Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan...

7
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta adalah salah satu kota yang mengalami masalah pencemaran udara yang cukup serius. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi serta pembangunan fisik di DKI Jakarta ikut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap terjadinya pencemaran udara di wilayah ini. Keadaan tersebut diperburuk pula dengan semakin banyaknya buangan kendaraan bermotor, kegiatan industri dan kegiatan lain yang melebihi batas aman bagi lingkungan. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan meningkatnya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalulintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara. Pencemaran udara terjadi apabila, laju emisi yang dibuang ke udara melebihi kemampuan udara menyerap pada kondisi mutu udara yang sudah mendekati baku mutu udara ambien. Pencemaran udara diantaranya disebabkan oleh polutan O 3 dan Partikel PM 10 dan sudah menjadi permasalahan lingkungan hidup di daerah perkotaan, terutama DKI Jakarta, yang dihasilkan oleh berbagai kondisi dan aktivitas dalam menunjang kehidupannya. Aktivitas berkendara misalnya, merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dihindari karena dalam menjalani kehidupan sehari-hari membutuhkan kendaraan untuk mempermudah kelangsungan hidupnya, atau bisa juga dari industri-industri. Masalah pencemaran udara memang cukup luas dengan berbagai aspeknya, baik yang menimbulkan dampak negatif maupun usaha-usaha pencegahan serta penanggulangan yang dapat dilaksanakan dari segi teknis, institusional dan sosial ekonomi. Maka dari itu penduduk Jakarta perlu mengetahui seberapa baik kualitas udara dari segi pencemar O 3 dan PM 10 yang akan mempengaruhi kesehatan. Penyajian informasi kualitas udara sebagai salah satu informasi lingkungan hidup masih terbatas keberadaannya, padahal masyarakat memiliki hak untuk mengetahui lebih jauh mengenai informasi lingkungan hidupnya. Sejauh ini infomasi kualitas udara yang disajikan hanya berupa table-tabel dalam laporan pemantauan kualitas udara dan angka- angka yang termuat pada layer informasi stasiun pemantau kualitas udara ambien otomatis, sehingga fenomena kualitas udara secara spasial belum terungkap dengan jelas. Masuknya bahan-bahan polutan dengan konsentrasi tertentu akan mempengaruhi kualitas udara di suatu wilayah. Tingkat kualitas udara tersebut bervariasi, tergantung pada sumber pencemar, kondisi wilayah persebaran, faktor-faktor meteorologis, terutama keadaan musim yang sedang terjadi, apakah itu musim hujan hujan atau terkering. 1.2 Asumsi Ketinggian permukaan di DKI Jakarta sama di setiap wilayah. Ketinggian gedung - gedung di DKI Jakarta dianggap sama di setiap wilayah. Faktor yang mempengaruhi persebaran polutan hanya faktor meteorologis. 1.3 Tujuan 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh musim terhadap konsentrasi polutan di DKI Jakarta. 2 Melihat korelasi antara faktor meteorologi dan polutan menggunakan analisis regresi. 3 Melihat kualitas udara DKI Jakarta berdasarkan ISPU. 4 Mengetahui persebaran polutan di DKI Jakarta antara bulan terbasah dan terkering. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum DKI Jakarta 2.1.1 Luas dan Letak Geografis Secara geografis wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak pada posisi 106°22`42" BT sampai 106°58`18" BT dan 5°19`12" LS sampai 6°23`54" LS. DKI Jakarta mempunyai luas wilayah berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km² dan berupa laut seluas 6.977,5 km², terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, terdapat pula sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan 1

Transcript of Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan...

Page 1: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang DKI Jakarta adalah salah satu kota

yang mengalami masalah pencemaran udara yang cukup serius. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi serta pembangunan fisik di DKI Jakarta ikut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap terjadinya pencemaran udara di wilayah ini. Keadaan tersebut diperburuk pula dengan semakin banyaknya buangan kendaraan bermotor, kegiatan industri dan kegiatan lain yang melebihi batas aman bagi lingkungan.

Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan meningkatnya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalulintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara. Pencemaran udara terjadi apabila, laju emisi yang dibuang ke udara melebihi kemampuan udara menyerap pada kondisi mutu udara yang sudah mendekati baku mutu udara ambien.

