ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI … · Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis...

71
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA INDUSTRI KERAJINAN DI INDONESIA OLEH IRVAN INDRA SATRIA PUTRA H14104107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI … · Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis...

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA INDUSTRI KERAJINAN DI INDONESIA

OLEH

IRVAN INDRA SATRIA PUTRA

H14104107

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

RINGKASAN

IRVAN INDRA SATRIA PUTRA. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Industri kerajinan memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun demikian, kontribusi tersebut tidak diiringi dengan pertumbuhan yang baik. Penurunan ini mengindikasikan kinerja yang belum

optimal. Jika keadaan seperti ini terus dibiarkan, maka industri kerajinan yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian semakin lama akan semakin

terpuruk. Kondisi ini akan merugikan Indonesia secara keseluruhan. Keadaan yang dapat merugikan antara lain berkurangnya lapangan kerja yang berarti bertambahnya pengangguran.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kinerja industri kerajinan di Indonesia serta menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja industri

kerajinan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh industri kerajinan di Indonesia.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam

bentuk panel data. Data time series yang digunakan merupakan periode waktu tahunan, yaitu dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Data cross section

menggunakan 30 kelompok industri kerajinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, biaya input, nilai tambah, nilai produksi, upah serta jumlah tenaga kerja. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) Pusat dan Departemen Perdagangan yang berlokasi di Jakarta, juga situs-situs internet serta literatur- literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa kinerja industri kerajinan dalam periode 2000 – 2005 dapat dilihat dari rata-rata nilai PCM sebesar 27,78 persen dan nilai rata-rata XEFF sebesar 108,93 persen. Dapat disimpulkan bahwa industri

kerajinan merupakan industri yang sangat efisien di mana nilai tambah pada setiap barang yang dihasilkan sangat tinggi.

Berdasarkan hasil analisis panel data dengan menggunakan Hausman Test, pemilihan model pada penelitian ini adalah dengan menggunakan fixed effect model. Pemilihan model ini kemudian digunakan untuk mengestimasi nilai PCM.

Berdasarkan estimasi tersebut, Seluruh variabel yang digunakan, yaitu Growth, LnProd dan XEFF berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. LnProd dan

XEFF berpengaruh positif sedangkan Growth berpengaruh negatif. Di antara seluruh variabel, yang paling berpengaruh terhadap PCM adalah XEFF yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dan biaya input. Dapat disimpulkan

bahwa hal utama yang harus ditingkatkan dalam industri kerajinan adalah efisiensi.

Saran yang dapat dituliskan untuk peningkatan kinerja industri kerajinan di Indonesia adalah diperlukan lembaga penunjang UMKM dengan tugas memberikan bantuan di bidang teknik/desain, manajemen, keuangan, penelitian

dan pengembangan, serta berfungsi sebagai lembaga advokasi terhadap kebijakan publik atau masalah yang menghambat perkembangan usaha kecil. Pengetahuan

ini juga dapat dimanfaatkan para pelaku usaha agar keuntungan dapat meningkat

pada tahun-tahun berikutnya. Cara untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan nilai tambah diantaranya adalah dengan menambah detail, serta

variasi model pada produk yang berarti semakin sulit untuk dikerjakan sehingga kualitasnya meningkat.

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

INDUSTRI KERAJINAN DI INDONESIA

Oleh

IRVAN INDRA SATRIA PUTRA

H14104107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Irvan Indra Satria Putra

Nomor Registrasi Pokok : H14104107

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Industri Kerajinan di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Widyastutik, M.Si NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D

NIP. 131 846 872

Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, April 2009

Irvan Indra Satria Putra H14104107

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1985 dari pasangan

Bambang Indrayana dan Nita Soraya. Penulis merupakan anak kedua dari empat

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor

pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor pada tahun

2001 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor

pada tahun 2004. Pada tahun 2004 pula, penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Departemen

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjalani perkuliahan, penulis mencari pengalaman melalui kerja

paruh waktu, berdagang dan ikut serta dalam beberapa proyek penelitian. Penulis

juga berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu HIPOTESA

(Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), menjadi

panitia di beberapa acara yang diadakan di kampus, serta berpartisipasi sebagai

peserta dalam beberapa kegiatan seminar dan pelatihan.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul

skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Industri Kerajinan di Indonesia”. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan topik ini karena industri kerajinan merupakan bagian dari industri kreatif

yang saat ini sedang menjadi wacana yang hangat dibicarakan di berbagai negara.

Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama

kepada Ibu Widyastutik selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu

pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan baik

secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

orang tua penulis, yaitu Bapak Bambang Indrayana dan Ibu Nita Soraya yang

telah memberikan kasih sayangnya selama ini, kakak dan adik-adik serta keluarga

besar penulis yang telah memberikan dukungan dan doa dalam pembuatan skripsi

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat dalam kepada pasangan

Bapak Joyo Winoto dan Ibu Leila Nediana Winoto yang telah menjadi panutan

dan telah membimbing karakter penulis menjadi jauh lebih baik serta memberi

dukungan moril dan materil kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, April 2009

Irvan Indra Satria Putra H14104107

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kerajinan .............................................................................. 10

2.2 Kinerja serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya .......................... 11

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................... 13

2.3.1 Industri Kerajinan sebagai Bagian dari Industri Kreatif ............. 13

2.3.2 Pendekatan Structure, Conduct and Performance ..................... 14

2.4 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 15

2.5 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 18

3.2 Metode Analisis Data ........................................................................ 18

3.2.1 Analisis Kinerja Industri ........................................................... 18

3.2.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja .................. 20

3.2.3 Evaluasi Model ......................................................................... 24

3.3 Definisi Operasional .......................................................................... 25

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Industri Kerajinan di Indonesia ............................................. 27

4.1.1 Industri Kerajinan pada Era Kolonial ........................................ 27

4.1.2 Produk Utama Industri Kerajinan pada Era Kolonial ................. 28

4.1.3 Politik Ekonomi Industri Kerajinan pada Era Kolonial .............. 30

4.2 Klasifikasi Industri Kerajinan di Indonesia ........................................ 32

4.3 Perkembangan Industri Kerajinan di Indonesia .................................. 36

vi

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia .................... 38

V. PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan.................................................... 40

5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan ........... 43

5.2.1 Pemilihan Model dengan Uji Hausman ..................................... 43

5.2.2 Estimasi Model ......................................................................... 43

5.2.3 Evaluasi dan Interpretasi Model ................................................ 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 48

6.2. Saran ................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 50

LAMPIRAN .......................................................................................... 52

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Dampak Ekonomi Industri Kreatif di beberapa Negara ............................ 1

1.2 Perbandingan Skor Berbasis Kontribusi dengan Skor Berbasis

Pertumbuhan pada Industri Kreatif Tahun 2002-2006 .............................. 3

1.3 Kontribusi Ekonomi Industri Kerajinan Tahun 2002-2006....................... 4

1.4 Pertumbuhan Industri Kerajinan 2003-2006 ............................................ 6

3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi ......................................................... 24

5.1 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri Kerajinan Indonesia ................. 41

5.2 Nilai Efisiensi-X (XEFF) Industri Kerajinan Indonesia 2000 – 2005 ....... 42

5.3 Hasil Penentuan Model dengan Hausman Test ........................................ 43

5.4 Hasil Estimasi Menggunakan Fixed Effect Model dengan White

Period Standard Error and Covariance dan Cross-section Weigtht. ........ 44

5.5 Hasil Uji Multikolinearitas Menggunakan Correlation Matrix ................. 45

5.6 Pertumbuhan Nilai Produksi dan Biaya Input Industri

Kerajinan di Indonesia............................................................................. 47

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 15

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kode Klasifikasi Industri Kerajinan Indonesia Menurut KBLI 2005

Kode 5 Digit............................................................................................ 53

2. Nilai Produktivitas Industri Kerajinan Indonesia 2000 – 2005 ................. 54

3. Nilai Pertumbuhan Produksi (Growth) Industri Kerajinan Indonesia

2000 – 2005 ............................................................................................ 55

4. Hasil Uji Hausman .................................................................................. 56

5. Hasil Estimasi dengan Menggunakan Model Efek Tetap ......................... 56

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian

Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam

pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) nasional dan penerimaan devisa.

Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain

dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu memiliki

term of trade yang tinggi serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar

dibandingkan produk-produk lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri

memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat

yang tinggi kepada pemakainya (Dumairy, 2000).

Salah satu sektor industri yang saat ini sedang mendapat perhatian di

banyak negara adalah industri kreatif. Wacana tentang industri kreatif di Indonesia

memang relatif baru, namun peranannya dalam membangun ekonomi negara

secara global telah banyak diterima oleh negara-negara maju.

Tabel 1.1 Dampak Ekonomi Industri Kreatif di beberapa Negara

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007

2

Studi tentang industri kreatif ini telah dilakukan sejak tahun 1998 yang

dipelopori oleh Inggris kemudian diikuti dengan studi di Australia, Jerman,

Selandia Baru, Amerika Serikat, Hongkong, Taiwan, Singapura dan berbagai

negara lainnya di dunia. Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa di Amerika Serikat,

kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian sebesar 7,7 persen terhadap

total GDP (Gross Domestic Product). Rata-rata pertumbuhan tahunan di

Singapura mencapai 13,4 persen per tahun. Kemudian di Indonesia, jumlah tenaga

kerja yang mampu diserap oleh industri kreatif sebesar 5,7 persen dari jumlah

total tenaga kerja.

Di Indonesia, wacana mengenai industri kreatif diawali oleh isu

pentingnya peningkatan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar

global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan

Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

(KUKM) serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) membuat

suatu blueprint yang bertujuan agar produk Indonesia dapat menjadi produk

berstandar internasional yang memiliki karakter nasional dengan menitikberatkan

strategi produk pada kekuatan desain, kemasan, dan aktivitas branding pada

produk yang berbasis pada intellectual property. Blueprint ini kemudian disebut

sebagai Roadmap Indonesia Design Power 2006 – 2010 (Departemen

Perdagangan, 2007).

