ANALISIS PENGUJIAN SAMPEL KOSMETIK DAN OBAT...
Transcript of ANALISIS PENGUJIAN SAMPEL KOSMETIK DAN OBAT...
ANALISIS PENGUJIAN SAMPEL KOSMETIK DAN OBAT TRADISIONAL DI
LABORATORIUM KOSTRAD BALAI BESAR PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN DI DENPASAR
Oleh
Ni Putu Nilam Cahya Putri Sari
dr. Made Sutarga., M.Kes
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktek kerja lapangan yang berjudul "
Analisis Pengujian Sampel Kosmetik dan Obat Tradisional di Laboratorium Kosmetik dan
Obat Tradisional (KOSTRAD) Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan ( BBPOM) Di
Denpasar Tahun 2019” dengan baik dan tepat waktu.
Diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan pembaca mengenai Upaya
Penyelesaian Pengujian Sampel Kosmetik dan Obat Tradisional di Laboratorium KOSTRAD
dan Permasalahannya agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain itu, diharapkan
dapat menjadi bahan masukan bagi BBPOM Di Denpasar dalam meningkatkan mutu,
manajemen dan kualitas kinerjanya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang
telah membantu dalam penyusunan tulisan ini. Dengan keterbatasan waktu dan pengalaman,
penulis menyadari banyak kekurangan dalam laporan praktek kerja lapngan ini. Untuk itu,
penulis mengharpakan permakluman dan kritik serta saran untuk lebih baik di kemudian hari.
Denpasar, 30 Oktober 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................4
1.1Latar belakang ...........................................................................................................................................4
1.1Tujuan 6
BAB II ANALISA SITUASI .........................................................................................................................7
2.1. Analisa situasi umum ..............................................................................................................................7
2.2Analisis Situasi Khusus ............................................................................................................................8
BAB III IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH .........................................................................10
3.1Identifikasi Masalah ................................................................................................................................10
3.2Prioritas Masalah ....................................................................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................................................14
4.1 Laboratorium Pengujian Kosmetik dan Obat Tradisonal (Kostrad) ......................................................14
BAB V ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH ............................................................................24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................................................26
6.1Kesimpulan .............................................................................................................................................26
6.2Saran ........ ..............................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................27
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengawasan Obat dan Makanan memiliki fungsi yang strategis secara nasional dalam
upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan untuk
mendukung daya saing nasional (Perpres RI, 2017). Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) merupakan salah satu penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan
dan makanan, yaitu menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan
Makanan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan Obat dan
Makanan. BPOM menjadi garda terdepan dalam hal perlindungan konsumen. Selain itu,
BPOM juga memegang peran penting dalam tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan
(Nawa Cita), yaitu meningkakan kualitas hidup manusia Indonesia, utamanya di sektor
kesehatan dan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dan daya saing di pasar
Internasional. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawas Obat dan Makanan
penting untuk diperkuat(BPOM RI, 2017). Permasalahan dan tantangan yang dihadapi
bangsa Indonesia semakin kompleks, baik secara nasional maupun global. Salah satu
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan terkait pengawasan Obat dan Makanan
adalah perlunya peningkatan kualitas dan kapasitas produksi sesuai standar Good
Manufacturing Practices (GMP), terdistribusi dengan baik, dan sampai di tangan
konsumen dengan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu yang terjaga. Pengawasan Obat
dan Makanan yang efektif akan mendukung peningkatan daya saing produk Obat dan
makanan. Hal tersebut tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor
2 Tahun 2015. Tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan adalah arus globalisasi
yang pesat sehingga membawa keleluasaan informasi, peningkatan arus distribusi barang
dan jasa yang berdampak pada masuknya produk-produk baru dari luar negeri yang
sekaligus menuntut industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan
makanan dalam negeri untuk mampu meningkatkan daya saing produk.
Masuknya produk perdagangan bebas tersebut merupakan persoalan krusial yang perlu
segera diantisipasi karena belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk
dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman
dalam mengonsumsi Obat dan Makanan tersebut. Terkait isu kesehatan, masalah yang
5
akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan kesehatan.Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi
BPOM dalam mengawasi peredaran Obat dan Makanan (BPOM RI, 2017).
Pengawasan Obat Tradisional dan Kosmetik bertujuan agar produk yang beredar
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, sesuai dengan tujuan
penggunaanya.Kegiatan pengawasan Obat Tradisional dan Kosmetik antara lain meliputi
penilaian produk, sertifikasi sarana melalui penerapan cara produksi yang baik,
monitoring efek samping, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan
pengujian, pengawasan iklan dan penandaan serta penyidikan. Samping dan pengujian
kosmetik dan Obat tradisional merupakan langkah awal untuk mengetahui apakah produk
kosmetik dan obat tradisional yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, manfaat
dan mutu. Dari hasil laporan tahunan Badan POM 2017 , dalam rangka pengawasan mutu
dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama tahun 2017 telah dilakukan
pengujian laboratorium terhadap 12.271 sampel obat tradisional , yaitu 972 sampel obat
tradisional impor dan 11.299 sampel obat tradisional lokal. Hasil pengujian laboratorium
menunjukan bahwa 1.527 (12.44%) sampel tidak memenuhi syarat yaitu 21 (0,17%) obat
tradisional impor dan 1.506 (12,27%) obat tradisional lokal. Obat tradisional impor yang
tidak memenuhi syarat (TMS) untuk produk yang mengandung BKO sebanyak 1
(0,01%). Sedangkan obat tardisonal lokal yang TMS untuk produk mengandung BKO
sebanyak 84 (0,68%). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa total sampel obat
tradisional impor dan lokal yang mengandung BKO adalah sejumlah 85 sampel obat
tradisional terdaftar dan tidak terdaftar. Untuk Pengawasan keamanan , manfaat dan mutu
kosmetika yang beredar di Indonesia, selama tahun 2017 telah dilakukan sampling dan
pengujian laboratorium terhadap 24,314 sampel kosmetik. Hasil pengujian laboratorium
menunjukan bahwa 285 ( 1,17%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi
mengandung bahan aktif melebihi batas %59( 0,24%) sampel, cemaran mikroba 99
(0,41%) sampel dan mengandung bahan dilarang 127 (0,52%).Dari data diatas peredaran
kosmetik dan obat tradisional di masyarakat tidak sepenuhnya aman untuk digunakan,
sehingga perlu dilakukannya tindak lanjut berupa pengamanan, penarikan dan
pemusnahan produk. Selain itu juga dilakukan berbagai tindak lanjut mulai dari
pembinaan untuk memperbaiki proses produksi , sampai pembatalan nomor izin edar dan
tidakan pro-Justisia serta public warning melalui berbagai media massa.
