ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI...

61
ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI...

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI

SUSU SEGAR

(Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan)

SKRIPSI

ARIEF AMIN SINAGA

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

RINGKASAN

ARIEF AMIN SINAGA. D34104073. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi

Susu Segar (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta

Selatan). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi.

Pembimbing anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr.

Susu merupakan produk peternakan sapi perah yang sangat dibutuhkan

masyarakat. Jumlah susu yang dikonsumsi masyarakat tidak sebanding dengan

jumlah produksi susu yang dihasilkan. Kondisi ini merupakan peluang bagi

peternakan sapi perah untuk dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan

permintaan pasar akan makin kuat. Rian Puspita Jaya merupakan perusahaan

peternakan sapi perah yang masih bertahan di daerah perkotaan, tepatnya di daerah

Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Salah satu faktor yang menjadi penentu

kemajuan suatu usaha peternakan adalah penentuan harga pokok produksi.

Kemampuan peternak dalam menghitung harga pokok produksi memungkinkan

peternak dapat menetapkan dan merancang pendapatan secara optimal.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh

usaha peternakan Rian Puspita Jaya, 2) Menganalisis perhitungan harga pokok

produksi susu segar yang selama ini diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita

Jaya dan 3) Membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi antara

metode yang digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full

costing. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus di

usaha peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan pada bulan September 2008,

menggunakan data biaya dan data produksi selama bulan Juni, Juli dan Agustus

2008. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Alat analisis yang

digunakan adalah analisis metode harga pokok produksi metode full costing.

Komposisi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ meliputi biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak

langsung serta biaya overhead yang bersifat tetap dan variabel. Biaya bahan baku

terbesar yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar

Rp 42.257.660,00. Biaya tenaga kerja langsung terbesar terjadi pada Juli yaitu

sebesar Rp 11.650.000,00. Demikian pula dengan biaya tenaga kerja tidak langsung,

biaya terbesar terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar Rp 10.350.000,00. Sedangkan

biaya overhead terbesar yang dikeluarkan terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar

Rp 12.995.500,17. Harga pokok produksi susu segar per liter yang diperoleh pada

bulan Juni, Juli dan Agustus dengan menggunakan metode perusahaan RPJ masing-

masing besarnya Rp 1.717,15; Rp 1.973,52; dan Rp 1.715,78. Sedangkan harga

pokok produksi susu segar per liter yang diperoleh pada bulan Juni, Juli dan Agustus

dengan menggunakan metode full costing masing-masing besarnya Rp 2.468,74; Rp

2.734,11; dan Rp 2.558,77.

Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing

nilainya Rp 2.587,21/liter, sedangkan jika menggunakan metode perusahaan nilainya

lebih kecil menjadi Rp 1.802,15/liter. Selisih biaya ini terjadi karena dalam

perhitungan biaya dengan menggunakan metode perusahaan tidak memperhitungkan

ii

seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya full costing. Perbandingan antara

metode full costing dan metode variable costing dapat dilihat dari laba yang

dihasilkan perusahaan. Dari harga pokok produksi yang telah dihitung dan harga jual

yang selama ini digunakan oleh perusahaan RPJ maka dapat dihitung laba per liter

susu yang dijual. Perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dipergunakan

oleh perusahaan yaitu metode variable costing menghasilkan laba kontribusi sebesar

Rp 2.282,85/liter (bulan Juni), Rp 2.026,48/liter (bulan Juli) dan Rp 2.284,22/liter

(bulan Agustus). Sedangkan metode full costing menghasilkan laba bruto sebesar Rp

1.531,26/liter (bulan Juni), Rp 1.265,89/liter (bulan Juli) dan Rp 1.441,23/liter (bulan

Agustus). Metode full costing akan lebih baik digunakan jika pihak perusahaan ingin

mendapatkan laba jangka panjang. Sedangkan metode variable costing hanya dapat

digunakan untuk menentukan laba jangka pendek sehingga hanya bermanfaat untuk

membuat keputusan jangka pendek, yaitu untuk mengetahui titik impas (break even

point).

Kata-kata kunci: susu segar, harga pokok produksi, metode full costing, metode

variable costing.

ABSTRACT

The Analysis of Farmed Cost on Fresh Milk

(Case Study at Rian Puspita Jaya Dairy Farm South Jakarta)

Sinaga, A. A., L. Cyrilla, and S. Mulatsih

The aims of this study were: (1) to analyze the costs that spent by Rian Puspita

Jaya (RPJ) dairy farm (2) to define farmed cost method of fresh milk that used by

RPJ dairy farm, (3) to compare the farmed cost of fresh milk with full costing

method versus the farmed cost of fresh milk with variable costing method. This study

held on September 2008 at RPJ dairy farm South Jakarta. This study was designed as

descriptive analytical research with full costing methods calculation. Farmed cost of

fresh milk with variable costing method applied in RPJ dairy farm at June, July and

August 2008 were Rp 1.717,15/litter, Rp 1.973,52/litter, and Rp 1.715,78/litter.

Where as, farmed cost of fresh milk by full costing method at the same period were

Rp 2.468,74/litter; Rp 2.734,11/litter, and Rp 2.558,77/litter. The average farmed

cost of fresh milk with full costing method were Rp 2.587,21/litter. Where as using

RPJ dairy farm method, average farmed cost of fresh milk were Rp 1.802,15/litter.

Based on analysis, RPJ dairy farm was suggested to use full costing method, if they

want to get profit in a long time, beside, if RPJ dairy farm want to know their break

even point, they can used variable costing method.

Key words: fresh milk, cost of goods farmed, full costing method, variable costing

method

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI

SUSU SEGAR

(Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan)

ARIEF AMIN SINAGA

D34104073

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI

SUSU SEGAR

(Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan)

Oleh

ARIEF AMIN SINAGA

D34104073

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal

4 Desember 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr

NIP. 131 760 916 NIP. 131 839 497

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr

NIP. 131 955 531

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arief Amin Sinaga lahir di Jakarta, 14 Juli 1986. Penulis

dilahirkan sebagai anak keempat dari empat bersaudara yang merupakan putera dari

pasangan Kari M Sinaga dan Nurhayati Habeahan. Pendidikan yang ditempuh

penulis dari tahun 1992–1998 di Sekolah Dasar Negeri 11 Petang Cilandak Barat.

Penulis kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 37

Cilandak pada tahun 1998 –2001. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di Sekolah

Menengah Umum Negeri 66 Jakarta pada tahun 2001–2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi

Industri Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2005, penulis

masuk minat Agribisnis Peternakan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif

dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri

Peternakan di Departemen Informasi dan Teknologi (IT) pada tahun 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul

Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Susu Segar (Studi Kasus Usaha

Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan), merupakan salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini merupakan hasil studi mengenai analisis penentuan harga pokok

produksi susu segar pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya yang berlokasi di

Jakarta Selatan. Skripsi ini bertujuan unyuk memberikan alternatif metode harga

pokok produksi yang tepat diterapkan di usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan

melakukan perbandingan antara metode penetapan harga pokok produksi variable

costing yang selama ini diterapkan di Rian Puspita Jaya dengan metode full costing.

Skripsi ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang perhitungan harga

pokok produksi yang sangat penting sebagai dasar dalam menentukan harga jual dan

sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk mengefisienkan biaya.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan proposal, pelaksanan survei, penelitian dan penulisan

skripsi. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2008

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ............................................................................................ i

ABSTRACT ............................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

PENDAHULUAN....................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................. 1

Perumusan Masalah ........................................................................... 2

Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

Kegunaan Penelitian .......................................................................... 3

KERANGKA PEMIKIRAN........................................................................ 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

Usaha Peternakan Sapi Perah ............................................................. 6

Pakan ........................................................................................ 7

Tenaga Kerja ............................................................................. 8

Lahan......................................................................................... 9

Produksi Susu..................................................................................... 10

Penerimaan ........................................................................................ 11

Biaya.................................................................................................. 12

Harga Pokok Produksi........................................................................ 14

METODE PENELITIAN ............................................................................ 17

Lokasi dan Waktu ............................................................................. 17

Desain Penelitian................................................................................ 17

Data dan Instrumentasi ...................................................................... 17

Analisis Data ..................................................................................... 17

Metode Variable Costing .......................................................... 18

Metode Full Costing ................................................................. 18

Definisi Istilah ................................................................................... 18

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN............................................. 20

Sejarah Umum Perusahaan ................................................................ 20

Tatalaksana Usahaternak sapi perah ................................................... 21

Ternak Sapi Perah ..................................................................... 21

Kandang .................................................................................... 22

Pakan ........................................................................................ 23

Tenaga Kerja ............................................................................. 24

ix

Pemerahan ................................................................................ 27

Penyakit .................................................................................... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 29

Analisis Biaya .................................................................................... 29

Biaya Bahan Baku ..................................................................... 29

Biaya Tenaga Kerja ................................................................... 30

Biaya Overhaead ...................................................................... 32

Analisis Harga Pokok Produksi .......................................................... 34

Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode yang

Digunakan oleh Perusahaan Rian Puspita Jaya .......................... 34

Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing . 36

Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Metode yang

Digunakan Perusahaan dengan Merode Full Costing ................. 37

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 40

Kesimpulan ........................................................................................ 40

Saran .................................................................................................. 40

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 43

LAMPIRAN................................................................................................ 45

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak

Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor ....................................... 9

2. Kondisi Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan

Juni 2008 ............................................................................................ 21

3. Produksi Susu Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya .......... 22

4. Rata-rata Pemberian Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada

Bulan Juni, Juli dan Agustus 2008 ...................................................... 24

5. Komposisi Tenaga Kerja Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya.............. 25

6. Perkembangan Total Biaya Bahan Baku (BBB) Usaha Peternakan

Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus 2008 ............................... 30

7. Perkembangan Total Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) dan

Total Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (BTKTL) Usaha

Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan Juni-Agustus 2008 ...................... 31

8. Perkembangan Total Biaya Overhead (BOP) Usaha Peternakan Rian

Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus 2008 ........................................ 33

9. Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode yang

Digunakan Perusahaan RPJ pada Bulan Juni-Agustus 2008 ................ 35

10. Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode Full Costing

pada Bulan Juni-Agustus 2008 ............................................................ 35

11. Rangkuman Perhitungan Harga Pokok Produksi per Liter Susu Segar

antara Bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2008 .................................. 37

12. Perbandinganan Harga Pokok Produksi per Liter Susu Segar pada

Bulan Juni-Agustus 2008 .................................................................... 38

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 5

2. Struktur Organisasi Perusahaan Rian Puspita Jaya ................................. 27

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Biaya Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan

Juni, Juli dan Agustus 2008 ................................................................. 45

2. Nilai Penyusutan Bangunan, Kendaraan dan Peralatan Usaha

Peternakan Sapi Perah Rian Puspita Jaya ............................................. 46

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usahaternak sapi perah adalah salah satu bidang usaha peternakan yang

memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari

kontribusi yang luas, baik untuk meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan

pekerjaan dan mendukung kebutuhan akan protein hewani. Produk unggulan dalam

usahaternak sapi perah adalah susu.

Susu merupakan produk peternakan sapi perah yang sangat dibutuhkan

masyarakat. Jumlah susu yang dikonsumsi masyarakat tidak sebanding dengan

jumlah produksi susu yang dihasilkan. Jumlah kebutuhan susu nasional mencapai

1,306 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 342 ribu

ton per tahun. Sementara itu, konsumsi susu penduduk Indonesia masih tergolong

rendah, yakni 6,8 kg/kapita/tahun sehingga masih jauh dari standar yang ditetapkan,

yakni sebesar 7,2 kg/kapita/tahun. Angka konsumsi tersebut jika dibandingkan

dengan negara-negara berkembang lainnya masih jauh tertinggal. Negara Kamboja

memiliki tingkat konsumsi susu sebesar 12,97 kg/kapita/tahun, sedangkan

Bangladesh tingkat konsumsi susunya sebesar 31,33 kg/kapita/tahun (Apriyantono,

2007). Berdasarkan data tersebut, terlihat jelas masih terjadi kekurangan produksi

susu dalam negeri. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternakan sapi perah untuk

dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan permintaan pasar akan makin

kuat.

