ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN PMDN ... · PDF fileHidayatullah Jakarta dapat...

167
i ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 2000-2012 Oleh ANISA AULIA NIM: 109084000051 JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

Transcript of ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN PMDN ... · PDF fileHidayatullah Jakarta dapat...

i

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN

PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI

INDONESIA PERIODE 2000-2012

Oleh

ANISA AULIA

NIM: 109084000051

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

ii

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN

PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI

INDONESIA PERIODE 2000-2012

Oleh

ANISA AULIA

NIM: 109084000051

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

iii

iv

v

vi

LEMBAR PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ANISA AULIA

NIM : 109084000051

Jurusan : IESP

Fakultas : FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan

dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber

asli atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas

karya ini.

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan

telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang

vii

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ANISA AULIA

Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 13 November 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Golongan Darah : O

Tinggi & Berat Badan : 164 cm &52 kg

Hobi : Mendengarkan musik dan Membaca buku

Alamat : Jl. Bukit Hijau III blok G1 no. 6

Depok - Jawa Barat

Nomor Telepon : 08561000374

Jenjang Pendidikian

1. Tahun 2009 sampai dengan sekarang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

SMA Negeri 3 Depok

3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.

SMP Negeri 4 Depok

4. Tahun 1997 sampai dengan tahun 2003.

SD Negeri Mekar Jaya XI Depok

5. Tahun 1995 sampai dengan tahun 1997.

TK Nurul Islam Depok

Pengalaman Berorganisasi

1. Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.

Berorganisasi di BEM Jurusan IESP sebagaiStaf Divisi Internal dan

Eksternal.

2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2007.

Berorganisasi di ROHIS SMAN 3 Depok sebagaianggota.

3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2005.

Berorganisasi di ROHIS SMPN 4 Depok sebagaianggota

x

ABSTRACT

This research attempts to explain the casuality relationship and shock

between net export, inflation, foreign investment and domestic investment to

economic growth in Indonesia. The time series from the first quarter of 2000 to

the fourth quarter of 2012 is used and analyzed withVector Autoregressive (VAR)

model. The Granger Casuality Test and VAR Estimation are used to analyze the

casuality relationship between variables, while Impulse Response Function (IRF)

and Variance Decomposition are used to find the shocks among variables.

The result shows that: (1) The net export, foreign investment and domestic

investment have a significant impact on economic growth in Indonesia during

2000-2012, (2) The net export and foreign investment have positive response in

long term on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (3) The net export

has more influence to economic growth in Indonesia than the foreign investment

and domestic investment during 2000-2012.

Keywords: Domestic Investment, Foreign Investment, Inflation, Net Export,

Economic Growth

xi

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan hubungan kausalitas dan

guncangan (shock)antara ekspor neto, inflasi, investasi asing (PMA), investasi

dalam negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang

digunakan adalah data runtut waktu dari kwartal pertama tahun 2000 hingga

kwartal keempat tahun 2012 dan dianalisa dengan menggunakan model Vector

Autoregressive (VAR). Penelitian ini menggunakan Uji Kausalitas Granger dan

Estimasi VAR untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel,

serta Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition untuk

melihat guncangan (shock) di antara variabel-variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing

(PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (2) Ekspor

neto dan investasi asing (PMA) memberikan respon positif dalam jangka panjang

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (3) Ekspor

neto memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dibandingkan dengan investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri

(PMDN) pada periode 2000-2012.

Kata Kunci: Investasi Dalam Negeri (PMDN), Investasi Asing (PMA), Inflasi,

Ekspor Neto, Pertumbuhan Ekonomi

xii

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur dan segala puji bagi Allah SWT, serta rahmat

dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil peninjauan melalui buku-buku yang dapat

menunjang dan sumber-sumber dari internet yang membantu dalam menyusun

skripsi ini.

Adapun maksud dan tujuan dari skripsi ini secara garis besar yaitu untuk

dapat menganalisis, mempelajari, mengetahui, serta menambah wawasan kita

mengenai faktor-faktor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu pengaruh

Ekspor neto, Inflasi, PMA dan PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia Periode 2000-2012 dengan menggunakan alat analisis Vector

Autoregressive.

Dalam pembuatan skripsi ini, banyak pihak-pihak yang ikut terlibat baik

secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan

rasa terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, di antaranya adalah:

1. Keluarga besar penulis, Ayah, Bunda, Aga, dan Tika, yang telah memberikan

support dan do’anya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Terima kasih kepada Ayah dan Bunda yang telah membesarkan, mendidik,

dan mengajarkan penulis dalam berbagai hal hingga sampai saat ini dan

membiayai penulis dalam segala jenjang pendidikan sampai saat ini. Penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

2. Bapak Pheni Chalid, SF., MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I.

Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan ilmu yang telah Bapak

berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis

dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya.

3. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan Sekretaris

Jurusan IESP. Terima kasih penulis ucapkan atas perhatian yang telah Ibu

berikan kepada mahasiswa dan mahasiswi IESP, tenaga dan pikiran yang telah

xiii

ibu curahkan untuk memajukan jurusan IESP, ilmu yang bermanfaat, dan

bimbingan skripsi yang telah Ibu berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan

pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya.

4. Bapak Lukman, Dr., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi

Pembangunan (IESP). Terima kasih atas semua program dan perhatian yang

telah Bapak curahkan untuk jurusan IESP. Semoga jurusan IESP UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat melahirkan

sarjana-sarjana ekonomi yang profesional, berilmu, beriman, dan kreatif

dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan bermoral

Islam.

5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen IESP atas pendidikan,

pengajaran, wawasan, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

6. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman

penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersama-sama melalui

hari demi hari hingga sampai di penghujung akademik ini. Semoga kelak kita

masih dapat bertemu dan terus mempererat tali silaturahmi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Oleh sebab itu, penulis berharap mendapat saran dan kritik konstruktif demi

peningkatan kualitas dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

diterima dan kelak dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 20 Juni 2013

Penulis

ANISA AULIA

xiv

DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i

COVER DALAM....................................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DARI PEMBIMBING…..……………… iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF………………….…..… iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI................………………….…...… v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………………...... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………….…....... viii

ABSTRACT.............................................................................................................. x

ABSTRAK............................................................................................................. xi

KATA PENGANTAR.......................................................................................... xii

DAFTAR ISI....................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian.............................................................. 1

B. Perumusan Masalah....................................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat........................................................................ 12

1. Tujuan ........................................................................................ 12

2. Manfaat ..................................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil.................. 14

1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 14

2. Investasi..................................................................................... 31

a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)........................... 32

b. Penanaman Modal Asing (PMA)........................................... 33

3. Inflasi......................................................................................... 39

4. Ekspor Neto............................……..…............…..................... 45

xv

B.Penelitian Sebelumnya................................................................... 55

C. Kerangka Berpikir.......................................................................... 63

D. Hipotesis......................................................................................... 67

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 69

B. Metode Penentuan Sampel.............................................................70

C. Metode Pengumpulan Data............................................................ 70

1. Internet…………........................................................................ 70

2. Studi Kepustakaan...................................................................... 71

3. Sumber Data............................................................................... 71

a. Pertumbuhan Ekonomi........................................................... 71

b. PMDN dan PMA....................................................................... 71

c. Inflasi...................................................................................... 72

d. Ekspor Neto............................................................................ 72

D. Metode Analisis Data .................................................................... 72

1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi................................ 76

2. Penentuan Lag Length............................................................... 77

3. Uji Kausalitas Granger.............................................................. 78

4. Estimasi VAR........................................................................... 79

5. IRF (Impulse Response Function)............................................. 79

6. Variance Decomposition........................................................... 80

E. Operasional Variabel Penelitian..................................................... 80

1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 81

2. PMDN dan PMA........................................................................ 81

3. Inflasi.......................................................................................... 82

4. Ekspor Neto................................................................................ 82

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.................................. 84

1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 84

2. PMDN dan PMA........................................................................ 88

xvi

3. Inflasi.......................................................................................... 94

4. Ekspor Neto................................................................................ 97

B. Analisis dan Pembahasan............................................................. 101

1. Analisis dan Interpretasi........................................................... 101

a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi........................... 101

1) Uji Stasioneritas Data...................................................... 101

2) Uji Derajat Integrasi........................................................ 102

b. Penentuan Lag Length.......................................................... 103

c. Uji Kausalitas Granger......................................................... 105

d. Estimasi VAR...................................................................... 109

e. IRF (Impulse Response Function)........................................ 110

f. Variance Decomposition....................................................... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................. 118

B. Saran............................................................................................. 120

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123

LAMPIRAN....................................................................................................... 126

xvii

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Perkembangan PDB, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto

di Indonesia Tahun 2005-2009

6

2.1 Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya 61

3.1 Operasionalisasi Variabel 81

4.1 Uji Stasioneritas Data 102

4.2 Uji Derajat Integrasi (First Difference) 103

4.3 Uji Penentuan Lag Length 104

4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto 105

4.5 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 105

4.6 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA 106

4.7 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN 106

4.8 Estimasi VAR 109

4.9 Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB 112

4.10 Variance Decomposition 113

xviii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Berpikir 66

4.1 Grafik PDB tahun 2000-2012 84

4.2 Grafik Laju PDB tahun 2000-2012 85

4.3 Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012 88

4.4 Grafik Inflasi tahun 2000-2012 94

4.5 Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012 98

4.6 Impulse Response Function 111

xix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Data Penelitian 127

2 Uji Stasioneritas Data 131

3 Uji Derajat Integrasi 136

4 Uji Penentuan Lag Length 139

5 Uji Kausalitas Granger 140

6 Estimasi VAR 142

7 Impulse Response Function 145

8 Variance Decomposition 146

9 Nilai Dari t-Table 148

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan

pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional

yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan,

dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.(Bank Indonesia,

Undang-Undang terkait BI). Dengan demikian agar dapat mewujudkan

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, pertumbuhan ekonomi harus

dapat ditingkatkan ke arah yang lebih baik.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika

jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit

untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode

tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam,

juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan

untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin

dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan

2

ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan.

(Prathama Rahardja, 2004: 117).

Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan

pembangunan ekonomi di suatu negara, pertumbuhan ekonomi yang stabil

atau cenderung meningkat menandakan keberhasilan pemerintah negara

tersebut dalam meningkatkan perekonomian negaranya. MenurutHarrord-

Domar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang

merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (Todaro, 2006:

129). Investasi tersebut dapat berupa Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN)maupunPenanaman ModalLuar Negeri (PMA). Selain dari investasi,

pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung dari sektor perdagangan luar

negeri, yaitu ekspor dan impor. David Ricardo telah menerangkan perlunya

perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta

mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan

antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Bila nilai ekspor lebih besar dari

nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar

negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik.

Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor

neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y

(income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001:

19).Pertumbuhan ekonomi selain dipengaruhi oleh investasi dan ekspor-impor

juga dipengaruhi oleh inflasi.Inflasi yang bertambah seriuscenderung untuk

3

mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan

impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi(Sadono

Sukirno, 2008: 15).Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan

ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia dari BPS,

perekonomian Indonesia setelah krisis 1998 kembali diwarnai dengan gejolak

ekonomi baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Setelah mengalami

kontraksi hebat pada tahun 1998 akibat krisis, ekonomi Indonesia mulai

mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2000, meskipun sebenarnya masih

jauh dari harapan dalam arti perbaikan (recovery) ekonomi yang

sesungguhnya.Dampak eksternal kembali dirasakan saat terjadi serangan

teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat pada tahun

2001, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di

dunia termasuk Indonesia.Pada tahun 2004, kondisi makro ekonomi Indonesia

tergolong sangat baik kendati situasi politik sempat menghangat dengan

berlangsungnya proses pemilihan umum dan pemilihan presiden, meskipun

begitu ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5.13%. Terjadi penurunan

pertumbuhan ekonomi pada triwulan terakhir tahun 2005 sebagai dampak

pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya

tanggal 1 Oktober 2005, dampak dari kenaikan harga BBM ini masih

dirasakan hingga tahun 2006.

4

Pada tahun 2008, terjadi krisis global yang berpusat di Amerika

Serikat. Krisis ini memberikan dampak yang cukup besar dalam

perekonomian global khususnya bagi negara-negara yang mempunyai

hubungan ekonomi yang sangat erat dengan Amerika Serikat. Dalam hal ini,

Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter

pada tahun 1998. Perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam dan

anjloknya harga komoditasglobal mendorong merosotnya pertumbuhan ekspor

di Indonesia. Seiring dengan itu, konsumsi rumahtangga, investasi dan impor

juga tumbuh melambat.

Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia baik yang berasal dari

eksternal maupun internal juga berpengaruh terhadap variabel-variabel

ekonomi lainnya. Seperti pada periode triwulan I s.d. III 2000, jika

diperhatikan dari PDB menurut jenis pengeluaran, ekspor dan impor barang-

barang & jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi terbesar

dalam PDB Indonesia pasca krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, terjadi

peningkatan pada inflasi yang diakibatkan oleh adanya kebijaksanaan

pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada

pertengahan Juni 2001 yang diikuti juga oleh kenaikan tarif dasar listrik dan

kenaikan pulsa telepon. Laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan pada

tahun 2003 yang disebabkan oleh normalnya kembali pasokan barang dan

membaiknya jalur distribusi barang. Selain itu, keputusan pemerintah

menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada kuartal terakhir tahun 2003

5

juga turut berperan terhadap rendahnya laju inflasi. Rendahnya laju inflasi

diiringi dengan membaiknya bidang perbankan, hal ini diperlihatkan dengan

terus menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003.

Pada tahun 2004 terjadi peningkatan pada inflasi dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, dengan faktor-faktor yang cukup dominan dalam

mempengaruhi inflasi antara lain faktor peningkatan harga bahan makanan

dan faktor eksternal, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM pada

Oktober 2005 serta merta membuat daya beli masyarakat turun dan

peningkatan tingkat inflasi yang kemudian berakibat pada penurunan nilai

produksi. Kenaikan harga BBM dan pengetatan moneter dunia memberikan

dampak pada pelemahan nilai tukar yang pada gilirannya memperlambat

pertumbuhan investasi.

Perkembangan PDB, Investasi (PMA dan PMDN), Inflasi dan Ekspor

Neto di Indonesia Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1.1. Dengan

melihat pada tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan produk

domestik bruto terus meningkat walaupun sempat turun pada 2006 tetapi dapat

meningkat lagi pada 2007, walaupun kembali menurun pada 2008 dan 2009.

Laju Investasi mengalami naik-turun, terlihat pada PMDN yang menurun pada

2006 kemudian meningkat pada 2007 tetapi menurun lagi pada 2008, begitu

pula dengan PMA yang sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi di

2007 walaupun menurun kembali pada 2009. Laju Inflasi cukup tinggi pada

tahun 2005, tetapi dapat dikendalikan pada tahun berikutnya dan yang

6

kemudian meningkat lagi pada 2008 lalu menurun kembali pada 2009.

Kemudian nilai Ekspor Neto mengalami peningkatan hingga tahun 2006

kemudian mengalami sedikit penurunan pada 2007 hingga menurun drastis

pada 2008 dan dapat pulih kembali walaupun belum maksimal pada 2009.

Tabel 1.1

Perkembangan Produk Domestik Bruto, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto di

Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun

PDB Investasi

Inflasi

(%)

Ekspor Neto (NE)

( juta US$)

Laju

(%)

Nilai

(miliar rupiah)

PMDN

(miliar rupiah)

PMA

( juta US$)

Ekspor Impor NE

2005 5.68 1.750.656,1 30.665 8.916,9 17.11 85.660 57.700,9 27.959,1

2006 5.5 1.847.126,7 20.788,4 5.977 13.3 100.798,6 61.065,5 39.733,1

2007 6.35 1.963.091,8 34.878,7 10.349,6 6.59 114.100,9 74.473,4 39.627,5

2008 6.01 2.082.456,1 20.363,4 14.871,4 11.06 137.020,4 129.197,3 7.823,1

2009 4.58 2.177.741,7 37.799,9 10.815,2 4.89 116.510 96.829,2 19.680,8

Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia

berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year

2000pada situs resmi Bank Indonesia.

2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi,

publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel

Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia.

3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank

Indonesia.

4. Data Ekspor Neto didapat hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor

dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia

berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada

situs resmi Bank Indonesia.

7

Pada periode 2005/2006 terjadi penurunan pada laju pertumbuhan

PDB sebesar 0.13% dari 5.68% menjadi 5.5%. Penurunan ini diikuti dengan

penurunan pada PMDN dari Rp 30.665 miliar menjadi Rp 20.788,4 miliar,

penurunan pada PMA dari 8.916,9 juta US$ menjadi 5.977 juta US$ dan

penurunan pada laju inflasi dari 17.11% menjadi 13.3%. Sedangkan ekspor

neto mengalami peningkatan dari 27.959,1 juta US$ menjadi 39.733,1 juta

US$.

Pada periode tahun 2006/2007 terjadi peningkatan pada laju

pertumbuhan PDB yaitu dari yang semula 5.5% menjadi 6.35%. Peningkatan

ini diikuti dengan penurunan tekanan inflasi dari 13.3% menjadi 6.59%.

Ekspor neto mengalami sedikit penurunan dari 39.733,1juta US$ menjadi

39.627,5juta US$. Investasi mengalami peningkatan dari PMDN sebesar Rp

20.788,4 miliar menjadi Rp 34.878,7 miliar, PMA meningkat dari 5.977 juta

US$ menjadi 10.349,6 juta US$. Dengan menurunnya tekanan inflasi maka

perekonomian dapat berjalan dengan stabil, invetasi yang meningkat baik dari

PMDN maupun PMA menunjukkan bahwa investor asing menaruh harapan

besar dalam perekonomian Indonesia, kemudian terjadipeningkatan pada

ekspor dan impor walaupun nilai ekspor neto mengalami sedikit penurunan

dibanding tahun sebelumnya.

Terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi di tahun 2007 ke 2008,

yaitu dari 6.59% menjadi 11.06%, ini diakibatkan karena terjadi krisis global

di Amerika Serikat. Kenaikan inflasi ini menyebabkan harga-harga di

8

Indonesia menjadi naik dan perekonomian menjadi menurun karena dengan

pendapatan yang tetap sedangkan harga bahan pokok naik, masyarakat tidak

dapat mencukupi semua kebutuhan pokok mereka dengan pendapatan yang

terbatas sehingga perekonomian menjadi turun dan laju pertumbuhan PDBpun

menurun dari 6.35% menjadi 6.01%. Penurunan pada laju pertumbuhan PDB

pada periode 2007/2008 diikuti dengan penurunan PMDN menjadi Rp

20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juta

US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Tetapi tidak diikuti dengan penurunan pada

PMAkarena nilai PMA tetap naik.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dengan pertumbuhan

sebesar 6.01% merupakan suatu angka yang baik di tengah terjadinya gejolak

eksternal. Ini didukung oleh masih tingginya daya beli masyarakat dan tingkat

keyakinan konsumen yang membaik. Faktor yang menopang daya beli

masyarakat antara lain adalah kenaikan pendapatan akibat melonjaknya harga

komoditas ekspor. (BPS, 2008: 14). Mengenai penurunan realisasi penanaman

modal dalam negeri, Menteri Keuangan yang juga Pelaksana Tugas Menko

Perekonomian Sri Mulyani di Gedung Depkeu mengatakan, dilihat dari

komposisi pertumbuhan ekonomi sebagian besar berasal dari konsumsi dan

pengeluaran pemerintah. Sementara investasi mengalami pengurangan akibat

pengaruh suplai modal di seluruh dunia, dan tingginya tingkat inflasi

mengakibatkan memburuknya kondisi perbankan di Indonesia. (vivanews, 21

Januari 2009).

