ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG...

107
ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS DEWASA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu ( S.1 ) Dalam Ilmu Syari‟ah Oleh: ABDULLAH ANIQ NIM. 0 6 2 1 1 1 0 0 3 JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Transcript of ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG...

Page 1: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

i

ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG

HUKUM WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS DEWASA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu ( S.1 )

Dalam Ilmu Syari‟ah

Oleh:

ABDULLAH ANIQ

NIM. 0 6 2 1 1 1 0 0 3

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

Page 2: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

ii

Dr. H. Moh. Arja Imroni, M.Ag.

Perum Beringin Indah Jl. Mahoni blok.D IV/03,

Ngaliyan Semarang

H. Ahmad Furqon, Lc., MA.

Jl. Karonsih Timur Raya V/ No. 128,

Ngaliyan Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 Naskah eks

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Abdullah Aniq

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah

IAIN Walisongo

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini

kami kirimkan naskah skripsi Saudara :

Nama : Abdullah Aniq

NIM : 062111003

Jurusan : Ahwal al-Syakhsiyyah

Judul Skripsi : Analisis Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang

Hukum Wali Nikah Meminta Izin Kepada Gadis

Dewasa

Dengan ini kami mohon kiranya skripsi mahasiswa tersebut dapat segera

dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 08 Desember 2011

Pembimbing I

Dr. H. Moh. Arja Imroni, M.Ag.

NIP. 19690709 199703 1 001

Pembimbing II

H. Ahmad Furqon, Lc., MA.

NIP. 19751218 200501 1002

Page 3: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

iii

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH

PENGESAHAN

Nama : Abdullah Aniq

NIM : 062111003

Jurusan : Ahwal Al-Syahsiyah

Judul Skripsi : Analisis Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang

Hukum Wali Nikah Meminta Izin Kepada Gadis

Dewasa

Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari‟ah Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan

predikat cumlaud / baik / cukup, pada tanggal : 28 Desember 2011

dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1

tahun akademik 2011.

Semarang, 9 Januari 2011

Mengetahui,

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

H. Johan Arifin, S. Ag., MM. H. Ahmad Furqon, Lc., MA .

NIP. 19710908 200212 1001 NIP. 19751218 200501 1002

Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag Muhammad Shoim, S.Ag., MH.

NIP. 19630801 199203 1001 NIP. 19711101 200604 1003

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. H. Moh. Arja Imroni, M.Ag H. Ahmad Furqon, Lc., MA.

NIP. 19690709 199703 1 001 NIP. 19751218 200501 1002

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 Ngaliyan Kampus III Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185

Page 4: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

iv

MOTTO

Artinya: “ Maka disebabkan rahmat dari Allahlah, engkau bersikap lemah lembut

terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras

niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu

maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian

apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-

Nya”. (QS. Ali „Imran: 159) 1

1 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,

Semarang: CV. As-Syifa‟, 1992, hlm. 102.

Page 5: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

v

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, dengan segenap rasa syukur yang mendalam kepada Allah

SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ini penulis

persembahkan untuk:

1. Bapak Abdul Hamid dan Ibu Chunnaiyah, selaku orang tuaku yang selalu

menjadi teladan dan spirit dalam segala aktifitasku, do‟a dan kasih sayang

yang telah engkau berikan tak akan pernah bisa ku lupakan, dan tak

mungkin dapat terbalaskan. Engkau tak pernah lelah dan selalu sabar dalam

mendidik serta selalu tulus memberikan segala sesuatu demi kebahagiaan

putranya. Sembah sungkem kepada bapak ibu, semoga Allah SWT selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepadamu, dan selalu diberikan kesehatan dan

kenikmatan. Ya Allah, Ampunilah dosa-dosa kedua orang tuaku dan

kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasihiku ketika waktu

kecil. Adik-Adikku, Zuhairizzaman & Lathoiful Mahasin, yang membuat

penulis ingat akan cita-cita, perjuangan hidup dan kekeluargaan.

Qurrata‟Ain ku, terima kasih atas segala dukungan, pengertian dan

motivasinya selama ini. Semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya.

2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M.A., yang telah menjabat sebagai Rektor

IAIN Walisongo sebelumnya, Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag.,

sebagai Pembantu Rektor I sebelumnya, Bapak Drs. H. Machasin, M.Si.,

selaku Pembantu Rektor II sebelumnya, dan Bapak Prof. Dr. H. Moh. Erfan

Soebahar, M.Ag., sebagai Pembantu Rektor III sebelumnya. Terima kasih

atas segala kebijakan yang telah bapak berikan.

Page 6: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

vi

3. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M. Ag., sebagai Dekan Fakultas Syari‟ah

sebelumnya, Bapak Drs. Musahadi, M.Ag., sebagai Pembantu Dekan I

sebelumnya, Bapak Drs. H. Maksun, M.Ag., sebagai Pembantu Dekan II

sebelumnya, dan Bapak Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag sebagai Pembantu

Dekan III sebelumnya, terima kasih atas segala kebijakan dan jasa yang

telah bapak diberikan.

4. Bapak Drs. Ahmadi Jaya‟ Selaku Pembina UKM WSC, terima kasih banyak

atas jasa-jasanya, sehingga penulis dapat mengerti tentang arti sebuah

kepemimpinan, dan terima kasih atas masukan-masukannya sehingga

penulis dapat mengambil kebijakan dalam mengambil sebuah keputusan

berdasarkan saran dari bapak ketika di UKM WSC.

5. Bapak Priyono, M. Pd. Selaku Kepala Bagian Akademik dan

Kemahasiswaan IAIN Walisongo, Ibu Sutinah dan tidak lupa staf

kemahasiswaan yang lain. Terima kasih atas jasa dan pelayanannya kepada

mahasiswa. Jasa bapak / ibu sulit penulis lupakan.

6. Bapak/Ibu Guru MA Riyadhlotut Thalabah, Bapak Guru Madin Tuhfatus

Sibyan, Bapak Guru di Pontren Bicharul Muta‟allimin Sedan Rembang, dan

semua bapak/ibu guru di jenjang pendidikan sebelumnya, terima kasih

banyak atas ilmu yang engkau berikan. Semoga penulis dapat

mengamalkannya dan semoga amal kebaikan bapak ibu guru diterima oleh

Allah SWT serta mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya.

7. Kepada mas-masku, mas Dain Fazani, SHI., Khoirul Huda, SHI., Dwi

Hartanto, S. Fil.I, M. Hanif S. Pd. I., Ainun Nafi‟ S. Pd., mbak Dewi

Page 7: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

vii

Kurniasari, S. Pd., Muhammad Amin, S. Sos.I, yang tercinta dan tersayang,

terima kasih atas saran dan nasehatnya. Untuk mas Dain Fazani, SHI.,

terima kasih atas ilmu dan motivasinya dalam pengembangan Tenis Meja

sehingga penulis dapat meraih apa yang dicita-citakan, sungguh luar biasa

kesabarannya dalam melatih dan membina penulis pada khususnya dan

anggota Table Tennis Division UKM WSC (Walisongo Sport Club) pada

umumnya, untuk maz Khoirul Huda, SHI., terima kasih atas nasehat dan

ilmunya dalam berorganisasi, dan juga dalam memahami arti hidup. Untuk

mas Dwi Hartanto, S. Fil.I, dan M. Hanif S. Pd. I., terima kasih atas

ilmunya dalam memahami arti perjuangan, pengorbanan dan loyalitas.

Untuk mas Muhammad Amin, S. Sos.I, terima kasih atas ilmu nya dalam

pembangunan karakter dan ubudiyah penulis.

8. Semua pengurus dan keluarga besar UKM WSC, tetaplah sholid dan

semangat berjuang, raih prestasi setinggi-tingginya dengan menjunjung

tinggi nilai sportivitas.

9. Adik-adikku tercinta di cabang Tenis Meja UKM WSC, Arif Tongklo

pemain blok yang ita-itu, Farid Schlager spesialis pemanasan, aziz tapi

bukan gagap yang cekithang-cekithing, Rifqi robot, Nafi‟ pemain specialis

chop, kamal pujangga melankolis yang mang-meng kalau lagi maen, fachry,

vita, susy, rizka, tetaplah semangat dan tunjukkan permainan terbaik kalian,

jagalah tali kekekuargaan ini hingga akhir hayat.

10. Mantan Pengurus UKM WSC 2010, Desma, Ah.Aniq, Sabiq, Halim Nying-

nying, Upi Cute, Rafika Haque, pak Dhe Muttakin, Faris Darsono, dkk.,

Page 8: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

viii

yang telah bekerja keras selama kepengurusannya. Terima kasih atas waktu,

dan loyalitasnya kepada UKM WSC.

11. Team Centra Comp Jl.Ringin Sari 02: Bagus Juwantoro A.Md, M. Latief

S.Sos.I, M. Zamroni A.Md, Fajar Agus Arifin, S.Sos.I, Beni Dolo, S.Sos. I,

M. Mu‟innudin SHI., Gendut, Jarjit, terima kasih atas saran dan

motivasinya sehingga penulis dapat mengerti arti sebuah persahabatan.

12. Bapak Sutikno dan Ibu Kusminah sekeluarga, (Hendro, Pipin, Amir, Azhar,

Sukron) Terima kasih banyak atas tumpangannya. Jasa Bapak dan Ibu

sekeluarga sulit penulis lupakan, bapak ibu lah yang mengajari tentang

kekeluargaan.

13. Konco-konco HMJ ASA 2006, Vian, Tamam, Wahyu Galih, Misbakul tahu,

Anam, Suyanto, Isnan, Hanif, Saefuddin blenko, Gus mus, Mugni korek,

Ani, Irma, Inayah, Leni F, semoga semuanya sukses dan tercapai semua

cita-citanya. Amien.

14. Konco-konco Kost, Muhib, Sofian, Rifqi Gendut, terima kasih atas

motivasinya, terus berjuang dan semangat.

15. Teman-temanku semuanya, yang telah memberikan dorongan dan semangat

kepadaku

Page 9: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

ix

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang pernah ditulis oleh orang

lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini

tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain

kecuali informasi yang terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 08 Desember 2011

Deklarator

Abdullah Aniq

NIM : 62111003

Page 10: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

x

ABSTRAK

Setiap orang mempunyai hak untuk menentukan nasib hidupnya sendiri.

Termasuk dalam memilih pasangan hidup, seorang perempuan dewasa yang sehat

akalnya berhak untuk memilih calon suaminya sendiri. Menurut Al-Auza‟i dan

ulama‟ Hanafiyah apabila orang tua ingin menikahkan anak gadisnya dengan

pilihannya maka harus izin terlebih dahulu kepada gadis dewasa tersebut, karena

akad nikah tanpa adanya kerelaan calon mempelai maka pernikahan itu dianggap

tidak sah dan batal demi hukum. Tetapi menurut ulama‟ Syafi‟iyah seperti al-

Imam al-Syirazi dalam kitabnya al-Muhazzab, ia menyatakan bahwa seorang ayah

atau kakek boleh menikahkan anak gadisnya yang sudah dewasa tanpa kerelaan

darinya, karena ayah atau kakek lebih berhak atas gadis tersebut.

Berdasarkan pemaparan diatas, pokok masalah yang diangkat dalam

skripsi ini adalah bagaimana pendapat al-Imam al-Syirazi mengenai bolehnya wali

menikahkan gadis dewasa tanpa izin dari gadis tersebut? bagaimana pula istinbat

hukum al-Imam al-Syirazi dalam menguatkan pendapatnya tentang bolehnya wali

menikahkan gadis dewasa tanpa izin?

Untuk menjawab permasalahan diatas, perlu dilakukan upaya penelitian,

sedangkan metode yang dipakai penulis dalam penelitian tersebut adalah library

research. Data primer yang digunakan adalah kitab al-Muhazzab dan al-Tanbih,

karya al-Imam al-Syirazi, sedangkan data sekundernya adalah semua bahan yang

berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Data-data yang telah

terkumpul disusun, ditelaah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif analisis, dan pendekatan yang bersifat normatif.

Berdasarkan hasil analisis, penulis berkesimpulan bahwa pendapat Al-

Imam al-Syirazi tentang bolehnya ayah / kakek selaku wali menikahkan anak

gadisnya yang sudah dewasa tanpa meminta izin darinya terlebih dahulu

merupakan pendapat yang lemah. Menurut ulama‟ Muta‟akhirin pendapat yang

rajih adalah tidak boleh menikahkan gadis dewasa tanpa izin dari gadis tersebut.

Unsur kerelaan merupakan salah satu syarat bagi keabsahan suatu akad, oleh

karena itu apabila unsur tersebut tidak terpenuhi dan terdapat unsur pemaksaan,

maka akad nikah tersebut fasid (rusak). Sebagaimana syarat perkawinan dalam

pasal 16 KHI, bahwa “ Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai ”.

Jika dilihat dari istinbat hukum yang dipakai al-Imam al-Syirazi dalam

menguatkan pendapatnya, maka hadits tersebut lebih menjelaskan kepada anjuran

seorang ayah untuk meminta pendapat dan izin terlebih dahulu kepada anak

gadisnya ketika menikahkan, bukan menjelaskan tentang hak ayah yang lebih

berhak atas anak perawannya. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah, sangat jelas

sekali menunjukkan larangan terhadap pemaksaan menikah terhadap gadis

dewasa. Dan hadits inilah yang paling kuat dalam segi periwayatannya, karena

yang paling banyak diriwayatkan. Jadi meminta izin terlebih dahulu merupakan

sebuah keharusan, bukan hanya sebuah anjuran. Penyusun sepakat bahwa tolok

ukur seseorang perempuan dalam hal ini bukan dilihat dari gadis atau janda, tetapi

kedewasaannya lah yang menghilangkan unsur pemaksaan tersebut. karena kultur

masyarakat sekarang tentu sangat berbeda dengan masyarakat dahulu.

Page 11: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

xi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim,

Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa memberi kenikmatan dan

kasih sayang tiada terkira kepada hamba-Nya . Sungguh hamba yang tidak tahu

diri apabila sepanjang hidupnya tidak pernah mensyukuri nikmat dan karunia

yang telah diberikan Tuhannya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan

kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Beliulah sang revolusioner sejati, pembawa kebenaran dan kedamaian.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan

dan peran serta berbagai pihak baik berupa ide, kritik, saran maupun lainnya.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo

Semarang, Bapak Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M. Soc. Sc., selaku

Pembantu Rektor I, Bapak Dr. H. Ruswan, M.A., selaku Pembantu Rektor II,

Bapak Dr. H. M. Darori Amin, M.A., selaku Pembantu Rektor III, selamat

atas terpilihnya bapak, semoga dapat membawa amanah dan bijaksana dalam

mengeluarkan kebijakan.

2. Bapak Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN

Walisongo Semarang. Bapak Abdul Ghofur M.Ag selaku Pembantu Dekan I,

Page 12: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

xii

Bapak Saifullah M.Ag selaku Pembantu Dekan II, Bapak Arif Budiman

M.Ag selaku Pembantu Dekan III.

3. Ibu Anthin Lathifah M.Ag selaku ketua jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, Ibu

Nur Hidayati Setyani, S.H., M.H., selaku sekretaris jurusan, serta Ibu Novita

Dewi Masithoh, SH., M. Hum, selaku staf ahli jurusan, atas kebijakannya

khususnya yang berkitan dengan kelancaran penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. M. Arja Imroni, M.Ag selaku pembimbing I, dan Bapak H.

Ahmad Furqan, Lc., MA yang telah bersedia membimbing dalam proses

penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan motivasinya serta

saran-sarannya hingga skripsi ini selesai. Dari bimbingan tersebut, penulis

dapat mengerti tentang banyak hal tentang sesuatu yang berhubungan dengan

hukum Islam. Penulis merasa masih harus banyak menimba ilmu dari bapak,

penulis tidak dapat membalas keikhlasan dan jasa bapak, hanya ucapan terima

kasih yang sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan buat penulis.

5. Segenap Dosen Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang terima kasih

yang tak terhingga atas bekal ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan kuliah sekaligus penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Staf dan Karyawan Perpustakaan IAIN Walisongo dan Perpustakaan

Fakultas Syariah, terimakasih banyak atas pelayanan dan pinjaman bukunya.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang

telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Page 13: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

xiii

Semoga amal baik dan keikhlasan yang telah mereka perbuat menjadi

amal saleh dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Amin. Penulis

telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis sadar atas kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis.

Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi

kesempurnaan skripsi ini.

Semarang, 08 Desember 2011

Penulis,

Abdullah Aniq

NIM: 62111003

Page 14: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... ix

HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... x

HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... xi

DAFTAR ISI ............................................................................................. xiv

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

D. Telaah Pustaka ......................................................................... 10

E. Metode Penelitian ..................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 16

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WALI NIKAH DAN GADIS

DEWASA

A. Pengertian Wali Nikah .............................................................. 17

B. Dasar Hukum Wali Nikah ......................................................... 22

C. Syarat-Syarat Wali Nikah ......................................................... 31

D. Macam-Macam Wali Nikah ...................................................... 34

E. Urutan Wali Nikah ................................................................... 36

F. Pengertian Gadis Dewasa ......................................................... 41

Page 15: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

xv

BAB III : PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM

WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS DEWASA

A. Biografi Al-Imam Al-Syirazi ............................................... 44

1. Riwayat Hidup Al-Imam Al-Syirazi ................................... 44

2. Karya-karya Al-Imam Al-Syirazi ...................................... 46

B. Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Hukum Wali Nikah

Meminta Izin Kepada Gadis Dewasa ........................................ 51

C. Istinbat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Bolehnya Wali

Menikahkan Gadis Dewasa Tanpa Izin ................................... 54

BAB IV : ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG

HUKUM WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS

DEWASA

A. Analisis Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Hukum Wali

Nikah Meminta Izin Kepada Gadis Dewasa ............................. 57

B. Analisis Istinbat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Bolehnya Wali

Menikahkan Gadis Dewasa Tanpa Izin .................................. 68

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 83

B. Saran-Saran .............................................................................. 85

C. Penutup .................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 16: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi

kehidupan manusia. Karena tujuan perkawinan dalam Islam tidak hanya

sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu

seksual belaka, tetapi memiliki tujuan yang lebih mulia yaitu untuk

menciptakan keluarga yang hidup dengan aman dan tenteram (sakīnah),

pergaulan yang saling mencintai (mawaddah) dan saling menyantuni

(rahmah).1 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Rum ayat 21:

Artinya: " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya

kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berpikir ”. 2

Perkawinan merupakan suatu akad yang tidak hanya sekedar

menjalin hubungan dua pihak secara individual antara suami istri namun

lebih jauh dapat mempererat tali hubungan antara keluarga pihak suami

dan pihak istri. Agar terjalin sebuah hubungan yang harmonis dalam

1 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 4.

2 Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,

Semarang: CV. As-Syifa’, 1992, hlm. 644.

Page 17: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

2

rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan maka perkawinan harus

didasari dengan rasa kasih sayang yang dimiliki oleh suami istri maupun

orang tua. Tanpa kasih sayang maka tujuan perkawinan tidak akan

tercapai.

