“Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalameprints.perbanas.ac.id/86/4/BAB II.pdf ·...

43
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi oleh penulis dalam penelitian ini : 1. Faradila A. Salim (2015) Meneliti tentang “Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Manado”. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jenis data penelitian ini menggunakan data kualitatif berupa data sekunder mengenai sejarah perusahaan, sistem informasi akuntansi dan pengendalian intern pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado sudah dijalankan dengan baik. Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang membahas tentang peran pengendalian internal dalam sektor perbankan. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif. Perbedaan: Penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada seluruh bagian kredit, sedangkan penelitian sekarang memfokuskan penelitian pada kredit

Transcript of “Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalameprints.perbanas.ac.id/86/4/BAB II.pdf ·...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi

oleh penulis dalam penelitian ini :

1. Faradila A. Salim (2015)

Meneliti tentang “Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalam

mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin

Manado”. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jenis data

penelitian ini menggunakan data kualitatif berupa data sekunder mengenai sejarah

perusahaan, sistem informasi akuntansi dan pengendalian intern pemberian kredit

pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado. Metode pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian

menunjukkan penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung

pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado

sudah dijalankan dengan baik.

Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang membahas tentang

peran pengendalian internal dalam sektor perbankan. Metode penelitian

menggunakan metode deskriptif.

Perbedaan: Penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada seluruh bagian

kredit, sedangkan penelitian sekarang memfokuskan penelitian pada kredit

9

konsumsi. Penelitian terdahulu dilakukan pada PT. Bank Bukopin Cabang

Manado, sedangkan Penelitian yang sekarang dilakukan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.

2. Maznifar Amriassyifa (2013)

Meneliti tentang “Pengaruh faktor prosedur audit internal terhadap efektivitas

pemberian kredit pada Bank Perkreditan Rakyat (studi empiris Bank Perkreditan

Rakyat di kabupaten Jember)”.Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan

teknik purposive sampling dalam menentukan sampel. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa komponen dari prosedur internal audit yang terdiri dari

perencanaan audit, pengujian dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil

audit, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh positif terhadap variable

efektivitas pemberian kredit. Penelitian ini hanya menggunakan kuisioner dan

darta sekunder yang berkaitan dengan sejarah objek penelitian sebagai alat

pengumpulan data.

Persamaan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit internal

terhadap efektifitas kredit.

Perbedaan: Obyek penelitian terdahulu pada Bank Perkreditan Rakyat di

Kabupaten Jember, sedangkan obyek penelitian sekarang pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya. Penelitian terdahulu

menggunakan fokus penelitian pada bagian pemberian kredit, sedangkan

penelitian yang sekarang fokus pada bagian kredit konsumsi.

10

3. Ni Made Diah Dianawati dan Wayan Ramantha (2013)

Meneliti tentang “Pengaruh independensi, keahlian professional, dan pengalaman

kerja auditor internal terhadap efektivitas struktur pengendalian internal Bank

Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar” Pengumpulan data dilakukan melalui

dokumentasi dan kuisioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi

linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, keahlian

professional, dan pengalaman kerja auditor internal (badan pengawas)

berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal pada Bank

Perkreditan Rakyat di kabupaten Gianyar.

Persamaan: Penelitian ini membahas topik peran auditor internal dan

pengendalian internal dalam sektor perbankan.

Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan variabel independensi, keahlian

professional, dan pengalaman kerja auditor internal untuk mengetahui pengaruh

terhadap efektifitas struktur pengendalian internal, sedangkan penelitian sekarang

berfokus pada pemeriksaan internal untuk menunjang efektifitas pengendalian

internal pada prosedur kredit konsumsi. Objek yang digunakan pada penelitian

sebelumnya adalah PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar,

sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan objek penelitian di PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.

4. Ni Wayan Wedayani dan I Ketut Jati (2012)

Meneliti tentang “Efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor

dalam pengawasan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kecamatan Rending,

Selat, Sidemen, dan Manggis Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali”. Penelitian

11

dilakukan dengan menggunakan data primer berupa penyebaran kuisioner kepada

ketua LPD, kasir, dan tata usaha yang terkait langsung dengan pemberian kredit.

Dari 51 LPD aktif yang ada di Kecamatan Rendang, Selat, Sidemen, dan

Manggis, sebanyak 44 LPD atau 86,27% tingkat efektivitas fungsi badan

pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan terhadap pemberian kredit

telah dilaksanakan secara efektif dan sisanya sebanyak 7 LPD atau 13,73% tingkat

efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan

terhadap pemberian kredit dilaksanakan kurang efektif.

Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama

menggunakan variabel peran internal auditor.

Perbedaan: Penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungsi

badan pengawas sebagai auditor internal terhadap pemberian kredit, sedangkan

penelitian sekarang bertujuan untuk mengetahui peran auditor internal dalam

efektivitas pengendalian internal kredit konsumsi. Sampel yang digunakan dalam

penelitian terdahulu adalah Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD), sedangkan

sampel yang digunakan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.

5. Bambang Pamungkas (2012)

Meneliti tentang “Peranan internal audit dalam meningkatkan pengendalian intern

piutang studi kasus pada PT. Vaksindo Satwa Nusantara”. Penelitian ini berfokus

pada peran audit internal dalam pengendalian intern piutang. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa peranan internal audit PT. Vaksindo Satwa Nusantara telah

berjalan cukup baik dalam pengendalian intern piutang, Dengan demikian peran

12

internal audit dalam perusahaan untuk menilai efektivitas pengendalian internal

piutang telah berjalan dengan baik.

Persamaan: Penelitian ini menggunakan topik peran auditor internal dan

pengendalian internal.

