ANALISIS PENGARUH APLIKASI POST WELD HEAT TREATMENT (PWHT) PADA PENGELASAN CAST STEEL (SC 42) DENGAN...
-
Upload
wahyu-lailil-fais -
Category
Documents
-
view
55 -
download
1
description
Transcript of ANALISIS PENGARUH APLIKASI POST WELD HEAT TREATMENT (PWHT) PADA PENGELASAN CAST STEEL (SC 42) DENGAN...
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
1
Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh
aplikasi Post Weld Heat Treatment (PWHT) terhadap sifat
mekanik dan sifat metalurgi material pada pengelasan cast steel
dengan carbon steel. Material yang dipakai pada tugas ini adalah
cast steel (SC 42 W) dan carbon steel dengan ukuran masing-
masing 16 mm. Material tersebut nantinya disambung dengan
menggunakan pengelasan SMAW. Setelah itu dilakukan aplikasi
PWHT sesuai dengan prosedur ASME VIII pada tabel UHT-56.
Pengujian yang dilakukan terdiri empat macam, yaitu analisa
kekuatan tarik (Tensile strength), kekuatan impact (impact test),
kekerasan (hardness), dan analisa struktur mikro. Dari hasil
pengujian tersebut dilakukan analisa dengan membandingkan
material yang dilas dan disertai proses PWHT dengan material
yang dilas tanpa menggunakan perlakuan PWHT. Berdasarkan
hasil pengujian, material yang dikenai proses PWHT mengalami
penurunan σyield sebesar 18.58% dan σultimate sebesar 12.10%.
Namun di sisi lain keuletannya meningkat, terlihat dari kenaikan
elongation sebesar 0.51% dan reduction of area sebesar 35.33% .
Sedangkan dari hasil tes impact Material yang dilas dan dikenai
perlakuan PWHT, pada suhu 20 O C memiliki kuat impact 3.90%
lebih besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai
perlakuan PWHT, pada suhu 0 O C 31.34% lebih besar, pada suhu
-20 O C memiliki kuat impact 6.90% lebih besar dibandingkan
material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Dari
pengujian struktur mikro, dengan perbesaran 100X, material yang
dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit
17,35% lebih banyak dan prosentase perlit 17,35% lebih kecil
serta grain size 3,26% lebih kecil dibandingkan dengan material
yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Dengan Perbesaran
400X, material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT memiliki
prosentase ferit 6,84% lebih banyak dan prosentase perlit 6,84 %
lebih kecil serta grain size 2,20% lebih kecil dibandingkan dengan
material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT. Sesuai
dengan pengujian hardness, material yang dilas dan dikenai
perlakuan PWHT, pada daerah weld metal, HAZ, dan base metal
memiliki rata-rata hardness value 7.89% lebih rendah material
yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT.
Kata Kunci : Carbon Steel, Cast Steel, Pengelasan, PWHT,
SMAW.
1. PENDAHULUAN
eknologi pengelasan kini telah mengalami kemajuan yang
pesat seiring dengan kebutuhan akan kualitas las yang
baik. Dalam setiap pengelasan akan didapat pemanasan yang
tidak merata antara logam las, logam dasar, dan daerah HAZ.
Dengan perbedaan pemanasan akan menyebabkan struktur
yang menyusun suatu material akan berubah. Untuk itu perlu
dilakukan perlakuan panas kembali untuk mengatur kembali
struktur dari material. Perlakuan panas yang akan dilakukan
pada material baja bertujuan utama untuk membentuk struktur
mikro dari baja tersebut. Dengan terbentuknya struktur yang
baru maka akan didapat sifat kekuatan dan kekerasan bahan.
Proses pemanasan dilakukan pada logam las yang sudah
memiliki sifat tertentu yakni meningkatkan kekerasan namun
mengurangi keuletan bahan. Karena pada daerah pengaruh
panas memiliki pengaruh besar akan terbentuknya material
getas.
Salah satu perlakuan yang dilakukan pada proses pengelasan
adalah Post weld heat treatment (PWHT). Post weld heat
treatment biasanya digunakan untuk stress relief (pelepasan
tegangan sisa). Tujuan dari stress relieving adalah untuk
mengurangi semua tegangan sisa atau tegangan internal yang
mungkin terbentuk saat proses pengelasan. Stress relief setelah
pengelasan mungkin saja diperluan untuk mengurangi resiko
patah getas (brittle fracture), untuk menghindari distorsi saat
machining, atau untuk mengurangi resiko terjadinya stress
corrosion cracking.
