Analisis Pengaruh Pendangkalan Danau Tempe

download Analisis Pengaruh Pendangkalan Danau Tempe

If you can't read please download the document

Transcript of Analisis Pengaruh Pendangkalan Danau Tempe

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara mendasar kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari factor-faktor lingkungan alam dimana manusia bertemapat tinggal dan melakukan adaptasi bagi proses kelangsungan kehidupannya. Peranan factor lingkungan alam sangat besar potensinya dalam mendukung proses kehidupan mahluk hidup yang berada di atasnya, baik kehidupan hewan, tumbuhan maupun manusia. Factor-faktor lingkungan alam dalam hal ini dapat berupa kadaan tanah, iklim pengaruh cuaca, potensi perairan darat (sungai, danau dan rawa), potensi perairan laut dan luas wilayah daratan.

Dalam faktor adaptasi manusia dengan factor-faktor lingkungan alamnya, mampu membentuk suatu pola kehidupan dan kebudayaan sesuai daya dukung factor lingkungan alamnya, sehingga penyebaran potensi-potensi alam juga menyebabkan terwujudnya penyebaran berbagai bentuk atau pola kehidupan manusia. Oleh karena itu, alam sangat mempengaruhi keadaan fisiografis yang ada pada suatu daerah yang akan mempengaruhi kehidupan dan aktivitas mahluk hidup dipermukaan bumi.

Hal tersebut diatas dapat dilihat di Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone. daerah ini merupakan salah satu daerah yang ada di bagian Utara Kab. Bone yang merupakan daerah yang rentang banjir. Hal ini disebabkan karena adanya factor alam tersebut, yakni adanya pengaruh pendangkalan Danau Tempe yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi (air) yang memiliki kemampuan mengikis, mengangkut dan mengendapkan material yang diangkutnya. Dimana pendangkalan tersebut menyebabkan meluapnya air dari saluranya (palung) sungai DAS Cenrana.

Aliran sungai Cenranae mengarir dari arah selatan menuju kearah utara Danau Tempe atau dengan kata lain yang berhulu di Danau Tempe dan bermuara di Teluk Bone. Adapun daerah yang dilalui sungai cenranae adalah mengalir melalui beberapa desa yang ada di Kab. Wajo bagian Selatan, dan desa-desa yang ada di Kabupaten Bone bagian Utara.

Kecamatan Ajangale merupakan daerah perbatasan antara Kab. Bone dengan Kabupaten Wajo. Adapun letak geografisnya yaitu terletak di sebelah Selatan Kec. Ajangale Kab. Wajo, Kec. Dua Boccoe dibagian Utara dan di sebelah Timur dari Kec. Bola Kab. Wajo.

Jika kita melihat peta Topografi (peta rupe bumi) Kab. Bone,Kec. Ajangale merupakan daerah yang memiliki ketinggian yang + 30 mdpal. Jadi daerah ini dapat diklasifikasikan kedalam daerah dataran rendah. Jika kita menelusuri DAS Cenranae, ada beberapa kenampakan yang dapat dilihat pada bagain kiri kanan sungai. Pada bagaian Selatan dan seblah Timur dari DAS Cenranae khususnya yang melewati Kec. Ajangale Kab. Bone bagian Utara, merupakan daerah pemukiman penduduk dan diatanami kebun-kebun campuran. Selain itu sepanjang DAS Cenranae yang melewati Kec. Ajangale tidak terdapat pohon pepaya. Dimana pohon pepaya ini bisa dijadikan sebagai salah satu indicator untuk mengetahui daerah yang rentang banjir.

Jika kita melihat kenampakan yang ada disepanjang sungai cenranae tersebut diatasyang dijadikan sebagai areal pemukiman oleh sebagian besar penduduk ataumasyarakat desa yang ada di Kec. Ajangale Kab. Bone, maka apabila pendangkalan Danau Tempe yang disebabkan oleh adanya tenaga geomorfologi (air) dibiarkan secara terus menerus, maka akan mengakibatkan akibat yang fatal bagi penduduk yang bertempat tinggal di sepanjang aliran DAS Cenranae.