Pencemaran udara diantaranya disebabkan oleh polutan O3 dan Partikel PM10 dan sudah menjadi permasalahan lingkungan hidup di daerah perkotaan, terutama DKI Jakarta, yang dihasilkan oleh berbagai kondisi dan aktivitas dalam menunjang kehidupannya. Aktivitas berkendara misalnya, merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dihindari karena dalam menjalani kehidupan sehari-hari membutuhkan kendaraan untuk mempermudah kelangsungan hidupnya, atau bisa juga dari industri-industri. Masalah pencemaran udara memang cukup luas dengan berbagai aspeknya, baik yang menimbulkan dampak negatif maupun usaha-usaha pencegahan serta penanggulangan yang dapat dilaksanakan dari segi teknis, institusional dan sosial ekonomi. Maka dari itu penduduk Jakarta perlu mengetahui seberapa baik kualitas udara dari segi pencemar O3 dan PM10 yang akan mempengaruhi kesehatan.

Penyajian informasi kualitas udara sebagai salah satu informasi lingkungan hidup masih terbatas keberadaannya, padahal masyarakat memiliki hak untuk mengetahui lebih jauh mengenai informasi lingkungan hidupnya. Sejauh ini infomasi kualitas udara yang disajikan hanya berupa table-tabel dalam

laporan pemantauan kualitas udara dan angka-angka yang termuat pada layer informasi stasiun pemantau kualitas udara ambien otomatis, sehingga fenomena kualitas udara secara spasial belum terungkap dengan jelas.

Masuknya bahan-bahan polutan dengan konsentrasi tertentu akan mempengaruhi kualitas udara di suatu wilayah. Tingkat kualitas udara tersebut bervariasi, tergantung pada sumber pencemar, kondisi wilayah persebaran, faktor-faktor meteorologis, terutama keadaan musim yang sedang terjadi, apakah itu musim hujan hujan atau terkering. 1.2 Asumsi

Ketinggian permukaan di DKI Jakarta sama di setiap wilayah.

Ketinggian gedung - gedung di DKI Jakarta dianggap sama di setiap wilayah.

Faktor yang mempengaruhi persebaran polutan hanya faktor meteorologis.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh musim terhadap konsentrasi polutan di DKI Jakarta.

2 Melihat korelasi antara faktor meteorologi dan polutan menggunakan analisis regresi.

3 Melihat kualitas udara DKI Jakarta berdasarkan ISPU.

4 Mengetahui persebaran polutan di DKI Jakarta antara bulan terbasah dan terkering.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum DKI Jakarta 2.1.1 Luas dan Letak Geografis

Secara geografis wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak pada posisi 106°22`42" BT sampai 106°58`18" BT dan 5°19`12" LS sampai 6°23`54" LS. DKI Jakarta mempunyai luas wilayah berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km² dan berupa laut seluas 6.977,5 km², terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, terdapat pula sekitar 27 buah sungai/saluran/kanal yang digunakan

1

Page 2: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan (BPS Jakarta, 2004).

Batas-batas wilayah DKI Jakarta, yaitu sebelah utara membentang pantai dari Barat ke Timur sepanjang ± 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal, sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Wilayah administrasi provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif yaitu kotamadya Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara serta kabupaten Kepulauan Seribu. Tiap kotamadya dikepalai oleh seorang Walikota yang membantu mempersiapkan perencanaan wilayahnya, sedangkan Kepulauan Seribu dikepalai oleh seorang Bupati yang bertanggung jawab dalam bidang keuangan. Masing-masing wilayah kota membawahi sejumlah kecamatan dan kelurahan. Di seluruh DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265 kelurahan.

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi iklim di bumi

(sumber : BPLHD Jatim, 2008)

2.1.2 Keadaan Topografi

Provinsi DKI Jakarta dikategorikan sebagai daerah datar dan landai, dengan ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir kanal antara 0 – 10 meter di atas permukaan laut (dari titik 0 Tanjung Priok), sedangkan dari banjir kanal sampai batas paling selatan wilayah DKI Jakarta antara 5 - 50 meter di atas permukaan laut. Daerah pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang tergenang air pada musim hujan. Bagian Selatan banjir kanal terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian antara 50 sampai 75 meter.