Pada bangunan kapal, banyak daerah sambungan las yang
rentan terjadi residual stress. Salah satunya adalah pada poros
(shaft) propeller kapal. Pada daerah ini terdapat sambungan las
antara cast steel (SC 42) dengan carbon steel (LR Grade E).
SC 42 adalah salah satu jenis material cast steel cast steel yang
biasa dipakai di kapal. Aplikasi SC 42 biasanya sebagai
flanges pada sambungan poros (shaft) propeller. SC 42
memiliki kuat tarik (tensile strength) sebesar 1158 MPa dan
kekerasan (hardness) 335 HB. Sedangkan material LR Grade
E adalah jenis baja dari tensile strength steel pada umumnya.
Baja LR Grade E memiliki kekuatan luluh 34.100 psi (235
MPa), dan kekuatan tarik antara 58.000 - 75.500 psi (400-520
MPa). Baja LR Grade E adalah salah satu baja yang memiliki
kelas tertinggi dalam suatu pembangunan kapal.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
pengelasan di daerah poros kapal dibutuhkan hasil las yang
bagus dan tidak menimbulkan tegangan sisa. Maka dari itu
pada tugas akhir ini akan menganalisa pengaruh aplikasi
PWHT jika diterapkan pada pengelasan cast steel SC 42
dengan carbon steel LR Grade E terhadap sifat mekanis dan
sifat metalurgi material.
2. MICROSTRUCTURE MATERIAL LAS
Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah
logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone
ANALISIS PENGARUH APLIKASI POST WELD HEAT TREATMENT
(PWHT) PADA PENGELASAN CAST STEEL (SC 42) DENGAN CARBON
STEEL (GRADE E) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN METALURGI
Wahyu Ade Saputra, Dosen Pembimbing : Ir.Achmad Zubaydi M.Eng.,Ph.D dan Ir.Soeweify, M.Eng
Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
T
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
2
disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi
panas.
A. Daerah logam las.
Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada
waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku.
Komposisi logam las terdiri dari komponen logam induk dan
bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses
pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka
kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang
menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen,
ketidakhomogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit
kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam
las.Pada daerah ini struktur mikro yang terjadi adalah struktur
cor.Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya
struktur berbutir panjang (columnar grains).Struktur ini
berawal dari logam indukdan tumbuh ke arah tengah daerah
logam las (Sonawan, 2004).
Gambar 1. Daerah Logam Lasan dan logam induk
B. Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ).
Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ)
adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang
selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan
dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis
dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan
garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.
Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik 1 dan 2
menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa
austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang
artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian
bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukkan
temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa
ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian
yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit
berubah menjadi ferit dan austenit.
Gambar 2. Heat Affected Zone
C. Logam induk
Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan
suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian
utama tersebut masih ada satu daerah pengaruh panas, yang
disebut batas las (Wiryosumarto, 2000).
3. PERLAKUAN PANAS PASCA PENGELASAN
(POST WELD HEAT TREATMENT)
Dalam setiap pengelasan akan didapat pemanasan yang
tidak merata antara logam las, logam dasar, dan daerah HAZ.
Dengan perbedaan pemanasan akan menyebabkan struktur
yang menyusun suatu material akan berubah. Untuk itu perlu
dilakukan perlakuan panas kembali untuk mengatur kembali
struktur dari material. Perlakuan panas yang akan dilakukan
pada material baja bertujuan utama untuk membentuk struktur
mikro dari baja tersebut. Dengan terbentuknya struktur yang
baru maka akan didapat sifat kekuatan dan kekerasan bahan.
Proses pemanasan dilakukan pada logam las yang sudah
memiliki sifat tertentu yakni meningkatkan kekerasan namun
mengurangi keuletan bahan. Karena pada daerah pengaruh
panas memiliki pengaruh besar akan terbentuknya material
getas atau kandungan ferrit terjadi di daerah HAZ. Dengan
melakukan perlakuan panas akan didapatkan sifat-sifat
material yang menguntungkan bagi desainer.
Proses pemanasan yang dilakukan adalah dengan memasukkan
material ke dalam oven dengan pengaturan suhu A3o-35
o C.
Setelah pemanasan dilakukan pendinginan yang cepat agar
struktur yang terbentuk stabil sehingga kekuatan masih bisa
dipertahankan atau ditingkatkan. Perlakuan Panas atau heat
treatment dilakukan sebagai kombinasi pemanasan dan
pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Pada pemanasan dan
pendinginan akan terjadi perubahan struktur mikro, dapat
berupa perubahan fase dan bentuk atau ukuran yang
menyebabkan terjadinya perubahan sifat logam paduan.
