ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN...
Transcript of ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN...
ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN
SOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN
TIMUR INDONESIA
(Periode 2010-2015)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Memenuhi Syarat
Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Fatimah At-Thohiroh
NIM: 1113084000068
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Fatimah At-Thohiroh
2. Tempat/Tanggal Lahir : Ciamis, 15 Desember 1995
3. Alamat : Jl Rapi RT 005/005 No. 76. Kelurahan
Pondok Petir, Bojongsari. Depok
4. Telepon : 08568423538
5. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. MI Miftahul Huda Tahun 2001-2007
2. MtsN Tangerang II Pamulang Tahun 2007-2010
3. SMK AL-HASRA Depok Tahun 2010-2013
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2018
III. Pengalaman Bekerja
1. Juru Bayar di Bank BTPN kcp Ciputat Tangerang Selatan April 2017 –
Desember 2017
2. Staff Disbursement Account PT. Penascop Maritim Indonesia Januari
2018-Sekarang.
ii
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of economic and social infrastructure
on economic growth in the provinces of Eastern Indonesia period 2010-2015. This
research uses panel data with Random Effect Model (REM) approach. The results
show that economic growth can be explained by electricity infrastructure, long road
infrastructure and health infrastructure of 66.92% (R2). Simultaneously variable of
electricity infrastructure, road length and health have significant effect to economic
growth equal to 62.04% (F-Statistic). Partially, however, shows that (1) Electricity
infrastructure and health infrastructure has positive and significant impact on
economic growth. (2) Road infrastructure has no positive and significant impact on
economic growth this is because the number of people who access road is not
maximal and there is no multiplier effect on road construction economic growth
and the existing roads have not been able to open isolation so that economic growth
only revolves around it.
Keywords: Electricity Infrastructure, Road Infrastructure, Health Infrastructure,
Economic Growth, Random Effect Model (REM).
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh infrastruktur ekonomi
dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi Kawasan Timur
Indonesia periode 2010-2015. Penelitian ini menggunakan data panel dengan
pendekatan Random Effect Model (REM). Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat dijelaskan oleh Infrastruktur listrik, infrastruktur panjang jalan dan
infrastruktur kesehatan sebesar 66.92% (R2). Secara simultan variabel infrastruktur
listrik, panjang jalan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi sebesar 62.04% (F-Statistik). Namun secara parsial menunjukkan bahwa
(1) Infrastruktur listrik dan kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi (2) Infrastruktur jalan tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang mengakses jalan
belum maksimal dan belum adanya multiplier efek pada pembangunan jalan
terhadap pertumbuhan ekonomi serta jalan yang tersedia belum mampu membuka
keterisolasian sehingga pertumbuhan ekonomi hanya berputar disatu tempat.
Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95%.
Kata Kunci: Infrastruktur listrik, Infrastruktur panjang jalan, Infrastruktur
Kesehatan, Pertumbuhan Ekonomi, Random Effect Model (REM).
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala nikmat,
keberkahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
berjudul “ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR EKONOMI
DAN SOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN
TIMUR INDONESIA PERIODE 2010-2015” dengan baik. Shalawat serta salam
penulis hanturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan,
semoga dapat berkumpul di Yaumil Qiyamah nanti.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesainya skripsi ini tentu dengan dukungan, bimbingan dan bantuan serta
semangat dan do’a dari orang-orang di sekeliling penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya, izinkanlah penulis menyampaikan terim
kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Ibunda Ellah dan Ayahanda (Alm) Sutikno Wijaya
yang selalu memberikan doa yang tiada henti, dukungan, motivasi dan
selalu ada ketika penulis mengalami masa-masa sulit, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Serta dua adikku tercinta, Ali dan Satria yang
kehadirannya menambah kebahagiaan keluarga kami. Semoga kalian
selalu dilindungi oleh Allah SWT.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama
perkuliahan
3. Bapak Drs. Rusdianto, Akt., M.Sc dan Bapak Fahmi Wibawa, MBA
sebagai dosen pembimbing yang ditengah-tengah kesibukkan mereka
mampu memberikan ilmu yang bermanfat, dukungan dan motivasi, serta
waktu sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga bapak
selalu diberikan keberkahan dan kesehatan oleh Allah SWT.
v
4. Bapak Arif Fitrijanto, M.Si dan Ibu Najwa Khairina selaku Ketua Jurusan
dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan
arahan serta bimbingan yang berarti dalam penyelesaian perkuliahan ini.
5. Teman-teman seperjuangan Zahra, Kartika, Lisa, Ayu dan Tiara yang
selalu mendukung satu sama lain dan saling berbagi ilmu serta saling
memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini
6. Teman-teman Werewolf (Mail, Fadli, Faris, Dayat, Dzul, Syarah, Tika,
Lisa dan Zahra) yang selalu menghibur dikala susah dan senang
7. Teman-teman KKN AKSI 2016 yang telah menjadi keluarga KKN
selama 1 bulan lamanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasam pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk krtitik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta,
Fatimah At-Thohiroh
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 12
A. Landasan Teori Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 12
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ......................................................... 12
2. Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 13
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................................ 19
B. Landasan Teori Infrastruktur...................................................................... 21
1. Pengertian Infrastruktur .......................................................................... 21
vii
2. Infrastruktur Listrik ................................................................................ 25
3. Infrastruktur Jalan ................................................................................... 25
4. Infrastruktur Kesehatan .......................................................................... 27
C. Penelitian Sebelumnya ............................................................................... 28
D. Hubungan Infrastruktur dengan Pertumbuhan Ekonomi ........................... 43
E. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 44
F. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 47
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 47
B. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 47
C. Metode Analisis Data ................................................................................. 48
D. Definisi Operasional Variabel .................................................................... 57
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 58
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................... 58
B. Penemuan dan Pembahasan ....................................................................... 62
1. Analisis Deskriptif Antar variabel .......................................................... 62
2. Analisis Model Pertumbuhan Ekonomi Dengan Variabel Bebas
Infrastruktur Listrik, Infrastruktur Jalan, dan Infrastruktur Kesehatan. ........ 69
3. Analisis Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel bebas
Infrastruktur Listrik, Infrastruktur Jalan dan Infrastruktur Kesehatan .......... 79
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 84
A. Kesimpulan ................................................................................................ 84
B. Saran ........................................................................................................... 85
viii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 94
ix
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Dana Alokasi Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Pemukiman tahun 2015
3
1.2 PDRB Menurut Wilayah tahun 2015 5
1.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan KTI dan KBI (milyar) 5
1.4 Perbandingan Infrastruktur KBI dan KTI 6
2.1 Penelitian Sebelumnya 34
3.1 Operasional Variabel 57
4.1 Populasi, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk KTI 2015 59
4.2 Jumlah Kecamatan dan Desa di KTI tahun 2015 60
4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi di KTI 2011-2015 61
4.4 Jumlah Pelanggan Listrik Menurut Pelanggan di Indonesia
2015
63
4.5 Uji Chow 69
4.6 Uji Hausmen 70
4.7 Uji Lagrange Multiplier 71
4.8 Hasil Estimasi Data Panel 72
4.9 Interpretasi Random Effect Model 73
4.10 Uji Parsial 77
4.11 Uji Simultan 79
4.12 Uji Koefisien Determinasi (R2) 79
xi
DAFTAR GRAFIK
No Keterangan Halaman
4.1 Jumlah kapasitas listrik yang terpasang di KTI 63
4.2 Energi Listrik yang disalurkan di KTI periode 2010-2015 64
4.3 Jumlah Panjang Jalan di KTI 2010-2015 65
4.4 Akses Jalan terhadap per 1000 penduduk di KTI 66
4.5 Rasio Puskesmas per 30.000 Penduduk di Indonesia 67
4.6 Akses Kesehatan per 1000 Penduduk di KTI 2010-2015 68
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Uji Model Panel 94
A. Common Effect Model 94
B. Fixed Effect Model 94
C. Uji Chow 95
D. Random Effect Model 95
E. Uji Hausmen 96
F. Uji Lagrange Multiplier 96
2 Data Penelitian 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi memiliki beberapa pengertian. Secara tradisional,
pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena ekonomi yang diukur
berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pandangan mengenai tujuan dan makna
pembangunan kemudian berkembang lebih luas. Hal tersebut dilihat dari
keberhasilan indikator pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur dari pertumbuhan
PDRB maupun PDRB perkapita. Hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi diantaranya faktor ekonomi dan nonekonomi. Adapun contoh faktor yang
seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, usaha, teknologi dan
sebagainya (Jhingan, 2004:67).
Salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi
modal. Akumulasi modal ini dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap
stok modal secara fisik (pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan
baku), atau dengan melakukan investasi terhadap fasilitas-fasilitas penunjang
seperti investasi infrastruktur ekonomi dan sosial (pembangunan jalan raya,
penyediaan listrik, air bersih, pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya).
Pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada pembangunan ekonomi suatu
daerah. Menurut Todaro (2006:28-29) proses pembangunan disemua masyarakat
harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut:
2
1. Ketersediaan dan perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan pokok
seperti sandang, pangan, papan serta keamanan guna memberikan
perlindungan kepada masyarakat
2. Perlunya penambahan lapangan kerja, perbaikan fasilitas dan kualitas
pendidikan dan tidak lupa peningkatan kepedulian atas nilai-nilai
kemanusiaan
3. Perlunya perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap
individu serta bangsa secara keseluruhan
Menurut Adi Pramono (2011:2) masalah infrastruktur seringkali dituding
menjadi penghambat investasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Penarikan minat investasi ke Indonesia masih sulit dilakukan karena
masih banyaknya hambatan yang dihadapi dalam merealisasikan investasi,
diantaranya adalah masalah keterbatasan infrastruktur. Indonesia masih mengalami
ketimpangan di berbagai daerah dilihat dari nilai investasi dan produksi di masing-
masing daerah.
Pembangunan infrastruktur akan memiliki dampak pada pertumbuhan
ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur merupakan
salah satu prasyarat untuk mengembangkan dan menciptakan sektor-sektor lain dan
sebagai penghubung kegiatan ekonomi yang satu dengan yang lain (Warsilan dan
Akhmad Noor, 2015:359).
Adanya keterkaitan yang sangat erat antara perkembangan infrastruktur dengan
pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur akan meningkatkan mobilitas penduduk,
mempercepat laju pengangkutan barang, memperbaiki kualitas dari jasa
3
pengangkutan tersebut, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan
serta meningkatkan efisiensi penggunaan sarana pembangunan yang akan
berdampak berkurangnya daerah-daerah tertinggal serta terbukanya akses ekonomi
masyarakat di daerah satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat diartikan
infrastruktur merupakan jantung dari sebuah perekonomian, tanpa adanya
infrastruktur maka sebuah perekonomian tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh
karena itu pemerintah pusat maupun daerah memiliki anggaran tersendiri khusus
untuk infrastruktur.
Anggaran memilik peran dalam memacu perekonomian suatu negara.
Meskipun kualitas pengelolaan anggaran negara mengalami suatu kemajuan,
namun dari sisi efektifitas masih perlu evaluasi dan perhatian yang lebih. Anggaran
negara kita masih menghadapi tekanan dari sisi pengeluaran yang kurang
memberikan dampak efektif bagi perbaikan infrastruktur dan pelayanan publik.
Sebab anggaran negara lebih banyak digunakan seperti untuk membayar subsidi
energi, membayar bunga utang, dan belanja pegawai. Sementara anggaran untuk
belanja modal dan barang masih cukup rendah (Aunur Rofiq, 2014:139).
Tabel 1.1 Dana Alokasi Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Pemukiman Tahun 2015
Daerah Dana Alokasi Khusus (Milyar)
Jalan Irigasi Air Minum Sanitasi Perumahan
Jawa 2017,07 928,92 360,49 148,66 52,9
Sumatera 4556,22 1350,22 363,2 318,6 94,39
Kalimantan 2779,78 451,69 78,89 107,31 33,97
Sulawesi 4600,4 1292,57 191,73 191,3 52,78
Maluku, Papua, Bali
dan Nusa Tenggara 5243,6 2546,36 360,74 345,22 19,44
Total 19197,07 6569,76 1355,05 1111,09 253,48
Sumber: Kementrian PUPR, 2015
4
Berdasarkan data tabel 1.1 dapat dilihat dana alokasi Anggaran Pendapatan
Belanja Negara bidang infrastruktur terbagi menjadi 5 alokasi. Alokasi jalan,
irigasi, air minum, sanitasi dan perumahan. Dana alokasi anggaran infrastruktur
terbesar pada alokasi jalan. Jalan merupakan akses masyarakat dalam melakukan
kegiatan. Tanpa adanya jalan dengan kondisi baik maka kegiatan apapun tidak akan
berjalan sesuai rencana. Begitupun kegiatan ekonomi karena jika tidak ada akses
jalan maka tidak terjadi produktifitas ekonomi yang mengakibatkan ketertinggalan
daerah tersebut.
Selain peran infrastruktur ekonomi peran infratsruktur sosial juga memiliki
peran yang penting. Infrastruktur sosial berupa akses kesehatan. Jika dalam sebuah
wilayah memiliki akses kesehatan yang minim maka bukan berarti kualitas sumber
daya manusia diwilayah tersebut mengalami kualitas SDM yang buruk. Oleh karena
itu perlu ditingkatkanya akses kesehatan untuk investasi dalam sumber daya
manusia supaya dapat memperbaiki kualitas masyarakat dan menjadi SDM yang
berkualitas. SDM yang berkualitas mempunyai pengaruh terhadap kegiatan
produksi seiring dengan meningkatknya jumlah manusia (Todaro, 2006:118).
Pentingnya sebuah infrastruktur dalam suatu daerah yaitu untuk memajukan
dan meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kemajuan suatu daerah dapat diukur melalui
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator Produk Domestik Regional
Bruto.
5
Tabel 1.2 PDRB Menurut Wilayah tahun 2015
Daerah %
Jawa 58,86%
Sumatera 21,98%
Kalimantan 8,33%
Sulawesi 5,77%
Maluku,Papua, Bali dan Nusa Tenggara 4,66%
Sumber: Badan Pusat Statistik,2016
Berdasarkan data tabel 1.2 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto pada
tahun 2015 dengan presentase tertinggi yaitu pulau jawa sebesar 58,86%. Pulau
Jawa memegang setengah lebih dari pertumbuhan PDRB seluruh Indonesia, hal ini
dikarenakan pusat pertumbuhan ekonomi masih berpusat di Pulau Jawa. Hal
tersebut mengindikasikan rendahnya PDRB dari pulau-pulau di luar Pulau Jawa.
Dari sudut pandang tersebut, menunjukkan bahwa keseimbangan itu belum dapat
diwujudkan, hampir dalam segala aspek pembangunan. Oleh karena itu, seringkali
timbul kecemburuan dan sering diekspresikan dalam bentuk yang beragam.
Tabel 1.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan KTI dan KBI (milyar)
2010 2011 2012 2013 2014 2015
KBI 5562193 5914164 6281321 6641467 6995094 7341493
KTI 1298589 1369463 1452001 1488313 1557460 1632173
Indonesia 6860782 7283628 7733321 8129780 8552554 8973665
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan PDRB
Atas Dasar Harga Konstan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur
Indonesia selama enam tahun. PDRB KTI hanya menyumbang sekitar 18-19 persen
dari keseluruhan PDRB Indonesia. Sedangkan lebih 80 persen PDRB disumbang
dari PDRB KTI. Hal ini dapat disimpulkan ketimpangan PDRB antara KTI dan KBI
memang cukup mencolok.
