ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9)...

167
i ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN 2015-2019 KERJASAMA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) 2013

Transcript of ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9)...

Page 1: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

1

i

ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI

BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN 2015-2019

KERJASAMA

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS

JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA)

2013

Page 2: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

2

ii

Analisis Nilai Tukar Petani(NTP)sebagai bahanpenyusunan RJMNTahun 2015-2019

Penanggung Jawab : Deputi Bidang SDA-LH

Editor : Ali Muharam

Tim Penulis : Ir. Nono Rusono, Msi

Dr. Ir. Anwar Sunari, MP

Ade Candradijaya, STP,MSi,MSc

Ifan Martino

Tejaningsih

Cover Depan : http://p2tel.or.id/wp-content/uploads/2013/01/Petani-Miskin-Indonesia.jpg

Direktorat Pangan dan Pertanian,BappenasGedung TS.2A, Lantai 5Jl. Taman Suropati, No.2Jakarta Pusat,10310Telephone : 021-31934323Fax : 021-3915404Email : [email protected]

Page 3: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

i

i

KATA PENGANTAR

Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan,kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai negara agraris, jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis sangat besar, sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Salah satu indikator/alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan, dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program pembangunan, serta alokasi anggaran yang lebih berpihak pada usaha-usaha peningkatan kesejahteraan petani khususnya terkait dengan penyusunan studi pendahuluan (background study) RPJMN 2015-2019 yang saat ini sedang kami susun sehingga diharapkan dalam pembangunan pertanian lima tahun ke depan kesejahteraan petani dapat meningkat.

Laporan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan Bappenas bekerjasama dengan JICA yang dibantu oleh Tim Penyusun dari berbagai latar belakang yang memahami esensi NTP sebagai salah satu alat ukur kesejahteraan petani. Atas kerjasama yang telah dijalin dengan JICA, kami mengucapkan terima kasih kepada JICA dan juga kepada Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga analisis ini dapat tersusun dengan baik. Disadari bahwa dalam hasil kajian ini masih terdapat kekurangan, sehingga masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan hasil kajian sangat kami harapkan.

Terima kasih.Jakarta, Desember 2013

Direktur Pangan dan Pertanian

Page 4: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

ii

ii

RINGKASAN

1) Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunankesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai negara agraris, jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis sangat besar, sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Dalam rencana rencana jangka panjang pembangunan nasional peningkatan kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan pertanian mendatang.

2) Salah satu indikator/alat ukur yang dipakai untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-programpembangunan ke depan. Sejalan dengan itu dilakukan kajian tentang NTP sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani.

3) Secara umum, kajian bertujuan untuk merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian. Secara lebih rinci tujuan kajian adalah: (1) Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia, (2) Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani, dan (3) Merumuskan kebijakan peningkatan nilai tukar/kesejahteraan petani.

Perilaku Nilai Tukar Petani

4) Nilai Tukar Petani (NTP) dihitung dari perbandingan antara harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Apabila laju peningkatan HT lebih tinggi dari laju HB maka NTP akan meningkat, dan sebaliknya. Pergerakan NTP mengidentifikaskan pergerakan tingkat kesejahteraan petani. Dalam periode bulan Januari 2008–Mei 2013,perkembangan NTP menunjukkan tren meningkat dengan laju peningkatan marjinal 0,0038/bulan. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan laju HT (sebesar 0,0233/bulan) lebih tinggi dibandingkan laju HB (0,0180/bulan).

5) Indeks HT disusun oleh unsur-unsur indeks harga sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. PeningkatanHT terutama disebabkan oleh kontribusi yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan (laju 0,0273/bulan) dan sub sektor hortikultura (laju 0,0264/bulan); menyusul sub sektor perikanan (laju 0,0180/bulan), perkebunan (laju 0169/bulan) dan peternakan (laju 0,0155/bulan).

Page 5: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

iii

iii

6) Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan harga yang diterima petani sub sektor tanaman pangan disebabkan oleh peningkatan harga palawija (laju 0,0273/bulan) lebih besar dari peningkatan harga padi (laju 0,0233/bulan). Sementara pada sub sektor hortikultura kontribusi peningkatan harga buah-buahan relatif lebih tinggi (laju 0,0262/bulan) dibandingkan peningkatan harga sayuran (laju 0,0262/bulan). Pada sub sektor perkebunan tidak dirinci menurut kelompok komoditas secara lebih rinci, sehingga komponen sub sektor perkebunan yang dimaksud berarti juga kelompok tanaman perkebunan rakyat. Pada sub sektor peternakan, kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil (laju 0,0213/bulan) menyusul hasil peternakan (laju 0,0178/bulan), ternak unggas (laju 0,0171/bulan) dan kelompok ternak besar (laju 0,0120/bulan). Sementara pada sub sektor perikanan kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani ikan dan nelayan terjadi pada harga produk penangkapan (laju 0,1880/bulan) sementara laju harga produk budidaya ikan sebesar 0,01380/bulan.

7) Indeks HB disusun dari oleh unsur harga pembelian barang konsumsi rumahtangga dan harga pembelian faktor produksi dan barang modal. Dalam periode Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 HB meningkat dengan laju 0,0180/bulan, dan peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kontribusi pembelian barang konsumsi rumahtangga (laju 0,0202/bulan), sementara pengeluaran biaya produksi dan penambahan barang modal meningkat dengan laju 0,0117/bulan.

8) Penelusuran lebih lanjut menunjukkan komponen utama peningkatan pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah konsumsi bahan makanan (laju 0,0238/bulan), disusul oleh konsumsi makanan jadi (laju 0,0214/bulan), sandang (laju 0,0195/bulan), perumahan (laju 0,0193/bulan), kesehatan (laju 0,0130/bulan), pendidikan-rekreasi dan olahraga (laju 0,0105/bulan), serta transportasi dan komunikasi (laju 0,0035/bulan). Sementara itu dalam komponen penyusun biaya produksi dan penambahan barang modal, peran terbesar terjadi karena peningkatan biaya modal (laju 0,0140/bulan), disusul biaya bibit (laju 0,0123/bulan), upah buruh (laju 0,0119/bulan), obat-pupuk (laju 0,0119/bulan), sewa lahan (laju 0,0105/bulan), dan transportasi (laju 0,0073/bulan).

Faktor-Faktor dan Kebijakan yang Mempengaruhi NTP

9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal dan elastisitas masing-masing komponen unsur penyusun terhadap NTP. Besaran nilai marjinal dan elastisitas NTP tersebut menggambarkan besarnya pengaruh dari perubahan harga-harga terhadap NTP. Pengaruh perubahan harga-harga HT terhadap NTP bertanda positifdan pengaruh perubahan harga HB terhadap NTP bertanda negatif.

Page 6: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

iv

iv

10) Diantara lima sub sektor penyusun HT, nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar (0,50) menyusul sub sektor hortikultura (0,19), perkebunan (0,18), peternakan (0,16), dan perikanan (0,13). Nilai elastisitas harga sub sektor tanaman pangan terhadap NTP sebesar 0,50 berarti peningkatan harga-hargatertimbang sub sektor sebesar 1 persen akan meningkatkan NTP sebesar 0,50 persen, demikian seterusnya. Sementara itu, dari unsur pengeluaranpenyusun HB, nilai elastisitas harga produk konsumsi rumahtangga sebesar -0,08 lebih besar dari elastisitas harga penambahan barang modal sebesar -0,46.

11) Penelusuran lebih rinci menunjukkan pada sub sektor tanaman pangan, elastisitas harga padi terhadap NTP sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan dengan elastisitas harga palawija sebesar 0,25. Pada sub sektor hortikultura, elastisitas harga sayuran dan buah terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu masing-masing 0,18. Nilai elastisitas harga komoditas perkebunan 0,18. Sedangkan pada sub sektor peternakan, nilai elastisitasterbesar terjadi pada harga ternak besar (0,10), disusul harga ternak kecil (0,08), hasil ternak (0,07), dan unggas (nilai elastisitas 0,06). Pada sub sektor perikanan, nilai elastisitas harga produk hasil tangkap sebesar 0,08dan harga produk budidaya sebesar 0,06.

12) Dalam komponen penyusun HB, pada kelompok konsumsi rumahtangga, nilaielastisitas harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi(elastisitas -0,50), disusul produk makanan jadi (-0,25), perumahan (-0,10), transportasi dan komunikasi (-0,05), sandang (-0,04), dan kesehatan serta pendidikan dengan elastisitas`masing-masing -0,03. Pada kelompok sarana produksi dan barang modal, nilai elastisitas terbesar dijumpai pada elastisitas upah terhadap NTP sebesar -0,08, disusul elastisitas pupuk-obat (-0,05), transportasi (-0,05), sewa (-0,03), penambahan barang modal (-0,03), dan elastisitas harga bibit (-0,02).

13) Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga (KRT) merupakan indeks inflasi pedesaan. Dengan demikian hasil analisa menunjukkan inflasi pedesaan memberi pengaruh besar terhadap penurunan NTP (elastisitas -0,80), dan faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan tersebut adalah bahan makanan (elastisitas -0,50), disusul bahan makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan, transportasi dan komunikasi, sandang, kesehatan dan pendidikan. Dalam rangka kepentingan mengendalikan inflasi pedesaan, langkah strategis yang dapat dilakukan adalah pengendalian harga yang diterima petani (HT) karena HT sangat berhubungan erat dengan harga dan juga akan berdampak kepada stabilitas NTP. NTP yang stabil berarti kenaikan harga-harga terjadi secara proporsional antara HT dan HB. Diperlukan kebijakan pengaturan harga yang merangsang petani berusahatani dan akan meningkatkan kesejahteraan petani (NTP) dan pengendalian inflasi.

Page 7: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

v

v

14) Terdapat hubungan erat antara harga konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM masing-masing sebesar 0,869 dan 0,988; sementara elastisitas HTTP terhadap KRT dan BM masing-masing 0,721 dan 0,821. Dengan demikian kebijakan peningkatan harga yang diterima petani (HT) terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan), atau berarti pula kebijakan peningkatan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan KRT (inflasi di pedesaan).

15) Dampak penyesuaian harga BBM terhadap NTP yang terjadi pada bulan Mei tahun 2008 dan Juni pada tahun 2013 menunjukkan pengaruh berbeda. Kebijakan kenaikan BBM tahun 2008 bersamaan dengan kondisi harga harga produk pertanian di pasar domestik dan internasional yang meningkat pesat, sehingga kenaikan harga/biaya transportasi dan HB akibat kenaikan harga BBM masih lebih kecil dibandingkan kenaikan HT akibat kenaikan harga produk komoditas yang diterima, sehingga NTP masih menunjukkan peningkatan. Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 2013, kenaikan harga BBM bulan Juni 20013 telah berakibat kenaikan harga transportasi dan kenaikan HB yang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga produk pertanian yang diterima petani (HT), sehingga telah menurunkan NTP.

16) Dari data mikro menunjukkan hasil analisa usahatani beberapa komoditaspertanian (komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat dan peternakan) menghasilkan keuntungan positif. Berdasarkan hasil studi Panel, tingkat keuntungan usaha pertanian tersebut cenderung meningkat, dan peningkatan tersebut terutama karena peningkatan harga jual hasil produksi dibandingkan karena pengaruh peningkatan produktivitas. Kondisi ini terjadi terutama pada usahatani tanaman pangan, hortikultura dan usaha ternak.

17) Terjadi peningkatan biaya produksi berkaitan dengan peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani dan harga sarana produksi. Peningkatan biaya produksi terjadi dengan laju lebih besar dibanding laju peningkatan nilai produksi, sehingga daya tukar atau profitabilitas usaha komoditas pertanian cenderung menurun.

18) Kegiatan pembangunan yang berjalan juga telah meningkatkan pendapatan rumahtangga pertanian, baik pada rumahtangga berbasis agroekosistemlahan sawah dengan komoditas utama tanaman padi maupun rumahtangga berbasis tanaman perkebunan. Peningkatan pendapatan rumahtangga terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan dari kegiatan di luarpertanian (non pertanian) dan pendapatan dari usahatani (on-farm). Peningkatan pendapatan dari non pertanian (non-farm) sejalan dengan terbukanya lapangan kerja usaha non pertanian. Tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan fasilitas yang lebih baik menyebabkan partisipasi kerja

Page 8: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

vi

vi

sebagai buruh tani menurun, dan ini ditunjukkan oleh penurunan proporsi curahan kerja dan pendapatan dari berburuh tani di hampir semua lokasi contoh.

19) Indikator lain yang mencerminkan keragaan kesejahteraan masyarakat dapat dinilai dari struktur pengeluaran rumahtangga. Terdapat indikasi semakin tinggi pendapatan/ kesejahteraan, semakin menurun proporsi pengeluaran untuk makanan, sementara proporsi untuk konsumsi barang bukan makanan cenderung meningkat. Data tahun 2002-2011 menunjukkan gambaran tersebut. Proporsi pengeluaran rumahtangga untuk makanan menurun dari 58,47 persen menjadi 49,45 persen (atau turun sebesar 1,54 persen/tahun), sementara proporsi untuk bukan makanan meningkat dari 41,53 persen menjadi 50,55 persen atau meningkat sebesar 2,17 persen/tahun. Gambaran makro di atas juga ditunjang oleh data hasil penelitian primer. Proporsi pengeluaran untuk bahan makanan relatif paling besar, namun cenderung menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan. Sementara proporsi pengeluaran untuk makanan jadi, perumahan, pendidikan-rekreasi serta transportasi-komunikasi menunjukan keragaman antar daerah.

20) Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga petani skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang terbatas. Melalui pengembangan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang semakin sulit diprediksi.

21) Peningkatan produktivitas usahatani merupakan salah satu peluang peningkatan pendapatan petani. Peningkatan produktivitas dan nilai jualnya perlu didukung dengan peningkatan akses kepada teknologi (melalui bimbingan dan penyuluhan), peningkatan akses terhadap layanan usahatani dan infrastruktur untuk memperoleh kemudahan sarana produksi dan peningkatan akses pasar.

22) Kebijakan dan program pemerintah telah dilakukan untuk peningkatan pendapatan petani melalui bantuan subidi, penyediaan infrastruktur; serta kebijakan untuk pengendalian pengeluaran konsumsi rumahtangga (seperti pemberian raskin, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam perbaikan kesejahteraan petani.

Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan petani

23) Konsep NTP yang dikembangkan BPS dihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Konsep ini secara sederhana dapat menggambarkan daya beli petani. Dalam penghitungan NTP digunakan indeks Laspeyres dimana nilai indeks

Page 9: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

vii

vii

tertimbang terhadap kuantitas tahun dasar tertentu dan pergerakan indeks ditentukan oleh pergerakan harga harga. Dengan dasar asumsi tersebut maka rasio harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani dipakai sebagai indikator daya beli pendapatan petani terhadap pengeluarannya, dan indikator tersebut digunakan sebagai indikator kesejahteran petani.

24) Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit analisa nasional danmerupakan agregasi dari provinsi dan sub sektor /komoditi. Dengan demikian disamping dapat diketahui daya beli petani nasional juga dapat diketahui dan diperbandingkan daya beli petani antar regional provinsi dan daya beli antar sub sektor. Disagreagasi juga dapat dilakukan dengan lebih rinci atas masing-masing komponen komoditi penyusunnya, seperti NT padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap sewa lahan, NTP unggas terhadap upah dan sebagainya. Indeks nilai tukar komponen penyusun NTP tersebut merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian.

25) Dalam kaitan dengan NTP sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi yang tetap (indeks Laspeyres) dinilai kurang relevan, karena dengan kuantitas tetap berarti NTP tidak mengakomodasikan kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan pembangunan. NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani.

26) Dengan struktur tataniaga pertanian yang terjadi saat ini, kenaikan harga produk yang diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatanpetani. Kenaikan harga yang diterima petani justru mengindikasikan kelangkaan suplai/produksi pertanian. Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang diterima petani (harga produsen) dengan proporsi yang lebih tinggi dari harga yang dibayar petani (harga konsumen). Pada kondisi demikian maka NTP yang konstan dinilai lebih baik, karena pada NTP yang konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun) secara proporsional dengan perubahan harga yang dibayar petani.

27) Dengan beberapa kekurangan dalam penghitungan NTP, diperlukanpenyempurnaan penghitungan NTP yang lebih mendekati pengukuran kesejahteraan petani. Penyempurnaan dapat dilakukan antara lain melalui penghitungan pendekatan dengan menggunakan konsep nilai, yaitu dengan memasukkan unsur kuantitas dalam penghitungan NTP, sehingga NTP merupakan rasio antara nilai pendapatan terhadap nilai pengeluaran. Dengan memasukkan unsur kuantitas maka perhitungan NTP menjadi lebih kompleks. Cara paling sederhana adalah dengan disusun dan diakomodasikannya Indeks Produksi Pertanian dan Indeks Konsumsi

Page 10: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

viii

viii

Rumahtangga Pertanian dalam rumus penghitungan NTP. Dengan konsep nilai tersebut maka indeks NTP baru merupakan rasio antara nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran.

28) Pada bagian lain penyusunan NTP yang dilakukan BPS saat ini juga masih memiliki kekurangan berkaitan dengan cakupan/definisi "petani" belum sepenuhnya mengakomodasikan seluruh sub sektor pertanian (seperti petani kawasan hutan) dan cakupan komoditas dari masing-masing sub sektor. Penyempurnaan tersebut perlu mendapat kesepakatan bersama karena terkait dengan pemahaman, ketersediaan data dan analisa.

Page 11: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

ix

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR i

RINGKASAN ii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xix

1.1. PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang 1

1.3. Dasar Pertimbangan 3

1.4. Tujuan 6

1.5. Keluaran 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1. NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani 9

2.2. Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP) 13

2.2.1. Harga yang Diterima Petani (HT) 14

2.2.2. Harga yang Dibayar Petani (HB) 15

2.3. Kebijakan Pembangunan dalam Peningkatan Kesejahteraan

Petani 18

2.3.1. Peningkatan Produksi Pertanian 20

2.3.2. Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif 21

2.3.3. Kebijakan Perdagangan 22

2.3.4. Penyediaan Infrastruktur 23

2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 24

III. METODOLOGI 27

3.1. Kerangka Pemikiran 27

3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT) 29

3.1.2.Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB) 30

Page 12: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

x

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR i

RINGKASAN ii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xix

1.1. PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang 1

1.3. Dasar Pertimbangan 3

1.4. Tujuan 6

1.5. Keluaran 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1. NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani 9

2.2. Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP) 13

2.2.1. Harga yang Diterima Petani (HT) 14

2.2.2. Harga yang Dibayar Petani (HB) 15

2.3. Kebijakan Pembangunan dalam Peningkatan Kesejahteraan

Petani 18

2.3.1. Peningkatan Produksi Pertanian 20

2.3.2. Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif 21

2.3.3. Kebijakan Perdagangan 22

2.3.4. Penyediaan Infrastruktur 23

2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat 24

III. METODOLOGI 27

3.1. Kerangka Pemikiran 27

3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT) 29

3.1.2.Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB) 30

Page 13: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xi

3.1.3.Nilai Tukar Penerimaan/Pendapatan Petani 30

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan 33

3.3. Metoda Analisa 34

3.4. Sumber Data 35

IV. KERAGAAN RUMAHTANGGA PERTANIAN DAN

KESEJAHTERAAN PETANI 37

4.1. Keragaan Rumahtangga Pertanian 37

4.1.1.Keragaan Rumahtangga Tanaman Pangan 40

4.1.2. Keragaan Rumahtangga Hortikultura 46

4.1.3. Keragaan Rumahtangga Perkebunan 50

4.1.4.Keragaan Rumahtangga Peternakan 53

4.2. Keragaan Kesejahteraan Rumahtangga Petani 55

V. PERILAKU NILAI TUKAR PETANI 61

5.1. Perkembangan NTP Tahun 2008-2013 61

5.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani (HT) 63

5.2.1. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor

Tanaman Pangan 65

5.2.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor

Hortikultura 66

5.2.3. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor

Perkebunan 67

5.2.4. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor

Peternakan 68

5.2.5. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor

Perikanan 69

5.3. Perilaku Harga yang Dibayar Petani (HB) 70

5.3.1. Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga 72

5.3.2. Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal 73

Page 14: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xii

VI. FAKTOR-FAKTOR DAN KEBIJAKAN YANG MEMPENGARUHI NTP 75

6.1. Pengaruh Perubahan Harga-harga terhadap NTP 75

6.1.1. Pengaruh Perubahan Harga Diterima Petani (HT) 76

6.1.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) 78

6.2. KeterkaitanantaraInflasidenganNTP 79

6.3. Dampak Kebijakan BBM terhadap NTP 81

6.4. Pengaruh Peningkatan Produk Pertanian terhadap NTP 84

VII. NILAI TUKAR PENDAPATAN PETANI DAN RUMAHTANGGA TANI 87

7.1. Nilai Tukar Pendapatan Usahatani 87

7.1.1. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Pangan 87

7.1.2. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Hortikultura 94

7.1.3. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Perkebunan 99

7.1.4. Nilai Tukar Usaha Peternakan 100

7.2. Marjin Pemasaran Komoditas Pertanian 102

7.3. Perubahan Pendapatan Rumahtanga Petani 104

7.3.1. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem

Lahan Sawah 105

7.3.2. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem

Lahan Perkebunan 107

VIII. RELEVANSI NTP DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN PETANI 113

8.1. Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani 113

8.2. Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Rumahtangga Petani 117

8.2.1. Kebijakan Di Bidang Pendapatan Rumahtangga Petani 118

8.2.2. Kebijakan Di Bidang Pengeluaran Rumahtangga Petani 124

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 129

9.1. Kesimpulan 129

9.2. Implikasi Kebijakan 133

DAFTAR PUSTAKA 137

LAMPIRAN 141

Page 15: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

3.1. Perubahan HT dan HB terhadap NTP 31

3.2. Perubahan Penawaran/Produksi dan Permintaan terhadap

Harga Produk Pertanian 32

3.3. NTP dan Produksi di Tingkat Regional 33

4.1. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003

Berdasarkan Sub Sektor Pertanian (juta) 37

4.2. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003

Berdasarkan Regional (juta) 38

4.3. Struktur Rumahtangga Pertanian Menurut Golongan Luas

Pemilikan Lahan Tahun 1983-2003 39

4.4. Distribusi Rumahtangga Petani Menurut Kelompok Pemilikan Lahan,

Tahun 2007 (dalam persen) 40

4.5. Proporsi Jumlah Rumahtagga Tanaman Pangan Tahun 2003 41

4.6. Proporsi Jumlah Rumahtangga (RT) berdasarkan Peran Pendapatan

Usahatani Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang Tahun 2003 42

4.7. Permasalahan/Kendala Utama dalam Usahatani Padi Tahun 2003 43

4.8. Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Tahun 2003 43

4.9. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Tahun 2003 44

4.10. Banyaknya Rumahtangga Tani Padi yang Mendapat Bantuan Faktor

Produksi Padi dari Pemerintah Tahun 2003 46

4.11. Jumlah Rumahtangga Tanaman Hortikultura 1993 dan 2003 47

4.12. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah tangga Hortikultura Menurut

Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan, Tahun 2003 (m2) 48

4.13. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Hortikultura

Menurut Jenis Lahan, Tahun 2003 (m2) 48

4.14. Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Modalnya dari

Kredit dan Bentuk Pinjaman Tahun 2003 49

Page 16: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xiv

4.15. Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang

Sebagian Modalnya dari Bantuan Pemerintah Tahun 2003 49

4.16. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Komoditas Perkebunan

Terpilih Tahun 1993-2003 51

4.17. Proporsi Rumahtangga (RT) Perkebunan Berdasarkan

Luas Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai Tahun 2003 51

4.18. Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Komoditas

Perkebunan Terpilih Menurut Status Penguasaan Lahan

dan Penggunaan Lahan (m2) Tahun 2003 52

4.19. Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Komoditas

Perkebunan Menurut Jenis Lahan Tahun 2003 (m2) 52

4.20. Persentase Banyaknya Rumahtangga Perkebunan yang Menghadapi

Masalah dalam Pembudidayaan Tanaman Menurut Jenis

Masalah Utama Tahun 2003 53

4.21. Jumlah Rumahtangga Peternakan Tahun 2003 53

4.22. Jumlah Rumahtangga Usaha Ternak Berdasarkan Jenis Ternak yang

Diusahakan Tahun 2003 54

4.23. Proporsi Jumlah Rumahtangga Berdasarkan Lahan Usaha Ternak yang

Dikuasai 54

4.24. Proporsi Jumlah Rumahtangga Peternakan Berdasarkan Lahan

Usaha untuk Pertanian Lain 55

4.25. Laju Pertumbuhan PDB, Tenaga Kerja, dan Produktivitas Sektor Terpilih,

2000-2011 57

4.26. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2000-2012 58

4.27. Sumber Penghasilan Utama Rumahtangga (%) 59

4.28. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Kapita Per Bulan, 2002 dan 2011

(Rp/Kap/Bulan) 60

5.1. Nilai Regresi Indeks Harga yang Diterima Petani Tahun 2008-2013 65

6.1. Rangkuman Nilai Marjinal dan Elastisitas dari Pengaruh HT

terhadap NTP 76

Page 17: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xv

6.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) terhadap NTP 79

7.1. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usaha

tani Padi, Jagung, Kedelai, dan Ubikayu Tahun 2008-2011 92

7.2. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani

Kubis, Kentang, Tomat, dan Cabe Merah Tahun 2005-2012 97

7.3. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Tebu dan Tembakau 100

7.4. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Sapi dan Kambing

Tahun 2008-2011 102

7.5. Marjin Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian 104

7.6. Struktur dan Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani pada

Agroekosistem Sawah Tahun 2007-2010 106

7.7. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Perkebunan

Tahun 2009-2012 110

7.8. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani pada

Agroekosistem Perkebunan Tahun 2009-2012 111

8.1. Skenario Perubahan HT dan HB terhadap NTP 116

Page 18: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xvi

Page 19: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1. Pembentukan NTP 17

2.2. Kebijakan-kebijakan yang Mempengaruhi NTP 20

4.1. Perkembangan Produktivitas per Sektor, 2000-2011 56

5.1. Perkembangan Indeks Diterima Petani, Indeks Dibayar Petani,

dan Nilai Tukar Petani, Januari 2008-Mei 2013 62

5.2. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani, Indeks Harga

Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani Per Sub sektor dan

Gabungan, Januari 2008-Mei 2013 64

5.3. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor

Tanaman Pangan, Indeks Harga Padi dan Palawija,

Januari 2008-Mei 2013 66

5.4. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor

Hortikultura, Indeks Harga Sayur-sayuran dan Buah-buahan,

Januari 2008-Mei 2013 67

5.5. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub sektor Perkebunan/

Tanaman Perkebunan Rakyat, Januari 2008-Mei 2013 68

5.6. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Peternakan,

Indeks Harga Ternak Besar, Ternak Kecil, Unggas, dan Hasil Ternak,

Januari 2008-Mei 2013 69

5.7. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Perikanan,

Indeks Harga Ikan Hasil Penangkapan dan Ikan Hasil Budidaya,

Januari 2008-Mei 2013 70

5.8. Perkembangan Indeks Harga yang Dibayar Petani,

Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Biaya Produksi

dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013 71

5.9. Perkembangan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Komponen

Penyusunnya, Januari 2008-Mei 2013 73

Page 20: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xviii

5.10. Perkembangan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal,

Januari 2008-Mei 2013 74

6.1. Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Mei 2008 dan Juni 2013

terhadap NTP 82

6.2. Dampak kenaikan Harga BBM Bulan Juni 2013 terhadap NTP 84

6.3. Perkembangan Indeks Produksi dan Rata-rata NTP Tahun 2008-2012 85

6.4. Perkembangan Indeks Produksi Sub Sektor dan Rataan NTP Sub Sektor,

Tahun 2008-2012 86

Page 21: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Tabel Lampiran 1. Nilai Tukar Petani Nasional 142

Tabel Lampiran 2. Bobot Komponen Penyusun NTP 148

Tabel Lampiran 3. Analisa Usahatani Komoditas Padi, Jagung,

Kedelai dan Ubikayu Tahun 2008 dan 2011 (Rp 000) 150

Tabel Lampiran 4. Analisa Usahatani Kubis, Kentang, Tomat dan Cabe Merah

Tahun 2005 dan 2012 (Rp 000) 151

Tabel Lampiran 5. Analisa Usahatani Komoditas Tebu dan Tembakau Tahun

2008, 2009, 2011 dan 2012 (Rp 000) 152

Page 22: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

xx

Page 23: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat relevan untuk terus

mendapat perhatian, hal ini berkaitan dengan beberapa aspek, antara lain: (a)

kehidupan yang sejahtera merupakan hak dari setiap anggota masyarakat, (b)

Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia yang

sejahtera merupakan tujuan akhir dari pembentukan negara Indonesia, (c)

peningkatan kesejahteraan telah menjadi kesepakatan dunia seperti yang

tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs), dan (d) kesejahteraan

masyarakat selalu menjadi prioritas pembangunan nasional. Peningkatan

kesejahteraan rakyat ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator

pembangunan sumberdaya manusia, antara lain peningkatan pendapatan per

kapita; penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mempunyai

kontribusi penting dalam pembangunan nasional, melalui perannya dalam

pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, dan sumber pendapatan

masyarakat, serta perannya dalam memproduksi produk pertanian untuk

penyediaan pangan, pakan, bahan baku industri dan ekspor.

Dalam dekade terakhir, PDB sektor pertanian secara luas terus meningkat.

Atas dasar harga konstan, PDB pertanian meningkat dari Rp 66,2 trilyun pada

tahun 2000 menjadi Rp 166,8 trilyun pada tahun 2011, atau terdapat peningkatan

rata-rata 4,0 persen/tahun. Keberhasilan transformasi ekonomi yang berjalan

menyebabkan laju pertumbuhan di banyak sektor di luar pertanian tumbuh lebih

tinggi dibanding sektor pertanian, sehingga kontribusi sektor pertanian terhadap

pembentukan PDB total nasional mengalami penurunan.

Kontribusi penting lain dari sektor pertanian adalah sebagai penyedia

lapangan kerja masyarakat. Pada tahun 2000-2011 jumlah tenaga kerja di sektor

Page 24: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

2

2

pertanian cenderung menurun dari 40,7 juta jiwa (45,3 persen total tenaga kerja)

pada tahun 2000 menjadi 39,3 juta jiwa (35,9 persen total tenaga kerja) pada

tahun 2011, sejalan dengan tumbuhnya lapangan kerja di luar sektor pertanian.

Namun demikian, jumlah serapan tenaga kerja tersebut masih cukup dominan.

Aktivitas sektor pertanian sebagian besar dilakukan di wilayah pedesaan dan

didominasi kegiatan on farm atau usahatani budidaya. Aktivitas dilakukan oleh

petani penggarap dan para buruh tani yang memperoleh upah tenaga kerja.

Pelaksanaan pembangunan pertanian pada dasarnya ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Oleh karena itu, dalam

setiap tahap kegiatan pembangunan pertanian kesejahteraan petani selalu

menjadi tujuan pembangunan. Melalui berbagai kebijakan dan program

pembangunan pertanian yang dilaksanakan, pemerintah telah berupaya

peningkatan produksi pertanian, menjaga stabilitas pasokan bahan pangan, dan

meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani.

Diantara kegiatan-kegiatan pembangunan telah berjalan diyakini banyak

keberhasilan yang dicapai, terutama dalam peningkatan produksi, perekonomian

pedesaan serta bagi konsumen pedesaan dan perkotaan. Namun kemiskinan

masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan, terutama

kemiskinan di pedesaan. Peningkatan produksi hasil pertanian melalui berbagai

rekayasa teknologi dan kelembagaan dinilai belum cukup mampu meningkatkan

pendapatan, kesejahteraan petani dan penangggulangan kemiskinan di pedesaan

(Dillon et al., 1999; Simatupang et al., 2000). Kondisi ini didukung oleh data yang

menunjukkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia terutama di pedesaan masih

besar. Data BPS menunjukkan pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di

Indonesia mencapai 29,13 juta jiwa, dan sebagian besar, yaitu 18,48 juta (63,4

persen) berada di pedesaan dan sebesar 10,65 juta jiwa (36,6 persen) penduduk

miskin berada di perkotaan.

Pembangunan pertanian berorientasi ke arah perbaikan kesejahteraan

pelaku pembangunan, yaitu petani. Oleh karena itu, sangat relevan untuk

Page 25: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

3

3

mengkaji dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap kesejahteraan

petani. Kajian tersebut terutama ditujukan untuk menilai kebijakan yang memberi

dampak positif, negatif, atau netral terhadap produksi dan kesejahteraan petani.

Salah satu indikator/alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat

kesejahteraan petani adalah indeks Nilai Tukar Petani (NTP). NTP merupakan

ukuran kemampuan daya beli/daya tukar petani terhadap barang yang dibeli

petani. Peningkatan nilai tukar petani menunjukkan peningkatan kemampuan riil

petani dan mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani, atau sebaliknya.

Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak

pembangunan, dan identifikasi faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat

berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-program

pembangunan ke depan.

1.2. Dasar Pertimbangan

Dalam periode tiga dasawarsa terakhir sektor pertanian dalam arti luas

telah menunjukkan peran penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam

menggerakkan perekonomian nasional. Sektor pertanian diharapkan masih akan

menjadi motor penggerak perekonomian pedesaan ke depan. Beberapa dekade

yang lalu, pertumbuhan pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar

dan telah memberi kontribusi berarti dalam penurunan tingkat kemiskinan.

Sektor pertanian memiliki multifungsi, antara lain mencakup aspek

produksi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau penanggulangan

kemiskinan dan kelestarian lingkungan. Dalam aspek produksi, pertanian berperan

dalam menghasilkan produksi untuk bahan pangan pokok, bahan baku industri

domestik, bahan pakan, bio energi, dan produksi untuk ekspor. Dalam aspek

peningkatan kesejahteraan masyarakat, sektor pertanian merupakan sumber

lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, pembentukan kapital yang berperan

besar dalam penanggulangan kemiskinan. Penyediaan/produksi berbagai produk

pertanian dengan harga yang murah juga telah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat terutama konsumen. Sektor pertanian juga berperan dalam menjaga

Page 26: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

4

4

kelestarian lingkungan melalui perannya dalam menciptakan alam yang hijau dan

menciptakan keseimbangan lingkungan, menghindari erosi, dan pengurangan

polusi.

Berbagai kebijakan dan program dalam kegiatan pembangunan pertanian

yang berjalan, ditujukan untuk memaksimalkan multifungsi di atas. Kebijakan dan

program pembangunan tersebut seperti: penyediaan infrastruktur produksi seperti

(irigasi, jalan usahatani); pemberian berbagai bantuan, insentif dan subsidi sarana

produksi (benih, pupuk) dan subsidi harga; dan dukungan penyuluhan dan

pembinaan dalam usahatani serta panen dan pascapanen.

Walaupun pembangunan pertanian telah berdampak positif bagi

masyarakat pedesaan, namun belum mampu memecahkan masalah kemiskinan di

pedesaan. Meskipun jumlah penduduk miskin di pedesaan menunjukkan

penurunan, jumlah penduduk miskin di pedesaan masih besar. Produksi pertanian

telah tumbuh secara signifikan, namun kesejahteraan petani belum dapat

meningkatkan secara signifikan. Hal ini disebabkan antara lain karena umumnya

harga yang diterima petani dan yang dibayar konsumen relatif masih rendah. Hal

ini berkaitan dengan rendahnya daya tawar petani. Kondisi ini menunjukkan

sistem agribisnis yang terbangun belum dapat sepenuhnya mensejahterakan

petani. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya daya tawar petani tersebut

seperti kesetaraan kelembagaan dalam pasar, infrastruktur, serta kualitas produk

dan lain. Dalam pandangan yang bersifat positif, kondisi demikian menunjukkan

bahwa masih ada peluang meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat

pedesaan secara keseluruhan melalui perbaikan dan melonggarkan kendala-

kendala yang ada.

Sektor pertanian mempunyai potensi besar dalam perekonomian nasional.

Potensi pertanian mencakup wilayah yang luas dengan keragaman kondisi

agroekosistem dan potensi besar komoditas untuk dikembangkan. Namun,

pembangunan pertanian terkendala oleh sejumlah keterbatasan, antara lain: (1)

sumberdaya alam yang terbatas dan rusak, (2) ketersediaan infrastruktur

Page 27: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

5

5

pendukung pengembangan pertanian terbatas, (3) penguasaan lahan oleh

rumahtangga relatif kecil, (4) keterbatasan akses petani terhadap modal, (4)

kelembagaan pertanian belum kuat, (5) kebijakan dan pembinaan pertanian

(agribisnis) yang tersekat oleh banyak lembaga.

Peningkatan kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas

pembangunan pertanian mendatang, sejalan dengan arahan yang tertuang

dalam rencana jangka panjang pembangunan nasional. Dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Visi Pembangunan

Nasional tahun 2005-2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL

DAN MAKMUR. Dalam tahapan pelaksanaan pembangunan jangka menengah

(PJM) tahun 2004-2009 telah ditetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi,

yaitu Pro Growth, Pro Jobs, dan Pro Poor. Strategi pembangunan nasional

tersebut dilanjutkan pada PJM 2010-2014 dengan memperluas fokus menjadi

Triple + One Track Strategy, yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Jobs, dan Pro

Environment. Dalam strategi pembangunan tersebut, aspek kesejahteraan

masyarakat termasuk masyarakat pertanian (petani) menjadi perhatian,

sehingga agenda peningkatan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas dari

pemerintah mendatang. Wujud akhir dari perbaikan kesejahteraan akan

tercermin pada peningkatan pendapatan, penurunan tingkat pengangguran dan

perbaikan kualitas hidup rakyat. Dalam RPJM tahun 2015-2019 diyakini fokus

kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendalaman dari strategi

Triple + One Track Strategy, yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Jobs, dan Pro

Environment masih akan menjadi perhatian utama.

Sebagai negara agraris, jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

pertanian/agribisnis relatif besar. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan

masyarakat pertanian (petani) akan mendapat perhatian besar pembangunan

nasional melalui kegiatan pembangunan pertanian. Oleh karena itu, dalam setiap

tahapan kegiatan pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan dan yang

sedang berjalan, kesejahteraan petani selalu menjadi salah satu tujuan utama dan

Page 28: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

6

6

ke depan diyakini masih menjadi salah satu prioritas/target utama pembangunan

pertanian.

Dengan orientasi pembangunan pertanian ke arah perbaikan kesejahteraan

pelaku pembangunan, yaitu petani, maka sangat relevan untuk mengkaji tingkat

kesejahteraan petani dan dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap

kesejahteraan petani. Pengetahuan secara mendalam tingkat kesejahteraan petani

dalam bentuk alat ukur nilai tukar petani, dampak pembangunan dan identifikasi

faktor-faktor penentu nilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan

pembangunan, perbaikan program-program pembangunan ke depan.

1.3. Tujuan

Secara umum kajian bertujuan untuk merumuskan kebijakan peningkatan

nilai tukar petani sebagai bahan penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian.

Secara lebih rinci tujuan kajian adalah:

1) Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia,

2) Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar

petani,

3) Menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga,

4) Merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan

dasar RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian.

1.4. Keluaran

Sesuai dengan tujuan, maka keluaran kajian adalah rumusan kebijakan

peningkatan nilai tukar petani sebagai bahan penyusunan RPJMN 2015-2019

Bidang Pertanian. Secara lebih rinci keluaran kajian adalah:

1) Analisa perilaku nilai tukar petani Indonesia,

2) Analisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar petani,

5) Analisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga,

6) Rumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar

RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian.

Page 29: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

7

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nilai Tukar Petani sebagai Indikator Kesejahteraan Petani

Unsur penting yang dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani

adalah besarnya pendapatan dan perimbangannya dengan pengeluaran. Dalam

kaitan tersebut salah satu alat ukur yang sering digunakan adalah nilai tukar

petani (NTP). Perhitungan NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang

diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Nilai tukar petani

menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli petani terhadap produk yang

dibeli/dibayar petani yang mencakup konsumsi dan input produksi yang dibeli.

Semakin tinggi nilai tukar petani, semakin baik daya beli petani terhadap produk

konsumsi dan input produksi tersebut, dan berarti secara relatif lebih sejahtera.

Simatupang dan Maulana (2008) mengemukakan bahwa penanda

kesejahteraan yang unik bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP

menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian dalam

menilai tingkat kesejahteraan petani. Dengan demikian, NTP merupakan salah

satu indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relatif

semakin sejahtera tingkat kehidupan petani (Silitonga, 1995; Sumodiningrat,

2001; Tambunan, 2003; BPS, 2006; Masyhuri, 2007).

Konsep NTP yang dikembangkan BPS, identik dengan konsep nisbah

paritas (parity ratio) yang dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1930an

(Tomek dan Robinson, 1981). Konsep tersebut sampai sekarang masih digunakan

dan secara dinamis dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan perubahan

relatif komoditas penyusunnya. Konsep nisbah paritas dirumuskan sebagai

berikut:

Page 30: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

8

8

Dengan menggunakan teori keseimbangan umum Rachmat (2000)

menunjukkan bahwa NTP dapat dijadikan sebagai alat ukur tingkat kesejahteraan

petani. Secara konsepsi arah dari NTP (meningkat atau menurun) merupakan

resultan dari arah setiap komponen penyusunnya, yaitu komponen penerimaan

yang mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani dan komponen

pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan. Apabila laju

komponen penerimaan lebih tinggi dari laju pembayaran maka nilai tukar petani

akan meningkat, demikian sebaliknya. Pergerakan naik atau turun NTP

menggambarkan naik turunnya tingkat kesejahteraan petani.

Lebih lanjut Rachmat (2000) menunjukkan bahwa NTP mempunyai

karakteristik yang cenderung menurun. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang

melekat dari komoditas pertanian dan non pertanian. Ada tiga penjelasan

mengenai terjadinya penurunan NTP, yaitu: (1) Elastisitas pendapatan produk

pertanian bersifat inelastik, sementara produk non pertanian cenderung lebih

elastis, (2) Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda menguntungkan

produk manufaktur, dan (3) Perbedaan dalam struktur pasar, dimana struktur

pasar dari produk pertanian cenderung kompetitif, sementara struktur pasar

produk manufaktur cenderung kurang kompetitif dan mengarah ke pasar

monopoli/oligopoli.

Secara umum, nilai tukar mempunyai arti yang luas dan dapat digolongkan

menjadi lima konsep nilai tukar, yaitu: (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar

Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, (5) Nilai Tukar

Pendapatan, dan (6) Nilai Tukar Petani (Diakosawas dan Scandizzo, 1991;

Simatupang, 1992; Simatupang dan Isdijoso, 1992; Rachmat et al., 2000;

Supriyati et al., 2000).

1) Konsep Barter/Pertukaran

Konsep barter (Nilai Tukar Barter) mengacu kepada harga nisbi suatu

komoditas pertanian tertentu terhadap barang/produk non pertanian. Nilai Tukar

Barter (NTB) didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga

Page 31: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

9

9

produk non pertanian. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut:

dimana: NTB = Nilai Tukar Barter Pertanian,Px = Harga komoditas pertanian,Py = Harga komoditas non pertanian.

Konsep nilai tukar ini mampu mengidentifikasi perbandingan harga relatif

dari komoditas pertanian tertentu terhadap harga produk yang dipertukarkan.

Peningkatan NTB berarti semakin kuat daya tukar harga komoditas pertanian

terhadap barang yang dipertukarkan. Konsep NTB hanya berkaitan dengan

komoditas dan produk tertentu dan tidak mampu memberi penjelasan berkaitan

dengan perubahan produktivitas (teknologi) komoditas pertanian dan komoditas

non pertanian tersebut.

2) Konsep Faktorial

Konsep faktorial merupakan perbaikan dari konsep barter, yaitu dengan

memasukkan pengaruh perubahan teknologi (produktivitas). Nilai Tukar Faktorial

(NTF) pertanian didefinisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga

non pertanian, dikalikan dengan produktivitas pertanian (Zx). Apabila hanya

memperhatikan produktivitas pertanian maka disebut Nilai Tukar Faktorial Tunggal

(NTFT). Apabila produktivitas non pertanian (Zy) juga diperhitungkan, maka

disebut Nilai Tukar Faktorial Ganda (NTFG). NTFT dan NTFG dirumuskan sebagai

berikut:

Page 32: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

10

10

dimana: NTFT = Nilai Tukar Faktorial Tunggal,NTFG = Nilai Tukar Faktorial Ganda,ZX = Produktivitas komoditas pertanian,Zy = Produktivitas produk non pertanian,Z = Rasio produktivitas pertanian (x) terhadap non pertanian (y).

3) Konsep Penerimaan

Konsep penerimaan (Nilai Tukar Penerimaan) merupakan pengembangan

dari konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar Penerimaan (NTR) merupakan daya

tukar dari penerimaan (nilai hasil) komoditas pertanian yang diproduksikan petani

per unit (hektar) terhadap nilai input produksi untuk memproduksi hasil tersebut.

Dengan demikian NTR menggambarkan tingkat profitabilitas dari usahatani

komoditas tertentu. Namun NTR hanya menggambarkan nilai tukar komoditas

tertentu, belum keseluruhan komponen penerimaan dan pengeluaran petani.

dimana: NTR = Nilai Tukar Penerimaan,PX = Harga komoditas pertanian,Py = Harga input produksi,QX = Jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan,Qy = Jumlah input produksi yang digunakan.

4) Konsep Subsisten

Konsep nilai tukar subsisten (NTS) merupakan pengembangan lebih lanjut

dari NTR. NTS menggambarkan daya tukar dari penerimaan total usahatani petani

terhadap pengeluaran total petani untuk kebutuhan hidupnya (Pramonosidhi,

1984). Penerimaan petani merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil

produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani dan pengeluaran nilai hasil

produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pengeluaran petani

merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan

pengeluaran untuk biaya produksi usahatani. NTS dirumuskan sebagai berikut:

Page 33: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

11

11

dimana: NTS = Nilai Tukar Subsisten,PXi = Harga komoditas pertanian ke i,QXi = Produksi komoditas pertanian ke i,PYj = Harga produk konsumsi,PYj = Harga produk input produksi,QYi = Jumlah produk konsumsi,PYj = Jumlah input produksi.

Dengan demikian, NTS menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli dari

pendapatan petani dari usahatani terhadap pengeluaran rumahtangga petani

untuk kebutuhan hidupnya yang mencakup pengeluaran konsumsi dan

pengeluaran untuk biaya produksi. Dalam operasionalnya konsep NTS ini hanya

dapat dilakukan pada tingkat mikro, yaitu unit analisa rumahtangga.

