ANALISIS KEPATUHAN ADMINISTRASI PAJAK BAGI WAJIB PAJAK...
-
Upload
truongkhuong -
Category
Documents
-
view
257 -
download
17
Transcript of ANALISIS KEPATUHAN ADMINISTRASI PAJAK BAGI WAJIB PAJAK...
ANALISIS KEPATUHAN ADMINISTRASI
PAJAK BAGI WAJIB PAJAK HIBURAN
DI KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Pratiwi
NIM 6661100212
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2014
Keberhasilan seseorang dapat diukur dari perjuangannya melawan kegagalan…
Pratiwi
Skripsi ini Aku persembahkan untuk
kedua Orang Tuaku…
ABSTRAK
Pratiwi. NIM 6661100212. Analisis Kepatuhan Administrasi Pajak Bagi
Wajib Pajak Hiburan di Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Pembimbing I: Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si dan Pembimbing
II: Rahmawati, S.Sos., M.Si
Kata Kunci : Pajak Hiburan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh observasi awal peneliti pada pajak hiburan di Kota Serang yang mana di Kota Serang ini sudah banyak tempat-tempat hiburan berdiri tetapi masih banyak juga tempat hiburan yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, serta pengenaan tarif dan jenis pajak yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kepatuhan administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik deskriptif. Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri dengan menggunakan teori kepatuhan wajib pajak dari Nasucha (2004:148) yaitu aspek yuridis, aspek psikologis, dan aspek sosiologis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis menurut Prasetya Irawan (2006). Hasil dari penelitian ini adalah kurangnya pemahaman yang diberikan pegawai pajak kepada wajib pajak sehingga masih banyaknya wajib pajak yang kurang patuh serta kurang sadar akan kewajibannya. Peneliti memberikan saran agar Pemerintah Kota Serang memberikan sanksi tegas yaitu berupa penutupan tempat usaha kepada wajib pajak yang tidak patuh, dan Pemerintah Daerah membuatkan Peraturan Daerah mengenai pajak hiburan secara spesifik sehingga dapat diatur dengan jelas dan baik.
ABSTRACT
Pratiwi. NIM 6661100212. Obedience Analysis of Tax Administration For
Entertainment Tax Obligatory at Serang City. Public Administration
Department, Social and Political Faculty. Sultan Ageng Tirtayasa University.
Advisor I: Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si and Advisor II: Rahmawati, S.Sos.,
M.Si
Keyword : Entertainment Tax
Force behind of this research is first observation of researcher to entertainment tax at Serang City, which Serang City had a lot of entertainment places inside but there are still some entertainment places that are not enroll yet as tax obligatory, and also tax imposition and tax kinds that are not appropriate with the Region Regulation Number 17 year 2010 about Region Tax. Goal of this research is to know how tax administration obedience for entertainment tax obligatory at Serang City. Research Method that used is qualitative with descriptive technique. Instrument of this research is self-researcher based on obidience of tax obligatory theory by Nasucha (200:148). In that theory there are some aspects, they are juridical aspect, psychological aspect and sociological aspect. Data analysis technique that used of this research is analysis technique from Prasetya Irawan (2006). Result of this research is lack comprehension of tax obligatory from tax government about tax regulation, so it caused still a lot of tax obligatories who lack obdient and also lack consciousness of their obligation as tax obligatory. Researcher give suggestion for this case, an explicit sanction giving is closing entertainment place for tax obligatories that do not obey, and region government create region regulation about entertainment tax spesificly so it can be regulated explicitly and well.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis kemudian solawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah mengiringi
doa dan harapan penulis guna terselesaikannya skripsi yang berjudul Analisis
Kepatuhan Administrasi Pajak bagi Wajib Pajak Hiburan di Kota Serang.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Strata satu (S1) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada konsentrasi Manajemen
Publik program studi Ilmu Administrasi Negara.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
atas segala dukungan, waktu, tenaga serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan.
Terutama penulis ucapkan dengan tulus kepada kedua orangtua yaitu Ayah dan
Ibu yang senantiasa memberikan kasih sayang yang tulus kepada penulis, tak
pernah habis untuk memanjatkan doa, memberikan nasehat serta motivasi kepada
penulis. Kemudian, penulis juga berterimakasih kepada semua pihak diantaranya
kepada:
1. Bapak Prof DR. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., sebagai Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa;
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
ii
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Dekan I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Ibu Mia Dwiana, M.Ikom., sebagai Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., MM sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus dosen
pembimbing akademik atas dorongan motivasi, waktu luang, dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis dan telah membimbing serta memberikan
arahan dalam pemilihan judul skripsi;
6. Ibu Rina Yulianti, S.IP., M.Si., sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa;
7. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si sebagai Sekretaris Program Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, sekaligus sebagai dosen pembimbing II atas bimbingannya dan
waktu luang serta ilmu pengetahuannya kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
8. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si.,sebagai dosen pembimbing I skripsi atas
bimbingan dan waktu luang serta ilmu pengetahuannya kepada penulis dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
9. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak dapat penulis
iii
sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama proses
belajar mengajar selama perkuliahan;
10. Para staff Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas segala
bantuan informasi selama perkuliahan;
11. Seluruh pegawai Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah khususnya Bapak
Rachmatullah, S.Sos,. M.Si sebagai Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah yang telah berkenaan memberikan informasi, data, dan
ketersediaan waktu dalam proses pengambilan data untuk penulis;
12. Seluruh pegawai Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota
Serang khususnya Bapak Rudi Mulyana, S.T yang telah berkenaan
memberikan informasi, data, dan ketersediaan waktu dalam proses
pengambilan data untuk penulis
13. Seluruh pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang khususnya Bapak
H. Tb. Yassin, S.Sos., M.Si sebagai Kepala Bidang Trantib Polisi Pamong
Praja yang telah berkenaan memberikan informasi, data, dan ketersediaan
waktu dalam proses pengambilan data untuk penulis;
14. Seluruh pengelola tempat hiburan di Kota Serang yang telah memberikan
informasi, data, dan ketersediaan waktu terkait fokus yang sedang penulis
teliti;
15. Adik-adikku tersayang, yaitu Destiyana dan M. Ari Syahrial yang senantiasa
selalu menghibur, serta doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis hingga saat
ini;
iv
16. Teman-teman angkatan 2010 baik reguler maupun nonreguler khususnya anak
kelas 2ANE1 program studi Ilmu Administrasi Negara yang menjadi inspirasi
dan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
17. Para sahabat Emma Marlini, Ivan Setiawan, Astri Permatasari, Kanari
Gemilang, Rachmawati Dwi Maharani, Dwi Mayangsari, Muhammad Fajar
Kurniawan, Faizal Setyahadi teman-teman selama kuliah. Terimakasih atas
empat tahun yang mengesankan ini. Terimakasih atas semua suka duka yang
akan selalu menjadi kisah yang tidak terlupakan serta yang selalu memberikan
dukungan dan kebahagiaan.
18. Teman-teman tercintaku yang senantiasa memotivasi dan memberikan
keceriaan yaitu Ayu, Ngkay, Noki, Meong, Siti, Uung, Dewi, Onya, Ndes, dan
teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga
penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu pengetahuan untuk kita
khususnya dalam hal perpajakan.
Serang, Oktober 2014
Penulis
Pratiwi
v
DAFTAR ISI
LEMBAR ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ……………………………………………………i
DAFTAR ISI ……………………………………………………v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………xi
DAFTAR BAGAN ……………………………………………...……xii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………….11
1.3 Batasan Masalah…………………………………………………………...…11
1.4 Rumusan Masalah............................................................................................11
1.5 Tujuan Penelitian………………………………………………………….....12
1.6 Manfaat Penelitian……………………………………………………...……12
1.6.1 Secara Teoritis………………………………………………………….12
1.6.2 Secara Praktis…………………………………………………………..12
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori………………………………………………………...……..14
vi
2.1.1 Administrasi Perpajakan………………………………………..……...15
2.1.2 Pajak……………………………………………………………………19
2.1.2.1 Definisi Pajak………………………………………………….....19
2.1.2.2 Wajib Pajak………………………………………………………21
2.1.3 Kepatuhan Perpajakan……………………………………………….…22
2.1.3.1 Definisi Kepatuhan………………………………………….……22
2.1.3.2 Teori Kepatuhan Wajib Pajak……………………………………23
2.1.3.3 Pentingnya Kepatuhan Perpajakan…………………………….…26
2.1.3.4 Ketidakpatuhan Wajib Pajak……………………………….…….27
2.1.3.5 Batasan dan Persyaratan sebagai Wajib Pajak Patuh…………….28
2.1.3.6 Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh…………………………….29
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah………………………………………………..30
2.1.4.1 Siklus Manajemen Pendapatan Daerah…………………………..30
2.1.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Daerah……………………………..33
2.1.5 Pajak Daerah………………………………………………………...…34
2.1.6 Pajak Hiburan…………………………………………………………..35
2.1.6.1 Objek Pajak Hiburan……………………………………………..36
2.1.6.2 Bukan Objek Pajak Hiburan………………………………..…….37
2.1.6.3 Subjek dan Wajib Pajak Hiburan……………………………..….37
2.1.6.4 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Penghitungan Pajak
Hiburan………………………………………………………………..….38
vii
2.1.7 Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak……………………………41
2.1.8 Syarat Pemungutan Pajak………………………………………………42
2.1.9 Fungsi Pajak…………………………………………………………....44
2.1.10 Sistem Pemungutan Pajak…………………………………………….44
2.1.11 Kaidah Hukum Pajak…………………………………………...…….45
2.2 Penelitian Terdahulu……………………………………………………...….46
2.3 Kerangka Pemikiran………………………………………………………….48
2.4 Asumsi Dasar Penelitian……………………………………………………..51
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian…………………………………………..52
3.2 Ruang Lingkup/ atau Fokus Penelitian……………………………………....52
3.3 Lokasi Penelitian……………………………………………………………..52
3.4 Variabel Penelitian…………………………………………………………...53
3.4.1 Definisi Konsep………………………………………………………..53
3.4.2 Definisi Operasional……………………………………………………53
3.5 Instrumen Penelitian………………………………………………………….54
3.6 Informan Penelitian…………………………………………………………..55
3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data……………………………………..57
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..57
3.7.2 Teknik Analisis Data………………………………………………...…60
3.8 Jadwal Penelitian……………………………………………………………..64
viii
BAB IV : HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian………………………………………………...…65
4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang………………………………………...65
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kota
Serang……………………………………………………………………...…71
4.2 Deskripsi Data Penelitian…………………………………………………….89
4.2.1 Daftar Informan Penelitian…………………………………………..…89
4.2.2 Deskripsi Data………………………………………………………….91
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian……………………………………………………93
4.3.1 Analisis Kepatuhan Administrasi Pajak bagi Wajib Pajak Hiburan di
Kota Serang……………………………………………………………..……93
4.3.1.1 Aspek Yuridis……………………………………………………94
4.3.1.2 Aspek Psikologis……………………………………………..…116
4.3.1.3 Aspek Sosiologis………………………………………………..123
4.4 Pembahasan…………………………………………………………………139
4.4.1 Analisa Tentang Fokus Penelitian…………………………………….139
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………162
5.2 Saran…………………………………………………………………….…..163
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….….xiii
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Wajib Pajak Hiburan Tahun 2014………………………………...5
Tabel 1.2 Data Tempat Hiburan yang Tidak Terdaftar di Kota Serang Tahun
2014………………………………………………………………………………..7
Tabel 1.3 Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Hiburan Bulan Oktober-
Desember Tahun Anggaran 2013…………………………………………..…….10
Tabel 3.1 Informan Penelitian…………………………………………………....56
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara……………………………………………….....58
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian………………………………………………………64
Tabel 4.1 Daftar Nama Kelurahan Di Kota Serang Tahun 2014……………...…66
Tabel 4.2 Daftar Informan………………………………………………………..90
Tabel 4.3 Data Wajib Pajak Hiburan di Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah..................................................................................................................100
Tabel 4.4 Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan……………………………...…126
Tabel 4.5 Data Wajib Pajak Hiburan di Kota Serang……………………..……141
Tabel 4.6 Objek Pajak Tidak Terdata sebagai Wajib Pajak Hiburan di Kota
Serang………………………………………………………………………..….142
Tabel 4.7 Daftar Nama Gym/Fitness Center di Kota Serang………………...…143
Tabel 4.8 Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan………………………………...151
Tabel 4.9 Potensial Pajak Penerimaan dari Wajib Pajak Terdata………………153
Tabel 4.10 Potensial Data Penerimaan dari Wajib Pajak tidak Terdata……..…156
x
Tabel 4.11 Realisasi Tahun 2012-2013……………………………………...….157
Tabel 4.11 Temuan Lapangan…………………………………………………..158
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Proses Analisis Data……………………………………………..….61
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran……………………………………………….….50
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD)
Kota Serang……………………………………………………………………....89
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya kota merupakan tempat pemukiman yang relatif besar,
penduduknya padat dan menetap dari individu-individu yang secara sosial-heterogen,
oleh karena itu jika pemukimannya semakin besar maka penduduknya akan semakin
padat dan semakin heterogen pula penduduknya. Kota juga merupakan pusat dari
segala kegiatan perekonomian, sehingga kota dijadikan sebagai daerah penyerap
investasi oleh pemerintah kota guna menambah pendapatan daerah. Selain menambah
pendapatan daerah adanya investasi-investasi tersebut juga membuka peluang usaha
untuk penduduk kota sehingga mengurangi adanya pengangguran
(http://eprints.uny.ac.id/ diakses pada tanggal 28 september 2013).
Jika dilihat dari hal tersebut, sama halnya dengan Kota Serang Provinsi
Banten dimana Kota Serang masih berusia 7 (tujuh) tahun yaitu sejak tahun 2007.
Kota Serang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Serang berdasarkan dari
adanya otonomi daerah. Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2007 tentang
tujuan pemekaran Kota Serang sebagai pemicu kemajuan di Provinsi Banten. Pada
tanggal 9 Agustus 2007 Kota Serang resmi didirikan.
2
Di Kota ini, masyarakat berlomba-lomba untuk membuka peluang usaha yang
dapat membantu masyarakat itu sendiri dalam masalah perekonomiannya.
Bermacam-macam usaha yang dilakukan seperti menjadi pedagang kaki lima,
membuka restoran dan usaha lainnya. Dalam hal ini masyarakat tidak dapat
seenaknya membuka usaha karena setiap kegiatan usaha yang akan dilakukan harus
memiliki izin telebih dahulu. Dari perizinan usaha inilah, daerah dapat melegalkan
setiap usaha yang digeluti masyarakat. Perizinan usaha ini banyak macamnya salah
satunya ialah perizinan usaha tempat hiburan.
Mengenai perizinan usaha, Kota Serang tidak memiliki Peraturan Daerah
Perizinan Usaha Tempat Hiburan akan tetapi Kota Serang hanya memiliki Keputusan
Walikota Serang Nomor : 502/ Kep. 47- Org/ 2010 Tentang Pelimpahan Sebagian
Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal di Kota Serang yang menjadi dasar hukum perizinan
usaha di Kota Serang. Menurut hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Kasie Pendataan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal bahwa tidak
adanya Peraturan Daerah perizinan usaha tempat hiburan secara spesifik hanya
sebatas Keputusan Walikota saja dikarenakan keterbatasan, pembahasannya yang
rumit, biayanya tinggi karena Kota Serang baru berdiri dengan anggaran yang sangat
minim. Keinginan kota sendiri sebenarnya ingin ditingkatkan dari Keputusan
Walikota menjadi Peraturan Daerah tetapi banyak keterbatasan dan kriteria yang
harus dimilikinya.
3
Kemudian, mengenai perizinan usaha tempat hiburan di Kota Serang hal ini
disesuaikan dengan adanya visi dari Walikota Serang itu sendiri yang mana visi
tersebut adalah menjadikan Kota Serang yang madani. Selain hal tersebut
bertentangan dengan visi dari Walikota, hal ini juga bertentangan dengan masyarakat
Kota Serang itu sendiri yang terbilang masih religius. Sehingga, perizinan usaha
tempat hiburan ini banyak mengundang kontroversi karena masih ada saja
masyarakat yang memandang tempat hiburan ini akan berdampak negatif baik itu
moral maupun budaya Kota Serang itu sendiri. Berdasarkan data yang peneliti
dapatkan dari Banten Pos diakses pada tanggal 28 September 2013 pukul 19.13 WIB
bahwa Sebenarnya Rancangan Peraturan Daerah mengenai izin hiburan tersebut,
sudah masuk dalam 15 prolegda tahun ini, tapi yang dibahasnya hanya 13 Raperda,
untuk izin tempat hiburan ditunda. Karena semua fraksi masih belum secara bersama
menerima pembahasan Raperda ini. Selain itu, masih ada penolakan dari masyarakat.
Di kota-kota lain pun sudah banyak tempat hiburan seperti di Provinsi Banten
sendiri yaitu di Kota Cilegon dan Kota Tangerang. Banyak sekali tempat hiburan baik
itu tempat hiburan anak-anak maupun hiburan malam yang biasanya disajikan di
dalam hotel-hotel berbintang. Demikian halnya dengan di Kota Serang, karena
membuka usaha tempat hiburan memang cukup menjanjikan. Dilihat dari segi
peminatnya cukup banyak yang meminati tempat hiburan alasannya karena untuk
refresh otak yang sudah penat dengan pekerjaan dan ada pula yang hanya sekedar
untuk menghabiskan waktu bermain dengan teman-temannya serta tempat hiburan
juga sebagai sarana berkumpulnya keluarga. Maka dari itu, tempat hiburan juga
4
merupakan salah satu investasi pemerintah daerah untuk menambah pendapatan asli
daerah melalui pajak hiburannya.
Pajak hiburan merupakan salah satu Pendapatan Asli daerah. Tempat hiburan
termasuk ke dalam pajak hiburan. Pajak hiburan ini banyak jenisnya yaitu yang telah
tertera di dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang pajak
daerah. Dimana disebutkan dalam pasal 15 bahwa objek pajak hiburan yaitu meliputi:
1. Tontonan film;
2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan busana;
3. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
4. Pameran;
5. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
6. Sirkus, akrobat, dan sulap;
7. Permainan bilyar, golf, dan boling;
8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
9. Panti pijat, refleksi, mandi uap/ spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
10. Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, bola voli, bola basket dan
sejenisnya.
Menyinggung masalah pajak hiburan, di Kota Serang Peraturan Daerah
mengenai pajak hiburan yang spesifik itu sendiri belum ada. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa yang
dimaksud belum ada Peraturan Daerah mengenai pajak hiburan di sini yaitu tidak
adanya klasifikasi tempat hiburan itu sendiri, seperti misalnya dilihat dari aspek luas
5
bangunannya, aspek jam buka hingga tutupnya tempat hiburan, jenis makanan dan
minuman yang boleh diperjual-belikan, dan lain-lain.
Walaupun dengan tidak adanya Peraturan Daerah tentang perizinan usaha
tempat hiburan dan Peraturan Daerah tentang pajak hiburan secara spesifik, tidak
dapat dipungkiri bahwa sudah banyak tempat hiburan yang berdiri di Kota Serang ini.
Adapun data yang didapat peneliti dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD)
Kota Serang adalah seperti tertera pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Data Wajib Pajak Hiburan Tahun 2014
No. Nama tempat hiburan Kecamatan Objek Pajak 1. Celebrity Salon & Aerobic Serang Pusat Kebugaran 2. Sanggar Senam Azalia Serang Pusat Kebugaran 3. Jurassic Island Serang Permainan ketangkasan 3. Matahari Graha Fantasi Time Zone (MOS) PT Serang Permainan ketangkasan 4. Zona 2000 Serang Permainan ketangkasan 6. Merdeka Serang I AC Serang Permainan ketangkasan 7. Sundindo Primaland PT. Cipocok Jaya Taman rekreasi 8. Mutiara Water Park Cipocok Jaya Taman Rekreasi 9. CV. Nur Alfan Serang Permainan bilyar
10. Mall Serang Bilyard Serang Permainan bilyar 11. Pelantha Bilyard Serang Permainan bilyar 12. Pelita Bilyard Serang Permainan bilyar 13. Royal Bilyard Serang Permainan bilyar 14. Radar Banten Arena Futsal Serang Pertandingan olahraga 15. Flamengo Futsal Serang Pertandingan olahraga 16. CIA Futsal Serang Pertandingan olahraga 17. Yumaga Sport Centre Serang Pertandingan olahraga 18. Wangsa Jaya Futsal Serang Pertandingan olahraga 19. One Futsal Cipocok Jaya Pertandingan olahraga 20. Tribens Futsal Walantaka Pertandingan olahraga
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang, 2014
6
Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah Kota Serang, bahwa terdapat kurang lebih 20 (dua puluh) tempat hiburan
yang telah menjadi wajib pajak dan yang artinya dari data tersebut pula dapat
diketahui banyaknya tempat hiburan yang ada di Kota Serang. Dari pajak hiburan
tersebut, secara tidak langsung para investorpun telah membantu pemerintah untuk
membangun pembangunan daerah. Memang sangat menguntungkan bagi para
investor yang berinvestasi di Kota Serang ini, dikarenakan beberapa faktor yakni di
Kota Serang ini masih banyak lahan usaha yang dapat dibangun sehingga para
investor berlomba-lomba untuk membuka usaha terutama usaha tempat hiburan ini.
Terlebih lagi Kota Serang yang baru menjadi kota ini membutuhkan banyak sekali
pendapatan yang mesti didapat sehingga pemerintah harus gencar-gencarnya
mendatangkan investor dan meyakinkan investor untuk berinvestasi di sini.
Dilihat dari faktor tersebut, peneliti kurang yakin akan data yang peneliti
dapatkan dari Dinas Pengelolaan Daerah Kota Serang tersebut sehingga peneliti
melakukan observasi langsung ke seluruh daerah di Kota Serang. Dari observasi
awal yang peneliti lakukan, ternyata peneliti menemukan beberapa tempat hiburan
yang tidak terdaftar namanya di data Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Serang. Adapun data yang peneliti temukan di lapangan adalah seperti yang tertera
pada tabel 1.2 berikut:
7
Tabel 1.2
Data Tempat Hiburan yang Tidak Terdaftar di Kota Serang
Tahun 2014 No Nama Tempat Hiburan Kecamatan Jenis objek hiburan
1. Waterbom tembong jaya Cipocok Taman rekreasi 2. Oktav Karaoke Cipocok Karaoke 3. Olala Resto Cipocok Karaoke 4. Savana karaoke Serang Karaoke 5. Karaoke roberta Serang Karaoke 6. Nagurata Serang Karaoke 7. D’Wiza Cafe dan Karaoke Serang Karaoke 8. Fn- one bilyard and Karaoke Serang Karaoke dan bilyar 9. Rau sport center Serang Pertandingan olahraga 10. Mas futsal Serang Pertandingan olahraga 11. RTC Futsal Serang Pertandingan olahraga 12. Faiz futsal Kasemen Pertandingan olahraga 13. Bintang futsal Serang Pertandingan olahraga 14. Futsal Kenewae Serang Pertandingan olahraga 15. Sunny Salon dan spa Serang Spa 16. Sehati salon dan spa Serang Spa 17. Rossy’s spa Serang Spa 18. Diva Salon dan spa Serang Spa 19. Sari salon Serang Spa 20. Puspita gym Serang Pusat kebugaran 21. Rossy’s Gym & fitness Serang Pusat kebugaran 22. Royal Gym Serang Pusat kebugaran 23. La-sherly gym Serang Pusat kebugaran
Sumber: Hasil Observasi Peneliti, 2014
Berdasarkan data yang peneliti temukan di Lapangan, masih banyaknya
tempat hiburan yang tidak tertera sebagai wajib pajak dan kemungkinan Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah tidak memungut pajak ke tempat hiburan tersebut.
Dari data tempat hiburan tersebut, ternyata data yang peneliti temukan di lapangan
8
adalah sebanding dengan data yang peneliti dapatkan dari Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Dari data di atas, peneliti kemudian melakukan wawancara ke salah satu
pengelola tempat hiburan yaitu tempat karaoke. Menurut pengakuan Pengelola
Karaoke di Kota Serang pada tanggal 03 Oktober 2013, di tempat karaoke ini hanya
memiliki Surat Izin Usaha dari kecamatan saja. Tempat ini membuka dua usaha
sekaligus di dalamnya yakni karaoke dan restoran. Pengelola tempat karaoke ini
mengakalinya dengan membuka restoran di dalamnya walaupun hanya terdapat
makanan-makanan kecil saja seperti kentang goreng dan minuman bersoda lainnya.
Sebenarnya restoran ini hanya untuk menutupi tempat karaoke yang ada, agar tempat
karaoke ini hanya menjadi fasilitas dari restoran padahal kenyataannya adalah
sebaliknya. Itupun karena usulan dari Dinas terkait dan pajak yang dikenakan tempat
karaoke ini hanya pajak restoran serta tarif pajak yang dikenakan sebesar 10% dari
pendapatan mereka setiap bulan.
Pada observasi selanjutnya tertanggal 04 Oktober 2013, peneliti
mewawancarai ke jenis tempat hiburan lainnya yaitu futsal. Mengenai pengenaan tarif
pajak dari futsal itu sendiri yaitu sebesar 7% dari pendapatan. Peneliti menemukan
bahwa ada tempat futsal yang terdata di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah itu
pajak yang dikenakan yaitu flat setiap bulannya, bukan berdasarkan tarif yang
ditentukan di dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010. Peneliti
mewawancarai salah satu pengelola futsal di Kota Serang, pengakuan pengelola futsal
9
ini bahwa tarif pajak yang dikenakan yaitu hanya sebesar Rp.750.000,- dan rutin
setiap bulannya.
Kemudian sama halnya dengan wajib pajak futsal, peneliti mewawancarai
pengelola tempat hiburan lainnya di Kota Serang, yaitu Billyard. Menurut pengakuan
pengelola tempat hiburan ini pada tanggal 05 Oktober, pengelola mengaku bahwa
mengenai izin usaha tempat ini memang tidak memiliki izin usaha tempat hiburan,
hanya saja seperti tempat hiburan lainnya hanya memiliki izin usaha dari kecamatan
saja. Mengenai tarif pajak, tempat ini dikenakan sebesar Rp.2.000.000 (dua juta
rupiah) setiap bulannya bukan berdasarkan penghasilan yang didapat. Pengelola
tempat hiburan billyard ini mengemukakan bahwa perizinan usaha dan pajak di Kota
Serang ini terutama pada tempat hiburan ini masih abu-abu karena tidak ada
kepastian hukum dan tarif yang mesti dibayar.
Dari permasalahan di atas, peneliti mendapatkan realisasi penerimaan
pendapatan mengenai pajak hiburan dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Serang dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desember pada Tahun Anggaran
2013 yaitu seperti tertera pada tabel 1.3 berikut:
10
Tabel 1.3 Realisasi Penerimaan Pendapatan Pajak Hiburan Bulan Oktober – Desember Tahun Anggaran 2013
No Jenis tempat hiburan Tarif pajak (%)
Realisasi (Rp) Target (Rp)
1. Permainan bilyard 20 10.700.000,- 40.200.000,- 2. Permainan ketangkasan 10 60.528.487,- 177.000.000,- 3. Pusat kebugaran 10 1.872.000,- 10.000.000,- 4. Pertandingan olahraga 7 11.730.688,- 50.000.000,- 5. Taman rekreasi 10 31.758.350,- 202.000.000,- 6. Karaoke 40 - - 7. Pagelaran
musik/tarian/busana 20 - 3.000.000,-
JUMLAH 116. 589.525,- 482.200.000,- Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang, 2013
Berdasarkan data tabel yang peneliti dapatkan di atas, bisa dilihat bahwa di
setiap jenis tempat hiburan tidak ada yang mencapai target yang diharapkan.
Dikarenakan permasalahan yang tadi sudah peneliti jabarkan di atas. Adapun pada
poin 6 mengenai jenis hiburan karaoke tidak ada realisasi bahkan target yang dicapai,
itu dikarenakan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah tidak memungut pajak jenis
hiburan tersebut mereka hanya memungut pajak dari restorannya saja karena
Peraturan Daerah mengenai perizinan tempat hiburan seperti karaoke, rumah
bernyanyi dan semacamnya itu belum ada. Seharusnya daerah masih bisa
mendapatkan pendapatan yang lebih dari realisasi yang telah diterima, tetapi karena
masih banyaknya tempat hiburan yang tidak terdata sebagai wajib pajak hiburan
maka banyak pula pendapatan yang tidak masuk ke dalam pendapatan asli daerah
yang mana dari pendapatan tersebut dapat membantu daerah untuk melakukan
pembangunan.
11
Berdasarkan permasalahan yang peneliti temukan di atas, bahwa masih
banyaknya wajib pajak terutama pajak hiburan yang masih belum patuh akan
kewajiban dalam membayar pajak. Dari hal tersebut, maka peneliti mengambil judul
mengenai “Analisis Kepatuhan Administrasi Pajak bagi Wajib Pajak Hiburan di
Kota Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan yang
dijadikan sebagai sebuah identifiksasi masalah yaitu:
1. Perbandingan data DPKD dan peneliti, banyak tempat hiburan yang tidak
terdata;
2. Penentuan jenis pajak yang dikenakan tidak sesuai;
3. Penetapan standar tarif pajak yang dikenakan tidak sesuai.
1.3 Batasan Masalah
Dalam pembatasan masalah ini, peneliti hanya melakukan penelitian tentang
analisis kepatuhan administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi serta batasan masalah di atas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana kepatuhan administrasi pajak
bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang?
12
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kepatuhan administrasi
pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Secara Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan
sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu
administrasi negara di ranah manajemen publik khususnya mengenai
perpajakan.
b. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan ilmu administrasi
khususnya perpajakan. Dalam artian setiap hasil yang didapatkan dari
penelitian ini bisa kita kembangkan menjadi suatu ilmu yang terkonsep
dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
1.6.2 Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Memberikan kesempatan peneliti untuk mengaplikasikan ilmu
administrasi perpajakan dan teori perpajakan yang telah dipelajari selama
ini.
13
b. Bagi Instansi
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan saran dan
masukan kepada Instansi dalam mengoptimalkan kinerja sesuai dengan
peraturan daerah.
c. Bagi Pengelola Tempat Hiburan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya membayar pajak khususnya pajak hiburan guna pembangunan
daerah.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori
Deskripsi teori adalah mengkaji berbagai teori yang relevan dengan
permasalahan yang sedang peneliti kaji, kemudian menyusunnya secara teratur
dan rapi yang digunakan untuk merumuskan fenomena permasalahan. teori itu
sendiri merupakan alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat
konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori
mempunyai tiga fungsi yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan
(prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji mengenai pajak daerah yang
berupa pajak hiburan. Dimana pajak hiburan merupakan Pendapatan Asli Daerah.
Dari hasil kajian maka peneliti bisa melihat bagaimana kepatuhan wajib pajak
untuk meningkatkan pendapatan daerah. untuk itu harus ada teori yang relevan
dengan permasalahan-permasalahan tersebut.
15
2.1.1 Administrasi Perpajakan
Administrasi pajak (Ismawan, 2001:82) mengemukakan bahwa prinsip
administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin
dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang
punggung sistem self assessment dimana wajib pajak bertanggung jawab
menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat
waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. Kepatuhan sebagai fondasi self
assessment dapat dicapai apabila elemen-elemen kunci telah diterapkan secara
efektif. Elemen-elemen kunci (Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut:
a. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
b. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
c. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
d. Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.
Administrasi perpajakan memiliki peran penting dalam rangka menunjang
keberhasilan suatu kebijakan perpajakan yang telah diambil. Administrasi pajak
adalah segala urusan administrasi sebagai salah satu instrumen pelaksanaan di
bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan masyarakat,
pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kewajiban perpajakan, dan
pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud (Gunadi, 2005:2).
Dalam administrasi perpajakan memiliki tahapan-tahapan yang harus
dimiliki yaitu tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan mencakup kegiatan-
kegiatan sebagai berikut (Salomo & Ikhsan, 2002: 96) :
16
1. Melakukan Pendataan/Identifikasi Subjek dan/atau Objek Pajak. Pada
tahap pertama ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi subjek
atau objek dari masing-masing jenis pajak yang akan dipungut. Tahap ini
perlu dilakukan karena pada tahap inilah jumlah subjek atau objek dari
suatu pajak ditentukan. Pengidentifikasian objek dan subjek pajak
terutama perlu dilakukan terhadap jenis-jenis pajak yang objeknya relatif
lebih mudah untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak. Untuk mengetahui wajib pajak yang
belum memenuhi kewajibannya dibutuhkan sistem pencatatan yang baik,
dalam arti kelalaian pajak dapat segera diketahui dari pencatatan tersebut
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan silang dengan jenis-jenis pajak
daerah yang lain. Jadi setelah mendata subjek dan objek pajak tersebut,
maka dilakukanlah penilaian oleh petugas pemeriksaan dinas luar terhadap
keberadaan subjek dan objek pajak yang telah teridentifikasi tersebut.
Pemeriksaan ini sangat diperlukan sebagai sarana untuk memperkirakan
jumlah pendapatan yang akan diterima dari suatu objek pajak tertentu dan
juga sebagai sarana untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek
pajak yang tidak terdata dengan baik.
3. Penetapan Nilai Pajak Terutang. Penetapan nilai pajak terutang lebih
mudah dilakukan terhadap subjek dan objek pajak yang telah terdata
dengan baik. Oleh karena itu, penetapan nilai pajak terutang juga harus
memperhatikan aturan-aturan objek yang berlaku misalnya dengan nilai
objek pajak, besarnya tarif dan sebagainya. Penetapan besarnya pajak
17
terutang akan sangat membantu jika tarif yang berlaku ialah tarif
advolerem, yakni penetapan tarif dengan presentase tertentu dari nilai
objek pajak. Kesederhanaan perhitungan dan tingkat kepastian yang tinggi
terhadap nilai pajak terutang akan dapat menutup ruang gerak bagi fiskus
untuk melakukan korupsi dan kolusi.
4. Melakukan Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak. Tahap ini
merupakan tahap dimana instansi yang berwenang melakukan pemungutan
pajak atau menerima setoran pajak dari wajib pajak sesuai dengan
besarnya nilai pajak terutang yang harus dibayar. Sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dalam sistem perpajakan, aktivitas penagihan
pajak telah bergeser menjadi pelayanan terhadap wajib pajak yang
melakukan penyetoran pajak. Demikian pula, setoran pajak terutang tidak
perlu lagi harus dilakukan di kantor-kantor pelayanan pajak yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah melainkan dapat dilakukan di berbagai
tempat. Namun demikian, kemungkinan masih diperlukannya cara
penagihan secara langsung oleh petugas pajak juga masih tinggi karena
pajak-pajak tertentu masih sulit untuk menerapkan self assessment system
secara penuh.
Suatu administrasi perpajakan dapat dikatakan sukses apabila mencapai
sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal
dikarenakanan administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan
sistem perpajakan suatu negara. Dalam (Gunadi, 2003: 3) administrasi pajak
dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah-masalah seperti :
18
1. Wajib pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers). Dengan
administrasi pajak yang efektif akan mampu mendeteksi dan menindak
dengan sanksi tegas bagi masyarakat yang telah memenuhi ketentuan
menjadi wajib pajak akan tetapi belum terdaftar. Penambahan jumlah
wajib pajak akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak.
2. Wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan
Masa (SPT dan SPM). Administrasi perpajakan efektif akan dapat
mengetahui penyebab wajib pajak tidak menyampaikan SPT melalui
pemeriksaan pajak. Masalah ini biasa muncul pada pajak yang
menggunakan sistem self-assessment.
3. Penyelundupan pajak (tax evaders). Penyelundup pajak adalah wajib pajak
yang melaporkan/membuat jumlah pajaknya lebih kecil dari yang
seharusnya.
4. Penunggak Pajak. Wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak terhutangnya
cukup lama sampai melewati batas waktu yang ditetapkan. Upaya
pencairan tunggakan pajak dapat dilakukan melalui pelaksanaan tindakan
penagihan secara intensif dalam set administrasi pajak yang baik akan
lebih efektif melaksanakan upaya tersebut.
19
2.1.2 Pajak
2.1.2.1 Definisi Pajak
Secara sederhana pengertian pajak Menurut Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah bab I Ketentuan Umum Pasal 1
bahwa:
“Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pajak daerah adalah kontribusi dari para wajib pajak kepada daerah yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang serta wajib pajak tidak
mendapatkan imbalan secara langsung, dan dari pajak tersebut digunakan untuk
keperluan daerah untuk kemakmuran rakyat itu sendiri.
