ANALISIS PENYEBAB TERJADINYA PIN HOLE BAJA SPC PADA … · JIS G 3141 one just as big as = 115 HV...
Transcript of ANALISIS PENYEBAB TERJADINYA PIN HOLE BAJA SPC PADA … · JIS G 3141 one just as big as = 115 HV...
ANALISIS PENYEBAB TERJADINYA PIN HOLE BAJA SPC
PADA PROSES PEMBUATAN BODY OIL FILTER
Oleh :
Ahmad Hidayat
107097000905
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
v
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL
KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI
ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Mei 2011
Ahmad Hidayat
107097000905
ii
ANALISIS PENYEBAB TERJADINYA PIN HOLE BAJA SPC
PADA PROSES PEMBUATAN BODY OIL FILTER
Skripsi
Di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains ( S.Si )
Oleh :
Ahmad Hidayat
107097000905
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
iii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PENYEBAB TERJADINYA PIN HOLE BAJA SPC PADA
PROSES PEMBUATAN BODY OIL FILTER
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Sains dan Teknologi
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sains ( S.Si )
oleh :
Ahmad Hidayat
NIM : 107097000905
Pembimbing I Pembimbing II
( Arif Tjahjono, M.Si ) ( Ari Haryono, M.Si )
NIP : 19751107 200701 1 015
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
( Drs.Sutrisno M.Si )
NIP : 19599202 198203 1 005
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul Analisis Penyebab Terjadinya Pin Hole Baja Spc Pada Proses
Pembuatan Body Oil Filter, Telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Sains dan Teknologi , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 14 juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sains ( S.Si ) pada Program Studi Fisika.
Jakarta, 14 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Penguji I Penguji II
( Drs.Sutrisno, M.Si ) ( Elvan Yuniarti M.Si )
NIP : 19599202 198203 1 005 NIP: 150408697
Mengetahui,
Dekan Ketua
Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Fisika
( DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis ) ( Drs.Sutrisno, M.Si ) NIP :19680117 200112 1 001 NIP: 19599202 198203 1 005
ABSTRAK
Meningkatnya volume kendaraan bermotor berdampak pentingnya
menjaga performance mesin dan oil filter merupakan salah satu komponen
untuk menyaring kotoran oli pada blok mesin, namun saat produksi masih
ditemukan defect pin hole yang mengakibatkan meningkatnya cost defect
product. Sehingga telah dilakukan penelitian tentang penyebab terjadinya pin
hole baja SPC dalam proses pembuatan body oil filter dengan metode pengujian
Komposisi, XRD, Metalografi dan Uji kekerasan. Hasil uji komposisi, unsur
bahan sampel non-pin hole sesuai standar JIS G 3141 sedangkan sampel yang
memiliki pin hole, unsur sulfur-nya melebihi batas toleransi dan memiliki unsur
silika yang lebih sedikit sehingga mengurangi nilai kekuatannya. Pengujian
XRD menunjukan kedua sampel memiliki fasa ferit dan Fe-Cr-Ni, memiliki
sistem kristal kubik dengan massa jenis rata-rata 7.7815 gr.cm-3. Hasil
pengamatan struktur mikro, sampel pin hole matriknya berupa feritik mengalami
deformasi struktur akibat deep drawing dan ditemukan banyak cacat
dipermukaannya. Sedangkan hasil kekerasan untuk sampel yang terdapat pin
hole adalah 120 HV, nilai ini melebihi batas toleransi standar JIS G 3141 yang
hanya sebesar ≤ 115 HV sehingga penyebab pin hole dapat disimpulkan akibat
rendahnya kualitas pada bahan.
Kata kunci : Body oil filter, pin hole, deep drawing, cost defect product
ABSTRACT
Increasing it impacted motor vehicle volume the importance for looks
after performance is machine and oil filter one of component to screen oil filth
on engine block, but while production is still to be found defect pin hole's one
that begets to increase cost defect production . So was done research about its
happening cause pin hole's steel SPC in makings process body oil filter with
Composition examination method, XRD, Metalografi and hardness test. Result
tests composition, element sample material non - pin hole's accord JIS'S default
G 3141 but the sample pin hole's , element its sulphur exceed tolerance bounds
and has fewer silica element so reduces its force point. XRD test show bot the
sample has phase ferrite and Fe Cr Ni, having cubic crystal system with type
mass average 7.7815 gr.cm -3. The Structure micro test, sample pin hole's has a
matriks as feritik effect structure deformation deep drawing and is found a lot
of blemish at its surface. Meanwhile hardness test result for sample what do
exist pin hole's are 120 HV, this point is overshot standard tolerance bounds
JIS G 3141 one just as big as = 115 HV so cause of pin hole's can conclude its
low effect quality on material.
Key word : Body oil filter, hole's pin, deep drawing, cost defect product
KATA PENGANTAR
Segala puji serta rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan Kepastian dan Ilmu-Nya lah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan tepat waktu. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam meraih gelar kesarjanaan sains di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul “ Analisis penyebab terjadinya Pin Hole
baja SPC pada proses pembuatan Body Oil Filter”.
Selama penelitian dan penyusunan laporan skripsi ini, penulis telah banyak
menerima bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini,
penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Kepada Alm.Suherni, Ibunda tersayang, serta Nenek, Paman dan Bibi
tercinta, yang telah sabar dalam mendidik, membesarkan, serta doa dan
nasehatnya dalam setiap langkah hidup ini.
2. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
3. Bapak Dr.Sutrisno,M.Si, selaku Ketua Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah
4. Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak bersabar dalam membimbing dan memberikan motivasi serta
dedikasihnya dalam menyelesaikan kuliah kepada penulis.
5. Bapak Ari Haryono, M.Si, sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak
membantu, kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
6. Bapak Priyambodo, S.Si, selaku Dosen Laboratorium Terpadu Fisika yang
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
7. Bapak alpriyadi, MT ,serta seluruh karyawan di departemen engineering dan
Quality Control PT. Selamat Sempurna,Tbk, yang senatiasa memberikan
kemudahan penulis di lapangan.
8. Kepada rekan seperjuangan Material : Nurul anwar (borul), Ardi (ayam),
Ahmad Fauzi (habib), yang selalu berbagi rasa serta pengalaman yang tak
akan penulis lupakan.
9. Kepada bang Taufik Mahmudin, Agus Abdillah, Suhandono, M.Rinan,
Maskur, Absyori, serta rekan instrumentasi: Taufik, Destri, Qolby, Pangky,
Mahmudin dan rekan geofisika : Adang, Atar, Tio, David, Fulky, Pendy
serta seluruh teman-teman fisika 07’08’09’10 yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang selalu memberikan pengalaman dan semangatnya kepada
penulis.
10. Kepada My Lovely, wanita yang selalu memberikan semangat serta doa nya
kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas akhir ini.
Penulis sadari dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan, Namun semoga dapat bermanfaat dan menjadi
langkah awal yang berguna dalam penelitian selanjutnya untuk mengatasi
penyebab terjadinya Pin Hole pada Baja SPC.
