TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL KARYA DONNY …
Transcript of TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL KARYA DONNY …
i
TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY
DHIRGANTORO (Kajian Pragmatik)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Faku l tas Keguruan dan I lmu Pend id ikan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Oleh
HIKMAH
105331109916
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
v
vi
Moto
Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan sekarang daripada rasa pahitnya
kebodohan kelak.
Persembahan
Skripsi ini adalah bagian dari ibadahku kepada Allah SWT, karena kepadaNyalah
kami menyembah dan kepadaNyalah kami mohon pertologan. Sekaligus
ungkapan terima kasihku kepada:
Kedua orang tua dan saudara- saudara ku yang selalu memberikan inspirasi dalam
hidupku.
Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuangan yang tak pernah lelah
mendukung, memotivasi serta memberi nasihat.Terima kasih atas semuanya.
vii
ABSTRAK
Hikmah’’ Tindak tutur direktif dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro
(kajian pragmatik)’’.Skripsi. (dibimbing oleh Dr. St Suwadah Rimang, M. Hum
dan A.Syamsul Alam. S.Pd., M.Pd.)
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan percakapan tindak tutur
direktif dalam novel “5 CM” karya Donny Dhirgantoro. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif dan bentuk penelitian kualitatif. Hasil
analisis data terhadap percakapan antara penutur dan mitratutur dalam novel “5
CM” karya Donny Dhirgantoro diperoleh hasil yang berupa tindak tutur direktif
sebagai berikut. Tindak tutur direktif requestives terdiri dari dua percakapan,
tindak tutur direktif questions terdiri atas dua percakapan, tindak tutur direktif
requirements terdiri atas dua percakapan, tindak tutur direktif prohibitives terdiri
atas dua percakapan, tindak tutur direktif permissives terdiri atas dua percakapan,
dan tindak tutur direktif advisories terdiri atas dua percakapan.
Tindak tutur merupakan perilaku berbahasa seseorang yang berupa ujaran
seseorang dalam situasi atau posisi ujaran tertentu. Tindak tutur dalam situasi atau
posisi ujaran tertentu juga digunakan dalam dialog novel. Tindak tutur adalah
proses komunikasi yang terjadi antara si penutur dan lawan tutur yang dilakukan
untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Setiap tuturan yang diucapkan oleh
manusia mengandung arti yang berbeda sesuai dengan pesan atau informasi yang
akan disampaikan. Kata kunci: Percakapan, Tindak Tutur Direktif, Novel
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmani Rahim
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang
selalu senantiasa memberikan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah, serta karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tak luput pula terucap atas junjungan nabi Muhammad Saw yang
menyempurnakan islam serta membawa manusia dari zaman biadab menuju
zaman yang beradap karena atas nikmat kesehatan yang diberikan penulis mampu
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Tindak tutur direktif dalam novel 5 cm
karya Donny Dhirgantoro ( kajian pragmatik )dapat dirampungkan dalam rangka
memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal
mungkin, namun sebagai manusia biasa tentunya tidak lepas dari segala
kekurangan dan keterbatasan sehingga masih jauh dari sempurna, baik dari segi
sistematika penulisan maupun isi yang terkandung dalam skripsi ini.Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak hingga kepada
semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini, baik berupa moril dan
materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dari mereka, sulitnya rasanya bagi
penulis menyelesaikan skripsi ini. Izinkan penulis menyampaikan terimakasih
ix
kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat, kesehatan dan kelancaran serta
petunjuk menyelesaikan skripsi ini.
Rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan luar biasa sangat spesial
penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis. Almarhuma Ibunda Halwiah
dan Ayahanda Kaharuddin yang selaku keluarga penulis dengan segala
pengorbanan dan jasa-jasa mereka.Doa, restu, nasihat, dan petunjuk dari mereka
merupakan dorongan moril yang efektif.
Terima kasih kepada Almarhuma Ibunda Halwiah dan Ayahanda
Kaharuddin selaku orang tua saya. . Dr. St Suwadah Rimang, M. Hum sebagai
pembimbing I (satu) dan A. Syamsul Alam, S.Pd., M.Pd pembimbing II (dua)
yang telah meluangkan waktunya untuk bimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi. Terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Prof.
Dr.H.Ambo Asse, M.Ag. Terima kasih Kepada Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Erwin Akib, S.Pd.,M.Pd., Ph.D. Serta para wakil Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoensia Dr. Munirah, M.Pd dan Sekertaris
Program Studi Pendikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Muhammad Akhir,
M.Pd beserta seluruh staffnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada lala dan adik saya yang
telah memberikan masukan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini, serta
kelas BI.C 016 dan team parusuh (sahabat) penulis Meidina Sri Hanum, Mittahul
Akar Manna, Ade Irawati, Nur Adila, Rahmawati Haris, Karlina, dan Rahmawati
yang selalu memberikan saya bantuan, dukungan, mengajarkan saya arti
x
kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta tak henti-hentinya megulurkan
tangan dikala jatuh bangun penulis dalam menghadapi kerasnya badai di tanah
perantau.
Semoga bantuan, bimbingan, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah
Subahanahu wa taala, akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan tidak ada manusia yang sempurna dan tak luput dari kesalahan
serta kekhilafan. Oleh karena itu penulis senantiasa mengharapakan tanggapan,
kritikan dan saran sehingga penulis dapat berkarya di masa yang akan datang.
Semoga segala bantuan dan bimbingan ari semua pihak mendapat berkat dan
rahmat Allah.Mudah-muahan dapat memberi manfaat bagi pembaca, terutama
bagi diri penulis.Amin ya rabbal alamin.
Makassar, Agustus 2020
Hikmah
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN .......................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................ ...vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR........................................8
A. Tinjauan Pustaka.....................................................................................................8
1. Penelitian Relevan.............................................................................................8
2. Pragmatik dan objek kajiannya........................................................................13
3. Tindak tutur direktif.........................................................................................29
4. Novel .............................................................................................................. 32
B. Kerangka Pikir ............................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 40
A. Jenis dan desain Penelitian ......................................................................... 40
B. Definisi istilah ............................................................................................ 40
xii
C. Data dan sumber data ................................................................................. 40
D. Lokasi penelitian ........................................................................................ 41
E. Teknik pengumpulan data .......................................................................... 41
F. Teknik analisis data .................................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 42
A. Hasil Penelitan.............................................................................................. 43
B. Pembahasan ................................................................................................. 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 52
A. Simpulan ...................................................................................................... 60
B.Saran ............................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waluyo (2002:68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud
nyata imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara
pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan
cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan oleh
tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal
diantaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara mengekspresikan apa
yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas
dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia
erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari
persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya,
kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang pengarang tinggal
menuangkan masalah-masalah yang ada disekitarnya menjadi sebuah karya sastra.
Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam halini adalah
novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan
novel (Abrams dalam Nugiyantoro, 2000:4). Prosa dalam pengertian kesastraan
juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif
(narrative discource) (dalam pendekatan structural dan semiotic). Istilah fiksi
dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan
2
fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyarankan pada kebenaran
sejarah.
Karya fiksi dengan demikian menyaran pada suatu karya yang menceritakan
sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi
sungguh-sungguhsehingga ia tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata
sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya,
atau dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya dibuktikan
secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan karya
nonfiksi. Tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah
tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiksi
bersifat faktual (Nurgiyantoro, 2000:2)
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan erbagai ermasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai
permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh
karena itu, fiksi menurut Altenbernd dan lewis (dalam Nurgiyantoro, 2000:2)
dapat diartiakn sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya
masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-
hubungan antar manusia.
Ibrahim (1993:27) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif tidak hanya
pengekspresian sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh petutur,
tetapi direktif juga bisa merupakan pengekspresian maksud penutur (keinginan
dan harapan) sehingga tuturan atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai
3
alasan untuk bertindak oleh petutur. Senada dengan itu, Searle (dalam Gunarwan,
2006:85-86) mengatakan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan
penuturnya dengan maksud agar si pendengar (petutur) melakukan tindakan yang
disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya: menyuruh, memohon, dan menantang.
Dalam tindak tutur direktif, terdapat peristiwa tutur dan tindak tutur. Peristiwa
tutur merupakan sebuah tindak tutur yang berfungsi dalam interaksi verbal dan
nonverbal. Menurut Yule (2006:99), peristiwa tutur adalah suatu kegiatan yang
para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk
mencapai suatu hasil. Menurut Suyono (2015:4), peristiwa tutur adalah suatu unit
tuturan yang mempunyai keseragaman, keutuhan, dan kesatuan atas seperangkat
komponen yang meliputi: (1) tujuan tutur, (2) topik tuturan, (3) partisipan tutur,
(4) latar peristiwa tutur, dan (5) ragam tutur. Dengan kata lain, peristiwa tutur
adalah kejadian yang berlangsung saat terjadinya proses komunikasi antara
pembicara dengan pendengar yang disadari oleh konteks dan situasi tutur.
Dalambertutur, seseorang tidak akan berbicara tanpa memikirkan lebih dahulu apa
yang akan diujarkan. Dalam berbicara, penutur tidak asal bicara, tetapi harus
memilih strategi bertutur apa yang paling tepat digunakan untuk sekedar
menyampaikan pesan/informasi saja, tetapi juga membina hubungan sosialdengan
penutur. Oleh sebab itu, penutur harus memilih strategi bertutur yang tepat dalam
menyampaikan tuturannya diharapkan penutur dapat menyampaikan pesan
penutur secara baik tanpa merusak muka (citra diri)/menyinggung perasaan
petutur.
4
Brown dan Levinson (dalam Gunarwan, 2006:6) menjelaskan bahwa ada
tindak tutur yang cara pengungkapannya atau maksud dari menyebabkan penutur
memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau peristiwa tuturnya, yaitu
kepada siapa ia bertutur, dimana, tentang apa, petutur, besarnya perbedaan
kekuasaan diantara keduanya serta status relatif dari jenis tindak tutur yang
diujarkan penutur di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Berdasarkan
perhitungan atau pertimbangan itulah, penutur memilih strategi untuk melakukan
tindak tutur yang isi atau maknanya sudah ada dalam pikirannya. Brown dan
Levinson mengemukakan strategi bertutur berdasarkan urutan tingkatan
ketidaklangsungan. Dalam ilmu bahasa, sebuah kalimat dapat dianalisis
berdasarkan konteks artinya kalimat baru dapat dikatakan benar apabila kita
mengetahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya, dan bagaimana situasinya.
Oleh sebab itu, ahli wacana menganalisis kalimat itu dengan menganalisis
konteksnya terlebih dahulu. Konteks sangat menentukan makna suatu ujaran
dalam berkomunikasi. Penutur dan petutur dapat berkomunikasi dengan baik
apabila dapat memahami dasar sebuah tuturan yakni konteks. Selanjutnya, Yule
(2014) menjelaskan bahwa ada dua macam konteks yaitu konteks linguistik dan
nonlinguistik (ekstralinguistik). Konteks linguistik adalah berupa kata-kata yang
digunakan dalam berbahasa seperti kalimat atau frase, sedangkan konteks
nonlinguistik (ekstralinguistik) adalah konteks yang membentuk makna yang
berada di luar bahasa. Brown dan Levinson (dalam Gunarwan, 2006:90)
menjelaskan bahwa kesantunan berbahasa atau sopan-santun berbahasa berkisar
pada nosy muka atau konsep muka (face). Amir dan Ngusman (2006:14)
5
mengatakan bahwa muka mengacu kepada citra diri atau harga diri. Muka atau
harga diri perlu dapat jatuh karena tindakan sendiri atau tindakan orang lain. Oleh
karena itu, muka atau harga diri perlu dijaga agar tidak jatuh. Yang perlu menjaga
muka atau harga diri adalah diri sendiri dan orang lain. Salah satu yang dapat
menjatuhkan muka adalah tindak tutur karena tindak tutur berpotensi menjatuhkan
muka tindak tutur perlu dilengkapi dengan piranti pelindung muka atau pelindung
citra diri, yaitu kesantunan berbahasa. Brown dan Levinson (dalam Gunarwan,
1994:90) menjelaskan bahwa muka atau citra diri dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif berhubungan dengan
kehendak seseorang untuk dinilai baik atau positif. Sebaliknya, muka negatif
berhubungan dengan kehendak diri seseorang untuk dibiarkan bebas melakukan
apa yang disenanginya. Kesantunan positif dilakukan dengan jalan membedakan
jarak sosial antara penutur dengan petutur. Kesantunan negatif dilakukan dengan
jalan meninggikan petutur sehingga terbentuk jarak sosial.
Novel adalah salah satu karya fiksi yang mempunyai sifat fiksionalitas,
yaitu rekaan dan khayalan. Menurut Muhardi dan Hasanuddin (2006:1), kata fiksi
berasal dari kata fiction yang berarti rekaan, khayalan, tidak berdasarkan
kenyataan atau juga dapat berarti suatu pernyataan yang berdasarkan khayalan
atau pikiran semata. Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) mendeskripsikan jenis tindak tutur direktif, (2)strategi bertutur pada tindak
tutur direktif, (3)konteks penggunaan tindak tutur direktif, dan (4) efek
penggunaan strategi bertutur terhadap kesantunan berbahasa dalam novel Pukat
karya Tere-Liye.
