ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL … · Andriani selaku Kepala Seksi Sejarah...
Transcript of ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL … · Andriani selaku Kepala Seksi Sejarah...
ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID RAYA AL -MASHUN MEDAN
T E S I S
OLEH ACHY ASKWANA
NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER ( S2 ) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2015
ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMEN DI MASJID AL-MASHUN MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
ACHY ASKWANA NIM, 127037012
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015 Judul Tesis ANALISIS KARAKTERISTIK ORNAMENTASI DI MASJID
AL-MASHUN MEDAN
Nama Achy Askwana
Nomor Pokok 127037012
Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S Drs. Azmi, M.Si NIP. 196209251989031017 NIP. 196504131991031003
Program Studi:
Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Ketua, Dekan,
Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP.196211221 1997031001 NIP.19511013 1976031001
Tanggal lulus: Telah diuji pada tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (.................................)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (..................................)
Anggota I : Frof. Dr. Ikhwanuddin Nst., M.S (..................................)
Anggota II: Drs. Azmi, M.Si (..................................)
Anggota III : Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S. (.................................)
ABSTRACT
This research deals with ornaments which found in the Mosque of Al-
Mashun in Medan North Sumatera Province. Based on the analysis of form
characteristic and its background concept, the writer find out that the ornament
consist of several values which have close relationship to visual art, ideology and
religion.
In this thesis the writer uses several relevant theories to drow conclusion
for determination, he uses semiotic and visual art theories.
Based on the theories, the writer tries to understand and appreciate the
meaning of the selected ornaments to classify the form. He also makes these
activities be come the reference of the material of the research.
The result of the research shows that the beauty of the ornaments in the
mosque Al-Mashun is not merely only the visual art, but dhey also express the
glory of Deli Sultante, the culture of Deli Malaya the adoration to the Almighty
God.
Key word : characteristics, ornaments, mosque of Al-Mashun, semiotics, visual
art.
ABSTRAK
Penelitian ini adalah mengkaji ornamentasi yang terdapat pada masjid Al-
Mashun diwilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Analisis figuratif bentuk
berdasarkan latar belakang konsep yang menghubungkan terdapatnya kandungan
nilai-nilai artistik (visual art), nilai-nilai ideologi dan nilai-nilai agama. Peneliti
ingin melihat sebagaimana pertanyaan yang di buat sebagai kerangka arah untuk
mengetahui aspek-aspek yang dihadirkan oleh sejumlah ornamen yang melekat di
masjid Al-Mashun Medan.
Dalam tesis ini penulis menggunakan sejumlah teori terkait untuk
mendapatkan kesimpulan, dan sebagai teori penentu adalah teori semiotika (teori
makna) dan teori seni rupa. Dengan landasan teori ini peneliti berupaya
mendapatkan kandungan makna pada ornamentasi di masjid Al-Mashun. Dengan
pendataan ornamen yang di pilih serta memberikan klasipikasi bentuknya, maka
bagian tersebut menjadi acuan bagi penulis sebagai bahan penelitian.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keindahan ornamen-ornamen
yang melekat pada masjid Al-Mashun di kota Medan tidak hanya sekedar sebagai
nilai visual belaka, tetapi merupakan sebuah fakta bahwa karakteristik
ornamentasi tersebut adalah suatu bentuk pernyataan karismatik Kesultanan Deli
dan budaya Melayu Deli serta sebuah presentatif kecintaan terhadap Tuhan.
Kata Kunci : karakteristik, ornamentasi, masjid Al-Mashun, semiotika, seni rupa
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena
atas karunia dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriring salam penulis haturkan pada Nabi
Junjungan Muhammad S.A.W beserta keluarga beliau, sahabat beliau, para suhada
dan tabi’in-tabi’in.
Terima kasih atas kebanggaan kepada kedua orang tua penulis ayah
(asmady hs) dan omak (suryani), saudara (adik-adik penulis), sejauh ini kalian
senantiasa memberikan motivasi yang terbaik bagi penulis sehingga sampai
selesainya tesis ini. Terima kasih juga kepada istri (januarti devi kondany) dan
anak-anak penulis (nurul askwana dan fahri askwana) yang tidak terlepas dari
kontribusi yang diberikan baik waktu dan pengertian selama proses perkuliahan di
Pasca Sarjana Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universits
Sumatera Utara.
Tentunya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril
Pasaribu, DTM & H, M,Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Seni dan
Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran selama penulis
menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih khusus kepada Dosen Pasca Sarjana di Program Studi
Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas Sumatera Utara : Bapak Drs.
Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Seni Ilmu Budaya (USU), selaku penguji yang telah memberikan banyak
masukan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima
kasih kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hun., selaku Sekretaris Program
Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara yang selalu memberikan petunjuk teknis penulisan tesis sampai
penelitian ini selesai.
Bapak Prof. Dr. Ikwanuddin Nst., M.Si., selaku pembimbing I yang
senantiasa sabar memberikan petunjuk dalam proses penelitian tesis penulis,
Bapak Drs. Azmi, M.Si., selaku pembimbing II yang selalu siap mengarahkan
penulis dalam penelitian ini, Bapak Dr. H. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji
dan memberikan masukan yang sangat berarti bagi penulis, sehingga penulis
banyak mengembangkan kaitan didalam pengkajian penelitian tesis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen Pasca Sarjana
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara,
Bapak Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A.,
Ph.D., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring,
M.Si., Ibu Dra. Rithaony, M.A., Ibu Asmyta, S., M.S., Bapak Dr. Budi Agustono,
S.U., Bapak Dr. Ridwan Hanafiah, SH, M.A., selaku Dosen Pasca Sarjana
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni (USU).
Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai Sekretaris Magister (S2) Penciptaan
dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kepada
Ibu Hj. Andriani selaku Kepala Seksi Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Pemerintah Kota Medan, Bapak Tengku Sahar selaku juru kunci istana
Maimoon, Bapak H. Ulumuddin selaku ketua kenajiran masjid Al-Mashun, Bapak
Sastra Gunawan sebagai Budayawan, Bapak Amran Eko Prawoto yang banyak
memberikan masukan informasi seni rupa terhadap penelitian penulis, kepada
teman-teman seangkatan Pasca Sarjana Prodi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari hasil tesis ini masih jauh belum maksimal, untuk itu
banyak harapan penulis untuk kesemua kalangan terutama masyarakat Melayu
Deli dan para generasi muda di seluruh tanah air, dapat memberikan masukan
berupa kritikan dan saran sebagai penyempurnaan kearah yang lebih baik
penelitian tesis ini. Dengan demikian penulis menghaturkan terima kasih kesemua
pihak dan maaf atas segala sesuatu yang mungkin terjadi selama penulis
melakukan penelitian ini. Akhir kata harapan penulis bagi kesemua pihak terkait
semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan , Januari 2015
Achy Askwana NIM : 127037012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI 1, Nama : Achy Askwana 2. Tempat/tanggal lahir : Tanjungbalai 12 Desember 1969 3. Jenis kelamin : Laki-laki 4. Agama : Islam 5. Kewarganegaraan : Indonesia 6. Alamat : Jalan Topaz 6 no. 14 Perum. Bumi Serdang Damai, Marindal, Kab. Deliserdang 7. Pekerjaan : Guru SMA N 1 Delitua, Deliserdang 8. Nomor telepon : 081396267969 9. Pendidikan :
1. SD 2. SMP 3. Sarjana Seni Rupa Universitas Negeri Medan 4. Pada tahun 2012/2013 diterima menjadi mahasiswa Program Studi
Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
PERNYATAAN
Dengan ini saya Achy Askwana menyatakan bahwa dalam tesis ini sebelumnya
tidak pernah diajukan sebagai karya untuk suatu kepentingan dan memperoleh
gekar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi lain, kemudian sepengetahuan saya
penelitian ini tidak terdapat pada karya orang lain dan diterbitkan sebagai karya
ilmiah yang sama, kecuali karya tulisan lain yang mengacu pada naskah saya dan
disebutkan didaftar pustaka.
Medan, 7 Januari 2015
Achy Askwana NIM : 127037012
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL……………………………………………………... i ABSTRACT……………………………………………………………… iv ABSTRAK……………………………………………………………….. v DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………..... vi HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………... vii DAFTAR ISI……………………………………………………………... viii
BAB. I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………… 1 1.2 Pokok Permasalahan …………………………………... 12 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 12 1.3.1 Tujuan Penelitian……………………………………… 12 1.3.2 Manfaat Penelitian……………………………………. 12
1.3.2.1 Bagi Mahasiswa…………………………….. 13 1.3.2.2 Bagi Fakultas………………………………... 13 1.3.2.3 Bagi Masyarakat…………………………….. 14 1.3.2.5 Bagi Peneliti…………………………………. 14
1.4 Landasan Konsep dan Teori………………..................... 14 1.4.1 Konsep…………………………………………………. 15 1.4.2 Teori……………………………………………………. 18
1.4.2.1 Teori Difusi………………………………….. 21 1.4.2.2 Teori Semiotika……………………………… 22 1.4.2.3 Teori Seni Rupa ( visual art )………………... 27
1.5 Metode Penelitian……………………………………… 31 1.5.1 Jenis Penelitian……………………………………….... 31 1.5.2 Penelitian Lapangan…………………………………… 33 1.5.3 Fokus Penelitian……………………………………….. 34 1.5.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………. 34
1.5.4.1 Obsevasi…………………………………….. 35 1.5.4.2 Wawancara…………………………………. 35 1.5.4.3 Tekhnik Analisis Data………………………. 36
1.6 Studi Kepustakaan………………………………………. 36 1.7 Sistematika Penulisan…………………………………… 47
BAB II LINTAS SEJARAH
2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara……………………… 49 2.1.1 Kesultanan Deli………………………………………… 51 2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan……………………………... 57 2.1.3 Budaya dan Agama…………………………………….. 62 2.1.4 Ideologi Melayu dan Syariat Islam…………………….. 65
BAB III DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN
3.1 Sistematika Deskripsi…………………………………….. 67 3.2 Deskripsi Ornamen………………………………………. 68 3.2.1 Gambaran Umum………………………………………. 68 3.2.2 Urutan Perbagian Ornamen…………………………….. 69
BAB IV STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN
4.1. Struktur Bentuk……………………………………… 107 4.1.1 Bentuk…………………………………………… 107
4.1.1.1 Motif Flora………………………………….. 111 4.1.1.2 Motif Fauna………………………………… 112 4.1.1.3 Motif Manusia……………………………... 112 4.1.1.4 Motif Alam Benda…………………………. 113 4.1.1.5 Motif Imajinasi Abstrak……………………. 114 4.1.1.6 Motif kaligrafi……………………………… 114 4.1.1.7 Motif Geometris…………………………… 115
4.1.2 Integrasi Ornamen……………………………………. 115 4.1.3 Dimensional………………………………………….. 130 4.1.4 Media…………………………………………………. 133 4.1.5 Tekhnik……………………………………………….. 133 4.2 Struktur Komposisi……………………………………... 135 4.3 Struktur Objek………………………………………….. 116
BAB V MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN
5.1 Aspek Pisik……………………………………………… 159 5.1.1 Nilai Artistik……………………………………… 159 5.1.2 Makna bentuk……………………………………. 162
5.2 Aspek Sosial……………………………………………... 165 5.2.1 Kerabat Langsung…..……………………………… 166 5.2.2 Masyarakat Umum…..……………………………. 171
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan……………………………………………… 175
6.2 Saran…………………………………………………….. 178
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta
dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas
Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja.
Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi
dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok
masyarakat.
Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya
bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan
pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai
kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman,
serta saling mengasihi.
Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat
di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam
simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa
lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat
ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula.
Kepuasan inilah merupakan kebutuhan dasar yang bertumpu pada ukuran-
ukuran tertentu serta difungsikan sebagai sebuah pendekatan alamiah. Pendekatan
secara alamiah menimbulkan kesepakatan untuk memberdayakan nilai-nilai
tersebut sebagai bahagian penting dalam kehidupannya.
Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal
lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta
pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara
alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas
interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama.
Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang.
Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem
tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan.
Keterkaitan orang-orang yang di anggap penting, dilibatkan sebagai sumber
penentu.
Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki
kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain
sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena gagasan-
gagasan mereka.
Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan
pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam
musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka.
Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu
kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun.
Norma atau peraturan ini masih sesuatu bersifat abstrak yang sebahagian
masih berupa kerangka di dalam otak. Sebahagian lain berbentuk prilaku yang
ideal yang memberikan corak dan jiwa yang diimplementasikan dalam tatanan
kehidupan yang serasi, seimbang dan selaras. Inilah adat istiadat yang bersifat
umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman
dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural
system.
Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang
atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat
difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan
perlindungan hukum serta kekuatan.
Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada
kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar
wilayah masyarakat kelompok tertentu saja.
Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan
dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian
komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan
lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak
termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak
langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau
kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya.
Kedudukan kedaulatan di wilayah masyarakat merupakan hal yang sangat
penting, bukan saja menjaga struktur atau untuk memanajemen sistem yang
diperlakukan, akan tetapi keberadaan yang dinyatakan sebagai pemilik teritorial
wilayah kekuasaan yang patut diakui oleh kelompok masyarakat disekitarnya.
Sehingga dinamika budaya menempatkan suatu kelompok masyarakat
yang memiliki adab yang bermartabat. Dengan demikian keberadaan suatu
kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu
di kota Medan.
Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat
Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup
berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya
membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan
yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup
(Wiranata, ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011).
Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok
masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang
harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu.
Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai
mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak
berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang
bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya
altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya.
Demikian dari sisi lain terdapat visualisasi berupa karakter gambar-gambar
yang diletakkan pada bidang tertentu, membawa arti dan makna yang penting
harus diketahui oleh pemilik budaya tersebut. Contoh seperti gambar babi hutan
dengan tombak diatasnya, di gambar oleh manusia zaman purba di dinding goa.
Gambar tersebut sebagai alat komunikasi untuk menandakan adanya sesuatu fakta
di dalam peristiwa hidup ketika itu.
Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh
indera pendengaran saja. Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk
menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun
dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan
adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang
khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk
mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan
kematian.
Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak
tersendiri dalam arti kekhasan tradisi akan diketahui dari aktifitas sosial,
komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara
maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa
gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau
media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat
dikenali.
Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula
pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya
hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe,
hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu
tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah.
Demikian tanda-tanda tradisi tersebut difungsikan sebagai sesuatu yang
istimewa karena di miliki oleh kelompok tertentu untuk terus memelihara warisan
leluhur.
Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat
agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada
Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga
difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan
untuk kemaslahatan umat.
Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat
berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam
semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah
pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an.
Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk
mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya
pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah
Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode
penyampaian.
Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah
perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal masuknya
pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh bangsa Arab. Daerah yang
pertama yang dikunjungi islam adalah pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian
para ahli yang menyatakan bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad
ke 13 M. Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari
Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun
696 H ( 1297 M ), serta sejumlah nisan yang lainnya dari abad berikutnya.
Sumber lain juga mendukung adalah laporan perjalanan Marco Polo yang singgah
di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah
terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana.
Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke
Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa
Arab. Kemudian menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui
perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan),
dan kesenian.
Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan
memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin
melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk
berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur 1955:165-
167 ).
Ajaran agama Islam dapat diterima di masyarakat Melayu kemudian
masjid didirikan sebagai tempat ibadah dan menciptakan ciri khas identitas
terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim
disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang
perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya
penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu
dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah
Indonesia.
Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal
dalam sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu
dengan agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks pemerintahan
kerajaan dan serta pola hidup masyarakat disekitarnya.
Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi
Sumatera Utara ini adalah salah satu masjid peninggalan masa pemerintahan
kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas budaya yang di kenal sebagai salah satu
simbol kejayaan kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan
Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M.
Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran
Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid
Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum
(Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental,
2012).
Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau.
Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri.
Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya.
Terlepas dari fungsi masjid dari konsep agama dan ibadah, salah satu
unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai
tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang dianggap sebagai
identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas budaya.
Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir
sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik
ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur
pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku Melayu tersebut benar-benar
murni sebagai hak kepemilikkan suatu budaya yang tertatah dalam dekorasi
masjid Al-Mashun tersebut, atau masih terdapat pemiuhan akulturasi budaya
sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan
kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.
Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang
berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya
secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu
suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan
bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta
dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.
Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan
hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang
di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan
tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam simbol-
simbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau
bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama.
Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan
cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih
indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa simbol-
simbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.
Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang
melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting
seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan
tujuan maksud tersendiri. Dilain pihak kontekstual sosial baik masyarakat suku
Melayu Deli sendiri maupun orang lain di luar suku Melayu memahami ornamen
masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.
Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat
otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap
sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang
digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai
sebuah keakuan.
Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas
tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman
bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“.
Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang
ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak
Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun
merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai
nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan.
Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang
pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun
Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang
dimiliki oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu.
Yang kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari Negara-
negara Islam yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis
bahwa ornamen-ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru
mengutamakan hal-hal yang berhubungan dengan religi.
1.2. Pokok Permasalahan
Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan
permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak
dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya
Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang
diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam
yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah
diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat
melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut.
1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat
Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli
di masjid raya Al-Mashun.
2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal
saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi.
3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang
diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan
satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu.
Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama
dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:
a. Bagaimana sejarah terbangunnya Masjid Al-Mashun dengan yang melatar
belakangan kepentingan dan tujuan fungsi serta keterkaitan terhadap
Pemerintahan Kesultanan yang bertitik pada Istana Maimoon.
b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam
Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri.
c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh ornamen-
ornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak
tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi
saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya
Al-Mashun Medan.
2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang
berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan.
3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap
kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang
ada pada masjid raya Al-Mashun Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Harapan besar penulis adalah dapat memberikan sumbangsih terhadap
siapa saja sebagai pemerhati seni dan kebudayaan terutama terhadap suku melayu
deli yang berada di Medan dan sekitarnya. Untuk menindak lanjuti aspek budaya
kian memudarnya di tengah-tengah hiruk pikuknya budaya modern serta
perkembangan teknologi yang laju pesat, diharapkan penanggulangan kebijakan
kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan
memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa.
1.3.2.1 Bagi Mahasiswa
a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2)
pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi
inspirasi bagi mahasiswa.
b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang
menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara.
c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa
jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa.
1.3.2.1 Bagi lembaga fakultas
a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna
ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang
digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya.
b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen
seni rupa.
c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian
ini untuk lebih memperluasnya.
d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam
kaitannya terhadap seni dan kebudayaan.
1.3.2.2 Bagi Masyarakat
a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi
harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya
budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan
untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di
tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini.
c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya
termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks
ornamen yang ada pada melayu sendiri.
d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara
nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai
manusia yang berbudaya.
1.3.2.3 Bagi Peneliti
a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian
tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini.
b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan
mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan.
c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian
berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti.
1.4 Landasan Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media
yang dapat di tangkap penglihatan dan dirasakan dengan sentuhan rabaan. Kesan
ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk,
volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika.
Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang
diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen
serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda
yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari
konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu.
Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai
kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang
telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya).
Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk
mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan.
Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan
keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai
bentuk.
Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar
mendapatkan nilai artistik. Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa
Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang
berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap
Makna Simbolik: 2009, 9).
Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah :
Pengertian umum bahwa ornamen ini sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui
penerapannya di berbagai hal meliputi segala aspek kebutuhan hidup manusia
baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni
yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping
tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya
untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik,
akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual
maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering
ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada
hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau
masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu
ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula.
(Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI 1983-
19840).
Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di
kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas
mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut
dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat
Masjid Al-Mashun.
Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk
memberikan nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa
yang mengukur unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan
sampai pada tafsir makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak
ornamen dengan berbagai motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar
bahwa setiap unsur yang terdapat pada masjid di peroleh dari pertimbangan Islam.
Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan
belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang
pencitraan penguasa.
Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di
bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung
di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya,
akan memberikan jawaban yang lebih terfokus.
Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun
telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada
masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang
mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang
arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni
Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di
Jakarta.
Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan
kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum
ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah
bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya
sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan
kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa
yang dapat nantinya diketahui.
1.4.2 Teori
Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu:
(1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun
mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak
mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan
ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus
dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah.
Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah
beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika.
F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai
bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur
kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau
menemukan adanya persamaan bentuk dari wujud kebudayaan saling
berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat
dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang
tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010)
Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama
Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari
agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan
corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama
Islam.
Keindahan karya seni rupa dari ornamen tersebut tidak sekedar hanya
mempercantik masjid Al-Mashun saja, akan tetapi memberikan sesuatu di balik
bentuk-bentuk dan penempatan nya yang sesuai terisi kandungan makna tertentu.
Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam.
Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang
oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari bentuk-
bentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang
beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira
bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah
menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan
identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada
ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri.
Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian,
gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi,
mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini
penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang
dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah
yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan
melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang
digunakan.
Sejarah merupakan rentang benang merah yang harus dihubungkan untuk
mendapatkan alur kajian ini namun demikian ada yang dikonsentrasikan penuh
sebagai titik analisis ini yaitu makna dari karakteristik ornamen. Sesuai dengan
maksud sasaran penelitian ini maka penulis mengintensitaskan kepada makna atau
kajian semiotika.
Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji
persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles
Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang
berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa
suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek.
Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan
bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan,
misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya
hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab
akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau
semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.
Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya
ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang
sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif
alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural.
Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian
penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan
Rhematic Symbol.
1.4.2.1 Teori Difusi.
Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya
tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya
mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan.
Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan
menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru
dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk
interaksi sosial juga terpengaruh. Saling mempengaruhi ini sehingga
menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi.
Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya
melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa
semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan
studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi
budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang
lain.
Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata.
Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya
tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga
menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan
fungsi baru budaya tersebut.
Perluasan perkembangan agama Islam setelah mulai masuk ke Indonesia,
terjadi sirkulasi budaya pendatang dan budaya asli lokal. Islam sebelum
menanamkan akar ajarannya kemasyarakat, terlebih dahulu mempelajari sifat
budaya lokal. Dengan berdagang dimulailah kontak sosial. Kepentingan pokok
hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini
mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk
menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah.
Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di
sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat
sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya
kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi
akulturasi yang terkadang lebih kompleks serta akhirnya membentuk
Multikultural.
Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat
diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait
hubungan kuat dalam penelitian ini.
1.4.2.2 Teori Semiotika
Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan
dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan
makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika
atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada
didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan.
Penulis harus memilih teori yang cukup dekat dengan kajian penelitian ini,
penulis memilih teoritis yang tepat adalah Charles Sanders Peirce yang
mengemukakan tentang tanda. Tanda adalah bahasa, ornamental yang ada di
masjid Raya Al-Mashun tersebut bukan sekedar persoalan bentuk-bentuk yang
indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan
maksud dan tujuan.
Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang
mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni.
Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai
bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce
sebagai sasaran.
Menurut Peirce, Semiotika bersinonim dengan logika, manusia hanya
berpikir dalam tanda. Tanda dapat dimaknai sebagai tanda hanya apabila ia
berfungsi sebagai tanda. Fungsi esensial tanda menjadikan relasi yang tidak
efisien menjadi efisien baik dalam komunikasi orang dengan orang lain dalam
pemikiran dan pemahaman manusia tentang dunia. Tanda menurut Pierce
kemudian adalah sesuatu yang dapat di tangkap, representatif, dan interpretatif.
Bagi Peirce, tanda “ is something which stands to somebody for something in
some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
oleh pierce disebut Ground. Konsekwensinya, tanda (sign atau representamen),
selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, objek, dan interpretant,
yang dikenal sebagai triangle meaning.
Gambar 1. triangle meaning Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi
tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang
ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh
tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh
atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41).
Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi
seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah
berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya
Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya.
Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda
dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contohnya adanya asap
tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah
penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (kesepakatan) masyarakat.
Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya
ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang
sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif
alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural.
Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen
yang lebih dekat adalah Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol.
Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto,
diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah
berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda
dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh
dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya.
Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan
mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar
kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami.
Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat
jauh setiap bagian bentuknya akan terdapat objek-objek yang dapat
dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya.
Penulis melihat ornamen sebagai bagian seni yang istimewa, sehingga
menjadi persoalan pada penelitian ini. Penelitian ini terletak pada seluruh aspek
yang melekat terhadap ornamen (kajian seni rupa), tentunya keterkaitan media
seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik
pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna.
Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian
penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian
keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian
pendukung (second), bagian pelengkap (complement).
Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang
berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus
didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami
oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja
yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum
ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign.
Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis
sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski
terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di
gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya
daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap
kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga
mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini
tetap menjadi vocal point.
Bagian pelengkap diartikan juga sebagai bagian pengisi atau pendamping.
Biasanya diletakkan pada latar belakang apabila ornamen berbentuk gambar baik
pada dataran rata mau pun dataran tidak rata (relief). Pelengkap ini cenderung
lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap
ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu.
1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art)
Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam
kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis
menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media,
ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua
sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi,
sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti
tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti
karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat
sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan.
Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat
merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga
kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di
lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud
objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan
pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama
sebagai orang yang menciptakan.
Derajat atau martabat karya lebih banyak bersentral terhadap bagaimana
seseorang memulai sebuah proses penciptaan dengan menyinggung sejumlah latar
belakangnya. Perhitungan nilai tinggi rendahnya yang ditemukan di dalam sebuah
karya seni rupa terletak pada gagasan ide yang mencerminkan daya serap
seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang orang-
orang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak
diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing
link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen
yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang
yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia
sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka
memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama.
Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh
panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang
indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan
keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani
mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan
berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa
Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam,
keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012).