Perbedaan: Penelitian terdahulu peneliti mencoba untuk mengetahui peran

auditor internal dalam pengendalian internal pada bagian piutang perusahaan,

sedangkan peneliti saat ini mencoba untuk meneliti peran audit internal dalam

efektifitas pengendalian internal kredit konsumsi bank. Objek penelitian yang

digunakan dalam penelitian terdahulu adalah perusahaan produsen vaksin dan

obat hewan yang diperuntukkan bagi hewan peliharaan yaitu PT. Vaksindo Satwa

Nusantara, sedangkan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat

Indonesia di Surabaya (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.

2.2 Landasan Teori

Berikut ini beberapa teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian

ini, yaitu :

2.2.1 Pemeriksaan Internal

Menurut Board of Directors Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 1999

mendefinisikan audit internal adalah sebagai berikut : internal auditing is an

independent, objective assurance and consulting activity designed to add value

and improve an organization’s operations. Its help an organization accomplish its

objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve

the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Maksud

dari definisi tersebut adalah sebagai berikut : pemeriksaan intern adalah aktivitas

13

pengujian yang memberikan keandalan atau jaminan yang independen, objektif,

dan aktifitas konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan

melakukan perbaikan terhadap operasi organisasi. Aktivitas tersebut membantu

organisasi dalam mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis, disiplin

untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan keefektifan manajemen risiko,

pengendalian dan proses yang jujur, bersih, dan baik. (Akmal, 2009: 12)

Sukrisno Agoes (2013 : 204) menyatakan bahwa pemeriksaan internal

adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan,

terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan

terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan

terhadap peraturan pemerintahan dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang

berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan bidang perpajakan, pasar

modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-lain.

Ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.

2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Internal

Menurut Sukrisno Agoes (2013:205) tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh

internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen)

dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilian,

saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai

tujuan tersebut , internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut :

a) Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan

dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern, dan

14

pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian

yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

b) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-

prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.

c) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggung jawabkan

dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian,

kecurangan, dan penyalahgunaan.

d) Memastikan bahwa pengelola data yang dikembangkan dalam

organisasi dapat dipercaya.

e) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang

diberikan oleh manjemen.

f) Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi

agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu,

pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-

saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang

efektif dengan biaya yang wajar (Hiro Tugiman, 1997: 11).

2.2.3 Wewenang dan Tanggung Jawab Auditor Internal

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyatakan secara terperinci mengenai

tanggung jawab auditor internal dalam Standar Profesional Akuntan Publik

(SPAP) (2001 : 322) auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa

analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan, rekomendasi dan informasi kepada

15

manajemen entitas dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan

tanggung jawab tersebut. Auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang

berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.

Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000 : 21) tanggung jawab auditor

internal adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan

aktivitas-aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan

untuk pemeriksaan semua unit perusahaan, menyajikan program yang telah dibuat

untuk persetujuan. Secara garis besar dan tanggung jawab seorang auditor internal

di dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atas

kelemahan-kelemahan yang ditemukannya.

2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan

untuk mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan.

2.2.4 Kedudukan dan Peran Auditor Internal

Menurut Sukrisno Agoes (2013: 222) ada empat alternatif kedudukan auditor

dalam struktur organisasi yaitu:

1. Bagian internal audit berada dibawah direktur keuangan (sejajar dengan

bagian akuntansi keuangan).

2. Bagian internal audit merupakan staf direktur utama.

3. Bagian internal audit merupakan staf dari dewan komisaris.

4. Bagian internal audit dipimpin oleh seorang internal audit director.

Peran auditor internal bisa sangat membantu manajemen dengan

mengevaluasi sistem pengendalian dan menunjukkan kelemahan-kelemahan

16

dalam pengendalian internal. Bukti ketaatan terhadap kebijakan, prosedur,

peraturan, atau undang-undang yang sudah ditetapkan, baik oleh manajemen

maupun pemerintah terletak pada pedokumentasian yang layak. Jika sistem

pengendalian didokumentasikan dengan baik, suatu organisasi dapat lebih siap

mematuhi peraturan-peraturan yang relevan. Dalam mengevaluasi pengendalian

internal, auditor internal harus mengingat bahwa pengendalian dirancang untuk

mencapai tujuan mereka (Wuryan Andayani, 2008: 58).

2.2.5 Program Pemeriksaan Internal

Program audit merupakan alat yang menghubungkan survey pendahuluan dengan

pekerjaan lapangan. Dalam survey pendahuluan, auditor internal mengidentifikasi

tujuan operasi, risiko, kondisi-kondisi operasi, dan kontrol yang diterapkan.

Dalam pekerjaan lapangan, auditor mengumpulkan bahan bukti tentang efektifitas

sistem pengendalian, efisiensi operasi, pencapaian tujuan, dan dampak risiko

terhadap perusahaan. Dengan demikian progam audit internal digunakan sebagai

pedoman bagi auditor untuk melaksanakan auditnya dan mengumpulkan bahan

bukti (Wuryan Andayani, 2008:93). Menurut Hiro Tugiman (1997 : 58) program

audit haruslah mencakup :

1. Membuktikan prosedur pemeriksaan dalam pengumpulan, analisis,

penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama

pemeriksaan.

2. Menetapkan tujuan pemeriksaan.

3. Menentukan lingkup dan tingkat pengujian yang diperlukan untuk

mencapai tujuan pemeriksaan.

17

4. Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang

akan diteliti.

5. Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.

6. Merupakan persiapan awal pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan, dan

perubahan bila dipandang perlu selama pemeriksaan.

2.2.6 Efektifitas

Efektifitas yaitu melakukan hal yang benar (doing the right things). Efektifitas

menekankan hasil aktual dari dampak atau kekuatan untuk menghasilkan dampak

tertentu. Sesuatu bisa jadi efektif tetapi tidak efisien atau ekonomis. Program

untuk membuat sistem menjadi lebih efisien atau ekonomis juga bisa menjadi

lebih efektif (Wuryan Andayani, 2008:96).

