ANALISIS PENGARUH PANGSA PASAR PEMBIAYAAN...
Transcript of ANALISIS PENGARUH PANGSA PASAR PEMBIAYAAN...
ANALISIS PENGARUH PANGSA PASAR PEMBIAYAAN
SYARIAH, DOWN PAYMENT (UANG MUKA), DAN INFLASI
TERHADAP KUALITAS PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR PADA
MULTIFINANCE DI INDONESIA
(Periode Tahun 2011 – 2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Encep Ilyan
NIM.1112084000034
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
i
ii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Encep Ilyan
2. Tempat/Tanggal Lahir : Subang, 30 Oktober 1993
3. Alamat : Kp. Kalimati RT/RW 11/07
Ds. Legonkulon
Kec. Legonkulon Kab. Subang
4. Telepon : 087760660129
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. MI Darussalam Legonkulon Tahun 2000-2006
2. Mts.s. Darussalam Legonkulon Tahun 2006-2009
3. MA.PP. Darussalam Subang Tahun 2009-2012
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013-2015
2. Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia, 2013
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat
dengan Jurusan Sendiri” yang diselenggarakan HMJ IESP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2013.
2. Kuliah Umum “Sosialisasi Hemat Energi” yang diselenggarakan
oleh BEM FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 8 Nopember
2012.
3. Seminar dan Muktamar III IAEI yang diselenggarakan oleh Ikatan
Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 2015.
vi
4. Seminar Forum Riset Keuangan Syariah “Mewujudkan Industri
Keuangan Syariah yang Efisien, Berdaya Saing dan Berkontribusi
Lebih Besar dalam Pembangunan Ekonomi Nasional” yang
diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan Institut
Pertanian Bogor, 14-16 Oktober 2014.
5. Seminar Internasional Ekonomi Islam “Building Strategic Alliance
In Islamic Economic, Finance, and Business Policies” yang
diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 30
April 2015.
6. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan “Burn Your Spirit! Be a
Super Student” yang diselenggarakan oleh KOMUS dan LDK
KOMDA FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 6 September 2012.
7. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang
Berdaya Saing dalam Menghadapi MEA 2015” yang
diselenggarakan Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta,13 Oktober 2015.
8. Seminar Nasional Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
“Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi Syariah dalam
Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015” yang
diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia
bekerjasama dengan Universitas Dr. Moestopo (Beragama), 11
Oktober 2014.
9. Training Motivasi “Apa Namanya” yang diselenggarakan oleh
Klub Sekocak, 5 Oktober 2012.
10. Workshop Kepemudaan “Integrity Goes to You” yang
diselenggarakan HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24
Oktober 2013.
11. Workshop Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi
Mahasiswa Ekonomi yang Berprestasi dalam Bidang Akademik”
yang diselenggarkan oleh HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 26 Maret 2014.
vii
V. KEPANITIAAN
1. Divisi Acara Harkrab IESP FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bogor, 2014
2. Notulen Muktamar III IAEI di Kemenkeu RI, 2015
3. Panitia Muktamar III IAEI, Kemenkeu RI, 2015
4. Panitia OPAK IESP FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
VI. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Maskur
2. Tempat/Tanggal Lahir : Subang, 01 Juni 1963
3. Ibu : Carsiah
4. Tempat/Tanggal Lahir : Subang, 07 April 1965
5. Alamat : Kp. Kalimati RT/RW 11/07 Ds.
Legonkulon Kec.Legonkulon
Kab. Subang
6. Anak ke dari : 4 dari 4 bersaudara
viii
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of market share of sharia
financing, down payment and inflation on non performing financing of
motorcycle financing at multifinance companies in Indonesia. This study is
quantitative and descriptive study, the type of the study is case study with
the sources data of this study is that the secondary data or data obtained by
the sources that already exist.
This study did not use sampling techniques because the overall data
is the population. The collection of data techniques used in this study is to
collect data from the books who relating with the study, economic journal,
internet based data so that the information obtained study always
renewable, and also data from the government company who directly
related with this study in order to gain a valid data. This study uses an
Ordinary Least Square Method (OLS). In analyzing the problem, this study
is used the scientific approach by using a statistical approach and purely
economic approach.
The result showed that non performing financing of motorcycle
financing at multifinance companies in Indonesia can be explained by the
market share of Islamic financing variable, down payment and inflation in
amount of 95,98% and the remaining 4,02% is influenced by variable
outside from the research. By simultaneous obtained that independent
variables of the market share of Islamic financing, down payment and the
inflation affect to the non performing financing of motorcycle financing at
the multifinance companies in Indonesia with Prob. F-statistics 0.0000 <α
0.05. By partial that market share of Islamic financing and inflation
positively significant affect to the non performing financing of motorcycle
financing at multifinance companies in Indonesia, meanwhile down payment
negatively significant affect to the non performing financing of motorcycle
financing at multifinance companies in Indonesia.
Keywords: market share, down payment, inflation, non performing
financing
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi terhadap
kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif, jenis dari
penelitian ini adalah penilitian studi kasus dengan sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat sekunder atau data
yang diperoleh dari sumber yang sudah ada.
Penelitian ini tidak menggunakan teknik sampling karena
keseluruhan data yang diteliti bersifat populasi. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan
data yang berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, jurnal-
jurnal ekonomi dan media cetak elektronik agar informasi yang didapatkan
peneliti selalu terbaharui, dan juga data dari berbagai instansi baik swasta
maupun pemerintah yang berkaitan langsung dengan penelitian ini agar data
yang didapatkan valid. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
Ordinary Least Square (OLS). Dalam menganalisis permasalahan,
digunakan pendekatan keilmuan menggunakan pendekatan statistik dan
pendekatan ekonomi murni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pembiayaan sepeda
motor pada multifinance di Indonesia mampu dijelaskan oleh variabel
pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi
sebesar 95,98% sedangkan sisanya 4,02% dipengaruhi oleh variabel lain di
luar penelitian. Secara bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari pangsa
pasar pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi
berpengaruh terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance
di Indonesia dengan Prob. F-statistik 0,0000 < α 0,05. Secara parsial
variabel pangsa pasar pembiayaan syariah dan inflasi berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di
Indonesia, sedangkan variabel down payment (uang muka) berpengaruh
negatif signifikan terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia.
Kata kunci: Pangsa Pasar, Down Payment, Inflasi, Non Performing
Financing.
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr, Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat,
karunia, rezeki, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pangsa Pasar
Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka) dan Inflasi Terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor Pada Multifinance di Indonesia”
dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar
Muhammad SAW, Sang Panglima Padang Pasir yang telah membimbing
umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan,
bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di
sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan nafas kehidupan yang amat sangat
nikmat ini. Tanpa kasih sayang-Nya, penulis takkan mampu
menghabiskan jutaan detik berada di layar komputer untuk menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Keluarga tercinta yang penuh kehangatan tempat bernaung penulis.
Terima kasih untuk ibuku atas semua jasa tak ternilai, yang tiada henti
mengucapkan nama anak-anaknya dalam setiap do’anya. Bapakku, atas
setiap peluh yang dikucurkannya demi menjaga jantung anak dan isterinya
tetap berdenyut. Semoga nikmat dan karunia-Nya selalu menemani ibu
dan bapak di dunia atau pun di akhirat kelak.
3. Kakak-kakakku, terima kasih tak terhingga berkat dukungan materi dan
morilnya. Sesungguhnya icip-icip yang kalian berikan berupa lembaran
xi
nominal sangat membantuku bertahan menjalani hari-hari di akhir bulan.
Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan berlipat ganda.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., Msi selaku dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga dapat memajukan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis lebih baik lagi.
5. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM, selaku Dosen
Pembimbing Skripsi I dan sebagai penemu Teori H yang dengan
kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat berarti
selama penyelesaian skripsi ini. Maafkan anak didikmu ini yang selalu
mencuri waktumu, pak. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
bapak.
6. Bapak Yoghi Citra Pratama M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II
yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, ilmunya dan selalu memberikan motivasi kepada
penulis selama penyelesaian skripsi ini. Maafkan anak didikmu ini yang
selalu mencuri waktumu, pak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas
segala kebaikan bapak dan mencatatnya sebagai pahala.
7. Bapak Arief Fitrijanto S.Si., M.Si dan Risqon Halal Syah Aji, M.Si selaku
Ketua jurusan dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah
meluangkan waktu dan arahan–arahan yang baik selama penulis
berkonsultasi.
8. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Serta
jajaran karyawan dan staf UIN Jakarta yang telah memberikan pelayanan
terbaik selama perkuliahan. Semoga malaikat mencatatnya sebagai
kebaikan dan Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlimpah.
9. Keluarga Cemara, Ajiz, Okky, Devi, Dita, Ooi dan Ipil yang selalu
kompak menikmati dunia. Terima kasih telah mengangkat penulis sebagai
anak angkat dalam keluarga kecil kalian.
xii
10. Sahabat-sahabat terbaik yang penulis jumpai, Muhamad Abdul Farid yang
anti sekali dengan konsep bagi hasil serta penganut faham konvensional
garis keras dan Muhamad Ilman Nafian, yang sangat menyanjung tinggi
buku-buku Tere Liye. Terima kasih telah membagi susah dan senang
bersama, semoga kita bisa selalu terus bersama.
11. Saudara-saudaraku, Chika, Indri, Kirman, Najib, Najri, dan Syafira.
Semoga Allah SWT meridhai kalian berumur panjang dan menjadi orang
sukses.
12. Mahasiswa Part Time, Er, Erul, Farid, Ipil, Muhazir, Nadhif, dan Pijar.
Saya selalu mempertanyakan atas dasar apa membentuk grup ini dan
mengapa pula saya harus menjadi personil di dalamnya. Di luar tuntutan
itu semua, kalian benar-benar keren. Hidup kerja!
13. Teman-teman I-Concentration, Semoga konsentrasi yang kita pilih
mengantarkan kita ke gerbang keridhaan-Nya dan menjadi penghuni
istana-Nya.
14. Teman-teman KKN THE ART, yang telah membagi waktunya selama tiga
puluh satu hari lamanya dan berkerjasama dengan baik menyelesaikan
program-program kerja di desa Cikuya.
15. Musyfiq beserta kawanannya, Syauqi, Tsalis, Habib, Nazar, Pes, yang
berisiknya minta ampun. Terima kasih telah meramaikan kostan tercinta,
memberantaki barang-barang dan membuat kegaduhan yang sering
membuat tetangga tak nyaman. Semoga kita diberi umur panjang dan bisa
touring tak tentu arah lagi.
16. Intensive 27th
Generation, atas masa-masa yang berharga, kenangan indah
yang kalian berikan akan tetap terkunci rapat di kotak Pandora saya.
17. Teman-teman Incredible Youth Generation, terima kasih atas tinta indah
yang kalian torehkan dalam kehidupan saya. Semoga kita bisa mendulang
kesuksesan bersama.
18. Teman-teman IESP Angkatan 2012 yang semenjak awal perkuliahan
hingga akhir masa kuliah yang telah memberikan kenangan manis yang
sukar dilupakan.
xiii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang
membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr, Wb.
Jakarta, 20 Juni 2016
Encep Ilyan
xiv
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... i
Abstract ................................................................................................................ iii
Abstrak ................................................................................................................ iv
Kata Pengantar .................................................................................................. vi
Daftar Isi ............................................................................................................... x
Daftar Tabel ...................................................................................................... xiii
Daftar Gambar ................................................................................................. xiv
Daftar Lampiran ................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15
A. Landasan – Landasan Teori ...................................................................... 15
1. Pembiayaan dalam Konvensional ........................................................ 15
2. Pembiayaan dalam Islam ..................................................................... 22
3. Kualitas Pembiayaan ........................................................................... 31
4. Pangsa Pasar ........................................................................................ 39
5. Down Payment (Uang Muka) ........................................................... 42
6. Down Payment (Uang Muka) dalam Islam .......................................... 43
7. Inflasi .................................................................................................... 45
8. Inflasi dalam Islam ............................................................................... 52
B. Hubungan Antar Variabel ........................................................................ 53
xv
C. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 57
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 66
E. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 70
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 70
B. Sumber Data ............................................................................................. 70
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 71
D. Metode Analisis Data ............................................................................... 72
1. Analisis Regresi Berganda .................................................................... 72
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 73
a. Uji Normalitas .............................................................................. 75
b. Uji Multikolinieritas ..................................................................... 77
c. Uji Heterokedastisitas ................................................................... 79
d. Uji Autokorelasi ........................................................................... 81
3. Uji Hipotesis ........................................................................................ 83
a. Uji Parsial (uji-t) ........................................................................... 83
b. Uji Simultan (uji-F) ...................................................................... 85
c. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................................... 86
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................... 86
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................................... 89
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................................... 89
B. Analisis dan Pembahasan ......................................................................... 94
1. Analisis Deskriptif ............................................................................... 94
a. Analisis Deskriptif Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor Syariah
di Indonesia .................................................................................. 95
b. Analisis Deskriptif Pangsa Pasar Pembiayaan Sepeda Motor di
Indonesia ...................................................................................... 95
c. Analisis Deskriptif Down Payment (Uang Muka) ........................ 96
d. Analisis Deskriptif Inflasi di Indonesia ...................................... 100
2. Hasil Estimasi Model Regresi Linier ................................................. 104
3. Uji Asumsi Klasik ............................................................................. 104
xvi
a. Uji Normalitas ............................................................................ 104
b. Uji Multikolinieritas ................................................................... 106
c. Uji Heterokedastisitas ................................................................. 107
d. Uji Autokorelasi ......................................................................... 108
4. Uji Hipotesis ...................................................................................... 108
a. Uji t-statistik (Uji Parsial) .......................................................... 111
b. Uji F-statistik (Uji Simultan) ...................................................... 114
c. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) .................................................. 115
5. Analisis Ekonomi .............................................................................. 115
a. Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance
di Indonesia ................................................................................ 116
b. Pengaruh Down Payment (Uang Muka) terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance
di Indonesia ............................................................................... 117
c. Pengaruh Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor
pada Multifinance
di Indonesia ................................................................................ 119
d. Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment
(Uang Muka) dan Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia ........................................ 121
e. Koefisien Determinasi Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah,
Down Payment (Uang Muka) dan Inflasi terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia ...... 122
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 123
A. Kesimpulan ............................................................................................. 123
B. Saran ....................................................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 126
LAMPIRAN ...................................................................................................... 131
xvii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Penjualan Sepeda Motor, Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah,
Inflasi dan Non Performing Financing di Indonesia Tahun 2011-
2014 5
2.1 Penelitian Terdahulu 62
4.1 Besaran Uang Muka Menurut SE OJK
Nomor 19/SEOJK.05/2015 98
4.2 Besaran Uang Muka Menurut SE OJK
Nomor 20/SEOJK.05/2015 99
4.3 Hasil Regresi Linier Berganda 104
4.4 Variance Inflation Factors 106
4.5 Uji White 107
4.6 Uji HAC 109
4.7 Uji Parsial (Uji t) 112
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 68
4.1 Komposisi Aset Lembaga Pembiayaan Tahun 2014
(triliun Rupiah) 90
4.2 Pertumbuhan Total Aset dan Piutang Perusahaan Pembiayaan
Syariah Tahun 2010-2014 (triliun Rupiah) 92
4.3 Komposisi Jenis Kegiatan Pembiayaan Syariah Tahun 2014
(triliun Rupiah) 93
4.4 Non Performing Financing pada Multifinance di Indonesia
Tahun 2011-2014 (dalam Prosentase) 95
4.5 Pangsa Pasar Pembiayaan Sepeda Motor Syariah di Indonesia
Tahun 2011-2014 (miliar Rupiah) 96
4.6 Perkembangan Inflasi di Indonesia Tahun 2011-2014
(dalam Prosentase) 101
4.7 Uji Normalitas 105
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan Halaman
1 Data Variabel Penelitian 131
2 Data Variabel Penelitian LN 133
3 Uji Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square) 135
4 Uji Normalitas 135
5 Variance Inflation Factors 136
6 Uji White 136
7 Uji HAC 137
8 Uji Parsial (Uji t) 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepeda motor sebagai salah satu industri otomotif yang ada di
Indonesia pertumbuhannya relatif cepat pasca krisis moneter tahun 1998.
Harganya yang relatif murah membuat kendaraan roda dua ini menjadi alat
transportasi primadona bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Pendapatan masyarakat Indonesia yang masih relatif rendah serta
infrastruktur yang masih belum memadai membuat banyak orang melirik
sepeda motor.
Di tengah perekonomian yang kurang menguntungkan, pangsa pasar
kendaraan roda dua ini tetap melaju dengan gesit dan berhasil mengantarkan
Indonesia menjadi negara konsumsi motor ketiga terbesar di Asia setelah
China dan India. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada
akhir tahun 2013 populasi sepeda motor di Indonesia mencapai 84 juta unit.
Populasi sepeda motor ini menggungguli kendaraan-kendaraan lainnya
seperti mobil, bus dan lain-lain. Melejitnya angka kenaikan sepeda motor
mengikuti jumlah pertumbuhan penduduk yang selalu bertambah setiap
tahunnya. Wajar saja jika Indonesia berada di urutan ketiga konsumsi motor
terbesar di Asia. Sebab dari populasi penduduknya, Indonesia termasuk
salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Asia.
Trend yang selalu berkembang membuat barang yang dulunya
merupakan kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer bagi sebagian
2
orang. Masyarakat dengan berbagai tingkatan pendapatan rata-rata telah
memiliki sepeda motor. Fungsi sepeda motor pun mengalami perluasan dari
yang tadinya hanya digunakan sebagai kendaraan saja sekarang telah
berkembang menjadi kebutuhan pribadi seseorang untuk prestise maupun
sebagai media seseorang guna mengekspresikan status sosialnya. Sehingga
tak pelak lagi sepeda motor nyaris telah mensejajarkan dirinya dengan
kebutuhan-kebutuhan pokok hidup manusia lainnya seperti sandang, pangan
dan papan.
Melihat peluang pasar yang sangat menjanjikan membuat para
produsen sepeda motor berbondong-bondong memasarkan produknya di
Indonesia. Apalagi melihat pola hidup masyarakat Indonesia yang
cenderung konsumtif, membuat para produsen sepeda motor semakin giat
memikat konsumen dengan berbagai produknya. Bukan hanya dengan tipe
yang beragam, teknologi dan penggunaan bahan bakarnya pun kian
bervariatif. Ada yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik,
bahkan sampai yang ramah lingkungan seperti memanfaatkan kotoran
hewan. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat, sampai
akhir tahun 2014 penjualan sepeda motor sebesar 7.867.195 unit. Penguasa
pangsa pasar tebesar dikuasai oleh Honda sebesar 63,92%, disusul oleh
Yamaha 30,23%, Suzuki 3,48%, Kawasaki 2,09%, dan TVS 0,28% (AISI,
2014).
Minat konsumen yang tinggi akan sepeda motor membuat
perusahaan-perusahaan pembiayaan banyak bermunculan. Pendapatan
3
penduduk Indonesia yang relatif masih rendah, membuat perusahaan-
perusahaan pembiayaan menjadi incaran masyarakat Indonesia guna
membantu dalam hal pembiayaan.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998,
Pembiayaan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009, perusahaan pembiayaan adalah
badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak
piutang, pembiayaan konsumen, dan atau usaha kartu. Dengan keempat jenis
kegiatan tersebut, perusahaan pembiayaan berkembang pesat. Menjamurnya
perusahaan pembiayaan konvensional merangsang pertumbuhan perusahaan
pembiayaan syariah. Di Indonesia telah banyak bermunculan perusahaan
pembiayaan yang mengadopsi prinsip syariah.
Pesatnya laju perkembangan perusahaan pembiayaan syariah,
dikarenakan lembaga ini memiliki keistimewaan, yaitu melekat pada konsep
(build in concept) dengan orientasi pada kebersamaan. Orientasi
kebersamaan inilah yang menjadikan perusahaan pembiayaan syariah
mampu tampil sebagai alternatif pemberian pembiayaan dengan mengganti
sistem bunga seperti pada pembiayaan konvensional lainnya. Selain itu,
pembiayaan syariah ini merupakan penyaluran dana ke masyarakat yang
berupaya menghindarkan diri dari riba. Secara etimologis riba berarti
4
perluasan, pertambahan dan pertumbuhan dan secara teknis riba merupakan
suatu pengambilan tambahan dari harga pokok atau modal secara bathil
(Antonio: 2001: 37).
Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 160-161:
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami
haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih. (QS. an-Nisaa ayat (4) 160-161).
Sementara itu pangsa pasar pembiayaan sepeda motor cenderung
mengalami peningkatan semenjak tahun 2011. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pangsa pasar dapat diartikan sebagai jumlah penjualan
produk atau komoditas suatu penjualan dibandingkan dengan penjualan
produk atau komoditas itu dalam industri atau penghasil secara keseluruhan.