Adapun menurut Adriani dalam (Zain, 2008:10) menyatakan bahwa pajak
adalah:
“…..iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan umum (undang-undang) yang tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Pajak adalah iuran dari masyarakat (wajib pajak) kepada negara yang
bersifat memaksa dalam peraturan umum yang digukanakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum dan para wajib pajak tidak mendapat prestasi
kembali dari pajak tersebut.
20
Adapun menurut Ray, Herschel & Horace dalam (Mohammad Zain,
2008:11) menyatakan bahwa pajak adalah:
“….suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”
Pajak adalah pengalihan sumber dari para pengusaha kepada pemerintah
yang bersifat wajib bukan dikarenakan pengusaha tersebut telah melanggar
hukum tetapi berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan pengusaha tersebut tidak
mendapat imbalan yang langsung dari pengalihan sumber tersebut.
Sedangkan, definsi pajak menurut Somawirata dalam (Rahmawati,
2012:130) ialah:
“….iuran yang ditentukan secara sepihak oleh penguasa dan pihak lain diimbangi dengan jasa istimewa untuk membiayai pengeluaran negara, pemungutannya digunakan untuk kepentingan umum.”
Pajak adalah iuran yang ditentukan secara sepihak yaitu dari pihak
pemerintah kepada para wajib pajak (masyarakat) untuk membiayai pengeluaran
negara serta digunakan untuk kepentingan bersama. Berdasarkan definisi-definisi
diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib dari rakyat untuk
negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang guna membiayai
pembangunan negara untuk kepentingan umum.
21
2.1.2.2 Wajib pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar
pajak,pemotong pajak,dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak
tertentu (pasal 1 butir 2 UU KUP). Yang wajib mempunyai NPWP adalah wajib
pajak (subyek pajak penghasilan).
Jadi orang atau badan yang bertempat tinggal di Indonesia, yang menerima
atau memperoleh penghasilan bagi perorangan yang jumlahnya setahun
melampaui batas pajak yaitu yang mempunyai penghasilan melebihi penghasilan
Tidak Kena Pajak wajib mempunyai NPWP walaupun kepadanya belum atau
tidak di kenakan pajak atau belum atau tidak di berikan Surat Ketetapan Pajak.
Kewajiban dari wajib pajak yang utama adalah membayar pajak sendiri
dan memungut atau memotong pajak orang lain dan kemudian menyetorkannya
kepada negara melalui bank atau kantor pos. Wajib pajak di kelompokkan
menjadi:
1. Wajib pajak orang pribadi
2. Wajib pajak badan
3. Wajib pajak pemotong/pemungut
Adanya kewajiban pajak subyektif,yaitu di mulai pada saat :
a. Orang pribadi tersebut di lahirkan;
b. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan,atau berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
22
c. Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia;
d. Warisan yang belum di bagi dalam satu kesatuan, menggantikan yang
berhak;
e. Subyek pajak luar negeri,orang pribadi tidak tinggal di Indonesia kurang
dari 183 hari dalam 12 bulan;
f. Bentuk usaha tetap (BUT) atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
2.1.3 Kepatuhan Perpajakan
2.1.3.1 Definisi Kepatuhan
Secara sederhana, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dikutip dalam
(Rahayu, 2010: 138) menyatakan bahwa:
“Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.” Adapun menurut Milgram dikutip dalam (Chaizi Nasucha, 2004: 130)
Kepatuhan pada otoritas atau aturan-aturan.
Sedangkan, menurut Sapri Nurmantu (2003), bahwa kepatuhan perpajakan
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam
kepatuhan, yaitu:
23
1. Kepatuhan formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan.
2. Kepatuhan material
Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat
disimpulkan bahwa kepatuhan perpajakan adalah dimana wajib pajak taat untuk
membayar kewajibannya sebagai wajib pajak terhadap hukum dan peraturan
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
2.1.3.2 Teori Kepatuhan Wajib Pajak
Adapun beberapa Teori kepatuhan yang dikemukakan oleh para ahli
adalah sebagai berikut:
Menurut Nasucha (2004: 148- 149) kepatuhan terdiri dari:
a. Aspek yuridis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari ketaatan terhadap
prosedur administrasi perpajakan yang ada.
b. Aspek psikologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari persepsi wajib
pajak.
24
c. Aspek sosiologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari aspek sosial
sistem perpajakan.
Kemudian, menurut Erard dan Feinstein dalam Nasucha (2004: 141)
dalam kepatuhan pajak dilihat dari teori psikologi, yaitu
a. Rasa bersalah dan rasa malu
Dalam melakukan kewajiban perpajakannya, wajib pajak mengantisipasi
rasa bersalah ketika memikirkan penggelapan pajak dan lolos dari deteksi
dan perasaan malu ketika memikirkan penggelapan pajak dan kemudian
tertangkap.
b. Kewajaran dan keadilan beban pajak
Sistem perpajakan yang tidak adil mendorong wajib pajak untuk
merasionalisasi penggelapan pajak dan keadilan beban pajak mereka tidak
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mereka.
c. Kepuasan terhadap pelayanan pemerintah
Kepatuhan akan meningkat jika wajib pajak merasa bahwa mereka akan
menerima manfaat dari pengeluaran negara yang dibiayai dari pajak yang
mereka bayarkan.
Sedangkan dilihat dari perspektif hukum menurut Soekanto dalam
(Nasucha, 2004: 132) kepatuhan dapat mengandung empat proses utama berikut
ini:
a. Indoctrination, yaitu orang mematuhi hukum karena diindoktrinasi untuk
berbuat seperti yang dikehendaki oleh kaidah hukum tersebut. Keadaan ini
25
umumnya terjadi melalui proses sosialisasi sehingga orang mengetahui
dan mematuhi kaidah-kaidah hukum tersebut.
b. Habituation, yaitu sikap lanjut dari proses sosialisasi diatas. Dimana
dilakukan suatu sikap dan perilaku yang terus-menerus dilakukan secara
berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan.
c. Utility, yaitu orang cenderung untuk berbuat sesuatu karena merasakan
memperoleh manfaat dari sikap yang dilakukannya. Orang akan mematuhi
hukum karena merasakan kegunaan hukum untuk menciptakan keadaan
yang diharapkan.
d. Group identification, yaitu kepatuhan hukum didasarkan pada kebutuhan
untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok sosialnya. Kepatuhan
terhadap hukum dianggap merupakan saran yang paling tepat untuk
mengadakan identifikasi tersebut.
Kemudian sedangkan, Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh
Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan tercermin dalam situasi dalam (Rahayu, 2010: 138 ) sebagai berikut:
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang- undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
26
2.1.3.3 Pentingnya Kepatuhan Perpajakan
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia,
baik bagi negara maju maupun di negara berkembang (Rahayu, 2010: 140).
Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk
melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan, dan pelalaian
pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan
pajak negara akan berkurang.
Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi
sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak,
penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Wajib pajak
akan patuh (karena tekanan) karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat
tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan
pemberian sanksi tersebut terjadi jika wajib pajak terdeteksi dengan administrasi
yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak
yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi, melakukan tindakan tax
evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi wajib pajak
membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayarpun
tidak banyak.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya
tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode
pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi
sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi
27
negara dalam hal membayar pajak. Disamping itu juga tergantung pada kemauan
wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang semudah dan
sesederhana membayar untuk mendapatkan sesuatu (konsumsi) bagi masyarakat,
tetapi di dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat emosional. Pada
dasarnya tidak seorangpun yang menikmati kegiatan membayar pajak seperti
menikmati kegiatan berbelanja. Disamping itu potensi bertahan untuk tidak
membayar pajak sudah menjadi taxpayers behavior.
2.1.3.4 Ketidakpatuhan Wajib Pajak
Penyebab wajib pajak tidak patuh dalam (Rahayu, 2010: 149) adalah
bervariasi, sebab utama adalah fitrahnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak
yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat telah
memenuhi ketentuan perpajakan timbul kewajiban pembayaran pajak kepada
negara. Pada umumnya kepentingan pribadi yang selalu dimenangkan.
Sebab yang lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban
bernegara, tidak patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif
pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintahan, dan penghamburan
keuangan negara yang berasal dari pajak. Disamping itu menurut Engel dalam
(Rahayu, 2010:149), beberapa hal yang berhubungan dengan tax evasion di
Amerika Serikat adalah masalah tax enforcement (pengawasan terhadap
28
pelaksanaan sistem administrasi perpajakan), tax audit (pemeriksaan pajak),
imposed penalties (sanksi hukum), dan tax amenities (pengampunan pajak).
Upaya-upaya pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi tax evasion
telah lama diadakan. (Nurmantu: 2003) untuk indonesia pada tahun 1972 melalui
SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration and Research) telah
disidangkan di Jakarta dengan salah satu tema utama adalah Some Aspect of
Income Tax Avoidance or Evation. Upaya untuk mengurangi tax evasion lebih
dini pada tingkat yang lebih mengglobal telah diadakan oleh IFA pada tahun 1980
di Paris dengan tema yang lunak yakni The Dialogue between the tax
administration and the taxpayer up to the filling of the tax return.
Ketidakpatuhan secara bersamaan dapat menimbulkan upaya
menghindarkan pajak secara melawan hukum atau tax evasion. Perilaku wajib
pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya oleh Herber
(Nurmantu, 2003) dibedakan menjadi tiga yakni tax evasion, tax avoidance dan
tax delinquency.
2.1.3.5 Batasan dan Persyaratan sebagai Wajib Pajak Patuh
Secara umum, kepatuhan dalam (Hutagaol, 2007: 306-308) dapat
dibedakan atas dua yaitu: kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan
formal merefleksikan pemenuhan kewajiban penyetoran dan pelaporan pajak
sesuai jadwal yang ditentukan. Sedangkan kepatuhan material lebih menekankan
pada aspek substansinya yaitu jumlah pembayaran pajak telah sesuai ketentuan.
29
Pengertian wajib pajak patuh diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 544/ KMK. 04/ 2000 sebagaiman diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 235/ KMK. 03/ 2003. Persyaratan wajib pajak patuh dibedakan
antara wajib pajak yang laporan keuangannya telah diaudit oleh akuntan publik
atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan yang
laporan keuangannya tidak diaudit.
Bagi wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit, dapat
mengajukan secara tertulis sebagai wajib pajak patuh paling lambat tiga bulan
sebelum tahun buku berakhir, dan dalam jangka waktu dua tahun pajak terakhir
memenuhi persyaratan berikut:
a. Menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut dengan UU KUP);
b. Dalam hal terhadap pajak pernah dilakukan pemeriksaan (tax audit), koreksi
pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
terutang paling banyak 10%.
2.1.3.6 Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh
(Rahayu, 2010: 142) menyatakan bahwa wajib pajak patuh adalah wajib
pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan
peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham
akan hak perpajakannya. Pemberian predikat wajib pajak patuh, yang sekaligus
30
sebagai suatu pemberian penghargaan bagi wajib pajak sudah pasti akan memberi
motifasi dan detterent effect yang positif bagi wajib pajak yang lain untuk
menjadi wajib pajak patuh. Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang
lebih dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak yang belum
atau tidak patuh.
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah
Terdapat tiga pilar utama dalam menopang keberhasilan manajemen
keuangan publik (Mahmudi, 2010:14), yaitu: manajemen pendapatan, manajemen
belanja, dan manajemen pembiayaan. Pengetahuan dan keahlian tentang
manajemen pendapatan bagi sektor publik sangat penting karena besar kecilnya
pendapatan akan menentukan kualitas pelaksanaan pemerintahan, tingkat
kemampuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik serta keberhasilan
pelaksanaan program, dan kegiatan pembangunan. Pemerintah dituntut untuk
cerdas dalam menghasilkan dan mengelola sumber-sumber pendapatan tidak
sekedar pandai membelanjakan dan menghabiskan anggaran.
2.1.4.1 Siklus Manajemen Pendapatan Daerah
Tahapan siklus manajemen pendapatan daerah adalah identifikasi sumber,
administrasi, koleksi, pencatatan atau akuntansi, dan alokasi pendapatan.
31
1. Identifikasi Sumber Pendapatan
Pada tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan berupa pendataan
sumber-sumber pendapatan termasuk menghitung potensi pendapatan.
Identifikasi pendapatan pemerintah meliputi:
a. Pendataan objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak;
b. Pendataan objek retribusi, subjek retribusi, dan wajib retribusi;
c. Pendataan sumber penerimaan bukan pajak;
d. Pendataan lain-lain pendapatan yang sah;
e. Pendataan potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan.
2. Adminstrasi Pendapatan
Administrasi pendapatan sangat penting dalam siklus manajemen
pendapatan sebab tahap ini akan menjadi dasar untuk melakukan koleksi
pendapatan. Pada tahap administrasi pendapatan, kegiatan yang dilakukan
meliputi:
a. Penetapan wajib pajak dan retribusi;
b. Penentuan jumlah pajak dan retribusi;
c. Penetapan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah dan Nomor Pokok
Wajib Retribusi;
d. Penerbitan Surat Ketetapan Wajib Pajak dan Surat Ketetapan
Retribusi.
3. Koleksi pendapatan
Tahap koleksi pendapatan meliputi penarikan, pemungutan, penagihan,
dan pengumpulan pendapatan baik yang berasal dari wajib pajak daerah
32
dan retribusi daerah, dana perimbangan dari pemerintah pusat, maupun
sumber lainnya. Khusus untuk pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah dapat digunakan beberapa sistem, antara lain:
a. Self assessment system
b. Official assessment system
c. Joint Collection
4. Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan
Setelah dilakukan pengumpulan pendapatan, tahap berikutnya adalah
pencatatan pendapatan ke dalam sistem akuntansi. Pada prinsipnya setiap
penerimaan pendapatan harus segera disetor ke rekening kas umum daerah
pada hari itu juga atau paling lambat sehari setelah dterimanya pendapatan
tersebut. Untuk menampung seluruh sumber pendapatan perlu dibuat satu
rekening tunggal, dalam hal ini rekening kas umum daerah. tujuan
pembuatan satu pintu untuk pemasukan pendapatan adalah untuk
memudahkan pengendalian dan pengawasan pendapatan. Selanjutnya
penerimaan pendapatan tersebut dibukukan dalam buku akuntansi, berupa
jurnal penerimaan kas, buku pembantu, buku kas besar, dan buku besar
penerimaan per rincian objek pendapatan. Kemudian, buku catatan
akuntansi teresbut akan diringkas dan dilaporkan dalam laporan keuangan
pemerintah daerah yaitu laporan realisasi anggaran, neraca, dan Laporan
Arus Kas.
33
5. Alokasi Pendapatan
Tahap terakhir siklus manajemen pendapatan adalah alokasi pendapatan,
yaitu pengambilan keputusan untuk menggunakan dana yang ada untuk
membiayai pengeluaran daerah yang dilakukan. Pengeluaran daerah
meliputi pengeluaran belanja, yaitu belanja operasi, dan belanja modal.
Maupun untuk pembiayaan pengeluaran yang meliputi pembentukan
cadangan, penyertaan modal daerah, pembayaran utang, dan pemberian
pinjaman daerah.
2.1.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Daerah
Pemerintah daerah dengan payung hukum, peraturan perundangan berhak
memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Bahkan pemerintah dapat memaksa
wajib pajak untuk membayar pajak dan memberikan sanksi apabila tidak patuh
pajak. Oleh karenanya, pendapatan di Pemerintah daerah relatif stabil. Meskipun
demikian, pemerintah daerah perlu melakukan manajemen pendapatan secara baik
agar diperoleh pendapatan secara optimal.
Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber-sumber penerimaan
daerah, sebagai berikut:
1. PAD (Pendapatan Asli Daerah)
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
34
c. Bagian laba pengelolaan aset daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah
2. Transfer Pemerintah Pusat
a. Bagi hasil pajak
b. Bagi hasil sumber daya alam
c. Dana Alokasi Umum
d. Dana Alokasi Khusus
e. Dana Otonomi Khusus
f. Dana penyesuaian
2.1.5 Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan salah satu dari Pendapatan Asli Daerah. (Zain,
2008:13), menyatakan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan pembangunan daerah.
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepala daerah tanpa imbalan langsung dan dapat dipaksakan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku guna membiaya pembangunan daerah.
Pajak Daerah terbagi menjadi dua yaitu:
1. Pajak Propinsi, yang mana terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
35
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Pemukiman
2. Pajak Kabupaten/ atau Kota, yang mana terdiri dari:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
h. Pajak Lain-lain
2.1.6 Pajak Hiburan
Pajak hiburan merupakan salah satu dari jenis pajak daerah. Pajak hiburan
adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Pajak hiburan dalam Siahaan (2008:
297) dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan.
Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau
kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan
kepada Pemerintah Kabupaten/atau Kota. Mengingat kondisi kabupaten dan kota
di Indonesia tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselengarakan,
maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten/ kota pemerintah
36
daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang
akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan
dan pemungutan pajak hiburan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
2.1.6.1 Objek Pajak Hiburan
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010, objek pajak hiburan
adalah jasa penyelanggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Dengan demikian
objek pajak hiburan meliputi:
a. Pertunjukan film;
b. Pertunjukan kesenian;
c. Pertunjukan pagelaran;
d. Penyelenggaraan diskotik, musik hidup, karaoke, klab malam, ruang
musik, balai gita, pub, ruang selesa musik, klub eksekutif, dan
sejenisnya;
e. Permainan bilyar dan sejenisnya;
f. Permainan ketangkasan, termasuk mesin keping dan sejenisnya;
g. Panti pijat, mandi uap;
h. Pertandingan olahraga;
i. Penyelenggaraan tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur,
kolam pemancingan, pasar malam, sirkus, komedi putar yang
digerakkan dengan peralatan elektronik, kereta pesiar, dan sejenisnya;
serta
j. Pertunjukan dan keramaian umum lainnya.
37
Penyelenggaraan hiburan yang dikenakan pajak dalam (Siahaan, 2008:
301) adalah penyelenggaraan hiburan yang memungut bayaran. Umumnya setiap
penyelengara hiburan harus mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota, kecuali
untuk wilayah DKI Jakarta diberikan oleh Gubernur. Pengajuan izin harus
diajukan secara tertulis sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh kepala
daerah. Izin penyelenggara hiburan diberikan untuk jangka waktu tertentu dan
dapat diperpanjang. Izin tersebut tidak dapat dipindahtangankan, kecuali atas
seizin kepala daerah. Hal ini terkait juga dengan kewajiban perpajakan, yaitu
penyelenggara hiburan tersebut merupakan wajib pajak yang harus memenuhi
kewajiban perpajakan di bidang pajak hiburan.
2.1.6.2 Bukan Objek Pajak Hiburan
Pada pajak hiburan dalam Siahaan (2008: 301), tidak semua
penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak
termasuk objek pajak yaitu penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran,
seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, dan
kegiatan keagamaan.
2.1.6.3 Subjek dan Wajib Pajak Hiburan
Pada pajak hiburan, subjek pajak dalam Siahaan (2008: 301-302) adalah
orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Secara
sederhana subjek pajak adalah konsumen yang menikmati hiburan, sementara itu
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak hiburan tidak sama.
38
Konsumen yang menikmati pelayanan tempat hiburan merupakan subjek pajak
yang membayar (menanggung) pajak sementara penyelenggara hiburan bertindak
sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari
konsumen (subjek pajak).
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili
oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah
tentang pajak hiburan. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan
atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib
pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.6.4 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan
1. Dasar pengenaan pajak hiburan
Dasar pengenaan pajak hiburan dalam Siahaan (2008: 302) adalah
jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan
atau menikmati hiburan. Pengertian yang seharusnya dibayar termasuk
pemberian potongan harga dan tiket cuma-cuma.
2. Tarif pajak hiburan
Tarif pajak hiburan dalam Siahaan (2008: 302) ditetapkan paling
tinggi sebesar tiga puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan
daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang
sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan
demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk
39
menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan
kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari tiga puluh lima persen.
Untuk mendukung pengembangan kesenian tradisional, hiburan berupa
kesenian tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang lebih rendah
dari hiburan lainnya.
Oleh karena objek pajak hiburan meliputi berbagai jenis hiburan,
pemerintah kabupaten/kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk
masing-masing jenis hiburan, yang biasanya berbeda antar jenis hiburan.
Misalnya, suatu pemerintah daerah kota menetapkan besarnya tarif pajak
hiburan untuk setiap jenis hiburan sebagaimana berikut ini dalam
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pajak
Daerah:
a. Pagelaran musik dan busana sebesar 20%;
b. Kontes kecantikan dan binaraga sebesar 20%;
c. Diskotik dan klab malam sebesar 60%;
d. Karaoke sebesar 40%;
e. Permainan ketangkasan sebesar 10%;
f. Sirkus, akrobat, dan sulap sebesar 10%;
g. Panti pijat, refleksi, dan mandi uap atau spa sebesar 35%;
h. Tontonan film sebesar 10%;
i. Pameran sebesar 5%;
j. Permainan bola sodok (bilyar) sebesar 20%;
k. Permainan golf dan bola gelinding sebesar 20%;
40
l. Pacuan kuda, balapan kendaraan motor sebesar 10%;
m. Pusat kebugaran (fitness center) sebesar 10%;
n. Pertandingan olahraga, termasuk futsal, sepak bola, bola voli, bola
basket dan sejenisnya sebesar 7%.
3. Cara Perhitungan Pajak Hiburan
Besarnya pokok pajak hiburan dalam Siahaan (2008: 304-305)
yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar
pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai
dengan rumus sebagai berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran untuk
Menonton/atau Menikmati Hiburan
Terdapat beberapa jenis hiburan yang dapat dipungut pajak hiburan
(Mahmudi, 2010: 24), antara lain bioskop, pertunjukan, konser musik, dan
sebagainya. Basis pajak hiburan sebagai dasar pengenaan pajak adalah omzet
penjualan tiket. Besarnya pajak hiburan adalah jumlah omzet penjualan tiket
dikalikan tarif pajak. Langkah-langkah menghitung pajak hiburan hampir sama
dengan pajak restoran, yaitu:
1. Mengidentifikasikan objek pajak hiburan.
2. Menentukan penyelenggara hiburan yang akan diteliti potensi pajaknya.
41
3. Melakukan observasi untuk memperoleh data omzet penjualan tiket,
tingkat kunjungan, jumlah kursi tersedia, frekuensi pertunjukan, harga
tiket masuk, dan sebagainya.
4. Menghitung perkiraan omzet penjualan.
5. Menghitung potensi pajak restoran
2.1.7 Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang mendasari pemungutan pajak adalah: (Rahmawati,
2012:131-132)
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyatnya didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin
besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang
harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk
mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu:
42
a. Pendekatan obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b. Pendekatan subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.
2.1.8 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan secara proporsional, agar tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutannya. Pemungutan
pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (Halim, 2004: 132)
43
1. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum mencapai
keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutannya harus adil.
Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara
umum dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing. Sedang adil dalam pelaksanaan pemungutannya yakni dengan
memberi hak bagi wajib untuk mengajukan keberatan, penundaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Hal ini
memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara
maupun bagi warganya.
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian
khususnya pada kegiatan perdagangan, sehingga tidak menimbulkan
kelesuah perekonomian masyarakat.
4. Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgeter
dalam artian biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutan.
44
5. Syarat pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana memudahkan dalam
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.9 Fungsi Pajak
Berdasarkan dari aspek pemungutannya, menurut Brotodiharjo dikutip
dalam (Halim, 2004: 131) pajak mempunyai dua fungsi, yaitu:
a. Fungsi Budgeter
Fungsi ini terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak
disini merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk
memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara/atau
daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka membiayai seluruh
pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat/atau daerah.
b. Fungsi Pengaturan
Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/atau
daerah untuk mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor
keuangan negara/atau daerah, konsep ini paling sering dipergunakan
pada sektor swasta.
2.1.10 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam sistem perpajakan dalam Rahayu (2010: 101) dikenal Self
Assesment System, Official Assesment System, dan With Holding Tax System.
45
Indonesia mempunyai beberapa sistem pemungutan pajak yang pernah
dilaksanakan yaitu:
a. Official Assesment System. Dimana wewenang pemungutan pajak pada
fiskus. Utang pajak timbul kalau ada Surat Ketetapan Pajak (SKP),
dilaksanakan sampai tahun 1967.
b. Semi Self Assesment System. Wewenang pemungutan ada pada wajib pajak
dan fiskus. Pada awal tahun pajak wajib pajak menaksir dahulu berapa
pajak yang akan terutang untuk satu tahun pajak, kemudian
mengangsurnya. Akhir tahun pajak, pajak terutang sesungguhnya
ditentukan fiskus. Dilaksanakan di Indonesia pada periode 1968-1983.
c. Full Self Assesment System. Wewenang sepenuhnya untuk menentukan
besar pajak ada pada wajib pajak. Wajib pajak aktif menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya. Fiskus
tidak campur tangan dalam penentuan besarnya pajak terutang selama
wajib pajak tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Dilaksanakan secara
efektif pada tahun 1984 atas dasar perombakan perundang-undangan
perpajakan pada tahun 1983.
d. With Holding System. Wewenang pemungutan ada pada pihak ketiga.
Dilaksanakan secara efektif sejak 1984.
2.1.11 Kaidah Hukum Pajak
Hukum pajak sebagai hukum positif merupakan bagian tak terpisahkan dari
hukum publik. Dalam (Saidi dan Eka, 2011: 84) Substansi hukum pajak memuat
46
kaidah hukum tertulis karena dalam kenyataannya bahwa kelahirannya didasarkan
pada Undang-undang Pajak sebagai produk politik dari Dewan Perwakilan Rakyat
bersama dengan Presiden. Ketentuan ini tersebar dalam berbagai Undang-Undang
Pajak yang bersifat formal maupun bersifat materiil. Hal ini bertujuan untuk
mengingatkan kepada pihak-pihak yang terkait dengan hukum pajak agar
memahami kaidah hukum pajak dalam pelaksanaan dan penegakannya, baik di
luar maupun di dalam lembaga peradilan pajak. Dengan demikian, hukum pajak
tidak mengenal keberadaan kaidah hukum pajak tidak tertulis karena kelahirannya
tidak dilandasi dengan praktik perpajakan di dalam masyarakat.
Di samping itu, dikenal pula kaidah hukum pajak yang bersifat umum
maupun abstrak dan terarah kepada pihak-pihak yang diharapkan menaati hukum
pajak. Sehingga menurut Asshiddiqie dalam buku (Saidi dan Eka, 2011: 85)
karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa menunjuk atau
mengaitkannya dengan subjek konkret, pihak atau individu tertentu. Kaidah
hukum yang bersifat umum maupun abstrak yang berlaku bagi setiap orang atau
siapa saja yang dikenai perumusan kaidah hukum yang tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait.
2.2 PenelitianTerdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik Skripsi,
Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Penelitian terdahulu bisa dijadikan sebagai
referensi peneliti untuk menganalisis bagaimana penelitian yang peneliti lakukan.
47
Pertama, skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan
Wajib pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus
pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I) dengan nama penulis Retno
Nilasari, tahun 2007 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fokus kajian penelitian ini yaitu mengenai kepatuhan wajib pajak hotel dan
restoran terhadap penerimaan pajak daerah studi kasus pada suku Dinas
Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dengan menggunakan teori laporan
penerimaan pajak tahun 2007 dengan menggunakan metode purposive sampling.
Hasil dari penelitian diatas hasil uji T menunjukkan bahwa Ha1 ditolak,
tidak ada pengaruh antara variable dengan tingkat kepatuhan wajib pajak hotel
dengan penerimaan pajak daerah dan Ha2 diterima, berarti ada pengaruh yang
signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran dengan
penerimaan pajak daerah. Persamaan dengan penelitian ini yaitu mengkaji
kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pendapatan daerah, sedangkan
perbedaannya adalah penelitian ini lebih memfiokuskan kepada wajib pajak hotel
dan restorannya.
Kedua, skripsi yang berjudul Tingkat Kepatuhan Masyarakat Dalam
Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Di Kelurahan Serang Kecamatan
Serang Tahun 2010. Dengan nama penulis Esti tahun 2010, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Menggunakan teori kepatuhan dari Errard dan Feinstein dengan
indicator rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan
keadilan beban pajak yang mereka tanggung,dan pengaruh kepuasan terhadap
pelayanan pemerintah. Dengan menggunakan metode kuantitatif.
48
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Kepatuhan masyarakat
dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Serang, peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak
sudah cukup baik karena mencapai 74,42 persen jauh dari angka yang diperkiraan
peneliti yakni 60 persen. Berdasarkan pengujian hipotesis maka Ho ditolak dan
Ha diterima karena Ha lebih besar dari 60%. Hasil yang didapat peneliti mencapai
74,42% sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dalam kriteria kepatuhan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan
pemerintah sebagai pegawai pajak, minimnya pendapatan masyarakat sebagai
wajib pajak, tingkat pendidikan wajib pajak, sistem perpajakan, rasa bersalah dan
rasa malu jika tidak membayar pajak, dan kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan pemerintah. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji
bagaimana kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak, sedangkan
perbedaan dengan penelitian ini yaitu lebih focus kepada pajak Bumi dan
Bangunannya.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti dalam sebuah
penelitian dalam menjelaskan permasalahan penelitian, maka dibuatlah kerangka
berpikir sebagai berikut:
Tempat hiburan merupakan salah satu investasi Pemerintah daerah untuk
menambah pendapatan asli daerah. Tempat hiburan ini banyak jenisnya yaitu
49
yang telah tertera di dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010
tentang pajak daerah. Dimana disebutkan dalam pasal 15 bahwa objek tempat
hiburan yaitu meliputi Tontonan film; Pagelaran kesenian, musik, tari, dan
busana;Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; Pameran; Diskotik, karaoke,
klab malam, dan sejenisnya; Sirkus, akrobat, dan sulap; Permainan bilyar, golf,
dan boling; Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; Panti
pijat, refleksi, mandi uap/ spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, bola voli, bola basket dan
sejenisnya. Tetapi di Kota Serang ini masih banyak tempat hiburan yang tidak
sesuai dengan penempatan jenis tempat hiburan itu sendiri. Masih banyak tempat
hiburan yang dikenakannya pajak restoran, dan pajak lainnya. Padahal sudah jelas
tertera didalam peraturan daerah mengenai jenis tempat hiburan, bahwa karaoke
termasuk kedalam kategori hiburan tetapi dikenakan pajak restoran, dan tempat
futsal pun ada yang dikenakannya pajak air.
Adapun penetapan tarif yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Nomor 17 Tahun 2010 yaitu Pagelaran kesenian, musik, tari, dan busana sebesar
20%; Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya sebesar 20%; Pameran sebesar
5%; Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya sebesar 60%; Sirkus, akrobat,
dan sulap sebesar 10%; Permainan bilyar, golf, dan boling sebesar 20%; Pacuan
kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan sebesar 10%; Panti pijat,
refleksi, mandi uap/ spa, dan pusat kebugaran (fitness center) sebesar 10%; dan
Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, bola voli, bola basket dan
sejenisnya sebesar 7%. Tetapi dalam penelitian ini, masih banyak tempat hiburan
50
yang dikenakan tarif tidak sesuai dengan peraturan daerah. Seperti halnya tempat
futsal, ada beberapa tempat futsal yang tidak dikenakan tarif berdasarkan
peraturan daerah tetapi berdasarkan negosiasi antara pihak pengelola dengan
pihak Pemerintah dan sama halnya dengan bilyar. Kemudian, dalam penelitian ini
peneliti juga menemukan tempat hiburan yang belum terdata oleh pihak Dinas
Pendapatan dan Keuangan Daerah hampir 50% dari yang terdata.
Adapun teori yang digunakan yaitu teori dari Nasucha (2004: 148-149)
dimana kepatuhan meliputi aspek yuridis, aspek psikologis dan aspek sosiologis.
Aspek yuridis yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari ketaatan terhadap prosedur
administrasi perpajakan yang ada, Aspek psikologis yaitu kepatuhan wajib pajak
dilihat dari persepsi wajib pajak terhadap penyuluhan, pelayanan, pemeriksaan
pajak. Dan aspek sosiologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari persepsi
sosial sistem perpajakan. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir dapat dilihat
dari bagan 2.1 berikut ini:
Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran
Identifikasi penelitian: 1. Perbandingan data DPKD dan peneliti, bahwa banyak tempat
hiburan yang tidak terdata; 2. Penentuan jenis pajak yang dikenakan tidak sesuai; 3. Penetapan standar tarif pajak yang dikenakan tidak sesuai.
Teori kepatuhan wajib pajak Nasucha (2004: 148-149): 1. Aspek Yuridis; 2. Aspek Psikologis; 3. Aspek Sosiologis.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang
51
2.3 Asumsi Dasar Penelitian
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang peneliti rumuskan yaitu
bahwa masih banyak wajib pajak yang belum terdata, tidak sesuainya tarif dan
jenis pajak yang dikenakan. Maka dari itu asumsi dasar penelitian bahwa
kepatuhan administrasi perpajakan bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang
dianalisis melalui aspek yuridis, psikologis, dan sosiologis.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mengetahui
bagaimanakah kepatuahan wajib pajak hiburan. Kepatuhan wajib pajak dinilai
penting karena jika semua wajib pajak membayar pajak dengan baik dapat
membantu kemajuan daerah dan bahkan bisa meningkatkan pendapatan daerah
dan pembangunan daerah. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode atau design deskriptif. Pendekatan kualitatif
menurut Bagdon dan Taylor dalam Moleong (2006:3) adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang
dan perilaku yang diamati.
3.2 Ruang Lingkup/atau Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan maka yang menjadi fokus penelitian
adalah pada kepatuhan wajib pajak hiburan.
3.3 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian mengenai kepatuhan wajib pajak hiburan ini yaitu di
Kota Serang sebagai fokus di tempat hiburan.
53
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini mengenai tingkat
kepatuhan wajib pajak hiburan di Kota Serang maka teori yang digunakan adalah
teori kepatuhan Nasucha (2004:148-149) yaitu meliputi:
1. Aspek yuridis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari ketaatan terhadap prosedur
administrasi perpajakan yang ada.
2. Aspek psikologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari persepsi wajib pajak.
3. Aspek sosiologis yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari aspek sosial sistem
perpajakan.
3.4.2 Definisi Operasional
Mengacu dari definisi konsep serta teori yang dipakai sebagai pisau tajam
penelitian ini yaitu berdasarkan teori kepatuhan Nasucha (2004: 148-149), adapun
indikator dari teori tersebut adalah:
1. Aspek yuridis meliputi:
a. Pendaftaran wajib pajak;
b. Pelaporan SPT;
c. Penghitungan SPT; dan
d. Pembayaran pajak.
54
2. Aspek Psikologis meliputi:
a. Penyuluhan;
b. Pelayanan; dan
c. Pemeriksaan pajak.
3. Aspek sosiologis meliputi:
a. Kebijakan publik;
b. Kebijakan fiskal;
c. Kebijakan perpajakan;
d. Administrasi perpajakan.
3.5 Instrumen penelitian
Instrument penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Instrumen
mudah dibayangkan bila apa yang diukur bersifat jelas (tangiable). Instrumen
sulit dibayangkan bila apa yang diukur bersifat tidak jelas (intangiable) seperti
motivasi atau sikap. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif adalah peniliti itu sendiri atau peneliti merupakan instrumen
kunci, yang dibantu dengan berbagai alat pendukung yaitu alat perekam (tipe
recorder), video kaset atau kamera dan catatan lapangan, disamping dibantu oleh
alat pendukung.
Peneliti harus mempunyai kesiapan untuk melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun langsung ke lapangan, kesiapan peneliti akan mental dan
55
pemahaman metode penelitian kualitatif maupun wawasan dan penguasaan teori
akan apa yang akan diteliti. Peneliti juga berfungsi untuk menetapkan penelitian
dimana peneliti mampu memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.
Peneliti juga akan mampu menentukan kapan penyimpulan data yang
telah mencukupi, data telah jenuh, dan penelitian dihentikan. Dalam penelitian
kualitatif, pengumpulan datanya tidak dibatasi oleh instrument dan peneliti akan
mampu menentukan kapan penyimpulan data yang telah mencukupi, data telah
jenuh, dan penelitian dihentikan serta peneliti dapat langsung melakukan
pengumpulan data, menganalisis, melakukan refleksi secara terus menerus, dan
juga secara keseluruhan dapat membangun pemahaman yang tuntas tentang
sesuatu hal.
3.6 Informan Penelitian
Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana
informan kunci (key informan) didapat dalam situasi yang sesuai dengan fokus
penelitian. Sedangkan, pemilihan informan kedua (secondary selection) berfungsi
sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat menentukan partisipan secara
langsung.
