ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM NOVEL...
Transcript of ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM NOVEL...
1
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH
DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
KARYA ABIDAH EL-KHALIEQY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Siti Rizkia Kamilah
105051001875
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
2
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH
DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
KARYA ABIDAH EL-KHALIEQY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)
Oleh
Siti Rizkia Kamilah
105051001875
Pembimbing
DR. Hj. Roudhonah, MA
NIP. 19580910 198703 2001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
3
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM NOVEL
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL-KHALIEQY
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S1) pada
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 4 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Wahidin Saputra, MA Umi Musyarafah, MA
NIP.19700903 199603 1 001 NIP.19710816 199703 2 002
Anggota
Penguji I Penguji II
Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA Drs. Sunandar, M.Ag.
NIP. 19630405 199403 1 001 NIP. 19620626 199403 1 002
Pembimbing
DR. Hj. Roudhonah MA.
NIP. 19580910 198703 2 001
4
Persembahan Terakhir Untuk Bunda
Andai semua tahu…
Bundaku hanyalah,
Seorang wanita yang polos, namun ia mudah bergaul
Seorang wanita yang sederhana, namun ia bersahaja
Seorang wanita yang dikala lemah, namun ia tetap berkata kuat
Seorang wanita yang dikala sedih, namun ia tetap ceria
Seorang wanita yang dikala susah, namun ia tetap ada untuk keluarganya
Seorang wanita yang dikala sakit, namu ia tetap memperhatikan suami dan anak-anaknya.
Seorang wanita yang selalu taat pada suami dan Tuhannya
Seorang wanita yang tak pernah bosan untuk selalu mencurahkan rasa kasih dan Sayang
pada suami dan anaknya,
Serta do`anya yang maqbul selalu menyertai anak-anaknya agar kelak menjadi orang-orang
yang berguna bagi agama,nusa dan bangsa.
Belum puas ku merawatmu bunda, namun engkau telah pasrah
Belum puas ku disampingmu, namun engkau berkata sudahlah…
Belum puas ku membahagiakanmu, namun engkau telah tiada
Belum puas ku rasanya, karna hanya ini yang dapat ku persembahkan,
Belum puas ku rasakan nikmatnya membahagiakanmu Bunda,
Namun tuhan berkata lain, apalah daya tangan tak sampai
Jika ini adalah yang terbaik, kami yakin engkau bahagia di alam sana
Selamat jalan Bunda…,
Bakti mu pada keluarga tak kan lekang oleh waktu.
Selamat jalan Bunda…,
Doa dinda slalu menyertaimu.
Allahummagfirlaha..warhamha..wa`fu anha..
Pondok Pucung Indah, 18 Oktober 2010 ,
Mengenang Bunda almarhumah Hj.Siti
Awilah binti H.Muchtar yang telah
tiada…(alfaatihah..)…Asykurukum,
Siti Rizkia Kamilah.
i
ABSTRAK
Siti Rizkia Kamilah
Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban karya
Abidah El-Khalieqy
Menyikapi perkembangan zaman saat ini, berdakwah tidak lagi harus
terpaku dengan ceramah, pidato dan sebagainya. Ada banyak media dan strategi,
lahir sebagai pencerahan dan penyegaran dalam kegiatan berdakwah. Artinya isi
pesan dakwah tidak lagi dikemas secara monoton. Sehingga memiliki daya tarik
tersendiri bagi da`i sebagai pelaku dakwah dalam penyampaian pesan dakwah.
Dengan tujuan agar mad`u sebagai objek dakwah dapat mengimplementasikan isi
pesan dakwah di kehidupan sehari-hari.
Novel adalah sebuah karangan berbentuk prosa yang panjang dan
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan menonjolkan watak
dan sikap prilaku di sekelilingnya. Sikap novel yang mampu mengubah sikap
hidup seseorang tentunya merupakan sarana yang efektif untuk berdakwah. Maka
novel dapat dikatakan sebagai media alternatif dalam berdakwah yang cukup
representatif dalam penyampaian pesan dakwah.
Belakangan ini memang banyak novelis muslim yang concern dengan
(dakwah bil qalam) melalui novel. Tentunya sudah tidak asing lagi ketika
mendengar nama Helvi Tiana Rosa, Pipit Senja, Asma Nadia dan sebagainya. Lain
halnya dengan Abidah, sebagai novelis muslim, selain pesan moral yang ia
jadikan intisari di setiap novelnya, ia juga selalu mengangkat permasalah
kesetaraan gender. Terlepas dari itu semua, Abidah tetap berpegangan teguh dan
berpedoman pada ajaran Al-Qur`an dan Hadist. Walaupun novelnya yang berjudul
Perempuan Berkalung Sorban ini menimbulkan kontroversi, setelah diangkat
sebagai film layar lebar oleh Starvision, namun Abidah tetap santai dan bijak
dalam menyikapinya.
Dalam skripisi ini peneliti menggunakan metode penelitian analisis isi
kuantitatif. Peneliti melakukan pengkategorisasian isi pesan dakwah dengan
membuat koding yang dikutip dari beberapa paragraf dan dialog novel tersebut,
kemudian diuji berdasarkan hasil kesepakatan 3 juri sehingga menghasilkan isi
pesan yang paling dominan.
Setelah melakukan pengolahan data, diketahui bahwa isi pesan dakwah
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban didominasi oleh pesan syariah dengan
memperoleh nilai prosentase 39.26%, kemudian diikuti pesan akhlak dengan nilai
prosentase 37.04%, dan pesan akidah 23.70%.
Dilihat dari prosentase hasil olah data tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa novel Perempuan Berkalung Sorban memiliki
kecendrungan pesan dakwah yang bermuatan syariah. Dalam hal ini Abidah El-
Khalieqy banyak menyampaikan pesan syariah berupa Ilmu Fiqih, dan
sebagainya. Pesan akhlak dan akidah pun dikemas melalui rangkaian
permasalahan kesetaraan gender. Adapun pesan yang ingin disampaikan oleh
Abidah untuk kaum perempuan dalam novel ini adalah “tubuhmu adalah milikmu,
tak seorang pun yang boleh menguasainya, juga lelaki pasangan hidupmu.”
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak
nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-
Nya sehingga berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya minadzulumatiin ila nuur. Dan
kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan
kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa‟at dari beliau.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna
baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis
mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA,
PUDEK II Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK,
MA
2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen
dan staf pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
iii
banyak memberikan ilmu pengetahuan dalam mendidik penulis selama penulis
melakukan studi.
3. DR. Hj. Roudhonah, MA, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta
dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sesuai dengan waktu yang diinginkan.
4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan
kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan
dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan Perpustakaan FIDIK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari
dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Teruntuk Mbak Abidah EL-Khalieqy sebagai pengarang novel Perempuan
Berkalung Sorban penulis ucapkan terima kasih karena dengan baik hati telah
menerima, membantu, dan meluangkan waktunya untuk penulis melakukan
wawancara dan memberikan data-data yang penulis butuhkan.
6. Kepada ketiga Juri yakni: Dra. Yayah Huriah (Juri I), Efa Nurazizah (Juri II),
dan Yulia Rahman (Juri III) yang telah meluangkan waktunya untuk bersedia
menjadi juri dalam penelitian ini. Semoga mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah SWT.
7. Orang tua penulis Ayahanda tercinta H. Ahmad Sanusi dan Ibunda tercinta Hj.
Siti Awilah, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis
dengan penuh rasa cinta kasih dan sayang. Serta lantunan doa dan ridho yang
tak pernah putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas
iv
8. Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis selalu menjadi
penerus yang berguna dan membanggakan bagi keluarga , agama, nusa, dan
bangsa.
9. Kepada seluruh kakak kandungku serta kakak ipar yang selalu memberikan
dukungan baik secara moril ataupun materil. Dan special untuk seluruh
keponakanku tersayang, yang selalu memberikan semangat kepada penulis
untuk terus berjuang menyelesaikan studi S1.
10. Teman-teman KPI A 2005…,Novi, Resti, Arsil, Eva, Gita, Hj. Leli, Islah dan
lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan
dukungan yang tiada henti dari kalian, semoga kita dapat meraih kesuksesan
bersama.
11. Teman – teman KKS Puraseda 2008, Rahmat saiful Bahri, Fadli, Uti, Selvi.S,
Selvi.O, Syauki, dll..serta para sahabat penulis seperjuangan Uut, Indi, dan
sahabat-sahabat alumni Daarul Rahman Wenda, Popo, Wiwit, Isna, k Ikbal dll,
semoga setiap langkah dan perbuatan yang telah kita lakukan bermanfaat di
masa depan dan dapat melanggengkan tali silaturahim sampai kapan pun.
12. Kepada Kanda Ahmad Saifullah Buaykundo, terimakasih atas segala
kebaikan, dukungan dan perhatian yang telah memacu semangat penulis.
Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua dan
menambah setitik khazanah ilmu pengetahuan.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
v
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... 8
D. Metodologi Penelitian ......................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 15
F. Sistematika Penulisan .......................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dakwah .................................................................. 19
1. Pengertian Dakwah ....................................................... 19
2. Unsur-Unsur Dakwah ................................................... 21
B. Ruang Lingkup Novel ......................................................... 31
1. Pengertian Novel .......................................................... 31
2. Unsur Intrinsik Novel ................................................... 33
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam novel ..................... 37
4. Novel sebagai Media Dakwah ..................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
SORBAN
A. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung
Sorban ................................................................................ 40
B. Visi dan Misi Novel Perempuan Berkalung Sorban .......... 42
C. Sinopsis Novel Perempuan Berkalung Sorban .................. 44
vi
D. Kontroversi Seputar Novel dan Film Perempuan
Berkalung Sorban ............................................................... 47
E. Profil Penulis Novel Perempuan Berkalung Sorban
Abidah el-Khalieqy ............................................................ 51
BAB IV ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM NOVEL
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
A. Pesan Dakwah dalam Novel Perempuan Berkalung
Sorban ................................................................................. 55
1. Pesan Dakwah yang Mengandung Kategori
Aqidah ............................................................................ 56
2. Pesan Dakwah yang Mengandung Kategori
Akhlak ............................................................................ 64
3. Pesan Dakwah yang Mengandung Kategori
Syariah ............................................................................ 68
B. Pesan Dakwah yang Dominan dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban ................................................................ 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 77
B. Saran-saran ......................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1. Kategorisasi Pesan Dakwah (Aqidah, Akhlak, Syariah) ................................ 11
2. Rincian Kategorisasi Aqidah .......................................................................... 62
3. Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Aqidah ........................................... 63
4. Rincian Kategorisasi Akhlak ........................................................................... 66
5. Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Akhlak ........................................... 68
6. Rincian Kategorisasi Syariah ......................................................................... 70
7. Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Syariah ........................................... 73
8. Prosentase Pesan ............................................................................................ 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menyikapi perkembangan zaman saat ini, media dan strategi dalam
berdakwah juga mengalami kemajuan yang prospektif. Berdakwah saat ini,
tidak harus dengan cara menggurui apalagi mendoktrin secara paksa. Dakwah
merambah ke berbagai aspek kehidupan, karena itu media dan sarananya pun
beragam. Kini seorang da`i tidak hanya mengandalkan dengan cara berdiri di
atas mimbar kemudian berpidato atau berkhutbah begitu saja, namun ada
banyak cara lain yang bisa dijadikan alternatif, tergantung objek dakwahnya.
Remaja atau anak muda yang dikenal gemar dengan seni musik, tentu
akan lebih mudah didekati dengan syair-syair lagu yang indah dan menyentuh.
Para ilmuwan akan tergetar hatinya dengan pendekatan mikro terhadap alam
ciptaan-Nya. Para ekonom dan akuntan akan terpesona dengan penjelasan
rinci ”hitung-hitungan” yang ada dalam Al-Qur`an; tentang mengapa riba
diharamkan, kemudian jual beli dihalalkan dan sedekah dianjurkan. Namun
apapun media, sarana dan strategi yang dipilih oleh para da`i dan da`iyah tetap
berpedoman pada dalil Al-Qur`an sebagai berikut:
2
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf 1 dan mencegah dari yang mungkar
; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali `Imron:104)
Begitu pula dengan adanya perintah membaca dalam Al-Qur`an seperti
yang tertera dalam (Q.S. Al-`Alaq:1-19) menjelaskan tentang pentingnya arti
tulisan dan fungsi membaca bagi manusia. Maka bagi para juru dakwah
hendaknya mampu berdakwah dengan lisan dan tulisan.
Namun demikian, di antara sekian banyak pilihan sarana dakwah, salah
satu yang mulai diperhitungkan adalah sastra. Seperti yang dikatakan oleh
Abdul Razak dalam bukunya Adakah Bangsa Dalam Sastra menyatakan
bahwa sebenarnya berdakwah secara tidak langsung melalui sastra sudah
pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Ulama-ulama serta para sufi
terdahulu tidak terhitung banyaknya yang mendedikasikan diri untuk
menyampaikan pesan dakwahnya melalui sastra atau puisi, di antaranya
seperti : Robiatu Al- Adawiyah, Jalaluddin Al-Rumi, Ibnu Arabi, dan Hamzah
Fansuri. Semua tokoh di atas sangat berperan dalam pengembangan sastra
khususnya sastra Indonesia, karena selain dijadikan rujukan dan bahan diskusi
juga dijadikan sebagai media dakwah.2
Pamusut Eneste menyatakan dalam bukunya Buku Pintar Sastra
Indonsia bahwa ada banyak hal yang dapat dipelajari dari karya sastra.
Masalah yang diperbincangkannya dapat meluaskan pengalaman seseorang
1 “Ma`ruf”, segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan “Munkar”
ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. 2 Abdul Rozak Zaidun Dedi Sugono, Adakah Bangsa Dalam Sastra, (Jakarta : Progres
bekerja sama dengan Pusat Bahasa Dep-Nas, 2003), h. 124.
3
dari sudut sosial, budaya, politik, ekonomi, sejarah, agama, seni, bahkan
filsafat. Tokoh-tokoh yang ditemui disana juga diperkenalkan kepada para
pembaca pada keluasan kemungkinan pengenalan hidup manusia, apakah itu
dilihat dari keragaman wataknya, kualitas perkembangannya, tenaga dan
pekerjaannya, serta harapan dari impian-impiannya. Tidak ketinggalan pula
cara pengungkapan karya sastra juga dapat membangun kehalusan budi dan
mengembangkan perasaan para pembaca. Mendidik untuk bertoleransi dan
berempati, dan karena pengalaman itu secara perlahan membentuk seseorang
menjadi manusia yang lebih manusiawi.3
Adapun Terry Eogleton menjelaskan dalam bukunya Teori Sastra
Sebuah Pengantar Komprehensif, bahwa secara umum bentuk karya sastra
terbagi tiga, yaitu puisi, prosa, dan drama. Masing-masing bentuk karya sastra
tersebut memiliki ciri khas sebagai pembedanya. Salah satu bentuk karya
sastra yang berbentuk prosa adalah novel.4
Novel merupakan cerita prosa tentang kehidupan manusia seperti
halnya cerpen dan roman. Perbedaannya novel memiliki cerita lebih panjang
daripada cerpen, tetapi isinya lebih terbatas daripada roman.5
Sikap novel yang mampu mengubah sikap hidup seseorang tentunya
merupakan sarana yang efektif untuk kegiatan berdakwah, karena pada intinya
kegiatan dakwah dimaksudkan untuk merubah perilaku yang buruk menjadi
perilaku yang baik dan hal itu tidak hanya bisa dilakukan melalui mimbar-
3 Pamusut Eneste, Buku Pintar Sastra Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2001), edisi ke-3
4 Terry Eogleton, Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta dan
Bandung: Jalasutra, 2006), cet. Ke-1, h. 1-2 5 Terry Eogleton, Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif, hal 1-2
4
mimbar masjid, tulisan-tulisan di koran atau tempat-tempat formal keagamaan
yang lain tetapi dakwah juga bisa dilakukan melalui dunia sastra yang
mempunyai efek lain kepada para pembacanya.
Menurut penjelasan Burhan Nurianto dalam bukunya Teori Pengkajian
Fiksi, Bahwa dalam karya sastra yang berbentuk novel tidak lepas dari latar
belakang pengarangnya apabila pengarang tersebut adalah seorang muslim,
sangat besar kemungkinan untuk menyampaikan pesan moral yang terkandung
dalam ajaran agamanya baik peristiwa yang dialaminya sendiri ataupun satu
peristiwa yang sedang berlangsung.6
Jika mengingat sederetan novelis wanita ternama, seperti Helvi Tiana
Rosa, Asma Nadia, dan Pipit Senja, yang selalu mengukir karya tulisannya
dengan cerita-cerita yang berpesan moral serta bernuansa Islami, Pun tak
kalah menarik seorang penulis wanita yang hampir seluruh karya tulisnya
bercirikan memperjuangkan hak-hak perempuan ,menyuarakan kesetaraan
gender, namun konsisten dan setia pada ajaran-ajaran Al-Qur`an dan Hadist
sebagai pedoman ialah Abidah El-Khalieqy.
Abidah dikenal sebagai penulis sekaligus aktifis dalam beberapa forum
perempuan dan dunia sastra yang lahir dari didikan pesantren. Selepas dari
Madrasah Ibtidaiyah, ia melanjutkan sekolahnya di Pesantren Putri Modern
PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di pesantren inilah ia mulai mengasah bakatnya
dalam menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek
Ronopati, Atau Ida Bani Kadir.
6 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Jogjakarta : Gajah Mada University Press,
1995), h.322.
5
Penulis novel kelahiran Jombang, 01 Maret 1965 ini, Juga dikenal
sebagai perempuan penyair nasional yang cukup kuat dengan sajak-sajak
religiusnya. Cita rasa bahasa yang puitis sangat mempengaruhi dalam menulis
fiksi. Tidak berlebihan jika ia dianggap sebagai salah seorang novelis terbaik
di Indonesia. Novel-novelnya bahkan dapat dinilai sebagai puncak sastra
Islami – bukan fiksi pop Islami.7
Beberapa waktu yang lalu salah satu hasil karya tulis Abidah yang
berjudul Perempuan Berkalung Sorban sempat menjadi karya sastra
bernafaskan Islam yang menuai banyak kontroversi serta aksi protes dari
berbagai elemen Islam, pengamat seni sastra, bahkan penikmat novel dan film.
Sebab cerita novel yang diangkat Hanung Bramantyo sebagai judul film
tersebut, dianggap telah memberikan citra yang buruk terhadap Islam sehingga
dapat meresahkan masyarakat awam, Begitulah tanggapan dari Imam besar
Masjid Istiqlal KH. Ali Mustafa Ya`qub yang diberitakan di berbagai media,
mengenai pemutaran film Perempuan Berkalung Sorban yang dapat
disaksikan oleh masyarakat luas di berbagai bioskop.8
Novel ini mengisahkan tentang seorang wanita bernama Anisa lahir
dari keluarga pesantren yang kental dengan budaya patriarkat. Disini Anisa
hidup untuk memperjuangkan haknya sebagai perempuan yakni dengan
menegakkan kesetaraan gender. Tokoh Anisa digambarkan sebagai perempuan
muslim yang tidak radikal, tokoh feminis yang mengungkapkan gugatannya
7 Harian Republika, Seni dan Budaya, 13 Juli 2008. hal. 9
8 Indra Yogi , Dibalik Novel „Perempuan Berkalung Sorban‟, artikel diakses pada tanggal
05 februari 2009 dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0405/01/hib01.html pada pukul 18.30
WIB
6
tidak dengan amarah, bersifat plural dan terbuka, namun berani mengkritisi
dunia lelaki, yakni dunia patriarki.
Dalam novel ini juga menceritakan tentang pembelaan terhadap
pemilikan tubuh dan hak-hak reproduksi perempuan. Sebab menurut Abidah
sebagai penulis novel, meskipun telah banyak orang yang berbicara soal
gender, baginya hanyalah berbicara di ruang kosong. Realitasnya perempuan
banyak mengalami kekerasan, terutama dalam kehidupan rumah tangga
dengan beribu wajah dan bentuknya, seperti yang digambarkan melalui
novelnya.9
Disini juga dikisahkan sosok Khudori yang hadir sebagai seseorang
yang amat dikagumi oleh Anisa. Ia lelaki berpengetahuan luas, menguasai
kitab kuning, berpikir moderat dan rasional. Ia selalu menafsirkan agama dari
sudut pandang substansi, bukan formalisme agama.
Namun atas dasar kekuasaan ayahnya, Anisa pun dijodohkan dengan
Samsudin, anak seorang kiyai ternama kawan lama ayahnya. Lelaki yang baru
dikenalnya satu jam sebelum ijab kabul itu, ternyata baru diketahui setelah
menikah bahwa ia memiliki kepribadian ganda. Kekerasan dalam rumah
tangga harus dirasakan Anisa, ketika sosok Khudori yang selama ini jadi
panutannya berada di luar negeri untuk melanjutkan studi, Anisa seperti
kehilangan arah namun ia tetap tegar dalam menghadapi cobaan ini.
Sekian lama akhirnya Khudori kembali ke Indonesia dan membantu
Anisa untuk menyelesaikan sekelumit masalah rumah tangganya, dan akhirnya
9 Wawancara dengan Abidah El Khalieqy melalui Email di: „[email protected]‟, pada
tanggal 26 Juli 2009, pkl. 10.25 WIB.
7
Anisa merasakan bahagia setelah menikah dengan Khudori. Namun tak lama
dari lahirnya buah hati mereka, Khudori mengalami kecelakaan sehingga
Anisa pun harus kehilangan sosok yang amat dicintainya.
Novel yang diangkat sebagai film keluarga ini, dipenuhi dengan nilai
pesan gender, moral, budaya dan agama yang syarat makna. Namun yang
lebih menariknya lagi, novel ini telah menuai banyak kontroversi dari
kalangan para ulama dan pengamat seni.
Untuk itu peneliti sangat tertarik untuk mencari dan meneliti isi pesan
dari novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy tersebut
yang di dalamnya banyak mengandung unsur ilmu pengetahuan dan pelajaran
baik secara Aqidah, Akhlak, maupun Syariah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peneliti memilih untuk
mengangkat judul penelitian yaitu “Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel
Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El- Khalieqy”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis di atas,
maka penulis membatasi penelitian pada isi dialog di dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy yang mengandung unsur-unsur
pesan dakwah yakni akidah, akhlak dan syariah.
Sedangkan rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini
adalah :
8
1. Apa saja isi pesan dakwah yang terkandung dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy ?
2. Pesan apakah yang lebih dominan diantara pesan-pesan dakwah (Akidah,
Akhlak, Syariah) dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah
El-Khalieqy ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas, Maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pesan dakwah apa saja yang terkandung dalam
novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-Khalieqy
b. Untuk mengetahui pesan dakwah yang paling dominan tentang akidah,
akhlak dan syariah yang terkandung dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban
c. Untuk dapat mengklasifikasikan pesan dakwah dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban
2. Kegunaan Penelitian
a. Segi Akademis
Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada
khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media cetak,
khususnya tentang penelitian analisis isi novel sebagai media dakwah
melalui media cetak.
9
b. Segi Praktis
Untuk menambah wawasan para juru dakwah tentang pentingnya
pemanfaatan segala bentuk media yang ada sebagai alat bantu atau
media dakwah. Juga setiap muslim bisa ikut berperan aktif dalam
pengembangan tugas dakwah, tidak terkecuali para seniman sastra.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi atau
disebut juga dengan Content Analysis yang bersifat kuantitatif, yaitu
dengan cara mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan
berbagai jenis isi yang didefinisikan, yang akhirnya akan melahirkan
generalisasi. Adapun pengertian isi yang nyata di sini merupakan isi yang
tersurat, yang berarti isi tersebut harus di-coding seperti apa adanya yang
tersurat (tampak), bukan seperti yang dirasakan oleh peneliti.10
Metode tersebut adalah untuk mengkaji pesan-pesan dalam media
yang akan menghasilkan kesimpulan tentang kecendrungan isi, tema dan
lain sebagainya. Barelson mendefinisikan kajian isi adalah tehnik
penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan
kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. 11
10
Suprayogo Imam & Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya) Cet.ke 2 h.155 11
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999) Cet. Ke-1,
h. 13
10
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah novel berjudul Perempuan Berkalung
Sorban karya Abidah El-Khalieqy. Dan objek penelitian ini adalah isi
pesan dan kandungan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
a. Observasi atau Pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan
dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.12
Di
sini penulis membaca dan memahami isi pesan dakwah yang
terkandung dalam novel tersebut. Setelah itu penulis mengutip
kemudian mencatat dialog-dialog ataupun paragraf yang mengandung
pesan dakwah pada novel Perempuan Berkalung Sorban untuk
dijadikan sebagai codingsheet, yakni rangkaian pencatatan lambang
atau pesan secara sistematis untuk kemudian diberi interpretasi oleh
juri.
b. Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data
dengan melakukan komunikasi tatap muka (face to face) antara
peneliti dan sumber penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan
wawancara dengan Abidah El-Khalieqy sebagai penulis novel
Perempuan Berkalung Sorban. Wawancara dilakukan melalui email,
12
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006)
Cet. Ke-1
11
telephone, dan sms. Hal ini disebabkan oleh jarak yang jauh antara
penulis dan sumber.
c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi ini,
internet dan lain sebagainya.
4. Olah Data
a. Kategorisasi Pesan
Pada tahapan olah data peneliti menampilkan pesan dakwah
berdasarkan kategorisasi secara sistematik yang terdiri dari Aqidah,
Akhlak dan Syariah dalam bentuk table. Berikut table kategorisasi:
Tabel I
Kategorisasi Pesan
No Kategorisasi Sub Kategori
1. Aqidah a. Iman kepada Allah
b. Iman kepada Rasul
2. Syariah a. Ibadah
b. Muamalah
3. Akhlak a. Akhlak kepada
Allah
b. Akhlak kepada
sesama manuisa
c. Akhlak kepada
lingkungan hidup
12
Berdasarkan kategori tersebut penulis membuat definisi operasional
sebagai berikut:
1) Aqidah
Yang dimaksud dengan aqidah adalah hal-hal yang membahas
tentang keyakinan, kepercayaan, keimanan yang termasuk dalam rukun-
rukun iman. Yakni seperti iman kepada Allah dan iman kepada Rasul.13
2) Syariah
Yang dimaksud dengan syariah yaitu hal-hal yang memuat tentang
berbagai aturan dan ketentuan yang berasal dari Allah SWT dan
Rasulullah Saw dalam hal ibadah dan muamalah. Ibadah meliputi shalat,
puasa, zakat, dan haji. Sedangkan Muamalah berkenaan dengan pergaulan
hidup antara sesama manusia seperti perkawinan, kewarisan, pidana,
peradilan dan politik.14
3) Akhlak
Yang dimaksud dengan akhlak adalah hal-hal yang membahas
tentang etika, moral, budi pekerti manusia dengan Allah SWT., manusia
dengan sesama makhluk, dan manusia dengan lingkungan hidup.15
Untuk menghitung prosentase hasil penelitian kecendrungan pesan
dari ketiga table kategori di atas dihitung dengan rumus Holsty 16
:
P = N
F X 100%
13
AA. Hamid Al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama`ah, (Jakarta, Niaga
Swadaya, 2004) h. 34 14
M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 1994),hal.343 15
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1992) h.2 16
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006)
Cet. Ke-1
13
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Polulasi
b. Penjurian / Koder
Untuk memperoleh reliabilitas dan validitas kategori isi pesan
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban, penulis mengadakan pengujian
kategori pada tiga orang juri atau koder yang dipilih dari orang yang
dianggap kredibel.
Hasil kesepakatan tim juri tersebut dijadikan sebagai koefisien
reabilitas. Untuk mencapai koefisien reliabilitas kategori antar juri, peneliti
menguraikan dengan rumus Holsty,17
yaitu :
Koefisiensi Reabilitas = 2N1N
M2
Keterangan :
2M = Nomor keputusan yang sama antar juri
N1+N2 = Jumlah item yang dibuat oleh tim juri
M = Kesepakatan antar juri
N = Jumlah yang diteliti
Setelah itu diperoleh rata-rata nilai keputusan antar juri (komposit
reabilitas) dengan menggunakan rumus :
Komposit Reliabilitas =
antarjurix1N1
antarjurixN
17
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi , h. 76
14
Keterangan :
N = Jumlah juri
X = Rata-rata (x)
5. Tehnik Analisis Data
Data yang sudah terkumpul, yang sudah diperoleh dari penilaian
juri akan diamati, dihitung dan diberi nilai untuk mengetahui distribusi
frekuensi masing-masing dan termasuk mengetahui koefisien reliabilitas
tiap juri. Antara juri 1 dan 2, 1 dan 3, 2 dan 3. Koder yang terdiri dari Juri
I, Drs. Yayah Huriyah (Ustadzah), Juri II, Efa Nurazizah S.SI. (PNS), dan
Juri III, Yulia Rahman S.SI. (Mahasiswi Pasca Sarjana UIN Syahid
Jakarta) menampilkan kutipan paragraf dan dialog-dialog yang
mengandung muatan dakwah berdasarkan kategorisasi secara sistematik,
dari hal ini maka dibuat kategorisasi nilai Akidah, Akhlak dan Syariah
untuk mengamati isi pesan novel Perempuan Berkalung Sorban. Adapun
kategorisasi tersebut diambil dalam bukunya M. Munir, dan Wahyu Illahi,
yang berjudul Manajemen Dakwah, yang mengkategorisasikan pesan
dakwah menjadi empat macam, yaitu Aqidah, Syariah, Ibadah dan
Akhlak.18
Tetapi penulis hanya mengambil tiga kategorisasi saja yaitu
pesan Akidah, Akhlak dan Syariah.
18
M. Munir dan Wahyu Illahi, Manajemen Dakwah, ( Jakarta: Prenada Media, 2006), h.
24-28
15
6. Tehnik Penulisan
Untuk keperluan skripsi, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syahid
Jakarta (Jakarta: CeQDA, 2007). Dan juga buku Metode-metode
Penelitian Komunikasi, penerbit UIN Jakarta Press, Cet.ke-1 2006.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah & Ilmu
Komunikasi maupun perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah. Ternyata
penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul
ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa,
diantaranya yaitu:
Skripsi yang berjudul Analisis Isi Pesan dakwah dalam Novel Mahligai
Perkawinan Karya Anni Iwasaki yang disusun oleh Julia Amrestiani NIM
105051001859 tahun 2009, skripsi ini menganalisis tentang novel yang terbit
ditahun 1986, bercerita tentang masalah kehidupan dalam berumah tangga.
Lalu ada pula skripsi yang berjudul Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel
Kapas-Kapas di Langit karya Pipit Senja yang disusun oleh Rahmat Hidayat
NIM 103051028593 tahun 2008, skripsi ini menganalisis isi pesan dakwah
dari novel Islami yang penulisnya sudah lama mengidap penyakit Thalasemia
namun tetap berjuang untuk hidup. Kemudian adapula skripsi yang berjudul
Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Pesantren Ilalang karya Amar De
16
Gapi yang disusun oleh Triani Sugianingsih NIM 105051001915 tahun 2009,
dan Analisis Isi Pesan Dakwah Novel Akira:Muslim Watashi Wa karya Helvy
Tiana Rosa disusun oleh Syaiful Anwar NIM 103051028599 tahun 2008.
Serta masih ada lagi beberapa judul skripsi yang serupa yang menganalisis isi
pesan novel yang berbeda, biasanya novel yang diteliti adalah novel yang
memiliki banyak peminat atau best seller, atau juga novel yang memiliki
keunikan tersendiri.
Tetapi ada pula judul skripsi yang hampir mirip namun berbeda yakni,
Analisis Isi Pesan Dakwah pada Film Perempuan Berkalung Sorban yang
disusun oleh Siti Muthiah NIM 105051001951, skripsi ini menganalisis pesan
dakwah yang terdapat pada film Perempuan Berkalung Sorban yang di
sutradarai oleh Hanung Bramantyo dan diproduksi oleh Starvision Plus yang
sebagaimana kita ketahui filmnya telah menuai banyak kontroversi di
kalangan para ulama dan pengamat seni.
Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang novel Perempuan
Berkalung Sorban. Oleh karena itu penulis menggunakan analisis novel
Perempuan Berkalung Sorban.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka penulis
membagi pembahasannya ke dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub
bab sebagai berikut:
17
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan ini menguraikan secara singkat mengenai alasan
pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini menerangkan tentang konsep dan pengertian dakwah
secara etimologis dan terminologis, pengertian novel, novel
sebagai media dakwah.
BAB III : SEKILAS TENTANG NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
SORBAN
Pada bab ini berisikan tentang konsep dasar pembuatan novel
Perempuan Berkalung Sorban, sinopsis novel Perempuan
Berkalung Sorban,visi dan misi novel, kontroversi seputar novel
dan film Perempuan Berkalung Sorban, dan yang terakhir profil
penulis novel Perempuan Berkalung Sorban.
BAB IV : ANALISIS ISI PESAN DAKWAH DALAM NOVEL
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang pesan dakwah yang terkandung
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban serta menguraikan
pesan dakwah yang paling dominan.
18
BAB V : PENUTUP
Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa
yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta
memberikan saran-saran dan juga beberapa lampiran yang didapat
oleh penulis.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
C. Konsep Dakwah
3. Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah sering ditinjau dari dua segi yakni secara
etimologi dan terminoligi. Adapun secara etimologi kata dakwah berasal
dari bahasa Arab yakni da`a, yad`u, du`aah/da`watan. Jadi kata dua`a atau
dakwah adalah isim mashdar dari du`aa, yang keduanya mempunyai arti
yang sama yaitu „ajakan‟ atau „panggilan‟.
Asal kata du`aa ini bisa diartikan dengan bermacam-macam arti,
tergantung kepada pemakaiannya dalam kalimat. Misalnya „da`aahu‟
dapat diartikan memanggil atau menyeru ia akan dia. „Da`aalahu‟ dengan
arti mendokan dia baginya.1
Pengertian dakwah secara terminologi menurut beberapa ahli yang
diantaranya adalah H.M Arifin mengatakan dakwah adalah kegiatan
menyeru, baik dalam bentuk lisan dan tulisan, maupun tingkah laku dan
lain sebagainya yang dilakukan secara individual atau kelompok. Supaya
timbul dalam dirinya suatu pengetahuan kesadaran, sikap penghayatan
serta pengalaman terhadap ajaran agama, sebagai pesan yang disampaikan
kepada mereka tanpa unsur paksaan.2
1 Muhammad Idris Abduh Rauf Al Marbawi, Qamus Idris Al-Marbawii (Mesir: Mustafa
baabil habli wa auladah, 1350), h.203 2 H.M Arifin, Dakwah Bil Qolam, (Bandung: Mujahid Press, 2004),h.6
20
Amarullah Ahmad dalam bukunya Dakwah Islam dan Perubahan
Sosial menyatakan bahwa pada hakikatnya dakwah Islam merupakan :
“Usaha mengaktualisasikan nilai-nilai imani atau teologis dalam suatu
system kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang
dilakukan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir,
bersikap,dan bertingkah laku dalam tataran realitas individu dan social
cultural dalam rangka mewujudkan nilai Islami di semua kehidupan
dengan menggunakan cara-cara tertentu”.3
Sementara Didin Hafidhudin mendefinisikan bahwa kegiatan
dakwah adalah suatu aktifitas yang mulia di mana setiap muslim dapat
melakukan amar ma`ruf nahii mungkar sehingga dapat tercipta tujuan
dakwah yang hakiki yakni membentuk khairul ummah. Karena pada
dasarnya hakikat dakwah suatu proses mengukuhkan sasaran dakwah agar
masuk ke jalan Allah SWT. Secara bertahap menuju kehidupan yang
Islami.4
Maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan dakwah merupakan
kegiatan menyeru atau mengajak orang lain baik secara individu ataupun
kelompok, agar menjalankan syariat Islam sebaik mungkin tentunya sesuai
dengan pedoman Al-Qur`an dan Hadist dengan tujuan mendapatkan
kehidupan yang berharga baik di dunia maupun akhirat.
3 Amarullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Yogyakarta, PLP2M:1985),
h.43 4 Didin Hafidhudin, Dakwah Aktual, (Jakarta, Gema Insani, 1998) Cet.Ke 2, h.57
21
4. Unsur-Unsur Dakwah
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen
yang selalu ada dalam kegiatan dakwah diantara unsur-unsur dakwah
adalah:
a. Subjek Dakwah
Yang dimaksud dengan subjek dakwah adalah da`i. Da`i adalah orang
yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun
perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk
organisasi atau lembaga. Da`i sering disebut kebanyakan orang dengan
mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Akan tetapi
sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan dimuka, sebutan
tersebut lebih sempit dari sebutan da`i yang sebenarnya. Apabila kita
kembali kepada Al-Qur`an dapat disimpulkan pelaku dakwah pertama
itu adalah Nabi Muhammad SAW.5
b. Objek Dakwah
Objek dakwah adalah mad`u atau jamaah, yaitu orang yang menjadi
sasaran dakwah atau penerima dakwah, baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok, baik yang beragama Islam maupun tidak, atau
dengan kata lain manusia secara keseluruhan.6
c. Materi Dakwah
Unsur lain dalam proses dakwah adalah maddah atau materi dakwah.
Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da`i
5 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet. Kel. H. 75-77
6 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwahو h. 90
22
kepada mad`u. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesan
mengandung arti perintah, nasihat, permintaan, amanat yang harus
dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.7 Sementara itu Onong
Uchana Efendi mengatakan bahwa pesan (message) merupakan
seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.8
Materi dakwah atau isi pesan dakwah yang utama adalah yang terdapat
dalam Al-Qur`an dan Hadist. Adapun pengertian dari materi atau pesan
dakwah ialah segala pernyatan yang berupa lambang bermakna yang
disampaikan untuk mengajak atau memengaruhi manusia (individu atau
kelompok), agar mengikuti ajaran Islam dan mampu merealisasikannya dalam
kehidupan dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang bahagia baik di dunia
maupun di akhirat. Lambang yang dimaksud disini adalah bahasa, isyarat,
gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan,
baik berupa informasi atau opini mengenai hal-hal yang konkrit maupun yang
abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang,
melainkan juga pada waktu yang lalu dan yang akan datang. 9
Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah
yang hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi
dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:
7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka,1999) h.761 8 Onong Uchana Efendi, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek, (Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya, 1994) h.18 9 Asmuni Syukri, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1993),h.165
23
a) Aqidah, secara etimologi diambil dari kata “aqad” yakni ikatan yang kuat.
Dapat berarti juga teguh, permanen, saling mengikat, dan rapat. Dalam
Ensiklopedi Islam, aqidah dalam i`tikad bersifat yang mencakup masalah-
masalah yang berhubungan dengan rukun iman. 10
Pengertian akidah secara terminologi yaitu, wajib dibenarkan hati
dan jiwa menjadi tentram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan
yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan
kebimbangan. Akidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada
orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian akidah dalam agama
maksudnya berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan, seperti akidah
dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul.11
Aqidah dalam Islam adalah bersifat itiqad bathiniyah yang
mecakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman.12
1) Iman kepada Allah SWT
2) Iman kepada Malaikat
3) Iman kepada Kitab Allah SWT
4) Iman kepada Rasul Allah SWT
5) Iman kepada Hari Kiamat
6) Iman kepada Qadha dan Qadar
b) Akhlak, kata ahlak secara etimologi berasal dari bahasa arab. Dalam bentuk
jamak dari khula yang berarti budi pekerti, perangai dan tingkah laku atau
10 Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Wijaya,1971)h.1 11
A.A. Hamid Al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlu sunnah wal Jamaah, (Jakarta :Niaga
Swadaya, 2004),h.34 12
Asmuni Syukri, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-IKhlas, 1983),h.60
24
tabiat.13
Secara linguistik kata akhlak merupakan isim dari jaid. Maka
akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari
pencipta (AllahSWT).
Menurut Al-Ghozali akhlak diartikan sebagai suatu sifat yang tetap pada
seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang mudah tanpa
membutuhkan sebuah pemikiran secara garis besar akhlak terbagi menjadi:
1) Akhlak kepada Allah SWT,
2) Akhlak Kepada sesama manusia,
3) Akhlak terhadap lingkungan sekitar.
c) Syariah, secara etimologi berarti jalan. Syariah adalah segala yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW berbentuk
wahyu di dalam Al-Qur`an dan sunnah. Sedangkan secara terminologi
syariah ialah ketentuan (norma) illahi yang mengatur dengan sesamanya
(muamalah). 14
1) Ibadah (dalam arti sempit) seperti Thaharah, Sholat, Zakat, Shaum
(puasa), haji.
2) Muamalah (dalam arti sempit) meliputi :Al-Qaunul Khas (hukum
perdata), Muamalah (hukum niaga), Munakahat (hukum nikah),
Waratsah (hukum waris), dan sebagainya. Kemudian Al-Qaunul`am
(hukum publik), Hinayah (hukum pidana), Khilafah (hukum negara),
Jihad (hukum perang dan damai), dan sebagainya.
13
M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih,(Jakarta:PT.Pustaka Firdaus,1994),h. 25 14
M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih,(Jakarta:PT.Pustaka Firdaus,1994),h. 343
25
d. Metode Dakwah
Dalam bahasa yunani metode berasal dari kata “methodos”, artinya
jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq.15
Adapun pengertian
metode dakwah adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Merujuk pada surat An-Nahl ayat 125 yang
berbunyi:
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. (Q.S An-Nahl: 125)
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode
dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:
1) Al-Hikmah
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal
budi yang mulia, lapang dada, hati yang bersih, dan menarik perhatian
orang kepada agama dan Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah adalah
pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, ketepatan dalam
perkataan dan pengamalannya. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali
15
Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 1996),h.35
26
dengan memahami al-Qur‟an dan mendalami syariat-syariat Islam serta
hakikat iman.16
Menurut M. Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan
faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga dapat diartikan meletakkan
sesuatu pada tempat atau semestinya.17
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa al-
hikmah adalah kemampuan dan ketepatan da‟i dalam memilih,
memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif
mad‟u. al-hikmah merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan
doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan bahasa yang
komunikatif dan argumentasi logis. Oleh karena itu al-hikmah sebagai
sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam berdakwah.
2) Al-Mau‟idzatu Al-Hasanah
Menurut Lois Ma`luf dalam bukunya Munjid fi al-Lughah wa
a‟lam, secara bahasa mau‟idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu,
mau‟idzah dan hasanah. Kata mau‟idzah dapat diartikan sebagai
nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara hasanah
merupakan kebalikan dari sayyi‟ah yang artinya hasanah adalah
kebaikan dan sayyi‟ah adalah keburukan.18
Menurut Abdul Hamid, mau‟idzah hasanah merupakan salah
satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan
16
Ibnu Qoyim, At-Tafsirul Qoyyim, h.226 17
Abu Hayyan, al-Bahrul Muhith, Jilid I h. 392 18
Lois Ma‟luf, Munjid fi al-Lughah wa a‟lam (Beirut: Dar Fikr, 1986) h.907
27
memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar
mereka mau berbuat baik.19
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Mauidzah Hasanah mengandung arti nasihat dengan kata-kata yang
masuk ke dalam kalbu yang penuh dengan rasa kasih sayang dan
kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang
lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat
meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih
mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
3) Al-Mujadalah bi-al-Lati Hiya Ahsan
Dalam metode dakwah mujadalah dapat diartikan sebagai debat
atau perdebatan. Kata „jadala‟ dapat bermakna menarik tali dan
mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan
menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. 20
Menurut Ali al-Jarisiyah, dalam kitabnya Adab al-Hiwar wa-
almunadzaroh, mengartikan bahwa ”al-jidal” secara bahasa dapat
bermakna `datang untuk memilih kebenaran`. Dan apabila berbentuk
isim ”al-jadlu” maka berarti `pertentangan atau persetujuan yang
tajam`.21
19
Abdul Hamid al-Bilali,Fiqh al-Dakwah fi ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar al-Dakwah,
1989) h.260 20 M.Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana 2006) cet. Ke 2. hal 17 21 Ali al-Jarisyah, Adab al-Khiwar wa al-Mudhoroh, (Al-Munawaroh: Dar al-Wifa, 1989)
cet. I h.19.
28
Dari pengertian diatas, Maka dapat disimpulkan bahwa al-
mujadalah bi al- lati hiya ahsan merupakan upaya tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang
diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara
satu dengan yang lainnya saling menghargai dan menghormati,
pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran
pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.
e. Media Dakwah
Pengertian Media secara etimologi diambil dari bahasa latin yaitu
„Median‟ yang berarti „alat perantara‟ dalam buku Dasar-dasar Strategi
Dakwah Islam, Asmuni Syukri mendefinisikan media sebagai sesuatu
yang dapat dijadikan alat perantara untuk mencapai tujuan tertentu, dapat
berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.22
Secara teori dakwah dapat dilakukan melalui tiga hal, yakni:
1) Dakwah bil lisan, yakni dakwah yang lebih bersifat informatif.
meskipun nilai persuasinya tidak ketinggalan karena tetap
mengarahkan kepada loyalitas mengikuti ajaran, agama, sebab dakwah
bil lisan pada dasarnya memberikan atau menyampaikan informasi
tentang ajaran agama Islam dengan tujuan agar sasaran dakwahnya
berubah persepsinya secara luas tentang ajaran agama sehingga
sanggup menyampaikan kepada orang banyak . strategi dakwah bil
lisan ini sebagai taktik dalam pemahamannya tentang Islam dan
22
Asmuni Syukri, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Ikhlas, 2003), h. 104
29
berangsur-angsur terjadi perubahan sikap dan perilakunya menjadi
lebih baik. Umumnya dakwah bil lisan dilakukan para da`i atau
da`iyah dalam kegiatan pidato, ceramah ataupun khutbah.
2) Dakwah bil hal, merupakan pemanfaatan situasi dan kondisi
masyarakat sebagai kegiatan dakwah agar tumbuh loyalitas kepada
tuhannya terhadap ajaran agama . Strategi dakwah bil hal cenderung di
terapkan sebagai langkah mengubah keadaan masyarakat menjadi lebih
baik dari keadaan sebelumnya . Dalam dakwah bil hal dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya seperti berikut: melalui lembaga-
lembaga sosial, lembaga pendidikan, akhlak karimah (uswatun
hasanah).
3) Dakwah bil qalam, berdakwah melalui media cetak/ tulisan memiliki
kelebihan tersendiri diantaranya, media tulisan memiliki sifat tahan
lama, menyeluruh, serta keberadaannya tidak terikat oleh ruang waktu
dan dapat dinikmati oleh ratusan bahkan ribuan pembaca. Dakwah
macam ini dapat dilakukan pada koran, majalah, buku, novel dan
sebagainya.
Kebutuhan dakwah terhadap media untuk menyampaikan pesan
dakwah sangat urgen sekali seperti yang diungkapkan oleh M. Bahri
Ghazali „Kepentingan dakwah terhadap media atau alat sangat urgen
sekali, sehingga dapat dikatakan dengan menggunakan media, dakwah
akan mudah dicerna dan diterima oleh komunikan (mad`u nya).23
23 M Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 1984), cet. Ke 2, h. 225
30
Menyikapi perkembangan teknologi saat ini, para juru dakwah pun
tak boleh ketinggalan. Ada berbagai macam media yang dapat digunakan
sebagai sarana dakwah. Sehingga para da`i tak perlu lagi merasa kesulitan
dalam mengemban amanah untuk menyampaikan pesan dakwahnya.
Bahkan pesan dakwah yang ingin disampaikan para da`i, dapat tersebar
secara serempak ke seluruh penjuru tempat. Maka dengan begitu akan
lebih banyak lagi mad`u yang terjangkau. Adapun macam media yang
dapat dijadikan sebagai sarana dakwah dewasa ini diantaranya ialah:
1) Media Visual
Media visual merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan
dengan pemanfaatan indera penglihatan dalam menangkap datanya.
Contohnya : Koran, majalah, buku, slide, gambar foto diam, dan
overhead proyektor.
2) Media Audio
Media auditif dalam pemahaman komunikatif merupakan alat
komunikasi yang berbentuk hasil teknologi canggih dalam wujud
hardware, media auditif dapat di tangkap melalui indera pendengaran.
Contohnya: radio, handphone dll.
3) Media Audio Visual
Media audio visual merupakan perangkat komunikasi yang dapat
ditangkap baik melalui indera pendengar maupun penglihat. Apabila
dibandingkan dengan media yang telah dikemukakan sebelumnya,
31
ternyata media audio visual lebih paripurna, contohnya: Televisi, Film,
Video.24
Media merupakan sarana seseorang untuk menuangkan ide-idenya
dan menyampaikan pesan kepada khalayak. Di Indonesia saat ini media
yang paling sering digunakan/dinikmati dan mudah dijangkau diantaranya
ialah televisi dan buku. Jika seseorang ingin membuat suatu karya yang
paling mudah untuk dijangkau maka akan efektif bila melalui kedua media
tersebut.
Karenanya di Indonesia saat ini penyampaian pesan melalui
pembuatan film yang ceritanya diangkat dari sebuah karya novel begitu
kian marak. Ada banyak film yang dihasilkan dari alur cerita yang disadur
dari beberapa novel, sebab dengan begini pesan yang ingin disampaikan
akan mudah dijangkau dalam waktu yang bersamaan
D. Ruang Lingkup Novel
1. Pengertian Novel
Novel menurut bahasa latin berasal dari kata novellas yang
diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena
kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama,
dan lain-lain, maka novel ini muncul kemudian, berikut yang dinyatakan
oleh Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Prinsip-prinsip Dasar Sastra.25
24
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 96 25
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra,(Jakarta:Penerbit Arloka,
1999),h.25
32
Ada banyak para ahli sastra memberikan istilah novel diantaranya
yakni Abdullah Ambary mengatakan bahwa novel ialah cerita yang
menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang
menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Lain
halnya penuturan dari P. Suparman Nata Wijaya tentang novel yakni,
novel ialah kisah realita dari perjalanan seseorang.26
Sedangkan menurut Suprapto, Novel ialah karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sikap pelaku. 27
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia novel ialah jenis
prosa yang menceritakan kehidupan baik yang menyangkut perwatakan
tokoh atau lingkungan sekitar. Bentuknya hampir mirip roman tetapi lebih
sederhana. Alurnya penuh konflik dan berakhir penyelesaian konflik. 28
Dalam sebuah novel, paling banyak mengandung dua atau tiga
orang pelaku penting termasuk seorang yang jadi pelaku utama. Jalan
cerita lurus kepada penaka pohon cemara atau dua garis siku-siku yang
berakhir atau bertema di ujung cerita.29
Dapat ditarik kesimpulan bahwa novel ialah sebuah karya seni
sastra yang berbentuk prosa, di mana di dalamnya menggunakan bahasa
yang mengandung unsur kesusastraan, yakni dengan penggunaan kata
yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik.
26
Abdullah Ambary, Inti Sari Sastra Indonesia, Bandung: Djantika, 1983 27
Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia, (Surabaya : Indah,
1993),h.53 28
Departemen Pendidikan dan Budaya, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai
Pustaka, 29
Putu Arya Tirtawirya, Apresiasi Puisi dan Prosa (Ende Flores: Nusa Indah, 1983), Cet.
Ke IV, h. 102
33
2. Unsur Intrinsik Novel
Novel memiliki unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang
secara langsung turut membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur yang
dimaksud antara lain: plot, tokoh dan penokohan, latar atau setting, point
of view atau sudut pandang.
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra itu. Tetapi secara tidak langsung mempengaruhi. Menurut
Welleck dan Waren, sebagaimana dikutip Burhan Nurgiantoro bahwa
unsur-unsur tersebut antara lain keadaan subjektifitas pengarang yang
memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan
mempengaruhi karya yang ditulisnya.30
Diantara beberapa unsur intrinsik dalam novel atau prosa yaitu:
a. Plot
Plot / alur merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu alur maju (progresif) dan alur
mundur (flash back progresif). Adapun alur maju (progresif) yaitu
apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back
progresif) yaitu peristiwa yang terjadi ada kaitannya dengan peristiwa
yang sedang berlangsung.
30
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University
Press, 1995). H.23
34
Plot terbagi menjadi lima elemen penting, yaitu pengenalan, timbulnya
konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan masalah.31
b. Tokoh dan Penokohan
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai
jawaban terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau
“ada berapa jumlah pelaku novel itu?” dan lain sebagainya. Sedangkan
penokohan menunjuk kepada watak perwatakan, ataupun karakter,
yakni lebih kepada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan
oleh pembaca, maka penokohan lebih menunjuk pada kualitas pribadi
seorang tokoh. Seperti yang dikatakan Jones, sebagaimana dikutip oleh
Burhan Nurgiantoro, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.32
Tokoh dapat dibedakan menjadi lima macam yakni: tokoh utama,
tokoh protagonis, tokoh antagonis, tritagonis, dan tokoh pembantu. Berikut
penjelasannya :
a. Tokoh utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya
dalam sebuah novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Termasuk konflik sehingga tokoh tersebut mempengaruhi
perkembangan plot.33
Kriteria yang digunakan untuk menentukan
31
Jacob Sumardjo dan Saini K. M, Apresiasi Kesustraan, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
1986), h.49 32
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.164-165. 33
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.176.
35
tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita,
melainkan intensitas keterlibatan tokoh-tokoh di dalam peristiwa-
peristiwa yang membangun cerita.34
b. Tokoh Protagonis
Altenberhand dan Lewis, sebagaimana yang dikutip oleh
Burhan Nurgiantoro, mengartikan tokoh protagonis sebagai tokoh
yang kita kagumi, tokoh yang berpendirian pada norma-norma, nilai-
nilai yang ideal bagi kita.35
c. Tokoh Antagonis
Yaitu tokoh atau pelaku yang menentang tokoh protagonis
sehingga terjadi konflik dalam cerita.36
d. Tokoh Tritagonis
Yaitu tokoh yang menjadi penengah antara pelaku protagonis
dengan antagonis.
e. Tokoh Pembantu atau Tambahan
Yaitu pelaku yang bertugas membantu pelaku utama dalam
rangkaian mata rantai cerita, pelaku pembantu mungkin berperan
sebagai pahlawan, mungkin juga sebagai penenang atau penengah jika
terjadi konflik.
34
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam
Layar Terkembang (Bandung: Katarsis, 2003), h. 16 35
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.178. 36
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.180.
36
f. Setting atau latar
Setting atau latar, menurut M.H. Abrams adalah sebagaimana
yang dikutip oleh Burhan Nurgiantoro dapat juga disebut sebagai
landas tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu lampau
berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyarankan
pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial
masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.37
g. Sudut Pandang atau Point of View
Sudut pandang atau point of view menurut Robert Stanton,
sebagaimana yang dikutip oleh Adib Sofia Sugihastuti, diartikan
sebagai posisi yang merupakan dasar berpijak kita untuk melihat
secara hati-hati agar ceritanya dapat memiliki hasil yang sangat
memadai.38
Sudut pandang dalam novel tersebut memiliki keindahan dan
tatanan bahasa, yang tetap sesuai dengan gaya bahasa sastra dan
menggugah pembacanya untuk terus membaca dan tidak merasa bosan
terlarut dalam cerita yang diceritakan.
Unsur lain yang menarik dari novel dapat dilihat dari isi dialog
dalam sebuah novel. Dialog dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
37
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.180. 38
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam
Layar Terkembang (Bandung: Katarsis, 2003), h. 16
37
memiliki arti percakapan (sandiwara atau cerita), atau karya tulis yang
disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih.39
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam novel
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam novel ialah :
a. Nilai Sosial
Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami
kehidupan manusia lain.
b. Nilai Ethik
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel
yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya, Novel-novel
demikian yang dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin
belajar sesuatu dari seorang pengarang untuk menyempurnakan
dirinya sebagai manusia.
c. Nilai Hedorik
Nilai hedonik ini yang bisa memberikan kesenangan kepada
pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam cerita novel
yang diberikan.
d. Nilai Spirit
Nilai sastra yang mempunyai nilai spirit isinya dapat
menantang sikap hidup dan kepercayaan pembacanya. Sehingga
pembaca mendapatkan kepribadian yang tangguh percaya akan dirinya
sendiri.
39
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka,1999) h. 661
38
e. Nilai Koleksi
Novel yang bisa dibaca berkali-kali yang berakibat bahwa
orang harus membelinya sendiri, menyimpan dan diabadikan.
f. Nilai Kultural
Novel juga memberikan dan melestarikan budaya dan
peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui
kebudayaan masyarakat lain daerah.40
4. Novel sebagai Media Dakwah
Dalam Kamus Ilmiah Popular, Media berarti sebuah perantara
(informasi); penengah; wahana; dan atau wadah. 41
Maka dapat dikatakan
bahwa media dakwah merupakan perantara komunikasi yang menjadi
wadah untuk merealisasikan ajaran-ajaran Islam.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, saat ini banyak media
yang dapat dijadikan sebagai sarana dakwah. Selain media massa, seperti
koran, majalah, radio dan televisi, ada juga sarana lain yang cukup efektif,
yaitu melalui buku, termasuk dalam hal ini adalah novel. Melihat animo
masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan
pengetahuan menjadikan dakwah melalui buku bisa dijadikan sebagai
alternatif yang cukup representatif.42
40
Arianto Sam, Pengertian Novel, Artikel diakses di
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.htm, pada tanggal 08 April 2010, pukul
16.00 wib 41
Pius A. Partantu dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit
Arloka, 1994),h.448 42
Badiyah Muchlisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung : penerbit MQ
Media Qalbu, 2004), h.41
39
Kini novel terbukti telah menjadi salah satu sarana dakwah yang
efektif dan representatif. Lahirnya film-film Islami yang alur ceritanya
disadur dari kisah-kisah yang ada pada novel, membuat kegiatan
berdakwah semakin terasa menarik dan refresh bagi para da`i maupun
mad`unya. Dakwah dulu dianggap sebagai kegiatan yang monoton, namun
kini dengan memanfaatkan dakwah melalui media cetak, pesan dakwah
menjadi lebih mudah diterima dan mampu menjangkau wilayah yang
cukup luas. Bahkan sifat novel yang sangat pribadi ini, membuat novel
lebih mudah dalam mempengaruhi daya pikir seseorang.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM
NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
F. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban
Menurut Abidah persoalan perempuan itu tidak pernah lekang dari
zaman. Sejak Adam sampai Muhammad, sejak zaman Muhammad sampai
sekarang, persoalan perempuan dengan berbagai sisinya masih saja aktual
untuk dibicarakan. Itu sebabnya perempuan disebut-sebut dalam Al-Qur`an
dan Hadist sebagai bagian dari masalah kehidupan dunia selain kekuasaan dan
harta. Dalam sejarahnya sampai kini, persoalan perempuan timbul lebih
disebabkan oleh sumber-sumber tiranik yang bergerak melalui sistem
patriarki. Oleh pikiran dan konstruksi budaya kaum lelaki. Termasuk di
dalamnya sistem nilai agama yang hanya ditafsirkan demi kepentingan kuasa
kaum lelaki.1
Bagi Abidah sebagai penulis novel, yang menjadi konsep dasar dalam
pembuatan novel Perempuan Berkalung Sorban ialah pertama sebagai
pengingat dan motivasi bagi kaum lelaki dan perempuan, khususnya kaum
muslimah, untuk melakukan perubahan sosial dan budaya yang didasarkan
pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang tersurat dalam Al-Qur`an maupun
Hadist, bahwa laki-laki dan perempuan, suami dan istri, muslim dan muslimah
itu memiliki kedudukan yang sama di hadapan tuhan. Sehingga tidak seorang
1 Wawancara Pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟,pada tanggal 26 Juni 2009
41
pun di antara makhluk tuhan itu yang boleh menindas dan merendahkan antara
satu dengan yang lainnya. Kedua, sebagai penyemangat kaum muslimah yang
harus berani mengkritisi dan memberontak jika diperlukan, terhadap ajaran-
ajaran Islam (khususnya hadist-hadist misoginis) yang disalahgunakan atau
dijadikan alasan untuk menindas kaum perempuan. Maka untuk mencapai
semua itu perempuan harus memiliki ilmu, memiliki pengetahuan agama dan
budaya yang memadai. Berani membangun sikap mandiri, berani meluruskan
yang bengkok, dan tetap teguh dalam iman. Yang ketiga adalah sebagai upaya
dalam memahami, mengubah dan memperbaiki pandangan-pandangan yang
berkaitan dengan posisi, status dan eksistensi kaum perempuan dengan
kacamata perempuan. Artinya, semangat juang kaum perempuan tidak
mungkin dapat meruntuhkan sistem budaya patriarki itu tanpa terlebih dahulu
mengubah pandangan hidup, sikap dan tatalaku dari kaum perempuan itu
sendiri yang kurang atau tidak sesuai dengan prinsi-prinsip agama dan
kemanusiaan. Dengan kata lain kaum muslimah mesti berani berkaca, berani
berefleksi, namun tidak terjebak dalam pepatah yang banyak digunakan
orang:‟wajah buruk cermin dipecah‟. Hal inilah yang melatarbelakangi
Abidah dalam membuat novel Perempuan Berkalung Sorban.
Oleh sebab itu Abidah berinisiatif menulis novel Perempuan
Berkalung Sorban, sebagai media alternatif pemberdayaan perempuan di
kalangan pesantren, serta sosialisasi isu gender dan hak-hak reproduksi.
Sedangkan pemrakarsa utama dari penulisan novel ini ialah Mba Ruchah dan
Mukhotib MD, dari YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat). Keduanya begitu
42
antusias mendorong energi spiritualitas, imajinasi dan pikiran Abidah untuk
berani berkarya melalui proses kreatif yang agak berbeda dengan penulisan
novel pada umumnya.2
G. Visi dan Misi Novel Perempuan Berkalung Sorban
Sebagai karya seni, novel dan film itu jelas berbeda. Keduanya
memiliki hukum dan konvensinya sendiri yang tidak bisa disamakan. Tapi
secara substansial, novel dan film PBS memiliki visi dan misi yang sama.
Memang banyak hal-hal yang tersirat dalam novel, kemudian diolah dan
disuratkan melalui film. Begitu sebaliknya, banyak siratan makna dari film itu
yang tersurat dalam novelnya.3
Hampir dari setiap tulisannya, Abidah sebagai pengarang novel selalu
menggambarkan sosok perempuan yang kuat, cerdas dan pandai. Hal ini
merupakan sebuah harapan dari Abidah agar menjadi inspirasi bagi para
pembacanya, terutama bagi generasi perempuan saat ini dan mendatang. Dan
itu merupakan bagian penting dari proses kreatif dalam hasil karyanya.
Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran
pada segala dimensi kesehariannya, seperti keadilan di bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Harapan itu sepertinya hanya sebatas mimpi yang sulit
mewujudkan. pada kenyataannya masih banyak keluarga muslim, yang
melihat perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, sedang menurut Islam
2 Wawancara Pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟,pada tanggal 26 Juni 2009 3 Wawancara Pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟,pada tanggal 26 Juni 2009
43
perempuan pun bisa berbuat banyak untuk beramal selama tidak melanggar
Qur'an dan hadits. Maka perlu diinformasi beberapa contoh permasalahan
yang dihadapi oleh perempuan dilingkungan masyarakat. Oleh sebab itu
lahirlah novel Perempuan Berkalung Sorban yang kemudian alur ceritanya di
filmkan sebagai bentuk media alternatif pemberdayaan perempuan.
Kesesuaian antara realita yang masih banyak terjadi di masyarakat
(terutama yang dialami oleh kaum wanita) dengan konsep dasar pembuatan
novel dan film Perempuan Berkalung Sorban melahirkan suatu visi, yaitu
memberikan atau menyampaikan permasalahan hak-hak perempuan di
lingkungan internal umat Islam. Visi ini berusaha diaktualisasikan dalam film
yang mengangkat tentang peran dan hak perempuan Islam yang
divisualisasikan dalam film Perempuan berkalung sorban.4
Adapun misi dalam novel dan film Perempuan Berkalung Sorban
berkaitan erat dengan visinya yaitu memberikan atau menyampaikan
permasalahan hak-hak perempuan di lingkungan internal umat Islam. perlu
disampaikan masalah-masalah yang dihadapi, bahwa akan banyak tantangan
persoalan yang harus diatasi, seperti yg digambarkan pada novel dan film
Perempuan Berkalung Sorban. Misi novel dan film Perempuan Berkalung
Sorban merupakan implementasi dari visi dan konsep dasar pembuatan novel
dan film Perempuan Berkalung Sorban.
Misi dari novel dan film Perempuan Berkalung Sorban adalah
menjadikan cerita Perempuan Berkalung Sorban sebagai media inovatif dalam
4 Siti Muthiah, Skripsi Analisis Isi Pesan Dakwah Pada Film Perempuan Berkalung
Sorban 105051001951, (Wawancara Pribadi dengan Bustal Nawawi: Jakarta, 05 Februari 2010).
44
menangani perjuangan hak-hak perempuan. Karena pada saat ini perjuangan
terhadap hak-hak perempuan Islam belum pernah diangkat melalui media
cetak dan media visual secara bersamaan, yang mana kita ketahui bahwa kini
novel dan film merupakan media yang sangat populer di masyarakat.
C. Sinopsis Novel Perempuan Berkalung Sorban
Dalam novel ini pada bagian pertama diceritakan mulai dari masa kecil
tokoh utama yakni Annisa, anak dari ibu yang bernama Hajjah Mutmainnah,
dan ayahnya yang bernama Kyai Haji Hanan Abdul Malik pendiri pesantren
Tambak beras, Tebuireng (Bahrul Ulum) di daerah Jombang Jawa Timur,
selain itu Anissa memiliki dua kakak laki-laki yang bernama Rizal dan
Wildan. Selain itu juga memiliki paman yang bernama lek Khudori (sapaan
Anisa pada pamannya).
Pada bagian kedua disampaikan bahwa Anisa ini dari sejak kecil sudah
mulai kelihatan akan kebandelannya terhadap orang tuanya, selain itu Anisa
juga seringkali memberontak akan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati
nuraninya, sehingga Nisa ini sering mengadu segala keganjalan atau
ketidaksukaannya terhadap sesuatu pasti ia sampaikan kepada lek Khudori,
karena hanya lek Khudori yang peduli akan nasib-nasib perempuan, selain itu
lek Khudori juga sangat mendukung akan kesetaraan gender antara laki-laki
dengan perempuan sebatas dalam koridor syariah.
Selanjutnya dalam bagian ketiga diceritakan pula kisah Anisa dalam
mempertaruhkan masa remaja untuk bersenang-senang, dan mencari hal-hal
45
yang baru harus tertunda bahkan tidak mengalaminya karena pada saat nisa
masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama atau Tsanawiyah (istilah
dalam pondok), Nisa harus menikah dengan seorang Sarjana Hukum yang
bernama Syamsudin, anak seorang kyai ternama yang memiliki harta yang
melimpah, dan Samsudin ini adalah pewaris lima hektar tanah dan satu hektar
kebun kelengkeng.
Meskipun Nisa menikah dengan seorang yang terpelajar dan kaya serta
anak seorang kyai, tetapi Nisa tidak merasakan keindahan pernikahan tersebut,
hal yang dirasakan Nisa tidak lain adalah penganiayaan dan pemerkosaan
belaka, Nisa merasa seperti dijadikan sebagai budaknya dan hanya dijadikan
sebagai pemuas nafsu syahwatnya belaka.
Pada bagian keempat dikisahkan bahwa Nisa selalu menceritakan
penderitannya tersebut kepada lek Khudori (pamannya yang saat itu sedang
melanjutkan studinya S2 di Kairo, Mesir) melalui surat. Kemudian pernikahan
Nisa ini semakin hari semakin berantakan, karena kebejatan suaminya.
Akhirnya Nisa pun dipoligami dengan seorang janda yang bernama Kalsum,
dan memiliki anak satu yang bernama Fadilah (anak hasil hubungan
gelap/sebelum menikah). Setelah sekian lama kehidupan rumah tangga ini,
semakin rumit dan Samsudin pun tidak tahan tinggal dirumah akhirnya dia
pun sering keluar malam dan menginap dirumah seorang janda yang genit
yang berjualan jamu di daerah Samsudin tinggal. Beberapa waktu kemudian
pamannya Nisa yang bernama lek Khudori itu telah selesai menjalankan
46
pendidikannya, dan kemudian pulanglah ia ke Indonesia, dan bertemu dengan
Nisa.
Akhirnya pada saat tasyakuran atau penyambutan lek Khudori, Nisa
pun memberanikan diri untuk bercerita kepada ibu dan ayahnya akan kejadian
atau penderitaan yang dirasakan Nisa karena ulah Samsudin. Setelah itu
akhirnya keluarga Nisa pun segera bertindak, dengan menuntut keluarga
Syamsudin agar menjatuhkan talak tiga terhadap Nisa. Kemudian Nisa pun
menyelesaikan sekolah Aliyanya, dan akhirnya ia ingin membuka lembaran
baru di Jogja dengan melanjutkan di salah satu perguruan tinggi di
Yogyakarta. Dan tanpa Nisa ketahui ternyata Nisa itu diawasi oleh lek
Khudori, dan ternyata lek Khudori pun juga mendaftar untuk menjadi pengajar
di Perguruan Tinggi di Jogja dan akhirnya kisah mereka pun berlanjut di
Jogja.
Setelah mereka bertemu akhirnya tak lama kemudian lek khudori
melamar Nisa dengan mendatangi orang tua Nisa, dan akhirnya mereka pun
direstui dan menikah, mereka hidup di Jogja dan memiliki anak satu, itu
semua atas keridhoan Tuhan, karena jika sudah kun fayakun, maka apa yang
menjadi kehendak tuhan pasti akan terwujud. Namun ditengah kebahagiaan
Nisa akhirnya tuhan menakdirkan yang lain, Nisa hidup sebagai single parent,
ibu yang tegar dan tabah untuk anaknya sebab Khudori meninggal karena
kecelakaan mobil yang masih menjadi hal misterius diantara Nisa dan
Samsudin (mantan suami Nisa) karena Anisa curiga jika ini adalah perbuatan
47
Samsudin yang masih menyimpan dendam terhadap kebahagiaan Nisa dan
Khudhori.
D. Kontroversi Seputar Novel dan Film Perempuan Berkalung Sorban
Di dalam filmnya, Perempuan Berkalung Sorban menceritakan
perlawanan Anissa, seorang santriwati terhadap pengekangan perempuan di
pesantren. Dalam film itu, Anissa berkata Islam tidak adil terhadap
perempuan. Film menampilkan diskriminasi terhadap perempuan yang
dilakukan ulama dengan dalih agama, seperti perempuan tidak boleh jadi
pemimpin, perempuan tidak boleh naik kuda, perempuan tidak perlu
berpendapat dan perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa disertai
muhrimnya. Setting film ini rentang tahun 1980-an hingga 1998.
Hal inilah yang memicu adanya kontroversi ditengah masyarakat pada
saat itu. Salah satunya adalah Imam besar Masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub
menyerukan agar film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini diboikot.
Bagi Ali Mustafa Yaqub yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI), ada dua hal yang menyakitkan umat Islam
mengajarkan yang tidak sesuai perkembangan zaman, misalnya, seorang
perempuan tidak boleh keluar rumah untuk belajar dan sebagainya sesuai
dengan mahromnya dan sebagainya itu. Kedua, penggambaran salah tentang
pesantren. “Pencitraan tentang pesantren sangat disayangkan sekali, bahkan
saya berani mengatakan itu bukan hanya merusak citra saja tapi memfitnah
itu,” kata pemimpin Pondok Pesantren Daarus Sunna tersebut.5
5 Brawijaya Forum, Imam Besar Istiqlal Serukan Boikot Film Perempuan Berkalung
Sorban, artikel diakses pada tanggal 02 Maret 2010 dari http: //forum.brawijaya.ac.id/index.
Php?action=vthread&forum=67topic=2940, pada pukul 15.30 wib
48
Tetapi disamping itu ada pula yang setuju dengan penayangan film ini,
salah satunya adalah Siti Musdah Mulia (Dosen UIN Syarif Hidayatullah
sekaligus Staf ahli Departemen Agama), beliau tidak setuju dengan seruan
boikot film Perempuan Berkalung Sorban. Ia menilai film itu justru
mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan
mengatasnamakan agama.6
Musdah Mulia mengaku, membenarkan film ini mengangkat realitas.
Dalam prakteknya seperti itu, sebagai umat Islam kita tidak suka agama kita
membelenggu perempuan, ketinggalan zaman. Tapi pada kenyataannya masih
banyak yang seperti itu. Musdah menghimbau umat Islam sebaiknya tidak
gampang marah bila mendapat kritik atas praktek diskriminasi perempuan
yang mengatasnamakan agama. Umat Islam harus jujur dan mengakui selama
ini ada tokoh agama atau ulama yang sering mengajarkan pandangan yang
salah tentang hak dan kewajiban perempuan Islam.
Semua ini berawal dari sebuah novel yang ditulis oleh Abidah El-
Khalieqy dengan judul yang sama dengan filmnya. Novel yang pertama kali
dirilis pada tahun 2001 ini sejak semula memang ditulis sebagai media
alternatif pemberdayaan perempuan, sosialisasi isu gender, dan hak-hak
reproduksi di kalangan pesantren. Yang disokong oleh dua lembaga yakni
Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) dan Ford Foundation.
Namun Abidah menanggapinya dengan santai, Abidah mengatakan
“kalau mereka mau membaca dan menonton PBS secara serius, tidak akan
6 Kontroversi film Perempuan Berkalung Sorban, artikel diakses pada tanggal 03 Maret
2010 dari http://genenetto.blogspot.com/2009/02/kontroversi-film-perempuan-berkalung.html,
pada pukul 16.30 wib
49
muncul anggapan dan kesan-kesan semacam itu. Mungkin malah sebaliknya,
ditengah arus politik dan budaya global yang ruwet di negri ini, masih ada
generasi muslim yang peduli dengan masalah-masalah yang terjadi ditengah
masyarakatnya. Karena sesungguhnya apa yang telah dianggap kontroversi
dalam film PBS itu memiliki makna yang sama dengan apa yang ingin
disampaikan oleh film itu sendiri. Artinya, anggapan-anggapan yang salah
tentang ajaran Islam yang melarang perempuan naik kuda, keluar rumah,
mencari ilmu dan lain-lain tindakan yang berdifat misoginis (tidak berpihak
pada perempuan) itu berupaya diluruskan baik dalam novel maupun filmnya.
Memang jika kita melihat sepotong-sepotong dari film itu, atau
menyitir dialog-dialog tokoh tanpa mendengar jawaban tokoh lain yang diajak
dialog, atau hanya mendengar komentar orang tanpa menontonnya sendiri,
tidak akan menangkap dengan jelas pesan apa sebenarnya yang hendak
disampaikan. Barangkali kita perlu menjernihkan pikiran, bahwa logika dalam
karya seni itu tidak berbanding lurus dengan logika sehari-hari. Karena jika
kita menggunakan logika sehari-hari dalam melihat karya seni dapat dianggap
menyimpang atau menyeleweng dari kenyataan.
Jauh sebelum diadakannya film PBS ini, novelnya sudah di
launchingkan di Hotel Radison Yogyakarta (10/3/2001), yang dihadiri oleh
Kyai, Nyai dan intelektual muda dari berbagai pesantren di Jawa Tengah dan
DIY. Abidah mengakui bahwa “kritikan-kritikan itu memang ada. Tapi
kritikan itu berjalan tegak, tidak berjalan miring seperti yang sekarang
diterima oleh Hanung. Bahkan dalam dunia maya, novel PBS juga
50
mendapatkan kritikan. Terutama mereka yang membaca novel ini, dan
bersikap abai terhadap hak-hak reproduksi perempuan. atau mereka yang
memahami kodrat perempuan sebagai makhluk yang berada dibawah laki-laki.
Padahal makna kodrat perempuan ialah hamil, melahirkan dan menyusui.
Maka jika ada perempuan yang menolak ketiga hal itu, bolehlah dianggap
menyimpang dari kodratnya. Jadi selama menggunakan nalar dan bukan
semata emosi yang ditonjolkan, pro dan kontra terhadap sebuah karya seni itu
harus disikapi sebagai sesuatu yang wajar.”tutur Abidah.7
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perempuan adalah
manusia yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sebagai
manusia ia lahir dengan naluri untuk sukses dan terus maju dalam kehidupan
yang ditempuhnya. Posisi perempuan yang selama ini menjadi manusia nomor
dua akan mengebiri dan menindas perempuan. Kesempatan untuk
mengembangkan kreativitas dan kecerdasan diri akan membentur sekat-sekat
budaya yang telah dikontruksikan oleh masyarakat. Kebebasan untuk tumbuh
ini belum tampak diberikan oleh orang tua kepada perempuan. Kalaupun ada
hanyalah bersifat semu dan sesaat. Perempuan diperbolehkan sekolah dan
kuliah namun masih dibatasi geraknya untuk keluar rumah mencari aktivitas.
Sejarah perempuan sangat menyedihkan harus dibunuh jiwa kreatifitasnya
oleh orang-orang yang melindunginya secara berlebihan. Akibatnya,
perempuan serasa lumpuh dan tidak bisa mengakses kemajuan. Mengubah
cara pandang atau pikiran adalah membohongi sekat-sekat ketidakadilan
7 Wawancara pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟, pada tanggal 26 Juni 2009.
51
dalam struktur pemahaman masyarakat. Selama ini perempuan
dininabobokkan oleh pandangan bahwa perempuan ada di balik kesuksesan
suami. Akibatnya, perempuan bergantung sepenuhnya dibawah ketiak laki-
laki tanpa mau mengambil peran penting dalam wilayah publik.8
E. Profil Penulis Novel Perempuan Berkalung Sorban Abidah el-Khalieqy
Abidah El-Khalieqy, yang akrab disapa mba Ida ini merupakan
seorang novelis perempuan kelahiran Jombang, 1 Maret 1965. Selepas dari
Madrasah Ibtidaiyah, ia melanjutkan sekolahnya di Pesantren Putri Modern
PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di pesantren inilah ia mulai mengasah bakatnya
dalam menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek
Ronopati, atau Ida Bani Kadir, sehingga ia meraih prestasi sebagai juara
Penulisan Puisi Tingkat Tsanawiyah Pesantren pada tahun 1979-1980.
Setelah melanjutkan sekolahnya di Madrasah Muhammadiyah Klaten,
Abidah memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Muhamadiyah, dan
ketika itu pula ia menjadi juara Penulisan Puisi Remaja se-Jawa Tengah pada
tahun 1984.
Anak ke empat dari tujuh bersaudara ini dikenal sebagai penulis
sekaligus aktifis dalam beberapa forum perempuan dan dunia sastra, sudah
sejak lama mba Ida menyerukan kesetaraan gender dan hak-hak reproduksi di
setiap kegiatannya, hal ini terbukti ketika ia melanjutkan pendidikannya di
Fakultas Syariah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Pidana
8 Najlah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayu Media Publishing, 2005),h.6
52
Perdata Islam pada tahun 1990, ia pun mengangkat judul skripsi “Komoditas
Nilai Fisik Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam”.
Sejak kuliah di Jogja, mba Ida selalu aktif dalam berbagai kegiatan
diskusi dan advokasi masalah-masalah perempuan. Mba Ida mengaku dari
aktifitas itu ada banyak peristiwa dan fakta diskriminasi terhadap perempuan
yang tersimpan dalam memorinya, namun masalah itu muncul begitu saja ke
dalam karya-karyanya. Banyak para pengamat sastra yang juga memandang
bahwa karya-karya sastra Abidah selalu memiliki alur cerita yang menarik
dengan mengangkat berbagai permasalahan kesetaraan gender, maka dari sini
mba Ida semakin yakin untuk terus menggali, menemukan dan menawarkan
alternatif pemikiran tentang masalah perempuan, isu gender dan hak-hak
reproduksi melalui karya sastra.
Setelah melakukan Studi Perempuan Independen pada tahun 1992,
Abidah akhirnya dipinang oleh sang suami yakni Hamdy Salad yang juga
berprofesi sebagai penyair, pekerja teater dan dosen di beberapa perguruan
tinggi. Dan kini mereka dianugrahi 3 orang anak yang sholeh dan sholehah,
mereka adalah Jauhara Nadvi Azzadine (Zadin, 15 th); Geffarine Firdaws
(Geffa, 13 th); dan Zahida Aine Hawwa (Ain, 8 th).
Adapun rangkaian prestasi yang pernah diraih oleh Abidah adalah
sebagai berikut: Juara Penulisan tingkat Tsanawiyah Pesantren (1979/1980),
Juara Penulisan Puisi Remaja se-Jawa (1984), Memperoleh Penghargaan Seni
dari pemerintah propinsi DIY (1998), Pemenang Lomba Penulisan Novel
Dewan Kesenian Jakarta (2003), Dinobatkan sebagai tokoh “10 Anak Zaman
53
Menerobos Batas”, Majalah As-Syir‟ah (2004), Memperoleh IKAPI dan Balai
Bahasa Award (2008), Memperoleh Adab Award dari Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga (2009).
Serta segudang aktifitas yang pernah dijalaninya antara lain: Study
dan Apresiasi Sastra Yogyakarta (1985-1989), Teater Eska sejak tahun 1987,
Forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1986-1988), Kelompok Diskusi
Perempuan Internasional (1988-1989), Asian Pacific Forum on Women, Law
and Development (1989), Baca puisi di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1994
dan 2000), ASEAN Writers Conference, Manila, Philipina (1995), Pendamping
Kreatif Majlis Sastra Asia Tenggara (1997), Baca puisi di Sekretariat ASEAN
(1998), Konferensi Perempuan Islam se Asia-Pasifik dan Timur Tengah
(1999), Apresiasi Sastra Keliling Indonesia, Yayasan Indonesia dan Ford
Fondation (2000-2005), Narasumber Pertemuan Sastrawan Melayu -Nusantara
(2005), Narasumber Sastra dan Agama di Kedutaan Kanada (2007),
International Literary Biennale (2007), Jakarta Internationale Literary Festival
(2008).
Berikut adalah nama-nama buku yang sudah diterbitkan oleh Abidah
sendiri: Ibuku Laut Berkobar (puisi, 1997), Menari Di Atas Gunting (cerita
pendek, 2001), Perempuan Berkalung Sorban (novel, 2001), Atas Singgasana
(novel, 2002), Geni Jora (novel, 2004), Mahabbah Rindu (novel, 2007),
Nirzona (novel, 2008), Mikraj Odyssey (cerita pendek, 2009).
Dan adapula buku-buku antologi bersama Abidah, diantaranya ialah:
Ibuku Laut Berkobar (puisi, 1997), Menari Di Atas Gunting (cerita pendek,
54
2001), Perempuan Berkalung Sorban (novel, 2001), Atas Singgasana (novel,
2002), Geni Jora (novel, 2004), Mahabbah Rindu (novel, 2007), Nirzona
(novel, 2008), Mikraj Odyssey (cerita pendek, 2009).9
9 Wawancara pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟, pada tanggal 26 Juni 2009.
55
BAB IV
ANALISIS ISI PESAN DAKWAH
DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
C. Pesan Dakwah dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban
Pada pembahasan bab ini, penulis akan menguraikan data untuk
memperoleh validitas dan reliabilitas tentang isi pesan dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban. Data yang diolah berupa kalimat atau paragraf
yang mendukung pesan dakwah. Pengolahan data pada novel Perempuan
Berkalung Sorban sesuai dengan kategori yang telah ditentukan, yaitu kategori
Aqidah, Akhlak dan Syariah. Kemudian akan ditampilkan dalam data dan
jumlah frekuensi.
Untuk memperoleh reliabilitas dan validitas kategori isi pesan dalam
novel Perempuan Berkalung Sorban, penulis mengadakan pengujian kategori
pada 3 orang juri atau koder yang dipilih dari orang yang dipandang kredibel.
Koder terdiri dari Juri I Dra. Yayah Huriyah (Ustadzah),Juri II Efa Nurazizah
(Guru) dan Juri III Yulia Rahman. Hasil dari kesepakatan tim juri tersebut
dijadikan sebagai koefisien reliabilitas.
Untuk mencari keofisien reliabilitas kategori antar juri, penulis
menguraikan rumus dari Holsty (1969:17-150).1
Koefisien reliabilitas = 2N1N
M2
1 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet
ke-1, h. 76
56
2M = Nomor keputusan yang sama antar juri
N1 + N2 = Jumlah item yang dibuat oleh tim juri
M = Kesepakatan antar juri
N = Jumlah yang diteliti
Sedangkan untuk menghitung prosentase dari penelitian ini,
menggunakan rumus sebagai berikut:
P = _F_ x 100%
N
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Populasi
1. Pesan Dakwah yang mengandung kategori Aqidah, diantaranya ialah:
a. Iman Kepada Allah:
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah SWT ialah meyakini
sepenuh hati dengan lisan dan perbuatan bahwa Allah itu ada dengan
segala sifat kesempurnaan-Nya sebagai Tuhan. Perbuatan nyata dan rasa
iman itu ialah mau menyembah-Nya serta tunduk dan patuh terhadap
perintah-Nya. Iman kepada Allah merupakan fondasi dasar dalam ajaran
Islam. Karena iman merupakan suatu jembatan semangat dapat meraih
ketenangan hidup di dunia menuju kebahagiaan di akhirat. Adapun dialog
novel yang mengandung iman kepada Allah dapat dibaca dari cuplikan
novel sebagai berikut:
57
“Melihat matanya yang mirip mata burung hantu spontan mengingatkanku
pada ayat-ayat perlindungan. La haula wala quwwata…terus menggema
dan menggema. Kuhitung dengan jariku yang menyalju hingga jari-jari itu
menghangat kembali”
Kutipan paragraf di atas, diambil dari dialog Nisa dalam dirinya
yang sedang merasa ketakutan dalam perjalanan, di sini pengarang ingin
menyampaikan bahwa hanya dengan berzikir dan bertawakal kepada Allah
SWT, jiwa dan fikiran akan menjadi tenang. Begitu pula pesan akidah
(iman kepada Allah) yang digambarkan dalam dialog berikut ini:
“Itulah pak. Makanya jangan suka terburu-buru menyangka pada anak
kita, jika anak kita telah benar-benar siap dan menginginkannya,
bukankah Allah juga yang membuka jalannya. Tak ada yang mustahil.
Lihatlah kenyataanya. Subhanallah. Maha suci engkau dari persangkaan
manusia.”
Kutipan dialog di atas, diambil dari diaog ibu Anisa ketika sedang
berbicara kepada ayah Anisa mengenai keadaan Anisa yang baru
dianugerahi kehamilan, di sini pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa Allah SWT itu maha kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya, adapun
manusia hanya dapat berusaha dan berdo`a, sesuai dengan firman Allah
Ta`ala dalam Al-Qur`an :
Artinya :
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yaasiin:82)
Kemudian adapula pesan Akidah mengenai iman kepada Allah
sebagai berikut:
“Kita harus menerima cobaan ini dengan tawakal, anakku. Allah Maha
Tahu atas semua rencana-Nya.”
58
Ini adalah dialog ibu Anisa ketika menyemangati Anisa dalam
menghadapi cobaan. Dari sini pengarang ingin menyampaikan bahwa
berlapang dada dan berpasrah diri lah kepada Allah ketika dalam
menghadapi cobaan, sebab dari setiap cobaan yang kita jalani pasti menuai
hikmah yang berarti.
b. Iman Kepada Malailat Allah :
Iman Kepada Malaikat yaitu meyakini tanpa ragu di dalam hati dan
pikiran bahwa selain menciptakan manusia Allah juga menciptakan
malaikat dari cahaya, dan bahwa malaikat itu adalah makhluk yang paling
taat dan tidak sekalipun berbuat maksiat. Adapun dialog novel yang
mengandung iman kepada malaikat dapat dibaca dari cuplikan novel
sebagai berikut :
“Namun ketika berbicara tentang kesenangan dan keindahan, ia
mengubah diri menjadi malaikat penjaga Firdaus, menyuguhkan bunga
warna-warni yang harum semerbak.”
Kutipan diatas diambil dari dialog Nisa yang sedang menceritakan
tentang keindahan puisi-puisi Kahlil Gibran kepada Aisyah. Namun pesan
yang dapat diambil dari dialog tersebut ialah bahwa pengarang ingin
mengajak pembaca untuk meyakini ketentuan yang telah Allah tentukan,
bahwasannya Allah telah menciptakan para malaikat yang diantaranya ada
yang bertugas menjaga pintu surga yakni malaikat Ridwan.
c. Iman Kepada Kitab Allah :
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan
meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitabnya
kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan
59
kepada seluruh umat manusia. Adapun dialog novel yang mengandung
iman kepada kitab Allah dapat dibaca dari cuplikan novel sebagai berikut :
“Aku tidak bercanda Nisa. Al-qur`an saja menegaskan untuk mu`asyarah
bil ma`ruf dalam pergaulan suami istri, menurut Al-qur`an kedudukan
suami dan istri itu setara, sama-sama memiliki hak dan kewajiban.”
Kutipan di atas adalah dialog Khudori yang sedang
memberitahukan Nisa bahwa dalam Alqur`an, Allah menerangkan tentang
kesetaraan hak dan kewajiban antara suami dan istri atau laki-laki dan
perempuan. Dari sini pengarang ingin menyampaikan bahwa segala
sesuatunya Allah telah menjelaskan dalam Al-qur`an. Maka meyakini isi
yang terkandung dalam al-qur`an merupakan iman kepada Kitab Allah.
d. Iman Kepada Rasul Allah :
Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini dengan
sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh
Allah swt. untuk menerima wahyu dari-Nya untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Adapun dialog novel yang
mengandung iman kepada rasul Allah dapat dibaca dari cuplikan novel
sebagai berikut :
“Otoritas Nabi kira-kira adalah sebagai penerjemah dari yang memiliki
otoritas tertinggi. Dan ia menjamin kemaksuman Nabi Muhammad
SAW.tetapi masalahnya, benarkah yang sampai kepada kita melalui kitab
kitab itu benar-benar merupakan perkataan nabi? Jika ternyata ia
bertentangan dengan Al-Quran, mungkinkah nabi yang keliru, atau
pernyataan itu bikinan saingan nabi? Semuanya serba mungkin, Nisa.
Tinggal bagaimana cara kita memahami sebuah hadist itu dengan nurani
dan pikiran yang jernih ataukah dengan kebodohan, taklid dan hawa nafsu
semata.”
60
Kutipan dialog di atas, merupakan dialog Khudori kepada Nisa
yang sedang mendiskusikan tentang penyataan yang dianggap sebagai
sabda nabi selama ini. Dari sini pengarang ingin menyampaikan bahwa
Hadist merupakan perintah Allah yang disampaikan melalui nabi dan
Rasul-Nya, maka meyakini apa yang terdapat dalam hadist merupakan
iman kepada Rasul Allah. Namun sebelum mengamalkan apa yang
dianjurkan dalam hadist, sebaiknya kita dapat memilah atau memahami
makna hadist sesuai dengan nurani dan pikiran yang jernih, agar terhindar
dari taklid.
e. Iman Kepada Hari Akhir
Yang dimaksud iman kepada hari akhir ialah meyakini dengan
sepenuh hati bahwa Allah telah menetapkan hari akhir sebagai tanda akhir
dari kehidupan di dunia dan awal dari kehidupan di akhirat. Dijelaskannya
oleh Allah mengenai hari akhir dalam Al-qur`an bertujuan agar manusia
beriman kepada Allah dan hari akhir, karena manusia akan bertemu Allah,
dan manusia pasti akan mati, karenanya manusia jangan lengah, lupa diri,
jangan terpesona dengan kehidupan dunia yang temporal dan menipu,
manusia jangan mempertuhankan harta, karena harta tidak dapat menolong
pemiliknya dari siksa Allah di hari akhirat. Adapun dialog novel yang
mengandung iman kepada hari akhir dapat dibaca dari cuplikan novel
sebagai berikut :
“Allah begitu mencintainya hingga tak sabar memanggilnya kembali.”
Kutipan di atas, diambil dari dialog seseorang ketika mendengar
bahwa khudori telah meninggal. Pada dasarnya kematian seseorang pun
61
dapat dikatakan sebagai hari akhir „shugra‟ atau kecil. Maka meyakini
adanya hari akhir yang telah ditentukan oleh Allah merupakan kemutlakan
setiap muslim sebagai langkah penyempurnaan keimanan kepada Allah
dan hari akhirnya.
f. Iman Kepada Qadha dan Qadar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu
bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar. Adapun dialog novel
yang mengandung iman kepada qadha dan qadar dapat dibaca dari
cuplikan novel sebagai berikut :
“Aku yakin, setelah kesulitan pasti kan datang kemudahan. Bahkan lebih
dari itu, kesulitan dan kemudahan selalu datang secara bersamaan.
Penderitaan ada dalam kebahagiaan, begitupun sebaliknya, kebahagiaan
ada dalam penderitaan.”
Kutipan di atas diambil dari dialog Nisa dalam dirinya ketika ia
meyakini dirinya bahwa ia akan lebih kuat dan tegar dalam menghadapi
cobaan hidup. Pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa beriman
kepada qadha dan qadar, serta bertawakal kepada Allah SWT merupakan
kunci menghadapi setiap cobaan hidup, sebab Allah SWT telah berfirman
dalam Al-Qur`an bahwasannya dari setiap kesulitan yang kita hadapi akan
datang kemudahan.
Artinya:
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al- Insyirah : 5)
62
Berikut ini adalah tabel rincian pesan yang mengandung kategori
Aqidah menurut kesepakatan 3 juri.
Tabel 2
Rincian Kategorisasi Aqidah
No Bab/Paragraf/
Halaman
Kutipan Keterangan
1. I/47/15 “Anakku, Nisa. Di dunia ini, semua
yang diciptakan oleh Allah, apa saja
jenis kelaminnya, baik laki-laki atau
perempuan, semua sama baiknya, sama
bagusnya, sama enaknya. Sebab Allah
juga memberikan kenikmatan yang
sama pada keduanya. Tinggal
bagaimana kita mensyukurinya. Jadi
laki-laki enak, jadi perempuan juga
enak.”
Iman kepada
Allah
2. II/56/65 “Melihat matanya yang mirip mata
burung hantu spontan mengingatkanku
pada ayat-ayat perlindungan. La haula
wala quwwata…terus menggema dan
menggema. Kuhitung dengan jariku
yang menyalju hingga jari-jari itu
menghangat kembali.”
Iman kepada
Allah
3. VII/37/315
”Aku yakin, setelah kesulitan pasti kan
datang kemudahan. Bahkan lebih dari
itu, kesulitan dan kemudahan selalu
datang secara bersamaan. Penderitaan
ada dalam kebahagiaan, begitupun
sebaliknya, kebahagiaan ada dalam
penderitaan.”
Iman kepada
Allah
4. VI/143/287 “Itulah pak. Makanya jangan suka
terburu-buru menyangka pada anak
kita, jika anak kita telah benar-benar
siap dan menginginkannya, bukankah
Allah juga yang membuka jalannya.
Tak ada yang mustahil. Lihatlah
kenyataanya. Subhanallah. Maha suci
engkau dari persangkaan manusia.”
Iman kepada
Allah
63
5. VII/2/308
“Aku tak perlu menyimpan dendam
kepadanya atau pada siapapun. Hidup
dan mati sepenuhnya di tangan Allah,
dan jika kami harus berpisah, sebab
Allah memang menghendaki yang
demikian. Ia lebih tahu yang lebih baik
bagi hamba-Nya. Ia maha adil.
Sekalipun keadilannya memerlukan
rentang waktu yang panjang untuk
dapat dipahami. Subhanallah! Maha
Suci Ia dari semua prasangka hamba-
Nya.”
Iman kepada
Allah
6. VII/22/312 “Kita harus menerima cobaan ini
dengan tawakal, anakku. Allah Maha
Tahu atas semua rencana-Nya.”
Iman kepada
Allah
7. IV/14/171 “Otoritas Nabi kira-kira adalah sebagai
penerjemah dari yang memiliki otoritas
tertinggi. Dan ia menjamin
kemaksuman Nabi Muhammad
SAW.tetapi masalahnya, benarkah
yang sampai kepada kita melalui kitab
kitab itu benar-benar merupakan
perkataan nabi? Jika ternyata ia
bertentangan dengan Al-Quran,
mungkinkah nabi yang keliru, atau
pernyataan itu bikinan saingan nabi?
Semuanya serba mungkin, Nisa.
Tinggal bagaimana cara kita
memahami sebuah hadist itu dengan
nurani dan pikiran yang jernih ataukah
dengan kebodohan, taklid dan hawa
nafsu semata.”
Iman kepada
Rasullullah
Tabel 3
Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Aqidah
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
1 dan 2 58 7 51 0.12
1 dan 3 58 9 49 0.15
2 dan 3 58 9 49 0.15
Total 0.42
64
Komposit Reliabilitas =
JuriAntarX1n1
JuriAntarXN
Nilai Rata-rata = 0.42 : 3 = 0.14
Komposit Reliabilitas =
32.028.1
42.0
14.021
14.0x3
Dengan demikian, pesan Aqidah yang terkandung dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban berjumlah 0.32 berdasarkan kesepakatan juri.
2. Pesan dakwah yang mengandung kategori Akhlak, di antaranya ialah:
a. Akhlak Kepada Allah :
Akhlak kepada Allah yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa
yang dilarang-Nya, serta memurnikan keimanan dengan tidak
menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun. Adapun dialog novel
yang mengandung akhlak kepada Allah dapat dibaca dari cuplikan novel
sebagai berikut :
“Masya Allah …jadi ini yang namanya Putri Budur”
Kutipan di atas diambil dari dialog Nisa yang sedang mengagumi
seorang Putri Budur dalam kisah bangsa Arab terdahulu. Dari sini
pengarang ingin menggambarkan bahwa Nisa adalah anak perempuan
yang berakhlak terhadap Allah dengan memuji dan mengagumi segala
ciptaan-Nya.
b. Akhlak Kepada Sesama Manusia :
Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu selalu berbuat baik (ihsan)
tanpa memiliki batasan, dan merupakan nilai yang universal terhadap
65
sesama manusia, agama bahkan terhadap musuh sekali-pun. Adapun dialog
novel yang mengandung akhlak kepada sesama manusia dapat dibaca dari
cuplikan novel sebagai berikut :
”sst..jangan keras keras kalau ketawa. Kau ini anak perempuan tahu,!!”
Dialog di atas diambil dari perkataan Mba May yang sedang
mengingatkan Nisa bahwa tertawa terbahak-bahak itu tidak baik.
Begitu pula pesan akhlak kepada sesama manusia seperti dialog di
bawah ini :
“Hari ini ku tunaikan janjiku”
Dioalog ini diambil dari perkataan Khudori yang sedang
menunaikan janjinya terhadap Anisa. Dari sini pengarang ingin
menyampaikan bahwa menepati janji merupakan akhlak yang baik
terhadap sesama manusia.
c. Akhlak Kepada Lingkungan Sekitar :
Akhlak kepada lingkungan sekitar yaitu selalu berprilaku baik
terhadap lingkungan sekitar, diantaranya yakni berbuat baik terhadap
binatang, tumbuh-tumbuhan ataupun benda-benda yang tidak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur'an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Adapun
dialog novel yang mengandung akhlak kepada lingkungan sekitar dapat
dibaca dari cuplikan novel sebagai berikut :
“Maaf ya Mba, Nisa terlambat ya? soalnya aku harus cuci piring dulu,
bantu ibu.”
66
Dialog Nisa kepada Mbak May di atas ini, menggambarkan bahwa
sosok Nisa yang sedikit tomboy ini ternyata juga perduli terhadap
lingkungan sekitar, yakni kebersihan. Selain berbakti kepada orang tua, ia
juga memperhatikan akhlak terhadap lingkungan sekitar.
Berikut ini adalah tabel rincian pesan yang mengandung kategori
Akhlak menurut kesepakatan 3 juri.
Tabel 4
Rincian Kategorisasi Akhlak
No Bab/Paragraf/
Halaman
Kutipan Keterangan
1. I/158/41 “Masya Allah…jadi ini yang
namanya putri Budur “
Akhlak kepada
Allah SWT
2. I/67/20 ”Tapi suka nggak dengan suara
merdu yang sering bergema
sehabis pengajian subuh itu?
lebih suka mana, yang sehabis
subuh atau menjelang
maghrib?”
Nisa: aku merenung sejenak
dan menatap wajah mbak May.
Sebenarnya aku bingung juga
untuk menjawab, sebab kedua
suara itu belum pernah
kuperhatikan dengan sungguh-
sungguh, baik merdunya
apalagi perbedaanya. Tetapi
jika tidak menjawab, pasti
mbak May akan kecewa
karena menyangkaku tidak
serius untuk belajar tilawah.
Akhirnya dengan mantap ku
katakan. “Nisa lebih suka yang
sehabis shubuh mbak
May.soalnya suara itu mampu
Akhlak kepada
sesama manusia
67
mengahapus amarah, Nisa.”
3. I/71/21 “Eh, Nisa. Orang pemalas
tidak perlu dicemburui.
Lagipula Nisa kan
perempuan.”
Akhlak kepada
sesama manusia
4. I/129/34 ”Ssst, jangan keras keras kalau
ketawa. Kau ini anak
perempuan tahu!.”
Akhlak kepada
sesama manusia
5. I/154/40 “Hari ini ku tunaikan janjiku” Akhlak kepada
sesama manusia
6. I/155/40 “Janji itu memang harus
ditepati, kalau tidak, itu
namanya khianat. Begitu kata
bapak.”
Akhlak kepada
sesama manusia
7. II/1/51 “Meskipun dalam prakteknya,
pondok kami selalu
menekankan pendidikan
akhlak bagi perempuan,
khususnya akhlak perempuan
dalam bermasyarakat dan
berumah tangga.”
Akhlak kepada
sesama manusia
8. II/2/55 Memang, lek mu itu sangat
halus perasaanya, Nisa.
Perangainya baik dan
membaca kitabnya juga lancar.
Pengetahuannya luas, tetapi ia
tak pernah menyombongkan
diri. Ibu lihat, ia juga sayang
sekali sama kamu. Tidak
seperti lek Mahmud mu itu.”
Akhlak kepada
sesama manusia
9. II/58/66 “Aku merasa, inikah akibatnya
jika membohongi orangtua dan
tak berkata jujur. Mimpi apa
semalam hingga aku bertemu
dengan monster mengerikan.”
Akhlak kepada
sesama manusia
10. III/86/123 “Kujelaskan juga padanya
bahwa Samsuddin sama sekali
tak Islami. Ia membangun
keluarga atas dasar hawa nafsu
dan bukan atas dasar akhlakul
Akhlak kepada
sesama manusia
68
karimah. Apalagi untuk
membangun keluarga
sakinah.”
11. I/65/20
“Maaf mbak. Nisa terlambat,
ya? Soalnya harus cuci piring
dulu, Bantu ibu.”
Akhlak kepada
lingkungan sekitar
Tabel 5
Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Akhlak
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
1 dan 2 58 12 46 0.21
1 dan 3 58 19 39 0.32
2 dan 3 58 13 45 0.22
Total 0.75
Komposit Reliabilitas = __N ( X Antar Juri )__
1+(n-1) (X Antar Juri)
Nilai Rata-rata = 0.75 : 3 = 0.25
Komposit Reliabilitas = _3 x 0.25_ = 0.75 = 0.50
1+2 (0.25) 1.50
Dengan demikian, pesan akhlak yang terkandung dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban berjumlah 0.50 berdasarkan kesepakatan juri.
3. Pesan dakwah yang mengandung kategori Syariah, diantaranya ialah:
a. Syariah Ibadah :
Syariah Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah terbagi menjadi
69
ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja‟
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan
dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan
lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan
hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan. Adapun dialog novel yang
mengandung syariah ibadah dapat dibaca dari cuplikan novel sebagai
berikut :
“Dan selama setahun itu, aku hampir menamatkan tigapuluh juz dibawah
asuhan lek Khudhori.”
Kutipan di atas diambil dari dialog Nisa dalam dirinya, bahwa ia
telah mencapai prestasi yang juga bernilai ibadah. Pengarang ingin
menggambarkan bahwa sosok Khudori memiliki pengaruh yang besar
terhadap Nisa terutama dalam nilai ibadah, dan pengetahuan agama.
b. Syariah Muamalah :
Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan
selain ibadah. Jika Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan
haji. Maka mu‟amalah ialah masalah hubungan kita dengan sesama
manusia, lingkungan serta masalah-masalah dunia, yakni meliputi Al-
Qaunul Khas (hukum perdata), Muamalah (hukum niaga), Munakahat
(hukum nikah), Waratsah (hukum waris), dan sebagainya. Kemudian Al-
Qaunul`am (hukum publik), Hinayah (hukum pidana), Khilafah (hukum
70
negara), Jihad (hukum perang dan damai), dan sebagainya. Adapun dialog
novel yang mengandung syariah muamalah dapat dibaca dari cuplikan
novel sebagai berikut :
“Memang kita mengenal ada hak ijbar atas bapak terhadap anak
gadisnya. Tetapi hak seperti ini sangat bertentangan dengan semangat
kemerdekaan dalam Islam. Selain tidak relevan lagi untuk masa sekarang,
pernikahan di bawah umur, ketika perempuan belum siap dari segi fisik
dan biologisnya maupun mental kejiwaannya, pastilah akan memiliki
dampak yang jauh kurang baik bagi sebuah pernikahan. Menurutku
begitu.”
Dialog di atas diambil dari perkataan Khudori yang sedang
memberi pengertian tentang hak seorang anak perempuan dalam memilih
pasangan hidupnya. Di sini pengarang ingin menyampaikan bahwa pada
dasarnya Islam begitu menjunjung tinggi atas kemerdekaan perempuan.
Berikut ini adalah tabel rincian pesan yang mengandung kategori
Syariah menurut kesepakatan 3 juri.
Tabel 6
Rincian Kategorisasi Syariah
No Bab/Paragraf/
Halaman
Kutipan Keterangan
1. I/78/23 “Sehabis shubuh, begitu aku
mendengar alunan ustadz Abdullah al
Matrud, imam besar masjidil haram
itu menggema dan menembus
tebalnya kabut kemalasan, kubuka
kembali pedoman tajwid yang telah
diajarkan mbak May.”
Ibadah
2. I/87/25 “Dan selama setahun itu, aku hampir
menamatkan tigapuluh juz dibawah
asuhan lek Khudhori.”
Ibadah
3. I/59/18 “Begini. Setiap pagi sehabis tidur,
Nisa minum segelas air putih sebelum
berkumur, kemudian melafalkan
huruf hijaiyah, alif, ba, ta dan
Muamalah
71
seterusnya dengan jelas dan tegas.
Jangan ditekan atau takut didengar
orang. Jangan lupa juga, lafalkan
perbedaan huruf shad dengan shin,
dzot dengan dzok, kaf dengan kof, dzal
dengan zak dan huruf-huruf lain yang
hampir sama ucapannya, sampai
kamu tau perbedaannya, paham?”
Mbak May : “Itu syarat. Jika
dilanggar Madharat”
4. I/76/22 Selain latihan vocal dan dan
melafalkan huruf hijaiyah dengan
jelas dan tegas, aku harus juga
menguasai ilmu tajwid, agar aku
dapat membaca ayat-ayat suci dengan
benar. Jadi huruf hijaiyah yang
berjumlah duapuluh delapan abjad itu,
jika bertemu dengan nun mati atau
tanwin, akan mempengaruhi bunyi
yang berlainan. Huruf alif misalnya,
jika bertemu nun mati atau tanwin,
akan dibaca dengan jelas. Tidak
seperti huruf ra atau ta atau ba.
Masing-masing punya kategori
idzhar,idzghom, iqlab, dan ikhfa`.
Akhirnya ku ketahui pula, dalam Al-
Quran ada huruf-huruf yang harus
dibaca dengan idzghom mimi, ikhfa`
syafawi, idzghom mutamasilain,
mutajanisain, dan mutaqaribain.
Mbak May juga mengajariku tentang
ahkamul mad, huruf-huruf mad. Ada
mad thabi`I, mad jaiz dan mad wajib.
Dari tiga mad yang asli ini, keluar
beberapa cabangnya meliputi mad
aridllissukun, mad “iwadl, mad lazim
mukhaffaf, mad silah dan mad
tamkin. Dengan teliti ku praktekkan
satu per satu mana ikhfa, mana iqlab.”
Muamalah
5. I/87/26 “Kau mesti belajar dan mencari ilmu
sampai jasadmu berbaring diantara
dua batu nisan, tapi jangan juga
tergantung pada saya. Kau bisa
belajar dimana saja dan kapan saja.
Kau mesti terus sekolah, sampai jadi
sarjana.”
Muamalah
72
6. II/1/51 “Memang, di pondok kami, pondok
pesantren putri yang didirikan oleh
bapakku, Kiai Haji Abdul Malik,
memiliki cita-cita dan harapan untuk
mendidik dan menjadikan para remaja
putri agar menjadi kaum muslimah
yang berguna bagi Negara dan
bangsa”
Muamalah
7. II/2/52 “Sepertinya aku lebih suka bersekolah
dan mencari ilmu yang lebih luas dari
kompleks pondok kami, juga lebih
tinggi dari ilmu yang diperoleh para
santri yang paling tua sekalipun.”
Muamalah
8. II/78/70 “Kemudian bapak mulai membuat
peraturan-paraturan baru untukku.
Sekalipun aku masih anak-anak, baru
menjelang baligh dan belum memiliki
keharusan mengenakan jilbab, bapak
menyuruhku untuk mengenakannya
kecuali waktu sekolah. Aku juga
diwajibkan mengaji kitab bersama
mbak May, dan para santri lain yang
sedang belajar di pondok kami.”
Muamalah
9. II/135/92 “Benarkah darah haid adalah darah
kotor dan najis. Sehingga perempuan
yang sedang haid, kalau orang kota
menyebutnya menstruasi, dilarang
masuk masjid dan membaca ayat-ayat
Al-Quran?”
Muamalah
10. II/136/92 “Tidak hanya itu, Nisa. Perempuan
yang sedang haid juga dilarang shalat,
puasa, ihram di waktu haji dan
kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan
dengan ibadah.”
Muamalah
11. IV/173/177 “Memang kita mengenal ada hak ijbar
atas bapak terhadap anak gadisnya.
Tetapi hak seperti ini sangat
bertentangan dengan semangat
kemerdekaan dalam Islam. Selain
tidak relevan lagi untuk masa
sekarang, pernikahan di bawah umur,
ketika perempuan belum siap dari
segi fisik dan biologisnya maupun
mental kejiwaannya, pastilah akan
memiliki dampak yang jauh kurang
baik bagi sebuah pernikahan.
Muamalah
73
Menurutku begitu.”
12. VI/107/250 “Tetapi bagaimana hukumnya
menurut Islam mas, apa masyarakat di
sini juga sudah banyak yang mencoba
inseminasi bayi tabung?”
Muamalah
13. VI/108/250 “ Banyak sih tidak. Sebab
kemandulan sendiri kan sedikit juga
yang mengalami. Tetapi telah ada
beberapa keluarga yang mencoba dan
ternyata berhasil. Sementara
mengenai hukumnya, sejauh yang
mas ketahui, jika menggunakan
buahan di luar tubuh antara semen
suami dengan ovum istri dan di
inplantasikan dalam rahim (rahim
resipien) istri atau dikenal juga
dengan sebutan IBS, yaitu inseminasi
Buatan dengan suami sendiri,
hukumnya boleh-boleh saja. Sebab
ada yang menganalogkan dengan
anak kandung biasa, hanya prosesnya
tidak dengan hubungan seksual.”
Muamalah
Tabel 7
Nilai Kesepakatan Juri Mengenai Pesan Syariah
Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Nilai
1 dan 2 58 17 41 0.29
1 dan 3 58 18 40 0.31
2 dan 3 58 15 43 0.25
Total 0.85
Komposit Reliabilitas = N ( X Antar Juri )__
1+(n-1) (X Antar Juri)
Nilai Rata-rata = 0.85 : 3 = 0.28
Komposit Reliabilitas = _3 x 0.28_ = 0.84 = 0.53
1+2 (0.28) 1.56
74
Dengan demikian, pesan syariah yang terkandung dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban berjumlah 0.53 berdasarkan kesepakatan
juri.
D. Pesan Dakwah yang Dominan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
Hasil perhitungan kesepakatan ketiga orang juri pada tiap-tiap bab
dalam novel Perempuan Berkalung Sorban yang dianalisis ini memiliki nilai
pesan dakwah yang berbeda antara satu bab dengan bab yang lain.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, secara keseluruhan, pesan dakwah
yang terdapat dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El-
Khalieqy ini dengan total jumlah komposit reliabilitas adalah nilai aqidah
0.32, nilai akhlak berjumlah 0.50, dan nilai syariah berjumlah 0.53.
Untuk mengetahui pesan dakwah yang dominan dalam novel
Perempuan Berkalung Sorban dengan prosentase pesan, maka nilai komposit
reabilitas diatas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P = _F_ x 100%
N
Keterangan :
P : Prosentase
F : Frekuensi
N : Jumlah Populasi
75
1. Aqidah
P = 0.32 x 100% = 23.70%
1.35
2. Akhlak
P = 0.50 x 100% = 37.04%
1.35
3. Syariah
P = 0.53 x 100% = 39.26%
1.35
Tabel 8
Prosentase Pesan
N = 1.35
No Kategorisasi Koefisien Reliabilitas Prosentase (%)
1 Aqidah 0.32 23.70
2 Akhlak 0.50 37.04
3 Syariah 0.53 39.26
4 Total 1.35 100
Dengan demikian, pesan dakwah yang paling dominan yang terdapat
pada novel Perempuan Berkalung Sorban adalah pesan syariah dengan hasil
prosentase 39.26%, berdasarkan hasil perhitungan kesepakatan dari ketiga
orang juri.
Adapun hasil prosentase pesan membuktikan bahwa pesan Syariah
adalah pesan yang dominan, hal ini disebabkan oleh begitu banyaknya dialog
ataupun paragraf yang mengarah pada nilai-nilai syariah khususnya syariah
muamalah.
Dimana novel ini banyak mengingatkan dan memotivasi pada
pembacanya khususnya kaum perempuan untuk melakukan perubahan sosial
76
dan budaya yang didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang tersurat
dalam Al-Qur`an maupun Hadist. Bahwa laki-laki dan perempuan, suami dan
istri, muslim dan muslimah itu memiliki kedudukan yang sama di hadapan
Tuhan. Seperti yang dikisahkan pada sosok Khudori dan Anisa dalam dialog
berikut ini:
“Memang kita mengenal ada hak ijbar atas bapak terhadap anak gadisnya.
Tetapi hak seperti ini sangat bertentangan dengan semangat kemerdekaan
dalam Islam. Selain tidak relevan lagi untuk masa sekarang, pernikahan di
bawah umur, ketika perempuan belum siap dari segi fisik dan biologisnya
maupun mental kejiwaannya, pastilah akan memiliki dampak yang jauh
kurang baik bagi sebuah pernikahan. Menurutku begitu.”
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menjelaskan dan menganalisa pembahasan-pembahasan yang
telah dikemukakan di atas, maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pesan-pesan yang terdapat dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
adalah beragam. Adapun pesan dakwah yang terkandung dalam novel
tersebut di antaranya ialah: mengandung pesan Aqidah, Akhlak dan
Syariah. Isi Pesan yang diteliti merupakan kutipan dialog ataupun paragraf
yang terdapat pada novel Perempuan Berkalung Sorban. Adapun kategori
pesan yang disebutkan di atas, memiliki subkategori masing-masing.di
antaranya sebagai berikut:
a. Pesan Aqidah meliputi: Iman kepada Allah SWT, Iman kepada
Malaikat, Iman kepada Kitab Allah, Iman kepada Rasul Allah, Iman
kepada hari akhir, Iman kepada qadha dan qadar.
b. Pesan Akhlak meliputi: Akhlak kepada Allah SWT, Akhlak kepada
sesama manusia, akhlak kepada lingkungan.
c. Pesan Syariah meliputi : Ibadah dan Muamalah.
2. Adapun kategori pesan Aqidah yang paling dominan yaitu pesan Aqidah
mengenai Iman kepada Allah. Dan kategori pesan Syariah yang paling
dominan yaitu mengenai pesan muamalah yang berkaitan dengan hukum-
78
hukum fiqih, ilmu tajwid, dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan
kategori pesan akhlak yaitu mengenai pesan akhlak kepada sesama
manusia yaitu sikap menghormati dan menyayangi serta sopan santun.
3. Berdasarkan pengolahan data secara analisis, maka dapat disimpulkan
bahwa kecenderungan isi pesan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban
ini adalah pesan Syariah dengan prosentase 39.26% diikuti pesan Akhlak
dengan prosentase 37.04%, kemudian pesan Akidah dengan prosentase
23.70%. Dilihat dari data yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa isi
pesan dakwah yang paling dominan adalah pesan Syariah dengan nilai
prosentase 39.26%.
B. Saran-saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis memberikan
beberapa saran-saran, antara lain:
1. Kepada praktisi atau ilmuwan dakwah yang bergerak dalam bidang
dakwah agar lebih memperhatikan dunia sastra atau media cetak sebagai
sarana dakwah. Karena pada saat ini sarana media cetak sangat efektif dan
juga efisien dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.
2. Dosen-dosen dan mahasiswa Fakultas Dakwah lebih memperdalam diskusi
tentang media novel yang bisa dijadikan media dakwah.
3. Pengarang dan penulis pada umumnya sebaiknya menulis karya-karya
yang mempunyai pesan-pesan moral dan humanis untuk mencerahkan
kehidupan umat manusia.
79
4. Pengarang novel Perempuan Berkalung Sorban agar lebih memperhatikan
pada setiap kesalahan menulis teks, sehingga tidak membuat pembaca
bingung. Dan semoga tidak berhenti berjuang membuat karya-karya yang
mempunyai pesan-pesan dakwah yang lebih baik.
5. Masyarakat dan pembaca agar lebih selektif dalam memilih bacaan.
Pilihlah bacaan yang bisa memberikan pencerahan. Hindari bacaan-bacaan
yang bisa merusak akhlak dan moral.
6. Penerbit novel-novel Islami agar lebih konsisten dan memiliki komitmen
dalam menertbitkan novel-novel baik fiksi maupun nonfiksi yang banyak
menyampaikan ajaran Islam.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abduh Rauf Al Marbawi, M.Idris. Qamus Idris Al-Marbawii. Mesir: Mustafa
baabil habli wa auladah, 1350.
Ambary, Abdullah. Inti Sari Sastra Indonesia. Bandung: Djantika, 1983
Amrullah, Ahmad. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta,
PLP2M:1985.
Arifin, HM. Dakwah Bil Qolam. Bandung: Mujahid Press, 2004
AS, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1992
Atsari Al, AA Hamid. Intisari Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama`ah. Jakarta, Niaga
Swadaya, 2004.
Aziz, M.Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Bilali Al, Abdul Hamid.Fiqh al-Dakwah fi ingkar al-Mungkar. Kuwait: Dar al-
Dakwah, 1989
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka,1999.
Eneste, Pamusut. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta: Kompas, 2001.
Eogleton, Terry. Teori Sastra Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta dan
Bandung: Jalasutra, 2006.
Forum, Brawijaya. Imam Besar Istiqlal Serukan Boikot Film Perempuan
Berkalung Sorban, artikel diakses pada tanggal 02 Maret 2010 dari http:
//forum.brawijaya.ac.id/index. Php?action=vthread&forum=67topic=2940,
pada pukul 15.30 WIB.
Ghazali, M.Bahri. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu
Komunikasi Dakwah. Jakarta: Media Dakwah, 1984.
Hafidhudin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta, Gema Insani, 1998.
Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Imam, Suprayogo & Tobroni. Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya : 2005.
Jarisyah Al, Ali. Adab al-Khiwar wa al-Mudhoroh. Al-Munawaroh: Dar al
Wifa,1989.
81
Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006.
Kontroversi film Perempuan Berkalung Sorban, artikel diakses pada tanggal 03
Maret 2010 dari http://genenetto.blogspot.com/2009/02/kontroversi-film-
perempuan-berkalung.html, pada pukul 16.30 WIB.
Ma`luf, Lois. Munjid fi al-Lughah wa a`lam. Beirut: Dar Fikr, 1986.
Mubarok, Ahmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
Muchlisin Asti, Badiyah. Berdakwah dengan Menulis Buku. Bandung : Penerbit
MQ Media Qalbu, 2004
Mujib, M.Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: PT.Pustaka Firdaus, 1994.
Munir, M. dan Wahyu Illahi. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006
Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006.
Muthiah, Siti. Skripsi “Analisis Isi Pesan Dakwah Pada Film Perempuan
Berkalung Sorban” 105051001951. Wawancara Pribadi dengan Bustal
Nawawi: Jakarta, 05 Februari 2010.
Naqiyah, Najlah. Otonomi Perempuan. Malang: Bayu Media Publishing, 2005.
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta : Gajah Mada University
Press, 1995.
Partantu, Pius A. & M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Penerbit Arloka, 1994.
Republika, Harian. Seni dan Budaya, 13 Juli 2008. hal. 9
Sam, Arianto. Pengertian Novel, Artikel diakses di
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.htm, pada tanggal 08 April
2010, pukul 16.00 WIB.
Soejono & Abdurrahman. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Sofia, Adib & Sugihastuti. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan
dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis, 2003.
Sumardjo, Jacob & Saini K.M. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Penerbit PT.
Gramedia 1986.
Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia. Surabaya :
Indah, 1993.
82
Syukri, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Jakarta:Penerbit Arloka,
1999.
Tirtawirya, Putu Arya. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah, 1983.
Uchana Efendi, Onong. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 1994.
Umar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta: PT. Wijaya,1971.
Wawancara pribadi dengan Abidah El Khalieqy melalui email di
„[email protected]‟, pada tanggal 26 Juni 2009, pukul 10.26 WIB.
Yogi, Indra. Dibalik Novel „Perempuan Berkalung Sorban‟. artikel diakses pada
tanggal 05 februari 2009 dari
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0405/01/hib01.html pada pukul 18.30 WIB.
Zaidun Dedi Sugono, Abdul Rozak. Adakah Bangsa Dalam Sastra. Jakarta :
Progres bekerja sama dengan Pusat Bahasa Dep-Nas, 2003.
83
Transkip Wawancara dengan Abidah El Khalieqy
melalui Email pada tanggal 26 Juni 2009
1. Bisa Mbak ceritakan proses kreatif penulisan novel Perempuan Berkalung
Sorban (PBS)?
Pada mulanya, novel PBS ditulis sebagai media alternatif pemberdayaan
perempuan di kalangan pesantren, serta sosialisasi isu jender dan hak-hak
reproduksi. Sedangkan pemrakarsa utama dari penulisan novel ini ialah Mbak
Ruchah dan Mukhotib MD, dari YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat).
Keduanya begitu antusias mendorong energi spiritualitas, imajinasi dan pikiran
saya untuk berani berkarya melalui proses kreatif yang agak berbeda dengan
penulisan novel pada umumnya. Pada penerbitan pertama, PBS dicetak lebih dari
3000 copy dan diedarkan ke seluruh perpustakaan pesantren se Indonesia secara
cuma-cuma. Namun sebagai karya fiksi, PBS juga dipasarkan di kalangan umum,
dan kemudian berjalan dengan kakinya sendiri melalui jalurliku kesusastraan.
Hingga akhirnya tersebar luas dan dibaca oleh sebagian dari masyarakat sastra
Indonesia. Bahkan, PBS telah dibahas dan dijadikan sumber penulisan skripsi di
berbagai universitas dan fakultas sastra, lebih dari 10 judul. PBS juga pernah
diadaptasi dan disiarkan ke dalam bentuk sandiwara radio berbahasa Jawa.
Untuk menyelesaikan novel ini, saya melakukan riset lapangan hampir
setiap minggu selama 3 bulan, di pesantren-pesantren kecil daerah Kaliangkrik,
Magelang, Jawa Tengah. Sembari menulis, kami juga melakukan riset pustaka
(kitab-kitab kuning yang membahas masalah perempuan) dan secara berkala
84
datang ke lapangan. Dalam melakukan riset itu, saya mendapat rekomendasi dari
Pengurus Fatayat NU DIY, dan dibantu sepenuhnya oleh Hibatun Wafirah, tokoh
perempuan santri dari Magelang, yang hampir setiap minggu terganggu
aktivitasnya oleh berbagai pertanyaan, serta mendampingi kami dalam bertatap
muka dengan Ibu Nyai dan Bapak Kiai yang sekaligus kedua orang tuanya.
Ketika menulis novel ini, saya sedang mengandung anak ketiga, dan beberapa hari
setelah novel selesai, tepatnya pada 17 Januari 2001, lahir pula anak kami. Karena
itu pula, saya sering menyitir bahwa kelahiran PBS memiliki sejarah tersendiri
yang melekat pada tetesan keringat, airmata dan darah kami. Setelah novel selesai
saya tulis, dan didiskusikan bersama aktivis perempuan, khususnya pengurus YKF
waktu itu, kemudian saya edit ulang dan memasukkan beberapa ide yang seirama
dengan ceritanya. Baru kemudian diterbitkan dalam bentuk buku oleh YKF
berkerjasama dengan Ford Fondation (2001).
2. Apa yang ingin Mbak ungkapkan dalam novel perempuan berkalung sorban?
Persoalan perempuan itu tidak pernah lekang dari zaman. Sejak Adam
sampai Muhammad, sejak zaman Muhammad sampai sekarang, persoalan
perempuan dengan berbagai sisinya masih saja aktual untuk dibicarakan. Itu
sebabnya, perempuan disebut-sebut dalam Al-Qur`an dan Hadist sebagai bagian
dari masalah kehidupan dunia selain kekuasaan dan harta. Dalam sejarahnya
sampai kini, persoalan perempuan timbul lebih disebabkan oleh sumber-sumber
tiranik yang bergerak melalui sistim patriarki. Oleh pikiran dan konstruksi budaya
kaum lelaki. Termasuk di dalamnya sistim nilai agama yang hanya ditafsirkan
85
demi kepentingan kuasa kaum lelaki. Dalam konteks novel PBS, bahkan juga
novel-novel saya yang lain, persoalan perempuan itu memang fokusnya.
Pertama, mengingatkan dan mendorong kaum lelaki dan perempuan,
khususnya kaum muslimah, untuk melakukan perubahan sosial dan budaya yang
didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang tersurat dalam al-quran
maupun al-hadis. Bahwa laki-laki dan perempuan, suami dan istri, muslim dan
muslimah itu memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Sehingga tidak
seorang pun di antara makhluk Tuhan itu yang boleh menindas dan merendahkan
antara satu dengan lainnya. Kedua, kaum muslimah juga harus berani mengkritisi
dan memberontak jika diperlukan, terhadap ajaran-ajaran Islam (khususnya hadis-
hadis misoginis) yang disalahgunakan atau dijadikan alasan untuk menindas kaum
perempuan. Untuk mencapai itu semua, perempuan harus memiliki ilmu, memiliki
pengetahuan agama dan budaya yang memadai. Berani membangun sikap
mandiri, berani meluruskan yang bengkok, dan tetap teguh dalam iman. Ketiga,
berupaya memahami, mengubah dan memperbaiki pandangan-pandangan yang
berkaitan dengan posisi, status dan eksistensi kaum perempuan dengan kacamata
perempuan. Artinya, semangat juang kaum perempuan tidak mungkin dapat
meruntuhkan sistim budaya patriarki itu tanpa terlebih dulu mengubah pandangan
hidup, sikap dan tatalaku dari kaum perempuan itu sendiri yang kurang atau tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan kemanusiaan. Dengan kata lain, kaum
muslimah mesti berani bekaca, berani berefleksi, namun tidak terjebak dalam
pepatah yang banyak digunakan orang: “wajah buruk cermin dipecah.”
86
3. Lalu bagaimana proses novel itu diangkat menjadi film?
Tahun 2002, bapak Chand Parwes dari Starvision tertarik dengan novel
PBS untuk dilayarlebarkan. Kemudian terjadilah kesepakatan antara saya dengan
starvision. Pada tahun 2004, starvision mengirimkan draft sekenario awal kepada
saya (yang ditulis oleh Lintang Wardani) dan saya memberi usulan yang cukup
padat ketika itu, agar ada cemistry visional antara novel dan filmnya. Hingga
kemudian, pada 2007, datang lagi kepada saya draft skenario baru yang ditulis
oleh Ginatri S Noor dan Hanung Bramantyo. Seingat saya, draft skenario kedua
ini telah dilakukan perbaikan lebih dari 4 kali, bersamaan dengan masukan-
masukan yang bersifat visional dari saya.
4. Sampai sejauh mana dialog Mbak dengan Hanung dlm mengangkat novel itu
menjadi film?
Dalam hal ini saya percaya pada kaidah Islam, „serahkan segala sesuatu
itu pada ahlinya.‟ Jadi, secara kreatif, dalam proses pembuatan gambar, saya tidak
memiliki kapasitas dan kompetensi untuk terlibat di dalamnya. Seperti yang saya
sebutkan tadi, saya hanya memberi usulan perbaikan pada proses penulisan
skenarionya, dan itupun yang terkait dengan visi utama dari novel PBS, bukan
pada penggambaran visualnya, pilihan artistik maupun konsep estetik filmisnya.
Disamping itu, Mas Hanung juga beberapa kali berdialog dengan saya, sebagai
upaya kreatif untuk mempersamakan pandangan agar amanat novel dan film itu
tidak berseberangan.
87
5. Setelah Mbak melihat film PBS, sebagai penulis novelnya, bagaimana Mbak
melihat tafsirnya? Apakah sebagai film gagasan kesadaranya melenceng dari
novel?
Sebagai karya seni, novel dan film itu jelas beda. Keduanya memiliki
hukum dan konvensinya sendiri yang tidak bisa disamakan. Tapi secara
substansial, novel dan film PBS memiliki visi dan misi yang sama. Memang
banyak hal-hal yang tersirat dalam novel, kemudian diolah dan disuratkan melalui
gambar oleh Mas Hanung. Begitu sebaliknya, banyak siratan makna dari film itu
yang tersurat dalam novelnya. Jadi kalau ingin melihat tafsir film itu secara utuh,
wajib kiranya untuk membaca novelnya. Bukankah karya sastra juga perlu
dipromosikan. Haha..haha..
6. Banyak kritik yang melihat bahwa film PBS melenceng dan menyesatkan,
terutama pada setting pesantren, tabiat kiai, dan peran perempuan. Sebagai
penulis novelnya bagaimana Mbak melihatnya?
Saya tidak ingin komentar tentang kritik dan kontroversi itu. Kalau mereka
mau membaca dan menonton PBS secara serius, tidak akan muncul anggapan dan
kesan-kesan semacam itu. Mungkin malah sebaliknya, ditengah arus politik dan
budaya global yang ruwet di negeri ini, masih ada generasi muslim yang peduli
dengan masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakatnya. Karena
sesungguhnya, apa yang dianggap kontroversi dalam film PBS itu memiliki
makna yang sama dengan apa yang ingin disampaikan oleh film itu sendiri.
Artinya, anggapan-anggapan yang salah tentang ajaran Islam yang melarang
perempuan naik kuda, keluar rumah, mencari ilmu dan lain-lain tindakan yang
88
bersifat misoginis (tidak berpihak pada perempuan) itu berupaya diluruskan baik
dalam novel maupun filmnya. Memang, jika kita melihat sepotong-potong dari
film itu, atau menyitir dialog-dialog tokoh tanpa mendengar jawaban tokoh lain
yang diajak dialog, atau hanya mendengar komentar orang tanpa menontonnya
sendiri, pertanyaan anda bisa menambah keruh suasana. Barangkali kita perlu
menjernihkan pikiran, bahwa logika dalam karya seni itu tidak berbanding lurus
dengan logika sehari-hari. Karena jika kita menggunakan logika sehari-hari dalam
melihat karya seni, hampir setiap karya seni dapat dianggap menyimpang atau
menyeleweng dari kenyataan.
7. Banyak yang menganggap film PBS sebagai sebuah cerita bertutur ihwal
fenomena gender dalam konteks/setting pesantren. Apa Pendapat Mbak?
Seperti saya sebut di depan, baik novel maupun film PBS memang bertutur
tentang fenomena yang sama. Ikhwal perempuan dan kehidupan dalam keluarga.
Berbicara tentang isu-isu gender dan hak-hak reproduksi perempuan, khususnya di
kalangan pesantren. Dan jangan dilupakan, novel itu saya tulis 9 tahun yang lalu,
ketika masalah yang sama belum banyak mendapatkan perhatian. Sebulan lalu,
Ema Marhumah mendapat gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga atas sebuah
disertasi yang meneliti tentang masalah kesetaraan gender di pesantren salafiah
Yogyakarta. Dan hasil penelitian itu menyimpulkan, masih ada ketimpangan soal
gender dalam sistim pengajaran di pesantren termaksud. Artinya, film PBS pun
masih relevan dengan kenyataan terkini.
8. Ketika novel ini terbit, pernahkah Mbak mengalami kritikan atau pandangan2
miring yang sekarang diterima oleh Hanung?
89
Pada acara lonching novel PBS di Hotel Radison Yogyakarta (10/3/2001),
yang dihadiri oleh Kiai, Nyai dan intlektual muda dari berbagai pesantren di Jawa
Tengah dan DIY, kritikan-kritikan itu memang ada. Tapi kritikan itu berjalan
tegak, tidak berjalan miring seperti yang sekarang diterima oleh Hanung. Bahkan
dalam dunia maya, novel PBS juga mendapat kritikan. Terutama mereka yang
membaca novel ini, dan bersikap abai terhadap hak-hak reproduksi perempuan.
Atau mereka yang memahami kodrat perempuan sebagai makhluk yang berada di
bawah laki-laki. Padahal makna kodrat perempuan ialah hamil, melahirkan dan
menyusui. Maka, jika ada perempuan yang menolak ketiga hal itu, bolehlah
dianggap menyimpang dari kodratnya. Jadi, selama masih menggunakan nalar dan
bukan semata emosi yang ditonjolkan, pro dan kontra terhadap sebuah karya seni
itu harus disikapi sebagai sesutu yang wajar. Ya, kalau pun ada yang menganggap
film PBS itu menyesatkan, semoga maksudnya ialah, menyesatkan di jalan yang
benar.
9. Apakah tema-tema keislaman selalu hadir dalam karya Anda? Kenapa dan apa
urgensinya? Apa target anda secara sosial atau pengaruhnya pada masyarakat?
Sebagai pengarang saya tidak bernah berpikir tentang tema keislaman atau
bukan, bahkan tidak juga merasa terikat oleh ideologi apapun. Tapi sebagai
seorang muslimah, saya tidak pernah bisa melepaskan diri dari prinsip-prinsip
teologi, dengan keimanan dan tata nilai kehidupan yang saya yakini kebenaran dan
otentisitasnya. Persekutuan antara kebebasan dan keterikatan inilah yang
melandasi imajinasi dan pikiran saya dalam berkarya. Kebebasan memberi ruang
bagi saya untuk mengeksplorasi berbagai persoalan sampai ke akar-akarnya.
90
Sedangkan keimanan memberi jalan dan sekaligus batasan-batasan dalam
berekspresi, dalam mengolah dan menyusun kata-kata. Dengan sendirinya, semua
karya yang saya lahirkan merupakan bagian dari refleksi kehidupan saya sebagai
seorang muslimah. Barangkali saja, itu sebabnya banyak pengamat sastra yang
menilai karya-karya saya memiliki muatan yang sarat dengan tema-tema
keislaman. Sebab saya tidak bisa membayangkan orang “beragama” dapat
melahirkan karya-karya “anti-agama”, orang “muslim” menciptakan karya-karya
“anti-Islam” atau sebaliknya. Itulah urgensi kepengarangan saya, sedangkan
urgensi karya sastra itu ya untuk kemanusiaan. Untuk kemaslahatan umat
manusia, bahasa Islam-nya, rahmatan lil-„alamin. Bukan saja untuk umat muslim,
tapi juga untuk umat beragama lainnya. Jika pun banyak muatan dari karya-karya
saya yang tertuju pada umat muslim, karna saya juga memiliki harapan agar
masyarakat muslim, khususnya yang membaca karya-karya saya, mendapatkan
sedikit pencerahan dan kesadaran untuk merenungkan kembali hakikat
kemuslimannya. Memang, karya sastra selalu lahir dari dan untuk masyarakat.
Tapi karya sastra itu hanya sebagian saja dari sarana budaya yang dapat
mempengaruhi perubahan di tengah masyarakat. Politik dan ekonomilah yang
banyak berperan. Karena itu, saya tidak mensyaratkan apapun untuk mencapai
target perubahan yang secara langsung disebabkan oleh karya-karya saya. Saya
hanya berharap, para pembaca karya saya dapat menemukan inspirasi untuk
melakukan perubahan. Jadi bukan karya sastra itu sendiri yang mampu melakukan
perubahan, tapi masyarakat pembacanya.
91
10. Menurut pandangan Mbak Ida Pesan-pesan apa yang dibawakan film
Perempuan Berkalung Sorban?
Film PBS itu bukan karya saya, tapi karya Hanung Bramantyo. Seni film
memiliki hukum dan konvensi-konvensi sendiri yang berbeda dengan karya sastra.
Memang masih ada kaitan pesan antara novel dan filmnya. Salah satu pesan
utamanya ialah agar perempuan mampu berkata, “tubuhku adalah milikkku, tak
seorangpun yang bisa menguasainya, walau itu suamiku sendiri”. Pesan penting
lainya, untuk melakukan perubahan, perempuan harus memiliki ilmu, memiliki
pengetahuan agama dan budaya. Untuk mencapai semua itu, kaum perempuan
harus berani membangun sikap mandiri, tegar dan teguh dalam berjuang di muka
bumi ini.
12. Usai menyaksikan film tersebut, efek apa yang diharapkan terhadap penonton
laki-laki dan perempuan?
Bahwa laki-laki dan perempuan, suami dan istri, muslim dan muslimah itu
memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Sehingga tidak seorang pun di
antara makhluk Tuhan itu yang memiliki kuasa untuk melecehkan, saling
menindas dan merendahkan antara satu dengan lainnya.
13. Kapan Anda mulai menaruh perhatian serius bagi dunia perempuan dalam
karya? Kenapa?
Sejak saya kuliah di Yogya, aktif dalam berbagai kegiatan diskusi dan
advokasi masalah-masalah perempuan. Dari aktivitas itu, banyak peristiwa dan
fakta diskriminasi terhadap perempuan yang tersimpan dalam memori saya.
Namun maslah itu muncul begitu saja ke dalam karya-karya saya. Dan ketika saya
92
menyadarinya, lalu banyak pengamat sastra juga melihatnya seperti itu, semakin
yakinlah saya untuk terus menggali, menemukan dan menawarkan alternatif
pemikiran tentang masalah perempuan, isu gender dan hak-hak reproduksi melalui
karya sastra.
14. Selain menorehkan dalam karya tulis dan kemudian difilmkan, apalagi yang
Anda lakukan dalam pencerdasan kaum perempuan?
Sebagai sastrawan, tugas saya hanya menulis dan berkarya. Pengarang
juga manusia biasa, tidak mungkin mampu melakukan banyak hal dalam waktu
bersamaan. Menulis itu sebuah pekerjaan yang berat, menyerap energi yang lebih
dari pekerjaan fisik maupun aktivitas sehari-hari. Selain menulis novel, saya juga
menulis puisi, cerita pendek dan esei. Semua itu saya yakini sebagai bagian tak
terpisahkan dalam upaya pencerdasan perempuan. Kalau saya boleh bertanya,
adakah aktivis sosial, aktivis LSM perempuan, pekerja sosial, yang masih
memiliki kesempatan untuk menulis seperti saya, atau melahirkan karya sastra?
16. Terkait dengan film yang diluncurkan, bagaimana Anda memaknai sorban
bagi perempuan?
Baik di novel maupun dalam film, kata “sorban” lebih dimaknai sebagai
simbol kemuliaan, martabat dan kehormatan yang melekat pada lelaki muslim. Di
Indonesia, sorban selalu dipakai oleh para kiai, haji dan ustadz, hingga Annisa,
tokoh utama dalam kisah tersebut, berusaha mendekonstruksi dan merebut makna
sorban itu untuk dikalungkan di leher perempuan, seorang nyai, hajjah dan
ustadzah. Bahwa pada dasarnya, manusia itu makhluk androgin, yang memiliki
kualitas maskulin sekaligus feminin sebagaimana dzat Yang Maha Pencipta.
93
Maka, ketika Annisa berhasil merebut sorban itu, ia pun tidak kemudian
menggunakannya sebagai lambang kuasa bagi perempuan atas laki-laki. Dalam
adegan terakhir film PBS, sorban itu dilepas dari leher Annisa dan dibiarkan jatuh
ke tanah pasir, ke debu tanah, asal usul manusia.
94
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap : ABIDAH EL KHALIEQY
Tempat/Tgl lahir : Jombang, 01 Maret 1965
Alamat Asal : Desa Menturo, Kec. Sumobito, Kab. Jombang, Jawa
Timur
Alamat Sekarang : Gg. Menur No. 60 Nayan Maguwoharjo Yogyakarta
55281
Menikah : Pada hari Ibu, 22 Desember 1992.
Pekerjaan : Pengarang / Writers
Nama Suami : Hamdy Salad (penyair, pekerja teater dan dosen)
Anak kandung : Jauhara Nadvi Azzadine (Zadin, 15 th); Geffarine
Firdaws
(Geffa, 13 th); Zahida Aine Hawwa (Ain, 8 th.)
Nama Ayah : H. Abdul Khalieq (almarhum, adik dari neneknya Emha
Ainun Najib / Cak Nun).
Nama Ibu : Hj. Misnawati Kamal (almarhum)
Saudara kandung : Nomor 4 dari 7 saudara.
Nama Fam : Bani Abdul Qadir
SEKOLAH
Madrasah Ibtidaiyah ( tamat 1977/1978)
Pesantren Putri Modern PERSIS, Bangil, Pasuruan (tamat 1983/1984).
Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten (1984/1985)
Fakultas Syariah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Pidana
Perdata Islam (tamat 1990) dengan skripsi “Komoditas Nilai Fisik
Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam”.
Study Perempuan Independen (1991-1992)
95
AKTIVITAS
Study dan Apresiasi Sastra Yogyakarta (1985-1989)
Teater Eska sejak tahun 1987.
Forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1986-1988).
Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (1988-1989).
Asian Pacific Forum on Women, Law and Development (1989).
Baca puisi di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1994 dan 2000).
ASEAN Writers Conference, Manila, Philipina (1995).
Pendamping Kreatif Majlis Sastra Asia Tenggara (1997).
Baca puisi di Sekretariat ASEAN (1998).
Konferensi Perempuan Islam se Asia-Pasifik dan Timur Tengah (1999)
Apresiasi Sastra Keliling Indonesia, Yayasan Indonesia dan Ford
Fondation (2000-2005).
Narasumber Pertemuan Sastrawan Melayu -Nusantara (2005).
Narasumber Sastra dan Agama, di Kedutaan Kanada (2007)
International Literary Biennale (2007).
Jakarta Internationale Literary Festival (2008)
PRESTASI
Juara Penulisan Tingkat Tsanawiyah Pesantren (1979/80)
Juara Penulisan Puisi Remaja Se-Jawa (1984).
Memperoleh Penghargaan Seni dari Pemerintah Propinsi DIY (1998).
Pemenang Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (2003).
Dinobatkan sebagai tokoh “10 Anak Zaman Menerobos Batas”, Majalah
As-Syir‟ah (2004).
Memperoleh IKAPI dan Balai Bahasa Award (2008).
Memperoleh Adab Award dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
(2009)
96
BUKU YANG SUDAH TERBIT:
Ibuku Laut Berkobar (puisi, 1997)
Menari Di Atas Gunting (cerita pendek, 2001)
Perempuan Berkalung Sorban (novel, 2001)
Atas Singgasana (novel, 2002)
Geni Jora (novel, 2004)
Mahabbah Rindu (novel, 2007)
Nirzona (novel, 2008)
Mikraj Odyssey (cerita pendek, 2009).
BUKU ANTOLOGI BERSAMA :
Ibuku Laut Berkobar (puisi, 1997)
Menari Di Atas Gunting (cerita pendek, 2001)
Perempuan Berkalung Sorban (novel, 2001)
Atas Singgasana (novel, 2002)
Geni Jora (novel, 2004)
Mahabbah Rindu (novel, 2007)
Nirzona (novel, 2008)
Mikraj Odyssey (cerita pendek, 2009).