strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

306
STRATEGI PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN UKIRAN KAYU DI KABUPATEN GIANYAR PROVINSI BALI NI PUTU NINA EKA LESTARI PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

Page 1: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

i

STRATEGI PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL

KERAJINAN UKIRAN KAYU DI KABUPATEN

GIANYAR PROVINSI BALI

NI PUTU NINA EKA LESTARI

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

i

STRATEGI PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL

KERAJINAN UKIRAN KAYU DI KABUPATEN

GIANYAR PROVINSI BALI

NI PUTU NINA EKA LESTARI

NIM : 1090671010

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

ii

STRATEGI PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL

KERAJINAN UKIRAN KAYU DI KABUPATEN

GIANYAR PROVINSI BALI

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Ekonomi

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

NI PUTU NINA EKA LESTARI

NIM : 1090671010

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

iii

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 09 MEI 2014

Promotor,

Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP.

NIP. 19580212 198601 1 001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE.,MS. Dr. Nyoman Mahaendra Yasa, SE.,M.Si.

NIP. 19540429 198303 1 002 NIP. 19610620 198603 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana

Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP. Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 19580212 198601 1 001 NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

iv

Disertasi ini telah Diuji pada Ujian Tertutup

Pada Tanggal 7 Maret 2014

Panitia Penguji Disertasi, Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. 0264UN14.4/HK/2014

Ketua : Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP.

Anggota :

1. Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MM.

2. Dr. Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si.

3. Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS.

4. Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS.

5. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP.

6. Dr. Siti Komariyah, SE., M.Si.

Page 6: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Putu Nina Eka Lestari

NIM : 1090671010

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Disertasi : Strategi Pemberdayaan Industri Kecil Kerajinan

Ukiran Kayu Di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 15 Februari 2014

Yang membuat pernyataan

Ni Putu Nina Eka Lestari

Page 7: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis, haturkan kehadirat Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, sembah sujud dengan segala kerendahan hati di Kaki Padma Satguru Bhagawan Sri Satya Sai Baba yang telah memberikan rahmat kesehatan, keilmuan, kekuatan lahir dan batin sehingga disertasi ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik. Dalam proses penyelesaian studi doktoral ini tidak lepas dari bimbingan, arahan dan dukungan penuh semangat dari Promotor, Ko-Promotor, Penguji, para dosen pengampu dan bersama pihak terkait lairmya. Karenanya pada kesempatan ini dengan rasa syukur yang mendalam dari penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada.

Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP Guru Besar Fakultas Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar atas berkenannya sebagai Promotor. Pengalaman dan kearifan beliau sebagai ilmuan ekonomi senior serta telah membimbing, mengarahkan, mendorong dan tidak henti-hentinya selalu memberi semangat penulis untuk senantiasa dapat menyelesaikan disertasi ini sesuai tujuan studi.

Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar sebagai Ko-Promotor I yang dengan kecerdasan, keluasan wawasan dan ketegasan beliau sebagai ilmuan senior, telah memberikan bimbingan, mengarahkan dan tantangan. bagi penulis untuk menyelesaikan studi disertasi ini dengan penuh ketekunan tersendiri.

Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi Dosen Senior Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar sebagai Ko-Promotor II yang dengan kecerdasan, ketekunan dan kearifan beliau sebagai ilmuwan senior, telah memberikan bimbingan, mengarahkan dan makna tersendiri bagi penulis untuk menyelesaikan studi disertasi ini dengan penuh semangat.

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD beserta Pembantu-pembantu Rektor atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana.

Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, MA., Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, M.S selaku Asisten Disektur II beserta seluruh staf di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar yang memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti kuliah hingga selesai.

Ketua Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP dan Sekretaris Program Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS yang memberi kesempatan menempuh Program Doktor dan tidak segan-segannya selalu memberi semangat dan memantau secara kontinyu sebelum dan sesudah kuliah serta memacu penyelesaian disertasi dengan lancar dan baik.

Dekan Fakultas Ekonomi Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS, Pembantu Dekan I Dr. I G W Murjana Yasa, SE., MSi, Pembantu Dekan II , Prof. Dr. Made Wardana, SE., MP, Pembantu Dekan III Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE., MSi, beserta Sekretaris Dekan I Made Ira Wijayanti, Spd., MSi, yang memberi kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti kuliah di Program Doktor hingga selesai.

Page 8: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

vii

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS, Sekretaris Jurusan Dr. I. B Purbadharmaja, SE., ME beserta staf yang telah memberi kesempatan kuliah di Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Program Doktor Ilmi Ekonomi hingga selesai.

Kepada para penguji disertasi, yaitu : Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs., MP ,Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS ,Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi ,Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE., MS, Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS, Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE., MP., Dr. Siti Komariyah, SE., M.Si, yang telah bersedia menguji dengan memberikan masukan, sanggahan, koreksi dan saran sehingga disertasi ini dapat terwujud.

Para dosen pengampu selama menempuh kuliah Prof. Ketut Nahen, M.Ec Ph.D, Prof. Dr. Ketut Sudibia, SE., SU, Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS, Prof. Dr. I Wayan Sudirman, SE., SU, Prof. Dr. Ketut Rahyuda, MSIE, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi, Prof. I Wayan Tjatera, SE., MSc,Ph.D (almarhum), Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D, Prof. Dr. Dewa Ngurah Suprapta, MSe, Prof. Dr. Ketut Ardana, MA, Dr. Ketut Putra Erawan yang telah memberikan materi kuliah dengan keahliannya masing-masing untuk dapat menyelesaikan disertasi ini.

Pada kesempatan ini terimakasih disampaikan penulis kepada Gubernur Provinsi Bali beserta Bupati Gianyar, yang telah memberikan perijinan dan kesempatan untuk mencari data selama penelitian dilaksanakan.

Dosen pengampu mata kuliah penunjang disertasi (MKPD) Prof. Dr. Made Kembar Sri Budhi, Drs.,.MP dan Prof. Dr. Wayan Sudirman SE, SU. dengan kecerdasan dan keahliannya sebagai ilmuwan telah memberikan dasar-dasar teoritis yang menjadi bekal yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian disertasi ini.

Dr. Ir. Paulus Kurniawan, MBA. yang telah memberikan motivasi, serta kesediaannya menjadi moderator dalam FGD (Focus Group Discussion) dan moderator Collokium, sangat membantu dan mendukung di dalam penyelesaian disertasi ini.

Penghargaan setinggi – tingginya dan ucapan terimakasih kepada seluruh guru yang telah membimbing dan mendidik penulis sejak di sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Dengan rasa hormat dan bakti serta terimakasih disampaikan kepada Ayah tercinta Drs. Wayan Tangiarta, MM & Ibu Ni Made Armida, mertua I Nengah Cateng (alm) & Ni Nyoman Nyambreg, saudara ipar Ni Wayan Sukayasa sekeluarga, Ni Nyoman Sutejawati sekeluarga, Ni Ketut Ardani (alm) sekeluarga dan Bapak Made Sudiana & Ibu Nyoman Sulasni, beserta seluruh keluarga besar di Grogakgede Tabanan yang dengan penuh rasa kasih sayang telah mendoakan dan memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

Kepada Ida Pandita Mpu Jaya Wasistananda dan Ida Pandita Istri, sekeluarga, Prof. DR. dr. Wayan Wita, Sp.JP sekeluarga, Bapak I Nyoman Darma sekeluarga dan seluruh keluarga besar di Sibanggede yang telah memberikan teladan, inspirasi dan menanamkan nilai-nilai kebersamaan, ketekunan di dalam mencapai tujuan, telah memberikan motivasi yang kuat bagi penulis didalam menyelesaikan studi serta disertasi ini.

Rasa hormat dan bakti juga disampaikan kepada Amaji Parwati Dewi dan Acarya Sankara Dewa serta seluruh keluarga besar Sai Pooja Ashram yang telah memberikan doa restu kepada penulis dengan penuh kasih sehingga memiliki kekuatan dan semangat dalam menyelesaikan disertasi ini.

Page 9: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

viii

Terimakasih penulis sampaikan secara khusus kepada suami tercinta Ketut Suryada, SH atas pengertian, kesabaran serta dukungannya didalam menyelesaikan studi ini, anak-anak tersayang Satria Teja Dananjaya, Pertiwi Wina Sari, Windu Surya Sidhanta, serta adik Nyoman Tri Ediwan, SS,. M.Hum & Serlie Sintia Dewi, SE,MM, Hendra Darmawan, SH, keponakan Cipta Rini, SE & A.A. Bagus Ari Mahyuda, ST., Ray Platini & Yuda Hermawan, Sastra Gunawan, SE, Jason Raditya, Adrian Satyananda, serta cucu tercinta A.A. Ngurah Satya dan Gandhi Hermawan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh responden yang telah meluangkan waktu untuk memberikan data dalam proses penulisan disertasi ini.

Tidak lupa pula penulis sampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. I Gusti Ngurah Gorda, M.S, (alm) beserta keluarga sebagai pembimbing skripsi dan Tesis pada jenjang S1 dan S2 di Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Nasional yang telah memberikan inspirasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Drs. Ketut Sambreg, MM beserta keluarga yang telah memberikan inspirasi kepada penulis untuk menjadi seorang dosen dan melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.

Dr. A.A.A. Tini Rusmini Gorda, SH, MH, selaku ketua Perkumpulan Pendidikan Nasional Denpasar yang telah memberi ijin, dukungan semangat, teladan dalam penyelesaian disertasi ini.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Gede Sri Darma, DBA, selaku Rektor Universitas Pendidikan Nasional yang telah memberikan ijin belajar dan dorongannya dalam menyelesaikan studi dan penulisan disertasi ini.

Seluruh teman-teman dan sahabat angkatan ke-2 September 2010 program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana yang telah memberi dukungan penuh kepada penulis dalam kehadirannya selama sidang-sidang berlangsung, kesediaannya dalam berdiskusi, kebersamaannya dalam suka dan duka selama menempuh studi dan penyelesaian disertasi ini, untuk itu penulis ucapkan terimakasih yang setulus tulusnya.

Kepada staff Program Doktor Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana Universitas Udayana Ni Komang Sri Mariatini dan Eka Putrawan, terimakasih dan atas jasa-jasa dalam menfasilitasi masa perkuliahan, sidang-sidang ujian hingga terselesaikannya disertasi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tulus mulia kepada semua pihak yang telah memberi bantuan yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan amal perbuatan Bapak, Ibu dan Saudara sekalian mendapatkan balasan dari Ida Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pada akhirnya penulis bersyukur dapat menyelesaikan disertasi ini dengan kesadaran penuh bahwasanya disertasi ini belum sempurna dan tidak luput dari kekurangan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi secercah manfaat kepada para sidang pembaca dan perkembangan ilmu.

Denpasar, Maret 2014

Penulis

Ni Putu Nina Eka Lestari

Page 10: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

ix

ABSTRAK Pulau Bali di Indonesia terkenal selain industri pariwisatanya adalah

industri kecil kerajinan ukiran kayu yang berada di Kabupaten Gianyar, satu dari

sembilan kabupaten yang memiliki potensi strategis dalam menopang pendapatan

asli daerah tersebut. Semenjak tahun 2010 industri mengalami penurunan dalam

perolehan nilai exsport dari tahun ke tahun menurun kurang lebih 2 % secara

signifikan.

Studi ini bertujuan untuk : a) menganalisis rantai nilai industri kerajinan

ukiran kayu di kabupaten gianyar, b) menganalisis posisi strategis industri

kerajinan ukiran kayu di kabupaten Gianyar, c) menganalisis strategi

pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu di kabupaten Gianyar.

Data yang dipergunakan mencakup data primer yang diperoleh melalui

survei lapangan daan wawancara dengan 151 responden perajin ukiran kayu yg

ada di kabupaten Gianyar, serta data sekunder dari berbagai lembaga pemerintah.

Dari hasil penelitian diperoleh premis integrasi VSA (Value Chain,

SWOT, dan Analitical Hierarchy Process) yang memberikan hasil maksimal

untuk pemberdayaan kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar, sebagai berikut

: a) Rantai nilai kerajinan ukiran kayu terdiri dari ; Pemasok , Produsen produk

ukiran kayu, Trader dan Konsumen akhir. Kekurangan pasokan bahan baku kayu

yang berasal dari pulau Bali dan modal. Sedangkan di hilir kurangnya dukungan

Pemerintah dalam pemasaran produk hasil kerajinan ukiran kayu di Provinsi Bali

dan tingkat Nasional, b) Dari hasil analisis SWOT, diperoleh hasil pemetaan

posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu ada pada kuadran II yang ditunjukan

dengan nilai faktor internal adalah 0,31 dan faktor eksternal - 0,23. Menandakan

industri cukup kuat namun menghadapi tantangan yang besar, hasil ini

mengindikasikan pada strategi peningkatan ketrampilan dan investasi untuk

meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi untuk mencapai efisiensi, c) Hasil

perhitugan AHP diperoleh hasil bahwa strategi pemasaran menjadi faktor

prioritas yang menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar .

Rekomendasi dari studi ini antara lain: a) Pengembangan program One

Village One Product dan tempat setral ajang pamer produk ukiran kayu, b)

Pengembangan klaster industri kerajinan ukiran kayu, c) Pengembangan

Kewirausahaan melalui kurikulum di sekolah sejak SD sampai perguruan tinggi,

maupun melalui organisasi pemuda dan masyarakat, d) Pemerintah lebih

komunikatif dan sebagai mediator antara lembaga keuangan dengan para perajin

ukiran kayu melalui kegiatan sosialisasi program seperti adanya regulasi kredit

dan Jamkrida (Jaminan Kredit Daerah) yang di salurkan melalui Bank

Pembangunan Daerah Bali (BPD), e) Membentuk lembaga keuangan dan asuransi

untuk menunjang permodalan industri kecil, f) Melibatkan perajin secara intensif

dalam kegiatan penjualan melalui promosi dan pameran melalui roadshow, e-

marketing, website dan kerjasama pemerintah.

Kata Kunci : Pemberdayaan industri kecil, Kerajinan ukiran kayu, Kabupaten

Gianyar Provinsi Bali

Page 11: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

x

ABSTRACT

The island of Bali in Indonesia, besides being well known for its tourism

industry, it is also well known for its wood carving handicraft small industry,

which is located in Gianyar Regency. Gianyar regency is one of the nine districts,

which has a strategic potential in supporting the original local revenue. Since

2010, this small industry has experienced a decline in export value from year to

year, a significant decrease of approximately 2 %.

This study aims to: a) analyze the chain value of wood carving industry in

Gianyar district, b) analyze the strategic position of wood carving industry in

Gianyar regency, and c) analyze the strategies of the empowerment of wood

carving industry in Gianyar regency.

The data used for this study includes primary data which were obtained through

field surveys and interviews with 151 respondents of wood carvings craftsmen in

the district of Gianyar, and secondary data from various government agencies.

The results obtained the VSA premise integration (Value Chain, SWOT,

and Analytical Hierarchy Process) which gives the maximal results for the

empowerment of wood carving handicraft in Gianyar regency, as follows: a) The

value chain of wood carving handicraft consists of: Supplier, Manufacturer of

wood carving products, traders and final consumers. Supply shortage of wood raw

materials originating from the island of Bali and the capital. Meanwhile, in the

downstream, there was a lack of government support in the marketing of

handicraft products of wood carving in the provincial and national levels, b) From

the results of the SWOT analysis, it was found that the mapping of the strategic

position of the wood carving handicraft industry was in quadrant II, as indicated

by the value of the internal factor 0.31 and the value of external factor being -

0.23, signaling that the industry is quite strong, but facing a major challenge, these

results indicate the strategy of improving the skill and investment to increase

quality and capacity for production to achieve efficiency, c) Results of the AHP

calculation, it was found that the marketing strategy becomes a priority factor that

determines the prospect of wood carving handicraft in Gianyar regency.

Recommendations from this study include: a) The development of One

Village One Product program and a central place for the exhibition of wood

carving products, b) The development of the clusters of industry for wood carving

handicraft, c) The development of entrepreneurship through school curriculum

from primary school to university levels, d) The Government should be more

communicative and should act as a mediator between financial institutions and the

wood carving craftsmen through socialization activity programs such as the

regulation of credit and Jamkrida (Regional credit Guarantee) which is channeled

through the Bali Regional Development Bank (BPD), e) Establishing financial

institutions and insurance to support the capitalization of small industries, f)

Involving craftsmen intensively in sales and promotional activities through road

shows and exhibitions, e-marketing, websites, and government cooperation.

Keywords: Empowerment of small industries, wood carving handicraft, Gianyar

Regency of Bali Province.

Page 12: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ..................................................................... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR DOKTOR............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

ABSTRACT .................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxvi

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xxvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... . 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 24

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 26

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 28

2.1 Landasan Teori ....................................................................... 28

2.1.1 Teori Pembangunan Ekonomi .................................... 28

2.1.2 Teori Perubahan Struktural ........................................ 35

2.1.3 Pertumbuhan dan Prilaku dan Pelaku Ekonomi ......... 38

2.1.4 Sumber-sumber Pertumbuhan Ekonomi ................... 39

2.1.5 Kebijakan Negara dan Pertumbuhan Ekonomi ......... 41

2.1.6 Pengertian Ekonomi Kelembagaan .......................... 43

2.1.7 Teori Pemberdayaan .................................................. 46

2.1.8 Pengertian Industri .................................................... 58

2.1.9 Konsep Industri Kecil ................................................ 60

2.1.10 Kriteria UKM ............................................................. 64

2.1.11 Karakteristik Industri Kecil ........................................ 65

2.1.12 Beberapa Permasalahan dalam Pemberdayaan

Industri Kecil .............................................................. 66

2.1.13 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil ........................ 68

2.1.14 Analisis Industri ......................................................... 71

2.1.15 Daya saing ................................................................. 74

2.1.16 Pengertian Rantai Nilai ............................................. 80

2.2 Tinjauan Penelitian Sebelumnya ........................................... 82

Page 13: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xii

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN .................... 88

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................ 88

3.2 Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 90

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 93

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................ 93

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 93

4.3 Subjek dan Objek Penelitian ................................................ 94

4.4 Identifikasi Dan Definisi Operasional Variabel .................... 94

4.4.1 Identifikasi Variabel .................................................. 94

4.4.2 Difinisi Operasional Variabel .................................... 95

4.5 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 97

4.5.1 Jenis Data .................................................................. 97

4.5.2 Sumber Data ............................................................... 98

4.6 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............. 99

4.6.1 Populasi ..................................................................... 99

4.6.2 Sampel Penelitian ...................................................... 99

4.6.3 Teknik Pengambilan Sampel ..................................... 101

4.7 Instrumen Penelitian .............................................................. 102

4.7.1 Teknis Pelaksanaan Suvery ........................................ 102

4.7.2 Survei Uji Coba (Pilot Study) dan Pengujian

Instrumen .................................................................... 103

4.8 Teknik Analisis Data ............................................................. 104

4.8.1 Analisis Ekonomi Rantai Nilai .................................. 104

4.8.2 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran

Kayu .......................................................................... 107

4.8.3 Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran

Kayu .......................................................................... 111

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 121

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 121

5.1.1 Kondisi Geografis ..................................................... 121

5.1.2 Kondisi Demogratis .................................................... 123

5.1.3 Kondisi Makro Ekonomi ........................................... 125

5.1.4 Potensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten Gianyar ............. 129

5.2 Profil Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten Gianyar .......................... 131

5.2.1 Profil Responden Sampel .......................................... 132

5.2.2 Profil Umum Usaha Kerajinan Ukiran Kayu ............ 133

5.3 Analisis Rantai Nilai Industri Kerajinan Ukiran Kayu .......... 138

5.4 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Kabupaten Gianyar ................................................................ 146

5.5 Analysis Hierarchy Process (AHP) Industri Kerajinan

Ukiran Kayu .......................................................................... 153

Page 14: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xiii

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................. 239

6.1 Analisis Rantai Nilai Industri Kerajinan Kayu ..................... 239

6.2 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu .... 250

6.3 Analisis Strategis Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran

Kayu ....................................................................................... 253

6.4 Temuan Teoritis dan Empiris ................................................. 262

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 267

7.1 Simpulan ............................................................................... 267

7.2 Saran ...................................................................................... 268

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 271

LAMPIRAN .................................................................................................... 279

Page 15: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Pertumbuhan Penjualan Berdasarkan Ukuran Perusahaan

Periode 1997 – 1999 ...................................................................... 1

Tabel 1.2 Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar

di Indonesia Tahun 2005 – 2012 ................................................... 4

Tabel 1.3 Sepuluh Besar Ekspor Manufaktur dari UMKM Indonesia 2009-

2010 ............................................................................................... 7

Tabel 1.4 PDRB Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan

Usaha Tahun 2008-2012 (dalam Jutaan Rp) ................................. 9

Tabel 1.5 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010

(persen) .......................................................................................... 10

Tabel 1.6 Perkembangan Jumlah Sentra, Unit usaha, Tenaga kerja, Nilai

Investasi dan Nilai Produksi Industri Kecil dan Menengah di

Tahun 2004 s/d 2011 ..................................................................... 13

Tabel 1.7 Realisasi Ekspor Non Migas Daerah Bali Tahun 2003-2011 ...... 14

Tabel 1.8 Realisasi Ekspor Provinsi Bali Menurut Kelompok Komoditi

(US $) Tahun 2004 s/d 2011 ......................................................... 16

Tabel 1.9 Pemetaan UMKM di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota

dan jenis Usaha Tahun 2011-2012 ................................................ 18

Tabel 1.10 Sepuluh Urutan Industri Kerajinan Berdasarkan Banyaknya

Jumlah Perusahaan, Jumlah tenaga Kerja, Nilai Investasi, Nilai

Produksi dan Rata-rata Eksport di Kabupaten Gianyar Tahun

2011 ............................................................................................... 19

Tabel 2.1 Sejarah dan Pengelompokan Teori Pertumbuhan ......................... 34

Tabel 2.2 Fase Kebutuhan Dasar Industri ..................................................... 71

Tabel 4.1 Pengambilan Sampel Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten

Gianyar Tahun 2012 ..................................................................... 101

Tabel 4.2 Kerangka Formulasi Strategis ....................................................... 106

Page 16: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xv

Tabel 4.3 Sistem Pembobotan SWOT ........................................................... 109

Tabel 4.4 Matrik SWOT ................................................................................ 110

Tabel 4.5 Skala Banding Secara Bersamaan ................................................. 113

Tabel 5.1 Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Gianyar

Tahun 2009 – 2013 ........................................................................ 126

Tabel 5.2. PDRB Sektoral atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Gianyar

Tahun 2009 – 2012 (dalam Jutaan Rupiah) .................................. 127

Tabel 5.3 Diagram Matriks SWOT Posisi Strategis Industri Kerajinan

Ukiran Kayu .................................................................................. 148

Tabel 5.4 Hasil Analisis Faktor Internal ....................................................... 149

Tabel 5.5 Hasil Analisis Faktor Eksternal ..................................................... 150

Tabel 5.6 Daftar Responden Sampel dalam Analisis AHP ........................... 155

Tabel 5.7 Tabulasi Matrik Perbandingan Berpasangan Proyeksi

Pengembangan Kerajinan Ukiran Kayu ....................................... 156

Tabel 5.8 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Level Pertama

Proyeksi Pengembangan Kerajinan Ukiran Kayu ......................... 157

Tabel 5.9 Matrik Priority Vector Proyeksi Pengembangan Kerajinan

Ukiran kayu ................................................................................... 157

Tabel 5.10 Bobot Gobal Level Pertama Proyeksi Pengembangan Kerajinan

Ukiran Kayu .................................................................................. 158

Tabel 5.11 Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor Strategi

Pengelolaan Keuangan ................................................................ 159

Tabel 5.12 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor

Strategi Pengelolaan Keuangan ................................................... 160

Tabel 5.13 Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pengelolaan

Keuangan ..................................................................................... 160

Tabel 5.14. Bobot Global Sub Faktor Strategi Pengelolaan Keuangan ......... 161

Tabel 5.15 Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor Strategi

Pengembangan SDM ................................................................... 162

Page 17: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xvi

Tabel 5.16 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor

Strategi Pengembangan SDM ..................................................... 163

Tabel 5.17 Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pengembangan

SDM ............................................................................................ 163

Tabel 5.18 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pengembangan SDM ............ 164

Tabel 5.19 Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor Strategi

Pemasaran .................................................................................... 165

Tabel 5.20 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Strategi

Pemasaran .................................................................................... 166

Tabel 5.21 Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pemasaran .............. 166

Tabel 5.22 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran ............................. 167

Tabel 5.23 Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor Strategi

Manajemen Produksi ................................................................... 168

Tabel 5.24 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Strategi

Manajemen Produksi ................................................................... 169

Tabel 5.25 Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Manajemen

Produksi ....................................................................................... 169

Tabel 5.26 Bobot Global Sub Faktor Strategi Manajemen Produksi ............ 170

Tabel 5.27 Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor Strategi

Pelayanan Publik ......................................................................... 171

Tabel 5.28 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Strategi

Pelayanan Publik ......................................................................... 172

Tabel 5.29 Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pelayanan Publik .... 172

Tabel 5.30 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pelayanan Publik .................. 173

Tabel 5.31 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Pengelolaan Keuangan ................................................................ 174

