ANALISIS KANDUNGAN Mg/Ca DALAM SKELETON KARANG …repository.ub.ac.id/135909/1/Kahindra Donny...
Transcript of ANALISIS KANDUNGAN Mg/Ca DALAM SKELETON KARANG …repository.ub.ac.id/135909/1/Kahindra Donny...
ANALISIS KANDUNGAN Mg/Ca DALAM SKELETON KARANG Porites lutea
SEBAGAI PROKSI SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KONDANG
MERAK, KABUPATEN MALANG
LAPORAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh :
KAHINDRA DONNY ANGGARA
NIM. 125080601111057
HALAMAN JUDUL
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
ANALISIS KANDUNGAN Mg/Ca DALAM SKELETON KARANG Porites lutea
SEBAGAI PROKSI SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KONDANG
MERAK, KABUPATEN MALANG
LAPORAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh :
KAHINDRA DONNY ANGGARA
NIM. 125080601111057
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
iii
PERNYATAAN ORISINILITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Kahindra Donny Anggara
NIM : 125080601111057
Prodi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tulisan laporan skripsi ini
merupakan hasil karya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak pernah
terdapat tulisan, pendapat atau bentuk lain yang telah diterbitkan oleh orang lain
kecuali tertulis dalam laporan ini di Daftar Pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan Skripsi ini
hasil jiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 6 Januari 2017
Penulis
Kahindra Donny Anggara
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan rasa syukur yang teramat dalam atas selesainya Laporan Skripsi
ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT karena atas nikmat dan karunianya pelaksaan dan
penyelesaian Laporan Praktik Kerja Magang dapat diselesaikan dengan
baik.
2. Kedua motivator terhebat di dunia, Daddy dan Mama yang selalu
mendoakan anaknya yang terbaik, yang medukung dalam moral dan
moril
3. Buat adik-adik tercinta Syahreza Diva Dwitama dan Kinanti Maya Astrini
4. Bapak Oktiyas Muzaky Luthfi, ST., M.Sc sebagai dosen pembimbing
Skripsi yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dalam penulisan
dan dalam pemilihan topik
5. Bapak Dr. Ali Arman, MT sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan senang hati, berbagi pengalaman dan memberikan
masukan-masukan. Mohon maaf pak BATAN jadi rame gara-gara kita.
6. Ibu Nurin Hidayati, ST., M.Sc sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan agar laporan yang dibuat lebih baik lagi
7. Ibu Citra Satrya Utama Dewi, S.Pi., M.Si sebagai dosen penguji yang
telah memberikan banyak catatan untuk diperbaiki pada penulisan
laporan ini
8. Mas Untung, Mas Adit dan Mas Aceng, Staffnya pak Ali yang senantiasa
selalu membantu dengan sepenuh hati.
9. PAIR BATAN, Lab Kelautan Bidang Industri dan Lingkungan yang telah
memfasilitasi dan merasakan bagaimana bekerja didalam lab dengan
segala alat yang baru kita perawanin.
10. Siddiq Pratomo Al Idrus sebagai teman bukan sembarang teman sebagai
tempat bertukar pikiran sehingga menemukan solusi dari penelitian ini.
Pakcik makasih banyak yaaa, ane tanpa ente apalahhh
11. Maulana Abd dan Sigit RJ alias Okom yang kalo ngga ada lo ngga rame
12. Agung dan Rijal yang melengkapi kerangka pemikiran dalam proyek
penelitian ini.
13. Keluarga Ilmu Kelautan 2012 yang telah bersedia menjaga penghangat
dan keluarga kedua.
v
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi yang berjudul “ANALISIS KANDUNGAN Mg/Ca DALAM
SKELETON KARANG Porites lutea SEBAGAI PROKSI SUHU PERMUKAAN
LAUT di PERAIRAN KONDANG MERAK, KABUPATEN MALANG” dengan
harapan laporan ini dapat memberikan informasi yang lebih bagi para pembaca.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
pada Program Studi Ilmu Kelutan, Universitas Brawijaya, Malang.
Laporan ini terbagi dalam 5 Bab, dimana Bab 1 membahas tentang
ringkasan pengertian suhu permukaan laut, karang porites lutea, pendugaan
suhu masa lampau dan paleoklimatologi. Bab 2 membahas tentang tinjauan
pustaka yang mendasari penelitian. Bab 3 membahas tentang metode
pelaksanaan skripsi seperti, lokasi dan stasiun tempat penelitian, waktu
pelaksanaan, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data. Bab 4
menerangkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dan bab 5 sebagai
kesimpulan.
Malang, 6 Januari 2017
Penulis
vi
RINGKASAN
Kahindra Donny Anggara. Skripsi tentang Analisis Kandungan Mg/Ca dalam
Skeleton Karang Porites lutea Sebagai Proksi Suhu Permukaan Laut di Perairan
Kondang Merak, Kabupaten Malang. Dibawah bimbingan Oktiyas Muzaky
Luthfi dan Ali Arman
Perubahan suhu secara global khususnya suhu permukaan laut penting untuk dipelajari, untuk membentuk suatu model prediksi iklim pada masa yang akan datang. Salah satu karang yang dapat digunakan yaitu karang jenis porites. Karang Porites sp sering digunakan dalam menentukan studi perubahan iklim hal ini dikarenakan karang ini memiliki koloni yang besar dan annual band yang berbeda serta annual band yang terlihat nyata dibanding dengan karang masif lainnya, serta dapat tumbuh selama ratusan tahun. Maka dari itu banyak dilakukan penelitian tentang perubahan iklim dengan melihat annual band pada karang. Kandungan geokimia dalam karang modern, yaitu Mg/Ca dikenal sebagai proksi suhu. Peneliti-peneliti terdahulu telah membuktikan bahwa Mg/Ca dalam karang modern terdapat rekam jejak suhu di lingkungan sekitarnya. Perairan Kondang Merak meiliki karakteristik sebaran karang Porites lutea yang banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Mg dan Ca berikut rasio Mg/Ca yang terdapat dalam skeleton karang Porites lutea dan mengetahui seberapa kuat signifikan karang Porites lutea menjadi proksi suhu permukaan laut berdasarkan rasio Mg/Ca.
Penelitian dilakukan di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan. Penentuan Perairan Kondang Merak sebagai lokasi penelitian karena perairan ini langsung menghadap ke lautan lepas yaitu Samudera Hindia, sehingga sirkulasi air laut terus berlangsung dan untuk menghindari kontaminasi dampak dari daratan. Pengambilan sampel karang berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kriterianya yaitu sampel karang berkondisi baik dan memiliki diameter 30-50 cm Sampel karang diambil di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan memiliki diameter antara 13 cm hingga 30 cm karang kemudian dilakukan proses bleaching dan dikeringkan, setelah kering dilakukan pemaparan sinar-X untuk melihat annual band. Metode preparasi pada penelitian ini mengacu pada penelitian Watanabe (2001) dan Mitsughuci (1996). Preparasi sampel meliputi pemilihan direction growth, pemotongan sampel, pembersihan sampel, proses miliing sampel, penimbangan sampel dan pelarutan sampel. Sampel yang telah dilakukan preparasi kemudian dianalisis dengan menggunakan ICP-OES untuk menghitung kandungan Mg dan Ca.Pengambilan data suhu dari citra satelit Aqua Modis dengan resolusi bulanan dengan luas cakupan 4x4 kilometer.
Hasil rasio Mg/Ca kemudian dianalisis hubungannya dengan data suhu permukaan laut. Hasil Rasio kandungan Mg/Ca dalam sampel karang nilai terkecil adalah 3,18 mmol/mol dan nilai tertinggi adalah 4,78 mmol/mol. Berdasarkan hasil rasio Mg/Ca dengan hasil foto sinar-X menunjukkan bahwa umur karang dimulai dari awal proses milling adalah 9 tahun 1 bulan. Hasil Regresi antara rasio Mg/Ca dengan suhu permukaan laut memiliki nilai R2 = 0,402. Berdasarkan hasil regresi tersebut suhu permukaan laut mempengaruhi rasio kandungan Mg/Ca namun tidak signifikan .
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................................................... iii UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v RINGKASAN ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 2.1 Paleoklimatologi ......................................................................................... 5
2.2 Terumbu Karang ........................................................................................ 6
2.3 Kalsifikasi Karang ....................................................................................... 7
2.4 Magnesium................................................................................................. 9
2.5 Magnesium dalam Karbonat ..................................................................... 10
2.5 Suhu Permukaan Laut ............................................................................. 10
2.6 ICP-OES ................................................................................................. 11
3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 13 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 13
3.2 Prosedur Kerja Penelitian ......................................................................... 14
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 16
3.3.1 Alat Penelitian .................................................................................... 16
3.3.2 Bahan Penelitian ................................................................................ 18
3.4. Penentuan Lokasi Penelitian ................................................................... 20
3.5 Pengambilan Sampel Karang Porites lutea .............................................. 20
3.6 Proses Bleaching ..................................................................................... 21
3.7 Radiografi Sinar-X .................................................................................... 21
3.8 Analisa Umur Karang ............................................................................... 22
3.9 Preparasi Sampel ..................................................................................... 23
3.9.1 Pemilihan Direction Growth ................................................................ 23
viii
3.9.2 Pemotongan Sampel Karang ............................................................. 23
3.9.3 Pembersihan Sampel ......................................................................... 24
3.9.4 Proses Milling Sampel ....................................................................... 25
3.9.5 Penimbangan Sampel ........................................................................ 27
3.9.6 Pelarutan Sampel .............................................................................. 28
3.10 Analisis Kandungan Mg/Ca dengan ICP-OES ........................................ 29
3.11 Pengambilan Data Suhu Permukaan Laut .............................................. 31
3.12 Data Analsis Rasio Kandungan Mg/Ca dan Suhu Permukaan Laut ........ 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 33 4.1 Hasil ......................................................................................................... 33
4.1.1 Kondisi Umum Perairan Kondang Merak ........................................... 33
4.1.2 Hasil Pemaparan Radiografi Sinar-X ................................................. 34
4.1.3 Running ICP-OES .............................................................................. 35
4.1.4 Rasio Kandungan Mg/Ca ................................................................... 36
4.1.5 Kisaran Umur Karang ........................................................................ 38
4.1.6 Suhu Permukaan Laut Perairan Kondang Merak ............................... 38
4.1.7 Rasio Mg/Ca dengan Suhu Permukaan Laut ..................................... 40
4.1.8 Hasil Analisa Regresi ......................................................................... 40
4.1.9 Perbandingan Dengan Penelitian Lain ............................................... 41
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 43
4.2.1 Kisaran Umur Porites lutea ................................................................ 43
4.2.2 Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Mg/Ca .............................. 43
4.2.3 Hasil Regresi ..................................................................................... 45
5. PENUTUP .................................................................................................. 47 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 47
5.2 Saran ....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48 LAMPIRAN ........................................................................................................ 53
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat-alat Penelitian ............................................................................... 16 Tabel 2. Bahan-bahan Penelitian ....................................................................... 18 Tabel 3. Konsentrasi Ca, Sr, Mg, Ba dan Mn untuk Larutan Standar ................. 30 Tabel 4. Kalibrasi Mg/Ca - Suhu Permukaan Laut Penelitian Lainnya ................ 42
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerja ICP-OES ..................................................................... 12 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ...................................................................... 13 Gambar 3. Diagram Penelitian ........................................................................... 15 Gambar 4. Tiga Bagian Pemotongan Sampel Karang ....................................... 24 Gambar 5. Diamond Shaw untuk Memotong Karang ......................................... 24 Gambar 6. Milling Machine ................................................................................ 25 Gambar 7. Software Match3mill ......................................................................... 26 Gambar 8. Formula untuk Menjalankan Milling Machine .................................... 26 Gambar 9. Mata Bor 5 mm ................................................................................ 27 Gambar 10. Mata Bor 1 mm .............................................................................. 27 Gambar 11. Ilustrasi Penggerusan Sampel........................................................ 27 Gambar 12. Timbangan Digital SARTORIUS ..................................................... 28 Gambar 13. ICP-OES ........................................................................................ 30 Gambar 14. Hasil Pemaparan Radiografi Sinar-X dari Kondang Merak (KM3) .. 34 Gambar 15. Garis Direction Growth ................................................................... 35 Gambar 16. Kurva Regresi Mg285.213 (118) .................................................... 36 Gambar 17. Kurva Regresi Ca373.690(90) ........................................................ 36 Gambar 18. Rasio Mg/Ca .................................................................................. 37 Gambar 19. Plot Rasio Mg/Ca dengan Hasil Foto Sinar-X ................................. 38 Gambar 20. Grafik Suhu Permukaan Laut Desember 2013 - November 2004 .. 39 Gambar 21. Grafik Rasio Mg/Ca- SPL ............................................................... 40 Gambar 22. Hasil Regresi .................................................................................. 41 Gambar 23. Slope Kalibrasi Penelitian Sebelumnya .......................................... 42
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Pengolahan ICP-OES .................................................. 53 Lampiran 2. Tabel Data Suhu Permukaan Laut ................................................. 58 Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ................................................... 63 Lampiran 4. Surat Izin Penelitian ....................................................................... 64
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan perubahan pola perilaku iklim dalam kurun
waktu yang panjang yang terjadi secara alamiah (NOAA, 2007). Perubahan iklim
disinyalir akibat kegiatan manusia. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
penyebab natural juga berpengaruh terhadap terjadinya perubahan iklim.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007
menegaskan bahwa selama 8.000 tahun terakhir, dan tepat sebelum
industrialisasi pada tahun 1750, konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat hanya
20 ppm. Konsentrasi CO2 di atmosfer pada tahun 1750 adalah 278 ppm, dan
meningkat menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Guldberg et al., (2007),
memperkirakan konsentrasi CO2 pada atmosfer akan mencapai 500 ppm dan
suhu global akan meningkat 2oC pada tahun 2050-2100. Pemasasan global dan
pengasaman akan mempengaruhi akresi karbonat sehingga mengurangi
keberagaman dari karang. Peningkatan suhu yang tinggi juga menyebabkan
terjadinya pemutihan karang. Hal tersebut menjelaskan bahwa adanya
keterikatan antara karang sebagai biota alam dengan perubahan suhu secara
global.