Jakarta, Mei 2011
Ahmad Hidayat
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. ............. 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ ................. 2
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................... 3
BAB II DASAR TEORI
2.1. Baja SPC (Steel Plate Coiled) ............................................................................. 5
2.2. Struktur Mikro Baja Karbon ............................................................................... 6
2.3 Pengerjaan dingin (Cold Working) ...................................................................... 9
2.4. Proses Pembuatan Body Oil Filter ...................................................................... 10
2.5. Pengujian Spektroskopi Emisi Atom .................................................................. 13
2.6. Pengujian XRD ................................................................................................... 16
2.7. Pengujian Metalografi ......................................................................................... 19
2.7.1. Cutting (Pemotongan) ..................................................................................... 19
2.7.2. Mounting .......................................................................................................... 20
2.7.3. Grinding (Pengamplasan) ............................................................................... 21
2.7.4. Polishing (Pemolesan) ..................................................................................... 22
2.7.5. Etching (Etsa) .................................................................................................. 23
2.8. Pengujian Kekerasan .......................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 24
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian ........................................................................... 24
3.2.1. Bahan Penelitian............................................................................................... 24
3.2.3. Peralatan Pengujian .......................................................................................... 24
3.3. Tahapan Penelitian .............................................................................................. 25
3.4. Pengujian Sampel Uji .......................................................................................... 26
3.5. Pengujian Bahan.................................................................................................. 26
3.5.1. Pengujian Komposisi ....................................................................................... 26
3.5.2. Pengujian XRD ................................................................................................ 28
3.5.3. Pengamatan Metalografi .................................................................................. 30
3.5.4. Pengujian Kekerasan ........................................................................................ 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Komposisi Kimia ...................................................................... 37
4.2 Hasil Pengamatan XRD (X-Ray Diffraction) ....................................................... 39
4.3 Hasil Pengamatan Struktur Mikro ........................................................................ 42
4.4 Hasil Pengujian Kekerasan .................................................................................. 44
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 46
5.2 Saran .................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi baja karbon berdasar kandungan karbon ................................. 7
Tabel 2.2 Komposisi kimia lembaran pelat baja karbon rendah
sebagai spesimen penelitian. ....................................................................... 8
Tabel 4.1. Perbandingan Komposisi Sampel Uji dengan Standar JIS G 3141. ......... 37
Tabel 4.2. Tabel Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC non-pin hole. .......... 39
Tabel 4.3. Tabel Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC yang terdapat pin
hole .......................................................................................................... 40
Tabel 4.4 Kartu identitas untuk Fasa Ferit dan Fe-Cr-Ni........................................... 41
Tabel 4.5. Nilai Kekerasan Sampel Baja SPC yang Terdapat Pin Hole. .................. 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Mikro baja karbon Ultra rendah. Seluruhnya ferrite. ............. 7
Gambar 2.2 . Diagram fasa Fe-C ............................................................................... 8
Gambar 2.3 Struktur Mikro Baja Karbon Rendah ..................................................... 8
Gambar 2.4. Body Oil Filter ...................................................................................... 10
Gambar 2.5 Mesin M/C Press Hydroulic ................................................................... 10
Gambar 2.6 Hasil tahapan Blanking........................................................................... 11
Gambar 2.7 Hasil tahapan Drawing ........................................................................... 11
Gambar 2.8. Hasil tahapan Forming .......................................................................... 12
Gambar 2.9 Hasil tahapan Trimming ......................................................................... 12
Gambar 2.10 Lingkaran Rowland ............................................................................. 14
Gambar 2.11. Mekanisme X-Ray Diffraction (XRD) ................................................. 16
Gambar 2.12. Geometri pemantulan X-Ray Diffraction (XRD) ................................. 16
Gambar 2.13. Interaksi antar photon dengan atom .................................................... 17
Gambar 2.14. Contoh hasil X-Ray Diffraction (XRD) ............................................... 18
Gambar 2.15. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers ............................ 23
Gambar 3.1. Gambar diagram alir penelitian ............................................................. 25
Gambar 3.2. Peralatan uji komposisi ........................................................................ 26
Gambar 3.3. Gambar 3.3. Peralatan XRD (X-Ray Diffraction). ............................... 29
Gambar 3.4. Alat untuk melakukan pemotongan benda uji ...................................... 31
Gambar 3.5. Sampel hasil pemotongan ..................................................................... 31
Gambar 3.6. Mencetak sample cara dingin ................................................................ 31
Gambar 3.7 Peralatan untuk melakukan proses grinding........................................... 33
Gambar 3.8. Peralatan untuk melakukan proses polishing ........................................ 34
Gambar 3.9. Peralatan mikroskopik untuk pengambilan photo struktur mikro ......... 35
Gambar 3.10 Pengujian metode vickers .................................................................... 36
Gambar 4.1. Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC non-pin hole. ................ 39
Gambar 4.2. Hasil pengujian XRD (X-Ray Diffraction) pada sampel baja SPC
yang memiliki pin hole ture .................................................................. 40
Gambar 4.3. Sampel tidak terdapat pin hole untuk pengujian metalografi ................ 42
Gambar 4.4. Struktur mikro sampel tidak terdapat pin hole. etsa : nital 2% ............. 42
Gambar 4.5. Sampel yang terdapat pin hole untuk pengujian metalografi ................ 43
Gambar 4.6. Struktur mikro perbesaran cacat pin hole potongan melintang berupaferitik mengalami deformasi cold drawing. etsa : nital 2% ....... 43
Gambar 4.7. Lokasi uji kekerasan Vickers (HV) ....................................................... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 . Hasil Pengamatan Metalografi pada sampel Baja SPC
Lampiran 2. Hasil Analisis Quantitatif XRD
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin tingginya tingkat kemacetan kendaraan bermotor khususnya di
kota-kota besar membawa implikasi pada perlunya perawatan dan pergantian suku
cadang komponen kendaraan bermotor secara teratur. Salah satu komponen yang
terpenting dalam menjaga performance mesin kendaraan bermotor adalah oil filter
yang berfungsi menyaring kotoran pada oli di dalam blok mesin.
PT.Selamat Sempurna, Tbk merupakan salah satu produsen terbesar dalam
memproduksi oil filter di Indonesia, dengan baja SPC (Steel Plate Coiled) yang
diimpor dari berbagai negara seperti China, Korea dan Jepang sebagai bahan baku
utamanya. Baja ini merupakan bahan dasar untuk pembuatan komponen Body Oil
Filter. Namun ternyata, tidak semua baja SPC ini memiliki kualitas yang baik,
sehingga sering menimbulkan defect saat proses produksi. Salah satu defect yang
sering terjadi adalah pin hole.
Pin hole merupakan salah satu jenis defect yang sangat berbahaya karena
kerusakan ini akan menimbulkan lubang kecil/penipisan permukaan pada body oil
filter yang dibuat sehingga berpotensi mengakibatkan kebocoran, padahal
sesungguhnya body oil filter harus memiliki ketahanan terhadap tekanan,
temperatur tinggi dan vibrasi.
Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk dilakukan analisis tentang
faktor-faktor penyebab terjadinya pin hole, khususnya pada proses pembuatan
komponen body oil filter hasil produksi PT.Selamat Sempurna, Tbk.
2
1.2. Perumusan Masalah
Seperti telah diketahui bahwa saat dibuat menjadi body oil filter, baja SPC
sering mengalami defect terutama pin hole, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah komposisi kimia dari baja SPC tersebut ?
2. Adakah fasa-fasa yang mengindikasikan sebab-sebab terjadinya pin hole ?
3. Bagaimanakah topografi permukaan baja SPC berdasarkan pengamatan
metalografi ?
4. Bagaimanakah nilai kekerasan dari baja SPC tersebut ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya defect pin hole pada baja SPC yang digunakan sebagai bahan baku
body oil filter oleh PT. Selamat Sempurna, Tbk melalui pengujian spektroscopy,
XRD (X-Ray Diffraction), metalografi dan pengujian kekerasan.
