ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA DAN …
Transcript of ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA DAN …
ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA DAN HUBUNGAN POLITIK TERHADAP TATA KELOLA PERUSAHAAN
Bayu Wirawan Winata1 dan Dr. Vera Diyanty S.E. M.M2
1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia 2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kepemilikan keluarga terhadap komposisi anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga serta pengaruh kepemilikan keluarga dan hubungan politik perusahaan terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Penelitian ini dilakukan terhadap 75 perusahaan terbuka di luar sektor keuangan yang memiliki nilai indeks ASEAN CG Scorecard dari Indonesian Institute of Corporate Directorship (IICD) pada tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan perusahaan dengan kepemilikan keluarga meningkatkan komposisi dewan komisaris dan dewan direksi terafiliasi dengan keluarga. Kepemilikan keluarga juga memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Namun, hubungan politik perusahaan tidak terbukti secara empiris berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Kata kunci: ASEAN CG scorecard, kepemilikan keluarga, hubungan politik perusahaan, penerapan tata kelola perusahaan.
Abstract The objective of this study is to examine the effect of family ownership to family aligned board and the effect of family ownership and political connection to the implementation of corporate governance. This study conducted to 75 public firms outside the financial sector, which have ASEAN CG Scorecard Index from Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD). The empirical results give evidence that family ownership increase the firms family aligned board. Family ownership give negative and significant effect to the firms’ corporate governance practive. However, political connection is not proved have negative effect to the firms’ coporate governance practice. Keywords: ASEAN CG scorecard, family ownership, political connection, politically connected firms, corporate governance
1. Pendahuluan
1.1 Motivasi Penelitian
Pasca krisis finansial pada tahun 1997 dan skandal fraud Enron penerapaan tata kelola
perusahaan menjadi salah satu perhatian dari para pelaku usaha dan regulator. Penerapan tata
kelola perusahaan yang baik menjadi salah satu usaha untuk mencegah terjadinya krisis secara
umum atau fraud di dalam perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik tampak dari regulasi
terkait dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan dan penegakan regulasi serta kepatuhan
dari pelaku usaha terhadap regulasi yang telah diatur dan komitmen untuk menerapkan prinsip
tata kelola dengan sebaik mungkin.
Pada survei tahun 2001 mengenai penerapan tata kelola perusahaan, Indonesia menempati
urutan kedua terbawah, hanya di atas Pakistan (Klapper & Love, 2004). Hasil penliaian dari
Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) untuk Indonesia pada tahun 2004 dalam Kaihatu
(2006) menunjukkan memiliki skor yang buruk di dalam masalah penegakan hukum dan
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
budaya tata kelola perusahaan. Penilaian implementasi GCG di dalam perusahaan publik
Indonesia juga dinilai oleh Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) melalui
ASEAN CG Scorecard yang merupakan inisiatif dari ASEAN Capital Market Forum (ACMF)
untuk mengukur dan meningkatkan efektivitas dari implementasi prinisip tata kelola
perusahaan (ACMF, 2011).
Hasil penilaian atas implementasi GCG secara umum menggunakan ASEAN CG
Scorecard menempatkan Indonesia di posisi kelima di ASEAN dengan nilai indeks (0-100)
43.29 pada 2012 dan 54.55 pada 2013, sebagai perbandingan posisi pertama ditempati oleh
Thailand dengan indeks 67.66 pada 2012 dan 75.39 pada 2013 (IICD, 2013 dan 2014). Fakta
ini menunjukkan penerapan tata kelola perusahaan di Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan masih memiliki kekurangan baik dari regulasi yang mengatur dan
kepatuhan atas regulasi yang ada, seperti beberapa pengungkapan wajib yang belum diatur
dan belum adanya kebijakan “comply or explain” (ADB, 2013; IICD, 2014).
Banyak diantara perusahaan publik di Indonesia yang memperoleh penilaian negatif atas
indeks tata kelola perusahaan terkait masalah transparansi dan tanggung jawab dewan
komisaris (IICD, 2013). Hampir 20% perusahaan yang dinilai oleh IICD tidak
mengungkapkan kapan penetapan komisaris independen dan juga banyak diantaranya yang
telah menjabat lebih dari 9 tahun sehingga independensi komisaris menjadi diragukan (IICD,
2013). Selain itu kurang terbukanya proses penentuan komisaris tersebut. Peran dan tanggung
jawab dewan komisaris merupakan salah satu bagian penting untuk mendorong kualitas tata
kelola perusahaan.
Permasalahan yang juga disoroti oleh IICD antara lain mengenai kepemilikan perusahaan,
ada sebanyak 30% perusahaan yang dinilai memiliki struktur kepemilikan piramida (ADB,
2013). Hal ini memicu terjadinya pemasalahan keagenan yang lainnya yaitu ekspropriasi
terhadap pemegang saham minoritas oleh pemengang saham pengendali/mayoritas
(Bebchuk,2000; Villalonga & Amit, 2006; ADB, 2013). Permasalahan terkait stuktur
kepemilikan yang juga disoroti ialah mengenai kurangnya pengungkapan atas kepemilikan
tidak langsung dari insider perusahaan, hanya pengukapan terkait kepemilikan secara
langsung saja (ADB, 2013). Berdasarkan penelitian Classens, Djankov, & Lang (2000), Arifin
(2003) dan Carney dan Child (2013) mengenai struktur, pemegang saham pengendali di
Indonesia lebih dari 50% didominasi oleh kepemilikan dari keluarga dan/atau afiliasinya.
Penelitian Siagian (2011) di Indonesia menyatakan struktur kepemilikan juga memberikan
pengaruh terhadap penerapan tata kelola perusahaan yang diukur melalui indeks tata kelola
perusahaan. Kepemilikan pemerintah membuat penerapan tata kelola perusahaan menjadi
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
lebih baik, sebaliknya kepemilikan keluarga dan institusional membuat penerapan tata kelola
perusahaan menjadi kurang baik. Kepemilikan pemerintah berpengaruh positif dikarenakan
sejalan dengan usaha pemerintah mengkampanyekan penerapan tata kelola yang baik untuk
melindungi kepentingan masyarakat. Sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh
negatif akibat orientasi jangka pendek yang lebih diuntungkan dengan tata kelola yang kurang
baik.
Proporsi kepemilikan keluarga yang besar mendorong penetapan manajemen yang
memiliki relasi dengan keluarga baik oleh pemegang saham pengendali melalui mekanisme
pemungutan yang didominasi oleh suara pemegang saham pengendali. Hal ini dilakukan agar
konflik keagenan, antara pemegang saham dan manajemen, dapat diminimalkan (Pagano &
Volpin, 2005), akibatnya terjadi pergeseran konflik kepentingan menjadi antara pemegang
saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas (Villalonga & Amit, 2006).
Kecenderungan dari unsur keluarga untuk mempertahankan status quo-nya dapat menjadi
penyebab penerapan tata kelola perusahaan yang tidak baik (terlihat dari indeks CG yang
buruk) agar keuntungan sebagai pemegang saham mayoritas atas pemegang saham minoritas
dapat tetap dipertahankan, bahkan tidak hanya melalui manajemen saja melainkan
menggunakan juga dewan komisaris yang terafiliasi dengan keluarga (Haque, Arun, &
Kirkpatrick, 2011).
Selain oleh faktor keluarga, status quo untuk tidak melakukan praktik tata kelola
perusahaan dengan baik juga didorong oleh unsur politik (Haque, Arun, & Kirkpatrick, 2011).
Unsur politik dalam konteks ini seperti argumen dari Vermonte (2012) mengenai timbulnya
hubungan timbal balik antara partai politik dengan perusahaan atau individu bermodal besar.
Hubungan tersebut bermula dari pendanaan yang dibutuhkan dari partai politik perlu disokong
dari dunia usaha dengan imbalan yang dapat berupa tender proyek pemerintah, peraturan
pemerintah, penegakan peraturan yang berlaku, atau kebijakan pemerintah yang memudahkan
bagi bisnis tertentu.
Hubungan politik memiliki berbagai macam pengaruh terhadap perusahaan tersebut.
Fisman (2001) melakukan penelitian mengenai nilai dari kedekatan politik yang dimiliki
perusahaan dengan penguasa (Soeharto beserta keluarganya, dan rekanan bisnisnya). Dalam
penelitian tersebut menunjukkan bahwa harga saham dari perusahaan yang memiliki tingkat
ketergantungan terhadap Soeharto (Soeharto Depedency Index) jatuh lebih signifikan ketika
ada isu Soeharto akan meninggalkan posisi presiden. Pengaruh hubungan politik dengan nilai
perusahaan juga terdapat dalam kasus di Amerika Serikat, perusahaan yang memiliki
hubungan politik dengan partai penguasa memiliki nilai lebih tinggi (Goldman, Rocholl, &
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
So, 2009). Menurut Micco, Panizza, & Yanez (2007) ada kemungkinan pelaporan keuangan
perusahaan yang memiliki hubungan politik menyesuaikan laporan keuangannya dengan
kepentingan pemegang saham pengendali sehingga mengorbankan kepentingan pemegang
saham lainnya.