Handoko (2001:44) mengemukakan efektifitas merupakan kemampuan

untuk memilih tujuan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas berhubungan dengan

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2.2.7 Pengendalian Internal

Horngern, Walter, dan Linda (2006:372) mendefinisikan pengendalian internal

sebagai suatu perencanaan organisasi dan semua tindakan yang terkait diterapkan

oleh suatu entitas untuk menjaga aktiva, mendorong karyawan untuk mengikuti

kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasi dan memastikan keandalan

pencatatan akuntansi. Menurut Committee of Sponsoring Organizations Report

(COSO) dalam Amin Widjaja Tunggal (2000:70) pengertian pengendalian

internal adalah sebagai berikut : Internal control is a process, effected by an

18

entity’s of directors, management, and other personnel, designed to provide

reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following

categories :

1. Reliability of financial reporting

2. Compliance with applicable laws and regulations, and

3. Effectiveness and efficiency of operations.

Maksud dari definisi tersebut bahwa pengendalian internal adalah proses yang

dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, personalia lainnya yang disusun

untuk memberikan jaminan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut

ini :

1. Efektifitas dan efisiensi kegiatan

2. Dapat dipercayanya laporan keuangan, dan

3. Kesesuaian dengan undang-undang dan aturan yang ditetapkan.

2.2.8 Unsur-Unsur Pengendalian Internal

Sawyer dalam Wuryan Andayani (2008 : 49) mengatakan bahwa terdapat lima

komponen pengendalian internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO

(Committee of Sponsoring Organization) atau disebut dengan pengendalian

COSO. Kelima komponen tersebut adalah :

1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah menggambarkan keseluruhan sikap

organisasi yang mempengaruhi kesadaran dan tindakan personel organisasi

mengenai pengendalian.

19

2. Penentuan risiko

Penentuan risiko meliputi penentuan risiko di semua aspek organisasi

penentu kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko, serta pertimbangan

tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian

organisasi bekerja secara harmonis.

3. Aktivitas pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat oleh

manajemen. Aktivitas pengendalian tersebut meliputi persetujuan,

tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian,

rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dan jujur, dan audit internal.

4. Informasi dan Komunikasi

Komunikasi dan informasi tentang operasi pengendalian internal

memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk

mengevaluasi efektifitas pengendalian dan untuk mengelola operasi.

5. Pengawasan

Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi

yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian

manajemen.

20

2.2.9 Pengendalian Internal dalam Perbankan

Beberapa bentuk aplikasi dari Internal Control dalam Perbankan dapatlah

diuraikan sebagai berikut : (Teguh Pudjo Muljono, 1987: 25)

1. Division of Duties

Division of Duties dalam kegiatan Perbankan ini dapat berupa pemisahan

fungsi-fungsi administratif, operasionil dan fungsi penyimpanan. Di

samping itu pembagian wewenang ini juga dapat dibedakan dari tingkatan

jabatan yang ada.

2. Dual Control

Pengertian dari Dual Control di sini, dapat diartikan sebagai kegiatan

pengecekan kembali atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh

petugas sebelumnya untuk menetapkan,

1. Apakah petugas yang pertama tersebut, telah bertindak sesuai dengan

batasan-batasan wewenangnya untuk menangani transaksi yang telah

dilakukan,

2. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut telah dicatat,

dibukukan, diadministrasikan dengan prosedur yang benar.

3. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut, telah diselesaikannya

dengan prosedur yang benar.

Adanya Dual Control yang memadai ini, juga merupakan element internal

control yang penting harus dievaluasi oleh Bank Auditor apakah telah

memadai atau belum.

21

3. Joint Custody/Dual Custody

Di dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh suatu bank, banyak

mengelola berbagai barang-barang berharga yang sangat likuid (mudah

sekali dicairkan). Mulai dari uang tunai sendiri, bermacam-macam Bank

Note (mata uang valuta asing), bilyet saham obligasi, sertifikat barang

jaminan ataupun formulir surat berharga yang belum terpakai. Misalnya,

formulir traveller check dan lain-lain. Untuk menjaga berbagai

kemungkinan dari pemegang kunci/kombinsi kode-kode pintu besi dan

strong room tersebut, maka perlulah dibuat suatu sistem pemegang kunci

lebih dari satu orang. Kalau mungkin, para pemegang kunci tersebut

adalah orang yang mempunya perbedaan fungsi di kantornya. Sehingga

kalau seseorang akan membuka pintu khasanah, maka diperlukan

pemegang kunci yang lainnya harus hadir.

4. Mandatory vacation

Sebagian orang memperkirakan bahwa cuti merupakan hak dari setiap

karyawan. Oleh karena itu, ia bebas menggunakan hak cuti tersebut , atau

kata lain boleh cuti dan boleh juga tidak cuti tergantung pada yang

bersangkutan. Ada pula sebagian mengatakan karyawan yang tidak pernah

cuti mempunyai loyalitas yang tinggi. Pendapat itu semua adalah salah,

sebab cuti disamping hak, juga merupakan kewajiban yang harus

dilakukan oleh semua karyawan/pejabat.

22

5. Number Control

Seperti telah dikemukakan di muka bahwa sifat pekerjaan di dunia bank

sebagian besar berupa pekerjaan administrative/elerical works yang terus

menerus dari hari ke hari. Dan sesuai dengan sifatnya ini, sudah tentu

berbagai jenis mungkin pula ribuan jenis formulir akan digunakan untuk

melaksanakan berbagai transaksinya. Agar arus pekerjaan dan pemakaian

dsri formulir-formulir kerja tersebut disusun secara prenumbered.

6. Outside Activities of Bank Personnel

Kegiatan pegawai bank di luar pekerjaannya perlu pula diatur sedemikian

rupa, hingga memberikan dampak positif bagi bank yang bersangkutan.