1.4. Batasan Masalah
Ruang dan lingkup dari penelitian ini hanya terfokus pada faktor-faktor
yang dapat mengindikasikan terjadinya pin hole melalui pengujian Spektroscopy,
XRD (X-Ray Diffraction), metalografi serta pengujian kekerasan.
3
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui penyebab
utama terjadinya pin hole pada baja SPC, terutama saat diproduksi menjadi body
oil filter, sehingga akan meningkatkan kualitas body oil filter yang dihasilkan
serta mengurangi kerugian cost defect production yang ditimbulkan.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa bab.
Penulis membaginya menjadi lima bab, secara singkat akan diuraikan sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : DASAR TEORI
Pada bab ini akan dibahas tentang dasar - dasar teori yang didasarkan
dari hasil studi literatur dan jurnal, seperti klasifikasi baja, pengujian
spectroscopy, XRD (X-Ray Diffraction), pengamatan metalografi dan
pengujian kekerasan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang data yang diperlukan dalam penelitian, alat
dan bahan yang dipergunakan serta tahapan-tahapan dalam mengolah
data tersebut.
4
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang hasil yang didapat dari pengujian dan
perhitungan, serta pembahasan tentang bagaimana perbandingan sampel
pin hole dengan standar JIS G 3141 yang dilihat dari komposisi kimia
fasa-fasanya, metalografi dan nilai kekerasannya.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil interpretasi dan pembahasan
yang telah didapat pada bab sebelumnya.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Baja SPC (Steel Plate Coiled)
Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur besi (Fe), karbon (C) dan
unsur lainnya. Baja dapat dibentuk melalui teknik pengecoran, pencanaian atau
penemperan. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat
meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling
banyak digunakan di bidang teknik dalam bentuk pelat, pipa, batang, profil dan
sebagainya. Secara garis besar baja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu baja
karbon dan baja paduan. Baja karbon terbagi menjadi tiga macam yaitu : baja
karbon rendah (≤ 0.25% C), baja karbon sedang (0,25 - 0,55% C) dan baja karbon
tinggi (≥0,55). Sedangkan baja paduan terdiri dari baja paduan rendah dan baja
paduan tinggi.
Salah satu jenis baja karbon rendah yang paling sering digunakan dalam
industri manufaktur di bidang otomotif adalah baja SPC ( Steel Plate Coiled ) atau
yang lebih dikenal dengan nama dagang baja lembaran dingin/baja canai dingin.
Baja jenis ini memiliki keunggulaan berupa kemampuan terhadap deep drawing
karena nilai elastisitasnya yang baik.
Dalam proses produksi baja SPC (Steel Plate Coiled) dimulai dari pabrik
besi Spons. Pabrik ini mengolah bijih besi pellet menjadi besi dengan
menggunakan air dan gas alam. Besi yang dihasilkan kemudian diproses lebih
lanjut pada tanur di pabrik Slab baja dan pabrik Billet baja. Di dalam tanur, besi
dicampur dengan scrap, hot bricket iron dan material tambahan lainnya untuk
6
menghasilkan dua jenis baja yang disebut baja slab dan baja billet. Baja slab
selanjutnya menjalani proses pemanasan ulang dan pengerolan di pabrik baja
lembaran panas menjadi produk akhir yang dikenal dengan nama baja lembaran
panas.
Produk ini banyak digunakan untuk aplikasi konstruksi kapal, pipa,
bangunan, konstruksi umum, dan lain-lain. Baja lembaran panas dapat diolah
lebih lanjut melalui proses pengerolan ulang dan proses kimiawi di pabrik baja
lembaran dingin menjadi produk akhir yang disebut baja lembaran dingin. Produk
ini umumnya digunakan untuk aplikasi bagian dalam dan luar kendaraan
bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga dan sebagainya [1].
2.2. Struktur Mikro Baja Karbon
Baja karbon rendah atau sangat rendah, banyak digunakan untuk proses
pembentukan logam lembaran, misalnya untuk badan dan rangka kendaraan serta
komponen-komponen otomotif lainnya. Baja jenis ini dibuat dan diaplikasikan
dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Ferrite adalah salah satu fasa penting di
dalam baja yang bersifat lunak dan ulet. Baja karbon rendah umumnya memiliki
kadar karbon di bawah komposisi eutectoid dan memiliki struktur mikro hampir
seluruhnya ferrite.
7
Pada lembaran baja kadar karbon sangat rendah atau ultra rendah, jumlah
atom karbon-nya bahkan masih berada dalam batas kelarutannya pada larutan
padat sehingga struktur mikronya adalah ferrite seluruhnya.
Gambar 2.1. Struktur mikro baja karbon ultra rendah dengan seluruhnya ferrite.
Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan karbon dalam
bentuk hard intermetallic stoichiometric compound (Fe3C) yang dikenal sebagai
cementite atau carbide. Selain larutan padat alpha-ferrite yang dalam
kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting
lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-austenite. Logam Fe bersifat
polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda.
Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferrite akan berubah menjadi gamma-austenite
saat dipanaskan melewati temperature 910oC [2].
8
Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400oC gamma-austenite
akan kembali berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal
ini memiliki struktur kristal BCC (Base Center Cubic) sedangkan (Gamma)
Austenite memiliki struktur kristal FCC (Face Center Cubic) .
Gambar 2.2. Diagram Fasa Fe-C
Pada kadar karbon lebih tinggi akan mulai terbentuk endapan cementite
atau fasa pearlite pada batas butirnya seperti yang ditunjukan pada gambar 2.3.
berikut
Gambar 2.3. Struktur Mikro Baja Karbon Rendah
9
Sifat cementite atau carbide yang keras dan getas berperan penting di
dalam meningkatkan sifat-sifat mekanik baja. Salah satu parameter penting yang
menunjukkan hal tersebut, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah a
mean ferrite path. A mean ferrite path menunjukkan jarak antar cementite, baik
pada pearlite maupun sphreodite. Jarak antar carbide di dalam pearlite secara
khusus dikenal sebagai interlamellar spacing atau spasi antar lamel atau
lembaran.
2.3 Pengerjaan Dingin (Cold Working)
Logam pada umumnya mengalami pengerjaan dingin pada suhu ruang,
meskipun perlakuan tersebut mengakibatkan kenaikan suhu. Pengerjaan dingin
mengakibatkan timbulnya distorsi pada butir. Pengerjaan dingin dapat
meningkatkan kekuatan, memperbaiki kemampuan permesinan, meningkatkan
ketelitian dimensi dan menghaluskan permukaan logam. Secara umum, yang
dimaksudkan dengan proses pengerjaan dingin adalah : penggilingan, penarikan
dan ekstruksi [3]. Sehingga pada proses pengerjaan dingin mengakibatkan :
• Terjadinya tegangan dalam logam, tegangan tersebut dapat dihilangkan
dengan suatu perlakuan panas.
• Struktur butir mengalami distorsi atau perpecahan.
• Kekerasan dan kekuatan meningkat, hal ini seiring dengan kemunduran
dalam keuletan serta suhu rekristalisasi baja meningkat.
• Penyelesaian permukaan lebih baik sehingga dapat diperoleh toleransi
dimensi yang lebih ketat.
10
2.4. Proses Pembuatan Body Oil Filter
Salah satu aplikasi dari baja SPC adalah digunakan untuk membuat
komponen body oil filter . Proses pembuatan komponen body oil filter
menggunakan material jenis SPCD (Steel Plate Coiled for Drawing) dengan
ketebalan 0,4 – 0,6 mm. Dalam prosesnya, mesin yang digunakan pada
pembuatan body adalah M/C Press Hydroulic dengan kapasitas produksi: ± 14
pcs/menit = 840 pcs/jam [4]. Berikut gambar proses pembuatan body oil filter.