2.2. Pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP)

Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang

dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi

dan keperluan dalam memproduksi usahatani. Nilai tukar petani (NTP Padi )

didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga

yang dibayar petani (HB) atau NTP = HT/HB. Pengukuran NTP dinyatakan dalam

bentuk indeks sebagai berikut:

dimana: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani,IT = Indeks harga yang diterima petani,IB = Indeks harga yang dibayar petani.

Indeks tersebut merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada

tahun dasar tertentu. Pergerakan nilai tukar akan ditentukan oleh penentuan

tahun dasar karena perbedaan tahun dasar akan menghasilkan keragaan

perkembangan indeks yang berbeda. Formulasi indeks yang digunakan adalah

Indeks Laspeyres (BPS, 1995).

Page 34: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

12

12

dimana: I = Indeks Laspeyres,Qo = Kuantitas pada tahun dasar tertentu (tahun 0),P0 = Harga pada tahun dasar tertentu (tahun 0),Pi = Harga pada tahun ke i.

Dalam operasionalisasi penghitungan NTP, BPS memodifikasi Indeks Laspeyres

sebagai berikut:

dimana: In = Indeks harga bulanan bulan ke n (IT dan IB),Pni = Harga bulan ke n untuk jenis barang ke i,P(n-1)i = Harga bulan ke (n-1) untuk jenis barang ke i,Pni/P(n-1)i = Relatif harga bulan ke n untuk jenis barang ke i,Poi = Harga dasar tahun dasar untuk jenis barang ke i,Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke i,m = Banyaknya jenis barang yang tercakup dalam paket

komoditas.

2.2.1. Harga yang Diterima Petani (HT)

Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang dari harga setiap

komoditas pertanian yang diproduksi/dijual petani. Penimbang yang digunakan

adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas. Harga komoditas

pertanian merupakan harga rataan yang diterima petani atau "Farm Gate".

Petani yang dimaksud dalam konsep NTP dari BPS adalah petani yang

berusaha di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat,

peternak, serta petani ikan budidaya dan nelayan. Petani sub sektor tanaman

pangan mencakup petani yang berusaha pada usahatani padi dan palawija; petani

sub sektor hortikultura mencakup petani sayur-sayuran dan buah-buahan; petani

perkebunan rakyat terdiri usahatani komoditas perdagangan rakyat; petani

peternak yang bergerak dalam usaha ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil

peternakan; serta petani nelayan yang mencakup petani budidaya ikan dan

nelayan penangkapan. Harga yang diterima petani (HT) dirumuskan sebagai

berikut:

Page 35: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

13

13

dimana: HT = Harga yang diterima petani,PTi = Harga kelompok komoditas dalam sub sektor ke i (i= tanaman

pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan danperikanan),

ai = Pembobot dari masing-masing sub sektor ke i.

Harga dari setiap sub sektor merupakan harga tertimbang dari harga setiap

komoditas penyusunnya.

2.2.2. Harga yang Dibayar Petani (HB)

Harga yang dibayar petani merupakan harga tertimbang dari harga/biaya

konsumsi makanan, konsumsi non makanan dan biaya produksi dan penambahan

barang modal dari barang yang dikonsumsi atau dibeli petani. Komoditas yang

dihasilkan sendiri tidak masuk dalam perhitungan harga yang dibayar petani.

Harga yang dimaksud adalah harga eceran barang dan jasa yang di pasar

pedesaan. Harga yang dibayar petani (HB) dirumuskan berikut:

dimana: HB = Harga yang dibayar petani, PBi = Harga kelompok produk ke i yang dibeli petani,b = Pembobot dari komoditas ke i,i = Kelompok produk konsumsi pangan, non pangan (perumahan,

pakaian, aneka barang dan jasa), dan sarana produksi (faktorproduksi, non, barang modal).

Konsep NTP dikembangkan BPS sebagai alat ukur untuk melihat

perbandingan relatif kesejahteraan petani. Pada awal penyusunannya, cakupan

petani hanya yang berusaha dalam kegiatan usahatani tanaman bahan makanan

(tanaman pangan dan hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan) dan

perkebunan rakyat, serta hanya dilakukan di tingkat provinsi. Sesuai dengan

berjalannya waktu, pada tahun 2008 dilakukan penyempurnaan pengukuran NTP

baik dalam cakupan petani dan cakupan wilayah (provinsi). Cakupan dalam

Page 36: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

14

14

definisi “petani” diperluas mencakup petani yang berusaha pada kegiatan

usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan (petani ternak),

dan perikanan (petani ikan dan nelayan).

NTP dikembangkan dengan unit analisa nasional dan regional, sehingga

diperoleh keunggulan karena merupakan indikator makro nasional dan regional

dari tingkat kesejahteraan petani regional. Melalui NTP dan komponennya dapat

diketahui perbandingan relatif Nilai Tukar Petani atau Nilai Tukar Komoditas

Pertanian antar regional (provinsi).

Secara konsepsi arah dari NTP (kesejahteraan petani) merupakan resultan

dari arah setiap Nilai Tukar Komponen Pembentuknya, yaitu nilai tukar komponen

penerimaan petani yang mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani

dan nilai tukar komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap

kesejahteraan petani. Apabila laju nilai tukar komponen penerimaan lebih tinggi

dari laju nilai tukar komponen maka Nilai Tukar Petani (NTP) akan meningkat,

demikian sebaliknya. Pembentukan NTP yang dikembangkan BPS terangkum

dalam Gambar 2.1.

Page 37: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

15

15

Padi

Jagung, Kedelai,...dst...

Kubis, Bw Merah,...dst...

Pisang, Mangga,...dst...

Karet, Kopi,...dst...

Sapi, Kerbau

Kambing, Domba

Ayam, Itik

Susu, Telur

Tuna, Cakalang

Gurame, Mas

Padi

Palawija

Sayuran

Buah-buahan

PerkebunanRakyat

Ternak Besar

Ternak Kecil

Unggas

Hasil Ternak

Penangkapan

Budidaya

NT Komoditas NT Kelompok Komoditas NT Subsektor NT Petani

Perikanan

Peternakan

Perkebunan

Hortikultura

Tanaman Pangan

HT NTPetani HB

Konsumsi

Sarana Produksi

HARGA YANG DITERIMA PETANI HARGA YANG DIBAYAR PETANI

Kesehatan

Sewa Lahan, Pajak

Upah buruh

Transportasi

Obat, Pupuk

Perumahan

Bahan Makanan

Sandang

Pendidikan, Rekreasi,Olahraga

Transportasi dan Komunikasi

Penambahan Barang Modal

Makanan Jadi

Bibit

Gambar 2.1. Pembentukan NTP.

Perhitungan NTP merupakan merupakan agregasi dari nilai tukar

penyusunnya. NTP merupakan agregasi dari NTP sub sektor (yaitu sub sektor

tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor perkebunan, sub sektor

peternakan, dan sub sektor perikanan). NTP sub sektor tanaman pangan disusun

dari komponen NTP padi dan NTP kelompok palawija, dan NTP palawija disusun

dari NTP komoditas palawija (jagung, kedelai, dan sebagainya) dan seterusnya

seperti terangkum dalam Gambar 2.1.

Pandangan umum yang selama ini berlaku sebagaimana disampaikan BPS

adalah peningkatan NTP berarti peningkatan kesejahteraan, demikian sebaliknya.

BPS mendefinisikan dan memberi arti NTP sebagai berikut:

Page 38: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

16

16

(a) NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih

besar dari kenaikan harga konsumsi dan biaya produksi. Pendapatan petani

naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan

petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.

(b) NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even.

Kenaikan/penurunan harga produksi sama dengan persentase

kenaikan/penurunan harga konsumsi dan biaya produksi. Tingkat

kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.

(c) NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Harga produksinya naik lebih

kecil dari kenaikan harga konsumsi dan biaya produksi. Tingkat

kesejahteraan petani mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan

petani sebelumnya.

2.3. Kebijakan Pembangunan dalam Peningkatan Kesejahteraan

Petani

Peningkatan kesejahteraan petani telah dan diyakini tetap menjadi prioritas

pembangunan pertanian mendatang, sejalan dengan arahan yang tertuang dalam

rencana jangka panjang pembangunan nasional. Indikator pencapaian sasaran

peningkatan kesejahteraan petani tercermin dari peningkatan pendapatan petani,

penurunan tingkat pengangguran di pedesaan, dan perbaikan kualitas hidup

petani. Langkah perbaikan kesejahteraan petani dituangkan dalam sejumlah

kebijakan dan program bidang pertanian dan di luar sektor pertanian terkait.

Kebijakan pertanian pada dasarnya adalah serangkaian tindakan yang

telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan

pembangunan pertanian, yaitu memajukan pertanian, mengusahakan agar

pertanian menjadi lebih produktif dan efisien serta dapat meningkatkan tingkat

penghidupan/kesejahteraan petani meningkat.

Dengan didasarkan kepada konsep NTP sebagai indikator kesejahteraan

petani, konsep NTP mengacu kepada kemampuan daya beli petani, yaitu

Page 39: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

17

17

kemampuan pendapatan yang diterima petani untuk dapat memenuhi kebutuhan

konsumsinya. Peningkatan kesejahteraan identik dengan peningkatan pendapatan

untuk memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsinya. Dengan demikian

peningkatan kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan

pendapatan dan atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga.

Banyak faktor yang mempengaruhi pendapatan dan pola konsumsi

rumahtangga petani. Dari sisi pendapatan, tingkat pendapatan petani dapat dibagi

dalam tiga kelompok, yaitu: (a) pendapatan dari usahatani (on-farm), (b)

pendapatan dari kegiatan bidang pertanian di luar usahatani (off-farm) seperti

sebagai buruh tani, buruh di bidang usaha pascapanen pertanian, dan (d)

pendapatan dari usaha di luar kegiatan pertanian seperti pegawai negeri, buruh

non farm, kegiatan dagang, jasa dan lain-lain.

Besarnya tingkat pendapatan dari usaha pertanian (on-farm) dipengaruhi

oleh besarnya asset produksi pertanian (terutama pemilikan lahan usaha), jenis

komoditas yang diusahakan, produktivitas, dan harga produksi. Besarnya

pendapatan dari off-farm dipengaruhi oleh kesempatan/peluang berusaha dan

tingkat upah. Tingkat pendapatan non farm juga dipengaruhi oleh aset dan

kemampuan untuk dapat akses terhadap layanan, iklim usaha, produktivitas usaha

dan harga produk yang dihasilkan.

Besarnya tingkat pendapatan ini akan mempengaruhi struktur dan pola

konsumsi rumahtangga. Beberapa penelitian menunjukkan pada tingkat

pendapatan yang rendah, proporsi pengeluaran untuk pemenuhan makanan relatif

lebih besar dan proporsi tersebut semakin menurun dengan meningkatnya

pendapatan rumahtangga. Pola konsumsi tersebut juga pada akhirnya dipengaruhi

oleh harga-harga produk yang akan dibeli. Dengan demikian, banyak kebijakan

berkaitan dengan pembentukan pendapatan dan konsumsi rumahtangga, seperti

kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian; sistem distribusi dan

pemasaran produksi hasil pertanian, pembentukan harga produksi, kebijakan

subsidi dan insentif, penyediaan infrastruktur, dan berbagai kebijakan di luar

Page 40: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

18

18

pertanian terkait dengan konsumsi rumahtangga. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan dalam rangka memperbaiki daya beli petani adalah dengan penerapan

subsidi yang dapat mengurangi tingkat pengeluaran rumahtangga, melalui

pemberian bantuan langsung, subsidi harga jual dan keringanan lainnya (Gambar

2.2).

KomoditasPertanian:

- Tanaman Pangan- Hortikultura- Perkebunan- Peternakan- Perikanan

HT NTPetani HB

Konsumsi RumahTangga

Biaya Produksi dan Barang

Modal

Subsektor:- Tanaman Pangan- Hortikultura- Perkebunan- Peternakan- Perikanan

- Bahan Makanan- Bahan Makanan Jadi- Perumahan- Sandang- Kesehatan- Pendidikan- Transportasi & Komunikasi

- Penambahan Barang Modal- Transportasi - Bibit- Upah Buruh- Sewa Lahan, Pajak- Obat, Pupuk

KebijakanProduksiPertanian

KebijakanSubsidiHarga

Pangan,BBM,

Perumahan,Kesehatan

KebijakanSubsidi

Harga Input,BBM

KebijakanHarga

Gambar 2.2. Kebijakan-kebijakan yang Mempengaruhi NTP.

2.3.1. Peningkatan Produksi Pertanian

Pendapatan petani secara langsung ditentukan oleh besarnya produksi

yang dihasilkan petani, sedangkan besarnya produksi tersebut dipengaruhi oleh

penguasaan lahan yang dikuasai dan produktivitas usahatani. Dalam kaitan

dengan lahan pertanian, data menunjukkan ketersediaan lahan pertanian per

kapita mengalami penurunan akibat peningkatan jumlah penduduk dan

kecenderungan konversi lahan, terutama untuk lahan sawah. Ketersediaan lahan

yang sesuai untuk pertanian yang sangat terbatas perlu dilindungi. Kebijakan

untuk mencegah terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian telah

banyak dibuat. Telah banyak ditetapkan undang-undang dan peraturan

Pemerintah lain yang mengatur tentang pendayagunaan lahan dan pengendalian

konversi lahan. Kebijakan terakhir adalah dengan diterbitkannya UU No. 41/2009

tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Secara umum,

undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi kawasan dan lahan

Page 41: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

19

19

pertanian pangan dalam rangka menjamin tersedianya lahan pertanian dan

mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas, penyelenggaraan program

peningkatan kesejahteraan rakyat akan dilaksanakan seiring dengan upaya

peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mendukung terciptanya

penyelenggaraan program pembangunan ekonomi yang makin berkualitas, yaitu

pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada peningkatan produktivitas dan

daya saing, serta makin memacu terciptanya kreativitas dan inovasi.

Peningkatan produktivitas dilakukan melalui kegiatan penelitian dan

pengembangan pertanian yang mampu menciptakan benih unggul, cara-cara

produksi yang dapat menghasilkan produk berkualitas. Adanya dinamika

perubahan iklim yang mengarah pada anomali iklim menuntut proses mitigasi dan

adaptasi perubahan iklim. Hal ini menuntut langkah-langkah kongkrit terkait

mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

2.3.2. Pemberian Dukungan Subsidi dan Insentif

Untuk mendorong peningkatan produksi dan produktivitas pertanian

terutama pangan, pemerintah memberi subsidi dan insentif dalam bentuk: (a)

subsidi sarana produksi (benih, pupuk, pestisida); (b) dukungan dan jaminan

harga jual produk dengan menetapkan harga dasar; (c) kredit bersubsidi; dan (d)

air irigasi bersubsidi.

Subsidi harga sarana produksi diberikan untuk pupuk, benih, pestisida, dan

kredit. Pupuk merupakan input utama yang memperoleh subsidi paling besar.

Subsidi pupuk mulai diberlakukan sejak tahun 1971 dengan argumen dasar

adalah: (a) merangsang penggunaan pupuk sebagai bagian penerapan teknologi

pertanian dan peningkatan produksi, (b) menstabilkan harga di tingkat petani, dan

(c) meningkatkan efisiensi transfer sumberdaya dari pemerintah ke petani dalam

rangka pembangunan pedesaan. Selain pupuk, subsidi diberikan pada penyediaan

Page 42: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

20

20

prasarana produksi seperti irigasi, penyuluhan, penelitian dan pengembangan.

Selama 40 tahun pemberian subsidi terhadap pupuk telah meningkatkan

penggunaan pupuk di tingkat petani dan berperan besar dalam peningkatan

produksi pertanian. Subsidi-subsidi di muka menjadi beban bagi pemerintah

karena besarannya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kebijakan lain yang dinilai strategis adalah kebijakan harga (price support).

Sasaran kebijakan ini adalah: (a) melindungi produsen dari kemerosotan harga

pasar, yang umumnya terjadi pada musim panen, (b) melindungi konsumen dari

kenaikan harga yang melebihi daya beli, yang umumnya terjadi pada musim

paceklik, (c) mengendalikan inflasi melalui stabilitasi harga. Falsafah dasar

kebijaksanaan harga tersebut mencakup komponen: (1) menjaga agar harga

dasar cukup tinggi untuk merangsang produksi, (2) perlindungan harga batas

tertinggi yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, (3) perbedaan antara

harga dasar dan harga batas tertinggi cukup layak memberi keuntungan yang

wajar bagi penyimpanan beras, dan (4) hubungan harga yang wajar antar daerah

maupun terhadap harga internasional (Amang, 1993).

2.3.3. Kebijakan Perdagangan

Kebijakan perdagangan dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan

harga komoditas di dalam negeri, mempertahankan daya saing produksi dalam

negeri, meningkatkan kesejahteraan petani produsen, melindungi konsumen dari

harga tinggi, dan menjaga keseimbangan neraca perdagang luar negeri

komoditas. Tujuan akhir dari kebijakan perdagangan diarahkan pada perbaikan

tataniaga produk pertanian, sehingga marjin tataniaga dari petani sampai dengan

konsumen akhir menjadi minimal dan petani menerima harga yang maksimal.

2.3.4. Penyediaan Infrastruktur

Kondisi infrastruktur pertanian Indonesia sangat tidak memadai. Sarana

jalan usahatani tidak memadai untuk mendukung peningkatan/pengembangan

pertanian, antara lain dalam hal adopsi teknologi, pemanfaatan mekanisasi dan

Page 43: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

21

21

pemasaran secara efisien. Dalam aspek infrastruktur irigasi, jaringan irigasi yang

ada sudah tua dan kurang pemeliharaan, sehingga tingkat efisiensinya rendah.

Sementara itu, pembangunan jaringan irigasi yang baru belum sepenuhnya

optimal karena beberapa kendala yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Sarana

dan prasarana bagi petani untuk akses terhadap pemasaran produk juga sangat

rendah, misalnya keberadaan cold storage untuk produk segar, gudang, tempat

pengolahan, dan lain masih terbatas.

Kurangnya infrastruktur pertanian sering menjadi kendala bagi

pengembangan agribisnis berbasis iptek mutakhir. Penerapan inovasi teknologi

sering terhambat karena tidak tersedianya infrastruktur penyediaan input

produksi, jaringan informasi atau infrastruktur pemasaran hasil. Kebijakan

infrastruktur tidak hanya dibutuhkan untuk mendukung usaha agribisnis yang

sudah ada, tetapi juga merangsang tumbuhnya usaha-usaha baru yang

dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis.

Pengembangan infrastruktur sebagai bagian dari pelayanan publik akan

lebih efektif apabila: (a) sesuai dengan kebutuhan/kepentingan publik, (b) mampu

menunjang pengembangan usaha yang dilakukan masyarakat banyak, dan (c)

mampu merangsang tumbuhnya usaha-usaha atau investasi baru yang dapat

memacu perkembangan ekonomi wilayah. Dalam kaitannya dengan pembangunan

sistem dan usaha agribisnis, maka kebijakan pembangunan infrastruktur perlu

diarahkan pada infrastruktur yang dibutuhkan oleh banyak pelaku agribisnis dan

mampu merangsang para investor untuk melakukan usaha agribisnis.

Infrastruktur seperti sarana pengairan dan drainase, jalan, listrik, farm road,

pelabuhan (khususnya pelabuhan-pelabuhan ekspor baru di wilayah timur

Indonesia), transportasi dan telekomunikasi merupakan prasarana yang sangat

dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis.

Page 44: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

22

22

2.3.5. Kebijakan Khusus Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Dalam program pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan rakyat

selalu menjadi perhatian. Hal ini sejalan dengan empat pilar strategi

pembangunan yang dilakukan yaitu: pembangunan yang pro-pertumbuhan (pro-

growth), pro-lapangan pekerjaan (pro-job), pro-pengurangan kemiskinan (pro-

poor), serta pro-pengelolaan dan atau ramah lingkungan (pro-environment).

Disamping program pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh

kementrian, untuk mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah menggulirkan

program khusus. Perpres No. 13 tahun 2009 dilanjutkan dengan Perpres No. 15

tahun 2010, program khusus penanggulangan kemiskinan dikelompokkan dalam 4

klaster program, yaitu : (a) Klaster pertama: Bantuan dan perlindungan sosial

berbasis keluarga, dengan sasaran mengurangi beban kehidupan dan

memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin. Bentuk program ini adalah

bantuan langsung Raskin, BOS, dan Program Keluarga Harapan. (b) Klaster

kedua: Pemberdayaan Masyarakat, dengan sasaran Meningkatkan Kapasitas

Kelompok Masyarakat Miskin untuk Terlibat dalam Proses Pembangunan. Bentuk

program ini adalah mengembangkan PNPM Mandiri. (c) Klaster ketiga:

Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil, dengan sasaran Meningkatkan Tabungan

dan Menjamin Keberlanjutan Usaha. Bentuk program ini adalah Klaster

penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Corporate Social Responsibility (CSR),

dan (d) Klaster keempat: Program Pro Rakyat, dengan sasaran Menyediakan

Fasilitas Dasar Bagi Masyarakat Miskin dengan Harga Murah Melalui Koordinasi

Pelaksanaan Kegiatan Sektoral pada Wilayah Tertentu. Bentuk program berupa

program rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik yang makin

merata, serta peningkatan kehidupan nelayan dan masyarakat miskin di perkotaan

(Pidato Presiden 16 Agustus 2012).

Dalam klaster pertama, pemberian bantuan raskin (beras untuk orang

miskin) ditujukan dalam rangka menjaga ketahanan pangan masyarakat dari

kondisi gejolak pangan yang terjadi akibat adanya gejolak pangan dunia yang

Page 45: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

23

23

juga mempengaruhi gejolak pangan dalam negeri. Bantuan pangan tersebut

secara langsung menekan pengeluaran rumahtangga untuk bahan pangan.

Bidang pendidikan, bantuan diberikan dalam rangka pengurangan beban biaya

pendidikan yang dilakukan melalui subsidi Program Wajib Belajar Sembilan Tahun

dan Bantuan Operasional Sekolah/BOS. Bidang kesehatan bantuan dalam upaya

menjamin kesehatan masyarakat dengan biaya terjangkau dilakukan melalui

pemberian Jaminan Kesehatan masuarakat (Jamkesmas), jaminan kesehatan,

jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan persalinan,

dan jaminan kematian.

Dalam klaster kedua, upaya pemberdayaan untuk meningkatkan akses dan

kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam proses

pembangunan, dilakukan melalui pengembangan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri dimaksudkan untuk

menjadi payung program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan

pendekatan pembangunan berbasis masyarakat sejalan dengan target pencapaian

MDGs (Millennium Development Goals). Tujuan PNPM Mandiri adalah

meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara

mandiri dengan cara menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik

secara individu maupun berkelompok dalam memecahkan berbagai persoalan

terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian serta kesejahteraan hidup

dengan memanfaatkan potensi ekonomi dan sosial yang mereka miliki melalui

proses pembangunan secara mandiri. PNPM Mandiri telah dilaksanakan sejak

tahun 2007, dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Atas keberhasilan PPK

dan P2KP menjadi model pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di

perdesaan dan perkotaan.

Dalam klaster ketiga, upaya pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil

dilakukan dengan penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Corporate Social

Responsibility (CSR). Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan yang

Page 46: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

24

24

diberikan oleh perbankan kepada UMKMK yang layak tapi belum bankable.

Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki

kemampuan untuk mengembalikan. Sasaran program KUR adalah UMKM dan

Koperasi yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian,

perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan

pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung melalui kantor pelayanan bank

pelaksana KUR atau dapat juga melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP

Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lain yang bekerjasama dengan

Bank Pelaksana. Program KUR diluncurkan pada 5 November 2007, dengan bank

Pelaksana adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah

Mandiri, dan Bank Bukopin; dan dengan fasilitas penjaminan kredit dari

Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo.

Dalam klaster keempat, program pro rakyat, dilakukan dalam rangka

menyediakan fasilitas dasar bagi masyarakat miskin dengan harga murah, dalam

bentuk program rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik yang

makin merata, serta peningkatan kehidupan nelayan dan masyarakat miskin.

Kebijakan yang bersifat pro rakyat dalam rangka pengurangan kemiskinan dan

peningkatan kesejahteraan rakyat ini sebagian besar sangat relevan dalam rangka

menjaga memperbaiki NTP .

Page 47: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

25

25

BAB III

METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Salah satu unsur kesejahteraan petani adalah kemampuan pendapatan

petani untuk memenuhi kebutuhan perbaikan pengeluaran rumahtangga petani.

Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kesejahteraan petani tersebut

adalah NTP. Indeks NTP dihitung dari perbandingan antara harga yang diterima

petani terhadap harga yang dibayar petani. Secara konsepsi arah dari NTP

merupakan resultan dari arah komponen pembentuknya tersebut, yaitu komponen

harga yang diterima petani yang mempunyai arah positif terhadap NTP dan

komponen harga yang dibayar petani yang mempunyai arah negatif terhadap

NTP. Apabila laju pergerakan harga yang diterima petani lebih tinggi dari laju

harga yang dibayar petani maka NTP akan meningkat, dan sebaliknya. Pergerakan

NTP mengidentifikaskan pergerakan tingkat kesejahteraan petani.

Perilaku NTP tersebut dapat digambarkan oleh garis tren mengikuti

pergerakan nilainya, dan pergerakan tersebut dapat diduga dengan menggunakan

persamaan regresi. Pendugaan persamaan regresi yang paling sesuai dapat

dilakukan berdasarkan nilai R2 tertinggi. Koefisien regresi dari setiap persamaan

dugaan menggambarkan perubahan laju NTP sepanjang periode analisa.

Dalam Gambar 2.1 ditunjukkan rangkuman pembentukan NTP termasuk

unsur-unsur penyusunnya. Hubungan antara komponen penyusun dengan NTP

dapat digambarkan dengan nilai marjinal dan elastisitas penyusun terhadap NTP.

Perhitungan nilai marjinal dan elastisitas NTP terhadap komponen penyusun dapat

diturunkan sebagai berikut (Rachmat, 2000).

NTP = ;

Harga yang diterima petani (HT) merupakan harga tertimbang dari harga

setiap komoditas pertanian yang diproduksi/dijual petani, dengan penimbang

Page 48: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

26

26

adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas. Harga yang dibayar

petani (HB) merupakan harga tertimbang dari harga/biaya konsumsi rumahtangga

yang mencakup konsumsi makanan dan konsumsi non makanan; dan harga/biaya

produksi dan penambahan barang modal dari barang yang dibeli petani.

Apabila diasumsikan hanya ada dua komoditas yang dihasilkan, yaitu T1

dan T2, dengan harga PT1 dan PT2 dan dua produk yang dibeli petani, yaitu B1 dan

B2 dengan harga PB1 dan PB2, maka:

HT = a1 PT1 + a2 PT2; atau HT = PTi

HB = b1 PB1 + b2 PB2; atau HB = PBk

dimana: NTP = Nilai Tukar Petani,HT = Harga yang diterima petani,HB = Harga yang diterima petani,PTi = Harga yang diterima petani dari komoditas ke i yang dihasilkan

petani,PBk = Harga yang dibayar petani dari produk ke k yang dibeli petani, ai = Pembobot komoditas yang dihasilkan ke i,bk = Pembobot produk yang dibeli petani ke k.

sehingga:

NTP =

Dari persamaan di atas dihasilkan turunan total sebagai berikut:

NTP =

NTP =

NTP =

NTP =

sehinggga dihasilkan rumus umum sebagai berikut:

Page 49: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

27

27

NTP =

3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT)

Pengaruh perubahan harga komoditas Ti (PTi) terhadap NTP dapat

diturunkan sebagai berikut:

Pengaruh perubahan HT terhadap NTP dapat berupa pengaruh langsung

dan pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung perubahan harga komoditas

terhadap nilai tukar petani merupakan respon langsung perubahan nilai tukar

petani akibat perubahan harga PTi, sedangkan pengaruh tidak langsung mencakup

pengaruh perubahan harga tersebut terhadap harga komoditas pertanian lain

yang diproduksikan ( dan terhadap produk manufaktur yang dibeli

( Besarnya pengaruh tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Pengaruh langsung:

Pengaruh tidak langsung:

Dari analisa marjinal ini dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut:

27

NTP =

3.1.1. Pengaruh Perubahan Harga yang Diterima Petani (HT)

Pengaruh perubahan harga komoditas Ti (PTi) terhadap NTP dapat

diturunkan sebagai berikut:

Pengaruh perubahan HT terhadap NTP dapat berupa pengaruh langsung

dan pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung perubahan harga komoditas

terhadap nilai tukar petani merupakan respon langsung perubahan nilai tukar

petani akibat perubahan harga PTi, sedangkan pengaruh tidak langsung mencakup

pengaruh perubahan harga tersebut terhadap harga komoditas pertanian lain

yang diproduksikan ( dan terhadap produk manufaktur yang dibeli

( Besarnya pengaruh tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Pengaruh langsung:

Pengaruh tidak langsung:

Dari analisa marjinal ini dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut:

Page 50: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

28

28

3.1.2. Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB)

Pengaruh perubahan harga produk yang dibeli (PBk) terhadap NTP

diturunkan sebagai berikut:

Pengaruh langsung dan tidak langsung dari perubahan harga produk yang dibeli

petani terhadap nilai tukar petani dapat dituliskan sebagai berikut:

Pengaruh langsung:

Pengaruh tidak langsung:

Dari analisa marjinal ini dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut:

3.1.3. Nilai Tukar Penerimaan/Pendapatan Petani

Konsep NTP yang didasarkan kepada Indeks Laspeyres sebagaimana yang

dilakukan oleh BPS pada akhirnya merumuskan NTP sebagai rasio harga antara

yang diterima petani dan dibayar petani. Perilaku NTP hanya ditentukan oleh

perilaku harga-harga. Konsep ini sejalan dengan konsep NTP sebagai konsep daya

beli. Namun demikian, konsep daya beli yang dikembangkan tidak sepenuhnya

menggambarkan tingkat kesejahteraan. Konsep NTP tidak memperhitungkan

jumlah yang diproduksi dan jumlah yang dikonsumsi.

Perhitungan NTP ini diperoleh dari perbandingan indeks harga yang

diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (NTP = HT/HB). Nilai

NTP akan meningkat apabila HT meningkat dengan laju lebih tinggi dari 28

3.1.2. Pengaruh Perubahan Harga yang Dibayar Petani (HB)

Pengaruh perubahan harga produk yang dibeli (PBk) terhadap NTP

diturunkan sebagai berikut:

Pengaruh langsung dan tidak langsung dari perubahan harga produk yang dibeli

petani terhadap nilai tukar petani dapat dituliskan sebagai berikut:

Pengaruh langsung:

Pengaruh tidak langsung:

Dari analisa marjinal ini dapat diturunkan elastisitas sebagai berikut:

3.1.3. Nilai Tukar Penerimaan/Pendapatan Petani

Konsep NTP yang didasarkan kepada Indeks Laspeyres sebagaimana yang

dilakukan oleh BPS pada akhirnya merumuskan NTP sebagai rasio harga antara

yang diterima petani dan dibayar petani. Perilaku NTP hanya ditentukan oleh

perilaku harga-harga. Konsep ini sejalan dengan konsep NTP sebagai konsep daya

beli. Namun demikian, konsep daya beli yang dikembangkan tidak sepenuhnya

menggambarkan tingkat kesejahteraan. Konsep NTP tidak memperhitungkan

jumlah yang diproduksi dan jumlah yang dikonsumsi.

Perhitungan NTP ini diperoleh dari perbandingan indeks harga yang

diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (NTP = HT/HB). Nilai

NTP akan meningkat apabila HT meningkat dengan laju lebih tinggi dari

Page 51: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

29

29

peningkatan HB, atau HB tetap atau HB menurun. NTP juga akan meningkat pada

kondisi HT menurun, namun dengan laju lebih rendah dari penurunan HB.

Berbagai skenario perubahan HT dan HB terhadap NTP terangkum dalam Tabel

3.1.

Tabel 3.1. Perubahan HT dan HB terhadap NTP

Harga yang diterima petani

(HT)

Harga yang dibayar Petani (HB)

Laju perubahan HT dan HB NTP

Naik Naik Laju HT = laju HB TetapNaik Naik Laju HT > laju HB Meningkat Naik Naik Laju HT < laju HB MenurunNaik Tetap MeningkatNaik Turun Meningkat

Turun Turun Laju HT = laju HB TetapTurun Turun Laju HT > laju HB MenurunTurun Turun Laju HT < laju HB MeningkatTurun Tetap MenurunTurun Naik Menurun

BPS mendefinisikan bahwa peningkatan NTP berarti peningkatan

kesejahteraan. Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa produktivitas selalu

tetap dan petani selalu menguasai produksi, sehingga kenaikan produksi juga

berarti kebaikan penerimaan. Kenyataan seringkali menunjukkan bahwa kenaikan

harga terjadi pada saat pasokan berkurang dibanding permintaannya. Penurunan

pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik lebih

tinggi dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau regional,

kenaikan NTP/kenaikan harga produk justru mengidentifikasikan

kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi untuk mengimbangi permintaan dan

terjadinya inflasi. Dengan demikian peningkatan peningkatan harga produk

pertanian yang berakibat NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi

yang diinginkan. Skenario perubahan penawaran dan permintaan terhadap harga

produk terangkum dalam Tabel 3.2.

29

peningkatan HB, atau HB tetap atau HB menurun. NTP juga akan meningkat pada

kondisi HT menurun, namun dengan laju lebih rendah dari penurunan HB.

Berbagai skenario perubahan HT dan HB terhadap NTP terangkum dalam Tabel

3.1.

Tabel 3.1. Perubahan HT dan HB terhadap NTP

Harga yang diterima petani

(HT)

Harga yang dibayar Petani (HB)

Laju perubahan HT dan HB NTP

Naik Naik Laju HT = laju HB TetapNaik Naik Laju HT > laju HB Meningkat Naik Naik Laju HT < laju HB MenurunNaik Tetap MeningkatNaik Turun Meningkat

Turun Turun Laju HT = laju HB TetapTurun Turun Laju HT > laju HB MenurunTurun Turun Laju HT < laju HB MeningkatTurun Tetap MenurunTurun Naik Menurun

BPS mendefinisikan bahwa peningkatan NTP berarti peningkatan

kesejahteraan. Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa produktivitas selalu

tetap dan petani selalu menguasai produksi, sehingga kenaikan produksi juga

berarti kebaikan penerimaan. Kenyataan seringkali menunjukkan bahwa kenaikan

harga terjadi pada saat pasokan berkurang dibanding permintaannya. Penurunan

pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik lebih

tinggi dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau regional,

kenaikan NTP/kenaikan harga produk justru mengidentifikasikan

kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi untuk mengimbangi permintaan dan

terjadinya inflasi. Dengan demikian peningkatan peningkatan harga produk

pertanian yang berakibat NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi

yang diinginkan. Skenario perubahan penawaran dan permintaan terhadap harga

produk terangkum dalam Tabel 3.2.

Page 52: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

30

30

Tabel 3.2. Perubahan Penawaran/Produksi dan Permintaan terhadap Harga Produk Pertanian

Penawaran produk/produksi pertanian

(S)

Permintaan produk pertanian

(D)

Laju penawaran dan permintaan

Harga produk pertanian

Naik Naik Laju S = laju D TetapNaik Naik Laju S > laju D TurunNaik Naik Laju S < laju D NaikNaik Tetap TurunNaik Turun Turun

Turun Turun Laju S = laju D TetapTurun Turun Laju S > laju D naik Turun Turun Laju S < laju D TurunTurun Tetap NaikTurun Naik Naik

Harga produksi dan NTP yang meningkat tidak sepenuhnya meningkatkan

pendapatan petani. Pendapatan meningkat apabila harga produksi naik dan/atau

tingkat produksi meningkat. Dalam kaitan itu penggunaan alat ukur NTP dalam

pengukuran kesejahteraan petani perlu memasukkan unsur produksi karena

kesejahteraan identik dengan pendapatan. Kesejahteraan petani akan naik

apabila NTP naik dengan tingkat produksi naik, tetap, atau turun namun dengan

laju peningkatan NTP lebih tinggi dari laju penurunan produksi. Keterkaitan antara

NTP produksi dengan kesejahteraan petani terangkum di dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. NTP dan Produksi di Tingkat Regional

NTP Produksi petani (P) Laju NTP dan produksi

Kesejahteraan Petani

Naik Turun Laju NTP > laju P TetapNaik Turun Laju NTP > laju P NaikNaik Turun Laju NTP < laju P Turun Naik Tetap NaikNaik Naik Naik

Turun Naik Laju NTP = laju P TetapTurun Naik Laju NTP > laju P TurunTurun Naik Laju NTP < laju P NaikTurun Tetap Turun Turun Turun Turun

30

Tabel 3.2. Perubahan Penawaran/Produksi dan Permintaan terhadap Harga Produk Pertanian

Penawaran produk/produksi pertanian

(S)

Permintaan produk pertanian

(D)

Laju penawaran dan permintaan

Harga produk pertanian

Naik Naik Laju S = laju D TetapNaik Naik Laju S > laju D TurunNaik Naik Laju S < laju D NaikNaik Tetap TurunNaik Turun Turun

Turun Turun Laju S = laju D TetapTurun Turun Laju S > laju D naik Turun Turun Laju S < laju D TurunTurun Tetap NaikTurun Naik Naik

Harga produksi dan NTP yang meningkat tidak sepenuhnya meningkatkan

pendapatan petani. Pendapatan meningkat apabila harga produksi naik dan/atau

tingkat produksi meningkat. Dalam kaitan itu penggunaan alat ukur NTP dalam

pengukuran kesejahteraan petani perlu memasukkan unsur produksi karena

kesejahteraan identik dengan pendapatan. Kesejahteraan petani akan naik

apabila NTP naik dengan tingkat produksi naik, tetap, atau turun namun dengan

laju peningkatan NTP lebih tinggi dari laju penurunan produksi. Keterkaitan antara

NTP produksi dengan kesejahteraan petani terangkum di dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. NTP dan Produksi di Tingkat Regional

NTP Produksi petani (P) Laju NTP dan produksi

Kesejahteraan Petani

Naik Turun Laju NTP > laju P TetapNaik Turun Laju NTP > laju P NaikNaik Turun Laju NTP < laju P Turun Naik Tetap NaikNaik Naik Naik

Turun Naik Laju NTP = laju P TetapTurun Naik Laju NTP > laju P TurunTurun Naik Laju NTP < laju P NaikTurun Tetap Turun Turun Turun Turun

30

Tabel 3.2. Perubahan Penawaran/Produksi dan Permintaan terhadap Harga Produk Pertanian

Penawaran produk/produksi pertanian

(S)

Permintaan produk pertanian

(D)

Laju penawaran dan permintaan

Harga produk pertanian

Naik Naik Laju S = laju D TetapNaik Naik Laju S > laju D TurunNaik Naik Laju S < laju D NaikNaik Tetap TurunNaik Turun Turun

Turun Turun Laju S = laju D TetapTurun Turun Laju S > laju D naik Turun Turun Laju S < laju D TurunTurun Tetap NaikTurun Naik Naik

Harga produksi dan NTP yang meningkat tidak sepenuhnya meningkatkan

pendapatan petani. Pendapatan meningkat apabila harga produksi naik dan/atau

tingkat produksi meningkat. Dalam kaitan itu penggunaan alat ukur NTP dalam

pengukuran kesejahteraan petani perlu memasukkan unsur produksi karena

kesejahteraan identik dengan pendapatan. Kesejahteraan petani akan naik

apabila NTP naik dengan tingkat produksi naik, tetap, atau turun namun dengan

laju peningkatan NTP lebih tinggi dari laju penurunan produksi. Keterkaitan antara

NTP produksi dengan kesejahteraan petani terangkum di dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. NTP dan Produksi di Tingkat Regional

NTP Produksi petani (P) Laju NTP dan produksi

Kesejahteraan Petani

Naik Turun Laju NTP > laju P TetapNaik Turun Laju NTP > laju P NaikNaik Turun Laju NTP < laju P Turun Naik Tetap NaikNaik Naik Naik

Turun Naik Laju NTP = laju P TetapTurun Naik Laju NTP > laju P TurunTurun Naik Laju NTP < laju P NaikTurun Tetap Turun Turun Turun Turun

Page 53: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

31

31

Pengukuran NTP dapat dikembangkan menjadi Nilai Tukar Penerimaan

Usaha Pertanian (NTU) yang memasukkan unsur kuantitas, sehingga NTR

merupakan kemampuan daya beli dari penerimaan petani.

Nilai Tukar Penerimaan Usaha Pertanian (NTU) dirumuskan sebagai

berikut:

dimana: NTU = Nilai Tukar Penerimaan Usaha Pertanian,Px = Harga komoditas pertanian,Qx = Produksi komoditas pertanian, Py = Harga input produksi,Qy = Jumlah input produksi.

Peningkatan kesejahteraan petani juga dapat dilihat dari perubahan tingkat

pendapatan rumahtangga. Peningkatan pendapatan rumahtangga petani

mengindikasikan peningkatan daya beli rumahtangga dalam rangka pemenuhan

kebutuhan konsumsinya. Peningkatan pendapatan akan berakibat perbaikan

dalam pola konsumsi dan standar hidup, dan ini berarti perbaikan dalam

kesejahteraan.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Sesuai dengan tujuan dan sasaran, maka lingkup kajian adalah:

1) Menganalisa perilaku nilai tukar petani Indonesia,

2) Menganalisa faktor-faktor dan kebijakan yang mempengaruhi nilai tukar

petani,

3) Menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga,

4) Merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani sebagai bahan dasar

RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanian.

3.3. Metoda Analisa

Sesuai dengan lingkup kegiatan di atas, metoda analisa yang digunakan

adalah:

Page 54: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

32

32

1) Analisa Nilai Tukar Petani Nasional

Dalam analisa digunakan metoda regresi data perkembangan NTP secara

nasional. Data yang digunakan dalam analisa ini adalah data bulanan sejak

Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 yang berasal BPS. Hasil analisa

regresi NTP nasional dan perilakunya akan digambarkan dalam bentuk grafik

yang sesuai.

2) Analisa Faktor-faktor dan Kebijakan yang Mempengaruhi Nilai

Tukar Petani

Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi NTP dilakukan dengan cara

menghitung dampak dari masing-masing komponen penyusun NTP (harga-

harga) terhadap NTP. Dampak tersebut ditunjukkan dalam bentuk nilai

marjinal dan elastisitas dari perubahan harga-harga terhadap NTP.

Dampak dari perubahan harg-harga tersebut juga dapat terjadi karena

penerapan kebijakan, sehingga melalui analisa ini juga dapat dilakukan

analisa dampak dan kebijakan terhadap NTP.

3) Analisa Nilai Tukar Pendapatan Usahatani dan Pendapatan

Rumahtangga

Analisa ini mencakup: (a) Analisa NT Pendapatan Usahatani komoditas

terpilih menurut sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan

peternakan serta, (b) Analisa NT Pendapatan Rumahtangga dari

agroekosistem sawah dan lahan kering.

4) Perumusan Alternatif Kebijakan Nilai Tukar Petani sebagai Ukuran

Kesejahteraan Petani sebagai Bahan Dasar RPJMN 2015-2019

Bidang Pertanian

Perumusan kebijakan dilakukan dengan cara merangkum semua hasil

temuan analisa di atas dan merumuskan implikasi kebijakan dari hasil

temuan tersebut yang terkait dengan RPJM 2015-2019.

Page 55: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

33

33

3.4. Sumber Data

Kajian akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu (a) Data

NTP yang dipublikasikan oleh BPS, (b) Publikasi BPS yang terkait dengan

rumahtangga pertanian, usaha pertanian, harga-harga pertanian, dan lain-lain, (c)

Publikasi hasil-hasil penelitian Panel Petani Nasional dari PSE-KP, dan (d) Data dari

direktorat teknis terkait di dalam Kementerian Pertanian.

Page 56: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

34

34

Page 57: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

35

35

BAB IVKERAGAAN RUMAHTANGGA PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN

PETANI

4.1. Keragaan Rumahtangga Pertanian

Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993 dan 2003 telah terjadi

pertambahan jumlah rumahtangga pertanian dari 20,51 juta menjadi 24,84 juta.

Artinya, telah terjadi kenaikan rata-rata sebesar 21,13 persen. Kenaikan jumlah

rumahtangga yang sangat pesat terjadi pada sub sektor hortikultura dari 4,86 juta

ribu rumahtangga menjadi 8,45 juta ribu rumahtangga, atau mencapai kenaikan

hingga 73,93 persen. Kenaikan yang besar ini diduga karena dua sebab, yaitu: (a)

Meningkatnya minat masyarakat terhadap usaha di subsektor hortikultura sebagai

komoditas yang bernilai tinggi, dan (b) Penambahan statistik jumlah komoditas

hortikultura yang dicatat di BPS. Dalam tahun 2006 komoditas hortikultura yang

tercatat di BPS baru 17 komoditas dari sejumlah 323 komoditas hortikultura,

sesuai Kepmentan 511/Kpts/PD.9/2006. Dalam perkembangannya, jumlah jenis

hortikultura yang dicatat dalam statistik terus meningkat. Kenaikan terbesar kedua

adalah sub sektor perkebunan, yaitu 13,72 persen, menyusul sub sektor tanaman

pangan sebesar 3,86 persen, dan yang terendah sub sektor peternakan 2,89

persen (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003 Berdasarkan Sub Sektor Pertanian (juta)

No Sektor 1993 2003 Perubahan (%)1 Tanaman Pangan 17,55 18,23 3,862 Hortikultura 4,86 8,45 73,933 Perkebunan 6,11 6,94 13,724 Peternakan 5,47 5,62 2,89

Pertanian 20,51 24,84 21,13Sumber: BPS; Sensus pertanian 1993 dan 2003.

Penelusuran lebih lanjut menurut wilayah menunjukkan peningkatan

jumlah rumahtangga relatif lebih besar terjadi di luar Pulau Jawa, yaitu 26,07

persen, sedangkan di Pulau Jawa hanya sekitar 17,30 persen atau di bawah rata-

35

BAB IVKERAGAAN RUMAHTANGGA PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN

PETANI

4.1. Keragaan Rumahtangga Pertanian

Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993 dan 2003 telah terjadi

pertambahan jumlah rumahtangga pertanian dari 20,51 juta menjadi 24,84 juta.