Dalam tabel 1.1 pangsa pasar pembiayaan meningkat signifikan dari
tahun 2011 namun memasuki tahun 2014 pangsa pasar menurun dari
Rp275,608 miliar menjadi Rp232,277 miliar. Luasnya pangsa pasar akan
5
sangat menguntungkan perusahaan karena luasnya pangsa pasar yang
dikuasai, perusahaan dapat memaksimalkan laba. Hapsari (2011)
menyatakan bahwa semakin tinggi pangsa pasar maka tingkat profitabilitas
perusahaan juga semakin tinggi. Logikanya bahwa pangsa pasar yang
meningkat merupakan strategi perusahaan bagaimana perusahaan itu
memasarkan produknya dengan baik, apabila pangsa pasar itu meningkat
maka akan mempengaruhi pendapatan perusahaan tersebut. Namun yang
perlu diperhatikan di sini adalah luasnya pangsa pasar tersebut juga bisa
memicu kredit gagal bayar atau pembiayaan bermasalah. Terlihat dalam
tabel di bawah ini kenaikan pangsa pasar pada tahun 2012 diiringi kenaikan
Non Performing Financing sebesar 2.83%. Oleh sebab itu perusahaan harus
dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar usahanya dapat
bertahan dan pembiayaan bermasalah dapat dihindari sehingga tujuan dari
perusahaan tersebut dapat tercapai.
Tabel 1.1
Penjualan Sepeda Motor, Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Inflasi
dan Non Performing Financing di Indonesia Tahun 2011-2014
Sumber: AISI, APPI, BI, OJK, 2014. Diolah.
Tahun
Penjualan
Sepeda
Motor
(unit)
Pangsa Pasar
Pembiayaan
Syariah
(miliar)
Inflasi
(prosentase)
Non
Performing
Financing
(prosentase)
2011 8.082.267 33,719 3.79% 2.69%
2012 7.137.663 107,051 4.3% 2.83%
2013 7.743.879 275,608 8.38% 2.1%
2014 7.867.195 232,277 8.36% 1.44%
6
Perkembangan industri pembiayaan setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Pertumbuhan pada industri pembiayaan ini sekaligus
menumbuhkan persaingan di antara perusahaan. Tingkat persaingan usaha
di Indonesia sangat ketat, setiap perusahaan berusaha untuk dapat
meningkatkan pangsa pasar dan meraih konsumen baru.
Demi menarik konsumen, tak ayal beberapa perusahaan
menerapkan strategi ekstrim. Salah satunya yaitu dengan menetapkan
down payment atau uang muka begitu rendah bahkan beberapa lembaga
pembiayaan ada yang tidak menerapkan uang muka sama sekali atau biasa
terdengar di telinga kita dengan istilah ‘DP 0%’. Hal ini pun disambut
antusias oleh konsumen. Sekilas, hal tersebut sangat menguntungkan bagi
konsumen, karena dengan begitu mudahnya konsumen dapat melakukan
transaksi tanpa jaminan. Akan tetapi jika dilihat dalam jangka panjang,
pembiayaan tanpa jaminan tersebut akan berdampak buruk bagi
perusahaan yaitu terjadinya transaksi yang tidak terselesaikan atau kredit
macet.
Non Performing Financing (NPF) atau kerap dikenal sebagai
kredit bermasalah merupakan pembiayaan yang tidak dapat atau
berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan
syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba
tanpa menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu (Wiraatmaja dalam Faizal
(2010: 44)).
7
Nilai NPF menceminkan kualitas baik tidaknya suatu kredit yang
disalurkan perusahaan pembiayaan. Apabila pembiayaan bermasalah
meningkat maka risiko terjadinya penurunan profitabilitas semakin besar.
Jika profitabilitas menurun, maka perusahaan pembiayaan tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan ekspansi usahanya yang nantinya akan
berakibat pada penurunan pembiayaan. Jika hal ini terus berlanjut maka
perusahaan tersebut terancam bangkrut.
Non Performing Financing (NPF) atau kredit bermasalah
mengalami tren peningkatan pasca krisis 2008 dan puncaknya terjadi pada
tahun 2012 dengan jumlah mencapai 2,83%. Peningkatan kredit
bermasalah ini, menyebabkan Kementrian Keuangan mengeluarkan
peraturan tentang penetapan jumlah down payment atau uang muka pada
perusahaan pembiayaan terutama pada kredit perumahan dan kendaraan
bermotor. Kedua kredit ini merupakan kredit dengan jumlah pangsa
terbesar di Indonesia.
Dalam Kamus Bank Indonesia, down payment atau uang muka
adalah pembayaran uang kepada pihak lain yang belum memberikan
prestasi atau memenuhi kewajiban, misalnya kepada kontraktor pada saat
kontrak ditandatangani atau kepada penjual yang belum menyerahkan
barangnya; pembayaran sebagian dan harga yang telah disepakati oleh
pembeli kepada penjual yang merupakan tanda bahwa perjanjian jual beli
yang diadakan telah mengikat.
8
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.010/2012
tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor
Pada Perusahaan Pembiayaan tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko
pembiayaan (kredit macet) serta meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran pembiayaan konsumen. Dalam aturan tersebut, perusahaan
yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan
bermotor wajib menerapkan batasan uang muka (down payment) kepada
konsumen dengan rincian DP minimal bagi kendaraan roda dua paling
rendah sebesar 20 persen, kendaraan roda empat produktif paling rendah
20 persen, dan kendaraan roda empat untuk tujuan non produktif paling
rendah 25 persen.
Adanya aturan tersebut membuat NPF mengalami penurunan pada
tahun 2013 mencapai 2,1% dan 1,44% pada tahun 2014. Menciutnya nilai
NPF mencerminkan kualitas pembiayaan yang semakin membaik serta
kekhawatiran risiko pembiayaan macet semakin berkurang dan perusahaan
pembiayaan semakin berhati-hati dalam menyeleksi calon nasabah yang
akan melakukan pembiayaan. Perlu digarisbawahi di sini bahwa penetapan
down payment tidak selamanya berdampak baik. Dampak buruk penetapan
uang muka ini salah satunya adalah menurunnya penjualan sepeda motor.
Uang muka yang ditetapkan terlalu besar membuat masyarakat yang ingin
melakukan pembiayaan kewalahan karena mereka harus menyediakan
dana lebih untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan sementara di lain
pihak pendapatan mereka tidak bertambah. Alhasil mereka enggan
9
melakukan pembiayaan yang akhirnya berdampak pada penurunan
penjualan sepeda motor. Sebelum penetapan uang muka yaitu pada tahun
2011 penjualan sepeda motor mencapai angka 8 juta unit. Akan tetapi
setelah adanya uang muka penjualan sepeda motor kian menurun bahkan
pada tahun 2014 target awal penjualan yang sebesar 8 juta tidak bisa
ditembus di pasaran.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kualitas pembiayaan
sepeda motor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
dikaji dalam penelitian ini meliputi pangsa pasar pembiayaan syariah dan
batasan uang muka. Sementara faktor eksternalnya adalah tinggi
rendahnya tingkat inflasi.
Menurut Ismanthono (2010), Inflasi didefinisikan sebagai tingkat
kenaikan harga umum secara terus-menerus dalam peroide tertentu.
Senada dengan Ismanthono, menurut Rahardja dan Manurung (2008),
Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum
dan terus-menerus.
Pengaruh inflasi terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor dapat
dilihat ketika inflasi terjadi. Inflasi menyebabkan pendapatan riil
masyarakat menjadi menurun. Sehingga kemampuan membayar cicilan
pembiayaan juga melemah tidak seperti sebelum terjadinya inflasi.
Sebelum inflasi terjadi debitur masih sanggup membayar cicilan tetapi
setelah inflasi terjadi, harga-harga mengalami kenaikan sementara
pendapatan debitur tidak mengalami peningkatan, maka kemampuan
10
membayar cicilan juga menurun sebab uang yang seharusnya digunakan
untuk membayar cicilan digunakan untuk mencukupi kebutuhan lainnya.
Selama empat tahun terakhir, terhitung dari tahun 2011 sampai
2014, inflasi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Dalam tabel
1.1, saat inflasi 3,79% posisi NPF saat itu hanya sebesar 2,69%. Akan
tetapi saat inflasi naik menjadi 4,3%, pembiayaan bermasalah atau NPF
membengkak menjadi 2,83%, terparah selama empat tahun terakhir.
Nyatanya inflasi telah membuat pembiayaan bermasalah melonjak naik.
Inflasi yang tinggi membuat profit yang seharusnya diterima perusahaan
berkurang lalu pada akhirnya pembiayaan bermasalah semakin meningkat
dan kualitas pembiayaan memburuk.
Shingjergji (2013) yang meneliti tentang dampak variabel
makroekonomi terhadap NPL perbankan Albania mengemukakan bahwa
inflasi turut andil dalam menaikkan rasio NPL. Berbeda dengan
Shingjergji, Masthuroh dkk (2015) yang meneliti pengaruh GDP dan
Inflasi terhadap NPF PT Bank Muamalat Indonesia mendapati bahwa
inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap NPF. Mereka berpendapat
bahwa perbankan syariah memiliki daya tahan yang lebih kuat
dibandingkan perbankan konvensional. Selain itu, karena dalam
menjalankan operasionalnya mengganti sistem bunga dengan sistem bagi
hasil, dampak inflasi dapat dikurangi.
11
Berdasarkan uraian di atas, topik ini menjadi sangat menarik untuk
dibahas. Maka dari itu penulis mengangkat masalah ini dalam judul
“ANALISIS PENGARUH PANGSA PASAR PEMBIAYAAN
SYARIAH, DOWN PAYMENT (UANG MUKA), DAN INFLASI
TERHADAP KUALITAS PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR PADA
MULTIFINANCE DI INDONESIA.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
terdapat beberapa permasalahan yang menjadi dasar utama dilakukannya
penelitian ini. Pertama, pangsa pasar merupakan faktor penting dalam
perusahaan. Pangsa pasar yang tinggi memungkinkan perusahaan dapat
menikmati laba super normal. Kendati demikian, data menunjukkan
bahwa pangsa pasar pembiayaan syariah sejalan dengan memburuknya
kualitas pembiayaan sepeda motor. Untuk itu diperlukan suatu penelitian
mengenai apakah pangsa pasar berpengaruh terhadap kualitas pembiayaan.
Kedua, kebijakan penerapan down payment (uang muka) yang
diberlakukan pemerintah semata-mata untuk mengurangi pembiayaan
bermasalah pada multifinance di Indonesia. Semenjak peraturan tersebut
diberlakukan pembiayaan bermasalah dapat diredam. Sekilas terlihat
bahwa kebijakan uang muka dapat menekan angka pembiayaan
bermasalah namun hal ini perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui
apakah hal tersebut berlaku dalam jangka pendek atau jangka panjang.
12
Ketiga, inflasi membuat daya beli masyarakat menjadi berkurang
karena efek kenaikan harga jauh lebih besar daripada efek pendapatan.
Inflasi yang tinggi memungkinkan debitur kesulitan melunasi
pembiayaannya karena dana yang dimilikinya tersalurkan untuk
memenuhi kebutuhan lainnya. Jika diamati, kenaikan inflasi pada tahun
2012 telah memicu kenaikan pembiayaan bermasalah sebesar 2.83%
namun memasuki tahun 2013, yang mana angka inflasi lebih tinggi
daripada periode sebelumnya, ternyata pembiayaan bermasalah mengalami
penurunan. Timbulah pertanyaan apakah inflasi benar-benar turut andil
dalam menaikan laju pembiayaan bermasalah pada multifinance di
Indonesia? pada penelitian ini mencoba untuk mengetahui pengaruh inflasi
terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor di Indonesia.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka secara rinci dapat
diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah berpengaruh terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia?
2. Apakah Down Payment (Uang Muka) berpengaruh terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia?
3. Apakah Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia?
4. Apakah Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang
Muka), dan Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor Pada Multifinance di Indonesia?
13
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan oleh
penulis, maka tujuan penlitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah
terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di
Indonesia
2. Untuk mengetahui pengaruh Down Payment (Uang Muka) terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
3. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan
Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
4. Untuk mengetahui pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down
Payment (Uang Muka), dan Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan
Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Penulis, penelitian ini dimaksudkan sebagai pendalaman ilmu
yang telah penulis dapatkan di bangku perkuliahan sehingga dapat
menginterpretasikan teori ke dalam kasus-kasus yang nyata.
b. Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi acuan
penelitian selanjutnya agar lebih kompleks.
c. Bagi Masyarakat Luas, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan khususnya dalam bidang pembiayaan sepeda motor.
14
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran dalam mempertimbangkan dan menerapkan
kebijakan yang berkaitan dengan pembiayaan khususnya
penatapan down payment (uang muka).
b. Bagi Perusahaan, khususnya lembaga-lembaga pembiayaan,
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk menentukan kebijakan dalam penyaluran pembiayaan
sehingga kualitas pembiayaan selalu terjaga.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan-Landasan Teori
1. Pembiayaan dalam Konvensional
Dalam Bahasa Latin, kredit disebut “credere” yang artinya
percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit
bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai
perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima
kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali
pinjaman tersebut sesuai jangka waktunya (Kasmir, 2012: 112).
Dalam pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana
dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran
dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik
dana kepada pengguna dana (Ismail, 2011: 93).
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10
Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
16
a. Fungsi Kredit
Pada dasarnya fungsi kredit ialah merupakan palayanan kepada
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan
usahanya. Ismail (2011), merinci fungsi kredit sebagai berikut:
1) Kredit dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa
Kredit dapat meningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya
belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka kredit akan
membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.
2) Kredit merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund
Di dalam kehidupan ekonomi, ada beberapa pihak yang kelebihan
dana, dan ada beberapa pihak yang kekurangan dana. Kredit
merupakan satu cara untuk mengatasi gap tersebut. Satu pihak
kelebihan dana dan tidak dapat memanfaatkan dana tersebut
sehingga dananya menjadi idle, sementara ada pihak lain yang
mempunyai usaha akan tetapi tidak memiliki dana yang cukup
untuk mengembangkan usahanya, sehingga memerlukan dana.
Dana yang berasal dari golongan kelebihan dana, apabila
dipinjamkan kepada pihak yang kekurangan dana, maka akan
efektif karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang
membutuhkan dana.
3) Kredit dapat menciptakan alat pembayaran baru
Sebagai contoh adalah kredit rekening koran yang diberikan oleh
bank kepada usahawan. Pada dasarnya pada saat bank telah
17
melakukan perjanjian kredit rekening koran, pada saat itu debitur
sudah memiliki hak untuk menarik dana tersebut secara tunai dari
rekening gironya. Kredit ini bisa dianggap adanya alat pembayaran
yang baru.
4) Kredit sebagai alat pengendali harga
Pemberian kredit yang ekspansif akan mendorong meningkatnya
jumlah uang yang beredar, dan peningkatan uang tersebut akan
mendorong kenaikan harga. Sebaliknya, pembatasan kredit akan
berpengaruh pada jumlah uang yang beredar, dan keterbatasan
uang yang beredar di masyarakat memiliki dampak pada
penurunan harga.
5) Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi
yang ada
Apabila bank memberikan kredit produktif, yaitu kredit investasi,
maka pemberian kredit tersebut akan memiliki dampak pada
kenaikan makroekonomi.
b. Jenis-Jenis Kredit
Menurut Kasmir (2012), beragamnya jenis usaha menyebabkan
beragam pula kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam
menyebabkan jenis kredit juga beragam. Secara umum jenis-jenis
kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain:
1) Dilihat dari Segi Kegunaan
a) Kredit Investasi
18
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang
biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan
rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk
membangun pabrik atau membeli mesin-mesin.
b) Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya
yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
2) Dilihat dari Segi Tujuan Kredit
a) Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi
atau investasi. Kredit ini digunakan untuk menghasilkan barang
atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik
yang nantinya akan menghasilkan barang dan kredit pertanian
akan menghasilkan produk pertanian.
b) Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh
19
seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit perumahan,
kredit mobil pribadi, dan kredit konsumtif lainnya.
c) Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan
digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti
untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
3) Dilihat dari Segi Waktu
a) Kredit Jangka Pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu
tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan
untuk keperluan modal kerja.
b) Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai
dengan tiga tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk
melakukan investasi.
c) Kredit Jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang.
Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas tiga
tahun atau lima tahun dan biasanya kredit ini untuk investasi
jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau
manufaktur, dan untuk konsumtif seperti kredit perumahan.
20
4) Dilihat dari Segi Jaminan
a) Kredit dengan Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan.
Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak
berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang
dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk
kredit tertentu jaminan melebihi jumlah kredit yang diajukan si
calon debitur.
b) Kredit tanpa Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau
orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat
prospek usaha, karakter usaha serta loyalitas atau nama baik si
calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.
5) Dilihat dari Segi Sektor Usaha
a) Kredit Pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan atau pertanian. Sektor usaha pertanian dapat berupa
jangka pendek atau jangka panjang.
b) Kredit Peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk
sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c) Kredit Industri, merupakan kredit yang diberikan untuk
membiayai industri industri, baik industri kecil, menengah
maupun besar.
21
d) Kredit Pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada
usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya
dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau
timah.
e) Kredit Pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula
berupa kredit untuk para mahasiswa.
f) Kredit Profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada
kalangan profesional seperti dosen, dokter, atau pengacara.
g) Kredit Perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembanguan
atau membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan
biasanya berjangka panjang.
h) Dan sektor-sektor lainnya.
c. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Biasanya kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan
oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk
diberikan kredit, dilakukan dengan analisis 5C yaitu:
1) Character
Character merupakan sifat atau watak seseorang. Untuk membaca
watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang
si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun
yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang
dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.
22
2) Capacity
Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah
dalam membayar kredit. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar
belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam
mengelola usahanya, sehingga akan terlihat ‘kemampuannya’
dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3) Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat
dilihat dari laporan keuangan (neraca atau laporan laba rugi) yang
disajikan dengan melakukan pengukuran seperti segi likuiditas dan
solvabilitasnya, rentabilitasi dan ukuran lainnya.
4) Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai dari kondisi ekonomi,
sosial, dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa
yang akan datang.
5) Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendakanya melebihi
jumlah kredit yang diberikan.
2. Pembiayaan Dalam Islam
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
23
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (Burhanuddin,
2010:185).
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998,
Pembiayaan Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen,
dan atau usaha kartu (Perpres No. 9 Tahun 2009).
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal karena
bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional
dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana. Bank
syariah menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan.
sifat dari penyaluran dana dengan skema pembiayaan bukan merupakan
utang piutang, tetapi merupakan pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah dalam melakukan usaha (Ismail, 2011: 93).
a. Jenis-jenis Pembiayaan Dalam Islam
Menurut Karim (2013) dalam Bank Islam, secara garis besar
pembiayaan syariah dapat dibagi ke dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
24
1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahannya, yakni sebagai berikut:
a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut
jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual dan
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari
pemasok ditambah keuntungan. Dalam transaksi ini barang
diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan
secara tangguh/cicilan.
Landasan syariah murabahah tertera dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 275:
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah (2) 275).
b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual-beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai.
Landasan syariah salam tertera dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 282:
25
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (QS. al-Baqarah
(2) 282).
c) Pembiayaan Ishtishna
Ishtishna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang
dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/ jasa dengan
pembayaran di muka, dicicil atau tanggung bayar. Produk ishtishna
menyerupai salam, tapi dalam ishtishna pembayarannya dilakukan
oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.
Landasan syariah ishtishna tertera dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 275:
Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah (2) 175).
2) Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual-beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli
26
objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya
adalah jasa.
Landasan syariah ijarah tertera dalam al-Qur’an surat az-Zukhruf ayat
32:
Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami-lah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf (43) 32).
3) Pembiayaan Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil adalah sebagai berikut:
a) Pembiayaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan
seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak
berwujud.
27
Landasan syariah musyarakah tertera dalam al-Qur’an surat Shaad
ayat 24:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini.”
(QS. Shaad (38) 24).
b) Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
di mana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian
pembagian keuntungan.
Landasan syariah mudharabah terdapat dalam Hadits Rasullulah
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkahan: membayar
dengan pembayaran tangguh, muqaradhah (nama lain dari
mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah dan bukan untuk dijual.” (HR. Ibn Majah).
4) Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan
untuk memperoleh keuntungan, tapi juga untuk mempermudah
28
pelaksanaan pembiayaan. Akad pelengkap ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
a) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Menurut Wirdyaningsih dkk (2007: 132), hiwalah adalah jasa
pengalihan tanggung jawab pembayaran utang dari seseorang yang
berutang kepada orang lain. Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
pemindahan piutang.
Landasan hiwalah tersirat dalam hadist Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Bukhari.
Rasulullah SAW bersabda:
“Pengulur-uluran pembayaran utang yang dilakukan oleh seorang
kaya merupakan sebuah bentuk kezaliman. Jika (pembayaran
piutang) salah seorang di antara kalian dialihkan kepada orang
lain yang mudah membayar utang, hendaklah diterima.” (HR.