6
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum dari kegiatan evaluasi yang bisa dilakukan dari bidang
epidemiologi dan melakukan penelusuran pengujian sampel yang masuk ke BBPOM di
Denpasar.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui program kerja yang ada pada Laboratorium Pengujian sampel kosmetik
dan Obat tradisional di Balai Besar POM di Denpasar.
b. Dapat mengidentifikasi masalah yang ada pada Laboratorium Pengujian sampel
kosmetik dan Obat tradisional di Balai Besar POM di Denpasar.
c. Memberikan alternative pemecahan masalah di Laboratorium Pengujian sampel
kosmetik dan Obat tradisional di Balai Besar POM di Denpasar.
7
BAB II ANALISA SITUASI
2.1. Analisa situasi umum
2.1.1 Gambaran Umum Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM)
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar adalah Unit
Pelaksanaan Teknis ( UPT) Badan POM RI yang merupakan Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) yang menyelenggarakan urusan, pemerintahan di bidang Pengawasan
Obat dan Makanan. BPOM Denpasar berdiri sejak 28 April 1987, berdasarkan SK Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan No.05018/SK/KBPOM mengalami perubahan nama
menjadi BBPOM di Denpasar. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan memiliki tugas
yaitu melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan se-Provinsi Bali yang beredar di
masyarakat (BBPOM,2017). Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No
12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan Badan POM pada
pasal 2 menyebutkan bahwa UPT BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Badan, secara teknis dibina oleh deputi dan secara administrative dibina oleh
sekretaris Utama (BPOM RI,2018).
Balai Besar POM (BBPOM) di Denpasar terletak dikawasan pusat perkantoran Niti
Mandala Renon, Denpasar Selatan yang beralamat di Jalan Tjut Nyak Dien No. 5 Denpasar
dengan luas tanah sebesar 5000 m2 dengan luas gedung 2.797,25 m
2. Pada tanggal 9 Mei
2007 , berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No.HK.00.05.21.3592 tentang organisasi dan
tata kerja UPT lingkungan BPOM, cakupan wilayah kerja Balai Besar POM di Denpasar
meliputi seluruh wilayah administrasi Provinsi Bali yang terdiri dari delapan Kabupaten dan
satu Kota Madya. Berdasarkan perubahan peraturan BPOM No 12 Tahun 2018 cakupan
wilayah kerja Balai Besar POM di Denpasar menjadi enam Kabupaten yaitu Kabupaten
Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Bangli, dan Kota Denpasar. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten
Buleleng dan Jembrana masuk dalam wilayah UPT Loka POM di Buleleng (BPOM RI,2018).
Kompleksitas pengawasan obat dan makanan akibat perubahan lingkungan strategis
eksternal dan internal yang dinamis sehingga memperluas bidang tugas yang diemban, maka
Balai Besar POM di Denpasar menetapkan beberapa kegiatan prioritas tahun 2017.
2.1.2 Fasilitas di BPPOM di Denpasar
Balai Besar POM di Denpasar memiliki luas lahan 5.000 m2 dan luas bangunan
8
berdasarkan IMB No. 02/1948/5258/DT/BPPTSP & PM/2013 adalah seluas 3.456,43 m2.
Balai Besar POM di Denpasar terdiri dari gedung laboratorium dan kantor yang meliputi 3
gedung utama yaitu gedung kantor tengah 2 lantai ( gedung Astina), gedung kantor barat 2
lantai ( gedung Ayodya) dan gedung laboratorium 3 lantai ( gedung Indraprastha). Sarana
komunikasi di Balai Besar POM di Denpasar dilengkapi dengan 4 saluran telepon yaitu
dengan nomor (0361) 223763, 234597, 225395 dan 222159. Alamat email
[email protected] dan [email protected]. Sarana yang berada di
Laboratorium di BPPOM di Denpasar telah terakreditasi sesuai standar ISO 17025 oleh
KAN, yang terdiri dari labotorium pengujian produk terapetik, Napza, Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Produk Komplemen ( Teranakoko), laboratorium pengujian pangan dan bahan
berbahaya (PABA), dan laboratorium pengujian mikrobilogi. Selain itu juga tersedia peralatan
punjangan dalam kegiatan analisis di masing- masing laboratorium BPPOM di Denpasar.
2.1.3 Sumber Daya Manusia (SDM) BPPOM di Denpasar
Balai BPOM di Denpasar memiliki sumber daya manusia yang terdiri dari beberapa latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan tugas dan kewajiban sesuai dengan bidangnya.
Penempatan pekerja dibagi berdasarkan bidang kerja, setiap bidang memiliki kepala bidang
atau kepala bagian yang terdiri dari bagian tata usaha sebanyak 17 orang, bidang pengujian
sebanyak 42 orang (seksi pengujian kimia sebanyak 32 orang dan seksi mikrobiologi
sebanyak 9 orang), bidang pemeriksaan 19 orang ( seksi inspeksi sebanyak 15 orang dan
seksi sertifikasi sebanyak 3 orang), bidang penindakan sebanyak 6 orang serta bidang
Informasi dan Komunikasi sebanyak 6 orang.
2.2 Analisis Situasi Khusus
2.2.1 Gambaran Umum Bidang Pengujian
Berdasarkan Perka BPOM tahun 2018, Bidang Pengujian yang ada di BPPOM di
Denpasar dibagi menjadi dua Seksi menurut struktur organisasi, yaitu seksi kimia yang
meliputi pengujian TERANOKOKO( Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik,
dan Bahan Komplemen) dan PABA ( Pangan dan Bahan Berbahaya) serta mikrobiologi.
Bidang pengujian memiliki tugas dalam melaksanakan kebijakan operasioanal di bidang
pengujian kimia dan mikrobiologi obat dan makanan. Bidang pengujian mempunyai tugas
yaitu melakukan pengujian terhadap sampel- sampel yang didapatkan dari hasil pengambilan
sampel yang dilakukan oleh Bidang Pemeriksaan BPPOM di Denpasar.
2.2.2 Gambaran Umum Laboratorium Pengujian Kosmetik dan Obat Tradisional
(KOSTRAD).