Gambar 2.4. Body Oil Filter
Gambar 2.5. Mesin M/C Press Hydroulic
11
Proses pembentukan komponen body ini melalui beberapa tahapan, diantaranya :
• Blanking : Proses pemotongan material sesuai dengan ukuran yang
direncanakan. Hal yang harus diperhatikan adalah proses tidak terjadi
bram dan tidak sumbing.
Gambar 2.6. Hasil tahapan Blanking
• Drawing : proses pembentukan awal untuk mempermudah proses
selanjutnya
Gambar 2.7. Hasil tahapan Drawing
12
• Forming : proses pembentukan body dan kembang body
Gambar 2.8. Hasil tahapan Forming
• Trimming : proses pemotongan bibir luar body sesuai ukuran yang
direncanakan.
Gambar 2.9. Hasil tahapan Trimming
Body oil filter dibuat dengan dua kategori proses permesinan, yakni :
A. Proses Mesin Manual transfer
Proses pembuatan body dimana secara umum setiap proses dilakukan secara
terpisah.
• 4 proses : blanking – drawing – forming- trimming
• 3 proses : blanking+draw – forming- trimming
13
B. Proses mesin dies one stroke
• Dengan trimming : blank- draw-forming-trimming
• Tanpa trimming : blank+draw+forming-trimming
Kondisi yang tidak memenuhi standar dalam pembuatan komponen ini
adalah body mengalami penyok, keriput, bergaris, berlubang (pin hole), berkarat,
pecah, bram dan bergelombang.
2.5. Spektorkopi Emisi Atom (Atomic Emission Spectroscopy)
Spektorkopi emisi atom atau Atomic Emission Spectroscopy (AES) adalah
suatu alat yang dapat digunakan untuk analisa logam secara kualitatif maupun
kuantitatif yang didasarkan pada pemancaran atau emisi sinar dengan panjang
gelombang yang karakteristik untuk unsur yang dianalisa. Sumber dari
pengeksitasi dari Atomic Emission Spectroscopy bisa didapat dari nyala api gas
atau busur listrik. Sumber eksitasi dari nyala gas biasanya disebut ICP
(Inductively Couple Plasma) sedangkan sumber eksitasi dari busur listrik biasa
disebut “ARC” atau “SPARK”, sedangkan alat detector sinarnya adalah Tabung
Penggandaan Foton atau “Photo Multiplier Tube (PMT)”.
Prinsip dasar dari analisa Atomic Emission Spectrometer (AES) ini yaitu :
Apabila atom suatu unsur ditempatkan dalam suatu sumber energi kalor (sumber
pengeksitasi), maka elektron di orbital paling luar atom tersebut yang tadinya
dalam keadaan dasar atau ‘ground state’ akan tereksitasi ke tingkat-tingkat energi
elektron yang lebih tinggi. Karena keadaan tereksitasi itu merupakan keadaan
yang sangat tidak stabil maka elektron yang tereksitasi itu secepatnya akan
kembali ke tingkat energi semula yaitu kekeadaan dasarnya (ground state) [5].
14
Pada waktu atom yang tereksitasi itu kembali ketingkat energi lebih
rendah yang semula, maka kelebihan energi yang dimilikinya sewaktu masih
dalam keadaan tereksitasi akan ‘dibuang’ keluar berupa ‘emisi sinar’ dengan
panjang gelombang yang karakteristik bagi unsur yang bersangkutan.
Dahulu untuk alat Atomic Emission spectrometri digunakan prisma sebagai
alat pendispersi sinar dalam monokromatornya. Sekarang banyak digunakan kisi
difraksi yang biasanya berbentuk cekung, kisi difraksi ini biasanya ditempatkan
pada suatu system susunan yang disebut ‘Lingkaran Rowland’ (Rowland Circle).
Lingkaran Rowland = lingkaran panjang radiusnya (jari-jarinya) = ½ X radius
kisi difraksi yang cekung. Dengan kisi difraksi ini, sinar yang akan didifraksikan
oleh kisi difraksi tersebut akan difokuskan tepat pada bagian lain lingkaran
tersebut. Jadi apabila alat detektor ditempatkan tepat pada lingkaran Rowland
tersebut, maka sinar yang didifraksikan akan difokuskan tepat pada alat detector
tersebut, hal ini secara skematik ditunjukan seperti gambar berikut :
Gambar 2.10. Lingkaran Rowland
15
Detektor yang digunakan dapat berupa film foto atau tabung penggandaan
foton (Photo Multiplier tube / PMT). Karena sinar yang didifraksikan itu tadinya
melalui celah masuk sinar yang bentuknya persegi panjang tipis, seperti garis,
maka gambar foto yang diperoleh adalah garis-garis hitam pada film foto (apabila
detektornya film foto).
Bila film foto digunakan sebagai detector sinar, maka antara kisi difraksi
dan detektor tersebut tidak ada celah keluar sinar. Akibatnya semua garis emisi
dari cuplikan yang didifraksikan dengan berbagai sudut difraksi oleh kisi difraksi
akan tergambar pada film foto berupa garis garis hitam. Setiap garis hitam pada
film foto tersebut mewakili suatu nilai panjang gelombang sinar yang telah
dipancarkan oleh suatu atom logam dalam cuplikan.
Nilai panjang gelombang suatu garis hitam dapat ditentukan berdasarkan
kalibrasi terhadap suatu skala panjang gelombang yang sudah diketahui nilainya.
Letak suatu garis hitam, yang berasal dari suatu logam, pada film foto,
menentukan nilai panjang gelombang yang khas bagi logam yang bersangkutan.
Suatu logam tertentu dapat menghasilkan banyak sekali garis hitam pada film
foto, dengan Intensitas yang berbeda.
16
2.6. XRD (X-Ray Diffraction)
XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan dengan menembakan sinar X-Ray
pada material, kemudian pantulannya akan ditangkap oleh detektor, ditunjukan
pada gambar 2.11. Prinsip dari XRD dimana elektron yang berada pada bidang
elektromagnetik akan bertolak dengan frekuensi yang sama, ditunjukan gambar
2.12.
Gambar 2.11. Mekanisme X-Ray Diffraction (XRD)
Gambar 2.12. Geometri pemantulan X-Ray Diffraction (XRD)
17
Ketika berkas X-Ray menumbuk atom, elektron disekitar atom akan mulai
terpantul kesegala arah dengan frekuensi yang sama sebagai berkas sinar datang,
seperti ditunjukan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13. Interaksi antar photon dengan atom
Hampir di semua arah mempunyai interferensi yang saling melemahkan,
yaitu gelombang gabungan keluar dari fasa dan tidak ada resultan energi
meninggalkan sampel padat. Walau bagaimanapun atom pada kristal tergabung
pada pola umum dan pada beberapa arah akan menghasilkan interferensi yang
saling menguatkan. Oleh sebab itu berkas sinar diffraksi akan digambarkan
sebagai sinar dari sejumlah sinar tersebar yang saling menguatkan satu sama lain.
Pada gambar 2.14. dapat terlihat contoh hasil XRD. Hasil dari XRD dapat
digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif senyawa yang terkandung dalam
suatu material. Setiap senyawa pasti memiliki 2Ө yang berbeda. XRD juga dapat
digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dengan memanfaatkan hasil
intensitas pengukuran. Namun demikian, faktanya intensitas juga tergantung dari
konsentrasi pada campuran sampel.
