Analisis Inflasi Feb 2014

3
Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 1 TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI Analisis Inflasi Edisi 4 Maret 2014 “FEBRUARI TERKENDALI, TETAP WASPADAI RISIKO INFLASI 2014” Inflasi Februari mencapai 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy), menurun dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy). Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi volatile food yang mencapai 0,32% (mtm) atau 9,85% (yoy). Secara spasial, koreksi harga bahan makanan terutama terjadi di wilayah Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang pada bulan sebelumnya sempat mengalami tekanan inflasi pangan. Di tengah intensitas bencana alam yang cenderung meningkat, koordinasi yang semakin baik antara TPI dan TPID serta antisipasi yang lebih baik oleh Pemerintah Daerah dalam merespon bencana alam memiliki andil terkendalinya inflasi volatile food pada tingkat yang cukup rendah. Selain itu, konsistensi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi makro mampu mengelola stabilitas nilai tukar sehingga dapat meredam dampak kenaikan harga pangan global dan mengarahkan ekspektasi inflasi tetap pada lintasan sasaran inflasi yang rendah dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered prices akibat koreksi atas kenaikan harga LPG 12kg. Ke depan tetap perlu mewaspadai tingginya risiko inflasi di 2014, baik yang bersumber dari pangan maupun administered prices. Pertama, risiko inflasi pangan akibat berkurangnya pasokan pasca bencana alam. Kedua, rencana Pemerintah untuk menaikkan beberapa tarif seperti surcharge tarif angkutan udara, kenaikan harga LPG 12kg tahap kedua, serta kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) kelompok industri I3 go public dan kelompok I4 dan penyesuaian tarif listrik kelompok 6600 VA ke atas mulai bulan Mei 2014. Mempertimbangkan risiko inflasi yang masih besar tersebut, berbagai langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi perlu terus dilakukan dan diperluas baik di tingkat pusat maupun di daerah melalui forum TPI dan TPID. Tabel 1. Disagregasi Inflasi Februari 2014 Grafik.1 Disagregasi Inflasi Februari 2014 1. Inflasi inti terkendali sejalan dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Inflasi inti pada Februari 2014 mencapai 0,37% (mtm) atau 4,57% (yoy), meningkat tipis dibandingkan bulan lalu sebesar 4,53% (yoy). i. Tekanan faktor eksternal relatif meningkat didorong oleh transmisi dampak passthrough nilai tukar Rupiah ke harga jual yang sempat tertahan di tahun 2013 dan peningkatan harga global. Hal ini tercermin dari perkembangan inflasi inti traded yang meningkat dari 3,4% (yoy) menjadi 3,7% (yoy). Peningkatan tersebut terlihat pada barang–barang dengan import content yang tinggi seperti alat elektronik. Meskipun demikian, penguatan nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan pada Februari mampu meredam transmisi akibat pelemahan Rupiah tahun lalu sekaligus memitigasi tekanan inflasi dari jalur harga global. 1 ii. Beberapa indikator tekanan pemintaan seperti pertumbuhan penjualan riil dan kredit konsumsi masih dalam tren yang melambat. Sejalan dengan itu, respon sisi penawaran juga masih relatif stabil, seperti yang tercermin pada stabilnya kapasitas terpakai di kisaran 70%. iii. Ekspektasi inflasi masih terkendali yang tercermin dari consensus forecast triwulan pada akhir 2014 berada pada kisaran sasaran inflasi . Hal yang perlu dicermati terkait ekspektasi jangka pendek di pasar barang yang masih cenderung tinggi, walaupun untuk jangka waktu yang lebih panjang cenderung 1 Rupiah secara rata – rata bulanan terapresiasi signifikan sebesar 2,02% (mtm) dari Rp12.160 menjadi Rp11.919.

description

makalah tentang inflasi

Transcript of Analisis Inflasi Feb 2014

Page 1: Analisis Inflasi Feb 2014

Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan

Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI

Analisis Inflasi

Edisi 4 Maret 2014

“FEBRUARI TERKENDALI, TETAP WASPADAI RISIKO INFLASI 2014”

Inflasi Februari mencapai 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy), menurun dibanding bulan sebelumnya yang mencapai

1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy). Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi volatile food yang

mencapai 0,32% (mtm) atau 9,85% (yoy). Secara spasial, koreksi harga bahan makanan terutama terjadi di

wilayah Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang pada bulan sebelumnya sempat mengalami

tekanan inflasi pangan. Di tengah intensitas bencana alam yang cenderung meningkat, koordinasi yang

semakin baik antara TPI dan TPID serta antisipasi yang lebih baik oleh Pemerintah Daerah dalam merespon

bencana alam memiliki andil terkendalinya inflasi volatile food pada tingkat yang cukup rendah. Selain itu,

konsistensi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi makro mampu mengelola stabilitas nilai tukar

sehingga dapat meredam dampak kenaikan harga pangan global dan mengarahkan ekspektasi inflasi tetap

pada lintasan sasaran inflasi yang rendah dan stabil. Rendahnya tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok

administered prices akibat koreksi atas kenaikan harga LPG 12kg.