Bukhari).
b) Rahn (Gadai)
Menurut Wirdyaningsih dkk (2007: 135), Rahn adalah pembiayaan
berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang
relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian,
batu mulia dan lain-lain untuk jangka waktu tertentu sesuai
kesepakatan. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
29
Landasan syariah Rahn tertera dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 283:
Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang).” (QS. al-Baqarah (2) 283).
c) Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan
biasanya dalam empat hal, yaitu sebagai pinjaman talangan haji,
sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah, sebagai
pinjaman kepada pengusaha kecil dan sebagai pinjaman kepada
pengurus bank.
Landasan syariah qardh tertera dalam al-Qur’an surat al-Hadid
ayat 11:
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan)
pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang
banyak.” (QS. al-Hadid (57) 11).
d) Wakalah (Perwakilan)
Menurut Wirdyaningsih dkk (2007: 130), wakalah adalah jasa
melakukan tindakan/pekerjaan mewakili nasabah sebagai pemberi
30
kuasa. Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso, dan
transfer uang.
Landasan syariah wakalah tertera dalam al-Qur’an surat al-Kahfi
ayat 19:
Artinya: “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-
lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.” (QS. al-Kahfi (18) 19).
e) Kafalah (Garansi Bank)
Kafalah menurut Wirdyaningsih dkk (2007: 133) yaitu pemberian
jaminan oleh bank sebagai penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
atas kewajiban pihak kedua (yang ditanggung, makfuul ‘anhu atau
ashil).
Landasan syariah kafalah tertera dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat
72:
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala
raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
31
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya". (QS. Yusuf (12) 72).
3. Kualitas Pembiayaan
Bagi dunia perbankan kredit merupakan unsur utama untuk
memperoleh keuntungan. Dalam praktiknya agar laba lebih optimal, maka
jumlah kredit yang disalurkan haruslah sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Manajemen harus memperhatikan kualitas kreditnya. Hal ini
penting karena kualitas kredit berkaitan dengan risiko kemacetan
(bermasalah) suatu kredit yang disalurkan. Artinya, semakin berkualitas
kredit yang diberikan maka akan memperkecil risiko terhadap
kemungkinan kredit tersebut macet atau bermasalah (Kasmir, 2012: 126).
Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh
bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan
angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan
nasabah. Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu
kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan,
maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima. Artinya, bank
kehilangan kesempatan mendapatkan bunga, yang berakibat pada
penurunan pendapatan secara total (Ismail, 2011:124)
Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut ketentuan
sebagai berikut:
32
a. Lancar (Pas)
Lancar artinya kredit yang disalurkan tidak menimbulkan masalah.
Suatu kredit dikatakan lancar apabila:
1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu
2) Memiliki mutase rekening yang aktif
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai
b. Dalam Perhatian Khusus (Special Mention)
Dikatakan dalam perhatian khusus kredit yang diberikan sudah mulai
bermasalah, sehingga perlu memperoleh perhatian. Kondisi dalam
perhatian khusus apabila memenuhi kriteria berikut:
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari
2) Kadang-kadang terjadi cerukan
3) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan
4) Mutase rekening aktif
5) Didukung dengan pinjaman baru
c. Kurang Lancar (Substandar)
Dikatakan kurang lancar, artinya kredit yang diberikan pembayarannya
sudah mulai tersendat-sendat, namun nasabah masih mampu
membayar. Kondisi kurang lancar apabila memenuhi kriteria berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 90 hari
2) Sering terjadi cerukan
33
3) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari
90 hari
4) Frekuensi mutase rekening relatif rendah
5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur
6) Dokumen pinjaman yang lemah
d. Diragukan (Doubtful)
Dikatakan diragukan, artinya kemampuan nasabah untuk membayar
makin tidak dapat dipastikan. Kondisi diragukan apabila memenuhi
kriteria berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 180 hari
2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen
3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari
4) Terjadi kapitalisasi bunga
5) Dokumen hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan
e. Macet (Loss)
Dikatakan macet artinya nasabah sudah tidak mampu lagi untuk
membayar pinjamannya, sehingga perlu diselamatkan. Kondisi macet
apabila memenuhi kriteria berikut:
1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 270 hari
2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru
34
3) Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai yang wajar.
Indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit
tercermin dari besarnya Non Performing Loan (NPL), namun dalam
terminologi bank syariah hal tersebut dikenal dengan istilah Non
Performing Financing (NPF). Menurut Wiraatmaja dalam Faizal (2010:
44) yang dimaksud pembiayaan bermasalah (NPF) adalah pembiayaan
yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan
pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan
bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu.
Non Performing Financing adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan Bank Indonesia kategori yang
termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan
macet.
NPF = Pembiayaan Bermasalah × 100%
Total Pembiayaan
1) Faktor Penyebab Kredit Bermasalah
a) Faktor Intern Bank
Analisis kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi apa yang
akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu kredit.
35
Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan
nasabah, sehingga bank memutuskan kredit yang tidak seharusnya
diberikan.
Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha
debitur, sehingga tidak dapat melakukan analisis dengan tepat dan
akurat.
Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris,
debitur bank sehingga petugas tidak independen dalam
memutuskan kredit.
Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit
debitur.
b) Faktor Ekstern Bank
i) Unsur kesengajaan yang dilakukan oleh nasabah
Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran angsuran
kepada bank, karena nasabah tidak memiliki kemauan dalam
memenuhi kewajibannya.
Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang
dibutuhkan terlalu besar.
Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan
dana kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan.
i) Unsur ketidaksengajaan
36
Debitur mau melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, akan
tetapi kemampuan perusahaan sangat terbatas, sehingga tidak dapat
membayar angsuran.
Perusahaannya tidak dapat bersaing dengan pasar, sehingga
volume penjualan menurun dan perusahaan rugi.
Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak
pada usaha debitur.
Bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian debitur.
2) Dampak Kredit Bermasalah
a) Laba/Rugi bank menurun. Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya
penurunan pendapatan bunga kredit.
b) Bad Debt Ratio menjadi lebih besar. Rasio aktiva produktif menjadi
lebih rendah.
c) Biaya pencadangan penghapusan kredit meningkat. Bank perlu
membentuk pencadangan atas kredit bermasalah yang lebih besar.
Biaya pencadangan penghapusan kredit akan berpengaruh pada
penurunan keuntungan bank.
d) ROA maupun ROE menurun. Penurunan laba akan memiliki dampak
pada penurunan ROA, karena return turun, maka ROA atau ROE
menurun.
3) Penyelesaian Kredit Bermasalah
Menurut Suyatno (2013), upaya yang dilakukan bank untuk
penyelamatan terhadap kredit bermasalah antara lain:
37
a) Jalan Keluar Pertama
Bila aktivitas usaha debitur menurun, kemampuan bayar debitur masih
ada namun menurun, serta karakter debitur kooperatif, maka dapat
ditempuh beberapa atau gabungan skenario ini:
i) Rescheduling
Memperpanjang periode angsuran kredit sehingga beban angsuran
setiap bulannya semakin ringan. Misalnya, semula tenor kredit 1
(satu) tahun lalu dijadwal ulang dengan perjanjian baru menjadi
tenor 3 (tiga) tahun sehingga beban angsuran setiap bulannya lebih
rendah.
Menurut Suyatno dalam buku Dasar-dasar Perkreditan (2007),
kebijaksanaan rescheduling berkaitan dengan jangka waktu kredit,
sehingga keringanan yang diberikan adalah:
Memperpanjang jangka waktu kredit
Memperpanjang jarak waktu angsuran
Penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan
perpanjangan jangka waktu kredit.
ii) Restructuring
Mengubah struktur kredit dari kredit berjangka menjadi kredit
angsuran dengan harapan suatu ketika nanti kredit ini akan selesai
atau lunas. Kredit berjangka umumnya pihak debitur hanya
membayar bunganya saja, sehingga ada risiko pokok kredit
38
menjadi abadi (evergreen). Tetapi jika diubah ke kredit angsuran,
maka sisa pokok kredit akan semakin berkurang.
Menurut Suyatno (2007), kemungkinan tindakan yang diambil
dalam hal ini meliputi:
Tambahan kredit
Tambahan equity (modal sendiri)
Tambahan modal dari pihak bank dengan cara Penambahan /
penyetoran uang (fresh money), Konvers utang debitur (pokok,
bunga, dan denda) ke modal bank.
Tambahan dari pemilik usaha.
iii) Reconditioning
Memberikan kondisi-kondisi khusus terhadap kredit non-lancar
tersebut, misalnya penurunan bunga khusus untuk kredit NPL, atau
program diskon denda, atau kondisi-kondisi lain yang membantu
dan meringankan beban angsuran debitur.
iv) Kombinasi
Kombinasi dari beberapa kemungkinan di atas masih layak untuk
dijalankan sepanjang semuanya memberi keringanan bayar kepada
debitur BPR.
b) Jalan Keluar Kedua
Jika debitur non-lancar (NPL) tidak kooperatif dan segala
upaya pihak bank secara persuasif selalu menemui jalan buntu
maka ditempuh upaya Plan B. Pihak bank mengirimkan Surat
39
Peringatan (SP) kepada debitur, dimulai dari SP 1, SP 2 sampai
dengan SP 3. Bilamana SP tersebut tidak ada tanggapan yang jelas
dan tidak ada komitmen jelas dari pihak debitur, maka bank dapat
meningkatkan eskalasi ke SP yang lebih tinggi lagi.
Jika SP 3 tidak juga membuahkan hasil, dan semua upaya
kekeluargaan tidak membuahkan hasil, maka dilakukan upaya
negosiasi penyerahan agunan secara sukarela (Agunan Yang
Diambil Alih / AYDA). Jika masih gagal juga, maka mulai masuk
ke alternatif terakhir berupa eksekusi agunan.
4. Pangsa Pasar
Pasar digunakan untuk melaksanakan tugas pengalokasian sumber
daya yang kompleks dalam menyediakan barang dan jasa yang
dibutuhkan. Menurut Darmawi (2006), pasar merupakan sebuah lembaga
yang didirikan oleh masyarakat untuk mengalokasikan sumber daya
langka dibandingkan dengan permintaan akan barang. Dapat pula
dikatakan bahwa pasar merupakan saluran di mana pembeli dan penjual
bertemu untuk melakukan transaksi barang, jasa, dan sumber daya.
Pangsa pasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat
diartikan sebagai jumlah penjualan produk atau komoditas suatu penjualan
dibandingkan dengan penjualan produk atau komoditas itu dalam industri
atau penghasil secara keseluruhan.
40
Sejak lama pangsa pasar (market share) telah menjadi salah satu
variabel penting dalam pemasaran. Hal ini didasarkan pada hasil berbagai
riset yang mengindikasikan adanya korelasi positif antara pangsa pasar dan
laba.
Kotler dan Keller (2009: 421) mengklasifikasikan perusahaan
menurut peran yang mereka mainkan di pasar. Diantaranya adalah:
a. Market Leader, disebut pimpinan pasar apabila pangsa pasar yang
dikuasai berada pada kisaran 40% atau lebih.
b. Market Chalengger, disebut penantang pasar apabila pangsa pasar
yang dikuasai berada pada kisaran 30%.
c. Market Follower, disebut pengikut pasar apabila pangsa pasar yang
dikuasai berada pada kisaran 20%.
d. Market Nitcher, disebut juga penggarap relung pasar apabila pangsa
pasar yang dikuasai berada pada kisaran 10% atau kurang.
Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih besar lebih
menguntungkan karena skala ekonomi yang besar mempunyai kekuatan
pasar yang lebih besar dan kualitas manajemen yang lebih baik. Selain itu
perusahaan yang mempunyai pangsa pasar besar dan produk yang
terdiferensiasi yang dapat menerapkan penguasaan pasar yang akan
memperoleh supernormal profit.
41
Menurut Diana dan Tjiptono (2000: 63), ada berbagai cara yang
bisa ditempuh untuk merebut atau meraih pangsa pasar, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Menurunkan harga. Perusahaan berusaha menciptakan posisi biaya
yang lebih rendah dibandingkan para pesaingnya dan meneruskan
penghematan biaya tersebut kepada pelanggan dalam bentuk harga
yang lebih murah.
b. Meningkatkan aktivitas promosi. Taktik non-harga ini bisa diwujudkan
dengan dua macam cara: (1) menaikkan pengeluaran promosi dan iklan
secara besar-besaran, dan (2) mencari pasar-pasar yang aktivitas
promosinya relatif kurang semarak di masa lalu, kemudian menaikkan
anggaran promosi guna merebut pangsa pasar dari pesaing yang lebih
lemah.
c. Menawarkan produk baru. Produk-produk baru bisa menciptakan
‘excitement’ dalam industri bersangkutan dan dapat pula digunakan
untuk membangun pangsa pasar.
d. Memperbaiki kualitas produk. Strategi menjual produk berkualitas
lebih baik dibandingkan produk pesaing bisa menghasilkan pangsa
pasar sepadan.
e. Meningkatkan layanan. Selain bisa menjadi sumber pemasukan
tambahan, faktor layanan bisa menjadi diferensiator efektif yang bisa
mendukung kemampuan perusahaan untuk merebut pangsa pasar dari
para pesaing.
42
f. Strategi ‘moving up-market’. Dalam strategi ini perusahaan berusaha
melakukan penetrasi pasar dan membangun reputasi dengan jalan
memproduksi barang-barang murah.
g. Strategi ‘moving down-market’. Perusahaan lebih dulu membangun
posisi lewat citra eksklusif dan pretius, kemudian memasuki pula pasar
masal.
h. Mengkonfigurasi ulang pasar. Strategi ini bisa dilakukan dengan
beragam cara diantaranya mempelopori saluran distribusi baru,
mengubah pasar sedemikan rupa sehingga bisa meniadakan
keunggulan pemimpin pasar dan/ atau menjadi pemimpin baru di pasar
baru.
5. Down Payment (Uang Muka)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Down Payment
atau Uang Muka diartikan sebagai uang yang dibayarkan terlebih dahulu
sebagai tanda jadi pembelian dan sebagainya.
Penentuan down payment oleh lembaga pembiayaan pada dasarnya
dapat dilihat dari dua sisi, down payment sendiri pada dasarnya adalah
nilai yang dilihat oleh pihak nasabah, akan tetapi dari sisi pembiayaan hal
ini lebih dikenal sebagai Loan to Value (LTV). Istilah Loan to Value lebih
condong digunakan pada properti (Kredit Kepemilikan Rumah/KPR)
sedangkan down payment pada kendaraan bermotor.
43
Rasio Loan to Value (LTV) adalah angka rasio antara nilai kredit
yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal
pemberian suatu kredit (Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP).
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
sebagai bank sentral untuk mengantisipasi atau meminimalisir adanya
gejolak dalam perekonomian sebagai akibat dari pertumbuhan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dan kepemilikan atas kendaraan bermotor yang
terlalu berlebihan. Sehingga Bank Indonesia selaku penguasa moneter di
Indonesia merasa perlu untuk memberikan batasan-batasan yang jelas
terhadap jumlah uang muka yang harus dimiliki seseorang jika ingin
memiliki suatu perumahan ataupun kendaraan bermotor.
6. Down Payment (Uang Muka) dalam Islam
Dalam bahasa Arab kata Down Payment atau uang muka sinonim
dengan kata “urban” yang secara etimologi berarti sesuatu yang
digunakan sebagai pengikat jual beli. Dalam terminologinya, jika
seseorang membeli barang dagangan dan membayar sebagian harganya
kepada penjual, dengan catatan jika ia mengambil barang dagangan maka
ia melunasi harga barang, dan jika ia tidak mengambilnya, maka barang itu
menjadi milik penjual.
Dalam perspektif fikih, para ulama berbeda pendapat dalam status
hukum praktik urban atau down payment. Secara umum para ulama
terbagi ke dalam dua pendapat yaitu pendapat pertama, para ulama yang
tidak membenarkan praktik urban. Menurut pendapat mayoritas ulama
44
yang terdiri dari Hanafiah, Malikiyah, dan Syafiiyah bahwa urban tidak
sah.
Ada beberapa argumen yang dikemukakan para ulama yang
melarang transaksi dengan urban yaitu:
a) Adanya hadits yang secara jelas redaksinya melarang praktik urban.
Hadits tersebut menyebutkan bahwa Nabi SAW melarang jual beli
urban. Walaupun para ulama hadits menilai hadits ini dhaif (lemah),
namun kelemahannya terletak pada sanad bukan matannya.
b) Transaksi tersebut termasuk memakan harta orang lain secara batil,
karena disyaratkan bagi si penjual tanpa ada kompensasinya.
c) Dalam transaksi urban terdapat dua syarat batil yaitu syarat
memberikan uang muka atau panjar dengan syarat mengembalikan
barang transaksi dengan perkiraan salah satu pihak tidak ridha. Praktik
ini dianggap sama dengan hak pilih terhadap hal yang tidak diketahui.
Pendapat kedua adalah pendapat yang membolehkan. Menurut
kalangan Hanabilah bahwa transaksi dengan urban dibenarkan dengan
beberapa alasan, yaitu:
a) Hadits yang dijadikan sebagai dasar bagi para ulama yang tidak
membolehkan jual beli urban adalah hadits yang lemah, sehingga tidak
dapat dijadikan sandaran dalam melarang bentuk jual beli tersebut.
b) Panjar atau uang muka adalah kompensasi dari penjual yang
menunggu dan menyimpan barang transaksi selama beberapa waktu.
Tentu saja ia akan kehilangan sebagian kesempatan berjualan. Ucapan
45
orang yang mengatakan bahwa panjar itu telah dijadikan syarat bagi
penjual tanpa ada imbalannya adalah ucapan yang tidak sah.
c) Tidak sah analogi atau qiyas praktik jual beli urban dengan khiyar al-
majhul, karena syarat dibolehkan adanya uang panjar adalah
dibatasinya uang muka menunggu. Dengan dibatasinya waktu
pembayaran, maka analogi tersebut menjadi batal.
7. Inflasi
Menurut Ismanthono dalam Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis
(2010), Inflasi didefinisikan sebagai tingkat kenaikan harga umum secara
terus-menerus dalam peroide tertentu. Senada dengan Ismanthono,
menurut Rahardja dan Manurung (2008), Inflasi adalah gejala kenaikan
harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi
agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut:
a) Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih
tinggi dari pada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga
bisa dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu,
sebulan, triwulan, dan setahun.
b) Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi
jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum
juga mengalami kenaikan. Contohnya adalah kenaikan harga BBM,
46
karena BBM merupakan komoditas yang sangat strategis maka
kenaikan harga BBM akan merdampak kepada kenaikan harga
komoditas lainnya. Bahkan kenaikan BBM akan mengundang kaum
buruh menuntut kenaikan upah harian untuk memelihara daya beli
mereka.
c) Berlangsung Terus-Menerus
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus menerus.
Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus menerus dan saling mempengaruhi.
a. Jenis-jenis Inflasi
1) Berdasarkan derajatnya
a) Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada
dibawah angka 10% setahun.
b) Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada
antara 10%- 30% setahun.
c) Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada
antara 30%-100% setahun.
d) Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila
berada di atas 100% setahun.
2) Berdasarkan Penyebabnya
a. Inflasi Tarikan Permintaan
47
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian
berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya
menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini
akan menimbulkan inflasi.
b. Inflasi Desakan Biaya
Inflasi ini terjadi dalam masa perekonomian
berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah
sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih
menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan
berusaha menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan
upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja
baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi. Langkah
ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya
akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
c. Inflasi Diimpor
Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga
barang-barang yang diimpor. Inflasi ini akan terjadi apabila
barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga
mempunyai peranan penting dalam kegiatan pengeluaran
perusahaan-perusahaan. Salah satu contoh nyata adalah efek
kenaikan harga minyak dalam tahun 1970-an kepada
48
perekonomian negara-negara barat dan negara-negara
pengimpor minyak lainnya. Kenaikan harga minyak tersebut
menaikkan biaya produksi dan akhirnya mengakibatkan
kenaikan harga-harga.
b. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk
mengetahui laju inflasi selama periode tertentu. Diantaranya yaitu:
1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)
Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang
menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli
konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh
dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang
dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-
masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weighted)
berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang
diangggap paling penting diberi bobot paling besar. Rumus untuk
menghitung IHK yaitu:
2) Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesales Price Index)
Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks
Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi
produsen. Oleh karena itu IHPB juga sering disebut sebagai harga
Inflasi = IHK – IHK-1 × 100%
IHK -1
49
produsen. IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima
produsen pada berbagai tingkat produksi. Rumus untuk
menghitung inflasi berdasarkan IHPB yakni:
3) Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan
gambaran laju inflasi yang sangat terbatas. Sebab, dilihat dari
metode perhitungannya, kedua indikator tersebut hanya melingkupi
beberapa puluh atau mungkin jenis ratus barang dan jasa di
beberapa puluh kota saja. Padahal, dalam kenyataannya jenis
barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi dalam
perekonomian mencapai ribuan bahkan ratusan ribu. Untuk
mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan
sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga implisit (IHI)
yang mempunyai rumus:
Inflasi = IHPB – IHPB-1 × 100%
IHPB -1
Inflasi = IHI – IHI-1 × 100%
IHI -1
50
c. Biaya Sosial Inflasi
Menurut Rahadja dan Manurung (2008:117) terdapat beberapa
masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang tinggi (> 10%
per tahun). diantaranya yaitu:
1) Memburuknya Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan
tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan
daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang
berpenghasilan kecil dan tetap (kecil).