2.1.3 Keadaan Iklim

Jakarta beriklim tropis, suhu rata-ratanya mencapai 27oC dan kelembaban (nisbi) 80-90 %. Karena terletak di dekat garis khatulistiwa, arah angin dipengaruhi oleh angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober, selain hal tersebut karena letak kota Jakarta dekat dengan laut, maka keadaan sehari-hari dipengaruhi angin laut dari Utara-Selatan. Curah hujan rata-rata tahunan 2.000 mm dengan curah hujan

tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan September (Pemda DKI Jakarta, 2005).

2.2 Pengertian pencemaran udara Udara sebagai salah satu unsur lingkungan merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungannya sekitarnya. Udara juga merupakan atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sebagai pelindung bagi kehidupan di dunia ini (Rahmawati, 1997).

Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar baik berbentuk gas maupun partikel kecil/aerosol ke dalam udara (Soedomo, 2001). Menurut kementerian lingkungan hidup (1988) pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menjadi berkurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran udara dapat terjadi dimana-mana, misalnya di dalam rumah, sekolah, kantor atau pencemaran yang biasa disebut pencemaran dalam ruang (indoor pollution) ataupun juga terjadi di luar ruang (outdoor pollution) mulai dari tingkat lingkungan rumah, perkotaan, hingga ke tingkat

2

Page 3: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

regional bahkan saat ini sudah menjadi gejala global. Pencemaran udara pada tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar/polutan yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Beberapa diantara sekian banyak polutan udara yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah O3 dan PM10 (partikel debu dengan diameter kurang dari 10 mikrometer). 2.3 Suber Pencemaran Udara Sumber pencemar udara dibedakan menjadi sumber pencemar primer dan sumber pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural) dan kegiatan antropogenik (Soedomo, 2001). Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan lain sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia (antropogenik), secara kuantitatif jauh lebih besar. Aktivitas manusia yang menghasilkan zat-zat pencemar antara lain transportasi (merupakan sumber utama), industri, pembakaran sampah, industri rumah tangga dan aktivitas lainnya. 2.4 Indeks Standar Pencemar Udara

Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien

di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999). Baku mutu udara ambien dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks standar pencemar udara diperlukan sebagai pedoman teknis dalam pelaksanaan perhitungan, pelaporan dan sistem informasi indeks standar pencemar udara bagi instansi terkait dan Gubernur Kepala Daerah tingkat I, serta Bupati atau Walikota.

Indeks Standar Pencemar Udara dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang kualitas udara ambien dilokasi dan waktu tertentu dan bahan pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara. Nilai ISPU dan pengaruhnya terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya dapat dilihat pada Tabel 1. 2.5 Partikulat 10 (PM10)

Partikulat dengan diameter kurang dari 10 mikrometer atau PM10 merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara. Secara alamiah PM10 dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang

3

Tabel 1. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

Indeks Kategori Warna Penjelasan

1-50 Baik Hijau Tingkat kualitas udara yang tidak memberi efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunaan ataupun nilai estetika

51-100 Sedang Biru Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manuisa ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika.

101-199 Tidak Sehat Kuning Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun

200-299 Sangat

Tidak Sehat

Merah Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segemen populasi yang terpapar

>300 Berbahaya Hitam Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang seius pada populasi.

Sumber : MENLH dalam BPLHD, 2006

Page 4: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

tidak terpelihara dengan baik juga dapat menghasilkan PM10. PM10 juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaran batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umumnya menghasilkan PM10 lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber PM10 yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor (Soedomo, 2001). PM10 yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility). Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam PM10 di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh partikulat debu di udara. Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang berasal dari makanan atau air minum. Oleh karena itu konsentrasi logam di udara yang terikat pada partikulat patut mendapat perhatian. 2.6 Ozon (O3) Permukaan Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Emisi gas buang berupa NOx adalah senyawa-senyawa pemicu (precursor) pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000m) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi (Bappenas, 2008). Reaksi O3 yang

terbentuk dari polutan Nox adalah sebagai berikut.