Menurut pasal 1 undang-undang No 1 tahun 1974 tentang

perkawinan, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Dalam definisi tersebut disebutkan tujuan pernikahan

yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, yang menafikan

perkawinan secara temporal seperti nikah mut’ah. Selain itu juga

dijelaskan dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam: “ Perkawinan menurut

hukum islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsāqon ghōlidhon untuk

menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

Ungkapan " akad yang sangat kuat atau mitsāqon ghōlidhon "

merupakan penjelasan dari ungkapan “ ikatan lahir batin” yang terdapat

dalam rumusan undang-undang yang mengandung arti bahwa akad

perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan.

Sedangkan ungkapan " untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah " merupakan penjelasan dari

ungkapan “ Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ” dalam undang-

undang. Hal ini lebih menjelasakan bahwa perkawinan bagi umat Islam

Page 18: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

3

merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang telah

melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah.3

Disamping agama memandang perkawinan sebagai perbuatan

ibadah, ia juga merupakan Sunnah Allah dan Sunnah Rasul. Sunnah Allah

berarti menurut qudrat dan iradah Allah dalam penciptaan alam ini,

sedangkan sunnah rasul berarti suatu tradisi yang telah ditetapkan untuk

dirinya sendiri dan untuk umatnya. 4 Karena melaksanakannya merupakan

ibadah maka dalam perkawinan haruslah terpenuhi syarat-syarat dan

rukunnya, salah satu rukunnya adalah wali nikah, meskipun ulama berbeda

pendapat dalam hal ini.

Menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, wali merupakan rukun

dalam sebuah perkawinan. Apabila pernikahan dilakukan tanpa adanya

wali maka pernikahan itu tidak sah. Begitu juga tidak sah pernikahan

tanpa wali menurut ulama Hanabilah, meskipun dalam pengambilan

dalilnya berbeda dengan Malikiyah dan Syafi’yah.

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, wali bukanlah termasuk

rukun nikah yang wajib terpenuhi melainkan hanya sebagai syarat sahnya

perkawinan bagi anak kecil, orang gila laki-laki / perempuan meskipun

dewasa. 5 Jadi wanita yang telah baligh dan berakal sehat boleh memilih

sendiri suaminya dan boleh pula melakukan aqad nikah sendiri baik

perawan atau janda. Tidak seorang pun yang mempunyai wewenang atas

3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahah dan

Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Prenata Media, Cet ke-II, hlm. 41.

4 Ibid.

5 Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahah Perbandingan, Dari Tekstualitas sampai Legislasi,

Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011, Cet ke-I, hlm. 33-50.

Page 19: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

4

dirinya atau menentang pilihannya, dengan syarat orang yang dipilihnya

itu sekufu dengannya dan maharnya tidak kurang dari mahar mitsil.6

Dalam sebuah perkawinan yang paling berhak menjadi wali nikah

adalah ayah selaku orang tua. Bagi orang tua anak adalah bagian dari

harapan terbesar untuk meneruskan tugas kekhalifahan di muka bumi.

Demi regenerasi itu, para orang tua senantiasa menginginkan seluruh

keturunannya menjadi putra - putri yang shalih dan shalihah, serta

memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Lebih dari itu, setiap manusia

menginginkan seluruh keturunannya menjadi perhiasan, penyejuk mata

(qurrota a‟yun) bagi mereka. Allah swt berfirman dalam surat Al-Furqan

ayat 74:

Artinya: " Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan, anugerahkanlah

kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai

penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-

orang yang bertakwa “. 7

Namun demikian, anak tetap bukanlah hak milik bagi orang tua. Ia

adalah titipan Allah swt semata. Orang tua berkewajiban mengasuh,

membesarkan, mendidik, dan menikahkan putra-putri mereka apabila telah

waktunya tiba. Walaupun demikian, apakah kewajiban ini menjadikan

6 Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh „Ala Al-Mazāhib Al-Khamsah, Fiqih Lima

Mazhab: Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafi‟i,Hambali ,Terj. Masykur. A. B. et. Al., Jakarta: Lentera,

2007, Cet. ke-VI, hlm. 345.

7 Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 569.

Page 20: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

5

orang tua berhak sepenuhnya menentukan calon pasangan bagi anak-

anaknya terutama anak perempuannya.

Dalam hal memilihkan pasangan hidup ini, masih kita jumpai

pemaksaan kehendak orang tua atas anak gadisnya. Bahkan tidak jarang

orang tua memaksakan kehendak dengan semena-mena terhadap anaknya

dengan alasan kasih sayang dan demi kebaikan anaknya.

Hal itu terjadi, apakah karena masih banyak pemahaman di

kalangan orang tua bahwa anak adalah hak milik bagi mereka. Orang tua

berhak sepenuhnya untuk menentukan kehidupan sang anak, termasuk

menentukan calon suami yang hendak menjadi pasangan hidup bagi si

anak gadis untuk sepanjang umurnya. Oleh sebab itu, jika seorang anak

gadis menolak calon suami pilihan orang tua, seorang ayah merasa berhak

memaksakan kehendaknya tanpa mempertimbangkan persetujuan calon

mempelai. Padahal telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 16

yang menyatakan bahwa: “ Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon

mempelai ”.

Hal ini didasarkan pada pemahaman ajaran agama mengenai hak

ijbār yang dimiliki oleh orang tua yaitu ayah atau kakek selaku wali

mujbir. Bagi orang yang kehilangan kemampuannya seperti gila, anak-

anak yang masih belum mencapai usia tamyiz, boleh dilakukan wali

mujbir atas dirinya sebagaimana dengan orang-orang yang kurang

kemampuannya seperti orang yang akalnya belum sempurna tetapi sudah

Page 21: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

6

berusia tamyiz (abnormal).8 Yang dimaksud berlakunya wali mujbir yaitu

seorang wali berhak mengakadnikahkan orang yang diwakilkan diantara

golongan tersebut tanpa menanyakan pendapat mereka terlebih dahulu.

Akadnya berlaku juga bagi orang yang diwakilkan tanpa melihat ridha

atau tidaknya. 9

Seorang perempuan yang masih perawan yang akan dinikahkan

cukup dimintai izinnya. Sebagai salah satu bentuk persetujuan izin tersebut

adalah diam. Tetapi, ayah dan kakek memiliki hak istimewa untuk

memaksa menentukan pilihan pasangan hidupnya. Hak ijbar oleh banyak

orang dipahami sebagai hak bagi wali (ayah atau kakek) untuk

menjodohkan anak atau cucu perempuan. Ulama berbeda pendapat

mengenai boleh dan tidaknya seorang ayah atau kakek menikahkan anak /

cucu gadisnya yang sudah dewasa tanpa izinnya.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa seorang ayah yang bertindak

sebagai wali tidak diperkenankan menikahkan anak gadisnya yang sudah

dewasa tanpa sepengetahuan atau izinnnya. Dan juga tidak boleh

memaksanya, karena pemaksaan hanya berlaku bagi anak kecil, orang gila

laki-laki / perempuan walaupun dewasa. 10

8 Sayid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, Fiqih Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin, dkk., Jakarta Pusat:

Pena Pundi Aksara, 2007, Cetakan ke-II, hlm. 18.

9 Ibid.

10 Imam Kamaludin Muhammad bin Abdul Wahid Ibnu Al-Hammam Al-Hanafi, Fathul

Qadīr, Juz III, Libanon: Beirut, Dar al-Kutub al-Alamiyah, hlm. 251.

Page 22: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

7

Menurut ulama Malikiyah, paksaan dapat diberlakukan pada gadis

dewasa dan janda kecil (belum dewasa). 11

Al-Imam al-Syafi’i dalam kitabnya al-Umm, mengatakan bahwa : “

janda yang masih kecil tidak boleh dinikahkan kecuali dengan izinnya, dan

tidak boleh menikahkan perawan / gadis kecuali dengan izinnya pula,

tidak boleh menikahkan gadis kecil kecuali ayah atau kakeknya setelah

kematian ayahnya “ .12

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang

berbunyi:

13

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Tetapi pendapat ini berbeda dengan pendapat para muridnya dan

ulama Syafi’iyah yang lain. Al-Imam al-Mawardi mengatakan: “ gadis itu

11 Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Alih Bahasa Imam

Ghazali Said, Bidāyatul Mujtahīd wa Nihāyatul Muqtashīd, Jakarta: Pustaka Amani, Cet ke-II,

hlm. 404. 12 Imam Abi Abdillah bin Muhammad bin Idris Al-Syafi’i, Al-Umm, Juz VIII, Libanon:

Beirut, Dar al-Fikr, hlm. 265.

13 Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah al- Salmi (209-279 H ), Sunan al-

Tirmidzi, Juz II, Naskah ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir dan Kawan-kawan, Libanon:

Beirut, Dar al-Kitab al-Alamiyah, Hadis 1108, hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, Abu Al-Husayn

Muslim bin al-Hajaj al-Naisabury ( 206-261 H ), Sahih Muslim, Juz I, Libanon: Beirut, Dar al-

Fikr, Cet.ke-I, hlm. 650., Abu Daud Sulayman bin al-Asy’ats al-Sijistani al-Azdi (202-275 H),

Sunan Abu Daud, Naskah ini ditahqiq oleh Muhammad Muhy al-Din Abd al-Hamid, Beirut: Dar

al-Fikr, hlm. 232., Al-Nasa'i, Sunan al-Nasā'i, Beirut: Dar al-Fikr, Juz 5, hlm. 84.

Page 23: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

8

boleh dipaksa menikah oleh sebagian walinya (ayah / kakek) baik itu

masih kecil, dewasa, berakal atau gila “. 14

Menurut al-Imam al-Ramli boleh bagi ayah menikahkan gadis

yang masih kecil dan dewasa (baik berakal atau gila) tanpa izinnya dengan

mahar mitsil tunai (berlaku umum) di negaranya. 15

Sedangkan al-Imam al-Syirazi juga berpendapat sama dengan al-

Imam al-Mawardi dan al-Imam al-Ramli sebagaimana dalam kitabnya al-

Muhazzab:

Artinya: “ Seorang ayah atau kakek boleh menikahkan gadisnya tanpa

ridhanya baik gadis itu masih kecil atau dewasa ”.

Dalam kitabnya al-Tanbīh ia juga menyatakan:

Artinya: “ Apabila wanita itu merdeka dan mengaku sekufu, maka wajib

bagi wali untuk menikahkannya, apabila wanita itu masih gadis

maka boleh bagi ayah atau kakek menikahkannya dengan tanpa

persetujuannya ” .

Jika melihat problematika diatas maka nampak sekali perbedaan

pendapat antara mazhab satu dengan yang lain. Perbedaan pendapat

14 Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi, al-Hāwī al-Kabīr, Juz IX,

Libanon: Beirut, Dar al-Kutub al-Alamiyah, hlm. 69.

15 Imam Syamsuddin al-Ramli, Nihāyatul Muhtāj ila as-Syarhi al- Minhāj, Libanon:

Beirut, Dar al-Kutub al-Alamiyah, 1996, hlm. 228-229.

16

Abi Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf Al-Syirazi, Al-Muhazzab, Juz II, Beirut: Dar al-

Kutub al-Alamiyah, hlm. 429.

17 Al-Imam al-Syirazi, Al-Tanbīh, Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah, hlm. 222.

Page 24: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

9

tersebut tentunya tidak terlepas dari keumuman hadis dan juga illat hukum

yang menjadi akar munculnya perbedaan pendapat itu sendiri.

Perbedaan pendapat tersebut tidak hanya antar mazhab saja, tetapi

terjadi antar ulama syafi’iyah, yaitu antara al-Imam al-Syafi’i sendiri

dengan murid-muridnya. Mayoritas ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa

seorang ayah atau kakek selaku wali memang boleh menikahkan gadis

dewasa tanpa izinnya, hanya saja mereka berbeda dalam hal istinbat

hukumnya. Salah satunya adalah al-Imam al-Syirazi.

Adapun dasar hukum yang dipakai al-Imam al-Syirazi untuk

menguatkan pendapatnya adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

Artinya: " Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Mansur,

kemudian berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari

Ziyad bin Sa'id, dari Abdillah bin Fadhol dari Nafi' bin Jubair dari

ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi S.A.W telah bersabda: “

janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya,

sedangkan gadis ayahnya meminta pendapat tentang dirinya ”.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud

mengkaji lebih mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul: “ Analisis

Pendapat al-Imam al-Syirazi Tentang Hukum Wali Nikah Meminta

Izin Kepada Gadis Dewasa ”

18 Al-Nasa'i, op.cit., hlm. 85., Abu Daud, op.cit., hlm. 233.

Page 25: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

10

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat al-Imam al-Syirazi tentang hukum wali nikah

meminta izin kepada gadis dewasa?

2. Bagaimana istinbat hukum al-Imam al-Syirazi tentang bolehnya wali

menikahkan gadis dewasa tanpa izin?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat al-Imam al-Syirazi tentang hukum wali

nikah meminta izin kepada gadis dewasa.

2. Untuk mengetahui istinbat hukum al-Imam al-Syirazi tentang

bolehnya wali menikahkan gadis dewasa tanpa izin.

D. Telaah Pustaka

Al-Imam al-Syirazi adalah seorang tokoh fiqih Islam yang

bermazhab Syafi’i yang merupakan salah satu mujtahid dikalangan

mazhab syafi’i. Oleh karena itu fatwa-fatwanya digunakan rujukan bagi

para ulama fiqih dan murid-muridnya dalam perkembangan fiqih.

Dalam menyusun skipsi ini penulis telah melakukan beberapa

kajian dan penelusuran mengenai karya karya yang berhubungan dengan

wali nikah khususnya kitab karya al-Imam al-Syirazi yaitu al-Muhazzab

dan al-Tanbīh yang menjelaskan bahwa ayah boleh menikahkan gadis (

Page 26: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

11

baik kecil maupun dewasa ) tanpa izinnya. Dalam penelusuran, penulis

belum menemukan skripsi yang membahas tentang hukum wali nikah

meminta izin kepada gadis dewasa. Tetapi untuk kajian yang lebih

mendalam, penulis perlu melakukan penelaahan terhadap skripsi lain yang

mempunyai relevansi dengan masalah tersebut.

Skrispi yang disusun oleh Abdul Ghufron (NIM 2104035) yang

berjudul “ Analisis Pendapat Imam al-Syafi'i Tentang Wali Nikah Bagi

Janda Di Bawah Umur ”. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang pendapat

Imam al-Syafi’i bahwa wali nikah merupakan suatu keharusan sebagai

syarat sahnya perkawinan dan tidak sah nikah tanpa wali meskipun bagi

janda dibawah umur. Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa janda yang

masih kecil tidak boleh dipaksa menikah oleh walinya. Tetapi dalam

analisinya skripsi ini lebih menekankan bahwa wali nikah merupakan

suatu rukun yang wajib terpenuhi sebagai syarat sahnya nikah berdasarkan

dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum. Apabila pernikahan itu tanpa harus

ada wali nikah maka aspek madharatnya lebih besar.

Skripsi yang disusun oleh Wirdah Rosalin (NIM 2100105 ) yang

berjudul “ Analisis Pendapat Ahmad Hassan Tentang Bolehnya Wanita

Gadis Menikah Tanpa Wali ”. Skripsi ini menjelaskan pendapat salah

seorang ulama di Indonesia yaitu Ahmad Hassan yang membolehkan

wanita gadis menikah tanpa wali. Menurutnya, keterangan-keterangan

yang mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan itu tak dapat dijadikan

alasan untuk mewajibkan perempuan menikah harus disertai wali, karena

Page 27: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

12

berlawanan dengan beberapa keterangan dari al-Qur'an, Hadis dan

riwayatnya yang sahih dan kuat. Dengan tertolaknya keterangan-

keterangan yang mewajibkan wali itu, berarti wali tidak perlu, artinya tiap-

tiap wanita boleh menikah tanpa wali. Jika sekiranya seorang wanita tidak

boleh menikah kecuali harus ada wali, tentunya al-Qur'an menyebutkan

tentang itu. Demikian pendapat A. Hassan. Sedangkan jumhur ulama

mensyaratkan adanya wali nikah dalam akad perkawinan dan wanita tidak

boleh mengawinkan dirinya sendiri. Dengan kata lain pendapat yang lebih

maslahat adalah yang menganggap nikah tanpa wali adalah batal. Karena

peran dan fungsi wali sangat penting.

Skripsi yang susun oleh Khoirul Jaza (NIM 2103220) yang

berjudul “ Studi Analisis Pendapat Imam Malik Tentang Wali Washi‟ Dari

Bapak Lebih Didahulukan Sebagai Wali Nikah Dari Pada Wali Nasab “.

Skripsi ini menjelaskan tentang pendapat Imam Malik bahwa wali yang

timbul karena sebab wasiat artinya wasiat dari bapak itu lebih didahulukan

untuk menikahkan seorang perempuan dari pada wali nasab, karena wali

washi dari bapak termasuk wali mujbir, sehingga wali-wali yang lainnya

tidak bisa menduduki kedudukan untuk menikahkan seorang perempuan

jika masih ada wali washi dari bapak. Menurut Imam Syafi’i wali washi

tidak berhak menjadi wali bagi perempuan yang diasuhnya. Dalam

analisisnya penulis skripsi ini sependapat dengan pendapat Imam Malik.

Skripsi yang disusun oleh Basyid (NIM 210584) yang berjudul “

Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i Tentang Hak Wali Nikah Bagi Anak

Page 28: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

13

Angkat ”. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang hak wali anak angkat

menurut Imam Syafi’i tetap pada orang tua kandung, bukan orang yang

mengadopsinya (orang tua angkat). Anak angkat bukanlah anak kandung,

tetapi hanya mendapatkan asuhan dalam kehidupannya. Hak wali

berpindah manakala orang tua tidak ada atau adhal. Sedangkan yang

berhak menjadi pengganti bagi orang yang tidak punya wali adalah hakim.

Dari berbagai penelitian diatas maka sudah jelas terdapat

perbedaan yang signifikan dengan skripsi yang akan penulis susun. Dalam

skripsi ini penulis lebih menekankan pada argumentasi pendapat al-Imam

al-Syirazi mengenai hukum wali nikah meminta izin kepada gadis dewasa

dan bagaimana istinbat hukum yang digunakan al-Imam al-Syirazi serta

akibat hukumnya ketika gadis dinikahkan oleh walinya tanpa kerelaaan

darinya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang

langkah-langkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkenaan

dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan

selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. Metode penelitian yang

digunakan dalam menyusun skripsi ini sebagai berikut: 19

19 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 21-22.

Page 29: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

14

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis

penelitian kepustakakaan (Library Research) yaitu Penelitian yang

mengandalkan data dari bahan pustaka untuk dikumpulkan dan

kemudian diolah sebagai bahan penelitian.20

Adapun bahan yang

dikumpulkan meliputi beberapa teori, kitab-kitab dan pendapat para

ahli dan karangan ilmiah lain yang mempunyai kaitan dengan

pembahasan skripsi ini.