9
Laboratorium kosmetik dan obat tradisional terbagi menjadi dua laboratorium yaitu
laboratorium pengujian kosmetika serta laboratorium pengujian obat tradisional. Kedua
laboratorium ini memiki lingkup pengujian masing- masing dengan tujuan dan parameter
pengujian yang berbeda. Metode pengujian dilakukan berdasarkan metode yang tertulis
dalam MA PPOM, dimana MA PPOM dapat bersumber dari Asean Cosmetic Method
(ACM), Farmakope Indonesia (FI), United States Pharmacopea (USP) , Britis Pharmacopea
(BP), serta pustaka- pustaka terpecata lainnya.
Pengujian sampel kosmetika bertujuan untuk menetapkan ada atau tidaknya bahan-
bahan yang dilarang dan menguji kadar bahan- bahan yang tidak diizinkan yang digunakan
dalam produk kosmetik. Pengujian sampel Obat tradisional dilakukan dengan tujuan
menetapakan ada atau tidaknya Bahan Kimia Obat (BKO) dalam obat tradisional.
10
BAB III IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS
MASALAH
Peningkatan beban kerja pada Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM)
di Denpasar menyebabkan munculnya beberapa permasalahan yang kompleks. Salah satu
fokus permasalahan yang akan dibahas pada identifikasi masalah ini adalah bidang pengujian
kosmetik dan obat tradisional memiliki berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan tiap
tahunnya, baik untuk mencapai target- target pengujian maupun untuk mengendalikan mutu
manajemen laboratorium. Adapun permasalahan yang dihadapi oleh Bidang Pengujian
Kosmetik dan Obat tradisional dapat dijabarkan dalam identifikasi masalah.
3.1 Identifikasi Masalah
3.1.1 Keselahan Pada Saat Preparasi
Pada saat melakukan pengujian sampel kosmetik dan obat tradisional harus dilakukan
dengan cermat dan tepat. Berbagai permasalahan yang muncul pada saat melakukan
pengujian sampel yaitu penggunaan alat- alat uji dan bahan- bahan uji yang sering kali
tertukar pada saat pemakaian pengujian. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan pengujian
staf penguji sering kali lupa untuk menulis nama zat yang digunakan di alat- alat dan bahan-
bahan pengujian sampel , sehingga sering terjadi sampel yang diuji terdeteksi mengandung
zat- zat yang tidak seharusnya ada.
Pada tahun 2019, jumlah sampel Kosmetik dan Obat tradisonal ditargetkan sebesar
41.928 sampel dari keseluruhan sampel Kedeputian I dan II yang disampling Badan POM.
Hal ini menjadikan suatu tantangan tersendiri bagi Staf penguji. Pengujian sampel kosmetik
dan Obat tradisional yang banyak sering kali membuat staf penguji kelelahan dan
menurunnya kosentrasi pada saat melakukan pengujian sampel. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap hasil pengujian sampel kosmetik dan obat tradisonal.Khususnya pada saat pengujian
Vitamin C yang membutuhkan kondisi ruangan yang sedikit cahaya membuat sering kali
kesulitan pada saat pengujian. Hal ini dikarenakan kandungan vitamin C pada sampel uji
sangat rentan terhadap sinar cahaya , yang sering membuat kandungan vitamin C pada
sampel pengujian tidak terdeteksi .
11
3.1.2 Penempatan Sampel yang tidak rapi
Penempatan sampel uji di laboratorium Kosmetik dan Obat Tradisional (KOSTRAD)
sering tidak beraturan , hal dikarenakan tidak tersedianya tempat atau lemari khusus yang
digunakan untuk penempatan sampel. Penempatan sampel yang tidak berurutan sering kali
membuat staf penguji yang akan menguji sampel sulit mendapatkan sampel – sampel yang di
uji dan terkadang sampel yang dicari tidak ditemukan. Pemilihan sampel- sampel yang sudah
dan belum diuji tidak di pisahkan, sehingga kesulitan memilih sampel- sampel yang akan di
uji.
Penempatan sampel yang selesai diujikan tidak ditempatkan pada tempat yang
beraturan , sehingga apabila ada pengujian yang diulang, sering kali membuat staf penguji
kesulitan menemukan sampel yang akan di ujikan ulang. Terkadang sampel tidak ditemukan
sehingga staf penguji meminta sampel ulang pada bidang penerimaan sampel.
3.1.3 Alat Pengujian yang bermasalah
Alat Pengujian yang bermasalah pada saat akan melakukan pengujian, seringkali
membuat penundaan dalam melakukan analisis terhadap sampel yang diujikan. Alat
Pengujian yang bermasalah terjadi akibat penggunaan alat yang terlalu sering digunakan
tanpa adanya penjedaan pada saat melakukan pengujian berikutnya , permasalahan yang
biasanya terjadi yaitu baku larutan yang tidak terdeteksi oleh alat pengujian, sistem yang
error pada saat pengujian sampel , dan tidak terdeteksinya hasil dari pengujian sampel.
Alat pengujian yang bersalah sering kali membuat staf penguji harus menunda untuk
melakukan pengujian , sehingga sampel yang diuji akan tertunda untuk dilakukan analisis
hasil pengujian pada alat. Hal ini seringkali menyebabkan terlambatnya pelaporan pengujian
yang seharunya diselesaikan dengan tepat waktu.
3.2 Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah di Bidang Pengujian Kosmetik dan Obat Tradisional
dilakukakan berdasarkan diskusi bersama pembimbing lapangan, pembimbing akademis dan
staf penguji di Laboratorium KOSTRAD. Setelah itu, dilakukan penentuan prioritas masalah
menggunakan hasil matriks USG, untuk menetukan suatu masalah yang prioritas terdapat tiga
faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut yaitu Urgency (U), Seriousness
(S), and Growth (G).
12
Urgency berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan makan semakin tinggi
urgency masalah tersebut.
Seriousness berkaitan dengan dampak dari adanya masalah tersebut terhadap
organisasi. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi organisasi seperti
dampaknya terhadap produktivitas, keselamatn jiwa manusia, sumber daya atau sumber dana.
Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka semakin serius masalah
tersebut.
Growth berkaitan dengan pertumbuhan masalah.Semakin cepat berkembang masalah
tersebut maka semakin tinggi pertumbuhnanya. Suatu masalah yang cepat berkembang
tentunya makin prioritas untuk diatasi permasalahan tersebut.
