuhan
Petikemas Jakarta Internasional Container (JICT) Tanjung Priok.
ASEAN. 2008. ASEAN Economic Comunity Blue Print. Jakarta : ASEAN
Secretariat.
Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Pilot Studi Dwelling Time. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Koley, Subhara, et al. 2016. Reducing Dwell Time Related to Clearing and
Forwarding of Export and Import Goods at Kolkata Sea and Air Ports.
Foreign Trade Review 51 (4) 298-327.
KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. 2016. Evaluasi Dwelling Time
Pelabuhan Tanjung Perak 2016. Surabaya: Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai
Martincus, Christian Volpe, et al. 2013. Customs as Dorrkeepers: What Are Their
Effects on International Trade? Version May 2013. Inter-American
Development Bank.
Novianti, Tanti. 2013. Kualitas Infrastruktur Transportasi dan Kelembagaan Serta
Pengaruhnya Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Raballand, Gael. Et al. 2012. Why Does Cargo Spend Weeks in Sub-Saharan
African Ports?. The World Bank
Surono. 2011. Mengenal Lebih Mendalam Pungutan Cukai. Departemen
Keuangan diakses pada 06 Februari 2017 jam 12.56 WIB dari
http://www.bppk.depkeu.go.id/webbc/images/stories/file/2011/artikel/Men
genal%20Lebih%20Mendalam%20Pungutan%20Cukai_Surono.pdf
Utami, Wahyu Septi. 2105. Percepatan Dwelling Time: Strategi Peningkatan
Kinerja Perdagangan Internasional di Pelabuhan Tanjung Priok. Economic
Development Analysis Journal 4 (1) (2015).
World Bank. 2016. The Logistics Performance Index and Its Indicators. Global
Trade Unit: The World Bank
Internet
CEBC Department of Revenue, Ministry of Finance, Government of India. 2017.
Dwell Time diakses pada 31 Januari 2017 jam 19.32 WIB dari
http://www.cbec.gov.in/htdocs-cbec/dwell_time.
Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 2015. Cukai diakses pada 20 Januari 2017 jam
14.18 WIB dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 2013. Ekspor diakses
86
pada 20 Januari 2017 jam 14.19 WIB dari
http://www.beacukai.go.id/arsip/cuk/cukai.html
BPS. (2017). Ekspor dan Impor . Jakarta : Badan Pusat Statistik. Diakses pada 30
Mei 2017 dari https://www.bps.go.id/all_newtemplate.php
Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 2013. Ekspor diakses pada 20 Januari 2017 jam
14.19 WIB dari http://www.beacukai.go.id/arsip/pab/ekspor.html
Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 2013. Impor diakses pada 20 Januari 2017 jam
14.19 WIB dari http://www.beacukai.go.id/arsip/pab/impor.html
Direktorat Jendral Bea dan Cukai. 2011. Kawasan Pabean diakses pada 20
Januari 2017 jam 14.20 WIB dari http://www.beacukai.go.id/faq/pengertian-kawasan-pabean.html
Kementerian Perhubungan. 2013. Percepatan Dwelling Time diakses pada 06
Februari 2016 jam 17.19 WIB dari
http://dephub.go.id/post/read/percepatan-dwelling-time-56447
Kementerian Perhubungan. 2017. Menhub: Dwelling Time di Pelabuhan Utama
Turun Hasil Kinerja Jokowi JK diakses pada 18 Februari 2017 jam 08.13
dari http://dephub.go.id/post/read/menhub--dwelling-time-di-pelabuhan-
utama-turun-hasil-kinerja-jokowi-jk
KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. 2014. Wilayah Kerja diakses pada 24
Januari 2017 jam 08.32 WIB dari http://bcperak.net/content/detail_profil/5
KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. 2016. Profile BC Perak diakses pada
5 April 2017 jam 11.13 WIB dari http://bcperak.net/content/profil
Pelindo III. 2016. Layanan Jasa Kepelabuhan di PT Pelabuhan Indonesia III pada
24 April 2017 jam 15.04 WIB dari http://eodb.ekon.go.id/
Republika. 2014. Ini Dia Daftar Temuan Ombudsman Penyebab Dwelling Time di
Empat Pelabuhan diakses pada 13 Februari 2017 jam 18.11 WIB dari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/13/n2d3mu-ini-
dia-daftar-temuan-ombudsman-penyebab-dwelling-time-di-empat-
pelabuhan
Sugiarto, Eddy Cahyono. 2015. Dwelling Time dan Daya Saing Ekonomi diakses
pada 18 Februari 2016 jam 13.20 WIB dari http://setkab.go.id/dwelling-
time-dan-daya-saing-ekonomi/
World Bank. 2016. International LPI diakses pada 18 Februari 2017 jam 21.23
WIB dari http://lpi.worldbank.org/international
87
Peraturan dan Undang-Undang (UU)
Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No: PER-16/BC/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 116 Tahun 2016
tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan
(long stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung
Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak, dan Pelabuhan Utama Makasar.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan.
Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Mengenai Cukai.