2. Sumber Data

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber asli yang

memuat informasi. 21

Sumber data primer ini adalah kitab karya al-

Imam al-Syirazi yaitu al-Muhazzab dan al-Tanbīh.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan

asli dan memuat informasi. 22

Adapun data sekunder dalam

penulisan skripsi ini diantaranya adalah:

1. Kitab Al-Umm karangan al-Imam al-Syafi’i

2. Kitab Al-Hāwī al-Kabīr karangan al-Imam al-Mawardi

3. Kitab Minhāj al-Thālibīn karangan al-Imam an-Nawawi.

4. Kitab Nihāyatul Muhtāj karya al-Imam al-Ramli

5. Kitab Fathul Qadir karangan Ibnu al-Hammam al-Hanafy

20 Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqih, Bogor: Prenada Media, 2003, hlm. 89.

21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Lkis, 1999, hlm. 9.

22 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. ke-

VIII, hlm. 126.

Page 30: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

15

6. Buku-buku lain yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan metode

dokumentasi yaitu dengan mencari dan menelaah berbagai buku dan

sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi

ini.23

Dengan metode ini maka penulis tidak hanya mengumpulkan

kitab-kitab fiqih saja, tetapi juga kitab-kitab lain yang saling berkaitan

agar dapat dikaji secara komprehensif.

4. Metode Analisis Data

Setelah data-data hasil penelitian kepustakaan terkumpul maka

kemudian penulis menganalisis dengan menggunakan metode

deskriptif-analisis yaitu dengan cara menggambarkan data yang

berkaitan dengan pendapat al-Imam al-Syirazi tentang hukum wali

nikah meminta izin kepada gadis dewasa untuk kemudian dianalisis

bagaimana istinbat hukum wali menikahkan gadis dewasa tanpa izin

yang digunakan oleh al-Imam al-Syirazi.

23 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Tekhnik,

Bandung: Tarsito, 1989, hlm. 163.

Page 31: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

16

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab yang masing-masing

bab terdiri dari beberapa sub bab yang mempunyai korelasi antara satu

dengan yang lainnya.

Bab pertama berisi pendahuluan, yaitu gambaran secara umum

dengan memuat: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tinjauan secara umum tentang wali nikah

meliputi: pengertian wali nikah, dasar hukum wali nikah, syarat-syarat

wali nikah, macam-macam wali nikah, urutan wali nikah, pengertian gadis

dewasa.

Bab ketiga berisi pendapat al-Imam al-Syirazi tentang hukum wali

nikah meminta izin kepada gadis dewasa yang meliputi: biografi al-Imam

al-Syirazi, karya-karyanya, pendapat al-Imam al-Syirazi tentang hukum

wali nikah meminta izin kepada gadis dewasa, serta istinbat hukum al-

Imam al-Syirazi tentang bolehnya wali menikahkan gadis dewasa tanpa

izin.

Bab keempat berisi analisis terhadap pendapat al-Imam al-Syirazi

tentang hukum wali nikah meminta izin kepada gadis dewasa dan analisis

istinbat hukum al-Imam al-Syirazi tentang bolehnya wali menikahkan

gadis dewasa tanpa izin.

Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran.

Page 32: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG WALI NIKAH

A. Pengertian Wali Nikah

Secara bahasa wali nikah merupakan gabungan dari kata wali dan

nikah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wali mempunyai

banyak makna, antara lain: 21

1. Orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi kewajiban

mengurus anak yatim serta hartanya, sebelum anak itu dewasa.

2. Pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu yang

melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki).

3. Orang saleh (suci), penyebar agama.

4. Kepala pemerintah dan sebagainya.

Secara spesifik, perwalian, dalam literatur fiqih disebut dengan

/ , seperti kata yang juga bisa disebut dengan

. Secara etimologis, / , memiliki beberapa arti. Diantaranya

adalah yang berarti cinta, dan yang berarti pertolongan.22

Seperti Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 56:

21

Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1975, hlm. 1175.

22 Ahmad Warsan Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-

Munawwir Krapyak, 1984, hlm. 1690.

Page 33: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

18

Artinya: " Barang siapa yang mengambil Allah dan Rasul-Nya dan orang-

orang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya

pengikut (agama) Allah itulah orang-orang yang pasti menang

”. (QS. Al-Ma‟idah: 56).23

Dan surat at-Taubah Ayat 71

Artinya: " Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,

sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang

lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah

dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan

mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi

rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana."24

Selain itu wali juga berarti kekuasaan / otoritas ( as-sulthah wal-

qudrah), seperti dalam ungkapan al-wali, yakni orang yang mempunyai

kekuasaan. Hakikat dari al-walayah (al-wilayah) adalah tawally al-amr (

mengurus/ menguasai sesuatu). 25

Secara istilah wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat

dipaksakan kepada orang lain sesuai bidang hukumnya. 26

Menurut

Wahbah al-Zuhayli, wali ialah “ kekuasaan / otoritas (yang dimiliki)

seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa

harus bergantung (terikat) kepada izin orang lain.” 27

23 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 170. 24 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op. cit, hlm. 291. 25

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta, Rajawali

Pers, 2004, hlm. 134.

26 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 11. 27

Wahbah Al-Zuhayli, Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, 1409 H / 1989 M, Beirut: Libanon:

Darul Fikr, Jil.VII, hlm. 718.

Page 34: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

19

Sedangkan kata nikah secara bahasa diartikan adh-dhamm

(berkumpul atau bergabung) dan al-ikhtilāth (bercampur). Dalam bahasa

Arab misalnya dikatakan:

Artinya: " Pohon-pohon itu kawin ”.

Dimaksudkan ketika bergabung satu dengan yang lain. Atau dikatakan:

Artinya: " Hujan itu bergabung dengan tanah ”.

Maksudnya ketika air hujan itu bercampur dengan tanah.

Kata lain yang sama artinya dengan nikah adalah az-zawāj, yang

berasal dari kata yang diartikan pasangan, mengawinkan atau

menjodohkan. Sebagaimana disebut dalam surat Ad-Dukhan ayat 54:

Artinya: " Dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari ”.

Para ulama memerinci makna lafal nikah ada empat macam.

Pertama, nikah diartikan akad dalam arti sebenarnya dan diartikan

percampuran suami istri dalam arti kiasan. Kedua, sebaliknya, nikah

diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya dan akad berarti

kiasan. Ketiga, lafal musytarak (mempunyai dua makna yang sama).

Page 35: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

20

Keempat, nikah diartikan adh-dhamm (bergabung secara mutlak) dan al-

ikhtilāth (percampuran).28

Diantara ayat-ayat yang menunjukkan kata nikah adalah surat Al-

Baqarah ayat 230, yang berbunyi:

Artinya : " Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang

kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia

kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami lain

menceraikannya maka tidak ada dosa keduanya (bekas suami

pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Itulah hukum-hukum Allah yang diterangkan-Nya kepada kaum

yang (mau) mengetahui ”. 29

Ayat ini menjelaskan bahwa jika seorang perempuan telah bercerai

dengan suaminya dengan talak tiga, maka tidak halal lagi bagi perempuan

itu kawin dengan bekas suaminya itu, kecuali ia lebih dahulu kawin

dengan laki-laki lain. Kemudian setelah dia bercerai dengan suaminya

yang kedua, barulah dia boleh menikah kembali dengan bekas suaminya

yang pertama.

Said bin Musayyab, seorang tabi‟in dan murid Abu Hurairah dalam

menafsirkan, “ sehingga perempuan itu kawin dengan suami yang lain”

telah mengambil zahir ayat itu saja dan berkata, cukuplah semata-mata

28 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usrah Wa-Ahkamuhā Fi- al- Tasyrī'i al-Islāmi,

Fiqih Munakahat: Khitbah, Nikah dan Talak.Terj. Dr.H. Abdul Majid Khon, M. Ag., Jakarta:

Sinar Grafika, Cet. Ke-I, hlm.38. 29 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 56.

Page 36: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

21

akad yang baru. Artinya sesudah itu ia kembali kepada suaminya yang

pertama. Tetapi pendapatnya itu ditolak oleh jumhur, salaf, dan khalaf

dengan menyatakan, bahwa disamping akad nikah dengan suami yang

kedua, disyaratkan keduanya harus bersetubuh dan tidak memadai semata-

mata akad saja dengan tidak campur.30

Dalam pengertian secara istilah, ulama Syafi‟iyah merumuskan

pengertian nikah sebagaimana berikut:

Artinya: " Akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan

hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz nakaha atau

zawaja ” .

Apabila kata wali dan nikah digabungkan maka berarti orang yang

menjadi wali dalam pernikahan. Menurut Prof. Amir Syarifuddin wali

nikah adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan

dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak

laki-laki dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak

perempuan dilakukan oleh walinya.31

Sedangkan Menurut Muhammad Jawad Mughniyyah, “ Perwalian

dalam perkawinan adalah suatu kekuasaan atau wewenang syar’i atas

golongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna,

30 Syeikh H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsīr Ahkām, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. Ke-I,

hlm. 121. 31 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 69.

Page 37: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

22

karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai itu, demi

kemaslahatannya sendiri ”.32

Atas dasar pengertian tersebut, kata wali dapat dipahami alasan

hukum Islam menetapkan ayah sebagai orang yang paling berhak untuk

menjadi wali bagi kepentingan anaknya. Hal ini karena ayah adalah orang

yang paling dekat, siap menolong, serta mengasuh dan membiayai anak-

anaknya, barulah hak perwaliannya digantikan oleh keluarga dekat lainnya

dari pihak ayah, dan seterusnya. 33

B. Dasar Hukum Wali Nikah

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti

dan tidak sah akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali itu

ditempatkan sebagai rukun dalam perkawinan menurut kesepakatan ulama

secara prinsip. Memang tidak ada satu pun ayat Al-Qur‟an yang jelas

secara ibārat al-nash yang menghendaki keberadaan wali dalam akad

perkawinan. Tetapi dari ayat tersebut secara isyārat nash dapat dipahami

menghendaki adanya wali .34

Diantara ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengisyaratkan adanya wali

adalah surat Al-Baqarah ayat 232 yang berbunyi:

32 Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit., hlm. 345.

33 Dedi Supriyadi, op. cit., hlm. 32. 34 Amir Syarifuddin, loc. cit., hlm. 69.

Page 38: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

23

Artinya: " Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi

mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila Telah

terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.

Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di

antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik

bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak

Mengetahui ”. 35

Kalau sang istri telah habis masa iddahnya, dan tidak ada halangan

lain yang ditetapkan agama, maka bekas suami, para wali, atau siapapun

tidak boleh melakukan ‘adhl, yakni menghalang-halangi mereka, wanita

itu menetapkan sendiri masa depannya menyangkut perkawinan. Siapa

saja yang dipilihnya baik suami mereka yang telah pernah

menceraikannya, maupun pria lain yang ingin dikawininya dan bakal

menjadi suami-suami mereka, maka itu adalah haknya secara penuh,

karena janda berhak atas dirinya daripada yang lain.36

Ayat ini ditujukan kepada para wali, jika mereka tidak mempunyai

hak dalam perwalian, tentu mereka tidak dilarang untuk menghalang-

halangi.37

Ayat lain yang menunjukkan tentang wali nikah adalah surat Al-

Baqarah (2) ayat 221 yang berbunyi:

35 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 56. 36 M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh, Pesan, Kesan dan Keserasian Dalam Al-Qur’an,

Juz I, Jakarta: Lentera Hati, 2000, hlm. 501.

37 Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, op. cit., hlm. 366.

Page 39: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

24

Artinya: "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin

lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.

Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan

wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya

budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia

menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah

mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran ”. 38

Ayat di sini mengandung pengertian bahwa para wali dilarang

mengawinkan wanita-wanita muslimah dengan musyrik. Paling tidak ada

dua hal yang perlu digaris bawahi:

Pertama, penggalan ayat tersebut ditujukan kepada para wali,

memberi isyarat bahwa wali mempunyai peranan yang tidak kecil dalam

perkawinan putri-putrinya atau wanita-wanita yang berada dibawah

perwaliannya. Peranan tersebut dibahas oleh para ulama dan menghasilkan

aneka pendapat. Ada yang berpendapat sangat ketat, sampai mensyaratkan

persetujuan dan izin yang bersifat pasti dari para wali dalam penentuan

calon suami bagi putrinya. Tidak sah perkawinan dalam pandangan ini

tanpa persetujuan itu. Tetapi ada juga yang hanya memberi sekedar hak

untuk mengajukan tuntutan pembatalan jika perkawinan berlangsung tanpa

38 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 53.

Page 40: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

25

restunya. Menurut penganut pandangan ini, tuntutan tersebut pun tidak

serta merta dapat dibenarkan, kecuali setelah memenuhi sejumlah syarat. 39

Betapapun demikian perlu diingat, bahwa perkawinan yang

dikehendaki Islam adalah perkawinan yang menjalin hubungan harmonis

antara suami istri, sekaligus antar keluarga, bukan saja keluarga masing-

masing tetapi juga antara kedua keluarga mempelai. Dari sini peranan

orang tua dalam perkawinan menjadi sangat penting. Baik dengan

memberi kepada orang tua wewenang yang besar, maupun sekedar restu,

tanpa mengurangi hak anak. Oleh karena itu, walaupun Rasul

memerintahkan orang tua supaya meminta persetujuan anak gadisnya,

namun karena tolak ukur anak itu tidak jarang berbeda dengan tolak ukur

orang tua, maka tolak ukur anak, ibu dan bapak harus dapat menyatu dan

mengambil keputusan perkawinan.

Kedua, larangan mengawinkan wanita-wanita muslimah dengan

orang-orang musyrik. Walaupun pandangan mayoritas ulama dapat

memasukkan ahl al-kitāb dalam kelompok dinamai musyrik, tetapi ini

bukan berarti ada izin untuk pria ahl al-kitāb untuk mengawini wanita

muslimah. Larangan tersebut, menurut ayat di atas,berlanjut hingga

mereka beriman, sedang ahl al-kitāb tidak dinilai beriman dengan iman

yang dibenarkan oleh Islam. Maka bagi para wali dilarang menikahkan

39 M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 475.

Page 41: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

26

wanita-wanita muslimah dengan orang-orang musyrik dan juga ahl al-

kitāb. 40

Selain itu dijelaskan dalam surat Al-Nur (24) ayat 32 yang

berbunyi:

Artinya: " Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,

dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba

sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang

perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan

mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-

Nya) lagi Maha Mengetahui ”.

Ibarāt nash ketiga ayat tersebut tidak menunjukkan keharusan

adanya wali, karena yang pertama merupakan larangan menghalangi

perempuan yang habis masa iddahnya untuk kawin, ayat kedua larangan

perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki musyrik,

sedangkan ayat ketiga suruhan untuk mengawinkan orang-orang yang

masih bujang. Namun karena dalam ketiga ayat itu khitāb Allah berkenaan

dengan perkawinan dialamatkan kepada wali, dapat pula dipaham daripada

keharusan adanya wali dalam perkawinan.

Dari pemahaman ketiga ayat tersebut diatas, jumhur ulama

(Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah ) menetapkan keharusan adanya

wali dalam perkawinan.

40 M. Quraish Shihab, op.cit., hlm. 476.

Page 42: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

27

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syi‟ah Imamiyah

berkesimpulan bahwa perempuan yang sudah dewasa dan sehat akalnya

dapat melakukan sendiri perkawinannya dan tidak perlu wali

mengakadkannya. Alasan rasionalnya ialah orang yang telah dewasa dan

sehat akalnya dapat bertindak hukum dengan sendiri tanpa diperlukan

bantuan walinya.

Adapun ayat Al-Qur‟an yang dijadikan dasar hukum ulama

Hanafiyah dan ulama Syi‟ah Imamiyah adalah:

Surat Al-Baqarah (2) ayat 232:

Artinya: " Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi

mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila Telah

terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.

Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di

antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik

bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak

Mengetahui ”. 41

Surat Al-Baqarah (2) ayat 230:

41 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 56.

Page 43: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

28

Artinya : " Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang

kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia

kawin dengan suami yang lain ”. Kemudian jika suami lain

menceraikannya maka tidak ada dosa keduanya (bekas suami

pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Itulah hukum-hukum Allah yang diterangkan-Nya kepada kaum

yang (mau) mengetahui.

Surat Al-Baqarah (2) ayat 234:

Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan

dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila

telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali)

membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang

patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat ”.

Menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syi‟ah Imamiyah ayat

pertama diatas dengan tegas mengatakan perempuan itu mengawini bekas

suaminya dan wali dilarang mencegahnya. Ayat kedua jelas menyatakan

perempuan itu melakukan perkawinan dengan laki-laki lain dan ayat ketiga

perempuan itu berbuat atas dirinya (maksudnya kawin). Dalam ketiga ayat

tersebut fā’il atau pelaku dari perkawinan itu adalah perempuan itu sendiri

tanpa disebutkan wali. 42

42 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 72.

Page 44: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

29

Pendapat Hazairin yang dikutip oleh Sayuti Thalib menerangkan

bahwa memang wali tidak menjadi syarat bagi sahnya perkawinan seorang

perempuan yang telah dewasa. 43

Jumhur ulama di samping menggunakan ayat-ayat diatas sebagai

dalil yang mewajibkan wali dalam perkawinan, mereka menguatkan

pendapatnya itu dengan serangkaian hadis dibawah ini:

a. Hadis Nabi dari Abu Burdah bin Abi Musa menurut riwayat Ahmad

Artinya: " Tidak boleh nikah tanpa wali ".

b. Hadis Nabi dari Aisyah yang dikeluarkan oleh empat perawi hadis

selain al-Nasa‟i

Artinya: " Perempuan mana saja yang kawin tanpa izin walinya,

perkawinannya batal ".

c. Hadis dari Abu Hurairah yang mengutip ucapan Nabi:

Artinya: " Perempuan tidak boleh mengawinkan perempuan dan

perempuan juga tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri ".

Golongan Hanafiyah dan Syi‟ah Imamiyah yang tidak mewajibkan

adanya wali bagi perempuan dewasa dan akal sehat, menanggapi hadis

43 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UII press, 1986, Cet ke-V, hlm.

64. Dalam hal ini, meskipun Sayuti Thalib sependapat dengan Hanafiyah dan Hazairin, tetapi

menurutnya alangkah baiknya wanita itu memakai wali dalam melakukan ijab qabul.

Page 45: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

30

pertama diatas dengan menyatakan bahwa hadis tersebut mengandung dua

arti:

Pertama: Tidak sempurna suatu perkawinan tanpa adanya wali,

bukan berarti tidak sah. Kedua: Bila kata itu tidak diartikan dengan tidak

sah, maka arahnya adalah kepada perempuan yang masih kecil atau tidak

sehat akalnya, karena terhadap dua perempuan tersebut ulama hanafiyah

juga mewajibkan adanya wali sebagaimana ulama jumhur. 44

Sedangkan terhadap hadis yang kedua ulama Hanafiyah dan

pengikutnya mengatakan bahwa perkawinan yang batal itu adalah bila

perkawinan yang dilakukan tanpa izin wali, bukan yang mengawinkannya

hanyalah wali. Hadis yang melarang perempuan mengawinkan dirinya

atau perempuan lain itu adalah bila perempuan itu masih kecil sedangkan

yang sudah dewasa boleh saja ia mengawinkan dirinya atau orang lain.