Untuk mengurangi tingkat subyektivitas dalam menetukan masalah prioritas, maka perlu
menetapkan kriteria untuk masing- masing unsur USG tersebut. Umunya digunakan skor
denga skala tertentu, yaitu 1-5. Adapun penilaian ini merupakan jumlah dari hasil penilaian
baik dari segi Mahasiswa PKL, Penyelia dan Staf Penguji Laboratorium KOSTRAD
BBPOM di Denpasar
Tabel 3.1 Hasil Penentuan Prioritas Masalah
Masalah Skor U Skor S Skor G Total Skor
1. Kesalahan pada saat preparasi 5 5 4 14
2. Penempatan sampel yang tidak
rapi
3 3 3 9
3. Alat pengujian yang bermasalah 5 5 5 15
Dari hasil matriks USG tersebut, diperoleh total dari penjumlahan masing- masing
kriteria, sehingga masalah yang mendapatkan skor tertinggi yang menjadi prioritas masalah.
Penilaian prioritas masalah ini ditentukan bersama dengan Penyelia Bidang Pengujian
Kosmetik dan Obat Tradisional BBPOM di Denpasar melalui diskusi. Berdasarkan matrik
diatas, masalah yang memperoleh skor tertinggi adalah “ Alat Pengujian Yang Bermasalah “.
Dengan hasil skor U (Urgency) atau tingkat mendesaknya masalah yaitu 5 (sangat
mendesak), skor S (Seriousness) atau tingkat keseriusan masalah 5 (sangat serius) dan skor G
(Growth) atau tingkat berkembangnya masalah yaitu 5 (dapat dan sangat cepat berkembang).
13
Permasalahan Alat Pengujian Yang Bermasalah dikatakan sangat mendesak karena batas
waktu untuk menyelesaikan pengujian seluruh sampel yang masuk pada bulan tersebut yaitu
45 hari sampai pelaporan hasil. Jika lebih dari itu maka sampel dianggap tidak diuji dan
semakin banyak sampel yang tidak diuji, hal ini akan mempengaruhi akreditas pada BBPOM
itu sendiri serta evaluasi terhadap pengawasan keamanan produk kosmetik dan obat
tradisional tidak dapat dilakukan secara menyeluruh.Permasalahan Alat Pengujian Yang
Bermasalah dikatakan sangat serius karena akan berdampak pada kesehatan sumber daya
manusia yang harus bekerja lembur secara terus-menerus untuk mencapai target penyelesaian
yang ditetapkan, hal ini akan terjadi jika seringnya alat pengujian yang bermasalah , secara
tidak langsung berdampak pada penundaan pengujian sampel.Permasalahan Alat Pengujian
Yang Bermasalah dikatakan dapat dan sangat cepat berkembang karena jika Alat Pengujian
Sampel Bermasalah , maka akan terjadi penumpukan jumlah sampel diakhir bulan dan tidak
semua parameter yang ditargetkan dapat diuji.
14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laboratorium Pengujian Kosmetik dan Obat Tradisonal (Kostrad)
Laboratorium kosmetik dan obat tradisional terbagi menjadi dua laboratorium yaitu
laobratorium pengujian kosmetik serta laboratorium pengujian obat tradisional. Kedua
Laboratorium ini memiliki lingkup pengujian masing- masing dengan tujuan dan parameter
yang berbeda.
Pengujian kemanan untuk produk kosmetik dilakukan dengan tujuan untuk
menetapkan ada atau tidaknya bahan- bahan yang dilarang dan menguji kadar bahan- bahan
yang tidak diizinkan yang digunakan dalam produk kosmetik. Senyawa yang dianalisis
seperti bahan pewarna seperti rhodamin, naphotol yellow, 95 sudan II , III, dan IV, logam
berat seperti Hg, Cd dan Pb, serta bahan pemutih seperti hidrokuinon dan asam retinoat.
Selain bahan- bahan yang tidak boleh sama sekali ada dalam sediaan, terdapat pula kategori
bahan yang boleh ada namun dengan jumlah yang terbatas. Parameter- parameter pengujian
yang digunakan di laboratorium kosmetik yaitu uji logam berat, identifikasi pewarna, uji
pengawet, uji kandungan steroid, dan uji kadar alkoho. Parameter pada pengujian kosmetik
tercantum dalam Metode Analisis PPOM (MAPPOM). Metode analisis ini mengacu pada
Asean Cosmetic Method (ACM) atau literature lainnya seperti Farmakope Indonesia, United
Stated Pharmacope (USP), British Pharmacopea (BP), Standar Nasional Indonesia (SNI),
Keputusan Mentri Kesehatan, maupun jurnal- jurnal penelitian apabila diperlukan. Namun
untuk saat ini pengujian kosmetik di BPPOM Denpasar lebih mengacu kepada Asean
Cosmetic Method (ACM).
Pengujian Bahan Kimia Obat (BKO) dalam OT bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari obat- obat tradisional yang tidak memenuhi syarata kesehatan dan keamanan.
Pengujian terhadap obat tradisional lebih ditekankan pada segi keamananya seperti
kandungan bahan kimia obat yang mungkin ditambahkan ke dalamnya, buka pada kesesuaian
dengan komposisi yang tertera pada kemasan atau brosur. Pengujian dilakukan terhadap uji
keseragaman bobot, kadar air, pengujian bahan kimia obat, penetapan kadar pengawet.
Pemilihan metode analisis yang digunakan pada pengujian BKO didasarkan pada klaim dari
obat tradisional tersebut. Pengujian yang dilakukan tidak hanya berdasarkan kandungan
bahan yang ditambahkan seperti BKO, pengawet maupun pemanis seperti dalam jamu cair,
15
namun juga dari segi parameter farmasetis. Parameter farmasetis yang dilakukan yaitu mulai
dari uji keragaman bobot dan menghitung standar deviasi, uji waktu hancur, juga uji kadar
air.
Berikut merupakan uraian kegiatan yang telah dilakukan selama melakukan PKL di
Laboratorium Pengujian Sampel Kosmetik dan Obat tradisional .
a. Identifikasi Asam Retinoat pada Kosmetik
Asam Retinoat atau di label produk kadang ditulis sebagai tretinoin dapat
menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan teratogenik (cacat pada janin). Asam
retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A ( retinol).Asam retinoat
ini sering digunakan sebagai bentuk sediaan vitamin A topical, yang hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada preparat untuk kulit
terutama untuk pengobatan jerawat, dan sekarang banyak dipakai untuk mengatasi
keruskan kulit akibat paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih
(Andriyani, 2011).