9

Pada periode 2008/2009 tekanan inflasi menurun dari 11.06% menjadi

4.89% karena pengaruh pemerintah dan bank Indonesia dalam

mengembalikan kepercayaan pasar. Terjadi penurunan pada laju pertumbuhan

PDB dari 6.01% menjadi 4.58% dikarenakan pasar masih mendapat imbas

dari kenaikan inflasi pada tahun sebelumnya sehingga perekonomian belum

bisa bangkit sempurna. Penurunan pada PDB ini diikuti dengan penurunan

pada ekspor dan impor tetapi nilai ekspor neto mengalami peningkatan

dari7.823,1juta US$ menjadi19.680,8juta US$.PMDN meningkat tetapi PMA

menurun menjadi 10.815,2 juta US$, ini diakibatkan karena hutang negara

zona euro semakin meningkat sejak akibat dari krisis 2008 sehingga investasi

asing pada Indonesia menurun.

Dengan melihat pada tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa tidak selalu

kenaikan pada ekspor neto juga diikuti dengan kenaikan pada laju

pertumbuhan PDB, penurunan inflasi tidak selalu diikuti dengankenaikan pada

laju pertumbuhan PDB, dan kenaikan Investasibaik PMA maupun PMDN

tidak selalu diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.

Kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya untuk mempercepat

pembangunan ekonomi nasional melalui penerapan berbagai insentif dan

stimulus fiskal. Di sisi anggaran, berbagai stimulus diarahkan baik di sisi

penerimaan maupun pengeluaran dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal.

Stimulus fiskal diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pertanian dan

energi, serta proyek padat karya. Selain itu, kebijakan pemberian insentif

10

perpajakan dan bea masuk ditempuh untuk mendorong pemulihan dunia

usaha. Untuk menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah menerapkan strategi

manajemen pembiayaan anggaran yang optimal baik yang bersumber dari

dalam negeri maupun luar negeri. (Bank Indonesia, 2007: 6).

Dengan meneliti hal-hal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi, maka tulisan ini berusaha untuk menjawab analisis dari Ekspor

Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

yang mempengaruhi dan mengidentifikasikan faktor yang paling besar

pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan

menggunakan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). Dengan uraian latar

belakang inilah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan

Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia Periode 2000-2012‖.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dalam kurun waktu satu

dasawarsa, Indonesia telah mengalami dua kali guncangan krisis, pertama

yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi pada tahun 1998 dan

kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis

keuangan global tahun 2008.Saat perekonomian Indonesia belum pulih

seutuhnya pasca krisis ekonomi tahun 1998, terjadi krisis finansial global pada

11

tahun 2008 yang berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia, dibuktikan

dengan peningkatan inflasi dari 6.59% menjadi 11.06%. Peningkatan pada

inflasi ini diikuti oleh penurunan pada PMDN dari Rp 34.878,7 miliar menjadi

Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juts

US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Peningkatan pada inflasi serta penurunan pada

ekspor neto dan PMDN ini juga diikuti dengan penurunan pada pertumbuhan

ekonomi yaitu dari 6.35% menjadi 6.01%. Tetapi peningkatan inflasi ini tidak

diikuti dengan penurunan pada PMA karena nilai PMA meningkat dari

10.349,6 juta US$ menjadi 14.871,4 juta US$. Ini menunjukkan bahwa

peningkatan pada inflasi akan diikuti dengan penurunan pada laju

pertumbuhan PDB, penurunan pada PMDN diikuti dengan penurunan pada

laju pertumbuhan PDB, penurunan pada ekspor neto diikuti dengan penurunan

pada laju pertumbuhan PDB dan walaupun terjadi peningkatan pada PMA

tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.

Dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan

Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai variabel yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi, untuk lebih memfokuskan pokok bahasan, berikut ini

adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk menjelaskan fenomena faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1. Apakah terdapat hubungan antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal

Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?

12

2. Sejauhmana pengaruh (kontribusi) yang terdapat antara Ekspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?

3. Bagaimana pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi,

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat dari penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

a. Untuk menganalisa variabel apa saja diantara Ekspor Neto, Inflasi,

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang

berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode

2000-2012.

b. Untuk menganalisa sejauhmana kontribusi variabelEkspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

mempengaruhiPertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012.

c. Untuk menganalisa pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor

Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

13

Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-

2012.

2. Manfaat

a. Untuk mengetahui penyebab-penyebab tinggi-rendahnya tingkat

pertumbuhan ekonomi dan guncangan (shock) yang terjadisehingga

diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di masa yang akan datang

karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan

distribusi pendapatan masyarakat menjadi tidak teratur.

b. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pustaka atau literatur bagi

penelitian yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman

Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat

analisis Vector Autoregressive (VAR).

c. Untuk masukan sebagai referensi bagi suatu pihak atau badan yang

berkepentingan baik itu berupa informasi dan data yang berhubungan

dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman

Modal Dalam Negeriterhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR).

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan

kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang

diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sadono Sukirno, 2008: 9).

Menurut Prathama Rahardja (2004: 117), suatu perekonomian dikatakan

mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan

jasanya meningkat.

Berikut adalah teori-teori mengenai pertumbuhan ekonomi:

Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, setiap

perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung

sebagian tertentu dari pendapatan nasional untuk menambah atau

menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Maka,

untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang

merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital

stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam

jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya:

S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat

diwakili oleh K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi,

15

karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan

jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh

rasio modal-output, k, maka: kY

K, sehingga YkK (Todaro, 2006:

128). Mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi

neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi:

S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau k

s

Y

Y.

Dengan Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan

GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara

bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output

nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa

adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional

akan secara langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio

tabungan (yakni, semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan

diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang

dihasilkannya) dan berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari

suatu perekonomian (yakni, semakin besar rasio modal-output nasional

atau k, maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Jadi, agar

bisa tumbuh dengan pesat, setiap perekonomian harus menabung dan

menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP-nya. Semakin

banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju

pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat. (Todaro, 2006: 129).

16

David Ricardo telah menerangkan perlunya perdagangan

internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai

keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar

negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Teori David Ricardo didasarkan pada

nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai

atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang

diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative

advantage (labor efficiency) dan production comparative (labor

productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan

internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang

di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta

mengimpor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif

kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara

dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki

keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan

dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor

productivity (production comparative advantage). Adapun kelemahan dari

teori ini adalah:

a. teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi

karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja).

Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas

17

ataupun perbedaan efisiensi. Akibatnya, terjadilah perbedaan harga

barang yang sejenis di antara dua negara;

b. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan

efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi

perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan

menjadi sama di dua negara;

c. Pada kenyataannya walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan

efisiensi) sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang

sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan

internasional (Hamdy Hady, 2001: 38).

Menurut pandangan ahli ekonomi Klasik, ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah

stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi

yang digunakan. Akan tetapi yang terutama diperhatikan adalah

pertambahan penduduk. Jika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam

relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dan investasi yang dibuat

adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang

besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi

terwujud. Tetapi keadaan seperti itu tidak akan terus-menerus berlangsung.

Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan

menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap

18

penduduk telah menjadi negatif, maka kemakmuran masyarakat akan

menurun (Sadono Sukirno, 2008: 433).

Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang

menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan

laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)

Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.1)

Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t

Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t

Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t

Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang

dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis

barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan

ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir

perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai

Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi,

nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan.

Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai pasar total output

suatu negara. PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang

dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi

yang beralokasi dalam suatu negara. (Case & Fair, 2007:21).

Mengingat sulitnya mengumpulkan data PDB, maka penghitungan

pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilakukan setiap saat, biasanya

19

dilakukan dalam dimensi waktu triwulan dan tahunan. Jika selang waktu

pertumbuhan hanya satu periode, maka:

.................................................. (2.2)

Di mana:

Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan)

PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga

konstan)

PDBRt-1 = PDBR satu periode sebelumnya

Jika interval waktunya lebih dari satu periode, penghitungan

tingkat pertumbuhan ekonomi dapat menggunakan persamaan

eksponensial:

....................................(2.3)

Di mana:

PDBRt = PDBR periode t

PDBR0 = PDBR periode awal

r = tingkat pertumbuhan

t = jarak periode. (Prathama Rahardja, 2004: 118).

Menurut Case & Fair (2007: 24) PDB atau GDP bisa dihitung

dengan dua cara. Salah satunya adalah menjumlahkan semua jumlah total

yang dibelanjakan pada semua barang akhir selama periode tertentu. Ini

adalah pendekatan pengeluaran dalam menghitung GDP. Pendekatan

lainnya adalah menjumlahkan pendapatan—upah, sewa, bunga dan laba—

20

yang diterima oleh semua faktor produksi dalam menghasilkan barang

akhir. Ini adalah pendekatan pendapatan dalam menghitung GDP.

Kedua metode ini menghasilkan nilai GDP yang sama.

a. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan

menjumlahkan 4 komponen yang dinyatakan dalam bentuk persamaan:

)( IMEXGICGDP ..........................................(2.4)

4 komponen tersebut, yaitu:

1) Pengeluaran konsumsi pribadi (C): belanja rumah tangga atas

barang konsumen.

Bagian terbesar dari GDP meliputi pengeluaran konsumsi pribadi

(C). Terdapat tiga kategori utama pengeluaran konsumen: barang

tahan lama, seperti mobil, perabotan, peralatan rumah tangga,

relatif bertahan dalam jangka panjang; Barang tidak tahan lama,

seperti makanan, pakaian, bensin dan rokok, dihabiskan dengan

segera; Pembayaran jasa—sesuatu yang kita beli yang tidak

meliputi produksi hal fisik—meliputi pengeluaran untuk layanan

dokter, pengacara dan lembaga pendidikan.

2) Investasi swasta dalam negeri bruto (I): belanja oleh

perusahaan dan rumah tangga atas modal baru, seperti

pabrik, peralatan, persediaan, dan struktur perumahan baru.

21

Investasi, menurut istilah ilmu ekonomi, mengacu pada pembelian

modal baru—perumahan, pabrik, peralatan dan persediaan.

Investasi total dalam modal oleh sektor swasta disebut investasi

swasta dalam negeri bruto (I). Pengeluaran oleh perusahaan untuk

mesin, alat-alat, pabrik, dan seterusnya membentuk investasi

nonperumahan. Pengeluaran rumah baru dan bangunan apartemen

membentuk investasi perumahan. Komponen ketiga investasi

swasta bruto, perubahan persediaan bisnis, adalah jumlah

perubahan persediaan perusahaan selama suatu periode.

3) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (G).

Meliputi pengeluaran barang akhir oleh pemerintah lokal, negara

bagian, dan federal (bom, pensil dan bangunan sekolah), maupun

pengeluaran jasa akhirnya (gaji militer, gaji anggota kongres, gaji

guru sekolah).

4) Ekspor neto (EX-IM): belanja neto oleh negara lain di dunia,

atau ekspor (EX) minus impor (IM).

Nilai ekspor neto adalah selisih antara ekspor (penjualan barang

dan jasa yang diproduksi di dalam negeri pada orang asing) dan

impor (pembelian barang dan jasa oleh suatu negara dari negara

lain). Angka ini bisa positif atau negatif. Alasan memasukkan

ekspor neto dalam definisi GDP adalah karena konsumsi, investasi

dan belanja pemerintah (C, I, dan G) memasukkan pengeluaran

22

atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun oleh orang

asing. Oleh sebab itu, C+I+G terlalu banyak menekankan produksi

dalam negeri karena meliputi pengeluaran barang yang diproduksi

oleh pihak asing—yakni, impor yang harus dikurangkan dari GDP

untuk mendapatkan angka yang tepat. Pada saat yang sama,

C+I+G kurang menekankan produksi dalam negeri karena

beberapa dari produksi nasional dijual ke luar negeri sehingga

tidak dimasukkan dalam C, I atau G—ekspor harus ditambahkan.

b. Pendekatan Pendapatan

Menurut Sadono Sukirno (2008: 44), faktor-faktor produksi

dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan

keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi ini digunakan

untuk mewujudkan barang dan jasa, maka akan diperoleh berbagai

jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh

sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh

bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Dengan

menjumlahkan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu

nilai pendapatan nasional lain, pendapatan nasional ini dinamakan

Pendapatan Nasional atau Produk Nasional Neto menurut harga faktor.

Dengan demikian, besarnya pendapatan nasional atau PDB

adalah (Prathama Rahardja, 2008: 232):

23

PDB=w + i + r + ........................................(2.5)

Di mana: w = upah/gaji (wages/salary)

i = pendapatan bunga (interest)

r = pendapatan sewa (rent)

= keuntungan (profit)

Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya,

tidak dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan upah,

sewa, bunga dan keuntungan yang diterima oleh faktor-faktor produksi

dalam suatu tahun tertentu. Sebabnya adalah karena dalam

perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana pendapatannya

merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa, bunga, dan

keuntungan. Oleh karenanya, penghitungan pendapatan nasional

dengan cara pendapatan pada umumnya menggolongkan pendapatan

yang diterima faktor-faktor produksi secara berikut:

1) Pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah.

2) Pendapatan dari usaha perseorangan.

3) Pendapatan dari sewa.

4) Bunga neto, yaitu seluruh nilai pembayaran bunga yang dilakukan

dikurangi bunga ke atas pinjaman konsumsi dan bunga ke atas

pinjaman pemerintah.

5) Keuntungan perusahaan.

24

Yang dinyatakan dalam (2) mencerminkan jumlah gaji dan

upah, bunga, sewa dan keuntungan yang diperoleh perusahaan-

perusahaan yang dijalankan oleh pemiliknya sendiri dan keluarganya.

Selain pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran,

Sadono Sukirno (2008: 42) menyatakan terdapat pendekatan lainnya, yaitu

pendekatan produk neto.

c. Pendekatan Produk Neto

Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang diciptakan

dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara ini adalah cara

menghitung dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh

perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam

perekonomian. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih

antara nilai output dengan nilai inputnya. Dengan demikian, besarnya

PDB adalah:

n

i

NTPDB1

...................................................................(2.6)

Dimana: i = sektor produksi ke 1, 2, 3, ..., n

NT = nilai tambah

Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan

menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu:

1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

2) Pertambangan dan Penggalian

25

3) Industri Pengolahan

4) Listrik, Gas dan Air

5) Bangunan

6) Perdagangan, Hotel dan Restoran

7) Pengangkutan dan Komunikasi

8) Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan

9) Jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan)

Penggunaan cara ini dalam menghitung pendapatan nasional

mempunyai dua tujuan penting, yaitu untuk mengetahui besarnya

sumbangan berbagai sektor ekonomi di dalam mewujudkan

pendapatan nasional, dan sebagai salah satu cara untuk menghindari

penghitungan dua kali—yaitu dengan hanya menghitung nilai produksi

neto yang diwujudkan pada berbagai tahap proses produksi.

Tujuan utama dari penghitungan pertumbuhan ekonomi adalah

ingin melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik. Ukuran

baik-buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) atau daerah

asal produksi (regional). Dengan melihat struktur produksi, dapat

diketahui apakah ada sektor yang terlalu tinggi atau terlalu lambat

pertumbuhannya. PDB terdiri dari sektor primer (pertanian dan

pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, listrik,

26

gas dan air bersih), dan sektor tersier (jasa-jasa). (Prathama Rahardja,

2004: 119).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi:

a. Faktor Sumber Daya Manusia

b. Faktor Sumber Daya Alam

c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

d. Faktor Budaya

e. Sumber Daya Modal

Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

suatu masyarakat atau negara (Lincolin Arsyad, 2010: 269):

a. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah

(lahan), peralatan fisik (mesin) dan sumber daya manusia (human

resources)

b. Pertumbuhan penduduk, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan

kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force). Semakin banyak jumlah

angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan tenaga kerja dan

semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan potensi

pasar domestik.

c. Kemajuan Teknologi, hal ini disebabkan karena adanya cara-cara baru

ataupun cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-

pekerjaan tradisional.

27

d. Sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Institusi yang dimaksud

meliputi aturan informal (adat istiadat, tradisi, norma sosial dan

agama) serta aturan formal (undang-undang, konstitusi).

Menurut Keynes, dalam buku Sadono Sukirno (2008: 85), tingkat

kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya permintaan efektif,

yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang

dan jasa yang diminta tersebut, dalam wujud perekonomian. Bertambah

besar permintaan efektif yang wujud dalam perekonomian, bertambah

besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan.

Keadaan ini dengans sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam

tingkat kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor

produksi.

Analisis Keynes merupakan suatu analisis jangka pendek, yang

berarti analisisnya memisalkan bahwa jumlah maupun kemampuan dari

faktor-faktor produksi tidak mengalami pertambahan. Oleh sebab itu,

apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor

produksi digunakan, pengangguran tenaga kerja dan faktor-faktor produksi

lainnya akan berkurang. Dengan demikian tingkat penggunaan tenaga

kerja dalam perekonomian tergantung kepada sampai di mana besarnya

permintaan efektif yang tercipta dalam perekonomian. Makin besar

permintaan efektif, makin kecil jurang di antara tingkat kegiatan ekonomi

yang tercapai dengan tingkat kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan

28

tenaga kerja penuh. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran akan

menjadi semakin rendah.

a. Penentu-penentu Perbelanjaan Agregat

Dalam analisisnya, Keynes membagikan permintaan agregat

dalam empat jenis pengeluaran: pengeluaran konsumsi oleh rumah

tangga, penanaman modal oleh para pengusaha, pengeluaran

pemerintah dan ekspor.

1) Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah

tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang

diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka maka

makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Oleh Keynes,

perbandingan di antara pengeluaran konsumsi pada suatu tingkat

pendapatan tertentu dengan pendapatan itu sendiri dinamakan

kecondongan mengkonsumsi. Apabila kecondonganmengkonsumsi

itu tinggi, bagian dari pendapatan yang yang digunakan untuk

mengkonsumsi adalah tinggi.

2) Investasi (Penanaman Modal)

Penanaman modal oleh para pengusaha terutama ditentukan

oleh 2 faktor: efisiensi marjinal modal dan suku bunga. Efisiensi

marjinal modal menggambarkan tingkat pengembalian modal yang

29

akan diperoleh dari kegiatan-kegiatan investasi yang dilakukan

dalam perekonomian. Dalam suatu perekonomian, besarnya jumlah

investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha tergantung

kepada nilai penanaman modal yang tingkat pengembalian

modalnya lebih besar dari suku bunga.

3) Pengeluaran Pemerintah

Pemerintah bukan saja berfungsi untuk mengatur kegiatan

perekonomian, tetapi juga dapat mempengaruhi tingkat

pengeluaran agregat dalam perekonomian. Di satu pihak, kegiatan

pemerintah melalui pemungutan pajak akan mengurangi

pembelanjaan agregat. Akan tetapi pajak tersebut akan

dibelanjakan lagi oleh pemerintah dan langkah tersebut akan

meningkatkan pengeluaran agregat. Kerapkali pemerintah

membelanjakan dana yang melebihi penerimaan pajak, langkah

seperti ini akan meningkatkan keseluruhan pembelanjaan agregat.

4) Ekspor ke Pasaran Dunia

Ahli ekonomi klasik telah lama menunjukkan bahwa ekspor

dapat memperluas pasar dan memungkinkan negara yang

mengekspor memperoleh dana untuk mengimpor barang lain,

termasuk barang modal yang akan mengembangkan perekonomian

lebih lanjut. Perkembangan ekspor yang pesat akan menyebabkan

pertambahan pesat dalam pembelanjaan agregat, yang pada

30

akhirnya akan menimbulkan pertumbuhan pendapatan nasional

(dan pertumbuhan ekonomi) yang pesat (Sadono Sukirno, 2008:

87).

b. Komponen Pengeluaran Agregat

Dalam ekonomi terbuka, pengeluaran agregat meliputi lima

jenis pengeluaran berikut:

1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang-barang yang

dihasilkan di dalam negei (Cdn).

2) Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sektor

perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa.

3) Pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa yang diperoleh di

dalam negeri (G).

4) Ekspor, yaitu pembelian negara lain atas barang buatan

perusahaan-perusahaan di dalam negeri (X).

5) Barang impor, yaitu barang yang dibeli dar luar negeri (M).