Semua kegiatan pegawai bank di luar jam dinas sebaiknya sepengetahuan

dari atasan pegawai masing-masing, sebab banyak kegiatan di luar jam

kerja yang akan memberikan dampak negative terhadap bank yang

bersangkutan.

7. Rotation of Duty Assignment

Sebagaimana halnya dalam pelaksanaan cuti, maka mutasi pegawa, pejabat

bank juga mempunyai pengaruh yang positif baginya untuk

menghilangkan berbagai kejenuhan bekerja secara routine untuk jngka

waktu yang relative lama, yang memungkinkan seseorang mengalami

depresi mental sehingga yang bersangkutan akan apatis dan kehilangan

self motivatif untuk memajukan usahanya / maupun dirinya sendiri. Tujuan

lain dari mutasi jabatan yaitu untuk menghilangkan akibat-akibat negatif

antara lain :

23

1. Untuk menghindarkan seorang pejabat bank menguasai suatu

pekerjaan secara terus menerus, yang memungkinkan ia untuk

menyembunyikan suatu manipulasi. Maka dengan dimutasikannya

yang bersangkutan ke tempat lain sudah tentu ada petugas yang lain

yang menggantikannya, sehingga apabila terjadi kejanggalan-

kejanggalan akan segera diketahui.

2. Dengan menduduki suatu jabatan yang terlalu lama maka seseorang

dapat membentuk suatu persekongkolan baik disengaja ataupun tidak

sengaja (self dealing) yang dapat merugikan bank, dengan adanya

mutasi tersebut maka segala bentuk persekongkolan (collusion) dapat

dipatahkan secara otomatis.

3. Dengan adanya mutasi ini, hubungan baik dengan para debitur /

maupun pihak extern ini juga akan mengakibatkan timbulnya self

dealing yang mengorbankan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat.

8. Independence Balancing

Dari hasil praktek sistem akuntansi yang baik di suatu bank, akan

diperoleh keseimbangan secara otomatis antara saldo suatu rekening

dengan rekening lainnya selama pencatatan, klasifikasi, pelaporan

transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan benar. Dari accounting

equation (persamaan akuntansi) ini dapat dimanfaatkan untuk alat control

yaitu menilai keseimbangan-keseimbangan tersebut. Hal-hal yang perlu

diperhatikan auditor dalam mengecheck independence balancing pada

proses accounting secara manual, dapat membandingkan angka-angka

24

buku besar yang dibuat oleh bagian accounting. Sedangkan perincian-

perincian buku besar harus dibuat oleh bagian operasional yang mengelola

pos rekening tersebut, dan tiap sore harus dibandingkan apakah telah

terdapat kecocokan.

2.2.10 Indikasi Keberhasilan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal

dalam Perbankan

Menurut Tjukria P. Tawaf (1999 : 49) sebagai indikasi dari keberhasilam

pelaksanaan pengendalian bisa dilihat antara lain:

1. Menurunnya angka pengaduan atau keluhan nasabah.

2. Menurunnya angka penyelewengan dan kebocoran.

3. Berkurangnya kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan pekerjaan.

4. Berkurangnya frekuensi audit khusus pada umumnya ataupun

berkurangnya kasus-kasus khusus.

5. Meningkatnya keterampilan pegawai bank dalam pelaksanaan pekerjaan.

6. Meningkatnya efisiensi pelayanan bank.

7. Meningkatnya disiplin kerja pegawai yang diimbangi pula dengan

meningkatnya kegairahan, prestasi dan produktivitas kerjanya.

8. Dan akhirnya, meningkatnya kesehatan bank secara keseluruhan.

2.2.11 Pengendalian Internal Kredit

Pengendalian internal kredit meliputi unsur-unsur pengendalian internal berupa

penelaahan dan penekanan pada tujuan pengendalian yang ingin dicapai

perusahaan. Menurut La Midjan (1994 : 355) memuat prinsip-prinsip-prinsip

sebagai berikut :

25

1. Perlu adanya pemisahan fungsi antara :

a. Fungsi pembahasan kredit pada bagian analisa kredit.

b. Fungsi realisai kredit pada bagian penyelenggaraan kredit atau

administrasi kredit.

c. Fungsi pengawasan kredit berada pada bagian pengawasan kredit.

2. Perlu disusun pencatatan dan pelaporan harian yang baik dan tepat waktu

mengenai posisi dana dengan kredit.

3. Perlu penyusunan ikhtisar mutasi bulanan.

4. Perlu pelaksanaan investarisasi fisik dalam waktu yang pendek berikut

pengawasan administrasi.

5. Perlu diciptakan peraturan-peraturan intern yang akan menjamin

keamanan atau kelayakan, baik bersifat preventif maupun represif.

6. Penandatanganan surat-surat berharga oleh dua orang pejabat.

7. Perlu disusun sistem pencatatan dan pengarsipan surat-surat dan berkas

pemberian kredit berikut rekening-rekening giro, kredit dan lain-lain.

2.2.12 Kredit

Menurut Anwar (2002 : 14) kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu

pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada jangka

waktu tertentu pada masa yang akan datang disertai dengan kontraprestasi (balas

jasa) yang berupa uang. Undang-undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998

menyatakan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam menulasi utangnya

26

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2005: 92).

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit menurut

Kasmir (2005 : 94) adalah sebagai berikut :

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan

(berupa uang, barang, atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa

tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana

sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik

secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang

kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

2. Kesepakatan

Disampimg unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara si pemberi dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini

dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak

menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu

ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka

waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan

jangka panjang.

4. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu

resiko tidak tertagih atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu

27

kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini

menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang

lalai, maupun oleh resiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana

alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan

lainnya.

5. Balas jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut

yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan

biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi

bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan

bagi hasil.

2.2.13 Tujuan dan Fungsi Kredit

Menurut Kasmir (2005:95) Pemberian suatu fasilitas kredit mempunya tujuan

tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank

tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain :

1. Mencari keuntungan

Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil

tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai

balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang

terus menerut menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut

akan dilikuidir (dibubarkan).