Sifat manusia mencari kenikmatan hidup lewat rasa keindahan sudah
merupakan lahiriah yang sudah ada dalam diri setiap orang. Pemahaman
keindahan dalam diri manusia merupakan kodrati alamiah. Manusia dapat
merasakan esensi keindahan di balik bentuk-bentuk seni dengan menelaah bagian-
bagian tertentu yang dapat membangkitkan sense of beauty. Hubungan merasakan
keindahan lewat karya seni di bangun oleh pengalaman hidup seseorang untuk
menangkap sesuatu di sekitar lingkungannya. Sebagai pengalaman batin
keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan
melalui seni.
Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam
pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan
sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps
berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau
pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones),
(web,seni dan estetika,2012).
Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang
ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh
dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity),
keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan
perlawanan (contrast).
Yunity atau sering di sebut dengan perpaduan seluruh kapasitas seni yang
terbangun di dalam sebuah karya seni rupa. Kesatuan ini mencakup media, bentuk
seni, makna serta konsep yang terpadu. Harmoni atau keselarasan atau keserasian,
bahwa dalam karya seni rupa dapat menunjukkan bagian-bagian penting dan tidak
penting sehingga diketahui mana yang harus memberikan nuansa estetika.
Symetry adalah kesetangkupan. Pengertiannya adalah seluruh kapasitas objek seni
saling terkait dan berhubungan. Balance atau keseimbangan adalah ukuran tata
letak objek, tekanan warna dan lain sebagainya. Pertimbangan estetika seringkali
berpusar pada persoalan keseimbangan. Namun banyak juga teori tidak
mempersoalkannya, karena hal itu dikaitkan pada norma realisme sedangkan
karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau
perlawanan dapat berupa objek maupun konsep.
Pertimbangan membuat karya dalam karya seni rupa tidak hanya
mengukur nilai estetika semata, tetapi harus dilalui dengan ukuran logika. Konsep
alamiah yang terkait antara manusia dengan lingkungannya tidak akan terlepas
hubungan secara rasional. Salah satu contoh ketika manusia butuh perlindungan
atau tempat tinggal. Sebelumnya manusia memahami kepentingan dirinya dengan
sesuatu diluar dirinya salah satu contohnya seperti cuaca. Dengan pengalaman
hidup dari gejala alam sehingga manusia harus beradaptasi dengan mengikuti
keadaan yang ada disekitarnya. Maka tempat tinggalnya disesuaikan sebagaimana
dapat melindungi mereka dari sifat-sifat alamiah yang mengharuskan manusia
berpikir dan bertindak sesuai kehendak alam. Dengan demikian manusia harus
merancang tempat tinggalnya layaknya sebagaimana dapat melindungi
keluarganya dan disesuaikan pada konstruksi yang memadai. Tentunya logika ini
dipakai untuk mendesain agar bentuk yang diinginkan harus layak difungsikan.
Konteks penelitian ini tertuju pada ornamen masjid Al-Mashun dan kandungan
maknanya, maka jika dilihat bahwa seluruh imajinasi yang ada pada setiap wujud
ornamen tidaklah sesederhana yang dibayangkan oleh segelintir orang. Ornamen-
ornamen yang berada dimasjid Al-Mashun Medan kelihatannya memang sangat
indah, tetapi kita juga harus sadar bahwa setiap objek ornamen yang melekat
dilalui dengan hukum logika. Logika dalam hal ini tentunya adalah Desain.
Desain atau merancang tidak terlepas dari sejumlah program atau perencanaan
yang akan disesuaikan kepada kemedia aplikasinya.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yakni
menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media
ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode
statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi
kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa
untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara
serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode
deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen
serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif
dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena
yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5).
Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis,
untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana
karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada ditengah-
tengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu
sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami
ornamen masjid Al-Mashun.
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and
sametimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and
physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is
multiparadigmatic in focus. Its practinioners are sensitive to the value of the
multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the
interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is
inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson
and Grossberg, 1992 : 4)
Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian
kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok.
Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan
penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan
manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup
budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana
proses konteks peristiwa manusia.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat dengan kepentingan-
kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang
menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi
tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup,
namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah
masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat. Demikian budaya tersebut
bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak.
Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta
adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan.
Ornamen merupakan citra kinginan yang diciptakan oleh leluhur
sebelumnya untuk kepentingan nilai-nilai tersendiri di tubuh masyarakatnya.
Meski keindahan bentuk sebagai vigura (bingkai hiasan), akan tetapi ornamen di
buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya
ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya.
Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas
sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang
diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis.
Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis
ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota
Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis
peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar
bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu
dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah
bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan
akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya
sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work),
penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid
Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu
pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas
Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan.
Setting atau lingkungan riset pada penelitian ini adalah lingkungan
Noncontrived setting atau lingkungan kenyataan ( fiel setting ). Penulis
kelapangan untuk mendapatkan seluruh data melakukan observasi dan
wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek
secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video
dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang
di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat
sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir
maknanya.
1.5.3 Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta
kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai
berikut :
1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari
bentuk asli alamnya.
2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru.
3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid Al-
Mashun.
4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung).
5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen.
1.5.4 Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara.
Sumber data yang dibugunakan adalah data primer dan data skunder. Data primer
adalah data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi kelapangan.
Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pustaka baik teori-teori
yang dikemukakan dari buku-buku atau literatur lain yang bersifat tidak langsung.
1.5.4.1 Observasi
Untuk mendapatkan data langsung penulis menggunakan pendekatan
observasi kelapangan dengan melihat langsung objek yang diteliti. Penulis
mencatat data yang didapatkan dari pengamatan terhadap ornamen yang berada di
masjid Al-Mashun dengan menggunakan variabel-variabel sebagai rencangan
pendekatan. Pentingnya metode ini diharapkan untuk mendapatkan sejumlah
bagian-bagian penting yang di teliti guna mendapatkan hubungan data dengan
wawancara. Berikutnya menggunakan penafsiran-penafsiran atau praduga
kesimpulan sementara dengan harapan mendapatkan hasil penelitian yang
sebenarnya.
1.5.4.2 Wawancara
Penulis melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data dari nara
sumber. Nara sumber di pilih sesuai jumlah yang diklasipikasi penulis agar arah
penelitian lebih terfokus. Dengan demikian penulis membuat rancangan berupa
konsep yang sebelumnya di susun seperti apa bentuk pertanyaannya dan siapa
yang harus menjadi nara sumbernya. Penulis melakukan wawancara terhadap nara
sumber (interview) yakni dengan beberapa orang dari pihak Pengurus Masjid Al-
Mashun, dari sejumlah tokoh adat melayu, partisipan budayawan, dan beberapa
orang dari dinas Pemerintah terkait seperti dinas Pariwisata dan dinas Museum
Pemko Medan.
Pertanyaan yang terkonsep berhubungan dengan sejarah masjid Al-
Mashun, budaya melayu, dan istana Maimoon. Harapan penulis untuk
mendapatkan alur agar arah penelitian tidak meluas sehingga sasaran yang di teliti
manjadi solid.
1.5.5 Teknik analisis data
Teknik analisis data adalah bagaimana perencanaan di mulai dari
pengumpulan data sampai pada pengelompokan data sehingga mempermudah
prosedur penelitian. Pengelompokan data dibuatkan kolom-kolom data sebagai
catatan perjalanan penelitian seperti apakah nara sumber menjawab sebagaimana
yang diharapkan oleh penulis atau bagian-bagian mana yang pantas di ambil dan
yang tidak pantas di ambil. Analisis data pada ornamen masjid Al-Mashun Medan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data berupa gambar foto ornamen masjid Al-Mashun Medan
yang di ambil langsung oleh penulis dilapangan.
2. Mengumpulkan data yang terkait pada suku melayu deli yang berada di sekitar
Medan.
3. Menganalisa terhadap setiap ornamen yang terdapat pada masjid Al-Mashun
Medan.
1.6 Studi Kepustakaan
Penulis merangkum sejumlah sumber kepustakaan dengan harapan untuk
dapat mendukung penelitian ini. Beberapa kepustakaan yang penulis pegang
adalah seperti buku, artikel ilmiah dan semi ilmiah, laporan penelitian, majalah,
Koran dan beserta laman-laman web. Sumber-sumber kepustakaan itu mancakup :
a. referensi catatan terdahulu, b. kebudayaan melayu deli, c. sejarah istana
maimoon, d. tinjauan masjid Al-Mashun Medan, e. dasar-dasar teori, f. metode
dan teknik penelitian, g. referensi terkait.
Referensi penulis tentang catatan terdahulu yang di teliti oleh sejumlah
penulis mengenai ornamen baik dari Strata satu atau lanjutan, maupun penulis
lepas dengan dedikasinya dapat dipertimbangkan penulis sebagai sumber pustaka
antara lain :
1. Musthofa, melakukan studi penelitian ornamen pada sebuah masjid, yang
dijadikan artikel di web, dengan judul Filosofi Seni Bangunan Islam,
Ornamentasi Pada Arsitektur “Masjid Turen” Malang. Musthofa
mendiskripsikan ornamen yang beda di masjid merupakan kesinambungan
antara kreatifitas dan keagungan Tuhan. Penulis mengambil semangat
Musthofa dalam melihat masjid sebagai subyek, seperti kesamaan dengan
penulis inginkan. Demikianpun tentu banyak perbedaan antara penulis dengan
Musthofa melihat sesuatu tentang ornamen sebagaimana alur serta
pembedahan yang penulis lalukan di dalam penelitian ini, disamping itu juga
wilayah tempat yang diteliti juga berbeda. Penulis memilih jurnal ini karena
sangat menarik dan dijadikan salah satu acuan.
2. Ratih Baiduri, penulis buku Masjid Raya Al Ma’shun Medan sebuah tinjauan
arsitektural dan ornamental. Inspirasi penulis paling besar adalah terdapat
pada buku tersebut. Ratih Baiduri banyak mengemukakan aspek masjid Al
Mashun dengan rinci, sehingga penulis banyak mendapatkan informasi
berharga didalamnya. Beliau membentang spesifikasi arsitektur dengan
rentetan ornamen yang ada di bagian masjid Al-Mashun, sebelumnya
membuka sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera serta menarik
hubungan pada terbentuknya Pemerintahan suku Melayu Deli. Meski
demikian Ratih Baiduri belum menjelaskan ornamen-ornamen tersebut
sebagai sesuatu titik lain yang harus diperhatikan, kemudian di teliti tersendiri
secara terpisah dan mendalam. Dengan demikian penulis mengetahui batasan
yang ada sehingga penulis harus memilih kesatu arah sehingga mendapatkan
perbedaan terhadap buku Ratih Baiduri sendiri.
1. Buku berjudul Rumah Panggung Melayu Deli karangan Azmi, banyak
membantu penulis untuk mendapatkan aspek sosial dalam kalangan suku
melayu. Azmi mengemukakan komponen pisik arsitektur tradisionil dari
bangunan rumah adat melayu deli, beliau mendiskripsikan pola masyarakat
melayu dalam konteks sosial. Azmi juga mengemukakan makna-makna
ornamen yang terdapat di bagian rumah adat suku melayu deli. Karena beliau
kebetulan pernah sebagai Dosen penulis pada masa penulis belajar di
Universitas Medan (S1) jurusan Seni Rupa, sekaligus beliau menerima ketika
penulis memintanya sebagai pembimbing dua pada penelitian ini.
1. Ayu Kartini menulis skripsi tentang Analisis Penerapan Ornamen Bernuansa
Melayu Ditinjau dari Bentuk dan Warna di kota Medan. Penelitian skripsi ini
sangat menarik bagi penulis karena banyak memberikan bentuk-bentuk
ornamen melayu, dan itu cukup mempermudah penulis mendapatkan data
gambar dengan ragam corak yang ada. Pendekatan Ayu Kartini memberikan
struktur dasar seni rupa sebagaimana unsur-unsur seni rupa secara umum.
Mungkin wajar saja dengan latar belakang pendidikan yang pernah penulis
tempuh di mana Ayu Kartina belajar di tempat yang sama yakni jurusan seni
rupa Universitas Medan, namun demikian pun banyak batasan sehingga begitu
banyak perbedaan. Ayu Kartina menjelaskan lebih intens terhadap Desain.
Bagaimana rancangan wujud ornamen di bentuk lewat struktur desain seni
rupa, namun tidak jauh menelusuri kandungan makna sebagaimana penulis
teliti.
1. Sebagai bahan tambahan informasi, buku yang berjudul Kafilah Budaya,
pengaruh Persia terhadap Kebudayaan Indonesia karangan Dr. Muhammad
Zafar Iqbal. Didalamnya bagaimana bangsa Iran banyak mempengaruhi
konsep-konsep budaya Iran sehingga tumbuh subur di Indonesia. Dari proses
perdagangan yang di jalin sampai menyebarkan agama Islam di mulai sejak
masuknya ke daerah Sumaetra sampai pulau jawa. Meskipun buku ini tidak
cukup dalam mengupas lebih jauh tentang peradapan Islam yang berada di
Indonesia akan tetapi sangat baik bagi penulis untuk menghubung-hubungkan
fakta sejarah yang ada kaitannya dengan penelitian penulis.
1. Bagaimana mengetahui sebuah kondisi masyarakat dalam hubungan antar
kelompok, tulisan Drs. P. Hariyanto dalam bukunya Pemahaman Kontekstual,
tentang ilmu budaya dasar yang menyinggung banyak tentang kebudayaan,
fungsi budaya, struktur budaya dan makna budaya. Penulis cenderung
menekankan sasaran penelitian terhadap ornamentasi, namun tentunya pasti
menyangkut pautkan hubungan yang tidak terpisah yakni nilai-nilai budaya
yang ada pada ornamen itu sendiri. Penulis melihat tulisan buku Pemehaman
Kontekstual tersebut sangat membantu, terutama konsep ideologi yang
disinggung didalamnya merupakan cermin bangsa Indonesia.
1. Penulis butuh panduan dalam tata cara membuat tulisan penelitian ilmiah
tentang kebudayaan, karangan Suwardi Endraswara, judul bukunya
Metodologi Penelitian Kebudayaan dapat menuntun penulis bagaimana
menyikapi lingkungan sabagai sumber penelitian, baik teknik pengumpulan
data, wawancara bahkan sampai pada melihat motif-motif konteks masyarakat
sebagai bahan kajian. Buku ini dapat menjadi nahkoda bagi penulis sehingga
efesiensi tepat sasaran di dalam menyimpulkan teknik penelitian.
1. Tambahan bacaan dari karangan Koentjaraningrat dalam dua seri bukunya
Sejarah Teori Antropologi I dan II, sebagai mikroskop untuk melihat
masyarakat serta kompleks budayanya. Para pakar memiliki sudut pandang
untuk mencapai teori-teori yang dikemukakan masing-masing.
Koentjaraningrat mengemukakan pandangan sejumlah teoritis dari beberapa
konsep yang di temukan oleh para pakar antropologi. Tulisan ini menawarkan
segudang pandangan yang dapat melihat masuk jauh ke dalam persoalan
budaya. Tentunya penulis terbantu untuk melihat bagaimana masyarakat
berprilaku sehingga mekanisme penelitian disesuaikan dengan pandapat dari
sejumlah teori yang berhubungan.
. Pedoman penulisan ilmiah sangat penting dalam segala kegiatan akademis,
terlebih-lebih dari perguruan tinggi. Kualitas penelitian ditentukan oleh
metodologi dan landasan teori yang didukung oleh validitas data, analisis yang
tajam serta penulisan standar akademis. Referensi buku ini sangat membantu
penulis bagaimana memulai, menyusun kalimat dan kata, memilih bahasa baku
dan lain sebagainya sehingga mempermudah penulis untuk membuat penelitian
ini. Buku Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah karangan M. Hariwijaya
begitu baik sebagai panduan penulis.
10. Karangan Yasraf Amir Piling membuka hal-hal yang rumit tentang sebuah
makna didalam teks dan konteks budaya. Bukunya yang berjudul Semiotika
dan Hipersemiotika banyak mengupas persoalan seni dalam nilai kebudayaan.
Kemudian banyak mengungkap sejumlah pandangan pilsuf semiotika serta
memberikan konsep-konsep teori dan hal tersebut tentunya menjadi cakrawala
wawasan penulis sebagai literatur.
11. Mendapatkan jejak-jejak teori yang mendasar, penulis memilih teori
semiotika dari salah satu tokoh semiotika yaitu Carles Sanders Peirce.
Sebagai alat bedah penelitian Analisis Karakteristik Ornamen di masjid Al-
Mashun Medan penulis menggunakan beberapa teori dan salah satunya adalah
teori makna dari Carles Sanders Peirce. Pengupasan makna tanda pada
Ornamen di masjid Al-Mashun menurut penulis yang paling tepat adalah
konsep beliau. Namun sederetan pandangannya tidk sepenuhnya penulis
jadikan landasan teori, hanya ada beberapa saja. Buku karangan Paul Cobley
dan Litza Jansz dalam gaya Visual humor berjudul mengenal Semiotika, for
beginners, tercemahan Ciptadi Sukono menarik perhatian penulis sebagai
salah satu literatur sekaligus inspiratif.
12. Sejarah Singkat Istana Maimoon, sebuah buku kecil diterbitkan dari
kalangan sendiri oleh pihak Istana Maimoon yang didapati penulis dari
pemberian salah seorang nara sumber, kerabat Istana Maimoon, tanpa
pengarang dan penyusun. Meski demikian setidaknya memberikan kontribusi
data yang dibutuhkan penulis kemudian mencoba menghubungkan fakta dan
literatur yang ada. Buku ini menerangkan singkat dekade kepemimpinan
Kesultanan Istana Maimoon serta sejumlah gambar dan foto sejarah Sultan.
13. Karangan Drs. Alex Sobur, M.Si. , dengan judul Semiotika Komunikasi,
memberikan konsep tanda seputar hubungan konteks sosial. Persoalan tanda
adalah persoalan kontens velue yang didapati dalam masyarakat. Kebutuhan
nilai dalam sosial adalah sesuatu yang paling berarti sampai pada tingkat
derajat manusia. Makna tanda dalam persoalan manusia sangat begitu
kompleksnya. Dalam buku ini memberikan sederetan pilsuf memahami tanda
dari balik hubungan manusia dan alam sekitarnya. Penulis menemukan tokoh
Semiotika Carles Sanders Peirce mengemukakan teorinya yang paling
mendasar bahwa penafsiran tanda dilalui dari Ikon, Indeks dan Simbol. Maka
dengan demikian penulis memilih sebagai alat bedahnya untuk penelitian
penulis.
14. Bahasa-bahasa yang digunakan oleh teori seni rupa serta tinjauan seni
dalam melihat kualitas tidaknya sebuah hasil karya seseorang, buku diktat dari
Fakultas Bahasa Sastra dan Seni Universitas Jakarta, karangan Sem C. Bangun
berjudul Kritik Seni Rupa membeberkan singkat sederetan tokoh Kritik Seni
yang ada di Indonesia mengupas kualitas sebuah karya seni. Penulis harus
dapat memahami media sebagai subjek tafsir dari kaca mata seni rupa.
Ornamen masjid Al-Mashun Medan tentunya hasil karya agung seni rupa yang
tidak terlepas dari media sebagai sumber telaah. Buku ini sangat baik menjadi
referensi penulis melihat benda sebagai titik masalah penelitian.
15. Kedalaman Spritual Islam Dalam Karya Seni Rupa, sebuah kumpulan
Artikel oleh Amran Ekoprawoto, menambah khasanah wawasan terhadap seni
rupa dan citra karya seni Islam. Esensial sebuah karya seni rupa Islam
berlandaskan rasa kecintaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yakni Allah
S.W.T. Konsep penciptaan karya dilandasi ajaran agama yang sangat
mengikat. Tulisan artikel ini memberikan penulis untuk dapat memahami latar
belakang penciptaan para seniman-seniman muslim dalam berkarya seni rupa
Islam.
16. William Marsden dalam bukunya Sejarah Sumatra, menjelaskan
kehidupan masyarakat melayu di daerah Sumatra. Gambaran umum wilayah
Sumatera, serta bahasa yang digunakan dahulu sebagai alur hubungan dekat
dengan Islam. Beliau tidak menyinggung Melayu yang berada Dipulau
Sumatera Utara, itu disebabkan wilayah yang ditempatinya sebagai lokasi
penelitiannya yakni Bengkulu. Demikian pun benang merah budaya melayu
dalam penelitian penulis ini masih saling terkait. Didapati sejarah
perkembangan Islam serta konsep ajarannya sebagai kesatuan budaya melayu.
17. Buku Wawasan Seni karangan Prof. DRS. Suwaji Bastomi, bacaan hanya
112 halaman tersebut begitu padat membeberkan teori-teori seni rupa dan
apresiasi seni. Tentunya sangat bermanfaat bagi penulis untuk menelaah
bentuk serta makna yang di kandung oleh ornamen yang ada di masjid Al-
Makshun. Bagian besar dalam ulasan Suwaji adalah masalah seni rupa dan
garis-garis besar teoritisnya dan ini membantu penulis untuk membuat struktur
seni.
18. Antropologi Budaya, oleh Prof. Dr. Gede A. B. Wiranata, S.H., M.H.,
cukup berarti bagi penulis untuk melihat fakta sebagai peninggalan sejarah.
Ornamen adalah bukti artefak peninggalan masa lalu bahwa persebaran
budaya dapat dirunut. Kaitan-kaitan adat istiadat berupa bentuk-bentuk benda
dan lain sebagainya merupakan jejak-jejak hidupnya sebuah kaum yang
beradap dan beradat dan dilakukan terus menerus. Melihat orientasi nilai
manusia di dalam kelompok masyarakat, hingga menemukan batasan serta
norma yang diperlakukan.
19. Pedoman Kata Baku dan Tidak Baku, karangan Achmad Mufid A. R.,
panduan penulis untuk memilih tata bahasa sesuai dengan kaidah penulisan
bahasa Indonesia dan karangan ilmiah. Memang sebagai penulis sayogianya
harus memahami bagaimana tata bahasa yang baik sebagaimana disesuaikan
pada aturan kata-kata untuk mendapatkan penjelasan yang sempurna. Buku ini
memberikan kata serta pengertiannya sesuai dengan makna yang disesuaikan
dengan pemahaman bahasa Indonesia.
20. Asas-asas Dwimatara dan Trimatra yang berhubungan langsung dengan
teori seni rupa, penulis memiliki buku karangan Wucius Wong, seorang pakar
dan dosen seni rupa desain di Jepang, yang membuka konsep berkarya dalam
desain. Segala rancangan seni rupa dilalui beberapa ketentuan yang mengikat,
sampai tujuan nonpraktis disemaikan sebagai seni yang bernilai.
Bagaimanapun objek media ornamen yang berada di masjid Al-Mashun tidak
terlepas dari proses kerja seseorang atau serangkaian manusia membangun
nilai-nilai artistik serta tujuan pencapaiannya. Dua buku karangan Wucius
Wong berjudul Beberapa asas merancang dwimatara dan Beberapa asas
merancang Trimatra ini sebagai alat bedah penulis untuk melihat konteks rupa
yang merupakan wujud karya.
21. Sebagai bahan perbandingan dalam penulisan ini, penulis juga butuh
informasi-informasi lain sebgai pembanding dengan tujuan untuk
mendapatkan tambahan informasi yang tentunya menguatkan isi dari
penelitian ini. Karangan Amran Ekoprawoto tentang Ornamen Tradisionl
Batak sumber inspirasi karya cendramata, memiliki informasi berguna bagi
penulis.
22. Buku kumpulan kliping oleh Amran Ekoprawoto dengan judul Nilai
Kearifan lokal dalam budaya Nusantara, memberikan penjelasan defenitif
tentang beberapa etnik dan salah satunya adalah suku melayu. Meski tidak
menyinggung banyak mengenai budaya melayu namun banyak memberikan
informasi adat istiadat suku lain di daerah yang merupakan warna budaya di
Nuantara. Buku ini ini juga hadir sebagai menambah khasanah penulis untuk
memberikan ruang lingkup konteks sosial dalam penulisan penelitian ini.
23. Tambahan bacaan lainnya dari karangan, Kevin O’Donnell, menuliskan
beberpa pandangan filsuf yang menyinggung etika dan rasional, bukunya yang
berjudul Posmodernisme, memang tidak memiliki hubungan dengan penulisan
penelitian ini, namun semangat tulisan tersebut memberikan inspiratif bagi
penulis. Ada titik-titik penting dengan penyajian sederhana Keven cukup
berarti dan membantu penulis.
24. Buku kecil dan sederhana namun kuat dan penting, karangan Aar Van
Zoest, berjudul Interpretasi dan Semiotika. Penulis manfaatkan untuk
dijadikan sebagai kaca mata melihat teks dan konteks dari sebuah budaya.
Hasil karya adalah sebuah presentatif dan citra manusia. Budaya adalah mesin
penggerak untuk mencapai atau mempertahankan nilai-nilai hidup yang
diharapkan budaya. Budaya memiliki kehendak agar memenuhi kepentingan
hidup dan salah satunya adalah wujud kesenian. Salah satunya adalah simbol-
simbol yang terkait dalam ornamen tradisional.
25. Beberapa motif ragam hias di tulis oleh Amran Ekoprawoto, dalam
bukunya Ragam hias sebagai media ungkapan makna simbolik, memberikan
keterangan makna di balik beberapa ornamen tradisional. Tentu buku ini
memberikan tambahan dekat dari penelitian penulis melihat latar belakang
nilai kearifan lokal sebagai salah satu yang berharga dan diketahui oleh
penulis.
26. Ungkapan budaya di mulai dari adat istiadat, kesenian bahkan permainan
adalah wujud nyata yang terus bergulir dan berkembang sampai kini. Ilmu
gosip, dongeng dan lain sebagainya yang di kenal sebagai Foklor. Buku yang
berjudul Foklor Indonesia karangan Prof. Dr. James Danandjaya, seorang
ahli foklor Indonesia, sangat menarik untuk tambahan informasi yang
berhubungan dengan pengkajian budaya. Kajian makna tetap menghubungkan
bagaimana manusia menyikapi alam lingkungannya dengan menafsirkan serta
memanfaatkannya sebagai sesuatu yang berarti bagi kehidupan.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan dalam tesis ini dalam bentuk bab demi bab, keseluruhannya ada
enam bab. Setiap babnya secara saintifik memiliki runtutan isi yang dekat, bab-
bab tersebut dalam tesis ini di susun sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN, Bab ini menjelaskan dimulai dari latar
belakang penelitian, pokok masalah sebagai sasaran penulis yang akan diteliti,
tujuan penelitian, manfaat dan fokus peneliti, kerangka teori sebagai acuan yang
peneliti gunakan, metode penelitian sebagai teknik penelitian yang penulis
sajikan, teknik analisis data, studi kepustakaan dan sistematika penulisan yang
penulis gunakan.
