Analisis Kritis Fuad

download Analisis Kritis Fuad

of 7

Transcript of Analisis Kritis Fuad

Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di Subdivisi Alergi ImunologiBagian Ilmu Kesehatan Kulitdan Kelamin RSUP dr. Wahidin SudirohusodoMakassar 2005-2010A. Latar belakang Penyaki lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang dan lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya, struktur penyakit lupus ini ini merupakan penyakit yang menyerang jaringan konektif yang ditandai dengan adanya auto antibodi melawan beberapa sel (autoimun). Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang paling umum setelah artritis dan belum pernah ada laporan atau publikasi, oleh karena itu kami mencoba melakukan analisis mengenai studi retrospektif LE disalah satu wilayah Indonesia yaitu di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar. Dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum penyakit LE di Subdivisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode 2005-2010 yang meliputi distribusi kasus baru,kelompok usia , jenis kelamin, tipe LE, kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA, serta data laboratorium, kelainan yang ditemukan berdasarkan kriteria ARA, dan data pemeriksaan penunjang. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data-data dari rekam medik penderita baru lupus eritematosus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar selama 5 tahun, mulai Juni 2005-Mei 2010.

B. Rumusan MasalahApakah ada faktor yang mempengaruhi Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulitdan Kelamin RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2005-2010 ?C. Tujuanuntuk mengetahui gambaran umum penyakit LE di Subdivisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode 2005-2010 yang meliputi distribusi kasus baru,kelompok usia , jenis kelamin, tipe LE, kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA, serta data laboratorium.D. Pemecahan Pada penelitian kali ini, berdasarkan penelesuran dari hasil rekam medik yang dilakukan hanya didapatkan dua diagnosis terhadap penyakit LE yaitu DLE dan SLE. Ditemukan DL sebanyak58,3% dan SLE sebanyak 41,6%, dari 12 kasus yang ditemukan hanya 2 kasus (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Dikepustakaan disebutkan bahwa didapatkan persamaan pada kelompok penyakit ini dengan penyakit lainnya dan perubahan pada kulit merupakan gambaran yang paling menonjol pada semua penyakit jaringan konektif, sehingga pemeriksaan histopatologi kulitsangat penting dalam membantu membedakan dan menegakkan diagnosis (Nurjanti et al.,1990; Komalig et al, 2007). Lupus eritematosus diskoid mengenai kulit tanpa atau dengan keterlibatan sistemik yang minimal. Karakteristik lesi ditandai dengan eritem, plak yang meluas secara sentifugal, permukaan plak menebal (Williams, 2005). Bila menyembuh dapat dengan pembentukan skar, atrofi, dan pigmentasi. Lesi terdapat pada area yang terpapar sinar matahari dan banyak ditemukan adanya gejala fotosensitivitas. DLE merupakan lesi yang kronis dan dapat terjadi remisi dan relaps, serta dapat berkembang menjadi SLE (Nurjanti et al.,1990; Panjwani, 2009; Simon, 2007). Lupus eritematosus sistemik ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas yang terjadi terutama pada usia reproduksi dan melibatkan mulipel organ dan dapat menyebabkan kematian. Kulit merupakan organ kedua terbanyak yang terkena setelah artritis. Pada 80% kasus dapat melibatkan kulit dan membran mukosa. Gambaran klinis SLE sangat beraneka ragam, sehingga lebih merupakan kumpulan sindrom daripada gambaran klinik penyakit yang khas. Diagnosis SLE ditegakkan bila memenuhi 4 dari 11 kriteria yang dikeluarkan American College of Rheumatology. Kriteria yang termasuk yaitu malar rash, diskoid rash, fotosensitif, ulkus di mulut, artritis, serositis, kelainan ginjal, kelainan neurologis, kelainan hematologi, kelainan imunologi dan antibodi antinuklear (Simon, 2007).Berdasarkan data laboratorium pada studi ini, didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu 31,6% dan fungsi hati merupakan pemeriksaan kedua terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 15,8% dan hanya 2 pasien (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Dikepustakaan dikatakan pemeriksaan laboratorium untuk ACLE berhubungan dengan SLE, karena terdapat hubungan erat antara ACLE dan SLE. Pemeriksaan darah dan urine rutin, serologis, histopatologi dan imunohistologidapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada kepustakaan disebutkan penderita SLE membentuk auto-antibodi, dimana auto-antibodi mempunyai spesifitas terhadap eritrosit, trombosit dan limfosit yang berturut-turut dapat menyebabkan gejala anemia, trombositopenia dan limfopenia (Nurjanti et al.,1990).Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA yang paling banyak adalah kelainan pada kulit yaitu eritema fasial 25,8%, kelainan kedua terbanyak adalah artritis 16,1% hal ini sesuai dengan penelitian Kole dan Ghosh(2009). Berbeda dengan kepustakaan lain, kulit merupakan organ kedua terbanyak yang terkena setelah artritis. Pada 80% kasus dapat melibatkan kulit dan membran mukosa, tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan ANA test, dimana hanya 4 kasus (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan ini. Pada kepustakaan pemeriksaan ANA positif ditemukan pada 98% penderita SLE, ANA memiliki sensitifitas sangat tinggi namun spesifitas rendah karena dapat ditemukan positif pada penyakit jaringan konektif lainnya. Pemeriksaan ANA yang negatif kemungkinan untuk terjadinya SLE sangat kecil dan hanya terdapat pada 2-5% kasus SLE (Yuriawantini dan Suryana, 2007).