Artinya, telah terjadi kenaikan rata-rata sebesar 21,13 persen. Kenaikan jumlah

rumahtangga yang sangat pesat terjadi pada sub sektor hortikultura dari 4,86 juta

ribu rumahtangga menjadi 8,45 juta ribu rumahtangga, atau mencapai kenaikan

hingga 73,93 persen. Kenaikan yang besar ini diduga karena dua sebab, yaitu: (a)

Meningkatnya minat masyarakat terhadap usaha di subsektor hortikultura sebagai

komoditas yang bernilai tinggi, dan (b) Penambahan statistik jumlah komoditas

hortikultura yang dicatat di BPS. Dalam tahun 2006 komoditas hortikultura yang

tercatat di BPS baru 17 komoditas dari sejumlah 323 komoditas hortikultura,

sesuai Kepmentan 511/Kpts/PD.9/2006. Dalam perkembangannya, jumlah jenis

hortikultura yang dicatat dalam statistik terus meningkat. Kenaikan terbesar kedua

adalah sub sektor perkebunan, yaitu 13,72 persen, menyusul sub sektor tanaman

pangan sebesar 3,86 persen, dan yang terendah sub sektor peternakan 2,89

persen (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003 Berdasarkan Sub Sektor Pertanian (juta)

No Sektor 1993 2003 Perubahan (%)1 Tanaman Pangan 17,55 18,23 3,862 Hortikultura 4,86 8,45 73,933 Perkebunan 6,11 6,94 13,724 Peternakan 5,47 5,62 2,89

Pertanian 20,51 24,84 21,13Sumber: BPS; Sensus pertanian 1993 dan 2003.

Penelusuran lebih lanjut menurut wilayah menunjukkan peningkatan

jumlah rumahtangga relatif lebih besar terjadi di luar Pulau Jawa, yaitu 26,07

persen, sedangkan di Pulau Jawa hanya sekitar 17,30 persen atau di bawah rata-

Page 58: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

36

36

rata nasional yang mencapai 21,13 persen. Rumahtangga tersebut mencakup

rumahtangga petani yang memiliki lahan dan rumahtangga buruh tani (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003 Berdasarkan Wilayah (juta)

No Regional 1993 2003 Perubahan (%)1 Pulau Jawa 11,55 13,55 17,302 Luar Pulau Jawa 8,95 11,29 26,07

Indonesia 20,51 24,84 21,13Sumber: BPS, Sensus pertanian 1993 dan 2003.

Salah satu dari aset petani yang menggambarkan potensi pengembangan

usaha pertanian adalah distribusi kepemilikan lahan, semakin luas pemilikan akan

semakin baik peluang peningkatan produksi dan kesejahteraannya. Dengan hanya

melihat rumahtangga yang memiliki lahan, jumlah rumahtangga petani tahun

1993-2003 meningkat dari 19,71 juta RT menjadi 23,67 juta RT atau peningkatan

sebesar 29,92 persen. Pertanian Indonesia didominasi pertanian skala kecil,

bahkan sebagian diantaranya dioperasikan oleh buruh tani yang tidak memiliki

lahan. Hasil sensus pertanian 2003 menunjukkan jumlah dan proporsi

rumahtangga skala kecil (<0,5 ha) meningkat dibandingkan tahun 1993, yaitu dari

10,63 juta RT menjadi 14,03 juta RT atau peningkatan sebesar 31,95 persen

(Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Struktur Rumahtangga Pertanian Menurut Golongan Luas Pemilikan LahanTahun 1983-2003

TahunGolongan Luas Lahan (ha)

<0,5 0,50 – 0,99 1,00 – 1,99 > 2,00 Total

1983 6.412.246(42,26)

3.671.243(24,19)

2.922.294(19,26)

2.168.315(14,29)

12.254.726(100)

1993 10.631.887(53,93)

4.348.303(22,06)

3.132.145(15,89)

1.601.409(8,12)

19.713.744(100)

2003 14.028.589(56,41)

4.578.053(18,41)

3.460.406(13,91)

2.801.627(11,27)

23.668.457(100)

Perubahan Jumlah Rumahtangga1983 - 1993 +65,81 +18,44 +7,18 -26,15 +29,921993 - 2003 +31,95 +5,28 +10,48 +74,95 +20,061983 - 2003 +118,78 +24,70 +18,41 +29,21 +55,98Sumber: Sensus Pertanian 1983, 1992, 2003 (BPS).

36

rata nasional yang mencapai 21,13 persen. Rumahtangga tersebut mencakup

rumahtangga petani yang memiliki lahan dan rumahtangga buruh tani (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003 Berdasarkan Wilayah (juta)

No Regional 1993 2003 Perubahan (%)1 Pulau Jawa 11,55 13,55 17,302 Luar Pulau Jawa 8,95 11,29 26,07

Indonesia 20,51 24,84 21,13Sumber: BPS, Sensus pertanian 1993 dan 2003.

Salah satu dari aset petani yang menggambarkan potensi pengembangan

usaha pertanian adalah distribusi kepemilikan lahan, semakin luas pemilikan akan

semakin baik peluang peningkatan produksi dan kesejahteraannya. Dengan hanya

melihat rumahtangga yang memiliki lahan, jumlah rumahtangga petani tahun

1993-2003 meningkat dari 19,71 juta RT menjadi 23,67 juta RT atau peningkatan

sebesar 29,92 persen. Pertanian Indonesia didominasi pertanian skala kecil,

bahkan sebagian diantaranya dioperasikan oleh buruh tani yang tidak memiliki

lahan. Hasil sensus pertanian 2003 menunjukkan jumlah dan proporsi

rumahtangga skala kecil (<0,5 ha) meningkat dibandingkan tahun 1993, yaitu dari

10,63 juta RT menjadi 14,03 juta RT atau peningkatan sebesar 31,95 persen

(Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Struktur Rumahtangga Pertanian Menurut Golongan Luas Pemilikan LahanTahun 1983-2003

TahunGolongan Luas Lahan (ha)

<0,5 0,50 – 0,99 1,00 – 1,99 > 2,00 Total

1983 6.412.246(42,26)

3.671.243(24,19)

2.922.294(19,26)

2.168.315(14,29)

12.254.726(100)

1993 10.631.887(53,93)

4.348.303(22,06)

3.132.145(15,89)

1.601.409(8,12)

19.713.744(100)

2003 14.028.589(56,41)

4.578.053(18,41)

3.460.406(13,91)

2.801.627(11,27)

23.668.457(100)

Perubahan Jumlah Rumahtangga1983 - 1993 +65,81 +18,44 +7,18 -26,15 +29,921993 - 2003 +31,95 +5,28 +10,48 +74,95 +20,061983 - 2003 +118,78 +24,70 +18,41 +29,21 +55,98Sumber: Sensus Pertanian 1983, 1992, 2003 (BPS).

36

rata nasional yang mencapai 21,13 persen. Rumahtangga tersebut mencakup

rumahtangga petani yang memiliki lahan dan rumahtangga buruh tani (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Rumahtangga Pertanian 1993-2003 Berdasarkan Wilayah (juta)

No Regional 1993 2003 Perubahan (%)1 Pulau Jawa 11,55 13,55 17,302 Luar Pulau Jawa 8,95 11,29 26,07

Indonesia 20,51 24,84 21,13Sumber: BPS, Sensus pertanian 1993 dan 2003.

Salah satu dari aset petani yang menggambarkan potensi pengembangan

usaha pertanian adalah distribusi kepemilikan lahan, semakin luas pemilikan akan

semakin baik peluang peningkatan produksi dan kesejahteraannya. Dengan hanya

melihat rumahtangga yang memiliki lahan, jumlah rumahtangga petani tahun

1993-2003 meningkat dari 19,71 juta RT menjadi 23,67 juta RT atau peningkatan

sebesar 29,92 persen. Pertanian Indonesia didominasi pertanian skala kecil,

bahkan sebagian diantaranya dioperasikan oleh buruh tani yang tidak memiliki

lahan. Hasil sensus pertanian 2003 menunjukkan jumlah dan proporsi

rumahtangga skala kecil (<0,5 ha) meningkat dibandingkan tahun 1993, yaitu dari

10,63 juta RT menjadi 14,03 juta RT atau peningkatan sebesar 31,95 persen

(Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Struktur Rumahtangga Pertanian Menurut Golongan Luas Pemilikan LahanTahun 1983-2003

TahunGolongan Luas Lahan (ha)

<0,5 0,50 – 0,99 1,00 – 1,99 > 2,00 Total

1983 6.412.246(42,26)

3.671.243(24,19)

2.922.294(19,26)

2.168.315(14,29)

12.254.726(100)

1993 10.631.887(53,93)

4.348.303(22,06)

3.132.145(15,89)

1.601.409(8,12)

19.713.744(100)

2003 14.028.589(56,41)

4.578.053(18,41)

3.460.406(13,91)

2.801.627(11,27)

23.668.457(100)

Perubahan Jumlah Rumahtangga1983 - 1993 +65,81 +18,44 +7,18 -26,15 +29,921993 - 2003 +31,95 +5,28 +10,48 +74,95 +20,061983 - 2003 +118,78 +24,70 +18,41 +29,21 +55,98Sumber: Sensus Pertanian 1983, 1992, 2003 (BPS).

Page 59: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

37

37

Gambaran ini ditunjang oleh hasil kajian mikro, Penelitian Patanas tahun

2000, yang menunjukkan sekitar 88 persen rumahtangga petani di Jawa

menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai

lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Kondisi penguasaan lahan sawah di luar

Pulau Jawa masih relatif lebih baik. Kondisi penguasaan lahan yang sempit dan

ketimpangan pemilikan lahan menyebabkan kemustahilan petani kecil mampu

meningkatkan kesejahteraannya apabila hanya menggantungkan pada mata

pencaharian yang berbasis pada lahan.

Hasil penelitian Sumaryanto (2009) menunjukkan adanya 8,84 persen

rumahtangga pertanian yang tidak memiliki lahan usaha (tunakisma). Tingkat

tunakisma di Pulau Jawa lebih tinggi dibanding luar Jawa, yaitu masing-masing

12,4 persen dan 7,05 persen. Apabila digunakan definisi luas pemilikan lahan

sangat sempit di bawah 0,25 ha, maka rata-rata pemilikan lahan sangat sempit di

Indonesia sekitar 27,35 persen, dengan rincian di Jawa 40 persen dan di luar Jawa

20,75 persen. Selama ini definisi petani gurem adalah pemilikan lahan di bawah

0,5 ha. Dengan kriteria tersebut, maka jumlah petani gurem di Indonesia sekitar

44 persen, dengan rincian di Jawa sebanyak 57 persen dan di luar Jawa 37,3

persen. Apabila lahan usahatani yang dianggap layak dapat memberi

pendapatan bagi rumahtangga tani harus lebih dari dua hektar, berdasarkan studi

ini, di Pulau Jawa tidak didapatkan petani yang bisa menghidupi keluarga

rumahtangga tani dari lahan usahatani. Pemilikan lahan di atas dua hektar hanya

dijumpai di luar Pulau Jawa, yaitu sebesar 12,86 persen (Tabel 4.4.) Ketimpangan

distribusi kepemilikan lahan di Pulau Jawa semakin mengkhawatirkan. Hal ini

mengakibatkan tanah absentee yang menjadi salah satu penyebab kesulitan

pelaksanaan berbagai program peningkatan produksi dan pendapatan petani.

Selain pemilikan dan penguasaan lahan yang sempit, sumberdaya lahan juga

menghadapi permasalahan degradasi.

Page 60: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

38

38

Tabel 4.4. Distribusi Rumahtangga Petani Menurut Kelompok Pemilikan Lahan, Tahun 2007 (dalam persen)

Luas Pemilikan (ha) Pulau Jawa Luar Pulau Jawa TotalTunakisma 12,40 7,05 8,84< 0,25 40,50 20,75 27,35O,25 -0,50 16,53 16,60 16,57O,51 – 1,00 14,05 9,13 5,25> 1,01 – 2,00 16,52 33,61 29.13> 2,00 - 12,86 12,86

Sumber: Sumaryanto, 2009.

Pembangunan pertanian menghadapi kendala keterbatasan infrastruktur

pertanian. Sarana jalan usahatani tidak memadai untuk memanfaatkan teknologi

mekanisasi secara efisien. Saluran irigasi banyak sudah tua dan rusak. Upaya

operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi masih terbatas, sehingga tingkat

efisiensinya sangat rendah. Kendala infrastruktur pertanian menjadi kendala

pengembangan produksi dan produktivitas pertanian serta pemasaran hasil

pertanian.

4.1.1. Keragaan Rumahtangga Tanaman Pangan

Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, jumlah rumahtangga tanaman

pangan tahun 2003 sebanyak 24,55 juta. Pada kelompok rumahtangga tanaman

pangan ini, lebih dari setengahnya adalah rumahtangga padi (56,09 persen)

seperempatnya adalah kelompok rumahtangga jagung (25,82 persen) dan

terbanyak ketiga adalah rumahtangga ubikayu (18,33 persen). Jumlah

rumahtangga lain yang relatif banyak adalah aneka kacang dan ubijalar (Tabel

4.5).

38

Tabel 4.4. Distribusi Rumahtangga Petani Menurut Kelompok Pemilikan Lahan, Tahun 2007 (dalam persen)

Luas Pemilikan (ha) Pulau Jawa Luar Pulau Jawa TotalTunakisma 12,40 7,05 8,84< 0,25 40,50 20,75 27,35O,25 -0,50 16,53 16,60 16,57O,51 – 1,00 14,05 9,13 5,25> 1,01 – 2,00 16,52 33,61 29.13> 2,00 - 12,86 12,86

Sumber: Sumaryanto, 2009.

Pembangunan pertanian menghadapi kendala keterbatasan infrastruktur

pertanian. Sarana jalan usahatani tidak memadai untuk memanfaatkan teknologi

mekanisasi secara efisien. Saluran irigasi banyak sudah tua dan rusak. Upaya

operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi masih terbatas, sehingga tingkat

efisiensinya sangat rendah. Kendala infrastruktur pertanian menjadi kendala

pengembangan produksi dan produktivitas pertanian serta pemasaran hasil

pertanian.

4.1.1. Keragaan Rumahtangga Tanaman Pangan

Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, jumlah rumahtangga tanaman

pangan tahun 2003 sebanyak 24,55 juta. Pada kelompok rumahtangga tanaman

pangan ini, lebih dari setengahnya adalah rumahtangga padi (56,09 persen)

seperempatnya adalah kelompok rumahtangga jagung (25,82 persen) dan

terbanyak ketiga adalah rumahtangga ubikayu (18,33 persen). Jumlah

rumahtangga lain yang relatif banyak adalah aneka kacang dan ubijalar (Tabel

4.5).

Page 61: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

39

39

Tabel 4.5. Proporsi Jumlah Rumahtagga Tanaman Pangan Tahun 2003

No Tanaman Pangan 2003 Persen1 Padi 13.770.100 56,092 Palawija 10.781.454 43,913 Jagung 6.339.576 25,824 Kedelai 1.015.751 4,135 Kacang Tanah 1.894.011 7,716 Kacang Hijau 801.723 3,277 Ubikayu 4.500.486 18,338 Ubijalar 813.746 3,319 Shorgum 23.686 0,1010 Talas 266.281 1,0811 Lain 34.536 0,14

Tanaman pangan 24.551.554 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pada kasus rumahtangga padi, sumbangan pendapatan dari usahatani padi

terhadap total pendapatan rumahtangga terbesar pada proporsi 51-75 persen,

yaitu sebesar 45,51 persen, menyusul proporsi 25-50 persen sebesar 30,67

persen. Sementara itu, rumahtangga padi dengan kontribusi pendapatan dari

usahatani padi di atas 75 persen hanya 6,72 persen. Hal ini memberi indikasi

bahwa usahatani padi tidak dapat sepenuhnya menjamin kebutuhan rumahtangga

padi, dan/atau berarti pula bahwa sumber pendapatan rumahtangga padi telah

terdiversifikasi (Tabel 4.6). Peran usahatani padi terhadap rumahtangga lebih

tinggi terjadi pada petani padi sawah dibanding rumahtangga padi ladang.

Artinya, tingkat diversifikasi usaha (sumber pendapatan rumahtangga) dari

rumahtangga padi ladang lebih tinggi.

39

Tabel 4.5. Proporsi Jumlah Rumahtagga Tanaman Pangan Tahun 2003

No Tanaman Pangan 2003 Persen1 Padi 13.770.100 56,092 Palawija 10.781.454 43,913 Jagung 6.339.576 25,824 Kedelai 1.015.751 4,135 Kacang Tanah 1.894.011 7,716 Kacang Hijau 801.723 3,277 Ubikayu 4.500.486 18,338 Ubijalar 813.746 3,319 Shorgum 23.686 0,1010 Talas 266.281 1,0811 Lain 34.536 0,14

Tanaman pangan 24.551.554 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pada kasus rumahtangga padi, sumbangan pendapatan dari usahatani padi

terhadap total pendapatan rumahtangga terbesar pada proporsi 51-75 persen,

yaitu sebesar 45,51 persen, menyusul proporsi 25-50 persen sebesar 30,67

persen. Sementara itu, rumahtangga padi dengan kontribusi pendapatan dari

usahatani padi di atas 75 persen hanya 6,72 persen. Hal ini memberi indikasi

bahwa usahatani padi tidak dapat sepenuhnya menjamin kebutuhan rumahtangga

padi, dan/atau berarti pula bahwa sumber pendapatan rumahtangga padi telah

terdiversifikasi (Tabel 4.6). Peran usahatani padi terhadap rumahtangga lebih

tinggi terjadi pada petani padi sawah dibanding rumahtangga padi ladang.

Artinya, tingkat diversifikasi usaha (sumber pendapatan rumahtangga) dari

rumahtangga padi ladang lebih tinggi.

Page 62: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

40

40

Tabel 4.6. Proporsi Jumlah Rumahtangga (RT) berdasarkan Peran Pendapatan Usahatani Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang Tahun 2003

NoProporsi sumbangan pendapatan

usahatani padi terhadap pendapatan keluarga

RT Padi Sawah RT PadiLadang RT Padi

1 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi < 25 persen

1.880.498(15,61)

489.756(28,43)

2.370.254(17,21)

2 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 25 – 50persen

3.604.934(29,92)

617.842(35,88)

4.222.776(30,67)

3 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 51 – 75persen

5.693.691(47,26)

558.646(32,44)

6.252.337(45,51)

4 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi > 75 persen

868.763(7,21)

55.970(3,25)

924.733(6,72)

Total Rumahtangga usaha padi sawah

12.047.886(100)

1.722.214(100)

13.770(100)

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Berdasarkan hasil sensus 2003, beberapa kendala dijumpai dalam usahatani

padi dan palawija, yaitu berturut-turut adalah masalah harga produksi yang

rendah, kekurangan modal, harga saprotan yang mahal, serangan hama dan

penyakit dan lain (Tabel 4.7). Kendala ini disamping berpengaruh terhadap

produksi, juga mempengaruhi nilai tukar petani ditunjukkan oleh banyaknya

petani padi dan palawija yang mengalami harga jual hasil panen yang rendah,

berturut-turut sebanyak 30,47 dan 38,32 persen.

Tabel 4.7. Permasalahan/Kendala Utama dalam Usahatani Padi Tahun 2003

No Akses Petani Padi Jumlah RT Padi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Kekurangan Modal 3.798.335 27,58 2.886.510 26,772 Harga Saprotan Mahal 2.533.990 18,40 996.868 9,253 Kelangkaan Saprotan 82.071 0,60 50.688 0,474 Harga Produksi Rendah 4.195.256 30,47 4.131.961 38,325 Hama/Penyakit 1.181.105 8,58 627.947 5,826 Lain 1.976.888 14,36 2.087.480 19,36

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

40

Tabel 4.6. Proporsi Jumlah Rumahtangga (RT) berdasarkan Peran Pendapatan Usahatani Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang Tahun 2003

NoProporsi sumbangan pendapatan

usahatani padi terhadap pendapatan keluarga

RT Padi Sawah RT PadiLadang RT Padi

1 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi < 25 persen

1.880.498(15,61)

489.756(28,43)

2.370.254(17,21)

2 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 25 – 50persen

3.604.934(29,92)

617.842(35,88)

4.222.776(30,67)

3 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 51 – 75persen

5.693.691(47,26)

558.646(32,44)

6.252.337(45,51)

4 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi > 75 persen

868.763(7,21)

55.970(3,25)

924.733(6,72)

Total Rumahtangga usaha padi sawah

12.047.886(100)

1.722.214(100)

13.770(100)

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Berdasarkan hasil sensus 2003, beberapa kendala dijumpai dalam usahatani

padi dan palawija, yaitu berturut-turut adalah masalah harga produksi yang

rendah, kekurangan modal, harga saprotan yang mahal, serangan hama dan

penyakit dan lain (Tabel 4.7). Kendala ini disamping berpengaruh terhadap

produksi, juga mempengaruhi nilai tukar petani ditunjukkan oleh banyaknya

petani padi dan palawija yang mengalami harga jual hasil panen yang rendah,

berturut-turut sebanyak 30,47 dan 38,32 persen.

Tabel 4.7. Permasalahan/Kendala Utama dalam Usahatani Padi Tahun 2003

No Akses Petani Padi Jumlah RT Padi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Kekurangan Modal 3.798.335 27,58 2.886.510 26,772 Harga Saprotan Mahal 2.533.990 18,40 996.868 9,253 Kelangkaan Saprotan 82.071 0,60 50.688 0,474 Harga Produksi Rendah 4.195.256 30,47 4.131.961 38,325 Hama/Penyakit 1.181.105 8,58 627.947 5,826 Lain 1.976.888 14,36 2.087.480 19,36

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

40

Tabel 4.6. Proporsi Jumlah Rumahtangga (RT) berdasarkan Peran Pendapatan Usahatani Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang Tahun 2003

NoProporsi sumbangan pendapatan

usahatani padi terhadap pendapatan keluarga

RT Padi Sawah RT PadiLadang RT Padi

1 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi < 25 persen

1.880.498(15,61)

489.756(28,43)

2.370.254(17,21)

2 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 25 – 50persen

3.604.934(29,92)

617.842(35,88)

4.222.776(30,67)

3 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi 51 – 75persen

5.693.691(47,26)

558.646(32,44)

6.252.337(45,51)

4 RT dengan sumbangan pendapatan usatahani padi > 75 persen

868.763(7,21)

55.970(3,25)

924.733(6,72)

Total Rumahtangga usaha padi sawah

12.047.886(100)

1.722.214(100)

13.770(100)

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Berdasarkan hasil sensus 2003, beberapa kendala dijumpai dalam usahatani

padi dan palawija, yaitu berturut-turut adalah masalah harga produksi yang

rendah, kekurangan modal, harga saprotan yang mahal, serangan hama dan

penyakit dan lain (Tabel 4.7). Kendala ini disamping berpengaruh terhadap

produksi, juga mempengaruhi nilai tukar petani ditunjukkan oleh banyaknya

petani padi dan palawija yang mengalami harga jual hasil panen yang rendah,

berturut-turut sebanyak 30,47 dan 38,32 persen.

Tabel 4.7. Permasalahan/Kendala Utama dalam Usahatani Padi Tahun 2003

No Akses Petani Padi Jumlah RT Padi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Kekurangan Modal 3.798.335 27,58 2.886.510 26,772 Harga Saprotan Mahal 2.533.990 18,40 996.868 9,253 Kelangkaan Saprotan 82.071 0,60 50.688 0,474 Harga Produksi Rendah 4.195.256 30,47 4.131.961 38,325 Hama/Penyakit 1.181.105 8,58 627.947 5,826 Lain 1.976.888 14,36 2.087.480 19,36

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Page 63: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

41

41

Masalah permodalan yang dijumpai di atas sejalan dengan informasi

tentang sumber modal yang digunakan dalam usahatani yang sebagian besar

(95,4 persen) berasal dari modal sendiri. Sementara petani yang mempunyai

akses terhadap kredit baik dari Bank maupun Non Bank hanya sebanyak 2,02

persen (Tabel 4.8). Kondisi ini berdampak kepada upaya peningkatan produksi.

Petani mengalami kesulitan untuk menerapkan teknologi anjuran karena

kekurangan modal. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam hal peningkatan akses

petani terhadap lembaga permodalan (Bank dan Non Bank) dalam rangka

peningkatan usaha pertanian.

Tabel 4.8. Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Tahun 2003

No Sumber Pembiayaan Jumlah RTPadi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Modal Sendiri 13.104.575 95,17 10.346.070 89,682 Kredit Bank 111.404 0,81 25.576 0,243 Kredit Non Bank 165.992 1,21 112.380 1,044 Lain 388.129 2,82 974.282 9,04

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Keterbatasan modal usaha akan menyebabkan anjuran paket teknologi

usahatani tidak akan dapat dipenuhi dan mengakibatkan berkurangnya

produktivitas hasil/produksi rendah. Karena harga saprotan mahal, maka secara

keseluruhan usahatani padi dan palawija tidak dapat berkembang secara optimal

dan tidak memperoleh keuntungan yang memadai. Hal ini dapat berakibat petani

mengalihkan jenis komoditas, sehingga secara keseluruhan akan dapat

mengurangi produksi nasional.

Penerapan teknologi dalam budidaya pertanian, bukan hanya dapat

meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

sarana produksi yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Tabel 4.9

menggambarkan penerapan teknologi budidaya padi pada tahun 2003 dan

menunjukkan bahwa penggunaan benih padi berlabel dan varietas yang sesuai

41

Masalah permodalan yang dijumpai di atas sejalan dengan informasi

tentang sumber modal yang digunakan dalam usahatani yang sebagian besar

(95,4 persen) berasal dari modal sendiri. Sementara petani yang mempunyai

akses terhadap kredit baik dari Bank maupun Non Bank hanya sebanyak 2,02

persen (Tabel 4.8). Kondisi ini berdampak kepada upaya peningkatan produksi.

Petani mengalami kesulitan untuk menerapkan teknologi anjuran karena

kekurangan modal. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam hal peningkatan akses

petani terhadap lembaga permodalan (Bank dan Non Bank) dalam rangka

peningkatan usaha pertanian.

Tabel 4.8. Sumber Pembiayaan Usahatani Padi Tahun 2003

No Sumber Pembiayaan Jumlah RTPadi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Modal Sendiri 13.104.575 95,17 10.346.070 89,682 Kredit Bank 111.404 0,81 25.576 0,243 Kredit Non Bank 165.992 1,21 112.380 1,044 Lain 388.129 2,82 974.282 9,04

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Keterbatasan modal usaha akan menyebabkan anjuran paket teknologi

usahatani tidak akan dapat dipenuhi dan mengakibatkan berkurangnya

produktivitas hasil/produksi rendah. Karena harga saprotan mahal, maka secara

keseluruhan usahatani padi dan palawija tidak dapat berkembang secara optimal

dan tidak memperoleh keuntungan yang memadai. Hal ini dapat berakibat petani

mengalihkan jenis komoditas, sehingga secara keseluruhan akan dapat

mengurangi produksi nasional.

Penerapan teknologi dalam budidaya pertanian, bukan hanya dapat

meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

sarana produksi yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Tabel 4.9

menggambarkan penerapan teknologi budidaya padi pada tahun 2003 dan

menunjukkan bahwa penggunaan benih padi berlabel dan varietas yang sesuai

Page 64: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

42

42

dengan kondisi agroekologi lahan sawah sangat penting dalam rangka

meningkatkan produktivitas. Penggunaan benih padi berlabel pada lahan sawah

belum banyak, hanya sekitar 35,5 persen, sedangkan pada padi ladang hanya

mencapai 12,9 persen. Selain varietas padi, penggunaan pupuk sangat

mempengaruhi produktivitas padi, hal ini dirasakan oleh petani padi sawah. Lebih

dari setengah petani padi telah melakukan pemupukan sesuai anjuran (54,6

persen), namun pada padi ladang baru mencapai 31,3 persen saja.

Tabel 4.9. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Tahun 2003

No Penerapan Teknologi Budidaya

Padi Sawah Padi LadangRT Persentase RT Persentase

1 Penggunaan benih berlabel 4.281.083 35,53 221.657 12,87

2 Penggunaan pupuk sesuai anjuran 6.576.013 54,58 539.657 31,33

3 Melakukan pengendalian OPT 2.493.694 20,70 294.664 17,11

4 Melakukan penjualan hasil panen 5.916.324 49,11 388.017 22,53

5 Melakukan pengeringan hasil 10.748.753 89,22 1.572.918 91.33

Jumlah rumahtangga 12.047.886 100,00 1.722.214 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) harus disesuaikan

dengan kondisi gangguan di lapangan, tidak semua budidaya harus melakukan

pengendalian OPT, bila tidak atau masih dalam batas ambang toleransi, tidak

diperlukan pengendalian OPT. Pada padi ladang pengendalian OPT hanya

dilakukan tingkat 20,1 persen dan pada padi ladang hanya sekitar 17,1 persen.

Usahatani padi merupakan sumber pendapatan keluarga, sehingga sebagian dari

hasil padi yang diperoleh dijual untuk kebutuhan rumahtangga. Pada petani padi

sawah hampir setengahnya melakukan penjualan hasil panen, dan pada padi

ladang yang menjual hasil panen hanya sekitar 22,5 persen. Gambaran tersebut

menjelaskan bahwa hasil panen petani padi ladang hanya dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sehingga tidak ada yang dapat dijual.

42

dengan kondisi agroekologi lahan sawah sangat penting dalam rangka

meningkatkan produktivitas. Penggunaan benih padi berlabel pada lahan sawah

belum banyak, hanya sekitar 35,5 persen, sedangkan pada padi ladang hanya

mencapai 12,9 persen. Selain varietas padi, penggunaan pupuk sangat

mempengaruhi produktivitas padi, hal ini dirasakan oleh petani padi sawah. Lebih

dari setengah petani padi telah melakukan pemupukan sesuai anjuran (54,6

persen), namun pada padi ladang baru mencapai 31,3 persen saja.

Tabel 4.9. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Tahun 2003

No Penerapan Teknologi Budidaya

Padi Sawah Padi LadangRT Persentase RT Persentase

1 Penggunaan benih berlabel 4.281.083 35,53 221.657 12,87

2 Penggunaan pupuk sesuai anjuran 6.576.013 54,58 539.657 31,33

3 Melakukan pengendalian OPT 2.493.694 20,70 294.664 17,11

4 Melakukan penjualan hasil panen 5.916.324 49,11 388.017 22,53

5 Melakukan pengeringan hasil 10.748.753 89,22 1.572.918 91.33

Jumlah rumahtangga 12.047.886 100,00 1.722.214 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) harus disesuaikan

dengan kondisi gangguan di lapangan, tidak semua budidaya harus melakukan

pengendalian OPT, bila tidak atau masih dalam batas ambang toleransi, tidak

diperlukan pengendalian OPT. Pada padi ladang pengendalian OPT hanya

dilakukan tingkat 20,1 persen dan pada padi ladang hanya sekitar 17,1 persen.

Usahatani padi merupakan sumber pendapatan keluarga, sehingga sebagian dari

hasil padi yang diperoleh dijual untuk kebutuhan rumahtangga. Pada petani padi

sawah hampir setengahnya melakukan penjualan hasil panen, dan pada padi

ladang yang menjual hasil panen hanya sekitar 22,5 persen. Gambaran tersebut

menjelaskan bahwa hasil panen petani padi ladang hanya dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sehingga tidak ada yang dapat dijual.

Page 65: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

43

43

Hasil panen petani padi sawah cukup banyak dan sebagian dapat dijual. Agar

dapat lebih lama disimpan, semua jenis dan varietas padi memerlukan

pengeringan hasil panen, sehingga petani melakukan penjemuran padi setelah

panen dan sebelum menyimpannya. Terlihat dalam Tabel 4.9, hampir semua

petani padi melakukan pengeringan/penjemuran hasil panen, baik pada padi

ladang maupun padi sawah. Petani yang tidak melakukan penjemuran hasil panen

disebabkan langsung dijual ke pengumpul di lapangan.

Untuk memperbaiki tingkat penerapan teknologi budidaya diperlukan

intervensi Pemerintah dalam bentuk bantuan faktor produksi padi. Hasil sensus

tahun 2003 menunjukkan intervensi pemerintah dalam bantuan sarana produksi

padi sawah maupun padi ladang masih relatif kecil (Tabel 4.10). Belum banyak

kelompok rumahtangga tanaman pangan yang memperoleh bantuan faktor

produksi uasahatani dari Pemerintah. Selama tahun 2003 tercatat hanya sekitar

407,39 ribu yang memperoleh bantuan dari Pemerintah (kurang dari tiga persen).

Setengah dari bantuan tersebut berupa bibit tanaman dan yang cukup banyak

bantuan dalam bentuk pupuk, sedangkan faktor produksi lain relatif sedikit.

Sebagian besar dari bantuan faktor produksi dalam bentuk paket program

peningkatan produksi tanaman pangan dan usaha pengembangan agribisnis.

Tabel 4.10. Banyaknya Rumahtangga Tani Padi yang Mendapat Bantuan Faktor Produksi Padi dari Pemerintah Tahun 2003

No Bantuan Faktor Produksi Padi

Jumlah RT Padi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Bibit 210.193 1,53 129.121 1,202 Pupuk 116.875 0,85 51.378 0,483 Pestisida 14.901 0,11 7.874 0,074 Alsintan 14.377 0,10 3.916 0,045 Lain 51.042 0,37 37.550 0,35

Jumlah yang mendapat bantuan 407.388 2,96 229.839 2,14

Jumlah rumahtangga Padi 13.770.100 100 1.722.214 1,20

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

43

Hasil panen petani padi sawah cukup banyak dan sebagian dapat dijual. Agar

dapat lebih lama disimpan, semua jenis dan varietas padi memerlukan

pengeringan hasil panen, sehingga petani melakukan penjemuran padi setelah

panen dan sebelum menyimpannya. Terlihat dalam Tabel 4.9, hampir semua

petani padi melakukan pengeringan/penjemuran hasil panen, baik pada padi

ladang maupun padi sawah. Petani yang tidak melakukan penjemuran hasil panen

disebabkan langsung dijual ke pengumpul di lapangan.

Untuk memperbaiki tingkat penerapan teknologi budidaya diperlukan

intervensi Pemerintah dalam bentuk bantuan faktor produksi padi. Hasil sensus

tahun 2003 menunjukkan intervensi pemerintah dalam bantuan sarana produksi

padi sawah maupun padi ladang masih relatif kecil (Tabel 4.10). Belum banyak

kelompok rumahtangga tanaman pangan yang memperoleh bantuan faktor

produksi uasahatani dari Pemerintah. Selama tahun 2003 tercatat hanya sekitar

407,39 ribu yang memperoleh bantuan dari Pemerintah (kurang dari tiga persen).

Setengah dari bantuan tersebut berupa bibit tanaman dan yang cukup banyak

bantuan dalam bentuk pupuk, sedangkan faktor produksi lain relatif sedikit.

Sebagian besar dari bantuan faktor produksi dalam bentuk paket program

peningkatan produksi tanaman pangan dan usaha pengembangan agribisnis.

Tabel 4.10. Banyaknya Rumahtangga Tani Padi yang Mendapat Bantuan Faktor Produksi Padi dari Pemerintah Tahun 2003

No Bantuan Faktor Produksi Padi

Jumlah RT Padi Persentase Jumlah RT

Palawija Persentase

1 Bibit 210.193 1,53 129.121 1,202 Pupuk 116.875 0,85 51.378 0,483 Pestisida 14.901 0,11 7.874 0,074 Alsintan 14.377 0,10 3.916 0,045 Lain 51.042 0,37 37.550 0,35

Jumlah yang mendapat bantuan 407.388 2,96 229.839 2,14

Jumlah rumahtangga Padi 13.770.100 100 1.722.214 1,20

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Page 66: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

44

44

Tidak berbeda dengan tanaman padi, Pemerintah juga membantu sarana

produksi untuk usahatani tanaman palawija sebagaimana dirangkum dalam Tabel

4.10. Bantuan sarana produksi bibit tanaman palawija terbanyak disalurkan

Pemerintah kepada petani palawija, yaitu mencapai 1,20 persen dari total

rumahtangga petani palawija. Bantuan sarana produksi lain seperti pupuk,

pestisida dan alsintan di bawah setengah persen bahkan di bawah satu persen.

Tahun 2003 tercatat dalam sensus pertanian hanya sekitar 2,14 persen saja

petani palawija yang memperoleh bantuan sarana produksi atau sebanyak 229,84

ribu rumahtangga palawija.

4.1.2. Keragaan Rumahtangga Hortikultura

Peningkatan jumlah rumahtangga petani hortikultura dalam kurun waktu

1993 sampai 2003 mengalami pertumbuhan yang pesat dari tahun 1993

berjumlah 5,04 juta naik menjadi 8,44 juta rumahtangga pada tahun 2003, atau

naik 67 persen. Kegiatan usahatani hortikultura menjadi andalan lebih dari 34 juta

orang untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga sub sektor ini tidak dapat

diabaikan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Indonesia.

Selain itu, sub sektor ini merupakan andalan bagi buruh tani hortikultura yang

jumlahnya hampir dua juta orang.

Seperti kita ketahui kegiatan usahatani hortikultura ini relatif lebih rentan

terhadap perubahan iklim dan serangan hama penyakit tanaman dibanding jenis

tanaman lain, sehingga tidak jarang petani hortikultura mengalami kegagalan

panen. Namun, seringkali harga komoditas hortikultura “jatuh” atau rendah (jauh

di bawah titik impas) akibat surplus penawaran, sehingga petani hortikultura

mengalami kerugian. Hal sebaliknya dapat terjadi, dimana harga komoditas sayur-

sayuran tiba-tiba tinggi karena kekurangan pasokan dari petani produsen. Kondisi

ini dapat memberi keuntungan lebih tinggi bagi petani produsen, sehingga

mempengaruhi jumlah rumahtangga petani hortikultura (Tabel 4.11).

Page 67: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

45

45

Tabel 4.11. Jumlah Rumahtangga Tanaman Hortikultura 1993 dan 2003

No Jumlah Rumahtangga (RT) 1993 2003 Perubahan(%)1 Jumlah R T Hortikultura 5.044.000 8.444.042 67,402 Jumlah anggota RT Hortikultura - 34.346.492 -3 Jumlah Buruh Tani Hortikultura - 1.909.051 -

Sumber: Sensus Pertanian 1993 dan 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan yang dikuasai petani hortikultura cukup luas,

mencapai 0,89 ha. Sebagian besar lahan yang diusahakan untuk kegiatan

usahatani komoditas hortikultura merupakan lahan milik (85,7 persen), tetapi

cukup banyak juga petani hortikultura yang menyewa atau gadai dari pihak lain

(lebih dari 10 persen). Tanda bahwa petani hortikultura kekurangan lahan adalah

petani menyewa lahan dari tetangga, sedangkan yang menyewakan pada teman

relatif sedikit (3,65 persen). Status penguasaan lahan hortikultura secara rinci

dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Hortikultura Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Status penguasaan lahan Luas (m2) Persen1 Lahan yang dimiliki 8.334,90 85,712 Lahan yg berasal dari pihak lain 953,59 10,643 Lahan yang berada dipihak lain 327,20 3,65

Lahan yang dikuasai 8.961,29 100Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagian besar lahan yang diusahakan petani hortikultura adalah lahan

bukan sawah (tegal, kebun, dan darat/ladang). Lahan sawah yang diusahakan

untuk usahatani komoditas hortikultura hanya sekitar 23 persen dari total lahan

pertanian yang diusahakan. Hanya sedikit proporsi lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk usahatani hortikultura (Tabel 4.13).

45

Tabel 4.11. Jumlah Rumahtangga Tanaman Hortikultura 1993 dan 2003

No Jumlah Rumahtangga (RT) 1993 2003 Perubahan(%)1 Jumlah R T Hortikultura 5.044.000 8.444.042 67,402 Jumlah anggota RT Hortikultura - 34.346.492 -3 Jumlah Buruh Tani Hortikultura - 1.909.051 -

Sumber: Sensus Pertanian 1993 dan 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan yang dikuasai petani hortikultura cukup luas,

mencapai 0,89 ha. Sebagian besar lahan yang diusahakan untuk kegiatan

usahatani komoditas hortikultura merupakan lahan milik (85,7 persen), tetapi

cukup banyak juga petani hortikultura yang menyewa atau gadai dari pihak lain

(lebih dari 10 persen). Tanda bahwa petani hortikultura kekurangan lahan adalah

petani menyewa lahan dari tetangga, sedangkan yang menyewakan pada teman

relatif sedikit (3,65 persen). Status penguasaan lahan hortikultura secara rinci

dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Hortikultura Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Status penguasaan lahan Luas (m2) Persen1 Lahan yang dimiliki 8.334,90 85,712 Lahan yg berasal dari pihak lain 953,59 10,643 Lahan yang berada dipihak lain 327,20 3,65

Lahan yang dikuasai 8.961,29 100Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagian besar lahan yang diusahakan petani hortikultura adalah lahan

bukan sawah (tegal, kebun, dan darat/ladang). Lahan sawah yang diusahakan

untuk usahatani komoditas hortikultura hanya sekitar 23 persen dari total lahan

pertanian yang diusahakan. Hanya sedikit proporsi lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk usahatani hortikultura (Tabel 4.13).

45

Tabel 4.11. Jumlah Rumahtangga Tanaman Hortikultura 1993 dan 2003

No Jumlah Rumahtangga (RT) 1993 2003 Perubahan(%)1 Jumlah R T Hortikultura 5.044.000 8.444.042 67,402 Jumlah anggota RT Hortikultura - 34.346.492 -3 Jumlah Buruh Tani Hortikultura - 1.909.051 -

Sumber: Sensus Pertanian 1993 dan 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan yang dikuasai petani hortikultura cukup luas,

mencapai 0,89 ha. Sebagian besar lahan yang diusahakan untuk kegiatan

usahatani komoditas hortikultura merupakan lahan milik (85,7 persen), tetapi

cukup banyak juga petani hortikultura yang menyewa atau gadai dari pihak lain

(lebih dari 10 persen). Tanda bahwa petani hortikultura kekurangan lahan adalah

petani menyewa lahan dari tetangga, sedangkan yang menyewakan pada teman

relatif sedikit (3,65 persen). Status penguasaan lahan hortikultura secara rinci

dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Hortikultura Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Status penguasaan lahan Luas (m2) Persen1 Lahan yang dimiliki 8.334,90 85,712 Lahan yg berasal dari pihak lain 953,59 10,643 Lahan yang berada dipihak lain 327,20 3,65

Lahan yang dikuasai 8.961,29 100Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagian besar lahan yang diusahakan petani hortikultura adalah lahan

bukan sawah (tegal, kebun, dan darat/ladang). Lahan sawah yang diusahakan

untuk usahatani komoditas hortikultura hanya sekitar 23 persen dari total lahan

pertanian yang diusahakan. Hanya sedikit proporsi lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk usahatani hortikultura (Tabel 4.13).

Page 68: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

46

46

Tabel 4.13.Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Hortikultura MenurutJenis Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Jenis Lahan Rata-rata Luas (m2) Persen1 Lahan Sawah 2.038,63 22,752 Lahan Bukan Sawah 6.384,83 71,253 Lahan Bukan Pertanian 537,83 6,0

Lahan yang Dikuasai 8.961,29 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Modal usahatani sangat diperlukan bagi petani hortikultura karena biaya

yang dibutuhkan relatif besar. Selain itu, modal yang dimiliki petani terbatas,

sehingga perlu bantuan atau pinjaman modal dari pihak lain. Pada Tabel 4.14

digambarkan bantuan atau pinjaman kredit modal usahatani hortikultura yang

diperoleh petani. Hanya 2,4 persen rumahtangga hortikultura yang memperoleh

pinjaman/kredit dari total rumahtangga hortikultura, selebihnya petani

mengusahakan hortikultura dengan modal usaha milik sendiri. Petani hortikultura

yang memperoleh pinjaman kredit, sebagian besar berupa uang tunai (61 persen),

selebihnya beragam dalam bentuk bibit/benih (9,8 persen), pupuk (hampir 15

persen), dan alat pertanian (3,2 persen). Dengan kepemilikan modal yang

terbatas dan kesulitan memperoleh modal usaha, maka banyak petani hortikultura

yang tidak dapat melaksanakan paket teknologi anjuran dan berdampak pada

produktivitas dan pendapatan usahatani hortikultura tidak optimal.

Tabel 4.14.Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Modalnya dari Kredit dan Bentuk Pinjaman Tahun 2003

No Jenis Kredit yang diperoleh Jumlah Rumahtangga Persen (%)

1 Bentuk kredit uang tunai 172.109 2,042 Bentuk pinjaman bibit/benih 19.943 0,243 Bentuk pinjaman pupuk 30.278 0,364 Bentuk pinjaman alat pertanian 6.467 0,085 Bentuk pinjaman lain 21.653 0,26

Jumlah rumahtangga yang memperoleh kredit/pinjaman

202.524 2,40

Jumlah RT Hortikultura 8.444.042 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

46

Tabel 4.13.Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Hortikultura MenurutJenis Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Jenis Lahan Rata-rata Luas (m2) Persen1 Lahan Sawah 2.038,63 22,752 Lahan Bukan Sawah 6.384,83 71,253 Lahan Bukan Pertanian 537,83 6,0

Lahan yang Dikuasai 8.961,29 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Modal usahatani sangat diperlukan bagi petani hortikultura karena biaya

yang dibutuhkan relatif besar. Selain itu, modal yang dimiliki petani terbatas,

sehingga perlu bantuan atau pinjaman modal dari pihak lain. Pada Tabel 4.14

digambarkan bantuan atau pinjaman kredit modal usahatani hortikultura yang

diperoleh petani. Hanya 2,4 persen rumahtangga hortikultura yang memperoleh

pinjaman/kredit dari total rumahtangga hortikultura, selebihnya petani

mengusahakan hortikultura dengan modal usaha milik sendiri. Petani hortikultura

yang memperoleh pinjaman kredit, sebagian besar berupa uang tunai (61 persen),

selebihnya beragam dalam bentuk bibit/benih (9,8 persen), pupuk (hampir 15

persen), dan alat pertanian (3,2 persen). Dengan kepemilikan modal yang

terbatas dan kesulitan memperoleh modal usaha, maka banyak petani hortikultura

yang tidak dapat melaksanakan paket teknologi anjuran dan berdampak pada

produktivitas dan pendapatan usahatani hortikultura tidak optimal.