Pada kesempaten ini peneliti akan mencoba mengungkap pengaruh pendangkalan Danau Tempe terhadap daerah rentang banjir di Kec. Ajangale Kab. Bone.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan diatas,maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang timbulantara alain:

Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pendangkalan Danau Tempe?Faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan menyebabkan sehingga Kec. Ajangale Kab. Bone disebut salah satu daerah yang rentang banjir ?Bagaimanakah pengaruh pendangkalan Danau Tempe terhadap adanya daerah rentang banjir di Kec. Ajangale Kab. Bone?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas maka tujuanpenelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pendangkalan Danau Tempe.Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi dan menyebakan sehingga Kec.Ajangale Kab. Bone disebut daerah rentang banjir.Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pendangakalan Danau Tempe terhadap daerah entang banjir di Kec. Ajangale Kab. Bone.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

Melatih penulis untuk menuangkanpikiran secara sistimatis dalam memecahkan masalah-masalah yang terdapat padalingkungan sekitarnya dengan menggunakan metode ilmiah.Menambah bahan referensi bagi siapa saja yang tertarik atau memiliki minat untuk menambah wawasan pada masalah-masalah keterkaitan antara pendangkalan danau terhadap timbulnya daerah yang rentang banjir.Diahrapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi terhadap arah kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, terutama didalam pemeliharaan ekosistem air menggenang (danau) sehingga tidak menimbilkan dampak negatif bagai masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Danau

Danau adalah bentuk permukaan bumi yang berbentuk cekungan yang berisi air. Dimana air tidak mengalir karena terjebak oleh adanya bentuk cekungan yang terbentuk secara alami oleh karena adanya kegiatan vulakanik (danau vulkanik) dan terbentuk oelh karena adanya tenga geologi. Sedangkan danau buatan misalnya waduk yang mampu menampung dan mengalirkan,yang diabuat oleh manusia.

Adapun factor-faktor yang memepengaruhi pendangakalan danau adalah karena adanya materialsedimen yang diangkut oelh tengan geomorfologi(air) oleh karena adanya kemampuan kientik dan mekanik yang dimeliki air untuk mengikis, mengangkut kemudian mengendapkan. Kemampuan sungai untuk mengikis, mengangkut dan mengendapkan material bahanbumi tergantung pada kecepatan dan volume aliranair itu sendiri. Jika alirannya memiliki kecepatan yang tinggi makakemampuanuntuk mengikis dan mengankut air besar.dan sebaliknya jika air itumemilikikecepatan yang yang rendah (kecil)maka kemampuan untukmengedapkanmaterial yang diangkutnya besar.(Hallaf Hanafi : 2003)

Dengan adanya kemampuan sungai untuk mengendapkan material yang diangkutnya, maka sedikit demi sedikit material tersebut akan dikumpulkan atau diendapakan pada daerah yang lebih rendah (datar) dankemudaian akan menyebabkan terbentuknya dataran baru atau pendangkalan pada danau atau ekosistem air lainnya.

2. Pengertian Daerah Rentang Banjir

Daerah rentang banjir adalah daerah yang sering mendapatkan genangan air atu banjir yang disebabkan oleh meluapnya air dari salurannya (palung) sungai yang adadiu daerah tersebut (Sitanala Arsyad: 1989).

3. Pengaruh Pendangkalan Danau terhadap daerah rentang banjir pada suatu wilayah

Danau yang merupakan cekunganpermukaan bumi yang berisi air baik yang terbentuk secaraalamimaupun butan, bisa saja tempat sungai bermuara dan bisa saja menjadi hulu darisuatu sungai apabila airnya melebihikapasitas tamoungannya. Halini dapat dilihat Aliran DAS Walannae yangbermuara di danau tempe dan DAS Cenranae yang berhulu di danau tempe. (Linsley : 1990). Oleh Karen adanya pengaruh pendangkalan danau yang menjadi hulu suatu sungai, maka sungai tersebut akankelebihan kapasitas tampungannya dan menyebabkan air meluapdan keluar dari saluran (palungnya). Dengan demikian daerah yang dilalui aliran sungai yang meluap tersebut tergenang oleh air luapan sungai. Dan apabila hal ini sering terjadi maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang rentang banjir.