Asam Retinoat mampu mengatur pembentukan dan penghancuran sel- sel
kulit. Kemampuannya mengatur siklus hidup sel mini juga dimanfaatkan oleh
kosmetik anti-aging atau efek-efek penuaan (BPOM RI,2008). Asam Retinoat
merupakan zat peremajaan non peeling karena merupakan iritan yang menginduksi
aktivitas mitosis sehingga terbentuk startum korneum yang kompak dan halus,
meningkatkan kolagen dan glikosaminoglikan dalam dermis sehingga kulit menebal
dan padat serta meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga menyebabkan kulit
memerah dan segar (Andriyani, 2011). Asam retinoat atau tretinoin juga mempunyai
efek samping bagi kulit yang sensitive, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan
terasa panas serta jika pemakaian yang berlebihan khususnya pada wanita yang
sedang hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang dikandungannya (BPPON RI,
2008).
BPPOM pada laboratorium KOSTRAD melakukan pengujian asam retinoate
terhadap 3 sampel kasus kosmetik untuk menganalisa secara kualitatif senyawa asam
retinoat yang terdapat dalam kosmetik pemutig dengan menggunakan metode HPLC
(High Performance Liquid Chormatography). Penggunaan alat HPLC untuk
penetapan kadar asam retinoat dalam kosmetik membutuhkan waktu analisis yang
relatif cepat, mempunyai ketelitian yang tinggi dan mudah. HPLC merupakan salah
satu teknik kromatografi untuk zat cair yang disertai tekanan tinggi.
16
Metode Pengujian kandungan asam retinoat merujuk pada metode pengujian
yang dikeluarkan oleh BPOM RI. Sampel kasus sebanyak 3 sampel ditimbang
sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi 50 ml, kemudian
ditambahkan 20 ml methanol, lalu disonifikasi selama 30 menit, Kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernetran diambil dan
disaring dengan penyaring membrane berukuran 0,45 µm ( Larutan A).
Dibuat larutan baku dengan cara menimbang 5 mg Asam Retinoat BPFI
kemudia dimasukan kedalam labu terukur 5 ml yang berwarna gelap. Dilarutkan dan
diencerkan dengan methanol hingga tanda batas ( Larutan B1). Sejumlah 0,5 ml
Larutan B1 dipipet, dimasukan ke dalam labu terukur 10 ml. Dilarutkan dan
diencerkan dengan methanol hingga tanda batas, lalu disaring dengan penyaring
membrane berukuran 0.45 µm ( Larutan B).
Selanjutnya dilakukan proses analisis sampel dengan menggunakan HPLC
tersebut. Dimana volume penyuntikan masing- masing larutan sampel dan larutan
baku adalah 20µL. Alat HPLC yang digunakan di BPPOM Denpasar menggunakan
sistem autosampler sehingga alat akan secara otomatis menginjeksikan sampel.
Kolom yang digunakan adalah kolom berisi Fenil (L11) dengan ukuran 250 x 4,6 mm
dan ukuran partikel 5 µm. Laju alir yang digunakan pada pengujian adalah 0,8 mLper
menit, fase gerak berupa Asam Formiat 0,1 % : Metanol (10 : 90), detector yang
digunakan PDA ( Photo Diode Array), suhu kolom 40 ℃ dan panjang gelombang
digunakan 353 nm, dimana panjang gelombang tersebut merupakan panjang
gelombang maksimum asam retinoat.
Dalam proses analisis, dilakukan terlebih dahulu pengujian kesesuaian sistem
instrument, Menurut USP, Uji Kesesuaian Sistem (UKS) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kromatografi gas dan kromatografi cair. Hal ini bertujuan untuk
menverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas dari sistem kromatografi memadai
untuk analisis yang akan dilakukan. Pengujian didasarkan pada konsep bahwa
peralatan, elektronik dan sampel yang akan dianalisis merupakan suatu sistem integral
yang selalu dapat di evaluasi. Prosedur UKS menggunakan larutan baku asam retinoat
dimana dilakukan pengukuran sebanyak 6 kali dengan HPLC dengan fase gerak Asam
Formiat 0,1 % : Metanol (10 :90) dan flow rate 0,8 mL/ menit.
17
Gambar 4.1 nilai % RSD Waktu Retensi UKS
Dari gambar 4.1 diketahui bahwa nilai % RSD waktu retensi UKS sebesar
0,054 % dan luas are UKS sebesar 0,085 %. Kriteria keberiterimaan untuk UKS
adalah % RSD waktu retensi dan luas ≤ 2 % (Gandjar dan Rohman, 2007). Sehingga
sistem HPLC dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap 4 sampel
kosmetik. Dari hasil pengujian menggunakan HPLC akan diperoleh hasil berupa
waktu retensi, panjang gelombang maksismal dan kromatogram dari larutan baku dan
larutan sampel. Waktu retensi larutan sampel dan larutan baku asam retinoat
dibandingkan sebagai parameter identifikasi adanya asam retinoat pada larutan
sampel, dapat dilihat bahwa salah satu sampel dengan kode 06/ K/Kasus/V/19 B
mengahasilakn waktu retensi, kromatogram dan Panjang gelombang maksimum yang
sama dengan larutan baku asam retinoat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
sampel tersebut dinyatakan mengandung asam retinoat.
Gambar 4.2 Hasil Waktu Retensi, Panjang Gelombang Maksimal, dan Kromatogram
dari Sampel yang Dibandingkan dengan Larutan Baku Asam Retinoat
18
Berdasarkan Badam POM tahun 2008 menyataka bahwa kosmetik tidak boleh
mengandung asam retinoat, sehingga produk yang digunakan sebagai sampel dengan
kode 06/ K/Kasus/V/19 B tidak boleh beredar di Indonesia dan harus dilakukan
penindakan terhadap sampel tersebut. Untuk memastikan keakuratan data hasil
analisis perlu dilakukan analisis sekali lagi dengan menggunakan metode yang sama
dengan staf penguji dan waktu yang berbeda.