18
Gambar 2.14. Contoh hasil XRD
Hubungan antar intensitas dengan konsentrasi tidak selalu linear, karena
intensitas difraksi tergantung dari koefisien absorbsi pada setiap campuran yang
bervariasi berdasarkan konsentrasi. Aplikasi XRD biasanya digunakan untuk
analisa kimia, meliputi indentifikasi fasa, investigasi fasa temperatur tinggi
ataupun rendah, solid solution dan menentukan parameter sel dari material baru
[6].
2.7. Metalografi
Pengujian metalografi ini dilakukan untuk menganalisa struktur mikro
pada sampel. Prinsip dasar langkah-langkah untuk melakukan pengujian ini
adalah sebagai berikut :
2.7.1. Cutting (Pemotongan)
Pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati
mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan
mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat
19
mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah),
untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh
dari daerah gagal.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah
kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses
pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada beberapa sistem
pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi
proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive
cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan
tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda
b) Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond
saw.
2.7.2 Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen
lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan
penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu
media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan
mounting adalah :
1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
2. Sifat eksoterimis rendah
20
3. Viskositas rendah
4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi baik
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan
yang terdapat pada sampel
8. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus
kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener atau bakelit.
Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih
sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan
tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik
(lunak) sehingga kurang cocok untuk material yang keras. Teknik mounting yang
paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan
material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang
beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan
aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (149oC) pada mold saat mounting.
2.7.3 Grinding (Pengamplasan)
Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki
permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
21
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
menggunakan kertas amplas silicon karbit (SiC) dengan berbagai tingkat
kekasaran yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh, yaitu kombinasi
dari 220, 330, 500, 600, 800 dan 1000.
Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan
dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Seperti perubahan
struktur akibat panas yang timbul pada saat proses pemotongan dan perubahan
bentuk sample akibat beban alat potong.
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian
air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas
yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa
pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika
melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau
900 terhadap arah sebelumnya [7].
2.7.4 Polishing (Pemolesan)
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan
sampel hingga orde 0.01 µm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau
bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan
karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh
permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih
22
dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus [7]. Ada 3 metode
pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan
material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada
permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa
Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
b. Pemolesan Kimia Mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang
dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur
dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.
c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada
piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan
dan perunggu.
2.7.5 Etching (Etsa)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur
yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material,
mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan
yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat [7].
23
2.8. Kekerasan Bahan
Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan
tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun
indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan
mekanisme penekanan dikenal 3 metode uji kekerasan yaitu metode gores,
elastik/pantulan dan indentasi. Salah satu metode indentasi adalah pengujian
vickers.
Pengujian vickers menggunakan indentor intan berbentuk piramida dengan
sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.15. Prinsip pengujian ini
dilakukan dengan menekan sampel uji sehingga dihasilkan jejak berbentuk bujur
sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop
pengujur jejak [7]. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 2.15. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tugas akhir ini dilakukan selama 8 bulan dari 6 September 2010
sampai 4 Mei 2011. Persiapan sampel dilakukan di PT.Selamat Sempurna, Tbk.
Sedangkan pengujiannya meliputi pengujian komposisi kimia, mikrostruktur serta
pengujian kekerasan dilakukan di laboratorium Balai Besar Teknologi Kekuatan
Struktur (B2TKS), BPPT, Tangerang-Selatan. Sedangkan pengujian XRD (X-Ray
Diffraction) dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
Adapun bahan dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan baku untuk sampel uji merupakan baja jenis SPC (Steel Plate
Coiled) yang diproduksi oleh pabrik baja China Steel dan merupakan bahan baku
material yang digunakan oleh PT.Selamat Sempurna, Tbk, dalam memproduksi
oil filter untuk semua jenis kendaraan bermotor.
3.2.2. Peralatan Pengujian
Peralatan yang digunakan dalam pengujian sampel ini adalah sebagai
berikut:
a. Arc-Spark Spektrometer untuk mengetahui komposisi kimia.
25
b. XRD untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk.
c. Metalografi untuk melihat topografi permukaan.
d. Frank Finotest Hardness Test untuk mengetahui nilai kekerasan bahan.
3.3. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini melilputi :
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Penelitian ini diawali dengan persiapan sampel uji baik yang terdapat pin
hole maupun yang non pin-hole ( kondisi yang baik sebagai pembandingnya).
Sampel-sampel tersebut dilakukan pengujian yang bersifat Non Destructive Test
berupa uji komposisi, metalografi, XRD serta pengujian yang bersifat Destructive
Test berupa uji vickers. Selanjutnya data hasil pengujian dianalisis dengan standar
26
JIS G 3141 sebagai pembanding dan merupakan acuan dasar untuk kualitas
standar baja SPC (Steel Plate Coiled).
3.4. Pengujian Sampel Uji
Pengujian sampel uji meliputi pengujian komposisi kimia, XRD,
pengamatan metalografi dan pengujian kekerasan.
3.4.1. Pengujian Komposisi
Penentuan kadar secara kuantitatif dengan analisa Emission spectrometer
adalah sebuah metoda yang relatif mudah. Pada dasarnya metoda ini
membandingkan intesitas dari sampel yang belum diketahui konsentrasinya
dengan intensitas dari sampel standar yang nilai konsentrasinya sudah diketahui
dengan pasti. Oleh karena itu, untuk menghasilkan analisa yang akurat tergantung
dari stabilitas alat dan sampel standar. Berikut ini gambar Arc-Spark
spektrometer.
Gambar 3.2 Peralatan uji komposisi (Arc-Spark spektrometer)
27
Tahapan dalam pengujian komposisi terdiri dari beberapa langkah yaitu :
1. Pemilihan Sampel standar
Secara umum persyaratan untuk sampel standar adalah sebagai berikut :
• Konsentrasi untuk setiap elemen harus mencakup rentang
• sampel yang akan dianalisa
• Struktur kimia dan sifat-sifat secara metalurgis harus sesuai dengan
sampel yang akan dianalisa
• Konsentrasi untuk setiap element harus betul-betul sudah dianalisa dan
bersertifikat dari badan yang berhak mengeluarkan sertifikat sampel
standar (misalnya : MBH, BAS, NBS atau NIST)
• Harus homogen dan bebas dari segregasi
• Mempunyai base element yang sama
• Jumlah sampel standar harus cukup untuk membentuk kurva kerja
2. Preparasi Sampel
Seperti halnya sampel standar, sampel uji dianalisa dengan spark dalam
lingkungan gas argon, benda kerja (sampel standar maupun sampel uji) harus
mempunyai ukuran yang cukup dan rata (flat) agar dapat menutupi lubang yang
ada pada spark stand, Biasanya minimum area yang baik untuk diuji adalah
sekitar 20 mm dan ketebalan minimum biasanya 2 mm.
28
3. Prosedur analisa
Sebelum melakukan analisa sampel uji, persiapkan peralatan dengan benar
sesuai dengan buku petunjuk alat. Secara umum untuk mempersiapkan alat uji
dilakukan urutan sebagai berikut :
• Nyalakan sumber arus dari stabilizer
• Nyalakan main unit spectrometer
• Nyalakan pompa vaccum
• Bersihkan spark stand
• Buka aliran gas argon
• Nyalakan HV
Setelah urutan diatas dilakukan maka tunggu beberapa menit agar kondisi
alat stabil. Setelah beberapa saat, lakukan pemanasan dengan penembakan
(sparking) menggunakan benda kerja yang sesuai dengan sampel uji yang akan di
analisa sampai minimal tiga kali (N1 sampai N3). Lakukan profiling sesuai
dengan buku petunjuk (manual book).