Pada tahun 2007, Departemen Perdagangan melakukan studi pemetaan

(mapping) terhadap industri kreatif di Indonesia yang mengacu ke sebuah

klasifikasi lapangan usaha standar KBLI 2005 (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia) 5 digit. Terdapat 14 kelompok industri yang teridentifikasi dalam

3

industri kreatif di Indonesia, yaitu: (1) Periklanan; (2) Arsitektur; (3) Pasar seni

dan barang antik; (4) Kerajinan; (5) Desain; (6) Fesyen; (7) Video, Film dan

Fotografi; (8) Permainan interaktif; (9) Musik; (10) Seni pertunjukan; (11)

Penerbitan dan percetakan; (12) Layanan computer dan piranti lunak; (13)

Televisi dan Radio; serta (14) Riset dan Pengembangan.

Dalam studi tersebut, kontribusi terhadap perekonomian dari kelompok

fesyen menempati urutan pertama dengan total score 34. Pada urutan kedua,

terdapat kelompok kerajinan yang memiliki total score 20. Namun demikian,

terdapat hal kontradiktif pada scoring berbasis pertumbuhan di mana fesyen

menempati urutan ke-12 dan kerajinan menempati urutan ke-13 dengan score 0.

Sedangkan pada urutan pertama adalah Arsitektur dengan score 33 dan pada

urutan kedua adalah Permainan Interaktif dengan score 20. Demi mengetahui

peranan industri kreatif, angka-angka ini menarik untuk diamati.

Tabel 1.2 Perbandingan Skor Berbasis Kontribusi dengan Skor Berbasis

Pertumbuhan pada Industri Kreatif Tahun 2002-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007

4

Industri kerajinan sebagai bagian dari industri kreatif memiliki skor

kontribusi yang tinggi dengan nilai 20. Hal ini sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Yudhoyono (2008) bahwa industri kerajinan menjadi pilar

penting dan memberi kontribusi amat besar terhadap ekonomi dan kesejahteraan

di negeri ini.

Di Indonesia, industri kerajinan merupakan industri yang banyak

dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini merupakan

potensi karena pasar industri kerajinan yang luas dan beragam membuat industri

ini mampu terus bertahan dan tumbuh di saat kondisi perekonomian tidak stabil.

Faktor lain yang membuat industri kerajinan menarik dicermati adalah

kebanyakan industri ini dilandasi hobi serta unsur tradisi dan budaya. Indonesia

memiliki budaya yang sangat beragam sehingga dapat menjadi tempat tumbuh

dan berkembangnya industri kerajinan.

Tabel 1.3 Kontribusi Ekonomi Industri Kerajinan Tahun 2002-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007

Keterangan: * = prediksi

Berdasarkan Tabel 1.2, rata-rata nilai PDB industri kerajinan dalam

periode 2002-2006 mencapai Rp 29 triliun. Ini berarti bahwa industri kerajinan

memberi kontribusi PDB sebesar 1,76 persen terhadap total PDB nasional pada

5

periode tersebut. Dalam periode yang sama, sumbangan industri kerajinan untuk

lapangan pekerjaan yang dihasilkan juga besar yakni mencapai 1,8 juta pekerja.

Produkivitas tenaga kerja mencapai rata-rata 16,1 juta rupiah per pekerja per

tahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, industri kerajinan juga memiliki

kontribusi terhadap ekspor. Nilai ekspor dalam industri ini mencapai rata-rata

24,18 triliun rupiah, yaitu menyumbang 3,72 persen dari seluruh ekspor yang

dilakukan Indonesia dalam periode tersebut. Hal ini berarti bahwa kinerja yang

optimal dari industri kerajinan dapat memiliki kontribusi besar terhadap

perekonomian Indonesia.

Melihat potensi kontribusi industri kerajinan terhadap perekonomian

Indonesia, maka diperlukan adanya penelitian yang menganalisis tentang industri

ini agar kontribusinya dapat lebih optimal. Indikasi baik atau buruk suatu industri

dapat dilihat dari kinerjanya.

Kinerja yang baik adalah tujuan dari setiap perusahaan, mencakup (1)

tingkat keuntungan yang merupakan selisih antara nilai tambah dengan biaya upah

yang kemudian dibandingkan dengan output yang dihasilkan, (2) efisiensi yang

merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input, serta (3) adanya

peningkatan produktivitas yang merupakan perbandingan antara nilai output

dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

industri kerajinan di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan agar penyusunan

kebijakan demi kemajuan industri ini dapat lebih tepat sasaran dan kontribusi

industri kerajinan yang merupakan bagian dari industri kreatif dapat terus

ditingkatkan dalam rangka menyokong pembangunan ekonomi di Indonesia.

6

1.2 Perumusan Masalah

Kontribusi nilai tambah industri kerajinan cukup besar. Demikian juga

dengan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja serta jumlah ekspor untuk

Indonesia seperti terlihat pada Tabel 1.3. Namun demikian, seperti terlihat pada

Tabel 1.2, pertumbuhan dari industri ini tidak sesuai dengan ekspektasi. Skor

pertumbuhan pada kontradiktif dengan skor kontribusi. Tabel 1.4 menampilkan

secara lebih rinci mengenai pertumbuhan industri kerajinan dilihat dari nilai

tambah, penyerapan tenaga kerja, banyaknya perusahaan serta nilai ekspor.

Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Kerajinan 2003-2006

Sumber: Departemen Perdagangan, 2007

Keterangan: tahun* = prediksi

Dapat dicermati bahwa dari rata-rata pertumbuhan yang dialami oleh

industri kerajinan, hanya pertumbuhan ekspor yang positif. Sedangkan nilai

pertumbuhan lainnya cenderung menurun, yaitu dengan nilai pertumbuhan

negatif. Penurunan ini mengindikasikan kinerja yang belum optimal. Jika keadaan

seperti ini terus dibiarkan, maka industri kerajinan yang memiliki kontribusi besar

terhadap perekonomian semakin lama akan semakin terpuruk. Kondisi ini akan

merugikan Indonesia secara keseluruhan. Keadaan yang dapat merugikan antara

lain berkurangnya lapangan kerja yang berarti bertambahnya pengangguran.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah:

7

1. Bagaimana kinerja industri kerajinan di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di

Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kinerja industri kerajinan di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan

di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam upaya meningkatkan

pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan pertumbuhan

ekonomi dari industri kerajinan, yaitu dengan menetapkan kebijakan yang

mendukung kinerja industri kerajinan.

2. Memberikan informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak dalam

industri kerajinan untuk meningkatkan kinerja perusahaannya.

3. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri kreatif terutama

industri kerajinan di Indonesia bagi pihak yang berkepentingan sehingga

dapat menambah wawasan baru bagi masyarakat.

4. Menambah informasi untuk penelitian dengan topik sejenis selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini memiliki ruang lingkup

yang antara lain:

8

1. Sektor industri kerajinan yang menjadi objek penelitian ini adalah sektor

industri yang termasuk dalam KBLI (kode 5 digit antara 15111 sampai

dengan 37200) berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Departemen

Perdagangan melalui Studi Industri Kreatif Indonesia 2007, yaitu: 17124,

17220, 17293, 17301, 19129, 20291, 20292, 20293, 20294, 20299, 26121,

26129, 26201, 26321, 26324, 26501, 26503, 28920, 36101, 36102, 36104,

36109, 36911, 36912, 36913, 36915, 36921, 36922, 36942, 36993

(penjelasan kode KBLI 5 digit terlampir).

2. Data yang diamati adalah data tahun 2000 hingga tahun 2005 yang

bersumber dari Badan Pusat Statistik. Pemilihan tahun 2000 merupakan

tahun pasca krisis dengan kondisi ekonomi yang dinilai sudah stabil dan

sekaligus dijadikan tahun dasar dalam penelitian ini. Tahun 2005

merupakan data terakhir yang dikeluarkan BPS.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kerajinan

Menurut Shepherd (1990), yang dimaksud dengan ekonomi industri atau

disebut juga dengan organisasi industri adalah cabang dari ilmu mikroekonomi

atau aplikasi teori mikroekonomi yang menganalisis pasar, perusahaan, dan

industri. Sebagai cabang dari ilmu ekonomi mikro, tujuan yang ingin dicapai oleh

para pelaku ekonomi (perusahaan) diasumsikan adalah bagaimana menggunakan

sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas

(Stigler dalam Daryanto, 2003)

Pengertian industri sendiri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu mikro dan

makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai

sifat substitusi. Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung bersifat

makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Dengan

kata lain, industri merupakan kumpulan dari perusahaan yang sejenis (Hasibuan,

1993).

Industri pengolahan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan

mengubah bahan mentah menjadi barang jadi / setengah jadi atau mengubah

barang yang kurang tinggi nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya.

Proses pengolahan tersebut dilakukan secara mekanis, kimiawi, ataupun dengan

tangan (Badan Pusat Statistik, 2006).

Di antara banyak jenis industri, industri kreatif merupakan industri yang

berbasis kepada kreativitas sebagai input utamanya. Terdapat beberapa definisi

10

mengenai industri kreatif, tetapi definisi yang banyak digunakan dalam studi

industri kreatif adalah definisi yang dinyatakan oleh UK DCMS (United Kingdom

Department of Culture, Media and Sport) Task Force 1998 dalam Studi Industri

Kreatif 2007, yaitu:

”Creatives Industries as those industries which have their origin in individual

creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation

through the generation and exploitation of intellectual property and content.”

Ada juga yang mengacu pada definisi industri kreatif lainnya, yaitu berdasarkan

UK DCMS 2004:

”Bussinesses in areas that are commonly thought of as being quite distinct from

each other, this includes: advertising, architecture, the art and antiques market,

craft, design, designer fashion, film, interactive leisure software, music, the

performing arts, publishing, software, and television and radio.”