2) Makin Buruknya Distribusi Pendapatan
Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat
dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat
inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan
harus lebih besar dari 20% per tahun. persoalannya adalah jika inflasi
mencapai angka 20% per tahun dan dalam masyarakat hanya segelintir
orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥
20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu
meningkatkan pendapatan riil. Tetapi sebagian masyarakat mengalami
penurunan pendapatan riil. Distribusi pendapatan, dilihat dari
pendapatan riil makin memburuk.
3) Terganggunya Stabilitas Ekonomi
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak
perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi.
51
Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang
dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong
pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya atau
biasanya. Tujuannya untuk menghemat pengeluaran konsumsi.
Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat.
Sementara itu bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan
jasa mendorong mereka menunda penjualan, untuk mendapat
keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang.
Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju
inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk.
d. Kebijakan Untuk Mengatasi Inflasi
Menurut Sadono Sukirno (2004: 354), kebijakan yang mungkin
dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:
1) Kebijakan Fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi
pengeluaran pemerintah
2) Kebijakan Moneter, yaitu dengan menaikan suku bunga dan
membatasi kredit
3) Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat
mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti
mengurangi pajak impor dan pajak atas pajak bahan-bahan mentah,
melakukan penetapan harga, menggalangkan pertambahan produksi
dan perkembangan teknologi.
52
8. Inflasi dalam Islam
Karim (2007: 140) mengatakan bahwa ekonom Islam Ahmad ibn
al-Maqrizi (1364-1441 M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn
Kaldun, menggolongkan inflasi menjadi dua golongan yaitu:
1) Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab
alamiah dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal
mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi
yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregat (AS) atau naiknya
Permintaan Agregatif (AD). Natural inflation dapat dibedakan
berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:
a) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, di mana
ekspor naik sedangkan impor turun sehingga net export nilainya
sangat besar, maka mengakibatkan naiknya permintaan agregatif.
b) Akibat dari turunnya turunnya tingkat produksi karena terjadinya
paceklik, perang, ataupun embargo dan boycott.
2) Human Error Inflation
Human error inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh
kesalahan dari manusia itu sendiri. Sesuai dengan Firman Allah SWT
dalam QS Al-Rum (30): 41):
53
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)” (QS Al-Rum (30): 41).
Human error inflation dapat dikelompokkan menurut
penyebab-penyebabnya menjadi sebagai berikut:
a) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad
Administration)
b) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax)
c) Percetakan uang dengam maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessive Seinorage)
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah dengan Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor
Pangsa pasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dapat diartikan sebagai jumlah penjualan produk atau komoditas suatu
penjualan dibandingkan dengan penjualan produk atau komoditas itu
dalam industri atau penghasil secara keseluruhan.
Pangsa pasar suatu perusahaan akan sangat berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan yang kemudian akan berpengaruh pada
profitabilitas. Penelitian Hapsari (2011) menyimpulkan bahwa pangsa
pasar berpengaruh terhadap profitabilitas. Hasil tersebut menjelaskan
bahwa semakin tinggi pangsa pasar maka tingkat profitabilitas
perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini dalam industri pembiayaan
54
dapat diterjemahkan bahwa pangsa pasar yang dikuasai oleh lembaga
pembiayaan akan menguntungkan lembaga tersebut. Namun perlu
diwaspadai, luasnya pangsa pasar juga akan memicu terjadinya
pembiayaan bermasalah.
Diduga bahwa pangsa pasar pembiayaan kendaraan sepeda
motor berpengaruh terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia baik itu pengaruhnya positif maupun negatif.
2. Hubungan Down Payment (Uang Muka) dengan Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Uang Muka
diartikan sebagai uang yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda
jadi pembelian dan sebagainya. Pembatasan uang muka yang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia tidak lain untuk menjaga
perekonomian tetap stabil dengan cara membuat bank atau lembaga
pembiayaan berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara dkk (2013)
menunjukkan bahwa adanya pembatasan uang muka membuat kualitas
kredit menjadi lebih sehat. Tetapi uang muka juga dapat menimbulkan
dampak negatif yaitu berkurangnya penjualan sepeda motor. Serupa
dengan Mutiara, penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2013)
menyimpulkan bahwa uang muka mempunyai pengaruh terhadap
penjualan sepeda motor yaitu berupa penurunan penjualan sepeda
motor tetapi membuat kualitas kredit menjadi lebih baik.
55
Dalam penelitian ini diduga dengan adanya pembatasan down
payment atau uang muka, tingkat NPF atau kredit bermasalah bisa
diminimalkan sehingga akan berdampak pada membaiknya kualitas
pembiayaan.
3. Hubungan Inflasi dengan Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor
Secara umum inflasi didefinisikan sebagai naiknya harga
barang dan jasa sebagai akibat jumlah uang (permintaan) yang lebih
banyak dibandingkan jumlah barang atau jasa yang tersedia
(penawaran), sebagai akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang.
Shingjergji (2013) meneliti tentang dampak variabel
makroekonomi terhadap kredit bermasalah di perbankan Albania. Ia
mendapati bahwa inflasi berhubungan negatif terhadap kredit
bermasalah. Berbeda dengan Shingjergji, penelitian Endut dkk (2013)
tentang implikasi variabel makroekonomi terhadap kredit bermasalah
di Asia Pasifik menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap
kredit bermasalah. Akan tetapi pengaruhnya baru terlihat dalam jangka
panjang sementara dalam jangka pendek tidak. Sementara Masthuroh
dkk (2015) dalam penelitiannya tentang pengaruh GDP dan Inflasi
terhadap NPF Bank Muamalat menyatakan bahwa inflasi tidak
berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah
Diduga adanya inflasi membuat kualitas pembiayaan sepeda
motor semakin buruk. Ketika inflasi terjadi pendapatan riil masyarakat
menurun sehingga standar hidup masyarakat menurun juga, karena
56
untuk membeli satu unit barang dan jasa mereka harus mengeluarkan
uang lebih banyak. Harga barang dan jasa yang semakin mahal
menurunkan kemampuan masyarakat untuk membayar kreditnya.
Uang yang biasanya disisihkan untuk membayar kredit telah terpakai
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya nilai NPF menjadi
membengkak dan kualitas pembiayaan semakin memburuk. Begitupun
sebaliknya, inflasi rendah akan membuat kualitas pembiayaan sepeda
motor semakin baik.
4. Hubungan Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment
(Uang Muka), dan Inflasi dengan Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor
Kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di
Indonesia dipengaruhi oleh pangsa pasar pembiayaan syariah, down
payment (uang muka) dan Inflasi. Secara teori variabel-variabel bebas
tersebut berpengaruh terhadap variabel terikat.
Penelitian Sofyana (2014) menunjukkan bahwa uang muka,
inflasi dan BI rate secara bersama-sama mempunyai pengaruh
terhadap pembiayaan kendaraan bermotor pada PT. Bank Syariah
Mandiri dengan R-square sebesar 49,6%.
Dalam penelitian ini diduga pangsa pasar pembiayaan syariah,
uang muka (down payment) dan inflasi secara bersama-sama
mempunyai pengaruh terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia baik itu pengaruhnya positif ataupun negatif.
57
C. Penelitian Terdahulu
1. Ali Shingjergji (2013)
Penelitian ini berjudul “The Impact of Macroeconomic
Variables on the Non Performing Loans in the Albanian Banking
System During 2005-2012”. Metodologi yang digunakan yaitu Regresi
Linear Berganda (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredit bermasalah yang
terjadi pada perbankan di Albania dipengaruhi oleh beberapa variabel
makro di antaranya yaitu PDB, inflasi, dan nilai tukar. PDB dan nilai
tukar berpengaruh positif sementara inflasi mempunyai pengaruh
negatif terhadap rasio NPL.
Persamaan penelitian penulis dengan Shingjergji yaitu salah
salah satu variabel makro yang diteliti adalah inflasi serta
menggunakan metodologi yang sama. Sedangkan perbedaannya
terletak pada ruang lingkup penelitian.
2. Ana Fiandani Sofyana (2014)
Penelitian ini berjudul “Dampak Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/40/DKMP Tahun 2013 Terhadap Pembiayaan Kendaraan
Bermotor Pada PT. Bank Syariah Mandiri”. Metodologi yang
digunakan yaitu Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel (X)
berpengaruh secara keseluruhan terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor (49,6%). Sedangkan secara parsial ketiga variabel bebas
58
tidak berpengaruh secara signifikan karena nilai t hitung ketiga
variabel bebas tersebut lebih besar dari taraf alpha 0,05. Hal ini
dikarenakan BSM telah melakukan strategi khusus guna
mengantisipasi kebijakan tersebut yaitu dengan adanya program COP
(Car Ownership Program), sehingga pembiayaan kendaraan bermotor
di BSM setelah adanya kebijakan DP tersebut relatif stabil dan
cenderung meningkat tiap bulannya.
Persamaan penelitian penulis dengan Ana yaitu pada topik
yang dibahas mengenai pembiayaan sepeda motor. Persamaan lainnya
terletak pada metodologi penelitian yang digunakan adalah regresi
linear berganda. Adapun perbedaannya yaitu Ana lebih memfokuskan
penelitiannya pada Lembaga keuangan bank sedangkan penulis pada
lembaga keuangan non bank.
3. Anindya Mutiara dkk (2013)
Penelitian ini berjudul “Problematika Penerapan Prosentase
Down Payment (Uang Muka) Sebesar 20% Pada Kredit Kendaraan
Bermotor (Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
43/PMK.010/2012 Tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk
Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan”. Metodologi
yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.010/2012 Tentang Uang
59
Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor membuat
kelancaran kredit terhadap motor sedikit terganggu. Ini dibuktikan
dengan menurunnya kredit dan penjualan kendaraan bermotor
semenjak peraturan itu diberlakukan.
Persamaan penelitian penulis dengan Mutiara dkk yaitu dalam
topik yang dibahas mengenai kebijakan down payment (uang muka).
Adapun perbedaannya terletak pada metodologi yang digunakan.
4. Kurnia Ratri Cahyani (2013)
Penelitian ini berjudul “Strategi Pemasaran dalam
Pembiayaan Kendaraan Bermotor pada Bank Syariah Pasca Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS Tahun 2012”. Metodologi
yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak yang terjadi
akibat dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/33/DPbS Tahun 2012 adalah terjadinya penurunan kuantitas
pembiayaan kendaraan bermotor namun terjadi peningkatan kualitas
dari sisi pengembalian nasabah.
Persamaan penelitian penulis dengan Kurnia yaitu pada topik
yang dibahas mengenai surat edaran yang berisi kebijakan down
payment. Sedangkan perbedaannya terletak pada metode yang
digunakan. Kurnia menggunakan teknik deskriptif kualitatif sedangkan
penulis menggunakan deskriptif kuantitatif.
60
5. Masthuroh dkk (2015)
Penelitian ini berjudul “Pengaruh Gross Domestic Product dan
Inflasi Terhadap Non Performing Financing pada PT Bank Muamalat
Indonesia Periode 2006-2013.” Metodologi yang digunakan adalah
Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian menyatakan bahwa GDP berpengaruh negatif
signifikan terhadap NPF sedangkan inflasi berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap NPF. Sementara secara simultan kedua variabel
berpengaruh signifikan terhadap NPF.
Persamaan penelitian penulis dengan Masthuroh dkk yaitu
topik yang dibahas mengenai NPF dan metodologi yang digunakan
adalah regresi linier berganda. Adapun perbedaannya terletak pada
objek yang diteliti.
6. Nicolas Manurung (2013)
Penelitian ini berjudul “Pengaruh Diskon, Biaya Iklan, dan
Uang Muka terhadap Penjualan Sepeda Motor di Tanjung Pinang.”
Metodologi penelitian yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda
(Ordinary Least Square).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diskon dan biaya iklan
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan sepeda
motor sedangkan uang muka berpengaruh signifikan terhadap
penjualan sepeda motor. Sementara secara parsial semua variabel
61
bebas berpengaruh signifikan terhadap penjualan sepeda motor di
Tanjung Pinang.
Persamaan penelitian penulis dengan Manurung yaitu variabel
down payment (uang muka), dan metodologi yang digunakan adalah
Regresi Linear Berganda. Adapun perbedaannya terletak dari beberapa
variabel lainnya yang diteliti.
7. Roziela Endut dkk (2013)
Penelitian mereka berjudul “Macroeconomic Implications on
Non-Performing Loans in Asian Pacific Region”. Metodologi yang
digunakan adalah Generalized Least Square.
Hasil penelitian menunjukkan selama tahun 2000-2008 NPL
yang terjadi di kawasan Asia Fasifik dipengaruhi oleh beberapa
variabel makro di antararanya PDB, tingkat suku bunga dan inflasi.
Tingkat suku bunga berpengaruh signifikan positif terhadap NPL. PDB
dan inflasi mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap NPL.
Besarnya pengaruh inflasi hanya dapat dirasakan dalam jangka
panjang saja sementara dalam jangka pendek tidak.
Persamaan penelitian penulis dengan Endut dkk terletak pada
kesamaan beberapa variabel yang diteliti. Adapun perbedaannya yaitu
metodologi yang digunakan.
62
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Metodologi Persamaan Perbedaan Kesimpulan
Ali Shingjergji
(2013)
The Impact of
Macroeconomic
Variables on the
Non Performing
Loans in the
Albanian Banking
System During
2005-2012
Dependen:
1. NPL
Independen:
1. PDB
2. Inflasi
3. Tingkat Suku
Bunga
Regresi Linear
Berganda
1. Beberapa
variabel yang
diteliti yaitu
inflasi dan
NPL
2. Metodologi
yang
digunakan
adalah regresi
linier berganda
Ruang lingkup
penelitian
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kredit
bermasalah yang terjadi
pada perbankan di Albania
dipengaruhi oleh beberapa
variabel makro di antaranya
yaitu PDB, inflasi, dan nilai
tukar. PDB dan nilai tukar
berpengaruh positif
sementara inflasi
mempunyai pengaruh
negatif terhadap rasio NPL.
Ana Fiandani
Sofyana (2014)
Dampak Surat
Edaran Bank
Indonesia Nomor
15/40/DKMP
Tahun 2013
Terhadap
Pembiayaan
Kendaraan
Bermotor Pada
PT. Bank Syariah
Mandiri
Dependen:
Pembiayaan
Kendaraan Bermotor
PT Bank Syariah
Mandiri
Independen:
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor
15/40/DKMP Tahun
2013
Regresi Linear
Berganda
1. Topik yang
diteliti adalah
down payment
(uang muka)
2. Metodologi
yang
digunakan
adalah regresi
linier berganda
Ana lebih
memfokuskan
penelitiannya pada
Lembaga keuangan
bank sedangkan
penulis pada
lembaga keuangan
non bank
Variabel (X) berpengaruh
secara keseluruhan terhadap
pembiayaan kendaraan
bermotor (49,6%).
Sedangkan secara parsial
ketiga variabel bebas tidak
berpengaruh secara
signifikan karena nilai t
hitung ketiga variabel bebas
tersebut lebih besar dari
taraf alpha 0,05.
63
Anindya Mutiara
dkk (2013)
Problematika
Penerapan
Prosentase Down
Payment (Uang
Muka) Sebesar
20% Pada Kredit
Kendaraan
Bermotor
(Peraturan
Menteri
Keuangan (PMK)
Nomor
43/PMK.010/201
2 Tentang Uang
Muka
Pembiayaan
Konsumen Untuk
Kendaraan
Bermotor pada
Perusahaan
Pembiayaan
- Deskriptif
kualitatif
Topik yang
dibahas adalah
down payment
(uang muka) pada
pembiayaan
sepeda motor
Metodologi yang
digunakan adalah
deskriptif kualitatif
sementara penulis
menggunakan OLS
dengan analisis
bersifat dekriptif
kuantitatif
Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor
43/PMK.010/2012 Tentang
Uang Muka Pembiayaan
Konsumen Untuk
Kendaraan Bermotor
membuat kelancaran kredit
terhadap motor sedikit
terganggu. Ini dibuktikan
dengan menurunnya kredit
dan penjualan kendaraan
bermotor semenjak
peraturan itu diberlakukan.
64
Kurnia Ratri
Cahyani (2013)
Strategi
Pemasaran dalam
Pembiayaan
Kendaraan
Bermotor pada
Bank Syariah
Pasca Surat
Edaran Bank
Indonesia Nomor
14/33/DPbS
Tahun 2012
- Deskriptif
Kualitatif
Topik yang
dibahas adalah
down payment
(uang muka)
Metodologi yang
digunakan adalah
deskriptif kualitatif
sementara penulis
menggunakan OLS
dengan analisis
bersifat dekriptif
kuantitatif
Dampak yang terjadi akibat
dikeluarkannya Surat
Edaran Bank Indonesia
Nomor 14/33/DPbS Tahun
2012 adalah terjadinya
penurunan kuantitas
pembiayaan kendaraan
bermotor namun terjadi
peningkatan kualitas dari
sisi pengembalian nasabah.
Masthuroh dkk
(2015)
Pengaruh Gross
Domestic Product
dan Inflasi
Terhadap Non
Performing
Financing pada
PT Bank
Muamalat
Indonesia Periode
2006-2013
Dependen:
GDP
Independen:
Inflasi
Regresi Linear
Berganda
1. Metodologi
yang digunakan
adalah regresi
linier berganda
2. Variabel yang
diteliti di
antaranya inflasi
dan NPF
Objek yang diteliti
adalah Bank
Muamalat
sementara penulis
Multifinance
GDP berpengaruh negatif
signifikan terhadap NPF
sedangkan inflasi
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap NPF.
Sementara secara simultan
kedua variabel berpengaruh
signifikan terhadap NPF.
Nicolas Manurung
(2013)
Pengaruh Diskon,
Biaya Iklan, dan
Uang Muka
terhadap
Penjualan Sepeda
Motor di Tanjung
Pinang
Dependen:
Penjualan Sepeda
Motor
Independen:
1. Diskon
2. Biaya Iklan
Regresi Linear
Berganda
1. Metodologi
yang digunakan
adalah regresi
linier berganda
2. Variabel uang
muka
Variabel yang
diteliti lainnya
meliputi diskon,
dan biaya iklan.
Diskon dan biaya iklan
secara parsial tidak
berpengaruh signifikan
terhadap penjualan sepeda
motor sedangkan uang
muka berpengaruh
signifikan terhadap
65
3. Uang Muka penjualan sepeda motor.
Sementara secara parsial
semua variabel bebas
berpengaruh signifikan
terhadap penjualan sepeda
motor di Tanjung Pinang.
Roziela Endut dkk
(2013)
Macroeconomic
Implications on
Non-Performing
Loans in Asian
Pacific Region
Dependen:
1. NPL
Independen:
1. PDB
2. Inflasi
3. Tingkat Suku
Bunga
Generalized Least
Square
Beberapa variabel
yang diteliti
meliputi NPL dan
inflasi
Metodologi yang
digunakan adalah
GLS, sementara
penulis
menggunakan OLS
Hasil penelitian
menunjukkan selama tahun
2000-2008 NPL yang
terjadi di kawasan Asia
Fasifik dipengaruhi oleh
beberapa variabel makro di
antararanya PDB, tingkat
suku bunga dan inflasi.
Tingkat suku bunga
berpengaruh signifikan
positif terhadap NPL. PDB
dan inflasi mempunyai
pengaruh negatif signifikan
terhadap NPL. Besarnya
pengaruh inflasi hanya
dapat dirasakan dalam
jangka panjang saja
sementara dalam jangka
pendek tidak.
Sumber: Berbagai Jurnal dan Skripsi. Diolah.
66
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran menurut Miles dan Huberman dalam Tanjung
dan Devi (2013) adalah gambaran akan peta peneliti mengenai batas-batas
yang akan diselidiki dan yang tidak tersentuh oleh proses penelitian.
Kerangka pemikiran yang dibangun dalam penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down
Payment (Uang Muka), dan Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan bagaimana
variabel-variabel yang berkaitan dengan penelitian ini dan diduga Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia dipengaruhi
oleh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka),
Dan Inflasi.
Untuk melihat gambaran atau perkembangan variabel-variabel
yang diteliti maka penulis menggunakan metode analisis statistik
deskriptif. Menurut Sugiono (2010: 21) metode deskriptif adalah suatu
metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu
hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang
lebih luas.
Untuk melihat apakah terdapat pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat, langkah yang diambil selanjutnya yaitu regresi
berganda atau Ordinary Least Square. Menurut Al-Ghifari (2013: 83),
model regresi yang baik adalah model regresi yang menghasilkan estimasi
67
linier tidak bias (Best Liniear Unbias Estimator/ BLUE). Kondisi ini akan
terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik.