BAB II, LINTAS SEJARAH, Bab ini menjelaskan secara singkat
masuknya agama Islam dan cikal bakal kesultanan deli sebagai petinggi adat
Melayu. Bangunan masjid Al-Mashun sebagai sebuah maha karya masa pimpinan
kesultanan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah di Sumatera Utara.
BAB III, DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MAS’HUN MEDAN,
Bab ini menjelaskan urutan demi urutan sesuai klasipikasi data ornamen serta
media yang menjadi bahan ornamen yang ada. Kajian memahami bentuk ornamen
serta letak ideal pada bangunan masjid Al-Mashun.
BAB IV, STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN, Bab ini
menjelaskan pendataan bentuk-bentuk atau motif yang ornamen yang ada di
masjid Al-Mashun, serta area tempat ornamen diletakkan, di buatkan tabel berupa
keterangan gambar. Memberikan rekonstruksi bentuk objek ornamen sebagai asal
gagasan idenya.
BAB V, MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN, Bab ini sebagai
kunci hasil penelitian, sasaran penelitian pada ornamentasi di masjid Al-Mashun
ingin membuktikan sejauh mana makna yang ditimbulkan dari keindahan dan
kemegahan ornamen-ornamen sebagai perwakilan sebuah budaya.
BAB VI, PENUTUP, Bab ini adalah pernyataan kesimpulan atau
rangkuman yang disingkatkan untuk mendapatkan inti dari penelitian ini.
Kemudin catatan Saran sebagai harapan penulis bagi seluruh lapisan masyarakat
untuk dapat menghargai bahwa keindahan ornamen yang terdapat pada masjid Al-
Mashun merupakan harta warisan leluhur bangsa Indonesia yang patut dihargai.
BAB II LINTAS SEJARAH
2.1 Masuknya Islam di Sumatera Utara
Sejarah adalah napak tilas dari latar belakang budaya yang memberikan
informasi tentang bagaimana manusia pada waktu tertentu hidup di dalam situasi
alam lingkungannya serta tumbuh berkembangnya sebuah konsep dari falsafah
yang diciptakan. Dalam penelitian ini seperti apa yang telah penulis kemukakan
diawalnya bahwa kajian ini terletak pada nilai-nilai kebudayaan Melayu.
Ornamen adalah hasil cipta karya budaya dan merupakan bukti representatif dari
nilai-nilai budaya yang berwujud seni visual. Runtutan hal ihwal kesejarahan
terhadap bagaimana ornamen diciptakan sebenarnya cukup panjang serta bahkan
memungkinkan sangat rumit. Karena sampai saat ini para pakar arkeologis belum
menyimpulkan siapa dan bagaimana proses terjadinya ornamen. Namun secara
garis besarnya media visual tersebut merupakan sebuah implementasi ruang
lingkup kehidupan yang diperuntukkan bagi masyarakat segolongan saja,
kemudian diungkapkan melalui bahasa seni visual.
Alangkah baiknya penulis memberikan kesejarahan yang dibatasi ruang
lingkupnya agar tidak jauh berkembang karena berharap permasalahan dalam
tujuan penelitian ini akan menjadi fokus. Sebagai konsentrasi penelitian ini
bertitik pada ornamen, keterkaitannya pada masjid Al-Mashun dan budaya Melayu
Deli, maka terlebih dahulu penulis memusarkan konteks sosialnya, dalam hal ini
adalah masyarakat Melayu Deli.
Bukti bahwa pengaruh Islam menjadi bagian besar terhadap budaya
Melayu merujuk pada sejarah masuknya agama Islam yang di bawa oleh bangsa-
bangsa Arab. Sebelum kedatangan Islam, agama Hindu dan Budha berkembang di
Indonesia. Sejak pertama Masehi, orang-orang Arab telah datang dan pergi ke
Indonesia, dan pada abad ke-7 M untuk pertama kalinya orang-orang Islam datang
dan memperkenalkan agama dan peradapan mereka di Indonesia. Pada abad ke-
15 M, Malaka sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan terbesar di kepulauan
Indonesia (Nusantara).
Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara (dulu Sumatera Timur) melalui
Aceh. Dalam catatan sejarah Kerajaan Haru merupakan Bangsa Melayu memiliki
wilayah Temiang (Aceh Timur) sampai Rokan (Riau) telah memeluk agama
Islam. Kerajaan ini berpusat di lokasi Kerajaan Deli sekarang. Dalam sejarah
kebudayaan melayu dari Hikayat Raja-raja Pasai bahwa Raja Haru dan Panai telah
di Islamkan oleh Nahkoda Syeh Ismail dari Mekkah dibantu oleh Fakir
Muhammad dari Hindia, setelah mengislamkan Raja Samudra Pasai Merah Silu
yang berganti nama menjadi Malikus As Saleh.
Perkiraan pertengahan abad ke-13 M, Kerajaan Islam di Sumatera Timur
yang sekarang termasuk dalam wilayah Sumatera Utara berikutnya menjadi
Kerajaan Deli. Namun temuan arkeologis tidak mendukung, karena temuan
arkeologis tertua ditemukan di Sumatera Utara adalah sebuah nisan kubur di
daerah Klumpang (Hamparan Perak). Nisan tersebut berangka tahun 1590 M,
tokoh Muslim yang dimakamkan adalah Imam Shaddik Bin Abdullah, meninggal
23 syakban 998 H yaitu pada tanggal 27 juni 1590 M (Baiduri, dari sinar,
2012,16)
Tahun 1405-1407 Laksmana Cheng Ho menyebut bahwa nama Haru pada
saat itu dituliskan So-Lo-Tan Hut-Sing (Sultan Husin) yang membayar upeti ke
Tiongkok. Sedangkan tanda-tanda Haru tidak menemukan pernyataan telah
beragama Islam selain bukti benda meriam yang bertuliskan aksara Arab dan
Karo. Dalam sejarah Melayu bahwa sekurang-kurangnya 100 tahun telah
berdirinya kerajaan Haru sebelum penyerbuan Sultan Iskandar Muda dari Aceh.
Dugaan Kerajaan Haru yang telah memeluk agama Islam dalam laporan-laporan
penulis Cina “Sejarah Melayu” berada di kota Rentang.
Dalam sejarah Melayu bahwa kerajaan Haru pada abad ke-15 M
merupakan salah satu kerajaan besar di Sumatera. Pada pertengahan abad ke-16,
bersekutu pada Riau-Johor untuk melawan Penetrasi Aceh. Meski Aceh
menaklukkan Haru tetapi tetap saja berontak terhadap dominasi Aceh. Aceh pun
tetap saja mengirim ekspedisi militer untuk menghantam Haru yang kemudian
berubah nama menjadi “Guri” dan di awal abad ke-17 M menjadi “Deli”.
2.1.1 Kesultanan Deli
Perperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar
Muda mengutus seorang Laksmana Paduka Gocah Pahlawan sebagai Panglima
perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukkan. Untuk memperluas jajaran
wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkanlah Paduka Gocah Pahlawan untuk
memimpin daerah perwakilan Wali Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli Pertama,
wilayahnya dari Tamiang hingga Rokan. Pada tahun 1669, Deli memisahkan diri
dari Kerajaan Aceh, memanfaatkan situasi Aceh yang sedang melemah ketika itu
dipimpin oleh raja perempuan, Ratu Taj Al-Alam Tsafiah Al-Din.
Berdasarkan hikayat Deli disebut Gocah Pahlawan berasal dari India
(Delhi), nama aslinya adalah Muhammad Deli Khan, dan masih keturunan raja
India yang terdampar di Pasai setelah melepas diri karena konflik dari
ayahandanya di Pagaruyung. Tokoh ini berkulit hitam karena itu beliau di gelar
dengan Lebai Hitam. Pemerintahan pertama Kesultanan berada di Delitua, maka
tidak heran banyak sebagian masyarakat menganggap nama Deli berasal dari
nama daerah di India.
Sejak ditetapkannya lokasi Kesultanan Deli, pusat pemerintahan telah
mengalami beberapa kali perpindahan. Semasa Gocah Pahlawan kesultanan deli
berada di Delitua, kemudian setelah beliau mangkat dan digantikan oleh anaknya
Tuanku Panglima Parunggit, lokasi Pemerintahan bergeser ke Medan Deli,
berikutnya bergeser lagi ke daerah Labuhan Deli semasa Tuanku Panglima
Pasutan. Akhirnya pada tahun 1890 Sultan Ma’mun Al-Rasyid Alamsyah kembali
memindahkan Pemerintahan Kesultanan Deli kembali ke Medan (Pelly dkk, 1986,
dalam Baiduri, Ratih, 2012:17).
Semula Gocah Pahlawan terkenal karena mengalahkan 7 orang pengacau
dari bangsa Turki. Karena jasa-jasanya inilah kemudian Sultan Aceh
mengangkatnya menjadi Panglima perang. Banyak peperangan yang berhasil di
raih oleh Gocah Pahlawan, sampai peperangan terakhir dengan kerajaan Haru
maka sangat wajarlah beliau diangkat menjadi wakil Aceh memerintah di Delitua.
Sebelumnya wilayah telah terbagi 4 hukum wilayah asal yang disebut
dengan Urung. Setiap Urung dipimpin oleh datuk-datuk yang memiliki hak
otonomi setiap masing-masing wilayah. Keempat wilayah tersebut adalah Sepuluh
Dua Kota atau Hamparan Perak, Sukapiring, Petumbak, Sinembah dan Sunggal.
Urung Sunggal adalah yang paling terbesar dan terkuat, maka untuk tujuan
politiknya Sri Paduka Gocah Pahlawan mengikat tali persaudaraan dengan
menyunting adik datuk Sunggal bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti pada
tahun 1632 (Baiduri, dari sinar, 2012: 21).
Daerah dalam wilayah Imperium Kesultanan Deli yaitu, Deli dan
sekitarnya, Sunggal atau disebut Serbanyaman, Sepuluh dua kota (kemudian
menjadi Amparan Perak), Suka Piring, dan Senembah.
SUNGGAL
MEDAN
LABUHAN DELI
DELI SEKITARNYA
SEPULU
H D
UA
KO
TA
PER
CU
T
SEN
EM
BA
H
LONGAER
SE
RB
A N
YA
MA
N
SUKA
PIR
ING GLUGUR
T. LANGKAT
Gambar 2, peta wilayah imperium kesultanan deli (sket ulang, sumber: baiduri ratih)
Kedudukan Deli semangkin menonjol, Sri Gocah Pahlawan menguasai
jalur tepi pantai yaitu antara Kuala Belawan dan Kuala Percut, dengan dukungan
Aceh maka jalur tersebut sebagai jalur yang paling potensial bagi sumber ekonomi
Deli.
Disamping itu kemajuan bidang politik juga terlihat, atas karena dukungan
para ke 4 datuk Urung. Kesepakatan antara para datuk Urung dengan Sri Gocah
Pahlawan adalah Ulon Janji. Ulon Janji merupakan pengesahan pengangkatan
baru dari setiap pergantian kesultanan dari keturunan sultan. Pelantikan sultan ini
memiliki beberapa serimonial upacara kesultanan diantaranya adalah
mengucapkan sumpah jabatan.
Setelah Sri Gocah Pahlawan meninggal dunia, kesultanan diletakkan pada
anaknya Panglima Perunggit. Ibukota kerajaan deli dipindahkan dari Percut ke
daerah padang datar atau Medan Deli. Masa-masa itu kerajaan Aceh mulai
melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Thaani, karena setelahnya
pemerintahan Aceh dipimpin oleh raja-raja perempuan. Disinilah Panglima
Perunggit memproklamirkan Deli merdeka atau terpisah dari Aceh dan
berhubungan dengan Belanda di Malaka (sinar,1991, dalam Baiduri, Ratih,
2012:23).
Setelah meninggalnya Panglima Perunggit, pemerintahan diletakkan pula
kepada anaknya Panglima Paderap, sejarah tidak banyak menuliskan perjalanan
masa pemerintahannya. Hanya menerangkan terjadinya gejolak keributan
perebutan kekuasaan diantara anak-anaknya. Akhirnya Deli harus dibagi-bagi
menjadi beberapa bagian yaitu Serdang dan Langkat.
Panglima Panderap yang menggantikan ayahandanya Panglima Perunggit
yang telah wafat. Berikutnya digantikan lagi oleh Panglima Pasutan Kembali
ibukota dipindahkan dari padang datar ke Labuhan Deli. Beliau digantikan oleh
Tuanku Panglima Gandar Wahid, dan datuk 4 suku atau datuk Urung semangkin
kokoh sebagai wakil rakyat.
Pada masa pemerintahan Sultan Amaluddin Mengedar Alam, John
Anderson mengunjungi deli ketika itu berperang melawan kerajaan Pulau Brayan,
Langkat dan Sunggal pada tahun 1823 M. Putra ketiga dari Tuanku Gandar
Wahid ini memerintah pada tahun 1804 sampai dengan 1850, pada masa
pemerintahannya hubungan dan pengaruh kerajaan Siak lebih kuat dari kerajaan
Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar Kesultanan kepada kerajaan Deli.
Kembali kekuasaan kerajaan Deli berpindah pangku setelah meninggalnya
Sultan Amaluddin Mengedar Alam digantikan oleh putranya Sultan Osman
Perkasa Alamsyah pada tahun 1850 sampai tahun 1858 M. Aceh kembali
menaklukkan Deli pada tahun 1854 M. Beliau mendapat pengesahan dari kerajaan
Aceh, bahwa kesultanan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri. Untuk kedua
kalinya Deli menjadi merdeka dari Aceh atas wilayah kekuasaan Aceh, yang
ditandai denngan diberikannya pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi pengaruh kerajaan Siak di wilayah kesultanan Negeri
Deli. Sultan Osman diberi gelar dari Kerajaan Aceh sebagai “ Wakil Sultan
Aceh”.
Sultan Osman meninggal pada tahun 1858 M, dan digantikan Sultan
Mahmud Perkasa Alam pada tahun 1861 M sampai dengan tahun 1873 M. Beliau
mengangkat adiknya sebagai Raja Muda Sulaiman. Pada masa Sultan Mahmud
Perkasa Alamsyah inilah membuat perjanjian dengan Belanda (armada pimpinan
Residen Riau, E. Netscer) menjadikan pelabuhan Deli sebagai basis pertahanan
Belanda dalam menghadapi musuh-musuhnya (sinar 1971, dalam Baiduri, Ratih,
2012: 24).
Sultan Mahmud meninggal dunia pada tanggal 25 oktober 1873 M dan
digantikan oleh putranya yang cukup muda yaitu Sultan Ma’mun Al-Rasyid
Perkasa Alamsyah. Karena masih muda beberapa waktu untuk sementara
pamannya Raja Muda Sulaiman yang memerintah Deli.
Gambar 3, Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (foto koleksi Istana Maimoon)
Setelah cukup usia, Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
memimpin langsung Pemerintahan kesultanan Deli. Masa beliau kerajanaan Deli
mencapai puncaknya. Perdagangan tembakau semakin maju pesat, dengan
demikian kemakmuran kesultanan Deli diperhitungkan. Pusat ibukota Deli
kembali dipindahkan ke Medan dan mendirikan Istana Maimun, Masjid Raya,
taman kolam Raja, balai kerapatan tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan
umum lainnya. Beliau meninggal pada tahun 1924 M dan digantikan oleh Sultan
Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah.
Pada masa Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah hubungan
dagang terjalin dengan baik dengan luar Negeri serta dengan kerjaan-kerajaan lain
di Nusantara. Masa Pemerintahannya pada tahun 1924 sampai dengan 1945,
dimana beliau mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang
diploklamirkan Merdeka pada tahun 1945. Sejak saat itu kedaulatan Sultan-Sultan
Deli selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu
Deli. Selanjutnya pergantian penguasaan tertinggi Adat berpindah kepada Sultan
Osman Al Sani Perkasa Alam, setelah wafatnya Sultan Amaluddin. Berikutnya
berganti kembali penguasa Adat kepada Sultan Azmi Perkasa Alam, lalu Sultan
Otteman Mahmud Perkasa Alam, dan yang terakhir Sultan Mahmud Lamantjiji
Perkasa Alam pada tahun 2005 sampai saat ini (tahun penelitian ini dilaksanakan
2014).
2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan
Gambar 4, Masjid Al-Mashun Medan ( koleksi pribadi) Berdirinya Istana Maimun (maimoon) pada tanggal 26 Agustus 1888,
setelah pusat Ibukota Kesultanan Deli kembali ke Medan. Istana Maimun
ditempati pada tanggal 18 Mei 1891 M. Kemudian Gedung Kerapatan Tinggi
sebagai Mahkamah Keadilan Pemerintahan Sultan didirikan pada tahun 1906 M.
Berikutnya didirikanlah Masjid Al-Mashun atau yang dikenal dengan masjid Raya
Medan pada tanggal 21 Agustus 1906 M sebagai masjid kerajaan.
Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam semenjak dahulu
selalu dikaitkan dengan masjid. Istana Maimun merupakan bentuk kejayaan
budaya Melayu Deli yang beragama Islam, maka masjid didirikan dalam kawasan
istana, berjarak dari istana lebih kurang dua ratus meter, sebagai kepentingan
ibadah sekaligus sebagai identitas budaya.
Kembalinya pusat pemerintahan Deli dari Labuhan Deli ke Medan maka
segala fasilitas prasarana kesultanan dibangun. Yang memerintah kesultanan pada
saat itu adalah Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924).
Kerajaan Deli semakin maju pesat dalam perdagangan tembakau, pada saat inilah
Deli pada puncak kejayaannya.
Setelah berdiri Istana Maimun tanggal 26 Agustus 1888 M dan ditempati
pada tanggal 18 Mei 1891 M dan bangunan-bangunan fasilitas kesultanan lainnya,
setelahnya dibangun pulalah masjid megah dalam wilayah lingkungan istana.
Sebelum masjid dibangun terlebih dahulu dibangun kolam Raja yang
berjarak lebih kurang dua ratus meter dari istana Maimun dan lebih kurang lima
puluh meter dari masjid Al-Mashun. Letaknya sebelah utara dari masjid.
Penggalian tanah kolam diangkut untuk menjadi timbunan dasar tanah masjid
yang berikutnya akan dibangun. Strategis dari tiga bangunan yang fundamental ini
menunjukkan adanya nilai-nilai sejarah citra seorang bangsawan yang dapat
membaur dengan masyarakatnya serta menjunjung tinggi kedaulatan. Alasan
tersebut melihat area yang terpisah antara Istana Maimun, masjid Al-Mashun dan
Kolam Raja. Strategis setiap bangunan ini memiliki kepentingan fungsi yang
berbeda. Istana Maimun merupakan tempat pusat Pemerintahan Kesultanan
sekaligus tempat tinggal Sultan yang merupakan adanya ruang lingkup antara
pejabat kerajaan, cukup pada wilayah Pemerintah saja. Sedangkan kolam raja
adalah tempat rileksasi Sultan beserta keluarganya dan tamu kehormatan ketika
mengadakan acara tertentu bahkan menurut nara sumber sering juga Sultan
mengadakan undangan kepada masyarakat dan melaksanakannya diareal kolam
tersebut. Sementara kedudukan masjid Al-Mashun juga bukanlah bangunan yang
hanya dikhususkan sebagai fasilitas Kesultanan semata. Masjid dibangun justru
memperkuat strategis hubungan kesultanan dengan petinggi agama Islam dan
masyarakat. Komunikasi ini dijalin untuk membentuk interpensi masyarakat
dengan Pemerintahan Kesultan terjalin lebih dekat dan erat. Konsep ini dibentuk
sebagai gambaran bahwa Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memiliki
kedaulatan yang kuat, bersahabat, bijaksana dan agamais.
Gambar 5, Area lingkungan Kesultanan (sket ulang dari Ratih,hal 38)
T.H. Van Erp, salah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL adalah
yang merancang dan mengerjakan masjid Al-Mashun, setelah mengerjakan Istana
Maimun. Ketika itu belum ada perancang lokal yang mampu membuat bangunan-
bangunan megah. Karena hubungan diplomatik dan dagang dengan Belanda
terjalin yang disebut sebagai “Politik Kontrak Panjang” (Lange Politiek Contract),
kemudahannya kesultanan harus mencari desainer dari belanda. Selanjutnya
prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman, ketika itu Van Erp dipanggil ke Jawa
dari pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi Candi
Borobudur.
Pada tanggal 26 Agustus 1906 maka didirikanlah masjid Al-Mashun
Medan dan diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1990 M. Van
Ronkel dalam artikelnya di majalah NION menyebutkan Medan Kota Raja
terkenal dengan kekayaan dan keindahan masjidnya dengan judul “moskeen Van
Batavia”( Ratih, dari husny 1975, 2012:26)
MENARAPINTU GERBANG
PERKUBURAN
MASJID AL-MASHUN
TEMPAT WUDHU
U
Gambar 6, denah area masjid Al-Mashun (sket ulang dari ratih:hal 40)
Pembiayaan pembangunan fasilitas kerajaan Deli ini diambil dari kas
perbendaharaan kerajaan (lanschapskas) dan tidak darimana pun. Tetapi catatan
ada menyebutkan sumbangan dana sepertiga diperoleh dari Tjong A Fie yang
berhubungan baik degan kesultanan. Wajar saja demikian karena Tjong A Fie
dipercayakan Sultan Untuk memenuhi mobiler petani tembakau serta kebutuhan
pangan yang diperkerjakan oleh sultan diwilayah Deli. Barang-barang tersebut
didatangkan dari cina. Tjong A fie juga membangun masjid Petisah, dan ada
beberapa masjid didaerah Spirok (Tapanuli Selatan) dan juga di Sumatera Barat.
Beliau adalah tokoh Cina perantauan, diangkat sebagai Kapten Cina oleh Kolonial
Belanda (Ratih,dari sinar, 2012:27). Tempat tinggal Tjong A Fie lebih kurang dua
kilo meter dari istana Maimun arah lintang barat.
Nama masjid Raya Al-Mashun diartikan sebagai masjid yang dipelihara
Allah SWT. Dalam rangka peresmiannya untuk pertama dilaksanakan shalat Jumat
oleh kesultanan Deli serta para pembesar-pembesar dari Langkat dan Negeri
Serdang. Masjid ini di kenal dengan Masjid Raya Medan. Sekarang persisnya
antara jalan sisingamangaraja, jalan masjid raya dan jalan mahkamah.
Keagungan masjid Al-Mashun ini menjadikan Sumatera Utara memiliki ikon
sebagai kota budaya Melayu Islam dan merupakan salah satu peninggalan budaya
yang masih hidup dan difungsikan (living monument).
2.1.3 Budaya dan Agama
Realita budaya merupakan kapasitas masyarakat memperdaya sistem
tradisi yang telah berlanjut terus menerus dalam kehidupan. Upaya-upaya
mempertahankan ideologi ini pada dasarnya adalah bagaimana adat istiadat
diperlakukan dan menjadi bagian kehidupan. Ketika budaya berdampingan
dengan agama, ada beberapa bagian yang tidak dapat diselaraskan. Dengan
pertimbangan bahwa agama merupakan peradilan yang tertinggi, akhirnya linear
budaya harus dipadankan atau dapat diganti dengan pola budaya yang telah
mendapatkan ayakan agama. Agama lebih terdepankan sehingga bagian budaya
yang tidak dibenarkan, harus ditinggalkan. Diketahui bahwa sebelum masuknya
agama Islam ke Indonesia, pengaruh Hindu dan Budha terlebih dahulu menjadi
agama dan kebudayaan. Sementara Islam menegakkan agama bahwa tidak
membenarkan syirik atau menyekutukan Allah dengan yang lain, atau hanya Allah
satu-satunya yang patut di sembah (Tauhid).
Setelah Melayu memeluk agama Islam pada sebelumnya menganut
paganisme, berangsur-angsur tidak lagi memperlakukan adat istiadat yang berbau
syirik (menurut Islam). Namun tidak sepenuhnya pula bagian-bagian itu hilang
begitu saja, Islam dapat mengobahnya dengan memperlakukan tradisi sebagai
bagian dari kehidupan masyarakat Melayu, tetapi telah distirilisasi sehingga dapat
diterima Islam maupun melayu. Karena bagaimana pun ikatan tardisi yang telah
lama diyakini tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat. Dengan pelahan-
lahan budaya disusupkan dengan nilai-nilai agama Islam sehingga bentuk-bentuk
paganisme berangsur-angsur terkikis sehingga tidak lagi terbawa setelah masuk
agama Islam. Demikian proses tersebut akhirnya dapat diterima menjadi bagian
kehidupan masyarakat melayu.
Pada masa lampau masyarakat Melayu beranggapan mereka hidup
dibawah kekuasaan seorang raja yng merupakan pimpinan tunggal sebuah
lembaga kerajaan duniawi. Kemudian kerajaan duniawi ini di bawah naungan
kekuasaan hukum Tuhan. Dalam bahasa Melayu, “kerajaan” secara harfiah berarti
“keadaan yang mempunyai raja”. Seorang raja Melayu tidaklah dianggap sebagai
anggota biasa dari ras Melayu atau umat Islam, melainkan merupakan objek
utama dari kesetiaan. Raja merupakan pusat bagi setiap aspek kehidupan orang
melayu (Ratih, dari milner,2012:29).
Adanya struktur didalam budaya Melayu memberikan ruang antar
penguasa raja dan kaum masyarakatnya. Masyarakat adalah patik atau sebagai
hamba raja, sementara raja berkuasa atas hukum sebagaimana hikayat keturunan
raja-raja Negeri Deli bahwa syariat beserta dengan hukum adat berada di tangan
raja. Raja menetapkan gelar bagi seseorang, menentukan status, simbol, pakaian,
dan hal itu diterima karena dipercaya bahwa perintah raja adalah perintah Tuhan.
