Analisis Penyelesaian Sengketa International Terhadap Anti Dumping Import Kertas Antara Indonesia...

download Analisis Penyelesaian Sengketa International Terhadap Anti Dumping Import Kertas Antara Indonesia – Korea

of 6

description

Analisis Penyelesaian Sengketa International Terhadap Anti Dumping Import Kertas Antara Indonesia – Korea

Transcript of Analisis Penyelesaian Sengketa International Terhadap Anti Dumping Import Kertas Antara Indonesia...

Analisis Penyelesaian Sengketa International Terhadap Anti Dumping Import Kertas Antara Indonesia Korea (Anti-Dumping Duties on Imports of Certain Paper fromIndonesia)byTEDDI ADRIANSYAH, SH,.MHPENDAHULUANI. Latar BelakangWorld Trade Organizations memiliki sistem untuk menyelesaikan sengketa diantara anggotanya yang dalam banyak hal terbukti unik dan berhasil dan juga sistem ini terdapat dalam kesepakatan WTO mengenai Penyelesaian Sengketa/WTO Dispute Settlement Understanding (DSU). Menurut Pasal 3.7 DSU, sasaran dan tujuan utama sistem penyelesaian sengketa WTO adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu sengketa dan sistem ini sangat cenderung menyelesaikan sengketa melalui konsultasi daripada proses pengadilan.Dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan inilah hukum. Kesepakatan tersebut diletakkan baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul. Biasanya pula kelalaian para pihak untuk menentukan forum ini akan berakibat pada kesulitan dalam penyelesaian sengketanya. Karena, dengan adanya kekosongan pilihan forum tersebut akan menjadi alasan yang kuat bagi setiap forum untuk menyatakan dirinya berwewenang untuk memeriksa suatu sengketa. Lazimnya dalam sistem hukum (Common Law) dikenal dengan konsep long arm jurisdiction. Dengan konsep ini, pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk menerima setiap sengketa yang dibawa ke hadapannya meskipun hubungan antara pengadilan dengan sengketa tersebut tipis sekali.Berdasarkan Pasal 3.2 DSU, sistem penyelesaian sengketa WTO bertujuan untuk memelihara hak dan kewajiban negara anggotanya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam lampiran-lampiran Persetujuan WTO (selanjutnya disebut: covered agreement) dan sekaligus menjelaskan ketentuan-ketentuan tersebut. Sistem penyelesaian sengketa WTO memainkan peranan penting dalam mengklarifikasi dan penegakan kewajiban anggota WTO. Peranan penting ini dikarenakan adanya kepentingan-kepentingan disetiap negara anggota, sehingga dapat melindungi kepentingan yang akan merugikan setiap negara anggota.Perdagangan bebas dewasa ini menuntut semua pihak untuk memahami persetujuan perdagangan internasional dengan segala implikasinya terhadap perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Persetujuan-persetujuan yang ada dalam kerangka WTO bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan dunia yang mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebih bersaing secara terbuka, fair dan sehat. Hal tersebut tampak dalam prinsip-prinsip yang dianut oleh WTO yaitu prinsip Nondiscrimination, Transparency, Stability and predictability of trade regulations, Use of tariffs as instruments of protection dan Elimination of unfair competition. Terkait dengan prinsip predictability of trade, dalam prinsip ini dikemukakan bahwa pemerintah suatu negara yang menjadi anggota dari WTO dapat melakukan pengaturan yang akan membatasi atau mengatur mengenai bidang perdagangannya sendiri apabila terdapat hal-hal khusus (special circumstances).Dalam penyelesaian sengketa perdagangan international, Indonesia pernah menjadi penggugat utama dalam kasus dengan Korea Selatan mengenai produk kertas. Dalam hal ini Korea Selatan menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk kertas asal Indonesia. Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, dituduh melakukan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd. Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.II. Rumusan MasalahUntuk itu penulis akan menganalisis penyelesaian sengketa WTO antara terkait anti-dumping impor kertas antara Indonesia dan Korea Selatan, serta perkembanganya dan penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut :1. Bagaimanakah perkembangan kasus dan analisis terhadap penyelesaian sengketa anti-dumping duties on imports of certain paper from Indonesia ?BAB IIPEMBAHASAN1. Perkembangan dan Analisis Terhadap Penyelesaian Sengketa Anti-Dumping Duties on Imports of Certain Paper from Indonesia.Perdagangan kertas antara Indonesia dengan Korea diwarnai dengan adanya tuduhan dumping yang dilakukan oleh Korea terhadap Indonesia. Tuduhan yang diberikan oleh Korea tersebut atas praktek dumping yang dilakukan oleh Indonesia merupakan suatu kerugian. Indonesia merasa keberatan atas tuduhan tersebut, hal ini dikarenakan Indonesia tidak melakukan apa yang dituduhkan. Dengan adanya tuduhan ini, pemerintah Korea Selatan membuat kebijakan yang sangat merugikan Indonesia dengan menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebagai bentuk proteksi terhadap pasar domestic Korea Selatan. Menurut Taufik Abbas (Ketua TOAD) mengatakan, bahwa munculnya tuduhan dumping sebenarnya banyak tergantung dengan keadaan pasar. Bila suatu negara mengalami kekurangan/kelangkaan komoditas vital/strategis, maka apabila ada barang impor yang murah dengan harga dumping tentu dianggap blessing karena membantu pengadaan kebutuhan barang tersebut dan sebaliknya, bila suatu negara mengalami surplus dari suatu komoditas, maka komoditas impor yang murah dapat menimbulkan tuduhan dumping.Pada 4 Juni 2004, Indonesia meminta konsultasi dengan Korea mengenai pengenaan definitif anti-dumping oleh Korea pada impor bisnis kertas informasi dan uncoated kayu-bebas kertas cetak dari Indonesia dan aspek-aspek tertentu dari penyelidikan yang mengarah ke pengenaan bea tersebut. Menurut permintaan konsultasi dari Indonesia, Korea melanggar kewajiban WTO sehubungan dengan aspek-aspek berikut:a. Inisiasi Korea penyelidikan, meskipun beberapa kekurangan seperti kegagalan pemohon untuk disertakan dalam aplikasi bukti yang cukup dan memadai dari dumping, cedera dan hubungan sebab akibat;b. Kegagalan Korea untuk menyediakan dalam Pemberitahuan Inisiasi informasi mengenai faktor-faktor yang dugaan cedera didasarkan,c. Cara Korea diberi perlakuan yang rahasia kepada informasi yang terkandung dalam aplikasi,d. Korea sedang membuat sebuah permintaan informasi dari perusahaan tidak tunduk pada penyelidikan, tanpa mendapat persetujuan dari perusahaan itu dan setelah diberitahu Pemerintah Indonesia dari permintaan tersebut,e. Penolakan Korea dari informasi yang berkaitan dengan penjualan sebuah perusahaan tertentu, tanpa menjelaskan alasannya.f. Penentuan awal Korea, dalam hal seperti: seperti produk, nilai dibangun, informasi terbaik yang tersedia, penolakan akses informasi, dan penolakan untuk memberikan kesempatan kepada eksportir untuk menyampaikan pandangan mereka;g. Penentuan akhir Korea, dalam hal seperti: seperti produk, margin dumping yang individu, nilai dibangun, mengobati sebuah perusahaan tertentu dan perusahaan lain sebagai unit ekonomi, dampak dan akibat dari impor dumping pada industri dalam negeri dan harga di pasar domestik , kegagalan untuk mengevaluasi faktor yang relevan ekonomi dan indeks, dan penolakan akses ke informasi.Indonesia menganggap bahwa langkah-langkah Korea tidak sesuai dengan: Pasal VI GATT 1994, antara lain, Pasal VI: 1, VI: 2 dan VI: 6; Pasal 1, 2.1, 2.2, 2.2.1.1, 2.2.2, 2.4, 2.6 , 3.1, 3.2, 3.4, 3.5, 4.1 (i), 5.2, 5.3, 5.4, 5.7, 6.1.2, 6.2, 6.4, 6.5, 6.5.1, 6.5.2, 6.7, 6.8. 