6
Tabel 1.4 Perbandingan Infrastruktur KBI dan KTI
KBI KTI
Infrastruktur 2010 2015 2010 2015
Jalan (km) 287466 306377 199848 212628
Kesehatan (unit) 7169 8140 3468 4046
Listrik (Megawatt) 29338,6 48286,4 3543,62 12091,5
Sumber: Statistik Indonesia 2016
Berdasarkan tabel 1.4 tentang perbandingan infrastruktur KBI dan KTI. Maka
telah terjadi ketimpangan infrastruktur antara KBI dan KTI. Kondisi Infastruktur
jalan KBI dan KTI yang diwakili dengan panjang jalan negara, provinsi dan
kabupaten kota dalam kondisi jalan baik dan sedang mengalami ketimpangan yaitu
KBI relatif lebih tinggi dari pada KTI. Infrastruktur kesehatan yang diwakili dengan
Jumlah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Puskesmas lebih banyak
KBI yaitu sebanyak 8140 unit pada tahun 2015 sedangkan KTI hanya ada 4046
unit. Kapasitas listrik yang terpasang di KBI pada tahun 2015 sebesar 48286,4
Mega Watt sedangkan di KTI hanya 12091,5 Mega Watt.
Kawasan Timur Indonesia terdiri dari 17 provinsi yang merupakan bagian
integral yang tidak terpisahkan dari suatau negara dan berbangsa yang bernama
Indonesia. Maka perlunya keseimbangan pembangunan antar kawasan, supaya
terciptanya persatuan dan kesatuan NKRI (Iskandar Andi Nuhung, 2010:61).
Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah sebuah kawasan yang relatif
tertinggal. Kesenjangan pembangunan antara Kawasan Timur Indonesia (KBI)
dengan Kawasan Barat Indonesia (KBI) masih cukup tampak. Kinerja
pembangunan dan pelayanan publik di KTI meskipun menunjukkan tren positif
belum mampu mendekatkan pada capaian pembangunan KBI. Kawasan Timur
Indoenesia identik dengan ketertinggalan, keterbalakangan, keterisolasian, dan
7
kemiskinan. Selain kesenjangan pembangunan kesenjangan KTI dan KBI dapat
dilihat dari dua aspek besar, yaitu kependudukan dan kegiatan usaha (Muljono,
2010:2). Jumlah penduduk yang berada di KTI hanya seperempat dari jumlah
penduduk KBI, atau dapat dikatakan jumlah penduduk KBI sebesar 80% sedangkan
KTI adalah 20%.
Menurut Fitri Amalia (2012:159) Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan
Timur Indonesia mengalami perkembangan ekonomi yang berbeda. Provinsi-
provinsi yang terletak di KTI pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi
jauh lebih lambat dibandingkan daerah atau provinsi yang berada di KBI. Sarana
transportasi, tingkat fasilitas pendidikan dan kesehatan di KBI masih jauh lebih baik
apabila dibandingkan dengan daerah atau provinsi-provinsi yang terletak di KTI.
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa pembangunan di Kawasan Barat
Indonesia jauh lebih baik dari pada pembangunan di Kawasan Timur Indonesia.
Untuk mengurangi adanya pusat dan daerah pinggiran dan adanya pembagian
kemajuan pembangunan di KBI dan KTI, maka perlu pembangunan Infrastruktur
di berbagai sektor di KTI. Namun, perlu dipelajari bahwa ada banyak hambatan
untuk membangun KTI. (Mappamiring, 2006:3)
Fakta ini menjadi menarik karena sangat kontras dengan potensi kekayaan
alam KTI yang berlimpah. Kawasan Timur Indonesia dilimpahi kekayaan alamnya
seperti emas, tembaga, nikel, gas alam, dsb. Sungguh ironi memang apabila KTI
harus menghadapai ketertinggalan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berdampak pada kesejahteraan penduduknya disaat kekayaan alam yang melimpah
8
ruah. Namun keterbatasan infrastruktur serta akses menyulitkan daerah timur untuk
lebih maju.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat perlunya penelitian terkait
infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi terutama untuk Kawasan Timur Indonesia.
Penulis ingin melihat hubungan antara infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi.
Apakah dengan meningkatnya akses infrastruktur ekonomi maupun infrastruktur
sosial akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui PDRB di Kawasan Timur
Indonesia. Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti ingin menganalisis
tentang “ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN
SOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI PADA
KAWASAN TIMUR INDONESIA).”
B. Perumusan Masalah
Kawasan Timur Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tingkat
ketimpangan yang tinggi jika dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia hal
itu dapat dilihat berdasarkan PDRB wilayah Kawasan Timur Indonesia jauh
tertinggal dibandingkan Kawasan Barat Indonesia. Selain permasalahan
ketimpangan dan ketertinggalan yang terjadi di Kawasan Timur Indonesia masih
ada tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk
yang masih terhimpit kemiskinan, yaitu: Mempercepat pertumbuhan ekonomi,
peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, dan perlindungan bagi si
miskin.
Ketertinggalan KTI dikonribusi oleh banyak faktor, diantaranya, terbatasnya
infrastruktur dasar yang kemudian menghambat arus investasi, rendahnya kualitas
9
sumberdaya manusia akibat buruknya konektivitas wilayah yang memicu
melambungnya biaya dan kurangnya pelayanan dasar untuk pemenuhan hak-hak
dasar yang berimbas terhadap rendahnya kualitas hidup.
Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan
yang jelas. Salah satu langkah yang dapat diambil dalam implementasi strategi
menurut World Bank yaitu dengan pembangunan infrastrukur.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Infrastruktur Listrik secara parsial terhadap
Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di
Kawasan Indonesia Timur Periode 2010-2015?
2. Bagaimana pengaruh Infrastruktur Jalan secara parsial terhadap
Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di
Kawasan Timur Indonesia Periode 2010-2015?
3. Bagaimana pengaruh Infrastruktur Kesehatan secara parsial terhadap
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga
Konstan di Kawasan Timur Indonesia Periode 2010-2015?
4. Bagaimana pengaruh Infrastruktur Jalan, Listrik, Pendidikan dan
Kesehatan secara simultan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai
PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kawasan Timur Indonesia Periode
2010-2015?
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Infrastruktur Listrik secara parsial
terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga
Konstan di Kawasan Indonesia Timur Periode 2010-2015
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Infrastruktur Jalan secara parsial
terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga
Konstan di Kawasan Timur Indonesia Periode 2010-2015
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Infrastruktur Kesehatan secara
parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar
Harga Konstan di Kawasan Timur Indonesia Periode 2010-2015
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Infrastruktur Listrik, Jalan dan
Kesehatan secara simultan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui nilai
PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kawasan Timur Indonesia Periode
2010-2015
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Memberikan gambaran kepada pemerintah tentang pengaruh infrastruktur
terhadap kemiskinan sehingga bisa diambil kebijakan-kebijakan guna
membantu dalam pembangunan di Negara Indonesia
2. Manfaat Teoritis dan Akademis
11
Menambah pengetahuan bagi perkembangan studi Ekonomi Pembangunan
tentang keterkaitan antara infrastruktur terhadap kemiskinan. Sehingga
penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk menentukan penelitian selanjutnya
yang terkait dengan variabel yang bersangkutan.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan kerangka teori yang melandasi penelitian ini.
Pembahasan dari teori ini meliputi teori infrastruktur dalam ekonomi sektor publik.
Selain itu, pada bab ini penulis juga memaparkan beberapa temuan mengenai
ketersediaan infrastruktur ekonomi dan sosial tehadap pertumbuhan ekonomi. Pada
bagian akhir bab ini penulis akan menjelaskan pembentukan model yang digunakan
dalam penelitian ini.
A. Landasan Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Nuraliyah (2011:28) pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
indikator penting dalam menganalisis tentang pembangunan ekonomi yang
terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kegiatan
perekonomian yang menghasilkan peningkatan pendapatan masyarakat dalam
periode tertentu. Makna dari kegiatan perekonomian yaitu proses penggunaan
faktor-faktor produksi yang bertujuan untuk menghasilkan output dan
terjadinya aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat, diharapkan akan meningkatkan
pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi.
Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari
setiap negara Todaro (2006:118). Ketiga faktor tersebut adalah:
13
a. Akumulasi modal, yang termasuk dalam akumulasi modal merupakan jenis
investasi baru yang diinvestasikan pada tanah, peralatan fisik dan modal
(sumber daya manusia). Akumulasi modal dihasilkan dari pendapatan yang
diterima kemudian ditabung atau diinvestasikan kembali dengan tujuan
meningkatkan pendapatan dimasa depan.
b. Pertumbuhan penduduk, pertambahan penduduk akan meningkatkan jumlah
angkatan kerja, secara tradisional hal tersebut dianggap positif karena akan
merangsang peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga tersedia lebih
banyak pekerja yang produktif.
c. Kemajuan teknologi
Todaro (2006:123) mengatakan bahwa kemajuan ekonomi dapat dilihat dari
berbagai faktor. Salah satunya dengan investasi yang besar maka akan
memperbaiki kualitas sumber daya fisik dan sumber daya manusia. Faktor
utama dalam merangsang pertumbuhan ekonomi yaitu dengan inovasi dan
kemajuan teknologi.
2. Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory)
Menurut teori solow ( dalam Mankiw, 2007:212) pertumbuhan ekonomi itu
terjadi ketika perubahan modal (tabungan dan investasi) dan perubahan
angkatan kerja (pertumbuhan populasi). Menurut para ekonom beraliran klasik
di dalam Mandala Manurung (2008:136). Analisis faktor-faktor model
pertumbuhan ekonomi terbagi menjadi dua, faktor pertumbuhan ekonomi
mikro atau yang sering disebut fungsi produksi seperti dibawah ini:
14
Q = f (K,L)
Dimana: Q = Output
K = Barang Modal
L = Tenaga Kerja
Untuk analisis pertumbuhan ekonomi (analisis makro) model klasik tersebut
dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat menulis persamaan:
Q = f(K,L,T,U,M,W,I)
Dimana:
Q = output atau PDB
K = barang modal
L = Tenaga Kerja
T = Teknologi
U = uang
M = Manajemen
W = kewirausahaan (entrepreneurship)
I = Informasi
Teori ini dikembangkan oleh Solow (dalam Mandala Manurung, 2008:140).
Pertumbuhan ekonomi menurut Teori Solow adalah akumulasi stok barang
modal dan hubungannya dengan keputusan masyarakat terhadap tabungan dan
investasi.
Asumsi–asumsi penting dari model solow antara lain:
1) Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi)
2) Tingkat depresiasi dianggap konstan
15
3) Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal
4) Tidak ada sektor pemerintah
5) Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan
Dengan asumsi-asumsi di atas maka dapat disimpulkan faktor-faktor
penentu pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja.
Lebih lanjut lagi dapat disimpulkan bahwa PDRB per kapita semata-mata
ditentukan oleh stok barang modal per tenaga kerja.
b. Teori Pertumbuhan Endojenus (Endogenous Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Romer (1986) (dalam Mandala Manurung,
2008:142). Kelemahan model klasik dan neo klasik terletak pada asumsi bahwa
teknologi bersifat eksojenus. Konsekuensi asumsi ini adalah terjadinya The
Law Of Deminishing Return, karena teknologi dianggap sebagai faktor
produksi tetap. Konsekuensi lebih serius dari memperlakukan teknologi
sebagai faktor eksogen dan konstan adalah perekonomian yang lebih dahulu
maju, dalam jangka panjang perekonomian yang lebih terbelakang akan
terkejar selama tingkat pertambahan penduduk, tingkat tabungan, dan akses
terhadap teknologi adalah sama. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
perekonomian Asia Tenggara dapat menyamai perekonomian negara Barat,
tetapi faktanya tidak demikian. The Law Of Deminishing Return di
perekonomian negara Barat tidak terjadi, sehingga perekonomian Asia
Tenggara makin tertinggal dibanding negara Barat. Menurut Romer,
ketertinggalan ini disebabkan kemajuan teknologi yang justru menghasilkan
increasing return to scale (IRS). Semangat perusahaan untuk memaksimalkan
16
keuntungan justru dapat dipenuhi lewat penguasaan (monopoli) teknologi.
Akibatnya, pertumbuhan output disertai dengan menguatnya gejala monopoli.
Menurut Adi Pramono Sidik (2011:12) perusahaan cenderung ingin
menguasai (memonopoli) perubahan teknologi, sebab teknologi merupakan
barang publik yang dapat dimanfaatkan bukan hanya penemunya saja, tanpa
mengeluarkan biaya riset. Selama return dari pengembangan teknologi
terhadap semua perusahaan adalah sama, maka kecendrungan memonopoli
teknologi sangat kecil. Namun apabila return-nya berbeda, yang paling
menikmati akan berusaha memonopoli. Dengan demikian, teknologi tidak
dapat diperlakukan sebagai faktor eksogen, melainkan faktor endogen.
c. Teori Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Menurut Harrod-Domar (dalam Todaro, 2006:128) mengatakan bahwa
untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang
merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).
Model yang dibuat oleh Harrod-Domar (dalam Jhingan, 2004:230)
didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
1) Adanya keseimbangan (ekulibrium) awal pendapatan dalam keadaan
pekerjaan penuh
2) Tidak ada campur tangan pemerintah
3) Model ini terjadi pada perekonomian tertutup tanpa perdagangan luar
negeri
4) Tidak ada kesulitan di dalam penyesuaian antara investasi dan penciptaan
kapasitas produktif
17
5) Kecendrungan menabung rata-rata sama dengan kecendrungan menabung
marginal
6) Kecendrungan menabung tetap konstan
7) Koefisien modal, yaitu rasio stok modal terhadap pendapatan, diasumsikan
tetap (fixed)
8) Tidak ada penyusutan barang modal yang diasumsikan memiliki daya
pakai seumur hidup
9) Tabungan dan investasi berkaitan dengan pendapatan tahun yang sama
10) Tingkat harga umum konstan, yaitu upah uang sama dengan pendapatan
nyata
11) Tidak ada perubahan tingkat suku bunga
12) Ada proporsi yang tetap antara modal dan buruh dalam proses produksi
13) Modal tetap dan modal lancar disatukan menjadi modal.
Teori Harrod Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang
bersamaan oleh E.S Domar (1947,1948) dan R.F Harrod (1939,1948). Menurut
kedua ekonom tersebut menyatakan bahwa pentingnya investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi, karena investasi dianggap sebagai stok modal. Stok
barang modal yang meningkat maka akan berdampak pada peningkatan output
sedangkan sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian
produksi (pendapatan nasional) yang ditabung (Mandala Manurung,
2008:143).
Harrod-Domar sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi
dan pendapatan nasional bukan hanya berasal dari peningkatan dalam kapasitas
18
memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat (Sadono Sukirno,
2004:257). Dengan demikian dapat disimpulkan walaupun kapasitas
memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru bertambah dan
pertumbuhan ekonomi tercipta apabila pengeluaran masyarakat mengalami
kenaikan jika dibandingkan pada periode sebelumnya.
d. Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter ( dalam Mandala Manurung, 2008:143) berpandangan
bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kemampuan kewirausahaan
(entrepreneurship). Hal tersebut dikarenakan pengusaha yang memiliki
kemampuan dalam berinovasi dalam aktifitas produksi. Schumpeter
mengatakan bahwa kemajuan perekonomian kapitalis karena diberikan
kebebasan untuk para pengusaha (entrepreneur) inovasi. Kebebasan yang
diberikan sering disalahgunakan yang mengakibatkan timbulnya masalah-
masalah nonekonomi terutama sosial politik dan pada akhinrnya akan
menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri.