Sejarah mengatakan bahwa kehormatan yang diberikan oleh raja di percaya sangat
berpengaruh bagi kehidupan seseorang pada masa sekarang maupun akan datang
(akhirat). Keyakinan tersebut sebelum masuknya agama Islam dan berikutnya
terasimilasi dengan ajaran Islam sehingga sebagian di masyarakat melayu deli
keyakinan itu masih saja berlaku hingga sekarang (hanya kerabat adat saja).
Semula ketika Islam mulai berpengaruh atas ajaran dan konsep
ideologinya ada ketertarikan bangsa melayu sebelum memeluk agama Islam
seperti gelar-gelar bangsa Arab (gelar Muslim). Sebutan Sultan diberikan kepada
raja-raja serta diletakkan pada mata uang. Seperti mata uang kerajaan Aceh tertera
nama Sultan dan bagian belakang tertulis As-Sultan “Adil”. Budaya ini digunakan
kerajaan Malaka, kerajaan Kelantan, kerajaan Patani dan kerajaan Kedah
(Ibrahim Alfian, 1986,didalam Baiduri, Ratih,2012:30).
Setelah memeluk agama Islam bangsa melayu menggantikan gelar raja
menjadi sebutan Sultan, kedudukannya hampir sama penefsiran bahwa raja atau
sultan sebagai titisan Tuhan. Doktrin mistis yang di pakai oleh bangsa melayu
sebelum Islam raja digambarkan sebagai titisan Dewa Wisnu atau seorang
Bodhisadwa yang hampir dekat dengan konsep Islam yaitu “insan kamil”
diterjemahkan sebagai “manusia sempurna”. Setelah memeluk agama Islam
peranan tersebut masih dipertahankan bahkan semakin mengkukuhkan kedudukan
raja, sehingga kedudukan suci raja ini sangat membantunya untuk memenuhi
peranan sentral dalam kehidupan spiritual rakyat. Konsep tersebut sering
dihubungkan dengan konsep Khalifah, Sultan atau Syah (Syeh) dalam tradisi
kerajaan-kerajaan Islam pada masa keemasannya (Milder,1989,didalam
Baiduri,Ratih,2012:31). Serangkaian sejarah melayu deli semenjak diawali dari
cikal bakal Sri Paduka Gocah Pahlawan hingga sekarang kedudukan raja atau
Sultan di anggap adalah Khalifah ummat Islam, dimana beliau didampingi oleh
Mufti atau Kadhi Besar kerajaan.
Setelah memeluk agama Islam dan Sultan tidak secara langsung memiliki
contoh sebagai Tokoh utama langsung di masyarakat melayu meski sebelumnya
menurut sejarah, agama Islam telah berkembang dikalangan rakyat melayu
sebelum kesultanan. Ketika Sultan beragama Islam dan para pembesar kerajaan
juga memeluk agama Islam, maka masyarakat melayu menjadi lebih besar masuk
agama baru tersebut.
2.1.4 Ideologi Melayu dan Syariat Islam
Ideologi adalah konsep pandangan hidup yang digunakan sebagai sebuah
pedoman menjalankan strategi kehidupan sehari-hari. Makna ideologi diartikan
sebagai cita-cita kehidupan yang dapat mendatangkan kebaikan atau keuntungan
pada diri seseorang atau masyarakat. Menurut Karl Marx Ideologi merupakan alat
untuk mencapai kesamarataan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat.
Sedangkan Destertt de Tracy Ideologi adalah pembelajaran terhadap idea-idea
(pemikiran tertentu). “salah satu item yang membentuk keperluan mental dan
jasmani individu yang membentuk sebuah masyarakat serta meliputi
permasalahan politik, sosial, ekonomi dan perkara yang bersangkut paut dengan
sejarah dan sosio-geografi manusia” (Ensiklopedia brittanica,wikipedia.org.Net)
Sebelum bangsa Melayu memeluk agama Islam cara pandang Melayu
didasarkan pada ideologi Hindu dan Budha. Pendekatan budaya asalnya tidak
sepenuhnya ditinggalkan, justru ada bagian yang masih melekat dan dilestarikan.
Pondasi agama Islam merupakan tonggak kehidupan dan keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, budaya sebagai sentral ideologi yang kemudian
disepadankan dengan keyakinan agama. Dapatlah di lihat bahwa suku Melayu
memiliki multi budaya dengan merangkaikan sejumlah budaya asal sebagai milik
asli yang telah terjadi pembentukkan budaya lewat ayakan agama yang dianut.
Dari ayakan agama ini terdapat bagian yang masih diperbolehkan sebagai sistem
yang diperlakukan bertindak sebagai adat istiadat.
BAB III
DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN
3.1 Sistematika Deskripsi
Pendeskripsian ornamen-ornamen yang ada di kompleks masjid Al-
Mashun medan dengan tujuan untuk mendapatkan data lengkap sebagaimana
sasaran penelitian penulis. Sistematika yang dimaksud adalah memilih bagian-
bagian penelitian yang menjadi bahasan. Bagian-bagian ini merupakan letak
ornamen yang diterapkan pada bangunan masjid dan lokasi tertentu.
Teknik deskripsi ini menjelaskan kelompok ornamen bagian perbagian
secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal meliputi dari dasar seperti seluruh
dinding paling bawah bagian luar seputar lingkaran bangunan masjid, dinding luar
masjid, bagian lingkaran atas antara lain kubah,menara dan pintu gerbang
(termasuk gedung tempat wudhu). Kemudian bagian dalam hanya sekitar
bangunan utama masjid yaitu dinding dan langit-langit. Secara horizontal
meliputi pintu gerbang, bangunan tepat wudhu, menara dan bangunan utama
masjid. Berikutnya bagian dalam masjid meliputi serambi, mihrap, mimbar dan
mimbar kedua (dikka).
Deskripsi akan dilakukan khusus pada ornamen yang terdapat pada
ketentuan yang telah penulis sebutkan, dan tidak melakukan bagian-bagian lain
yang bukan menjadi bahasan penulis. Tindakan ini bertujuan agar dapat
memisahkan klasifikasi komponen ornamen yang menurut penulis memiliki
pengaruh besar terhadap bangunan masjid. Bagian ornamen terkecil tercatat hanya
memberikan keberadaan ornamen yang diletakkan di bangunan masjid saja,
menurut penulis tidak cukup memberikan pengaruh besar dalam penelitian ini
sehingga penulis harus menentukan bagian yang tepat dan layak sebagai sasaran
penelitian.
3.2 Deskripsi Ornamen
Dalam deskripsi ornamen ini akan mengemukakan secara umum bagian-
bagian letak serta klasifikasi komponen-komponen ornamen yang terdapat berada
di kompleks masjid Al-Mashun.
3.2.1 Gambaran umum
Sebelum memberikan data letak dan posisi ornamen, terlebih dahulu
diuraikan area serta keadaan masjid Al-Mashun secara umum. Masjid raya Medan
terletak di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Baru Kotamadya Medan. Dari
sebelah Barat dibatasi dengan jalan Mahkamah, di sebelah Utara dibatasi oleh
jalan Masjid Raya, dan disebelah Selatan dibatasi jalan Sipiso-piso.
Area masjid dibatasi oleh pagar tembok dan besi dengan luas 13200 m2 .
Pintu gerbang terdapat pada arah timur laut dengan memiliki dua ruangan. Dua
ruangan ini sekarang difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian
masjid Al-Mashun.
Masjid sebagai titik sentral maka dapat dilihat bangunan utama dan
bangunan pendamping. Bangunan utama adalah masjid Al-Mashun sendiri
sedangkan bangunan pendamping diantaranya adalah tempat wudhu (tempat air
bersuci sebelum shalat), menara masjid (sebagai tempat pengeras suara bilal
yang mengomandangkan azan), serta area perkuburan pembesar Sultan dan pintu
gerbang.
3.2.2 Urutan perbagian Ornamen
Urutan perbagian ini melihat kapasitas ornamen dalam setiap bangunan-
bangunan yang ada dalam pendeskripsian. Sebagaimana sebelumnya penulis
mengurutkan dalam dua kelompok yakni secara vertikal dan horizontal.
Melihat masjid Al-Mashun tentu kita harus melihat areanya secara
keseluruhan yang meliputi di mulai dari pintu gerbang, bangunan tempat wudhu,
menara masjid, dan bangunan induk masjid. Langkah-langkah seperti ini
mempermudah untuk mendapatkan bagian-perbagian ornamen dalam kelompok
tertentu.
Setelah memberikan kelompok, berikutnya dilakukan uraian yang berurut
sebagaimana penulis sebutkan diatas yakni secara vertikal dan horizontal.
Kelompok-kelompok ini berdasarkan jenis dan bentuknya dalam
hubungan pendekatan. Maksudnya hubungan pendekatan adalah tampilan atau
wujud yang hampir mirip atau sejenis dan seragam. Misalnya jenis dasar bentuk
ornamen tumbuhan, maka dikelompokkan pada bentuk-bentuk flora, demikian
halnya juga terhadap bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk fauna, geometris,
abstrak, dan bentuk khayali.
Awal untuk memasuki area masjid Al-Mashun tentunya terlebih dahulu
melalui pintu gerbang. Pintu gerbang ini memiliki dua ruang kiri dan kanan, saat
ini difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian masjid Al-Mashun.
Gambar 7, pintu gerbang masjid Al Mashun Medan (koleksi pribadi) Pintu gerbang ini juga penghubung seluruh lingkaran pagar yang
membatasi area masjid Al-Mashun, dan memiliki beberapa pintu gerbang kecil
lainnya sebagai akses ke masjid.
Secara vertikal atau sudut pandang dilihat urutannya dengan cara dari atas
kebawah. Tidak ada pembakuan apabila melihat sesuatu objek harus dengan satu
cara yang dibenarkan. Penulis hanya berpendapat bahwa dengan cara melihat di
mulai dari atas kebawah akan mempermudah menjelaskannya kepada pembaca.
Deskripsi ornamen yang ada pada pintu gerbang yang pertama terletak
pada bingkai atau bagian atas (Cresting), yang melingkari berbentuk putik bunga
sebagai hiasan pagar lantai atas dengan empat sudut, setiap sudutnya berbentuk
mahkota. Level berikutnya berada di lantai bangunan kiri dan kanan, masih
bagian dari pintu gerbang, persis tepatnya atap ruangan yang terdapat dua ruang
pintu gerbang yang berseberangan , juga sama persis bentuk ornamen yang
terdapat pada level sebelumnya. Terbuat dari batu semen dan menyatu pada
bangunan.
Gambar 8, .sudut Cresting pada puncak pintu gerbang (koleksi pribadi)
Untuk bagian dalam atas lengit-langit pintu gerbang terdapat pola-pola
dalam kolom bercekung kedalam berbentuk empat segi. Setiap kolom berbentuk
ornamen berpusar pada delapan segi dengan memiliki ornamen kembar yang di
chrossing atau di silang masing-masing empat sudut dan empat sisi pinggir.
Bentuknya adalah motif flora yang telah terjadi proses deformatif (perobahan
bentuk).
Gambar 9. ornamen dilangit-langit pintu gerbang (koleksi pribadi)
Berikutnya terdapat empat daun jendela bagian depan dan bagian belakang
pintu gerbang, sama persis memiliki kisi-kisi (windows grilles) atau bingkai
jendela untuk sirkulasi angin. Fisik jendela ini juga di sebut dengan jendela mati
atau jendela tetap, yakni jendela yang dibuat dari material yang sama pada
bangunannya atau yang menyatu dengan bangunannya (semen), dan tidak dapat
dibuka tutup atau dipisahkan. Bentuk ornemen jendela ini sederhana bermotif
geometris dalam lengkungan runcing bagian atas (pointed arch), dengan latar
byground kramik dinding. Motif ini berbentuk relief datar dan berlobang.
Gambar 10, windows grilles pintu gerbang (koleksi pribadi)
Setelah melalui pintu gerbang, arah sebelah kiri lebih kurang jaraknya
100m dari pintu gerbang, sebelah timur, terdapat bangunan berkubah tunggal.
Bangunan ini adalah tempat wudhu. Bentuk bangunan ini berbentuk delapan segi.
Bagian pagar sisi kubah letaknya bagian atas terdapat ornamen sebagai lingkaran
pagar saling berangkai dan menyatu. Bentuk relief ini memiliki dua pola yakni
pola semi patung (masih kategori dua dimensi/relief tinggi), dan relief bolong.
Bentuk motifnya masih berpola flora (foliated) yang dideformatif.
Gambar 11, ring kubah/ Crasting (koleksi pribadi).
Kemudian masih dalam rangkaian relief tepatnya persis ring bersudut di
bawah lingkaran pagar kubah, terdapat pola-pola sederhana berbentuk bidang-
bidang kecil segi empat. Setiap bidang terdapat bermotif lingkaran, dan
dibawahnya terdapat pola-pola berbentuk gigi gergaji (saw tooth).
Gambar 12, urutan ornamen di bangunan tempat wudhu (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Masih dalam pagar kubah, berikutnya urutan kebawah berbentuk
lengkungan setengah lingkaran, sebagai bingkai jendela. Jumlahnya terdapat
delapan buah jendela. Setiap jendelanya memiliki frame relief berbentuk pola
flora yang menjalin.
Gambar 13, lengkungan bermotif flora (sket ulang dari foto pribadi)
Berikutnya pagar bermotif gigi-gigi gergaji (sow tooth) terdapat pada level
bawah bagian atap utama bangunan tempat wudhu, dengan enam jendela yang
tidak dapat dipisah (terbuat dari semen) berfungsi sebagai fentilasi (windows
grilles).
Gambar 14, gigi-gigi gergaji (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 15, jendela berkisi-kisi (digambar ulang dari foto koleksi pribadi)
Pada posisi lintang barat, persis sebelah kanan arah pintu masuk gerbang
utama, terdapat menara masjid Al-Mashun. Menara ini berfungsi sebagai tempat
sumber pengeras suara Azan (seruan memanggil untuk shalat).
Diatas puncak menara terdapat satu bentuk tunggal ornamen flora
berbentuk stirilisasi putik bunga atau kuntumbunga. Kemudian di bawah kubah
menara terdapat pagar kayu berbentuk arcade (deretan tiang dan lengkungan).
Gambar 16, komponen ornamen pada puncak manara masjid (koleksi pribadi)
Pada level berikutnya terus mengarah pada bagian kebawah, terdapat dua
level atau dua lantai berturut-turut, bentuk pagar sama dengan diatas sebelumnya,
namun pagar-pagar ini terbuat dari batu semen serta bagian ring-ring bawahnya
dihiasi relief gigi-gigi gergaji.
Gambar 17, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)
Langkah seterusnya mengarah kebawah, persis di bawah jendela menara
terdapat ornamen bentuk bintang bersudut delapan dibatasi dengan bingkai segi
empat berjumlah empat buah. Diantara bentuk bintang di sela dengan relief segi
tiga bersisik pada masing-masing bidang sisi menara. Kemudian kolom
berikutnya ada di bawah setelah bintang bersudut delapan dan segi tiga bersisik,
terdapat bidang datar terdapat bentuk lingkaran dalam segi tiga mengapit bentuk
ornamen swastika dalam lingkaran. Jumlah lingkaran dalam segi tiga jumlahnya
dua belas, dan swastika ada empat buah.
Gambar 18, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)
Sampai pada bangunan dibawahnya merupakan bangunan utama menara
dari lantai paling bawah dengan sisi empat sudut atau seperti kubus, lazimnya
standart bangunan umum. Diatas bangunan ini terdapat bingkai Cresting berpola
flora yang telah di deformatif bersejajar sebagai pagar puncak bangunan.
Gambar19, komponen ornamen pada gedung manara masjid (koleksi pribadi)
Selanjutnya mengarah tepat berhadapan dengan pintu gerbang, lebih
kurang berjarak 100 meter, terdapat bangunan yang paling utama di area masjid
kerajaan Deli tersebut, yaitu bangunan masjid Al-Mashun sendiri.
Gambar 20, masjid Al-mashun Medan (koleksi pribadi)
Masjid ini tegak berdiri ditengah-tengah area seluas 13200 m2 dibatasi
dengan pagar tembok dan besi. Bangunan ini merupakan sentral pisik atau
bangunan yang paling utama. Masjid ini memiliki tujuh pintu utama, sebelumnya
mendapatkan tiga pintu dari bangunan ruang yang berkubah. Bangunan berkubah
ini berada di setiap sudut bangunan utama masjid, hanya tiga yang memiliki anak
tangga menuju bangunan utama sedangkan yang satunya sebelah bagian lintang
barat tidak ada anak tangga karena persis letak area mihrab masjid yang tentunya
adalah tempat imam memimpin shalat.
Gambar 21, denah masjid Al-Mashun, warna kuning bangunan berkubah sumber : ratih baiduri, masjid raya al-mashun Medan,41:2012 Arah struktur ornamen terlebih dahulu tentunya tertuju pada puncak
bangunan utama masjid, yakni terdapat pada bagin yang paling tertinggi. Pada
bangunan utama masjid yang paling tertinggi yaitu adalah kubah besar bangunan
induk masjid persisnya ditengah-tengah antara keempat kubah disisinya.
Ornamen tinggi di pagar sekitar kubah sama persis bentuknya dengan tipe
yang berada di kubah bangunan tempat wudhu yaitu bermotif gigi-gigi gergaji
(sow tooth).
Gambar 22, urutan ornamen di bangunan tempat wudhu (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Berikutnya kebawah terdapat beberapa tingkat bevel (tekukan pinggir
bidang) mengarah kebawah sampai pada kedelapan sisi bidang bangunan kubah
dan diantara bidang terdapat dua jendela dan jumlah seluruh jendela ada enam
belas jendela. Dari puncak bangunan kubah sampai pada keenam belas jendela
adalah lantai paling tertinggi di bangunan induk masjid Al-Mashun.
Gambar 23, .jendela kubah (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 24, crasting pada ring kubah pada bangunan utama masjid (koleksi pribadi) Langkah berikutnya lantai yang paling tertinggi di kubah terdapat kembali
pagar berelief ornamen. Tetapi pagar ini bukan sekedar dekorasi tetapi
difungsikan sebagai pembatas keamanan untuk aktifitas perawatan kubah.
Ornamennya berada disetiap pagar, bentuknya berlobang atau bidang tembok
pagar dilobangi dengan bentuk-bentuk bintang bersegi enam dan lingkaran.
Dengan pengulangan bentuk bintang dan diselingi bentuk lingkaran berfungsi
sebagai windows grilles.
Gambar 25, pagar berornamen bintang bersegi enam dan lingkaran (sket ulang dari foto koleksi
pribadi)
Gambar 26, pagar atas kubah berbentuk bintang bersegi enam dan lingkaran (koleksi pribadi).
Berikutnya mengarah kebawah sebagaimana level di atas memiliki bevel,
setelah pagar ini dibawahnya juga memiliki panel frame tekuk bertingkat.
Gambar 27, tekuk bertingkat (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Setelah pagar level paling atas terus mengarah kebawah terdapat kembali
motif gigi-gigi gergaji (sow tooth), selanjutnya segi empat sejajar horizontal, dan
dibawahnya beberapa tiang dengan variasi lengkungan sejajar (arcade), sebagai
byground atau latarnya diletakkan tegel atau keramik dinding dengan tehknik
grafis (cetak) bermotif flora. Motif ornamen pada tegel atau keramik dinding
sampai bagian level paling bawah, di dalam bidang segi empat sejajar arah
haorizontal, masih tegel keramik yang sama.
Gambar 28, urutan ornamen di lantai ke dua dari level atas (sket ulang dari foto koleksi pribadi)
Gambar 29, latar tegel atau keramik pada bidang byground (koleksi pribadi)
Gambar 30, tegel atau keramik dari dekat (koleksi pribadi)
Gambar 31, motif gambar flora dipermukaan kramik dinding (gambar dari ratih)
Penulis melihat dominasi bangunan serambi berkubah yang paling
istimewa adalah tepatnya mengarah kepintu gerbang. Menurut hemat penulis,
tidak secara langsung ketika seseorang melalui pintu gerbang maka bangunan
serambi berkubah yang pertama sekali yang tampak ditemukan adalah bangunan
berkubah bagian lintang utara. Strategis itu juga difungsikan sebagai hilir mudik
utama untuk beribadah atau sesuatu kegiatan di masjid tersebut.
Dimulai dari menaiki anak tangga pada bangunan berkubah, struktur
ornamen kembali menyambut dengan keelokan rupawannya. Sebagaimana di urut
dari bagian yang paling atas yaitu pada ring kubah. Ring kubah pada bagian ini
tidak terdapat ornamen hanya saja pagar berbentuk arcade atau tiang-tiang
penyangga. Kemudian sederetan bevel sebagai frame kubah seakan memfokuskan
bagian kubah.
Bagian dinding di bawah setelah ring kubah di atas, terdapat keramik
bidang segi empat hampir memenuhi setiap dinding. Kembali terdapat tegel atau
keramik yang sama terdapat pada kubah bangunan utama masjid sebagai isian di
setiap bidang-bidang segi empat. Selanjutnya arah kebawah seterusnya masih
mendapatkan tegel atau keramik dengan gambar flora dari tekhnik grafis menjadi
byground jendela pada bangunan berkubah tersebut. Ornamen-ornamen ini juga
terdapat pada ke empat bangunan kubah di setiap sisi sudut bangunan utama
masjid Al-Mashun.
Setelah menaiki tangga pada bangunan serambi berkubah sebagai
pendamping bangunan utama masjid, tampak ornamen relief datar atau relief
timbul berbentuk sederhana melekat di bagian pisik bangunan sederhana terdapat
pada panel atas pintu masuk bangunan serambi berkubah. Bentuk-bentuk jalinan
rantai. Kemudian dibawahnya dihiasi ornamen selur dari pagar besi.
Gambar 32, relief rangkaian rantai saling terhubung (koleksi pribadi)
Beberapa langkah masuk ke dalam ruangan yang merupakan lorong
serambi, persis di bawah ruangan bangunan berkubah sisi bangunan utama masjid.
Tepatnya kubah bagian dalam berbentuk cekungan bersegi, berpusar pada titik
tengah dengan gambar bintang bersegi-segi, dan terdapat di setiap segi bidangnya
berornamenkan motif flora. Ornamen ini tidak berbentuk relief atau tekstur timbul
dari bentuk atau corak gambarnya, melainkan menggunakan tekhnik grafis atau
tekhnik cetak, dan ornamen tersebut bermotif sama yang terdapat pada cekungan-
cekungan di bawah ketiga kubah lainnya. Setiap sudut bersegi terbingkai pada
kolom tersendiri. Corak ornamen flora berwarna cream berbingkai kecoklatan.
Kubah bangunan samping masjid dibatasi dengan ornamen relief rendah
terbuat dari tegel atau keramik dengan dua ragam pola ornamen bermotif flora di
kurung dengan beberapa garis bevel melingkari bawah kubah.
Gambar 33, ornamen berbentuk bintang bersegi persis di tengah kubah (koleksi pribadi)
Gambar 34, cekungan bersegi dibawah kubah, ornamen tekhnik grafis (koleksi pribadi)
Gambar 35, ornamen pembatas kubah (koleksi pribadi)
Berarah alur ke bawah ditemukan bidang bersegi di atas pintu masuk
bangunan kubah terdapat ornamen flora berselur-selur mengisi dan menyambung
dari rangkaian atas pintu. Relief ini dalam kelompok relief rendah, diwarnai
dengan keemasan berbingkai bevel coklat cerah.
Gambar 36, ornamen diatas pintu masuk bagian dalam (koleksi pribadi)
Seterusnya berlanjut ke arah bawah sisi samping bangunan serambi
berkubah kembali ditemukan relief berbentuk lembaran daun dan kuntum bunga
atau jenis motif flora. Beberapa tampilan berurut dari atas kebawah gambar dari
bentuk deformatif kuntum bunga, daun, rantai dan lis bevel sebagai ritme
perbagian kolom, bunga, lis bevel dan tegel dinding sebagai akhir dinding bagian
bangunan berkubah di sisi bangunan utama masjid.
Gambar 37, ornamen pada dinding bangunan berkubah (koleksi pribadi)
Lorong serambi merupakan teras sisi samping bangunan utama masjid.
Ada empat serambi disetiap sisi bangunan masjid, kemudian satu serambi
digunakan sebagai tempat atau kantor pemeliharaan masjid Al-Mashun. Melalui
lorong-lorong serambi terdapat pintu-pintu disetiap level serambi yang
menghubungkan bangunan serambi berkubah dengan lorong serambi berikutnya.
Diatas pintu lorong serambi terdapat panel diatas nya diisi berbentuk
floris. Selanjutnya terdapat motif-motif gabungan floris dan geometris dibawah
bingkai ring pintu. Berikutnya motif kuntum bunga dengan garis bergelombang
pada kepala tiang kecil pintu lorong serambi.
Gambar 38, motif floris diatas pintu lorong serambi (foto koleksi pribadi)
Gambar 39, bermotif kuntum bunga di kepala tiang pintu masuk serambi (foto koleksi pribadi)
Dilangit-langit serambi terdapat bermotif geometris berbentuk lingkaran
didalam mata angin dan frame jalinan tali dengan ulir floris yang diletakkan
ditengah-tengah berjajar disepanjang langit-langit lorong serambi.
Gambar 40, lingkaran geometris dengan jalinan tali dilangit-langit serambi (foto koleksi pribadi)
Jendela-jendela yang ada dilorong serambi merupakan jendela bangunan
utama masjid. Motif floris menghiasi anjungan jendela serambi dengan aplikasi
relief pada bingkai jendela, kaca patri sebagai daun jendela dan tiang kecil dengan
kepala bermotif flora disetiap jendela. Selanjutnya alur kebawah terdapat
rangkaian bingkai bermotif kuntum bunga dan daunan berjajar arah horizontal
sepanjang tembok serambi bagian bangunan utama masjid.
Gambar 41, anjungan jendela dan kepala tiang jendela serambi (foto koleksi pribadi)
Gambar 42, frame serambi bermotif kuntum bunga dan daun terdapat dibangunan utama masjid
dilorong serambi (foto koleksi pribadi)
Motif geometris tersusun menjadi frame terasa lebih kontras berjalinan
secara horizontal disepanjang bangunan utama masjid atau dinding serambi.
