ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat...

225
ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN WATERFRONT : STUDI KASUS KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA FIRDAWATY MARASABESSY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat...

Page 1: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN

WATERFRONT : STUDI KASUS KOTA TERNATE,

PROVINSI MALUKU UTARA

FIRDAWATY MARASABESSY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Infrastruktur Kota di

Kawasan Waterfront : Studi Kasus Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara” adalah

karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2013

Firdawaty Marasabessy

NRP : A156100142

Page 3: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

ABSTRACT

FIRDAWATY MARASABESSY. The Analysis of Urban Infrastructure in

Waterfront Area : Case Study Ternate City, North Maluku Province. Supervised

by WIDIATMAKA and SOEKMANA SOMA.

The development of waterfront city of Ternate in 2006-2015 initially

began with the limitation of land due to the high amount of population,

geographical and topographical conditions of the region, the threat of catastrophic

volcanic eruptions as well as national and provincial development strategy. The

purpose of this study is focused on three points related to urban growth of Ternate

City. First, land use mapping of the urban growth of Ternate was done, divided

into two periods: before and after the development of the waterfront. Second, by

coverage of urban infrastructure to support socio-economic activities of the

community is analyzed. Third, by determining the strategy in the structuring and

management of sustainable infrastructure based on the interests of the

stakeholders for the improvement towards a better infrastructure. The

methodology used in this research were Geographical Information System (GIS),

descriptive analysis, scalogram analysis, linear regression and Analytical

Hierarchy Process (AHP). The result of the analysis showed that the spatial

changes of Ternate City were characterized by changes in the shoreline and land

use due to the development of waterfront areas done by reclamation. The regional

hierarchy analysis (2005-2011) showed that there were aspects of the

development of infrastructure and accessibility, where coastal villages was more

developed than non coastal village. Spreading of infrastructure in Ternate City

was mainly concentrated in the downtown area, so the access is relatively easy

linked to the road, but the travel time in each district is different. The evaluation

shows that the availability of infrastructure don’t meet the service standard, they

are water supply from PDAM, electricity, the disposal garbage transported to

sanitary landfill (TPA), the capacity of educational facilities, and market facilities.

The infrastructures which were inadequate the service standards were roads,

health facilities, commerce facilities, and green open space. The prediction of

infrastructure needs in 2013-2032 were analyzed based on the projected

population. The infrastructure needs until 2032 were water supply from PDAM

28.002.700 liters/day, the need for electricity 114.557 KVA, the production of

garbage 636.425 liters/day, health facilities 129 units, and commerce facilities

1.037 units. The structuring and managing infrastructure in waterfront areas that

need to be prioritized based on the perceptions of stakeholders are the integrated

garbage management, the structuring area of street vendor (PKL) and the

arrangement of city park landscape.

Keywords : waterfront city, shoreline change, land use change, urban

infrastructure.

Page 4: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

RINGKASAN

FIRDAWATY MARASABESSY. Analisis Infrastruktur Kota di Kawasan

Waterfront : Studi Kasus Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh

WIDIATMAKA dan SOEKMANA SOMA.

Pengembangan wilayah pesisir saat ini menjadi prioritas pembangunan

terutama pada kota-kota pesisir. Konsep pengembangan wilayah tidak terlepas

dari ketersediaan infrastruktur dalam mewadahi aktivitas masyarakat kota.

Infrastruktur dapat bertindak sebagai sarana vital dalam menggerakkan

perekonomian wilayah, penunjang aspek sosial budaya masyarakat serta dapat

mempertahankan daya dukung lingkungan.

Dalam konteks penataan ruang, pembangunan infrastruktur merupakan

kebutuhan turunan sebagai konsekuensi logis dari perencanaan tata ruang yang

dapat membentuk struktur ruang wilayah. Salah satu kota tepian air (waterfront

city) di Indonesia yang tengah mengalami perkembangan adalah Kota Ternate.

Pengembangan waterfront city yang termuat dalam rencana tata ruang kota

Ternate tahun 2006-2015 diantaranya bermuara dari keterbatasan lahan kota

dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin

meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman bencana dari

letusan gunung api serta strategi pengembangan Nasional dan Provinsi.

Sebelum pengembangan kawasan waterfront, kondisi ketersediaan

infrastruktur di kota Ternate belum mencapai standar kebutuhan, khususnya untuk

infrastruktur dasar cakupan pelayanannya terkonsentrasi di kawasan pesisir.

Perubahan status dari Keresidenan hingga menjadi Kota, menuntut adanya

pembangunan infrastruktur kota yang layak dan mudah dijangkau seluruh lapisan

masyarakat. Pengembangan kawasan waterfront di Kota Ternate diharapkan dapat

meningkatkan pelayanan infrastruktur perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah

untuk melakukan pemetaan perubahan garis pantai dan perubahan penggunaan

lahan sebelum dan sesudah pengembangan waterfront, menganalisis perubahan

hierarki wilayah setelah pengembangan waterfront, melakukan pemetaan sebaran

dan ketersediaan infrastruktur, memprediksikan kebutuhan infrastruktur hingga 20

tahun mendatang (2032) untuk perencanaan infrastruktur perkotaan, dan

menentukan arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan

waterfront.

Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, diantaranya

masterplan kawasan waterfront, RDTR Kota Ternate, RTRW Kota Ternate, Peta

RBI, citra satelit, data tabular infrastruktur, SNI infrastruktur dan Kota Ternate

Dalam Angka. Metodologi dalam peneltian ini menggunakan analisis spasial

Sistem Informasi Geografis (SIG), analisis skalogram, analisis deskriptif, analisis

regresi linear serta Analitycal Hierarchy Process (AHP).

Hasil analisis menunjukkan bahwa garis pantai Kota Ternate mengalami

perubahan karena adanya pengembangan kawasan waterfront yang dilakukan

dengan cara reklamasi pantai. Perubahan garis pantai ditandai dengan majunya

garis pantai berkisar 30-250 m dan luas kawasan waterfront yang direklamasi

adalah 23,26 ha (0,23 km2). Perubahan penggunaan lahan yang terjadi setelah

pengembangan kawasan waterfront adalah berkurangnya luas penggunaan lahan

Page 5: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

tidak terbangun sebesar 411 ha, sedangkan lahan terbangun meningkat seluas 521

ha.

Hierarki wilayah Kota Ternate (tahun 2005-2011) menunjukkan bahwa

telah terjadi perkembangan dari aspek ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas.

Kelurahan/desa pesisir yang tergolong dalam hierarki 1 (pusat pelayanan)

meningkat dari 3 kelurahan menjadi 6 kelurahan, sedangkan kategori kelurahan

bukan pesisir yang semula 3 kelurahan berkurang menjadi 1 kelurahan. Kelurahan

pesisir yang tergolong dalam hierarki 2 meningkat dari 7 kelurahan menjadi 8

kelurahan, dan kelurahan bukan pesisir juga meningkat dari 8 kelurahan menjadi

10 kelurahan. Kelurahan pesisir yang tergolong hierarki 3 (hinterland) menurun

dari 23 kelurahan menjadi 20 kelurahan, sedangkan kelurahan bukan pesisir

meningkat dari 13 kelurahan menjadi 12 kelurahan. Kelurahan/desa pesisir

cenderung lebih berkembang dibandingkan dengan kelurahan/desa bukan pesisir

yang terlihat dari perubahan tingkatan hierarki wilayah.

Sebaran infrastruktur di kota Ternate terkonsentrasi di pusat kota. Akses

pencapaian ke infrastruktur perkotaan relatif mudah karena dihubungkan dengan

jalan, namun waktu tempuh pencapaian setiap kecamatan berbeda. Hasil evaluasi

menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur yang belum memenuhi standar

pelayanan diantaranya adalah kekurangan kapasitas produksi air bersih PDAM,

daya listrik, pengangkutan sampah ke TPA, daya tampung fasilitas pendidikan,

prasarana pasar. Infrastruktur yang telah mencukupi standar pelayanaan

diantaranya adalah jaringan jalan, prasarana kesehatan, prasarana niaga dan

perdagangan dan ruang terbuka hijau (RTH).

Prediksi kebutuhan infrastruktur tahun 2013-2032 dianalisis berdasarkan

proyeksi jumlah penduduk di tahun tersebut. Proyeksi penduduk di tahun 2013

diprediksikan mencapai 188.795 jiwa dan di tahun 2032 mencapai 254.570 jiwa

dengan rata-rata pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 20 tahun sebesar

1,68%. Melihat proyeksi jumlah penduduk Kota Ternate diatas, maka kebutuhan

infrastruktur hingga tahun 2032 diantaranya adalah air bersih PDAM 28.002.700

lt/hari, kebutuhan daya listrik sebesar 114.557 KVA, produksi sampah 636.425

lt/hari, prasarana kesehatan 129 unit dan prasarana niaga dan perdagangan 1.037

unit.

Arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan waterfront

yang perlu diprioritaskan pada tiap kategori infrastruktur berdasarkan persepsi

stakeholder adalah pengelolaan sampah terpadu untuk infrastruktur fisik, penataan

kawasan PKL untuk infrastruktur sosial ekonomi dan penataan lansekap taman

kota untuk infrastruktur hijau.

Kata kunci : Kota tepian air, perubahan garis pantai, perubahan penggunaan

lahan, infrastruktur perkotaan.

Page 6: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 7: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN

WATERFRONT : STUDI KASUS KOTA TERNATE,

PROVINSI MALUKU UTARA

FIRDAWATY MARASABESSY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 8: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc

Page 9: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman
Page 10: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Karya ini ku persembahkan untuk :

Ayahanda Tercinta Hi. Bunyamin Marasabessy

dan

Ibunda Tercinta Hj. Satiah Mahmud (Alm.)

“terima kasih atas segala kasih sayang, doa dan pengorbanan

yang tiada henti”

Page 11: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

PRAKATA

Alhamdulillahirabbila’lamin, atas limpahan rahmat dan karunia Allah

SWT, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Infrastruktur

Kota di Kawasan Waterfront : Studi Kasus Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara”.

Tesis ini merupakan hasil penelitian penulis yang dapat terwujud berkat bantuan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA., Dr. Ir. Soekmana Soma M.SP., M.Eng sebagai

Komisi Pembimbing atas segenap waktu, pemikiran dan arahanya semenjak

awal penelitian hingga selesainya penulisan tesis.

2. Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc., sebagai Penguji Luar Komisi atas waktu, kritik dan

sarannya.

3. Ketua, Sekretaris dan Manajemen Program Pascasarjana Ilmu Perencanaan

Wilayah Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya.

4. Seluruh Dosen Pengajar dan Asisten atas didikan dan bimbingannya selama

belajar di PWL.

5. Pemerintah Daerah Kota Ternate atas izin untuk melakukan penelitian di

Kota Ternate.

6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Ternate atas kesediaan

memberikan data dan kerjasamanya.

7. Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate atas kesediaan memberikan data dan

kerjasamanya.

8. Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Ternate atas kesediaan memberikan

data dan kerjasamanya.

9. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara atas kesediaan memberikan

data.

10. BUMN Kota Ternate (PDAM dan PLN) atas kesediaan memberikan data.

11. Universitas Khairun Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur atas bantuan dan

kerjasamanya.

12. Ayahanda Prof. Drs. Hi. B. Marasabessy M.Pd., Ibunda Hj. Satiah Mahmud

(Alm.) dan Kakak-kakak tercinta Rauf CH, Dra. Fachria M.Pd., M.Si.,

Helmy, Fitri, Nurainy, ST., dan Chairil ST., serta keponakan tecinta Aldy,

Caca dan Ehsan atas segala limpahan kasih sayang, didikan serta doanya yang

tiada henti.

13. Teman-teman seperjuangan (Desyan Rya, SP., M.Si., Rahmi Fajarini, SP.,

Djoko Purnomo, S.Si., Manijo, SP) dan teman PS PWL Reguler lainnya atas

segala bantuan dan dukungannya selama belajar di PWL.

14. Teman-teman Arsitektur angk. 2003 Universitas Khairun (Asmiyani, ST.,

Nurzakiah, ST., Wahyudi Djamaa, ST., Iswanto, ST.) atas bantuan dan

kerjasamanya.

15. Semua pihak yang yang tidak sempat disebutkan dan memiliki andil dalam

penyelesaian masa studi.

Akhir kata, mudah-mudahan apa yang disajikan pada penulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013

Firdawaty Marasabessy

Page 12: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ternate, tanggal 16 Mei 1986, putri kelima dari lima

bersaudara dari Ayahanda Hi. Bunyamin Marasabessy dan Ibunda Hj. Satiah

Mahmud (Alm.). Tahun 2003, penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri 1

Ternate dan melanjutkan studi ke Universitas Khairun Ternate, Fakultas Teknik,

Jurusan Arsitektur. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 tahun 2009, penulis

berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada tahun 2010 dengan biaya sendiri.

Tahun 2009, penulis pernah bekerja sebagai Asisten Dosen pada

Universitas Khairun Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Pada tahun yang sama

pula penulis bekerja di lembaga Profesi Arsitek sebagai staf pada Ikatan Arsitek

Indonesia Cabang Maluku Utara.

Page 13: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iv

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

Latar Belakang............................................................................................ 1

Perumusan Masalah .................................................................................... 4

Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7

Kerangka Pemikiran ................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10

Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota ........................................................... 10

Perkembangan Kota Tepian Air (Waterfront City) .................................... 13

Pertumbuhan Kota Dalam Konsep Pengembangan Wilayah ...................... 17

Infrastruktur dan Hierarki Wilayah Perkotaan ........................................... 19

Infrastruktur Fisik ..................................................................................... 22

Infrastruktur Sosial Ekonomi .................................................................... 38

Infrastruktur Hijau .................................................................................... 41

METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 46

Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 46

Bahan dan Alat ......................................................................................... 46

Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 47

Metode Analisis Data ................................................................................ 48

Analisis Sistem Informasi Geografis .................................................. 48

Analisis Hierarki Wilayah dengan Skalogram ................................... 50

Analisis Ketersediaan Infrastruktur .................................................... 52

Infrastruktur Fisik ....................................................................... 52

Infrastruktur Sosial dan Ekonomi ................................................ 57

Infrastruktur Hijau ...................................................................... 58

Analisis Prediksi Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2032 ...................... 59

Analisis Persepsi Stakeholder dengan AHP ........................................ 59

GAMBARAN UMUM KOTA TERNATE...................................................... 65

Letak Geografis dan Batas Administratif................................................... 65

Topografi dan Kondisi Iklim .................................................................... 66

Page 14: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Kependudukan ......................................................................................... 69

Penggunaan Lahan Perkotaan .................................................................. 71

Gambaran Struktur Ruang Kota ................................................................ 74

Kawasan Kota Tepian Air (Waterfront City) ............................................. 79

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................................... 82

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 85

Perubahan Spasial Kawasan Pesisir Kota Ternate .................................... 85

Interpretasi Perubahan Garis Pantai Kawasan Waterfront ................... 85

Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront ........................................ 88

Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 ..................................... 91

Analisis Hierarki Wilayah Kota Ternate ................................................... 93

Cakupan Pelayanan Infrastruktur .............................................................. 98

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Fisik ...................................................... 98

Infrastruktur Jaringan Jalan ............................................................... 98

Infrastruktur Air Bersih .................................................................... 107

Infrastruktur Listrik .......................................................................... 113

Infrastruktur Sistem Drainase .......................................................... 118

Infrastruktur Persampahan .............................................................. 129

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi ............................ 135

Prasarana Pendidikan ...................................................................... 135

Prasarana Kesehatan ....................................................................... 145

Prasarana Niaga dan Perdagangan .................................................... 149

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Hijau ................................................... 154

Prediksi Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2013-2032 ................................ 162

Persepsi Stakeholder dalam Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Kawasan Waterfront .............................................................................. 167

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 173

Simpulan ................................................................................................ 173

Saran ..................................................................................................... 174

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 175

LAMPIRAN .................................................................................................. 180

Page 15: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kebutuhan Air untuk Kategori Kota .......................................................... 27

2. Klasifikasi Sampah Menurut Ditjen Cipta Karya ........................................ 35

3. Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil ................................. 47

4. Variabel Untuk Analisis Hierarki WIlayah ................................................. 50

5. Klasifikasi Jalan Perkotaan......................................................................... 52

6. Kebutuhan Air Non Domestik Perkotaan ................................................... 55

7. Bagian Jaringan Drainase .......................................................................... 55

8. Besaran Timubulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber

Sampah ..................................................................................................... 56

9. Kebutuhan Sarana dan Prasarana Sosial dan Ekonomi ................................ 57

10. Fungsi dan Penerapan RTH Berdasarkan Tipologi Kawasan Perkotaan ...... 58

11. Wilayah Administrasi Kota Ternate ........................................................... 65

12. Temperatur Rata-rata di Kota Ternate Tahun 2010 ...................................... 67

13. Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran Matahari di Kota Ternate

Tahun 2010 ............................................................................................... 67

14. Kecepatan Angin Rata-rata, Kecepatan Maksimum Mutlak dan

Arah Angin di Kota Ternate ....................................................................... 68

15. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kota Ternate Menurut Bulan,

Tahun 2010 ................................................................................................ 68

16. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2010 ..... 69

17. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rasio Jenis Kelamin ...................... 70

18. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ........................................ 71

19. Penggunaan Lahan di Kota Ternate, 2010 ................................................... 72

20. Penggunaan Lahan Tiap Kecamatan ............................................................ 73

21. Fungsi Strategis BWK I dan BWK II dalam mendukung Waterfront City

Kota Ternate .............................................................................................. 80

22. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku ........................................... 84

23. Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront ................................................ 90

24. Perubahan Penggunaan lahan Tahun 2004-2010 ......................................... 92

25. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010 .............. 92

26. Hierarki Wilayah Tahun 2011 ....................................................................... 95

27. Hierarki Wilayah Tahun 2005 ....................................................................... 96

28. Hierarki Wilayah Tahun 2005 dan 2011 ....................................................... 97

29. Kondisi Jaringan Jalan di Kota Ternate .................................................... 101

30. Kerapatan Jalan di Kota Ternate Tahun 2010 ........................................... 102

31. Data Jaringan Pipa Transmisi Distribusi ................................................... 108

32. Kebutuhan Air Bersih Kota Ternate 2011 .................................................. 112

33. Jumlah Pelanggan dan Daya Terpasang .................................................... 114

34. Jumlah dan Kapasitas Mesin PT. PLN (Persero) Cabang Ternate ............. 115

Page 16: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

35. Ketersediaan Daya Listrik dan Jumlah Pelanggan Tahun 2011 .................. 117

36. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Tengah ......................... 120

37. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Selatan .......................... 122

38. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Utara ............................. 124

39. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Pulau Ternate ............................ 125

40. Hasil Identifikasi Genangan di Kota Ternate ............................................ 127

41. Kondisi Eksisting TPA Buku Deru-Deru .................................................. 129

42. Produksi/Volume Sampah di TPA Kota Ternate ....................................... 132

43. Komposisi Sampah Kota Ternate ............................................................. 133

44. Produksi Sampah dan Tingkat Pelayanan Sampah Tahun 2005-2008 ........ 133

45. Jumlah Prasarana Pendidikan ................................................................... 135

46. Jumlah Peserta dan Tenaga Pendidik ........................................................ 136

47. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Sekolah Pendidikan Dasar ............... 137

48. Jumlah Prasarana Pendidikan TK di Kota Ternate .................................... 137

49. Jumlah Prasarana Pendidikan SD di Kota Ternate .................................... 139

50. Jumlah Prasarana Pendidikan SLTP di Kota Ternate ................................ 141

51. Jumlah Prasarana Pendidikan SMU/SMK di Kota Ternate ....................... 142

52. Prasarana Kesehatan di Kota Ternate ....................................................... 145

53. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan di Kota Ternate ..................................... 147

54. Jarak Pencapaian ke Fasilitas Kesehatan .................................................. 148

55. Prasarana Niaga dan Perdagangan ............................................................ 150

56. Ketersediaan Prasarana Niaga dan Perdagangan .......................................... 152

57. Jarak Pencapaian Prasarana Niaga dan Perdagangan ................................ 153

58. Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Kota Ternate ................................. 156

59. Ketersediaan RTH Berdasarkan Kepemilikan ........................................... 157

60. Penggunaan Lahan Kecamatan Ternate Selatan ........................................ 157

61. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Selatan ................. 158

62. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Tengah .................................... 159

63. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Tengah ................ 159

64. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Utara ....................................... 161

65. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Utara ................... 159

66. Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2013-2032 ............................................... 162

67. Prediksi Kebutuhan Air Bersih PDAM Tahun 2013-2032 ........................ 164

68. Prediksi Kebutuhan Daya Listrik Tahun 2013-2032 .................................. 165

69. Prediksi Produksi Sampah Tahun 2013-2032 ............................................ 165

70. Prediksi Kebutuhan Prasarana Kesehatan Tahun 2013-2032 ...................... 166

71. Prediksi Kebutuhan Prasarana Niaga dan Perdagangan Tahun 2013-2032 . 166

Page 17: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 9

2. Dimensi Jalan Arteri dengan Jalur Lambat ................................................ 24

3. Penampang Jalan Kolektor Kawasan Permukiman .................................... 25

4. Bagan Aliran Proses Pengolahan Air ......................................................... 26

5. Komponen Utama dalam Penyaluran Listrik ............................................. 29

6. Sistem Drainase Perkotaan ........................................................................ 33

7. Teknik Operasional Sampah Perkotaan ..................................................... 38

8. Jaringan Infrastruktur Hijau ....................................................................... 44

9. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 46

10. Bagan Alir Penelitian ................................................................................ 49

11. Struktur Hierarki AHP .............................................................................. 62

12. Peta Kemiringan Lereng Kota Ternate ...................................................... 66

13. Persentase Jumlah Penduduk di Kota Ternate ............................................. 69

14. Penggunaan Lahan di Kota Ternate Tahun 2010 ........................................ 73

15. Peta Rencana Struktur Ruang Kota ............................................................ 78

16. Kawasan Prioritas Action Plan Waterfront City Kota Ternate .................... 81

17. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2011 ............. 83

18. Perubahan Garis Pantai Kawasan Waterfront Tahun 2001-2010 ................. 86

19. Perubahan Spasial Kota Ternate ................................................................ 87

20. Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront ............................................... 89

21. Perubahan Penggunaan Lahan Kota Ternate Tahun 2004-2010 .................. 91

22. Nilai Standar Deviasi dan Nilai Rataan Indeks Perkembangan .................. 94

23. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2005-2011 ..................................... 97

24. Peta Jaringan Jalan Kota Ternate Tahun 2010 ............................................ 99

25. Tren Perkembangan Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Jalan ............... 100

26. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Ternate Tengah .......................... 103

27. Infrastruktur Jaringan Jalan di Kecamatan Ternate Selatan ........................ 104

28. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Ternate Utara ............................. 105

29. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Pulau Ternate ............................... 106

30. Peta Sebaran Sumber Air dan Reservoir PDAM Kota Ternate ................. 109

31. Tren Perkembangan Jumlah Penduduk Terlayani Air Bersih PDAM ....... 110

32. Wilayah Cakupan Ketersediaan Air Bersih PDAM 2010 ............................ 110

33. Jumlah Pelanggan Listrik PLN ..................................................................... 115

34. Peta Cakupan Pelayanan Listrik PLN, 2011 ............................................. 116

35. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Tengah .................................... 121

36. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Selatan ..................................... 123

37. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Utara ....................................... 124

38. Jaringan Drainase di Kecamatan Pulau Ternate ........................................ 126

39. Jaringan Drainase dan Daerah Genangan di Kota Ternate ........................ 128

Page 18: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

40. Blok Pelayanan dan Prasarana Persampahan Kota Ternate ...................... 131

41. Sebaran Fasilitas Pendidikan TK .............................................................. 138

42. Sebaran Fasilitas Pendidikan SD .............................................................. 140

43. Sebaran Fasilitas Pendidikan SLTP ........................................................... 141

44. Sebaran Fasilitas Pendidikan SMU/SMK ................................................. 143

45. Sebaran Fasilitas Kesehatan di Kota Ternate ............................................ 146

46. Sebaran Fasilitas Niaga dan Perdagangan di Kota Ternate ........................ 151

47. RTH Kecamatan Ternate Selatan .............................................................. 157

48. RTH Kecamatan Ternate Tengah ............................................................. 159

49. RTH Kecamatan Ternate Utara ................................................................. 160

50. Hasil AHP Aspek Infrastruktur ................................................................. 168

51. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Fisik ................................................. 168

52. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Sosial dan Ekonomi .......................... 169

53. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Hijau ..................................................... 170

54. Hasil AHP Alternatif Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur Kawasan

Waterfront Kota Ternate .................................................................................. 171

55. Struktur Hierarki AHP ..................................................................................... 172

Page 19: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Pengecekan Lapang Beberapa Titik di Lokasi Kota Ternate ............. 180

2. Hasil Analisis Skalogram untuk Hierarki Wilayah ..................................... 181

3. Hierarki Jalan di Kota Ternate ................................................................... 187

4. Lembaran Kuesioner ................................................................................. 199

Page 20: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi

dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam

rangka memberikan kontribusi untuk pembangunan (Anwar, 1999). Upaya

pembangunan pada suatu wilayah bertujuan agar kesejahteraan masyarakat

tercapai. Pengembangan wilayah memanfaatkan sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, kelembagaan, teknologi dan prasarana secara optimal dan berkelanjutan.

Kegiatan-kegiatan ekonomi (perdagangan, industri dan pertanian), perlindungan

lingkungan, penyediaan fasilitas pelayanan dan penyediaan prasarana

(transportasi, komunikasi dan lain-lain) adalah bentuk kegiatan yang mampu

menggerakkan perkembangan wilayah (Witoelar, 2002 diacu dalam Gustiani,

2005).

Populasi digunakan sebagai indikator pertumbuhan kota (Hsu, 1996 diacu

dalam Cheng dan Masser, 2003). Pertumbuhan wilayah perkotaan yang kian pesat

ditandai dengan meningkatnya populasi. Konsentrasi populasi kota-kota di dunia

diprediksikan pada tahun 2020 mencapai 2,5 juta jiwa, hampir 65 persen berada di

sepanjang pantai (Agenda 21, 1992 diacu dalam Vallega, 2001). Sebagai contoh

kasus, Australia telah mengalami pertumbuhan urbanisasi secara signifikan,

dimana lebih dari 86 persen penduduknya tinggal di wilayah pesisir timur hingga

ke wilayah pesisir selatan, diantaranya kota Sydney, Brisbane, Melbourne dan

Perth (Norman, 2011). Kota-kota tersebut kemudian berkembang pesat menjadi

kota-kota pantai (waterfront city) yang terkenal dan menjadi daya tarik utama

sebagai kawasan wisata.

Di Indonesia terdapat 516 kota andalan dengan 216 kota diantaranya

merupakan kota tepian air (waterfront city) yang berada di tepi pantai, sungai atau

danau (Suprijanto, 2007). Perkembangan kota pantai (waterfront city) di

Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara

dengan kegiatan utamanya perdagangan, jasa dan pusat pemerintahan

(Mulyandari, 2010). Kota pantai di Indonesia secara historis merupakan titik awal

pertumbuhan suatu kota, dan juga berfungsi sebagai pintu gerbang aktivitas

kawasan perkotaan baik aktivitas ekonomi, sosial maupun budaya yang

Page 21: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

2

berorientasi ke laut (Laras, 2011). Wilayah pesisir dewasa ini memegang peran

penting dalam perkembangan kota.

Kota Ternate merupakan salah satu waterfront city di Indonesia, yang pada

awalnya dikenal dalam sejarah dunia sebagai pusat perdagangan rempah-rempah

skala internasional di abad ke-15. Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah

185.705 jiwa dengan laju pertumbuhan selama periode 10 tahun terakhir (2000-

2010) sebesar 1,79% dan memiliki penduduk terpadat di Maluku Utara dengan

kepadatan penduduk 740 jiwa/km2 (BPS Kota Ternate, 2011) yang sebagian besar

bermukim di wilayah pesisir.

Pertambahan jumlah penduduk berkorelasi positif terhadap kebutuhan

lahan sebagai tempat bermukim maupun penyediaan sarana dan prasarana

perkotaan. Lahan merupakan sumberdaya alam yang hampir tidak dapat

diperbaharui (non renewable), sedangkan kebutuhan lahan semakin meningkat

seiring dengan pertambahan jumlah penduduk (Hardjowigeno dan Widiatmaka,

2007). Kondisi yang demikian terjadi di Kota Ternate, dimana jumlah penduduk

semakin bertambah, namun ketersediaan lahan terbatas karena kondisi topografis

yang kurang menunjang. Untuk itu kebijakan pengembangan wilayah pesisir

diarahkan untuk penyediaan infrastruktur sehingga dapat melayani kebutuhan

masyarakat kota yang semakin heterogen. Kebijakan tersebut termuat dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ternate tahun 2006-2015 yang

mengalokasikan wilayah pesisir yang berada di pusat kota (CBD) untuk

dikembangkan sebagai kawasan waterfront (BAPPEDA Kota Ternate, 2006).

Kawasan waterfront Kota Ternate tumbuh sebagai pusat pelayanan jasa,

perdagangan, sarana ibadah, transportasi dan ruang terbuka hijau (taman kota

berbasis budaya).

Isu kawasan waterfront di Kota Ternate berkaitan dengan perkembangan

spasial kota. Pengembangan kawasan dengan cara reklamasi pantai berarti

menambah luas wilayah pesisir Kota Ternate. Penambahan daratan di wilayah

pesisir tentunya berdampak pada perubahan garis pantai. Dengan bertambahnya

luas daratan, maka penggunaan lahan di Kota Ternate ikut meningkat. Sistem

penggunaan lahan perkotaan yang didominasi oleh aktivitas manusia yang

Page 22: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

3

kompleks berpengaruh terhadap dinamika spasial-temporal perkembangan

wilayah (Hu dan Lo, 2007).

Indikator ketersediaan infrastruktur menjadi tolak ukur perkembangan

kota. Peningkatan pelayanan infrastruktur ikut mempengaruhi pola permukiman

di perkotaan. Umumnya masyarakat cenderung memilih tempat bermukim yang

dekat atau mudah diakses dalam hal sarana dan prasarana wilayah. Preferensi

bermukim dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan permukiman yang baik,

fasilitas transportasi dan penyediaan barang dan jasa, serta pusat lapangan kerja

(Sinulingga, 1999). Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan mendorong

pertumbuhan kota yang berkelanjutan.

Pendekatan dalam penyediaan infrastruktur di kawasan pesisir harus

didasari konsep penataan ruang wilayah pesisir yang berkelanjutan.

Pengembangan infrastruktur berkelanjutan berarti perlunya mengedepankan

keseimbangan dan integrasi aspek fisik-lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi

(Madiasworo, 2011 diacu dalam Lubis, 2011). Pemenuhan ketiga aspek tersebut

dapat dilakukan melalui penataan ruang kawasan yang kembali menjadikan

pesisir sebagai beranda, agar memiliki nilai estetika sehingga mampu memberikan

kualitas visual yang baik terhadap lansekap kota (Bischof, 2007 diacu dalam

Lubis, 2011). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka keterpaduan antara konsep

infrastruktur fisik (grey infrastructure), infrastruktur hijau/ramah lingkungan

(green infrastructure), dan infrastruktur sosial (social infrastructure) dapat

diterapkan guna membangun infrastruktur yang berkelanjutan.

Pengembangan kawasan waterfront di Kota Ternate, diharapkan dapat

meningkatkan pelayanan infrastruktur perkotaan. Studi ini difokuskan pada tiga

poin berikut yang berkaitan dengan pertumbuhan Kota Ternate. Pertama,

memodelkan perkembangan Kota Ternate setelah pengembangan kawasan

waterfront. Ini berarti bahwa pengembangan kawasan waterfront merupakan

faktor kunci yang mempengaruhi proses pembangunan perkotaan. Kedua,

mengkaji cakupan pelayanan infrastruktur kota sebagai penunjang kegiatan sosial

ekonomi masyarakat. Ketiga, menentukan arahan dalam penataan dan pengelolaan

infrastruktur secara berkelanjutan di kawasan waterfront berdasarkan persepsi

stakeholders guna perbaikan infrastruktur kearah yang lebih baik.

Page 23: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

4

Perumusan Masalah

Pengembangan wilayah Kota Ternate secara eksternal tidak dapat

dilepaskan dari kedudukan, peran dan fungsinya dalam lingkup antar wilayah,

baik dalam wilayah Propinsi Maluku Utara, Kawasan Timur Indonesia, Nasional

serta kemungkinan keterkaitannya dengan negara lain di Kawasan Asia‐Pasifik.

Berdasarkan strukturnya, wilayah Kota Ternate terletak pada jalur pelayaran

internasional serta berada di titik singgung lingkaran pasifik yang secara langsung

akan dipengaruhi oleh perubahan global. Pengaruh ini akan memungkinkan Kota

Ternate berkembang sebagai salah satu pintu masuk dan keluar diantara sistem

banyak pintu (multygate system) ke arah lingkaran Pasifik tersebut. Kondisi

semacam ini membentuk suatu sistem keterkaitan wilayah antar kota‐kota (pulau‐

pulau) yang berada di dalam satu Kawasan Laut‐Pulau (KLP), yang secara

fungsional dapat menghilangkan atau mengabaikan batas‐batas administratif

dalam upaya pemberdayaan wilayahnya.

Sementara dari tinjauan nasional, Kota Ternate berada dalam konstelasi

wilayah yang dilewati jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia 3 (ALKI 3) dan jalur

poros pengembangan strategis Nasional (Manado-Ternate-Sorong-Biak-

Jayapura). Selain itu Kota Ternate juga berperan sebagai jalur transit ke

kabupaten/kota dalam lingkup provinsi Maluku Utara. Secara regional Kota

Ternate masuk dalam pengelompokan Kawasan Timur Indonesia, yang saat ini

menjadi fokus untuk pengembangan dan pembangunan nasional.

Dipihak lain, Kota Ternate diperhadapkan pada kondisi geografis

wilayahnya yang berupa daerah perbukitan dengan sebuah gunung api aktif dan

memiliki kemiringan lereng terbesar diatas 40% yang mengerucut kearah puncak

gunung dan dikelilingi laut. Hal ini tentunya berdampak pada ketersediaan lahan

untuk pengembangan ruang publik kota. Wilayah pesisir menjadi salah satu

alternatif strategis dalam pengembangan kawasan, khususnya dalam pemenuhan

infrastruktur perkotaan dengan metode reklamasi pantai yang saat ini tengah

menjadi tren pengembangan kawasan kota pantai (waterfront city) di Indonesia.

Secara spasial, luas kawasan pesisir Kota Ternate saat ini semakin

bertambah. Kawasan tersebut meliputi pesisir timur dan pesisir selatan kota yang

dijadikan kawasan pengembangan waterfront. Teknik reklamasi pantai bertujuan

Page 24: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

5

untuk mendapatkan lahan/daratan baru melalui pengurugan atau pengeringan.

Strategi ini dipilih antara lain karena semakin langkanya ketersediaan lahan

perkotaan untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan fungsi perkotaan. Hal

yang demikian akan berpengaruh terhadap spasial kota dan perubahan garis pantai

karena kawasan waterfront bersinggungan langsung dengan wilayah pesisir.

Sebelum pengembangan kawasan waterfront, kondisi eksisiting

infrastruktur masih terbatas cakupan pelayanannya terutama di wilayah belakang

(hinterland) yaitu di kecamatan Pulau Ternate, sebagian kecamatan Ternate Utara

dan sebagian kecamatan Ternate Selatan yang cenderung berada pada kondisi

topografis perbukitan (upland) dan jauh dari pusat kota. Ketimpangan sebaran

infrastruktur menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan antara wilayah

bagian barat dan wilayah bagian timur Pulau Ternate, dari segi cakupan pelayanan

terhadap penduduk. Kondisi ini menunjukkan adanya prioritas pembangunan

wilayah yang berorientasi di wilayah bagian timur Pulau Ternate sebagai kawasan

cepat tumbuh dalam menghubungkan dengan pulau-pulau sekitarnya dalam

lingkup lokal maupun regional.

Perkembangan kawasan kota pantai (waterfront city) khususnya di

kawasan pesisir timur dan sebagian pesisir selatan Kota Ternate menyebabkan

berkembangnya hierarki wilayah di kawasan tersebut serta kawasan sekitarnya.

Hal ini dapat dilihat dari indikator sebaran dan ketersediaan infrastruktur. Secara

teoritik, hierarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan

wilayah secara totalitas yang tidak terbatas, yang ditunjukkan oleh kapasitas

infrastruktur, kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas

perekonomiannya. Pengembangan wilayah harus memperhatikan karakteristik

potensial yang dimiliki wilayah.

Permasalahan muncul setelah pengembangan waterfront, baik dari segi

ekosistem dan fisik lingkungan pesisir, sosial ekonomi, serta persoalan sarana dan

prasarana lingkungan. Sistem drainase buruk dan pembuangan air limbah kawasan

waterfront yang bermuara ke laut mengakibatkan badan air terkontaminasi. Status

perairan dalam kondisi buruk di kawasan waterfront Kota Ternate untuk

pemanfaatan budidaya perikanan akibat beban pencemaran dari limbah

permukiman, pasar, restoran, pertokoan, industri kecil, dan aktivitas pelabuhan

Page 25: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

6

laut (Drakel, 2004). Hal ini terkait pula dengan pengelolaan sampah, dimana

sistem persampahan di kawasan ini masih minim pengelolaan dan masih terjadi

tumpukan sampah di pesisir pantai.

Kapasitas pemenuhan infrastruktur sosial dan ekonomi, misalnya pasar

tradisional masih belum memenuhi daya tampung untuk para pedagang.

Akibatnya lahan di kawasan terminal angkutan kota dimanfaatkan sebagai lokasi

untuk berjualan. Kondisi ini tentunya menimbulkan kesemrawutan di sekitar

kawasan terminal. Dampak yang terjadi ialah konflik dalam pemanfaatan kawasan

tersebut, areal untuk parkir kendaraan menjadi berkurang dan sering kali terjadi

kemacetan lalu lintas. Aspek sosial ekonomi yang timbul ialah munculnya sektor

informal (kawasan PKL) yang tidak terencana di kawasan. Keadaan tersebut

membutuhkan arahan dalam penataan dan pengelolaan infrastruktur kawasan

waterfront yang terintegrasi.

Berdasarkan berbagai permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan garis pantai dan perubahan penggunaan lahan di Kota

Ternate sebelum (2001) dan sesudah (2010) pengembangan waterfront?

2. Bagaimana perubahan hierarki wilayah Kota Ternate setelah pengembangan

waterfront?

3. Bagaimana perkembangan eksisting sebaran dan ketersediaan infrastruktur

perkotaan dapat melayani standar kebutuhan masyarakat?

4. Bagaimana prediksi kebutuhan infrastruktur hingga 20 tahun mendatang

(2032) untuk perencanaan infrastruktur perkotaan?

5. Bagaimana arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan

waterfront?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menilai perkembangan Kota

Ternate dalam kurun waktu sebelum dan sesudah pengembangan kawasan

waterfront ditinjau dari aspek infrastruktur untuk perencanaan wilayah. Secara

lebih detil dapat dijabarkan dalam sub tujuan sebagai berikut :

1. Melakukan pemetaan perubahan garis pantai dan perubahan penggunaan

lahan sebelum dan sesudah pengembangan waterfront.

Page 26: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

7

2. Menganalisis perubahan hierarki wilayah berdasarkan karakteristik wilayah

yang dimiliki setelah pengembangan waterfront.

3. Melakukan pemetaan sebaran dan ketersediaan infrastruktur eksisting di Kota

Ternate.

4. Memprediksikan kebutuhan infrastruktur hingga 20 tahun mendatang (2032)

untuk perencanaan infrastruktur perkotaan.

5. Menyusun arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan

waterfront.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Memberikan kontribusi data spasial ketersediaan infrastruktur perkotaan.

2. Memberikan arahan perencanaan infrastruktur perkotaan hingga 20 tahun

mendatang (2032).

3. Memberikan pemikiran serta kajian ilmiah pada konsep infrastruktur

perkotaan dan waterfront city.

4. Memberikan arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur perkotaan kepada

Pemerintah Daerah dalam merancang konsep kebijakan pengelolaan

kelayakan infrastruktur yang berkelanjutan.

Kerangka Pemikiran

Perkembangan Kota Ternate dapat diidentifikasi dari perubahan spasial

kota sebelum (tahun 2001) dan setelah pengembangan kawasan waterfront (tahun

2010). Ini menandakan bahwa pengembangan kawasan waterfront menjadi tolak

ukur terhadap perkembangan kota. Pengembangan kawasan waterfront dilakukan

dengan cara reklamasi pantai guna mendapatkan lahan/daratan baru. Kawasan

waterfront yang berada di kawasan pesisir menyebabkan perubahan spasial kota

yang dapat dianalisis dari parameter garis pantai dan penggunaan lahan.

Wilayah-wilayah pesisir yang dekat dengan kawasan waterfront

cenderung ikut berkembang seiring dengan berkembangnya kawasan waterfront.

Wilayah-wilayah yang berkembang ditandai dengan meningkatnya aksesibilitas

dan jumlah sarana dan prasarana (infrastruktur) di wilayah tersebut. Untuk

mengetahui hierarki wilayah kota Ternate, maka dapat dianalisis dengan indikator

Page 27: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

8

aksesibilitas dan ketersediaan infrastruktur. Wilayah-wilayah yang termasuk

kategori hierarki 1 merupakan pusat pelayanan kota, wilayah dengan kategori

hierarki 2 berarti masih bergantung pada wilayah hierarki 1, sedangkan wilayah

dengan kategori hierarki 3 merupakan wilayah belakang (hinterland). Untuk itu,

analisis skalogram digunakan dalam menentukan hierarki wilayah.

Ketersediaan infrastruktur yang dianalisis meliputi infrastruktur fisik,

infrastruktur sosial dan ekonomi, dan infrastruktur hijau. Ketiga jenis infrastruktur

tersebut dianalisis sebaran dan ketersediaannya guna menyediakan data spasial

ketersediaan infrastruktur perkotaan dan mengetahui cakupan pelayanan

infrastruktur kepada masyarakat. Cakupan pelayanan infrastruktur berkorelasi

dengan jumlah penduduk dan akses pencapaian. Untuk menganalisis sebaran dan

ketersediaan infrastruktur, maka digunakan analisis spasial (SIG) untuk

menentukan jarak dan wilayah pelayanan. Selain itu dilakukan prediksi kebutuhan

infrastruktur guna perencanaan hingga 20 tahun mendatang (2032), berdasarkan

proyeksi jumlah penduduk.

Pengembangan kawasan waterfront masih menyisakan permasalahan

diantaranya adalah belum optimalnya pengelolaan sampah, konflik penggunaan

lahan pasar tradisional dan terminal angkutan kota serta timbulnya kawasan PKL

(sektor informal) yang tidak tertata, yang tentunya harus segera diselesaikan.

Arahan penataan dan pengelolaan berdasarkan persepsi stakeholder diharapkan

dapat menjadi alternatif penangan permasalahan yang ada di kawasan waterfront.

Untuk itu, analisis AHP digunakan untuk menentukan skala prioritas penataan dan

pengelolaan infrastruktur di kawasan waterfront. Kerangka pemikiran penelitian

disajikan pada Gambar 1.

Page 28: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

9

Infrastruktur Fisik

Infrastruktur Sosial &

Ekonomi

Prediksi Kebutuhan

Infrastruktur hingga tahun 2032

Alternatif Arahan

Penataan dan Pengelolaan

Infrastruktur di Kota Ternate

Analisis Cakupan Pelayanan

Infrastruktur

Hierarki Wilayah

Sebaran & Ketersediaan

Infrastruktur

Perubahan Spasial

Kota

Hierarki I

(Pusat Pelayanan)

Infrastruktur Hijau

Hierarki II

Hierarki III

(Wilayah Belakang/

hinterland)

Jumlah Penduduk

Akses Pencapaian

Perubahan Garis Pantai

Perubahan

Penggunaan Lahan

Sebelum Pengembangan

Kawasan Waterfront

(sebelum tahun 2001)

Setelah Pengembangan

Kawasan Waterfront

(setelah tahun 2010)

Pengembangan Wilayah Kota Ternate

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

9

Data Spasial Sebaran dan

Ketersediaan Infrastruktur

Page 29: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

TINJAUAN PUSTAKA

Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota

Urbanisasi secara harfiah berarti pengkotaan, yaitu proses menjadi kota

(Pontoh dan Kustiawan, 2008). Urbanisasi dipahami secara umum sebagai proses

menjadi kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, perubahan pekerjaan dari bertani

berubah menjadi non-petani, dan juga menyangkut perubahan pola perilaku

manusia (Daldjoeni, 1987 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Pengkotaan

juga dapat diterapkan pada suatu negara, sehingga dapat meningkatkan proporsi

penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan.

Faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi dapat ditinjau dalam

beberapa perspektif, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industrialisasi, potensi

pasar, peningkatan kegiatan pelayanan, kemajuan transportasi, tarikan sosial dan

kultural, kemajuan pendidikan dan pertumbuhan penduduk alami (Hammond,

1979 diacu dalam Rustiadi et al., 2009). Alasan penduduk melakukan migrasi

dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang berkaitan dengan alasan pekerjaan ataupun

alasan non ekonomi yang berkaiatan dengan sosial, budaya, pendidikan, politik

dan keamanan.

Ditinjau dari aspek demografis, urbanisasi yang diartikan sebagai

mengalirnya penduduk dari desa ke kota yang disebabkan oleh adanya perbedaan

signifikan tingkat kehidupan antara desa dan kota. Dalam konteks ini, para pakar

mengidentifikasikan faktor pendorong (push factors) dan faktor penarik (pull

factors) yang berkaitan dengan bangkitan urbanisasi (Khairuddin, 1992 diacu

dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008).

Faktor pendorong ialah semakin terbatasnya lapangan kerja di pedesaan,

kemiskinan di pedesaan akibat bertambahnya jumlah penduduk, transportasi desa-

kota yang semakin lancar, tingginya upah buruh di kota dari pada di desa,

meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat

yang kadang kala dianggap sebagai beban oleh masyarakat desa. Sementara faktor

penarik antara lain adalah kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota,

tingkat upah yang lebih tinggi, lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi

pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang), tersedianya barang-barang

kebutuhan yang lebih lengkap, terdapatnya berbagai kesempatan untuk rekreasi

Page 30: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

11

dan pemanfaatan waktu luang, dan bagi orang-orang atau kelompok tertentu di

kota memberikan kesempatan untuk menghindari diri dari kontrol sosial yang

ketat.

Analisis hubungan keterkaitan antara urbanisasi dengan pembangunan

ekonomi menurut ahli ekonomi dan sosial dapat ditinjau dari dua aspek. Aspek

pertama berkaitan dengan peran urbanisasi terhadap pembangunan ekonomi dan

aspek kedua tentang pengaruh dari pembangunan ekonomi terhadap urbanisasi

(Sukirno, 1985 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Kedua aspek analisis

tersebut menunjukkan bahwa diantara urbanisasi dan pembangunan ekonomi

terdapat hubungan sebab akibat yang timbal balik sifatnya, dimana pembangunan

ekonomi dapat mempercepat proses urbanisasi dan sebaliknya proses urbanisasi

dapat pula mempercepat proses pembangunan ekonomi.

Lebih lanjut menurut Sukirno (1985), faktor yang bersifat ekonomi

merupakan penyebab terpenting dari timbulnya urbanisasi dan perkembangan

kota. Pembangunan ekonomi akan diikuti oleh perombakan dalam corak kegiatan

ekonomi, dimana semakin maju suatu kegiatan ekonomi, maka semakin penting

peranan kegiatan industri dan perdagangan. Perkembangan tersebut selanjutnya

akan menghasilkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut.

Urbanisasi timbul oleh adanya usaha untuk mempertinggi efisiensi

kegiatan tukar menukar, karena usaha tersebut akan mengembangkan pusat-pusat

perdagangan yang nantinya dapat berfungsi sebagai tempat pengumpulan barang

produksi suatu wilayah yang akan dipersiapkan untuk didistribusikan ke wilayah

lainnya. Untuk menjamin kelancaran usaha pengumpulan dan pendistribusian

barang oleh pusat-pusat perdagangan tersebut, maka secara tidak langsung akan

berkembang pula kegiatan-kegiatan yang merupakan suplemen/tambahan dari

kegiatan perdagangan seperti kegiatan pengangkutan, komunikasi, dan badan-

badan keuangan. Perkembangan dari berbagai kegiatan tersebut mendorong orang

untuk berpindah ke kota-kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dalam

suatu wilayah tertentu.

Kaitan urbanisasi dengan perkembangan ekonomi menyangkut pula

sumber-sumber pembangunan atau pengembangan ekonomi. Pembangunan

bersumber dari beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah pembentukan

Page 31: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

12

modal, perkembangan penduduk dan teknologi. Sejarah pembangunan di negara

maju menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memegang peran penting

dalam pembangunan ekonomi dan faktor tersebut dianggap lebih penting dari

pada faktor lainnya. Implikasi dari keadaan ini bahwa kemajuan dalam teknologi

sangat berpengaruh terhadap penyebaran kegiatan ekonomi diantara kawasan

pedesaan dan perkotaan, yakni kemajuan teknologi menyebabkan kegiatan

ekonomi lebih dominan dilakukan di perkotaan.

Sementara untuk kasus di negara-negara berkembang, kecepatan

urbanisasi jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor kemajuan teknologi

maupun pembentukan modal. Secara spasial, proses urbanisasi ini tidak

berlangsung secara merata di semua ukuran kota, tapi hanya terkonsentrasi di

kota-kota besar atau kota-kota utama saja sehingga menimbulkan fenomena

primate city (kota yang tidak proporsional dalam sistem hierarki perkotaan).

Pertumbuhan penduduk perkotaan yang kian pesat berdampak pada

kebutuhan sarana dan prasarana/infrastruktur perkotaan (urban infrastructure).

Penduduk kota dipandang dalam konteks permintaan (demand), sedangkan

penyediaan infrastruktur kota merupakan penawaran (suplly) (Adisasmita dan

Sakti, 2010). Dalam pembangunan perkotaan yang berkesinambungan, maka sisi

permintaan dan sisi penawaran harus diupayakan mencapai titik keseimbangan,

sehingga tidak menimbulkan ketimpangan yang berujung pada terjadinya

kelangkaan ataupun kesulitan dalam pelayanan terhadap masyarakat.

Kegagalan dalam meningkatkan pelayanan infrastruktur perkotaan menjadi

penyebab utama dari masalah kota-kota di negara berkembang. Dalam laporan

The UN Centre for Human Settlements (1986 diacu dalam Sadyohutomo, 2008),

dinyatakan bahwa sekitar 30% dari populasi perkotaan di negara berkembang

tidak memiliki akses terhadap penyediaan air bersih, dan populasi sekitar 40%-

50% hidup di perumahan kumuh dan perkampungan.