6
Penelitian tindak tutur direktif ini sangat penting untuk dilakukan karena
jika penelitian ini tidak dilakukan dengan baik dan benar, maka akan terjadi
kesengajaan atau terjadi sebuah proses komunikasi tuturan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang sebelumnya maka dapat
dirumuskan permasalahan pada penelitian ini yaitu;
Bentuk tindak tutur direktif apa sajakah yang terdapat pada novel 5 cm
karya Donny Dhirgantoro (kajian pragmatik)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendekskripsikan;
Bentuk tindak tutur direktif pada novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro
(kajian pragmatik)
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini, dari penelitian diharapkan dapat
bermanfaat baik secara praktis maupun teoretis, adapun manfaat tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat praktis
a. Manfaat bagi penulis, yaitu penulis mendapatkan pengalaman
dalam proses penelitian dan menulis karya ilmiah, serta menambah
pengetahuan tentang tindak tutur direktif dalam penelitian ini.
b. Manfaat bagi pembaca, semoga pembaca mendapatkan tambahan
pengetahuan dan wawasan yang lebih mengenai tindak tutur
direktif dalam novel
7
2. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memperkuat teori tentang tindak tutur direktif
dalam menganalisis sebuah novel.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya
dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini.
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, teori yang dianggap relevan
dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian yang relevan
Penelitian yang berkaitan dengan penelitian pragmatik yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti. Khususnya penelitian tentang
tindak tutur direktif. Penelitian yang pernah meneliti pada kajian pragmatik
antara lain :
Kristanti, Fetri 2014 Tindak tutur direktif dalam dialog film “ketika
cinta bertasbih” karya Chaerul Unam Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Tujuan yang pertama, yaitu untuk
mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif dalam dialog film “Ketika
Cinta Bertasbih” karya Chaerul Umam. Tujuan yang kedua, yaitu untuk
mengetahui fungsi tindak tutur direktif dalam dialog film “Ketika Cinta
Bertasbih” karya Chaerul Umam. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah dialog film “Ketika Cinta
Bertasbih” karya Caerul Umam. Data penelitiannya adalah data lisan yang
mengandung tindak tutur direktif yang meliputi bentuk tindak tutur
direktif dan fungsi tindak tutur direktif dalam dialog film ”Ketika Cinta
9
Bertasbih” karya Chaerul Umam. Data diperoleh dengan metode simak
dengan teknik simak libat bebas cakap yang dilanjutkan dengan teknik
rekam, transkrip, dan catat. Keabsahan data dilakukan dengan
mengunakan ketekunan pengamatan triangulasi teori dan expert
judgement. Hasil penelitian ini terkait dengan tindak tutur direktif yang
dilihat dari aspek bentuk dan fungsi. Dalam dialog film “Ketika Cinta
Bertasbih” ditemukan lima bentuk tindak tutur direktif, yaitu perintah,
permintaan, ajakan, nasihat, kritikan, dan larangan. Dilihat dari fungsi
tindak tutur direktif, dialog film “Ketika Cinta Bertasbih” memiliki fungsi
yang bervariasai. Bentuk tindak tutur direktif perintah memiliki fungsi
menyuruh, memerintah, mengharuskan, memaksa, menyilakan. Bentuk
tindak tutur direktif permintaan memiliki fungsi meminta, memohon,
mengharap, dan menawarkan. Bentuk tindak tutur direktif ajakan memiliki
fungsi mengajak, membujuk, mendukung, dan mendesak. Bentuk tindak
tutur direktif nasihat memiliki fungsi menasihati, menganjurkan,
menyarankan, dan mengingatkan. Bentuk tindak tutur direktif kritikan
memiliki fungsi menegur, menyindir, dan mengancam. Bentuk tindak tutur
direktif larangan memiliki fungsi melarang dan mencegah.
Dwi Sari Rizqi1, Agustina2, Ngusman3 2017 Program Studi
Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang dengan judul Tindak tutur
direktif dalam novel pukat karya tere-liye. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.Penelitiankualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
10
dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, tindakan, motivasi,
persepsi secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah metode deskriptif merupakan suatu objek yang digunakan
untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatukondisi, suatu
sistem pemikiran atau kelas peristiwa pada masa sekarang.Metode deskriptif
ini digunakan untuk melihat dan mendeskripsikan tindak tutur direktif novel
Pukat karya Tere-Liye. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan objektif karena peneliti hanya menyelidiki tindak tutur
direktif tokoh yang terdapat dalam novel Pukat karya Tere-Liye tanpa
menghubungkan hal-hal yang berada diluar kajian penelitian. Data penelitian
ini adalah tindak tutur direktif para tokoh yang terdapat dalam novel Pukat
karya Tere-Liye. Sumber data penelitian ini adalah novel Pukat karya Tere-
Liye. Novel Pukat ini diterbitkan pada tahun 2010 oleh Penerbit Republika,
beralamat di jalan Pejaten Raya No.40 Jati Padang, Jakarta Selatan. Novel
yang ada pada peneliti adalah cetakan pertama Maret 2010. Novel ini setebal
vi+351 halaman dengan ilustrasi cover Pukat serta berukuran 20,5 x 13,5 cm.
Harisvari Puspa Hapsari 2017 Tindak tutur direktif dalam novel
Ringan Universitas Diponegoro. Metode ini menggunakan metode deskriptif,
yaitu dengan mendeskripsikan novel “Boku wa Tomodachi ga Sukunai”
volume 1, 2, dan 3 tersebut yang bertujuan untuk mendeskripsikan makna
tindak tutur ilokusi direktif di dalam novel ringan. Tahap pengumpulan data
pertama dilakukan dengan metode simak dan metode catat. Pertama, penulis
11
mengunduh data yang berjudul Boku wa Tomodachi ga Sukunai volume 1-3 dari
sebuah situs yaitu http://www.rawset.net. Di dalam metode simak, pemerolehan
data dilakukan dengan menyimak dialog-dialog dan konteks yang terdapat dalam
novel ringan Boku wa Tomodachi ga Sukunai.
Putri Ika Pertiwi 2018 tindak tutur direktif dalam novel cinta hitam
putih Karya sophie maya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya
proses komunikasi yang baik bagi semua individu, tak terkecuali bagi para
siswa yang sebagian besar belum menyadari bagaimana tindak tutur yang
baik dalam sebuah komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur direktif yang terdapat pada tuturan
antar tokoh dalam novel Cinta Hitam Putih karya Shopie Maya dan membuat
rancang bangun pembelajaran tindak tutur direktif dalam novel Cinta Hitam
Putih karya Sophie Maya di SMA. Sumber data diperoleh dari novel berjudul
Cinta Hitam Putih karya Sophie Maya yang diterbitkan oleh Media Pressindo
pada tahun 2012. Penyediaan data menggunakan metode baca dan tandai,
serta menggunakan teknik catat. Analisis data menggunakan metode metode
padan dan teknik analisis teks. Hasil penelitian ditemukan 41 data yang
mengandung tindak tutur direktif dalam novel Cinta Hitam Putih karya
Sophie Maya. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran kepada
siswa mengenai tindak tutur direktif dalam novel.
Teza Dwi Putri, Dian Eka Chandra Wardhana, dan Suryadi 2019
Tindak tutur direktif pada novel bidadari-bidadari surga karya tere liye
Program studi pendidikan bahasa indonesia Fkip universitas bengkulu.
12
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur
direktif pada novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye. Metode
penelitian adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian adalah
dokumentasi. Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini: (1)
pengumpulan data, (2) mereduksi data, (3) menyajikan data, (4)
menyimpulkan dan memverifikasi data. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye terdapat delapan
tindak tutur direktif yaitu; a. Memesan atau meminta (ordering) memiliki
fungsi meminta, memberi pesan, memohon, menekan, dan mendorong. b.
Memerintah (commanding) memiliki fungsi memerintah, menghendaki,
mengkomando, menuntut, menginstruksikan, menyuruh, mengharuskan,
memaksa, dan menyilakan. c. Memohon (requesting) memiliki fungsi
memohon, mengharap, menawarkan, dan melarang. d. Menasihati (advising)
memiliki fungsi menasihati, memperingatkan, dan mengingatkan. e.
Merekomendasi atau menganjurkan (recommending) memiliki fungsi
menganjurkan. f. Bertanya (questions) memiliki fungsi bertanya,
menginterogasi, meminta, menghina, dan membujuk. g. Melarang
(prohibitives) memiliki fungsi direktif melarang dan mencegah. dan h.
Mengizinkan (permissives) memiliki fungsi membolehkan dan mengizinkan.
Kedelapan jenis tindak tutur direktif di atas menambah ragam variasi bahasa
dalam membuat pengaruh mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan atau
aktivitas.Kata kunci: Tindak tutur, tindak tutur direktif, novel Bidadari-
Bidadari Surga
13
2. Pragmatik dan objek kajiannya
a. Pragmatik
Salah satu karakter bahasa adalah dinamis atau berkembang, artinya
bahasa bukanlah sosok yang tepat berwajah sama dari masa ke masa.
Sebagaimana manusia, bahasa senantiasa tumbuh dan berkembang secara
perlahan-lahan dan tanpa kita sadari. Bukan hanya bahasa yang tumbuh dan
berkembang, melainkan pandangan dan pemahaman manusia terhadap hakikat
bahasa yang tumbuh dan berkembang.
Pemakaian istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof
kenamaan Charles Morris (dalam Suyono, 2005:1). Filosofi membedakan tiga
konsep dasar dalam semiotik yaitu, (1) Sintaksis, yang mengkaji antara tanda
lingual, (2) Semantik, yang mengkaji antara hubungan antara lingual dan
makna dan (3) Pragmatik, yang mengkaji hubungan antara tanda lingual dan
konteks pemakaiannya.
Ahli lain yang memberikan batasan mengenai pragmatik ini adalah
Hetherington (dalam Tarigan, 2003: 32) yang mengatakan bahwa pragmatik
menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi khusus dan terutama sekali
memusatkan perhatian pada konteks sosial performansi bahasa yang dapat
mempengaruhitafsiran atau interpretasi.
Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik yang
mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan.
Berkaitan dengan itu, Cruse (dalam Cummings, 2007:2)mengungkapkan
bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi
14
dalam pengertian yang luas yang disampaikan melalui bahasa yang tidak
dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk
linguistik yangdigunakan, namun yang juga muncul secara alamiah dari dan
tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan
konteks tempat penggunaan bentuk-bentuktersebut.
Kridalaksana (2008:159) menjelaskan pengertian pragmatik yaitu
cabang semiotik yang mempelajari asal-usul, pemakaian dan akibat lambang
tanda, ilmu yang menyelidiki peraturan, konteksnya dan maknanya. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Levison (dalam Tarigan 2015:31) menyatakan
bahwa pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks
merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan
kata lain telaah mengenai kemampuan pemakaian bahasa menghubungkan
serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.
Pragmatik menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama dalam
hubungannya dengan tanda-tanda atau lambang-lambang prgmatik
memusatkan perhatian pada insan berperilaku dalam keseluruhan situasi
pemberian dan penerimaan tanda. Kemudian menurut Leech (2011:5)
menyatakan bahwa pragmatik mempelajari bahasa yang digunakan dalam
komunikasi, dan bagaimana pragmatik menyelidiki makna sebagai konteks,
bukan sebagai suatu yang abstrack dalam komunikasi.
Menurut Tarigan (2015:30-31) pengertian pragmatik adalah telaah
mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang disandingkan dalam
struktur suatu bahasa, pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna
15
yang tidak mencakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain,
membahas segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara
tuntas oleh referensial langsung pada kondisi-kondisi kebenaran mengenai
bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat.
Wijana (2006:2) yang menjelaskan pragmatik sebagai cabang ilmu
bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana
suatu kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Makna yang dikaji dalam
pragmatik adalah makna yang terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji
maksud penutur. Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk
memahami maksud lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan
pengalaman bersama untuk memudahkan dalam berinteraksi. (dalam Tarigan
2015:31) berpendapat bahwa pragmatik adalah telaah mengenai kegiatan
ujaran langsung dan tidak langsung, preposisi, implikatur konvensional dan
sejenisnya.
Menurut Yule (2006:3), pragmatik adalah studi tentang makna yang
disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca.
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang
apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan daripada dengan makna terpisah
dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.
Selanjutnya, definis pragmatik menurut George (dalam Tarigan
2003;32) adalah: menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama sekali dalam
hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pramatik
16
memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi
pemberian tanda dan penerimaan tanda.
Levinson (dalam Leech, 2011:5) mengartikan pragmatik sebagai dari
hubungan antara bahasa dengan konteks yang mendasar pada pengertian
bahasa. Pengertian atau pemakaian bahasa menunjukkan kepada fakta bahasa
untuk mengerti suatu ungkapan atau ujaran bahasa yang diperlukan juga
pengetahuan di luar makna kata atau hubungan tata bahasanya, yakni
hubungan dengan konteks pemakaiannya.