Gambar 42, frame bermotif geometris secara horizontal disepanjang dinding lorong serambi (foto
koleksi pribadi)
Lantai serambi berpola kotak dengan susunan spasi kotak kecil wajik
secara formal berbaris lurus dengan selang-seling berwarna hijau, biru dan
kuning. Motif ini terdapat disetiap lantai bangunan serambi dan lantai ruangan
serambi berkubah. Dengan dibatasi frame garis lurus setiap bidang lantai baik
lorong serambi mau pun ruangan bangunan serambi berkubah.
Gambar 43, motif geometris kotak-kotak dilantai serambi (foto koleksi pribadi)
Masih dalam lorong serambi bagian sisi samping luar dilalui bagian atas
terdapat kanopi atau resplang serambi dengan beberapa tiang berjajar sebagai
pagar serambi. Relief bermotif bevel atau tekukan disetiap pinggir resplang,
kemudian kepala tiang bermotif susunan gigi-gigi.
Gambar 44, motif geometris terdapat pada relief resplang dan gigi-gigi di kepala tiang serambi
(foto koleksi pribadi)
Memasuki bangunan utama masjid Al-Mashun terlebih dahulu melalui
pintu masuk utama. Pintu masuk utama ini sama sejajar dengan pintu masuk
bangunan berkubah serambi dan pintu tengah dilorong disetiap serambi. Jumlah
pintu masuk keruangan utama masjid Al-Mashun ada delapan pintu. Empat pintu
sma arah ruangan bangunan serambi berkubah, dan empat pintu ditengah lorong
serambi. Idealnya tentu pintu masuk keruangan bangunan utama masjid Al-
Mashun adalah yang persis berhadapan dengan pintu masuk bangunan serambi
berkubah.
Relief bermotif wajik dan segi tiga sebagai kisi-kisi diatas pintu masuk
utama masjid dengan bingkai rangkaian rantai.
Gambar 45, wajik dan segi tiga dalam kisi-kisi diatas pintu masuk masjid (foto koleksi pribadi)
Motif bintang bersegi banyak terdapat pada ditengah kubah bagian dalam.
Sejumlah panel berisikan motif floris melapisi kubah bagian dalam yang terbuat
dari kayu. Bermotif floris dan geometris sebagai bingkai kubah yang dilanjutkan
dengan frame diantara jendela kubah bagian atas. Dinding bangunan atas setelah
kubah dan frame terdapat latar belakang bermotif floris disetiap dinding bagian
atas. Kuntum bunga dan lembaran daun berbentuk tameng-tameng disela jendela
atas kubah. Pengulangan motif floris berjajar dari atas kebawah dan kiri kekanan
melingkupi setiap dinding kanopi bagian atas setelah jendela kubah.
Gambar 46, dinding dibawah jendela bermotif grafis floris (foto koleksi pribadi).
Bingkai setengah lingkaran dipinggir ring kanopi bermotif selur-selur
floris dengan tameng ditengah berbentuk bunga. Berikutnya masih dalam ring
kanopi beberapa panel bermotif kuntum bunga berjajar berspasi dengan panel
putih kosong berukuran sama dengan panel bermotif kuntum bunga yang
kemudian dibagian batas ujung setiap lingkaran kanopi terdapat panel bermotif
floris. Selanjutnya perpaduan motif geometris dan floris dibawah setiap
lengkungan ring kanopi. Persis dibawah ujung ring kanopi terdapat tiang sebagai
kuda-kuda kanopi terbuat dari batu marmer berjumlah delapan tiang. Motif
geometris dan floris dipahat disetiap kepala tiang kanopi.
Gambar 47, kaki ring kanopi bermotif selur-selur floris berbentuk tameng (foto koleksi pribadi).
Gambar 48, motif geometris dipadu berangkai dengan motif floris terdapat di bawah ring kanopi
masjid (foto koleksi pribadi)
Gambar 49, kepala tiang kanopi dalam ruangan bangunan utama masjid (foto koleksi pribadi)
Urutan berikutnya terdapat dilangit-langit atau flapon bangunan utama
masjid, kembang bunga menutupi seluruh dasar dengan frame jajaran mata
tombak dari deformatif geometris dan floris, dan sebagai sentralnya motif bintang
segi enam beberapa disetiap tengah bidang langit-langit.
Gambar 50, motif mata tombak dan bintang bersegi enam dilangit-langit bangunan utama masjid
(foto koleksi pribadi).
Relief floris kembali menjadi frame terdapat di dinding bangunan utama
masjid bagian sisi atas setelah langit-langit dan sebarisan dengan jendela bermotif
floris juga. Selanjutnya kebawah terdapat urutan jendela berjajar horizontal
disetiap dinding bangunan masjid, jendela ini tertutup kaca patri bermotif floris,
berfungsi hanya menerima cahaya masuk sebagaimana seluruh jendela yang ada
disetiap dinding masjid. Jendela-jendela ini pun dibingkai dengan selur-selur
floris kuntum bunga dan dedaunan. Kemudian ruangan imam atau tempat
pemandu shalat disebut dengan mihrab. Didinding ruangan bercekung ini terbuat
dari susunan batu marmer, di tengah bagian atasnya bermotif matahari. Kemudian
ring topinya bermotif kuntum bunga berjajar. Gigi-gigi gergaji sebagai frame
pembatas antara motif matahari dengan dinding mihrab. Kepala tiang mihrab
bermotif susunan mata gergaji. Berikutnya frame di bawah dinding ruangan
mihrab berbentuk lengkung berlengkung topi dan bertiang.
Gambar 51, ruangan mihrab (foto koleksi pribadi)
Dinding ruangan di bungkus dengan motif floris dari keramik dinding
sepanjang dinding bangunan utama masjid, kemudian diberikan frame terakhir
pada dinding paling bawah bangunan utama masjid hanya les lurus horizontal.
Ada dua mimbar didalam ruangan masjid, yang satu disisi sebelah kanan
mihrab, dan yang satunya lagi di sebelah barisan Sap jemaah wanita, tepatnya
bagian kelompok kaum wanita ketika shalat. Apabila shalat berjemaah dilakukan
ketika didalam masjid, terdapat dua kelompok barisan berjajar menghadap Kiblat
(arah antara lintang Barat dan utara). Dua kelompok ini terbagi dua dengan garis
pembatas kain, yakni didepan adalah para jemaah kaum pria dan disebelah
belakang adalah jamaah kaum wanita.
Mimbar yang dekat dengan mihrab terbuat dari tembaga, bermotifkan
floris dimulai dari atap berbentuk kubah, kanopi dan kepala tiang. Pagar mimbar,
pondasi, dinding anak tangga mimbar, dinding pondasi tangga bermotif floris
dalam segi tiga.
Gambar 52, mimbar yang dekat dengan mihrab (foto koleksi pribadi).
Gambar 53, kanopi mimbar berkubah (foto koleksi pribadi).
Mimbar kedua terbuat dari konstruksi kayu. Dimulai dari kepala-kepala
tiang pagar, dinding anak tangga, tonggak tengah pondasi mimbar, adalah
bermotif floris. Sedangkan tonggak tengah pondasi bagian atas, panel timbul
seperti sarang lebah, pinggang pondasi dan tapak pondasi bermotifkan gigi-gigi
dan geometris.
Gambar 54 , mimbar kedua (foto koleksi pribadi).
Gambar 55, tampak samping kiri mimbar kedua (foto koleksi pribadi).
BAB IV
STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN
4.1 Struktur bentuk
Struktur bentuk atau telaah dari unsur-unsur yang membangun pisik seni
sehingga menemukan wujud pada latar belakang ide penciptaannya. Temuan-
temuan para ahli tentang peninggalan sejarah yang berhubungan dengan seni
klasik memang membutuhkan kerja yang tidak mudah. Untuk mendapatkan
penafsiran dan dugaan, mereka harus mengaitkan berbagai teori sosial. Dengan
demikian pendekatan prakira bagaimana konsep ide diciptakan masa itu harus
diselaraskan dengan berbagai perhitungan dan pertimbangan yang ada kemudian
harus dapat pengakuan para pakar antropologi lainnya.
Penulis di sini memberikan struktur bentuk yang terdapat pada ornamen
masjid Al-Mashun Medan dengan beberapa pertimbangan urutan terdiri dari
bentuk, dimensional, media, dan teknik.
Sebelumnya penulis telah membuat klasifikasi hubungan pengelompokan
terhadap ornamen pada bab sebelumnya yang terdapat dari sejumlah letak serta
urutan. Dengan cara seperti ini menurut penulis akan lebih jelas.
4.1.1 Bentuk
Bentuk (form) atau benda plastis menurut bahasa Indonesia kata “bentuk”
yang berarti bangun (shape), dalam pengertian seni rupa adalah wujud tampak
sesuatu materi atau pisik. Bentuk merupakan elemen rupa yang memiliki sifat
countur atau bentuk dasar permukaan pisik yang di sebut Raut. Dapat di lihat atau
di sentuh secara menyeluruh bahwa permukaan dari berbagai bentuk beraneka
ragam. Dari yang datar sampai pada yang berkeluk-keluk sangat rumit, inilah
wujud sifat bentuk.
Bentuk juga terkait kepejalan atau volume materi yang di sebut gempal.
Bentuk memiliki ruang rongga yang di isi maupun tidak. Bersifat keras atau juga
lunak, bening maupun keruh, kesemuanya ini menjadi harus tampak
dipertimbangkan dalam melihat bentuk secara keseluruhan.
Letak ornamen masjid Al-Mashun terbagi dua lokasi. Letak ini juga
menentukan fungsi serta pengertian dari penyampaian makna yang terkandung di
dalam ornamen. Namun tidak semua ornamen menjadi berperan sebagai
penyampai maksud-maksud tertentu yang lebih spesifik. Tetapi dalam hal ini
penulis harus mengemukan dan menghubungkan atas keterkaitan terhadap analisa
utama dalam penulisan penelitian ini.
Dua lokasi tersebut adalah penempatan ornamen pada bidang letak yakni
bagian dalam (interior) dan bagian luar (eksterior). Dari setiap letak akan didapati
fungsi ornamen secara persentasi, apakah keindahan ornamen terjadi lebih sedikit
atau banyak, lebih rumit atau sederhana, tentunya semua ini dikehendaki sesuai
dengan kepentingan keindahan masjid Al-Mashun.
Ornamen yang berperan tentunya sebagai nilai utama dalam kajian
penelitian ini. Sudah pasti akan ditemukan kandungan bobot sebagai kwalitas
nilai. Kemudian seluruh nilai-nilai yang terdapat pada setiap ornamen akan
menjadi kapasitas unsur keindahan penghias. Bukan hanya itu saja, selain
keindahan, kandungan makna mendudukkan arti penting sebagai sesuatu yang
pantas mewakili nilai kebudayaan.
Ornamen masjid Al-Mashun Medan memiliki beberapa bentuk yang pada
dasarnya memiliki konsep kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Bentuk-
bentuk yang telah menjadi karya seni yang di sebut ornamen berawal dari ide di
sekitar kehidupan manusia. Manusia merekam objek-objek alamiah seperti
tumbuhan, hewan, alam benda, alam semesta dan imajinatif abstrak. Maka
dengan demikian ada hubungan besar kecilnya karakter lingkungan tersebut
terhadap manusia pemilik ornamen-ornamen ini sehingga menjadikan objek-objek
tersebut seakan bagian dari kehidupan mereka.
Secara umum ornamen dapat diklasipikasikan kedalam beberapa
kelompok yakni ornamen primitif, ornamen tradisionil dan ornamen modern.
Ornamen primitif adalah bentuk-bentuk gambar peninggalan pada masa
manusia belum mengenal tekhnologi yang ditemukan pada dinding-dinding goa,
batu arca dan beberapa benda pakai. Pakar antropologi mengaitkan kesenian dan
sosial ketika zaman itu cukup memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap
media benda yang bercorakkan hewan, manusia atau bentuk-bentuk abstrak.
Gambar 56, ornamen primitif dari mesir kuno (net)
Ornamen tradisionil adalah ornamen masa awal kebudayaan atau
peradaban budaya bersama perkembangan awal tekhnologi menjadi bagian dari
kehidupan manusia. Hadirnya dunia ilmu pengetahuan berbarengan pula
munculnya nilai-nilai kehidupan tampak diperhitungkan, bukan saja kepentingan
mempertahankan hidup dan sosial, keTuhanan, atau kekuasaan, tetapi juga
estetika sebagai bentuk citra rasa manusia. Para pakar antropologi
menghubungkan kehidupan sosial antara primitif dengan tradisionil masih sangat
kuat memiliki sistem tatanan kehidupan meski masyarakat yang telah memeluk
agama tidak meninggalkan pola paganisme nenek moyangnya. Masuknya agama
merupakan transisi ideologi dari primitif sampai dengan tradisionil.
Gambar 57, ornamen tradisi suku batak Sumatera Utara (net) Ornamen modern adalah corak dekorasi yang bermotifkan berbagai ragam
yang tidak ada hubungannya dengan corak ornamen baik primitif atau tradisionil.
Tetapi beberapa pakar seni rupa mengatakan apabila salah satu tipe atau corak
ornamen apakah primitif maupun tradisionil ketika diletakkan pada suatu bidang
yang tidak semestinya sebagaimana asal aslinya, maka ornamen ini masih saja di
sebut ornamen asli.
Gambar 58, ornamen modern (desain grafis), (net)
Selanjutnya ornamen-ornamen tersebut dikategorikan dalam kelompoknya
masing-masing seperti motif flora, motif fauna, motif manusia, motif alam benda,
motif imajinatif abstrak, motif kaligrafi dan motif geometrik.
4.1.1.1 Motif flora
Motif atau ciri bentuk dari objek-objek tumbuhan disebutkan motif flora.
Unsur-unsur bentuk tumbuhan biasanya cenderung mengambil motif bunga, buah,
pohon dan daun. Selanjutnya motif-motif ini di gubah atau di stirilisasi sehingga
menjadi gambar dekor atau bukan realis ( realis = aliran seni lukis ). Gambar
dekor biasanya melebih-lebihkan objek karena di sengaja diciptakan sebagai
penghias.
Kehadiran bentuk flora ini dapat berperan utama atau menjadi sentral
poin. Kedudukannya pada sudut letak dekor justru menjadi fokus, sehingga
ornamen sejenis ini bukan hanya fungsinya sebagai penghias, akan tetapi sebagai
penguat dalam bidang bangunan tertentu. Seperti biasanya motif bunga adalah
sebagai objek utama. Sebaliknya sering ditemukan ornamen-ornamen bunga justru
sebagai pendamping atau frame art.
Motif ini terdapat dibeberapa tempat dibagian masjid Al-Mashun dengan
beberapa tipe bentuk fariasi tumbuhan yakni bentuk dedaunan, bunga, kuncup
bunga dan penggabungan dengan geometris.
4.1.1.2 Motif Fauna
Motif fauna atau bentuk-bentuk hewan sering ditemukan dalam ornamen
justru memberikan bidang lebih berkesan hidup atau berjiwa. Nuansa makluk
hidup meski telah terjadi pendistorsian atau deformatif ( perobahan bentuk dari
bentuk asalnya ) tidak terdapat dalam lingkungan masjid. Ajaran agama islam
melarang bentuk-bentuk makluk hidup dijadikan sebagai bagian penghias. Namun
masih ada juga terdapat dibeberapa media yang difungsikan sebagai perangkat
alat terdapat motif makluk hidup. Namun di dalam area mesjid Al Mashun Medan
terutama pada bangunan utama baik dalam maupun di bagian luar masjid tidak
terdapat ornamen yang berbentuk motif fauna. Tentunya penulis tidak mendata
sebagaimana bukti pisik
4.1.1.3 Motif Manusia
Tentunya motif manusia di larang oleh ajaran Islam diletakkan dalam
Masjid. Meskipun bentuknya sudah berobah tidak lagi sempurna karena sudah
terjadi pendeformasian akan tetap tidak dibenarkan. Setiap hiasan yang mejadi
bagian masjid hanya ungkapan keagungan kepada keEsaan Allah Subhana Wa
Ta’ala (Tauhid). Melarang adanya gambar atau bentuk makluk hidup sebagaimana
di beberapa penafsiran ajaran Islam bahwa perbuatan ini seakan meniru ciptaan
Allah dan tentunya sesuatu perbuatan yang diharamkan. Kebanyakan masjid-
masjid di Indonesia memiliki arsitektur dan ornamen yang dibawa dari Bangsa
Arab dengan sebutan Arabesque (sebutan oleh orang-orang Eropa). Disebut
dengan arabeque bukan hanya bergaya perkembangan ornamen keseniannya dari
Bangsa Arab tetapi atas hasil karya dari sikap orang Arab terhadap kesenian
(Nath,dari Baiduri,Ratih2012:162). Bahwa kesenian orang Arab hal yang
menyangkut persaingan dengan ciptaan Tuhan di muka bumi dihindari dan
berusaha menghilangkan sesuatu yang mungkin memberikan makna simbolik
(Landau,Grabar,Faraqi & Faraqi, dari : Baiduri,ratih 2012 :ibid).
Berbeda akan flora atau tumbuhan yang diperbolehkan, tidak ada
penafsiran orang yang membuat bunga akan disamakan kedudukannya seperti
Tuhan. Penulis disini hanya memberikan bentuk-bentuk ornamen secara umum,
meski persinggungan dalam penelitian ini sangat tidak ditemukan adanya gambar
makluk hidup atau manusia di dalam seluruh ornamen masjid Al Mashun Medan.
4.1.1.4 Motif Alam Benda
Motif alam benda atau gambar-gambar seperti anak panah, pedang, piala,
mahkota dan lain sebagainya, sering menjadi hiasan yang mengagumkan ketika
berobah menjadi ornamen. Seperti motif flora, motif alam benda pun sering
ditemukan menjadi figur atau sentral poin. Dan tujuannya tetap memberikan
nuansa terhadap ruangan tertentu.
4.1.1.5 Motif Imajinatif Abstrak
Motif Imajinatif adalah bentuk-bentuk hayali atau bentuk di alam pikiran
manusia sangat banyak ditemukan dalam berbagai corak ornamen, terutama
ornamen gaya modern. Pada dasarnya ornamen sendiri adalah sesuatu proses
kreatifitas manusia yang bertitik dari kayali atau sesuatu yang abstrak. Namun
bentuk-bentuk yang menjadi inspirasi masih dapat dilihat. Motif imajinatif abstrak
adalah secara keseluruhan objek bentuk telah total terjadi berobah. Seperti gambar
bintang misalnya, benda angkasa itu tidak pernah diprediksi secara benar bentuk
aslinya sehingga ada yang bersegi lima, delapan, dua belas dan seterusnya, serta
bagaimana detil bintang tersebut hanyalah sebuah metafora imajinasi seseorang
saja.
4.1.1.6 Motif Kaligrafi
Tentunya motif ini yang sangat erat hubungannya dengan masjid. Motif-
motif font arabic atau aksara arab sering didapati di beberapa bidang bangunan
masjid terutama letak area interior atau bagian dalam ruangan masjid. Aksara arab
ini adalah ayat-ayat Al-Quran (kitab Suci Islam), yang di pilih sesuai dengan
kepentingan dekorasi masjid. Motif kaligrafi juga didapati pada bangunan-
bangunan Ibadah lainnya sesuai dengan aksara dan Kitab Suci masing-masing
agama. Meski ornamen kaligrafi diperbolehkan dalam ruangan masjid namun
pada masjid Al Mashun sendiri tidak terdapat tulisan ayat-ayat suci Al Quran baik
disekitar luar maupun bagian dalam bangunan utama masjid.
Dibeberapa motif ornamen yang tercatat di atas terdapat hanya beberapa
yang didapati pada bangunan masjid Al-Mashun Medan yakni motif flora, motif
alam benda dan motif imajinatif abstrak.
4.1.1.7 Motif Geometrik
Motif geometrik adalah bentuk-bentuk dasar dari segi empat, segi tiga,
lingkaran dan lainnya, dipadukan sesuai dengan artistik visual tanpa kandungan
makna didalamnya hanya saja mencari esensi keindahan semata dengan
mempertimbangkan bidang serta pola yang di bangun, kemudian diselaraskan
pada bentuk-bentuk pendukungnya. Motif geometrik ini lebih cenderung kelihatan
tegas dan kaku. Banyak ahli menjelaskan motif geometrik yang menjadi pola
ornamen diketahui terdapat adanya unsur-unsur logika dan perhitungan
didalamnya. Terlepas dari latar belakangan konsep geometrik, motif ini terdapat
juga dibeberapa tempat dan bidang dibangunan masjid Al Mashun.
4.1.2 Integrasi ornamen
Intergrasi data terhadap ornamen-ornamen yang ada di kompleks masjid
Al-Mashun Medan merupakan sekumpulan ornamen yang menjadi objek
penelitian penulis. Kemudian dikelompokkan sesuai letak dan lokasi tempat
ornamen. Penulis membuat tabel disesuaikan sebagaimana urutan klasipikasi letak
ornamen.
Tabel 1, ornamen dalam area masjid Al-Mashun serta letak dan medianya
Pintu Gerbang
Bentuk Letak Media
Cresting Lantai atas pintu gerbang Relief tinggi/semen
Siku-siku Pondasi cresting Relief tinggi/semen
Jendela kaca Lingkar dinding atas
dibawah siku-siku
Kaca patri
Keramik dinding
bermotif flora
Setiap dinding bangunan
pintu gerbang dengan spasi
frame kosong disetiap sisi
pinggir bangunan
Keramik
Portal lorong
gerbang
Berjumlah dua buah depan
dan belakang lorong masuk
pintu gerbang
Relief sedang/semen
Gambar dilangit-
langit
Langit-langit lorong pintu
gerbang
Grafis / cat
Jendela berkisi Berjumlah empat buah
dibangunan sisi pintu
gerbang
Relif bolong/ semen
Tempat Wudhu
Bentuk Letak Media
Cresting (foliated) Lantai atas dipinggir
kubah
Relief tinggi/ semen
Lingkaran dalam panel Dibawah cresting atau
ring kubah
Relief rendah/ semen
Susunan gigi-gigi Dibawah lingkaran
panel sebagai frame
Relief rendah/ semen
Jendela berbentuk Flora
pada frame lingkaran
jendela
Bangunan pondasi
kubah wudhu
Relief sedang/ semen
Cresting (sow tooth) Dipinggir lantai atas
bangunan utama
tempat wudhu
Relief tinggi/ semen
Jendela berkisi
Disetiap sisi empat
dinding bagunan
tempat wudhu
Relief bolong/ semen
Menara masjid
Bentuk Letak Media
Ujung tonggak tiang
tunggal bermotif putik
bunga
Puncak ujung topi
kubah menara
Besi plat las
Susunan gigi-gigi
berlapis bertingkat
Ring bawah lantai
atas
Relief rendah semen/
beton
Pola garis-garis bersiku-
siku
Sisi dinding setelah
ring bawah lantai atas
Relief rendah semen/
beton
Barisan palu bertingkat Ring bawah lantai
level tiga dari atas
Relief rendah semen/
beton
Ring jendela bermata
tombak dengan garis
horizontal
Diatas topi jendela
setelah barisan palu
bertingkat
Relief semen
Susunan gigi-gigi dalam
panel dan bidang
segitiga
Dibawah jendela level
tiga
Relief rendah/semen
Bintang bersudut
delapan dalam panel
segi empat
Dibawah jendela level
tiga
Relief rendah/semen
Lingkaran mata angin
dalam panel segi empat
Dibawah susunan
gigi-gigi dalam panel
Relief rendah/semen
segi empat
Lingkaran dalam segi
tiga
Dinding setelah
bentuk mata angin
dan bintang bersudut
delapan
Relief rendah/semen
Cresting bermotif flora Lantai level empat Relief tinggi/semen
Motif putik daun dalam
panel diatas jendela
Dinding atas setelah
cresting
Relief cembung/semen
Topi pintu berkisi-kisi
bermotif geometris
dibingkai jalinan rantai
Diatas pintu lantai
satu
Relief bolong/ semen dan
kayu
Kepala tiang bermotif
pucuk bunga
Disisi kiri dan kanan
pintu menara
Relief rendah/ semen
Daun pintu motif
geometris segi empat
saling berhimpit
Pintu utama menara Kayu
Bangunan serambi berkubah di empat sisi bangunan utama masjid
Bentuk Letak Media
Susunan gigi-gigi
berlapis
Dibawah ring kubah
dan pagar kubah
Relief rendah/ semen
Keramik dinding
bermotif flora
Dinding bangunan
berkubah bagian luar
Keramik
Sponing jendela dengan
motif flora
Bingkai jendela
bagian luar dan dalam,
dibagian dalam
diberikan warna
Relief rendah/ semen
Motif flora pada daun
jendela
Jendela bangunan
berkubah
Kaca patri
Stirilisasi flora dalam
panel dan bingkai
berbentuk rangkaian
rantai
Panel diatas pintu
masuk bangunan
berkubah bagian luar
dan bagian dalam
Relief rendah/ semen
Susunan rantai berlapis
dalam lengkungan
berlengkung
Dibingkai ring pintu
masuk bangunan
berkubah
Relief rendah/ semen
Pucuk-pucuk pakis
dengan pondasi
rangkaian lengkung-
lengkung
Bagian atas pintu
masuk bangunan
berkubah
Tralis besi
Bintang bersudut
banyak
Dititik tengah kubah
bagian dalam
Grafis/ kayu
Stirilisasi flora dalam
panel-panel
Panel-panel kubah
serambi bagian dalam
Grafis/ kayu
Motif putik bunga dan
daun dengan stirilisasi
flora saling terangkai
Bingkai pembatas
bagian bawah dari
panel-panel kubah
Relief rendah/ semen
Motif kuntum bunga
dan lembaran daun
berjajar digarisi
pembatas bermotif
jalinan rantai
Didinding bagian
dalam bangunan
berkubah
Relief rendah/ semen
Keramik dinding
bermotif flora
Dinding bagian dalam
bangunan berkubah
Keramik
Motif bidang geometris
pola delapan segi
warna yang berbeda
yang disusun berjajar
diselingi empat segi
kecil
Lantai ruangan
bangunan barkubah
keramik
Lorong serambi masjid
Bentuk Letak Media
Motif flora dalam panel
diatas pintu lorong
serambi
Diatas pintu lurung
serambi masjid
Relief rendah/ semen
Motif flora dibawah
ring pintu lorong
serambi
Ring bagian bawah
pintu lorong serambi
masjid
Relief rendah/ semen
Stirilisasi daun berjajar Sepanjang serambi Relief rendah/semen
pada dinding masjid
Motif putik bunga dan
garis curvilliner
Kepala tiang disisi kiri
dan kanan pintu
lorong serambi
Relief rendah/ semen
Pola geometris
berbentuk anyaman
disisi pinggir dengan
motif lingkaran
dipagari delapan sudut
anyaman geometris
diletakkan ditengah
berjajar tujuh belas
buah
Langit-langit
sepanjang lorong
serambi pada dinding
bangunan utama
masjid
Grafis/ kayu
Motif geometris pada
sponing jendela
Ring jendela Relief rendah/ semen
Motif flora dengan
rangkaian kreasi
stirilisasi
Jendela dilorong
serambi masjid
Kaca patri
Bermotif geometris
segi empat bersegi dan
Pintu masuk tengah Relief/ kayu
bertindih serambi
Motif gemotris dan
daunan berjajar
horizontal
Sepanjang lorong
serambi pada dinding
bangunan masjid
Relief rendah/ semen
Liner bersudut dan
berangkai berpaduan
dengan garis yang lain
bermotif geometris
yang dikembangkan
menjadi garis
Sepanjang lorong
serambi pada dinding
bangunan masjid
Relief rendah/ semen
Ring befel berbentuk
rantai saling berjalin
dalam setengah
lingkaran berjajar
dibingkai resplang
serambi bertiang bagian
dalam dan luar
Resplang pada tiang-
tiang serambi
Relief rendah/ semen
Gigi-gigi dalam
tingkatan panel pada
kepala tiang resplang
serambi
Kepala tiang serambi Relief rendah/ semen
Motif bidang geometris
pola delapan segi
warna yang berbeda
yang disusun berjajar
diselingi empat segi
kecil
Lantai ruangan
bangunan barkubah
Keramik
Bangunan utama masjid Al-Mashun
Bentuk Letak Media
Motif rangkaian floris
dalam panel
Panel diatas pintu
masuk utama masjid
Relief rendah/ semen
Motif rantai terkait Ring topi pintu utama
masjid
Relief rendah/ semen
Motif geometris
berbentuk ketupat,
bintang dan segi tiga
Topi pintu utama
masjid sebagai kisi-
kisi
Relief bolong/ kayu
Stirilisasi flora dalam
panel-panel
Lapisan kubah utama
bagian dalam
Grafis/ kayu
Motif flora dan
geometris
Frame dari panel-
panel kubah utama
Relief rendah/ semen
Stirilisasi flora pada
panel jendela-jendela
kubah
Setelah frame dari
panel-panel kubah
Relief rendah/ semen
Motif bunga dan
dedaunan
Jendela-jendela
dikubah
Perulangan motif floris
Panel-panel pada
dinding resplang tiang
tengah ruangan dalam
masjid
Grafis/ kayu
Motif floris dengan
kepala mahkota
Pada ring-ring
setengah lingkaran di
resplang.