56
Sesuai dengan metode penelitian yaitu deskriptif kualitatif pada
penelitian ini maka digunakan teknik pengumpulan data purposive yaitu memilih
informan yang dianggap layak dan representatif dalam memberikan informasi dan
fakta. Dalam hal ini informan yang layak menurut peneliti adalah Kepala Seksi
Pnedaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, Pengelola tempat hiburan, Kepala
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang, Kepala Satuan
Polisi Pamong Praja, dan Masyarakat pengguna/ pengunjung tempat hiburan.
Berikut adalah tabel informan pada penelitian ini yang tertera pada tabel 3.1
berikut ini:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No. Kategorisasi Informan
Kode Informan
Informan ( Jabatan/ Status Informan) Keterangan
1. I1 - Kasie Pendaftaran dan Pendataan Key Informan
2. I2
I2 1 Pengelola tempat hiburan yang terdata Key Informan I2 2
Pengelola tempat hiburan yang tidak terdata
3. I3 - Kepala Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
Secondary Informan
4. I4 - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
Secondary Informan
5. I5 - Masyarakat pengguna atau pengunjung tempat hiburan
Secondary Informan
Sumber: Peneliti, 2014
57
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai
sumber dan berbagai cara (Sugiyono, 2012: 224). Teknik pengumpulan data kali ini
yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai tekhnik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti disusun berdasarkan
teori dari Nasucha (148-149) yaitu meliputi aspek yuridis, aspek psikologi,
dan aspek sosiologi. Adapun indikator-indikator yang akan ditanyakan kepada
informan merupakan pengembangan dari teori tersebut, tujuannya tentu saja
untuk memperoleh data yang dibutuhkan di dalam penelitian. Hal ini
bertujuan agar proses wawancara dapat berjalan secara mendalam antara
peneliti dengan informan sehingga wawancara bisa bergulir dan data yang
58
didapat sesuai dengan yang dibutuhkan. Berikut tabel pedoman wawancara
dalam penelitian ini seperti yang tertera pada tabel 3.2:
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No Dimensi Indikator Informan 1. Aspek Yuridis 1. Pendaftaran wajib pajak :
a. Pemahaman tentang pajak b. Pemberian sanksi
2. Pelaporan SPT : a. Prosedur pelaporan
3. Penghitungan pajak a. Pengisian SPT b. Cara penghitungan SPT
4. Pembayaran pajak a. Ketaatan pembayaran b. Waktu pembayaran c. Cara pembayaran
I1 1 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2 I1 1, I2 1, I2 2
2. Aspek Psikologis 1. Penyuluhan a. Sosialisasi informasi
2. Pelayanan: a. Sikap petugas
3. Pemeriksaan: a. Cara pemeriksaan
I1 1, I2 1, I 2 2 I2 1, I2 2
I1 1, I2 1, I2 2
3. Aspek Sosiologis 1. Kebijakan public a. Komunikasi
2. Kebijakan fiskal: a. Aliran dana
3. Kebijakan perpajakan a. Tarif perpajakan b. Dasar pengenaan pajak
4. Adminsitrasi perpajakan: a. Sederhana
I11, I3, I4
I11
I11 ,I2 1, I2 2 I2 1, I2 2 I2 1, I2 2
Sumber: Peneliti, 2014
59
2. Observasi
Menurut Nasution dalam Sugiyono (2012: 226) observasi merupakan
dasar semua ilmu pengetahuan. Sebagaimana alat pengumpulan data ilmu
sosial lainnya, maka observasi juga menuntut kekuasaan keahlian-keahlian
tertentu. Tujuan observasi untuk peneliti adalah untuk mengamati tingkah
laku manusia sebagai peristiwa aktual, yang memungkinkan kita memandang
tingkah laku sebagai proses dan untuk menyajikan kembali gambaran-
gambaran kehidupan sosial, kemudian dapat diperoleh cara-cara lain. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan observasi nonpartisipan karena peneliti
mengamati langsung bagaimana kepatuhan wajib pajak hiburan di Kota
Serang.
3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi bagi peneliti sebagai tanda bukti bahwa peneliti
menjalankan penelitian secara langsung dan sebagai pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen, seperti buku catatan, gambar, rekaman.
Dokumentasi juga merupakan data sekunder untuk melengkapi data primer
yaitu wawancara dan observasi, tanpa adanya data sekunder melalui
dokumentasi, peneliti tidak bisa memperlihatkan situasi sebenarnya kepada
para pembaca.
60
4. Kepustakaan (Library Research)
Dalam penelitian ini kepustakaan meliputi studi literatur dimana data
yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan membaca buku, surat kabar,
laporan serta situs internet yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan.
3.7.2 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2006: 248) analisis data
kualitatif adalah:
“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa apa yang paling dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.”
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian.Analisis data
dilakukan secara terus menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jemu.
Menurut Irawan (2006) analisis data dapat dilakukan meliputi tahap-tahap
sebagaimana yang tertera pada gambar 3.1 berikut:
61
Gambar 3.1
Proses Analisis Data
(Sumber: Irawan, 2006)
1. Pengumpulan Data Mentah
Pada Tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data mentah, misalnya saja
melalui wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka. Pada tahap ini juga,
peneliti menggunakan alat-alat yang perlu, seperti tape recorder, buku catatan,
kameran dan lain-lainnya. Dalam hal ini, peneliti harus hati-hati, yang peneliti
catat hanya data apa adanya (verbatim). Jangan dicampurkan dengan pikiran
peneliti, komentar peneliti dan sikap peneliti. Catat apa adanya saja.
2. Transkrip Data
Pada tahap ini peneliti merubah catatan peneliti kedalam bentuk tertulis
(apakah itu berasal dari tape recorder atau catatan tulisan tangan) yang diketik
oleh peneliti pun persis sama seperti apa adanya seperti data yang didapatkan
oleh peneliti. Jangan mencampur adukkan dengan pendapat dan pikiran
peneliti.Perlu diingatkan, dari selembar kertas, yang digunakan hanya dua per
Pembuatan Koding Transikp Data Pengumpulan Data Mentah
Penyimpulan Akhir
Triangulasi Penyimpulan Sementara Kategorisasi Data
62
tiga saja dari selembar kertas. Seper tiga sisanya akan peneliti gunakan untuk
urusan koding data.
3. Pembuatan Koding
Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah di
transkrip.Peneliti membaca ulang seluruh data dengan pelan-pelan dan dengan
sangat teliti. Pada bagian-bagian tertentu dari transkrip data tersebut, peneliti
akan menemukan hal-hal penting yang perlu peneliti catat untuk proses
berikutnya. Dari hal-hal penting inilah, diambil “kata kuncinya”. Dan kata
kunci inilah nanti yang akan diberi kode.
4. Kategorisasi Data
Pada tahap ini, peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat
konsep-konsep atau kata-kata kunci dalam satu besaran yang dinamakan
kategori.
5. Penyimpulan Sementara
Sampai di penyimpulan sementara ini peneliti sudah boleh mengambil
kesimpulan meskipun masih bersifat sementara.Kesimpulan ini 100 % harus
berdasarkan data.Jangan dicampur adukkan dengan pikiran dan penafsiran
peneliti.Jika peneliti ingin memberi penafsiran dari pikiran peneliti sendiri
maka peneliti menuliskan pikirannya pada bagian akhir kesimpulan sementara
ini. Inilah yang disebut dengan Observer’s comments.
63
6. Triangulasi
Triangulasi adalah proses chek and rechek antara satu sumber data dengan
sumber data lainnya dan juga sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai
keabsahan, Adapun pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi
sebagai berikut:
a. Triangulasi data (sumber)
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
b. Triangulasi Metode (Teknik)
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi.Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat
wawancara dilakukan.
7. Penyimpulan Akhir
Pada penelitian kualitatif, analisis data dan penarikan kesimpulan dapat diberi
batas yang tegas. Tetapi dalam penelitian kualitatif, analisis data dan
kesimpulan sering terjadi secara simultan. Tetapi, ada kemungkinan peneliti
akan mengulangi langkah satu sampai langkah enam berkali-kali, sebelum
peneliti mengambil kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitian. Kesimpulan
akhir diambil pada saat ketika peneliti sudah merasa bahwa data yang
64
didapatkan sudah jenuh (saturated) dan setiap penambahan data baru hanya
berarti ketumpangtindihan atau redundant.
3.8 Jadwal penelitian
Waktu untuk melakukan penelitian ini di mulai dari bulan September 2013
sampai dengan Oktober 2014. Untuk lebih jelasnya waktu penelitian ini seperti
keterangan pada tabel 3.3 di bawah ini :
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Kegiatan Bulan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Observasi Awal Pengajuan judul Pengumpulan data mentah
Transkrip data
Bimbingan Penyusunan Bab I – III
Acc Seminar Proposal Revisi Proposal
ACC Wawancara Informan
Transkrip Data Pembuatan koding Kategorisasi data Penyimpulan Triangulasi Penyimpulan akhir ACC sidang Sidang skripsi Revisi skripsi
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
Kota Serang, serta gambaran umum Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Serang. Hal tersebut akan dipaparkan di bawah ini:
4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang
Kota Serang secara geografis terletak antara 50 99’ – 60 22’ Lintang
Selatan dan 1060 07’ – 1060 25’ Bujur Timur. Kota Serang mempunyai
kedudukan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten juga sebagai daerah
alternatif dan penyangga (hinterland) Ibukota Negara, karena dari Kota Jakarta
hanya berjarak sekitar 70 km. Wilayah Kota Serang sebagian besar adalah dataran
rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 500 mdpl dan beriklim tropis
dengan curah hujan yang cukup tinggi dan hari hujan banyak dengan ukuran
tertinggi dalam sebulan 53 mm dan rata-rata 14 hari hujan.
Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten Serang
Provinsi Banten. Sebagai ibukota provinsi, kehadirannya adalah sebuah
konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi Banten. Terdiri dari 6 (enam)
kecamatan yaitu dapat dilihat seperti pada tabel 4.1 berikut:
66
Tabel 4.1
Daftar Nama Kelurahan Di Kota Serang Tahun 2014
No. Kecamatan Kelurahan/ Desa 1. Cipocok Jaya - Cipocok Jaya
- Banjaragung - Banjarsari - Panancangan - Karundang - Tembong - Dalung - Gelam
2. Curug - Cilaku - Cipete - Curug - Curugmanis - Kamanisan - Pancalaksana - Sukajaya - Sukalaksana - Sukawana - Tinggar
3. Kasemen - Banten - Bendung - Kasemen - Kasunyatan - Kilasah - Margaluyu - Masjid Priyayi - Pulo Panjang - Sawah Luhur - Terumbu - Warung Jaud
4. Serang - Cimuncang - Unyur - Kotabaru - Lopang - Kagungan - Lontarbaru - Kaligandu - Serang - Sukawana - Cipare - Sumur Pecung - Terondol
67
5. Taktakan - Cilowong - Drangong - Kalang Anyar - Kuranji - Lialang - Pancur - Panggungjati - Sayar - Sepang - Taktakan - Tamanbaru - Umbul Tengah
6. Walantaka - Beberan - Cigoong - Kalodran - Kepuren - Kaserangan - Kiara - Lebakwangi - Nyapah - Pabuaran - Pageragung - Pasuluhan - Pengampelan - Pipitan - Tegalsari - Teritih - Walantaka
Sumber: www.Serangkota.go.id, 2014
Kota Serang memiliki luas wilayah 266,77 km2 dengan jumlah penduduk
sekitar 523.384 jiwa dan memilki batas wilayah yaitu sebelah Utara Kota Serang
ada Teluk Banteri. Di sebelah Timur Kota Serang ada Kecamatan Pontang,
Kecamatan Ciruas, dan Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. Di sebelah
Selatan Kota Serang yaitu Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir, dan Kecamatan
Baros Kabupaten Serang dan di sebelah Barat Kota Serang yaitu Kecamatan
Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu Kabupaten
Serang.
68
Dari 6 (enam) kecamatan tersebut terdiri dari 20 Kelurahan dan 46 Desa.
Kota ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU Nomor 32
Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya RUU Kota
Serang disahkan pada 17 Juli 2007 kemudian dimasukan dalam lembaran Negara
Nomor 98 Tahun 2007 tertanggal 10 Agustus 2007. Sebelumnya, Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Banten dalam mempercepat terwujudnya Pemerintahan Kota
Serang telah mempersiapkan empat kelompok kerja (Pokja) yang akan bekerja
sebelum ditetapkannya Pejabat Walikota Serang. Keempat pokja tersebut terdiri
dari Pokja Personil, Pokja Keuangan, Pokja Perlengkapanya dan Pokja Partai
Politik.
Pembentukan dan susunan personil masing-masing pokja diisi oleh pejabat
Pemprov Banten dan Pemkab Serang. Untuk menjalankan roda pemerintahan
sebelum diselenggarakan Pilkada, Asisten Daerah (Asda) I Pemprov Banten
Asmudji HW akhirnya terpilih sebagai Penjabat Walikota Serang. Asmudji HW
terpilih setelah Depdagri menyaring tiga nama calon yang diajukan Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah. Asmudji dilantik di Jakarta oleh Mendagri pada 2
November 2007. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kota Serang, Pertimbangan pembentukan Kota Serang adalah
perlunya peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan publik guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pada 5
Desember 2008 melalui pemilihan kepala daerah langsung dilantik Walikota dan
Wakil Walikota Serang definitif. Sejak saat itu hingga 5 (lima) tahun ke depan
69
Kota Serang akan dipimpin oleh duet kepemimpinan H. Bunyamin dan Tb. Haerul
Jaman. Masa pemerintahan Tb. Haerul Jaman masih hingga saat ini.
Arti semboyan Madani diartikan dalam pengertian masyarakat Madani di
Indonesia adalah perpaduan pengertian masyarakat Madani yang tercantum pada
piagam Madinah dengan Civil Society yang berkembang dalam negara - negara
industri. Sudah tentu kedua pengertian itu dapat saling melengkapi dan
penerapannya disesuaikan dengan karakteristik manusia modern Indonesia yang
bersifat sosialis religius. Konsep masyarakat madani tertuang dalam piagam
Madinah yang bernuansakan Islami yang berisi wacana kebebasan beragama,
persaudaraan antar umat beragama, perdamaian dan kedamaian, persatuan, etika
politik, hak dan kewajiban warga negara serta konsistensi penegakan hukum
berdasarkan kebenaran dan keadilan.
Menegaskan tujuan pemerintahan Kota Serang untuk mewujudkan Kota
Serang yang Madani, yang pada dasarnya mempunyai prinsip sebagai berikut :
1. Menghormati kebebasan beragama (5 agama yang diakui pemerintah
dalam undang-undang)
2. Menjaga persaudaraan antar umat beragama
3. Menjaga persatuan Etika politik yang bebas bertanggung jawab
4. Pemerintahan yang melindungi hak dan kewajiban warga negara
(masyarakat)
5. Konsistensi penegakan hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan
6. Terciptanya masyarakat yang demokratis
70
7. Menghormati hak-hak asasi individu
8. Selalu berada dalam koridor agama
Adapun Visi Dan Misi Kota Serang yaitu :
a. Visi
“Landasan Kota Serang yang Global dan Berwawasan Lingkungan”
b. Misi
a) Menyiapkan proses perencanaan tata ruang
b) Pemanfaatan ruang
c) Pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kota Serang
d) Menyiapkan tata pemerintahan yang baik dan benar
e) Meningkatkan sarana dan prasarana publik yang memadai dan
berkualitas
f) Meningkatkan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku ekonomi di
berbagai sektor
g) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan
formal dan non formal yang terjangkau dan berkualitas
h) Mewujudkan pelayanan kesehatan dasar gratis bagi masyarakat kurang
mampu
i) Menciptakan sistem pelayanan prima
j) Mengembangkan nilai-nilai seni dan budaya serta pengembangan
pariwisata berwawasan lingkungan
71
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kota
Serang
Susunan Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) terdiri
dari:
a. Kepala;
b. Sekretariat, membawahkan:
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2. Sub Bagian Keuangan;
3. Sub Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan.
c. Bidang Anggaran, membawahkan:
1. Seksi Perumusan Kebijakan Anggaran;
2. Seksi Penyusunan Anggaran;
3. Seksi Evaluasi dan Dokumentasi Anggaran.
d. Bidang Akuntansi, membawahkan:
1. Seksi Akuntansi Penerimaan;
2. Seksi Akuntansi Pengeluaran;
3. Seksi Pelaporan.
e. Bidang Perbendaharaan, membawahkan:
1. Seksi Belanja Langsung dan Pembiayaan;
2. Seksi Belanja Tidak Langsung;
3. Seksi Kas Daerah.
f. Bidang Pendapatan, membawahkan:
1. Seksi Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah;
72
2. Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
3. Seksi Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain.
g. UPT;
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
Adapun tupoksi dari Bidang Pendapatan berdasarkan Peraturan Wali Kota
Serang tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Rincian Tugas Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang yaitu Bidang Pendapatan dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan,
mengatur, mengendalikan kegiatan penyelenggaraan sebagian tugas Dinas dalam
lingkup pendapatan obyek Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal
20 ini, Kepala Bidang Pendapatan mempunyai fungsi:
1. Penyelenggaraan penyusunan usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran
tahunan Bidang Pendapatan;
2. Penyelenggaraan pendataan Obyek Pajak Daerah dan Pendapatan Asli
Daerah lainnya;
3. Penyelenggaraan pendaftaran wajib pajak daerah;
4. Penyelenggaraan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah;
5. Pelaksanaan penagihan pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah;
6. Pengawasan dan pembinaan terhadap para Kepala Seksi yang
dibawahkannya;
7. Pelaporan.
73
Rincian Tugas Kepala Bidang Pendapatan adalah:
1. Mempelajari tugas dan melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
Kepala Dinas;
2. Menetapkan usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Bidang
Pendapatan berdasarkan masukan dari Kepala Seksi yang dibawahkannya;
3. Menyelenggarakan penyusunan konsep kebijakan, pedoman, dan petunjuk
teknis yang berkaitan dengan pendataan obyek pajak daerah dan
Pendapatan Asli Daerah lainnya;
4. Menyelenggarakan pendataan Obyek Pajak Daerah dan Pendapatan Asli
Daerah;
5. Menyelenggarakan pendaftaran wajib pajak daerah;
6. Menyelenggarakan penyiapan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah
(NPWPD);
7. Menyelenggarakan pemeliharaan Daftar Induk Wajib Pajak Daerah;
8. Menyelenggarakan pemberian penyuluhan mengenai Pajak Daerah dan
Pendapatan Asli Daerah lainnya kepada wajib pajak Daerah serta
Perangkat Daerah dan Instansi lainnya yang melaksanakan pemungutan
Pendapatan Asli Daerah;
9. Menyelenggarakan analisis, pengkajian, serta pernecanaan dalam rangka
pengembangan dan penggalian potensi sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah;
10. Menyelenggarakan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Daerah dan
Peraturan/ Keputusan Walikota mengenai Pajak Daerah dalam kaitannya
74
dengan pengembangan dan penggalian potensi sumber-sumber Pendapatan
Asli Daerah;
11. Menyelenggarakan penyusunan rencana perolehan Pendapatan Daerah
yang bersumber dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
12. Menyelenggarakan penghitungan serta penetapan besaran pajak daerah
yang harus dibayar oleh para wajib pajak daerah dan wajib retribusi
daerah;
13. Menyelenggarakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah
14. Menyelenggarakan pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan wajib
pajak daerah;
15. Menyelenggarakan pemeriksaan lapangan untuk mengumpulkan data dan
atau keterangan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan para wajib
pajak daerah dalam memenuhi kewajibannya;
16. Menyelenggarakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
Tambahan (SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar
(SKPDLB) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN);
17. Menyelenggarakan pengelolaan barang kuasi;
18. Menyelenggarakan pemberian bimbingan teknis mengenai administrasi
persediaan barang kuasi kepada wajib pajak daerah serta perangkat daerah
dan instansi yang memungut retribusi daerah dengan menggunakan barang
kuasi;
75
19. Menyelenggarakan penagihan pajak daerah dan pendapatan asli daerah
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
20. Menyelenggarakan pembukuan terhadap hasil pemungutan/ pembayaran/
penyetoran pajak daerah dan pendapatan asli daerah lainnya;
21. Menyelenggarakan penyusunan laporan bulanan mengenai realisasi
pemungutan/ pembayaran/ penyetoran pajak daerah dan Pendapatan Asli
Daerah lainnya serta tunggakan yang terjadi;
22. Menyelenggarakan pelayanan kepada para wajib pajak daerah dalam hal
pengajuan permohonan keringanan, angsuran dan keberatan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
23. Menyelenggarakan pengurusan dan penagihan pendapatan daerah yang
bersumber dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
24. Menyelenggarakan pembuatan laporan mengenai realisasi pendapatan
daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus, lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
25. Mendistribusikan tugas serta memberikan arahan dan petunjuk
pelaksanaannya kepada Kepala Seksi yang dibawahkannya;
26. Membimbing dan mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan
tugas kedinasan para Kepala Seksi yang dibawahkannya;
27. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan kedinasan Seksi-seksi yang ada di
Lingkungan Bidang Pendapatan;
76
28. Mengoreksi dan atau memerintahkan perbaikan konsep naskah dinas yang
diajukan oleh Kepala dibawahkannya;
29. Mengadakan upaya-upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas
penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh Bidang Pendapatan;
30. Melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahan teknis
manajerial yang dihadapi oleh Bidang Pendapatan guna mencarikan jalan
keluar atau solusinya;
31. Melaksanakan pemantauan dna evaluasi terhadap realisasi atau
pelaksanaan rencana kerja, kinerja, dan penggunanaan anggaran tahunan
Bidang Pendapatan;
32. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh unit kerja di lingkungan Dinas
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas kedinasan Bidang
Pendapatan;
33. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas dalam hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan kedinasan Bidang Pendapatan;
34. Melaksanakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka mendukung pelaksanaan kegiatan kedinasan Bidang Pendapatan
dengan persetujuan atau sepengetahuan Kepala Dinas;
35. Memaraf dan atau menandatangani surat-surat serta naskah-naskah dinas
lainnya sesuai dengan kewenangannya;
36. Memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Kepala
Dinas melalui Sekretaris;
77
37. Mempersiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
kedinasan Bidang Pendapatan dalam rangka penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang berkenaan
dengan Dinas;
38. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya sesuai dengan bidang
tugasnya.
Seksi Pendapatan dan Pendaftaran Pajak Daerah dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas Bidang Pendapatan yang berkenaan dengan pendataan dan
pendaftaran pajak daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok dari Kepala
Seksi Pendataan dan Pendafataran Pajak Daerah disebutkan dalam Pasal 21 ayat
(1) mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah;
2. Pelaksanaan pendataan Obyek Pajak Daerah
3. Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak Daerah;
4. Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya;
5. Pelaporan
Adapun tugas Kepala Seksi Pendataan dan Pendaftaran pajak daerah
adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari tugas dan melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
Kepala Bidang Pendapatan;
78
2. Menyusun usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah;
3. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan
konsep kebijakan, pedoman, dan petunjuk teknis yang berkaitan dengan
pendataan Obyek Pajak Daerah dan pendaftaran Wajib Pajak Daerah;
4. Melaksanakan penyusunan konsep kebijakan, pedoman, dan petunjuk
teknis yang berkaitan dengan pendataan dan pendaftaran pajak daerah;
5. Melaksanakan penyiapan formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pendataan dan pendaftaran obyek pajak daerah;
6. Melaksanakan pencatatan Obyek Pajak Daerah;
7. Melaksanakan penyiapan formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pendaftaran Wajib Pajak Daerah;
8. Melaksanakan pendaftaran Wajib Pajak Daerah;
9. Melaksanakan pencatatan Wajib Pajak Daerah kedalam Daftar Induk
Wajib Pajak Daerah;
10. Mempersiapkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
11. Mendistribusikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
12. Melaksanakan pemeliharaan Daftar Induk Wajib Pajak Daerah;
13. Mendistribusikan tugas serta memberikan arahan dan petunjuk
pelaksanaannya kepada para pegawai yang membantunya;
14. Membimbing dan mengadakan pengawasan yang melekat terhadap
pelaksanaan tugas kedinasan para pegawai yang membantunya;
15. Memantau dan mengendalikan kegiatan para pegawai yang membantunya;
79
16. Menyiapkan bahan dan data serta menyusun konsep naskah dinas yang
akan ditandatangani atau diperintahkan pembuatannya oleh Kepala Bidang
Pendapatan yang berhubungan dengan tugas kedinasan Seksi Pendataan
dan Pendaftaran Pajak Daerah;
17. Mengoreksi dan atau memerintahkan perbaikan konsep naskah dinas yang
diajukan oleh para pegawai yang membantunya;
18. Mengadakan upaya-upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas
penggunaan sumber daya yang telah dialokasikan untuk Seksi Pendataan
dan Pendafataran Pajak Daerah;
19. Melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahan teknis yang
dihadapi oleh Seksi Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah guna
mencarikan jalan keluar atau solusinya;
20. Melaksanakan pemantauan dan avaluasi terhadap realisasi atau
pelaksanaan Rencana Kerja, kinerja dan penggunaan anggaran tahunan
Seksi Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah;
21. Melaksanakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka mendukung pelaksanaan kegiatan kedinasan Seksi Pendataan dan
Pendaftaram Pajak Daerah dengan persetujuan atau sepengetahuan Kepala
Bidang Pendapatan;
22. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang Pendapatan
dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kedinasan Seksi Pendataan
dan Pendaftaran Pajak Daerah;
80
23. Melaksanakan koordinasi dengan Kepala Seksi lainnya yang ada di
lingkungan Bidang Pendapatan dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas kedinasan Seksi Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah;
24. Memaraf dan atau menandatangani surat-surat serta naskah-naskah dinas
lainnya sesuai dengan kewenangannya;
25. Memberikan laporan mengenai pelaksaan tugasnya kepada Kepala Bidang
Pendapatan;
26. Mempersiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
kedinasan Seksi Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah dalam rangka
penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang berkenaan dengan Dinas;
27. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya sesuai dengan bidang
tugasnya;
Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah dipimpin oleh seorang
Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan mengatur pelaksanaan
sebagian tugas Bidang Pendapatan yang berkenaan dengan penetapan dan
penagihan pajak daerah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut yang
tertera dalam pasal 22 ayat (1), Kepala Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak
Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
2. Pelaksanaan penghitungan serta penetapan besaran Pajak daerah;
81
3. Pelaksanaan pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan Wajib Pajak
Daerah;
4. Pengawasan dan pembinaan terhadap para pegawai yang membantunya;
5. Pelaporan.
Adapun rincian tugas Kepala Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak
Daerah adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari tugas dan melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
Kepala Bidang Pendapatan;
2. Menyusun usulan Rencana Kerja, kinerja dan anggaran tahunan Seksi
Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
3. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan
konsep kebijakan, pedoman, dan petunjuk teknis yang berkaitan dengan
Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
4. Melaksanakan penyusunan konsep kebijakan, pedoman, dan petunjuk
teknis yang berkaitan dengan Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
5. Melaksanakan penagihan Pajak Daerah;
6. Melaksanakan penghitungan serta menetapkan besaran Pajak Daerah yang
harus dibayar oleh para Wajib Pajak Daerah;
7. Melaksanakan penagihan pajak kepada Para Wajib Pajak Daerah;
8. Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Daerah (SKPD);
9. Melaksanakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD);
10. Mendistribusikan Surat Ketetapan Pajak Daerah;
82
11. Melaksanakan pemeriksaan sederhana terhadap pembukuan Wajib Pajak
Daerah;
12. Melaksanakan pemeriksaan lapangan untuk mengumpulkan data dan atau
keterangan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan para Wajib
Pajak Daerah dalam memenuhi kewajibannya;
13. Melaksanakan pengolahan data hasil pemeriksaan lapangan;
14. Mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Daerah
Lebih Bayar (SKPDLB), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil
(SKPDN);
15. Melaksanakan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB), dan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN);
16. Mendistribusikan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB), dan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN);
17. Memberikan bantuan dalam penyampaian SPPT Pajak Bumi dan
Bangunan serta dokumen lainnya;
18. Mendistribusikan tugas serta memberikan arahan dan petunjuk
pelaksanaannya kepada para pegawai yang membantunya;
83
19. Membimbing dan mengadakan pengawasan melekat terhadap pelaksanaan
tugas kedinasan para pegawai yang membantunya;
20. Memantau dan mengendalikan kegiatan para pegawai yang membantunya;
21. Menyiapkan bahan dan data serta menyusun konsep naskah dinas yang
akan ditandatangani atau diperintahkan pembuatannya oleh Kepala Bidang
Pendapatan yang berhubungan dengan tugas kedinasan Seksi Penetepan
dan Penagihan Pajak Daerah;
22. Mengoreksi dan atau memerintahkan perbaikan konsep naskah dinas yang
diajukan oleh para pegawai yang membantunya;
23. Mengadakan upaya-upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas
penggunaan sumber daya yang telah dialokasikan untuk Seksi Penetapan
dan Penagihan Pajak Daerah;
24. Melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahan teknis yang
dihadapi oleh Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah guna
mencarikan jalan keluar atau solusinya;
25. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap realisasi atau
pelaksanaan rencana Kerja, kinerja, dan penggunaan anggaran tahunan
Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
26. Melaksanakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka mendukung pelaksanaan kegiatan kedinasan Seksi Penetapan
dengan persetujuan atau sepengetahuan Kepala Bidang Pendapatan;
84
27. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang Pendapatan
dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kedinasan Seksi Penetapan
dan Penagihan Pajak Daerah;
28. Melaksanakan koordinasi dengan Kepala Seksi lainnya yang ada di
lingkungan Bidang Pendapatan dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas kedinasan Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah;
29. Memaraf atau menandatangani surat-surat serta naskah-naskah dinas
lainnya sesuai dengan kewenangannya;
30. Memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Kepala
Bidang Pendapatan;
31. Mempersiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
kedinasan Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah dalam rangka
penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang berkenaan dengan Dinas;
32. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang sesuai dengan bidang
tugasnya.
Kemudian, Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber lain
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok memimpin dan
mengatur pelaksanaan sebagian tugas Bidang Pendapatan yang berkenaan dengan
rencana perolehan Pendapatan Daerah yang bersumber dari Dana Perimbangan
dan lain-lain. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut tertera pada pasal 23
ayat (1) bahwa Kepala Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber
Lain mempunyai fungsi yaitu sebagai berikut:
85
1. Penyusunan usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain yang sah;
2. Pelaksanaan penyusunan rencana perolehan yang bersala dari Seksi Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain yang sah;
3. Pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai yang membantunya;
4. Pelaporan.
Adapun tugas Kepala Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber
Lain adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari tugas dan melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
Kepala Bidang pendapatan;
2. Menyusun usulan Rencana Kerja, kinerja, dan anggaran tahunan Seksi
Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain;
3. Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka penyusunan
konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis yang berkaitan dengan
pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan dan Penerimaan
Sumber-Sumber Lain yang sah;
4. Melaksanakan penyusunan konsep kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis yang berkaitan dengan pendapatan daerah yang berasal dari Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain yang sah;
5. Melaksanakan pengolahan data yang berkenaan dengan pendapatan daerah
yang berasal dari Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber
Lain yang sah;
86
6. Melaksanakan pencatatan pendapatan daerah yang berasal dari Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain yang sah ke dalam
Kartu Data;
7. Melaksanakan analisis pengkajian serta perencanaan dalam rangka
pengembangan dan penggalian potensi sumber-sumber pendapatan asli
daerah;
8. Mempersiapkan konsep Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan/
Keputusan Walikota mengenai pengembangan dan penggalian potensi
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah;
9. Melaksanakan penghimpunan data dalam rangka penyusunan rencana
perolehan Pendapatan Daerah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, lain-lain Pendapatan Daerah yang
sah;
10. Melaksanakan penyusunan rencana perolehan Pendapatan Daerah yang
bersumber dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
11. Mengadakan upaya-upaya dalam rangka peningkatan perolehan
Pendapatan Daerah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus;
12. Mendistribusikan tugas serta memberikan arahan dan petunjuk
pelaksanaannya kepada para pegawai yang membantunya;
13. Membimbing dan mengadakan pengawasan melekat terhadap pelaksaan
tugas kedinasan para pegawai yang membantunya;
87
14. Memantau dan mengendalikan kegiatan para pegawai yang membantunya;
15. Menyiapkan bahan dan data serta menyusun konsep naskah dinas yang
akan ditandatangani atau diperintahkan pembuatannya oleh Kepala Bidang
Pendapatan yang berhubungan dengan tugas kedinasan Seksi Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain;
16. Mengoreksi dan atau memerintahkan perbaikan konsep naskah dinas yang
diajukan oleh para pegawai yang membantunya;
17. Mengadakan upaya-upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas
penggunaan sumber daya yang telah dialokasikan untuk Seksi Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain;
18. Melakukan analisis terhadap permasalahan-permasalahan teknis yang
dihadapi oleh Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber
Lain guna mencarikan jalan keluar atau solusinya;
19. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap realisasi atau
pelaksanaan Rencana Kerja, kinerja, dan penggunaan anggaran tahunan
Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain;
20. Melaksanakan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka mendukung pelaksanaan kegiatan kedinasan Seksi Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain dengan persetujuan
atau sepengetahuan Kepala Bidang Pendapatan;
21. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Bidang Pendapatan
dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kedinasan Seksi Dana
Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain;
88
22. Melaksanakan koordinasi dengan Kepala Seksi lainnya yang ada di
lingkungan Bidang Pendapatan dalam rangka mendukung pelaksanaan
tugas kedinasan Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-
Sumber Lain;
23. Memaraf dan atau menandatangani surat-surat serta naskah-naskah dinas
lainnya sesuai dengan kewenangannya;
24. Memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Kepala
Bidang Pendapatan;
25. Mempersiapkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
kedinasan Seksi Dana Perimbangan dan Penerimaan Sumber-Sumber Lain
dalam rangka penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang berkenaan dengan Dinas;
26. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya sesuai dengan bidang
tugasnya.
Adapun struktur organisasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
(DPKD) Kota Serang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 9 Tahun
2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang
seperti tertera pada bagan 4.1 berikut:
89
Bagan 4. 1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD)
Kota Serang
(Sumber: Profil DPKDKota Serang, 2014)
4.2 Deskripsi Data Penelitian
4.2.1 Daftar Informan Penelitian
Pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian, peneliti telah
menjelaskan dalam pemilihan informan penelitian bahwa peneliti menggunakan
teknik puposive (bertujuan). Adapun pihak-pihak yang peneliti tentukan
merupakan orang-orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang
Seksi Belanja Langsung dan Pembiayaan
Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah
Kepala
Sekretaris
Bidang Anggaran
Bidang Akuntansi
Seksi Perumusan Kebijakan Anggaran
Seksi Akuntansi
Penerimaan
Kelompok Jabatan
Fungsional
Bidang Perbendaharaan
Bidang Pendapatan
Sub Bag Umum dan
Kepegawaiann
Sub Bag Keuangan
Sub Bag Program Evaluasi dan
Pelaporan
Seksi Penyusunan Anggaran
Seksi Akuntansi
Pengeluaran Seksi Belanja
Tidak Langsung
Seksi Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah
Seksi Kas Daerah Seksi Dana Perimbangan dan
Penerimaan Sumber-sumber
Lain
Seksi Evaluasi dan Dokumnetasi
Anggaran
Seksi Pelaporan
Unit Pelaksana Teknis
90
dibutuhkan dalam penelitian karena pihak-pihak tersebut (informan) senantiasa
kesehariannya berurusan dengan permasalahan yang peneliti teliti baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Informan yang telah ditentukan diawal oleh peneliti adalah semua pihak
baik aparatur pelaksana dan pihak-pihak yang terlibat. Aparatur pelaksana yaitu
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang, Pengelola Tempat Hiburan di
Kota Serang sebagai wajib pajak, Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol-PP) sebagai
pengawas, Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota
Serang serta masyarakat pengguna tempat hiburan di Kota Serang. Adapun
informan-informan yang bersedia diwawancarai adalah seperti yang tertera pada
tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Daftar Informan
No Kode Nama Informan Keterangan 1. I1 Rachmatullah, S.Sos., M.Si Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan 2. I2 1a Ujang Pengelola Yumaga Futsal 3. I2 1b R. H. Agus Kurniawan Pengelola One Futsal 4. I2 1c Ari Pengelola Bilyard Ramayana 5. I2 1d Ayip Amidin Pengelola Pelita Bilyard 6. I2 2a Rohmat Subagiyo Manajer Futsal Kenewae 7. I2 2b Ida Hamdah CV. Savana Resto dan Karaoke 8. I2 2c Mulyana Efendi Pengelola Fitness Puspita Gym 9. I2 2d David Sutanto Manajer Jim’s Cafe dan Karaoke 10. I2 2e Ibu Rosi Pemilik Rossy’s Gym dan Spa 11. I2 2f Aming Pengelola FN One karaoke dan Bilyard 12. I3 Rudi Mulyana, S.T Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal (BPTPM) Kota Serang 13. I4 H. Tb. Yassin, S.Sos,. M.Si Kepala Bidang Trantib Satuan Polisi Praja Kota
Serang 14. I5a Deis Masyarakat Pengguna Gym 15. I5b Lina Herlina Masyarakat pengguna karaoke 16. I5c Rani Masyarakat pengguna permainan ketangkasan 17. I5d Chandra Masyarakat Pengguna Futsal
Sumber: Olah Data Peneliti, 2014
91
4.2.2 Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses
penelitian berlangsung. Adapun penelitian ini mengenai analisis kepatuhan
administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang, Pajak Daerah
khususnya pada pajak hiburan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pajak Dearah bab V mengenai Pajak Hiburan Objek,
Subjek, Tarif, dan Dasar Pengenaan Pajak. Peneliti menggunakan teori kepatuhan
perpajakan Nasucha (2004, 148-149) yaitu:
1. Aspek Yuridis
2. Aspek Psikologis
3. Aspek Sosiologis
Mengingat bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan design deskriptif, maka data yang dihasilkan dan
diperoleh bersifat deskriptif yang berbentuk kata dan kalimat yang berasal baik
dari hasil wawancara dengan informan penelitian, hasil observasi di lapangan,
catatan lapangan penelitian, atau hasil dokumentasi lainnya yang relevan dengan
fokus penelitian ini. Proses pengumpulan data dilakukan peneliti secara
investigasi dimana peneliti melakukan wawancara kepada sejumlah informan
yang berkaitan dengan masalah penelitian sehingga informasi yang didapat sesuai
dengan apa yang diharapkan. Informan yang ada pun sudah ditentukan dari awal
karena peneliti menggunakan teknik purposive.