Dorongan peternak untuk lebih mengembangkan usaha dapat bersumber dari

beberapa faktor, diantaranya jaminan kesediaan bahan baku, pasar yang luas dan

harga jual yang layak. Penilaian layak tidaknya harga jual produk tidak terlepas dari

harga pokok produksi produk tersebut. Penentuan harga pokok produksi sangat

penting karena kesalahan dalam penentuan harga pokok produksi akan berakibat

peternak dapat mengalami kegagalan dalam usahanya. Kemampuan peternak dalam

menghitung harga pokok produksi memungkinkan peternak dapat menetapkan dan

merancang pendapatan secara optimal.

Informasi harga pokok produksi menjadi sangat penting bagi suatu usaha

peternakan sapi perah dalam mencapai efisiensi biaya. Ketepatan usaha peternakan

dalam menentukan harga pokok produksi yang efektif akan memudahkan dalam

2

memperkirakan struktur biaya produksi serta sebagai sarana pengendalian biaya

produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Kebijakan penetapan harga oleh peternak

idealnya memastikan pemulihan (recovery) atas semua biaya dan mencapai laba.

Namun seringkali peternak tidak mendapat keuntungan secara wajar bahkan

mengalami kerugian karena peternak kurang tepat dalam menghitung atau

memperkirakan harga pokok produksi susu. Berdasarkan pada alasan tersebut, perlu

dilakukan suatu kajian mengenai penentuan harga pokok produksi susu agar dapat

ditetapkan harga jual yang dapat memberikan keuntungan bagi peternak.

Perumusan Masalah

Rian Puspita Jaya merupakan perusahaan peternakan sapi perah yang masih

bertahan di daerah perkotaan, tepatnya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Susu segar yang dihasilkan harus dijual dengan harga yang layak untuk mendapatkan

keuntungan sesuai dengan harga pokok produksinya. Akan tetapi perusahaan tidak

dapat menjual susu segar hasil usaha peternakannya dengan harga yang mereka

tetapkan sendiri. Harga jual susu segar mengacu pada permintaan dan penawaran di

pasar atau struktur pasar produk tersebut sehingga perusahaan harus mengefisienkan

biaya secara optimal untuk mendapatkan pendapatan yang optimal.

Penelitian mengenai efisiensi biaya usaha peternakan sapi perah sangat

bermanfaat bagi peternak untuk mengambil keputusan dalam usahanya. Peternak

dapat berproduksi pada tingkat produksi yang optimum dan menggunakan faktor-

faktor produksi yang optimal. Peningkatan efisiensi ini dapat menekan biaya

produksi sehingga mendorong peternak untuk mengembangkan usahaternak mereka

dan mendapatkan pendapatan yang optimal. Oleh karena itu untuk mencapai

pendapatan yang optimal, perusahaan Rian Puspita Jaya harus mengefisienkan biaya-

biaya yang dikeluarkan sehingga akan didapat harga pokok produksi yang rendah.

Perhitungan harga pokok harus didasarkan dengan metode yang tepat, yaitu metode

yang dapat memperhitungkan dengan akurat seluruh biaya yang dikorbankan untuk

memproduksi suatu produk. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan yang akan diteliti antara lain :

3

1. Berapa biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya?

2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi susu segar yang selama ini

diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya?

3. Bagaimana perbandingan perhitungan metode harga pokok produksi antara

metode yang digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full

costing?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan Rian Puspita

Jaya.

2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi susu segar yang selama ini

diterapkan oleh usaha peternakan Rian Puspita Jaya.

3. Membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi antara metode yang

digunakan usaha peternakan Rian Puspita Jaya dengan metode full costing.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Peternak, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan harga jual yang layak.

2. Mahasiswa dan umum, sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dan

sebagai bahan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan

usaha peternakan sapi perah.

KERANGKA PEMIKIRAN

Usahaternak sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang

mempunyai nilai potensi yang cukup tinggi untuk terus dikembangkan. Hal ini dapat

dilihat dari jumlah susu yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu

dalam negeri masih sangat tinggi. Kondisi ini merupakan peluang bagi peternakan

sapi perah untuk dapat mengembangkan usahanya dan diperkirakan permintaan pasar

akan makin kuat.

Penelitian ini dilakukan pada usaha peternakan sapi perah Rian Puspita Jaya.

Total biaya usaha peternakan ini terdiri dari biaya produksi dan biaya non produksi.

Penelitian ini terbatas pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode

perusahaan dan metode full costing sehingga tidak menganalisis biaya non produksi.

Peternak harus mengetahui informasi tentang harga pokok produksi yang

merupakan unsur penting dalam penentuan harga jual produk. Dengan perhitungan

harga pokok produksi yang tepat, peternak dapat menghitung keuntungan yang

mungkin didapat. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan harga pokok produksi

dengan dua metode, yakni metode yang digunakan perusahaan Rian Puspita Jaya dan

metode full costing. Alat analisis yang digunakan untuk penetapan harga pokok

produksi pada penelitian ini adalah metode full costing. Metode full costing

merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua

unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi. Hasil dari kedua metode

penentuan harga pokok produksi ini akan dibandingkan untuk mencari alternatif

metode yang tepat pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya.

Penentuan harga pokok produksi yang tepat akan mempermudah peternak

dalam menetapkan harga jual. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 1.

5

Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya

Analisis Biaya Total

Analisis Biaya Produksi Analisis Biaya Non Produksi

Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode yang Digunakan Metode Full Costing

Perusahaan

Penetapan Harga Pokok yang Paling Tepat

Bagi Usaha Peternakan

Rian Puspita Jaya

Harga Jual yang Layak

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan : lingkup penelitian

tidak diteliti

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan Sapi Perah

Saragih (2000) membagi tipologi usaha peternakan rakyat menuju industri

sebagai berikut: (1) usahaternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan

sendiri dengan pendapatan dari usahaternak kurang dari 30 persen; (2) usahaternak

sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari

usahaternak sebesar 30-70 persen; (3) usahaternak sebagai usaha pokok dengan

komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usahaternak sebesar 70-100

persen; dan (4) industri peternakan yaitu usahaternak secara khusus dengan tingkat

pendapatan dari usahaternak sebesar 100 persen.

Menurut Hernanto (1995), usahaternak sapi perah di Indonesia secara umum

dibedakan dalam dua bentuk usaha, yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan

peternakan rakyat. Perusahaan peternakan sapi perah merupakan peternakan yang

diselenggarakan dalam suatu perusahaan dalam bentuk komersil dan mempunyai izin

usaha serta dalam proses produksinya menggunakan teknologi tinggi. Peternakan

rakyat merupakan usaha yang dilakukan masyarakat disamping usahatani lainnya dan

cara beternaknya masih secara tradisional serta tenaga kerjanya adalah anggota

keluarga.

Sudono (1999) menyebutkan bahwa peternakan sapi perah dibagi dalam dua

kelompok usaha, yaitu peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan

rakyat adalah peternakan sapi perah yang memelihara kurang dari 10 ekor sapi perah

betina dan tidak memiliki izin usaha, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah

adalah peternakan sapi perah yang memelihara 10 ekor atau lebih sapi perah betina

dan biasanya sudah memiliki izin usaha. Menurut Erwidodo (1993), peternakan sapi

perah yang ada di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga yang ada di

pedesaan dalam skala usaha kecil dimana usaha ini merupakan usaha sambilan,

sedangkan usaha besar masih sangat terbatas.

Usaha peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja secara terus menerus

sepanjang tahun. Tenaga kerja tidak ada waktu menganggur. Dengan demikian,

peternak bisa mengangkat pekerja yang baik dan mengurangi tingkat pengangguran.

Peternak sapi perah bisa memperoleh hasil dalam dua minggu atau sebulan sekali

dan berlangsung secara tetap sepanjang tahun (Sudono et al., 2003).

7

Pakan

Menurut Sudono (1999), salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang mempunyai

kemampuan produksi susu tinggi sekalipun, bila tidak mendapatkan makanan yang

cukup baik kuantitas dan kualitasnya, maka tidak akan menghasilkan susu yang

sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat

mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan dapat juga

menyebabkan kematian.

Pakan dalam usaha peternakan merupakan bagian yang penting dan

menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan, juga besar kecilnya

keuntungan peternakan. Dengan demikian maka harus selalu diupayakan penggunaan

pakan baik hijauan dan penguat pada tingkat yang optimum (Siregar, 1999).

Bahan pakan sapi perah terbagi dalam dua golongan, yaitu (a) Bahan pakan

berserat (hijauan); dan (b) bahan pakan konsentrat. Ransum secara keseluruhan

biasanya terdiri atas 60 persen hijauan dan 40 persen konsentrat (Balai Penelitian

Ternak, 1994).

Menurut penelitian Kadarini (2005), pemberian pakan sapi laktasi di peternak

anggota KUD Cipanas tidak memperhatikan jumlah dan keadaan pakan yang

diberikan. Sapi diberi pakan tidak berdasarkan kebutuhan masing-masing ternak.

Perbandingan pemberian pakan jumlah BK hijauan dan BK konsentrat yang

dilakukan oleh peternak adalah sebesar 65:35. Pemberian pakan ini tidak sesuai

dengan pendapat Sudono (1999) yang menyatakan bahwa untuk memperoleh ransum

yang murah dengan koefisien cerna yang tinggi digunakan pakan hijauan sebanyak-

banyaknya 60 persen dari bahan kering dan sisanya 40 persen berasal dari konsentrat.

Berdasarkan penelitian Hidayat (2001) di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali

menunjukkan bahwa rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 62

kg/peternak/hari atau 19,92 kg/ST/hari, konsentrat sebesar 8,45 kg/peternak/hari atau

2,71 kg/ST/hari, ubikayu sebesar 9,78 kg/peternak/hari atau 3,14 kg/ST/hari dan

ampas tahu sebesar 1,00 kg/peternak/hari atau 0,32 kg/ST/hari.

8

Tenaga Kerja

Sudono (1999), menyatakan bahwa faktor tenaga kerja di dalam usaha

peternakan harus diperhitungkan karena biaya tenaga kerja merupakan biaya

produksi terbesar kedua setelah biaya makanan yaitu 20-30 persen dari biaya

produksi. Untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja di Indonesia sebanyak 6-7 ekor

sapi dewasa cukup ditangani seorang tenaga kerja.

Menurut Soekartawi et al. (1986), setiap usaha pertanian yang akan

dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa

ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh

besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya

tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan

menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga ahli.

Potensi tenaga kerja keluarga petani adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia

pada suatu keluarga petani. Penafsiran potensi tenaga kerja pada keluarga petani

harus dibedakan antara tenaga kerja laki-laki dewasa (umur lebih dari 15 tahun),

tenaga kerja wanita dewasa (umur lebih dari 15 tahun) dan tenaga kerja anak (umur

kurang dari 15 tahun). Konversi yang digunakan secara berurutan dari kelompok

umur tersebut masing-masing adalah 1,0 HKP, 0,8 HKP dan 0,5 HKP dengan rata-

rata 8 jam kerja per hari (Soekartawi et al., 1986).

Berdasarkan penelitian Effendi (2002), peternak sapi perah di Kecamatan

Cisarua Kabupaten Bogor selain menggunakan tenaga kerja keluarga (suami, istri

dan anak) juga menggunakan tenaga kerja luar keluarga (misalnya adik suami/istri,

keponakan), bahkan sebagian peternak memperkerjakan tenaga kerja upahan untuk

mengerjakan pekerjaan berat, seperti mencari rumput. Waktu kerja produktif rata-

rata di Kecamatan Cisarua yang diperoleh yaitu 1,13 HKP atau 9,04 jam per

peternak.