Tabel 4.14.Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Modalnya dari Kredit dan Bentuk Pinjaman Tahun 2003

No Jenis Kredit yang diperoleh Jumlah Rumahtangga Persen (%)

1 Bentuk kredit uang tunai 172.109 2,042 Bentuk pinjaman bibit/benih 19.943 0,243 Bentuk pinjaman pupuk 30.278 0,364 Bentuk pinjaman alat pertanian 6.467 0,085 Bentuk pinjaman lain 21.653 0,26

Jumlah rumahtangga yang memperoleh kredit/pinjaman

202.524 2,40

Jumlah RT Hortikultura 8.444.042 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

46

Tabel 4.13.Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha Hortikultura MenurutJenis Lahan, Tahun 2003 (m2)

No Jenis Lahan Rata-rata Luas (m2) Persen1 Lahan Sawah 2.038,63 22,752 Lahan Bukan Sawah 6.384,83 71,253 Lahan Bukan Pertanian 537,83 6,0

Lahan yang Dikuasai 8.961,29 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Modal usahatani sangat diperlukan bagi petani hortikultura karena biaya

yang dibutuhkan relatif besar. Selain itu, modal yang dimiliki petani terbatas,

sehingga perlu bantuan atau pinjaman modal dari pihak lain. Pada Tabel 4.14

digambarkan bantuan atau pinjaman kredit modal usahatani hortikultura yang

diperoleh petani. Hanya 2,4 persen rumahtangga hortikultura yang memperoleh

pinjaman/kredit dari total rumahtangga hortikultura, selebihnya petani

mengusahakan hortikultura dengan modal usaha milik sendiri. Petani hortikultura

yang memperoleh pinjaman kredit, sebagian besar berupa uang tunai (61 persen),

selebihnya beragam dalam bentuk bibit/benih (9,8 persen), pupuk (hampir 15

persen), dan alat pertanian (3,2 persen). Dengan kepemilikan modal yang

terbatas dan kesulitan memperoleh modal usaha, maka banyak petani hortikultura

yang tidak dapat melaksanakan paket teknologi anjuran dan berdampak pada

produktivitas dan pendapatan usahatani hortikultura tidak optimal.

Tabel 4.14.Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Modalnya dari Kredit dan Bentuk Pinjaman Tahun 2003

No Jenis Kredit yang diperoleh Jumlah Rumahtangga Persen (%)

1 Bentuk kredit uang tunai 172.109 2,042 Bentuk pinjaman bibit/benih 19.943 0,243 Bentuk pinjaman pupuk 30.278 0,364 Bentuk pinjaman alat pertanian 6.467 0,085 Bentuk pinjaman lain 21.653 0,26

Jumlah rumahtangga yang memperoleh kredit/pinjaman

202.524 2,40

Jumlah RT Hortikultura 8.444.042 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Page 69: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

47

47

Dalam rangka memenuhi kebutuhan komoditas hortikultura dalam negeri

(substitusi impor) dan peningkatan ekspor produk hortikultura, Pemerintah

(khususnya Kementerian Pertanian) telah mengusahakan berbagai program

peningkatan produksi hortikultura. Diantara program peningkatan produksi

tersebut dalam bentuk bantuan sarana dan prasarana produksi hortikultura (Tabel

4.15).

Tabel 4.15.Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Sebagian Modalnya dari Bantuan Pemerintah Tahun 2003

No Jenis bantuan modal Jumlah RT Persen1 Bentuk bantuan pengolahan lahan 14.780 0,173 Bentuk bantuan pinjaman bibit/benih 80.041 0,954 Bentuk bantuan pinjaman pupuk 30.964 0,365 Bentuk bantuan lain 20.876 0,25

Rumatangga yang memperoleh bantuan 146.661 1,74Jumlah RT Hortikultura 8.444.042 100,00

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Bantuan bibit dan benih dari program Pemerintah paling popular di

kalangan masyarakat hortikultura, baik kelompok komoditas sayur-sayuran

maupun buah-buahan. Lebih dari setengah program bantuan Pemerintah dalam

bentuk bibit dan benih komoditas yang diusahakan. Sebagian program

peningkatan produksi hortikultura berupa paket bantuan, misalnya bibit dan biaya

pengolahan lahan, benih dan pupuk diperlukan petani termasuk kompos, dan lain-

lain. Bentuk bantuan selain bibit/benih yang cukup banyak diusahakan adalah

bantuan pupuk dan biaya pengolahan lahan.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan produksi

komoditas hortikultura dan sekaligus untuk mencapai sasaran peningkatan

pendapatan/kesejahteraan petani, seperti mengembangkan koperasi petani

hortikultura untuk meningkatkan kelembagaan usahatani termasuk melakukan

inovasi teknologi melalui penyuluhan pertanian. Upaya-upaya tersebut diharapkan

dapat mengembangkan usahatani hortikultura di tingkat petani melalui upaya

penguatan modal usaha, pemasaran hasil, inovasi teknologi dan kelembagaan

petani.

47

Dalam rangka memenuhi kebutuhan komoditas hortikultura dalam negeri

(substitusi impor) dan peningkatan ekspor produk hortikultura, Pemerintah

(khususnya Kementerian Pertanian) telah mengusahakan berbagai program

peningkatan produksi hortikultura. Diantara program peningkatan produksi

tersebut dalam bentuk bantuan sarana dan prasarana produksi hortikultura (Tabel

4.15).

Tabel 4.15.Jumlah Rumahtangga Usaha Tanaman Hortikultura yang Sebagian Modalnya dari Bantuan Pemerintah Tahun 2003

No Jenis bantuan modal Jumlah RT Persen1 Bentuk bantuan pengolahan lahan 14.780 0,173 Bentuk bantuan pinjaman bibit/benih 80.041 0,954 Bentuk bantuan pinjaman pupuk 30.964 0,365 Bentuk bantuan lain 20.876 0,25

Rumatangga yang memperoleh bantuan 146.661 1,74Jumlah RT Hortikultura 8.444.042 100,00

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Bantuan bibit dan benih dari program Pemerintah paling popular di

kalangan masyarakat hortikultura, baik kelompok komoditas sayur-sayuran

maupun buah-buahan. Lebih dari setengah program bantuan Pemerintah dalam

bentuk bibit dan benih komoditas yang diusahakan. Sebagian program

peningkatan produksi hortikultura berupa paket bantuan, misalnya bibit dan biaya

pengolahan lahan, benih dan pupuk diperlukan petani termasuk kompos, dan lain-

lain. Bentuk bantuan selain bibit/benih yang cukup banyak diusahakan adalah

bantuan pupuk dan biaya pengolahan lahan.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan produksi

komoditas hortikultura dan sekaligus untuk mencapai sasaran peningkatan

pendapatan/kesejahteraan petani, seperti mengembangkan koperasi petani

hortikultura untuk meningkatkan kelembagaan usahatani termasuk melakukan

inovasi teknologi melalui penyuluhan pertanian. Upaya-upaya tersebut diharapkan

dapat mengembangkan usahatani hortikultura di tingkat petani melalui upaya

penguatan modal usaha, pemasaran hasil, inovasi teknologi dan kelembagaan

petani.

Page 70: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

48

48

4.1.3. Keragaan Rumahtangga Perkebunan

Jumlah rumahtangga pekebun pada tahun 2003 sebanyak 6,88 juta,

dengan pengusahaan terbesar adalah karet (18,36 persen), kelapa (16,1 persen)

dan kopi (15,86 persen). Dalam kurun waktu 1993-2003 usaha perkebunan yang

tumbuh paling cepat adalah karet (38,8 persen) dan kopi (7,30 persen),

sementara kelapa menurun (-33,8 persen). Dalam kurun waktu 1923-2003

perkebunan sawit rakyat belum berkembang (Tabel 4.16).

Dari jumlah rumahtangga pekebun pada tahun 2003 sebanyak 6,88 juta,

hampir setengah dari jumlah rumahtangga tersebut yang memiliki luas lahan

perkebunan antara 0,5 sampai 2,0 ha. Rumahtangga pekebun yang memiliki lahan

sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha berjumlah 1,35 juta atau 19,60 persen. Kelompok

rumahtangga pekebun ini sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga apabila

hanya menggantungkan “hidupnya” dari pendapatan hasil kebun saja.

Tabel 4.16.Perkembangan Jumlah Rumahtangga Komoditas Perkebunan Terpilih Tahun 1993-2003

No Jenis Komoditas 1993 2003 Perubahan (%)

1 Karet 910.000 1.263.122 38,802 Kelapa 1.667.000 1.107.093 -33,593 Kopi 1.017.000 1.091.211 7,30

Total 6.376.000 6.878.289 7,88Sumber: BPS, Sensus Pertanian tahun 1993 dan 2003.

Berdasarkan hasil sensus 2003, proporsi terbesar pengusahaan

perkebunan rakyat adalah 0,5-2,0 hektar, sementara yang di atas 2 hektar hanya

31 persen. Apabila dikatakan bahwa luas lahan komoditas perkebunan terpilih

untuk petani memperoleh pendapatan yang layak paling sedikit 2,0 hektar, maka

jumlah rumahtangga petani yang memenuhi kriteria tersebut hanya sekitar 2,14

juta atau 31 persen dari total jumlah rumahtangga pekebun. Artinya, 69 persen

dari rumahtangga pekebun belum memiliki skala usaha yang memadai untuk

memenuhi hidup keluarganya (Tabel 4.17). Dengan sistem waris dan penjualan

48

4.1.3. Keragaan Rumahtangga Perkebunan

Jumlah rumahtangga pekebun pada tahun 2003 sebanyak 6,88 juta,

dengan pengusahaan terbesar adalah karet (18,36 persen), kelapa (16,1 persen)

dan kopi (15,86 persen). Dalam kurun waktu 1993-2003 usaha perkebunan yang

tumbuh paling cepat adalah karet (38,8 persen) dan kopi (7,30 persen),

sementara kelapa menurun (-33,8 persen). Dalam kurun waktu 1923-2003

perkebunan sawit rakyat belum berkembang (Tabel 4.16).

Dari jumlah rumahtangga pekebun pada tahun 2003 sebanyak 6,88 juta,

hampir setengah dari jumlah rumahtangga tersebut yang memiliki luas lahan

perkebunan antara 0,5 sampai 2,0 ha. Rumahtangga pekebun yang memiliki lahan

sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha berjumlah 1,35 juta atau 19,60 persen. Kelompok

rumahtangga pekebun ini sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga apabila

hanya menggantungkan “hidupnya” dari pendapatan hasil kebun saja.

Tabel 4.16.Perkembangan Jumlah Rumahtangga Komoditas Perkebunan Terpilih Tahun 1993-2003

No Jenis Komoditas 1993 2003 Perubahan (%)

1 Karet 910.000 1.263.122 38,802 Kelapa 1.667.000 1.107.093 -33,593 Kopi 1.017.000 1.091.211 7,30

Total 6.376.000 6.878.289 7,88Sumber: BPS, Sensus Pertanian tahun 1993 dan 2003.

Berdasarkan hasil sensus 2003, proporsi terbesar pengusahaan

perkebunan rakyat adalah 0,5-2,0 hektar, sementara yang di atas 2 hektar hanya

31 persen. Apabila dikatakan bahwa luas lahan komoditas perkebunan terpilih

untuk petani memperoleh pendapatan yang layak paling sedikit 2,0 hektar, maka

jumlah rumahtangga petani yang memenuhi kriteria tersebut hanya sekitar 2,14

juta atau 31 persen dari total jumlah rumahtangga pekebun. Artinya, 69 persen

dari rumahtangga pekebun belum memiliki skala usaha yang memadai untuk

memenuhi hidup keluarganya (Tabel 4.17). Dengan sistem waris dan penjualan

Page 71: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

49

49

lahan perkebunan, dikhawatirkan ke depan kelompok usaha perkebunan yang

skala usahanya belum layak akan semakin bertambah.

Tabel 4.17.Proporsi Rumahtangga (RT) Perkebunan Berdasarkan Luas Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai Tahun 2003

No Rata-rata luas lahan usaha ternak Jumlah Rumahtangga

Persentase (%)

1 Lahan usaha perkebunan <=1.000 m2 80.476 1,172 Lahan usaha perkebunan 1.000 – 4.999 m2 1.267.669 18,433 Lahan usaha perkebunan 5.000 – 9.999 m2 1.380.472 20,074 Lahan usaha perkebunan 10.000 – 19.999 m2 2.014.651 29,295 Lahan usaha perkebunan 20.000 – 29.999 m2 1.208.515 17,576 Lahan usaha perkebunan >= 30.000 m2 927.193 13,47

Jumlah rumahtangga usaha Perkebunan 6.878.289 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan milik tanaman karet jauh lebih luas dibanding

tanaman kelapa dan kopi. Kebun karet relatif lebih banyak yang disewakan/gadai

atau sakap ke pihak lain dibanding perkebunan kelapa dan kopi. Demikian pula

lahan yang dikuasai oleh rumahtangga pekebun karet lebih luas dibanding dua

komoditas lain (Tabel 4.18).

Tabel 4.18.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Terpilih Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan (m2)

Tahun 2003

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan yang dimiliki 24.518,07 16.210,82 13.021,742 Lahan yg berasal dari pihak lain 1.782,10 945,62 1.155,553 Lahan yang berada dipihak lain 705,64 546,16 283,95

Lahan yang dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pada semua komoditas perkebunan terpilih jauh lebih banyak diusahakan

pada lahan bukan sawah atau lahan kering (Tabel 4.19). Rata-rata luas lahan

kebun karet yang bukan sawah relatif luas pada rumahtangga pekebun karet

dibanding kelapa dan kopi. Demikian pula untuk lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk pengembangan ketiga komoditas perkebunan terpilih. Rata-rata

luas lahan yang dikuasai pekebun karet hampir dua kali lipat dibanding pekebun

49

lahan perkebunan, dikhawatirkan ke depan kelompok usaha perkebunan yang

skala usahanya belum layak akan semakin bertambah.

Tabel 4.17.Proporsi Rumahtangga (RT) Perkebunan Berdasarkan Luas Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai Tahun 2003

No Rata-rata luas lahan usaha ternak Jumlah Rumahtangga

Persentase (%)

1 Lahan usaha perkebunan <=1.000 m2 80.476 1,172 Lahan usaha perkebunan 1.000 – 4.999 m2 1.267.669 18,433 Lahan usaha perkebunan 5.000 – 9.999 m2 1.380.472 20,074 Lahan usaha perkebunan 10.000 – 19.999 m2 2.014.651 29,295 Lahan usaha perkebunan 20.000 – 29.999 m2 1.208.515 17,576 Lahan usaha perkebunan >= 30.000 m2 927.193 13,47

Jumlah rumahtangga usaha Perkebunan 6.878.289 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan milik tanaman karet jauh lebih luas dibanding

tanaman kelapa dan kopi. Kebun karet relatif lebih banyak yang disewakan/gadai

atau sakap ke pihak lain dibanding perkebunan kelapa dan kopi. Demikian pula

lahan yang dikuasai oleh rumahtangga pekebun karet lebih luas dibanding dua

komoditas lain (Tabel 4.18).

Tabel 4.18.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Terpilih Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan (m2)

Tahun 2003

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan yang dimiliki 24.518,07 16.210,82 13.021,742 Lahan yg berasal dari pihak lain 1.782,10 945,62 1.155,553 Lahan yang berada dipihak lain 705,64 546,16 283,95

Lahan yang dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pada semua komoditas perkebunan terpilih jauh lebih banyak diusahakan

pada lahan bukan sawah atau lahan kering (Tabel 4.19). Rata-rata luas lahan

kebun karet yang bukan sawah relatif luas pada rumahtangga pekebun karet

dibanding kelapa dan kopi. Demikian pula untuk lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk pengembangan ketiga komoditas perkebunan terpilih. Rata-rata

luas lahan yang dikuasai pekebun karet hampir dua kali lipat dibanding pekebun

49

lahan perkebunan, dikhawatirkan ke depan kelompok usaha perkebunan yang

skala usahanya belum layak akan semakin bertambah.

Tabel 4.17.Proporsi Rumahtangga (RT) Perkebunan Berdasarkan Luas Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai Tahun 2003

No Rata-rata luas lahan usaha ternak Jumlah Rumahtangga

Persentase (%)

1 Lahan usaha perkebunan <=1.000 m2 80.476 1,172 Lahan usaha perkebunan 1.000 – 4.999 m2 1.267.669 18,433 Lahan usaha perkebunan 5.000 – 9.999 m2 1.380.472 20,074 Lahan usaha perkebunan 10.000 – 19.999 m2 2.014.651 29,295 Lahan usaha perkebunan 20.000 – 29.999 m2 1.208.515 17,576 Lahan usaha perkebunan >= 30.000 m2 927.193 13,47

Jumlah rumahtangga usaha Perkebunan 6.878.289 100,00Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Rata-rata luas lahan milik tanaman karet jauh lebih luas dibanding

tanaman kelapa dan kopi. Kebun karet relatif lebih banyak yang disewakan/gadai

atau sakap ke pihak lain dibanding perkebunan kelapa dan kopi. Demikian pula

lahan yang dikuasai oleh rumahtangga pekebun karet lebih luas dibanding dua

komoditas lain (Tabel 4.18).

Tabel 4.18.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Terpilih Menurut Status Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan (m2)

Tahun 2003

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan yang dimiliki 24.518,07 16.210,82 13.021,742 Lahan yg berasal dari pihak lain 1.782,10 945,62 1.155,553 Lahan yang berada dipihak lain 705,64 546,16 283,95

Lahan yang dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Pada semua komoditas perkebunan terpilih jauh lebih banyak diusahakan

pada lahan bukan sawah atau lahan kering (Tabel 4.19). Rata-rata luas lahan

kebun karet yang bukan sawah relatif luas pada rumahtangga pekebun karet

dibanding kelapa dan kopi. Demikian pula untuk lahan bukan pertanian yang

diusahakan untuk pengembangan ketiga komoditas perkebunan terpilih. Rata-rata

luas lahan yang dikuasai pekebun karet hampir dua kali lipat dibanding pekebun

Page 72: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

50

50

kopi, sedangkan rata-rata luas pekebun kelapa sedikit lebih luas dibanding rata-

rata pekebun kopi.

Tabel 4.19.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Menurut Jenis Lahan Tahun 2003 (m2)

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan Sawah 1.981,89 2.555,24 1.962,922 Lahan Bukan Sawah 22.400,94 13.418,49 11.438,943 Lahan Bukan Pertanian 1.211,70 636,54 491,49

Lahan yang Dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagaimana petani umumnya, di sub sektor perkebunan pun lebih dari

setengah rumahtangga pekebun mengalami masalah kekurangan modal usaha

untuk mengembangkan perkebunannya karena pengembangan perkebunan

membutuhkan modal yang cukup besar (Tabel 4.20). Keterampilan budidaya yang

terbatas juga dialami oleh sebagian rumahtangga pekebun (14,44 persen). Mutu

hasil produksi yang rendah menjadi kendala pekebun untuk memperoleh

pendapatan yang memadai. Dalam banyak kasus, tidak hanya disebabkan

keterampilan pekebun untuk memperoleh/menghasilkan mutu yang baik, tetapi

pasar produk kurang merespon terhadap hasil komoditas perkebunan yang

bermutu baik, sehingga pekebun kurang berminat (bermotivasi rendah) untuk

menghasilkan produk bermutu baik.

Tabel 4.20.Persentase Banyaknya Rumahtangga Perkebunan yang Menghadapi Masalah dalam Pembudidayaan Tanaman Menurut Jenis Masalah Utama Tahun 2003

No Jenis masalah utama Persentase1 Kurangnya Modal 51,642 Kurangnya Pengetahuan Budidaya 14,443 Rendahnya Mutu Produksi 14,894 Lain 19,03

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

4.1.4. Keragaan Rumahtangga Peternakan

Jumlah rumahtangga peternakan pada tahun 2003 mencapai 5,63 juta,

yang meliputi jumlah anggota rumahtangga sebanyak 23,60 juta orang. Umumnya

usaha peternakan ternak besar dengan skala usaha kecil, diusahakan oleh 50

kopi, sedangkan rata-rata luas pekebun kelapa sedikit lebih luas dibanding rata-

rata pekebun kopi.

Tabel 4.19.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Menurut Jenis Lahan Tahun 2003 (m2)

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan Sawah 1.981,89 2.555,24 1.962,922 Lahan Bukan Sawah 22.400,94 13.418,49 11.438,943 Lahan Bukan Pertanian 1.211,70 636,54 491,49

Lahan yang Dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagaimana petani umumnya, di sub sektor perkebunan pun lebih dari

setengah rumahtangga pekebun mengalami masalah kekurangan modal usaha

untuk mengembangkan perkebunannya karena pengembangan perkebunan

membutuhkan modal yang cukup besar (Tabel 4.20). Keterampilan budidaya yang

terbatas juga dialami oleh sebagian rumahtangga pekebun (14,44 persen). Mutu

hasil produksi yang rendah menjadi kendala pekebun untuk memperoleh

pendapatan yang memadai. Dalam banyak kasus, tidak hanya disebabkan

keterampilan pekebun untuk memperoleh/menghasilkan mutu yang baik, tetapi

pasar produk kurang merespon terhadap hasil komoditas perkebunan yang

bermutu baik, sehingga pekebun kurang berminat (bermotivasi rendah) untuk

menghasilkan produk bermutu baik.

Tabel 4.20.Persentase Banyaknya Rumahtangga Perkebunan yang Menghadapi Masalah dalam Pembudidayaan Tanaman Menurut Jenis Masalah Utama Tahun 2003

No Jenis masalah utama Persentase1 Kurangnya Modal 51,642 Kurangnya Pengetahuan Budidaya 14,443 Rendahnya Mutu Produksi 14,894 Lain 19,03

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

4.1.4. Keragaan Rumahtangga Peternakan

Jumlah rumahtangga peternakan pada tahun 2003 mencapai 5,63 juta,

yang meliputi jumlah anggota rumahtangga sebanyak 23,60 juta orang. Umumnya

usaha peternakan ternak besar dengan skala usaha kecil, diusahakan oleh 50

kopi, sedangkan rata-rata luas pekebun kelapa sedikit lebih luas dibanding rata-

rata pekebun kopi.

Tabel 4.19.Rata-Rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumahtangga Usaha KomoditasPerkebunan Menurut Jenis Lahan Tahun 2003 (m2)

No Uraian Karet Kelapa Kopi1 Lahan Sawah 1.981,89 2.555,24 1.962,922 Lahan Bukan Sawah 22.400,94 13.418,49 11.438,943 Lahan Bukan Pertanian 1.211,70 636,54 491,49

Lahan yang Dikuasai 25.594,52 16.610,28 13.893,34Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Sebagaimana petani umumnya, di sub sektor perkebunan pun lebih dari

setengah rumahtangga pekebun mengalami masalah kekurangan modal usaha

untuk mengembangkan perkebunannya karena pengembangan perkebunan

membutuhkan modal yang cukup besar (Tabel 4.20). Keterampilan budidaya yang

terbatas juga dialami oleh sebagian rumahtangga pekebun (14,44 persen). Mutu

hasil produksi yang rendah menjadi kendala pekebun untuk memperoleh

pendapatan yang memadai. Dalam banyak kasus, tidak hanya disebabkan

keterampilan pekebun untuk memperoleh/menghasilkan mutu yang baik, tetapi

pasar produk kurang merespon terhadap hasil komoditas perkebunan yang

bermutu baik, sehingga pekebun kurang berminat (bermotivasi rendah) untuk

menghasilkan produk bermutu baik.

Tabel 4.20.Persentase Banyaknya Rumahtangga Perkebunan yang Menghadapi Masalah dalam Pembudidayaan Tanaman Menurut Jenis Masalah Utama Tahun 2003

No Jenis masalah utama Persentase1 Kurangnya Modal 51,642 Kurangnya Pengetahuan Budidaya 14,443 Rendahnya Mutu Produksi 14,894 Lain 19,03

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

4.1.4. Keragaan Rumahtangga Peternakan

Jumlah rumahtangga peternakan pada tahun 2003 mencapai 5,63 juta,

yang meliputi jumlah anggota rumahtangga sebanyak 23,60 juta orang. Umumnya

usaha peternakan ternak besar dengan skala usaha kecil, diusahakan oleh

Page 73: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

51

51

pemiliknya sendiri, tidak menggunakan buruh, sehingga jumlah buruh yang

terlibat dalam usaha peternakan ini hanya sekitar 509,30 ribu orang (Tabel 4.21).

Tabel 4.21.Jumlah Rumahtangga Peternakan Tahun 2003

No Uraian Jumlah rumahtangga1 Jumlah rumahtangga usaha Peternakan 5.627.3952 Jumlah Anggota rumahtangga Peternakan 23.596.8833 Jumlah buruh usaha peternakan 509.298

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Dari jumlah rumahtangga ternak 5,63 juta, hampir setengahnya

merupakan peternak sapi, yaitu sebanyak 2,57 juta rumahtangga (45,65 persen),

sedangkan peternak lain relatif lebih sedikit. Peternak kambing hanya 597,83 ribu

rumahtangga (10,62 persen) dan peternak ayam buras 724,65 ribu rumahtangga

(12,88 persen). Sisanya adalah rumahtangga peternak dari jenis ternak lain,

seperti babi, kuda, itik dan lain sebagainya (Tabel 4.22).

Tabel 4.22.Jumlah Rumahtangga Usaha Ternak Berdasarkan Jenis Ternak yang Diusahakan Tahun 2003

No Jenis Usaha Ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

1 Peternakan Sapi 2.568.825 45,652 Peternakan Kambing 597.832 10,623 Peternakan Ayam Buras 724.650 12,884 peternakan lain 1.736.088 30,855 Total rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,00

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Skala usaha peternakan, selain dapat dilihat dari jumlah ekor ternak yang

diusahakan, juga dapat dilihat dari luas lahan yang dikuasai untuk usaha

peternakan. Jumlah rumahtangga peternakan berdasarkan kelompok luas lahan

yang dikuasai terbanyak adalah rumahtangga kelompok luas lahan usaha ternak

yang dikuasai <= 500 m2, mencapai 4,94 juta rumahtangga atau 87,75 persen

dari total rumahtangga peternak (Tabel 4.23). Kelompok terbanyak kedua adalah

pada luas lahan 500-10.000 m2, mencapai 656,84 ribu rumahtangga (11,67

persen). Kelompok rumahtangga ternak yang relatif sedikit adalah luas lahan yang

dikuasai lebih besar dari 10.000 m2 (satu hektar), hanya 32,52 ribu rumahtangga 51

pemiliknya sendiri, tidak menggunakan buruh, sehingga jumlah buruh yang

terlibat dalam usaha peternakan ini hanya sekitar 509,30 ribu orang (Tabel 4.21).

Tabel 4.21.Jumlah Rumahtangga Peternakan Tahun 2003

No Uraian Jumlah rumahtangga1 Jumlah rumahtangga usaha Peternakan 5.627.3952 Jumlah Anggota rumahtangga Peternakan 23.596.8833 Jumlah buruh usaha peternakan 509.298

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Dari jumlah rumahtangga ternak 5,63 juta, hampir setengahnya

merupakan peternak sapi, yaitu sebanyak 2,57 juta rumahtangga (45,65 persen),

sedangkan peternak lain relatif lebih sedikit. Peternak kambing hanya 597,83 ribu

rumahtangga (10,62 persen) dan peternak ayam buras 724,65 ribu rumahtangga

(12,88 persen). Sisanya adalah rumahtangga peternak dari jenis ternak lain,

seperti babi, kuda, itik dan lain sebagainya (Tabel 4.22).

Tabel 4.22.Jumlah Rumahtangga Usaha Ternak Berdasarkan Jenis Ternak yang Diusahakan Tahun 2003

No Jenis Usaha Ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

1 Peternakan Sapi 2.568.825 45,652 Peternakan Kambing 597.832 10,623 Peternakan Ayam Buras 724.650 12,884 peternakan lain 1.736.088 30,855 Total rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,00

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Skala usaha peternakan, selain dapat dilihat dari jumlah ekor ternak yang

diusahakan, juga dapat dilihat dari luas lahan yang dikuasai untuk usaha

peternakan. Jumlah rumahtangga peternakan berdasarkan kelompok luas lahan

yang dikuasai terbanyak adalah rumahtangga kelompok luas lahan usaha ternak

yang dikuasai <= 500 m2, mencapai 4,94 juta rumahtangga atau 87,75 persen

dari total rumahtangga peternak (Tabel 4.23). Kelompok terbanyak kedua adalah

pada luas lahan 500-10.000 m2, mencapai 656,84 ribu rumahtangga (11,67

persen). Kelompok rumahtangga ternak yang relatif sedikit adalah luas lahan yang

dikuasai lebih besar dari 10.000 m2 (satu hektar), hanya 32,52 ribu rumahtangga 51

pemiliknya sendiri, tidak menggunakan buruh, sehingga jumlah buruh yang

terlibat dalam usaha peternakan ini hanya sekitar 509,30 ribu orang (Tabel 4.21).

Tabel 4.21.Jumlah Rumahtangga Peternakan Tahun 2003

No Uraian Jumlah rumahtangga1 Jumlah rumahtangga usaha Peternakan 5.627.3952 Jumlah Anggota rumahtangga Peternakan 23.596.8833 Jumlah buruh usaha peternakan 509.298

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Dari jumlah rumahtangga ternak 5,63 juta, hampir setengahnya

merupakan peternak sapi, yaitu sebanyak 2,57 juta rumahtangga (45,65 persen),

sedangkan peternak lain relatif lebih sedikit. Peternak kambing hanya 597,83 ribu

rumahtangga (10,62 persen) dan peternak ayam buras 724,65 ribu rumahtangga

(12,88 persen). Sisanya adalah rumahtangga peternak dari jenis ternak lain,

seperti babi, kuda, itik dan lain sebagainya (Tabel 4.22).

Tabel 4.22.Jumlah Rumahtangga Usaha Ternak Berdasarkan Jenis Ternak yang Diusahakan Tahun 2003

No Jenis Usaha Ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

1 Peternakan Sapi 2.568.825 45,652 Peternakan Kambing 597.832 10,623 Peternakan Ayam Buras 724.650 12,884 peternakan lain 1.736.088 30,855 Total rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,00

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Skala usaha peternakan, selain dapat dilihat dari jumlah ekor ternak yang

diusahakan, juga dapat dilihat dari luas lahan yang dikuasai untuk usaha

peternakan. Jumlah rumahtangga peternakan berdasarkan kelompok luas lahan

yang dikuasai terbanyak adalah rumahtangga kelompok luas lahan usaha ternak

yang dikuasai <= 500 m2, mencapai 4,94 juta rumahtangga atau 87,75 persen

dari total rumahtangga peternak (Tabel 4.23). Kelompok terbanyak kedua adalah

pada luas lahan 500-10.000 m2, mencapai 656,84 ribu rumahtangga (11,67

persen). Kelompok rumahtangga ternak yang relatif sedikit adalah luas lahan yang

dikuasai lebih besar dari 10.000 m2 (satu hektar), hanya 32,52 ribu rumahtangga

Page 74: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

52

52

(0,58 persen). Kenyataan menunjukkan bahwa peternak di Indonesia didominasi

oleh peternak kecil.

Tabel 4.23.Proporsi Jumlah Rumahtangga Berdasarkan Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai

No Kelompok luas lahan usaha ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

Jumlah rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha ternak <= 500 m2 4.938.031 87,752 Luas lahan usaha ternak 500 – 10.000 m2 656.846 11,673 Luas lahan usaha ternak 10 000 – 25.000 m2 26.885 0,484 Luas lahan usaha ternak > 25.000 m2 5.633 0,10

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Umumnya usaha peternakan dilakukan bersamaan dengan usaha pertanian

lain, baik yang berhubungan dengan usaha peternakan (misalnya pengembangan

pakan ternak), atau usaha tanaman lain yang sisa hasil produksinya dapat

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Jumlah terbanyak adalah rumahtangga yang

mengusahakan lahan pertanian untuk pertanian lain dengan luas lahan <= 5.000

m2 (setengah hektar) sebanyak 3,42 juta rumahtangga atau 60,69 persen. Kedua

adalah kelompok luas lahan untuk usaha pertanian lain 5.001-15.000 m2 mencapai

1,50 juta rumahtangga atau 26,59 persen. Kelompok rumahtangga dengan luas

lahan usaha pertanian lain lebih luas dari 15.000 m2 hanya 715,76 ribu

rumahtangga atau 12,72 persen (Tabel 4.24).

Tabel 4.24.Proporsi Jumlah Rumahtangga Peternakan Berdasarkan Lahan Usaha untuk Pertanian Lain

No Kelompok luas lahan usaha untuk pertanian lain Jumlah rumahtangga

Persentase (%)

Rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha lain <=5.000 m2 3.415.377 60,692 Luas lahan usaha lain 5.001 – 15.000 m2 1.496.261 26,593 Luas lahan usaha lain > 15.000 – 25.000 m2 453.848 8,624 Luas lahan usaha lain > 25.000 m2 261.909 4,10

Sumber: BPS, Sensus Pertanian 2003.

52

(0,58 persen). Kenyataan menunjukkan bahwa peternak di Indonesia didominasi

oleh peternak kecil.

Tabel 4.23.Proporsi Jumlah Rumahtangga Berdasarkan Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai

No Kelompok luas lahan usaha ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

Jumlah rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha ternak <= 500 m2 4.938.031 87,752 Luas lahan usaha ternak 500 – 10.000 m2 656.846 11,673 Luas lahan usaha ternak 10 000 – 25.000 m2 26.885 0,484 Luas lahan usaha ternak > 25.000 m2 5.633 0,10

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Umumnya usaha peternakan dilakukan bersamaan dengan usaha pertanian

lain, baik yang berhubungan dengan usaha peternakan (misalnya pengembangan

pakan ternak), atau usaha tanaman lain yang sisa hasil produksinya dapat

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Jumlah terbanyak adalah rumahtangga yang

mengusahakan lahan pertanian untuk pertanian lain dengan luas lahan <= 5.000

m2 (setengah hektar) sebanyak 3,42 juta rumahtangga atau 60,69 persen. Kedua

adalah kelompok luas lahan untuk usaha pertanian lain 5.001-15.000 m2 mencapai

1,50 juta rumahtangga atau 26,59 persen. Kelompok rumahtangga dengan luas

lahan usaha pertanian lain lebih luas dari 15.000 m2 hanya 715,76 ribu

rumahtangga atau 12,72 persen (Tabel 4.24).

Tabel 4.24.Proporsi Jumlah Rumahtangga Peternakan Berdasarkan Lahan Usaha untuk Pertanian Lain

No Kelompok luas lahan usaha untuk pertanian lain Jumlah rumahtangga

Persentase (%)

Rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha lain <=5.000 m2 3.415.377 60,692 Luas lahan usaha lain 5.001 – 15.000 m2 1.496.261 26,593 Luas lahan usaha lain > 15.000 – 25.000 m2 453.848 8,624 Luas lahan usaha lain > 25.000 m2 261.909 4,10

Sumber: BPS, Sensus Pertanian 2003.

52

(0,58 persen). Kenyataan menunjukkan bahwa peternak di Indonesia didominasi

oleh peternak kecil.

Tabel 4.23.Proporsi Jumlah Rumahtangga Berdasarkan Lahan Usaha Ternak yang Dikuasai

No Kelompok luas lahan usaha ternak Jumlah rumahtangga Persentase (%)

Jumlah rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha ternak <= 500 m2 4.938.031 87,752 Luas lahan usaha ternak 500 – 10.000 m2 656.846 11,673 Luas lahan usaha ternak 10 000 – 25.000 m2 26.885 0,484 Luas lahan usaha ternak > 25.000 m2 5.633 0,10

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (BPS).

Umumnya usaha peternakan dilakukan bersamaan dengan usaha pertanian

lain, baik yang berhubungan dengan usaha peternakan (misalnya pengembangan

pakan ternak), atau usaha tanaman lain yang sisa hasil produksinya dapat

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Jumlah terbanyak adalah rumahtangga yang

mengusahakan lahan pertanian untuk pertanian lain dengan luas lahan <= 5.000

m2 (setengah hektar) sebanyak 3,42 juta rumahtangga atau 60,69 persen. Kedua

adalah kelompok luas lahan untuk usaha pertanian lain 5.001-15.000 m2 mencapai

1,50 juta rumahtangga atau 26,59 persen. Kelompok rumahtangga dengan luas

lahan usaha pertanian lain lebih luas dari 15.000 m2 hanya 715,76 ribu

rumahtangga atau 12,72 persen (Tabel 4.24).

Tabel 4.24.Proporsi Jumlah Rumahtangga Peternakan Berdasarkan Lahan Usaha untuk Pertanian Lain

No Kelompok luas lahan usaha untuk pertanian lain Jumlah rumahtangga

Persentase (%)

Rumahtangga usaha peternakan 5.627.395 100,001 Luas lahan usaha lain <=5.000 m2 3.415.377 60,692 Luas lahan usaha lain 5.001 – 15.000 m2 1.496.261 26,593 Luas lahan usaha lain > 15.000 – 25.000 m2 453.848 8,624 Luas lahan usaha lain > 25.000 m2 261.909 4,10

Sumber: BPS, Sensus Pertanian 2003.

Page 75: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

53

53

4.2. Keragaan Kesejahteraan Rumahtangga Petani

Secara makro, kesejahteraan masyarakat pertanian diukur melalui

produktivitas pertanian, yaitu rasio antara PDB pertanian dengan jumlah tenaga

kerja yang terlibat di sektor pertanian (petani dan buruh). Dalam kurun waktu

2000-2011, produktivitas pertanian cenderung paling rendah dibandingkan sektor

lain, seperti terangkum dalam Gambar 4.1. Namun demikian, selama kurun waktu

2000-2011, produktivitas sektor pertanian meningkat dari Rp 5,3 juta/kap/tahun

pada tahun 2000 menjadi Rp 8,0 juta/kap/tahun pada tahun 2011, atau

peningkatan rata-rata sebesar 3,37 persen/tahun. Produktivitas tertinggi

ditunjukkan oleh sektor industri pengolahan yang meningkat dari Rp 33,1

juta/kap/tahun pada tahun 2000, menjadi Rp 43,6 juta/kap/tahun pada tahun

2011, atau peningkatan rata-rata sebesar 2,72 persen/tahun. Sektor lain, di luar

pertanian menunjukkan peningkatan produktivitas dalam kurun waktu 2000-2011.

Secara keseluruhan, produktivitas nasional meningkat dari Rp 15,5 juta/kap/tahun

pada tahun 2000, menjadi Rp 22,5 juta/kap/tahun pada tahun 2011, atau

peningkatan rata-rata sebesar 3,35 persen/tahun (Gambar 4.1 dan Tabel 4.25).

Page 76: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

54

54

Gambar 4.1. Perkembangan Produktivitas per Sektor, 2000-2011.

Diantara lima sektor terpilih, laju pertumbuhan PDB tertinggi ditunjukkan

oleh sektor perdagangan, rumah makan, hotel, yaitu sebesar 6,15 persen/tahun,

sedangkan laju pertumbuhan PDB terendah ditunjukkan sektor pertanian, yang

hanya mencapai 3,41 persen/tahun. Sektor dengan laju pertumbuhan tenaga

kerja tertinggi ditunjukkan oleh sektor bangunan, yaitu sebesar 4,75

persen/tahun, sedangkan sektor pertanian laju pertumbuhan tenaga kerjanya

paling rendah, sebesar 0,04 persen/tahun. Produktivitas lima sektor terpilih

menunjukkan laju pertumbuhan yang positif (cenderung meningkat), atau sejalan

dengan laju pertumbuhan produktivitas nasional. Diantara sektor terpilih, laju

pertumbuhan produktivitas sektor jasa adalah terendah dibanding sektor lain. Hal

Page 77: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

55

55

ini sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja yang terlibat di sektor jasa yang

meningkat cukup besar.

Tabel 4.25. Laju Pertumbuhan PDB, Tenaga Kerja, dan Produktivitas Sektor Terpilih, 2000-2011

SektorLaju Pertumbuhan (Persen/Tahun)

PDB Tenaga Kerja ProduktivitasPertanian, Kehutanan, Perikanan 3,41 0,04 3,37Industri Pengolahan 4,50 1,79 2,72Bangunan 6,99 4,75 2,24Perdagangan, Rumah Makan, Hotel 6,15 2,70 3,45Jasa 5,43 4,72 0,72Total 5,28 1,93 3,35Sumber: Statistik Indonesia 2001-2012 (diolah).

Peningkatan laju produktivitas pertanian yang tinggi dibanding laju PDBnya

sejalan dengan menurunnya beban tenaga kerja di sektor pertanian. Hal ini

membawa implikasi penting bahwa tumbuhnya sektor di luar pertanian yang

mengalihkan beban tenaga kerja dari pertanian ke non pertanian telah

memperbaiki produktivitas pertanian.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh tumbuhnya

sektor-sektor pembangunan ternyata belum sepenuhnya mengentaskan

kemiskinan baik di perkotaan dan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi memang telah

menurunkan jumlah penduduk miskin, namun jumlah penduduk miskin masih

cukup besar. Dalam kurun waktu tahun 1980-2012 jumlah penduduk miskin

Indonesia mengalami peningkatan jumlah, namun persentasenya terhadap total

jumlah penduduk menurun.

Dalam tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 29,13

juta jiwa atau 11,96 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk

miskin terbesar masih terdapat di pedesaan, yaitu 18,48 juta jiwa atau 15,12

persen dari jumlah penduduk pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di

perkotaan sebesar 10,65 juta jiwa atau 8,78 persen dari jumlah penduduk

perkotaan (Tabel 4.26).

55

ini sejalan dengan pertumbuhan tenaga kerja yang terlibat di sektor jasa yang

meningkat cukup besar.

Tabel 4.25. Laju Pertumbuhan PDB, Tenaga Kerja, dan Produktivitas Sektor Terpilih, 2000-2011

SektorLaju Pertumbuhan (Persen/Tahun)

PDB Tenaga Kerja ProduktivitasPertanian, Kehutanan, Perikanan 3,41 0,04 3,37Industri Pengolahan 4,50 1,79 2,72Bangunan 6,99 4,75 2,24Perdagangan, Rumah Makan, Hotel 6,15 2,70 3,45Jasa 5,43 4,72 0,72Total 5,28 1,93 3,35Sumber: Statistik Indonesia 2001-2012 (diolah).

Peningkatan laju produktivitas pertanian yang tinggi dibanding laju PDBnya

sejalan dengan menurunnya beban tenaga kerja di sektor pertanian. Hal ini

membawa implikasi penting bahwa tumbuhnya sektor di luar pertanian yang

mengalihkan beban tenaga kerja dari pertanian ke non pertanian telah

memperbaiki produktivitas pertanian.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh tumbuhnya

sektor-sektor pembangunan ternyata belum sepenuhnya mengentaskan

kemiskinan baik di perkotaan dan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi memang telah

menurunkan jumlah penduduk miskin, namun jumlah penduduk miskin masih

cukup besar. Dalam kurun waktu tahun 1980-2012 jumlah penduduk miskin

Indonesia mengalami peningkatan jumlah, namun persentasenya terhadap total

jumlah penduduk menurun.

Dalam tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 29,13

juta jiwa atau 11,96 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk

miskin terbesar masih terdapat di pedesaan, yaitu 18,48 juta jiwa atau 15,12

persen dari jumlah penduduk pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di

perkotaan sebesar 10,65 juta jiwa atau 8,78 persen dari jumlah penduduk

perkotaan (Tabel 4.26).

Page 78: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

56

56

Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa rumahtangga miskin

mempunyai sumber penghasilan utama dari sektor pertanian. Sementara

rumahtangga tidak miskin mempunyai sumber penghasilan utama di luar sektor

formal, seperti jasa.

Tabel 4.26. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2000-2012

Tahun 1980 1990 2000 2012*Pedesaan

Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 32,8 17,8 26,4 18,48persen thd Penduduk Pedesaan 28,4 14,3 22,38 15,12

PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 9,5 9,4 12,3 10,65persen thd Penduduk Perkotaan 29,0 16,8 14,6 8,78

Perdesaan + PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 42,3 27,2 38,7 29,13persen thd Penduduk Perdesaan + Perkotaan 28,6 15,1 19,14 11,96

*Maret 2012.Sumber: Statistik Indonesia, 1980, 1990, 2000, 2012 (Diolah).

Pada tahun 2012, kelompok rumahtangga miskin yang mempunyai sumber

penghasilan utama dari pertanian sebesar 55,51 persen, atau persentase tersebut

mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tahun 2010 yang menempati

proporsi 57,78 persen. Pada rumahtangga tidak miskin proporsi rumahtangga

yang berpenghasilan utama dari pertanian juga menurun (Tabel 4.27).

Tabel 4.27. Sumber Penghasilan Utama Rumahtangga (%)

KarakteristikRumahtangga Miskin Rumahtangga Tidak Miskin

2010 2011 2012 2010 2011 2012Tidak bekerja 8,39 11,67 11,50 5,85 11,61 11,29Pertanian 57,78 56,62 55,51 34,60 32,06 32,69Industri 8,81 6,27 5,71 10,67 9,04 9,23Lainnya 25,03 25,4 27,28 48,89 47,29 46,79Sumber: Statistik Indonesia 2012 (BPS).

Indikator lain yang mencerminkan keragaan kesejahteraan masyarakat

dapat dinilai dari struktur pengeluaran rumahtangga. Terdapat indikasi semakin

56

Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa rumahtangga miskin

mempunyai sumber penghasilan utama dari sektor pertanian. Sementara

rumahtangga tidak miskin mempunyai sumber penghasilan utama di luar sektor

formal, seperti jasa.

Tabel 4.26. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2000-2012

Tahun 1980 1990 2000 2012*Pedesaan

Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 32,8 17,8 26,4 18,48persen thd Penduduk Pedesaan 28,4 14,3 22,38 15,12

PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 9,5 9,4 12,3 10,65persen thd Penduduk Perkotaan 29,0 16,8 14,6 8,78

Perdesaan + PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 42,3 27,2 38,7 29,13persen thd Penduduk Perdesaan + Perkotaan 28,6 15,1 19,14 11,96

*Maret 2012.Sumber: Statistik Indonesia, 1980, 1990, 2000, 2012 (Diolah).

Pada tahun 2012, kelompok rumahtangga miskin yang mempunyai sumber

penghasilan utama dari pertanian sebesar 55,51 persen, atau persentase tersebut

mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tahun 2010 yang menempati

proporsi 57,78 persen. Pada rumahtangga tidak miskin proporsi rumahtangga

yang berpenghasilan utama dari pertanian juga menurun (Tabel 4.27).

Tabel 4.27. Sumber Penghasilan Utama Rumahtangga (%)

KarakteristikRumahtangga Miskin Rumahtangga Tidak Miskin

2010 2011 2012 2010 2011 2012Tidak bekerja 8,39 11,67 11,50 5,85 11,61 11,29Pertanian 57,78 56,62 55,51 34,60 32,06 32,69Industri 8,81 6,27 5,71 10,67 9,04 9,23Lainnya 25,03 25,4 27,28 48,89 47,29 46,79Sumber: Statistik Indonesia 2012 (BPS).