6.10, 9.3, 12.1.1 (iv), 12.2, 12.3, Annex I, dan paragraf 3, 6, dan 7 Lampiran II Persetujuan Anti-Dumping.Konsultasi merupakan tahap awal dalam proses penyelesaian sengketa di WTO. Konsultasi yang terjadi antara Korea Selatan dan Indonesia, pada akhirnya menemui jalan buntu dan tidak tercapainya kesepakatan, sehingga pada tanggal 16 Agustus 2004, Indonesia meminta pembentukan panel dan pada pertemuan tanggal 31 Agustus 2004, DSB ditangguhkan pembentukan panel. Selanjutnya permintaan kedua untuk membentuk panel oleh Indonesia, DSB membentuk panel dalam pertemuan pada 27 September 2004. Kanada, China, Masyarakat Eropa, Jepang dan Amerika Serikat milik hak pihak ketiga mereka. Pada tanggal 18 Oktober 2004, Indonesia telah meminta Direktur Jenderal untuk menyusun panel. Pada tanggal 25 Oktober 2004, Direktur Jenderal terdiri panel.Pembentukan Panel atas permintaan Indonesia ini didasarkan pada ketentuan-ketentuan WTO, pada Pasal 4 ayat 7, Pasal 6, DSU. Disamping itu pula Indonesia mengikuti ketentuan yang diatur pada article XXIII: GATT dan Pasal 17. 4 serta 17.5 ADA. Pada tanggal 25 April 2005, Ketua Panel memberitahu DSB bahwa itu tidak akan mungkin bagi Panel untuk menyelesaikan pekerjaan dalam enam bulan dalam terang konflik penjadwalan, dan itu diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan pada bulan Juli 2005. Pada tanggal 28 Oktober 2005, Laporan Panel diedarkan kepadaAnggota.DalamLaporannya:1. Panel menemukan bahwa Korea Trade Commission (KTC) bertindak tidak konsisten dengan ketentuan yang relevan dari Perjanjian anti-dumping (Perjanjian) dalam menentukan margin dumping untuk satu perusahaan Indonesia, gagal untuk memberikan pengungkapan yang tepat hasil verifikasi dan rincian perhitungan dari nilai normal dibangun untuk dua perusahaan Indonesia, dan juga gagal untuk melaksanakan kehati-hatian khusus dalam penggunaan informasi dari sumber-sumber sekunder, bukan data penjualan domestik yang diberikan oleh kedua perusahaan Indonesia. Sehubungan dengan KTC tekad cedera, Panel menemukan bahwa KTC keliru dalam penilaian dampak impor dumping pada industri dalam negeri dan tidak mengharuskan tujuan baik untuk pengobatan rahasia ditampilkan mengenai informasi yang disampaikan dalam aplikasi yang oleh kerahasiaan.2. The Panel menyimpulkan bahwa KTC tidak bertindak tidak konsisten dengan pasal yang relevan dari persetujuan dalam beralih ke fakta yang ada sehubungan dengan dua perusahaan Indonesia, dalam menolak data penjualan domestik disampaikan oleh kedua perusahaan, dalam menggunakan nilai normal dibangun untuk mereka, mengobati tiga perusahaan Indonesia milik kelompok yang sama sebagai eksportir tunggal dan menetapkan margin dumping tunggal mereka. Sehubungan dengan tekad cedera KTC itu, Panel juga menyimpulkan bahwa KTC tidak keliru dalam analisis harga, dalam perlakuan terhadap impor dumping yang dibuat oleh produsen Korea dari negara subjek dan dalam mengungkapkan tekadnya tentang pengaruh harga yang dibuang impor pada industri Korea.3. Panel di eksekusi ekonomi peradilan mengenai klaim konsekuensial yang diangkat oleh Indonesia, dan tidak menangani klaim lain ditarik oleh Indonesia.4. Panel menolak permintaan Indonesia bahwa Panel menunjukkan bahwa Korea membawa langkah-langkah ke dalam sesuai dengan kewajiban WTO dengan mencabut tindakan anti-dumping pada masalah.Pada pertemuan pada tanggal 28 November 2005, DSB mengadopsi Laporan Panel. Pada pertemuan DSB pada tanggal 20 Desember 2005, Korea menyatakan bahwa mereka akan membutuhkan jangka waktu yang wajar untuk melaksanakan rekomendasi dan putusan DSB dan bahwa mereka siap untuk berkonsultasi dengan Indonesia. Pada tanggal 10 Februari 2006, pihak memberitahu DSB bahwa mereka telah sepakat bahwa jangka waktu yang wajar harus delapan bulan, berakhir pada 28 Juli 2006.Pada tanggal 17 Agustus 2006, Korea dan Indonesia memberitahukan DSB dari memahami mengenai prosedur pasal 21 dan 22 dari DSU. Pada tanggal 26 Oktober 2006, Indonesia meminta konsultasi berdasarkan Pasal 21.5 dari DSU. Pada tanggal 22 Desember 2006, Indonesia meminta pembentukan Pasal 21.5 panel kepatuhan. Pada pertemuan pada tanggal 23 Januari 2007, DSB setuju, jika mungkin, untuk merujuk masalah yang diangkat oleh Indonesia ke panel asli. Cina, Masyarakat Eropa, Jepang dan Amerika Serikat milik hak pihak ketiga mereka. Selanjutnya, Cina Taipei dilindungi hak pihak ketiga.Pada tanggal 2 April 2007, Ketua Panel memberitahu DSB bahwa itu tidak akan mungkin bagi Panel untuk menyelesaikan