B. KERANGKA PIKIR

Air adalah tenaga geomorfologi yang memiliki kemampuan untuk mengikis, mengangkut dan mengendapkan atau menyebabkan terjadinya proses sedimentasi. Dengan adanya sedimentasi tersebut menyebabkan terjadinya pendangakalan pada daerah yang memilikiketinggian yang rendah atau pada danau yang menjadi mueara suatu sungai. Kemudian dengan adanya pendangkalan sebagai alibat sedimentasi, maka menyebakan air sungai yang berhulu di danau airnya menjadi meluap darisaluyrannya dan menyebabkan terjadinya banjir. Apabila banjir pada daerah tersebut sering terjadi maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang rentang banjir.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pendagkalan Danau Tempe

Secara geologis dapat dikatakan bahwa sungai adalah air yang mengalir pada saluran yang dibuatnya sendiri; dan secara geomorfologis dinyatakan bahwa sungai adalah palung atau lembah yang dibuat oleh air yang mengalir. Sedangkan Daerah Aliran suatu Sungai (DAS) adalah semua wilayah tangkapan hujan (catchment area) di mana bila turun hujan, airnya mengalir ke sungai yang bersangkutan. Semua wilayah daratan selalu terbagi habis ke dalam DAS-DAS-nya. Fungsi sungai sebagai air yang mengalir dalam pembentukan (morfologi) muka bumi adalah bekerja mengikis dan memindahkan batuan yang dilaluinya (erosi), mengangkut batuan hasil erosinya lalu mengendapkannya di muaranya. Dasar laut merupakan lokasi pengendapan yang permanen, sedangkan pengendapan di sungai, termasuk tepi sekitar sungai yang disebut dataran banjir, dan danau merupakan lokasi pengendapan yang sementara. Banjir adalah air sungai yang mengalir deras di luar saluran (palungnya); sedangkan genangan adalah air yang meliputi permukaan tanah tanpa arus yang deras. Daratan yang terbentuk dari hasil pengendapan itu disebut delta.

Berbicara tentang banjir, berarti berbicara tentang volume air yang berlebihan, mengalir melewati penampang melintang sungai per satuan waktu yaitu debit (Q), dinyatakan sebagai hasil kali rata-rata kecepatan (V) dengan luas penampang melintang (A), atau Q = VA. Debit suatu sungai adalah jumlah air yang lewat pada suatu penampang sungai per satuan waktu. Ketidak-seimbangan antara debit dengan penampang, dalam arti bahwa bila jumlah air yang lewat lebih besar daripada luas penampang maka kelebihan air itu akan meluap dan mengalir di luar penampang (palungnya). Air sungai berasal dari curah hujan, baik yang langsung melalui permukaan tanah maupun secara tidak langsung, yaitu melalui pengaliran/resapan bawah tanah (mata air). Tidak semua curah hujan mengalir masuk langsung ke sungai, karena sebahagian dari curah hujan meresap ke dalam tanah, sebagian lagi menguap, dan sebagian diserap oleh tumbuhan. Bagian curah hujan yang meresap ke dalam tanah kelak akan keluar secara lambat dan teratur masuk ke dalam sungai. Suatu mata air bisa berasal dari rembesan air sungai lain yang berada pada elevasi yang lebih tinggi. Jumlah air yang mengalir di sungai selalu lebih kecil dari jumlah curah hujan dalam setahun; dan salah satu penyebabnya adalah kondisi hutan yang ada di daerah aliran sungainya.