NO2 + sinar matahari → NO + O O + O2 → O3

Ozon di muka bumi terbentuk oleh sinar ultraviolet yang menguraikan molekul O3 membentuk unsur oksigen. Unsur oksigen ini bergabung dengan molekul yang tidak terurai dan membentuk O3. Kadangkala unsur oksigen akan bergabung dengan N2 untuk membentuk nitrogen oksida, jika bercampur dengan cahaya mampu membentuk ozon. Di atmosfer ozon berguna sebagai pelindung dari radiasi ultraviolet. Namu ada ancaman yang diketahui dapat mengganggu keseimbangan ozon, yaitu kloroflorokarbon (CFC) buatan manusia yang meningkatkan kadar penipisan ozon menyebabkan kemerosotan berangsur-angsur dalam tingkat ozon global. CFC digunakan oleh masyarakat modern dengan cara yang tidak terkira banyaknya, dalam kulkas, bahan dorong dalam penyembur, pembuatan busa dan bahan pelarut terutama bagi kilang-kilang elektronik. Masa hidup CFC berarti 1 molekul yang dibebaskan hari ini bisa ada 50 hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dihapuskan. Dalam waktu kira-kira 5 tahun, CFC bergerak naik dengan perlahan ke dalam stratosfer (10 – 50 km). Di atas lapisan ozon utama, pertengahan julat ketinggian 20 – 25 km, kurang sinar UV diserap oleh ozon. Molekul CFC terurai setelah bercampur dengan UV, dan membebaskan atom klorin. Atom klorin ini juga berupaya untuk memusnahkan ozon dan menghasilkan lubang ozon (Wikipedia, 2008).

Ozon berwarna biru pucat, dan merupakan gas yang sangat beracun, serta berbau sangit. Ozon mendidih pada suhu -119oc (-162.52 oF), mencair pada suhu -192.5oc (-314.5 oF), dan memiliki gravitasi 2.144; ozon terbentuk ketika percikan listrik melintas dalam oksigen. Adanya O3 dapat dideteksi melalui bau (aroma) yang ditimbukan oleh mesin-mesin bertenaga listrik. Secara kimiawi O3 lebih aktif ketimbang oksigen biasa dan juga merupakan agen oksidasi yang lebih baik (BPLHD, 2005). Ozon bersifat unik karena sebagai polutan sekunder dan juga bersifat oksidator. Sebagai polutan sekunder ozon mengalami pembentukan yang cepat dimana membutuhkan waktu selama satu jam (Sudrajad, 2005).

Sinar UV matahari berenergi tinggi dengan panjang gelombang lebih dari 240 nm menabrak molekul O2 maka ia akan terurai

4

Page 5: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

menjadi dua atom oksigen tunggal, atom oksigen bebas ini kemudian bergabung dengan molekul oksigen dan membentuk molekul ozon (O3) :

O2 + cahaya (λ < 240 nm) → O + O O + O2 + M → O3 + M

M adalah faktor kesetimbangan dan momentum energi

Pada siang hari radiasi surya sangat tinggi sehingga mempercepat terjadinya proses fotokimia. Sinar UV matahari mengenai NO2 di udara menyebabkan NO2 dan atom Oksigen radikal (O). Atom Oksigen radikal ini akan bereaksi dengan Oksigen (O2) membentuk senyawa ozon dipermukaan bumi.

Kontak dengan ozon pada konsentrasi 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan konsentrasi 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari. Sekitar 57 spesies tanaman rentan terhadap ozon. Ozon berdifusi melalui stomata dan mematikan sel palisade menghasilkan bercak-bercak kuning kecoklatan. Konsentrasi O3 0.08-0.10 ppm selama 4 jam menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman tembakau (Santosa, 2004). 2.7 Pengaruh Faktor Meteorologis Kondisi iklim di DKI Jakarta yang tropis mempengaruhi persebaran polutan di udara. Pencemaran yang diemisikan dari setiap sumber yang ada akan tersebar di atmosfer melalui proses difusi, dispersi, transformasi kimiawi dan pengenceran. Pencemaran tersebut dapat berpindah tempat dari sumbernya melalui pergerakan angin. Pergerakan polutan di dalam atmosfer terjadi secara horizontal, vertikal dan transvesal. Tingkat pencemaran udara di suatu daerah akan mempengaruhi kualitas udara lingkungan sekitar pada sistem atmosfer yang merupakan hasil dari faktor alami maupun faktor manusia. 2.7.1 Curah Hujan Curah hujan adalah bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi (Tjasjono, 1999). Kabut, embun, dan embun beku mempunyai sifat yang sama seperti curah hujan, yaitu berperan sebagai alih kebasahan dari atmosfer ke permukaan bumi, tapi tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk endapan adalah hujan, gerimis, salju dan batu es. Curah