Pada dasarnya teori Rostow dan para teoretisi lainnya menetapkan tahapan
“tinggal landas” dengan cara dan rumusan tertentu. Negara-negara yang dapat
menabungkan dan menginvestasikan 15-20 persen dari GDP-nya,
diprediksikan akan mengalami pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat
apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang tidak menginvestasikan
sebesar itu. Kemudian pertumbuhan akan dapat terus dipertahankan sehingga
Rostow memiliki pendapat bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
19
dan proses pembangunan melalui peningkatan total tabungan nasional dan
investasi (Todaro, 2006:130).
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat PDB. Adapun alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan PDB dan
bukan indikator lainnya (seperti PNB) sebagai pertumbuhan yaitu karena PDB
menghitung pengeluaran output. Produk Domestik Bruto (PDB) dapat
diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di
dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu (Sukirno, 2008:14).
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah dari hasil
penggunaan dan pelayanan atau jasa setiap unit produksi dalam suatu negara
pada periode tertentu. Produk Domestik Regional Bruto juga berarti total dari
permintaan, pemenuhan konsumsi belanja rumahtangga dan institusi non
profit, konsumsi pemerintah pada waktu tertentu (BPS, 2017)
Menurut Muliza, dkk (2017:56) Produk Domestik Regional Bruto
merupakan salah satu indikator penting untuk melihat siklus perekonomian di
suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku
maupun atas dasar harga konstan.
Produk Domestik Regional Bruto terbagi menjadi dua yaitu Produk
Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Produk Domestik
Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan. Menurut Badan Pusat Statistik
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menjelaskan nilai tambah barang dan jasa
yang diukur menggunakan harga pada tahun berjalan. Tujuan dari PDRB Atas
20
Dasar Harga Berlaku untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi,
pergeseran dan struktur ekonomi suatu daerah.
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan merupakan
nilai tambah barang dan jasa yang diukur menggunakan acuan harga yang
berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB Atas Dasar Harga
Konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari
tahun ketahun atau pertumbuhan ekonomi.
PDRB merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang muncul akibat adanya aktivitas
ekonomi dalam suatu wilayah tertentu. Penghitungan angka-angka PDRB
dapat menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun).
b. Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
c. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun), yang dirinci sebagai berikut:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba
2) Konsumsi pemerintah
21
3) Pembentukan modal tetap domestik bruto
4) Perubahan stok dan ekspor neto
Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) diperoleh dari
perhitungan PDRB atas harga konstan, dengan cara perhitungan mengurangi
nilai PDRB pada tahun ke n-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada
tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen. Laju pertumbuhan
menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu terhadap
waktu sebelumnya (perkembangan berantai).
Dimana :
r = Angka pertumbuhan PDRB
PDRBn = Perkiraan PDRB pada tahun ke-n
PDRBn-1 = Perkiraan PDRB pada tahun ke n-1
B. Landasan Teori Infrastruktur
1. Pengertian Infrastruktur
Menurut Warsilan dan Akhmad Noor (2015:361) infrastruktur dilihat dari
sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-
bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017) infrastruktur dapat
diartikan sebagai sarana dan prasarana umum. Sarana umum diketahui sebagai
fasilitas publik seperti: jalan, sanitasi, rumah sakit, dsb.
22
Menurut World Bank Report 1994 Infrastruktur adalah istilah umum untuk
banyak kegiatan yang disebut “modal sosial” menurut ekonom pembangunan
seperti Paul Rosentein Rodan, Ragnar Nurske, dan Albert Hirschman.
Infrastruktur terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Infrastruktur Ekonomi meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum,
sanitasi, dan gas) public works (bendungan, saluran irigasi, dan drainase)
serta trasnportasi (jalan, kereta api, pelabuhan, dan bandara)
b. Infrastruktur Sosial meliputi kesehatan, pendidikan, perumahan dan rekreasi
c. Infrastruktur Administrasi meliputi penegak hukum, control administrasi,
dan koordinasi serta kebudayaan
Selain itu menurut Faisal Basri (dalam Fauzani Zamzani, 2014:11) ada yang
membagi infrastruktur menjadi infrastruktur keras fisik, keras non fisik, dan
lunak
1. Infrastruktur keras fisik meliputi jalan raya rel, rel kereta api, bandara,
pelabuhan, bendungan, dan saluran irigasi
2. Infrastruktur keras non fisik meliputi air bersih, listrik, telekomunikasi, dan
energi.
3. Infrastruktur lunak meliputi nilai, norma, dan hukum
Menurut Grigg (2003:3) infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-
fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi
yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat. Ada enam kategori besar infrastruktur menurut
Grigg, yaitu:
23
1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan)
2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar
udara)
3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air
4. Kelompok manajemen limbah ( sistem manajemen limbah padat)
5. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar
6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas)
Berdasarakan Peraturan Presiden No 122 tahun 2016 bahwa infrastruktur
yang harus diatur oleh pemerintah salah satu diantaranya yaitu infrastruktur
listrik dan jalan. Dikategorikan sebagai infrastruktur dasar karena bersifat
dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga perlu diatur oleh pemerintah tentang
penyediaannya.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No 4 tahun 2016
menjelaskan tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Tujuan dipercepatnya pembangunan infrastruktur listrik tidak lain untuk
mendorong peningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga terciptanya
pemerataan dan kesejahteraan yang akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi inklusif merupakan pertumbuhan ekonomi yang
tidak hanya terfokus pada perubahan PDB maupun PDRB Perkapita tetapi
memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya yang dapat diukur melalui
jumlah penduduk miskin. Infrastruktur memiliki peranan penting untuk
terciptanya pertumbuhan yang inklusif serta penyediaan akses terhadap
pelayanan publik. Kinerja infrastruktur dapat mengikuti kinerja rata-rata
24
nasional. Meskipun banyak desa sudah memilik akses jalan, namun seperlima
dari jumlah jalan kabupaten/kota sebagian besar mengalami kerusakan (World
Bank Report ,2011: 3).
Definisi lain mengenai infrastruktur menurut Tatom (dalam Tunjung
Hapsari, 2011:13) yaitu infrastruktur melihat pada fasilitas kapital fisik,
kerangka kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang berguna untuk
pembangunan ekonomi masyarakat. Infrastruktur yang dimaksud seperti
undang-undang, sistem pendidikan dan kesehatan publik (sistem distribusi dan
perrawatan air, pengumpulan sampah dan limbah serta pengolahan dan
pembuangannya, sistem keselamatan publik dll.
Menurut Mandala Harefa (2015:21) infrastruktur memiliki peran yang
penting karena sebagai pendukung supaya pembangunan ekonomi suatu negara
dapat terwujud. Infrastruktur terbagi menjadi beberapa subsektor seperti
perumahan dan transportasi. Selain sebagai pendukung pembangunan
ekonomi, infrastruktur juga menunjukkan seberapa besar pemerataan
pembangunan. Wilayah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan
berdampak pada pemerataan pembangunan kemudian melakukan
pembangunan infrastruktur ke wilayah disekitarnya. Perekonomian terintegrasi
membutuhkan pembangunan infrastruktur.
Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem
penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan
sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan
25
yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain
dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
2. Infrastruktur Listrik
Listrik merupakan salah satu bentuk energi terpenting dalam perkembangan
kehidupan manusia modern, baik untuk kegiatan rumah tangga, pendidikan,
kesehatan, usaha, industri, maupun kegiatan lainnya dari mulai komunitas
pengguna di kota besar sampai ke pelosok pedesaan. Perkembangan kebutuhan
energi listrik dari waktu ke waktu emakin bertambah luas dan besar sejalan
dengan pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat.
Dalam hubungannya dengan peningkatan output, beberapa penelitian
menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur listrik memberikan kontribusi
dalam peningkatan perekonomian suatu bangsa. Adi Pramono Sidik (2011:4)
meneliti tentang hubungan antara infrastruktur ekonomi seperti jalan dan listrik
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan data panel dan
menggunakan variabel terikat PDB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan antara infrastruktur listrik dan jalan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
3. Infrastruktur Jalan
Di dalam laporan statistik Indonesia (2015:16) jalan raya merupakan salah
satu prasarana penting dalam transportasi darat. Hal ini karena fungsi strategis
yang dimilikinya, yaitu sebagai penghubung antar satu daerah dengan daerah
lain. Jalan sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dengan daerah
26
pemasaran., sangat dirasakan sekali manfaatnya dalam rangka meningkatkan
perekonomian suatu wilayah.
Menurut laporan statistik transportasi (2015:10) jalan terbagi menjadi tiga
jenis jalan, yaitu:
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional
serta jalan tol
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi
c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Menurut Krismanti Tri Wahyuni (2009:24) infrastruktur jalan memiliki
peran dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena jalan akan
meminimalkan modal dalam proses produksi dan dsitribusi terjadi lebih
efisien. Pembangunan prasarana jalan akan meningkatkan pertumbuhan
wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Kondisi jalan
yang buruk maka akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan
27
industri, pendistribusian faktor produksi barang dan jasa yang pada akhirnya
akan mempengaruhi pendapatan.
Pembangunan prasarana jalan memiliki peran dalam merangsang
tumbuhnya wilayah-wilayah baru sehingga terciptanya jalan baru yang
berdampak pada peningkatan volume lalu lintas. Tumbuhnya kota-kota baru
dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan lingkungan
yang memadai tentunya membutuhkan akses baru untuk memberikan
pelayanan terhadap wilayah tersebut (Adi Pramono Sidik, 2011:56).
4. Infrastruktur Kesehatan
Menurut World Health Organization (WHO) mengartikan bahwa kesehatan
sebagai sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Bukan hanya
terbebas dari berbagai macam penyakit dalam kelemahan fisik. Dalam
prakteknya, pengukuran tingkat kesehatan yang digunakan antara lain tingkat
harapan hidup.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Berdasarkan Pasal
14 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, “Pemerintah bertanggung jawab
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan membina dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat” (Laporan Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi,
2009:9).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
menyebutkan bahwa puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
28
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Menurut Krismanti Tri Wahyuni (2009:28) pembangunan kesehatan
menjadi bagian integral dari pembangunan nasional karena bidang kesehatan
menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia secara
berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh, terpadu dan terarah. Pembangunan ini merupakan upaya untuk
tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Pelayanan dan fasilitas kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas yang
tersedia diharapkan meningkatkan kualitas kesehatan yang dapat dijangkau
oleh masyarakat dengan tujuan terciptanya pembangunan kesehatan yang
menyeluruh. Peningkatan infrastruktur kesehatan baik secara kualitas maupun
kuantitas akan menciptakan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
Karena sumber daya manusia yang baik merupakan faktor input pembangunan
yang berkesinambungan.
C. Penelitian Sebelumnya
1. Fauzan Zamzami (2014) menulis penelitan yang berjudul Analisis
Pengaruh Infrastruktur terhadap PDRB (Studi Kasus Jawa Tengah tahun
2008-2012. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh infrastruktur
terhadap PDRB. Hasil dari penelitian ini adalah variabel panjang jalan,
29
pendidikan (SLTA), PNS, dan Pengeluaran Pembangunan berpengaruh
signifikan terhadap PDRB di Jawa Tengah. Sedangkan variabel air, listrik,
kesehatan (tempat tidur rumah sakit) dan perumahan berpengaruh positif
namun tidak signifikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
infrastruktur irigasi yang memiliki pengaruh paling besar terhadap PDRB
Jawa Tengah.
2. Novi Maryaningsih dkk (2014) menulis dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari infrastruktur terhadap
perekonomian di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan beberapa
kesimpulan menarik pertama, resiliensi pertumbuhan ekonomi Indonesia
telah berhasil meningkatkan rata-rata pendapatan per kapita riil nasional.
Kedua, meskipun pendapatan per kapita riil nasional telah meningkat,
namun belum terdapat pemerataan pendapatan per kapita riil antar provinsi
di Indonesia. Ketiga, terdapat indikasi β-convergence dengan kecepatan
konvergensi sebesar 1,75% atau setara dengan half life sekitar 41,14 tahun.
Dengan demikian, provinsi-provinsi dengan pendapatan per kapita riil
lebih rendah tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi
dengan pendapatan per kapita riil lebih tinggi. Ke empat σ-convergence
belum terjadi dalam perekonomian nasional Indonesia, yang artinya masih
terdapat ketimpangan pendapatan per kapita riil antar provinsi di
Indonesia. Kelima, kondisi infrastruktur jalan dan listrik berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, namun tidak
30
demikian dengan pelabuhan. Terakhir, investasi terbukti secara empiris
sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
3. Krismantri Tri Wahyuni (2009) dalam penelitiannya menulis tentang
Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap
Produktivitas Ekonomi Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat
seberapa besar pengaruh infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap
produktivitas ekonomi Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa masing-
masing variabel memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas
ekonomi dengan elastisitas yang berbeda-beda yaitu infrastruktur sarana
kesehatan sebesar 0,65, energi listrik 0,08, panjang jalan 0,07, dan air
bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal
manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat elastisitas yang
paling besar mempengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap
kenaikan 1 persen infrasrtuktur kesehatan akan meningkatkan
produktivitas ekonomi sebesar 0,65 persen.
4. Nuraliyah (2011) melakukan penelitian tentang Peran Pengembangan
Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (Jawa dan
diluar Jawa). Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dari
infrastruktur terhadap pengentasan kemiskinan studi kasus Jawa dan diluar
Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur listrik, air bersih,
dan infrastruktur kesehatan di Jawa berpengaruh nyata positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, sedangkan di Luar Jawa hanya infrastruktur listrik
dan air bersih yang nyata positif berpengaruh terhadap pertumbuhan
31
ekonomi. Infrastruktur jalan baik di Jawa maupun di Luar Jawa tidak
signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain,
pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Hal yang sebaliknya
terjadi di Luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan
kemiskinan. Terkait dengan hasil estimasi yang didapat, dimana
infrastuktur jalan tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
ekonomi, maka pemerintah penting untuk membuat kebijakan dalam
pembatasan jumlah kendaraan di Jawa. Selanjutnya pemerintah juga harus
memperhatikan perekonomian di Luar Jawa, karena pertumbuhan di Luar
Jawa ternyata meningkatkan kemiskinan.
5. Fadly Elwa Purwansyah dkk (2013) melakukan penelitian tentang
Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pengembangan Sektor
Pertanian di Kabupaten Muaro Jambi. Tujuan dari penelitian ini untuk
melihat bagaimana pembangunan infrastruktur terhadap perkembangan
sektor pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jalan,
pasar dan irigasi secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap sektor
pertanian. Secara parsial variabel jalan dan irigasi memiliki pengaruh
positif dan signifikan sedangkan variabel pasar memiliki pengaruh positif
tetapi tidak signifikan.
6. Annisa Tri Hastuti (2016) menulis tentang Analisis Kemiskinan dan
Ketersediaan Infrastruktur di Pedesaan Kawasan Jalan Lintas Selatan
Jawa Timur. Tujuan penelitian ini untuk melihat dan menganalisis
kemiskinan dan ketersediaan infrastruktur di pedesaan kawasan jalan
32
lintas selatan Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
jalan, listrik dan air bersih secara signifikan positif terhadap kemiskinan di
daerah Pedesaan Jawa Timur. Hasil perbandingan antara KJLS dan Non
KJLS Region menunjukkan bahwa wilayah ekonomi dan sosial selatan
masih jauh tertinggal.
7. Dalam penelitian Armughana Traveer (2016) yang berjudul Impact of
Infrastructure on Economic Growth of Pakistan. Tujuan penelitian ini
untuk melihat dampak infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di
Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur
di Pakistan memiliki kontribusi positif yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Pengalaman dari Pakistan menunjukkan bahwa
perlu merancang sebuah kebijakan ekonomi yang memperbaiki
infrastruktur dan pembentukan modal tetap bruto untuk pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara berkembang.
8. Sakineh Sojoodi dkk (2012) menulis tentang The Role of Infrastructure in
Promoting Economic Growth in Iran. Tujuan penelitian ini untuk
memberikan evaluasi empiris mengenai peran infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi Iran selama periode 1985-2008. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sarana transportasi yang memiliki panjang jalur
kereta api, jalan raya, telekomunikasi memiliki dampak positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Iran, namun kapasitas listrik
tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output perapita.
33
9. Hadi Salehi Esfahami (2002) menulis tentang Institutions, Infrastructure
and Economic Growth. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan
model struktural pertumbuhan infrastruktur dan output yang
memperhitungkan faktor kelembagaan dan ekonomi yang menengahi
interaksi infrastruktur PDB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi layanan infrastruktur terhadap PDB cukup besar dan pada
umumnya melebihi biaya penyediaan layanan tersebut.
10. Lesta Karolina B Sembanyang (2011) menulis tentang Analisis
Keterkaitan Ketersediaan Infrastruktur Dengan Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia: Pendekatan Analisis Granger Cuasality. Tujuan penelitian ini
untuk melihat hubungan kausal penyediaan pelayanan publik
(infrastruktur), pertumbuhan ekonomi dan pajak di Indonesia dan untuk
merumuskan implikasi kebijakan hubungan sebab akibat dan infrastruktur
dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan langsung antara PDB terhadap Infrastruktur dan PDB
terhadap pendapatan pajak. Produk Domestik Bruto (PDB) dapat
menyebabkan tersedianya infrastruktur (misalnya panjang jalan) di
Indonesia, ada hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan
penerimaan pajak di Indonesia, dan peningkatan pendapatan pajak akan
meningkatkan ketersediaan infrastruktur, terutama jalan.
11. Nurul Septiyani Eka Putri (2017) menulis tentang Pengaruh Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tujuan penelitian untuk menganalisis seberapa besar
34
pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pelanggan listrik, jumlah
kelas di SMA dan pengeluaran pembangunan secara positif berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan jumlah pelanggan
air, panjang jalan dan jumlah tempat tidur di rumah sakit dan puskesmas
secara positif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi namun tidak
signifikan.
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
1. 2014 Fauzan
i
Zamza
mi
Analisis
Pengaruh
Infrastruktur
terhadap
PDRB Jawa
Tengah tahun
2008-2012
Terdapat
variabel
infrastruktur
listrik,
panjang
jalan dan
sarana
kesehatan
Tidak
terdapat
variabel air,
irigasi,
sarana
pendidikan,
jumlah
perumahan,
jumlah
PNS, dan
pengeluara
n
pembangun
an.
Menunjukan
bahwa variabel
panjang jalan,
pendidikan
(SLTA), PNS,
dan pengeluaran
pembangunan
berpengaruh
signifikan
terhadap PDRB
di Jawa Tengah.
Sedangkan
untuk variabel
air, listrik,
kesehatan,
(tempat tidur
rumah sakit)
dan perumahan
berpengaruh
positif namun
tidak signifikan.
Hasil penelitian
ini juga
menunjukkan
bahwa
infrastruktur
irigasi yang
memiliki
35
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
pengaruh paling
besar terhadap
PDRB Jawa
Tengah
2. 2014 Novi
Marya
ningsih
dkk
Pengaruh
Infrastruktur
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia
Terdapat
variabel
infrastruktur
listrik dan
panjang
jalan
Tidak
terdapat
variabel
bongkar
muat
pelabuhan,
kualitas
SDM
(Pendidika
n),
presemtase
masyarakat
yang
tinggal
diperkotaan
, tingkat
keterbukaa
n
perdaganga
n antar
wilayah,
pangsa
konsumsi
pemerintah
riil
terhadap
total PDRB
riil, pangsa
PDRB
sektor
pertanian
Menunjukkan
beberapa
kesimpulan
menarik
pertama,
resiliensi
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia telah
berhasil
meningkatkan
rata-rata
pendapatan per
kapita riil
nasional.
Kedua,
meskipun
pendapatan per
kapita riil
nasional telah
meningkat,
namun belum
terdapat
pemerataan
pendapatan per
kapita riil antar
provinsi di
Indonesia.
Ketiga, terdapat
indikasi β-
convergence
dengan
kecepatan
konvergensi
sebesar 1,75%
atau setara
dengan half life
sekitar 41,14
tahun. Dengan
demikian,
36
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
provinsi-
provinsi dengan
pendapatan per
kapita riil lebih
rendah tumbuh
lebih tinggi
dibandingkan
dengan
provinsi-
provinsi dengan
pendapatan per
kapita riil lebih
tinggi.
Keempat, σ-
convergence
belum terjadi
dalam
perekonomian
nasional
Indonesia, yang
artinya masih
terdapat
ketimpangan
pendapatan per
kapita riil antar
provinsi di
Indonesia.
Kelima, kondisi
infrastruktur
jalan dan listrik
berdampak
signifikan
terhadap
pertumbuhan
pendapatan per
kapita, namun
tidak demikian
dengan
pelabuhan.
Terakhir,
investasi
terbukti secara
empiris sebagai
faktor
37
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
pendorong
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
3. 2009 Krisma
ntri Tri
Wahyu
ni
Analisis
Pengaruh
Infrastruktur
Ekonomi dan
Sosial
terhadap
Produktivitas
Ekonomi
Indonesia
Terdapat
variabel
panjang
jalan, energi
listrik yang
terjual, dan
jumlah
rumah sakit
dan
puskesmas.
Tidak
terdapat
variabel air
bersih yang
disalurkan,
dan output
pertenaga
kerja
Menunjukan
hasil bahwa
masing-masing
variabel
memberikan
pengaruh positif
terhadap
produktivitas
ekonomi
dengan
elastisitas yang
berbeda-beda
yaitu
infrastruktur
sarana
kesehatan
sebesar 0,65,
energi listrik
0,08, panjang
jalan 0,07, dan
air bersih 0,05.
Sarana
kesehatan yang
merupakan
bagian dalam
modal manusia
yang vital bagi
pembangunan,
mempunyai
tingkat
elastisitas yang
paling besar
mempengaruhi
produktivitas
ekonomi
dimana setiap
kenaikan 1
persen
infrasrtuktur
38
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
kesehatan akan
meningkatkan
produktivitas
ekonomi
sebesar 0,65
persen.
4. 2011 Nuraliy
ah
Peran
Pengembanga
n Infrastruktur
dalam
Pengentasan
Kemiskinan di
Indonesia
(Jawa dan
diluar Jawa)
Terdapat
variabel
jumlah
listrik,
panjang
jalan,
jumlah
puskesmas,
PDRB, dan
angka
kemiskinan
Tidak
terdapat
variabel
volume air
bersih,
jumlah
tenaga
kerja,
jumlah
penduduk,
jumlah
rumah
tangga.
Berdasarkan
hasil estimasi
regresi data,
infrastruktur
listrik, air
bersih, dan
infrastruktur
kesehatan di
Jawa
berpengaruh
nyata positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi,
sedangkan di
Luar Jawa
hanya
infrastruktur
listrik dan air
bersih yang
nyata positif
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
ekonomi.
Infrastruktur
jalan baik di
Jawa maupun di
Luar Jawa tidak
signifikan
dalam
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi. Di sisi
lain,
pertumbuhan di
Jawa dapat
menurunkan
39
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
kemiskinan. Hal
yang sebaliknya
terjadi di Luar
Jawa bahwa
pertumbuhan
ekonomi
ternyata
meningkatkan
kemiskinan.
Terkait dengan
hasil estimasi
yang didapat,
dimana
infrastuktur
jalan tidak
memberi
pengaruh nyata
terhadap
pertumbuhan
ekonomi, maka
pemerintah
penting untuk
membuat
kebijakan dalam
pembatasan
jumlah
kendaraan di
Jawa.
Selanjutnya
pemerintah juga
harus
memperhatikan
perekonomian
di Luar Jawa,
karena
pertumbuhan di
Luar Jawa
ternyata
meningkatkan
kemiskinan.
5. 2013 Fadly
Elwa
Purwan
Pengaruh
Pembangunan
Infrastruktur
terhadap
Terdapat
variabel
panjang
jalan
Tidak
terdapat
variabel
pasar,
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
jalan, pasar dan
40
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
syah
dkk
Pengembanga
n Sektor
Pertanian di
Kabupaten
Muaro Jambi
irigasi, dan
sektor
pertanian
irigasi secara
bersama-sama
memiliki
pengaruh
terhadap sektor
pertania. Secara
parsial variabel
jalan dan irigasi
memiliki
pengaruh positif
dan signifikan
sedangkan
variabe pasar
memiliki
pengaruh positif
tetapi tidak
signifikan.
6. 2016 Annisa
Tri
Hastuti
Analisisis
Kemiskinan
dan
Ketersediaan
Infrastruktur di
Pedesaan
Kawasan Jalan
Lintas Selatan
Jawa Timur
Terdapat
variabel
Infrastruktur
jalan, listrik
Tidak
terdapat
variabel
Disparitas
Hasilnya
menunjukkan
bahwa variabel
jalan, listrik dan
air bersih secara
signifikan
positif terhadap
kemiskinan di
Daerah
Pedesaan Jawa
Timur. Hasil
perbandingan
antara KJLS
dan Non KJLS
Region
menunjukkan
bahwa wilayah
ekonomi dan
sosial selatan
masih jauh
tertinggal
7. 2016 Armug
hana
Travee
r dkk
Impact of
Infrastructure
on Economic
Growth of
Pakistan
Infrastruktur
dan
Pertumbuha
n Ekonomi
Bahwa
pembangunan
infrastruktur di
Pakistan
memiliki
41
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
kontribusi
positif yang
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi.
Pengalaman
dari Pakistan
menunjukkan
bahwa perlu
merancang
sebuah
kebijakan
ekonomi yang
memperbaiki
infrastruktur
dan
pembentukan
modal tetap
bruto untuk
pertumbuhan
ekonomi yang
berkelanjutan di
negara-negara
berkembang.
8. 2012 Sakine
h
Sojood
i dkk
The Role of
Infrastructure
in Promoting
Economic
Growth in Iran
Infrastruktur
jalan raya,
listrik dan
pertumbuha
an ekonomi
Infrastruktu
r jalur
kereta api
dan
telekomuni
kasi
Bahwa sarana
transportasi
yang memiliki
panjang jalur
kereta api, jalan
raya,
telekomunikasi
memiliki
dampak positif
dan signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi Iran,
namun
kapasitas listrik
tidak
berpengaruh
signifikan
42
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
terhadap
pertumbuhan
output perapita.
9. 2002 Hadi
Salehi
Esfaha
mi
Institutions,
Infrastructure
and Economic
Growth
Infrastruktur
dan PDB
bahwa
kontribusi
layanan
infrastruktur
terhadap PDB
cukup besar dan
pada umumnya
melebihi biaya
penyediaan
layanan
tersebut.
10. 2011 Lesta
Karolin
a B
Semba
nyang
Analisis
Keterkaitan
Ketersediaa
Infrasruktur
dengan
Pertumbuhan
Ekonomi di
Indonesia
Panjang
Jalan ,
Produk
Domestik
Bruto
Pajak Menunjukkan
bahwa ada
hubungan
langsung antara
PDB terhadap
Infrastruktur
dan PDB
terhadap pajak.
11. 2017 Nurul
Septiya
ni Eka
Putri
Pengaruh
Infrastruktur
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Panjang
Jalan,
PDRB
ADHK
Jumlah
pelanggan
listrik,
Jumlah
kelas di
SMA,
Pengeluara
n
Menunjukkan
bahwa jumlah
pelanggan
listrik, jumlah
kelas di SMA
dan
Pengeluaran
Pembangunan
secara posotif
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
sedangkan
jumlah
pelanggan air,
panjang jalan
dan jumlah
tempat tidur di
rumah sakit dan
43
No. Tahun Nama Judul
Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
puskesmas tidak
signifikan.
D. Hubungan Infrastruktur dengan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan Laporan Bappenas (2012) mengatakan bahwa Infrastruktur
merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik
dan swasta, infrastrutktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan
daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur
mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks
ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap
pengurangan biaya produksi.
Infrastruktur memiliki peran yang besar dalam peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan konsumsi, peningkatan
kemakmuran dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan
fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.
Selain itu peningkatan Infrastruktur juga akan memperngaruhi pertumbuhan
ekonomi yaitu ketika kenaikan infrastruktur meningkat sebesar 1% maka akan
mendorong peningkatan PDB sebesar 1% (Aunur Rofiq, 2014:147)
Menurut Asian Development Bank (2012), infrastruktur mendorong
pertumbuhan ekonomi dimana hal tersebut mengurangi kemiskinan secara
langsung dan tidak langsung. Pembangunan infrastruktur dapat (i) menciptakan
lapangan kerja (ii) mengurangi biaya produksi (iii) meningkatkan kapasitas
44
produksi (iv) menyediakan koneksi antar pasar (v) meningkatkan akses fasilitas
kunci.
E. Kerangka Pemikiran
Pengembangan infrastruktur merupakan indikator penting dalam sebuah
pembangunan ekonomi terlebih pada cara untuk peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Infrastruktur ekonomi dalam penelitian ini menggunakan variabel
panjang jalan dan listrik. Variabel jalan itu sendiri terdiri dari panjang jalan
nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten kota dengan kondisi jalan baik dan
sedang menurut provinsi. Variabel listrik menggunakan indikator jumlah seluruh
energi listrik yang disalurkan menurut provinsi . Jalan dan listrik merupakan akses
utama masyarakat dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Sedangkan infrastruktur
sosial dalam penelitian ini menggunakan variabel kesehatan yaitu jumlah Rumah
Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Puskesmas di provinsi-provinsi. untuk
variabel pertumbuhan ekonomi menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
dimana menurut BPS PDRB Atas Dasar Harga Konstan menjadi salah satu bagian
indikator pertumbuhan ekonomi.
45
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Ketersediaan dan
kondisi infrastruktur
Sosial Ekonomi
Listrik Jalan
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Kesehatan
Panel Data
Pemilihan Model
Uji Hipotesis
Hasil dan Kesimpulan
46
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia serta
pengaruhnya adalah sebagai berikut:
1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh listrik secara parsial terhadap PDRB di
KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh listrik secara parsial terhadap PDRB di KTI
pada tahun 2010-2015
2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh panjang jalan secara parsial terhadap
PDRB di KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh panjang jalan secara parsial terhadap PDRB
di KTI pada tahun 2010-2015
3. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh kesehatan secara parsial terhadap PDRB
di KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh kesehatan secara parsial terhadap PDRB di
KTI pada tahun 2010-2015
4. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara listrik, panjang
jalan dan kesehatan secara simultan terhadap PDRB di KTI pada tahun 2010-
2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara listrik, panjang jalan
dan kesehatan secara simultan terhadap PDRB di KTI pada tahun 2010-2015
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan model data panel. Penelitian ini fokus kepada 16
Provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Periode yang
digunakan dalam penelitian ini selama periode 2010-2015. Objek dalam penelitian
ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen
(bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pertumbuhan Ekonomi dengan satuan ukur PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jalan,
Listrik, dan Kesehatan.