Menurut Bebchuck dan Neeman (2005), politisi, dalam hal ini pemerintah, memiliki andil
di dalam penentuan tingkat perlindungan investor (melalui peraturan, kebijakan, dan
penerapannya), maka kelompok-kelompok kepentingan (insider perusahaan, pemegang saham
institusional, dan pengusaha) akan berusaha untuk melobi politisi agar memperoleh tingkat
perlindungan yang sesuai. Dalam perusahaan yang didominasi kepemilikan keluarga peran
insider dalam perusahaan merupakan bagian dari peran keluarga yang memiliki kendali atas
perusahaan tersebut. Perlindungan investor dapat menjadi lebih menguntungkan bagi pihak
insider dan mengambil keuntungan bagi pihaknya sendiri atas pemegang saham minoritas.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Boubakri (2008) bahwa pemerintah juga
memfasilitasi perubahan kebijakan publik yang menguntungkan perusahaan yang memiliki
hubungan politik. Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011) dalam penelitiannya di Bangladesh
menunjukkan pemilik perusahaan menggunakan aset perusahaan untuk kepentingan melobi
politisi agar peraturan mengenai tata kelola perusahaan dan penegakannya menguntungkan
bagi pengusaha tersebut ditambah dengan kondisi Bangladesh yang merupakan negara
berkembang yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011)
menyimpulkan perusahaan yang memiliki hubungan politik memiliki penerapan tata kelola
perusahaan yang lebih buruk.
Dengan mengacu pada penelitian Haque, Arun, dan Kirkpatrick (2011), penelitian ini
bertujuan untuk melihat apakah dominasi dari kepemilikan keluarga di Indonesia membuat
keluarga pemilik mengancam shareholders lain dengan komposisi dewan komisaris dan
direksi yang banyak dipengaruhi oleh keluarga serta penerapan tata kelola yang kurang baik.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah hubungan politik memiliki
pengaruh bagi penerapan tata kelola perusahan di Indonesia.
Penelitian ini penting dilakukan di Indonesia, mengingat 50% lebih struktur kepemilikan
dikendalikan oleh keluarga (Diyanty, 2012). Indonesia juga memiliki rekam jejak mengenai
hubungan antara perusahaan dan politisi yang kuat nulai pada era Presiden Soeharto (Fisman,
2001), dan masih terus berlanjut hingga pasca reformasi (Carney & Child, 2013) serta korupsi
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
tetap menjadi salah satu permasalahan utama hingga sekarang1. Dengan demikian isu
mengenai hubungan politik dengan tata kelola perusahaan juga menarik untuk diteliti lebih
lanjut.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap komposisi dewan
komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga di dalam perusahaan?
2. Apakah kepemilikan keluarga dan komposisi dewan komisaris dan direksi
berpengaruh positif terhadap penerapan tata kelola perusahaan?
3. Apakah hubungan politik berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola
perusahaan?
2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Teori Keagenan dan Kepemilikan Keluarga
Permasalahan keagenan tidak hanya terjadi antara pemegang saham dengan
manajemen, melainkan di perusahaan yang kepemilikannnya dapat juga terjadi antara pemilik
saham mayoritas dan manajemen dengan pemegang saham minoritas (Villalonga & Amit,
2006).
Salah satu kelemahan praktik tata kelola di Indonesia terkait dengan minimnya
pengungkapan mengenai kepemilikan tidak langsung di dalam perusahaan, selain itu juga
masih banyak yang belum mengungkapkan anggota dewan direksi atau komisaris yang
menjabat di tempat lain, dan minimnya pengungkapan mengenai proses nominasi di jajaran
dewan komisaris atau direksi. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat disebabkan dengan
struktur kepemilikan yang secara langsung akan mempengaruhi siapa pengendal dari
perusahaan tersebut.
Secara umum struktur kepemilikan dari perusahaan-perusahaan di Asia masih banyak
didominasi oleh unsur kekeluargaan (Classens et al, 2000). Classens et al (2000) dan Diyanty
(2012) melakukan penelitian di negara-negara Asia Selatan yang menunjukkan bahwa sulit
untuk membedakan batasan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan sebagai
manajemen, banyak diantaranya dijalankan oleh anggota keluarga pemilik (Amarani, 2009).
Di Indonesia sendiri masih didominasi oleh perusahaan keluarga, perusahaan yang struktur
1 Berdasarkan survey dari Transparancy International pada tahun 2013, indek persepsi korupsi Indonesia berada pada peringkat 114 dari 177 negara dengan nilai 32 dari 100 (100 dipersepsikan paling bersih) (Transparecny International, 2013).
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
kepemilikannya sudah tersebar hanya sebesar 0,6% (Classens et al, 2000). Carney dan Child
(2013) melakukan penelitian kembali mengenai perkembangan struktur kepemilikan di Asia
Selatan. Indonesia mengalami sedikit peningkatan di dalam perusahaan yang
kepemilikannnya tersebar menjadi 3,8% dan penurunan kepemilikan keluarga di perusahaan
terbuka sebesar 11,3% dari survey Classens et al (2003) yaitu dari 68,6% menjadi 57,3%
(Carney & Child, 2013).
Perusahaan dengan dominasi kepemilikan keluarga dapat memiliki kinerja yang lebih
efisien dikarenakan biaya untuk melakukan pengawasan yang lebih kecil (Fama dan Jensen,
1983). Biaya pengawasan lebih kecil disebabkan karena kepemilikannya yang terkonsentrasi
sehingga konflik yang terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan dengan
kepemilikan tersebar. Di samping itu perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang dominan
dikelola oleh anggota keluarganya sendiri sehingga dapat lebih dipercaya, sehingga konflik
keagenan menjadi berkurang (Fama dan Jensen, 1983).
Di sisi lain permasalahan keagenan yang timbul bukan lagi antara pemilik dan
manajemen, melainkan pemegang saham minoritas dengan pemilik keluarga, termasuk
manajemen yang berasal dari keluarga. Pemegang saham mayoritas, dalam hal ini keluarga,
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan dominasinya di dalam perusahaan, melalui
manajemennya dan juga pembatasan praktik GCG (Classens et al, 2002). Pembatasan praktik
GCG pada akhirnya membatasi perlindungan terhadap pemegang saham minoritas,
bertentangan dengan prinsip tata kelola perusahaan untuk perlakuan yang setara terhadap
pemegang saham. Sehingga akhirnya konflik kepentingan ini berujung pada ekspropriasi oleh
pemegang saham keluarga terhadap pemegang saham minoritas, dengan praktik tata kelola
perusahaan yang tidak cukup baik (Faccio, Lang, dan Young, 2001).
2.2 Hubungan Politik
Perusahaan dapat dikatakan memiliki hubungan politik apabila paling tidak salah satu
dari pimpinan perusahaan, pemegang saham mayoritas atau kerabat mereka pernah atau
sedang menjabat sebagai pejabat tinggi negara, anggota parlemen, atau pengurus partai yang
berkuasa (Faccio, 2006). Dalam konteks Indonesia, pimpinan perusahaan meruapakan dewan
komisaris sebagai pengawas perusahaan dan direksi sebagai pengambil keputusan perusahaan.
Penelitian awal mengenai hubungan politik ialah mengenai hubungan kedekatan
antara perusahaan dengan penguasa, salah satunya ialah oleh Fisman (2001) yang meneliti
tentang nilai dari koneksi politik. Dalam penelitian tersebut subjek penelitiannya ialah
perusahaan terbuka di Indonesia pada masa Suharto yang memiliki kedekatan politik dengan
Suharto kala itu. Penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh terhadap volatilitas harga
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
saham perusahaan yang memiliki kedekatan politik ketika ada isu yang menggoyang Presiden
Suharto. Carney dan Child (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki hubungan
politik dengan kroni Suharto telah menurun semenjak reformasi, perusahaan dengan
hubungan politik di Indonesia pada tahun 2008 pun turun sampai 51% (dari tahun 1996).
Contoh lain mengenai pengaruh hubungan politik antara perusahaan dengan partai penguasa
juga tercermin di Amerika, perusahaan dengan hubungan politik memiliki nilai perusahaan
yang lebih tinggi (Goldman, Rocholl, & So, 2009). Akan tetapi, dalam penelitian Wulandari
(2012), perusahaan yang memiliki hubungan politik memiliki kinerja yang lebih buruk
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki hubungan politik. Hal ini disebabkan
karena perusahaan dapat mendapatkan kemudahan di dalam akses pinjaman dengan
memanfaatkan hubungan politik, akan tetapi hal ini justu membebani perusahaan dengan
hutang yang semakin besar dan menimbulkan tekanan keuangan yang membuat perusahaan
tidak berkinerja dengan baik.