92
Data-data yang telah diperoleh selama proses penelitian diubah kedalam
bentuk tulisan, kemudian dilakukan pengkodingan pada aspek tertentu. Dalam
menyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan kode yaitu:
1. Kode Q untuk menunjukkan item pertanyaan;
2. Kode I1 1, menunjukkan daftar informan dari pihak Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang;
3. Kode I2 1 – I2 2, menunjukkan daftar informan dari pihak pengelola
tempat hiburan yang terdata dan tidak terdata;
4. Kode I3, menunjukkan daftar informan dari Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang;
5. Kode I4, menunjukkan daftar informan dari Satuan Polisi Pamong
Praja (SatPol-PP) Kota Serang;
6. Kode I5, menunjukkan daftar informan dari Masyarakat pengguna dan
pengunjung tempat hiburan.
Hasil pengkodingan yang telah dilakukan kemudian dikategorikan
berdasarkan jawaban-jawaban yang sama yang berkaitan dengan pembahasan.
Kategorisasi ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam membaca dan
menelaah jawaban-jawaban tersebut sehingga mudah dipahami.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data-
data dari hasil wawancara, observasi maupun data dari dokumen-dokumen yang
diperoleh selama penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
secara terus menerus dari sejak data awal dikumpulkan sampai dengan penelitian
93
berakhir. Dalam mempertajam analisis yang digunakan dalam penelitian
mengenai analisis kepatuhan administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota
Serang. Peneliti mengacu pada teori kepatuhan pajak dari Nasucha dan juga
melihat pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak
Daerah.
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan dan disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan serta peraturan yang berlaku. Maka untuk mengetahui bagaimana
kepatuhan administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang yang diatur
dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah
peneliti menggunakan teori kepatuhan perpajakan menurut Nasucha (2004: 148-
149):
a. Aspek Yuridis;
b. Aspek Psikologis;
c. Aspek Sosiologis.
4.3.1 Analisis Kepatuhan Administrasi Pajak bagi Wajib Pajak Hiburan di
Kota Serang
Pajak adalah iuran wajib dari rakyat untuk negara yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang guna membiayai pembangunan negara untuk
kepentingan umum. Pajak itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu pajak negara, dan
pajak daerah. Didalam perpajakan pun ada administrasi yang harus dipenuhi salah
94
satunya yaitu adanya kepatuhan dalam perpajakan. Kepatuhan pajak inilah yang
dapat membantu semua kegiatan dalam hal pembangunan negara dan daerah,
karena semua warga diharuskan untuk sadar dan patuh akan kewajibannya sebagai
warga negara yaitu dengan cara membayar pajak. Di dalam perpajakan, orang
pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak disebut dengan wajib pajak. Dimana para wajib pajak dipaksa untuk sadar
dan patuh akan kewajibannya kepada negara dan daerah.
Di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan
kebijakan otonomi daerah. sehingga pada pajak hiburan Kota Serang ini mengacu
kepada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak
Daerah.
4.3.1.1 Aspek Yuridis
Dalam kepatuhan perpajakan, aspek yuridis merupakan kepatuhan wajib
pajak yang mana kepatuhan dilihat dari ketaatan terhadap prosedur administrasi
perpajakan yang ada. Dalam aspek yuridis, terdapat empat indikator yang harus
diperhatikan, yaitu pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, penghitungan SPT
dan pembayaran pajak.
95
Dasar hukum pemungutan pajak hiburan di Kota Serang ini didasari atas
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa aspek yuridis meliputi empat
indikator penting yaitu pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, penghitungan
SPT, dan pembayaran pajak. Pada indikator pertama yaitu pendaftaran wajib
pajak. Pada indikator ini, seluruh objek pajak daerah diwajibkan untuk
mendaftarkan usahanya menjadi wajib pajak terlebih dahulu baik usaha
perorangan maupun usaha perusahaan untuk membantu pembangunan daerah.
Adapun mekanisme yang harus dilakukan para objek pajak hiburan untuk
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, berikut pemaparan menurut Kepala Seksi
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang:
“Sebelum mendaftar menjadi wajib pajak terlebih dahulu mendaftarkan ke Badan Perizinan untuk izin usahanya, BPTPM melaporkan kepada kami bahwa ada Wajib Pajak baru. Ketika sudah selesai dan terdaftar di Perizinan baru bisa mengurus ke kita sebagai wajib pajak, nanti calon wajib pajak mengisi formulir yang kami berikan, kalau sudah mengisi baru bisa terdaftar sebagai wajib pajak. Kalau sudah terdaftar menjadi wajib pajak sebagai bukti menjadi wajib pajak itu akan mendapatkan NPWP yang seperti ini (sambil menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu tempat hiburan). Jika sudah ada nomor pokoknya berarti dia sudah bisa disebut sebagai wajib pajak.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB.
Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah bahwa mekanisme pendaftaran untuk menjadi wajib pajak hiburan
yaitu mendapatkan izin tempat usaha terlebih dahulu dari Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal agar usaha yang digeluti menjadi legal, kemudian
setelah terdaftar dan telah memiliki izin, BPTPM melaporkan kepada DPKD
96
bahwa ada calon Wajib Pajak baru, kemudian para pengusaha baru dapat
mendaftar menjadi wajib pajak kepada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
untuk pendaftaran pajak hiburan tersebut. Kemudian setelah mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah, objek pajak tersebut sudah bisa melakukan
kewajibannya sebagai wajib pajak.
Peneliti menanyakan juga kepada Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang, terkait pendaftaran ijin usaha hingga
dapat menjadi wajib pajak, berikut pemaparannya:
“Berhubungan dengan DPKD, karena kalau sudah memiliki izin-izinnya pasti dikenakan pajak. Nanti kita melapor ke Pihak DPKD bahwa ada wajib pajak baru yang harus disurvei tempatnya. Sebelum dibangun seharusnya izin terlebih dahulu. Makanya sebelum dibangun harus koordinasi dengan dinas terkait yaitu ke BPTPM dan kewenangan administrasinya ada di BPTPM.” Wawancara dengan Kasie Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang, 18 Juli 2014 10.13 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan Kepala BPTPM Kota Serang
dapat peneliti analisis bahwa jika tempat usaha hiburan telah memiliki izin-izin
yang dipenuhi maka secara otomatis tempat usaha hiburan itu akan terdaftar
sebagai wajib pajak karena dari izin inilah pihak BPTPM melaporkan kepada
DPKD bahwa akan ada wajib pajak baru. Setelah BPTPM melaporkan kepada
DPKD, maka DPKD langsung mensurvei tempat usaha tersebut untuk didaftarkan
sebagai wajib pajak dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah untuk
penyetoran tiap bulannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang bahwa
97
dalam hal pendaftaran sebagai wajib pajak memang seharusnya seperti itu, tetapi
masih ada saja yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Maka dari itu, peneliti
menanyakan hal yang sama kepada para wajib pajak hiburan. Adapun pemaparan
yang dipaparkan oleh salah satu pengelola tempat hiburan di Kota Serang yang
terdaftar sebagai wajib pajak di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Serang:
“Mekanisme menjadi wajib pajak yang pertama penyediaan lahan terlebih dahulu, kemudian material pembangunan serta gedungnya barulah kita daftar izin-izin bangunannya kepada BPTPM. Perizinan dari BPTPM yaitu IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Kita buat permohonan bahwa sudah memiliki IMB baru bisa daftar menjadi wajib pajak. Nanti ada pihak DPKD survei ke tempat kami, didata, dan didaftarkan serta diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah, setelah itu diberikan tarifnya.” Wawancara dengan Pengelola One-futsal, 03 Juli 2014, pukul 21.40 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola one futsal di atas dapat
peneliti analisis bahwa untuk mendaftar menjadi wajib pajak harus memiliki ijin
pembangunannya terlebih dahulu yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ke
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang, kemudian baru
bisa daftar sebagai wajib pajak. Setelah terdaftar di BPTPM, pihak DPKD
mensurvei tempat futsal ini untuk didata menjadi wajib pajak kemudian diberikan
NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) setelah itu diberikan tarif yang
sesuai dengan Peraturan Daerah.
Hal yang sama diungkapkan oleh pengelola tempat hiburan lainnya yang
terdaftar sebagai Wajib Pajak di DPKD Kota Serang:
“Kalau di kami izinnya yaitu izin usaha bola sodok atau bilyard. Izinnya yaitu dari lingkungan, surat koordinasi dari Desa, tokoh agama, ke Kecamatan, Dinas Ketertiban, Dinas Pariwisata, KONI, BPTPM, baru ke
98
pajak.” Wawancara dengan pengelola Bilyard Ramayana, tanggal 03 Juli 2014, pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Bilyard Ramayana di atas
dapat peneliti analisis bahwa mekanisme perizinan pada bola sodok berbeda
dengan izin pada futsal karena pada izin bola sodok ini lebih banyak dibandingkan
dengan futsal dan harus memiliki izin juga dari pihak Dinas Pariwisata serta
KONI dahulu baru bisa mendapatkan izin dari BPTPM Kota Serang. Setelah
terdaftar izin usahanya, maka baru bisa daftar sebagai wajib pajak ke DPKD Kota
Serang. Dari pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa mekanisme menjadi wajib
pajak memang seharusnya seperti itu berdasarkan hasil wawancara beberapa
informan yang telah peneliti wawancara.
Lain halnya yang diungkapkan dengan salah satu pengelola tempat hiburan
yang tidak terdata sebagai wajib pajak, berikut pemaparannya:
“Disini tidak kena pajak. Kalau untuk masalah dikenakan pajak atau tidak itu urusan pegawai pajak. Tidak ada olahraga yang dikenakan pajak. Tetapi kalau masalah perizinannya di kami ada” Wawancara dengan pengelola Puspita Gym Ciracas Serang, 16 Juli 2014 pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan pengelola Gym Ciracas dapat
peneliti analisis bahwa tempat gym ini hanya memiliki izin pendirian usaha saja
tetapi tidak membayar kewajibannya sebagai wajib pajak. Padahal di dalam
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tempat Gym/Fitness masuk
ke dalam objek dari pajak hiburan. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa
kurangnya pemantauan langsung ke tempat-tempat hiburan yang dilakukan oleh
Dinas terkait mengenai pendaftaran sebagai wajib pajak dan kurangnya
pemahaman yang diberikan atas kewajibannya sebagai wajib pajak hiburan.
99
Padahal sudah tertera didalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pajak Daerah bahwa Objek Pajak Hiburan adalah sebagai berikut:
a. Tontonan film;
b. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan busana;
c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. Pameran;
e. Diskotik, Karaoke, Klab malam, dan sejenisnya;
f. Sirkus, akrobat, dan sulap;
g. Permainan bilyar, golf, dan boling;
h. Pacuan kuda, Kendaraan bermotor, dan Permainan ketangkasan;
i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center),
dan
j. Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, voli, bola basket dan
sejenisnya.
Dari data di atas, tertera jelas bahwa Gym/ Fitness Center termasuk ke
dalam salah satu dari objek pajak yang seharusnya dikenakan pajak tetapi Gym/
Fitness Center ini tidak terdaftar sebagai wajib pajak. Adapun, data yang peneliti
dapat bahwa ada beberapa tempat Gym/ Fitness Center yang tidak tertera sebagai
Wajib Pajak Hiburan di Kota Serang, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
100
Tabel 4.3
Data Wajib Pajak Hiburan di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
No. Nama tempat hiburan Kecamatan 1. Celebrity Salon & Aerobic Serang 2. CIA Futsal Serang 3. CV. Nur Alfan Serang 3. Flamengo Futsal Serang 4. Jurassic Island Serang 6. Mall Serang Bilyard Serang 7. Matahari Graha Fantasi Time Zone (MOS) PT Serang 8. Merdeka Serang I AC Serang 9. Mutiara Water Park Cipocok
10. One Futsal Cipocok 11. Pelantha Bilyard Serang 12. Pelita Bilyard Serang 13. Radar Banten Arena Futsal Serang 14. Royal Bilyard Serang 15. Sanggar Senam Azalia Serang 16. Sundindo Primaland PT. Cipocok Jaya 17. Tribens Futsal Walantaka 18. Wangsa Jaya Futsal Serang 19. Yumaga Sport Centre Serang 20. Zona 2000 Serang
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, 2014
Dari data di atas, terlihat bahwa hanya ada 2 (dua) nama Gym/Fitness
Center/ Pusat Kebugaran di Kota Serang yang tertera sebagai wajib pajak hiburan
yaitu Celebrity Salon dan Aerobic, dan Sanggar Senam Azalia, padahal pada
kenyataannya di lapangan masih ada 4 (empat) objek pajak hiburan berupa Gym/
Fitness Center yang ada di Kota Serang. Hal ini diindikasikan bahwa kurangnya
pemantauan yang dilakukan oleh Dinas terkait serta kurangnya kesadaran wajib
pajak akan kewajibannya untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak hiburan,
sebagaimana yang dipaparkan oleh Kepala Seksi Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah bahwa:
101
“Untuk tempat hiburan yang belum terdaftar, kami upayakan didaftarkan karena kalau dia sudah memiliki izin kita proses untuk didaftarkan menjadi wajib pajak. Hanya mungkin waktunya saja, mungkin para subjek pajak belum sempat kesini atau sebaliknya. Belum ada tindak lanjut untuk wajib pajak yang seperti itu, jadi upaya dari kita sudah, hanya prosesnya saja. Perdanya ada, bahwa Gym seperti itu dikenakan pajak. Kita juga sudah berupaya agar semua menjadi wajib pajak, tetapi masih ada saja wajib pajak yang merespon tetapi belum paham akan kewajibannya sehingga mereka tidak mau membayar pajak. Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran Dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa untuk tempat
hiburan yang belum terdaftar sebagai wajib pajak sebenarnya sudah diupayakan
agar terdaftar karena jika sudah memiliki izin dari BPTPM, pihak DPKD
memproses tempat usaha tersebut agar menjadi wajib pajak. Tempat hiburan yang
belum terdaftar ini kemungkinan para subjek pajak belum sempat mendaftarkan
diri sebagai wajib pajak ataupun sebaliknya dari pihak DPKD juga belum sempat
mensurvei tempat usaha tersebut. Pihak DPKD sudah mengupayakan agar semua
terdaftar menjadi wajib pajak tetapi kenyataannya masih ada saja tempat usaha
yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak padahal pihak DPKD sudah
memberitahukan bahwa tempat usaha tersebut harus mendaftar menjadi wajib
pajak. Subjek pajak hiburan tersebut telah diberitahu oleh DPKD agar menjadi
wajib pajak, subjek pajak tersebut merespon tetapi tetap saja membandel dan
belum paham akan kewajibannya sehingga mereka tidak membayar pajak.
Padahal seharusnya semua yang berbentuk pusat kebugaran seperti tempat senam,
Gym, fitness, dan semacamnya itu wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak
karena sudah tertera di dalam peraturan daerah tentang pajak daerah.
102
Kemudian, peneliti menanyakan kembali mengenai sanksi terkait objek
pajak yang tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Berikut pemaparan dari
Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah:
“Yang berbentuk seperti senam atau fitness itu dikenakan pajak. Perdanya ada, sudah kita upayakan juga, tinggal prosesnya saja. Kita sudah berupaya agar semua bisa jadi wajib pajak. Kalau untuk pengenaan sanksi itu ada di pihak Sat-Pol PP sebagai pengawas. Kalau untuk yang tidak mendaftar tidak ada sanksi. Kalau sudah ada izin, sudah jadi wajib pajak, kalau belum berarti dia ilegal. Bisa dicabut sama yang izin, bisa ditutup sama satpol –PP. (Berbicara mengenai Gym/ Fitness yang tidak terdaftar sebagai wajib pajak). Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran Dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti analisis bahwa belum
ada tindak lanjut yang diberikan kepada wajib pajak yang belum mendaftarkan
diri, tetapi seharusnya pemberian sanksi kepada wajib pajak yang seperti itu
berada di Sat-Pol PP karena Sat-Pol PP ini bertugas sebagai pengawas. Kemudian,
pemberian sanksi kepada wajib pajak yang belum mendaftarkan sebagai wajib
pajak tidak ada sanksi yang dikenakan karena mereka belum mendaftar sebagai
wajib pajak makanya tidak ada sanksi yang dikenakan. Jika sudah ada izin berarti
sudah terdaftar sebagai wajib pajak dan jika belum terdaftar berarti tempat
tersebut ilegal dan bisa ditutup oleh Sat-Pol PP.
Dari hasil wawancara tersebut, peneliti menanyakan kepada Sat-Pol PP
mengenai sanksi yang seharusnya diterima oleh wajib pajak yang tidak terdaftar,
berikut pemaparannya:
“Kalau untuk wajib pajak yang tidak terdaftar bukan ada di ranah kami, tetapi kalau untuk pemberian sanksi kepada wajib pajak yang tidak membayar pajak yaitu adanya penutupan tempat usaha. Itu juga berdasarkan laporan dari DPKD, jika ada tempat usaha yang mau ditutup
103
baru kita bergerak.” Wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP Kota Serang, hari rabu 19 Agustus 2014 pukul 10.40 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP Kota
Serang di atas dapat peneliti analisis bahwa pihak Sat-Pol PP yang memberikan
sanksi kepada wajib pajak yang tidak membayar pajak. Sanksi yang dikenakan
untuk wajib pajak yang tidak membayar pajak yaitu ditutupnya tempat usaha
mereka. Itupun jika DPKD melaporkan kepada pihak kami bahwa ada tempat
usaha yang akan ditutup, baru Sat-Pol PP bergerak tetapi jika tidak ada laporan
dari DPKD, Sat-Pol PP tidak bisa berbuat apa-apa.
Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa kurangnya ketegasan dari
Pemerintah akan wajib pajak yang kurang kesadarannya dalam mendaftar sebagai
wajib pajak. Padahal Dinas terkait pun telah mengetahui bahwa ada objek pajak
yang belum mendaftarkan diri tetapi belum ada tindak lanjut dari Dinas terkait
mengenai hal tersebut. Kemudian, mengenai sanksi yang dikenakan untuk objek
pajak yang tidak mendaftarkan diri pun tidak ada, sanksi yang dikenakan hanyalah
untuk wajib pajak yang tidak membayar pajaknya sehingga hal tersebut yang
membuat para wajib pajak tidak patuh serta tidak memiliki kesadaran dalam
kewajibannya.
Lain halnya dengan informan Subjek Pajak yang telah mendaftarkan diri
sebagai Wajib Pajak, tetapi nama tempat tersebut tidak tertera sebagai wajib pajak
hiburan di data Dinas Pengelolaan Keungan Daerah Kota Serang. Berikut
pemaparannya:
“Sebelum dibangun itu ada izinnya terlebih dahulu, baru bisa dibangun. Mekanisme perizinannya yaitu di RT, RW, Kelurahan, kemudian baru
104
Kota. Di Kota itu Izin Mendirikan Bangunan sama izin menggunakan bangunan. Kalau disini izin menggunakan bangunannya yaitu untuk tempat futsal. Setelah itu baru bisa daftar menjadi wajib pajak.” Wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae, tanggal 16 Juli 201 pukul 21.00 WIB. Dari hasil wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae di atas dapat
peneliti analisis bahwa sebelum mendaftar menjadi wajib pajak hiburan ada izin
yang harus dipenuhi, yaitu harus memiliki izin dari RT, RW, serta Kelurahan baru
bisa mendapatkan izin dari kota yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Setelah
mendapatkan IMB tersebut barulah bisa mendaftar sebagai wajib pajak. Dari
pernyataan di atas bahwa dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa informan
ini telah mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, karena informan ini mengetahui
mekanisme dalam pendaftaran sebagai wajib pajak seperti apa, dan memang benar
mekanisme yang dipaparkan tersebut adalah mekanisme yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Tetapi di dalam data Wajib Pajak Hiburan Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang tidak tertera nama objek pajak
hiburan tersebut, hal ini diindikasikan adanya kelalaian atau belum terdatanya
objek pajak hiburan tersebut sebagai wajib pajak hiburan. Padahal wajib pajak ini
membayar pajak sudah lama yaitu semenjak tahun 2012, tetapi dalam data dari
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah tidak tertera nama wajib pajak tersebut
seperti data yang telah peneliti paparkan sebelumnya.
Kemudian, hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari informan Wajib
Pajak Karaoke berikut ini:
“Hanya SITU, SIUP, kemudian KTP pemilik, Izin Usaha dari notaris. Kemudian dari notaris ke BPTPM, setelah mendapatkan izin dari BPTPM baru ke DPKD untuk jadi wajib pajak, setelah itu baru dapat NPWP.”
105
Wawancara dengan pengelola Safana Cafe Resto dan Family Karaoke, tanggal 07 Agustus 2014 pukul 16.00 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Safana Cafe Resto dan
Family Karaoke di atas dapat peneliti analisis bahwa untuk mendapatkan NPWP
sebagai bukti telah menjadi wajib pajak adalah dengan menyertakan SITU (Surat
Izin Tempat Usaha), SIUP, KTP pemilik, kemudian izin dari notaris. Setelah
mendapatkan izin dari notaris baru notaris meminta izin kepada BPTPM Kota
Serang, setelah itu baru bisa daftar ke DPKD sebagai wajib pajak.
Pengelola mengetahui bagaimana mekanisme menjadi wajib pajak maka
secara tidak langsung pengelola ini berarti telah mendaftarkan tempat usahanya
ini untuk menjadi wajib pajak. Sama halnya dengan futsal kenewae di atas,
mereka telah mendaftar menjadi wajib pajak tetapi pada data yang peneliti
dapatkan bahwa tidak terteranya nama-nama tersebut pada data wajib pajak
hiburan di DPKD Kota Serang.
Kemudian indikator selanjutnya yaitu indikator pelaporan SPT yang mana
pelaporan SPT ini juga hal yang penting dalam perpajakan. Pelaporan SPT adalah
Wajib pajak melaporkan SPT tersebut kepada Dinas. SPT adalah Surat
Pemberitahuan dari Dinas untuk wajib pajak agar wajib pajak melaporkan pajak
yang terutang sesuai dengan perundang-undangan perpajakan. Adapun pemaparan
yang disampaikan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendatan Pajak Daerah:
“SPT itu kalau di kita namanya SPTPD yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Daerah karena di kita mengurus daerah. Kalau untuk itu mereka yang mengisi sendiri kalau sudah diisi disetorkan tiap bulan ke kita pajak beserta formulirnya bukan kita yang mengisi. Setiap mereka melaporkan dan menyetorkan pajak kita berikan juga formulirnya untuk bulan-bulan berikutnya.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB.
106
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa pelaporan SPT atau
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah dari wajib pajak melaporkan SPT nya kepada
fiskus. Setiap bulan para wajib pajak melaporkan SPTPD tersebut kepada fiskus
tetapi dalam pengisiannya mereka yang mengisi sendiri SPTPD tersebut.
Kemudian, diberikan formulir SPTPD tersebut untuk bulan depan.
Pemaparan yang diungkapkan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah ini, sesuai dengan para informan yang berhasil peneliti wawancarai.
Adapun pernyataan yang sama yang diungkapkan oleh informan wajib pajak
hiburan, yaitu pengelola Futsal yang terdata: “SPTPD itu dari Dinas yang kesini
memberikan suratnya nanti kita yang antar jika akan membayar pajaknya.”
Wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga, tanggal 03 Juli 2014 pukul 21.00
WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas
dapat peneliti analisis bahwa pelaporan SPTPD itu diberikan oleh Dinas kepada
para wajib pajak, setelah wajib pajak mengisi formulir yang diberikan nanti pada
saat pembayaran para wajib pajak yang mengantarkan SPTPD tersebut ke DPKD
untuk pembayaran pajaknya juga. Hal yang sama pun diungkapkan oleh informan
wajib pajak yang tidak terdata, berikut pemaparannya: “Nanti ada petugasnya
kesini memberikan slipnya, kemudian kita laporkan langsung kesana.”
Wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae, tanggal 16 Juli 2014, pukul 21.00
WIB.
107
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola futsal Kenewae di atas
dapat peneliti analisis bahwa petugas pajak yang memberikan SPTPD sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran, agar pada saat tanggal pembayaran pajak para
wajib pajak hanya melaporkan langsung SPTPD tersebut sehingga dapat
mengefisienkan waktu. Dari hasil wawancara peneliti dengan para informan-
informan memang dalam sistem pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD) seharusnya seperti itu dan hal tersebut memudahkan serta
mengefisiensikan waktu para wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak
terutangnya.
Selanjutnya, indikator penting yang ketiga dalam aspek yuridis ini yaitu
mengenai penghitungan pajak. Penghitungan ini merupakan hal yang menentukan
seberapa besar pajak terutang yang harus mereka bayar kepada daerah. Dengan ini
para wajib pajak menghitung pajak terutangnya sendiri kemudian disetorkan
kepada daerah, dan daerah menghitung serta mengecek kembali apakah pajak
yang terutang yang dibayarkan adalah benar dan sesuai dengan apa yang ada di
dalam perundang-udangan serta di Peraturan Daerah. Adapun penjelasan yang
dilontarkan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah adalah
sebagai berikut:
“Kalau untuk cara penghitungannya ada yang berdasarkan tiket, bill, atau hanya rekapan mereka saja. Seperti misalnya, kolam renang. Kalau kolam renang itu dilihat dari tiketnya, selama sebulan itu habis berapa tiket, baru bisa kita hitung benar apa tidak tempat kolam renang ini bayar pajaknya sebesar ini. Berbeda dengan futsal, kalau futsal itu tidak ada tiketnya, jadi kalau yang seperti itu hanya dihitung dari rekapan mereka saja.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah. 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB.
108
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa dalam penghitungan
pajak hiburan ini yaitu dihitung berdasarkan tiket/ bill/ rekapan pendapatan para
wajib pajak. Jika wajib pajak hiburan ini memungut biaya masuk menggunakan
tiket, maka untuk penghitungan pajaknya yaitu berdasarkan seberapa banyak tiket
yang habis setiap bulan. Berbeda dengan tempat hiburan futsal yang dikenakan
berdasarkan rekapan pendapatan wajib pajak, karena dalam tempat hiburan futsal
biaya masuk untuk bermain futsal dikenakan tarif per-jam tidak menggunakan
tiket masuk.
Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dilontarkan oleh informan wajib
pajak, berikut adalah pernyataannya: “Saya yang mengisi sendiri, saya yang
menghitung sendiri, karena kalau pajak hiburan relatif bayarnya setiap bulan.
Berdasarkan rekapan pendapatan kami setiap bulan.” Wawancara dengan
pengelola Futsal Yumaga, tanggal 03 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
Dari hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas dapat
peneliti analisis bahwa mengenai penghitungan pajaknya yaitu berdasarkan
rekapan pendapatan tempat futsal ini setiap bulannya. Wajib pajak ini yang
mengisi sendiri SPTPD, serta menghitung sendiri pajak yang akan dibayarkan.
Hal senada pun diungkapkan oleh wajib pajak lainnya yaitu, berikut
pemaparannya: “Dinasnya yang kesini memberi tagihan perbulan, hanya
berbentuk kwitansi printer, kemudian kalau untuk penghitungan pajak tidak ada
penghitungan karena di kami setiap bulannya pembayaran pajaknya itu flat.”
109
Wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana, tanggal 03 Juli 2014 pukul 20.30
WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana di atas
dapat peneliti analisis bahwa dalam penghitungan pajaknya mereka tidak perlu
menghitung karena di tempat mereka ini, mereka membayar pajaknya flat setiap
bulan. Yang dimaksudkan flat disini yaitu mereka rata setiap bulan membayar
pajak misalnya tarif di tempat ini yaitu Rp.2.000.000/bulan dan itu tarif yang
dikenakan setiap bulan bukan berdasarkan rekapan/ bill/ tiket sehingga di tempat
ini tidak ada penghitungan pajaknya.
Dalam hal penghitungan pajak memang mekanismenya seperti yang
dikemukakan oleh para informan di atas, tetapi ada ketidaksinkronan dalam cara
penghitungan Pajak tersebut. Seperti yang telah dipaparkan oleh Kepala Seksi
Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, bahwa untuk penghitungan dilihat dari
tiket atau bill atau rekapan pendapatan para wajib pajak. Pernyataan dari
pengelola Bilyar Ramayana di atas sejalan dengan pernyataan yang dilontarkan
oleh wajib pajak lainnya yaitu berikut pernyataannya: “Tidak ada penghitungan,
karena di kita flat jadi langsung memberikan saja formulir pengisian pajaknya,
langsung kita membayar.” Wawancara dengan pengelola Pelita Bilyar, 16 Juli
2014, pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Pelita Bilyar di atas dapat
peneliti analisis bahwa pernyataan di atas sejalan dengan pernyataan sebelumnya
yaitu dalam penghitungan pajaknya mereka tidak pernah ada penghitungan,
karena pembayaran yang mereka lakukan yaitu flat setiap bulannya. Dari
110
pernyataan- pernyataan informan diatas bahwa adanya ketidaksesuaian dalam
pengisiaan serta penghitungan Pajak Daerah wajib pajak hiburan dengan apa yang
telah tertera dalam Peraturan Daerah dan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Jika seperti itu, bisa saja para wajib pajak berbohong akan pendapatan
yang mereka peroleh selama satu bulan, sehingga dalam pembayaran pajaknya
hanya sedikit yang mereka bayarkan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya kesalahan dalam
penghitungan pajak. Kesalahan dalam penghitungan pajak ini dimaksudkan
dengan adanya kelebihan atau kekurangan dalam pembayaran pajak yang
terutang. Jika wajib pajak kelebihan dalam pembayaran, maka dikembalikan
kelebihan pajak tersebut, tetapi jika ada kekurangan dalam pembayaran pajak
maka akan dipungut kembali pajak yang kurang tersebut. Hal ini diperkuat dengan
wawancara yang peneliti lakukan dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
DPKD Kota Serang berikut pemaparannya: “Kesalahan penghitungan pajak,
selama ini belum ada. Kalau ada kelebihan dikembalikan. Tetapi biasanya jarang
terjadi kelebihan.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah tanggal 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa pada kesalahan
penghitungan pajak selama ini belum ada. Jika ada kesalahan penghitungan pajak
maka akan dikembalikan kelebihannya tetapi jika terjadi kekurangan pajak maka
wajib pajak wajib membayar kekurangan tersebut.
111
Dari hal tersebut terlihat bahwa kurangnya ketelitian Dinas Pengelolaan
Keuangan Daerah dalam hal penghitungan pajak karena sebagian dari hasil
wawancara peneliti dengan para informan-infroman wajib pajak mencerminkan
bahwa tidak adanya penghitungan yang sesuai dengan persentase tarif berapa
yang harus dibayarkan tiap-tiap wajib pajak. Padahal terlihat jelas dengan adanya
pernyataan para informan di atas bahwa setiap wajib pajak mengisi SPTPD dan
menghitung pajaknya. Mereka setiap bulan mengisi dan menghitung pajaknya rata
setiap bulan, tidak dilihat dari persentase penghitungan pajak. Seharusnya dalam
penghitungan pajak ini dilihat dahulu dari rekapan/ bill/ tiket para wajib pajak.
Selanjutnya indikator terakhir dari aspek yuridis ini yaitu pembayaran
pajak. Pada indikator terakhir ini adalah peran penting dalam perpajakan. Dari
pembayaran pajak inilah hampir seluruh kegiatan daerah terutama dalam hal
pembangunan infrastruktur dan lain-lain berasal dari pembayaran pajak para wajib
pajak. Maka dari itu, peneliti melakukan wawancara kepada informan dari Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih mengetahui bagaimana mekanismenya
dalam pembayaran pajak hiburan ini, berikut pernyataannya:
“Pajak dibayarkan setiap bulan itu rutin, mereka hanya mengisi SPTPD tadi setelah itu kita lihat tarifnya sudah sesuai apa belum berdasarkan tarif yang ada di Perdanya. Hiburan itu banyak di kita contoh kolam renang, kolam renangnya ada berapa tiketnya, berapa tarifnya berdasarkan Perda karena di Perda itu ada kewenangan tarif 10%. Misalkan tiket masuknya Rp.20.000 kalau dikenakan pajak 10% berarti Rp.2.000 untuk 1 tiket itu kewajiban untuk disetor ke DPKD. Kemudian, dia membuat laporan tiap bulan tiket yang terjual berapa dilaporkanlah. Di bulan pertama contohnya Januari akhir bulan tanggal 30 berarti dia melaporkan di tanggal 1, 2 dan seterusnya dibawah tanggal 10, melaporkan berapa tiket yang terjual, laporkan ke kita baru diproses pembayaran disini, rekapannya berapa dibuatkan SPTPD dilaporkan ke kita dicatat nomor registrasi untuk setor ke kas daerah. Dari Kas Daerah
112
diproses untuk diterbitkan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) kemudian kewajiban kita untuk memproses pajak sudah selesai. Dan bulan berikutnya juga sama melaporkan omset penjualan. Seperti itu mekanismenya.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa untuk pembayaran
pajak setiap bulan itu rutin, dan para wajib pajak hanya mengisi SPTPD yang
diberikan oleh DPKD kemudian baru dilihat tarifnya sesuai dengan Perda hiburan.
Setiap wajib pajak wajib melaporkan omsetnya tiap bulan kepada DPKD untuk
dihitung benar apa tidaknya pembayaran pajak yang harus dibayar. Kemudian,
wajib pajak membayar pajaknya dan dibuatkan SPTPD oleh DPKD setelah itu
disetor ke kas daerah untuk dibuatkannya SSPD.
Hal yang sama diungkapkan oleh informan wajib pajak hiburan yang
terdata:
“Tanggal 15 kita datang kesana, diberikan SPTPD (menunjukkan SPTPD) nanti ketika sudah membayar diberikan yang seperti ini (menunjukkan SSPD), sebagai tanda bukti. Kalau untuk pajak hiburan saya yang mengisi sendiri, menghitung sendiri. kalau pajak hiburan relatif bayarnya tiap bulan. Kemarin dikenakan Rp.2.100.000,- sebulan, karena berbeda-beda setiap bulannya. Bagaimana pendapatan kita setiap bulannya saja” Wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga, tanggal 03 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
Dari hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas dapat
peneliti analisis bahwa mekanisme pada pembayaran pajak ini memang sama
dengan apa yang telah dipaparkan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak
Daerah bahwa melaporkan omset penjualan, kemudian membayarkan pajaknya
setelah itu baru diterbitkannya SSPD untuk wajib pajak.
113
Hal tersebut sejalan dengan informan dari wajib pajak yang tidak terdata di
DPKD, berikut pernyataannya:
“Iya setiap bulan kita membayar pajak. Tapi saya tidak tahu dikenakannya pajak apa, mungkin pajak karaoke. Bayarnya tetap setiap bulan. Bayarnya langsung kesana, tidak orang DPKD yang kesini tetapi kita yang ke kantor pajaknya. Pembayaran paling telat tanggal 15, kita setiap tanggal 15 membayar pajak.” Wawancara dengan pengelola FN-One Bilyar dan Karaoke, 07 Agustus 2014 15.26.