Definisi ini, memberikan tekanan, dapatnya pemakaian bahasa
menggunakan kalimat yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Misalnya “
Pukul berapa sekarang ?”, kalimat ini mengandung makna pragmatik
berbeda-beda. Kalimat itu diucapkan dibandara udara.
Kalimat tersebut merupakan pertanda kegelisahan seseorang
menunggu atau berangkatnya pesawat terbang. Pada situasi lain, dapat
memberi arti bahwa penutur ingin memberi pengertian kepada seseorang yang
tidak mematuhi batas waktu. Pertanyaan serupa dapat pula memberi arti
sebagai pertanda keheranan.
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada
masa sekarang ini walaupun pada kira-kira dua desa warsa yang silam ilmu ini
jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para bahasa. Hal ini dilandasi
oleh semakin sadarnya para linguis bahwa upaya untuk menguak hakikat
bahasa, tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa disadari
17
pemahaman terhadap pragmatik yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam
komunikasi (Wijana, 2006, 46).
Komunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan alat yang vital
bagi masyarakat. Salah satu bentuk dari komunikasi yang sangat
mengandaikan peranan bahasa sebagai alat penghubung, alat penerus ,
kebudayaan, dan warisan kepada generasi, serta alat untuk mendidik dan
memelihara sumber daya manusia yang berkualitas dalam lingkungannya
formal (sekolah) pada umumnya. Dengan menitikberatkan pada perubahan
bahasa sebagai sarana komunikasi, maka dengan sendirinya bahasa bersifat
komunikatif, khususnya bahasa lisan.
Penjelasan lebih lanjut dikemukakan Yule bahwa tipe studi ini perlu
melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang dalam suatu
konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur
mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang
mereka ajak berbicara, dimana, kapan, dan dalam keadaan apapun.
Pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendegar dapat
menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu
interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali
betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang
disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi ini adalah pencarian makna
yang tersamar.
18
Pandangan ini kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa yang
menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan.
Jawaban yang mendasar terikat pada gagasan jarak keakraban. Berdasarkan
pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu
bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa dalam berkomunikasi untuk
mengetahui maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur
sehingga menghasilkan informasi yang jelas sesuai dengan konteks ujaran,
sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, perlu
dipahami, bahwa kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya terletak pada
kesesuaian aturan gramatikal tetapi juga pada aturan pragmatik.
Kemudian, Purwo (dalam Salam, 2010: 49) yang menyatakan bahwa
pragmatik itu menjelajahi empat fenomena yaitu deiksi, peranggapan, tindak
tutur dan implikatur percakapan, jadi pengkajian bahasa berupa tuturan
pragmatik yang mengkaji tuturan berdasarkan konteks komunikasi. Tindak
tutur ini merupakan fenomena dalam masalah yang sangat luas dikenal dalam
istilah pragmatik atau dengan tindak tutur merupakan cakupan dar pragmatik.
Berdasarkan beberapa pengertian pragmatik yang dikemukakan oleh
beberapa pakar, maka dapat disimpulakan bahwa pragmatik pada dasarnya
untuk mengoptimalkan komunikasi dengan menggunakan bahasa harus
disesuaikan dengan situasi pada saat berlangsung komunikasi. Dengan kata
lain, pragmatik didefinisikan sebagai studi mengenai makna ujaran dalam
situasi tertentu.
19
b. Objek Kajian Pragmatik
Kancah yang dijelajahi pragmatik yang telah disetujui hingga saat ini
antara lain : (1) deiksis, (2) praanggapan (presuppotion), (3) implikatur
percakapan (conversation imliculture), dan (4) tindak tutur (speech acts)
(Purwo dalam Salam, 2005: 45-49).
1. Deiksis
Deiksis sebagai objek kajian pragmatik adalah bentuk-bentuk bahasa
yang tidak memiliki acuan yang tetap. Oleh karena itu, maknanya sangat
bergantung pada konteks. Berdasarkan konteksnya, maka deiksis dibagi
atas lima, yaitu : (1) deiksis persona: seperti saya, ia, atau dia; (2) deiksis
waktu: seperti sekarang, kemarin, atau besok; (3) deiksis tempat: seperti
sini, sana, atau situ; (4) deiksis wacana: seperti kata atau frasa yang
merujuk pada hal yang akan disebutkan; dan (5) deiksis sosial, yaitu
deiksis yang menyebabkan terjadinya kesopanan dalam berbahasa: seperti
beliau, yang mulia, atau tuan.
2. Praanggapan
Praanggapan merupakan pengetahuan latar belakang yang dapat
memuat suatu tindakan atau ungkapan yang mempunyai makna masuk akal dan
dapat diterima oleh para partisipan yang terlibat dalam peristiwa komunikasi.
Dengan kata lain, praanggapan adalah asumsi pembicara yang membuat
pendengar menerima pesan yang dituturkan tanpa kesuliatan (Brown, dalam
Salam, 2205:46). Pengetahuan latar belakang atau informasi tambahan tersebut
merupakan informasi yang sama-sama dimiliki oleh para partisipan.
20
Contoh:
a). “Jangan ragu, barang yang diambil si Andi itu tidak akan tercecer!”
Pernyataan diatas adalah pemberitahuan mengenai keraguan terhadap
kemungkinan barang akan tercecer, sedangkan yang dipraanggapan adalah
bahwa orang yang mengambil barang itu (Andi) memiliki rasa tanggung
jawab terhadap barang yang diambilnya.
b) “ Apakah si Budi masih pemabuk?”
Pernyataan diatas mengandung praanggapan bahwa si Budi biasa
mabuk pada masa lampau.
3. Implikatur
Implikatur merupakan makna tuturan yang tidak terungkap secara
literal pada tuturan itu. Untuk memahami makna tuturan tersebut, maka
implikatur harus didasarkan pada seperangkat asumsi seperti yang
dikemukakan oleh Grice (1975). Menurut Grice (dalam Salam, 2005: 48)
untuk memahami makna suatu implikatur dapat dilakukan berdasarkan aturan
percakapan yang terdiri atas, 1. Maksim kuantitas, 2. Maksim kualitas, 3.
Maksim hubungan dan 4. Maksim cara.
4. Tindak tutur
Tentang tindak tutur, Austin dan Searle mengatakan bahwa
mengucapkan sesuatu berarti juga melakukan sesuatu. Kalimat, tidak hanya
berfungsi untuk menyampaikan informasi melainkan hal-hal tertentu juga
berfungsi sebagai pelaksanaan dari tindakan itu sendiri (dalam Salam, 2005 :
47).
21
Teori tindak tutur relatif masih baru. Ia bertitik tolak dari asumsi bahwa
unit minimal dari komunikasi bukanlah kalimat dan ekspresi lainnya,
melainkan suatu penampilan tindak tertentu seperti membuat pernyataan,
bertanya, memberi perintah, menjelaskan, mendekskripsikan.
Konsep tindak tutur kali pertama di cetuskan oleh Austin pada tahun
1962. Dalam bukunya How to Do Things with Words. Dalam bukunya itu,
Austin membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi
kalimat konstantif dan kalimat performantif. Semua tuturan bersifat
performantif dalam arti melakukan suatu tindak (action) alih-alih hanya hanya
mengatakan sesuatu tentang dunia. Didalam mengucapkan tuturan itu sekaligus
terjadi dua unsur yaitu unsur tindak dan unsur ucapan atau disebutnya pula
sebagai tindak ilokusi dan tindak lokusi. Kemudian ia menambah lagi satu
kategori yang disebutnya tindak perlokusi suatu tuturan yang dimaksudkan
untuk memperoleh efek tertentu (Leech dalam WAHID, 2005:163).
Tentang tindak tutur mengucapkan sesuatu berarti juga melakukan
sesuatu. Kalimat atau tuturan tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan
informasi, melainkan dalam hal-hal tertentu juga berfungsi sebagai
pelaksanaan dari tindakan itu sendiri. Dengan pengucapan kalimat “mau
minum apa?” si pembicara tidak semata-mata menanyakan atau meminta
jawaban tertentu, melainkan ia juga menanyakan atau meminta jawaban
tertentu, melainkan ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan minuman
(Austin dan Searle dalam Salam, 2005:47)
22
Menurut Aslinda dan Leni (2007:33) tindak tutur cenderung sebagai
gejala individu yang bersifat psikologi dan ditentukan kemampaun bahasa
penutur dalam menghadapi peristiwa tertentu. Tindak tutur juga lebih menitik
beratkan pada makna atau arti tindak dalam suatu tuturan. Menutur Yule
(2014:82), tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat
tuturan. Suyono (1990:5) mengatakan bahwa tindak tutur merupakan unsur
pembentuk wacana (percakapan,pidato,surat dan lain-lain) yang berupa
tuturan. Searle (dalam Ida Bagus, 2014:87 ) menyatakan bahwa ada tiga jenis
tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur yakni,tindak lokusi,
tindak ilokusi, tindak perlokusi
Tindak tutur yang pertama yaitu tindak tutur lokusi yaitu tindak tutur
untuk menyatakan sesuatu, misalnya, teman saya berkata agar saya rajin
belajar. Menurut Nurgiyantoro (dalam Fatmawati, 2009:27) tindak tutur
adalah bentuk ujaran yang mengandung makna adanya subjek dengan
predikat, pokok dengan sebutan, atau antara topik dengan penjelasan.
Misalnya ucapan “ Aku akan memainkan gitar ini “ kata “aku” merupakan
subjek, dan “aku memainkan gitar” predikat. Wijana (1996:17) menyatakan
bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
Tindak tutur kedua ialah tindak tutur ilokusi adalah tuturan yang berisi
tentang hal yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan
sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, meminta maaf,
mengancam, meramalkan, memerintah, dan lain sebagainnya. Tindak tutur ini
biasanya berkenaan dengan pemberian izin , mengucapkan terimah kasih,
23
menyuruh, menawarkan dan menjanjikan. Jika tindak tutur lokusi berkaitan
dengan makna, maka tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai yang
dibawakan preposisinya. Wijana (2006:18) menyatakan tindak ilokusi adalah
sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan
sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Searle (dalam
Leech, 2015: 164) membagi tindak ilokusi menjadi asertif, direktif, komisif,
ekspresif, dan deklaratif.
Asertif: melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang
diekspresikan. Misalnya: menyatakan, memberitahukan, menyarankan,
membanggakan, mengeluh, menuntut, melaporkan.
Direktif dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui,
tindakan sang penyimak. Misalnya : memesan, memerintahkan, memohon,
meminta, menyarankan, menganjurkan, menasihatkan.
Komisif melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan
datang. Misalnya : menjanjikan, bersumpah, menawarkan, memanjatkan
(doa).
Ekspresif mempunyai sifat untuk mengekspresikan, mengungkapkan,
atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu
pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Misalnya : mengucapkan
selamat, mengucapkan terima kasih, memaafkan, mengampuni, menyalahkan,
memuji,menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.
Deklaratif ilokusi yang bila performansinya berhasil akan
menyebabkan korespondensi yang baik antara isi propoposional dengan
24
realitas. Misalnya : menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis,
memberi nama, menamai, mengucilkan, mengangkat, menunjuk,
menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis, dan sebagainya. Semua yang
tersebut disini memang merupakan kategori tindak ujar/tindak tutur yang
amat khas: semuanya itu dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
wewenang khusus dan lembaga tertentu. Contoh klasik adalah hakim yang
menjatuhkan hukuman, pendeta yang membaptis anak-anak, orang
terkemuka, yang menamai kapal, dan sebagainya.
Tindak tutur yang ketiga ialah tindak tutur perlokusi adalah sebuah
tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh
atau efek bagi yang mendengarkannya. Misalnya, karena adanya ucapan
dokter (kepada pasiennya) “mungkin ibu menderita penyakit jantung
koroner” maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter adalah
tindak tutur perlokusi adalah sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang
seringkali mempunyai daya pengaruh, atau efek bagi yang mendengarkannya.
Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja
dikreasikan oleh penuturnya.
Menurut Austin upaya mempengaruhi pendengar agar melakukan
suatu tindakan tertentu sehubungan dengan adanya ujaran yang dikemukakan
oleh penutur itulah yang dimaksudkan dengan tindak tutur perlokusi (dalam
Rani, 2000: 163). Dalam ilmu bahasa dapat disamakan tindak lokusi dengan
“predikasi‟ tindak ilokusi dengan “maksus kalimat” dan tindak perlokusi
dengan “akibat suatu ungkapan “. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
25
lokusi adalah bentuk bentuk dan makna dasar atau referensi pada kalimat,
ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainnya sebagai perintah,
permintaan, ejekan, keluhan, pujian dan lain-lain dan perlokusi adalah hasil
dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya yakni tindak tutur yang
berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan
perilaku nonlinguistik dari orang lain.