Indikator lain yang mencerminkan keragaan kesejahteraan masyarakat

dapat dinilai dari struktur pengeluaran rumahtangga. Terdapat indikasi semakin

56

Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa rumahtangga miskin

mempunyai sumber penghasilan utama dari sektor pertanian. Sementara

rumahtangga tidak miskin mempunyai sumber penghasilan utama di luar sektor

formal, seperti jasa.

Tabel 4.26. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2000-2012

Tahun 1980 1990 2000 2012*Pedesaan

Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 32,8 17,8 26,4 18,48persen thd Penduduk Pedesaan 28,4 14,3 22,38 15,12

PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 9,5 9,4 12,3 10,65persen thd Penduduk Perkotaan 29,0 16,8 14,6 8,78

Perdesaan + PerkotaanJumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 42,3 27,2 38,7 29,13persen thd Penduduk Perdesaan + Perkotaan 28,6 15,1 19,14 11,96

*Maret 2012.Sumber: Statistik Indonesia, 1980, 1990, 2000, 2012 (Diolah).

Pada tahun 2012, kelompok rumahtangga miskin yang mempunyai sumber

penghasilan utama dari pertanian sebesar 55,51 persen, atau persentase tersebut

mengalami penurunan dibandingkan dengan periode tahun 2010 yang menempati

proporsi 57,78 persen. Pada rumahtangga tidak miskin proporsi rumahtangga

yang berpenghasilan utama dari pertanian juga menurun (Tabel 4.27).

Tabel 4.27. Sumber Penghasilan Utama Rumahtangga (%)

KarakteristikRumahtangga Miskin Rumahtangga Tidak Miskin

2010 2011 2012 2010 2011 2012Tidak bekerja 8,39 11,67 11,50 5,85 11,61 11,29Pertanian 57,78 56,62 55,51 34,60 32,06 32,69Industri 8,81 6,27 5,71 10,67 9,04 9,23Lainnya 25,03 25,4 27,28 48,89 47,29 46,79Sumber: Statistik Indonesia 2012 (BPS).

Indikator lain yang mencerminkan keragaan kesejahteraan masyarakat

dapat dinilai dari struktur pengeluaran rumahtangga. Terdapat indikasi semakin

Page 79: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

57

57

tinggi pendapatan/kesejahteraan, semakin kecil proporsi pengeluaran untuk

makanan. Sementara proporsi untuk konsumsi barang bukan makanan cenderung

meningkat. Data tahun 2002-2011 menunjukkan gambaran tersebut. Proporsi

pengeluaran rumahtangga untuk makanan menurun dari 58,47 persen menjadi

49,45 persen, atau turun sebesar 1,54 persen/tahun. Sementara proporsi untuk

bukan makanan meningkat dari 41,53 persen menjadi 50,55 persen, atau

meningkat sebesar 2,17 persen/tahun (Tabel 4.28).

Pada kelompok makanan konsumsi terjadi penurunan pada semua

kelompok barang, kecuali makanan dan minuman jadi. Penurunan terbesar terjadi

pada padi-padian (makanan pokok), menyusul daging, minuman, dan bumbu-

bumbuan. Pada kelompok bukan makanan terjadi peningkatan pengeluaran

konsumsi kecuali untuk kelompok barang pakaian, alas kaki, dan tutup kepala

serta keperluan pesta dan upacara. Peningkatan pengeluaran terbesar terjadi

untuk pajak dan asuransi, disusul barang-barang tahan lama, barang dan jasa,

biaya pendidikan, biaya kesehatan, serta perumahan dan fasilitas rumahtangga.

Page 80: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

58

58

Tabel 4.28. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Per Kapita Per Bulan, 2002 dan 2011 (Rp/Kap/Bulan)

Kelompok Barang2002 2011 Perubahan

(persen/Th)Rp/Kap perse

n Rp/Kap persen

A. Makanan 120.649 58,47 293.556 49,45 -1,54Padi-padian 25.722 12,47 44.427 7,48 -4,00Umbi-umbian 1.329 0,64 3.008 0,51 -2,13Ikan 10.675 5,17 25.369 4,27 -1,74Daging 5.903 2,86 10.972 1,85 -3,54Telur dan susu 6.760 3,28 17.106 2,88 -1,20Sayur-sayuran 9.750 4,73 25.563 4,31 -0,89Kacang-kacangan 4.161 2,02 7.500 1,26 -3,74Buah-buahan 5.868 2,84 12.759 2,15 -2,44Minyak dan lemak 4.642 2,25 11.342 1,91 -1,51Bahan minuman 5.589 2,71 10.681 1,80 -3,36Bumbu-bumbuan 3.202 1,55 6.268 1,06 -3,20Konsumsi lainnya 2.826 1,37 6.381 1,07 -2,15Makanan dan minuman jadi 20.012 9,70 81.536 13,73 4,16Minuman yang mengandung alkohol 170 0,08 - 0,00 -Tembakau dan sirih 14.041 6,80 30.647 5,16 -2,41

B. Bukan Makanan 85.687 41,53 300.108 50,55 2,17Perumahan dan fasilitas RT 36.734 17,80 118.218 19,91 1,19Barang dan Jasa 15.475 7,50 66.757 11,24 4,99Biaya Pendidikan 5.100 2,47 21.580 3,64 4,71Biaya Kesehatan 4.333 2,10 18.075 3,04 4,50Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala 10.692 5,18 11.987 2,02 -6,10Barang-barang tahan lama 8.470 4,10 44.657 7,52 8,32Pajak dan asuransi 1.648 0,80 9.731 1,64 10,52Keperluan pesta dan upacara 3.235 1,57 9.101 1,53 -0,22

TOTAL 206.336 100,0

0 593.664 100 0,00Sumber: Statistik Indonesia, 2002, 2012 (Diolah).

Page 81: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

59

59

BAB V

PERILAKU NILAI TUKAR PETANI

Nilai Tukar Petani (NTP) didefinisikan sebagai rasio antara harga yang

diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). HT dan HB

merupakan harga tertimbang dari harga-harga pembentuknya (harga komoditas

dan harga barang konsumsi dan sarana produksi) dengan pembobot besarnya

nilai produksi yang dijual dan nilai yang dibeli petani. Dengan demikian

pembentukan NTP merupakan mekanisme yang kompleks berkaitan dengan aspek

pendapatan petani dan aspek pengeluaran (konsumsi) petani. Adanya keragaman

setiap daerah dalam hal sumberdaya dan produksi pertanian, komoditas yang

dihasilkan dan teknologi, serta keragaman dalam pola konsumsi akan

menyebabkan keragaman pembentukan harga-harga dan keragaman NTP.

Pembentukan indeks NTP sebagai indikator kesejahteraan petani telah

dilakukan oleh BPS tahun 1987 dan terus dilakukan penyempurnaan. Pada

awalnya definisi “petani” terbatas kepada petani yang berusaha di lahan, sehingga

cakupan petani hanya petani tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan

rakyat, dengan cakupan wilayah di 14 provinsi. Sejak tahun 2008 dilakukan

penyempurnaan dengan mencakup nelayan di dalam sub sektor perikanan.

5.1. Perkembangan NTP Tahun 2008-2013

Perkembangan NTP bulan Januari 2008–Mei 2013 menunjukkan tren

meningkat dengan laju 0,0038/bulan. Peningkatan ini terjadi karena laju HT

meningkat lebih tinggi dibandingkan HB. HB dan HT bergerak mengikuti garis tren

yang cenderung linier dengan penambahan (marjinal) HT sebesar 0,0233/bulan

dan HB sebesar 0,0180/bulan, sehingga NTP masih bergerak naik walaupun

dengan kenaikan yang relatif rendah (Gambar 5.1). Detil NTP, HT, dan HB di

dalam Tabel Lampiran 1.

Perilaku NTP seperti diuraikan di atas tidak lepas dari faktor-faktor

penyusunnya, baik komponen penyusun HT maupun komponen penyusun HB.

Page 82: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

60

60

Faktor yang mempengaruhi perilaku NTP, HT dan HB tersebut tercermin dari

pergerakan nilai marjinal faktor-faktor penyusunnya.

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa perilaku NTP dibandingkan perilaku HT

dan HB tidak banyak perubahan dari bulan dasar, Januari 2008. Harga yang

diterima petani dan yang dibayar petani meningkat secara simultan, namun harga

yang diterima petani meningkat lebih tinggi (43 persen) dibandingkan harga yang

dibayar (37 persen) selama Januari 2008-Mei 2013, sehingga terjadi kesenjangan

antara harga yang diterima dan dibayar petani.

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0233x - 812,2 0,9866Indeks Harga Dibayar Petani (IHB) 0,018x - 601,64 0,9837Nilai Tukar Petani (NTP) 0,0038x - 51,004 0,8131

Gambar 5.1. Perkembangan Indeks Diterima Petani, Indeks Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani, Januari 2008-Mei 2013.

Dengan asumsi bahwa kuantitas produksi komoditas yang dihasilkan petani

tetap bersamaan dengan perubahan harga-harga barang konsumsi dan produksi,

perilaku NTP di atas mencerminkan bahwa daya beli petani relatif naik selama

periode tersebut, atau kesejahteraan petani meningkat. Apabila diukur dengan

kriteria standar hidup, hampir sepanjang lima tahun terakhir, kecuali pada bulan

60

Faktor yang mempengaruhi perilaku NTP, HT dan HB tersebut tercermin dari

pergerakan nilai marjinal faktor-faktor penyusunnya.

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa perilaku NTP dibandingkan perilaku HT

dan HB tidak banyak perubahan dari bulan dasar, Januari 2008. Harga yang

diterima petani dan yang dibayar petani meningkat secara simultan, namun harga

yang diterima petani meningkat lebih tinggi (43 persen) dibandingkan harga yang

dibayar (37 persen) selama Januari 2008-Mei 2013, sehingga terjadi kesenjangan

antara harga yang diterima dan dibayar petani.

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0233x - 812,2 0,9866Indeks Harga Dibayar Petani (IHB) 0,018x - 601,64 0,9837Nilai Tukar Petani (NTP) 0,0038x - 51,004 0,8131

Gambar 5.1. Perkembangan Indeks Diterima Petani, Indeks Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani, Januari 2008-Mei 2013.

Dengan asumsi bahwa kuantitas produksi komoditas yang dihasilkan petani

tetap bersamaan dengan perubahan harga-harga barang konsumsi dan produksi,

perilaku NTP di atas mencerminkan bahwa daya beli petani relatif naik selama

periode tersebut, atau kesejahteraan petani meningkat. Apabila diukur dengan

kriteria standar hidup, hampir sepanjang lima tahun terakhir, kecuali pada bulan

Page 83: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

61

61

Maret-April 2008 dan periode Oktober 2008-Juli 2009, petani relatif lebih sejahtera

ditunjukkan oleh peningkatan NTP.

5.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani (HT)

Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang di tingkat

petani/peternak/nelayan dari harga-harga sub sektor tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Harga dari masing-

masing sub sektor sendiri juga dibangun dari harga tertimbang dari komoditas

penyusunnya. Penimbang dari masing-masing adalah nilai produksi.

Perilaku HT dari Januari 2008 sampai dengan Mei 2013 terangkum di

dalam Gambar 5.2. Seperti dijelaskan di atas, HT meningkat dengan marjinal

sebesar 0,0233/bulan. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kontribusi

peningkatan yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan (marjinal =

0,0273/bulan) dan sub sektor hortikultura (marjinal = 0,0264/bulan); menyusul

sub sektor perikanan dengan marjinal 0,0180/bulan, perkebunan sebesar

0,0169/bulan dan peternakan sebesar 0,0155/bulan.

Page 84: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

62

62

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani NAS (HT ) 0,0233x - 812,2 0,9866Indeks Harga Diterima Petani T.Pangan (HT TP) 0,0273x - 974,74 0,9756Indeks Harga Diterima Petani Hortikultura (HT HOR) 0,0264x - 931,8 0,9596Indeks Harga Diterima Petani Perkebunan (IHT BUN) 0,0169x - 547,78 0,8805Indeks Harga Diterima Petani Ternak (HT NAK) 0,0155x - 497,56 0,8996Indeks Harga Diterima Petani Perikanan (HT IK) 0,018x - 596,39 0,9295Nilai Tukar Petani NAS (NTP ) 0,0038x - 51,004 0,8131

Gambar 5.2. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani, Indeks Harga Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani per Sub sektor dan Gabungan, Januari 2008-Mei 2013.

Penulusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan harga yang

diterima petani sub sektor tanaman pangan (HTTP) pengaruh peningkatan harga

palawija relatif lebih besar dibanding peningkatan harga padi, yaitu dengan nilai

peningkatan marjinal sebesar 0,0273/bulan untuk palawija dan 0,0233/bulan

untuk padi (Tabel 5.1). Sementara itu, pada sub sektor hortikultura, kontribusi

peningkatan harga buah-buahan relatif lebih tinggi dibandingkan peningkatan

harga sayuran, yaitu masing-masing dengan peningkatan marjinal sebesar

0,0262/bulan dan 0,0259/bulan. Pada sub sektor perkebunan nilai marjinal yang

dimaksud adalah nilai marjinal kelompok tanaman perkebunan rakyat.

Pada sub sektor peternakan, kontribusi terbesar dari peningkatan harga

yang diterima petani terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil (nilai marjinal

0,0213/bulan) menyusul hasil peternakan (nilai marjinal 0,0178/bulan), unggas 62

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani NAS (HT ) 0,0233x - 812,2 0,9866Indeks Harga Diterima Petani T.Pangan (HT TP) 0,0273x - 974,74 0,9756Indeks Harga Diterima Petani Hortikultura (HT HOR) 0,0264x - 931,8 0,9596Indeks Harga Diterima Petani Perkebunan (IHT BUN) 0,0169x - 547,78 0,8805Indeks Harga Diterima Petani Ternak (HT NAK) 0,0155x - 497,56 0,8996Indeks Harga Diterima Petani Perikanan (HT IK) 0,018x - 596,39 0,9295Nilai Tukar Petani NAS (NTP ) 0,0038x - 51,004 0,8131

Gambar 5.2. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani, Indeks Harga Dibayar Petani, dan Nilai Tukar Petani per Sub sektor dan Gabungan, Januari 2008-Mei 2013.

Penulusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan harga yang

diterima petani sub sektor tanaman pangan (HTTP) pengaruh peningkatan harga

palawija relatif lebih besar dibanding peningkatan harga padi, yaitu dengan nilai

peningkatan marjinal sebesar 0,0273/bulan untuk palawija dan 0,0233/bulan

untuk padi (Tabel 5.1). Sementara itu, pada sub sektor hortikultura, kontribusi

peningkatan harga buah-buahan relatif lebih tinggi dibandingkan peningkatan

harga sayuran, yaitu masing-masing dengan peningkatan marjinal sebesar

0,0262/bulan dan 0,0259/bulan. Pada sub sektor perkebunan nilai marjinal yang

dimaksud adalah nilai marjinal kelompok tanaman perkebunan rakyat.

Pada sub sektor peternakan, kontribusi terbesar dari peningkatan harga

yang diterima petani terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil (nilai marjinal

0,0213/bulan) menyusul hasil peternakan (nilai marjinal 0,0178/bulan), unggas

Page 85: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

63

63

(nilai marjinal 0,0171/bulan) dan kelompok ternak besar (nilai marjinal

0,0120/bulan). Sementara pada sub sektor perikanan kontribusi terbesar dari

peningkatan harga yang diterima petani ikan dan nelayan terjadi pada harga

produk penangkapan (nilai marjinal 0,188/bulan) dan nilai marjinal harga produk

budidaya ikan sebesar 0,0138/bulan.

Tabel 5.1. Nilai Regresi Indeks Harga yang Diterima Petani Tahun 2008-2013

Sub sektor Komoditas Dugaan Regresi R2

Tanaman Pangan (TP)

Padi (PAD) 0,0271x - 968,64 0,9744Palawija (PLW) 0,0286x - 1019,1 0,9682

Hortikultura (HT)Sayur-sayuran (SYR) 0,0259x - 909,93 0,8947Buah-buahan (BUH) 0,0262x - 924,23 0,9642

Perkebunan (BUN) Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR)

0,0169x - 547,78 0,8805

Peternakan (NAK)

Ternak Kecil (TNK) 0,0213x - 724,06 0,9104Ternak Besar (TNB) 0,0120x - 361,75 0,8489Unggas (UGS) 0,0171x – 559,66 0,8671Hasil Ternak (HST) 0,0178x - 584,17 0,9004

Perikanan (IK) Penangkapan (KAP) 0,0188x – 629,51 0,9241Budidaya (BDY) 0,0138x - 439,51 0,9179

5.2.1. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Tanaman

Pangan

Indeks harga yang diterima petani tanaman pangan meningkat dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0273/bulan. Dua komoditas tanaman pangan,

yaitu padi dan palawija menunjukkan penambahan marjinal harga yang diterima

masing-masing sebesar 0,0271/bulan untuk padi dan 0,0286/bulan untuk

palawija. Detil perilaku harga yang diterima petani padi dan palawija ditunjukkan

Gambar 5.3 dimana palawija tampak dominan disbanding padi.

63

(nilai marjinal 0,0171/bulan) dan kelompok ternak besar (nilai marjinal

0,0120/bulan). Sementara pada sub sektor perikanan kontribusi terbesar dari

peningkatan harga yang diterima petani ikan dan nelayan terjadi pada harga

produk penangkapan (nilai marjinal 0,188/bulan) dan nilai marjinal harga produk

budidaya ikan sebesar 0,0138/bulan.

Tabel 5.1. Nilai Regresi Indeks Harga yang Diterima Petani Tahun 2008-2013

Sub sektor Komoditas Dugaan Regresi R2

Tanaman Pangan (TP)

Padi (PAD) 0,0271x - 968,64 0,9744Palawija (PLW) 0,0286x - 1019,1 0,9682

Hortikultura (HT)Sayur-sayuran (SYR) 0,0259x - 909,93 0,8947Buah-buahan (BUH) 0,0262x - 924,23 0,9642

Perkebunan (BUN) Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR)

0,0169x - 547,78 0,8805

Peternakan (NAK)

Ternak Kecil (TNK) 0,0213x - 724,06 0,9104Ternak Besar (TNB) 0,0120x - 361,75 0,8489Unggas (UGS) 0,0171x – 559,66 0,8671Hasil Ternak (HST) 0,0178x - 584,17 0,9004

Perikanan (IK) Penangkapan (KAP) 0,0188x – 629,51 0,9241Budidaya (BDY) 0,0138x - 439,51 0,9179

5.2.1. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Tanaman

Pangan

Indeks harga yang diterima petani tanaman pangan meningkat dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0273/bulan. Dua komoditas tanaman pangan,

yaitu padi dan palawija menunjukkan penambahan marjinal harga yang diterima

masing-masing sebesar 0,0271/bulan untuk padi dan 0,0286/bulan untuk

palawija. Detil perilaku harga yang diterima petani padi dan palawija ditunjukkan

Gambar 5.3 dimana palawija tampak dominan disbanding padi.

Page 86: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

64

64

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0273x - 974,74 0,9756Padi (PAD) 0,0271x - 968,64 0,9744Palawija (PLW) 0,0286x - 1019,1 0,9682

Gambar 5.3. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Tanaman Pangan, Indeks Harga Padi dan Palawija, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Hortikultura

Indeks harga yang diterima petani hortikultura meningkat dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0264/bulan, lebih rendah dari penambahan

marjinal harga yang diterima petani hortikultura. Dua komoditas hortikultura, yaitu

sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan penambahan marjinal harga yang

diterima masing-masing sebesar 0,0259/bulan untuk sayur-sayuran dan

0,0262/bulan untuk buah-buahan. Detil perilaku harga yang diterima petani sayur-

sayuran dan buah-buahan ditunjukkan Gambar 5.4.

64

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0273x - 974,74 0,9756Padi (PAD) 0,0271x - 968,64 0,9744Palawija (PLW) 0,0286x - 1019,1 0,9682

Gambar 5.3. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Tanaman Pangan, Indeks Harga Padi dan Palawija, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.2. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Hortikultura

Indeks harga yang diterima petani hortikultura meningkat dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0264/bulan, lebih rendah dari penambahan

marjinal harga yang diterima petani hortikultura. Dua komoditas hortikultura, yaitu

sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan penambahan marjinal harga yang

diterima masing-masing sebesar 0,0259/bulan untuk sayur-sayuran dan

0,0262/bulan untuk buah-buahan. Detil perilaku harga yang diterima petani sayur-

sayuran dan buah-buahan ditunjukkan Gambar 5.4.

Page 87: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

65

65

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0264x - 931,8 0,9596Sayur-sayuran (SYR) 0,0259x - 909,93 0,8947Buah-buahan (BUH) 0,0262x - 924,23 0,9642

Gambar 5.4. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Hortikultura, Indeks Harga Sayur-sayuran dan Buah-buahan, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.3. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perkebunan

Indeks harga yang diterima petani tanaman perkebunan hanya disusun

oleh satu komoditas, yaitu tanaman perkebunan rakyat. Selama Januari 2008-Mei

2013 indeks harga yang diterima oleh petani perkebunan/tanaman perkebunan

rakyat meningkat dengan penambahan marjinal sebesar 0,0169/bulan atau lebih

rendah dari indeks harga yang diterima petani tanaman pangan maupun petani

hortikultura. Detil perilaku harga yang diterima petani perkebunan/tanaman

perkebunan rakyat ditunjukkan Gambar 5.5.

65

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0264x - 931,8 0,9596Sayur-sayuran (SYR) 0,0259x - 909,93 0,8947Buah-buahan (BUH) 0,0262x - 924,23 0,9642

Gambar 5.4. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Hortikultura, Indeks Harga Sayur-sayuran dan Buah-buahan, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.3. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perkebunan

Indeks harga yang diterima petani tanaman perkebunan hanya disusun

oleh satu komoditas, yaitu tanaman perkebunan rakyat. Selama Januari 2008-Mei

2013 indeks harga yang diterima oleh petani perkebunan/tanaman perkebunan

rakyat meningkat dengan penambahan marjinal sebesar 0,0169/bulan atau lebih

rendah dari indeks harga yang diterima petani tanaman pangan maupun petani

hortikultura. Detil perilaku harga yang diterima petani perkebunan/tanaman

perkebunan rakyat ditunjukkan Gambar 5.5.

Page 88: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

66

66

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0169x - 547,78 0,8805Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) 0,0169x - 547,78 0,8805

Gambar 5.5. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub SektorPerkebunan/Tanaman Perkebunan Rakyat, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.4. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Peternakan

Indeks harga yang diterima petani sub sektor peternakan/peternak disusun

oleh empat komoditas, yaitu ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ternak.

Indeks harga yang diterima peternak bergerak naik dengan penambahan marjinal

sebesar 0,0155/bulan. Penambahan marjinal harga yang indeks harga yang

diterima peternak lebih rendah dibandingkan petani tanaman pangan, petani

hortikultura, dan petani perkebunan. Artinya, indeks harga yang diterima peternak

adalah terendah dibandingkan yang diterima petani di tiga sub sektor lain.

Diantara empat komoditas penyusunnya, ternak kecil menunjukkan penambahan

marjinal tertinggi, yaitu 0,0213/bulan, diikuti hasil ternak dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0178/bulan, lalu disusul oleh unggas dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0171/bulan, dan terendah adalah ternak besar dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0120/bulan. Perilaku indeks harga yang diterima

peternak beserta komoditas penyusunnya ditunjukkan Gambar 5.6.

66

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0169x - 547,78 0,8805Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) 0,0169x - 547,78 0,8805

Gambar 5.5. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub SektorPerkebunan/Tanaman Perkebunan Rakyat, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.4. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Peternakan

Indeks harga yang diterima petani sub sektor peternakan/peternak disusun

oleh empat komoditas, yaitu ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ternak.

Indeks harga yang diterima peternak bergerak naik dengan penambahan marjinal

sebesar 0,0155/bulan. Penambahan marjinal harga yang indeks harga yang

diterima peternak lebih rendah dibandingkan petani tanaman pangan, petani

hortikultura, dan petani perkebunan. Artinya, indeks harga yang diterima peternak

adalah terendah dibandingkan yang diterima petani di tiga sub sektor lain.

Diantara empat komoditas penyusunnya, ternak kecil menunjukkan penambahan

marjinal tertinggi, yaitu 0,0213/bulan, diikuti hasil ternak dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0178/bulan, lalu disusul oleh unggas dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0171/bulan, dan terendah adalah ternak besar dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0120/bulan. Perilaku indeks harga yang diterima

peternak beserta komoditas penyusunnya ditunjukkan Gambar 5.6.

Page 89: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

67

67

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0155x - 497,56 0,8996Ternak Besar (TNB) 0,012x - 361,75 0,8489Ternak Kecil (TNK) 0,0213x - 724,06 0,9104Unggas (UGS) 0,0171x – 559,66 0,8671Hasil Ternak (HST) 0,0178x - 584,17 0,9004

Gambar 5.6. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Peternakan, Indeks Harga Ternak Besar, Ternak Kecil, Unggas, dan Hasil Ternak, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.5. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perikanan

Indeks harga yang diterima petani sub sektor perikanan/nelayan disusun

oleh dua komoditas, yaitu penangkapan dan budidaya. Indeks harga yang

diterima nelayan bergerak naik dengan penambahan marjinal sebesar

0,0155/bulan. Penambahan marjinal indeks harga yang diterima nelayan lebih

tinggi dibandingkan indeks harga yang diterima petani perkebunan dan peternak,

namun lebih rendah dibandingkan indeks harga yang diterima petani tanaman

pangan dan hortikultura.

Indeks harga perikanan penangkapan bergerak naik dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0188/bulan, sedangkan indeks harga perikanan budidaya

bergerak naik dengan penambahan marjinal sebesar 0,0138/bulan. Perilaku indeks

67

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0155x - 497,56 0,8996Ternak Besar (TNB) 0,012x - 361,75 0,8489Ternak Kecil (TNK) 0,0213x - 724,06 0,9104Unggas (UGS) 0,0171x – 559,66 0,8671Hasil Ternak (HST) 0,0178x - 584,17 0,9004

Gambar 5.6. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Peternakan, Indeks Harga Ternak Besar, Ternak Kecil, Unggas, dan Hasil Ternak, Januari 2008-Mei 2013.

5.2.5. Perilaku Harga yang Diterima Petani Sub Sektor Perikanan

Indeks harga yang diterima petani sub sektor perikanan/nelayan disusun

oleh dua komoditas, yaitu penangkapan dan budidaya. Indeks harga yang

diterima nelayan bergerak naik dengan penambahan marjinal sebesar

0,0155/bulan. Penambahan marjinal indeks harga yang diterima nelayan lebih

tinggi dibandingkan indeks harga yang diterima petani perkebunan dan peternak,

namun lebih rendah dibandingkan indeks harga yang diterima petani tanaman

pangan dan hortikultura.

Indeks harga perikanan penangkapan bergerak naik dengan penambahan

marjinal sebesar 0,0188/bulan, sedangkan indeks harga perikanan budidaya

bergerak naik dengan penambahan marjinal sebesar 0,0138/bulan. Perilaku indeks

Page 90: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

68

68

harga yang diterima nelayan beserta komoditas penyusunnya ditunjukkan Gambar

5.7. Tampak bahwa indeks harga perikanan penangkapan lebih dominan dalam

penyusunan indeks harga yang diterima oleh nelayan.

Variabel Dugaan Regresi R2

Indeks Harga Diterima Petani (IHT) 0,0155x - 497,56 0,8996Ternak Besar (TNB) 0,012x - 361,75 0,8489Ternak Kecil (TNK) 0,0213x - 724,06 0,9104Unggas (UGS) 0,0171x – 559,66 0,8671Hasil Ternak (HST) 0,0178x - 584,17 0,9004

Gambar 5.7. Perkembangan Indeks Harga Diterima Petani Sub Sektor Perikanan, Indeks Harga Ikan Hasil Penangkapan dan Ikan Hasil Budidaya, Januari 2008-Mei 2013.

5.3. Perilaku Harga yang Dibayar Petani (HB)

Harga yang dibayar petani juga merupakan harga tertimbang pembayaran

di tingkat petani/peternak/nelayan dari harga-harga atas pembelian barang

konsumsi dan faktor produksi dan barang modal. HB meningkat dengan

penambahan marjinal sebesar 0,0180/bulan, dan peningkatan tersebut terutama

disebabkan oleh kontribusi peningkatan yang lebih besar dari pengeluaran

konsumsi rumahtangga (marjinal = 0,0202/bulan). Pengeluaran biaya produksi

dan penambahan barang modal meningkat dengan nilai marjinal sebesar

Page 91: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

69

69

0,0117/bulan. Detil perilaku harga barang yang dikonsumsi dan biaya produksi

akan ditunjukkan Gambar 5.8.

Gambar 5.8 menunjukkan bahwa sejak Januari 2008, kenaikan NTP

tertinggi hanya mencapai 5 persen, sedangkan kenaikan pengeluaran konsumsi

rumahtangga mencapai 40 persen dan biaya produksi dan penambahan barang

modal mencapai 26 persen. Peningkatan NTP yang rendah selama Januari 2008-

Mei 2013 mengindikasikan bahwa tidak ada perubahan tren perilaku NTP.

Kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi pertanian mencerminkan

telah terjadi perubahan kebijakan subsidi pada harga input produksi dan barang

yang dikonsumsi rumahtangga petani (Khan and Ahmed, 2004).

Variabel Dugaan Regresi R2

Konsumsi Rumahtangga (KRT) 0,0202x - 686,48 0,9871Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) 0,0117x - 350,41 0,9474

Gambar 5.8. Perkembangan Indeks Harga yang Dibayar Petani, Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013.

Page 92: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

70

70

Namun, seperti dijelaskan di muka harga yang diterima petani pada periode yang

sama meningkat tajam (43 persen) dan lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga-

harga yang dibayar petani, sehingga perubahan kebijakan harga yang dilakukan

pemerintah tidak banyak mengubah perilaku NTP. Hal ini menunjukkan bahwa

kebijakan harga input produksi dan subsidi harga produk pertanian dapat

dialihkan untuk pembangunan infrastruktur produksi dan pemasaran hasil

pertanian.

5.3.1. Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga

Harga konsumsi rumahtangga adalah harga tertimbang dari harga barang-

barang yang dikonsumsi oleh rumahtangga, yang mencakup kelompok bahan

makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi,

dan olahraga, serta transportasi dan komunikasi. Harga konsumsi rumahtangga

mencerminkan inflasi di pedesaan. Sesuai dengan definisi, inflasi merupakan

persentase perubahan harga-harga konsumen pada periode tertentu.

Berdasarkan data Januari 2008-Mei 2013 indeks harga konsumsi

rumahtangga meningkat dengan peningkatan marjinal sebesar 0,0202/bulan

(Gambar 5.9). Peningkatan marjinal tertinggi ditunjukkan oleh konsumsi bahan

makanan (0,0238/bulan), disusul oleh konsumsi makanan jadi (0,0214/bulan), lalu

sandang (0,0195/bulan), perumahan (0,0193/bulan), kesehatan (0,0130/bulan),

pendidikan, rekreasi, dan olahrga (0,0105/bulan), serta transportasi dan

komunikasi (0,0035/bulan).

Page 93: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

71

71

Variabel Dugaan Regresi R2

Konsumsi Rumahtangga (KRT) 0,0202x - 686,48 0,9871Bahan Makanan (BM) 0,0238x - 828,25 0,9799Makanan Jadi (MKJ) 0,0214x - 737,59 0,9926Perumahan (PRM) 0,0193x - 649,02 0,9766Sandang (SDG) 0,0195x - 661,06 0,9860Kesehatan (KSH) 0,013x - 403,09 0,9863Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga (PDK) 0,0105x - 304,88 0,9731Transportasi dan Komunikasi (TRP) 0,0035x - 26,85 0,2833

Gambar 5.9. Perkembangan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga dan Komponen Penyusunnya, Januari 2008-Mei 2013.

5.3.2. Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal

Indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) adalah

harga tertimbang dari biaya untuk pembelian bibit, obat obatan dan pupuk, sewa

lahan dan pajak, upah buruh, transportasi, dan penambahan barang modal.

Dalam periode Januari 2008-Mei 2013 indeks BPPBM meningkat dengan

peningkatan marjinal sebesar 0,0117/bulan (Gambar 5.10). Peningkatan marjinal

tertinggi ditunjukkan oleh biaya penambahan barang modal (peningkatan marjinal

= 0,0140/bulan), disusul biaya bibit (peningkatan marjinal = 0,0123/bulan), upah

buruh tani dan obat/ pupuk (peningkatan marjinal = 0,0119/bulan), sewa lahan

Page 94: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

72

72

(peningkatan marjinal = 0,0105/bulan), dan transportasi (peningkatan marjinal =

0,0073/bulan).

Variabel Dugaan Regresi R2

BPPBM 0,0117x - 350,41 0,9474Penambahan Barang Modal (PBM) 0,0140x - 441,62 0,9410Transportasi (TRS) 0,0073x - 175,62 0,5657Bibit (BBT) 0,0123x - 37,75 0,9690Upah Buruh Tani (UBT) 0,0119x - 361,78 0,9579Obat-obatan & Pupuk (ODP) 0,0119x - 359,62 0,9261Sewa Lahan, Pajak & Lainnya (SPL) 0,0105x - 307,33 0,9642

Gambar 5.10. Perkembangan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal, Januari 2008-Mei 2013.

Page 95: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

73

73

BAB VI

FAKTOR-FAKTOR DAN KEBIJAKAN YANG MEMENGARUHI NTP

Dalam kerangka pemikiran dan metoda analisa dikemukakan bahwa

analisa faktor-faktor yang mempengaruhi NTP dapat ditelusuri analisa komponen

penyusunnya, dalam bentuk pengukuran pengaruh perubahan harga-harga

penyusun NTP terhadap NTP dalam bentuk nilai marjinal dan elastisitas harga.

Dari nilai-nilai marjinal dan elastisitas tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk

mengevaluasi dampak kebijakan yang terkait terhadap NTP.

6.1. Pengaruh Perubahan Harga-harga terhadap NTP

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara harga yang diterima

petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB). Harga yang diterima petani

(HT) merupakan harga produsen (farm gate) dari hasil produksi petani. Petani

yang dimaksud adalah yang mengusahakan tanaman pangan (padi dan palawija),

tanaman hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan), tanaman perkebunan

rakyat, peternakan (ternak besar, ternak kecil, unggas, dan hasil ternak), dan

usaha perikanan (penangkapan dan budidaya). Sementara itu harga yang dibayar

petani (HB) adalah harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi/dibeli petani baik

untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sendiri maupun untuk keperluan biaya

produksi dan penambahan barang modal pertanian. Kebutuhan rumahtangga

mencakup bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan,

pendidikan, rekreasi, dan olahraga, serta transportasi dan telekomunikasi.

Sedangkan kebutuhan biaya produksi dan penambahan barang modal mencakup

benih, obat dan pupuk, sewa lahan dan pajak, transportasi, penambahan barang

modal, serta upah buruh tani. Pengaruh perubahan harga-harga tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam pengaruh perubahan harga diterima petani (HT) dan

pengaruh perubahan harga dibayar petani (HB).

Page 96: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

74

74

6.1.1. Pengaruh Perubahan Harga Diterima Petani (HT)

Secara teori dan ditunjukkan oleh hasil analisa, harga-harga yang diterima

petani berpengaruh positif terhadap NTP. Hasil perhitungan nilai marjinal dan

elastisitas pengaruh HT terhadap NTP terangkum dalam Tabel 6.1. Dari hasil

analisa menunjukkan nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan

terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar (0,50), disusul sub sektor hortikultura

(0,19), perkebunan (0,18), peternakan (0,16) dan perikanan (0,13). Besaran nilai

elastisitas ini juga sejalan dengan nilai marjinal dari dampak kenaikan harga-harga

terhadap NTP. Besaran nilai elastisitas dan nilai marjinal masing-masing

terangkum dalam Tabel 6.1

Tabel 6.1. Rangkuman Nilai Marjinal dan Elastisitas dari Pengaruh HT terhadap NTP

Sub SektorDampak Marjinal

Elastisitas (%)Langsung T. Langsung Total

T Pangan 0,0037 0,0002 0,0039 0,50Padi 0,0024 -0,0002 0,0023 0,28Palawija 0,0013 0,0005 0,0019 0,25

Hortikultura 0,0013 0,0002 0,0015 0,19Sayur-sayuran 0,0005 0,0008 0,0013 0,18Buah-buahan 0,0008 0,0006 0,0014 0,18

Perkebunan 0,0011 0,0003 0,0014 0,18T. Perkebunan Rakyat 0,0011 0,0003 0,0014 0,18

Peternakan 0,0010 0,0003 0,0013 0,16Ternak Besar 0,0004 0,0004 0,0008 0,10Ternak Kecil 0,0002 0,0004 0,0006 0,08Unggas 0,0002 0,0003 0,0005 0,06Hasil Ternak 0,0002 0,0003 0,0005 0,07

Perikanan 0,0008 0,0003 0,0010 0,13Penangkapan 0,0005 0,0001 0,0007 0,08Budidaya 0,0002 0,0003 0,0005 0,06

Sumber: Analisa Data Sekunder (2013).

Nilai elastisitas harga yang diterima tanaman pangan sebesar 0,50 berarti

kenaikan harga kelompok tanaman pangan sebesar 1 persen meningkatkan NTP

sebesar 0,5 persen, dan demikian seterusnya untuk komoditas sub sektor lain,

atau dalam bentuk marjinal kenaikan 1 (satu) unit indeks harga kelompok

74

6.1.1. Pengaruh Perubahan Harga Diterima Petani (HT)

Secara teori dan ditunjukkan oleh hasil analisa, harga-harga yang diterima

petani berpengaruh positif terhadap NTP. Hasil perhitungan nilai marjinal dan

elastisitas pengaruh HT terhadap NTP terangkum dalam Tabel 6.1. Dari hasil

analisa menunjukkan nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan

terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar (0,50), disusul sub sektor hortikultura

(0,19), perkebunan (0,18), peternakan (0,16) dan perikanan (0,13). Besaran nilai

elastisitas ini juga sejalan dengan nilai marjinal dari dampak kenaikan harga-harga

terhadap NTP. Besaran nilai elastisitas dan nilai marjinal masing-masing

terangkum dalam Tabel 6.1

Tabel 6.1. Rangkuman Nilai Marjinal dan Elastisitas dari Pengaruh HT terhadap NTP

Sub SektorDampak Marjinal

Elastisitas (%)Langsung T. Langsung Total

T Pangan 0,0037 0,0002 0,0039 0,50Padi 0,0024 -0,0002 0,0023 0,28Palawija 0,0013 0,0005 0,0019 0,25

Hortikultura 0,0013 0,0002 0,0015 0,19Sayur-sayuran 0,0005 0,0008 0,0013 0,18Buah-buahan 0,0008 0,0006 0,0014 0,18

Perkebunan 0,0011 0,0003 0,0014 0,18T. Perkebunan Rakyat 0,0011 0,0003 0,0014 0,18

Peternakan 0,0010 0,0003 0,0013 0,16Ternak Besar 0,0004 0,0004 0,0008 0,10Ternak Kecil 0,0002 0,0004 0,0006 0,08Unggas 0,0002 0,0003 0,0005 0,06Hasil Ternak 0,0002 0,0003 0,0005 0,07

Perikanan 0,0008 0,0003 0,0010 0,13Penangkapan 0,0005 0,0001 0,0007 0,08Budidaya 0,0002 0,0003 0,0005 0,06

Sumber: Analisa Data Sekunder (2013).

Nilai elastisitas harga yang diterima tanaman pangan sebesar 0,50 berarti

kenaikan harga kelompok tanaman pangan sebesar 1 persen meningkatkan NTP

sebesar 0,5 persen, dan demikian seterusnya untuk komoditas sub sektor lain,

atau dalam bentuk marjinal kenaikan 1 (satu) unit indeks harga kelompok

Page 97: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

75

75

komoditas tanaman pangan akan meningkatkan indeks NTP sebesar 0,0039, dan

demikian seterusnya untuk kelompok komoditas lainnya.

Dampak marjinal dari pengaruh perubahan harga-harga terhadap NTP

berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung perubahan harga masing-

masing terhadap NTP. Dampak langsung yang dimaksud adalah pengaruh ikutan

dari perubahan harga komoditas yang bersangkutan terhadap harga komoditas

lain yang dihasilkan petani (yang berpengaruh positif terhadap NTP) dan

pengaruhnya terhadap kenaikan harga/biaya sarana produksi dan barang modal

(yang berpengaruh negatif terhadap NTP). Dari hasil analisa ditunjukkan pengaruh

langsung dari perubahan harga komoditas relatif lebih dominan dibandingkan

pengaruh tidak langsung.

Pada sub sektor tanaman pangan, elastisitas dan nilai marjinal perubahan

harga padi terhadap NTP relatif lebih besar dibandingkan dengan palawija.

Kenaikan satu persen indeks harga padi dan palawija berdampak meningkatkan

NTP sebesar masing-masing 0,28 persen dan 0,25 persen; atau dalam bentuk

marjinal peningkatan satu satuan indeks harga masing-masing akan meningkatkan

indeks NTP masing-masing sebesar 0,0023 dan 0,0019.

Pada sub sektor hortikultura, elastisitas harga sayur-sayuran dan buah-

buahan terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu masing-masing 0,18,

yang berarti kenaikan satu persen indeks harga sayur-sayuran dan buah-buahan

akan berdampak meningkatkan NTP sebesar masing-masing 0,18 persen, namun

terdapat perbedaan dalam pengaruh marjinalnya, yaitu masing-masing sebesar

0,0013 dan 0,0014.

Pada sub sektor perkebunan, dalam penyusunan NTP belum dirinci

menurut komoditas utama penyusunnya. Pada sub sektor ini perkebunan yang

dimaksud adalah perkebunan rakyat. Nilai elastisitas harga terhadap NTP sebesar

0,18 menunjukkan kenaikan satu persen indeks harga perkebunan akan

meningkatkan NTP sebesar 0,18 persen, atau kenaikan satu satuan indeks harga

perkebunan akan meningkatkan NTP sebesar 0,0014 unit.

Page 98: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

76

76

Pada sub sektor peternakan, nilai elastisitas dan nilai marjinal terbesar

terjadi pada komoditas ternak besar (dengan nilai elastisitas 0,10 dan nilai

marjinal 0,0008), menyusul ternak kecil (nilai elastisitas 0,08 dan nilai marjinal

0,0006), hasil ternak (nilai elastisitas 0,07 dan nilai marjinal 0,0005), dan unggas

(nilai elastisitas 0,06 dan nilai marjinal 0,0005). Pada sub sektor perikanan, nilai

elastisitas dan nilai marjinal dari perubahan harga kegiatan penangkapan sebesar

0,08 dan nilai marjinal 0,0007; sedangkan pada kegiatan budidaya perikanan nilai

elastisitas 0,06 dan nilai marjinal 0,0005.

6.1.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB)

Pengaruh harga yang dibayar terhadap NTP mempunyai arah yang negatif.

Hasil analisa pengaruh harga-harga yang dibayar terangkum dalam Tabel 6.2.

Hasil analisa menunjukkan dari sisi harga yang dibayar petani, nilai elastisitas dan

nilai dampak marjinal perubahan harga-harga Konsumsi Rumahtangga (KRT) lebih

besar dibanding Harga/Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).

Nilai elastisitas harga kelompok konsumsi terhadap NTP sebesar -0,80 berarti

peningkatan indeks harga konsumsi sebesar 1 (satu) persen akan menurunkan

NTP sebasar 0,80 persen, atau dengan nilai marjinal sebesar -0,0064 berarti

peningkatan indeks harga konsumsi 1 (satu) unit akan menurunkan indeks

konsumsi sebesar -0,0064 unit. Sementara pada kelompok sarana produksi dan

barang modal, nilai elastisitas sebesar -0,46 dan nilai marjinal sebesar -0,0039.

Pada kelompok konsumsi rumahtangga tersebut, elastisitas dan nilai

marjinal harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi (yaitu

elastisitas sebesar -0,50 dan nilai marjinal -0,0038), disusul produk makanan jadi

(yaitu elastisitas sebesar -0,25 dan nilai marjinal -0,0020), dan terkecil adalah

biaya kesehatan (Tabel 6.2).

Page 99: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

77

77

Tabel 6.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) terhadap NTP

PengeluaranDampak Marjinal Elastisitas

(%)Langsung T. Langsung TotalKonsumsi RT -0,0062 -0,0002 -0,0064 -0,80

B. Makanan -0,0029 -0,0008 -0,0038 -0,50Makanan Jadi -0,0015 -0,0005 -0,0020 -0,25Perumahan -0,0008 0,0000 -0,0008 -0,10Sandang -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,04Kesehatan -0,0002 0,0000 -0,0002 -0,03Pendidikan -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,03Transport & Telekomunikasi -0,0004 0,0000 -0,0004 -0,05

Biaya Produksi & PBM -0,0019 -0,0020 -0,0039 -0,46Bibit -0,0002 0,0000 -0,0001 -0,02Obat & Pupuk -0,0005 0,0000 -0,0004 -0,05Transportasi -0,0002 -0,0002 -0,0005 -0,05Sewa & Pajak -0,0002 0,0000 -0,0002 -0,03PBM -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,03Upah -0,0005 -0,0001 -0,0007 -0,08

Sumber: Analisa Data Sekunder (2013).

Pada kelompok harga yang dibayar untuk biaya produksi dan penambahan

barang modal, elastisitas dan nilai marjinal terbesar pada upah (yaitu elastisitas

sebesar -0,08 dan nilai marjinal -0,0007), disusul obat dan pupuk (elastisitas

sebesar -0,05 dan nilai marjinal sebesar -0,0004), transportasi (elastisitas sebesar

-0,05 dan nilai marjinal -0,0005), dan terkecil adalan bibit (elastisitas sebesar -

0,02 dan nilai marjinal -0,0001).