Disamping pembelaan Hanafiyah terhadap hadis-hadis yang

dikemukakan jumhur ulama, ulama Hanafiyah juga mengemukakan hadis

Nabi yang mendukung pendapatnya. Diantaranya adalah hadis Nabi dari

Ibnu Abbas menurut riwayat Muslim yang berbunyi:

Artinya: " Janda itu berhak atas dirinya sendiri daripada walinya ".

Juga hadis dari Ibnu Abbas menurut riwayat Abu Daud, dan al-

Nasa‟i dan disahkan oleh Ibnu Hibban yang bunyinya:

44 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 73.

Page 46: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

31

Artinya: " Tidak ada urusan wali terhadap perempuan yang sudah janda".

Dua hadis tersebut diatas digunakan oleh ulama Hanafiyah dan

pengikutnya untuk menguatkan pendapatnya dalam memahami ayat-ayat

Al-Qur‟an tersebut sebelumnya untuk menetapkan tidak wajibnya wali

bila yang melangsungkan perkawinan itu adalah perempuan yang sudah

dewasa dan akal sehat.

C. Syarat-Syarat Wali Nikah

Seseorang dapat menjadi wali dalam pernikahan apabila telah

memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:45

1. Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil dan orang gila

tidak berhak menjadi wali. Ini merupakan syarat umum bagi seseorang

yang melakukan aqad.

2. Laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi wali. Ulama Hanafiyah

dan ulama Syi‟ah mempunyai pendapat yang berbeda dalam

persyaratan ini. Menurut mereka perempuan yang telah dewasa dan

berakal sehat dapat menjadi wali untuk dirinya sendiri dan dapat pula

menjadi wali untuk perempuan lain yang mengharuskan adanya wali.

3. Muslim. Tidak sah orang yang tidak beragama Islam menjadi wali

untuk muslim. Hal ini berdalil dari firman Allah dalam surat Ali Imran

ayat 28:

45 Amir Syarifuddin, op.cit., hlm.76.

Page 47: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

32

Artinya: " Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang

kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang

mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah

ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat)

memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.

Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya.

Dan hanya kepada Allah kembali (mu) " .

Dan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 51:

Artinya: " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi

pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah

pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di

antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka

sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-

orang yang lalim " .

4. Orang merdeka

5. Tidak berada dalam pengampuan atau mahjūr ‘alaih, alasannya ialah

bahwa orang yang berada dibawah pengampuan tidak dapat berbuat

hukum dengan sendirinya. Kedudukan sebagai wali merupakan suatu

tindakan hukum.

6. Berpikiran baik. Orang yang terganggu pikirannya karena ketuaannya

(pikun) tidak boleh menjadi wali, karena dikhawatirkan tidak akan

mendatangkan maslahat dalam perkawinan tersebut.

Page 48: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

33

7. Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak sering

melakukan dosa kecil, serta tetap memlihara murū’ah atau sopan

santun. Ulama Syi‟ah tidak mensyaratkan adilnya wali dalam

perkawinan. Menurut Sayyid sabiq seorang wali tidak disyaratkan adil.

Jadi, seorang yang durhaka tidak kehilangan hak menjadi wali dalam

perkawinan kecuali bila kedurhakaannya melampaui batas-batas

kesopanan yang berat. Ia tidak bias menjadi wali karena ia jelas tidak

mententramkan jiwa orang yang diurusnya. Karena itu, haknya

menjadi wali menjadi hilang.46

Keharusan wali itu adil berdasarkan

sabda Nabi dalam hadis dari Aisyah menurut riwayat Daruquthniy:

Artinya: " Tidak sah niklah kecuali bila ada wali dan dua orang saksi

yang adil " .

8. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah. Hal ini

berdasarkan hadis Nabi dari „Utsman menurut riwayat Muslim yang

mengatakan:

Artinya:" Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan

seseorang dan tidak boleh pula dinikahkan oleh seseorang ".

46 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 11.

Page 49: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

34

Dalam hal persyaratan ini ulama Hanafiyah mengemukakan pendapat

yang berbeda. Menurut mereka wali yang melakukan ihram dapat

menikahkan pasangan yang sedang ihram.

D. Macam-Macam Wali Nikah

Bagi fuqaha‟ yang memegangi keharusan adanya wali dalam

perkawinan, macam-macam wali itu ada tiga, yaitu:47

1. Wali nasab (keturunan), yaitu wali yang berhubungan tali

kekeluargaan dengan perempuan yang akan menikah.

2. Wali mu’thiq, yaitu orang yang menjadi wali terhadap perempuan

bekas hamba sahaya yang dimerdekakannya.

3. Wali hakim atau wali sulthan, yaitu orang yang menjadi wali dalam

kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.

Dalam menetapkan wali nasab terdapat beda pendapat dikalangan

ulama. Beda pendapat ini disebabkan oleh tidak adanya petunjuk yang

jelas dari Nabi, sedangkan Al-Qur‟an tidak membicarakan sama sekali

siapa-siapa yang berhak menjadi wali.

Jumhur ulama yang terdiri dari Syafi‟iyah, Hanabilah, Zahiriyah,

dan Syi‟ah Imamiyah membagi wali itu menjadi dua kelompok:

Pertama: wali dekat atau wali qarīb, yaitu ayah dan kalau tidak ada

ayah pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang mutlak

terhadap anak perempuan yang akan dikawinkannya. Ia dapat

47 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 75.

Page 50: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

35

mengawinkan anaknya yang masih berada dalam usia muda tanpa

meminta persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dalam kedudukan seperti

ini disebut wali mujbir. Ketidakharusan meminta pendapat dari anaknya

yang masih muda itu adalah karena orang yang masih muda tidak

mempunyai kecakapan untuk memberikan persetujuan. Ulama Hanabilah

menempatkan orang yang diberi wasiat oleh ayah untuk mengawinkan

anaknya berkedudukan sebagai ayah.

Kedua: wali jauh atau wali ab’ad, yaitu wali dalam garis kerabat

selain dari ayah atau kakek, juga selain dari anak dan cucu, karena anak

menurut ulama jumhur tidak boleh menjadi wali terhadap ibunya dari segi

dia anak, bila anak berkedudukan sebagai wali hakim boleh dia

mengawinkan ibunya sebagai wali hakim. Adapun wali ab’ad adalah

sebagai berikut:

a. Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada

b. Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada

c. Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah kepada

d. Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah kepada

e. Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada

f. Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada

g. Anak paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada

h. Anak paman seayah

i. Ahli waris kerabat lainnya

Page 51: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

36

Ulama Hanafiyah menempatkan seluruh kerabat nasab, baik sebagai

ashābah dalam kewarisan atau tidak sebagai wali nasab, termasuk zaul

arhām. Menurut mereka yang mempunyai hak ijbar bukan hanya ayah

tetapi semuanya mempunyai hak ijbar, selama yang akan dikawinkan itu

adalah perempuan yang masih kecil atau tidak sehat akalnya.

Ulama Malikiyah menempatkan seluruh kerabat nasab yang

ashābah sebagai wali nasab dan membolehkan anak mengawinkan ibunya,

bahkan kedudukannya lebih utama dari pada ayah atau kakek. Golongan

ini menambahkan orang yang diberi wasiat oleh ayah sebagai wali dalam

kedudukan sebagaimana kedudukan ayah. Berbeda dengan ulama

Hanafiyah golongan ini memberikan hak ijbar hanya kepada ayah saja dan

menempatkannya dalam kategori wali aqrāb.

E. Urutan Wali Nikah

Menurut ulama Syafi‟iyah, orang yang harus didahulukan untuk

menjadi wali nikah adalah ayah dari perempuan yang bersangkutan. Kalau

ayahnya telah meninggal dunia atau disebabkan tidak memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan syari‟at semisal; hilang ingatan, pikun, pergi tidak

diketahui rimbanya dan sebagainya, maka yang berhak menjadi wali

adalah kakek (ayah dari ayah), kalau kakeknya tidak ada, maka yang

berhak menjadi wali adalah buyutnya (ayah dari kakek), demikian

seterusnya sampai ke atas.

Page 52: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

37

Kalau yang disebutkan di atas tidak ada, maka yang berhak menjadi

wali adalah saudara laki-laki yang sekandung (seayah seibu). Kalau

saudara laki-laki yang dimaksud tidak ada, maka walinya adalah saudara

laki-laki yang seayah. Kalau wali yang disebut di atas tidak ada, maka

yang berhak menjadi wali adalah anak laki-laki dari saudara laki-laki yang

sekandung. Kalau masih tidak ada juga, maka yang berhak menjadi wali

adalah anak dari saudara laki-laki yang seayah, demikian seterusnya

sampai ke bawah.

Kalau wali yang diatas tidak ada, maka yang berhak menjadi wali

adalah paman (saudara ayah yang sekandung). Kemudian yang berhak

menjadi wali setelah urutan di atas adalah paman yang bersaudara dengan

ayah yang seayah. Urutan berikutnya kalau masih tidak ada walinya adalah

sepupu (anak laki-laki dari paman yang bersaudara dengan ayahnya

sekandung. Sedangkan urutan berikutnya, yang berhak menjadi wali

adalah saudara sepupu (anak laki-laki dari paman yang bersaudara dengan

ayah yang seayah). Dan begitulah seterusnya sampai ke bawah. 48

Apabila diuraikan secara rinci, wali nikah menurut ulama Syafi‟iyah

sebagai berikut:

a. Ayah kandung

b. Kakek (dari garis ayah) dan seterusnya ke atas dalam garis laki-laki;

c. Saudara laki-laki sekandung;

d. Saudara laki-laki seayah;

48 Muhammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta:

Darussalam, 2004, hlm. 69

Page 53: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

38

e. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;

f. Anak laki-laki saudara laki-laki yang seayah;

g. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;

h. Anak laki-laki dari anak laki-laki seayah;

i. Saudara laki-laki ayah kandung;

j. Saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah);

k. Anak laki-laki paman sekandung;

l. Anak laki-laki paman seayah

m. Saudara laki-laki kakek sekandung;

n. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung;

o. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek seayah.49

Sedangkan menurut ulama Malikiyah urutan wali nikah adalah:

a. Ayah (al-Ab)

b. Al-Washi yaitu orang yang menerima wasiat dari ayah (al-Ab) untuk

menjadi wali nikah.

c. Anak laki-laki, meskipun itu hasil dari hubungan perzinaan.

d. Cucu laki-laki.

e. Saudara laki-laki yang sekandung.

f. Saudara laki-laki yang seayah;

g. Anak laki-laki dari saudara yang sekandung;

h. Anak laki-laki dari saudara yang seayah;

i. Kakek yang seayah;

49 Muhammad Syarbini, Al-Iqna’ fī hilli al Alfād Abī Sujā’, Bandung: Daar al-Ikhya‟ al-

Kutubiyyah al-Alamiyyah, t.th., Juz II, hlm.246.

Page 54: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

39

j. Paman yang sekandung dengan ayah;

k. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah;

l. Anak laki-laki dari paman yang seayah dengan ayah;

m. Ayah dari kakek.50

Adapun urutan wali dalam mazhab Hanabilah sebagai berikut;

a. Bapak (al-Ab)

b. Washi dari bapak setelah meninggalnya

c. Hakim ketika dalam keadaan tertentu

Ketiga wali inilah yang dijadikan sebagai wali mujbir, menurut

Imam Hambali. Sedangkan wali aqrāb dari nasab menurut Imam Hambali

adalah sebagaimana dalam hal waris antara lain:

a. Bapak

b. Kakek (ayah bapak) sampai derajat ke atas

c. Anak laki-laki

d. Cucu laki-laki dari anak laiki-laki sampai derajat ke bawah

e. Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)

f. Paman (saudara laki-laki dari ayah yang seayah)

g. Saudara sepupu (anak laki-laki saudara laki-laki ayah sekandung)

h. Saudara sepupu (anak laki-laki saudara laki-laki yang seayah)ke bawah

i. Paman-pamannya kakek

j. Anak-anak pamannya kakek

50 Abu Bakar bin Hasan al-Kusnawi, Ashal al-Madārik, Jilid 1, Beirut: Daar al-Fikr, 1996,

hlm. 366.

Page 55: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

40

Ulama Hanafiyah berpandangan bahwa status wali hanyalah syarat

perkawinan, bukan rukun perkawinan. Oleh karena itu mereka meringkas

rukun nikah hanya terdiri atas ijāb dan qabūl .Rasionalitas tentang wali

didasarkan bahwa akad nikah sama dengan akad jual beli. Status wali

hanya berlaku pada orang yang masih kecil (belum dewasa), baik laki-laki

maupun perempuan, dan orang gila perempuan atau laki-laki meskipun

dewasa.51

Meskipun status wali menurut ulama Hanafiyah seperti itu,

tetapi ulama Hanafiyah memliki urutan perwalian sebagai berikut:

a. Anak laki-laki, cucu laki-laki seterusnya sampai ke bawah

b. Ayah, kakek (ayah dari ayah) dan seterusnya sampai ke atas

c. Saudara laki-laki yang sekandung

d. Saudara laki-laki yang seayah

e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung;

f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah;

g. Paman yang bersaudara dengan ayah yang sekandung;

h. Paman yang bersaudara dengan ayah yang seayah;

i. Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara dengan

ayah yang sekandung

j. Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara dengan

ayah yang seayah, dan seterusnya sampai ke bawah.

Jumhur ulama mempersyaratkan urutan orang yang berhak menjadi

wali dalam arti selama masih ada wali nasab, wali hakim tidak dapat

51 Dedi Supriyadi, op. cit., hlm. 33.

Page 56: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

41

menjadi wali dan selama wali nasab yang lebih dekat masih ada wali yang

lebih jauh tidak dapat menjadi wali.

Pada dasarnya yang menjadi wali itu adalah wali nasab yang qarīb.

Bila wali qarīb tersebut tidak memenuhi syarat balīgh, berakal, Islam,

merdeka, berpikiran baik dan adil, maka perwalian berpindah kepada wali

ab’ad menurut urutan tersebut diatas. Bila wali qarīb sedang dalam ihram

haji atau umrah, maka kewalian tidak pindah kepada wali ab’ad, tetapi

pindah kepada wali hakim secara kewalian umum.

Demikian pula hakim menjadi wali nikah bila keseluruhan wali

nasab tidak ada, atau wali qarīb dalam keadaan „adhal atau enggan

mengawinkan tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Begitu pula akad

perkawinan dilakukan oleh wali hakim bila wali qarīb sedang berada di

tempat lain yang jaraknya mencapai dua marhalah (sekitar 60 km).

Demikian adalah menurut pendapat jumhur ulama.52

F. Pengertian Gadis Dewasa

Menurut Fiqih, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila ia telah

baligh. Para ulama sepakat bahwa haidh dan hamil merupakan bukti ke-

baligh-an seorang wanita. Hamil terjadi karena terjadinya pembuahan

ovum oleh sperma, sedangkan haidh kedudukannya sama dengan

mengeluarkan sperma bagi laki-laki. 53

52 Amir Syarifuddin, op. cit., hlm. 78. 53 Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit, hlm. 317.

Page 57: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

42

Imamiyah, Maliki, Syafi‟i dan Hambali mengatakan bahwa

tumbuhnya bulu-bulu ketiak merupakan bukti balighnya seseorang.

Sedangkan Hanafiyah menolaknya, sebab bulu-bulu ketiak itu tidak ada

bedanya dengan bulu-bulu lain yang ada pada tubuh.

Jika dilihat dari aspek usia, Syafi‟i dan Hambali menyatakan usia

baligh untuk anak laki-laki dan perempuan adalah lima belas tahun,

sedangkan Maliki menetapkan tujuh belas tahun. Sementara itu Hanafi

menetapkan usia baligh bagi anak laki-laki adalah minimal dua belas

tahun dan maksimal delapan belas tahun, sedangkan anak perempuan

minimal sembilan tahun dan maksimal tujuh belas tahun. Adapun menurut

Imamiyah usia baligh bagi laki-laki adalah lima belas tahun, sedangkan

bagi perempuan adalah sembilan tahun. Sementara itu, pengalaman

membuktikan bahwa kehamilan dapat terjadi pada anak gadis usia

sembilan tahun. 54

Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan

tahun 1974, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila telah mencapai usia

sembilan belas tahun bagi laki-laki dan enam belas tahun bagi

perempuan.55

Sedangkan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

seseorang belum dapat dikatakan dewasa apabila belum mencapai umur

dua puluh satu tahun atau belum pernah menikah. Sedangkan batas

54 Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit, hlm. 318.

55 Kompilasi Hukum Islam Pasal 15 ayat 1 dan Undang-undang Perkawinan tahun 1974

Pasal 7, Trinity Optima Media, Cet.ke-I, 2007.

Page 58: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

43

minimal usia minimal untuk menikah adalah delapan belas tahun bagi laki-

laki dan lima belas tahun bagi perempuan. 56

Terkadang kita temukan seseorang yang sudah mencapai umur

dewasa bahkan sudah tua tetapi masih mempunyai sifat kekanak-kanakan

dalam perilaku maupun cara berfikirnya. Begitu juga sebaliknya,

terkadang seseorang yang masih belia tetapi cara berfikirnya seperti halnya

orang dewasa.

Hal ini menandakan bahwa ukuran seseorang dapat dikatakan

dewasa adalah relatif. Oleh karena itu, yang dimaksud gadis dewasa dalam

pembahasan skripsi ini adalah anak perempuan yang sudah baligh, masih

perawan, belum pernah melangsungkan pernikahan, sehat akalnya dan

juga dewasa dari sisi psikologis sehingga ia dipandang dapat menentukan

masa depannya sendiri. Jadi seseorang dapat dikatakan dewasa tidak hanya

dilihat dari usia atau fisiknya saja, tetapi juga dewasa cara berfikirnya.

56 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Visimedia, Cet. ke-I, 2008.

Page 59: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

44

BAB III

PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG

HUKUM WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS DEWASA

A. Biografi Al-Imam Al-Syirazi

1. Riwayat Hidup Al-Imam Al-Syirazi

Ibrahim bin „Ali bin Yusuf bin Abdullah, yang dikenal dengan Abu

Ishaq, adalah pemikir fiqh Syafi‟i, sejarawan dan sastrawan. Ia dilahirkan

pada tahun 393 H di desa Firz Abaz, sebuah kota dekat Syiraz, Persia.

Ketika dewasa ia pindah ke Syiraz.

Di Syiraz ia belajar fiqh pada Abu Abdillah al-Baidawi dan Ibnu

Ramin. Kemudian ke Bashrah untuk belajar fiqh pada Al-Jazari. Tahun

415 H pindah ke Baghdad dan berguru ilmu ushul fiqh pada Abu Hatim

al-Qazwaini dan al-Zajjaj. Selanjutnya ilmu hadis diterimanya dari Aba

Bakar al-Barqani, Abi „Ali bin Syazan dan Aba Tayyib al-Tabari, bahkan

menjadi asistennya.21

Sementara murid-muridnya antara lain adalah:

a. Abu Abdullah bin Muhammad bin Abu Nasr al-Humaidi

b. Abu Bakar bin al-Hadinah

c. Abu al-Hasan bin Abd al-Salam

d. Abu al-Qasim al-Samarqandi

21 Abdullah Mustofa Al-Maraghi, Fath Al-Mubīn fi Tabaqāt al-Ushūliyyīn: Pakar-pakar

Fiqh Sepanjang Sejarah, Terj. Hussein Muhammad, Yogyakarta: LKPSM, 2001, Cet. Ke-I, hlm.