B. Metode Pengumpulan Data
Sumber data berasal dari data sekunder yang diperoleh dari publikasi oleh
Badan Pusat Statistik, berupa data jalan, listrik, pendidikan dan pertumbuhan
ekonomi. Waktu penelitian adalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015.
Dengan mencakup 16 Provinsi di Kawasan Timur Indonesia. Pengolahan data ini
dilakukan menggunakan E-Views 9. Jenis data yang digunakan adalah data panel.
Menurut Gujarati (2012:378) data panel adalah kombinasi antara data runtut waktu
48
(time series) dan data silang tempat (cross section) dan model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model regresi berganda (multiple regression).
C. Metode Analisis Data
1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan
pada angka-angka dalam penelitiannya. Dari data angka yang telah diperoleh maka
diharap dapat memberikan kesimpulan yang tepat.
2. Analisis Data Panel
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah model analisis regresi
panel data dengan bantuan software Eviews-9 dan untuk mengetahui tingkat
signifikansi dari masing-masing koefisien regresi variabel independen terhadap
variabel dependen maka digunakan uji statistik.
Menurut Rosadi (2012:272) data panel atau pooled data merupakan kombinasi
dari data bertipe cross section dan data time series (yakni sejumlah variabel
diobservasi atas sejumlah kategori dan dikumpulkan dalam suatu jangka waktu
tertentu). Sehingga dapa disimpulkan analisis regresi data panel adalah analisis
regresi yang didasarkan penggabungan time series dan cross section untuk
mengamati hubungan antara variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai
masalah Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Timur Indonesia menggunakan studi
kasus enam belas provinsi dengan tahun yang akan diteliti dari tahun 2010-2015.
49
Model dengan data time series :
Yi = α + β Xi + ε ; t = 1,2,…,T,N : banyaknya data time series
Model dengan data cross section :
Yi = α + β Xi + ε ; i = 1.2,... N; N: banyaknya data cross section
Sehingga secara umum dalam model data panel dapat dituliskan sebagai
berikut:
Yit = α+ β Xit + εit ; i = 1,2,...N; dan t = 1,2,....,T
Dimana:
Y = variabel dependen
X = variabel Independen merupakan data time series
N = banyaknya variabel dependen merupakan data cross sectional
T = banyaknya waktu
N x T = banyaknya data panel
Penggunaan data panel pada penelitian memiliki beberapa keunggulan.
Keunggulan data panel menurut Baltagi (dalam Gujarati, 2012: 386) antara lain:
1. Dapat mengontrol heterogenitas individu dengan memberikan variabel
spesifik-subjek
2. Dengan menggabungkan antara observasi runtut waktu dan seksi silang,
data panel memberi lebih banyak informasi, lebih banyak variasi, sedikit
kolinieritas antar variabel lebih banyak degree of freedom dan lebih efisien.
3. Dengan mempelajari observasi seksi silang berulang-ulang, data panel
paling tepat untuk mempelajari dinamika perubahan.
50
4. Data panel paling baik untuk mendeteksi dan mengukur dampak yang secara
sederhana tidak bisa dilihat pada data seksi silang murni dan runtut waktu
murni. Pemodelan data panel pada dasarnya menggabungkan pembentukan
model yang dibentuk berdasarkan runtut waktu (time series) dan
berdasarkan cross section
Regresi data panel memberikan alternatif model, Pooled Least Square, Fixed
Effect dan Random Effect. Model Pooled Least Square dan Fixed Effect
menggunakan pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) dalam teknik
estimasinya, sedangkan Random Effect menggunakan Generalized Least Square
(GLS).
Metode Generalized Least Square adalah OLS pada variabel yang telah
ditransformasikan yang memenuhi asumsi-asumsi standar kuadrat sederhana
terkecil. Jadi, yang kemudian didapatkan oleh karena itu disebut sebagai estimator
GLS dan estimator tersebutlah yang BLUE (Gujarati, 2012:472).
Keuntungan penting dari data panel dibandingkan dengan time series atau
data cross-sectional adalah bahwa hal itu memungkinkan identifikasi paramater
tertentu atau pertanyaan, tanpa perlu untuk membuat asumsi yang membatasi atau
asumsi klasik (Verbeek, 2004:324).
3. Estimasi Model Data Panel
Analisis data panel diketahui memiliki tiga pendekatan, yaitu : 1) pendekatan
OLS biasa (Pooles Least Square), 2) pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model),
dan 3) pendekatan efek acak (Random Effect Model).
51
a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Teknik yang digunakan dalam metode Pooled Least Square hanya dengan
mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan
hanya menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan
metode OLS untuk mengestimasi model data panel.
b. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Fixed
Effect. Metode dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap
adanya perbedaan intersep. Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien
regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu, namun intersepnya
berbeda antar perusahaan namun sama antar waktu (time invariant). Namun
metode ini membawa kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan
(degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter.
c. Pendekatan Random Effect Model (REM)
Tenik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah dengan
menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan
muncul pada hubungan antar waktu dan antar provinsi. Teknik metode OLS
tidak dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien, sehingga
lebih tepat untuk menggunakan Metode Generalized Least Square (GLS).
4. Pemilihan Model Data Panel
Dari ketiga teknik diatas kita harus memilih teknik terbaik yang digunakan
untuk data. Cara memilih salah satu dari tiga teknik yang ada sebagai berikut:
52
a. Uji Chow
Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS)
atau Fixed Effect Model (FEM) yang digunakan dalam estimasi. Relatif
terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model
dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal
asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama
cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut
memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan
restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 :Model Pooled Least Square (PLS)
H1 : Model Fixed Effects
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α. Artinya
model panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan
sebaliknya jika H0 diterima, berarti model PLS yang dipakai dan dianalisis.
Namun jika H0 ditolak, maka model FEM harus diuji kembali untuk
memilih apakah akan memakai model FEM atau REM.
b. Uji Hausman
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara Fixed Effects
ataukah Random Effects, dapat digunakan Uji Hausman (Hausman Test)
dengan hipotesis:
H0 : model Random Effects lebih baik daripada Fixed Effects
H1 : model Fixed Effects lebih baik daripada Random Effects
53
Kriteria pengambilan keputusan: Tolak H0 jika P-value ≤ α. Artinya
model panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan
sebaliknya jika H0 diterima, berarti model Random Effect Model yang
dipakai dan dianalisis. Namun jika H0 ditolak, maka model REM harus diuji
kembali untuk memilih apakah akan memakai model REM atau PLS.
c. Uji Lagrange Multiplier
Untuk memilih model mana yang lebih cocok antara Random Effect
Model dengan Pooled Least Square, dapat digunakan Uji Lagrange
Multiplier dengan hipotesis.
H0 : Model Pooled Least Square
H1 : Random Effect Model
Uji Breusch Pagan ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat efek cross
section/time (atau keduanya) di dalam panel data (Rosadi, 2012:275).
Kriteria pengambilan keputusan yakni jika nilai probabilitas Breush-Pagan
lebih kecil dari α maka tolak H0 yang berarti model yang terbaik digunakan
yaitu Random Effect Model. Namun jika terima H0 maka model yang tepat
untuk penelitian ini adalah Pooled Least Square.
d. Model Empiris
Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini sebagai berikut:
Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + + eit
Keterangan :
Yit : PDRB Atas Dasar Harga Konstan pada tahun ke-t (milyar)
X1it : Daya listrik tersambung menurut provinsi di KTI i pada
54
Periode t (Gwh)
X2it : Jumlah panjang jalan kondisi baik dan sedang (km)
X3it : Jumlah RS Umum, RS Khusus dan puskesmas (unit)
β0 : Intercept/Konstanta
β1 β2 β3: Koefisien Regresi
eit : error term
Setelah model penelitian di estimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan diatas. Nilai
parameter parameter posistif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.
5. Uji Hipotesis
Uji ini digunakan untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi
yang didapat signifikan (berbeda nyata). Maksudnya dari signifikan ini adalah
suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika
koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup
bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat. Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t-statistic dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikansi setiap
variable independen terhadap variable dependen. Uji t dilakukan dengan
membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
55
H0 : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
indpenden terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
H0 : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5%
(α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
1) Jika t hitung > t tabel maka H diterima dan H0 ditolak berarti ada pengaruh
yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial (individu).
2) Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial (individu).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap
variabel dependen. Metode yang digunakan dengan membandingkan nilai F
hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
H0 : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama).
H0 : β = 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel indpenden
terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama)
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5%
(α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
56
1) Jika F hitung > F tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti ada variabe
independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
2) Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti variabel
independen secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi R2
Uji koefisien determinasi digunakan untuk menjelaskan seberapa besar
proporsi variasi variable dependen dapat dijelaskan oleh variable independen.
Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2) berkisar diantara nol dan satu (0
<Adj. R2 < 1). Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol artinya kemampuan
variable independen dalam menjelaskan variable dependen sangat terbatas.
Nilai Adjusted R2 yang besar atau mendekati satu artinya variable independen
mampu memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam
menjelaskan perubahan variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi akan cenderung semakin besar bila jumlah
variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi semakin banyak. Oleh karena
itu, maka digunakan ukuran adjusted R2, untuk menghilangkan bias akibat
adanya penambahan jumlah variabel bebas dan jumlah data yang diobservasi.
57
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Satuan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan dengan tahun dasar 2010
Milyar
Rupiah
Listrik Jumlah Daya yang terdistribusi menurut provinsi Gwh
Jalan Jumlah jalan negara, jalan provinsi, jalan kabupaten
kota dengan kondisi baik dan sedang
Km
Kesehatan Jumlah fasilitas Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit
Khusus, dan Puskesmas
Unit
58
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi geografis
Gambar 4.1 Peta Indonesia
Sumber: Statistik Indonesia
Secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, Benua Asia dan
Australia, di antara dua samudera. Samudera Hindia dan Samudra Pasifik.
Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kode
dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, secara administrasi wilayah
Indonesia terbagi atas 34 provinsi, 514 kabupaten/kota (416 kabupaten dan 98
kota), 7.094 kecamatan, 8412 kelurahan dan 74.0930 desa. Jumlah provinsi
bertambah satu dari tahun 2013, yaitu Provinsi Kalimantan Utara. Provinsi
Kalimantan Utara merupakan pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur.
59
Negara Indonesia memiliki 34 provinsi. Menurut Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pembagian
wilayah Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Kawasan Barat Indonesia dan
Kawasan Timur Indonesia.
Kawasan Barat Indonesia meliputi Pulau Jawa, Pulau Sumatera dan Pulau Bali
sedangkan untuk Kawasan Timur Indonesia meliputi Pulau Kalimantan, Pulau
Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
2. Keadaan Penduduk
Menurut Badan Pusat Statistik 2015 hasil estimasi jumlah penduduk pada
tahun 2015 sebesar 255.461.686 jiwa yang terdiri atas 128.366.718 jiwa penduduk
laki-laki dan 127.094.968 jiwa penduduk perempuan. Populasi penduduk di
Kawasan Timur Indonesia mengalami peningkatan sebesar 7,5% dari 46.445.851
penduduk pada tahun 2010 menjadi 50.250.438 penduduk pada 2015.
Tabel 4.1 Populasi, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk KTI 2015
No Provinsi Populasi
(Jiwa)
Luas Wilayah
(km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km)
1 Nusa Tenggara Barat 4.835.557 19.708,79 245,3
2 Nusa Tenggara
Timur
5.120.061 46.137,87 110,9
3 Kalimantan Barat 4.789.574 120.114,32 39,8
4 Kalimantan Tengah 2.495.035 153.564,50 16,2
5 Kalimantan Selatan 3.989.793 37.530,52 106,3
6 Kalimantan Timur 3.426.638 230.277,00 14,8
7 Kalimantan Utara 530.425 85.618,00 6,1
8 Sulawesi Utara 2.412.118 13.930,73 173,1
9 Sulawesi Tengah 2.876.700 68.089,83 42,2
10 Sulawesi Selatan 2.876.700 46.116,45 184,7
11 Sulawesi Tenggara 2.499.540 36.757,45 68
12 Gorontalo 1.133.237 12.165,44 93,1
13 Sulawesi Barat 1.282.162 16.787,19 76,3
14 Maluku 1.686.469 47.350,42 35,6
60
No Provinsi Populasi
(Jiwa)
Luas Wilayah
(km2)
Kepadatan
(Jiwa/Km)
15 Maluku Utara 1.162.345 39.959,99 29
16 Papua Barat 871.510 114.566,40 7,6
17 Papua 3.149.375 309.934,40 10,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Berdasarkan tabel 4.1 populasi penduduk yang paling banyak di KTI yaitu
provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk populasi penduduk yang terendah
di KTI yaitu provinsi Kalimantan Utara. Untuk luas wilayah terluas di KTI adalah
provinsi Papua dengan luas wilayah 309.934,40 km2 sedangkan untuk luas wilayah
terkecil di KTI adalah provinsi Gorontalo 12.165,44 km2 .
Tabel 4.2 Jumlah Kecamatan dan Desa di KTI tahun 2015
No Provinsi Kecamatan Desa
1 Nusa Tenggara Barat 116
1141
2 Nusa Tenggara Timur 306 3270
3 Kalimantan Barat 174 2005
4 Kalimantan Tengah 136 1569
5 Kalimantan Selatan 152 2009
6 Kalimantan Timur 103 1026
7 Kalimantan Utara 50 479
8 Sulawesi Utara 167 1830
9 Sulawesi Tengah 172 1985
10 Sulawesi Selatan 306 3030
11 Sulawesi Tenggara 213 2268
12 Gorontalo 77 735
13 Sulawesi Barat 69 649
14 Maluku 118 1190
15 Maluku Utara 115 1196
16 Papua Barat 175 1590
17 Papua 470 4375
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Berdasarkan tabel 4.2 jumlah kecamatan dan desa di KTI itu sendiri cukup
banyak. Provinsi yang memiliki jumlah desa dan kecamatan terbanyak adalah
61
Provinsi Papua yaitu dengan 4375 desa dan 470 kecamatan. Sedangkan untuk
jumlah desa dan kecamatan terkecil yaitu Kalimantan Utara dengan 479 desa dan
50 kecamatan. Walaupun jumlah kecamatan dan desa tertinggi adalah Papua namun
pemerataan ekonomi belum terjadi di provinsi tersebut. Secara geografis potensi
yang dimiliki oleh Kawasan Timur Indonesia cukup banyak dari segi sumber daya
alam.
3. Keadaan Perekonomian
Ketimpangan dan kesenjangan yang terjadi antar Kawasan Barat Indonesia
dengan Kawasan Timur Indonesia sangat terlihat jika kita bandingkan melalui
perhitungan laju pertumbuhan ekonomi.
Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi di KTI 2011-2015
2011 2012 2013 2014 2015
NTB -3,91255 -1,54103 5,164091 5,169013 21,76772
NTT 5,673232 5,458309 5,406933 5,053432 5,034286
KALBAR 5,497814 5,90802 6,050638 5,034912 4,86384
KALTENG 7,008382 6,870621 7,365632 6,214477 7,007777
KALSEL 6,971608 5,967762 5,328661 4,839307 3,828903
KALTIM 6,468697 5,475809 -6,62485 1,709368 -1,2065
SULUT 6,166837 6,85964 6,382181 6,309039 6,124674
GORONTALO 7,711101 7,90673 7,674958 7,271072 6,222576
SULTENG 10,63103 11,65097 7,499005 6,259765 6,881575
SULSEL 8,133032 8,872035 7,619048 7,536645 7,167131
SULBAR 10,7291 9,246564 6,929849 8,855111 7,389758
SULTRA 10,63103 11,65097 7,499005 6,259765 6,881575
MALUKU 6,342377 7,157535 5,242171 6,636777 5,479229
MALUT 6,797558 6,984056 6,359028 5,491978 6,102789
PAPUA -4,27898 1,71988 8,55297 3,647928 7,470622
PAPUA BARAT 3,639892 3,630166 7,362999 5,379435 4,151579
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Menurut tabel 4.3 dapat dilihat laju pertumbuhan ekonomi pada provinsi-
provinsi di Kawasan Timur Indonesia. Provinsi yang memiliki penurunan
62
pertumbuhan ekonomi terendah yaitu Kalimantan Timur sebesar -1,2065 pada
tahun 2015 hal ini dikarenakan 40 % dari perekonomian didapatkan dari sektor
pertambangan. Sehingga pada tahun 2014-2015 produksi sektor pertambangan
mengalami penurunan dan pertumbuhan sektor negatif (-0,11%) yang
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur
(Bappenas, 2015)
Provinsi yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yaitu
provinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai sebesar 21,76 %. Hal tersebut
dikarenakan povinsi Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan drastis produksi
dan ekspor bahan galian bijih logam pada kategori pertambangan dan penggalian
yang mencapai 86,78 % (yoy) selain itu pengadaan listrik dan gas sebesar 16,46 %
dan kategori jasa keuangan dan asuransi sebesar 14,95 % (BPS Nusa Tenggara
Barat) .
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif Antar variabel
a. Infrastruktur Listrik
Kebutuhan listrik yang semakin meningkat menuntut peningkatan kapasitas
pembangkit listrik. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia dalam lima tahun
terakhir, periode 2011-2015 peningkatan kapasitas listrik cukup besar, bila
pada tahun 2011 kapasitas terpasang 35.596,74 MW, pada tahun 2015
kapasitasnya meningkat menjadi 55.394,67 MW.
Peningkatan kapasitas listrik juga terjadi di Kawasan Timur Indonesia.
Meskipun berada di Kawasan Timur Indonesia tetapi tidak luput dari
63
pengawasan pemerintah. Hal ini terbukti dengan jumlah kapasitas yang
meningkat dalam 6 tahun terakhir.
Grafik 4.1 Jumlah Kapasitas Listrik yang Terpasang di KTI 2010 & 2015
Sumber: Statitik Listrik Indonesia, 2016
Berdasarkan data grafik 4.1 dapat dilihat peningkatan jumlah kapasitas yang
terpasang selama 6 tahun terakhir. Provinsi yang cukup meningkat tajam yaitu
Kalimantan Tengah dengan jumlah 81,87 MW pada 2010 dan menjadi 5155,26
MW pada tahun 2015. Selain perkembangan kapasitas yang cukup meningkat
penggunaan listrik bagi wilayah-wilayah terpencil sudah mulai dilakukan.
Terbukti sudah ada beberapa desa terpencil di Provinsi Papua yang sudah
mendapatkan listrik yaitu Desa Bomopay Distrik Yaro dan Desa Parauto.
Tabel 4.4 Jumlah Pelanggan Listrik Menurut Pelanggan di Indonesia 2015
Tahun
Jenis Pelanggan
Industri Rumah
Tangga Usaha Umum Jumlah Pelanggan
2011 52.125 42.592.962 2.049.618 1.217.877 45.912.582
2012 52.789 46.254.481 2.218.594 1.304.466 49.830.330
2013 57.408 50.145.466 2.418.594 1.406.104 54.027.572
2014 60.143 53.352.906 2.613.834 1.499.399 57.526.282
2015 65.353 56.649.029 2.895.276 1.604.416 61.214.074
Sumber: Statistik Listrik Indonesia, 2016
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2010 2015
64
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat jumlah pelanggan listrik menurut sektor
pelanggan mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Kemudian pelanggan
tertinggi di tempati oleh sektor rumah tangga yaitu sebesar 56.605.260
pelanggan atau sekitar 92,54% dari total pelanggan. Salah satu indikator
keberhasilan sektor listrik adalah rasio rumah tangga yang telah memperoleh
sambungan listrik (rasio elektrifikasi). Data dari Ditjen Ketenagalistrikan
Kementrian ESD menunjukkan rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2015
sebesar 88,30 % dari jumlah rumahtangga sebanyak 65.669.197 rumahtangga.
Hal ini sejalan dengan kebutuhan listrik yang semakin meningkat maka
menuntut peningkatan kapasitas pembangkit listrik. Lima tahun terakhir pada
periode 2011-2015 peningkatan kapasitas listrik cukup besar, bila pada tahun
2011 kapasitas terpasang sebesar 35.596,74 MW, pada tahun 2015
kapasitasnya meningkat menjadi 55.394,67 MW.
Grafik 4.2 Energi Listrik (Gwh) yang disalurkan di KTI 2010 dan 2015
Sumber: Statistik Listrik Indonesia 2016
74
5,1
6
42
9,3
6 12
88
,96
57
0,7
7 13
31
,25 21
16
,9
87
8,5
5
21
3,4
9
47
9,2
7
29
90
,44
13
0,3
3
38
4,2
7
29
0,8
6
17
1,7
4
47
1,4
7
27
3,9
8
14
02
,3
74
9,7
6
19
89
,63
10
48
,64
21
87
,64 30
07
,3
13
02
,58
39
8,8
2
94
8,7
8
44
79
,46
25
8,7 70
3,5
9
50
9,5
1
32
9,4
4
76
3,3
2
45
5,5
8
2010 2015
65
Berdasarkan Grafik 4.2 dapat dilihat energi listrik yang disalurkan di KTI
periode 2010-2015 mengalami peningkatan. Energi listrik yang
didistribusikan merupakan energi yang disalurkan ke rumah tangga,
industri, pemerintahan dll. Peningkatan energi yang disalurkan di KTI ini
dapat menggambarkan bahwa energi listrik yang tersambung di KTI terus
mengalami perbaikan sehingga terjadi peningkatan jumlah energi yang
tersalurkan.
b. Infrastruktur Jalan
Pada tahun 2015, panjang jalan di Indonesia mencapai 523.974 kilometer.
Berdasarkan tingkat kewenangan pembinaan, jalan kabupaten/kota masih
merupakan bagian terbesar yaitu 421.541 kilometer atau 80,54 persen dari total
panjang jalan di Indonesia. Sedangkan untuk jalan negara dan jalan provinsi
masing-masing 47.017 kilometer dan 55.416 kilometer atau 8,97 persen dan
10,58 persen.
Grafik 4.3 Jumlah Panjang Jalan (km) di KTI 2010 dan 2015
Sumber: Statistik Indonesia 2016
75
84
68
02
83
30
64
87
42
87
10
94
4
35
98
23
37
80
93
35
29
19
58
5
60
19
37
69
20
46 5
84
3
41
157
66
3
72
21
74
30
74
64
41
10
12
02
9
47
65
30
90 6
74
3
35
05
20
02
9
56
80
21
08
26
25
10
19
1
49
18
2010 2015
66
Berdasarkan grafik 4.3 dapat dilihat peningkatan panjang jalan di Kawasan
Timur Indonesia. Jumlah panjang jalan negara menurut provinsi, panjang jalan
provinsi menurut provinsi dan panjang jalan kabupaten/kota menurut provinsi.
Jika dilihat dari jangka waktu 2010-2015 penambahan panjang jalan
mengalami peningkatan walaupun tidak banyak. Pemerintah terus melakukan
pembenahan-pembenahan dalam meningkatkan akses jalan masyarakat. Hal ini
terbukti peningkatan selama 6 tahun terakhir.
Grafik 4.4 Akses Jalan km per 1000 Penduduk di KTI 2010 dan 2015
Sumber : Statistik Indonesia 2016
Berdasarkan grafik 4.4 maka dapat dilihat akses penduduk selama periode
2010-2015 terhadap panjang jalan di KTI. Akses penduduk KTI bervariasi
setiap daerahnya. Untuk provinsi yang mengalami penurunan akses jalan yaitu
NTB dari 1,8 km per 1000 penduduk menjadi 1,6 km, Kalimantan Barat dari
3,4 km per 1000 penduduk menjadi 3,2 km per 1000 penduduk, Sulawesi
Tenggara dari 5 km per 1000 penduduk menjadi 4,5 km per 1000 penduduk.
1,8
4,1
3,4
6,2
3
4
3
4,2
7,1
4
5,8
5 4,7 5
,1 5,7
10
,5
1,6
4,2
3,2
6
3,2 3
,6
3,2
5,1 5
,6
3,8
5,4
4,5 4
,9
6,1
5,8
10
,8
2010 2015
67
Meskipun mengalami penurunan akses tetapi jalan yang dapat diakses oleh
penduduk masih cukup terhitung luas.
Bahkan untuk provinsi Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua
justru mencerminkan peningkatan akses jalan yang dapat dilalui penduduk.
Akantetapi penduduk yang mengakses jalan tersebut berkurang sehingga
adanya penambahan km per 1000 penduduknya.
c. Infrastruktur Kesehatan
Grafik 4.5 Rasio Unit Puskesmas per 30.000 Penduduk di Indonesia 2015
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2016
Berdasarkan grafik 4.5 provinsi dengan rasio puskesmas tertinggi di
Kawasan Timur Indonesia yaitu Papua Barat sebesar 5,2 per 30.000 penduduk,
sedangkan Nusa Tenggara Barat memiliki rasio terendah sebesar 0,98 per
30.000 penduduk. Rasio puskesmas per 30.000 penduduk belum sepenuhnya
menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengenai aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan dasar.
0,9
8
2,1
7
1,3
3,2
7
1,7
3
1,5
2
2,3
3
2,4
6
1,9
7
1,5
8
2,2
3,2
3 3,5
4
3,2
8 3,7
5
5,2
68
Sebagai contoh tiga provinsi dengan rasio tertinggi seluruhnya berada di
wilayah Timur yaitu Papua Barat, Maluku, dan Papua. Hal ini dapat disebabkan
karena jumlah penduduk yang relatif sedikit sedangkan wilayah kerja yang
luas.
Grafik 4.6 Akses Kesehatan per 1000 Penduduk di KTI 2010 dan 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016
Berdasarkan grafik 4.6 dapat dilihat peningkatan akses kesehatan oleh
penduduk KTI selama periode 2010-2015. Fasilitas kesehatan yang dapat
diakses yaitu Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus dan Puskesmas.
Meskipun mengalami peningkatan tetapi presentasenya masih dibawah 15%
sehingga perlu ditingkatkan kembali akses kesehatan penduduk.
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0,4
2010 2015
69
2. Analisis Model Pertumbuhan Ekonomi Dengan Variabel Bebas
Infrastruktur Listrik, Infrastruktur Jalan, dan Infrastruktur Kesehatan.
a. Uji Chow
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji
F-Restricted dengan cara melihat nilai Probabilitas (P-Value) F-Statistik lebih
kecil dari tingkat signifikansi α = 5%. Sebelum melihat nilai probabilitas (P-
Value) F-Statistik lebih keci dari tingkat signifikansi α = 5 % terlebih dahulu
dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesis adalah sebagai berikut:
H0 : Model PLS
H1 : Model Fixed Effect
Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan Pooled Least
Square (PLS) diperoleh nilai probabilitas F-statistik yakni sebagai berikut:
Tabel 4.5 Uji Chow
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diperloeh F-statistika adalah 815.438711
dengan d.f (15,77) dan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.0000, yang berarti
bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5%
(0,0000 < 0.05). Maka H0 ditolak, sehingga model panel yang digunakan
adalah Fixed Effect Model.
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 815.438711 (15,77) 0.0000
Cross-section Chi-square 487.127663 15 0.0000
70
b. Uji Hausman
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan Uji
Hausman, pengujian ini untuk menentukan model paling tepat digunakan
diantara FEM dengan REM. Uji Hausman memberikan penilaian dengan
menggunakan Chi-Square Statictic sehingga keputusan pemilihan model dapat
ditentukan dengan tepat. Sebelum membandingkan Chi-Square Statistic dan
Chi-square table terlebih dahulu dibuat hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Dari hasil berdasarkan metode Random Effect Model (REM) dan Model
Fixed Effect diperoleh nilai sebagai berikut:
Tabel 4.6 Uji Hausmen
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 4.770746 3 0.1894
Sumber: Hasil Pengolah Data Dengan E-views 9
Berdasarkan hasil Uji Hausman pada tabel 4.6 diatas, didapatkan Chi-
Square Statistic sebesar 4.770746 dengan probabilitas 0,1894 dan d.f 3.
Dikarenakan Chi-hitung lebih kecil dari pada Chi-tabel (4.770746 < 122,1077)
dan nilai probabilitas Chi-Square statistik lebih besar dari nilai α 5% (0.1894
> 0.05) maka gagal tolak H0. Dapat disimpulkan bahwa model yang dapat
digunakan untuk model penelitian adalah Random Effect Model. Sehingga
perlu dilakukan pengujian selanjutnya dengan Uji Lagrange Multiplier.
71
c. Uji Lagrange Multiplier
Berdasarkan hasil dari Uji Chow dan Uji Hausman yang berbeda maka perlu
dilakukan pengujian ketiga yaitu Uji Lagrange Multiplier untuk mengetahui
metode panel yang terbaik dalam penelitian ini Maka dilihat berdasarkan nilai
Breusch Pagan. Sebelum melihat nilai probabilitas Breusch Pagan lebih kecil
dari tingkat signifikansi α = 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Model PLS
H1 : Random Effect Model
Dari hasil berdasarkan metode Pooled Least Square (PLS) dan Random
Effect Model diperoleh nilai probabiltas Breusch Pagan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Uji Lagrange Multiplier
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan E-views 9
Berdasarkan tabel 4.7 Dapat dilihat nilai probabilitas Breusch Pagan lebih
kecil dari tingkat signifikan (0.000 < 0.05) maka dapat disimpulkan model yang
dapat digunakan untuk model penelitian adalah Random Effect Model.
d. Model Random Effect Model (REM)
Model data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan model Random Effect Model (REM) dapat di jelaskan melalui
persamaan sebagai berikut:
Test Hypothesis
Cross-section Time Both
Breusch-Pagan 220.2776 1.933794 222.2114
(0.0000) (0.1643) (0.0000)
72
Berdasarkan hasil Uji Chow, Uji Hausman dan Uji Lagrange Multiplier
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa model yang terbaik dalam
penelitian ini menggunakan metode Random Effect Model (REM).
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Data Panel
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9.0
PDRB = +19452.88 + 31.35367 X1 + 0.972677 X2 + 111.0669 X3
Dari persamaan diatas maka, dapat di informasikan :
1) Nilai konstanta sebesar 19452.88 artinya jika variabel listrik, jalan dan
kesehatan nol, maka nilai PDRB sebesar 19452.88 milyar rupiah
2) Koefisien Listrik sebesar 31.35367 yang berarti setiap kenaikan satu satuan
daya lisrik maka akan menaikkan PDRB sebesar 31.35367 milyar rupiah
dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
3) Koefisien Jalan sebesar 0.972677 yang berarti setiap kenaikan satu satuan
maka akan meningkatkan PDRB sebesar 0.972677 milyar rupiah dengan
asumsi faktor lain dianggap tetap.
4) Koefisien Kesehatan sebesar 111.0699 yang berarti setiap kenaikan satu
satuan maka akan meningkatkan PDRB sebesar 111.0699 milyar rupiah
dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 19452.88 23008.18 0.845476 0.4000
X1 31.35367 3.185042 9.844038 0.0000
X2 0.972677 1.080926 0.899855 0.3705
X3 111.0669 44.16549 2.514789 0.0136
73
Tabel 4.9 Interpretasi Random Effect Model
Variable Coefficient Ind. Effect Prob.