Penyebab pemutihan terumbu karang antara lain adalah karena tingginya
suhu air laut yang tidak normal, tingginya tingkat sinar ultraviolet, kurangnya
cahaya, tingginya tingkat kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit, kadar garam
yang tidak normal dan polusi. Mayoritas pemutihan karang secara besar besaran
dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan
suhu permukaan laut (SPL) dan khususnya pada HotSpots. HotSpot adalah
daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu
2
tertinggi pertahun dari rata-rata selama 10 tahun) di lokasi tersebut. Apabila
HotSpot dari 1°C diatas maksimal tahunan bertahan selama 10 minggu atau
lebih, pemutihan pasti terjadi (Guldberg, 1999). Menurut Santoso (2006),
Mekanisme terjadinya pemutihan terumbu karang adalah karena terganggunya
metabolisme zooxanthellae, alga yang bersimbiosis pada terumbu karang yang
merupakan tempat bergantungnya polip karang untuk mendapatkan makanan
dalam berfotosintesis. Mekanisme terjadinya pemutihan terumbu karang adalah
karena terganggunya metabolisme zooxanthellae, alga yang bersimbiosis pada
terumbu karang yang merupakan tempat bergantungnya polip karang untuk
mendapatkan makanan dalam berfotosintesis.
Perubahan suhu secara global khususnya suhu permukaan laut penting
untuk dipelajari, untuk membentuk suatu model prediksi iklim pada masa yang
akan datang. Suhu permukaan laut dan salinitas merupakan parameter iklim
yang penting. Saat ini ketersediaan data pengukuran dari keduanya hanya
sampai puluhan tahun lampau. Model prediksi iklim dan keperluan adaptasi iklim
yang lebih akurat diperlukan data parameter iklim dalam skala waktu yang
panjang. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan data proksi
geokimia karang. Karang modern (karang yang masih hidup) dapat digunakan
untuk rekonstruksi iklim sampai ratusan tahun lampau (Cahyarini et al., 2009).
Salah satu karang yang dapat digunakan yaitu karang jenis Porites.
Karang Porites sering digunakan dalam menentukan studi perubahan iklim hal ini
dikarenakan karang ini memiliki koloni yang besar dan annual band yang
berbeda serta annual band yang terlihat nyata dibanding dengan karang masif
lainnya, serta dapat tumbuh selama ratusan tahun. Maka dari itu banyak
dilakukan penelitian tentang perubahan iklim dengan melihat annual band pada
karang. Annual band ini dapat terlihat dengan dibantu dengan penyinaran
dengan menggunakan sinar- X setelah itu dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
3
untuk mengetahui keadaan perubahan iklim seperti penambahan data suhu dan
salinitas agar hasilnya lebih objektif (Cobb et al., 2003).
Kandungan geokimia dalam karang modern, yaitu Mg/Ca dikenal sebagai
proksi suhu. Peneliti-peneliti terdahulu telah membuktikan bahwa Mg/Ca dalam
karang modern terdapat rekam jejak suhu di lingkungan sekitarnya (Mitsuguchi et
al., 1996 : 2002 ; Watanabe et al., 2001). Dalam ini dilakukan analisa hubungan
antara suhu permukaan laut dengan rasio Mg/Ca dalam karang Porites lutea di
perairan Kondang Merak, Kabupaten Malang.
Kondang Merak berada pada bagian selatan Jawa yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki karakteristik perairan
dengan arus dan gelombang yang besar. Karakteristik perairan yang seperti itu
memberikan banyak nutrien dan oksigen terlarut secara relatif. Karang massif
mendominasi di perairan Kondang Merak. Porites sp adalah salah satu jenis
karang yang paling mendominasi di perairan Kondang Merak, karena Porites sp
dapat beradaptasi dengan pasang surut perairan dibandingkan dengan jenis
massif lainnya (Luthfi, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Perubahan iklim yang akhir-akhir ini hangat diperbincangkan membentuk
kerangka pemikiran bagaimana caranya untuk mengetahui perubahan iklim pada
kurun waktu yang sangat panjang. Suhu merupakan faktor penting untuk dapat
melihat terjadinya perubahan iklim. Salah satu cara mengukur suhu masa
lampau yaitu dengan menggunakan karang sebagai indikator yang merekam
perubahan suhu lingkungan disekitarnya. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapakah kandungan Mg/Ca yang terkandung dalam karang
2. Bagaimana kandungan Mg/Ca dapat memproyeksikan suhu permukaan
laut
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Rasio kandungan Mg/Ca yang terdapat dalam skeleton karang Porites
lutea
2. Kemampuan karang Porites lutea menjadi proksi suhu permukaan laut
berdasarkan rasio kandungan Mg/Ca.
1.4 Manfaat Penelitian
Isu mengenai perubahan iklim secara global yang sudah semakin sering
dibicarakan oleh publik. Terutama terjadi pada perubahan suhu yang semakin
bertambah tahun semakin meningkat suhunya. Untuk mempelajari perubahan
suhu yang semakin meningkat tersebut bisa kita gunakan karang sebagai bahan
alami yang merekam perubahan suhu dari kandungan Mg/Ca didalamnya
sebagai proxy suhu, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
memberikan data dan informasi mengenai perubahan suhu di wilayah kajian.
Informasi yang didapatkan melalui penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan dan juga pembanding untuk mendeteksi perubahan suhu pada
masa lalu di wilayah kajian yang lain sehingga menjadikan database perubahan
suhu masa lalu di wilayah kajian yang lain.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paleoklimatologi
Paleoklimatologi adalah studi iklim yang terjadi sebelum periode
pengukuran dengan instrumen. Instrumen yang saat ini digunakan hanya
mencatat sebagian kecil dari rentang sejarah iklim bumi sehingga tidak
memberikan perspektif yang memadai untuk variasi dan evolusi iklim. Studi
fenomena alam merupakan dasar dari paleoklimatologi dalam mendapatkan data
historis iklim. Catatan yang lebih rinci tentang fluktuasi iklim masa lalu lebih dapat
diandalkan untuk mengindentifikasi penyebab dan mekanisme perubahan
variabilitas iklim. Jadi, data iklim bumi memberikan dasar untuk pengujian
hipotesis tentang penyebab perubahan iklim. Hanya ketika fluktuasi iklim masa
lalu dipahami akan mungkin untuk sepenuhnya mengantisipasi atau meramalkan
variasi iklim di masa depan (Bradley, 1999).
Studi Iklim masa lalu (paleoklimatologi) ditunjang dengan pemahamannya
terhadap jenis data yang tersedia dan metode yang digunakan dalam analisis
iklim masa lalu tersebut. Kemudian harus memahami kesulitan yang terkait
dengan setiap metode yang digunakan dan asumsi masing-masing metode.
Dengan proses seperti itu, maka mungkin untuk menganalisis baris bukti yang
berbeda menjadi Gambaran yang komprehensif tentang fluktuasi iklim, dan
menguji hipotesis tentang penyebab perubahan iklim. Pengambilan data paleo
dari sumber alami dapat berasal dari lingkar pohon (tree ring), inti es (ice core),
karang (coral), laut, sedimen, serbuk sari, dan lain-lain (NOAA, 2011).
Karang (coral) tumbuh merekam tentang informasi suhu dan komposisi
air yang terkandung sesuai dimana karang itu tinggal. Informasi tersebut terekam
dalam strukstur fisik dan unsur kimianya. Metode ini dikombinasikan dengan
6
perbandingan tingkat pertumbuhan (10-20 mm/tahun), dan umur koloni karang
yang biasanya lebih dari 200 tahun sehingga metode ini dapat digunakan. Untuk
saat ini karang yang difokuskan untuk penelitian paleoklimatologi adalah karang
besar (berbentuk kubah) yang berasal dari genus Porites (Felis et al., 2004).
2.2 Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah
tropis. Ekosistem ini mempunyai produktivitas yang tinggi. Komponen biota
terpenting di suatu terumbu karang adalah hewan karang batu, hewan yang
tergolong ordo Scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur.
Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang selalu hangat dan
jernih, produktif dan kaya CaCO3 (kapur). Terumbu karang juga merupakan
tempat hidup bagi berbagai biota laut tropis Iainnya sehingga terumbu karang
memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat produktif,
keanekaragaman biota di terumbu karang dengan bentuk dan warna yang
beranekaragam pula menjadikan terumbu karang merupakan panorama di dasar
laut yang sangat indah (Suharsono, 2008).
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan
kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua
kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang
yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama
dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxhanthellae dan membutuhkan sinar
matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef
building coral, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan
kapur sehingga dikenal dengan non-reef building corals yang secara normal
hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1968). Menurut Dahuri
(2003), kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel
7
tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatipik yang
dinamakan zooxanthellae. Sel-sel yang merupaan sejenis algae tersebut hidup di
jaringan-jaringan polip karang, serta melakukan fotosintesa. Hasil sampingan dari
aktivitas fotosintesa tersebut adalah endapan kalsium karbonat (CaCO3), yang
struktur dan bentuk bangunannya khas.
2.3 Kalsifikasi Karang
Persepsi bahwa terumbu karang di bawah tekanan belum pernah terjadi
sebelumnya di seluruh dunia karena perubahan iklim agak diragukan, perubahan
di kualitas air dari limpasan terestrial dan eksploitasi berlebihan. Baru-baru ini,
penurunan pH pada lapisan permukaan air laut karena penyerapan
meningkatkan CO2 di atmosfer pengasaman laut disebut telah ditambahkan ke
daftar potensial ancaman terhadap terumbu karang, karena laboratorium studi
menunjukkan bahwa kalsifikasi karang menurun dengan menurunnya pH (3-6).
Kalsifikasi karang adalah aspek penting penentu dari kesehatan ekosistem
terumbu, karena puluhan ribu spesies terkait dengan terumbu tergantung pada
struktur kompleksitas yang disediakan oleh kerangka karang berkapur. Beberapa
penelitian telah mendokumentasikan secara global menurunnya tutupan karang
dan berkurangnya keanekaragaman karang. Namun, beberapa studi lapangan
harus sejauh diselidiki perubahan jangka panjang dalam fisiologi karang hidup
seperti yang ditunjukkan oleh karang proses mengeras menjadi kapur (De’ath et
al., 2009).
Laju pertumbuhan skeletal karang adalah hal utama penentu kesehatan
karang dan keberhasilan ekologinya. Pertumbuhan skeletal menentukan
kemampuan koloni karang untuk bersaing untuk ruang dan cahaya, dan
kemampuannya untuk memperbaiki kerusakan struktural yang disebabkan oleh
manusia, badai, grazers atau bioeroders. Koloni karang besar memiliki output
8
reproduksi yang lebih besar dan keunggulan kompetitif atas koloni kecil.
Pertumbuhan karang atau skeletogenesis ditunjukkan oleh kalsifikasi, yang
proses dimana Ca2+ dan CO3 dua ion yang diperoleh dari air laut mengendap di
epitel calcioblastic polip karang untuk membentuk kristal dari mineral kalsium
karbonat aragonit (Langdon dan Atkinson, 2005). Laju pertumbuhan tahunan
dapat disimpulkan dari pola densitas band sebagai pedoman mempelajari
paleoklimatik. Laju pertumbuhan karang dapat merefleksikan parameter
lingkungan seperti suhu, nutrien, kecerahan dan input sedimen. Kecepatan
dalam pembentukan kalsium karbonat (kalsifikasi) karang dipengaruhi oleh
pertumbuhan linier dan densitas pada karang (Felis et al., 2004). Menurut
Gattuso (1999), karbon inorganik terlarut digunakan karang untuk mendeposit
skeletal CaCO3 dan untuk fotosintesis bagi zooxanthella yang bersimbiosis dalam
karang. Reaksi kimia kalsifikasi pada skeleton karang selama tumbuh yaitu
Ca2++ 2HCO3 -> CaCO3 + CO2 + H2O.