Maka langkah selanjutnya yaitu uji asumsi klasik yang terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.
Apabila model lolos uji asumsi klasik, maka akan dilakukan uji
hipotesis yang terdiri dari uji t statistik (parsial), uji F statistik (simultan),
dan uji koefisien determinasi. Uji t statistik digunakan untuk mengetahui
secara parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Uji F statistik digunakan untuk melihat apakah secara simultan variabel
independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Uji
koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel
dependen dapat dijelaskan oleh variabel independennya.
68
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Variabel Dependen Variabel Independen
Alat Analisis
Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di
Indonesia
1. Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah
2. Down Payment (Uang Muka)
3. Inflasi
Analisis Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah,
Down Payment (Uang Muka) dan Inflasi Terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di
Indonesia
Analisis Regresi Berganda
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
3. Uji Heterokedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis
1. Uji t-statistik
2. Uji F-statistik
3. Uji Adjusted R2
Kesimpulan & Saran
69
E. Hipotesis Penelitian
Dengan mengacu pada dasar pemikiran teoritis dan studi empiris, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ha : Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah berpengaruh terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia.
H0 : Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah tidak berpengaruh terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia.
2. Ha : Down Payment (Uang Muka) berpengaruh terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia.
H0 : Down Payment (Uang Muka) tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia.
3. Ha : Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor
pada Multifinance di Indonesia.
H0 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia.
4. Ha : Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka),
dan Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor
pada Multifinance di Indonesia.
H0 : Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka),
dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia.
70
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum penelitian ini mengkaji pengaruh pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi terhadap kualitas
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia. Sifat penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini bermaksud menjelaskan hubungan antara variabel
independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat). Penelitian ini
menggunakan satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitas pembiayaan
sepeda motor pada multifinance yang tercermin dalam angka non performing
financing (NPF), sedangkan variabel independennya yaitu pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka), dan Inflasi.
Data operasional yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
data runtut waktu (time series). Semua data yang diteliti berbentuk data
bulanan dimulai dari periode Januari 2011-Oktober 2014. Perhitungan dan
pengolahan data menggunakan alat bantu software statistik dan ekonometrik
dengan bantuan komputer (electronically data processing). Perangkat lunak
computer yang digunakan adalah E-Views 8.
B. Sumber Data
Pada penelitian ini tidak menggunakan sampel tetapi menggunakan
populasi karena seluruh data yang diperhatikan dalam penelitian ini
71
merupakan data populasi dalam bentuk data sekunder, yaitu data dari rata-rata
yang terjadi pada seluruh lembaga pembiayaan baik yang dikeluarkan OJK
maupun BI ataupun sumber lainnya yang terkait. Populasi yang diteliti dalam
penelitian ini adalah pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment (uang
muka), Inflasi dan Non Performing Financing pada Multifinance di Indonesia
dari tahun 2011-2014.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dalam bentuk time series. Data tersebut dari berbagai sumber seperti Bank
Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS),
Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan Indonesia (APPI) dan sumber lainnya yang terkait. Metode yang
untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Sekunder
Penelitian dengan data sekunder sering juga disebut dengan
penelitian meja (desk study). Peneliti tidak perlu bersusah payah mencari
data karena semua data sudah tersedia (Tanjung dan Devi, 2013: 94).
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BI, OJK,
APPI, AISI, dan lainnya.
2. Library Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang
72
berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh
data yang valid.
3. Internet Research
Penelitian ini juga menggunakan internet sebagai sumber referensi.
Sehingga data selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis
kuantitatif yang bersifat deskriptif statistik. Menurut Bungin (2010: 36),
statistik deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan berbagai
kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat
yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian
mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi
ataupun variabel tersebut.
1. Analisis Regresi Berganda
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2013: 168) analisis regresi
adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan
yang menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel
bebas (X) dan sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuadrat
terkecil atau juga disebut Ordinary Least Square (OLS) untuk model
regresi linear berganda dengan alat bantu software E-Views 8.
Menurut Algifari (2013: 78) pada kasus penelitian tertentu,
variabel yang digunakan dalam model regresi tidak selalu dalam besaran
73
yang sama. Persamaan regresi estimasi yang dihasilkan dari perbedaan
nilai variabel yang sangat besar ini berakibat koefisien regresinya ada yang
nilainya sangat kecil. Untuk mengatasi hal ini, biasanya variabel-variabel
yang nilainya relatif terlalu besar ditransformasikan ke dalam nilai double
log (ln).
Model ekonometrika yang akan diestimasi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Y = β0 + β1X1 + β2X2D1 + β3X3 + ε
Setelah ditransfromasi ke dalam logaritma natural (ln), maka
persamaan akan berubah menjadi sebagai berikut:
LNNPF = β0 + β1 LNPPPS + β2 DPD1+ β3INF + ε
Keterangan:
LNNPF : Non Performing Financing sepeda motor pada
Multifnane di Indonesia
β0 : Constanta
β1 β2 β3 : Koefisien regresi
D1 : Dummy Down Payment
LNPPPS : Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah
DP : Down Payment (Uang Muka)
INF : Inflasi
ε : Error Terms
2. Uji Asumsi Klasik
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2013: 230) beberapa asumsi
dalam regresi berganda adalah sebagai berikut:
74
a) Variabel terikat dan variabel bebas memiliki hubungan yang linier atau
hubungan garis lurus.
b) Variabel terikat haruslah variabel yang bersifat continue dan paling
tidak berskala selang.
c) Nilai keragaman atau residu, yaitu selisih antara data pengamatan dan
data dugaan hasil regresi harus sama untuk semua nilai Y.
d) Pengamatan-pengamatan untuk variabel terikat dari satu pengamatan
ke pengamatan lain harus bebas atau tidak berkorelasi.
Asumsi-asumsi tersebut harus dipenuhi dalam menyusun regresi
berganda agar hasilnya tidak bias. Menurut Al-Ghifari (2013: 83), model
regresi yang baik adalah model regresi yang menghasilkan estimasi linier
tidak bias (Best Liniear Unbias Estimator/ BLUE). Kondisi ini akan terjadi
jika dipenuhi beberapa asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Asumsi
klasik terdiri dari :
Non-multikoleniaritas. Artinya antar variabel independen yang satu
dengan independen yang lain dalam model regresi tidak saling
berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna.
Homokedastisitas. Artinya, varians semua variabel adalah konstan
(sama).
Non-otokolerasi. Artinya, tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam
model melalui tenggang waktu (time lag). Misalnya, nilai suatu
variabel saat ini akan berpengaruh terhadap nilai variabel lain pada
75
masa yang akan datang. Menurut model klasik ini tidak mungkin
terjadi.
Nilai rata-rata kesalahan (error) populasi pada model stokhastiknya
sama dengan nol.
Variabel independen adalah nonstokastik (nilai konstan pada setiap
kali percobaan yang dilakukan secara berulang).
Distribusi kesalahan (error) adalah normal.
a. Uji Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data
berdistribusi normal. Ada teorema mengagumkan dalam statistik -
teorema limit sentral (TLS) - yang mula-mula dikemukakan oleh
pakar matematika berkebangsaan Prancis, Laplace, yang menyatakan
bahwa apabila X1, X2, …,Xn merupakan variabel acak dari populasi
(dalam hal ini distribusi probabilitas) manapun dengan rata-rata υx dan
varians σ2
x maka rata-rata sampe X cenderung didistribusikan secara
normal dengan rata-rata υx dan varians 𝜎 2𝑥
𝑛 ketika ukuran sampel naik
tak hingga tak terbatas (dalam bahasa teknik tak terhingga). Tentu saja
jika X1 kebetulan berasal dari populasi normal, maka rata-rata sampel
akan mengikuti distribusi normal tanpa peduli terhadap ukuran sampel.
Dalam prakteknya, tak peduli distribusi probabilitas apapun yang
mendasarinya, rata-rata sampel dari besaran sampel yang terdiri dari
sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati normal (Gujarati:
2006: 77).
76
1) Cara Mengenali Normalitas
Menurut Ghozali (2011: 160) Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik. Normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik-titik) pada sumbu diagonal
dari grafik normal P-P Plots.
i) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal, maka data
berdistribusi normal.
ii) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka data tidak berdistribusi
normal.
2) Pengaruh Ketidaknormalan Data
Menurut Widarjono (2010: 111), salah satu asumsi model
regresi adalah residual mempunyai distribusi normal. Apa
konsekuensinya jika model tidak mempunyai reisdual yang
berdistribusi normal? Uji t untuk melihat signifikansi variabel
independen terhadap variabel dependen tidak bisa diaplikasikan
jika residual tidak mempunyai distribusi normal.
3) Cara Menghilangkan Ketidaknormalan Data
Menurut Rosadi (2012: 36), salah satu hal yang dapat
dilakukan jika data tidak berdistribusi normal adalah melakukan
transformasi terhadap data.
77
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas dikemukakan pertama kali oleh Ragner Frish.
Frish menyatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu
hubungan linear yang sempurna. Mengapa dalam regresi berganda
tidak boleh terjadi multikolinier? Menurut Frish apabila terjadi
multikolinier apalagi kolinier yang sempurna (koefisien korelasi antar
variabel bebas = 1), maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak
dapat ditentukan dan standar error-nya tidak terhingga (Suharyadi dan
Purwanto, 2013: 231).
Menurut Winarno (2011: 5.1) multikolinieritas adalah adanya
hubungan linier antarvariabel independen. Karena melibatkan beberapa
variabel independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada
persamaan regresi sederhana (yang terdiri dari satu variabel dependen
dan satu variabel independen).
1) Cara Mengenali Multikolinieritas
Suharyadi dan Purwano (2013) mengemukakan beberapa
teknik untuk mengenali multikolinieritas:
i) Variabel bebas secara bersama-sama pengaruhnya nyata, atau
Uji F-nya nyata, namun ternyata setiap variabel bebasnya
secara parsial pengaruhnya tidak nyata, (Uji t-nya tidak nyata).
ii) Nilai koefisien determinasi R2 sangat besar, namun ternyata
variabel bebasnya berpengaruh tidak nyata.
78
iii) Nilai koefisien korelasi parsial, yaitu ryx1.x2, ryx2.x1, dan rx1x1.y ada
yang lebih besar dari koefisien determinasinya.
2) Pengaruh Multikolinieritas
Menurut Winarno (2011) apabila model prediksi kita
memiliki multikolinieritas, maka akan memunculkan akibat-akibat
berikut ini:
i) Estimator masih bisa bersifat BLUE, tetapi memiliki varian dan
kovarian yang besar, sehingga sulit dipakai sebagai alat
estimasi
ii) Interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistik Uji t akan
kecil, sehingga menyebabkan variabel independen tidak
signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel
independen.
3) Cara Menghilangkan Multikolineritas
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan multikolinieritas menurut Winarno (2011: 5.7),
diantaranya adalah:
i) Biarkan saja model kita mengandung multikolinieritas, karena
estimatornya masih bersifat BLUE. Sifat BLUE tidak
terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi antarvariabel
independen. Namun harus diketahui bahwa multikolinieritas
akan menyebabkan standar error lebih besar.
79
ii) Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena biasanya
masalah multikolinier biasanya muncul karena jumlah
observasinya sedikit.
iii) Hilangkan salah satu variabel independen, terutama yang
memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain.
Namun apabila teori variabel independen tersebut tidak
mungkin dihilangkan, berarti harus tetap dipakai.
iv) Transformasikan salah satu (atau beberapa) variabel, termasuk
misalnya dengan melakukan diferensiasi.
c. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas dilakukan untuk melihat nilai varians antar
nilai Y, apakah sama atau heterogen. Menurut Ariefianto dalam Rolis
(2014: 67) asumsi penting (asumsi Gauss Markov) dalam penggunaan
OLS adalah varians residual yang konstan. Varians dari residual tidak
berubah dengan berubahnya satu atau lebih variabel bebas. Jika asumsi
ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis. Jika tidak, disebut
heterokedastis.
1) Cara Mengenali Heterokedastisitas
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2013: 232),
pendeteksian heterokedastisitas dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
i) Metode grafik, menghubungkan antara Y dan e2, di mana
apabila hubungan Y dan e2
tidak sistematis seperti makin
80
membesar atau mengecil seiring bertambahnya Y, maka tidak
terjadi heterokedastisitas.
ii) Uji korelasi Rank Spearman, digunakan untuk menguji
heterokedastisitas apabila nilai korelasi rank Spearman lebih
besar dari nilai t-tabel.
Sementara itu, menurut Winarno (2011: 5.8), ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya
masalah heterokedastisitas. Beberapa metode tersebut adalah
dengan metode grafik, Uji Park, Uji Glejser, Uji Korelasi
Spearman, Uji Goldfeld Quandt, Uji Bruesch-Pagan-Godfrey dan
Uji White.
2) Pengaruh Heterokedastisitas
Menurut Suharyadi dan Purwanto (2013: 232), ada tiga
dampak yang terjadi akibat terjadinya heterokedastisitas yaitu
sebagai berikut:
i) Walaupun terjadi heterokedastisitas, koefisien penduga (b1 dan
b2) tetap efisien, namun variannya atau kesalahan baku
penduganya menjadi lebar atau tidak efisien.
ii) Interval keyakinan untuk koefisien regresi menjadi semakin
lebar dan uji signifikansi kurang kuat
iii) Apabila kita menggunakan OLS, maka Uji t dan Uji F tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan
perubahan-perubahan.
81
3) Cara Menghilangkan Heterokedastisitas
Cara mengatasi heterokedastisitas dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
i) Melakukan metode kuadrat terkecil tertimbang, nilai
tertimbang dapat dilakukan berdasarkan apriori atau observasi.
ii) Melakukan transformasi log atau data ditransformasi ke bentuk
lainnya seperti 1/X atau yang lainnya.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dikenalkan oelh Maurice G Kendall dan William
R Buckland. Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota
observasi yang disusun menurut urutan waktu. Ada beberapa penyebab
autokorelasi yaitu (a) kelembaman, kelembaman biasanya terjadi
dalam fenomena ekonomi dimana sesuatu akan mempengaruhi suatu
yang lain dengan mengikuti siklus bisnis saling berkaitan. (b)
terjadinya bias spesifikasi, yaitu ada beberapa variabel yang tidak
termasuk dalam model, dan (c) bentuk fungsi yang digunakan tidak
tepat, misalnya seharusnya bentuk nonlinier tetapi digunakan linier
atau sebaliknya (Suharyadi dan Purwanto, 2013: 232)
1) Cara Mengenali Autokorelasi
Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:
i) Metode grafik yang menghubungkan antara error (e) atau
residu dengan waktu, apabila terdapat hubungan yang
82
sistematis, baik meningkat atau menurun, menunjukkan adanya
autokorelasi
ii) Uji Durbin Watson, pada uji D-W adanya autokorelasi positif
jika nilai D-W berada diantara 0 sampai dengan 1,10, serta
autokorelasi negatif jika nilai D-W berada diatas 2,90.
Sedangkan jika model terbebas dari masalah autokorelasi, nilai
D-W berada diantara 1,54 sampai dengan 2,46. Model tidak
dapat diputuskan terdapat autokorelasi atau tidak jika nilai D-
W berada diantara 1,10 sampai dengan 1,54 dan 2,46 sampai
dengan 2,90.
2) Pengaruh Autokorelasi
Winarno (2011: 5.23) menjelaskan akibat yang ditimbul
dari autokorelasi, diantaranya:
i) Estimator metode kuadrat terkecil masih linier
ii) Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias
iii) Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian
yang minimum (no longer best)
Ia juga menyimpulkan bahwa seperti halnya heterokedastisitas,
autokorelasi juga menyebabkan estimator bersifat LUE, tidak lagi
BLUE.
3) Cara Menghilangkan Autokorelasi
Apabila data mengandung autokorelasi, data harus segera
diperbaiki agar model tetap dapat digunakan. Menurut Winarno
83
(2011: 5.31) masalah autokorelasi harus diketahui terlebih dahulu
besarnya koefisien autokorelasi, ρ.
Untuk menghitung nilai ρ, dapat digunakan Uji G atau
biasa dikenal dengan Uji Berenblutt-Webb. Setelah ρ diketahui,
barulah autokorelasi dapat dihilangkan. Beberapa alternatif yang
digunakan untuk menghilangkan masalah autokorelasi adalah
sebagai berikut:
i) Bila struktur autokorelasi ρ diketahui, masalah autokorelasi
dapat diatasi dengan melakukan transformasi terhadap
persamaan.
ii) Bila struktur ρ tidak diketahui, alternatifnya adalah:
Bila ρ tinggi: metode diferensi tingkat pertama
Bila ρ rendah: metode OLS
Bila ρ tidak diketahui: metode Cochrane-Orcutt
Autokorelasi mengakibatkan koefisien regresi yang
dihasilkan tidak efisien sehingga menjadi tidak dapat dilakukan.
Disini peneliti menggunakan pengujian lain yaitu Metode Newey,
Whitney dan Kenneth (HAC) agar uji t dan F tetap bisa dilakukan
(Widarjono, 2010: 109).
3. Uji Hipotesis
a) Uji Parsial (Uji-t)
Uji signifikansi parsial atau individual digunakan untuk
menguji apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidaknya
84
terhadap variabel terikat. Pada regresi berganda Y = a + b1X1 + b2X2 +
… bkXk, mungkin variabel X1 sampai Xk secara bersama-sama
berpengaruh nyata. Namun demikian, belum tentu secara individu atau
parsial seluruh variabel X1 sampai Xk berpengaruh nyata terhadap
variabel terikatnya (Y). Untuk mengetahui apakah suatu variabel
secara parsial berpengaruh nyata atau tidak digunakan uji t atau t
student (Suharyadi dan Purwanto, 2013: 228).
Menurut Widarjono (2010: 28), signifikan tidaknya sebuah
variabel independen di dalam analisis regresi bisa dilihat dari nilai ρ
dibandingkan dengan nilai α. Jika nilai probabilitas ρ lebih kecil dari
nilai α yang dipilih maka kita menolak hipotesis nol (H0) atau
menerima hipotesis alternatif (H1) dan sebaliknya jika nilai
probabilitas ρ lebih besar dari nilai α maka kita menerima hipotesis nol
atau menolak hipotesis alternatif.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikan
pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam
model regresi.
Jika t statistik < t tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka
H0 gagal ditolak artinya tidak ada pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Jika t statistik > t tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0
ditolak, artinya ada pengaruh antara variabel independen terhadap
variabel dependen.
85
Pengujian ini dilakukan pada taraf signifikan tertentu yaitu 5%
yang artinya tingkat kesalahan satu variabel ada 5% atau 0,05
sedangkan tingkat keyakinannya adalah 95% atau 0,95. Jadi apabila
tingkat kesalahan suatu variabel > 5% atau 0,05 berarti variabel itu
tidak signifikan dan begitu sebaliknya apabila <5% atau 0,05 maka
variabel tersebut signifikan.
b) Uji Simultan (Uji-F)
Uji global disebut juga uji signifikansi serentak atau Uji F. Uji
ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel
bebas (X1, X2, …Xk) dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku
atau keragaman variabel terikat (Y). Uji global dimaksudkan untuk
mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi
sama dengan nol (Suharyadi dan Purwanto, 2013: 228).
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut :
Jika F-hitung < F tabel atau nilai probabilitas > dari 0,05 maka H0
gagal diterima yang berarti secara bersama-sama variabel independen
tidak dipengaruhi variabel dependen secara signifikan.
Jika F-hitung > F tabel atau nilai probabilitas < dari 0,05 maka H0
ditolak yang berarti secara bersama-sama variabel dependen
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
86
c) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Suharyadi dan Purwano (2013: 162) koefisien
determinasi adalah bagian dari keberagaman total variabel terikat Y
(variabel yang dipengaruhi atau dependen) yang dapat diterangkan
atau diperhitungkan oleh keragaman variabel bebas X (variabel yang
mempengaruhi atau independen). Semakin besar koefisien determinasi
menunjukkan semakin baik kemampuan X menerangkan Y. Besarnya
koefisien determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi.
Bila R2
= 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh
X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100%
dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain bila R2 =1, maka semua
titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian, ukuran
goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh R2 yang nilainya
antara nol dan 1 (Usman dan Nachrowi, 2002:21).
E. Operasional Variabel Penelitian
Batasan operasional variabel penelitian merupakan pendefinisian dari
serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan. Hal ini dipandang
perlu agar tidak ada kesamaan makna atas suatu variabel yang mungkin
mempunyai makna ganda. Dalam pendefinisian variabel-vaiabel sampai
dengan kemungkinan pengukuran dan cara pengukurannya (Hamid dalam
Rolis, 2014: 71). Adapun operasional variabel dalam penelitian ini diantaranya
sebagai berikut:
87
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia. Untuk
menentukan berkualitas tidaknya suatu kredit perlu diberikan ukuran-
ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit,
diantaranya: Lancar (Pas), Dalam Pehatian Khusus (Special Mention),
Kurang Lancar (Substandar), Diragukan (Doubtful) dan Macet (Loss).