Departemen Perdagangan (2007), mendefinisikan industri kreatif sebagai

industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat

individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan

menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Salah satu industri yang termasuk dalam industri kreatif adalah industri

kerajinan. Departemen Perdagangan (2007), mendefinisikan Industri Kerajinan

yang merupakan bagian dari Industri Kreatif sebagai kegiatan yang berkaitan

dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh

tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses

penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari:

batu bergarga, serat alam maupun buatan, kulit rotan, bambu, kayu, logam (emas,

11

perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan

kapur.

Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang

relatif kecil (bukan produksi massal). Volume produksi yang dihasilkan oleh

industri kerajinan ini sangat bergantung pada jumlah dan keahlian tenaga

pengrajin yang tersedia, sehingga kelompok industri ini dapat dikategorikan

sebagai industri padat karya.

2.2 Kinerja serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Untuk mengamati hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam

ekonomi industri menurut Hasibuan (1993), dapat dilihat dari hubungan struktur

dan kinerja industri, pengamatan kinerja, dan perilaku yang kemudian dikaitkan

lagi dengan struktur, menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian

baru diamati, oleh karena telah dijawab dari hubungan struktur dan perilakunya.

Struktur pasar menggambarkan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan.

Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvensional dalam

ekonomi industri. Struktur pasar juga mempengaruhi perilaku dari perusahaan.

Struktur dan perilaku akhirnya akan mempengaruhi kinerja pasar. Hal utama dari

struktur, perilaku dan kinerja adalah determinan-determinan yang membentuk

struktur itu sendiri, yaitu skala ekonomi dan disekonomi.

Mason (1939) mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu industri

akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct) yang pada

akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri tersebut.

Struktur biasanya diukur dengan rasio konsentrasi. Perilaku antara lain dilihat dari

12

tingkat persaingan ataupun kolusi antar produsen. Keragaan atau kinerja suatu

industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi, dan profitabilitas.

Menurut Kuncoro (2007), kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi

oleh struktur dan perilaku industri di mana hasil biasanya diidentikkan dengan

besarnya keuntungan suatu perusahaan dalam suatu industri. Kinerja dapat pula

tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan / growth (termasuk perluasan pasar),

kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia serta kebanggaan

kelompok. Kinerja dalam suatu industri juga dapat diamati melalui nilai tambah,

produktivitas dan efisiensi.

a. Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai input dan nilai output. Nilai

input terdiri atas biaya bahan baku, biaya bahan bakar, biaya sewa gedung, mesin

dan alat-alat serta jasa industri. Nilai output merupakan nilai barang yang

dihasilkan.

b. Produktivitas

Produktivitas merupakan hasil yang dicapai setiap tenaga kerja atau unit

faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya, tingkat

produktivitas dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, alat produksi dan

keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja. Produktivitas merupakan perbandingan

antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja.

c. Efisiensi

Efisiensi adalah perbandingan seberapa besar manfaat dapat diambil dari

suatu variabel untuk mendapatkan output sebanyak-banyaknya. Untuk mengukur

13

suatu efisiensi dapat menggunakan perbandingan antara nilai tambah dengan

biaya input.

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Studi Industri Kreatif Indonesia yang dilakukan oleh Departemen

Perdagangan (2007) mencakup kerajinan sebagai salah satu kelompok industri

kreatif. Studi ini secara keseluruhan melakukan pemetaan kelompok industri

kreatif di Indonesia serta menganalisis kontribusi industri kreatif terhadap

perekonomian nasional serta kontribusi setiap kelompok industri kreatif terhadap

industri kreatif. Terdapat tiga basis kontribusi yang dilakukan, yaitu berbasis

PDB, berbasis ketenagakerjaan serta berbasis aktivitas perusahaan.

Diketahui bahwa total skor industri kerajinan menempati urutan kedua

dalam industri kreatif setelah fesyen dalam hal kontribusi dan produktivitas serta

menempati urutan keempat dalam hal dampak terhadap sektor lain, yaitu setelah

(1) Periklanan, (2) Arsitektur, serta (3) Pasar Seni dan Barang Antik.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan studi oleh

Departemen Perdagangan adalah peneliti menganalisis secara spesifik tentang

kinerja industri kerajinan. Dalam penelitian ini peneliti menyesuaikan definisi dan

pengelompokan industri kerajinan berdasarkan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan

Usaha Indonesia) tahun 2005 seperti yang telah dilakukan oleh Departemen

Perdagangan.

Winsih (2007) melakukan penelitian mengenai industri manufaktur di

Indonesia dengan pendekatan SCP (Structure, Conduct and Perfoemance).

Permasalahan yang terjadi dalam industri manufaktur didasari permasalahan pada

14

tingkat produksi. Komponen yang digunakan dalam proses produksi industri

manufaktur hingga kini masih diimpor, sehingga biaya produksi yang digunakan

lebih mahal. Ini akan berpengaruh langsung pada nilai tambah yang dihasilkan

oleh industri manufaktur.

Dari segi kinerja, industri manufaktur dilihat berdasarkan keuntungan atas

biaya langsung (PCM) dan nilai efisiensi-X (XEFF). Perilaku pasar dalam industri

manufaktur dapat dilihat dari strategi harga, strategi produk dan promosi serta

strategi distribusi dan perilaku kolusi.

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel yang mempunyai

pengaruh terbesar dalam peningkatan kinerja adalah produktivitas (PROD) dan

efisiensi (XEFF). Sedangkan variabel konsentrasi empat perusahaan terbesar

(CR4), pertumbuhan nilai produksi (Growth), ekspor (EX) dan impor (IM) tidak

signifikan terhadap peningkatan keuntungan.

Perbedaan antara penelitian oleh Winsih (2007) dengan penelitian yang

dilakukan peneliti saat ini adalah dalam hal sektor industri. Penelitian sebelumnya

menganalisis sektor industri manufaktur sedangkan peneliti saat ini menganalisis

industri kerajinan. Secara garis besar, industri manufaktur yang dianalisis oleh

peneliti sebelumnya merupakan seluruh industri yang terklasifikasi oleh KBLI

dengan kode 2 digit termasuk diantaranya industri makanan dan minuman,

tembakau, tekstil, pakaian jadi dan lain-lain. Sedangkan industri kerajinan yang

dianalisis oleh peneliti saat ini adalah sebagian dari industri manufaktur tersebut,

yaitu sesuai dengan pengelompokan industri kerajinan yang dilakukan oleh

Departemen Perdagangan berdasarkan KBLI dengan kode 5 digit.

15

Lutfiah (2008) melakukan penelitian mengenai industri perbankan di

Indonesia dengan pendekatan Strucure, Conduct and Performance. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana struktur, perilaku dan kinerja

indutri perbankan sebagai dampak pelaksanaan Arsitektur Perbankan Indonesia

(API). Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan deret waktu

bulanan dari tahun 2002 hingga 2007 mengenai indikator perbankan nasional

yang diperoleh dari publikasi Bank Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah

SCP dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode sebelum

implementasi API, yaitu tahun 2002 dan 2003, rata-rata konsentrasi rasio sebesar

53,01 persen, sedangkan dalam kurun waktu empat tahun terakhir, yaitu setelah

adanya API, rata-rata konsentrasi rasio empat bank terbesar menjadi 44,86 persen.

Kinerja industri perbankan dilihat berdasarkan beberapa rasio diantaranya Return

on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Revenue (ROR), Net Profit

Margin (NPM) serta Net Interest Margin (NIM) dengan dummy implementasi

kebijakan API. Penelitian ini menggunakan NIM sebagai indikator kinerja.

Variabel yang paling berpengaruh terhadap NIM adalah dummy, yaitu

implementasi kebijakan API.

Solehah (2008) melakukan penelitian mengenai industri telekomunikasi di

Indonesia dengan pendekatan Strucure, Conduct and Performance. Tujuan dari

penelitian ini adalah untu menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri

seluler di Indonesia serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

industri seluler di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Structure, Conduct and Performance (SCP) untuk menganalisis

16

struktur, perilaku dan kinerja industri seluler serta menggunakan pendekatan panel

data untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri seluler

di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office

Excel 2007 dan Eviews 4.1.

Data yang digunakan berbentuk time series dan cross section (panel data)

dengan periode waktu tahunan, yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2007. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio konsentrasi tiga perusahaan

terbesar (CR3), nilai Return of Assets (ROA), nilai Return of Equity (ROE), nilai

Net Income Margin (NIM), jumlah aset dan nilai Average Revenue per User

(ARPU).

Kinerja pada industri ini dilihat dari sisi profitabilitasnya, yaitu dengan

menggunakan variabel NIM sebagai indikator kinerja. Adapun variabel yang

berpengaruh terhadap NIM adalah jumlah aset, ARPU, CR3 pelangan dan dummy

kepemilikan silang Temasek pada Telkomsel dan Indosat. Semua variabel tersebut

berpengaruh nyata terhadap NIM kecuali dummy. Hal ini membuktikan bahwa

kepemilikan silang Temasek tidak mempengaruhi tingkat keuntungan yang

didapat oleh Telkomsel dan Indosat.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Solehah (2008) dan

Lutfiah (2008) dengan peneliti saat ini adalah selain jenis industrinya, variabel

yang digunakan sebagai indikator kinerja juga berbeda. Penelitian tersebut

menggunakan Net Income Margin (NIM) sebagai indikator kinerja, sedangkan

peneliti saat ini menggunakan Price Cost Margin (PCM) sebagai indikator

kinerja.

17

2.4 Kerangka Pemikiran

Industri kerajinan memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian

Indonesia. Namun demikian, pertumbuhan industri kerajinan dalam periode 2002

– 2006 cenderung mengalami penurunan jumlah perusahaan, tenaga kerja yang

terserap di dalamnya, serta nilai tambah yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan

bahwa kinerja dari industri kerajinan belum optimal. Jika keadaan seperti ini terus

dibiarkan, maka industri kerajinan akan semakin terpuruk. Kondisi ini akan

merugikan Indonesia secara keseluruhan. Keadaan yang dapat merugikan antara

lain berkurangnya lapangan kerja yang berarti bertambahnya pengangguran.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja serta faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini

diharapkan akan mampu memberikan solusi terhadap industri kerajinan di

Indonesia agar kontribusinya dapat dioptimalkan.

Kerangka pemikiran penelitian ini dipetakan pada skema yang terdapat

pada Gambar 2.2. Pendekatan penelitian dimulai dengan menganalisis kinerja

yang dilihat dari nilai Price Cost Margin (PCM) yang merupakan tingkat

18

keuntungan dalam industri kerajinan, yaitu selisih antara nilai tambah dengan

upah total dibandingkan dengan nilai output. Kinerja juga dilihat dari nilai

efisiensi yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input

yang digunakan.

Selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

kinerja industri kerajinan juga, yaitu rasio efisiensi-X (XEFF), produktivitas

(PROD), dan pertumbuhan nilai produksi (GROWTH). Dalam hal ini, kinerja

dilihat berdasarkan PCM sebagai variabel dependent. Dengan demikian dapat

diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan industri

kerajinan di Indonesia.

Berdasarkan analisis tersebut, maka hasil dari penelitian ini adalah

implikasi kebijakan yang diharapkan akan menjadi solusi bagi permasalahan yang

dihadapi oleh industri kerajinan di Indonesia.

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu yang mendasari

penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi-X (XEFF) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Efisiensi-X

merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan biaya input. Semakin

efisien suatu perusahaan, maka nilai tambah akan suatu produk yang

dihasilkan akan lebih tinggi. Dengan demikian perusahaan dapat

mengurangi jumlah produksi. Hal ini merupakan pengurangan biaya

sehingga tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat.

19

2. Produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Produktivitas

merupakan perbandingan antara nilai output dengan jumlah tenaga kerja.

Semakin tinggi nilai output, maka produktivitas perusahaan akan

meningkat. Produktivitas yang meningkat menunjukkan kinerja yang

meningkat pula, hal ini akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi

perusahaan.

3. Pertumbuhan nilai produksi mempunyai pengaruh positif terhadap PCM.

Pertumbuhan nilai produksi merupakan selisih antara nilai barang yang

dihasilkan tahun analisis dengan nilai barang yang dihasilkan tahun

sebelumnya dibandingkan dengan nilai barang yang dihasilkan tahun

dasar. Jika pertumbuhannya semakin meningkat, maka tingkat keuntungan

yang diperoleh perusahaan juga meningkat.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder

dalam bentuk panel data. Data time series yang digunakan merupakan periode

waktu tahunan, yaitu dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Data cross section

menggunakan 30 kelompok industri kerajinan (kelompok industri terlampir). Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, biaya input, nilai

tambah, nilai produksi, upah serta jumlah tenaga kerja. Sumber data diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan Departemen Perdagangan yang berlokasi di

Jakarta, juga situs-situs internet serta literatur-literatur lain yang berkaitan dengan

penelitian ini.

3.2 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis

kuantitatif. Price Cost Margin (PCM) dan effisiensi digunakan untuk

menganalisis kinerja dan pendekatan panel data untuk menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja industri kerajinan di Indonesia. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel 2003

dan E-Views 5.

3.2.1 Analisis Kinerja Industri

Analisis kinerja industri dilakukan dengan menggunakan analisis PCM.

PCM ini digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan. Variabel dependent

21

yang digunakan adalah proksi dari keuntungan industri, yaitu PCM dan veriabel

independent adalah rasio konsentrasi perusahaan besar, nilai efisiensi-X,

produktivitas dan pertumbuhan nilai produksi.

PCMit = α0 + β1 XEFFit + β2 LnProdit + β3 Growthit + εit ...(3.4)

dimana:

PCMit = rasio keuntungan industri pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

XEFFit = efisiensi-X pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

LnProdit = produktivitas industri pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

Growthit = pertumbuhan nilai produksi pada unit industri ke-i dan tahun ke-t (%)

α0 = intersep

βn = slope masing-masing perubah bebas (independent)

εit = error / simpangan pada unit industri ke-i dan tahun ke-t

Penggunaan variabel PCM sebagai proksi dari keuntungan telah dilakukan

oleh Winsih (2007), PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan

sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini

digunakan dengan menggunakan proksi nilai yang diperoleh. Artinya semakin

tinggi nilai tambah, maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam

meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM juga

didefinisikan sebagai presentasi keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya

langsung. PCM dapat dirumuskan sebagai berikut:

PCM = OutputNilai

TotalUpahTambahNilai .............................................. (3.5)

Tingkat konsentrasi dalam persamaan diukur dengan rasio konsentrasi.

Rasio konsentrasi yang digunakan menunjukan besarnya kontribusi nilai

22

penjualan output perusahaan terbesar terhadap total nilai produksi industri.

Formulasi dari rasio konsentrasi dapat dilihat pada persamaan 3.2

Efisiensi dan produktivitas sebagai variabel independen yang

mempengaruhi PCM didasarkan pada penelitian Winsih (2007), variabel-variabel

ini dimasukkan karena kinerja yang tinggi dapat disebabkan oleh adanya efisiensi

dan banyaknya output yang dihasilkan. Efisiensi menunjukkan perbandingan

antara nilai tambah dan biaya input, sedangkan produktivitas mengindikasikan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan output pada periode waktu tertentu

berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Efisiensi dan Produktivitas

dapat ditulis dalam persamaan berikut:

Efisiensi-X = InputBiaya

TambahNilai .......................................................... (3.6)

Produktivitas = KerjaTenagaJumlah

OutputNilai .......................................... (3.7)

3.2.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam ekonometrika dikenal tiga bentuk data, (1) data deret waktu (time

series), (2) data kerat lintang (cross section), serta (3) data panel (pooled data).

Data panel merupakan gabungan antara time series dan cross section. Hal ini

dikarenakan panel data menyediakan informasi yang cukup kaya untuk

perkembangan teknik estimasi hasil teoritikal. Dalam bentuk praktis, peneliti telah

dapat menggunakan data time series dan cross section untuk menganalisis

masalah yang tidak dapat diatasi jika hanya menggunakan salah satunya saja.

Banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan panel data, diantaranya

sebagai berikut (Baltagi, 1995):

23

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Memberikan lebih banyak informasi dan variasi, mengurangi kolinearitas

antar variabel, meningkatkan degree of freedom dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk study of dynamic adjustments.

4. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data cross section murni maupun time series murni.

5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Dalam pengolahan data panel, ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan,

yaitu (1) pooled (OLS), (2) fixed effect model (LSDV), dan (3) random effect

model (GLS). Ketiga pendekatan ini dapat diterapkan pada dua jenis pembobotan,

yaitu dengan pembobot (cross section weights) atau tanpa pembobot (no

weightning). Dalam penelitian ini, penggunaan pooled model tidak mungkin

dilakukan karena pendekatan dengan model ini mengasumsikan bahwa intercept

dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan baik antar individu maupun

antar waktu. Untuk memperoleh keputusan penggunaan fixed effect model atau

random effect model ditentukan dengan menggunakan spesifikasi Hausman test.

a. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Model efek tetap adalah model yang didapatkan dengan

mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat

mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series.

Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan

perubahan intersep ini kemudian model diduga dengan menggunakan OLS, yaitu:

Yit = α0 + βXit +

n

i

i

2

Di + εit ............................................... (3.9)

24

dimana:

Yit = variabel endogen pada unit industri (cross section) ke-i dan tahun ke-t

Xit = variabel eksogen pada unit industri (cross section) ke-i dan tahun ke-t

α0 = intersep model

α0 = intersep industri ke-i

Di = variabel dummy

β = slope

ε = error / simpangan

b. Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Keputusan untuk memasukkan model variabel dummy akan menimbulkan

konsekuensi (trade off). Penambahan variabel ini akan mengurangi banyaknya

derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi

efisiensi dari parameter yang diestimasi. Hal inilah yang disebut dengan model

efek acak. Dalam model ini parameter-parameter antar daerah maupun antar

waktu dimasukkan ke dalam error. Oleh karena itu, model ini sering disebut juga

model komponen error (error component model). Bentuk model efek acak dapat

ditulis dalam persamaan berikut:

Yit = α + ΣβXit + εit .................................................................. (3.10)

εit = ui + vt + wit ....................................................................... (3.11)

dimana:

ui ~ N(0, 2

u ) = komponen cross section error

ui ~ N(0, 2

v ) = komponen time series error

ui ~ N(0, 2

w ) = komponen error kombinasi

25

dengan mengasumsikan error industri dan error kombinasinya tidak saling

berkorelasi.

c. Uji Hausman (Hausman Test)

Hausman test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih penggunaan fixed effect model atau random effect model. Seperti yang

telah dijelaskan di atas, penggunaan random effect model mengandung suatu

unsur trade off, yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel

dummy. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan

menggunakan pertimbangan statistik chi square table. Hausman test dapat

dilakukan dengan bahasa pemrograman Eviews sebagai berikut: “jika hasil dari

Hausman test signifikan (probabilitas dari Hausman < α ) maka tolak H0, artinya

fixed effect digunakan”.

Statistik Hausman dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

M = (β - b)1

(M0 - M1)-1

(β - b) ≈ X2(k) .................................. (3.12)

dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor

statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarian untuk dugaan random

effect model dan M1 adalah matriks kovarian untuk dugaan fixed effect model. Jika

nilai M hasil pengujian lebih besar daripada X2-table, maka cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed

effect model, begitu juga sebaliknya.

26

3.2.3 Evaluasi Model

a. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik

hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak

signifikan sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya

multikolinearitas. Hal ini dapat diatasi dengan memberi perlakuan cross section

weights, sehingga baik t statistik maupun F hitung menjadi signifikan.

Multikolinearitas juga dapat dilihat berdasarkan Correlation Matrix dalam regresi.

Jika nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka tidak ada multikolinearitas dalam

persamaan (Winarno, 2007).

b. Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk

mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson

(Dw) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka

dilakukan dengan membandingkan Dw statistiknya dengan tabel Dw. Adapun

kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Sumber: Gujarati, 1995

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda

saling berkorelasi. Jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak

27

efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Cara mengatasi masalah ini adalah

dengan menambahkan AR (1) atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari

banyaknya autokorelasi pada model regresi yang kita gunakan.

c. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linier berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar

tafsiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = σ2 (konstan),

semua varian memiliki variabel yang sama. Pada umumnya heteroskedastisitas

diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas,

maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata

lain, jika regresi tetap dilakukan, maka hasilnya akan terjadi misleanding.

Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala ini digunakan uji White

Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Uji White

membandingkan antara Obs*R-Squared dengan X2-table. Jika nilai Obs*R-

Squared lebih kecil daripada X2-table, maka tidak ada heteroskedastisitas pada

model. Data panel dalam Eviews menggunakan General Least Square (Cross

Section Weight), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah

dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan

dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada

Weighted Statistics < Sum Square Resid Unweighted Statistics maka terjadi

heteroskedastisitas. Untuk mengatasinya bisa mengestimasi GLS dengan White

Heteroscedasticity.

28

3.3 Definisi Operasional

Variabel- variabel bebas (independent) dan terikat (dependent) yang

tercakup dalam model ini meliputi:

1. PCM digunakan sebagai indikator kinerja industri. PCM merupakan rasio

keuntungan industri yang mencerminkan kelebihan atas biaya langsung.

PCM didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk meningkatkan nilai

tambah dan meminimumkan biaya-biaya.

2. X-Efisiensi merupakan efisiensi internal perusahaan-perusahaan dalam

industri. Efisiensi dalam model ini dinyatakan sebagai perbandingan antara

nilai tambah dengan biaya input suatu industri. Ini berarti mengetahui

berapa banyak nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh setiap input yang

digunakan.

3. Produktivitas adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan oleh setiap

tenaga kerja. Produktivitas dinyatakan sebagai perbandingan nilai output

dengan jumlah tenaga kerja.

4. Pertumbuhan (Growth) adalah nilai peningkatan jumlah produksi yang

dihasilkan oleh suatu industri setiap tahunnya dalam suatu periode.

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Industri Kerajinan di Indonesia

Kerajinan berawal dari kreativitas seseorang dan merupakan keterampilan

untuk menciptakan nilai keindahan pada suatu karya serta merupakan bagian dari

suatu kebudayaan. Kerajinan tumbuh melalui proses yang panjang. Perkembangan

kerajinan sebagai warisan bergantung kepada perubahan yang disebabkan oleh

perkembangan teknologi serta minat dan penghargaan masyarakat maupun para

perajin terhadap barang kerajinan itu sendiri, baik dalam menjaga mutu maupun

dalam penyediaan produk kerajinan secara berkelanjutan.

Seiring dengan minat dan penghargaan masyarakat akan produk-produk

kerajinan, maka para perajin memperlakukan kerajinan sebagai komoditi yang

dapat mendatangkan keuntungan. Kerajinan dipandang sebagai suatu sarana untuk

menciptakan lapangan usaha baru, penyerap tenaga kerja serta sebagai upaya

pelestarian hasil budaya bangsa. Hal inilah yang menjadi awal mula keberadaan

industri kerajinan.

4.1.1 Industri Kerajinan pada Era Kolonial

Pada zaman kolonial, ketika kapitalisme merambah tanah Hindia dan

industri perkebunan memberikan begitu banyak keuntungan komersial yang

melimpah bagi penjajah. Menurut Rouffaer (1904), pada masa itu tidak ada

seorang pun yang bersungguh-sungguh memedulikan kehidupan ekonomi rakyat.

Keadaan itu berlarut-larut setidaknya sejak sistem liberal yang berorientasi pasar

global menguasai perekonomian Hindia Belanda pada paruh kedua abad ke-19.

30

Penduduk pada masa itu kebanyakan bergerak dalam sektor pertanian

sederhana, subsisten, dan miskin. Sementara itu, kegiatan industri rumah tangga,

lazimnya dikategorikan sebagai usaha luar-tani (off-farm), dijalankan hanya

sebagai sambilan menunggu panen atau ketika sawah mengering. Oleh karena itu,

kalangan kapitalis-liberal memandang kegiatan luar-tani tersebut tak pernah

punya arti ekonomi yang penting. Pengelolaan kebijakan industri rumah tangga

diserahkan kepada Direktur OEN (Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid;

Pendidikan, Keagamaan dan Industri) dengan asumsi bahwa yang diperlukan bagi

para produsen industri rumah tangga itu adalah pendidikan teknis pertukangan dan

bukan keahlian manajerial.

Namun demikian, suara kelompok etisi yang mendominasi Departemen

OEN bersikap kritis. Mereka mendesak pemerintah kolonial agar memerhatikan

kesejahteraan ekonomi penduduk pribumi. Ada keyakinan di antara mereka

bahwa industri pribumi pun bisa berkembang jika diberi kesempatan yang setara

dengan industri besar. Dengan mempertimbangkan potensi yang besar ini, pada

awal abad ke-20, Menteri Urusan Jajahan Alexander Idenburg menunjuk tokoh

etisi C Th van Deventer untuk meneliti keadaan perekonomian penduduk pribumi

di Jawa dan Madura.

4.1.2 Produk Utama Industri Kerajinan Pada Era Kolonial

Pada masa itu belum ada penjelasan konsep dan kriteria industri utama

(voornaamste industrieën) atas sejumlah produk yang dikaji, yakni kain tenun,

batik, kerajinan kayu, anyam- anyaman, logam dan kulit, serta barang-barang

gerabah, batu-batuan, dan batu bata. Pada masa itu belum ada metode yang

31

diambil untuk menganalisis masalah. Namun demikian penelitian ini berhasil

menonjolkan beberapa jenis produk andalan industri rumah tangga yang menjadi

kekuatan usaha luar-tani penduduk di Jawa pada waktu itu. Dengan memilih

produk itu, Rouffaer seperti ingin mematahkan pandangan tipikal kapitalis

kolonial yang cenderung menganggap usaha rumah tangga tidak bernilai

ekonomis.

Produk andalan tersebut antara lain adalah kain batik yang saat itu

dipandang memiliki nilai estetis yang tinggi dan berharga dan disebut sebagai

"een spesialiteit van Java". Kemudian, produk anyam-anyaman khususnya topi

wanita made in Cilongok yang sudah merambah rumah-rumah mode di Paris

sejak lama. Chapeaux asal Tangerang itu dikapalkan ke negara-negara Eropa

sejak 1887 dalam ratusan peti kemas melalui pelabuhan Batavia. Dalam kurun

1920-an, pasar topi itu meluas sampai ke Turki, Australia, dan Amerika Serikat

(Netherlands Indies Review, 3 [4], 1923 dalam Sastrodinomo).

Terkait dengan pemasaran global, produk industri kerajinan pada masa itu

bersinergi dengan industri besar. Sekitar 200 pabrik gula menggantungkan alat

kemasannya pada ribuan meter tali bambu, karung (goni), tikar, dan keranjang

bambu buatan penduduk di desa-desa di Banten, Tasikmalaya, Muntilan dan

Bawean yang tak lain merupakan tempat-tempat yang menjadi sentra industri

rumah tangga. Batavia dan Vorstenlanden (Solo dan Yogyakarta) pada masa itu

menjadi pusat produksi seni kerajinan, namun cakupannya menjangkau sampai

wilayah kota-kota kecil yang tersebar di Jawa dan Madura.

Setiap produk kerajinan memiliki akar sejarah yang panjang dan tradisi

yang kuat dalam sistem produksi industri rumah tangga di Jawa. Batik misalnya,

32

telah dibuat secara terbatas sejak masuknya kebudayaan Hindu dan berkembang

menjadi industri yang istimewa pada masa Mataram. Para pekerja membuat batik

tulis sebagai persembahan kepada raja yang menjadi junjungannya. Sebaliknya,

raja memberikan pengayoman kepada para pekerja tersebut. Demikian pula

pembakaran batu bata telah dikenal setidaknya sejak zaman Majapahit. Kaum

Bhertya mencetak batu-batu bata sebagai wujud kesetiaan mereka terhadap

(pembangunan) negara. Sebagai imbalannya, negara melindungi rakyatnya.

Seluruh bangunan keraton dan kota di Majapahit terbuat dari batu bata.

Cara produksi (mode of production) pada industri kerajinan dipahami

bukan semata-mata sebagai bentuk-bentuk transaksional-ekonomis antara buruh-

majikan atau produsen-konsumen, tetapi lebih sebagai totalitas ekspresi budaya

yang dilandasi pada hubungan patron-client. Masih pada masa tersebut, pembatik

pribumi sering mendapat tekanan persaingan tak sehat dari pedagang importir

Belanda dan China. Para importir tentu memamerkan keunggulan tekstil Twente

(Belanda).

4.1.3 Politik Ekonomi Industri Kerajinan pada Era Kolonial

Pada 1915 terjadi perkembangan baru. Pengelolaan kebijakan atas industri

rumah tangga pribumi dialihkan dari Departemen OEN kepada Departemen LNH

(Landbouw, Nijverheid en Handel; Pertanian, Industri dan Perdagangan). Sebuah

afdeeling (bagian) yang dibentuk khusus untuk menangani permasalahan industri

penduduk. Artinya, ada pergeseran pandangan bahwa industri rumah tangga tidak

hanya dihampiri secara didaktik dengan mengajari aspek teknik kepada para

perajin (ambacht), tetapi juga diarahkan sebagai sektor ekonomi. Semenjak itu

33

Departemen LNH sering melakukan penelitian mengenai industri rumah tangga

dan mendirikan berbagai stasiun percobaan (proefstation) dengan tujuan mencari

landasan untuk memberikan bantuan dana dan pengembangan teknik serta ilmiah.

Dalam kurun bersamaan, pemerintah membentuk Komisi Pabrik

(Fabriekscommissie), suatu badan semi-pemerintah yang dimaksudkan untuk

mewadahi kepentingan bisnis kaum industriawan Eropa, khususnya Belanda.

Persoalan timbul ketika Komisi Pabrik nyata-nyata menolak ikut serta

membantu pengembangan industri pribumi. Bahkan, Komisi Pabrik juga tidak

bersedia berada di bawah Departemen LNH dan ingin berdiri independen. Dengan

demikian, Komisi Pabrik terlihat tidak berniat memajukan ekonomi penduduk

pribumi yang sebagian besar adalah industri kerajinan.

Rouffaer (1904) berempati dan secara moral mendukung usaha-usaha

ekonomi penduduk pribumi. Tetapi jelas pula mereka tidak mampu menembus

dinding politik ekonomi kolonial yang berorientasi kepada industri besar Eropa

seperti terwujud dalam pembangunan pabrik-pabrik besar dan eksplorasi

pertambangan. Sebaliknya, gagasan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan

hanyalah ilusi dan perdebatan di kalangan elite kolonial. Setidaknya hingga tahun

1930-an, kebanyakan waktu, tenaga, pikiran, dan uang dialokasikan hanya untuk

perjalanan dinas pejabat, survei, polemik dan silang pendapat yang tak berujung.

Inilah suatu masa yang disebut oleh ekonom HJ van Oorschot (1956) sebagai het

papieren tijdperk atau masa tumpukan kertas, yaitu saat yang tidak banyak

memberikan perbaikan nyata bagi perikehidupan ekonomi rakyat.

34

4.2 Klasifikasi Industri Kerajinan di Indonesia

Departemen Perdagangan (2007) melakukan klasifikasi industri yang

merupakan kelompok industri kerajinan. Lapangan usaha yang merupakan bagian

dari kelompok industri kerajinan, yaitu:

1. Industri batik, mencakup usaha pembatikan dengan proses malam (lilin)

baik yang dilakukan dengan tulis, cap maupun kombinasi antara cap

dengan tulis.

2. Industri permadani, mencakup usaha pembuatan permadani dan sejenisnya

yang terbuat dari serat, baik serat alam, sintetis maupun campuran yang

dikerjakan dengan proses tenun, tufting, braiding, flocking dan needle

punching.

3. Industri bordir/sulaman, mencakup usaha bordir/sulaman baik yang

dikerjakan dengan tangan maupun dengan mesin.

4. Industri kain rajut, mencakup usaha pembuatan kain yang dibuat dengan

cara rajut ataupun renda.

5. Industri barang dari kulit dan kulit buatan, mencakup usaha pembuatan

barang-barang yang terbuat dari kulit seperti jok, hiasan, wayang, kap

lampu dan lainnya.

6. Industri anyaman dari rotan dan bambu, mencakup usaha pembuatan

macam-macam tikar, webbing, lampit, tas, topi, tampah, kukusan, bakul,

kipas, tatakan, bilik/gedek dan sejenisnya yang bahan utamanya dari rotan

atau bambu.

35

7. Industri anyaman dari tanaman, mencakup usaha pembuatan tikar, keset,

tas, topi, tatakan dan kerajinan tangan lainnya yang bahan utamanya dari

pandan, mendong, serat, rumput dan sejenisnya.

8. Industri kerajinan ukiran dari kayu non-meubel, mencakup usaha

pembuatan macam-macam barang kerajinan dan ukiran dari kayu seperti

relief, topeng, patung, wayang, vas bunga, pigura, kap lampu dan lainnya.

9. Industri alat-alat dapur dari kayu rotan dan bambu, mencakup usaha

pembuatan alat-alat dapur yang bahan utamanya kayu, bambu dan rotan

seperti rak piring, rak bumbu masak, parutan, alu, lesung, talenan, cobek

dan sejenisnya.

10. Industri barang dari kayu, rotan dan gabus yang tidak diklasifikasikan di

tempat lain, mencakup usaha pembuatan dari kayu, rotan dan gabus yang

belum tercakup sebelumnya seperti alat tenun, peti mati, pajangan, ayunan

bayi, kuda-kudaan.

11. Industri perlengkapan dan peralatan rumah tangga dari gelas, mencakup

usaha pembuatan macam-macam perlengkapan rumah tangga dari gelas

seperti cangkir, piring, mangkuk, teko, stoples, asbak dan lainnya seperti

patung, vas dan lampu kristal.

12. Industri barang lainnya dari gelas, mencakup usaha pembuatan macam-

macam barang dari gelas seperti tasbih, rosario, manik gelas, gelas enamel,

aquarium dan lainnya.

13. Industri perlengkapan rumah tangga dari porselin, mencakup usaha

pembuatan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari porselin seperti

piring, tatakan, cangkir, mangkuk, teko, sendok dan asbak, serta usaha

36

pembuatan barang pajangan dari porselen seperti patung, vas bunga, kotak

rokok dan guci.

14. Industri barang dari tanah liat, mencakup usaha pembuatan barang dari

tanah liat untuk perlengkapan rumah tangga, pajangan dan hiasan seperti

piring, cangkir, mangkuk, kendi, teko, periuk, tempayan, patung, vas

bunga, tempat piring, sigaret, celengan dan lainnya.

15. Industri bahan bangunan dari tanah liat selain batu bata dan genteng,

mencakup usaha pembuatan barang bangunan dari tanah liat/keramik

seperti kloset, ubin dan lubang angin.

16. Industri barang dari marmer dan granit untuk keperluan rumah tangga dan

pajangan, mencakup usaha pembuatan macam-macam barang dari

marmer/granit, untuk keperluan rumah tangga dan pajangan seperti daun

meja, ornamen dan patung.

17. Industri barang dari batu untuk keperluan rumah tangga dan pajangan yang

mencakup pembuatan barang-barang seperti cobek, lumpang, batu pipisan,

batu asahan, batu lempengan, batu pecahan, abu batu dan kubus mozaik.

18. Jasa Industri untuk bahan berbagai pekerjaan khusus terhadap logam dan

barang dari logam, mencakup kegiatan pelapisan, pemolesan, pewarnaan,

pengukiran, pengerasan, pengelasan, pemotongan, dan berbagai pekerjaan

khusus terhadap logam atau barang-barang dari logam.

19. Industri furnitur dari kayu yang mencakup usaha pembuatan furnitur dari

kayu untuk rumah tangga dan kantor seperti meja, kursi, bangku, tempat

tidur, lemari, rak, kabinet, sekat dan sejenisnya.

37

20. Industri furnitur dari rotan dan bambu yang mencakup usaha pembuatan

furnitur dari rotan dan bambu untuk rumah tangga dan kantor seperti meja,

kursi, bangku, tempat tidur, lemari, rak, kabinet, sekat dan sejenisnya.

21. Industri furnitur dari logam yang mencakup pembuatan furnitur untuk

rumah tangga dan kantor yang bahan utamanya dari logam seperti meja,

kursi, rak, spring bed dan sejenisnya.

22. Industri furnitur lainnya, mencakup pembuatan furniture yang bahan

utamanya bukan kayu, rotan, bambu, logam, plastik dan bukan barang

imitasi seperti kasur, bantal, guling dari kapuk, dakron dan sebagainya.

23. Industri permata yang mencakup usaha pemotongan, pengasahan, dan

penghalusan batu berharga atau permata dan sejenisnya seperti berlian

perhiasan, intan perhiasan, batu aji dan intan tiruan.

24. Industri barang perhiasan berharga untuk keperluan pribadi dari logam

mulia yang mencakup usaha pembuatan barang-barang seperti cincin,

kalung, gelang, giwang, bross, ikat pinggang dan kancing termasuk bagian

dan perlengkapannya yang bahan utamanya adalah logam mulia seperti

platina, emas, perak dan perunggu.

25. Industri barang perhiasan berharga bukan untuk keperluan pribadi dari

logam mulia yang mencakup usaha pembuatan barang-barang seperti

peralatan makan dan minum, barang perhiasan rumah tangga, piala dan

medali termasuk bagian dan perlengkapannya yang bahan utamanya

adalah logam mulia.

26. Industri barang perhiasan berharga bukan untuk keperluan pribadi dan

bukan logam, mencakup usaha barang-barang perhiasan seperti tempat

38

cerutu, tempat sirih, piala, medali dan vas bunga, termasuk pembuatan

koin baik yang legal sebagai alat tukar maupun tidak.

27. Industri alat-alat musik tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik

seperti angklung, suling, kecapi, gendang, calung, kulintang, gong,

gambang, rebab dan tifa.

28. Industri alat musik non-tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik

seperti gitar, bas, terompet, saxophone, harmonika, clarinet, biola, cello,

piano, garputala, akordion serta alat-alat perkusi.

29. Industri mainan, mencakup usaha pembuatan mainan seperti boneka, catur,

mainan jenis kendaraan, mainan jenis senjata, toys set, mainan edukatif

dan lainnya.

30. Industri kerajinan yang tidak dikalisifikasikan di tempat lain, mencakup

usaha barang-barang kerajinan dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewan

seperti kerajinan pohon kelapa baik yang menggunakan tempurung,

serabut, akar juga kerajinan lain dari hewan seperti kulit, gading, tanduk,

bulu, rambut, binatang yang diawetkan dan barang-barang lukisan.

4.3 Perkembangan Industri Kerajinan di Indonesia

Usaha sektor kerajinan telah lama mampu menjadi salah satu sumber

penghasil devisa negara dan cukup berperan dalam menyumbang pembangunan

ekonomi Indonesia. Hingga saat ini, kelompok usaha hasil kerajinan memiliki

kontribusi besar untuk ekspor, seperti kerajinan batu-batuan dan keramik,

kerajinan kayu, rotan dan sejenisnya, kerajinan logam dan kerajinan tekstil.

Sedangkan negara utama pengimpor hasil kerajinan Indonesia, tercatat Amerika

39

Serikat, Singapura, Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Belanda, Australia dan

United Arab Emirate. Selain itu, peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam

perekonomian Indonesia juga begitu besar, karena mampu menyerap 90 persen

dari seluruh jumlah tenaga kerja.