Hutan lindung di suatu DAS merupakan suatu variabel yang berfungsi sebagai pengatur sistem pengaliran permukaan (run off), yaitu menghambat dan memberi peluang untuk meresapnya air hujan ke dalam tanah, serta melindungi (mengurangi) kemampuan air hujan yang mengalir mengikis tanah, baik ketika titik-titik hujan itu langsung jatuh dari udara maupun ketika mengalir di permukaan tanah. Hutan juga, dengan sistem perakarannya memiliki kemampuan tertentu untuk menahan gerak masswasting, yaitu gerak massa batuan yang terjadi karena gaya beratnya sendiri dari letaknya yang tinggi ke tempet rendah, seperti tanah longsor dan batu-batu longsor. Selain sifat dari struktur atau formasi batuannya, peristiwa masswasting dapat diperhebat oleh penambahan kandungan air dalam tanah yang menambah berat dan melicinkan geraknya massa batuan. Faktor masswasting ini dapat menimbulkan terjadinya air bah, yaitu massa air sungai yang tiba-tiba banyak dan bergerak dengan kekuatan yang sangat tinggi. Air bah terjadi, bila suatu longsoran massa tanah/batu-batu dalam jumlah besar menutupi suatu lembah (palung sungai) membentuk suatu bendungan alam dan menahan sementara sejumlah air. Karena konstruksi bendungan alam seperti ini tidak kuat, sementara air bertambah terus, maka pada saatnya ketika berat atau tekanan massa air tidak tertahankan lagi, bendungan alam jadi bobol, massa air itu akan dilepas secara tiba-tiba.

Suatu variabel yang perlu diperhatikan dalam hal debit sungai adalah sifat curah hujan di Indonesia (termasuk di Sulsel) yang saat-saat hujannya relatif singkat tetapi sangat deras. Kaitan debit dengan banjir berhubungan dengan sifat curah hujan ini, bukan dengan rata-rata debit dalam sebulan atau setahun. Kekuatan air mengalir dipermukaan tanah untuk mengikis batuan selain dipengaruhi oleh volume air dan kemiringan lereng juga sangat dipengaruhi oleh tingkat tutupan dan sifat-sifat hutan serta kondisi batuan (struktur geologis) dan formasi batuan. Untuk makalah ini belum ada data kuantitatif yang dapat dikemukakan. Tetapi perisitiwa banjir beberapa bulan lalu di kota Sengkang dan sekitarnya berhubungan secara signifikan dengan hari-hari hujan saat itu yang mampu menaikkan permukaan Danau Tempe setinggi 2,5 meter di atas permukaan normalnya dan meluaskan wilayah tutupan (genangan) air dari 9.500 km2 menjadi 40.000 km2 (Bappeda Wajo, 2002).

B. Kec. Ajangale Merupakan Daerah Rentang Banjir

Kesalahan masa lalu dalam pengelolaan Das WalanaE dan Das Bila didasari oleh kehendak manusia untuk menggapai kesejahteraan hidupnya sebagai petani berpindah-pindah, membabat hutan pelindung tanah dan pengatur sistem pengaliran air. Akibatnya ialah proses erosi Das dan pendangkalan Danau Tempe semakin cepat. Berbeda dengan kehendak itu, pengelolaan Das Kalaena, Das Malili dan Das Kobo di Luwu sekarang ini lebih dari sekedar mencari kesejahteraan bagi petani. Dalam hal ini pembabatan hutan di daerah-daerah aliran sungai di Luwu tersebut dilakukan atas dorongan nafsu serakah manusia untuk kehidupan yang lebih kepada memenuhi kebutuhan secara tidak wajar, yang oleh Veblen (1899) disebut leisure; berlomba-lomba mencari harta tanpa memperdulikan cara, apakah perilaku ekonominya itu merugikan orang lain atau tidak. Di Luwu, dengan contoh di sekitar Danau Towuti dapat kita temukan bagaimana sistem pengelolaan hutan oleh pengusaha-pengusaha kayu yang bekerja sama secara rapi dengan para penguasa melalui trik-trik bisnis licik memperkuat monopoli pengusahaan hutan tanpa peduli cara yang berakibat bagi kerusakan lingkungan alam dan manusia sekitarnya. Hal yang sama dapat kita temukan pula di Kabupaten Mamuju di mana masih ada hutan-hutan lindung yang tersisa, sementara di kawasan lereng pegunungan Lompobattang juga telah sampai pada stadium yang sangat parah.