Pengaruh lain dari hubungan politik ialah dapat meningkatkan nilai perusahaan jika
melalui koneksi politik dapat menghapus rente ekonomi yang tidak adil. Hal ini perlu juga
didukung dengan tata kelola yang baik agar nilai perusahaan tidak hanya diperuntukkan
kepentingan pemilik dan politisi yang memiliki hubungan saja. Jika indikator hubungan
politik juga menjadi penentu investasi maka dengan adanya hubungan politik nilai perusahaan
juga akan meningkat (Faccio, 2006). Hubungan politik juga dapat menjadi substitusi atas
pembiayaan dari luar negeri, hubungan politik dapat dimanfaatkan untuk mempermudah
perusahaan dalam memperoleh pinjaman dalam negeri sehingga tidak perlu mencari
pembiayaan dari investor luar negeri (Leuz & Gee, 2006). Bagi perusahaan yang memiliki
hubungan politik keuntungan lainnya ialah perusahaan dengan hubungan politik memiliki
akses yang lebih terhadap pembiayaan hutang, pajak yang lebih rendah, dan kekuatan pasar
yang kuat (Friedman, 1999).
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh dari Kepemilikan Keluarga terhadap Komposisi Dewan Komisaris dan
Direksi yang Terafiliasi dengan Keluarga
Menurut Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011) pemegang saham pengendali, dalam hal ini
keluarga, memiliki insentif dan kekuatan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri
dalam bentuk kompenasasi yang berlebih, transaksi hubungan istimewa, atau dividen di
dalam bentuk pengeluaran perusahaan untuk kepentingan pribadi. Hasil penelitiannya
memperkuat hasil penelitian oleh Fama dan Jensen (1983), Shleifer dan Vishny (1997), dan
Faccio et al (2001).
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Menurut Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011), perusahaan yang didominasi oleh
kepemilikan keluarga secara langsung akan memberikan pengaruhnya di dalam manajemen
perusahaan tersebut. Classens et al (2002) di dalam Diyanty (2012) menyatakan sebanyak
84,6% manajer perusahaan di Indonesia ditetapkan oleh pengendali akhir. Dengan cara itu
juga perusahaan lebih berpeluang untuk memanfaatkan kontrolnya untuk mengekspropriasi
pemegang saham minoritas melalui manajemen yang mereka tetapkan.
Anderson dan Reeb (2003) menyatakan bahwa kecenderungan perusahaan keluarga akan
menghindari pihak independen di dalam dewan komisaris dan direksi untuk menjaga
kepentingan keluarga sebagai pemegang kendali. Kepemilikan terkonsentrasi pada keluarga
diduga berpengaruh terhadap kontrol di dalam proses politik penentuan dewan komisaris dan
direksi untuk melindungi kepentingan dari keluarga pemegang saham pengendali.
Berdasarkan argumen tersebut maka dapat dihioptesiskan:
H1: Kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap komposisi dewan komisaris dan
direksi yang terafiliasi dengan keluarga di dalam perusahaan.
2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Keluarga dan Komposisi Dewan Komisaris dan Direksi
terhadap Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Haque, Arun, & Kirkpatrick . (2011) menunjukkan adanya pengaruh negatif dari struktur
kepemilikan dan proses politik penentuan dewan komisaris dan direksi terhadap penerapan
tata kelola perusahaan di Bangladesh. Semakin banyak direksi dan komisaris yang terafiliasi
dengan keluarga maka keputusan yang diambil pun akan semakin menguntungkan pemegang
saham pengendali dan merugikan pemegang saham minoritas.
Siagian (2011) juga pernah menguji secara empiris di Indonesia bahwa tingkat
kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan karena
menghindari tata kelola yang cenderung mengurangi kontrol dari pemegang saham
pengendali. Beradasarkan penjelasan di atas, hipotesis kedua ialah indeks tata kelola
perusahaan akan dipengaruhi oleh konsentrasi kepemilikan keluarga dan juga struktur anggota
dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan pemilik pengendali.
Dengan demikian hipotesis berikutnya adalah:
H2: Kepemilikan keluarga serta komposisi dewan komisaris dan direksi terafiliasi keluarga
berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan.
2.3.3 Pengaruh Hubungan politik terhadap Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Vermonte (2012) menyatakan pendanaan dari partai politik di Indonesia tidak cukup
hanya dari iuran anggota partainya, partai memerlukan juga sumber pendanaan lain dari
sumbangan perusahaan atau individu yang tak jarang turut melibatkan perjanjian
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
transaksional. Bentuk timbal balik terhadap pemberi dana dapat berupa lobi politik, tender
proyek, atau kebijakan yang menguntungkan bagi perusahaan atau individu terkait. Dasar
pemikiran ini juga yang membuat perusahaan berusaha melakukan lobi politik untuk
mempertahankan status quo di dalam kebijakan terkait tata kelola perusahaan agar tetap
mendapatkan kontrol atas pemegang saham minoritas.
Micco et al (2007) menyatakan perusahaan dengan hubungan politik memiliki
kemungkinan untuk melakukan penyesuaian di dalam pelaporan keuangan untuk kepentingan
pemegang saham pengendali sehingga mengorbankan pemegang saham minoritas. Penelitian
dari Bebchuk dan Neeman (2005) menunjukkan bahwa transaksi insider di dalam perusahaan
yang kepemilikannnya terkonsentrasi di keluarga menggunakan aset dari perusahaan untuk
kepentingan pribadi, salah satu penggunaan aset perusahaan ialah untuk mempengaruhi
politisi dan birokrat untuk tetap menjaga perlindungan investor yang rendah. Dengan
perlindungna investor yang tetap rendah maka pemegang saham pengendali akan dapat terus
memanfaatkan pemegang saham minoritas melalui ekspropriasi.
Selain melalui perlindungan investor yang lemah, penerapan tata kelola juga dipengaruhi
oleh transparansi dari perusahaan yang terkoneksi politik. Leuz dan Gee (2006) memiliki
argumen bahwa koneksi politik dapat menjadi substitusi bagi pinjaman dari luar negeri.
Perusahaan terkoneksi politik dapat memperoleh akses pembiayaan hutang (Amelia, 2013).
Menurut Leuz efek substitusi ini membuat perusahaan menjadi kurang transpatan akibat dari
tidak perlunya mengikuti keperluan pelaporan dan transparansi sesuai dengan standar
pembiayaan dari luar negeri. Perusahaan terkoneksi politik akan membiarkan transparansi
seadanya dan mendapatkan pembiayaan hutang akibat koneksi politik yang dimilikinya.
Perusahaan yang terkoneksi politik akan memanfaatkan kontrol yang dimilikinya untuk
melakukan lobi politik agar standar, aturan, dan penegakan atas tata kelola perusahaan tetap di
posisi status quo-nya, posisi tidak maksimal (Haque, Arun, & Kirkpatrick, 2011). Selain itu,
perusahaan yang memiliki koneksi politik tingkat transparansinya akan menjadi lebih rendah
karena transparansi tidak dinilai menjadi sebuah nilai tambah akibat telah medapat akses
pembiayaan dari koneksi politiknya (Leuz dan Gee, 2006).
Dengan demikian hipotesis ketiga adalah:
H3: Hubungan politik berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan.
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
3. Metodologi Penelitian
3.1. Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini data yang digunakan ialah data sekunder berupa laporan keuangan
tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011. Data yang
diperoleh dari laporan tahunan merupakan informasi mengenai struktur kepemilikan
perusahaan, susunan direksi perusahaan, dan profil dari direksi perusahaan. Data untuk indeks
penilaian tata kelola perusahaan menggunakan hasil penilaian dari Indonesia Institute for
Corporate Directorship (IICD) menggunakan ASEAN CG Scorecard dan untuk hubungan
politik berdasarkan informasi laporan keuangan serta penelusuran google.com.
Sampel penelitian menggunakan perusahaan non-finansial dari perusahaan yang tercatat
di bursa pada tahun 2011 yang memiliki indeks CG dari IICD dan memiliki informasi yang
lengkap di dalam laporan tahunannya. Alasan pemilihan sampel ini ialah penilaian tata kelola
perusahaan di Indonesia yang dilakukan oleh IICD terbatas untuk tahun 2011 saja dan
digunakan untuk menghindari bias di dalam penilaian. Industri finansial dikeluarkan dari
sampel penelitian dikarenakan memiliki regulasi terkait tata kelola perusahaan yang lebih
ketat. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel tersebut diperoleh 75 sampel perusahaan pada
periode 2011.