E. HasilJumlah kunjungan baru LE ditemukan 12 kasus. Dengan kunjungan pada tahun 2005 sebanyak 1 pasien (8,3%), 2006 sebanyak 3 pasien (25%), tahun 2007 dan 2008 sebanyak 1 pasien (masing-masing 8,3%), tahun 2009 sebanyak 5 pasien (41,6%) yang merupakan kasus LE terbanyak, dan pada tahun 2010 sebanyak 1 pasien (8,3%). (gambar 1).

Garfik 1.Distribusi kasus baru LE di Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Selama perode 5 tahun, Juni 2005-Mei 2010.

Terdapat dominasi kunjungan pada pasien wanita yaitu sebanyak 10 kasus (83%) dibandingkan pasien laki-laki hanya 2 kasus (17%) (Gambar2). Grafik 2. Prevalensi penderita LE berdasarkan jenis kelaminBerdasarkan kelompok usia, penderita baru LE paling banyak berada dikelompok usia 41-50 tahun (50%) dengan usia termuda 16 tahun dan usia tertua 48 tahun. (tabel 1). Tabel 1.Distribusi penderita LE berdasarkan kelompok Kelompok Umur (tahun)Jumlah PasienPresentase (%)

11-20325 %

21-30325 %

31-400 0 %

41-50650%

Berdasarkan tipe LE, ditemukan DLE sebanyak 7 pasien (58,3%) dan SLE sebanyak 5 pasien (41,6%). (tabel 2).Tabel 2.Distribusi penderita LE berdasarkan tipe LETipe LEJumlah PasienPresentase (%)

DLE758,3 %

SLE541,6 %

Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang paling banyak adalah eritema fasial sebanyak 8 pasien (25,8%), kelainan kedua terbanyak adalah artritis sebanyak 5 pasien (16,1%). (tabel 3).Tabel 3.Distribusi penderita LE berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA

Berdasarkan data laboratorium, didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 6 pasien (31,6%) dan fungsi hati merupakan pemeriksaan kedua terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 3 pasien (15,8%)dan hanya 2 pasien (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. (tabel 4).Tabel 4.Distribusi penderita LE berdasarkan data laboratorium

F. Pembahasan Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit ini dapat mengenai berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervariasi. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis LE yang paling umum setelah arthritis (Nurjanti et al.,1990; .Insawang dan Kulthanan, 2010; Kole dan Ghosh,2009). Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok usia dimana banyak mengenai usia produktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun dengan prevalensi 17 sampai 48 dalam 100.000 penduduk pada suku Afro-Karibia. Di Eropa Utara, prevalensi penyakit lupus berkisar 40 kasus per 100.000 penduduk dan 200 kasus per 100.000 penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam. Meskipun penyakit ini merupakan penyakit autoimun, akan tetapi terdapat peran eksogen misalnya lingkungan (ultraviolet, hormon) maupun faktor endogen seperti faktor genetic (Insawang dan Kulthanan,2010; Panjwani, 2009). James N. Gilliam membedakan LE berdasarkan onset, klinis, morfologis dan pemeriksaan imunofluoresens menjadi 2 tipe utama yaitu LE nonspesifik dan LE spesifik kutan , dimana pada LE nonspesifik kutan sering kali berhubungan dengan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang melibatkan multipel oragan dan vaskular. Sedangkan LE spesifik kutan dibagi menjadi tiga subtipe yaitu akut kutaneus lupus eritematosus (ACLE), subakut kutaneus lupus eritematosus (SCLE), dan kronik kutaneus lupus eritematosus (CCLE) (Kole dan Ghosh,2009;Costner dan Sontheimer, 2008; Walling danSontheimer, 2009; Simon, 2007; Wolf danJohnson, 2005). Akut kutaneus LE lebih banyak ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki (8:1). Sekitar 50-60% penderita ACLE juga menderita SLE. Subakut kutaneus LE memiliki gejala ekstra kutan terbanyak adalah artritis dan mialgia dengan angka rekurensi sekitar 10-15% dan dapat berkembang menjadi SLE ringan. Diskoid LE (DLE) merupakan salah satu varian dari CCLE dan dalam perjalanan penyakitnya dapat berkembang menjadi SLE pada kurang dari 5% pasien (Insawang dan Kulthanan, 2010; Simon, 2007). American Rheumatology Association(ARA) mengeluarkan kriteria untuk menegakkan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan bila terdapat 4 atau lebih dari 11 kriteria. Kelainan kulit yang termasuk dalam kriteria ARA ialah malar rash/butterfly rash, lesi diskoid, ulkus di mulut dan rinofaring, sikatrik hipotrofik, peningkatan fotosensitivitas, artritis, serositis, kelainan ginjal, kelainan darah, serta adanya gangguan imunologik( Wolf dan Johnson, 2005;Franciscus, 2009).

G. Temuan Penting1. Pada kepustakaan disebutkan penderita SLE membentuk auto-antibodi, dimana auto-antibodi mempunyai spesifitas terhadap eritrosit, trombosit dan limfosit yang berturut-turut dapat menyebabkan gejala anemia, trombositopenia dan limfopenia.2. Faktor jenis kelamin dan usia merupakan faktor host yeng berperan dalam patogenesis lupus eritematosus, selain itu keterpaparan lingkungan seperti obat-obatan, virus, sinar UV yang juga turut berperan dalam timbulnya penyakit lupus.3. Diketahui bahwa wanita memiliki predisposisi SLE jauh lebih banyak dari pada pria dikarenakan memiliki 2 kromosom X, sedangkan onset penyakit yang jarang diderita oleh perempuan pre-pubertas dan menopous, mendukung keterlibatan hormon seks terhadap patogenesisnya.