Tabel 5.32 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Strategi

Pengelolaan Keuangan ................................................................ 175

Tabel 5.33 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Pengelolaan Keuangan 175

Page 18: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xvii

Tabel 5.34 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Harga Pokok Produksi ................................................................. 176

Tabel 5.35 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Harga Pokok

Produksi ....................................................................................... 176

Tabel 5.36 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Harga Pokok Produksi 177

Tabel 5.37 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Kredit Perbankan ......................................................................... 177

Tabel 5.38 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Kredit

Perbankan .................................................................................... 178

Tabel 5.39 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Kredit Perbankan ........ 178

Tabel 5.40 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Pendidikan dan Pelatihan ............................................................ 179

Tabel 5.41 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Penelitian dan

Pelatihan ...................................................................................... 179

Tabel 5.42 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Penelitian dan

Pelatihan ...................................................................................... 180

Tabel 5.43 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Sistem Penggajian ....................................................................... 180

Tabel 5.44 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Sistem

Penggajian ................................................................................... 181

Tabel 5.45 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Sistem Penggajian ...... 181

Tabel 5.46 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Sistem Reward dan Punishment .................................................. 182

Tabel 5.47 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Sistem

Reward dan Punishment .............................................................. 182

Tabel 5.48 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Sistem Reward dan

Punishment .................................................................................. 183

Tabel 5.49 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Pemasaran Lokal ........................................................................ 183

Tabel 5.50 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Pemasaran

Lokal ............................................................................................ 184

Page 19: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xviii

Tabel 5.51 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Pemasaran Lokal ........ 184

Tabel 5.52 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Saleable Masterplan .................................................................... 184

Tabel 5.53 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Saleable

Masterplan................................................................................... 185

Tabel 5.54 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran ............................. 185

Tabel 5.55 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

E-Marketing................................................................................. 186

Tabel 5.56 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor E-Marketing . 186

Tabel 5.57 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran................................ 187

Tabel 5.58 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Sub Faktor

Layout Produksi ........................................................................... 187

Tabel 5.59 Matrik Priority Vector Alternatif Sub Faktor Layout Produksi ..... 188

Tabel 5.60 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Layout Produksi ............ 188

Tabel 5.61 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Sub Faktor

Teknologi Produksi ..................................................................... 188

Tabel 5.62 Matrik Priority Vector Alternatif Sub Faktor Teknologi

Produksi ....................................................................................... 189

Tabel 5.63 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Teknologi Produksi .... 189

Tabel 5.64 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Formula Bahan Baku ................................................................... 190

Tabel 5.65 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Formula

Bahan Baku ................................................................................. 190

Tabel 5.66 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Formula Bahan Baku 191

Tabel 5.67 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Desain dan Inovasi Produk .......................................................... 191

Tabel 5.68 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Desain dan

Inovasi Produk ............................................................................. 192

Tabel 5.69 Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran ............................. 192

Page 20: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xix

Tabel 5.70 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Standarisasi Produk ..................................................................... 192

Tabel 5.71 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Standarisasi

Produk ......................................................................................... 193

Tabel 5.72 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Standarisasi Produk .... 193

Tabel 5.73 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Penelitian Pasar ........................................................................... 194

Tabel 5.74 Matrik Priority Vector Alternatif Sub Faktor Penelitian Pasar ... 194

Tabel 5.75 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Penelitian Pasar ......... 195

Tabel 5.76 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Pembinaan ................................................................................... 195

Tabel 5.77 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Pembinaan.... 196

Tabel 5.78 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Pembinaan .................. 196

Tabel 5.79 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Fasilitas Pameran dan Kontak Dagang ........................................ 197

Tabel 5.80 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Fasilitas

Pameran dan Kontak Dagang ...................................................... 197

Tabel 5.81 Bobot Global Alternatif Sub Faktor Fasilitas Pameran dan

Kontak Dagang ............................................................................ 198

.Tabel 5.82 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari Sub Faktor

Sosialisasi Dan Fasilitasi Hak Paten ........................................... 198

Tabel 5.83 Matrik Priority Vector Alternatif dari Sub Faktor Sosialisasi

dan Fasilitasi Hak Paten .............................................................. 199

Tabel 5.84 Bobot Global Alternatif dari Sub Faktor Sosialisasi dan

Fasilitasi Hak Paten ..................................................................... 199

Tabel 5.85 Bobot Global Alternatif Proyeksi Pengembangan Industri

Kerajinan Ukiran kayu ................................................................ 200

Tabel 5.86 Tabulasi Matrik Perbandingan Berpasangan Strategi

Pengembangan Kerajinan Ukiran Kayu ...................................... 203

Tabel 5.87 Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Level Pertama

Strategi Pengembangan Kerajinan Ukiran Kayu........................ 204

Page 21: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xx

Tabel 5.88 Matrik Priority Vector Level Pertama Strategi Pengembangan

Kerajinan Ukiran Kayu .............................................................. 204

Tabel 5.89 Bobot Gobal Level Pertama Strategi Pengembangan Kerajinan

Ukiran Kayu ................................................................................ 205

Tabel 5.90 Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua Untuk Faktor

Pengelolaan Keuangan ................................................................ 206

Tabel 5.91 Matrik Priority Vector Level Kedua Faktor Pengelolaan

Keuangan ..................................................................................... 206

Tabel 5.92 Bobot Global Level Kedua Untuk Faktor Pengelolaan

Keuangan ..................................................................................... 207

Tabel 5.93 Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua Untuk Faktor

Pengembangan SDM ................................................................... 207

Tabel 5.94 Matrik Priority Vector Level Kedua Faktor Pengembangan

SDM ............................................................................................ 208

Tabel 5.95 Bobot Global Level Kedua Untuk Faktor Pengembangan SDM 208

Tabel 5.96 Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua Untuk Faktor

Pemasaran .................................................................................... 209

Tabel 5.97 Matrik Priority Vector Level Kedua Faktor Pemasaran ............. 209

Tabel 5.98 Bobot Global Level Kedua Untuk Faktor Pemasaran ................ 210

Tabel 5.99 Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua Untuk Faktor

Manajemen Produksi ................................................................... 210

Tabel 5.100 Matrik Priority Vector Level Kedua Faktor Manajemen

Produksi ....................................................................................... 211

Tabel 5.101 Bobot Global Level Kedua Untuk Faktor Manajemen Produksi 211

Tabel 5.102 Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua Untuk Faktor

Pelayanan Publik ......................................................................... 212

Tabel 5.103 Matrik Priority Vector Level Kedua Faktor Pelayanan Publik ... 212

Tabel 5.104 Bobot Global Level Kedua Untuk Faktor Pelayanan Publik ..... 213

Tabel 5.105 Bobot Global Level Kedua .......................................................... 213

Page 22: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxi

Tabel 5.106 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah ............................ 214

Tabel 5.107 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Pemerintah .................................................................. 214

Tabel 5.108 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Pemerintah .................................................................. 215

Tabel 5.109 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengelolaan Keuangan dan Peran Asosiasi ................................. 215

Tabel 5.110 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Asosiasi....................................................................... 216

Tabel 5.111 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Asosiasi....................................................................... 216

Tabel 5.112 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengelolaan Keuangan dan Peran Lembaga Keuangan ............. 217

Tabel 5.113 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 217

Tabel 5.114 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 218

Tabel 5.115 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengembangan SDM dan Peran Pemerintah ............................... 218

Tabel 1.116 Matrik Priority Vector Alternatif Untuk Faktor Pengembangan

SDM dan Peran Pemerintah ........................................................ 219

Tabel 5.117 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Pemerintah .................................................................. 219

Tabel 5.118 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengembangan SDM dan Peran Asosiasi ................................... 220

Tabel 5.119 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pengembangan SDM

dan Peran Asosiasi....................................................................... 220

Tabel 5.120 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengembangan SDM

dan Peran Asosiasi....................................................................... 221

Tabel 5.121 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pengembangan SDM dan Peran Lembaga Keuangan ................. 221

Page 23: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxii

Tabel 5.122 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pengembangan SDM

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 222

Tabel 5.123 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengembangan SDM

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 222

Tabel 5.124 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pemasaran dan Peran Pemerintah ................................................ 223

Tabel 5.125 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pemasaran dan Peran

Pemerintah ................................................................................... 223

Tabel 5.126 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pemasaran dan Peran

Pemerintah ................................................................................... 224

Tabel 5.127 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pemasaran dan Peran Asosiasi .................................................... 224

Tabel 5.128 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pemasaran dan Peran

Asosiasi ....................................................................................... 225

Tabel 5.129 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pemasaran dan Peran

Asosiasi ....................................................................................... 225

Tabel 5.130 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pemasaran dan Lembaga Keuangan ............................................ 226

Tabel 5.131 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pemasaran dan Peran

Lembaga Keuangan ..................................................................... 226

Tabel 5.132 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pemasaran dan Lembaga

Keuangan ..................................................................................... 227

Tabel 5.133 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Manajemen Produksi dan Peran Pemerintah ............................... 227

Tabel 5.134 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Pemerintah .................................................................. 228

Tabel 5.135 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Pemerintah .................................................................. 228

Tabel 5.136 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Manajemen Produksi dan Peran Asosiasi ................................... 229

Tabel 5.137 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Asosiasi....................................................................... 229

Page 24: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxiii

Tabel 5.138 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Asosiasi....................................................................... 230

Tabel 1.539 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Manajemen Produksi dan Peran Lembaga Keuangan ................. 230

Tabel 5.140 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 231

Tabel 5.141 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Manajemen Produksi

dan Peran Lembaga Keuangan .................................................... 231

Tabel 5.142 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor ...... 232

Tabel 5.143 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pelayanan Publik dan

Peran Pemerintah ......................................................................... 232

Tabel 5.144 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pelayanan Publik dan

Peran Pemerintah ......................................................................... 233

Tabel 5.145 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pelayanan Publik dan Peran Asosiasi .......................................... 233

Tabel 5.146 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pelayanan Publik dan

Peran Asosiasi ............................................................................. 234

Tabel 5.147 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

dan Peran Pemerintah .................................................................. 234

Tabel 5.148 Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif Untuk Faktor

Pelayanan Publik dan Peran Lembaga Keuangan ....................... 234

Tabel 5.149 Matrik Priority Vector Alternatif Faktor Pelayanan Publik dan

Peran Lembaga Keuangan ........................................................... 235

Tabel 5.150 Bobot Global Alternatif Untuk Faktor Pelayanan Publik dan

Peran Lembaga Keuangan ........................................................... 235

Tabel 5.151 Bobot Global Alternatif Strategi Pengembangan Industri

Kerajinan Ukiran Kayu .............................................................. 236

Page 25: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peranan Industri Kecil Menengah dalam Ekspor di

Beberapa Negara Asia Tahun 1996 (dalam persentase) ....... 3

Gambar 1.2 Ekspor Indonesia Berdasarkan Jenis Produk Tahun 1999

(dalam %) ............................................................................... 5

Gambar 1.3 Ekspor Indonesia Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2011

(dalam %) ............................................................................... 6

Gambar 1.4 Perkembangan Realisasi Ekspor Non Migas Daerah Bali

Tahun 2007-2011 .................................................................. 15

Gambar 1.5 Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota Bali Terhadap PDRB

Bali Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012 (%) ................... 17

Gambar 2.1 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil .................................... 69

Gambar 2.2 Pemberdayaan Industri Kecil ................................................. 70

Gambar 2.3 The Five Forces Model .......................................................... 74

Gambar 2.4 The Determinants of National Competitive Advantage ......... 77

Gambar 3.1 Kerangka Proses Berpikir ...................................................... 90

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual Penelitian ............................................ 91

Gambar 4.1 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian................................. 101

Gambar 4.2 Diagram Analisis SWOT ....................................................... 110

Gambar 4.3 Matrik Perbandingan Berpasangan ....................................... 114

Gambar 4.4 Proyeksi Pengembangan Usaha Kecil Menengah di

Kabupaten Gianyar................................................................. 116

Gambar 4.5 Hierarki Kebijakan Strategi Pengembangan Usaha Kecil

Menengah ............................................................................... 119

Gambar 5.1 Peta Kabupaten Gianyar ......................................................... 122

Gambar 5.2 Distribusi PDRB Sektoral Kabupaten Gianyar Tahun 2012 .. 128

Page 26: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxv

Gambar 5.3 Komposisi Tingkat Pendidikan Responden ........................... 132

Gambar 5.4 Perkembangan Usaha Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten

Gianyar ................................................................................... 137

Gambar 5.5 Jangkauan Pemasaran dan Media Promosi Produk Ukiran ... 138

Gambar 5.6 Pemetaan Rantai Nilai Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Kabupaten Gianyar................................................................. 140

Gambar 5.7 Model Strategi Pengembangan Industri Ukir di Kabupaten

Gianyar ................................................................................... 152

Gambar 5.8 Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran Kayu di

Kabupaten Gianyar................................................................. 154

Gambar 5.9 Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran Kayu di

Kabupaten Gianyar................................................................. 158

Gambar 5.10 Strategi Pengelolaan Keuangan Industri Kerajinan Ukiran

Kayu di Kabupaten Gianyar ................................................... 161

Gambar 5.11 Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia Industri

Kerajinan Ukiran Kayu di Kabupaten Gianyar ...................... 164

Gambar 5.12 Strategi Pemasaran Industri Kerajinan Ukiran Kayu di

Kabupaten Gianyar................................................................. 167

Gambar 5.13 Strategi Manajemen Produksi Industri Kerajinan Ukiran

Kayu di Kabupaten Gianyar .................................................. 171

Gambar 5.14 Strategi Pelayanan Publik Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar ............................................................ 173

Gambar 5.15 Alternatif Proyeksi Masa Depan Industri Kerajinan Ukiran

Kayu Di Kabupaten Gianyar .............................................. 201

Gambar 5.16 Struktur Hirarki Strategi Pengembangan Industri Kecil

Kerajinan Ukiran Kayu di Kabupaten Gianyar ..................... 202

Gambar 5.17 Alternatif Skenario Masa Depan Industri Kerajinan Ukiran

kayu di Kabupaten Gianyar .................................................... 237

Page 27: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampian 1 Kuisioner Penelitian

Lampian 2 Profil Responden dan UMKM

Lampian 3 Hasil Perhitungan Analitical Hierarchy Process (AHP) Software

Experct Choice Versi 11

Page 28: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

xxvii

DAFTAR SINGKATAN

UKM : Usaha Kecil Menengah

ISK : Industri Skala Kecil

ISM : Industri Skala Menengah

GDP : Gross Domestic Products

PDRB : Produk Regional Domestik Bruto

BPS : Badan Pusat Statistik

Disperindag : Dinas Perindustrian dan Perdagangan

SWOT : Streght, Weakness, Oppertunities, dan Threats

SDM : Sumber Daya Manusia

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

VCA : Value Chain Analysis

AHP : Analytical Hierarcy Process

FGD : Focus Group Discussion

UKE : Unit Kerja Ekonomi.

SEM : Structural Equation Model

SK : Surat Keputusan

Page 29: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 1997 telah

mengakibatkan kemunduran ekonomi nasional secara serius pada tahun 1998 yang

ditandai dengan menurunnya Gross Domestic Products (GDP) sebesar 13 persen

dari tahun sebelumnya dan angka pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,9 persen

pada tahun 2000 (BPS, 2004). Krisis ekonomi yang diawali dari terjadinya krisis

moneter atau nilai tukar tersebut berimplikasi pada melemahnya sektor perbankan

dalam perekonomian nasional sehingga sektor riil terutama industri-industri besar

mengalami penurunan kinerja sebagai akibat penggunaan permodalan yang berasal

dari hutang luar negeri. Data dari Kementerian Koperasi dan Pembinaan Ekonomi

Kecil dan Menengah (1997) menunjukkan bahwa perusahaan besar dan menengah

mengalami penurunan nilai tambah (value added) pada tahun 1998 sebesar 5,4

persen dan 27,2 persen dibanding tahun 1997. Sebaliknya Industri kecil (small firm)

dapat menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik dari perusahaan counterpart-nya

yaitu perusahaan berskala besar dengan angka pertumbuhan mencapai 34,9 persen

pada tahun 1998 seperti terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Pertumbuhan Penjualan Berdasarkan Ukuran Perusahaan

Periode 1997 - 1999

Firm Size

(Sales Definition)

Sales (Rp) Growth (% p.a)

1997 1998 1999 1998/1997 1999/1998

Total Industri 12.358 12.639 12.605 2,3 -0,3

Small < Rp 1 Miliar 2.899 3.911 3.901 34,9 -0,3

Medium Rp 1 - 50 Miliar 7.045 4.131 5.116 -27,2 -0,3

Large > Rp 50 Miliar 341.526 323.154 322.844 -5,4 -0,1

Sumber: MOCSME Survey Data, 1997 - 1999

Page 30: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

2

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting

dalam pembentukan strategi untuk perkembangan dan pemulihan ekonomi di

banyak negara (Gray, 2002). Faktor utama dalam keberhasilan ekonomi kapitalis di

negara sedang berkembang terletak pada kewirausahaan. Lebih lanjut bahwa

pengembangan UMKM memberikan kesempatan untuk pertumbuhan lowongan

kerja dalam mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi (Riley, et al., 2006).

Dalam kaitannya dengan UMKM, menurut Becattini (1990) dan Tambunan

(1999) pertumbuhan UMKM mulai menjadi topik yang cukup hangat sejak

munculnya tesis flexible specialization pada tahun 1980-an, yang didasari oleh

pengalaman dari sentra-sentra Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala

Menengah (ISM) di beberapa negara di Eropa Barat, khususnya Italia. Sebagai

contoh kasus, bahwa pada tahun 1970 – 80-an, pada saat Industri Skala Besar (ISB)

di Inggris, Jerman dan Italia mengalami stagnasi atau kelesuan, ternyata ISK

(terkonsentrasi di lokasi tertentu membentuk sentra-sentra) yang membuat produk-

produk tradisional mengalami pertumbuhan yang pesat dan bahkan mengembangkan

pasar ekspor untuk barang-barang tersebut dan menyerap banyak tenaga kerja. Hal

ini menunjukkan bahwa industri kecil di sentra-sentra dapat berkembang lebih pesat,

lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan pasar, dan dapat meningkatkan

produksinya daripada industri kecil secara individu di luar sentra (Haahti, 1993;

Aleke-Dondo, 1997).

Menurut Kuncoro (2001) Pengalaman Taiwan sebagai perbandingan justru

menunjukkan perekonomiannya dapat tumbuh pesat karena ditopang oleh sejumlah

usaha kecil dan menengah yang disebut community based industry, sementara di

Indonesia peran industri kecil menengah relatif paling rendah di antara tujuh Negara

Page 31: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

3

Asean sebagaimana disajikan pada Gambar 1.1 yang menggambarkan

perkembangan industri di Taiwan yang sukses menembus pasar global, ternyata

ditopang oleh kontribusi UMKM yang dinamik.

Gambar 1.1

Peranan Industri Kecil Menengah dalam Ekspor di Beberapa Negara Asia

Tahun 1996 (dalam persentase)

Sumber: Tambunan, 1999

Berdasarkan pengalaman saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 dimana

industri kecil menengah di Indonesia mampu bertahan dan berkembang

dibandingkan industri dengan skala yang lebih besar, maka pembinaan dan

pengembangan UMKM di Indonesia pada era reformasi semakin mendapat

perhatian yang besar dari pemerintah. Perhatian tersebut cukup beralasan mengingat

peranan para pelaku UMKM dalam pengembangan perekonomian kerakyatan

semakin besar yang dapat dilihat dari karakteristik yang melekat pada pelaku usaha,

proses produksi yang cenderung padat karya mampu menyerap banyak tenaga kerja

dan sekaligus dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan

dan mampu bertahan pada masa krisis ekonomi (Hill, 1997). Bila dibandingkan

dengan jumlah usaha besar, pada periode pasca krisis yaitu tahun 2005 hingga 2009,

Page 32: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

4

pertumbuhan jumlah UKM terus mengalami peningkatan dengan penyerapan tenaga

kerja yang cukup besar sebagaimana disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar di Indonesia

Tahun 2005 – 2012

Tahun Jumlah Unit Usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang)

UMKM Usaha Besar UMKM Usaha Besar

2005 47.017.062 5.022 83.586.616 2.719.209

2006 49.021.803 4.577 87.909.598 2.441.181

2007 50.145.800 4.463 90.491.930 2.535.411

2008 51.409.612 4.650 94.024.278 2.756.205

2009 52.764.,603 4.677 96.211.332 2.674.671

2011 55.206.444 4.952 101.722.458 2.891.224

2012 56.534.592 4.968 107.657.509 3.150.645

Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM, 2013

Dalam kaitannya dengan pertumbuhan Industri yang berbasis ekspor, Harold

Innis dari Inggris (1920), dan dikembangkan oleh North (1955), Andrews (1953)

dan Dusenberry (1950) dalam teori Basis Ekspor (Export Base Theory) mengacu

pada pendekatan neoklasik dalam pertumbuhan ekonomi regional yang berbasis

pada sumber daya wilayah di Amerika Utara dengan pertumbuhan ekonomi dari

industri dengan mengekspor barang dan jasa dari daerah ke daerah lain karena

adanya sumber daya yang dimiliki suatu daerah (Cramon dan Rovayo, 2006).

Dorongan pengembangan daerah regional berasal dari luar daerah dimana ada dua

sektor kegiatan ekonomi yang bekerja, yaitu : (1) kegiatan eksport barang dan jasa

ke luar daerah. (2) kegiatan sektor lokal untuk melayani pasar lokal atau daerah

sendiri.

Berkaitan dengan ekspor, kontribusi UMKM juga ditunjukkan dalam

peningkatan pendapatannya yang didominasi oleh kegiatan ekspor. Data dari

Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah (1999)

Page 33: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

5

menunjukkan bahwa 18 persen dari total ekspor Indonesia merupakan kontribusi

dari UMKM atau ekuivalen dengan Rp 47 triliun pada tahun yang sama (Van

Diermen, 2000). Produk tekstil garmen dan sepatu memberikan kontribusi terbesar

yaitu pada kisaran 27 persen, selanjutnya kontribusi terbesar kedua adalah produk

dan kayu pada kisaran 22 persen. Diikuti oleh mesin dasar, percetakan dan kertas

dan produk makanan dan minuman. Produk ekspor UMKM yang memberikan

kontribusi terkecil adalah produk dengan bahan dasar logam. Gambar 1.2

menunjukkan besarnya ekspor Indonesia berdasarkan jenis produk pada tahun 1999.

Gambar 1.2

Ekspor Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Tahun 1999 (dalam %)

Sumber: Departemen Koperasi dan PPK dan Menengah, 1999

Namun, sampai pada tahun 2011 telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia

berdasarkan jenis produk, dimana telah terjadi pergeseran urutan yakni kontribusi

ekspor terbesar adalah pengolahan kelapa/kelapa sawit yang pada tahun 1999 tidak

masuk dalam urutan 10 besar, sementara itu kontribusi pengolahan produk dari kayu

memberikan kontribusi paling kecil dibandingkan tahun 1999 yang mampu

memberikan kontribusi terbesar kedua. Dalam waktu 12 (dua belas) tahun orientasi

Page 34: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

6

ekspor Indonesia telah mengalami perubahan yang besar, hal ini bisa disebabkan

karena berbagai kebijakan Pemerintah terhadap orientasi ekspor, kemajuan

tehnologi maupun perubahan permintaan pasar dunia terhadap produk Indonesia.

Secara lebih rinci ekspor Indonesia berdasarkan jenis produk disajikan pada Gambar

1.3.

Gambar 1.3

Ekspor Indonesia Berdasarkan Jenis Produk

Tahun 2011 (dalam %)

Sumber: Kementrian Perindustrian, 2012

Sebagian besar ekspor UMKM Indonesia berasal dari industri manufaktur,

namun kontribusinya jauh lebih kecil dibandingkan pangsa ekspor usaha besar (UB)

dalam total ekspor manufaktur Indonesia. Struktur ekspor manufaktur menurut skala

usaha memberi kesan seakan-akan ada korelasi positif antara kemampuan

melakukan ekspor dan skala usaha, artinya semakin besar sebuah perusahaan

semakin besar kemampuan ekspornya (walau kemampuan ekspor bisa berbeda

antarperusahaan dalam skala usaha yang sama). Alasannya jelas, UMKM terutama

usaha mikro (UMI) dan khususnya yang berlokasi di perdesaan, menghadapi

keterbatasan sumberdaya manusia (SDM), teknologi dan modal. Dalam kelompok

UMKM maupun kalangan UB, dalam melakukan ekspor, kebutuhan akan ketiga

Page 35: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

7

faktor produksi tersebut lebih besar daripada perusahaan yang hanya melayani pasar

domestik (Tambunan, 2012).

Data 2007 dan target 2008 dari BPS dan Departemen perdagangan

menunjukkan bahwa daftar ekspor penting dari UMKM kurang lebih masih

konsisten, seperti makanan olahan, perhiasan dan kerajinan. Berdasarkan data dari

Departemen Perindustrian yang disajikan pada Tabel 1.3 memperlihatkan sepuluh

besar produk ekspor UMKM Indonesia di industri manufaktur untuk periode 2009-

2010.