Dari segi lokusi contoh diatas hanya sebuah pernyataan bahwa nilai
rapor itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, bisa berarti pujian atau
ejekan. Pujian kalau memang nilai itu bagus dan ejekan kalau nilai itu tidak
bagus. Dari segi perlokusi, hal ini dapat membuat pendengar menjadi
bergembira (berterima kasih) dan sebaliknya dapat menjadi muram (sedih).
Kemudian, Frase (dalam Wahid, 2005: 241-242) tindak tutur dapat
pula dikelompokkan berdasarkan hakikat pemakaiannya. Berdasarkan hakikat
pemakaiannya tindak tutur dikelompokkan menjadi :
1. Tindak tutur sopan santun (politeness), biasanya dijumpai pada
percakapan pertama pada orang-orang yang berkenalan atau pada
saat memulai pembicaraan.
2. Tindak tutur penghormatan (deference) yaitu, tindak tutur yang
didalamnnya terlebih adanya rasa hormat antara penutur yang satu
terhadap penutur yang lain.
3. Tindak tutur anggap enteng(miggitation) yaitu, tindak tutur yang
meremehkan salah satu pihak yang terlebih dalam situasi tutur.
26
Berdasarkan bentuk kalimat dan makna kata yang meyusunnya, Wijana
(1996:33), membagi tindak tutur atas delapan bentuk.
a. Tindak tutur langsung
Tindak tutur langsung merupakan tindak tutur yang memiliki hubungan
antar bentuk kalimat dengan fungsinya. Kalimat deklaratif untuk
memberitakan sesuatu , kalimat imperatif untuk menyatakan, perintah, ajakan,
permintaan, atau permohonan, dan kalimat interogatif digunakan untuk
bertanya. Contoh; (a) ambilkanberkas itu ! (b) Tolong ambilkan berkas itu.
Bentuk kalimat yang digunakan pada tuturan (a) dan (b) adalah kalimat
imperatif. Kalimat imperatif berfungsi untuk meminta. Oleh karena itu,
tuturan (a) dan tutura (b) sama-sama meminta mitra tutur untuk melakukan
sesuatu, yakni meminta mengambilkan kertas. Kedua contoh tuturan tersebut
merupakan tuturan langsung. Meski demikian. Kedua tuturan tersebut
mempunyai efek yang berbeda . tuturan (b) lebih santun dibandingkan dengan
tuturan (a) sebab tuturan (b) menggunakan kata tolong sebagai penanda
kesantunan.
b. Tindak tutur tidak langsung
Tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang tidak
memiliki hubungan langsung antar bentuk kalimat dengan fungsinya (Yule,
1996: 54) kalimat deklaratif tidak hanya berfungsi untuk menyatakan atau
kalimat interogatif tidak hanya berfungsi untuk bertanya. Contoh, bisa
dikecilin suara televisinya sebentar? Ketika tuturan tersebut dituturkan oleh
penutur yang sedang belajar, maka tuturan tersebut tidak hanya berarti sebuah
27
oertanyaan yang hanya butuh jawaban ya atau tidak. Lebih jauh, tuturan
tewrsebut merupakan tuturan permintaan. Penutur meminta mitra tutur untuk
mengecilkan volume televisi karena penutur sedang konsetrasi belajar.
c. Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang maksudnya
sama dengan kata-kata yang menyusunnya. Contoh tolong kecilkan volume
televisinya !. Tuturan tersebut memiliki makna yang sama dengan kata-kata
yang menyusun. Penutur memang meminta mitra tutur untuk mengecilkan
volume televisi. Tindak tutur literal biasanya digunakan oleh orang yang
saling mengenal satu sama lain sehingga tidak perlu basa basi lagi. Meskipun
demikian, penutur menggunakan pemarkah tolong agar permintaannya lebih
santun.
d. Tindak tutur tidak literal
Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak
sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya,
seperti, suara televisi kurang keras, tolong keraskan lagi, aku ingin tidur.
Tuturan ini dikategorikan sebagai tindak tutur tidak literal sebab maksud dari
tuturan ini bukanlah seperti apa yang diajarkan. Agar volume televisi dapat
didengar. Meskipun demikian tuturan tersebut tidak hanya dapat dimaknai
sebatas itu saja melainkan tuturan tersebut bermakna sebaliknya.
e. Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya.
28
Contoh Jam berapa sekarang? Tuturan dikategorikan sebagai tindak tutur
langsung literal jika penutur memang betul-betul menanyakan waktu pada saat
tuturan ia muncul. Meskipun demikian tuturan ini memiliki makna yang
berbeda jika tuturan oleh seorang guru kepada muridnya yang terlambat.
f. Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang
diungkapkan dengan modus dengan kalimat yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraanya. Contoh suara televisi keras sekali. Tuturan ini tidak dapat
dimaknai hanya sebatas kalimat deklaratif saja yang menyatakan volume
televisi sangat keras ketika tuturan ini dimunculkan saat seorang teman
sedang berkonsentrasi mengerjakan tugasnya. Dalam konteks tersebut tuturan
ini dimunculkan saat seorang teman sedang berkonsetrasi mengerjakan
tugasnya. Dalam konteks tersebut tuturan ini merupakan wujud dari sebuah
permintaan. Penutur meminta mitra tutur mengecilkan volume televisi.
Penggunaan tuturan tidak langsung literal berkenan dengan kesantunan.
Dengan menggunakan kalimat tidak langsung penutur berharap mitra tutur
bersedia mengecilkan volume televisi.
g. Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan
dalam bentuk kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan. Tetapi kata-kata
yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan penuturnya.
Contoh : kalau makan biar keliatan sopan, buka saja mulutnya. Tuturan ini
29
agak keliatan aneh sebab bagaimana mungkin seseorang dikatakan makan
dengan sopan jika makan sambil membuka mulutnya.
h. Tindak tutur tidak langsung tidak literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat dengan makna kalimat yang tidak sesuai
dengan maksud yang hendak diutarakan. Contoh : suara televisi terlalu pelan ,
tidak kedengaran. Tuturan tersebut menggunakan kalimat deklaratif.
Meskipun demikian, tuturan tersebut tidak dapat dimaknai hanya sebagai
sebuah bentuk pernyataan melainkan, tuturan tersebut merupakan tuturan
untuk meminta mitra tutur melakukan sesuatu.
3. Tindak Tutur Direktif
Pandangan dan pendekatan para pakar tentang hakikat tindak direktif
bermacam-macam. Oleh karena itu, pengidentifikasian fungsi wujud verbal
tindak direktif pun beragam sesuai dengan fungsi komunikatifnya (Searle,
1983 dalam Rahardi, 2000:33). Fungsi-fungsi komunikasi yang lazim
digunakan sebagai landasan dalam mengidentifikasi ada lima yaitu: memesan,
menasihati, memerintah, memohon, dan rekomendasi,
Menurut Levinson (dalam Rani dkk., 2006:234), tindak tutur direktif
adalah tindak tutur yang bermaksud mengahsilkan efek melalui suatu tindakan
oleh pendengar. Searle mengartikan tindak tutur direktif sebagai perintah atau
permintaan. Menurut Suyono (1990:6), tindak tutur direktif adalah tindak tutur
yang mendorong penanggap tutur melakukan sesuatu, misalnya mengusulkan,
memohon, mendesak, menentang, memerintah, dan sejenisnya. Intinya yang
30
bisa „memerintah‟ lawan tutur melakukan suatu tindakan baik verbal maupun
non-verbal. Gunawan (dalam Rohmadi, 2004:32) mendefinisikan tindak tutur
direktif sebagai tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud
agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu.
Menurut Tarigan (2015 : 43) tindak tutur direktif dimaksudkan untuk
menimbulkan efek melalui tindakan penyimakan. Ibrahim (1993: 27)
mendefinisikan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mengefresikan
sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur. Ibrahim
membagi tindak tutur direktif menjadi enam jenis, yang terdiri dari :
requstives (permohonan), questions (pertanyaan), requirements (perintah),
prohibitive (larangan), permissives (pemberian izin), dan advisories (nasihat).
Permohonan mengepresikan keiginan penutur sehingga mitra tutur
melakukan sesuatu. Makna permohonan dapat ditandai dengan ungkapan
penanda kesantunan. Selain ditandai dengan hadirnya penanda kesantunan itu,
partikel-lah juga lazim digunakan untuk memperhalus kadar permohonan,
moeliono dkk. (2000:353) menyatakan bahwa permohonan jika pembicara,
demi kepentingannya, meminta lawan bicara tersebut berbuat sesuatu.
Pertanyaan merupakan tindak yang menginginkan kejelasan tentang
sesuatu dan penjelasannya atau jawabannya diharapkan diberikan oleh
penutur. Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, Chaer dan Agustina
(2004:350) membedakan pertanyaan atas lima bagian, yaitu (a) pertanyaan
yang meminta pengakuan atau jawaban ya-tidak atau ya-bukan , (b)
pertanyaan yang meminta keterangan mengenai salah satu unsur kalimat, (c)
31
pertanyaan yang meminta alasan, (d) permintaan yang meminta pendapat atau
buah pikiran orang lain, dan (e) pertanyaan yang menyungguhkan.
Perintah merupakan ekspresi penutur kepada mitra tutur sehingga mitra
tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh penutur sebagai alasan
untuk bertindak. Terkait dengan hal tersebut Chaer dan Agustina (2004:356-
357), menyatakan bahwa perintah dibedakan atas tiga bagian, yaitu: (a)
perintah yang tegas, (b) perintah biasa, dan (c) perintah halus. Selanjutnya
Rahardi (2000:77-82) membedakan perintah menjadi lima macam , yaitu: (a)
perintah biasa, (b) perintah permintaan, (c) perintah pemberian izin, (d)
perintah ajakan, dan (e) perintah suruhan .
Larangan perintah atau suruhan supaya mitra tutur tidak mengerjakan
sesuatu. Tuturan larangan merupakan tuturan yang digunakan untuk mencegah
orang lain untuk tidak melakukan sesuatu. Oleh karena itu, dalam tuturan
larangan ini harus digunakan kata jangan dan tidak atau tidak boleh. Sama
halnya dengan tuturan perintah, tuturan larangan juga yang bersifat tegas,
bersifat biasa, dan bersifat halus (Chaer dan Agustina, 2004: 359),.
Pemberian izin mengepresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur
sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang
cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu.
Sedangkan penasihat, apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan
bahwa mitra tutur melakukan tindakan tertentu, tetapi kepercayaan melakukan
sesuatu hal yang baik bahwa tindakan itu merupakan kepentingan penutur.
32
4. Novel
Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur
pembentuk intrinsik dan ekstrinsik. Novelis merupakan sebutan bagi penulis
yang menulis novel. salah satu yang membedakan novel dengan karya sastra
lain adalah Isi dalam sebuah novel lebih panjang dan lebih kompleks dan juga
tidak memiliki batasan struktural dan sajak. Sebuah novel tersebut biasanya
menceritakan/ mengilustrasikan / menggambarkan mengenai suatu kehidupan
manusia yang berinteraksi atau berhubungan dengan lingkungan serta juga
sesamanya.Penulis novel biasanya berusaha dengan maksimal untuk dapat
memberikan arahan untuk para pembaca untuk dapat mengetehui pesan
tersebunyi yang dibuat penulis.
Novel Menurut Drs. Jakob Sumardjo Novel ialah sebuah bentuk sastra
yang sangat populer di dunia, Bentuk sastra yang satu ini paling banyak
beredar serta juga dicetak sebab daya komunitasnya yang sangat luas di dalam
masyarakat.
Menurut Rostamaji Novel ialah sebuah karya sastra yang memiliki dua
(2) unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang mana kedua unsur
tersebut itu saling berkaitan karena kedua unsur tersebut saling berpengaruh
dalam sebuah karya sastra.
a. Ciri – Ciri Umum dalam Novel :
Jumlah kata dalam novel lebih dari 35.000 kata.
Terdiri dari setidaknya itu 100 halaman.
Durasi dakan membaca novel itu setidaknya 2 jam atau 120 menit.
33
Ceritanya lebih dari satu impresi, efek, serta emosi.
Alur cerita cukup kompleks dalam novel.
Seleksi cerita dalam karya sastra novel lebih luas.
Ceritanya lebih panjang, namun tetapi banyak juga kalimat yang di ulang-
ulang.
Novel ditulis dengan narasi kemudian di dukung dengan deskripsi dalam
menggambarkan atau mengilustrasikan situasi dan kondisi yang ada di
dalamnya.
b. Struktur Novel
1. Abstrak – merupakan bagian ringkasan isi cerita yang biasanyaitu
dapat ditemukan pada bagian awal /pertama cerita dalam novel.
2. Orientasi – merupakan bagian penjelasan tentang latar waktu serta
suasana. Seperti misalnya terjadinya cerita, kadang juga bisa berupa
pembahasan penokohan atau perwatakan.
3. Komplikasi – merupakan suatu urutan kejadian yang dihubungkan
dengan adanya sebab akibat, yangman tiap-tiap peristiwa atau kejadian
itu terjadi karena adanya sebab serta mengakibatkan munculnya
kejadian atau peristiwa yang lainnya.