28

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan

dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan

dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak

perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti

adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

Disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai

berikut : (Kasmir. 2005: 97)

1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

Kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya

disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.

Diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan

barang atau jasa oleh si penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke

wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan

memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang

dari daerah lainnya.

29

3. Untuk meningkatkan daya guna barang.

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur

untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau

bermanfaat.

4. Meningkatkan peredaran barang.

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu

wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari

satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula

meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

Memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena

dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang

diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam

mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga

meningkatkan devisa negara.

6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha.

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan

berusaha, apa lagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama

dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk

membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja

sehingga, dapat pula menurangi pengangguran. Disamping itu bagi

30

masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya

seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa

lainnya.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional.

Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan

antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberi kredit oleh

negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.

2.2.14 Prinsip-prinsip pemberian kredit

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa

kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh

dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria penilaian

yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar

menguntungkan dilakukan dengn analisis 5 C dan 7 P. Adapun penjelasan untuk

analisis 5 C kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2005: 104) :

1. Character

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan

diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar

belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun

yang bersifat pribadi.

2. Capacity

Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang

dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur

dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan

31

pemerintah. Begitu pula dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya

selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam mengembalikan

kredit yang disalurkan.

3. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan

(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti segi

likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus

dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

4. Colleteral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi

suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan

secepat mungkin.

5. Condition

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik

sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta

prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang

usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik,

sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

32

Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai

berikut :

1. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari-

hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi,

tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

2. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau

golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalita serta

karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan

tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Perpose

Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk

jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit

dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja

atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.

4. Prospect

Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang

menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek

atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit

yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi

akan tetapi juga nasabah.

33

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit

yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk

pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur

maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi

akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

6. Profitability

Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari period eke periode apakah akan tetap sama

atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang

akan diperoleh.

7. Protection

Menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.

Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.

2.2.15 Jenis-jenis Kredit

Kredit yang dinerikan oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk

masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Menurut Kasmir (2005: 99) secara umum

jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain :

1. Dilihat dari segi kegunaan

a. Kredit investasi

Kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau

membangun proyek atau pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk

34

suatu periode yang relative lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini

adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit modal kerja

Kredit yang digunakan untuk keperluan peningkatan produksi dalam

operasionalnya. Contoh : kredit modal kerja diberikan untuk membeli

bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang

berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja

merupakan kredit yang dicarikan untuk membantu kredit investasi yang

sudah ada.

2. Dilihat dari segi tujuan kredit

a. Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau

investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.

Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan

sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit konsumtif

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.

Kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan

karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau

badan usaha.

c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan

perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagang yang

35

pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan

tersebut. Kredi ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen

perdagangan yang akan membeli baramg dalam jumlah tertentu.

3. Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit jangka pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari

satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk

keperluan modal kerja.

b. Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga

tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa bank

mengklasfikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.

c. Kredit jangka panjang

Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yaitu di atas tiga

tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi

jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, atau manufaktur,

dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

4. Dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut

dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap

kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan

si calon debitur.

36

b. Kredit tanpa jaminan

Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit

jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta

loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang

bersangkutan.

5. Dilihat dari segi sektor usaha

a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sector

perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa

jangka pendek atau jangka panjang.

b. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu

yang relative pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit

jangka panjang seperti kambing atau sapi.

c. Kredit industri , yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik

untuk industri kecil, menengah, atau besar.

d. Kredit pertambangan, yaitu kredit untuk usaha tambang yang dibiayai,

biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau

tambang timah.

e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun

sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk

pada mahasiswa yang sedang belajar.

f. Kredit profesi, diberikan kepada kalangan profesional seperti dosen,

dokter, atau pengacara.

37

g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau

pembelian perumahan.

2.2.16 Kredit Konsumsi

Kredit konsumsi (pada sebagian bank disebut Consummers Credit) adalah kredit

yang diberikan bank untuk keperluan pembelian barang kebutuhan yang sifatnya

jangka panjang seperti rumah, kendaraan bermotor (mobil dan motor), bahkan

untuk peralatan rumah tangga seperti kulkas, Tv, dan lainnya. Pemberian kredit

konsumsi harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan nasabah,

khususnya penghasilannya (gaji dan lainnya) yang harus cukup untuk membayar

cicilan tetap selama kredit berjalan. Lazimnya calon dianggap cukup mampu

apabila yang dipakai untuk cicilan kredit < 40% dari gajinya. Artinya dianggap

sisa gaji sebesar 60% masih cukup untuk biaya hidup yang bersangkutan dengan

keluarganya. Angka 40% tersebut tidak mutlak, karena semakin tinggi

penghasilan persentase tersebut dapat pula menjadi lebih rendah. Disamping itu

share nasabah harus disetor tunai (antara 20% s/d 40%) umumnya dengan

memperhitungkan suku bunga secara flat. Jadi kalau suku bunga setahun

ditetapkan 10% maka 5 tahun bunganya menjadi 50%. Pokok ditambah bunga

dibagi jangka waktu kredit adalah cicilan yang harus dibayar oleh debitur Selain

dengan sistem bunga flat, ada juga yang melakukannya dengan perhitungan bunga

berdasarkan sisa hutang (baki debet), namun tetap dengan cicilan pokok dan

bunga yang jumlahnya sama setiap bulan (anuitet). Sistem mana yang dipakai

sepenuhnya sesuai kebijakan bank yang bersangkutan, cara mana yang dipandang

lebih praktis dan lebih menguntungkan. Persaingan yang semakin tajam,

38

cenderung memaksa bank mengenakan bunga yang lebih ringan sehingga semakin

banyak bank yang menerapkan suku bunga riil berdasarkan sisa hutang (Z.Dunil,

2005:309).