Tabel 1.3

Sepuluh Besar Ekspor Manufaktur dari UMKM Indonesia 2009-2010

No Produk

2009 2010

Volume Nilai

(US $)

Volume Nilai

(US $)

1 Kelapa sawit olahan/minyak

kelapa sawit

20.737,9 12.924,9 8.068,0 6.124,2

2 TPT (teksil dan produk tekstil) 1.757,4 9.245,1 963,0 5.295,7

3 Besi baja, mesin dan otomotif 2.829,3 8.701,1 1.504,7 5.242,4

4 Produk-produk berbasis karet 2.506,8 5.020,2 1.404,2 4.415,3

5 Elektronika 339,8 7.899,6 179,6 4.320,9

6 Produk-produk dari tembaga,

timah dan lain-lain

508,1 5.241,5 262,7 3.002,8

7 Bubuk kertas dan kertas 6.539,9 4.272,4 3.318,2 2.718,4

8 Produk-produk dari kayu 3.184,2 3.441,0 2.250,0 2.262,7

9 Logam dasar 4.003,7 3.168,3 2.305,7 2.245,7

10 Makanan dan Minuman 1.612,8 2.569,8 789,8 1.463,0

Sumber: http://www.kemenperin.go.id, 2012

Tabel 1.3, menujukkan bahwa ekspor tertinggi dari UMKM adalah kelapa

sawit olahan/minyak kelapa sawit dan tiga ekspor terendah adalah berturut-turut

produk-produk dari kayu, logam dasar serta makanan dan minuman. Padahal

subsektor makanan dan minuman merupakan salah satu kelompok industri

terpenting bagi UMKM Indonesia (Tambunan, 2012).

Banyak hal yang membuat UMKM Indonesia hingga saat ini relatif masih

belum kuat, baik dibandingkan dengan UB maupun dengan sesama UMKM

Page 36: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

8

dibanyak Negara lainnya. Selain tiga penyebab utama, yaitu keterbatasan modal,

kurang penguasaan teknologi dan kualitas SDM faktor orientasi pasar terutama dari

produk UMI yang dihasilkan hampir seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri/lokal.

Ada beberapa ciri UMKM Indonesia yang melakukan ekspor. Ciri pertama,

sebagian besar tidak melakukan ekspor secara langsung melainkan melalui

kemitraan atau perusahaan-perusahaan eksportir besar, atau menjual secara lokal

kepada turis asing Urata ( 2000); kedua, tidak semua UMKM Indonesia yang terlibat

dalam kegiatan ekspor sepenuhnya berorientasi ekspor, karena banyak yang hanya

mengekspor sebagian kecil dari jumlah output mereka. Namun demikian UMKM

memberi kontribusi tidak kecil terhadap pertumbuhan ekspor manufaktur bahkan

selama orde baru tumbuh cukup besar dengan menemukan peluang-peluang pasar

dan kemampuannya melakukan penyesuaian-penyesuaian biaya dan kualitas produk

terhadap perubahan-perubahan permintaan pasar di dunia (Hill, 2001 dalam

Tambunan, 2012); ketiga, umumnya UMKM yang terlibat dalam kegiatan ekspor

terkonsentrasi di lokasi yang sama untuk produk yang sama yang merupakan salah

satu karakteristik UMKM di Indonesia yang membentuk klaster-klaster; keempat,

ekspor UMKM sebagian besar dari kategori barang-barang berteknologi menengah

ke bawah; dan kelima, ekspor UMKM terkonsentrasi dimana upah adalah sumber

utama penentu daya saing global.

Secara spasial, konstelasi perkembangan UMKM di Indonesia yang semakin

meningkat dan tersebar di seluruh Indonesia baik yang formal dan informal secara

langsung memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi rakyat. Salah satu

daerah yang menyumbang perkembangan UMKM di Indonesia adalah Provinsi Bali.

Page 37: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

9

Sebagai salah satu daerah wisata terkenal di Indonesia dan bahkan dunia, Provinsi

Bali menjadi episentrum bukan hanya wisata namun juga bisnis ekonomi. Kondisi

ini yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan multiplier effect

bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali

dapat dilihat melalui besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju

pertumbuhan PDRB berdasarkan atas dasar harga kontan 2000 sebagaimana di

sajikan pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5.

Tabel 1.4

PDRB Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (dalam Jutaan Rp) Lapangan Usaha

2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 4,898,453.32

5,645,784 5,745,585.79 5,873,098.00 6,070,983.49

Pertambangan dan

Penggalian

141,657.45 157,971.73 188,664.53 208,488.02 240,277.855

Industri Pengolahan 2,289,788.43 2,768,110.35 2,936,448.09 3,027,992.41 3,210,844.00

Listrik, Gas, dan Air

Bersih

356,044.27 410,371.98 438,590.34 470,830.61 513,572.99

Bangunan 909,435.80 1,067,443.02 1,146,121.48 1,236,386..67 1,467,171.65

Perdagangan, Hotel,

dan Restoran (PHR)

7,348,126.09 8,656,017.41 9,209,066.19 10,009,394.65 10,574,602.89

Pengangkutan dan

Komunikasi

2,575,564.36 3,016,617.21 3,190,613.09 3,381,200.32 3,636,776.49

Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan

1,734,273.10 1,899,187.64 2,041,019.60 2,167,882.16 2,366,826.86

Jasa-jasa 3,243,703.65 3,669,441.42 3,986,384.79 4,382,502.64 4,723,315.13

PDRB 23,497,047.07

27,290,945.61

28,882,493.90

30,757,776.28 32,804,381.36

Sumber: BPS Prov. Bali, 2012

Berdasarkan Tabel 1.5 dapat di lihat bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB

Provinsi Bali dari tahun 2008–2012 adalah sebesar 5,67 persen pertahun.

Pertumbuhan per sektor menunjukkan terdapat beberapa sektor yang memiliki laju

pertumbuhan pertahun di atas rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi Bali yaitu

sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 7,37 persen; pengangkutan dan

komunikasi sebesar 7,33 persen; perdagangan, hotel dan restoran (PHR) sebesar

6,79 persen; Industri pengolahan sebesar 6,62 persen dan jasa-jasa sebesar 5,72

Page 38: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

10

persen. Selama lima tahun terakhir terlihat bahwa struktur PDRB Provinsi Bali di

dominasi oleh sektor listrik, gas dan air bersih serta pengangkutan dan komunikasi

kondisi ini menjadi konsekuensi sebagai tujuan wisata dunia, kebutuhan akan

penggunaan sektor listrik, gas dan air bersih untuk mendukung seluruh aktifitas

perekonomian di Bali.

Tabel 1.5

Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2006-2012 (persen)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-

rata

Pertanian 4,10 2,49 1,01 5,26 1,73 2,22 3,37 2,92

Pertambangan

dan Penggalian

2,54

2,97

3,52

5,27

10,73

10,51 15,25 5,01

Industri

Pengolahan

4,36 9,15 8,17 5,39 6,04 3,12 6,04 6,62

Listrik, Gas, dan

Air Bersih

6,57

7,89

8,98

4,71

8,70

7,35 9,08 7,37

Bangunan 4,51 6,09 6,71 0,91 7,33 7,88 18,67 5,11

Perdagangan,

Hotel, dan

Restoran (PHR)

5,11

7,58

8,36

6,50

6,40

8,69 5,65 6,79

Pengangkutan dan

Komunikasi

6,06

10,86

8,92

5,09

5,74

5,97 7,56 7,33

Keuangan,

Persewaan dan

Jasa Perusahaan

6,72

3,61

4,28

2,63

7,43

6,22 9,18 4,93

Jasa-jasa 6,95 2,80 4,66 5,64 8,55 9,94 7,78 5,72

PDRB 5,28 5,92 5,97 5,33 5,83 6,49 6,65 5.67

Sumber: BPS Prov. Bali, 2012

Laju pertumbuhan untuk sektor angkutan disebabkan karena banyaknya

aktifitas wisatawan serta adanya kegiatan keagamaan yang meningkatan aktivitas

transportasi terutama bagi kaum pendatang luar Bali yang ingin mudik. Sementara

itu peningkatan di subsektor komunikasi cenderung disebabkan karena

perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat sehingga memberikan dampak

dan adanya perluasan jangkauan khususnya di bidang operator seluler yang sudah

Page 39: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

11

sampai ke pelosok pedesaan, sehingga meningkatkan jumlah pemakai ponsel

maupun layanan internet via ponsel.

Secara umum peningkatan kontribusi terjadi di sektor angkutan dan

komunikasi dimana kedua sektor tersebut merupakan sektor tersier yaitu sektor yang

berbasis jasa. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pembangunan yang

dilaksanakan selain bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus

juga akan merubah struktur perekonomian dari sektor primer menuju sektor

sekunder atau tersier, atau dengan kata lain dari sektor yang berbasis sumber daya

alam atau sektor tradisional menuju sektor yang berbasis industri atau jasa.

Perubahan ini juga mencerminkan bahwa pembangunan juga dipengaruhi oleh

adanya teknologi yang berkembang, serta pembangunan juga menginginkan adanya

peningkatan produktivitas yang pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatan

masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Dodge (2010) yang menyatakan

bahwa hal penentu yang terkait dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

antara lain : 1) penentu produktivitas ( determinants of productivity ), 2) modal

manusia ( Human Capital ), 3) sumber daya alam ( natural resources ), 4) teknologi

( technology) dan 5) lingkungan ( environment ).

Sementara sektor yang lain yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan

dan penggalian, bangunan dan Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

mengalami laju pertumbuhan di bawah laju pertumbuhan rata-rata Provinsi,

terutama sektor pertanian yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,92

persen pertahun. Rendahnya pertumbuhan pada sektor pertanian ini terutama

disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem yang memicu penurunan produksi produk

pertanian dalam arti luas. Tidak itu saja, adanya serangan hama tikus, wereng, dan

Page 40: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

12

bekicot serta virus, alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan berakibat pada

turunnya produksi pada sejumlah komoditas pertanian di beberapa sentra produksi

pertanian.

Perekonomian Bali memang tidak terbantahkan sangat tergantung pada

pariwisata. Bukan hanya pemerintah daerah yang banyak berharap dari sektor jasa

ini untuk menggerakkan roda pembangunan, tetapi juga sebagian besar masyarakat

hidupnya tergantung pada sektor jasa ini. Jadi dapat dikatakan bahwa pariwisata Bali

telah menjadi mesin penggerak perekonomian rakyat di Bali, bahkan ikut

menggerakkan perekonomian provinsi berdekatan melalui permintaan produk

produk kebutuhan masyarakat Bali dan wisatawan yang diproduksikan di Provinsi

tersebut; misalnya, bahan pangan dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Usaha kecil sektor pariwisata adalah usaha-usaha kecil pada setiap sektor

yang mendukung langsung kegiatan kepariwisataan atau perjalanan wisatawan,

yaitu: (1) sektor restoran, rumah makan dan warung, (2) hotel non bintang, angkutan

wisatawan, (4) travel biro, (5) money changer, (6) atraksi budaya dan hiburan

lainnya, dan (7) jasa perorangan, rumah tangga lainnya dan pramuwisata. Sedangkan

sektor hotel bintang walaupun pendukung utama sektor pariwisata, karena usaha-

usaha pada sektor ini tidak memenuhi ketentuan usaha kecil BI, maka tidak

termasuk usaha kecil sektor pariwisata.

Jadi, melalui efek pengganda (multiplier effects) dan efek menyebar (spread

effects), pengeluaran wisatawan yang ditangkap oleh usaha-usaha kecil pada sektor-

sektor pendukung kelancaran pariwisata telah memberikan kontribusi terhadap

pendapatan daerah (nilai tambah bruto) Bali, menciptakan efek keterkaitan ke

belakang dan ke depan, dan menimbulkan efek pengganda terhadap sektor-sektor

Page 41: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

13

ekonomi lainnya dalam perekonomian Bali. Lewis (1954) dalam Arsyad (2010)

menekankan perlunya saling ketergantungan antara berbagai sektor, yaitu antara

sektor pertanian dan sektor industri serta antara sektor dalam dan luar negeri, yang

akan memberikan keuntungan.

Melalui berbagai upaya yang dilakukan seperti pelatihan, bimbingan,

bantuan peralatan maupun permodalan, dibarengi dengan semakin kondusifnya

iklim usaha, maka bidang industri mampu menumbuh kembangkan usaha industri

dengan berbagai bidang dan sub bidang pendukungnya, sebagai indikator dalam

pencapaian hasil kegiatan, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.6.

Tabel 1.6

Perkembangan Jumlah Sentra, Unit usaha, Tenaga kerja,

Nilai Investasi dan Nilai Produksi Industri Kecil dan Menengah

di Tahun 2004 s/d 2011

No Tahun Sentra

(buah)

Unit

Usaha

Nilai Investasi

(Jutaan Rp)

Nilai Produksi

(Jutaan Rp)

Tng kerja

(orang) 1 2004 766 73.829 388.981 3.800.457 208.287

2. 2005 918 70.878 432.005 2.959.194 224.326

3. 2006 905 73.754 388.433 3.781.571 219.483

4. 2007 937 74.899 416.828 4.340.134 221.563

5. 2008 934 72.070 1.406.416 4.145.679 220.973

6. 2009 985 73.383 1.459.684 4.761.036 226.420

7. 2010 989 74.938 1.934.048 6.663.090 238.255

8. 2011 625 75.148 4.470.887 8.625.584 138.630

Sumber: Dinas Perindag Prov. Bali, 2012

Tabel 1.6 menunjukkan bahwa perkembangan sektor industri kecil dan menengah

mengalami pertumbuhan yang relatif cepat dari tahun 2004 ke tahun 2011, yang

mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,62 persen. Namun keberadaan jumlah

unit usaha mengalami penurunan rata-rata 0,62 persen dalam kurun waktu 5 (lima)

tahun, sementara ada peningkatan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 1,55

persen setiap tahunnya namun pada tahun 2011 mengalami penurunan.

Page 42: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

14

Realisasi ekspor non migas daerah Bali dari tahun ketahun mengalami

peningkatan, dan dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun yaitu tahun 2004 sampai

dengan tahun 2011 meningkat rata-rata 2,73% pertahun. Adapun perkembangan

realisasi ekspor Non Migas daerah Bali dari Tahun 2004-2011 sebagaimana

disajikan pada Tabel 1.7 dan Gambar 1.4.

Tabel 1.7

Realisasi Ekspor Non Migas Daerah Bali

Tahun 2004-2011

No. Tahun Realisasi Ekspor(US.$) Perubahan (%)

1 2004 498.969.473,16 -

2 2005 458.410.714,67 (8,13)

3 2006 458,789.262,74 0,08

4 2007 504.066.358,22 9,87

5 2008 553.832.364,47 9,87

6 2009 502.541371,61 -9,26

7 2010 519.912.506,91 4,46

8 2011 497.864.362,07 -4,2

Sumber: Dinas Perindag Prov. Bali, 2012

Gambar 1.4

Perkembangan Realisasi Ekspor Non Migas Daerah Bali

Tahun 2004-2011 Sumber: Dinas Perindag Prov. Bali, 2009

Page 43: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

15

Jenis komoditi ekspor Bali dikelompokkan menjadi 5 kelompok, sebagai berikut:

1) Hasil Kerajinan, berupa : Kerajinan kayu, kerajinan furniture, kerajianan perak,

kerajinan bambu, kerajinan logam, kerajinan rotan, kerajinan terracota, kerajinan

kulit, kerajinan batu padas, kerajinan anyaman, kerajinan keramik, kerajinan

kerang, kerajinan lukisan, kerajinan alat tulis;

2) Hasil Industri, berupa: Tekstil dan produk tekstil, sepatu, tas, plastik, ikan dalam

kaleng, dan komponen/rumah jadi;

3) Hasil Pertanian, berupa: ikan tuna, ikan kerapu, lobster, ikan hias hidup, ikan

nener, ikan kakap, ikan ikan lainnya, kepiting, sirip ikan hiu, buah-buahan,

burung hidup, rumput laut;

4) Hasil Perkebunan, berupa: panili dan kopi;

5) Lain-lain.

Realisasi masing-masing kelompok komoditi ekspor tersebut diatas terhadap

total ekspor selama 5 tahun yaitu tahun 2004 s/d 2008 disajikan pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8

Realisasi Ekspor Provinsi Bali Menurut Kelompok Komoditi

Tahun 2004 s/d 2011(US $ 9%) Tahun Hasil

Kerajinan Hasil Industri

Hasil

Pertanian Hasil

Perkebunan Lain-Lain Jumlah

2004 201.022.383,17 239.216.314,31 48.321.236,08 8.355.397,52 2.054.142,08 498.969.473,16 (40,29%) (47,94%) (9,68%) (1,67%) (0,41%) (100%)

2005 227.604.660,14 170.820.808,77 52.518.522,18 2.328.455,34 5.138.268,24 458.410.714,67 (49,65%) (37,26%) (11,46%) (0,51%) (1,12%) (100%)

2006 235.882.292,99 162.249.204,65 52.461.279,78 1.529.327,43 6.667.157,89 458.789.262,74

(51,41%) (35,36%) (11,43%) (0,33%) (1,45%) (100%) 2007 247.282.261,85 180.254.250,24 71.857.777,62 1.809.919,04 2.862.149,47 504.066.358,22

(49,06%) (35,76%) (14,26%) (0,36%) (0,57%) (100%)

2008 266.205.490,20 188.931.305,50 96.174.429,47 640.064,71 1.881.056,59 553.832.346,47 (48,07%) (34,11%) (17,37%) (0,12%) (0,34%) (100%)

2009 224.098.539,63 170.473.759.00 104.542.168,10 916.739,85 2.465.619,51 502.541.826,09

(44,6%) (33,92%) (20,80%) (0,18%) (0,05%) (100%) 2010 215.288.407,35 180.215.610,68 119.769.734,32 887.631,00 3.751.123,56 519.912.506,91

(41,41%) (34,66%) (23,07) (0,17%) (0,72%) (100%)

2011 197.455.924,79 192.131.341,98 102.555.224,13 903.530,72 4.818.340,45 497.864.362,07 (39,66%) (38,59%) (20,60%) (0,18%) (0,97%) (100%)

Sumber: Dinas Perindag Prov. Bali, 2012

Page 44: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

16

Berdasarkan Tabel 1.8 dapat diketahui bahwa realisasi ekspor menurut kelompok

komoditi Tahun 2004-2011 bahwa hasil kerajinan rata-rata menempati posisi

tertinggi dari 5 (lima) komoditas yang lain walaupun dari tahun ke tahun mengalami

penurunan. Kondisi ini juga dialami oleh komoditas yang lain kecuali komoditas

hasil pertanian yang terus meningkat.

Salah satu Kabupaten di Provinsi Bali yang yang memiliki sentra industri

penghasil kerajinan terutama kerajinan kayu adalah Kabupaten Gianyar. Sebagai

Daerah pusat budaya ukiran di Bali, Kabupaten Gianyar memiliki potensi dalam

menyumbang pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali. Jika ditinjau dari besarnya

kontribusi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali pada Tahun 2012 sebagaimana

disajikan pada Gambar 1.5 yang menunjukkan bahwa Gianyar (12,13 persen)

menempatai urutan ketiga setelah Kabupaten Badung (25,36 persen) dan Denpasar

(21,19 persen).

25,36

8,31

5,9221,19

11,96

6,713,88

4,5512,13

Badung

Tabanan

Jbrn

Denpasar

Buleleng

Karangasem

Bangli

Klungkung

Gianyar

Gambar 1.5

Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Provinsi Bali

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2012 (%)

Sumber: BPS Prov. Bali (2012)

Jika ditinjau dari hasil pemetaan UMKM di Provinsi Bali sebagaimana

disajikan pada Tabel 1.9, terlihat bahwa secara keseluruhan Kabupaten Gianyar

Page 45: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

17

memiliki UMKM terbesar dari 9 Kabupaten di Provinsi Bali yaitu 357,239

989,80= 33,8

persen UMKM Bali berada di Kabupaten Gianyar.

Sebagai hinterland (daerah sentra) kawasan wisata, Kabupaten Gianyar

memiliki peran penting dalam menumbuhkan pariwisata Bali dan sektor potensial

ekonomi lainnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Gianyar

tahun 2005 mengalami peningkatan menjadi Rp 8.799.696,09,- dibandingkan tahun

2004 yaitu Rp 7.351.065,17. Begitu halnya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

yang mengalami peningkatan pada tahun 2006 menjadi Rp 67.559.020.915,17,-

dibandingkan tahun 2004 dan 2005 masing-masing adalah Rp 47.221.203.806,- dan

Rp 55.006.633.919,-. Kondisi makro regional yang cukup baik tersebut dikontribusi

dari sektor industri utama industri rumah tangga dan industri pariwisata

(http://www.gianyarkab.go.id).

Tabel 1.9

Pemetaan UMKM di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota dan jenis Usaha

Tahun 2011-2012 (Unit)

Sumber: BPS Prov. Bali (2012)

KAB/KOTA PERDAGAN GAN

INDUST PERTANIAN

INDT NON PERTANIAN

ANEKA JASA TOTAL

Buleleng 6.715 2.684 2.441 1.988 13.829

Jembrana 11.111 5.195 1.162 3.028 20.495

Tabanan 10.341 1.881 4.190 1.877 18.289

Badung 11.391 1.073 2.057 1.527 16.049

Denpar 7.524 966 611 2.040 11.141

Gianyar 20.527 17.206 29.875 13.381 80.989

Bangli 24.336 2.392 1.600 2.569 30.897

Klungkung 1.109 6.795 1.413 376 9.692

Karangasem 12.290 20.573 2.036 3.078 37.977 1

Jumlah 2012 105.342 58.765 45.385 29.865 239.357

2011 96.672 57.590 42.470 26.663 223.395

Page 46: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

18

Kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Gianyar salah satunya adalah industri kerajinan yang menjadi sektor penting dalam

mendukung sektor pariwisata. Beberapa industri kerajinan di Kabupaten Gianyar

bahkan telah mencapai pangsa ekspor. Tabel 1.10 menyajikan 10 urutan industri

kecil kerajinan di Kabupaten Gianyar berdasarkan banyaknya jumlah industri. Salah

satu industri kerajinan dengan jumlah unit usaha tertinggi dan mampu menyerap

jumlah tenaga kerja cukup besar di antara industri kerajinan lainnya adalah industri

kerajinan ukiran kayu khas Gianyar. Pada tahun 2011, nilai investasi dari industri

kerajinan ukir mencapai Rp 338.057.218.000,- nilai produksi Rp 100.608.319,- dan

bahkan telah mencapai pasar ekspor yaitu 66,3 persen. Begitu halnya dengan

penyerapan tenaga kerja mencapai 4.725 orang.

Tabel 1.10

Sepuluh Urutan Industri Kerajinan Berdasarkan Banyaknya

Jumlah Perusahaan, Jumlah tenaga Kerja, Nilai Investasi, Nilai Produksi dan

Rata-rata Eksport di Kabupaten Gianyar Tahun 2011

Jenis Industri Jumlah

Perusaha-

an (unit)

Jumlah

Tenaga

Kerja

(org)

Nilai

Investasi (Rp

000,-)

Nilai

Produksi

(Rp)

Rata-rata

Ekspor

(%)

Industri Kerajinan Ukir-Ukiran

Dari Kayu Kecuali Mebeller

248 4.725 338.057.218

100.608.319

66,3

Industri Barang Perhiasan

Berharga Untuk Keperluan

Pribadi Dari Logam Mulia

106 1.572

602.216.625

519.031.989

56,1

Industri Kerajinan Yang Tidak

Diklasifikasikan Ditempat Lain

45 611 239.250.066

54.733.600

56,2

Industri Pakaian Jadi Dari

Tekstil Dan Perlengkapannya

32 627 4.690.518

6.187.150

47,6

Industri Kain Tenun Ikat 8 270 448.158 2.910.000 56

Industri Pengolahan Teh Dan

Kopi

6 28

40.792 3.900.000 28,3

Industri Batik 6 81 339.988 992.500 61,7

Industri Percetakan 5 34 25.194.537 4.500.000 30

Industri Anyam-anyaman dari

Rotan Dan Bambu

4 59 632.082

194.200

65

Industri Barang Untuk

Keperluan Rumah Tangga Dan

Pajangan

4 73 678.698

1.925.000

58,8

Sumber: Disperindag Kabupaten Gianyar, 2011

Page 47: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

19

Dibandingkan dengan industri kerajinan lainnya, industri ukiran kayu dipandang

cukup prospektif jika ditinjau dari banyaknya industri maupun kemampuan dalam

penyerapan tenaga kerja. Berbagai jenis produk kerajinan ukiran kayu yang

dihasilkan para pengrajin di Kabupaten Gianyar yang lebih berorientasi ciri khas

tertentu, dan diproduksi oleh masyarakat setempat yang masih bertautan erat dengan

tradisi dan mengandung nilai-nilai sakral, magis, dan simbolis. Benda sakral yang

hingga saat ini masih dijunjung tinggi dan dihormati oleh masyarakat Gianyar

adalah barong dan garuda. Bagi masyarakat Hindu, barong merupakan suatu

makhluk mitologis yang sakral dan dianggap sebagai simbol kebaikan serta

mempunyai kekuatan magis. Pengimitasian barong dan garuda sebagai benda

cenderamata merupakan usaha untuk menjaga kelangsungannya, sedangkan

perubahannya mereka sudah tidak lagi menciptakan untuk kepentingan ritual tetapi

untuk memenuhi kebutuhan komunitas wisatawan sebagai jawaban dari dampak

yang ditimbulkan oleh dunia pariwisata. Bahkan komunitas pengerajin Gianyar tidak

hanya menciptakan seni kerajinan kayu yang mengacu pada barong dan garuda saja.