Tabel 4.1 Hasil Seleksi Sampel
Kriteria Seleksi Jumlah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada 2011 449
Perusahaan di dalam sektor keuangan (72)
Perusahaan Non-finansial 377
Perusahaan tanpa Indeks ASEAN CG Scorecard dari IICD (301)
Perusahaan Non-finansial yang memiliki Indeks ASEAN CG Scorecard dari IICD 76
Perusahaan memiliki ekuitas negatif (defisiensi modal) (1)
Total Sampel 75
3.2. Model Penelitian
Hipotesis 1 bertujuan untuk mencari tahu pengaruh positif dari kepemilikan keluarga
terhadap pemilihan anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan kelurga.
Model penelitian untuk hipotesis 1 (H1) ialah sebagai berikut:
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Hipotesis 2 bertujuan untuk menguji pengaruh negatif dari konsentrasi kepemilikan keluarga
terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Dalam hipotesis 3, dilakukan pengujian pengaruh
negatif dari hubungan politik terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Model penelitian
untuk hipotesis kedua (H2) dan ketiga (H3) ialah sebagai berikut:
Keterangan Variabel:
FAB : Family-aligned Board atau anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga pemilik saham. Persentase jumlah anggota dewan komisaris dan direksi yang memiliki hubungan keluarga.
CGI : Penilaian tata kelola perusahaan menggunakan ASEAN CG scorecard. FEXC : Variabel dummy untuk ketua dewan direksi berasal dari keluarga pemegang saham
pengendali. PCON : Hubungan politik, paling tidak pemegang saham pengendali, anggota dewan baik
dewan direksi atau dewan komisaris pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat tinggi negara atau politisi.
FOWN : Persentase kepemilikan keluarga, termasuk anak dan saudara dari pemilik. SIZE : Ukuran perusahaan yang dilihat dari logaritma natural dari total aset perusahaan. CASS : Komposisi dari aset perusahaan, perbandingan antara aset tetap dan total aset. LEV : Leverage, perbandingan antara total utang dan total aset. INDS dummies: variabel dummy yang menyatakan sektor industri perusahaan tersebut
berdasarkan indeks sektor menurut BEI (Jasica). 3.3. Operasionalisasi Variabel
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen pertama ialah family-aligned board atau anggota dewan komisaris dan
direksi perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga dari pemegang saham pengendali. Afiliasi
dari keluarga di dalam konteks ini ialah jika anggota direksi atau komisaris memiliki
hubungan saudara atau merupakan direksi atau komisaris dari perusahaan pemegang saham.
Hubungan saudara yang dimaksud ialah hubungan sedarah (kakak/adik atau orang tua/anak)
dan hubungan pernikahan (suami/istri) dengan keluarga pemilik. Variabel ini merupakan
proksi dari adanya pengaruh terhadap proses politik di dalam pengambilan keputusan oleh
dewan (Haque, Arun, & Kirkpatrick, 2011).
Variabel dependen kedua ialah penerapan tata kelola perusahaan. Penerapan tata kelola
perusahaan ini dinilai menggunakan format penilaian yang dikeluarkan oleh ASEAN Capital
CGIi = α + β1 FABi + β2 FEXCi + β3 FOWNi + β4 PCONi + β5 SIZEi + β6 CASSi + β7 PROFi + β8 LEVi + β9 AGEi + β10 INDS dummies + ε
FABi = α + β1 FOWNi + β2 SIZEi + β3 CASSi + β4 PROFi + β5 LEVi + β6 AGEi + β7 INDS dummies + ε
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Markets Forums (ACMF), yaitu ASEAN CG Scorecard. Di Indonesia, penilaian atas
penerapan tata kelola perusahaan terbuka di Indonesia dilakukan oleh IICD (Indonesian
Institute for Corporate Directorship). Penilaian dilakukan dengan melihat ketersediaan
informasi mengenai tata kelola perusahaan yang tersedia secara bebas dan dapat diakses oleh
publik (IICD, 2013).
Perusahaan dinilai mengenai bagaimana menjalankan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan berdasarkan kelima prinsip OECD. Penilaian melalui scorecard ini dibagi kedalam
dua tingkatan yaitu (ACMF, 2011); Tingkatan pertama terdiri atas 185 poin pertanyaan yang
dibagi ke dalam lima bagian sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan menurut OECD.
Kelima prinsip OECD tersebut memiliki poin pertanyaannya masing-masing, yaitu 26 untuk
pinsip hak pemegang saham, 17 untuk prinsip perlakuan yang setara, 21 untuk prinsip peran
dari stakeholders, 41 untuk prinsip pengungkapan dan transparansi, 79 untuk prinsip tanggung
jawab dewan komisaris dan direksi (total 185 poin). Tingkatan kedua bersifat bagian
tambahan mengenai bonus dan juga penalty atas praktik tata kelola perusahaan. Bonus,
sejumlah 11 poin pertanyaan, diberikan bagi perusahaan yang menjalankan praktik tata kelola
melebihi standar minimum. Penalti, sejumlah 23 poin pertanyaan, diberikan kepada
perusahaan yang menjalankan praktik tata kelola perusahaan dengan buruk.
3.3.2. Variabel Independen
1. Model Penelitian 1
Variabel independen pertama digunakan di dalam pengujian hipotesis pertama (H1), yaitu
pengaruh dari kepemilikan keluarga. Kepemilikan keluarga ialah persentase saham dari
perusahaan yang dimiliki oleh keluarga. Definisi keluarga yang digunakan di dalam penelitian
ini mengacu kepada definisi yang digunakan di dalam Arifin (2003) yaitu keseluruhan
individu dan perusahaan yang kepemilikannnya tercatat (kepemilikan 5% ke atas wajib
dicatat), kecuali perusahaan publik, negara, institusi keuangan (seperti: lembaga investasi,
reksa dana, asuransi, dana pensiun, bank, koperasi) dan publik (individu yang kepemilikannya
tidak wajib tercatat). Informasi kepemilikan keluarga diperoleh dari laporan tahunan yang
dipublikasikan oleh perusahaan.
2. Model Penelitian 2
Untuk pengujian hipotesis kedua (H2) terdapat tiga variabel independen yang dapat
mempengaruhi variabel dependen, penerapan tata kelola perusahaan. Variabel independen
tersebut ialah family-aligned board, family-aligned executive, dan kepemilikan keluarga.
Variabel family-aligned board dan kepemilikan keluarga ialah seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Family-aligned executive adalah direktur utama atau CEO perusahaan
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
merupakan bagian atau memiliki hubungan dengan keluarga pemegang saham. Variabel ini
bersifat dummy, akan bernilai 1 bila direktur utama perusahaan memiliki hubungan atau
bagian dari keluarga pemegang saham.
Untuk pengujian hipotesis ketiga (H3) tedapat sebuah variabel independen yaitu
hubungan politik. Variabel ini bersifat dummy, bernilai 1 bila perusahaan memiliki hubungan
politik. Kriteria yang digunakan untuk menentukan memiliki hubungan politik mengacu pada
penelitian Faccio (2006); Maulana (2013), yaitu:
1. Direksi dan/atau dewan komisaris merangkap jabatan sebagai pejabat tinggi pemerintah
(Menteri, Anggota DPR/MPR/DPD) atau politisi (Anggota Partai Politik).
2. Direksi dan/atau komisaris merupakan mantan pejabat tinggi pemerintah (Menteri,
Anggota DPR/MPR/DPD) atau politisi (Anggota Partai Politik).
3. Pemilik perusahaan atau pemegang saham merupakan politisi (Anggota Partai Politik),
pejabat pemerintah, atau mantan pejabat pemerintah (Menteri, Anggota DPR/MPR/DPD).
4. Pemilik perusahaan atau pemegang saham memliki hubungan saudara dengan
politisi/partai politik, pejabat pemerintah, atau mantan pejabat pemerintah.
3.3.3. Variabel Kontrol
1. Ukuran Perusahaan
Perusahaan besar memiliki struktur yang lebih kompleks dan juga permasalahan
keagenan yang lebih besar sehingga memiliki kecenderungan untuk tata kelola dan
pengawasan yang lebih ketat (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Fitri (2012) perusahaan
yang lebih besar akan menyajikan informasi yang lebih lengkap sebagai upaya untuk
mengurangi biaya keagenan yang muncul akibat dari ukuran perusahaan yang lebih besar.
Ukuran perusahaan digunakan sebagai salah satu variabel untuk mengontrol pengaruh dari
penerapan tata kelola akibat semakin besarnya biaya keagenan yang muncul dari perusahaan
yang lebih besar. Ukuran perusahaan diukur melalui logaritma natural dari total aset.
2. Komposisi Aset Perusahaan
Variabel ini menunjukkan komposisi dari aset tetap yang dimiliki perusahaan dari
keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Klapper dan Love (2004) dalam penelitian
mengenai tata kelola perusahaan di negara berkembang menyatakan bahwa aset tak berwujud
akan lebih sulit untuk diawasi penyalahgunaannya dibanding aset tetap sehingga memerlukan
mekanisme tata kelola yang lebih ketat. Jadi semakin kecil komposisi aset tetap maka akan
semakin baik penerapan tata kelola perusahaan karena pengawasan atas aset tak tetap
memerlukan mekanisme tata kelola yang lebih baik sebagai sinyal kepada investor.