Dengan demikian, pengeluaran agregat (AE) dapat dinyatakan

dengan formula sebagai berikut (Sadono Sukirno, 2008: 205):

)( MXGICAE dn .............................................(2.7)

Agar menjadi lebih sederhana, maka (X-M) dinotasikan

sebagai NX yang merupakan ekspor neto. Dengan demikian,

persamaan pengeluaran agregat menjadi:

31

NXGICAE dn .....................................................(2.8)

Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor

neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus,

sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila

nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif

atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y

(income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001:

19)

2. Investasi

Menurut Sadono Sukirno (2008: 121), investasi dapat diartikan

sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal atau perusahaan

untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan

produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan

jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang

modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan

lebihbanyak barang dan jasa di masa yang akan datang serta untuk

menggantikan barang-barang modal yang telah haus dan perlu

didepresiasikan.

Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private

investment, domestic dan foreign investment, gross investment dan net

investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal

32

yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah

dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang

dilaksanakan oleh pihak swasta. Domestic investment adalah penanaman

modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman

modal asing. Gross investment adalah total seluruh investasi yang

dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced,

atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih

antara investasi bruto dengan penyusutan. (Harjanti, 2005, dalam Novita

Linda Sitompul, 2007).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal, modal adalah aset dalam bentuk uang

atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang

mempunyai nilai ekonomis. Penanam modal adalah perseorangan atau

badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa

penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Penanaman

modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah

negara Republik Indonesia.

a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Menurut UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,

modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik

Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha

33

yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Penanam

modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,

badan usaha Indonesia, negara RI, atau daerah yang melakukan

penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman

modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan

usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam

negeri.

b. Penanaman Modal Asing (PMA)

Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,

perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum

asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh

modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam modal asing adalah

perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau

pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah

negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan

dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang

penanaman modal).

34

Modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal

swasta dan/atau modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil

bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung.

Investasi langsung, berarti bahwa perusahaan dari negara

penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan

atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan

cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa

bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara

pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dalam mana

perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham,

pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata

dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal,

mendirikan suatu korporasi di negara penananam modal untuk secara

khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh asset (aktiva) tetap di

negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penananam modal.

Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi

portfolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas

saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh

pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh

warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut

tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para

35

pemegang saham hanya mempunyai hak atas deviden saja. (Jhingan,

2010: 483)

Modal asing negara terdiri dari: (a) Pinjaman keras bilateral,

yaitu pemberian pinjaman oleh pemerintah Inggris dalam bentuk

poundsterling kepada pemerintah India; (b) Pinjaman lunak Bilateral,

yaitu penjualan bahan makanan dan produk perkebunan lainnya

kepada India oleh Amerika Serikat berdasarkan Perjanjian Luar negeri

nomor 480; (c) Pinjaman Multilateral, yaitu sumbangan kepada Aid

India Club, Colombia Plan dan lain-lain, oleh negara-negara anggota.

Ke dalam kategori ini termasuk juga pinjaman yang disediakan oleh

berbagai badan PBB seperti IBRD(International Bank for

Reconstruction and Development), IFC, IDA, SUNFED, UNDP, dan

lain-lain. (Jhingan, 2010: 484)

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

e. Meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi nasional;

f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

36

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan

menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari

luar negeri;

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (UU no. 25 Tahun 2007

tentang penanaman modal, pasal 3 ayat 2).

Penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi

kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Disamping

ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh untung,

beberapa faktor lain juga memiliki peranan penting dalam menentukan

tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor

utama yang menentukan tingkat investasi adalah (Sadono Sukirno, 2008:

121):

a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh

b. Suku bunga, semakin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi

akan semakin mahal, akibatnya minat berinvestasi menjadi menurun

(Prathama Rahardja, 2008: 279).

c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan

d. Kemajuan teknologi

e. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Menurut Keynes, modal memiliki peranan penting dalam

pertumbuhan perekonomian di mana penggunaan modal ditekankan

37

kepada permintaan yang tinggi, dan permintaan yang tinggi itu diharapkan

dapat diikuti oleh penawaran yang tinggi pula. Asumsi Keynes (Lia

Amalia, 2007: 13):

a. Perekonomian bisa full employment dan tidak full employment

b. Perekonomian berada dalam 3 sektor (konsumen, produsen

pemerintah)

c. Adanya campur tangan pemerintah

d. Perekonomian dianalisa dalam jangka pendek.

Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang

menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan

laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)

Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.9)

Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t

Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t

Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t

Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, untuk memacu

pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan

tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam

rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu,

atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya: S=sY. Investasi

neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K,

sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi, karena jumlah stok

38

modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan

nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output,

k, maka: kY

K, sehingga YkK . (Todaro, 2006: 128). Meningat

tabungan nasional neto (S) harus sama investasi neto (I), maka

persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I,

atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau k

s

Y

Y. Dengan Y/Y

sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu

angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama

oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara

lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi

pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara

langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio tabungan dan

berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian.

(Todaro, 2006: 129).

Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan

pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya investasi berupa pembelian

barang modal dan pelengkapanproduksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkandalam

perekonomian sehingga hal ini dapat meningkatkan PDB riil Indonesia

dan dengan demikian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi (Tri Handayani, 2011). Peningkatan investasi akan meningkatkan

39

kapasitas produksi yang pada akhirnya berujungpada pembukaan lapangan

kerja baru, yang pada tahap selanjutnya akan mendorongpertumbuhan

ekonomi (Adrian Sutawijaya, 2010: 26).

Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan ekspor neto

adalah investasi berpengaruh positif terhadap ekspor, dengan adanya

peningkatan pada investasi melalui pembelian barang-barang modal yang

dapat meningkatkan produktivitas dalam perekonomian, maka barang dan

jasa yang dihasilkan akan meningkat dan dengan kata lain ekspor juga

akan meningkat. Tingginya investasi maka akan berakibat pada tingginya

ekspor dan dengan tingginya ekspor maka ekspor neto juga akan

meningkat.

Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan inflasi

adalah peningkatan pada investasi akan meningkatkan produksi barang

dan jasa di pasar sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan

harga-harga dapat dikendalikan dalam batas wajar sehingga inflasi dapat

berkurang.

3. Inflasi

Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin

hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut

pandangan ini tidak lain adalah perebutan bagian rezeki diantara

kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar

40

daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan

ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan

masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang

yang tersedia. (Boediono, 2000: 172). Yang penting terdapat kenaikan

harga umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu.

Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan presentase

yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 2009: 25).

Mempertahankan inflasi tetap rendah telah lama menjadi tujuan

kebijakan pemerintah. Yang menjadi masalah utama adalah hiperinflasi,

atau periode peningkatan yang sangat cepat dalam tingkat harga secara

keseluruhan. (Case & Fair, 2007: 5). Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Deflasi adalah penurunan tingkat harga keseluruhan. Deflasi terjadi ketika

banyak harga turun secara serentak. (Case & Fair, 2007: 57).

Perubahan harga umum sangat tergantung pada permintaan dan

penawaran agregat. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation)

adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat

yang mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga umum. Dari sisi

penawaran agregat, apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka akan

menyebabkan berkurangnya penawaran agregat. Naiknya biaya produksi

disebabkan oleh naiknya harga umum, yang mengurangi penawaran

agregat. Jika penawaran agregat berkurang, maka inflasi akan disertai

kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output menjadi lebih kecil. Inflasi

41

yang disebabkan oleh biaya produksi disebut inflasi dorongan biaya (cost

push inflation).(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 365).

Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada

tingkat laju inflasi (Asfia Murni, 2006: 204), yaitu:

a. Moderat Inflation (laju inflasinya antara 7-10%) adalah inflasi yang

ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat.

b. Galloping inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara

20-100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius

terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam

perekonomian.

c. Hyperinflation, adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di

atas 100%).

Inflasi juga dapat dilihat berdasarkan sumbernya. Inflasi

berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu domestic inflation dan

imported inflation. Domestic inflationmerupakan inflasi yang berasal dari

dalam negeri itu sendiri misalnya inflasi yang disebabkan karena defisit

keuangan negara yang ditutupi dengan pengenaan pajak oleh pemerintah

atau dengan pencetakan uang baru. Imported inflation, inflasi dapat juga

bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, terutama

barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap

produksi. (Asfia Murni, 2006: 205)

42

Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui

laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu:

a. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang

menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli

konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan

menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi

masyarakat dalam suatu periode tertentu.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Jika IHK melihat inflasi dari

sisi konsumen, maka IHPB melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh

karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen.

IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada

berbagai tingkat produksi.

c. Indeks Harga Implisit (GDP deflator) menggambarkan pengukuran

level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi dalam

perekonomian suatu negara. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi

PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 369).

Laju atau tingkat inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut

(Asfia Murni, 2006: 41):

Laju Inflasi %100)1(

)1(

t

tt

IHK

IHKIHK ............................. (2.10)

43

Di mana:

tIHK = Indeks Harga Konsumen tahun t

1tIHK = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

Menurut bank Indonesia, kestabilan inflasi merupakan prasyarat

bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya

memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa

inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada

kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil

masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun

dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah

miskin.

Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian

(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.

Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan

menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi,

dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan

ekonomi.

Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan

tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil

44

menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai

rupiah.

Salah satu akibat penting dari inflasi adalah ia cenderung

menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Sebagian

besar pelaku-pelaku kegiatan ekonomi terdiri dari pekerja-pekerja yang

bergaji tetap. Inflasi biasanya berlaku lebih cepat dari kenaikan upah para

pekerja. Oleh sebab itu upah riil para pekerja akan merosot disebabkan

oleh inflasi dan keadaan ini berarti tingkat kemakmuran segolongonan

besar masyarakat mengalami kemerosotan. Prospek pembangunan

ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya

inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang bertambah serius tersebut

cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor

dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan meperlambat pertumbuhan

ekonomi. (Sadono Sukirno, 2008: 15)

Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan

perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan

kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan, maka pemilik modal

biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi.

Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan,

barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional

dengan kata lain ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi

dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan

45

barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor

akan dilakukan. (Sadono Sukirno, 2008: 339).

Hubungan antara inflasi dengan ekspor neto adalah inflasi yang

tinggi akan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi yang

menyebabkan kegiatan produktif menjadi sangat tidak menguntungkan.

Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan,

barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional

dengan kata lain ekspor akan menurun dan impor akan meningkat, dengan

begitu ekspor neto akan menurun.

Hubungan antara inflasi dengan investasi (PMA dan PMDN)

adalah dengan inflasi yang tinggi, biaya akan terus-menerus naik

menyebabkan kegiatan produktif menjadi tidak menguntungkan, maka

pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan

spekulasi. Dengan kata lain inflasi yang bertambah tinggi atau serius akan

mengurangi investasi yang produktif.

4. Ekspor Neto

Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih

antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor

neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila

nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.

46

a. Ekspor

Ekspor adalah pembelian negara lain atas barang buatan

perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Faktor terpenting yang

menentukan ekspor adalah kemampuan dari Negara tersebut untuk

mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar

negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 205). Ekspor akan secara langsung

mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi, hubungan yang

sebaliknya tidak selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional

belum tentu menaikkan ekspor oleh karena pendapatan nasional dapat

mengalami kenaikan sebagai akibat dari kenaikan pengeluaran rumah

tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah dan penggantian

barang impor dengan barang buatan dalam negeri. (Sadono Sukirno,

2008: 206).

Hal-hal yang menentukan ekspor adalah (Todaro, 1998: 110):

1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain.

Kedua faktor ini dapat dipandang sebagai faktor terpenting

yang akan menetukan ekspor suatu negara. Dalam suatu sistem

perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara

menjual ke luar negeri tergantung kepada kemampuannya

menyaingi barang-barang yang sejenis di pasaran internasional.

Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang

bermutu dengan harga yang murah akan menentukan tingkat

ekspor yang dicapai suatu negara.

47

Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan

oleh pendapatan penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi

dunia mengalami resesi dan pengangguran di berbagai negara

meningkat, permintaan dunia ke atas ekspor suatu negara akan

berkurang. Sebaliknya, kemajuan yang pesat di berbagai negara

akan meningkatkan ekspor suatu negara.

2) Proteksi di negara-negara lain.

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat

ekspor suatu negara. Negara-negara sedang berkembang

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian

dan hasil-hasil industri barang konsumsi (misalnya pakaian dan

sepatu) dengan harga yang lebih murah dari di negara maju. Akan

tetapi kebijakan proteksi di negara-negara maju memperlambat

perkembangan ekspor seperti itu dari negara-negara sedang

berkembang. Contoh ini memberi gambaran tentang bagaimana

proteksi perdagangan akan mempengaruhi ekspor.

3) Kurs valuta asing.

Permintaan suatu barang ditentukan oleh harganya dengan

pertimbangan adanya penambahan kurs pada harga tersebut.

48

b. Impor

Impor merupakan pembelian suatu negara atas barang buatan

luar negeri. Penentu impor yang paling utama adalah pendapatan

masyarakat suatu negara. Semakin tinggi pendapatan masyarakat,

maka semakin tinggi pula impor yang akan mereka lakukan. (Sadono

Sukirno, 2008: 207). Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi

rumah tangga dan perilaku investasi perusahaan cenderung

mempengaruhi permintaan impor karena sebagian barang impor adalah

barang konsumsi dan sebagian adalah barang investasi, maka faktor-

faktor semacam upah riil setelah pajak, pendapatan non tenaga kerja

setelah pajak dan tingkat bunga mempengaruhi belanja konsumsi;

sehingga ini seharusnya juga mempengaruhi belanja atas impor.

Demikian pula segala hal yang meningkatkan belanja investasi

cenderung meningkatkan permintaan impor. Penurunan tingkat bunga,

misalnya, seharusnya mendorong belanja atas barang yang diproduksi

di dalam negeri maupun yang diproduksi asing.

Ada satu pertimbangan tambahan dalam menentukan belanja

impor: harga relatif barang yang diproduksi dalam negeri dan

diproduksi luar negeri. Jika harga barang asing turun relatf terhadap

harga barang domestik, orang akan mengonsumsi relatif lebih banyak

barang asing daripada barang domestik(Case & Fair, 2007: 390).

49

Perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan kuat

terhadap pembangunan ekonomi. Alasannya, untuk meningkatkan

pembangunan perlu fokus pada kegiatan ekspor terutama produk sektor

industri (export promotion). Peningkatan ekspor membuka peluang

perolehan devisa yang diperlukan untuk mengimpor barang konsumsi,

bahan baku/penolong dan barang-barang kapital (strategi kebijakan

substitution import).Perdagangan yang dilakukan dapat menimbulkan

transfer knowledge yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input,

sehingga akan mempercepat pembangunan ekonomi. Perdagangan

internasional juga memperluas pasaran dan merangsang investasi,

pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumber daya dengan lebih

efisien yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. (Jhingan,

2010: 448).

Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor

neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y

(income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor

lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi

neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan

berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19).

50

Berikut adalah beberapa teori mengenai perdagangan internasional:

a. Teori Adam Smith

Menurut teori Adam Smith, setiap negara akan memperoleh

manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi

produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki

keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika

negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute

disadvantage).

Pendapat Adam Smith dalam teorinya tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Ukuran kemakmuran suatu negara, bukanlah ditentukan oleh

banyaknya LM (logam mulia) yang dimilikinya.

2) Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya PDB dan

sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan PDB

negara tersebut.

3) Untuk meningkatkan PDB dan perdagangan luar negeri, maka

pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta

perdagangan bebas atau free trade.

4) Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan

yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing

negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja

51

internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut yang

dimiliki masing-masing negara.

5) Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan

kepada keunggulan absolut, akan memacu peningkatan

produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan PDB dan

perdagangan internasional.

6) Peningkatan PDB dan perdagangan internasional ini identik

dengan peningkatan kemakmuran suatu negara(Hamdy Hady,

2001: 27).

b. Teori David Ricardo

Menurut Adam Smith, perdagangan internasional akan terjadi

dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara

memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila

hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua

jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang

menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan

absolut Adam Smith. Namun, kelemahan ini diperbaiki oleh David

Ricardo dengan teori comparative advantage atau keunggulan

komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun

production comparative (labor productivity).

52

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau

theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu

produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan

untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage

(labor efficiency) dan production comparative (labor productivity),

suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana

negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor

barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak

efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara dua negara

tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki

keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki

perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan

atau labor productivity (production comparative advantage). (Hamdy

Hady, 2001: 38).

c. Teori Hecksher-Ohlin

Menurut teori Hecksher-Ohlin, perbedaan opportunity cost

suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi

karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang

dimiliki masing-masing negara. Perbedaan oppurtinity cost tersebut

dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-

53

negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam

memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan

mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor

produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.

Kesimpulan dari teori ini adalah sebagai berikut:

1) Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh

jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing

negara.

2) Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki

masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi

faktor produksi yang dimilikinya.

3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi

produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut

memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk

memproduksinya.

4) Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang

tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang

relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya (Hamdy Hady,

2001: 43).

Hubungan antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi adalah

ekspor akanmenghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai

54

impor bahan baku danbarang modal yang diperlukan dalam proses

produksi yang akan membentuk nilai tambah. Agregasinilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam perekonomian merupakan

nilai ProdukDomestik Bruto. (Adrian Sutawijaya, 2010: 15). Perdagangan

internasional adalah perdagangan yang melintasi antar negara yang

mencakup aktivitas ekspor dan impor baik barang maupun jasa. Perananan

perdaganganan internasional sangat penting sebagai salah satu motor

penggerak pertumbuhan ekonomi (Ervin Mardalena, 2009: 67).

Hubungan antara ekspor neto dengan inflasi adalah jika nilaiekspor

neto tinggi, berarti nilai ekspor lebih besar dai impor. Dengan

meningkatnya ekspor maka perputaran uang tidak akan terjadi hanya di

dalam negeri saja tetapi juga ke luar negeri, sehingga perekonomian akan

berjalan dengan sewajarnya dan impor akan berkurang sehingga inflasi

dapat berkurang.

Hubungan antara ekspor neto dengan investasi (PMA dan PMDN)

adalah dengan adanya ekspor maka barang-barang yang ada di dalam

negeri akan berkurang karena jika nilai ekspor neto tinggi maka nilai

ekspor itu tinggi dan impor berkurang, sehingga dibutuhkan peningkatan

investasi dalam membeli barang-barang modal dan perlengkapan-

perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi

barang-barang dan jasa-jasa sehingga dapat mencukupi kebutuhan di

dalam negeri.

55

B. Penelitian Sebelumnya

Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu mengenai variabel

ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan pertumbuhan ekonomi:

Pada penelitian yang dilakukan oleh Audrey Liwan dan Evan Lau

(2007) yang berjudul ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation and

Investment in three ASEAN Neighboring‖, menunjukkan bahwa ekspor,

investasi dan inflasi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia, Malaysia dan Thailand, hanya perbedaannya adalah pengaruhnya

itu positif atau negative. Ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand. Inflasi berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi Thailand dan Malaysia tetapi berpengaruh

positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia

cukup stabil selama beberapa tahun, yang mana membawa hubungan positif

antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Investasi berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi Indoneisa, Malaysia dan Thailand.

Penelitian yang dilakukan oleh Eni Setyowati, Wuryaningsih DL, Rini

Kuswati (2008) yang berjudul ―Kausalitas Investasi Asing terhadap

Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa Investasi asing atau PMA

berpengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam

jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena harapan bagi negara

berkembang atas peran modal asing yang masuk ke negaranyasebagaimana

yang ditulis Mudrajad (1997) yaitu: pertama, sumber dana eksternal

56

dapatdimanfaatkan oleh negara berkembang sebagai dasar untuk mempercepat

pertumbuhanekonomi, kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu

diikuti denganstruktur ekonomi dan perdagangan; ketiga, modal asing dapat

berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural;

keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun setelah perubahan

struktural benar-benar terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ervin Mardalena (2009) yang berjudul

―Pengaruh Invetasi Swasta dan Perdagangan Internasional terhadap

Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa berdasarkan hasil estimasi

model regresi, variabel perdagangan internasional (yang mencakup ekspor dan

impor serta ekspor neto) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel investasi (PMA dan PMDN)

berpengaruh positif namun tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%

terhadap perrtumbuhan ekonomi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Adrian Sutawijaya (2010), yang

berjudul ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia Tahun 1980-2006‖ menunjukkan bahwa investasi, baik dari swasta

dan pemerintah serta ekspor baik migas dan non migas berpengaruh secara

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tetapi hanya variabel

ekspor migas yang berpengaruh secara signifikan tetapi tidak secara statistik.