Mereka juga berusaha mengembangkan seni kerajinan ukiran kayu yang mengacu

pada jenis flora dan fauna yang dibuat sebagai benda cenderamata untuk memenuhi

kebutuhan komunitas wisatawan. Bahkan perkembangan lebih lanjut produk seni

kerajinan kayu yang mengacu pada jenis flora dan fauna tersebut dijadikan

komoditas perdagangan ekspor (Atmojo, W.T dkk, 2007).

Perkembangan industri kecil kerajinan ukiran kayu di Gianyar didukung oleh

keberadaan kawasan wisata yang memberikan side effect cukup besar bagi

perkembangan industri ukiran kayu di Kabupaten Gianyar Bali. Sebagai salah satu

dari 10 (sepuluh) produk unggulan di Provinsi Bali industri kerajinan ukiran kayu

Page 48: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

20

mengalami pasang surut perkembangan, bahkan 3 (tiga) tahun terakhir ekspor

daerah Bali untuk kerajinan kayu terhadap total nilai ekspor sebesar 16,41 persen

pada tahun 2009 menjadi 14,97 persen pada tahun 2010 dan menjadi 12,72 persen

pada tahun 2011 (Dinas Perindag Prop. Bali, 2011). Berbagai hal menjadi penyebab

menurunnya perkembangan industri yang menghasilkan produk unggulan yang telah

diidentifikasi secara umum oleh pemerintah yang harus segera di upayakan

pemecahannya, antara lain :

a) sulitnya mendapatkan bahan baku kerajinan kayu;

b) kualitas SDM dalam menguasai teknologi produksi masih perlu ditingkatkan;

c) lemahnya akses permodalan dan akses promosi / pemasaran;

d) tidak adanya tempat promosi bersama berskala nasional dan internasional;

e) kurangnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam

usaha peningkatan ekspor daerah;

f) sering terjadi fluktuasi harga bahan pokok, barang penting dan strategis

lainnya, dan masih banyak faktor lainnya yang harus diidentifikasi lebih

spesifik.

Mengingat pentingnya peran industri kerajinan kayu sebagai salah satu produk

unggulan di Provinsi Bali dan komoditas terbesar di Kabupaten Gianyar sangat

penting untuk melakukan analisis mendalam terhadap keberadaan industri kerajinan

ukiran kayu baik internal maupun eksternal (strengths, weakness, opportunities dan

threats atau disingkat dengan ( SWOT) untuk menentukan posisi strategis industri

(Lee, S. F., & Ko, K. O., 2000; Ip, Y. K., & Koo, L. C., 2004; Rauch, P. , 2007;

Nikolaou, I. E.,2010; dan Manteghi & Zohrabi, 2011).

Page 49: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

21

Dari serangkaian studi pendahuluan dilapangan, dari hasil random interview

memberikan gambaran secara umum permasalahan yang dihadapi dalam

pengembangan UMKM di Provinsi Bali umumnya dan Kabupaten Gianyar pada

khususnya meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang

berpengaruh terhadap industri kecil dan menengah antara lain: 1) kurangnya

permodalan, dimana permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk

mengembangkan suatu unit usaha; 2) keterbatasan SDM, dimana sebagian besar

usaha kecil merupakan usaha tradisional dan turun temurun. Selain itu terdapat

faktor-faktor dari luar yang berpengaruh terhadap UMKM antara lain: 1) iklim

usaha belum sepenuhnya kondusif, masih terlihat terjadinya persaingan yang kurang

sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan pengusaha besar; 2) terbatasnya sarana

prasarana, kurangnya informasi yang terkait dengan kemajuan IPTEK ( Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi ) menyebabkan sarana prasarana yang dimiliki tidak

cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha; 3) implikasi otonomi

daerah yang mengakibatkan munculnya pungutan-pungutan baru yang dikenakan

pada UMKM; 4) implikasi perdagangan bebas, dimana dengan adanya AFTA dan

APEC berimplikasi luas terhadap UMKM untuk bersaing dalam perdagangan bebas.

Dalam hal ini UMKM dituntut untuk melakukan proses produksi secara produktif

dan efisien serta menghasilkan produk sesuai standard kualitas. Usaha kecil

diharapkan mampu bersaing secara keunggulan komparatif dan kompetitif

berkelanjutan; 5) sifat produk dengan lifetime pendek, dimana sebagian besar

produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk fashion dan

kerajinan dengan lifetime pendek; dan 6) terbatasnya akses pasar yang menyebabkan

produk tidak kompetitif baik di pasar nasional dan internasional.

Page 50: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

22

Namun demikian ada beberapa hal menarik yang perlu dicermati sebagai

bentuk dari keunggulan UMKM yaitu UMKM memiliki potensi yang tidak dimiliki

oleh usaha besar antara lain: 1) sebagian besar menggunakan bahan baku lokal yang

tidak dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia; 2) keperluan modal UMKM

khususnya UMK relatif kecil. Tenggang waktu produksi (time lag) UMKM relatif

singkat, serta pada beberapa jenis kegiatan UMKM memiliki nilai komparatif yang

sangat tinggi: 3) potensi berikutnya yang dapat dijadikan keunggulan komparatif

UMKM adalah bahwa pada kegiatan-kegiatan usaha tertentu UMKM lebih efisien

dan produktif, daripada usaha besar. Dengan demikian dalam kegiatan usaha

tersebut usaha kecil dan menengah akan memiliki tingkat kompetisi yang baik.

Wiryono (1998) mengemukakan teori yang menarik untuk mengetahui

tingkat kompetisi, efisiensi dan produktivitas yang diukur dari trend pangsa output

dalam satu kurun waktu tertentu. Jika pangsa dari satu skala industri tertentu

menurun, berarti industri pada skala tersebut tidak efisien, demikian pula sebaliknya.

Beberapa kondisi realistis di atas seharusnya menjadi bahan pemikiran sekaligus

perenungan untuk tidak terus menerus menganggap UMKM sebagai kelompok

bisnis yang harus selalu dan diberikan bantuan seperti subsidi bunga. Kebijakan

yang selalu memposisikan UMKM sebagai kelompok yang perlu dibantu didasarkan

pada anggapan bahwa UMKM adalah kelompok usaha yang lemah dalam segala hal

dan tidak mampu bersaing dengan usaha besar. Sayangnya kebijakan tersebut

cenderung berlanjut terus hingga saat ini. Bahkan tantangan pasar global yang akan

segera datang direspon dengan anggapan UMKM akan habis terlindas dan tidak

mampu bersaing. Globalisasi dan pasar bebas (melalui WTO, APEC, AFTA)

menjadi momok yang menyeramkan bagi UMKM tanpa memberikan alternatif dan

Page 51: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

23

strategi bagaimana seharusnya UMKM menghadapi pasar bebas. Dari realita potensi

unggulan UMKM seperti disebutkan di atas, maka selayaknya kalangan lembaga

perkeditan formal tidak lagi memandang UMKM sebagai kelompok usaha marginal,

tetapi berbagai dogma dan mitos disekitar kelemahan UMKM ternyata masih sulit

untuk dipatahkan. Kesulitan inilah yang seharusnya menjadi tantangan dan dorongan

bagi UMKM untuk mencari strategi yang paling efektif untuk menembus kendala

struktural dalam membangun akses terhadap permodalan yang berasal dari lembaga

perkreditan formal khususnya bank-bank komersial

Selain penentuan strategi yang tepat dalam upaya pengembangan UMKM di

Kabupaten Gianyar perlu juga dilakukan analisis rantai nilai (value-chain) yang

merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik

terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan

dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik

hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan dan perusahaan lain

dalam industri Pratyush et al.( 2012 ) Chang, Jhany C. et al.( 2002). Dengan value

chain perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk

menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (value added)

dapat membuat perusahaan lebih kompetitif. Disamping itu diselaraskan dengan

pendapat para ahli ( ekspert ) dibidang kerajinan ukiran kayu seperti ; 1) pengusaha

2) pelaku ekspor, 3) asosiasi kerajinan dan ekspor, 4) departemen perindustrian.

Selanjutnya untuk menjaga dan meningkatkan perkembangan industri

terutama industri kecil, dukungan dan peran pemerintah sangat dibutuhkan melalui

berbagai kebijakan yang mampu melindungi dan memberikan ruang yang lebih luas

bagi industri kecil untuk tumbuh dan berkembang dalam persaingan yang semakin

Page 52: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

24

ketat. Dengan mengetahui kondisi riil industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar, diharapkan akan dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi oleh industri dan menjadikan produk kerajinan ukir sebagai produk

unggulan Kabupaten Gianyar pada khususnya dan Indonesia pada umumnya yang

mampu bersaing secara kompetitif di pasar internasional.

1.2 Rumusan Masalah

Kabupaten Gianyar sebagai salah satu wilayah wisata terkenal di Provinsi

Bali, selain memiliki beragam budaya yang menjadi daya tarik pariwisata juga

memiliki banyak usaha produktif bidang industri kecil, salah satunya adalah industri

kerajinan yang cukup prospektif yaitu industri kerajinan ukiran kayu baik ditinjau

dari banyaknya industri maupun dari kemampuan dalam menyerap tenaga kerja

(Tabel 1.10) menempati posisi pertama pada jajaran sepuluh industri kerajinan di

Kabupaten Gianyar Tahun 2011. Potensi industri kerajinan ukiran kayu bukan hanya

untuk memenuhi pasar domestik bahkan telah mencapai pangsa ekspor.

Namun dalam perkembangannya, industri kerajinan ukiran kayu mengalami

pasang surut bahkan 3 (tiga) tahun terakhir ekspor Bali untuk kerajinan ukiran kayu

terhadap total nilai ekspor dari tahun ke tahun mengalami penurunan yaitu sebesar

16,41 persen pada tahun 2009 menjadi 14,97 persen pada tahun 2010 dan turun

menjadi 12,72 persen pada tahun 2011 (Dinas Perindag Prov. Bali, 2011). Selain itu,

industri kerajinan ukiran kayu juga mengalami permasalahan berupa terbatasnya

modal dan sumber daya manusia, berdasarkan hasil survei awal menunjukkan bahwa

banyak perajin yang mengalihkan kegiatannya dari menjadi pemahat kayu beralih

Page 53: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

25

profesi menjadi pedagang atau profesi yang lain yang lebih cepat mendatangkan

uang terutama di kalangan generasi muda.

Selain masalah internal, industri kecil kerajinan kayu juga menghadapai

permasalahan yang berasal dari eksternal industri yang berupa ketatnya iklim

persaingan usaha, terbatasnya sarana prasarana, implikasi otonomi daerah yang

meningkatkan biaya produksi, implikasi perdagangan bebas yang menuntut agar

industri bekerja dengan skala produksi yang efisien dan terbatasnya akses pasar

yang membuat industri kecil kerajinan ukiran kayu harus melakukan evaluasi.

Kondisi ini memerlukan upaya serius dari pemerintah daerah untuk terus

mengembangkan industri kerajinan ukiran kayu mulai dari hulu hingga hilir.

Berdasarkan potensi yang sangat besar atas keberadaan industri kerajinan

ukiran kayu di Kabupaten Gianyar sebagai sektor penting dalam menyediakan

lapangan kerja yang berarti sebagai salah satu penopang ketersediaan lapangan kerja

dan sekaligus keberadaannya sebagai sumber kesejahteraan masyarakat baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dilain pihak permasalahan yang dihadapi oleh

industri kerajinan ukiran kayu juga dapat mengancam keberlangsungan hidup

industri kecil yang secara otomatis menjadi ancaman bagi perusahaan hulu hilirnya,

maka sangat layak sekali dilakukan studi lebih mendalam melalui penelitian tentang

posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu dalam memberikan backward dan

forward linkage bagi perkembangan sektor lainnya. Keterkaitan hulu hingga hilir

melalui analisis rantai nilai (value chain) menjaga keberlangsungan industri

kerajinan ukiran kayu, sehingga upaya untuk mendukung pemberdayaan industri

kerajinan kayu ukir menjadi lebih integratif dan komprehensif.

Page 54: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

26

Secara rinci rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) bagaimanakah keterkaitan rantai nilai industri kerajinan ukiran kayu di

Kabupaten Gianyar ?

2) bagaimanakah posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar?

3) bagaimanakah strategi pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu di

Kabupaten Gianyar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1) menganalisis rantai nilai industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar;

2) menganalisis posisi strategis industr kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar;

3) menganalisis strategi pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu yang di

Kabupaten Gianyar.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka manfaat penelitian

adalah sebagai berikut:

1) hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan

dengan memberikan bukti empiris yang menunjukkan bahwa melalui analisis

rantai nilai, UMKM dapat dijadikan sebagai barometer kekuatan perdagangan

daerah dalam persaingan global melalui keunggulan kompetitif;

Page 55: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

27

2) memberikan kontribusi/masukan bagi Pemerintah dalam menyusun acuan

kebijakan pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

pada khususnya dan UMKM yang lain pada umumnya;

3) menambah khazanah penelitian khususnya dalam kajian pemberdayaan UMKM

dalam rangka pembangunan daerah sesuai dengan kondisi dan potensi daerah.

Page 56: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam kajian ini akan membahas tentang teori – teori yaitu :

2.1.1 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan

dalam pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai dengan

membaiknya faktor – faktor produksi. Faktor – faktor produksi tersebut adalah

kesempatan kerja, investasi dan teknologi yang digunakan. Membaiknya ekonomi

suatu wilayah diperlihatkan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat,

investasi swasta, investasi publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu

Negara (Menteri permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Pembangunan dapat dipandang sebagai suatu proses transisi multi dimensi

yang mencerminkan hubungan antar berbagai proses perubahan di dalam suatu

negara, dimana proses perubahan multidimensional tersebut ditandai oleh proses

tranformasi struktural. Menurut Stimson dan Stough (2006), proses transformasi

struktural tersebut ditandai dengan perubahan struktur ekonomi yang dicerminkan

oleh perubahan kontribusi sektoral (shift – share) di dalam pendapatan nasional.

Proses transformasi struktural itu sendiri dapat dikelompokkan dalam empat proses

utama yaitu : (1) proses akumulasi, (2) proses alokasi, (3) proses distribusi dan (4)

proses demografis.

Pembangunan Ekonomi bersifat multidimensi yang mencakup berbagai aspek

dalam kehidupan masyarakat dan bukan hanya salah satu aspek ekonomi saja.

Page 57: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

29

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh suatu

Negara dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

masyarakatnya. Atau dapat dikatakan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan

pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam kurun waktu lama ( jangka

panjang) disertai perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Paham pembangunan

ekonomi menekankan produk per kapita dan pendapatan per kapita. Produk per kapita

dan pendapatan per kapita inilah yang dijadikan ukuran tingkat hidup dalam

mayarakat. Karena itu era tahun lima puluhan pengertian pembangunan ini terbatas

pada proses kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, atau proses

pembangunan itu terbatas pada bidang ekonomi atau titik beratnya pada bidang

ekonomi. Oleh karena itu, dalam proses pembangunan setiap negara, pertumbuhan

pendapatan dan pendapatan per kapita ini selalu dimonitor. Kemudian istilah

pembangunan dewasa ini semakin berkembang laksana mukjizat. Pembangunan

mengandung begitu banyak makna, mempunyai fungsi ganda, menimbulkan banyak

harapan, tapi juga membawa perdebatan yang tak habis-habisnya di kalangan

masyarakat yang semakin meluas.

Meier dan Baldwin dalam Siagian (1982) lebih tegas lagi mengatakan

bahwa: Economic development is a process where by an economy's real national

income increases on along period of time. And, if the rate of development is greater

than the rate of population growth,then per capita real income will increase".

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dengan proses di mana pendapatan

nasional riil suatu perekonomian bertambah selama suatu periode waktu yang

panjang.

Page 58: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

30

Dalam definisi tersebut, perhatian ditekankan pada perkataan proses,

pendapatan nasional riil, dan periode waktu yang panjang. Pembangunan dikatakan

proses karena pembangunan bukanlah suatu kegiatan yang selesai hanya dalam satu

kali dalam satu saat, melainkan pembangunan merupakan kegiatan terus-menerus.

Proses berarti bekerjanya kekuatan-kekuatan tertentu, selama periode yang panjang

dan mewujudkan perubahan-perubahan dalam variabel-variabel tertentu sehingga

tidak cukup hanya dalam menggolongkan satu daftar pembangunan yang terpisah-

pisah, melainkan harus dapat menentukan hubungan-hubungan kausal dalam

pembanguna tersebut. Sebab, hanya dari hubungan-hubungan kausal inilah dapat

ditentukan akibat-akibat yang diharapkan dari perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan-perubahan tersebut antara lain.

1. Perubahan-perubahan khusus dalam penawaran faktor:

a) ditemukannya sumber-sumber tambahan;

b) akumulasi modal;

c) pertambahan penduduk;

d) di-introduser-nya teknik-teknik produksi yang baru dan yang lebih baik

e) perbaikan keahlian;

f) perubahan-perubahan institusionil dan organisasionil lainnya.

2. Perubahan-perubahan khusus dalam struktur permintaan akan produk

dihubungkan dengan perkembangan dalam:

a) jumlah dan susunan penduduk;

b) tingkat dan pembagian pendapatan;

c) cita rasa;

d) susunan institusionil dan organisasionil lainnya.

Page 59: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

31

Makna pembangunan tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara

pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Namun terlepas dari perbedaan

tersebut, beberapa ahli ekonomi menggunakan istilah pembangunan dan

pertumbuhan sebagai suatu makna yang dianggap sinonim bahwa, mengesankan

suatu peralihan ke sesuatu yang baru dari sesuatu yang lama, yang telah digunakan.

Todaro (2006 ) dalam Economic for a developing World mengatakan:

“Development should there part be per ceived as a multi dimentional process involving the reorganization and reorientation of entire economic and social system. In addition to improvements in incomes and output, it typically involves radical changes in instutional social and administrative structures, as well as in popular atitudes and some times even customs and beliefs. Finally, development is usually in a national context, its widespread realisation may necessitate fundamental modification of the international economic and social system".

Karenanya, pembangunan harus terpadu atau multidimensi berarti mencakup

segala bidang. Tahun 1970 para ahli ekonomi memisahkan arti pertumbuhan dengan

Pembangunan. Pertumbuhan (growth) adalah suatu proses untuk meningkatkan

produksi (output) yang merupakan kegiatan rutin. Pembangunan adalah suatu usaha

terpadu, termasuk juga perubahan dalam kelembagaan untuk menuju ke arah

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan arti pembangunan maka pada

umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan

belum tentu disetai dengan pembangunan. Di awal pembangunan ekonomi selalu

dibarengi dengan pertumbuhan dan sebaliknya. Kalau mengkaitkan UUD 1945 dengan

pembangunan manusia seutuhnya, maka penafsiran pembangunan manusia seutuhnya

haruslah merupakan pembangunan dalam segala aspek kehidupan. Dalam perkembangan

pemikiran tentang pembangunan di Indonesia, antara lain dapat dicatat terdapatnya dua

macam pengertian tentang pembanguan, yakni yang bersifat sempit dan dalam

Page 60: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

32

pengertian luas. Dalam arti sempit pembangunan sering dilihat dalam pandangan

historis monumental, yakni pembangunan yang menitikberatkan segi ekonomi tanpa

melihat kaitan antara aspek ekonomi dan politik, sosial budaya dan sebagainya. Dewasa

ini tampaknya pembangunan lebih banyak dilihat dalam pengertian sempit, seperti

tampak dalam praktek pembangunan yang berorientasi kepada GNP.

Pembangunan diartikan secara luas, yaitu dari dimensi historis. Dalam

pandangan ini, maka pengertian pembanguan jelas tidak dapat diartikan sebagai

pertumbuhan ekonomi semata-mata. Proses pembangunan dalam pengertian yang luas,

Indonesia seperti halnya banyak negara lain yang sedang berkembang, seringkali

dihadapkan pada dilema yakni pilihan kepada keperluan dan kemungkinan untuk

memberikan banyak perhatian kepada unsur tetap dalam masyarakat mencakup : (a)

keamanan, ketertiban (faktor statis), (b) perkembangan sosial ekonomi (faktor

dinamis); (c) keadilan-kebebasan (faktor etis).

GNP per kapita dari suatu negara seringkali merupakan ukuran dari kesuksesan

negara dalam menciptakan pembangunan ekonomi. Dari GNP per kapita dapat

ditentukan apakah negara itu diklasifikasikan negara maju atau negara berkembang.

Akan tetapi dengan lajunya pertumbuhan GNP tidaklah mutlak merupakan ukuran

keberhasilan pembangunan ekonomi negara sedang berkembang.

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses peningkatan riil Produk

Domestik Bruto (PDB) perkapita dari waktu ke waktu yang dikatakan berhasil kalau

secara obyektif menunjukkan peningkatan per kapita dari meningkatnya upah riil

serta pendapatan yang mengarah ke standar hidup yang lebih baik atau tinggi

(Bishop, dkk; 2011). Menurut menurut Perkins, dkk (2010), pertumbuhan ekonomi

yaitu : peningkatan nyata atau riil dalam pendapatan per kapita dan lembaga –

Page 61: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

33

lembaga sosial serta politik yang diperlukan untuk mendukung ekspansi ekonomi

nasional. Perubahan ini ditandai oleh tumbuhnya sektor industri dengan pangsa

pasar pertanian menurun dari PDB dan perubahan signifikan dalam pertumbuhan

penduduk, migrasi pedesaan ke perkotaan serta memberikan kesempatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi didifinisikan sebagai pertumbuhan jangka panjang non

inflasi dengan peningkatan out put (PDB) yang disebabkan oleh peningkatan

kapasitas produktif (Riley, 2006).

Schumpeter (1934) membedakan antara pembangunan ekonomi dan

pertumbuhan ekonomi, di mana pembangunan ekonomi mengacu pada masalah

negara terbelakang sedang pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju.

Menurut Schumpeter, adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan

stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi kesimbangan yang ada

sebelumnya; sedangkan pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara

perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.

Sementara itu Hicks dalam Arsyad (2004) mengemukakan, masalah negara

terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak ada atau belum

digunakan, kendati penggunaannya telah cukup dikenal; sedang masalah negara

maju terkait pada pertumbuhan, karena kebanyakan dari sumber mereka sudah

diketahui dan dikembangkan sampai batas tertentu.

Menurut Bishop, dkk (2011) ada dua faktor utama yang dapat

menyebabkan perekonomian dapat tumbuh yaitu antara lain: 1) dengan peningkatan

input (seperti tenaga kerja dan modal) dan 2) dengan meningkatkan produktifitas.

Percepatan pertumbuhan suatu negara tergantung pada: 1) tingkat pertumbuhan

modal Saham. 2) laju pertumbuhan yang dikaitkan dengan kemajuan teknologi, 3)

Page 62: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

34

laju pertumbuhan angkatan kerja dan 4) laju pertumbuhan dalam tingkat

keterampilan anggkatan kerja. Keempat faktor tersebut akan mengakibatkan

peningkatan output atau Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB).

Efisiensi ekonomi produk domestik mengacu kepada kedua efisiensi yaitu

efisiensi produktif (menggunakan sumber daya) dan efisiensi alokatif yaitu

mengalokasikan sumber daya diantara teknik produksi sedemikian rupa sehingga

dapat menghasilkan barang dan jasa untuk memaksimalkan kesejahteraan

masyarakat. Faktor – faktor seperti modal, kemajuan teknologi, investasi modal

manusia dan efisiensi alokatif dapat menyebabkan peningkatan produktifitas tenaga

kerja.

Tabel 2.1

Sejarah dan Pengelompokan Teori Pertumbuhan

Mazhab

Historismus

diwakili oleh

Mazhab

Klasik

diwakili oleh

Mazhab Keynesian

dan Neoklasik

diwakili oleh

Teori

Pertumbuhan

Ekonomi Baru

(Endogenous

Growth Theory)

diwakili oleh

Teori Inovasi

Schumpeter

diwakili oleh

1 2 3 4 5

Frederich List

Bruno Hildebrand

Karl Bucher, dan

Walt Whitman

Rostow

Werner Sombart

Adam Smith

David

Ricardo

Von

Neuman

Harrod – Domar

(1939&1948)

Solow – Swan

(1956)

Ramsey (1928)

Paul romer

Robert Lucas

John Joseph

Pothenkalam

Scumpeter

Teori

Ketergantungan

(dependencia

theory)

diwakili oleh

Teori

kekayaan

Kognitif

(Cognitive

Capitalisme)

diwakili oleh

Teori Pertumbuhan

Terpadu

diwakili oleh

Teori

Pertumbuhan

Transformasion

al

diwakili oleh

Teori

Pertumbuhan

Pekerjaan yang

Berguna

diwakili oleh

6 7 8 9 10

Heiner

Rindermann

& James

Thompson

Galor Oded

Teori Meta

Edward J.

Nell

Ayres – Warr

IIAS dan

ANSEAD

(Badan

energi

Internasional

Sumber: diolah dari berbagai sumber, 2013

Page 63: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

35

2.1.2 Teori Perubahan Struktural

1. Teori Pembangunan Arthur Lewis

Pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan

pendapatan nasional, akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi,

dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern

yang didominasi sektor non primer, khususnya industri manufaktur

dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan

pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan

ekonomi.

Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut

transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang

saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan

luar negeri (ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan

factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna

mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

Chenery ( 1979). Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada

mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang

berkembang, yang semula bersifat subsisten (pertanian tradisional) dan

menitikberatkan sektor pertanian menuju struktur perekonomian yang lebih modern

yang didominasi sektor non primer, khususnya industri dan jasa. Ada 2 teori utama

yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari

Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi struktural).

Teori Arthur Lewis dalam Kuncoro (2003) pada dasarnya membahas proses

pembangunan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan perkotaan (urban). Dalam

Page 64: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

36

teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya

terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian modern di perkotaan dengan industri

sebagai sektor utama. Di pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka

kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi

subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga

kerja ini ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil yang

rendah.

Di dalam kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga

mengalami transisi ekonomi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun

pola dan prosesnya berbeda antar negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antar

negara dalam sejumlah faktor-faktor internal berikut:

1) kondisi dan struktur awal dalam negeri (economic base)

2) besarnya pasar dalam negeri

3) pola distribusi pendapatan

4) karakteristik industrialisasi

5) keberadaan SDA

6) kebijakan perdagangan LN

2. Teori Pola Pembangunan Chenery

Analisis teori Pattern of Development memfokuskan terhadap perubahan

struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari

perkonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari

pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda utama penggerak

ekonomi. Penelitian yang dilakukan Hollis Chenery tentang transformasi struktur

Page 65: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

37

produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita,

perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor

pertanian menuju ke sektor industri.

Sejalan dengan proses perubahan struktural, pada suatu tingkat tertentu

terjadi penurunan konsumsi terhadap bahan makanan, khususnya ditinjau dari

permintaan domestik. Penurunan permintaan terhadap bahan pangan ini ternyata

akan dikompensasi oleh peningkatan permintaan terhadap barang-barang non

kebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja

pemerintah, yang mengalami peningkatan struktur GNP yang ada. Di sektor ini

perdagangan internasional terjadi juga perubahan, yaitu pengingkatan nilai ekspor

dan impor. Sepanjang perubahan structural ini berlangsung, terjadi peningkatan

pangsa ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor

yang sama di sisi impor.

Dari sisi tenaga kerja akan terjadi proses seperti halnya yang dikemukakan

oleh Lewis, yaitu bahwa akan terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian

di desa menuju sektor industri di kota, meskipun pergeseran ini masih tertinggal

(lag) dibandingkan proses perubahan sturktural itu sendiri. Dengan keberadaan lag

inilah maka sektor pertanian akan berperan penting dalam peningkatan penyediaan

tenaga kerja baik dari awal hingga akhir dari proses transformasi struktural tersebut.

Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang rendah lambat laun akan mulai

meningkat, dan memiliki produktivitas yang sama dengan pekerja di sektor industri

pada masa transisi. Dengan demikian produktivitas tenaga kerja dalam

perekonomian secara menyeluruh akan mengalami peningkatan

Page 66: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

38

Menurut Kuznets, perubahan struktur ekonomi atau disebut juga

transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling

berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi dari permintaan agregat, perdagangan

luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan

faktor-faktor produksi, seperti penggunaan tenaga kerja dan modal) yang

disebabkan adanya proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan (Todaro, 2004).

Hipotesis utama dari teori–teori yang dibahas sebelumnya adalah bahwa

model perubahan struktural yang terjadi pada tiap-tiap Negara sebenarnya dapat

diidentifikasi dan proses perubahan secara umum dari masing-masing Negara pada

dasarnya memiliki kesamaan pola. Meski demikian teori ini toleran terhadap variasi-

variasi kecil yang terjadi dalam proses perubahan structural yang mungkin berbeda

antarnegara. Perbedaan faktor endowment, kebijakan pemerintah, dan aksesibilitas

terhadap modal dan teknologi, merupapkan faktor penjelas penting terhadap

perbedaan variatif transformasi structural yang terjadi.

2.1.3 Pertumbuhan dan Perilaku dengan Pelaku Ekonomi

Menurut Schumpeter (1934), lebih menekankan masalah pertumbuhan

ekonomi tentang pesanan pelaku ekonomi yang memiliki jiwa “entrepreneurship“

kepemimpinan di dalam menciptakan pertumbuhan. Faktor makin tinggi tingkat

pertumbuhan dan kemajuan perekonomiannya, maka makin terbatas kemungkinan

untuk inovasi. Masalah inovasi ini ditekankan oleh Schumpeter, di mana inovasi

sendiri meliputi proses inovasi dan inovasi produk (Riley, 2006). Kreativitas inovasi

ini terutama di cetuskan oleh inovator – inovator dari pelaku bisnis, mulai dari

Page 67: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

39

rumah tangga, pribadi, perusahaan swasta, pemerintah dan ataupun pelaku ekonomi

lainnya.

Keterlibatan publik sebagai pelaku ekonomi dengan perkembangan

pengetahuan (knowledge) sebagai komoditas merupakan jaminan mutlak dalam

sistem pertumbuhan perekonomian di mana ketergantungan pasar saja tidak

menghasilkan yang baik dan memuaskan. De long (1996). Dari bahasan banyak para

peneliti ekonomi dapat dirangkumkan bahasannya : perilaku ekonomi yang

konstruktif baik dari perorangan, rumah tangga, perusahaan swasta, pemerintah atau

pelaku ekonomi lainnya akan memberikan peran terhadap pertumbuhan ekonomi

pada hal – hal berikut:

1) peningkatan belanja modal investasi;

2) peningkatan produktivitas secara efisien dan lebih tinggi dari kedua input modal

dan pasokan tenaga kerja;

3) meningkatkan dan memperluas migrasi tenaga kerja untuk mencapai

produktivitas yang tinggi dan efisien;

4) menciptakan ekonomi inovatif ke seluruh sektor perekonomian;

5) mendukung dan berperan aktif sebagai bagian dari modal sosial budaya.

2.1.4 Sumber–sumber Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk

nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan

tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan

ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan

output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup

Page 68: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

40

diukur dengan output riil per orang. Sementara negara-negara miskin berpenduduk

padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan

menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-

negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup

tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja

serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan

kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf

hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta

kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi

berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya

pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum

penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat

cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa

pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.

Faktor Penggerak Pertumbuhan Ekonomi

1. Sumber-sumber Alam

Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan

lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-

sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki merupakan kendala

cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya

persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih

serius.

Page 69: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

41

2. Sumber-sumber Tenaga Kerja

Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara-negara

sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk,

pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber-sumber daya tenaga kerja

sangat rendah.

3. Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah

Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang

memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran

untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan

kerja.

4. Akumulasi Kapital

Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam

pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan

ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena,

pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan

barang-barang kapital berupa mesin-mesin dan peralatan produksi, bangunan

pabrik, dll. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal

sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.

2.1.5 Kebijakan Negara dan Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan laju pertumbuhan

ekonomi dapat direalisasikan melalui beberapa aspek berikut:

Page 70: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

42

1) Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya

keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam

negeri;

2) Mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk

memonitori proses pertumbuhan;

3) Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah

jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang

sangat cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif

menurunkan laju pertambahan penduduk yang cepat lewat program

keluarga berencana dan melaksanakan program-program pembangunan

pertanian atau daerah pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat

arus urbanisasi penduduk pedesaan menuju ke kota-kota besar dan

mengakibatkan masalah-masalah social, politis, dan ekonomi;

4) Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk

mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya

memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan

kapasitas produksi masyarakat.

Strategi Pertumbuhan Ekonomi

1. Industrialisasi Versus Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian bersifat menggunakan teknologi padat tenaga kerja

dan secara relatif menggunakan sedikit kapital, meskipun dalam investasi pada

pembuatan jalan, saluran dan fasilitas pengairan, dan pengembangan teknologinya.

Kenaikan produktivitas sektor pertanian memungkinkan perekonomian dengan

Page 71: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

43

menggunakan tenaga kerja lebih sedikit menghasilkan kuantitas output bahan

makanan yang sama.

2. Strategi Impor Versus Promosi Ekspor

Strategi industrialisasi via substitusi impor pada dasarnya dilakukan dengan

membangun industri yang menghasilkan barang-barang yang semula diimpor.

Alternatif kebijakan lain adalah strategi industrialisasi via promosi ekspor.

Kebijakan ini menekankan pada industrialisasi pada sektor-sektor atau kegiatan

produksi dalam negeri yang mempunyai keunggulan komparatif hingga dapat

memproduksinya dengan biaya rendah dan bersaing dengan menjualnya di pasar

internasional.

3. Perlunya Disertivikasi

Usaha mengadakan disertivikasi bagi negara-negara pengekspor utama

minyak dan gas bumi merupakan upaya mempertahankan atau menstabilkan

penerimaan devisanya.

2.1.6 Pengertian Ekonomi Kelembagaan

Kelembagaan dapat didefinisikan sebagai batasan yang dibuat untuk

membentuk pola interaksi yang harmonis antara individu dalam melakukan interaksi

politik, sosial dan ekonomi (North, 1990). Kelembagaan sebagai aturan yang

berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat

keputusan, tindakan apa yang boleh dan tidakboleh dilakukan, aturan apa yang

berlaku umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang

Page 72: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

44

mesti atau tidak boleh disediakan dan keuntungan apa yang individu akan terima

sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya.

North (1990) mengatakan bahwa reformasi yang dilakukan tidak akan

memberikan hasil yang nyata hanya dengan memperbaiki kebijakan ekonomi makro

belaka. Agar reformasi berhasil, dibutuhkan dukungan seperangkat institusi yang

mampu memberikan insentif yang tepat kepada setiap pelaku ekonomi. Beberapa

contoh institusi yang mampu memberikan insentif tersebut adalah hukum paten dan

hak cipta, hukum kontrak dan pemilikan tanah. Bagi North institusi adalah peraturan

perundang-undangan berikut sifat-sifat pemaksaan dari peraturan-peraturan tersebut

serta norma-norma perilaku yang membentuk interaksi antara manusia secara

berulang-ulang.

Pada titik ini ekonomi kelembagaan masuk untuk mewartakan bahwa

kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tata letak antar pelaku ekonomi (teori

ekonomi politik), desain aturan main (teori ekonomi biaya transaksi), norma dan

keyakinan suatu individu/komunitas (teori modal sosial), insentif untuk melakukan

kolaborasi (teori tindakan kolektif), model kesepakatan yang dibikin (teori kontrak),

pilihan atas kepemilikan asset fisik maupun non fisik (teori hak kepemilikan) dan

lain-lain. Intinya, selalu ada intensif bagi individu untuk berperilaku menyimpang

sehingga sistem ekonomi tidak bisa hanya dipandu oleh pasar. Dalam hal ini

diperlukan kelembagaan non pasar (non- market institution) untuk melindungi agar

pasar tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak berujung, yakni dengan mendesain

aturan main / kelembagaan (institusion) (Yustika, 2013).

Para penganut ekonomi kelembagaan percaya bahwa pendekatan

multidisiplinier sangat penting untuk memotret masalah-masalah ekonomi, seperti

Page 73: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

45

aspek sosial, hukum, politik, budaya dan yang lain sebagai satu kesatuan analitis.

Oleh karena itu, untuk mendekati gejala ekonomi maka, pendekatan ekonomi

kelembagaan menggunakan metode kualitatif yang dibangun dari tiga premis

penting yaitu: partikular, subyektif dan non prediktif.

Pertama, partikular dimaknai sebagai heterogenitas karakteristik dalam

masyarakat. Artinya setiap fenomena sosial selalu spesifik merujuk pada kondisi

sosial tertentu (dan tidak berlaku untuk kondisi sosial yang lain). Lewat premis

partikularitas tersebut, sebetulnya penelitian kualitatif langsung berbicara dua hal: 1)

keyakinan bahwa fenomena sosial tidaklah tunggal: dan 2) penelitian kualitatif

secara rendah hati telah memproklamasikan keterbatasannya (Yustika, 2013).

Kedua, yang dimaksud dengan subyektif di sini sesungguhnya bukan berarti

peneliti melakukan penelitian secara subyektif tetapi realitas atau fenomena sosial.

Karena itu lebih mendekatkan diripada situasi dan kondisi yang ada pada sumber

data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “ orang

dalam” dalam antropologi disebut emic.

Ketiga, non prediktif ialah bahwa dalam paradigma penelitian kualitatif sama

sekali tidak masuk ke wilayah prediksi ke depan, tetapi yang ditekankan di sini ialah

bagaimana pemaknaan, konsep, definisi, karakteristik, metafora, symbol dan

deskripsi atas sesuatu. Jadi titik tekannya adalah menjelaskan secara utuh proses

dibalik sebuah fenomena.

Page 74: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

46

2.1.7 Teori Pemberdayaan

2.1.7.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang

memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan

Oxford English Dictionary dalam Hutomo (2000), kata empower mengandung dua

pengertian, yaitu:

1) to give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan

kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain;

2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau

keperdayaan.

Terdapat 4 konsep pemberdayaan ekonomi menurut Sumodiningrat (1999)

dalam Hutomo (2000), secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) perekonomian rakyat adalah perekonomian yang diselenggarakan oleh

rakyat. Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat adalah

perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat

secara luas untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri;

2) pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi

yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar

yang benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala

struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui

perubahan struktural;

3) perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi

tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari

ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian.

Page 75: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

47

Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: a) pengalokasian

sumber pemberdayaan sumberdaya; b) penguatan kelembagaan; c)

penguasaan teknologi; dan d) pemberdayaan sumberdaya manusia;

4) pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan

produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya

memberikan suntikan modal sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya

kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang

masih lemah dan belum berkembang;

5) kebijakannya dalam pembedayaan ekonomi rakyat adalah: a) pemberian

peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya

modal); b) memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi

rakyat, agar pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; c) pelayanan

pendidikan dan kesehatan; d) penguatan industri kecil; e) mendorong

munculnya wirausaha baru; dan f) pemerataan spasial;

6) kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: a) peningkatan akses bantuan

modal usaha; b) peningkatan akses pengembangan SDM; dan c) peningkatan

akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi

masyarakat lokal.

Menurut Kartasasmita (1996), pemberdayaan ekonomi rakyat adalah “Upaya

yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan potensi ekonomi

rakyat untuk meningkatkan produktivitas rakyat sehingga, baik sumber daya

manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat, dapat ditingkatkan

produktivitasnya”. Dari berbagai pandangan mengenai konsep pemberdayaan, maka

dapat disimpulkan, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan

Page 76: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

48

pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran,

penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan

masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus

dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, maupun aspek

kebijakannya. Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan dan

kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan

politik namun mempunyai arti luas yang merupakan penguasaan masyarakat atas:

1) power over personal choices and life chances, kekuasaan atas pilihan-pilhan

personal dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan dalam membuat

keputusan-keputusan mengenai pilihan hidup, tempat tinggal dan pekerjaan

dan sebagainya;

2) power over the definition of need, kekuasaan atas pendefinisian kebutuhan,

kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginan;

3) power over ideas, kekuasaan atas ide atau gagasan, kemampuan

mengekspersikan dan menyumbang gagasan dalam interaksi, forum dan

diskusi secara bebas dan tanpa tekanan;

4) power over institutions, kekuasaan atas lembaga-lembaga, kemampuan

menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi lembaga-lembaga

masyarakat seperti; lembaga pendidikan, kesehatan, keuangan serta lembaga-

lembaga pemenuh kebutuhan hidup lainnya;

5) power over resources, kekuasaan atas sumber daya, kemampuan

memobilisasi sumber daya formal dan informal serta kemasyarakatan dalam

memenuhi kebutuhan hidup;

Page 77: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

49

6) power over economic activity. Kekuasaan atas aktivitas ekonomi

kemampuan memamfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi

serta pertukaran barang dan jasa;

7) power over reproduction. Kekuasaan atas reproduksi, kemampuan dalam

kaitannya dengan proses reproduksi dalam arti luas seperti pendidikan,

sosialisasi, nilai dan prilaku bahkan kelahiran dan perawatan anak.

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan,

pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang

memiliki kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada

kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan yang disebutkan sebelumnya.

Menurut Suharto (2005), pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:

1) enabling; adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan

potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu

membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang

menghambat;

2) empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki

masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap

kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian;

3) protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah

agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan,

menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya

eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus

diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang

Page 78: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

50

tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi

kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing;

4) supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat

lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya.

Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke

dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan;

5) fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan

distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan

harus mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan

setiap orang memperoleh kesempatan usaha.

Selanjutnya Suharto (2005), menjelaskan pemberdayaan dapat dilakukan melalui

tiga pendekatan yaitu:

1) pendekatan mikro, pemberdayaan yang dilakukan terhadap individu melalui

bimbingan, konseling, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah

membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas

kesehariannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat

pada tugas (task centered approach);

2) pendetakatan mezzo, pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok

masyarakat, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika

kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan

kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap kelompok agar

memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi;

Page 79: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

51

3) pendekatan makro, pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem

pasar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada

sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,

kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat

adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.

2.1.7.2 Pemberdayaan Usaha Kecil

Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat tidak terlepas dari perluasan

kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Terkait dengan

pemberdayaan masyarakat dalam memperluas kesempatan kerja, maka dipengaruhi

salah satunya oleh kebijakan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM). Pengembangan UMKM terutama Usaha Kecil Menengah (UKM),

memiliki potensi yang strategis dalam rangka pemberdayaan masyarakat, mengingat

pertumbuhan dan aktifnya sektor riil yang dijalankan oleh UKM mampu

memberikan nilai tambah bagi masyarakat, yaitu tersedianya lapangan kerja dan

meningkatnya pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok UKM dapat

menjadi penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja. Menurut Wayan

(2007), berkaitan dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka beberapa

kegiatan pokok yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM terhadap UKM

antara lain:

1) program pengembangan sistem pendukung usaha UKM - kegiatan pokok

yang dilaksanakan melalui program ini, yaitu: (a) sumber pembiayaan,

khususnya skim kredit investasi dan penyediaan skim pembiayaan ekspor

melalui lembaga modal ventura dan lembaga non bank lainnya, terutama

Page 80: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

52

yang mendukung UKM; (b) Penguatan jaringan pasar domestik produk-

produk UKM melalui pengembangan lembaga pemasaran,

jaringan/kemitraan usaha, dan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line,

terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi; (c) Penguatan

infrastruktur pembiayaan bagi petani dan nelayan di perdesaan dan

pengembangan skim-skim pembiayaan alternatif seperti sistem bagi hasil

dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh masyarakat

setempat sebagai pengganti agunan, penyuluhan perkoperasian kepada

masyarakat luas; (d) Fasilitasi pengembangan skim penjaminan kredit

melalui kerjasama bank dan lembaga asuransi, dan fasilitasi bantuan teknis

kepada BPR dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk

meningkatkan penyaluran kredit bagi sektor pertanian; (e) Penyediaan

dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin, melalui

pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dengan

dukungan penyediaan infrastruktur perdesaan; (f) Bantuan perkuatan untuk

KSP/USP yang masih dapat melakukan kegiatan; (g) Memfasilitasi UKM

untuk dapat berdagang di pasar darurat yang disediakan Departemen

Perdagangan;

2) pemberdayaan usaha skala mikro - kegiatan pokok yang akan dilaksanakan

melalui program ini, yaitu: (a) Peningkatan kesempatan dalam berusaha

dengan penyediaan kemudahan dan pembinaan teknis manajemen dalam

memulai usaha, perlindungan usaha, tempat berusaha wirausaha baru, dan

penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif untuk usaha; (b)

Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan perkoperasian serta fasilitasi

Page 81: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

53

pembentukan wadah koperasi di daerah kantong-kantong kemiskinan; (c)

Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan LKM dan KSP di

sektor pertanian dan perdesaaan antara lain melalui pembentukan sistem

jaringan antar LKM dan antara LKM dan bank; (d) Pengembangan usaha

mikro, kecil dan menengah melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis

dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha,

termasuk dengan cara meningkatkan kualitas koperasi sebagai wadah

organisasi untuk meningkatkan skala ekonomi usaha dan efisiensi kolektif;

(e) Memfasilitasi sarana usaha bagi usaha skala mikro, yang berlokasi di

sekitar tenda-tenda penampungan, dan pasar darurat yang pelaksanaan

dikoordinasikan oleh Departemen Perdagangan; (f) Peningkatan kredit skala

mikro dan kecil serta peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan

KSP/USP; (g) Peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan

pengusaha mikro dan kecil.

Salah satu hal yang dapat mendukung berkembangnya suatu UKM agar

tercipta perekonomian yang kokoh adalah faktor modal. Hingga saat ini faktor

modal berupa kredit usaha masih diusahakan pemerintah dan tercantum dalam

kebijakannya. Seperti yang telah disebutkan dalam kebijakan pemerintah di atas,

pemerintah melakukan kegiatan pokok di bidang permodalan di antaranya adalah

memperluas, memperkuat, dan memfasilitasi sumber-sumber pembiayaan serta

meningkatkan kredit skala mikro dan kecil. Dengan demikian, permodalan menjadi

faktor yang penting bagi kemajuan UKM dalam rangka menguatkan ekonomi

nasional meskipun dalam kenyataannya, beberapa pelaku UKM masih mengalami

kesulitan dalam memperoleh kredit tersebut.

Page 82: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

54

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dalam upaya mengembangkan

UKM melalui pemberdayaan, salah satunya melalui kebijakan Pemerintah yang

dituangkan dalam UU No. 20/2008 tentang UMKM, khususnya dalam pasal 7 ayat 1

sangat jelas dinyatakatan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menumbuhkan

iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

meliputi aspek:

1. pendanaan; dukungan pemerintah atas UMKM lewat kebijakannya dipertegas

lagi dalam pasal 8, yakni bahwa aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:

a) Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan

bukan bank;

b) memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga

dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

c) memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat,

murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

d) membantu para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

2. Dukungan pemerintah atas UMKM dalam pasal 10, aspek informasi usaha

sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:

a) jaringan informasi bisnis;

b) mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber

pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan

Page 83: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

55

c) memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.

3. Kemitraan, dukungan pemerintah atas UMKM dalam pasal 11, aspek kemitraan

sebagaimana dimkasud dalam pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:

a) mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

b) mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha

Besar;

c) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antarUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan

Usaha Besar;

e) mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah;

f) mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya

persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan

g) mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang

perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah.

Tujuan adanya pemberdayaan UMKM ini adalah:

1. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang,

dan berkeadilan;

2. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha

yang tangguh dan mandiri; dan

Page 84: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

56

3. meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan

lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan

pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Berkaitan dengan program kemitraan, Jafar (2000) mendefinisikan

kemitraan sebagai suatu strategis bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih

dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip

saling membutuhkan dan saling membesarkan. Jika ditinjau berdasarkan perundang-

undangan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil

mendefinisikan kemitraan usaha sebagai kerja sama usaha antara usaha kecil dengan

menengah atau dengan usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memperkuat, saling memerlukan dan saling menguntungkan. Menurut Jafar (2000)

tujuan kemitraan usaha yaitu :

1. meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;

2. meningkatkan perolehan nilai tambah tinggi bagi pelaku kemitraan;

3. meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;

4. meningkatkan pertambahan ekonomi desa;

5. memperluas kesempatan kerja;

6. meningkatkan ketahanan nasional.

Sedangkan manfaat kemitraan usaha yaitu:

1. produktifitas, dengan adanya kemitraan usaha diharapkan adanya

peningkatan produktifitas dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra;

2. Efisiensi, penerapan kemitraan bagi pengusaha besar dapat menghemat

tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja

yang dimiliki oleh usaha kecil. Sebaiknya usaha kecil yang umumnya relatif

Page 85: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

57

lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi dengan bermitra

akan menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang

dimiliki oleh perusahaan besar;

3. jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pada kegiatan kemitraan. Proses

produksi biasanya tidak dikuasai oleh satu pihak saja, maka pihak-pihak

yang terlibat perlu menerapkan suatu standar mutu yang disepakati sehingga

pada akhir produksi dapat diperoleh jaminan mutu yang berkesinambungan;

4. Resiko, setiap kegiatan bisnis/usaha selalu memiliki resiko, bahkan satu

norma yang dianut oleh dunia usaha bahwa keuntungan/kesuksesan yang

besar biasanya mengandung konsekwensi resiko yang besar pula. Dengan

kemitraan diharapkan resiko yang besar dapat ditanggung bersama. Tentunya

pihak-pihak yang bermitra akan menanggung resiko yang proposional sesuai

dengan besarnya modal dan keuntungn yang diperoleh;

5. Sosial, kemitraan usaha bukan hanya memberikan dampak positif secara

ekonomi. Di samping itu, kemitraan dapat memberikan dampak sosial yang

tinggi, dengan mengantisipasi kecemburuan sosial yang bisa menjadi gejolak

sosial akibat ketimpangan.

Berkembangnya suatu kemitraan tidak terlepas dari adanya dukungan iklim

yang kondusif untuk berkembangnya investasi dan usaha daerah. Dukungan

fasilitas, kemudahan perizinan, perangkat kebijakan perkreditan, tingkat suku bunga,

peraturan daerah, dan iklim kondusif lainnya sangat membantu proses kemitraan.

Dalam perwujudan hal tersebut sangat diperlukan adanya koordinasi dan persamaan

persepsi antar lembaga terkait mulai dari tingkat pusat (nasional) sampai tingkat

daerah.

Page 86: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

58

2.1.8 Pengertian Industri

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah

untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi

adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga

dalam bentuk jasa. BPS–ISIC (International Standart Industrial Classifications of

All Economic Activities) membagi pengertian industri berdasarkan:

1. Jenis/macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku

1) Industri ekstraktif yaitu industri yang bahan baku diambil langsung dari

alam sekitar. Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan,

peternakan, pertambangan, dan lain lain;

2) Industri nonekstaktif, industri yang bahan baku didapat dari tempat lain

selain alam sekitar.

3) Industri fasilitatif, industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa

yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan,

transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.

2. Golongan / macam industri berdasarkan besar kecil modal

1) Industri padat modal, industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya

besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya;

2) Industri padat karya, industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar

tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.

Page 87: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

59

3. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya

1) Industri kimia dasar, contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas,

pupuk;

2) Industri mesin dan logam dasar, misalnya seperti industri pesawat terbang,

kendaraan bermotor, tekstil, dll

3) Industri kecil, contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,

es, minyak goreng curah, dll;

4) Aneka industri, misal seperti industri pakaian, industri makanan dan

minuman, dan lain-lain.

4. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja

1) Industri rumah tangga, yaitu industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja

berjumlah antara 1-4 orang.

2) Industri kecil yaitu industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah

antara 5-19 orang.

3) Industri sedang atau industri menengah yaitu industri yang jumlah karyawan

/ tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.

4) Industri besar yaitu industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah

antara 100 orang atau lebih.

5. Pembagian/penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi

1) Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented

industri) yaitu industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target

konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana

Page 88: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

60

konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi

lebih baik.

2) Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja/labor (man

power oriented industri) yaitu industri yang berada pada lokasi di pusat

pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan

banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien;

3) Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply

oriented industri) yaitu jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan

baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.

6. Macam-Macam/Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan

1) Industri primer yaitu industri yang barang-barang produksinya bukan hasil

olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil

produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya;

2) Industri sekunder yaitu industri yang bahan mentah diolah sehingga

menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Misalnya adalah

pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.

3) Industri tersier yaitu industri yang produk atau barangnya berupa layanan

jasa. Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan

masih banyak lagi yang lainnya.

2.1.9 Konsep Industri Kecil

Menurut Menekop dan UKM (UU No. 9 Tahun 1995), usaha Kecil

didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau

Page 89: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

61

rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa

untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan sebesar 1

(satu) miliar rupiah atau kurang. Sementara Usaha Menengah didefinisikan sebagai

kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun

suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan

secara komersial dan mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar. Ciri-ciri

perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum adalah:

1. manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas

antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola

dalam UKM;

2. modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal;

3. daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki

orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan;

4. ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana

prasarana yang kecil.

Secara definitif, banyak konsep mengenai industri kecil dan menengah, di

bawah ini dijelaskan beberapa definisi tersebut antara lain:

1. Batasan normatif menurut SK Menperindag No. 254 tahun 1997, industri kecil

diartikan sebagai suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi

sampai dengan Rp 200,- juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Menurut UU No. 5 tahun 1999, memberikan batasan pada UKM yaitu untuk

usaha kecil adalah usaha yang memiliki:

a) kekayaan bersih Rp 200,- juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha;

Page 90: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

62

b) hasil penjualan tahunan (omzet) maksimum Rp 1 miliar;

c) milik warga Indonesia;

d) berdiri sendiri atau bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan.

Dengan batasan ini, diharapkan peranan pemerintah maupun masyarakat untuk

mendorong pengembangan UKM melalui pemberdayaan usaha yang

memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat.

3. Menurut Deperindag dan BPS (2002), industri kecil adalah kegiatan ekonomi

yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan yang

bertujuan untuk memproduksi barang maupun jasa untuk diperniagakan secara

komersial dengan nilai kekayaan bersih maksimum Rp 200 juta dan mempunyai

nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 miliar atau kurang. Selanjutnya BPS

memberikan criteria yang sederhana berdasarkan jumlah tenaga kerja atau unit

usaha sebagai berikut:

a) industri rumah tangga dengan tenaga kerja 1-4 orang;

b) industri kecil dengan tenaga kerja 5-19 orang;

c) industri sedang denga tenagakerja 20-99 orang;

d) industri besar dengan tenaga kerja 100 orang lebih.

4. Dari beberapa pengertian industri kecil, ada beberapa pertimbangan yang

mendasari pentingnya industri kecil yaitu a) adanya proses desentralisasi

kegiatan ekonomi dalam menunjang tercapainya integrasi kegiatan sektor

ekonomi lain, b) potensi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, c) dalam

jangka panjang berperan sebagai basis pembangunan ekonomi yang mandiri.

Page 91: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

63

5. Bank Indonesia mendefinisikan usaha kecil berdasarkan pada nilai aset yang

dimiliki oleh usaha ini. Yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang

asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunan) bernilai kurang dari Rp.600 juta.

6. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mendefinisikan usaha kecil adalah usaha

yang memiliki modal kerja kurang dari Rp.600 juta untuk kelompok usaha yang

bergerak dibidang perdagangan, pertanian dan industri. Dan usaha dengan modal

kerja kurang dari Rp.250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp. 1 milyar.

7. Riyanti (2003), kriteria usaha kecil adalah berbadan hukum dengan kriteria-

kriteria:

a) dikelola sendiri oleh pemiliknya;

b) memiliki setidak-tidaknya dua atau lebih karyawan;

c) memiliki lokasi dan sarana yang bisa diamati;

d) omzet pertahun diatas Rp.10 juta dan tidak lebih dari Rp. 1 miliar.

8. Menurut Departemen Keuangan, Usaha kecil adalah usaha produksi milik

keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki asset

penjualan paling banyak Rp 1 Milyar/tahun.

9. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM, Usaha Kecil adalah milik Warga

Negara Indonesia baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki

kekayaan bersih wsebanyak-banyaknya Rp 200.000.000 dan mempunyai omzet

atau nilai output penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000 dan usaha tersebut

berdiri sendiri.

10. Menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan, usaha Kecil adalah pemilik atau

pelaku kegiatan usaha skala mikro di semua sektor ekonomi dengan kekayaan di

luar tanah dan bangunan maksimal Rp 25.000.000.

Page 92: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

64

11. Menurut Asian Development Bank (ADB), Usaha Kecil adalah usaha-usaha non

pertanian yang mempekerjakan kurang dai 10 orang termasuk pemilik usaha dan

anggota keluarga.

12. Menurut Bank Dunia (World Bank), Usaha Kecil merupakan usaha gabungan

atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, termasuk di

dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak

sebagai pemilik. Usaha Kecil merupakan usaha untuk mempertahankan hidup

(survival activities) yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan

pinjaman berskala kecil.

13. Menurut ILO (International Labour Organization), Usaha Kecil adalah usaha

yang mempekerjakan maksimal 10 orang dan menggunakanteknologi sederhana,

asset minim dan kemampuan manajerial rendah serta tidak membayar pajak.

Pengertian UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dari berbagai literatur

memiliki beberapa persamaan, sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat

diambil satu kesimpulan bahwa UKM adalah sebuah perusahaan baik berbadan

hukum maupun tidak, yang memiliki tenaga kerja 1-100 orang lebih, milik Warga

Negara Indonesia dengan total penjualan maksimal 1 Milyar/tahun.

2.1.10 Kriteria UKM

UKM sebagai suatu badan usaha memiliki beberapa kriteria khusus. Kriteria

UKM menurut Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1995 adalah

sebagai berikut:

a. kekayaan bersih paling banyak 200.000.000. tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha;

Page 93: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

65

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. ;

c. milik Warga Negara Indonesia;

d. berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki

atau dikuasai perusahaan besar;

e. bentuk usaha orang perorang, badan usaha berbadan hukum/ tidak berbadan

hukum, termasuk koperasi;

f. usaha sektor industri memiliki total asset maksimal Rp 5.000.000.000;

g. untuk sektor non industri memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

600.000.000. (tidak termasuk tanah dan banguan tempat usaha) atau memiliki

hasil penjualan tahunan Rp 3.000.000.000. pada usaha yang dibiayai.

2.1.11 Karakteristik Industri Kecil

Secara umum industri kecil memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Padat karya, dengan sifatnya yang padat karya sehingga industri kecil dapat

menyerap banyak tenaga kerja, kghususnya tenaga kerja daerah, sehingga dapat

mengurangi tingkat pengangguran dalam kondisi pertambahan penduduk yang

cukup tinggi sedangkan lapangan kerja terbatas sekali, maka kegiatankegiatan

yang mampu menyerap tenaga kerja mempunyai peran penting;

2. Modal kecil. mayoritas usaha kecil memiliki modal yang relatif kecil. Faktor

yang menyebabkan kecilnya modal yang dimiliki oleh sektor usaha kecil adalah

karena modalnya bersumber dari keuangan pribadi. Faktor yang kedua adalah

banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi apabila mengajukan permohonan

kepada pihak Bank;

Page 94: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

66

3. Teknologi sederhana, teknologi yang digunakan dalam usaha kecil biasanya

bersifat konvensional. Penggunaan teknologi konvensional ini selain

disebabkan oleh minimnya dana, tapi juga karena proses produksinya tidak

membutuhkan teknologi tinggi;

4. Pemerataan, sifatnya sesuai dengan kondisi daerah maka Industri Kecil dapat

dikembangkan di daerah.

2.1.12 Beberapa Permasalahan dalam Pemberdayaan Industri Kecil

Pemberdayaan industri kecil dan menengah pada umumnya masih kurang

menyelesaikan permasalahan yang paling krusial. Penyelesaian terhadap segala

permasalahan dalam industri kecil hanya bersifat parsial dan sementara. Menurut

Hafsah (2004), pada umumnya permasalahan yang dihadapi industri kecil dan

menengah antara lain adalah:

1. Faktor internal

Faktor-faktor dari dalam yang berpengaruh terhadap industri kecil dan

menengah antara lain:

1) Kurangnya permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan

suatu unit usaha. Permasalahan permodalan yang dihadapi UKM pada umumnya

adalah usaha perorangan atau perusahaan yang mengandalkan pada modal

pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman yang

berasal dari bank atau lembaga keuangan lain sulit diperoleh karena persyaratan

atau prosedur teknis tidak dapat dipenuhi oleh pengusaha.

Page 95: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

67

2) Keterbatasan Sumber Daya Manusia

Sebagian besar usaha kecil merupakan usaha tradisional dan turun temurun.

Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun

pengetahuan dan ketrampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen

pengelolaan usaha sehingga menyebabkan usaha sulit untuk berkembang secara

optimal. Dengan keterbatasan SDM, unit usaha tersebut sulit untuk mengadopsi

perkembangan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk.

3) Jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar masih lemah

Usaha kecil yang umumnya merupakan unit usaha keluarga memiliki jaringan

usaha yang masih terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang masih rendah

sehingga produk yang dihasilkan relatif terbatas dan mempunyai kualitas yang

kurang kompetitif.

2. Faktor Eksternal

Faktor-faktor dari luar yang berpengaruh terhadap industri kecil dan

menengah antara lain:

1) Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif

Masih terlihat terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-

pengusaha kecil dan pengusaha besar.

2) Terbatasnya sarana prasarana

Kurangnya informasi yang terkait dengan kemajuan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan

Dan Teknologi ) menyebabkan sarana prasarana yang dimiliki tidak cepat

berkembang dan kurang mendukung kemajuan usaha.

3) Implikasi Otonomi Daerah

Page 96: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

68

Adanya otonomi daerah memiliki implikasi pada munculnya pungutan-pungutan

baru yang dikenakan pada UKM. Bila kondisi ini tidak segera dibenahi akan

menurunkan daya saing UKM.

4) Implikasi perdagangan bebas

Adanya AFTA dan APEC berimplikasi luas terhadap UKM untuk bersaing

dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM dituntut untuk melakukan proses

produksi secara produktif dan efisien serta menghasilkan produk sesuai standard

kualitas. Usaha kecil diharapkan mampu bersaing secara keunggulan komparatif

dan kompetitif berkelanjutan.

5) Sifat produk dengan lifetime pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai

produk fashion dan kerajinan dengan lifetime pendek.

6) Terbatasnya akses pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk tidak kompetitif baik di

pasar nasional dan internasional.

2.1.13 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil

Strategi pengembangan industri kecil adalah pendekatan-pendekatan yang

digunakan dalam pengembangan industri kecil (Deperindag, 2002).

1. Pendekatan Pembangunan

Dalam menyelesaikan obyek pengembangan industri baik yang bersifat

pemecahan masalah (problem solving) maupun bersifat pengembangan ke depan

(development oriented), strategi pemberdayaan yang ditempuh didasarkan pada pola

Page 97: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

69

pendekatan logis dan kontemporer melalui dua langkah simultan yang bersinergi

yaitu:

1) memperkuat daya tarik faktor-faktor pada sisi permintaan pada produk-

produk industri (demand pull industri) melalui berbagai upaya yang

sesuai dengan keadaan dan kebutuhan;

2) memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi kemampuan

daya pasok (supply push strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi

secara berdaya saing sesuai kondisi dan kebutuhan.

Sumber : Departemen Perdagangan dan Perindustrian, 2002

Gambar 2.1 : Strategi Pemberdayaan Industri Kecil

2. Penerapan Strategi Pemberdayaan

Meskipun pendekatan pembangunan dapat diterapkan pada semua skala

pembinaan dari level sektor maupun kelompok industri di tingkat nasional/daerah

secara makro sampai tingkat sentra industri dan unit usaha secara mikro, namun

Instansi terkait :

- Meneg Kimpraswil

- Dep. Perindag - Dep. Keuangan

- Dep. Pertanian

- Dep. Perhubungan

- Menekop & UKM

- Iklim Usaha

- Penerapan HaKi

- Peningkatan Kemitraan

PROGRAM :

Industri Kecil Penggerak Perekonomian

- Industri kecil - Industri Kecil berorientasi ekspor

- Industri Kecil Inisiatif Baru

- Ketersediaan bahan baku

- Dukungan Permodalan

- Bantuan teknologi

- Peningkatan Kemampuan SDM

Tujuan :

- Pasar

- BUMN/usaha

besar

Supply Push Strategy

Page 98: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

70

pertimbangan efisiensi karena keterbatasan sumber daya maka dilakukan penetapan

prioritas pembinaan atau pengembangan industri kecil disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Pemberdayaan Industri Kecil

Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002

Pendekatan sentra industri kecil menengah ditempuh dengan kecenderungan pada

persaingan yang menuntut bergesernya pola persaingan individu ke arah pola

persaingan secara kolektif menuju daya saing global:

1. pemilihan proyek. Sebelum suatu obyek (sentra industri kecil menengah)

ditetapkan untuk dikembangkan maka terlebih dahulu dinilai bahwa obyek

tersebut layak dikembangkan atau dijadikan sasaran kegiatan;

2. kegiatan produksi berakar dari ketersediaan sumber daya dan kemampuan

masyarakat seperti ketrampilan pembuatan makanan khas tradisional;

3. melibatkan tenaga kerja yang banyak khususnya dari penduduk setempat;

4. menghasilkan nilai tambah agregat yang besar;

1. Inspirasi

2. Survival

3. Pengembangan

4. Inovasi

1. Pendirian

2. Pertumbuhan

3. Pengembangan

4. Kematangan

Konvensasi

kelemahan dari

pengalaman dengan

dukungan,

inovasi, motifasi

Mengatasi krisis

dan tantangan

Peningkatan manajemen

dan pemasaran,

produktivitas, adapbilitas

Inovasi baru,

peningkatan lanjut

Tinggi

Daya Saing Global

Tingkat

Penguasaan

Teknologi

Rendah

Kebutuhan Dasar Waktu

Page 99: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

71

5. mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor terkait khususnya daerah

setempat;

6. prospek pasar yang potensial dan berkelanjutan;

7. komponen-komponen kegiatan yang diterapkan pada obyek pengembangan

selalu spesifik disesuaikan dengan kondisi, tingkat perkembangan dan masalah

yang dihadapi industri kecil bersangkutan.

Tabel 2.2

Fase Kebutuhan Dasar Industri

Fase Pendirian Fase Pertumbuhan Fase Pengembangan Fase Kematangan

1. Ketersediaan

infrastruktur untuk

memulai usaha

seperti studi

kelayakan,

pelatihan

perijinan, dan

aspek legal lain

2. Ketersediaan

tenaga kerja

3. Ketersediaan pasar

dan informasi

4. Permodalan

5. Ketersediaan

bahan

baku/penolong

sesuai produk

yang dihasilkan

6. Ketersediaan

infrastruktur fisik

1. Sertifikasi

standar

2. Pengembangan

teknologi

3. Teknologi tepat

guna

4. Perpajakan

5. Promosi

1. Peningkatan

kemampuan

teknologi

A. Peningkatan

kemampuan

manajemen

B. Peningkatan

penerapan ICT

C. Bantuan

kepemilikan

merek tersendiri

5. Peningkatan akses

kelembagaan

6. Pengembangan

saluran distribusi

1. Pengembangan

desain

2. Promosi merk

3. Peningkatan

kemampuan

lanjut usaha

4. Penjajakan

investasi baru

Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2002

2.1.14 Analisis Industri

Suatu industri didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang menawarkan

produk atau jasa yang saling mengganti satu sama lain dan memberikan kepuasan

yang sama bagi konsumen. Menurut Hill & Jones (1998) tugas yang dihadapi oleh

seorang manajer adalah menganalisis kekuatan pesaing dalam lingkungan industri

Page 100: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

72

yang dapat memberikan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Untuk keperluan itu,

maka kerangka kerja yang dikembangkan oleh Michael E. Porter dapat membantu

manajer dalam membuat analisis yang disebut dengan Model Lima Kekuatan (The

Five Forces Model) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.3 yang meliputi:

1) persaingan antar unit-unit di dalam industri (Rivalry Among Existing Firms)

Persaingan di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan

untuk mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan

harga, perang iklan, introduksi produk dan meningkatkan pelayanan

atau jaminan kepada pelanggan. Persaingan terjadi karena satu atau lebih

pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki

posisi;

2) resiko masuknya pesaing baru (Threat of New Entrants)

Pesaing baru memiliki hambatan-hambatan dalam memasuki pasar karena dalam

memasuki pasar, suatu produk memerlukan diferensiasi dari produk pesaing,

juga dibutuhkan modal yang besar, biaya untuk berpindah supllier,

pendistribusian yang tepat dan memperhatikan aspek kebijakan pemerintah.

Dalam industri hambatan pendatang baru untuk memasuki pasar adalah pesaing

lama yang telah menjadi market leader. Pesaing lama selalu memonitor pesaing

baru dengan memanfaatkan kelemahan dari produk pesaing, sehingga pendatang

baru tidak dapat berkembang dan merebut pasar;

3) kemampuan tawar menawar dari pembeli (Bargaining Power of Buyers)

Pembeli akan selalu berusaha untuk mencari produk yang memiliki harga lebih

murah namun tetap memiliki kualitas produk dan pelayanan yang tinggi. Hal ini

Page 101: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

73

membuat para pesaing saling beradu untuk memenuhi keinginan konsumen

tersebut;

4) kemampuan tawar menawar dari supplier (Bargaining Power of Suppliers)

Kekuatan pemasok akan sangat berpengaruh terhadap proses produksi sebuah

industri, terlebih jika jumlah pemasok bahan baku tidak banyak maka pemasok

dapat menetapkan harga yang tidak rendah selain itu lokasi pemasok yang jauh

akan menambah besar biaya untuk pengadaan bahan baku. Selain itu bahan baku

atau produk substitusi sangat sedikit serta meiliki biaya berpindah pemasok yang

tinggi, dan penawaran yang terbatas. Oleh karena itu untuk menghindari

tingginya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian dan keterbatasan bahan baku

dari pemasok, produsen sebaiknya memiliki industri yang memproduksi bahan

baku (industri hulu) untuk proses produksi;

5) ancaman jasa pengganti (Threat of Subtitute Services)

Produk substitusi merupakan ancaman yang besar bagi produk lain karena selain

mampu menjadi produk alternatif dari sebuah produk yang ada, dapat juga

merebut pasar dari sebuah produk yang disubstitusikan. Biasanya produk

substitusi memiliki harga yang murah dan menggunakan teknologi yang baru,

sehingga perusahaan harus cermat mengamati perubahan harga produk substitusi

yang menjadi ancaman bagi produk perusahaan tersebut, jika kemajuan

teknologo atau persaingan meningkat di industri substitusi, maka harga dan laba

dalam segmen akan menurun.

Page 102: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

74

Gambar 2.3

The Five Forces Model

Sumber : Hill & Jones, 1998

2.1.15 Daya Saing

Daya saing merupakan proses untuk pencapaian sebuah tujuan yang lebih

baik kedepan dalam meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan sebuah Negara.

Daya saing menurut Michael Porter (Hill & Jones, 1998) adalah produktivitas yang

didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Menurut World

Economic Forum, daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Daya saing menurut Pusat Studi dan Pendidikan Kebanksentralan Bank Indonesia

(2002) harus mempertimbangkan beberapa hal:

1) daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekadar produktivitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada

“kemampuan sektor swasta atau perusahaan”;

Risk of Entry

By Potential Competitors

Rivalry Among

Established

Firm

Bargaining

Power of

Buyers

Bargaining

Power of

Supplier

Threat of

Substitute

Product

Page 103: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

75

2) pelaku ekonomi atau economic agent bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga

rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem

ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta

perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian akan diperluas, tidak hanya

terbatas akan hal itu saja dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya

saing;

3) tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak

lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam

perekonomian tersebut. Kesejahteraan atau level of living adalah konsep yang

maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel

seperti pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari

pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan

masyarakat.

4) kata kunci dari konsep daya saing adalah kompetisi. Disinilah peran

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata

daya saing menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang

tertutup.

Menurut Michael Porter (Dalam Hill & Jones, 1998), pada dasarnya ada 4 (empat)

faktor yang mempengaruhi daya saing suatu negara, yaitu:

1) strategi, Struktur, dan Tingkat Persaingan Perusahaan, yaitu bagaimana unit-

unit usaha di dalam suatu negara terbentuk, diorganisasikan, dan dikelola, serta

bagaimana tingkat persaingan dalam negerinya;

2) sumber Daya di suatu Negara, yaitu bagaimana ketersediaan sumber daya di

suatu negara, yakni sumber daya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal,

Page 104: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

76

dan infrastruktur. Ketersediaan tersebut menjadi penentu perkembangan

industri di suatu negara. Ketika terjadi kelangkaan pada salah satu jenis faktor

tersebut maka investasi industri di suatu negara menjadi investasi yang mahal;

3) permintaan Domestik, yaitu bagaimana permintaan di dalam negeri terhadap

produk atau layanan industri di negara tersebut. Permintaan hasil industri,

terutama permintaan dalam negeri, merupakan aspek yang mempengaruhi arah

pengembangan faktor awalan keunggulan kompetitif sektor industri. Inovasi

dan kemajuan teknologi dapat terinspirasi oleh kebutuhan dan keinginan

konsumen;

4) keberadaan Industri Terkait dan Pendukung, yaitu keberadaan industri pemasok

atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional. Faktor ini

menggambarkan hubungan dan dukungan antar industri, dimana ketika suatu

perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, maka industri-industri

pendukungnya juga akan memiliki keunggulan kompetitif.

Porter mencontohkan Italia sebagai negara yang menerapkan hal tersebut. Italia

tidak hanya sukses dalam industri sepatu dan kulit, namun juga telah berhasil

mendorong industri pendukungnya seperti desain kulit, serta pengolahan kulit sepatu

untuk berkembang sejalan dengan perkembangan industri sepatu dan kulit. Kekuatan

daya saing Negara tersebut disajikan dalam Gambar 2.4

Page 105: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

77

Gambar 2.4

The Determinants of National Competitive Advantage

Sumber : Hill & Jones, 1998

Keempat komponen yang disebut sebagai model Porter‟s Diamond tersebut

mengkondisikan lingkungan di mana perusahaan-perusahaan berkompetisi dan

mempengaruhi keunggulan daya saing suatu bangsa. Analisis tersebut menyatakan

bahwa pemerintahan suatu negara memiliki peran penting dalam membentuk

ekstensifikasi faktor-faktor yang menentukan tingkat keunggulan kompetitif industri

suatu negara. Hal ini diperjelas dengan adanya 2 (dua) variabel tambahan yang

mempengaruhi daya saing, yaitu:

1) kesempatan, yaitu perkembangan yang berada di luar kendali perusahaan-

perusahaan (dan biasanya juga di luar kendali pemerintah suatu bangsa), seperti

misalnya penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik

eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing;

2) pemerintah, yakni pemerintah pada semua tingkatan pemerintahan dapat

meningkatkan atau memperlemah keunggulan nasional. Peran pemerintah

Strategy,

Structure

and Rivalry

National

Competitive

Advantage

Demand

Condition

Factor

Endowment

Related and

supporting

industries

Page 106: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

78

terutama dalam membentuk kebijakan yang mempengaruhi komponen-

komponen dalam Diamond Porter. Misalnya, kebijakan anti-trust

mempengaruhi persaingan nasional. Regulasi dapat mengubah faktor

permintaan (misalnya regulasi terkait subsidi BBM). Kebijakan pemerintah

yang mendukung pendidikan dapat mengubah kondisi faktor produksi. Belanja

pemerintah dapat merangsang industri terkait dan pendukung.

Porter menggarisbawahi bahwa ketersediaan faktor-faktor seperti faktor sumber

daya manusia, bahan baku, pengetahuan, dan infrastruktur, tidak ditentukan oleh

perbedaan karakteristik alamiah suatu negara. Kemampuan suatu negara dalam

menyediakan faktor-faktor sebagian besar ditentukan oleh political will dari

pemerintah. Oleh karena itu, variabel pemerintah memegang peran penting dalam

peningkatan daya saing nasional.

Daya saing sebuah negara tergantung pada kapasitas industrinya untuk

berinovasi dan melakukan pembaharuan. Perusahaan memperoleh keunggulan

terhadap para pesaing dunia yang terbaik, karena tekanan dan tantangan. Mereka

mendapatkan manfaat dari memiliki pesaing domestic yang kuat, pemasok berbasis

daerah asal yang agresif, dan para pelanggan local demanding. Sekali sebuah

perusahaan mencapai keunggulan kompetitif melalui suatu inovasi, perusahaan

tersebut dapat bertahan hanya melalui perbaikan yang tanpa lelah. Hampir setiap

keunggulan dapat ditiru, satu-satunya cara untuk mempertahankan keunggulan

kompetitif adalah denga memperbaharuinya – untuk bergerak beralih ke tipe-tipe

yang lebih canggih. Cho dan Moon, (2003) menyatakan: Mengapa perusahaan

tertentu mampu melakukan inovasi yang konsisten ? Mengapa perusahaan tanpa

mengejar perbaikan, mencari suatu sumber keunggulan kompetitif yang jauh lebih

Page 107: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

79

canggih ? Mengapa perusahaan mampu mengatasi hambatan substansial terhadap

perubahan dan inovasi yang sedemikian sering menyertai keberhasilan ? Jawaban

terhadap pertanyaan tersebut adalah bersandar pada empat atribut luas dari sebuah

negara, atribut yang secara individual dan sebagai suatu system menyatakan

diamond dari keunggulan nasional, dibentuk dan dioperasikan oleh setiap negara

untuk industri-industrinya. Atribut ini adalah:

1) Kondisi Faktor, posisi negara dalam factor produksi, seperti tenaga kerja

terampil atau infrastruktur, perlu untuk bersaing dalam suatu industri

tertentu.

2) Kondisi Permintaan, sifat dari permintaan pasar asal untuk barang atau jasa

industri.

3) Industri Terkait dan Industri Pendukung, keberadaan atau tidak adanya

industri pemasok dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara

internasional bersifat kompetitif.

4) Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan, kondisi dalam negara yang

mengatur bagaimana perusahaan diciptakan, distur, dan dikelola,

sebagaimana juga sifat dari persaingan domentik.

Moon dan Cho (2003) menyatakan bahwa suatu kesalahan konsep dari daya

saing internasional didasarkan pada gagasan bahwa daya saing internasional

tergantung pada pasokan tenaga kerja, modal dan sumber daya alam yang banyak

dengan harga yang murah. Teori ilmu ekonomi ini secara keliru menghubungkan

daya saing internasional sebuah Negara dengan panganugerahan faktornya. Sumber

daya yang dianugerahkan hanyalah bagian dari banyak factor penentu. Terdapat

Negara-negara yang memiliki banyak sumber daya tetapi memiliki suatu

Page 108: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

80

perekonomian yang lemah. Suatu kesalahan konsep yang lain adalah mengukur daya

saing internasional sebuah Negara dengan pangsa pasar dunianya. Suatu negara

mungkin dengan mudah meningkatkan pangsa pasarnya dengan menurunkan harga

ekspor di bawah biaya produksi, kadang-kadang melalui subsidi pemerintah, tetapi

daya saing internasionalnya tidak selalu menguat. Rekening perdagangan adalah

indicator yang tidak tepat untuk kekuatan industri, paling tidak dalam jangka

pendek.

Suatu kesalahan konsep yang tersebar luas adalah membagi daya saing

internasional menjadi dua golongan: (1) daya saing harga, seperti upah nominal,

tingkat kurs dan produktivitas tenaga kerja; dan (2) daya saing bukan harga, seperti

kualitas, pemasaran, jasa dan diferensiasi pasar. Strategi bersaing diukur dengan 3

indikator yaitu: (1) Kinerja Pemasaran, (2) Kemampuan berpartner bisnis Global

dan (3) Kemampuan memuaskan konsumen.

2.1.16 Pengertian Rantai Nilai

Pengertian rantai nilai (Value Chain) Womack, Jones et.al, 1990

mendefinisikan Value Chain Analysis (VCA) sebagai berikut:

“ …..is a technique widely applied in the fields of operations management,

process engineering and supply chain management, for the analysis and

subsequent improvement of resource utilization and product flow within

manufacturing processes.”

Sedang Shank dan Govindarajan (1992) dan Porter (2001), mendefinisikan

Value Chain Analysis, merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang

membentuk suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktivitas-aktivitas yang

dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen, termasuk juga

pelayanan purna jual. Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan bahwa Analisis value-

Page 109: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

81

chain merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara

lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value

pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara

lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan

perusahaan lain dalam industri. Value Chain mengidentifikasikan dan

menghubungkan berbagai aktivitas stratejik di perusahaan (Hansen, Mowen, 2000).

Sifat Value Chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan

manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.

Tujuan dari analisis value-chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap

value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau

untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (Value

added) dapat membuat perusahaan lebih kompetitif.

Strategi Low Cost menekankan pada harga jual yang lebih rendah

dibandingkan kompetitor untuk menarik konsumen. Konsekuensinya perusahaan

harus melakukan kontrol Cost yang ketat. Cost ditekan serendah mungkin sehingga

produk dapat dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan pesaing. Hal ini

akan menjadi insentif bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. Cost yang

rendah merupakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Strategi ini banyak

dilakukan dengan baik, antara lain oleh Ramayana di Indonesia yang bergerak di

bidang retail, Air Asia dari Malaysia yang bergerak dalam bidang penerbangan,

Easy Jet yang bergerak di bidang penerbangan di Eropa.

Strategi kompetitif diferensiasi menekankan pada keunikan produk. Produk

tersebut berbeda dibandingkan dengan produk pesaing, sehingga konsumen mau

berpaling kepada produk perusahaan. Produk yang dihasilkan mempunyai nilai yang

Page 110: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

82

lebih di mata konsumen. Perusahaan dapat mengenakan harga jual yang lebih tinggi,

karena konsumen mau membayar lebih untuk hal yang unik tersebut.

Strategi diferensiasi biasanya menekankan pada kualitas yang unggul.

Beberapa perusahaan yang sukses melakukan hal ini antara lain: Aepico dari

Thailand yang bergerak di bidang otomotif berhasil menempatkan produknya

mempunyai nilai unggul, dalam hal kualitas dan presisi mesin yang sangat baik,

sehingga seperti: Mercy dan BMW mau menggunakan jasanya dibandingkan

pesaing yang menawarkan harga murah. Harley Davidson yang berhasil

menanamkan image-nya, sehingga mempunyai pelanggan yang fanatik, begitu juga

dengan BMW.

2.2 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Intan (2003) yang berjudul “Strategi Pengembangan Industri Pengolahan

Sabut Kelapa Nasional” bertujuan untuk: 1) mengkaji potensi pengembangan

industri sabut kelapa nasional dengan memetakan daerah-daerah sumber bahan baku

yang potensial; 2) mengkaji skala ekonomis; 3) menganalisa kelayakan finansial dan

ekonomi; 4) menghitung dan menganalisa biaya sumberdaya domestik dan tingkat

proteksi efektif industri; 5) mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang

mempengaruhi pengembangan industri sabut kelapa serta implikasinya terhadap

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya; dan 6) merumuskan strategi

pengembangan industri pengolahan sabut kelapa, serta pola pengembangan yang

tepat dalam upaya membangun industri pengolahan sabut kelapa yang tangguh,

berbasis pada industri kecil dan berorientasi ekspor. Berdasarkan hasil perhitungan

skala ekonomis menunjukkan bahwa skala usaha yang paling optimal ditingkat

Page 111: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

83

usaha pengolahan sabut kelapa (UPSK) adalah kapasitas olah bahan baku 4000 butir

perhari. Berdasarkan hasil analisis nilai tambah menunjukkan bahwa setiap butir

sabut kelapa yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 135,65

dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan mencapai 75,35 persen, bagian

tenaga kerja mencapai 17,70 persen dan bagian manajemen mencapai 62,01 persen.

Berdasarkan hasil analisis sumber bahan baku melalui pendekatan satuan wilayah

produksi (SWP) dimana didirikan unit usaha finishing yang mampu menyerap 20

UPSK, terdapat 11 Dati II di Indonesia yang mampu secara mandiri mendukung satu

SWP. Berdasarkan hasil analisis finansial pada tingkat UPSK pada delapan skala

usaha, menunjukkan bahwa kapasitas olah bahan baku 4000 butir per hari yang

paling layak diusahakan dengan nilai NPV, IRR, B/C dan MPI terbaik. Berdasarkan

hasil analisis financial dan ekonomi pada tingkat industri menunjukkan bahwa

industri pengolahan sabut kelapa nasional layak untuk dikembangkan. Sedangkan

hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi industri berada pada kuadran kedua

dengan strategi pertumbuhan cepat atau skenario optimis.

Ningtias (2005) dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Kecil Waroeng

Cokelat (Kasus Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor,

Jawa Barat)” bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dari

usaha Waroeng Cokelat. Dengan menggunakan alat analisis SWOT dan QSPM,

maka diperoleh kesimpulan bahwa: faktor strategis eksternal peluang diperoleh dari

dukungan Disperindagkop dalam hal pelatihan dan pengembangan UKM di Kota

Bogor. Faktor ancaman terbesar adalah hambatan masuk dalam usaha makanan.

Faktor internal kekuatan adalah keuletan pemilik usaha dan kelemahan terbesar

adalah belum optimalnya promosi. Strategi yang digunakan adalah penetrasi pasar

Page 112: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

84

dan pengembangan produk. Alternatif pengembangan adalah perluasan pasar,

pengembangan produk, promosi, modal usaha, lokasi usaha strategis, produksi

secara kontinyu, kualitas produk dan menambah tenaga kerja.

Soebagiyo (2008) yang berjudul “Analisis Kompetensi Produk Unggulan

Daerah pada Batik Tulis dan Cap Solo di Dati II Kota Surakarta‟ bertujuan untuk

menganalisis kompetensi batik tulis dan batik cap di Surakarta yang dihasilkan

industri skala kecil dan menengah. Penelitian ini metode: 1) metode pendekatan

Bayes untuk mendapatkan peringkat produk unggulan prioritas; 2) Analytical

Hierarcy Process (AHP) dengan mengaplikasikan software Expert Choice yang

bertuan untuk mengetahui kompetensi unggulan IKM daerah Surakarta; 3) analisis

Ekonomi Rantai Nilai, untuk menggambarkan secara garis besar tahapan mulai dari

input hingga ke tangan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan

kompetensi dalam pengembangan industri lokal cukup relevan dalam meningkatkan

kompetitif lokal yang apada akhirnya dapat meningkatkan kompetitif nasional

dengan mengeksploitasi keunikan dan kelebihan yang dimiliki daerah.

Widiyanto (2010) yang berjudul “Strategi Pengembangan UMKM di Jawa

Tengah” bertujuan untuk mengkaji mengenai adaptasi teknologi, modal kerja,

pemasaran, inovasi, wirausaha, dan akses modal kerja dalam rangka membangun

strategi pengembangan UMKM di Jawa Tengah. Dari hasil penelitian dengan

menggunakan alat analisis deskriptif kuantitatif, maka diperoleh hasil sebagai

berikut: Potensi UMKM di Provinsi Jawa Tengah terletak pada sektor industri

pengolahan, pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan. Keterbatasan inovasi

dan tingkat adaptasi cukup tinggi. Sektor unggulan adalah industri pengolahan

kreatif karena tingkat replikasi pesaing sangat rendah dan mampu menjadi icon

Page 113: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

85

product atau branding. Keterbatasan UMKM dalam menghadapi keunggulan

kompetitif adalah ekspansi pasar, aksesibilitas keuangan ke perbankan, kemampuan

SDM rendah.

Sriyana (2010) dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM): Studi Kasus di Kabupaten Bantul” bertujuan mengkaji tentang

bagaimana variabel pemasaran, permodalan, inovasi dan pemanfaatan teknologi

informasi, pemakaian bahan baku, alat produksi, penyerapan tenaga kerja, serta

rencana pengembangan usaha dalam menunjang strategi pengembangan Usaha Kecil

dan Menengah. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan alat analisis

statistic deskriptif maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: masalah yang

dihadapi UKM adalah pemasaran, permodalan, inovasi dan pemanfaatan teknologi

informasi, pemakaian bahan baku, alat produksi, penyerapan tenaga kerja, rencana

pengembangan usaha. Strategi pengembangan diperlukan dukungan dari asosiasi

pengusaha, perguruan tinggi, dinas terkait. Diperlukan adanya percepatan

transformasi UKM dari fase formasi menuju fase stabilisasi.

Munizu (2010) yang berjudul “Pengaruh Faktor-faktor Eksternal dan Internal

terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan” bertujuan

untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal serta pengaruhnya terhadap

kinerja UMK. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan Structural Equation

Model (SEM) memberikan hasil sebagai berikut: bahwa faktor eksternal adalah

kebijakan pemerintah, sosial ekonomi, dan budaya memiliki pengaruh positif 98%,

sedangkan faktor internal adalah SDM, permodalan, teknik produksi, pemasaran

memiliki pengaruh positif 79,2%.

Page 114: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

86

Heather Banham (2010) dalam External Environtmental Analiysis For Small

and Medium Enterprises. Dengan menggunakan metode derajat turbelensi

digunakan untuk membantu Usaha Kecil Menegah (UKM) dalam penilaian

lingkungan mereka. Hasil penelitian : UKM banyak menghadapi tantagan dalam

lingkungan bisnis. UKM perlu mensiasati perubahan jika ingin bertahan hidup dan

tumbuh serta menciptakan peluang investasi dan lapangan kerja UKM berhasil

beradaptasi dengan perubahan kemajuan teknologi, harapan pelanggan, persyaratan

pemasok,lingkungan dan meningkatnya persaingan membutuhkan perubahan

organisasi.

Fera, Macchiaroli (2010) dalam Appraisal of a New Risk Assessment Model

For Small and Medium Sized Enterprises. Penelitian ini tentang efektifitas metode

penilaian resiko baru dari UKM, metode analisi menggunakan Analytical Hierarcy

Process (AHP). Hasil penelitian metode penilaian resiko yang diterapkan di UKM

dengan menerapkan metode kuantitatif dan kualitatif kurang efektif. Jadi, upayanya

adalah mengembangkan model baru untuk mengurangi ketidakpastian dalam model

lama. Model yang diusulkan adalah AHP model. Melalui AHP memungkinkan

untuk menilai resiko terkait. Penerapan AHP dapat menunjukkan kinerja yang baik

dalam hal resiko keandalan penilaian. Penilaian resiko dengan model ini lebih baik

dibanding menggunakan metode tradisional.

Sedangkan Houben Lenie dan K.Vanhoof A. ( 2009 ) dalam A Knowledge

Based SWOT Analisis System as an Instrument for Strategik Planning in Small and

Medium Size Enterprises, menggunakan analisa deskriptif, mengemukakan bahwa

Kinerja yang baik dari sebuah organisasi merupakan hasil interaksi antara fihak

manajemen dengan lingkungan internal dan eksternal. Dengan mengkombinasikan

Page 115: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

87

faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam analisis SWOT

serta dapat membantu perusahaan dalam membuat perencanaan strategi dan

perusahaan lebih fleksibel dalam menjalankan operasional organisasi yang kompleks

dalam lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

Berdasarkan beberapa hasil studi sebelumnya, dapat dijelaskan perbedaan

studi ini dengan studi-studi sebelumnya sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1, yang

secara jelas menunjukkan originalitas studi. Adapun originalitas studi ini adalah

sebagai berikut:

1) Studi ini dikembangkan berdasarkan pendekatan beberapa alat analisis

secara komprehensif (analisis rantai nilai, analisis SWOT dan AHP) dalam

menyusun kebijakan dalam pegembangan industri kecil yang berdaya saing

tinggi. Kajian secara komprehensif ini belum pernah dilakukan oleh peneliti

terdahulu.

2) Studi yang berhubungan dengan penyusunan kebijakan terkait dengan

pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar Provinsi

Bali berdasarkan analisis ranta nilai, SWOT, AHP belum pernah dilakukan,

sehingga dapat dikatakan bahwa studi ini belum pernah dilakukan untuk

Disertasi.

Page 116: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

88

BAB III

KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Berdasar uraian dalam latar belakang, rumusan masalah serta tujuan

penelitian dapat disimpulkan bahwa studi ini dilakukan untuk mengkaji dan

menganalisis keberadaan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

ditinjau dari keterkaitan dari hulu dan hilir; mengkaji faktor-faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi perkembangan industri kerajinan ukiran kayu serta

implikasi terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman; dan merumuskan

strategi pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu yang tepat dalam membangun

UMKM berorientasi ekspor.

Sebelum menyusun kerangka konseptual, studi ini di mulai dari kajian teori

yang di mulai dari teori pembangunan ekonomi yang mengulas proses transisi multi

dimensi yang mencerminkan hubungan antar berbagai proses perubahan dalam suatu

wilayah, yang dilanjutkan dengan pengkajian teori perubahan struktural yang

meninjau tentang perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Perubahan struktur

ekonomi membawa dampak terhadap perubahan-perubahan kontribusi dominan

setiap sektor dalam perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya teori pemberdayaan

memiliki peran yang penting dalam meningkatkan peran masyarakat baik sebagai

individu maupun sebagai pelaku usaha dalam kehidupannya dalam rangka

mempertahankan dan mengembangkan kehidupan sebagai masyarakat yang mandiri

dan bermartabat.

Studi ini, dimulai dengan fenomena keberadaan industri kecil yang memiliki

peran besar dalam menopang perekonomian Negara terutama saat terjadi krisis,

Page 117: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

89

namun ironisnya industri kecil dalam mempertahankan eksistensinya di tengah

persaingan yang semakin ketat sering mengalami kendala baik karena faktor-faktor

yang berasal dari dalam industry itu sendiri maupun faktor yang berasal dari luar

industri. Sehingga penting sekali untuk melakukan kajian dan analisis mendalam

terhadap industri kecil agar mampu menjadi industri yang berdaya saing tinggi di

kancah persaingan dunia. Selanjutnya dari fenomena tersebut perlu dilakukan kajian

teori yang dapat menuntun untuk berpikir secara deduktif karena teori bersifat

universal artinya berlaku umum dan di mana saja, tetapi dapat diterapkan untuk

kasus-kasus spesifik. Selanjutnya studi empirik yang dikaji di dalam studi ini

dimaksudkan untuk melengkapi wawasan dalam menyusun disertasi ini. Studi

empirik merupakan suatu proses generalisasi dari hal-hal yang sifatnya

khusus/spesifik menjadi kesimpulan- kesimpulan yang bersifat umum. Ini berarti

kajian atau studi empirik memberi inspirasi untuk berpikir induktif.

Bahwa proses berpikir tidak bisa deduktif saja atau induktif saja. Proses

berpikir merupakan interaksi antara proses berpikir deduktif dan induktif. Dari

proses interaksi tersebut dapat diketahui akar masalah yang selanjutnya dapat di

tentukan solusi terbaik atas permasalahan tersebut sehingga dapat dihasilkan konsep

disertasi. Konsep disertasi di dalamnya akan menghasilkan temuan-temuan baru.

Temuan-temuan baru yang akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan

ilmu atau teori, sedangkan temuan-temuan pada empirik akan memberikan

kontribusi pada kebijakan-kebijakan. Secara singkat uraian tersebut dijelaskan pada

Gambar 3.1.

Page 118: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

90

Gambar 3.1

Kerangka Proses Berpikir

Sumber: Olahan Peneliti, 2012

3.2 Kerangka Konseptual Penelitian

Setelah menyusun kerangka proses berpikir, maka perlu disusun kerangka

konseptual yang memiliki ruang lingkup terkait dengan strategi pemberdayaan

industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar mencakup beberapa hal yaitu

(1) mendeskripsikan gambaran umum industri ukiran kayu di Kabupaten Gianyar,

(2) mengidentifikasi posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu, (3)

mengidentifikasi peta rantai nilai industri kerajinan ukiran kayu, (4) merumuskan

strategi pengembangan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar.

Kajian Teori

1. Teori Pembangunan ( Todaro 2006,

Arsyad 2010 )

2. Teori Pertumbuhan (Riley,2006)

3. Teori Pemberdayaan (Kartasasmita,

1996)

4. Teori Rantai Nilai (Michael E.Porter)

5. Teori Strategi Pemberdayaan melalui

analisis SWOT (Michael E.Porter)

6. Analisis AHP (Saaty, 2006)

Kajian Empiris

1. Strategi Pemberdayaan UMKM

(Widianto, 2010; Sriyana, 2010;

Niode, 2008; Ida Bagus, 2003)

2. Analisis SWOT (Munizu, 2010;

Heather C., 2010; Dickson et

al.,2010; Houben et al.)

3. Analisis Rantai Nilai (Pratyush et

al.,, 2012: Chang et al., 2002

4. Analisis AHP (A. Fera, 2010

Solusi

Disertasi

Akar Masalah pada

Industri Kecil

Page 119: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

91

Gambar 3.2

Kerangka Konseptual Penelitian

Sumber: Kerangka Proses Berpikir, 2012

Keberhasilan pemberdayaan UMKM dipengaruhi oleh potensi sumberdaya

yang dimiliki dan didukung dengan rencana strategis pengembangan yang tepat.

Kerangka konseptual penelitian berangkat dari deskripsi umum industri kerajinan

ukir kayu di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Deskripsi industri kerajinan ukiran

kayu mencakup beberapa aspek antara lain mulai dari penyebaran usaha, jumlah unit

usaha, penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, produksi hingga pemasaran.

Deskripsi umum industri kerajinan ukiran kayu memberikan gambaran mengenai

peluang atau potensi industri kerajinan ukir kayu baik secara domestik maupun

internasional serta kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.

Pemetaan Industri Kerajinan Ukir Kayu di Kabupaten Gianyar Bali

Identifikasi

Faktor Internal

(Kekuatan dan Kelemahan)

Analisis SWOT

Arah Pengembangan

Rekomendasi Kebijakan dan

rancangan program strategis

Analytical Hierarchy

Process (AHP)

Potensi Pengembangan Industri Kerajinan Ukir Kayu

Posisi Strategis Industri Identifikasi Rantai Nilai

Produksi Distribusi Komersialisasi

Analisis Rantai Nilai

Identifikasi

Faktor Eksternal

(Peluang dan Hambatan)

Page 120: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

92

Pengembangan potensi industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

dapat dilihat dengan melakukan identifikasi terhadap posisi strategis industri

kerajinan ukiran kayu secara regional. Posisi strategis industri dianalisis melalui

identifikasi terhadap sejumlah faktor internal berupa kekuatan yang dimiliki dan

kelemahan yang dihadapi industri kerajinan. Serta identifikasi terhadap sejumlah

faktor eksternal berupa peluang industri dalam menghadapi berbagai ancaman atau

hambatan eksternal. Dari hasil analisis posisi strategis maka akan dapat diketahui

industri yang memiliki prospek paling strategis atau agresif untuk dikembangkan

lebih lanjut. Sehingga berbagai rekomendasi kebijakan pengembangan menjadi lebih

terarah, prioritas dan komprehensif untuk industri yang siap untuk berkembang

maupun industri yang berpotensi untuk dikembangkan.

