analisis kesalahan menurut teori newman dan pemberian scaffolding pada soal cerita segitiga dan...

22
ANALISIS KESALAHAN MENURUT TEORI NEWMAN DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING PADA SOAL CERITA SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BAGI SISWA KELAS VII SMP KRISTEN BENDUNGAN KABUPATEN WONOSOBO Ika Ardiati Rahayu 1), Novisita Ratu 2) , Kriswandani 3) Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jln. Diponegoro 52-60 Salatiga [email protected] Abstrak Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan siswa kelas VII SMP Kristen Bendungan dalam menyelesaikan soal cerita materi segitiga dan segiempat serta pemberian scaffolding yang sesuai yang dapat membantu siswa untuk mengatasi masalahnya ketika menyelesaikan soal matematika. Hasil penelitian menunjukkan kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh subjek adalah kesalahan tipe V (Encoding Error) dengan persentase kesalahan sebesar 26,51%. Kesalahan lain memiliki persentase yang lebih rendah yaitu Reading Error sebesar 10,84%; Reading Comprehension Difficulty sebesar 18,07%; Transform Error sebesar 16,87%; Weakness in process sebesar 15,66% dan Corelles Error sebesar 12, 05%. Pemberian scaffolding kepada masing-masing subjek tidak sama tergantung pada jenis kesalahan yang dilakukan. Scaffolding yang diberikan kepada subjek merupakan scaffolding tingkatan kedua yaitu explaining, reviewing dan restructuring, serta scaffolding tingkatan ketiga yaitu developing conceptual thinking. Kata kunci: analisis kesalahan, soal cerita segitiga dan segiempat, scaffolding. A. PENDAHULUAN Matematika sangat penting dalam kehidupan, bahkan setiap hari matematika digunakan oleh manusia dalam kehidupannya untuk menghitung belanja, mengukur, dan lain sebagainya bahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, 1

description

jurnal

Transcript of analisis kesalahan menurut teori newman dan pemberian scaffolding pada soal cerita segitiga dan...

ANALISIS KESALAHAN MENURUT TEORI NEWMAN DAN PEMBERIAN SCAFFOLDING PADA SOAL CERITA SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BAGI SISWA KELAS VII SMP KRISTEN BENDUNGAN KABUPATEN WONOSOBO

Ika Ardiati Rahayu1), Novisita Ratu2), Kriswandani3)Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Kristen Satya Wacana Jln. Diponegoro 52-60 [email protected]

AbstrakPenelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan siswa kelas VII SMP Kristen Bendungan dalam menyelesaikan soal cerita materi segitiga dan segiempat serta pemberian scaffolding yang sesuai yang dapat membantu siswa untuk mengatasi masalahnya ketika menyelesaikan soal matematika. Hasil penelitian menunjukkan kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh subjek adalah kesalahan tipe V (Encoding Error) dengan persentase kesalahan sebesar 26,51%. Kesalahan lain memiliki persentase yang lebih rendah yaitu Reading Error sebesar 10,84%; Reading Comprehension Difficulty sebesar 18,07%; Transform Error sebesar 16,87%; Weakness in process sebesar 15,66% dan Corelles Error sebesar 12, 05%. Pemberian scaffolding kepada masing-masing subjek tidak sama tergantung pada jenis kesalahan yang dilakukan. Scaffolding yang diberikan kepada subjek merupakan scaffolding tingkatan kedua yaitu explaining, reviewing dan restructuring, serta scaffolding tingkatan ketiga yaitu developing conceptual thinking.Kata kunci: analisis kesalahan, soal cerita segitiga dan segiempat, scaffolding.