Investasi swasta (PMA dan PMDN) akan memberikan dampak yang lebih

besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.306% sedangkan investasi

57

pemerintah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi

sebesar 0.084%.

Peningkatan investasi akan meningkatkan kapasitas produksi yang

pada akhirnya berujung pada pembukaan lapangan kerja baru, yang pada

tahap selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,

adanya peningkatan investasi memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan

ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, investasi swasta baik yang berasal dari

dalam maupun luar negeri harus diupayakan peningkatannya dari waktu ke

waktu dengan memberikan berbagai insentif seperti memberikan keringan

pajak dan memangkas birokrasi perijinan, memberikan pelayanan yang cepat,

murah, efisien dan sebagainya. Investasi pemerintah walaupun memberikan

pengaruh yang lebih kecil namun peranannya tidak boleh diabaikan. Investasi

pemerintah juga harus diupayakan peningkatannya karena disamping

memberikan manfaat ekonomi juga memberikan manfaat sosial untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ambar Sariningrum (2010) yang

berjudul ―Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Ekspor terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 1990-2007‖ membuktikan bahwa

Investasi dan ekspor neto (ekspor-impor) berpengaruh positif dan signifikan

dalam jangka pendek dan jangka panjang.Hal ini disebabkan oleh makin

tingginya produktifitas sumber daya yang dialokasikan pada sumber-sumber

pendapatan yang menguntungkan untuk ekspor yaitu sektor yang memiliki

58

keunggulan komparatif serta adanya efek tidak langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi.

Penelitian oleh Antoni (2010) yang berjudul ―Kointegrasi antara Inflasi

dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan

bahwa terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara inflasi dan

GDP. GDP mempengaruhi tingkat inflasi dalam jangka waktu pendek tetapi

tingkat inflasi tidak mempengaruhi GDP dalam jangka waktu pendek.

Sebaliknya, tingkat inflasi mungkin mempengaruhi GDP dalam jangka waktu

panjang. Ini karena Indonesia pernah mengalami masalah tingkat inflasi yang

tinggi, maka berdasarkan keputusan penguji yang dilakukan menghasilkan

bahwa tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan dalam

jangka pendek.

Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handayani (2011) yang berjudul

―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Periode 1999-2008‖, hasil penelitian membuktikan bahwa PMA dan

infrastruktur berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia, sedangkan PMDN berpengaruh secara negatif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. PMDN berpengaruh

secara negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan masih minimnya

pelayanan birokrasi di Indonesia, serta ketersediaan informasi potensi

penanaman modal bagi investor yang masih terbatas. Infrastruktur

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, ini membuktikan bahwa

59

pelaksanaan infrastruktur serta pengalokasian belanja publik sudah cukup

terlaksana dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Emine Kilavuz and Betul Altay Topcu

(2012) yang berjudul ―Export and Economic Growth in the Case of the

Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing Countries‖

menggunakan dua model. Model pertama, menganalisis pengaruh industri

manufaktur ekspor berteknologi rendah dan tinggi terhadap pertumbuhan

ekonomi di 22 negara berkembang, yaitu Argentina, Algeria, Afrika Selatan,

Gabon, Meksiko, Malaysia, Peru, Romania, Chili, Turki, Uruguay, Venezuela,

Bolivia, Equador, Indonesia, Cote D’ Ivoire, Filipina, Honduras, India, Mesir,

Thailand, Pakistan. Dan model kedua, menganalisis pengaruh industri

manufaktur ekspor dan impor berteknologi rendah dan tinggi terhadap

pertumbuhan ekonomi di 22 negara berkembang tersebut.

Hasil model pertama menunjukkan bahwa investasi dan variabel

industri manufaktur ekspor berteknologi tinggi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara tersebut. Hasil model

kedua juga menunjukkan bahwa investasi dan variabel industri manufaktur

ekspor berteknologi rendah dan tinggi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan industri manufaktur impor

berteknologi tinggi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di 22 negara berkembang tersebut. ini menunjukkan bahwa karena

eksternalitas yang dinamis dan positif dalam 22 negara berkembang tersebut,

60

ekspor dengan teknologi tinggi dan rendah memliki pengaruh yang signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi 22 negara tersebut. Kebijakan perdagangan

internasional (foreign trade policy) perlu diaplikasikan dalam 22 negara

tersebut, agar dapat meningkatkan industri manufaktur ekspor dan impor

teknologi rendah dan tinggi dalam memproduksi barang demi perekonomian

jangka panjang.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan

Efrizal Syofyan(2013) yang berjudul ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi,

Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan bahwa

konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kenaikan investasi

akan memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi

mengindikasikan telah terjadinya kenaikan penanaman modal atau

pembentukan modal. Kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal

akan berakibat terhadap peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam

perekonomian. Peningkatan produksi barang danjasa ini akan menyebabkan

peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan ekspor neto,

jika ekspor mengalami peningkatan maka produksi barang dan jasa juga akan

mengalami peningkatan karena net ekspor yang meningkat mengindikasikan

permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri lebih besar dari pada

permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh karena itu, perekonomian

61

akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa. Peningkatan produksi barang

dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berikut adalah rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu

mengenai variabel ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan

pertumbuhan ekonomi.

Tabel 2.1.

Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Judul Variabel Metode Hasil

1 Audrey

Liwan and

Evan Lau

(2007)

Managing Growth: The

Role of Export,

Inflation and

Investment in three

ASEAN Neighboring

Countries

1. Ekspor

2. Inflasi

3. Investasi

4. Pertumbuhan

Ekonomi

Analisis

VAR dan

VECM

Ekspor berpengaruh

positif terhadap

pertumbuhan ekonomi

Indonesia, Malaysia

dan Thailand. Inflasi

berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan

ekonomi Thailand dan

Malaysia tetapi

berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

Investasi berpengaruh

positif terhadap

pertumbuhan ekonomi

Indonesia, Malaysia

dan Thailand.

2 Eni

Setyowati,

Wuryaningsih

DL, Rini

Kuswati

(2008)

Kausalitas Investasi

Asing terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

1. PMA

2. Pertumbuhan

Ekonomi

VECM Investasi asing atau

PMA berpengaruh

positif dan signifikan

baik dalam jangka

pendek maupun dalam

jangka panjang

terhadap pertumbuhan

ekonomi.

3 Ervin

Mardalena

(2009)

Pengaruh Investasi

Swasta dan

Perdagangan

Inetrnasional terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

1. Investasi Swasta

(PMA dan

PMDN)

2. Ekspor-impor

3. Ekspor Neto

4. Pertumbuhan

Ekonomi

OLS Berdasarkan hasil

estimasi model regresi,

variabel perdagangan

internasional (ekspor-

impor) mempunyai

pengaruh positif dan

signifikan terhadap

62

pertumbuhan ekonomi

sedangkan variabel

investasi swasta (PMA

dan PMDN)

berpengaruh positif

namun tidak signifikan

terhadap perrtumbuhan

ekonomi.

4 Adrian

Sutawijaya

dan Zulfahmi

(2010)

Pengaruh Ekspor dan

Investasi terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia Tahun 1980-

2006

1. Ekspor

2. Investasi

Pemerintah dan

Investasi Swasta

3. Pertumbuhan

Ekonomi

Ordinary

Least

Square

(OLS)

Investasi pemerintah

dan swasta (PMA dan

PMDN) serta ekspor

non migas berpengaruh

positif terhadap

pertumbuhan ekonomi,

tetapi ekspor migas

tidak berpengaruh

secara statistik terhadap

pertumbuhan ekonomi.

5 Ambar

Sariningrum

(2010)

Analisis Pengaruh

Investasi, Tenaga Kerja

dan Ekspor terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia tahun 1990-

2007

1. Investasi

2. Tenaga Kerja

3. Ekspor-impor,

Ekspor Neto

4. Pertumbuhan

ekonomi

VECM Investasi dan ekspor

neto (ekspor-impor)

berpengaruh positif dan

signifikan dalam jangka

pendek dan jangka

panjang.

6 Antoni

(2010)

Kointegrasi Antara

Inflasi dan

Pertumbuhan Ekonomi

di Indonesia

1. Inflasi

2. Pertumbuhan

Ekonomi

VECM Terdapat hubungan

jangka pendek dan

jangka panjang antara

inflasi dan GDP (Gross

Domestic Product).

GDP mempengaruhi

inflasi dalam jangka

pendek, dan inflasi

mungkin

mempengaruhi GDP

dalam jangka panjang.

7 Tri

Handayani

(2011)

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi

Pertumbuhan Ekonmi

di Indonesia Periode

1999-2008

1. Pertumbuhan

Ekonomi

2. PMA

3. PMDN

4. Infrastruktur

Ordinary

Least

Square

(OLS)

PMA (Penanaman

Modal Asing) dan

infrastruktur

berpengaruh secara

positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia,

sedangkan PMDN tidak

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi

63

Indonesia.

8 Emine

Kilavuz and

Betul Altay

Topcu (2012)

Export and Economic

Growth in the Case of

the Manufacturing

Industry: Panel Data

Analysis of Developing

Countries

1. Ekspor

2. Impor

3. Pertumbuhan

Ekonomi

Analisis

data

panel dan

OLS

Ekspor berpengaruh

secara signifikan

terhadap pertumbuhan

ekonomi di negara-

negara berkembang,

yang dalam penelitian

ini negara-negara

berkembang tersebut

adalah Argentina,

Algeria, Afrika Selatan,

Gabon, Meksiko,

Malaysia, Peru,

Romania, Chili, Turki,

Uruguay, Venezuela,

Bolivia, Equador,

Indonesia, Cote D’

Ivoire, Filipina,

Honduras, India, Mesir,

Thailand, Pakistan.

9 Dewi Ernita,

Syamsul

Amar dan

Efrizal

Syofyan

(2013)

Analisis Pertumbuhan

Ekonomi, Investasi dan

Konsumsi di Indonesia

1. Pengeluaran

Pemerintah

2. Investasi

3. Konsumsi

4. Ekspor Neto

5. Suku Bunga

6. Inflasi

7. Pendapatan

Disposabel

8. Konsumsi

sebelumnya

9. Pertumbuhan

Ekonomi

Two-

Stage

Least

Squares

(2 SLS)

Konsumsi, investasi,

pengeluaran pemerintah

dan ekspor neto

berpengaruh signifikan

dan positif terhadap

pertumbuhan ekonomi

di Indonesia. (variabel

lain yang tidak

berhubungan dengan

analisis ini tidak

disebutkan).

C. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang

tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran

sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari

serangkaian masalah yang ditetapkan.

64

Latar belakang penelitian yang terdiri dari identifikasi masalah dan

pembatasan masalah selanjutnya akan timbul perumusan masalah. Perumusan

masalah ini menciptakan adanya variabel-variabel yang akan diteliti baik itu

berupa variabel dependen maupun variabel independen. Variabel dependen

terdiri daripertumbuhan ekonomi sedangkan variabel independen terdiri dari

Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

Negeri. Selanjutnya adalah kita melihat bagaimana hubungan antara variabel

Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan ini juga dilihat dari teori-

teori yang sudah ada. Untuk investasi, terdapat tiga teori yang menerangkan

pentingnya modal dalam pertumbuhan ekonomi, seperti menurut Keynes,

bahwa penggunaan modal ditekankan pada permintaan yang tinggi dan

permintaan yang tinggi itu diharapkan dapat diikuti oleh penawaran yang

tinggi pula yang nantinya akan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan

ekonomi. Juga teori fungsi produksi yang dikemukakan oleh Cobb Douglas

yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam

menaikkan pertumbuhan ekonomi. Dan model pertumbuhan Harrord-Domar,

yang menyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan

investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok

modal.

Untuk inflasi, seperti yang dikemukakan oleh Nopirin dan Keynes

bahwa dengan adanya inflasi yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga

65

umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu akan

mengurangi produktivitas dan daya beli masayarakat yang dapat

memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, menurut bank Indonesia,

inflasi yang bertambah serius akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat

menurun, ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan

seperti konsumsi, produksi dan investasi, hal ini akan memperlambat

pertumbuhan ekonomi. Juga untuk ekspor neto, teori yang digunakan adalah

teori tentang perdagangan internasional oleh Adam Smith, David Ricardo dan

Hecksher-Ohlin yang mengemukakan tentang pentingnya perdagangan

internasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan

melalui spesialisasi berdasarkan cost dan production comparative advantage,

opportunity cost dan keunggulan mutlak dari perdagangan antar negara.

Selanjutnya, penjabaran ini dapat dilihat secara lebih sederhana pada

Gambar. 2.1. Kerangka Pemikiran berikut ini yang mencoba untuk

menjelaskan kerangka pikir secara lebih sistematis.

66

Gambar. 2.1

Kerangka Berpikir

Investasi (PMDN dan PMA)

1. Keynes

Modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Cobb Douglas

Modal, teknologi dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. 3. Harrord-Domar

Dibutuhkan investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Inflasi

1. Keynes

Inflasi berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi 2. Nopirin

Inflasi berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi 3. Bank Indonesia

Inflasi berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi

Ekspor Neto

1. Adam Smith

Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan

keunggulan absolut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi. 2. David Ricardo

Kegiatan perdagangan internasional berdasarkan cost dan

production comparative advantage berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. 3. Hecksher-Ohlin

Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan

opportunity cost berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

67

D. Hipotesis

Perumusan hipotesis untuk penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖

adalah:

1. Hipotesis I

Ha: Terdapat hubungankausalitas antara variabel Ekspor Neto, Inflasi,

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012.

H0: Secara keseluruhan variabel Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal

Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri tidak mempunyai

hubungan kausalitas terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Periode 2000-2012.

2. Hipotesis II

Ha: Terdapat hubungan kontribusi antara Ekspor Neto, Inflasi,

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-

2012.

H0: Secara keseluruhan tidak terdapat kontribusi antara Ekspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam

68

Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-

2012.

3. Hipotesis III

Ha: Terdapat variabel yang mempunyai pola guncangan (shock)

positifantara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan

Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia Periode 2000-2012.

H0: Secara keseluruhan tidak terdapat sebuah variabel yang mempunyai

pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman

Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012.

69

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,

Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah

penelitian analitik. Penelitian analitik ini bertujuan untuk dapat mengambil

kesimpulan secara umum dan membuktikan hipotesis mengenai hubungan

sebab-akibat/kausal.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

didapat dengan mengakses dari internet dan studi kepustakaan, berupa data

time series. Populasi dalam penelitian ini adalah Ekspor Neto, Inflasi,

Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeridan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pada tahap awal penelitian, penulis mencoba mencari masalah yang

dianggap menarik, yaitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang bisa tetap

bertahan di kisaran 6% selama beberapa tahun terakhir terlepas dari adanya

krisis pada tahun 2008. Tahap selanjutnya adalah penulis melihat faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut yang kemudian akan

dijadikan variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini. Tahap

70

selanjutnya adalah pengumpulan data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu

data Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal

Dalam Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi—yang dilihat dari data Produk

Domestik Bruto— di Indonesia pada periode 2000-2012.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian ini berupa data dari pertumbuhan ekonomi, PMA,

PMDN, Inflasi dan Ekspor Neto sedangkan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, PMA, PMDN Inflasi dan Ekspor

Neto di Indonesia selama periode 2000-2012.

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah judgement sampling.

Judgement sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota

sampling, di mana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap

beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud

penelitian. (Mudrajad Kuncoro, 2009: 139).

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder, di mana metode

pengumpulan data tersebut antara lain didapat melalui:

1. Internet

Data yang diperoleh dari internet yang berhubungan dengan tema

skripsi.

71

2. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah data yang peneliti peroleh dari jurnal,

buku-buku, dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan tema

skripsi ini.

3. Sumber Data

Semua data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Koordinasi

Penanaman Modaldan BPS. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah data

pertumbuhan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan 2000di

Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS,

Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam

periode 2000 – 2012 (time series).

b. PMDN dan PMA

Data yang digunakan adalah data PMDN dan PMA yang

diperoleh dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, Bank

Indonesia dan publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai

edisi. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time

series).

72

c. Inflasi

Data inflasi yang digunakan adalah data inflasi berdasarkan

harga konstan menurut tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank

Indonesia. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012

(time series).

d. Ekspor Neto

Data yang digunakan adalah olahan dari data Ekspor dan Impor

di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS,

Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam

periode 2000 – 2012 (time series).

D. Metode Analisis Data

VAR (Vector Autoregressive) merupakan regresi sederhana dari

persamaan:

Xt = 1 Xt-1 + t......................................................................(3.1)

Di mana Xt = vektor dari time series yang stasoner dan t = vektor

pada time series yang white noise dengan matrik kovarian .

Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan

makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan Irawan

(2005) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang

memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai

73

lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada

dalam sistem. Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel

tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk

mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan(Shochrul R. Ajija, dkk,

2011: 163).

VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada periode t dapat

dimodelkan sebagai berikut:

Yt = A0 +A1Yt-1+ A2Yt-2 + … + ApYt-p + t ..........................(3.2)

Di mana:

Yt = Vektor variabel tak bebas (Y1,t, Y2,t, Y3,t)

A0 = Vektor intersep berukuran n 1

A1 = Matriks parameter berukuran n 1

i = Vektor residual ( 1,t, 2,t, 3,t) berukuran n 1

Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua

variabel dependen bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu

memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak ada

korelasi. Uji kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap

ada tidaknya unit root dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller

(ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi

yang lancung. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi persamaan regresi

lancung adalah dengan melakukan diferensiasi atas variabel endogen dan

eksogennya, sehingga diperoleh variabel yang stasioner dengan derajat I(n).

74

Kestasioneran data melalui pendiferensialan belum cukup, kita perlu

mempertimbangkan keberadaan hubungan jangka panjang dan jangka pendek

dalam model. Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dapat dilakukan dengan

metode Johansen atau Engel-Granger. Jika variabel-variabel tidak

terkointegrasi, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya akan identik

dengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada

derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terdapat vektor

kointegrasi, maka dapat diterapkan ECM untuk single equation atau VECM

untuk system equation.

Ciri-ciri VAR:

1. Bersifat ateori, artinya tidak berlandas teori dalam menentukan model

regresi.

2. Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan

independen atau dependen).

3. Perangkat estimasi yang digunakan adalah uji kasualitas Granger, estimasi

VAR, fungsi IRF (Impulse Response Function) dan variance

decomposition.

4. Uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan

antara variabel dan estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah

variabel X mempengaruhi variabel Y, demikian pula sebaliknya.

5. IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap

variabel akibat shock suatu variabel tertentu.

75

6. Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribusi

(persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel

tertentu.

Kelemahan VAR:

1. Model VAR merupakan model yang ateori atau tidak berdasarkan teori,

hal ini tidak seperti pada persamaan simultan yang variabel-variabelnya

memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi model.

2. Pada model VAR, penekanannya terletak pada peramalan sehingga model

ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.

3. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan (lag

length)panjang lag yang tepat. Oleh karena semakin panjang lag, jumlah

parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of freedom—

df) akan bertambah.

4. Variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Apabila tidak

stasioner , perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first

difference.

5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada

estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan

interpretasi pada estimasi fungsi IRF dan variance decompotition.

76

Langkah-langkah VAR:

1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model

ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada

data atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stasioneritas data

ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller

(ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu

data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan

mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.(Shochrul

R. Ajija, dkk, 2011: 165).

Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFSTATISTIK

yang lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui

bahwa data tersebut stasioner karena tidak memgandung unit root.

Sebaliknya, jika nilai ADFSTATISTIK yang lebih kecil daripada Mackinnon

critical value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada

derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data

yang stasioner pada derajat yang sama di first differentI(1) harus

dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode

sebelumnya.Differencing data ini dalam pengertian ekonominya adalah

untuk melihat pertumbuhan suatu variabel dari satu periode dengan

periode sebelumnya.