4. Evaluasi – merupakan bagian yang mana konflik yang terjadi pada
tahap komplikasi itu terarah menuju pada titik tertentu.
5. Resolusi – merupakan suatu bagian dalam novel yang memunculkan
solusi atas sebuah masalah / konflik yang sedang terjadi.
34
6. Koda – merupakan suatu bagian akhir atau penutup cerita didalam
novel.
c. Jenis Jenis Novel
1. Novel Fiksi, ialah karya sastra novel yang tidak terjadi dalam
kehidupan nyata.
2. Novel Non Fiksi, ialah karya sastra novel yang pernah terjadi dalam
kehidupan nyata.
d. Jenis Jenis Novel Berdasarkan Genre Ceritanya :
1. Novel Romantis – ialah novel yang menceritakan kisah atau cerita
mengenai kasih sayang atau cinta.
2. Novel Horror – ialah novel yang menceritakan kisah atau cerita
mengenai hal yang sangat menyeramkan serta menakutkan.
3. Novel Komedi – ialah novel yang menceritakan kisah atau cerita
mengenai hal-hal yang lucu.
4. Novel Inspiratif – ialah sebuah novel yang menceritakan kisah atau
cerita inspiratif.
e. Jenis Jenis Novel Berdasarkan Isi dan Tokoh :
1. Novel Teenlit – ialah novel yang berisi mengenai remaja.
2. Novel Songlit – ialah novel yang diambil dari sebuah lagu.
3. Novel Chicklit – ialah novel yang berisi mengenai perempuan muda.
4. Novel Dewasa – ialah novel yang berisi mengenai cerita orang dewasa.
35
f. Unsur-Unsur Novel:
1. Tema
Tema ialah pokok-pokok permasalahan yang terdapat didalam karya
sastra novel yang terlah dibuat oleh penulis.
2. Penokohan
Penokohan ialah suatu pemberian watak atau karakter kepada pada
tiap-tiap pelaku dalam sebuah cerita. Para tokoh tersebut bisa diketahui
karakternya dari ciri fisik, lingkungan tempat tinggal, dan juga dengan
cara bertindaknya.
3. Alur
Alur ialah suatu rangkaian-rangkaian peristiwa atau kejadian yang
membentuk jalannya cerita dala karya sastra novel. Tahap alur
tersebut meliputi pengenalan, penampilan masalah, pemunculan
konflik, puncak ketegangan, peleraian, serta juga penyelesaian.
Alur tersebut dibedakan menjadi dua bagian, yaitu alur maju serta alur
mundur.
1. Alur maju ialah suatu peristiwa yang bergerak dengan secara
bertahap dengan berdasarkan urutan kronologis menuju alur
cerita.
2. Alur mundur ialah rangkaian peristiwa atau kejadian yang
terjadi karena ada kaitannya dengan peristiwa atau kejadian
yang sedang berlangsung.
36
4. Gaya
Gaya bahasa ialah alat utama penulis dalam menjelaskan
mengilustrasikan menggambarkan dan juga menghidupkan cerita
dengan secara estetika. Jenis-jenis gaya bahasa antara lainnya ialah
sebagai berikut:
1. Personafikasi
ialah suatu gaya bahasa yang medeskripsikan macam-macam
benda mati dengan cara memberikan berbagai macam sifat-
sifat seperti manusia.
2. Simile (Perumpamaan)
Merupakan gaya bahasa yang mendeskripsikan sesuatu dengan
pengibaratan atau juga perumpamaan.
3. Hiperbola
Merupakan suatu gaya bahasa yang mendeskripsikan sesuatu
dengan secara berlebihan dengan tujuan untuk memberikan
efek yang berlebihan.
5. Latar atau Setting
Latar merupakan penggambaran terjadinya suatu kejadian atau
peristiwa dalam sebuah cerita itu meliputi waktu, tempat, dan
suasananya.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang ialah suatu penempatan diri pengarang /penulis dan
juga cara penulis itu dalam melihat berbagai macam peristiwa
37
atau kejadian dalam cerita yang di paparkannya kepada tiap-tiap
pembaca.
7. Amanat
Amanat ialah sebuah pesan yang disampaikan, yang terdapat dalam
karya sastra dalam sebuah novel.
g. Unsur Ekstrinsik Novel
1. Sejarah atau Biografi Pengarang Umumnya sejarah atau biografi
penulis novel itu sangat berpengaruh pada jalan cerita atau alur
cerita yang terdapat dalam sebuah novel.
2. Situasi dan KondisiSituasi dan kondisi dengan secara tidak
langsung ataupun langsung akan berpengaruh pada hasil karya
sastra novel.
3. Nilai-Nilai dalam CeritaDalam sebuah karya sastra tersebut
mengandung nilai-nilai yang dapat atau bisa disisipkan oleh
penulisnya. Nilai-nilai itu antara lainnya adalah sebagai berikut:
1. Nilai moral – yaitu suatu nilai yang berkaitan dengan akhlak atau juga
kepribadian seseorang. Baik itu entah baik ataupun buruk.
2. Nilai sosial – yaitu nilai yang berkaitan dengan norma-norma yang ada
didalam kehidupan bermasyarakat.
3. Nilai budaya – adalah suatu konsep masalah dasar yang sangat penting
serta juga mempunyai nilai dalam kehidupan manusia.
38
4. Nilai estetika – yaitu nilai yang berkaitan dengan seni serta juga estetika
dalam sebuah karya sastra.
B. Kerangka Pikir
Novel adalah sebuah karangan prosa panjang yang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang yang berada di sekelilingnya dan
menonjolkan watak (karakter) dan sifat pada setiap pelaku.Bahasa
merupakan media bagi pengarang untuk mengekspresikan
gagasannya.Sedangkan bagi pembaca atau peneliti sastra, bahasa
merupakan media untuk memahami karya sastra.Novel sebagai karya
sastra yang dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
yang ada di dalam karya sastra dalam hal ini novel, yaitu: tema, amanat,
plot/alur, penokohan/perwatakan, latar/setting, dan gaya bahasa. Unsur
tersebut merupakan satu kesatuan yang membangun karya sastra dan pada
umumnya kemunculan unsur tersebut selalu bersamaan dalam setiap karya
sastra ragm prosa (novel dan cerpen).
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mendorong
penanggap tutur melakukan sesuatu, misalnya mengusulkan, memohon,
mendesak, menentang, memerintah, dan sejenisnya. Intinya yang bisa
„memerintah‟ lawan tutur melakukan suatu tindakan baik verbal maupun
non-verbal.Sehingga penelitian ini mengkhususkan tindak tutur direktif
pada novel 5 cm karya DONNY DHIRGANTORO.
39
BAGAN KERANGKA PIKIR
Novel
Karya Sastra
Tindak Tutur Direktif
Memohon Pertanyaan Perintah Larangan Pemberian
izin nasihat
Analisis Temuan/Hasil
5 CM
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriktif. Penelitian
deskriktif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa
adanya.
2. DesainPenelitian
Meode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriktif. Alasan penulis menggunakan metode deskriptif untuk
memaparkan apa adanya tanpa rekayasa dari peneliti dan
mengungkapkan penjelasan tentang tindak tutur dalam novel “5 CM”.
Nawawi (dalam Sutrisno:41) mengatakan bahwa metode deskriptif
merupakan prosedur untuk memecahkan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran dan memaparkan hasil analisis tentang
pendeskripsian tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel 5 CM
karya Donny Dhirgantoro.
41
B. Definisi Istilah
Definisi istilah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Pragmatik adalah pengkajian bahasa yang mengarah pada
keterampilan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dalam segala situasi tertentu.
2. Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian pragmatik,
sebagai tindakan menelaah mengenai cara melakukan
sesuai dengan meanfaatkan kalimat-kalimat. Kalimat yang
tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi,
melankan dalam hal-hal tertentu juga berfungsi sebagai
pelaksana dari tindakan itu sendiri.
3. Tinda tutur direktif adalah tindak tutur yang mendorong
penanggap tutur melakukan sesuatu misalnya: memohon,
memberipertanyaan,perintah, larangan, pemberian izin, dan
nasihat.
4. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang
mempunyai unsur pembentuk intrinsik dan ekstrinsik.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Dari dalam penelitian ini adalah tindak tutur direktif yang terdiri dari
enam jenis, yang terdiri dari : requstives (permohonan), questions
(pertanyaan), requirements (perintah), prohibitive (larangan),
permissives (pemberian izin), dan advisories (nasihat).
42
2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang diterbitkan
oleh Grasindo, tahun 2005.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dirumah, dikost.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik membaca, teknik menandai, dan teknik mencatat. Ketiga teknik
tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Teknik membaca dilakukan dengan membaca dan mengamati
kalimat setiap paragraf novel 5 cm karya Donny Dirgantoro
secara teliti untuk mendapatkan informasi yang jelas.
2. Teknik menandai yaitu menandai setiap yang dianggap penting
dalam membaca.
3. Teknik mencatat, hasil pengamatan terhadap beberapa aspek
kajian tindak tutur yang terdapat dalam novel tersebut dicatat
dalam kartu yang dipersiapkan. Setelah data telah selesai dicatat,
selanjutnya diklasifikasi berdasarkan kategori yang telah
ditemukan. Teknik catat yang dilakukan dengan mencatat dan
mengklasifikasikan data. Data yang dicatat disertakan pula kode
sumber datanya untuk pengecekan ulang terhadap sumber data
yang dibutuhkan dalam rangka analisis data.
43
F. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam menganalisis pada penelitian ini
adalah teknik analisis gaya untuk menentukan tindak tutur direktif pada
novel. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data
sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi data yang menggambarkan tindak tutur
direktif pada novel 5 cm karya Donny Dirgantoro .
2. Klasifikasi dilakukan ketika mengklasifikasi bentuk ujaran
permintaan, perintah, ajakan, nasihat, kritikan, dan larangan.
3. Tahap deskripsi , pada tahap ini, peneliti mendekskripsikan
segala bentuk tindak tutur berdasarkan hasil analisis data
kualitatif.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Data dianalisis berdasarkan urutan rumusan masalah, yaitu data dan
analisis data tindak tutur direktif Requestives (meminta, mengemis, memohon,
menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong), Questions (bertanya,
menyelidik, menginterogasi), Requirements (memerintah, menghendaki,
mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstrusikan, mengatur,
mensyaratkan), Prohibitives (melarang, membatasi), Permissives (menyetujui,
membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan,
mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan), dan Advisories
(menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan,
mendorong). Adapun hasil penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1. Tindak Tutur Direktif Requestives ( Permohonan )
1. Ibu Arial: “Arinda!!! Ini ada temen-temen Mas Ial nih, turun
sebentar…”
Arinda: “Iya, Maa…”
2.Citra: “Heh bengong aja… pulang yuk…”
Riani: “Yuk!”
2. Tindak Tutur Direktif Questions ( Pertanyaan )
1. Arinda: “Halo Bang Zafran…”
Zafran: “Halo Dinda…”
Arinda: “Abis dari mana?”
45
Zafran: “Makan bubur di Cikini.”
2.Genta: “Eh, Juple… desainnya udah jadi belom? Gue bakar rumah lo
kalo belum jadi.”
Zafran: “Tenang aja bos. Udah jadi delapan Styrofoam. Yang dua lagi
dikerjain sama temen gue. Besok juga kelar… tinggal bayarannya doang.”
Ian: “Minta duit sana sama kapal.”
Genta: “Besok Senin lah… lagian masalah duit bukan sama gue.”
3. Riani: Nonton aja yuk!
Genta. Nonton apa? Lagi nggak ada yang bagus.
4. Arial: Kerumah gue lagi?
Zafran : Setuju. Zafran langsung teriak. Zafran dari dulu memang sudah
naksir adiknya arial.
5.Zafran : Ada nyokap lo nggak?
Arial : Ada adik gue. Lo mau?
6. Dinda : Udah dulu yah, Dinda juga lagi disuruh bikin paper.
Zafran : Paper apa, Din?
Dinda : Kurva ISLM... Ada yang tau nggak?
Genta : Oh... Investment Saving Loan Money yah... di mikro atau makro
ekonomi?
Dinda : Makro.
7. Riani : Senin kerja, Ta?
Genta : Iya, tapi gue males
Dinda : Kenapa?
46
Genta : Teman-teman kantor paling ngajak panik bareng.
8. Ian : Woii Juple.. jadi main nggak Lo?
Zafran : Jadi, Zafran masih mau ngeliat Dinda.
9. Riani : Lagi ada masalah lagi. Riani coba meraba-raba
Genta : Nggak, kan kemarin menang di campion.
Zafran : Eeemmm, tiba-tiba zafran menggumam sendiri.
Genta : Kenapa Lo?
Zafran : Nggak.
10. Zafran : Ini zafran
Dinda : Oh Bang Zafran... Ada apa Bang?
Zafran : Aaahh enggak, Dinda lagi dimana?
Dinda : Dirumah
Zafran : Gue telpon kerumah deh... boleh?
3. Tindak Tutur Direktif Requirements ( Perintah )
1. Genta: “Yan… lo besok kan motret lagi, terus kalo dapat honor dari
temen gue, lo tanya dia jabatannya apa. Oke? Pe-er lo tuh!”