A. PENDAHULUANMatematika sangat penting dalam kehidupan, bahkan setiap hari matematika digunakan oleh manusia dalam kehidupannya untuk menghitung belanja, mengukur, dan lain sebagainya bahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dengan demikian sangat penting bagi siswa untuk mempelajari ilmu matematika. Selain untuk membantu manusia menyelesaikan masalah sehari-hari, matematika perlu dipelajari untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif (Depdiknas, 2006). Mata pelajaran matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dikenalkan kepada siswa sejak Sekolah Dasar. Geometri merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah, disamping bilangan, aljabar, statistika, peluang, trigonometri, dan kalkulus. Salah satu objek kajian dalam geometri yang dipelajari di tingkat SMP adalah segitiga dan segiempat. Soemadi (2000: 1) menyatakan bahwa pada dasarnya pengenalan tentang segitiga dan segiempat bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya serta memberi landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang diperlukan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Salah satu kegiatan dalam mempelajari materi segitiga dan segiempat adalah menyelesaikan soal-soal matematika yang menggambarkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Felayani, 2013). Soal-soal yang menggambarkan permasalahan nyata direpresentasikan dalam bentuk soal cerita. Kendala utama yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal cerita adalah lemahnya kemampuan dalam memahami maksud soal dan kurangnya pemahaman konsep matematika (Felayani, 2013). Hal tersebut mengakibatkan siswa sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal. Malau dalam Sahriah (2012) menjelaskan bahwa penyebab kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari, kurangnya penguasaan bahasa matematika, keliru menafsirkan atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti, atau lupa konsep. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lapangan yang telah dilakukan di SMP Kristen Bendungan dan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika pada bulan Januari 2015, diperoleh informasi bahwa siswa sering melakukan kesalahan ketika diminta untuk menyelesaikan soal cerita. Kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita khususnya materi segitiga dan segiempat adalah menerapkan konsep alas dan tinggi segitiga, membedakan jenis-jenis segiempat, menghafalkan rumus luas dan keliling, kurang teliti, dan tidak memahami maksud soal. Contoh kesalahan yang dilakukan siswa ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 1. Kesalahan Siswa Mengenai Konsep Tinggi SegitigaGambar 1 menunjukkan contoh kesalahan siswa dalam memahami konsep tinggi segitiga. Tinggi segitiga yang hendak dicari luasnya adalah 12cm, namun siswa menjawab bahwa tinggi segitiga adalah 13cm. Kesalahan dalam memahami konsep tinggi inilah yang menyebabkan jawaban siswa menjadi salah. Kesalahan serupa juga dilakukan oleh siswa lainnya. Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada soal ulangan harian, sebanyak 16 siswa melakukan kesalahan dalam memahami konsep tinggi segitiga, sedangkan yang menjawab benar hanya 8 siswa.Newman dalam Yulina (2012) menyebutkan bahwa kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara lain diuraikan sebagai berikut: 1) Reading error (kesalahan membaca) yaitu siswa melakukan kesalahan dalam membaca kata-kata penting atau informasi utama pada sebuah pertanyaan; 2) Reading comprehension difficulty (kesalahan memahami soal) yaitu siswa hanya sekedar memahami soal namun tidak benar-benar menangkap informasi yang terkandung dalam pertanyaan; 3) Transform error (kesalahan informasi) dimana siswa gagal memahami soal-soal untuk diubah ke dalam kalimat matematika yang benar; 4) Weakness in process (kesalahan dalam keterampilan proses) pada tipe kesalahan ini siswa melakukan kesalahan perhitungan dalam komputasi; dan 5) Encoding error (kesalahan dalam menggunakan notasi) dalam hal ini siswa melakukan kesalahan dalam menggunakan notasi yang benar; dan 6) Corelles error (kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat) siswa melakukan kesalahan dalam proses penyelesaian soal matematika.Penelusuran terhadap kesalahan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan yang dialami siswa ketika belajar matematika (Rahmawati, 2013). Setelah dilakukan identifikasi kesalahan maka akan diperoleh bentuk dan penyebab kesalahan siswa, sehingga guru dapat memberikan bantuan yang tepat bagi siswa. Bentuk bantuan yang dapat dilakukan oleh guru agar siswa tidak mengulangi kesalahannya, diantaranya adalah penemuan terbimbing (Bani, 2011), pemberian tugas dan resitasi (Rahmawati, 2011), Scaffolding (Sahriah, 2012) dan sebagainya.Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut guru dapat memberikan bantuan yang efektif kepada siswa berupa scaffolding. Suherman (2003: 234) menyatakan bahwa pemberian scaffolding merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar, pemberian scaffolding juga dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dan membantu meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa serta meminimalisir kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal. Scaffolding merupakan gagasan yang telah digunakan untuk menggambarkan bantuan orang dewasa (misalnya guru atau orang tua) kepada siswa dan secara perlahan bantuan akan dihentikan ketika siswa itu dapat menyelesaikan pekerjaannya secara mandiri (Bruner dalam Fernandez, 2001: 40). Lebih lanjut, Anghileri (2006) mengemukakan bahwa terdapat tiga tingkat scaffolding. Tingkat yang paling dasar adalah environmental provisions yaitu penataan lingkungan belajar yang memungkinkan berlangsung tanpa intervensi langsung dari guru. Tingkat kedua, interaksi guru semakin diarahkan untuk mendukung siswa belajar, yaitu melalui penjelasan, peninjauan dan restruktirisasi, sementara pada tingkat ketiga interaksi guru diarahkan untuk pengembangan pemikiran konseptual. Tingkatan scaffolding yang diberikan tergantung pada masing-masing individu (Rahmawati, 2013). Tingkat scaffolding tersebut ditunjukan dengan gambar berikut.LEVEL 1Environmental provisionsArtefacts Classroom organization Free play