77

2. Penentuan Lag Length

Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah

penentuan lag optimal. Haris (1995: 65) menjelaskan bahwa jika lag yang

digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi

tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat

mengestimasi actual error secara tepat. Namun demikian, jika

memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan

untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan

mengurangi derajat bebas(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 166).

Selanjutnya untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan

dalam uji stasioneritas, berikut adalah kriteria yang digunakan:

Akaike Information Criterion (AIC) : .......(3.3)

Schwarz Information Criterion (SIC) : .........(3.4)

Hannan-Quinn Information Criterion (HQ) : ...(3.5)

Di mana:

1 = Nilai fungsi log likelihood yang jumlahnya dengan sum of

squared residual

T = Jumlah observasi

k = Parameter yang diestimasi

Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria

informasi tersebut, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error

78

correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan HQ yang paling kecil di

antara berbagai lag yang diajukan.

3. Uji Kausalitas Granger

Metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan kausalitas

antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Dalam

penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah

hubungan di antara variabel-variabel.

Secara umum, suatu persamaan Granger dapat diinterpretasikan

sebagai berikut:

a. Unindirectional causality dari variabel dependen ke variabel

independen. Hal ini terjadi ketika koefisien lag variabel dependen

secara statistik signifikan berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag

seluruh variabel independen sama dengan nol. Dalam ilmu ekonomi

ketergantungan suatu variabel Y (variabel tak bebas) atas variabel lain

X (variabel yang menjelaskan) jarang bersifat seketika. Sangat sering,

Y bereaksi terhadap X dengan suatu selang waktu. Selang waktu

seperti itu disebut suatu lag. (Gujarati, 1999: 234).

b. Feedback/bilaterall causality jika koefisien lag seluruh variabel, baik

variabel dependen maupun independen secara statistik signifikan

berbeda dengan nol.

79

c. Independence jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel

dependen maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan

nol.

4. Estimasi VAR

Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah:

Selanjutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah

variabel Y mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat

mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil estimasi

dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai t-tablenya,

maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X.

5. IRF (Impulse Response Function)

IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan

prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Dengan

demikian, lamanya pengaruh dari shockatau guncangan suatu variabel

terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik

keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. IRF menunjukkan pola dinamis

dari suatu variabel yang terkenapengaruh guncangan ekonomi dan melihat

80

seberapa besar pengaruh yang dirasakan oleh variabel tersebut berdampak

pada variabel lain.

6. Variance Decomposition

Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance

decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan

memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi

komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan

asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi.

Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai

proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap

shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.

(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).

E. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian adalah sebuah konsep yang

mempunyai penjabaran dari variabel yang diterapkan dalam suatu penelitian

dan dimaksudkan untuk memastikan agar variabel yang ingin diteliti secara

jelas dapat ditetapkan indikatornya.

81

Tabel. 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Skala Satuan

Ekspor Neto Ratio Numeric

Inflasi Ratio Numeric

PMA Ratio Numeric

PMDN Ratio Numeric

Pertumbuhan Ekonomi Ratio Numeric

Dalam penelitian ini dibutuhkan suatu definisi konseptual untuk

menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti. Maka definisi

konseptual yang hendak digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah:

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara mengukur prestasi

perkembangan ekonomi yang terjadi di negara tersebut. Suatu

perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah

produksi barang dan jasanya meningkat. (Prathama Rahardja, 2004: 117).

Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dari nilai PDB dalam

satuan miliar rupiahyang telah melalui proses differencing sehingga

dihasilkan nilai pertumbuhan PDB.

2. PMDN dan PMA

Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

82

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan

menggunakan modal dalam negeri.

Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal). Nilai PMA

dan PMDN dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah.

3. Inflasi

Inflasi adalah peningkatan tingkat harga keseluruhan. Inflasi terjadi

ketika banyak harga naik secara serentak. Kita mengukur inflasi dengan

melihat jumlah barang dan jasa yang besar serta menghitung peningkatan

rata-rata harganya selama beberapa periode waktu tertentu. (Case Fair,

2007: 57).Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang

secara terus-menerus.(Nopirin, 2009: 25). Nilai inflasi dalam penelitian ini

diukur dalam satuan persen (%).

4. Ekspor Neto

Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih

antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor

neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila

83

nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.

Nilai ekspor neto dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah.

84

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia diukur dari nilai PDB

berdasarkan harga konstan.Berikut adalah perkembangan PDB pada tahun

2000-2012.

Gambar 4.1

Grafik PDB tahun 2000-2012

Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP -

Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia.

Serta berikut ini adalah perkembangan laju PDB pada tahun 2000-

2012:

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

20

00.I

200

0.I

V

200

1.II

I

200

2.I

I

2003

.I

200

3.I

V

200

4.II

I

200

5.I

I

20

06.I

2006

.IV

200

7.II

I

200

8.I

I

20

09.I

200

9.I

V

201

0.II

I

201

1.I

I

20

12.I

201

2.I

VPDB (miliar rupiah)

PDB (miliar rupiah)

85

Gambar 4.2

Grafik Laju PDB tahun 2000-2012

Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP -

Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia.

Berdasarkan pada gambar 4.2, pada tahun 2001 terjadi penurunan

pada laju PDB dari 4.90% menjadi 3.32%. Penurunan pertumbuhan PDB

tersebut terjadi pada hampir semua sektor ekonomi. Penurunan laju

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 ini merupakan dampak eksternal

dari serangan teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika

Serikat. PDB pasca tragedi 11 September tesebut mengalami pertumbuhan

negatif sebesar minus 1.21%. (BPS, 2001: 14).

Pada tahun 2005, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar

5.68%. Penurunan pertumbuhan ekonomi terasa pada triwulan terakhir

tahun 2005 sebagai dampak pemerintah menaikkan harga bahan bakar

minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan

tersebut serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian

berakibat pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju

0

2

4

6

8

Laju PDB (%)

Laju PDB (%)

86

inflasi selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan

harga BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin

berat di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses

likuiditas (BPS, 2005: 14).

Memasuki awal 2006, kondisi perekonomian masih sangat

dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan

tingginya suku bunga sebagai konsekuensi dari penyesuaian kebijakan

fiskal dan moneter yang ditempuh untuk mengatasi guncangan

ketidakstabilan makro ekonomi selama 2005. Pertumbuhan konsusmi

rumah tangga melambat sebagai akibat menurunnya daya beli masyarakat,

meskipun kebijakan fiskal Pemerintah dalam bentuk kompensasi

pendapatan. Seiring dengan melambatnya konsumsi, daya serap pasar

melemah dan kian menambah berat kondisi dunia usaha yang telah

memikul beban tingginya ongkos produksi. Minat untuk melakukan

ekspansi usahapun menyurut akibat masih tersedianya kapasitas produksi

yang belum dimanfaatkan dan rendahnya optimisme pelaku ekonomi

terhadap prospek perekonomian (BPS, 2006: 13).

Pada tahun 2008 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai

imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan

global tahun 2008. Tetapi berkat pengalaman dari krisis pada tahun 1998

silam, Pemerintah telah mengupayakan empat langkah kebijakan, yaitu:

pemulihan permintaan swasta, pemulihan kepercayaan publik,

87

pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang

korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang

tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia

dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita,

sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko

ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat.

Dengan modal itu, keterpurukan ekonomi tidak sampai terjadi lagi ketika

tahun 2008 Indoneisa juga terkena imbas keuangan global.Secara umum

perekonomian Indonesia tahun 2008 mencatat perkembangan yang cukup

baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia secara keseluruhan mencapai 6.06% pada 2008 atau sedikit

lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6.28%.

Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama

didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor(BPS, 2008: 11-14).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 tercatat 4.5%,

turun dibandingkan 2008 yang mencapai 6.1%. kontraksi pertumbuhan

ekonomi pada 2009 ini diakibatkan turunnya ekspor. Pada periode tersebut

pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha penangkutan dan

komunikasi yang tumbuh 15.5%. Sedangkan dari sisi penggunaan,

pertumbuhan tertinggi terjadi pada konsumsi pemerintah, meskipun sektor

tersebut bukan yang memberikan konstribusi tertinggi (BPS, 2009: 12).

88

Selama tahun 2010, kinerja perekonomian domestik terus

mengalami perbaikan walaupun berada di tengah ketidakseimbangan

pemulihan ekonomi global. Hal ini ditunjukkan dengan angka

pertumbuhan PDB yang meningkat tinggi dan surplus neraca pembayaran

yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6.1%, lebih tinggi dari

pertumbuhan tahun 2009 yang hanya mencapai 4.6%. Peningkatan

tersebut didukung oleh sumber pertumbuhan yang semakin berimbang

seperti pada peningkatan peran investasi dan kinerja ekspor yang

meningkat (BPS, 2010: 16).

2. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN)

Perkembangan PMA dan PMDN di Indonesia selama periode

2000-2012cenderung fluktuatif seperti terlihat dari gambar di bawah ini:

Gambar 4.3

Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012

Sumber: Publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan tabel

Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

200

0.I

2000

.IV

200

1.I

II

200

2.II

200

3.I

2003

.IV

2004

.III

200

5.II

200

6.I

2006

.IV

200

7.I

II

2008

.II

200

9.I

2009

.IV

201

0.I

II

201

1.II

2012

.I

2012

.IV

PMA (miliar rupiah)

PMDN (miliar rupiah)

89

Berdasarkan pada gambar 4.3, kegiatan investasidi Indonesia, baik

PMA maupun PMDN, pada pertengahan tahun 2000 mengalami

peningkatan. Peningkatan ini antara lain didorong oleh mulai tersedianya

pembiayaan dari sisi perbankan di samping tetap besarnya penggunaan

dana sendiri (self financing). Perkembangan PMA di Indonesia pada tahun

2000 belum stabil, ini dikarenakan belum pulihnya kepercayaan

internasional akan prospek pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis

tahun 1998 (BPS, 2000: 5).

Pada tahun 2001 terjadi penurunan pada investasi baik PMA

maupun PMDN di Indonesia, yang diakibatkan oleh tingginya risiko

investasi akibat masih adanya gangguan keamanan, ketidakpastian

penegakan hukum, dan perselisihan perburuhan yang merupakan dampak

dari gejolak politik yang berujung pada pergantian pemerintahan di

pertengahan 2001. Di samping itu, faktor keterbatasan pembiayaan

investasi akibat belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan adanya

peraturan-peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi daerah

juga turut membatasi kegiatan investasi (BPS, 2001: 6). Tetapi keadaan ini

tidak berlangsung lama berkat usaha pemerintah dalam meningkatkan

stabilitas keamaan dalam negeri dan menciptakan iklim investasi yang

kemudian dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya baik

investor dalam negeri maupun luar negeri, hal ini terlihat dengan

90

terjadinya peningkatan pada PMA dan PMDN di Indonesia pada

pertengahan akhir tahun 2000 (Bank Indonesia, 2001: 37).

Investasi yang diperkirakan akan membaik pada paro kedua 2002

ternyata masih menunjukkan kecenderungan yang kurang

menggembirakan sehingga secara keseluruhan justru mengalami kontraksi

sebesar 0,2%, jauh lebih rendah dari tahun 2001 (7,7%) dan 2000 (13,8%).

Melambatnya pertumbuhan investasi ini konsisten dengan melemahnya

aktivitas konstruksi danmenurunnya impor bahan baku dan barang-barang

modal seperti mesin dan peralatan. Memburuknyapertumbuhan investasi

juga diindikasikan dari menurunnya nilai persetujuan investasi, baik

PMAmaupun PMDN, yang masing-masing mengalami penurunan sebesar

35,3% dan 57,0%. Dari sisipembiayaan, melemahnya investasi tercermin

dari masih terbatasnya kredit investasi bank (Bank Indonesia, 2002: 5).

Pada tahun 2003 akhir, rendahnya laju inflasi diiringi dengan

membaiknya bidang perbankan. Hal ini diperlihatkan dengan terus

menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003. Suku bunga deposito

berjangka Bank Umum 1 bulan pada tahun 2003 hanya sebesar 6.62%.

Membaiknya beberapa indikator ekonomi seperti peningkatan

pertumbuhan ekonomi, rendahnya laju inflasi dan suku bunga selama

tahun 2003, menarik para investor baik investor dalam negeri maupun luar

negeri untuk menanamkan modalnya (BPS, 2003: 13). Stabilitas ekonomi

makro yang telah terpelihara di tahun 2004, sebagaimana tercermin dari

91

relatif rendahnya inflasi yang disertai dengan nilai tukar yang realistis

telah berhasil mengurangi biaya untuk memelihara kestabilan tersebut.

Kondisi ekonomi makro tersebut telah mendorong peningkatan kegiatan

investasi pada semester 2 tahun 2004, dimana pada semester pertama para

investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri masih khawatir

untuk menanamkan modalnya akibat adanya perhelatan pemilihan umum

yang dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan (BPS, 2004: 12).

Pada tahun 2005 Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak

(BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan tersebut

serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian berakibat

pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju inflasi

selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan harga

BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin berat

di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses likuiditas.

Dalam situasi demikian, Bank Indonesia mengambil langkah konsisten

untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar melalui

kebijakan moneter yang cenderung ketat. Kenaikan harga BBM dan

pengetatan moneter dunia memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar

dan kondisi perbankan di Indonesia yang pada gilirannya memperlambat

pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN (BPS, 2005: 14-18).

Terjadi peningkatan pada PMDN dan PMA di awal 2006

diakibatkan oleh tingkat inflasi dan suku bunga yang berangsur menurun,

92

dengan menurunnya suku bunga maka ini merupakan kesempatan emas

bagi para investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Tetapi

itu tidak berlangsung lama karena pada pertengahan 2006 pertumbuhan

permintaan domestik melambat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan

konsumsi yang cenderung menurun. Ini merupakan dampak langsung

maupun tidak langsung dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 serta

investasi yang merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(BPS, 2006: 15).Stabilitas makroekonomi yang terjaga menopang

tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007,bahkan mencapai

tingkat tertinggi di periode pascakrisis, yakni 6,32%. Akselerasi

pertumbuhan ekonomi tersebutterutama didukung oleh tingginya

pertumbuhan permintaan domestik, baik konsumsi masyarakatmaupun

investasi. Konsumsi masyarakat meningkat seiring dengan membaiknya

daya beli. Sementara itu,pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN

didukung oleh membaiknya persepsi investor, meningkatnya return on

investment dan ketersediaan pembiayaan yang memadai termasuk dari

perbankan dan pasar keuanganpada umumnya (Bank Indonesia, 2007: 4).

Pada tahun 2008 baik dari sektor PMA maupun PMDN sama-sama

mengalami penurunan yang diakibatkan oleh dampak krisis global. Di saat

nilai PMA masih terpuruk, PMDN mulai bangkit di awal 2009 berkat

empat langkah kebijakan yang diupayakan oleh Pemerintah untuk

mengantisispasi krisis setelah 1998. Kebijakan-kebijakan tersebut yaitu:

93

pemulihan permintaan swasta, pemulihan kepercayaan publik,

pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang

korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang

tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia

dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita,

sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko

ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat

(BPS, 2008: 19). Pada tahun 2009 dengan berbagai kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia seperti kebijakan untuk

memasukkan risiko operasional sebagai salah satu faktor dalam

perhitungan kecukupan modal, sangat berpengaruh positif pada

perkembangan investasi baik dari sektor PMA maupun PMDN, ini telihat

dengan peningkatan pada PMDN selama tahun 2009 dan juga pada PMA,

walaupun masih ada investor asing yang masih mendapat imbas dari krisis

global tahun 2008 (Bank Indonesia, 2009: 14).

Perbankan Indonesia mencatat kinerja yang positif selama 2011.

Meskipun dihadapkan pada perlambatan ekonomiglobal, ekonomi

Indonesia yang tumbuh hingga 6,5% pada 2011 memberikan peluang bagi

perbankan untukmelanjutkan kinerja positif tahun sebelumnya. Kinerja

positif tersebut ditunjukkan oleh optimalnya fungsi

intermediasiperbankan, permodalan yang kuat, dan sumber pendanaan

yang memadai.Ini didukungpula oleh penurunan suku bunga kredit

94

perbankan dan penerapan prinsip kehati-hatian bank yang cukup

efektifdalam memperkuat penyerapan risiko. Walaupun tidak stabil, tetapi

perkembangan PMDN dan PMA di Indonesia cenderung fluktuatif positif

hingga tahun 2012 dengan negara yang paling banyak menanamkan

investasinya di Indonesia adalah Jepang dari segi otomotif dan Singapura

dari segi properti, hal ini juga didukung oleh iklim usahayang kondusif

dan optimisme pelaku usaha terhadapprospek ekonomi. (Bank Indonesia,

2012: 51).

3. Inflasi

Perkembangan inflasi di Indonesia cukup fluktuatif selama periode

2000-2012. Kenaikan tertinggi pada inflasi terjadi pada tahun 2005 yang

diakibatkan oleh naiknya harga BBM. Perkembangan inflasi tahun 2000-

2012 dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4

Grafik Inflasi tahun 2000-2012

Sumber: Tabel laporan Inflasipada situs resmi Bank Indonesia.

05

101520

200

0.I

200

0.IV

200

1.I

II

2002

.II

200

3.I

200

3.IV

200

4.I

II

2005

.II

200

6.I

2006

.IV

200

7.I

II

2008

.II

200

9.I

200

9.IV

201

0.I

II

2011

.II

201

2.I

201

2.IV

Inflasi (%)

Inflasi (%)

95

Berdasarkan pada Gambar. 4.4, dapat dilihat bahwa tingkat inflasi

pada tahun 2001 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2000,

yaitu telah mencapai 12.55%. Faktor penyebab tingginya tingkat inflasi

pada 2001 ini adalah karena kebijaksanaan pemerintah menaikkan harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti

oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon (BPS, 2001:

14). Laju inflasi tahun 2003 tercatat sebesar 5.06% jauh lebih rendah

dibandingkan angka tahun sebelumnya yang mencapai 10.03%.

Rendahnya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh normalnya

kembali pasokan barang dan membaiknya jalur distribusi barang. Selain

itu, keputusan pemerintah menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada

kuartal terakhir tahun 2003 juga turut berperan terhadap rendahnya laju

inflasi selama tahun 2003. Rendahnya laju inflasi diiringi dengan

membaiknya bidang perbankan (BPS, 2003: 11).

Lonjakan inflasi pada kuartal akhir tahun 2005 terutama

dipengaruhi oleh dampak signifikan kenaikan harga BBM baik melalui

dampak langsung (first round) maupun dampak lanjutan (second round).

Kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada 2005, khususnya kenaikan

kedua pada tanggal 1 Oktober 2005, mengakibatkan inflasi melonjak

menjadi dua digit. Selain itu, beberapa kebijakan administered prices

lainnya seperti harga rokok, tarif tol, dan PAM juga turut mendorong

kenaikan harga-harga. (Bank Indonesia, 2006: 83).

96

Tingginya tekanan inflasi selepas kenaikan harga BBM Oktober

2005 menuntut Bank Indonesia dan pemerintah mengambil langkah-

langkah kebijakan untuk mengendalikan sumber-sumber tekanan inflasi.

Dalam perkembangannya, berbagai langkah kebijakan yang diambil Bank

Indonesia dan pemerintah berhasil mengendalikan sumber-sumber utama

tekanan inflasi(Bank Indonesia, 2007: 97). Hasilnya ditunjukkan dengan

penurunan tingkat inflasi pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan

keadaan pada tahun 2006 awal.

Secara keseluruhan, tekanan inflasi pada tahun 2008 cukup tinggi.

Inflasi IHK pada tahun 2008 meningkat tajam bila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya

lonjakan harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan

pangan. Selain berdampak pada imported inflation yang tinggi, lonjakan

harga minyak dunia juga berdampak pada kenaikan inflasi administered

seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM

bersubsidi. (Bank Indonesia, 2009: 25). Oleh karena itu, tingkat inflasi

tinggi pada pertengahan tahun 2008 yang pada akhirnya turun pada awal

tahun 2009. Inflasi pada tahun 2009 yang minimal tidak terlepas dari

pengaruh kebijakan Bank Indonesia dalam memulihkan kepercayaan pasar

sehingga nilai tukar Rupiah yang berada dalam tren menguat. Kondisi

tersebut pada gilirannya dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi.