Menurut Kasmir (2005:100) kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan

untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang

atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh

seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perunmahan, kredit

mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.

2.2.17 Alasan Kegagalan Kredit

Menurut Teguh Pudjo Muljono (1987 : 98) sebab-sebab kegagalan kredit adalah:

1. Adanya Self Dealing : yaitu adanya Vested Interest (kepentingan pribadi)

dari para eksekutif bank dalam memutuskan kreditnya sehingga tidak

obyektif lagi dan melanggar prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Self

dealing ini erat hubungannya dengan masalah mental yang kurang baik

dari pejabat kredit bank.

2. Tidak terdapatnya kebijaksanaan kredit yang sehat (Non Existence of

Sound lending Policies) yaitu ketidakadaan perencanaan kredit maupun

ketidakaadaan pedoman dalam pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan

yang sehat serta tidak adanya pedoman atau dasar/teknik yang realistik

dalam pemutusan pemberian kredit oleh suatu bank kepada para

nasabahnya.

3. Incomplete Credit Information, yaitu jeleknya management information

system, baik dari lingkungan bank itu sendiri maupun informasi-informasi

39

yang menyangkut kegiatan usaha nasabah yang bersangkutan. Akan

mengakibatkan analisa pemutusan kredit didasarkan informasi-informasi

yang tidak lengkap hingga mengakibatkan keputusan yang salah.

4. Failure to Obtain or Enforce liquidation agreement, yaitu

ketidakmampuan untuk memperoleh atau mengambil tindakan likuidasi

sesuai isi perjanjian kredit yang disebabkan mungkin posisi yuridis bank

yang tidak menguntungkan, tidak lengkapnya dokumen yang menyangkut

legalitas nasabah dan seterusnya.

5. Technical Incompetency, yaitu kurangnya kemampuan teknis para pejabat

kredit dalam menganalisa permohonan kredit sehingga menghasilkan

keputusan-keputusan yang salah, begitu juga kurangnya kemampuan

teknis para pengelola kredit sehingga mengakibatkan kegagalan dalam

pengelolaan kredit.

6. Poor Selection of Risk, yaitu ketidakmampuan eksekutif kredit dari bank

yang bersangkutan dalam melakukan seleksi resiko dalam pemberian

kredit kepada para nasabahnya.

7. Overfinancing Underfinancing, yaitu ketidakmampuan pengelolah kredit

dalam memberikan kredit dalam memberikan kredit dalam jumlah sesuai

dengan kebutuhan, baik ditinjau dari jumlahnya maupun ditinjau dari

waktunya, mungkin pemberian kredit terlalu lambat ataupun juga terlalu

cepat.

40

8. Lack of Supervising. Banyak pinjaman yang cukup sehat pada saat kredit

diberikan tetapi karena tidak adanya pengawasan yang efektif, maka

kredit-kredit tersebut menjurus kearah kredit macet dan lain-lain.

Jika diteliti lebih mendalam sebab-sebab kegagalan kredit di atas terlihat

terutama disebabkan karena lemahnya internal kontrol. Oleh karena itu dalam

audit ini auditor bank perlu memberikan perhatian yang besar pada penilaian

Internal Control bidang perkreditan apakah telah memadai atau belum.

Dalam upaya menekan atau meminimalisir kegagalan dalam pemberian

kredit Bank Indonesia pada tanggal 31 Juli 1995 telah mengeluarkan SE

No.27/7/UPDB yang menetapkan tentang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

perkreditan bank pada setiap bank umum. Ada enam hal yang perlu diperhatikan

dalam pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) tersebut yaitu:

1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan

Untuk menghindari kegagalan dalam pemberian kredit maka dalam

pemberian kredit tersebut setiap bank wajib memiliki pokok-pokok

peraturan mengenai tata cara pemberian kredit kepada pihak yang

terkait dengan bank dan debitur besar tertentu, kredit yang mengandung

risiko yang tinggi serta kredit yang perlu dihindari, untuk memantau

kualitas kredit yang diberikan tersebut, bank juga diharuskan

melakukan penilaian kolektibilitas kredit sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

41

2. Organisasi dalam manajemen perkreditan

Untuk lebih mendukung pemberian kredit yang sehat dan telah

mengandung unsur pengendalian intern mulai tahap awal proses

kegiatan perkreditan, maka setiap bank juga wajib memiliki Komite

Kebijakan Perkreditan (credit policy committee) dan komite ini

mempunya tugas membantu direksi bank dalam merumuskan

kebijaksanaan, memantau perkembangan dan kondisi portofolio

perkreditan serta memberikan saran-saran langkah perbankan.

3. Kebijakan persetujuan kredit

Persetujuan pemberian kredit merupakan langkah yang kritis dalam

proses perkreditan oleh karena itu bank diwajibkan memiliki

kebijaksanaan persetujuan kredit yang sekurang-kurangnya mencakup

konsep hubungan total permohonan kredit (Total Credit Relationship

Concept), penetapan batas wewenang kredit, tanggungjawab pejabat

pemutus kredit, proses persetujuan kredit, perjanjian kredit dan proses

persetujuan pencairan kredit.

4. Dokumentasi dan administrasi kredit

Bank harus menetapkan jenis-jenis dokumen yang diperlukan sesuai

dengan jenis kredit yang diberikan, serta harus memastikan keabsahan

dan legalitas setiap dokumen kredit yang diterbitkan oleh bank maupun

yang diterima dari nasabah. Selanjutnya dokumen kredit tersebut harus

disimpan dengan aman dan tertib. Tata cara penggunaan atau

42

pengambilan dokumen kredit dari tempat penyimpanan harus

mengandung unsur pengamanan ganda.