Struktur mikro selain ditentukan oleh komposisi kimia dari
logam juga ditentukan oleh struktur atau kondisi awal benda
kerja. Paduan dengan komposisi yang sama, mungkin akan
menghasilkan struktur mikro yang berbeda yang berupa sifat
mekanik apabila struktur kondisi awalnya berbeda.(Douthet,
Joseph, “Heat Treating of Stainless Steel”, Armco Research
and Technology, 19….)
4. PROSEDUR PENGUJIAN
Sesuai dengan studi literatur yang diperoleh, bahwa dalam
peraturan Lloyd’s Register ada dua cara pengambilan posisi
specimens uji. Dalam Tugas Akhir ini, peraturan yang
seharusnya diterapkan adalah Butt weld test assemblies.
Namun karena keterbatasan jumlah material uji, maka
berdasarkan hasil diskusi dengan dosen pembimbing, kami
memutuskan menggunakan peraturan dari pada deposited
metal test assemblies. Sedangkan untuk mengetahui posisi
patahan jika dilakukan transversal tensile test, akan kami
analisis dari hasil konversi hardness value ke tensile strength,
dimana pengujian hardness dilakukan pada daerah weld metal,
HAZ, dan base metal.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
3
Gambar 3. Posisi Pengambilan Specimens
METODE PENELITIAN
Urutan pelaksanaan pemodelan yang akan dilakukan adalah
mengikuti diagram alir sebagai berikut,
Gambar 4. Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
5. URAIAN PENELITIAN
Pada bab ini disajikan analisa terhadap data yang telah
diperoleh dari pengujian-pengujian yang telah dilakukan.
A. Analisa Hasil Uji Tarik
Dari pengujian tarik yang telah dilakukan maka diperoleh data
sebagai berikut :
Tabel 1.
Data Hasil Pengujian Uji Tarik
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa jika suatu material las
dikenai perlakuan panas setelah pengelasan akan mengurangi
Fyield, Fultimate, σyield, dan σultimate material tersebut.
Namun disisi lain perlakuan panas pasca pengelasan dapat
meningkatkan keuletan material las. Peningkatan material las
dapat dilihat dari pertambahan panjang dan reduction of area
yang ditunjukkan pada pengujian. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan struktur material las. Jika suatu material dikenai
perlakuan panas pasca pengelasan sesuai dengan kemampuan
material menyerap panas, kemudian diturunkan secara
perlahan maka akan menghilangkan residual stress yang
ditimbulkan oleh proses pengelasan dan akan terbentuk ukuran
butir dan memperbaiki struktur material tersebut. Sehingga
dengan berkurangnya residual stress dan ukuran butir pada
struktur material menyebabkan sifat keuletan material tersebut
meningkat.
B. Analisa Hasil Uji Impact
Pada pengujian impact ini didapatkan data-data berupa kuat
impact, dimana kuat impact ini dapat digunakan sebagai
pembanding sifat ketangguhan (toughness) material yang satu
dengan yang lain. Dari pengujian impact didapatkan data-data
sebagai berikut :
Tabel 2
Data hasil pengujian impact
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan panas pasca
pengelasan mempengaruhi besarnya kuat impact. Material
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
4
yang dikenai perlakuan panas cenderung memiliki harga kuat
impact lebih besar dari pada material tanpa perlakuan. Pada
suhu 20 O
C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah
sebesar 0.74 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las
dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.77 Joule/mm2. Pada
suhu 0 O
C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah
sebesar 0.46 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las
dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.67 Joule/mm2. Pada
suhu -20 O
C, kuat impact material las tanpa perlakuan adalah
sebesar 0.27 Joule/mm2, sedangkan kuat impact material las
dengan perlakuan panas adalah sebesar 0.29 Joule/mm2.
Kenaikan harga impact ini menunjukkan bahwa material yang
dikenai perlakuan panas pasca pengelasan kemudian
didinginkan secara perlahan akan menyebabkan material
tersebut menjadi ulet (ductile).
C. Aalisa Hasil Uji Foto Mikro
Analisa foto mikro didasarkan pada fenomena perbedaan-
perbedaan yang Nampak pada masing-masing material
uji/specimens seperti kandungan ferrit/perlit dan ukuran butir
dari struktur mikro yang terbentuk, dimana kedua komponen
ini berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanik yang ditimbulkan
oleh material.
Dari hasil foto mikro diketahui bahwa material yang tidak
dikenai pemanasan dan juga material yang dikenai perlakuan
panas pasca pengelasan, struktur mikro yang terbentuk terdiri
dari matrik ferrit dan perlit yang terdistribusi secara acak
dengan besar atau ukuran butir (grain size) yang berbeda.