Semakin lengkap ketersediaan infrastruktur perkotaan, akan semakin kuat

daya tarik penduduk untuk melakukan urbanisasi. Urbanisasi sangat dipengaruhi

oleh semakin banyaknya pelayanan infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur

perkotaan memberikan kemudahan bagi masyarakat kota dalam menunjang

kegiatannya. Kemudahan diartikan sebagai suatu keadaan dimana dapat diperoleh

Page 32: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

13

dengan mudah atau dalam jumlah yang cukup pelayanannya yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan atau untuk melaksanakan kegiatannya.

Suatu kota yang memiliki ketersediaan infrastruktur yang lengkap, berarti

memiliki tingkat kemudahan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kota

tersebut memberikan peluang bagi kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan

dan penghematan eksternal (external economies) secara berkesinambungan. Oleh

karena itu terdapat kecenderungan manusia (terutama pengusaha dan pemilik

modal) untuk berpindah tempat tinggal guna menempatkan kegiatan usahanya

(membawa modal, ketrampilan dan pengalamannya) ke suatu tempat (kota) yang

memiliki tingkat kemudahan tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang

tinggi dan keberhasilan bagi usahanya. Dengan demikian tingkat kemudahan

merupakan faktor penentu lokasi kegiatan (usaha).

Dalam hal migrasi penduduk ke kota (urbanisasi), manusia cenderung

meninggalkan tempat bermukim asal dan berpindah ke tempat permukimannya

yang baru karena di tempat baru tersebut memberikan peluang lapangan kerja,

peningkatan pendapatan, pengembangan bakat, dan menikmati kehidupan yang

lebih baik. Semua peluang tersebut merupakan daya tarik perpindahan penduduk

dari desa ke kota, atau dari kota-kota kecil ke kota-kota yang lebih besar. Kota

sebagai wadah konsentrasi permukiman penduduk dan berbagai kegiatan

produktif (ekonomi dan sosial) merupakan kutub daya tarik (pole of attraction)

(Adisasmita, 1988 diacu dalam Adisasmita dan Sakti, 2010).

Perkembangan Kota Tepian Air (Waterfront City)

Pembangunan kota tepian air (waterfront city) berkembang sebagai tren

pembangunan kawasan perkotaan yang populer saat ini. Secara umum, waterfront

city dapat didefinisikan sebagai suatu daerah/area yang berbatasan dengan

perairan (pantai, sungai dan danau), dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan

pada kawasan tersebut (Laras, 2011). Kota tepian air adalah tempat dimana

komponen-komponen alam seperti badan air dan formasi tanah serta

ekosistemnya saling bersinggungan satu sama lain dengan ketidakstabilan

(fluidity) yang besar (Bunce dan Desfor, 2007). Bentuk-bentuk komponen alam

hasil dari artifisial manusia ternyata tidak meninggalkan kota tepian air sebagai

Page 33: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

14

tempat alam yang masih asli, tetapi telah dipengaruhi oleh transformasi dari waktu

ke waktu.

Lebih lanjut Bunce dan Desfor (2007) menambahkan bahwa sejarah

perkembangan kota tepian air telah menunjukkan seluk-beluk hubungan antara

masyarakat dan alam, tetapi yang lebih penting bahwa komponen pembentuk

alam tersebut terus-menerus dikembangkan melalui proses sosial. Alam

diejawantahkan sebagai komponen integral dari hubungan kekuasaan dan

produksi ekonomi di kota tepian air.

Pendekatan pembangunan waterfront memiliki jangkaun luas, mulai dari

konservasi, revitalisasi, atau penataan ulang hingga reklamasi kawasan laut.

Waterfront berdasarkan tipe proyeknya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan

(development) (Soesanti dan Sastrawan, 2006 diacu dalam Nurfaida, 2009).

Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai

saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment

merupakan upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang

sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah

atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha

menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan

dengan cara mereklamasi pantai.

Awalnya konsep pengembangan waterfront merupakan inovasi Amerika

Serikat. Konsep tersebut sebagai bentuk redesign kawasan Baltimore dalam

mengatasi kebangkrutan yang dialami kota-kota besar akibat resesi ekonomi pada

tahun 1970an. Strategi pengembangan kawasan perkotaan tersebut secara tidak

langsung dijadikan sebagai solusi untuk memperbaiki pengkumuhan kota-kota

besar yang mengkhawatirkan di Amerika Utara.

Rehabilitasi waterfront dapat menyumbangkan kemajuan perbaikan

lingkungan di dunia yang sedang berkembang (Vollmer, 2009 diacu dalam Laras,

2011). Contoh kasus Toronto merupakan wilayah tepian danau yang tercemar

berat, dengan penggunaan konsep kota tepian air (waterfront city), yang dalam

waktu singkat (1980-2000) telah mampu meningkatkan tahapan pengelolaan dari

semula pendekatan ekosistem dengan semboyannya lingkungan sehat, pemulihan

Page 34: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

15

ekonomi, keberlanjutan, dan menjaga kesejahteraan masyarakat, dapat

ditingkatkan menjadi pendekatan global yang sangat penting dengan semboyan

peningkatan efektifitas dan kreatifitas.

Era kota pantai (waterfront city) telah melewati dua tahap, yaitu tahap

pertama (1960-1990) dengan program revitalisasi pantai dirancang untuk

mengejar tujuan-tujuan penting bagi pengambilan keputusan lokal dalam

menjamin pertumbuhan ekonomi dan tahap kedua sebagai bagian dari konsep

pembangunan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi mengedepankan pekerjaan

dan produk bruto per kapita (PDB), sedangkan konsep pembangunan

berkelanjutan yang diadopsi oleh komunitas internasional (UNCED), ditunjukkan

sebagai tujuan akhir penilaian revitalisasi pantai yang terintegrasi dengan program

pembangunan. Relevansi dari revitalisasi pantai untuk pengelolaan kawasan

pesisir telah menjadi isu utama karena manajemen terpadu yang telah diklaim

oleh Agenda 21 sebagai alat untuk mengejar pembangunan berkelanjutan wilayah

pesisir dan pulau-pulau (Vallega, 2001). Merujuk pada pendekatan pembangunan

berkelanjutan, banyak kota-kota pantai telah menemukan karakteristik dalam

menghadapi pilihan dasar, antara merencanakan dan mengelola pantai

berdasarkan kriteria konvensional, atau merancang rencana pembangunan dimana

tepi pantai adalah komponen inti dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.

Perkembangan kota pantai (waterfront city) di Indonesia dipengaruhi oleh

kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara di masa silam dengan kegiatan utama adalah

perdagangan, jasa dan pusat pemerintahan. Karakteristik tersebut menjadikan

wilayah pesisir sebagai elemen utama yang berperan penting dalam

perkembangan kota. Oleh sebab itu, kota-kota pantai di Indonesia memiliki unsur

historikal dan budaya yang kuat dalam pengembangan kawasan pesisir.

Karakteristik pantai dan pengaruhnya dalam perkembangan kawasan kota

pantai di Indonesia menurut Hantoro (2001 diacu dalam Mulyandari, 2011),

antara lain :

a. Wilayah pesisir memiliki bentang alam yang dibentuk oleh gejala endogen

geologi, dimana tiga gejala utama tektonik merupakan pengontrol awal bentang

alam yang meliputi tumbukan lempeng, gerak gesek antar lempeng, gunung api

Page 35: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

16

dengan komponen gerak tegaknya. Jenis batuan menentukan kestabilan pantai

dan kemampuan bertahan dari terjangan laut dan cuaca.

b. Di perairan yang stabil tanpa gejala geologi endogen, di bagian yang

mengalami pengaruh kuat perubahan paras muka laut, di pesisir dan di pantai,

pembentukan bentang alam lebih dipengaruhi oleh gejala cuaca (erosi) dan laut

(erosi dan sedimentasi).

c. Pantai yang menghadap perairan terbuka dengan agitasi kuat memiliki kota

pantai yang berkembang di rataan pasir pantai, berawal dari permukiman dan

pelabuhan sebagai bandar niaga di muara sungai. Pemilihan muara di bentang

manapun sebagai awal permukiman sangat umum dijumpai di Indonesia, di

daratan alluvial, di kaki gunung pulau volkanik, di pesisir perairan paparan

tepian kontinen atau di pantai dataran limpahan banjir.

d. Kota pantai tumbuh dan berkembang sesuai status dan fungsinya dari waktu ke

waktu melalui beberapa periode masa penjajahan dan kemudian masa setelah

kemerdekaan. Perkembangan luas kota yang berstatus kota pusat pemerintahan

terlihat cenderung lebih pesat.

e. Perluasan permukiman mulai terasa sejak 30 tahun terakhir. Demikian halnya

dengan sarana pelabuhan dan transportasi lain.

f. Sejumlah besar kota pantai berkembang pesat oleh peningkatan usaha ekonomi

perniagaan, pertanian/perkebunan, dan industri, sementara mariekultur dan

industri hilirnya hanya berkembang di beberapa kota pantai atau hanya sebagai

suplemen kecil usaha ekonomi. Usaha ekonomi kelautan di segala bidang perlu

untuk ditingkatkan misalnya industri rekayasa, budidaya dan tangkap,

pengolahan, dan wisata.

g. Pertumbuhan kota-kota pantai akhir abad 20-an cenderung mengabaikan daya

dukung lingkungan di sekelilingnya serta ancaman bencana yang berpotensi

merusak. Keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan

perluasan merambah lingkungan pantai yang seharusnya dipertahankan sebagai

penyangga (buffer).

h. Cuaca, kondisi laut dan tektonik merupakan gejala-gejala yang mengontrol

bentang alam dari awal pembentukan hingga bentuk saat ini, sehingga

Page 36: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

17

fenomena tersebut harus diperhitungkan sebagai potensi alam dalam upaya

mempertahankan kelestarian lingkungan kota pantai.

i. Jenis ancaman bencana pada kota-kota pantai beragam, bergantung pada

fenomena alam misalnya ancaman abrasi pantai, gelombang tsunami maupun

intrusi air laut.

Pertumbuhan Kota dalam Konsep Pengembangan Wilayah

Kota merupakan wadah berkelompok penduduk yang disertai dengan

keragaman aktivitas ekonomi maupun sosial. Munculnya kota dalam peradaban

manusia sudah sejak berabad-abad silam, yang awalnya sebagai tempat

persinggahan pedagang, berkembang menjadi kelompok permukiman, kemudian

terbentuk kota kecil, kota menengah hingga kota besar. Dimensi pertumbuhan

kota merupakan keterkaitan yang bersifat multi disiplin. Masing-masing disiplin

ilmu tersebut melingkupi bidang demografi, keteknikan, tata ruang, ekonomi,

sosiologi dan sebagainya, memiliki cakupan objek bahasan, cara pandang, metode

analisis tersendiri. Namun dalam rumusan teori pertumbuhan kota (urban growth

theory), ternyata banyak menampilkan teori-teori pengembangan wilayah yang

muncul dalam tahun 1930-an hingga tahun 1970-an (Adisasmita dan Sakti, 2010).

Dalam pandangan Rondinelli (1985 diacu dalam Suhono, 2008), terdapat

tiga konsep dalam pengembangan wilayah yaitu: (1) kutub pertumbuhan (growth

pole); (2) integrasi fungsi (functional integration); dan (3) pendekatan

desentralisasi wilayah (decentralized territorial approaches). Pembangunan

setidaknya memuat tiga komponen dasar, yaitu kecukupan (sustainance) dalam

pemenuhan kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri (self-esteem), serta

kebebasan (freedom) untuk memilih, yang dijadikan sebagai konsep dasar dan

pedoman praktis dalam menterjemahkan pembangunan yang hakiki (Todaro, 2000

diacu dalam Rustiadi et al., 2009).

Dalam pembangunan, kota merupakan pusat pembangunan, dimana

terdapat berbagai kegiatan pembangunan yang didukung oleh tersedianya sarana

dan prasarana pembangunan. Kegiatan pembangunan di wilayah perkotaan selain

meliputi berbagai kegiatan sektoral, dapat juga melingkupi kegiatan fisik,

ekonomi dan sosial yang dilaksanakan secara intensif. Di kota-kota besar terdapat

Page 37: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

18

industri-industri dan perusahan-perusahan besar akan mendistribusikan hasil-hasil

pembangunan ke wilayah sekitarnya. Menurut Perroux (1949 diacu dalam

Tarigan, 2006) dalam teori kutub pertumbuhan (growth pole), bahwa

pertumbuhan itu tidak terjadi pada setiap wilayah, namun hanya terjadi pada

wilayah tertentu yang memiliki industri pendorong.

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu

secara fungsional dan secara geografis (Tarigan, 2006). Secara fungsional, pusat

pertumbuhan merupakan suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang

industri karena adanya keterkaitan unsur-unsur sifat yang dinamis, sehingga

mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah

belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang

banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole

of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi

di tempat tersebut dan adanya pemanfaatan fasilitas kota meskipun tidak ada

interaksi antara usaha-usaha tersebut. Selanjutnya Tarigan (2006) mengemukakan

bahwa pusat pertumbuhan harus memiliki 4 (empat) ciri, yaitu adanya hubungan

intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya

unsur pengganda (multiplier effect), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat

mendorong pertumbuhan ke daerah belakangnya (hinterland).

Konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia telah mengalami

perkembangan dan koreksi untuk setiap periodenya (Djakapermana dan

Djumantri, 2002 diacu dalam Djakapermana, 2010). Mulai dari pengembangan

wilayah dengan pengembangan sektoral dan parsial pada era tahun 1960-an, kutub

pertumbuhan (growth pole) yang lebih mengutamakan pembangunan

infrastruktur, regionalisasi dengan batas wilayah fungsional (fuctional regional)

yaitu membagi wilayah Indonesia dengan satuan-satuan ekonomi, sampai dengan

konsep pengembangan wilayah pada era tahun 2000-an dengan pendekatan

lingkungan, khususnya dengan lahirnya Undang-undang No. 24 tahun 1992

tentang Penataan Ruang yang telah mengalami penyempurnaan dan diganti oleh

Undang-undang No. 26 tahun 2007.

Memasuki abad ke 21 ini, konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia

harus mengikuti kaidah penataan ruang. Undang-undang No. 26 tahun 2007

Page 38: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

19

disusun atas dasar keinginan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan

buatan untuk mensejahterakan rakyat, dengan pertimbangan prinsip keberlanjutan,

menjaga keserasian dan mencegah adanya kesenjangan baik antar pusat dan

daerah, antar desa dan kota maupun antar wilayah/kawasan, menciptakan ruang

yang nyaman, aman, produktif dan berkelanjutan, serta berbasis mitigasi bencana

untuk meningkatkan keselamatan, kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Hal

tersebut dapat direpresentasikan dengan pengaturan sistem pusat pertumbuhan

(kota) dan sistem pengembangan wilayah secara merata dan berhierarkis.

Berdasarkan landasan undang-undang tersebut, menurut Djakapermana

(2010), konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia adalah by legal dan

empirikal harus mengikuti kaidah pendekatan yang bersifat gabungan (mixed-

concept). Mixed-concept melingkupi adanya struktur ruang yang terdiri dari pusat-

pusat permukiman sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pelayanan sosial

secara hierarki (growth pole) sebagai pusat yang akan memberikan penjalaran

perkembangan dan jaringan infrastruktur wilayah. Jaringan infrastruktur dapat

berupa media/alat untuk menjalarkannya yaitu jaringan transportasi, listrik,

telepon, energi dan jaringan sumberdaya air, serta pola ruang yang terdiri dari

pengaturan kawasan yang berfungsi lindung serta kawasan budidaya untuk

kegiatan yang dapat meningkatkan produktivitas bagi tumbuh dan berkembangnya

ekonomi wilayah dan kegiatan sosial.

Infrastruktur dan Hierarki Wilayah Perkotaan

Definisi infrastruktur sangat beragam dikalangan para ahli. Namun

beberapa bahan acuan dapat digunakan untuk menterjemahkan pemahaman

mengenai infrastruktur itu sendiri. Menurut Webster's New World Dictionary

infrastruktur adalah “substructure or underlying foundation on which the

continuance and growth of a community or state depends” (Soma, 2011b). Dalam

kaitannya dengan ekonomi, menurut Macmillan Dictionary of Modern Economics

(Pamungkas, 2009), infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang

memfasilitasi arus barang antara pembeli dan penjual. The Routledge Dictionary

of Economics (1995 diacu dalam Radiansyah, 2012), memberikan pengertian

yang lebih luas bahwa infrastruktur merupakan pelayanan utama dari suatu negara

Page 39: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

20

yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial masyarakat dalam rangka

penyediaan transportasi serta fasilitas pendukung lainnya.

World Bank (1994 diacu dalam Laras, 2011) membagi infrastruktur atas 3

(tiga) golongan yaitu :

1. Infastruktur ekonomi, merupakan pembangunan fisik yang menunjang aktivitas

ekonomi, meliputi public utilities (telekomunikasi, air bersih, sanitasi, gas),

public work (jalan, bendungan, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan,

rel kereta api, pelabuhan, lapangan terbang).

2. Infrastruktur sosial, merupakan infrastruktur yang mengarah kepada

pembangunan manusia dan lingkungannya seperti pendidikan, kesehatan,

perumahan, dan rekreasi.

3. Infrastruktur administrasi, merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan

hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.

Selain itu, Jacob et al. (1999 diacu dalam Pamungkas, 2009), membagi

infrastruktur kedalam kategori infrastruktur dasar dan infrastruktur pelengkap,

sebagai berikut :

1. Infrastruktur dasar (basic infrastructure) meliputi sektor-sektor yang

mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor

perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non-tradeable) dan tidak

dapat dipisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan, kereta

api, kanal, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan sebagainya.

2. Infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) berupa sarana dan

prasarana penunjang dalam aktivitas ekonomi maupun sosial, diantaranya

seperti gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum.

Fungsi dan hierarki kota merupakan tata jenjang yang menunjukkan

hubungan keterkaitan antar komponen pembentuk struktur pemanfaatan ruang.

Penentuan fungsi kota pada prinsipnya didasarkan pada komponen pembentuk

yang dominan mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi perkotaan, sedangkan

hierarki kota adalah hubungan antar kegiatan yang berpengaruh terhadap pola

Page 40: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

21

pemanfaatan ruang, dalam skala wilayah yang dikenal dengan sistem kota atau

orde kota berdasarkan skala pelayanannya.

Perkotaan berperan besar dalam persebaran dan pergerakan penduduk. Hal

ini terjadi karena di bagian wilayah tersebut terdapat berbagai kegiatan ekonomi

sekunder dan tersier serta fungsi pelayanan yang menimbulkan daya tarik bagi

penduduk. Disisi lain pengelompokan kegiatan, fasilitas dan penduduk serta

berpusatnya berbagai kegiatan yang menyangkut publik merupakan faktor-faktor

yang menarik bagi kegiatan ekonomi/bisnis. Perkotaan memiliki nilai strategis,

tidak hanya sebagai pemusatan penduduk tetapi juga sebagai pusat berbagai

fungsi sosial-ekonomi-politik dan administrasi, serta berpotensi sebagai instrumen

untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan pada tingkat nasional maupun

regional.

Perkembangan wilayah perkotaan dapat diukur dari tingkat ketersediaan

infrastruktur/fasilitas pelayanan yang ada. Perhitungan jumlah dan jenis sarana

dan prasarana pelayanan (infrastruktur) yang ada pada suatu wilayah, dapat

digunakan untuk mengukur hierarki perkembangan wilayah (Rustiadi et al.,

2009). Teori tempat sentral (central place theory) mengemukakan bahwa dalam

penentuan hierarki kota-kota dalam suatu wilayah dapat dilakukan dengan cara

meninjau jumlah pelayanan yang dapat diemban oleh sebuah kota (Christaller,

1933 diacu dalam Sinulingga, 1999).

Suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal menurut Christaller (1933 diacu

dalam Sinulingga, 1999) adalah bahwa penduduk kota tidaklah tersebar secara

merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya, tetapi tersebar diantara pusat-

pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu

hierarki perkotaan (urban hierarchy). Penyebab dari perkembangan seperti ini

adalah kurang efisiennya mensuplai barang-barang dan jasa-jasa tertentu di pusat-

pusat kecil sedangkan barang-barang dan jasa-jasa lainnya lebih efisien jika

disuplai di pusat-pusat yang lebih besar.

Menurut teori ini, fungsi-fungsi pokok suatu pusat kota adalah bertindak

sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakangnya, mensuplai barang-barang dan

jasa-jasa sentral seperti jasa-jasa eceran, perdagangan, perbankan, fasilitas-

fasilitas pendidikan, hiburan dan kebudayaan, serta pelayanan pemerintah kota.

Page 41: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

22

Pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya/hierarkinya melayani pusat-pusat yang

lebih rendah hierarkinya, dan antara pusat-pusat yang hierarkinya sama tidak

saling melayani.

Infrastruktur Fisik

Infrastruktur Jaringan Jalan

Tata ruang kota dapat berkembang menjadi dinamis, karena adanya

jaringan jalan. Hal ini serupa dengan pandangan Sinulingga (1999), bahwa

jaringan jalan merupakan faktor terpenting yang membentuk struktur tata ruang

kota. Semua elemen pembentukan tata ruang kota secara langsung berkaitan

dengan jaringan jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun

1985 tentang jalan, menegaskan bahwa pengadaan jalan diselenggarakan dengan

mengutamakan pembangunan jaringan jalan yang terkoneksi ke pusat-pusat

produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan ke wilayah pemasarannya.

Jaringan jalan dibangun secara hierarki dimulai dari jenjang terendah yang

bersifat lokal/lingkungan hingga ke jenjang wilayah berhubungan satu dengan

lainnya (Rachmawati, 2011).

Sebagai komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah,

sistem jaringan jalan berperan memperlancar kegiatan aliran barang, orang dan

jasa, sehingga secara langsung akan menurunkan biaya produksi (Djakapermana,

2010). Pada gilirannya wilayah akan berkembang secara ekonomis. Breheny

(1995 diacu dalam Djakapermana, 2010), mengemukakan bahwa transportasi

khususnya jaringan jalan sangat berkontribusi terhadap pertumbuhan kegiatan

ekonomi wilayah. Kegiatan pembangunan transportasi akan mendorong dan

mempromosikan kegiatan ekonomi yang kompetitif.

Ditinjau dari fungsi kota terhadap wilayah pengembangannya, maka

sistem jaringan jalan dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem primer dan sistem

sekunder. Sistem Primer merupakan jaringan jalan yang berkaitan dengan

hubungan antar kota. Di dalam kota, sistem primer ini akan terkoneksi dengan

fungsi-fungsi kota yang bersifat regional, seperti kawasan industri, perdagangan

maupun pelabuhan. Sistem Sekunder, yaitu jaringan jalan yang berkaitan dengan

pergerakan lalu lintas yang bersifat hanya di dalam kota. Sistem jaringan jalan

sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang

Page 42: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

23

menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi

sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya

sampai ke perumahan.

Hierarki jaringan jalan sistem primer dan sistem sekunder dapat

diklasifikasi berdasarkan fungsi menjadi jalan arteri, jalan kolektor dan jalan

lokal.

Jalan Arteri

Berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1980, jalan arteri berada pada

setiap kota yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan agak jauh,

kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan

arteri di perkotaan dapat dibagi ke dalam fungsi primer dan fungsi sekunder.

Dimensi jalan arteri dengan jalur lambat disajikan pada Gambar 2.

Jalan arteri primer menghubungkan kota orde pertama dengan kota orde

pertama lainnya yang berdampingan atau kota orde pertama dengan kota orde

kedua (PP No.26 tahun 1985). Jalan arteri primer hanya terdapat pada kota orde

pertama dan kota orde kedua dari suatu Satuan Wilayah Pengembangan (SWP).

Di dalam kota, jalan arteri primer akan melalui fungsi-fungsi kota yang bersifat

primer seperti pergudangan, perindustrian, ekspor ataupun pelabuhan. Beberapa

persyaratan dari jalan arteri primer adalah sebagai berikut :

a. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60

km/jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu

lintas rata-rata.

c. Pada jalan arteri primer, lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu

lintas ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal.

d. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien dan didesain

sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b)

masih tetap terpenuhi.

e. Persimpangan jalan arteri primer, dengan pengaturan tertentu harus dapat

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b).

f. Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

Page 43: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

24

Dalam sistem sekunder maka jaringan arteri sekunder adalah jalan yang

menghubungkan pusat kota dengan pusat bagian wilayah kota, pusat bagian

wilayah kota dengan bagian wilayah kota lainnya serta menghubungkan pusat

kota dengan kawasan primer atau kawasan yang berfungsi melayani regional.

Sesuai dengan PP No. 26 tahun 1985 persyaratan untuk jalan arteri sekunder

adalah :

a. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30

km/jam dan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

b. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Pada jalana arteri sekunder, lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu

lintas lambat.

d. Persimpangan pada jalan arteri sekunder, dengan pengaturan tertentu harus

dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b).

Gambar 2. Dimensi Jalan Arteri dengan Jalur Lambat

Sumber : Sinulingga (1999)

Jalan Kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan pengumpulan

atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jalan sedang, kecepatan rata-rata

sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi (UU No.13 tahun 1980). Jaringan jalan

ini menghubungkan jalan arteri dengan jalan lokal. Jadi volume lalu lintas dari

jalan lokal dikumpulkan oleh jalan kolektor dan dibawa ke jalan arteri dan

selanjutnya dibawa ke tempat tujuan. Penampang jalan kolektor di kawasan

permukiman disajikan pada Gambar 3.

Page 44: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

25

Untuk sistem primer, jalan kolektor primer menghubungkan kota orde

kedua dengan kota orde kedua lainnya dan menghubungkan kota orde kedua dan

kota orde ketiga. Adapun persyaratan jalan kolektor primer adalah :

a. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40

km/jam dan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.

b. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b) masih tetap terpenuhi.

d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

Pada jaringan jalan sistem sekunder, jalan kolektor sekunder

menghubungkan pusat bagian wilayah kota dengan pusat sub bagian wilayah kota.

Persyaratan dari jalan kolektor sekunder ialah didesain berdasarkan kecepatan

rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 7

meter.

Gambar 3. Penampang Jalan Kolektor Kawasan Permukiman

Sumber : Sinulingga (1999)

Jalan Lokal

Dalam sistem primer hierarki jaringan jalan, jalan lokal primer merupakan

jalan yang menghubungkan pusat kota dari orde pertama, orde kedua, dengan

persil-persil pada kawasan yang berfungsi regional. Jalan lokal primer dirancang

berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan

paling kurang 6 meter.

Berbeda dengan sistem sekunder, jalan lokal sekunder menghubungkan

pusat kota dengan perumahan, pusat bagian wilayah kota dengan perumahan, dan

Page 45: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

26

pusat sub bagian wilayah kota dengan perumahan yang terdekat pada masing-

masing pusat tersebut. Jalan lokal sekunder dirancang berdasarkan kegiatan

rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.

Infrastruktur Air Bersih

Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi penduduk kota,

sehingga ketersediaannya menentukan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup

masyarakat. Pada kenyataannya, keterbatasan penyediaan air bersih erat kaitannya

dengan penyebab kemiskinan, karena kemiskinan juga disebabkan oleh masalah

kesehatan. Oleh karena itu, penyediaan jaringan air bersih terutama pada

permukiman miskin padat penduduk sangat penting untuk ikut memecahkan

masalah kemiskinan. Realita di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat miskin

yang tidak terjangkau PDAM harus membeli air bersih secara eceran yang

harganya jauh lebih mahal dibanding masyarakat yang memperoleh akses air

bersih dari PDAM.

Untuk dapat dijadikan sebagai air minum, maka air harus memenuhi

persyaratan fisik diantaranya ialah tidak memeberi rasa, tidak berwarna, tidak

berbau, suhu di antara 20°-25° C. Selain itu ada juga persyaratan khusus yaitu

kondisi biologi dan kimia, dimana air hanya mengandung kadar besi dan asam

arang dalam jumlah tertentu, mengadung soda flour untuk kesehatan gigi,

mengandung yodium untuk mencegah gondok, serta tidak boleh mengandung

bakteri patogen (penyebab penyakit) (Sinulingga, 1999). Syarat-syarat tersebut

diatas haruslah dipenuhi dan apabila air yang tersedia belum dapat memenuhi

persyaratan yang ada, maka harus diupayakan melalui suatu proses pengolahan

sehingga kualitas air tersebut dapat layak untuk dikonsumsi. Gambar 4

menunjukkan proses pengolahan air.

Gambar 4. Bagan Aliran Proses Pengolahan Air

Sumber : Sinulingga (1999)

Page 46: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

27

Sumber utama air bersih bagi penduduk pedesaan dan perkotaan berbeda.

Bagi penduduk pedesaan, air sumber atau air tanah dangkal hanya diperoleh

dengan membuat sumur cukup sehat untuk langsung digunakan untuk memasak

dan mencuci. Sementara untuk penduduk perkotaan yang padat, air tanah dangkal

sudah diragukan kebersihannya karena kemungkinan tercemar septictank dan

limbah rumah tangga. Apabila air tanah dangkal sudah tercemar, maka dilakukan

upaya pemanfaatan air tanah dalam (aquifer). Air tanah dalam kualitasnya lebih

baik dari air tanah dangkal apabila belum terjangkau pencemaran dari lapisan

tanah atasnya. Pemompaan air tanah dalam perlu diatur karena berdampak

terhadap kestabilan lapisan tanah yang berisi air tersebut. Jika aquifer diambil

secara berlebihan dapat berdampak pada penurunan lapisan permukaan tanah atau

intrusi air laut ke dalam aquifer tersebut.

Air bersih dibutuhkan bagi makhluk hidup sangat bervariasi tergantung

pada berat dan besar tubuh, besarnya penguapan, dan cuaca (Soma, 2011a).

Menurut Al-Layla (1978 diacu dalam Soma, 2011a), penggunaan air di berbagai

kota dan negara sangat bervariasi bergantung pada faktor jumlah penduduk,

keadaan cuaca, kebiasaan dan cara hidup, fasilitas perpipaan (plumbing) yang

dimiliki oleh pelanggan, sistem air limbah (sewerage) komunal yang tersedia,

jumlah industri yang membutuhkan pasokan, serta besarnya pajak yang dikenakan

untuk setiap pengambilan air.

Standar kebutuhan air untuk kota-kota di Indonesia menurut Departemen

Pekerjaan Umum dibedakan berdasarkan kategori kota dan besarnya jumlah

penduduk (Soma, 2011a). Hal tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Air untuk Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Penduduk

(jiwa) Kebutuhan air (lt/orang/hari)

1.

2.

3. 4.

5.

Metropolitan

Kota besar

Kota sedang Kota kecil

Semi urban

> 1.000.000

0,5 – 1 juta

0,1 – 0,5 juta 20.000 – 100.000

3.000 – 20.000

150 – 200

120 – 150

100 – 120 90 – 100

60 – 90

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)

Kebutuhan air bersih di perkotaan perlu ditangani secara massal dalam

bentuk penyediaan fasilitas jaringan pipa air minum. Pengelola fasilitas ini

umumnya dilakukan oleh Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Pengelola

Page 47: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

28

penyediaan air bersih melakukan kegiatan pengambilan bahan baku air,

pengolahan air, hingga penyaluran air bersih ke pelanggan. Dari ketiga kegiatan

pokok tersebut, sebagian besar PDAM di Indonesia masih menghadapi masalah

teknis, manajemen dan institusional.

Sumber air baku PDAM sebagian besar mengandalkan air sungai, danau

dan mata air. Pengambilan air baku menghadapi masalah teknis ketersediaan air

yang terbatas pada musim kemarau. Dalam penggunaan air sungai menghadapi

masalah kualitas air yang sudah tercemar berbagai polutan dari buangan limbah

rumah tangga maupun industri. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas air baku

yang berasal dari daerah lain (lintas kabupaten/kota) menghadapi masalah

institusional. Tersedianya air baku umumnya tidak saja ditentukan oleh

ketersediaannya di dalam wilayah administrasi sendiri, melainkan juga terkait

dengan sistem tata air wilayah, seperti DAS atau aliran air tanah dalam (aliran

aquifer). Disini terdapat masalah institusional horizontal maupun vertikal.

Pengolahan air baku menghadapi kendala teknis kualitas air baku yang

rendah dengan teknis penjernihan yang masih konvensional. Hal ini diperberat

dengan mahalnya input produksi, serta kemampuan modal dan manajemen

keuangan yang lemah. Akibatnya, air jernih yang dihasilkan tidak layak untuk

langsung diminum. Perusahan juga kurang mampu memelihara sarana produksi

dan perpipaan yang telah disediakan dengan dana proyek (APBD/APBN)

sehingga kualitas pelayanan semakin menurun. Demikian pula dalam penyaluran

air bersih menghadapi kebocoran (teknis dan keuangan). Dalam penentuan tarif

layak tidak diawali dengan efisiensi manajemen intern. Disamping itu, penentuan

tarif tidak bersifat independen karena perlu persetujuan DPRD yang kadang-

kadang mengandung unsur politis. Oleh karena itu, sebagian besar PDAM masih

merugi sehingga perlu subsidi dari pemerintah daerah masing-masing

(Sadyohutomo, 2008).

Menurut Anwar (1992 diacu dalam Kusuma, 2006), permasalahan

sumberdaya air sering diperhadapkan pada sumberdaya yang bersifat terbuka

(open acces) pada beberapa wilayah. Keadaan demikian akan menimbulkan gejala

eksternalitas yang meluas, dimana ada pihak yang menanggung manfaat atau

biaya dari proses penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Oleh karena itu,

Page 48: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

29

eksternalitas dapat menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh

pihak swasta (private) dengan manfaat atau biaya yang dinilai oleh masyarakat

(social).

Air merupakan sumberdaya alam pokok dan penting dalam pembangunan

wilayah. Hal ini mengingat bahwa sumberdaya air berkaitan dengan kondisi sosial

ekonomi dan sumberdaya lingkungan. Perkembangan jumlah penduduk yang

tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur wilayah secara ekonomi dapat

mempengaruhi peningkatan kebutuhan air sehingga berdampak krisis dalam

pembangunan wilayah.

Infrastruktur Jaringan Listrik

Sistem jaringan listrik memiliki berbagai fasilitas yang berfungsi sebagai

sarana sistem, kapasitas sistem dan tingkat pelayanan sistem. Untuk itu,

interkoneksi antara berbagai sarana sistem tersebut mampu memberikan jaminan

tingkat layanan sistem (Rachmawati, 2011). Infrastruktur jaringan listrik terdiri

dari 3 (tiga) komponen utama, meliputi pembangkit, penyaluran (transmisi), dan

disitribusi (gardu) (Gambar 5).

Gambar 5. Komponen Utama dalam Penyaluran Listrik

Sumber : Anonim (2012)

Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk

memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga.

Pembangkit listrik umumnya dapat berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga

Page 49: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

30

Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik

Tenaga Nuklir (PLTN). Pembangkit merupakan sumber daya listrik dimana

hampir semua kota memilikinya.

Saluran listrik dari sumber pembangkit tenaga listrik sampai transformator

terakhir, sering disebut juga sebagai saluran transmisi. Sementara saluran

distribusi atau saluran primer merupakan saluran listrik dari transformator terakhir

sampai pada konsumen terakhir. Ada 2 (dua) macam saluran transmisi/distribusi

PLN yaitu saluran udara (overhead lines) dan saluran kabel bawah tanah

(underground cable). Kedua cara penyaluran tersebut masing-masing mempunyai

keuntungan dan kerugian. Dari segi estetika, saluran bawah tanah lebih disukai

dan juga tidak mudah terganggu oleh cuaca buruk misalnya hujan, petir, angin,

dan sebagainya, namun saluran bawah tanah jauh lebih mahal dibanding saluran

udara, tetapi saluran bawah tanah tidak cocok untuk daerah rawan banjir karena

bila terjadi gangguan akan sangat berbahaya.

Sistem tenaga listrik yang paling terakhir untuk disalurkan pada pelanggan

adalah sistem distribusi (Prihastomo, 2008 diacu dalam Rachmawati, 2011).

Sistem distribusi terdiri atas jaringan yang diisi dari sebuah Gardu Induk (GI).

Jaringan distribusi GI beroperasi secara tepisah, karena pada umumnya tidak

dihubungkan secara listrik dengan jaringan distribusi lain. Sistem distribusi

terbagi menjadi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan

Rendah (JTR). JTM dan JTR beroperasi secara radial. Untuk sistem jaringan baru,

jaringan distribusi langsung diisi oleh pusat listrik, karena bebannya relatif

rendah sehingga tidak diperlukan sistem transmisi (penyaluran).

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, sistem kelistrikan tumbuh

dengan baik, karena pembangunan infrastruktur tersebut telah mampu

mengimbangi kebutuhan tenaga listrik yang mencapai pertumbuhan rata-rata 13%

per tahun. Dalam kurun waktu 1969-1993, kapasitas pembangkit tenaga listrik

nasional meningkat signifikan dari 542 MW menjadi 13.569 MW. Investasi dalam

pembangunan fasilitas ketenagaan dengan kapasitas sebesar 7.996 MW, jaringan

transmisi sepanjang 6.350 km, gardu induk dengan kapasitas 16.816 MVA, serta

berbagai jaringan tegangan listrik lainnya (Kadin, 2006 diacu dalam Pamungkas,

2009).

Page 50: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

31

Meskipun mengalami perkembangan, namun listrik di Indonesia dirasakan

masih jauh dari mencukupi. Akses terhadap listrik masih sulit, diperkirakan

sekitar 90 juta penduduk, 90% diantaranya adalah masyarakat miskin tidak

mendapat akses listrik. Selain itu, biaya sambungan di daerah pedesaan 33% lebih

mahal dari pada di perkotaan. Kondisi demikian mengakibatkan tingkat

pemasangan listrik di Indonesia masuk dalam kategori rendah se-Asia

(Pamungkas, 2009).

Saat ini Indonesia mengalami kekurangan pasokan listrik. Sejak tahun

1997 hingga 2004, kelistrikan relatif tidak ada penambahan kapasitas baik pada

sistem Jamali (Jawa-Madura-Bali) maupun sistem di luar Jamali. Disatu sisi

permintaan terhadap listrik terus meningkat, sedangkan investasi pada bidang ini

baik melingkupi padat modal maupun teknologi tinggi, memerlukan persiapan dan

konstruksi yang lama. Untuk itu penambahan kapasitas listrik nasional menjadi

terhambat terutama pasca krisis ekonomi di tahun 1997.

Dalam hubungannya dengan peningkatan output, beberapa penelitian

menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur listrik memberikan kontribusi

dalam perekonomian suatu bangsa. Hasil penelitian Lee dan Anas (2005 diacu

dalam Bulohlabna, 2008), menyimpulkan bahwa kekurangan kapasitas listrik

menjadi hambatan terbesar pada perkembangan perusahaan yang berujung pada

kondisi perekonomian wilayah setempat.

Infrastruktur Sistem Drainase

Drainase dapat didefinisikan sebagai “prasarana yang berfungsi

mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan buatan,

sementara drainase permukiman adalah drainase di wilayah permukiman yang

berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu

masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia”

(Soma, 2011b).

Fungsi saluran drainase perkotaan meliputi :

a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari

genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan

infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.

Page 51: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

32

b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar

tidak membanjiri/menggenangi kota.

c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan

untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

Saluran drainase merupakan prasarana yang melekat dengan lingkungan

permukiman, yang gunanya untuk menjaga agar lingkungan tidak tergenang oleh

air hujan. Sistem drainase kota sering juga disebut sistem tulang daun, yaitu terdiri

dari saluran utama (sungai atau kanal) sebagai saluran induk pembawa air hujan

ke laut, saluran pengumpul (kolektor) dan saluran lokal.

Saluran utama terdiri dari sungai-sungai yang melewati kota, dan apabila

tidak ada sungai atau jumlahnya tidak mencukupi, maka harus dibuat kanal buatan

(yang biasanya hampir menyamai sungai) untuk membawa air hujan ke laut.

Saluran utama berfungsi melayani hampir seluruh bagian wilayah kota sehingga

kekurangan pada saluran ini akan berdampak sangat luas dari bagian wilayah kota

tersebut (Sinulingga, 1999).

Selanjutnya saluran pengumpul (colector drain) membawa air menuju

sungai (saluran utama), biasanya terdiri dari anak sungai atau saluran buatan

terbuka maupun tertutup. Saluran pengumpul tersebut melayani lingkungan

permukiman dan diameter salurannya tergantung pada jumlah kapasitas daya

tampung debit air hujan. Berdasarkan luasan kota, maka saluran pengumpul

dibagi menjadi dua macam, yaitu saluran pengumpul besar (saluran primer) yang

langsung menuju sungai dan saluran pengumpul kecil (saluran sekunder) yang

mengalirkan airnya menuju saluran pengumpul besar.

Saluran yang melayani lingkungan permukiman pada tiap-tiap persil ialah

saluran lokal yang dapat berbentuk terbuka ataupun tertutup. Untuk kawasan

perdagangan, disarankan untuk membuat saluran yang bersifat tertutup agar tidak

mengganggu pergerakan manusia yang cukup sibuk. Untuk merencanakan

dimensi masing-masing sistem saluran, diperlukan debit rencana banjir yang akan

terjadi, yang ditentukan oleh besarnya curah hujan, karakteristik daerah aliran

Page 52: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

33

(topografi) dan koefisien aliran permukaan. Gambar 6 menunjukkan sistem

drainase di kawasan perkotaan.

Gambar 6. Sistem Drainase Perkotaan

Sumber : Soma (2011b)

Pada masa Orde Baru, yang ditandai dengan berlakunya Rencana

Pembangunan Lima Tahun I-II (Repelita I-II) pada tahun 1696–1979, maka

dibentuk Direktorat Teknik Penyehatan di Departemen PU. Penanganan drainase

pada masa tersebut, banyak difokuskan kepada bantuan teknis ke Pemerintah

Daerah antara lain penyiapan Outline Plan dan detail desain drainase. Bentuk

bantuan fisik difokuskan ke arah rehabilitasi saluran yang sifatnya darurat.

Selanjutnya pada Repelita III-IV mulai dilakukan penanganan drainase

yang cukup komprehensif melalui program-program P3KT (Program

Pembangunan Prasarana Kota Terpadu), sehingga dihasilkan keterpaduan

program dengan sektor-sektor lain terutama jalan kota, air limbah dan

persampahan. Namun ketika terjadi krisis moneter pada masa Repelita VI (1994–

1998) yang menekan keuangan pemerintah, kondisi fisik sarana dan prasarana

drainase sangat memprihatinkan terutama berkurangnya perhatian terhadap

pemeliharaan rutin berkala.

Seiring dengan makin langkanya air baku yang dibutuhkan untuk air

minum, paradigma baru penanganan drainase adalah mengendalikan kelebihan air

permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air baku dan kehidupan

Page 53: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

34

akuatik dengan meresapkan air permukaan tersebut ke dalam tanah (konservasi

air). Pergesaran paradigma baru tersebut diberlakukan sejak Repelita V tahun

1989, dimana perencanaan drainase sebagai prasarana perkotaan didasarkan pada

konsep pembangunan berwawasan lingkungan (berkelanjutan). Pemanfaatan air

hujan dimaksudkan agar air lebih banyak meresap kedalam tanah (maximazing

percolation) dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan (minimazing

run-off), melalui bangunan resapan, kolam tandon, serta penataan lansekap dan

sengkedan (Soma, 2011b).

Penanganan drainase saat ini menunjukkan kinerja yang masih rendah

dibandingkan dengan sub program PLP (Penyehatan Lingkungan Permukiman)

lainnya misalnya persampahan dan air limbah. Selama Pelita VI, kinerja

penanganan drainase hanya mercapai 43.016 ha atau 49% luas genangan dari

sasaran sebanyak 89.485 ha. Saat ini, hanya 43% dari rumah tangga yang

mempunyai akses ke saluran drainase, sisanya 57% tidak mempunyai saluran

drainase, atau sistem drainase yang ada dalam keadaan tergenang atau alirannya

lambat dengan kapasitas aliran yang kurang memadai. Masalah sampah dan

kurangnya pemeliharaan saluran juga memperparah keadaan yang ada serta

mempercepat kerusakan saluran (Anonim, 2007).

Evaluasi ekonomi yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) di

Indonesia tahun 1999, memperkirakan bahwa biaya sosial yang harus ditanggung

dari kondisi kesehatan lingkungan yang buruk di Indonesia melebihi 2,4% dari

GDP per tahun (Anonim, 2007). Kesehatan lingkungan yang buruk menyebabkan

biaya ekonomi yang lebih tinggi melalui perawatan kesehatan atau kehilangan

produktivitas kerja. Dampak sosial lainnya yang muncul adalah tingginya angka

kematian bayi dan pengaruh kehidupan keluarga karena hambatan kegiatan

pendidikan.

Persampahan

Menurut Tchobanoglous (1977 diacu dalam Soma, 2010), sampah

didefinisikan sebagai semua jenis bahan buangan baik yang berasal dari manusia

ataupun binatang yang biasanya berbentuk padat karena dianggap tidak berharga,

tidak bernilai dan tidak diinginkan lagi. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)

Page 54: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

35

Universitas Indonesia (1989 diacu dalam Nalarsih, 2007) mengemukakan bahwa

pada prinsipnya yang digunakan mengenai batasan pengertian sampah adalah :

1. Adanya sesuatu bahan atau benda padat.

2. Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan manusia.

3. Bahan atau benda yang sudah tidak disenangi.

4. Bahan atau benda yang dibuang dengan menggunakan cara-cara umum.

Menurut Ditjen Cipta Karya (1991), sampah diklasifikasi menjadi 12 jenis,

seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Sampah menurut Ditjen Cipta Karya

No Sampah Contohnya

1.

2.

3.

4.

5. 6.

7.

8.

9. 10.

11.

12.

Basah (garbage)

Kering (rubbish)

Debu

Berbahaya

Bulky Waste Jalanan

Binatang Mati

Bangunan

Industri Khusus

Kandang/rumah potong

hewan Lumpur

Sisa makanan dan sayuran

a. Sampah mudah terbakar; kayu, plastik, kain.

b. Sampah tidak mudah terbakar; logam, kaca,

keramik Debu (asbes, kapur, semen) dan abu

a. Patogen; dari rumah sakit atau klinik

b. Beracun; sisa pestisida c. Radioaktif; nuklir

d. Mudah meledak; petasan dll.

Mobil rusak, kulkas rusak, pohon tumbang. Daun, kertas pembungkus dll.

Bangkai kucing, ayam, dll.

Potongan kayu, genteng, bata, sisa adukan.

Berasal dari kegiatan industri. Surat rahasia negara, rahasia patent dari pabrik.

Sisa tulang, kulit, daging, kotoran hewan

Lumpur selokan, septictank dll.

Sumber : PU-Ditjen Cipta Karya (1991)

Pengelolaan sampah di Indonesia menuai kendala dan tantangan semenjak

zaman orde baru hingga saat ini. Sejak diluncurkan Rencana Pembangunan Lima

Tahun Pertama (Repelita I) di tahun 1969, sistem sanitasi mulai diperhatikan

seperti persampahan dan air limbah. Puncak keberhasilan pembangunan subsektor

persampahan berdasarkan The World Bank Report (1992 diacu dalam Soma,

2010) terjadi menjelang tahun 1990, yakni dengan peningkatan cakupan rata-rata

pelayanan persampahan di perkotaan yang meningkat mencapai lebih dari 50%

dibanding pada Repelita I yakni hanya 15%.

Page 55: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

36

Pencapaian layanan persampahan yang digalakkan oleh pemerintah pusat

maupun daerah diperhadapkan pada berbagai tantangan berat, khususnya ketika

Repelita terhenti yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada

tahun 1997. Data BPS (2000) dan Studi National Action Plan Bidang

Persampahan oleh Departemen PU (2004), menunjukkan bahwa tingkat pelayanan

persampahan kota menurun cukup tajam hingga mencapai angka 41% pada tahun

1997 (Soma, 2010). Sistem pengelolaannya menjadi permasalahan di kota besar,

berdasarkan data BPS tahun 2000, sebanyak 384 kota di Indonesia menimbulkan

sampah sebesar 80.235,87 ton/hari, sampah yang diangkut ke TPA sebesar 4,2%,

dibakar sebesar 37,6%, dibuang ke sungai 4,9% dan tidak tertangani sebesar

53,3% (Rachmawati, 2011).

Penurunan cakupan pelayanan persampahan pasca Orde Baru tersebut

didasarkan atas adanya kendala (Zulkifli, 2005 diacu dalam Soma, 2010) sebagai

berikut :

1. Tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan yang tidak sebanding dengan

kuantitas dan kualitas pelayanan persampahan.

2. Minimnya dukungan keuangan negara yang diperkirakan hanya mampu

membiayai kurang dari 20% kebutuhan infrastruktur perkotaan (Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002)

3. Ketidaksesuaian penempatan sumberdaya manusia dalam melaksanakan

tugasnya berdasarkan kompetensi yang dimiliki.

4. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang standar kebersihan dan kesehatan

serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan mahalnya pembiayaan

penanganan persampahan.

5. Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia belum direncanakan dengan

konsep optimasi pengaturan ruang pelayanan secara spasial.

Tingkat pelayanan pengelolaan sampah meliputi kuantitas dan kualitas

pelayanan. Tingkat pelayanan terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu strategi pelayanan,

frekuensi pelayanan dan kriteria penentuan kualitas pengelolaan pelayanan.

Page 56: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

37

1. Strategi pelayanan

Strategi pelayanan adalah mendahulukan pencapaian keseimbangan pelayanan

dilihat dari segi kepentingan sanitasi dan ekonomi, serta kuantitas pelayanan

maupun kualitas pelayanan.

2. Frekuensi pelayanan

Berdasarkan hasil penentuan skala prioritas daerah pelayanan di atas maka

frekuensi pelayanan dibagi dalan beberapa kondisi sebagai berikut :

a. Wilayah dengan pelayanan intensif yaitu wilayah pusat kota, jalan protokol,

taman/hutan kota, kawasan pemukiman tidak teratur dan perdagangan

termasuk pasar.

b. Wilayah dengan pelayanan menengah yaitu wilayah pemukiman teratur,

komplek pendidikan, perkantoran, komplek kesehatan dan industri.

c. Wilayah dengan pelayanan rendah yaitu wilayah pinggir kota.

3. Kriteria penentuan kualitas pengelolaan pelayanan.

Kriteria untuk menentukan pengelolaan pelayanan adalah sebagai berikut :

a. Penggunaan jenis peralatan

b. Sampah yang terisolasi dari lingkungan

c. Frekuensi pelayanan

d. Frekuensi penyapuan jalan

e. Estetika

f. Tipe kota

g. Variasi daerah pelayanan

h. Pendapatan dari retribusi sampah

i. Timbulan sampah musiman

Menurut Rahmadi (1995 diacu dalam Yudiyanto, 2007), teknik

operasional pengelolaan sampah dipengaruhi oleh karakteristik wilayah

pelayanan, besarnya timbulan sampah, keserasian pola operasi antara subsistem

penanganan sampah serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Teknik operasional

pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan acuan SNI-19-2454-2002, terdiri dari

kegiatan pewadahan hingga pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu

Page 57: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

38

dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Pada Gambar 7 disajikan

skema teknik operasional pengelolaan persampahan perkotaan.