b. Identifikasi Hidrokuinon pada Kosmetik
Pemutih/ pencerah kulit adalah produk yang ditunjukan untuk mencerahkan
atau menghilangkan perwarnaan kulit yang tidak diinginkan. Produk ini didesai untuk
bekerja dengan cara berpenetrasi kedalam kulit dan menganggu produksi pigmen oleh
sel kulit. Di beberapa negara produk ini digolongkan sebagai obat dan bukan sebagai
kosmetik yang digunakan dengan bebas. Produk pemutih kulit adalah salah satu
produk kosmetik yang mengandung bahan aktif yang dapat menekan atau
menghambat pembentukan melanin atau menghilangkan melanin yang sudah
terbentuj sehingga memberikan warna kulit yang lebih putih. Keterbatasan
pengetahuan tentang berbagai produk kosmetik pemutih membuat masyarakat tidak
tahu dampak negatif yang timbul jika tidak berhati- hati. Pemakian hidroquinon
dengan kadar 2 % dari netto kosmetik sudah dianggap tingga dan apabila kadarnya
lebih dari itu dapat menyebabkan efek negatif seperti vitiligo, okronosis eksogen,
kelaianan pada ginjal, kanker darah dan kerusakan DNA ( Westerhof dan Kooyers
2005).
Hidrokuinon merupakan senyawa kimia yang bersifat larut air, padatannya
bernentuk Kristal jarum tidak bewarna, jika terpapar cahaya dan udara warnanya akan
berubah menjadi gelap. Hidrokuinon memiliki strutur kimia C6H6O2 dengan nama
kimia 1,4 benzendiol dan mengalami oksidasi terhadap cahaya dan udara.
Hidrokuinon dapat menekan pembentukan melanin. Melanin merupakan zat yang
memberikan warna coklat dan coklat kehitaman pada kulit. Pembentukan melanin
akan lebih cepat apabila enzim tirosinase bekerja aktif dengan dipicu oleh sinar ultra
violet. Pembentukan melanin dapat dihambat dengan beberapa cara, diantaranya
menurunkan sintesi tirosinase, menurunkan transfer tirosinase dan menghambat
aktivitas tirosinase (Hartanti dan Setiyawan 2009). Senyawa hidrokuionon ini
digunakan sebagai bahan pemutih dan pencegahan pigmentasi yang menghambat
19
enzim tirosinase. Walaupun sudah terbukti efektif sebagai senyawa yang dapat
menginhibisi kerja tirosinase, hidrokuionon mempunya efek negative salah satunya
merusak kemampun hidup sel menyebabkan kelainan kulit bahkan dapat
mengakibatkan kanker kulit.
BBPOM pada laboratorium KOSTRAD melakukan pengujian hidrokuinon
terhadap 4 sampel kasus kosmetik untuk menganalisa secara kualitatif senyawa
hidrokuinon yang terdapat dalam kosmetik pemutih dengan menggunkan metode
HPLC ( High Performance Liquid Chormatography) . Penggunaan alat HPLC untuk
penetapan kadar hidrokuinon dalam kosmetik membutuhkan waktu analisis yang
relative cepat, mempunyai ketelitian yang tinggi dan mudah. HPLC merupakan salah
satu teknik kromatografi untuk zat cair yang disetai tekanan tinggi.
Metode pengujian kandungan hidrokuinon merujuk pada metode pengujian
yang dikeluarkan oleh Asean Cosmetic Method. Sampel kasus sebanyak 4 sampel
ditimbang sebanyak 0,5 gram dilarutkan dengan pelarut hidrokuinon kemudian di
vorrex, selanjutnya dipanaskan pada waterbath selama 10 menit lalu disaring dan
dimasukkan kedalam vial. Selanjutnya dilakukan proses analisis sampel dengan
menggunakan HPLC tersebut. Dimana volume penyuntikan masing- masing larutan
sampel dan larutan baku adalah 20 µL. Alat HPLC yang digunakan di BBPOM
Denpasar menggunakan sistem autosampler sehingga alat akan otomatis menginjeksi
sampel. Laju alir yang digunakan pada pengujian adalah 0,8 mL per menit, fase gerak
berupa MeOH : Water (55:45), detector yang digunakan adalah PDA ( Photo Diode
Array), dan panjang gelombang yang digunakan yaitu 295 nm, dimana panjang
gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum hidrokuinon.
Dalam tahapan proses analisis, dilakukan terlebih dahulu pengujian kesesuaian
sistem pada instrument . Menurut USP, Uji Kesesuaian Sistem (UKS) yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kromatografi gas dan kromatografi
cair. Hal ini bertujuan untuk memverifikasi bahwa resolusi dan reproduktifitas dari
sistem kromatografi memadai untuk analisis yang akan dilakukan. Pengujian
didasarkan pada konsep bahwa peralatan, elektronik, dan sampel yang akan dianalisis
merupakan suatu sistem intergral yang selalu dapat dievaluasi . Prosedur UKS
menggunakan larutan baku hidrokuinon dimana dilakukan pengukuran sebanyak 6
kali dengan HPLC dengan fase gerak larutan MeOH : Water (55:45) dan flow rate 0,8
mL/menit.
20
Gambar 4.3 Hasil Pengujian Kesesuaian Sistem HPLC dengan Pengukuran
Sebanyak 6 Kali Menggunakan Larutan Baku Hidrokuinon
Dari gambar 4.2 diketahui bahwa nilai % RSD waktu retensi UKS sebesar
0,506 % dan luas area UKS sebesar 0,091%. Kriteria keberterimaan untuk UKS
adalah % RSD waktu retensi dan luas are ≤ 2% (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sehingga sistem HPLC dapat digunakan untuk melakukan pengujian terhadap 4
sampel kosmetik. Dari hasil pengujian menggunakan HPLC akan diperoleh hasil
berupa waktu retensi, panjang gelombang maksimal, dan kromatogram dari larutan
baku dan larutan sampel. Waktu retensi larutan uji dan larutan baku hidrokuinon
dibandingkan sebagai parameter identifikasi adanya hidrokuionon pada larutan
sampel,dapat dilihat bahwa salah satu sampel dengan kode 06/K/Kasus/V/19A
menghasilkan waktu retensi yang sama dengan larutan baku hidrokuinon, namun
didapatkan kromatogram dan panjang gelombang maksimal sampel yang berbeda.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut dinyatakan tidak
mengandung hidrokuinon.
c. Penetapan Kadar Metanol, Etanol, dan Isopropanol dalam Produk Kosmetik Sediaan
Cair secara Kromatografi Gas
Penetapan kadar metanol, etanol dan isopropanol dilakukan pada produk
kosmetik sediaan cair, seperti penyegar wajah dan eau de toilette bukan aerosol,
dimana dalam menetapkan kadarnya dilakukan dengan metode kromatografi gas.