Kalibrasi kurva kerja dengan menggunakan standar kalibrasi yang
bersertifikat. Cek hasil kalibrasi tersebut dengan standar sampel dan jika sudah
sesuai maka mesin sudah siap melakukan analisa pada sampel uji.
3.4.2. Pengujian XRD
Difraktometer menggunakan prinsip difraksi. Ada 3 jenis difraktometer
yang dikenal. Penamaan difraktometer ini ditentukan oleh sumber radiasi yang
digunakan yaitu difraktometer neutron, sinar-x dan elektron.
29
Gambar 3.3. Peralatan XRD (X-Ray Diffraction).
X-ray difraksi dirancang untuk dapat menganalisa densitas, sistem kristal,
struktur mikro hingga sampai jenis fasa yang terkandung dalam sampel uji.
1. Cara Kerja
a. Bahan yang akan di analisa (sampel)
• Ukuran harus tepat dan specimen (jenis) bahan harus adalah bahan yang
bisa di ukur dengan XRD.
• Tempatkan sampel/bahan pada XRD. Tempatkan pada tempat sampel dan
cek ulang bahwa letaknya sudah tepat dan aman.
b. Komputer untuk control XRD
• Nyalakan computer dan monitornya.
• Nyalakan mesin XRD.
• Periksa apakah knops dan KV sudah pada posisi nol (0). Set 0 jika posisi
belum pada 0
• Jalankan control XRD yang berada pada computer.
• Pilih New kemudian Individual analize dan biarkan proses inisialisasi
berjalan. Jika proses inisialisasi gagal maka klik cancel dan ulangi lagi.
• Jika proses inisialisasi berhasil proses analisa bisa dilakukan.
30
c. Sesuaikan parameter pada XRD sesuai dengan yang di inginkan. Kemudian
pilih mode lambat, sedang atau cepat (waktu analisa). Setelah itu tekan tombol
start pada control XRD.
d. Tunggu sampai proses analisa (scan) selesai. Setelah proses analisa selesai
maka akan didapatkan data berupa grafis dengan peak-peak (puncak-puncak)
nya. Dari grafis itu fokuskan analisa pada puncak yang paling dominan serta
cocokan dengan data base dari jenis software yang digunakan untuk
menganalisa sampel uji.
3.5.3. Pengamatan Metalografi
Metalografi dilakukan dengan menggunakan peralatan mikroskop atau
Normal-Mikroskop dengan perbesaran lebih dari 20 : 1 (20x). Pada uji
metalografi, kerataan dan kehalusan permukaan bahan uji adalah suatu keharusan
untuk mendapatkan hasil uji yang akurat. Adapun tahapan pengujian adalah
sebagai berikut :
1. Memilih dan mengambil sampel
2. Pemotongan Sampel
Mengambil sampel dari material dasar atau komponen aslinnya dilakukan
dengan cara memotong mekanis, sampel dipotong arah memenajang Selama
proses pemotongan sampel yang perlu dihindari adalah perubahan bentuk
sampel akibat beban alat potong. Arah potongan memanjang akan memberikan
informasi perubahanbentuk struktur mikro akibat pertumbuhan butir-butir
kristal dalam rekristalisasi atau akibat pengerjaan panas lainnya.
31
Gambar 3.4. Alat untuk melakukan pemotongan benda uji
Gambar 3.5. sampel hasil pemotongan
3. Membentuk atau mencetak sampel
Membentuk atau mencetak sampel dilakukan didalam suatu cetakan plastik
atau karet yang kemudian dicorkan suatu cairan tertentu. Tujuan mencetak
sampel adalah untuk menjamin permukaan sampel rata, disamping mudah
pegang selama proses preparasi (grinding dan polishing). Sampel dicetak
dengan menggunakan dengan cara dingin, bagian dalam cetakan dioleskan
bahan pasta khusus atau disemprotkan silicon spray. Pekerjaan ini bertujuan
agar memudahkan mengeluarkan sampel dari cetakan. Seperti terlihat pada
gambar
Gambar 3.6. Mencetak sampel cara dingin
32
Sebagai medium cetak digunakan bubuk technovit atau acryfix yang dicampur
dengan cairan pengeras dengan perbandingan 1:2, dimana campuran cairan
tersebut menjadi keras didiamkan ± 1 jam.
4. Memberi Tanda
Pekerjaan ini dilakukan sebelum sampel mengalami preparasi, tujuannya
untuk membedakan antara contoh yang satu dengan yang lain dan untuk
memudahkan dalam dokumentasi. Memberi tanda pada umumnya dikerjakan
dengan grafik elektrik pada bagian belakang sampel, sebelum dicetak atau
sesudah dicetak.
5. Grinding
Pada tingkat pekerjaan ini dipakai mesin grinding putar atau grinding manual.
Sebagai medium grinding dipakai kertas amplas silicon karbit (SIC) dengan
berbagai tingkat kekerasan, yaitu kombinasi 80, 220, 330,500, 600, 800, 1000,
1200, ketika sampel mengalami grinding diatas kertas amplas, harus dialiri air
bersih secara continue. Tujuan yang untuk menghindari timbulnya panas di
pemakaian sampel yang kontak langsung dengan kertas amplas.
Dalam proses grinding, pertama-tama sampel dikerjakan pada kertas amplas
yang paling kasar yaitu 80, hasil preparsi tahap ini diperoleh permukaan
permukaan goresan yang searah dan homogen, tidak hanya pada permukaan
permukaan, tetapi juga pada medium cetaknya. Untuk itu sampel dipegang
yang kuat agar tidak bergerak dan diberi sedikit tekanan agar tidak bergeser.
Pengerjaan ketingkat kekasaran selanjutnya (misal 220), sampel diputar 900
33
sehingga diperoleh goresan baru yang tegak lurus dan relatif lebih halus dari
goresan sebelumnya. Demikian seterusnya posisi sampel selalu diubah 900
pada tingkat kekasaran berikutnya.
Hasil akhir dari proses grinding diperoleh permukaan sampel dengan goresan
yang searah, halus, dan homogen (akibat kekasaran amplas gradasi 1000 dan
1200). Untuk mengetahui arah goresan sampel digunakan mikroskop dengan
pembesaran rendah. Sebelumnya sampel perlu dicuci dengan air dan alkohol
lalu dikeringkan dengan alat pengering (drayer).
Gambar 3.7. Peralatan untuk melakukan proses grinding
6. Pencucian
Salah satu tahap preparasi yang tidak dapat diabaikan adalah pencucian disaat
grinding, polishing, dan setelah sampel mengalami etsa. Dalam proses
pencucian digunakan air bersih, aquades dan alkohol, selanjutnya dikeringkan
dengan pengering. Apabila pada sampel terdapat cacat poros, retak dan lain-
lain, pencucian sebaiknya dengan ultrasonic yang menggunakan medium
alkohol atau acetone. Medium tersebut akan bergerak secara ultrasonic akibat
adanya impulse-impulsi listrik.
34
7. Polishing
Media polishing yang bisa dipakai adalah diamond pasta, alumunium oksida
suspense dan lain-lain.
Tujuan polishing adalah :
a. Bebas dari goresan akibat grinding
b. Bebas dari flek-flek yang timbul selama grinding
c. Tidak ada perubahan logam, khususnya pada permukaan logam preparat
yang akan diselidiki.