6.2. Keterkaitan Antara Inflasi dengan NTP

Indeks inflasi ditunjukkan oleh perubahan indeks harga konsumen atau

indeks konsumsi rumahtangga, dan dirumuskan sebagai berikut:

dimana IHK = Indeks Harga Konsumen - Indeks Konsumsi Rumahtangga. Dengan

demikian, dalam struktur pembentukan NTP, indeks harga yang dibayar pada

kelompok konsumsi rumahtangga (KRT) adalah indeks inflasi pedesaan. Seperti

77

Tabel 6.2. Pengaruh Perubahan Harga Dibayar Petani (HB) terhadap NTP

PengeluaranDampak Marjinal Elastisitas

(%)Langsung T. Langsung TotalKonsumsi RT -0,0062 -0,0002 -0,0064 -0,80

B. Makanan -0,0029 -0,0008 -0,0038 -0,50Makanan Jadi -0,0015 -0,0005 -0,0020 -0,25Perumahan -0,0008 0,0000 -0,0008 -0,10Sandang -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,04Kesehatan -0,0002 0,0000 -0,0002 -0,03Pendidikan -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,03Transport & Telekomunikasi -0,0004 0,0000 -0,0004 -0,05

Biaya Produksi & PBM -0,0019 -0,0020 -0,0039 -0,46Bibit -0,0002 0,0000 -0,0001 -0,02Obat & Pupuk -0,0005 0,0000 -0,0004 -0,05Transportasi -0,0002 -0,0002 -0,0005 -0,05Sewa & Pajak -0,0002 0,0000 -0,0002 -0,03PBM -0,0003 0,0000 -0,0003 -0,03Upah -0,0005 -0,0001 -0,0007 -0,08

Sumber: Analisa Data Sekunder (2013).

Pada kelompok harga yang dibayar untuk biaya produksi dan penambahan

barang modal, elastisitas dan nilai marjinal terbesar pada upah (yaitu elastisitas

sebesar -0,08 dan nilai marjinal -0,0007), disusul obat dan pupuk (elastisitas

sebesar -0,05 dan nilai marjinal sebesar -0,0004), transportasi (elastisitas sebesar

-0,05 dan nilai marjinal -0,0005), dan terkecil adalan bibit (elastisitas sebesar -

0,02 dan nilai marjinal -0,0001).

6.2. Keterkaitan Antara Inflasi dengan NTP

Indeks inflasi ditunjukkan oleh perubahan indeks harga konsumen atau

indeks konsumsi rumahtangga, dan dirumuskan sebagai berikut:

dimana IHK = Indeks Harga Konsumen - Indeks Konsumsi Rumahtangga. Dengan

demikian, dalam struktur pembentukan NTP, indeks harga yang dibayar pada

kelompok konsumsi rumahtangga (KRT) adalah indeks inflasi pedesaan. Seperti

Page 100: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

78

78

diuraikan di atas, hasil analisa menunjukkan elastisitas KRT (atau inflasi pedesaan)

terhadap NTP sebesar 0,80 yang berarti bahwa kebaikan inflasi pedesaan sebesar

1 (satu) persen akan menurunkan NTP sebesar 0,80 persen. Dalam bentuk nilai

marjinal hasil analisa menunjukkan kenaikan inflasi pedesaan sebesar 1 (satu) unit

akan menurunkan NTP sebesar -0,0064 unit.

Seperti diuraikan sebelumnya, komponen terbesar penyumbang harga

konsumsi (inflasi pedesaan) adalah harga bahan makanan dengan elastisitas

sebesar -0,50, disusul makanan jadi (elastisitas -0,25), transportasi dan

komunikasi (elastisitas -0,05) dan terkecil adalan produk sandang.

Hasil analisa juga menunjukkan terhadap hubungan erat antara harga

konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang

dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga

komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM

masing-masing sebesar 0,869 dan 0,988; sementara elastisitas HTTP terhadap

KRT dan BM masing-masing 0,721 dan 0,821. Ini berarti kenaikan harga yang

diterima petani (HT) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya konsumsi

rumahtangga (KRT) sebesar 0,869 persen dan biaya bahan makanan yang

dikonsumsi sebesar 0,988 persen; sedangkan kenaikan harga komoditas tanaman

pangan yang diterima petani (HTTP) sebesar 1 persen akan meningkatkan

harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,721 persen dan biaya bahan

makanan yang dikonsumsi sebesar 0,821 persen. Dengan demikian kebijakan

peningkatan HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan

berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan) atau juga

berarti kebijakan harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga

berakibat meningkatkan KRT (inflasi di pedesaan). Dengan demikian kebijakan

peningkatan HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan

berdampak kepada harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan). Kebijakan

harga pangan (HTTP) dalam rangka meningkatkan penerimaan/pendapatan

petani telah berperan dalam peningkatan NTP sekaligus mengakibatkan kenaikan

inflasi di pedesaan.

Page 101: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

79

79

Dalam kaitan mengendalikan inflasi pedesaan dapat dilakukan melalui

pengendalian harga yang diterima petani (HT), dan hal ini berarti juga akan

berdampak kepada stabilitas NTP. NTP yang stabil juga berarti adanya kenaikan

harga-harga yang proporsional antara HT dan HB.

6.3. Dampak Kebijakan BBM terhadap NTP

Penyesuaian harga BBM dilakukan pemerintah melalui kebijakan kenaikan

BBM seperti dilakukan pada bulan Mei tahun 2008 dan Juni pada tahun 2013.

Dalam kaitan pengaruh kenaikan BBM terhadap NTP, kenaikan BBM dapat dilihat

dari indikator indeks biaya transportasi yang meningkat. Indeks biaya transportasi

merupakan komponen indeks biaya yang dibayar petani (HB) melalui dua cara,

yaitu bagian dari biaya konsumsi RT (KRT) dan komponen biaya produksi

(BPPBM). Sebagai bagian dari komponen pengeluaran (harga yang dibayar petani

HB) maka kenaikan biaya transportasi akan menurunkan NTP. Namun, kenaikan

harga BBM juga berdampak kepada kenaikan harga-harga yang diterima petani

(HT) seperti terlihat dari kenaikan harga sub sektor perkebunan dan sub sektor

lain yang mempunyai pengaruh positif terhadap NTP (Gambar 6.1).

Page 102: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

80

80

Gambar 6.1. Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Mei 2008 dan Juni 2013 terhadap NTP.

Pada kasus kebijakan kenaikan harga BBM bulan mei tahun 2008 terdapat

indikasi bahwa kenaikan BBM yang mengakibatkan kenaikan harga (biaya)

transportasi dan indeks harga yang dibayar petani (HB), namun peran kenaikan

harga transportasi terhadap HB tersebut relatif lebih kecil dibandingkan pengaruh

peningkatan HT akibat kenaikan harga produk komoditas yang diterima, sehingga

NTP masih menunjukkan peningkatan. Peningkatan harga cukup besar yang

diterima petani secara konsisten terjadi pada harga komoditas pertanian terutama

komoditas tanaman pangan dan perkebunan.

Kenaikan harga produk yang cukup besar pada tahun 2008 berkaitan dengan

kenaikan harga harga produk pertanian (pangan dan non pangan) di pasar

domestik yang dipicu oleh kenaikan harga harga produk internasional terutama

Page 103: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

81

81

harga produk pangan (Kasryno, 2012; Timmer, 2008). Dalam kaitan ini, Timmer

(2008) mengemukakan penyebab kenaikan harga pangan tersebut karena

meningkatnya permintaan pangan oleh Negara berkembang serta adanya

spekulasi pelaku pasar modal untuk memindahkan investasinya ke pasar

komoditas. Selanjutnya Bank Dunia (2011) mengemukakan kenaikan harga

pangan dunia pada periode tahun 2007-2008 disamping berkaitan dengan

produksi bahan baku biji bijian juga dipengaruhi oleh melemahnya nilai dolar

Amerika dan kenaikan harga energi. Kenaikan harga produk pertanian tersebut

telah memberikan keuntungan (wind fall) bagi petani dan perekonomian

Indonesia.

Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 2013, kenaikan harga BBM telah

berakibat kenaikan harga trasportasi dan kenaikan HB yang jauh lebih tinggi

dibandingkan kenaikan harga produk pertanian yang diterima petani (HT). Akibat

laju kenaikan HB yang lebih besar dari laju kenaikan HT, maka dampak kenaikan

harga BBM pada tahun 2013 telah menurunkan NTP (Gambar 6.2).

Page 104: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

82

82

Gambar 6.2. Dampak Kenaikan Harga BBM Bulan Juni 2013 terhadap NTP.

6.4. Pengaruh Peningkatan Produksi Pertanian terhadap NTP

Dalam penyusunan NTP yang dikembangkan BPS, daya beli petani yang

diukur dengan indeks nilai tukar petani hanya didasarkan kepada rasio harga yang

diterima petani dan harga yang dibayar petani. Harga yang diterima petani adalah

harga tertimbang dari seluruh komoditas pertanian (sub sektor tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan). Unit analisa NTP

adalah nasional dan regional (provinsi). Peran produktivitas dari masing-masing

komoditas hanya tercermin dari besarnya nilai pembobot komoditas/sub sektor

yang didasarkan kepada nilai produksi masing-masing. Dengan demikian, nilai

pembobot masing-masing komoditas berbeda antar provinsi. Pada kondisi

demikian peningkatan produksi (produktivitas) suatu komoditas akan berperan

Page 105: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

83

83

meningkatkan NTP apabila (asumsi) harga komoditas tersebut tetap atau

meningkat. Nilai bobot masing-masing komponen penyusun NTP ditunjukkan

Lampiran 2.

Data menunjukkan kegiatan pembangunan telah meningkatkan produksi

pertanian. Dalam periode tahun 2008-2012, produksi pertanian terus meningkat

sebagaimana tercermin dari kenaikan indeks produksi. Dari hubungan antara

indeks produksi pertanian dengan NTP menunjukkan, secara umum peningkatan

indeks produksi diikuti oleh indeks NTP baik total pertanian (Gambar 6.3 ) maupun

menurut sub sektor (Gambar 6.4).

Gambar 6.3. Perkembangan Indeks Produksi dan Rata-rata NTP Tahun 2008-2012.

Page 106: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

84

84

Gambar 6.4. Perkembangan Indeks Produksi Sub Sektor dan Rataan NTP Sub Sektor,Tahun 2008-2012.

Page 107: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

85

85

BAB VII

NILAI TUKAR PENDAPATAN PETANI DAN RUMAHTANGGA TANI

Sebagaimana dikemukakan dalam kerangka pemikiran, untuk melengkapi

analisa NTP akan dilakukan analisa nilai tukar dengan pendekatan nilai, yaitu nilai

tukar pendapatan usahatani dan analisa perubahan pendapatan rumahtangga

petani. Bab berikut akan menganalisa nilai tukar pendapatan usahatani masing-

masing sub sektor dengan beberapa komoditas contoh dan analisa perubahan

pendapatan rumahtangga pertanian pada daerah contoh agroekosistem lahan

sawah dan agroekosistem lahan kering perkebunan.

Data yang digunakan dalam analisa ini terutama berasal dari hasil-hasil

penelitian Panel Petani Nasional (Patanas) yang dilakukan oleh PSE-KP Badan

Litbang Pertanian. Patanas merupakan studi dinamika pedesaan yang meneliti

indikator pembangunan pertanian termasuk usahatani dan pendapatan

rumahtangga secara berulang (panel) dalam kurun waktu periode tertentu dengan

rumahtangga contoh yang tetap.

7.1. Nilai Tukar Pendapatan Usahatani

Analisa tentang Nilai Tukar Pendapatan Usahatani mencakup usahatani

tanaman pangan, usahatani tanaman hortikultura, usahatani tanaman

perkebunan, dan usaha peternakan.

7.1.1. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Pangan

Untuk menggambarkan perilaku nilai tukar pendapatan usahatani

komoditas pada sub sektor tanaman pangan didasarkan kepada data analisa

usahatani tanaman padi, jagung, kedelai, dan ubikayu, diolah dari data primer

penelitian Patanas tahun 2008 dan tahun 2011. Dari hasil analisa seperti

terangkum dalam Tabel 7.1 dan Tabel Lampiran 3.

Secara keseluruhan pendapatan usahatani komoditas tanaman pangan

menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2011 nilai pendapatan usahatani terbesar

Page 108: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

86

86

dihasilkan oleh usahatani ubikayu (Rp 7,61 juta/ha) disusul usahatani tanaman

padi (Rp 6,69 juta/ha), jagung (Rp 6,22 juta/ha), dan kedelai (Rp 1,84 juta/ha).

Dalam peride tahun 2008-2011 terjadi peningkatan pendapatan usahatani dari

keempat komoditas tersebut. Peningkatan terbesar terjadi pada komoditas kedelai

(peningkatan 69,61 persen dalam 3 tahun atau 23,20 persen/tahun), disusul

usahatani jagung (peningkatan 48,28 persen dalam 3 tahun atau 16,10

persen/tahun, usahatani ubikayu (peningkatan 31,16 persen dalam 3 tahun atau

10,39 persen/tahun), dan usahatani padi dengan peningkatan 20,06 persen dalam

3 tahun atau 6,69 persen/tahun.

Perubahan peningkatan pendapatan usahatani dari masing-masing

komoditas tersebut ternyata lebih rendah dari perubahan peningkatan nilai

produksi. Hal ini karena biaya produksi usahatani meningkat dengan perubahan

yang lebih besar. Nilai produksi usahatani dari keempat komodisi tersebut

meningkat dengan perubahan rata-rata 58,54 persen dalam tiga tahun atau 19,51

persen/tahun, sementara biaya produksi usahatani meningkat rata-rata 91,74

persen atau 30,58 persen/tahun.

Dalam periode analisa tahun 2008 dan tahun 2011, peningkatan nilai

produksi usahatani terbesar terjadi pada usahatani kedelai, yaitu 90,77 persen;

disusul jagung 65,19 persen; ubikayu 46,87 persen; dan padi 31, 34 persen.

Sementara itu peningkatan biaya produksi usahatani terbesar juga terjadi pada

usahatani kedelai (121,07 persen) disusul ubikayu (99,20 persen), jagung (94,00

persen), dan usahatani padi sebesar 52,69 persen.

Dari hasil analisa juga terlihat bahwa peningkatan nilai produksi usahatani

dari keempat komoditas lebih disebabkan oleh peningkatan harga jual (dengan

perubahan yang lebih besar) dibandingkan peningkatan produktivitas, dan bahkan

produktivitas usahatani jagung di lokasi contoh menunjukkan penurunan. Dalam

periode tahun 2008-2011 tersebut terjadi peningkatan harga jual produk yang

dihasilkan petani, yaitu terbesar pada jagung (79,82 persen), kedelai (62,68

persen), ubikayu (37,47 persen), dan padi (5,30 persen). Peningkatan

produktivitas usahatani petani terbesar terjadi pada komoditas kedelai (17, 23

Page 109: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

87

87

persen) disusul ubukayu (6,90 persen) dan padi (5,30 persen), sementara

produktivitas jagung menurun -8,16 persen.

Peningkatan biaya produksi dengan perubahan yang cukup besar tersebut

berkaitan dengan peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani, dan harga

sarana produksi. Dalam tahun 2008-2011 terjadi kenaikan yang cukup besar sewa

lahan, yaitu rata-rata 40,59 persen atau 13,53 persen/tahun. Peningkatan sewa

lahan terbesar dijumpai di daerah basis komoditas padi, yaitu sebesar 42,26

persen (atau rata-rata peningkatan 14,09 persen/tahun), lebih tinggi dibandingkan

sewa lahan di daerah palawija yang meningkat rata-rata 40,03 persen (atau

peningkatan 13,34 persen/tahun).

Dalam 3 tahun, upah buruh tani juga meningkat rata-rata 22,73 persen

atau 7,58 persen/tahun. Peningkatan upah buruh paling besar terjadi pada

kegiatan usahatani ubikayu (12,30 persen/tahun), menyusul usahatani padi (6,41

persen/tahun) dan jagung serta dan kedelai masing-masing 5,80 persen/tahun.

Peningkatan biaya pupuk berkaitan dengan peningatan HET pupuk yang

dalam periode tahun 2008-2011 meningkat 33,33 persen, yaitu dari Rp 1.200/kg

menjadi Rp 1.600/kg. Hasil penelitian Patanas juga ditunjukkan bahwa harga

pupuk yang dibeli petani rata-rata 11,22 persen lebih tinggi dibandingkan HET.

Hal ini berkaitan dengan biaya trasportasi dari lini IV ke kios terdekat tempat

pembelian petani.

Salah satu pertimbangan petani untuk memilih komoditas apa yang akan

diusahakan untuk memperoleh keuntungan yang optimal adalah nilai tukar (rasio)

antara nilai pendapatan usaha dengan biaya produksi. Semakin tinggi nilai rasio

antara pendapatan dibanding biaya (terutama modal kerja) semakin banyak

diminati petani dan berlaku sebaliknya. Dari hasil analisa di atas dapat

dikemukakan bahwa nilai tukar pendapatan usahatani terhadap biaya produksi

dan sewa lahan pada komoditas padi, kedelai, dan ubikayu menurun, sementara

pada usahatani jagung meningkat. Penurunan yang terbesar pada komoditas

kedelai (-68,9 persen), ubikayu (-34,1 persen), dan padi (-21,4 persen).

Penurunan nilai tukar tersebut menggambarkan penurunan daya beli atau

Page 110: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

88

88

profitabilitas usahatani masing-masing komoditas. Dengan demikian dapat

disimpulkan untuk ketiga komoditas tersebut telah terjadi penurunan daya beli

dan profitabilitas usahatani.

Nilai tukar pendapatan usahatani dibanding nilai sewa lahan pada empat

komoditas tersebut terjadi penurunan, kecuali pada jagung mengalami sedikit

kenaikan. Penurunan nilai tukar pendapatan terhadap nilai sewa lahan sekitar 15-

19 persen, hal ini cukup signifikan bagi petani yang tidak mempunyai lahan. Oleh

karena itu, bagi petani yang tidak mempunyai lahan, lebih memilih menyakap atau

bagi hasil dengan pemilik lahan, dibandingkan menyewa lahan. Usahatani banyak

mengandung resiko, sehingga dengan menyakap petani berbagi resiko dengan

pemilik lahan, sedangkan bila menyewa lahan, kerugian akan ditanggung sendiri.

Dalam konsep nilai tukar yang dibangun BPS, NTP didefinisikan sebagai

rasio antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani.

Konsep nilai tukar tersebut dapat diterapkan dengan menghitung nilai tukar

terhadap pupuk dan upah buruh, dengan menghitung rasio antara harga produk

yang dijual/diterima patani dengan harga pupuk dan upah buruh. Berdasarkan

perhitungan, kecuali pada padi, nilai tukar petani terhadap pupuk urea pada

komoditas jagung, kedelai, dan ubikayu menunjukkan peningkatan. Kenaikan nilai

tukar tertinggi terjadi pada komoditas jagung (27,68 persen), disusul kedelai

(12,10 persen), dan ubikayu (5,94 persen), sedangkan nilai tukar komoditas padi

menurun -13,41 persen. Kebijakan harga dasar gabah yang diberlakukan selama

ini dinilai telah berhasil mengendalikan harga jual, namun kondisi ini justru

menurunkan profitabilitas padi dibanding komoditas tanaman pangan lain.

Nilai tukar petani terhadap upah untuk semua komoditas tanaman pangan

menunjukkan peningkatan, yang berarti kenaikan harga-harga produk yang

diterima petani relatif lebih tinggi dibanding kenaikan upah. Kenaikan nilai tukar

tertinggi terjadi pada komoditas jagung (29,41 persen), disusul kedelai (18,47

persen), padi (4,66 persen) dan ubikayu (0,41 persen).

Page 111: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

89

89

Tabel 7.1. Perubahan N

ilai Tukar Pendapatan Usahatani Padi, Jagung, Kedelai,dan U

bikayuTahun 2008-2011

N0

Uraian

PadiJagung

KedelaiU

bikayu

2008*2011**

Prbh (%

)2008*

2011**Prbh (%

)2008*

2011**Prbh (%

)2008*

2011**Prbh (%

)

1Analisa usahatani/ha

(Rp 000)

Nilai produksi

8.522,3211.193,00

31,346.922,00

9.657,2265,19

2.442,504.817,98

90,777.541,54

11.076,2146,87

Biaya produksi2.946,40

4,498,8452,69

2.559,83.431,25

94,00815,48

2.975,10121,07

1.741,333.468,76

99,20

Pendapatan5.575,90

6,694,1920,06

4.361,76.225,97

48,281.627,02

1.842,8869,61

5.800,217.607,45

31,16

Produktivitas (kg/ha)

3.756,003,955,19

5,304.390,2

4.031,76-8,16

671,18786,81

17,232.6446,4

28.270,806,90

Harga jual produk

(Rp/kg)2.268,00

2,830,024,78

1.5802.400,00

79,823.640,00

5.920,0062,68

285392

37,47

Sewa

lahan/ha (Rp 000/ha)

2.511,903.573,52

42,26740,71

1.037,1840,03

740,711037,18

40,03740,71

1.037,1840,03

Harga

pupuk urea

di petani

(Rp/kg)1.350

1.94043,65

1.4801.760

18,981.220

176044,80

12801670

29,76

HET

pupuk urea

(Rp 000/kg)1.200

1.60033,33

1.2001.600

33,331.200

160033,33

12001600

33,33

Upah

buruh tani

(Rp 000/hari)25,95

30,9419,23

23,3527,41

17,3925,00

29,3517,40

21,0028,75

36,90

2N

T Pendapatan

terhadap total

biaya produksi1,89

1,49-

21,371,70

1,816,49

2,000,62

-68,953,33

2,19-34,16

NT

terhadap sew

a lahan2,22

1,87-

15,615,89

6,001,94

2,201,78

-19,117,83

7,33-6,33

NT

terhadap upah

214,87216,36

0,69186,80

227,1421,60

65,0862,79

-3,52276,20

264,61-4,20

NT

Pendapatan terhadap pupuk

4,133,45

-16,46

2,953,54

20,031,33

1,05-21,49

4,534,56

0,53

Page 112: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

90

90

N0

Ura

ian

Padi

Jagu

ngKe

dela

iU

bika

yu

2008

*20

11**

Prbh

(%

)20

08*

2011

**Pr

bh

(%)

2008

*20

11**

Prbh

(%

)20

08*

2011

**Pr

bh

(%)

3N

ilai T

ukar

Har

ga

NT

Har

ga o

utpu

t te

rhad

ap

pupu

k ur

ea1,

681,

46-

13,1

71,

071,

3627

,73

2,98

3,36

12,7

40,

220,

235,

42

NT

Har

ga o

utpu

t te

rhad

ap

sew

a la

han

0,90

0,79

-12

,29

2,13

2,31

8,48

4,91

5,71

16,1

50,

380,

38-1

,77

NT

harg

a ou

tput

te

rhad

ap u

pah

87,4

091

,47

4,66

67,6

787

,56

29,4

014

5,60

201,

7038

,53

13,5

713

,63

0,47

Cata

tan:

Bia

ya p

rodu

ksi t

anpa

pen

yusu

tan

alat

dan

bia

ya s

ewa

laha

n.Su

mbe

r: *

) D

iola

h da

ri da

ta p

rimer

Pat

anas

200

8, *

*) D

iola

hda

ri da

ta p

rimer

Pat

anas

201

1.

Page 113: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

91

91

7.1.2. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Hortikultura

Analisa nilai tukar pendapatan usahatani komoditas pada sub sektor

hortikultura akan diwakili oleh komoditas sayuran, yaitu kubis, kentang, tomat,

dan cabe merah. Data yang digunakan dalam analisa berasal dari publikasi

Vademekum Tanaman Sayuran tahun 2006 dan 2012 yang diterbitkan oleh

Direktorat Jenderal Hortikultura. Hasil analisa terangkum di dalam Tabel 7.2 dan

Tabel Lampiran 4.

Secara keseluruhan pendapatan usahatani komoditas tanaman sayuran

menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2012, usahatani dengan nilai pendapatan

usahatani terbesar dihasilkan oleh usahatani cabe merah (Rp 26,14 juta/ha)

disusul usahatani tanaman kubis (Rp 24,99 juta/ha), tomat (Rp 22,61 juta/ha),

dan kentang (Rp 14,46 juta/ha). Dalam periode tahun 2006-2012 terjadi

peningkatan pendapatan usahatani dari keempat komoditas tersebut. Peningkatan

terbesar terjadi pada usahatani kentang (peningkatan 144,26 persen dalam 7

tahun atau 20,61 persen/tahun), disusul usahatani kubis (peningkatan 141,11

persen dalam 7 tahun atau 20,16 persen/tahun), usahatani cabe merah

(peningkatan 69,64 persen dalam 7 tahun atau 9,95 persen/tahun), dan usahatani

tomat (peningkatan 42,63 persen dalam 7 tahun atau 6,09 persen/tahun).

Pada komoditas cabe merah dan tomat perubahan peningkatan

pendapatan lebih rendah dibanding perubahan penerimaan (nilai produksi). Hal ini

disebabkan biaya produksi usahatani meningkat dengan perubahan yang lebih

besar. Kondisi berbeda terjadi pada komoditas kubis dan kentang, dimana

perubahan peningkatan nilai produksi relatif sama dengan perubahan peningkatan

biaya produksi.

Dalam periode analisa tahun 2006 dan tahun 2012, peningkatan nilai

produksi usahatani terbesar terjadi pada usahatani cabe merah, yaitu 185,71

persen; disusul kentang 144,19 persen; kubis 128,58 persen; dan tomat 105,88

persen. Sementara itu peningkatan biaya produksi usahatani terbesar juga terjadi

pada usahatani cabe merah (277,00 persen) disusul tomat (161,14 persen),

kentang (144,17 persen), dan usahatani kubis sebesar 114,64 persen.

Page 114: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

92

92

Dari hasil analisa juga terlihat bahwa peningkatan nilai produksi usahatani

dari keempat komoditas lebih disebabkan oleh peningkatan harga jual (dengan

perubahan yang lebih besar) dibandingkan peningkatan produktivitas, dan bahkan

produktivitas usahatani kubis dan kentang menunjukkan penurunan. Dalam

periode tahun 2006-2012 tersebut terjadi peningkatan harga jual produk yang

dihasilkan petani, yaitu terbesar pada cabe marah (185,71 persen), kentang

(167,44 persen), kubis (157,00 persen), dan tomat (60,00 persen). Sementara itu

peningkatan produktivitas usahatani petani terbesar hanya terjadi pada komoditas

tomat (29,41 persen), produktivitas cabe merah relatif tetap, sedangkan

produktivitas kubis dan kentang menurun masing-masing -11,11 persen dan -8,70

persen.

Sebagaimana dijumpai pada usaha tanaman pangan, peningkatan biaya

produksi dengan perubahan yang cukup besar tersebut terutama berkaitan

dengan peningkatan nilai sewa lahan. Dalam tahun 2006-2012 terjadi kenaikan

yang cukup besar sewa lahan di daerah contoh, yaitu rata-rata 414,2 persen atau

rata-rata 59,18 persen/tahun. Peningkatan terbesar dijumpai di daerah basis

komoditas cabe marah, yaitu sebesar 757,14 persen (atau rata-rata peningkatan

108,16 persen/tahun), disusul daerah berbasis komoditas tomat sebesar 500

persen (atau rata-rata peningkatan 71,43 persen/tahun), basis komoditas kubis

sebesar 300 persen (atau rata-rata peningkatan 42,86 persen/tahun), dan basis

komoditas kentang sebesar 100 persen (atau rata-rata peningkatan 14,29

persen/tahun)

Dalam 7 tahun pengamatan, upah buruh tani juga meningkat rata-rata

93,75 persen atau 13,40 persen/tahun. Peningkatan upah buruh paling besar

terjadi pada kegiatan usahatani kentang (200 persen), menyusul usahatani tomat

(75 persen), cabe, dan kubis masing-masing 50 persen.

Dengan kondisi usahatani di atas, antara tahun 2006-2012 nilai tukar

pendapatan usahatani kubis dan kentang meningkat sedangkan tomat dan cabe

merah menurun. Penurunan nilai tukar tersebut sejalan dengan peningkatan biaya

Page 115: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

93

93

produksi produksi tomat dan cabe merah yang meningkat lebih cepat

dibandingkan nilai produksinya.

Peningkatan nilai sewa lahan dengan laju yang lebih besar dari

peningkatan nilai-nilai tukar pendapatan usahatani sayuran (kecuali kentang)

terhadap sewa lahan menurun. Penurunan nilai tukar tersebut menggambarkan

penurunan daya sewa atau profitabilitas usahatani masing-masing komoditas.

Pada komoditas kubis dan cabe merah nilai tukar pendapatan usahatani

terhadap upah meningkat, sejalan dengan peningkatan upah yang lebih tinggi

pada kedua komoditas tersebut, sedangkan pada komoditas kentang dan tomat

menurun. Nilai tukar harga produksi terhadap pupuk urea secara keseluruhan

meningkat, sedangkan nilai tukar harga produksi terhadap sewa lahan secara

umum menurun (kecuali kentang). Nilai tukar petani terhadap upah untuk

komoditas kentang dan cabe merah meningkat sedangkan untuk kentang dan

tomat menurun.

Page 116: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

94

94

Tabe

l 7.2

.Pe

ruba

han

Nila

i Tuk

ar P

enda

pata

n U

saha

tani

Kub

is, K

enta

ng, T

omat

,dan

Cab

e M

erah

Tah

un 2

006-

2012

No

Ura

ian

Kubi

sKe

ntan

gTo

mat

Cabe

Mer

ah

2006

*20

12*

Prbh

(%

)20

06*

2012

*Pr

bh

(%)

2006

*20

12*

Prbh

(%

)20

06*

2012

*Pr

bh

(%)

1An

alis

a us

ahat

ani/h

a (R

p 00

0)

Nila

i pro

duks

i19

.687

45.0

0012

8,58

38.7

0094

.500

144,

1934

.000

70.0

0010

5,88

35.0

0010

0.00

018

5,71

Biay

a pr

oduk

si9.

321

20.0

0711

4,64

32.7

8080

.040

144,

1718

.146

47.3

8716

1,14

19.5

9273

.862

277,

00

Pend

apat

an10

.366

24.9

9314

1,11

5.92

014

.460

144,

2615

.854

22.6

1342

,63

15.4

0826

.138

69,6

4

Prod

uktiv

itas

(kg/

ha)

33,7

530

,00

-11,

1123

21-8

,70

1722

29,4

110

100,

00

Har

ga ju

al p

rodu

k (R

p/kg

)58

31.

500

157

1.68

34.

500

167,

442.

000

3.20

060

,00

3.50

010

.000

185,

71

Sew

a la

han/

ha (

Rp 0

00/h

a)50

02.

000

300

1.50

03.

000

100,

0050

03.

000

500,

0035

03.

000

757,

14

Har

ga p

upuk

ure

a di

pet

ani (

Rp/k

g)1.

400

1.80

028

,57

1.20

01.

800

50,0

01.

300

1.80

038

,46

1.30

01.

800

38,4

6

HET

pup

uk u

rea

(Rp

000/

kg)

1.20

01.

800

50,0

01.

200

1.80

050

,00

1.20

01.

800

50,0

01.

200

1.80

050

,00

Upa

h bu

ruh

tani

(Rp

000

/har

i)20

.000

30.0

0050

10.0

0030

.000

200,

0020

.000

35.0

0075

,00

20.0

0030

.000

50,0

0

2N

T Pe

ndap

atan

te

rhad

ap

tota

l bi

aya

prod

uksi

1,11

1,25

12,3

30,

180,

180,

030,

870,

48-4

5,38

0,79

0,35

-55,

00

NT

terh

adap

sew

a la

han

20,7

312

,50

-39,

723,

954,

8222

,13

31,7

17,

54-7

6,23

44,0

28,

71-8

0,21

NT

terh

adap

upa

h0,

520,

8360

,74

0,59

0,48

-18,

580,

790,

65-1

8,50

0,77

0,87

13,0

9

NT

Pend

apat

an t

erha

dap

pupu

k7,

4013

,89

87,5

34,

938,

0362

,84

12,2

012

,56

3,01

11,8

514

,52

22,5

2

3N

ilai T

ukar

Har

ga

NT

Har

ga o

utpu

t te

rhad

ap p

upuk

ure

a0,

420,

8310

0,11

1,40

2,50

78,2

51,

541,

7815

,56

2,69

5,56

106,

35

NT

Har

ga o

utpu

t te

rhad

ap s

ewa

laha

n1,

170,

75-3

5,68

1,12

1,50

33,6

94,

001,

07-7

3,33

10,0

03,

33-6

6,67

NT

harg

a ou

tput

ter

hada

p up

ah0,

030,

0571

,53

0,17

0,15

-10,

870,

100,

09-8

,57

0,18

0,33

90,4

8

Sum

ber:

*)

Ditj

end

Hor

tikul

tura

, 200

6,**

) D

itjen

d H

ortik

ultu

ra, 2

012.

Page 117: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

95

95

7.1.3. Nilai Tukar Usahatani Tanaman Perkebunan

Untuk menggambarkan nilai tukar usahatani perkebunan diwakili oleh

usahatani komoditas tebu dan tembakau, berdasarkan data hasil penelitian

Patanas tahun 2008, 2009, 2011 dan 2012. Hasil analisa seperti terangkum dalam

Tabel 7.3 dan Tabel Lampiran 5.

Secara keseluruhan pendapatan usahatani komoditas perkebunan

menunjukkan nilai positif. Dalam tahun 2012 nilai pendapatan usahatani tebu

mencapai Rp 32,18 juta/ha dan pendapatan usahatani tembakau Rp 44,38

juta/ha. Dalam peride tahun 2009-2012 terjadi peningkatan pendapatan usahatani

sebesar 172,37 persen (atau 57,46 persen/tahun) untuk tebu, sedangkan

tembakau sebesar 158,30 persen (atau 52,77 persen/tahun). Peningkatan

pendapatan usahatani dari masing-masing komoditas tersebut terutama

disebabkan oleh peningkatan harga jual produksi. Harga jual produksi tebu

meningkat sebesar 41,58 persen (atau 13,86 persen/tahun), sedangkan harga jual

tembakau meningkat 14,06 persen (atau 4,69 persen/tahun).

Dari sisi biaya produksi terjadi peningkatan biaya sewa lahan rata-rata

54,37 persen atau 18,12/tahun; peningkatan harga pupuk urea di tingkat petani

sebesar 34,53 persen atau 11,51 persen/tahun sejalan dengan peningkatn HET

pupuk urea. Peningkatan juga terjadi pada upah buruh rata-rata sebesar 41,80

persen atau 13,93 persen/tahun.

Dengan kondisi usahatani di atas, terjadi kenaikan nilai tukar pendapatan

usahatani tebu dan tembakau terhadap total biaya produksi, dengan peningkatan

rata-rata 23,91 persen/tahun. Peningkatan nilai tukar ini sejalan dengan

peningkatan nilai tukar pendapatan usahatani terhadap sewa lahan, pupuk urea,

dan upah, masing-masing dengan rata-rata peningkatan nilai tukar terhdap sewa

lahan sebesar 23, 97 5/tahun; terhadap pupuk 32,81 persen/tahun, dan terhadap

upah 29,04 persen/tahun

Dalam konsep nilai tukar petani, yaitu rasio antara harga yang diterima

petani terhadap harga yang dibayar, nilai tukar harga output terhadap harga

pupuk, sewa lahan dan upah pada komoditas tebu dan tembakau menurun.

Page 118: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

96

96

Penurunan nilai tukar terjadi terhadap sewa lahan yang mencapai -5,66

persen/tahun, disusul nilai tukar terhadap upah sebesar -3,00 5/tahun, dan nilai

tukar terhadap pupuk urea -1,21 persen/tahun.

Tabel 7.3. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Tebu dan Tembakau

No UraianTebu Tembakau

2009* 2012* Prbh (%) 2008* 2011* Prbh

(%)

1 Analisa usahatani/ha (Rp 000)

Nilai produksi 16.128,09 32.178,27 99,52 18.616,07 44.375,14 138,37

Biaya produksi 9.112,00 12.830,45 43,42 4.310,27 7.422,65 72,21

Pendapatan 7.016,09 19.109,72 172,37 14.305,80 36.952,49 158,30

Produktivitas (kg/ha) 431,75 - - 558,04 1.166,26 108,99

Harga jual produk (Rp/kg) 8.299 11.750 41,58 33,00 38,05 14,06

Sewa lahan/ha (Rp 000/ha) 3.000,00 4.761,90 58,73 2.000,00 3.000,00 50,00

Harga pupuk urea di petani (Rp/kg) 1.404 2063 46,92 1400 1.710 22,14

HET pupuk urea (Rp 000/kg) 1.200 1800 50 1200 1.600 33,33

Upah buruh tani (Rp 000/hari) 26.508 37781 42,53 23.890 33.700 41,06

2 NT Pendapatan terhadap total biaya produksi 0,77 1,49 93,43 3,32 4,98 50,00

NT terhadap sewa lahan 2,34 4,01 71,59 7,15 12,32 72,20

NT terhadap upah 0,26 0,51 91,10 0,60 1,10 83,11

NT Pendapatan terhadap pupuk 5,00 9,26 85,36 10,22 21,61 111,48

3 Nilai Tukar Harga

NT Harga output terhadap pupuk urea 5,91 5,70 -3,64 0,02

NT Harga output terhadap sewa lahan 2,77 2,47 -10,80 0,02 0,01 -23,13

NT harga output terhadap upah 0,31 0,31 -0,66 0,00 0,00 -18,26

Sumber: *) Diolah dari data primer Patanas tahun 2009 & 2012; **) Diolah dari data primer Patanas tahun 2008 & 2011

7.1.4. Nilai Tukar Usaha Peternakan

Analisa nilai tukar usahatani peternakan diwakili oleh usaha peternakan

sapi dan kambing. Data analisa usaha peternakan berasal dari data primer

penelitian Patanas tahun 2008 dan 2011.

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan usaha peternakan sapi dan

kambing menunjukkan nilai positif. Dalam peride tahun 2008-2011 terjadi

96

Penurunan nilai tukar terjadi terhadap sewa lahan yang mencapai -5,66

persen/tahun, disusul nilai tukar terhadap upah sebesar -3,00 5/tahun, dan nilai

tukar terhadap pupuk urea -1,21 persen/tahun.

Tabel 7.3. Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Tebu dan Tembakau

No UraianTebu Tembakau

2009* 2012* Prbh (%) 2008* 2011* Prbh

(%)

1 Analisa usahatani/ha (Rp 000)

Nilai produksi 16.128,09 32.178,27 99,52 18.616,07 44.375,14 138,37

Biaya produksi 9.112,00 12.830,45 43,42 4.310,27 7.422,65 72,21

Pendapatan 7.016,09 19.109,72 172,37 14.305,80 36.952,49 158,30

Produktivitas (kg/ha) 431,75 - - 558,04 1.166,26 108,99

Harga jual produk (Rp/kg) 8.299 11.750 41,58 33,00 38,05 14,06

Sewa lahan/ha (Rp 000/ha) 3.000,00 4.761,90 58,73 2.000,00 3.000,00 50,00

Harga pupuk urea di petani (Rp/kg) 1.404 2063 46,92 1400 1.710 22,14

HET pupuk urea (Rp 000/kg) 1.200 1800 50 1200 1.600 33,33

Upah buruh tani (Rp 000/hari) 26.508 37781 42,53 23.890 33.700 41,06

2 NT Pendapatan terhadap total biaya produksi 0,77 1,49 93,43 3,32 4,98 50,00

NT terhadap sewa lahan 2,34 4,01 71,59 7,15 12,32 72,20

NT terhadap upah 0,26 0,51 91,10 0,60 1,10 83,11

NT Pendapatan terhadap pupuk 5,00 9,26 85,36 10,22 21,61 111,48

3 Nilai Tukar Harga

NT Harga output terhadap pupuk urea 5,91 5,70 -3,64 0,02

NT Harga output terhadap sewa lahan 2,77 2,47 -10,80 0,02 0,01 -23,13

NT harga output terhadap upah 0,31 0,31 -0,66 0,00 0,00 -18,26

Sumber: *) Diolah dari data primer Patanas tahun 2009 & 2012; **) Diolah dari data primer Patanas tahun 2008 & 2011

7.1.4. Nilai Tukar Usaha Peternakan

Analisa nilai tukar usahatani peternakan diwakili oleh usaha peternakan

sapi dan kambing. Data analisa usaha peternakan berasal dari data primer

penelitian Patanas tahun 2008 dan 2011.

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan usaha peternakan sapi dan

kambing menunjukkan nilai positif. Dalam peride tahun 2008-2011 terjadi

Page 119: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

97

97

peningkatan pendapatan usaha ternak sapi dari Rp 4,16 juta/ekor menjadi Rp

5,28 juta/ekor atau peningkatan sebesar 172,37 persen (atau 57,46

persen/tahun), sedangkan pada usaha ternak kambing terjadi peningkatan

pendapatan dari Rp 249,53 ribu menjadi Rp 503,14 ribu atau peningkatan sebesar

158,30 persen (atau 52,77 persen/tahun) untuk kambing.

Dengan unit analisa usaha per ekor, nilai produksi usaha ternak juga

berarti harga jual per ekor. Pada usaha ternak sapi, nilai produksi/harga jual sapi

tahun 2008-2011 meningkat sebesar 30,02 persen atau rata-rata 10,0

persen/tahun, sedangkan nilai produksi atau harga jual kambing meningkat 61,25

persen atau rata-rata 20,42 persen/tahun.

Dari hasil penelitian juga menunjukkan biaya produksi usaha ternak

meningkat lebih besar dibanding usaha kambing, yaitu 52,69 persen (atau rata-

rata 17,56 persen/tahun), sedangkan untuk usaaha ternak sapi dan 19,85 persen

(atau rata-rata 6,62 persen/tahun).

Dengan nilai usaha ternak di atas, nilai tukar pendapatan terhadap biaya produksi

usaha sapi mengalami penurunan sampai 17 persen, sedangkan pada usaha

kambing terjadi peningkatan sebesar 68,25 persen. Hal ini disebabkan biaya

produksi kambing lebih rendah peningkatannya dibanding biaya usaha sapi dan

kenaikan harga kambing relatif lebih tinggi dibanding kenaikan harga sapi.

Demikian pula nilai tukar pendapatan terhadap harga jual produk, pada usaha sapi

mengalami penurunan -2,42, sedangkan pada usaha kambing meningkat sampai

25 persen.

Page 120: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

98

98

Tabel 7.4.Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Sapi dan Kambing Tahun 2008-2011

No UraianSapi Kambing

2008* 2011** Prbh (%) 2008* 2011** Prbh

(%)1 Analisa usaha ternak per ekor (Rp 000)

Nilai produksi atau harga/ekor(Rp) 4.734,38 6.155,68 30,02 492,86 794,76 61,25

Biaya produksi 572,32 875,00 52,69 243,33 291,62 19,85Pendapatan 4.162,06 5.280,68 20,06 249,53 503,14 101,64

2 Nilai Tukar Pendapatan UsahataniNT terhadap total biaya produksi 7,27 6,04 -17,01 1,03 1,73 68,25NT terhadap harga sapi/kambing 0,88 0,86 -2,42 0,51 0,63 25,04

Sumber: Pengolahan data primer penelitian Patanas tahun 2008 dan 2011.

7.2. Marjin Pemasaran Komoditas Pertanian

Salah satu komponen nilai tukar penting yang menentukan pendapatan

petani adalah marjin tataniaga komoditas yang diusahakan. Pada berbagai

komoditas pertanian dan di berbagai wilayah akan dijumpai beberapa saluran

tataniaga atau pemasaran hasil pertanian. Berdasarkan teori, semakin panjang

rantai tataniaga (semakin banyak lembaga yang terlibat), akan semakin tinggi

marjin pemasaran dan semakin rendah tingkat penerimaan petani (farmer share).

Marjin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen

dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin ini akan diterima oleh lembaga

tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Marjin pemasaran

merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga

yang diterima petani. Komponen marjin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya

yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi

pemasaran yang disebut biaya pemasaran.

Pada Tabel 7.5 diuraikan rekapitulasi hasil beberapa kajian mikro marjin

pemasaran dari beberapa komoditas empat sub sektor pertanian. Pada kelompok

komoditas tanaman pangan marjin pemasaran relatif efisien atau farmer share

cukup tinggi, misalnya padi mencapai 90 persen, palawija mencapai 80 persen,

dan ubikayu dapat mencapai 90 persen. Kisaran marjin tataniaga dari komoditas

tanaman pangan ini merupakan hasil kontribusi kadar air dan biaya transportasi.

Artinya semakin tinggi kadar air maka semakin rendah farmer share yang diterima

98

Tabel 7.4.Perubahan Nilai Tukar Pendapatan Usahatani Sapi dan Kambing Tahun 2008-2011

No UraianSapi Kambing

2008* 2011** Prbh (%) 2008* 2011** Prbh

(%)1 Analisa usaha ternak per ekor (Rp 000)

Nilai produksi atau harga/ekor(Rp) 4.734,38 6.155,68 30,02 492,86 794,76 61,25

Biaya produksi 572,32 875,00 52,69 243,33 291,62 19,85Pendapatan 4.162,06 5.280,68 20,06 249,53 503,14 101,64

2 Nilai Tukar Pendapatan UsahataniNT terhadap total biaya produksi 7,27 6,04 -17,01 1,03 1,73 68,25NT terhadap harga sapi/kambing 0,88 0,86 -2,42 0,51 0,63 25,04

Sumber: Pengolahan data primer penelitian Patanas tahun 2008 dan 2011.

7.2. Marjin Pemasaran Komoditas Pertanian

Salah satu komponen nilai tukar penting yang menentukan pendapatan

petani adalah marjin tataniaga komoditas yang diusahakan. Pada berbagai

komoditas pertanian dan di berbagai wilayah akan dijumpai beberapa saluran

tataniaga atau pemasaran hasil pertanian. Berdasarkan teori, semakin panjang

rantai tataniaga (semakin banyak lembaga yang terlibat), akan semakin tinggi

marjin pemasaran dan semakin rendah tingkat penerimaan petani (farmer share).

Marjin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen

dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin ini akan diterima oleh lembaga

tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Marjin pemasaran

merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga

yang diterima petani. Komponen marjin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya

yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi

pemasaran yang disebut biaya pemasaran.

Pada Tabel 7.5 diuraikan rekapitulasi hasil beberapa kajian mikro marjin

pemasaran dari beberapa komoditas empat sub sektor pertanian. Pada kelompok

komoditas tanaman pangan marjin pemasaran relatif efisien atau farmer share

cukup tinggi, misalnya padi mencapai 90 persen, palawija mencapai 80 persen,

dan ubikayu dapat mencapai 90 persen. Kisaran marjin tataniaga dari komoditas

tanaman pangan ini merupakan hasil kontribusi kadar air dan biaya transportasi.