Menurut Lough dan Barnes (1997), tingkat kalsifikasi merupakan
produk dari laju pertumbuhan dan rata-rata densitas kemudian skeleton yang
terdeposit dan membentuk suatu perpanjangan atau pertumbuhan.mereka
menemukan sedikit peningkatan kalsifikasi yang diartikan sebagai peningkatan
suhu permukaan laut tahunan. tingkat kalsifikasi tahunan lebih kuat berkorelasi
dengan variasi suhu permukaan lautdibandingkan dengan tingkat ekstensi
tahunan.
Pertambahan suhu yang diiringi dengan meningkat CO2 juga akan
memberikan efek secara global pada pertumbuhan karang, sehingga prediksi
perubahan iklim masa depan pada terumbu karang harus mempertimbangkan
efek suhu dan tingkat penyerapan CO2. Hal itu memungkinkan pada karang
masif Porites Sp., karena terdapat korelasi positif antara kalsifikasi dan
9
temperatur. Pada jenis karang yang berbeda dapat memberikan respon yang
berbeda (Marubini et al., 2001).
Dalam penelitian terdahulu karang yang digunakan dalam analisa
perubahan lingkungan seperti suhu permukaan laut adalah karang jenis Porites,
dilihat berdasarkan kandungan geokimia pada karang dan analisis pertumbuhan
tahunannya.
2.4 Magnesium
Menurut Moss (1993), ion utama yang terlarut dalam jumlah banyak di
perairan yaitu kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), natrium (Na+), kalium (K+), klor
(Cl-), bikarbonat (HCO3-) dan sulfat (SO4
2-). Magnesium (Mg) adalah logam alkali
tanah yang cukup berlimpah pada perairan alami. Magnesium merupakan
penyusun utama kesadahan bersama dengan kalsium. Garam-garam
magnesium bersifat mudah larut dan cenderung bertahan sebagai larutan
meskipun garam-garam kalsium telah mengalami presipitasi.
Konsentrasi Magnesium (Mg) dalam air laut mencapai 1300 ppm. Unsur
yang terutama ada dalam air laut yaitu Mg2+ (89.9%), SO4 - (8.9%), HCO3 -
(0.6%) and CO3 - (0.3%) (Hanor, 1969; Schifano, 1982). Magnesium (Mg) juga
menunjukkan korelasi dengan salinitas namun angkanya kecil (Schifano, 1982).
Magnesium telah tinggal hampir selama 13 juta tahun dalam air laut Broecker
and Peng (1982), sehingga mengindikasikan bahwa magnesium menunjukkan
stabilitas jangka panjang untuk paleorekonstruksi.
Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang
mengalami presipitasi. Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida
mengalami presipitasi pada pH > 10 (Effendi, 2003).
10
2.5 Magnesium dalam Karbonat
Inkorporasi magnesium terhadap karbon telah dipelajari secara luas
karena pengaruhnya dalam menghasilkan berbagai macam bentuk karbonat
(kalsit, aragonite, HI-Mg kalsit) dalam membedakan konsentrasi Mg. Konsentrasi
Mg mayoritas didapati dalam bentuk aragonite pada air laut (Katz, 1973; Folk,
1974; Berner, 1975; Lahann, 1978; Oomori et al., 1987). Mekanisme
penggabungan Mg2+ dalam kerangka karang belum mapan (Katz, 1973; Oomori
et al., 1987) dan mungkin lokasi Mg2+ di karang adalah kurang terikat dalam
kristal kisi aragonite, terikat ke situs logam senyawa organik atau diserap ke
permukaan kristal (Amiel et al., 1973a; Walls et al., 1977).
Studi yang dilakukan oleh Kinsman (1970) menunjukkan bahwa
magnesium diinkorpoasi kedalam crystal lattice dalam bentuk argonit cair
inorganic namun hal ini tidak dapat secara kuat dibuktikan. Bukti tidak langsung
menunjukkan bahwa berdasarkan pembersihan dan pelepasan mengindikasikan
bahwa Mg terserap dan bahan organic berada dalam porsi yang kecil
dibandingkan dengan Mg2- yang ada pada lattice karena kehilangan senyawa
selama prosedur – prosedur tersebut (Delaney et al., 1996; Mitsuguchi et al,
1996). Hal ini sesuai dengan Amiel et al. (1973a) bahwa 70-80 % Mg berada
pada fase mineral.
2.5 Suhu Permukaan Laut
Suhu Permukaan Laut (SPL) merupakan salah satu parameter
oseanografi yang penting. Laut tropis berperan penting dalam distribusi panas
dan kadar air di atmosfer hal itu ditunjukkan oleh suhu air laut. Sangat penting
memahami struktur variabilitas suhu permukaan laut pada laut tropis karena
secara akurat dapat memprediksi perubahan iklim di masa depan. Karang adalah
11
salah satu proksi yang dapat memberikan cakupan spasial dan waktu yang
cukup lama (Fallon, 2001).
Seiring dengan adanya isu perubahan iklim yang ditandai dengan
peningkatan suhu global, maka SPL disinyalir juga berubah (Habibie dan Nuraini,
2014). Menurut Carton et al (1996) beberapa proses yang berpotensi dapat
menimbulkan variabilitas SPL meliputi perubahan dalam pembentukan awan,
penguapan, efek angin lokal, perubahan transport panas pada inter dan
intrahemisfer. Efek variasi dari kehilangan panas laten dari permukaan laut
merupakan mekanisme yang penting dalam perubahan SPL.
Pemanasan Global atau Global Warming adalah suatu istilah yang
menunjukkan pada peningkatan suhu rata-rata di atas permukaan bumi. Suhu
udara rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,74°C dalam 100 tahun
terakhir. Banyak ahli memperkirakan bahwa suhu rata-rata akan naik bertambah
dari 1,4°C sampai dengan 5,8°C sampai tahun 2100. Sedangkan
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi bahwa suhu
global cenderung meningkat sebesar 1,1°C sampai 6,4°C dalam 90 tahun ke
depan (IPCC, 2007).
Keterbatasan alat pengukur suhu muka laut yang hanya mampu
menyediakan informasi iklim sampai puluhan tahun lampau. Scleractinian coral
yang dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah perairan dangkal diketahui mampu
menyediakan informasi iklim sampai ratusan tahun lampau, sehingga merupakan
alat yang sangat menjanjikan untuk studi iklim masa lampau (Cahyarini, 2006).
2.6 ICP-OES
ICP-OES (Inductively Coupled Plasma – Optic Emission Spectrometer)
merupakan alat yang digunakan dalam menganalisa unsur-unsur logam yang
terkandung pada suatua bahan. Bahan yang dianalisa harus bersifat larutan
12
yang homogen. Alat ini dapat menganalisa sekitar 50 unsur. Prinsip umum pada
pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi/radiasi yang dipancarkan oleh
unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom (eksitasi atau
ionisasi) (Operation manual ICP-OES, 1989).
Larutan sampel diambil menggunakan auto sampler dan dialirkan melalui
pipa kapiler polietilen ke. Nebulizer merubah larutan sampel menjadi aerosol
/plasma yang kemudian diinjeksikan ke ICP. Pada temperatur plasma (sekitar
6.000 sampai dengan 8.0000C), sampel-sampel akan teratomisasi dan
tereksitasi. Atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan awal (ground state)
sambil memancarkan sinar radiasi. Sinar radiasi ini didispersi oleh komponen
optik. Sinar yang terdispersi, secara berurutan muncul pada masing-masing
panjang gelombang unsur dan dirubah dalam bentuk sinyal listrik yang besarnya
sebanding dengan sinar yang dipanca rkan oleh besarnya konsentrasi unsur.
Sinyal listrik ini kemudian diproses oleh sistem pengolah data. Adapun skema
kerja dari alat ICP- OES itu sendiri dijelaskan pada (Gambar 1).
Gambar 1. Skema Kerja ICP-OES
13
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei 2015 di Perairan Kondang
Merak, Kabupaten Malang untuk pengambilan sampel karang Porites lutea. Titik
lokasi penelitian berada pada -8o39’7” Lintang Selatan dan 112o51’9”. Analisis
kandungan Magnesium (Mg) dan Calcium (Ca) di Laboratorium Kelautan, Bidang
Industri dan Lingkungan, Pengujian Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi
(BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan dilakukan pada Bulan Agustus sampai
dengan Oktober. Sampel karang yang diambil dianggap dapat mewakili dan
kemudian dapat dianalisis kandungan Mg/Ca dalam karang dan hubungannya
dengan suhu permukaan laut pada masa lampau (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
14
3.2 Prosedur Kerja Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
Watanabe (2001) dan Mitsuguchi (1996). Mitsughuci (1996) menjelaskan bahwa
suhu laut tropis merupakan satu dari kunci dalam paleoklimatik analisis. Porites
lutea merupakan salah satu bahan alam untuk melakukan analisis paleoklimatik.
Unsur kimia yang terkandung dalam kerangka Porites lutea salah satunya
Magnesium (Mg) dianggap menjadi proyeksi suhu permukaan laut.
Hal pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengumpulan data
berupa penentuan jenis karang yang digunakan, analisis umur karang
berdasarkan pita tahunan karang, menguji dan menghitung rasio kandungan
Mg/Ca, pengumpulan data suhu permukaan laut, serta pengolahan data rasio
kandungan Mg/Ca dalam karang dengan suhu permukaan laut. Berikut
merupakan diagram alir penelitian yang akan dilakukan (Gambar 3).
15
Gambar 3. Diagram Penelitian
Pengujian kandungan Mg/Ca dengan ICP- OES Analisis rasio Mg/Ca
Pengolahan Data
Hasil
Uji sampel Laboratorium Kelautan, Bidang Industri dan Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN,
Pasar Jumat
Penyinaran Sinar-X
Pengambilan sampel diambil satu koloni dan
dibelah
Persiapan sampel (pengeringan, penggerusan, penimbangan dan pelarutan)
Suhu Permukaan
Laut (data
sekunder)
Survei lokasi
Studi Pustaka
Studi Pendahuluan
Pengumpulan Data
Mencari karang Porites lutea
dan penentuan titik sampel
16
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
Tabel 1. Alat-alat Penelitian
No Alat Kegunaan Spesifikasi
1 Laptop Pengolahan data dan
pengerjaan proposal
Asus 1225 B
2 Mesin millingCNC
(Computer
Numerical Control
Untuk sub-sampling
sampel karang
3 X-Ray Untuk melihat struktur
tulang koral tersebut, dan
perlapisan pertumbuhan
tahunan koral
Acoma X-Ray 500 mA
4
GPS
Menentukan titik
koordinat pengambilan
sampel karang
Garmin
5
Vortex Mixer
Untuk menghomogenkan
sampel karang dengan
larutan asam
WiseMix VM-10
6
Ultrasonic Bath
Membersihkan sampel
karang
Jeken
7
Oven
Mengeringkan sampel
karang
Memmert suhu 30-200oC
8 ICP-OES
(Inductively
Coupled Plasma-
Optic Emmission
Spectroscopy)
Menghitung kandungan
Mg (magnesium) dan Ca
(calcium) dalam karang
Thermo scientific iCAP
7400 Series
9 Kamera digital Mendokumentasikan
kegiatan penelitian
Nikon Coolpix
17
No Alat Kegunaan Spesifikasi
10 Diamond shaw/
pemotong keramik
Memotong sampel
menjadi bentuk
lempengan
Ketebalan 1 mm
11
Timbangan digital
mikro (micro
balance)
Menimbang sampel
karang yang telah
dimilling
Sartorius, kapasitas 6,1
g, ketelitian 0,000001 g
12
Mata bor diamond
1 mm
Milling sampel karang
setiap 1 mm
Ketebalan 1 mm
13
Mata bor gerigi 5
mm
Menghaluskan sisi
karang yang akan
digerus
Ketebalan 5 mm
14
Micropipet 100-
1000 µl
Untuk mengambil larutan
HNO3 25 %
Ecopipette 100-1000µl
15
16
Micropipet 1-5 ml
Micropipet 1-10 ml
Untuk mengambil bidest
1-5 ml
Untuk mengambil bidest
lebih dari 5 ml
Thermo Scientific
Thermo Scientific
A. Software Pengolahan Data
1 Microsoft Office
Excel 2013
Membantu pengolahan
data kandungan Mg/Ca
dan suhu permukaan laut
2
Mach3 Mill
Memprogram gerak dari
milling machine
Compatible dengan
windows XP
18
No Alat Kegunaan Spesifikasi
3 Microsoft Office
Word 2013
Membuat laporan
4 ArcMap GIS 9.3 Membantu membuat peta
5
Google Earth
Membantu mendapatkan
peta dasar
6
Seadas 7.3.2
Mengkonversi data citra
satelit menjadi data angka
8
Qtegra
Untuk mengatur jalannya
running sampel pada ICP-
OES
3.3.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
Tabel 2. Bahan-bahan Penelitian
No Bahan Kegunaan Spesifikasi
1 Karang Sebagai sampel
penelitian
Porites lutea
2 Bidest Untuk membersihkan
sample setelah di bor
dan pelarut sampel
Milli-Q
19
3 HNO3 25 % Melarutkan sampel
karang
Merck
4 Argon dan
Nitrogen
Sebagai bahan bakar
ICP-OES
Ultra High Pure (UHP)
5
6
7
Chlorine
Data citra
satelit Aqua
Modis bulanan
5 Larutan
Standart
Memutihkan karang
dan menghilangkan
jaringan di dalamnya
Mendapatkan data
suhu permukaan laut
bulanan
Sebagai larutan
pembanding untuk
kuantitatif ketika diukur
dengan ICP-OES
Level 3 bulanan 11µ night time
resolusi 4 km
STD1 Ca 5 ppm; Sr 0,1ppm;
Mg 0,01 ppm; Ba 0,1 ppb; Mn
0,01 ppb
STD2 Ca 10 ppm; Sr 0,2ppm;
Mg 0,03 ppm; Ba 0,3 ppb; Mn
0,03 ppb
STD3 Ca 20 ppm; Sr 0,4ppm;
Mg 0,05 ppm; Ba 0,5 ppb; Mn
0,05 ppb
STD4 Ca 30 ppm; Sr 0,6ppm;
Mg 0,08 ppm; Ba 0,8 ppb; Mn
0,08 ppb
20
8
Jcp-1 (Japan
Coral Porites)
Sebagai kontrol
metode yang
digunakan
STD5 Ca 40 ppm; Sr 0,8ppm;
Mg 0,1 ppm; Ba 1 ppb; Mn 0,1
ppb
CRM (Certified References
Materials)
3.4. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan.