Dari hasil wawancara dengan pengelola FN-One Bilyar dan Karaoke din
atas dapat peneliti analisis bahwa mekanisme dalam pembayaran pajak memang
sesuai dengan ketentuan peraturan daerah. Dalam hal pembayaran pajak ini,
adapun prosedur-prosedur yang mesti ditaati. Seperti halnya ditentukannya jangka
waktu dalam bayar pajak yaitu paling lambat tanggal 15, seluruh wajib pajak
harus sudah menyetorkan pajaknya. Jika telat membayar maka akan ada sanksi
yang dikenakan, yaitu berupa denda. Berikut pernyataan dari Kepala Seksi
Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah mengenai pengenaan sanksi untuk wajib
pajak yang telat membayar pajak sebagai berikut: “Kalau untuk denda 2%, satu
bulan 2%, kalo dua bulan 4% dikalikan saja seperti itu seterusnya.” Wawancara
dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah 02 Juli 2014, pukul
09.55 WIB.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah dapat peneliti analisis bahwa jika telat membayar pajak sesuai
dengan tanggal yang telah ditentukan, maka sanksi yang dikenakan yaitu berupa
denda. Denda tersebut yaitu sebesar 2% dalam hitungan 1 bulan telat, jika 2 bulan
telat membayar maka dikenakan sebesar 4% dan seterusnya seperti itu.
114
Hal di atas diperkuat dengan pernyataan informan wajib pajak yang tidak
terdata, berikut pernyataannya:
“Kalau denda tertulis 2% tapi sepertinya kalau satu bulan menunggak. Tulisannya seperti itu, tapi kalau hanya satu hari saya kira tidak dikenakan sanksi karena waktu itu saya pernah hari sabtu mau membayar karena tutup jadi hari senin saya bayar, tetapi tidak dikenakan denda.” Wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae, tanggal 16 Juli 2014 pukul 21.00 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan wajib pajak Futsal
Kenewae di atas dapat peneliti analisis bahwa dari pernyataan tersebut sama
dengan apa yang telah dinyatakan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Wajib Pajak bahwa untuk sanksi yang dikenakan pada wajib pajak yang telat
menyetorkan pajaknya yaitu denda. Denda yang dikenakan yaitu sebesar 2%,
karena wajib pajak ini juga pernah telat membayar pajak satu hari tetapi tidak
dikenakan denda. Denda yang dimaksud ialah denda yang dikenakan jika telat
membayar dalam satu bulan.
Dari pernyataan kedua informan di atas, ada ketidaksesuaian dengan
informan dari wajib pajak hiburan billyard yang terdata mengenai sanksi
keterlambatan pembayaran pajak, berikut pernyataannya:
“Telat sehari saja dikenakan denda, tergantung berapa harinya. Perharinya kurang tahu dikenakan berapa. Kadang-kadang kita telat 15 hari atau 10 hari, dikenakan denda sebesar Rp.150.000, atau kadang-kadang Rp.50.000. Saya tidak pernah tahu seharusnya dikenakan berapa untuk sanksi keterlambatan pembayaran.” Wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana, tanggal 03 Juli 2014, pukul 20.30 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola bilyar Ramayana di atas
dapat peneliti analisis bahwa berbeda halnya dengan wajib pajak ini. Wajib pajak
ini seringkali dikenakan denda, padahal wajib pajak ini hanya telat menyetorkan
115
pajaknya satu hari saja tetapi dikenakan denda sebesar Rp.50.000,- bahkan hingga
sebesar Rp.150.000,-. Kemudian, wajib pajak ini tidak tahu pengenaan denda
yang seharusnya.
Dari pernyataan di atas, adanya ketidaksamaan pemberian sanksi kepada
tiap-tiap wajib pajak yang terlambat menyetorkan pajaknya padahal di Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah jelas tertulis bahwa sanksi yang diberikan apabila
terlambat dalam penyetoran hanya dikenakan 2% dan itu pun jika telat
menyetorkan dalam waktu lebih dari 1 (satu) bulan bukan dalam jangka waktu
harian. Kemudian, ketidaktahuannya para wajib pajak akan denda yang
seharusnya dibayarkan karena tidak ada pemberitahuan secara langsung mengenai
sanksi keterlambatan penyetoran hanya berupa tulisan kecil dibawah Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah, yang mana biasanya orang malas untuk
membacanya sehingga mereka hanya mematuhi apa yang telah diutarakan para
pegawai Dinasnya. Hal ini dapat membuat pegawai “yang nakal” menggunakan
kesempatan itu untuk melakukan kecurangan dalam pemberian denda.
Kemudian, pemberian sanksi juga diberikan kepada wajib pajak yang tidak
pernah bayar pajak, berikut adalah pemaparan yang dilontarkan Kepala Bidang
Trantib Pol-PP Kota Serang:
“Kalau kita hanya penegak perda, jadi kalau DPKD ingin memberikan sanksi kepada wajib pajak yang tidak membayar pajak baru mereka mengajak kita. Sanksinya yaitu tutup toko, tutup usaha dan sebagainya tetapi itu juga berdasarkan kajian tim. Timnya yaitu BPTPM, kantor POL PP, Muspika kecamatan melibatkan TNI dan POLRI karena tidak sembarangan tutup harus ada timnya. Tim eksternalnya yaitu TNI dan POLRI dan mereka harus dilibatkan juga.” Wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP , tanggal 19 Agustus 2014 pukul 10.40 WIB.
116
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP di
atas dapat peneliti analisis bahwa mengenai pemberian sanksi yang dimaksud
ialah jika dalam beberapa bulan wajib pajak tidak melakukan kewajibannya yaitu
membayar pajak barulah Satpol PP bertindak, itupun atas perintah dari DPKD
Kota Serang. Kalau untuk wajib pajak yang hanya telat menyetorkan pajak, hanya
diberikan sanksi berupa denda seperti yang telah dipaparkan Kepala Seksi
Pendaftaran dan Pendataan sebelumnya.
4.3.1.2 Aspek Psikologis
Pada aspek psikologis ini terdapat 3 (tiga) indikator penting didalamnya
yaitu mengenai penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaan. Indikator pertama yaitu
mengenai penyuluhan. Penyuluhan ini penting peranannya karena dari penyuluhan
inilah kita dapat mengetahui mekanismenya seperti apa, prosedurnya bagaimana,
dan hingga pada saat kita akan menutup tempat usaha pun kita tahu bagaimana
caranya. Penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
(DPKD) Kota Serang terkait pajak hiburan ini yaitu berupa sosialisasi – sosialisasi
melalui media. Berikut pemaparan Kepala Seksi pendataan dan pendaftaran pajak
daerah:
“Sosialisasi kita berikan melalui media cetak, elektronik juga, dari radio juga kita kasih tahu bahwa kalau punya usaha harus dikenakan pajak. Dari baliho, spanduk juga sama. Dan kita juga survei ke tempat usahanya langsung kalau ada tempat usaha yang baru memulai usaha, kemudian kita beritahu mekanismenya seperti apa, kita beri juga tarifnya sesuai dengan Perda yang ada.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB. Dari hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa penyuluhan yang dilakukan
117
oleh DPKD untuk pajak hiburan ini yaitu dengan cara mensosialisasikan melalui
media cetak, elektronik serta ke tempat hiburan langsung untuk memberitahukan
mekanisme-mekanisme dalam pajak hiburan ini sesuai dengan Perda yang
berlaku. Kemudian, peneliti juga menanyakan hal yang sama mengenai sosialisasi
yang dilakukan Dinas terkait kepada wajib pajak. Berikut pernyataan dari wajib
pajak hiburan futsal: “Sosialisasi mengenai pajak awalnya, ada yaitu dari DPKD,
pada saat buka DPKD kesini untuk memberitahukan mekanismenya seperti apa,
dan ada SK nya juga. Kemudian, baru saya rutin membayar pajak.” Wawancara
dengan Pengelola Yumaga Futsal tanggal 03 Juli pukul 21.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas
dapat peneliti analisis bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh DPKD yaitu pada
saat membuka usaha mereka datang untuk memberitahukan bahwa tempat usaha
ini dikenakan pajak serta cara-cara dalam pajak hiburan pun diberitahukan agar
tidak membingungkan para wajib pajak hiburan ini. Hal senada pun dilontarkan
oleh wajib pajak hiburan futsal yang tidak terdata, berikut pemaparannya:
“Setahu saya DPKD keliling, pada waktu itu ada yang bilang kalau tempat ini dikenakan pajak pendapatan bulanan, tetapi pada saat saya membuka usaha ini saya belum tahu dan ketika orang pajak kesini barulah saya rutin membayar pajak. Sosialisasi pada saat itu saja dan satu bulan kemudian baru saya bayar. Kalau sosialisasi dari media-media saya kurang tahu, mungkin saja ada dari spanduk, atau media lainnya. Lagi pula kebanyakan orang malas untuk melihat-lihat spanduk atau semacamnya.” wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae, tanggal Juli 2014, pukul 21.00 WIB. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu wajib pajak tidak terdata
ini yaitu Futsal Kenewae di atas dapat peneliti analisis bahwa pihak DPKD
mensosialisasikan dengan cara mensurvei langsung ke tempat usaha tersebut,
118
tetapi pihak DPKD mensurvei ke tempat ini pada saat beberapa bulan kedepan
setelah dibukanya tempat usaha ini. Pada saat tempat ini dibuka, pihak DPKD
tidak langsung survei ke tempat futsal ini dan pengelola futsal pun baru
mengetahui kalau ada pembayaran pajak setelah beberapa bulan pihak DPKD
datang ke tempat ini.
Dari hasil wawancara informan-informan di atas, dalam penyuluhan dirasa
sudah cukup baik, walaupun dengan melalui media tersebut tidak semua para
wajib pajak melihat dan mendengar sosialisasi tersebut. Selain melalui media,
Dinas mensosialisasikannya juga melalui survei langsung ke tempat objek pajak
baru yang akan membuka usaha. Adanya pemberitahuan langsung pemahaman
dan mekanisme, yang mana bahwa setiap calon wajib pajak baru yang sudah
memiliki izin maka diwajibkan bagi mereka untuk menyegerakan daftar sebagai
wajib pajak.
Indikator selanjutnya yaitu pelayanan yang diberikan Dinas kepada wajib
pajak. Pelayanan adalah salah satu kegiatan wajib bagi Pemerintah untuk
melayani warganya dalam hal – hal yang berhubungan dengan kegiatan negara
maupun daerah. salah satu hal yang dapat mempercepat atau memperlambat
kegiatan yaitu pelayanan. Jika dalam pemberian pelayanannya buruk, maka itu
akan menghambat proses kegiatan tersebut. Seperti halnya dalam perpajakan ini,
jika kita mau membayar pajak tetapi pelayanan yang diberikan oleh para pegawai
Dinas buruk itu akan membuat kita malas untuk datang lagi ke tempat tersebut
dan juga dapat menghambat proses-proses yang seharusnya diselesaikan. Dalam
pelayanan ini, peneliti hanya menanyakan kepada wajib pajak hiburan saja, karena
119
mereka lah yang merasakan bagaimana pelayanan yang diberikan untuk wajib
pajak.
Adapun pernyataan yang diungkapkan wajib pajak hiburan berikut
pemaparannya: “Kalau masalah pelayanannya memang tidak merepotkan dan
cepat. Mudah sekali jadi tidak merepotkan.” Wawancara dengan pengelola Safana
Cafe Resto dan Family Karaoke, tanggal 07 Agustus 2014 pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Safana Cafe Resto dan
Family Karaoke di atas dapat peneliti analisis bahwa informan wajib pajak ini
dalam pelayanan dari DPKD sangat baik, memudahkan para wajib pajak untuk
melakukan kegiatan perpajakan. Pelayanan ini tidak merepotkan para wajib
pajaknya dan mengefisiensikan waktu. Hal senada pun dilontarkan oleh informan
wajib pajak lainnya: “Baik dan ramah-ramah. Tidak pernah direpotkan.”
Wawancara dengan pengelola Fn-One Bilyard dan Karaoke, tanggal 07 Agustus
2014 pukul 15.26 WIB.
Dari hasil wawancara dengan pengelola Fn-One Bilyar dapat peneliti
analisis bahwa pelayanan di DPKD ini sangat baik serta ramah-ramah sehingga
para wajib pajak ini tidak merasa direpotkan dan cepat dalam pelayanannya. Dari
pernyataan-pernyataan di atas dan dari pengamatan peneliti sendiri bahwa mereka
memang lebih mengedepankan dalam pelayanannya. Pelayanan yang mudah,
cepat, serta fasilitas tempat duduk yang memadai. Jadi, jikapun terbilang lama
mereka masih bisa menunggu sambil duduk di kursi yang telah disediakan oleh
Pemerintah sehingga tidak perlu capek untuk menunggu.
120
Indikator terakhir pada aspek psikologis ini, yaitu pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan pajak inilah yang nantinya menjadi awal dalam proses penghitungan
pajak, pembayaran pajak serta pengenaan tarif pajak. Berikut pernyataan yang
dilontarkan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah:
“Kita periksa omset yang didapat dalam satu bulan, baru nanti kita hitung tarif sesuai dengan Perda yang berlaku. Benar apa tidak kalau omsetnya sebanyak itu. Kalau sudah benar, baru kita proses. Pemeriksaan pajak itu ada, jadi yang diperiksa tahun ke belakang. Tertib administrasi dari pembukuannya. Yang dilaporkan yaitu omset perbulan dilaporkan perbulan berapa, nanti kita survei ke tempat objeknya. Mereka memberikan omsetnya, sehingga dapat dihitung untuk pembayaran pajaknya. Kalau ada kekurangan, berarti harus bayar kekurangannya.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa para wajib pajak ini
setelah melakukan pengisian SPTPD tersebut karena dalam SPTPD tersebut
disebutkan bahwa adanya pengenaan tarif untuk tiap-tiap objek pajak. Pada saat
wajib pajak hendak menyerahkan SPTPD tersebut pihak dinas memeriksa dan
mengecek kembali omset yang didapat dengan cara survei langsung ke tempat
wajib pajak tersebut, agar dapat diproses. Jika terbukti benar pengisian SPTPD
tersebut, maka baru akan diproses kelanjutannya tetapi jika terjadi kesalahan maka
akan dikembalikan kelebihan pajaknya atau wajib pajak harus menambah pajak
jika terjadi kekurangan pembayaran. Seperti yang dilontarkan oleh Bapak Kepala
Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah berikut ini:
“Pelaporan tanggung jawab yaitu dari wajib pajak, karena self assessment yaitu menghitung sendiri, menyetor sendiri. Kalau wajib pajak salah melaporkan ketika ada pemeriksaan berarti dia yang tanggung jawab. Kalau ada kelebihan dikembalikan, kalau ada kekurangan mereka
121
harus membayar kekurangannya, tetapi biasanya jarang terjadi kelebihan.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa yang bertanggung
jawab atas omset yang akan disetorkan kepada DPKD adalah para wajib pajak itu
sendiri, karena pada pajak hiburan ini menganut sistem Self-Assessment. Sistem
Self-Assessment yaitu menghitung sendiri pajaknya, serta menyetorkan sendiri
juga pajaknya. Sehingga jika terjadi kesalahan pada saat ada pemeriksaan omset
maka wajib pajaklah yang bertanggung jawab, jika ada kekurangan maka wajib
pajak harus membayar kekurangan tersebut dan jika ada kelebihan maka DPKD
wajib mengembalikan ke wajib pajak.
Dari pernyataan di atas, peneliti mensurvei langsung dari informan wajib
pajak hiburan. Apakah benar dalam pemeriksaan setiap wajib pajak seperti itu.
Berikut pernyataan oleh informan wajib pajak futsal: “Iya saya selalu merekap
pendapatan disini tiap bulannya, jadi mereka melihat dahulu pendapatan di kita
berapa, kemudian diperiksa benar apa tidak kalau dikalikan dengan tarif
dikenakannya sebanyak itu.” Wawancara dengan Bapak Ujang tanggal 03 Juli
2014, pukul 21.00 WIB di Yumaga Futsal.
Dari hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas dapat
peneliti analisis bahwa pada pemeriksaan pajak hiburan ini DPKD mensurvei
langsung ke tempat wajib pajak untuk memeriksa omset tempat futsal ini setiap
bulannya. Wajib pajak hiburan ini selalu merekap pendapatan yang mereka dapat
dengan rapi setiap bulannya sehingga memudahkan DPKD pada pemeriksaan
122
pajak. Hal ini sejalan dengan yang dilontarkan wajib pajak futsal lainnya yaitu
berikut pernyataannya: “Ada, karena dilihat dari pendapatannya baru
dipersentasekan untuk tarifnya.” Wawancara dengan pengelola One Futsal tanggal
03 Juli 2014 pukul 21.40 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola One Futsal di atas dapat
peneliti analisis bahwa sama halnya dengan yang dipaparkan informan wajib
pajak pada Yumaga Futsal. Adanya pemeriksaan omset pada Futsal ini, kemudian
baru bisa didapat persentase tarif yang dikenakan sesuai dengan Perda yang
berlaku.
Lain halnya dengan apa yang dinyatakan wajib pajak lainnya, yaitu
sebagai berikut: “Tidak ada pemeriksaan, karena di kita flat tiap bulannya jadi
langsung pengisian pajaknya, kemudian langsung dibayarkan.” Wawancara
dengan pengelola Pelita Bilyar tanggal tanggal 16 Juli 2014 pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Pelita Bilyar di atas dapat
peneliti analisis bahwa tidak adanya pemeriksaan pajak, dikarenakan pada tarif
pajak yang dikenakan tempat ini yaitu flat atau tetap setiap bulannya yaitu sebesar
Rp. 250.000,- sehingga tidak ada pemeriksaan omset. Padahal informan tersebut
masuk ke dalam data wajib pajak hiburan di DPKD tetapi, masih ada perbedaan
dalam hal pemeriksaan pajak. Hal ini didasari karena perbedaannya pengenaan
tarif pajak yang dipungut kepada tiap-tiap wajib pajak daerah yang tidak
disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pajak Daerah.
123
4.3.1.3 Aspek Sosiologis
Aspek sosiologis yaitu dimana kepatuhan wajib pajak dilihat dari aspek
sosial sistem perpajakan. Pada aspek sosiologis ini terdapat beberapa indikator
penting dalam kepatuhan pajak yaitu antara lain kebijakan publik, kebijakan
fiskal, kebijakan perpajakan, dan administrasi perpajakan.
Dasar hukum pemungutan pajak hiburan ini didasari atas Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. seperti yang telah
dipaparkan di atas bahwa ada 4 (empat) indikator dalam mengukur kepatuhan
wajib pajak. Indikator pertama dalam aspek sosiologis ini yaitu kebijakan publik.
Dimana kebijakan publik dalam perpajakan ini memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran daerah sehingga butuh koordinasi
dan komunikasi yang baik dalam masalah perpajakan. Koordinasi ini meliputi
koordinasi dari hal perijinan, pendaftaran menjadi wajib pajak hingga penutupan
usaha. Dalam hal koordinasi, Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak
Daerah ini memaparkan bahwa:
“Koordinasi dalam pemungutan pajak ini, awalnya dari perijinan dahulu karena harus ada ijinnya yaitu ke BPTPM kemudian setelah sudah mendapatkan ijin dari BPTPM, mereka melaporkan ke pihak kita bahwa ada WP baru, kita daftarkan sebagai WP baru kemudian untuk pengawasan itu ada di Pihak Satpol-PP. Kita tidak bisa jika bekerja hanya sendiri.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas bahwa koordinasi yang dilakukan DPKD dalam
pemungutan pajak ini berkoordinasi dengan BPTPM, karena pihak BPTPM yang
memberikan perizinan terlebih dahulu. Kemudian, pada pengawasan ada di pihak
124
Sat-Pol PP yaitu pada pemberian sanksi untuk para wajib pajak yang tidak
membayar pajak karena DPKD tidak bisa jika hanya bekerja sendiri.
Hal senada pun dilontarkan oleh pihak Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang, yaitu sebagai berikut: “Koordinasi dengan DPKD
berhubungan, karena dikenakan retribusi dan pajak kalau sudah ada izin-izinnya.
Nanti kita melapor ke Pihak DPKD bahwa ada wajib pajak baru yang harus
disurvei tempatnya.” Wawancara dengan Kepala Seksi Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal, tanggal 18 Juli 2014 pukul 10.13 WIB.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang di atas dapat peneliti analisis bahwa seperti yang
telah dinyatakan sebelumnya yaitu koordinasi DPKD dengan BPTPM sangat erat.
Pada pihak BPTPM ini, BPTPM membantu DPKD dalam hal perizinan karena
dari BPTPM inilah para calon wajib pajak yang telah memiliki izin dilaporkan ke
DPKD bahwa akan ada wajib pajak baru, agar DPKD dapat mensurvei tempat
wajib pajak tersebut dan mendaftarkan tempat tersebut menjadi wajib pajak.
Kemudian, hal tersebut diungkapkan juga oleh Kepala Bidang Trantib Pol-
PP Kota Serang yang mana Sat-Pol PP ini sebagai pengawas untuk pajak daerah,
berikut pernyataannya:
“Kita selalu berkoordinasi, baik itu via telepon maupun rapat koordinasi dan kalau ada langkah dia mau adakan apapun tetap mengajak kita untuk rapat koordinasi. Kalau dia sudah memberi sinyal kepada rumah makan A ini bahwa tempat ini benar-benar melanggar dan mengundang rumah makan ini untuk memberi peringatan.” Wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP, tanggal 19 Agustus 2014 pukul 10.40 WIB.
125
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP di
atas dapat peneliti analisis bahwa seperti yang telah dipaparkan sebelumnya juga
bahwa DPKD selalu berkoordinasi dengan Sat-Pol PP dalam hal pemberian
sanksinya kepada wajib pajak yang melanggar. Itu pun jika pihak DPKD
melaporkan kepada Sat-Pol PP bahwa ada wajib pajak yang tidak membayar pajak
baru Sat-Pol PP dapat bertindak.
Kebijakan publik dalam hal koordinasi ini yang dilakukan ketiga pihak
dalam penanganan pajak daerah khususnya pajak hiburan ini dirasa baik, dan
koordinasi yang dilakukan ini juga untuk memicu kepatuhan para wajib pajak agar
wajib pajak patuh dan sadar akan kewajibannya untuk daerah.
Indikator kedua dari aspek sosiologis ini yaitu kebijakan fiskal. Kebijakan
fiskal adalah pengeluaran dan penerimaan Pemerintah. Kebijakan fiskal
merupakan bagian penting juga dalam perpajakan karena kontribusinya sangat
besar dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
tidak hanya untuk itu saja tetapi juga sebagai kekuatan dalam rangka menjaga
perekonomian nasional untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Pada
pembahasan mengenai pajak ini, yang berhubungan dengan kebijakan fiskal ialah
realisasi penerimaan pada pajak hiburan itu sendiri. Dimana pajak hiburan
memiliki target pencapaian serta realisasi penerimaan setiap bulan dan setiap
tahunnya. Target pencapaian yang dicapai pada tahun 2013 telah tercapai, berikut
pemaparan dari Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah: “Kalo
target setiap tahun tercapai, karena kalo misalkan tidak tercapai kita kejar. Karena
126
ada kalkulasi, hitung-hitungannya.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran
dan Pendataan Pajak Daerah pada tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa untuk target pajak
hiburan ini selalu tercapai karena sudah ada kalkulasi atau hitung-hitungannya
sehingga realisasi dapat setara dengan target yang diinginkan. Setiap tahun target
tercapai dan jika tidak tercapai maka DPKD mengupayakan untuk bisa mencapai
target.
Pada realisasi tahun 2012 realisasi penerimaan hanya sebesar Rp.362. 404.
960,- (tiga ratus enam puluh dua juta empat ratus empat ribu sembilan ratus enam
puluh rupiah) dengan target pencapaiannya yaitu sebesar Rp. 405.000.000,-
(empat ratus lima juta rupiah) sehingga masih kurang sebesar Rp. 42.595.040
(empat puluh dua juta lima ratus sembilan puluh lima ribu empat puluh rupiah).
Kemudian, realisasi dari tahun 2012 ke tahun 2013 melesat tinggi, dan melebihi
target pencapaian. Dapat dilihat berdasarkan data pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4 Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan
Tahun Realisasi Target 2012 Rp. 362. 404. 960,- Rp. 405.000.000,- 2013 Rp. 502. 439. 957,- Rp. 482. 200.000,-
Sumber: DPKD Kota Serang, 2014
Berdasarkan tabel 4.4 di atas seharusnya masih dapat diperoleh pemasukan
yang lebih untuk daerah karena masih banyak data wajib pajak yang belum
terdaftar sebagai WP. Seperti yang telah peneliti paparkan pada aspek yuridis
127
dalam indikator pendaftaran wajib pajak bahkan dapat menambah pendapatan asli
daerah 2x lipat dari realisasi penerimaan di atas karena jumlah wajib pajak terdata
1:1 dengan jumlah dari wajib pajak yang tidak terdata.
Indikator ketiga dalam aspek sosiologis ini yaitu kebijakan perpajakan,
dimana kebijakan perpajakan ini lebih berdasarkan tarif yang dikenakan dan serta
dasar hukum pengenaan pajak. Yang mana nantinya akan terlihat kepatuhan pajak
yang patuh dalam pemenuhan tarif pajak tersebut dan dalam menentukan seberapa
besar pajak yang didapat oleh daerah nantinya. Dalam pengenaan pajak ini
disesuaikan dengan adanya Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pajak Daerah, yang mana tarif-tarif objek pajak yang dikenakan adalah
sebagai berikut:
a. Pagelaran musik dan busana sebesar 20%;
b. Kontes kecantikan dan binaraga sebesar 20%;
c. Diskotik dan klab malam sebesar 60%;
d. Karaoke sebesar 40%;
e. Permainan ketangkasan sebesar 10%;
f. Sirkus, akrobat, dan sulap sebesar 10%;
g. Panti pijat, refleksi dan mandi uap atau spa sebesar 35%;
h. Tontonan film sebesar 5%;
i. Pameran sebesar 5%;
j. Permainan bola sodok sebesar 20%;
k. Permainan golf dan bola gelinding sebesar 20%;
l. Pacuan kuda, balapan kendaraan bermotors sebesar 10%;
128
m. Pusat kebugaran (fitness center) sebesar 10%;
n. Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, bola voli, basket, dan
sejenisnya sebesar 7%.
Adapun pernyataan yang dilontarkan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah seperti berikut: “Pajak yang dikenakan kondisional,
sesuai dengan tarif pajak yang tertera di Perda Kota.” Wawancara dengan Kepala
Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, tanggal 02 Juli 2014 pukul 09.55
WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa pada pengenaan tarif
pajak hiburan ini yaitu sesuai dengan tarif yang telah tertera di Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Pada Perda ini ada
ketentuan-ketentuan tarif yang disesuaikan berdasarkan pada objek pajak hiburan.
Begitu pun dengan apa yang dinyatakan informan wajib pajak terdaftar
yaitu futsal dalam pengenaan tarif pajak berikut ini:
“Kalau di kita semuanya dikenakan yaitu, pajak hiburan, parkir dan pajak air tanah, jadi tiga yang dibayarkan. Kalau parkir sama air tanah hanya seratus ribu setiap bulan tetap. Padahal di tempat kami tidak memungut untuk tarif parkir, tetapi pihak DPKD mengenakan tarif pada pajak parkir. Tapi kalau untuk pajak hiburan 7% dari pendapatan setiap bulannya. Untuk pendapatan bulan ini yaitu 10 juta perbulan, biasanya 30 juta/ bulan sampai 40 juta/ bulan. Pada waktu 30 juta itu dikalikan saja dengan 7% jadi kena dua juta seratus tapi kalau yang sekarang 10juta/bulan jadi pajaknya lebih kecil dari yang kemarin. Wawancara dengan pengelola Yumaga Futsal, tanggal 03 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Futsal Yumaga di atas
dapat peneliti analisis bahwa di tempat ini dikenakan tiga pajak yaitu pajak
hiburan, pajak parkir, dan pajak air tanah sehingga wajib pajak ini tiap bulan
129
membayar tiga pajak sekaligus. Untuk pengenaan tarifnya pada tarif pajak hiburan
futsal dikenakan 7% dari pendapatan. Pendapatan yang diperoleh bulan ini pada
tempat futsal yaitu sebesar Rp. 10.000.000,- / bulan sehingga dikenakan tarif
pajaknya sebesar Rp.700.000,- yang mana biasanya pendapatan pada futsal ini
yaitu sebesar Rp. 30.000.000,- sehingga dikenakan pajaknya juga lebih besar
daripada bulan ini. Kemudian, tempat futsal ini dikenakan pajak berupa pajak
parkir, padahal di tempat futsal ini tidak memungut tarif parkir tetapi pihak DPKD
memungut pajak parkirnya serta dikenakan juga pajak air dan tanah.
Berbeda halnya dengan wajib pajak terdaftar lainnya yaitu bilyar, berikut
pernyataannya:
“Bayarnya perbulan dua juta, flat. Penghasilan kecil maupun besar bayar tetap dua juta, langsung ke DPKD. Kalau untuk pembayarannya sendiri itu tidak dilihat dari penghasilan kita, tetapi bagaimana kita berkompromi dengan orang DPKD nya, mampu bayar berapa, tidak mengukur dari pendapatan kita, jadi ada musyawarah kekeluargaan. Waktu itu ke Bank Jabar tapi sekarang langsung ke DPKD.” Wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana, tanggal 03 Juli 2014 pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana di atas
dapat peneliti analisis bahwa pengenaan tarif pajak hiburan bilyar dikenakan tarif
yang flat, yaitu tetap setiap bulannya sebesar Rp. 2.000.000,-/ bulan. Pengenaan
tarif tersebut tidak berdasarkan pendapatan yang didapat tempat ini tetapi
berdasarkan kompromi dengan pihak DPKD. Pembayaran dilakukan pertama kali
di Bank Jabar tetapi pada saat sekarang ini pembayaran dilakukan langsung di
DPKD.
130
Dari pernyataan informan di atas, terlihat adanya perbedaan pengenaan
tarif yang dipungut oleh Dinas tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Serang
yang sudah peneliti paparkan di atas sebelumnya. Sama halnya dengan yang
dinyatakan oleh informan wajib pajak terdata lainnya yaitu sebagai berikut:
“Kalau untuk pemungutan pajak tidak ada hitungan persen, setahu saya hanya bayar perbulan hanya Rp.250.000 saja dan tetap jadi tidak tergantung pendapatan.Jadi Rp.250.000 tiap bulan. Kalau untuk pendapatan perbulan Rp.500.000, tidak tentu terkadang Rp.700.000 kalau rame, standarnya yaitu Rp.300.000. Kalau untuk ketentuan tarifnya saya kurang tahu, ditetapkan Rp250.000 saja.” Wawancara dengan pengelola Pelita Bilyar, tanggal 16 Juli 2014 pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Pelita Bilyar di atas dapat
peneliti analisis bahwa pada pemungutan pajak tempat hiburan bilyar ini
dikenakan tarif sebesar Rp.250.000,-/ bulan dan tetap setiap bulannya dikenakan
sebesar itu. Pengenaan tarif pajaknya tidak berdasarkan Peraturan Daerah Kota.
Pada pendapatan tempat ini sangat kecil dibandingkan dengan tempat bilyar
lainnya yaitu sebesar Rp. 700.000/bulan tetapi itu juga kalau di tempat bilyar ini
sedang ramai. Padahal pada pernyataan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Pajak Daerah mengenai minimal pendapatan wajib pajak yang dikenakan pajak
adalah sebagai berikut: “Omsetnya yang dibawah Rp.1.000.000,- tidak dikenakan
pajak, yang di atas Rp.1.000.000,- dikenakan pajak.” Wawancara dengan Kepala
Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah pada tanggal 02 Juli 2014, pukul
09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa jika pendapatan di
bawah Rp. 1.000.000 tiap bulannya tidak dikenakan pajak, dan sebaliknya jika
131
pendapatan di atas Rp.1.000.000,- maka wajib dikenakan pajak. yang mana berarti
setiap harinya tempat usaha tersebut mendapatkan omset Rp.30.000,- perhari.
Lain halnya dengan wajib pajak di atas, padahal wajib pajak Pelita Bilyar ini
hanya mendapatkan omset di bawah Rp.1.000.000,- tetapi tetap dikenakan pajak.
Hasil wawancara dengan informan wajib pajak di atas mengenai tarif yang
tidak sesuai dengan persentase juga diperkuat oleh informan lain yaitu informan
wajib pajak futsal yang tidak terdata, berikut pernyataan yang dilontarkan:
“Kategori tempat futsal ini masuk ke dalam pajak hiburan. Pengenaan tarif normal itu 7%, tapi ada yang fleksibel ada yang permanen. Tergantung mau ambil yang mana. Kalau disini ikut yang lain, yaitu yang permanen. Dari tahun 2012 kita membayar pajak. di tempat futsal ini juga dikenakan pajak parkir seratus ribu dan pajak air seratus ribu juga.” Wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae, tanggal 16 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
Pemaparan informan wajib pajak tidak terdata ini bahwa pada tempat
futsal ini dikenakan pajak hiburan, tetapi pada pengenaan tarifnya tempat ini
dikenakan tarif yang permanen. Yang dimaksud permanen disini yaitu tarif yang
dikenakan tetap setiap bulannya, baik pendapatan sedang meningkat maupun
menurun tetap dikenakan perbulannya tidak berdasarkan pendapatan tempat. Di
tempat ini juga dikenakan tarif pajak parkir, karena pada tempat ini untuk
parkirnya dikenakan tarif yaitu sebesar Rp. 1.000/kendaraan sehingga wajar
dikenakan pajak parkir. Lain halnya dengan Futsal Yumaga yang dikenakan pajak
parkir padahal di tempat tersebut tidak dipungut parkirnya. Futsal Kenewae ini
membayar pajak dari tahun 2012, tetapi sampai sekarang tidak tertera namanya di
data wajib pajak DPKD.
132
Dalam pengenaan tarif pajak tidak sesuai dengan yang ada dalam
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah,
sebagian besar wajib pajak tarif yang dipungut hanya berdasarkan negosiasi dan
flat dikenakannya setiap bulan. Walaupun memang ada wajib pajak yang
dikenakannya sesuai dengan tarif yang berlaku, tetapi kebanyakan dari wajib
pajak terdata maupun tidak terdata ini dikenakan tarif pajaknya tidak berdasarkan
persentase yang seharusnya.
Lain halnya dengan wajib pajak hiburan berupa karaoke yang dikenakan
tarif pajaknya yaitu pajak restoran, padahal di dalamnya lebih dimayoritasi oleh
karaokenya dibanding restorannya yang di dalamnya hanya mencakup makanan
ringan serta minuman. Seperti yang dipaparkan pengelola karaoke berikut ini:
“Kalau disini dikenakan pajak restoran, karena di Serang belum ada izinnya jadi dikenakan restorannya saja. Lagipula kalau dikenakan pajak restoran dan hiburan tarifnya besar sekali. Dikenakan pajak makanannya saja, untuk minumannya tidak dikenakan pajak. Jadi tidak terlalu besar. Kita di sini jual jus, dan jual kentang. Jadi menutupi karaokenya seperti itu.. Yang penting kita ada izin usaha tempat. Pajaknya dikenakan enam ratus enam puluh empat ribu, itu tiap bulan berubah-ubah tergantung omsetnya. Jadi paling besar itu tujuh juta perbulan. Biasanya kita bayar pajak bisa sampai Rp.1.000.000 lebih. Tarifnya yaitu 10% dari penghasilan tiap bulan.” Wawancara dengan pengelola Safana Cafe Resto dan Family Karaoke, tanggal 07 Agustus pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Safana Cafe Resto dan
Family Karaoke di atas dapat peneliti analisis bahwa pengenaan pajaknya adalah
pajak restoran padahal di dalamnya lebih dimayoritasi dengan karaokenya, karena
belum ada izin untuk karaoke maka dari itu hanya dikenakan restorannya saja.
Padahal restoran di tempat ini hanya sebatas menjual makanan dan minuman yang
133
sedikit saja yang hanya menutupi karaokenya. Pada pengenaan tarifnya memang
benar yaitu dikenakan 10%/ bulan untuk tarif restoran.
Hal di atas menunjukkan bahwa pengenaan jenis pajaknya tidak sesuai
dengan apa yang tertera dalam dasar pengenaan. Memang dalam pengenaan
karaoke tidak dibolehkan karena belum ada izin karaoke yang mendasarinya tetapi
tempat karaoke tetap membandel untuk membuka usaha, dan membuka peluang
juga untuk DPKD menarik pajaknya berikut pemaparan dari pihak Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang:
“Sebenarnya di kita belum ada Perda tentang tempat hiburan. Hall, diskotik, pub, rumah bernyanyi dan karaoke belum ada. Ada penyalahgunaan di Lapangan, yaitu kategori perizinan usahanya. Kenapa? Karena Perdanya belum ada. Muspida dilibatkan, tokoh masyarakat, MUI juga dilibatkan, karena kita itu condongnya ke religius, banyak yang tidak menginginkan adanya tempat hiburan malam. Di sana kalau untuk tempat karaoke, yang seperti di Pandean berarti ilegal, itu bukan kewenangan kami. Misalnya coba lihat perijinannya diperuntukkannya untuk apa, untuk hotel, restoran dan lain-lain dan mereka yang menyalahgunakan.” Wawancara dengan Kepala Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang tanggal 18 Juli 2014 pukul 10.13 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan Pelayanan Terpadu
dan Penanaman Modal Kota Serang di atas dapat peneliti analisis bahwa Perda
perizinan untuk tempat hiburan yang seperti karaoke, pub, dan sebagainya tidak
ada sehingga tempat karaoke di sini tidak dikenakan pajak hiburan tetapi hanya
dikenakan pajak restorannya. Para wajib pajak karaoke ini dikenakan pajak
restoran karena pada perizinannya mereka memiliki izin usaha pada kategori
rumah makan bukan kategori tempat hiburan karena belum ada Perdanya.
134
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan yang dilontarkan oleh
Kepala Bidang Trantib Pol-PP Kota Serang:
“Kalau karaoke izinnya bukan karaoke, tetapi izin restoran, rumah makan di BPTPM. Tidak ada izin karaoke, karena izin karaoke itu hiburan. Perda hiburan tidak ada. Mereka seolah-olah memberikan aksesoris, jadi kalo tanpa adanya rumah makan dan restoran tanpa adanya karaoke mungkin dianggapnya tidak ramai, tetapi kalau ada room karaoke pasti ramai. Karena itu salah satu motivasi mereka memancing kepada pelanggan supaya ramai itu juga pelanggaran sebenarnya, karena izin dari pemerintah hanya rumah makan dan restoran, kalau karaoke jelas tidak ada izinnya karena belum termuat dalam Perda hiburan.” Wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP tanggal 19 Agustus pukul 10.40 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP di
atas dapat peneliti analisis bahwa memang pada izin karaoke tidak ada yang ada
hanyalah izin restorannya saja sehingga pajak yang dikenakan hanyalah pajak
restorannya saja. Para wajib pajak mengakalinya dengan tempat karaoke itu
hanyalah sebagai aksesoris rumah makan, padahal dalam kenyataannya adalah
sebaliknya.
Dari pernyataan tersebut, adanya penyalahgunaan dari pihak wajib pajak
yang tetap membuka karaoke tersebut padahal tidak ada peraturan yang
melandasinya. Kemudian, wajib pajak karaoke ini menyatakan bahwa: “Kita
bayar koordinasi, bayar koordinasi ke Polsek, ke Pol-PP seperti itu.” Wawancara
dengan pengelola Safana Cafe Resto dan Family Karaoke tanggal 07 Agustus
pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Savana Cafe dan Karaoke
di atas dapat peneliti analisis bahwa tempat hiburan karaoke ini membayar
135
koordinasi kepada Polsek serta Sat-Pol PP agar tempar karaoke ini tetap dapat
berdiri. Hal tersebut diindikasikan bahwa pihak Pol-PP juga memberikan peluang
kepada wajib pajak karaoke untuk tetap membuka usaha tersebut.
Pernyataan ini dilontarkan oleh Kepala Bidang Trantib Pol-PP Kota
Serang:
“Bukan tidak apa-apa, selama tidak mengganggu ketertiban, seperti didalamnya tidak ada miras (=minuman keras), dan tempat tersebut karaoke keluarga, sepanjang itu tidak mengganggu ketertiban lingkungan itu diperbolehkan. Kalau dia mengganggu ketertiban lingkungan, membuat gaduh dan sebagainya baru kita tutup karaokenya tapi kalau rumah makan dan restorannya tetap, jadi berjalan sesuai dengan izinnya itu. Dan untuk retribusinya juga mereka itu hanya retribusi rumah makan dan resto, karena karaoke tidak bisa dipungut retribusi karena tidak ada perdanya, kalau dipungut nanti masuk kemana anggarannya.” Wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP, tanggal 19 Agustus pukul 10.40 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Trantib Pol-PP di
atas dapat peneliti analisis bahwa semua tempat karaoke yang ada di Kota Serang
ini mereka seakan-akan hanya sebuah fasilitas dari rumah makan atau restoran
yang berdiri padahal seluruh tempat karaoke di dalamnya lebih kepada tempat
karaokenya dibanding dengan restoran atau rumah makannya, hal ini diperkuat
atas dasar pengamatan peneliti pada saat observasi. Padahal jika memang
Peraturan Daerah yang mengatur perizinan tidak ada harusnya tidak usah diberi
peluang untuk membuka usaha tersebut.
Hal ini diindikasikan kurangnya pemantauan dari Dinas terutama Dinas
perijinan karena dasar pengenaan pajak diawali dari perizinan yang mereka
ajukan, tidak melakukan survei terlebih dahulu terkait tempat usaha yang akan
136
dibuka sehingga karaoke ini tidak berdiri, dan merugikan Pemerintah akan
pemungutan pajak yang seharusnya dikenakan sebesar 40% dari pendapatan yang
mana tarif tersebut sangat besar dibanding dengan objek pajak hiburan lainnya.
Dimana banyak tempat karaoke yang ada di Kota Serang ini jika dipungut
pajaknya maka akan mendapat keuntungan besar dari pajak karaoke tersebut.
Kemudian, pengenaan tarif yang didalamnya terdapat dua objek pajak hiburan
seharusnya dikenakan kedua-duanya. Misalkan saja, di satu tempat tersebut
terdapat dua objek hiburan yaitu ada futsal dan bilyar, kemudian yang dikenakan
yaitu kedua-duanya. Seperti yang dipaparkan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah sebagai berikut:
“Kalau ada tempat yang lebih dari satu objek pajak itu dua-duanya dikenakan pajak. Misalkan ada tempat futsal, di tempat futsal itu ada bilyardnya juga dan itu dua-duanya dikenakan. Futsal 7% dan bilyarnya 10% seperti itu.” Wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah, pada tanggal 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pendaftaran dan
Pendataan Pajak Daerah di atas dapat peneliti analisis bahwa untuk pengenaan
pajak yang di dalamnya terdapat dua objek pajak dalam satu tempat, maka tarif
yang dikenakan yaitu kedua-duanya. Misalkan dalam satu tempat terdapat dua
objek pajak seperti futsal dan bilyar, maka tarif untuk futsal dikenakan 7% dan
untuk bilyarnya dikenakan 10%. Tetapi lain halnya dengan wajib pajak hiburan
berikut ini, yaitu FN-One yang di dalamnya terdapat bilyar dan karaokenya.
Berikut pernyataan dari informan wajib pajak tidak terdata:
“Setiap bulan kita membayar pajak. Bayarnya tetap perbulan. Kalau kita disini dikenain perbulannya itu satu juta seratus lima puluh, setiap bulan sebesar itu baik pendapatannya besar ataupun kecil. Pada waktu bilyard
137
dan karaoke dikenakan pajak dua-duanya, yaitu satu juta seratus lima puluh.” Wawancara dengan Bapak Aming pada tanggal 07 Agustus 2014 pukul 15.26 WIB di FN-One Bilyar dan Karaoke Pasar Rau.
Dari hasil wawancara dengan pengelola FN-One Futsal di atas dapat
peneliti analisis bahwa tempat usaha ini setiap bulan membayar pajak. pajak yang
dikenakan yaitu sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah).
Tarif tersebut tidak berdasarkan omset yang didapat setiap bulannya. Pengenaan
tarif tersebut sebesar itu setiap bulannya. Walaupun di tempat usaha ini
mendapatkan omset besar maupun kecil, tetap dikenakannya sebanyak itu.
Menurut pengakuan pengelola ini, memang pengenaan pajak keduanya dikenakan
tetapi tetap tidak berdasarkan tarif yang sesuai dikarenakan karaoke masih belum
bisa dipungut pajaknya sehingga tarif pajak diakumulasi seakan-akan kedua-
duanya dikenakan pajak.
Indikator terakhir dalam aspek sosiologis ini yaitu mengenai administrasi
perpajakan, dimana adiministrasi perpajakan ini merupakan penatausahaan dan
pelayanan terhadap kewajiban dan hak wajib pajak. Dalam administrasi
perpajakan ini hal yang diutamakan yaitu mengenai pelayanan yang mudah,
murah dan sederhana. Dari hal tersebut, akan terwujud administrasi perpajakan
yang baik. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada aspek psikologis dalam
indikator pelayanan ialah pelayanan yang diberikan oleh fiskus dirasa sudah baik,
tetapi apakah dalam proses administrasinya sudah terbilang murah, mudah dan
sederhana. Hal tersebut dapat dilihat dari pemaparan informan wajib pajak,
berikut pemaparannya: “Kalau sekarang langsung bayar, tidak antri. Tapi pada
awal-awalnya kadang ada tanda kutip kalau bisa dipermudah kenapa tidak pada
138
saat saya pengurusan, tapi kalau sekarang langsung bayar dan tidak sulit.”
wawancara dengan Futsal Kenewae, tanggal 16 Juli 2014 pukul 21.00 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Futsal Kenewae di atas
dapat peneliti analisis bahwa pada administrasi perpajakan di DPKD ini sangat
mudah dan tidak ada bayar apapun terkecuali pada saat pengurusan dikenakan
tetapi pada saat pembayaran saat ini tidak direpotkan dan dipermudah. Hal senada
pun dilontarkan oleh wajib pajak lain yaitu seperti pemaparan berikut ini:
“Mudah, tidak ada biaya apa-apa, dan cepat pengurusannya.” wawancara dengan
pengelola Bilyar Ramayana , tanggal 03 Juli 2014 pukul 20.30 WIB.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Bilyar Ramayana di atas
dapat peneliti analisis bahwa memang pada administrasi perpajakannya sangat
mudah dan murah karena tidak dipungut biaya apapun dari DPKD. Berdasarkan
hasil wawancara informan-informan di atas bahwa fiskus tidak membuat para
wajib pajak bingung akan administrasi perpajakannya, fiskus membuat hal
tersbeut lebih mudah, murah, dan terlihat sederhana. Dilihat dari pemaparan di
indikator pelayanan juga memang terbukti bahwa memang mereka lebih
mengedepankan pada pelayanan prima, yang mudah serta murah. Hal tersebut
membuat efektif dan mengefisienkan waktu serta membuat para wajib pajak tidak
kecewa akan pembayaran pajak yang mereka bayarkan jika kewajiban wajib pajak
dibayar dengan administrasi perpajakan yang seperti ini.
139
4.4 Pembahasan
4.4.1 Analisa Peneliti Tentang Fokus Penelitian
Pajak hiburan merupakan salah satu jenis dari pajak daerah yang mana
pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Dasar hukum mengenai
pajak hiburan ini yaitu diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah, pajak hiburan
merupakan pajak atas penyelenggaraan hiburan, dan yang termasuk ke dalam
hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan/ atau
keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Dimana dari pajak hiburan
tersebut, dapat menambah Pendapatan Asli Daerah. Untuk itu, jika pajak hiburan
dikelola dengan baik dan optimal serta para wajib pajak patuh dan sadar akan
kewajibannya maka akan terciptanya kesejahteraan pembangunan selain bagi
daerah juga bagi warga daerahnya.
Pembahasan ini, peneliti akan membahas mengenai analisis kepatuhan
administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang. Pada pembahasan
yang akan peneliti kaji tentunya dengan melihat Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Peraturan Daerah dengan fokus penelitian pada
Kepatuhan perpajakan Nasucha (2004: 148 - 149) yaitu meliputi aspek yuridis,
aspek psikologis, dan aspek sosiologis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai kepatuhan
administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di Kota Serang ini dinilai masih
belum optimal karena hasil dari observasi peneliti dan didukung dengan adanya
hasil wawancara masih banyaknya wajib pajak hiburan yang belum patuh dan
140
sadar akan kewajibannya dalam perpajakan. Dimana jika dalam pajak hiburan
para wajib pajak patuh dan sadar akan kewajibannya maka akan mampu
membantu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta membangun
pembangunan yang lebih baik untuk daerah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Peraturan Daerah
serta kepatuhan pajak dari Nasucha.
1. Aspek Yuridis
Dalam aspek yuridis ini ada empat indikator penting dalam menentukan
kepatuhan pajak, yaitu pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, penghitungan
pajak, serta pembayaran pajak. Pendaftaran sebagai wajib pajak ini merupakan
langkah awal dari setiap kegiatan perpajakan, dimana semua orang baik pribadi
maupun perusahaan yang akan membuka usaha wajib mendaftar terlebih dahulu
sebagai wajib pajak. Setelah mendaftar jadi wajib pajak maka objek pajak tersebut
akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah atau yang biasa disebut
dengan NPWPD. Dari pendaftaran wajib pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah inilah daerah baru dapat memungut pajak yang telah teretra dalam
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.
Dalam pendaftaran wajib pajak ini, masih terdapat beberapa objek pajak
hiburan yang mana namanya tidak tertera dalam daftar wajib pajak hiburan di
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang. Berikut adalah nama-nama
tempat hiburan yang terdata di data Dinas Pengelolaan Keuangan daerah Kota
Serang, seperti pada tabel 4. 5 di bawah ini:
141
Tabel 4.5 Data Wajib Pajak Hiburan di Kota Serang
No. Nama tempat hiburan Kecamatan Objek Pajak 1. Celebrity Salon & Aerobic Serang Pusat Kebugaran 2. Sanggar Senam Azalia Serang Pusat Kebugaran 3. Jurassic Island Serang Permainan ketangkasan 3. Matahari Graha Fantasi Time Zone (MOS) PT Serang Permainan ketangkasan 4. Zona 2000 Serang Permainan ketangkasan 6. Merdeka Serang I AC Serang Permainan ketangkasan 7. Sundindo Primaland PT. Cipocok Jaya Taman rekreasi 8. Mutiara Water Park Cipocok Jaya Taman Rekreasi 9. CV. Nur Alfan Serang Permainan bilyar
10. Mall Serang Bilyard Serang Permainan bilyar 11. Pelantha Bilyard Serang Permainan bilyar 12. Pelita Bilyard Serang Permainan bilyar 13. Royal Bilyard Serang Permainan bilyar 14. Radar Banten Arena Futsal Serang Pertandingan olahraga 15. Flamengo Futsal Serang Pertandingan olahraga 16. CIA Futsal Serang Pertandingan olahraga 17. Yumaga Sport Centre Serang Pertandingan olahraga 18. Wangsa Jaya Futsal Serang Pertandingan olahraga 19. One Futsal Cipocok Jaya Pertandingan olahraga 20. Tribens Futsal Walantaka Pertandingan olahraga
Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, 2014
Data di atas adalah data wajib pajak yang telah mematuhi dan memenuhi
kewajibannya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak usaha hiburan
yang berdiri di Kota Serang ini. Setelah melakukan observasi awal, ternyata
memang benar bahwa masih ditemukannya beberapa objek pajak yang seharusnya
terdaftar sebagai wajib pajak hiburan di Kota Serang. Pada saat observasi, peneliti
menemukan beberapa objek pajak yang seharusnya menjadi wajib pajak hiburan.
Adapun objek pajak tidak terdata yang peneliti temukan pada saat observasi, yaitu
seperti yang tertera pada tabel 4.6 berikut:
142
Tabel 4.6 Objek Pajak tidak terdata sebagai Wajib Pajak Hiburan Kota Serang
No Nama Tempat Hiburan Kecamatan Jenis objek hiburan
1. Waterbom tembong jaya Cipocok Taman rekreasi 2. Oktav Karaoke Cipocok Karaoke 3. Olala Resto Cipocok Karaoke 4. Safana Cafe Resto dan Family Karaoke Serang Karaoke 5. Karaoke roberta Serang Karaoke 6. Nagurata Serang Karaoke 7. D’Wiza Cafe dan Karaoke Serang Karaoke 8. Fn- one bilyard and Karaoke Serang Karaoke dan bilyar 9. Rau sport center Serang Pertandingan olahraga 10. Mas futsal Serang Pertandingan olahraga 11. RTC Futsal Serang Pertandingan olahraga 12. Faiz futsal Kasemen Pertandingan olahraga 13. Bintang futsal Serang Pertandingan olahraga 14. Futsal Kenewae Serang Pertandingan olahraga 15. Sunny Salon dan spa Serang Spa 16. Sehati salon dan spa Serang Spa 17. Rossy’s spa Serang Spa 18. Diva Salon dan spa Serang Spa 19. Sari salon Serang Spa 20. Puspita gym Serang Pusat kebugaran 21. Rossy’s Gym & fitness Serang Pusat kebugaran 22. Royal Gym Serang Pusat kebugaran 23. La-sherly gym Serang Pusat kebugaran
Sumber: Olah data peneliti, 2014 Data di atas menunjukkan bahwa banyaknya objek pajak hiburan yang
tidak terdata sebagai wajib pajak hiburan di Kota Serang, ini dikarenakan
kurangnya pemantauan yang dilakukan oleh Dinas terkait sehingga masih ada
objek pajak yang tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Dalam pendaftaran
wajib pajak, ada objek pajak yang benar-benar tidak mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak sehingga objek pajak ini tidak dikenakan pajak. Di salah satu objek
hiburan ini, mereka hanya mendaftarkan izin usaha tempat gym tetapi tidak
mendaftarkan sebagai wajib pajak. Padahal sudah tertera dalam Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah bahwa Gym/ Fitness
Center termasuk ke dalam objek pajak hiburan, tetapi pada saat di lapangan
143
seluruh Gym/ Fitness Center tidak masuk ke dalam data wajib pajak hiburan.
Adapun data yang peneliti temukan di Lapangan, dapat dilihat pada tabel 4.7
berikut ini:
Tabel 4.7 Daftar Nama Gym/ Fitness Center di Kota Serang
No. Daftar Nama Gym/ Fitness Center Kecamatan 1. Puspita Gym Taktakan 2. La-Sherly Gym Serang 3. Solite Royal Gym Serang 4. Rossy’s Gym Taktakan
Sumber: Olah data peneliti, 2014
Dapat dilihat di atas, bahwa ada kurang lebih 4 (empat) tempat Gym/
Fitness Center yang ada di Kota Serang yang seharusnya terdaftar sebagai wajib
pajak hiburan, tetapi semuanya tidak ada yang tertera sebagai wajib pajak hiburan
di data Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang. Terlihat
bahwa ketidakpatuhannya para wajib pajak ini dalam pendaftaran sebagai wajib
pajak, serta kurangnya ketegasan dari Pemerintah akan wajib pajak yang kurang
kesadarannya dalam mendaftar sebagai wajib pajak. Dinas terkait sebenarnya
telah mengetahui bahwa ada beberapa objek pajak yang belum mendaftarkan diri
tetapi pemerintah hanya memberikan teguran satu sampai dua kali saja sehingga
tidak membuat para wajib pajak menjadi sadar dan patuh. Padahal dari hasil
wawancara peneliti dengan Dinas terkait bahwa jika ada wajib pajak yang tidak
mendaftarkan diri harus ditutup tempat usahanya, tetapi kebijakan tersebut belum
direalisasikan oleh dinas terkait. Hal ini dilihat dari masih banyaknya wajib pajak
tidak terdata yang masih beroperasi.
144
Selain masih banyaknya wajib pajak yang tidak patuh ini, ada beberapa
wajib pajak yang namanya tidak terdata di data DPKD Kota Serang. Padahal
beberapa wajib pajak ini telah memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dan
setiap bulan selalu melakukan pembayaran pajak, tetapi menurut data yang
peneliti dapatkan bahwa tidak terteranya nama tersebut sebagai wajib pajak. Ada
pula wajib pajak karaoke yang telah membayar pajak tetapi nama wajib pajak
tersebut tertera pada objek pajak restoran bukan pada objek pajak hiburan.
Padahal wajib pajak ini termasuk ke dalam objek pajak hiburan. Hal ini
dikarenakan belum adanya Peraturan Daerah mengenai perizinan tempat hiburan
secara spesifik sehingga tidak dapat dipungut pajaknya dan dialihkan menjadi
objek pajak restoran.
Indikator selanjutnya yaitu Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) ini
dilaporkan pada saat para wajib pajak ingin menyetorkan pajaknya. Pada pajak
daerah itu disebut dengan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau disingkat
dengan SPTPD. Sistem Pelaporan SPTPD ini dilakukan setelah para wajib pajak
mendaftarkan sebagai wajib pajak dan telah terdata sebagai wajib pajak. Pada
pelaporan SPTPD ini wajib pajak wajib melaporkan pajak terhutang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Mekanisme dalam sistem pelaporan SPTPD ini, Pihak Dinas memberikan
SPTPD kepada para wajib pajak hiburan yang terdata kemudian para wajib pajak
mengisi sendiri formulir yang telah diberikan, kemudian melaporkan pajak
terhutang mereka ke Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah kemudian barulah bisa
masuk ke kas daerah dan para wajib pajak diberikan Surat Setoran Pajak Daerah
145
atau biasa disingkat SSPD sebagai bukti bahwa mereka telah menyelesaikan
kewajibannya pada bulan ini dan seterusnya seperti itu. Pada sistem pelaporan ini,
dirasa sudah cukup efektif baik yang dilakukan oleh para wajib pajak maupun
Dinas yang menanganinya, karena proses pelaporan ini sangat memudahkan para
wajib pajak untuk melaporkan dan menyetorkan kewajibannya. Seluruh wajib
pajak pun memahami akan sistem pelaporan dari SPTPD ini.
Setelah adanya proses pelaporan SPTPD, langkah selanjutnya yaitu dalam
penghitungan pajak. Cara penghitungan pajak ini yaitu para wajib pajak itu sendiri
yang mengisi, dengan cara menghitung pajak terhutang yang akan disetorkan.
Setelah Dinas memberikan SPTPD ini kepada para wajib pajak sebelum tanggal
jatuh temponya pembayaran pajak, para wajib pajak wajib mengisi formulir
tersebut, yang dalam pengisiannya terdapat pula penghitungan pajak. Dimana
penghitungan pajak ini, dilihat dari tarif yang seharusnya dikenakan. Ketika wajib
pajak akan melaporkan SPTPD diharapkan untuk melihat penghitungan pajaknya,
jika dalam penghitungan pajak ini dirasa sudah benar dan sesuai dengan ketentuan
baru dapat diproses ke proses pembayaran pajaknya. Tetapi, dalam pengisian serta
penghitungan pajak ini belum sesuai dengan apa yang ditentukan karena ada
beberapa wajib pajak yang dalam pengisian serta penghitungannya tidak
disesuaikan dengan apa yang ditentukan dalam Peraturan Daerah. Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak
Daerah, bahwa penghitungan SPTPD ini dihitung dari tiket atau bill atau rekapan
pendapatan para wajib pajak, ada ketidaksinkronan dalam cara penghitungan
Surat Pajak hiburan tersebut. Jika seperti itu, bisa saja para wajib pajak berbohong
146
dan terdapat kecurangan akan pendapatan yang mereka peroleh selama satu bulan,
sehingga dalam pembayaran pajaknya hanya sedikit yang mereka bayarkan.
Tahap terakhir pada aspek yuridis ini yaitu pembayaran pajak. Tahap ini
merupakan tahap yang penting juga dalam mengukur kepatuhan wajib pajak.
Dalam pembayaran pajak hiburan ini dilakukan setelah kita melakukan pelaporan
SPTPD dan pengisian SPTPD barulah kita menyetorkan pajaknya setiap bulan
rutin. Pembayaran pajak ini dapat dilakukan melalui DPKD langsung ataupun
melalui Bank. Untuk pembayaran pajak melalui Bank, wajib pajak melakukan
transfer ke Bank terpilih kemudian wajib pajak membawa bukti transfer ke DPKD
untuk mendapatkan SSPD pajak hiburan bahkan lebih repot dibandingkan dengan
membayar pajaknya langsung ke DPKD. Pembayaran pajak dilakukan paling
lambat tanggal 15, jika telat dalam waktu 1 bulan maka akan ada sanksi yang
didapat oleh wajib pajak yaitu berupa denda sebesar 2% tiap bulan, jika telat 1
bulan maka denda 2% jika telat 2 bulan maka denda 4% dan seterusnya seperti itu.
Proses pembayaran pajak sudah sesuai dengan mekanisme yang
seharusnya, akan tetapi pada pemberian sanksi yang dikenakan kepada para wajib
pajak hiburan ini belum sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah karena pada proses pembayaran itu berkaitan dengan sanksi yang
dikenakan jika pembayaran melebihi dari waktu yang ditentukan. Sanksi untuk
para wajib pajak yang telat membayar hanya dikenakan denda sebesar 2% tiap
bulannya. Pemberian denda yang dipungut pada tiap wajib pajak hiburan berbeda-
beda, ada yang dikenakan Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah), ada yang
dikenakan sanksi ketika hanya telat beberapa hari dari jangka waktu yang
147
ditentukan, dan adapula yang dikenakan 50% (lima puluh persen) dari
pembayaran pajak.
Ketidaktahuan para wajib pajak ini membuat pegawai “yang nakal”
memanfaatkan situasi seperti ini. Pengenaan denda ini memang masuk ke dalam
Kas Daerah dan tidak termasuk ke dalam realisasi pajak hiburan. Denda-denda
tersebut dibedakan dengan realisasi penerimaan pajak hiburan. Walaupun
pengenaan denda ini masuk ke dalam kas daerah tetapi masih terdapat perbedaan
denda yang dikenakan tiap wajib pajak yang telat menyetorkan pajaknya apalagi
pengenaan denda ini tidak masuk kedalam realisasi penerimaan pajak hiburan
sehingga dapat dengan mudah dikelabuhi pengenaan dendanya.
Pengenaan denda ini, tidak ada pemberitahuan yang diberikan Dinas
kepada para wajib pajak secara langsung, hanya saja berdasarkan tulisan di SSPD
(Surat Setoran Pajak Daerah) dan itu pun hanya tulisan kecil yang biasanya orang
– orang malas untuk melihat dan membacanya, yang mereka tahu hanya
membayar pajaknya saja pada saat sosialisasi pertama.
2. Aspek Psikologis
Pada aspek psikologis ini ada 3 (tiga) indikator penting dalam menentukan
kepatuhan wajib pajak, yaitu penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaan. Pada
indikator pertama yaitu penyuluhan. Penyuluhan merupakan indikator penting
dalam proses perpajakan, dimana sebelum wajib pajak melakukan kegiatan
perpajakan pemerintah memberitahukan informasi-informasi yang harus diketahui
oleh wajib pajak khususnya pada pajak hiburan. Penyuluhan ini berupa sosialisasi,
148
yang mana sosialisasi ini dilakukan melalui media cetak seperti spanduk, baliho
dan sebagainya, sampai media elektronik. Selain melalui media, pemerintah
survei langsung ke tempat-tempat usaha yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
Survei ini dilakukan agar para wajib pajak memahami akan kewajibannya dalam
membayar pajak. Sosialisasi yang diberikan untuk wajib pajak yaitu berupa
pemaparan-pemaparan terkait pajak, seperti mekanisme dalam pendaftaran,
mekanisme pembayaran, hingga mekanisme tempat usaha yang tidak mau
beroperasi lagi.
Pada saat observasi di Lapangan ini, ternyata masih banyak wajib pajak
yang belum paham akan kewajibannya serta hukum-hukum yang berlaku. Mulai
dari pendaftaran wajib pajak, pengenaan tarif, Peraturan Daerah yang berlaku,
serta pengenaan sanksi. Hal ini berarti belum tersosialisasikan secara baik dan
jelas yang dilakukan oleh Dinas terkait mengenai proses perpajakan karena dari
sosialisasi inilah yang dapat memicu wajib pajak patuh atau tidaknya.
Berdasarkan pernyatan-pernyataan informan mengenai sosialisasi ini, sosialisasi
dilakukan hanya pada saat pertama kali wajib pajak membuka usaha dan
sosialisasi tersebut yang diberitahukan hanyalah pada proses pendaftaran dan
pembayaran pajaknya saja, tidak ada pemberitahuan mengenai sanksi yang
dikenakan serta Peraturan Daerah yang berlaku.
Indikator selanjutnya yaitu pelayanan. Pelayanan merupakan hal yang
menentukan dalam sebuah proses kegiatan berlangsung. Pelayanan yang baik
akan membuat para wajib pajak . Para wajib pajak hiburan ini merasa puas akan
pelayanan yang diberikan oleh Dinas terkait sehingga mereka menganggap pajak
149
yang mereka bayarkan itu sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Dinas terkait
memang lebih mengedepankan dalam pelayanannya. Pelayanan yang mudah,
cepat, serta fasilitas tempat duduk yang memadai. Jadi, jikapun terbilang lama
mereka masih bisa menunggu sambil duduk di kursi yang telah disediakan oleh
Pemerintah sehingga tidak perlu capek untuk menunggu. Hal ini diperkuat oleh
hasil pengamatan peneliti selama observasi yaitu dengan adanya dokumentasi
yang dapat peneliti ambil di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah.
Indikator terakhir dalam aspek psikologis ini yaitu pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk mengecek kembali pajak yang harus
dibayarkan karena pajak dikenakan harus sesuai dengan tarif pajak yang
seharusnya sehingga perlu adanya pemeriksaan pajak dengan cara survei langsung
ke tempat wajib pajak dan melakukan pemeriksaan omset pendapatan wajib pajak
hiburan tiap bulannya.
Dari indikator pemeriksaan pajak ini, diindikasikan bahwa masih adanya
perbedaan dalam hal pemeriksaan pajak. Hal ini didasari karena berbeda pula
pengenaan tarif pajak yang dipungut kepada tiap-tiap wajib pajak hiburan. Wajib
pajak patuh yang membayar pajaknya sesuai dengan tarif pajak, memang
dilakukannya pemeriksaan omset jika terjadi kesalahan pada saat pemeriksaan
maka akan jadi tanggung jawab wajib pajak pada saat pelaporan bahwa omset
tidak sesuai dengan pajak yang harus dibayarkan. Jika terjadi kelebihan, maka
akan dikembalikan tetapi jika terjadi kekurangan wajib pajak harus membayar
kekurangan tersebut. sedangkan, pada wajib pajak yang tidak mematuhi peraturan
150
daerah yang berlaku tidak dilakukannya pemeriksaan omset karena mereka sudah
mengetahui pajak yang harus dibayarkan berapa setiap bulannya.
3. Aspek Sosiologis
Pada aspek sosiologis ini ada 4 (empat) indikator penting dalam
menentukan kepatuhan perpajakan, yaitu kebijakan publik, kebijakan fiskal,
kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan. Pada indikator pertama yaitu
kebijakan publik.
Kebijakan publik dalam perpajakan ini memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran daerah sehingga butuh koordinasi
dan komunikasi yang baik dalam masalah perpajakan. Koordinasi ini meliputi
koordinasi dari hal perizinan, pendaftaran menjadi wajib pajak hingga penutupan
usaha. Kebijakan publik dalam hal koordinasi ini yang dilakukan ketiga pihak
yaitu Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang untuk
perizinan usahanya, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang untuk
proses pajak hiburannya dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang sebagai
penegak Peraturan Daerah. Dalam penanganan pajak daerah khususnya pajak
hiburan ini dirasa baik, dan koordinasi yang dilakukan ini juga untuk memicu
kepatuhan para wajib pajak agar wajib pajak patuh dan sadar akan kewajibannya
untuk daerah.
Indikator kedua, yaitu kebijakan fiskal. Pada pembahasan mengenai pajak
ini, yang berhubungan dengan kebijakan fiskal ialah realisasi penerimaan pada
pajak hiburan itu sendiri. Dimana pajak hiburan memiliki target pencapaian serta
realisasi penerimaan setiap bulan dan setiap tahunnya. Adapun pemaparan dari
151
informan yaitu Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah tersebut
memang realisasi sudah melebihi dari target pencapaian. Dapat dilihat
berdasarkan data pada tabel 4.8 di bawah ini:
Tabel 4.8 Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan
Tahun Realisasi Target 2012 Rp. 362. 404. 960,- Rp. 405.000.000,- 2013 Rp. 502. 439. 957,- Rp. 482. 200.000,-
Sumber: DPKD Kota Serang, 2014
Berdasarkan tabel 4.8 di atas bahwa realisasi tahun 2012 ke tahun 2013
memang melesat tinggi, dan melebihi target pencapaian, tetapi seharusnya masih
dapat diperoleh lebih pemasukan untuk daerah karena masih banyak data wajib
pajak yang belum terdaftar sebagai WP serta masih banyaknya wajib pajak yang
membayar tidak sesuai dengan tarif yang berlaku.
Kemudian, pada indikator ketiga yakni mengenai kebijakan perpajakan.
Dalam kebijakan perpajakan ini yang menentukan seberapa besar pemasukan
untuk daerah karena kebijakan perpajakan ini lebih kepada pengenaan tarif yang
telah disesuaikan dengan peraturan daerah yang berlaku. Dalam pengenaan tarif
pajak ini disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pajak Daerah, berikut tarifnya:
a. Pagelaran musik dan busana sebesar 20%;
b. Kontes kecantikan dan binaraga sebesar 20%;
c. Diskotik dan klab malam sebesar 60%;
d. Karaoke sebesar 40%;
e. Permainan ketangkasan sebesar 10%;
152
f. Sirkus, akrobat, dan sulap sebesar 10%;
g. Panti pijat, refleksi dan mandi uap atau spa sebesar 35%;
h. Tontonan film sebesar 5%;
i. Pameran sebesar 5%;
j. Permainan bola sodok sebesar 20%;
k. Permainan golf dan bola gelinding sebesar 20%;
l. Pacuan kuda, balapan kendaraan bermotors sebesar 10%;
m. Pusat kebugaran (fitness center) sebesar 10%;
n. Pertandingan olahraga termasuk futsal, sepak bola, bola voli, basket, dan
sejenisnya sebesar 7%.
Tarif tersebut adalah dasar pengenaan pajak untuk pajak hiburan yang
mana tiap-tiap wajib pajak harus mematuhi aturan yang berlaku, akan tetapi masih
banyaknya wajib pajak yang tidak mematuhi aturan tersebut. Adanya perbedaan
pengenaan tarif yang dipungut oleh Dinas tidak sesuai dengan Peraturan Daerah
Kota Serang. Dimana seharusnya pengenaan pajak yang sesuai dengan aturan
yang berlaku akan menambah pendapatan asli daerah. Dari pemaparan yang telah
dipaparkan pada analisis data, bahwa masih banyaknya wajib pajak hiburan yang
tidak sesuai tarif pengenaannya serta masih banyaknya wajib pajak yang tidak
mengetahui akan dasar pengenaan yang berlaku. Adapun wajib pajak yang terdata
sebanyak kurang lebih 20 wajib pajak, tetapi tidak semua wajib pajak ini
dikenakan tarif yang sesuai dengan Peraturan Daerah. Hal ini dapat
mengakibatkan kurangnya pemasukan untuk daerah karena jika tarif yang
dikenakan flat dalam sebulan maka tidak ada peningkatan pendapatan untuk
153
daerah, karena bilamana tempat hiburan tersebut mendapat pendapatan lebih besar
tetap saja mereka hanya membayar sesuai dengan kesepakatan yang diajukan.
Data yang dapat peneliti temukan pada saat observasi mengenai pendapatan yang
mereka dapat setiap bulannya dan jika semua wajib pajak terdata ini membayar
tarif sesuai dengan yang berlaku maka akan didapat pemasukan seperti dibawah
ini yang tertera pada tabel 4. 9:
Tabel 4.9 Potensial Pajak Penerimaan dari Wajib Pajak Terdata
No Jenis hiburan yang terdata Banyaknya
Tarif pajak (%)
Pendapatan rata-rata tempat hiburan
Realisasi yang diterima DPKD
(Oktober – Desember)
Pemasukan yang seharusnya
diterima DPKD per tiga bulan
1. Permainan bilyar
5 20 Rp. 5 juta x 5
Rp. 10.700.000 Rp.15.000.000,-
2. Pusat kebugaran
2 10 Rp. 25 juta x 2
Rp. 1.872.000 Rp. 15.000.000,-
3. Pertandingan olahraga
7 7 Rp.35 juta x 7
Rp. 11.730.688 Rp. 51.450.000,-
4. Taman rekreasi
2 10 Rp. - Rp. 31.758.350 -
5. Permainan ketangkasan
4 10 Rp. - Rp.60.528.487 -
JUMLAH Rp. 116.589.525
-
Sumber: Olah data peneliti dan DPKD Kota Serang, 2014 Dari data di atas, peneliti mendapatkan data yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Mengenai permainan bilyar, di Kota Serang ini terdapat 5 (lima) tempat
bilyar yang terdata di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah yang mana jika
rata-rata tempat bilyar berpendapatan Rp. 5.000.000,-/bulan, maka akan
dikenakan pajak sebesar 20% untuk jenis permainan ini. Jika dihitung
154
berdasarkan pungutan pajaknya, maka rata-rata di setiap tempat permainan
ini dikenakan tarif sebesar Rp. 5.000.000 x 20% yaitu sebesar Rp.
1.000.000/ bulan/ tempat. Dan jika di Kota Serang terdapat 5 tempat jenis
permainan seperti ini, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang
mendapatkan pemasukan sebanyak Rp. 5.000.000/bulan kemudian
dihitung berdasarkan Triwulan maka Rp.5.000.000 x 3 bulan =
Rp.15.000.000,-(lima belas juta rupiah). Tetapi berdasarkan data realisasi
pajak yang peneliti dapatkan dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
hanya sebesar Rp. 10.700.000,- (sepuluh juta tujuh ratus ribu rupiah). Hal
tersebut memicunya pendapatan yang tidak sepenuhnya masuk kedalam
pendapatan asli daerah.
2. Pusat kebugaran, di Kota Serang ini terdapat 2 (dua) tempat pusat
kebugaran yang peneliti dapatkan mengenai pendapatan mereka rata-rata
setiap bulannya yaitu sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
setiap tempat pusat kebugaran, jika dipungut pajak maka tempat pusat
kebugaran ini dikenakan tarif sebesar Rp.25.000.000 x 10% (tarif pajak)
yaitu sebesar Rp.2.500.000/bulan/ tempat. Jika di Kota Serang terdapat
dua tempat pusat kebugaran maka pendapatan yang masuk kedalam Dinas
Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu bisa mencapai sebesar Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah) per bulan, tetapi jika dalam hitungan
triwulan maka akan didapat pemasukan sebesar Rp. 15.000.000,- dan
dibandingkan dengan realisasi yang didapat oleh Dinas Pendapatan dan
Keuangan Daerah Kota Serang hanya sebesar Rp.1.872.000,-.
155
3. Mengenai pertandingan olahraga, pendapatan yang didapat setiap
bulannya dapat dilihat dari banyaknya lapangan. Rata-rata tempat
pertandingan olahrga ini memiliki minimal dua lapangan yang mana setiap
lapangan memiliki pemasukan berkisar Rp. 10-15 juta. Sehingga jika
minimal mereka memiliki dua lapangan, maka dapat mencapai Rp. 30
hingga 40 juta setiap bulannya. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan
dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kota Serang memiliki 7
(tujuh) tempat pertandingan olahraga. Jika dihitung berdasarkan
matematis, maka setiap tempat pertandingan olahraga dapat dikenakan
pajak sebesar Rp. 35.000.000,- x 7% yaitu Rp.2.450.000,-/bulan/tempat
dan jika terdapat 7(tujuh) tempat maka Rp. 2.450.000 x 7 yaitu
Rp.17.150.000,- kemudian dihitung dalam triwulan yaitu sebesar Rp.
51.450.000,- tetapi data realisasi yang Dinas Pengelolaan Keuangan
Daerah dapatkan hanya mendapatkan sebesar Rp. 11.730.688,- dalam
triwulan.
4. Pada poin 4 dan poin 5 peneliti tidak dapat menemukan informasi
pendapatan, karena pengelola di tempat tersebut sulit untuk ditemukan dan
ada juga yang tidak mau menyebutkan pendapatannya karena tempat
mereka sudah termasuk tempat yang sudah terbilang besar pendapatannya
dan pengelolanya pun sangat sensitif dalam masalah keuangan mereka.
Sehingga mereka kebanyakan tidak mau menyebutkan pendapatan yang
mereka dapat.
156
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa pemasukan untuk daerah
seharusnya bisa lebih dari realisasi yang diterima oleh Pemerintah saat ini karena
pada objek hiburan berupa permainan bilyar, pusat kebugaran dan pertandingan
olahraga lebih besar daripada realisasi yang diterima oleh Pemerintah walaupun
peneliti tidak dapat merata-ratakan potensi pajak dari permaianan ketangkasan dan
taman rekreasi. Ketidaksesuaian tarif yang dikenakan pada wajib pajak terdata
saja mengakibatkan banyak potensi pajak yang hilang yang tidak masuk ke dalam
Pendapatan Asli Daerah, apalagi jika dihitung juga potensi pajak yang hilang
berdasarkan wajib pajak tidak terdata. Adapun data yang peneliti dapat paparkan
berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan para wajib pajak tidak terdata
kemudian peneliti rata-ratakan pendapatan mereka agar dapat peneliti masukan ke
dalam potensi penerimaan yang seharusnya diterima oleh daerah, yaitu dapat
dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini:
Tabel 4.10 Potensial Data Penerimaan Dari Wajib Pajak Tidak Terdata
No Jenis hiburan yang terdata
Pendapatan rata-rata tempat
hiburan
Tarif pajak (%) Banyaknya
Pemasukan yang seharusnya
diterima DPKD
1. Permainan bilyar Rp. 5 juta x 1 20 1 Rp. 1.000.000,- 2. Pusat kebugaran Rp. 25 juta x 4 10 4 Rp. 10.000.000,- 3. Pertandingan olahraga Rp.35 juta x 6 7 6 Rp. 14.700.000,- 4. Taman rekreasi Rp. - 10 1 Rp. - 5. Karaoke Rp. 6 juta x 7 40 7 Rp. 16.800.000,- 6. Spa Rp. - 35 5 Rp. -
JUMLAH Rp. 42. 500.000,- Sumber: Olah data peneliti, 2014
Dapat dilihat wajib pajak yang tidak terdata oleh Dinas yaitu kurang lebih
sebanyak 23 tempat hiburan yang ada di Kota Serang potensi penerimaan yang
157
dapat diperoleh daerah yaitu sebanyak kurang lebih Rp. 42.500.000,- per-bulan
jika dalam hitungan tahun akan mendapatkan sebesar Rp. 42.500.000,- x 12 yaitu
sebesar Rp. 510.000.000,- yang mana jumlah tersebut belum ditambah dengan
jenis objek hiburan berupa Spa yang jumlahnya cukup banyak yaitu 5 spa di Kota
Serang dengan tarif sebesar 35%.
Dari pengenaan dasar tarif yang tidak sesuai mengakibatkan banyaknya
potensi yang hilang yang tidak masuk ke dalam pendapatan asli daerah, yang
mana hal ini dilihat berdasarkan realisasi penerimaan pajak hiburan yang peneliti
dapatkan dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang, seperti pada
tabel 4.11 berikut ini:
Tabel 4.11
Realisasi Tahun 2012 – 2013
Tahun Realisasi Target
2012 Rp. 362. 404. 960,- Rp. 405.000.000,-
2013 Rp. 502. 439. 957,- Rp. 482. 200.000,-
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, 2014
Data di atas terlihat bahwa adanya perubahan yang melesat pada pajak
hiburan tahun 2013, tetapi dari realisasi tersebut masih bisa didapat pemasukan
yang lebih yaitu dari para wajib pajak yang tidak sesuai tarifnya dan wajib pajak
yang tidak terdata.
Kemudian penetapan jenis pajak yang tidak sesuai yaitu jenis hiburan
karaoke yang dikenakan pajak restoran karena belum adanya peraturan daerah
158
mengenai perijinan usaha karaoke tersebut, sehingga tidak dapat dipungut
pajaknya padahal sudah banyak tempat karaoke di Kota Serang ini berdiri. Jika
dipungut pajak karaokenya yakni pajak paling besar daripada objek pajak lain di
Kota Serang ini yaitu berkisar 40% tarif pengenaannya.
Indikator selanjutnya, yaitu mengenai administrasi perpajakan. Dimana
administrasi perpajakan ini lebih kepada pelayanan yang diberikan fiskus kepada
wajib pajak. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada aspek psikologis
dalam indikator pelayanan ialah pelayanan yang diberikan oleh fiskus dirasa
sudah baik, dan dalam proses administrasinya sudah terbilang murah, mudah dan
sederhana. Hal ini diperkuat oleh pernyataan-pernyataan para informan yang
mengatakan bahwa dalam administrasi perpajakannya mereka tidak dibuat pusing
oleh fiskus, dan dipermudah proses administrasinya sehingga dapat efektif dan
mengefisienkan waktu. Sehingga para wajib pajak merasa puas akan administrasi
pajak tersebut.
Tabel 4.12
Temuan Lapangan
Temuan Lapangan Aspek Yuridis Kategori a. Pendaftaran
Wajib Pajak
1. Dalam pendafataran wajib pajak ini, masih terdapat beberapa objek pajak hiburan yang mana namanya tidak tertera dalam daftar wajib pajak hiburan di Kota Serang.
2. Pendaftaran wajib pajak ini dirasa kurang dalam pemantauan yang dilakukan oleh Dinas terkait pendaftaran wajib pajak sehingga masih banyak objek pajak yang tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak serta kurangnya kesadaran para wajib pajak dalam pendaftaran wajib pajak.
Belum Optimal
159
b. Pelaporan SPT
c. Penghitungan
pajak
d. Pembayaran
pajak
3. Kurangnya ketegasan dari Pemerintah akan wajib pajak yang kurang kesadarannya dalam mendaftar sebagai wajib pajak. Padahal Dinas terkait pun telah mengetahui bahwa ada objek pajak yang belum mendaftarkan diri tetapi belum ada tindak lanjut dari Dinas terkait mengenai hal tersebut seperti pengakuan yang telah dilontarkan oleh Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah.
4. Tidak terteranya nama objek pajak yang sudah
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak hiburan Kota Serang, padahal mereka telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan rutin setiap bulannya membayar pajak hal ini dibuktikan dengan wawancara peneliti dengan informan wajib pajak hiburan futsal dan juga pengamatan peneliti.
5. Pelaporan SPTPD ini sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Daerah Kota Serang karena seluruh informan dirasa sudah menaati apa yang telah ditentukan dalam pelaporan.
6. Dalam penghitungan ini, diindikasikan adanya
ketidaksesuaian dalam pengisian dan penghitungan pajak tiap-tiap informan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan-pernyataan informan yang menyatakan bahwa dalam pengisian SPTPD ini hanya sebatas mengisi saja tidak ada penghitungan atau presentase yang dihitung untuk nantinya menjadi dasar dalam pembayaran pajak yang harus dibayar.
7. penghitungan pajak ini juga dilakukan tidak
berdasarkan tiket/atau bill/atau rekapan dari pendapatan mereka. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan-pernyataan informan yang pada pemgisian SPTPD serta penghitungan pajak ini langsung disetorkan pajak terutangnya.
8. Dalam pembayaran pajak para wajib pajak harus membayar pajak terutang dalam jangka waktu yang telah ditentukan, jika telat dalam membayar pajak maka sanksi yang dikenakan berupa denda sebesar 2% setiap bulan. Pemberian sanksi ini tidak merata kepada seluruh wajib pajak yang telat menyetorkan pajaknya, dan tidak sesuai dengan presentase ketentuan denda yang diberikan. Hal tersebut diperkuta dengan adanya pernyataan informan yang pernah beberapa kali telat membayar pajak, dan penghitungan dendanya yaitu dihitung berdasarkan keterlambatan perhari
Baik Tidak Optimal Belum optimal
160
bukan perbulan. Padahal Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan ini menyatakan bahwa sanksi denda yang dikenakan jika telat membayar dalam waktu 1 (satu) bulan, bukan dalam hitungan hari.
Aspek Psikologis e. Penyuluhan f. Pelayanan g. Pemeriksaan
9. Dalam penyuluhan dirasa sudah cukup baik walaupun penyuluhan yang dilakukan hanya pada saat wajib pajak baru yang harus didata, tetapi penyuluhan setelah wajib pajak terdata itu tidak ada lagi sosialisasi yang dilakukan.
10. Dari pernyataan-pernyataan informan dan dari
pengamatan peneliti sendiri terbukti bahwa mereka memang lebih mengedepankan dalam pelayanannya. Pelayanan yang mudah, cepat, serta fasilitas tempat duduk yang memadai. Jadi, jikapun terbilang lama mereka masih bisa menunggu sambil duduk di kursi yang telah disediakan sehingga tidak perlu capek untuk menunggu.
11. Adanya perbedaan mengenai pemeriksaan. Hal
ini didasari karena perbedaannya pengenaan tarif pajak yang dipungut kepada tiap-tiap wajib pajak daerah yang tidak disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah sehingga pada wajib pajak yang dikenakan tarif sesuai dengan Perda selalu dilakukan pemeriksaan pajak pada omset yang mereka dapatkan tiap bulannya, tetapi lain halnya dengan wajib pajak yang dipungut tarif tidak sesuai dengan Perda yang berlaku maka tidak akan dilakukan pemeriksaan pajak dari omset tersebut.
Belum optimal
Efektif dan efisien
Belum optimal
Aspek Sosiologis
h. Kebijakan publik
i. Kebijakan fiskal
12. Kebijakan publik dalam hal koordinasi ini yang dilakukan ketiga pihak dalam penanganan pajak daerah khususnya pajak hiburan ini dirasa baik, dan koordinasi yang dilakukan ini juga untuk memicu kepatuhan para wajib pajak agar wajib pajak patuh dan sadar akan kewajibannya untuk daerah.
13. Realisasi Tahun 2012 ke Tahun 2013 memang melesat tinggi, dan melebihi target pencapaian, tetapi seharusnya masih dapat diperoleh lebih pemasukan untuk daerah karena masih banyak data wajib pajak yang belum terdaftar sebagai WP.
Sudah baik Belum maksimal
161
j. Kebijakan perpajakan
k. Administrasi
perpajakan
14. Dalam kebijakan perpajakan lebih dilihat pada pengenaan tarif, yang mana harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Serang. Kebijakan perpajakan ini tidak sesuai dengan adanya tariff pengenaan yang berlaku, karena masih banyaknya wajib pajak terdata yang tidak sesuai tarif pengenaannya, yaitu flat setiap bulan bukan berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap wajib pajak, hal ini diperkuat dengan pernyataan-pernyataan para informan yang membayar flat tiap bulannya.
15. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya potensi
pajak yang harusnya diterima oleh daerah guna pembangunan daerah dan seharusnya peneriman dapat melebihi dari realisasi yang daerah terima saat ini, karena berdasarkan wawancara peneliti kepada WP mengenai pendapatan yang mereka dapat dan dipersentasekan dengan tarif yang sesuai.
16. Penetapan jenis pajak yang tidak sesuai yaitu
jenis hiburan karaoke yang dikenakan pajak restoran karena belum adanya peraturan daerah mengenai perijinan usaha karaoke tersebut, sehingga tidak dapat dipungut pajaknya padahal sudah banyak tempat karaoke di Kota Serang ini berdiri. Jika dipungut pajak karaokenya yakni pajak paling besar daripada objek pajak lain di Kota Serang ini yaitu berkisar 40% tarif pengenaannya.
17. Dilihat dari pemaparan di indikator pelayanan juga bahwa memang mereka lebih mengedepankan pada pelayanan prima, yang mudah serta murah. Hal tersebut membuat efektif dan mengefisienkan waktu serta membuat para wajib pajak tidak kecewa akan pembayaran pajak yang mereka bayarkan jika kewajiban wajib pajak dibayar dengan administrasi perpajakan yang seperti ini.
Tidak optimal Mudah, murah dan sederhana
162
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan di lapangan, maka kesimpulan
akhir tentang analisis kepatuhan administrasi pajak bagi wajib pajak hiburan di
Kota Serang dapat dikatakan belum optimal hal ini dapat dilihat dari:
Pertama, pada aspek yuridis dalam kepatuhan pajak ini masih banyak
wajib pajak yang tidak patuh dan tidak sadar akan kewajibannya. Hal ini dilihat
dengan masih banyaknya wajib pajak hiburan yang tidak mendaftarkan diri, dan
kurangnya pemantauan langsung serta belum terlaksananya sanksi berupa
penutupan tempat usaha yang dilakukan pemerintah. Pada pelaporan SPT para
wajib pajak telah menaati aturan yang berlaku. Kemudian, pada penghitungan
pajak diindikasikan adanya ketidaksesuaian dalam pengisian serta penghitungan
pajak tiap-tiap wajib pajak. Terakhir ialah pada pembayaran pajak ini, sanksi yang
tidak merata serta tidak sesuai dengan presentase pengenaan yang berlaku pada
tiap wajib pajak.
Kedua, pada aspek psikologis ini yaitu pada penyuluhan belum optimal
karena penyuluhan dilakukan hanya pada saat pertama kali tempat usaha
membuka usaha. Pelayanan yang diberikan oleh pegawai pajak sudah optimal,
karena pelayanan yang mudah, cepat serta adanya fasilitas tempat duduk. Pada
163
pemeriksaaan pajak ini belum optimal, karena masih banyak terdapat perbedaan
antara wajib pajak satu dengan lainnya yang tidak berdasarkan omset.
Ketiga adalah aspek sosiologis yaitu koordinasi yang dilakukan sudah
baik, karena pada koordinasi ini Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal, serta Satuan Polisi Pamong Praja
bekerja sama dalam proses pajak hiburan ini dari masalah izin, proses pajak,
hingga pada penutupan usaha. Kemudian, pada kebijakan fiskal ini realisasi
melesat pada tahun 2013 ini tetapi belum maksimal karena masih ada wajib pajak
yang belum terdata. Kemudian mengenai kebijakan perpajakan, masih banyaknya
wajib pajak yang dikenakan tarif tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah serta penetapan jenis pajak
karaoke yang dikenakan juga tidak sesuai karena belum adanya perizinan yang
mendasarinya. Terakhir mengenai administrasi perpajakan dirasa sudah efektif,
serta efisien karena mereka lebih mengedepankan pada pengadministrasian
mereka yang mudah, murah, dan sederhana.
5.2 Saran
Berdasarkan permasalahan yang peneliti temukan dari hasil observasi dan
wawancara dengan sejumlah informan maka saran yang peneliti ajukan adalah
sebagai berikut:
1. Melihat dari aspek yuridis yaitu adanya pemantauan langsung dari
pegawai pajak dan adanya ketegasan sanksi berupa penutupan tempat
usaha yang diberikan untuk wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri serta
164
sebaiknya dibuatkannya Peraturan Daerah secara spesifik mengenai pajak
hiburan sehingga dapat diatur dengan jelas dan baik sesuai dengan hukum
yang berlaku;
2. Melihat dari aspek psikologis yaitu sosialisasi dengan cara pemberitahuan
langsung mengenai Peraturan Daerah yang berlaku mengenai pajak
hiburan ini sebaiknya diberikan kepada tiap-tiap wajib pajak agar para
wajib pajak mengerti dan paham akan kewajiban pajaknya, sehingga wajib
pajak akan sadar serta patuh akan kewajibannya dan tidak dapat dicurangi
oleh pegawai pajak “nakal”.
3. Melihat dari aspek sosiologis yaitu adanya pemeriksaan dalam sistem
perpajakan secara teliti, adil dan merata oleh pegawai pajak kepada wajib
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta penyesuaian tarif pajak
harus disesuaikan dengan Perda yang berlaku agar dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Gunadi, Djoned. 2005. Administrasi Pajak. Jakarta: LPKPAP BPPK Departemen Keuangan RI.
Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Unit Penerbit dan percetakan AMP YKPN
Hutagaol, John. 2007. Perpajakan Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu
Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administratif. Jakarta: Universitas Terbuka
Ismawan, Indra. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. PT. Elex Media Komputindo
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga
Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Yogyakarta: Andi
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Nasucha, Chaizi. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: PT. Grasindo Anggota Ikapi
Nurmantu, Sapri. 2003. Materi Pokok-pokok Dasar Perpajakan. Jakarta: Universitas Indonesia
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu
Rahmawati. 2012. Keuangan Negara. Serang: FISIP Untirta Press
Saidi, Muhammad Djafar dan Eka Merdekawati Djafar. 2011. Kejahatan di Bidang Perpajakan. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Salomo, Roy V dan M. Ikhsan. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta: STIA LAN Press
Siahaan, Marihot P. 2008. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
xiv
Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat
Dokumen :
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
Profil Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang
Sumber lain:
Http://eprints.uny.ac.id/ diakses pada tanggal 29 September 2013 pukul 19.00 WIB
www.Serangkota.go.id dikases pada tanggal 13 Juni 2014 pukul 09.15 WIB
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Informan I1
Aspek Yuridis:
a. Pendaftaran Wajib Pajak - Bagaimana pemahaman yang diberikan kepada Wajib Pajak mengenai
pajak hiburan? - Bagaimana mekanisme dalam pendaftaran menjadi wajib pajak
hiburan? - Apakah ada wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri? Apa sanksi
yang diberikan? b. Pelaporan SPT
- Bagaimana cara pelaporan SPT? c. Penghitungan Pajak
- Bagaimana cara penghitungan pajak? - Adakah kesalahan dalam penghitungan pajak?
d. Pembayaran pajak - Bagaimana mekanisme dalam pembayaran pajak? - Bagaimana sanksi yang diberikan untuk wajib pajak yang telat
membayar pajak?
Aspek Psikologis:
a. Penyuluhan - Bagaimana penyuluhan yang dilakukan mengenai pajak hiburan?
b. Pemeriksaan pajak - Bagaimana cara pemeriksaan pajak hiburan?
Aspek Sosiologis:
a. Kebijakan publik - Bagaimana koordinasi yang dilakukan terkait pajak hiburan ini?
b. Kebijakan fiskal - Apakah realisasi sudah mencapai target?
c. Kebijakan perpajakan - Berapakah tarif yang dikenakan dalam pajak hiburan?
Informan I2
Aspek yuridis:
a. Pendaftaran wajib pajak - Bagaimana mekanisme untuk menjadi wajib pajak?
b. Pelaporan SPT - Bagaimana cara melaporkan SPT pajak hiburan?
c. Penghitungan pajak - Bagaimana cara menghitung pajak hiburan?
d. Pembayaran pajak - Bagaimana mekanisme dalam pembayaran pajak? - Apakah sanksi yang dikenakan jika telat membayar pajak?
Aspek Psikologis:
a. Penyuluhan - Apakah ada penyuluhan yang diberikan fiskus kepada wajib pajak
mengenai pajak hiburan? b. Pelayanan
- Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh fiskus? c. Pemeriksaan
- Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan dalam pajak hiburan?
Aspek Sosiologis:
a. Kebijakan perpajakan: - Berapakah tarif pajak yang dikenakan pada tempat usaha hiburan ini? - Apakah anda mengetahui dasar pengenaan pajak hiburan?
b. Administrasi perpajakan - Bagaimana administrasi dalam pajak hiburan?
Informan I3
Aspek Yuridis:
a. Pendaftaran wajib pajak - Bagaimana proses yang harus dilakukan wajib pajak dalam sebelum
mendaftar menjadi wajib pajak? - Apakah ada sanksi yang diberikan untuk wajib pajak yang tidak
terdaftar?
Aspek Psikologis:
a. Penyuluhan - Bagaimana penyuluhan yang diberikan kepada wajib pajak terkait
perizinan usahanya?
Aspek Psikologis:
a. Kebijakan Publik - Bagaimana koordinasi yang dilakukan terkait pajak hiburan?
Informan I4
Aspek Yuridis:
a. Pendaftaran wajib pajak - Bagaimana sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang tidak
mendaftarkan diri?
Aspek Sosiologis:
a. Kebijakan publik - Bagaimana koordinasi yang dilakukan terkait pajak hiburan?
MATRIKS WAWANCARA
(Bentuk dari transkip data)
I
Q I1 1
Q1 Bagaimana pemahaman yang diberikan kepada wajib pajak tentang
pajak hiburan?
Pemahaman yaitu dari sosialisasi media-media seperti spanduk, radio, dan
baliho, termasuk pemberitahuan juga kepada wajib pajak, agar segera
mendaftar, dan mekanismenya seperti ini.
Q2 Bagaimana mekanisme yang dilakukan, jika ingin mendaftar menjadi
wajib pajak khususnya pajak hiburan?
Sebelum mendaftar menjadi wajib pajak terlebih dahulu mendaftarkan ke
Badan Perizinan untuk izin usahanya, BPTPM melaporkan kepada kami kalau
ada Wajib Pajak baru. Ketika sudah selesai dan terdaftar di Perizinan baru
bisa mengurus ke kita sebagai wajib pajak, nanti calon wajib pajak mengisi
formulir yang kami berikan setelah mengisi baru bisa terdaftar sebagai wajib
pajak. Kalau sudah terdaftar menjadi wajib pajak sebagai bukti menjadi wajib
pajak itu akan mendapatkan NPWP yang seperti ini (sambil menunjukkan
Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu tempat hiburan). Kalau sudah ada
nomor pokoknya berarti dia sudah bisa disebut sebagai wajib pajak.
Q3 Apakah ada, objek pajak yang tidak mendaftarkan diri sebagai wajib
pajak?
Ada saja, karena kita juga tidak terpantau. Kalau tempat hiburan itu tidak
terpantau dan mereka juga tidak sadar maka tidak terdaftar. Untuk
memantaunya harusnya dari Satpol-PP dan yang mengeluarkan perijinan
adalah BPTPM baru dari pihak kita.
Apakah ada sanksi untuk yang tidak mendaftar?
Kalau untuk yang belum mendaftar tidak ada sanksi, namanya juga belum
mendaftar. Kalo sudah izin sudah otomatis menjadi wajib pajak, berarti dia
ilegal. Bisa dicabut sama yang izin, bisa ditutup sama satpol –PP.
Q4 Bagaimana cara pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) untuk
pembayaran pajak?
SPT itu kalau di kita namanya SPTPD Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
karena di kita mengurusi daerah. Kalau untuk itu mereka yang mengisi sendiri
kalau sudah diisi disetorkan setiap bulan ke kita pajak beserta formulirnya.
Bukan kita yang mengisi. Setiap mereka melaporkan dan menyetorkan pajak
kita berikan juga formulirnya untuk bulan-bulan berikutnya.
Siapa yang bertanggung jawab dalam pelaporan pajak?
Pelaporan tanggung jawab ada di wajib pajak, karena self-assessment
menghitung sendiri, menyetor sendiri. Kalau dia salah melaporkan ketika ada
pemeriksaan berarti dia yang bertanggung jawab, kalau ada kekurangan.
Kalau ada kelebihan akan dikembalikan. Tetapi jarang yang terjadi kelebihan.
Q5 Bagaimana cara penghitungan pajak?
Kalau untuk cara penghitungannya ada yang berdasarkan tiket, bill, atau
hanya rekapan mereka saja. Seperti misalnya, kolam renang. Kalau kolam
renang dilihat dari tiketnya, selama sebulan habis berapa tiket, baru bisa kita
hitung benar apa tidak tempat kolam renang ini bayar pajaknya sebanyak ini.
Kalau futsal tidak ada tiketnya, kalau yang seperti itu gitu dilihat dari rekapan
mereka.
Pernah ada tidak, kesalahan dalam penghitungan pajak?
Kesalahan penghitungan pajak, selama ini belum ada.
Q6 Bagaimana mekanisme pembayaran pajak hiburan?
Pajak dibayarkan setiap bulan itu rutin, mereka hanya mengisi SPTPD setelah
itu kita lihat tarifnya sudah sesuai apa belum berdasarkan tarif yang ada di
Perdanya. Hiburan banyak di kita contoh kolam renang, kolam renangnya ada
berapa tiketnya berapa yang ditarif berdasarkan Perda, di Perda itu ada
kewenangan tarif 10%. Misalkan tiket masuknya Rp.20.000 kalau dikenakan
pajak 10% berarti Rp.2.000 untuk 1 tiket itu kewajiban untuk setor ke DPKD,
setelah itu dia membuat laporan tiap bulan yang terjual berap dilaporkanlah
ke kita tetapi setelah wajib pajak itu didaftarkan, didaftarkan dahulu di sini
proses untuk didaftarkan menjadi wajib pajak baru kita sarankan untuk
melaporkan omset penjualan tiket tersebut. Di bulan pertama contoh Januari
akhir bulan tanggal 30 berarti dia melaporkan di tanggal 1, 2 dan seterusnya
dibawah tanggal 10, melaporkan berapa tiket yang terjual, laporkan ke kita
baru diproses pembayaran disini, rekapannya berapa dibuatkan SPTPD
dilaporkan ke kita dicatat nomor registrasi untuk setor ke kas daerah. Dari
Kas Daerah diproses untuk diterbitkan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah)
setelah itu kewajiban kita untuk memproses pajak sudah selesai. Dan bulan
berikutnya juga sama melaporkan omset penjualan. Seperti itu
mekanismenya.
Q7 Jika telat membayar apakah ada sanksi atau denda?
Kalau untuk denda yaitu 2%, kalau dua bulan 4% dikalikan seperti itu.
Q8 Bagaimana sosialisasi yang dilakukan terkait pajak hiburan?
Sosialisasi kita berikan informasi melalui media cetak, elektronik juga, seperti
dari radio juga kita beritahu kalau memiliki usaha harus dikenakan pajak. Kita
juga mensurvei ke tempat usahanya langsung kalau ada tempat usaha yang
baru memulai usaha kita beritahu mekanismenya seperti apa, kita beritahu
juga tarifnya sesuai dengan Perda yang ada.
Q9 Bagaimana cara pemeriksaan dalam pembayaran pajak?
Kita periksa omset yang didapat berapa dalam satu bulan, baru nanti kita
hitung tarif sesuai dengan Perda yang berlaku. Benar apa tidak kalau
omsetnya sebanyak itu bayar pajaknya sebanyak ini. Kalau sudah benar, baru
kita proses. Pemeriksaan pajak itu ada, jadi yang diperiksa yaitu tahun ke
belakang. Tertib administrasi dari pembukuan tempat usaha.
Q10 Bagaimana koordinasi yang dilakukan dalam pemungutan pajak
hiburan?
Koordinasi dalam pemungutan pajak ini, awalnya dari perizinan dahulu
karena harus ada izinnya yaitu ke BPTPM setelah sudah mendapatkan izin
dari BPTPM, mereka melaporkan ke pihak kita bahwa ada WP baru, kita
daftarkan sebagai WP baru kemudian untuk pengawasan ada di Pihak Satpol-
PP. kita tidak bisa yang namanya kerja sendiri, kalau kita kerja sendiri nanti
kita lemah.
Q11 Apakah realisasi sudah mencapai target?
Kalau target setiap tahun tercapai, karena kalau tidak tercapai kita kejar.
Karena ada kalkulasi, dan hitung-hitungannya.
Q12 Bagaimana sistem mungutan pajak, jika didalam suatu tempat hiburan
terdapat lebih dari satu objek pajak?
Kalau ada tempat yang lebih dari satu objek pajak maka dua-duanya
dikenakan pajak. Misalkan ada tempat futsal, di tempat futsal itu ada
bilyarnya juga, maka dua-duanya dikenakan. Futsal 7% dan bilyarnya 10%.
Q13 Berapakah tarif yang dikenakan tiap objek pajak hiburan?
Pajak yang dikenakan kondisional, sesuai dengan tarif pajak yang tertera di
Perda Kota.
Q14 Bagaimana jika ada objek pajak yang belum mendaftarkan diri sebagai
wajib pajak?
Tempat hiburan yang belum terdaftar itu kami upayakan didaftarkan kalau dia
punya izin kita proses untuk didaftarkan menjadi wajib pajak. Hanya mungkin
waktu saja, karena dia baru makanya belum sempat melapor. Pihak sana
belum kesini atau pihak sini belum kesana hanya waktu saja.
Q15 Bagaimana mekanismenya jika wajib pajak ingin menutup tempat
usahanya?
Lapor. Pakai surat, surat permohonan kesini bahwa usaha kami telah tutup,
setelah lapor kita proses. Proses ke lapangan dilihat benar apa tidak tempat
tersebut tutup ditakutkan mereka berbohong. Kita tinjau ulang. Ternyata
benar tempat tersebut tutup, tutup tanggal berapa dibuatkan di berita acara
penutupan disini, dilaporkan kesini. NPPD yang pertama didaftar itu kita tulis
tutup tidak operasi lagi, jadi kewajibannya sudah tidak ada lagi.
Q16 Apakah ada minimal pendapatan untuk pengenaan pajak?
Kalau tidak salah omsetnya dibawah satu juta tidak dikenakan pajak, di Perda
ada. Jadi yang omsetnya dibawah satu juta itu tidak dikenakan pajak, yang
diatas satu juta dikenakan pajak. Penghasilan perbulan kurang dari dibawah
satu juta, maka jika dibawah omset perhari tiga puluh ribu, maka tidak
dikenakan pajak.
Q17 Untuk karaoke, mengapa dikenakannya pajak restoran?
Untuk saat ini kita belum, kalau tidak salah belum ada izin karaokenya, yang
kita pungut pajak restorannya, minumannya, makanannya. Itu yang kita
pungut.
Q18 Apa saja kendala yang dialami dalam pemungutan pajak?
belum ada tindak lanjut, jadi upaya dari kita sudah tinggal prosesnya saja.
Yang berbentuk senam atau fitnes dikenakan pajak. Perdanya ada, sudah kita
upayakan juga, tinggal prosesnya saja. Kalau untuk sanksi bukan di pihak
kita. Kita sudah berupaya agar semua bisa jadi wajib pajak, itu kendalanya.
Jadi WP itu tidak semudah yang kita bayangkan. Ada yang merespon tetapi
tidak mengerti. Itulah kendala-kendalanya
Keterangan : I1 = Bapak Rachmatullah, S.Sos,. M.Si, Kepala Seksi Pendaftaran dan Pendataan Pajak Daerah
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, tanggal 02 Juli 2014, pukul 09.55 WIB Wawancara dilakukan di Kantor Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Serang.
I
Q I2 1a
Q1 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Kalau disini dikenakannya 7% karena pajak hiburan. Pertama dinasnya yang
kesini pada saat ini dibuka, DPKD nya sendiri yang kesini. Dikenakan 7%
pajaknya. Waktu pertama kali buka saya tidak tahu ada undang-undang nya
kalau dikenakan pajak, kemudian ketika DPKD kesini diberitahu, baru saya
tahu kalau ada Undang-undang dan lain-lainnya. Sudah ada NPWP jadi
dikenakan terus hingga sekarang.
Q2 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
Saya tidak pernah telat. Telat membayar dikenakan denda, kalau disini pajak
hiburannya tidak pernah terkena denda, tetapi kalau parkir sama pajak air
tanah pernah dikenakan denda.
Q3 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
SPTPD itu dari Dinas yang kesini memberikan suratnya nanti kita yang antar
pada saat pembayaran.
Q4 Bagaimana cara pengisian SPTPD?
Saya yang mengisi sendiri.
Q5 Bagaimana cara penghitungan SPTPD?
Saya yang menghitung sendiri, karena kalau pajak hiburan relatif bayarnya
setiap bulan.
Q6 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Diberikan SPTPD nanti tanggal 15 kita datang kesana, nanti ketika sudah
membayar diberikan SSPD, tanda bukti. Kalau untuk pajak hiburan saya yang
mengisi sendiri, menghitung sendiri. Karena kalau pajak hiburan relatif
bayarnya setiap bulan. Kemarin dikenakan Rp.2.100.000,- sebulan, berbeda-
beda setiap bulannya. Bagaimana pendapatan kita saja.
Q7 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Sosialisasi mengenai pajak awalnya ada dari DPKD, diberitahu
mekanismenya seperti ini, dan ada SK nya.
Q8 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Pelayanan di DPKD baik, efektif, dan mudah.
Q9 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Iya saya selalu merekap pendapatan disini tiap bulannya, jadi mereka lihat
pendapatan di kita berapa, kemudian diperiksa benar apa tidak kalau dikalikan
sama tarif dikenakannya sebanyak itu,dan kalau sudah benar langsung bayar.
Q10 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Jadi semuanya dikenakan kalau disini, yaitu pajak hiburan, parkir sama pajak
air tanah jadi tiga bayarnya. Kalau parkir sama air tanah hanya seratus ribu
setiap bulannya tetap. Kalau lebih dari tanggal 15 dikenakan denda. Kalau
parkir saya juga bilang ke DPKD, bahwa saya tidak memungut parkir, tetapi
pihak DPKD mengatakan bahwa tetap dikenakan. Kalau untuk pajak
hiburannya yaitu 7% dari pendapatan setiap bulannya.
Iyah kalau pendapatan tidak menentu. Pendapatan 10 juta perbulan, baru kali
ini karena biasanya 30juta/bulan sampai 40juta/bulan. Pajaknya pada saat
Rp.30.000.000,- itu dikalikan saja sama 7% jadi Rp.2.100.000,- tetapi kalau
yang sekarang hanya Rp.10.000.000,-/bulan jadi pajaknya hanya Rp.700.000,-
, jadi kalau pendapatannya kecil pajaknya juga kecil. Iya kalau pajak hiburan
7% selalu 7%. Kalau untuk minimal pendapatan sepertinya tidak ada,
semuanya rata dikenakan pajak mau pendapatannya besar atau kecil. Jadi
semua olahraga futsal dikenakan 7%.
Q11 Apakah anda tahu, dasar pengenaan pajak?
Saya kurang tahu kalau dasar hukum, yang penting membayar saja.
Keterangan : I2 1a = Bapak Ujang, Pengelola Futsal Yumaga
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, tanggal 03 Juli 2014, pukul 21.00 WIB Wawancara dilakukan di Futsal Yumaga, Benggala - Serang.
I
Q I2 1b
Q1 Bagaimana mekanisme dalam perijinan usaha?
Mekanismenya yaitu penyediaan lahan terlebih dahulu, material
pembangunan, gedungnya, kemudian izin-izin bangunannya. Perizinan dari
BPTPM Kota, yaitu IMB. Hanya untuk perhitungannya saya kurang tahu
bayar berapa untuk perzininan. Tergantung luas bangunannya karena ada
tarifnya
Q2 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Kita membuat permohonan terlebih dahulu yaitu permohonan IMB nanti ada
retribusi yang harus dibayar. membayarnya itu ke Bank Jabar, disetor
langsung ke rekeningnya. DPKD survei dahulu ada timnya, ada pendataan
dari DPKD didaftarkan tempat ini , mendapatkan NPWPD setelah itu
diberikan tarifnya karena ini sarana olahraga jadi dikenakan pajak hiburan.
Q3 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
Kalo terlambat ada sanksinya, yaitu denda. Ada tarifnya kalau telat membayar
karena setiap peraturan pasti ada sanksi yang dikenakan, tetapi saya tidak tahu
dikenakan berapa dendanya karena saya belum pernah telat membayar.
Q4 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
Diberikan surat pembayarannya dahulu oleh DPKD, nanti kita yang mengisi
dan kita yang menghitung sendiri kemudian baru dibayarkan ke DPKD.
Q5 Bagaimana cara pengisian SPTPD?
Kita yang mengisi sendiri SPTPDnya
Q6 Bagaimana cara penghitungan SPTPD?
berdasarkan omset yang didapat kemudian dikalikan dengan tarif yang
dikenakan.
Q7 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Kalau ada NPWP Daerah bisa menyetor pajak. cara membayarnya yaitu
diberikan formulir oleh DPKD kemudian kita bayar ke Bank Jabar ke
rekening DPKD.
Q8 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Sosialisasi hanya pada saat survei saja, setelah itu tidak ada lagi.
Q9 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Efektif dan efisien
Q10 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Ada, karena dilihat dari pendapatannya dahulu.
Q11 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Di tempat ini dikenakan pajak 7% karena sarana olahraga jadi setiap bulan
dikenakan 7% dan variatif.
Q12 Apakah anda tahu, dasar pengenaan pajak?
Tahu, dasar pengenaan dari Perda Pajak Kota karena saya juga orang pajak.
Q13 Bagaimana administrasi dalam perpajakannya?
Untuk pada saat pendaftaran tidak ada biaya yang dikenakan sama sekali.
Keterangan : I2 1b = Bapak R. H. Agus Kurniawan, Pengelola One-Futsal.
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, tanggal 03 Juli 2014, pukul 21.40 WIB Wawancara dilakukan di One-Futsal, Pakupatan - Serang.
I
Q I2 1c
Q1 Berapa lama usaha ini berdiri?
Pendirian tempat ini sudah lima tahun.
Q2 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Surat izin usaha bola sodok, bilyar. Perizinan ke pariwisata juga. Kita
memang sudah terdaftar di Dinas pajak, bahwa kita membangun tempat
billyard kita wajib kena pajak. Izin dari bawah yaitu, dari lingkungan, surat
koordinasi di Desa, tokoh agama, ke Kecamatan, Dinas Ketertiban, Dinas
Pariwisata, KONI, baru ke Pajak.
Q3 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
Telat sehari saja dikenakan denda, tergantung berapa harinya. Perharinya saya
kurang tahu dikenakan berapa. Kadang-kadang kita telat 15 hari atau 10 hari,
itu dikenakan Rp.150.000, terkadang Rp.50.000. saya tidak pernah tahu
persentase dendanya berapa.
Q4 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
Dinasnya yang kesini memberi tagihan perbulan, hanya berbentuk seperti
kwitansi printer.
Q5 Bagaimana cara pengisian SPTPD?
Kita yang mengisi
Q6 Bagaimana cara penghitungan SPTPD?
Kalau di tempat kita tidak ada hitung-hitungan, karena disini tidak pakai
persentase penghasilan.
Q7 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Rp.2.000.000 perbulan, flat. Penghasilan kecil maupun besar tetap membayar
Rp.2.000.000,dan membayar langsung ke DPKD. Kalau untuk
pembayarannya sendiri tidak dilihat dari penghasilan kita, tetapi bagaimana
kita kompromi dengan orang DPKD-nya, kita mampu membayar berapa, jadi
ada musyawarah kekeluargaan. Waktu itu membayarnya ke Bank Jabar tetapi
sekarang langsung ke DPKD. Tanggal 5 atau tanggal 6 saya membayar pajak.
Q8 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Sosialisasi paling DPKD datang kesini pada awal pembukaan, mereka cek
lokasi, dikenakan tarif, dan dikenakan pajak tiap bulan.
Q9 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Pelayanannya ramah-ramah. Pada saat kita mau membayar sudah diberi
tagihan jadi tinggal kita mengisi, datang, kemudian bayar. Jadi tidak
menghabiskan waktu.
Q10 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Tidak ada karena di kita flat jadi tidak ada pemeriksaan omset yang didapat.
Q11 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Tarifnya dua juta perbulan.
Q12 Apakah anda tahu, dasar pengenaan pajak?
Tidak tahu.
Q13 Bagaimana administrasi dalam perpajakannya?
Tidak ada biaya apa-apa, dan mudah.
Keterangan : I2 1c = Bapak Ari, Pengelola Bilyard Ramayana Serang
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, tanggal 03 Juli 2014, pukul 20.30 WIB. Wawancara dilakukan di Bilyard Ramayana Mall Lantai 3A Serang.
I
Q I2 1d
Q1 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Awalnya izin terlebih dahulu, setelah izin kita daftar menjadi wajib pajak.
setelah mendaftar kita dapat NPWP baru kita sudah resmi jadi wajib pajak.
Q2 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
Dari DPKD memberikan surat kesini, kemudian setiap tanggal 10 membayar
ke DPKD.
Q3 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Kita yang kesana membayar pajak, memberikan formulir kemudian
membayar.
Q4 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Ada, pada saat buka itu mereka kesini memberitahu tarifnya berapa.
Q5 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Tidak ada, karena di kita flat setiap bulannya.
Q6 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Kalau untuk pemungutan pajak tidak ada persenan, bayar perbulan itu hanya
Rp.250.000 saja, tetap jadi tidak tergantung pendapatan, jadi Rp.250.000 tiap
bulan. Kalau untuk pendapatan setiap bulan hanya dapat Rp.500.000.
Pendapatan tidak menentu, terkadang Rp.700.000 paling banyak tetapi itu
juga kalau sedang ramai, tetapi kalau sedang sepi hanya mendapatkan
Rp.300.000. Kalau untuk ketentuan tarifnya saya kurang tahu, ditetapkan
Rp.250.000 saja dari DPKD-nya.
Q7 Apakah anda tahu berapa minimal pendapatan untuk yang dikenakan
pajak?
Saya tidak tahu.
Keterangan : I2 1d = Bapak Ayip Amidin, Pengelola Pelita Bilyard Kota Serang
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, tanggal 16 Juli 2014, pukul 20.30 WIB. Wawancara dilakukan di Pelita Bilyard Pasar Lama - Serang.
I
Q I2 2a
Q1 Berapa lama usaha ini berdiri?
Dibangun sejak 2011.
Q2 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Sebelum dibangun ada izinnya dahulu, kemudian dibangun. Mekanisme
pertama kali yaitu izin dari RT, RW, kelurahan kemudian di Kota yaitu IMB,
kemudian izin menggunakan bangunan, ada kategorinya. Kalau disini
kategorinya untuk futsal kemudian baru bisa mendaftar menjadi wajib pajak.
Q3 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
Kalau denda tertulis 2% tetapi sepertinya kalau satu bulan menunggak, seperti
itu tulisannya. Kalau hanya sehari mungkin tidak dikenakan karena pada saat
itu saya pernah hari sabtu mau membayar tetapi karena tutup jadi hari senin
saya membayar tetapi saya tidak dikenakan denda.
Q4 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
nanti ada petugasnya kesini memberikan slipnya, kemudian kita melaporkan
langsung ke DPKD.
Q5 Bagaimana cara pengisian SPTPD?
Langsung mengisi sendiri saja.
Q6 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Mekanisme pembayarannya, saya diberikan slip saya pernah tanya kesana
pada saat awal-awal, saya tiap bulan kesini langsung bayar apa saya dikasih
slip dahulu, ternyata kalau disini slip pembayaran diberikan dari DPKD ada
pegawainya yang kesini, diberi slipnya nanti saya bayar berapa kesana. Ada
pegawai yang tiap bulan keliling sebelum tanggal 10 karena paling lambat
tanggal 15 pembayarannya.
Q7 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Setahu saya keliling. Pada saat pertama, saya pernah ada yang memberitahu
kalau di tempat kami dikenakan pajak setiap bulan, tetapi pada saat saya buka
saya tidak pernah tahu kalau ada kewajiban seperti itu. Saya tahu pada saat
setelah 1 bulan saya buka usaha pegawai pajak kesini mensosialisasikan, baru
saya bayar pajak.
Q8 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Pelayanannya mudah, tidak mengantri dan petugasnya pun baik.
Q9 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Tidak, karena saya bayarnya permanen.
Q10 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Kategorinya pajak hiburan, karena futsal. Kalau normalnya itu 7%, tetapi ada
yang fleksibel ada yang permanen. Tergantung mau ambil yang mana. Kalau
yang ini mengikuti yang lain, yaitu yang permanen. Setiap bulan membayar
sebanyak itu, walupun bulan puasa sepi tetap saja dikenakan sebanyak itu.
Waktu bayar pada tahun 2012 sudah lama itu yang pajak bulanan tetapi kalau
pajak tahunan belum keluar, kurang lebih 4juta per tahun itu mesti dibayar.
Saya mau membayar, kalau sudah ada slipnya, tetapi sampai sekarang belum
keluar jadi apa yang mau dibayarkan.
Dikenakan pajak parkir seratus ribu dan pajak air seratus ribu juga, saya juga
heran dikenakan pajak air itu kenapa.
Q11 Apakah anda tahu, dasar pengenaan pajak?
Iya tahu, pada saat sosialisasi diberitahu kalau dikenakan pajak itu dari Perda
Kota.
Q12 Bagaimana administrasi dalam perpajakannya?
Kalo sekarang langsung membayar, tidak mengantri tetapi pada awal-awal
terkadang ada tanda kutip kalau bisa dipermudah kenapa tidak pada saat saya
pengurusan, tetapi kalau sekarang tinggal bayar saja.
Keterangan : I2 2a = Bapak Rohmat Subagiyo, Manajer Futsal Kenewae
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, tanggal 16 Juli 2014, pukul 21.00 WIB. Wawancara dilakukan di Futsal Kenewae, Cipocok - Serang.
I
Q I2 2b
Q1 Berapa lama usaha ini berdiri?
Dari tanggal 5 Oktober 2011.
Q2 Bagaimana mekanisme pembayaran pajak hiburan?
Langsung ke DPKD Serang, tidak ada Dinas yang kesini. Jadi kita diberikan
formulirnya oleh dinas pajak. Jadi pada awalnya, harus memberikan surat
seperti SITU, SIUP untuk persyaratan, yang penting ada izin usahanya.
Q3 Mekanisme menjadi wajib pajak?
SITU, SIUP, kemudian KTP pemilik, izin usaha dari notaris itu wajib,
kemudian dari notaris dibuatkan surat izinnya. Kemudian, dari perizinan
BPTPM baru ke DPKD buat jadi wajib pajak, setelah itu dapat NPWP.
Q4 Berapa tarif pajak yang dikenakan?
Kalau ini dikenakan pajak restoran, kalau di Serang itu tidak ada perda
hiburan, untuk saat ini tidak ada. Jadi kita ini hanya pajak restoran. Kebetulan
belum ada perdanya, jadi kita bayar pajak restorannya saja. Lagi pula jika
sama hiburan dikenakan pajaknya besar sekali. Tidak ada tempat hiburan
karaoke yang membayar pajak karena belum ada izinnya, jadi hanya bayar
restoran, dan pajak makanan, kalau pajak minuman tidak ada sehingga tidak
terlalu besar pembayarannya. Kita menjual jus, menjual kentang. Jadi
menutupinya seperti itu yang penting tidak terselubung dan ada izin usaha
tempat.
Pajaknya dikenakan Rp.664.000,- setiap bulan berubah-ubah tergantung
omsetnya. Jadi dikita paling besar itu tujuh jutaan perbulan. Karena kita
bukanya setelah lebaran karena tanggal 12 baru kita operasional. Biasanya
kalau 1 bulan full bisa satu juta keatas bayar pajaknya. Ini karena setengah
bulan saja jadi hanya sebanyak itu bayarnya. Dikenakan 10% dari penghasilan
setiap bulan.
Q5 Mengapa bisa dikenakan pajak restoran?
Kita membayar koordinasi. Di Serang ini bukan hanya satu saja tempat
karaoke, ada SOlite dan lain-lain tetapi bisa berdiri karena yang saya bilang
tadi kalau kita membayar koordinasi ke Polsek, dan ke Pol-PP.
Q6 Bagaimana mekanisme untuk perijinannya?
Hanya SITU, SIUP, KTP pemilik, izin usaha dari notaris itu wajib, kemudian
dari notaris dibuatkan surat izin usahanya, baru ke BPTPM
Q7 Apakah ada sanksi atau denda yang dikenakan jika telat membayar?
Dikenakan denda, kalau lebih dari satu bulan dikenakan denda. Dikenakan
denda kalau tidak salah itu sekitar 50 persenan dari pajaknya. Ada juga yang
dilayangkan surat dari pajak kalau misalnya tidak bayar satu bulan atau paling
lama itu tiga bulan tidak membayar pajak nanti akan ditutup tempat usahanya.
Q8 Bagaimana pelayanan dan sistem administrasi dalam perpajakan?
Kalau untuk masalah pelayanannya tidak repot dan cepat. Administrasi
pajaknya juga tidak dipungut biaya apa-apa.
Keterangan : I2 2b = Ibu Ida Hamdah, pengelola Resto dan Karaoke Savana
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, 07 Agustus 2014 pukul 16.00 WIB. Wawancara dilakukan di Resto dan Karaoke Savana Ramayana Mall Lantai 3A Serang.
I
Q I2 2c
Q1 Bagaimana mekanisme dalam perijinan usaha?
Izin dari lingkungan sama SITU dari Pemerintah. Kita yang kesana kalau
untuk izin.
Q2 Bagaimana mekanisme dalam menjadi wajib pajak?
Kita tidak dikenakan pajak. Kalau dikenakan pajak atau tidaknya itu urusan
orang pajak bukan kita, karena tidak ada orang olahraga dikenakan pajak
tetapi kalau perizinannya ada.
Keterangan : I2 2c = Bapak Mulyana Effendi, pengelola Fitness Puspita
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, tanggal 16 Juli 2014, pukul 21.00 WIB. Wawancara dilakukan di Fitness Puspita, Ciracas - Serang.
I
Q I2 2d
Q1 Berapa lama usaha ini berdiri?
Pendirian tempat baru tahun ini.
Q2 Bagaimana mekanisme perijinan usahanya?
Mekanisme perizinan mengurusi perizinan. Berkasnya ada, seperti SITU,
SIUP, PBB, dan dari Pariwisata.
Q3 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Mekanisme pajaknya kita membayar.
Q4 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Kalau di tempat yang lain seperti apa? Sama seperti yang lain.
Q5 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Ada yang survei kesini.
Q6 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Dikenakan pajak PPN, pajak PPN aja 10%. Kalo untuk sekarang saya belum
sempat mengurusi itu, karena ini baru 3 bulan.
Keterangan : I2 2d = Bapak David Sutanto, Manajer Cafe d’jims
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 06 Agustus 2014 pukul 20.28 WIB.
Wawancara dilakukan di Cafe d’Jims Legok - Serang.
I
Q I2 2e
Q1 Berapa lama usaha ini berdiri?
Pada tahun 2004.
Q2 Bagaimana mekanisme dalam perijinan usaha?
Perijinan itu harus, kalau tidak ada izin nanti kita ditangkap. Izinnya yaitu
SITU SIUP ada, ada salon and spa, ada sanggar, ada gym juga ada warnet
juga. Itu harus ada surat izin. Surat izinnya dijadikan satu, karena satu
bendera yaitu rossy’s entertainment.
Q3 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
Sanksi saya tidak tahu.
Q4 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Sosialisasi ada yaitu DPKD kesini.
Q5 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Baik-baik dan ramah-ramah pelayanannya. Menunggu lama juga tidak
masalah karena ada tempat duduk untuk menunggunya.
Q6 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Ada, karena dilihat dari pendapatan kita.
Q7 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Dikenakan pajak akhir tahun kita, dilihat dari pendapatan sesuai dengan
pendapatan. Pada saat awal berdiri tidak dikenakan pajak karena kita belum
ada keuntungan yang didapat jadi ditulisnya nihil tetapi kalau sekarang kita
sudah membayar pajak. Kita dikenakan pajaknya semua digabung, ada NPWP
nya juga. pajaknya pajak akhir tahun, 1 bulan itu mendapat katakanlah 25juta
sebulan.
Keterangan : I2 2e = Ibu Rossi, pengelola Rossy’s Gym dan Spa
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Senin, 03 Maret 2014 pukul 16.30 WIB.
Wawancara dilakukan di Rossy’s Gym dan Spa, Ciracas - Serang.
I
Q I2 2f
Q1 Bagaimana mekanisme pendaftaran sebagai wajib pajak?
Kalau untuk mekanismenya saya kurang tahu seperti apa, tetapi yang pasti ke
perizinan dahulu. Kalau untuk izinnya ada, di depan receptionist ada
dipajang. Disini dulunya bilyard dan karaoke, tetapi sekarang hanya karaoke
saja. Tadinya juga ada bilyard nya disini 4 meja bilyard.
Q2 Apakah ada sanksi yang diberikan jika kita telat membayar pajak?
kalau telat mungkin lebih dari sejuta seratus lima puluh ribu bayarnya.
Q3 Bagaimana sistem pelaporan SPTPD?
kita bayar pajak dikasih formulirnya, DPKD kesini memberikan surat
pembayarannya kesini, nanti kita kasih lagi suratnya kesana. Tapi saya tidak
pernah tahu yang memberikan surat kesini itu siapa, karena kita bukanya baru
jam 5 jadi suratnya dititipkan ke bilyard sebelah nanti baru diberikan ke saya.
Q4 Bagaimana cara pengisian SPTPD?
Isi sendiri, karena sudah diberi sama petugas slipnya.
Q5 Bagaimana cara penghitungan SPTPD?
Aku mah ngga perlu diitung kan setiap bulannya sama sejuta seratus lima
puluh ribu, jadi ngga ada itung-itungan persentasenya.
Q6 Bagaimana proses dalam pembayaran pajak?
Iya setiap bulan kita membayar pajak. Saya tidak tahu dikenakannya pajak
apa. Bayarnya langsung kesana, bukan orang DPKD yang kesini tetapi kita
yang ke kantor pajaknya.
Tanggal berapa biasanya anda membayar pajak?
Pembayaran paling telat tanggal 15, kita setiap tanggal 15 bayar pajak.
Q7 Apakah ada sosialisasi yang dilakukan Dinas terkait mengenai pajak?
Tidak tahu, karena disini bukanya jam 5 jadi mungkin kalau memang ada
sosialisasi aku tidak pernah tahu.
Q8 Bagaimana pelayanan yang diberikan Dinas terkait dalam proses
pemungutan pajak?
Baik dan ramah-ramah. Tidak pernah direpotkan.
Q9 Apakah ada pemeriksaan omset yang didapat untuk pemungutan
pajaknya?
Tidak, karena kita bayarnya tetap Rp.1.150.000,-
Q10 Berapakah tarif pajak yang dikenakan di tempat Anda?
Iya setiap bulan kita membayar pajak. Saya tidak tahu dikenakannya pajak
apa. Bayarnya tetap perbulan. Dikenakan pajaknya yaitu perbulannya
Rp.1.150.000 setiap bulan, baik pendapatannya besar ataupun kecil tetep
dikenakannya, kecuali kalau telat membayar mungkin lebih dari itu. Awalnya
disini itu karaoke dan bilyar, itu dikenakan pajak dua-duanya yaitu pajak
karaoke dan pajak bilyar. Tarifnya yang tadi saya katakan. Sekarang saya
tidak tahu dikenakannya pajak apa, karena bilyarnya sudah tidak ada. Saya
tidak tahu tetap bayarnya sesuai tarif kemarin atau berubah lebih sedikit
pajaknya karena bulan ini kita belum membayar pajak. Ada tanda bukti
kuitansinya juga bulan kemarin.
Q11 Apakah anda tahu, dasar pengenaan pajak?
Tidak tahu.
Q12 Bagaimana administrasi dalam perpajakannya?
Mudah, dan murah.
Keterangan : I2 2f = Bapak Aming, pengelola Fn-one Bilyard dan karaoke
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, 07 Agustus 2014 15.26 WIB.
Wawancara dilakukan di Fn-One Bilyard dan Karaoke Pasar Rau Lantai II - Serang.
I
Q I3
Q1 Bagaimana mekanisme perijinannya, jika kita ingin membuka usaha?
Sebelum dibangun seharusnya izin dahulu, kalau terjadi karena kehilafan
boleh saja yang penting sesuai dengan aturan. Makanya sebelum dibangun
harus koordinasi dengan dinas terkait yaitu ke BPTPM karena kewenangan
admisnitrasinya ada di BPTPM. Kalau izin itu ada di BPTPM. Kategorisasi
ijin usahanya juga ada yaitu ada keramaian, dan ada izin usaha
kepariwisataan.
Q2 Apakah ada sosialisasi mengenai perijinan usaha?
Sosialisasi mengenai perizinan usaha kita sering melakukan, yang belum itu
melalui media elektronik, seperti radio, tv lokal. Sosialisasi langsung kepada
non-aparatur yaitu para pengusaha, pembisnis, penanam modal. Kalau tidak
langsung itu melalui web, melalui brosur dan pamflet.
Q3 Apakah ada sanksi yang dikenakan jika kita tidak ijin terlebih dahulu?
Untuk sanksi itu ada karena harus patuh peraturan undang-undang yang
berlaku di Kota Serang, tetapi untuk sanksi bukan ada di kami tapi ada di
SatPol-PP. Kita hanya pemberitahuan ke Pol-PP bahwa ada tempat usaha
yang membangun tanpa perijinan kami, mungkin diberikan peringatan berapa
kali dan mungkin juga dibongkar, bahwa tidak sesuai bangunannya, pandan
jalannya, dan dilihat dari pandan bangunannya juga tidak sesuai dengan tata
kota atau aturan yang berlaku di wilayah kita. Jika harus mundur,
dimundurkan. Banyak yang terjadi seperti itu di perizinan.
Q4 Terkait dengan Pro-Kontra tempat hiburan, sebenarnya tempat hiburan
yang seperti apa yang tidak boleh berdiri di Kota Serang?
Pro-kontra tempat hiburan yang sering disalahgunakan itu, sebenarnya di kita
belum ada Perda tentang tempat hiburan. Hall, diskotik, pub, rumah
bernyanyi, karaoke itu belum ada. Itu ada penyalahgunaan di Lapangan,
bahwa izin yang akan digunakan yaitu izin seperti apa. Jadi tempat usaha
karaoke ini mereka menggunakan izin restoran dikarenakan izin hiburan
belum ada perdanya. Kami pernah membahas pada 2011, Pemerintah Kota
Serang itu tidak serta merta karena Muspida dilibatkan, tokoh masyarakat,
MUI juga, karena di kita itu condongnya ke religius, banyak yang tidak
menginginkan adanya tempat hiburan malam sehingga tidak dibahas lagi
karena tidak ingin.
Satu kontradiksi bahwa kota kita itu arahnya ke pelayanan jasa kota lainpun
sudah masuk tempat hiburan seperti bioskop. Kami juga ada permohonan
bioskop dari Jakarta Raam Punjabi Multivision juga pernah kesini tapi kami
tolak karena perda nya tidak ada. Semua tempat hiburan di Kota Serang itu
ilegal,seperti di Pandean. Misalnya coba lihat perizinannya diperuntukkannya
untuk apa, untuk hotel, atau restoran dan memang mereka yang
menyalahgunakan. Kita mengeluarkan produk yang sesuai dengan
kewenangan berlaku, tidak semena-mena keluar dari perda.
Q5 Bagaimana koordinasi yang dilakukan, terkait dengan pajak hiburan?
Koordinasi dengan DPKD, karena dikenakan retribusi dan pajak kalo udah
ada izin-izinnya. Nanti kita melapor ke Pihak DPKD bahwa ada wajib pajak
baru yang harus disurvei tempatnya.
Keterangan : I3 = Bapak Rudi Mulyana, S.T, BPTPM Kota Serang
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Kamis, 18 Juli 2014 10.13 WIB.
Wawancara dilakukan di Kantor Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang.
I
Q
I4
Q1 Apakah fungsi dari SatPol-PP terkait pajak hiburan?
Kalau hiburan lokal ada Perdanya. Jadi tupoksi SatPol-PP sebagai penegak
Perda, bilamana Perda itu sudah disahkan oleh pemerintah daerah melalui
dewan bahwa contoh, Perda 10 tahun 2010 tentang K3 bilamana melanggar
baru pol pp menertibkan kalau perda hiburan tidak ada, tapi retribusi hiburan
diluar perda itu ada, seperti hiburan lokal, ketangkasan permainan, odong-
odong, korsel itu masuknya bukan perda hiburan karena hiburan lokal.
Selama itu sudah ada izin rekomendasi dari pemerintah terkait pol pp bisa
memantau, dan mengawasi. Bilamana mereka lewat daripada izin, baru pol pp
memberi peringatan untuk tidak beraktifitas sesuai dengan surat izin yang
dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan kegiatannya. Salah satu contoh
misalkan hiburan korsel di kecamatan A, yang mengeluarkan rekomendasi
adalah kecamatan A, contohnya kecamatan taktakan berarti izinnya dari
tetangga, RT, RW, Lurah, Camat, Muspika, baru dikeluarkanlah izin dari
perizinan. Berapa lama mereka melaksanakan kegiatan diberi waktu 10hari,
kita pantau ada tidak izinnya kalau ada baru selama 10hari mereka masih
mengadakan aktifitas kita ingatkan besok supaya tutup, kalau mereka masih
melakukan aktifitas terpaksa kita bongkar karena sesuai dengan aturan dan
tidak serta merta langsung bongkar kita pun harus memberikan peringatan
terlebih dahulu, seperti itu fungsi dari Pol-PP. Jadi kalau untuk khusus perda
hiburan Pemerintah Kota Serang belum ada, ada juga retribusi hiburan di luar
perda itu seperti permainan ketangkasan seperti itu.
Q2 Apakah sanksi yang diberikan kepada wajib pajak hiburan yang tidak
membayar pajak?
Kalau untuk sanksi pajak itu bukan ranah kita, kalau kita hanya penegak
Perda, kalau ada wajib pajak yang tidak membayar dari kantor pajak yang
tahu. Contohnya kalau si A ini tidak bayar-bayar pajak DPKD yang tahu.
Kalau DPKD mau memberikan sanksi baru mengajak kita. Sanksinya yaitu
tutup toko, tutup usaha dan sebagainya. Itu berdasarkan kajian tim. Timnya
yaitu BPTPM, kantor POL PP, Muspika Kecamatan melibatkan TNI dan
POLRI karena tidak sembarangan tutup tempat dan harus ada tim. Tim
eksternalnya yaitu TNI dan POLRI harus dilibatkan seperti itu.
Q3 Bagaimana koordinasi yang dilakukan terkait pajak hiburan?
Kita selalu berkoordinasi, baik itu via telepon maupun rapat koordinasi.
Kalau ada langkah dia mau mengadakan apapun tetap mengajak kita untuk
rapat koordinasi, kalau dia sudah memberi sinyal kepada rumah makan A ini
bahwa mereka benar-benar melanggar baru DPKD berkoordinasi dan
mengundang rumah makan ini untuk memberi peringatan.
Q4 Bagaimana dengan tempat karaoke yang berdiri, padahal tidak ada
perda mengenai perijinan karaoke itu sendiri?
Kalau karaoke izinnya bukan karaoke, tapi izin restoran. Tidak ada izin
karaoke, karena izin karaoke itu hiburan. Perda hiburan tidak ada, kalau
izinnya rumah makan dan restoran itu ada yaitu izin rumah makan. Mereka
seolah-olah memberikan aksesoris, jadi kalau adanya rumah makan dan
restoran tanpa adanya room karaoke mungkin dianggapnya tidak ramai, tetapi
kalau ada room karaoke pasti ramai. Itu salah satu motivasi mereka
memancing pelanggan agar ramai. Sebenarnya itu pelanggaran, karena izin
dari pemerintah hanya rumah makan dan restoran, kalau karaoke jelas tidak
ada izinnya karena belum termuat dalam perda hiburan.
Apakah tidak melanggar jika masih berdiri? Bagaimana dengan
pajaknya?
Bukan diperbolehkan, tetapi selama tidak mengganggu ketertiban seperti
didalamnya tidak ada miras (=minuman keras), dan karaoke keluarga dan
sepanjang itu tidak mengganggu ketertiban lingkungan. Kalau mereka
mengganggu ketertiban lingkungan, membuat gaduh dan sebagainya baru kita
tutup karaokenya tetapi untuk rumah makan dan restorannya tetap berjalan
sesuai dengan izinnya. Untuk retribusinya juga mereka itu hanya retribusi
rumah makan dan restoran, karena karaoke tidak bisa dipungut retribusi
karena tidak ada perdanya, kalau dipungut nanti masuk kemana anggarannya
bingung.
Keterangan: I4 = Bapak H. Tb. Yassin, S.Sos,. M.Si , Kepala Bidang Trantib Pol-PP Kota Serang
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 19 Agustus 2014 pukul 10.40 WIB. Wawancara dilakukan di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Bhayangkara - Kota Serang.
I
Q I5a
Q1 Seberapa sering anda ke tempat ini?
Biasanya seminggu 2x tapi ini lagi malas jadi 3 minggu sekali saja.
Q2 Menurut anda, pembayaran di tempat ini mahal apa tidak?
Tidak kalau sudah jadi anggota.
Q3 Apakah fasilitas yang diberikan sesuai dengan pembayaran yang kita
bayarkan?
Sesuai.
Q4 Apakah anda tahu, tempat ini dikenakan pajak?
Saya kurang tahu.
Keterangan : I5a = Deis, Masyarakat Pengguna Gym
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 1 Juli 2014 pukul 15.55 WIB. Wawancara dilakukan di Royal Serang.
I
Q I5b
Q1 Seberapa sering anda ke tempat ini?
Terkadang, jika diajak oleh teman.
Q2 Menurut anda, pembayaran di tempat ini mahal apa tidak?
Tidak, karena di tempat ini dengan membayar untuk 1 room di dalamnya
sudah mendapatkan makanan ringan.
Q3 Apakah fasilitas yang diberikan sesuai dengan pembayaran yang kita
bayarkan?
Sudah sesuai.
Q4 Apakah anda tahu, tempat ini dikenakan pajak?
Tidak tahu.
Keterangan : I5b = Lina Herlina, Masyarakat Pengguna karaoke
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 1 Juli 2014 pukul 14.00 WIB. Wawancara dilakukan di Ciracas Serang.
I
Q I5c
Q1 Seberapa sering anda ke tempat ini?
Jika hanya sedang merasa bosan saja saya bermain ke tempat ini.
Q2 Menurut anda, pembayaran di tempat ini mahal apa tidak?
Terjangkau karena di tempat ini selalu memberikan bonus-bonus.
Q3 Apakah fasilitas yang diberikan sesuai dengan pembayaran yang kita
bayarkan?
Sesuai.
Q4 Apakah anda tahu, tempat ini dikenakan pajak?
Sepertinya dikenakan pajak, karena tempat ini di dalam Mall.
Q5 Apakah anda tahu, tarif pajaknya berapa?
Kalau untuk tarif saya kurang tahu, tetapi sepertinya memang dikenakan
pajak.
Keterangan : I5c = Rani, Masyarakat Pengguna permainan ketangkasan
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 1 Juli 2014 pukul 16.16 WIB. Wawancara dilakukan di Ramayana Serang.
I
Q I5d
Q1 Seberapa sering anda ke tempat ini?
Setiap 1 minggu 1 kali.
Q2 Menurut anda, pembayaran di tempat ini mahal apa tidak?
Tidak mahal.
Q3 Apakah fasilitas yang diberikan sesuai dengan pembayaran yang kita
bayarkan?
Sesuai. Parkirnya besar, tempatnya juga bersih, lapangannya juga nyaman.
Q4 Apakah anda tahu, tempat ini dikenakan pajak?
Tahu, karena pada waktu itu pernah melihat ada banner pajaknya, jadi
sepertinya dikenakan.
Q5 Apakah anda tahu, berapa tarif pajaknya?
Tidak tahu.
Q6 Untuk parkir, apakah dikenakan tarif juga?
Tidak pernah membayar parkir kalau disini, tetapi kalau di tempat lain
dikenakan.
Keterangan : I5d = Chandra, Masyarakat Pengguna Futsal
Q = Pertanyaan dan Jawaban Wawancara.
Catatan Lapangan : Wawancara pada hari Rabu, 1 Juli 2014 pukul 19.10 WIB Wawancara dilakukan di Benggala Serang.
Nama wajib pajak hiburan yang tidak terdata Faiz Futsal di Kecamatan Kasemen
Nama wajib pajak hiburan yang terdata Cia Futsal di Kecamatan Serang
Wawancara dengan pengelola Yumaga Futsal tanggal 03 Juli 2014 di Benggala-Serang
Wawancara dengan pengelola One-Futsal, tanggal 03 Juli 2014 di Pakupatan-Serang
Piagam penghargaan sebagai wajib pajak patuh
Nama wajib pajak hiburan yang tidak terdata Safana Cafe Resto dan Family Karaoke di Mal Serang
Nama wajib pajak hiburan yang tidak terdata D’Wiza Resto and Convention Hall di Cipocok-Serang
Loket pelayanan pajak di DPKD Kota Serang
Loket pelayanan pelaporan pajak daerah
Loket pelayanan pembayaran pajak
Banner pemberitahuan pengenaan pajak untuk para wajib pajak hiburan
Loket pelayanan pajak daerah du DPKD Kota Serang
RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi :
1. Nama : Pratiwi 2. Tempat, tanggal lahir : Serang, 14 Oktober 1992 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Pekerjaan : Mahasiswa 6. Bangsa : Indonesia 7. Status Perkawinan : Belum Kawin 8. Alamat : Jalan Kagungan Gang. Mesjid RT. 02/03 Lontar
Kidul, Serang - Banten 9. Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK. Ihsaniyah angkatan 1998 berijasah;
2. SDN Lontar Baru angkatan 2004 berijasah;
3. SMPN 2 Kota Serang angkatan 2007 berijasah;
4. SMAN 3 Kota Serang angkatan 2010 berijasah;
5. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2010-sekarang.
Prestasi yang pernah dicapai :
1. Pernah mengikuti lomba Bina Kreasi-Jakarta Olah Warna Tingkat Nasional
Juara 3 (TK);
2. Pernah mengikuti lomba Peduli Bakat Anak 2003 Se-Propinsi Banten Juara 2
(SMP);
3. Pernah mengikuti Paduan Suara (SMP);
4. Pernah mengikuti Organisasi Semut (Serikat Eksekutif Muda Untirta) 2010;
5. Pernah mengikuti Organisasi Kokesma Untirta 2010;
6. Pernah mengikuti BEM Fisip Untirta 2011;
7. Pernah Mengikuti HIMA Administrasi Negara 2012;
8. Penerima Beasiswa PT. Dian Swastatika Sentosa Tbk Tahun 2014.