Peer collaboration Sequencing and pacingStructured task

Emotive feedback Self correcting task

Gambar 2. Tingkat Scaffolding Pertama (Anghileri, 2006: 39)LEVEL 2Explaining, Reviewing, and Restructuring

Showing and telling Teacher explaining

Restucturing Reviewing Prompting and probingLooking touching, and verbalishingParallelmodeling

Rephrasing students talkProvidingmeaningfulcontextsSimplifyingthe problem

Student explaining and justifying

Negotiating meaningsInterpreting students actions and talk

Gambar 3. Tingkat Scaffolding Kedua (Anghileri, 2006: 39)LEVEL 3Developing conceptual thinking Developing representational Generating toolsdiscourse Making connections

Gambar 4. Tingkat Scaffolding Ketiga (Anghileri, 2006: 39)Berdasarkan permasalahan diatas, diteliti kemampuan siswa kelas VII dalam menyelesaikan soal cerita tentang segitiga dan segiempat. Kesalahan-kesalahan yang sering dialami siswa dikaji kemudian langkah-langkah praktek scaffolding diterapkan untuk membantu siswa meminimalisir kesalahan. Penelitian yang dilakukan berjudul Analisis Kesalahan Menurut Newman dan Pemberian Scaffolding pada Soal Cerita Segitiga dan Segiempat bagi Siswa Kelas VII SMP Kristen Bendungan Kabupaten Wonosobo. Penelitian terfokus pada analisis kesalahan siswa kelas VII dalam menyelesaikan soal cerita pada materi segitiga dan segiempat dan pemberian scaffolding. Fokus masalah yang telah dijabarkan sebelumnya diterapkan rumusan masalah sebagai berikut (1) Kesalahan apa saja yang sering dilakukan oleh siswa ketika menyelesaikan soal cerita segitiga dan segiempat? (2) Bagaimana penerapan scaffolding yang dapat membantu siswa dalam meminimalisir kesalahan? Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita segitiga dan segiempat dan memberi penerapan scaffolding yang dapat membantu siswa dalam meminimalisir kesalahan.B. METODOLOGI PENELITIANJenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIIB SMP Kristen Bendungan sejumlah 24 orang yang terdiri dari 10 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Pemilihan subjek ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yakni suatu pengambilan sampel sebagai sumber data dengan pertimbangan tertentu. Kelas VIIB dipilih sebagai subjek penelitian karena kelas tersebut telah menyelesaikan materi segitiga dan segiempat. Penelitian dilaksanakan pada tahun ajaran 2014-2015 di SMP Kristen Bendungan. Instrumen dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yakni (1) instrumen analisis kesalahan siswa berupa soal tes, dan (2) Instrumen analisis scaffolding berdasarkan jenis kesalahan siswa terdiri dari wawancara dan pedoman scaffolding. Penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu studi pendahuluan di sekolah yang bersangkutan, pembuatan instrumen, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan tes, tahap pengoreksian, melakukan wawancara terhadap masing-masing subjek, pemberian scaffolding, dan penyusunan laporan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik triangulasi yang meliputi oobservasi, wawancara dan dokumentasi (Sugiyono, 2010). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi empat tahap yaitu data collection, data reduction, data display, dan conclution.C. HASIL PENELITIANSoal tes yang diberikan terdiri dari lima butir soal cerita materi segitiga dan segiempat yang berhubungan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berikut disajikan tabel data hasil pekerjaan siswa.Tabel 1. Data Hasil Pekerjaan SiswaNo soalKeterangan Keterangan: B: Jumlah siswa yang menjawab benar S: Jumlah siswa yang menjawab salah TM: Jumlah siswa yang tidak menjawab