Penentuan Perairan Kondang Merak sebagai lokasi penelitian karena perairan
ini langsung menghadap ke lautan lepas yaitu Samudera Hindia, sehingga
sirkulasi air laut terus berlangsung dan untuk menghindari kontaminasi dampak
dari daratan. Sehingga diasumsikan sampel karang merekam suhu permukaan
laut melalui rasio Mg/Ca dengan baik. Kondang merak juga memiliki sebaran
karang Porites lutea yang cukup banyak.
3.5 Pengambilan Sampel Karang Porites lutea
Pengambilan sampel karang berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Kriterianya yaitu sampel karang berkondisi baik dan memiliki diameter 30-50 cm
Sampel karang diambil di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan memiliki
diameter antara 13 cm hingga 30 cm. Sampel karang diambil sesuai dengan
kriteria yang telah dimiliki. Sampel karang yang diambil dianggap dapat mewakili
dan kemudian dapat dianalisis kandungan Mg/Ca dalam karang dan korelasinya
dengan suhu permukaan laut pada beberapa tahun kebelakang sesuai umur
sampel.
Sampel yang akan dianalisis yaitu karang keras jenis Porites. Karang
Porites sp termasuk dalam koral scleractinian masif yang sering digunakan untuk
21
studi iklim purba, karena penyebarannya yang sangat luas dan hampir dijumpai
di seluruh perairan dangkal di permukaan bumi. Koral, dalam pertumbuhannya,
membentuk lapisan yang dapat menunjukkan kronologi (urut-urutan waktu)
seperti halnya lingkaran tahunan dalam pohon, dan mampu tumbuh dengan
jangka waktu sampai ribuan tahun. Dalam pertumbuhannya, koral juga
membentuk unsur-unsur kimia yang dapat berfungsi sebagai informasi suhu
permukaan laut, curah hujan, dan perubahan lingkungan lainnya (Gagan et al.,
1998; Linsley et al., 2000; Pfeiffer et al., 2004).
3.6 Proses Bleaching
Sampel yang telah di ambil disimpan pada box sterofoam berisi air laut,
yang bertujuan agar tidak merusak polip selama perjalanan menuju ke
laboratorium. Sampel karang kemudian dipindahkan ke dalam ember berisi
larutan klorin untuk proses bleaching dengan posisi polip yang utuh dan di
hadapkan ke atas agar tidak merusak polip karang. Sampel kemudian direndam
dalam larutan klorin selama ± 1 minggu agar didapatkan hasil karang yang
sangat putih (bleaching yang sempurna), kemudian sampel dikeringkan dengan
dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. Proses bleaching bertujuan untuk
menghilangkan jaringan yang masih menempel sehingga hanya menyisakan zat
kapurnya saja atau CaCO3 yang digunakan untuk penyinaran sinar-X.
3.7 Radiografi Sinar-X
Metode retrospective merupakan cara menganalisis dengan teknik
radiometri (menggunakan sinar-X atau ultra violet) untuk membaca pola-pola
pertumbuhan tahunan yang terekam pada bagian epiteka dari rangka karang.
Garis pertumbuhan yang terekam pada rangka karang tersebut akan
memperlihatkan pola yang berbeda menurut musim (Buddemeier dan Kinzie,
1975). Sampel selanjutnya dipotong secara melintang sejajar pola pertumbuhan
22
dengan titik axial growth menggunakan gerinda sehingga dihasilkan lempengan
dengan ketebalan sekitar 1 cm. Lempengan karang tersebut kemudian dipapar
dengan sinar-X di laboraturium medis “HIGINA” Malang untuk mengetahui umur,
arah dan laju pertumbuhannya. Sinar X merupakan gelombang elektromagnet
yang memiliki panjang gelombang antara 10-11 dan 10-8 . Bila sinar-X dilewatkan
pada sebuah objek,maka sebagian radiasi yang ada akan diteruskan sehingga
citra objek dapat terekam pada film (Arman et al., 2013). Lempengan karang
dipapar sinar-X dengan kekuatan 3,2 mAs pada kisaran 56kV dan 200 mA. Jarak
spesimen ke sumber film kurang lebih 100 cm.
3.8 Analisa Umur Karang
Analisa umur atau laju pertumbuhan Porites lutea tersebut diambil secara
vertikal dari pola pertumbuhannya untuk setiap specimen, dimana lingkar tahun
paling atas sebagai tahun yang paling muda. Data diperoleh dengan mengambil
dua garis secara vertikal dari titik pertumbuhan ke ujung pertumbuhan. Dalam
satu tahun terdapat warna gelap dan terang yang menunjukkan dalam satu tahun
terdapat dua musim yang mempengaruhi pertumbuhan. Warna hitam
menunjukkan pertumbuhan karang ketika musim hujan sehingga dimana
intensitas cahaya berkurang sehingga laju kalsifikasi berkurang dan densitas
kapur yang terbentuk tinggi (high density/ HD). Sebaliknya warna terang
menunjukkan pertumbuhan karang pada saat musim panas atau kemarau
dimana intensitas cahaya matahari cukup tinggi sehingga, laju kalsifikasi cukup
tinggi dan densitas kapur yang dibentuk rendah (low density/LD) (Lough and
Barnes,1992).
Analisa umur atau laju pertumbuhan pada penelitian ini berdasarkan hasil
foto rontgen sampel karang Porites lutea di Perairan Kondang Merak. Foto hasil
rontgen juga digunakan untuk melihat Direction Growth sampel yang digunakan
23
untuk preparasi lanjutan sebagai langkah selanjutnya yaitu adalah preparasi
sampel.
3.9 Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan untuk mempersiapkan sampel sampai siap
untuk dilakukan analisis kandungan Mg/Ca menggunakan ICP-OES, preparasi
mengacu pada metode yang dilakukan Watanabe (2001). Preparasi sampel yang
dilakukan meliputi pemilihan arah pertumbuhan, pemotongan sampel,
pembersihan sampel, milling sampel menjadi sub-sampel, penimbangan sub-
sampel, pelarutan sampel dengan perlakuan kimia,dan diukur menggunakan
ICP-OES. Seluruh penyiapan dan pengukuran ini dilakukan di Laboratorium
Kelautan, Bidang Industri dan Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi,
BATAN, Pasar Jumat.
3.9.1 Pemilihan Direction Growth
Pemilihan Direction Growth dilakukan untuk menentukan titik atau bagian
dari sampel karang yang akan dilakukan analisis kandungan Mg dan Ca dalam
kaitannya sebagai proksi suhu permukaan laut. Direction Growth sampel karang
dilihat pada hasil Sinar-X yang telah dilakukan sebelumnya, lalu berikan garis
sebagai pedoman untuk mempermudah dalam pemotongan karang.
Foto X-ray dapat melihat sumbu pertumbuhannya. Berdasarkan hasil X-
ray, koral dapat ditentukan transek dalam pengambilan percontoh bubuk koral
untuk analisis Sr/Ca, yaitu harus dilakukan sepanjang sumbu pertumbuhannya
(Cahyarini et al., 2009).
3.9.2 Pemotongan Sampel Karang
Pemotongan sampel karang dilakukan berdasarkan dari hasil penentuan
Direction Growth sebelumnya. Pemotongan sampel karang dengan
menggunakan mini gerinda. Mini gerinda menggunakan diamond shaw dengan
24
diameter 3 cm. Pemotongan sampel karang berdasarkan direction growth terbagi
menjadi 3 potong bagian. Lalu diberikan nama sampel KMS1, KMS2 dan KMS 3
(Gambar 4). Dari setiap perpotongan tersebut menghilangkan 1 sub-sampel
(1mm), karena tebal diamond shaw (Gambar 5) yang digunakan adalah 1mm.
Gambar 4. Tiga Bagian Pemotongan Sampel Karang
Gambar 5. Diamond Shaw untuk Memotong Karang
3.9.3 Pembersihan Sampel
Pembersihan sampel ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang
menempel di sampel karang. Tiga bagian sampel yang telah dipotong tersebut di
bersihkan dengan menggunakan ultrasonic bath dengan larutan bidest sebagai
larutan yang merendam sampel karang tersebut. Sampel dibersihkan dengan
25
ultrasonic bath selama 30 menit. Kemudian dimasukkan kedalam oven pengering
khusus karang dengan suhu 60oC. Proses pengeringan sampel di oven
membutuhkan waktu selama 7 untuk mendapatkan sampel yang benar-benar
kering.
3.9.4 Proses Milling Sampel
Milling sampel karang dilakukan dengan menggunakan Milling Machine
dapat dilihat pada (Gambar 6).
Gambar 6. Milling Machine
Proses Milling bertujuan untuk mendapatkan sub-sampel setiap 1 mm
sebagai resolusi bulanan. Dalam menjalankan Milling machine menggunakan
software yaitu Match3mill. Match3mill adalah software yang dikonfigurasi kan
dengan Match3mill untuk mengatur feed rate (F), Spindle speed, dan pergerakan
meja milling machine. Software Match3mill dapat dilihat pada (Gambar 7).
Kemudian dibuat formula untuk yang mengatur berapa feed rate (F) dan
pergerakan dari meja milling machine untuk mendapatkan sub-sampel yang
presisi 1mm. Formula yang telah dibuat kemudian dijalankan pada milling
machine. Formula dapat dilihat pada (Gambar 8).
26
Sub-sampel yang telah dipotong menjadi 3 bagian dihaluskan pada sisi
yang akan digerus menggunakan mata bor dengan ketebalan 5 mm (Gambar 9).
Sub-sampel yang telah dihaluskan kemudian dibentuk seperti bentuk (L), bagian
horisontal yang akan digerus dan diambil setiap 1 mm diilustrasikan bentuk pada
(Gambar 10). Setelah dihaluskan dan dibentuk (L) (Gambar 11) gerus dengan
menggunakan mata bor diamond 1 mm pada setiap 1 mm dari top koral.
Gambar 7. Software Match3mill
Gambar 8. Formula untuk Menjalankan Milling Machine
27
Proses menjalankan milling machine dibutuhkan botol vial kecil untuk
menampung setiap sub-sampel yang digerus atau dimilling. Pada saat milling
sampel KMS1 patah pada 3 mm terakhir, kemudian milling KMS2 patah pada 4
mm terakhir. KMS1 mendapatkan 47 subsampel, KMS2 mendapatkan 18
subsampel dan KMS3 mendapatkan 46 subsampel.