Gambar 7. Teknik Operasional Sampah Perkotaan

Infrastruktur Sosial dan Ekonomi

Infrastruktur sosial dan ekonomi yang dimaksud ialah prasarana dalam

menunjang aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Prasarana sosial dapat meliputi

prasarana kesehatan, pendidikan, peribadatan, maupun kebudayaan dan rekreasi.

Sementara untuk infrastruktur ekonomi dapat melingkupi prasarana niaga dan

perdagangan. Standar kebutuhan pelayanan infrastruktur sosial ekonomi dapat

diacu berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan.

Prasarana Kesehatan

Prasarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat

peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk. Penyediaan prasarana kesehatan didasarkan pada jumlah

penduduk yang akan dilayani.

Jenis prasarana kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan SNI 03-1733-

2004 adalah sebagai berikut :

Timbulan

Sampah

Pemilahan, Pewadahan dan

Pengolahan di Sumber

Pengumpulan

Pemindahan Pemilahan dan

Pengolahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Page 58: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

39

a. Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak

usia balita;

b. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada

penyembuhan (curative) tanpa perawatan, dan berobat pada waktu-waktu

tertentu juga untuk vaksinasi;

c. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA/Klinik Bersalin), yang berfungsi

melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani

anak usia sampai dengan 6 tahun;

d. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi melayani kesehatan tingkat

pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan

penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan penyakit di wilayah kerjanya;

e. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit

pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas

dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang

lebih kecil;

f. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu prasarana yang memberikan

pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha

penyembuhan tanpa perawatan; dan

g. Apotek, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan,

baik untuk penyembuhan maupun pencegahan.

Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan

kesehatan lainnya diharapkan dapat meningkatkan mutu kesehatan yang

menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan

yang merata. Pengembangan prasarana kesehatan, baik secara kuantitas maupun

kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang

merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan

(Wahyuni, 2009).

Page 59: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

40

Prasarana Pendidikan

Dasar penyediaan prasarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit

administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal

(Kelurahan, Kecamatan), dengan mempertimbangkan usia anak sekolah yang

akan dilayani. Selain itu dasar penyediaan prasarana pendidikan ini juga

mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok

lingkungan yang ada. Hal ini tentunya dapat terkait dengan bentuk grup

bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.

Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius

area layanan terkait dengan kebutuhan dasar prasarana yang harus dipenuhi untuk

melayani pada area tertentu.

Perencanaan prasarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan

pendidikan yang akan dicapai, dimana prasarana pendidikan dan pembelajaran ini

akan menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh

karena itu dalam merencanakan prasarana pendidikan harus memperhatikan:

a. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan;

b. Optimasi daya tampung dengan satu shift;

c. Efisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu;

d. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung;

e. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai

jenis sarana lingkungan lainnya.

Prasarana Niaga dan Perdagangan

Prasarana niaga dan perdagangan tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah

dengan bangunan prasarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan

jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan

desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini terkait

dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks

lingkungannya. Sementara untuk penempatan penyediaan fasilitas ini akan

mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar

prasarana tersebut yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Page 60: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

41

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis prasarana niaga dan

perdagangan adalah:

a. Toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual

barang-barang kebutuhan sehari-hari;

b. Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang

kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel,

fotocopy, dan sebagainya;

c. Pusat pertokoan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan ≈

30.000 penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging,

ikan, buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, barang-barang

kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa

seperti warnet, wartel dan sebagainya;

d. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000

penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang

kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-

unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan

niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

Infrastruktur Hijau

Kota ramah lingkungan (eco-city) merupakan dasar pemikiran yang

mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan kota yang seimbang dan

berkelanjutan. Misi utama eco-city untuk membangun kota-kota yang ekologis

dan seimbang dengan alam. Konsep tersebut menuntut adanya penataan ruang dan

perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung keseimbangan dengan

alam dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (Roseland, 1997). Dalam Ecocity

World Summit 2008 yang berlangsung di San Francisco, konsep kota ramah

lingkungan (eco-city) dirumuskan sebagai solusi atas pemanasan global,

urbanisasi dan semakin langkanya sumberdaya yang akan terjadi di masa

mendatang.

Konsep kota ramah lingkungan di negara-negara maju telah dikenal

dengan penataan infrastruktur berbasis lingkungan yang sehat atau disebut juga

dengan istilah infrastruktur hijau (green infrastructure). Konsep pembangunan

Page 61: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

42

infrastruktur hijau mulai menjadi tren di negara-negara maju pada abad 21 ini,

dimana perencanaan konservasi menjadi salah satu tujuan utama pembangunan.

Di Indonesia, konsep tersebut saat ini diimplementasikan dengan mengelola

kawasan terbuka hijau (Herwirawan, 2009).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun

2007, adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah

maupun sengaja ditanam. Jadi RTH dapat didefinisikan sebagai ruang-ruang

terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman,

dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, diantaranya faktor kenyamanan,

keamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.

Tujuan pembangunan RTH sebagai infrastruktur hijau di wilayah

perkotaan adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan dan

menciptakan kota yang sehat, layak huni dan berkelanjutan. Sementara untuk

fungsi RTH meliputi konservasi tanah dan air, ameliorasi iklim, pengendali

pencemaran, konservasi habitat satwa dan plasma nutfah, sarana kesehatan dan

olahraga, sarana rekreasi dan wisata, sarana pendidikan dan penyuluhan, area

evakuasi bencana, pengendali tata ruang kota dan estetika kota (Joga dan Ismaun,

2011).

Kondisi RTH di kota-kota Indonesia belum dapat mencapai standar

minimum dalam penyediaannya yaitu sebesar 30% dari total luas wilayah kota.

RTH rata-rata di hampir kawasan perkotaan, baik dalam kategori kota

megapolitan ataupun kota kecil hanya 12,69%. Kota Jakarta sebagai kota

megapolitan dan pusat ibukota negara, hanya mampu menyediakan RTH 9,8%

(2011) yang masih jauh dari angka idealnya. Sementara di kota-kota besar lainnya

misalnya Yogyakarta hanya memiliki RTH 17,17%, Semarang 16,64%, Medan

15,89%, Makassar 11,23%, Bandung 10,58%, dan kota Surabaya yang memiliki

luasan RTH paling sedikit yaitu 9% (KemenPU, 2011 diacu dalam Joga, 2011).

Namun sebenarnya konsep green infrastructure memiliki arti yang lebih

luas dibandingkan dengan ruang terbuka hijau. Secara keseluruhan, infrastruktur

hijau adalah sistem jaringan holistik ekologis, yang terdiri dari satu set vegetasi

Page 62: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

43

alami, danau dan daerah lain dengan nilai ekologis yang dikenal atau potensial

(yaitu hub) dan kemudian dihubungkan oleh koridor atau link (Chang et al.,

2012). Sebuah jaringan keseluruhan infrastruktur hijau dapat digunakan untuk

menginformasikan keputusan konservasi yang berhubungan dengan penggunaan

lahan, jika dua bagian utama dari hub dan link yang secara proaktif diidentifikasi,

direncanakan dan dikelola sebelum pengembangan terutama di kota, dimana

pertumbuhan kota telah mengubah bahkan mengurangi kualitas dan kuantitas

ruang hijau secara luas.

Menurut Benedict dan McMahon (2002) infrastruktur hijau merupakan

hubungan interkoneksi dari ruang terbuka yang melindungi fungsi dan nila-nilai

ekosistem alam dan memberikan keuntungan bagi makhluk hidup. Jadi

infrastruktur hijau merupakan kerangka dasar ekologi yang dibutuhkan untuk

keberlanjutan sistem lingkungan, sosial dan ekonomi, atau dapat dikatakan

sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan.

Green infrastructure terdiri dari tiga sistem utama yaitu hubs, link dan site.

Hubs merupakan jangkar dari jaringan infrastruktur hijau dan menyediakan

komponen ekosistem alam. Hubs terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran seperti

daerah perlindungan, hutan lindung, taman nasional, dan sebagainya. Links disisi

lain merupakan komponen yang menghubungkan antar hubs tersebut. Links dapat

berupa jalan air (flood plain), sungai, kawasan sabuk hijau (green belt) maupun

jaringan jalan. Green infrastructure juga dibekali dengan sites yang lebih kecil

dari hubs dan dapat terhubung ataupun tidak dengan hubs namun menjadi bagian

penting dalam jaringan infrastruktur hijau. Site pada kenyataannya dapat berupa

taman ataupun ruang terbuka hijau baik yang berada di komunitas permukiman

maupun kawasan rekreasi atau tempat wisata alam. Jaringan infrastruktur hijau

disajikan pada Gambar 8.

Page 63: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

44

Gambar 8. Jaringan Infrastruktur Hijau

Sumber : Anonim (2010)

Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan

menuju bunuh diri ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan

dimensi ekonomi dari pada dimensi ekologis. Lingkungan alami dikonversi

menjadi lingkungan binaan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis.

Pembangunan struktur fisik kota tumbuh lebih cepat dibadingkan dengan

pengembangan struktur alami kota yang kian mengalami kemunduran. Struktur

alami sebagai tulang punggung RTH harus dilihat sebagai aset, potensi dan

investasi kota jangka panjang yang memiliki nilai ekologis, sosial, ekonomi,

edukatif, evakuasi dan estetis. Bencana ekologis yang marak terjadi dewasa ini

seperti banjir, longsor, krisis air tanah, peningkatan suhu di wilayah perkotaan,

pemanasan bumi, serta perubahan iklim, pada umumnya disebabkan oleh dampak

pembangunan kota yang kurang mempertimbangkan aspek ekologis (Joga dan

Ismaun, 2011).

Kecenderungan perencanaan wilayah dengan menggunakan pendekatan

green infrastructure menurut Manuwoto (2011), didasarkan pada beberapa hal,

diantaranya adalah masalah fragmentasi lansekap dan pertumbuhan wilayah

kumuh, masalah sumberdaya air, perlindungan terhadap spesies langka, kesehatan

masyarakat, meningkatnya nilai jual hunian dan permukiman di kawasan sekitar

kawasan hijau, revitalisasi kawasan perkotaan yang menekankan kawasan alami

di dalam kota, smart growth policies, serta upaya pembangunan yang didasarkan

Page 64: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

45

pada sustainability baik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Perkembangan

infrastruktur hijau dapat menjadi solusi dari kompleksitas pembangunan ekonomi

yang semakin maju yang menuntut adanya pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan (Suhono, 2008).

Prinsip green infrastructure menurut Benedict dan McMahon (2002 diacu

dalam Manuwoto, 2011) yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk

menggabungkan pendekatan infrastruktur hijau menjadi penggunaan lahan,

rencana pembangunan ekonomi dan kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Infrastruktur hijau harus berfungsi sebagai kerangka kerja untuk konservasi

dan pembangunan.

2. Desain dan rencana infrastruktur hijau sebelum pembangunan.

3. Linkage menjadi kunci antara wilayah ekologis maupun antara berbagai

lembaga

4. Infrastruktur hijau berfungsi di seluruh wilayah hukum dan pada skala yang

berbeda.

5. Infrastruktur hijau didasarkan pada ilmu yang tepat dan teori perencanaan

penggunaan lahan dan prakteknya.

6. Infrastruktur hijau adalah investasi publik yang sangat penting.

7. Infrastruktur hijau melibatkan mitra kunci serta melibatkan pemangku

kepentingan (stakeholders) yang beragam.

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 telah diamanatkan tentang proporsi

luas RTH minimal 30% dari luas wilayah kota yang terdiri atas RTH Publik 20%

(dikelola oleh pemerintah daerah) dan RTH privat 10% (dimiliki masyarakat dan

swasta). Luas RTH minimal 30% bertujuan untuk menyeimbangkan ekosistem

kota, baik sistem hidrologi, klimatologi untuk menjamin udara bersih, maupun

sistem ekologis lainnya, termasuk menjaga keanekaragaman hayati dan

meningkatkan estetika kota. Undang-undang tersebut telah mengakomodasi

pembangunan kota yang tetap mempertimbangkan fungsi kelestarian lingkungan

(ekologis) atau pembangunan kota berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Page 65: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Ternate yang merupakan salah satu kota di

Propinsi Maluku Utara. Secara administratif, Kota Ternate berada pada 0°‐2° LU

dan 126°‐128° BT, yang terdiri dari 4 (empat) pulau berpenghuni yaitu Pulau

Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti dan Pulau Batangdua. Lokasi penelitian dibatasi

pada kawasan reklamasi pantai yang berada di Pulau Ternate. Kota Ternate

(khususnya Pulau Ternate) memiliki 2 kecamatan di pesisir timur dan selatan

yang tepat berada di kawasan waterfront, yaitu Kecamatan Kota Ternate Utara

dan Kecamatan Kota Ternate Tengah (Gambar 9). Luas wilayah Kota Ternate

adalah 5.795,40 km2 dan lebih didominasi oleh wilayah laut. Penelitian

dilaksanakan dari bulan April hingga bulan Oktober 2012.

Gambar 9. Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) RTRW dan RDTR

Kota Ternate, (2) Peta Digital Rupabumi Indonesia (RBI) dengan NLP 2516-64,

(3) Citra Satelit GeoEye tahun 2001 dan citra Quickbird tahun 2010, (4) Dokumen

Perencanan Infrastruktur Kementerian PU, (5) Data tabular BPS, (6) Data Potensi

Page 66: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

47

Desa (PODES) dan (7) Kuesioner. Alat yang digunakan adalah perangkat

komputer berserta software Microsoft Office, Microsoft Exel, ArcGIS 9.3, Global

Position System (GPS), dan kamera digital.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui survei di kawasan waterfront, kuesioner dan wawancara terkait

dengan ketersediaan infrastruktur dan waterfront. Data sekunder dikumpulkan

dari instansi terkait diantaranya data tabular BPS, dokumen perencanaan

infrastruktur, peta dasar dan citra satelit, RTRW dan RDTR. Jenis data, sumber

data, teknik analisis, serta hasil yang akan dicapai disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Hasil

1. Pemetaan

perubahan spasial kota

Peta RBI

Citra Satelit Peta Administrasi

• Pengamatan Lapang

BAKOSURTANAL

Google Earth BAPPEDA • Primer

• SIG

Peta perubahan

garis pantai di kawasan waterfront

Peta penggunaan lahan kawasan

waterfront

Peta perubahan penggunaan lahan

2. Analisis hierarki wilayah

• Potensi Desa (PODES)

• BPS

• Skalogram Hierarki wilayah berdasarkan jumlah ketersediaan infrastruktur

3. Pemetaan

ketersediaan infrastruktur di kota Ternate

• Peta Tematik

Ketersediaan

infrastruktur

• Batas

Administrasi

• Kota Ternate

Dalam Angka

• Data Tabular

Infrastruktur

• SNI Infrastruktur

• Pengamatan Lapang

• PU

• BAPPEDA • BPS

• PU, PDAM, PLN,

Dinas Tata Kota

• Primer

• SIG

• Analisis Deskriptif

Peta sebaran dan

ketersediaan

infrastruktur di kota

Ternate

4. Prediksi Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2032

• Jumlah Penduduk

• SNI Infrastruktur

• BPS

• PU

• Regresi Linear

Prediksi Kebutuahn Infrastruktur untuk perencanaan infrastruktur

perkotaan hingga tahun 2032

5. Penentuan arahan strategi penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan waterfront

• kuesioner

• AHP

Persepsi stakeholder untuk arahan strategi penataan dan pengelolaan infrastruktur

Page 67: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

48

Metode Analisis Data

Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)

Analisis Perubahan Garis Pantai

Pengembangan kawasan waterfront di pesisir timur dan selatan kota

Ternate menyebabkan terjadinya perubahan spasial kawasan pesisir. Salah satu

parameter yang dapat diukur adalah perubahan garis pantai karena adanya

rekayasa teknis reklamasi pantai untuk penambahan luas daratan. Penentuan

perubahan garis pantai dilakukan dengan cara tracking sepanjang garis pantai

dengan menggunakan GPS (Global Position System) dan pengolahan data citra

Quickbird dan GeoEye pada dua titik tahun (akuisisi citra tahun 2001 dan tahun

2010) dengan menggunakan tools Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pengolahan data citra dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu pertama, koreksi

geometri dengan sistem UTM (Universal Transverse Mercator) karena daerah

penelitian relatif kecil dan kedua, delineasi garis pantai secaran visual di kawasan

waterfront untuk memisahkan kawasan darat dan laut. Hasil pengolahan citra

tersebut kemudian ditumpang-susunkan atau overlay (data citra tahun 2001 dan

tahun 2010) untuk mendapatkan peta perubahan garis pantai. Selanjutnya analisis

SIG digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan di kawasan waterfront.

Analisis menggunakan citra Quickbird tahun 2010 dengan cara digitasi secara

visual. Hasil analisis berupa peta kondisi eksisting penggunaan lahan kawasan

waterfront.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis penggunaan lahan dalam dua titik tahun (tahun 2004 dan tahun

2010) dilakukan untuk membandingkan penggunaan lahan sebelum dan sesudah

pengembangan kawasan waterfront. Analisis ini menggunakan data citra satelit

dengan resolusi tinggi yaitu citra Quickbird dan citra GeoEye. Analisis citra

dilakukan dengan menggunakan alat analisis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pengolahan data citra dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu pertama, koreksi geometri

meliputi penyiapan data dengan pengambilan titik kontrol di bumi antara citra

dengan peta; penentuan titik kontrol dilakukan dengan sistem UTM (Universal

Transverse Mercator) dan kedua, digitasi visual yang didasarkan pada

warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan dan asosiasi spasial. Citra

Page 68: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

49

resolusi tinggi memiliki kenampakan visual yang dapat membedakan antara objek

satu dengan objek lainnya sehingga memudahkan dalam interpretasi tutupan

lahan. Klasifikasi penggunaan lahan ditetapkan menjadi 2 kelompok, yaitu lahan

terbangun (permukiman, jasa dan perdagangan, dan kawasan industri) dan lahan

tidak terbangun (hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, taman dan tubuh air).

Analisis deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara

tumpang susun (overlay) peta penggunaan lahan tahun 2004 dan tahun 2010.

Hasil analisis berupa peta perubahan penggunaan lahan. Selanjutnya data atribut

dari peta tersebut digunakan untuk analisis perubahan luas penggunaan lahan

dengan menggunakan matriks transisi.

Analisis Sebaran dan Ketersediaan Infrastruktur

Analisis SIG juga digunakan untuk menganalisis sebaran dan ketersediaan

infrastruktur di kota Ternate. Penentuan sebaran dan ketersediaan infrastruktur

dilakukan dengan cara on screen digitizer dan hasilnya berupa peta eksisting

sebaran dan ketersediaan infrastruktur masing-masing unit kecamatan. Peta

tersebut dimanfaatkan untuk mengidentifikasi radius pelayanan infrastruktur

dalam hal akses pencapaian. Gambar 10 menunjukkan bagan alir penelitian

dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Gambar 10. Bagan Alir Penelitian

Peta Perubahan

Garis Pantai

Citra Satelit

GeoEye tahun 2001

Quickbird tahun 2010

Survei

Lapang

• Peta Administrasi

• Citra Quickbird 2010

• Peta Tematik Infrastruktur

Sistem Informasi Geografis

(SIG)

Peta Eksisting

Ketersediaan Infrastruktur Peta Perubahan

Penggunaan Lahan

Peta Penggunaan Lahan

Kawasan waterfront

Survei

Lapang

Citra Satelit

GeoEye tahun 2004

Quickbird tahun 2010

Page 69: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

50

Analisis Hierarki Wilayah dengan Skalogram

Salah satu cara untuk mengukur hierarki wilayah secara cepat dan mudah

adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu wilayah yang

berkembang secara ekonomi dicirikan oleh jumlah ketersediaan sarana dan

prasarana serta tingkat aksesibilitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya

yang ada. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki rangking

tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis

ini dapat ditentukan prioritas pengadaan infrastruktur atau sarana dan prasarana di

setiap unit wilayah yang dianalisis dan tingkat perkembangan wilayahnya.

Data yang digunakan dalam metode skalogram meliputi data umum

wilayah, aksesibilitas ke pusat pelayanan, keadaan perekonomian wilayah yang

ditunjukkan oleh aktifitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut, dan data

tentang fasilitas umum yang meliputi data jumlah fasilitas pendidikan, kesehatan,

peribadatan, komunikasi dan jenis data penunjang lainnya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel-variabel

yang telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan tujuan penelitian yang

berkaitan dengan infrastruktur dan waterfront city. Beberapa variabel yang

digunakan adalah variabel yang bersumber dari hasil penelitian Gustiani (2005),

yang sebelumnya menggunakan 33 variabel (variabel aksesibilitas dan variabel

infrastruktur sosial ekonomi) untuk menentukan hierarki wilayah pesisir. Variabel

yang digunakan dalam metode skalogram disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel Untuk Analisis Hierarki Wilayah

No Variabel

1. 2.

3.

4. 5.

6.

7. 8.

9.

10.

11. 12.

13.

14.

Jumlah penduduk Luas desa/kelurahan

Jarak dari desa ke ibukota kecamatan

Waktu tempuh dari desa ke ibukota kecamatan Jarak dari desa ke ibukota kabupaten

Waktu tempuh dari desa ke ibukota kabupaten

Jarak dari desa ke ibukota kabupaten/kota lain terdekat Waktu tempuh dari desa ke ibukota kabupaten/kota lain terdekat

Jumlah TK

Jumlah SD

Jumlah SLTP Jumlah SMU/SMK

Jumlah Perguruan Tinggi (PT)

Jumlah Rumah Sakit Umum

Page 70: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

51

Tabel 4. Variabel Untuk Analisis Hierarki Wilayah (Lanjutan)

No Variabel

15.

16. 17.

18.

19. 20.

21.

22.

23. 24.

25.

26. 27.

28.

29. 30.

31.

32.

33. 34.

35.

Jumlah Rumah Sakit Bersalin

Jumlah Puskesmas Jumlah Tempat Praktek Dokter

Jumlah Apotek

Jumlah Terminal Penumpang Kendaraana Bermotor Roda 4 atau Lebih Jumlah Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel

Jumlah Kios Sarana Produksi Pertanian

Jumlah industri UKM

Jumlah Supermarket/ pasar swalayan/toserba/ minimarket Jumlah Restoran/rumah makan

Jumlah Toko/Warung kelontong

Jumlah Hotel Jumlah Bank Umum (Kantor Pusat/Cabang/Capem)

Jumlah Bank Perkreditan Rakyat

Jumlah Koperasi Jumlah KUD

Jumlah Koperasi Simpan Pinjam

Jumlah Koperasi Non KUD lainnya

Jumlah Keluarga yang menggunakan listrik PLN Jumlah Keluarga yang menggunakan air bersih PDAM

Jumlah Sarana Ibadah

Selanjutnya terhadap masing-masing data atau variabel dilakukan

pembobotan dan standarisasi. Struktur pusat pelayanan dalam wilayah dinilai

berdasarkan indeks perkembangan wilayah tersebut. Setiap wilayah diurutkan

hierarkinya berdasarkan akumulasi dari prasarana yang ada di wilayah tersebut

setelah dilakukan pembobotan dan standarisasi. Wilayah dengan tingkat hierarki

yang terbesar merupakan wilayah yang memiliki ketersediaan prasarana

terlengkap, demikian seterusnya hingga urutan hierarki terkecil atau merupakan

pusat pelayanan bagi wilayah yang hierarki wilayahnya lebih rendah. Urutan

hierarki yang diperoleh kemudian dikelompokan lagi menurut selang hierarki.

Nilai indeks perkembangan (IP) masing-masing unit kelurahan/desa

selanjutnya dikelompokan lagi untuk menentukan hierarki kelurahan/desa yaitu

hierarki 1 (pusat pelayanan), hierarki 2 dan hierarki 3 (hinterland). Penentuan

pengelompokan menggunakan selang hierarki berdasarkan nilai standar deviasi IP

dan nilai rataan dari IP. Hierarki 1 adalah nilai rata-rata ditambah dengan standar

deviasi, hierarki 2 adalah nilai yang berada diantara nilai hierarki 1 dan 3,

sedangkan hierarki 3 adalah nilai rata-rata standar deviasi.

Page 71: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

52

Analisis Ketersediaan Infrastruktur

Identifikasi ketersediaan infrastruktur menggunakan data tabular,

kemudian dibandingkan dengan standar/pedoman kebutuhan infrastruktur

berdasarkan ketetapan dari Kementrian Pekerjaan Umum. Jumlah penduduk dan

akses pencapaian digunakan sebagai parameter untuk perhitungan ratio jumlah

dan sebaran infrastruktur dengan kebutuhan masyarakat pada masing-masing

kecamatan. Data yang digunakan merupakan data tabular ketersediaan

infrastruktur eksisting (tahun 2010 atau 2011). Hasil analisis diinterpretasikan

sebagai kondisi ketersediaan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial dan ekonomi

dan infrastruktur hijau sesudah pengembangan kawasan waterfront.

Infrastruktur Fisik

a. Jaringan Jalan

Infrastruktur jalan memiliki peran penting sebagai media pergerakan

manusia maupun kendaraan dari satu tempat ke tempat lainnya, serta sebagai

akses pelayanan. Jalan perkotaan dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya,

yaitu jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal/lingkungan sebagaimana termuat

dalam Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan

No.010/T/BNKT/1990.

Tabel 5. Klasifikasi Jalan Perkotaan Sistem

Jaringan Jalan

Perkotaan

Dimensi dari Elemen-Elemen Jalan Kendaraan yang

diizinkan Jalur

(m)

Bahu

(m)

Trotoar

(m)

Separator

(m)

Median

(m)

Arteri Primer 6.0-7.0 1.0 2.0 1.5 2.5

Mobil, motor,

kendaraan

umum bus,

angkutan barang

berat

Kolektor

Primer 5.0-6.0 1.0 1.5 1.0 1.5

Mobil, motor,

bus, angkutan

barang berat

Lokal Primer 4.5-5.0 0.7 1.5 - -

Mobil, motor,

bus, kendaraan

angkutan barang

Arteri

Sekunder 6.0-7.0 1.0 2.0 1.0 2.0

Mobil, motor,

bus, angkutan

barang ringan,

Kolektor

Sekunder 5.0-6.5 1.0 2.0 1.0 1.5

Mobil, motor,

bus

Lokal

Sekunder 3.0-4.5 0.5 2.0 - - Mobil, motor,

Sumber : Panduan Klasifikasi Jalan Perkotaan No.010/T/BNKT/1990 (diolah)

Page 72: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

53

Evaluasi ketersediaan jaringan jalan di Kota Ternate dianalisis dengan data

jalan dalam deret waktu (time series) untuk mengetahui tingkat perkembangan

jaringan jalan yang ada. Selain itu parameter kerapatan jalan juga dianalisis guna

mengidentifikasi kecamatan-kecamatan mana yang memiliki tingkat kerapatan

jalan tinggi dalam penyediaan infrastruktur jalan. Kondisi eksisting ketersediaan

jalan saat ini dibandingkan dengan pedoman pada Tabel 5, untuk menunjukkan

kesesuaian kondisi jaringan jalan berdasarkan standar/pedoman tersebut.

b. Jaringan Listrik

Penyediaan infrastruktur jaringan listrik perkotaan meliputi pembangkit,

gardu dan jaringan kabel. Umumnya setiap kota memiliki pembangkit sebagai

sumberdaya listrik misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit

Listrik Tenaga Uap (PLTU) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Penelitian ini difokuskan untuk evaluasi distribusi daya listrik yang disebarkan

melalui gardu listrik yaitu: gardu tiang/portal, gardu tembok/beton, gardu cantol

atau gardu kios, dan jaringan kabel yang ada di Kota Ternate. Analisis deskriptif

dilakukan untuk menggambarkan sarana dan prasarana listrik di Kota Ternate.

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi cakupan pelayanan (jumlah

pelanggan/penduduk yang terlayani) jaringan listrik berdasarkan SNI 03-1733-

2004. Data yang digunakan meliputi data tabular dalam deret waktu (time series),

sehingga dapat mengetahui perkembangan cakupan pelayanan jaringan listrik

sesudah pengembangan kawasan waterfront.

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan listrik yang harus disediakan

pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah:

a) kebutuhan daya listrik; dan

b) jaringan listrik.

Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan sarana dan prasarana listrik

yang harus dipenuhi berdasarkan SNI 03-1733-2004 adalah:

a) Penyediaan kebutuhan daya listrik

1) Setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN

atau dari sumber lain; dan

Page 73: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

54

2) Setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450

VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari jumlah

kebutuhan rumah tangga.

b) Penyediaan jaringan listrik

1) Penyediaan jaringan listrik lingkungan mengikuti hierarki pelayanan,

dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit

hunian yang mengisi blok siap bangun;

2) Penyediaan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada

area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak

menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar;

3) Penyediaan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik ditempatkan

pada lahan yang bebas dari kegiatan umum;

4) Penerangan jalan yang disyaratkan memiliki kuat penerangan 500 lux

dengan tinggi >5 meter dari muka tanah;

5) Daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk

tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan

membahayakan keselamatan.

c. Air Bersih

Data lokasi sumber air bersih diambil dengan menggunakan alat Global

Positioning System (GPS), wawancara dan observasi. Analisis deskriptif

digunakan untuk identifikasi ketersediaan pelayanan instalasi air bersih pada

sarana publik misalnya pasar, pertokoan/mall, dan mesjid maupun terhadap

kebutuhan untuk rumah penduduk. Hasil analisis dibandingkan dengan SNI-03-

1733-2004 dan standar kebutuhan air bersih dari PDAM sebagai bahan acuan

(Tabel 6).

Page 74: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

55

Tabel 6. Kebutuhan Air Domestik dan Non Domestik Perkotaan

Jenis Sarana Kebutuhan

Rumah Tangga Sekolah

100 lt/org/hari 10 1t/murid/hari

Rumah sakit 200 lt/tempat tidur/hari

Puskesmas 2 m3/hari

Mesjid 2 m3/hari

Kantor 10 1t/pegawai/hari

Pasar 12 m3/ha/hari

Hotel 150 1t/tempat tidur/hari Rumah makan 100 1t/tempat duduk/hari

Kompleks militer 60 1t/orang/hari

Kawasan industri 0,2-0,8 lt/dt/ha Kawasan pariwisata 0,1-0,3 lt/dt/ha

Sumber : PDAM Kota Ternate (2007)

d. Drainase

Sistem drainase merupakan rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk

mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,

sehingga fungsi kawasan/lahan tersebut tidak terganggu. Analisis ketersediaan

sistem drainase perkotaan dilakukan dengan identifikasi jenis saluran yang

terlayani pada masing-masing kecamatan. Hasil analisis data di lapang

dikomparasikan dengan SNI 02-2406-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Umum

Drainase Pekotaan (Tabel 7) dan Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan

No.008/T/BNKT/1990.

Tabel 7. Bagian Jaringan Drainase

Jenis Sarana Prasarana

Badan Penerima Air Sumber air di permukaan tanah (laut, sungai, danau)

Sumber air di bawah permukaan tanah (air tanah akuifer)

Bangunan pelengkap Pertemuan saluran

Bangunan terjun

Jembatan

Street inlet

Pompa

Pintu air

Sumber : SNI 02-2406-1991

e. Sampah

Pengelolaan sampah menurut Tchobanoglous (1997 diacu dalam Soma,

2010) dapat dikelompokan kedalam 6 (enam) elemen terpisah yaitu :

Page 75: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

56

1. Pengendalian bangkitan (control of generation)

2. Penyimpanan (storage)

3. Pengumpulan (collection)

4. Pemindahan dan pengangkutan (transfer and transport)

5. Pemrosesan (processing)

6. Pembuangan (disposal)

Keterkaitan antar elemen-elemen tersebut sangat menentukan keberhasilan

dalam pengelolaan sampah. Untuk mewujudkan efisiensi dalam pengelolaan

sampah, maka setiap elemen harus dikelola secara optimal dengan tetap

mempertimbangkan faktor kendala misalnya teknologi, biaya, pendidikan maupun

perilaku masyarakat (Soma, 2010). Identifikasi sistem pengelolaan sampah dalam

penelitian ini meliputi perilaku pembuangan sampah, timbulan sampah (sumber

dan tipe sampah), pewadahan sampah, frekuensi pelayanan kebersihan

(pengumpulan), proses pemindahan dan pengangkutan sampah, serta pembuangan

akhir (TPA). Analisis deskriptif digunakan untuk meninjau sistem persampahan

rumah tangga dalam unit masing-masing kecamatan. Pedoman standar yang

digunakan sebagai acuan adalah SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik

Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dan SNI 19-3983-1995 tentang

Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia (Tabel

8).

Tabel 8. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber

Sampah

Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (liter) Berat (kg)

Rumah permanen per org/hari 2,25 - 2,50 0,350 - 0,400

Rumah semi permanen per org/hari 2,00 - 2,25 0,300 - 0,350

Rumah non permanen per org/hari 1,75 - 2,00 0,250 - 0,300

Kantor per pegawai/hari 0,50 - 0,75 0,025 - 0,100

Toko/ruko per petugas/hari 2,50 - 3,00 0,150 - 0,350

Sekolah per murud/hari 0,10 - 0,15 0,010 - 0,020

Jalan arteri sekunder per meter/hari 0,10 - 0,15 0,020 - 0,100

Jalan kolekter sekunder per meter/hari 0,10 - 0,15 0,010 - 0,050

Jalan lokal per meter/hari 0,05 - 0,10 0,005 - 0,025

Pasar per meter2/hari 0,20 - 0,60 0,100 - 0,300

Sumber: SNI 19-3983-1995

Page 76: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

57

Infrastruktur Sosial dan Ekonomi

Penyediaan infrastruktur sosial dan ekonomi berdasarkan jumlah

penduduk terlayani, radius area layanan terkait dengan kebutuhan pelayanan yang

harus dipenuhi. Standar kebutuhan dan pelayanan sarana dan prasarana sosial dan

ekonomi mengacu pada SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan

Lingkungan Perumahan di Perkotaan (Tabel 9). Analisis deskriptif digunakan

untuk evaluasi ketersediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi dengan cara

tabulasi, perhitungan dan penyajian dalam bentuk angka.

Tabel 9. Kebutuhan Sarana dan Prasarana Sosial dan Ekonomi

Jenis Sarana & Prasarana

Jumlah Penduduk Pendukung

(jiwa)

Kebutuhan per satuan sarana

Standar (m2/jiwa)

Kriteria

Luas

Lantai Min. (m2)

Luas

Lahan Min. (m2)

Radius (m’)

Lokasi dan Penyelesaian

Pertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5 2.000 Di pusat kegiatan sub lingkungan. KDB 40% dapat berbentuk P&D

Pusat Pertokoan + Pasar Lingkungan

30.000 13.500 10.000 0,33 Dapat dijangkau dengan kendaraan umum

Pusat Perbelanjaan dan Niaga (toko + pasar + bank + kantor)

120.000 36.000 36.000 0,3 Terletak di jalan utama, termasuk sarana parkir sesuai ketentuan setempat

Mesjid (Kecamatan)

120.000 3.600 5.400 0,03 Berdekatan dengan pusat lingkungan/ kelurahan. Sebagian sarana berlantai 2, KDB 40%

Gedung Serbaguna

120.000 1.500 3.000 0,025 100 Dapat dijangkau dengan kendaraan umum

Gedung Bioskop

120.000 1.000 2.000 0,017 100 Terletak di jalan utama, dapat merupakan bagian dari pusat perbelanjaan

Terminal wilayah (tiap kecamatan)

120.000 2.000 jarak jangkauan pejalan kaki ideal ke titik transit lain /daerah tujuan = 400m

Sumber: SNI 03-1733-2004 (diolah)

Page 77: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

58

Infrastruktur Hijau

Infrastruktur hijau (green infrastructure) merupakan konsep

pengembangan kota ekologis (eco-city) atau seimbang dengan alam dan

berkelanjutan. Pendekatan konsep infrastruktur hijau menurut Jongman dan

Pungetti (2004 diacu dalam Herwirawan, 2009) adalah hubungan multi fungsi

antar kawasan terbuka termasuk taman, kebun, areal tanaman hutan, koridor hijau,

saluran air, pohon-pohon di sepanjang jalan, dan daerah terbuka lainnya serta

kondisi fisik lingkungan di pedesaan maupun perkotaan. Dalam penelitian ini,

analisis kapasitas pemenuhan infrastruktur hijau dimaksudkan untuk evaluasi

karakteristik dan standar penyediaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di

Kota Ternate.

Berdasarkan Undang-Undang No.26 Tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau

(RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah

maupun sengaja ditanam. Ketentuan UU No. 26/2007 menyatakan bahwa

penyediaan RTH 30%, terdiri dari RTH publik di kawasan perkotaan minimal

20% dan RTH privat minimal 10% dari luas wilayah kota. Dalam kasus ini,

kondisi eksisting ketersediaan RTH tiap kecamatan di Kota Ternate (kecamatan-

kecamatan yang berada di pusat kota) dikomparasikan dengan ketentuan UU

No.26/2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan

Perkotaan (Tabel 10).

Tabel 10. Fungsi dan Penerapan RTH Berdasarkan Tipologi Kawasan Perkotaan Tipologi Kawasan

Perkotaan

Karakteristik RTH

Fungsi Utama Penerapan Kebutuhan RTH

Pantai Pengaman wilayah pantai

Sosial budaya

Mitigasi bencana

Berdasarkan luas wilayah

Berdasarkan fungsi tertentu

Pegunungan Konservasi tanah

Konservasi air

Keanekaragaman hayati

Berdasarkan luas wilayah

Berdasarkan fungsi tertentu

Rawan Bencana Mitigasi/evakuasi bencana Berdasarkan fungsi tertentu

Berpenduduk jarang

sampai sedang

Dasar perencanaan kawasan

Sosial

Berdasarkan fungsi tertentu

Berdasarkan jumlah penduduk

Berpenduduk padat Ekologis

Sosial

Hidrologis

Berdasarkan fungsi tertentu

Berdasarkan jumlah penduduk

Sumber : PERMEN PU No.05/PRT/M/2008

Page 78: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

59

Analisis Prediksi Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2032

Prediksi kebutuhan infrastruktur dimaksudkan untuk membantu

merencanakan sistem penyediaan infrastruktur di masa mendatang. Analisis

prediksi kebutuhan infrastruktur diantaranya adalah air bersih, listrik, sampah,

sarana kesehatan serta niaga dan perdagangan. Analisis ini menggunakan

parameter jumlah penduduk dalam 20 tahun kedepan (hingga tahun 2032) untuk

menentukan besarnya kebutuhan infrastruktur yang harus disediakan di suatu

wilayah.

Metode proyeksi penduduk dapat dibagi atas proyeksi secara global,

proyeksi secara kategorik dan proyeksi menurut lokasi (distribusi menurut lokasi

(Tarigan, 2006). Dalam studi kasus ini, metode yang digunakan adalah proyeksi

global dimana semua penduduk dianggap memiliki karakteristik yang sama

(hanya jumlah penduduk yang diproyeksi). Proyeksi secara global menggunakan

metode regresi linear dengan persamaan sebagai berikut :

Linear Regression a dan b dapat dihitung :

Y = a + bX

Pt = a + bX b

Dimana:

Pt = Penduduk pada tahun t

a = Konstanta

b = Arah garis

X = variabel independen (jumlah penduduk)

Analisis Persepsi Stakeholders dengan Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Setelah pengembangan kawasan waterfront masih menyisahkan beberapa

permasalahan dalam penataan maupun pengelolaan infrastruktur. Untuk dapat

menangani permasalahan tersebut, maka diperlukan integrasi antara stakeholder

untuk dapat merumuskan kebijakan dalam penataan dan pengelolaan infrastruktur

di kawasan waterfront. Stakeholder yang dipilih terkait langsung dengan bidang

infrastruktur, diantaranya adalah instansi pemerintah (BAPPEDA Kota Ternate,

Page 79: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

60

Dinas Tata Kota, dan Dinas PU), pihak swasta (konsultan perencana dan

kontraktor) dan akademis dengan jumlah responden sebanyak 11 responden.

Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk analisis

persepsi stakeholders terkait dengan permasalahan dalam ketersediaan

infrastruktur di kawasan waterfront. Prinsip kerja AHP ialah menyederhanakan

suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta

menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi

nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif

dibandingkan dengan variabel yang lain. Dengan berbagai pertimbangan

kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas

tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin,

2000 diacu dalam Faizu, 2011).

Hal-hal yang diperhatikan dalam menyelesaikan suatu masalah dalam

AHP adalah dekomposisi, komparatif judgement, sintesis prioritas dan konsistensi

logika. Adapun tahapan pendekatan AHP diuraikan dibawah ini.

a. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari faktor-faktor yang

mempengaruhi permasalahan dan memerlukan variabel yang berpengaruh dan

solusi yang diinginkan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, bahwa metoda

AHP digunakan untuk mendapatkan solusi dalam permasalahan terkait dengan

infrastruktur di kawasan waterfront. Untuk itu pertanyaan diajukan dalam

pendekatan 3 (tiga) kelompok infrastruktur yaitu infrastruktur fisik, infrastruktur

sosial dan ekonomi, dan infrastruktur hijau.

b. Penyusunan Sistem Hierarki

Penyusunan struktur hierarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan sub-sub tujuan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkat

kriteria paling bawah (Gambar 11).

c. Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan

Matriks perbandingan berpasangan menggambarkan pengaruh relatif atau

pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria/kepentingan

setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan persepsi responden dengan menilai

tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.

Page 80: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

61

Penilaian dilakukan dengan pembobotan masing-masing komponen dengan

perbandingan berpasangan dimulai dari level tertinggi sampai pada level terendah.

Pembobotan dilakukan berdasarkan persepsi responden dengan skala komparasi

1-9 (Saaty, 1991 diacu dalam Faizu, 2011). Nilai komparasi digunakan untuk

mengkuantitatifkan data yang bersifat kualitatif.

Page 81: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

62

Tingkat 1:

Fokus

Tingkat 2 :

Aspek

Tingkat 3:

Sub Aspek

Tingkat 4:

Alternatif

Gambar 11. Struktur Hierarki AHP

Arahan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Kawasan Waterfront

Infrastruktur Fisik Infrastruktur Sosial & Ekonomi Infrastruktur Hijau

Jaringan

Jalan

Saluran

Drainase Sampah

Perbaikan Saluran

Drainase

Pengelolaan

Sampah Terpadu

Revitalisasi kawasan Pasar Tradisional

Penataan Lansekap

Taman Kota

“Dodoku-Ali”

Pelayanan

Air Bersih

Jaringan

Listrik

Pasar

Tradisional Taman

Kota

Pertokoan/

Mall

Mesjid Terminal

Angkutan Lapangan

Olahraga

Penataan Kawasan PKL

Penataan Jalur

Pedestrian Penataan Lansekap

Kawasan

Gelanggang Remaja

62

Page 82: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

63

1) Perhitungan Matriks Pendapat Individu

Formulasi matriks individu, sebagai berikut :

C1 C2 .... Cn

C1 1 a12 .... a1n

A = (aij) = C2 1/a12 1 .... a2n

.... .... .... .... ....

Cn 1/a1n 1/a2n ....

dimana :

C1, C2, ....., Cn = set elemen pada satu tingkat keputusan dalam hierarki.

Kuantifikasi pendapat dari hasil yang mencerminkan

nilai kepentingan Ci terhadap Cj

2) Perhitung Matriks Pendapat Gabungan

Matriks pendapat gabungan merupakan matriks baru yang elemen-

elemennya ( ∑ij ) berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu

yang nilai rasio konsistensinya (CR) memenuhi syarat. Tujuan dari penyusunan

matriks pendapat gabungan ini adalah untuk membentuk suatu matriks yang

mewakili matriks-matriks pendapat individu yang ada. Matriks ini selanjutnya

digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta prioritas dari elemen-elemen

hierarki yang mewakili semua responden. Pendapat gabungan ini menggunakan

formula sebagai berikut ;

√∏

dimana :

gij = elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i kolom ke-j

aij = elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i kolom ke-j

k = 1,2, .....m. dan m = jumlah responden

Page 83: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

64

3) Pengolahan Vertikal

Pada penyusunan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki

keputusan tertentu terhadap sasaran utama dilakukan pengolahan vertikal. Bila

CVij merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-i pada tingkat ke-j terhadap

sasaran utama, maka :

Untuk, i = 1,2,3,......p j = 1,2,3,.........r dan t = 1,2,3..........s

Dimana :

Cvij = nilai prioritas pengaruh ke-i pada tingkat ke-j terhadap sasaran

utama

Chij (t,i – 1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap

elemen ke-t pada tingkat diatasnya (i=1)

VWt(i – 1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-1)

terhadap sasaran utama

p = jumlah tingkat hierarki keputusan

r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i ke (i-1)

s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-1)

4) Revisi Pendapat

Revisi pendapat dilakukan apabila nilai konsistensi ratio (CR) pendapat

cukup tinggi (>0,1) dengan mencari deviasi RMS (Root Mean Square) dari baris-

baris (aij) dan perbandingan nilai bobot kolom (Wi/Wj) dan merevisi pendapat

pada baris yang mempunyai nilai terbesar, dengan persamaan :

∑(

⁄ )

Catatan dari beberapa ahli bahwa jika jumlah revisi terlalu besar,

sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Oleh karena itu penggunaan revisi ini

sangat terbatas sekali mengingat akan terjadi penyimpangan dari jawaban.

Page 84: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

65

GAMBARAN UMUM KOTA TERNATE

Letak Geografis dan Batas Administratif

Lokasi penelitian berada di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara dengan

letak geografis pada 0°-2° Lintang Utara dan 126°-128° Bujur Timur. Batas

administrasinya adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Laut Maluku,

Sebelah timur berbatasan dengan Selat Halmahera,

Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Maluku, dan

Sebelah barat berbatasan dengan Laut Maluku.

Secara administratif, kota Ternate terdiri dari kawasan kepulauan dengan

luas daratan sebesar 250,85 km², sementara luas lautannya 5.547,55 km², dan

terbagi dalam 7 kecamatan, 77 kelurahan/desa dengan klasifikasi 56

kelurahan/desa pesisir dan 21 kelurahan/desa bukan pesisir. Tabel 11

menunjukkan wilayah administrasi Kota Ternate.

Tabel 11. Wilayah Administrasi Kota Ternate

Kecamatan Luas Daratan

(km2)

Jumlah

Desa Pesisir

Jumlah

Desa Bukan Pesisir

Pulau Ternate

Moti

Pulau Batang Dua

Pulau Hiri

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

65,88

24,60

101,05

6,70

19,44

18,52

14,16

12

6

6

6

11

4

11

1

-

-

-

6

11

3

Jumlah 250,85 56 21

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Lokasi penelitian difokuskan di Kota Ternate (Pulau Ternate), yang terdiri

dari 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Ternate

Selatan, Kecamatan Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate Utara. Hal ini

berkaitan dengan pengembangan kawasan waterfront yang terdapat di sekitar

lokasi tersebut atau dengan kata lain hanya berada di Pulau Ternate. Dengan

demikian, analisis perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan infrastruktur

hanya dibatasi pada kecamatan-kecamatan yang disebutkan diatas.

Page 85: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

66

Topografi dan Kondisi Iklim

Kondisi topografi Kota Ternate adalah berbukit dengan sebuah gunung

berapi yang masih aktif dan terletak di tengah pulau. Kondisi yang demikian

ditandai dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut yang beragam. Namun

secara sederhana dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: kemiringan lereng

rendah (2%-8% atau 0–499 mdpl), kemiringan lereng sedang (10%-20% atau

500–699 mdpl) dan kemiringan lereng terjal (>40% atau lebih dari 700 mdpl)

(Gambar 12). Berdasarkan klasifikasi tersebut, daerah ini memiliki kelurahan

dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut dengan kriteria rendah sebanyak

53 kelurahan berada pada kemiringan lereng rendah yaitu berupa kawasan pesisir,

6 kelurahan berada pada kemiringan lereng sedang dan 4 kelurahan berada pada

kemiringan lereng terjal. Sementara untuk kedalaman laut bervariasi, terdapat

tingkat kedalaman sekitar 10 meter sampai pada jarak sekitar 100 meter dari garis

pantai sehingga memberikan peluang untuk diadakannya reklamasi pantai. Jenis

tanah dominan adalah tanah Regosol dan Rendzina, yang merupakan ciri tanah

pulau vulkanis dan pulau karang.

Gambar 12. Peta Kemiringan Lereng Kota Ternate

Page 86: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

67

Kota Ternate dan juga umumnya daerah pantai di Propinsi Maluku Utara

memiliki tipe iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya

heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Di daerah ini dikenal dua musim

yakni utara–barat dan timur–selatan yang seringkali diselingi dengan dua kali

masa pancaroba setiap tahunnya.

Selama tahun 2010 kondisi iklim Kota Ternate menurut hasil pengukuran

Stasiun Meteorologi dan Geofisika Ternate adalah sebagai berikut :

Temperatur rata-rata 27,3ºC

Kelembaban nisbi rata-rata 84%

Tingkat penyinaran sinar matahari rata-rata 64%

Kecepatan angin rata-rata 4 knot dengan kecepatan maksimum mutlak rata-

rata 19 knot.

Selengkapnya mengenai kondisi iklim di Kota Ternate disajikan pada

Tabel 12 sampai dengan Tabel 15.

Tabel 12. Temperatur Rata-rata di Kota Ternate Tahun 2010 Bulan Temperatur

Rata-Rata Maksimum Minimum

Januari

Februari

Maret April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

26,7

27,0

27,6 27,6

27,6

27,2

26,8

26,5

27,0

27,5

27,3

27,5

31,1

31,7

32,6 32,0

32,1

31,7

31,4

30,8

30,7

31,9

31,9

31,0

24,0

24,2

24,7 25,1

24,9

24,6

24,0

23,3

23,1

24,3

23,7

23,9

Rata-Rata 27,3 31,58 24,15

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Tabel 13. Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran Matahari di Kota Ternate

Tahun 2010

Bulan Kelembaban Nisbi

(%)

Rata-rata Penyinaran Matahari

(%)

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

82

81

85

85

85

8

51

75

79

61

67

60

Page 87: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

68

Tabel 13. Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran Matahari di Kota Ternate

Tahun 2010 (Lanjutan)

Bulan Kelembaban Nisbi

(%)

Rata-rata Penyinaran Matahari

(%)

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

85

85

84

80

83

83

62

55

67

69

71

46

Rata-Rata 84 64

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Tabel 14. Kecepatan Angin Rata-rata, Kecepatan Maksimum Mutlak dan Arah

Angin di Kota Ternate

Bulan

Kecepatan Angin Rata-

Rata

(knot)

Kecepatan

Maksimum Mutlak

(knot)

Arah Angin

(°)

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus September

Oktober

November

Desember

06

06

07

05

05

04

03

04 04

04

04

04

18

22

21

24

15

17

12

18 30

15

19

20

330

340

330

330

340

230

330

120 230

230

230

330

Rata-Rata 04 19 280

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Tabel 15. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kota Ternate Menurut

Bulan, Tahun 2010

Bulan Jumlah Hujan

(Hari) Curah Hujan

(mm)

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November Desember

23

15

8

23

22

17

23

21

22

16

19 21

225,0

89,6

77,5

332,7

381,2

126,5

211,4

228,4

166,6

269,8

135,9 418,6

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Page 88: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

69

Kependudukan

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk

Kota Ternate sebanyak 185.705 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 94.476

jiwa dan perempuan sebanyak 91.229 jiwa. Sebagian besar penduduk Kota

Ternate bermukim di wilayah kecamatan Ternate Selatan yaitu sebanyak 34,33%

dari jumlah penduduk sedangkan wilayah yang paling sedikit penduduknya yaitu

kecamatan Pulau Batang Dua, karena hanya 1,34% dari jumlah penduduk Kota

Ternate yang tinggal di kecamatan tersebut. Untuk lebih jelasnya, data

kependudukan disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 13.

