Analisis forensik

download Analisis forensik

of 3

description

Analisis forensik

Transcript of Analisis forensik

Analisis KasusSkenario:Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 2 bulan dirawat di RS Sukamara (perbatasan KalBar KalSel) yang merupakan RS tipe D. Anak tersebut dirawat karena panas dan diare. Pada hari ke-4, hasil pemeriksaan darah anak keluar dan hasilnya ditemukan terdapat Plasmodium vivax. Karena RS tersebut tidak memiliki dokter spesialis, pasien dirujuk ke RS Pangkalambun yang merupakan RS tipe C dengan diagnose malaria dan ditujukan kepada dokter spesialis anak. Pasien diantar dengan menggunakan speed boat dengan ditemani oleh 1 orang perawat bergelar Ners dan satu perawat D3 yang melaporkan bahwa selama di perjalanan pasien dalam kondisi stabil. Ketika diterima di IGD, yang menerima adalah seorang dokter umum wanita senior dan pasien dalam keadaan gelisah. Pasien tidak langsung dikonsul ke dokter anak sesuai rujukan, oleh dokter umum tersebut pasien diberikan 4 jenis obat jalur iv yaitu ceftriaxon, ondansetron, metamizol, dan ranitidin. Menurut ibu pasien, pada penyuntikan obat ketiga, dokter menggunakan ukuran spuit injeksi dan disposable syringe yang paling besar dan anak tampak gelisah dan kesakitan. Beberapa saat kemudian, anak tampak diam, perawat mengatakan nadi anak menghilang. Ketika akan melaporkan kepada dokter jaga IGD, dokter tersebut pergi. Perawat memutuskan melakukan resusitasi jantung paru. Setelah itu pasien dinyatakan meninggal dunia tanpa didampingi dokter jaga yang memberikan penanganan awal. Keluarga melaporkan dokter umum yang menjaga IGD dan juga direktur RS.Kesalahan dokter jaga IGD pada kasus:1. Keempat jenis obat yang diberikan bukan merupakan pilihan terapi untuk malaria.Penjelasan:Menurut Depkes tahun 2008, pengobatan malaria merupakan jenis pengobatan radikal dengan membunuh semua stadium parasit dalam tubuh manusia dengan tujuan mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.Untuk pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination Therapy) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP), dan lini kedua digunakan kombinasi kina dan primakuin.Selain itu, pilihan lain obat-obatan malaria di antaranya adalah amodiakuin, artesunate, primakuin, kina, artemeter, dihydroartemisinin (DHA), piperaquin, atovaquone, proguanil, dan klorokuin.

2. Pada anak, tidak seharusnya digunakan disposable syringe dengan ukuran diameter paling besar.Penjelasan:Pada penyuntikan intravena, pembuluh darah anak yang berukuran kecil dan mudah ruptur seharusnya diberikan diameter jarum berukuran kecil karena selain dapat merusak vena, obat dapat masuk ke jaringan sekitar akibat ketidaktepatan pemilihan jarum suntik.

3. Disposable syringe berukuran paling besar digunakan untuk obat yang diencerkan.

4. Dokter kemungkinan tidak membaca surat rujukan.Penjelasan:Dokter dalam kasus tidak menghubungi dokter spesialis anak dan tidak memberikan penanganan berdasarkan diagnosis sementara padahal dalam surat rujukan tertera keterangan surat tersebut ditujukan kepada siapa dan diagnosis sementara pasien.

5. Dokter membaca surat rujukan namun tidak langsung mengkonsulkan ke dokter yang ditujukan dalam surat.

6. Tenaga kesehatan yang mengantar kemungkinan lupa memberikan surat rujukan.

7. Dokter meninggalkan pasien saat keadaan umum pasien menunjukkan tanda gawat.Penjelasan:Dokter jaga IGD bertugas 24 jam sehari dan diwajibkan memonitor kondisi pasien yang telah diberi terapi.

8. Ada kemungkinan terjadi syok anafilaktik pada pasien.Penjelasan:Pada skenario tidak ada penjelasan dilakukannya skin test untuk tes alergi terhadap pasien dan riwayat alergi tidak ditanyakan pada keluarga pasien sehingga kemungkinan terjadi reaksi alergi. Reaksi ini paling kemungkinan besar dicetuskan oleh agen antimikroba dan analgesik yang diberikan pada pasien. Durasi dari penyuntikan obat hingga meninggalnya pasien juga tidak dijelaskan karena syok anafilaktik akibat penyuntikan obat umumnya terjadi kurang dari 10 menit.

9. Dokter dalam skenario berusaha menangani kausa.Penjelasan:Pelayanan IGD sebagai standar minimal untuk RS Kelas C adalah level II. Di level II, pelayanan yang diberikan berupa diagnosis dan penanganan permasalahan pada jalan nafas (airway problem), ventilasi pernafasan (breathing problem) dan sirkulasi; penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi (observasi HCU); bedah sito.

Berdasarkan analisis kelompok disimpulkan bahwa skenario dapat menunjukkan bahwa dokter jaga IGD yang menangani pertama melakukan tindakan kelalaian atau adanya adverse effect pada pasien akibat pengobatan yang diberikan.