Gambar 9. Mata Bor 5 mm
Gambar 10. Mata Bor 1 mm
Gambar 11. Ilustrasi Penggerusan Sampel
3.9.5 Penimbangan Sampel
Sub-sampel yang telah ditampung dalam botol vial kecil, kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital SARTORIUS. Timbangan
digital SARTORIUS ini memiliki ketelitian 0,000001 g dan kapasitas maksimal 6,1
g. Setiap sub-sampel ditimbang dengan berat antara 300µg-350µg. Setelah
28
ditimbang sub-sampel dicatat beratnya kemudian dimasukkan kedalam botol vial
14 ml. Timbangan digital SARTORIUS dapat dilihat pada (Gambar 12). Hasil
timbangan yang dicatat kemudian diurutkan dalam Ms.Excel dari paling berat ke
paling ringan kemudian dimasukkan perhitungan untuk mencari kebutuhan
larutan bidest yang dimasukkan sesuai dengan berat hasil penimbangan.
Gambar 12. Timbangan Digital SARTORIUS
3.9.6 Pelarutan Sampel
Pelarutan sampel bertujuan untuk melarutkan sub-sampel yang masih
berbentuk butiran hingga tercampur menjadi sub-sampel yang terlarut. Larutan
yang digunakan adalah larutan bidest dengan HNO3 25%. Larutan HNO3 25%
digunakan sebagai pelarutan karena merupakan larutan asam kuat. Pelarutan
sampel langkah pertama ditambahkan 2ml larutan bidest pada setiap botol vial
yang berisis sub-sampel yang telah ditimbang. Kemudian disentrifuge selama 10
menit dengan kecepatan putaran 3000 rpm. Setelah itu diambil lalu dibuang 1,8
ml larutan bidest dari setiap botol vial, larutan diambil dari permukaan paling
atas. Lalu diberi HNO3 25 % sebanyak 240µl. Terakhir tambahkan larutan bidest
29
sesuai dengan perhitungan kebutuhan larutan bidest yang disesuaikan dengan
hasil berat timbang.
3.10 Analisis Kandungan Mg/Ca dengan ICP-OES
Sub-sampel yang dianalisis mulai dari sub-sampel KMS1-12 atau 12 mm
dari top koral, karena pada 1-11 mm dari top koral masih berbentuk jaringan
belum berbentuk skeleton sehingga tidak digunakan. Sub-sampel yang akan
dianalisis kandungan Mg/Canya dengan alat ICP-OES (Gambar 13) sebelumnya
di vortex terlebih dahulu sehingga homogen. ICP-OES terkonfigurasi dengan
software QTEGRA untuk menjalankan analisisnya. Pada software Qtegra kita
harus membuat LabBook terlebih dahulu yang berisi tabel jumlah sampel dan
nama sampel yang akan dianalisis, kemudian pilih unsur. Unsur yang digunakan
yaitu Mg dan Ca. Dalam setiap unsur itu ada beberapa panjang gelombang yang
digunakan untuk mendeteksi kandungan. Setiap panjang gelombang memiliki
hasil yang berbeda beda, oleh karena itu kita pakai semua panjang gelombang
untuk analisis. Lalu pilih panjang gelombang yang memiliki regresi mendekati 1.
Dalam running sub-sampel dengan menggunakan ICP-OES, selain sub-
sampel sebelumnya dibutuhkan larutan standar dengan konsentrasi yang
berbeda, konsentrasi larutan standar dapat dilihat pada (Tabel 3). Larutan
standar disini berfungsi sebagai larutan kontrol untuk melihat apakah sub-sampel
yang di running bisa digunakan hasilnya atau tidak. Dilihat dengan
membandingkan antara hasil sub-sampel dengan hasil larutan standar.
Disisipkan JCP (Japan Coral Porites) yang merupakan Certified References
Materials, ada 5 JCP yang disisipkan diantara 100 sub-sampel yang telah
dimilling. JCP digunakan sebagai kontrol metode yang kita gunakan.
30
Pada tahap pengukuran dengan ICP-OES , kondisi operasional alat ICP-
OES adalah :
a. Bahan bakar : Argon
b. Jenis detektor : Segmented-array charge-couple-device detector (SCD)
c. Plasma flow : 12 Liter/menit
d. Nebulizer flow : 0,5 Liter/menit
e. RF Power : 1150 watt
f. Pump : 1,5 ml/menit
Tabel 3. Konsentrasi Ca, Sr, Mg, Ba dan Mn untuk Larutan Standar
Gambar 13. ICP-OES
Standarts Ca (ppm) Sr(ppm) Mg(ppm) Ba(ppb) Mn(ppb)
BLK 0 0 0 0 0
STD1 5 0,1 0,01 0,1 0,01
STD2 10 0,2 0,03 0,3 0,03
STD3 20 0,4 0,05 0,5 0,05
STD4 30 0,6 0,08 0,8 0,008
STD5 40 0,8 0,1 1 0,1
31
3.11 Pengambilan Data Suhu Permukaan Laut
Pengambilan data suhu permukaan laut diambil dari citra satelit Aqua
Modis Level 3. Data suhu permukaan laut Aqua Modis Level 3 dapat diperoleh
dari website http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/l3. Data yang kita gunakan
adalah dataset monthly dengan resolusi 4km. Data citra satelit yang telah
didapatkan kemudian dilakukan pengolahan didalam software Seadas 7.3.2
untuk mengkonversi data citra satelit yang berupa pixel data menjadi data angka
yang kemudian dimasukkan kedalam microsoft excel sebagai data angka.
MODIS, Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah salah
satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra
satellite. MODIS digunakan untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan,
lautan, atmosfir bumi dan interaksi di dalamnya. MODIS memiliki dua satelit yang
berbeda yaitu satelit Aqua (citranya disebut dengan Aqua MODIS) dan satelit
Terra (citranya disebut dengan Terra MODIS). MODIS mengamati seluruh
permukaan bumi setiap 1-2 hari dengan lebar view/tampilan (lebih 2300 km)
menyediakan citra radiasi matahari yang direfleksikan pada siang hari dan emisi
termal siang/malam diseluruh penjuru bumi. Resolusi spasial MODIS berkisar
dari 250-1000 dan memiliki 36 band/saluran. Citra Aqua MODIS dapat di
gunakan untuk penelitian kelautan seperti distribusi klorofil-a di permukaan laut
dan suhu permukaan laut, sementara citra Terra MODIS digunakan untuk
penelitaan perubahan tutupan lahan serta suhu permukaan lahan. Data
perekaman satelit tersedia mulai 4 Juli 2002 sampai sekarang (Oceancolor,
2016). Analisis bertujuan sebagai data pendukung untuk dikorelasikan dengan
data rasio Mg/Ca.
32
3.12 Data Analsis Rasio Kandungan Mg/Ca dan Suhu Permukaan Laut
Data proksi geokimia karang dan data SPL dilakukan analisa statistik
standar untuk data berturutan (timeseries), analisa yang digunakan simulasi
montecarlo (montecarlo simulation) untuk membangun data sampel acak
(random sample) berdasarkan dari beberapa distribusi yang diketahui dari hasil
data numeris hasil pengukuran. Dalam studi geokimia karang untuk
rekonstuksiiklim digunakan pendekatan regresi linier untuk melihat hubungan
antara proksi dengan data model maupun pengukuran (Cahyarini et al., 2008).
33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi Umum Perairan Kondang Merak
Pantai Kondang Merak adalah salah satu Perairan di pesisir selatan yang
terletak di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa
Timur dan terletak diantara 8°23’50,56” LS; 112°31’06,89” BT. Pantai ini
dinamakan Kondang Merak karena perairan ini memiliki kondang (muara yang
merupakan pertemuan air tawar dan laut). Garis perairan memiliki panjang ± 800
meter. Gelombang di Perairan Kondang Merak juga tidak terlalu besar karena
terpecah dengan keberadaan batu karang yang berjajar di radius sekitar 200
meter dari bibir perairan. Ada sekitar lima titik batu karang yang menjadi
pemecah ombak. Luas kawasan Pantai Kondang Merak diperkirakan sekitar
1.125 Ha serta memilki rataan terumbu atau reef flat pada kolom perairannya.
Pantai ini memiliki ekosistem terumbu karang, salah satu lifeform yang
mendominasi pada daerah rataan terumbu biasaya dari bentuk massive dan
submassive. Perairan ini langsung menghadap ke lautan lepas yaitu Samudera
Hindia, sehingga sirkulasi air laut terus berlangsung dan diasumsikan sampel
karang merekam suhu dengan kandungan Mg/Ca dengan baik.
Kondang Merak berada pada bagian selatan Jawa yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki karakteristik perairan
dengan arus dan gelombang yang besar. Karakteristik perairan yang seperti itu
memberikan banyak nutrien dan oksigen terlarut secara relatif. Karang massif
mendominasi di perairan Kondang Merak. Karang Porites adalah salah satu jenis
karang yang paling mendominasi di perairan Kondang Merak, karena Porites
34
dapat beradaptasi dengan pasang surut perairan dibandingkan dengan jenis
massif lainnya (Luthfi, 2016).
4.1.2 Hasil Pemaparan Radiografi Sinar-X
Pemaparan radiografi sinar-X pada sampel menghasilkan Gambar foto
negatif. Dari hasil pemaparan sampel tersebut terdapat beberapa informasi
mengenai pertumbuhan dan kondisi lingkungannya. Dari hasil pemaparan
radiografi sinar-X (Gambar 14) itu juga menginformasikan kita mengenai arah
pertumbuhan karangnya (direction growth).
Gambar 14. Hasil Pemaparan Radiografi Sinar-X dari Kondang Merak (KM3)
Karang melakukan proses kalsifikasi sehingga membentuk suatu
pelapisan. Setiap lapisan memiliki kandungan unsur yang berbeda. Untuk
mengetahui kandungan unsur yang terkandung tiap lapisan karang harus sesuai
dengan arah pertumbuhan (direction growth). Dari hasil foto negatif yang ada
ditentukan (direction growth) dapat dilihat pada (Gambar 15). Penentuan
35
direction growth yang digunakan merupakan pedoman untuk mendapatkan sub-
sampel.
Gambar 15. Garis Direction Growth
Berdasarkan direction growth, karena direction growth tidak satu garis
lurus maka kita harus melakukan pemotongan. Setiap pemotongan
menghilangkan satu subsampel (1 mm), karena pemotongan menggunakan
diamond shaw dengan tebal 1 mm. Sehingga mengasilkan 3 bagian diberi nama
KMS1, KMS2 dan KMS3 dapat dilihat pada ilustrasi (Gambar 15). KMS1 memiliki
panjang 5,8 cm, KMS2 2,67 cm dan KMS3 5,31.
4.1.3 Running ICP-OES
Alat ICP-OES menganalisa dengan menggunakan panjang gelombang
dari unsur yang dipilih yaitu Mg dan Ca. Panjang gelombang yang digunakan
untuk unsur Mg adalah Mg285.213(118) untuk unsur Ca adalah Ca373.690(90).
Pemilihan panjang gelombang tersebut berdasarkan hasil R(regresi) dari tiap
panjang gelombang. Hasil regresi tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan
oleh alat ICP-OES yang terlebih dahulu menganalisa larutan standar (Tabel 3)
sebagai kontrol dalam proses analisis. Panjang gelombang Mg285.213(118)
36
memiliki nilai Regresi (R2) = 0.9547 (Gambar 16) sedangkan panjang gelombang
Ca373.690(90) memiliki nilai Regresi (R2) = 0.9999 (Gambar 17).
Gambar 16. Kurva Regresi Mg285.213 (118)
Gambar 17. Kurva Regresi Ca373.690(90)
Hasil running ICP-OES dalam satuan (ppm). Rasio kandungan Mg dan
Ca hasil ICP-OES dapat dilihat pada (Lampiran 1).
4.1.4 Rasio Kandungan Mg/Ca
Running sampel karang dengan menggunakan ICP-OES yang telah
mendapatkan hasil kandungan Mg dan Ca kemudian dirasiokan. Rasio
kandungan Mg/Ca dalam sampel karang nilai terkecil adalah 3,18 mmol/mol dan
37
nilai tertinggi adalah 4,78 mmol/mol data rasio kandungan Mg/Ca dapat dilihat
pada (Lampiran 1). Digambarkan dalam grafik rasio kandungan Mg/Ca tersebut
dilihat fluktuasinya rasio dilihat pada (Gambar 18).