Dalam penelitian ini untuk mengukur kualitas pembiayaan
menggunakan data Non Performing Financing (NPF). NPF itu sendiri
merupakan rasio perbandingan antara jumlah pembiayaan bermasalah
terhadap total pembiayaan syariah di Indonesia. Data yang digunakan
adalah data bulanan diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dalam bentuk miliar rupiah.
2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini mencakup Pangsa Pasar
Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka), dan Inflasi.
a) Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah
Pangsa pasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dapat diartikan sebagai jumlah penjualan produk atau komoditas suatu
penjualan dibandingkan dengan penjualan produk atau komoditas itu
dalam industri atau penghasil secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini pangsa pasar diperoleh dengan
membandingkan penguasaan pangsa pasar syariah dengan total
88
pembiayaan pada sektor pembiayaan kendaraan roda dua. Data yang
digunakan adalah data bulanan yang diperoleh dari Otoritas Jasa
Keuangan dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI)
dalam bentuk miliar rupiah.
b) Down Payment (Uang Muka)
Menurut Surat Edaran OJK No.14/33/DPbS, down payment
atau adalah pembayaran di muka atau uang muka secara tunai yang
sumber dananya dari debitur (self financing) dalam rangka pembelian
kendaraan bermotor.
Peraturan-peraturan mengenai batasan uang muka diperoleh
dari Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk surat edaran. Dalam
penelitian ini down payment diukur dengan menggunakan variabel
dummy, dimana 0 adalah periode sebelum penetapan down payment
dan 1 adalah periode setelah penetapan down payment.
c) Inflasi
Menurut Rahardja dan Manurung (2008), Inflasi adalah gejala
kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Data inflasi yang digunakan adalah data bulanan dimulai dari Januari
2011 sampai Oktober 2014 yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI)
dalam bentuk prosentase.
89
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Salah satu lembaga keuangan non bank yang berkembang cukup pesat
yaitu lembaga pembiayaan atau biasa dikenal dengan multifinance.
Perkembangan industri multifinance ini secara keseluruhan telah mampu
menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol dalam dunia
bisnis khususnya sektor keuangan yang diperlukan dalam menunjang
pembangunan ekonomi secara nasional. Peranan yang menonjol dari lembaga
pembiayaan atau multifinance adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang
memerlukan dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja,
atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi).
Kehadiran industri multifinance di Indonesia sesungguhnya belumlah
terlalu lama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Di lansir dari
artikel yang ditulis Muhaimin (2010), diketahui industri ini mulai tumbuh di
Indonesia pada tahun 1974. Kelahirannya didasarkan pada Surat Keputusan
Bersama (SKB) Tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,
dan Menteri Perdagangan.
Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT
Pembangunan Armada Niaga Nasional pada tahun 1975. Kelak, perusahaan
tersebut mengganti namanya menjadi PT PANN Multifinance. Kemudian,
melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988 yang ditindaklanjuti
90
dengan SK Menteri Keuangan No. 12/KMK.013/1988, pemerintah membuka
lebih luas bisnis pembiayaan dengan cakupan kegiatan meliputi leasing,
factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit.
Memasuki dekade tahun 2000, industri pembiayaan di Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kebutuhan masyarakat yang
beragam menuntut perusahaan pembiayaan menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat yang sangat kompleks. Industri multifinance terdiri atas
perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan infrastruktur, baik yang menjalankan prinsip konvensional
maupun syariah. Sampai akhir tahun 2014, perusahaan pembiayaan masih
mendominasi pangsa pasar industri multifinance. Hal ini dapat dilihat dari aset
yang dimiliki sebesar 94,75% dari total aset industri multifinance.
Gambar 4.1
Komposisi Aset Lembaga Pembiayaan Tahun 2014 (triliun Rupiah)
Sumber: OJK, 2014.
Bersama dengan Perpres No. 9 Tahun 2009, saat ini kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan di Indonesia hanya berfokus pada
sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen
91
(consumer finance), dan atau kartu kredit (credit card). Adapun pembiayaan
yang paling diminati adalah pembiayaan konsumen dengan total Rp245,81
triliun rupiah. Sementara sewa guna usaha sebesar Rp110,95 triliun, anjak
piutang sebesar Rp9,42 triliun dan kartu kredit sebesar Rp0,03 triliun rupiah.
Boomingnya lembaga pembiayaan konvensional telah memacu
pertumbuhan lembaga pembiayaan syariah di Indonesia. Bahkan beberapa
lembaga pembiayaan konvensional yang sudah ada mendiversifikasi
produknya kepada produk-produk pembiayaan syariah. Selain motif untuk
mencari keuntungan tetapi juga untuk memfasilitasi penduduk muslim yang
ingin melakukan transaksi pembiayaan bebas riba.
Industri pembiayaan syariah bermula dari banyaknya permintaan
konsumen yang menginginkan produk halal bebas riba. Menindaklanjuti hal
ini, pada 10 Desember 2007, Bapepam dan LK menerbitkan satu paket
regulasi melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007
dan Nomor Per-04/BL/2007. Regulasi tersebut mencakup peraturan tentang
kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan peraturan
tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Dalam peraturan tersebut kegiatan yang dapat
dilakukan oleh perusahaan pembiayaan syariah meliputi pembiayaan dengan
menggunakan akad-akad ijarah, ijarah muntahiah bit tamlik, wakalah bil
ujrah, murabahah, salam dan ishtishna.
Adanya peraturan tersebut memancing berdirinya perusahaan-
perusahaan pembiayaan syariah baik itu perusahaan pembiayaan syariah
92
murni maupun unit usaha syariah. Perusahaan pembiayaan syariah murni yang
pertama kali berdiri di Indonesia yaitu PT Al-Ijarah Indonesia Finance (Alif)
yang didirikan pada bulan Desember 2006 di Jakarta dan memulai
operasionalnya pada tanggal 27 Agustus 2007.
Perusahaan pembiayaan syariah selalu bertambah setiap tahunnya.
Dilansir dari OJK, sampai akhir 2014, jumlah perusahaan pembiayaan syariah
tercatat sebanyak 44 perusahaan, terdiri atas 3 (tiga) perusahaan berbentuk
murni syariah dan 41 unit usaha syariah. Sementara itu dilihat dari sisi aset,
sampai akhir Desember 2014 total aset perusahaan pembiayaan syariah
tercatat sebesar Rp23,77 triliun atau mengalami penurunan 3,53%
dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai nilai Rp24,64 triliun rupiah.
Dari segi penyaluran piutang, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pada
tahun 2014 mengalami penurunan, yaitu sebesar Rp18,39 triliun atau sekitar
17,75% dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai nilai Rp22,36 triliun.
Gambar 4.2
Pertumbuhan Total Aset dan Piutang Perusahaan Pembiayaan
Syariah Tahun 2010-2014 (triliun Rupiah)
Sumber: OJK, 2014.
93
Total aset perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
berjumlah Rp23,77 triliun tersebut masih memiliki porsi yang cukup kecil bila
dibandingkan dengan total aset perusahaan pembiayaan konvensional yaitu
sebesar 5,76% dari Rp389,15 triliun. Begitu pula dengan total piutang
pembiayaan perusahaan pembiayaan syariah yang berjumlah Rp18,39 triliun,
juga masih memiliki prosi yang cukup kecil yaitu sebesar 5,05% dari
Rp345,78 triliun yang dimiliki perusahaan pembiayaan konvensional.
Pada tahun 2014, terdapat 4 (empat) jenis penyaluran piutang
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan syariah, yaitu Murabahah, Ijarah, Ijarah Muntahiyah Bittamlik,
dan Hiwalah. Adapun komposisi masing-masing pembiayaan dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:
Gambar 4.3
Komposisi Jenis Kegiatan Pembiayaan Syariah Tahun
2014 (triliun Rupiah)
Sumber: OJK, 2014.
Terlihat pembiayaan murabahah untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang konsumtif lebih mendominasi dan diminati dibandingkan dengan
94
pembiayaan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia masih
berpola hidup konsumtif.
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
a. Analisis Deskriptif Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor Syariah di
Indonesia
Kualitas aset pembiayaan dapat dilihat dari fluktuasi nilai non-
performing financing (NPF). Menurut Wiraatmaja dalam Faizal (2010:
44) yang dimaksud pembiayaan bermasalah (NPF) adalah pembiayaan
yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan
pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan
ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan tanda-tanda
terlebih dahulu.
Non Performing Financing adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan Bank Indonesia kategori
yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar,
diragukan, dan macet.
Pembiayaan bermasalah merupakan hal yang selalu ditemukan
dalam setiap kegiatan lembaga keuangan syariah. Pembiayaan
bermasalah harus dihindari dan tidak boleh terjadi. Sebab, dampak
negatif yang ditimbulkannya sangat besar bagi lembaga keuangan.
95
2.69
2.83
2.1
1.44
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
2011 2012 2013 2014
Gambar 4.4
Non Performing Financing pada Multifinance di Indonesia Tahun
2011-2014 (dalam Prosentase)
Sumber: OJK, 2014.
Merujuk pada statistik lembaga pembiayaan Indonesia, pada
tahun 2011 NPF berada dikisaran 2,69% kemudian melejit sepanjang
tahun 2012 menjadi 2,83%. Pada tahun 2013 NPF mengalami
penurunan dan NPF terendah terjadi pada tahun 2014 dimana nilainya
sebesar 1,44%.
b. Analisis Deskriptif Pangsa Pasar Pembiayaan Sepeda Motor
Syariah di Indonesia
Pangsa pasar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dapat diartikan sebagai jumlah penjualan produk atau komoditas suatu
penjualan dibandingkan dengan penjualan produk atau komoditas itu
dalam industri atau penghasil secara keseluruhan. Dalam penelitian ini
pangsa pembiayaan sepeda motor dibandingkan dengan total pangsa
pembiayaan syariah.
96
Gambar 4.5
Pangsa Pasar Pembiayaan Sepeda Motor Syariah di Indonesia
Tahun 2011-2014 (miliar Rupiah)
Sumber: OJK, 2014. Diolah.
Semenjak tahun 2011 pangsa pasar pembiayaan sepeda motor
syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pangsa pasar
tahun 2011 hanya memiliki nilai Rp33,719 miliar. Angka ini kemudian
melejit menjadi Rp107,051 miliar pada tahun 2012. Pangsa pasar terus
meningkat jumlahnya bahkan dua kali lipat jumlahnya pada tahun
2013 yaitu sebesar Rp275,608 miliar. Akan tetapi memasuki tahun
2014 pangsa pasar mulai menurun. Angkanya anjlok mencapai
Rp232,277 miliar.
c. Analisis Deskriptif Down Payment (Uang Muka)
Perkembangan pembiayaan yang menggembirakan selama
beberapa tahun terakhir telah membuat pemerintah cemas. Pasalnya
pembiayaan yang selalu bertumbuh itu memungkinkan terjadinya
kredit bermasalah. Atas dasar ini lah pemerintah melalui Bank
2011 2012 2013 2014 33,719
107,051
275,608 232,277
97
Indonesia selaku penguasa moneter mengeluarkan serangkaian
kebijakan untuk mengantisipasi atau meminimalisir adanya gejolak
dalam perekonomian sebagai akibat dari pertumbuhan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dan Kepemilikan Kendaraan Bermotor
(KKB) yaitu dengan penetapan besaran down payment atau uang
muka.
Down payment (uang muka) adalah pembayaran di muka atau
uang muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur (self
financing) dalam rangka pengadaan barang dengan pembayaran secara
angsuran.
Melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP,
pemerintah sudah menentukan kebijakan dengan membuat aturan Loan
to Value (LTV), dimana calon debitur atau calon konsumen
perumahan diharapkan mampu membayar uang muka (down payment)
sekitar 25% dari total kredit perumahan atau kendaraan roda dua yang
diajukan, dan pihak perbankan atau lembaga pembiayaan hanya
diperbolehkan memberikan agunan maksimal 75%. Hal ini tentu saja
dimaksudkan untuk meminimalisir gagal bayar.
Pada 15 Maret 2012, Kementerian Keuangan mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Untuk
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.
98
Dalam aturan tersebut dicantumkan besaran uang muka yang
harus diterapkan perusahaan pembiayaan. Bagi kendaraan bermotor
roda dua, uang muka yang diterapkan 20%, kendaraan roda empat
yang digunakan untuk tujuan produktif besarnya uang muka yaitu
20%, dan kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk
tujuan non-produktif sebesar 25%.
Tidak sampai di situ, pada 21 Desember 2012, kementerian
keuangan merubah batasan uang muka yang telah ada di peraturan
sebelumnya. Dalam PMK No.220/PMK/010/2012 disebutkan bahwa
besaran uang muka yang tercantum pada PMK No.43/PMK.010/2012
juga berlaku untuk perusahaan pembiayaan syariah.
Situasi ekonomi yang kurang menguntungkan membuat
besaran uang muka kembali diubah oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Hal ini dilakukan untuk mendorong perekonomian bertumbuh
kembali. Melalui Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.05/2015
disusun kembali besaran uang muka yang baru. Adapun rinciannya
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Besaran Uang Muka Menurut SE OJK Nomor 19/SEOJK.05/2015
Jenis Kendaraan
Uang Muka
NPF < 5%
NPF > 5%
R2 atau R3 15% 20%
R4 Non-Produktif 20% 25%
R4 Produktif 15% 20% Sumber: OJK, 2015. Diolah.
99
Dalam aturan tersebut diwajibkan bagi perusahaan
pembiayaan yang mempunyai nilai rasio NPF lebih rendah atau sama
dengan 5% agar menetapkan ketentuan uang muka 15% untuk
kendaraan beroda dua atau roda tiga, 20% untuk kendaraan roda empat
yang digunakan untuk tujuan non-produktif dan 15% bagi kendaraan
roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif. Sementara itu bagi
perusahaan yang memiliki NPF di atas 5% wajib menetapkan besaran
uang muka 20% bagi kendaraan roda dua, 25% bagi kendaraan roda
empat non-produktif dan 20% bagi kendaraan roda empat produktif.
OJK kembali menerbitkan peraturan besaran uang muka.
Melalui SE OJK Nomor 20/SEOJK.05/2015, OJK menetapkan besaran
uang muka untuk perusahaan pembiayaan syariah. Dalam aturan
tersebut, termaktub besaran uang muka menjadi sebagai berikut:
Tabel 4.2
Besaran Uang Muka Menurut SE OJK Nomor 20/SEOJK.05/2015
Jenis Kendaraan
Uang Muka
Piutang
UUS > 50% NPF < 5%
NPF > 5%
R2 atau R3 10% 15% 15%
R4 Non-Produktif 20% 25% 20%
R4 Produktif 15% 20% 15% Sumber: OJK, 2015. Diolah.
Perusahaan pembiayaan syariah yang mempunyai nilai NPF
lebih rendah atau sama dengan 5% wajib menerapkan uang muka 10%
bagi kendaraan roda dua atau tiga, 20% bagi kendaraan roda empat
100
non-produktif dan 15% bagi kendaraan roda empat produktif.
Sementara itu untuk perusahaan pembiayaan syariah dengan nilai NPF
di atas 5% wajib menerapkan uang muka 15% untuk kendaraan roda
dua, 25% untuk kendaraan roda empat non-produktif dan 20% untuk
kendaraan roda empat tujuan produktif. Kemudian bagi Unit Usaha
Syariah yang memiliki nilai piutang pembiayaan jual beli untuk
kendaraan bermotor lebih tinggi dari 50% dari total piutang
pembiayaan untuk kendaraan bermotor perusahaan pembiayaan
induknya wajib menerapkan besaran uang muka 15% bagi kendaraan
roda dua, 20% bagi kendaraan roda empat non-produktif dan 15% bagi
kendaraan roda empat tujuan produktif.
d. Analisis Deskriptif Inflasi di Indonesia
Inflasi dapat diartikan sebagai proses kenaikan harga barang-
barang umum secara terus menerus selama periode tertentu.
Sedangkan tingkat inflasi merupakan prosentase kenaikan harga pada
suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya.
Inflasi merupakan masalah penting yang menjadi perhatian
pemerintah. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah agar menjaga
inflasi yang berlaku pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi
0% bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena ia sukar untuk
dicapai, yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar
tingkat inflasi tetap rendah.
101
3.79
4.3
8.38 8.36
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2011 2012 2013 2014
Inflasi yang tinggi akan mencekik masyarakat yang
berpenghasilan rendah. Karena daya beli mereka menurun drastis
disebabkan oleh inflasi. Inflasi membuat harga-harga di pasaran
menjadi lebih mahal dan menyebabkan suatu negara akan kalah
bersaing dengan negara lain dalam pasar bebas.
Inflasi terparah atau hiper inflasi terjadi di Indonesia pada
tahun 1960-an yang mencapai 650%. Indonesia pernah pula
mengalami inflasi berat yaitu mencapai 60% pada tahun 1998. Kredit
macet yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008 turut andil
dalam menaikkan inflasi di Indonesia.
Gambar 4.6
Perkembangan Inflasi di Indonesia Tahun 2011-2014
(dalam Prosentase)
Sumber: Bank Indonesia, 2014.
Pada tahun 2011 inflasi berada dikisaran 3,79%. Inflasi yang
rendah ini didukung oleh perekonomian yang memadai, penguatan
nilai tukar rupiah mampu meredam dampak inflasi dari tingginya
102
harga komoditas internasional sehingga inflasi dapat dikendalikan
pada level yang disepakati oleh pemerintah untuk menjaga tingkat
inflasi yang diharapkan. Inflasi tahun 2012 tercatat sebesar 4,3%.
Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan HPP (Harga Pokok
Pembelian) harga beras sebesar 30%. Faktor musim memberikan
pengaruh signifikan terhadap komoditas beras yang menjadi salah satu
komoditas dominan yang berkontribusi terhadap inflasi. Selain itu
cuaca buruk menjadi pendorong kenaikan harga volatile food seperti
bawang merah, bawang putih, cabai, daging, dan telur ayam.
Kenaikan harga juga disebabkan oleh langkanya elpiji 3 kg di pasaran.
Memasuki tahun 2013 inflasi meroket tajam. Keadaan ini
berlangsung secara terus-menerus sampai tahun setelahnya yaitu tahun
2014. Inflasi di Indonesia mencapai 8,38% pada 2013, tertinggi pasca
krisis ekonomi global pada tahun 2008. Tingkat inflasi yang tinggi ini
didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi inti dan inflasi
administered prices. Sementara itu, inflasi volatile food tercatat cukup
rendah karena berlanjutnya koreksi harga cabai merah dan daging
ayam ras terutama di wilayah Sumatera. Realisasi inflasi tersebut
besumber dari tingginya inflasi administered prices dan volatile food
yang masing-masing mencapai 16,65% dan 11,83%. Hal ini
disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi bulan Juni serta
gejolak harga pangan akibat gangguan pasokan dalam negeri.
103
Pada tahun 2014 tingkat inflasi mengalami penurunan menjadi
8,36%. Terjaganya inflasi inti menyebabkan terjaganya perkembangan
inflasi 2014 yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan inflasi tahun
2013. Inflasi inti terkendali pada 4,93% ditengah meningkatnya inflasi
dari sisi biaya akibat kenaikan harga komoditas yang diatur pemerintah
dan gejolak harga pangan. Capaian ini tidak terlepas dari semakin
baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank
Indonesia dan Pemerintah. Inflasi bulan Desember 2014 mencapai
2,46% meningkat signifikan dari bulan sebelumnya yang hanya
1,50%. Tingginya realisasi inflasi bulan Desember terutama karena
tingginya infasi administered price akibat kenaikan harga BBM
bersubsidi, penyesuaian tarif tenaga listrik untuk kelompok rumah
tangga dan industri, kenaikan harga LPG 12kg, dan penyesuaian tarif
batas angkutan udara. Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari
kelompok volatile food yang mencapai 3,53% akibat gejolak harga
komoditas beras dan aneka cabai yang masih terjadi hingga
penghujung tahun serta cost push terkait penyesuasian harga BBM
bersubsidi dan pelemahan nilai tukar. Secara spasial, tekanan inflasi
Desember merata hampir di seluruh provinsi dengan kenaikan inflasi
bulanan tertinggi di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa
Tenggara, dan Jakarta.
104
2. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda
Dengan menggunakan aplikasi Eviews 8, maka dihasilkan
output estimasi model regresi sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LY
Method: Least Squares
Date: 06/09/16 Time: 14:02
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.298609 0.362996 6.332334 0.0000
LX1 1.079914 0.038472 28.07031 0.0000
X2 -0.629846 0.089067 -7.071567 0.0000
X3 6.758055 2.204811 3.065140 0.0038 R-squared 0.962556 Mean dependent var 12.32262
Adjusted R-squared 0.959882 S.D. dependent var 0.869232
S.E. of regression 0.174103 Akaike info criterion -0.575396
Sum squared resid 1.273101 Schwarz criterion -0.416383
Log likelihood 17.23410 Hannan-Quinn criter. -0.515829
F-statistic 359.8942 Durbin-Watson stat 1.453137
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016.