159.

Page 60: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

45

Dalam sebuah riwayat ia mengatakan: “ ketika saya berjalan-jalan

ke Khurasan, saya tidak menjumpai hakim, mufti atau khatib, selain

murid-murid atau teman-teman saya”.

Abu Ishaq adalah seorang yang bersahaja bahkan sangat fakir

sampai untuk melaksanakan hajipun ia tidak mampu. Makanannya juga

sangat sederhana. Nama Abu Ishaq popular dimana-mana sebagai

cendekiawan yang tangguh, bahasanya bagus, ahli berdebat, berdiskusi

dan pembela mazhab Syafi‟i. Ia pernah menjadi dosen pada Universitas

Nizhamiyah di Baghdad, sebuah Perguruan Tinggi Islam yang didirikan

oleh seorang wazir (Menteri ) kerajaan Saljuq.22

Ia menempati kedudukan tersendiri di hati Khalifah Al-Muqtadi bi

Amrillah, sampai-sampai ketika ia meninggal, Madrasah Nizhamiyah,

sebuah perguruan tinggi yang dibangunnya dimana al-Syirazi juga

mengajar, harus ditutup, sebagai penghormatan dan rasa duka cita yang

mendalam atas kematiannya.

Abu Ishaq al-Syirazi merupakan salah satu mujtahid muqayyad

dari kalangan Syafi‟iyah. Mujtahid muqayyad adalah Seseorang yang

berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak ada nashnya dalam kitab-

kitab madzhab. Selain Abu Ishaq al-Syirazi, mujtahid muqayyad lainnya

dari kalangan Syafi‟iyah adalah Al-Mawardi, Muhammad bin Jarir, Abi

Nashr, dan Ibnu Khuzaimah.

22

Sirajuddin Abbas, Thabaqāt Al-Syāfi‟iyyah, Ulama Syafi‟i dan Kitab-kitabnya dari Abad

ke Abad, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, hlm. 128.

Page 61: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

46

Dari kalangan Hanafiyah antara lain Al-Hashafi, Al-Thahawi, Al-

Karkhi, Al-Halwani, Al-Sarkhasi, Al-Bazdawi dan Qadli Khan.

Sedangkan dari kalangan Mazhab Al-Malikiyah misalnya: Al-Abhari,

Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani. Al-Qadli Abu Ya‟la. Adapun Al-Qadli Abi

Ali bin Abi Musa merupakan mujtahid fatwa dari kalangan MadzhabAl-

Hanabilah.

Mereka semua disebut para imam Al-Wujūh, karena mereka dapat

menyimpulkan suatu hukum yang tidak ada nashnya dalam kitab

madzhab mereka. Hal ini dinamakan wajhān dalam madzhab ( satu segi

dalam madzhab) atau satu pendapat dalam madzhab. Mereka berpegang

kepada madzhab bukan kepada Imamnya (gurunya), hal ini tersebar

dalam dua madzhab yaitu, Al-Syafi‟iyah dan Al-Hanabilah.

2. Karya-karya Al-Imam Al-Syirazi

Ia menulis sejumlah buku yang banyak dipakai dan menjadi

referensi utama generasi pengikut mazhab Syafi‟i sesudahnya. Antara

lain: Al-Tanbīh dan Al-Muhazzab. Kedua kitab tersebut merupakan kitab

fiqh yang sangat popular dalam mazhab Syafi‟i.

Kitab Al-Tanbīh adalah kitab yang sangat istimewa karena banyak

para ulama yang men syarah yaitu memperjelas, menguraikan isinya

dengan panjang lebar, dan memberikan komentar terhadap kitab tersebut.

Diantara syarah bagi kitab Al-Tanbīh ada sebanyak 37 kitab yakni:23

23 Ibid, hlm. 129.

Page 62: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

47

1. Taujīhut Tanbīh, karangan Abul Hasan Muhammad bin Mubarak

yang terkenal dengan nama Ibnul Khilli. ( Wafat : 552 ).

2. Al-Ikmāl Limā Waqa‟a fi al-Tanbīh min al-Isykāl, karangan

Syamsuddin Muhammad bin Abdirrahman al-Hadlrami. ( wafat:

613H).

3. Syarah Tanbīh, karangan Abdul Fadhal Ahmad bin Kamaluddin al-

Irbili. (Wafat: 662 H).

4. Syarah Tanbīh, karangan Abul „Abbas, Ahmad bin Imam Musa bin

Yunus al-Maushili. (Wafat: 662 H).

5. Raf‟ut Tamwīh‟ an Musykilatit Tanbīh, karangan Al-Dizmari.( Wafat:

643 H ).

6. Syarah Tanbīh, karangan Syafarudin Abdullah bin Muhammad al

Fihri al-Tilmisani. (Wafat: 644 H).

7. Syarah Tanbīh, karangan Abu Muhammad al-Mundziri.

(Wafat:565H)

8. Syarah Tanbīh, karangan Abdul „Abbas as-Sibti, Ahmad bin Yahya

al-Hadlrami. (Wafat: 675 H ).

9. Tuhfatut Thālib, karangan Imam Nawawi. (Wafat: 676 H ).

10. Syarah Tanbīh, karangan Al-Disyani. (Wafat: 677 H ).

11. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu Nafis. (Wafat: 687 H ).

12. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu al-Qaliyubi. (Wafat: 689 H).

13. Syarah Tanbīh, karangan Abul „Abbas, Ahmad bin Abdillah al-

Thabari. (Wafat: 694 H ).

Page 63: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

48

14. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu Sibti, (Wafat: 710 H ).

15. Syarah Tanbīh, karangan Syihabuddin al-Yamani. (Wafat: 731 H ).

16. Syarah Tanbīh, karangan Najmuddin al-Balisi. (Wafat: 729 H ).

17. Syarah Tanbīh, karangan Burhanuddin bin Ibrahim Ibnu al-Farkah.

(Wafat: 729 H ).

18. Tuhfatun Nabih fi Syarhi al- Tanbīh, karangan syeikh Majdudin al-

Sankalumi. (Wafat: 740 H ).

19. Al-Wadlihun Nabih fi Syarhi al-Tanbīh, karangan al-Manawi. (Wafat:

746 H ).

20. Syarah Tanbīh, karangan „Alaudin bin „Ali bin Abdul Kafi Al-Subki.

(Wafat: 747 H ).

21. Syarah Tanbīh, karangan „Alaudin al-Subki. (Wafat: 747 H ).

22. Syarah Tanbīh, karangan Abul „Abbas al-Nasa‟i. (Wafat: 757 H ).

23. Syarah Tanbīh, karangan Qadhi Jama‟ah. (Wafat: 760 H ).

24. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu-al-Naqib al-Mishri. (Wafat: 758 H ).

25. Tashhih at-Tanbīh, karangan al-Asnawi. (Wafat: 772 H ).

26. Nashul Faqih fi Syarhi al-Tanbīh, karangan al-Mardini. (Wafat: 788

H).

27. Tafqiyah fi Syarhi al- Tanbīh, karangan Qadli Jamaluddin al-Yamani.

(24 Jilid). Wafat: 792 H.

28. Syarah Tanbīh, karangan Zarkasyi. (Wafat: 794 H ).

29. Irsyādun Nabih ilā Syarhi al- Tanbīh, karangan Ibnu al-Mulqin.

(Wafat: 804 H ).

Page 64: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

49

30. Umniyatun Nabih Syarah al- Tanbīh, karangan Ibnu al-Mulqin.

31. „Ajalut Tanbīh, karangan Ibnu al-Mulqin.

32. Ghāyatul Faqīh fi Syarhi al-Tanbīh, karangan Ibnu al-Mulqin.

33. Hadin Nabih fi Syarhi al-Tanbīh, karangan Ibnu al-Mulqin. “

Sepanjang sejarah, Ibnu al-Mulqin mengarang lima buah kitab syarah

atas kitab al-Tanbih ”, demikian diterangkan dalam Kashfu al-

Zhunun.

34. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu Hasyani. (Wafat: 828 H ).

35. Syarah Tanbīh, karangan Ibnu Shabah. (Wafat: 851 H ).

36. Majmū‟ul „Usyā Syarah al-Tanbīh karangan Khaidlari.(Wafat:894 H )

37. Syarah Tanbīh, karangan Khatib Syarbani. (Wafat: 977 H ).

Sedangkan kitab al-Muhazzab dikarang pada tahun 455 H dan

selesai pada bulan Jumadil Akhir tahun 469 H. jadi, selama 14 tahun

lamanya Abu Ishaq al-syirazi menyelesaikan kitab al-Muhazzab.

Diantara ulama yang mensyarah al-Muhazzab sebagai berikut:24

1. Abu Ishaq al-Iraqi. (Wafat: 596 H).

2. Al-Ashbahani. (Wafat: 600 H ). Dengan nama kitabnya Syarah al-

Muhazzab.

3. Ibnui Baththal Muhammad bin Ahmad al-Yamani. (Wafat: 630 H ).

Dengan nama kitabnya: al-Musta‟dzab fi Syarhi Garībi al-Muhazzab.

4. Imam Nawawi, Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-

Nawawi. (Wafat: 676 H ). Dengan nama kitabnya: al-Majmū‟ fi

24 Sirajuddin Abbas, Ibid, hlm. 132.

Page 65: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

50

Syarhi al-Muhazzab, yang terdiri dari 12 Jilid: kairo. (Disyarahnya

sampai bab riba saja. Kemungkinan beliau wafat sampai disini).

5. Syeikh jamaluddin Al-Suyuthi. ( Wafat: 911 H ). Dengan nama

kitabnya al-Kāfī fī-Zawidil Muhazzab.

Kitab-kitab lain karangan Abu Ishaq al-Syirazi sebagai berikut:

1. Al-Luma‟ ( Ushul Fiqh ).

2. At-Tabsīrah ( Ushul Fiqh ).

3. Tabaqāt Fuqahā‟ (Nama-nama ahli Fiqih).

4. Al-Aqīdah ( Ilmu Kalam )

5. Al-Madzhab fil Madzhab.

6. Al-Ma‟ūnah fil Jidāl.

7. Al-Mulkhish fil Jidāl.

8. An-Nukāt fi „ilmil Jidāl.

9. Tadzkīrah al-Mas‟ulīn ( Perbedaan pendapat mazhab Syafi‟i-Hanafi).

Buku terakhir ini ditulis setelah ia mendengar ucapan Ibnu Al-

Sabbagh “ Kalau saja tidak ada perbedaan pendapat antara Abu Hanifah

dan Al-Syafi‟i, niscaya Abu Ishaq tidak punya apa-apa. Ini merupakan

sindiran akan keterbatasan pengetahuan Abu Ishaq. Ia dianggap hanya

tahu tentang perbedaan antara Abu Hanifah dan Al-Syafi‟i. 25

Ia meninggal di rumah Abu al-Muzaffar bin Rais al Ruasa, malam

ahad jumada al-Akhir 476 H. Jenazahnya dishalati oleh Khalifah al-

Muqtadi bin Amrillah, setelah lebih dulu dimandikan oleh Abu al-Wafa

25 Abdullah Mustofa Al-Maraghi, op.cit, hlm. 159.

Page 66: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

51

bin „Aqil al-Hambali kemudian dikubur di pemakaman Bab al-Harbi

Baghdad.

B. Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Hukum Wali Nikah Meminta

Izin Kepada Gadis Dewasa

Dalam pandangan ulama Syafi‟iyah, sebagai wali nikah, seorang

bapak atau kakek mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan wali

yang lain. Ulama Syafi‟iyah menempatkan bapak dan kakek sebagai wali

mujbīr. Maksud wali mujbir adalah seorang wali berhak menikahkan

perempuan yang diwakilkan tanpa menanyakan pendapat mereka terlebih

dahulu, dan berlaku juga bagi orang-orang yang diwakilkan tanpa melihat

ridha atau tidaknya pihak yang berada dibawah perwaliannya.26

Dalam kitab Al-Muhazzab, al-Imam al-Syairazi menyatakan:

Artinya: “ Seorang ayah atau kakek boleh menikahkan gadisnya tanpa

ridhanya baik gadis itu masih kecil atau dewasa ”.

Hal ini menunjukkan bahwa ayah atau kakek berhak menikahkan

anak / cucu gadisnya baik masih kecil atau dewasa meskipun tanpa

persetujuannya. Tetapi selanjutnya dalam kitab Al-Muhazzab ia juga

berpendapat:

26 Tihami, Fiqih Munakahah: Kajian Fiqih Lengkap, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2009, hlm. 101.

27 Al-Imam Al-Syirazi, Al-Muhazzab, op.cit., hlm. 429.

Page 67: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

52

Artinya: ” Apabila gadis itu baligh maka disunnahkan untuk meminta

izinnya, dan tidak boleh selain ayah atau kakek menikahkan gadis

tersebut kecuali ia telah baligh dan mengizinkan ” .

Pernyataan al-Imam al-Syirazi tersebut diatas menjelaskan bahwa ia

mensunnahkan untuk meminta izinnya terlebih dahulu, apabila gadis tersebut

telah baligh. Sedangkan selain ayah dan kakek maka tidak boleh

menikahkannya kecuali ia telah baligh dan atas persetujuannya.

Dalam kitab al-Tanbīh al-Imam al-Syirazi mengatakan:

Artinya: “ Apabila wanita itu merdeka dan mengaku sekufu, maka wajib bagi

wali untuk menikahkannya, apabila wanita itu masih gadis maka

boleh bagi ayah atau kakek menikahkannya dengan tanpa

persetujuannya. Dan disunnahkan meminta persetujuan gadis

tersebut apabila ia telah baligh, dan izinnya adalah diam. Apabila

wanita itu janda, baligh, berakal maka seseorang tidak boleh

menikahkannya kecuali atas persetujuannya, dan izinnya adalah

dengan ucapan. Apabila wanita itu gila, masih kecil, maka bagi

ayah atau kakek boleh menikahkannya, dan apabila telah dewasa,

ayah, kakek, dan hakim juga boleh menikahkannya”.

28

Al-Imam al-Syirazi, loc.cit. 29 Al-Imam Al-Syirazi, Al-Tanbih, op. cit., hlm. 222..

Page 68: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

53

Dalam Al-Muhazzab al-Imam al-Syirazi juga menjelaskan bahwa "

bagi janda yang telah dewasa, berakal, maka walinya tidak boleh

menikahkannya tanpa seizinnya dan izin tersebut haruslah diucapkan.

Sedangkan janda yang masih kecil, maka bagi wali selain ayah dan kakek

harus menunggu sampai ia dewasa apabila ingin menikahkannya. Adapun

ayah dan kakek diperbolehkan menikahkan janda yang masih kecil ".30

Apabila wanita itu gila, maka ayah atau kakek boleh menikahkannya

baik masih kecil ataupun sudah dewasa. Bagi asobah selain ayah dan kakek,

tidak boleh menikahkannya karena tidak memliki hak ijbār.

Sedangkan hakim juga tidak boleh mengawinkannya apabila wanita

gila itu masih kecil, karena tidak adanya kebutuhan untuk menikah. Tetapi

apabila ia telah dewasa, maka hakim diperbolehkan untuk menikahkannya

dengan alasan diyakini bahwa terkadang dibalik pernikahannya ia dapat

sembuh dari penyakit gilanya.31

Apabila wanita itu telah hilang keperawanannya disebabkan selain

persetubuhan, maka dalam hal ini ada dua pendapat: yang pertama, wanita itu

disamakan sebagaimana orang yang telah melakukan persetubuhan. Yang

kedua, wanita tersebut pernikahannya dikiaskan sebagaimana menikahkan

gadis. sesungguhnya bagi janda, pertimbangan atas izinnya adalah hilangnya

malu sebab persetubuhan sedangkan rasa malu tidak dapat dihilangkan

kecuali dengan persetubuhan.

30 Al-Imam al-Syirazi, Al-Muhazzab, op. cit, hlm. 430. 31

Al-Imam al-Syirazi, op. cit. hlm. 431.

Page 69: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

54

C. Istinbat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Bolehnya Wali Menikahkan Gadis

Dewasa Tanpa Izin

Dasar hukum al-Imam al-Syirazi tentang bolehnya wali menikahkan

gadis dewasa tanpa izinnya adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

Artinya: " Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Mansur,

kemudian berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari

Ziyad bin Sa'id, dari Abdillah bin Fadhol dari Nafi' bin Jubair dari

ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi S.A.W telah bersabda: “

janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya,

sedangkan gadis ayahnya meminta pendapat tentang dirinya ”.

Al- Imam al-Syirazi berpendapat bahwa " hadis ini menunjukkan

seorang wali (ayah atau kakek) lebih berhak atas anak gadisnya". Oleh karena

itu boleh-boleh saja apabila ayah atau kakek hendak menikahkan anak

gadisnya tanpa ridha/ persetujuannya.

Meskipun demikian, ia mensunnahkan untuk meminta persetujuan

anak gadisnya terlebih dahulu apabila gadis tersebut telah baligh. Hal ini

didasarkan atas hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang

berbunyi:

32 Al-Nasa'i , op.cit, hlm. 85., Abu Daud, op.cit, hlm. 233.

Page 70: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

55

33

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Menurut al-Imam al-Syirazi seorang gadis itu cenderung malu untuk

menyatakan izinnya dengan sebuah ucapan kepada ayah atau kakek selaku

walinya. Oleh karena itu dianggaplah diamnya sang gadis merupakan izin/

persetujuan darinya.

Sedangkan janda yang telah hilang keperawanannya sebab hubungan

sexual, baligh, dan berakal maka tidak seorangpun dapat menikahkannya

kecuali atas izin-persetujuan darinya. Sedangkan izinnya adalah dengan

ucapan. Hal ini didasarkan atas hadis:

Artinya: “ Diriwayatkan dari Khansa' ibn Khizam al-Anshariyah bahwa

ayahnya telah mengawinkannya, sedangkan dia sudah janda dan

tidak senang dengan perkawinan itu. Kemudian dia datang (

33 Al-Tirmidzi, op.cit. hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit, hlm. 650., Abu Daud, op.cit.,

hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

34 Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Isma'il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin

Barzabah Al-Bukhari Al-Ja'fi, Shahīh al-Bukhāri, Juz V, Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiyah, hlm.

460.

Page 71: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

56

mengadukan halnya) kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah

SAW membatalkan pernikahan itu ”.

Hadis tersebut menyatakan bahwa apabila kita menikahkan wanita

yang sudah tsayyib, tanpa izinnya, dan dia tidak suka, maka dia berhak

menolaknya. 35

35 Muhammad Hasbi Al-Siddieqy, Koleksi hadis-Hadis Hukum 8, Semarang: PT. Pustaka

Rizqi Putra, 2001, hlm. 48.