Gambar 13. Persentase Jumlah Penduduk di Kota Ternate

Penduduk tidak hanya dilihat dari segi jumlahnya saja, tetapi juga perlu

ditinjau dari kepadatannya. Wilayah yang penduduknya banyak belum tentu

memiliki kepadatan penduduk yang besar. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa

wilayah yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Ternate Tengah

sebesar 4.799 jiwa/km2, sedangkan wilayah yang paling kecil kepadatan

penduduknya yaitu kecamatan Pulau Batang Dua.

Tabel 16. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2010

Kecamatan Jumlah Penduduk

(jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan

(Km2/jiwa)

Pulau Ternate

Moti

Pulau Batang Dua

Pulau Hiri

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

14.692

4.399

2.487

2.735

63.746

52.072

45.574

37,23

24,8

29,04

6,70

16,98

10,85

14,38

394

177

85

408

3.754

4.799

3.169

Jumlah 185.705 139,98 1.326

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Pulau Ternate;

7,91%

Moti; 2,37%

Pulau Batang

Dua; 1,34% Pulau Hiri;

1,47%

Ternate

Selatan;

34,33% Ternate

Tengah;

28,04%

Ternate Utara;

24,54%

Page 89: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

70

Kecamatan Ternate Selatan memiliki penduduk lebih banyak daripada

kecamatan Ternate Tengah, tetapi luas wilayahnya lebih besar dari pada luas

wilayah Ternate Tengah sehingga kecamatan Ternate Tengah lebih padat

penduduknya. Faktor penyebab padatnya penduduk di kecamatan Ternate Tengah

karena kecamatan ini merupakan pusat pelayanan meliputi pusat pemerintahan,

pelayanan sarana dan prasarana niaga dan perdagangan, pusat pelayanan

kesehatan dan pendidikan, yang sebagian besar juga terletak di kecamatan ini.

Pada tahun 2010 jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki sebanyak 94.476

jiwa lebih banyak dibanding dengan perempuan 91.229 jiwa dengan rasio jenis

kelamin penduduk sebesar 104 (lihat Tabel 17). Jumlah rumah tangga pada tahun

2010 sebesar 39.418 KK, berarti rata-rata jiwa per rumah tangga yaitu berkisar

antara 4-5 orang. Kecamatan Ternate Selatan memiliki jumlah penduduk dan

jumlah rumah tangga terbanyak, masing-masing yaitu 32.447 orang laki-laki dan

31.299 orang perempuan dengan rasio jenis kelamin 104 dan memiliki jumlah

rumah tangga sebanyak 13.666 KK.

Tabel 17. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rasio Jenis Kelamin

Kecamatan Penduduk Rasio Jenis

Kelamain

Jumlah Rumah Tangga

(KK) Laki-Laki Perempuan

Pulau Ternate

Moti

Pulau Batang Dua

Pulau Hiri

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

7.449

2.151

1.259

1.390

32.447

26.735

23.045

7.243

2.248

1.228

1.345

31.299

25.337

22.529

103

96

103

103

104

106

102

3.026

905

585

498

13.666

10.966

9.772

Jumlah 94.476 91.229 104 39.418

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Penduduk Kota Ternate yang berusia produktif (20-24 tahun) memiliki

komposisi terbanyak. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur yang

disajikan pada Tabel 18 memperlihatkan bahwa penduduk Kota Ternate terbanyak

berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 24.434 jiwa, sedangkan

penduduk Kota Ternate terkecil pada kelompok umur 75 tahun keatas yaitu

sebesar 1.285 jiwa. Komposisi kelompok umur tersebut seharusnya dipergunakan

pemerintah sebagai modal untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan

meningkatkan keterampilan penduduk guna menjadi sumberdaya manusia yang

Page 90: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

71

berkualitas. Untuk itu program pembangunan perlu diupayakan dapat mengarah

pada penciptaan lapangan kerja baru, sehingga dapat mengurangi angka

pengangguran.

Tabel 18. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur Penduduk (jiwa)

Jumlah Laki-Laki Perempuan

0 – 4

5 – 9

10 – 14

15 – 19

20 – 24

25 – 29

30 – 34

35 – 39

40 – 44 45 – 49

50 – 54

55 – 59

60 – 64

65 – 69

70 – 74

75 +

10.273

9.391

8.161

8.995

12.648

10.333

8.462

6.892

5.641 4.381

3.444

2.358

1.471

937

586

503

9.749

8.744

7.905

9.173

11.786

9.759

8.215

6.645

5.459 4.254

3.233

2.195

1.555

1.044

731

782

20.022

18.135

16.066

18.168

24.434

20.092

16.677

13.537

11.100 8.635

6.677

4.553

3.026

1.981

1.317

1.285

Jumlah 94.476 91.229 185.705

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Penggunaan Lahan Perkotaan

Informasi penggunaan lahan di Kota Ternate dihasilkan dari interpretasi

citra satelit. Hasil olahan data citra Quickbird tahun 2010 (data sekunder Bappeda

Kota Ternate) digunakan untuk interpretasi penggunaan lahan di kota Ternate.

Data citra diklasifikasi berdasarkan kelas penggunaan lahan kemudian diverifikasi

melalui survei lapang. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang

terluas ialah penggunaan lahan perkebunan 8.745,64 ha atau 54,15%. Penggunaan

lahan hutan diketahui seluas 4.574,83 ha atau 28,33%, permukiman 1.380,18 ha

atau 8,55%, kawasan jasa perdagangan 152,79 ha atau 0,95%, serta penggunaan

lahan yang terkecil yaitu lapangan 19,09 ha atau 0,12%. Penggunaan lahan

selengkapnya disajikan pada Tabel 19.

Page 91: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

72

Tabel 19. Penggunaan Lahan di Kota Ternate, 2010

Penggunaan Lahan Luas

(ha)

Persentase

(%)

Bakau 94,20 0,58

Danau 47,18 0,29

Hutan 4574,83 28,33

Kawah 80,94 0,50

Kawasan Jasa Perdagangan 152,80 0,95

Kebun Campuran 249,39 1,54

Lahan Kosong 63,09 0,39 Lapangan 19,10 0,12

Makam 35,60 0,22

Perkebunan 8745,65 54,15

Permukiman 1380,18 8,55

Pertanian Lahan Kering 403,31 2,50

Semak Belukar 258,87 1,60

Taman 31,56 0,20

TPA 14,24 0,09

Jumlah 16.150,94

Gambar 14 menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan yang dominan

yakni perkebunan yang berada pada ketinggian diatas 500 mdpl dan menutupi

hampir 50% daratan Pulau Ternate. Penggunaan lahan hutan berada di kawasan

sekitar kawah gunung api di Pulau Ternate yang memiliki ketinggan diatas 700

mdpl (kemiringan lereng >40%). Penggunaan lahan permukiman tersebar merata

di wilayah pesisir bagian timur hingga ke wilayah pesisir bagian selatan.

Sementara itu penggunaan lahan kawasan jasa dan perdagangan cenderung

terkonsentrasi di pusat kota yang sebagaian besar lahannya merupakan kawasan

waterfront.

Page 92: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

73

Gambar 14. Penggunaan Lahan di Kota Ternate Tahun 2010

Penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan secara detil disajikan

pada Tabel 20. Secara detil, luas wilayah kecamatan Pulau Ternate lebih luas

(4.746 ha), tetapi memiliki penggunaan lahan permukiman paling kecil (171 ha)

dibanding kecamatan lainnya yang berada di Pulau Ternate. Penggunaan lahan

hutan, perkebunan, lapangan, makam, permukiman dan pertanian lahan kering

berada di setiap wilayah kecamatannya.

Tabel 20. Penggunaan Lahan Tiap Kecamatan

Penggunaan Lahan Kecamatan

Pulau Ternate Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara

Bakau Danau Hutan Kawah Kawasan Jasa Perdagangan Kebun Campuran Lahan Kosong Lapangan

Makam Perkebunan Permukiman Pertanian Lahan Kering Semak Belukar Taman TPA

0,34 28,86

1.161,24 37,26 0,95

128,23 8,26 2,11

6,17 3.015,47 171,61 88,19 77,17 6,28 14,24

3,38 18,32

766,75 20,48 11,18 49,89 25,05 4,42

6,69 809,77 456,03 64,19 0,96 11,97

-

- -

343,84 8,53 72,37 21,96 2,57 4,13

12,91 631,64 306,84

2,45 -

4,45 -

- -

336,43 14,66 68,30 5,02 27,20 3,36

4,33 668,81 335,73 53,34

177,60 8,86

-

Jumlah (ha) 4.746,38 2.249,08 1.411,69 1.703,64

Page 93: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

74

Gambaran Struktur Ruang Kota

Struktur ruang kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan

kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem

jaringan prasarana wilayah. Struktur ruang kota berfungsi sebagai pembentuk

sistem pusat-pusat pelayanan yang memberikan layanan bagi wilayah kota dan

juga sebagai arahan penempatan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan

fungsi jaringannya yang menunjang keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan.

Berdasarkan kondisi eksisting Kota Ternate, pusat pelayanan utama kota

saat ini berada di sekitar kawasan pusat kota (Kecamatan Ternate Tengah).

Sementara untuk ke arah luar, pusat pelayanan kota cenderung tumbuh mengikuti

struktur jaringan jalan. Sebaran permukiman berkembang secara sporadis tanpa

adanya pola yang jelas. Kondisi ini akan mempengaruhi penyediaan sarana dan

prasarana yang kebutuhannya dari waktu ke waktu terus meningkat.

Pada tatanan wilayah Kota Ternate, fungsi pelayanan primer diemban oleh

Kecamatan Ternate Utara, Ternate Tengah dan Ternate Selatan dicirikan dengan

ketersediaan fasilitas pelayanan yang melayani seluruh wilayah

pengembangannya terutama dalam konteks pelayanan administrasi pemerintahan

(Gambar 15). Fungsi pelayanan sekunder diemban oleh Kecamatan Pulau Ternate,

Moti, Pulau Hiri dan Pulau Batang Dua yang memiliki jangkauan pelayanan

penunjang terhadap wilayah pengembangan pusat kota.

Adapun penetapan sistem pusat pelayanan kota Ternate direncanakan

sebagai berikut :

1. Sistem pusat pelayanan kota dikembangkan dalam 1 (satu) pusat pelayanan

kota, 6 (enam) sub pusat pelayanan kota, dan 26 (dua puluh enam) pusat

lingkungan.

2. Masing-masing sistem pusat pelayanan kota dilengkapi dengan fasilitas

pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, dan fasilitas keamanan

dan keselamatan;

3. Pengembangan fasilitas pendidikan terdiri atas:

a. TK dan SD dengan jangkauan pelayanan lingkungan;

b. SLTP dengan jangkauan pelayanan sub pelayanan kota;

c. SLTA dengan jangkauan pelayanan kota; dan

Page 94: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

75

d. Pendidikan/Perguruan Tinggi dengan jangkauan pelayanan kota dan

regional.

4. Pengembangan fasilitas kesehatan terdiri atas:

a. Balai Pengobatan dan praktek dokter dengan jangkauan pelayanan

lingkungan;

b. Puskesmas, puskesmas pembantu, dan apotek dengan jangkauan pelayanan

Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK); dan

c. Rumah sakit dengan jangkauan pelayanan kota dan regional.

5. Pengembangan fasilitas peribadatan menyebar ke seluruh Kota Ternate sesuai

dengan agama yang dianut oleh masyarakat disesuaikan dengan jangkauan

pelayanan masing-masing jenis rumah ibadah serta jumlah dan sebaran

pemeluknya.

6. Pengembangan fasilitas keamanan dan keselamatan terdiri atas :

a. Fasilitas pos polisi dengan jangkauan pelayanan setingkat lingkungan dan

berlokasi di setiap pusat lingkungan;

b. Pemadam kebakaran berada dalam jangkauan pusat dan sub pelayanan

setingkat kota dan berlokasi di Kota Ternate;

c. Rencana pengembangan pemadam kebakaran dibuat dalam hierarki di setiap

kecamatan Kota Ternate;

d. Badan Penanggulangan Bencana Daerah berada dalam jangkauan pelayanan

setingkat kota dan berlokasi di Kecamatan Ternate Selatan.

Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Pusat Pelayanan Kota (PPK) berperan untuk melayani seluruh wilayah

kota dan/atau regional. Pusat pelayanan kota di Kota Ternate, terletak di sebagian

Kecamatan Ternate Tengah, sebagian Kecamatan Ternate Utara dan sebagian

Kecamatan Ternate Selatan, yang meliputi Kelurahan Salero, Soa, Makassar

Timur, Makassar Barat, Gamalama, Muhajirin, Tanah Raja, Takoma, Kota Baru,

Maliaro, Stadion, Tanah Tinggi, Kalumpang, Santiong dan Salahuddin.

Pusat Pelayanan Kota (PPK) di Kota Ternate terdapat arah dan fungsi

pengembangan meliputi: Pusat pelayanan Pemerintahan Kota; Pendidikan dan

Page 95: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

76

olahraga; Perdagangan dan Jasa; Pusat pelayanan transportasi; Pusat pelayanan

kesehatan; Pusat keamanan dan keselamatan; dan Pusat sejarah dan kebudayaan.

Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK)

Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK) merupakan pusat pelayanan kegiatan

kota dengan lingkup wilayah pelayanan sebagian pengembangan wilayah kota

sebagaimana diatur dalam rencana perwilayahan kota. Sub pusat pelayanan di

Kota Ternate terbagi dalam 6 (enam) sub pusat pelayanan, yang meliputi: wilayah

yang terletak di Kelurahan Dufa-Dufa (Pemerintahan, jasa perdagangan,

pendidikan dan transportasi) Kelurahan Bastiong (jasa perdagangan, pendidikan

dan transportasi), Kelurahan Jambula, Kelurahan Moti Kota, Kelurahan Faudu

dan Kelurahan Mayau.

Sub Pusat Pelayanan Kota di Kota Ternate terdapat arah dan fungsi

pengembangan meliputi: Pusat pelayanan pemerintahan Kecamatan, Pendidikan,

Perdagangan dan Jasa, Pusat pelayanan transportasi, Pusat pelayanan kesehatan,

Pusat keamanan dan keselamatan dan Pusat sejarah dan kebudayaan.

Pusat Lingkungan

Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan kegiatan dengan skala

pelayanan lingkungan yang tersebar di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK)

dengan kegiatan dan kelengkapan fasilitas pada Pusat Lingkungan berupa pusat

pelayanan pemerintahan tingkat kelurahan, perdagangan tingkat lingkungan atau

kegiatan pendidikan skala lingkungan seperti sekolah taman kanak-kanak atau

sekolah dasar. Konsep dasar struktur tata ruang ditetapkan setelah mendapatkan

masukan dari visi dan misi tata ruang serta mencermati hasil analisis konektivitas

antara pusat-pusat pertumbuhan perkotaan serta konektivitas antar Pulau-pulau,

baik konektivitas internal maupun eksternal terhadap orientasi regional Kawasan

Timur Indonesia (KTI).

Bagian Wilayah Kota (BWK)

Dalam penentuan Bagian Wilayah Kota (BWK) berdasarkan Rencana

Detil Tata Ruang Kota Ternate tahun 2007, dimana terdapat 7 BWK yang

Page 96: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

77

semuanya memiliki peran dan fungsi secara proporsional terhadap wilayah dalam

masing-masing BWK.

1. BWK 1 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan

Dufa-Dufa Kecamatan Ternate Utara yang meliputi Kelurahan Tarau, Sango,

Tabam, Tafure, Akehuda, Tubo, Dufa-Dufa, Sangadji Utara, Sangadji,

Toboleu, Kasturian, Salero, Soa-Sio, dan Soa. Adapun arah pengembangan di

BWK 1 adalah sebagai permukiman, kawasan bandara, pelabuhan, pariwisata,

militer, jasa, perdagangan, perikanan, pendidikan, dan olahraga.

2. BWK 2 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan

Salahuddin Kecamatan Ternate Tengah yang meliputi Kelurahan Makassar

Timur, Makassar Barat, Salahuddin, Kalumpang, Santiong, Gamalama, Moya,

Kampung Pisang, Marikurubu, Muhajirin, Tanah Raja, Maliaro, Stadion,

Takoma, dan Kota Baru. Adapun arah pengembangan di BWK 2 diarahkan

sebagai kawasan jasa, perdagangan, pariwisata, pelabuhan, permukiman,

pendidikan, pemerintahan, militer, dan olahraga.

3. BWK 3 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan

Kalumata Kecamatan Ternate Selatan yang meliputi Kelurahan Sasa, Gambesi,

Ngade, Fitu, Kalumata, Kayu Merah, Tabona, Ubo-Ubo, Bastiong Karance,

Bastiong Talangame, Mangga Dua Utara, Mangga Dua, Jati Perumnas, Jati,

Tanah Tinggi Barat, Tanah Tinggi, dan Toboko. Adapun arah pengembangan

BWK 3 sebagai jasa, perdagangan, pariwisata, pelabuhan, perikanan, militer

olahraga dan pendidikan .

4. BWK 4 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan

Jambula Kecamatan Pulau Ternate yang meliputi Kelurahan Jambula, Kastela,

Foramadiahi, Rua, Afe Taduma, Dorpedu, Togafo, Loto, Takome, Sulamadaha,

Tobololo, Bula dan Kulaba. Adapun arah pengembangan BWK 4 sebagai

permukiman, pariwisata, dan pertanian.

5. BWK 5 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan

Togolobe Kecamatan Pulau Hiri yang meliputi Kelurahan Faudu, Tomajiko,

Dorari Isa, Togolobe, Tafraka, dan Mado. Pusat BWK 5 di Kelurahan

Togolobe. Adapun arah pengembangan BWK 5 sebagai perikanan, pertanian

dan permukiman.

Page 97: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

78

6. BWK 6 dilengkapi dengan 1 Pusat Lingkungan terletak di kelurahan Moti Kota

Kecamatan Moti yang meliputi Kelurahan Moti Kota, Takofi, Tadenas, Figur,

Tafamutu, dan Tafaga. Adapun arah pengambangan BWK 6 sebagai

permukiman, pertanian dan perikanan.

7. BWK 7 dilengkapi dengan 1 Pusat Lingkungan terletak di kelurahan Mayau

Kecamatan Batang Dua yang meliputi Kelurahan Mayau, Tifure, Bido, Lelewi,

Perum Bersatu dan Pante Sagu. Adapun arah pengembangan BWK 7 sebagai

permukiman, pertanian dan perikanan.

Gambar 15. Peta Rencana Struktur Ruang Kota

Sumber : BAPPEDA Kota Ternate (2010)

Page 98: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

79

Kawasan Kota Tepian Air (Waterfront City)

Secara administratif, kota Ternate terdiri dari kesatuan kawasan yang

terdiri dari 5 (lima) gugusan pulau dalam satu kluster pengembangan, yakni Pulau

Ternate, Pulau Hiri, Pulau Tifure dan Pulau Mayau (Batang Dua). Ditinjau dari

fungsional kawasan perkotaan, maka kota Ternate berfungsi sebagai pusat

pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat pariwisata. Kondisi geografis kota

Ternate memiliki luas lautan yang lebih luas dibandingkan luas daratan, sehingga

strategi pengembangan kota diarahkan pada kawasan pesisir dalam upaya

peningkatan dan pengembangan waterfront city pada suatu sistem wilayah

kepulauan. Upaya pengembangan tersebut dapat melalui peningkatan infrastruktur

perkotaan, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dalam rangka pengembangan

ekonomi berbasis kerakyatan.

Berdasarkan pertimbangan sasaran strategis pengembangan kawasan

dalam mendukung upaya pengembangan waterfront Kota Ternate, serta

memperhatikan rekomendasi dari arah kebijakan kota serta visi dan misi tata

ruang, maka ditetapkan 5 skenario pengembangaan kawasan waterfront, yaitu: 1)

Pengelolaan lingkungan pesisir, 2) Pengembangan dan pengelolaan pelabuhan, 3)

Penataan permukiman kumuh di kawasan pesisir, 4) Penataan kawasan khusus,

dan 5) Pengembangan objek wisata bahari, sejarah dan budaya (BAPPEDA,

2006).

Skenario pengembangan kota pantai (waterfront city) di Kota Ternate,

secara garis besar bertumpu pada karakteristik kota pantai yang tetap melestarikan

sumberdaya alam dan lingkungan pantai. Berdasarkan kebijakan rencana aksi

pengembangan kawasan pesisir, maka difokuskan arahan pengembangan pada

Bagian Wilayah Kota I (BWK I) dan BWK II yang mencakup Kecamatan Ternate

Utara, dan Kecamatan Ternate Tengah. Hal tersebut tentunya akan mempermudah

integrasi pengembangan infrastruktur yang akan dibangun. Fungsi strategis kedua

BWK ini disajikan dalam Tabel 21.

Page 99: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

80

Tabel 21. Fungsi Strategis BWK I dan BWK II dalam mendukung Waterfront

City Kota Ternate

Lokasi Wilayah

Administrasi Fungsi Kegiatan Utama

Strategi Pengembangan Tata Ruang

BWK I Kecamatan Ternate

Utara

Permukiman, Bandara,

Pelabuhan, Pariwisata,

Militer, Jasa,

Perdagangan, Perikanan

dan Olahraga

Pengendalian pertumbuhan permukiman

Pengendalian tata bangunan

dan lingkungan kawasan

pesisir dan kawasan

berkepadatan tinggi

Pengembangan pariwisata

sejarah

Pengembangan pusat

pendidikan

Pengembangan sub pusat

pertumbuhan kawasan jasa dan perdagangan skala kota

Pengembangan sub sektor

perikanan

Pengembangan pusat

olahraga, Pengembangan

Sektor Jasa dan

Perdagangan

BWK II Kecamatan Ternate

Tengah

Jasa Perdagangan,

Pariwisata, Pelabuhan,

Perikanan dan

Permukiman

Pengendalian pertumbuhan

permukiman dan

pengendalian tata bangunan

dan lingkungan kawasan

Pengembangan sub sektor perikanan

Pengembangan sub pusat

pertumbuhan baru

Sumber : DKP (2008)

Pengembangan struktur ruang kawasan waterfront city Kota Ternate akan

diarahkan berdasarkan kluster-kluster pengembangan dengan inti pusat kawasan

prioritas yang terdiri dari 9 (sembilan) kawasan prioritas yang ditentukan

berdasarkan hasil analisis pengembangan struktur ruang dan analisis pendapat

stakeholders. Sebaran kawasan prioritas tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Page 100: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

81

Gambar 16. Kawasan Prioritas Action Plan Waterfront City Kota Ternate

Sumber : DKP (2008)

Kondisi geografis wilayah kota Ternate merupakan suatu gugusan pulau-

pulau dan secara topografis sebagian besar kawasannya adalah lahan dengan

ketinggian lereng yang berbeda sehingga hanya beberapa bagian kawasan saja

yang dapat difungsikan sebagai kawasan terbangun. Pusat pengembangan

kawasan waterfront diarahkan pada BWK I dan BWK II yang berada di wilayah

pusat kota, sedangkan wilayah lainnya difungsikan sebagai kawasan pendukung.

Hasil analisis struktur ruang wilayah, kawasan perkotaan, perekonomian,

kemasyarakatan, kelembagaan, pendapat stakeholder dan fisik kawasan, maka

menghasilkan strategi pengembangan kawasan pesisir kota Ternate. Strategi

pengembangan kawasan pesisir diarahkan sebagai suatu sistem wilayah kepulauan

melalui peningkatan infrastruktur perkotaan, sumberdaya alam, sumberdaya

manusia dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat.

Page 101: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

82

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Ternate

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran

produktivitas wilayah yang paling umum dan telah diterima secara luas sebagai

indikator pembangunan dalam skala wilayah dan negara. Secara umum PDRB

dapat definisikan sebagai jumlah nilai tambah dari semua barang dan jasa yang

diproduksi di suatu negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Jumlah nilai

barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah telah dihilangkan unsur-unsur

intermediate cost (Rustiadi et al., 2009).

Nilai PDRB dapat dihitung melalui tiga pendekatan yaitu :

1. Segi Produksi, merupakan jumlah nilai tambah bruto atas suatu barang dan jasa

yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya

dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Nilai tambah bruto yang terdiri dari

biaya faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan),

penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto.

2. Segi Pendapatan, merupakan balas jasa (pendapatan) yang diterima faktor-

faktor produksi karena ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah,

dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

3. Segi Pengeluaran, merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah

tangga, Pemerintah dan Lembaga Swasta Non Profit, pembentukan modal

tetap, perubahan stok serta Ekspor Netto, biasanya dalam jangka waktu

tertentu.

Saat ini Kota Ternate baru menghitung PDRB dari segi produksi saja.

PDRB terdiri dari PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga

konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan penjumlahan nilai tambah

dari barang dan jasa yang diproduksi dan dinilai menggunakan harga yang berlaku

pada tahun bersangkutan. PDRB atas dasar harga konstan merupakan

penjumlahan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi dan dinilai

menggunakan harga pada tahun dasar yaitu tahun 2000.

Besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku di suatu wilayah

memberikan gambaran potensi perekonomian wilayah tersebut. PDRB atas dasar

harga berlaku Kota Ternate dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Pada

Page 102: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

83

tahun 1999 PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 349.727 juta rupiah meningkat

pada tahun 2011 menjadi 1.145.573 juta rupiah. Pada tahun 1999-2011 sektor-

sektor yang berkontribusi besar terhadap pembentukan PDRB atas dasar harga

berlaku yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, sektor

pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertanian (Gambar 17 dan Tabel 22).

Peningkatan ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan perekonomian Kota

Ternate. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh kenaikan produksi

barang dan jasa pada wilayah tersebut pada tahun tertentu. Jika kenaikan produksi

barang dan jasa pada tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya maka

dikatakan terjadi kenaikan pertumbuhan.

Gambar 17. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2011

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian

Pertambangan &

PenggalianIndustri Pengolahan

Listrik, Gas, Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel &

RestoranPengangkutan &

KomunasiKeuangan, Persewaan

& Jasa PerusahanJasa-Jasa

Page 103: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

84

Tabel. 22. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2011 (dalam juta rupiah)

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 45.831 46.016 49.517 50.556 53.868 57.288 60.870 64.756 76.963 108.284 120.257 134.682 151.855

Pertambangan & Penggalian 3.294 3.610 3.713 3.719 3.795 3.879 3.962 5.111 5.761 7.373 10.056 11.488 13.841

Industri Pengolahan 24.229 18.209 18.423 24.879 25.306 26.894 29.102 31.343 34.049 37.925 50.766 53.230 58.449

Listrik, Gas, Air Bersih 5.070 5.222 5.430 5.967 6.402 6.736 7.125 7.645 8.114 10.508 11.716 12.637 14.222

Bangunan 8.142 10.143 13.665 15.335 17.706 21.363 24.525 27.686 30.932 39.906 51.447 65.965 81.347

Perdagangan, Hotel & Restoran 111.989 110.058 113.320 118.569 128.514 139.790 156.176 166.854 187.741 199.348 246.306 294.696 337.365

Pengangkutan & Komunasi 60.937 65.939 69.013 53.447 57.212 59.118 64.526 77.338 89.648 114.500 133.526 155.427 186.029

Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahan

28.326 26.113 27.081 27.470 28.351 29.482 31.256 32.824 36.794 55.764 71.659 85.925 101.039

Jasa-Jasa 61.909 63.839 66.133 68.416 77.493 84.852 93.108 104.365 115.658 121.272 149.633 177.744 201.426

Jumlah 349.727 349.149 366.295 368.358 398.647 429.402 470.650 517.922 585.660 694.880 845.366 991.794 1.145.573

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

84

Page 104: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

85

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Spasial Kawasan Pesisir Kota Ternate

Interpretasi Perubahan Garis Pantai Kawasan Waterfront

Perubahan spasial kawasan waterfront di Kota Ternate ditandai dengan

adanya perubahan garis pantai. Pengembangan kawasan waterfront untuk

mendapatkan lahan baru/dataran baru yang berada di kawasan pesisir, sehingga

secara langsung mempengaruhi perubahan garis pantai yang ada. Perubahan garis

pantai baik maju atau mundur dapat menimbulkan berbagai permasalahan,

diantaranya pemanfaatan lahan, bertambah atau berkurangnya luas daratan,

terancamnya aktivitas manusia dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor manusia

yang menyebabkan perubahan, faktor lain yang berpengaruh adalah faktor alam

(Efendi et al., 1981 diacu dalam Hermanto, 1986). Perubahan morfologi pantai

(garis pantai) merupakan rangkaian proses pantai yang diakibatkan oleh faktor

eksternal yang meliputi arus, gelombang, angin dan pasang surut, serta faktor

internal yang meliputi karakteristik dan tipe sedimen serta lapisan dasar dimana

sedimen tersebut berada (Diposaptono, 2004 diacu dalam Kalay, 2008).

Dalam kasus perubahan garis pantai di kawasan waterfront kota Ternate

dipengaruhi oleh faktor manusia yakni adanya aktivitas reklamasi pantai.

Pengembangan kawasan waterfront direncanakan berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2006-2015, sebagai pusat pelayanan perkotaan

khususnya bidang transportasi, jasa dan perdagangan, sarana ibadah dan taman

kota. Reklamasi pantai dijadikan alternatif untuk penambahan daratan, dimana

daratan kawasan reklamasi ini berupa kawasan daratan lama yang berhubungan

langsung dengan daratan baru.

Identifikasi perubahan garis pantai di kawasan waterfront bertujuan untuk

mengetahui seberapa luas kawasan yang direklamasi. Hal ini tentunya berkaitan

dengan penambahan luas daratan kota Ternate secara keseluruhan. Dengan adanya

penambahan luas daratan di kawasan waterfront, maka spasial kawasan pesisir

mengalami perubahan.

Analisis citra bersumber dari citra GeoEye dari Google Earth akuisisi citra

tanggal 18 Mei 2001 dan citra Quickbird tahun 2010 yang digunakan untuk

membandingkan garis pantai antara kedua tahun tersebut. Data yang tersedia

Page 105: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

86

sangat menunjang untuk mengukur seberapa luas perubahan garis pantai yang

terjadi akibat adanya reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai dimulai

pengembangannya pada tahun 2001, sehingga data yang dibutuhkan adalah data

tahun sebelum diadakan reklamasi. Namun data yang tersedia, khususnya untuk

citra resolusi tinggi seperti citra Ikonos, GeoEye, dan sebagainya di tahun tersebut

sulit untuk diperoleh, sehingga data citra yang digunakan adalah citra GeoEye

tahun 2001.

Kenampakan visual dari citra resolusi tinggi sangat membantu untuk

mendelineasi garis pantai yaitu batas antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO.40/PRT/M/2007 tentang Reklamasi

Pantai, definisi garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan

pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Pada kasus kawasan waterfront Kota

Ternate, kenampakan visual yang membatasi antara daratan dan lautan terletak

pada objek permukiman atau perumahan yang berbatasan langsung dengan tepi

laut. Oleh karena itu, acuan objek tersebut dijadikan dasar sebagai batas antara

darat dan laut.

Gambar 18. Perubahan Garis Pantai Kawasan Waterfront Tahun 2001-2010

Page 106: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

87

Gambar 18 menyajikan perubahan garis pantai yang dianalisis secara

visual. Analisis dilakukan dengan cara overlay citra yang telah didelineasi garis

pantai pada masing-masing tahun (tahun 2001 dan 2010). Hasil analisis citra

berdasarkan kenampakan visual menunjukkan luas kawasan waterfront yang

direklamasi adalah 23,93 ha (0,23 km2), dengan titik awal delineasi pada

koordinat 0°46”941 LU, 127°23”305 BT dan titik akhir pada koordinat 0°48”033

LU, 127°23”160 BT. Panjang garis pantai sebelum reklamasi (tahun 2001) adalah

3,28 km, sedangkan panjang garis pantai setelah reklamasi (tahun 2010) menjadi

3,66 km, atau majunya garis pantai berkisar 30-250 m. Perubahan garis pantai

atau majunya garis pantai ke arah laut yang terbesar terletak pada koordinat

0°47”456 LU, 127°23”415 BT yaitu mencapai hingga 250 m dari garis pantai

awal (tahun 2001).

Adanya perubahan garis pantai tersebut menyebabkan luas daratan kota

Ternate semakin bertambah. Sebelum pengembangan waterfront, luas daratan

hanya 110,07 km2, namun setelah adanya kawasan tersebut maka daratan Pulau

Ternate bertambah menjadi 110,30 km2. Secara administratif, terjadi penambahan

luas daratan kota Ternate dari awalnya 250,85 km² (tahun 2001) menjadi 251,08

km² (tahun 2010) (Gambar 19).

Gambar 19. Perubahan Spasial Kota Ternate Tahun 2001-2010

Page 107: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

88

Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront

Secara administratif, reklamasi pantai berada pada 4 (empat)

kelurahan/desa, yaitu Kelurahan Soasio, Makassar Timur, Gamalama dan

Muhajirin. Adanya reklamasi di lokasi tersebut menyebabkan penggunaan lahan

semakin bertambah. Sebelum pengembangan waterfront, kawasan ini merupakan

wilayah pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan permukiman penduduk

(perumahan dan pertokoan). Sebagian kawasan ini umumnya permukiman yang

tidak tertata sehingga terkesan kumuh akibat pencemaran terhadap badan air di

sekitar kawasan pesisir. Hal ini disebabkan karena aktivitas masyarakat yang

membuang limbah/sampah ataupun MCK langsung ke badan air tersebut.

Setelah munculnya kebijakan dalam penataan kawasan pertumbuhan

ekonomi baru, maka kawasan tersebut dipilih karena dianggap strategis dan

memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta berperan untuk memperbaiki kualitas

lingkungan di sekitarnya. Reklamasi pantai dijadikan alternatif untuk penambahan

luas daratan yang dimanfaatkan sebagai kawasan waterfront. Kegiatan reklamasi

ini memberikan dampak pada terjadinya perubahan spasial di kawasan pesisir

tersebut.

Analisis penggunaan lahan di kawasan waterfront dilakukan dengan cara

digitasi visual dari data citra Quickbird tahun 2010. Interpretasi citra secara visual

untuk klasifikasi penggunaan lahan yang didasarkan pada warna/rona, tekstur,

bentuk, pola, bayangan, asosiasi spasial (Lillesand dan Kiefer, 1997) dan survey

langsung ke objek kawasan waterfront. Hal ini dilakukan karena kenampakan

objek pada citra resolusi tinggi (citra Quickbird) dapat dengan mudah untuk

mengenali atau membedakan antara objek satu dengan lainnya.

Penggunaan lahan di kawasan waterfront umumnya adalah kawasan jasa

dan perdagangan yaitu pasar tradisional, pertokoan, dan pusat perbelanjaan/Mall.

Hal ini berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana niaga dan perdagangan

di lokasi tersebut yang masuk dalam fungsi Bagian Wilayah Kota II (BWK II)

yaitu sebagai pusat pelayanan jasa dan perdagangan. Kawasan waterfront

dimanfaatkan pula untuk kebutuhan rekreasi taman kota sekaligus sebagai ruang

terbuka hijau (RTH) yang langsung berhubungan dengan tempat wisata sejarah

kota Ternate yaitu Kadaton Kesultanan. Penyediaan RTH juga diwujudkan dalam

Page 108: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

89

bentuk RTH jalur hijau yang berada hampir di sepanjang median jalan maupun di

sepanjang sisi trotoar. Unsur yang paling kuat dalam penyediaan kawasan

waterfront ini adalah fasilitas peribadatan (mesjid) yang dijadikan sebagai

landmark kota. Gambar 20 menunjukkan penggunaan lahan di kawasan

waterfront.

Gambar 20. Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront

Page 109: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

90

Penggunaan lahan di kawasan waterfront ditampilkan secara detil pada

Tabel 23. Secara detil penggunaan lahan yang terluas yaitu areal badan jalan

sebesar 3,90 ha (16%) atau panjang jalan 2,61 km. Penyediaan jaringan jalan

dimaksudkan sebagai jalur alternatif bagi kemudahan untuk akses ke pusat-pusat

sarana penting misalnya bandara, pelabuhan, pasar/pertokoan dan sebagainya.

Penggunaan lahan jasa dan perdagangan diantaranya Mall, pasar, pertokoan dan

ruko, masing-masing sebesar 2,56 ha (11%), 2,01 ha (8%), 1,42 ha (6%), dan 1,12

ha (5%), yang mendominasi penggunaan lahan kawasan waterfront. Hal ini

berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana niaga dan perdagangan,

dimana Kota Ternate sebagai pusat pelayanan niaga dan perdagangan skala

regional maupun lintas provinsi di Kawasan Indonesia Timur. Penggunaan lahan

untuk RTH disediakan sebagai kawasan hijau yang meliputi RTH taman kota

seluas 2,86 ha (12%) dan RTH jalur hijau seluas 1,40 ha (6%). Sementara untuk

penggunaan lahan sarana ibadah (mesjid) dengan luas 0,87 ha (4%), sebagai

landmark kota sekaligus islamic centre. Namun penggunaan lahan untuk

permukiman (perumahan) yang tidak terencana sebesar 2,02 ha (8%) mulai

menjamur khususnya di areal pinggiran kawasan waterfront.

Tabel 23. Penggunaan Lahan di Kawasan Waterfront

Penggunaan Lahan Luas

(ha)

Persentase

(%)

Badan air 4,25 17

Jalan 3,90 16

RTH/Taman Kota 2,86 12

Mall/Dept.Store 2,56 11

Pasar Tradisional 2,01 8

Permukiman 2,02 8

Pertokoan 1,42 6

RTH/Jalur Hijau 1,40 6

Ruko 1,12 5

Sarana Ibadah 0,87 4

Terminal Angkutan Umum 0,90 4

Perkantoran 0,59 2

TPS 0,03 1

Jumlah 23,93 100

Page 110: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

91

Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara overlay peta

penggunaan lahan tahun 2004 dan tahun 2010, dengan membedakan 2 kelas

penggunaan lahan yaitu lahan tidak terbangun (non built up) yang terdiri dari

hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan semak belukar, dan lahan

terbangun (built up) yang terdiri dari permukiman, kawasan jasa dan perdagangan

dan kawasan industri. Hasil analisis tersebut menunjukkan perubahan lahan

terbangun (built up) semakin bertambah di wilayah pesisir maupun dataran tinggi.

Penggunaan lahan terbangun dominan berkembang ke arah dataran tinggi. Hal ini

berkaitan dengan keterbatasan lahan di kawasan pesisir yang dapat dijadikan areal

untuk bermukim bagi masyarakat (lebih bersifat privat). Sementara untuk

penggunaan lahan terbangun yang berada di kawasan pesisir sebagian besar

dilakukan dengan reklamasi pantai untuk menambah luas daratan secara

horizontal, misalnya yang terletak di pusat kota (Central of Business District-

CBD). Kawasan pesisir tersebut lebih bersifat ruang publik (public space) untuk

melayani kebutuhan masyarakat kota. Perubahan penggunaan lahan pada tahun

2004-2010 disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Perubahan Penggunaan Lahan Kota Ternate Tahun 2004-2010

Page 111: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

92

Terhadap data atribut pada peta penggunaan lahan tahun 2004-2010

(Gambar 21) tersebut dilakukan analisis lanjutan untuk mengidentifikasi

perubahan luas lahan. Tabel 24 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 6 tahun

terjadi pengurangan luas penggunaan lahan tidak terbangun sebesar 411 ha (4%).

Sementara itu penggunaan lahan terbangun mengalami peningkatan seluas 521 ha

(55%). Jumlah luas lahan antara kedua tahun tersebut berbeda, yaitu tahun 2004

seluas 10.110 ha dan tahun 2010 seluas 10.220 ha. Ini menunjukkan bahwa pada

tahun 2010 luas daratan kota Ternate mengalami penambahan seluas 110 ha, yang

sebagian besar adalah lahan-lahan yang direklamasi untuk pengembangan

kawasan waterfront.

Tabel 24. Perubahan Penggunaan lahan Tahun 2004-2010

Penggunaan Lahan

Tahun Perubahan

2004

(ha)

2010

(ha)

Luas

(ha)

Persentase Perubahan luas/luas lahan awal

(%)

Lahan Tidak Terbangun

Lahan Terbangun

9.166

944

8.755

1.465

-411

521

-4

55

Jumlah Luas 10.110 10.220 110

Matriks transisi perubahan penggunaan lahan yang disajikan pada Tabel

25, menunjukkan bahwa terjadi perubahan penggunaan lahan dari lahan tidak

terbangun menjadi lahan terbangun seluas 445 ha. Hal ini menunjukkan bahwa

kebutuhan lahan sebagai tempat bermukim maupun kegiatan usaha (jasa dan

perdagangan) terus bertambah. Namun menarik juga disimak untuk lahan

terbangun yang terkonversi menjadi lahan tidak terbangun yaitu seluas 34 ha.

Lahan terbangun yang terkonversi menjadi lahan tidak terbangun tersebut

dipengaruhi oleh adanya pengembangan kawasan bandara di kecamatan Ternate

Utara, sehingga permukiman yang berada di sekitar kawasan bandara direlokasi.

Tabel 25. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2004-2010

Penggunaan Lahan

Tahun 2004 (ha)

Penggunaan Lahan Tahun 2010 (ha) Jumlah Luas

(ha) Lahan Tidak Terbangun

(non built up)

Lahan Terbangun

(built up)

Lahan Tidak Terbangun

(non built up) 8.721 445 9.166

Lahan Terbangun

(built up) 34 910 944

Jumlah Luas (ha) 8.755 1.355

Page 112: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

93

Analisis Hierarki Wilayah Kota Ternate

Perkembangan kawasan waterfront kota Ternate diikuti pula oleh

berkembangnya kelurahan/desa yang berada di kawasan waterfront atau

sekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada indikator berkembangnya infrastruktur yang

ada di kawasan waterfront dan sekitarnya. Analisis skalogram digunakan untuk

menentukan wilayah-wilayah mana (dalam unit kelurahan/desa) yang ikut

berkembang seiring dengan perkembangan kawasan waterfront. Hasil analisis

berupa klasifikasi hierarki wilayah berdasarkan ketersediaan infrastruktur yang

ada di unit wilayah tersebut.

Urutan hierarki yang diperoleh berdasarkan akumulatif masing-masing

kelurahan, yang kemudian dikelompokan atas kelas selang hierarki. Untuk studi

kasus ini, selang hierarki dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu hierarki 1

(pusat pelayanan), hierarki 2, dan hierarki 3 (wilayah belakang atau hinterland).

Penentuan pengelompokan didasarkan pada nilai standar deviasi Indeks

Perkembangan (IP) dan nilai rata-rata dari IP.

Data Potensi Desa (PODES) yang digunakan meliputi data dalam beberapa

kurun waktu yakni tahun 2005, tahun 2006, tahun 2008 dan tahun 2011. Keempat

titik tahun tersebut dimaksudkan untuk melihat tingkat perkembangan selama

masa periode setelah pengembangan kawasan waterfront. Seperti yang diketahui

bahwa pengembangan kawasan waterfront dimulai pada tahun 2001, sehingga

untuk menganalisis kawasan atau kelurahan/desa mana yang ikut berkembang

seiring dengan perkembangan waterfront, maka dibutuhkan minimal 2 (dua) titik

tahun (setelah tahun 2001) sebagai pembanding. Variabel yang digunakan untuk

menganalisis hierarki wilayah sebanyak 35 variabel yang terdiri dari kategori

variabel aksesibilitas serta variabel jumlah sarana dan prasarana pendidikan,

kesehatan, peribadatan dan niaga perdagangan.

Hasil analisis data PODES tahun 2011, menunjukkan nilai standar deviasi

(Stdev) IP 9,80 dan nilai rataan 24,86. Angka tersebut menggambarkan adanya

peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya misalnya tahun 2008 dengan

nilai Stdev IP 8,29 dan nilai rataan 26,05 dan tahun 2006 nilai Stdev IP 9,86 dan

nilai rataan 24,55 serta untuk tahun 2005 nilai Stdev IP 9,25 dan nilai rataan 25,04

(lihat Gambar 22).

Page 113: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

94

Gambar 22. Nilai Rataan dan Nilai Standar Deviasi Indeks Perkembangan

Nilai Indeks Perkembangan (IP) yang tinggi menunjukkan hierarki

tertinggi (pusat pelayanan) di setiap unit wilayah. Ini ditandai dengan ketersediaan

infrastruktur yang banyak dalam ketogori jumlah jenis dan akses pencapaian ke

prasarana tersebut lebih mudah. Sementara untuk nilai IP yang rendah

menunjukkan wilayah tersebut merupakan wilayah belakang (hinterland), faktor

ketersediaan infrastruktur dalam jumlah sedikit jenisnya serta aksesibilitas sulit.

Secara keseluruhan tingkat perkembangan dari keempat titik tahun (2005, 2006,

2008 dan 2011) memperlihatkan adanya peningkatan hingga tahun 2011. Hal ini

berarti hingga pada tahun 2011, jumlah infrastruktur yang ada semakin meningkat

dan akses ke prasarana lebih mudah jika ditinjau dari jarak maupun waktu

tempuh.

Analisis skalogram untuk data PODES tahun 2011, memperlihatkan

terdapat 7 kelurahan yang masuk dalam hierarki 1 (pusat pelayanan), 15 kelurahan

tergolong dalam hierarki 2 dan 26 kelurahan yang tergolong dalam hierarki 3

(hinterland). Hasil analisis lengkap disajikan pada Tabel 26 dan Lampiran 2,

dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Hierarki 1 dicirikan dengan indeks perkembangan (IP) >34,66 (IP rataan

ditambah standar deviasi IP). Kelurahan/desa yang termasuk dalam hierarki 1

ditentukan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai,

9,25 9,86 8,29 9,80

25,04 24,55 26,05 24,86

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

2005 2006 2008 2011

Stdev IP Average IP

58,49

10,17

59,73

10,15

48,34

12,75 11,95

60,17

Page 114: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

95

terutama sarana pendidikan, kesehatan, sarana transportasi, serta jarak tempuh

yang relatif lebih singkat terhadap pusat-pusat pelayanan. Ada 7 kelurahan

yang termasuk dalam kelas ini yakni 6 kelurahan pesisir (Kelurahan

Gamalama, Makassar Timur, Soa-sio, Muhajirin, Kotabaru, dan Dufa-Dufa),

dan 1 kelurahan bukan pesisir (Kelurahan Takoma).

2. Hierarki 2 dicirikan dengan indeks perkembangan kelurahan/desa sedang (IP

24,86 - 34,66) yang ditunjukkan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang

lebih sedikit dibanding herarki 1. Ada 15 kelurahan yang berada di hierarki

ini dengan 8 kelurahan pesisir dan 7 kelurahan bukan pesisir.

3. Hierarki 3 dicirikan dengan nilai IP <24,86 yang ditunjukkan oleh tingkat

sarana dan prasarana yang relatif sangat kurang dibanding hierarki 1 dan

hierarki 2. Terdapat 26 kelurahan yang berada pada hierarki 3, dimana ada 18

kelurahan pesisir dan 8 kelurahan bukan pesisir.

Tabel 26. Hierarki Wilayah Tahun 2011 Hierarki

Wilayah

Jenis

Kelurahan

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Indeks

Perkembangan (IP) Jumlah Jenis

Hierarki 1 Pesisir

Bukan pesisir

6

1 > 34,66 140

Hierarki 2 Pesisir Bukan pesisir

8 7

24,86 - 34,66 275

Hierarki 3 Pesisir

Bukan pesisir

18

8 < 24,86 398

Hasil analisis skalogram untuk data PODES tahun 2005, menunjukkan

banyaknya kelurahan yang berada pada hierarki 1 sebanyak 6 kelurahan, 12

kelurahan berada di hierarki 2, dan 30 kelurahan berada dalam hierarki 3 dari

jumlah 49 kelurahan yang ada di Kota Ternate. Hasil analisis lengkap disajikan

pada Tabel 27 dan Lampiran 2, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Hierarki 1 dicirikan dengan indeks perkembangan (IP) >34,29 (IP rataan

ditambah standar deviasi IP). Kelurahan/desa yang tergolong dalam hierarki 1

ditentukan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai,

terutama sarana pendidikan, kesehatan, sarana niaga dan perdagangan, serta

jarak tempuh yang relatif lebih singkat terhadap pusat-pusat pelayanan. Pada

hierarki 1 terdapat 6 kelurahan yang terdiri dari 3 kelurahan pesisir

Page 115: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

96

(Kelurahan Gamalama, Muhajirin dan Dufa-Dufa), dan 3 kelurahan bukan

pesisir (Kelurahan Takoma, Stadion, dan Maliaro).

2. Hierarki 2 dicirikan dengan indeks perkembangan kelurahan/desa sedang (IP

25,04-34,29) yang ditunjukkan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang

lebih sedikit dibanding herarki 1. Ada 12 kelurahan yang berada di herarki ini

dengan 7 kelurahan pesisir dan 5 kelurahan bukan pesisir.

3. Hierarki 3 dicirikan dengan nilai IP <25,04 yang ditujukan oleh tingkat sarana

dan prasarana yang relatif sangat kurang dibanding hierarki 1 dan hierarki 2.

Ada 30 kelurahan yang berada pada hierarki 3, dimana terdapat 22 kelurahan

pesisir dan 8 kelurahan bukan pesisir.

Tabel 27. Hierarki Wilayah Tahun 2005 Hierarki

Wilayah

Jenis

Kelurahan

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Indeks

Perkembangan (IP) Jumlah Jenis

Hierarki 1 Pesisir

Bukan pesisir

3

3 > 34,29 123

Hierarki 2 Pesisir

Bukan pesisir

7

5 25,04 - 34,29 213

Hierarki 3 Pesisir

Bukan pesisir

22

8 < 25,04 428

Analisis hierarki wilayah dari tahun 2005 hingga tahun 2011 menunjukkan

bahwa terjadi perkembangan dari aspek ketersediaan infrastruktur dan

aksesibilitas. Kelurahan/desa pesisir yang tergolong dalam hierarki 1 (pusat

pelayanan) meningkat dari 3 kelurahan (2005) menjadi 6 kelurahan (2011),

sedangkan kategori kelurahan bukan pesisir terdapat 3 kelurahan berkurang

menjadi 1 kelurahan. Kelurahan pesisir yang tergolong dalam hierarki 2

meningkat dari 7 kelurahan menjadi 8 kelurahan, dan kelurahan bukan pesisir juga

ikut meningkat dari 5 kelurahan meningkat menjadi 7 kelurahan. Kelurahan

pesisir yang tergolong hierarki 3 (hinterland) menurun dari 22 kelurahan menjadi

18 kelurahan, sedangkan kelurahan bukan pesisir tetap 8 kelurahan. Hierarki

wilayah tahun 2005-2011 disajikan pada Tabel 28 dan Gambar 23.