Gambar 18. Rasio Mg/Ca
Monsun menyebabkan variasi iklim musiman, sedangkan fenomena alam
lain seperti El Niño, La Niña, Osilasi Selatan dan Dipol Osean Hindia
menyebabkan variasi iklim non–musiman. Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh
rezim sirkulasi ekuatorial dan monsunal dengan karakter yang berbeda. Rasio
antara jumlah curah hujan dalam monsun Asia (DJF) dan dalam monsun
Australia (JJA) lebih besar untuk tipe hujan monsunal dari pada untuk tipe hujan
ekuatorial (Bayong et al., 2008). Variasi musim di Indonesia terbagi menjadi
empat musim, yaitu Musim Barat pada Bulan Desember, Januari, dan Februari,
Musim Peralihan I pada Bulan Maret, April, dan Mei, Musim Timur pada Bulan
Juni, Juli, dan Agustus, serta Musim Peralihan II pada Bulan September,
Oktober, dan November. Berdasarkan variasi tersebut diperlihatkan pada
(Gambar 18), gradien berwarna kuning adalah Musim Barat, gradien merah
Musim Peralihan I, gradien hijau Musim Timur dan gradien berwarna biru Musim
3,13,33,53,73,94,14,34,54,74,9
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
AG
UST
US
AP
RIL
DES
EMB
ER
2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
Mg/
Ca
(mm
ol/
mo
l)
38
Peralihan II. Rasio Mg/Ca berdasarkan variasi musim membentuk suatu pola
cenderung menurun pada Musim Peralihan II kemudian naik pada Musim Barat.
4.1.5 Kisaran Umur Karang
Berdasarkan hasil rasio Mg/Ca dengan hasil foto sinar-X menunjukkan
bahwa umur karang dimulai dari awal proses milling adalah 9 tahun 1 bulan.
Pada Gambar ini menunjukkan bahwa gelap terang yang rapat yang terdapat
pada hasil foto sinar-X lemah untuk menjelaskan umur tahunan karang tersebut.
Berdasarkan kronologi hasil subsampling karang menunjukkan kisaran umur
karang dari bulan Desember 2013 sampai dengan Desember 2004. Pada
(Gambar 19) diperlihatkan bagaimana plot rasio Mg/Ca dengan hasil foto sinar-X
Gambar 19. Plot Rasio Mg/Ca dengan Hasil Foto Sinar-X
4.1.6 Suhu Permukaan Laut Perairan Kondang Merak
Variasi musim di Indonesia terbagi menjadi empat musim, yaitu Musim
Barat pada Bulan Desember, Januari, dan Februari, Musim Peralihan I pada
Bulan Maret, April, dan Mei, Musim Timur pada Bulan Juni, Juli, dan Agustus,
serta Musim Peralihan II pada bulan September, Oktober, dan November. Setiap
musim mempunyai karakteristik suhu permukaan laut yang berbeda karena
adanya variasi tekanan atmosfer dan kecepatan angin yang selalu berfluktuatif.
Angin dan tekanan atmosfer inilah yang berperan penting dalam variasi suhu
permukaan laut (Mulyana, 2002).
Suhu Permukaan Laut merupakan data sekunder suhu bulanan satelit
Aqua Modis yang diolah mulai dari Desember 2004 sampai Desember 2013,
menyesuaikan dengan umur sampel karang. Suhu tertinggi terjadi pada bulan
Maret 2010 atau Musim Peralihan I dengan suhu maksimum 30.71oC dan suhu
39
terendah terjadi pada bulan September 2006 atau Musim Peralihan II dengan
suhu minimum 21.97 oC, dilihat pada (Lampiran 2).
Pada daerah tropis khususnya di Indonesia dipengaruhi oleh monsoon
yang ditimbulkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di
benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada musim dingin di belahan bumi
utara (BBU), yaitu pada bulan Desember, Januari, dan Februari, terdapat sel
tekanan tinggi di benua Asia sedangkan di belahan bumi selatan pada waktu
tersebut terjadi musim panas akibatnya terdapat sel tekanan rendah di benua
Australia. Karena adanya perbedaan tekanan di kedua benua tersebut maka
angin bertiup dari benua Asia menuju Australia. Selama periode ini di sebagian
besar wilayah Indonesia terutama di sebelah selatan khatulistiwa angin bertiup
dari barat ke timur yang praktis bersamaan dengan musim hujan dan sebaliknya
Salah satu penyebab perubahan curah hujan di Indonesia, termasuk juga di
sebagian besar belahan dunia adalah ENSO (El Nino -Southern Oscillation) atau
sering disebut El Nino (Mulyana, 2002). Data suhu permukaan laut tersebut kita
dapat kita liat naik turunnya suhu dalam kurun waktu Desember 2013 sampai
dengan November 2004 pada (Gambar 20).
Gambar 20. Grafik Suhu Permukaan Laut Desember 2013 - November 2004
21
24
27
30
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
SPL
(oC
)
40
4.1.7 Rasio Mg/Ca dengan Suhu Permukaan Laut
Hubungan suhu permukaan laut dengan Mg/Ca dilihat dalam grafik pada
(Gambar 21), memperlihatkan bahwa adanya korelasi yang antara Mg/Ca
dengan suhu permukaan laut. Korelasi yang baik tidak terdapat pada semua
tahun penelitian ini, korelasi yang baik terutama diperlihatkan pada tahun 2011,
2008, 2005 dan 2004.
Gambar 21. Grafik Rasio Mg/Ca- SPL
Pada tahun 2012, 2010 dan 2006 menunjukkan nilai rasio Mg/Ca
berbanding terbalik dengan suhu permukaan laut. Hal itu terjadi karena
kurangnya data pendukung suhu permukaan laut yang mempresentasikan suhu
lingkungan lokasi sampel karang diambil, karena data suhu yang diambil
merupakan data citra satelit yang memiliki luas cakupan empat kali empat
kilometer. Cakupan empat kali empat kilometer dapat mencakup daratan juga
tidak hanya titik lokasi pengambilan sampel.
4.1.8 Hasil Analisa Regresi
Analisa regresi bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana keterkaitan
atau kekuatan mempengaruhi antara suhu permukaan laut dan rasio Mg/Ca.
3,2
3,7
4,2
4,7
21
24
27
30
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
AG
U
AP
R
DES
2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
Mg/
Ca
(mm
ol/
mo
l)
SP
L (
oC
)
SPL Mg/Ca
41
Suhu permukaan laut menjadi variabel independen yang mempengaruhi
perubahan rasio Mg/Ca yang menjadi variabel dependen. Hasil regresi antara
dua variabel tersebut adalah 0,402 (Gambar 22), bernilai positif berarti kenaikan
suhu permukaan laut diikuti kenaikan rasio Mg/Ca. Nilai regresi 0,402
mengindikasikan bahwa suhu permukaan laut mempengaruhi perubahan rasio
Mg/Ca namun lemah atau tidak signifikan.
Gambar 22. Hasil Regresi
4.1.9 Perbandingan Dengan Penelitian Lain
Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil kalibrasi Mg/Ca – suhu
permukaan laut yang dapat dilihat pada (Tabel 4). Mg/Ca dan suhu permukaan
laut memiliki nilai R2 positif yang menunjukkan bahwa bertambahnya nilai suhu,
maka nilai kandungan Mg/Ca juga bertambah. Jika dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya hasil kalibrasinya mendekati sama yang berarti metode
dan hasil dalam penelitian ini menjelaskan bahwa karang Porites lutea yang
diambil di perairan Kondang Merak, Kabupaten Malang dapat digunakan sebagai
proksi suhu permukaan laut dilingkungannya.
y = 0,0976x + 1,4367R² = 0,4022
3,00
3,50
4,00
4,50
5,00
21,00 23,00 25,00 27,00 29,00 31,00
Mg/
Ca
(mm
ol/
mo
l)
SPL (oC)
42
Tabel 4. Kalibrasi Mg/Ca - Suhu Permukaan Laut Penelitian Lainnya
Perbandingan hasil slope kalibrasi pada penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya, slope pada penelitian ini menunjukkan kemiringan yang mendekati
sama dilihat pada (Gambar 23). Berdasarkan hasil R2 penelitian lain berada pada
lintang tinggi atau subtropis, sehingga memiliki fluktuasi suhu dengan rentang
yang lebih tinggi. Perbedaan lintang itu juga memberikan grafik perubahan yang
jelas dibandingkan dengan perairan tropis karena hanya memiliki rentang suhu
yang rendah
Gambar 23. Slope Kalibrasi Penelitian Sebelumnya
Referensi Spesies karang Lokasi A b R2
Penelitian ini Porites lutea Kondang Merak 1,436 0,097 0,402
Wei et al. (2000) Porites lutea South Chinese
Sea 1,6 0,113 0,94
Yu et al. (2005) Porites lutea Leizou Pen 1,32 0,11 NA
Mitsuguchi et al.
(1996) Porites lutes Ishigaki Island 1,15 0,129 0,923
Fallon et al. (2001) Porites lutea Shirigai Bay 1,38 0,088 0,66
43
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kisaran Umur Porites lutea
Sampel karang Porites lutea dari perairan Kondang Merak dengan tinggi
karang 13 cm. Kisaran umur karang tersebut adalah 9 tahun 1 bulan
berdasarkan hasil subsampel. Porites merupakan jenis karang yang menjadi
komponen mayor pada fungsi terumbu karang dalam perekaman fosil dan dalam
kehidupan terumbu karang. Porites sangat mudah ditemui disemua habitat
terumbu karang, secara dominan ditemukan pada daerah slope dan reef flat.
Karang Porites dengan ukuran yang kecil dapat menjadi indikator lingkungan
terumbu karang dalam lingkup yang luas. Pita skeletal dan komposisi isotop pada
skeleton karang massif Porites menyediakan perekaman yang baik dari laju
pertumbuhan koloni dan kondisi lingkungan pada masa lampau (Hopley, 2011).
Laju Pertumbuhan karang Porites lutea pada penelitan Arman (2013),
memiliki laju pertumbuhan sekitar 1,56 ± 0,40 cm pertahun, Pertumbuhan ini
memiliki arah pertumbuhan tegak lurus dari bawah hingga permukaan karang.
Menurut Highsmith (1979), jika karang memiliki tingkat stress yang rendah rata-
rata laju pertumbuhan bervariasi antara 0,8 – 1,8 cm pertahun. Pada penelitian
Lough and Barnes (2000) di Great Barrier Reef laju pertumbuhan karang 2,27
cm pertahun.
4.2.2 Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Mg/Ca
Rasio kandungan Mg/Ca sudah banyak diindikasikan sebagai proksi suhu
permukaan laut yang baik di penelitian sebelumnya. Menurut Stoll dan Schrag
(1998) secara teoritis hubungan unsur/Ca dengan suhu permukaan laut dari
karang modern dapat digunakan untuk merekonstruksi SST masa lalu.
Berdasarkan hasil rasio kandungan dalam peneliatian ini rasio Mg/Ca antara
3,18 – 4,78 mmol/mol, pada penelitian sebelumnya mendapatkan rasio 3,6 – 5,1
44
mmol/mol (Mitsughuci et al., 1996), 2,5 – 4,5 mmol/mol (Fallon et al., 2001), 3,8
– 5,2 mmol/mol (Wei et al., 2000) dan 3,3 – 4,8 mmol/mol (Yu et al., 2005). Rasio
dari penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa pada penelitian ini hampir
mendekati sama untuk nilai rasionya.
Hal ini lebih dijelaskan pada studi terdahulu terhadap karang, hubungan
suhu tidak terlalu jelas, namun korelasi positif secara kecil dengan suhu
permukaan laut didapat (Chave, 1954; Weber, 1974; Oomori et al., 1982; Oomori
et al.,1987) kurangnya hubungan antara suhu di studi terdahulu kemungkinan
disebabkan oleh besarnya volume ketika melakukan sampling dan perbedaan di
dalam genera karang serta dilakukannya penelitian di tempat yang berbeda-beda
(Mitsuguchi et al, 1996).
Beberapa kemungkinan mekasnisme terhadap hubungan positif ini
tengah didiskusikan oleh Kinsmann dan Holland (1969) dan Swart (1981). Satu
kemungkinan yaitu Mg2+ telah mengganggu crystal lattice dan toleransi dari
crystal lattice terhadap distorsi/gangguan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu air laut, hasilnya meningkatkan rasio Mg/Ca seiring dengan
meningkatnya suhu (Kinsmann and Holland, 1969). Swart (1981) juga
menyatakan hubungan positif antara Mg/Ca dan suhu sangat berkaitan dengan
suhu itu sendiri. Ketika sebuah senyawa dipanaskan, molekul disekelilingnya
serta ion ion disekelilingnya akan mengembang dan menyebabkan terbentuknya
formasi yang rumit. Aktivitias dari koefisian Ca2+ dan Mg2+ berkurang dengan
bertambahnya suhu namun aktifitas dari koefisian Ca2+ lebih rendah dari Mg2+,
menghasilkan meningkatnya rasio Mg2+/Ca2+ dengan meningkatnya suhu.
Menurut Chave (1954), ada tiga faktor utama yang memperngaruhi kandungan
magnesium dalam skeleton karang yaitu skeletal mineralogy, suhu air laut dan
juga faktor biologi dimana jenis filogenetik organisme berbeda-beda.