Page 72: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

57

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG

HUKUM WALI NIKAH MEMINTA IZIN KEPADA GADIS DEWASA

A. Analisis Pendapat Al-Imam Al-Syirazi Tentang Hukum Wali Nikah

Meminta Izin Kepada Gadis Dewasa

Dalam bab ini penulis akan menganalisis pendapat al-Imam al-

Syirazi tentang hukum wali nikah meminta izin kepada gadis dewasa dengan

jalan membandingkan dengan pendapat ulama lain serta dalil-dalil yang

berkaitan dengan permasalahan tersebut.

Pernikahan dalam Islam merupakan sesuatu yang diagungkan, karena

bertujuan membentuk keluarga yang sakīnah, mawaddah dan rahmah.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-Rum ayat 21.

Artinya: " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya

kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berpikir ”. 21

Tujuan perkawinan memliki dua sisi, yaitu primer dan sekunder.

Tujuan primer (utama) dari sebuah perkawinan adalah hubungan seksual dan

21 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op.ci.t, hlm 644.

Page 73: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

58

kemandirian. Sedangkan tujuan sekunder adalah hubungan kekerabatan atau

kekeluargaan. Tujuan primer adalah menjadi hak perempuan sendiri

sedangkan sekunder melibatkan hubungan antara perempuan itu dengan

keluarganya.22

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam pelaksanaan perkawinan

tentunya unsur kerelaan calon mempelai harus terpenuhi. Sebagaimana

tertuang dalam pasal 16 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “

perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai ”.

Dalam sebuah perkawinan, wali mempunyai peranan penting untuk

menentukan sah dan tidaknya suatu akad. Karena menurut jumhur ulama

pernikahan itu tidak sah apabila tanpa adanya wali, walaupun ulama

Hanafiyah menafsirkan lain. Menurut ulama Hanafiyah, wali bukan sebuah

keharusan, tetapi tidaklah dianggap sempurna apabila pernikahan itu

dilaksanakan tanpa adanya seorang wali.

Selama ini masih ada pandangan umum yang menyatakan bahwa

perempuan menurut fiqih Islam tidak berhak menentukan pilihan atas

pasangan hidupnya. Yang menentukan dalam hal ini adalah ayah atau

kakeknya. Terlebih dalam kalangan ulama Syafi‟iyah ayah dan kakek

tergolong dalam wali mujbir. Seorang ayah atau kakek mempunyai hak ijbār

(hak memaksa) untuk menikahkan putrinya tanpa persetujuannya.

Termasuk ulama Syafi‟iyah yang berpendapat demikian adalah al-

Imam al-Syirazi. Dalam kitabnya al-Muhazzab ia mengungkapkan:

22 Hussein Muhammad, Fiqih Perempuan: Refleksi Kyai Atas Wacana Agama dan Gender,

Yogyakarta: Lkis, Cet ke-I, 2001, hlm. 84.

Page 74: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

59

Artinya: “ Seorang ayah atau kakek boleh menikahkan gadisnya tanpa

ridhanya baik gadis itu masih kecil atau dewasa ”.

Secara tekstual, pendapat al-Imam al-Syirazi mengidentifikasikan

bahwa ayah atau kakek boleh memaksa kepada anak atau cucunya yang masih

gadis baik kecil maupun dewasa untuk menikah dengan pilihannya walapun

tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

Selanjutnya dalam kitab al-Muhazzab, al-Imam al-Syirazi

menjelaskan lebih lanjut:

Artinya:” Apabila gadis itu baligh maka disunnahkan untuk meminta

izinnya, dan tidak boleh selain ayah atau kakek menikahkan

gadis tersebut kecuali ia telah baligh dan mengizinkan ”.

Dalam kitab al-Tanbīh, ia juga menjelaskan:

Artinya: “ Apabila wanita itu merdeka dan mengaku sekufu, maka wajib

bagi wali untuk menikahkannya, apabila wanita itu masih gadis

maka boleh bagi ayah atau kakek menikahkannya dengan tanpa

23 Al-Imam Al-Syirazi, Al-Muhazzab, op.cit., hlm. 429.

24 Ibid. 25 Al-Imam Al-Syirazi, Al-Tanbih, op. cit., hlm. 222..

Page 75: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

60

persetujuannya. Dan disunnahkan meminta persetujuan gadis

tersebut apabila ia telah baligh, dan izinnya adalah diam.

Apabila wanita itu janda, baligh, berakal maka seseorang tidak

boleh menikahkannya kecuali atas persetujuannya, dan izinnya

adalah dengan ucapan. Apabila wanita itu gila, masih kecil,

maka bagi ayah atau kakek boleh menikahkannya, dan apabila

telah dewasa, ayah, kakek, dan hakim juga boleh

menikahkannya“ .

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa walaupun seorang ayah atau

kakek boleh menikahkan tanpa persetujuan dari anak gadisnya, tetapi ia

menganjurkan untuk meminta izin / persetujuan terlebih dahulu apabila anak

gadis tersebut telah baligh / dewasa. Menurut beliau meminta izin kepada

calon mempelai tidaklah sebuah keharusan / kewajiban yang harus terpenuhi,

melainkan hanya sebuah anjuran apabila gadis tersebut telah dewasa. Oleh

karena itu sah-sah saja apabila ayah memaksa anak gadisnya menikah dengan

pilihannya tanpa persetujuan dari sang gadis.

Senada dengan pendapat al-Imam al-Syirazi, al-Imam al-Mawardi

mengatakan: “ gadis itu boleh dipaksa menikah oleh sebagian walinya (ayah /

kakek) baik itu masih kecil, dewasa, berakal atau gila.” 26

. Sedangkan al-Imam

al-Ramli menyatakan : “ boleh bagi ayah menikahkan gadis yang masih kecil

dan dewasa (baik berakal atau gila) tanpa izinnya dengan mahar mitsil tunai

(berlaku umum) di negaranya ”. 27

.

Dalam kitabnya Mughni al-Muhtāj, al-Syarbini juga mengatakan hal

serupa bahwa: “ seorang ayah boleh menikahkan anak gadisnya baik kecil

26 Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi, op.cit., hlm. 69.

27 Imam Syamsuddin al-Ramli, op.cit.,, hlm. 228-229.

Page 76: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

61

maupun dewasa tanpa izinnya”. Tetapi ia menggantungkan kebolehan tersebut

dengan syarat-syarat sebagai berikut:28

1. Tidak ada permusuhan antara bapak dan anak.

2. Hendaklah dinikahkan dengan orang yang setara (sekufu).

3. Maharnya tidak kurang dari mahar mitsil (sebanding).

4. Tidak dinikahkan dengan orang yang tidak mampu membayar mahar.

5. Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang mengecewakan (membahayakan)

si anak kelak dalam pergaulannya dengan laki-laki itu. Misalnya: orang itu

buta, atau orang yang sudah sangat tua sehingga tidak ada harapan akan

mendapatkan kebahagiaan dalam pergaulannya.

6. Tidak dalam keadaan menunaikan ibadah ihram / haji.

Pada dasarnya mayoritas ulama Syafi‟iyah berpendapat sama, yakni

membolehkan seorang ayah atau kakek menikahkan anak gadisnya yang sudah

dewasa tanpa izinnya, meskipun kebolehan tersebut digantungkan dengan

beberapa syarat.

Pendapat ulama Syafi‟iyah ini, berbeda dengan pendapat al-Imam al-

Syafi‟i yang menyatakan bahwa “ janda yang masih kecil tidak boleh

dinikahkan kecuali dengan izinnya, dan tidak boleh menikahkan perawan /

gadis kecuali dengan izinnya pula, tidak boleh menikahkan gadis kecil kecuali

ayah atau kakeknya setelah kematian ayahnya ”. 29

28 Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtāj, Al-

Qahirah: Darul Hadis, 2006, hlm. 250.

29 Imam Al-Syafi‟i, op.cit. hlm. 265.

Page 77: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

62

Menurut ulama Malikiyah, paksaan dapat diberlakukan pada gadis

dewasa dan janda kecil (belum dewasa). 30

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, seorang ayah yang bertindak

sebagai wali tidak diperkenankan menikahkan anak gadisnya yang sudah

dewasa tanpa sepengetahuan atau izinnnya. Dan juga tidak boleh

memaksanya, karena pemaksaan hanya berlaku bagi anak kecil, orang gila

laki-laki / perempuan walaupun dewasa. 31

Menurut al-Sayyid al-Sabiq, “ sekalipun ada pendapat tentang hak

wanita menjadi wali, wajib bagi wali untuk terlebih dahulu menanyakan

pendapat calon istri dan mengetahui keridhaannya sebelum diakadnikahkan.”

Hal ini karena perkawinan merupakan pergaulan abadi dan persekutuan suami

istri, kelanggengan, keserasian, kekalnya cinta dan persahabatan, yang tidak

akan terwujud apabila keridhaan pihak calon istri belum diketahuai

sebelumnya. Karena itu, Islam melarang kita menikahkan dengan paksa, baik

gadis maupun janda, dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa

kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan

yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut. 32

Hal senada juga disampaikan oleh Abu Zahrah yang menyatakan

bahwa ia lebih condong kepada pendapat ulama Hanafiyah yang mencegah

wilāyatul ijbāriyah setelah gadis itu baligh. 33

30 Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, op.cit., hlm. 404.

31 Imam Kamaludin Muhammad bin Abdul wahid Ibnu al-Hammam al-Hanafi, op.cit.,,

hlm. 251. 32 Sayid Sabiq, op.cit.,, hlm. 16. 33 Muhammad Abu Zahrah, Aqdu al-Zawāj Wa‟ Atsāruhu, Darul Fikr, hlm. 157.

Page 78: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

63

Menurut Wahbah al-Zuhaily, “ adalah tidak sah perkawinan dua

orang calon mempelai tanpa kerelaan mereka berdua ”. Jika salah satunya

dipaksa secara ikrāh dengan suatu ancaman misalnya membunuh atau

memukul atau memenjarakan, maka akad perkawinan tersebut menjadi fāsid

(rusak) ” . 34

Dalam bukunya “ Menggugat Peran Wali Dalam Pernikahan: Studi

Kritis atas Hadis-hadis Wali Nikah ”, Muhibbin menjelaskan bahwa dalam

hadis tentang wali nikah disebutkan setiap perempuan yang menikah tanpa

izin walinya maka nikahnya batal dan apabila kemudian mereka berkumpul

atau bersetubuh, maka perempuan tersebut berhak atas maskawin atau mahar

sebagai akibat dari persetubuhan yang dianggap halal tersebut. 35

Sama

halnya ketika pernikahan itu terjadi dengan tanpa sepengetahuan atau

persetujuan dari gadis, maka nikahnya juga batal.

Akibat dari batalnya pernikahan, maka segala konsekwensi yang ada

kaitannya dengan pernikahan menjadi batal termasuk status suami istri dan

karena itu kalau mereka mengadakan hubungan sebadan, hukumnya sama

dengan zina. Tetapi dalam teks hadis dinyatakan bahwa walaupun pernikahan

tersebut batal, akan tetapi ketika mereka melakukan hubungan sebadan tetap

dianggap halal, dan seorang istri berhak atas mahar atas hubungan sebadan

tersebut. pernyataan ini menyesatkan, karena sepintas ada upaya untuk

melegalkan perzinaan dengan memberikan mas kawin. Pernyataan ini

34 Wahbah Al-Zuhaily, op.cit, hlm. 6567. 35 Muhibbin, Menggugat Peran Wali Dalam Pernikahan: Studi Kritis atas Hadis-hadis

Wali N Ikah, Penelitian Individual: IAIN Walisongo Semarang, 2005, hlm. 71.

Page 79: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

64

sekaligus memberikan justifikasi tentang ketidakberdayaan perempuan. 36

Dengan kata lain, kalau pernikahan dinyatakan batal, maka sesunguhnya tidak

atau belum ada sebuah perkawinan.

Dari beberapa pendapat diatas, maka penulis kurang sepakat dengan

pendapat al-Imam al-Syirazi yang menyatakan bahwa “ seorang ayah atau

kakek boleh menikahkan gadisnya tanpa ridhanya baik gadis itu masih kecil

atau dewasa”, karena unsur kerelaan merupakan salah satu syarat bagi

keabsahan suatu akad.

Jika melihat sistem kekerabatan di Indonesia, masyarakat kita

menganut sistem kekerabatan masyarakat di kawasan Timur Tengah yaitu

patrilineal. Otoritas bapak (suami) menempati posisi yang dominan dan peran

penting dalam keluarga. Bapak atau suamilah yang bertanggung jawab

terhadap seluruh keutuhan, keselamatan, dan kelangsungan keluarga. Ibu atau

istri hanya ikut terlibat sebagai anggota keluarga dalam suatu rumah tangga.

Untuk itu, bapak dan kaum laki-laki pada umumnya mendapatkan beberapa

hak istimewa sebagai konsekuensi dari tanggung jawab mereka yang

sedemikian besar dibanding pihak istri atau perempuan secara umum. 37

Termasuk hak istimewa tersebut adalah ketika dalam pernikahan,

maka ayah berhak menentukan calon suami putrinya. Karena menurut budaya

bangsa Arab, martabat sosial diukur dari garis keturunan bapaknya. Jika putri

seorang tokoh kawin dengan laki-laki biasa yang sangat jarang terjadi di timur

tengah, maka status sosial anak-anaknya mengikuti bapaknya. Untuk

36 Ibid.

37 Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur‟an, Jakarta:

Paramadina, Cet. Ke-I, 1999, hlm. 128.

Page 80: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

65

melestarikan status social berlaku konsep kesetaraan (kafa‟ah). Seorang laki-

laki dari golongan budak tidak bolah kawin dengan seorang perempuan

bangsawan, karena akan menurunkan derajat keturunan. Sebaliknya laki-laki

bangsawan bebas mengawini semua jenis perempuan lebih dari satu.38

Dalam masyarakat patriarki, silsilah keturunan ditentukan melalui

jalur ayah dan peran lebih besar diberikan kepada laki-laki, baik dalam urusan

rumah tangga maupun dalam urusan masyarakat luas. Sebaliknya perempuan

mendapatkan peran yang tidak menonjol didalam masyarakat. Konsep

patriarki menurut para feminis dianggap salah satu indikasi struktur sosial

yang paling menonjol diberbagai kelompok. Didalam masyarakat ini, jenis

kelamin laki-laki memperoleh keuntungan secara budaya, sedangkan

perempuan mengalami beberapa pembatasan dan tekanan. Dalam tradisi

masyarakat bangsa Arab, pembagian peran sudah terpola jelas. Laki-laki yang

berperan mencari nafkah dan melindungi keluarga, sementara perempuan

berperan dalam urusan reproduksi, seperti memelihara anak dan menyiapkan

makanan untuk seluruh anggota keluarga. 39

Dalam hal pernikahan, memilih jodoh atau pasangan bukan lagi hak

istimewa laki-laki, anak perempuan juga berhak memberikan pandangan dan

pendapat yang berbeda dari pilihan ayahnya. Perempuan berhak menentukan

nasibnya sendiri, kapan dan dengan siapa ia akan menikah. Sebab hal ini

38 Nasaruddin Umar, op. cit. hlm. 134.

39 Nasaruddin Umar, op. cit. hlm. 128-129.

Page 81: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

66

sangat terkait dengan kesiapan lahir dan batin, dan yang lebih mengetahui hal

itu adalah dirinya sendiri. 40

Jika dilihat dari sudut pandang perempuan dalam predikatnya sebagai

seorang anak, dalam hal ini sangatlah dilematis, disatu sisi ia harus berbakti

kepada kedua orang tua dengan menuruti kemauan orang tua, disatu sisi ketika

ia dinikahkan dengan seseorang yang tidak ia cintai maka ia tidak akan

mendapatkan kebahagiaan.

Seorang anak diwajibkan untuk menghormati dan berbakti kepada

orang tua. Dalam al-Qur‟an surat Al-Isra' ayat 23 dijelaskan:

Artinya: “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada

kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam

pemeliharamu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

kepada keduanya „‟ah” dan janganlah kamu membentak mereka

dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia ”. (QS.

Al-Isra: 23).41

Bagi orang tua anak adalah bagian dari harapan terbesar untuk

meneruskan tugas kekhalifahan di muka bumi. Demi regenerasi itu, para orang

tua senantiasa menginginkan seluruh keturunannya menjadi putra - putri yang

shalih dan shalihah, serta memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Lebih

dari itu, setiap manusia menginginkan seluruh keturunannya menjadi

40 Sri Suhanjati Sukri, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta: Gama Media,

2002 Cet. ke-I, hlm. 25-26. 41 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 427.

Page 82: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

67

perhiasan, penyejuk mata (qurrota a‟yun) bagi mereka. Allah swt berfirman

dalam surat Al-Furqan ayat 74:

Artinya: " Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan, anugerahkanlah

kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai

penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-

orang yang bertakwa ”. 42

Namun demikian, anak tetap bukanlah hak milik bagi orang tua. Ia

adalah titipan Allah swt semata. Orang tua berkewajiban mengasuh,

membesarkan, mendidik, dan menikahkan putra-putri mereka apabila telah

waktunya tiba. Walaupun demikian, kewajiban tersebut tidak menjadikan

orang tua berhak sepenuhnya untuk menentukan calon pasangan bagi anak-

anaknya terutama anak perempuannya.

Jika ditinjau dari maqāsidus syarī'ah-nya, boleh ditegaskan bahwa

dalam hal menikahkan anak yang sudah dewasa merupakan maslahah, karena

kepedulian dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Mengingat nikah sendiri

sunnah hukumnya, tetapi untuk menghindari mafsadah yang timbul yaitu

terjadinya perceraian akibat tidak adanya kasih sayang calon mempelai karena

tidak adanya izin serta persetujuan dari sang gadis maka menghindari

mafsadah lebih didahulukan dari pada menarik maslahah. Hal ini sesuai

dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi:

42 Lajnah Pentashih Al-Qur‟an Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 569.

Page 83: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

68

43

Artinya: " Menolak kerusakan diutamakan ketimbang mengambil

kemaslahatan ".

Jadi antara orang tua dan anak hendaklah saling mengerti dan

memahami hak dan kewajiban masing-masing. Dalam hal memilih jodoh

maka antara anak dan orang tua agar menyatukan pandangan, manakah yang

terbaik bagi keduanya, karena tujuan perkawinan tidak hanya sekedar

menjalin hubungan dua pihak secara individual antara suami istri namun lebih

jauh mempererat tali hubungan antara keluarga pihak suami dan pihak istri.

B. Analisis Istinbat Hukum Al-Imam Al-Syirazi Tentang Bolehnya Wali

Menikahkan Gadis Dewasa Tanpa Izin

Hukum Islam sebagai ajaran wahyu dipetakan menjadi dua kelompok.