Ke depan tetap perlu mewaspadai tingginya risiko inflasi di 2014, baik yang bersumber dari pangan maupun

administered prices. Pertama, risiko inflasi pangan akibat berkurangnya pasokan pasca bencana alam. Kedua,

rencana Pemerintah untuk menaikkan beberapa tarif seperti surcharge tarif angkutan udara, kenaikan harga

LPG 12kg tahap kedua, serta kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) kelompok industri I3 go public dan kelompok I4

dan penyesuaian tarif listrik kelompok 6600 VA ke atas mulai bulan Mei 2014. Mempertimbangkan risiko inflasi

yang masih besar tersebut, berbagai langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi perlu terus dilakukan

dan diperluas baik di tingkat pusat maupun di daerah melalui forum TPI dan TPID.

Tabel 1. Disagregasi Inflasi Februari 2014

Grafik.1 Disagregasi Inflasi Februari 2014

1. Inflasi inti terkendali sejalan dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Inflasi inti pada Februari 2014

mencapai 0,37% (mtm) atau 4,57% (yoy), meningkat tipis dibandingkan bulan lalu sebesar 4,53% (yoy).

i. Tekanan faktor eksternal relatif meningkat didorong oleh transmisi dampak passthrough nilai tukar

Rupiah ke harga jual yang sempat tertahan di tahun 2013 dan peningkatan harga global. Hal ini

tercermin dari perkembangan inflasi inti traded yang meningkat dari 3,4% (yoy) menjadi 3,7% (yoy).

Peningkatan tersebut terlihat pada barang–barang dengan import content yang tinggi seperti alat

elektronik. Meskipun demikian, penguatan nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan pada Februari

mampu meredam transmisi akibat pelemahan Rupiah tahun lalu sekaligus memitigasi tekanan inflasi

dari jalur harga global.1

ii. Beberapa indikator tekanan pemintaan seperti pertumbuhan penjualan riil dan kredit konsumsi masih

dalam tren yang melambat. Sejalan dengan itu, respon sisi penawaran juga masih relatif stabil, seperti

yang tercermin pada stabilnya kapasitas terpakai di kisaran 70%.

iii. Ekspektasi inflasi masih terkendali yang tercermin dari consensus forecast triwulan pada akhir 2014

berada pada kisaran sasaran inflasi. Hal yang perlu dicermati terkait ekspektasi jangka pendek di pasar

barang yang masih cenderung tinggi, walaupun untuk jangka waktu yang lebih panjang cenderung

1 Rupiah secara rata – rata bulanan terapresiasi signifikan sebesar 2,02% (mtm) dari Rp12.160 menjadi Rp11.919.

Page 2: Analisis Inflasi Feb 2014

Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 2

TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan

Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI

Analisis Inflasi

Edisi 4 Maret 2014

membaik. Kenaikan harga bahan baku dan kondisi cuaca yang kurang baik menjadi faktor utama

peningkatan tekanan harga 3 bulan ke depan.

Grafik 5. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran

5.3 5.7

9.0 8.67.7

7.2

4.7 4.9 4.9 5.1

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

IHK%, yoy%, yoy

Quarterly Consencus Forecast, Desember 2013

Grafik 7. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast

2. Koreksi harga di aneka bumbu dan daging ayam memicu rendahnya inflasi volatile food. Inflasi volatile

food tercatat cukup rendah yakni 0,32% (mtm) atau 9,85% (yoy), turun tajam dibandingkan dengan inflasi

bulan sebelumnya sebesar 2,89% (mtm) atau 11,91% (yoy). Koreksi harga terutama terjadi pada

komoditas bawang merah dan cabai merah yang masing – masing menyumbang deflasi sebesar 0,10%.

Koreksi harga pada bawang a.l. didorong oleh melimpahnya pasokan akibat realisasi impor yang

meningkat tajam di bulan Desember.2 Sebaliknya, inflasi pangan masih terjadi pada komoditas beras,

subkelompok ikan segar, dan cabai rawit. Cuaca buruk mendorong inflasi yang cukup tinggi pada

subkelompok ikan segar sebesar 3,07% (mtm) dan menyumbang inflasi sebesar 0,05% (mtm) terutama

terjadi di Jawa dan Sumatera. Hal yang perlu dicermati terkait terus berlangsungnya kenaikan harga beras

yang saat ini sudah sedikit di atas rata – rata historisnya. Selanjutnya, bencana alam di beberapa daerah

sejauh ini berdampak terbatas pada gangguan pasokan dan distribusi.

Grafik 13 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food

Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered Prices

3. Koreksi harga bahan bakar rumah tangga (LPG 12 kg) baru tercatat di bulan Februari sehingga

menyebabkan rendahnya inflasi administered prices. Inflasi administered prices tercatat sangat rendah

yakni 0,01% (mtm) atau 17,37% (yoy) terutama didorong oleh koreksi harga LPG 12 kg dari kenaikan harga

awal sebesar Rp4.000/kg menjadi sebesar Rp1.000/kg.