45
Monsun menyebabkan variasi iklim musiman, sedangkan fenomena alam
lain seperti El Niño, La Niña, Osilasi Selatan dan Dipol Osean Hindia
menyebabkan variasi iklim non–musiman. Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh
rezim sirkulasi ekuatorial dan monsunal dengan karakter yang berbeda. Rasio
antara jumlah curah hujan dalam monsun Asia (DJF) dan dalam monsun
Australia (JJA) lebih besar untuk tipe hujan monsunal dari pada untuk tipe hujan
ekuatorial (Bayong, 2008). Tidak selamanya iklim di Indonesia berjalan dengan
normal setiap tahunnya, ada suatu saat terjadi penurunan curah hujan sehingga
mengalami kekeringan dan pada saat yang lain curah hujannya meningkat
sehingga terjadi banjir. Salah satu penyebab perubahan curah hujan di
Indonesia, termasuk juga di sebagian besar belahan dunia adalah ENSO (El
Nino -Southern Oscillation) atau sering disebut El Nino. Pada bulan Juni, Juli dan
Agustus periode ini merupakan musim kemarau di Indonesia. Bulan September,
Oktober dan November merupakan masa transisi dari musim kemarau ke musim
hujan. Bulan Desember, Januari dan Februari terjadi peningkatan curah hujan
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Bulan Maret, April dan Mei
merupakan masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau (Mulyana, 2002).
Menurut Mitsuguchi (1996), Parameter lingkungan memiliki keterkaitan dengan
karang sebagai indikatornya yaitu rasio Mg/Ca. Rasio Mg/Ca memiliki keterkaitan
yang kuat dengan suhu permukaan laut
4.2.3 Hasil Regresi
Menurut Pratomo (2014), analisis regresi adalah hubungan yang didapat
dan dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan
hubungan fungsional antar variabel-variabel. Regresi dibagi menjadi 2 yaitu
analisis regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda, dalam
penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana. Analisis regresi linier
46
sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk
suatu persamaan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas tunggal.
Regresi linier sederhana hanya memiliki satu perubahan regresi linier untuk
populasi adalah
Y= a + bx
Dengan : Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
a = Parameter intercept
b = Parameter koefisien regresi variabel bebas
Mg/Ca (mmol/mol) = 0,097 x SST + 1,436, R2 = 0,402
Apabila suhu 0 maka rasio kandungan Mg/Ca adalah 1,436 ketika suhu
mengalami kenaikan 1oC maka rasio kandungan Mg/Ca akan mengalami
kenaikan sebesar 0,097 mmol/mol (koefisien). Nilai koefisien bernilai positif maka
terjadi hubungan positif antara rasio kandungan Mg/Ca dan suhu permukaan
laut, suhu permukaan laut mengalami kenaikan maka meningkat juga rasio
kandungan Mg/Ca. Berdasarkan hasil regresi tersebut suhu permukaan laut
mempengaruhi rasio kandungan Mg/Ca namun tidak signifikan. Pada (Tabel 4)
diperlihatkan kalibrasi Mg/Ca vs suhu permukaan laut yang telah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya,
penelitian ini bisa dikatakan sudah sesuai namun hasilnya tidak signifikan itu
adanya beberapa error dalam preparasi sampel.
47
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Rasio kandungan Mg/Ca yang didapat dari sampel karang Porites lutea
di Perairan Kondang, Kabupaten Malang memiliki nilai rasio tertinggi
adalah 4,78 mmol/mol dan nilai terendah 3,18 mmol/mol.
2. Berdasarkan hasil analisa dengan suhu permukaan laut, rasio Mg/Ca
memiliki hubungan sebab-akibat ditunjukkan dengan hasil regresi linier
dari kedua variabel tersebut. Regresi yang didapat adalah 0,40, itu
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dari kedua variabel
tersebut dengan persamaan Mg/Ca (mmol/mol) = 0,097 x SST + 1,436.
Apabila suhu 0 maka rasio kandungan Mg/Ca adalah 1,436 ketika suhu
mengalami kenaikan 1oC maka rasio kandungan Mg/Ca akan
mengalami kenaikan sebesar 0,097.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya mengkaji di wilayah lain guna
mengetahui karakteristik suhu dan kemampuan perekaman suhu oleh karang di
wilayah lain. Proses preparasi sampel yang banyak langkah-langkahnya agar
hati-hati, fokus dan serius mengikuti metode yang digunakan untuk mengurangi
kesalahan yang akan mempengaruhi hasil. Penempatan data logger suhu di
lokasi tersebut agar mendapat mewakili suhu di perairan tersebut. Pemerintah
perlu memperbanyak stasiun pengamatan parameter lingkungan di Indonesia.
48
DAFTAR PUSTAKA
Amiel, A.J., Friedman, G.M., and Miller, D.S.1973a. Distribution And Nature Of Incorporation Of Trace Elements In Modern Aragonitic Corals: Sedimentology. Vol 20 : 47-64.
Arman, Ali., Neviaty P. Zamani, Tsuyoshi Watanabe. 2013. Studi Penentuan
Umur dan Laju Pertumbuhan Terumbu Karang terkait dengan Perubahan Iklim Ekstrim Menggunakan Sinar-X. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol. 9 No. 1, Juni 2013, 1 - 10
Bradley, R. 1999. Paleoclimatologi: Reconstructing Climates of the Quaternary
Second Edition. USA: Academic Press.
Broecker, W.S., and Peng, T.H.1982. Tracers in the Sea: New York, Lamont- Doherty Geological Observatory
Berner, R.A. 1975.The role of magnesium in the crystal growth of calcite and aragonite from sea water: Geochimica et Cosmochimica Acta. Vol 39 : 489-504
Buddemeier, R.W., and Kinzie, R.A., (1975), The Chronometric Reliability Of Contemporary Corals, In Growth Rhythms And The History Of The Earth’s Rotation: New York, (ed. Rosenberg, G.D., and Runcorn, S.K.), Wiley & Sons, Hal: 135-147
Cahyarini S.Y., M. Pfeiffer, O. Timm, W-Chr.Dullo, dan D. Garbe-Schoenberg,
2008. Reconstructing seawater d18O from paired coral d18O and Sr/Ca ratios: Methods, Error Analysis and Problems, with examples from Tahiti (French Polynesia) and Timor (Indonesia). Geochimica et Cosmochimica Acta. 72/12: 2841 – 2853
Cahyarini S.Y., M.Pfeiffer, dan W-Chr.Dullo. 2009. Calibration of the Multicores Sr/Ca records-Sea Surface Temperature: Records from Tahiti Corals (French Polynesia), International Journal of Earth Sciences Vol 98: 31-40
Carton, J. A., Cao, X., Giese, B. S., & da Silva, A. M.1996. Decadal and Interannual SST Variability in The Tropical Atlantic Ocean. Journal of Physical Oceanography. Vol 26 : 1165- 1175
Chave, K.E.1954.Aspects Of The Biogeochemistry Of Magnesium 1. Calcareous Marine Organisms. Vol 62 : 266-283.
Cobb K, Charles H, Cheng, Edwards RL. 2003. El Nino-Southern Oscillation and
Tropical Pacific Climate During the Last Millennium. Nature. Vol 424: 271-276.
Cobb K, Cole J, Lough J, Tudhope S. 2008. Annually-Banded Corals As Climate
Proxies. http://www.ncdc.noaa.gov
Dahuri, R., 2003. Keanekragaman Hayati Laut, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
49
De’ath Glenn, Janice M dan Katharina E Fabricius. 2009. Declining Coral Calcification on The Great Barrier Reef. Science. Vol 323.
Delaney, M.L., Linn, L.J., and Davies, P.J. 1996. Trace and minor element ratios in Halimeda aragonite from the Great Barrier Reef: Coral Reefs. Vol 15 : 181-189.
Effendi Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Pengelolaan Lingkungan. Kanisius Felis Thomas, Jurgen Patzold. 2004. Climate Reconstructions from Annually
Banded Corals. Global Environmental Change in the Ocean and on Land, Eds., M. Shiyomi et al., pp. 205–227.
Folk, R.L.1974.The Natural History Of Crystalline Calcium Carbonate: Effect Of
Magnesium Content And Salinity: Journal of Sedimentary Petrology. Vol 44 : 40- 53.
Gagan, M.K., Ayliffe, L.K., Hopley, D., Cali, J.A., Mortimer, G.E., Chappell, J.,
McCulloch, M.T., and Head, M.J.1998. Temperature and surface-ocean water balance of the mid-Holocene tropical Western Pacific: Science. Vol 279 : 1014-1017.
Gattuso, J. P., Denis Allemand, Michel Frankignoulle. Photosynthesis and
Calcification at Cellular, Organismal and Community Levels in Coral Reefs : A Review on Interactions and Control by Carbonat Chemistry. Amer Zool. Vol 39 : 160-183
Guldberg, O.H, P.J Mumby, A.J Hooten, R.S Steneck, P Greenfield, E. Gomez,
C.D Harvell, P. F Sale, A.J Edwards, K. Caldera, N. Knowlton,C.M Eakin, R. Iglesias-pierto, N. Muthiga, R.H. Bradbury, A. Dubi dan M.E Hatziolos. 2007. Coral Reefs Under Rapid Climate Change and Ocean Acidification. Science Vol 318 : 1737-1742
Guldberg, O.H. 1999. Climate Change, Coral Bleaching And The Future Of The
World’s Coral Reefs. Marine and Freshwater Research. 50(8): 839–866. Habibi, M.N, Tri A.N. Karakteristik dan Tren Perubahan Suhu Permukaan Laut di
Indonesia Periode 1982-2009. 2014. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Vol 15 No 1 : 37-49
Hanor, J.S.1969.Barite Saturation In Seawater: Geochimica et Cosmochimica
Acta. Vol 33 : 894-898 Helmle, K.P., K.E. Kohler, and R.E. Dodge. 2002. Relative Optical Densitometry
And The Coral X-Radiograph Densitometry System: CoralXDS, Presented Poster, Int. Soc. Reef Studies 2002 European Meeting. Cambridge, England
Highsmith, R.C.1979. Coral growth rates and environmental control of density
banding: Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Vol 37: 105-125.
50
Hopley David. 2011. Encyclopedia of Modern Coral Reefs (Structure, Form and Process. James Cook University. Australia
IPCC. 2007. Climate Change 2007 : The Physical Science Basis. Summary for
Policymakers. Intergovernmental Panel on Climate Change. Geneva Katz, A.1973. The interaction of magnesium with calcite during crystal growth at
25- 90oC and one atmosphere: Geochimica et Cosmochimica Acta. Vol 37 : 1563-1586.
Kinsman, D.J.J., and Holland, H.D. 1969. The CO-Precipitation Of Cations With
CaCO3-Iv. The Co-Precipitation Of Sr2+ With Aragonite Between 16 And 96 OC: Geochimica et Cosmochimica Acta. Vol 33 : 1-17.
Kinsman, D.J.J. 1970. Trace cations in aragonite: Geological Society of America
Abstracts. Vol 2 : 596-597 Lahann, R.W. 1978. A Chemical Model For Calcite Crystal Growth And
Morphology Control: Journal of Sedimentary Petrology. Vol 48: 337-344. Langdon C, M.J.Atkinson. 2005. Effect Of Elevated PCO2 On Photosynthesis
And Calcification Of Corals And Interactions With Seasonal Change In Temperature/Irradiance And Nutrient Enrichment. Journal Of Geophysical Research, Vol. 110
Linsley, B.K., Wellington, G. M. dan Schrag, D.F. 2000. Decadal sea surface
temperature variability in the subtropical south Pacific from 1726 to 1997 AD. Science. Vol 290 : 1145-1148.
Lough, J.M. and Barnes, D.J. 1992. Comparisons of skeletal density variations in
Porites from the central Great Barrier Reef. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Vol 155: 1-25
Lough, J.M. and Barnes, D.J. 1997. Several Centuries Of Variation In Skeletal
Extension, Density And Calcification In Massive Porites Colonies From The Great Barrier Reef: A Proxy For Seawater Temperature And A Background Of Variability Against Which To Identify Unnatural Change. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 211 (1997) 29-67
Lough, J.M. and Barnes, D.J. 2000. Environmental Controls On Growth Of The
Massive Coral Porites. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Vol 245 : 225-243
Luthfi, Oktiyas Muzaky., Putri Zulaikhah Alviana., Guntur, Sunardi, Alfan Jauhari.
2016. Sebaran Mikro Atoll Porites di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan. Research Journal of Life Science. Vol 3 No. 1: 23-30
Marubini F, H. Barnett, C. Langdon dan M.J. Atkinson. 2001. Dependence of
Calcification on Light and Carbonate Ion Concentration for The Hermatypic Coral Porites compressa. Marine Ecology Progress Series. Vol 220 : 153-162
51
Mitsuguchi Takehiro, Eiji Matsumoto, Osamu Abe, Tetsuo Uchida, Peter J. Isdale. 1996. Mg/Ca Thermometry in Coral Skeletons. Science, Vol 274 : 961-963
Mitsuguchi, T., Matsumoto, E., dan Uchida, T., 2002. Mg/Ca And Sr/Ca Ratios Of
Porites Coral Skeleton: Evaluation of the effect of skeletal growth rate. Coral Reefs.