Page 116: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

97

Tabel 28. Hierarki Wilayah Tahun 2005 dan 2011

Hierarki

Wilayah

Tahun 2005 Tahun 2011

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Bukan pesisir

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Pesisir

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Bukan pesisir

Banyaknya

Kelurahan/Desa

Pesisir

Hierarki 1 3 3 1 6

Hierarki 2 5 7 7 8

Hierarki 3 8 22 8 18

Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, jumlah

penduduk dengan kuantitas dan kualitas relatif paling lengkap serta aksesibilitas

yang tinggi akan menjadi pusat pelayanan atau mempunyai hierarki lebih tinggi

dibandingkan dengan unit wilayah lainnya. Sebaliknya, jika suatu wilayah

mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, jumlah penduduk dengan kuantitas

dan kualitas paling rendah serta aksesibilitas yang rendah merupakan wilayah

hinterland dari wilayah yang lainnya.

Gambar 23. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2005-2011

Page 117: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

98

Cakupan Pelayanan Infrastruktur

Konsep pengembangan wilayah tidak terlepas dari ketersediaan

infrastruktur dalam mewadahi aktivitas masyarakat kota yang semakin heterogen.

Infrastruktur dapat bertindak sebagai sarana vital dalam menggerakkan

perekonomian wilayah, penunjang aspek sosial budaya serta dapat

mempertahankan daya dukung lingkungan. Pemerintah Daerah/Kota

berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana (infrastruktur) untuk

kepentingan umum dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk sebagai

tujuan pembangunan wilayah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004.

Infrastruktur yang harus disediakan oleh Pemerintah Daerah/Kota

diantaranya adalah infrastruktur dasar (basic infrastructure) dan infrastruktur

pelengkap (complementary infrastructure) yang mempunyai karakteristik publik

dan kepentingan yang mendasar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

Infrastruktur tersebut meliputi infrastruktur fisik (greey infrastructure),

infrastruktur sosial ekonomi (social economic infrastructure) dan infrastruktur

hijau (green infrastructure).

Dengan adanya pengembangan kawasan waterfront yang berorientasi

sebagai pemenuhan ruang publik kota, menyebabkan ketersediaan infrastruktur di

Kota Ternate secara langsung semakin meningkat. Hierarki wilayah yang telah

dianalisis sebelumnya menunjukkan adanya perkembangan ketersediaan

infrastruktur dan aksesibilitas di tiap-tiap kelurahan/desa yang berujung pada

peningkatan jumlah kelurahan/desa yang masuk kategori sebagai pusat pelayanan.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka dianalisis cakupan pelayanan

infrastruktur kondisi eksisting guna mengidentifikasi ketersediaannya dengan

membandingkan standar pelayanan (kebutuhan) yang harus disediakan.

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Fisik

Infrastruktur Jaringan Jalan

Kondisi Eksisting Jaringan Jalan

Jaringan jalan eksisting disajikan pada Gambar 24, menunjukkan bahwa

jalan terkonsentrasi pada Kecamatan Ternate Tengah, sebagian Kecamatan

Ternate Utara dan sebagian Kecamatan Ternate Selatan. Hal ini berarti bahwa

Page 118: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

99

pusat kota dengan permukiman terpadat berada di lokasi tersebut. Jalan kolektor

primer ditunjukkan oleh warna hitam yang terlihat mengelilingi pulau membentuk

jalan trans Ternate. Warna merah, biru dan hijau masing-masing menunjukkan

jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer dan jalan lokal sekunder. Jaringan

jalan kota Ternate berfungsi sebagai pendukung akses pencapaian yang

berpengaruh pada jarak dan waktu tempuh di dalam wilayah.

Gambar 24. Peta Jaringan Jalan Kota Ternate Tahun 2010

Ketersediaan sarana dan prasarana jaringan jalan mengacu dari kondisi

fisik jalan yang berkaitan dengan pergerakan, perpindahan dalam wilayah dan

antar wilayah, distribusi komoditi antar wilayah dan akses pencapaian antar

permukiman dan dari permukiman ke sarana dan prasarana wilayah. Data jaringan

jalan yang bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate pada tahun 1997

hingga tahun 2010 secara makro terus mengalami peningkatan, meskipun pada

tahun 2005 kondisi jalan kategori baik mengalami penurunan dibandingkan

dengan tahun 2001. Kondisi jalan dengan kategori baik meningkat dari panjang

jalan 116,20 km (1997) menjadi 159,31 km (2010). Sementara untuk jalan dengan

kategori rusak di tahun 2010 meningkat dari 6,05 km (1997) menjadi 123,75 km

Page 119: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

100

(2010). Selain itu kondisi jalan dalam kategori rusak berat semakin berkurang dari

panjang jalan 10,03 km (1997) menjadi 6,67 km (2010), meskipun pada tahun

2008 kondisi jalan yang rusak berat cukup tinggi yaitu berkisar 84,99 km.

Penyebab utama dari kerusakan jalan ialah adanya genangan akibat buruknya

saluran drainase yang terdapat di beberapa titik jalan kolektor primer, seperti jalan

kolektor Mangga Dua, jalan Nukila, jalan Pahlawan Revolusi dan jalan raya

Bastiong. Gambar 25 menyajikan perkembangan jaringan jalan di kota Ternate.

Gambar 25. Tren Perkembangan Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Jalan

Komparasi Ketersediaan Jalan dengan Pedoman No.010/T/BNKT/1990

Hierarki jalan yang berada di wilayah Kota Ternate terdiri dari jaringan

jalan kolektor primer (jalan nasional), dan jalan kota yang meliputi jalan kolektor

sekunder, jalan lokal primer serta jalan lokal sekunder (jalan lingkungan).

Jaringan jalan yang memiliki akses utama (kolektor primer) merupakan jaringan

jalan yang mempunyai intensitas yang relatif tinggi, terutama arus lalu lintas pada

kawasan kota. Jalan kolektor primer menghubungkan batas kota dengan luar kota

yang membentuk jalan trans Ternate yang mengelilingi pulau, dengan panjang

jalan 44,25 km. Kapasitas dan daya tampung kendaraan dengan berbagai jenis

moda angkutan terhadap jalan ini menunjukkan intensitas relatif tinggi, terutama

arus lalu lintas pada kawasan pusat kota. Kondisi dan tingkat pelayanan jalan ini

berupa jalan aspal dengan lebar jalur 6-8 meter.

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

1997 1998 2001 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Baik 116,20 143,11 131,78 57,19 88,30 83,36 85,03 141,05 159,32

Sedang 17,46 11,90 62,56 145,98 112,68 101,78 108,14 75,79 0,00

Rusak 6,05 6,55 9,61 1,17 52,35 80,50 9,81 23,62 123,75

Rusak Berat 10,03 6,94 14,90 54,69 18,26 9,97 84,99 47,82 6,67

Page 120: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

101

Jaringan jalan kolektor sekunder dan jalan lokal/lingkungan umumnya

berfungsi untuk melayani pergerakan penduduk, baik antar lingkungan

pemukiman maupun dengan pusat-pusat kegiatan penduduk. Umumnya kondisi

jalan ini berupa jalan aspal, perkerasan dan sebagian kecil merupakan jalan tanah.

Jalan kolektor sekunder menghubungkan pusat bagian wilayah kota dengan pusat

sub bagian wilayah kota dengan panjang jalan 23,10 km dan lebar jalan 5-6 m.

Jalan lokal primer menghubungkan jalan kolektor sekunder dengan lokal

sekunder, dengan panjang jalan 39,8 km. Sementara untuk jalan lokal sekunder

merupakan jalan lingkungan yang menghubungkan langsung dengan jalan lokal

primer. Panjang jalan lokal primer adalah 41,27 km dan hanya tipe kendaraan

mobil dan motor yang dapat diizinkan untuk melintas.

Klasifikasi jalan perkotaan sesuai fungsinya berdasarkan Panduan

Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan No.010/T/BNKT/1990,

yang dibandingkan dengan kondisi eksisting jaringan jalan di kota Ternate dapat

dilihat pada Tabel 29 dan Lampiran 3. Lebar jalur pada jalan kolektor primer dan

jalan kolektor sekunder telah memenuhi standar yang ada. Jalan lokal primer dan

lokal sekunder masih belum memenuhi standar, yaitu masing-masing masih

terdapat ruas jalan dengan lebar jalur hanya 3 m dan 1,5 m.

Tabel 29. Kondisi Jaringan Jalan di Kota Ternate

Status Jalan Kondisi

Jalan

Panjang

Jalan (km)

Lebar Jalur

(m)

Standar

Lebar Jalur* (m) Keterangan

Kolektor Primer Baik 47,499 6,0-8,0 5,0-6,0 Memenuhi

standar Jumlah 47,499

Kolektor Sekunder Baik

Rusak

41,651

7,947 5,0-6,0 5,0-6,5 Memenuhi

standar Jumlah 49,598

Lokal Primer Baik

Rusak

21,278

4,958 3,0-7,0 4,5-5,0

Belum

memenuhi

standar Jumlah 26,236

Lokal Sekunder

Jumlah

Baik

Rusak

26,347

2,720

29,067

1,5-5,0 3,0-4,5

Belum

memenuhi

standar

* Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan No.010/T/BNKT/1990

Akses Pencapain Infrastruktur Jalan per Kecamatan

Akses pencapaian prasarana jalan dianalisis berdasarkan kerapatan jalan

yaitu hasil perbandingan antara luas wilayah dibagi dengan panjang jalan.

Semakin rapat jalan semakin mudah akses di dalam wilayah, yang berimplikasi

pada; 1) cakupan wilayah pelayanan jaringan jalan dan 2) jarak tempuh. Analisis

Page 121: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

102

kerapatan jalan di Kota Ternate menunjukkan bahwa kecamatan Ternate Tengah

memiliki kerapatan jalan tinggi. Ini ditandai dengan kerapatan jalan 0,280 km

(<0,5 km), yang berarti bahwa untuk menuju ke kecamatan ini mudah diakses dan

waktu tempuh relatif lebih cepat. Berbeda halnya dengan kecamatan Pulau

Ternate yang hanya memiliki kerapatan jalan 1,073 km (>0,5 km). Hal ini

menunjukkan kerapatan jalan rendah di kecamatan Pulau Ternate dibanding

dengan kecamatan lainnya. Kecamatan Pulau Ternate juga memiliki permukiman

yang jarang, sehingga berpengaruh pada perkembangan jaringan jalan yang ada.

Analisis kerapatan jalan di Kota Ternate tahun 2010 disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30. Kerapatan Jalan di Kota Ternate Tahun 2010

Kecamatan

Panjang

Jalan

(km)

Luas

Wilayah

(km2)

Kerapatan

Jalan

(km/km2)

Keterangan*

Pulau Ternate 34,685 37,23 1,073 Kerapatan jalan rendah

Ternate Selatan 38,293 16,98 0,443 Kerapatan jalan tinggi

Ternate Tengah 38,656 10,85 0,280 Kerapatan jalan tinggi

Ternate Utara 27,504 14,38 0,522 Kerapatan jalan rendah *kerapatan jalan <0,5 km/km2 = kerapatan jalan tinggi;

kerapatan jalan >0,5 km/km2 = kerapatan jalan rendah

Kecamatan Ternate Tengah merupakan Bagian Wilayah Kota II (BWK II),

yang diarahkan untuk pengembangan kawasan jasa dan perdagangan, pariwisata,

pelabuhan, pemukiman, pendidikan, pemerintahan, militer, dan olahraga,

sehingga kerapatan jalan meningkat/tinggi yang menyebabkan akses ke pusat kota

(sarana dan prasarana kota) semakin mudah. Luas wilayahnya hanya 10,85 km2,

dengan panjang jalan 38,656 km yang menunjukkan tingkat kerapatan jalan tinggi

yaitu 0,280 km/km2. Hal ini memberikan dampak pada tingginya mobilisasi moda

transportasi di kecamatan tersebut (lihat Gambar 26).

Page 122: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

103

Gambar 26. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Ternate Tengah

Gambar 27 menampilkan prasarana jalan di Kecamatan Ternate Selatan,

dengan tingkat kerapatan tinggi hanya terdapat pada beberapa kelurahan/desa

yang temasuk bagian pusat kota Ternate. Luas wilayah 16,98 km2 memiliki

panjang jalan 38,293 km, sehingga kerapatan jalannya tergolong tinggi yaitu

0,443 km/km2. Jalan lokal sekunder mendominasi jaringan jalan yang ada di

kecamatan tersebut, sehingga akses dari permukiman ke pusat-pusat prasarana

dapat dicapai dan waktu tempuh relatif lebih cepat.

Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Primer Jalan Lokal Sekunder

Page 123: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

104

Gambar 27. Infrastruktur Jaringan Jalan di Kecamatan Ternate Selatan

Infrastruktur jalan di kecamatan Ternate Utara memiliki kerapatan jalan

rendah. Kerapatan jalannya 0,522 km/km2 (>0,5 km/km

2) dengan luas wilayah

14,38 km2 dan panjang jalan yang berada di kecamatan ini adalah 27,504 km.

Kerapatan jalan dominan berada di sekitar pusat kota (menuju Kecamatan Ternate

Tengah). Meskipun demikian, akses dari permukiman ke pusat-pusat sarana dan

prasarana kota cenderung mudah, yang dihubungkan dengan jalan lokal primer

dan lokal sekunder (jalan lingkungan) menuju jalan kolektor sekunder maupun

jalan kolektor primer. Gambar 28 memperlihatkan ketersediaan infrastruktur jalan

di kecamatan Ternate Utara.

Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Primer Jalan Lokal Sekunder

Page 124: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

105

Gambar 28. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Ternate Utara

Sementara untuk infrastruktur jalan di Kecamatan Pulau Ternate yang

ditampilkan dalam Gambar 29, menunjukkan bahwa hanya terdapat jalan kolektor

primer, jalan lokal primer dan jalan lokal sekunder. Umumnya kawasan

permukiman memadati sepanjang jalan kolektor primer. Luas wilayahnya 37,23

km2 cenderung lebih luas dibandingkan dengan 3 (tiga) kecamatan lainnya yang

merata dengan panjang jalan 34,685 km, sehingga memiliki kerapatan jalan

rendah yaitu 1,073 km/km2 (>0,5 km/km

2). Akses menuju pusat sarana dan

prasarana kota tergolong mudah, karena dihubungkan dengan jalan kolektor

Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Primer Jalan Lokal Sekunder

Page 125: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

106

primer yang mengelilingi pulau Ternate (jalur trans Ternate), namun waktu

tempuh yang dibutuhkan relatif lebih lama.

Gambar 29. Infrastruktur Jaringan Jalan Kecamatan Pulau Ternate

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Jaringan Jalan

Infrastruktur jaringan jalan merupakan faktor terpenting yang akan

membentuk struktur tata ruang kota (Sinulingga, 1999), dimana hampir semua

elemen pembentukan tata ruang kota secara langsung memerlukan jaringan jalan.

Dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan sosial budaya masyarakat,

Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Primer Jalan Lokal Sekunder

Page 126: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

107

infrastruktur jalan yang baik akan menyebabkan terjadinya efisiensi dalam pasar

karena dapat mengurangi biaya transaksi dan memperluas wilayah jangkauan. Hal

ini disebabkan karena adanya aliran orang, barang, dan jasa dari satu tempat ke

tempat lainnya. Penurunan tingkat pelayanan dan kapasitas jalan mempengaruhi

kelancaran pergerakan ekonomi dan menyebabkan biaya sosial yang tinggi

terhadap pemakai jalan.

Faktor topografis wilayah mempengaruhi sebaran prasarana jalan yang ada

di kota Ternate. Jaringan jalan yang mengelilingi pulau yang dihubungkan dengan

jalan kolektor primer, dan terkonsentrasi di wilayah pesisir sampai daerah dataran

tinggi. Namun bagian yang terluas atau memiliki prasarana jalan tinggi terpusat

pada wilayah pesisir. Hal ini berkaitan dengan permukiman penduduk yang

tersebar merata di wilayah pesisir. Sementara wilayah dataran tinggi memiliki

prasarana jalan sedang karena permukiman jarang/kurang penduduknya.

Kerapatan jalan tinggi berada pada wilayah kecamatan Ternate Tengah,

sebagian kecamatan Ternate Selatan dan kecamatan Ternate Utara, yang

merupakan pusat kota/pusat kegiatan. Perkembangan jaringan jalan yang terpusat

di 3 (tiga) kecamatan tersebut menyebabkan wilayah-wilayah ini lebih cepat

berkembang. Adanya pergerakan/mobilisasi aliran orang maupun barang yang

mudah dan waktu tempuh yang singkat menyebabkan timbulnya aglomerasi

pusat-pusat kegiatan perkotaan di wilayah tersebut.

Infrastruktur Air Bersih

Kondisi Eksisting Ketersediaan Infrastruktur Air Bersih

Air bersih yang digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum

bagi masyarakat kota saat ini masih bersumber pada air permukaan dan air tanah

melalui sumur dalam maupun sumur dangkal yang terdapat di wilayah Kota

Ternate. Sumber air baku yang meliputi air permukaan berasal dari danau Laguna

di kecamatan Ternate Selatan, sedangkan air tanah berasal dari mata air Tege-

Tege yang berada di kecamatan Ternate Tengah, mata air Akega’ale, mata air

Santosa di kecamatan Ternate Utara, dan mata air Akerica di kecamatan Pulau

Ternate (lihat Gambar 30).

Page 127: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

108

Instalasi Pengolahan Air Minum pertama yang dibangun guna memenuhi

kebutuhan pelabuhan Ternate pada tahun 1976 adalah dengan membuat sumur

gali dan menara air (tower reservoir) di jalan Jenderal A.Yani. Sistem tersebut

kemudian dikembangkan pada ground reservoir yang bersumber dari mata air

Santosa dan mulai melayani 200 sambungan pelanggan di pusat kota Ternate.

Dengan bantuan hibah dalam program Six City’s Water Supply pada tahun 1980,

kemudian dibangun 6 unit sumur berkapasitas 60 liter/detik dengan sistem

pengendalian terpusat di Operation Building yang berada di Kelurahan

Kalumpang, Ground Reservoir dengan kapasitas 1.080 m3 di Skep (Kelurahan

Salahudin) dan jaringan pipa transmisi dan distribusi sepanjang ±82 km yang

tersebar di pusat kota.

Pada tahun 1991 hingga saat ini, bangunan penyadap air semakin

bertambah. Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah bagian tengah dan utara

kota, maka dibangun Instalasi Akega’ale dengan kapasitas 60 lt/det yaitu 6 unit

sumur dangkal, reservoir di Facei dengan kapasitas 500 m3 serta sistem booster di

Skep dan reservoir di Tabahawa 300 m3 dan perluas jaringan pipa distribusi

sepanjang ±52 km’. Untuk melayani wilayah bagian selatan kota, dibangun

instalasi Ubo-Ubo sebesar 40 lt/det dengan 2 unit sumur bor, reservoir di

kelurahan Ubo-Ubo yang berkapasitas 500 m3 serta reservoir di Jan dengan

kapasitas 100 m3 dalam upaya melayani pada daerah ketinggian.

Jaringan pipa yang tertanam di tiap-tiap kota umumnya menggunakan

jenis pipa Poly Vinyl Cloride (PVC) dan Galvanis Iron Pipe (GIP) dengan

berbagai ukuran, seperti yang disajikan dalam Tabel 31.

Tabel 31. Data Jaringan Pipa Transmisi Distribusi

Jaringan Pipa (mm)

Transmisi (m)

Distribusi (m)

Dn-315

Dn-250

Dn-200 Dn-160

Dn-110

Dn-90 Dn-75

Dn-63

Dn-50

1.700

1.481

3.505 975

2.066

- -

-

-

1.276

1.382

6.391 14.535

27.106

28.059 39.445

51.485

13.297

Jumlah 9.664 182.968

Sumber: PDAM Kota Ternate (2011)

Page 128: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

109

Sebaran sumber air baku, reservoir dan jaringan pipa transmisi dan

distribusi disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30. Peta Sebaran Sumber Air dan Reservoir PDAM Kota Ternate

Wilayah cakupan pelayanan air bersih yang bersumber dari PDAM

melingkupi 4 (empat) kecamatan di Kota Ternate, yaitu kecamatan Ternate

Tengah, kecamatan Ternate Selatan, kecamatan Ternate Utara dan kecamatan

Pulau Ternate. Data tahun 2008 sampai tahun 2011 yang bersumber dari PDAM

Kota Ternate, menampilkan jumlah penduduk yang terlayani pada 4 (empat)

kecamatan tersebut semakin meningkat. Pada tahun 2008, misalnya pada

Kecamatan Ternate Selatan memiliki jumlah penduduk yang terlayani air bersih

PDAM yaitu 33.738 jiwa meningkat menjadi 41.916 jiwa di tahun 2011. Di

kecamatan Pulau Ternate, peningkatan jumlah penduduk yang terlayani tidak

terlalu singnifikan, yakni penambahan jumlah penduduk hanya berkisar 200 jiwa

atau naik dari 2.025 jiwa (tahun 2008) menjadi 2.256 jiwa (tahun 2011) (Gambar

31).

Page 129: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

110

Gambar 31. Tren Perkembangan Jumlah Penduduk Terlayani Air Bersih PDAM

Cakupan pelayanan air bersih tahun 2010 disajikan pada Gambar 32.

Kategori jumlah penduduk yang terlayani <1.000 jiwa terdapat di 3 kelurahan di

kecamatan Pulau Ternate, 6 kelurahan di kecamatan Ternate Selatan, 1 kelurahan

di kecamatan Ternate Tengah, dan 3 kelurahan di kecamatan Ternate Utara.

Sebaliknya, cakupan pelayanan dengan kategori >5.000 jiwa hanya terdapat di 2

kelurahan yang masing-masing berada di kecamatan Ternate Tengah dan

kecamatan Ternate Selatan.

Gambar 32. Wilayah Cakupan Ketersediaan Air Bersih PDAM 2010

PULAU

TERNATE

TERNATE

SELATAN

TERNATE

TENGAH

TERNATE

UTARA

2008 2.052 33.738 29.688 28.344

2009 2.058 35.820 30.864 27.756

2010 2.082 37.488 32.010 32.112

2011 2.256 41.916 36.228 32.550

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

Page 130: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

111

Komparasi Ketersediaan Air Bersih dengan Standar Kebutuhan Air Minum

Berdasarkan Pedoman No.534/KPTS/M/2001

Standar kebutuhan air bersih untuk wilayah perkotaan adalah 60-220

liter/orang/hari dengan cakupan pelayanan 55%-75% (Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah No.534/KPTS/M/2001). Jika kebutuhan air

bersih kota Ternate diasumsikan 100 liter/orang/hari, maka kebutuhan air bersih

dapat dihitung dari perkalian antara jumlah penduduk dengan jumlah kebutuhan

dasar penduduk untuk klasifikasi kota sedang (100 liter/orang/hari).

Dengan perhitungan ini, maka diketahui kebutuhan air bersih pada tahun

2011 adalah sebesar 18.331.300 lt/hari (Tabel 33). Sementara itu, ketersediaan air

bersih hanya 3.965.760 lt/hari, sehingga masih kekurangan 14.365.540 lt/hari.

Data tersebut mengindikasikan bahwa masih dibutuhkan peningkatan kapasitas

produksi sebesar 78% di tahun 2011.

Perhatikan Tabel 32, jumlah penduduk Kota Ternate di tahun 2011

sebanyak 183.313 jiwa, dimana jumlah penduduk yang terlayani air bersih PDAM

di Kota Ternate sebanyak 112.950 jiwa (62%) dan penduduk yang tidak terlayani

sebanyak 70.363 jiwa (38%). Kecamatan Ternate Utara memiliki jumlah

penduduk terlayani air bersih PDAM yang terbanyak yaitu sekitar 68% (32.550

jiwa) dari jumlah penduduk yang bermukim di kecamatan tersebut. Kecamatan

Ternate Tengah, Ternate Selatan dan Pulau Ternate masing-masing memiliki

jumlah penduduk terlayani air bersih PDAM sebanyak 66% (36.228 jiwa), 64%

(41.916 jiwa) dan 15% (2.256 jiwa). Merujuk pada jumlah penduduk dan jumlah

penduduk terlayani air bersih, maka jumlah penduduk yang tidak terlayani air

bersih di empat kecamatan tersebut berkisar 32-85%. Angka tersebut didasarkan

pada hasil perhitungan persentase jumlah penduduk tidak terlayani dibagi dengan

jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan. Hasil persentase tersebut

menunjukkan bahwa penduduk yang belum terlayani air bersih dari PDAM cukup

tinggi. Hal demikian dipengaruhi oleh adanya beberapa kelurahan/desa di

kecamatan Pulau Ternate yang belum mendapat akses air bersih dari PDAM.

Page 131: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

112

Tabel 32. Kebutuhan Air Bersih Kota Ternate 2011

Infrastruktur Air Bersih

PDAM

Kecamatan Kota

Ternate Pulau

Ternate

Ternate

Selatan

Ternate

Tengah

Ternate

Utara

Jumlah Penduduk

(jiwa) 15.024 65.888 54.677 47.724 183.313

Kebutuhan Air Bersih*

(lt/hari) 1.502.400 6.588.800 5.467.700 4.772.400 18.331.300

Jumlah Penduduk

Terlayani PDAM

(Jiwa) 2.256 41.916 36.228 32.550 112.950

(%) 15 64 66 68 62

Ketersediaan Air

Bersih PDAM

(lt/hari) 79.210 1.471.702 1.271.993 1.142.855 3.965.760

(%) 5 22 23 24 22

Jumlah Penduduk

Tidak Terlayani

PDAM

(jiwa) 12.768 23.972 18.449 15.174 70.363

(%) 85 36 34 32 38

Kekurangan Air

Bersih PDAM

(lt/hari) 1.423.190 5.117.098 4.195.707 3.629.545 14.365.540

(%) 95 78 77 76 78

*Standar 100 lt/org/hari

Secara fisik, air dari produksi PDAM Kota Ternate telah memenuhi syarat

yaitu tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa. Namun dalam proses

distribusinya bisa terjadi kontaminasi akibat kebocoran pipa ataupun kontinuitas

pengaliran pada beberapa lokasi yang belum mencapai 24jam/hari. Untuk itu

diperlukan sisa chlor pada air di jaringan pipa distribusi terjauh minimal 0,01

ppm. Kondisi demikian belum terpenuhi di PDAM kota Ternate, karena dalam 5

tahun terakhir proses desinfeksi tidak lagi dilakukan.

Dari data kapasitas terpasang dan produksi air PDAM Kota Ternate pada

tahun 2011 telah terlayani 62% pelanggan (18.916 sambungan). Namun sebagian

pelanggan tidak bisa menerima air secara penuh 1x24 jam sehingga timbul kesan

bahwa syarat pelayanan air minum secara kuantitas belum memadai. Hal ini

berkaitan erat dengan tingkat kehilangan air PDAM di tahun 2011 sebesar 40,97%

atau 5.930.417 m3 dari jumlah air yang terdistribusi yaitu 14.475.024 m

3. Dampak

kehilangan air akan mempengaruhi biaya yang lebih tinggi (nilai jual) yang

ditanggung konsumen dari pada harga produksi (Soma, 2011a).

Sebagian besar pelanggan PDAM Kota Ternate telah dapat dilayani secara

kontinyu 24 jam/hari terutama yang bermukim di daerah dataran rendah hingga ke

pesisir pantai. Sementara beberapa lokasi yang umumnya terletak di dataran

tinggi/pegunungan masih dilakukan secara bergiliran 2-3 hari sekali untuk

Page 132: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

113

mendapatkan distribusi air minum PDAM. Hal ini mengindikasikan belum

terpenuhinya persyaratan kontinuitas secara menyeluruh dalam memberikan

pelayanan terhadap masyarakat.

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Air Bersih

Masih terdapat beberapa kelurahan/desa pada Kecamatan Ternate Tengah,

dan Kecamatan Pulau Ternate yang belum terlayani air bersih PDAM. Di

Kecamatan Ternate Tengah, terdapat 2 (dua) kelurahan yang tidak terlayani.

Sementara untuk Kecamatan Pulau Ternate masih terdapat 10 (sepuluh) kelurahan

yang belum tersedia air bersih dari PDAM. Hal ini disebabkan karena kondisi

topografis, dimana wilayah/kelurahan tersebut berada pada ketinggian (dataran

tinggi) dan jauh dari sumber air atau reservoir yang ada sebelumnya. Untuk

mendistribusikan air bersih ke wilayah tersebut tentunya memerlukan biaya

operasional yang tinggi, karena pada umumnya sumber air baku berada pada

wilayah pesisir/dataran rendah. Wilayah yang tidak terlayani air bersih dari

PDAM, masih memanfaatkan sumur gali, penampungan air hujan dan mata air

sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Kapasitas produksi air (supply) masih jauh dari rata-rata kebutuhan air

(demand) yang harus disediakan oleh PDAM. Hal ini dikaitkan juga dengan

tingkat kehilangan air yang cukup tinggi yaitu sekitar 40% di tahun 2011,

sehingga menimbulkan biaya (nilai jual) yang tinggi terhadap konsumen. Wilayah

cakupan pendistribusian air bersih hanya menjangkau bagian pusat kota yang

berada di wilayah pesisir. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pelayanan PDAM

terhadap kebutuhan masyarakat di Kota Ternate masih belum mencukupi standar

pelayanan. Tingkat akses prasarana air yang rendah akan mengakibatkan

rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.

Infrastruktur Listrik

Kondisi Eksisting Ketersediaan Infrastruktur Listrik

Infrastruktur listrik memiliki 3 (tiga) komponen dasar yaitu pembangkit,

penyaluran (transmisi), dan distribusi (gardu). Kota Ternate memperoleh pasokan

listrik dari PT PLN (Persero) Wilayah Maluku dan Maluku Utara Cabang Ternate.

Page 133: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

114

Pembangkit listrik yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik di Kota

Ternate yaitu dengan memanfaatkan tenaga diesel. Panjang jaringan yang ada

untuk tegangan rendah (SUTR) 171,83 KMS dan tegangan menengah (SUTM)

94,08 KMS, dengan jumlah gardu sebanyak 133 dan kapasitas terpasang 35.870

VA (lihat Tabel 33). Sampai tahun 2010, wilayah pelayanan (service area)

kelistrikan sudah menjangkau seluruh kelurahan di Kecamatan Ternate Utara,

Ternate Selatan, Ternate Tengah dan Pulau Ternate, namun demikian pada waktu

tertentu sering mengalami pemadaman bergilir dalam kurun waktu rata-rata 1 jam.

Tabel 33. Jumlah Pelanggan dan Daya Terpasang

Uraian Satuan Jumlah

Jumlah Pelanggan Sambungan 27.310

SKTM KMS 0,70

SUTM KMS 94,08

SUTR KMS 171,83

Daya Terpasang VA 35.870

Gardu Buah 133

Sumber: PT.PLN Kota Ternate (2010)

Pada tahun 2010 jumlah mesin PT.PLN (Persero) yang digunakan untuk

membangkitkan listrik di Kota Ternate sebanyak 6 buah. Jumlah ini menurun

dibandingkan tahun sebelumnya yang menggunakan 7 buah mesin, dikarenakan

kerusakan mesin yang masih dalam proses perbaikan. Dengan 6 buah mesin

tersebut produksi listrik yang dihasilkan sebesar 102.233 MWH dengan daya

tersambung sebesar 40.467 MVA (lihat Tabel 34). Angka tersebut menunjukkan

adanya peningkatan kapasitas produksi listrik, meskipun dalam keterbatasan

jumlah mesin yang ada.

Pada Tabel 34 diuraikan tren perkembangan jumlah mesin dan kapasitas

mesin, selama tahun 2006-2011. Jumlah mesin tetap dari tahun 2006 hingga tahun

2011, yaitu 7 unit, meskipun pada tahun 2008 dan 2010 berkurang yaitu hanya 6

unit. Dengan jumlah mesin yang tetap, kapasitas mesin dalam menghasilkan

energi listrik terus mengalami peningkatan. Misalnya untuk produksi listrik yang

dihasilkan sebesar 65.600 MWH di tahun 2006 meningkat hingga 115.620 MWH

pada tahun 2011. Sama halnya dengan daya sambung listrik, di tahun 2006

sebesar 31.239 KVA meningkat menjadi 41.042 KVA di tahun 2011. Daya

mampu antara tahun 2007 hingga tahun 2008 mengalami penurunan. Hal ini

Page 134: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

115

mengakibatkan terjadinya pemadaman bergilir dalam waktu rata-rata 4 jam/hari,

sehingga menggangu aktivitas masyarakat.

Tabel 34. Jumlah dan Kapasitas Mesin PT. PLN (Persero) Cabang Ternate

Keadaan Mesin 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Mesin (Unit)

Kapasitas Terpasang (KW)

Daya Mampu (KW)

Beban Puncak (KW) Produksi (MWH)

Daya Sambung (KVA)

7

21.122

13.300

12.811 65.600

31.239

7

21.122

12.800

12.811 76.553

34.814

6

24.402

11.300

12.270 82.904

38.468

7

26.842

14.500

15.000 87.015

39.215

6

25.802

18.900

16.815 102.233

40.467

7

27.064

26.200

19.000 115.620

41.042

Sumber: PT.PLN Kota Ternate (2011)

Cakupan pelayanan listrik pada masing-masing kecamatan ikut mengalami

peningkatan. Variabel jumlah penduduk sebagaimana disajikan pada Gambar 33

menunjukkan bahwa kapasitas pelayanan listrik dari PT. PLN Cabang Ternate

cenderung semakin meningkat. Kecamatan Ternate Selatan memiliki jumlah

pelanggan terbanyak dibanding dengan kecamatan lainnya. Sementara untuk

jumlah pelanggan listrik yang terkecil berada pada kecamatan Pulau Ternate. Hal

ini disebabkan oleh faktor jumlah penduduk, dimana jumlah penduduk di

kecamatan Ternate Selatan lebih banyak sedangkan penduduk yang jumlahnya

lebih kecil berada pada kecamatan Pulau Ternate.

Gambar 33. Jumlah Pelanggan Listrik PLN Tahun 2005-2011

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

PULAU

TERNATE

TERNATE

SELATAN

TERNATE

TENGAH

TERNATE

UTARA

2005 2.263 6.968 7.434 5.672

2006 2.279 6.968 7.434 5.678

2008 3.093 11.195 10.632 8.711

2011 3.250 12.884 12.292 10.186

Page 135: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

116

Gambar 34. Peta Cakupan Pelayanan Listrik PLN Tahun 2011

Cakupan pelayanan listrik tahun 2011 (Gambar 34) untuk kategori jumlah

pelanggan <100 sambungan/pelanggan terdapat 1 kelurahan di kecamatan Ternate

Tengah. Kategori jumlah pelanggan 700-1.000 sambungan/pelanggan terdapat

pada 3 kelurahan di kecamatan Ternate Tengah, 4 kelurahan di kecamatan Ternate

Selatan dan 7 kelurahan di kecamatan Ternate Utara. Sebaliknya untuk cakupan

pelayanan dengan kategori >1.000 pelanggan terdapat 6 kelurahan di kecamatan

Ternate Tengah, 3 kelurahan di kecamatan Ternate Selatan, dan 1 kelurahan di

kecamatan Ternate Utara. Sebaran cakupan pelayanan listrik di kota Ternate,

terkonsentrasi pada wilayah-wilayah yang cenderung berada di pusat kota

(kecamatan Ternate Tengah) atau dekat dengan pusat kota.

Komparasi Ketersediaan Listrik Berdasarkan Standar SNI 03-1733-2004

Jaringan distribusi dan jumlah daya terpasang/daya sambung listrik

menjadi hal utama dalam pemenuhan energi listrik. Daya sambung listrik yang

diproduksi oleh pusat pembangkit tenaga listrik disalurkan ke gardu induk melalui

jaringan transmisi selanjutnya diteruskan ke gardu-gardu distribusi kemudian

Page 136: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

117

disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Berdasarkan SNI 03-1733-2004,

mengsyaratkan bahwa setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik

minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari

jumlahkebutuhan rumah tangga.

Evaluasi ketersediaan sarana dan prasarana listrik dianalisis berdasarkan

jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah pelayanan. Besaran daya dalam

wilayah layanan dipengaruhi jumlah dan kepadatan rumah tangga (KK) wilayah

tersebut. Pasokan daya yang dibutuhkan disebar melalui jaringan transmisi (gardu

listrik).

Jika distandarkan daya listrik minimal yang harus dilayani 450 VA per

jiwa, maka dapat dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Ternate di tahun 2011

sebanyak 183.313 jiwa sehingga didapat jumlah daya listrik yang dibutuhkan

adalah 82.491.300 VA atau 82.491 KVA. Dibadingkan dengan daya sambung

41.042 KVA pada tahun 2011, maka pasokan listrik rumah tangga secara

keseluruhan belum mampu melayani standar kebutuhan yang ada dan masih

kekurangan pasokan daya listrik sekitar 50%. Untuk lebih jelasnya disajikan pada

Tabel 35.

Tabel 35. Ketersediaan Daya Listrik dan Jumlah Pelanggan Tahun 2011

Kecamatan Jumlah

Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Keluarga

(KK)

Jumlah Pelanggan

Daya Tersambung

Standar Kebutuhan

Daya

Listrik* (KVA)

Kekurangan Daya Listrik

(PLG) (%) (KVA) (%) (KVA) (%)

Pulau Ternate

15.024 3.947 3.250 82 3.455 51 6.761 3.306 49

Ternate Selatan

65.888 15.795 12.884 82 13.695 46 29.650 15.955 54

Ternate Tengah

54.677 11.898 11.892 100 13.066 53 24.605 11.539 47

Ternate Utara

47.724 10.882 10.186 94 10.827 50 21.476 10.649 50

Kota Ternate

183.313 42.522 38.212 90 41.042 50 82.491 41.449 50

*Standar minimal daya listrik 450 VA per jiwa

Melihat jumlah pelanggan listrik dengan jumlah keluarga di Kota Ternate

yang tersaji pada Tabel 36, maka jumlah keluarga yang telah mendapat akses

listrik sekitar 90%. Pada masing-masing kecamatan, persentase jumlah pelanggan

yang telah teraliri listrik berkisar 82-100%. Persentase jumlah pelanggan tersebut

didasarkan pada perhitungan jumlah pelanggan dibagi dengan jumlah keluarga

Page 137: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

118

yang berada pada masing-masing kecamatan. Hasil perhitungan tersebut

menunjukkan bahwa akses masyarakat terhadap listrik mudah dan telah

menjangkau empat kecamatan yang ada di Kota Ternate.

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Listrik

Ketersediaan infrastruktur listrik telah menjangkau ke seluruh kecamatan

yang berada di kota Ternate. Cakupan pelayanan listrik di tiap kecamatan ikut

mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2011.

Kecamatan Ternate Selatan memiliki jumlah pelanggan listrik PLN yang

terbanyak, sedangkan kecamatan Pulau Ternate memiliki jumlah pelanggan listrik

PLN yang sedikit. Hal ini berkaitan dengan jumlah penduduk pada tiap kecamatan

tersebut. Jika dibandingkan dengan standar SNI 03-1733-2004 yang

mengsyaratkan setiap unit rumah tangga harus dilayani daya listrik minimum 450

VA per jiwa, maka pasokan daya listrik rumah tangga pada tahun 2011 belum

mampu melayani standar kebutuhan masyarakat.

Daya mampu infrastruktur listrik antara tahun 2007 hingga tahun 2008

mengalami penurunan, disebabkan oleh rusaknya mesin pembangkit listrik. Hal

ini mengakibatkan terjadinya pemadaman bergilir dengan waktu rata-rata 4

jam/hari. Pemadaman listrik secara bergilir berdampak pada terganggunya

aktivitas masyarakat dan menambah biaya (cost) untuk produksi di berbagai

sektor yang berujung pada kerugian perekonomian daerah.

Infrastruktur Sistem Drainase

Kondisi Eksisting Ketersediaan Infrastruktur Sistem Drainase

Sistem drainase kota juga disebut sistem tulang daun, yakni terdiri dari

saluran utama/primer (sungai atau kanal) sebagai saluran induk pembawa air

hujan ke laut, saluran pengumpul (sekunder) dan saluran lokal (tersier). Saluran

drainase primer di Kota Ternate berupa sungai (kalimati) membentuk sistem

drainase makro, sedangkan sistem drainase mikro berupa saluran drainase

sekunder dan tersier terbentang mengikuti jaringan jalan utama maupun jalan

lingkungan.

Page 138: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

119

Kondisi eksisting saluran drainase utama kota Ternate, baik alamiah

maupun buatan, di bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih tinggi

(>500 mdpl) dari pada elevasi dasar muara/pantai (< 50 mdpl). Hal ini berkaitan

dengan kondisi topografis yang bervariatif, karena berupa pulau gunung api yang

mengerucut ke puncak (kawah gunung api). Kondisi topografis yang demikian

memudahkan dalam mengalirkan air permukaan menuju ke laut tanpa

memerlukan teknologi, namun kelemahannya terletak pada tingkat sedimentasi

yang sangat tinggi akibat erosi, apalagi jenis tanahnya ialah Regosol yang sangat

peka terhadap pergerakan air.

Secara makro pola penggunaan lahan perkotaan mempengaruhi sistem

drainase. Pola penggunaan lahan di kota Ternate, diantaranya lahan permukiman

(1.270,23 ha), jasa dan perdagangan (69,26 ha), hutan lindung (2.608,26 ha),

perkebunan (5.125,68 ha), dan pertanian lahan kering (208,18 ha). Penggunaan

lahan permukiman terkonsentrasi di kawasan pusat kota, akibat adanya daya tarik

ketersediaan infrastruktur yang terpusat di kawasan tersebut. Keterbatasan lahan

dalam kota yang disertai tingginya harga lahan serta kecenderungan

berkembangnya permukiman yang mendekat ke infrastruktur kota memicu

pembangunan perumahan pada areal bantaran sungai serta lahan pertanian dan

perkebunan yang berfungsi sebagai daerah resapan air dengan tingkat kemiringan

lereng 15-30%. Kondisi ini akan berdampak pada cepatnya atau bertambah besar

aliran permukaan dan berkurangnya cadangan air tanah, karena semakin

berkurangnya daerah resapan air.

Laju pertumbuhan penduduk perkotaan yang tinggi, akan berdampak pada

kebutuhan lahan permukiman. Kondisi demikian tentunya mempengaruhi

konversi lahan dari kawasan perkebunan maupun pertanian menjadi kawasan

permukiman. Konversi lahan di kota Ternate tidak merata di setiap kecamatan,

disebabkan karena hanya 3 (tiga) kecamatan yang berada di pusat kota atau dekat

pusat kota, cenderung memiliki daya tarik untuk bermukim di lokasi tersebut.

Khususnya untuk lahan permukiman di sekitar pesisir pantai ikut terkonversi

menjadi lahan jasa dan perdagangan, sedangkan wilayah belakang/puncak gunung

(hinterland) terkonversi menjadi kawasan permukiman.

Page 139: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

120

Konversi lahan perkebunan dan pertanian menjadi lahan terbangun seperti

permukiman ataupun sarana dan prasarana tentunya akan berpengaruh pada

kondisi tata air tanah dan fisiografis lahan. Kemampuan tanah dalam menyerap air

akan semakin berkurang seiring dengan terganggunya tata air tanah yang

berdampak pada besarnya aliran permukaan serta perubahan permukaan tanah.

Tanpa adanya upaya pematangan lahan yang baik, maka akan berakibat terjadinya

longsor dan erosi karena sangat tidak menguntungkan dengan jenis tanah Regosol

dan kemiringan lereng rata-rata >8-15% yang mendominasi bentang alam kota

Ternate. Material erosi dan longsor yang terbawa serta kedalam saluran air dan

sungai menyebabkan pendangkalan dan penyempitan saluran.

Kondisi saluran drainase di kecamatan Ternate Tengah menunjukkan

bahwa terdapat 13 sungai yang melintasi wilayah tersebut sebagai saluran primer

dengan 107 bangunan gorong-gorong (Culvert), 18.131 m saluran tersier, 30.276

m saluran sekunder yang sebagian besar membentang mengikuti jaringan jalan

kolektor yang berada di kawasan permukiman seluas 340,10 ha atau 24,79% dari

jumlah luas wilayahnya 1.371,88 ha. Lebih jelasnya disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Tengah

Kelurahan Luas

Wilayah (ha)

Luas Lahan Permukiman

(ha)

Panjang Drainase Jumlah Bangunan Drainase

Sekunder (m)

Tersier (m)

Gorong-Gorong Sungai

Makassar Timur 18,74 18,68 1432 802 12 -

Makassar Barat 29,03 22,75 1150 2250 9 -

Santiong 24,36 16,47 1440 1906 8 1

Gamalama 40,56 38,99 3578 1394 19 -

Kalumpang 25,73 24,38 2383 1945 13 1

Moya 453,20 15,91 3596 2739 19 2

Marikrubu 432,79 51,12 5932 475 7 4

Muhajirin 14,38 14,03 1050 278 3 -

Tanah Raja 8,42 8,42 792 444 3 -

Stadion 16,54 14,78 1405 1096 - -

Kampung Pisang 14,73 14,13 1198 1004 2 1

Maliaro 249,66 57,55 2747 1696 9 4

Takoma 20,46 20,39 1886 1042 - -

Kota Baru 23,28 22,50 1687 1060 3 -

Jumlah 1.371,88 340,10 30.276 18.131 107 13

Sumber : Dinas PU Kota Ternate (2008)

Jaringan drainase yang berada di kecamatan Ternate Tengah seperti yang

terlihat dalam Gambar 35, menunjukkan bahwa masih terdapat spot-spot area

permukiman yang belum terlayani saluran drainase. Umumnya lokasi-lokasi

Page 140: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

121

tersebut berada pada topografi dataran tinggi (>500 mdpl) atau dengan tingkat

kemiringan lereng >20%. Lokasi tersebut diantaranya berada di 4 kelurahan yaitu

kelurahan Marikurubu, kelurahan Maliaro, kelurahan Soa dan kelurahan Makassar

Barat.

Gambar 35. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Tengah

Pola jaringan drainase di kecamatan Ternate Tengah membentuk 3 (tiga)

pola, yaitu pola pararel, pola siku dan pola jaring-jaring. Saluran-saluran drainase

yang membentuk pola pararel dibuat sejajar dengan saluran sekunder untuk dialiri

ke pembuangan saluran primer yakni sungai hingga menuju ke laut. Pola siku dan

pola jaring-jaring berfungsi sebagai saluran penampung sebelum masuk ke

saluran sekunder.

Kecamatan Ternate Selatan memiliki saluran drainase yang terdiri dari 39

sungai sebagai saluran primer, 142 bangunan gorong-gorong, 19.070 m saluran

tersier, dan 31.801 m saluran sekunder yang berada di kawasan permukiman

(412,91 ha), dimana saluran sekunder sebagian besar membentang mengikuti

jaringan jalan kolektor (Tabel 37). Kecamatan ini memiliki saluran primer

(sungai) terbanyak dibanding kecamatan lainnya, sehingga aliran air dari hulu

Page 141: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

122

sebagian besar masuk ke sungai-sungai yang melintasi kecamatan Ternate

Selatan. Namun demikian dimensi sungai yang berada di bagian hilir cenderung

semakin menyempit yang diakibatkan oleh permukiman warga yang berada di

bantaran sungai. Selain itu, tumpukan sampah dan sedimentasi masih terlihat di

hilir sungai hingga sampai ke tepi pantai.

Tabel 37. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Selatan

Kelurahan

Luas

Wilayah

(ha)

Luas Lahan

Permukiman

(ha)

Panjang Drainase Jumlah Bangunan

Drainase

Sekunder

(m)

Tersier

(m)

Gorong-

Gorong Sungai

Toboko 12,06 10,42 956 1213 2 -

Tanah Tinggi 44,56 33,10 3241 1713 6 3

Jati 58,11 41,13 3988 1750 6 -

Jati Perumnas 25,31 16,70 1922 1849 10 2

Tobona 302,89 27,69 1872 996 10 2

Mangga Dua 58,03 51,87 1628 2487 6 3

Ubu-Ubo 22,23 21,59 1864 1082 11 1

Bastiong 60,38 57,91 2270 2803 28 3

Kalumata 333,63 73,54 2771 745 30 5

Sasa 388,83 30,91 938 1974 12 5

Gambesi 311,29 26,63 3814 2280 9 7

Fitu 331,15 21,42 6537 178 12 8

Jumlah 1.948,47 412,91 31.801 19.070 142 39

Sumber : Dinas PU Kota Ternate (2008)

Jaringan drainase yang berada di kecamatan Ternate Selatan, menunjukkan

bahwa masih terdapat spot-spot area permukiman yang belum terlayani saluran

drainase. Umumnya lokasi-lokasi tersebut berada pada topografi dataran tinggi

(>700 mdpl) atau dengan tingkat kemiringan lereng >40%. Lokasi tersebut

diantaranya berada di 3 kelurahan yaitu kelurahan Kalumata, kelurahan Tobona,

dan kelurahan Ngade (Gambar 36).

Page 142: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

123

Gambar 36. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Selatan

Pola jaringan drainase di kecamatan Ternate Selatan membentuk 4 (empat)

pola, yaitu pola pararel, pola siku, pola jaring-jaring dan pola grid iron. Pola

pararel pada jaringan drainase di lokasi ini berfungsi sebagai saluran pengumpul

untuk selanjutnya diteruskan ke saluran primer. Pola siku cocok untuk wilayah

dengan topografi dataran tinggi, dimana aliran air dapat dialiri dari saluran

sekunder yang dibuat lebih tinggi untuk mengaliri dengan baik langsung ke

sungai/laut. Pola jaring-jaring berfungsi sebagai saluran penampung/pengumpul

sebelum masuk ke saluran sekunder. Beberapa saluran drainase sekunder yang

membentuk pola grid iron dibangun sejajar satu sama lain sedangkan saluran yang

lainnya dibuat sebagai saluran pengumpul.

Kondisi saluran drainase di kecamatan Ternate Utara menunjukkan bahwa

terdapat 13 sungai yang melintasi wilayah tersebut dengan 101 bangunan gorong-

gorong, 24.479 m saluran terseier, 18.703 m saluran sekunder yang berada di

permukiman 360,79 ha atau 24,33% dari jumlah luas wilayahnya 1.482,42 ha

(lihat Tabel 38).