Berdasarkan hasil regresi linier berganda memperlihatkan bahwa
nilai probabilitas seluruh variabel bebas signifikan. Nilai Adjusted R-
squared sebesar 0,959882 mencerminkan bahwa model highly significant.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang dimaksud dalam asumsi klasik
pendekatan OLS adalah data residual yang dibentuk model regresi
105
linier terdistribusi normal bukan variabel bebas ataupun variabel
terikatnya. Pengujian terhadap residual terdistribusi normal atau
tidak dapat menggunakan Jarque-Bera Test.
Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara
sederhana dengan membandingkan nilai probabilitas JB (Jarque-
Bera) hitung dengan tingkat alpha 0,05 (5%). Apabila prob. JB
hitung lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
residual terdistribusi normal dan sebaliknya, apabila nilainya lebih
kecil maka tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa residual
terdistribusi normal.
Gambar 4.7
Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2011M01 2014M10Observations 46
Mean 1.80e-15Median -0.014953Maximum 0.676581Minimum -0.389382Std. Dev. 0.168200Skewness 1.427466Kurtosis 8.599688
Jarque-Bera 75.72203Probability 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016.
Berdasarkan output di atas, nilai Prob. JB sebesar 0,0000 <
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa residual tidak terdistribusi
normal yang artinya asumsi kenormalan tidak terpenuhi. Meskipun
hasil output menunjukkan residual tidak terdistribusi normal, tetapi
dengan bepedoman pada teorema limit sentral penelitian ini layak
106
dilanjutkan ke tahapan berikutnya karena data telah lebih dari 30
observasi. Teorema limit sentral menyatakan bahwa jika suatu
populasi mempunyai nilai tengah υ dan ragam, maka sebaran data
nilai tengah contoh yang diambil dari populasi tersebut akan
semakin mendekati normal. Dalam praktiknya, tak peduli distribusi
probabilitas apapun yang mendasarinya, rata-rata sampel dari
besaran sampel yang terdiri dari sekurang-kurangnya 30 observasi
akan mendekati normal (Gujarati, 2006: 77).
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebas.
Tabel 4.4
Variance Inflation Factors
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016.
Variance Inflation Factors
Date: 06/09/16 Time: 15:16
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46 Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 0.131766 199.9617 NA
LX1 0.001480 189.9883 1.892331
X2 0.007933 4.710825 2.867458
X3 4.861192 26.12887 1.810128
107
Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada kolom
Centered VIF. Nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 10
atau 5. Maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada
ketiga variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik
linier dengan OLS, model regresi yang baik adalah terbebas dari
adanya multikolinieritas. Dengan demikian model di atas adalah
baik karena telah terbebas dari gejala multikolinieritas.
c. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas terjadi pada saat residual dan nilai
prediksi memiliki korelasi atau pola hubungan. Pola hubungan ini
tidak hanya sebatas hubungan yang linier tetapi dalam pola yang
berbeda juga memungkinkan. Penelitian ini menggunakan uji
White untuk mengidentifikasi ada tidaknya heterokedastisitas.
Keputusan terjadi atau tidaknya heterokedastisitas pada model
adalah dengan melihat nilai probabilitas Obs*R-squared. Apabila
nilai probabilitas Obs*R-squared lebih besar dari tingkat alpha
0,05 (5%) artinya tidak terjadi heterokedastisitas, sedangkan
apabila nilai probabilitas Obs*R-squared lebih kecil dari tingkat
alpha 0,05 (5%) artinya terjadi heterokedastisitas.
Tabel 4.5
Uji White
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.718583 Prob. F(8,37) 0.1266
Obs*R-squared 12.46217 Prob. Chi-Square(8) 0.1317
Scaled explained SS 39.47684 Prob. Chi-Square(8) 0.0000
108
Output diatas memberikan informasi bahwa nilai Prob
Obs*R-squared sebesar 0.1317 lebih besar dari tingkat alpha 0,05
(5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian
ini terbebas dari masalah heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Data yang digunakan untuk mengestimasi model regresi
linier merupakan data time series maka diperlukan asumsi bebas
autokorelasi. Identifikasi autokorelasi dapat menggunakan Durbin
Watson. Menurut Winarno (2011), adanya autokorelasi positif jika
nilai D-W berada diantara 0 sampai dengan 1,10, serta autokorelasi
negatif jika nilai D-W berada diatas 2,90. Sedangkan jika model
terbebas dari masalah autokorelasi, nilai D-W berada diantara 1,54
sampai dengan 2,46. Model tidak dapat diputuskan terdapat
autokorelasi atau tidak jika nilai D-W berada diantara 1,10 sampai
dengan 1,54 dan 2,46 sampai dengan 2,90.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson
sebesar 1,453137 yang mana nilai ini berada di daerah tidak dapat
diputuskan apakah model terkena autokorelasi atau terbebas dari
autokorelasi. Untuk tetap dapat menggunakan model regresi, maka
digunakan uji lain yaitu dengan metode Newey, Whitney dan
Kenneth (HAC) agar uji t dan F tetap bisa dipercaya (Widarjono:
109).
109
Sementara itu menurut dalam penelitian Rachmawati dan
Sumarminingsih (2013) disebutkan bahwa metode standard error
Newey, Whitney dan Kenneth (HAC) dapat mengkoreksi standard
error yang didapatkan dari OLS sehingga standard error tidak
akan underestimate.
Tabel 4.6
Uji HAC
Data sekunder yang diolah, 2016.
Setelah dilakukan uji HAC, hasil yang didapatkan adalah
sekarang data telah mempunyai standard error yang konsisten
dibandingkan sebelum dilakukan uji HAC, sehingga bisa dilakukan
evaluasi terhadap uji t maupun uji F terhadap model meskipun model
terkena autokorelasi.
Dependent Variable: LY
Method: Least Squares
Date: 06/22/16 Time: 10:57
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46
HAC standard errors & covariance (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth = 4.0000) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.298609 0.191696 11.99091 0.0000
LX1 1.079914 0.017894 60.35070 0.0000
X2 -0.629846 0.097599 -6.453400 0.0000
X3 6.758055 1.986105 3.402667 0.0015 R-squared 0.962556 Mean dependent var 12.32262
Adjusted R-squared 0.959882 S.D. dependent var 0.869232
S.E. of regression 0.174103 Akaike info criterion -0.575396
Sum squared resid 1.273101 Schwarz criterion -0.416383
Log likelihood 17.23410 Hannan-Quinn criter. -0.515829
F-statistic 359.8942 Durbin-Watson stat 1.453137
Prob(F-statistic) 0.000000 Wald F-statistic 1417.334
Prob(Wald F-statistic) 0.000000
110
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah
hipotesis yang telah ditetapkan diterima atau ditolak secara
perhitungan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji
t-statistik, uji-F statistik dan uji Adj R2 (Adjusted R Square).
Berdasarkan hasil output yang dilakukan dengan menggunakan
software Eviews 8, maka dapat diperoleh suatu persamaan garis regresi
sebagai berikut:
LNNPF = 2.298609 + 1.079914*LNPPPS – 0.629846*DPD1 +
6.758055*INF
Dimana:
NPF = Non Performing Financing sepeda motor pada multifinance di
Indonesia
PPPS = Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah
DP = Down Payment (Uang Muka)
INF = Inflasi
Dari persamaan regresi diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1) Konstanta sebesar 2,298609 menyatakan bahwa jika Pangsa Pasar
Pembiayaan Syariah (X1), Down Payment/Uang Muka (X2) dan
Inflasi (X3) dianggap konstan, maka NPF atau pembiayaan
bermasalah adalah 2,29%.
2) Nilai koefisien regresi Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah (X1)
sebesar 1,079914 yang berarti setiap peningkatan pangsa pasar
111
pembiayaan syariah sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
NPF atau pembiayaan bermasalah sebesar 1,07%
3) Nilai koefisien regresi Down Payment/Uang Muka (X2) sebesar -
0,629846 yang berarti setiap peningkatan down payment sebesar 1
persen maka akan menurunkan NPF atau pembiayaan bermasalah
sebesar 0.62%.
4) Nilai koefisien regresi variabel Inflasi (X3) sebesar 6,758055 yang
berarti setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan pembiayaan bermasalah sebesar 6,75%.
a. Uji t-statistik (Uji Parsial)
Uji t-statistik atau uji parsial dimaksudkan untuk menguji
apakah parameter (koefisien regresi dan konstanta) yang diduga untuk
mengestimasi persamaan atau model regresi linier berganda sudah
merupakan parameter yang tepat atau belum. Maksud tepat disini
adalah parameter tersebut mampu menjelaskan perilaku variabel bebas
dalam mempengaruhi variabel terikatnya. Apabila nilai Prob. t-statistik
lebih besar dari alpha 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak atau dapat
dikatakan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikatnya, sedangkan apabila nilai Prob. t-statistik lebih kecil
dari alpha 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima atau dapat dikatakan
bahwa variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya.
112
Tabel 4.7
Uji Parsial (Uji t)
Variabel Coefficient Std.Error t-Statistik Prob.
C 2.298609 0.191696 11.99091 0.0000
PPPS 1.079914 0.017894 60.35070 0.0000
DP -0.629846 0.097599 -6.453400 0.0000
INF 6.758055 1.986105 3.402667 0.0015
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016.
Dimana:
PPPS = Pangsa Pasar Pembiayaan Syarah
DP = Down Payment (Uang Muka)
INF = Inflasi
Tabel diatas merupakan output pengujian variabel bebas yaitu
pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan
inflasi. Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
1) Ha: Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah berpengaruh terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
H0: Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah tidak berpengaruh terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
2) Ha: Down Payment (Uang Muka) berpengaruh terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
H0: Down Payment (Uang Muka) tidak berpengaruh terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
3) Ha: Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia
113
H0: Inflasi tidak berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan
Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
Mengacu pada tabel 4.8 maka hasil dari hipotesis yang telah
dipaparkan adalah sebagai berikut:
1) Nilai t-statistik variabel pangsa pasar pembiayaan syariah sebesar
60.35070 dengan probabilitas 0.0000 lebih kecil dari alpha 0,05
yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial
variabel pangsa pasar pembiayaan syariah berpengaruh signifikan
positif terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia.
2) Nilai t-statistik variabel down payment (uang muka) sebesar -
6.453400 dengan probabilitas 0.0000 lebih kecil dari alpha 0,05
yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya, secara parsial
variabel down payment (uang muka) berpengaruh negatif
signifikan terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia.
3) Nilai Prob. t-statistik variabel inflasi sebesar 3.402667 dengan
probabilitas 0.0015 lebih kecil dari alpha 0,05 yang berarti H0
ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel inflasi mempunyai
pengaruh signifikan positif terhadap kualitas pembiayaan sepeda
motor pada multifinance di Indonesia.
114
b. Uji F-Statistik (Uji Simultan)
Uji F-statistik atau uji simultan mengidentifikasi model regresi
yang diestimasi layak atau tidak. Layak disini maksudnya adalah
model yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel bebas secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel
terikat. Apabila nilai Prob. F-statistik lebih besar dari alpha 0,05 maka
H0 diterima dan Ha ditolak atau dapat dikatakan bahwa variabel bebas
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya, sedangkan
apabila nilai Prob. F-statistik lebih kecil dari alpha 0,05 maka H0
ditolak dan Ha diterima atau dapat dikatakan bahwa variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
Adapun hipotesis yang diajukan untuk uji F adalah sebagai
berikut:
Ha: Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka)
dan Inflasi berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda
Motor pada Multifinance di Indonesia.
H0: Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment (Uang Muka)
dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap Kualitas Pembiayaan
Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia.
Berdasarkan hasil output regresi, nilai Prob. F-statistik sebesar
0,000000 lebih kecil dari alpha 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel bebas
yang terdiri dari pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment
115
(uang muka) dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia.
c. Uji Adj R2
(Adjusted R-Square)
Uji koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikatnya atau dapat pula dikatakan
sebagai proporsi pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel
terikat. Nilai koefisien determinasi dapat diukur oleh nilai R-Square
untuk variabel bebas yang terdiri dari satu variabel saja dan Adjusted
R-Square untuk variabel bebas lebih dari satu.
Nilai Adjusted R-Square pada hasil regresi linier berganda
sebesar 0.959882 menunjukkan bahwa proporsi pengaruh variabel
pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan
inflasi terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance
di Indonesia sebesar 95,98%. Artinya, pangsa pasar pembiayaan
syariah, down payment (uang muka) dan inflasi memiliki proporsi
pengaruh terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia 95,98% sedangkan sisanya 4,02% (100%-
95,98%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam model
regresi.
5. Analisis Ekonomi
Dari serangkaian proses pengolahan data yang telah dilakukan,
didapati bahwa model regresi yang dihasilkan layak dan cukup baik
dalam menjelaskan kualitas pembiayaan sepeda motor pada
116
multifinance di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari variabel bebas
yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya.
a. Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah terhadap
Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di
Indonesia
Hasil regresi menunjukkan bahwa pangsa pasar
pembiayaan syariah berpengaruh positif terhadap kualitas
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia.
Terbuktinya hal ini dapat dilihat dari koefisien sebesar 1.079914
dengan probabilitas 0,0000. Artinya, setiap kenaikan 1% pangsa
pasar pembiayaan syariah akan meningkatkan pembiayaan
bermasalah sebesar 1,07% dan sebaliknya, penurunan pangsa pasar
pembiayaan syariah akan menurunkan prosentase pembiayaan
bermasalah sebesar 1,07%.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hapsari (2011)
menyimpulkan bahwa pangsa pasar berpengaruh terhadap
profitabilitas. Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi
pangsa pasar maka tingkat profitabilitas perusahaan akan semakin
tinggi. Hal ini dalam industri pembiayaan dapat diterjemahkan
bahwa pangsa pasar yang dikuasai oleh lembaga pembiayaan akan
menguntungkan lembaga tersebut.
Meskipun pangsa pasar nantinya akan berdampak pada
pertambahan profitabilitas perusahaan, perlu diwaspadai bahwa
117
pangsa pasar juga dapat menimbulkan terjadinya pembiayaan
bermasalah. Masalah itu terjadi pada perusahaan pembiayaan
sepeda motor di Indonesia, bertambahnya pangsa pasar
pembiayaan syariah ternyata dibarengi dengan pembiayaan
bermasalah. Setiap kenaikan pangsa pasar sebesar 1% akan
menumbuhkan pembiayaan bermasalah sebesar 1,07%.
Sejalannya pangsa pasar dengan pertumbuhan pembiayaan
bermasalah ini disebabkan oleh ekspansi pembiayaan besar-
besaran yang dilakukan perusahaan. Sayangnya, ekspansi yang
dilakukan perusahaan tersebut kurang menganalisis lebih dalam
kelayakan debitur dalam menerima pembiayaannya. Sehingga
perusahaan bukan hanya menerima laba saja tetapi juga kerugian
karena aktivitas pembiayaan bermasalah. Seperti yang dikatakan
Bonilla (2012) dalam penelitiannya bahwa ekspansi kredit yang
cepat dapat menjadi salah satu penyebab penting dari kredit
bermasalah. Hal ini dikarenakan oleh dibalik kebijakan ekspansi
kredit, bank menurunkan (standard) kualitas kliennya. Longgarnya
kebijakan ini dapat mengakibatkan kredit bermasalah di kemudian
hari.
b. Pengaruh Down Payment (Uang Muka) terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
Hasil regresi menunjukkan bahwa down payment (uang
muka) berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas
118
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia.
Terbuktinya hal ini dapat dilihat dari koefisien sebesar -0.629846
dengan probabilitas 0,0000. Artinya, setiap kenaikan 1% down
payment (uang muka) akan menurunkan pembiayaan bermasalah
sebesar 0,62% begitu pun sebaliknya, penurunan 1% down
payment (uang muka) akan menaikkan pembiayaan bermasalah
sebesar 0,62%.
Penetapan down payment (uang muka) yang diusung
pemerintah telah nyata membuat pembiayaan bermasalah dapat
diminimalisir. Penetapan uang muka di awal transaksi membuat
sisa cicilan debitur semakin sedikit, tentunya cicilan yang lebih
sedikit ini mampu dilunasi oleh debitur sehingga tidak terjadi
transaksi yang tidak terselesaikan atau pembiayaan bermasalah.
Hal ini mencerminkan kualitas pembiayaan yang semakin baik.
Namun batasan uang muka juga memiliki dampak negatif yaitu
imbasnya pada perusahaan pembiayaan berupa penurunan dari sisi
penjualan sepeda motor karena para konsumen terutama kelas
menengah ke bawah yang selama ini menjadi target pasar akan
merasa sulit melakukan pembelian secara kredit. Terbukti sejak
adanya batasan uang muka penjualan sepeda motor menurun
drastis. Akan tetapi apabila kita mengamati dari segi kualitas
pembiayaan, down payment membuktikan dapat memperbaiki
kualitas pembiayaan menjadi semakin baik.
119
Peneliti mendukung penelitian Mutiara dkk (2013)
mengenai problematika penerapan prosentase down payment (uang
muka) pada kredit pembiayaan bermotor. Kesimpulan penelitian
mereka bahwa penerapan DP telah membuat kelancaran kredit
terhadap motor terganggu. Ini dibuktikan dengan menurunnya
kredit dan penjualan kendaraan bermotor semenjak peraturan itu
diberlakukan. Kemudian penulis juga sejalan dengan Cahyani
(2013) yang meneliti tentang dampak yang terjadi pada
pembiayaan kendaraan bermotor pada bank syariah dan strategi
pemasaran yang dilakukan bank syariah pasca dikeluarkannya
kebijakan down payment (uang muka). Ia mengemukakan bahwa
kebijakan batasan uang muka yang diterapkan pemerintah
berdampak pada penurunan jumlah pembiayaan kendaraan
bermotor pada bank syariah namun di saat itu juga terjadi
peningkatan kualitas pembiayaan dari sisi pengembalian nasabah.
c. Pengaruh Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan Sepeda Motor
pada Multifinance di Indonesia
Hasil regresi menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh
positif signifikan terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia. Terbuktinya hal ini dapat dilihat dari
koefisien sebesar 6.758055 dengan probabilitas 0.0015. Artinya,
setiap kenaikan 1% inflasi akan meningkatkan pembiayaan
bermasalah sebesar 6,75% atau dengan kata lain semakin
120
meningkatnya inflasi maka kualitas pembiayaan sepeda motor
semakin memburuk. Begitu pula sebaliknya, penurunan 1% inflasi
akan menurunkan pembiayaan bermasalah sebesar 6,75%. Dapat
dikatakan inflasi berbanding lurus dengan pembiayaan bermasalah
atau memiliki hubungan positif dengan kualitas pembiayaan.
Logikanya, inflasi akan menyebabkan pendapatan riil
masyarakat mengalami penurunan sehingga kemampuan
membayar cicilan pembiayaan juga melemah tidak seperti sebelum
terjadinya inflasi. Sebelum terjadi inflasi debitur masih sanggup
membayar cicilan karena uang yang ada sudah ditargetkan untuk
membayar cicilan namun saat inflasi bergejolak sementara
pendapatan tetap stagnan, nilai riil uang yang mereka miliki
menjadi berkurang sehingga untuk membeli keperluan sehari-
harinya mereka harus menyediakan dana lebih dan seluruh
anggaran terpakai untuk keperluan tersebut sedangkan cicilan
motor menjadi terbengkalai. Tentunya hal ini berakibat merugikan
bagi perusahaan pembiayaan karena inflasi telah membuat angka
pembiayaan bermasalah membengkak.
Hasil penelitian ini serupa dengan Endut dkk (2013) dan
Shingjergji (2013), penelitian keduanya mengungkapkan bahwa
salah satu variabel makroekonomi yang turut andil dalam
menumbuhkan kredit bermasalah adalah inflasi.
121
d. Pengaruh Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah, Down Payment
(Uang Muka) dan Inflasi terhadap Kualitas Pembiayaan
Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
Hasil regresi menunjukkan bahwa secara simultan atau
bersama-sama variabel pangsa pasar pembiayaan syariah, down
payment (uang muka) dan inflasi berpengaruh terhadap kualitas
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia sebesar
99%.
Menurut pengamatan penulis, terjadinya hubungan antara
variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut tidak lain
disebabkan oleh kuatnya hubungan antara variabel bebas dalam
mempengaruhi mempengaruhi kualitas pembiayaan sepeda motor
pada multifinance di Indonesia, di mana pembiayaan bermasalah
akan langsung merespon setiap perubahan yang terjadi pada
variabel-variabel bebas.
Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sofyana (2014) yang meneliti tentang dampak surat
edaran Bank Indonesia nomor 15/40/DKMP tahun 2013 terhadap
pembiayaan kendaraan bermotor pada PT.Bank Syariah Mandiri.