Prinsip yang diterapkan dalam penetapan kadar ini yaitu metanol dapat dipisahkan
dari matriks sampel dan dianalisis secara kromatografi gas berdasarkan titik didih dan
polaritasnya terhadap fase diam. Tahap awal yang dilakukan pada pengujian ini yaitu
membuat larutan baku internal dengan cara memipet 25 mL n-propanol kemudian
21
dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 50 mL. Preparasi yang dilakukan
selanjutnya yaitu pembuatan larutan baku metanol, etanol dan isopropanol. Namun
pembuatan larutan baku internal dan larutan baku pada kali ini tidak dilakukan,
dikarenakan tahap tersebut telah dilakukan oleh penyelia yang sedang bertugas pada
saat itu. Langkah berikutnya yaitu pembuatan larutan uji yang dilakukan dengan cara
memipet 2 mL sampel kemudian dimasukkan ke dalam wadah labu ukur 50 mL.
Kemudian dilakukan penambahan 2 mL larutan baku internal, lalu diencerkan dengan
air hingga tanda dan digojog hingga homogen. Larutan uji ini kemudian disaring dan
diambil ± 1 mL secara duplo dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan percobaan.
Tahap selanjutnya yaitu dilakukan penetapan kadar pada larutan baku dan larutan uji.
Masing-masing dari larutan tersebut disuntikan sebanyak 1 µm secara terpisah dan
dilakukan penetapan kadar secara kromatografi gas. Teknis analisis yang diterapkan
yaitu dengan pengaturan atau program suhu, dimana laju kenaikan diawali dengan
50oC, kemudian 200oC selama 6 menit dan terakhir pada suhu 220oC selama 2
menit. Setelah didapatkan hasil, maka dilanjutkan denganinterpretasi hasil, yang mana
hasil yang didapatkan kemudian dihitung berdasarkan kurva kalibrasi. Hasil yang
didapatkan setelah dilakukan perhitungan harus memiliki syarat bahwa kadar metanol
tidak boleh lebih dari 5% dihitung sebagai persen (%) dari etanol dan isopropil
alkohol.
d. Identifikasi Bahan Kimia Obat (BKO) dalam Produk Obat Tradisional
Prinsip identifikasi BKO dalam Produk Obat Tradisional yaitu BKO
dipisahkan dari matriks sampel dan diidentifikasi dengan kromatografi lapis (KLT)
berdasarkan kelarutan dan polaritasnya. Identifikasi BKO dalam obat tradisional
diawali dengan preparasi sampel. Ditimbang setara 1 atau 2 dosis ke erlenmeyer 250
mL kemudian ditambahkan 50 mL akuades, larutan di basakan menggunakan NAOH
1 N sampai pH 10-11, selanjutnya larutan dikocok ±30 menit. Larutan tersebut
disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah 250 mL, kemudian diasamkan
dengan penambahan HCl 1 N sampai pH menjadi 1-2. Diekstrak tiga kali, tiap kali
ekstraksi menggunakan 50 mL eter. Ekstrak eter diuapkan hingga mengering di tangas
pada suhu 60-70oC. Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan metanol ±5 mL. Larutan
baku pembanding yang digunakan yaitu Indometasin, Natrium Diklofenak, dan
Piroksikam dengan masing-masing konsentrasi larutan baku 200 µg/mL dan untuk
Ibuprofen menggunakan konsentrasi larutan baku yaitu 1 mg/mL. Larutan spiked
yang digunakan yaitu larutan uji yang ditambahkan dengan larutan baku pembanding.
22
Sampel larutan uji, larutan baku, dan spiked sampel ditotolkan ke atas Silika Gel 60
F254 ukuran 20 x 20 cm. Volume penotolan yang digunakan yaitu 25 µL dengan tipe
totolan berupa bentuk titik. Fase diam yang digunakan sebanyak dua lempeng untuk
uji identifikasi BKO, dimana masing-masing lempeng akan dieluasi menggunakan
fase gerak yang berbeda. Keterlibatan Mahasiswa yaitu membantu menotolkan
sampel ke atas plat silika, sampel ditotolkan menggunakan pipet mikro ukuran 25 µL.
Gambar 4.4 Larutan Sampel, spiked, dan Baku Pembanding telah ditotolkan
diatas Plat Silika
Setelah dilakukan penotolan, selanjutnya dilakukan eluasi menggunakan fase
gerak yang telah dijenuhkan sebelumnya selama lebih kurang 3 jam. Fase gerak yang
digunakan terdapat dua jenis fase gerak, dimana eluen A terdiri dari
Etil:Metanol:Amonia dengan perbandingan (80:10:10 v/v/v) dan eluen B terdiri dari
kloroform:metanol (90:10 v/v). Jarak rambat eluasi yang digunakan yaitu 15 cm.
Hasil eluasi dilihat pada TLC Visualizer di sinar UV 254 nm. Hasil eluasi yang dilihat
pada TLC Visualizer di sinar UV 254 nm ditampilkan pada gambar dibawah ini.
23
Gambar 4.5 Hasil Evaluasi dengan eluen A (gambar A) dan hasil eluasi
dengan eluen B (gambar B)
Hasil yang diharapkan adalah obat tradisional sama sekali tidak boleh
mengandung bahan kimia obat. hasil uji dinyatakn negatif apabila nilai Rf dari bercak
larutan sampel tidak sama dengan bercak pada larutan baku dan larutan spiked
sampel. Berdasarkan pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada sampel yang diuji
tidak menampakkan adanya bercak yang sejajar dengan baku pembanding atau nilai
Rf dari bercak sampel tidak sama dengan bercak larutan baku dan larutan spiked
sampel baik pada plat yang dieluasi dengan etanol:metanol:amonia maupun pada plat
yang dieluasi dengan kloroform:metanol, sehingga dari pengujian yang telah
dilakukan dapat dinyatakan pada pengujian identifikasi hasilnya negatif mengandung
BKO.