Pertama ajaran Islam yang bersifat absolut, universal, permanen tidak berubah

dan tidak dapat dirubah. Termasuk dalam kelompok ini adalah ajaran Islam

yang tercantum dalam Al-qur‟an dan hadis mutawatir, yang penunjukannya

telah jelas (qath‟i al-dalālah). Kedua, ajaran Islam yang bersifat relatif, lokal

dan temporal yang senantiasa mengadaptasi perkembangan dan perubahan

zaman (zhanny al-dalālah). Termasuk dalam kelompok kedua ini adalah

ajaran islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad. 44

43 Abdul Hamid Hakim, Mabādi‟u al-Awwaliyyah: Fī Ushūli al-Fiqhi Wa al-Qawāidi Al-

Fiqhiyyah, Jakarta: Sa'adiyah Putera, hlm. 34.

44 Fatkhurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997, hlm.

43.

Page 84: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

69

Adalah tugas ulama kontemporer sebagaimana dikemukakan oleh

Yusuf al-Qardhawi, memperbarui dan mereformulasi produk ijtihad tersebut

dengan mengadaptasi perubahan dan perkembangan mutakhir di kalangan

masyarakat. 45

Kompleksitas permasalahan umat yang selalu berkembang seiring

dengan berkembangnya zaman membuat hukum Islam harus menampakkan

sifat elastitas dan fleksibilitasnya guna memberikan yang terbaik serta dapat

memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Fleksibilitas yang dimilki

hukum Islam menyebabkan hukum Islam mampu mengikuti dan menghadapi

era globalisasi karena ia telah mengalami pengembangan pemikiran melalui

hasil ijtihad. 46

Permasalahan wali nikah memang telah menjadi problem klasik dan

menjadi perbincangan diantara ulama fiqih dari dahulu sampai sekarang.

Perbedaan pendapat ini terjadi karena tidak ada nash al-Qur‟an yang

menjelaskan secara pasti mengenai keharusan wali dalam perkawinan. Tetapi

pada prinsipnya ulama jumhur menganggap bahwa nash Al-Quran

menunjukkan khitab kepada wali nikah. Diantara ayat-ayat yang

mengisyaratkan keharusan adanya wali nikah adalah surat Al-Baqarah ayat

232, ayat 221 dan surat Al-Nur ayat 32. Dan juga hadis Nabi SAW yang

dipahami sebagai larangan terhadap pernikahan tanpa adanya wali.

Islam sangat menjunjung tinggi nilai kebebasan dan hak asasi

manusia, oleh karena itu islam tidak menganjurkan pemaksaan. Tetapi dalam

45 Yusuf al-Qardhawi, Syari‟at Islam Ditantang Zaman, alih bahasa Abu Zaky, Surabaya:

Pustaka Progresif, 1990, hlm. 115.

46 Amir Syarifudin, op.cit., hlm. 4.

Page 85: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

70

kaitannya terhadap wali nikah, memang agama membenarkan terhadap adanya

wali mujbir. Ulama sepakat terhadap wali mujbir didalam pernikahan, tetapi

bagi orang-orang tertentu, yakni anak kecil, dan orang safīh (baik kecil

maupun dewasa). Sedangkan terhadap gadis dewasa maka ulama berbeda

pendapat. Apakah meminta izin terhadap gadis dewasa tersebut merupakan

sebuah keharusan atau tidak.

Al-Imam al-Syirazi dalam berijtihad mengenai bolehnya ayah atau

kakek menikahkan gadis dewasa tanpa izinnya berhujjah dengan hadis Nabi

SAW yang berbunyi:

Artinya: " Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Mansur,

kemudian berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari

Ziyad bin Sa'id, dari Abdillah bin Fadhol dari Nafi' bin Jubair dari

ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi S.A.W telah bersabda: “

janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya,

sedangkan gadis ayahnya meminta pendapat tentang dirinya ”.

Menurut al-Imam al-Syirazi, Hadis tersebut menjelaskan bahwa

sesungguhnya ayah selaku wali nikah lebih berhak atas perawan. Jadi

walaupun seorang gadis tidak ridha atas pernikahannya, maka wali boleh

memaksanya, dan sahlah pernikahan tersebut. Dalam pernyataannya, menurut

al-Imam al-Syirazi meminta pendapat kepada gadis dewasa tersebut hanyalah

47 Al-Nasa'i, op.cit , hlm. 85., Abu Daud, op.cit, hlm. 233.

Page 86: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

71

sebuah anjuran dan bukan merupakan sebuah keharusan. Hal ini didasarkan

atas hadis Nabi yang berbunyi:

48

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Sedangkan al-Imam al-Ramli dan Ibnu Hajar al-Haitamy, walaupun

sependapat dengan al-Imam al-Syirazi, tetapi dalam menguatkan pendapatnya

keduanya berbeda dalam beristinbat hukum. Adapun hadis yang digunakan

sebagai dasar hukum adalah hadis riwayat al-Imam al-Daruquthni yang

berbunyi:

Artinya: “ Janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya

sedangkan gadis maka ayahnya lah yang mengawinkannya”.

Dalam kitabnya al-Umm, al-Imam al-Syafi'i menjelaskan bahwa janda

yang masih kecil tidak boleh dinikahkan kecuali dengan izinnya, dan tidak

boleh menikahkan perawan / gadis kecuali dengan izinnya pula, tidak boleh

48 Al-Tirmidzi, op.cit., hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit., hlm. 650., Abu Daud,

op.cit., hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

Page 87: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

72

menikahkan gadis kecil kecuali ayah atau kakeknya setelah kematian ayahnya.

Hal ini mengindikasikan bahwa pendapat ulama Syafi'iyah berbeda dengan

pendapat al-Imam al-Syafi'i sendiri. Adapun hadis yang dijadikan dasar al-

Imam al-Syafi'i adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

49

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa seorang ayah yang

bertindak sebagai wali tidak diperkenankan menikahkan anak gadisnya yang

sudah dewasa tanpa sepengetahuan atau izinnnya. Dan juga tidak boleh

memaksanya, karena pemaksaan hanya berlaku bagi anak kecil, orang gila

laki-laki / perempuan walaupun dewasa. 50

Dasar hukum yang digunakan

adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

49 Al-Tirmidzi, op.cit., hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit., hlm. 650., Abu Daud,

op.cit., hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

50 Imam Kamaludin Muhammad bin Abdul wahid Ibnu al-Hammam al-Hanafi, op.cit.,

hlm. 251.

Page 88: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

73

Artinya: " Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Mansur,

kemudian berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari

Ziyad bin Sa'id, dari Abdillah bin Fadhol dari Nafi' bin Jubair dari

ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Nabi S.A.W telah bersabda: “

janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya,

sedangkan gadis ayahnya meminta pendapat tentang dirinya ”

Dan Hadis Nabi SAW:

52

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Ibnu Rusd menjelaskan didalam Bidāyah al-Mujtahid bahwa sebab

adanya pertentangan tersebut disebabkan oleh pertentangan antara dalil umum

dengan dalil khitāb. Dalil umum tersebut adalah hadis Imam Muslim yang

diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berbunyi:

51 Al-Nasa'i, op.cit., hlm. 85., Abu Daud, op. cit., hlm. 233.

52 Al-Tirmidzi, op.cit., hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit., hlm. 650., Abu Daud,

op.cit., hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

Page 89: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

74

Arttinya:“ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‟id, telah

menceritakan kepada kami Sufyan dari Ziyad bin Sa‟d dari Abd

Allah bin Fadhol ia telah mendengar dari Nafi‟ bin Jubair yang

menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW telah bersabda: “

Janda itu lebih berhak atas dirinya sendiri dari pada walinya dan

gadis itu dimintai persetujuannya, dan izinnya adalah diamnya ”.

Sedangkan dalil khitab nya adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

Artinya:” Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan

kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin

Umar dan dari Abi Salamah dari Abu Hurairah berkata,

Rasulullah bersabda: “ anak yatim itu dimintai persetujuan atas

dirinya, apabila dia diam itulah izinnya, dan apabila menolak

maka tidak boleh menikahkan atas dirinya ”.

Dalam hal ini, Ibnu Rusd menyimpulkan bahwa dalil umum lebih

kuat dari pada dalil khitāb. Selain itu ia menyatakan bahwa sebab lain yang

menimbulkan silang pendapat adalah pengambilan qiyās dari ijmā‟. Ijmā‟nya

adalah para fuqāha sepakat bahwa ayah boleh memaksa gadis belum dewasa,

sedang janda belum dewasa tidak boleh dipaksa. Kemudian mereka berselisih

53 Muslim al-Qusyayri, op.cit. hlm. 650.,

54 Abu Daud, op.cit, hlm. 231.

Page 90: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

75

pendapat mengenai sebab bolehnya pemaksaan, apakah karena masih gadis

atau karena belum dewasa. 55

Menanggapi pendapat Ibnu Rusd, alasan lain yang menyebabkan

terjadinya perbedaan pendapat ini adalah pengambilan qiyās. Jika yang

menjadi illat hukum (sebab bolehnya pemaksaan) adalah karena masih kecil

(belum dewasa), sebagaimana pendapat ulama Hanafiyah, maka sangat logis

ketika anak kecil dinikahkan, maka ia belum belum dapat berfikir jernih

sebagimana orang dewasa. Tetapi itu pun ketika dilihat pada masa sekarang

maka hal itu akan berlawanan dengan kultur dan juga hukum positif di negara

kita. Oleh karena itu, ulama Hanafiyah menyamakan gadis dengan janda

dalam hal meminta persetujuannya. Jadi penulis sepakat bahwa tolok ukur

seseorang perempuan dalam hal ini bukan dilihat dari status gadis atau janda

nya, tetapi kedewasaannya lah yang menghilangkan unsur pemaksaan

tersebut.

Menurut Hasbi Al-Shiddieqy, hadis yang mengisyaratkan tentang

keharusan seorang wali meminta izin kepada gadis dewasa diantaranya adalah

sebagai berikut: 56

57

55 Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusd, op.cit., hlm. 403.

56 Muhammad Hasbi Al-Siddieqy, op.cit, hlm. 44.

57 Al-Tirmidzi, op.cit., hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit., hlm. 650., Abu Daud,

op.cit., hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

Page 91: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

76

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Artinya: ” Telah menceritakan kepada kami Mu'az bin Fudhalah telah

bercerita kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abi Salamah

bahwa Abu Hurairah menceritakan kepada Sahabat bahwa Nabi

SAW bersabda: " tidak dinikahkan janda sehingga dia

memintanya, tidak dinikahkan wanita bikr sehingga diminta

izinnya " . Para Sahabat bertanya, Ya Rasulullah, bagaimana

izinnya? Nabi SAW menjawab: " Dia berdiam diri " .

Menurut beliau hadis yang pertama menunjukkan bahwa wanita yang

sudah janda lebih berhak terhadap dirinya dari pada walinya, sedang wanita

bikr, harus diminta izin untuk dikawinkan, sedang diamnya dapat dipandang

sebagai izin. Hadis yang kedua menyatakan bahwa wanita janda dinikahkan

sesudah diminta supaya menyuruh kita untuk menikahkannya, sedang wanita

bikr dinikahkan sesudah meminta izinnya pula, dan izinnya cukup dengan

diamnya saja. 59

58 Al-Imam Al-Bukhari, op.cit., hlm. 460., Muslim al- Qusyayri, op.cit., hlm. 649., al-

Nasa‟i, op.cit., hlm. 85., Abu Daud, op.cit., hlm. 231., Al-Tirmidzi, op.cit. hlm. 415., Ibnu Majah

al-Qazwayni, Muhammad bin Yazid Abu Abd Allah (207-275 H), Sunan Ibnu Majah, Naskah ini

ditahqiq oleh Muhammad Fu‟ad Abd Al-Baqi, Beirut: Libanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1983 M,

hadis 1871, hlm. 601.

59 Muhammad Hasbi Al-Siddieqy, op.cit, hlm. 48.

Page 92: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

77

Al-Auza'y, Al-Tsaury, dan Hanafiyah berpendapat bahwa apabila

dikawinkan si bikr yang telah sampai umur tanpa izinnya, tidak sahlah akad

itu. Sedangkan Malik, Syafi'iyah, Al-Laits, Ibnu Abi Lailal, Ahmad dan Ishaq

berpendapat bahwa ayah boleh menikahkan si bikr tanpa izin.

Menurut Hasbi Al-Assiddieqy, Hadis-hadis ini terang dan tegas,

menyatakan bahwasannya ayah tidak dapat memaksakan anak gadisnya untuk

dikawinkan. Jika ayah tidak dapat memaksa, maka wali-wali yang lain tentu

lebih-lebih lagi. Dan hadis ini sifatnya umum, tidak hanya mengenai wanita

bikr yang datang bertanya itu saja. Maka dalam masalah ini pendapat Al-

Auza'i lah yang tidak membenarkan ayah memaksa si anak untuk dikawinkan

yang harus kita pilih dan kita kuatkan, walaupun Al-Baihaqy dan Al-Asqalani

menguatkan Syafi'iyah. 60

Menurut hemat penulis, dari beberapa dasar hukum yang telah

diutarakan oleh beberapa ulama diatas, yang menjadi akar perbedaan pendapat

adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi:

61

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, Telah

menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abdillah bin

Fadhol dari Nafi' bin Jubair bin Mu'thim dari ibnu Abbas bahwa

60 Muhammad Hasbi Al-Siddieqy, op.cit, hlm. 50. 61 Al-Tirmidzi, op.cit., hlm. 416., Muslim al-Qusyayri, op.cit., hlm. 650., Abu Daud,

op.cit., hlm. 232., Al-Nasa‟i, op.cit., hlm. 84.

Page 93: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

78

sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah bersabda: Janda-janda itu

lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedang gadis itu

dimintai pendapat tentang dirinya, dan persetujuannya adalah

diamnya ”.

Hadis ini dapat dipahami sebagai bentuk perintah (wajib hukumnya)

untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada gadis sebelum menikahkan

dan juga dapat dipahami hanya sebagai anjuran / sunnah untuk meminta izin

terlebih dahulu.

Menurut penulis, dalam hal menikahkan seorang gadis dewasa maka

seorang ayah atau kakek wajib hukumnya meminta izin terlebih dahulu

kepada gadis tersebut dan tidak boleh memaksakan kepada gadis untuk

menikah dengan calon suami yang tidak ia cintai, sebagaimana pendapat al-

Auza‟i, al-Tsauri, Abu Hanifah, Ibnu Rusd, Hasbi al-Siddieqy, Wahbah al-

Zuhaily, Abu Zahrah, Sayid al-Sabiq dan ulama lain yang sependapat. Hal ini

berdasarkan hadis Nabi SAW yang berbunyi:

Artinya: ” Telah menceritakan kepada kami Mu'az bin Fudhalah telah

bercerita kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abi Salamah

bahwa Abu Hurairah menceritakan kepada Sahabat bahwa Nabi

SAW bersabda: " tidak dinikahkan janda sehingga dia

memintanya, tidak dinikahkan wanita bikr sehingga diminta

62 Al-Imam Al-Bukhari, op.cit., hlm. 460., Muslim al- Qusyayri, op.cit., hlm. 649., al-

Nasa‟i, op.cit., hlm. 85., Abu Daud, op.cit., hlm. 231., Al-Tirmidzi, op.cit. hlm. 415., Ibnu Majah,

op.cit., hadis 1871, hlm. 601.

Page 94: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

79

izinnya " . Para Sahabat bertanya, Ya Rasulullah, bagaimana

izinnya? Nabi SAW menjawab: " Dia berdiam diri " .

Dari segi periwayatan, hadis ini merupakan dasar hukum yang paling

kuat tentang larangan ayah atau kakek menikahkan secara paksa terhadap anak

gadisnya / perawan yang sudah dewasa, karena hadis inilah yang paling

banyak diriwayatkan.

Hadis ini merupakan penjelasan tentang larangan menikahkan janda

sebelum dia memerintahkan untuk menikahkannya, dan larangan menikahkan

gadis sebelum dimintai izinnya, dan diamnya gadis tersebut adalah izinnya,

selama tidak ada hal-hal yang menunjukkan penolakan secara jelas.

Janda dan gadis dalam pernikahan sama-sama dimintai pendapatnya.

Perbedaan keduanya hanya terletak pada cara mengungkapkan pendapatnya

saja. Diamnya seorang gadis diterima karena itu menunjukkan kata sepakat,

sedangkan yang diterima dari janda adalah jawaban yang jelas. 63

Dalam hadis

tersebut terdapat kata Isti‟mār dan Isti‟dzān yang mempunyai pengertian

sama, hanya persetujuan perawan tandanya diam, karena malunya masih kuat,

lain halnya dengan janda, maka persetujuannya harus dengan ucapannya.64

Dalam kitab Irsyād al-Syārī Syarh Sahīh al-Bukhāri dijelaskan bahwa

lafal Isti‟dzān lebih umum dibandingkan Isti‟mār. Isti‟mār mengandung

pengertian persetujuannya harus dengan ucapan (lafaz) yang jelas, sedangkan

Isti‟dzān persetujuannya dapat berupa ucapan dan juga lainnya seperti isyarat

63 Muhammad Al-Syarif, Lin Nisa‟i Ahkamun Wa Adabun: Syarah Arba‟in Nisa‟iyah, 40

Hadis Wanita: Bunga Rampai Hadis dan Akhlak, Terj. Sarwedi Hasibuan, dkk., Solo: Aqwam

Media Profetika, Cet ke-I, 2009, hlm. 201.

64 Manshur Ali Nashif, al-Tāj Al-Jāmi‟ Lil Ushuli Fi Ahāditsi Al-Rasul, Mahkota Pokok-

pokok Hadis Rasulullah SAW, Jilid II, Terj. Bahrun Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algesindo,

Cet Ke-I, 1993, hlm.885.

Page 95: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

80

atau diam.65

Intinya walaupun keduanya berbeda dalam bentuk kata, tetapi

mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama merupakan bentuk izin / persetujuan.

Lafaz Isti‟dzān dan Isti‟mār digunakan untuk membedakan bentuk

persetujuan antara gadis dan janda.

Jika dilihat secara tekstual, dalam hadis tersebut terdapat lā nahi ( )

yang bermakna larangan “ jangan menikahkan....,” meskipun ada

kemungkinan menunjukkan arti nafi ( peniadaan ) “ tiada seorang pun yang

dinikahkan”, akan tetapi larangan lebih tepat. 66

Artinya pernikahan yang

dilaksanakan tanpa sepengetahuan gadis (dewasa), maka hukumnya tidak sah,

dan gadis tersebut berhak untuk membatalkan (fasakh) dengan mengajukan

gugatan kepada pengadilan setempat

Oleh karena itu, dalam sahih nya al-Imam al-Bukhari membuat judul

“ Seorang ayah dan lainnya tidak boleh menikahkan anaknya yang gadis atau

janda, kecuali dengan ridhanya. Setelah itu, ia langsung menerangkan bab “

bila seorang menikahkan putrinya dan ia tidak suka maka nikahnya tidak sah”.

Hadis lain yang menunjukkan larangan pemaksaan orang tua atas

pernikahan anaknya yang gadis / perawan dengan laki-laki yang tidak

disukainya adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi:

65 Abi al-Abbas Syihab al-Din Ahmad bin Muhammad al-Qasthalani, Irsyād al-Syārī

Syarh Sahīh al-Bukhāri, Jilid VIII, Dar al-Fikr, Cet Ke-VI. hlm.54. 66 Muhammad Al-Syarif, op.cit., hlm. 202.