Mulyana, Erwin. 2002. Hubungan ENSO Dengan Variasi Curah Hujan di
Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol 3. No 1 : 1-4 NOAA.2007. Climate Change. http://www.ncdc.noaa.gov. National Weather
Service. NOAA. 2011. What Are Proxy Data. http://www.ncdc.noaa.gov. National Centers
for Enviromental Invormation : National Oceanic and Atmospheric Administrastion.
Oceancolor. 2016. Modis Aqua. Ocean Color Web. Earth Data.
https://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cms/data/aqua Oomori, T., Kaneshima, K., Nakamura, Y., and Kitano, Y. 1982. Seasonal
Variations Of Minor Elements In Coral Skeletons: Galaxea. Vol 1 : 77-86. Oomori, T., Kaneshima, H., and Maezato, Y. 1987. Distribution Coefficient Of
Mg2+ Ions Between Calcite And Solution At 10-50oc: Marine Chemistry. Vol 20:327- 336.
Pratomo, D.S. 2014. Analisis Regresi dan Korelasi Antara Pengunjung dan
Pembeli Terhadap Nominal Pembelian di Indomaret Kedungmundu Semarang dengan Metode Kuadrat Terkecil. Ilmu Komputer. Teknik Informatika : Universitas Dian Nuswantoro. Semarang
Pfeiffer, M., Dullo, W. Chr., dan Eisenhauer A., 2004. Variability of the
Intertropical Convergence Zone recorded in coral isotopic records from the central Indian Ocean (Chagos Archipelago). Quaternary Research. VOl 61 : 245 – 255.
Santoso, Arif Dwi. 2006. Pemutihan Terumbu Karang. Jurnal Hidrosfir. Vol 1 No2 : Hal. 61-66
Schifano, G. 1982. Temperature-Magnesium Relationships In The Shell
Carbonate Of Some Modern Marine Gastropods: Chemical Geology. Vol. 35: 321-332
Stoll, H. M., and D. P. Schrag. 1998. Effects Of Quaternary Sealevel Cycles On
Strontium In Seawater, Geochim. Cosmochim. Acta Vol 62 :1107 – 1118 Suharsono, 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum di Jumpai di Indonesia. P3O-
LIPI, Jakarta, 116 hlm
52
Bayong, T.H.K, Atika L, Ina J, Ruminta, Sri B.H. 2008. Dampak Variasi Temperatur Samudera Pasifiik dan Hindia Ekuatorial Terhadap Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Sains Dirgantara. Vol 5. No 2: 83-95
Veron, J.E.N. 1968. Corals of Australia And The Indo-Pacific. Hal: 215-264.
Angus And Robertson Publishers Walls, R.A., Ragland, P.C., and Crisp, E.L. 1977. Experimental And Natural Early
Diagenetic Mobility Of Sr And Mg In Biogenic Carbonates: Geochimica et Cosmochimica Acta.Vol 41 : 1731-1737.
Watanabe Tsuyoshi, Masao Minagawa, Tadamichi Oba, Amos Winter. 2001.
Pretreatment of Coral Aragonite for Mg and Sr Analysis : Implications for Coral Thermometers. Geochemical Journal. Vol 35 : 265-269.
Weber, J.N. 1974. Skeletal Chemistry Of Scleractinian Reef Corals: Uptake Of
Magnesium From Seawater: American Journal of Science. Vol 274 : 84-93
Wei G, Sun M, Li X, Nie B. 2000. Mg/Ca, Sr/Ca And U/Ca Ratios Of A Porites
Coral From Sanya Bay, Hainan Island, South China Sea And Their Relationships To Sea Surface Temperature. Palaeogeogr Palaeocliamtol Palaeoecol. 162 : 59-74
Yu KF, Zhao JX, Wei G, Cheng X R, Chen T G, Felis T, Wand P X, Liu T S. 2005
ᵟ18O, Sr/Ca And Mg/Ca Records Of Porites Luteacorals From Leizhou Peninsula, Northern South China Sea, And Their Applicability As Paleoclimatic Indicators, Palaeogeogr Palaeoclimatol Palaeoecol. 218 :57-73
.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Hasil Pengolahan ICP-OES
No. Kode Sampel Mg (ppm) Ca (ppm) Mg/Ca (mmol/mol)
1 KMS1-12 0,045 19,541 3,797
2 KMS1-13 0,045 22,078 3,360
3 KMS1-14 0,045 21,909 3,386
4 KMS1-15 0,043 20,439 3,469
5 KMS1-16 0,04 18,134 3,637
6 KMS1-17 0,048 21,584 3,667
7 KMS1-18 0,048 22,117 3,578
8 KMS1-19 0,048 21,048 3,760
9 KMS1-20 0,052 22,155 3,870
10 KMS1-21 0,051 21,143 3,977
11 KMS1-22 0,049 19,960 4,047
12 KMS1-23 0,055 21,787 4,162
13 KMS1-24 0,052 20,086 4,268
14 KMS1-25 0,042 18,243 3,796
15 KMS1-26 0,052 21,609 3,967
16 KMS1-27 0,052 21,008 4,081
17 KMS1-28 0,046 18,247 4,156
18 KMS1-29 0,052 21,179 4,048
19 KMS1-30 0,062 24,277 4,211
20 KMS1-31 0,052 21,472 3,993
21 KMS1-32 0,052 21,618 3,966
22 KMS1-33 0,055 22,575 4,017
54
No. Kode Sampel Mg (ppm) Ca (ppm) Mg/Ca (mmol/mol)
23 KMS1-34 0,05 20,138 4,094
24 KMS1-35 0,05 22,152 3,721
25 KMS1-36 0,051 22,815 3,685
26 KMS1-37 0,042 20,823 3,325
27 KMS1-38 0,043 21,554 3,289
28 KMS1-39 0,045 23,287 3,186
29 KMS1-40 0,04 19,928 3,309
30 KMS1-41 0,049 21,883 3,692
31 KMS1-42 0,049 22,263 3,629
32 KMS1-43 0,049 21,568 3,746
33 KMS1-44 0,054 21,367 4,167
34 KMS1-45 0,054 21,442 4,152
35 KMS1-46 0,054 20,499 4,343
36 KMS1-47 0,055 22,269 4,072
37 KMS2-1 0,045 16,134 4,598
38 KMS2-2 0,061 22,428 4,484
39 KMS2-3 0,052 19,378 4,424
40 KMS2-4 0,057 19,727 4,764
41 KMS2-5 0,039 16,302 3,944
42 KMS2-6 0,048 21,742 3,640
43 KMS2-7 0,032 14,47 3,646
44 KMS2-8 0,04 18,966 3,477
45 KMS2-9 0,042 20,339 3,405
46 KMS2-10 0,053 22,717 3,847
47 KMS2-11 0,037 14,846 4,109
55
No. Kode Sampel Mg (ppm) Ca (ppm) Mg/Ca (mmol/mol)
48 KMS2-12 0,05 20,235 4,074
49 KMS2-13 0,05 20,283 4,064
50 KMS2-14 0,054 22,139 4,021
51 KMS2-15 0,051 22,039 3,815
52 KMS2-16 0,053 21,328 4,097
53 KMS2-17 0,047 19,012 4,076
54 KMS2-18 0,04 14,404 4,578
55 KMS3-1 0,045 21,328 3,479
56 KMS3-2 0,045 20,311 3,653
57 KMS3-3 0,056 20,1 4,593
58 KMS3-4 0,056 19,309 4,782
59 KMS3-5 0,055 21,966 4,128
60 KMS3-6 0,053 21,454 4,073
61 KMS3-7 0,042 14,518 4,770
62 KMS3-8 0,055 21,075 4,303
63 KMS3-9 0,052 20,336 4,216
64 KMS3-10 0,056 22,346 4,132
65 KMS3-11 0,054 21,399 4,160
66 KMS3-12 0,056 21,751 4,245
67 KMS3-13 0,055 20,726 4,375
68 KMS3-14 0,058 22,121 4,323
69 KMS3-15 0,04 19,48 3,385
70 KMS3-16 0,052 19,856 4,318
71 KMS3-17 0,054 21,191 4,201
72 KMS3-18 0,052 21,401 4,006
56
No. Kode Sampel Mg (ppm) Ca (ppm) Mg/Ca (mmol/mol)
73 KMS3-19 0,048 20,752 3,814
74 KMS3-20 0,05 21,783 3,784
75 KMS3-21 0,046 18,839 4,026
76 KMS3-22 0,051 19,995 4,205
77 KMS3-23 0,051 19,951 4,215
78 KMS3-24 0,052 19,692 4,354
79 KMS3-25 0,055 22,191 4,086
80 KMS3-26 0,053 20,157 4,335
81 KMS3-27 0,056 21,959 4,205
82 KMS3-28 0,056 22,458 4,111
83 KMS3-29 0,062 22,7 4,503
84 KMS3-30 0,048 18,1 4,372
85 KMS3-31 0,056 21,188 4,358
86 KMS3-32 0,054 20,953 4,249
87 KMS3-33 0,054 21,005 4,239
88 KMS3-34 0,048 19,188 4,124
89 KMS3-35 0,052 22,602 3,793
90 KMS3-36 0,045 20,927 3,545
91 KMS3-37 0,053 21,444 4,075
92 KMS3-38 0,052 23,212 3,693
93 KMS3-39 0,051 20,877 4,028
94 KMS3-40 0,05 20,704 3,982
95 KMS3-41 0,051 20,825 4,038
96 KMS3-42 0,053 21,401 4,083
97 KMS3-43 0,05 20,358 4,049
57
No. Kode Sampel Mg (ppm) Ca (ppm) Mg/Ca (mmol/mol)
98 KMS3-44 0,052 20,772 4,127
99 KMS3-45 0,054 21,858 4,073
100 KMS3-46 0,053 21,4 4,083
58
Lampiran 2. Tabel Data Suhu Permukaan Laut
Tahun Bulan Suhu Permukaan Laut (oC)
2013
Desember 29.47
November 28.20
Oktober 27.48
September 24.01
Agustus 25.80
Juli 27.07
Juni 29.53
Mei 29.14
April 29.79
Maret 29.59
Februari 29.74
Januari 29.33
2012
Desember 29.59
November 27.89
Oktober 25.77
September 23.95
Agustus 23.43
Juli 24.32
Juni 25.54
Mei 27.54
April 28.76
Maret 29.66
Februari 29.72
59
Tahun Bulan Suhu Permukaan Laut (oC)
Januari 29.46
2011
Desember 28.77
November 27.79
Oktober 24.04
September 22.20
Agustus 23.77
Juli 25.00
Juni 25.86
Mei 28.04
April 28.41
Maret 29.10
Februari 29.64
Januari 28.40
2010
Desember 29.57
November 29.15
Oktober 28.82
September 28.30
Agustus 26.78
Juli 25.92
Juni 28.12
Mei 29.97
April 30.46
Maret 30.71
Februari 30.27
Januari 29.89
60
Tahun Bulan Suhu Permukaan Laut (oC)
2009
Desember 29.82
November 28.39
Oktober 26.62
September 24.57
Agustus 24.65
Juli 25.35
Juni 27.96
Mei 29.05
April 29.26
Maret 29.89
Februari 28.84
Januari 29.00
2008
Desember 28.63
November 28.22
Oktober 25.16
September 24.69
Agustus 23.09
Juli 23.37
Juni 23.77
Mei 26.77
April 28.53
Maret 29.29
Februari 29.23
Januari 28.58
2007 Desember 29.75
61
Tahun Bulan Suhu Permukaan Laut (oC)
November 28.13
Oktober 24.79
September 22.41
Agustus 22.43
Juli 25.85
Juni 24.53
Mei 28.02
April 28.65
Maret 29.73
Februari 30.34
Januari 28.71
2006
Desember 26.02
November 24.35
Oktober 23.67
September 21.97
Agustus 23.19
Juli 23.36
Juni 25.51
Mei 28.28
April 28.65
Maret 30.01
Februari 29.78
Januari 29.62
2005
Desember 29.05
November 28.18
62
Tahun Bulan Suhu Permukaan Laut (oC)
Oktober 25.84
September 24.45
Agustus 25.56
Juli 27.81
Juni 28.09
Mei 27.61
April 28.64
Maret 30.41
Februari 30.11
Januari 29.97
2004 Desember 27.39
63
Keterangan : A . Pemotongan Sampel; B. Penimbangan Subsampel ; C.
Penggerusan Sampel ; D. Pelarutan Subsampel ; E. Sentrifuge
A B
C D E
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
64
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian