Analisis Kadar Abu
-
Upload
dale-carter -
Category
Documents
-
view
15 -
download
2
description
Transcript of Analisis Kadar Abu
Analisis Kadar Abu
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-
komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral
tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat
pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar
abu.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan,
dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Untuk melakukan analisis
kadar abu suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kering dan
metode basah.
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kadar abu suatu bahan pangan
dengan menggunakan metode pengabuan kering..
1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.
- Utuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode pengabuan
kering.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Pengabuan Kering dan Basah
Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode
pengabuan basah (tidak langsung).
a. Pengabuan kering
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pengabuan dilakukan
melalui 2 tahap yaitu :
- Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi
kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
- Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun
porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba.
b. Pengabuan basah
Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak
dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada
menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah
penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud
menghindari kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu
kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah
gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu
tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan.
(Sudarmadji, 1996).
2.2 Bahan Baku
2.2.1 Ikan Asin
Menurut Adawyah (2007), ikan yang sudah melalui proses penggaraman dan
pengeringan,sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial, ikan asin sangat diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna.
Standart Internasional kadar abu pada ikan asin kurang dari 2% (Bastaman 1989).
2.2.2 Kakao
Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan
tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi
seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane,
1995). Berdasarkan daerah asalnya kakao tumbuh dibawah naungan pohon-pohon yang
tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budi daya kakao dengan menanam
pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak tanam sampai umur 2 - 3
tahun.
2.2.3 Kopi
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai
sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan
juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani
kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).
Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke,
1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi
instan, sejumlah konsentrasi kopi cair dipekatkan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
pengeringan semprot dari konsentrasi kopi tersebut, menggunakan udara panas,
mengeringkannya pada keadaan vacuum, atau dengan lyophilization (pengeringan dingin).
Operasi dari pembuatan kopi instan lebih kompleks dan beragam pada berbagai perusahaan
yang memproduksinya.
Menurut Siswoputranto (1992), kopi instan dihasilkan dari ekstraksi kopi bubuk, hasil
biji kopi yang telah disangrai, melalui percolator-percolator ukuran pabrik yang diameternya
bisa mencapai 6,5 m. ekstraksi dilakukan dengan air panas dan tekanan. Diperoleh produk
agak padat yang disebut liquor yang kemudian disaring melalui filter dan kemudian
dikeringkan. Cara ekstraksi ini bisa mencapai rendemen antara 35-50 %.
2.2.4 Susu Jahe Anget Sari
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu tanaman temu-temuan yang
tergolong tanaman apotek hidup. Menurut Ariviani (1999), jahe memiliki berbagai
kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh. Beberapa kandungan zat yang terdapat pada jahe
adalah minyak atsiri (0,5 - 5,6%), zingiberon, zingiberin, zingibetol, barneol, kamfer,
folandren, sineol, gingerin, vitamin (A, B1,dan C), karbohidrat (20 – 60%) dammar (resin)
dan asam – asam organik (malat, oksalat).
Susu jahe Anget Sari adalah salah satu brand produk minuman dari Forisa. Produk
minuman ini berupa serbuk dengan bahan dasar dari jahe. Anget Sari terbuat dari bahan alami
yang berkualitas tinggi. Produk ini juga diproduksi melalui serangkaian proses yang higienis.
Cita rasa Anget Sari sangat enak, juga dapat menghangatkan tenggorokan dan badan. Anget
sari sangat sesuai diminum pada saat kondisi cuaca dingin atau pada saat bersantai. susu jahe
anget sari mengandung gula dan ekstrak jahe. Komposisi dari susu jahe anget sari adalah
gula, krimer nabati, susu bubuk dan ekstrak jahe.
2.2.5 Sereal Ginseng
Kandungan Gizi Sereal Ginseng
Nilai gizi rata-rataPer 100 g Per porsi*
energi kal 425 148Protein g 6 2,1Lemak g 10 3,5Serat kasar g 4 1,4mineral g 3 1,1*1 sachet : 35 g + 150 cc air panas
2.3 Prinsip Analisa Kadar Abu
Analisa kadar abu saat praktikum menggunakan metode analisa pengabuan cara
langsung (cara kering). Prinsip dari pengabuan secara langsung yaitu dengan mengoksidasi
semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996).
2.4 Manfaat Penentuan Kadar Abu
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabial masih banyak katul atau lembaga yang terikut
maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tingggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang
digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan
atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis
3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya
pasir atau kotoran yang lain (Fauzi 2006).
Analisis Kadar AbuMarch 24, 2012 by ASTUTI
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-
bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Produk perikanan memiliki kadar abu yang berbeda-beda. Standar mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-2006, ialah memiliki kadar abu kurang dari 2%. Produk olahan hasil diversifikasi dari jelly fish product (kamaboko) yang tidak diolah menjadi surimi dahulu memiliki standar kadar abu antara 0,44 – 0,69% menurut SNI 01-2693-1992. Contoh jelly fish product, yakni otak-otak, bakso dan kaki naga.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
A. Penentuan kadar abu secara langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
B. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat.
Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle
lalu dimasukan ke desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan.
https://astutipage.wordpress.com/2012/03/24/analisis-kadar-abu/