B S TMTotal

1816024

21212024

3168024

4491124

5911424

Total 495615120

Persentase 40,83%46,67%12,50%100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa persentase kesalahan siswa kelas VIIB dalam mengerjakan soal cerita adalah 46,67% dengan jumlah jawaban salah sebanyak 56. Soal nomor 1 merupakan soal dengan jawaban salah terbanyak, yaitu sebanyak 16 siswa menjawab dengan salah. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa persentase kesalahan siswa lebih besar dibandingkan dengan persentase jawaban benar dan persentase yang tidak menjawab, sehingga kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa perlu dikaji lebih lanjut.Data hasil pekerjaan siswa selanjutnya dikelompokkan menjadi 6 tipe kesalahan menurut Newman, yaitu reading error (kesalahan membaca), reading comprehension difficulty (kesalahan memahami soal), transform error (kesalahan informasi), weakness in process (kesalahan dalam keterampilan proses), encoding error (kesalahan dalam menggunakan notasi), dan corelles error (kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat). Jumlah tiap-tiap tipe kesalahan pada masing-masing soal dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 2. Data Kesalahan Tiap Tipe KesalahanTipe kesalahan No 1No 2No 3No 4No 5Total

Reading Error-63--9

Reading Comprehension Difficulty2226315

Transform Error-135514

Weakness in Process--28313

Encoding Error14--1722

Corelles Error-421310

Total161312212183

Gambar 5. Persentase Tiap Tipe Kesalahan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 24 subjek dengan menggunakan lima butir soal uraian tentang materi segitiga dan segiempat, kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh subjek adalah jenis kesalahan tipe V (Encoding Error)

Error) dengan persentase kesalahan sebesar 26,51%. Kesalahan tipe lain memiliki persentase yang lebih rendah yaitu Reading Error sebesar 10,84%; Reading Comprehension Difficulty sebesar 18,07%; Transform Error sebesar 16,87%; Weakness in process sebesar 15,66% dan Corelles Error sebesar 12, 05%. Berdasarkan hasil pekerjaan siswa, dari 24 siswa yang menjadi subjek penelitian terdapat empat siswa yang dapat menyelesaikan semua soal dengan benar. Dengan demikian, peneliti memilih 20 siswa sebagai subjek penelitian yang akan diberi scaffolding. Pemberian scaffolding didasarkan pada jenis kesalahan yang dilakukan siswa ketika mengerjakan soal matematika. Pemberian scaffolding terhadap masing-masing subjek tidak sama, pemberian scaffolding tergantung pada jenis kesalahan yang dilakukan oleh subjek.1. Tipe I Reading Error Kesalahan tipe I pada tiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Jenis kesalahan Reading Error, scaffolding yang diberikan kepada masing-masing subjek adalah scaffolding jenis explaining dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat dan mengajukan pertanyaan arahan untuk memancing siswa agar dapat memahami masalah dengan benar meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya, dan mengajukan pertanyaan arahan untuk

Nomor soalReading Error

1-

26

33

4-

5-

Jumlah9

Tabel 3. Kesalahan Tipe Iuntuk memancing siswa agar dapat memahami masalah dengan benar serta scaffolding jenis reviewing dengan cara meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya. Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan pada gambar berikut.Gambar 6. Contoh Tipe Kesalahan I pada Soal Nomor 3

Gambar 6. Contoh Tipe Kesalahan I pada Soal Nomor 3

Gambar 6 menunjukkan contoh kesalahan Reading Error pada soal nomor 3 yang dilakukan oleh salah satu subjek. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining dan reviewing kepada masing-masing subjek. Setelah pemberian scaffolding, subjek diminta untuk mengerjakan soal tambahan. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan pada jawaban subjek.Gambar 7. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

2. Reading Comprehension Difficulty Tipe kesalahan II (Reading Comprehension Difficulty) ditemukan pada setiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Jenis kesalahan Reading Comprehension Difficulty, scaffolding yang diberikan kepada masing-masing subjek dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat, mendiskusikan jawaban

No soalReading Comprehension Difficulty

12

22

32

46

53

Jumlah15

Tabel 4. Kesalahan Tipe II(explaining), mendiskusikan jawaban dengan siswa (reviewing), meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya (reviewing), dan meminta siswa untuk menyusun rancangan jawaban yang lebih tepat (restructuring). Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 8. Contoh Tipe Kesalahan II pada Soal Nomor 1

Gambar 8 menunjukkan contoh kesalahan Reading Comprehension Difficulty pada soal nomor 1 yang dilakukan oleh salah satu subjek. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining, reviewing dan restructuring kepada masing-masing subjek. Setelah pemberian scaffolding, subjek diminta untuk mengerjakan soal tambahan. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan pada jawaban subjek.Gambar 9. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