Page 143: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

124

Tabel 38. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Ternate Utara

Kelurahan

Luas

Wilayah

(ha)

Luas Lahan

Permukiman

(ha)

Panjang Drainase Jumlah Bangunan

Drainase

Sekunder

(m)

Tersier

(m)

Gorong-

Gorong Sungai

Tabam 234,89 39,76 1602 142 5 -

Tafure 71,06 61,42 1959 106 3 1

Tubo 202,01 13,87 2663 454 5 1

Akehuda 52,79 34,82 2374 554 9 1

Dufa-Dufa 270,31 42,72 1825 1275 11 2

Sangaji 130,92 32,73 3700 6923 20 2

Toboleu 118,46 27,91 2725 2271 12 1

Salero 20,18 14,42 921 1741 12 1

Kasturian 59,67 20,53 3877 1841 11 1

Soasio 17,90 14,67 681 621 6 1

Soa 46,76 26,68 2122 2248 6 2

Sango 257,47 31,26 30 527 1 -

Jumlah 1.482,42 360,79 24.479 18.703 101 13

Sumber : Dinas PU Kota Ternate (2008)

Sebagian area permukiman di kecamatan Ternate Utara masih belum

terlayani saluran drainase. Umumnya lokasi-lokasi tersebut berada pada topografi

dataran tinggi (>700 mdpl) atau dengan tingkat kemiringan lereng >40%. Lokasi

tersebut diantaranya berada di 3 kelurahan yaitu kelurahan Kasturian, kelurahan

Tubo, dan kelurahan Sangaji (Gambar 37).

Gambar 37. Jaringan Drainase di Kecamatan Ternate Utara

Page 144: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

125

Pola jaringan drainase di kecamatan Ternate Utara membentuk 4 (empat)

pola, yaitu pola grid iron, pola radial, pola siku, dan pola jaring-jaring. Jaringan

drainase dengan pola grid iron yakni seluruh drainase tersier mengarah pada

drainase sekunder yang berada memanjang mengikuti jaringan jalan kemudian

masuk ke saluran primer (sungai) hingga menuju ke laut. Pola radial dibangun

agar supaya air berpencar ke segala arah sehingga air dibuang ke sebelah utara

yang merupakan lahan perkebunan, ke sebelah timur menuju drainase sekunder

sedangkan ke selatan menuju sungai. Pola siku dan pola jaring-jaring berfungsi

sebagai saluran pengumpul sebelum masuk ke saluran sekunder.

Kecamatan Pulau Ternate memiliki 13 kelurahan, yang terdata memiliki

saluran drainase hanya 3 kelurahan yaitu kelurahan Kastela, Foramadiahi dan

Jambula. Kondisi saluran drainase di kecamatan Pulau Ternate menunjukkan

bahwa terdapat 9 sungai yang melintasi wilayah tersebut dengan 17 bangunan

gorong-gorong (Culvert), 2.247 m saluran tersier, 2.918 m saluran sekunder yang

sebagian besar membentang mengikuti jaringan jalan kolektor primer (jalan trans

Ternate). Jumlah luas wilayah kecamatan ini adalah 4.770,68 ha dengan luas

lahan permukiman 172,56 ha atau 3,62% dari luas jumlahnya. Kondisi saluran

drainase di kecamatan Pulau Ternate dapat dilihat pada Tabel 39.

Tabel 39. Kondisi Saluran Drainase di Kecamatan Pulau Ternate

Kelurahan

Luas

Wilayah

(ha)

Luas Lahan

Permukiman

(ha)

Panjang Drainase Jumlah Bangunan

Drainase

Sekunder

(m)

Tersier

(m)

Gorong-

Gorong Sungai

Kastela 144,48 11,07 955 415 9 5

Foramadiahi 491,59 5,63 825 958 6 2

Jambula 115,16 33,01 1138 874 2 2

Jumlah 751,23 49,71 2.918 2.247 17 9

Sumber : Dinas PU Kota Ternate (2008)

Kecamatan ini memiliki luas permukiman terkecil dibanding dengan

kecamatan lain, sehingga ikut berpengaruh pada jaringan drainase yang tersedia.

Jaringan drainase yang berada di kecamatan Pulau Ternate, menunjukkan bahwa

masih terdapat spot-spot area permukiman yang belum terlayani saluran drainase.

Lokasi tersebut diantaranya berada di 3 kelurahan yaitu kelurahan Afetaduma,

kelurahan Rua, dan kelurahan Dorpedu (Gambar 38).

Page 145: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

126

Gambar 38. Jaringan Drainase di Kecamatan Pulau Ternate

Pola jaringan drainase yang terdapat di kecamatan ini ialah bentuk pola

siku, dan pola grid iron. Pola tersebut dapat terlihat dari adanya saluran drainase

yang dibuat sejajar yang berfungsi sebagai pencegah pembebanan aliran sebelum

masuk pada saluran drainase penampung sekaligus pengantar menuju saluran

drainase primer/alam (sungai), bahkan drainase pencegah pembebanan aliran bisa

juga langsung menuju sungai.

Kondisi eksisting saluran riol di kota Ternate terdapat pada jalan utama

kota (jalan kolektor primer) atau tepatnya berada di jalan utama (kelurahan

Takoma) yang saat ini belum mampu bekerja secara maksimal. Saluran riol

membentang sepanjang 200 m, dimensi lebar 2 m dan tinggi 2 m dengan kapasitas

tampung 800 m3 harusnya dapat menampung debit 5,25 m

3/det. Namun hal

tersebut belum dapat terpenuhi, karena disebabkan oleh tingginya outlet riol yang

bermuara pada sungai Takoma berada sama dengan tinggi air sungai pada saat

musim hujan, disamping itu desain outlet riol yang dibangun tanpa

memperhitungkan aliran air sungai sehingga jika terjadi hujan dengan intensitas

tinggi, kerap menimbulkan back water pada saluran riol.

Page 146: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

127

Limpasan air (run-off) dari wilayah belakang atau dari wilayah atas

(dataran tinggi) yang membebani saluran drainase di pusat kota (kelurahan

Gamalama dan sekitarnya) yang dapat menimbulkan genangan atau banjir lokal,

dapat diatasi dengan adanya riol di kelurahan Takoma. Apabila kawasan

permukiman berkembang di kawasan ini atau daerah atasnya, maka diketahui

koefisien pengaliran akan meningkat maka dapat dievakuasi masuk kedalam riol

tersebut. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa air limpasan dari daerah atas

yang kerap menimbulkan masalah banjir bagi kawasan pusat kota dapat diatasi

dengan saluran riol tersebut (Dinas PU Kota Ternate, 2008).

Identifikasi Daerah Genangan di Kota Ternate

Sistem drainase di kota Ternate masih terdapat saluran-saluran yang tidak

berfungsi dengan baik sehingga menimbulkan genangan, misalnya di kelurahan

Gamalama, kelurahan Mangga Dua Utara, kelurahan Dufa-Dufa, kelurahan Tafure

dan Kelurahan Tubo (Lihat Tabel 40 dan Gambar 39). Hal ini disebabkan oleh

rusaknya saluran drainase akibat dari sedimentasi dan tumpukan sampah pada

saluran yang menyumbat aliran air.

Tabel 40. Hasil Identifikasi Genangan di Kota Ternate

Lokasi Genangan Banjir

Data Kuantitatif Genangan Area yang

Tergenang Luas

(ha)

Tinggi

(cm)

Waktu Konsentrasi

(menit)

Jl. Poros Tafure 0,4 15 15 Jalan

Kel. Tubo RT 03-08 1,7 20 90 Jalan dan rumah

penduduk

Jl. Poros Mangga Dua

(Depan SD Islamiyah) 0,2 10 12 Jalan

Kel. Gamalama

(Depan RS. Dharma Ibu) 0,3 15 15 Jalan

Kel. Dufa-Dufa

Lingkungan Toloko 0,7 20 30 Jalan dan rumah

penduduk

Sumber : Dinas PU Kota Ternate (2008)

Faktor penyebab terjadinya banjir dan genangan di kota Ternate adalah

sebagai berikut :

a. Limpasan air dari sungai menggenangi dalam kota.

b. Limpasan air akibat kecepatan aliran air dalam saluran yang tinggi terutama

drainase yang berada pada jalan yang memiliki kemiringan.

Page 147: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

128

c. Menurunnya kemampuan saluran/drainase akibat sedimentasi/endapan lumpur

dan penyumbatan akibat sampah.

d. Tidak cukupnya kapasitas saluran drainase kota.

e. Dimensi saluran yang mengecil akibat penyerobotan lahan permukiman atau

bangunan ataupun adanya bangunan di atas saluran.

f. Kemungkinan back water di saluran drainase atau di muara-muara sungai

karena air pasang atau karena sampah dan sedimentasi.

Gambar 39. Jaringan Drainase dan Daerah Genangan di Kota Ternate

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Sistem Drainase

Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan

yang sangat penting dalam menangani kelebihan air permukaan sebelum masuk

ke alur-alur besar atau sungai. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari

kualitas sistem drainase yang ada. Kondisi sistem drainase yang ada di kota

Ternate memberikan gambaran bahwa masih terdapat wilayah yang belum

tersedia saluran drainase (khususnya dataran tinggi) dan daerah-daerah genangan

yang umumnya terjadi pada saluran-saluran yang berada di jalan-jalan pusat kota.

Waktu konsentrasi genangan tidak berlangsung lama (rata-rata 30 menit) dan

Page 148: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

129

terjadi jika intensitas hujan tinggi. Namun demikian, genangan air tersebut dapat

memperlambat kendaraan yang melintas dan secara berjangka air dapat merusak

infrastruktur jalan. Selain itu, genangan air dapat menurunkan kualitas lingkungan

yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

Infrastruktur Persampahan

Kondisi Eksisting Ketersediaan Infrastruktur Persampahan

Pengelolaan sampah di kota Ternate merupakan tanggung jawab Dinas

Kebersihan Kota Ternate semenjak tahun 1998, dengan menggunakan pola

pengolahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). TPA Buku Deru-Deru terletak di

Kelurahan/Desa Takome Kecamatan Pulau Ternate merupakan tempat

pemrosesan akhir terhadap sampah perkotaan. Akses ke TPA ±15 km dari pusat

kota, dengan luas 60 ha dan kondisi topografisnya bergelombang pada bagian kaki

bukit, serta kemiringan lereng 8-15% kearah pantai dengan kondisi tanah

bebatuan.

Sistem pengelolaan TPA saat ini masih menggunakan sistem open

dumping dengan zona aktif 5,25 ha dimanfaatkan sebagai lahan penimbunan

terbuka, 0,02 ha digunakan sebagai sarana dan prasarana pendukung TPA dan

bangunan komposting. Untuk lahan yang termasuk zona pasif seluas 7,80 ha

merupakan eks lahan penimbunan sampah sistem open dumping dan 0,4 ha sistem

controlled landfill. Sisa lahan ±46,52 ha merupakan zona penyangga yang

ditumbuhi oleh berbagai semak belukar dan tanaman non produktif. Fungsi zona

penyangga tersebut berguna untuk meredam dampak yang timbul dari aktivitas

TPA seperti bau dan kebisingan terhadap masyarakat yang bermukim di

sekitarnya (lihat Tabel 41 dan Gambar 39).

Tabel 41. Kondisi Eksisting TPA Buku Deru-Deru No Area Luas (ha) Keterangan

1 Zona Pasif

TPA controlled landfill

Eks open dumping

1,12

0,40

Belum beroperasi

Tidak beroperasi

2 Zona Aktif

Open dumping

Bangunan sarana dan prasarana

Bangunan Komposting

5,25

0,18

0,01

3 Zona Penyangga

Semak belukar, tanaman non

produktif

53,03

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Ternate (2008)

Page 149: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

130

Pengolahan sampah secara open dumping dinilai ekonomis terhadap biaya

serta mekanisme pelaksanaannya mudah, namun dampak yang ditimbulkan cukup

kompleks terhadap lingkungan sekitar TPA. Dampak yang ditimbulkan meliputi

pencemaran udara berupa bau, pencemaran air meliputi pengaruh fisik dan kimia

air serta penyakit yang ditularkan oleh perkembangbiakan hewan misalnya lalat,

tikus, kecoak, cacing dan berbagai hewan lainnya. Selain itu sistem sanitasi yang

tidak baik dapat menimbulkan pencemaran air, karena air lindi dapat

meresap/merembes secara terinfiltrasi masuk kedalam tanah yang dapat

menyebabkan pencemaran tanah, air permukaan maupun air sungai yang berada di

sekitarnya.

Secara teknis sistem pengolahan sampah dengan metode open dumping

dimulai dari kedatangan truck amroll atau dump truck yang mengangkut sampah

dari sumber sampah ke lokasi TPA, selanjutnya petugas pengawas lapangan

menunjukkan lokasi dimana sampah yang datang harus dibongkar, hasil

pembongkaran selanjutnya diratakan tanpa diberi timbunan penutup, hal ini

berlangsung setiap hari yang dilakukan oleh petugas pengelola di lokasi TPA.

Adapun mekanisme pengelolaan sampah di lokasi TPA diantaranya dengan cara

penimbunan, komposting, pemanfaatan sapi, serta daur ulang (recycling).

Dalam perencanaannya kedepan, sistem open dumping akan ditingkatkan

menjadi controlled landfill dengan mengambil lokasi dari zona aktif TPA seluas

1,12 ha (Dinas Kebersihan Kota Ternate, 2008). Penyiapan prasarana untuk

controller landfill telah dilaksanakan sebagian seperti penyediaan area sel dengan

sistem geomembran. Pemrosesan air lindi yang terdiri dari 3 (tiga) kolam, yaitu

kolam anaerobik, kolam fakultatif, dan kolam maturasi, pipa saluran air lindi yang

meliputi pipa primer 6” dan pipa sekunder 4”, dan pembuatan sumur kontrol

kualitas air sebanyak 3 buah. Akan tetapi prasarana tersebut belum dapat

dipergunakan karena ada beberapa hal teknis yang masih dipertimbangkan.

Page 150: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

131

Gambar 40. Blok Pelayanan dan Prasarana Persampahan Kota Ternate

Pengelolaan persampahan di Kota Ternate hingga saat ini baru

menjangkau 28 kelurahan pada 3 kecamatan di Kota Ternate yang terbagi dalam

10 blok pelayanan. Pada kecamatan Ternate Utara hanya dapat menjangkau 12

kelurahan dari jumlah14 kelurahan yang ada dan terbagi dalam 3 blok pelayanan.

Sementara untuk kecamatan Ternate Tengah hanya mampu menjangkau kelurahan

yang berada di sekitar kawasan pesisir yaitu 12 kelurahan dari jumlah 15

kelurahan dan terbagi dalam 4 blok pelayanan. Kecamatan Ternate Selatan hanya

terlayani 12 kelurahan dari jumlah17 kelurahan yang ada dan terbagi dalam 4 blok

pelayanan. Kecamatan Pulau Ternate belum sama sekali terlayani untuk

pengangkutan sampah ke TPA. Namun demikian lokasi Tempat Pembuangan

Sementara (TPS) tersebar merata di seluruh kecamatan (lihat Gambar 40).

Cakupan pelayanan pada tahun 2010 sebesar 80,02% dari jumlah penduduk Kota

Ternate (lihat Tabel 42).

Page 151: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

132

Tabel 42. Produksi/Volume Sampah di TPA Kota Ternate

Lokasi

Volume TPA Produksi Sampah Dan Tingkat Pelayanan

Luas

(ha)

Luas Terpakai

(ha)

Produksi sampah Jumlah Tingkat

Pelayanan (jiwa) Per hari

(m3)

Per hari

lt/hari

TPA

Buku Deru-

Deru

(Kel.Takome)

56 3 145 2,5

80,02 %

dari jumlah

penduduk kota

Ternate

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Ternate (2010)

Komparasi Ketersediaan InfrastrukturPersampahan Berdasarkan Standar SNI

19-2454-2002

Kondisi eksisting penanganan persampahan di Kota Ternate dianalisis

menggunakan beberapa pola pelayanan yang disesuaikan dengan SNI 19-2454-

2002, dengan wilayah pelayanan antara lain :

1. Sampah Rumah Tangga

Untuk daerah permukiman menggunakan pola pelayanan dengan sistem

pola individual langsung atau sistem door to door yaitu sampah dikumpulkan dan

diangkut dengan dump truk dari sumbernya ke TPA. Masyarakat hanya

mengumpulkan dengan kantong-kantong plastik dan meletakkan dipinggir jalan.

Pola pelayanan tersebut sering menimbulkan kemacetan atau sulitnya kendaraan

berlintasan di permukiman yang jalannya sempit. Selain itu sistem door to door

ini waktu tempuh pengumpulan dan pengangkutan sampah menjadi lebih lama.

2. Sampah Perkantoran

Pola pelayanan sampah perkantoran menggunakan pola komunal langsung

yaitu sampah dikumpulkan pada wadahnya/TPS kemudian langsung diangkut ke

TPA menggunakan dump truk.

3. Sampah Jalan, Taman dan Drainase.

Pengumpulan sampah jalan, taman dan drainase pada umumnya dilakukan

pembersihan sampah dan dikumpulkan pada bak sampah kemudian diangkut

langsung ke TPA.

4. Sampah Pasar

Untuk areal pasar, pola pelayanan yang dipakai adalah pola kumunal

langsung yaitu sampah diangkut langsung ke TPA setelah sampah dikumpulkan

warga pasar dalam kontainer yang disediakan Dinas Kebersihan Kota Ternate.

Page 152: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

133

namun demikian, ada pula sampah yang sebagian diolah (komposting) misalnya

di wilayah kelurahan Gamalama yang menyediakan bangunan komposting untuk

mengolah sampah yang berasal dari pasar.

Merujuk pada SNI 19-3983-1995 tentang spesifikasai timbulan sampah

untuk ukuran kota kecil yaitu 2,5–2,75 lt/org/hari, maka timbulan sampah yang

diangkut ke TPA telah sesuai dengan standar yang ada (lihat Tabel 42) dengan

komposisi sampah terlihat pada Tabel 44. Ini berarti bahwa dengan jumlah

penduduk kota Ternate di tahun 2010 yang mencapai 174.945 jiwa menghasilkan

produksi sampah sebesar 2,5 lt/hari, dengan komposisi sampah terbesar yaitu dari

komponen sampah sisa makanan (organik). Namun timbulan sampah yang tidak

terangkut ke TPA belum dapat diketahui, karena adanya lokasi (kelurahan) yang

belum terlayani pengangkutan sampah misalnya pada kelurahan-kelurahan yang

berada di kecamatan Pulau Ternate (lihat Gambar 39).

Tabel 43. Komposisi Sampah Kota Ternate

No Komponen Sampah Berat Sampah per

Komponen di TPA (kg)

Persentase

(%)

1

2

3

4

5

6

7

Sisa Makanan (organik)

Kertas

Plastik

Kaca/botol gelas

Kulit

Logam

Kaleng

63,82

2,51

3,40

2,88

0,21

2,48

3,19

81,31

3,20

4,33

3,67

0,27

3,16

4,06

Jumlah 78,49 100,00

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Ternate (2010)

Adapun produksi sampah dan kapasitas pelayanan mulai dari tahun 2005

sampai 2008 disajikan pada Tabel 44.

Tabel 44. Produksi Sampah dan Tingkat Pelayanan Sampah Tahun 2005-2008

Tahun Jumlah

Penduduk (jiwa)

Jumlah Penduduk Terlayani

Jumlah Penduduk

Tidak Terlayani

Produksi Sampah

Diangkut ke TPA

Tidak diangkut ke TPA

jiwa % jiwa % m3/tahun m3/tahun % m3/tahun %

2005

2006 2007 2008

163.166

165.961 171.722 185.453

134.499

141.272 142.134 153.925

82

85 83 83

28.667

24.689 29.588 31.528

18

15 17 17

129.240

131.400 136.080 146.880

77.040

80.280 82.800 90.000

60

61 61 61

52.200

51.120 53.280 56.880

40

39 39 39

Kapasitas pelayanan sampah dari tahun 2005 hingga tahun 2008,

menunjukkan adanya peningkatan pelayanan. Ini ditandai dengan meningkatnya

tingkat pelayanan pada tahun 2005 hanya mampu melayani penduduk 134.499

Page 153: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

134

jiwa (82%) dari jumlah penduduk meningkat 153.925 jiwa (83%) di tahun 2008.

Jumlah penduduk yang tidak terlayani hanya berkisar 17%-18% dari jumlah

penduduk di tahun 2005-2008. Hal ini tentunya berpengaruh pada kapasitas

angkut sampah, dimana produksi sampah yang dihasilkan tidak secara

keseluruhan diangkut ke TPA. Tercatat dari Tabel 44 bahwa produksi sampah

pada tahun 2008 yaitu 146.880 m3/tahun, hanya dapat diangkut ke TPA 90.000

m3/tahun (61%) atau adanya produksi sampah yang tidak terangkut berkisar

56.880 m3/tahun (39%).

Sampah yang tidak terangkut ke TPA, umumnya dikelola masyarakat

dengan cara pembakaran sampah dan membuang sampah ke sungai atau tepi

pantai. Fenomena tersebut sudah membudaya dan berlangsung sejak lama. Hal ini

mengakibatkan terjadinya pencemaran air di sekitar tepian pantai. Contoh kasus

ialah pada kawasan permukiman yang berada diatas air (rumah gantung) di

kelurahan Makassar Timur, sebelumnya tidak difasilitasi dengan sarana sanitasi

dan persampahan yang ideal sehingga badan air sangat mudah tercemar oleh

aktivitas masyarakat yang membuang sampah ataupun MCK di tepian pantai

tersebut (Djafar, 2004). Kawasan permukiman tersebut sangat terlihat kumuh dan

tepat berada di kawasan waterfront, sehingga sangat menganggu estetika kota.

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Persampahan

Sampah di kota Ternate dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Ternate

semenjak tahun 1998, dengan menggunakan pola pengolahan Tempat

Pembuangan Akhir (TPA). Sistem pengelolaan TPA saat ini masih menggunakan

sistem open dumping yang dinilai ekonomis dalam hal biaya serta mekanisme

pelaksanaannya yang mudah, namun berdampak terhadap lingkungan sekitar

TPA.

Pengelolaan persampahan di Kota Ternate telah menjangkau 28 Kelurahan

dari 59 kelurahan yang berada di Kota Ternate yang terbagi dalam 10 (sepuluh)

blok pelayanan. Kapasitas pelayanan sampah pada tahun 2005-2008 cenderung

meningkat dari 82% (134.499 jiwa) menjadi 83% (153.925 jiwa). Produksi

sampah yang dihasilkan tidak secara keseluruhan diangkut ke TPA. Produksi

sampah pada tahun 2008 adalah 146.880 m3/tahun, hanya dapat diangkut ke TPA

61% dan sampah yang tidak terangkut berkisar 39%. Sampah yang tidak terangkut

Page 154: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

135

ke TPA, umumnya dikelola masyarakat dengan cara pembakaran sampah dan

membuang sampah ke sungai atau tepi pantai. Hal ini mengakibatkan terjadinya

pencemaran lingkungan di sekitarnya.

Dengan demikian, pengelolaan sampah di Kota Ternate memerlukan

perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh, karena hal ini berkaitan erat

dengan keindahan kota dan kesehatan masyarakat. Semakin besar ukuran suatu

kota, maka masalah persampahan semakin sulit ditangani karena jumlah

bangkitan sampah semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi

Prasarana Pendidikan

Kondisi Eksisting Prasarana Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen

sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional. Secara berjenjang pendidikan dasar terdiri dari pendidikan

anak usia dini meliputi taman kanak-kanak, raudhatul athfal, kelompok bermain

dengan masa pendidikan 2-3 tahun, pendidikan dasar 6 tahun meliputi sekolah

dasar, madrasah ibtidaiyah, kelompok belajar paket A, dan pendidikan dasar 3

tahun meliputi sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah dan kelompok

belajar paket B.

Sebaran prasarana pendidikan dasar di kota Ternate tahun 2010 adalah

jumlah TK 42 unit, jumlah SD 96 unit, jumlah SMP sebesar 19 unit, jumlah

SMU/SMK sebesar 19 unit. Sebaran prasarana pendidikan dasar pada setiap

jenjang dikaitkan dengan jumlah peserta didik (siswa) dan jumlah tenaga pendidik

(guru). Jumlah prasarana pendidikan dasar di Kota Ternate disajikan dalam Tabel

45 dan Tabel 46.

Tabel 45. Jumlah Prasarana Pendidikan

Kecamatan Jumlah Praarana Pendidikan

TK SD SLTP SMU/SMK

Pulau Ternate 7 13 4 1

Ternate Selatan 12 33 8 7 Ternate Tengah 12 27 5 6

Ternate Utara 11 23 2 5

Kota Ternate 42 96 19 19

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Page 155: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

136

Tabel 46. Jumlah Peserta dan Tenaga Pendidik

Kecamatan TK SD SLTP SMU/SMK

Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru

Pulau Ternate 249 37 1.637 189 440 64 118 33

Ternate Selatan 395 56 5.912 391 2.088 208 1.630 197 Ternate Tengah 396 62 6.283 372 2.473 187 3.213 255

Ternate Utara 381 57 3.819 274 1.502 96 2.353 280

Kota Ternate 1.421 212 17.651 1.226 6.503 555 7.314 765

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Komparasi Ketersediaan Prasarana Pendidikan Berdasarkan Standar SNI 19-

2454-2002

Perencanaan fasilitas pendidikan yang didasarkan pada tujuan pendidikan,

harus menyediakan ruang belajar untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan, serta sikap siswa (peserta didik) secara optimal. Penyedian fasilitas

pendidikan di suatu wilayah harus mempertimbangkan usia anak sekolah yang

membutuhkan pendidikan, pendekatan ruang setiap unit dalam lingkungan, dan

memperhatikan jangkauan radius pelayanan.

Kebutuhan prasarana pendidikan berdasarkan SNI-03-1733-2004,

dianalisis dari jumlah penduduk (usia anak sekolah) secara berjenjang dari unit

terendah (PAUD/TK) hingga unit tertinggi (SMU/SMK). Kebutuhan taman

kanak-kanak (TK) per 1.250 jiwa dengan radius 500 meter, dimana 1 gedung

sekolah minimal terdapat 2 ruang belajar/kelas yang diisi oleh 25-30 siswa dan

berada di dalam lingkungan perumahan. Sekolah Dasar (SD) per 1.600 jiwa

dengan radius 1 km, dimana 1 gedung sekolah minimal terdapat 6 ruang

belajar/kelas yang diisi oleh 40 siswa serta berada di dalam lingkungan

perumahan bergabung dengan taman dan ruang terbuka hijau. Sekolah Menengah

Pertama (SLTP) per 4.800 jiwa dengan radius 1 km, dimana 1 gedung sekolah

minimal terdapat 6 ruang belajar/kelas yang diisi oleh 40 siswa dan dapat

bergabung dengan Sekolah Dasar serta akses pencapaian dapat juga ditempuh

dengan kendaraan dan berlokasi di jalan lokal atau jalan lingkungan perumahan.

Dengan mengetahui jumlah anak usia sekolah, maka secara langsung akan

diketahui kebutuhan prasarana pendidikan dalam suatu wilayah. Hingga tahun

2010, jumlah usia sekolah di Kota Ternate pada masing-masing jenjang

pendidikan disajikan pada Tabel 47.

Page 156: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

137

Tabel 47. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Sekolah Pendidikan Dasar

Kecamatan Umur 0-4

Tahun (jiwa)

Umur 5-9

Tahun (jiwa)

Umur 10-14

Tahun (jiwa)

Umur 15-19

Tahun (jiwa)

Pulau Ternate

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

2.243

4.807

5.952

4.020

1.798

6.038

6.311

3.974

1.938

3.277

3.954

2.819

2.595

3.121

4.412

3.892

Kota Ternate 17.022 18.121 11.988 14.020

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Kebutuhan dan Ketersediaan Prasarana Pendidikan Taman Kanak Kanak (TK)

Usia sekolah untuk pendidikan usia dini (TK) diasumsikan rata-rata 2-4

tahun sebanyak 10.000 jiwa (Tabel 47), maka kebutuhan ruang belajar ialah 333

kelas (standar SNI 03-1733-2004; 1 ruang kelas @ 25-30 siswa) atau 167 sekolah

(1 gedung sekolah minimal 2 ruang belajar).

Jika dibandingkan dengan kondisi eksisting TK yang ada di Kota Ternate

(tahun 2010) yang hanya berkisar 42 unit sekolah atau ketersediaan hanya

berkisar 25% (lihat Tabel 48), maka ketersediaan gedung sekolah TK belum

mencukupi dari segi jumlah penduduk usia sekolah yang terlayani. Dari

perhitungan tersebut maka terlihat bahwa masih kekurangan fasilitas sekolah

sebanyak 125 unit (75%). Jumlah penduduk yang tercatat sebagai siswa TK hanya

berkisar 1.421 siswa, sementara dengan melihat jumlah anak usia sekolah

pendidikan usia dini sebanyak 10.000 jiwa menunjukkan bahwa masih ada sekitar

8.000 jiwa (75%) yang belum mendapatkan akses pendidikan TK.

Tabel 48. Jumlah Prasarana Pendidikan TK di Kota Ternate

Kecamatan Jumlah

Penduduk

(Usia 0-4)

Kebutuhan Ketersediaan Kekurangan

Ket Anak Usia Sekolah*

Sekolah Siswa Sekolah % Sekolah %

Pulau Ternate 2.243 1.300 22 249 7 32 15 68 Tidak cukup

Ternate Selatan 4.807 2.800 47 395 12 26 35 74 Tidak cukup

Ternate Tengah 5.952 3.500 58 396 12 21 46 79 Tidak cukup

Ternate Utara 4.020 2.400 40 381 11 28 29 73 Tidak cukup

Kota Ternate 17.022 10.000 167 1.421 42 25

125 75

Tidak Cukup

*) Asumsi dari data jumlah penduduk usia 0-4 tahun

Akses pencapaian sekolah TK pada masing-masing kecamatan rata-rata

berada pada radius <500 m dan berada pada lingkungan perumahan. Sebaran

Page 157: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

138

fasilitas pendidikan TK, umumnya merata pada 3 (tiga) kecamatan, yaitu

kecamatan Ternate Utara, kecamatan Ternate Tengah dan kecamatan Ternate

Selatan. Sementara untuk kecamatan Pulau Ternate hanya terdapat 8 sekolah TK

yang hanya tersebar pada beberapa kelurahan, sehingga ada sekitar 6 kelurahan

yang tidak mendapatkan akses fasilitas gedung sekolah. Namun demikian, jumlah

sekolah tentunya berkaitan dengan jumlah usia anak sekolah, dimana jumlahnya

di kecamatan Pulau Ternate lebih sedikit dibandingkan dengan kecamatan

lainnya, sehingga sebaran fasilitas gedung sekolah lebih sedikit atau terbatas

(Gambar 41).

Gambar 41. Sebaran Fasilitas Pendidikan TK

Kebutuhan dan Ketersediaan Prasarana Pendidikan Sekolah Dasar (SD)

Pendidikan sekolah dasar (SD) dengan usia sekolah 6-12 tahun

diasumsikan jumlah penduduk sebanyak 17.800 jiwa (dianalisis dari Tabel 47),

maka kebutuhan ruang belajar adalah 445 kelas (standar SNI 03-1733-2004; 1

ruang kelas @40 siswa) atau 74 sekolah (1 gedung sekolah minimal 6 ruang

belajar).

Page 158: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

139

Ketersediaan SD di kota Ternate pada tahun 2010 sebanyak 96 sekolah,

maka ketersediaan sekolah SD telah melebihi dari standar jumlah penduduk yang

terlayani. Meskipun demikian, belum secara keseluruhan jumlah usia anak

sekolah SD mendapat akses pendidikan. Hal ini dapat terlihat dari jumlah siswa

SD yang terdaftar sebanyak 17.651 siswa, sedangkan jumlah usia sekolah SD

sebanyak 17.800 jiwa, sehingga diasumsikan bahwa masih terdapat sekitar 150

jiwa yang belum mendapatkan akses pendidikan SD. Selanjutnya dapat disajikan

pada Tabel 49.

Tabel 49. Jumlah Prasarana Pendidikan SD di Kota Ternate

Kecamatan Jumlah

Penduduk (Usia 5-14)

Kebutuhan Ketersediaan

Keterangan Anak Usia Sekolah*

Sekolah Siswa Sekolah

Pulau Ternate 3.736 2.200 9 1.637 13 Cukup Ternate Selatan 9.315 5.500 23 5.912 33 Cukup Ternate Tengah 10.265 6.100 25 6.283 27 Cukup Ternate Utara 6.793 4.000 17 3.819 23 Cukup

Kota Ternate 30.109 17.800 74 17.651 96 Cukup

*) Asumsi dari data jumlah penduduk usia 6-12 tahun

Akses pencapaian sekolah SD pada masing-masing kecamatan terbilang

mudah, karena memiliki sebaran merata pada tiap kelurahan. Rata-rata akses

pencapaian ke fasilitas SD berada pada radius <1.000 m dan berada pada

lingkungan perumahan maupun jalan lokal primer dan jalan kolektor sekunder.

Umumnya fasilitas gedung sekolah yang berada di jalan lokal primer dan jalan

kolektor sekunder terkonsentrasi di pusat kota, yaitu pada kecamatan Ternate

Tengah, kecamatan Ternate Selatan dan kecamatan Ternate Utara. Sebaran

fasilitas pendidikan SD yang terlihat pada Gambar 42 menunjukkan sebaran

merata pada 4 (empat) kecamatan dan kecamatan Ternate Selatan memiliki

ketersediaan sekolah SD yang lebih banyak yaitu 33 sekolah. Jumlah siswa yang

hanya 5.912 siswa di kecamatan Ternate Selatan lebih kecil dibandingkan

kecamatan Ternate Tengah, sehingga secara keseluruhan kecamatan Ternate

Tengah lebih cenderung mempunyai daya tampung terpadat dibandingkan dengan

kecamatan lainnya (lihat Tabel 49).

Page 159: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

140

Gambar 42. Sebaran Fasilitas Pendidikan SD

Kebutuhan dan Ketersediaan Prasarana Pendidikan Sekolah Lanjutan Pertama

Kebutuhan prasarana pendidikan sekolah lanjutan pertama (SLTP) dengan

usia sekolah 13-15 tahun, diasumsikan jika jumlah penduduk usia sekolah

sebanyak 7.400 jiwa, maka kebutuhan ruang belajar adalah 185 kelas (standar SNI

03-1733-2004; 1 ruang kelas @40 siswa) atau 30 sekolah (1 gedung sekolah

minimal 6 ruang belajar).

Jika sarana pendidikan SLTP yang ada di kota Ternate pada tahun 2010

sebanyak 19 unit sekolah (cakupan pelayanan 12%) dengan jumlah siswa

sebanyak 6.503 siswa (Tabel 50), maka ketersediaan sekolah masih kurang dari

standar untuk dapat melayani jumlah usia sekolah tingkat pertama. Berdasarkan

perhitungan tersebut, maka diasumsikan bahwa masih dibutuhkan sarana sekolah

sekitar 11 unit (37%) untuk dapat menampung sekitar 900 jiwa (jumlah penduduk

usia sekolah) yang tersisa.

Page 160: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

141

Tabel 50. Jumlah Prasarana Pendidikan SLTP di Kota Ternate

Kecamatan Jumlah

Penduduk (Usia 10-19)

Kebutuhan Ketersediaan Kekurangan

Ket Anak Usia Sekolah*

Sekolah Siswa Sekolah % Sekolah %

Pulau Ternate 4.533 1.200 6 440 4 67 2 33 Tidak cukup

Ternate Selatan 6.398 1.900 7 2.088 8 100 - - Cukup

Ternate Tengah 8.366 2.400 10 2.473 5 50 5 50 Tidak cukup

Ternate Utara 6.711 1.900 7 1.502 2 29 5 71 Tidak

cukup

Kota Ternate 26.008 7.400 30 6.503 19 63 11 37

Tidak Cukup

*) Asumsi dari data jumlah penduduk usia 13-15 tahun

Gambar 43. Sebaran Fasilitas Pendidikan SLTP

Akses pencapaian sekolah SLTP pada masing-masing kecamatan yang

terlihat pada Gambar 43 memiliki sebaran merata hampir pada tiap kecamatan.

Rata-rata akses pencapaian ke fasilitas sekolah berada pada radius <1 km untuk

kecamatan Ternate Tengah dan sebagian kecamatan Ternate Selatan, sedangkan

untuk kecamatan Ternate Utara, kecamatan Pulau Ternate dan sebagian

kecamatan Ternate Selatan berada pada radius >1 km atau jarak terjauh dengan

radius 2 km. Umumnya lokasi sekolah berada pada jalan kolektor primer maupun

Page 161: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

142

terletak pada jalan kolektor sekunder, sehingga akses menuju sekolah lebih mudah

meskipun waktu tempuh perjalanan berbeda-beda. Rata-rata waktu tempuh ke

fasilitas sekolah yang berada di kecamatan Ternate Tengah dan sebagian

kecamatan Ternate Selatan hanya sekitar 10-15 menit. Sementara untuk wilayah

kecamatan Ternate Utara dan kecamatan Pulau Ternate membutuhkan waktu

tempuh lebih dari 25 menit untuk sampai ke lokasi.

Kebutuhan dan Ketersediaan Prasarana Sekolah Menengah Umum/Kejuruan

Usia sekolah untuk pendidikan sekolah menengah baik umum maupun

kejuruan (SMU/SMK), diasumsikan rata-rata 16-18 tahun dengan perhitungan

jumlah penduduk usia sekolah sebanyak 8.200 jiwa, maka kebutuhan ruang

belajar adalah 200 kelas (standar SNI 03-1733-2004; 1 ruang kelas @40 siswa)

atau dibutuhkan sekitar 30 sekolah (1 gedung sekolah minimal 6 ruang belajar).

Jika sarana pendidikan SMU/SMK yang ada di kota Ternate pada tahun

2010 diketahui sebanyak 19 unit sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 7.314

siswa (Tabel 51), maka berdasarkan standar ketersediaan sekolah masih kurang

untuk dapat melayani jumlah usia sekolah menengah. Bila dibandingkan dengan

jumlah penduduk untuk usia sekolah, maka diasumsikan bahwa masih terdapat

sekitar 1.000 jiwa yang belum mendapatkan akses pendidikan dan masih

kekurangan fasilitas sekolah adalah 15 unit (44%).

Tabel 51. Jumlah Prasarana Pendidikan SMU/SMK di Kota Ternate

Kecamatan Jumlah

Penduduk (Usia 15-19)

Kebutuhan Ketersediaan Kekurangan

Ket Anak Usia Sekolah*

Sekolah Siswa Sekolah % Sekolah %

Pulau Ternate 2.595 1.500 6 118 1 17 5 83 Tidak cukup

Ternate Selatan 3.121 1.800 7 1.630 7 100 - - Cukup

Ternate Tengah 4.412 2.600 10 3.213 6 60 4 40 Tidak cukup

Ternate Utara 3.892 2.300 9 2.353 5 56 4 44 Tidak cukup

Kota Ternate 14.020 8.200 34 7.314 19 56 15 44 Tidak Cukup

*) Asumsi dari data jumlah penduduk usia 16-18 tahun

Page 162: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

143

Gambar 44. Sebaran Fasilitas Pendidikan SMU/SMK

Akses pencapaian ke fasilitas sekolah SMU/SMK pada masing-masing

kecamatan (lihat Gambar 44) memiliki sebaran cenderung bergerombol pada

wilayah pusat kota (berada atau dekat kecamatan Ternate Tengah). Radius

pencapaian dari permukiman ke fasilitas sekolah untuk kecamatan Ternate Tengah

dan kecamatan Ternate Selatan <1 km, sedangkan untuk kecamatan Ternate

Utara dan kecamatan Pulau Ternate berada pada radius >1 km atau radius terjauh

hingga 3 km. Umumnya lokasi sekolah berada pada jalan kolektor primer dan

jalan kolektor sekunder, sehingga memudahkan untuk akses pencapaiannya.

Waktu tempuh tiap kecamatan berbeda, misalnya untuk kecamatan Pulau Ternate

membutuhkan waktu tempuh >30 menit untuk menuju sekolah, dibanding 3 (tiga)

kecamatan lainnya yang cenderung membutuhkan waktu <15 menit. Perbedaan

jarak antara permukiman dan fasilitas pelayanan menyebabkan adanya perbedaan

dalam waktu tempuh.

Page 163: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

144

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Prasarana Pendidikan

Analisis jumlah penduduk berdasarkan tingkat usia sekolah pada tiap

jenjang pendidikan memperlihatkan bahwa kebutuhan akan sarana dan prasarana

pendidikan dasar belum mencukupi. Fasilitas pendidikan yang belum mencukupi

diantaranya sekolah TK, SLTP dan SMU/SMK, sedangkan fasilitas sekolah SD

telah mencukupi standar pelayanan. Jika jumlah penduduk usia sekolah

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mendapatkan akses pendidikan,

maka diketahui masing-masing jenjang pendidikan masih membutuhkan fasilitas

sekolah TK 75%, SLTP 36% dan SMU/SMK 44%. Jumlah usia sekolah untuk

jenjang pendidikan usia dini (TK) lebih tinggi untuk kategori yang belum

mendapatkan akses pendidikan. Hal ini disebabkan karena umumnya usia sekolah

TK di Kota Ternate rata-rata setelah 4 tahun, sehingga jumlah anak yang

bersekolah di TK hanya separuh dari jumlah yang ada. Sementara ketentuan

pendidikan anak usia dini berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan ialah usia sekolah untuk jenjang tersebut antara 2-5 tahun.

Sebaran fasilitas pendidikan berhubungan dengan jumlah penduduk usia

sekolah di suatu wilayah. Jumlah penduduk usia sekolah yang lebih banyak

misalnya pada Kecamatan Ternate Tengah (pusat kota), maka ketersediaan

fasilitas akan semakin tinggi. Pola sebaran terlihat merata pada tiap kelurahan

untuk sarana pendidikan SD, sedangkan untuk sarana pendidikan TK, SLTP, dan

SMU/SMK lebih cenderung (lebih banyak) terkonsentrasi di pusat kota. Akses

pencapaian pada jenjang pendidikan TK dan SD telah memenuhi standar dengan

radius pencapaian masing-masing >500 m dan >1 km. Jenjang pendidikan SLTP

dan SMU/SMK di kecamatan Pulau Ternate memiliki jarak tempuh dalam radius

terjauh masing-masing 2 km dan 3 km, dan untuk wilayah sekitar pusat kota yang

meliputi 3 (tiga) kecamatan memiliki radius ke fasilitas pendidikan < 1 km.

Pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk dapat meningkatkan

kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi. Jumlah

fasilitas atau sarana penunjang yang lengkap berkorelasi positif terhadap kualitas

pendidikan. Kualitas pendidikan yang baik dapat memainkan peran kunci dalam

membentuk sumberdaya manusia untuk menciptakan, menyerap teknologi

modern, dan untuk mengembangkan kapasitas serta menyebarluaskan

Page 164: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

145

pengetahuan. Secara makro mutu pendidikan yang tinggi dapat meningkatkan

daya saing bangsa.

Prasarana Kesehatan

Kondisi Eksisting Prasarana Kesehatan

Sarana dan prasarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam

mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk

mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan prasarana ini adalah

didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.

Jenis prasarana kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan SNI 03-1733-

2004 adalah sebagai berikut :

a. Posyandu

b. Balai Pengobatan Warga

c. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA/Klinik Bersalin)

d. Puskesmas dan Balai Pengobatan

e. Puskesmas

f. Tempat Praktek Dokter

g. Apotek

Kondisi eksisiting ketersediaan prasarana kesehatan di Kota Ternate pada

tahun 2011 meliputi, 6 rumah sakit, 3 rumah sakit bersalin, 1 poliklinik/balai

pengobatan, 6 puskemas, 9 puskesmas pembantu, 21 posyandu, 47 tempat praktek

dokter dan 26 Apotek (dilihat pada Tabel 52).

Tabel 52. Prasarana Kesehatan di Kota Ternate

Prasarana Kesehatan

Kecamatan

Jumlah Pulau

Ternate

Ternate

Selatan

Ternate

Tengah

Ternate

Utara

Posyandu 3 5 2 11 21

Poliklinik/Balai Pengobatan - - 1 - 1

Rumah Sakit Bersalin - 1 1 1 3

Puskesmas 1 2 2 1 6 Puskesmas Pembantu 2 2 2 3 9

Tempat Praktek Dokter - 11 32 4 47

Apotek - 7 15 4 26

Rumah Sakit - 1 4 1 6

Jumlah 6 29 59 25 119

Sumber : BPS Kota Ternate (2011)

Page 165: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

146

Kecamatan Ternate Tengah memiliki prasarana kesehatan terbanyak dari

pada kecamatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pusat pelayanan kesahatan

terkonsentrasi pada kecamatan Ternate Tengah. Puskesmas, Puskesmas Pembantu

dan Posyandu terlihat sebarannya merata pada tiap-tiap kecamatan (lihat Gambar

45). Fasilitas kesehatan tersebut merupakan standar pelayanan minimum

kesehatan masyarakat yang wajib disediakan di setiap kecamatan. Sementara

sarana dan prasarana kesehatan lainnya misalnya rumah sakit, rumah sakit

bersalin, balai pengobatan, tempat praktek dokter maupun apotek hanya terpusat

pada wilayah yang berada di pusat kota atau sekitar pusat kota yaitu pada

kecamatan Ternate Selatan, kecamatan Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate

Utara.

Gambar 45. Sebaran Fasilitas Kesehatan di Kota Ternate

Komparasi Ketersediaan Prasarana Kesehatan Berdasarkan Standar SNI 03-

1733-2004

Jangkauan radius pelayanan fasilitas kesehatan dipertimbangkan terkait

dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi dalam melayani suatu

wilayah. Berdasarkan SNI 03-1733-2004, kebutuhan Posyandu dengan ratio

Page 166: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

147

pelayanan per 2.500 jiwa berada pada radius pelayanan 1 km2, balai kesejahteraan

ibu dan anak (BKIA/klinik bersalin) per 30.000 jiwa radius pelayanan 4 km2,

puskesmas pembantu dan balai pengobatan per 30.000 jiwa radius pelayanan 1,5

km2, puskesmas dan balai pengobatan per 120.000 jiwa dengan radius pelayanan

3 km2, tempat praktek dokter per 5.000 jiwa dengan radius pelayanan 1,5 km

2,

dan Apotek per 30.000 jiwa dengan radius pelayanan 1,5 km2.

Tabel 53. Ketersediaan Fasilitas Kesehatan di Kota Ternate

Prasarana Kesehatan

Kecamatan

Pulau Ternate (15.024 jiwa)*

Ternate Selatan (65.888 jiwa)*

Ternate Tengah (54.677 jiwa)*

Ternate Utara (47.724 jiwa)*

Rumah Sakit

Kebutuhan1 - 1 1 1 Ketersediaan - 1 4 1

Keterangan tidak butuh cukup cukup cukup

Rumah Sakit Bersalin

Kebutuhan2 - 2 1 1 Ketersediaan - 1 1 1 Keterangan tidak butuh tidak cukup cukup cukup

Puskesmas

Kebutuhan3 1 1 1 1 Ketersediaan 1 2 2 1

Keterangan cukup cukup cukup cukup

Posyandu

Kebutuhan4 3 13 10 9 Ketersediaan 3 13 10 11

Keterangan cukup cukup cukup cukup

Praktek Dokter

Kebutuhan5 3 13 11 10

Ketersediaan - 11 32 4

Keterangan tidak cukup tidak cukup cukup tidak cukup

Apotek

Kebutuhan6 - 2 1 1

Ketersediaan - 7 15 4 Keterangan tidak butuh cukup cukup cukup

* Jumlah Penduduk tahun 2011 1 Standar 150.000 jiwa; 2 Standar 30.000 jiwa; 3 Standar 120.000 jiwa; 4 Standar 5.000 jiwa; 5 Standar 5.000 jiwa; 6 Standar 30.000 jiwa;

Evaluasi ketersediaan fasilitas kesehatan masyarakat didasarkan pada

jumlah layanan dari jenjang terendah yakni posyandu, puskesmas atau balai

pengobatan hingga jenjang tertinggi yakni rumah sakit. Ketersediaan fasilitas

yang terlihat pada Tabel 53 menunjukkan bahwa untuk fasilitas posyandu, rumah

sakit, praktek dokter dan apotek sebarannya tidak merata. Fasilitas tersebut

cenderung berada pada pusat kota atau dekat dengan pusat kota.

Jumlah posyandu terbanyak berada di Kecamatan Ternate Utara dengan

jumlah penduduk hanya berkisar 47.724 jiwa, sehingga masyarakat terlayani

untuk setiap Posyandu adalah sekitar 4.000 jiwa. Untuk fasilitas Puskemas di

Kecamatan Ternate Utara memiliki 1 Puskesmas yang melayani 47.724 jiwa.

Sama halnya pada kecamatan Pulau Ternate yang memiliki 1 Puskesmas untuk

dapat melayani 15.024 jiwa, namun jumlah tersebut masih memenuhi standar SNI

Page 167: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

148

03-1733-2004 untuk 30.000 jiwa/Puskesmas. Kapasitas pelayanan Puskesmas

juga masih tercukupi untuk kecamatan Ternate Tengah dan kecamatan Ternate

Selatan.

Fasilitas praktek dokter dan apotek terpusat di beberapa lokasi, sehingga

sebarannya tidak merata. Kecamatan Ternate Tengah memiliki fasilitas tersebut

paling banyak dibanding dengan kecamatan lainnya. Untuk itu pelayanan

kesehatan di kecamatan ini tergolong lebih tinggi. Selain itu faktor kemudaan

dalam akses pencapaian menjadi faktor utama dalam penyediaan tempat praktek

dokter dan apotek, dimana hampir keseluruhan berada pada jalan-jalan utama

(jalan kolektor).

Akses pencapaian dari permukiman ke fasilitas kesehatan didukung oleh

adanya jaringan jalan untuk menuju ke lokasi sarana kesehatan. Wilayah

pelayanan posyandu rata-rata berjarak <0,5 km dengan waktu tempuh <25 menit,

puskesmas rata-rata 1-3 km dengan waktu tempuh >30 menit, RSB/BKIA dan RS

jarak rata-rata 2-3 km dengan waktu tempuh >40 menit, dan praktek dokter

maupun apotek berjarak rata-rata 0,5-1 km dengan waktu tempuh <30 menit.

Umumnya lokasi pelayanaan pada kecamatan-kecamatan yang dekat dengan pusat

kota berada di jalan kolektor primer dan kolektor sekunder, sehingga untuk akses

ke fasilitas kesehatan sangat mudah. Kondisi jaringan jalan yang baik menjadi

titik tolak terpenting untuk melayani pertolongan pertama/tindakan darurat. Akses

pencapaian ke sarana kesehatan berkaiatan dengan jaringan jalan dari jenjang

jalan lingkungan hingga jalan kolektor. Jarak pencapaian ke fasilitas kesehatan

oleh masyarakat disajikan dalam Tabel 54.

Tabel 54. Jarak Pencapaian ke Fasilitas Kesehatan

Kecamatan

Radius Pencapaian

Posyandu

(km)

Puskesmas

(km)

RSB/

BKIA

(km)

RS

(km)

Praktek

Dokter

(km)

Apotek

(km)

Pulau Ternate

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

0,5-1

0,2-0,5

0,2-0,5

0,2-0,5

5-6

2-3

1-2

2-3

6-7

2-3

1-2

4-5

6-7

2-3

1-1,5

3-4

6-7

1,5-2

0,5-1

1,5-2

6-7

1-1,5

0,5-1

1,5-2

Page 168: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

149

Radius pencapaian dari permukiman di kecamatan Pulau Ternate ke

berbagai fasilitas kesehatan sangat jauh yakni berkisar 6-7 km. Hal ini disebabkan

karena minimnya fasilitas yang ada di kecamatan ini, sehingga untuk menjangkau

fasilitas kesehatan yang terdekat harus menempuh radius jarak hingga 7 km

dengan waktu tempuh > 1 jam.

Untuk akses ke fasilitas kesehatan di kecamatan Ternate Tengah,

kecamatan Ternate Selatan dan kecamatan Ternate Utara tergolong sangat mudah.

Khususnya di kecamatan Ternate Tengah, radius pencapaian terdekat untuk

menuju fasilitas kesehatan misalnya puskesmas, rumah sakit, atau praktek dokter

berjarak rata-rata < 1 km. Sebaran sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di 3

(tiga) kecamatan tersebut rata-rata berjarak 1-2,5 km. Pencapaian dari

permukiman ke sarana dan prasarana kesehatan masyarakat terlayani mulai dari

lingkungan hingga ke jenjang kecamatan. Jarak pencapaian terpenuhi atau sesuai

standar karena ditunjang oleh jaringan jalan yang memadai.

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Prasarana Kesehatan

Ketersediaan fasilitas kesehatan di Kota Ternate menunjukkan sebaran

tidak merata untuk fasilitas posyandu, rumah sakit, praktek dokter dan apotek, dan

cenderung berada pada pusat kota atau dekat dengan pusat kota. Lokasi

pelayanaan pada tiap kecamatan yang dekat dengan pusat kota berada di jalan

kolektor primer dan kolektor sekunder, sehingga memudahkan untuk akses ke

fasilitas kesehatan. Puskesmas Pembantu dan Posyandu sebarannya merata pada

tiap-tiap kecamatan. Fasilitas kesehatan tersebut merupakan standar pelayanan

minimum kesehatan masyarakat yang wajib disediakan di setiap kecamatan. Ini

berarti ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan telah memenuhi standar

pelayanan minimum.

Prasarana Niaga dan Perdagangan

Kondisi Eksisting Prasarana Niaga dan Perdagangan

Dasar penyediaan fasilitas niaga dan perdagangan selain berdasarkan

jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan

desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Lokasi

penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan

Page 169: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

150

terkait dengan kebutuhan dasar prasarana yang harus dipenuhi untuk melayani

pada area tertentu.

Sarana dan prasarana niaga dan perdagangan di lingkungan perumahan

dapat dirunut dari jenjang terendah dengan radius pelayanan kecil hingga jenjang

tertinggi dengan radius pelayanan skala kota. Urutan sarana dan prasarana niaga

dan perdagangan dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi adalah sebagai

berikut:

1. Toko/warung.

2. Pertokoan, Rumah Toko.

3. Pasar di Lingkungan tingkat Kelurahan dan Kecamatan.

4. Mini Market/Swalayan kecil.

5. Supermarket/Pasar Swalayan.

6. Pusat Perbelanjaan/Plaza/Mall.

Ketersediaan sarana dan prasarana niaga dan perdagangan di Kota Ternate

pada tahun 2010 meliputi, 3 unit Pasar Tradisional, 21 unit Minimarket, 11 unit

Pusat Pertokoan (Ruko), 2 unit Pusat Perbelanjaan (Mall) yang tersebar hanya

pada 3 (tiga) kecamatan, sedangkan 3.152 unit toko/warung tersebar di semua

kecamatan (lihat Tabel 55).

Tabel 55. Prasarana Niaga dan Perdagangan

Kecamatan Toko/

Warung

Pasar

Tradisional Minimarket

Pusat

Pertokoan

(Ruko)

Pusat

Perbelanjaan/

Mall

Pulau Ternate

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

204

815

1.379

754

-

1

1

1

-

13

6

2

-

2

6

3

-

-

2

-

Jumlah 3.152 3 21 11 2

Sumber : BPS Kota Ternate (2010)

Sarana dan prasarana niaga dan perdagangan, khususnya untuk fasilitas

toko/warung memiliki sebaran merata di seluruh kecamatan yang ada di Kota

Ternate. Fasilitas ini yang melayani kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat yang

bermukim di kecamatan Pulau Ternate. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya

fasilitas niaga dan perdagangan lainnya misalnya pasar tradisional maupun

minimarket di wilayah tersebut. Berdasarkan standar kebutuhan, maka jumlah

penduduk manjadi acuan sebagai faktor penyediaan sarana niaga dan

Page 170: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

151

perdagangan. Jumlah penduduk kecamatan Pulau Ternate yang hanya berkisar

14.692 jiwa, belum mencukupi standar pelayanan untuk fasilitas pasar atau

minimarket. Namun demikian akses ke prasarana tersebut cukup mudah karena

ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai, yakni adanya jalan

kolektor primer (jalan trans Ternate) sehingga memudahkan akses pencapaian ke

pusat kota.

Sebaran prasarana niaga dan perdagangan skala besar misalnya pusat

perbelanjaan/Mall, atau pusat pertokoan (ruko) yang ada di Kota Ternate, hampir

semuanya terkonsentrasi di pusat kota atau dekat pusat kota. Sementara untuk

pasar tradisional seperti yang terlihat dalam Gambar 46, menunjukkan pola

sebaran merata di masing-masing kecamatan, meskipun wilayah kecamatan Pulau

Ternate tidak terlayani pasar tradisional. Secara makro, kecamatan Ternate

Tengah memiliki fasilitas niaga dan perdagangan yang lengkap, atau dengan kata

lain bahwa aglomerasi fasilitas niaga dan perdagangan berada di kecamatan ini.

Hal ini berkaitan pula dengan peruntukan Bagian Wilayah Kota I (BWK I)

berdasarkan RTRW Kota Ternate, dimana kecamatan Ternate Tengah difokuskan

sebagai pusat perdagangan skala kota/lokal.

Gambar 46. Sebaran Fasilitas Niaga dan Perdagangan di Kota Ternate

Page 171: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

152

Studi Komparasi Ketersediaan Prasarana Niaga dan Perdagangan Berdasarkan

Standar SNI 03-1733-2004

Kebutuhan fasilitas niaga dan perdagangan berdasarkan SNI-03-1733-

2004 dianalisis berdasarkan ratio jumlah penduduk terlayani dan radius

pelayanannya. Kebutuhan toko/warung ratio per 250 jiwa dengan radius 300 m,

dan pertokoan/ruko ratio 6.000 jiwa dengan radius 2 km berlokasi di pusat

kegiatan sub lingkungan. Kebutuhan pasar berdasarkan ratio penduduk 30.000

jiwa berlokasi di pusat lingkungan jenjang kelurahan atau kecamatan dengan

radius pelayanan 5-10 km. Minimarket/swalayan kecil ratio 30.000 jiwa dengan

radius pelayanan 500 m dari pasar dan dapat dijangkau dengan berkendaraan.

Kebutuhan pusat perbelanjaan/mall ratio per 120.000 jiwa berlokasi di jalan

utama dan pusat kegiatan serta memiliki fasilitas parkir mandiri.

Ketersediaan prasarana niaga dan perdagangan seperti toko/warung,

minimarket dan pusat perbelanjaan di Kota Ternate berdasarkan standar pelayanan

minimum penduduk telah terpenuhi (Tabel 56). Sementara untuk pasar masih

diperlukan 1 unit untuk mencukupi ketersediaannya di kecamatan Ternate Selatan.

Pasar tradisonal dan minimarket berada di lokasi sama (berdampingan) yakni pada

kecamatan Ternate Tengah dan kecamatan Ternate Selatan, sedangkan kecamatan

Ternate Utara pasar tradisional tidak dilengkapi dengan minimarket. Jumlah

sebaran fasilitas toko/warung dan minimarket melebihi jumlah layanan dengan

jarak pencapaian cukup berdekatan. Mall, pertokoan dan minimarket berada pada

wilayah pelayanannya terpusat di satu lokasi (kecamatan Ternate Tengah).

Tabel 56. Ketersediaan Prasarana Niaga dan Perdagangan

Prasarana Niaga dan Perdagangan

Kecamatan

Pulau Ternate (14.692 jiwa)*

Ternate Selatan (63.746 jiwa)*

Ternate Tengah (52.072 jiwa)*

Ternate Utara (45.574 jiwa)*

Toko/warung

Kebutuhan1 59 255 208 182 Ketersediaan 204 815 1.379 754

Keterangan cukup cukup cukup cukup

Pasar Kebutuhan2 - 2 1 1 Ketersediaan - 1 1 1 Keterangan tidak butuh tidak cukup cukup cukup

Minimarket

Kebutuhan3 - 2 1 1

Ketersediaan - 13 6 2

Keterangan tidak butuh cukup cukup cukup

Pusat Perbelanjaan/ Mall

Kebutuhan4 - - 1 - Ketersediaan - - 2 -

Keterangan tidak butuh tidak butuh cukup tidak butuh

* Jumlah Penduduk tahun 2010 1 Standar 250 jiwa; 2 Standar 30.000 jiwa; 3 Standar 30.000 jiwa; 4 Standar 120.000 jiwa;

Page 172: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

153

Wilayah pelayanan fasilitas toko/warung rata-rata berjarak <300 m atau

jarak terdekat dengan radius 150 m dengan relatif waktu tempuh <10 menit dari

permukiman penduduk. Jarak tempuh ke pasar tradisional rata-rata 2-3 km dengan

waktu tempuh >30 menit, minimarket dengan jarak <0,5 km dengan waktu

tempuh <15 menit, dan pusat pertokoan (ruko) maupun pusat perbelanjaan/mall

masing-masing berjarak rata-rata 2-3 km waktu tempuh >30 menit dan 3 km

dengan waktu tempuh >30 menit. Lokasi pelayanaan pada kecamatan-kecamatan

yang dekat dengan pusat kota berada di jalan kolektor primer dan kolektor

sekunder, sehingga memudahkan akses ke fasilitas. Jarak pencapaian sarana dan

prasarana niaga dan perdagangan disajikan dalam Tabel 57.

Tabel 57. Jarak Pencapaian Prasarana Niaga dan Perdagangan

Kecamatan

Radius Pencapaian

Toko/

Warung

(km)

Pasar

(km)

Mini-

market

(km)

Pusat Pertokoan

(Ruko)

(km)

Pusat Perbelanjaan/

Mall

(km)

Pulau Ternate

Ternate Selatan

Ternate Tengah

Ternate Utara

0,2-0,3

0,1-0,25

0,1-0,25

0,2-0,25

6-7

2,5-4

2-2,5

3-5

6-7

0,5-1

0,3-0,5

0,5-1

6-7

2-3

1-2

2-3

9-10

3-5

1-2

3-4,5

Kesimpulan Cakupan Pelayanan Prasarana Niaga dan Perdagangan

Ketersediaan prasarana niaga dan perdagangan diantaranya toko/warung,

minimarket dan pusat perbelanjaan di Kota Ternate telah memenuhi standar

pelayanan minimum. Namun fasilitas pasar masih diperlukan 1 unit untuk

mencukupi ketersediaannya di kecamatan Ternate Selatan. Jumlah fasilitas

toko/warung dan minimarket melebihi jumlah pelayanan minimum dengan jarak

pencapaian cukup berdekatan. Mall, pertokoan dan minimarket berada pada

wilayah pelayanan yang terpusat di satu lokasi yaitu di kecamatan Ternate

Tengah.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa merupakan

sektor-sektor yang memiliki andil terbesar dalam peningkatan Produk Domestik

Reginal Bruto (PDRB) Kota Ternate. Terlebih lagi sejak pengembangan kawasan

waterfront, peningkatan sektor tersebut cukup signifikan pada waktu memasuki

tahun 2008 hingga tahun 2011 (empat tahun terakhir) (lihat pada hal. 82 tentang

PDRB Kota Ternate). Hal ini tentunya berkaitan erat dengan peningkatan

Page 173: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

154

prasarana niaga dan perdagangan berdasarkan analisis cakupan pelayanannya,

sehingga dapat mendukung pertumbuhan sektor tersebut.

Akses pencapaian sangat mudah dari permukiman khususnya di

kecamatan-kecamatan yang dekat dengan pusat kota yakni kecamatan Ternate

Tengah, kecamatan Ternate Selatan dan kecamatan Ternate Utara untuk menuju

sarana dan prasarana niaga dan perdagangan. Khususnya di kecamatan Ternate

Tengah, radius pencapaian terdekat untuk menuju fasilitas tersebut berjarak rata-

rata <1 km, sedangkan pada 3 (tiga) kecamatan lainnya rata-rata radius terdekat

berjarak 1-2,5 km. Hal ini didasari oleh peruntukan ruang kecamatan Ternate

Tengah, untuk pusat kegiatan khususnya untuk kawasan niaga dan perdagangan

(Central Business District) skala kota/lokal. Secara keseluruhan akses pencapaian

ke sarana dan prasarana niaga dan perdagngan telah terpenuhi atau sesuai standar

karena ditunjang oleh jaringan jalan yang memadai. Pengaturan zona pelayanan

diperlukan agar tidak terjadi pemusatan sarana dan prasarana niaga dan

perdagangan di satu lokasi.

Cakupan Pelayanan Infrastruktur Hijau

Dalam mewujudkan kota ramah lingkungan (eco-city), maka penataan

ruang dan perencanaan pembangunan infrastruktur harus mempertimbangan

keseimbangan ekologis dengan menerapkan konsep infrastruktur hijau (green

infrastructure). Infrastruktur hijau terdiri dari tiga sistem utama yaitu hubs, link

dan site. Hubs merupakan jangkar dari jaringan infrastruktur hijau dan

menyediakan komponen ekosistem alam, misalnya daerah konservasi, hutan

lindung, taman nasional, dan sebagainya. Links merupakan komponen yang

menghubungkan antar hubs, berupa jalan air (flood plain), sungai, kawasan sabuk

hijau (green belt) maupun jaringan jalan. Sites merupakan unit yang lebih kecil

dari hubs dan dapat terhubung ataupun tidak dengan hubs namun menjadi bagian

penting dalam jaringan infrastruktur hijau. Site dapat berupa taman ataupun ruang

terbuka hijau baik yang berada di komunitas permukiman maupun kawasan

rekreasi atau tempat wisata alam.

Dari hasil identifikasi citra satelit, peta tematik dan survey lapang,

diperoleh objek-objek yang termasuk Hubs, Links dan Site di Kota Ternate,

Page 174: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

155

dengan hasil klasifikasi menurut kategori elemen-elemen tersebut, sebagai

berikut:

Hubs

1. Cadangan alami : Hutan lindung, mangrove, semak belukar

2. Lahan kegiatan usaha: perkebunan cengkeh dan pala, kebun campur,

pertanian lahan kering

Links

1. Koridor konservasi: sepadan sungai, sepadan danau (badan air)

2. Keterkaitan lansekap: sepadan jaringan jalan

Site

1. Taman Kota, Taman wisata sejarah

2. Lapangan

3. Areal Pemakaman

Kondisi Eksisting Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Ternate

Konsep pembangunan infrastruktur hijau (green infrastructure) di

Indonesia saat ini diimplementasikan dengan mengelola kawasan ruang terbuka

hijau (RTH) (Herwirawan, 2009). Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat

rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya

sebesar 30% dari luas wilayah kota. Tipologi RTH secara fisik dapat dibagi RTH

alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta

RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau

jalur-jaur hijau jalan, sedangkan berdasarkan kepemilikan terbagi atas RTH publik

dan RTH privat (PERMEN PU No.05/PRT/M/2008).

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber

daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna kepentingan

pembangunan berkelanjutan. RTH merupakan salah satu objek kawasan lindung

yang diprioritaskan dalam rencana pola ruang berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Ternate tahun 2010-2030.

Page 175: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

156

Dengan mengetahui luas wilayah pusat kota Ternate (Kecamatan Ternate

Tengah, Ternate Selatan dan Ternate Utara) 5.428,58 ha, maka luas RTH yang

harus disediakan sebesar 1.628,57 ha dari luas kota. Pembagian RTH publik 20%

atau 1.085,72 ha dan 10% atau 542,86 ha untuk RTH privat. Target ketersediaan

RTH tersebut, dapat diwujudkan dengan sebaran kawasan hijau pada 3 (tiga)

kecamatan yang ada di Kota Ternate.

Ketersediaan RTH dapat diidentifikasi dari data penggunaan lahan

eksisting. Dari hasil analisis citra 2010, penggunaan lahan (landuse) didominasi

oleh kawasan vegetasi/RTH yaitu 4.035,94 ha atau 74% dari luas wilayah pusat

kota Ternate. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah pusat kota Ternate tergolong

masih hijau, terutama di bagian dataran tinggi hingga menuju ke puncak gunung

Gamalama. Kawasan ini meliputi hutan lindung, kebun campur, semak belukar,

mangrove, taman dan lapangan. Berikut ini disajikan Tabel 58 berkaitan dengan

proporsi penggunaan lahan di Kota Ternate.

Tabel 58. Kondisi Eksisting Penggunaan Lahan Kota Ternate

Penggunaan Lahan Jumlah Luas

(ha)

Persentase

(%)

Lahan Terbangun 1.253,58 23

Kawasan Jasa Perdagangan 151,85

Permukiman 1.101,73

RTH/Vegetasi 4.035,94 74

Mangrove 3,38

Hutan 1.447,21

Kebun Campuran 75,90

Lapangan 11,91

Makam

Perkebunan

23,93

2.148,04

Pertanian Lahan Kering 121,51

Semak Belukar 178,56

Taman 25,51

Badan Air 40,55 1 Danau 18,32

Sungai 22,23

Lahan Kosong 54,83 1

Lahan Kosong 54,83

Kawah 43,68 1

Kawah Gunung Api 43,68

Penggunaan lahan di Kota Ternate 5.428,58

Ketersediaan RTH Kota Ternate saat ini adalah 4.035,94 ha, yang terbagi

dalam RTH publik 1.690,50 ha dan RTH privat 2.345,46 ha. Jika dibandingan

dengan standar ketersediaan RTH kota yakni 30%, maka luas RTH Kota Ternate

Page 176: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

157

tergolong masih melebihi dari standar yang ditetapkan yaitu masing-masing RTH

Publik 31% dan RTH Privat 43%. Dilihat pada tiap kecamatan, maka luas RTH

adalah 76% (Ternate Selatan), 74% (Ternate Utara) dan 72% (Ternate Tengah)

(lihat Tabel 59).

Tabel 59. Ketersediaan RTH Berdasarkan Kepemilikan

Kecamatan Luas

Wilayah (ha)

RTH Publik RTH Privat Jumlah Luas RTH

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (%)

Ternate Tengah 1.416,34 365,33 26 656,06 46 1.021,39 72

Ternate Selatan 2.304,99 794,58 34 962,23 42 1.756,80 76

Ternate Utara 1.707,24 530,59 31 727,17 43 1.257,75 74

Kota Ternate 5.428,58 1.690,50 31 2.345,46 43 4.035,94 74

Gambar 47. RTH Kecamatan Ternate Selatan

Tabel 60. Penggunaan Lahan Kecamatan Ternate Selatan

Penggunaan Lahan Luas (ha)

Persentase (%)

Lahan Terbangun 470,32 20,40

RTH/Vegetasi 1.756,80 76,22

Badan Air 32,32 1,40

Lahan Kosong 25,05 1,09

Kawah Gunung Api 20,48 0,89

Jumlah 2.304,99 100

Page 177: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

158

Penggunaan lahan vegetasi/RTH masih terbilang cukup luas di kecamatan

Ternate Selatan dengan memiliki luas 1.756,80 ha atau masih ada sekitar 76% dari

luas wilayahnya. Kawasan vegetasi/RTH dominan berada pada lahan dengan

kemiringan lereng >20% (lihat Gambar 47). Sementara untuk penggunaan lahan

terbangun memadati sepanjang kawasan pesisir pantai dengan jumlah luasnya

470,32 ha atau 20% dari jumlah luas wilayah kecamatan Ternate Selatan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 60.

Persentase ketersediaan RTH didasarkan pada perhitungan persentase dari

jumlah luas RTH publik maupun RTH privat dibagi dengan luas wilayah

kecamatan Ternate Selatan. RTH Publik dan RTH Privat di Kecamatan Ternate

Selatan yang terlihat pada Tabel 61 yaitu masing-masing 34% dan 42%. Hal ini

menunjukkan bahwa ketersediaan RTH Privat lebih luas 962,23 ha dibandingkan

RTH Publik yang hanya 794,58 ha. Penggunaan lahan perkebunan mendominasi

RTH Privat yaitu 847,59 ha.

Tabel 61. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Selatan

RTH Publik Luas (ha) RTH Privat Luas (ha)

Lapangan 4,42 Kebun Campur 48,92

Makam 6,69 Pertanian Lahan Kering 65,72

Mangrove 3,38 Perkebunan 847,59

Taman 12,20

Hutan Lindung 766,93

Semak Belukar 0,96

Jumlah 794,58 962,23

Persentase (%) 34 42

Kondisi eksisting penggunaan lahan Kecamatan Ternate Tengah seperti

yang terlihat pada Gambar 48, menggambarkan bahwa perbandingan luas lahan

terbangun dan non terbangun hampir 1:3. Kecamatan ini merupakan wilayah

terpadat di Kota Ternate, karena merupakan bagian wilayah kota yang melayani

sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, jasa dan perdagangan, serta kawasan

permukiman. Luas RTH di kecamatan ini tergolong paling kecil diantara

kecamatan lainnya yaitu hanya 1.021,39 ha atau 72% (Tabel 62). Kawasan

vegetasi/RTH dominan berada pada lahan dengan kemiringan lereng >40%.

Penggunaan lahan terbangun memadati sepanjang kawasan pesisir pantai

Page 178: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

159

(kemiringan 0-10%) hingga ke dataran tinggi (kemiringan 10-20%) dengan luas

berkisar 379,21 ha atau 26% dari jumlah luas wilayah kecamatan Ternate Tengah.

Gambar 48. RTH Kecamatan Ternate Tengah

Tabel 62. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Tengah Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Lahan Terbangun 379,21 26,77

RTH/Vegetasi 1.021,39 72,11

Badan Air 4,62 0,33

Lahan Kosong 2,57 0,18

Kawah Gunung Api 8,53 0,60

Jumlah 1.416,34 100

Tabel 63. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Tengah

RTH Publik Luas (ha) RTH Privat Luas (ha)

Lapangan 4,12 Kebun Campur 21,96

Makam 12,90 Pertanian Lahan Kering 2,45

Taman 4,45 Perkebunan 631,64

Hutan Lindung 343,84

Jumlah 365,31 656,05

Persentase (%) 26 46

Page 179: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

160

Persentase ketersediaan RTH Publik dan RTH Privat di Kecamatan

Ternate Tengah yaitu masing-masing 26% dan 46%. Perhitungan persentase

jumlah luas RTH publik ataupun RTH privat dibagi dengan luas wilayah

kecamatan Ternate Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan RTH Privat

masih lebih luas 365,31 ha dibandingkan RTH Publik yang hanya 656,05 ha.

Penggunaan lahan perkebunan menyumbang RTH Privat terbesar yaitu 631,64 ha

dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya dalam kategori RTH Privat.

Ketersediaan RTH berdasarkan kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 63.

Proporsi penggunaan lahan di kecamatan Ternate Utara juga menunjukkan

penggunaan lahan untuk vegetasi/RTH masih terbilang cukup luas yakni 1.257,75

ha atau masih ada sekitar 73% dari luas wilayahnya. Kawasan vegetasi/RTH

dominan berada pada lahan dengan kemiringan lereng >20% (lihat Gambar 49).

Berbeda halnya dengan penggunaan lahan terbangun, dimana hampir sepanjang

kawasan pesisir pantai dipadati permukiman dengan jumlah luasnya berkisar

404,03 ha atau 23% dari jumlah luas wilayah kecamatan Ternate Utara (lihat pada

Tabel 654).

Gambar 49. RTH Kecamatan Ternate Utara

Page 180: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

161

Tabel 64. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Utara

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Lahan Terbangun 404,03 23,67

RTH/Vegetasi 1.257,75 73,67

Badan Air 3,59 0,21

Lahan Kosong 27,20 1,59

Kawah Gunung Api 14,66 0,86

Jumlah 1.707,24 100

Tabel 65. RTH Berdasarkan Kepemilikan di Kecamatan Ternate Utara RTH Publik Luas (ha) RTH Privat Luas (ha)

Lapangan 3,36 Kebun Campur 5,01

Makam 4,33 Pertanian Lahan Kering 53,34

Taman 8,85 Perkebunan 668,80

Hutan Lindung 336,43

Semak Belukar 177,59

Jumlah 530,56 727,15

Persentase (%) 31 43

Ketersediaan RTH berdasarkan kepemilikan yang dibagi menjadi RTH

Publik dan RTH Privat di Kecamatan Ternate Utara yaitu masing-masing 31%

dan 43%. Angka tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan RTH Privat lebih luas

727,15 ha dibandingkan RTH Publik yang hanya 530,56 ha. Penggunaan lahan

untuk perkebunan menyumbang RTH Privat terbesar yaitu 668,80 ha

dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya dalam kategori RTH Privat.

Ketersediaan RTH berdasarkan kepemilikan di kecamatan Ternate Utara disajikan

pada Tabel 65.

Kesimpulan Cakupan Infrastruktur Hijau

Meskipun ketersediaan RTH kota Ternate tergolong cukup dalam

memenuhi standar RTH kota 30%, namun keberadaan RTH yang dominan bukan

berada pada kawasan pesisir (pusat kota) menyebabkan kondisi iklim kota

semakin tidak nyaman. Hal ini berkaitan dengan kondisi iklim di Kota Ternate,

dimana rata-rata suhu udara berkisar 21.0ºC – 32.5ºC dengan tingkat penyinaran

matahari rata-rata 64%, sehingga kondisi cuaca khususnya pada siang hari cukup

panas. Keberadaan tanaman dan unsur air sebagai komponen utama RTH mampu

menciptakan iklim mikro yang lebih baik di kawasan perkotaan.

Page 181: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

162

Sebaran RTH khususnya di pusat Kota, yaitu 3 (tiga) kecamatan, Ternate

Tengah, Ternate Selatan dan Ternate Utara, diupayakan untuk dapat

mengoptimalkan fungsi RTH. Penggunaan lahan di kawasan pusat perkotaan lebih

dominan sebagai kawasan jasa dan perdagangan, sarana pendidikan, kesehatan,

areal perkantoran serta permukiman penduduk, sehingga ketersediaan ruang

terbuka hijau masih sangat minim. Hal ini disebabkan karena laju konversi lahan

pada kawasan perkotaan semakin tinggi. Untuk itu perencanaan tata ruang kota

(RTRW) dapat dijadikan kerangka kerja (framework) untuk pengendalian

pemanfaatan ruang khususnya kawasan pusat kota serta peremajaan kota dengan

membangun spot-spot area terbuka hijau (site) dan jalur hijau pada jaringan jalan

(link) di pusat perkotaan sebagai RTH publik dan menetapkan koefisien dasar

hijau (KDH) pada lahan-lahan milik masyarakat di kawasan permukiman sebagai

RTH privat.

Prediksi Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2013-2032

Jumlah penduduk merupakan faktor utama untuk menentukkan banyaknya

infrastruktur dan fasilitas umum yang harus disediakan di suatu wilayah

perencanaan. Proyeksi jumlah penduduk dalam kurun waktu tertentu sangat

membantu untuk menyusun perencanaan wilayah (perkotaan) di masa mendatang.

Berdasarkan hasil analisis regresi linear, proyeksi penduduk kota Ternate di tahun

2013-2032 disajikan pada Tabel 66.

Tabel 66. Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Ternate Tahun 2013-2032

Kecamatan Tahun Proyeksi Rata-Rata

Pertumbuhan

(%) 2013 2017 2022 2027 2032

Pulau Ternate 15.483 16.348 17.428 18.509 19.589 1,33

Ternate Selatan 67.865 72.517 78.332 84.146 89.961 1,63

Ternate Tengah 56.293 60.744 66.308 71.872 77.436 1,88

Ternate Utara 49.154 53.034 57.884 62.734 67.584 1,87

Jumlah 188.795 202.643 219.952 237.261 254.570 1,68

Proyeksi penduduk di tahun 2013 diprediksikan mencapai 188.795 jiwa

dan di tahun 2032 mencapai 254.570 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan

penduduk dalam kurun waktu 20 tahun sebesar 1,68%. Jumlah penduduk yang

terbesar diprediksikan berada di kecamatan Ternate Selatan yaitu 89.961 jiwa

pada tahun 2032 dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,63%.

Page 182: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

163

Sementara untuk kecamatan Pulau Ternate diprediksikan memiliki jumlah

penduduk terkecil yaitu 19.589 jiwa di tahun 2032 dengan rata-rata pertumbuhan

1,33%. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi jumlah dan sebaran sarana dan

prasarana yang harus disediakan untuk melayani kebutuhan masyarakat Kota

Ternate.

Proyeksi jumlah penduduk (Tabel 67) dapat dimanfaatkan untuk

menghitung kebutuhan infrastruktur perkotaan. Jumlah penduduk dapat dijadikan

sebagai parameter untuk merencanakan infrastruktur kota. Kebutuhan

infrastruktur yang dapat dianalisis dengan proyeksi jumlah penduduk secara linear

diantaranya adalah kebutuhan air bersih PDAM, daya listrik, produksi sampah,

prasarana kesehatan dan prasarana niaga dan perdagangan. Sementara untuk

prasarana pendidikan tidak dapat dilakukan analisis prediksi, disebabkan oleh

keterbatasan data (mortalitas dan fertilitas) sebagai penunjang untuk melakukan

analisi proyeksi penduduk berdasarkan usia. Dilain pihak bahwa untuk

memprediksi kebutuhan prasarana pendidikan harus didasarkan pada jumlah anak

usia sekolah. Hal demikian tentunya membutuhkan data prediksi jumlah

penduduk berdasarkan usia.

Prediksi Kebutuhan Air Bersih

Standar kebutuhan air bersih untuk ukuran Kota Sedang (jumlah penduduk

0,1–0,5 juta jiwa) adalah 100 lt/org/hr dengan asumsi tingkat kebocoran air 10%.

Melihat proyeksi jumlah penduduk Kota Ternate pada tahun 2013-2032 (Tabel

66) maka kebutuhan air bersih PDAM disajikan pada Tabel 67. Prediksi

kebutuhan air bersih di Kota Ternate pada tahun 2013 adalah 20.767.450 lt/hari

dan pada tahun 2032 meningkat 28.002.700 lt/hari. Peningkatan jumlah air bersih

tersebut mencapai 7.235.250 lt/hari atau 25%.

Dengan membandingkan ketersediaan air bersih PDAM tahun 2011

sebesar 3.965.760 lt/hari dan prediksi kebutuhan air di tahun 2032 adalah

28.002.700 lt/hari, maka upaya peningkatan kapasitas produksi air bersih yang

harus disediakan oleh PDAM hingga tahun 2023 sebesar 24.036.940 lt/hari atau

peningkatan 7x dari ketersediaan air bersih di tahun 2011. Penyediaan kapasitas

air dengan jumlah tersebut, sangatlah tinggi mengingat keterbatasan pelayanan air

Page 183: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

164

bersih PDAM saat ini. Untuk itu disarankan untuk mencari alternatif potensi

sumber air baku yang berada di Kota Ternate untuk dapat dimanfaatkan

masyarakat dalam menunjang aktivitas sehari-hari, mengingat air merupakan

kebutuhan dasar (basic need) bagi kelangsungan kehidupan masyarakat.

Tabel 67. Prediksi Kebutuhan Air Bersih PDAM Tahun 2013-2032

Kecamatan

Kondisi

Eksisting

2011

Kebutuhan Air Bersih (lt/hari)*

2013 2017 2022 2027 2032

Pulau Ternate 79.210 1.548.300 1.634.800 1.742.800 1.850.900 1.958.900

Ternate Selatan 1.471.702 6.786.500 7.251.700 7.833.200 8.414.600 8.996.100

Ternate Tengah 1.271.993 5.629.300 6.074.400 6.630.800 7.187.200 7.743.600

Ternate Utara 1.142.855 4.915.400 5.303.400 5.788.400 6.273.400 6.758.400

Jumlah 3.965.760 18.879.500 20.264.300 21.995.200 23.726.100 25.457.000

Tingkat

Kebocoran 10%

1.887.950 2.026.430 2.199.520 2.372.610 2.545.700

Jumlah 3.965.760 20.767.450 22.290.730 24.194.720 26.098.710 28.002.700

*Standar 100 lt/org/hari

Prediksi Kebutuhan Daya Listrik

Untuk menentukan kebutuhan daya listrik digunakan standar pelayanan

daya listrik 450 VA per jiwa berdasarkan SNI 03-1733-2004. Proyeksi jumlah

penduduk pada tahun 2032 adalah 254.570 jiwa (Tabel 66), maka kebutuhan daya

listrik mencapai 114.557 KVA. Hasil estimasi perhitungan kebutuhan daya listrik

pada tahun 2013 hingga tahun 2032 terus mengalami peningkatan seiringan

dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hasil analisis menunjukkan bahwa

peningkatan kebutuhan daya listrik mencapai 29.599 KVA atau 26%. Prediksi

kebutuhan daya listrik tahun 2013-2032 disajikan pada Tabel 68.

Kondisi eksisting daya tersambung listrik tahun 2011 sebesar 41.042

KVA. Jika dibandingkan dengan prediksi kebutuhan daya listrik hingga tahun

2032 yaitu 114.557 KVA, maka kapasitas produksi listrik sebesar 73.515 KVA

atau 3x dari ketersediaan daya listrik (tahun 2011) perlu diupayakan untuk dapat

menjamin pelayanan listrik di Kota Ternate hingga tahun 2032.

Page 184: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

165

Tabel 68. Prediksi Kebutuhan Daya Listrik Tahun 2013-2032

Kecamatan

Kondisi

Eksisting

2011

Kebutuhan Daya Listrik (KVA)*

2013 2017 2022 2027 2032

Pulau Ternate 3.455 6.967 7.357 7.843 8.329 8.815

Ternate Selatan 13.695 30.539 32.633 35.249 37.866 40.482

Ternate Tengah 13.066 25.332 27.335 29.839 32.342 34.846

Ternate Utara 10.827 22.119 23.865 26.048 28.230 30.413

Jumlah 41.042 84.958 91.189 98.978 106.767 114.557

*Standar 450 VA per jiwa

Prediksi Produksi Sampah

Berdasarkan hasil perhitungan estimasi produksi sampah tahun 2013-2032

mendatang menunjukkan peningkatan timbulan sampah dari 471.988 lt/hari

meningkat 636.425 lt/hari atau mengalami peningkatan sebesar 26%. Kecamatan

Ternate Selatan diprediksikan memiliki produksi sampah terbanyak yaitu sebesar

224.903 lt/hari, sedangkan produksi sampah yang terkecil berada di kecamatan

Pulau Ternate yaitu 48.973 lt/hari pada tahun 2032. Untuk itu kebutuhan jumlah

sarana TPS dan sebarannya perlu dipertimbangkan pada masing-masing

kecamatan untuk memberikan layanan pengangkutan sampah yang optimal dan

merata. Untuk lebih jelasanya disajikan pada Tabel 69.

Tabel 69. Prediksi Produksi Sampah Tahun 2013-2032

Kecamatan

Kondisi

Eksisting

2008

Produksi Sampah (lt/hari)*

2013 2017 2022 2027 2032

Pulau Ternate 6.720 38.708 40.870 43.570 46.273 48.973

Ternate Selatan 55.710 169.663 181.293 195.830 210.365 224.903

Ternate Tengah 51.980 140.733 151.860 165.770 179.680 193.590

Ternate Utara 32.470 122.885 132.585 144.710 156.835 168.960

Jumlah 146.880 471.988 506.608 549.880 593.153 636.425

*Standar 2,5 lt/org/hari

Prediksi Kebutuhan Prasarana Kesehatan

Estimasi jumlah kebutuhan prasarana kesehatan didasarkan oleh proyeksi

jumlah penduduk. Proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2032 adalah 254.570

jiwa (Tabel 66), sehingga diprediksikan membutuhkan 129 unit prasarana

kesehatan (Tabel 70). Prasarana kesehatan diprediksikan pada tahun 2013 hingga

tahun 2032 meningkat dari 129 unit menjadi 174 unit atau mengalami

peningkatan sebesar 25% (45 unit).

Page 185: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

166

Melihat ketersediaan prasarana kesehatan tahun 2011 dan prediksi

kebutuhan tahun 2013-2032, maka prasarana kesehatan hingga tahun 2032 perlu

diupayakan peningkatannya untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat.

Perencanaan prasarana kesehatan di tahun 2032 membutuhkan peningkatan

sebanyak 65 unit dan sebarannya perlu diperhatikan agar dapat memberikan

kemudahan untuk menjangkau tiap kecamatan ke prasarana kesehatan tersebut.

Tabel 70. Prediksi Kebutuhan Prasarana Kesehatan Tahun 2013-2032

Prasarana Kesehatan

Kondisi

Eksisting

2011

Tahun Prediksi

2013 2017 2022 2027 2032

Rumah Sakit1 6 1 1 1 2 2

Rumah Sakit Bersalin2 3 6 7 7 8 8

Puskesmas3 6 2 2 2 2 2

Posyandu4 21 76 81 88 95 102

Praktek Dokter5 47 38 41 44 47 51

Apotek6 26 6 7 7 8 8

Jumlah 109 129 138 150 162 174 1Standar 150.000 jiwa; 2Standar 30.000 jiwa; 3Standar 120.000 jiwa; 4Standar 5.000 jiwa; 5Standar 5.000 jiwa; 6Standar 30.000 jiwa;

Prediksi Kebutuhan Prasarana Niaga dan Perdagangan

Rencana kebutuhan prasarana niaga dan perdagangan pada tahun 2013-

2032 berdasarkan analisis prediksi adalah 1.037 unit. Tabel 71 menunjukkan

peningkatan kebutuhan prasarana niaga dan perdagangan di tahun tersebut sebesar

241 unit. Namun ketersediaan prasarana niaga dan perdagangan pada tahun 2010

telah melebihi kebutuhan pada tahun 2032. Hal ini menunjukkan bahwa prasarana

niaga dan perdagangan cenderung tumbuh lebih cepat di Kota Ternate. Jika dilihat

berdasarkan jenis prasarananya, maka fasilitas pasar masih diperlukan upaya

peningkatan sebanyak 5 unit pada tahun 2032. Selain itu zona pelayanan

prasarana niaga dan perdagangan perlu diatur sehingga sebarannya merata di

setiap unit kecamatan.

Tabel 71. Prediksi Kebutuhan Prasarana Niaga dan Perdagangan

Tahun 2013-2032 Prasarana Niaga dan

Perdagangan

Kondisi

Eksisting

2010

Tahun Prediksi

2013 2017 2022 2027 2032

Toko/warung1 3.152 755 811 880 949 1.018

Pasar2 3 6 7 7 8 8

Minimarket3 21 6 7 7 8 8 Pusat Perbelanjaan/Mall4 13 2 2 2 2 2

Jumlah 3.189 769 826 896 967 1.037 1Standar 250 jiwa; 2Standar 30.000 jiwa; 3Standar 30.000 jiwa; 4Standar 120.000 jiwa

Page 186: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

167

Persepsi Stakeholder dalam Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Kawasan Waterfront

Arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur kawasan waterfront

bertujuan untuk memberikan rancangan konsep kebijakan pengelolaan kelayakan

infrastruktur yang berkelanjutan. Setelah pengembangan kawasan waterfront

masih menyisakan sejumlah permasalahan. Permasalahan yang muncul

diantaranya belum selesainya pembangunan sarana dan prasarana misalnya

pembangunan gelanggang remaja sebagai sarana rekreasi dan fasilitas pasar

tradisional, munculnya sektor informal (PKL) yang tidak terencana, kebersihan

kawasan dimana masih terdapat sampah di sekitar tepi pantai dan kondisi taman

kota yang tidak terawat. Analisis persepsi stakeholder diharapkan dapat

memberikan alternatif untuk memperbaiki sarana dan prasarana di kawasan

waterfront.

Analisis persepsi stakeholder menggunakan tools Analitycal Hierarchy

Process (AHP). Jumlah responden sebanyak 11 responden yang terdiri dari

kalangan pemerintah, pihak swasta dan akademisi. Responden yang dipilih yaitu

para pihak yang terkait langsung dengan bidang infrastruktur.

Aspek Infrastruktur

Hasil analisis persepsi stakeholder terkait aspek infrastruktur memiliki

nilai Consistency Ratio (CR) 0,089. Nilai CR tersebut menunjukkan tingkat

konsistensi serta prioritas terhadap elemen-elemen yang mewakili semua

responden. Pada elemen-elemen di Tingkat 2 yakni Aspek infrastruktur, aspek

yang menjadi prioritas untuk dibenahi menurut para stakeholders yaitu

infrastruktur fisik (0,525), kemudian disusul infrastruktur hijau (0,238) dan

selanjutnya infrastruktur sosial dan ekonomi (0,237). Pembobotan tertinggi dalam

tingkatan ini yaitu infrastruktur fisik didasarkan atas permasalahan di kawasan

waterfront misalnya belum optimalnya penanggulangan sampah di kawasan,

sehingga perlu pengelolaan lebih lanjut. Hasil analisis AHP untuk aspek

infrastruktur disajikan pada Gambar 50 .

Page 187: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

168

Gambar 50. Hasil AHP Aspek Infrastruktur

Sub Aspek Ketersediaan Infrastruktur di Kawasan Waterfront

Sub aspek ketersediaan infrastruktur yang berada di kawasan waterfront

meliputi jalan, air bersih, listrik, drainase dan sampah (infrastruktur fisik);

terminal angkutan umum, pasar tradisional, mall/pertokoan dan mesjid

(infrastruktur sosial ekonomi) dan taman kota (infrastruktur hijau). Beberapa sub

aspek infrastrutkur yang masih menjadi problem dalam penataan dan pengelolaan

kawasan diantaranya adalah sampah, pasar tradisional dan taman kota. Hasil

analisis persepsi stakeholder terkait sub aspek infrastruktur memiliki nilai

Consistency Ratio (CR) 0,023.

Pada elemen-elemen di tingkat 3, sub aspek infrastruktur fisik yang

menjadi prioritas untuk diperhatikan menurut para stakeholders yaitu sampah

(0,233), jaringan jalan (0,211), saluran drainase (0,208) kemudian disusul

pelayanan air bersih (0,175) dan selanjutnya jaringan listrik (0,174). Gambar 51

menyajikan hasil analisis AHP sub aspek infrastruktur fisik.

Gambar 51. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Fisik

0,525

0,237

0,238

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600

Infrastruktur Fisik

Infrastruktur Sosial & Ekonomi

Infrastruktur Hijau

0,211

0,175

0,174

0,208

0,233

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250

Jaringan Jalan

Listrik

Pelayanan Air Bersih

Saluran drainase

Sampah

Page 188: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

169

Bobot penilaian 0,233 pada sub aspek sampah menunjukkan bahwa

kebersihan kawasan waterfront yang menjadi prioritas. Pengembangan kawasan

waterfront dilihat dalam rencana tata ruang bahwa salah satu prioritas untuk

menanggulangi pencemaran lingkungan khususnya di kawasan pesisir yang

tercemar akibat sampah. Penanggulangan sampah diharapkan dapat memberikan

tatanan lingkungan khususnya kawasan pesisir yang lebih sehat dan bernilai

estetika.

Berdasarkan hasil analisis persepsi stakeholder terkait sub aspek

infrastruktur sosial dan ekonomi memiliki nilai Consistency Ratio (CR) 0,043

yang menunjukkan tingkat konsistensi serta prioritas terhadap elemen-elemen

yang mewakili semua responden. Pada elemen-elemen di tingkat 3, sub aspek

infrastruktur sosial dan ekonomi yang mejadi prioritas utama menurut para

stakeholders secara berurutan yaitu pasar tradisional dengan bobot nilai 0,330,

mesjid dengan bobot nilai 0,310, terminal angkutan dengan bobot nilai 0,209

kemudian disusul pertokoan/mall dengan bobot nilai 0,159 (Gambar 52).

Gambar 52. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Sosial dan Ekonomi

Pengembangan kawasan waterfront ditujukan untuk pelayanan sarana dan

prasarana sosial ekonomi. Sarana tersebut salah satunya adalah pasar tradisional.

Keberadaan pasar tradisional yang lama tidak layak lagi untuk dapat menampung

aktivitas jual beli masyarakat, sehingga pembangunan pasar tradisional yang baru

dirasakan penting untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Prioritas utama

pada pasar tradisional dimaksudkan untuk mengembangkan ekonomi berbasis

masyarakat.

0,330

0,159

0,310

0,209

0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350

Pasar Tradisional

Pertokoan/Mall

Mesjid

Terminal Angkutan

Page 189: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

170

Hasil analisis persepsi stakeholder terkait sub aspek infrastruktur hijau

yang menjadi prioritas menurut para stakeholders yaitu taman kota dengan bobot

nilai 0,757, dan selanjutnya lapangan olahraga dengan bobot nilai 0,243. Prioritas

pada taman kota didasarkan pada fungsi ekologis, fungsi sosial budaya dan fungsi

estika. Gambar 53 menunjukkan hasil analisis AHP sub aspek infrastruktur hijau.

Gambar 53. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Hijau

Alternatif Kebijakan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Pada tingkat alternatif untuk penataan infrastruktur fisik yang ada di

kawasan, alternatif pengelolaan sampah terpadu (0,425) menjadi prioritas utama

dalam penangan permasalahan yang terkait dengan infrastruktur tersebut.

Permasalahan sampah di kawasan waterfront cukup terbilang kompleks, karena

sampah menumpuk di badan air (tepian pantai) dan juga pada TPS-TPS yang

kelebihan muatan sampah misalnya pada lokasi pasar tradisional, sementara disisi

lain kawasan waterfront lebih menonjolkan aspek estetika kota, sehingga perlu

adanya penanganan secara terpadu guna menyelesaikan persoalan tersebut.

Sementara untuk alternatif infrastruktur sosial dan ekonomi, para

stakeholder berpendapat bahwa penataan kawasan PKL (0,542) lebih penting

untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan aspek kawasan informal yang tidak

terencana tumbuh di kawasan ini. Keberadaan kawasan PKL ini, tentunya

membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Namun demikian suatu kawasan

yang tidak direncanakan tersebut, tampak cukup mengganggu terhadap estetika

kota karena penataannya sangat semraut. Selain itu, kawasan ini juga pada

akhirnya memproduksi sampah yang langsung ditumpukkan pada badan air

(tepian pantai).

Alternatif infrastruktur hijau yang penting sebagai prioritas dalam

penataan dan pengelolaan infrastruktur kawasan waterfront ialah penataan

kembali taman “Dodoku-Ali” (0,610). Taman tersebut merupakan suatu kesatuan

0,757

0,243

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800

Taman Kota

Lapangan Olahraga

Page 190: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

171

dimana simbol sejarah melekat pada kawasan ini. Saat ini kondisinya tidak

terawat dan beberapa prasarana yang ada, tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Untuk membangun simbol sejarah bagi keberadaan Kesultanan Ternate, maka

taman ini dapat difungsikan kembali, sebagai pusat interaksi masyarakat, sarana

rekreasi atau sebagai interaksi seni dan budaya.

Berdasarkan hasil dari persepsi stakeholder tersusun prioritas arahan

strategis yang menjadi capaian utama dalam penataan dan pengelolaan

infrastruktur kawasan waterfront di Kota Ternate disajikan pada Gambar 54 dan

Gambar 55.

Gambar 54. Hasil AHP Alternatif Penataan & Pengelolaan Infrastruktur Kawasan

Waterfront Kota Ternate

0,288

0,287

0,425

0,542

0,458

0,61

0,39

0 0,2 0,4 0,6 0,8

Perbaikan Saluran Drainase

Penataan Jalur Pedestrian

Pengelolaan Sampah Terpadu

Penataan Kawasan PKL

Revitalisasi kawasan Pasar Tradisional

Penataan Lansekap Taman Kota “Dodoku-

Ali

Penataan Lansekap Kawasan Gelanggang

Remaja

Page 191: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

172

Tingkat 1:

Fokus

Tingkat 2 :

Aspek

Tingkat 3:

Sub Aspek

Tingkat 4:

Alternatif

Gambar 55. Struktur Hierarki AHP

Arahan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Kawasan Waterfront

Infrastruktur Fisik Infrastruktur Sosial & Ekonomi

Infrastruktur Hijau

Jaringan

Jalan

Saluran

drainase

Sampah

Perbaikan Saluran

Drainase

Pengelolaan

Sampah Terpadu

Revitalisasi kawasan

Pasar Tradisional

Penataan Lansekap

Taman Kota

“Dodoku-Ali”

Pelayanan

Air Bersih

Jaringan

Listrik Pasar

Tradisional

Taman

Kota

Pertokoan/

Mall Mesjid Terminal

Angkutan

Lapangan

Olahraga

Penataan Kawasan PKL

Penataan Jalur

Pedestrian

Penataan Lansekap

Kawasan

Gelanggang Remaja

(0,525) (0,237)

(0,238)

(0,211) (0,175) (0,174) (0,208) (0,233) (0,306) (0,159)

(0,326) (0,209) (0,757) (0,243)

(0,288) (0,287) (0,425) (0,542) (0,458) (0,610) (0,390)

172

Page 192: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Garis pantai kota Ternate mengalami perubahan karena adanya reklamasi

pantai untuk pengembangan kawasan waterfront. Luas kawasan waterfront

yang direklamasi adalah 23,26 ha (0,23 km2) dan majunya garis pantai

berkisar 30-250 m. Selama 6 tahun (2004-2010) telah terjadi perubahan

penggunaan lahan, dimana luas penggunaan lahan tidak terbangun berkurang

sebesar 411 ha dan lahan terbangun meningkat seluas 521 ha.

2. Hasil analisis hierarki wilayah (tahun 2005-2011) menunjukkan bahwa telah

terjadi perkembangan dari aspek ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas.

Kelurahan/desa pesisir cenderung lebih berkembang dibandingkan dengan

kelurahan/desa bukan pesisir yang terlihat dari perubahan tingkatan hierarki

wilayah. Kelurahan/desa pesisir yang tergolong dalam hierarki 1 (pusat

pelayanan) meningkat dari 3 kelurahan menjadi 6 kelurahan, sedangkan

kategori kelurahan bukan pesisir terdapat 3 kelurahan berkurang menjadi 1

kelurahan. Kelurahan pesisir yang tergolong dalam hierarki 2 meningkat dari

7 kelurahan menjadi 8 kelurahan, dan kelurahan bukan pesisir juga ikut

meningkat dari 5 kelurahan meningkat menjadi 7 kelurahan. Kelurahan

pesisir yang tergolong hierarki 3 (hinterland) menurun dari 22 kelurahan

menjadi 18 kelurahan, sedangkan kelurahan bukan pesisir tetap 8 kelurahan.