Terlihat juga dari hasil foto mikro ini bahwa bagian yang
berwarna gelap menunjukkan matrik pearlit sedangkan bagian
yang berwarna terang menunjukkan matrik struktur ferrit.
Untuk menentukan besarnya ukuran butir (grain size) dan
prosentase matrik ferit dengan perlit dilakukan dengan cara
memasukkan gambar ke dalam suatu software yaitu grain size
software. Berikut ini adalah proses analisa metalografi
menggunakan software tersebut.
[1] Foto mikro yang akan dianalisa dengan menggunakan
software grain size harus dalam format bitmap (bmp).
[2] Memilih magnification yang sesuai dengan perbesaran
pada foto mikro. Dalam analisa ini, perbesaran foto
mikro yang digunakan adalah perbesaran 400X.
[3] Mengatur sensitivitas kontras warna foto mikro dengan
mengatur slider pada tab “image processing”.
Selanjutnya, klik tab “edge detection” untuk
mengubah ratio kontras dari foto.
[4] Foto mikro yang dianalisa akan berubah tampilan
menjadi biru putih.
[5] Pada tab “metod”, pilih metode pengukuran yang
digunakan. Dalam penelitian Tugas Akhir ini metode
yang dipakai adalah circular. Selanjutnya, klik tab
“process” untuk menganalisa ukuran butir
[6] Setelah foto mikro dianalisa maka didapatkan hasil
berupa prosentase dari ferit (white) dan perlit (black)
serta ukuran butir (grain size).
[7] Langkah [1] sampai [6] di atas selanjutnya digunakan
untuk menganalisa specimens foto mikro yang
lainnya.
Gambar 5. Langkah awal pengambilan prosentase ferit-perlit
Langkah awal yang dilakukan adalah mengatur detection
sensitivity sebesar 75%, selanjutnya memilih intercept yang
akan digunakan. Pada pengujian ini intercept yang digunakan
adalah berupa circular. Untuk magnificationnya piilih angka
400. Magnification ini adalah perbesaran dari proses
pengambilan foto. Pemilihan magnification sebesar 400 ini
didasarkan pada besarnya perbesaran saat dilakukan foto
mikro.
Gambar 6. Identifikasi struktur ferit dan perlit
Selanjutnya running program dengan meng-klik perintah Edge
Detection, secara otomatis harga atau prosentase ferit- perlit
akan keluar dengan sendirinya. Selain prosentase ferit-perlit
dapat kita cari juga grain size dari struktur mikro yang diamati,
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
5
setelah proses di atas selesai kita klik process pada intercept
method maka akan muncul perintah pada gambar di bawah
Gambar 7. Proses penentuan grain size struktur mikro
Setelah meng-klik pada bagian yang ditentukan maka ASTM
grain size dari struktur mikro tersebut akan keluar dengan
sendirinya.
Gambar 8. Penentuan letak titik pengambilan grain size dan
hasilnya
Tabel 3
Grafik Hasil analisis foto mikro
Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa prosentase ferit
pada material yang dilas dan diikuti dengan PWHT cenderung
lebih besar dibandingkan dengan prosentase ferit pada material
yang dilas tanpa perlakuan PWHT. Hal ini menunjukkan
bahwa material yang dilas diikuti dengan PWHT memiliki
sifat lebih ulet (ductile) dibandingkan dengan material yang
dilas tanpa perlakuan PWHT. Selain itu, untuk material uji
yang tidak mengalami pemanasan (PWHT) memiliki besar
butir lebih kecil dibandingkan material uji yang mengalami
pemanasan pasca pengelasan.
D. Analisa Hasil Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan ini digunakan untuk mencari tingkat
kekerasan dari material sehingga dari harga-harga kekerasan
tersebut kita dapat mengetahui apakah material ductile atau
brittle. Makin tinggi nilai kekerasan yang dimiliki oleh suatu
material maka material tersebut makin brittle.
Dalam tugas akhir ini hasil dari pengujian kekerasan
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut
Tabel 4
Data Hasil pengujian hardness
Dari Tabel 4 didapatkan rata-rata hardness value antara kedua
material. Material yang dilas tanpa perlakuan PWHT memiliki
rata-rata hardness value sebesar 154.7083 HV. Sedangkan
material yang dilas dan disertai dengan PWHT memiliki rata-
rata hardness value sebesar 142.5083 HV. Hasil ini
menunjukkan bahwa material yang dilas tanpa perlakuan
PWHT memiliki tingkat kekerasan 7.8% lebih besar dari pada
material yang dilas disertai proses PWHT, sehingga lebih
getas.