4. Secara spasial, tekanan inflasi di berbagai daerah secara agregat cenderung mereda. Sebagian besar

daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi bahkan mencatat terjadinya deflasi seiring dengan

membaiknya pasokan pangan yang ditandai terjadinya koreksi harga pada beberapa komoditas pangan

strategis a.l. aneka bumbu, daging ayam, dan sayuran (Gambar 1). Meski demikian, beberapa daerah

mencatat kenaikan inflasi yang lebih tinggi dibanding daerah lainnya seperti di Kalimantan Barat, NTT,

Banten, Papua Barat, dan Jakarta. Kenaikan inflasi di beberapa daerah tersebut a.l. bersumber dari tarif

angkutan udara, dampak penerapan pajak daerah untuk rokok kretek, dan kenaikan harga ikan segar.3

5. Ke depan tetap perlu mewaspadai tingginya risiko inflasi di 2014, baik yang bersumber dari pangan

maupun administered prices. Terkait risiko inflasi pangan terutama di Kawasan Timur Indonesia

mengingat sumber pasokannya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang saat ini masih dalam tahap

2 Impor pada Juli – November rata – rata sekitar 3000 ton, kemudian melonjak hingga sekitar 15.000 ton di bulan Desember 2013. 3 Courtesy of Divisi Asesmen Ekonomi Regional (DAER).

Page 3: Analisis Inflasi Feb 2014

Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 3

TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan

Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI

Analisis Inflasi

Edisi 4 Maret 2014

pemulihan paska bencana banjir dan erupsi gunung Kelud. Di daerah yang terkena bencana mempunyai

risiko gangguan produksi pangan mengingat replanting memerlukan proses dan dukungan sarana-

prasarana yang memadai termasuk pemulihan produksi peternakan. Selain itu, risiko inflasi lainnya yang

perlu diantisipasi bersumber dari rencana Pemerintah menaikkan beberapa tarif seperti surcharge tarif

angkutan udara yang mulai diimplementasikan sejak akhir Februari, kenaikan harga LPG 12kg tahap kedua

di bulan Juli, serta kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) kelompok industri I3 go public dan kelompok I4 dan

penyesuaian tarif listrik kelompok 6600 VA ke atas mulai bulan Mei 2014.

Gambar 1: Peta Inflasi Daerah, Februari 2014 (%,mtm)

6. Mempertimbangkan risiko inflasi yang masih besar tersebut, berbagai langkah penguatan koordinasi

pengendalian inflasi perlu terus dilakukan dan diperluas baik di tingkat pusat maupun di daerah melalui

forum TPI dan TPID. Dalam jangka pendek, beberapa hal yang perlu dilakukan a.l.: Pertama, terhadap

risiko terganggunya pasokan dari Jawa paska bencana banjir dan erupsi gunung Kelud, Pemerintah Daerah

di kawasan KTI perlu secara aktif melakukan penjajakan untuk mencari alternatif daerah pasokan baru

serta memperkuat ketahanan pangan lokal. Hal ini sejalan dengan program kerja Pokjanas TPID yang

tahun ini difokuskan pada percepatan penguatan kerjasama antar daerah. Untuk mendukung program ini,

TPID perlu segera melengkapi dan meng-update data surplus defisit pangan di tiap provinsi sebagai dasar

untuk melakukan kerjasama antar daerah yang pada tahap selanjutnya juga melibatkan Pokjanas TPID.

Kedua, untuk risiko permasalahan dalam replanting di sentra-sentra produksi yang terkena bencana,

Pemerintah pusat dan daerah perlu mempersiapkan dengan baik agar proses pemulihan area pertanian

tersebut dapat terlaksana dengan cepat dan efektif antara lain dengan mendistribusikan benih dan pupuk

secara tepat jumlah dan waktunya. Untuk pemulihan produksi peternakan pasca bencana, perlu dukungan

Pemerintah daerah agar sarana dan prasarana produksi yang rusak dapat segera diperbaiki. Ketiga, perlu

mencermati harga beras yang cenderung meningkat dalam beberapa waktu terakhir, mengingat beberapa

sentra produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah terkena banjir. Pengadaan beras dalam negeri oleh

BULOG perlu mengantisipasi potensi penurunan pasokan dalam negeri. Selain itu, Pemerintah juga perlu

mendorong perdagangan beras yang lebih seimbang antar daerah sehingga stabilitas harga tetap terjaga.

Keempat, untuk kelompok administered prices, perlu dipersiapkan langkah antisipasi yang diperlukan

untuk menghindari kelangkaan pasokan khususnya LPG ukuran 3kg karena disparitas harga yang semakin

lebar dengan LPG 12kg. Termasuk dalam hal ini adalah penguatan program komunikasi di daerah terkait

kesiapan pemerintah dalam rangka mengarahkan ekspektasi masyarakat dan menjelaskan komitmen

penegakan hukum terkait tindakan penimbunan yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Jakarta, 4 Maret 2014

Inf ≤ 0,0%2,0% < inf ≤ 1,0%Inf > 2,0% 0,5% < inf ≤ 0,0%1,0% < inf ≤ 0,5%