3. Sebaran infrastruktur di kota Ternate terkonsentrasi di wilayah yang dekat

dengan pusat kota. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketersediaan

infrastruktur yang belum memenuhi standar pelayanan diantaranya adalah

kekurangan kapasitas produksi air bersih PDAM, pasokan daya listrik,

pengangkutan sampah ke TPA, daya tampung fasilitas pendidikan, dan

prasarana pasar. Infrastruktur yang telah mencukupi standar pelayanaan

diantaranya adalah jaringan jalan, fasilitas kesehatan, niaga dan perdagangan

dan RTH. Akses pencapaian ke prasarana relatif mudah karena dihubungkan

dengan jalan, namun waktu tempuh pencapaian setiap kecamatan berbeda.

4. Prediksi kebutuhan infrastruktur tahun 2013-2032 dianalisis berdasarkan

proyeksi jumlah penduduk dalam periode tersebut. Proyeksi penduduk di

tahun 2013 mencapai 188.795 jiwa dan di tahun 2032 mencapai 254.570 jiwa

Page 193: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

174

dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,68% (20 tahun), sehingga

kebutuhan infrastruktur hingga tahun 2032 diantaranya adalah air bersih

PDAM 28.002.700 lt/hari, kebutuhan daya listrik sebesar 114.557 KVA,

produksi sampah 636.425 lt/hari, prasarana kesehatan 129 unit, dan prasarana

niaga dan perdagangan 1.037 unit.

5. Arahan penataan dan pengelolaan infrastruktur di kawasan waterfront yang

perlu diprioritaskan adalah pengelolaan sampah terpadu untuk infrastruktur

fisik, penataan kawasan PKL untuk infrastruktur sosial ekonomi dan penataan

lansekap taman kota untuk infrastruktur hijau.

Saran

1. Diperlukan pengaturan zona pelayanan prasarana kesehatan serta prasarana

niaga dan perdagangan guna mengatasi ketidakmeratanya sebaran

infrastruktur di Kota Ternate dengan mempertimbangkan izin lokasi dalam

pembangunan prasarana tersebut.

2. Diperlukan peningkatan kapasitas produksi air bersih, pasokan daya listrik,

fasilitas sekolah, prasarana pasar, dan pengelolaan pengangkutan sampah

untuk menjamin pemerataan ketersediaan infrastruktur perkotaan.

3. Prediksi kebutuhan infrastruktur tahun 2013-2032 perlu digunakan untuk

perencanaan infrastruktur perkotaan di masa mendatang.

4. Pertimbangan pengembangan infrastruktur di kawasan waterfront Kota

Ternate perlu diprioritaskan pada pengelolaan sampah terpadu, penataan

kawasan PKL dan penataan kembali lansekap taman kota.

Page 194: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita R, Sakti A. 2010. Teori Pertumbuhan Kota (Perkotaan). Makassar:

Universitas Hasanuddin.

Anonim. 2007. Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Drainase Perkotaan. http://pplp-

dinciptakaru.jatengprov.go.id/drainase/file/749053951_prinsip_dasar_dra

inase_perkotaan.pdf. download [28 Juli 2012]

Anonim. 2010. What’s Green Infrastructure?. /greeninfrastructure.net.[22 Mei

2012]

Anonim. 2012. Jaringan Distribusi Tenaga Listrik.

/danelspace.blogspot.com.html.[16 Mei 2012]

Anwar A. 1999. Mobilisasi Sumberdaya Ekonomi dalam Mengatasi

Pengangguran Kearah Pemerataan yang Menyumbang Kepada

Pertumbuhan Ekonomi. Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan. IPB. Tidak dipublikasikan.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Ternate. 2006.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate 2006-2015. Ternate:

BAPPEDA.

Benedict MA, McMahon ET. 2002. Green Infrastructure: Smart Conservation for

21th Century. Journal of The Renewable Resources 20: 12-17.

[BPS] Badan Pusat Statistik Maluku. 1982. Maluku Dalam Angka 1980. Ambon:

BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Ternate. 2009. Kota Ternate Dalam Angka

2009. Ternate: BPS.

________________. 2010. Kota Ternate Dalam Angka 2010. Ternate: BPS.

________________. 2011. Kota Ternate Dalam Angka 2011. Ternate: BPS.

Bunce S, Desfor G. 2007. Introduction to Political Ecologies of Urban Waterfront

Transformations. Journal of City 24 : 251-258.

Bulohlabna C. 2008. Tipologi dan Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Kawasan Timur Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Page 195: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

176

Chang Q, Huang X, Wu J. 2012. A GIS-based Green Infrastructure Planning for

Sustainable Urban Land Use and Spatial Development. Procedia

Environmental Science 12 : 491 – 498.

Cheng J, Masser I. 2003. Urban Growth Pattern Modeling: A Case Study of

Wuhan City, PR China. Journal of Landscape and Urban Planning 62:

199-217.

Dinas Kebersihan Kota Ternate. 2008. Sistem Pengelolaan Sampah Kota Ternate.

Ternate: Dinas Kebersihan.

Djafar RI. 2004. Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir Kota Ternate Provinsi

Maluku Utara: Studi Kasus Permukiman di Atas Laut Kelurahan

Makassar Timur [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas

Diponegoro.

Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan

Kesisteman. Bogor: IPB Press.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Action Plan Waterfront City

Kota Ternate. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Drakel A. 2004. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Perairan Pesisir di Kota

Ternate, Provinsi Maluku Utara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Faizu WA. 2011. Alternatif Kebijakan Pengelolaan Pantai Kamali Hasil

Reklamasi di Kota Bau-Bau yang Meminimumkan Dampak Lingkungan

[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gustiani L. 2005. Analisis Pengembangan Wilayah Pesisir Kota Bengkulu [tesis].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian lahan dan Perencanaan

Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hermanto B. 1986. Pemantauan Garis Pantai Dengan Menggunakan Citra

Landsat. Jurnal Oseana 11: 163-170.

Herwirawan FX. 2009. Analisis Struktur Ruang Dalam Pengembangan

Infrastruktur Hijau di Kota Depok [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Hu Z, Lo CP. 2007. Modeling Urban Growth in Atlanta Using Logistic

Regression. Journal of Computers, Environment and Urban Systems 31 :

667–688.

Page 196: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

177

Joga N, Ismaun I. 2011. RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Joga N. 2011. Penataan Ruang Berbasis Aspek Ekologis untuk Mewujudkan Kota

Berkelanjutan, RTH 30%: Resolusi (Kota) Hijau. Seminar Teknik

Planologi 2011; Bogor, 3 Des 2011.

Kalay DE. 2008. Perubahan Garis Pantai di Sepanjang Pesisir Pantai Indramayu

[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kusuma NE. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dan

Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Madiun [skripsi]. Bogor: Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Laras KB. 2011. Desain Kebijakan Pengelolaan Waterfront City Kota Semarang

[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lillesand MT, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lubis J. 2011. Mewujudkan Pembangunan Kota Pesisir di Indonesia yang

Berkelanjutan Melalui penyediaan Infrastruktur Berbasis Penataan

Ruang. Buletin Tata Ruang 4:18

Manuwoto. 2011. Green Infrastructure. Kumpulan Bahan Kuliah Sarana

Prasarana Wilayah. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Bogor:

Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mulyandari H. 2010. Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Andi.

Nalarsih RT. 2007. Analisis Ketersediaan dan Kapasitas Pemenuhan Infrastruktur

di Kawasan Bisnis Beteng Surakarta [tesis]. Semarang: Program

Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Nurfaida. 2009. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota

Makassar Sebagai Waterfront City [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Norman BJ. 2011. From Integrated Coastal Management (ICM) to Sustainable

Coastal Planning. Buletin Tata Ruang 4:19

Pamungkas BT. 2009. Pengaruh Infrastruktur Ekonomi, Sosial, dan

Administrasi/Institusi Terhadap Pertumbuhan Provinsi-Provinsi di

Indonesia [skripsi]. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Page 197: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

178

[PDAM] Perusahan Daerah Air Minum Kota Ternate. 2007. Standar Kebutuhan

Air Bersih Domestik dan Non Domestik Perkotaan. Ternate: PDAM

Kota Ternate.

[PLN] Perusahan Listrik Negara Cabang Kota Ternate. 2010. Data Tabular

Infrastruktur Jaringan Listrik di Kota Ternate. Ternate: PLN Kota

Ternate.

___________. 2011. Data Tabular Infrastruktur Jaringan Listrik di Kota Ternate.

Ternate: PLN Kota Ternate.

Pontoh NK, Kustiawan I. 2008. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung:

Penerbit ITB.

[PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No.40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan

Reklamasi Pantai. Jakarta: Departemen PU.

___________. 1998. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.468/KPTS/1998

tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum Dan

Lingkungan. Jakarta: Departemen PU.

___________. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di

Kawasan Perkotaan. Jakarta: Departemen PU.

[PU] Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya. 1991. Klasifikasi

Sampah Menurut Ditjen Cipta Karya. Jakarta: Departemen PU.

[PU] Dinas Pekerjaan Umum Kota Ternate. 2008. Masterplan Drainase Kota

Ternate. Ternate : Dinas PU.

Radiansyah D. 2012. Analisis Kontribusi Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Regional di Indonesia Periode Tahun 1996-2008 [tesis].

Jakarta: Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik,

Universitas Indonesia.

Rachmawati N. 2011. Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana di Kota

Tangerang Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan Pengembangan

Wilayah. Jakarta : Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia

Roseland M. 1997. Dimensions of The Eco-city. Journal of City 14 : 197-202.

Page 198: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

179

Sadyohutomo M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah Realita dan Tantangan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sinulingga BD. 1999. Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Soma S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan: Pengelolaan Sampah

Perkotaan. Bogor: IPB Press.

Soma S. 2011a. Pengantar ilmu Teknik Penyehatan dan Lingkungan Seri Air

Minum. Yogyakarta: Pintal.

Soma S. 2011b. Sarana dan Prasarana Wilayah dan Kota. Kumpulan Bahan

Kuliah Sarana Prasarana Wilayah. Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suhono A. 2008. Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Terpadu dalam

Pengembangan Wilayah Perkotaan Berkelanjutan Studi Kasus Wilayah

Kedungsepur Jawa Tengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Suprijanto. 2007. Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi

Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (coastal city) di

Indonesia. Proceeding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan

Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global. hlm 289-308.

Tarigan R. 2006. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Vallega A. 2001. Urban Waterfront Facing Integrated Coastal Management.

Journal of Ocean and Coastal Management 44 : 379–410.

Wahyuni KT. 2009. Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial

Terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Yudiyanto. 2007. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman di Kota

Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 199: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

180

Lampiran 1.

Hasil Pengecekan Lapang Beberapa Titik di Lokasi Kota Ternate

No X (m) Y (m) Elevasi

(mdpl) Nama Keterangan

Kelurahan/

Desa

1 N0°46.941 E127°23.305 40 Garis Pantai Awal 1 Depan Pelabuhan Muhajirin

2 N0°47.034 E127°23.324 42 Garis Pantai Awal 2 Depan Mesjid Muhajirin Muhajirin

3 N0°47.149 E127°23.312 47 Garis Pantai Awal 3 Depan Ex. Kantor Gubernur Muhajirin

4 N0°47.268 E127° 23.338 48 Garis Pantai Awal 4 Hotel Neraca Gamalama

5 N0°47.362 E127°23.365 41 Garis Pantai Awal 5 Pasar Gamalama Gamalama

6 N0°47.412 E127°23.339 55 Garis Pantai Awal 6 Toko Duta Merlin Gamalama

7 N0°47.537 E127°23.345 58 Garis Pantai Awal 7 Ex. Pasar Tradisional Gamalama

8 N0°47.674 E127°23.332 48 Garis Pantai Awal 8 Toko Bangunan Gamalama

9 N0°47.993 E127°23.139 17 Garis Pantai Tapak 1+ Lapangan Salero Soasio

10 N0°47.727 E127°23.373 22 Garis Pantai Tapak 1 Jembatan dekat Pasar Tradisional

(Waterfront)

Makassar Timur

11 N0°47.573 E127°23.388 24 Garis Pantai Tapak 2 Jalan Boulevar (Waterfront) Gamalama

12 N0°47.385 E127°23.420 30 Garis Pantai Tapak 3 Dekat Taman Kota (Waterfront) Gamalama

13 N0°47.139 E127°23.311 34 Garis Pantai Tapak 4 Gerbang Mesjid Raya (waterfront) Muhajirin

14 N0°48.916 E127°23.339 104 Pasar Pasar Dufa-Dufa Dufa-Dufa

15 N0°51.061 E127°19.600 360 TPA TPA Buku Deru-Deru Takome

16 N0°47.364 E127°23.414 35 Mesjid Mesjid Al-Munawwar Gamalama

17 N0°47.659 E127°23.351 49 Pasar Pasar Tradisional Gamalama

18 N0°47.664 E127°23.363 43 Terminal Terminal Angkutan Kota Gamalama

19 N0°47.150 E127°22.840 156 Kantor Kantor Walikota Kampung Pisang

20 N0°47.782 E127°23.375 162 Rumah Sakit Rumah Sakit Hasan Basoeri Tanah Tinggi Barat

21 N0°47.989 E127°23.105 90 Jalan Persimpangan Depan Kadaton Kesultanan Ternate Soasio

180

Page 200: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

181

Page 201: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

181

Lampiran 2.

Hasil Analisis Skalogram untuk Hierarki Wilayah

Tabel 1. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2011

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Tengah Kota Baru Pesisir 34,92 18 Hierarki 1

Ternate Tengah Takoma Bukan Pesisir 45,15 22 Hierarki 1

Ternate Tengah Makassar Timur Pesisir 42,36 17 Hierarki 1

Ternate Tengah Muhajirin Pesisir 55,05 18 Hierarki 1

Ternate Tengah Gamalama Pesisir 60,17 25 Hierarki 1

Ternate Utara Dufa Dufa Pesisir 41,55 24 Hierarki 1

Ternate Utara Soa Sio Pesisir 43,08 16 Hierarki 1

Pulau Ternate Kastela Pesisir 26,48 15 Hierarki 2

Pulau Ternate Loto Pesisir 34,25 15 Hierarki 2

Pulau Ternate Sulamadaha Pesisir 27,20 15 Hierarki 2

Ternate Selatan Gambesi Pesisir 32,40 19 Hierarki 2

Ternate Selatan Kalumata Pesisir 25,04 20 Hierarki 2

Ternate Selatan Bastiong Pesisir 27,14 23 Hierarki 2

Ternate Selatan Toboko Pesisir 29,67 18 Hierarki 2

Ternate Tengah Tanah Raja Bukan Pesisir 27,17 14 Hierarki 2

Ternate Tengah Stadion Bukan Pesisir 27,25 15 Hierarki 2

Ternate Tengah Moya Bukan Pesisir 29,17 13 Hierarki 2

Ternate Tengah Santiong Bukan Pesisir 27,59 23 Hierarki 2

Ternate Tengah Kalumpang Bukan Pesisir 32,29 23 Hierarki 2

Ternate Tengah Makassar Barat Bukan Pesisir 25,36 18 Hierarki 2

Ternate Utara Toboleu Bukan Pesisir 25,90 19 Hierarki 2

Ternate Utara Sangaji Pesisir 27,34 25 Hierarki 2

Pulau Ternate Jambula Pesisir 24,37 18 Hierarki 3

Pulau Ternate Foramadiahi Bukan Pesisir 15,10 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Kulaba Pesisir 15,46 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Rua Pesisir 18,36 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Bula Pesisir 14,24 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Afe-Taduma Pesisir 17,52 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Tobololo Pesisir 21,94 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Togafo Pesisir 17,98 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Takome Pesisir 11,95 9 Hierarki 3

Ternate Selatan Sasa Pesisir 19,16 19 Hierarki 3

Ternate Selatan Fitu Pesisir 16,41 17 Hierarki 3

Ternate Selatan Kayu Merah Pesisir 18,35 16 Hierarki 3

Ternate Selatan Ubo-Ubo Bukan Pesisir 24,28 20 Hierarki 3

Ternate Selatan Mangga Dua Pesisir 15,46 21 Hierarki 3

Ternate Selatan Jati Bukan Pesisir 24,05 21 Hierarki 3

Ternate Selatan Tanah Tinggi Bukan Pesisir 23,30 20 Hierarki 3

Page 202: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

182

Tabel 1. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2011 (Lanjutan)

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Tengah Maliaro Bukan Pesisir 23,80 17 Hierarki 3

Ternate Tengah Kampung Pisang Bukan Pesisir 22,72 16 Hierarki 3

Ternate Tengah Marikurubu Bukan Pesisir 18,50 13 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Bukan Pesisir 23,82 15 Hierarki 3

Ternate Utara Salero Pesisir 18,19 13 Hierarki 3

Ternate Utara Kasturian Pesisir 18,67 16 Hierarki 3

Ternate Utara Tafure Pesisir 20,80 19 Hierarki 3

Ternate Utara Tabam Pesisir 20,31 15 Hierarki 3

Ternate Utara Sango Pesisir 16,52 14 Hierarki 3

Ternate Utara Tarau Pesisir 14,43 13 Hierarki 3

Rataan IP

Standar Deviasi IP

24,86

9,80

Tabel 2. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2008

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Selatan Kalumata Pesisir 35,00 22 Hierarki 1

Ternate Tengah Takoma Bukan Pesisir 46,49 20 Hierarki 1

Ternate Tengah Kota Baru Pesisir 41,14 20 Hierarki 1

Ternate Tengah Tanah Raja Bukan Pesisir 34,83 17 Hierarki 1

Ternate Tengah Stadion Bukan Pesisir 38,05 16 Hierarki 1

Ternate Tengah Kalumpang Bukan Pesisir 41,54 22 Hierarki 1

Ternate Tengah Gamalama Pesisir 48,35 26 Hierarki 1

Pulau Ternate Jambula Pesisir 32,95 17 Hierarki 2

Pulau Ternate Loto Pesisir 28,31 14 Hierarki 2

Ternate Selatan Gambesi Pesisir 30,59 18 Hierarki 2

Ternate Selatan Bastiong Pesisir 31,96 22 Hierarki 2

Ternate Selatan Ubo-Ubo Bukan Pesisir 32,55 21 Hierarki 2

Ternate Selatan Jati Bukan Pesisir 27,07 22 Hierarki 2

Ternate Selatan Toboko Pesisir 30,86 18 Hierarki 2

Ternate Tengah Maliaro Bukan Pesisir 26,49 19 Hierarki 2

Ternate Tengah Kampung Pisang Bukan Pesisir 28,71 19 Hierarki 2

Ternate Tengah Muhajirin Pesisir 28,96 15 Hierarki 2

Ternate Tengah Marikurubu Bukan Pesisir 27,06 15 Hierarki 2

Ternate Utara Soa Bukan Pesisir 26,68 16 Hierarki 2

Ternate Utara Dufa Dufa Pesisir 34,18 21 Hierarki 2

Ternate Utara Tafure Pesisir 28,79 21 Hierarki 2

Pulau Ternate Kastela Pesisir 22,63 14 Hierarki 3

Pulau Ternate Foramadiahi Bukan Pesisir 14,87 12 Hierarki 3

Page 203: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

183

Tabel 2. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2008 (Lanjutan)

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Pulau Ternate Kulaba Pesisir 15,93 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Rua Pesisir 19,91 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Bula Pesisir 14,63 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Afe-Taduma Pesisir 18,80 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Tobololo Pesisir 24,16 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Togafo Pesisir 19,62 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Sulamadaha Pesisir 23,81 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Takome Pesisir 12,75 9 Hierarki 3

Ternate Selatan Sasa Pesisir 24,25 19 Hierarki 3

Ternate Selatan Fitu Pesisir 20,23 15 Hierarki 3

Ternate Selatan Kayu Merah Pesisir 21,18 15 Hierarki 3

Ternate Selatan Mangga Dua Pesisir 15,33 18 Hierarki 3

Ternate Selatan Tanah Tinggi Bukan Pesisir 21,49 20 Hierarki 3

Ternate Tengah Moya Bukan Pesisir 25,70 12 Hierarki 3

Ternate Tengah Santiong Bukan Pesisir 24,57 20 Hierarki 3

Ternate Tengah Makassar Timur Pesisir 21,27 20 Hierarki 3

Ternate Tengah Makassar Barat Bukan Pesisir 25,89 19 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Sio Pesisir 24,67 16 Hierarki 3

Ternate Utara Salero Pesisir 19,61 14 Hierarki 3

Ternate Utara Kasturian Pesisir 18,84 17 Hierarki 3

Ternate Utara Toboleu Bukan Pesisir 22,80 19 Hierarki 3

Ternate Utara Sangaji Pesisir 25,40 24 Hierarki 3

Ternate Utara Tabam Pesisir 21,79 15 Hierarki 3

Ternate Utara Sango Pesisir 13,54 13 Hierarki 3

Ternate Utara Tarau Pesisir 16,27 12 Hierarki 3

Rataan IP

Standar Deviasi IP

26,05

8,29

Tabel 3. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2006

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Tengah Maliaro Bukan Pesisir 39,67 19 Hierarki 1

Ternate Tengah Takoma Bukan Pesisir 47,90 24 Hierarki 1

Ternate Tengah Muhajirin Pesisir 35,02 16 Hierarki 1

Ternate Tengah Stadion Bukan Pesisir 45,43 19 Hierarki 1

Ternate Tengah Gamalama Pesisir 59,66 23 Hierarki 1

Ternate Utara Dufa Dufa Pesisir 40,76 23 Hierarki 1

Pulau Ternate Sulamadaha Pesisir 28,01 15 Hierarki 2

Pulau Ternate Loto Pesisir 25,62 14 Hierarki 2

Ternate Selatan Gambesi Pesisir 31,96 19 Hierarki 2

Page 204: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

184

Tabel 3. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2006 (Lanjutan)

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Perkembangan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Selatan Kalumata Pesisir 33,94 21 Hierarki 2

Ternate Selatan Kayu merah Pesisir 33,66 20 Hierarki 2

Ternate Selatan Bastiong Pesisir 32,40 24 Hierarki 2

Ternate Selatan Jati Bukan Pesisir 25,95 18 Hierarki 2

Ternate Tengah Kampung Pisang Bukan Pesisir 26,38 13 Hierarki 2

Ternate Tengah Kota Baru Pesisir 32,05 18 Hierarki 2

Ternate Tengah Santiong Bukan Pesisir 24,82 16 Hierarki 2

Ternate Tengah Kalumpang Bukan Pesisir 26,41 16 Hierarki 2

Pulau Ternate Jambula Pesisir 22,29 17 Hierarki 3

Pulau Ternate Kastela Pesisir 20,09 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Foramadiahi Bukan Pesisir 22,04 14 Hierarki 3

Pulau Ternate Kulaba Pesisir 13,66 10 Hierarki 3

Pulau Ternate Rua Pesisir 16,34 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Bula Pesisir 9,89 9 Hierarki 3

Pulau Ternate Afe-Taduma Pesisir 15,00 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Tobololo Pesisir 14,67 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Togafo Pesisir 24,43 13 Hierarki 3

Pulau Ternate Takome Pesisir 16,38 11 Hierarki 3

Ternate Selatan Sasa Pesisir 21,91 18 Hierarki 3

Ternate Selatan Fitu Pesisir 18,97 15 Hierarki 3

Ternate Selatan Ubo-Ubo Bukan Pesisir 22,06 16 Hierarki 3

Ternate Selatan Mangga Dua Pesisir 21,02 21 Hierarki 3

Ternate Selatan Toboko Pesisir 24,18 14 Hierarki 3

Ternate Selatan Tanah Tinggi Bukan Pesisir 20,63 17 Hierarki 3

Ternate Tengah Tanah Raja Bukan Pesisir 24,43 11 Hierarki 3

Ternate Tengah Marikurubu Bukan Pesisir 12,86 12 Hierarki 3

Ternate Tengah Moya Bukan Pesisir 22,52 11 Hierarki 3

Ternate Tengah Makassar Timur Pesisir 15,70 18 Hierarki 3

Ternate tengah Makassar Barat Bukan Pesisir 19,72 18 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Sio Pesisir 20,37 15 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Bukan Pesisir 20,29 15 Hierarki 3

Ternate Utara Salero Pesisir 12,82 10 Hierarki 3

Ternate Utara Kasturian Pesisir 16,63 14 Hierarki 3

Ternate Utara Toboleu Bukan Pesisir 20,08 14 Hierarki 3

Ternate Utara Sangaji Pesisir 21,28 22 Hierarki 3

Ternate Utara Tafure Pesisir 24,35 19 Hierarki 3

Ternate Utara Tabam Pesisir 18,61 14 Hierarki 3

Ternate Utara Sango Pesisir 17,49 14 Hierarki 3

Ternate utara Tarau Pesisir 18,29 12 Hierarki 3

Rataan IP

Standar Deviasi IP

24,55

9,86

Page 205: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

185

Tabel 4. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2005

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Pembangunan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Tengah Maliaro Bukan Pesisir 36,02 18 Hierarki 1

Ternate Tengah Takoma Bukan Pesisir 51,49 25 Hierarki 1

Ternate Tengah Muhajirin Pesisir 35,45 17 Hierarki 1

Ternate Tengah Stadion Bukan Pesisir 42,20 18 Hierarki 1

Ternate Tengah Gamalama Pesisir 58,49 22 Hierarki 1

Ternate Utara Dufa Dufa Pesisir 42,62 23 Hierarki 1

Pulau Ternate Sulamadaha Pesisir 26,21 14 Hierarki 2

Pulau Ternate Loto Pesisir 28,04 14 Hierarki 2

Ternate Selatan Gambesi Pesisir 31,29 20 Hierarki 2

Ternate Selatan Kalumata Pesisir 32,38 21 Hierarki 2

Ternate Selatan Kayu Merah Pesisir 26,79 18 Hierarki 2

Ternate Selatan Bastiong Pesisir 32,06 24 Hierarki 2

Ternate Selatan Jati Bukan Pesisir 26,41 19 Hierarki 2

Ternate Tengah Kampung Pisang Bukan Pesisir 27,66 14 Hierarki 2

Ternate Tengah Kota Baru Pesisir 33,31 18 Hierarki 2

Ternate Tengah Santiong Bukan Pesisir 25,56 16 Hierarki 2

Ternate Tengah Kalumpang Bukan Pesisir 25,20 16 Hierarki 2

Ternate Tengah Makassar Barat Bukan Pesisir 27,84 19 Hierarki 2

Pulau Ternate Jambula Pesisir 23,34 17 Hierarki 3

Pulau Ternate Kastela Pesisir 21,27 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Foramadiahi Bukan Pesisir 20,85 14 Hierarki 3

Pulau Ternate Kulaba Pesisir 14,93 10 Hierarki 3

Pulau Ternate Rua Pesisir 18,50 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Bula Pesisir 10,17 9 Hierarki 3

Pulau Ternate Afe-Taduma Pesisir 15,47 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Tobololo Pesisir 16,68 11 Hierarki 3

Pulau Ternate Togafo Pesisir 22,29 12 Hierarki 3

Pulau Ternate Takome Pesisir 19,66 11 Hierarki 3

Ternate Selatan Sasa Pesisir 23,15 18 Hierarki 3

Ternate Selatan Fitu Pesisir 18,79 15 Hierarki 3

Ternate Selatan Ubo-Ubo Bukan Pesisir 22,63 16 Hierarki 3

Ternate Selatan Mangga Dua Pesisir 21,13 22 Hierarki 3

Ternate Selatan Toboko Pesisir 23,84 15 Hierarki 3

Ternate Selatan Tanah Tinggi Bukan Pesisir 21,23 18 Hierarki 3

Ternate Tengah Tanah Raja Bukan Pesisir 23,22 12 Hierarki 3

Ternate Tengah Marikurubu Bukan Pesisir 16,83 13 Hierarki 3

Ternate Tengah Moya Bukan Pesisir 20,18 11 Hierarki 3

Ternate Tengah Makassar Timur Pesisir 16,16 18 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Sio Pesisir 20,65 14 Hierarki 3

Ternate Utara Soa Bukan Pesisir 20,76 15 Hierarki 3

Page 206: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

186

Tabel 4. Hierarki Wilayah Kota Ternate Tahun 2005 (Lanjutan)

Nama

Kecamatan

Nama

Kelurahan/Desa

Jenis

Kelurahan

Indeks

Pembangunan

(IP)

Jumlah

Jenis

Hierarki

Wilayah

Ternate Utara Salero Pesisir 18,85 12 Hierarki 3

Ternate Utara Kasturian Pesisir 16,74 14 Hierarki 3

Ternate Utara Toboleu Bukan Pesisir 22,04 14 Hierarki 3

Ternate Utara Sangaji Pesisir 22,70 23 Hierarki 3

Ternate Utara Tafure Pesisir 23,56 19 Hierarki 3

Ternate Utara Tabam Pesisir 21,88 15 Hierarki 3

Ternate Utara Sango Pesisir 15,53 13 Hierarki 3

Ternate Utara Tarau Pesisir 20,05 13 Hierarki 3

Rataan IP

Standar Deviasi IP

25,04

9,25

Page 207: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

187

LAMPIRAN

Page 208: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Kolektor Primer Jalan Lingkar Pulau Ternate Baik 24,48162 3,5 - 6,0

Rusak 0,88807

Rusak Berat 0,12829

Jl. Slt. Khaerun Baik 2,89509 6,0

Jl. Bandara Babullah Baik 0,22608 5,0-8,0

Jl. Bandara Sultan Babullah Baik 0,45397 5,0

Jl. Hasan Esa Baik 0,78287 8,0-11,0

Jl. Jend. Ahmad Yani Baik 0,46473 7,0-9,0

Jl. Merdeka Baik 0,49453 7,0-10,0

Jl. Mononutu Baik 0,75811 7,0-9,0

Jl. Pahlawan Revolusi Baik 1,67644 8,5-16,5

Jl. Pelabuhan Feri Baik 0,06535 8,0

Jl. Pelabuhan Fery Baik 0,16781 4,5-7,0

Jl. Pemuda Baik 0,7510 4,0-9,0

Jl. Poros Danau Laguna Baik 0,31778 5,5

Jl. Poros Ngade Baik 1,97077 6,0

Jl. Raya Bastiong Baik 1,38139 7,0

Jl. Raya Fitu Baik 0,54041 6,0

Jl. Raya Gambesi Baik 0,99516 5,0-6,0

Jl. Raya Jambula Baik 1,82852 4,0-7,0

Jl. Raya Kalumata Baik 0,35202 7,0

Jl. Raya Kastela Baik 0,74186 4,5-6,0

Jl. Raya Mangga Dua Baik 0,71983 7,0-8,0

Jl. Raya Ngade Baik 0,16435 6,0

Jl. Raya Pertamina Baik 0,62404 4,5-10,0

Jl. Sultan Baabullah Baik 0,37329 8,0-9,0

Jumlah 44,24338

187

Page 209: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Kolektor Sekunder Jl. Air Sentosa Baik 0,09003 4,0

Jl. Baru Soa Baik 0,33392 4,5-5,0

Jl. Baru Ubo-Ubo Baik 0,31642 7,0

Jl. Cakalang Baik 1,13193 4,5

Jl. Darul Khairat Baik 1,58119 3,5

Jl. Facei-Tarau Baik 0,14318 4,0-4,5

Rusak 3,96192

Jl. Gambesi-Sasa Baik 0,15695 3,5-4,0

Rusak 2,60561

Jl. Jati Besar Baik 0,59963 7,0-7,5

Jl. Kalumata Baik 1,07365 4,0-5,0

Jl. Kamboja Baik 0,39114 6,0

Jl. Kampus II Univ. Khairun Baik 3,3653 5,0

Jl. Kapitan Pattimura Baik 0,87297 6,5-9,0

Jl. Kayu Manis Baik 0,26644 6,5

Jl. Melati Baik 0,13953 4,5-7,0

Jl. Mesjid Agung Baik 1,06802 16,0-19,0

Rusak 0,79474

Jl. Ngidi Kasturian Baik 1,38242 4,0-4,5

Jl. Pasar Inpres Bastiong Baik 0,34104 3,0-6,0

Jl. Perumnas Baik 0,97308 6,0-7,0

Jl. Rambutan Baik 0,40292 4,0-5,5

Jl. Satelit Palapa Baik 0,20701 5,0

Jl. Teripang Baik 0,16204 4,0

Jl. Yos Sudarso Baik 0,74758 7,0-11,5

Jum lah 23,10866

188

Page 210: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Primer Jl. Air tege tege Baik 0,78430 3,0-4,0

Jl. Ake Boca Baik 0,63121 4,5

Jl. Ake Oti Baik 0,32770 3,0

Jl. Bandara Sultan Babullah Baik 0,11508 5,0

Jl. Bangau Baik 0,25076 4,0

Jl. Batu Angus Belakang Rusak 0,18913 3,0-3,5

Jl. Bola Baik 0,42321 3,0

Jl. Bosoiri Baik 0,51106 6,5-11,0

Jl. Branjangan Baik 0,81175 4,0-6,5

Jl. Campedak Baik 0,72398 5,5

Jl. Cendrawasih Baik 0,24795 4,5

Jl. Cengkeh Afo Baik 0,58232 5,5-7,0

Jl. Cristina Martha Tiahahu Baik 0,55918 6,0-8,0

Jl. Daniel Bohang Baik 0,24362 3,0

Jl. Darul Khairat Baik 1,58119 3,5

Jl. Daulasi Baik 0,12386 4,0

Jl. Falajawa 2 Baik 0,82448 4,0-5,0

Jl. Hasan Senen Baik 0,32483 3,5-5,0

Jl. Jan Baik 2,44713

Jl. Jati Baik 1,40084

Jl. Jati 1 Baik 0,78767

Jl. Jati 2 Baik 0,43104

Jl. Jerbus Baik 0,74841

Jl. Kakatua Baik 0,42861

Jl. Kalumpang Rusak 0,96512

Jl. Kampung Pisang Baik 0,23151

189

Page 211: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Primer Jl. Kelapa Pendek Baik 0,11928

Jl. Kemuning Baik 0,16564

Jl. Kesatrian Baik 0,24828

Jl. Ki Hajar Dewantara Baik 0,63338

Jl. Kuburan Sltan Babullah Rusak 0,70956

Jl. Kutilang Baik 0,21368

Jl. Lumba-Lumba Baik 0,25612

Jl. Maliaro Baik 0,77908

Rusak 0,27988

Jl. Maliaro Puncak Baik 0,42443

Rusak 3,07601

Jl. Marikurubu Baik 1,57047

Jl. Moya Baik 0,2538

Jl. Nukila Baik 0,40407

Jl. Nuku Baik 0,4046

Jl. Nuri Baik 0,66547

Jl. Nusa Indah Baik 0,3291

Jl. Oscar Baik 0,28393

Rusak 0,43092

Jl. Pekuburan Islam Branjangan Baik 0,37234

Jl. Pelabuhan Dufa-Dufa Baik 0,56231

Jl. Pemuda Baik 0,62356

Jl. Pemuda Sangaji Baik 0,40137

Jl. Pipit Baik 0,13592

Jl. Rambutan Baik 1,69719

Jl. Salak Baik 0,17254

190

Page 212: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Primer Jl. Salim Fabanyo Baik 0,50133

Jl. Semangka Baik 1,37305

Jl. Seruni Baik 0,36447

Jl. Soa Konora Baik 0,43321

Jl. Stadion Baik 2,85111

Jl. Stadion Kie Raha Baik 0,0731

Jl. Tabahawa Baik 0,60385

Jl. Tanah Tinggi Baik 0,21658

Jl. Terminal Pasar Sayur Baik 0,18652

Jl. Tobeleu Baik 0,68636

Jl. Tongole Rusak 0,2189

Jl. Ubo-ubo Baik 0,33544

Jl. Yasin Gamsungi Baik 0,0428

Jumlah 39,79559

Lokal Sekunder Jalan Lingkar Pulau Ternate Baik 0,39406

Jl. A. I. S. Nasution Baik 0,20364

Jl. Air Potong Baik 0,95488

Jl. Air Sentosa Baik 0,08388

Jl. Ake Malako Baik 0,15144

Jl. Ake Oti 1 Baik 0,18615

Jl. AM. Kamaruddin Baik 1,1671

Jl. Anggrek Baik 0,22193

Jl. Anggrek/Lr. Pura Bali Baik 0,10627

Jl. Baru Tabahawa Baik 0,15696

Jl. Batu Angus Belakang Rusak 0,38733

Jl. Batu Angus Tabam Baik 1,94402

191

Page 213: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Jl. BLK Baik 0,54219

Jl. Bonsai Baik 0,24359

Jl. Bougenville Baik 0,13359

Jl. Cakalang Baik 1,13193

Jl. Campedak 1 Baik 0,07207

Jl. Campedak 2 Baik 0,06602

Jl. Cempaka Baik 0,90624

Jl. Cengkeh Baik 0,21165

Jl. Dahlia Baik 0,31529

Jl. DPRD Kota Ternate Baik 0,16577

Jl. Durian 1 Baik 0,04642

Jl. Durian 2 Baik 0,05446

Jl. Durian 3 Baik 0,06102

Jl. Falajawa 1 Rusak Berat 0,29737

Jl. Gang Melati 1 Baik 0,14936

Jl. Gg. Adlun Baik 0,12122

Jl. Gg. Al-Amin Baik 0,11433

Jl. Gg. Al-Falak Baik 0,12263

Jl. Gg. Al-Ikhlas Baik 0,10495

Jl. Gg. Al-Kasas Rusak 0,04671

Jl. Gg. Al-Khaerat Baik 0,29407

Jl. Gg. Al-Qamar Baik 0,14886

Jl. Gg. Annahlu Baik 0,08274

Jl. Gg. An-Nuur Baik 0,13805

Jl. Gg. Ar-Rahman Baik 0,12089

Jl. Gg. At-tiin Rusak 0,0962

192

Page 214: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Jl. Gg. Iqraa Rusak 0,10028

Jl. Gg. Jamil Rusak 0,1377

Jl. Gosale 2 Baik 0,11055

Jl. Gosale 3 Baik 0,05326

Jl. Gosale 4 Baik 0,05811

Jl. Gosale 5 Baik 0,06045

Jl. Gosali 1 Baik 0,1111

Jl. Gudang Pupuk Baik 0,12443

Jl. Gufasa 1 Baik 0,05761

Jl. Gufasa 2 Baik 0,05916

Jl. Gugasa 3 Baik 0,06575

Jl. Inpres Baik 0,45073

Jl. Jati Baik 0,5062

Jl. Jati 3 Baik 0,3978

Jl. Jati Baru Baik 0,40158

Rusak 0,36737

Jl. Jauku III Baik 1,22316

Jl. Jeruk Baik 0,4317

Rusak 0,20646

Jl. Jeruk 1 Baik 0,08578

Jl. Jeruk 2 Rusak 0,06606

Jl. Kaca Piring Baik 0,24649

Jl. Kaka ade Baik 0,35489

Jl. Kalumpang Baik 0,455

Jl. Kampung Kodok Baik 0,16233

Jl. Kecubung Baik 0,16533

193

Page 215: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Jl. Kedondong 1 Rusak 0,05195

Jl. Kedondong 2 Baik 0,04827

Jl. Kedondong 3 Rusak 0,04122

Jl. Kelapa Pendek Baik 0,11372

Jl. Kenanga Baik 0,1442

Jl. Ketapang 2 Baik 0,03051

Jl. Ki Hajar Dewantara Baik 0,25786

Jl. Kompleks Pekuburan Islam Baik 0,12983

Jl. Kompleks RRI Ternate Baik 0,18829

Jl. Kuburan Sltan Babullah Rusak 0,43072

Jl. Lap. Gambesi Rusak 0,36671

Jl. Linggua 1 Baik 0,04876

Jl. Linggua 2 Baik 0,05182

Jl. Linggua 3 Baik 0,11389

Jl. M. S. Djahir Baik 0,23123

Jl. Maleo Baik 0,14001

Jl. Manggis Baik 0,06391

Jl. Manggis 1 Rusak Berat 0,05363

Jl. Manggis 2 Baik 0,05873

Jl. Manggis 3 Baik 0,05326

Jl. Matoa 1 Baik 0,06738

Jl. Matoa 2 Baik 0,07056

Jl. Matoa 3 Baik 0,08435

Jl. Mawar Baik 0,08516

Jl. Melati Baik 0,15138

194

Page 216: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Jl. Merpati Baik 0,25137

Jl. Mess Polisi Baik 0,22844

Jl. Mutiara Baik 0,20991

Jl. Nenas Baik 0,58589

Jl. Obyek Wisata Pantai Laguna Baik 0,1235

Jl. Pala Baik 0,09279

Jl. Palajawa 1 Baik 0,15006

Jl. Palajawa 2 Baik 0,11687

Jl. Palajawa3 Baik 0,16265

Jl. Palapa Baik 0,06248

Jl. Pasar Inpres Bastiong Baik 0,16119

Jl. Pelabuhan Baik 0,12774

Rusak 0,1011

Jl. Pelabuhan Bastiong Baik 0,17415

Jl. Pelabuhan Fery Baik 0,03674

Jl. Pelabuhan Perikanan Baik 0,04097

Jl. Pemuda Gong 1 Baik 0,10603

Jl. Penyu Baik 0,06609

Jl. Pepaya 1 Baik 0,07306

Jl. Pepaya 2 Baik 0,07853

Jl. Perumnas Baik 0,76092

Jl. Perumnas Ngade Rusak 0,37702

Jl. PLN Baik 0,25865

Jl. Puskesmas Baik 0,19714

Jl. Raflesia Baik 0,39192

Jl. Rambutan Baik 0,07273

Jl. Rambutan 2 Baik 0,04823

195

Page 217: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Jl. Rambutan 3

Jl. Raya Jambula

Baik

Baik

0,04974

0,14349

Rusak 0,44092

Jl. Raya Pertamina Baik 0,09609

Jl. Salak 1 Rusak 0,07476

Jl. Salak 2 Rusak 0,06965

Jl. Salim Abidin Syah Baik 0,38889

Jl. Sedap Malam Baik 0,16559

Jl. Senang Baik 0,15916

Jl. Seroja Baik 0,13949

Jl. Seruni Baik 0,09176

Jl. Seruni 2 Baik 0,06375

Jl. SMKN Baik 0,19552

Jl. Stadion Baik 0,16493

Jl. Tahu Tempe Baik 0,30224

Jl. Takome Baik 0,57055

Jl. Taman Ria Rusak 0,07442

Jl. Tanah Tinggi Baik 0,81065

Jl. Teratai Baik 0,18907

Jl. Termimnal Pasar Sayur Baik 0,18142

Jl. Tugu Makugawene Baik 0,40698

Jl. Vanda Baik 0,13344

Jl. Wijaya Kusuma Baik 0,49233

Jl. Wisata Danau Tolire Baik 0,24993

Lr. Al Hikmah Baik 0,10375

Lr. Anggrek 2 Rusak 0,07626

Lr. Anggrek 3 Baik 0,08474

Lr. Baru Baik 0,2442

196

Page 218: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Lr. Cempaka Baik 0,10129

Lr. Cendana Baik 0,22828

Lr. Dahlia Baik 0,18431

Lr. Dahlia 1 Baik 0,13121

Lr. Dahlia 2 Baik 0,22439

Lr. Dahlia 3 0,10972

Lr. Falajawa 2 Baik 0,29847

Rusak 0,90015

Rusak Berat 0,15591

Lr. Gamlamo Baik 0,2343

Lr. Inpres Baik 0,34373

Rusak Berat 0,07152

Lr. Jati Baik 0,28102

Lr. Jati 1 Baik 0,1282

Lr. Jati Baru Baik 0,04943

Lr. Jati Besar Rusak 0,08235

Lr. Jend. Ahmad Yani Baik 0,12399

Lr. Jerbus Baik 0,24744

Rusak Berat 0,07173

Lr. Jeruk Baik 0,64461

Rusak Berat 0,08235

Lr. Kecubung Baik 0,07288

Lr. Kecubung 2 Baik 0,11123

Lr. Kehakiman Baik 0,239

Lr. Ki Hajar Dewantara Baik 0,10956

Lr. Kuburan Rusak 0,11733

197

Page 219: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 3. Hierarki Jalan di Kota Ternate (Lanjutan)

Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Panjang Jalan

(km) Lebar Jalur (m)

Lokal Sekunder Lr. Kutilang Baik 0,15404

Lr. Lapangan Bola Falajawa Baik 0,06734

Lr. Maliaro Baik 0,5445

Lr. Maliaro 4 Rusak 0,0761

Lr. Maliaro Jaya Baik 0,39101

Lr. Marimoi Rusak 0,2064

Lr. Melati 3 Baik 0,04202

Lr. Nukila Baik 0,061

Lr. Pala 1 Baik 0,07304

Lr. Panzer Maliaro Baik 0,05498

Lr. Pelelangan Ikan Rusak 0,30577

Lr. Penginapan Baik 0,03676

Lr. Puskesmas Baik 0,29314

Lr. Rambutan Baik 0,04733

Lr. Seruni Baik 0,03019

Lr. Seruni 1 Baik 0,0438

Lr. Seruni 2 Baik 0,32068

Lr. Seruni 3 Baik 0,1932

Lr. Setapak Rusak 0,07077

Lr. Stadion Baik 0,41989

Jumlah 41,27816

Sumber : PU Kota Ternate, 2010

198

Page 220: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

Lampiran 4. Lembaran Kuesioner

KUISIONER PENELITIAN

ARAHAN PENATAAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR

DI KAWASAN WATERFRONT KOTA TERNATE

Judul Penelitian:

ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN WATERFRONT :

STUDI KASUS KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

FIRDAWATY MARASABESSY

A156100141

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 221: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

200

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ______________________________________________

Pekerjaa/Jabatan : ______________________________________________

Alamat : ______________________________________________

______________________________________________

PETUNJUK PENGISIAN

Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara membandingkan faktor satu dengan

faktor lain (komponen kiri dari baris yang sama pada kolom isian) dan dilihat mana

yang lebih berperan antara faktor-faktor tersebut untuk menentukan level diatasnya.

Skala yang digunakan dalam pengisian adalah skala banding berpasangan, dengan

ketentuan sebagai berikut:

Intensitas

Kepantingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting (equal) Keduanya mempunyai pengearuh yang

sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari elemen yang lainnya

(moderat)

Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen dibandingkan

elemen lainnya

5 Elemen satu lebih penting dari pada

elemen lainnya (strong)

Pengalaman dan penilaian sangat kuat

menyokong satu elemen dibandingkan

elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari

pada elemen lainnya (very strong)

Satu elemen yang kuat disokong dan

domain terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak/sangat penting

dari pada elemen lainnya (extreme)

Bukti yang mendukung elemen yang satu

terhadap elemen lain memiliki tingkat

penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi

diantara dua pilihan

Contoh : Jika Faktor A Penting dari pada Faktor B, maka diisi (beri tanda X) :

Elemen A Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan Elemen B

San

gat

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sam

a

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

San

gat

Pen

tin

g

1 Faktor A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Faktor B

Page 222: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

201

Untuk mengetahui arahan strategi penataan dan pengelolaan infrastruktur menurut persepsi stakeholder, maka disusun pertanyaan

berhierarki dengan struktur hierarki sebagai berikut :

Tingkat 1:

Fokus

Tingkat 2 :

Aspek

Tingkat 3:

Sub Aspek

Tingkat 4:

Alternatif

Arahan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur

Kawasan Waterfront

Infrastruktur Fisik Infrastruktur Sosial & Ekonomi Infrastruktur Hijau

Jaringan

Jalan

Saluran

drainase Sampah

Struktur Hierarki AHP

Perbaikan Saluran

Drainase

Pengelolaan

Sampah Terpadu

Revitalisasi kawasan Pasar Tradisional

Penataan Lansekap

Taman Kota

“Dodoku-Ali”

Pelayanan

Air Bersih

Jaringan

Listrik

Pasar

Tradisional

Taman

Kota Pertokoan/

Mall

Mesjid Terminal

Angkutan

Lapangan

Olahraga

Penataan Kawasan PKL

Penataan Jalur

Pedestrian

Penataan Lansekap

Kawasan

Gelanggang Remaja

201

Page 223: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

202

DAFTAR PERTANYAAN

1. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 2, yang

dibandingkan pada baris yang sama

Elemen

Tingkat 2

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 2

San

gat

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sam

a

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

San

gat

Pen

tin

g

1 Infrastruktur

Fisik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Sosial & Ekonomi

2 Infrastruktur

Fisik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Hijau

3 Infrastruktur

Sosial &

Ekonomi

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Hijau

2. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 3, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Fisik

Elemen

Tingkat 3

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 3

Sa

ng

at

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sa

ma

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Sa

ng

at

Pen

tin

g

1 Jaringan

Jalan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jaringan

Listrik

2 Jaringan

Jalan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pelayanan

Air Bersih

3 Jaringan

Jalan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Saluran

Drainase

4 Jaringan

Jalan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sampah

5 Jaringan Listrik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pelayanan Air Bersih

6 Jaringan

Listrik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Saluran

Drainase

7 Jaringan

Listrik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sampah

8 Pelayanan

Air Bersih 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Saluran

Drainase

9 Pelayanan

Air Bersih 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sampah

10 Saluran

Drainase 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sampah

Page 224: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

203

3. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 3, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Sosial & Ekonomi

Elemen

Tingkat 3

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 3 S

an

gat

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sam

a

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

San

gat

Pen

tin

g

1 Pasar

Tradisional 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pertokoan/

Mall

2 Pasar

Tradisional 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mesjid

3 Pasar

Tradisional 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Terminal

Angkutan

4 Pertokoan/

Mall 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mesjid

5 Pertokoan/

Mall 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Terminal

Angkutan

6 Mesjid 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Terminal

Angkutan

4. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 3, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Hijau

Elemen

Tingkat 3

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 3

Sa

ng

at

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sa

ma

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Sa

ng

at

Pen

tin

g

1 Taman Kota 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan

Olahraga

Page 225: ANALISIS INFRASTRUKTUR KOTA DI KAWASAN … · dalam menyediakan infrastruktur perkotaan akibat tekanan populasi yang semakin meningkat, kondisi geografis dan topografis wilayah, ancaman

204

5. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 4, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Fisik

Elemen

Tingkat 4

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 4 S

an

gat

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sam

a

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

San

gat

Pen

tin

g

1

Perbaikan

Saluran

Drainase

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penataan Jalur

Pedestrian

2

Perbaikan

Saluran

Drainase

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pengelolaan

Sampah

Terpadu

3

Penataan

Jalur

Pedestrian

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pengelolaan

Sampah

Terpadu

6. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 4, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Sosial & Ekonomi

Elemen

Tingkat 4

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 4

Sa

ng

at

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sa

ma

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Sa

ng

at

Pen

tin

g

1

Penataan

Kawasan PKL

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Revitalisasi

Kawasan Pasar

Tradisional

7. Berilah penilaian terhadap kepentingan antara elemen-elemen pada Tingkat 4, yang

dibandingkan pada baris yang sama terhadap Infrastruktur Hijau

Elemen

Tingkat 4

Tingkat Kepentingan Yang Dirasakan

Elemen

Tingkat 4

San

gat

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Sam

a

Sed

ikit

Leb

ih P

en

tin

g

Pen

tin

g

Jela

s L

eb

ih P

en

tin

g

San

gat

Pen

tin

g

1

Penataan

Lansekap

Taman Kota

DodokuAli

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penataan

Lansekap

Gelanggang

Remaja