Sisi positif dari pengalaman pahit penduduk Tempe, dengan musibah banjir beberapa bulan lalu yang menimbulkan korban material di Wajo saja sebesar Rp.70 milyar dan secara keseluruhan dengan daerah sekitarnya termasuk daerah Kec. Ajangale Kab. Bone diperkirakan Rp.200 milyar (Bappeda Wajo, 2002) merupakan pelajaran pahit yang mahal bagi kita semua agar kita lebih arif dalam mengelola sumber-sumber daya yang ada. Sama juga halnya dengan pengalaman pahit penduduk sekitar muara sungai Jeneberang, di mana sistem pelepasan air dari Dam Bilibili pada hari-hari hujan yang semula diharap untuk pengendali banjir di Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan ini justru memperluas kawasan banjirnya ke daerah sekitar muara Das Tallo di bagian utara-timur kota Makassar. Banjir ini pun diperparah oleh bendungan buatan pengusaha dan penguasa untuk kepentingan proyek (dana) besar pariwisata Tanjung Bunga dan bendungan jalan tol di utara kota yang nyatanya menyempurnakan supply air bagi pengairan banjir dalam Kota Makassar. Di sini debit air sungai yang masuk lebih besar daripada debit yang keluar ke laut. Bendungan-bendungan sepanjang pantai Makassar telah memberi manfaat kepada sedikit orang, dan menyebar bencana kepada banyak orang. Lalu yang dipersalahkan adalah dosa Elnino (gejala alam atmosfir) dan bukan pada keserakahan manusia dan kecongkakan teknologi yang memancing kemarahan alam dalam wujud banjir, tanah longsor dan sebagainya.

C. Pengaruh Pendangkalan Danau Tempe Terhadap Adanya Daerah Rentang Banjir Di Kec. Ajangale Kab. Bone

Berdasarkan latar belakang teori proses geologi dan geomorfologi, maka usaha-usaha untuk menghambat kerja erosi air mengalir dan pengendapan/pendangkalan di Danau Tempe untuk jangka pendek dan menengah hanyalah merupakan sebuah mimpi, tidak akan pernah dapat dilakukan ataupun berhasil. Danau Tempe akan tetap mengalami pendangkalan dan setiap sentimeter pertambahan tebalnya pendangkalan dapat menimbulkan satuan hektoare lahan-lahan baru yang akan digenangi banjir. Artinya, jika suatu lahan di kota Sengkang dan sekitarnya pada tahun ini belum digenangi banjir, maka pada tahun-tahun berikutnya akan mendapat giliran genangan banjir. Inilah hukum determinisme iklim dan determinisme sungai terhadap pola hidup manusia di muka bumi. Menurut hukum ini, manusia hanya bisa menyesuaikan atau menyelaraskan pola hidupnya dengan hukum alam.

Melihat sejarah geologis dan geomorfologis proses pembentukan Danau Tempe dan rawa-rawa di sekitarnya, bagi Pemerintah Kabupaten Wajo, maka sasaran kebijakan akan lebih efisien dan efektif jika dipusatkan perhatiannya pada palung Sungai CenranaE di sekitar Pebukitan Pattirosompe. Artinya, perhitungan-perhitungan teknis yang mendasar (akurat, feasibilitystudy) lebih diarahkan kepada usaha mencapai keseimbangan antara luas dan kedalaman palung serta tinggi terjun (verhang) sungai dengan debet air yang seharusnya lewat di Sungai CenranaE pada hari-hari hujan. Total debit air Sungai CenranaE yang dikehendaki harus sama dengan total debit dari semua sungai yang bermuara ke Danau Tempe. Dalam hal ini pengerukan dan pelebaran palung Sungai CenranaE merupakan suatu kemutlakan. Dasar pemikirannya adalah melihat Sungai CenranaE sebagai satu-satunya pelepasan air Danau Tempe, yang berarti pula bahwa Das WalanaE, Das Bila dan das-das kecil di sekitarnya yang bermuara ke Danau Tempe, sesungguhnya merupakan sub-sub Das CenranaE. Dan karena itu, Das CenranaE merupakan das yang meliputi bagian terbesar dari wilayah Jazirah Selatan Sulawesi. Sementara bagian terbesar dari luas Das CenranaE berada di luar kewenangan Pemerintah Kabupaten Wajo. Selain itu, sturktur geologis Pebukitan Pattirosompe bagaikan (ibarat) prostat yang membengkak menghalangi kelancaran keluarnya air (kencing) Danau Tempe ke arah Teluk Bone. Selanjutnya, jika memperhatikan tinggi muka air Danau Tempe di musim kemarau yang hanya 5 meter vertikal dari muka laut kemudian dibandingkan dengan jarak horisontal Sungai CenranaE yang panjangnya 65.000 meter (65 km), maka tinggi terjunnya air untuk mengalirkan total debit sungai pada hari hujan dari cathment area Das CenranaE sangat kecil; yaitu 5 m : 65.000 m.