Artinya semakin tinggi kadar air maka semakin rendah farmer share yang diterima

Page 121: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

99

99

petani, demikian pula biaya transportasi semakin tinggi akan semakin rendah

harga yang diterima petani produsen.

Pada kelompok komoditas hortikultura marjin pemasaran cukup tinggi,

yang berarti harga yang diterima petani relatif rendah, seperti pada komoditas

cabe besar hanya sekitar 64 persen, kentang sekitar 67-70 persen, pisang dan

jeruk menunjukkan marjin yang cukup tinggi, yaitu 75-81 persen, sedangkan

pepaya relatif rendah hanya sekitar 50 persen. Komoditas pepaya umumnya dijual

petani dalam kondisi buah belum masak, sehingga pedagang eceran memerlukan

waktu pemasakan sebelum menjual kepada konsumen. Hal ini dhitung sebagai

biaya oleh pedagang, sehingga menyebabkan harga yang dibayar kepada petani

menjadi rendah.

Kakao yang merupakan komoditas sub sektor perkebunan. Petani menjual

dalam bentuk buah kering, tetapi di berbagai daerah cukup bervariasi tingkat

kekeringan dan kualitasnya, sehingga harga pun berbeda. Namun, harga yang

diterima petani cukup baik, yaitu sekitar 83 persen. Harga komoditas jahe selain

ditentukan oleh jenis dan tingkat kadar air, juga ditentukan oleh kadar kotoran,

sehingga harga yang diterima petani cukup bervariasi. Komoditas jahe biasa

ditanam pada daerah marjinal yang akses transportasinya mahal/sulit, sehingga

menyebabkan biaya pemasaran cukup tinggi. Komoditas karet berbeda dengan

komoditas perkebunan lain karena umumnya petani menjual dalam bentuk bahan

olahan karet rakyat (bokar) dengan kualitas, kadar air, dan kadar kotoran

bervariasi antar daerah. Menurut berbagai penelitian bokar ini kandungan

lumpnya hanya sekitar 40-50 persen, selebihnya adalah air, kotoran dan bahan

lain. Hal ini yang menyebabkan harga bokar yang diterima petani sangat rendah.

Berdasarkan kandungan lump karet bokar, harga yang diterima petani berkisar

50-57 persen. Biaya transportasi karet relatif mahal dan tidak efisien.

Dibandingkan dengan sub sektor lain, pemasaran hasil komoditas

peternakan relatif lebih efisien. Daerah sentra produksi peternakan terdapat pasar

hewan dan rumah pemotongan hewan (RPH), secara fisik pasar hewan

mengorganisasikan pemasaran hewan dengan baik, sehingga harga yang diterima

Page 122: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

100

100

peternak menjadi relatif tinggi, seperti sapi potong dan kambing sekitar 90 persen

dan telur itik mencapai 80 persen. Informasi harga komoditas peternakan relatif

mudah diakses peternak dan cenderung stabil, tidak seperti harga komoditas

sayur-sayuran yang cukup tinggi berfluktuasi.

Tabel 7.5.Marjin Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian

No Sub sektor/Komoditas

Proporsi harga jual petani terhadap harga eceran

(%)

Tahun Studi Keterangan

A. Tanaman Pangan1. Gabah 85,6-95,7 2006 GKG2. Jagung 72 2007 Pipilan 3. Ubikayu 91 - Ubi basah4 Kacang Tanah 86 2007 Biji kering/Ose

B. Hortikultura1. Cabe Besar 64 2011 Cabe segar2. Kentang 67-70 - Umbi segar3. Pepaya 49,3-58,4 - Buah segar4. Pisang 75 2007 Buah segar5. Jeruk 81 2007 Buah segar

C. Perkebunan1. Kakao 82,9 - Buah kering2. Karet 24,5-28,8 1984 Bokar3. Jahe 42-86 - Umbi kering

D. Peternakan1. Sapi Potong 85,7-93,5 2007 Ekor sapi2. Kambing 90 2007 Ekor kambing3. Telur Itik 80 2006 Butir telur

Sumber: Berbagai hasil penelitian/kajian/studi mikro (lihat daftar Pustaka).

7.3. Perubahan Pendapatan Rumahtanga Petani

Perubahan kesejahteraan petani juga dapat diukur dari perubahan tingkat

pendapatan rumahtangga petani. Analisa perubahan pendapatan rumahtangga

berikut didasarkan dari data yang diperoleh dari penelitian Panel Petani nasional

(Patanas) yang dilakukan oleh PSE-KP Badan Litbang pertanian pada daerah

contoh agroekosistem sawah dan agroekosistem perkebunan.

100

peternak menjadi relatif tinggi, seperti sapi potong dan kambing sekitar 90 persen

dan telur itik mencapai 80 persen. Informasi harga komoditas peternakan relatif

mudah diakses peternak dan cenderung stabil, tidak seperti harga komoditas

sayur-sayuran yang cukup tinggi berfluktuasi.

Tabel 7.5.Marjin Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian

No Sub sektor/Komoditas

Proporsi harga jual petani terhadap harga eceran

(%)

Tahun Studi Keterangan

A. Tanaman Pangan1. Gabah 85,6-95,7 2006 GKG2. Jagung 72 2007 Pipilan 3. Ubikayu 91 - Ubi basah4 Kacang Tanah 86 2007 Biji kering/Ose

B. Hortikultura1. Cabe Besar 64 2011 Cabe segar2. Kentang 67-70 - Umbi segar3. Pepaya 49,3-58,4 - Buah segar4. Pisang 75 2007 Buah segar5. Jeruk 81 2007 Buah segar

C. Perkebunan1. Kakao 82,9 - Buah kering2. Karet 24,5-28,8 1984 Bokar3. Jahe 42-86 - Umbi kering

D. Peternakan1. Sapi Potong 85,7-93,5 2007 Ekor sapi2. Kambing 90 2007 Ekor kambing3. Telur Itik 80 2006 Butir telur

Sumber: Berbagai hasil penelitian/kajian/studi mikro (lihat daftar Pustaka).

7.3. Perubahan Pendapatan Rumahtanga Petani

Perubahan kesejahteraan petani juga dapat diukur dari perubahan tingkat

pendapatan rumahtangga petani. Analisa perubahan pendapatan rumahtangga

berikut didasarkan dari data yang diperoleh dari penelitian Panel Petani nasional

(Patanas) yang dilakukan oleh PSE-KP Badan Litbang pertanian pada daerah

contoh agroekosistem sawah dan agroekosistem perkebunan.

Page 123: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

101

101

7.3.1. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem Lahan Sawah

Secara rata-rata dalam periode waktu 3 tahun terjadi peningkatan

pendapatan rumahtangga pertanian dari rata-rata Rp 14,23 juta menjadi Rp 27,39

juta atau meningkat 87,84 persen dalam 3 tahun atau rata-rata peningkatan 29,3

persen/tahun (Tabel 7.6). Berdasarkan sumbernya, proporsi pendapatan terbesar

berasal dari kegiatan sektor pertanian, yaitu pada tahun 2012 menempati proporsi

58,6 persen dan proporsi pendapatan dari non pertanian 41,4 persen. Pendapatan

sektor pertanian tersebut terutama didominasi oleh pendapatan dari kegiatan

usahatani (on-farm) dengan proporsi sebesar 55,56 persen dan buruh tani hanya

3,04 persen.

Peningkatan pendapatan rumahtangga yang terjadi pada periode tahun

2007-2010, terjadi terutama karena peningkatan pendapatan pendapatan

usahatani (on-farm) dan pendapatan dari kegiatan di luar pertanian (non

pertanian); sementara pendapatan dari kegiatan off-farm, yaitu berburuh tani

menurun. Secara rata-rata kontribusi peningkatan pendapatan dari non-pertanian

paling tinggi, yaitu peningkatan sebesar 109,0 persen dalam kurun waktu 3 tahun,

atau meningkat dari rata-rata Rp 16,48 juta menjadi 28,89 juta. Sedangkan

peningkatan pendapatan dari kegiatan usahatani (on-farm) sebesar 92,46 persen,

yaitu peningkatan dari Rp 14,23 juta menjadi 27,38 juta dalam kurun waktu 3

tahun.

Page 124: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

102

102

Tabel 7.6. Struktur dan Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani padaAgroekosistem Sawah Tahun 2007-2010

No Uraian 2007* 2010** Perubahan1 Struktur pendapatan (Rp 000)

Pendapatan on-farm rumahtangga 14.230,77 27.387,97 92,46Pendapatan buruh tani (off-farm) 2.247,46 1.498,55 -33,32Pendapatan sektor pertanian (on-farm dan off-farm) 16.478,23 28.886,52 75,30Pendapatan non pertanian (non-farm) 9.764,07 20.407,88 109,00Total pendapatan 26.242,30 49.294,40 87,84

2 Proporsi pendapatan (%)Pendapatan on-farm terhadap total 54,23 55,56 2,45Pendapatan off-farm terhadap total 8,56 3,04 -64,49Pendapatan sektor pertanian terhadap total 62,79 58,60 -6,67Pendapatan non pertanian terhadap total 37,21 41,40 11,26

3 Proporsi pengeluaran terhadap pengeluaran totalProporsi konsumsi bahan makanan 46,92 47,49 1,21Proporsi konsumsi makanan jadi 5,18 4,48 -13,51Proporsi konsumsi sandang (pakaian) 4,74 3,39 -28,48Kesehatan 8,29 8,65 4,34Proporsi konsumsi papan (perumahan) 13,65 10,80 -20,88Proporsi konsumsi pendidikan, rekreasi, olahraga 17,68 12,90 -27,04Proporsi transportasi dan komunikasi 3,54 10,62 200,0

Sumber: *) Irawan et al., 2007, **) Susilowati et al., 2011.

Dari data seperti terangkum dalam Tabel 7.6 terlihat bahwa perubahan

peningkatan pendapatan dari non pertanian (non-farm) lebih tinggi dari

pendapatan dari usahatani (on-farm). Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk

meningkatkan pendapatan rumahtangga petani dengan bekerja pada kegiatan

non pertanian. Kondisi ini terjadi karena dorongan untuk dapat meningkatkan

pendapatan dengan didukung oleh terbukanya lapangan kerja usaha non

pertanian. Tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan fasilitas yang lebih baik

menyebabkan lapangan kerja sebagai buruh tani menurun. Hal ini sejalan dengan

penurunan sumber pendapatan dari buruh tani (off-farm).

Dengan kondisi di atas, dalam kurun waktu pengamatan tahun 2007-2010,

proporsi pendapatan on-farm terhadap pendapatan total mengalami peningkatan,

namun karena adanya penurunan pendapatan off-farm, maka secara keseluruhan

proporsi pendapatan dari sektor pertanian mengalami penurunan sebesar -6,67

persen dalam 3 tahun atau rata-rata penurunan -2,22 persen pertanian. Dalam 3 102

Tabel 7.6. Struktur dan Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani padaAgroekosistem Sawah Tahun 2007-2010

No Uraian 2007* 2010** Perubahan1 Struktur pendapatan (Rp 000)

Pendapatan on-farm rumahtangga 14.230,77 27.387,97 92,46Pendapatan buruh tani (off-farm) 2.247,46 1.498,55 -33,32Pendapatan sektor pertanian (on-farm dan off-farm) 16.478,23 28.886,52 75,30Pendapatan non pertanian (non-farm) 9.764,07 20.407,88 109,00Total pendapatan 26.242,30 49.294,40 87,84

2 Proporsi pendapatan (%)Pendapatan on-farm terhadap total 54,23 55,56 2,45Pendapatan off-farm terhadap total 8,56 3,04 -64,49Pendapatan sektor pertanian terhadap total 62,79 58,60 -6,67Pendapatan non pertanian terhadap total 37,21 41,40 11,26

3 Proporsi pengeluaran terhadap pengeluaran totalProporsi konsumsi bahan makanan 46,92 47,49 1,21Proporsi konsumsi makanan jadi 5,18 4,48 -13,51Proporsi konsumsi sandang (pakaian) 4,74 3,39 -28,48Kesehatan 8,29 8,65 4,34Proporsi konsumsi papan (perumahan) 13,65 10,80 -20,88Proporsi konsumsi pendidikan, rekreasi, olahraga 17,68 12,90 -27,04Proporsi transportasi dan komunikasi 3,54 10,62 200,0

Sumber: *) Irawan et al., 2007, **) Susilowati et al., 2011.

Dari data seperti terangkum dalam Tabel 7.6 terlihat bahwa perubahan

peningkatan pendapatan dari non pertanian (non-farm) lebih tinggi dari

pendapatan dari usahatani (on-farm). Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk

meningkatkan pendapatan rumahtangga petani dengan bekerja pada kegiatan

non pertanian. Kondisi ini terjadi karena dorongan untuk dapat meningkatkan

pendapatan dengan didukung oleh terbukanya lapangan kerja usaha non

pertanian. Tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan fasilitas yang lebih baik

menyebabkan lapangan kerja sebagai buruh tani menurun. Hal ini sejalan dengan

penurunan sumber pendapatan dari buruh tani (off-farm).

Dengan kondisi di atas, dalam kurun waktu pengamatan tahun 2007-2010,

proporsi pendapatan on-farm terhadap pendapatan total mengalami peningkatan,

namun karena adanya penurunan pendapatan off-farm, maka secara keseluruhan

proporsi pendapatan dari sektor pertanian mengalami penurunan sebesar -6,67

persen dalam 3 tahun atau rata-rata penurunan -2,22 persen pertanian. Dalam 3

Page 125: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

103

103

tahun pengamatan di lokasi contoh, proporsi pendapatan dari non pertanian

meningkat sebesar 11,26 persen atau rata-rata 3,75 persen/tahun.

Dari struktur perilaku konsumsi rumahtangga petani, dihasilkan data

bahwa telah terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk konsumsi bahan

makanan, kesehatan, dan perumahan, sementara proporsi pengeluaran untuk

makanan jadi, sandang, pendidikan-rekreasi-olah raga, serta pengeluaran untuk

transportasi dan komusikasi mengalami penurunan.

Peningkatan proporsi pengeluaran terbesar terjadi untuk perumahan (200

persen) menyusul untuk kesehatan (4,34 persen), dan bahan makanan (1,21

persen); Sedangkan penurunan proporsi pengeluaran rumahtangga terbesar

terjadi pada pengeluaran untuk sandang (-28,48) disusul pengeluaran untk

transportasi dan komunikasi (-27,04 persen) dan untuk pendidikan-rekreasi-olah

raga (0,88 persen), serta untuk konsumsi makanan jadi (-3,51 persen).

7.3.2. Pendapatan Rumahtangga pada Agroekosistem Lahan

Perkebunan

Secara nominal rata-rata tingkat pendapatan rumahtangga tahun 2012

sebesar RP 49,86 Juta (Tabel 7.7). Tingkat pendapatan rumahtangga perkebunan

paling besar terjadi pada rumahtangga perkebunan berbasis sawit, menyusul

rumahtangga karet, rumahtangga tebu, dan rumahtangga kakao. Dalam tahun

2012 tingkat pendapatan rumahtangga perkebunan berbasis kelapa sawit rata-

rata sebesar Rp 72,15 juta, disusul rumahtangga berbasis karet sebesar Rp 46,04

juta, rumahtangga berbasis tebu sebesar Rp 44,37 juta, dan rumahtangga

berbasis kakao sebesar Rp 36,88 juta (Tabel 7.7).

Berdasarkan sumber pendapatannya, proporsi pendapatan terbesar berasal

dari kegiatan sektor pertanian, yaitu pada tahun 2012 menempati proporsi 68,2

persen dan terutama didominasi oleh pendapatan dari kegiatan usahatani (on-

farm) dengan proporsi sebesar 67,2 persen, dan buruh tani hanya 0,9 persen,

sedangkan proporsi pendapatan non pertanian rata-rata 31,8 persen (Tabel 7.7).

Page 126: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

104

104

Dalam kurun waktu tahun 2009-2012 terjadi peningkatan pendapatan

rumahtangga perkebunan dengan rata-rata peningkatan sebesar 134,0 persen

atau rata 44,67 persen/tahun. Rataan pendapatan rumahtangga meningkat dari

Rp 21,31 juta pada tahun 2009 menjadi Rp 49,86 juta. Penulusuran lebih lanjut

menunjukkan peningkatan pendapatan rumahtangga relatif paling tinggi terjadi

pada rumahtangga petani tebu, yaitu 244,7 persen, disusul rumahtangga karet

123,5 persen, kelapa sawit 111,8 persen, dan kakao 108,5 persen masing-masing

dalam kurun waktu 3 tahun (Tabel 7.8).

Sebagaimana terjadi agroekosistem lahan sawah, pada agroekosistem

lahan berbasis tanaman perkebunan, peningkatan pendapatan rumahtangga

terbesar terjadi karena peningkatan pendapatan pendapatan non pertanian (non-

farm) dan pendapatan dari kegiatan usahatani (on-farm); sementara pendapatan

dari kegiatan off-farm, yaitu berburuh tani menurun. Secara rata-rata kontribusi

peningkatan pendapatan dari kegiatan non pertanian meningkat sebesar 158,7

persen dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu meningkat dari rata-rata Rp 6,13 juta

menjadi RP 15,88 juta. Pendapatan dari kegiatan usahatani meningkat sebesar

137,5 persen, yaitu peningkatan dari Rp 14,11 juta menjadi Rp 33,52 juta dalam

kurun waktu 3 tahun.

Perubahan pendapatan dari non pertanian (non-farm) lebih tinggi dari

pendapatan dari usahatani (on-farm). Kondisi ini juga menunjukkan terbukanya

lapangan kerja usaha non pertanian dengan fasilitas yang lebih baik.

Dari struktur perilaku konsumsi rumahtangga petani, proporsi pengeluaran

untuk bahan makanan relatif paling besar, namun pada periode tahun 2009-2012

cenderung menurun, yaitu dari 59,69 persen menjadi 56,12 persen. Penurunan

juga terjadi pada proporsi pengeluaran untuk sandang dan kesehatan. Sementara

proporsi pengeluaran untuk makanan jadi, perumahan, pendidikan-rekreasi-

olahraga, serta transportasi-komunikasi menunjukan peningkatan.

Page 127: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

105

105

Tabel 7.7.Struktur Pendapatan Rum

ahtangga Petani Perkebunan Tahun 2009-2012

Sumber Pendapatan

KaretKakao

Kelapa Sawit

TebuRata-rata

2009*2012*

Prbh2009*

2012*Prbh

2009*2012*

Prbh2009*

2012*Prbh

2009*2012*

Prbh1. Pendapatan usahatani off-farm

15.841,235.036,2

121,26.933,8

13.386,593,1

26.849,561.043,1

127,46.833,2

24.630,9260,5

14.114,533.524,1

137,5

2. Pendapatan off-farm102,5

1,0-99,0

2.300,8866,01

-62,41.431,3

590,2-58,8

387,8385,8

-0,51.055,6

460,8-56,4

3. Pendapatan pertanian15.943,7

35.037,2119,8

9.234,614.252,6

54,328.280,8

61.633,3117,9

7.221,025.016,7

246,415.170,1

33.984,9124,0

3. Pendapatan non farm4.660,8

11.003,9136,1

8.452,922.632,9

167,85.780,2

10.515,781,9

5.653,019.358,8

242,56.136,7

15.877,9158,7

4. Pendapatan total 20.604,5

46.041,1123,5

17.687,536.885,5

108,534.061,0

72.149,0111,8

12.874,044.375,5

244,721.306,8

49.862,8134,0

Proporsi pendapatan (%

)Pendapatan on-farmterhadap total

76,976,1

-1,0239,2

36,3-7,4

78,884,6

7,353,1

55,54,6

66,267,2

1,5

Pendapatan off-farmterhadap total

0,50,0

-99,5513,0

2,3-82,0

4,20,8

-80,53,0

0,9-71,1

5,00,9

-81,3

Pendapatan pertanian terhadap total

77,476,1

-1,6552,2

38,6-26,0

83,085,4

2,956,1

56,40,5

71,268,2

-4,3

Pendapatan non pertanian terhadap total

22,623,9

5,6647,8

61,428,4

17,014,6

-14,143,9

43,6-0,6

28,831,8

10,6

Sumber: *) Susilow

ati et al., 2010, **) Susilowati et al., 2012.

Page 128: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

106

106

Tabel 7.8. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani pada Agroekosistem Perkebunan Tahun 2009-2012

No Uraian 2009* 2012** Perubahan1 Struktur pendapatan (Rp 000)

Pendapatan on-farm rumahtangga 14.114,50 33.524,10 137.5Pendapatan buruh tani (off-farm) 1.055,60 460,80 -56.4Pendapatan sektor pertanian (on-farm dan off-farm) 15.170,10 33.984,90 124.0

Pendapatan non pertanian (non-farm) 6.136,70 15.877,90 158.7Total pendapatan 21.306,80 49.862,80 134.0

2 Proporsi pendapatan (%)Pendapatan on-farm terhadap total 66.2 67.2 1.5Pendapatan off-farm terhadap total 5.0 0.9 -81.3Pendapatan sektor pertanian terhadap total 71.2 68.2 -4.3Pendapatan non pertanian terhadap total 28.8 31.8 10.6

3 Proporsi pengeluaran terhadap pengeluaran totalProporsi konsumsi bahan makanan 59.69 56.12 -5.98Proporsi konsumsi makanan jadi 3.41 3.9 14.37Proporsi konsumsi sandang (pakaian) 4.19 2.66 -36.52Kesehatan 6.16 5.60 -9.09Proporsi konsumsi papan (perumahan) 4.59 7.17 56.21Proporsi konsumsi pendidikan, rekreasi, olahraga 9.62 11.19 16.32

Proporsi transportasi dan komunikasi 12.36 13.76 11.33Sumber: *) Susilowati et al., 2010, **) Susilowati et al., 2012.

Page 129: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

107

107

BAB VIII

RELEVANSI NTP DAN KEBIJAKAN PENINGKATANKESEJAHTERAAN PETANI

8.1. Relevansi NTP sebagai Indikator Kesejahteraan Petani

Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan,

kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sejalan dengan itu, dalam

rencana rencana jangka panjang pembangunan nasional peningkatan

kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan nasional dan

sektor pertanian.

Saat ini NTP dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani. NTP dihitung

dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani

(HB). Kenaikan HT dengan laju yang lebih besar akan menghasilkan kenaikan

daya beli dan sebaliknya. HT sebagai indikator penerimaan petani mempunyai

arah positif terhadap kesejahteraan petani (NTP) dan HB sebagai indikator

pengeluaran petani mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani (NTP).

Pergerakan NTP ditentukan oleh komponen penyusunnya tersebut.

Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit analisa nasional dan

regional (provinsi). NTP nasional merupakan agregasi dari NTP regional dan sub

sektor dan komoditas. Dengan demikian NTP dapat didisagregasi menjadi unit

NTP provinsi dan agregasi menurut sub sektor dan komoditas. Dengan demikian

disamping dapat diketahui indikator kesejahteraan petani nasional juga dapat

diketahui dan diperbandingkan tingkat kesejahteraan petani antar regional

provinsi, perbandingan tingkat kesejehteraan antar sub sektor dan antar

komoditas. NTP dapat pula diturunkan menurut NTP menurut provinsi (NTP Aceh,

NTP Jawa Barat, NTP NTB dsb.), NTP menurut sub sektor (NTP sub sektor

tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, NTP sub sektor perkebunan, NTP

sub sektor peternakan dan pangan, NTP sub sektor perikanan); dan NTP

Page 130: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

108

108

komoditas penyusun sub sektor (contohnya NTP Padi, NTP sayur-sayuran, NTP

ternak unggas, dan sebagainya). Dari NTP juga dapat diturunkan NTP dari

masing-masing komponen seperti NT Padi terhadap pupuk, NTP sayuran terhadap

sewa lahan, NTP unggas terhadap upah, dan sebagainya. Disamping sebagai

komponen penyusun NTP, nilai tukar komponen penyusun NTP itu sendiri

merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian. Contohnya,

Nilai Tukar Padi terhadap Pupuk (NTPADI-PUPUK) yang didefinisikan sebagai rasio

antara harga padi terhadap harga pupuk, atau yang dikenal sebagai Rumus Tani

merupakan parameter yang digunakan dalam kebijaksanaan harga pangan.

Penurunan NTPADI-PUPUK berarti penurunan daya beli padi terhadap pupuk.

Setiap nilai tukar komponen NTP tersebut masing-masing dapat dipelajari

pembentukan dan perilakunya. Contoh lain NT Padi terhadap sandang yang

merupakan rasio antara harga padi terhadap harga sandang menggambarkan

perkembangan daya beli petani padi terhadap sandang. Dengan kemungkinan

dilakukan agregasi dan disagregasi NTP tersebut menjadi keunggulan dan konsep

pembentukan NTP.

Namun demikian penyusunan NTP yang dibangun oleh BPS sebagai

indikator kesejahteraan petani memiliki kelemahan. Pertama, dari sisi cakupan/

definisi “petani” belum sepenuhnya memasukkan seluruh sub sektor dan

komoditas pertatian. Definisi "petani" dalam NTP telah mencakup petani tanaman

pangan, petani hortikultura, petani pekebun, petani ternak, dan petani ikan dan

nelayan perikanan, namun belum termasuk petani yang bergerak di usaha

kehutanan. Di masing-masing sub sektor, belum semua komoditas tercakup

dalam penghitungan NTP seperti: (a) belum memasukkan usaha tanaman obat

dan tanaman hias pada sub sektor hortikultura, dan (b) penyusun sub sektor

perkebunan rakyat perlu lebih dirinci, misalnya dalam kelompok komoditas

tanaman tahunan dan tanaman semusim. Kedua, Penghitungan NTP dinyatakan

dalam bentuk indeks didasarkan kepada metoda indeks Laspeyres. Asumsi utama

dari penghitungan indeks metoda Laspeyres adalah tidak ada perubahan

Page 131: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

109

109

kuantitas dalam periode pengukuran. Kuantitas selalu tertimbang pada awal titik

pengamatan (Qo) dan perkembangan nilai indeks bertumpu pada perubahan

harga-harga, sehingga perhitungan NTP tidak mengakomodasikan perkembangan

produktivitas, sebagai dampak dari kemajuan teknologi dan kegiatan

pembangunan, dan Ketiga, konsep NTP yang didasarkan kepada Indeks

Laspeyres sebagaimana yang dilakukan oleh BPS pada akhirnya merumuskan NTP

sebagai rasio harga antara yang diterima petani dan dibayar petani. Dengan

didasarkan kepada indeks Laspeyres, perkembangan NTP bertumpu pada

perubahan harga-harga. Pada pasar komoditas pertanian yang kompetitif, harga

ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Kenaikan harga terjadi

karena adanya kekurangan pasokan dibanding permintaan. Penurunan pasokan

dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik lebih tinggi

dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau regional, kenaikan

harga produk justru mengidentifikasikan kekurangan/kelangkaan pasokan/

produksi untuk mengimbangi permintaan dan mendorong kenaikan inflasi. Pada

sisi lain, dengan struktur tataniaga produk pertanian yang terjadi saat ini kenaikan

harga produk yang diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan

petani. Dengan demikian peningkatan harga produk pertanian yang berakibat

NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang diinginkan. Harga

produksi yang meningkat tidak sepenuhnya meningkatkan pendapatan petani,

atau berarti kenaikan NTP belum sepenuhnya berarti peningkatan

pendapatan/kesejehteraan petani. BPS mendefinisikan bahwa peningkatan NTP

berarti peningkatan kesejahteraan. Definisi tersebut benar pada asumsi bahwa

produktivitas selalu tetap dan petani selalu menguasai produksi, sehingga

kenaikan produksi juga berarti kenaikan penerimaan /pendapatan petani.

Nilai NTP akan meningkat apabila HT meningkat dengan laju lebih tinggi

dari peningkatan HB, atau HB tetap atau HB menurun. NTP juga akan meningkat

pada kondisi HT menurun, namun dengan laju lebih rendah dari penurunan HB

(Tabel 8.1). Pada kondisi demikian maka penilaian NTP yang konstan lebih sesuai

untuk menggambarkan tingkat kestabilan kesejahteraan petani. NTP yang

Page 132: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

110

110

konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun)

sejalan dengan perubahan harga yang dibayar petani secara proporsional.

Tabel 8.1. Skenario Perubahan HT dan HB terhadap NTP

Harga yang diterima petani

(HT)

Harga yang dibayar Petani (HB)

Laju perubahan HT dan HB NTP

Naik Naik Laju HT = laju HB TetapNaik Naik Laju HT > laju HB Meningkat Naik Naik Laju HT < laju HB MenurunNaik Tetap MeningkatNaik Turun Meningkat

Turun Turun Laju HT = laju HB TetapTurun Turun Laju HT > laju HB MenurunTurun Turun Laju HT < laju HB MeningkatTurun Tetap MenurunTurun Naik Menurun

Dengan beberapa kekurangan yang ada dalam penghitungan NTP selama

ini, perlu adanya penyempurnaan penghitungan NTP yang lebih mendekati

pengukuran kesejahteraan. Penyempurnaan tersebut berkaitan dengan: (a)

cakupan/ definisi “petani” dengan penyempurnaan seluruh sub sektor dan

komoditas pertanian , (b) penyusunan indeks baru NTP dengan memasukkan

indeks unsur kuantitas dalam bentuk indeks produksi dan indeks konsumsi,

sehingga NTP didefinisikan sebagai indeks nilai penerimaan terhadap indeks nilai

pengeluaran.

dimana:

NTP = NiLai Tukar Petani,

IT = Indeks harga yang diterima petani,

Page 133: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

111

111

IB = Indeks harga yang dibayar petani,

IP = Indeks produksi pertanian,

Pi = Indeks konsumsi rumahtangga petani.

Formulasi indeks didasarkan kepada konsep nilai.

dimana: I = Indeks Nilai,

Qo = Kuantitas pada awal pengamatan,

Qi = Kuantitas pada saat ini,

P0 = Harga pada pada awal pengamatan,

Pi = Harga pada saat ini.

Dengan indeks nilai maka tingkat/nilai daya beli dan perubahannya secara

langsung dapat dihitung dan di dalamnya sudah memasukkan unsur pengaruh

pembangunan seperti produktivitas. Dengan konsep nilai tersebut, peningkatan

daya beli sebagai indikator kesejahteraan petani yang ditunjukkan oleh

peningkatan NTP dinilai lebih relevan.

Dengan memasukkan unsur kuantitas maka perhitungan NTP menjadi

lebih kompleks, yaitu dengan menyusun dan memasukkan Indeks Produksi

Pertanian Dan Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam penghitungan

NTP. Penyempurnaan tersebut perlu mendapat kesepakatan bersama karena

terkait dengan pemahaman, ketersediaan data dan analisa.

8.2. Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Rumahtangga Petani

Konsep NTP sebagai indikator kesejahteraan petani mengacu kepada

kemampuan daya beli petani, yaitu kemampuan pendapatan yang diterima petani

untuk dapat memenuhi memperbaiki kebutuhan konsumsi. Peningkatan

kesejahteraan identik dengan peningkatan pendapatan untuk

memperbaiki/meningkatkan kebutuhan konsumsi. Dengan demikian peningkatan

Page 134: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

112

112

kesejahteraan dapat ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan pendapatan

dan atau meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga.

Sejalan dengan peningkatan daya beli petani tersebut, secara garis besar

terkait dengan dua aspek penting kebijakan, yaitu: Pertama, kebijakan untuk

meningkatkan sebesar besarnya pendapatan rumahtangga petani, dan Kedua,

kebijakan untuk sedapat mungkin menekan biaya/pengeluaran rumahtangga

petani.

8.2.1. Kebijakan Di Bidang Pendapatan Rumahtangga Petani

Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari kegiatan usaha di

bidang pertanian, yaitu kegiatan usahatani (on-farm) dan pendapatan kegiatan

pertanian di luar usahatani (off-farm) seperti usaha pascapanen, pengolahan hasil

pertanian, dan buruh tani secara luas; dan pendapatan rumahtangga dari usaha di

luar kegiatan pertanian (non-farm) seperti kegiatan dagang, kegiatan industri non

pertanian, jasa, pegawai, buruh non pertanian dan lain-lain. Peningkatan

pendapatan rumahtangga petani berkaitan dengan peningkatan akses petani

terhadap sumber pendapatan petani lebih beragam.

Kegiatan pembangunan yang berjalan telah meningkatkan pendapatan

rumahtangga petani. Hasil kajian pada rumahtangga berbasis agroekosistem lahan

sawah dan rumahtangga tanaman perkebunan menunjukan pendapatan

rumahtangga petani meningkat dan pendapatan dari usahatani (on-farm) masih

menunjukkan peran tersebar, namun dalam perkembangannya peran pendapatan

dari non pertanian menunjukkan proporsi yang semakin meningkat. Peningkatan

pendapatan dari non pertanian (non-farm) tersebut sejalan dengan terbukanya

peluang usaha di kegiatan non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi yang telah

berjalan. Terbukanya kesempatan kerja pada kegiatan non pertanian merupakan

tarikan bagi anggota rumahtangga pedesaan untuk bekerja di kegiatan non

pertanian.

Page 135: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

113

113

Hasil kajian juga menunjukkan, analisa usahatani beberapa komoditas

pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat dan peternakan

menghasilkan keuntungan cukup memadai, sehingga usaha pertanian dinilai layak

sebagai sumber usaha dan pendapatan masyarakat. Permasalahannya adalah

skala usaha petani yang ditunjukkan oleh rata-rata penguasaan lahan usaha relatif

sempit dan cenderung terus menyempit, sehingga tingkat pendapatan usahatani

tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan upaya

meningkatkan perbaikan pola konsumsi. Kondisi ini mendorong anggota

rumahtangga untuk mencari sumber pendapatan lain. Dengan demikian disamping

adanya tarikan peluang kerja di non pertanian, peningkatan kerja dan pendapatan

rumahtangga dari non pertanian juga disebabkan oleh dorongan dari dalam

kegiatan usaha pertanian. Dorongan keterbatasan kerja sebagai buruh yang

cenderung musiman dan adanya tarikan untuk bekerja di luar pertanian dengan

fasilitas yang lebih baik menyebabkan penurunan proporsi pendapatan sebagai

buruh tani turun di hampir semua lokasi contoh.

Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian telah berdampak

positif dalam diversifikasi sumber lapangan kerja dan pendapatan rumahtangga

petani, dan kondisi ini berkontribusi positif dalam perluasan kesempatan kerja dan

peningkatan pendapatan rumahtangga petani. Untuk itu pengembangan sektor di

luar pertanian perlu terus didorong. Terbukanya kesempatan kerja di non

pertanian berarti adanya pengurangan beban tenaga kerja di sektor pertanian

(usahatani). Hal ini berdampak positif dalam peningkatan produktfivitas kerja

pertanian. Dengan penurunan beban tenaga kerja pertanian memungkinkan

penerapan teknologi maju yang relatif lebih padat modal seperti dalam penerapan

alsintan.

Dalam kaitannya dengan pendapatan usahatani sebagai sumber utama

rumahtangga petani, hasil kajian menunjukkan bahwa peningkatan nilai produksi

usahatani terutama disebabkan oleh faktor peningkatan harga jual hasil produksi

yang meningkat lebih tinggi dibanding peningkatan produktivitas. Peningkatan

Page 136: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

114

114

harga jual produk petani (harga yang diterima petani) telah berperan dalam

peningkatan pendapatan dan tentunya nilai tukar petani (sesuai dengan definisi

NTP). Pada bagian lain, peningkatan harga juga dapat mengindikasikan adanya

kelangkaan produksi. Dalam sistem produksi pertanian, kenyataan seringkali

menunjukkan bahwa kenaikan harga terjadi pada saat pasokan berkurang

dibanding permintaan. Pada skala nasional atau regional, kenaikan harga produk

justru mengindikasikan adanya kekurangan/kelangkaan pasokan/produksi untuk

mengimbangi permintaan. Kenaikan harga juga berkaitan dengan kenaikan inflasi.

Adanya trade-off antara pasokan/produksi dan harga di tingkat petani serta inflasi.

Dari sisi petani, sedikit kelangkaan produksi/pasokan dapat peningkatan harga jual

yang menguntungkan petani dibandingkan keberhasilan produksi yang

menyebabkan harga anjlok dan merugikan petani. Dalam kaitan itu dituntut

adanya kebijakan pemerintah untuk mengatur harga yang merangsang petani

berproduksi namun masih dalam batas wajar terhadap inflasi.

Dari hasil kajian di atas juga dinyatakan bahwa peran teknologi dalam

peningkatan produktivitas masih rendah. Dalam pandangan positif, ini berarti

masih adanya peluang besar peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan

produktivitas usahatani. Peningkatan produktivitas usahatani dilakukan melalui

perbaikan cara-cara budidaya, penerapan teknologi produksi dan teknologi

pascapanen untuk menekan kehilangan hasil.

Hasil kajian juga menunjukkan peningkatan nilai produksi diikuti oleh

peningkatan biaya produksi dengan laju yang lebih besar, sehingga daya tukar

atau profitabilitas usaha komoditas pertanian cenderung menurun. Peningkatan

biaya produksi tersebut berkaitan dengan peningkatan yang besar dari nilai sewa

lahan, upah buruh tani, dan harga sarana produksi. Bagi kegiatan usahatani,

peningkatan nilai sewa lahan, upah buruh tani, dan harga sarana produksi

termasuk harga jual merupakan faktor yang berada di luar kendali petani, untuk

itu peningkatan produktivitas usahatani menjadi penting dalam menjaga

profitabilitas usaha pertanian.

Page 137: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

115

115

Peningkatan produktivitas usahatani perlu didukung oleh peningkatan

akses terhadap teknologi, perolehan input produksi , modal kerja, dan pasar.

Dengan keterbatasan yang dialami oleh petani kecil, untuk meningkatkan akses

petani terhadap layanan usahatani tersebut perlu dukungan pemerintah dengan

pemberian subsidi input produksi (benih, pupuk, pestisida), kredit bersubsidi, dan

jaminan pasar dan harga jual produk yang dihasilkan. Selama ini kebijakan subsidi

input produksi telah dilakukan pemerintah melalui pemberian bantuan dan subsidi

harga benih, subsidi harga pupuk, pestisida dan subsidi bunga kredit. Melalui

mekanisme subsidi juga merupakan media dalam transfer teknologi baru.

Kebijakan jaminan harga telah dilakukan pemerintah namun terbatas

kepada komoditas tertentu, yaitu beras dan gula, sementara untuk komoditas lain

masih ditentukan oleh mekanisme pasar. Kebijakan harga (price support) yang

dilakukan pemerintah terhadap beras dan gula ditujukan dalam rangka: (a)

melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar, yang umumnya terjadi pada

musim panen, (b) melindungi konsumen dari kenaikan harga yang melebihi daya

beli, yang umumnya terjadi pada musim paceklik, (c) mengendalikan inflasi

melalui stabilitasi harga. Kondisi ini dinilai strategis dalam rangka pencapaian

solusi terbaik pembentukan harga bagi produsen, konsumen dan pembentukan

inflasi. Dengan keterbatasan pemerintah dan dengan banyaknya komoditas

pertanian yang perlu mendapat perhatian, maka langkah yang dapat ditempuh

adalah melalui pengembangan pola kemitraan petani-pengolah-eksportir dengan

mengembangkan sistem rantai pasok. Pengembangan kemitraan dan rantai pasok

ini dinilai strategis sebagai solusi memperbaiki mutu produk yang dihasilkan

petani, kepastian pasar dan harga yang diterima petani serta memperbaiki sistem

tataniaga (pemasaran) hasil pertanian yang tidak efisien. Kondisi ini ditunjang dari

hasil kajian yang menunjukkan marjin harga petani dalam tata niaga hasil

pertanian yang sangat rendah, yaitu antara 24,4-95,7 persen. Marjin harga petani

relatif lebih baik terjadi pada komoditas tanaman pangan dan peternakan

dibandingkan komoditas hortikultura dan perkebunan.

Page 138: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

116

116

Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga

petani skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan

pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan

yang terbatas. Dengan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat

kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola usahatani

terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi anomali iklim yang

sulit diprediksi yang terjadi saat ini.

Dari uraian di muka masalah skala usaha dan pemilikan lahan menjadi

faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan petani. Skala usaha dan

pemilikan lahan petani cenderung semakin mengecil. Hal ini berkaitan dengan

ketersediaan lahan per individu petani. Penyediaan lahan untuk produksi pertanian

khususnya pertanian pangan menghadapi tekanan persaingan penggunaannya

dengan sektor lain sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan penduduk.

Ketersediaan lahan pertanian perlu mendapat perhatian utama berkaitan dengan

penurunan luas lahan produktif akibat konversi lahan, degradasi sumberdaya

lahan, air dan lingkungan. Pada bagian lain pola pemilikan dan penggarapan lahan

mengarah kepada semakin besarnya tanah absentee, semakin meningkatnya

petani gurem dan petani penggarap.

Aspek lain yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan peningkatan

pendapatan petani adalah penyediaan infrastruktur. Infrastruktur seperti sarana

jalan, pengairan dan drainase, listrik, farm road, dan telekomunikasi merupakan

prasarana yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan agribisnis. Keterbatasan

infrastruktur pertanian sering menjadi kendala bagi pengembangan agribisnis.

Penerapan inovasi teknologi sering terhambat karena tidak tersedianya

infrastruktur penyediaan input produksi, jaringan informasi atau infrastruktur

pemasaran hasil. Kebijakan infrastruktur tidak hanya dibutuhkan untuk

mendukung usaha agribisnis yang sudah ada, tetapi juga merangsang tumbuhnya

usaha-usaha baru yang dibutuhkan dalam pembangunan sistem dan usaha

agribisnis.

Page 139: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

117

117

Dalam konsep penghitungan NTP sebagai indikator kesejahteraan petani,

aspek penerimaan petani diformulasikan dalam bentuk harga yang diterima petani

(HT), yaitu harga tertimbang di tingkat petani/peternak/nelayan dari harga-harga

komoditas dari sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat,

peternakan, dan perikanan. Dalam pembentukan HT, penimbang/pembobot dari

masing-masing sub sektor/komoditas adalah nilai produksi, dan unsur kuantitas

(produksi) berperan dalam penghitungan pembobot dari masing-masing

komponen tersebut.

Hasil kajian menunjukan peningkatan HT terutama disebabkan oleh

kontribusi peningkatan yang lebih besar dari harga-harga komoditas sub sektor

tanaman pangan (marjinal = 0,0273/bulan), menyusul harga-harga sub sektor

hortikultura (marjinal = 0,0264/bulan); sub sektor perikanan dengan marjinal

0,0180/bulan, sub sektor perkebunan sebesar 0,0169/bulan dan harga-harga

komoditas sub sektor peternakan sebesar 0,0155/bulan.

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi NTP, hasil analisa menghasilkan

bahwa nilai elastisitas harga komoditas sub sektor tanaman pangan terhadap NTP

menunjukkan nilai terbesar (0,50), disusul sub sektor hortikultura (0,19),

perkebunan (0,18), peternakan (0,16) dan perikanan (0,13). Besaran nilai

elastisitas ini juga sejalan dengan nilai marjinal dari dampak kenaikan harga-harga

terhadap NTP, serta sejalan pula dengan nilai bobot komponen masing-masing

dalam penyusunan NTP. Bobot sub sektor tanaman pangan terhadap HT (sebesar

0,48), disusul sub sektor hortikultura (0,16), perkebunan (0,14), peternakan

(0,12) dan perikanan (0,10).

Penelusuran lebih rinci menunjukkan pada sub sektor tanaman pangan,

elastisitas harga padi terhadap NTP sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan dengan

elastisitas harga palawija sebesar 0,25. Pada sub sektor hortikultura, elastisitas

harga sayuran dan buah terhadap NTP menunjukkan nilai yang sama, yaitu

masing-masing 0,18. Nilai elastisitas harga komoditas perkebunan 0,18.

Sedangkan pada sub sektor peternakan, nilai elastisitas terbesar terjadi pada

Page 140: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

118

118

harga ternak besar (0,10), disusul harga ternak kecil (0,08), hasil ternak (0,07)

dan unggas (nilai elastisitas 0,06). Pada sub sektor perikanan, nilai elastisitas

harga produk hasil tangkap sebesar 0,08 dan harga produk budidaya sebesar

0,06.

Dari hasil hasil analisa NTP tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

struktur pertanian nasional saat ini peran sub sektor tanaman pangan dan

terutama komoditas padi masih dominan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan yang

memberi prioritas kepada komoditas tersebut. Dari aspek positif, hal ini juga

berarti terdapat peluang besar pengembangan pertanian dalam rangka

peningkatan pendapatan masyarakat melalui pengembangan usaha

komoditas/sub sektor lain.

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha pada setiap komoditas

dilakukan melalui program sektoral. Disamping itu terdapat pula program khusus

peningkatan kesejahteraan petani dan penanggulangan kemiskinan,

pengembangan usaha kecil, mikro, dan menengah melalui pemberian Kredit

Usaha Rakyat (KUR) dan program PNPM Mandiri. Kedua program tersebut masih

sangat relevan dalam merangsang tumbuhnya usaha di bidang pertanian.

8.2.2. Kebijakan Di Bidang Pengeluaran Rumahtangga Petani

Aspek lain dari peningkatan daya beli petani adalah pengurangan beban

pengeluaran rumahtangga. Terdapat hubungan negatif antara pengeluaran petani

terhadap NTP, sehingga upaya peningkatan NTP dapat dilakukan melalui

penurunan harga/biaya dari unsur HB, yaitu meliputi harga-harga produk yang

dikonsumsi (yang mencakup produk bahan makanan, produk makanan, biaya

sandang, biaya perumahan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya transportasi

dan komunikasi) dan harga/ biaya sarana produksi dan barang modal (yang

mencakup harga/biaya pembelian bibit, pupuk-obat, sewa lahan, tansportasi dan

penambahan barang modal.

Hasil analisa menunjukkan faktor dominan yang mempengaruhi HB adalah

Page 141: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

119

119

harga pembelian barang konsumsi rumahtangga (KRT) dengan nilai elastisitas -

0,80; sedangkan faktor harga pembelian faktor produksi dan barang modal

(BPPBM) menghasilkan elastisitas 0,46. Pada kelompok konsumsi rumahtangga

(KRT), nilai elastisitas harga produk bahan makanan menunjukkan nilai tertinggi

(elastisitas -0,50), disusul produk makanan jadi (-0,25), perumahan (-0,10),

transportasi dan komunikasi (-0,005), sandang (-0,04), dan kesehatan serta

pendidikan dengan elastisitas masing-masing -0,03. Pada kelompok sarana

produksi dan barang modal (BPPBM), nilai elastisitas terbesar dijumpai pada

elastisitas upah terhadap NTP sebesar -0,08, disusul elastisitas pupuk-obat (-

0,05), transportasi (-0,05), sewa (-0,03), penambahan barang modal (-0,03), dan

elastisitas harga bibit (-0,02).

Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga (KRT) juga merupakan indeks

inflasi pedesaan, sehingga pengaruh inflasi pedesaan memberi pengaruh besar

terhadap penurunan NTP (elastisitas -0,80), dan faktor terbesar penyumpang

inflasi pedesaan tersebut adalah bahan makanan (elastisitas -0,50), disusul produk

makanan jadi (-0,25), selanjutnya perumahan, transportasi dan komunikasi,

sandang, kesehatan dan pendidikan.

Hasil analisa juga menunjukkan terdapat hubungan erat antara harga

konsumsi rumahtangga (KRT) terutama bahan makanan (BM) dari sisi biaya yang

dibayar petani (HB), dengan harga yang diterima petani (HT) terutama harga

komoditas tanaman pangan (HTTP). Nilai elastisitas HT terhadap KRT dan BM

masing-masing sebesar 0,869 dan 1,00; sementara elastisitas HTTP terhadap KRT

dan BM masing-masing 0,741 dan 0,852. Ini berarti kenaikan harga komoditas

tanaman pangan yang diterima petani (HTTP) sebesar 1 persen akan

meningkatkan harga/biaya konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,87 persen dan

biaya bahan makanan yang dikonsumsi sebesar 1,0 persen juga. Kenaikan harga

yang diterima petani (HT) sebesar 1 persen akan meningkatkan harga/biaya

konsumsi rumahtangga (KRT) sebesar 0,74 persen dan biaya bahan makanan

yang dikonsumsi sebesar 0,85 persen. Dengan demikian kebijakan peningkatan

Page 142: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

120

120

HT terutama harga sub sektor tanaman pangan (HTTP) akan berdampak kepada

harga bahan makanan dan KRT (inflasi pedesaan). Kebijakan harga pangan

(HTTP) dalam rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan KRT (inflasi

di pedesaan). Dalam kaitan pengendalian inflasi tersebut, dapat dilakukan melalui

pengendalian harga yang diterima petani (HT), yang juga akan berdampak kepada

pengendalian NTP. NTP yang stabil juga berarti adanya kenaikan harga-harga

yang proporsional antara HT dan HB.

Dalam HB, komponen biaya transportasi berada pada KRT dan BPPM

dengan elsatisitas masing-masing sebesar -0,05. Dengan asumsi bahwa kenaikan

BBM akan berkaitan langsung dengan biaya transportasi, maka pada kasus

kebijakan kenaikan harga BBM tahun 2008 dan pengaruhnya terhadap NTP dapat

ditelusuri dari perbandingan peran kenaikan biaya trasportasi terhadap NTP dan

perbandingannya terhadap kenaikan HT. Dengan melihat nilai elastisitas masing-

masing, terdapat indikasi bahwa peran pengeluaran untuk transportasi terhadap

HB relatif lebih kecil dibandingkan pengaruh peningkatan HT akibat kenaikan

harga produk komoditas yang diterima petani, sehingga kenaikan HT (akibat

kenaikan harga komoditas) lebih tinggi dari HB (kenaikan biaya transportasi) dan

NTP petani masih menunjukkan peningkatan.

Dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan

kemiskinan, pemerintah telah melakukan beberapa langkah yang searah dengan

penekanan HB, baik yang berkaitan dengan penekanan harga KRT merpun harga

BPPBM. Berkaitan dengan pengurangan beban KRT pemerintah telah melakukan

intervensi antara lain: (a) pemberian bantuan beras untuk orang miskin (Raskin)

yang secara langsung menekan pengeluaran rumahtangga untuk bahan pangan,

(b) penekanan biaya pendidikan melalui subsidi Program Wajib Belajar Sembilan

Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah, (c) penekanan biaya kesehatan, dalam

bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari

tua, jaminan pensiun, jaminan persalinan dan jaminan kematian, (d) program

rumah murah, angkutan umum murah, air bersih dan listrik dan lainnya. Untuk

Page 143: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

121

121

mengurangi biaya produksi, pemerintah memberi subsidi sarana produksi (benih

dan pupuk) dan subsidi bunga kredit. Kebijakan yang bersifat pro rakyat untuk

mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagian besar

relevan untuk memperbaiki NTP.

Page 144: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

122

122

Page 145: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

123

123

BAB IX

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di muka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Konsep NTP yang didasarkan kepada rasio harga yang diterima petani (HT)

terhadap harga yang dibayar petani (HB) dapat menunjukkan

perkembangan daya beli petani. Indikator NTP yang dibangun BPS

mempunyai cakupan nasional yang merupakan agregasi provinsi, sub sektor

dan komoditi, sehingga disamping dapat diketahui daya beli petani nasional,

juga dapat dilakukan dis-agregasi kedalam daya beli petani masing-masing

provinsi, sub sektor dan komoditi.

2) Dalam periode Januari 2008–Mei 2013, perkembangan NTP (daya beli

petani) menunjukkan peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan laju HT

lebih tinggi dibandingkan laju HB. Peningkatan HT terutama disebabkan

oleh kontribusi yang lebih besar dari sub sektor tanaman pangan dan sub

sektor hortikultura menyusul sub sektor perikanan, perkebunan dan

peternakan. Sedangkan faktor utama laju HB adalah peran dari konsumsi

rumahtangga disusul harga pembelian faktor produksi dan barang modal.

3) Dari sisi HT, peningkatan harga yang diterima petani sub sektor tanaman

pangan disebabkan oleh peran peningkatan harga palawija lebih besar dari

peningkatan harga padi, Sementara pada sub sektor hortikultura kontribusi

peningkatan harga buah-buahan relatif lebih tinggi dibandingkan

peningkatan harga sayuran. Pada sub sektor peternakan kontribusi terbesar

terjadi pada kelompok komoditas ternak kecil menyusul hasil peternakan,

ternak unggas dan kelompok ternak besar. Sementara pada sub sektor

perikanan kontribusi terbesar dari peningkatan harga yang diterima petani

ikan dan nelayan terjadi pada harga produk penangkapan menyusul harga

Page 146: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

124

124

produk ikan budidaya.

4) Sementara dari sisi HB, komponen utama peningkatan pengeluaran

konsumsi rumahtangga adalah konsumsi bahan makanan,disusul oleh

konsumsi makanan jadi, sandang, perumahan, kesehatan pendidikan-

rekreasi dan olahraga serta transportasi dan komunikasi. Dalam komponen

penyusun biaya produksi dan penambahan barang modal, peran terbesar

terjadi karena peningkatan biaya modal, disusul biaya bibit, upah buruh,

obat-pupuk, sewa lahan, dan transportasi.

5) Dari persamaan NTP dapat diturunkan nilai elastisitas perubahan harga

harga terhadap NTP. Dari sisi HT, nilai elastisitas harga komoditas sub

sektor tanaman pangan terhadap NTP menunjukkan nilai terbesar

(0,50),menyusul sub sektor hortikultura (0,19), perkebunan (0,18),

peternakan (0,16), dan perikanan (0,13). Sementara itu, dari unsur

pengeluaran penyusun HB, nilai elastisitas harga produk konsumsi

rumahtangga sebesar -0,08 lebih besar dari elastisitas harga penambahan

barang modal sebesar -0,46.

6) Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga juga merupakan indeks inflasi

pedesaan. Faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan adalah bahan

makanan (elastisitas -0,50), disusul makanan jadi (-0,25), selanjutnya

perumahan, transportasi dan komunikasi, sandang, kesehatan dan

pendidikan.

7) Terdapat hubungan erat antara harga komoditas tanaman pangan yang

diterima petani dengan harga bahan makanan yang dikonsumi dan harga

konsumsi rumahtangga secara keseluruhan. Kebijakan peningkatan harga

yang diterima petani terutama harga sub sektor tanaman pangan akan

berdampak peningkatan harga bahan makanan dan harga konsumsi

pedesaan (inflasi pedesaan). Ini berarti kebijakan kebijakan peningkatan

harga pangan yang diterima petani (seperti harga dasar gabah) dalam

Page 147: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

125

125

rangka meningkatkan NTP juga berakibat meningkatkan harga konsumsi

rumahtangga pedesaan (inflasi di pedesaan) dan terutama harga bahan

makanan.

8) Secara umum dampak penyesuaian harga BBM akan menurunkan NTP

seperti pada kejadian kebijakan peningkatan BBM bulan Juni 2013. Kasus

dampak berbeda ditunjukkan pada kebijakan kenaikan BBM Mei 2008

dimana NTP tetap meningkat. Hal ini karena kebijakan harga BBM tahun

2008 terjadi bersamaan dengan kenaikan harga harga produk pertanian di

pasar domestik dan internasional yang meningkat cukup besar.

9) Konsep NTP yang dibangun oleh BPS secara sederhana menggambarkan

daya beli petani. Indikator NTP yang dibangun BPS mempunyai unit

analisa nasional yang merupakan agregasi regional provinsi dan agregasi

sub sektor (komoditas), sehingga disamping sebagai indikator daya beli

petani nasional juga dapat diturunkan daya beli petani masing masimg

provinsi dan daya beli petani sub sektor dan komoditas. Indikator tersebut

merupakan parameter penting dalam kebijakan pembangunan pertanian.

10) Namun NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio

harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya

beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya

beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Dengan struktur

tataniaga pertanian yang terjadi saat ini, kenaikan harga produk yang

diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani.

Kenaikan harga yang diterima petani justru mengindikasikan kelangkaan

suplai/produksi pertanian. Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang

diterima petani (harga produsen) dengan proporsi yang lebih tinggi dari

harga yang dibayar petani (harga konsumen). Pada kondisi demikian maka

NTP yang konstan dinilai lebih baik, karena pada NTP yang konstan berarti

perubahan harga yang diterima petani meningkat (atau menurun) secara

proporsional dengan perubahan harga yang dibayar petani.

Page 148: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

126

126

11) Dalam kaitan itu perlu dilakukan penyempurnaan pengukuran NTP agar

lebih relevan dijadikan sebagai indikator kesejehteraan petani, dengan cara

diakomodasikannnya komponen kuantitas dalam penghitungan NTP. Salah

satu caranya adalah dengan disusun dan dimasukkannya Indeks Produksi

Pertanian dan Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam rumus

perhitungan NTP. Dengan konsep nilai tersebut maka indeks NTP baru

merupakan rasio antara nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran.

12) Kekurangan lain penyusunan NTP yang dilakukan BPS saat ini berkaitan

dengan belum sepenuhnya sub sektor pertanian (seperti petani kawasan

hutan) dan komoditas pertanian masuk dalam penghitungan NTP, seperti

belum dihitungnya kelompok komoditas tanaman hias dan tanaman obat

dalam sub sektor hortikultura, dan lainnya.

13) Sejalan dengan konsep kesejahteraan petani yang didasarkan kepada

kemampuan daya beli petani penerimaan petani terhadap pengeluarannya.

Maka kebijakan dan upaya perbaikan kesejahteraan petani sangat berkaitan

dengan langkah langkah untuk peningkatan pendapatan rumahtangga

petani, dan langkah untuk pengendalian biaya/pengeluaran rumahtangga

petani.

14) Dari hasil kajian mikro menunjukkan, kegiatan pembangunan yang berjalan

telah meningkatkan pendapatan rumahtangga petani. Pendapatan dari

usahatani (on-farm) masih menunjukkan peran terbesar namun dengan

proporsi yang semakin menurun. Pendapatan dari usahatani dinilai

semakin tidak dapat mencukupi tuntutan kebutuhan rumahtangga sehingga

rumahtangga melakukan diversifikasi lapangan usaha dan sumber

pendapatannya. Ketidak mampuan usahatani dalam mencukupi kebutuhan

rumahtangga berkaitan dengan struktur pemilikan/ penguasaan lahan petani

yang terbatas (sempit). Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian

telah berdampak positif dalam diversifikasi lapangan kerja dan pendapatan

rumahtangga petani. Terbukanya kesempatan kerja di non pertanian berarti

Page 149: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

127

127

juga berdampak positif dalam pengurangan beban tenaga kerja di sektor

pertanian (usahatani) sehingga produktivitas tenaga kerja pertanian dapat

meningkat.

15) Hasill kajian mikro juga menunjukkan, terjadi peningkatan nilai produksi

usahatani, namun peningkatan nilai produksi tersebut terutama disebabkan

oleh faktor peningkatan harga jual hasil produksi yang meningkat lebih

tinggi dibandingkan peningkatan produktivitas.

16) Namun demikian nilai tukar penerimaan usahatani komoditi pertanian

terhadap input produksi semakin menurun sebagai akibat dari laju kenaikan

harga input produksi (sewa lahan, upah buruh dan harga sarana produksi)

yang lebih tinggi dibandingkan laju kenaikan harga output.

9.2. Implikasi Kebijakan

1) Konsep NTP yang dihitung dari rasio antara harga yang diterima petani

terhadap harga yang dibayar petani menggambarkan daya beli petani.

Indikator NTP yang dibangun BPS mampu menjelaskan perilaku nilai tukar

petani secara nasional, provinsi, sub sektor dan komoditi. Namun demikian

diperlukan penyempurnaan penyusunannya dengan memperluas cakupan

sub sektor kehutanan dan cakupan komoditi dari beberapa sub sektor

seperti sub sektor hortikultura, sub sektor perkebunan dan sub sektor

kehutanan.

2) Peran harga komoditi pangan mempunyai kontribusi yang lebih besar

dalam pembentukan NTP, baik dari sisi HT maupun HB. Terdapat hubungan

erat antara harga komoditi tanaman pangan ditingkat petani (harga

produsen) dengan harga konsumsi bahan makanan dan harga konsumsi

rumahtangga (harga konsumen). Peningkatan harga komoditas tanaman

pangan yang diterima petani (harga produsen) akan berdampak

peningkatan harga konsumsi bahan makanan dan harga konsumsi

Page 150: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

128

128

rumahtangga pedesaan. Pengendalian harga bahan konsumsi pangan

berkontribusi besar dalam pengendalian pengeluaran rumahtangga petani.

Dalam kaitan tersebut, kebijakan peningkatan harga pangan yang diterima

petani (seperti harga dasar gabah) dalam rangka meningkatkan NTP juga

berakibat meningkatkan harga harga bahan makanan dan harga konsumsi

rumahtangga pedesaan (inflasi di pedesaan).

3) Indeks pengeluaran konsumsi rumahtangga juga merupakan indeks inflasi

pedesaan. Faktor terbesar penyumpang inflasi pedesaan adalah bahan

makanan (elastisitas -0,50), disusul makanan jadi (-0,25), selanjutnya

perumahan, transportasi dan komunikasi, sandang, kesehatan dan

pendidikan. Dalam kaitan itu, dalam rangka kepentingan mengendalikan

inflasi pedesaan, langkah strategis yang dapat dilakukan adalah

pengendalian harga bahan makanan.

4) Peningkatan NTP berarti kenaikan harga yang diterima petani dengan

proporsi yang lebih tinggi dari harga yang dibayar petani. Pada kondisi

demikian maka NTP yang konstan dinilai lebih memadai , karena pada NTP

yang konstan berarti perubahan harga yang diterima petani meningkat

(atau menurun) secara proporsional dengan perubahan harga yang dibayar

petani.

5) NTP sebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga

harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan petani, karena daya beli

yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli

penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Perlu dilakukan

penyempurnaan pengukuran NTP agar lebih relevan dijadikan sebagai

indikator kesejahteraan petani, dengan cara memasukkan komponen

kuantitas dalam penghitungan NTP. Salah satu yang dapat dilakukan adalam

melalui penyusunan dan diakomodasikannya Indeks Produksi Pertanian dan

Indeks Konsumsi Rumahtangga Pertanian dalam penghitungan NTP,

sehingga pengukuran NTP menggunakan konsep nilai. Dengan konsep nilai

Page 151: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

129

129

tersebut maka indeks NTP baru merupakan rasio antara nilai penerimaan

terhadap nilai pengeluaran.

6) Sejalan dengan konsep kesejahteraan petani yang didasarkan kepada

konsep nilai yaitu daya beli petani penerimaan petani terhadap pengeluaran

tersebut , maka untuk perbaikan kesejahteraan petani berkaitan dengan

upaya peningkatan pendapatan rumahtangga petani dan/atau upaya

pengendalian biaya/pengeluaran rumahtangga petani.

7) Pendapatan dari kegiatan usahatani semakin tidak dapat mencukupi tuntutan

kebutuhan rumahtangga akibat dari luas lahan penggarapan petani yang

semakin sempit dan semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan konsumsi.

Peningkatan lapangan kerja di luar bidang pertanian telah berdampak positif

dalam diversifikasi lapangan kerja dan pendapatan rumahtangga petani.

Terbukanya kesempatan kerja di non pertanian berarti juga adanya

pengurangan beban tenaga kerja di sektor pertanian (usahatani) sehingga

produktivitas pertanian akan meningkat.

8) Dengan kondisi dasar skala usahatani (skala pemilikan) rumahtangga petani

skala kecil, maka pola usahatani petani perlu dilakukan melalui pendekatan

pengembangan usahatani terpadu dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan

yang terbatas. Dengan pola usahatani terpadu akan mengurangi resiko akibat

kegagalan produksi dari suatu tanaman tertentu. Pengembangan pola

usahatani terpadu juga dinilai strategis sebagai langkah antisipasi kondisi

anomali iklim yang semakin sulit diprediksi.

9) Petani juga didorong untuk meningkatkan produktivitas dan nilai jualnya

melalui peningkatan akses kepada teknologi (melalui bimbingan dan

penyuluhan), peningkatan akses terhadap institusi layanan usahatani dan

infrastruktur untuk memperoleh kemudahan sarana produksi dan peningkatan

akses pasar. melalui penyediaan infrat

10) Kebijakan pemerintah untuk peningkatan pendapatan petani melalui bantuan

Page 152: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

130

130

subidi, penyediaan infrastruktur; serta kebijakan untuk pengendalian

pengeluaran konsumsi rumahtangga (seperti pemberian raskin, subsidi

pendidikan, subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam

perbaikan kesejahteraan petani.

Page 153: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

131

131

DAFTAR PUSTAKA

Bank Dunia, 2011, Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap perekonomian Indonesia. Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan.

BPS. 1980-2012. Statistik Indonesia. Jakarta.

BPS. 1983. Sensus Pertanian. Jakarta.

BPS. 1993. Sensus Pertanian. Jakarta.

BPS. 2003. Sensus Pertanian. Jakarta.

BPS. 2010. Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia.

Diakosavas, D. and P.L. Scandizzo. 1991. Trends In The Terms Of Trade And Cost Structure As An Analytical Tool For Estimating The Food Crops Farmers Welfare. Jakarta.

Dillon HS, M Husein Sawit, Pantjar S, Tabor S.T. 1999. Rice Policy: A Framework for The Next Millenium, Report for Internal Review Only Prepared Under Contract to BULOG.

Irawan, B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisa Kebijakan Pertanian. Vol. 5, No. 4. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Kasryno, Faisal. 2012. Pelaksanaan MP3EI Koridor Jawa Akan Menyebabkan Ketahanan Pangan Nasional Semakin Parah. Makalah Dalam Buku Kemandirian Pangan Indonesia Dalam Perspektif MP3EI. Badan Penelitiian Dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 2012.

Khan, Abdul Aleem and Q. M. Ahmed. 2004. Agricultural Terms of Trade in Pakistan: Issues of Profitability and Standar of Living of the Farmers. The Pakistan Development review. Vol. 43 (4): 515-537.

Masyhuri. 2007. Revitalisasi Pertanian Untuk Mensejahterakan Petani. Makalah pada Konpernas XV dan Kongres XIV PERHEPI, Surakarta, 3-5 Agustus 2007.

Muhammad, Z. 1998. Efisiensi Pemasaran Kentang di Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, Sulsel (Thesis). Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Nurlaila, S. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Ubikayu (Studi Kasus di Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. www.//digilib.uns.ac.id/pengguna.php?d.id=12798.

Page 154: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

132

132

Prabowo, I.A. 2007. Analisa Pola dan Marjin Pemasaran Kambing di Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora (Thesis). Fakultas Peternakan, UNDIP.

Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditas Pertanian Pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Rachmat, M., Supriyati, Deri Hidayat dan Jefferson Situmorang. 2000. Perumusan Kebijaksanaan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Rachmat, Muchjidin. 2000. Analisa Nilai Tukar Petani Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Rasuli, N. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Telur Itik di Kelurahan Borongloe, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Vol. 3 No. 1. STPP Gowa.

Ratniati, N.K. 2007. Analisa Sistim Pemasaran Ternak Sapi Potong PT. Great Giant Livestock Company, Lampung Tengah (Skripsi). FakultasPeternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rum, M. 2011. Analisa Marjin Pemasaran dan Sensitivitas Cabai Besar di Kabupaten Malang. Embryo, Vol. 8, No. 2. Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Madura.

Sarikit, E. 1984. Kajian Terhadap Sistim Pemasaran Bahan Olah Karet Rakyat; Studi Kasus di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. www.//repository.ipb.ac.id/handle/ 29291.

Silitonga C. 1995. Diagnosa Metoda dan Penafsiran Angka Nilai Tukar Petani dalam Pangan 6 (23), BULOG, Jakarta: 23-39.

Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal Agroekonomi: 11(1): 33-48.

Simatupang, P. dan B. Isdijoso. 1992. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Sektor Pertanian. Landasan Teoritis dan Bukti Empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia 40(1): 33-48.

Simatupang, P. dan M. Maulana. 2008. Kaji Ulang Konsep dan Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2003-2006. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. LIPI.

Page 155: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

133

133

Sobirin, T. 2008. Efisiensi Pemasaran Pepaya (Carica papaya. L) di Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Sudirman, Purwekerto, Jateng.

Sugiharto, A. 2006. Analsisi Pemasaran Gabah di kabupaten Bojonegoro (Thesis) Universitas Muhammadiyah, Malang.

Sumaryanto. 2009. Eksistensi Pertanian Skala Kecil Dalam Era Persaingan Pasar Global. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSE-KP.

Sumodiningrat. 2001. Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Supriyati, Muchjidin Rachmat, Kurnia Suci I., Tjetjep Nurasa, R. E. Manurung dan Rosmiyati S. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Taariwuan, SA. Dkk, 2007. Analsis Marjin Pemasaran Kakao dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Poso. www.//Pascasarjanaunsrat.com/home.

Tambunan. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia (Beberapa Isu Penting), Penerbit Ghalia, Jakarta.

Timmer, C. P. 2008. Cause of High Food Prices. ADB Economics Working Paper Series No 128.

Tomek, W.G. and K.L. Robinson. 1981. Agricultural Product Prices. 2nd Edition. Cornell University Press. Ithaca.

Widiarti, E. 2007. Analisa Marjin Pemasaran Jahe di Kabupaten Wonogiri. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Widiastuti, N. 2013. Saluran dan Marjin Pemesaran Jagung di kabupaten Grobogan. SEPA, Vol. 9 No. 2. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Page 156: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

134

134

Page 157: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

135

135

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 158: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

136

136

LAM

PIR

AN

Tabe

l Lam

pira

n 1.

N

ilai T

ukar

Pet

ani N

asio

nal

Rin

cian

Jan-

08Fe

b-08

Mar

-08

Apr

-08

May

-08

Jun-

08Ju

l-08

Aug

-08

Sep-

08O

ct-0

8N

ov-0

8D

ec-0

8

Inde

ks D

iter

ima

Pet

ani N

AS

106.

1010

7.04

106.

1710

7.12

109.

6111

3.52

116.

5111

7.49

118.

0211

5.74

114.

8611

6.06

Inde

ks D

ibay

ar P

etan

i NA

S10

5.39

106.

4410

7.50

108.

1810

9.45

112.

8011

4.56

115.

1811

6.05

116.

6811

6.77

117.

25

Kon

sum

si R

umah

tang

ga10

5.93

107.

0210

8.18

108.

7911

0.11

113.

2611

5.18

115.

8211

6.79

117.

4711

7.43

117.

93

Baha

n M

akan

an10

7.67

109.

3211

0.84

111.

4411

3.28

115.

7311

8.33

119.

1812

0.14

120.

7112

0.13

120.

96

Mak

anan

Jad

i10

4.33

104.

9910

5.96

106.

5510

7.10

108.

9010

9.97

110.

3111

0.89

111.

6711

2.05

112.

50

Peru

mah

an10

6.09

107.

0610

7.80

108.

6311

0.56

114.

2411

5.78

116.

5211

8.35

119.

4412

0.05

121.

11

Sand

ang

103.

6010

3.87

104.

3710

4.58

104.

8710

9.24

110.

3411

0.70

111.

9711

2.49

112.

9111

3.42

Kese

hata

n10

4.44

105.

8010

6.42

107.

1210

7.68

109.

2611

0.17

110.

5111

1.02

111.

4711

2.05

112.

55

Pend

idik

an, R

ekre

asi &

Ola

h ra

ga10

7.95

108.

3010

8.20

106.

7310

7.12

106.

7310

8.52

109.

2610

9.76

110.

3411

0.95

111.

17

Tran

spor

tasi

dan

Kom

unik

asi

101.

7710

2.10

102.

6410

3.09

104.

4811

5.48

117.

2711

7.67

118.

1311

8.94

118.

9211

6.36

BP

PB

M10

3.81

104.

7310

5.45

106.

3810

7.54

111.

3411

2.52

113.

0711

3.62

114.

0711

4.65

115.

18

Bibi

t10

5.38

106.

4010

7.09

108.

6410

9.56

111.

1411

2.36

112.

8111

3.19

114.

3311

4.95

115.

50

Oba

t-ob

atan

& P

upuk

102.

2010

3.04

103.

5110

4.67

106.

3510

9.88

111.

0611

1.77

112.

6511

3.34

114.

2311

6.03

Tran

spor

tasi

101.

4610

1.90

102.

0610

2.76

105.

0111

9.24

120.

7712

1.30

121.

7512

1.90

121.

9911

9.75

Sew

a La

han,

Paj

ak &

Lai

nnya

103.

8010

4.40

105.

3210

6.04

106.

9710

8.38

108.

9010

9.14

109.

5710

9.64

109.

9411

0.21

Pena

mba

han

Bara

ng M

odal

101.

8210

3.87

104.

5910

5.36

106.

0511

0.06

111.

5711

2.29

112.

8711

3.28

113.

8811

4.40

Upa

h Bu

ruh

Tani

103.

9810

4.76

105.

6010

6.51

107.

3611

0.71

111.

7211

2.11

112.

4511

2.73

113.

2411

3.68

NTP

NA

S10

0.69

100.

5998

.79

99.0

510

0.17

100.

6410

1.71

102.

0010

1.69

99.2

098

.36

98.9

9

Page 159: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

137

137

Rincian

Jan-09Feb-09

Mar-09

Apr-09

May-09

Jun-09Jul-09

Aug-09

Sep-09O

ct-09N

ov-09D

ec-09

Indeks Diterim

a Petani N

AS

115.69117.10

117.46117.80

118.07118.66

119.33120.51

122.53122.81

123.05123.59

Indeks Dibayar P

etani NA

S117.69

118.56118.91

118.68118.78

119.18119.54

120.22121.43

121.85121.67

122.12

Konsum

si Rum

ahtangga118.46

119.56119.96

119.58119.61

120.04120.43

121.23122.72

123.21122.87

123.39

Bahan Makanan

121.67123.50

123.70122.50

122.02122.39

122.90123.85

125.66126.29

125.56126.02

Makanan Jadi

113.85115.31

116.24116.58

117.38118.05

118.32119.14

121.16121.66

121.42122.35

Perumahan

121.36121.30

121.66122.05

122.38123.04

123.24124.28

125.16125.80

125.68126.21

Sandang114.51

115.95116.72

117.00117.30

117.67117.97

118.41120.31

120.63120.81

121.47

Kesehatan113.52

113.89114.36

115.09115.63

115.87116.05

116.37116.78

116.99117.22

117.55

Pendidikan, Rekreasi & O

lah raga112.51

112.91113.22

113.81114.28

114.59115.71

116.42116.57

116.97116.79

116.96

Transportasi dan Komunikasi

112.79110.56

110.30110.31

110.43110.44

110.50110.38

110.83110.47

110.95111.04

BP

PB

M115.64

115.77115.98

116.23116.55

116.85117.13

117.41117.67

117.81118.17

118.40

Bibit116.25

116.78117.13

117.34117.56

118.02118.36

118.67118.78

119.12119.52

119.78

Obat-obatan &

Pupuk116.07

115.71115.41

115.45115.64

115.81116.01

116.19116.32

116.40116.68

116.88

Transportasi117.16

115.80115.84

115.85115.83

115.93116.02

116.30116.60

116.67117.21

117.29

Sewa Lahan, Pajak &

Lainnya111.81

112.44112.96

113.50113.98

114.16114.52

114.55114.94

115.05115.34

115.64

Penambahan Barang M

odal115.41

116.16116.69

117.15117.64

118.17118.70

119.06119.56

119.89120.23

120.55

Upah Buruh Tani

114.78115.43

115.85116.18

116.54116.81

117.06117.36

117.56117.69

118.07118.31

NTP

NA

S98.30

98.7798.78

99.2699.41

99.5699.82

100.24100.90

100.79101.13

101.20

Page 160: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

138

138

Rin

cian

Jan-

10Fe

b-10

Mar

-10

Apr

-10

May

-10

Jun-

10Ju

l-10

Aug

-10

Sep-

10O

ct-1

0N

ov-1

0D

ec-1

0

Inde

ks D

iter

ima

Pet

ani N

AS

124.

7312

5.27

125.

3312

5.56

125.

7312

6.76

129.

2413

0.25

131.

2113

1.91

133.

1613

4.27

Inde

ks D

ibay

ar P

etan

i NA

S12

3.26

123.

9212

3.84

124.

1312

4.28

125.

0212

6.99

127.

9312

8.41

128.

5512

9.42

130.

67

Kon

sum

si R

umah

tang

ga12

4.77

125.

5112

5.35

125.

5712

5.68

126.

5712

9.02

130.

1213

0.65

130.

7613

1.79

133.

33

Baha

n M

akan

an12

7.77

128.

8812

8.23

128.

4612

8.61

130.

3813

4.83

136.

2513

6.64

136.

3713

8.07

140.

77

Mak

anan

Jad

i12

4.31

125.

0612

5.42

125.

6112

5.46

125.

3912

6.41

127.

3912

8.15

128.

8812

9.52

130.

23

Peru

mah

an12

7.06

127.

5412

7.85

128.

1612

8.35

128.

6312

9.29

130.

1113

0.70

131.

2713

1.57

132.

06

Sand

ang

121.

9212

2.00

122.

2212

2.45

122.

7812

3.14

123.

6712

4.81

126.

1512

6.45

127.

0812

7.64

Kese

hata

n11

8.30

118.

5011

8.87

119.

2911

9.53

119.

6911

9.97

120.

5112

0.73

120.

9812

1.30

121.

61

Pend

idik

an, R

ekre

asi &

Ola

h ra

ga11

7.04

117.

2311

7.35

117.

4411

7.56

117.

7311

8.38

119.

0111

9.33

119.

4611

9.64

120.

07

Tran

spor

tasi

dan

Kom

unik

asi

111.

1411

1.24

111.

2911

1.33

111.

4211

1.44

111.

5711

1.70

112.

1111

2.07

112.

1911

2.37

BP

PB

M11

8.76

119.

1711

9.40

119.

9812

0.29

120.

5812

0.99

121.

4212

1.74

122.

0212

2.38

122.

68

Bibi

t12

0.10

120.

4512

0.80

121.

0512

1.19

121.

3712

1.69

122.

1012

2.39

122.

7212

3.14

123.

59

Oba

t-ob

atan

& P

upuk

117.

0611

7.25

117.

3411

8.69

119.

4912

0.07

120.

6612

1.09

121.

3912

1.69

122.

1312

2.54

Tran

spor

tasi

117.

7611

7.78

117.

9211

7.99

118.

0111

8.13

118.

3411

8.71

118.

8611

9.04

119.

3411

9.54

Sew

a La

han,

Paj

ak &

Lai

nnya

116.

0811

6.63

116.

9811

7.52

117.

7111

7.90

118.

1711

8.40

118.

6411

8.93

119.

1811

9.41

Pena

mba

han

Bara

ng M

odal

121.

2212

1.75

121.

9012

2.18

122.

4812

2.79

123.

1712

3.75

124.

0712

4.37

124.

6412

4.92

Upa

h Bu

ruh

Tani

118.

6911

9.36

119.

6312

0.02

120.

1812

0.34

120.

7312

1.14

121.

4712

1.72

122.

0812

2.34

NTP

NA

S10

1.19

101.

0910

1.20

101.

1510

1.16

101.

3910

1.77

101.

8210

2.19

102.

6110

2.89

102.

75

Page 161: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

139

139

Rincian

Jan-11Feb-11

Mar-11

Apr-11

May-11

Jun-11Jul-11

Aug-11

Sep-11O

ct-11N

ov-11D

ec-11

Indeks Diterim

a Petani N

AS

135.72136.36

136.34136.53

137.38138.25

139.09140.27

140.71141.37

142.05142.67

Indeks Dibayar P

etani NA

S131.76

131.96131.95

131.40131.46

131.92132.63

133.45133.80

133.99134.47

134.91

Konsum

si Rum

ahtangga134.64

134.83134.75

133.95133.96

134.50135.34

136.34136.74

136.91137.47

137.97

Bahan Makanan

142.69142.56

141.81139.73

139.21139.99

141.26142.70

143.10143.20

143.93144.55

Makanan Jadi

131.41131.89

132.38132.45

132.83133.07

133.57134.10

134.66134.95

135.35135.84

Perumahan

132.46133.07

133.91134.67

135.55136.06

136.65137.22

137.71138.04

138.77139.30

Sandang128.67

129.23129.91

130.43131.00

131.44131.95

133.23133.75

133.97134.29

134.60

Kesehatan122.06

122.36122.90

123.33123.77

124.12124.43

124.69124.93

125.26125.53

125.88

Pendidikan, Rekreasi & O

lah raga120.45

120.62120.81

121.00121.18

121.42121.88

122.49122.64

122.71122.83

122.99

Transportasi dan Komunikasi

112.75112.86

112.96113.00

113.13113.31

113.48113.78

113.78113.82

113.88114.01

BP

PB

M123.07

123.36123.59

123.87124.17

124.35124.61

124.86125.06

125.29125.56

125.82

Bibit124.02

124.39124.67

124.84125.08

125.25125.59

125.97126.23

126.53127.12

127.53

Obat-obatan &

Pupuk123.09

123.22123.42

123.56123.88

124.01124.28

124.50124.72

124.92125.07

125.34

Transportasi119.83

120.19120.29

120.38120.60

120.75121.09

121.36121.49

121.61121.80

121.94

Sewa Lahan, Pajak &

Lainnya119.82

120.18120.39

120.67120.97

121.12121.28

121.39121.48

121.68121.95

122.10

Penambahan Barang M

odal125.65

126.03126.28

126.54126.78

126.97127.24

127.52127.77

128.04128.29

128.51

Upah Buruh Tani

122.57122.95

123.21123.61

123.94124.14

124.36124.59

124.78124.99

125.28125.58

NTP

NA

S103.01

103.33103.32

103.91104.50

104.79104.87

105.11105.17

105.51105.64

105.75

Page 162: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

140

140

Rin

cian

Jan-

12Fe

b-12

Mar

-12

Apr

-12

May

-12

Jun-

12Ju

l-12

Aug

-12

Sep-

12O

ct-1

2N

ov-1

2D

ec-1

2

Inde

ks D

iter

ima

Pet

ani N

AS

143.

5714

3.31

143.

0014

3.45

143.

9314

4.82

145.

8614

7.26

147.

5814

8.29

148.

5714

9.34

Inde

ks D

ibay

ar P

etan

i NA

S13

5.78

136.

3613

6.61

137.

0013

7.38

138.

0813

8.97

139.

9014

0.00

140.

2214

0.52

141.

06

Kon

sum

si R

umah

tang

ga13

8.99

139.

6313

9.83

140.

2514

0.69

141.

5414

2.63

143.

7714

3.85

144.

0514

4.37

144.

98

Baha

n M

akan

an14

5.95

146.

6614

6.47

146.

7514

7.17

148.

3414

9.94

151.

5615

1.28

151.

3515

1.62

152.

52

Mak

anan

Jad

i13

6.70

137.

4313

8.15

139.

0513

9.84

140.

7714

1.68

142.

5614

2.96

143.

2614

3.79

144.

12

Peru

mah

an14

0.08

140.

7814

1.40

141.

9314

2.27

142.

8114

3.35

143.

9014

4.28

144.

7314

5.01

145.

54

Sand

ang

135.

1813

5.72

136.

2313

6.52

136.

7513

7.09

137.

8413

9.22

139.

7914

0.23

140.

5114

0.88

Kese

hata

n12

6.52

127.

0512

7.49

127.

7612

8.06

128.

4612

8.91

129.

2212

9.64

129.

9413

0.26

130.

55

Pend

idik

an, R

ekre

asi &

Ola

h ra

ga12

3.32

123.

6812

3.85

124.

0412

4.19

124.

4712

5.14

125.

5612

5.95

126.

2112

6.33

126.

70

Tran

spor

tasi

dan

Kom

unik

asi

114.

2711

4.36

114.

6211

4.78

114.

9111

5.05

115.

2111

5.51

115.

6311

5.76

115.

9411

6.12

BP

PB

M12

6.27

126.

6912

7.14

127.

4612

7.69

127.

9112

8.15

128.

4412

8.64

128.

8812

9.22

129.

52

Bibi

t12

7.91

128.

2112

8.77

129.

2312

9.47

129.

8213

0.22

130.

4813

0.67

130.

9513

1.38

131.

66

Oba

t-ob

atan

& P

upuk

125.

8512

6.36

126.

8012

7.16

127.

3212

7.40

127.

6312

7.82

127.

9612

8.05

128.

1912

8.42

Tran

spor

tasi

122.

1512

2.39

122.

6812

3.04

123.

2712

3.40

123.

6712

4.11

124.

2412

4.43

124.

5912

4.75

Sew

a La

han,

Paj

ak &

Lai

nnya

122.

5412

2.97

123.

2012

3.42

123.

5912

3.87

124.

1012

4.22

124.

4012

4.62

124.

9612

5.23

Pena

mba

han

Bara

ng M

odal

129.

0412

9.45

129.

8213

0.23

130.

5113

0.77

131.

0313

1.32

131.

5513

1.95

132.

3313

2.66

Upa

h Bu

ruh

Tani

125.

9912

6.39

126.

8612

7.11

127.

3712

7.66

127.

8912

8.22

128.

4912

8.79

129.

2612

9.62

NTP

NA

S10

5.73

105.

1010

4.68

104.

7110

4.77

104.

8810

4.96

105.

2610

5.41

105.

7610

5.72

105.

87

Page 163: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

141

141

Rincian Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13

Indeks Diterima Petani NAS 150.60 150.78 150.81 150.86 151.44

Indeks Dibayar Petani NAS 142.52 143.34 144.27 144.30 144.29

Konsumsi Rumahtangga 146.73 147.70 148.82 148.79 148.75

Bahan Makanan 155.55 157.15 159.17 158.81 158.42

Makanan Jadi 144.95 145.43 145.91 146.30 146.72

Perumahan 146.22 146.78 147.20 147.52 147.73

Sandang 141.36 141.60 141.70 141.75 141.78

Kesehatan 131.23 131.72 132.08 132.26 132.46

Pendidikan, Rekreasi & Olah raga 126.88 127.14 127.26 127.42 127.63

Transportasi dan Komunikasi 116.35 116.41 116.56 116.65 116.83

BPPBM 130.04 130.38 130.69 130.95 131.08

Bibit 132.25 132.50 132.79 133.02 133.17

Obat-obatan & Pupuk 128.84 129.02 129.16 129.21 129.30

Transportasi 125.12 125.33 125.46 125.62 125.70

Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 125.65 125.94 126.35 126.68 126.75

Penambahan Barang Modal 133.20 133.54 133.88 134.19 134.32

Upah Buruh Tani 130.22 130.71 131.16 131.51 131.66

NTP NAS 105.67 105.19 104.53 104.55 104.95Sumber: BPS (2013).

Page 164: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

142

142

Tabel Lampiran 2. Bobot Komponen Penyusun NTP

Harga Diterima Petani Harga Dibayar PetaniSub Sektor Bobot Komoditas Bobot Pengeluaran Bobot Harga Bobot

Tanaman Pangan 0.4765

Padi 0.3078 Konsumsi Rumahtangga

0.7661 Bahan Makanan 0.3585

Palawija 0.1687 Makanan Jadi 0.1879

Hortikultura 0.1627Sayur-sayuran 0.0666 Perumahan 0.0985

Buah-buahan 0.0962 Sandang 0.0390

Perkebunan 0.1420Tanaman Perkebunan Rakyat

0.1420Kesehatan 0.0306

Peternakan 0.1226

Ternak Besar 0.0559Pendidikan, Olahraga, Rekreasi

0.0331

Ternak Kecil 0.0201Transportasi dan Telekomunikasi

0.0515

Unggas 0.0219 Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal

0.2339 Bibit, Benih 0.0190

Hasil Ternak 0.0247 Obat dan Pupuk 0.0565

Perikanan 0.0962Penangkapan 0.0692 Sewa Lahan

dan Pajak 0.0271

Budidaya 0.0269 Transportasi 0.0276Penambahan Barang Modal 0.0363

Upah Buruh 0.0674Sumber: Analisa Data Sekunder, 2013.

Page 165: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

143143

Tabel Lampiran 3.

Analisa U

sahatani Komoditas

Padi, Jagung, Kedelaidan Ubikayu Tahun 2008 dan 2011 (R

p 000)

No.

Uraian

PadiJagung

KedelaiU

bikayu

20082011

20082011

20082011

20082011

A.

Biaya Usahatani

2.946,404.498,80

2.559,803.431,25

815,4820975,10

1.741,333.468,76

ISarana Produksi

806,631.450,90

1.518,912.361,52

380,7510703,47

654,121.078,63

1.1Benih

184,90399,48

971,771645,2

213,48269

212,91410,98

1.2Pupuk

484,23752,07

547,14716,32

167,2710151,07

441,21667,65

1.3Pesti &

Herbisida

137,50299,35

00

0283,40

00

II.Tenaga Kerja

2.139,803.047,90

1.040,891.209,67

434,7310271,63

1.087,212.390,13

III.Investasi

2.511,903.573,50

740,711.037,81

740,7110037,18

740,411.037,18

3.1Sew

a lahan2.511,90

3.573,50740,71

1.037,81740,71

10037,18740,41

1.037,18B

Penerimaan

8.522,3211.193,00

6.922,009.657,22

2.442,5040817,98

7.541,5411.076,21

IProduksi (kg/ha)

37563.955,20

4.390,204.031,76

671,18786,81

2.6446,428.270,80

II.N

ilai Produksi8.522,32

11.193,006.922,00

9.657,222.442,50

40817,987.541,54

11.076,21C

Keuntungan5.575,90

6.694,204.361,70

6.225,971.627,02

10842,885.800,21

7.607,45Sum

ber: Diolah dari data prim

er Patanas, tahun 2008 dan 2011.

Page 166: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

144

144

Tabel Lampiran 4. Analisa Usahatani Komoditas Kubis, Kentang, Tomat dan Cabe Merah Tahun 2005 dan 2012 (Rp 000)

Kubis Kentang Tomat Cabe Merah

No. Uraian 2005 2012 2005 2012 2005 2012 2005 2012

A.Biaya Usahatani 9.321 20.007 32.780 80.040 18.146 47.387 19.592 73.862

ISarana Produksi 4.339 8.357 22.400 80.040 5.374 23.390 6.670 47.020

1.1 Benih 250 2.100 11.250 30.000 930 2.250 1.500 3.000

1.2 Pupuk 2.714 6.107 4.900 17.000 2.944 10.820 4.420 26.980

1.3Pesti & Herbisida 1.375 150 6.250 17.040 1.500 10.320 750 17.040

II. Tenaga Kerja 3.832 8.000 9.050 15.000 5.900 10.325 5.900 8.850

2.1Pengolahan dan Tanam 1.312 - 2.540 2.100 2.100 3.150

2.2 Pemeliharaan 820 - 2.010 2.300 2.300 3.450

2.3Panen & Pasca Panen 200 - 1.240 1.500 1.500 2.250

2.4 Lain-lain 1.500 3.260

III. Investasi 1.150 3.650 1.330 1.000 6.872 13.672 7.022 17.992

3.1 Sewa lahan 500 2.000 500 1.000 500 3.000 350 3.000

3.2Base camp & alat 650 1.650 830 6.372 10.672 6.672 14.992

B Pendapatan 19.687 45.000 5.920 14.460 15.854 22.613 15.408 26.138

IProduksi (kg/ha) 33,75 30,00 23,00 21,00 17,00 22,00 10,00 10,00

II. Nilai Produksi 19.687 45.000 38.700 94.500 34.000 70.000 35.000100.00

0

C Keuntungan 10.366 24.993 5.920 14.460 15.854 22.613 15.408 26.138Sumber: Vademekum Tanaman Sayuran, Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2006 & 2012.

Page 167: ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN … · 2014. 4. 17. · 9) Dari rumus pembentukan NTP dapat diturunkan besaran koefisien pertambahan marjinal

145

145

Tabel Lampiran 5. Analisa Usahatani Komoditas Tebu dan Tembakau Tahun 2008, 2009, 2011 dan 2012 (Rp 000)

No. UraianTebu Tembakau

2009 2012 2008 2011

A. Biaya Usahatani 9.112,00 12.830,45 4.310,27 7.422,65

I Sarana Produksi 2.892,23 3.269,67 2.000,00 3.896,11

1.1 Benih 431,17 858,88 535,71 961,44

1.2 Pupuk 2.339,28 2.250,81 1.361,61 2.728,12

1.3 Pesti & Herbisida 121,78 159,98 102,68 206,55

II. Tenaga Kerja 3.219,77 4.798,88 2.310,27 3.526,54

III. Investasi 3.000 4.761,90 2.000 3.000

3.1 Sewa lahan 3.000 4.761,90 2.000 3.000

B Penerimaan 16.128,09 32.178,27 18.616,07 44.375,14

I Produksi (kg/ha) 431,75 - 558,04 1.166,26

II. Nilai Produksi 16.128,09 32.178,27 18.616,07 44.375,14

C Keuntungan 7.016,09 19.109,72 14.305,80 36.952,49Sumber : diolah dari data primer penelitian Patanas 2008, 2009, 2011 dan 2012.