Perbaikan ekspektasi inflasi juga cukup besar dipengaruhi penurunan

97

inflasi kelompok barang administered dan inflasi kelompok volatile food.

(Bank Indonesia, 2009: 35).

Tekanan inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang

signifikan dibandingankan dengan tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal,

peningkatan inflasi sejalan dengan meningkatnya inflasi global sebagai

imbas meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan harga-harga komoditas

internasional. Dari sisi domestik, tekanan kenaikan inflasi muncul akibat

terganggunya kelancaran pasokan bahan makanan yang banyak

terpengaruh oleh anomali cuaca (Bank Indonesia, 2010: 25). Pada tahun

2012, inflasi menunjukkan tren yang menurun. Terkendalinya inflasi

didukung oleh penerapan bauran kebijakan moneter yang tepat dan

koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam

mendorong kestabilan harga. Sejalan dengan langkah tersebut, inflasi inti

dapat terjaga pada level yang relatif rendah, sementara itu, inflasi volatile

food cenderung menurun sejalan dengan kecukupan pasokan dan

kelancaran distribusi (Bank Indonesia, 2012: 107).

4. Ekspor Neto

Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih

antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor

neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila

nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.

98

Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia periode 2000-2012 dapat dilihat

pada gambar 4.5.

Gambar 4.5

Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012

Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Nilai Ekspor dan

Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia.

Berdasarkan gambar 4.5, nilai ekspor neto cenderung fluktuatif

dari periode 2000 hingga 2004, walaupun begitu perkembangan ekspor

neto tetap stabil, ini dikarenakan penerimaan ekspor di Indonesia lebih

tinggi dari impor sehingga nilai ekspor neto positif. Kebijakan

perdagangan luar negeri Pemerintah diarahkan untuk mendukung upaya

peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan

peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan untuk

mendukung peningkatan ekspor tersebut diantaranya penyederhanaan

prosedur kepabeanan, peningkatan frekuensi dan optimalisasi upaya

diplomasi perdagangan baik bilateral maupun multilateral, serta

-20000

-10000

0

10000

20000

30000

40000

50000

2000

.I

2000

.IV

2001

.III

2002

.II

2003

.I

2003

.IV

2004

.III

2005

.II

2006

.I

2006

.IV

2007

.III

2008

.II

2009

.I

2009

.IV

2010

.III

2011

.II

2012

.I

2012

.IV

Net Ekspor (miliar rupiah)

Net Ekspor (miliar rupiah)

99

mengurangi secara bertahap hambatan-hambatan dalam perdagangan luar

negeri sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional. Selain kebijakan ekspor, pemerintah juga

mengeluarkan kebijakan di bidang impor yang diarahkan untuk menunjang

dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang

berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa, dan

meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan

neraca pembayaran. Upaya pemerintah meningkatkan nilai ekspor dengan

mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan tersebut membuahkan hasil. Hal

ini terlihat dengan semakin meningkatnya nilai ekspor dan impor

Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS, 2001: 13-20).

Di tengah permintaan domestik yang tumbuh melambat yang

merupakan dampak dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, kinerja

ekspor tetap tumbuh tinggi. Ekspor barang dan jasa tumbuh lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan impor, sehingga ekspor neto positif.

Selama 2006, net ekspor memberikan sumbangan positif sebesar 1.4%

terhadap pertumbuhan PDB, lebih baik dari tahun sebelumnya. Tingginya

pertumbuhan ekspor dipengaruhi oleh menguatnya permintaan dunia dan

tingginya harga komoditas primer (BPS, 2006: 16).

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada tahun 2009

mencapai US$ 116.51 miliar atau turun 14.98% dibanding periode

sebelumnya di tahun 2008. Negara utama tujuan ekspor terbesar adalah

100

Jepang diikuti Amerika Serikat dan Cina. Sementara, pada periode yang

sama nilai impor Indonesia mencapai US$ 96.83 miliar yang berarti

mengalami pernurunan sebesar 25.05% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama

tahun 2009 masih ditempati oleh Cina, Jepang dan Singapura. Ini

mengakibatkan penurunan yang drastis pada ekspor neto (BPS, 2009: 12).

Neraca perdagangan luar negeri Indonesia pada tahun 2010

mengalami surplus yang cukup besar yakni mencapai US$ 22,12 miliar

yang didukung oleh kinerja ekspor yang tumbuh tinggi, meskipun di sisi

lain impor tumbuh lebih tinggi. Ekspor pada tahun 2012 mengalami

perlambatan yang disebabkan oleh berlanjutnya dampak pelemahan

ekonomi global, sehingga melambatnya permintaan dari negara mitra

dagang utama Indonesia seperti Cina dan India dan juga tren penurunan

harga komoditasdi pasar internasional. Dari sisi domestik, penurunan

kinerja ekspor disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk mengetatkan

ekspor mineral mentah yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah

produk dalam jangka menengah.Sebaliknya, tingginya permintaan

domestik untuk kebutuhan konsumsi dan investasimenyebabkan

peningkatan pada impor.Peningkatan impor yang lebih tinggi daripada

ekspor mengakibatkan nilai ekspor neto negatif atau neraca perdagangan

luar negeri Indonesia defisit. Tetapi pada 2012.III sejalan dengan semakin

lemahnya permintaan ekspor dan terbatasnya konsumsi pascalebaran,

101

pelaku usaha melakukan penyesuaian produksi yang berdampak pula pada

penurunan impor, walaupun keadaan ini tidak bertahan lama sehingga

impor kembali meningkat pada periode berikutnya (Bank Indonesia, 2012:

57).

B. Analisis dan Pembahasan

1. Analisis dan Interpretasi

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector

Autoregressive (VAR). Berikut akan disajikan hasil uji dan

pembahasannya.

a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi

1) Uji Stasioneritas Data

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi

model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji

stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic

process. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan

menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) pada derajat yang

sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang

stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan

mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.

(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 165).

102

Tabel 4.1

Uji Stasioneritas Data

Variabel Probabilitas ADF t-Statistic ADF Critical Value (5% level)

PDB 0.1188 -3.098546 -3.510740

Ekspor Neto 0.5213 -2.121370 -3.504330

Inflasi 0.1078 -3.146727 -3.508508

PMDN 0.0010 -4.963673 -3.502373

PMA 0.0000 -6.479385 -3.500495

Sumber: Lampiran 2

Berdasarkan Tabel. 4.1, terlihat bahwa variabel PMDN dan

PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Hal ini

disebabkan karena nilai probabilitas variabel PMDN dan PMA

lebih kecil dari = 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan

melihat pada Critical Value (5% level) yang nilainya lebih kecil

dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya, variabel PMDN

dan PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Sedangkan

untuk variabel PDB, Ekspor neto dan inflasi, karena nilai

probabilitasnya lebih besar daripada = 5% dan Critical Value

(5% level) yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan t-

Statistic ADF, maka variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum

stasioner pada tingkat level atau I(0). Dengan demikian, pengujian

dilanjutkan dengan uji derajat integrasi.

2) Uji Derajat Integrasi

Setelah dilakukan uji stasioneritas dan hasilnya adalah

variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum stasioner pada

103

tingkat level atau I(0), maka dilakukanlah uji derajat integrasi. Uji

derajat integrasi dilakukan dengan melihat probabilitas pada ADF

Unit Root Test dan dengan melihat pada tingkat differencekeberapa

variabel tersebut stasioner.

Tabel 4.2

Uji Derajat Integrasi (First Difference)

Variabel Probabilitas ADF t-Statistic ADF Critical Value (5% level)

PDB 0.0023 -4.693650 -3.508508

Ekspor Neto 0.0000 -15.54215 -3.502373

Inflasi 0.0005 -5.200760 -3.508508

Sumber: Lampiran 3

Berdasarkan Tabel. 4.2 Uji Derajat Integrasi (First

Difference), terlihat bahwa variabel PDB, Ekspor Netodan inflasi

telah stasioner di tingkat derajat pertama (first difference) atau I(1).

Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas variabel PDB, Ekspor

Neto dan inflasilebih kecil daripada = 5%. Hal ini juga dapat

dibuktikan lagi dengan melihat Critical Value (5% level) yang

nilainya lebih kecil dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya,

variabel PDB, ekspor neto dan inflasi telah stasioner di tingkat

derajat pertama first difference pada = 5%.

b. Penentuan Lag Length

Dalam penentuan lag optimal, dipilih kriteria yang mempunyai

final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan

HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan (Shochrul

104

R. Ajija, dkk, 2011: 166. Atau bisa juga dengan menggunakan lag

optimal yang direkomendasikan EViews, yaitu dengan melihat di lag

keberapa yang terdominasi oleh tanda bintang. (Shochrul R. Ajija, dkk,

2011: 175)

Tabel 4.3

Uji Penentuan Lag Length

VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF LN_NETEKS

Exogenous variables: C

Date: 06/06/13 Time: 18:44

Sample: 1 52

Included observations: 48

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -292.0636 NA 0.163375 12.37765 12.57257 12.45131

1 -161.7066 228.1248 0.002040 7.987775 9.157275* 8.429731

2 -128.0633 51.86675 0.001473 7.627637 9.771722 8.437890

3 -96.90544 41.54381 0.001248 7.371060 10.48973 8.549609

4 -28.01999 77.49613* 0.000241* 5.542499* 9.635752 7.089345*

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)

FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion

SC: Schwarz information criterion

HQ: Hannan-Quinn information criterion

Sumber: Lampiran 4

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa lag optimal yang

direkomendasikan adalah lag 4. Sesuai juga dengan rumus: ;

dengan ―n‖ adalah jumlah observasi. Maka dengan jumlah observasi

52, didapat lag dengan angka 3.7325 dibulatkan menjadi 4.

105

c. Uji Kausalitas Granger

Metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan

kausalitas antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas

Granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk

melihat arah hubungan di antara variabel-variabel. (Shochrul R. Ajija,

dkk, 2011: 167).

Tabel. 4.4

Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/03/13 Time: 01:29

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB 48 3.64764 0.0128

LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS 2.86387 0.0358

Tabel. 4.5

Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 06/06/13 Time: 19:40

Sample: 1 52

Lags: 4

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

INF does not Granger Cause LN_PDB 48 0.18859 0.94294

LN_PDB does not Granger Cause INF 1.40744 0.24953

106

Tabel. 4.6

Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/25/13 Time: 00:28

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB 48 0.53403 0.71148

LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA 3.57972 0.01401

Tabel. 4.7

Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/25/13 Time: 00:28

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB 48 1.44859 0.23645

LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN 3.83322 0.01012

Sumber: Lampiran 5

Berdasarkan Tabel. 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara

Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto tersebut, terdapat hubungan

kausalitas dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel

Ekspor Neto. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel

PDB terhadap Ekspor Neto lebih kecil dibandingkan dengan nilai =

5%, begitu juga antara Ekspor Neto dengan PDB. Hal ini dapat terlihat

107

pada perekonomian bahwa dengan tingginya pertumbuhan ekonomi,

Pemerintah akan mengalokasikan pendapatan Negara untuk

peningkatan produksi, peningkatan produksi akan meningkatkan

ekspor dan peningkatan ekspor akan meningkatkan ekspor neto.

Berdasarkan Tabel. 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara

pertumbuhan ekonomi dan Inflasi tersebut, tidak terdapat hubungan

kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel Inflasi, begitu

pula sebaliknya antara variabel Inflasi dengan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel Inflasi

terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%. Hal ini

dapat terlihat pada perekonomian bahwa walaupun terjadi inflasi,

asalkan inflasi itu tidak tinggi maka pertumbuhan ekonomi tidak akan

atau minim kemungkinan akan menurun drastis. Karena tingkat inflasi

tetap dibutuhkan dalam perekonomian selama nilainya tidak tinggi.

Berdasarkan Tabel. 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara

pertumbuhan ekonomi dan PMA tersebut, terdapat hubungan

kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel

PMA. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB

terhadap PMA lebih kecil dibandingkan dengan nilai = 5%. Hal ini

dapat terlihat pada perekonomian bahwa dengan tingginya

pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan

pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi

108

para investor asing sehingga mereka akan lebih nyaman dalam

menanamkan modal mereka di Indonesia. Sedangkan tidak terdapat

sebuah hubungan kausalitas antara variabel PMA dengan pertumbuhan

ekonomi. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel

PMA terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%.

Berdasarkan Tabel. 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara

pertumbuhan ekonomi dan PMDN tersebut, terdapat hubungan

kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel

PMDN. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB

terhadap PMDN lebih kecil dibandingkan dengan nilai = 5%. Hal ini

dapat terlihat pada perekonomian bahwa dengan tingginya

pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan

pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi

para investor dalam negeri sehingga mereka akan lebih nyaman dalam

menanamkan modal mereka dan dapat meningkatkan produksi dan jasa

dengan lebih maksimal. Sedangkan tidak terdapat sebuah hubungan

kausalitas antara variabel PMDN dengan pertumbuhan ekonomi. Hal

ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PMDN terhadap

PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%.

109

d. Estimasi VAR

Dalam estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y

mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat

mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil

estimasi dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai t-

tablenya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X

(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).

Karena berdasarkan hasil uji kausalitas Granger tidak terdapat

hubungan baik antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi maupun

pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi, maka variabel inflasi tidak

digunakan lagi untuk uji berikutnya.

Tabel. 4.8

Estimasi VAR

DLN_PDB

pada lag ke-n

t-statistics

Ekspor Neto PMA PMDN

DLN_PDB (-1) 0.79742 0.40666 1.66917

DLN_PDB (-2) 1.86142 1.25281 0.32694

DLN_PDB (-3) -2.02376 -3.68331 -1.71896

DLN_PDB (-4) -0.64249 2.07240 0.30792 Sumber: Lampiran 6

Dengan persamaan estimasinya adalah sebagai berikut:

DLN_PDB = 0.02824*DLN_PDB(-1) - 0.10196*DLN_PDB(-2) +

0.05597*DLN_PDB(-3) + 1.02798*DLN_PDB(-4) +

0.00211*DLN_PMA(-1) - 0.00296*DLN_PMA(-2) -

0.00773*DLN_PMA(-3) - 0.00169*DLN_PMA(-4) +

110

0.00635*DLN_PMDN(-1) + 0.00329*DLN_PMDN(-2) +

0.00599*DLN_PMDN(-3) + 0.00372*DLN_PMDN(-4) +

0.00096*DLN_NETEKS(-1) - 0.00729*DLN_NETEKS(-2) +

0.00236*DLN_NETEKS(-3) + 0.01327*DLN_NETEKS(-4) -

0.22679

Berdasarkan tabel 4.8 Estimasi VAR, terlihat bahwa variabel

yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah

variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN karena nilai t-Satistic untuk

variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN lebih besar dibandingkan

dengan nilai t-Tablenya, yaitu sebesar 1.671.

e. IRF (Impulse Response Function)

IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari

kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain.

Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu variabel

terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik

keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. (Shochrul R. Ajija, dkk,

2011: 168). Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan

yang semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau

kembali ke keseimbangan sebelumnya, ini berarti respon suatu

variabel akibat suatu guncangan (shock) makin lama akan menghilang

111

sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen

terhadap variabel tersebut.

Gambar 4.6

Impulse Response Function

Sumber: Lampiran 7

Gambar. 4.6menunjukkan Impulse Response dari variabel

PMA, PMDN dan Ekspor Neto terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada

Response of DLN_PDB to DLN_PMA terlihat bahwa shock pada

PMA memberikan respon positif dan tidak permanen terhadap

pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode ke-6 hingga ke-9

-.1

.0

.1

.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PDB

-.1

.0

.1

.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PMA

-.1

.0

.1

.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PMDN

-.1

.0

.1

.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS

Response to Cholesky One S.D. Innovations

112

respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Pada Response of

DLN_PDB to DLN_PMDN, adanya shock pada PMDN memberikan

respon negatif dan tidak permanen terhadap pertumbuhan ekonomi

pada periode ke-10, walaupun pada periode sebelumnya respon yang

diberikan cenderung stabil dan positif.

Pada Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS menunjukkan

adanya shock pada ekspor neto memberikan respon positif dan

permanen terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode ke-10,

walaupun pada periode ke-3 hingga ke-9 respon yang diberikan

cenderung berfluktuatif.Secara ringkas penjelasan IRF dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.9

Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB

Periode DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS

Ke-3 Direspon negatif Direspon positif Direspon negatif

Ke-5 Direspon negatif Stabil Direspon negatif

Ke-8 Direspon positif Stabil Direspon positif

Ke-9 Titik terendah Direspon positif Titik terendah

Ke-10 Titik tertinggi Titik terendah Titik tertinggi

f. Variance Decomposition

Variance decomposition atau disebut juga forecast error

variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang

akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi

menjadi komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation,

dengan asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling

113

berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan

informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada

sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini

dan periode yang akan datang. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).

Tabel. 4.10

Variance Decomposition

Variance

Decomposition

of DLN_PDB: Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS

1 0.008981 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000

2 0.009894 82.40337 3.160770 12.60918 1.826683 3 0.014615 38.51606 4.231042 14.65974 42.59316

4 0.017803 26.77478 4.212814 11.75396 57.25844

5 0.021309 30.77934 5.482829 9.052487 54.68534

6 0.040896 11.22431 3.764610 2.467009 82.54407

7 0.057181 6.371705 6.027518 2.153519 85.44726

8 0.094972 4.336091 4.107009 0.790519 90.76638

9 0.141942 2.231317 5.306756 0.682339 91.77959

10 0.234062 2.694222 4.520500 0.374810 92.41047 Sumber: Lampiran 8

Berdasarkan Tabel. 4.10Variance Decomposition, tabel ini

menjelaskan tentang variance decomposition dari variabel DLN_PDB,

serta variabel apa saja dan seberapa besar variabel tersebut

mempengaruhi variabel DLN_PDB. Pada periode kedua, variabel

DLN_PDB dipengaruhi oleh variabel DLN_PMA sebesar

3.16%,DLN_PMDN12.6% dan DLN_NETEKS 1.83%. Pada periode

selanjutnya pengaruh varaiabel independen terhadap DLN_PDB

mengalami fluktuasi. Pada periode ke-10,

114

variabelDLN_PDBdipengaruhi oleh variabelDLN_PMA sebesar

4.52%, DLN_PMDN0.37% dan DLN_NETEKS 92.4%. Variabel

DLN_NETEKS atau ekspor neto adalah yang paling besar

pengaruhnya terhadap variabel DLN_PDB atau PDB, kemudian

disusul variabel DLN_PMA dan DLN_PMDN.

Hasil uji estimasi VAR menunjukkan bahwa ekspor neto, PMA dan

PMDN berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode

2000-2012. Hasil ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan (2013), yang menyatakan

bahwa kenaikan investasi baik PMA maupun PMDN akan memicu kenaikan

pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah

terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikan

penanaman modal atau pembentukan modal akan berakibat terhadap

peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan

produksi barang danjasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap

pertumbuhan ekonomi.Hal ini sesuai dengan teori Samuelson dan Nourdhous

(2004), bahwa investasi merupakan suatu hal penting dalam membangun ekonomi

karena dibutuhkan sebagaifaktor penunjang di dalam peningkatan proses

produksi.

Begitu juga dengan ekspor neto, jika ekspor mengalami peningkatan maka

produksi barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan karena ekspor neto

115

yang meningkat mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa di luar

negeri lebih besar dari pada permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh

karena itu, perekonomian akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa.

Peningkatan produksi barang dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan

terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mankiw (2006)

yang menyatakan bahwa ekspor neto sangat berpengaruh bagi perekonomian di

Indonesia. Dimana ekspor neto dapat menjadi pendorong bagipertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

Hasil uji Variance Decomposition menunjukkan bahwa variabel Ekspor

Neto, PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan ekspor neto sebagai variabel

yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar

92.4%, kemudian disusul oleh variabel PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar

0.37%.