24
BAB V ALTERNATIF PENYELESAIAN
MASALAH
Banyaknya jumlah atau jenis sampel kosmetik dan obat tradisional yang harus diuji serta
dengan keterbatasan waktu menyebabkan pengujian tidak dapat dilakukan secara
menyeluruh. Maka dari itu diperlukan untuk menentukan sebuah prioritas pengujian sampel
beserta parameter yang dianggap lebih penting dan mendesak agar dapat mencapai hasil yang
terbaik. Namun biasanya terdapat beberapa hambatan dalam mendahulukan prioritas seperti
seringnya melakukan penundaan dalam pengujian sampel, tidak menjadwalkan tugas- tuga
dengan efektif, serta banyaknya pekerjaan diluar tupoksi pengujian. Oleh karena itu
dibutuhkan alternative pemecahan masalah yang ditemukan di Laboratorium Kosmetik dan
Obat Tradisional.Adapun alternative pemecahan masalah yang dapat disarankan sebagai
berikut.
1. Membuat perencanaan waktu pelaksaan pengujian agar dapat memenuhi target waktu
yaitu selama 45 hari dari datangnya sampel hingga pelaporan. Dengan adanya target
waktu penyelesaian sampel dapat mengurangi pengujian yang tertunda, dan tergesa-
gesa pada saat pengujian ,sehingga kesalahan- kesalahan yang dilakukan pada saat
melakukan preparasi dapat dihindari. Namun tetapi dikarenakan adanya sampel-
sampel khusus yang harus diutamakan membuat pengujian terhadap sampel lain
tertunda, sehingga masih banyak sampel bulan- bulan lalu yang belum diujikan pada
bulan sekarang, ditambah dengan sampel – sampel baru pada kosmetik dan obat
tradisional yang setiap bulannya selalu ada. Sehingga staf penguji membutuhkan
perencaan waktu pelaksanaan pengujian dalam menguji sampel- sampel yang masuk
di Laboratorium Kosmetik dan Obat tradisional.
2. Maintenance fasilitas laboratorium sesuai dengan SOP perawatan alat agar peralatan
pengujian berfungsi optimal saat digunakan.Karena peralatan yang rusak akan
membutuhkan waktu tambahan untuk perbaikan sehingga waktu penyelesaian
pengujian sampel menjadi terhambat.
3. Membuat sistem reward dan punishment
Sistem reward dan punishment dilakukan untuk memberikan penhargaan terhadap
staf- staf penguji yang telah menyelesaikan pengujian dan pelaporan sampel sesuai
dengan target setiap bulannya. Contohnya dengan adanya target sampel bulan
25
sekarang telah diselesaikan tepat waktu pada bulan yang sama , maka setiaf staf
berhak mendapatkan reward berupa uang insentif tambahan diluar gaji pokok, uang
makan , uang tunjangan kinerja dengan uang lembur. Hal ini tentunya akan
menumbukan semangat bagi para staf agar lebih komitmen dalam mengerjakan
tugasnya untuk menyelesaikan pengujian sampel dengan tepat waktu.
4. Pengadaan Lemari atau Tempat Khusus Penempatan Sampel
Pengadaan Lemari atau tempat khusus yang digunakan untuk menempatkan sampel-
sampel yang masuk atau yang sudah diujikan. Dengan adanya lemari atau tempat
khusus untuk menempatkan sampel ,staf penguji tidak lagi kesulitan dalam
menemukan sampel- sampel yang akan diuji. Sehingga tidak ada lagi sampel- sampel
yang tidak ditemukan, sampel- sampel yang tercampur dan tidak berurutan. Penantaan
sampel yang masuk juga perlu dilakukan , yaitu dengan mengurutkan nomor- nomor
sampel sesuai dengan urutannya , sehingga pada saat mencari nomor sampel dapat
ditemukan dengan mudah. Penempatan sampel- sampel yang sudah dilakukan
pengujian sebaiknya ditempatkan ditempat yang khusus sehingga dapat dibedakan
mana sampel yang telah diuji dan belum diuji. Staf penguji sebaiknya juga meletakan
kembali sampel- sampel yang telah diuji atau akan diuji kembali ketempat yang
semula.
26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Balai Besar POM di Denpasar merupakan instansi pemerintahan non kementrian yang
melaksanakan tugas pengawasan terhadap obat dan makanan serta produk komplemen
lainnya di Provinsi Bali merupakan Unit Pelaksanaan Teknis dari Badan POM RI.
Laboratorium Kosmetik dan Obat Tradisional (KOSTRAD) merupakan laboratorium
pengujian sampel kosmetik dan obat tradisional sesuai dengan tujuan dan parameter
pengujian yang berbeda. Metode pengujian dilakukan berdasarkan metode yang tertulis
dalam MA PPOM, dimana MA PPOM dapat bersumber dari Asean Cosmetic Method
(ACM), Farmakope Indonesia (FI), United States Pharmacopea (USP) , Britis Pharmacopea
(BP), serta pustaka- pustaka terpecata lainnya.Pengujian sampel kosmetika bertujuan untuk
menetapkan ada atau tidaknya bahan- bahan yang dilarang dan menguji kadar bahan- bahan
yang tidak diizinkan yang digunakan dalam produk kosmetik. Pengujian sampel Obat
tradisional dilakukan dengan tujuan menetapakan ada atau tidaknya Bahan Kimia Obat
(BKO) dalam obat tradisional.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah perlunya pemerhatian alat- alat khusunya
yang digunakan dalam pengujian sampel, sehingga tidak hanya berdampak terhadap
penundaan pengujian sampel , tetapi terhadap kesehatan staf penguji harus berlembur untuk
mengerjakan pengujian sampel yang tertunda.
27
DAFTAR PUSTAKA
BBPOM di Denpasar. 2012. Laporan Tahunan Balai Besar POM di Denpasar. Denpasar.
BBPOM di Denpasar. 2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintahan.
BPOM RI. 2009. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tentang
Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.
Jakarta: Badan Pengawasan Obat danMakanan Republik Indonesia.
BPOM RI. 2012. Modul Materi Ujian Perpindahan Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi
dan Makanan Terampil ke Ahli Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pom RI.
Jakarta: Balai
BPOM RI. 2017. Kerangka Konsep SISPOM. Cited on May 03 2018. Available at:
http://www.pom.go.id/new/view/direct/kksispom
BPOM RI. 2017. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2017
tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-
2019. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM RI.2017. Tugas Utama BPOM. Cited on May 03 2018. Available at:
http://www.pom.go.id/new/view/direct/job Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007.
Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Denpasar. BBPOM di Denpasar. 2015. Renstra (Rencana Strategis) BBPOM Denpasar 2015-
2019. Denpasar: BBPOM di Denpasar.
Perpres RI. 2017. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
PP RI. 2017. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.