Penelitiannya menunjukkan F hitung < alpha yaitu 0,000 < 0,05,
sehingga ia menyimpulkan bahwa secara keseluruhan (simultan)
variabel bebas yang terdiri dari down payment (uang muka),
122
inflasi, dan BI rate memiliki pengaruh terhadap variabel terikatnya
yaitu pembiayaan kendaraan bermotor.
e. Koefisien Determinasi Pangsa Pasar Pembiayaan Syariah,
Down Payment (Uang Muka) dan Inflasi terhadap Kualitas
Pembiayaan Sepeda Motor pada Multifinance di Indonesia
Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai Adjusted R-Square
sebesar 0.959882. Artinya, pangsa pasar pembiayaan syariah, down
payment (uang muka) dan inflasi memiliki proporsi pengaruh
terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di
Indonesia 95,98% sedangkan sisanya 4,02% (100%-95,98%)
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak ada dalam model regresi.
Tingginya nilai Adjusted R-Square dikarenakan pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi kuat
kaitannya dalam mempengaruhi kualitas pembiayaan sepeda motor
pada multifinance di Indonesia.
Hal ini didukung oleh penelitian Sofyana (2014) yang
meneliti tentang dampak surat edaran Bank Indonesia nomor
15/40/DKMP tahun 2013 terhadap pembiayaan kendaraan
bermotor pada PT.Bank Syariah Mandiri. Ia menyimpulkan bahwa
down payment (uang muka), inflasi, dan BI rate berpengaruh
secara keseluruhan terhadap pembiayaan kendaraan bermotor
sebesar 49,6%.
123
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pengaruh
pangsa pasar pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi
terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia
yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka peneliti menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil regresi linier berganda, pengujian secara parsial
dengan menggunakan uji t dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Variabel pangsa pasar pembiayaan syariah berpengaruh signifikan
positif terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia pada tingkat kepercayaan 95%, dimana
pangsa pasar pengaruhnya sebesar 1.079914. Artinya, setiap
kenaikan pangsa pasar pembiayaan syariah sebesar 1% akan
meningkatkan pembiayaan bermasalah sepeda motor pada
multifinance di Indonesia sebesar 1,07%.
b. Variabel down payment (uang muka) berpengaruh signifikan
negatif terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor pada
multifinance di Indonesia pada tingkat kepercayaan 95%, dimana
down payment (uang muka) pengaruhnya sebesar -0.629846.
Artinya, setiap kenaikan down payment (uang muka) sebesar 1%
124
akan menurunkan pembiayaan bermasalah sepeda motor pada
multifinance di Indonesia sebesar 0,62%.
c. Variabel inflasi berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia pada
tingkat kepercayaan 95%, dimana inflasi pengaruhnya sebesar
6.758055. Artinya, setiap kenaikan inflasi sebesar 1% akan
menaikkan pembiayaan bermasalah sepeda motor pada
multifinance di Indonesia sebesar 6,75%.
2. Berdasarkan hasil regresi linier berganda, pengujian secara simultan
dengan menggunakan uji-F, didapati bahwa variabel pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi secara
bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas
pembiayaan sepeda motor pada multifinance di Indonesia dengan Prob.
F-statistik 0,000000 < α 0,05.
3. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel pangsa pasar
pembiayaan syariah, down payment (uang muka) dan inflasi dapat
menjelaskan pengaruhnya terhadap kualitas pembiayaan sepeda motor
pada multifinance di Indonesia sebesar 95,98% sedangkan sisanya
4,02% dijelaskan variabel lain yang tidak ada dalam model regresi.
B. Saran
Selain menarik kesimpulan, penulis juga menyarankan beberapa
hal sebagai berikut:
125
1. Bagi Pemerintah
Kebijakan uang muka yang ditetapkan pemerintah hendaknya perlu
dilakukan pengkajian ulang, karena meskipun hal tersebut telah
berhasil menekan laju pembiayaan bermasalah tetapi dalam prosesnya
ternyata juga telah menurunkan penjualan sepeda motor.
2. Bagi Lembaga Multifinance
Sebagai lembaga penyalur pembiayaan, hendaknya perusahaan
pembiayaan syariah agar lebih berhati-hati dalam memberikan
pembiayaan. Perusahaan harus lebih peka terhadap kondisi
makroekonomi terutama tingkat inflasi sehingga dapat menentukan
kebijakan penyaluran pembiayaan secara tepat agar dapat
mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah.
3. Bagi Peneliti
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan menambah lebih banyak
variabel yang sekiranya mempengaruhi kualitas pembiayaan sepeda
motor pada multifinance di Indonesia, sehingga hasil penelitian pun
lebih baik dan akurat. Selain itu, bagi penelitian selanjutnya disarankan
agar melakukan survei data secara primer untuk meningkatkan kualitas
data yang akan diteliti.
126
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2013. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.
Antonio, M Syafi’i. 2001. Bank Syariah Teori dan Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press.
Ascaraya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Bonilla, Carlos Andres Olaya. 2012. Marcoeconomics Determinants of the Non-
Performing Loans in Spain and Italy. Dissertation at Departement of
Economics University of Leiceter.
Cahyani, Kurnia Ratri. 2013. Strategi Pemasaran dalam Pembiayaan Kendaraan
Bermotor pada Bank Syariah Pasca Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/33/DPbS Tahun 2012. Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Darmawi, Herman. 2006. Pasar Finansial dan Lembaga-lembaga Finansial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Diana, Anastasia dan Fandy Tjiptono. 2000. Prinsip dan Dinamika Pemasaran.
Yogyakarta: J & J Learning.
Endut, Roziela dkk. 2013. Macroeconomic Implications on Non-Performing
Loans in Asian Pacific Region. World Applied Sciences Journal 23.
Gregory, Mankiw dkk. 2012. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba
Empat.
Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekometrika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Huda, Nurul, dkk. 2008. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: Kencana.
Ismail. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Kencana.
Ismanthono, Henricus. 2010. Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Kompas
Media Nusantara.
Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Karim, Adiwarman. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Kasmir. 2012. Dasar-Dasar Perbankan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
127
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta:
Indeks.
Manurung, Nicolas. 2013. Pengaruh Diskon, Biaya Iklan dan Uang Muka
Terhadap Penjualan Sepeda Motor Pada Dealer Sepeda Motor di
Tanjungpinang. Jurnal Ilmiah.
Muhaimin. “Perusahaan Pembiayaan Syariah di Indonesia (Sebuah Tinjauan
Analisis Terhadap Perusahaan Pembiayaan PT. FIF Syariah”. Artikel ini
diakses pada 5 Januari 2016.
Mutamimah dan Siti Nur Zaidah Chasanah. 2012. Analisis Eksternal dan Internal
dalam Menentukan Non-Performing Financing Bank Umum Syariah di
Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol.19, No.1.
Mutiara, Anindya dkk. 2013. Problematika Penerapan Prosentase Down Payment
(Uang Muka) Sebesar 20% Pada Kredit Kendaraan Bermotor (Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.010/2012 Tentang Uang
Muka Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada
Perusahaan Pembiayaan. Jurnal Ilmiah Private Law Edisi 01 Maret –
Juni 2013.
Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman, 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Naimah. 2013. Down Payment (DP) dalam Pembiayaan Murabahah (Persfektif
Fikih Mu’amalah). Jurnal Ilmiah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan.
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2009/9tahun2009perpres.htm
Diakses pada 2 Januari 2016.
Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan
Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan.
www.ifsa.or.id/regulasi/download/peraturan2006.pd Diakses pada 2
Januari 2016.
Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK/010/2012 Tentang Uang Muka
Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan.
http://www.ojk.go.id/Files/201401/menas2_1389241149.pdf Diakses
pada 2 Januari 2016.
Peraturan Menteri Keuangan No.220/PMK/010/2012 Tentang Uang Muka
Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan
Pembiayaan.
128
http://www.kemenkeu.go.id/node/29320 Diakses pada 2 Januari 2016.
Peraturan Ketua BAPEPAM dan LK Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah.
http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-jasa-keuangan-
khusus/regulasi-syariah-terkait-lembaga-keuangan-
lainnya/Documents/Pages/Peraturan-Ketua-BapepamLK-Nomor-PER-03-
BL-2007/Peraturan BapepamLK No 3 Th2007.pdf Diakses pada 2 Januari
2016.
“Produsen Sepeda Motor Indonesia Memotong Produksi Akibat Daya Beli.”
Artikel ini diakses pada 28 Desember 2015 dari http://www.indonesia-
investments.com/id/berita/berita-hari-ini/produsen-sepeda-motor-indonesia-memotong-produksi-akibat-daya-beli/item5592
Qur’an Tajwid dan Terjemahannya. 2013. Jakarta: Departemen Agama.
Rachmawati Dian Suci dan Eni Sumarminingsih. 2013. Metode Standard Error
Newey West Untuk Mengatasi Heterokedastisitas dan Autokorelasi pada
Analisis Regresi Linier Berganda. Jurnal Matematika F. MIPA,
Universitas Brawijaya.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro. Jakarta:
FEUI.
S, Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sarwono, Jonathan dan Herlina Budiono. 2012. Startistik Terapan. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Scarica, Bruna. 2013. Determinant of Non-Performing Loans in Central and
Eastern European Countries. Jurnal Ekonomi dan Bisnis University of
Zagreb, Croatia No.13-07.
Shingjergji, Ali. 2013. The Impact of Macroeconomic Variables on the Non
Performing Loans in the Albanian Banking System During 2005-2012.
Academic Journal of Interdisiplinary Studies Vol.2, No.9. MCSER
Publishing: Rome, Italy.
Sofyana, Ana Fiandani. 2014. Dampak Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/40/DKMP Tahun 2013 Terhadap Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Pada PT. Bank Syariah Mandiri. Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sugiono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
129
Suharyadi dan Purwanto. 2013. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern
Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Sukirno, Sadono. 2011. Teori Pengantar Makroekonomi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Suyanto, Ali Herli. 2013. Buku Pintar Pengelolaan BPR dan Lembaga Keuangan
Pembiayaan Mikro. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Suyatno, Thomas (dkk). 2007. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Surat Edaran Bank Indonesia No.14/10/DPNP.
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/se_141012.aspx
Diakses pada 2 Januari 2016.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.05/2015 Tentang Besaran
Uang Muka (Down Payment) Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bagi
Perusahaan Pembiayaan. http://www.ifsa.or.id/regulasi/detail/130 Diakses
pada 2 Januari 2016.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/SEOJK.05/2015 Tentang Besaran
Uang Muka (Down Payment/Urbun) Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Untuk Pembiayaan Syariah. http://www.ifsa.or.id/regulasi/detail/129
Diakses pada 2 Januari 2016.
Tanjung, Hendri dan Abrista Devi. 2013. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.
Jakarta: Gramata Publishing.
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
http://www.sjdih.depkeu.go.id.fulltext.1998.10Tahun~1998UU.htm
Diakses pada 2 Januari 2016.
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
http://www.ojk.go.id/undang-undang-nomor-21-tahun-2008-tentang-
perbankan-syariah Diakses pada 02 Januari 2016.
Wahyu, Wing Winarno. 2011. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta:
Penerbit UPP STIM YPKN.
Wirdyaningsih, dkk. 2007. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana.
www.aisi.or.id. Diakses pada 28 Desember 2015.
www.bi.go.id. Diakses pada 28 Desember 2015.
130
www.bps.go.id. Diakses pada 28 Desember 2015.
www.ifsa.or.id. Diakses pada 28 Desember 2015.
www.ojk.go.id. Diakses pada 28 Desember 2015.
131
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Variabel Penelitian
Tahun
Non Performing
Financing
(Miliar)
Pangsa Pasar
Pembiayaan
Syariah
(Miliar)
Down
Payment
(Uang
Muka)
Inflasi
(Persen)
2011.1 55,967 2,023
0 7.2%
2011.2 57,740 2,075
0 6.84%
2011.3 61,898 2,204
0 6.65%
2011.4 71,191 2,500
0 6.16%
2011.5 77,305 2,644
0 5.98%
2011.6 75,224 2,745
0 5.54%
2011.7 79,485 2,879
0 4.61%
2011.8 84,431 3,049
0 4.79%
2011.9 84,411 3,162
0 4.61%
2011.10 87,307 3,288
0 4.42%
2011.11 85,633 3,421
0 4.15%
2011.12 100,265 3,729
0 3.79%
2012.1 89,373 3,787
0 3.65%
2012.2 89,588 3,845
0 3.56%
2012.3 99,483 4,045
0 3.97%
2012.4 101,453 4,174
0 4.50%
2012.5 97,417 4,056
0 4.45%
2012.6 125,296 4,313
0 4.53%
2012.7 231,597 7,815
0 4.56%
2012.8 316,184 10,345
0 4.58%
2012.9 405,681 13,037
0 4.31%
2012.10 458,848 15,538
0 4.61%
2012.11 514,205 17,576
0 4.32%
2012.12 523,458 18,520
1 4.30%
132
2013.1 630,602 22,344
1 4.57%
2013.2 688,931 24,344
1 5.31%
2013.3 862,722 24,962
1 5.90%
2013.4 781,311 24,921
1 5.57%
2013.5 471,750 23,833
1 5.47%
2013.6 676,019 23,892
1 5.90%
2013.7 442,013 24,098
1 8.61%
2013.8 501,339 23,890
1 8.79%
2013.9 538,010 21,516
1 8.40%
2013.10 429,985 20,769
1 8.32%
2013.11 413,222 20,452
1 8.37%
2013.12 430,688 20,587
1 8.38%
2014.1 483,756 19,887
1 8.22%
2014.2 763,236 19,657
1 7.75%
2014.3 306,747 19,393
1 7.32%
2014.4 250,257 19,380
1 7.25%
2014.5 262,224 19,216
1 7.32%
2014.6 274,191 19,052
1 6.70%
2014.7 279,325 19,035
1 4.53%
2014.8 284,459 19,019
1 3.99%
2014.9 289,593 19,003
1 5.53%
2014.10 294,727 18,987
1 5.83%
Sumber:Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), 2014. Diolah.
133
Lampiran 2: Data Variabel Penelitian LN
Tahun
Non Performing
Financing
(LN)
Pangsa Pasar
Pembiayaan
Syariah
(LN)
Down
Payment
(Uang
Muka)
Inflasi
(Persen)
2011.1 10.93252 7.612337
0 7.2%
2011.2 10.96371 7.637716
0 6.84%
2011.3 11.03324 7.698029
0 6.65%
2011.4 11.17312 7.824046
0 6.16%
2011.5 11.25551 7.880048
0 5.98%
2011.6 11.22823 7.917536
0 5.54%
2011.7 11.28332 7.965198
0 4.61%
2011.8 11.34369 8.022569
0 4.79%
2011.9 11.34345 8.05896
0 4.61%
2011.10 11.37719 8.098035
0 4.42%
2011.11 11.35783 8.137688
0 4.15%
2011.12 11.51557 8.223895
0 3.79%
2012.1 11.40057 8.239329
0 3.65%
2012.2 11.40298 8.254529
0 3.56%
2012.3 11.50774 8.305237
0 3.97%
2012.4 11.52735 8.33663
0 4.50%
2012.5 11.48676 8.307953
0 4.45%
2012.6 11.73843 8.369389
0 4.53%
2012.7 12.35275 8.9638
0 4.56%
2012.8 12.66408 9.244259
0 4.58%
2012.9 12.91332 9.475547
0 4.31%
2012.10 13.03647 9.651044
0 4.61%
2012.11 13.15038 9.77429
0 4.32%
2012.12 13.16821 9.826607
1 4.30%
2013.1 13.35443 10.01431
1 4.57%
134
2013.2 13.4429 10.10004
1 5.31%
2013.3 13.66785 10.12511
1 5.90%
2013.4 13.56873 10.12347
1 5.57%
2013.5 13.0642 10.07883
1 5.47%
2013.6 13.42398 10.0813
1 5.90%
2013.7 12.99909 10.08988
1 8.61%
2013.8 13.12504 10.08122
1 8.79%
2013.9 13.19563 9.976552
1 8.40%
2013.10 12.97151 9.941217
1 8.32%
2013.11 12.93174 9.925836
1 8.37%
2013.12 12.97314 9.932415
1 8.38%
2014.1 13.08934 9.897822
1 8.22%
2014.2 13.54532 9.886189
1 7.75%
2014.3 12.63378 9.872667
1 7.32%
2014.4 12.43024 9.871997
1 7.25%
2014.5 12.47695 9.863499
1 7.32%
2014.6 12.52158 9.854927
1 6.70%
2014.7 12.54013 9.854035
1 4.53%
2014.8 12.55834 9.853194
1 3.99%
2014.9 12.57623 9.852352
1 5.53%
2014.10 12.5938 9.85151
1 5.83%
Sumber:Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), 2014. Diolah.
135
Lampiran 3: Uji Regresi Linier Berganda
(Ordinary Least Square)
Lampiran 4: Uji Normalitas
0
2
4
6
8
10
12
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2011M01 2014M10Observations 46
Mean 1.80e-15Median -0.014953Maximum 0.676581Minimum -0.389382Std. Dev. 0.168200Skewness 1.427466Kurtosis 8.599688
Jarque-Bera 75.72203Probability 0.000000
Dependent Variable: LY
Method: Least Squares
Date: 06/09/16 Time: 21:43
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.298609 0.362996 6.332334 0.0000
LX1 1.079914 0.038472 28.07031 0.0000
X2 -0.629846 0.089067 -7.071567 0.0000
X3 6.758055 2.204811 3.065140 0.0038 R-squared 0.962556 Mean dependent var 12.32262
Adjusted R-squared 0.959882 S.D. dependent var 0.869232
S.E. of regression 0.174103 Akaike info criterion -0.575396
Sum squared resid 1.273101 Schwarz criterion -0.416383
Log likelihood 17.23410 Hannan-Quinn criter. -0.515829
F-statistic 359.8942 Durbin-Watson stat 1.453137
Prob(F-statistic) 0.000000
136
Lampiran 5: Variance Inflation Factors
Lampiran 6: Uji White
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.718583 Prob. F(8,37) 0.1266
Obs*R-squared 12.46217 Prob. Chi-Square(8) 0.1317
Scaled explained SS 39.47684 Prob. Chi-Square(8) 0.0000
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/09/16 Time: 21:45
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46
Collinear test regressors dropped from specification Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.572203 4.325991 0.132271 0.8955
LX1^2 0.019448 0.054238 0.358572 0.7220
LX1*X2 -0.000236 0.234291 -0.001006 0.9992
LX1*X3 -1.372110 2.228853 -0.615613 0.5419
LX1 -0.286561 0.957045 -0.299423 0.7663
X2^2 -0.394757 2.302972 -0.171412 0.8648
X2*X3 8.757213 5.992736 1.461305 0.1524
X3^2 -191.3596 82.96763 -2.306437 0.0268
X3 30.53888 20.55327 1.485840 0.1458 R-squared 0.270917 Mean dependent var 0.027676
Adjusted R-squared 0.113277 S.D. dependent var 0.077139
S.E. of regression 0.072639 Akaike info criterion -2.233050
Sum squared resid 0.195227 Schwarz criterion -1.875273
Log likelihood 60.36016 Hannan-Quinn criter. -2.099025
F-statistic 1.718583 Durbin-Watson stat 2.292432
Prob(F-statistic) 0.126604
Variance Inflation Factors
Date: 06/09/16 Time: 21:44
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46 Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 0.131766 199.9617 NA
LX1 0.001480 189.9883 1.892331
X2 0.007933 4.710825 2.867458
X3 4.861192 26.12887 1.810128
137
Lampiran 7: Uji HAC
Lampiran 8: Uji Parsial (Uji t)
Dependent Variable: LY
Method: Least Squares
Date: 06/22/16 Time: 10:57
Sample: 2011M01 2014M10
Included observations: 46
HAC standard errors & covariance (Bartlett kernel, Newey-West fixed
bandwidth = 4.0000) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.298609 0.191696 11.99091 0.0000
LX1 1.079914 0.017894 60.35070 0.0000
X2 -0.629846 0.097599 -6.453400 0.0000
X3 6.758055 1.986105 3.402667 0.0015 R-squared 0.962556 Mean dependent var 12.32262
Adjusted R-squared 0.959882 S.D. dependent var 0.869232
S.E. of regression 0.174103 Akaike info criterion -0.575396
Sum squared resid 1.273101 Schwarz criterion -0.416383
Log likelihood 17.23410 Hannan-Quinn criter. -0.515829
F-statistic 359.8942 Durbin-Watson stat 1.453137
Prob(F-statistic) 0.000000 Wald F-statistic 1417.334
Prob(Wald F-statistic) 0.000000
Variabel Coefficient Std.Error t-Statistik Prob.
C 2.298609 0.191696 11.99091 0.0000
PPPS 1.079914 0.017894 60.35070 0.0000
DP -0.629846 0.097599 -6.453400 0.0000
INF 6.758055 1.986105 3.402667 0.0015