Ekspor neto memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan

ekonomi, juga seperti yang ditunjukkan dari hasil uji IRF, ini sesuai dengan hasil

penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa ekspor neto

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan

teori dan hipotesis yang diajukan yaitu pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi

oleh perdagangan internasional yang meliputi kegiatan ekspor-impor atau ekspor

neto. Hal ini juga dikarenakan kinerja ekspor di Indonesia yang bisa tetap

bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi. Kondisi ini didukung oleh struktur

116

ekspor yang semakin terdiversifikasi dengan semakin meningkatnya permintaan

dari pasar negara-negara emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan

permintaan ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat

turun pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat

kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011.

Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran 20%,

menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun berikutnya hingga

pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011. Pengaruh diversifikasi negara tujuan

ekspor semakin kuat dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua

negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Cina dan India yang masih kuat dilandasi

oleh reorientasi perekonomian yang mengarah pada penguatan perekonomian

domestik. Sebelum krisis, pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama

disebabkan oleh tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor

Indonesia dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor.

Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

adalah PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar 0.37%. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa investasi, PMA,

yang juga sesuai dengan hasil uji IRF PMA terhadap pertumbuhan ekonomi; dan

PMDN memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi swasta

(PMA dan PMDN) yang berfluktuatif dan menandakan bahwa masih kurangnya

kepercayaan investor, baik dari dalam dan luar negeri, untuk menanamkan

117

modalnya. Meskipun mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di

Indonesia masih relatif terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang

dipublikasikan oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif

merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap

pertumbuhan ekonomi. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di

Indonesia masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei

tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi antara

lain ketidakpastian peraturan, lemahnya penegakan hukum, sarana dan prasarana

untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja yang relatif belum

optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, dan pemanfaatan

teknologi yang belum optimal dibandingkan negara pesaing.

Hasil uji IRFmenunjukkan bahwa adanya shock pada PMDN memberikan

respon negatif terhadap pertumbuhan ekonomi,hal ini sesuai dengan penelitian

(Tri Handayani, 2011) bahwa PMDN berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena walaupun terjadi peningkatan pada

PMDN tetapi itu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, ini dikarenakan oleh masih belum kondusifnya iklim

investasi dan infrastruktur di dalam negeri.

118

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, terdapat tiga variabel yang

memiliki hubungan baik satu arah maupun dua arah terhadap pertumbuhan

ekonomi, yaitu ekspor neto, PMA dan PMDN, sedangkan variabel inflasi

tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maupun sebaliknya,

karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05. Selanjutnya,

berdasarkan hasil estimasi VAR, terdapat tiga variabel yang berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu variabel Ekspor Neto,

PMA dan PMDNkarena nilai t-statistic-nya lebih besar dibandingkan

dengan nilai t-table-nya.

2. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition, variabel Ekspor Neto,

PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan pertumbuhan ekspor

netosebagai variabelyang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan

ekonomi, yaitu sebesar 92.4%, hal ini dikarenakan kinerja ekspor di

Indonesia yang bisa tetap bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi.

Kondisi ini didukung oleh struktur ekspor yang semakin terdiversifikasi

119

dengan semakin meningkatnya permintaan dari pasar negara-negara

emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan permintaan

ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat turun

pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat

kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011.

Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran

20%, menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun

berikutnya hingga pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011.Pengaruh

diversifikasi negara tujuan ekspor semakin kuat dengan masih tingginya

pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi

Cina dan India yang masih kuat dilandasi oleh reorientasi perekonomian

yang mengarah pada penguatan perekonomian domestik.Sebelum krisis,

pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama disebabkan oleh

tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor Indonesia

dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor.

Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi adalahPMA sebesar 4.52% dan PMDNsebesar 0.37%. Meskipun

mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di Indonesiamasih relatif

terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang dipublikasikan

oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif

merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap

PDB. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia

120

masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei

tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi

antara lain ketidakpastian peraturan,lemahnya penegakan hukum, sarana

dan prasarana untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja

yang relatif belum optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum

memadai, dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal dibandingkan

negara pesaing.

3. Hasil uji Impulse Response menunjukkan bahwa adanya guncanganpada

ekspor neto dan PMA memberikan respon positif dalam jangka pendek

terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode sebelumnya

respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Sedangkan adanya

guncanganpada PMDN memberikan respon negatif dalam jangka pendek

terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun pada periode sebelumnya

respon yang diberikan cenderung stabil. Pengaruh guncangan dari variabel

ekspor neto, PMA dan PMDN akan hilang atau kembali normal dalam

jangka panjang.

B. Saran

1. Dalam hal ekspor neto, perlu dilakukan upaya untuk mendorong

pertumbuhan nilai ekspor neto seperti melalui kebijakan untuk mendukung

peningkatan ekspor yang diantaranya adalah peningkatan frekuensi dan

optimalisasi upaya diplomasi perdagangan bilateral maupun multilateral,

121

serta mengurangi hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri

sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional. Juga kebijakan di bidang impor, yang diarahkan

untuk menunjang dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri

khususnya yang berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan

barang dan jasa, dan meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga

keseimbangan neraca pembayaran.

2. Pemerintah harus bekerja sama dengan BI dalam mengendalikan tingkat

inflasi negara yaitu dari sisi moneter agar tetap bertahan dalam angka

normal. Serta menjaga kestabilan harga-harga umum dalam pasar agar

suatu saat tidak anjlok atau melunjak secara tiba-tiba yang nantinya dapat

mengakibatkan inflasi dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi

negara.

3. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia,

pemerintah harus dapat mengupayakan iklim investasi yang kondusif,

menciptakan stabilitas ekonomi, meningkatkan keamanan negara dan

regulasi yang tepat agar para investor, baik asing maupun dalam negeri,

dapat merasa aman dan tertarik untuk menanamkan modal mereka

sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal PMA,

pemerintah harus dapat mempertimbangkan keuntungan baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang dari penanaman modal oleh asing.

Serta lebih selektif dalam memilih perusahaan asing yang memiliki

122

prospek kerja yang berbeda dari perusahaan dalam negeri yang telah ada,

agar tidak menghambat masing-masing perusahaan dalam meningkatkan

potensinya. Dalam hal PMDN, pemerintah harus dapat menjaga kestabilan

dan keamanan dalam negeri, meningkatkan infrastruktur dan kemajuan

teknologi dalam negeri agar dapat memaksimalkan produktivitas ekonomi.

123

DAFTAR PUSTAKA

Ajija, Shochrul R., Sari Dyah W., Setianto Rahmat H., Primanti, Martha R.―Cara

Cerdas Menguasai EViews”, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011.

Amalia, Lia. ―Ekonomi Pembangunan‖, Graha Ilmu,Yogyakarta, 2007.

Antoni. ―Kointegrasi antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖,

Jurnal Ekonomi Bisnis dan Koperasi, Jakarta, 2010.

Arsyad, Lincolin.“Ekonomi Pembangunan”, Edisi kelima, STIM YKPN,

Yogyakarta, 2010.

Boediono. “Ekonomi Internasional:“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2000.

Case, Karl E. dan Fair, Ray C. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan,

Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007.

Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. ―Analisis Pertumbuhan

Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖. Jurnal Kajian Ekonomi,

2013.

Gujarati, Damodar. ―Ekonometrika Dasar”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999.

Hady, Hamdy. ―Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.

Handayani, Tri. ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia Periode 1999-2008‖. Yogyakarta, 2011.

Harjanti, Erni Setyo. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tenaga Kerja di Kota Salatiga Provinsi

Jawa Tengah Tahun 1989-2003”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.

Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”,Rajawali Press,

Jakarta, 2010.

Kuncoro, Mudrajad. ―Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, PT Gelora Aksara

Pratama, Jakarta, 2009.

124

Kilavuz, Emine dan Betul Altay Topcu. ―Export and Economic Growth in the

Case of the Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing

Countries‖, International Journal of Economics and Financial Issues, Turki,

2012.

“Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan‖ berbagai edisi, BPS, Jakarta.

Liwan, Audrey dan Evan Lau. ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation

and Investment in three ASEAN Neighboring Countries‖, Munich Personal

RePEc Archive, Malaysia, 2007.

Mankiw, N. Gregory. ―Makroekonomi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007.

Mardalena, Ervin. ―Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan‖, Ekonomika, 2009.

Murni, Asfia. ―Ekonomika Makro”, PT Refika Aditama, Bandung, 2006.

Nachrowi, Djalal Nachrowi, dan Usman, Hardius. ―Pendekatan Populer dan

Praktis EKONOMETRIKA untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Nopirin. ―Ekonomi Moneter Buku II”, BPFE, Yogyakarta, 2009.

Rahardja, Prathama. ―Teori ekonomi makro: suatu pengantar”, Edisi kedua,

Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2004.

_______, Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan

Makroekonomi”, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2008.

“Realisasi Investasi Asing Naik, PMDN anjlok”, Vivanews, 21 Januari 2009.

Sitompul, Novita Linda,“Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap

PDRB Sumatera Utara”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara, Medan. 2007.

Sukirno, Sadono. ―Makro Ekonorni Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2008.

125

Sutawijaya, Adrian. ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia tahun 1980-2006‖, Jurnal Organisasi dan Manajemen,

Jakarta, 2010.

Soelistyo, Nopirin. “Teori Perdagangan Internasional”, Penerbit Erlangga,

Jakarta, 1977.

Todaro, Michael P. ―Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”,Penerbit Erlangga,

Jakarta,1998.

_______. ―Pembangunan Ekonomi”,Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga,

Jakarta,2006.

Winarno, Wing Wahyu. ―Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews”,

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2009.

www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+Keuangan+Indonesia/Vers

i+HTML/Sektor+Moneter/

_______.―Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan”berbagai edisi, Publikasi

Bank Indonesia, Jakarta.

_______.―Pentingnya Kestabilan Harga”, Bank Indonesia, Jakarta.

126

LAMPIRAN

127

Lampiran 1

Data sebelum diolah

Tahun PMA (miliar rp) PMDN (miliar rp) Inflasi (%) Ekspor Neto (miliar rp) PDB (miliar rp)

2000.I 7085.503593 2601.11 3.23 24555.33817 342852.4

2000.II 6341.78727 1728.327 5.9 25966.7342 340865.2

2000.III 10165.53038 2159.78 7.65 23861.47059 355289.5

2000.IV 8143.268175 856.783 10.3 18243.73364 350762.8

2001.I 10223.79813 898.63 9.35 18306.18823 356114.9

2001.II 3598.2387 280.77 11.15 19266.94963 360533

2001.III 3924.682713 1231.13 12.76 23972.36391 367517.4

2001.IV 16080.38706 1098.87 12.64 20557.75876 356240.4

2002.I 2669.0391 709.73 14.54 20095.2257 368650.4

2002.II 5434.4682 3035.167 12.57 23639.59653 375720.9

2002.III 9254.4039 1584.867 10.38 21826.47082 387919.6

2002.IV 3113.397 1041.67 10.28 18196.91698 372925.5

2003.I 1899.8469 997.5 7.82 21902.42648 386743.9

2003.II 1776.75687 278.567 7.25 24827.69069 394620.5

2003.III 3046.8879 670.33 6.37 23653.77751 405607.6

2003.IV 9259.89813 784.53 5.72 21913.98495 390199.3

2004.I 5021.919 2002.23 4.84 15656.09331 402597.3

2004.II 5931.522513 3744.867 6.41 19543.0028 411935.5

2004.III 15469.6311 3555.23 6.71 22864.98478 423852.3

2004.IV 6597.8955 2946.867 6.27 23071.87168 418131.7

2005.I 6469.378713 1514.967 7.76 20392.19096 426612.1

2005.II 4308.314913 1101 7.65 19383.55419 436121.3

2005.III 13754.17827 1374.93 8.41 21229.12132 448597.7

2005.IV 4099.148613 6250.5 17.79 29517.41848 439484.1

2006.I 8384.648013 2842.5 16.9 29543.88641 448485.3

2006.II 2893.309713 885.93 15.51 28696.37859 457636.8

2006.III 2510.641413 413.43 14.87 31922.45441 474903.5

2006.IV 5415.47937 2787.567 6.05 38479.9921 466101.1

2007.I 9652.4946 4560.7 6.36 32339.72489 475641.7

2007.II 3554.545113 4896.73 6.02 32908.22678 488421.1

2007.III 14244.80337 1501.167 6.51 29406.39889 506933.02

2007.IV 5801.396013 667.7 6.73 33646.12339 493331.5

2008.I 25383.3426 1531.43 7.64 13010.36924 505218.8

2008.II 8028.61227 1301.967 10.12 3978.83332 519204.6

2008.III 10977.18237 2160.367 11.96 2524.845785 538641

2008.IV 3392.25327 1794.03 11.5 5814.59032 519391.7

2009.I 9015.3567 2832.63 8.56 12741.5134 528454.4

2009.II 8306.21547 3092.3 5.67 15413.5597 540784.1

2009.III 12615.81237 3451.13 2.76 10241.56203 561138

128

2009.IV 4812.07797 3223.867 2.59 25323.15082 547365.2

2010.I 12354.11352 3544.33 3.65 18051.42595 557971.2

2010.II 12648.2958 3525.1 4.37 12977.63643 573911.7

2010.III 19518.975 6389.13 6.15 12767.7385 593704.4

2010.IV 19301.61555 5987.7 6.32 27806.79406 585102.5

2011.I 14835.887 5311 6.84 21344.89057 595784.6

2011.II 18509.778 5034 5.89 27333.54756 612200

2011.III 14099.05 3469 4.67 23175.02374 632827.6

2011.IV 19394.524 5428 4.12 12523.45655 623864.3

2012.I 17385.822 5518 3.73 8968.20716 633243

2012.II 15085.78 5968 4.49 -7310.39232 651107.2

2012.III 18438.82 6264 4.48 1679.76622 671780.8

2012.IV 20449.196 6803 4.41 -12111.62535 662008.2 Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia

berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year

2000pada situs resmi Bank Indonesia.

2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi,

publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel

Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia.

3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank Indonesia.

4. Data Ekspor Neto didapat dari hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor

dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia

berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada

situs resmi Bank Indonesia.

129

Data Penelitian

Tahun ln_pma ln_pmdn inflasi ln_netekspor ln_pdb

2000.I 8.87 7.86 3.23 10.11 12.75

2000.II 8.75 7.45 5.9 10.16 12.74

2000.III 9.23 7.68 7.65 10.08 12.78

2000.IV 9 6.75 10.3 9.81 12.77

2001.I 9.23 6.8 9.35 9.81 12.78

2001.II 8.19 5.64 11.15 9.87 12.8

2001.III 8.28 7.12 12.76 10.08 12.81

2001.IV 9.69 7 12.64 9.93 12.78

2002.I 7.89 6.56 14.54 9.91 12.82

2002.II 8.6 8.02 12.57 10.07 12.84

2002.III 9.13 7.37 10.38 9.99 12.87

2002.IV 8.04 6.95 10.28 9.81 12.83

2003.I 7.55 6.91 7.82 9.99 12.87

2003.II 7.48 5.63 7.25 10.12 12.89

2003.III 8.02 6.51 6.37 10.07 12.91

2003.IV 9.13 6.67 5.72 9.99 12.87

2004.I 8.52 7.6 4.84 9.66 12.91

2004.II 8.69 8.23 6.41 9.88 12.93

2004.III 9.65 8.18 6.71 10.04 12.96

2004.IV 8.79 7.99 6.27 10.05 12.94

2005.I 8.77 7.32 7.76 9.92 12.96

2005.II 8.37 7 7.65 9.87 12.99

2005.III 9.53 7.23 8.41 9.96 13.01

2005.IV 8.32 8.74 17.79 10.29 12.99

2006.I 9.03 7.95 16.9 10.29 13.01

2006.II 7.97 6.79 15.51 10.26 13.03

2006.III 7.83 6.02 14.87 10.37 13.07

2006.IV 8.6 7.93 6.05 10.56 13.05

2007.I 9.17 8.43 6.36 10.38 13.07

2007.II 8.18 8.5 6.02 10.4 13.1

2007.III 9.56 7.31 6.51 10.29 13.14

2007.IV 8.67 6.5 6.73 10.42 13.11

2008.I 10.14 7.33 7.64 9.47 13.13

2008.II 8.99 7.17 10.12 8.29 13.16

2008.III 9.3 7.68 11.96 7.83 13.2

2008.IV 8.13 7.49 11.5 8.67 13.16

2009.I 9.11 7.95 8.56 9.45 13.18

2009.II 9.02 8.04 5.67 9.64 13.2

2009.III 9.44 8.15 2.76 9.23 13.24

2009.IV 8.48 8.08 2.59 10.14 13.21

2010.I 9.42 8.17 3.65 9.8 13.23

130

2010.II 9.45 8.17 4.37 9.47 13.26

2010.III 9.88 8.76 6.15 9.45 13.29

2010.IV 9.87 8.7 6.32 10.23 13.28

2011.I 9.6 8.58 6.84 9.97 13.3

2011.II 9.89 8.52 5.89 10.22 13.32

2011.III 9.48 8.15 4.67 10.05 13.36

2011.IV 10.02 8.6 4.12 9.44 13.34

2012.I 9.97 8.62 3.73 9.1 13.36

2012.II 8.72 8.69 4.49 0 13.39

2012.III 9.86 8.74 4.48 7.43 13.42

2012.IV 9.44 8.83 4.41 0 13.4

Sumber: Data olahan

131

Lampiran 2

Uji Stasioneritas Data Ln PDB (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: LN_PDB has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.098546 0.1188

Test critical values: 1% level -4.170583

5% level -3.510740

10% level -3.185512 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_PDB)

Method: Least Squares

Date: 04/18/13 Time: 12:56

Sample (adjusted): 7 52

Included observations: 46 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PDB(-1) -0.442642 0.142855 -3.098546 0.0036

D(LN_PDB(-1)) -0.319143 0.173280 -1.841774 0.0733

D(LN_PDB(-2)) -0.376391 0.178241 -2.111698 0.0413

D(LN_PDB(-3)) -0.480804 0.168036 -2.861323 0.0068

D(LN_PDB(-4)) 0.352618 0.164109 2.148675 0.0381

D(LN_PDB(-5)) 0.048483 0.137501 0.352600 0.7263

C 5.632806 1.810372 3.111407 0.0035

@TREND(1) 0.006297 0.001928 3.265442 0.0023 R-squared 0.895282 Mean dependent var 0.013043

Adjusted R-squared 0.875992 S.D. dependent var 0.025462

S.E. of regression 0.008966 Akaike info criterion -6.433904

Sum squared resid 0.003055 Schwarz criterion -6.115879

Log likelihood 155.9798 Hannan-Quinn criter. -6.314770

F-statistic 46.41138 Durbin-Watson stat 1.933982

Prob(F-statistic) 0.000000

132

Uji Stasioneritas Data Ln Ekspor Neto (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: LN_NETEKS has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.121370 0.5213

Test critical values: 1% level -4.156734

5% level -3.504330

10% level -3.181826

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_NETEKS)

Method: Least Squares

Date: 03/04/13 Time: 21:38

Sample (adjusted): 4 52

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LN_NETEKS(-1) -0.859374 0.405103 -2.121370 0.0396

D(LN_NETEKS(-1)) 0.046188 0.405424 0.113926 0.9098

D(LN_NETEKS(-2)) 0.984099 0.433914 2.267960 0.0283

C 9.105739 4.140454 2.199213 0.0332

@TREND(1) -0.031925 0.015534 -2.055126 0.0458

R-squared 0.575694 Mean dependent var -0.205714

Adjusted R-squared 0.537121 S.D. dependent var 2.031909

S.E. of regression 1.382413 Akaike info criterion 3.581990

Sum squared resid 84.08693 Schwarz criterion 3.775032

Log likelihood -82.75874 F-statistic 14.92471

Durbin-Watson stat 2.027376 Prob(F-statistic) 0.000000

133

Uji Stasioneritas Data Inflasi (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: INF has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.146727 0.1078