3. Profitabilitas Perusahaan
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Tata kelola perusahaan yang buruk merupakan salah satu penyebab dari profitabilitas
perusahaan yang kurang baik (Joh, 2003). Profitabilitas yang kurang baik dapat juga menjadi
indikasi dari tata kelola yang kurang baik. Profitabilitas dihitung dengan menggunakan return
on asset (ROA) dari perusahaan, yaitu membagi pendapatan bersih dengan total aset yang
dimiliki perusahaan. Semakin baik profitabilitas suatu perusahaan maka perusahaan biasanya
melakukan tata kelola perusahaan yang lebih baik untuk mengefektifkan kinerja
perusahaannya.
4. Leverage
Leverage dapat menjadi salah satu pengendali untuk biaya keagenan di dalam
perusahaan. Perusahaan dengan tata kelola yang baik maka akan memiliki leverage yang lebih
kecil karena tata kelola akan membuat biaya keagenan menjadi lebih kecil. Leverage juga
dapat dianggap sebagai pengganti dari tata kelola perusahaan sebagi sinyal atas pengendali
konflik keagenan yang dapat terjadi di dalam perusahaan (Jiraporn, et al, 2011). Leverage
dihitung dari perbandingan antara total hutang dengan total aset perusahaan.
5. Usia atau Waktu Perusahaan Terdaftar di BEI
Semakin lama waktu perusahaan telah terdaftar di pasar modal maka perusahaan akan
semakin matang dan akan menerapkan tata kelola perusahaan dengan lebih baik. Semakin
lama perusahaan terdaftar di pasar modal perusahaan menjadi lebih mengerti akan aturan-
aturan yang mengatur tata kelola di dalam pasar modal dan berpengalaman untuk
melaksakana tata kelola perusahaan (Siagian, Siregar, dan Rahadian, 2011). Variabel usia
menggunakan hasil logaritma natural dari waktu perusahaan terdaftar di pasar modal.
6. Jenis Industri (Dummy)
Jenis industri juga digunakan sebagai kontrol dari penelitian ini. Haque, Arun, &
Kirkpatrick (2011) dan Siagian (2011) melakukan kontrol ini untuk mengikutsertakan
pengaruh dari jenis industri terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Jenis industri yang
dimaksud ialah pengklasifikasian sektor di BEI (Jasica), yaitu sektor 1 agrikultur, sektor 2
pertambangan, sektor 3 industri dasar dan kimia, sektor 4 aneka industri, sektor 5 industri
barang konsumsi, sektor 6 properti, real estat, dan jasa konstruksi, sektor 7 infrastruktur dan
transportasi, sektor 9 perdagangan, jasa, dan investasi, serta mengecualikan sektor 8
(finansial).
4. Analisis dan Pembahasan
4.1 Hasil Statistik Deskriptif dan Uji Beda
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa rata-rata kualitas penerapan tata kelola perusahaan
berdasarkan ASEAN CG Scorecard pada perusahaan non-finansial di Indonesia ialah 40.27 ,
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
secara umum kualitas penerapan tata kelola di Indonesia masih perlu ditingkatkan terutama
untuk praktik tata kelola yang sifatnya sukarela. Perusahaan dengan indeks tata kelola
perusahaan yang baik didominasi oleh perusahaan negara dengan rata-rata 60.31, hal ini
sejalan dengan inisiatif dari pemerintah mengenai pentingnya tata kelola perusahaan.
Sebanyak 32.00% perusahaan memiliki hubungan politik, yaitu 24 dari 75 perusahaan.
Banyak dari hubungan politik tersebut berasal dari komisaris independen perusahaan yang
memiliki rekam jejak sebagai mantan pejabat tinggi dan kedekatan politik dari pemilik
perusahaan. Sebagai contoh seperti perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam grup usaha
Bakrie (Bumi Resources, Bakrie Telecom, dan Berau Coal Energy) yang perusahaan
induknya dimiliki oleh seorang ketua partai di Indonesia, Unilever Indonesia yang memiliki
komisaris independen yang merupakan mantan menteri keuangan.
Tabel 1 Statistik Deskriptif
Variable Mean Median Std. Dev. Min Max CGI 0.4031 0.3641 0.1245 0.2081 0.7536
FOWN 0.4384 0.5290 0.3140 0.0000 0.9720 FAB 0.1386 0.1111 0.1412 0.0000 0.5000
SIZE (milyar rupiah) 17656 10839 23777 896 154319 CASS 0.3693 0.3355 0.2238 0.0086 0.8704 PROF 0.1140 0.0908 0.1014 -0.1081 0.4155 LEV 0.1990 0.1577 0.1667 0.0000 0.5759
AGE (tahun) 11.2044 9.5000 8.2422 0.1667 30.0000 Dummy 1 0 % PCON 24 51 32.00%
FEXC 20 55 26.67% Keterangan: CGI = indeks ASEAN CG scorecard; PCON = variabel dummy hubungan politik (1 bila ada hubungan politik); FOWN = proporsi kepemilikan keluarga; FAB = proporsi anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga; FEXC = variabel dummy ketua dewan direksi yang berasal dari keluarga pengendali (1 bila ketua dewan direksi berasal dari keluarga pengendali); SIZE = log natural dari total asset; CASS = proporsi aset tetap dari total asse; PROF = return on asset; LEV = tingkat leverage (total liabilities/total asset); AGE = log natural dari tanggal tercatat dalam bursa.
Kepemilikan keluarga memiliki nilai rata-rata sebesar 0.4456 yang berarti sebagian besar
perusahaan terbuka di Indonesia masih didominasi oleh kepemilikan keluarga. Hampir
setengah dari kepemilikan perusahaan di Indonesia didominasi oleh kepemilikan keluarga.
Dari perusahaan yang diobservasi hanya terdapat 13 perusahaan yang terbebas dari
kepemilikan keluarga. Penemuan ini sejalan dengan hasil penemuan penelitian sebelumnya
sejak tahun 1996 oleh Classens, Djankov, dan Lang (2000) dan 2008 oleh Carney dan Child
(2013). Rata-rata komposisi dewan komisaris dan direksi yang memiliki afiliasi dengan
keluarga pemilik ialah 13.86%. Variabel FEXC memiliki rata-rata 0.2632 yang berarti
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
sebanyak 26.33% pemimpin eksekutif dari perusahaan merupakan afiliasi dari keluarga
pemilik.
Dilakukan juga pengujian beda (t-test) atas rata-rata variabel dari perusahaan yang
memiliki hubungan politik dengan perusahaan yang terbebas dari hubungan politik (tabel 2).
Dari hasil pengujian tersebut tidak ditemukan adanya perbedaan karakteristik yang signifikan
antara perusahaan dengan hubungan politik dan tanpa hubungan politik, termasuk indeks tata
kelola perusahaan tersebut.
Tabel 2 Hasil Uji Beda atas Perusahaan dengan Hubungan Politik dan Tanpa
Hubungan Politik
PCON Non PCON t-stat P-value Sig
(ada hubungan politik)
(tanpa hubungan politik)
n= 24 n= 51 Variabel Mean FOWN 0.4380 0.4386 -0.0089 0.9929 -
FAB 0.1246 0.1451 -0.5867 0.5592 - CGI 0.4236 0.3935 0.9759 0.3323 - SIZE
(milyar) 20200 16500 0.6214 0.5363 - CASS 0.3794 0.3646 0.2667 0.7904 - PROF 0.1248 0.1090 0.6319 0.5294 - LEV 0.2127 0.1926 0.4828 0.6307 - AGE
(tahun) 11.8333 10.9085 0.4509 0.6534 - Keterangan: CGI = indeks ASEAN CG scorecard; FOWN = proporsi kepemilikan keluarga; FAB = proporsi anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga; FEXC = variabel dummy ketua dewan direksi yang berasal dari keluarga pengendali (1 bila ketua dewan direksi berasal dari keluarga pengendali); SIZE = log natural dari total asset; CASS = proporsi aset tetap dari total asse; PROF = return on asset; LEV = tingkat leverage (total liabilities/total asset); AGE = log natural dari tanggal tercatat dalam bursa.
4.2 Analisis Hasil Regresi
4.2.1 Analisis Hasil Regresi Model Penelitian 1
Hasil regresi menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh posiif terhadap
kompisisi dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga. Hasil ini sesuai
dengan argumen dari Anderson dan Reeb (2003) dan Diyanty (2012) yang menyatakan bahwa
perusahaan yang didominasi keluarga akan memiliki kecenderungan untuk menghindari pihak
independen dan memilih direksi dan komisaris yang memiliki hubungan dengan keluarga.