5. Pengawasan kredit

Mengingat perkreditan merupakan salah satu kegiatan usaha bank yang

mengandung kerawanan yang dapat merugikan bank yang pada

gilirannya dapat berakibat pada kepentingan masyarakat penyimpan

dana dan pengguna jasa perbankan, maka setiap bank wajib

menerapkan dan melaksanakan fungsi pengawasan kredit yang

menyeluruh. Setiap bank harus mempunyai struktur pengendalian intern

yang memadai dalam perkreditan yang mampu menjamin bahwa dalam

pelaksanaan perkreditan dapat dicegah terjadinya penyalahgunaan

wewenang oleh berbagai pihak yang dapat merugikan bank dan

terjadinya praktik pemberian kredit yang tidak sehat.

6. Penyelesaian kredit bermasalah Didalam proses perkreditan bank akan

selalu dihadapkan pada risiko timbulnya kredit bermasalah yang selalu

harus diwaspadai dan sedapat mungkin dapat dicegah. Dalam upaya

untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap kredit-kredit

yang akan atau di duga akan merugikan bank, maka bank wajib

melakukan pengawasan secara khusus dan secara berkala wajib

melakukan evaluasi terhadap daftar kredit dalam pengawasan khusus

tersebut serta hasil penyelesaiannya. Apabila jumlah seluruh kredit

yang kolektabilitasnya tergolong diragukan dan macet telah mencapai

43

7,5% atau kriteria lain yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia maka

bank wajib untuk:

a. Melaporkan kredit bermasalah ke Bank Indonesia

b. Membentuk satuan kerja penyelesaian kredit bermasalah

c. Menyusun program penyelesaian kredit bermasalah

d. Melaksanakan program penyelesaian kredit bermasalah

e. Melakukan evaluasi efektivitas program penyesuaian kredit

bermasalah.

2.2.18 Tujuan Pemeriksaan Substantif atas Kredit Konsumsi

Menurut Z. Dunil (2005 : 309) tujuan pemeriksaan mencakup hal-hal sebagai

berikut :

1. Untuk meyakini bahwa prosedur analisa dan keputusan pembelian kredit

konsumsi telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

(termasuk aspek pengendalian intern yang built in dalam prosedur,

memperhatikan risiko yang akseptabel bagi bank).

2. Untuk meyakini bahwa perhitungan besarnya limit kredit telah sesuai

dengan batasan yang ditetapkan.

3. Untuk meyakini bahwa pencairan kredit atau penyerahan barang kepada

debitur dilakukan setelah semua dokumen perkreditan menyangkut

perjanjian kredit, pengikatan jaminan, dan dokumenkredit lainnya telah

dilaksanakan seluruhnya.

4. Untuk meyakini bahwa cicilan kredit dilakukan sesuai jadwal yang

disepakati.

44

5. Untuk melihat kemungkinan adanya penyimpangan baik yang dilakukan

petugas atau pejabat maupun nasabah yang dapat merugkan bank.

6. Untuk menilai apakah pemberian kredit konsumsi secara keseluruhan

cukup menguntungkan bagi bank, bagaimana tingkat pengembalian

kreditnya (recovery rate) apakah lebih baik dibandingkan kredit lainnya.

7. Catatan :

Sering dijumpai bahwa dalam penyaluran kredit konsumsi, bank

bekerjasama dengan pihak ketiga seperti developer, dealer kendaraan,

supplier/vendor tertentu. Apabila terdapat kerjasama seperti itu, maka

tujuan audit hendaknya mencakup pula hal-hal sebagai berikut : untuk

meyakini bahwa kerjasama dengan dealer atau developer untuk pemberian

kredit konsumsi (untuk kendaraan bermotor maupun kepemilikan rumah)

telah dibuat dengan memperhatikan keterbatasan bank dan tidak bersifat

mutlak, melainkan menurut pertimbangan bank.

2.2.19 Prosedur Pemeriksaan Substantif untuk Kredit Konsumsi

Prosedur pemeriksaan substantive kredit konsumsi dilakukan sebagai berikut : (Z.

Dunil, 2005: 310)

1. Pelajari analisa kredit konsumsi yang dibuat, apakah sudah dilakukan

sesuai dengan pendoman yang mengaturnya, menyangkut besarnya setoran

uang muka, biaya asuransi jaminan, besarnya gaji atau penghasilan

bulanan (minimal) debitur. Dipelajari juga data lain debitur, apakah tinggal

di rumah sendiri atau masih menyewa atau kontrak, apakah ada

penghasilan lain, apakah istrinya bekerja, apakah anak-anak masih

45

sekolah, disekolah pemerintah atau swasta? Semuanya untuk menilai

kemampuan debitur dalam memenuhi cicilan kredit dikaitkan dengan

besarnya sisa gaji dan kebutuhan pengeluarannya. Pedoman umum

mengenai hal ini, cicilan kredit (termasuk bunga) setiap bulannya haruslah

lebih kecil dari 40% dari gaji atau penghasilan debitur. Dengan persentase

tersebut diperkirakan debitur masih dapat memenuhi kebutuhannya secara

layak (sepanjang jumlah gaji minimal yang disyaratkan terpenuhi).

Analisis atau perhitungan resiko kredit untuk kredit konsumsi lazimnya

dilakukan oleh Kantor Pusat Bank dan kepada Cabang Pelaksana

ditetapkan persyaratan-persyaratan yang seragam yang telah

memperhitungkan tingkat risiko yang akseptabel. Demikian juga

penyusunan profil risiko terhadap kredit konsumsi, lazimnya diberikan

pedoman oleh KP (Satuan Kerja Manajeman Risiko Kredit), sehingga

Cabang dapat menyusun profil risiko debitur kredit konsumsi berdasarkan

data yang ada di cabang. Dalam realisasinya di Cabang Pelaksana auditor

perlu memeriksa apakah persyaratan yang ditetapkan telah dipatuhi

sebagaimana mestinya. Penyimpangan dari persyaratan yang ditetapkan

dapat menyebabkan risiko pemberian kredit menjadi lebih tinggi dari

risiko yang akseptabel bagi bank. Begitu juga dalam penyusunan profil

risiko kredit konsumsi, auditor perlu mereview apakah telah sesuai dengan

pedoman yang ada.