6. KESIMPULAN/RINGKASAN
1. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT
mengalami penurunan σyield sebesar 18.58% dan
σultimate sebesar 12.10%. Namun di sisi lain
keuletannya meningkat, terlihat dari kenaikan
elongation sebesar 0.51% dan reduction of area
sebesar 35.33%
2. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT,
pada suhu 20 O
C memiliki kuat impact 3.90% lebih
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
6
besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai
perlakuan PWHT
3. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT,
pada suhu 0 O
C memiliki kuat impact 31.34% lebih
besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai
perlakuan PWHT
4. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT,
pada suhu -20 O
C memiliki kuat impact 6.90% lebih
besar dibandingkan material yang dilas tanpa dikenai
perlakuan PWHT
5. Dengan Perbesaran 100X, material yang dilas dan
dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit
17,35% lebih banyak dan prosentase perlit 17,35%
lebih kecil serta grain size 3,26% lebih kecil
dibandingkan dengan material yang dilas tanpa
dikenai perlakuan PWHT
6. Dengan Perbesaran 400X, material yang dilas dan
dikenai perlakuan PWHT memiliki prosentase ferit
6,84% lebih banyak dan prosentase perlit 6,84 %
lebih kecil serta grain size 2,20% lebih kecil
dibandingkan dengan material yang dilas tanpa
dikenai perlakuan PWHT
7. Material yang dilas dan dikenai perlakuan PWHT,
pada daerah weld metal, HAZ, dan base metal
memiliki rata-rata hardness value 7.89% lebih rendah
material yang dilas tanpa dikenai perlakuan PWHT
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih Penulis tujukan yang pertama kepada
Emak dan Bapak yang telah memberikan segala doa dan biaya
demi terselesaikannya penelitian ini. Kedua kepada Bapak Ir.
Achmad Zubaydi, M.Eng.,Ph.D dan Ir Soeweify, M.Eng
selaku dosen pembimbing kami serta segenap teman-teman
dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASME SECTION, VIII. Qualification Standard for Welding and
Brazing Operators. New York: ASME, 1995.
[2] ASTM. Annual Book of ASTM Standar Volume 03.01. Philadelphia:
ASTM Publishing, 1986.
[3] B, Zakarov. Heat Treatment of Metal. Moscow: Peace Publishers
Moscow.
[4] Douthett, Joseph. Heat Treating of Stainless Steel. Armco Research and
Technology, 19...
[5] Gianto. Pengaruh Perlakuan Panas Pasca Pengelasan Terhadap
Ketahanan Korosi Material SS 304 Dengan Metode Pengujian Salt
Spray. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS, 2006.
[6] Hadi, Sofyan. Analisa Pengaruh Pemanasan Terhadap Struktur
Material Weld Metal. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS,
2003.
[7] Hanafi, Ahmad. Analisa Laju Perambatan Retak Di Daerah Pengaruh
Panas (HAZ) Pada Baja Tahan Karat Tipe A.I.S.I 304 Dengan
Perlakuan dan Tanpa Perlakuan. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan
FTK ITS, 2005.
[8] Okumura, Wiryosumarto dan Toshie. Teknologi Pengelasan Logam.
Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.
[9] Rosana, Eriska. Analisa Perbandingan Laju Korosi Pelat SS-41 Antara
Metode Pengelasan Manual (SMAW) dengan Otomatis (SAW) di
Daerah Weld Metal. Surabaya: Teknik Perkapalan FTK,ITS, 2001.
[10] Smith, William F. Fondation of Materials Science and Engineering.
New York: Mc Graw Hill International, 1983.
[11] Suherman, Wahid. Ilmu Logam. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI
ITS, 1987.
[12] —. Pengetahuan Bahan. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,
1987.
[13] —. Perlakuan Panas. Surabaya: Jurusan Teknik Mesin FTI ITS, 2001.
[14] Sukrawan, Yusep. "Blog Mahasiswa Universitas Brawijaya."
http://blog.ub.ac.id/jonathanpurba/. Maret 3, 2010.
http://blog.ub.ac.id/jonathanpurba/ (accessed Januari 6, 2013).
[15] Tata Surdia dan Shinroku Saito. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 1992.
[16] Thelning, Karl-Erik. Steel and its Heat Treatment. Londong and
Boston: Butterworths, 1975.
[17] Welder, Windi. September 21, 2010.
http://www.blogger.com/profile/15383163539912002907 (accessed
Januari 7, 2013).