C 19452,88 0,40000
LISTRIK 31,35 0,00000
JALAN 0,97 0,37050
KESEHATAN 111,07 0,01360
Random Effect Cross
Kalbar -18299,21 1153,67
Kalteng -14513,09 4939,79
Kaltim 302634,50 322087,38
Kalsel -16257,56 3195,32
NTB -7668,89 11783,99
NTT -50983,06 -31530,18
Sulut -25810,07 -6357,19
Gorontalo -26035,82 -6582,94
Sulteng -21025,36 -1572,48
Sulbar -21637,41 -2184,53
Sulsel -16912,95 2539,93
Sultra -18070,56 1382,32
Maluku -41371,01 -21918,13
Malut -30708,01 -11255,13
Papua 15673,46 35126,34
Papua_barat -9014,93 10437,95
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9.0
1) Provinsi Kalimantan Barat
Diketahui nilai konstanta Kalimantan Barat sebesar 1153,67. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Kalimantan Barat sebesar 1153,67 milyar.
74
2) Provinsi Kalimantan Tengah
Diketahui nilai konstanta Kalimantan Tengah sebesar 4939,79. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Kalimantan Tengah sebesar 4939,79 milyar.
3) Provinsi Kalimantan Timur
Diketahui nilai konstanta Kalimantan Timur sebesar 322087,38. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Kalimantan Timur sebesar 322087,38 milyar.
4) Provinsi Kalimantan Selatan
Diketahui nilai konstanta Kalimantan Selatan sebesar 3195,32. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Kalimantan Selatan sebesar 3195,32 milyar.
5) Provinsi Nusa Tenggara Barat
Diketahui nilai konstanta Nusa Tenggara Barat sebesar 11783,99. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Nusa Tenggara Barat sebesar 11783,99 milyar.
6) Provinsi Nusa Tenggara Timur
Diketahui nilai konstanta Nusa Tenggara Timur sebesar -31530,18.
Artinya ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan.
Maka nilai PDRB di Nusa Tenggara Barat sebesar -31530,18 milyar.
75
7) Provinsi Sulawesi Utara
Diketahui nilai konstanta Sulawesi Utara sebesar -6357,19. Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar -6357,19 milyar.
8) Provinsi Gorontalo
Diketahui nilai konstanta Gorontalo sebesar -6582,94 Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar -6582,19 milyar.
9) Provinsi Sulawesi Tengah
Diketahui nilai konstanta Sulawesi Tengah sebesar -1572,48. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Sulawesi Utara sebesar -1572,48 milyar.
10) Provinsi Sulawesi Barat
Diketahui nilai konstanta Sulawesi Barat sebesar -2184,53. Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar -2184,53 milyar.
11) Provinsi Sulawesi Selatan
Diketahui nilai konstanta Sulawesi Selatan sebesar 2539,93. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Sulawesi Utara sebesar 2539,93 milyar.
76
12) Provinsi Sulawesi Tenggara
Diketahui nilai konstanta Sulawesi Tenggara sebesar 1382,32. Artinya
ketika variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka
nilai PDRB di Sulawesi Utara sebesar 1382,32 milyar.
13) Provinsi Maluku
Diketahui nilai konstanta Maluku sebesar -21918,13. Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar -21918,13 milyar.
14) Provinsi Maluku Utara
Diketahui nilai konstanta Maluku Utara sebesar -11255,13. Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar -11255,13 milyar.
15) Provinsi Papua
Diketahui nilai konstanta Papua sebesar 35126,34. Artinya ketika variabel
listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai PDRB di
Sulawesi Utara sebesar 35126,34 milyar.
16) Provinsi Papua Barat
Diketahui nilai konstanta Papua Barat sebesar 10437,95. Artinya ketika
variabel listrik, panjang jalan dan kesehatan dianggap konstan. Maka nilai
PDRB di Sulawesi Utara sebesar 10437,95 milyar.
e. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel independen listrik
(X1), Jalan (X2), dan Kesehatan (X3) berpengaruh secara parsial terhadap
77
variabel dependennya Pertumbuhan Ekonomi (Y) yaitu dengan
membandingkan masing-masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel
dalam menolak atau menerima hipotesis.
Tabel 4.10 Uji Parsial
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9.0
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa infrastruktur listrik dan
Infrastruktur Kesehatan secara partial masing-masing mempengaruhi PDRB.
Sedangkan variabel Infrastruktur Jalan tidak memiliki pengaruh partial.
Berdasarkan tabel 4.10 dapat juga digunakan untuk membuktikan hipotesis
penelitian yang telah disusun. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh listrik secara parsial terhadap PDRB
di KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh listrik secara parsial terhadap PDRB di KTI
pada tahun 2010-2015
2) H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Panjang Jalan secara parsial terhadap
PDRB di KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh Panjang Jalan secara parsial terhadap
PDRB di KTI pada tahun 2010-2015
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 19452.88 23008.18 0.845476 0.4000
LISTRIK 31.35367 3.185042 9.844038 0.0000
JALAN 0.972677 1.080926 0.899855 0.3705
KESEHATAN 111.0669 44.16549 2.514789 0.0136
78
3) H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh kesehatan secara parsial terhadap
PDRB di KTI pada tahun 2010-2015
H1 : Diduga terdapat pengaruh kesehatan secara parsial terhadap PDRB di
KTI pada tahun 2010-2015
Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh tersebut, maka pembuktian dari
hipotesis yang telah dipaparkan sebagai berikut:
1) Nilai t parsial variabel listrik terhadap PDRB = 9.844038 dengan p value
0.0000. Karena 0.0000 < 0.05 yang berarti H1 diterima dan tolak H0.
Maka variabel listrik signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat
PDRB di dalam model.
2) Nilai t parsial variabel jalan terhadap PDRB = 0.899855 dengan p value
0.3705. Karena 0.3705 > 0.05 yang berarti H1 ditolak dan terima H0.
Maka variabel jalan tidak signifikan dalam mempengaruhi variabel
terikat PDRB di dalam model
3) Nilai t parsial variabel kesehatan terhadap PDRB = 2.514789 dengan p
value 0.0136. Karena 0.0136 < 0.05 yang berarti H1 diterima dan tolak
H0. Maka variabel kesehatan signifikan dalam mempengaruhi variabel
terikat PDRB di dalam model.
f. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis
Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel dependennya, maka digunakan uji F dengan cara
membandingkan F-statistik dengan F-tabel.
79
Tabel 4.11 Uji Simultan
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9.0
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, hasil regresi data panel menggunakan
Random Effect Model diperoleh nilai F-statistik sebesar 62.04901 dengan
probabilitas sebesar 0.000000, pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 3, n = 96,
sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu (2.69). maka terlihat bahwa F-
statistik > F-tabel (62.04901 > 2.69), maka H0 ditolak, artinya bahwa variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap PDRB.
g. Uji Koefisien Determinasi (R2) dan Interpretasi Hasil Analisis
Tabel 4.12 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews 9.0
Berdasarkan tabel 4.12 didapatkan koefisien determinasi sebesar 0.669240
atau 66.92%. Hal ini terlihat bahwa 66.92% PDRB di Kawasan Timur
Indonesia dapat dijelaskan oleh infrastruktur listrik, infrastruktur panjang jalan
dan infrastruktur kesehatan. Sedangkan sisanya (100%-66.92%= 33.08%)
PDRB dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
3. Analisis Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel bebas
Infrastruktur Listrik, Infrastruktur Jalan dan Infrastruktur Kesehatan
a. Infrastruktur Listrik terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan infrastruktur listrik di Kawasan Timur Indonesia memang
belum sepenuhnya tertangani. Masih banyak kekurangan dan kendala yang
dihadapi pemerintah untuk membangun infrastruktur listrik yang layak dan
F-statistic 62.04901
Prob(F-statistic) 0.000000
R-squared 0.669240
80
menyeluruh keseluruh masyarakat yang berada di daerah timur. Daerah
yang luas serta jarak yang cukup jauh antar desa yang satu dengan desa yang
lain menjadi salah satu kendala dalam membangun infrastruktur listrik di
KTI. Mesikpun demikian pemerintah tetap meningkatkan pembangunan
fasilitas dan infrastruktur dasar ini di provinsi-provinsi Indoneia.
Dalam penelitian ini infrastruktur listrik menunjukkan arah hubungan
yang positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui PDRB. Hal ini berarti
bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa Infrastruktur Listrik
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Timur Indonesia dapat
diterima. Hubungan ini mempunyai nilai apabila infrastruktur listrik naik
maka pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB di KTI akan mengalami
kenaikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Krismanti
Tri Wahyuni (2009) yang menyatakan bahwa variabel listrik memiliki
pengaruh positif terhadap produktivitas perekonomian di Indonesia periode
1995-2007 dimana kenaikan sebesar 1 persen akan meningkatkan
produktivitas ekonomi sebesar 0,08 persen. Berbeda dengan penelitian
Krismanti, Penelitian yang dilakukan oleh Sakineh, dkk (2012) menyatakan
bahwa kapasitas listrik tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Iran.
b. Infrastruktur Jalan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan infrastruktur jalan di Kawasan Timur Indonesia memiliki
berbagai kendala. Luas wilayah antar daerah yang satu dengan daerah yang
lain menjadi faktor kendala dalam peningkatan akses jalan. Transportasi
81
yang kurang memadai membuat fasilitas jalan yang tersedia tidak dapat
digunakan dengan baik.
Begitu juga dengan variabel jalan yang menunjukan hubungan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Akantetapi pada penelitian ini variabel
jalan tidak signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Diduga bahwa
panjang jalan di Kawasan Timur Indonesia dalam kondisi “kurang
transportasi kendaraan”. Kondisi ini dapat dipahami dengan alasan bahwa
jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor di KTI sedikit, sehingga
akan sedikit juga orang yang mengakses jalan.
Penjelasan akses jalan per 1000 penduduk dapat dilihat pada grafik 4.4
dapat disimpulkan peningkatan akses jalan dengan perbandingan 1000
penduduk bervariasi. Ada yang mengalami peningkatan dan ada juga
mengalami penurunan akses. Provinsi Papua mengalami peningkatan pada
tahun 2010 akses jalan 10,5 km per 1000 penduduk namun pada tahun 2015
meningkat menjadi 10,8 km per 1000 penduduk.
Hal ini sesuai dengan penelitian Heri Purnomo (2009) yang berjudul
“Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Bekasi” menyatakan bahwa infrastruktur jalan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Bekasi karena
masih sangat terbatas yang dapat mengakses jalan hanya 1,7 km per 1000
penduduk, dan hampir 50 persen jalan dalam kondisi buruk. Penelitian
Nurul Septiyani Eka Putri (2017) yang berjudul “Pengaruh Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi DIY” juga menyatakan bahwa
82
infrastruktur jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan. Nuraliyah (2011)
mengatakan bahwa ketika panjang jalan bertambah, pertumbuhan ekonomi
tidak terakselerasi secara signifikan di Luar Jawa.
Alasan lain peningkatan akses jalan tidak berpengaruh di KTI adalah
belum adanya efek multiplier pembangunan infrastruktur pada
perekonomian seperti belum tersedianya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
(growth pole). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Slamet
Muljono (2010) menyatakan bahwa efek multiplier intraregion nilai tambah
yang sangat rendah diterima oleh KTI dan spillover effect KTI terhadap KBI
juga terlihat tinggi. Sehingga yang diuntungkan dari adanya pembangunan
infrastruktur jalan hanya golongan rumah tangga yang berpendapatan tinggi
dan rumah tangga yang berada di pusat kota. Selain itu infrastruktur jalan
masih belum mampu membuka keterisolasian sehingga pertumbuhan
ekonomi hanya berputar ditempatnya saja.
c. Infrastruktur Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Variabel Kesehatan yang diwakili dengan jumlah Rumah Sakit Umum,
Rumah Sakit Khusus dan Puskesmas yang tersedia di provinsi ternyata
menunjukkan hasil positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
KTI. Sarana kesehatan yang tersedia dan terjangkau akan menentukan
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Dimana pembangunan
kesehatan sangat berdampak pada kondisi SDM sehingga memiliki kualitas
SDM yang baik dan berdampak pada produktifitas ekonomi di daerahnya
83
masing-masing. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Warsilan
dkk (2015) menyatakan bahwa variabel kesehatan memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Samarinda.
d. Infrastruktur Listrik, Jalan dan Kesehatan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Secara keseluruhan variabel infrastruktur listrik, jalan dan kesehatan
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dari hasil uji F-statistik yang memiliki hasil signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB. Selain itu jika dilihat
dari nilai R2 sebesar 66,92% pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB
Atas Dasar Harga Konstan dipengaruhi oleh infrastruktur listrik, panjang
jalan dan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
infrastruktur listrik, infrastruktur jalan dan kesehatan memiliki peran dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB. Sehingga perlu di adakan
kebijakan khusus terkait perkembangan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia.
Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan kondisi
masyarakat di kawasan tersebut.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya,
penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai
Analisis Ketersediaan Infrastruktur Ekonomi dan Sosial terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kawasan Timur Indonesia periode 2010-2015, adalah sebagai berikut:
1. Infrastruktur listrik yang diukur dengan jumlah energi yang tersambung dari
keseluruhan sektor baik sektor rumah tangga industri, rumah tangga
pemerintah dll mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan 95%. Artinya semakin
tinggi energi listrik yang tersambung maka akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
2. Infrastruktur Jalan yang diukur dengan jumlah panjang jalan negara, panjang
jalan provinsi dan panjang jalan kabupaten/kota dengan kondisi baik dan
sedang tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan tingkat
kepercayaan 95%. Artinya variabel panjang jalan di KTI tidak memiliki
pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal tersebut karena infrastuktur
jalan belum bisa membuka keterisolasian daerah terpencil sehingga
perekonomian hanya berputar satu tempat saja serta sedikit penduduk yang
mengakses jalan dan belum adanya multiplier efek pada pembangunan jalan
terhadap pertumbuhan ekonomi di KTI.
85
3. Infrastruktur Kesehatan yang diukur dengan jumlah Rumah Sakit Umum,
Rumah Sakit Khusus dan Puskesmas mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan 95%.
Artinya semakin tinggi jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar Harga
Konstan di KTI.
4. Secara simultan variabel infrastruktur listrik, infrastruktur panjang jalan dan
infrastruktur kesehatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Jika dilihat dari nilai R2 sebesar 66,92% maka artinya variabel
listrik, panjang jalan dan infrastruktur kesehatan memiliki pengaruh sebesar
66,92 % terhadap pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB Atas Dasar
Harga Konstan. Sehingga 33,08 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas, maka diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah Provinsi-provinsi KTI
a. Infrastruktur listrik dan infrastruktur kesehatan memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi-
provinsi di KTI yang diteliti, maka sebaiknya perlu ditingkatkan
kembali penyediaan infrastruktur listrik dan infrastruktur kesehatan
untuk terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang merata serta
86
terwujudnya pembangunan manusia yang tinggi pada akhirnya
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di provinsi-provinsi KTI.
b. Infrastruktur jalan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di KTI. Faktor infrastruktur jalan tidak memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan jalan belum
mampu membuka keterisolasian daerah terpencil sehingga
perekonomian hanya berputar di satu tempat saja selain itu kondisi
geografis yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain
tidak hanya jalur darat saja tetapi jalur air seperti sungai sebagai
mobilitas penduduk sehingga dibutuhkan infrastruktur seperti jembatan
serta transportasi air. Oleh karena itu diharapkan pemerintah membuat
kebijakan penambahan anggaran untuk infrastruktur di daerah terisolir
untuk mengatasi mobilitas antar penduduk serta dilakukan pengawasan
yang secara berkala terhadap infrastruktur yang didirikan termasuk
jalan serta minimnya transportasi atau kendaraan yang ada di KTI.