Hingga tahun 2002, pemerintah dirasa belum cukup memberikan perhatian

kepada sektor industri kerajinan. Kurangnya perhatian ini menyebabkan

perkembangan nilai ekspor hasil kerajinan Indonesia dalam periode 1998 – 2002

(Januari – September 2002) terus mengalami penurunan. Peluang hasil kerajinan

Indonesia memang cukup besar, namun pemerintah belum memberikan perhatian

secara khusus. Kebijakan industri dan perdagangan yang dibuat pemerintah masih

berpihak kepada sekelompok usaha besar, konglomerasi dan BUMN.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dituntut segera melakukan

reformasi dan revitalisasi UKM, meliputi penataan struktur dan lingkungan usaha

melalui penerapan dan pelaksanaan secara konsekuen UU Anti Monopoli,

menerapkan dan melaksanakan secara konsekuen UU Praktik Perdagangan yang

adil, serta mengkaji ulang seluruh tata niaga dan pemberian hak-hak eksklusif,

seperti hak distribusi komoditas tertentu dan penunjukan eksportir terbatas.

Permasalahan yang dihadapi UKM dalam periode tersebut sangat

kompleks, mulai dari masalah eksternal, seperti krisis ekonomi, dampak bom,

perang, dan SARS. Akibatnya, khususnya bidang kerajinan tidak siap bersaing

dalam era globalisasi. Pada 1999, nilai ekspor kerajinan mencapai US$ 1 miliar,

tapi pada 2002, menurun drastis menjadi US$ 350 juta. Jika kondisi demikian

terus dibiarkan, dan tidak ada tindakan nyata dari pemerintah dalam mereformasi

dan revitalisasi industri dan perdagangan bidang UKM, maka UKM kerajinan

40

Indonesia dipastikan akan kalah bersaing dengan negara lain, terutama Cina,

Thailand, dan Taiwan.

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia

Mengingat pentingnya keberlangsungan hidup dari industri kerajinan yang

menopang kehidupan masyarakat, maka para pecinta/peminat barang-barang seni

dan kerajinan, tokoh masyarakat, para seniman serta para ahli yang menggeluti

bidang seni dan kerajinan merasa perlu adanya wadah partisipasi masyarakat

bertaraf nasional yang berfungsi membantu pemerintah dalam membina dan

mengembangkan kerajinan. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama 2 Menteri,

yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor:

85/M/SK/3/1980 dan Nomor: 072b/P/1980, tanggal 3 Maret 1980 di Jakarta, maka

didirikanlah Dewan Kerajinan Nasional.

Selain hal di atas pada bulan Januari 2005, pemerintah memberlakukan

peraturan menteri perdagangan (permenperdag) No. 12/2005, tentang pembukaan

ekspor rotan bahan baku. Sejak pemberlakuan ketentuan baru tersebut kinerja

industri kerajinan rotan justru mengalami penurunan, bahkan kesinambungan

produksinya hampir terhenti. Dengan dibukanya kembali ekspor rotan bahan baku

ini menyebabkan persediaan rotan untuk memenuhi kebutuhan industri kerajinan

rotan dalam negeri menjadi berkurang. Perbedaan harga antara pasar luar negeri

dan dalam negeri yang cukup tinggi semakin mendorong eksportir rotan

memasarkan produknya di luar negeri, sehingga pasokan rotan bahan baku bagi

industri mebel/furnitur rotan dalam negeri semakin berkurang. Untuk mengatasi

kekurangan pasokan rotan bahan baku tersebut, beberapa kebijakan dan kerjasama

41

antardaerah/pemerintah daerah telah dilakukan (seperti kerjasama antara Badan

Kerjasama Pembangunan Sulawesi (BKPRS) dengan Pemda Jawa Barat untuk

menjamin ketersediaan pasokan rotan bahan baku dari Sulawesi).

Pada Tahun 2005 pula pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang

bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan

Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri

(KADIN) membuat Roadmap Indonesia Design Power 2006 – 2010 yang

bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk berstandar

internasional dan memiliki karakter nasional yang diterima di pasar dunia. Dengan

kekuatan desain, kemasan, dan aktivitas branding pada produk yang berbasis pada

intellectual property dapat meningkatkan neraca perdagangan, memberikan

kontribusi atas pendapatan nasional masyarakat serta memperluas lapangan kerja.

Saat ini, Departemen Perindustrian (Depperin) sedang mengusulkan bahan

baku industri untuk industri mebel dan kerajinan untuk mendapatkan fasilitas

Pajak Pertambahan Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) sebesar 0%. Kebijakan ini

akan berlaku efektif pada 2009. Sebelumnya, pemerintah berkomitmen

memberikan fasilitas insentif Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atau

PPNDTP bagi 10 sektor industri. Antara lain baja, elektronika, tekstil dan produk

tekstil, alas kaki dan lainnya. Kebijakan ini dalam rangka mendukung pengusaha

menghadapi dampak krisis global. Industri mebel dan kerajinan memperoleh

fasilitas lantaran penyerapan tenaga kerja di sektor ini sangat besar. Selain

mempertahankan eksistensi dunia usaha, fasilitas ini bertujuan untuk mendorong

penggunaan bahan baku lokal dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan

kerja.

V. PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan

Kinerja suatu industri mencerminkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar

terhadap harga dan efisiensi. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat

keuntungan perusahaannya, yaitu dari PCM (Price Cost Margin) dan tingkat

efisiensi dapat dilihat melalui efisiensi-X (XEFF).

Nilai PCM diperoleh melalui perbandingan antara selisih nilai tambah dan

upah pekerja dengan nilai output dalam suatu industri. Berdasarkan analisis,

diketahui bahwa dalam periode 2000 – 2005, tingkat keuntungan rata-rata seluruh

perusahaan mengalami fluktuasi dengan rata-rata sebesar 27,78 persen.

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa titik terendah terjadi pada tahun

2002, yaitu sebesar 24,80 persen. Tingkat keuntungan meningkat drastis pada

tahun 2003 hingga sebesar 31,26 persen dan sekaligus merupakan tingkat

keuntungan tertinggi dalam periode tersebut. Hal ini terjadi karena terjadi

peningkatan biaya input pada tahun 2002, yaitu pada saat terjadi kenaikan harga

Bahan Bakar Minyak (BBM) ada tahun tersebut. Fluktuasi nilai biaya input dapat

dilihat pada Tabel 5.6.

Pengukuran XEFF diperoleh dari perbandingan nilai tambah dengan nilai

input tenaga kerja dalam industri kerajinan. Berdasarkan analisis (Tabel 5.2),

terlihat bahwa nilai rata-rata XEFF dari tahun 2000 sampai 2005 sebesar 108,93

persen.

43

Tabel 5.1 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

Nilai XEFF tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 126,19 persen.

Sedangkan nilai XEFF terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 81,34

persen.

44

Tabel 5.2 Nilai Efisiensi-X (XEFF) Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

Dapat dilihat bahwa pada titik terendah sekalipun, yaitu pada tahun 2004,

rata-rata XEFF masih tetap berada pada angka yang tinggi, yaitu 81,34 persen.

Hal ini membuktikan bahwa nilai tambah dari industri kerajinan sangat tinggi

sekaligus berarti bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri

kerajinan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Pada industri – industri tertentu

45

seperti perhiasan (KBLI 36911) atau perabot marmer dan granit (KBLI 26501),

efisiensi bahkan dapat mencapai lebih dari 500 persen.

5.2 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan

5.2.1 Pemilihan Model dengan Uji Hausman

Analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja dalam industri kerajinan. Estimasi ini dilakukan dengan

menggunakan program Eviews 5. Untuk menentukan model yang akan dipakai

antara fixed effect model dengan random effect model untuk mengestimasi PCM,

peneliti menggunakan Hausman Test. Hasil dari Uji ini menunjukkan bahwa

model yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah fixed effect model.

Pemilihan model efek tetap ini dimaksud untuk melihat heterogenitas tiap

individu dari industri kerajinan, membiarkan intersep bervariasi antar individu dan

perbedaan nilai konstanta diasumsikan sebagai perbedaan antar unit individu.

Tabel 5.3 Hasil Penentuan Model dengan Hausman Test

Berdasarkan Uji Hausman, probabilitas Chi-Square adalah 0,03 (kurang

dari α yang digunakan, yaitu 0,05). Artinya tolak H0 dan kita harus menggunakan

fixed effect model.

5.2.2 Estimasi Model

Estimasi model ini perlu memenuhi asumsi klasik OLS atau terbebas dari

masalah statistik. Menurut Gujarati (1995), untuk memilih model yang terbaik

46

harus memenuhi asumsi klasik regresi. Uji OLS klasik yang dilakukan adalah

model harus terbebas dari Autokorelasi, Heteroskedastisitas dan Multikolinearitas.

Maka dari itu, dilakukan estimasi menggunakan fixed effect model dengan White

Period Standard Error and Covariance dan Cross-section Weight walaupun

sebenarnya dalam pengolahan data panel, hal tersebut dapat diabaikan.

Tabel 5.4 Hasil Estimasi Menggunakan Fixed Effect Model dengan White Period

Standard Error and Covariance dan Cross-section Weigtht.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4 maka persamaan faktor-faktor

yang mempengaruhi industri kerajinan di Indonesia adalah sebagai berikut:

PCM = -0.49 + 0.14 XEFFit + 0.05 LnProdit - 0.006 Growthit

Berdasarkan persamaan tersebut, ketiga variabel bebas yang diuji, yaitu Growth,

XEFF dan LnProd berpengaruh nyata (signifikan) pada taraf nyata 5 persen (α =

0,05) terhadap PCM, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0,00.