Test critical values: 1% level -4.165756

5% level -3.508508

10% level -3.184230

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(INF)

Method: Least Squares

Date: 03/04/13 Time: 21:30

Sample (adjusted): 6 52

Included observations: 47 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

INF(-1) -0.421271 0.133876 -3.146727 0.0031

D(INF(-1)) 0.303793 0.132161 2.298662 0.0268

D(INF(-2)) 0.261833 0.134066 1.953016 0.0578

D(INF(-3)) 0.295464 0.137133 2.154580 0.0373

D(INF(-4)) -0.274410 0.138930 -1.975173 0.0552

C 5.144880 1.644036 3.129421 0.0033

@TREND(1) -0.062849 0.025393 -2.475083 0.0177

R-squared 0.423866 Mean dependent var -0.105106

Adjusted R-squared 0.337446 S.D. dependent var 2.310408

S.E. of regression 1.880613 Akaike info criterion 4.237677

Sum squared resid 141.4682 Schwarz criterion 4.513231

Log likelihood -92.58541 F-statistic 4.904712

Durbin-Watson stat 1.834496 Prob(F-statistic) 0.000766

134

Uji Stasioneritas Data Ln PMA (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: LN_PMA has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.479385 0.0000

Test critical values: 1% level -4.148465

5% level -3.500495

10% level -3.179617 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_PMA)

Method: Least Squares

Date: 04/25/13 Time: 00:23

Sample (adjusted): 2 52

Included observations: 51 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PMA(-1) -0.925890 0.142898 -6.479385 0.0000

C 7.714984 1.205515 6.399740 0.0000

@TREND(1) 0.021756 0.006622 3.285277 0.0019 R-squared 0.466741 Mean dependent var 0.011176

Adjusted R-squared 0.444522 S.D. dependent var 0.817556

S.E. of regression 0.609328 Akaike info criterion 1.904103

Sum squared resid 17.82147 Schwarz criterion 2.017739

Log likelihood -45.55462 Hannan-Quinn criter. 1.947527

F-statistic 21.00628 Durbin-Watson stat 2.046513

Prob(F-statistic) 0.000000

135

Uji Stasioneritas Data Ln PMDN (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: LN_PMDN has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.963673 0.0010

Test critical values: 1% level -4.152511

5% level -3.502373

10% level -3.180699 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_PMDN)

Method: Least Squares

Date: 04/25/13 Time: 00:26

Sample (adjusted): 3 52

Included observations: 50 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PMDN(-1) -0.769323 0.154991 -4.963673 0.0000

D(LN_PMDN(-1)) 0.225305 0.138636 1.625154 0.1110

C 5.076986 1.046882 4.849625 0.0000

@TREND(1) 0.030158 0.007921 3.807371 0.0004 R-squared 0.363299 Mean dependent var 0.027600

Adjusted R-squared 0.321775 S.D. dependent var 0.707103

S.E. of regression 0.582330 Akaike info criterion 1.833060

Sum squared resid 15.59898 Schwarz criterion 1.986021

Log likelihood -41.82649 F-statistic 8.749154

Durbin-Watson stat 2.109314 Prob(F-statistic) 0.000106

136

Lampiran 3

Uji Derajat Integrasi First Difference Ln PDB (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: D(LN_PDB) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.693650 0.0023

Test critical values: 1% level -4.165756

5% level -3.508508

10% level -3.184230

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_PDB,2)

Method: Least Squares

Date: 03/04/13 Time: 21:44

Sample (adjusted): 6 52

Included observations: 47 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(LN_PDB(-1)) -2.725086 0.580590 -4.693650 0.0000

D(LN_PDB(-1),2) 1.046540 0.440623 2.375137 0.0223

D(LN_PDB(-2),2) 0.371306 0.297418 1.248432 0.2190

D(LN_PDB(-3),2) -0.267400 0.149489 -1.788765 0.0810

C 0.027713 0.006500 4.263192 0.0001

@TREND(1) 0.000311 0.000133 2.341395 0.0242

R-squared 0.946145 Mean dependent var -0.000638

Adjusted R-squared 0.939577 S.D. dependent var 0.041410

S.E. of regression 0.010179 Akaike info criterion -6.218225

Sum squared resid 0.004248 Schwarz criterion -5.982036

Log likelihood 152.1283 F-statistic 144.0602

Durbin-Watson stat 1.839261 Prob(F-statistic) 0.000000

137

Uji Derajat Integrasi First Difference Ln Ekspor Neto (data diolah dengan

EViews 5)

Null Hypothesis: D(LN_NETEKS) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -15.54215 0.0000

Test critical values: 1% level -4.152511

5% level -3.502373

10% level -3.180699

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(LN_NETEKS,2)

Method: Least Squares

Date: 03/04/13 Time: 21:44

Sample (adjusted): 3 52

Included observations: 50 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(LN_NETEKS(-1)) -1.828493 0.117647 -15.54215 0.0000

C 0.405945 0.418581 0.969811 0.3371

@TREND(1) -0.024662 0.013879 -1.776975 0.0820

R-squared 0.837975 Mean dependent var -0.149600

Adjusted R-squared 0.831080 S.D. dependent var 3.443686

S.E. of regression 1.415349 Akaike info criterion 3.590754

Sum squared resid 94.15104 Schwarz criterion 3.705476

Log likelihood -86.76886 F-statistic 121.5393

Durbin-Watson stat 1.850282 Prob(F-statistic) 0.000000

138

Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi (data diolah dengan EViews 5)

Null Hypothesis: D(INF) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.200760 0.0005

Test critical values: 1% level -4.165756

5% level -3.508508

10% level -3.184230

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(INF,2)

Method: Least Squares

Date: 03/04/13 Time: 21:41

Sample (adjusted): 6 52

Included observations: 47 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(INF(-1)) -1.197954 0.230342 -5.200760 0.0000

D(INF(-1),2) 0.334344 0.203214 1.645278 0.1076

D(INF(-2),2) 0.411741 0.173237 2.376752 0.0222

D(INF(-3),2) 0.501834 0.130900 3.833733 0.0004

C 0.375528 0.702651 0.534445 0.5959

@TREND(1) -0.015889 0.022665 -0.701007 0.4873

R-squared 0.582806 Mean dependent var 0.018723

Adjusted R-squared 0.531928 S.D. dependent var 3.032563

S.E. of regression 2.074751 Akaike info criterion 4.416303

Sum squared resid 176.4883 Schwarz criterion 4.652492

Log likelihood -97.78313 F-statistic 11.45510

Durbin-Watson stat 1.873358 Prob(F-statistic) 0.000001

139

Lampiran 4

Uji Penentuan Lag Length (data diolah dengan EViews 5)

VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF LN_NETEKS

Exogenous variables: C

Date: 06/06/13 Time: 18:44

Sample: 1 52

Included observations: 48

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 -292.0636 NA 0.163375 12.37765 12.57257 12.45131

1 -161.7066 228.1248 0.002040 7.987775 9.157275* 8.429731

2 -128.0633 51.86675 0.001473 7.627637 9.771722 8.437890

3 -96.90544 41.54381 0.001248 7.371060 10.48973 8.549609

4 -28.01999 77.49613* 0.000241* 5.542499* 9.635752 7.089345*

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)

FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion

SC: Schwarz information criterion

HQ: Hannan-Quinn information criterion

140

Lampiran 5

Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln Ekspor Neto (data diolah dengan

EViews 5)

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/03/13 Time: 01:29

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB 48 3.64764 0.0128

LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS 2.86387 0.0358

Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Inflasi (data diolah dengan EViews 5)

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 06/06/13 Time: 19:40

Sample: 1 52

Lags: 4

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

INF does not Granger Cause LN_PDB 48 0.18859 0.94294

LN_PDB does not Granger Cause INF 1.40744 0.24953

Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMA (data diolah dengan EViews

5)

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/25/13 Time: 00:28

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB 48 0.53403 0.71148

LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA 3.57972 0.01401

141

Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMDN (data diolah dengan

EViews 5)

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 04/25/13 Time: 00:28

Sample: 1 52

Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB 48 1.44859 0.23645

LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN 3.83322 0.01012

142

Lampiran 6

Estimasi VAR (data diolah dengan EViews 5)

Vector Autoregression Estimates

Date: 05/23/13 Time: 20:08

Sample (adjusted): 6 52

Included observations: 47 after adjustments

Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS DLN_PDB(-1) 0.028241 1.700264 7.828157 9.187296

(0.07328) (4.18100) (4.68985) (11.5212)

[ 0.38536] [ 0.40666] [ 1.66917] [ 0.79742]

DLN_PDB(-2) -0.101961 5.670324 1.659857 23.21586

(0.07933) (4.52608) (5.07693) (12.4721)

[-1.28522] [ 1.25281] [ 0.32694] [ 1.86142]

DLN_PDB(-3) 0.055970 -16.30640 -8.536192 -24.68860

(0.07760) (4.42710) (4.96591) (12.1994)

[ 0.72128] [-3.68331] [-1.71896] [-2.02376]

DLN_PDB(-4) 1.027982 10.36207 1.726978 -8.852277

(0.08764) (5.00003) (5.60856) (13.7781)

[ 11.7295] [ 2.07240] [ 0.30792] [-0.64249]

DLN_PMA(-1) 0.002112 0.105543 0.017643 -0.566140

(0.00306) (0.17454) (0.19579) (0.48097)

[ 0.69046] [ 0.60468] [ 0.09012] [-1.17707]

DLN_PMA(-2) -0.002961 0.456452 0.557166 0.091148

(0.00315) (0.17962) (0.20148) (0.49495)

[-0.94038] [ 2.54126] [ 2.76542] [ 0.18416]

DLN_PMA(-3) -0.007732 -0.102839 -0.206553 0.559585

(0.00366) (0.20883) (0.23424) (0.57545)

[-2.11225] [-0.49246] [-0.88179] [ 0.97243]

DLN_PMA(-4) -0.001688 -0.028458 -0.294798 -0.543818

(0.00304) (0.17326) (0.19435) (0.47744)

[-0.55573] [-0.16425] [-1.51687] [-1.13904]

DLN_PMDN(-1) 0.006355 0.359490 0.380093 -0.146893

(0.00285) (0.16271) (0.18251) (0.44836)

[ 2.22840] [ 2.20940] [ 2.08256] [-0.32762]

DLN_PMDN(-2) 0.003293 -0.572600 -0.262200 0.149920

(0.00276) (0.15766) (0.17685) (0.43445)

[ 1.19166] [-3.63190] [-1.48264] [ 0.34508]

DLN_PMDN(-3) 0.006000 0.176557 -0.356289 -0.182883

(0.00343) (0.19567) (0.21949) (0.53920)

[ 1.74927] [ 0.90230] [-1.62328] [-0.33917]

143

DLN_PMDN(-4) 0.003718 0.102490 0.216347 -0.222550

(0.00325) (0.18527) (0.20782) (0.51053)

[ 1.14485] [ 0.55320] [ 1.04105] [-0.43592]

DLN_NETEKS(-1) 0.000967 0.042702 0.029140 0.157275

(0.00111) (0.06361) (0.07135) (0.17527)

[ 0.86770] [ 0.67136] [ 0.40842] [ 0.89732]

DLN_NETEKS(-2) -0.007287 0.669411 0.407562 1.838820

(0.00551) (0.31428) (0.35252) (0.86602)

[-1.32278] [ 2.13001] [ 1.15612] [ 2.12329]

DLN_NETEKS(-3) 0.002360 -0.989734 -0.845566 -1.455831

(0.00698) (0.39845) (0.44695) (1.09798)

[ 0.33795] [-2.48395] [-1.89187] [-1.32592]

DLN_NETEKS(-4) 0.013271 0.469740 0.258486 -0.427242

(0.00537) (0.30645) (0.34374) (0.84445)

[ 2.47061] [ 1.53285] [ 0.75197] [-0.50594]

C -0.226794 -15.86709 -26.50782 29.82731

(0.20140) (11.4902) (12.8887) (31.6626)

[-1.12608] [-1.38092] [-2.05668] [ 0.94204] R-squared 0.998511 0.666328 0.700512 0.467755

Adj. R-squared 0.997717 0.488369 0.540785 0.183892

Sum sq. resids 0.002419 7.875103 9.908651 59.79885

S.E. equation 0.008981 0.512351 0.574707 1.411841

F-statistic 1257.475 3.744289 4.385683 1.647816

Log likelihood 165.3569 -24.70874 -30.10674 -72.34982

Akaike AIC -6.313061 1.774840 2.004542 3.802120

Schwarz SC -5.643859 2.444042 2.673744 4.471322

Mean dependent 13.07170 8.928723 7.627447 9.577872

S.D. dependent 0.187956 0.716291 0.848083 1.562830 Determinant resid covariance (dof adj.) 1.19E-05

Determinant resid covariance 1.97E-06

Log likelihood 41.93436

Akaike information criterion 1.109176

Schwarz criterion 3.785985

VAR Model - Substituted Coefficients:

===============================

DLN_PDB = 0.0282409140964*DLN_PDB(-1) - 0.101960982551*DLN_PDB(-

2) + 0.0559701948125*DLN_PDB(-3) + 1.0279817811*DLN_PDB(-4) +

0.00211240331288*DLN_PMA(-1) - 0.00296062262259*DLN_PMA(-2) -

0.00773160133468*DLN_PMA(-3) - 0.0016876873568*DLN_PMA(-4) +

0.00635536933952*DLN_PMDN(-1) + 0.00329310159163*DLN_PMDN(-2) +

144

0.00599960867219*DLN_PMDN(-3) + 0.00371778903249*DLN_PMDN(-4) +

0.00096737251545*DLN_NETEKS(-1) - 0.0072867336874*DLN_NETEKS(-2)

+ 0.00236030688578*DLN_NETEKS(-3) + 0.0132707437907*DLN_NETEKS(-

4) - 0.226793515884

DLN_PMA = 1.70026441105*DLN_PDB(-1) + 5.67032397697*DLN_PDB(-2) -

16.3064030341*DLN_PDB(-3) + 10.3620692265*DLN_PDB(-4) +

0.105543175281*DLN_PMA(-1) + 0.456451743532*DLN_PMA(-2) -

0.102838747128*DLN_PMA(-3) - 0.0284577483838*DLN_PMA(-4) +

0.359490366296*DLN_PMDN(-1) - 0.572599582759*DLN_PMDN(-2) +

0.176556699621*DLN_PMDN(-3) + 0.102490258932*DLN_PMDN(-4) +

0.0427021698959*DLN_NETEKS(-1) + 0.669411433664*DLN_NETEKS(-2) -

0.989734281866*DLN_NETEKS(-3) + 0.469739612911*DLN_NETEKS(-4) -

15.8670856076

DLN_PMDN = 7.82815655554*DLN_PDB(-1) + 1.65985671602*DLN_PDB(-

2) - 8.53619238055*DLN_PDB(-3) + 1.726978271*DLN_PDB(-4) +

0.0176433955048*DLN_PMA(-1) + 0.557166468121*DLN_PMA(-2) -

0.206553182634*DLN_PMA(-3) - 0.294797835043*DLN_PMA(-4) +

0.380092917312*DLN_PMDN(-1) - 0.262200496197*DLN_PMDN(-2) -

0.356289001416*DLN_PMDN(-3) + 0.216346947444*DLN_PMDN(-4) +

0.0291395772726*DLN_NETEKS(-1) + 0.407561944933*DLN_NETEKS(-2) -

0.845566103938*DLN_NETEKS(-3) + 0.258486352669*DLN_NETEKS(-4) -

26.5078249017

DLN_NETEKS = 9.18729620783*DLN_PDB(-1) +

23.2158595382*DLN_PDB(-2) - 24.6885964545*DLN_PDB(-3) -

8.85227694653*DLN_PDB(-4) - 0.566139991004*DLN_PMA(-1) +

0.0911480805724*DLN_PMA(-2) + 0.559584936451*DLN_PMA(-3) -

0.543817733895*DLN_PMA(-4) - 0.146893067305*DLN_PMDN(-1) +

0.149920215912*DLN_PMDN(-2) - 0.182882640399*DLN_PMDN(-3) -

0.222549865865*DLN_PMDN(-4) + 0.157274589019*DLN_NETEKS(-1) +

1.83881963176*DLN_NETEKS(-2) - 1.45583061218*DLN_NETEKS(-3) -

0.4272419798*DLN_NETEKS(-4) + 29.8273115054

145

Lampiran 7

Impulse Response Function (data diolah dengan EViews 5)

-.15

-.10

-.05

.00

.05

.10

.15

.20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PDB

-.15

-.10

-.05

.00

.05

.10

.15

.20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PMA

-.15

-.10

-.05

.00

.05

.10

.15

.20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_PMDN

-.15

-.10

-.05

.00

.05

.10

.15

.20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMA to DLN_PDB

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMA to DLN_PMA

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMA to DLN_PMDN

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMA to DLN_NETEKS

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMDN to DLN_PDB

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMDN to DLN_PMA

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMDN to DLN_PMDN

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_PMDN to DLN_NETEKS

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_NETEKS to DLN_PDB

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_NETEKS to DLN_PMA

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_NETEKS to DLN_PMDN

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of DLN_NETEKS to DLN_NETEKS

Response to Cholesky One S.D. Innovations

146

Lampiran 8

Variance Decomposition (data diolah dengan EViews 5)

Variance Decomposition of DLN_PDB:

Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.008981 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000

2 0.009894 82.40337 3.160770 12.60918 1.826683

3 0.014615 38.51606 4.231042 14.65974 42.59316

4 0.017803 26.77478 4.212814 11.75396 57.25844

5 0.021309 30.77934 5.482829 9.052487 54.68534

6 0.040896 11.22431 3.764610 2.467009 82.54407

7 0.057181 6.371705 6.027518 2.153519 85.44726

8 0.094972 4.336091 4.107009 0.790519 90.76638

9 0.141942 2.231317 5.306756 0.682339 91.77959

10 0.234062 2.694222 4.520500 0.374810 92.41047 Variance Decomposition of DLN_PMA:

Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.512351 8.804862 91.19514 0.000000 0.000000

2 0.560467 7.374193 78.79519 12.72132 1.109294

3 1.203909 3.022288 24.88234 8.581927 63.51344

4 1.472592 3.178900 18.75332 5.892572 72.17521

5 2.321362 3.192411 9.953976 2.854247 83.99937

6 3.556228 2.689574 7.510828 1.861067 87.93853

7 5.483212 2.839523 5.791984 1.028611 90.33988

8 8.970503 2.814071 4.855061 0.623627 91.70724

9 13.89351 2.676581 4.725253 0.478880 92.11929

10 22.54560 2.628236 4.582712 0.381571 92.40748 Variance Decomposition of DLN_PMDN:

Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 0.574707 0.428132 2.031378 97.54049 0.000000

2 0.618660 1.254650 2.304395 96.01701 0.423944

3 0.936905 0.686882 16.00349 42.58219 40.72744

4 1.269809 0.877403 12.19927 23.88637 63.03696

5 1.804041 1.220229 7.726815 13.13098 77.92198

6 3.515452 1.621937 7.252505 4.029415 87.09614

7 5.190253 2.052205 6.178886 1.921867 89.84704

8 8.702570 2.312818 4.962537 1.056677 91.66797

9 13.99477 2.311031 5.024938 0.641160 92.02287

10 22.27705 2.429048 4.761570 0.444750 92.36463

147

Variance Decomposition of DLN_NETEKS:

Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 1.411841 1.407481 2.251726 0.472357 95.86844

2 1.468284 3.165003 5.114972 0.888031 90.83199

3 3.018044 3.748449 2.670158 0.746462 92.83493

4 3.630569 2.853811 5.277877 0.733009 91.13530

5 5.573254 2.680790 4.121623 0.540689 92.65690

6 9.357293 2.366597 4.791361 0.352971 92.48907

7 13.44895 2.403722 4.800783 0.405836 92.38966

8 23.48966 2.558737 4.492281 0.341803 92.60718

9 35.51477 2.399241 4.772476 0.328124 92.50016

10 58.23463 2.515279 4.517514 0.335110 92.63210 Cholesky Ordering: DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS

148

Lampiran 9

Nilai dari t-table