Pagano dan Volpin (2005) menjelaskan hal ini terjadi karena keluarga sebagai pemegang
saham pengendali akan memanfaatkan kendalinya untuk menetapkan direksi dan komisaris
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
yang sejalan dengan mereka, sehingga keuntungan atas pemegang saham minoritas dapat
dimanfaatkan oleh pemegang saham pengendali, dalam hal ini ialah keluarga. Hasil ini juga
sejalan dengan penelitian Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011) bahwa variabel kepemilikan
keluarga berperan signifikan dan positif terhadap komposisi dewan komisaris dan direksi
yang terafiliasi dengan keluarga. Hipotesis model penelitian pertama diterima karena variabel
kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap komposisi dewan komisaris dan direksi
yang terafiliasi dengan keluarga.
Tabel 3 Hasil Uji Regresi Model Penelitian 1
FABi= α + β1(FOWN)i + β2 (SIZE)i + β3 (CASS)i + β4 (PROF)i + β5 (LEV)i + β6 (AGE)i + β7 (INDS dummies) + ε
H1: Kepemilikan keluarga berpengaruh positif terhadap komposisi dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga di dalam perusahaan. Variabel Dependen
FAB
1 2
Variabel Ekspektasi Coeff. Prob. T Sig Coeff. Prob. T Sig C
-0.7052 0.0510 * -0.1675 0.6050
FOWN + 0.2700 0.0000 *** 0.2739 0.0000 *** SIZE ? 0.0264 0.0999 * 0.0073 0.5870
CASS ? 0.0108 0.8950
-0.0422 0.4630 PROF ? 0.1736 0.3060
-0.0067 0.9650
LEV ? -0.0206 0.8490
-0.0503 0.5990 AGE ? -0.0136 0.2390
-0.0040 0.7350
INDS 1 ? -0.0796 0.1590 INDS 2 ? -0.0792 0.0910 *
INDS 3 ? -0.0727 0.2310 INDS 4 ? -0.0712 0.2920 INDS 5 ? -0.1511 0.0160 **
INDS 6 ? 0.0231 0.7120 INDS 7 ? -0.1012 0.0840
F-Statistics
7.98***
16.62*** Prob. F
0.0001
0.0000
R-square
0.4776
0.3777 Observasi 75 75
Keterangan: FAB = proporsi anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga; FOWN = proporsi kepemilikan keluarga; SIZE = log natural dari total asset; CASS = proporsi aset tetap dari total asse; PROF = return on asset; LEV = tingkat leverage (total liabilities/total asset); AGE = log natural dari tanggal tercatat dalam bursa.
Keterangan: *** signifikan pada level 0.01
** signifikan pada level 0.05
* signifikan pada level 0.10
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
4.2.2 Analisis Hasil Regresi Model Penelitian 2
1. Variabel Independen
Dari hasil pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan kepemilikan keluarga
berpengaruh negatif terhadap implementasi tata kelola perusahaan. Akan tetapi, variabel
FEXC dan FAB tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Kedua variabel ini merupakan
proksi tambahan dari unsur kelompok kepentingan keluarga. Menurut Haque, Arun, &
Kirkpatrick (2011) pengaruh dari keluarga terhadap tata kelola perusahaan lebih tercermin
dari persentase kepemilikan keluarga sebagai pemegang sahamnya. Dengan persentase
kepemilikan saham oleh keluarga yang tinggi, tanpa harus memiliki secara langsung direksi
atau komisaris yang terafiliasi, pemilik tetap dapat mempertahankan kendali atas keputusan
untuk perusahaan tersebut. Bebchuk dan Neeman (2005) mengkategorikan kelompok pemilik
keluarga serta afiliasinya di dalam direksi dan komisaris merupakan satu kelompok
kepentingan dari dalam perusahaan atau insider yang mementingkan kepentingannya dengan
memanfaatkan pemegang saham minoritas melalui ekspropriasi. Jadi kedua variabel ini tidak
signifikan tetapi pengaruh dari kepemilikan keluarga tetap tercermin dari pengaruh signifikan
variabel FOWN.
Hasil dari regresi ini sejalan dengan hasil pengujian dari Haque, Arun, & Kirkpatrick
(2011). Dari ketiga variabel independen tersebut hanya variabel FOWN saja yang berhasil
menjelaskan variabel CGI. Haque menjelaskan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh
negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan dikarnakan di dalam kepemilikan yang
terkonsentrasi pada keluarga, keluarga dapat memanfaatkan pengendaliannya untuk
kepentingannya. Bebchuk dan Neeman (2005) juga menjelaskan mengenai bagaimana
keluarga sebagai salah satu kelompok kepentingan dominan pada perusahaan dengan
persentase kepemilikan keluarga yang tinggi akan mengutamakan kepentingannya. Untuk
menjaga kepentingan keluarga dan memanfaatkan kendalinya untuk mengambil keuntungan
melalui ekspropriasi maka perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang besar akan menjaga
status quo untuk tidak menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik. Siagian (2011) juga
mendapatkan hasil empiris yang serupa terhadap pengaruh dari kepemilikan keluarga
terhadap penerapan tata kelola perusahaan di Indonesia dengan pendekatan indeks CG yang
berbeda. Penelitian oleh Fitri (2012) mengenai pengungkapan sukarela membuktikan secara
empiris bahwa kepemilikan keluarga yang tinggi berbanding terbalik dengan pengungkapan
sukarela.
Perusahaan mempertahankan kepentingan keluarga dan pengungkapan sukarela yang
minim menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap penerapan
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
tata kelola perusahaan. Hipotesis kedua mengenai pengaruh negatif dari kepemilikan keluarga
terhadap penerapan tata kelola perusahaan diterima dan berhasil dibuktikan walaupun hanya
dengan pengaruh variabel persentase kepemilikan keluarga di dalam perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) tidak menunjukkan adanya pengaruh hubungan
politik terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Hasil dari regresi (1) dan (3) dalam model
penelitian kedua tidak menunjukkan adanya pengaruh negatif dari variabel hubungan politik,
sebagai variabel independen, terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Pada kedua regresi
tersebut variabel PCON tidak memiliki signifikasi terhadap variabel CGI. Hipotesis ketiga
mengenai pengaruh negatif dari hubungan politik terhadap tingkat penerapan tata kelola
perusahaan tidak berhasil dibuktikan secara empiris untuk kasus perusahaan di Indonesia. Ada
beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan tidak berpengaruhnya hubungan politik
terhadap tata kelola perusahaan.
Hubungan politik merupakan adanya pejabat tinggi pemerintah atau mantan pejabat
tinggi pemerintah di dalam dewan komisaris dan/atau dewan direksi perusahaan, juga
hubungan antara pemilik perusahaan dengan politisi atau politisi/pejabat tinggi pemerintah
yang memiliki kepemilikan saham di dalam perusahaan. Bila dilihat dari analisis deskriptif
mengenai variabel hubungan politik terdapat cukup banyak perusahaan yang terkoneksi
politik yaitu 32.00%. Perusahaan yang memiliki hubungan politik memiliki rata-rata nilai
CGI yang lebih baik dari rata-rata perusahaan tanpa hubungan politik. Akan tetapi dalam uji
beda, tidak terdapat perbedaan signifikan antara perusahaan dengan hubungan politik dan
tanpa hubungan politik.
Selain itu terdapat juga penelitian mengenai hubungan politik di Indonesia dan negara
berkembang lainnya. Pada 2006, Carney dan Child (2013) melakukan survei kembali atas
penelitian yang pernah dilakukan oleh Classens et al (2000) mengenai struktur kepemilikan
dan hubungan politik di negara-negara Asia Timur pada tahun 1996, termasuk Indonesia.
Hasil dari penelitian Carney dan Child (2013) menunjukkan hubungan politik di Indonesia
memiliki perubahan yang drastis, dari 59% pada tahun 1996 menjadi 8% pada 2006. Era
sebelum reformasi sangat dekat hubungan antara pengusaha dan kroni-kroni Suharto hingga
harga saham perusahaan yang berhubungan dengan Soeharto sangat bergantung pada kondisi
Soeharto (Fisman, 2001). Pasca reformasi sentimen negatif atas Soeharto mulai muncul dan
mulai menjauhkan hubungan antara dunia usaha dengan pemimpin di kala itu. Alhasil
Indonesia mengalami penurunan hubungan politik yang cukup drastis dan juga keuntungan
dari hubungan politik (Carney & Child, 2013).