2. Bagi Masyarakat
Ketersediaan infrastruktur ekonomi dan sosial di KTI memang belum
sepenuhnya merata. Akantetapi hendaknya masyarakat menggunakan fasilitas
infrastruktur yang tersedia dengan bijak. Seperti penggunaan listrik dalam
kehidupan sehari-hari untuk dapat lebih menghemat supaya energi listrik yang
tersedia tidak terbuang sia-sia. Sehingga masyarakat lain yang belum memiliki
fasilitas listrik akibat sumber daya alam yang belum cukup dapat menikmati
listrik yang ada. Untuk infrastruktur kesehatan diperlukan kesadaran
87
masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan menggunakan fasilitas
kesehatan. Sehingga terciptanya generasi yang sehat dan berkualitas. Sumber
Daya Manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Selain penggunaan infrastruktur yang bijak juga perlunya inisiatif dari
masyarakat setempat untuk berswadaya atau bergotong royong membangun
infrastruktur seperti pembangunan jembatan secara gotong royong guna untuk
memajukan daerahnya masing-masing.
3. Bagi Civitas Akademika
a. Dapat menggunakan variabel lain maupun daerah-daerah lainnya untuk
memperkaya wawasan mengenai pertumbuhan ekonomi. Penelitian di
fokuskan untuk melihat satu daerah penelitan untuk menganalisi
ketersediaan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga lebih
mengetahui kembali faktor –faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing
b. Dapat menggunakan alat analisis lainnya seperti Path Analisis sehingga
dapat diketahui pengaruh infrastruktur ekonomi dan kesehatan terhadap
pertumbuhan ekonomi serta implikasinya terhadap kemiskinan .
88
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Widodo dkk, 2011. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor
Pendidikan dan Kesehatan terhadap Pengentasan Kemiskinan melalui
Peningkatan Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Tengah. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Annisa, Tri Hastuti, 2016. Analisis Kemiskinan dan Ketersediaan Infrastruktur di
Pedesaan Kawasan Jalan Lintas Selatan Jawa Timur. Universitas Brawijaya.
Malang.
Aunur Rofiq, 2014. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Kebijakan dan
Tantangan Masa Depan. Republika Penerbit. Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2012
Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2016. Gorontalo Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Statistik Indonesia 2016.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2016. Statistik Transportasi Indonesia 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2016. Kalimantan Barat Dalam
Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 2016. Kalimantan Tengah
Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2016. Kalimantan Timur Dalam
Angka 2016.
89
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2016. Kalimantan Selatan
Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2016. Nusa Tenggara Barat
Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2016. Nusa Tenggara Timur
Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat. 2016. Sulawesi Barat Dalam Angka
2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2016. Sulawesi Selatan Dalam
Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. 2016. Sulawesi Tengah Dalam
Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016. Sulawesi Tenggara Dalam
Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara. 2016. Sulawesi Utara Dalam Angka
2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. 2016. Maluku Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. 2016. Maluku Utara Dalam Angka
2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2016. Papua Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. 2016. Papua Barat Dalam Angka 2016.
90
Esfahani, Hadi Salehi, 2002. Institutions, Infrastructure, and Economic Growth.
University of Illions. Urbana Champaign.
Fauzan, Zamzami, 2014. Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap PDRB Jawa
Tengah Tahun 2008-2012. Universitas Diponegoro. Semarang.
Fitri, Amailia, 2012. Pengaruh Pendidikan, Pengangguran dan Inflasi terhadap
Tingkat Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) Periode 2001-2010.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.
Grigg, Neil, S, 2002. Water, Wastewater and Stormwater Infrastructure
Management. A CRC Press Company. New York.
Gujarati, Damodar N., dan Dawn C. Porter, 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika,
Edisi Lima, Buku Dua. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Heri, Purnomo, 2009. Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten Bekasi.Institur Pertanian Bogor.Bogor
Iskandar, Andi Nuhung, 2010. Pertanian, Kemiskinan dan Kawasan Timur
Indonesia. PT Wahyu Promo Citra. Jakarta.
Jhingan, M.L, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta.
Krismanti, Tri Wahyuni, 2009. Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan
Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Mankiw N, Gregory, 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
91
Mappamiring, 2006. Perspektif Alternatif Pembangunan Kawasan Timur
Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muliza dkk. 2017. Analisis Pengaruh Belanja Pendidikan, Belanja Kesehatan,
Tingkat Kemiskinan dan PDRB terhadap IPM di Provinsi Aceh. Universitas
Syiah. Banda Aceh.
Novi, Maryaningsih dkk, 2014. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Nuraliyah, 2011. Peran Pengembangan Infrastruktur Dalam Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Prathama Rahardja, dan Mandala Manurung, 2008. Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar Edisi Keempat. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Putri, Nurul Septiyani Eka, 2017. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas Diponegoro.
Semarang
Republik Indonesia (2016). Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Jakarta: Indonesia
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Indonesia.
Republik Indonesia (2014). Peraturan Mentri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Indonesia
92
Republik Indonesia (2015). Peraturan Mentri Dalam Negri No. 39 Tahun 2015
tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan secara
Administrasi. Jakarta. Indonesia.
Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika & Analisis Runtut Waktu Terapan dengan
Eviews. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Tunjung, Hapsari, 2011. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta
Sembanyang, Lesta Karolina B,2011. Analisis Keterkaitan Ketersediaan
Infrastruktur dengan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Analisis
Granger Causality. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Slamet, Muljono, 2010. Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan terhadap
Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Intra dan Interregional Kawasan
Barat dan Timur Indonesia: Suatu Analisis Model Interregional Social
Accounting Matrix. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sidik, Adi Pramono. 2011. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Listrik
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan tahun 1994-2008.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Sojoodi, Sakineh., Zonuzi, Fakhri Mohseni., & Nia, Nasim Mehin Aslani, 2012.
The Role of Infrastructure in Promoting Economic Growth in Iran. Iranian
Economic Review. Iran
Sukirno, Sadono, 2008. Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. PT
RajaGrafindo Persada. Jakarta
93
Todaro, Michael P, dan Smith Stephen, C, 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi
Kesembilan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Traveer, Armughana dan Manan, Natasha, 2016. Impact of Infrastructure on
Economic Growth of Pakistan. University of Gujrat. Pakistan
Veerbeek, M.N, 2004. A Guide to Modern Econometric (2nd ed). Jhon Wiley &
Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex P019 8SQ,
England.
Warsilan, dan Akhmad Noor, 2015. Peranan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan Implikasi pada Kebijakan Pembangunan di Kota Samarinda.
Universitas Mulawarman Samarinda. Samarinda.
World Bank Report, 1994. Infrastructure
94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Uji Model Panel
A. Common Effect Model
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 02/11/18 Time: 20:29
Sample: 2010 2015
Periods included: 6
Cross-sections included: 16
Total panel (balanced) observations: 96 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 27960.46 17345.84 1.611941 0.1104
LISTRIK 88.57273 10.36570 8.544788 0.0000
JALAN -2.126276 2.383266 -0.892169 0.3746
KESEHATAN -7.705834 134.6658 -0.057222 0.9545 R-squared 0.550172 Mean dependent var 91645.83
Adjusted R-squared 0.535503 S.D. dependent var 102985.7
S.E. of regression 70188.86 Akaike info criterion 25.19654
Sum squared resid 4.53E+11 Schwarz criterion 25.30339
Log likelihood -1205.434 Hannan-Quinn criter. 25.23973
F-statistic 37.50747 Durbin-Watson stat 0.025149
Prob(F-statistic) 0.000000
B. Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 02/11/18 Time: 20:30
Sample: 2010 2015
Periods included: 6
Cross-sections included: 16
Total panel (balanced) observations: 96 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 20313.04 12962.78 1.567028 0.1212
LISTRIK 30.57078 3.207774 9.530218 0.0000
JALAN 0.862064 1.126844 0.765025 0.4466
KESEHATAN 116.8571 44.51361 2.625199 0.0104 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.997221 Mean dependent var 91645.83
Adjusted R-squared 0.996571 S.D. dependent var 102985.7
S.E. of regression 6030.295 Akaike info criterion 20.42227
Sum squared resid 2.80E+09 Schwarz criterion 20.92980
Log likelihood -961.2690 Hannan-Quinn criter. 20.62742
95
F-statistic 1535.038 Durbin-Watson stat 1.731484
Prob(F-statistic) 0.000000
C. Uji Chow
D. Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 02/11/18 Time: 20:34
Sample: 2010 2015
Periods included: 6
Cross-sections included: 16
Total panel (balanced) observations: 96
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 19452.88 23008.18 0.845476 0.4000
LISTRIK 31.35367 3.185042 9.844038 0.0000
JALAN 0.972677 1.080926 0.899855 0.3705
KESEHATAN 111.0669 44.16549 2.514789 0.0136 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 77773.98 0.9940
Idiosyncratic random 6030.295 0.0060 Weighted Statistics R-squared 0.669240 Mean dependent var 2899.505
Adjusted R-squared 0.658454 S.D. dependent var 10417.27
S.E. of regression 6088.052 Sum squared resid 3.41E+09
F-statistic 62.04901 Durbin-Watson stat 1.420521
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.395142 Mean dependent var 91645.83
Sum squared resid 6.09E+11 Durbin-Watson stat 0.007948
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: REM
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 825.780117 (15,77) 0.0000
Cross-section Chi-square 488.329960 15 0.0000
96
E. Uji Hausmen
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: REM
Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 4.770746 3 0.1894
F. Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects
Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives Test Hypothesis
Cross-section Time Both Breusch-Pagan 220.2776 1.933794 222.2114
(0.0000) (0.1643) (0.0000)
Honda 14.84175 -1.390609 9.511393
(0.0000) -- (0.0000)
King-Wu 14.84175 -1.390609 6.216572
(0.0000) -- (0.0000)
Standardized Honda 16.97331 -1.216080 7.577125
(0.0000) -- (0.0000)
Standardized King-Wu 16.97331 -1.216080 4.094224
(0.0000) -- (0.0000)
Gourierioux, et al.* -- -- 220.2776
(< 0.01)
2. Data Penelitian
Tahun Provinsi Listrik Jalan Kesehatan PDRB
2010 Kalbar 1288,96 15007 262 86065,85
2011 Kalbar 1434,72 14738 268 90797,59
2012 Kalbar 1603,72 14901 275 96161,93
2013 Kalbar 1889,39 15345 277 101980,3
2014 Kalbar 1862,44 15770 283 107115
2015 Kalbar 1989,63 15750 282 112324,9
2010 Kalteng 570,77 13765 189 56531,02
2011 Kalteng 649,95 13765 194 60492,93
2012 Kalteng 752,34 15176 206 64649,17
2013 Kalteng 854,78 15253 211 69410,99
97
Tahun Provinsi Listrik Jalan Kesehatan PDRB
2014 Kalteng 970,16 15054 214 73724,52
2015 Kalteng 1048,64 15081 215 78890,97
2010 Kaltim 2116,9 14229 252 418211,6
2011 Kaltim 2099,6 14767 251 445264,4
2012 Kaltim 2334 15154 267 469646,3
2013 Kaltim 2731,57 15661 276 438532,9
2014 Kaltim 2815,55 15586 218 446029,1
2015 Kaltim 3007,3 12463 221 440647,7
2010 Kalsel 1331,25 10943 243 85305
2011 Kalsel 1467,13 11344 253 91252,13
2012 Kalsel 1688,44 11552 255 96697,84
2013 Kalsel 1880,66 11687 259 101850,5
2014 Kalsel 2092,23 12518 264 106779,4
2015 Kalsel 2187,64 12805 265 110867,9
2010 NTB 745,16 8060 167 70122,73
2011 NTB 837,17 8089 169 67379,14
2012 NTB 976,39 8067 179 66340,81
2013 NTB 1133,33 8083 181 69766,71
2014 NTB 1291,47 8135 182 73372,96
2015 NTB 1402,3 8169 186 89344,58
2010 NTT 429,36 19464 339 43846,61
2011 NTT 486,91 19464 376 46334,13
2012 NTT 567,32 20264 390 48863,19
2013 NTT 639,57 20508 403 51505,19
2014 NTT 702,26 21218 414 54107,97
2015 NTT 749,76 21752 415 56831,92
2010 Sulut 878,55 7561 201 51721,33
2011 Sulut 986,62 8019 202 54910,9
2012 Sulut 1087,08 8174 212 58677,59
2013 Sulut 1192,52 8607 223 62422,5
2014 Sulut 1240,32 8952 227 66360,76
2015 Sulut 1302,58 9488 229 70425,14
2010 Gorontalo 213,49 4464 84 15475,74
2011 Gorontalo 236,52 4599 95 16669,09
2012 Gorontalo 293,13 4694 98 17987,07
2013 Gorontalo 328,4 4814 103 19367,57
2014 Gorontalo 366,08 5245 105 20775,8
2015 Gorontalo 398,82 5885 105 22068,59
2010 Sulteng 479,27 18784 183 48401,15
2011 Sulteng 574,71 18387 196 53546,69
98
Tahun Provinsi Listrik Jalan Kesehatan PDRB
2012 Sulteng 686,19 18387 201 59785,4
2013 Sulteng 758,7 18790 209 64268,71
2014 Sulteng 865,77 18045 215 68291,78
2015 Sulteng 948,78 16234 220 72991,33
2010 Sulbar 130,33 6819 86 17183,83
2011 Sulbar 151,52 6819 93 19027,5
2012 Sulbar 177,63 6915 99 20786,89
2013 Sulbar 207,59 7039 101 22227,39
2014 Sulbar 238,03 7573 104 24195,65
2015 Sulbar 258,7 6942 104 25983,65
2010 Sulsel 2990,44 32553 479 171740,7
2011 Sulsel 3246,42 32553 488 185708,5
2012 Sulsel 3639,63 32779 501 202184,6
2013 Sulsel 4156,49 32691 522 217589,1
2014 Sulsel 4339,22 32614 532 233988,1
2015 Sulsel 4479,46 33215 533 250758,3
2010 Sultra 384,27 11313 254 48401,15
2011 Sultra 441,08 11690 271 53546,69
2012 Sultra 528,42 11859 281 59785,4
2013 Sultra 621,64 11922 289 64268,71
2014 Sultra 670,71 10370 294 68291,78
2015 Sultra 703,59 11424 298 72991,33
2010 Maluku 290,86 7216 179 18428,58
2011 Maluku 336,69 7218 194 19597,39
2012 Maluku 397,49 7671 204 21000,08
2013 Maluku 469,96 7794 217 22100,94
2014 Maluku 480,08 8273 224 23567,73
2015 Maluku 509,51 8342 226 24859,06
2010 Malut 171,74 5348 113 14983,91
2011 Malut 204,67 5348 130 16002,45
2012 Malut 235,88 5750 136 17120,07
2013 Malut 259,1 6200 143 18208,74
2014 Malut 309,37 7123 146 19208,76
2015 Malut 329,44 7100 146 20381,03
2010 Papua 471,47 16324 321 110808,2
2011 Papua 522,8 16149 362 106066,7
2012 Papua 600,67 16348 415 107890,9
2013 Papua 713,26 16773 426 117118,8
2014 Papua 724,78 17028 432 121391,2
2015 Papua 763,32 18548 434 130459,9