Ian: “Okeh.”
2. Genta: “Yuk kita lanjut…!”
Arial: “Lo di depan ya, Ta. Di antara kita semua, nggak ada yang sudah
ngabisin 24 jam di hutan ini sendirian kecuali elo.”
Genta: “Ok… kita masuk hutan. Interval jarak kita masing-masing jangan
sampai lebih dari dua meter ya, jangan ada yang bengong, jangan ada yang
47
sombong, inget… sekali lagi jangan ada yang bengong. Pokoknya ngobrol
aja, tentang apa aja.”
Zafran: “Nyanyi boleh?”
Genta: “Boleh, tapi jangan keras-keras.”
4. Tindak Tutur Direktif Prohibitives ( Larangan )
1. Ian: “Aduh… jatuh deh!”
Zafran: “Apaan nih? Rumus Indomie lagi ya?”
Ian: “Jangan dibuka! Jangan dibaca!”
2.Riani: “Temennya Daniek.”
Dinda: “Iya.”
Riani: “Bunganya masih segar, Daniek baru aja lewat sini. Kan kemarin
dia bilang mau ziarah.”
Ian: “Iya.”
Genta: “Eh… ade surat.”
Ian: “Jangan dibaca, Ta.”
Genta: “Cuma ditempel gini kok! Jelas bisa dibaca.”
5. Tindak Tutur Direktif Permissives ( Pemberian Izin )
1. Sukonto: “Cepat… juga… ya… kamu… bagus… bab II… kamu…
selesai… saya… setuju… sekarang.”
Ian: “Nggak ada revisi, Pak?”
Sukonto: “Nggak… ada… revisi… bagus… sekali.”
Ian: “Langsung… bab… III dong, Pak!”
Sukonto:”Iya… langsung… aja.”
48
Ian: “Oke, Pak!”
2.Nono: “Boleh-boleh aja silakan. Tapi saya nggak bisa ngasih data
perusahaan ya.”
Ian: “Nggak pa-pa, Pak!
Nono: “Ya dah, taruh ajak kuisionernya. Kapan mau diambil?”
Ian: “Seminggu lagi, Pak…”
Nono: “Ok. Nanti kamu telpon saya ya.”
Ian: “Maaf, Bapak namanya siapa?”
Nono: “Nono Chaniago. Saya manajer di sini.”
6. Tindak Tutur Direktif Advisories ( Nasihat )
1. Sukonto: “Tapi… Ian… lebih… baik… kamu… sebar… kuesioner…
dulu… kerjakan… dulu… yang… agak… mudah..”
Ian: “Begitu ya, Pak…”
Sukonto: “Iya, mendingan kamu sekarang bertempur, bagi-bagi kuesioner,
baru nanti kamu olah. Yang penting kamu udah punya data dulu,
sementara kamu tunggu kuesioner diisi, kamu bikin Bab III.”
2.Gembul: “Kalian udah bilang sama orang tua kalian kan?”
Genta: “Udah, Mas.”
Gembul: “Bagus. Kalo mau naik gunung harus bilang sama orang tua
dulu, jangan main-main sama alam.”
B. Pembahasan
Analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi enam bagian, yaitu
tindak tutur direktif requestives, tindak tutur direktif questions, tindak tutur
49
direktif requirements, tindak tutur direktif prohibitives, tindak tutur direktif
permissives, dan tindak tutur direktif advisories.
1. Tindak Tutur Direktif Requestives ( Permohonan )
1. Konteks: Percakapan ibu dan anak perempuannya di dalam rumah.
Ibu Arial : “ Arinda!!! Ini ada teman-teman mas lal nih, turun sebentar...
Arinda : Iya, Maa.
Tuturan yang diucapkan oleh Ibu Arial bertujuan untuk memanggil Arinda
supaya segera datang menemui teman-teman Arial. Tuturan tersebut merupakan
tindak tutur requestives mengundang. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ibu
Arial yang mengatakan “Arinda!!! Ini ada temen-temen Mas Ial nih, turun
sebentar…” Bagi Arinda tuturan tersebut memberi efek pada dirinya untuk segera
turun ke bawah seperti yang diinginkan oleh penutur. Penutur mendapat
tanggapan baik dari mitratutur. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan
tindak tutur direktif requestives mengundang karena penutur mengekspresikan
keinginannya sehingga mitratutur melakukan sesuatu yaitu segera turun ke bawah
menemui teman-teman Arial.
2. Konteks: Riani sedang menunggu Citra untuk pulang bersama.
Citra: “Heh bengong aja… pulang yuk.”
Riani: “Yuk!”
Tuturan yang diucapkan oleh Citra kepada Riani bertujuan untuk
mengajak Riani segera pulang. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
requestives mengajak. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Citra yang
mengatakan “Heh bengong aja… pulang yuk...” Bagi Riani tuturan tersebut
50
memberi efek pada dirinya untuk menerima ajakan dari Citra. Oleh karena itu,
kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif requestives mengajak
karena merupakan suatu ajakan untuk segera pulang.
2. Tindak Tutur Direktif Questions ( Pertanyaan )
1. Konteks: Zafran langsung bersumpah kalo nanti mereka pergi, harus ngajak
Dinda.
Arinda: “Halo Bang Zafran…”
Zafran: “Halo Dinda…”
Arinda: “Abis dari mana?”
Zafran: “Makan bubur di Cikini.”
Tuturan yang diucapkan oleh Arinda kepada kepada teman-teman Arial
bertujuan untuk menanyakan habis dari mana mereka. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan
Arinda yang mengatakan “Abis dari mana?” Bagi Zafran tuturan tersebut
memberi efek pada dirinya untuk menjawab pertanyaan yang diucapkan oleh
Arinda. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif
questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan
informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
2. Konteks: Tiba-tiba Genta ingat soal desain yang harus dikerjakan Zafran,
desain itu harus selesai Minggu malam.
Genta: “Eh, Juple… desainnya udah jadi belom? Gue bakar rumah lo kalo belum
jadi.”
51
Zafran: “Tenang aja bos. Udah jadi delapan Styrofoam. Yang dua lagi dikerjain
sama temen gue. Besok juga kelar… tinggal bayarannya doang.”
Ian: “Minta duit sana sama kapal.”
Genta: “Besok Senin lah… lagian masalah duit bukan sama gue.”
Tuturan yang diucapkan oleh Genta kepada Zafran bertujuan untuk
menanyakan tentang desainnya yang dikerjakan oleh Zafran. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan
Ian yang mengatakan “Eh, Juple… desainnya udah jadi belom? Gue bakar rumah
lo kalo belum jadi.” Bagi Zafran tuturan tersebut memberi efek pada dirinya
untuk menjawab pertanyaan yang diucapkan oleh Genta. Oleh karena itu, kutipan
dialog di atas merupakan tindak tutur direktif questions bertanya karena penutur
menginginkan mitratutur memberikan informasi yaitu menjawab pertanyaan yang
diucapkannya.
3. Konteks. Capek nih gue nyetir... muter-muter nggak karuan.
Riani: Nonton aja yuk!
Genta. Nonton apa? Lagi nggak ada yang bagus.
Tuturan yang diucapkan Genta kepada riani bertujuan untuk menanyakan
film yang akan mereka nonton. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur questions
bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan Nonton
apa?. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif
questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan
informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
4. Konteks. Tanya Arial
52
Arial: Kerumah gue lagi?
Zafran : Setuju. Zafran langsung teriak. Zafran dari dulu memang sudah naksir
adiknya arial.
Tuturan yang diucapkan Arial kepada Zafran bertujuan untuk menanyakan
apakah zafran akan kerumah Arial. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan
Kerumah gue lagi?. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur
direktif questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan
informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
5. Konteks. Zafran sok basa-basi.
Zafran : Ada nyokap lo nggak?
Arial : Ada adik gue. Lo mau?
Tuturan yang diucapkan zafran kepada arial bertujuan untuk menanyakan
keberadaan nyokap arial dirumah . Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan
Ada nyokap lo nggak? Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak
tutur direktif questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur
memberikan informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
6. konteks. Dinda disuruh bikin Paper.
Dinda : Udah dulu yah, Dinda juga lagi disuruh bikin paper.
Zafran : Paper apa, Din?
Dinda : Kurva ISLM... Ada yang tau nggak?
53
Genta : Oh... Investment Saving Loan Money yah... di mikro atau makro
ekonomi?
Dinda : Makro.
Tuturan yang diucapkan Zafran kepada Dinda bertujuan untuk
menanyakan paper yang akan dikerjakan oleh Dinda. Tuturan tersebut merupakan
tindak tutur questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang
mengatakan Paper apa, Din?Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan
tindak tutur direktif questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur
memberikan informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
7.Konteks. Genta menatap Riani sambil menarik napas.
Riani : Senin kerja, Ta?
Genta : Iya, tapi gue males
Dinda : Kenapa?
Genta : Teman-teman kantor paling ngajak panik bareng.
Tuturan yang diucapkan Riani kepada Genta bertujuan untuk menanyakan
jadwal kerja genta. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur questions bertanya.
Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan Senin kerja, Ta?Oleh
karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif questions
bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan informasi yaitu
menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
8.Konteks. Ian bertanya kepada Zafran
Ian : Woii Juple.. jadi main nggak Lo?
Zafran : Jadi, Zafran masih mau ngeliat Dinda.
54
Tuturan yang diucapkan ian kepada Zafran, bertujuan untuk menanyakan
jadi main nggak. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur questions bertanya. Hal
tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan Woii Juple.. jadi main
nggak Lo? Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif
questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan
informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
9.Konteks. Genta bertanya-tanya, ian suaranya males gitu.
Riani : Lagi ada masalah lagi. Riani coba meraba-raba
Genta : Nggak, kan kemarin menang di campion.
Zafran : Eeemmm, tiba-tiba zafran menggumam sendiri.
Genta : Kenapa Lo?
Zafran : Nggak.
Tuturan yang diucapkan Genta kepada Zafran, bertujuan untuk
menanyakan permasalahan Zafran. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan
Kenapa Lo? Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur
direktif questions bertanya karena penutur menginginkan mitratutur memberikan
informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
10.Konteks. Zafran menelpon Dinda
Zafran : Ini zafran
Dinda : Oh Bang Zafran... Ada apa Bang?
Zafran : Aaahh enggak, Dinda lagi dimana?
Dinda : Dirumah
55
Zafran : Gue telpon kerumah deh... boleh?
Tuturan yang diucapkan Zafran kepada Dinda, bertujuan untuk
menanyakan Keberadaan Dinda. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
questions bertanya. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang mengatakan
Aaahh enggak, Dinda lagi dimana? Oleh karena itu, kutipan dialog di atas
merupakan tindak tutur direktif questions bertanya karena penutur menginginkan
mitratutur memberikan informasi yaitu menjawab pertanyaan yang diucapkannya.
3. Tindak Tutur Direktif Requirements ( Perintah )
1. Konteks: Genta menepuk pundak Ian.
Genta: “Yan… lo besok kan motret lagi, terus kalo dapat honor dari temen gue, lo
tanya dia jabatannya apa. Oke? Pe-er lo tuh!”
Ian: “Okeh.”
Tuturan yang diucapkan oleh Genta kepada Ian bertujuan untuk
memerintah Ian supaya menanyakan jabatan teman Genta. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur requirements memerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari
tuturan Genta yang mengatakan “Yan… lo besok kan motret lagi, terus kalo dapat
honor dari temen gue, lo tanya dia jabatannya apa. Oke? Pe-er lo tuh!” Bagi Ian
tuturan tersebut memberi efek pada dirinya untuk menanyakan jabatan teman
Genta seperti yang diucapkan oleh Genta. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas
merupakan tindak tutur direktif requirements memerintah karena suatu perintah
supaya mitratutur melakukan sesuatu seperti yang diucapkan oleh penutur.
2. Konteks: Arial menepuk bahu Genta.
Genta: “Yuk kita lanjut.!”
56
Arial: “Lo di depan ya, Ta. Di antara kita semua, nggak ada yang sudah ngabisin
24 jam di hutan ini sendirian kecuali elo.
Genta: “Ok… kita masuk hutan. Interval jarak kita masing-masing jangan sampai
lebih dari dua meter ya, jangan ada yang bengong, jangan ada yang sombong,
inget… sekali lagi jangan ada yang bengong. Pokoknya ngobrol aja, tentang apa
aja.”
Zafran: “Nyanyi boleh?”
Genta: “Boleh, tapi jangan keras-keras.”
Tuturan yang diucapkan oleh Genta kepada teman-temannya bertujuan untuk
memberi aba-aba dan mengatur teman-temannya. Tuturan tersebut merupakan
tindak tutur requirements mengkomando. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan
Genta yang mengatakan “Ok… kita masuk hutan Interval jarak kita masing-
masing jangan sampai lebih dari dua meter ya, jangan ada yang bengong, jangan
ada yang sombong, inget… sekali lagi jangan ada yang bengong. Pokoknya
ngobrol aja, tentang apa aja.” Bagi mereka semua tuturan tersebut memberi efek
pada dirinya agar segera melakukan perintah yang telah diberikan Genta. Oleh
karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif requirements
mengkomando karena menginginkan mitratutur untuk melakukan sesuatu yaitu
menuruti apa yang diperintahkan penutur.