Relief rendah/ semen
Motif floris dalam
panel dengan ritme
yang terputus-putus
Di lengkungan tapal
kuda resplang tiang
dalam masjid
Relief rendah/ semen
Stirilisasi floris
memusar pada simbol
tameng
Di kaki lengkungan
tapal kuda resplang
tiang dalam masjid
Relief rendah/ semen
Bermotif kuntum bunga
didalam bunga
Di kaki lengkungan
tapal kuda resplang
tiang dalam masjid
setelah
Relief rendah/ semen
Stilirisasi geometris
dengan frame terputus-
putus
Dilengkungan bagian
bawah tapal kuda
resplang didalam
masjid
Relief rendah/ semen
Motif floris di ujung
atas dan bawah panel-
memanjang vertikal
Di sela antara sudut
resplang tiang dalam
masjid
Relief rendah/ semen
Motif putik bunga
dngan kombinasi
lengkungan meruncing
Kepala tiang tengah
masjid
Relief tinggi/ batu
marmer
Motif floris dalam mata
tombak
Frame langit langit
masjid
Grafis/ kayu
Motif floris dalam
bintang enam berlatar
belakang bunga
berbaris
Langit-langit masjid Grafis/ kayu
Motif floris ditopi
jendela masjid
Bingkai jendela
masjid
Relief rendah/ semen
Motif floris dalam
jendela
Kaca jendela dalam
masjid
Kaca patri
Susunan motif putik
bunga dalam ring
tempat imam
Dibingkai atas
ruangan imam
(mihrab)
Relief datar/ batu marmer
Motif matahari dengan
pondasi berbingkai
susunan gigi-gigi dan
kepala tiang
Dalam lengkungan
mihrab
Relief cekung/ batu
marmer
Lengkung berlengkung
topi dan bertiang
Lengkungan bawah
mihrab
Relief cekung/ batu
marmer
Motif kuntum bunga
dan daun sebagai frame
horizontal
Sepanjang bangunan
ruangan dalam masjid
Relief rendah/ semen
Stirillisasi daun
Dinding ruangan
utama masjid
Keramik/ grafis
Motif stirilisasi daun
Frame dinding paling
bawah bangunan
masjid
Relief rendah/ semen
Mimbar dalam ruangan masjid
Bentuk Letak Media
Stirilisasi tumbuhan
dedaunan
Topi, cup dan tiang
kanopi mimbar
Relief/ tembaga
Stirilisasi dedaun pakis Dinding pagar mimbar Relief rendah/ batu
marmer
Stirilisasi rangkaian
daun
Dinding pondasi
mimbar
Relief rendah/ batu
marmer
Pucuk-pucuk daun
pakis
Dinding anak tangga Relief rendah/ batu
marmer
Stirilisasi rangkaian
daun dalam segi tiga
Dinding pondasi
tangga mimbar
Relief rendah/ batu
marmer
Mimbar kedua dalam ruangan masjid
Bentuk Letak Media
Motif Kuntum bunga
bunga
Pagar mimbar kedua
diatas tiang-tiang kecil
relief rendah/ kayu
Motif gigi-gigi
bersusun horizontal
dalam panel
Lantai mimbar kedua
bagian sisi luar
Relief rendah/ kayu
Motif gigi-gigi dalam
panel bersususn tiga,
berbentuk kotak-kotak
sarang lebah
Dibawah lantai
mimbar kedua
Relief tinggi/ kayu
Motif susunan gigi-gigi
dalam panel berlapis
Dibawah lantai
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Pucuk pakis bersiku
Dinding anak tangga
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Stirilisasi dedaunan
dikepala tiang kecil
pondasi mimbar kedua
Dibawah mimbar
kedua sebagai pondasi
Relief rendah/ kayu
Kuntum bunga dan
rangkaian dedaunan
dalam satu batang
Dinding pondasi
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Motif susunan gigi-gigi
dalam panel bertingkat
Dinding pondasi
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Motif geometris dan
lingkaran kecil
ditengah
Tonggak pondasi
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Motif geometris
berjalin dalam panel
bertingkat
Kuda-kuda pondasi
tengah mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Pucuk-pucuk pakis
bersudut
Dinding anak tangga
mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
Dua garis mengurung
jajaran lingkaran
Frame dinding anak
tangga mimbar kedua
Relief rendah/ kayu
4.1.3 Dimensional
Kata dimensi dalam arti seni rupa adalah sesuatu yang menempati ruang.
Persoalan sesuatu itu tidak lain adalah materi atau media rupa yang tampak
kelihatan oleh panca indra. Berikutnya materi tersebut di ukur lewat bentuknya.
Bentuk-bentuk yang telah penulis singgung di atas yakni memiliki raut
atau sifat permukaan serta volume (isi) yang membawanya. Terkadang bidang
datar juga di sebut bentuk, karena apapun yang datar tidak terlepas dari materi.
Dengan demikian seni rupa membagi ruang ini menjadi dua yaitu dua dimensi
(dwimatra) dan tiga dimensi (trimatra).
Dua dimensi memiliki sifat datar dan papar, memiliki bidang, memiliki
tekstur, bersifat materi (hukum materi). Segala sesuatu objek seni dalam
pertimbangan ruang yang dikelompokkan pada sifat datar dan papar maka
digolongkanlah kepada seni dua dimensi. Perlu dipahami juga bahwa sifat lebih
mendominasi dari pada ukuran, karena ada materi yang bersifat countur yang
dinamis atau tinggi rendah kepaparan materi akan tidak sama apabila disetarakan
dengan bidang yang berbeda. Contoh misalnya ada sebidang tanah dengan luasnya
tiga hektar dengan permukaan yang bergelombang, setiap gelombangnya bisa
mencapai ketinggian satu sampai tiga meter. Sementara di lain hal ada selembar
kertas mulus tanpa ada yang terlipat terletak di atas meja, dengan ukurannya tidak
lebih besar dari sehelai sapu tangan. Tentu apabila kita lihat kedua ukuran ini jauh
berbeda, namun sifatnya adalah sama-sama datar dan papar maka
dikelompokkanlah di dua dimensi.
Sifat dasar dimensi dari setiap seni yang ciptakan, maka dapat diketahui
apabila seni tersebut memiliki kecenderungan bentuk pisiknya secara garis
besarnya. Apapun yang tampak datar dan papar maka seni tersebut berada pada di
dua dimensi misalnya lukisan, foto, seni dekor, relief dan lain sebagainya. Tetapi
perlu dipahami bahwa bahasa rupa adalah dasar penciptaan. Seorang perupa
(pekerja seni rupa) selayaknya memahami konsep rupa sehingga menemukan
gagasan dan ide. Meski terkadang perupa tidak sadar akan asas, konsep atau
kaidah-kaidah seni rupa sebab proses dan hasil akan lebih penting (bentuk psikis).
Gambar 59, Bentuk papar dan datar Dua Dimensi
Tiga dimensi adalah yang memiliki panjang, lebar, tinggi, bervolume,
tekstur bahkan ada yang menambahkan gerak. Sifat tiga dimensi ini
mempertimbangkan letak sisi ruang yang ditempati oleh materi. Tentunya materi
yang dimaksud adalah pisik seni yang memenuhi kapasitas dimensinya,
contohnya adalah patung. Dari segala sudut letak bidang materi menjadi bagian
yang tidak terlepas dari keseluruhan objek seni. Akan berbeda jika patung ini
hanya tampak sisi depannya saja, dan di sebut bukan seni patung tetapi seni relief
sehingga dimensinya berobah menjadi dua dimensi karena bahagian belakang
tidak lagi menjadi bagian dari objek seni, bentuknya sudah papar atau datar.
Sedangkan gerak termasuk dalam kategori tiga dimensi bukanlah sebuah patung
seakan seperti robot dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu. Gambar-gambar
yang tergolong kedalam dua dimensi ketika diolah melalui proyek komputerisasi
menjadi animasi maka secara teori gambar-gambar tersebut dapat diartikan seperti
patung. Sejumlah sisi gambar dan kedalaman ruang gambar divisualisasikan
dengan utuh sehingga seakan-akan seluruh bidang dipenuhi oleh materi meski
pada dasarnya itu semua adalah gambar datar.
Gambar 60, Bentuk bidang Tiga Dimensi (dalam gambar dua dimensi)
Ornamen-ornamen yang ada di masjid Al-Mashun dapat dikategorikan
pada dua bentuk dekor seni yaitu dekoratif datar dan dekoratif relief. Dekoratif
datar merupakan bentuk-benuk yang tidak timbul seperti hasil drawing langsung
atau industri cetak kemudian ditempatkan pada bidang-bidang tertentu untuk
mendapatkan suasana keindahan. Dekoratif relief adalah bentuk-bentuk ornamen
dengan raut permukaannya memiliki countur lebih tinggi atau kelihatan timbul,
tetapi masih berprinsip dua dimensi. Dekoratif relief lebih cenderung ditempatkan
dibagian luar bangunan utama masjid karena sifat relief lebih berkarakter kokoh.
Meski terdapat relief-relief sederhana pada bagian dalam (interior) bangunan
utama masjid namun cenderung kelihatan datar dan lembut.
4.1.4 Media
Media adalah bahan atau materi yang digunakan sebagai bahan dasar
untuk menciptakan visual seni. Penulis menerima data dari beberapa informan
terutama dari pihak masjid Al-Mashun sendiri yang berhubungan dengan media
yang digunakan pada setiap ornamen-ornamen yang ada. Bahan dasar ini adalah
pewarna (cat), keramik (porselen), batu (batu alam), kayu, semen dan besi.
Ornamen yang ditempatkan pada bidang yang difungsikan merupakan
perpaduan fungsi dan artistik, sehingga tampak lebih mewah atau indah.
Sedangkan dibagian lain meski kepentingannya tetap pada dekorasi akan tetapi
unsur-unsur pertimbangan yang pantas sehingga penempatannya tidak sederhana
bahkan adanya kemungkinan kekhususan pada ornamen sendiri.
Untuk melihat data media bersamaan dengan sejumlah data ornamen
penulis akan membuat tabel klasipikasi Integrasi data ornamen yang ada di masjid
Al-Mashun Medan.
4.1.5 Teknik
Teknik dalam pengertian bahasa seni rupa adalah efesiensi kerja untuk
mencapai hasil karya seni. Bagaimana cara dan trik seseorang dalam melakukan
kerja berupaya mendapatkan kemudahan dan mencapai penyelesaian kerja dengan
baik. Setiap perupa apabila berhadapan dengan program kerja terlebih dahulu
menentukan langkah-langkah proses kerja dengan mempertimbangkan alat, bahan,
waktu dan teknik. Penentu hasil seni yang akan di buat adalah berdasarkan alat
dan media. Meski kemampuan perupa didasari oleh pengetahuan wawasan seni
serta terkadang dikaitkan pada bakat atau talenta. Tetapi tetap saja ditentukan oleh
wujud hasil akhir yaitu hasil karya seni.
Seluruh jumlah ornamen yang berada di masjid Al Mashun Medan
diaplikasikan dengan bermacam teknik. Dari teknik ukir pahat, teknik rekat
(tempel), teknik drat (memasang dengan skrup), teknik cor, teknik las, teknik
grafis dan teknik drawing. Teknik ukir terdapat pada ukiran-ukiran kayu dan batu.
Teknik ini di pahat langsung menggunakan alat ukir dari baja yang disesuaikan
pada medianya seperti kayu atau batu. Ukiran kayu ada yang bersifat utuh, yakni
sebongkah kayu di ukir tanpa memisahkan bahagian-bahagiannya. Namun ada
juga teknik ukir kayu yang memisahkan dari dasar medianya. Ornamen yang di
ukir terpisah dari dasar letak dimana nantinya objek tersebut diletakkan, dan
teknik ini tergolong teknik rekat atau tempel. Teknik pahat langsung atau
medianya tidak terpisah sebahagian besar, terdapat pada batu-batu marmer.
Sedangkan teknik drat cenderung medianya terbuat dari besi. Teknik cor lebih
banyak terdapat pada crasting atau pagar-pagar puncak bangunan. Teknik las
adalah bentuk-bentuk medianya dari besi yang dirangkai dengan las, Teknik grafis
atau ornamen yang di cetak melalui proses industri cetak, medianya terdapat pada
keramik atau ubin. Sedangkan teknik drawing atau menggambar dan mewarnai
langsung terdapat pada ornamen-ornamen datar yang ada dibeberapa tempat
bangunan utama masjid.
4.2 Struktur komposisi
Struktur komposisi sama diartikan dengan susunan letak atau bagian
perbagian dengan pengurutan yang disesuaikan secara umum. Terkadang struktur
difungsikan untuk mencapai pengertian-pengertian tertentu, tujuannya kenikmatan
visual atau dengan tujuan tertentu lainnya. Dengan demikian banyak metode
pemilihan struktur yang di pakai atau digunakan sebagaimana yang telah
diketahui dari sejumlah ornamen-ornamen yang diterapkan diberbagai tempat di
area masjid Al-Mashun sebagaimana data yang dipilih oleh penulis.
Letak menjadi fakta mengubah bentuk dalam sebuah desain. Aplikatif
media disesuaikan pada tempat, fungsi, maupun makna yang diinginkan. Semua
rancangan seni rupa ditentukan terlebih dahulu sebelum menerapkannya
keberbagai tempat dan media. Rancangan-rancangan inilah kunci strandar acuan
sebagai master pland. Kehendak perancang dari perupa terkadang ditentukan oleh
keinginan pihak pemilik ketika perupa diminta menjadi pelaksana. Setelah
mempertimbangkan seluruh penyesuaian dan kesepakatan dilakukan maka
aplikasi pun dilaksanakan. Biasanya seperti demikian hubungan kerja antara
perupa dengan pemesan meski di dalam teknik pengerjaan adalah hak perupa
seluruhnya.
Kumpulan ornamen yang penulis dapatkan apakah dari pengambilan objek
foto langsung di lokasi mau pun dokumentasi dari sumber pustaka, faktanya
sebagaimana hubungan terhadap batasan analisis yang dilakukan penulis.
Mungkin saja masih banyak atau ada beberapa bentuk-bentuk lain yang tidak
masuk kedalam penelitian ini, karena sebagaimana penulis beralasan bahwa
penulis hanya berupaya menyesuaikan dengan latar belakang masalah. Tentunya
masalah yang ada persinggungannya terhadap karakteristik ornamen yang ada di
masjid Al-Mashun secara garis besarnya. Kemudian penulis telah membuat
pengelompokan bagian-bagian garis besar tersebut menjadi objek penelitian.
Untuk mendapatkan pengelompokkan struktur sebagaimana harapan
penulis untuk mempermudah pemahaman bentuk dan letak maka penulis
membuat tabel sederhana sebagai berikut :
4.3 Struktur objek
Struktur objek merupakan pembagian ornamen dalam pemilahan sejumlah
rangkaian yang menyatu didalamnya. Setiap komponen ornamen memiliki bentuk
terkonsentrasi sendiri, kemudian dirangkaikan pada komponen-komponen objek
yang lain sebagaimana bentuk artistik yang dikehendaki. Kemudian akan
didapatkan beberapa bagian, diketahui bagian-bagian ini memiliki objek yang di
anggap sentral bentuk dan objek pendamping.
Pendeformasian atau pergeseran bentuk dari asalnya menjadi bentuk baru
baik secara total maupun tidak adalah sebuah proses kreatif manusia. Tidak
banyak yang dapat melakukan hal ini mengingat kreatifitas adalah kemampuan
seseorang melakukan usaha untuk mencapai kenikmatan penglihatan (dalam
konteks ini adalah seni rupa), dengan mengolah serta memanfaatkan berbagai
media material. Oleh sebab itu karya yang diciptakan memiliki nilai tertentu.
Pergeseran bentuk adalah mengobah bentuk asal atau bentuk yang telah
terjadi dari sifat alamiahnya. Bentuk baru tentunya adalah bentuk imitatif. Bentuk
alamiah asalnya merupakan sumber ide. Kemampuan kreatifitas diawali dari
menagkap objek alamiah secara seksama, memahami sifat dan bentuknya,
berikutnya menstirilisasikan atau memperdaya objek secara imajinasi atau berupa
gambaran abstrak hanya dipikiran saja. Gambaran abstrak ini hanya berupa
hayalan semata, dengan kehendak bebas seseorang mengobah berbagai rupa.
Konsep desain pada awalnya dimulai dari cara seseorang menstrukturkan objek-
objek dengan banyak pertimbangan. Seperti biasanya hasil dari imajinasi ini
dilakukan eksperimen untuk membuktikan konsep tersebut berupa skets atau
gambar-gambar sederhana.
Kreator atau seseorang pelaku seni sebenarnya memiliki sense of beautiful
atau adanya rasa keindahan pada diri seseorang sehingga setiap apa yang di lihat
terlebih dahulu dilalui unsur citra rasa keindahan. Sifat rasa inilah menjadikan
seseorang tersebut dapat menstransfer visual apa yang menjadi pilihan
keindahannya. Akhirnya dapatlah diketahui bahwa karya seni dari ornamen-
ornamen yang diciptakan di dunia ini tidak lepas dari sebuah proses kreatifitas
seseorang yang memiliki kemampuan khusus.
Dari sejumlah ornamen yang berada di masjid Al-Mashun sebagai objek
penelitian penulis dalam pemilihan struktur objek, sebagaimana pilihan ornamen
tertentu dalam pendataan langsung dan menjadi objek penelitian ini. Adapun
objek ornamen yang penulis pilih adalah ornamen yang memiliki sumber idenya
dari objek-objek yang dapat ditafsirkan pada bentuk-bentuk asal alamiahnya,
kemudian memberikan bagian strukturnya. Demikian halnya dengan ornamen-
ornamen geometris namun tidak menyinggung bentuk asalnya, karena bentuk
geometris bukanlah bentuk alamiah.
Dari pembagian struktur ini terdapat klasipikasi dari satu unit ornamen
yakni objek utama, kreasi pelengkap, ritme, frame.
Objek utama merupakan objek sentral yang didominasi dari seluruh
kapasitas unit ornamen. Seni rupa menyebutnya central point atau titik tumpu.
Kapasitas satu bidang ornamen memiliki sejumlah rangkaian bentuk yang terpadu
dari beberapa komponen bentuk yang ada didalamnya. Diantara seluruh
komponen visual tersebut terdapat vigur atau objek utama yang menjadi pusat
perhatian. Tentunya objek sentral ini merupakan bentuk yang diutamakan sebagai
konsep ide. Berikutnya konsep ide inilah sebagai landasan makna yang
dikehendaki pada ornamen.
Kreasi pelengkap adalah gambar yang bertujuan melengkapi objek utama
di dalam ornamen. Kapasitas ornamen dari sejumlah komponen-komponen bentuk
yang diselaraskan atau dipadukan untuk mendapatkan keindahan bentuknya, objek
utama butuh objek-objek sebagai pendampingnya. Sehingga sentral poin
mendapatkan fokus sebagai peran utama dalam visual. Dengan adanya rangkaian
yang memadu antara objek utama dengan objek pendamping, kelengkapan
ornamen semangkin kuat atau memiliki kwalitas artistik. Terkadang justru kreasi
pelengkap ini secara umum mendominasi bidang, sehingga bagian besar visual
terdapat pada kreasi pelengkap, akan tetapi tetap saja keunggulan objek utama
masih dapat dirasakan.
Ritme atau irama dari gerak visual dapat di lihat melalui alur arah
komponen objek yang terdapat pada ornamen. Setiap ornamen diketahui memiliki
konstruksi bangun yang menandai adanya pondasi atau lantai, tubuh dan puncak.
Ketiga sifat konstruktif ini dimiliki setiap ornamen sehingga kita dapat mengenal
mana lantai dasar atau mana puncaknya dan mana pusarnya. Dengan permainan
ritme terlihat jelas adanya alur gerak atau irama yang dimiliki setiap ornamen.
Didalam teori seni rupa ada beberapa irama yang difahami sebagai kaidah untuk
mendapatkan nilai artistiknya dan sering disebutkan dengan gerak. Gerak-gerak
ini tentunya berupa visualisasi rupa yang dapat dirasakan dari pemahaman bentuk.
Beberapa gerak tersebut adalah memusar, menebar, bergulung, menyilang,
meliuk, menaik, menurun, dan memecah.
Frame atau sering disebut bingkai adalah salah satu komponen yang tidak
terlepas di dalam ornamen. Sebagai batasan bidang frame adalah bertindak selaku
pagar pembatas terhadap sekumpulan objek ornamen. Bingkai ini memiliki sifat
bentuk tersendiri yang terkadang tidak ada memiliki hubungan bentuk yang ideal
dengan sejumlah objek-objek yang telah terpadu pada ornamen. Tetapi karena
sifatnya adalah memagari atau membatasi ruang lingkup ornamen maka bingkai
ini merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari ornamen yang dibatasinya.
Dilain hal frame tersebut bersifat semu atau tidak tampak kelihatan, namun berupa
bayang-bayang kosong yang membentuk sesuatu wujud, sehingga
keberadaannnya masih di anggap ada. Demikian keempat hal klasifikasi
pembagian struktur bentuk ini terhadap ornamen yang tentunya tidak terlepas dari
bahasan pengkajian.
Penulis membuat pengelompokan struktur objek dengan memilih beberapa
bagian ornamen yang hanya memiliki struktur objek saja. Karena sasaran kajian
struktur hanya berupaya mengidentifikasi bentuk dan komponen lain didalam
seluruh kapasitas ornamen pada satu bidang tertentu. Meski kategori ornamen
tidak demikian tetapi penulis berupaya dapat memberikan penjelasan bahwa
ornamen memiliki beberapa bagian yang dapat diklasipikasikan kedalam struktur
bentuk. Maka demikian gambar-gambar di dalam tabel struktur objek ornamen
tidak seperti alur yang dilalui sebagaimana dalam urutan perbagian ornamen.
Tabel 2, struktur objek ornamen
Bentuk ornamen
Struktur objek
Objek ornamen yang ada pada tegel
ini adalah pucuk bunga, yang
diletakkan disetiap sudut siku-siku
tegel. Ketika sejumlah tegel
dipadukan maka objek bunga
menjadi lebih terfokus sehingga
sudut pandang yang tampak
berpusar pada gambar bunga. Objek
pendamping tidak begitu kelihatan
sehingga sentral poin dimiliki objek
utama. Ritme ornamen ini bersifat
memusar. Sedangkan framenya
adalah pembatas potongan pisik
tegel.
Objek ornamen yang ada di tegel ini
berbentuk kuntum bunga, dengan
perpaduan sejumlah tegel terjadi
permainan bidang lingkaran dan segi
empat. Objek pendamping kelihatan
lebih mendominasi ketika adanya
perpaduan tegel. Ritme ornamen ini
memusar. Framenya adalah
pembatas tegel.
Ornamen ini objeknya masih
bermotif flora yang telah
dideformatif, berbentuk kuntum
bunga yang melingkar. Pendamping
sangat sedikit, objek bergerak
dengan posisi berlawanan arah
dengan komposisi simetris.
Ritmenya memisah atau bergerak
dari pusarnya menuju arah
berlainan. Bingkainya semu atau
tidak kelihatan, objek di bentuk
menjadi bidang segi empat wajik.
Ornamen ini berbentuk mata anak
panah atau tombak di isi bentuk
kuntum bunga, objeknya masih
bersumber pada kuntum bunga.
Pendamping objek kontras dengan
lis pembatas sekaligus bingkai objek
lurus berbentuk mata anak panah,
mengarah keatas sebagai ritmenya.
Objek-objek distirilisasikan memadu
pada objek tunggal yang persis
ditempatkan ditengah-tengah
bidang. Kuntum bunga masih
terfokus sebagai objek utama. Objek
pendamping yang diwujudkan
menjadi simetris untuk mendapatkan
keseimbangan, justru lebih
mendominasi. Ritme bentuk
memusar kekuntum bunga,
sedangkan bingkainya membentuk
kesuatu bidang.
Objek utama tidak kelihatan karena
perpaduan elemen memberikan
bentuk menjadi menyatu. Tetapi
perpaduan bentuk ini menjadi
terfokus sehingga kelihatan kontras
dengan pembatas sebagai
bingkainya. Ritmenya saling
menyilang. Bingkai kelihatan kokoh
berbentuk lubang kunci.
Ornamen yang berada di bidang segi
tiga ini didominasi oleh objek
pendamping. Sementara objek
utamanya adalah kuntum bunga
yang tidak berwujud, tampilannya
hadir karena adanya rangkaian
pendamping. Ritmenya saling
menolak ke arah sudut segi tiga.
Bingkainya sangat jelas dengan
garis lurus membentuk segi tiga.
Objek utama dari ornamen ini
adalah kembang bunga dalam
bidang pola lengkung melengkung
sekaligus sebagai pendamping.
Ritmenya merupakan rangkaian
yang berbaris kearah samping
dengan sejajar (horizontal).
Bingkainya adalah bidang dan ruang
bersegi empat.
Objek utama terletak di atas sebagai
mahkota berbentuk bunga, berbagai
kelopak daun distirilisasikan berkait
sebagai pendamping dari arah
bawah sebagai pangkal bunga
menuju arah atas. Daun saling
berkait ini juga merupakan alur
ritme. Dibungkus dengan bingkai
semu berbentuk lubang kunci.
Objek masih terdapat di atas
berbentuk bunga dengan stirilisasi
dedaunan terkait sebagai
pendamping, disini terdapat lantai
kelihatan kokoh dengan corak garis
sejajar membentuk bidang-bidang
segi empat pipih fundamental.
Ritmenya mengarah ke atas.
Sedangkan framenya setengah
lengkungan kecil membungkus
bidang berbentuk lubang kunci.
Objek fokusnya berada ditengah-
tengah yakni bentuk bidang
geometris, pembagian simetris
cenderung lebih formal, sedangkan
pendamping tidak statis sehingga
bidang bersudut di tengah menjadi
lebih kontras. Ritmenya memusar
atau bersentral kebidang bersudut.
Bingkainya terjadi dari seluruh
batasan bentuk objek.
Putik-putik bunga sejajar sebagai
objek utama, pendamping adalah
deformatif dari kelopak daun dengan
komposisi simetris kiri dan kanan.
Bentuk pondasi dari jalinan akar
berkait dibawah mengarah keatas
(ritmenya). Framenya adalah seluruh
elemen membentuk arah garis lurus
sejajar horizontal.
Objeknya berada di bawah
berbentuk kelopak bunga.
Pendampingnya dari stirilisasi
bidang berukir tanpa adanya objek
alamiah. Ritmenya mengarah keatas.
Sedangkan bingkainya dibatasi
terbentuk semu dari sejumlah
elemen objek, dan dibawahnya
hanya garis lurus horizontal
Sentral poin pada lengkung
melengkung kembar yang berada
dikiri dan kanan bidang. Susunan
beberapa kembang arah melingkar
didalam lengkung melengkung,
mengurung satu besar sebagai titik
fokus. Sedangkan pendamping
mengisi ruang kosong dari
percampuran objek bunga dan daun.
Ritmenya memisah atau membelah
ke kiri dan ke kanan. Bidang segi
empat adalah bidang semu sebagai
pembatas objek.
Titik sentral terasa semu, sedangkan
ritme lebih menguasai bentuk
sehingga gerakan arah horizontal
seakan bergerak secara terputus-
putus dalam bentuk bunga-bungaan.
Frame justru tidak kelihatan.
Ornamen ini memiliki permainan
bidang-bidang radius berlantaikan
potongan garis lurus. Objek lebih
kontras berbentuk tiga bunga
diselingi pendamping dua lingkaran
bersudut delapan disisi kiri dan
kanan dalam bidang. Framenya
adalah pembatas bidang yang telah
terbentuk.
Objek utama tidak mendominasi
namun dapat dilihat secara struktur
pembagian letak, diatas pada bidang
lingkaran tentunya adalah sentral
poin, berbentuk kuntum bunga.
Sementara pendamping berbentuk
ulir daun-daun dan bunga-bungaan
mengisi penuh bidang berbentuk
lubang kunci. Framenya pembatas
berbentuk berbentuk lubang kunci.
Lembaran daun mendominasi objek
sehingga terasa dapat terlihat
istimewa dengan pelindung atas
bentuk kreasi geometris. Dua bagian
objek terasa kontras karena
perpaduan radius dan garis bersudut.
Ritmenya mengarah keatas,
sedangkan framenya terbatasi oleh
sejumlah bentuk ornamen daun dan
geometris tersebut.
Kuntum bunga adalah objek
didampingi dengan suplir-suplir
yang saling berangkai disisi kiri dan
kanan. Ritmenya bergelombang naik
turun. Frame lebih terasa bergaris
lurus arah horizontal.
Bentuk wajik atau geometris
bersudut diletakkan ditengah
sebagai sentral poin, pendamping
suplir-suplir atau pucuk daun pakis
yang berpulir serta terkait
mengurung wajik. Ritmenya
memusar atau bergerak kearah
wajik. Framenya adalah pembatas
dari bidang.
Simbol mata angin ini adalah bentuk
geometris dan sekaligus objek
utama. Pendampingnya adalah
bidang lingkaran sebagai ruang
gerak bentuk mata angin tersebut.
Ritmenya bergerak berputar pada
sumbu titik tengah objek.
Sedangkan framenya berbentuk segi
empat.
Objek berbentuk bintang bersudut
delapan ini berperan paling dominan
tanpa pendamping. Ritmenya
memecah atau bergerak menjauh
dari titik sumbu yang berada
ditengah objek. Framenya adalah
segi empat.
Lingkaran-lingkaran dalam bidang
segi tiga kembar berlaianan arah
(simetris), tanpa pendamping.
Ritmenya mengarah keatas.
Framenya adalah segi tiga.
Pengulangan garis-garis patah
membentuk ritme horizontal secara
naik turun lebih mendominasi.
Objek utamanya garis bersudut
berlapis sejajar dan berurut.
Framenya semu berbentuk segi
empat sekaligus sebagai bidang.
Relief kuntum bunga daun ini
berjajar kesamping tidak memiliki
pendamping, sedangkan ritmenya
bergerak lurus arah horizontal.
Sentral poin pada ornamen ini masih
masih bermotif flora didalam kotak
segi empat dengan posisi menyudut,
ketika kotak tersebut disusun objek
utama memiliki ritme memusar.
Pendamping objek adalah kotak
didalam kotak yang sekaligus
menjadi frame, dibagian sela gang
antara kotak, ada bentuk geometris.
Objek bintang yang terdapat pada
sumbu kubah serambi ini adalah
objek utama, sedangkan
pendampingnya adalah efek kembar
dari garis berbentuk bintang saling
menindih.
Objek utama tidak tampak kelihatan,
tetapi objek-objek kecil berbentuk
lingkaran dan wajik secara simetris
dikomposisikan mengisi ruang
dalam bidang berbentuk kubah
sekaligus sebagai framenya.
Ritmenya crosing atau acak.
Objek utamanya lingkaran dengan
garis terputus dan delapan wajik
disetiap sisi lingkaran. Detengah
objek dihiasi sejumlah pola
lingkaran kecil. Ritmenya melingkar
terdapat pada objek. Pendamping
objek bagian dua sisi kiri dan kanan
ada barisan garis terputus mengarah
horizontal sekaligus menjadi frame,
sedangkan disisi dalamnya ada
beberapa motif flora mengikuti alur
frme.
Pengembangan pola geometris
menjadi objek yang tidak memiliki
sentral poin berbentuk mata rantai
saling terkait mengarah horizontal.
Ritmenya bergerak arah horizontal.
Bentuk sekaligus menjadi bingkai.
Bentuk pengembangan geometris
masih padat, pola-pola menyudut
diatur secara simetris sehingga
kelihatan indah. Ritmenya statis
naik turun dan terasa sedikit cepat.
Objek ini tidak memiliki objek atau
pendamping, kemudian framenya
garis kecil disisi kiri dan kanan arah
horizontal.
Cresting ini sering juga disebut gigi-
gigi atau mata gergaji, objeknya
abstrak, pendampingnya ada
dibagian bawah berpola empat segi
kecil berjajar panjang alur ritme
sama arah horizontal dengan objek.
Cresting ini berpola flora berbentuk
pucuk-pucuk pohon.
Pendampingnya adalah pondasinya.
Ritmenya sejajar dengan gerak
kesamping atau horizontal.
Bentuk bunga yang terdistorsi dari
bentuk dasar geometris didalam
lingkaran adalah objek utama.
Kemudian pendamping pucuk-
pucuk pakis dibawah membentuk
kipas. Ritmenya bergulung-gulung
sebagimana frame lingkaran-
lingkaran saling bertindih.
Pola bintang persis ditengah bidang
dengan penggabungan garis-garis
frontal atau lurus senada saling
terangkai dengan garis-garis lain
sebagai pendamping objek.
Ritmenya crosing. Bingkainya
terdapat pada sisi bidang berbentuk
kubah.
Jendela berkisi-kisi ini bermotif
geometris dikomposisikan ditengah
bidang berjumlah tiga bentuk sejajar
arah atas kebawah sebagai objek
utama. Pendampingnya pola-pola
kecil diletakkan disetiap sudut
objek. Ritmenya mengarah keatas
didampingi pembatas garis sebagai
ftame.
Kaca jendela bermotif flora ini lebih
dominan memiliki ritme mengarah
keatas. Objek dan pendamping
persentasi komposisinya sama
sehingga secara keseluruhan gambar
adalah objek utama. Bingkainya
adalah bentuk jendela sendiri.
Sama halnya seperti diatas hanya
saja objek keseluruhan terdapat
pengembangan motif kecil-kecil
sehingga kelihatan lebih rumit.
Perpaduan kotak-kotak saling
berhimpitan ini merupakan
komposisi letak geometris
menyesuaikan bidang utamanya
agar tampak ideal. Objek utama
tidak kentara, karena bentuk yang
sama ditempatkan sejajar. Tetapi
ada panel geometris yang dirapatkan
sehingga kelihatan tampak agak
lebih kuat. Framenya adalah setiap
kotak yang membentuk bidang.
Perpaduan kotak-kotak saling
berhimpitan dan memberikan sudut
disetiap sikunya merupakan
komposisi letak geometris
menyesuaikan bidang utamanya
agar tampak ideal. Objek utama inin
juga tidak kentara, karena bentuk
yang sama ditempatkan sejajar.
Panel geometris yang dirapatkan
sehingga kelihatan tampak agak
lebih kuat. Framenya adalah setiap
kotak yang membentuk bidang.
Relief bermotif flora ini melingkar
mengikuti latarnya berbentuk
setengah lingkaran didampingi pola-
pola lingkaran kecil yang menyatu.
Ritmenya melingkar meski bentuk
objeknya tidak ada tetapi alur arah
gerak dikontrol oleh latar belakang.
Motif berbentuk floris ini
menyeimbangkan kepada ketiga
lingkaran ditopi jendela sehingga
tidak menghadirkan objek untama
yang lebih dominan, motif flora
tersebut justru lebih menjadi
pendamping. Ritmenya bergulung-
gulung sebagaimana mengikuti
lingkaran yang ada. Framenya
adalah sponing pinggiran topi
jendela berelief.
Motif geometris yang ada diatas
pintu masuk masjid cenderung
sebagai pendamping. Ritmenya
memecah dan framenya adalah
sponing relief topi pintu masuk
utama jendela.
BAB V
MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN
5.1 Aspek pisik
Sebagaimana layaknya bahwa benda seni dalam seni rupa merupakan hasil
karya yang diwujudkan (dapat di lihat/disentuh) oleh seseorang. Latar belakang
penciptaan dari karya seni rupa ornamen dikelompokkan pada seni dekorasi yaitu
seni yang bertujuan hanya menambah keindahan dari bidang-bidang tertentu.
Unsur keindahan seni rupa di ukur dari objek seni dan konsep ide nya.
Makna yang dihadirkan sebagai tafsir objek seni sebagai bentuk yang dapat
dipahami. Keindahan pisik terdapat pada kapasitas bentuk atau rupa media yang
telah terjadi perobah bentuk dasar dari bentuk-bentuk alamiah kemudian menjadi
bentuk-bentuk imajiner. Perkembangan bentuk alamiah ini didasari dari
kemampuan seseorang bagaimana mendistorsi atau mengobahnya menjadi sesuatu
bentuk yang di lebih-lebihkan tidak seperti bentuk alam yang sebenarnya.
Akhirnya bentuk-bentuk alam ini diharmonisasikan pada letak bidang-bidang
yang dihehendaki.
Pertimbangan desain menjadi sesuatu yang harus dilakukan, berhubung
dengan bagaimana dan dimana ornamen-ornamen seharusnya diaplikasikan.
Bidang dasar atau tempat ornamen yang akan diterapkan disesuaikan dengan tipe
maupun bentuk ornamen yang akan di buat. Dengan demikian ornamen-ornamen
tersebut mendapat perhatian khusus sebagaimana nilai artistik serta makna bentuk
diperhatikan.
5.1.1 Nilai Artistik
Nilai adalah hasil akhir dari bobot yang ditemukan dari ornamen-ornamen.
Nilai artistik tentunya berhubungan dengan keindahan objek yang dapat di
tangkap (melihat langsung) oleh setiap orang dalam bentuk pisik benda. Rasa seni
(sense of art) sebenarnya sesuatu yang subjektif, karena seseorang memahami
atau merasakan getaran keindahan yang dapat menciptakan seseoarang tersebut
ikut kedalamnya baik secara simpati maupun empati, ditentukan oleh rendah atau
tingginya pencapaian rasa. Karena masalah keindahan adalah pengalaman artistik
setiap orang selama hidupnya mendapatkan pengalaman-pengalaman harmonisasi.
Kesamaan pandangan nilai keindahan tentu saja dapat disamakan secara
garis besar, ini diketahui apabila objek seninya dapat memberikan setiap orang
melihatnya terpukau atau biasa-biasa saja. Tentunya persentasi bentuk di ukur
sebagaimana kapasitas keseluruhan objek yang menjadi perwakilan nilai. Rincian
material yang membentuk objek seni ditemukan beberapa kwalitas di dalam
unsur-unsur yang di sandangnya.
Beberapa unsur yang terkait untuk mendapatkan ketercapaian benda seni
sebagai karya yang berkwalitas, maka unsur-unsur inilah yang menjadi ukuran
stantard umum sehingga siapapun setuju apabila semua orang memberikan
pendapat nilainya sama terhadap benda seni yang sama. Beberapa unsur tersebut
yakni unsur kerumitan raut, komposisi warna, komposisi letak dan kelangkaan
media.
Ketercapaian teknik perupa untuk membuat benda seni secara seksama
dengan memperhatikan setiap sudut objek sehingga tidak menjadi sederhana
kemudian membutuhkan teknik tinggi untuk mencapai hasil yang luar biasa.
Kerumitan ini salah satu keagungan rupa yang dapat memukau sehingga semua
orang mengaguminya.
Warna adalah lapisan pikmen yang melapisi atau mengisi objek.
Bagaimana warna diterapkan secara harmonisasi pada bentuk-bentuk ornamen
dan dasar bidang ornamen sehingga kelihatan indah. Sebutan harmonisasi yaitu
bagaimana isian warna kelihatan serasi dari setiap bentuk dan bidang-bidang
ornamen. Pada umumnya warna apa saja adalah baik, akan tetapi menjadi tidak
sempurna jika salah menempatkannya atau salah mengkomposisikan warna satu
dengan warna yang lain maka hasilnya tidak baik. Harmonisasi warna merupakan
keseraian warna terhadap warna pendampingnya. Sejumlah besar warna memiliki
kesepadanan atau dapat dicocokkan dengan warna lain sehingga mendapatkan
nilai artistik dalam bahasa seni rupa. Meski penulis memakai teori seni rupa dalam
penelitian ini tetapi hanya membatasi lingkup kajian motif dan bentuk pada
ornamentasi yang ada di masjid Al-Mashun. Hanya sengaja untuk mendapatkan
unsur kuat yang ada pada ornamen-ornamen kajian penulis.
Letak atau komposisi utama objek merupakan hal yang paling menentukan
dalam seni rupa. Matra apapun sebagai media, komposisi menjadi perhatian
penting, salah menempatkan bentuk atau objek maka keseluruhan akan menjadi
lemah. Komposisi berperan pada warna, bentuk dan area letak.
Kelangkaan media atau benda seni mendapat keistimewaan pada nilai
artistiknya. Seni akan bernilai apabila benda atau medianya tidak banyak atau sulit
untuk mendapatkannya. Seperti yang terdapat pada benda batu mabel atau marmer
yang didatangkan dari spanyol, ukiran besi, dan tentunya dikerjakan khusus untuk
masjid Al-Mashun.
5.1.2 Makna bentuk
Persoalan makna bentuk tentunya adanya fakta bentuk objek seni yang di
ukur dari imaji atau ide yang tertera pada visul objek, baik rautnya datar,
cembung, cekung, berlobang maupun bertekstur. Kerupaan bentuk bersifat umum
karena objek-objek ornamen diwujudkan atau sengaja diperuntukkan agar dapat di
lihat, memberikan imaj atau kesan mewakili bentuk sesuatu.
Bentuk di buat untuk mendapatkan tafsir umum terhadap objek yang
dijadikan benda seni. Segala ornamen yang ada di masjid Al-Mashun tentunya
memiliki latar belakang penciptaan. Ide-ide atau konsep merupakan landasan
penciptaan, dan hal ini biasanya dipengaruhi benda-benda alamiah di sekitar
perupa. Penulis telah menyinggung teori sosial serta aspek penciptaan seni sebagai
teori seni rupa pada bab sebelumnya bahwa manusia dan lingkungannya memiliki
hubungan penting dalam kehidupannya. Keterikatan inilah manusia peduli akan
kepentingan tanda, bahwa arti bentuk yang diwujudkan merupakan perwakilan
hidup kelompok masyarakatnya.
Kemudian tentang makna sebagaimana penulis menggunakan teori Pierce
membuka tentang makna tanda bahwa realitanya memiliki hubungan alamiah
antara manusia dengan lingkungannya. Pierce menyebut nya sebagai Indeks.
Hubungan kausal atau sebeb akibat bahwa ornamen yang ada pada masjid Al-
Mashun bukanlah sebuah kebetulan dan hanya mencari bentuk keindahan semata.
Rangkaian motif-motif yang tersusun dengan letak dan medianya merupakan
pertimbangan logis dan pilosofis. Sekalipun sultan Makmun Al-Rasyid mungkin
tidak pernah mempertimbangkan atau siapa yang memberikan ide ornamen yang
tepat diletakkan pada bangunan masjid.
Pertimbangan logis tentunya struktur ornamen merupakan wilayah kerja
seni rupa dengan pertimbangan desain dan estetika. Desain sebagai rancang
bangun menggunakan sejumlah rasio tehknis dan media tepat guna. Perancang
harus studi lapangan untuk melihat sejauh apa fungsi dan kegunaan jika sebuah
media diciptakan. Sementara estetika sebagai nilai value yang hanya dapat
ditangkap oleh indra rasa. Seorang desain pun harus dapat menghadirkan citra
kenikmatan mata sehingga sosok media tidak hanya lahir sebagai benda
kronstruktif belaka namun aspek historia atau latar belakang penciptaan sehingga
menjadi karya seni yang harus dipahami sebagai sesuatu yang berjiwa.
Pierce menyebutnya indeks, bahwa sebuah tanda menunjukkan hubungan
langsung sebab akibat. Ornamen masjid Al-Mashun yang ada disetiap tempat
sebagaimana penulis data dan telah dikemukakan pada bab III dan bab IV, maka
sejumlah besar motif ornamen masjid Al-Mashun ini cederung bermotif Floris
atau tumbuhan.
Bentuk floris yang terdapat begitu banyak didalam ornamen masjid Al-
Mashun tentunya ada seperti memiliki ikatan hubungan atau kepentingan. Ikatan
hubungan dirunut atau ditarik sejarah ornamen asli yang ada di masjid Al-Mashun
ini awalnya berasal dari negeri luar seperti Hindia, Spanyol, Turki dan China.
Hubungan dagang dan diplomatik luar negeri cukup baik dijalin oleh Sultan Al-
Rasyid. Meski tercatat bahwa arsitek masjid Al-Mashun adalah T.H Van Erp,
tetapi tetap saja kehendak mutlak oleh Sultan Deli (dari nara sumber).
Seluruh bentuk ornamen tersebut kelihatan memang tidak
mengistimewakan motif yang berasal dari negara tertentu, sehingga kelihatan
tidak terstruktur, misalnya terdapat bentuk ornamen yang paling megah atau
mewah sehingga menjadi prioritas utama. Tetapi penulis menemukan adanya
historia napak tilas terhadap trah atau ras sebagai asal keturunan kesultanan yang
sengaja dihadirkan sebagai simbol keakuan. Bahwa ornamen-ornamen yang
cenderung kelihatan tampak lebih fokus karena letak dan fungsinya menjadikan
objek ornamen tersebut menjadi istimewa. Seperti tempat-tempat utama yang
ditempatkan persis didepan di samping mihrab terbuat dari tembaga dan
berpondasi batu marmer. Berikutnya mimbar kedua letaknya dibarisan belakang
pada Sap wanita (barisan jemaah wanita pada waktu shalat). Kedua mimbar ini
difungsikan ketika melaksanakan shalat jumat.
Hubungan langsung yang lain diartikan sebagai hubungan alamiah antara
manusia dengan sesuatu. Hubungan ini jauh membentuk manusia sehingga terjadi
arah yang disepakati karena adanya kepentingan ideologi. Ornamen-ornamen
yang ada di masjid Al-Mashun lebih banyak bernuansa floris meski ada beberapa
bermotif geometris. Asal ornamen berbentuk floris ini sangat kuat dengan
hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Ada beberapa objek utama yang
tampil hadir berulang ulang dalam beberapa bidang yang berbeda. Objek ini
adalah kuntum bunga. Penulis hanya berupaya mencari bentuk asal dari kuntum
bunga tersebut. Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa objek yang sering hadir
ini adalah Pohon Hayat. Pohon Hayat dalam kepercayaan Hindu yang disebut
Kalpataru, Kalpawreksa atau Parijata (web,dari:Dep.PdanK,1982:172).
Kalpataru melambangkan dunia yang tertinggi meliputi dunia bawah dan dunia
atas. Dengan demikian Lambang Kalpataru dianggap keramat, sebagai sumber
kekayaan dan kemakmuran. Asimilasi pengaruh budaya Hindu terhadap budaya-
budaya yang telah membaur di suku Melayu dan agama Islam Dunia tidak
menjadi hal yang dianggap suatu benturan dengan keyakinan agama Islam.
Kalpataru tersebut dapat juga di tafsirkan kedalam ajaran agama Islam bahwa
hubungan Vertikal antara manusia dengan Tuhannya.
5.2 Aspek sosial
Proses penciptaan dan hasil seni yang dilahirkan adalah sesuatu yang tidak
lepas dari manusia bagaimana berkehendak atas nilai-nilai kehidupan. Kehadiran
ornamen sebagai hasil daya cipta manusia atas pemahaman dalam nilai-nilai
kehidupan secara estetika, disisi lain ada sebuah nilai sebagai sumber yang paling
mengikat. Hubungan kekerabatan dan komunikasi sosial membentuk manusia
menempatkan keistimewaan jati diri merupakan sikap otoritas. Otoritas ini
menunjukkan adanya keakuan yang patut mendapatkan pengakuan oleh setiap
orang. Pengakuan ini merupakan sebuah pernyataan publik bahwa keberadaan
masyarakat yang menjunjung tinggi sebuah kedaulatan, martabat dan
kemanusiaan.
Ornamen tidak sekedar sesuatu yang dinikmati sebagai karya seni, akan
tetapi sebuah ungkapan logis yang dirangkaikan pada kenyataan lingkungan
sosial. Wajar saja kaum petani akan lebih akrab pada sebutir padi dari pada kail
pancing sebagaimana hubungan dari masyarakat pantai. Keistimewaan alam
benda dan lingkungan sekitarnya kepada manusia adalah membawa arti tersendiri.
Banyak latar belakang yang dijadikan sebagai konsep. Muatan konsep ini
memikul berbagai falsafah, yang tidak lain adalah sebuah implementasi sosial
masyarakat tertentu terhadap sesuatu.
Penulis melihat unsur dampak sosial dari aspek visual ornamentasi masjid
Al-Mashun Medan, sebagaimana penulis mengumpulkan data dari beberapa nara
sumber yang di anggap dapat memberikan pernyataan logis sebagai acuan untuk
dapat memahami nilai-nilainya.
Walaupun demikian penulis harus menyimpulkan data terendiri dari
seluruh data yang didapatkan berikutnya menetapkan hasil penelitian sebagai hasil
analisis.
Ada dua aspek sosial yang diberikan penulis sebagai bukti pernyataan
masyarkat terhadap pemahaman tentang ornamen masjid Al-Mashun, yang
pertama adalah kerabat langsung dan masyarakat umum.