5.2.3 Evaluasi dan Interpretasi Model

Ada atau tidaknya masalah-masalah statistik dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Masalah Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW), nilai DW

hasil estimasi sebesar 2,34. Hal ini berarti tidak ada korelasi serial dimana 2 <

47

DW(2,31) < 4-du(2,46). Untuk mendeteksi adanya Heteroskedastisitas, dapat

dilihat apakah Sum Square Resid Weighted Statistic < Sum Square Resid

Unweighted Statistic. Pada Tabel 5.4 terlihat ada Heteroskedastisitas (1,51 <

1,57). Namun karena data diolah menggunakan data panel dengan White

Heteroscedasticity, maka hal ini dapat diabaikan. Multikolinearitas dapat dilihat

berdasarkan Correlation Matrix dalam regresi.

Tabel 5.5 Hasil Uji Multikolinearitas menggunakan Correlation Matrix

Jika nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka tidak ada multikolinearitas

dalam persamaan. Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa nilai korelasi antar variabel < 0,8

maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas dalam persamaan yang

dihasilkan oleh estimasi pada Tabel 5.4.

Nilai Adjusted R-squared atau koefisien determinasi yang disesuaikan

pada hasil estimasi model adalah sebesar 0,790378. Hal ini berarti bahwa 79,03

persen keragaman PCM pada industi kerajinan dapat dijelaskan oleh variabel

bebasnya (XEFF, Growth dan LnProd), sedangkan sisanya dijelaskan oleh

variabel lain di luar model. Hasil uji ini diperkuat dengan probablilitas F-statistik

yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen dan tingkat α = 5 persen,

yaitu sebesar 0,00. yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh

nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga layak untuk menduga

parameter dalam fungsi.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa dua dari tiga variabel bebas yang diuji,

yaitu XEFF dan LnProd berpengaruh positif terhadap PCM. Sedangkan variabel

48

Growth berpengaruh negatif. Pengaruh Growth terhadap PCM ini tidak sesuai

dengan hipotesis awal. Variabel bebas yang memiliki pengaruh terbesar terhadap

peningkatan kinerja industri kerajinan adalah XEFF.

Nilai koefisiensi XEFF sebesar 0,14 signifikan terhadap peningkatan PCM

pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan XEFF

sebesar 1 persen, maka PCM yang dihasilkan oleh industri kerajinan akan

meningkat sebesar 0,14 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dan juga

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winsih (2007) bahwa

semakin efisien suatu perusahaan maka memungkinkan perusahaan tersebut untuk

memberi nilai tambah lebih banyak kepada sebuah produk dengan input yang

lebih sedikit. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi jumlah produksi.

Hal ini merupakan pengurangan biaya sehingga tingkat keuntungan perusahaan

akan meningkat.

Produktivitas (LnProd) signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai

koefisien sebesar 0,05. Ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan produktivitas

sebesar 1 persen, maka tingkat keuntungan yang dihasilkan dalam industri

kerajinan akan meningkat sebesar 0,05 persen. Sesuai dengan hipotesis awal dan

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winsih (2007) bahwa

dengan meningkatnya produktivitas, berarti output yang dapat dihasilkan oleh

setiap tenaga kerja meningkat. Hal ini menunjukkan kinerja yang meningkat

sehingga akan menambah penghasilan dan keuntungan bagi perusahaan.

Nilai koefisiensi Growth sebesar -0,006 signifikan terhadap peningkatan

PCM pada taraf nyata 5 persen. Koefisien Growth ini termasuk kecil dimana

peningkatan Growth sebesar 1 persen hanya akan mengurangi PCM sebesar 0,006

49

persen. Tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana Growth akan meningkatkan

PCM namun sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winsih (2007), dimana

Growth justru memiliki pengaruh negatif terhadap PCM. Hal ini membuktikan

bahwa kinerja industri kerajinan tidak akan meningkat dengan adanya

pertumbuhan jumlah produksi. Kondisi ini diduga karena rata-rata pertumbuhan

nilai produksi lebih kecil daripada rata-rata pertumbuhan nilai biaya input

sehingga tingkat keuntungan menurun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Pertumbuhan Nilai Produksi dan Biaya Input Industri Kerajinan di

Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

Pengaruh negatif dari Growth terhadap PCM ini juga terkait dengan

adanya Diseconomic Scale dimana jumlah barang yang diproduksi melampaui

batas optimal sehingga semakin banyak jumlah barang yang diproduksi justru

akan mengurangi tingkat keuntungan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada industri kerajinan di

Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2005, maka dapat diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kinerja industri kerajinan dalam periode 2000 – 2005 dapat dilihat dari

rata-rata nilai PCM sebesar 27,78 persen dan nilai rata-rata XEFF sebesar

108,93 persen. Dapat disimpulkan bahwa industri kerajinan merupakan

industri yang efisien dimana nilai tambah pada setiap barang yang

dihasilkan sangat tinggi.

2. Berdasarkan hasil analisis panel data dengan menggunakan Hausman Test,

pemilihan model pada penelitian ini adalah dengan menggunakan fixed

effect model. Pemilihan model ini kemudian digunakan untuk

mengestimasi nilai PCM. Berdasarkan estimasi tersebut, Seluruh variabel

yang digunakan, yaitu Growth, LnProd dan XEFF berpengaruh signifikan

pada taraf nyata 5 persen. LnProd dan XEFF berpengaruh positif

sedangkan Growth berpengaruh negatif. Di antara seluruh variabel, yang

paling berpengaruh terhadap PCM adalah XEFF yang merupakan

perbandingan antara nilai tambah dan biaya input. Dapat disimpulkan

bahwa hal utama yang harus ditingkatkan dalam industri kerajinan adalah

efisiensi.

51

6.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat dituliskan untuk

peningkatan kinerja industri kerajinan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Industri kerajinan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi pada barang

hasil produksinya. Diharapkan pemerintah dapat fokus terhadap potensi

industri kerajinan tersebut agar kontribusi industri ini dapat ditingkatkan.

Kontribusi yang dapat diberikan oleh pemerintah diantaranya adalah

melalui bantuan fasilitas seperti kemudahan mengakses bahan baku bagi

para pelaku dalam industri kerajinan. Maka dari itu, diperlukan lembaga

penunjang UMKM dengan tugas memberikan bantuan di bidang

teknik/desain, manajemen, keuangan, penelitian dan pengembangan, serta

berfungsi sebagai lembaga advokasi terhadap kebijakan publik atau

masalah yang menghambat perkembangan usaha kecil.

2. Pengetahuan ini dapat dimanfaatkan pelaku usaha agar keuntungan dapat

meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Cara untuk meningkatkan

keuntungan melalui peningkatan nilai tambah diantaranya adalah dengan

menambah detail, serta variasi model pada produk ukiran misalnya, yang

berarti semakin sulit untuk dikerjakan sehingga kualitasnya meningkat.

Cara lainnya adalah dengan menggabungkan dua atau lebih produk

kerajinan seperti halnya perhiasan perak dan batu-batuan yang

digabungkan untuk dijadikan kalung atau cincin.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, I. 2006. Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Susu di Indonesia

[skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Badan Pusat Statistik. 1999 – 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang. BPS,

Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. KBLI 2005 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia. BPS, Jakarta.

Baltagi, H.B. 1995. Econometric Analisys of Panel Data. Biddles Ltd, Great

Britain.

Daryanto, A. 2003. Consestable Market Bogasari [bahan kuliah ekonomi

industri]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Departemen Perdagangan. 2007. Studi Industri Kreatif 2007. Depdag, 2007.

Dewi, D.A. 2008. Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

(IKKR) di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Z. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah].

Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi.

LP3S, Jakarta.

Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta.

Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Lutfiah, M. 2008. Analisis Dampak Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia

terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Perbankan Indonesia

[skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Mason, E. 1939. Price and Production Policies of Large Scale Enterprises.

American Economic Review Volume 29, PP 61-74

53

53

Oorschot, H.J. 1956. De Ontwikkeling van de Nijverheid in Indonesië [disertasi].

De Katholieke Economische Hogeschool, Tilburg.

Riyanto. 2009. Industri Kreatif 2000 – 2005. Pendekatan Analisis Struktur,

Perilaku dan Kinerja [skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta.

Rouffaer, G.P. 1904. De Voornaamste Industrieën der Inlandsche Bevolking van

Java en Madoera. Martinus Nijhoff, Gravenhage.

Sastrodinomo, K. Nasib Kerajinan Tangan Pribumi di Era Kolonial.

http://www2.kompas.com/kompas-cetak

Shephred, W. G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition.

Prentice Hall, New Jersey.

Solehah, F. 2008. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Telekomunikasi

Seluler Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Wahyudin, M. 2007. Analisis Faktor-faktor Penentu Tingkat Profitabilitas

Perusahaan di Sektor Industri Manufaktur Indonesia. (Studi Kasus:

Industri Batik) [jurnal]. http://eprints.ums.ac.id

Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Jakarta.

Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur

Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

LAMPIRAN

55

Lampiran 1 Kode Klasifikasi Industri Kerajinan Indonesia Menurut KBLI 2005

Kode 5 Digit

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006

56

Lampiran 2 Nilai Produktivitas Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2005 (diolah)

57

Lampiran 3 Nilai Pertumbuhan Produksi (Growth) Industri Kerajinan Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000-2006 (diolah)

58

Lampiran 4 Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: THIRD

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.801137 3 0.0321

Lampiran 5 Hasil Estimasi dengan Menggunakan Model Efek Tetap (Fixed

Effect Model)

Dependent Variable: PCM

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Date: 04/01/09 Time: 01:29

Sample: 2000 2005

Cross-sections included: 30

Total panel (balanced) observations: 180

Linear estimation after one-step weighting matrix

White period standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

GROWTH -0.006504 0.002155 -3.018186 0.0030

LNPROD 0.056561 0.011152 5.071753 0.0000

XEFF 0.145335 0.012055 12.05575 0.0000

C -0.493168 0.120856 -4.080630 0.0001 Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics

R-squared 0.827852 Mean dependent var 0.456004

Adjusted R-squared 0.790378 S.D. dependent var 0.336077

S.E. of regression 0.101583 Sum squared resid 1.516909

F-statistic 22.09115 Durbin-Watson stat 2.315335

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics

R-squared 0.821773 Mean dependent var 0.278060

Sum squared resid 1.570479 Durbin-Watson stat 2.217776