Yang perlu diperhatikan selama polishing adalah:
a. Media poles tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh terlalu basah, hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya gesekan yang berlebihan.
b. Setiap penggantian tingkat kekasaran telebih dahulu harus dicuci.
c. Setiap polishing tidak boleh terlalu lama untuk menghindari timbulnya
relief-relief
Gambar 3.8. Peralatan untuk melakukan proses polishing
8. Etsa
Struktur mikro suatu logam akan dapat dilihat dengan baik dengan
menggunakan mikroskop, apabila sampel telah mengalami etsa dengan
35
medium etsa tertentu untuk jenis material tertentu pada dasarnya ada perubahan
atau struktur mikro yang terjadi selama proses etsa, yang disebabkan oleh :
a. Perbedaan warna akibat distribusi sturktur mikro.
b. Jenis kekasaran yang beda, akibat perbedaan orientasi kisi-kisi kristalnya.
c. Perbedaan kemampuan larut struktur mikro dan sifat anisotropy kristal
terdapat agresifitas medium etsa yang dapat menimbulkan relief pada
permukaan.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan selama proses etsa adalah:
• Kemampuan medium etsa
• Konsentras larutan medium etsa
• Kemampuan larut logam dalam medium etsa.
Larutan etsa disesuaikan dengan medium dietsa, misalnya untuk baja
digunakan medium nital (campuran HNO3 dengan alkohol) biasanya 95%
setelah proses selesai specimen kemudian dicuci dengan air bersih dan alcohol,
selanjutnya dikeringkan dengan pengering kemudian siap untuk dianalisis
struktur mikronya dengan menggunakan mikroskop mikro.
9. Analisis Struktur Mikro
Contoh diletakan dimeja pemegang yang telah diberi bahan plastis, setelah itu
contoh bersama meja pemegang diletakkan pada hand press, untuk
memperoleh permukaan yang rata, baru contoh dianalisa dibawah mikroskop.
36
Gambar 3.9. Peralatan mikroskopis untuk pengambilan photo struktur mikro
3.4.4. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan menggunakan metode vickers yang dilakukan dengan
cara penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi
yang ditentukan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang
diperkeras (hardened steel ball) dengan beban 30 kgf dan waktu 15 detik serta
sudut identor 136o, hasil penekanan adalah jejak berbentuk diamond, yang harus
dihitung luasnya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak.
Gambar 3.10. Pengujian metode vickers
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia ini menggunakan arc-spark spektrometer
untuk mengetahui komposisi unsur sampel uji. Teknik pengujian ini sangat
sederhana dan mudah dilakukan serta bersifat tidak merusak. Berikut adalah data
hasil pengujian sampel baja SPC baik yang terdapat pin hole maupun yang tidak
terdapat pin hole untuk kemudian dibandingkan dengan standar JIS G 3141.
Tabel 4.1. Perbandingan Komposisi Sampel Uji dengan Standar JIS G 3141.
Berdasarkan tabel 4.1, terdapat enam unsur utama yang menyusun pada
kedua sampel baja SPC, yakni unsur Fe (besi), C (karbon), Si (silika), Mn
(mangan), S (Sulfur) dan P (posfor). Keenam unsur yang diketahui tersebut
tentunya memberikan pengaruh terhadap sifat mekanik di kedua sampel tersebut.
NO Unsur Nilai Kandungan Unsur (% berat)
Sampel uji Non-Pin Hole
Sampel uji yang terdapat
Pin Hole
Standar JIS G 3141 untuk baja SPC
1 Fe 99,498 99.624 -
2 C - 0.009 ≤0.12
3 Si 0.2154 0.004 -
4 Mn - 0.123 ≤ 0.50
5 S 0.001 0.0509 ≤ 0.05
6 P - 0.009 ≤ 0.04
38
Berdasarkan tabel 4.1, juga diketahui bahwa sampel yang tidak terdapat
pin hole memiliki unsur-unsur yang masih sesuai dengan standar JIS G 3141
diantaranya nilai sulfur sebesar 0.001% dengan standar acuan sebesar ≤ 0.05 %.
Sedangkan unsur lainnya seperti karbon, silika, dan posfor masih sesuai standar
JIS G 3141 , Namun hasil yang berbeda didapatkan pada sampel yang terdapat pin
hole yakni memiliki unsur silikon yang lebih rendah 0.004% dibandingkan
dengan sampel yang non-pin hole sebesar 0,2154%. Hal ini jelas akan
mempengaruhi sifat ketahanan korosi dari sampel uji, selain itu unsur silikon juga
dapat meningkatkan kekuatan bahan tanpa menurunkan nilai keuletannya. Unsur
ini juga berfungsi sebagai deoksidasi. Dengan semakin meningkatnya unsur
silikon, permukaan sampel uji akan lebih sulit terkikis dibandingkan dengan
sampel yang memilki unsur silikon yang lebih rendah, sehingga kemungkinan
terjadinya cacat berupa pin hole juga semakin rendah [11].
Dari tabel 4.1, juga diketahui bahwa sampel yang terdapat pin hole
memiliki unsur sulfur yang lebih tinggi yaitu sebesar 0.0509% dibandingkan
dengan sampel yang non pin hole yang hanya sebesar 0.0001%. Tingginya unsur
sulfur ini dapat memicu kegetasan seperti yang terjadi pada sampel yang terdapat
pin hole [11]. Selain itu unsur sulfur yang tinggi juga dapat menyulitkan pada saat
proses pemesinan dan pengerolan panas sehingga biasanya kadar sulfur dibuat
serendah-rendahnya, maksimal biasanya ≤ 0,05%[9]. Unsur ini juga memicu
pembesaran/pengkasaran butiran yang berujung pada kemungkinan terjadinya
cacat berupa pin hole semakin besar.
39
4.2. Hasil Pengujian XRD (X-Ray Diffraction)
Pengujian dengan menggunakan XRD (X-ray diffraction) untuk
mengetahui senyawa (fasa) , bidang hkl, serta struktur kristal dan parameter kisi
dari sampel uji. Berikut adalah gambar hasil pengujian X-Ray Diffraction pada
sampel baja SPC baik yang terdapat pin hole maupun yang tidak terdapat pin hole.
Gambar 4.1. Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC non-pin hole.
Tabel 4.2. Tabel Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC non-pin hole.
No Jenis Fasa % Berat (RIR) 1. Iron (ferit) 28.4 2. Chromium Iron Nickle(Fe-Cr-Ni) 71.6
Density = 7.781 gr/cm3
40
Berdasarkan gambar 4.1, pada sampel yang tidak terdapat pin-hole
terdapat dua fasa utama sebagai penyusunnya yakni fasa iron-ferrite (feritik) dan
fasa chromium iron nickle (Fe-Cr-Ni). Pada tabel 4.2, menunjukan hasil analisa
quantitatif perbandingan keberadaan fasa keduanya adalah 28.4 % untuk fasa iron
(feritik) dan 71.6% untuk fasa chromium iron nickle (Fe-Cr-Ni) sedangkan massa
jenis sampel yang tidak memiliki pin hole sebesar 7.781 gr/cm3.
Gambar 4.2. Hasil pengujian XRD (X-Ray Diffraction) pada sampel baja SPC
yang memiliki pin hole
Tabel 4.3. Tabel Hasil pengujian XRD pada sampel baja SPC yang
terdapat pin hole..