3. Transform ErrorTipe kesalahan III (Transform Error) ditemukan pada setiap nomor soal kecuali soal nomor 1. Kesalahan tipe III pada tiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 5. Kesalahan Tipe IIIJenis kesalahan Transform Error, scaffolding diberikan kepada masing-masing subjek dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat (explaining), mengajukan pertanyaan arahan agar siswa dapat

Nomor soalTransform Error

1-

21

33

45

55

Jumlah14

(explaining), mengajukan pertanyaan arahan siswa dapat menemukan fakta-fakta yang ada pada soal (explaining), meminta siswa untuk membuat gambar ilustrasi dari soal (reviewing), meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya (reviewing), dan meminta siswa untuk menyusun rancangan jawaban yang lebih tepat (restructuring). Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan pada gambar berikut.Gambar 10. Contoh Tipe Kesalahan III pada Soal Nomor 2Gambar 10 menunjukkan contoh kesalahan Transform Error pada soal nomor 2. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining, reviewing dan restructuring. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan lagi pada jawaban subjek.Gambar 11. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

4. Weakness in processTipe kesalahan IV (Weakness in process) ditemukan pada nomor soal 3, 4, dan 5, sedangkan pada soal nomor 1 dan 2 tidak ditemukan bentuk kesalahan tipe IV. Kesalahan tipe IV pada tiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 6. Kesalahan Tipe IVJenis kesalahan Weakness in process, scaffolding diberikan kepada masing-masing subjek dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat (explaining), mengajukan pertanyaan arahan agar siswa dapat

Nomor soalWeakness in process

1-

2-

32

48

53

Jumlah13

agar siswa dapat menemukan fakta-fakta yang ada pada soal serta dapat memahami masalah dengan benar (explaining), meminta siswa untuk melakukan refleksi terhadap jawaban yang telah dibuatnya sehingga dapat menemukan kesalahan yang telah dilakukan (reviewing), meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya (reviewing), dan meminta siswa untuk menyusun rancangan jawaban yang lebih tepat (restructuring). Kegiatan terakhir yang dilakukan dengan siswa yang melakukan kesalahan Weakness in process adalah meminta subjek untuk mencari kemungkinan alternatif lain untuk menyelesaikan soal atau menemukan kemungkinan konsep lain yang terkait dengan masalah yang sedang dikerjakan (developing conceptual thinking). Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan pada gambar berikut.Gambar 12. Contoh Tipe Kesalahan IV pada Soal Nomor 4

Gambar 12 menunjukkan contoh kesalahan Weakness in Process pada soal nomor 4 yang dilakukan oleh salah satu subjek. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining, reviewing, restructuring dan developing conceptual thinking kepada masing-masing subjek. Setelah pemberian scaffolding, subjek diminta untuk mengerjakan soal tambahan. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan pada jawaban subjek.Gambar 13. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

Gambar 13. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

5. Encoding ErrorTipe kesalahan V (Encoding Error) ditemukan pada nomor soal 1, 4, dan 5, sedangkan pada soal nomor 2 dan 3 tidak ditemukan bentuk kesalahan tipe V. Kesalahan tipe V pada tiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 7. Kesalahan Tipe VJenis kesalahan Encoding Error, scaffolding diberikan kepada masing-masing subjek dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat (explaining), meminta siswa untuk melakukan refleksi terhadap jawaban

Nomor soalEncoding Error

114

2-

3-

41

57

Jumlah22

melakukan terhadap jawaban yang telah dibuatnya sehingga dapat menemukan kesalahan yang telah dilakukan (reviewing), dan meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya (reviewing). Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan pada gambar berikut.Gambar 14. Contoh Tipe Kesalahan V pada Soal Nomor 5

Gambar 14 menunjukkan contoh kesalahan Encoding Error pada soal nomor 5 yang dilakukan oleh salah satu subjek. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining dan reviewing kepada masing-masing subjek. Setelah pemberian scaffolding, subjek diminta untuk mengerjakan soal tambahan. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan pada jawaban subjek.Gambar 15. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

6. Corelles ErrorTipe kesalahan VI (Corelles Error) ditemukan pada setiap nomor soal kecuali soal nomor 1. Kesalahan tipe VI pada tiap butir soal dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 8. Kesalahan Tipe VIJenis kesalahan Corelles Error, scaffolding diberikan kepada masing-masing subjek dengan cara memintanya untuk membaca ulang soal dengan cermat (explaining), meminta siswa untuk melakukan refleksi terhadap jawaban yang