4. Tindak Tutur Direktif Prohibitives ( Larangan )
1. Konteks: Ian membuka dompet, dengan sengaja dan bandel menjatuhkan
selembar kertas yang berlipat kecil.
Ian: “Aduh… jatuh deh!”
57
Zafran: “Apaan nih? Rumus Indomie lagi ya?”
Ian: “Jangan dibuka! Jangan dibaca!”
Tuturan yang diucapkan oleh Ian kepada Zafran bertujuan supaya tidak
membuka selembar kertas yang jatuh dari dompet Ian. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur prohibitives melarang. Hal tersebut dapat dilihat dari
tuturan Ian yang mengatakan “Jangan dibuka! Jangan dibaca!”Bagi Arial tuturan
tersebut memberi efek pada dirinya agar tidak melakukan apa yang dilarang oleh
Ian yaitu tidak membuka selembar kertas yang jatuh dari dompetnya. Oleh karena
itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif prohibitives melarang.
2. Konteks: Genta melihat selembar kertas polio penuh dengan tulisan tangan
ditempel ke batu nisan.
Riani: “Temennya Daniek.”
Dinda: “Iya.”
Riani: “Bunganya masih segar, Daniek baru aja lewat sini. Kan kemarin dia
bilang mau ziarah.”
Ian: “Iya.”
Genta: “Eh… ade surat.”
Ian: “Jangan dibaca, Ta.”
Genta: “Cuma ditempel gini kok! Jelas bisa dibaca.”
Tuturan yang diucapkan oleh Ian kepada Genta bertujuan untuk melarang Genta
membaca surat yang terdapat di sebuah nisan. Tuturan tersebut merupakan tindak
tutur prohibitives melarang. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Ian yang
mengatakan “Jangan dibaca, Ta.” .” Bagi Genta tuturan tersebut memberi efek
58
pada dirinya agar tidak melakukan apa yang dilarang oleh Ian yaitu tidak
mengucapkan membaca surat yang terdapat di sebuah nisan. Oleh karena itu,
kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif prohibitives melarang.
5. Tindak Tutur Permissives ( Pemberian Izin )
1. Konteks: Sang dosen membolak-balik Bab II Ian.
Sukonto: “Cepat… juga… ya… kamu… bagus… bab II… kamu… selesai…
saya… setuju… sekarang.”
Ian: “Nggak ada revisi, Pak?”
Sukonto: “Nggak… ada… revisi… bagus… sekali.”
Ian: “Langsung… bab… III dong, Pak!”
Sukonto:”Iya… langsung… aja.”
Ian: “Oke, Pak!”
Tuturan yang diucapkan oleh Pak Sukonto kepada Ian bertujuan untuk
menyetujui bab II skripsi Ian. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur
permissivess menyetujui. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan Pak Sukonto yang
mengatakan “Cepat… juga… ya… kamu… bagus… bab II… kamu… selesai…
saya… setuju… sekarang.”Bagi Ian tuturan tersebut memberi efek pada dirinya
untuk merasa bebas melakukan tindakan yaitu melanjutkan bab selanjutnya tanpa
ada yang direvisi lagi. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak
tutur direktif permissives menyetujui.
2. Konteks: Ian bertemu seorang manajer di sebuah perusahaan.
Nono: “Boleh-boleh aja silakan. Tapi saya nggak bisa ngasih data perusahaan ya.”
Ian: “Nggak pa-pa, Pak!
59
Nono: “Ya dah, taruh ajak kuisionernya. Kapan mau diambil?”
Ian: “Seminggu lagi, Pak.”
Nono: “Ok. Nanti kamu telpon saya ya.”
Ian: “Maaf, Bapak namanya siapa?”
Nono: “Nono Chaniago. Saya manajer di sini.”
Tuturan yang diucapkan oleh Nano kepada Ian bertujuan untuk
membolehkan Ian meneliti di perusahaan tempatnya bekerja. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur permissivess membolehkan. Hal tersebut dapat dilihat dari
tuturan Nano yang mengatakan “Boleh-boleh aja silakan. Tapi saya nggak bisa
ngasih data perusahaan ya.” Bagi Ian tuturan tersebut memberi efek pada dirinya
untuk merasa bebas melakukan tindakan yaitu melakukan penelitian di
perusahaan tempat Nano bekerja.. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas
merupakan tindak tutur direktif permissives membolehkan.
6. Tindak Tutur Direktif Advisories ( Nasihat )
1. Konteks: Dosen Ian berujar pelan tapi lancar sambil masih membuka-buka Bab
II skripsi Ian.
Sukonto: “Tapi… Ian… lebih… baik… kamu… sebar… kuesioner… dulu…
kerjakan… dulu… yang… agak… mudah..”
Ian : Begitu yahh pak.
Sukonto: “Iya, mendingan kamu sekarang bertempur, bagi-bagi kuesioner, baru
nanti kamu olah. Yang penting kamu udah punya data dulu, sementara kamu
tunggu kuesioner diisi, kamu bikin Bab III.”
60
Tuturan yang diucapkan oleh Pak Sukonto kepada Ian bertujuan untuk
memberi saran kepada Ian supaya segera menyebarkan kuesioner. Tuturan
tersebut merupakan tindak tutur advisories menyarankan. Hal tersebut dapat
dilihat dari tuturan Genta yang mengatakan “Tapi… Ian… lebih… baik… kamu…
sebar… kuesioner… dulu… kerjakan… dulu… yang… agak… mudah..” Bagi Ian
tuturan tersebut memberi efek pada dirinya agar segera menyebarkan kuesioner.
Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur direktif advissories
menyarankan.
2. Konteks: Mas gembul bertanya kepada mereka.
Gembul: “Kalian udah bilang sama orang tua kalian kan?”
Genta: “Udah, Mas.”
Gembul: “Bagus. Kalo mau naik gunung harus bilang sama orang tua dulu,
jangan main-main sama alam.”
Tuturan yang diucapkan oleh Gembul kepada mereka bertujuan untuk
memberi peringatan supaya tidak bermain-main dengan alam. Tuturan tersebut
merupakan tindak tutur advisories memperingatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari
tuturan Genta yang mengatakan “Kalo mau naik gunung harus bilang sama orang
tua dulu, jangan main-main sama alam.” Bagi Genta tuturan tersebut memberi
efek pada dirinya untuk menyetujui usul dari Mas Gembul agar jangan bermain-
main dengan alam. Oleh karena itu, kutipan dialog di atas merupakan tindak tutur
direktif advissories memperingatkan.
61
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
B. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data terhadap percakapan antara penutur dan
mitra tutur dalam novel “5 CM” karya Donny Dhirgantoro, peneliti
menyampaikan beberapa simpulan sebagai berikut, peneliti menemukan tindak
tutur direktif requestives(memohon) terdiri atas dua percakapan , tindak tutur
direktif questions (bertanya) terdiri dari dua percakapan, tindak tutur direktif
requirements( permintaan) terdiri dari dua percakapan, tindak tutur direktif
prohibitives( melarang) terdiri dari dua percakapan,tindak tutur direktif
permissives ( pemberian izin) terdiri dari dua percakapan dan tindak tutur direktif
advisories ( nasihat) terdiri dari dua percakapan dalam novel “5 CM” karya
Donny Dhirgantoro.
C. Saran
Sehubungan dengan berbagai jenis tindak tutur yang kita ketahui, terdapat
bermacam perbedaan di antara tindak tutur tersebut, dalam penelitian ini ada
beberapa saran yang akan disampaikan penulis yaitu sebagai berikut. 1) Peneliti
menyarankan pada penelitian yang akan dilakukan selanjutnya agar
memperhatikan masalah yang belum diteliti oleh siapapun khususnya tentang
tindak tutur. 2) Peneliti menyarankan agar penelitian yang akan dilakukan
selanjutnya membahas secara lebih rinci tentang tindak tutur. 3) Peneliti
menyarankan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai panduan bagi guru
62
di sekolah dalam kegiatan belajar mengajar untuk mengetahui makna dari
berbagai jenis tindak tutur di dalam kelas.
63
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda, dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT,
Refika Aditama.
Abrams dalam Nugiyantoro. 2000. Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta: Hanindita.
Amir dan Ngusman. 2006. “ Strategi wanita melindungi dirinya dan citra diri
orang lain di dalam komunikasikan verbal: studi di dalam tindak tutur
direktif di dalam Bahasa Indonesia. Laporan penelitian. Padang: UNP.
Brown dan Levinson. 2006. Pragmatik. Jakarta: Gramedia.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal,
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaerul Unam, Tindak tutur direktif dalam dialog film “ketika cinta bertasbih”
karya chaerul umam Universitas Negeri Yogyakarta.
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik, Sebuah Perspektif Multidisipliner.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cruse Cummings. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dwi Sari Rizqi1, Agustina2, Ngusman3 Program Studi Sastra Indonesia FBS
Universitas Negeri Padang. Tindak tutur direktif dalam novel pukat karya
tere-liye
Frase 2015. Sosiolinguistik Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta.
George 1990. Pengajaran Pragmatik, Bandung : Angkasa
Gunawan 2004. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa
Harisvari Puspa Hapsari Tindak tutur direktif dalam novel Ringan Universitas
Diponegoro
Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. KajianTindakTutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Jakob Sumardjo. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Jakarta: Nur Cahaya.
Kridalaksana. 1984 Kamus linguistik. Edisi keempat. Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Ilmu.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus linguistik. Edisi keempat. Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Ilmu.
Levinson (dalam Tarigan, 2009: 31) Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa
Leech, Geofrey. 2011. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta : Universitas Indonesia
64
Muhardi dan Hasanuddin WS. 2006. Prosedur Analisis Fiksi: Kajian
Strukturalisme. Padang: Citra Budaya Indonesia.
Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada.
Purwo.2010 . Paragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Keempat. Jakarta:
Rani .2000. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa
Salam. 2005. Pragmatik Bahan Ajar. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia FBS UNM.
Suyono. 2015 . Pragmatik Dasar- Dasar dan Pengajaran. Malang : FPBS IKIP
Malang.
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 2015. Pengajaran Pragmatik, Bandung : Angkasa
Tindak tutur direktif pada novel bidadari-bidadari surgakarya tere liye Teza dwi
putri, dian eka chandra wardhana, dan suryadi Program studi Pendidikan
Bahasa Indonesia Fkip universitas bengkulu.
Wijana,I Dewa Putu. 2006 Dasar-Dasar Pragmatik. Edisi 1
Wahid, Sugira, Juanda. 2005. Analisis Wacana. Makassar : Universitas Negeri
Makassar
Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press.
Yule, George. 2006. Pragmatik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
65
L
A
M
P
I
R
A
N
66
Lampiran 1
KORPUS DATA
No Memohon Pertanyaan Perintah Larangan Pemberian
izin
Nasihat
1. Arinda, ini
ada teman-
teman mas
Ian nih,
turun
sebentar.
Arinda, Abis
dari mana? Genta,
yan... lo
besok kan
motret
lagi, terus
kalo dapat
honor dari
temen
gue, loe
tanya dia
jabatannya
apa. Oke?
Ian,
jangan
dibuka,
jangan
dibaca!
Sukonto,
cepat..,
juga..yaa..kam
u bagus bab II
kamu selesai,
saya setuju
sekarang
Sukonto,
tapi Ian,
lebih baik
kamu
kuesioner
dulu.
Kerjakan
dulu yang
agak
mudah
2. Citra, heh
bengong
aja...pulang
yuk...
Genta, eh
juple...
desainnya
udah jadi
belom? Gue
bakar rumah
lo kalo belum
jadi.
Zafran,
nyanyi
boleh?
Ian,
jangan
dibaca, Ta.
Nono, boleh-
boleh aja
silahkan. Tapi
saya nggak
bisa ngasih
data
perusahaan ya.
Gembul,
kalo mau
naik
gunung
harus
bilang
sama
orang tua
dulu,
jangan
main-main
sama
alam.
3. Nonton aja
yuk?
4. Kerumah gue
lagi?
5. Ada nyokap
lo nggak?
6. Paper apa,
Din?
67
7. Senin kerja,
Ta?
8. Woii Juple..
jadi main
nggak Lo?
9. Kenapa Lo?
10 Aaahh
enggak,
Dinda lagi
dimana?
68
Lampiran II
Sinopsis
5 Cm
Donny Dhirgantoro
Judul Buku : 5 cm
NamaPengarang : Donny Dhirgantoro
Penerbit : PT. Grasindo
Tahun Terbit : 2005
Tebal Buku : 381 halaman
Cerita ini dimulai dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku
dirinya “manusia-manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu”
yang telah kehabisan pokok bahasan pada waktu nongkrong sehingga akhirnya
cuma bisa ketawa-ketiwi. Mereka berlima adalah Arial, Riani, Zafran, Genta dan
Lan. Arial adalah sosok yang paling handsem diantara mereka semua. Riani pakai
kacamata ia adalah sosok yang cantik, cerdas dan seorang N-ACH sejati. Zafra,
adalah seorang penyair yang kebanyakan bimbang dalam hidupnya. Lan, ia adalah
tokoh yang paling gendut, subur diantara mereka dan kepalanya botak plontos.