2. Periksa apakah bukti kepemilikan dari barang yang dibeli secara kredit

berupa sertifikat tanah dan IMB untuk rumah, BPKB, dan Faktur untuk

46

kendaraan bermotor dari developer atau supplier yang bersangkutan. Dan

apakah penyerahan dari developer dan supplier dilakukan dalam waktu

yang wajar? Apakah masih ada yang outstanding atau bukti kepemilikan

yang belum diserahkan melebihi batas waktu yang ditetapkan? Apa

tindakan yang dilakukan bank mengenai keterlambatan tersebut? Apakah

bank mempunyai daftar jaminan yang masih belum diterima dari

developer atau supplier yang selalu update? Apakah jaminan telah

disimpan dengan tertib atau aman? Periksa apakah dokumen peningkatan

jaminan (APHT/Sertifikat Hak Tangguhan untuk rumah dan Jaminan

Fidusia/Kuasa Jual untuk harta gerak lainnya) sudah dipenuhi oleh debitur

sebelum barang diserahkan? Periksa prosedur pelepasan jaminan, apakah

sudah diteliti bahwa kredit benar-benar telah lunas dan tidak mempunyai

kewajiban lainnya kepada bank?

3. Periksa apakah cicilan telah dilakukan dengan tertib, dan apakah telah di

bukukan dengan benar bagian yang menjadi pengurang hutang pokok dan

porsi yang menjadi Laba Rugi.

4. Buatkan daftar kredit konsumsi yang menunggak. Periksa apakah nasabah

yang menunggak telah diingatkan (per-telpon atau surat). Apakah debitur

menunggak telah digolongkan sesuai dengan kolektabilitasnya Dalam

Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL), Diragukan (DR) atau

Macet (M). Tindakan apa yang dilakukan terhadap debitur yang

menunggak?

47

5. Berdasakan penilaian terhadap prosedur, kondisi kualitas kredit konsumsi

dan temuan-temuan penyimpangan yang terjadi umpamanya banyaknya

debitur yang tidak memenuhi syarat sebagainya, auditor hendaknya

menilai kemungkinan-kemungkinan adanya unsur kesengajaan atau fraud

terhadap pemberian kredit konsumsi. Kalau ditemukan gejala kearah

tersebut hendaknya digali lebih dalam, terutama alasan-alasan yang

diberikan analis terhadap penyimpangan yang terjadi.

6. Apakah secara keseluruhan pemberian kredit konsumsi tersebut masih

menguntungkan? Berapa % yang tergolong KL, DR, dan M. Bagaimana

recovery rate dari kredit yang tergolong macet dan berapa lama proses

pengembaliannya rata-rata? Apakah sebab terjadinya NPL pada kredit

konsumsi pada umumnya telah dipelajari oleh auditee? Apakah penyebab

NPL pada kredit konsumsi telah mendapatkan perhatian dari auditee dalam

penilaian pemberian kredit konsumsi berikutnya?

7. Pelajari perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan atau supplier

yang melakukan kerjasama untuk penjualan produknya dengan memakai

sistem kredit dari bank (biasanya dalam bentuk gentlemen agreement),

menyangkut kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian tersebut

periksa apakah ada klausula yang dapat merugikan atau memaksa bank

harus memberikan kredit. Karena pada prinsipnya bank hanya dapat

memberikan kredit berdasarkan pertimbangan sendiri. Bukan hanya

berdasarkan pemenuhan syarat dari calon debitur tetap juga berdasarkan

pertimbangan lain dimana hanya bank yang mengetahuinya a.l tersedianya

48

data atau likuiditas yang cukup, ada prioritas yang lebih tinggi dan

sebagainya. Jadi dalam kerjasama tersebut bank harus bebas memutuskan

memberikan atau menolak suatu permohonan kredit semata-mata

berdasarkan pertimbangan bank. Porsi kredit konsumsi pada suatu bank

harus diatur dan ditetapkan dengan jelas dalam perencanaan kredit agar

tidak memakan porsi kredit lainnya yang lebih diprioritaskan seperti kredit

eksport dan kredit sektor produksi atau perdagangan. Pelajari apakah

dalam perjanjian sudah dimuat adanya pernyataan kewajiban bagi supplier

yang bersangkutan untuk menyelesaikan dokumen kepemilikan dari

barang yang dibeli oleh debitur (sertifikat tanah, IMB, BPKB, dan lainnya)

langsung kepada bank dalam limit waktu tertentu?

49

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, untuk itu disusun

kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini seperti yang tersaji dalam gambar

berikut ini :

Problem Solving

Gambar 2.1

KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan :

Bagaimana peran

pemeriksaan internal

dalam menunjang

efektifitas pengendalian

internal kredit konsumsi

Observasi dan wawancara dengan

Satuan Kerja Audit Intern dan

Bagian Kredit Konsumsi

Peran pemeriksaan internal

Indikator :

1. Independensi

2. Kemampuan profesional

3. Lingkup pekerjaan

4. Pelaksanaan kegiatan

audit

Meningkatkan Efektifitas

Pengendalian Internal

Tidak Meningkatkan

Efektifitas Pengendalian

Internal

Kredit Konsumsi

(Lancar) Kredit Konsumsi

(Macet)

Laporan Keuangan

50

2.4 Proposisi Penelitian

Proposisi dalam penelitian ini adalah: jika pemeriksaan internal dapat

menunjang efektifitas pengendalian internal pada prosedur kredit konsumsi maka

risiko kredit macet yang akan diperoleh oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk. Kantor Wilayah Surabaya adalah kecil.