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Tabel 4 Hasil Uji Regresi Model Penelitian 2
CGIi= α + β1 (FAB)i + β2 (FEXC)i + β3 (FOWN) i + β4 (PCON) i + β5 (SIZE) i + β6 (CASS) i + β7 (PROF) i + β8 (LEV) i + β9 (AGE) i + β10 (INDS dummies) + ε H2: Kepemilikan keluarga serta komposisi dewan komisaris dan direksi terafiliasi keluarga berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan. H3: Hubungan politik perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perusahaan. Variabel Dependen
CGI
1 2 3
Variabel Coeff. Prob. T Sig Coeff. Prob. T Sig Coeff. Prob. T Sig
C
-1.1929 0.0050 *** -1.2112 0.0040 *** -1.3409 0.0020 *** FOWN - -0.1081 0.0150 ** -0.1071 0.0150 **
FAB - 0.0235 0.4270
0.0165 0.4480 FEXC - -0.0106 0.3920
-0.0093 0.4040
PCON - 0.0137 0.3065
0.0137 0.3125 SIZE + 0.0515 0.0005 *** 0.0522 0.0005 *** 0.0547 0.0000 ***
CASS - -0.0055 0.4675
-0.0033 0.4805
-0.0117 0.4345 PROF + 0.2784 0.0310 ** 0.2883 0.0250 ** 0.2339 0.0615 *
LEV - -0.0077 0.4665
-0.0005 0.4980
-0.0117 0.4505 AGE + 0.0132 0.1400
0.0129 0.1435
0.0136 0.1410
INDS 1 ? -0.0100 0.8740
-0.0156 0.801
0.0092 0.8800 INDS 2 ? 0.0552 0.2190
0.0543 0.222
0.0741 0.0810
INDS 3 ? -0.0153 0.7730
-0.0173 0.742
-0.0043 0.9360 INDS 4 ? -0.0846 0.2050
-0.0897 0.172
-0.0744 0.2530
INDS 5 ? -0.0592 0.3030
-0.0548 0.331
-0.0516 0.3450 INDS 6 ? -0.0301 0.4980
-0.0282 0.521
-0.0164 0.7180
INDS 7 ? 0.0901 0.0810 * 0.0884 0.084 * 0.1082 0.0310 * F-Statistics 3.78***
4.07***
3.72***
Prob. F 0.0001
0.0001
0.0002 Adj R-square 0.3758
0.3837
0.3234
Observasi 75 75 75 Keterangan: CGI = indeks ASEAN CG Scorecard; PCON = variabel dummy hubungan politik perusahaan (1 bila ada hubungan politik); FAB = proporsi anggota dewan komisaris dan direksi yang terafiliasi dengan keluarga; FEXC = variabel dummy ketua dewan direksi yang berasal dari keluarga pengendali (1 bila ketua dewan direksi berasal dari keluarga pengendali); FOWN = proporsi kepemilikan keluarga; SIZE = log natural dari total asset; CASS = proporsi aset tetap dari total asse; PROF = return on asset; LEV = tingkat leverage (total liabilities/total asset); AGE = log natural dari tanggal tercatat dalam bursa.
Keterangan: *** signifikan pada level 0.01
** signifikan pada level 0.05
* signifikan pada level 0.10
Sthienchoak (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh antara tata kelola
perusahaan dan hubungan politik secara bersamaan terhadap nilai perusahaan di Thailand.
Menurut Sthienchoak perusahaan yang memiliki hubungan politik belum tentu tidak
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik. Perusahaan dapat saja menerapakan tata
kelola perusahaan dan juga memanfaatkan hubungan politiknya untuk meningkatkan nilai
perusahaannya. Hubungan politik memberikan efek terhadap nilai perusahaan memlalui arus
kas yang lebih nyata dibandingkan dengan tata kelola perusahaan yang tidak langsung terlihat.
Leuz dan Gee (2006) juga menyatakan bahwa penerapan tata kelola tidak memiliki risiko
secara langsung terhadap hubungan politik dan manfaat yang bisa didapatkan melalui
hubungan tersebut sehingga perusahaan dapat menjalankan keduanya untuk meningkatkan
daya tarik perusahaan tersebut.
2. Variabel kontrol
Semakin besar perusahaan maka kebutuhan akan tata kelola yang lebih baik pun akan
timbul agar dapat mengatasi konflik keagenan yang lebih besar (Jensen & Meckling, 1976).
Hasil ini juga sejalan dengan penelitian mengenai penerapan tata kelola perusahaan
sebelumnya oleh Haque, Arun, & Kirkpatrick (2011) dan Siagian (2011).
Variabel profitabilitas menunjukkan hubungan positif dengan tata kelola perusahaan.
Tata kelola perusahaan yang buruk merupakan salah satu penyebab dari profitabilitas
perusahaan yang kurang baik (Joh, 2003). Profitabilitas yang kurang baik dapat juga menjadi
indikasi dari tata kelola yang kurang baik.
5. Kesimpulan, Keterbatasan Penelitian, dan Saran
5.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan, penelitian ini membutikan bahwa semakin besar kepemilikan
keluarga semakin besar pula insentif keluarga untuk menempatkan anggota keluarga ataupun
pihak afiliasinya untuk memegang posisi penting dalam manajemen perusahaan yaaitu
sebagai direksi perusahaan ataupun sebagai anggota dewan komisaris perusahaan (Anderson
& Reeb, 2005). Hal ini menyebabkan keluarga dapat memanfaatkan kendalinya untuk
mengambil keuntungan dari pemegang saham minoritas melalui ekspropriasi.
Hasil penelitian juga menunjukkan kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap
penerapan tata kelola perusahaan. Proporsi kepemilikan keluarga yang tinggi dan kendali atas
perusahaan membuat keluarga dapat mengambil keuntungan dari pemegang saham minoritas
melalui eksporpriasi. Mekanisme tata kelola perusahaan ialah salah satu cara untuk
melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Keluarga akan mempertahankan
kontrolnya untuk tetap dapat memperoleh keuntungan dari pemegang saham minoritas maka
dari itu penerapan tata kelola perusahaan yang proporsi kepemilikan keluarganya tinggi akan
tidak dijalankan dengan baik (Haque, Arun, & Kirkpatrick, 2011).
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Hubungan politik tidak terbukti memberikan pengaruh negatif terhadap penerapan tata
kelola perusahaan. Ada kemungkinan yang dapat menjadi penyebabnya ialah secara umum
hubungan politik yang ada di dalam perusahaan tidak dapat dimanfaatkan layaknya di masa
pemerintahan Presiden Soeharto (Fisman, 2001). Efek dari reformasi pasca kepemimpinan
Soeharto memutus hubungan politik dan kroni Soeharto di dalam dunia bisnis (Carney &
Child, 2013). Kemungkinan lainnya ialah tata kelola perusahaan dan hubungan politik
dimanfaatkan secara bersamaan oleh perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan nilai
perusahaan (Leuz dan Gee, 2006; Sthiencoak, 2013) sehingga hubungan politik tidak
berpengaruh negatif terhadap penerapan tata kelola perushaaan.
5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran
Penelitian ini terbatas hanya menggunakan sampel perusahaan dari tahun 2011 yang
memiliki nilai indeks dari ASEAN CG Scorecard, hanya seratus perusahaan yang memiliki
kapitalisasi pasar yang tertinggi. Sehingga jumlah observasi di dalam penelitian ini menjadi
sangat terbatas hanya satu periode dengan jumlah perusahaan sebanyak 75 untuk perusahaan
industri non-finansial. Keterbatasan jumlah sampel ini dapat memberikan gambaran yang
kurang menyeluruh dari kondisi perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia.
Kriteria-kriteria yang digunakan di dalam penelitian ini dan penelitian-penelitian
sebelumnya (Faccio, 2006; Wulandari, 2012; Maulana, 2013) masih terdapat subjektivitas
penilai di dalamnya. Saran untuk penelitian selanjutnya ialah menggunakan kriteria tambahan
di dalam pengukuran hubungan politik dan juga variasi atas hubungan politik tersebut seperti
mempertimbangkan pinjaman yang diperoleh dari bank milik negara terhadap perusahaan
(Purwoto, 2011).
5.3 Saran Penelitian
Untuk penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya pengukuran penerapan tata
kelola perusahaan dapat menggunakan alternatif indeks tata kelola lain bila memungkinkan
sehingga jumlah sampel penelitian dapat menjadi lebih luas. Selain itu juga menggunakan
pengukuran atas penerapan tata kelola yang lebih mendetail kepada penilaian setiap prinsip
secara khusus sehingga dapat melihat kepemilikan keluarga atau hubungan politik
berpengaruh terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan tertentu. Selain itu untuk
penelitian selanjutnya untuk mencari hubungan politik, mungkin dapat diperluas sumber
datanya melalui pencarian secara komprehensif di media internet maupun media
informasilainnya yaitu artikel di koran ataupun majalah.
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
5.4. Implikasi Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi regulator untuk membuat
kebijakan atau aturan yang ketat untuk memaksa implementasi penerapan tata kelola
perusahaan. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar perusahaan di Indonesia memiliki
struktur kepemilikan yang terkonsentrasi dengan pengendali utama ditangan keluarga.