Page 96: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

81

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah telah

bercerita kepada kami Husain bin Muhammad telah bercerita

kepada kami Jarir bin Hazim dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibn

Abbas bahwa seorang anak gadis datang kepada Nabi SAW, lalu

menceritakan bahwa ayahnya mengawinkannya padahal ia tidak

menyukainya, maka Nabi SAW menyuruh untuk memilih ”.

Hadis ini menjelaskan bahwa seorang gadis diberikan hak khiyār

(memilih) antara meneruskan pernikahan apabila ia setuju dengan pilihan

ayahnya, dan ia berhak membatalkan pernikahan apabila ia menolak untuk

meneruskan pernikahan karena ia tidak suka dengan pilihan ayahnya. Hal ini

mengandung pengertian bahwa apabila ternyata pernikahan tetap dilaksanakan

tanpa persetujuan dari gadis tersebut, maka pernikahan tersebut dinyatakan

batal.

Dan juga hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Siti „Aisyah yang

berbunyi:

67 Ibnu Majah, op.cit. hlm. 603., Al-Nasa‟i, op.cit. hlm. 85., Abu Daud, op.cit. hlm. 232.

Page 97: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

82

Artinya: “ Telah bercerita kepada kami Ziyad bin Ayyub ia berkata telah

bercerita kepada kami „Ali bin Ghurab ia berkata telah

menceritakan kepada kami Kahmas bin Hasan dari Abdullah bin

Buraidah dari „Aisyah bahwa seorang gadis mendatangi „Aisyah,

istri Nabi SAW, dan berkata kepadanya: “ ayahku ingin

mengawinkan aku dengan kemenakannya agar dengan itu ia

meningkatkan derajatnya, sedangkan aku sebenarnya tidak

menyukainya ”. „Aisyah berkata kepadanya: “ tunggu sampai

Rasulullah datang ! ” maka ketika ketika beliau datang, „Aisyah

menyampaikan kepada Rasulullah tentang keluhan dari gadis

tersebut. Beliau segera mengutus orang untuk memanggil ayah

dari gadis tersebut dan setelah itu ia menyerahkan urusan itu

kepada gadis tersebut. Namun segera setelah menyadari bahwa

pilihan itu kini berada ditangannya, gadis itu berkata: “ ya

Rasulullah, kini aku menyetujui apa yang dikehendaki ayahku. Aku

hanya ingin menyampaikan kepada kaum perempuan, bahwa ayah-

ayah mereka tidak memliki apa pun dalam urusan ini “ .

Hadis ini menjelaskan bahwa seorang ayah tidak mempunyai hak

penuh atas pernikahan anak gadisnya dengan laki-laki pilihannya, meskipun

sang anak mau mengikuti kemauan ayahnya untuk memilih meneruskan

pernikahan tersebut setelah diberikan hak khiyar (memilih) oleh Rasulullah

SAW. Sedangkan hadis yang dijadikan dasar hukum oleh Al-Imam Al-Syirazi

merupakan penjelasan mengenai perbedaan antara janda dan gadis. Janda

lebih berhak atas dirinya sendiri dalam menentukan perkawinan dari pada

ayahnya, sedangkan gadis maka ayahnya diberikan hak istimewa untuk

memilihkan calon pasangan, tetapi bukan berarti hak ayah lebih dimenangkan

dari pada anak gadisnya dalam hal memilih meneruskan pernikahan tersebut.

68 Al-Nasa‟i, op.cit., Hadis No. 3217. Hal. 86-87., Ibnu Majah, op.cit., Hadis no.1874, hlm.

602-603.

Page 98: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa menurut Al-Imam Al-Syirazi, hukum wali nikah

(bapak/kakek) meminta izin terlebih dahulu kepada gadis dewasa

sebelum menikahkan tidaklah sebuah keharusan (wajib), tetapi hanya

sebuah anjuran (sunnah). Menurut ulama muta’akhirin pendapat

yang rajih adalah wajib hukumnya wali nikah (bapak/kakek)

meminta izin terlebih dahulu kepada gadis dewasa. Unsur kerelaan

merupakan salah satu syarat bagi keabsahan suatu akad, oleh karena

itu apabila unsur tersebut tidak terpenuhi dan terdapat unsur

pemaksaan, maka akad nikah tersebut fāsid (rusak).

2. Memang seorang anak wajib hukumnya menghormati kedua orang

tuanya, tetapi dalam hal memilih jodoh, gadis dewasa boleh menolak

terhadap pilihan orang tuanya, apabila dalam pernikahannya nanti

akan menimbulkan kehancuran dalam rumah tangganya. Oleh karena

itu sangat perlu adanya pengkajian ulang dan perubahan pemahaman

terhadap konsep wali mujbir. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

resiko perceraian dini yang marak terjadi dilingkungan masyarakat

kita.

Page 99: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

84

3. Berdasarkan hadis yang diambil, dalam kitab Al-Muhazzab Al-Imam

Al-Syirazi berpendapat bahwa ayah itu lebih berhak atas anak

gadisnya. Walaupun anak gadis tersebut tidak ridha atas

perkawinannya, maka ayah boleh saja memaksa menikah dengan

pilihannya. Hadis tersebut secara tekstual dapat dipahami sebagai

anjuran kepada ayah untuk meminta izin terlebih dahulu kepada anak

gadisnya, bukan diartikan hak seorang ayah yang lebih berhak atas

anak gadisnya. Padahal dalam hal perkawinan gadislah yang

menjalani dan menentukan masa depan dan kebahagiaan rumah

tangganya.

4. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, sangat jelas sekali menunjukkan

larangan terhadap pemaksaan menikah terhadap gadis dewasa. Jadi

meminta izin terlebih dahulu merupakan sebuah keharusan (wajib

hukumnya) bukan hanya sebuah anjuran (sunnah). Jika dilihat dari

Dari segi periwayatan, hadis ini merupakan dasar hukum yang paling

kuat tentang larangan ayah atau kakek menikahkan secara paksa

terhadap anak gadisnya / perawan yang sudah dewasa, karena hadis

inilah yang paling banyak diriwayatkan. Penyusun sepakat bahwa

tolok ukur seseorang perempuan dalam hal ini bukan dilihat dari

gadis atau janda, tetapi kedewasaan dari segi usia, berfikir dan juga

dalam menentukan masa depannya lah yang menghilangkan unsur

pemaksaan tersebut. karena kultur masyarakat sekarang tentu sangat

berbeda dengan masyarakat dahulu.

Page 100: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

85

B. Saran-saran

Setelah penulis membahas tentang pendapat Al-Imam Al-Syirazi

tentang hukum wali nikah meminta izin kepada gadis dewasa , maka

perkenankanlah penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Sebagai orang tua, ketika mempunyai anak gadis yang sudah

memenuhi kriteria dewasa, maka berikanlah hak memilih pasangan

hidup kepadanya. Jangan sampai kita sebagai orang tua merasa paling

berhak terhadap anak apalagi sampai memaksa kehendak walaupun

orang tua lah yang mengurus dan membiayai hidup anaknya. Karena

pada dasarnya anak yang akan menjalani kehidupan rumah tangganya

sendiri. Jika mempunyai kehendak untuk menikahkan maka tanyakan

terlebih dahulu terhadap pendapat gadis tersebut, dan izin darinya

perlu kita perhatikan, agar tidak menyesal dikemudian hari.

2. Sebagai anak, wajib hukumnya menghormati kedua orang tua,

meskipun terkadang orang tua mempunyai keinginan lain, karena pada

dasarnya orang tua tetap menyayangi anaknya. Anak tetap harus

menghargai pendapat orang tua, oleh karena itu segala sesuatu

haruslah disampaikan dengan baik dan sopan, agar orang tua dapat

menerima pendapat dan keinginan kita. Jika ternyata orang tua masih

bertahan dengan keinginannya, maka yakinkanlah kepadanya bahwa

semua itu demi kebaikan kita semua. Segala sesuatu jika didasarkan

atas kemaslahatan tentu akan berbuah kebaikan. Dan selalu mintalah

Page 101: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

86

petunjuk dari-Nya agar kita selalu diberikan petunjuk dan jalan

terbaik.

3. Kesimpulan diatas merupakan hipotesa dari penulis yang tentunya

bersifat subyektif. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan

kelemahan dalam menganalisis pendapat tersebut. Untuk itulah penulis

sangat mengharapkan ada pengkajian lebih lanjut dan komprehensif

demi tercapainya pengembangan pemikiran yang dinamis dan terus

menerus terhadap hukum-hukum Islam.

C. Penutup

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena

berkat hidayah dan inayah-Nya lah skripsi ini dapat terselesaikan.

Shalawat salam kita haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad

SAW, semoga kita mendapatkan syafaa’atnya dihari akhir nanti. Dalam

penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya. Wassalāmu’alaikum Warahmatullāhi

Wabarakātuh.

Page 102: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajuddin, Thabaqāt Al-Syāfi’iyah, Ulama’ Syafi’i dan Kitab-kitabnya

dari Abad ke Abad, Jakarta: Pustaka Tarbiyah.

Abi Al-Abbas Syihab Al-Din Ahmad bin Muhammad Al-Qasthalani, Irsyād al-

Syārī Syarh Sahīh al-Bukhāri, Jilid VIII, Dar al-Fikr, Cet Ke-VI.

Abu Daud, Sulayman bin al-Asy’ats al-Sijistani al-Azdi (202-275 H), Sunan Abu

Daud, Naskah ini ditahqiq oleh Muhammad Muhy al-Din Abd al-

Hamid, Beirut: Dar al-Fikr.

Abu Zahrah, Muhammad, Aqdu al-Zawāj Wa Atsāruhu, Dar al-Fikr.

Al-Bukhari, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Isma'il bin Ibrahim bin Al-

Mughirah bin Barzabah, Shahīh al-Bukhāri, Beirut: Dar al-Kitab al-

Alamiyah, Juz V.

Al-Hammam, Imam Kamaludin Muhammad bin Abdul Wahid al-Hanafi, Fathul

Qadīr, Beirut: Dar al-kutub al-Alamiyah: Juz III.

Ali Nashif, Manshur, Al-Tāj Al-Jāmi’ Lil Ushuli Fi Ahāditsi Al-Rasul, Mahkota

Pokok-pokok Hadis Rasulullah SAW, Jilid II, Terj. Bahrun Abu Bakar,

Bandung: Sinar Baru Algesindo, Cet Ke-I, 1993.

Al-Kusnawi, Abu Bakar bin Hasan, Ashal al-Madārik, Jilid I, Beirut: Daar al-

Fikr, 1996.

Al-Maraghi, Abdullah Mustofa, Fath Al-Mubīn fī Tabaqāt al-Ushūliyyīn: Pakar-

pakar Fiqh Sepanjang Sejarah, Terj. Hussein Muhammad, Yogyakarta:

LKPSM, Cet ke-I, 2001.

Al-Mawardi Abi Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hāwī Al-Kabīr, Beirut:

Dar al-kutub al-Alamiyah: Juz IX.

Al-Nasa'i, Sunan al-Nasā'i, Beirut: Darul al-Fikr, Juz V.

Al-Qardhawi, Yusuf, Syari’at Islam Ditantang Zaman, alih bahasa Abu Zaky,

Surabaya: Pustaka Progresif, 1990.

Al-Syafi’i, Imam abi Abdillah bin Muhammad bin Idris, Al-Umm, Beirut: Dar al-

Fikr, Juz VIII.

Page 103: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

Al-Syarif, Muhammad , Lin Nisa’i Ahkamun Wa Adabun: Syarah Arba’in

Nisa’iyah, 40 Hadits Wanita: Bunga Rampai Hadits dan Akhlak, Terj.

Sarwedi Hasibuan, dkk., Solo: Aqwam Media Profetika, Cet ke-I, 2009.

Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah al- Salmi (209-279 H ), Sunan

al-Tirmidzi, Juz II, Naskah ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir

dan Kawan-kawan, Beirut: Libanon, Dar al-Kitab al-Alamiyah.

Al-Zuhayli, Wahbah, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1409 H / 1989 M (Beirut-

Libanon: Darul Fikr), Jil VIII.

Amin Summa, Muhammad, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta:

Rajawali Pers, 2004.

Ar-Ramli, Imam Syamsuddin, Nihāyatul Muhtāj ilā al-Syarhi al- Minhāj, Beirut:

Dar al-kutub al-Alamiyah, 1996.

Asmawi, Muhammad, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta:

Darussalam, 2004.

As-Syarbini, Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib, Mughnī al-

Muhtāj, Al-Qahirah: Darul Hadis, 2006.

As-Syirazi, Abi Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, al-Muhazzab, Beirut: Dar al-

kutub al-Alamiyah: Juz II.

As-Syirazi, Abi Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al-Tanbīh, Beirut: Dar al-Kitab

al-Alamiyah.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Al-Usrah Wa-Ahkamuhā Fī- Al-Tasyrī'i Al-

Islāmi, Fiqih Munakahat: Khitbah, Nikah dan Talak.Terj. Dr.H. Abdul

Majid Khon, M. Ag., Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-I.

Bisri, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqih, Bogor: Prenada Media, 2003.

Departemen Agama RI, Lajnah pentashih Al-Qur’an , Al-Qur’an dan

Terjemahannya, Semarang: CV. As-Syifa’, 1992.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta, Balai Pustaka, 1975.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Lkis, 1999.

Hasan Binjai, Abdul Halim, Tafsir Ahkam, Jakarta: Kencana, Cet. ke-I, 2006.

Page 104: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

Hasbi Ash-Siddieqy, Muhammad, Koleksi hadis-Hadis Hukum 8, Semarang: PT.

Pustaka Rizqi Putra, 2001.

Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid Abu Abd Allah Al-Qazwayni (207-275 H),

Sunan Ibnu Majah, Naskah ini ditahqiq oleh Muhammad Fu’ad Abd

Al-Baqi, Beirut: Libanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1983 M, hadis

1871, hlm. 601.

Ibnu Rusyd, Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad, Alih Bahasa

Imam Ghazali Said, Bidāyatul Mujtahīd wa Nihāyatul Muqtashid,

Jakarta: Pustaka Amani, Cet ke-II.

Jamil, Fatkhurrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997.

Jawad Mughniyah, Muhammad, Al-Fiqh ‘Alā Al-Mazāhib Al-Khamsah, Fiqih

Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali , Terj.

Masykur. A. B. et. Al., Jakarta: Lentera, Cetakan Ke-VI, 2007.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Visimedia, Cet. ke-I, 2008.

Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan tahun 1974, Trinity

Optima Media, Cet.ke-I, 2007.

Muhammad, Hussein, Fiqih Perempuan: Refleksi kyai atas wacana agama dan

Gender, Yogyakarta: Lkis, Cet Ke-I, 2001.

Muhibbin, Menggugat Peran Wali Dalam Pernikahan: Studi Kritis atas Hadis-

hadis Wali Nikah, Penelitian Individual: IAIN Walisongo Semarang,

2005.

Muslim al-Qusyayri, Abu Al-Husayn Muslim bin al-Hajaj al-Naisabury ( 206-261

H ), Sahih Muslim, Juz I, Libanon: Beirut, Dar al-Fikr.

Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet ke-

VIII, 2003.

Quraish Shihab, Muhammad, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian

Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, Juz I, 2000.

Ramulyo, Idris, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Sabiq, Sayyid, Fiqhu al-Sunnah, Fiqih Sunnah, Terj. Nor Hasanuddin, dkk.,

Jakarta Pusat: Pena Pundi Aksara, Cetakan ke-II, 2007.

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Page 105: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

Sukri, Sri Suhanjati, Bias Jender Dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta: Gama

Media, Cet ke-I, 2002.

Supriyadi, Dedi, Fiqih Munakahah Perbandingan, Dari Tekstualitas sampai

Legislasi, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet ke-I, 2011.

Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Tekhnik,

Bandung: Tarsito, 1989.

Syarbini, Muhammad, Al-Iqnā’ Fī Hilli al-Alfād Abī Sujā’, Bandung: Daar al-

Ikhya’ al-Kutubiyyah al-Alamiyyah, , t.th., Juz II.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih

Munakahah dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Prenata Media,

Cet ke-II.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UII Press, Cet ke-V,

1986.

Tihami, Fiqih Munakahah: Kajian Fiqih Lengkap, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009.

Umar, Nasarudin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:

Paramadina, Cet. Ke-I, 1999.

Warsan Munawwir, Ahmad, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: Pondok

Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984.

Page 106: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdullah Aniq

Tempat/Tanggal Lahir : Rembang, 25 Maret 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Desa Sumurtawang Rt. 01 / Rw. 01, Kragan, Rembang.

Pendidikan :

1. SDN 01 Sumurtawang Kragan Rembang lulus tahun 1997.

2. SLTP N 01 Kragan Rembang lulus tahun 2000.

3. MA Riyadhlotut Thalabah Sidorejo Sedan Rembang lulus tahun 2003.

4. Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah IAIN Walisongo Semarang.

Pengalaman Organisasi :

1. Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Bina Olah Raga (UKM BINORA ) Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo periode 2007-2008 sebagai Koordinator cabang Tenis

Meja.

2. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Bina Olah Raga (UKM BINORA ) Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo periode 2008-2009

3. Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Walisongo Sport Club (UKM WSC) IAIN

Walisongo periode 2009-2010 sebagai Koordinator cabang Tenis Meja.

4. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Walisongo Sport Club (UKM WSC) IAIN

Walisongo periode 2010-2011.

Prestasi yang pernah diraih:

1. Juara I Orsenik cabang tenis meja kategori single perorangan tahun 2006.

2. Juara I WSC CUP cabang tenis meja kategori single perorangan tahun 2007.

3. Juara I WSC CUP cabang tenis meja kategori ganda tahun 2007.

4. Juara III PIONIR (Pekan Ilmiah Olah Raga dan Riset) antar Mahasiswa PTAIN Se-

Indonesia cabang tenis meja kategori beregu tahun 2007 di Pontianak Kalimantan

Barat.

Page 107: ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/113/jtptiain-gdl... · i ANALISIS PENDAPAT AL-IMAM AL-SYIRAZI TENTANG HUKUM WALI NIKAH

5. Juara I Liga Tenis Meja Divisi 5 PTM SIMPANG LIMA tahun 2010 di Semarang.

6. Juara II PIONIR (Pekan Ilmiah Olah Raga dan Riset) antar Mahasiswa PTAIN Se-

Indonesia cabang tenis meja kategori perorangan single putra tahun 2010 di

Watampone, Sulawesi Selatan

7. Juara I PIONIR (Pekan Ilmiah Olah Raga dan Riset) antar Mahasiswa PTAIN Se-

Indonesia cabang tenis meja kategori perorangan ganda putra tahun 2010 di

Watampone, Sulawesi Selatan.

8. Juara II Kejuaraan tenis Meja Beregu Putra Antar Koperasi se-Kabupaten Rembang

tahun 2011.

Demikian Daftar iwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk

dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 08 Desember 2011

Penulis

Abdullah Aniq

NIM: 62111003