5.2.1 Kerabat langsung
Kerabat langsung tentunya adalah pihak kerajaan Istana Maimoon yakni
sebagai petinggi adat suku Melayu Deli yang berhubungan erat dengan masjid Al-
Mashun. Ada beberapa golongan kekerabatan ini menurut penulis dapat dijadikan
sebagai sumber data melalui metode wawancara untuk mendapatkan informasi,
berikutnya sumber pustaka yang didapatkan dari istana Maimoon sendiri.
Golongan yang di maksud adalah golongan pihak keluarga kerajaan
sendiri yakni para ahli waris. Ahli waris merupakan pihak langsung yang paling
dekat dengan leluhur kerajaan Deli. Kesultanan Deli memberikan kekuasaan
secara turun temurun hingga budaya Melayu ini sampai sekarang masih
berlangsung. Ketika seorang Sultan mangkat (meninggal dunia), secara langsung
akan dinobatkan penggantinya dari anak laki-laki kandungnya.
Meski imperium kerajaan Deli hanyalah tinggal menjadi sebuah budaya,
tetapi kebudayaan kerajaan tetap diabadikan sebagai sebuah kehormatan yang
harus dihormati sebagai kearifan budaya. Apalagi hal ini menyangkut sejarah
besar Sumatera Utara dan kerajaan Melayu Deli atau Melayu Medan. Mandat ini
sudah di akui oleh Republik Indonesia ketika kemerdekaan telah di rebut dari
penjajahan Belanda, ketika itu juga kesultanan deli mengakui kemerdekaan dan
menyerahkan sepenuhnya kepada Republik. Kesultanan tetap diakui dan masih
bertanggungjawab atas kerajaan Deli, kemudian dinobatkan sebagai pemegang
Penguasa tertinggi Adat Melayu Deli.
Adanya para pewaris ini kelangsungan budaya tetap terpelihara dan
bertahan hingga kini. Masyarakat di luar kekerabatan Melayu dapat menerima
atau mengakui bukan saja keagungan istana maimoon atau masjid raya Al-
Mashun, tetapi budaya Melayu menjadi salah satu bahagian dari suku-suku yang
ada di wilayah Sumatera Utara yang pernah memiliki sejarah panjang.
Penulis masih menggolongkan satu golongan dengan ahli waris atau
sesepuh kerajaan meskipun tidak bersifat langsung yakni kebanyakan dari para
datuk, tengku, dan tok muda, tetap penulis anggap adalah para pewaris kerajaan.
Karena pejabat-pejabat istana Maimoon yang di beri penghormatan seperti ini
adalah terlibat langsung pada pemeliharaan istana dan masjid sekarang.
Hasil dari wawancara penulis dari beberapa kerabat telah di kutip dan
dikumpulkan, hasilnya dilakukan sebagai sebuah kesimpulan dari aspek sosial
kerabat langsung istana Maimoon.
Ornamen sebagai perwakilan budaya yang tidak sederhana yang terdapat
pada masjid Al-Mashun. Kemegahan dan keindahannya menjadi bahagian penting
dalam kedudukan kesultanan. Visualisasi ornamental dan arsitektur bangunan
masjid merupakan sebuah identitas yang tidak terlepas dari hubungan-hubungan
budaya. Sejumlah ornamen yang telah penulis kelompokkan secara klasipikasi,
terdapat bagian terbesar sebagai perwakilan kuat terhadap kesultanan Deli.
Pertama masjid tentunya sebagai rumah ibadah dari pemeluk agama Islam,
penguasa-penguasa Islam menjadikan masjid tidak sekedar tempat shalat, namun
sebagai sebuah pencitraan (marwah) atau sebagai simbol kebesaran ummat
beragama Islam. Abad pertengahan para ulama dan cendikiawan muslim
keberatan jika masjid di bangun secara spektakuler. Alasan ini atas melawan
hukum (bid’ah), karena pada masa Nabi Muhammad masjid dimanfaatkan secara
efesiensi dan mengutamakan kesederhanaan ketimbang kemegahan.
Terlepas dari wacana para pakar ilmu agama dan ulama muslim tersebut,
bangunan-bangunan masjid megah tumbuh di Indonesia. Arsitektur dan
ornamentasi bergaya dari negeri luar menghiasi di setiap masjid. Salah satunya
adalah masjid Al-Mashun yang didirikan sebagai bentuk simbol kekuasaan dan
keagungan budaya melayu yang berada di tanah deli atau Medan dan sekitarnya.
Dengan latar belakang kekuasaan dan politik serta bentuk keagungan
merupakan simbol kewibawaan sebuah imperium melayu deli. Ketika kejayaan di
bawah Pimpinan Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, istana Maimoon
dan masjid Al-Mashun di bangun sebagai wujud Adidaya dan kemakmuran.
Wujud kemegahan yang berarti sebuah bentuk kekuatan ekonomi dan
karismatik kepemimpinan seorang penguasa. Sultan Al-Rasyid menunjukkan
ketercapaian kemakmuran di bawah pemerintahannya selama kejayaan kesultanan
deli berada di Sumatera Timur (sekarang menjadi Sumatera Utara). Keberhasilan
dagang dan diplomatik luar negeri menunjukkan bahwa beliau adalah seorang raja
yang bijaksana serta disegani.
Disamping itu sultan bukan saja menunjukkan sebesar dan sekuat apa di
bawah pemerintahannya, tetapi karena beliau adalah pemeluk agama Islam
terhormat, maka agama merupakan hal istimewa. Memberikan keagungan
terhadap bangunan tempat shalat merupakan salah satu da’wah (syiar agama).
Dengan demikian seperti yang dapat di lihat dari keagungan masjid Al-Mashun
yang dikenal dengan masjid raya Medan, dari arsitektur sampai pada
ornamentasinya. Dalam konteks penelitian ini penulis tertumpu fokus pada
ornamen saja tanpa melibatkan arsitektur walaupun kedua hal tersebut tidak
terpisahkan dalam konstruksi seni bangunan, sebagaimana alasan penulis yang
telah dikemukakan sebelumnya.
Kedua sejarah sebagai fakta logis untuk mencapai hubungan kuat terhadap
kesultanan deli. Tentunya tidak ada yang dipungkiri bahwa trah (turunan sedarah)
adalah pengikat budaya yang pertama sekali sebagai sumber ideologi. Cikal bakal
sejarah lahirnya kerajaan Deli dititikkan pada kisah seorang gagah perkasa yang
digelari Gocah Pahlawan dengan nama aslinya Yazid merupakan keturunan raja-
raja dari Bukit Mahameru. Berdasarkan hikayat beliau adalah seorang pahlawan
yang menaklukkan kerajaan Haru, berikutnya di angkat sebagai perwakilan Aceh
memerintah di Delitua. Dari sanalah di mulai sejarah nenek moyang budaya
melayu deli yang berada di Medan Sumatera Utara. Tuanku Yazid berasal dari
kota Dhili (Hindia), tidak heran banyak sejarawan menghubungkan kata Deli yang
ada di Medan dengan kota asal Gocah Pahlawan ini.
Sebagai keturunan raja-raja Hindia pemeluk agama Islam, kebangsawanan
kerajaan melayu deli merupakan darah keturunan Hindia. Adanya trah turun
temurun ini berlangsung panjang di kerajaan melayu deli sampai pada berdirinya
istana maimoon, kewibawaan budaya nenek moyang adalah dasar ideologi.
Kemudian masuknya budaya Arab lewat asimilasi dan akulturasi sebagian masuk
menyumbang sebagai budaya melayu deli.
Adanya ideologi konsep terdahulu sebagai sebuah adap penghormatan
kepada leluhur menjadi sebuah budaya yang mengikat sekaligus simbol identitas.
Keindahan ornamen masjid Al-Mashun dihendaki kesultanan untuk memberikan
sebuah wajah budaya. Bentuk pengakuan ini beralasan kuat karena keturunan atau
para pewaris tahta raja-raja melayu deli berasal dari darah Hindia.
Melihat dari bentuk-bentuk serta pengelompokan ornamentasi yang ada di
masjid Al-Mashun, lebih besar berasal dari Negeri Hindia. Dengan demikian
kesultanan ingin menghadirkan nuansa Hindia di masjid Al-Mashun karena
menunjukkan bahwa mereka adalah bangsawan-bangsawan berdarah Hindia
beragama Islam.
5.2.2 Masyarakat umum
Masyarakat umum merupakan pihak luar yang menikmati keindahan
masjid Al-Mashun, tidak ada hubungannya dengan kekerabatan kesultanan deli.
Penulis memilih beberapa praktisi dan pengamat seni sebagai nara sumber yang
penulis anggap layak mendapatkan informasi yang berkompeten.
Berhubung penelitian ini mengkaji tentang bentuk seni rupa, tentunya
keterkaitan teori rupa atau prihal keindahan atau segala sesuatunya yang
berhubungan dengan yang tampak di lihat sebagai standar pengulasan.
Tanggapan dari para pengamat tersebut yang berhubungan dengan
keindahan ornamen masjid Al-Mashun sebagaimana penulis simpulkan adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai seni dekorasi Islam.
Seni dekorasi Islam cenderung diketahui ditemukan pada masjid-masjid.
Berbagai ragam bentuk dan tipe ornamen melekat pada dasarnya untuk mencapai
keindahan agar masjid tampak lebih baik. Namun di balik itu hakekatnya seni
dekorasi tidak hanya memenuhi kebutuhan nilai artistiknya, tetapi tidak lepas dari
bentuk mensyukuri nikmat kepada Allah Subhana Wa Ta’ala. Para pengamat
memberikan tanggapan bahwa keindahan ornamen masjid Al-Mashun tafsiran
bahwa mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya bersih, tetapi juga harus baik
dan indah. Ornamen memeng diperuntukkan kepada manusia agar dapat
menginterpretasikan segala seni khususnya yang berada di setiap masjid hanya
dikarenakan Allah semata.
2. Keagungan budaya Melayu Deli.
Instana Maimoon dan masjid raya atau masjid Al-Mashun Medan
merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan. Awal pembangunan istana
Maimoon dan masjid Al-Mashun satu area kesultanan bersama dengan kolam deli
memiliki satu konsep. Sebagai seorang Sultan Melayu, kebudayaan menjadi salah
satu martabat yang di junjung tinggi. Adat istiadat serta sistem pelaksanaan
pemerintahan di dalam kesultanan merupakan citra budaya melayu. Sebelum
masuknya agama Islam di dalam kerajaan melayu di Sumatera, kebudayaan
melayu masih bersifat paganisme. Berikutnya setelah Islam menjadi agama
mereka, adat istiadat masih berlangsung dilakukan tetapi tidak lagi ada yang
berbau paganisme. Islam melarang keras bentuk yang bersifat syirik
(mensekutukan Allah). Keindahan ornamentasi juga merupakan perwakilan
kebudayaan melayu. Alasan ini berhubung dengan sejarah bangsa-bangsa melayu
dengan masuknya agama Islam yang tidak meninggalkan peraturan adat istiadat
lama yang masih tidak bertentangan dengan ketauhidan. Jadi keagungan
ornamentasi masjid Al-Mashun juga menunjukkan bentuk budaya melayu deli
yang karismatik.
3. Kewibawaan turunan raja-raja Melayu.
Kesultanan adalah sebutan gelar raja-raja Bangsa Arab, menjadi sebutan
dikalangan raja-raja melayu setelah memeluk agama Islam di Indonesia.
Kemegahan Istana Maimoon dan masjid Al-Mashun sebagai simbol kewibawaan
dan kemakmuran dari pemerintahan Sultan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Setiap
dekade pemerintahan kesultanan terjadi perubahan-perubahan pembangunan
kerajaan sebagaimana kepentingan politik ketika itu. Semasa sultan Al-Rasyid
Perkasa Alamsyah merupakan zaman gemilangnya kerajaan melayu deli di
Sumatera Utara. Atas kejayaan ini beliau menunjukkan citra mulia
kebangsawanan lewat bangunan-bangunan kerajaan dan salah satunya kemegahan
masjid Al-Mashun.
4. Kearifan lokal
Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang
patut dibanggakan. Masjid Al-Mashun yang begitu megah dan indah merupakan
salah satu bangunan sejarah yang masih difungsikan oleh masyarakat umum
sebagai tempat shalat. Keberadaan masjid ini masih dipelihara pihak kesultanan
sebagaimana putusan pemerintahan Indonesia ketika kemerdekaan, imperium
kerajaan deli telah menyerahkan sepenuhnya kepada Republik Indonesia. Ketika
itu pula kebangsawanan atau hak adat istiadat masih tetap menjadi preogratif
kesultanan hingga kini. Dengan demikian untuk menjaga kelangsungan dan
mempertahankan budaya maka seluruh bangunan peninggalan kerajaan istana
maimoon di antaranya masjid Al-Mashun masih dalam perawatan pihak
kesultanan dan pemerintah Medan. Sebagai bangsa yang berbudaya mencintai dan
memelihara tradisi dan adat istiadat merupakan bentuk manusia yang
menghormati kearifan nenek moyangnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas mulai dari BAB I sampai dengan BAB V
penulis menganalisis ornamen yang terdapat di masjid Al-Mashun Medan, di kota
Medan Provinsi Sumatera Utara. Dimulai dari masuknya agama Islam, cikal bakal
dan sejarah kesultanan melayu deli, struktur ornamentasi masjid Al-Mashun, dan
kandungan makna ornamen majid Al-Mashun, kemudian menyimpulkannya
secara singkat pada BAB ke VI ini.
Penulis akan menarik kesimpulan terutama kaitan fokusnya analisis ini
sebagai berikut :
(1) Sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera Utara.
a. Sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia memiliki sejumlah
perdebatan pendapat para ahli, akan tetapi banyak menyimpulkan awal
masuknya pada abad 1 H (abad ke 7-8 M) langsung di bawa oleh
bangsa Arab. Daerah yang pertama yang dikunjungi islam adalah
pesisir Sumatera yaitu Aceh. Sebahagian para ahli yang menyatakan
bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M.
Pembuktian itu ditemukannya artefak yang berupa nisan kuburan dari
Samudra Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh yang
berangka tahun 696 H (1297 M), serta sejumlah nisan yang lainnya
dari abad berikutnya. Sumber lain juga mendukung adalah laporan
perjalanan Marco Polo yang singgah di Perlak tahun 1292 M. laporan
ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah terdapat pemukiman
masyarakat Islam di sana.
(2) Cikal bakal dan sejarah kesultanan melayu deli di Sumatera Utara.
a. Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara diwilayah kota
Medan di kenal dengan identitas Melayu Deli memiliki sejarah
panjang dan fenomenal. Keterkaitan hubungan budaya Melayu dengan
agama Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks
Pemerintahan Kerajaan dan serta pola hidup masyarakat disekitarnya.
b. Perperangan Kerajaan Haru dan Aceh terjadi, Sultan Mahmud Iskandar
Muda mengutus seorang Laksmana Paduka Gocah Pahlawan sebagai
Panglima perang dan kerajaan Haru berhasil ditaklukkan. Untuk
memperluas jajaran wilayah kekuasaan Aceh, maka ditempatkanlah
Paduka Gocah Pahlawan untuk memimpin daerah perwakilan Wali
Negeri sebagai Raja Kesultanan Deli Pertama, wilayahnya dari
Tamiang hingga Rokan. Pada tahun 1669. Dan sampai akhirnya
berdirinya istana Mimoon dan masjid Al Mashun pada masa
Pemerintahan Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsayah.
(3) Struktur ornamen masjid Al-Mashun.
a. Struktur ini memberikan penjelasan tentang bentuk dan letak ornamen
pada area tertentu pada masjid Al-Mashun Medan. Dimulai dari
memberikan gambar ornamen, material serta tempat dimana ornamen
tersebut diaplikasikan, dan menjelaskan tipe dimensionalnya seperti
relief rendah atau relief tinggi, tekhnik cetak dan lain sebagainya.
b. Ada juga struktur dari bentuk objek. Dari sejumlah elemen yang
membangun ornamen terdapat beberapa unsure bentuk-bentuk yang
dapat diuraikan atau diketahui satuan bentuk tunggalnya sehingga
terdapatlah objek utama dan objek pendamping sekaligus memberikan
penjelasan ritme atau alur irama arah bentuknya.
(4) Kandungan makna ornamen majid Al-Mashun.
a. Penjelasan ini tentu inti sari dari hasil penelitian ini sebagaimana
konsep judul analisis karakteristik ornamen di masjid Al-Mashun
Medan. Penulis menemukan beberapa pernyataan sekaligus
menyimpulkan hasil dari rincian telaah analisis ini. Serangkaian
ornamen yang terletak pada setiap bangunan yang ada di kompleks
masjid Al-Mashun Medan kemudian terkumpulkan menjadi sebuah
kebulatan arti untuk dapat memaknai ornamen masjid raya atau masjid
Al-Mashun. Ada dua pandangan penting yang penulis temukan dari
pemahaman makna terhadap ornamen tersebut yaitu berhubungan
dengan teori Pierce bahwa simbol yang sering muncul pada bidang-
bidang lain bermotif kuntum bunga yang penulis simpulkan dengan
Pohon Hayat (kalpataru) sebagaimana kepercayaan agama Hindu yang
tentunya mempengaruhi budaya Melayu Deli. Kemudian ada beberapa
pendapat dari aspek sosial, yang pertama adalah dari kerabat langsung
yang kedua adalah masyarakat umum.
b. Kerabat langsung, adanya ideologi konsep terdahulu sebagai sebuah
adap penghormatan kepada leluhur menjadi sebuah budaya yang
mengikat sekaligus simbol identitas. Keindahan ornamen masjid Al-
Mashun dihendaki kesultanan untuk memberikan sebuah wajah
budaya. Bentuk pengakuan ini beralasan kuat karena keturunan atau
para pewaris tahta raja-raja melayu deli berasal dari darah Hindia.
Melihat dari bentuk-bentuk serta pengelompokan ornamentasi yang
ada di masjid Al-Mashun, lebih besar berasal dari Negeri Hindia.
Dengan demikian kesultanan ingin menghadirkan nuansa Hindia di
masjid Al-Mashun karena menunjukkan bahwa mereka adalah
bangsawan-bangsawan berdarah Hindia beragama Islam.
c. Masyarakat umum, pemahaman makna dari sejumlah pemerhati
budaya dan seni dari kota Medan dan sekitarnya memberikan
pernyataan terhadap nilai kandungan ornamen di masjid Al-Mashun
Medan. Nilai pertama ada pada sejarah seni dekorasi Islam, kedua
adalah keagungan budaya melayu deli, ketiga Kewibawaan turunan
raja-raja melayu dan terakhir adalah Kearifan lokal.
6.2 Saran
Banyak harapan penulis ketika dalam proses penelitian ini telah melihat
dan memahami serangkaian aspek yang lahir oleh citra nuansa keindahan
ornamen masjid Al-Mashun Medan. Kemudian harapan tersebut menjadi sebuah
saran yang dapat dipertimbangkan demi kelangsungan pemeliharaan Situs-situs
sebagai peninggalan warisan leluhur Bangsa Indonesia yang patut dikenal,
dilindungi dan dijaga khususnya masjid Al-Mashun yang berada di Medan
Provinsi Sumatera Utara. Saran-saran ini tentunya disampaikan pada pihak-pihak
yang paling berkompeten dan seluruh masyarakat Indonesia. Pihak-pihak yang
berkompeten tersebut adalah :
a). Mayarakat Suku Melayu, bahwa nilai kearifan yang berada pada keindahan
ornamen masjid Al-Mashun sebagai tanda bahwa kesenian Dunia yang melekat
pada bangunan masjid Al-Mashun telah menjadi bagian kesenian suku Melayu.
Hubungan yang telah mengikat ini karena Masjid sebagai tempat ibadah umat
agama Islam, segala sesuatu yang diperbolehkan dalam bagian masjid merupakan
milik bersama suku Melayu, sehingga ragam corak kesenaian asing yang telah
disadur atau disesuaikan dengan kepentingan adat istiadat Melayu akan menjadi
milik suku Melayu. Dengan demikian masyarakat Melayu harus dapat memahami
seutuhnya akar tradisi yang sumbernya ada dari beberapa pengaruh kesenian
Dunia yang telah disesuaikan dengan agama Islam menjadi milik masyarakat
Melayu.
b). Instansi Pemerintah, sayogyanya Pemerintah harus banyak mempersiapkan
mekanisme kelangsungan kebudayaan serta menjaganya demi mempertahankan
harta warisan nenek moyang yakni nilai-nilai ideologi yang terwujud dalam segala
bentuk kesenian. Dalam hal ini adalah keelokan rupawan ornamentasi yang berada
disetiap sudut masjid Al-Mashun. Kekewatiran akan terjadinya pemunahan berupa
informasi ilmiah terhadap sejarah maupun artefak-artefak dan situs sebagai bentuk
napak tilas kebudayaan sekarang, maka sebaiknya menyegerakan diskusi serius
dengan melibatkan para cendikiawan, sejarawan, antropolog, kaum pelajar dan
pertisipan untuk menggalang dan menciptakan buku sebagai data akurat.
c). Instansi Pendidikan, kelangsungan budaya ditentukan oleh sejumlah orang
yang menggulirkan ilmu pengetahuan sebagai institusi resmi kepada masyarakat,
tentunya dalam hal ini adalah Sekolah atau Institusi Pendidikan. Siswa dan
Mahasiswa merupakan pihak terpelajar yang pertama menerima langsung
informasi keilmuan yang diterima dari dalam Pendidikan. Kebudayaan yang
bergulir dari dunia Pendidikan dilalui dengan proses transformasi ilmiah. Instansi
Pendidikan harus dapat membuka seluas-luasnya wilayah informasi keilmuan
terhadap kebudayaan daerah khususnya budaya Melayu Deli di daerah kota
Medan. Kebijakan dalam bentuk segala versi untuk membangun motivasi
terhadap gairah kaum muda untuk mempelajari budaya Melayu di dunia
Pendidikan khususnya mengenal ornamen Melayu dan mengenal situs
peninggalan sejarah yang masih dapat berdiri.
d). Masyakat umum, seluruh lapisan masyarakat sebagai manusia yang
berbudaya tentunya menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat sebagai salah satu
yang patut dibanggakan dimata Dunia. Dunia mengenal bangsa Indonesia adalah
bangsa yang tegak berdiri dengan sebuah kehormatan yang bermartabat yang tak
lain adalah memiliki kebudayaan. Dengan keindahan ornamen masjid Al-Mashun
sebagai salah satu kesenian yang telah menjadi milik suku Melayu Deli, maka
sudah pantaslah kita turut berbangga karena Negara yang kita cintai ini banyak
memiliki bentuk dan jenis kesenian yang merupakan harta warisan yang patut
dihormati atau sekaligus disyukuri, karena bagaimanapun kita berada turut
didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Wiranata, I Gede, 2011, antropologi budaya, Bandung : PT. Aditya Bakti
Amir Piliang, Yasraf, 2012, semiotica hipersemiotika, Bandung : Matahari
Azmi, 2012. rumah panggung melayu deli, Medan : Unimed Press
Baiduri, Ratih, 2012, masjid raya al ma’shun medan, Yogyakarta : Eja Publisher
Bangun, Sem C, aplikasi estetika dalam seni rupa, Jakarta : IKIP Jakarta Perss
Bastomi, Suwaji, 1992, wawasan seni, Semarang : IKIP Semarang Press
Cobley, Paul dan Jansz, Litza,2002, semiotic for beginners, terjemahan Ciptadi
Sukono,Bandung : Mizan
Danandjadja, james, 1986. foklor Indonesia, Jakarta : Pustaka Grafitipers
Ekoprawoto, amran, 2005. ornamen sebagai sumber inspirasi karya cendera mata,
Medan : Makalah
Ekoprawoto, amran, 2008. kedalaman spiritual Islam dalam karya seni rupa, Medan :
Makalah
Ekoprawoto, amran, 2014. ornamen tradisional batak sumber inspirasi karya cendera
mata, Bogor : Makalah
Endraswara, Suardi, 2006, metodologi penelitian kebudayaan, Yogyakarta, Gadjah Mada
Universitas Press
Fakih,Mansour, seni rupa penyadaran moelyono,Yogyakarta,1997
Hariwijaya, M., 2006. pedoman tehnis penulisan karya ilmiah,Yogyakarta : Citra Pustaka
Hariyono,P, pemahaman kontekstual tentang ilmu budaya dasar,Yogyakarta 1996
Juliet,Corbin, Strouss, Anselm, dasar-dasar penelitian kualitatif,Yogyakarta 2003
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003, nilai-nilai luhur budaya spritual, Jakarta
Koentjaraningrat, 1987. sejarah antropologi I, Jakarta : UI-Press
Koentjaraningrat, 1990. sejarah antropologi II, Jakarta : UI-Press
Levine, Peter, 2012.nietzsche potret besar sang filsuf, alih bahasa Ahmad Saidah,
Jogjakarta : IRCiSoD
Marsden, William, 2013, the history of sumatra, cetak ulang, Jakarta : Komunitas Bambu
Nonki, Bang, asal-usul bangsa belayu, blog : Internet
Sobur, alex, 2004. semiotika komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Web.Internet
Wong, Wucius, 1986, beberapa asas merancang dwimatra, terjemahan Drs. Adjat Sakri,
M.Sc, Bandung : ITB
Wong, Wucius, 1989, beberapa asas merancang trimatra, terjemahan Drs. Adjat Sakri,
M.Sc, Bandung : ITB
Zafar Iqbal, Muhammad, kafilah budaya, Jakarta 2006
LAMPIRAN
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : H. Ulumuddin
Pekerjaan : Ketua BKM Masjid Al-Mashun Medan
Umur : 48 Tahun
Alamat : Medan
2. Nama : Tengku Sahar
Pekerjaan : Juru kunci Istana Maimoon
Umur : 61 Tahun
Alamat : Kompleks Istana Maimoon
3. Nama : Hj. Adriani
Pekerjaan : Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Medan
Umur : 46 Tahun
Alamat : Medan
4. Nama : Sastra Gunawan
Pekerjaan : Budayawan
Umur : 58 Tahun
Alamat : Tanjung balai
5. Nama : Amran Eko Prawoto
Pekerjaan : Seniman
Umur : 58 Tahun
Alamat : Bogor
6. Nama : H. Sutomo
Pekerjaan : Pengurus lapangan masjid Al-Mashun Medan
Umur : 50 Tahun
Alamat : Medan