Di samping itu dengan terbuktinya bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh positif
terhadap pemilihan anggota direksi dan komisaris, Regulator diharapkan dapat memberikan
kriteria yang lebih ketat untuk perusahaan dalam menunjuk Direksi dan komisaris perusahaan
jika komisaris bukan dari golongan yang independen sehingga kepentingan pemegang saham
minoritas dapat terjaga.
Daftar Referensi ACMF. (2011). ASEAN Corporate Governance Scorecard. ACMF. ADB. (2013). ASEAN CG Scorecard, Country Reports and Assessment 2013-2013. Diambil kembali dari adb.org:
http://www.adb.org/sites/default/files/pub/2013/asean-corporate-governance-scorecard.pdf Amelia, H. (2013). Analisis Pengaruh Hubungan Politik dan Kepemilikan Keluarga terhadap Biaya Utang dan Biaya Ekuitas: Studi Empiris
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Anderson, R. C., & Reeb, D. M. (2003). Founding-family Ownership and Firm Performance: Evidence from the S&P 500. Journal of
Finance, Vol.58, No. 3, 1301-1328. Ang, J. S., Cole, R. A., & Lin, J. W. (2000). Agency Costs and Ownership Structure. The Journal of Finance, Vol. LV, No. 1, 81-106. Arifin, Z. (2003). Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan Publik Indonesia. Disertasi, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Bebchuk, L., & Neeman, Z. (2005). A Political Economy Model of Investor Protection. Diambil kembali dari harvard.edu:
http://www.law.harvard.edu/faculty/bebchuk/pdfs/Political%20Economy%20Model_03-06-06_B103.pdf Black, B. S., Jang, H., & Kim, W. (2006). Does Corporate Governance Predict Firms' Market Value? Evidence form Korea. Journal of Law,
Economics, and Organization, Vol. 22, No. 2, 366-413. Boubakri, N., Cosset, J.-C., & Saffar, W. (2008). Political Connection of Newly Privatized Firms. Journal of Corporate Finance, Vol. 14,
654-673. Carney, R. W., & Child, T. B. (2013). Changes to the Ownership and Control of East Asian Corporations between 1996 and 2008: The
Primacy of Politics. Journal of Financial Economics, Vol. 107, 494-513. Chtourou, S. M. (2001). Corporate Governance and Earnings Management. SSRN, Working Paper. Diambil kembali dari
http://papers.ssrn.com/abstract=275053 Classens, S., Djankov, S., & Lang, L. (2000). The Separation of Ownership and Control in East Asian Corporations. Journal of Financial
Economics, Vol.58, 81-112. Diyanty, V. (2012). Pengaruh Kepemilikan Pengendali Akhir terhadap Transaksi Pihak Berelasi. Disertasi. Faccio, M. (2006). Politically Connected Firms. The American Economic Review, Vol. 96, No. 1, 369-386. Faccio, M. (2007). The Characteristics of Politically Connected Firms. Purdue CIBER Working Papers, Paper 51. Faccio, M., Lang, L., & Young , L. (2001). Dividends and Expropriation. American Economic Review, Vol. 91, 54-78. Fama, E., & Jensen, M. (1983). Separation of Ownership and Control. Journal of Law and Economics, Vol. 26, No. 2, 301-325. Fan, J. P., & Wong, T. J. (2002). Corporate Ownership Structure and The Informativeness of Accounting Earnings in East Asia. Journal of
Accounting and Economics, Vol. 33, 401-425. Farhan. (2008). Implementasi Hak Pilih Anggota Tentara Nasional Indonesia dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro. Fisman, R. (2001). Estimating the Value of Political Connection. The American Economic Review, Vol. 91, No. 4, 1095-1102. Fitri, D. O. (2012). Analisis Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela dengan Efektivitas Dewan
Komisaris Sebagai Variabel Moderasi. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Goldman, E., Rocholl, J., & So, J. (2009). Do Politically Connected Boards Affect Firm Value? The Review of Financial Studies, Vol. 22,
No. 6, 2331-2360. Groysberg, B., & Bell, D. (2014, April 10). Generation to Generation: How to Save The Family Business. Diambil kembali dari Harvard
Business Review: http://blogs.hbr.org/2014/04/generation-to-generation-how-to-save-the-family-business/ Haque, F., Arun, T., & Kirkpatrick, C. (2011). The Political Economy of Corporate Governance in Developing Economies: The Case of
Bangladesh. Research in International Business and Finance, Vol. 25, No. 2, 169-182. IICD. (2013). The Result of Top 30 PLCs, ASEAN CG Scorecard Assessment. Diambil kembali dari iicd.or.id: http://iicd.or.id/en/asean-cg-
scorecard/asean-cg-scorecard.html IICD. (2014). Hasil Penilaian Perusahaan Publik Indonesia Berdasarkan ASEAN Corporate Governance Scorecard. Diambil kembali dari
iicd.or.id: http://www.iicd.or.id/en/asean-cg-scorecard/penilaian-perusahaan-publik-indonesia-berdasarkan-asean-corporate-governance-scorecard.html
IICG. (2009). Good Corporate Governance dalam Perspektif Manajemen Stratejik. Jakarta: IICG. Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of
Financial Economics, Vol. 3, No. 4, 305-360. Jiraporn, P., Kim, J. C., Kim, Y. S., & Kitsabunnarat, P. (2011). Does Corporate Governance Affect Capital Structure? Working Paper. Joh, W. S. (2003). Corporate Governance and Firm Profitability: Evidence from Korea Before the Economic Crisis. Journal of Financial
Economics, Vol. 68, Issue 2, 287-322.
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014
Kaihatu, T. S. (2006). Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahawan, Vol. 8, No. 1. Klapper, L. F., & Love, I. (2004). Corporate Governance, Investor Protection, and Firm Perfomance in Emerging Markets. Journal of
Corporate Finance, Vol. 10, 703-728. KNKG. (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance. La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., & Shleifer, A. (1999). Corporate Ownership Around the World. The Journal of Finance, Vol. 54, No. 2,
471-517. Leuz, C., & Gee, F. O. (2006). Political Relationships, Global Financing, and Corporate Transparency: Evidence from Indonesia. Journal of
Financial Economics, Vol. 81, 411-439. Maulana, I. (2013). Analisis Pengaruh Jaringan Politik Terhadap Cost of Debt Perusahaan Publik di Burse Efek Indonesia Periode 2006-
2011. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Micco, A., Panizza, U., & Yanez, M. (2007). Bank Ownership and Performance, Does Polititic Matter? Journal of Banking & Finance, Vol.
31, Issue 1, 219-241. OECD. (2004). OECD Principals of Corporate Governance. OECD. OECD. (2008). Using the OECD Principles of Good Governance: A Board Perspective. OECD. OJK. (2014). Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan. Pagano, M., & Volpin, P. F. (2005). The Political Economu of Corporate Governance. American Economic Review, Vol. 95, No. 4, 1005-
1030. Primasari, R. (2013). Pengaruh Koneksi Politik dan Corporate Governance Terhadap Audit Fee. Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro. Purwoto, L. (2011). Pengaruh Koneksi Politis, Kepemilikan Pemerintah, dan Keburaman Laporan Keuangan Terhadap Kesinkronan dan
Risiko Crash Harga Saham. Ringkasan DIsertasi UJian Terbuka, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Shleifer, A., & Vishny, R. (1997). A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance, Vol. 52, 737-783. Siagian, F. T. (2011). Ownership Structure and Governance Implementation: Evidence from Indonesia. International Journal of Business,
Humanities and Technology, Vol. 1, No. 3, 187-202. Siagian, F. T., Siregar, S. V., & Rahadian, Y. (2013). Corporate Governance, Disclosure Quality, Ownership Structure, and Firm Value.
Journal of Accounting in Emerging Economics, Vol. 3, Issue 1, 4-20. Sthienchoak, J. (2013). Valuing Corporate Governance in Politically Connected Firms: A Study of Thailand. Thesis. Susilo, F. A. (2013). Pengaruh Moderasi Ukuran Perusahaan, Kualitas Audit, dan Prediksi Kebangkrutan Terhadap Hubungan antara Tingkat
Pengungkapan Laporan Tahunan Serta Hubungan Politik terhadap Cost of Equity Capital. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Vermonte, P. J. (2012). Mendanai Partai Politik: Problem dan Beberapa Alternatif Solusinya. Analisis CSIS, Vol. 31, No. 1, 82-94. Villalonga, B., & Amit, R. (2006). How Do Family Ownership, Control and Management Affect Firm Value? Journal of Financial
Economics, Vol. 80, 285-417. Wulandari, T. (2012). Analisis Pengaruh Political Conncetion dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan . Skripsi, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Analisis pengaruh.…, Bayu Wirawan Winata, FE UI, 2014