hujan diukur dalam satuan milimeter dan biasanya waktu pengukurannya harian. Jumlah curah hujan 1 mm artinya tinggi air yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. Proses hujan dalam mengurangi konsentrasi zat pencemar di udara terdiri dari dua mekanisme, yaitu rain out dan wash out. Mekanisme rain out terjadi pada saat pembentukan butiran air dan zat pencemar tersebut bertindak sebagai inti kondensasi. Sedangkan mekanisme wash out merupakan proses penyapuan zat pencemar pada saat air hujan turun. Kedua proses ini sangat efektif mengurangi partikel-partikel padat dan gas pencemar dari udara (Liu, dan Liptak, 2000). 2.7.2 Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber utama energi di atmosfer, pengendali cuaca dan iklim, penyebab utama perubahan dan pergerakan di atmosfer serta sebagai sumber energi dari segala kehidupan di bumi. Radiasi matahari yang diterima di permukaan bumi mengalami pengurangan, baik jumlah maupun kualitas spektrumnya. Radiasi matahari mempengaruhi polusi udara secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu mempangaruhi proses-proses kimia di atmosfer dengan interaksi antarmolekul yang bertindak sebagai fotoreseptor seperti aldehid, asam nitrit, (HNO2), dan Ozon (O3). Sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi persebaran polusi udara yaitu sebagai energi penggerak udara karena menyebabkan perbedaan pemanasan permukaan bumi sehingga menimbulkan angin dan turbulensi dan sebagai input energi dari kesetimbangan energi sehingga mempengaruhi terjadinya inversi dan stabilitas udara (Suharsono, 1985). 2.7.3 Angin Angin merupakan gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi dan bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah (Tjasjono, 1999). Konsentrasi polutan di suatu tempat banyak dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin maka pengenceran dan pencemaran polutan dari sumber emisi di atmosfer semakin besar. Adanya bangunan-bangunan yang tinggi di dalam kota, mengakibatkan kecepatan angin berkurang dan arah angin berubah.

5

Page 6: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

2.7.4 Suhu udara Suhu udara berperan penting dalam

proses biofisika dan biokimia. Di dekat permukan, suhu memiliki karakterisitik yang berbeda dengan suhu udara. Hal ini disebabkan pertukaran bahang yang terjadi di dekat permukaan berlangsung melalui proses konveksi bebas yang ditunjukkan dengan pergerakan laminar dan konveksi paksa dengan gerakan turbulen.

Pada siang hari, penerimaan bahang oleh permukaan menyebabkan suhu pemukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada lapisan di atasnya. Turbulensi mempunyai pengaruh yang besar terhadap persebaran polutan di udara dimana pengaruhnya akan bertambah kecil dengan bertambahnya ketinggian, khususnya untuk debu. 2.7.5 Kelembaban Udara Kelembaban udara (RH) juga salah satu unsur cuaca yang memegang peranan dalam proses polusi udara. RH tinggi akan menyebabkan terhalangnya radiasi matahari ke bumi karena terbentuknya awan di atmosfer. Selain itu, konsentrasi partikel yang tersuspensi yang meningkat di udara juga akan berakibat pada berkurangnya jarak pandang (visibilty) karena udara yang berkabut (Oke, 1987). 2.8 Pengaruh Musim terhadap Persebaran

Polutan Udara Konsentrasi polutan di udara bervariasi dari periode musim yang memiliki rata-rata curah hujan yag relatif selalu tinggi, rata-rata curah hujan relatif selalu rendah atau kering, hingga rata-rata jumlah curah hujan yang relatif berfluktuasi tinggi. Adanya variasi pada beberapa periode musim yang bersangkutan disebabkan oleh perbedaan curah hujan sebagai faktor pengencer atau pencuci polutan di udara (Munn dan Engelmann dalam Rahmawati, 1999). 2.9 Analisis Regresi Analisis regresi sangat berguna bagi penelitian karena dapat digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara variabel respons (y) dan variabel prediktor (x) dan dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh serta memprediksi suatu atau beberapa variabel prediktor terhadap variabel respons (Iriawan dan Astuti, 2006). Variabel respons

adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel prediktor atau dapat disebut juga variabel tidak bebas, sedangkan variabel prediktor disebut juga variabel bebas. Kedua variabel dihubungkan dalam bentuk persamaan matematika yang dinyatakan sebagai berikut:

5544332211 xbxbxbxbxbay +++++= ...... (1) a adalah nilai variabel respons ketika variabel prediktor bernilai nol, sedangkan b1, b2, ... adalah konstanta atau parameter model pada variabel x1, x2, ... Persamaan 1 dapat disebut juga persamaan regresi berganda. Dalam regresi berganda antarvariabel prediktor tidak boleh berkorelasi, jika ada korelasi maka taksiran parameter model tidak tepat. Kejadian ini disebut juga multikolinear. Cara mendeteksi multikolinear adalah membuat korelasi antar variabel, parameter model adalah 0, atau tanda parameter model regresi berganda berlawanan dengan tanda nilai korelasi antara variabel prediktor dengan variabel respons (Iriawan dan Astuti, 2006). Jika ada multikolinear maka regresi linier berganda tidak tepat, maka untuk mengatasinya dilakukan regresi stepwise. Dalam regresi stepwise tiadak semua variabel dimasukkan dalam model regresi, cukup memasukkan salah satu variel karena sudah mewakili variabel lain. 2.10 Uji t Untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan benar atau salah, penelitian memerlukan uji hipotesis secara statistik. Uji hipotesis statistik adalah pernyataan mengenai populasi yang digunakan untuk mengevaluasi informasi yang diperoleh dari populasi. Dalam statistika, uji hipotesis dilakukan untuk membandingkan rata-rata suatu populasi (Iriawan dan Astuti). Dalam penelitian ini yang hipotesis statistik yang digunakan adalah uji t karena ragamnya tidak diketahui (Iriawan dan Astuti, 2006). Ada beberapa elemen uji hipotesis statistik, yaitu:

Hipotesis awal (H0) Hipotesis alternatif (H1) Statistik uji yang diperoleh dari data

sampel Daerah penolakan yang menunjukkan nilai

statistik uji berarti menolak hipotesis awal. Pernyataan dalam suatu hipotesis bisa benar atau salah dan dinyatakan dalam hipotesis awal

6

Page 7: Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44559/BAB II... · berbatasan dengan wilayah provinsi Jawa Barat, sebelah Barat

1 2

2 21 2

1 2

X X

S S

n n

thit−

=

+

No Nama Lokasi

Wilayah Peruntukan Ketinggian (m)

1 Walikota madya Jakarta Timur (JAF1)

Penggilingan Pemukiman 3.0

2 Kemayoran (JAF2)

Kemayoran pemukiman 6.0

3 Masjid Pondok Indah (JAF3)

Pondok Indah

Campuran 3.0

4 Walikota madya Jakarta Barat (JAF4)

Kembangan Perkantoran 3.0

5

(H0) pernyataan benar dan hipotesis alternatif (H1) adalah pernyataan salah. Untuk melakukan uji t yang dilakukan adalah:

menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis tandingannya (H1) untuk alternatif dua sisi

menghitung nilai rata-rata ( )X dan standar deviasi (s) masing-masing data dengan rumus:

2( )

2 1

1

nX XiiSn

−∑==

........... (2)

menghitung t hitung dengan menggunakan rumus:

Gambar 2. Peta lokasi stasiun dan data display ISPU di DKI Jakarta

(Sumber : BPLHD, 2006)

........... (3)

menghitung derajat bebas (v) dengan rumus:

Gel. Senayan (JAF5)

Senayan Sarana Olahraga

3.0

(Sumber : BPLHD, 2006).

.......... (4)

menetapkan level toleransi α, nilai yang biasa digunakan adalah 5% dengan tingkat kepercayaan 95% serta daerah kritis (daerah penolakan H0) dan titik kritis (titik batas suatu hipotesis H0 akan diterima atau ditolak) mengggunakan kurva distribusi t

kesimpulan berupa penolakan H0

jika nilai t hitung > t tabel (Iriawan dan Astuti, 2006).

III. METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data ambien ozon (O3) dan partikulat 10

(PM10) selama 30 menitan. Lokasi stasiun

dapat dilihat pada Gambar 2 dan peruntukannya pada Tabel 2.

2. Data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

3. Data meteorologi, yaitu radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, serta kecepatan dan arah angin selama 30 menitan.

( ) ( )2 2 21 / 1 2 / 2

2 22 21 / 1 2 / 2

1 1 2 1

S n S nv

S n S n

n n

+=

+− −

4. Data curah hujan. Data curah hujan hanya digunakan untuk menentukan bulan

Tabel 2. Lokasi pemantauan kualitas udara ambien di provinsi DKI Jakarta

7