Genta ia dianggap “the leader”, dengan badan yang ideal dengan rambut lurus
yang berjambul.Terdengar lembut dari tape mobil lan dalam sepanjang jalan
Diponegoro, Menteng. Kelima orang dalam mobil tersebut baru saja selesai
makan bubur ayam di Cikini. Mereka semua sepakat, untuk entah beberapa kali
nya, pergi kerumah Arial. Halaman rumah Arial yang cukup luas dan asri.
Semuanya teringat, tiga tahun yang lalu ketika baru beranggotakan empat orang
69
dan belum menjadi “Power Rangers”. Tiba-tiba ada yang berkata “ Mungkin
sebaiknya kita ngga usah ketemu dulu”, Genta mengalirkan kalimat pendek. “Kita
bertemu lagi tanggal 14 agustus ya” Genta meyakinkan kawan-kawannya.
“Pokoknya nanti aku bikin reminder buat tanggal 14 agustus di handphone.
Tanggal 7 Agustus aku kasih tau planning nya aja lewat SMS, dimana kita akan
bertemu,” Lanjut Genta.
Pada tanggal 7 Agustus tepatnya pukul 09.00 pagi, Genta mengirim SMS
kepada ke-4 temannya. “Selamat pagi semuanya, gue kangen banget sama kalian
semuanya, sumpah !, tanggal 14 Agustus nanti kita bertemu di stasiun kereta api
senen jam 02.00.
Tiba tanggal 14 Agustus waktu menunjukkan Pukul 01.30. SIang itu
daerah stasiun senen panas sekali. Di stasiun senen, Genta bersama bawaannya
yang super banyak, menikmati makan siangnya di salah satu restoran Padang di
tempat itu.
Tiba-tiba muncul sosok Zafran terlihat oleh Genta dengan carriernya yang
cukup gede juga, baju orange menyala, celana pendek, dan kacamata eighties ala
Erik Estrada dalam Film CHIPs-membuat Zafran terlihat nyentrik. Sosok Lan dan
Riani yang penuh senyum berlari kecil memasuki Restoran Padang. Arial juga
datang dengan adiknya, bernama Dinda. Sekarang waktu menunjukkan pukul
setengah tiga lebih, mereka berenam dan barang bawaan yang hamir sama dengan
rombongan pecinta alampun, menuju ke kereta yang siap mengantar mereka ke
tujuan. Kereta ekonomi Matarmaja yang entah berapa lama melayani trayek
Malang-Jakarta dan sebaliknya ini terlihat tampak begitu tua dan kumuh dengan
70
beberapa kaca yang telah pecah. Setelah membereskan barang bawaan, mereka
semua duduk, berhadap-hadapan.
Riani dan Dinda duduk berhadapan di pojok dekat dengan jendela. Genta
di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, serta Zafran duduk di sebelah Arial
berhadapan dengan Lan. 5 menit kemudian kereta mulai beranjak meninggalkan
stasiun senen. Kereta bergerak dengan perlahan, sesekali mengeluarkan angin dari
sambungan gerbongnya. Lan kemudian bercerita tentang jumpalitannya selama
dua bulan. Ia yang tidak mudah menyerah, dua kali penolakan kuisionernya,
menakjubkannya Sukonto Legowo, Mas Fajar, Keriputnya tangan papa dan
mama, sidangnya, pokoknya semua Lan ceritakan di hadapan teman-teman.
Arial muali menceritakan tentang Indy, cewek yang telah merebut hatinya, Indy
yang parasnya biasa saja namun enak dipandang dan nggak ngebosenin, Indy
yang selalu mengisi hari-hari Arial sejauh ini.
Setengah malam telah terlewatkan. Kereta tua yang tak kenal dengan yang
namanya lelah itu mulai menyapa pemandangan kota-kota di Jawa Tengah,
melaju cepat di atas rel Jawa di malam hari.Jalan desa dan jalan perkotaan tua
yang damai dan mulai sepi. Pukul 02.30 pagi di stasiun Lempuyangan,
Yogyakarta. Genta, Riani, Zafran, dan Dinda turun dari kereta tua itu,
menginjakkan kaki di ubin putih yang mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan
Yogyakarta. Mereka berjalan ke toilet stasiun yang ada di antara para pedagang
yang masih mencari sesuap nasi di pagi yang terasa lain di hati mereka.
Kemudian setelah turun di stasiun Lempuyangan mereka lekas berjalan
masuk ke kereta, Perlahan namun pasti, kereta mulai beranjak meninggalkan
71
stasiun Lempuyangan. Kereta muali melaju dengan cepat melawi hutan jati antara
Madiun dan Nganjuk. Keenam anak tersebut sudah dari kantuknya, mereka mulai
bercanda lagi di dalam kereta. Pagi di luar terlihat sangat cerah seakan
berdatangan menyambut rombongan yang cukup jauh dari rumah ini. Setelah
mereka tiba di stasiun Malang. Matahari sore yang sudah enggan mengeluarkan
sinarnya datang menyambut. Sebelum meninggalkan kereta, sekali lagi mereka
memandangi kereta yang terdiam setelah melaju seharian penuh.
Kereta tua yang dalam diamnya telah bercerita banyak tentang
keberagaman manusia. Di satasiun Malang, Rombongan pecinta alam ini mulai
menarik perhatian banyak orang. Rasa pegal-pegal masih terasa setelah
perjalanan. Sehingga mereka memutuskan untuk istirahat sebentar di kursi stasiun
yang panjang, untuk sekedar meluruskan kaki dan menghilangkan penat, matahari
sore masih menyisakan sinarnya sedikit menembus pepohonan-pepohonan berada
di desa kecil.
Pada waktu sore itu di Tumpang banyak sekali kesibukan jip-jip
menunggu pendaki yang mulai berdatangan dari berbagai daerah. Penampilan
mereka mirip semua karena memang mereka memiliki satu tujuan yang sama
yaitu Mahameru.
Setalah itu mereka mulai melangkah, menyusuri jalan berbatu di desa yang
kemudian berbelok ke jalan setapak mungil menuju ke punggung Gunung
Mahameru. Perjalanan terus berlanjut menembus pepohonan di punggung
mahameru. Dari ketinggian pinggir lereng Gunung Mahameru, Ranu Kumbolo
perlahan muncul layaknya tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar
72
di hadapan mereka. Pukul 02. 00 pagi, dingin diatas 3000 Mdpl. Rombongan itu
berdiri di depan tenda.
Keenam anak itu tercengang melihat Gunung Mahameru dalam gelapnya malam.
Setelah membereskan tenda, mereka mulai bergerak melewati hutan cemara yang
gelap dengan penerangan seadanya.
Puncak Mahameru terlihat seperti sebuah gundukan pasir yang Besar
dengan taburan batu karang dimana-mana. Jalur pendakian terlihat terang di
terangi sinar bulan dan cahaya senter dari para pendaki Gunung Mahameru.
Matahari pagi mulai menampakkan sinarnya, sinar matahari pagi yang hangat
menyapa tubuh dingin mereka. Keenam anak itu seperti melayang saat
menjejakkan kaki di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Waktu seperti berhenti
sejenak, dataran luas berpasir itu seperti sebuah papan besar yang menjulang
dengan indah di ketinggian menggapai langit. Di sekeliling mereka tampak langit
kebiru-biruan dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih mulai
berkumpul melingkar di bawah mereka. Asap putih yang tebal membubung di
depan mereka berada di mana-mana.
Para pendaki nampak berbaris teratur di puncak Mahameru. Di depan
barisan tertancap tiang bendera dari bambu berdiri sendiri dengan Background
kepulan asap/kabut Mahameru dan langit yang kebiru-biruan.“Biarkan keyakinan
mu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan mu. Dan…setelah itu
yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan
yang akan berbuat lebihbanyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama
73
dari biasanya, leher yang akan lebih seringmelihat ke atas. Lapisan tekad yang
seribu kali lebih keras dari baja, hati yang akan bekerja lebih keras
dari biasanya serta mulut yang akan selalu berdoa…percaya pada 5 centimeter di
depan kening kamu” Kata yang diucapkan Zafran dengan penuh yakin.
Sepuluh tahun berlalu, minggu pagi di scret garden. Keluarga besar penuh
cerita itu berkumpul di bungalow secret garden. Riani dan Dinda memejamkan
matanya. Dan sekarang mereka menjadi seorang ibu. Bungalow secret garden
pada hari itu penuh denga do‟a, mimpi dan keyakinan yang tulus dalam hati
mereka. Akhirnya semua saling pandang dan tersenyum satu sama lain.
Tokoh dalam novel
1. Arial adalah lelaki terganteng diantara mereka, dan bertubuh
atletis
2. Riani ia adalah gadis berkacamata yang cantik cerdas serta
mengutamakan prestasi
3. Zafran adalah lelaki berbadan kurus, anak band, gokil, senang
bersyair serta membuat puisi-puisi, hidupnya terasa kurang
lengkap bila tidak bersyair selama sehari
4. Lan ia adalah tokoh penggemar bola, gemar makan terutama
makan indomie sekaligus penggemar artis Happy Salma
5. Genta adalah seoarang leader diantara mereka sehebat-
hebatnya Genta adalah sosok yang baik hati, seorang aktivis
kampus
74
Lampiran III
Biografi Penulis
Donny Dhirgantoro lahir di kota Jakarta 27 Oktober 1978. Anak sulung dari
empat bersaudara ini menghabiskan seluruh waktunya dari kecil hingga besar di
kota Jakarta. Dia menyelesaikan pendidikan selama SMA di Jakarta, tepatnya di
SMA 6 Jakarta. Ia sangat membanggakan sekolah tersebut karena terdapat
kenangan-kenangan yang menyenangkan dan tak terlupakan. Kegemaran menulis
dan membaca sudah ada semenjak ia mulai dapat menulis dan membaca. Konon
hal ini akibat Ayahnya yang meletakkan banyak buku di sekitar ari-ari putra
sulungnya itu. Kegemaran menulis ini pernah mengantarkan Donny menjadi juara
pertama lomba menulis dan membaca puisi yang diselenggarakan oleh salah satu
instansi pemerintah. Salah satu kenangan yang tak terlupakan di sekolah adalah
ketika gurunya tak percaya bahwa dirinya sudah berhasil menulis puisi.
Sementara itu, di lingkungan tempat tinggalnya ia dipercaya menjadi ketua karang
taruna selama enam tahun berturut-turut, dengan alasan: karena dapat menulis
proposal.
Selepas masa SMA, ia melanjutkan pendidikan di STIE Perbanas Jakarta dan
aktif dalam kegiatan kampus. Pengalaman gagal mendapatkan beasiswa pada
salah satu kegiatan pelatihan kampus tidak membuatnya putus asa, tetapi pada
tahun berikutnya justru mengantarnya menjadi ketua penyelenggaranya. Ia
bersama teman-temannya berhasil mendapatkan beasiswa bagi peserta pelatihan.
Bahkan kadang-kadang tanpa di duga ia sering mendapatkan beasiswadari
75
kampus. Saat-saat terbaik sebagai mahasiswa adalah ketika bergabung dalam
barisan menegakkan reformasi tahun 1998, yang membuatnya bangga menjadi
bagian dari bangsa yang besar ini.
Selain maniak film dan fotografi, ia juga senang berpetualang ke alam
terbuka. Hal ini sebagai salah satu penyembuh bagi otaknya yang selalu minta
berpikir keras. Setelah lulus kuliah ia sempat berpindah-pindah tempat kerja untuk
mencari pekerjaan yang tepat dan cocok, sebelum akhirnya tercatat sebagai
seorang Instructur/ Trainer di salah satu perusahaan Konsultan Sumber Daya
Manusia di Jakarta. Donny sekarang juga sebagai seorang novelis. Beberapa karya
di antaranya adalah novel 5 cm dan novel 2. novel 5 cm juga pernah difilmkan ke
layar lebar.
76
RIWAYAT HIDUP
Hikmah. Dilahirkan diLimpo Desa Mattirowalie Kec. Tanete
Riaja Kabupaten Barru pada tanggal 9 November 1998, dari
pasangan Ayahanda Kaharuddin dan Ibunda Halwiah. Penulis
masuk sekolah dasar pada tahun 2004 di SD INPRES LIMPO
Kabupaten Barru dan tamat tahun 2010, tamat SMPN 1 TANETE RIAJA tahun
2013, dan tamat SMA NEGERI 1 TANETE RIAJA tahun 2016. Pada tahun yang
sama (2016), penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Makassar jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia strata S1. Masa
pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar diakhiri dengan menulis
skripsi sebagai tugas akhir dengan judul ‟‟Tindak tutur direktif pada novel 5 cm
karya Donny Dhirgantoro’’.