Hasil penelitian Sinaga (2003) di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi

perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa jenis

kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dalam mengelola usahaternak sapi perah

adalah: membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi makan, memberi

minum, memerah, menyetor susu, mencari dan memotong rumput. Kegiatan yang

9

menyita waktu paling banyak adalah mencari dan memotong rumput, karena rumput

yang tersedia di sekitar kapling tidak mencukupi sehingga peternak harus mencari di

luar Kunak. Penggunaan jumlah waktu yang digunakan tenaga kerja dalam

melakukan kegiatan usahaternak sapi perah setiap harinya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah pada Kunak

Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

Skala I (79,50 ST)

Skala II (217,25 ST)

Skala III (153,76 ST)

No Kegiatan

Jam Pria per Hari

1. Membersihkan Kandang dan

Memandikan Sapi 2,49 2,46 3,34

2. Memerah 1,35 2,11 3,11

3. Memberi Makan 1,14 1,22 1,74

4. Memberi Minum 1,05 1,22 1,34

5. Menyetor Susu 0,77 0,84 0,93

6. Mencari dan Memotong

Rumput 2,82 4,26 5,50

Jumlah 9,63 12,33 15,96

Sumber : Sinaga (2003)

Lahan

Menurut Sudono et al. (2003), dua hal yang harus diperhatikan dalam

persiapan lahan beternak sapi perah yaitu lahan untuk kandang dan lahan untuk

penanaman rumput. Lahan yang dibutuhkan untuk kandang berdasarkan keadaan

sapi perah terbagi menjadi 3 yaitu: (1) kandang seekor sapi masa produksi

membutuhkan lahan seluas 380 x 140 cm = 5,32 m²; (2) kandang sapi dara siap

bunting membutuhkan lahan 12 x 20 m = 200 m² untuk 10 ekor; dan (3) kandang

seekor pedet membutuhkan lahan seluas 150 x 120 cm = 1,8 m². Lahan untuk

penanaman rumput harus disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang dipelihara.

Lahan seluas satu hektar bisa memenuhi kebutuhan hijauan sekitar 10-14 ekor sapi

dewasa sebelum satu tahun.

Tipe lahan yang akan digunakan untuk usahatani, termasuk usaha peternakan,

harus diselidiki dulu tingkat kesuburannya. Pada dasarnya lahan yang baik dapat

ditingkatkan kesuburannya. Lahan harus sesuai untuk ditanami jagung, rumput-

rumputan dan leguminosa (Sudono, 1999).

Menurut Suherni (2006), lahan merupakan kendala dalam pengembangan

usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, karena untuk meningkatkan

10

populasi ternak berarti harus menambah kebutuhan lahan untuk kandang. Lahan di

Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar (63 persen) sudah digunakan untuk

pemukiman sehingga ketersediaan lahan untuk kandang sangat terbatas sekali. Hasil

penelitian Rofik (2005), menunjukan bahwa semua peternak di Pondok Rangon

membangun kandang berdekatan dengan rumah karena terbatasnya lahan yang

tersedia.

Produksi Susu

Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih

rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi

Fries Holland (FH). Hasil penelitian Nurhayati (2000), menunjukkan bahwa

produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung adalah 8

liter/ekor/hari untuk skala pemilikan ternak sebanyak 1-3 ekor betina dewasa.

Sedangkan hasil penelitian Hidayat (2001), menunjukkan bahwa produksi susu di

Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali adalah 7.07 liter/ekor/hari.

Menurut Siregar (1999), usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat

dilaksanakan dengan penambahan pakan atau perbaikan sistem pakan tanpa

penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi kualitas pakan yang tinggi

sehingga kualitas dan kuantitas produksi susunya juga tinggi. Pemberian pakan yang

tidak mencukupi kebutuhan akan menyebabkan penurunan produksi susu.

Menurut penelitan Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak

di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara

bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas

dari 10 liter/ekor/hari menjadi 9,38 liter/ekor/hari. Hal ini kemungkinan disebabkan

sapi pada usia ini mulai bunting kembali.

Berdasarkan hasil penelitian Putra (2002), pendapatan sebesar Rp 607.454,00

disumbangkan oleh rata-rata 2,44 ekor sapi laktasi, artinya setiap ekor sapi laktasi

memberikan keuntungan Rp 248.957,00 per bulan untuk skala usaha kecil sedangkan

untuk skala usaha besar dapat memberikan pendapatan Rp 1.372.693,00 per 4,98

ekor sapi laktasi, artinya setiap ekor sapi laktasi dapat memberikan keuntungan

sebesar Rp 275.641,00 per bulannya.

11

Penerimaan

Penerimaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu

yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi

tertentu (Lipsey et al., 1995). Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan

usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik untuk

dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk

yang dijual, konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan.

Penerimaan-penerimaan usahatani mencakup banyak hal, yaitu tidak saja

penerimaan yang diperoleh langsung dari penjualan produk, tetapi juga termasuk

penerimaan-penerimaan yang berasal dari hasil menyewakan dan atau penjualan

benda-benda modal yang kelebihan atau tidak terpakai lagi, menyewakan tenaga

ternak, dan penambahan nilai inventori. Penerimaan yang seringkali tidak

diperhitungkan adalah penerimaan dalam bentuk fasilitas yang diterima petani dan

keluarganya dari usahataninya sendiri (fasilitas menempati tempat tinggal, fasilitas

menggunakan kendaraan, dan fasilitas menggunakan produk usahatani untuk

konsumsi) dan penerimaan dalam bentuk hadiah dan subsidi dari pemerintah

(Hernanto, 1995).

Dalam penelitian Effendi (2002) tentang analisis kontribusi usaha peternakan

sapi perah terhadap pendapatan rumah tangga di Kecamatan Cisarua menemukan

bahwa penerimaan dari penjualan susu dipengaruhi oleh jumlah produksi susu yang

diterima masing-masing peternak dan jumlah pemilikan sapi laktasi atau sapi betina

dewasa. Semakin banyak produksi susu, maka penerimaan dari penjualan susu pun

semakin besar. Penerimaan terbesar yang diperoleh peternak sapi perah di

Kecamatan Cisarua berasal dari penjualan susu, yaitu sebesar Rp 5.259.757/ST/tahun

atau sebesar Rp 438.313/ST/ bulan.

12

Biaya

Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi

untuk tujuan tertentu. Unsur pokok dalam definisi biaya terjadi menjadi empat, yaitu

(a) biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, (b) diukur dalam satuan uang,

(c) yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, dan (d) pengorbanan

tersebut untuk tujuan tertentu.

Biaya dapat digolongkan dengan berbagai macam cara tetapi umumnya

ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai. Lebih lanjut klasifikasi biaya

menurut Mulyadi (2005) adalah :

1. Berdasarkan objek pengeluaran

Objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya : nama objek

pengeluaran adalah bahan bakar, maka pengeluaran yang berhubungan dengan

bahan bakar disebut biaya bahan bakar.

2. Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan.

(a) Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya-biaya untuk mengolah bahan baku menjadi

produk jadi yang siap untuk dijual, meliputi bahan baku, biaya bahan

penolong, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya gaji karyawan yang

bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak

langsung berhubungan dengan proses produksi.

(b) Biaya pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan

kegiatan pemasaran produk. Contoh biaya pemasaran adalah biaya iklan,

biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli,

gaji karyawan pada bagian pemasaran dan biaya contoh (sampel).

(c) Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk

mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contohnya

adalah biaya gaji karyawan (bagian keuangan, bagian akuntansi, bagian

personalia dan bagian hubungan masyarakat), biaya pemeriksaan akuntan dan

biaya fotocopy.

13

3. Berdasarkan hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

Sesuatu yang dapat dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Biaya ini

diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :

(a) Biaya langsung (direct cost)

Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya

adalah karena adanya biaya yang dibiayai. Contoh biaya langsung adalah

biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

(b) Biaya tidak langsung (indirect cost)

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan

oleh sesuatu yang dibiayai. Salah satu contoh dari biaya tidak langsung

adalah biaya listrik.

4. Berdasarkan perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan

(a) Biaya variabel (variable cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah seiring dengan

perubahan volume kegiatan.

(b) Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap meskipun volume kegiatan

berubah.

Hasil penelitian Sinaga (2003) menunjukkan bahwa secara keseluruhan

rataan biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap peternak di kawasan usaha

peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor per bulan untuk

skala rata-rata 150,17 ST adalah Rp 235.580,20 atau 8,94 persen dari biaya total,

sedangkan rataan biaya variabel untuk setiap peternak per bulan adalah Rp

2.400.632,19 atau 91,06 persen dari biaya total. Komponen terbesar untuk setiap

peternak berturut-turut adalah biaya pakan (64,32 % dari biaya total), biaya tenaga

kerja (16,6 %), biaya obat-obatan (3,03 %), cooling unit (3,25 %), biaya lain-lain

(air, transportasi dan listrik) (3,31 %) dan biaya penyusutan kandang (0,55 %).

Penelitian Putra (2002), biaya makanan ternak yang dikeluarkan oleh

peternak rata-rata sebesar Rp 412.050,00 per peternak per bulan untuk skala usaha

kecil sedangkan untuk skala usaha besar sebesar Rp 775.210,00 per bulan.

Pendapatan peternak untuk skala usaha kecil sebesar Rp 607.454,00 per bulan atau

14

setara dengan Rp 20.249,00 per harinya, sedangkan untuk skala usaha besar sebesar

Rp 1.372.693,00 per bulan atau setara dengan Rp 45.756,00 per harinya.

Perusahaan dapat menentukan suatu tingkat harga apabila informasi biaya yang telah

dikeluarkan tercatat dengan baik. Pada saat ini, baik perusahaan besar atau kecil,

menggunakan akuntansi biaya untuk mencatat informasi biaya tersebut. Akuntansi

biaya adalah salah satu cabang akuntansi yang merupakan alat menejemen dalam

memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis serta menyajikan

informasi biaya dalam bentuk laporan biaya (Supriyono, 1999).

Harga Pokok Produksi

Menurut Supriyono (1999), harga perolehan atau harga pokok adalah jumlah

yang dapat diukur dalam satuan uang dalam bentuk : kas yang dibayarkan, atau nilai

aktiva lainnya yang diserahkan atau dikorbankan, atau nilai jasa yang diserahkan

atau dikorbankan, atau hutang yang timbul, atau tambahan modal dalam rangka

pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan baik pada masa lalu maupun

pada masa yang datang (harga perolehan yang akan terjadi).

Tujuan utama dari perhitungan harga pokok produksi menurut Mulyadi

(2005), yaitu :

1. Sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan produk.

2. Untuk menetapkan beda laba yang akan didapatkan dalam pertukaran.

3. Sebagai alat untuk menilai efisiensi dari suatu proses produksi.

4. Membuat keputusan menerima atau menolak pesanan.

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-

unsur biaya ke dalam harga pokok produksi terdapat dua metode, yaitu full costing

dan variable costing (Mulyadi, 2005).

1. Metode Full Costing

Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi,

yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Full costing

secara sederhana mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi

perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi biaya produksi

15

dan biaya non produksi. Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh

produk, sedangkan biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya administrasi

dan umum) diperlakukan sebagai biaya periode dalam full costing.

Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya

berikut ini (Mulyadi, 2005):

Biaya Bahan Baku xxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx

Biaya Overhead Tetap xxx

Biaya Overhead Variabel xxx +

Harga Pokok Produksi xxx

2. Metode Variable Costing

Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya

memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok

produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan

biaya overhead pabrik variabel, ditambah dengan biaya non produksi variabel

(biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya

tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan

umum tetap). Variable costing memperbaiki informasi biaya penuh produk

dengan mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya

dengan perubahan volume kegiatan. Variable costing hanya memperhitungkan

biaya penuh produk terbatas pada biaya produksi variabel saja. Biaya produksi

tetap diperlakukan sebagai biaya periode.

Harga pokok produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya

berikut ini (Mulyadi, 2005):

Biaya Bahan Baku xxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx

Biaya Overhead Variabel xxx +

Harga Pokok Produksi xxx

Berdasarkan hasil penelitian Silitonga (1992) tentang harga pokok susu segar

pada usaha peternakan sapi perah rakyat di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bogor menemukan bahwa ada hubungan negatif antara harga pokok

16

dengan skala usaha. Penelitian ini menemukan bahwa semakin besar skala usaha

maka semakin kecil harga pokoknya.

Siringo-ringo (2004) dalam penelitiannya mempelajari penetapan harga

pokok susu cup di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan,

Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Siringo-ringo menggunakan metode full costing

dalam perhitungan harga pokoknya. Melalui perhitungan dengan metode full costing,

harga pokok menjadi lebih tinggi daripada harga pokok yang dihitung oleh KPBS.

Hal ini disebabkan KPBS hanya memperhitungkan biaya bahan baku dan biaya

bahan penolong saja, serta pengalokasian biaya yang dilakukan juga tidak tepat.

Hasil perbandingan perhitungan harga pokok metode full costing dan metode KPBS

menunjukkan bahwa selisih biaya adalah Rp 27,90/liter. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan oleh KPBS untuk meningkatkan daya saing produk susu cup KPBS yaitu

(1) pemisahan pembukuan antara fresh milk dengan susu cup, (2) efisiensi melalui

kegiatan memperbanyak penggunaan bahan baku lokal dan meningkatkan kapasitas

produksi, (3) meningkatkan pemasaran dan (4) promosi.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya, yang

berada di Jalan Duren Tiga No. 46 Rt. 06 Rw. 07 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan

Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September 2008.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus

pada usaha peternakan Rian Puspita Jaya, Jalan Duren Tiga No. 44 Rt. 06 Rw. 07

Kelurahan Duren Tiga Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk membuat pernyataan secara sistematis dan akurat mengenai data

yang diperoleh selama penelitian.

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang

dikumpulkan adalah data biaya (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya

overhead) dan data produksi susu segar pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2008. Data

primer tersebut diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan

pemilik, pengelola dan pegawai peternakan sapi perah Rian Puspita Jaya. Data

sekunder diperoleh dari laporan-laporan peternakan tersebut, Dinas Peternakan dan

instansi yang terkait serta literatur-literatur yang mendukung penelitian yang dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer

untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel (ditabulasikan) sehingga dapat

dilakukan analisis dan interpretasi secara lebih mudah. Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini

digunakan perusahaan adalah dengan menggunakan metode variable costing. Alat

analisis yang digunakan adalah analisis metode harga pokok produksi metode full

costing untuk membandingkan perhitungan metode harga pokok produksi yang

selama ini digunakan perusahaan.

18

Metode Variable Costing

Perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan oleh

perusahaan adalah perhitungan harga pokok produksi metode variable costing.

Metode variable costing digunakan untuk menghitung biaya produksi yang berubah-

ubah sesuai dengan output yang diperlukan sebagai harga pokok, yang terdiri dari

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variabel.

Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing

adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2005):

Biaya Bahan Baku xxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx

Biaya Overhead Variabel xxx +

Harga Pokok Produksi xxx

Metode Full Costing

Metode full costing digunakan untuk menghitung semua unsur biaya produksi

ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung dan biaya overhead baik yang berperilaku tetap maupun variabel.

Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing adalah

sebagai berikut (Mulyadi, 2005):

Biaya Bahan Baku xxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx

Biaya Overhead Tetap xxx

Biaya Overhead Variabel xxx +

Harga Pokok Produksi xxx

Definisi Istilah

Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan peternak untuk

menghasilkan output sapi perah, meliputi: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan

biaya overhead (dalam rupiah per bulan).

Biaya bahan baku adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan

baku. Biaya bahan baku yang digunakan dalam usahaternak sapi perah yakni pakan

dan obat-obatan (dalam rupiah per bulan).

19

Biaya tenaga kerja adalah balas jasa yang diberikan perusahaan kepada

karyawannya. Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini adalah gaji dan tunjangan

pekerja kandang, upah pekerja kandang, biaya makan dan fasilitas pekerja kandang

(dalam rupiah per bulan).

Biaya overhead adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga

kerja langsung yang berkaitan dengan proses produksi. Diantaranya biaya listrik

kandang, biaya bahan bakar dan biaya oli (dalam rupiah per bulan).

Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, meskipun tidak ada produksi

tetap harus dikeluarkan, seperti biaya penyusutan kandang, penyusutan ternak dan

penyusutan peralatan kandang (dalam rupiah per bulan).

Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan

perubahan volume kegiatan, seperti biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya obat-

obatan dan biaya perlengkapan (dalam rupiah per bulan).

Harga pokok produksi adalah jumlah seluruh biaya produksi yang terdiri dari biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead yang dikeluarkan oleh peternak

dalam menghasilkan produk pada suatu periode tertentu (dalam rupiah per liter).

Produksi susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh seluruh sapi laktasi di

perusahaan Rian Puspita Jaya (liter per bulan).

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Umum Perusahaan

Rian Puspita Jaya (RPJ) merupakan perusahaan peternakan sapi perah yang

berlokasi di Jalan Duren Tiga No. 44 RT 006/07 Kelurahan Duren Tiga Kecamatan

Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sejarah usaha ini dimulai pada tahun 1982 oleh

H. Mardani. Usaha tersebut pada mulanya hanya merupakan warisan orang tua yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Perusahaan RPJ tidak

mengalami kemajuan selama enam tahun membuka usaha. Hal tersebut terjadi

karena pemilik peternakan lebih memperhatikan usahanya yang lain yaitu pabrik

tahu sehingga konsentrasi pada usaha sapi perahnya menjadi berkurang.

Pada tahun 1988, perusahaan RPJ bekerjasama dan berada di bawah suatu

lembaga Koperasi Peternak Daerah (Koperda) Jakarta dengan mendapat bantuan 15

ekor sapi yang dibagikan oleh Koperda Jakarta. Dengan bantuan tersebut, perusahaan

harus menyerahkan hasil susu sapi perahnya kepada Koperda. Awal tahun 2001,

pemilik memutuskan untuk melepaskan diri dari Koperda karena alasan keuntungan

yang dihasilkan tidak terlalu besar dibandingkan jika pemilik melakukan usaha yang

dijalankan sendiri.

Setelah melepaskan diri dari Koperda, Perusahaan RPJ memiliki dua sistem

usaha yaitu usaha mandiri dan usaha kemitraan. Usaha mandiri dilakukan dengan

cara mendistribusikan secara langsung hasil peternakannya berupa susu kepada

Indomilk dan loper. Kemitraan dilakukan dengan para peternak yang tersebar di

Jakarta. Para peternak di Jakarta menjual hasil susu perahannya kepada RPJ untuk

dipasarkan ke Indomilk dan loper bahkan ada pula peternak yang menitipkan sapinya

untuk diusahakan perusahaan dengan sistem bagi hasil.

Perusahaan RPJ memiliki dua lokasi kandang yaitu lokasi pertama terletak di

Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang Prapatan dan lokasi kedua terletak di Jl.

Buncit 11 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kantor perusahaan peternakan RPJ

berada di Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

21

Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah

Ternak Sapi Perah

Bangsa sapi yang dipelihara oleh perusahaan peternakan RPJ adalah sapi

perah jenis Fries Holland (FH) dengan ciri-ciri warna bulu putih dengan bercak

hitam. Ternak sapi yang dimiliki terdiri dari enam kategori yaitu sapi laktasi, sapi

kering, sapi jantan, sapi dara, pedet jantan dan pedet betina. Jumlah sapi perah

perusahaan pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya pada Bulan

Juni-Agustus 2008

Lokasi I Lokasi II Total Kategori Umur

Ekor ST % Ekor ST % Ekor ST %

Sapi laktasi 49 49,00 82,35 32 32,00 79,01 81 81,00 81,00

Sapi kering 3 3,00 5,04 3 3,00 7,41 6 6,00 6,00

Pejantan 3 3,00 5,04 3 3,00 7,41 6 6,00 6,00

Dara 8 4,00 6,73 4 2,00 4,93 12 6,00 6,00Pedet jantan 1 0,25 0,42 1 0,25 0,62 2 0,50 0,50

Pedet betina 1 0,25 0,42 1 0,25 0,62 2 0,50 0,50

Total 65 59,50 100,00 44 40,50 100,00 109 100,00 100,00

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah populasi sapi perah

perusahaan peternakan RPJ pada bulan Juni-Agustus sebanyak 109 ekor. Total sapi

induk laktasi sebanyak 81 ekor atau 81 persen dari jumlah keseluruhan sapi perah

yang dipelihara oleh peternak. Jumlah sapi pada lokasi 1 dan lokasi 2 masing-masing

sebesar 59,50 ST dan 40,50 ST.

Semakin banyak sapi laktasi yang dipelihara, maka semakin besar volume

susu yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 2, komposisi sapi perah di perusahaan RPJ

terdiri dari 81 persen sapi betina laktasi, sehingga kondisi sesuai dengan pernyataan

Sudono (1999) bahwa agar usaha peternakan sapi perah tetap dapat memberikan

penghasilan bagi peternak maka sapi laktasi tidak boleh kurang dari 60 persen. Jika

terlalu banyak sapi perah yang tidak produktif maka akan menjadi tanggungan sapi

laktasi dan menyebabkan tingginya biaya pemeliharaan.

Produksi susu sapi perah per hari sekitar 850,00-985,55 liter. Rata-rata

produksi susu segar yaitu sebesar 27.055,33 liter per bulan. Produktivitas rata-rata

sapi selama tiga bulan tersebut sebesar 10,90 liter/ekor/hari. Produksi susu pada

pemerahan pagi hari lebih banyak dibandingkan dengan susu hasil pemerahan sore

hari. Rata-rata produksi susu pemerahan pagi hari adalah 489,13 liter per hari

22

sedangkan rata-rata produksi susu pemerahan sore hari adalah 414,50 liter per hari.

Produksi susu sapi perah di usaha peternakan RPJ dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Susu Sapi Perah Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya

Jumlah Sapi

Laktasi

Total Produksi

Susu

Produktivitas

Sapi Bulan Produksi

(ST) (liter/bulan) (liter/ekor/hari)

Juni 81 27.108,85 11,16

Juli 81 28.202,15 11,23

Agustus 81 25.855,00 10,30

Rata-rata 81 27.055,33 10,90

Kandang

Kandang merupakan syarat penting bagi pemeliharaan ternak. Kandang

berfungsi sebagai tempat berlindung ternak dari hal-hal yang dianggap kurang

menguntungkan. Selain itu kandang juga memudahkan peternak dalam pemberian

pakan dan pengawasan kesehatan ternak. Perusahaan RPJ memiliki dua lokasi

kandang yaitu lokasi pertama terletak di Jl. Duren Tiga No. 46 RT 006/07 Mampang

Prapatan dan lokasi kedua terletak di. Jl. Buncit 11 Mampang Prapatan, Jakarta

Selatan.

Lokasi pertama mempunyai luas lahan sekitar 800 meter persegi. Lokasi

pertama terdiri dari delapan unit kandang, satu unit gudang dan dua unit rumah yang

digunakan sebagai tempat tinggal pekerja kandang. Lokasi kedua dengan luas lahan

sekitar 600 meter persegi terdiri dari enam unit kandang dan satu unit gudang. Total

luas lahan yang dimiliki perusahaan untuk kedua lokasi kandang adalah 1400 meter

persegi. Ukuran kandang per satu ekor sapi dewasa rata-rata 1,5 m x 2,5 m dengan

atap pada ketinggian antara 2,5-3 meter. Luas kandang pedet adalah setengah kali

luas kandang sapi dewasa dengan ketinggian yang sama.

Setiap kandang dilengkapi dengan saluran pembuangan kotoran sepanjang

kandang dengan lebar 50 cm. Sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk ke

dalam kandang belum mencukupi dan belum memenuhi persyaratan kandang sapi

perah yang baik. Terlihat dari kandang yang selalu gelap. Kandang juga berdekatan

dengan rumah pemilik dan tempat tinggal warga sekitar. Walaupun demikian situasi

ini tidak dipermasalahkan oleh warga yang berdekatan dengan peternakan sapi perah

Rian Puspita Jaya. Hal ini dikarenakan perusahaan sudah lebih dulu berdiri daripada

penduduk pendatang.

23

Bahan yang digunakan dalam pembuataan kandang adalah hal yang perlu

diperhatikan karena menyangkut kenyamanan ternak di dalam kandang. Dinding

kandang terbuat dari semen setinggi leher sapi. Atap kandang menggunakan genteng

atau asbes. Genteng merupakan bahan atap yang memiliki umur ekonomis dan

ketahanan lebih lama dibanding bahan atap yang lain. Lantai kandang yang

digunakan oleh perusahaan terbuat dari semen agar lantai kandang mudah

dibersihkan.

Pekerja kandang membersihkan kandang dua kali sehari yaitu pada pagi dan

sore hari. Tempat pakan, tempat minum dan saluran pembuangan kotoran juga

dibersihkan oleh para pekerja kandang. Sebelum pemerahan, peternak membersihkan

kandang serta memandikan ternaknya. Rata-rata waktu yang dihabiskan oleh para

pekerja untuk membersihkan kandang beserta ternaknya adalah dua jam per hari.

Pakan

Pakan sangat mempengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Pakan

yang diberikan kepada ternak terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar

yang tinggi dan pakan tambahan yang mengandung serat kasar yang rendah untuk

memenuhi kebutuhan protein, energi, dan mineral. Jenis pakan hijauan yang

diberikan adalah rumput lapang yang diperoleh dari penyabit rumput dengan harga

Rp 200,00-Rp 250,00 per kg. Pakan tambahan yang diberikan berupa konsentrat jadi,

ampas tahu dan singkong.

Pemberian ampas tahu dan singkong bertujuan untuk mengurangi konsentrat

jadi karena alasan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya pakan. Ampas

tahu diperoleh dari pabrik tahu yang dimiliki oleh perusahaan. RPJ. Ampas tahu

yang diperoleh dari pabrik tahu perusahaan RPJ tidak mencukupi untuk kebutuhan

dua lokasi kandang. Ampas tahu yang kurang dibeli dari pihak luar dengan harga

Rp 300,00-Rp 325,00 per kg.

Pakan diberikan oleh para pekerja kandang pada pagi dan sore hari. Pagi hari

dilakukan setelah pemerahan sedangkan untuk sore hari dilakukan sebelum

pemerahan. Jumlah rata-rata pemberian pakan hijauan adalah 30,31 kg per ST per

hari, konsentrat jadi sebesar 1,71 kg per ST per hari, ampas tahu 6,33 kg per ST per

hari dan singkong 2,33 kg per ST per hari. Pemberian pakan dilakukan sama untuk

24

semua kategori umur sapi. Rata-rata pemberian pakan pada usaha peternakan Rian

Puspita Jaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Pemberian Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya

pada Bulan Juni, Juli dan Agustus 2008

Pakan Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus Rata-rata

------------------------------(kg/ST/hari)--------------------------------

Hijauan 30,13 28,77 32,03 30,31

Konsentrat jadi 1,84 2,12 1,17 1,71

Ampas tahu 6,10 7,34 5,56 6,33

Singkong 2,75 2,35 1,89 2,33

Pengetahuan para pekerja kandang tentang pemberian pakan masih kurang.

Pemberian pakan belum memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh sapi perah.

Komposisi dan jumlah pemberian pakan tidak dibedakan antara sapi dara, sapi

kering, sapi jantan maupun untuk sapi yang sedang laktasi. Pemberian pakan

seharusnya disesuaikan dengan bobot hidup atau kebutuhan sapi perah dan

dibedakan untuk setiap sapi perah. Seharusnya sapi laktasi memperoleh konsentrat

lebih banyak dibandingkan jenis sapi lainnya agar produksi susu yang dihasilkan sapi

laktasi lebih banyak.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh perusahaan RPJ adalah tenaga kerja dalam

keluarga (15%) dan tenaga kerja luar keluarga (85%). Tenaga kerja dalam keluarga

dipercayakan oleh pemilik untuk mengisi posisi sebagai pengelola, bagian

administrasi dan bagian keuangan. Bagian pengemasan dan para pekerja kandang

menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Pengambilan dan penempatan tenaga kerja

luar keluarga dilakukan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.

Pengelola bertanggung jawab atas kelangsungan hidup usaha peternakan,

mengatur dan memberikan motivasi kepada karyawan agar dapat bekerja dengan

baik dan melakukan pengawasan atas jalannya usaha. Pengelola membawahi

langsung pekerjaan bagian keuangan, bagian administrasi, bagian pengemasan dan

pekerja kandang.

Bagian administrasi bertugas melakukan pembelian pakan, mengawasi

penjualan susu yang dilakukan oleh bagian pengemasan, penghubung antara pekerja

kandang dengan pengelola dan memenuhi kebutuhan para pekerja kandang dalam

25

pekerjaannya. Bagian administrasi bekerja sama dengan bagian keuangan dalam

mencatat pengeluaran perusahaan. Bagian administrasi meminta dana untuk membeli

kebutuhan operasional perusahaan dan bagian keuangan mencatat arus uang yang

dikeluarkan untuk keperluan usaha.

Bagian pengemasan bertugas menimbang dan mengemas susu yang sudah

dipesan loper, memasarkan susu kepada PT Indomilk, menerima susu dari peternak

lain untuk dipasarkan dan melakukan pencatatan atas penjualan susu yang dihasilkan.

Pekerja kandang bertugas membersihkan kandang, membersihkan sapi perah,

memerah susu dan memberikan pakan.

Selain itu, perusahaan RPJ juga menggunakan tenaga kerja sebagai pencari

hijauan yang bertugas mengambil rumput dari para penyabit dan mendistribusikan

rumput tersebut untuk kedua kandang serta pengumpul ampas tahu yang bertugas

menyediakan pakan ampas tahu dan mendistribusikan untuk kedua kandang.

Sedangkan supir tangki susu bertugas mengantarkan susu kepada PT Indomilk. Susu

diantar kepada PT Indomilk dua kali seminggu dengan jumlah sesuai produksi

peternakan. Komposisi tenaga kerja perusahaan RPJ disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Tenaga Kerja Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya

Posisi Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tenaga kerja dalam keluarga

A. Pengelola 1 5,00

B. Bagian administrasi 1 5,00

C. Bagian keuangan 1 5,00

2. Tenaga kerja luar keluarga

A. Bagian pengemasan 2 10,00

B. Pekerja kandang

- Lokasi I 6 30,00

- Lokasi II 4 20,00

5m, C. Pencari hijauan 1 5,00

D. Pengumpul ampas tahu 3 15,00

E. Supir tangki susu 1 5,00

Total 20 100,00

Sumber: RPJ (2008)

Tenaga kerja khususnya pekerja kandang dan bagian pengemasan bekerja

berdasarkan rasa kekeluargaan. Hal ini dikarenakan asal daerah pekerja kebanyakan

dari daerah yang sama yaitu Jawa Tengah. Pekerja selalu menciptakan kondisi yang

nyaman diantara rekannya. Bila salah satu pekerja sedang berhalangan atau sakit

maka pekerja yang lain membantu untuk mengerjakan tugas yang belum

26

diselesaikan. Para pekerja dituntut harus dapat melakukan semua pekerjaan

dikarenakan jumlah pekerja yang sedikit.

Tenaga kerja perusahaan RPJ berusia produktif yaitu berkisar antara 17

sampai 60 tahun. Pada usia yang produktif, tenaga kerja terutama pekerja kandang

memiliki kondisi fisik serta kemampuan berfikir yang baik sehingga masih

memungkinkan bagi pekerja kandang untuk meningkatkan keterampilan dan

pengetahuan dalam memelihara ternak sapi perah. Berdasarkan pengamatan,

sebagian besar yang berumur muda ditempatkan pada karyawan produksi. Hal ini

didukung oleh tenaga dan stamina yang kuat dalam menjalankan pekerjaannya, juga

motivasi yang tinggi sebagai seorang karyawan yang ingin maju dan berkembang

sebagai upaya mengantisipasi menghadapi persaingan yang semakin berat di antara

sesama rekan kerja.

Latar belakang pendidikan tenaga kerja sangat beragam mulai dari tingkat

SD, SLTP, SLTA, sampai sarjana. Pengelola dan bagian administrasi berpendidikan

Strata 1 sedangkan pekerja kandang sebagian besar berpendidikan SD. Berdasarkan

pengamatan di lapangan bahwa para pekerja kandang menganggap beternak sapi

perah tidak perlu dicapai dengan pendidikan yang tinggi, yang diperlukan hanya

keterampilan khusus dan kedisplinan yang tinggi dalam menghasilkan kualitas susu

yang baik.

Sistem pembayaran gaji dibagi dua yaitu pembayaran bulanan dan

pembayaran harian. Gaji pengelola, bagian administrasi, bagian keuangan, bagian

pengemasan, pekerja kandang dan supir tangki susu dibayarkan setiap bulan sekali,

sedangkan untuk pencari hijauan dan pengumpul ampas tahu gaji dibayarkan setiap

dua minggu sekali.

Berdasarkan hasil wawancara, gaji yang diberikan oleh perusahaan tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup para pekerja. Gaji per bulan yang

diterima oleh tenaga kerja selain pengelola berkisar antara Rp 600.000,00-Rp

950.000,00. Akan tetapi tenaga kerja pada perusahaan RPJ tidak menuntut terlalu

banyak mengenai gaji. Hal ini dikarenakan tenaga kerja merasa pemilik perusahaan

sudah cukup baik dengan memberikan fasilitas berupa tempat tinggal sehingga

karyawan tidak harus mengeluarkan biaya lagi untuk mengontrak rumah.

27

Perusahaan Rian Puspita Jaya merupakan perusahaan keluarga sehingga

struktur organisasi perusahaan sangat sederhana. Perusahaan RPJ memiliki 20 orang

karyawan. Pengelola membawahi langsung pekerjaan bagian keuangan, bagian

administrasi, bagian pengemasan dan pekerja kandang.

Sehubungan perusahaan peternakan RPJ merupakan perusahaan keluarga,

untuk posisi yang penting seperti bagian administrasi dan bagian keuangan,

semuanya dipercayakan kepada anggota keluarga pemilik perusahaan RPJ.

Sedangkan untuk karyawan produksi (pengemasan dan pekerja kandang) berasal dari

luar keluarga yang sudah bertahun-tahun bekerja pada RPJ, sehingga pemilik

menganggap para karyawan produksi merupakan bagian dari keluarga RPJ. Struktur

organisasi operasional perusahaan Rian Puspita Jaya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan Rian Puspita Jaya

Pemerahan

Pemerahan pada usaha peternakan RPJ dilakukan dua kali sehari yaitu pada

pagi dan sore hari. Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan

tangan. Sebelum dilakukan pemerahan, kandang dan sapi dibersihkan terlebih dahulu

kemudian ambing sapi dan daerah lipat pahanya dilap dengan lap bersih yang telah

dibasahi dengan air hangat. Ambing sapi yang akan diperah diolesi mentega agar

memudahkan pemerahan dan puting susu tidak terkontaminasi bakteri. Tangan

pemerah juga harus bersih sewaktu memerah susu agar susu yang dihasilkan bersih

dan sapi tetap sehat serta terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan produksi

susunya.

Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar

karena sifat susu segar mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Susu dari hasil

pemerahan ditampung ke dalam ember kemudian dimasukkan ke dalam milk can.

Pengelola

Bagian

Pengemasan

Bagian

Keuangan

Bagian

Administrasi

Pekerja

Kandang

28

Sebelum dimasukkan ke dalam milk can, susu harus disaring dahulu agar bulu sapi

tidak terbawa masuk ke dalam wadah. Sebelum dijual, susu tersebut diuji berat

jenisnya. Standar berat jenis yang ditetapkan perusahaan adalah 25 persen, jika

berada di atas 25 persen dan banyak butiran-butiran dalam susu maka perusahaan

tidak berani menjual baik kepada loper maupun PT Indomilk.

Penyakit

Penyakit menular yang menjangkiti ternak sapi perah pada umumnya

menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan walaupun penyakit menular secara

tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa merusak kesehatan ternak secara

berkepanjangan, mengurangi bahkan menghentikan produktivitas susu dan

pertumbuhan. Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan

memandikan sapi perah secara rutin dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari

bersamaan dengan membersihkan kandang. Upaya pencegahan lainnya dilakukan

dengan memotong kuku dan menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan

kering. Perusahaan RPJ juga mendatangkan tenaga medis dari Dinas Peternakan

untuk memeriksa keadaan sapi dan melakukan vaksinasi.

Penyakit yang sering menyerang adalah infeksi pada luka, infeksi pada mata

dan cacingan. Perusahaan peternakan RPJ tidak memiliki tenaga medis sendiri untuk

menangani masalah penyakit yang menjangkiti ternak sapi perah. Pengobatan

dilakukan oleh tenaga medis yang didatangkan dari Dinas Peternakan dengan biaya

pengobatan sebesar Rp 50.000,00 untuk satu kali kunjungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Biaya

Proses produksi produk susu segar yang dilakukan oleh perusahaan Rian

Puspita Jaya bersifat berkelanjutan dengan sifat produk yang homogen sehingga

pengelompokan biaya dilakukan dengan metode proses produksi. Dalam

menggunakan metode proses produksi, biaya dikelompokkan menjadi biaya bahan

baku, biaya tenga kerja baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak

langsung serta biaya overhead yang bersifat tetap maupun variabel (Mulyadi, 2005).

Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

bahan baku. Biaya bahan baku yang dikeluarkan pada usaha peternakan sapi perah

RPJ adalah biaya pembelian pakan dan biaya kesehatan hewan. Pakan yang

dibutuhkan dalam pemeliharaan sapi perah untuk menghasilkan produk susu antara

lain hijauan, konsentrat jadi, ampas tahu dan singkong. Pakan merupakan komponen

biaya bahan baku terbesar dalam penyusunan biaya bahan baku. Penetapan biaya

bahan baku pakan dihitung berdasarkan banyaknya pemakaian pakan dikalikan

dengan harga dasar pembelian pakan tersebut. Perhitungan biaya pakan usaha

peternakan Rian Puspita Jaya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Biaya bahan baku lainnya yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya untuk

kesehatan hewan. Biaya kesehatan hewan terdiri dari biaya obat-obatan, vaksinasi

dan biaya tenaga medis yang didatangkan dari Dinas Peternakan. Perusahaan RPJ

tidak memiliki tenaga medis peternakan khusus sehingga setiap hal yang

berhubungan dengan penyakit dan kesehatan hewan diserahkan sepenuhnya kepada

Dinas Peternakan DKI Jakarta. Perkembangan total biaya bahan baku usaha

peternakan RPJ pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa biaya bahan baku terbesar untuk menghasilkan

satu liter susu segar terjadi pada bulan Juli 2008 yaitu sebesar Rp 42.257.660,00. Hal

ini dikarenakan pembelian pakan jauh lebih tinggi daripada bulan Juni dan Agustus.

Jenis pakan yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan adalah pembelian

hijauan. Pada bulan Juli tahun 2008 merupakan puncak musim kemarau sehingga

permintaan hijauan lebih besar dari produksi yang dihasilkan. Pada bulan tersebut

30

harga per kg hijauan mengalami kenaikan dari Rp 200,00 menjadi Rp 250,00. Pada

bulan Agustus 2008 pembelian hijauan kembali turun karena pada bulan ini mulai

musim hujan sehingga produksi hijauan kembali meningkat dan mengakibatkan

harga per kg hijauan kembali turun menjadi Rp 200,00.

Tabel 6. Perkembangan Total Biaya Bahan Baku (BBB) Usaha Peternakan

Rian Puspita Jaya pada Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus Bahan Baku

(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)

Pakan

Hijauan 18.075.000,00 51,64 22.300.000,00 52,77 19.855.500,00 59,73

Konsentrat jadi 7.927.875,00 22,65 9.455.250,00 22,37 5.215.875,00 15,69

Ampas tahu 5.431.050.00 15,52 7.322.000,00 17,33 5.550.050,00 16,70

Singkong 3.265.920,00 9,33 2.880.410,00 7,53 2.320.000,00 6,98

Total biaya pakan 34.699.845,00 99,14 37.957.660,00 99,29 32.941.425,00 99,10

Kesehatan hewan 300.00,00 0,86 300.000,00 0,71 300.000,00 0,90

Jumlah BBB 34.999.845,00 100,00 42.257.660,00 100,00 33.241.425,00 100,00

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

BBB/liter Susu 1.291,09 1.498,38 1.285,69

Biaya bahan baku per liter susu segar yang diperoleh pada bulan Juni, Juli

dan Agustus tahun 2008 adalah Rp 1.291,09; Rp 1.498,38; dan Rp 1.285,69. Biaya

bahan baku per liter susu segar tertinggi terjadi pada bulan Juli, sedangkan biaya

bahan baku per liter terendah terjadi pada bulan Agustus. Namun, walaupun biaya

bahan baku per liter bulan Agustus 2008 adalah yang paling rendah, bukan berarti

harga pokok produksinya pun menjadi paling rendah. Hal ini disebabkan adanya

komponen biaya lain yang diperhitungkan ke dalam harga pokok produksi selain

biaya bahan baku, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya overhead.

Biaya Tenaga Kerja

Perhitungan biaya tenaga kerja dibagi ke dalam dua bagian yaitu biaya tenaga

kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung

merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja yang

terlibat langsung dalam menghasilkan susu segar. Biaya tenaga kerja tidak langsung

adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan, akan tetapi manfaatnya tidak

dapat diidentifikasikan pada produk susu segar yang dihasilkan perusahaan.

Tenaga kerja langsung pada perusahaan peternakan sapi perah Rian Puspita

Jaya adalah 10 orang pekerja kandang. Biaya tenaga kerja langsung terdiri dari gaji

dan bonus karyawan, tunjangan karyawan berupa tunjangan kesehatan dan hadiah

berupa uang, serta biaya makan karyawan. Gaji karyawan yang dibayarkan oleh

31

perusahaan tidak bergantung pada jumlah produksi susu segar. Gaji per tenaga kerja

antara Rp 600.000,00 sampai dengan Rp 950.000,00. Tunjangan karyawan berbeda-

beda untuk setiap tenaga kerja. Pemberian tunjangan berdasarkan masa kerja masing-

masing karyawan. Biaya makan tenaga kerja langsung adalah sebesar Rp 3.000,00

per hari untuk satu kali makan, sehingga besarnya tunjangan makan untuk tenaga

kerja langsung adalah sebesar Rp 900.000,00.

Tenaga kerja tidak langsung terdiri dari karyawan bagian administrasi,

karyawan bagian keuangan, karyawan bagian pengemasan, pencari hijauan,

pengumpul ampas tahu dan supir tangki susu. Jumlah tenaga kerja tidak langsung

yaitu sebanyak 10 orang. Gaji bagian administrasi, keuangan, pengemasan dan supir

tangki susu dibayarkan sebulan sekali, sedangkan gaji pencari hijauan dan

pengumpul ampas tahu dibayarkan setiap dua minggu sekali. Perkembangan total

biaya tenaga kerja usaha peternakan RPJ pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Total Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) dan

Total Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (BTKTL) Usaha

Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus Uraian

(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)

TK Langsung

Gaji dan Bonus Karyawan 8.100.000,00 39,71 9.200.000,00 41,82 7.775.000,00 39,03

Tunjangan Karyawan 1.350.000,00 6,62 1.550.000,00 7,04 1.395.000,00 7,00

Biaya Makan Karyawan 900.000,00 4,41 900.000,00 4,09 900.000,00 4,52

Jumlah BTKL 10.350.000,00 50,74 11.650.000,00 52,95 10.070.000,00 50,55

TK Tidak Langsung

Gaji dan Bonus Karyawan 9.200.000,00 45,10 9.500.000,00 43,18 9.000.000,00 45,18

Tunjangan Karyawan 850.000,00 4,16 850.000,00 3,87 850.000,00 4,27

Jumlah BTKTL 10.050.000,00 49,26 10.350.000,00 47,05 9.850.000,00 49,45

Jumlah BTK 20.400.000,00 100,00 22.000.000,00 100,00 19.920.000,00 100,00

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

BTK/liter Susu 752,52 780,08 770,45

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja langsung, baik

untuk bulan Juni, Juli maupun Agustus jumlahnya lebih besar dibanding dengan

biaya tenaga kerja tidak langsung. Total biaya tenaga kerja langsung pada bulan Juni

adalah sebesar Rp 10.350.000,00, sedangkan total biaya tenga kerja tidak

langsungnya Rp 10.050.000,00. Pada bulan Juli total biaya tenaga kerja langsung

sebesar Rp 11.650.000 lebih besar dari total biaya tenaga kerja tidak langsung yaitu

Rp 10.350.000,00. Demikian halnya pada bulan Agustus dimana total biaya tenaga

32

kerja langsung Rp 10.070.000,00 lebih besar dari total biaya biaya tenga kerja tidak

langsungnya yaitu Rp 9.850.000,00.

Biaya tenaga kerja langsung tertinggi adalah pada bulan Juli. Hal ini didasari

oleh adanya peningkatan produksi susu segar perusahaan. Perusahaan RPJ

menentapkan kebijakan bahwa ketika produksi susu sapi perah meningkat, maka

bonus karyawan pekarja kandang akan ditingkatkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di persahaan RPJ.

Biaya Overhead

Komponen biaya lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang

diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi yaitu biaya overhead. Biaya

overhead merupakan biaya yang secara tidak langsung mempengaruhi proses

produksi. Biaya overhead yang dikeluarkan oleh perusahaan berupa biaya yang

timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap dan biaya yang secara langsung

memerlukan uang tunai. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva

tetap berupa penyusutan bangunan, penyusutan kendaraan dan penyusutan peralatan.

Sedangkan biaya yang secara langsung memerlukan uang tunai terdiri dari biaya

listrik, biaya telepon, bensin, perawatan kendaraan, biaya jalan tol, pajak kendaraan,

pajak bumi dan bangunan, biaya pemerahan dan biaya kemasan.

Biaya overhead dibagi ke dalam dua kelompok yaitu biaya overhead tetap

dan biaya overhead variabel. Biaya overhead tetap adalah biaya overhead yang tidak

berubah dengan perubahan volume susu segar yang dihasilkan perusahaan. Biaya

overhead variabel adalah biaya overhead yang berubah sebanding dengan perubahan

volume susu segar yang dihasilkan perusahaan.

Biaya overhead yang bersifat tetap terdiri dari biaya listrik, biaya telepon,

biaya bahan bakar, perawatan kendaraan, biaya jalan tol, pajak kendaraan, pajak

bumi dan bangunan, biaya pemerahan, serta biaya penyusutan yang terdiri dari

penyusutan bangunan, penyusutan kendaraan dan penyusutan peralatan. Sementara

itu, biaya overhaed variabel hanya terdiri dari biaya plastik kemasan. Perkembangan

total biaya overhead usaha peternakan RPJ pada bulan Juni-Agustus tahun 2008

dapat dilihat pada Tabel 8.

33

Tabel 8. Perkembangan Total Biaya Overhead (BO) Usaha Peternakan Rian

Puspita Jaya Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus Uraian

(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)

Biaya Overhead Tetap

Biaya Listrik 2.285.850,00 19,83 3.125.725,00 24,32 3.320.125,00 25,55

Biaya Telepon 419.500,00 3,64 520.000,00 4,05 521.855,00 4,02

Biaya Bahan Bakar 3.900.000,00 33,84 3.700.000,00 28,79 3.850.000,00 29,63

Perawatan Kendaraan 575.500,00 4,99 630.000,00 4,90 1.102.500,00 8,48

Biaya Jalan Tol 570.000,00 4,95 550.000,00 4,28 577.000,00 4,44

Pajak Kendaraan 328.750,00 2,85 328.750,00 2,56 328.750,00 2,53

Pajak Bumi dan Bangunan 346.416,67 3,01 346.416,67 2,70 346.416,67 2,67

Pembelian Mentega 300.000,00 2,60 300.000,00 2,34 300.000,00 2,31

Biaya Penyusutan :

- Penyusutan bangunan 350.000,00 3,04 350.000,00 2,72 350.000,00 2,69

- Penyusutan kendaraan 833.333,33 7,23 833.333,33 6,49 833.333,33 6,41

- Penyusutan peralatan 415.520,17 3,61 415.520,17 3,23 415.520,17 3,18

Jumlah BO Tetap 10.324.870,17 85,59 11.100.245,17 86,38 11.945.500,17 91,92

Biaya Overhead Variabel

Plastik Kemasan 1.200.000,00 10,41 1.750.000,00 13,62 1.050.000,00 8,08

Jumlah BO 11.524.870,17 100,00 12.850.245,17 100,00 12.995.500,17 100,00

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

BO/liter Susu 425,13 455,65 502,63

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa besarnya biaya overhead terbesar

terjadi pada bulan Agustus 2008, yaitu sebesar Rp 12.995.500,17. Tingginya biaya

overhead pada bulan ini disebabkan oleh besarnya biaya perawatan kendaraan

dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Biaya perawatan kendaraan ini

sebaiknya dapat dikurangi. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan

pemeriksaan rutin terhadap kendaraan operasional perusahaan, sehingga kerusakan

dapat diketahui dengan segera dan langsung dapat diperbaiki jika terjadi kerusakan

sehingga tidak perlu menunggu sampai rusak berat. Jika telah terjadi kerusakan yang

cukup parah, maka biaya untuk memperbaikinya akan bertambah besar.

Komponen biaya overhead terbesar baik pada bulan Juni, Juli maupun

Agustus adalah biaya bahan bakar. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki dua

buah mobil operasional. Kedua mobil tersebut digunakan masing-masing untuk

mengangkut hijauan dari penyabit rumput dan mengangkut ampas tahu dari pabrik

tahu untuk didistribusikan pada dua lokasi kandang. Kenaikan harga bahan bakar

minyak merupakan faktor penyebab tingginya biaya bahan bakar.

Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan bangunan, penyusutan kendaraan

dan penyusutan peralatan. Komponen biaya overhead ini sama untuk ketiga bulan

34

karena biaya penyusutan ini dihitung dengan metode garis lurus. Biaya investasi dan

penyusutan terdapat pada Lampiran 2.

Analisis Harga Pokok Produksi

Metode penetapan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Penetapan harga pokok produksi

yang tepat menjadi petunjuk seberapa besar biaya yang diperlukan untuk mengolah

produk susu segar. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga

pokok produksi terdapat dua metode, yaitu full costing dan variable costing

(Mulyadi, 2005). Penentuan harga pokok produksi yang digunakan oleh perusahaan

Rian Puspita Jaya adalah metode variable costing. Sebagai alat pembanding dalam

penelitian ini adalah penentuan harga pokok produksi metode full costing.

Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode yang Digunakan oleh

Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode perhitungan harga

pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah dengan menggunakan

metode variable costing. Metode variabel costing memperhitungkan biaya produksi

yang berperilaku variabel. Total harga pokok produksi diperoleh dengan

menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja yang bersifat variabel dan biaya

overhead yang bersifat variabel. Harga pokok susu segar per liter diperoleh dengan

membagi total harga pokok produksi dengan jumlah produksi susu segar (dalam liter)

pada bulan tersebut.

Biaya tenaga kerja variabel yang diperhitungkan sebagai komponen harga

pokok produksi yaitu biaya tenaga kerja langsung. Komponen tenaga kerja tidak

langsung tidak dimasukkan ke dalam metode variable costing karena biaya tenaga

kerja tidak langsung termasuk ke dalam biaya overhead tetap. Harga pokok produksi

susu segar pada perusahaan peternakan sapi perah RPJ dengan menggunakan metode

variable costing pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9.

35

Tabel 9. Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode yang Digunakan Perusahaan RPJ pada Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus

Jenis Biaya Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Bahan Baku 34.999.845,00 1.291,09 42.257.660,00 1.498,38 33.241.425,00 1.285,69

TK Langsung 10.350.000,00 381,79 11.650.000,00 413,09 10.070.000,00 389,48

Overhead Variabel 1.200.000,00 44,27 1.750.000,00 62,05 1.050.000,00 40,61

Total HPP 46.549.845,00 55.657.660,00 44.361.425,00

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

HPP/liter 1.717,15 1.973,52 1.715,78

Tabel 10.Perhitungan Harga Pokok Produksi Susu Segar Metode Full Costing pada Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus

Jenis Biaya Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Total Biaya

(Rp)

Biaya

(Rp/liter)

Bahan Baku 34.999.845,00 1.291,09 42.257.660,00 1.498,38 33.241.425,00 1.285,69

Tenaga Kerja

- TK Langsung 10.350.000,00 381,79 11.650.000,00 413,09 10.070.000,00 389,48

- TK Tidak Langsung 10.050.000,00 370,73 10.350.000,00 366,99 9.850.000,00 380,97

Overhead 11.524.870,17 425,13 12.850.245,17 455,65 12.995.500,17 502,63

Total HPP 66.924.715,17 77.107.905,17 66.156.925,17

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

HPP/liter 2.468,74 2.734,11 2.558,77

36

Dari perhitungan pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa nilai harga pokok

produksi susu segar metode perusahaan RPJ yang tertinggi terjadi pada bulan Juli

yaitu sebesar Rp 1.973,52/liter susu segar. Hal ini dikarenakan total biaya yang

dikeluarkan pada bulan Juli jumlahnya sangat besar jika dibandingkan dengan total

produksi yang dihasilkan pada bulan tersebut. Harga pokok produksi diperoleh dari

hasil penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya overhead yang

berperilaku variabel dan dibagi dengan banyaknya produksi susu segar pada bulan

yang sama.

Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing

Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

memasukkan semua unsur biaya (bersifat tetap dan variabel) ke dalam harga pokok

peoduksi. Pada metode full costing, total harga pokok produksi diperoleh dengan

menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja baik yang bersifat tetap maupun

variabel dan biaya overhead baik yang bersifat tetap maupun variabel. Harga pokok

produksi per liter diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan banyaknya

produksi (susu) pada bulan Juni 2008. Perhitungan harga pokok produksi susu segar

pada bulan Juni-Agustus tahun 2008 dengan menggunakan metode full costing dapat

dilihat pada Tabel 10.

Dari perhitungan pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa nilai harga pokok

produksi susu segar metode full costing yang tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu

sebesar Rp 2.734,11/liter susu segar. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya kenaikan

biaya pakan khususnya hijauan di bulan Juli, sehingga menyebabkan biaya bahan

baku pada bulan tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya harga pokok produksi

pada bulan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan total produksi susunya.

Nilai harga pokok produksi per liter ini diperoleh dari hasil penjumlahan biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja, serta biaya overhead baik yang berperilaku tetap maupun

yang berperilaku variabel dan dibagi dengan banyaknya produksi susu segar pada

bulan yang sama yaitu 28.202,15 liter.

Walaupun total harga pokok produksi bulan Juni lebih besar dari bulan

Agustus, bukan berarti bahwa harga pokok produksi per liternya pun akan lebih besar

juga. Hal ini dikarenakan harga pokok produksi per liter juga ditentukan oleh total

produksi susu pada bulan yang bersangkutan. Pada bulan Juni total produksi susu

37

segar mencapai 27.108,85 liter dan total harga pokok produksinya sebesar Rp

66.924.715,17, sehingga harga pokok produksi per liternya sebesar Rp 2.468,74.

Sedangkan pada bulan Agustus total produksi susu segar adalah 25.855 liter dan total

harga pokok produksinya sebesar Rp 66.156.925,17, sehingga harga pokok produksi

per liternya adalah sebesar Rp 2.558,77. Harga pokok produksi per liter susu segar

pada bulan Juni 2008 lebih rendah dari bulan Agustus 2008.

Rangkuman yang membandingkan perkembangan harga pokok produksi susu

segar antara metode perusahaan dengan metode full costing pada bulan Juni, Juli dan

Agustus disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rangkuman Perhitungan Harga Pokok Produksi per Liter Susu

Segar antara Bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2008

Metode Perhitungan Bulan Juni Bulan Juli Bulan Agustus

Metode Perusahaan

Biaya Bahan Baku 34.999.845,00 42.257.660,00 33.241.425,00

Biaya TK Langsung 10.350.000,00 11.650.000,00 10.070.000,00

Biaya Overhead Variabel 1.200.000,00 1.750.000,00 1.050.000,00

Total HPP 46.549.845,00 55.657.660,00 44.361.425,00

HPP/liter 1.717,15 1.973,52 1.715,78

Metode Full Costing

Biaya Bahan Baku 34.999.845,00 42.257.660,00 33.241.425,00

Biaya Tenaga Kerja

- TK Langsung 10.350.000,00 11.650.000,00 10.070.000,00

- Tk Tidak Langsung 10.050.000,00 10.350.000,00 9.850.000,00

Biaya Overhead 11.524.870,17 12.850.245,17 12.995.500,17

Total HPP 66.924.715,17 77.107.905,17 66.156.925,17

HPP/liter 2.468,74 2.734,11 2.558,77

Produksi Susu (liter) 27.108,85 28.202,15 25.855,00

Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Metode yang Digunakan

Perusahaan dengan Metode Full Costing

Dari hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan

harga pokok antara metode perusahaan yaitu metode variable costing dengan metode

full costing. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Metode

full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang

terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead baik

yang berperilaku variabel maupun tetap. Sedangkan metode variable costing

merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan

38

biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok produksi, yang terdiri

dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead yang

berperilaku variabel. Perbandingan harga pokok produksi susu segar yang diperoleh

dengan metode variable costing sebagai metode yang digunakan perusahaan dengan

metode full costing pada bulan Juni-Agustus 2008 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Perbandingan Harga Pokok Produksi per Liter Susu Segar pada

Bulan Juni-Agustus 2008

Bulan Perusahaan

(Rp/liter)

Full Costing

(Rp/liter)

Selisih Harga

Pokok

Juni 1.717,15 2.468,74 751,59

Juli 1.973,52 2.734,11 760,59

Agustus 1.715,78 2.558,77 842,99

Rata-rata 1.802,15 2.587,21 785,06

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata harga pokok produksi per liter

dengan menggunakan metode full costing memiliki nilai yang lebih besar

dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan yaitu metode variable

costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing

nilainya Rp 2.587,21/liter, sedangkan jika menggunakan metode perusahaan nilainya

lebih kecil menjadi Rp 1.802,15/liter. Selisih biaya ini terjadi karena dalam

perhitungan biaya dengan menggunakan metode variable costing tidak

memperhitungkan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya full costing.

Salah satu tujuan penentuan harga pokok produksi suatu produk adalah untuk

menetapkan harga jual di pasar. Penentuan harga jual suatu produk bagi perusahaan

merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena penentuan harga jual yang

salah dapat mengakibatkan kerugian. Dari perhitungan harga pokok produksi, dapat

dilakukan langkah selanjutnya yaitu penetapan harga jual susu segar di pasar, akan

tetapi penelitian ini terbatas hanya sampai perhitungan harga pokok produksi susu

segar saja. Harga jual mengacu pada harga jual yang dipergunakan oleh perusahaan

RPJ pada bulan Juni, Juli dan Agustus yaitu sebesar Rp 4.000,00 per liter.

Perbandingan antara metode full costing dan metode variable costing dapat

dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan. Dari harga pokok produksi yang telah

dihitung dan harga jual yang selama ini digunakan oleh perusahaan RPJ maka dapat

dihitung laba per liter susu yang dijual. Perhitungan harga pokok produksi yang

selama ini dipergunakan oleh perusahaan yaitu metode variable costing

39

menghasilkan laba kontribusi sebesar Rp 2.282,85/liter (bulan Juni), Rp

2.026,48/liter (bulan Juli) dan Rp 2.284,22/liter (bulan Agustus). Sedangkan metode

full costing menghasilkan laba bruto sebesar Rp 1.531,26/liter (bulan Juni), Rp

1.265,89/liter (bulan Juli) dan Rp 1.441,23/liter (bulan Agustus).

Metode full costing akan lebih baik digunakan jika pihak perusahaan ingin

mendapatkan laba jangka panjang. Sedangkan metode variable costing hanya dapat

digunakan untuk menentukan laba jangka pendek sehingga hanya bermanfaat untuk

membuat keputusan jangka pendek, yaitu untuk mengetahui titik impas (break even

point). Metode variable costing hanya memasukkan biaya yang sifatnya variabel,

tanpa memasukkan biaya-biaya yang sifatnya tetap walaupun biaya tetap juga

berpengaruh pada kelangsungan suatu usaha peternakan sapi perah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Komposisi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ meliputi biaya bahan

baku, biaya tenaga kerja baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak

langsung serta biaya overhead yang bersifat tetap dan variabel. Biaya bahan baku

terbesar yang dikeluarkan oleh perusahaan RPJ terjadi pada bulan Juli yaitu

sebesar Rp 42.257.660,00. Biaya tenaga kerja langsung terbesar terjadi pada Juli

yaitu sebesar Rp 11.650.000,00. Demikian pula dengan biaya tenaga kerja tidak

langsung, biaya terbesar terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar Rp 10.350.000,00.

Sedangkan biaya overhead terbesar yang dikeluarkan terjadi pada bulan Agustus

yaitu sebesar Rp 12.995.500,17.

2. Metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan

adalah metode variable costing. Harga pokok produksi susu segar per liter yang

diperoleh pada bulan Juni, Juli dan Agustus dengan menggunakan metode

perusahaan RPJ masing-masing besarnya Rp 1.717,15; Rp 1.973,52; dan Rp

1.715,78. Sedangkan harga pokok produksi susu segar per liter yang diperoleh

pada bulan Juni, Juli dan Agustus dengan menggunakan metode full costing

masing-masing besarnya Rp 2.468,74; Rp 2.734,11; dan Rp 2.558,77.

3. Rata-rata harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing

nilainya Rp 2.587,21/liter, sedangkan jika menggunakan metode perusahaan

nilainya lebih kecil menjadi Rp 1.802,15/liter. Selisih biaya ini terjadi karena

dalam perhitungan biaya dengan menggunakan metode perusahaan tidak

memperhitungkan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya full costing.

Saran

1. Metode penetapan harga pokok produksi yang dapat disarankan kepada

perusahaan RPJ yaitu metode full costing, karena metode ini memasukkan

seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan.

2. Perusahaan RPJ harus menekan penggunaan biaya overhead untuk minimisasi

biaya agar biaya menjadi lebih efisien. Biaya overhead perusahaan yang harus

dikurangi adalah biaya perawatan kendaraan. Salah satu caranya adalah dengan

mengadakan pemeriksaan rutin terhadap kendaraan operasional perusahaan,

41

sehingga kerusakan dapat diketahui dengan segera dan langsung dapat diperbaiki

jika terjadi kerusakan sehingga tidak perlu menunggu sampai rusak berat. Jika

telah terjadi kerusakan yang cukup parah, maka biaya untuk memperbaikinya

akan bertambah besar. Perusahaan harus mengurangi pemakaian kendaraan

operasional karena pemakaian dua buah mobil tidak efisien. Perusahaan RPJ

sebaiknya cukup hanya menggunakan satu buah mobil operasional untuk

mengambil rumput dan ampas tahu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

kasih karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan

hanya dengan pertolonganNya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada

Bapak dan Mama yang telah memberi nasehat, teladan, pengorbanan dan doa yang

akan selalu penulis ingat dalam kehidupan ini. Tak lupa penulis haturkan terima

kasih kepada Abang Halasan, Ito Mala dan Ito Kasih yang selalu memberi semangat

kepada penulis selama ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ir. Lucia Cyrilla

ENSD, MSi dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr yang telah membimbing,

mengarahkan dan membantu penyusunan proposal hingga tahap akhir skripsi. Selain

itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Dwi Joko Setyono, MS selaku

penguji seminar, kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS dan Dr. Ir. Kartiarso, MSc

selaku penguji sidang atas masukan, saran dan bantuannya.

Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada dosen-dosen SEIP, dosen-

dosen Fapet, dan staf tata usaha SEIP yang telah memberikan dukungan, doa, dan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat-sahabat penulis

(Sandi, Jemi, Heri, Galih, Miftah) yang mendukung dalam kelancaran seminar.

Terima kasih untuk Seipersz 41 (Bisnis, Eksper dan Kom) atas bantuan, doa, dan

kebersamaan yang tidak pernah dilupakan oleh penulis.

Akhir kata penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

teman-teman maupun pihak yang mungkin belum disebutkan yang telah

berkontribusi banyak terhadap kelancaran pembuatan skripsi ini.

Bogor, Desember 2008

Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A. 2007. Produksi susu sapi perah hanya 26 persen dari permintaan.

http: / www.suarapembaruan.com/news/2007/01/29/ ekonomi/eko06. [25

Mei 2007].

Balai Penelitian Ternak. 1994. Proceedings pertemuan ilmiah pengolahan dan

komunikasi hasil penelitian sapi perah. Grati. Jawa Timur.

Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Effendi, E.S.H. 2002. Analisis kontribusi usaha peternakan sapi perah terhadap

pendapatan rumah tangga peternak di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Erwidodo. 1993. Kemungkinan Deregulasi Industri Persusuan Indonesia. Pusat

Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hernanto, F. 1995. Ilmu Usaha Tani. Cetakan Kelima. Penerbit Penebar Swadaya.

Jakarta.

Hidayat, T. 2001. Pola usaha dan kontribusi pendapatan usaha ternak sapi perah

terhadap pendapatan rumah tangga peternak di Kecamatan Cepogo

Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Kadarini, S. 2005. Produksi dan kadar lemak susu sapi perah peternakan rakyat

anggota KUD Cipanas Cianjur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Kadarsan, H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis.

PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lipsey, G.R., P.N.Courant, D.D.Purvis dan P.O.Steiner. 1995. Pengantar Ekonomi

Mikro. Edisi Kesepuluh (terjemahan). Binarupa Aksara Jakarta.

Liyanti, A. 2002. Kajian strategi perencanaan pengembangan usaha peternakan sapi

perah sebagai obyek dan daya tarik wisata agro. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta.

Nurhayati. 2000. Pendugaan fungsi biaya dan analisis efisiensi usaha peternakan sapi

perah di wilayah KUD Mukti Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

44

Putra, K. 2002. Efisiensi produksi susu dan analisis aspek manajemen peternakan

sapi perah anggota koperasi peternakan sapi Bandung Utara. Tesis. Fakultas

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rofik, A. 2005. Analisis kelayakan finansial usaha peternakan sapi perah Pondok

Rangon Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Saragih, B. 2000. Kumpulan Pemikiran Agrinbisnis Berbasis Peternakan. Pusat Studi

Pembangunan dan Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Silitonga, T. 1992. Analisis usahatani dan harga pokok susu segar pada usaha

peternakan sapi perah di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sinaga, M.R. 2003. Pendugaan fungsi biaya usahaternak sapi perah di kawasan usaha

peternakan (Kunak) sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siregar, S. !999. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Siringo-ringo, H. M. 2004. Penetapan harga pokok produksi susu cup studi kasus di

Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan Kabupaten

Bandung, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Soekartawi, A., Soehardjo, J.L.Dillon, J.B.Hardaker. 1986. Ilmu-ilmu Usahatani dan

Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi

Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudono, A., R.F.Rosdiana dan B.S.Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara

Intensif. Agro Media Pustaka. Bogor.

Suherni, S. 2006. Faktor pendukung dan penghambat pengembangan usahaternak

sapi perah . Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya: Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga

Pokok (Buku 1). Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.

LAMPIRAN

45

Lampiran 1. Perhitungan Biaya Pakan Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Bulan

Juni, Juli dan Agustus 2008

Pakan Jumlah Pemakaian

(kg)

Harga Pembelian

(Rp/kg) Total Biaya (Rp)

A. Bulan Juni

Hijauan 90.375,00 200,0 18.075.000,00

Konsentrat jadi 5.467,50 1.450,00 7.927.875,00

Ampas tahu 18.103,50 300,00 5.431.050,00

Singkong 8.164,80 400,00 3.265.920,00

Total 34.699.845,00

B. Bulan Juli

Hijauan 89.200,00 250,00 22.300.000,00

Konsentrat jadi 6.520,86 1.450,00 9.455.250,00

Ampas tahu 22.529,23 325,00 7.322.000,00

Singkong 7.201,03 400,00 2.880.410,00

Total 37.957.660,00

C. Bulan Agustus

Hijauan 99.277,50 200,00 19.855.500,00

Konsentrat jadi 3.597,16 1.450,00 5.215.875,00

Ampas tahu 17.077,08 325,00 5.550.050,00

Singkong 5.800,00 400,00 2.320.000,00

Total 32.941.425,00

46

Lampiran 2. Nilai Penyusutan Bangunan, Kendaraan dan Peralatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rian Puspita Jaya

Uraian Harga Beli (Rp) Umur Ekonomis (th) Nilai Sisa (Rp) Penyusutan per

Tahun (Rp)

Penyusutan per

Bulan (Rp)

Bangunan

Kandang 40.000.000,00 10 6.000.000,00 3.400.000,00 283.333,33

Gudang 9.000.000,00 10 1.000.000,00 800.000,00 66.666,67

Mess 12.000.000,00 10 2.000.000,00 1.000.000,00 83.333,33

Kantor 12.000.000,00 10 2.000.000,00 1.000.000,00 83.333,33

Jumlah 516.666,66

Kendaraan

Mobil 110.000.000,00 10 10.000.000,00 10.000.000,00 833.333,33

Truk Tangki Susu 60.000.000,00 10 10.000.000,00 5.000.000,00 416.666,67

Motor 12.000.000,00 5 1.000.000,00 2.200.000,00 183.333,33

Jumlah 1.433.333,33

Peralatan

Cooling unit 31.200.000,00 10 5.200.000,00 2.600.000,00 216.666,67

Milk can 9.600.000,00 10 1.600.000,00 800.000,00 66.666,67

Sizzler 420.000,00 10 120.000,00 30.000,00 2.500,00

Test-an 500.000,00 5 0,00 100.000,00 8.333,33

Alat uji kadar air 300.000,00 5 0,00 60.000,00 5.000,00

Pompa air 1.300.000,00 5 0,00 260.000,00 21.666,67

Drum air 385.000,00 5 0,00 77.000,00 6.416,67

Sepatu bot 1.040.000,00 3 0,00 346.666,67 28.888,89

Cangkul 480.000,00 3 0,00 160.000,00 13.333,33

Sabit 300.000,00 3 0,00 100.000,00 8.333,33

Sekop 580.000,00 3 0,00 193.333,33 16.111,11

Selang air 140.000,00 2 0,00 70.000,00 5.833,33

Sikat 17.500,00 2 0,00 8.750,00 729,17

47

Lanjutan Lampiran 1. Nilai Penyusutan Bangunan, Kendaraan dan Peralatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rian Puspita Jaya

Ember 80.000,00 2 0,00 40.000,00 3.333,33

Literan 70.000,00 2 0,00 35.000,00 2.916,67

Saringan susu 20.000,00 2 0,00 10.000,00 833,33

Golok 15.000,00 2 0,00 7.500,00 625,00

Sapu lidi 20.000,00 1 0,00 20.000,00 1.666,67

Jumlah 409.854,17

Total 2.359.854,16