pekerjaan dalam 90 hari karena konflik penjadwalan. Panel akan menyelesaikan pekerjaannya pada bulan Juni 2007.Pada tanggal 28 September 2007, Pasal 21.5 laporan Panel diedarkan kepada Anggota. Panel tersebut menyimpulkan bahwa: KTC bertindak tidak konsisten dengan Pasal 6.8 Persetujuan Anti-Dumping dan ayat 7 Lampiran II oleh gagal untuk melaksanakan kehati-hatian khusus dalam penggunaan informasi dari sumber sekunder dalam upaya untuk mendasarkan tekad beban bunga CMI pada informasi terbaik yang tersedia; KTC bertindak tidak konsisten dengan kewajibannya berdasarkan Pasal 6.2 Perjanjian Anti-Dumping dengan menolak untuk memberikan Sinar Mas Group dengan kesempatan untuk membuat komentar pada evaluasi faktor cedera dalam Pasal 3.4; Indonesia gagal membuat kasus prima facie berkaitan dengan klaim berdasarkan Pasal 6.4, 6.5 dan 6.9 dari Persetujuan Anti-Dumping mengenai pelanggaran pengungkapan dugaan sehubungan dengan KTC yang cedera redetermination, dan Indonesia gagal membuat kasus prima facie berkaitan dengan tuntutannya terkait dugaan penerimaan oleh KTC informasi baru dari industri Korea.Pada tanggal 22 Oktober 2007, DSB mengadopsi Pasal 21.5 laporan Panel yang pada intinya DSB mengabulkan dan menyetujui gugatan penggugat (Indonesia) yang menyatakan bahwa Korea Selatan telah melakukan pelanggaran ketentuan ADA dan mengenakan BMAD terhadap produk kertas dari Indonesia.Perkembangan selanjutnya, setelah adanya laporan panel ini dan DSB telah memenangkan Indonesia, seharusnya Korea Selatan mematuhi apa yang telah menjadi ketentuan, akan tetapi Korea Selatan tidak menghapus BMAD yang dikenakan pada kertas impor dari Indonesia. Ketidakpatuhan Korea Selatan dalam melaksanakan putusan dari DSB ini menjadi kelemahan tersendiri terhadap putusan DBS yang mana putusan itu sifatnya mengikat, tetapi tidak memaksa.BAB IIIKESIMPULANTuduhan yang diberikan oleh Korea tersebut atas praktek dumping yang dilakukan oleh Indonesia merupakan suatu kerugian. Indonesia merasa keberatan atas tuduhan tersebut, hal ini dikarenakan Indonesia tidak melakukan apa yang dituduhkan. Dengan adanya tuduhan ini, pemerintah Korea Selatan membuat kebijakan yang sangat merugikan Indonesia dengan menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).Mekanisme awal yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melakukan konsultasi. Konsultasi yang terjadi antara Korea Selatan dan Indonesia, pada akhirnya menemui jalan buntu dan tidak tercapainya kesepakatan, sehingga pada tanggal 16 Agustus 2004, Indonesia meminta pembentukan panel. Pada tanggal 28 Oktober 2005, DBS resmi mengumumkan hasil laporan panel, yang mana berisi bahwa DBS mengabukan dan menyetujui gugatan penggugat (Indonesia) dan menyatakan bahwa Korea Selatan telah melanggar ketentuan ADA dan masih mengenakan BMAD terhadap produk kertas impor dari Indonesia. Namun, sangat disayangkan Korea Selatan tidak mematuhi hasil dari laporan DBS tersebut dan tetap melaksanakan pengenaan BMAD terhadap Indonesia.DAFTAR PUSTAKAFreddy Josep Pelawi, Penyelesaian sengketa WTO di Indonesia, Departemen Perdagangan Republik IndonesiaGuntingan Pers Industri dan Perdagangan, Biro Humas Depperindang, Dalam Sukarmi, Regulasi Anti-Dumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, Cetakan Pertama (Sinar Grafika, Jakarta, 2002)Huala Adolf, Hukum Perdagangan International : Prinsip-prinsip dan Konsepsi Dasar, Sinar Grafika, JakartaPeter Van Den Bosscheet.al., Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Edisi Pertama, (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010)Websitehttp://duniabaca.com/alasan-pelarangan-dumping-kertas-indonesia-di-korea-selatan.htmldi Akses pada tanggal 21 Agustus 2013http://pasca.uma.ac.id/adminpasca/upload/Elib/MHB/HUKUM-PERDAGANGAN-INTERNASIONAL-Prinsip-prinsip-dan-Konsepsi-Dasarhttp://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htmdi Akses Pada Tanggal 21 Agustus 2013http://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds312_e.htmldi Akses Pada Tanggal 22 Agustus 2013