Nomor soalCorelles Error

1-

24

32

41

53

Jumlah10

untuk melakukan refleksi terhadap jawaban yang telah dibuatnya sehingga dapat menemukan kesalahan yang telah dilakukan (reviewing), dan meminta subjek untuk memperbaiki pekerjaannya (reviewing). Contoh hasil pekerjaan siswa ditunjukkan pada gambar berikut.Gambar 16. Contoh Tipe Kesalahan VI pada Soal Nomor 3

Gambar 16 menunjukkan contoh kesalahan Corelles Error pada soal nomor 3 yang dilakukan oleh salah satu subjek. Peneliti memberikan bantuan berupa scaffolding jenis explaining dan reviewing kepada masing-masing subjek. Setelah pemberian scaffolding, subjek diminta untuk mengerjakan soal tambahan. Hasilnya tidak ditemukan kesalahan pada jawaban subjek.Gambar 17. Hasil Pekerjaan Siswa Setelah Scaffolding

D. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian mengenai kesalahan siswa kelas VII SMP Kristen Bendungan Kabupaten Wonosobo dalam menyelesaikan soal cerita segitiga dan segiempat, kesalahan-kesalahan siswa digolongkan ke dalam 6 tipe kesalahan menurut teori Newman. Kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh subjek adalah kesalahan tipe V (Encoding Error) dengan persentase kesalahan sebesar 26,51%. Kesalahan tipe lain memiliki persentase yang lebih rendah yaitu Reading Error sebesar 10,84%; Reading Comprehension Difficulty sebesar 18,07%; Transform Error sebesar 16,87%; Weakness in process sebesar 15,66% dan Corelles Error sebesar 12, 05%. Pemberian scaffolding terhadap masing-masing subjek tidak sama, pemberian scaffolding tergantung pada kesalahan yang dilakukan oleh subjek yaitu: 1) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan jenis Reading Error adalah scaffolding jenis explaining dan reviewing, 2) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan jenis Reading Comprehension Difficulty adalah scaffolding jenis explaining, reviewing dan restructuring, 3) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan jenis Transform Error adalah scaffolding jenis explaining, reviewing dan restructuring, 4) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan Weakness in Process adalah scaffolding jenis explaining, reviewing, restructuring dan developing conceptual thinking, 5) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan jenis Encoding Error adalah scaffolding jenis explaining dan reviewing, 6) Scaffolding yang diberikan kepada subjek yang melakukan kesalahan Corelles Error adalah scaffolding jenis explaining dan reviewing.Pemberian scaffolding kepada masing-masing subjek disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan. Pada kesalahan Reading Error, Reading Comprehension Difficulty, Transform Error, Encoding Error, dan Corelles Error adalah scaffolding level II, sedangkan pada subjek yang melakukan kesalahan Weakness in Process diberikan scaffolding level II dan level III yaitu Developing Conceptual Thinking. Pemberian scaffolding kepada subjek berbeda-beda. Subjek yang melakukan keenam jenis kesalahan serta melakukan kesalahan pada setiap nomor diberikan scaffolding level II (explaining, reviewing, restructuring) dan level III (Developing Conceptual Thinking). Pemberian scaffolding pada subjek tersebut dilakukan berulang-ulang dengan memberi pertanyaan lebih rinci serta membutuhkan waktu yang lebih lama.

E. Daftar PustakaAnghileri, Julia. 2006. Scaffolding Practices that Enhance Mathematics Learning. In Journal of Mathematics Teacher Education. Vol. 9: 33-52.Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan 2006. Jakarta.Felayani, Meirita Rahma. 2013. Pembentukan Karakter Dan Pemecahan Masalah Melalui Model Probing Prompting Berbantuan Scaffolding Materi Baris Dan Deret Kelas XI SMK. Skripsi UNNESBani, Asmar. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing, SPS UPI, Bandung. Jurnal UPI Bandung.Rahmawati, Dewi. 2011. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Menggunakan Metode Pemberian Tugas Dan Resitasi Pada Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Seyegan Sleman Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY.Sahriah, Sitti. 2012. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP Negeri 2 Malang. Jurnal Universitas Negeri Malang.Soemadi. 2000. Sistem Geometri. Surabaya: Press Surabaya.Rahmawati, Ria Pratamasari. 2013. Penelusuran Kesalahan Siswa Dan Pemberian Scaffolding Dalam Menyelesaikan Bentuk Aljabar. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Malang.Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Yulina, Priska. 2012. Analisis Tipe-Tipe Kesalahan Pada Penyelesaian Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Pada Siswa Kelas VIII SMP Kristen 2 Salatiga. Skripsi FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.15