No Jenis Fasa % Berat (RIR) 1. Iron (ferit) 28.6 2. Chromium Iron Nickle(Fe-Cr-Ni) 71.4
Density = 7.782 gr/cm3
41
Berdasarkan gambar 4.2, sampel yang terdapat pin-hole juga terdapat dua
fasa utama sebagai penyusunnya yakni fasa iron-ferrite (feritik) dan fasa
chromium iron nickle (Fe-Cr-Ni). Pada tabel 4.3, menunjukan hasil analisa
quantitatif perbandingan keberadaan fasa keduanya adalah 28.6 % untuk fasa iron
(feritik) dan 71.4% untuk fasa chromium iron nickle (Fe-Cr-Ni) sedangkan massa
jenis sampel yang tidak memiliki pin hole sebesar 7.782 gr/cm3.
Tabel 4.4. Kartu identitas untuk Fasa Ferit dan Fe-Cr-Ni
Berdasarkan tabel 4.4, kedua sampel memiliki sistem kristal yang sama
yakni sistem kristal kubik serta massa jenis rata-rata kedua sampel 7.7815 gr.cm-3.
42
4.3. Hasil Pengamatan Struktur Mikro dengan Metalografi
Pemeriksaan metalografi dilakukan untuk mengetahui topografi
permukaan sampel baja SPC baik yang terdapat pin hole maupun yang tidak
terdapat pin hole. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
Gambar 4.3. Sampel yang tidak terdapat pin hole untuk pengujian metalografi
Gambar 4.4. Struktur mikro sampel yang tidak terdapat pin hole. etsa : nital 2%
Berdasarkan gambar 4.4, Struktur mikro sampel yang tidak
terdapat pin hole yang diperbesar 500x, tidak ditemukan cacat dan struktur
permukaan halus tanpa adanya pengotor.
d)
500x
43
Gambar 4.5. Sampel yang terdapat pin hole untuk pengujian metalografi
Gambar 4.6. Struktur mikro perbesaran cacat pin hole potongan melintang berupa feritik mengalami deformasi cold drawing. etsa : nital 2%
Berdasarkan gambar 4.6. menunjukan hasil pengamatan sampel baja SPC
yang terdapat pin hole memiliki kondisi struktur mikro plate berupa feritik yang
mengalami deformasi struktur, serta memiliki cacat pin hole dengan lebar 0.450
mm, kedalaman 0.063 mm dan tebal plate setelah proses cold drawing 0.415 mm
dari tebal awal 1.00 mm dan banyak ditemukan pengotor sulfid . Hasil gambar
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1-4.
500x
sulfid
44
4.4. Hasil dan Pembahasan Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui nilai perbandingan
kekerasan dari sampel yang terdapat defect pin hole dengan standar JIS G 3141
yang menjelaskan tentang spesifikasi untuk baja SPC (Steel Plate Coiled) atau
baja lembaran gulungan yang biasanya digunakan untuk pembuatan jenis produk
automotive. Berikut adalah hasil pengujian kekerasan terhadap sampel yang
terdapat pin hole yang dibandingkan dengan standar JIS G 3141 untuk baja SPC .
Gambar 4.7. Lokasi uji kekerasan Vickers (HV)
Tabel 4.5. Nilai Kekerasan Sampel Baja SPC yang Terdapat Pin Hole.
No.
NILAI KEKERASAN, HV
Sampel uji Non- Pin
Hole
Sampel uji yang
terdapat Pin Hole
Standar JIS G 3141 untuk baja SPC
1 249 121
≤ 115 HV
2 257 121
3 259 119
4 259 119
5 257 122
Rata-rata 256 120
45
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa sampel baja yang tidak terdapat
pin hole memiliki nilai kekerasan yang cukup tinggi yakni rata-rata 256 HV,
namun hal ini tidak layak dijadikan acuan karna pengujian dilakukan pada sampel
yang belum terkena proses deep drawing.
Dari tabel 4.4 diketahui pula bahwa SPC yang terdapat pin hole memiliki
nilai kekerasan rata-ratanya 120 HV. Hal ini menunjukan bahwa sampel uji yang
terdapat pin hole memiliki nilai kekerasan yang lebih keras dari standarnya.
Hal ini pulalah yang dapat memicu timbulnya pin hole akibat dari
tingginya nilai kekerasan yang melebihi standar dari JIS G3141 untuk baja SPC
yang hanya sebesar ≤ 115 HV.
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Faktor penyebab terjadinya pin hole pada proses pembuatan Body Oil
Filter adalah akibat rendahnya kualitas bahan yang masih di bawah standar hal
ini dibuktikan dari :
1. Hasil spektrometer menunjukan sampel yang terdapat pin hole memiliki
unsur sulfur (S) yang melebihi batas toleransi serta unsur silika (Si) yang
lebih sedikit dibandingkan dengan sampel yang tidak terdapat pin hole.
2. Hasil pengujian XRD menunjukan kedua sampel memiliki fasa ferit dan
fasa Fe-Cr-Ni dan memiliki sistem kristal yang sama yakni sistem
kristal kubik serta massa jenis rata-rata kedua sampel 7.7815 gr.cm-3
3. Hasil pengamatan struktur mikro pada sampel yang terdapat pin hole
matriknya berupa feritik yang mengalami deformasi struktur akibat
proses cold drawing dan ditemukan banyak cacat dipermukaannya.
4. Hasil kekerasan untuk sampel yang terdapat pin hole adalah 120 HV,
nilai ini melebihi batas toleransi standar JIS G 3141 yang hanya sebesar
≤ 115 HV.
47
5.2 Saran
1. Sebaiknya pemeriksaan metalografi dilakukan tidak hanya satu sampel
dan perlu dilakukan pemeriksaan unsur kimia pada daerah cacat dengan
menggunakan SEM untuk mengetahui jenis cacat tersebut.
2. Untuk mendapatkan nilai kekerasan pada sampel yang tidak terdapat pin
hole, sebaiknya diambil dari sampel yang telah mengalami deep
drawing.
DAFTAR PUSTAKA
[ 1.] Vlack ,Van,1992,” Ilmu dan Teknologi Bahan”, Erlangga, Jakarta.
[ 2.] http://erdie.wordpress.com/metallurgy/klasifikasi-logam-dan-
paduannya/Asyari
[ 3.] Daryus, 2010 , ”Proses Produksi” , Universitas Darma Persada , Jakarta.
[ 4.] Dept. Engineering, 2005, Component Production, Version 1.0, PT.selamat
Sempurna, Tbk, Tangerang.
[ 5.] http://romznevhttp://jokoaprilanto.wordpress.com/2008/11/15/teory-
atomic-emission-spectrometer/
[ 6.] Astini, Vita, 2008, ”Efektivitas Penambahan Karbon”, FT-UI, Depok.
[ 7.] http://ft.unsada.ac.id/wp-content/uploads/2008/03/bab4-mt.pdf
[ 8.] dr.-ing. Bambang suharno dan dr. Ir. Sri harjanto, “Pengaruh Unsur
Paduan Pada Baja Paduan dan Super Alloy”, FT-UI, Depok.
[ 9.] Handbook of JIS standard Ferrous Material & metallurgy I & II, Tokyo,
2005
[ 10.] ASM. 1992, Metal Handbook, Vol 01,“Properties and Selection Irons,
Steels, and High Performance Alloys”, Metal Park, Ohio.
[ 11.] Martin, J.Daniel. 2004, Using Xpowder a software package for powder X-
Ray Diffraction Analysis.
[ 12.] Kramer, Hans, 1998, Pengetahuan Bahan Untuk Industri, Katalis, Jakarta.
Lampiran 1 . Hasil Pengamatan Metalografi pada sampel Baja SPC
Lampiran 2. Hasil Analisis Quantitatif XRD