Atas dasar itu, maka pengerukan dasar sungai CenranaE harus lebih kepada pelebaran dengan resiko pengendapan di dasar palung dan intervensi air laut dari Teluk Bone tidak dapat dihindari. Jika ingin mempertinggi beda ketinggian untuk mengurangi proses pengendapan di dasar palung dan menghindari intervensi air laut dengan mempertinggi permukaan air danau melalui sebuah bendungan di mulut sungai CenranaE akan beresiko pada perluasan daerah genangan permanen Danau Tempe. Artinya, akan sekian ribu kilometer persegi luas darat (lahan pertanian dan pemukiman) yang akan hilang karena tenggelam di bawah air secara permanen. Persoalan ini sangat dilematis baik dari segi hukum alam maupun segi biaya ekonomi dan biaya politik. Dapat dibayangkan bahwa penambahan tinggi 2 meter muka air lebih tinggi dari tinggi air Danau Tempe musim kemarau dapat meluaskan wilayah tutupan air genangan dari 3.000 km2 menjadi 9.500 km2, selanjutnya penambahan 4,5 meter akan menambah luas wilayah tutupan genangan air dari 3.000 km2 menjadi 40.000 km2. Data terakhir ini adalah keadaan pada saat banjir beberapa bulan yang lalu (Bappeda Kab. Wajo, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini demikian datar dan rendahnya sebagai delta purba atau dataran banjir (hasil endapan sungai).

Dengan adanya hal tersebut diatas, jika pendangkalan Danau Tempe tidak di tindak lanjuti maka akan berakibat fatal bagai daerah-daerah yang dilalu DAS yang berhulu didanau ini. Salah satu daerah diantara beberapa daerah yang merupakan daerah rentang banjir yang disebabkan oleh pendangkalan Danau Tempe adalah Kec. Ajangale Kab. Bone. Walaupun daerah ini bukan merupakan daerah wajo akan tetapi daerah ini dilalui oleh DAS CenranaE yang hulunya di danau Tempe maka akan jugas terkena imbasnya dari pendamngkalan danau tersebut dan bahkan menjadi daerah yang rentang banjir.

Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi banjir di Kec Ajangale Kab. Bone adalah pembuatan tanggul-tanggul di sisi Sungai CenranaE di Kecamatan Ajangale. Tetapi di dalam mempertahankan rawa-rawa yang ada dengan sistem drainasenya (jembatan/gorong-gorong dan saluran) masih diperlukan, agar rawa-rawa itu benar-benar menjadi daratan secara alami oleh proses pengendapan jangka panjang (waktu geologis). Keluhan-keluhan para nelayan terhadap pendangkalan rawa akan terselesaikan dengan kehadiran suatu tangan tak nampak (invisible hands, kata Adam Smith) dalam arti bahwa para nelayan kelak akan beralih ke sektor-sektor ekonomi lainnya tanpa banyak campur tangan (biaya) dari pemerintah. Atau sentuhan-sentuhan teknologi usaha perikanan tradisional itu diberikan ke arah perikanan menetap seperti misalnya perikanan kolam air deras atau sistem budidaya ikan dalam keramba.