Arah pengembangan industri kerajinan ukiran kayu sebagai usaha kecil

menengah dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek atau faktor yang

bersifat pendorong maupun hambatan yang dihadapi. Analisis rantai nilai terhadap

satu industri yang paling strategis atau yang memberikan daya ungkit terbesar dalam

perekonomian memberikan gambaran peluang maupun hambatan yang dihadapi

industri mulai dari hulu yaitu mulai penyediaan input hingga hilir yaitu peluang

pemasaran. Analisis rantai nilai juga memberikan gambaran peran pelaku atau

stakeholder yang terlibat dalam arah pemberdayaan serta nilai tambah dari setiap

tahapan pengembangan industri kerajinan.

Goal atau tujuan akhir yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah pada akhirnya

untuk mendapatkan formulasi kebijakan dalam rangka pemberdayaan industri

kerajinan ukir kayu di Kabupaten Gianyar secara lebih komprehensif dan

implementatif.

Page 121: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

93

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah suatu rencana, kerangka untuk

mengkonseptualisasikan struktur relasi variabel-variabel suatu kajian penelitian

(Karlinger, 1993), atau perencanaan terinci yang digunakan sebagai pedoman studi

penelitian yang mengarah pada tujuan dari penelitian tersebut (Aaker, et al., 2001).

Penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif kuantitatif yang memberikan

gambaran umum pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar-Bali. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi dengan pendekatan

kuantitatif matematis dalam menangkap deskripsi umum industri kerajinan ukiran

kayu di Kabupaten Gianyar. Untuk mengidentifikasi posisi strategis industri

digunakan pendekatan teknometrik SWOT dan pendekatan deskriptif kuantitatif

untuk menganalisa rantai nilai. Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan

pemberdayaan industri kerajinan akan digunakan pendekatan kualitatif yang

dikuantifikasikan dalam bentuk analytical hierarchy process yang berusaha

menangkap persepsi expertise mengenai pengembangan industri kerajinan ukir kayu

di Kabupaten Gianyar.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan di Kabupaten Gianyar dengan pertimbangan

karena Kabupaten Gianyar memiliki industri kecil kerajinan ukir kayu dengan

jumlah unit usaha sebanyak 243 unit. Penelitian dilakukan selama tiga bulan untuk

survey dan pengumpulan data.

Page 122: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

94

4.3 Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian atau responden adalah pihak-pihak yang dijadikan sampel

dalam penelitian. Dalam studi ini yang menjadi subyek penelitian adalah Perajin

Ukiran Kayu, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Bank Umum Daerah, Pimpinan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kepala Pemerintahan di Kabupaten

Gianyar.

Objek penelitian merupakan apa yang hendak diselidiki dalam penelitian.

Dalam studi ini objek penelitiannya adalah menganalisis rantai nilai industry

kerajinan ukiran kayu, menentukan posisi strategis industry kerajinan ukiran kayu

dan penentuan strategi pemberdayaan industry kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar.

4.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel adalah sebagai sesuatu yang mempunyai variasi nilai (Singarimbun

dan Effendi, 1995). Sedangkan identifikasi variabel didasarkan atas kajian teoritik

sebagai acuan kerangka berpikir deduktif dan eksplorasi melalui kajian empirik

untuk kesimpulan induktif. Sesuai dengan kerangka konseptual yang telah

dipaparkan di atas, maka variabel dalam penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1) Variabel dalam Rantai Nilai terdiri dari:

a. Pasar akhir (end market);

b. Lingkungan penunjang;

c. pasar pendukung (supporting markets);

Page 123: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

95

2) Variabel dalam analisis SWOT terdiri dari:

a. Kekuatan (strengths);

b. Kelemahan (weakness);

c. Peluang (opportunities);

d. Ancaman (threats).

3) Variabel dalam Analytical Hierarcy Process (AHP) terdiri dari:

a. hierarki level 1;

b. hierarki level 2;

c. hierarki level 3;

d. hierarki level 4

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1) Variabel dalam Rantai Nilai terdiri dari:

a. Pasar akhir (end market) adalah masyarakat pengguna barang untuk

kegiatan konsumsi, yang

b. Lingkungan penunjang adalah faktor-faktor di luar industri yang berperan

menunjang aktifitas perusahaan;

c. Pasar pendukung (supporting markets) adalah jasa pendukung aktifitas

industri;

2) Variabel dalam analisis SWOT terdiri dari:

a. Kekuatan (strengths) yaitu kondisi kekuatan yang ada dalam industri

UMKM yang terdiri dari sentra industri, tenaga kerja, harga produk, pola

kemitraan, ketrampilan kerja, aliran produksi, potensi pengembangan, bahan

baku, fleksibilitas jenis usaha;

Page 124: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

96

b. Kelemahan (weakness) yaitu kondisi kelemahan yang ada dalam industri

UMKM yang terdiri dari: akses modal, teknologi, sifat produksi, kualitas ,

akses informasi, jangkauan pasar, mutu produk, IT, produktifitas, etos kerja,

profesionalisme, kemampuan manajerial, pembiayaan non bank, spesialisasi

dan inovasi;

c. Peluang (opportunities) yaitu kondisi peluang berkembang di masa datang

yang terjadi pada industri UMKM yang terdiri dari: ekonomi nasional,

pendapatan masyarakat, infrastruktur, jumlah penduduk, subsidi, dukungan

pemerintah, persaingan;

d. Ancaman (threats) yaitu kondisi yang mengancam dari luar industri UMKM

yang terdiri dari: lingkungan bisnis, pesaing, harga berfluktuasi, hambatan

masuk pasar, pemasok, pesaing, perubahan gaya hidup konsumen,

keterbatasan akses pasar, inflasi, perekonomian, globalisasi.

3) Variabel dalam Analytical Hierarcy Process (AHP) terdiri dari:

a. hierarki level 1 goal atau tujuan yaitu untuk mengetahui proyeksi

pengembangan UMKM;

b. hierarki level 2 yaitu proyeksi pengembangan UMKM yang terdiri dari

strategi pengelolaan keuangan, pengembangan SDM, pemasaran dan

pelayanan publik;

c. hierarki level 3 yaitu Faktor-faktor yang mempengaruhi proyeksi

pengembangan UMKM terdiri dari pengelolaan keuangan, harga pokok

produksi, kredit perbankan, pendidikan dan pelatihan, sistem penggajian,

reward dan punishment, pemasaran lokal, Saleable masterplan, e-

marketing, lay-out produksi, teknologi produksi, bahan baku, desain dan

inovasi, standarisasi produk, penelitian pasar, pembinaan, fasilitas pameran

Page 125: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

97

produk di dalam dan luar negeri, sosialisasi dan standarisasi hak paten

produk;

d. hierarki level 4 yaitu skenario proyeksi pengembangan UMKM yang terdiri

dari skenario optimis, skenario status quo dan skenario pesimis;

4) Analisis rantai nilai adalah analisis yang diperoleh dari tanggapan responden

terkait dengan tahapan aktifitas produksi mulai dari input hingga pemasaran

produk sampai ke tangan konsumen melalui pengisian pertanyaan terstruktur

dan wawancara mendalam pada sampel perajin ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar;

5) SWOT adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan strategi sektor

unggulan yang dapat di rumuskan berdasarkan pembobotan penilaian responden

atas pertanyaan terstruktur.

6) AHP adalah suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur untuk

memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif) yang memerlukan pendapat

(judgement) responden yang expert pada permasalahan industri kecil kerajinan

ukiran kayu di Kabupaten Gianyar. Responden dalam analisis ini adalah

Kepala/Pegawai Deperindag, Ketua/Anggota Koperasi, Pegawai Lembaga

Perbankan, Kepala/Pegawai Pemkab Gianyar.

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dengan melakukan survei lapangan serta

data sekunder sebagai supporting data berupa existing statistic data.

Page 126: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

98

1) Data Primer. Data ini diperoleh melalui survei lapangan (face to face interview).

2) Data Sekunder. Pengumpulan data yang berupa existing statistic data dilakukan

dengan mengumpulkan data-data statistik daerah yang berasal dari berbagai

laporan yang diberikan oleh lembaga pemerintah seperti BPS, Disperindag,

Dinas Koperasi dan UMKM, Disnaker, Pemerintah Kabupaten.

4.5.2 Sumber Data

Data dalam studi ini diperoleh dengan membagikan kuisioner yang

dirumuskan secara terstruktur, sistematis serta pemilihan responden yang

representatif dan expert pada permasalahan, sehingga memungkinkan data yang diisi

merupakan data yang telah mempunyai nilai obyektivitas yang tinggi sesuai dengan

pengetahuan/pengertian/persepsi individu tentang obyek sikap (kognitif) karena

pengalaman, lama bekerja atau dalam menghadapi persoalan yang diteliti.

Selain itu, perlu dilakukan pengecekan ulang atau pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dengan melakukan

wawancara atau komunikasi langsung dengan responden dan mengumpulkan

informasi data melalui FGD (focus group discussion) yaitu dengan memilih orang-

orang yang dianggap memiliki kompetensi pada bidang yang terkait dengan

industry kecil kerajinan kayu di Kabupaten Gianyar Propinsi Bali. FGD bersifat

lebih lebar dari wawancara, karena FGD tidak hanya mengajukan pertanyaan secara

spesifik tetapi lebih pada upaya mendengarkan keterangan dari berbagai sumber

yang kemudian dirumuskan menjadi suatu data tertentu. Adapun pihak-pihak yang

akan dilibatkan dalam FGD ini adalah perwakilan dari: Bank Indonesia, pelaku

industri kecil, Departemen Perindustrian dan perwakilan dari Pemerintah daerah.

Page 127: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

99

4.6 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

4.6.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki

kualitas dan ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut,

populasi dapat dipahami sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang

minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Menurut Syarif (1983), populasi

diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang

mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk

dipilih menjadi anggota sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah industri kecil kerajinan ukiran kayu

yang tergolong dalam UMKM di Kabupaten Gianyar berdasarkan jumlah pekerja.

Jumlah industri adalah sebanyak 248 unit, sebanyak 5 unit adalah termasuk industri

besar karena memiliki jumlah tenaga kerja > 100 orang (Deperindag). Populasi

dalam penelitian ini adalah sebanyak 243 unit yang tergolong dalam industri mikro

(rumah tangga) sebanyak 11 unit, industri kecil sebanyak 178 unit dan industri

menengah sebanyak 54 unit.

4.6.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi, seperti dikemukakan oleh Suratno

and Arsyad (1995) sampel merupakan sub kelompok yang mewakili populasi yang

diteliti, sehingga studi ini tidak menggunakan semua individu dalam populasi

sebagai responden, tetapi cukup mengambil sampel yang mewakili populasi.

Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus sebagai berikut

(Slovin dalam Narimawati, dkk., 2008):

Page 128: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

100

2

1 Ne

Nn

2

)05,0(2431

243

= 151

Jadi jumlah sampel yang diambil adalah 151 unit industri dengan toleransi kesalahan

5%.

Pengambilan sampel untuk rumusan rekomendasi kebijakan pengembangan

dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dipilih secara langsung pada

orang yang ahli atau expertise pada pengembangan industri kerajinan ukiran kayu

yaitu asosiasi pengusaha dan institusi pemerintah terkait. Metode AHP tidak

menekankan jumlah minimum responden, namun metode ini menekankan pada

responden yang expert terhadap pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu. AHP

adalah suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya

ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang

memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak

terkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak

ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi,

pengalaman ataupun intuisi.

4.6.3 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Metode pemilihan sampel untuk analisis rantai nilai ( value chaine ) dan

analisis SWOT, digunakan dalam penelitian ini adalah metode probabilitas secara

stratified random sampling. Cara ini digunakan jika populasinya heterogen. Dalam

populasi yang heterogen tersebut ternyata terdiri dari strata atau lapisan yang

homogen. Karena jumlah unit dalam tiap strata tidak sama maka digunakan

Page 129: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

101

proportional stratified random sampling, cara ini dilakukan dalam rangka

meningkatkan derajat keterwakilan sampel yang akan diambil terhadap populasinya.

Berikut ini diuraikan cara perhitungan untuk menentukan besarnya sampel dengan

cara (Zainudin, 1995):

Jumlah Industri setiap Kelompok

Besar sampel = x Jumlah Sampel

Jumlah Industri Keseluruhan

Hasil perhitungan besar sampel, secara rinci disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1

Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Sumber: Olahan Peneliti, 2012

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat disusun banyaknya populasi berdasarkan Kecamatan

di Kabupaten Gianyar sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Pengambilan Sampel Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Gianyar

Tahun 2012 (Orang)

No Kecamatan

Jenis Industri

Mikro Kecil Menengah

Populasi Sampel Populasi Sampel Populasi Sampel

1 Sukawati 2 1 53 33 9 6

2 Tegallalang 1 1 31 19 3 1

3 Gianyar 2 1 11 7 10 6

4 Ubud 6 4 70 44 26 16

5 Blah Batuh - 4 2 3 1

6 Tampak Siring - 7 4 2 1

7 Payangan - 2 1 -

Kab. Gianyar 11 7 178 110 54 34

Sumber: Disperindag Kab. Gianyar, 2011

Industri Kerajinan

243 unit

Industri Kecil

178 unit Industri Mikro

11 unit

Industri Menengah

54 unit

Sampel

7 unit

Sampel

110 unit Sampel

34 unit

Page 130: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

102

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi deskriptif

melalui survei kepustakaan dan survei lapangan melalui observasi dan in-depth

interview dengan kuesioner. Observasi dilakukan dengan melihat secara langsung

aktivitas perajin ukiran kayu. Sedangkan kuisioner merupakan suatu daftar

pertanyaan terstruktur yang digunakan untuk mengukur persepsi responden dan

fakta-fakta yang berhubungan dengan responden, serta dengan suatu keadaan yang

telah diketahui responden. Kuisioner yang diberikan kepada responden, telah diuji

tingkat validitasnya. Pengisian kuisioner oleh responden didampingi oleh tenaga

peneliti untuk membantu mengintepretasikan pertanyaan kuisioner dengan benar.

4.7.1 Teknis Pelaksanaan Survey

Beberapa aspek survei yang harus diperhatikan antara lain:

1) Kualitas lembar wawancara/kuesioner seperti apakah bahasanya mudah

dipahami, apakah penjelasan cukup lengkap, apakah kualitas cetak bagus,

apakah ukuran huruf dan tata letak sudah tepat

2) Pemilihan surveyor

3) Logistik yang diperlukan selama survei

4) Mekanisme Coaching

5) Administrasi dan prosedur keuangan

6) Waktu survei

7) Persiapan sebelum survei (untuk menghindari keengganan responden bekerja

sama)

Page 131: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

103

8) Produktivitas (berapa banyak wawancara yang dapat diselesaikan per hari oleh

surveyor)

Tim surveyor merupakan komponen penting dalam pelaksanaan kegiatan survei.

Tim surveyor terdiri dari supervisor survei yang bertugas mengkoordinir survei

untuk masing-masing industri.

4.7.2 Survei Uji Coba (Pilot Study) dan Pengujian Instrumen

Survei uji coba dilakukan pada pelaku usaha industri kerajinan ukiran kayu

di Kabupaten Gianyar. Sebelum pendataan dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan

lembar wawancara berdasarkan indikator yang ditetapkan. Untuk pengujian

kuesioner digunakan uji validitas adan reabilitas. Menurut Arikunto (1997),

instrumen yang baik bila memenuhi dua persyaratan yaitu valid dan reliable,

pembuatan instrumen harus dilandasi dengan kajian pustaka.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat ke-valid-an

atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002). Sebuah instrumen dikatakan

valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data

dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas dilakukan dengan metode

Pearson atau metode Product Moment yaitu dengan mengkorelasikan skor butir

pada kuesioner dengan skor totalnya Arikunto, (2002).

Sedangkan uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu

menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner.

Variabel dikatakan reliable jika nilai alpha lebih dari 0,3. Nilai koefisien reliabilitas

di atas 0,3, maka hasil data hasil angket memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau

dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya Nurhasyim ( 2004).

Page 132: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

104

4.8 Teknik Analisis Data

Secara spesifik, sesuai dengan tujuan penelitian akan digunakan beberapa alat

analisis baik melalui metode kualitatif maupun kuantitatif yang diharapkan mampu

menjawab permasalahan dan tujuan yang akan dicapai.

4.8.1 Analisis Ekonomi Rantai Nilai

Analisis rantai nilai dimulai dengan melakukan pemetaan rantai (chain map)

atas produk unggulan prioritas yang tergolong sebagai peringkat utama, dengan

menggambarkan secara garis besar tahapan mulai dari input hingga pemasaran

produk sampai ke tangan konsumen. Kemudian masing-masing mata rantai nilai

diidentifikasi apa yang menjadi kekuatan atau kompetensinya. Untuk selanjutnya

dikuantifikasi dan dinilai Analisis Ekonomi Rantai Nilainya

Analisis value chain merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang

membentuk suatu produk. Analisis ini merupakan total value chain dari suatu

produk mulai dari desain produk sampai dengan pemanufakturan produk, bahkan

jasa setelah penjualan. Analisis value chain merupakan alat analisis strategis yang

digunakan untuk memahami secara lebih baik keunggulan kompetitif,

mengidentifikasikan di mana value pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan

biaya, dan memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan

pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industry Humphrey

(2005). Analisis value chain adalah upaya mengidentifikasi dan menjelaskan

hubungan internal dan ekternal dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan posisi

strategis perusahaan.

Page 133: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

105

Struktur rantai nilai mencakup semua perusahaan dalam rantai tersebut yang

dibedakan berdasarkan lima unsur sebagai berikut:

1) End Markets (Pasar Akhir)

End Markets (pasar akhir) adalah masyarakat dan bukan terfokus pada suatu

lokasi. Pasar akhir menentukan karakteristik; termasuk harga, kualitas, kuantitas,

dan waktu suatu barang atau jasa yang sukses. Pembeli pasar akhir adalah

merupakan suara berpengaruh dan insentif bagi suatu perubahan. Mereka merupakan

sumber penting dalam penyampaian informasi permintaan, yang menyebarluaskan

pembelajaran dan dalam kasus tertentu bersedia berinvestasi dalam perusahaan

berurutan lebih bawah pada rantai nilai. Pendekatan rantai nilai mengkaji semua

peluang terkini dan berpotensial di semua pasar, mempertimbangkan kecenderun-

gan, calon pesaing dan faktor-faktor dinamis lainnya.

2) Usaha dan Lingkungan Penunjang

Usaha dan Lingkungan Penunjang meliputi norma, kebiasaan, undang-

undang, peraturan, kebijakan, perjanjian perdagangan internasional dan prasarana

umum (jalan, listrik, dll.) serta layanan umum (pendidikan, kesehatan) untuk

menunjang atau menghambat pergerakan suatu produk atau jasa di rantai nilainya.

Lingkungan kebijakan nasional dan peraturan merupakan komponen penting demi

berjalannya fungsi pasar dan perusahaan. Kinerja buruk pemerintah setempat,

penegakan hukum serta rezim peraturan yang lemah hanya akan meningkatkan biaya

dan risiko transaksi, membatasi investasi dalam perhubungan dan peningkatan mutu

suatu produk.

Page 134: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

106

3) Hubungan Vertikal

Hubungan antar perusahaan di seluruh tingkatan rantai nilai penting untuk

memindahkan produk atau jasa ke pasar akhir. Transaksi yang bersifat lebih efisien

antara perusahaan terkait secara vertikal dalam rantai nilai, akan memberikan

dampak meningkatkan daya saing keseluruhan dari industri tersebut. Hubungan

vertikal juga mempermudah penyerahan manfaat dan layanan terkait, pengalihan

ketrampilan dan informasi antar perusahaan baik ke atas dan bawah dalam urutan

rantai nilai. Hubungan vertikal menguntungkan antar perusahaan terkait dapat men-

ingkatkan akses UMKM terhadap pasar, ketrampilan baru dan berbagai layanan, dan

mengurangi risiko pasar dengan menjamin penjualan di masa mendatang.

4) Hubungan Horizontal

Ada tegangan yang diperlukan antara kerjasama dan persaingan antar

perusahaan yang menjalankan fungsi serupa dalam suatu rantai nilai. Hubungan

antar perusahaan, baik formal maupun informal akan mengurangi biaya transaksi

bagi pembeli yang berurusan dengan pemasok kecil. Dengan menunjang pembelian

bahan baku dalam jumlah besar, memungkinkan terpenuhinya pesanan besar dan

hubungan horizontal akan membantu perusahaan kecil untuk menghasilkan

pendapatan besar. Asosiasi industri memungkinkan penciptaan standar-standar

industri dan pelaksanaan strategi pemasaran.

5) Supporting Markets (Pasar Pendukung)

Jasa pendukung adalah kunci peningkatan tingkat perusahaan. Jasa tersebut

meliputi: jasa keuangan, jasa lintas sektor seperti konsultasi bisnis, nasihat hukum

dan telekomunikasi serta jasa khusus bagi sector terutama pada jasa perlengkapan

Page 135: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

107

irigasi atau jasa perancangan kerajinan tangan. Apabila dibutuhkan untuk waktu

yang lama, jasa tersebut harus disediakan secara komersial atau melalui pasar

(Cooper & Lybrand, 1996; Cooper & Slagmulder, 1999; Dekker & Van Goor, 2000;

Bazan & Navas-Alan, 2001).

4.8.2 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor

eksternal (peluang dan tantangan) dalam UKM di Kabupaten Gianyar digunakan

analisis SWOT. Identifikasi variabel dilakukan berdasarkan hasil Focus Group

Discussion (FGD), informasi instansi terkait, survei literatur. Dari identifikasi

SWOT, dibuat matrik atau diagram SWOT untuk menentukan posisi strategis

industry (Lee, S. F., & Ko, K. O., 2000; Ip, Y. K., & Koo, L. C., 2004; Rauch, P.,

2007; Nikolaou, I. E., 2010; Manteghi & Zohrabi, 2011; ).

Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengambilan misi,

tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis

(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman). Menurut Rangkuti (2000) tahapan-tahapan dalam

penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis yaitu:

1. tahapan pengumpulan data;

2. tahap analisis;

Page 136: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

108

3. tahap pengambilan keputusan.

Tabel 4.2

Kerangka Formulasi Strategis

1. Tahap Pengumpulan Data Evaluasi Faktor Evaluasi Faktor Matrik Profil Eksternal Internal 2. Tahap Analisis Matrik Matrik Matrik Matrik Matrik TOWS BCG Internal Space Grand Eksternal Strategy 3. Tahap Pengambilan Keputusan Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif

Sumber : Rangkuti, 2000

Tahapan pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan

pra analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal

yang diperoleh dari lingkungan di luar organisasi dan data internal yang diperoleh di

dalam organisasi. Model yang dipakai pada tahap ini yaitu matrik faktor strategi

eksternal (EFAS), matrik faktor strategi internasl (IFAS) dan matrik profil kompetitif

(dalam mengukur kondisi retribusi tidak dipergunakan). Selanjutnya untuk

mengukur kondisi dari sektor unggulan diperlukan sistem pembobotan terhadap

masing-masing aspek dengan cara:

1) Terlebih dahulu membuat prioritas dari yang pengaruhnya dianggap paling

kuat ke yang paling lemah;

2) Menentukan persentase bobotnya dari masing-masing aspek yang antara

lain:

a. Aspek kekuatan dan kelemahan sebagai aspek yang dilihat dari dalam (internal);

b. Aspek peluang dan ancaman yaitu aspek yang dilihat dari luar

(eksternal).

Page 137: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

109

Persentase pembobotan, diberikan nilai bobot yang sama untuk analisis

SWOT keadaan awal. Analisis SWOT yang diberikan bobot didasarkan atas daftar

pertanyaan atau kuesioner yang disetujui dari responden yang mau menjawab

pertanyaan dan telah menyerahkan daftar pertanyaan tersebut. Setelah masing-

masing aspek dibobot, selanjutnya diadakan penilaian dengan menggunakan hasil

identifikasi SWOT, seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Sistem Pembobotan SWOT

Aspek Internal

atau Eksternal

Nilai Rating Bobot

Skor

Tertimbang

Faktor Kunci sukses Sangat kuat, kuat,

lemah, paling lemah.

4 sampai 1 Persentase

tersetujui

Rating x bobot

T O T A L Skor total

Sumber: Rangkuti, 2000

Langkah seterusnya dibentuk diagram analisis SWOT dengan cara

pembobotan terhadap variabel-variabel terukur (aspek kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman). Posisi pada koordinat merupakan total skor tertimbang hasil dari:

skor tertimbang aspek kekuatan skor tertimbang aspek kelemahan;

skor tertimbang aspek peluang skor tertimbang aspek ancaman.

Aspek internal (SW) pada sumbu horizontal dan aspek eksternal (OT) pada

sumbu vertikal, sehingga dapat diketahui letak dari obyek yang dikaji di dalam peta

tersebut.

Page 138: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

110

3. Mendukung Strategi

Turn Around

4. Mendukung Strategi Defensif.

1. Mendukung Strategi

Agresif

2. Mendukung Strategi

Diversifikasi

Berbagai Peluang

Kekuatan

Internal Kelemahan Internal

Berbagai Ancaman

Gambar 4.2

Diagram Analisis SWOT

Sumber: Rangkuti, 2000

Strategi yang digunakan untuk mengoptimalisasikan sektor-sektor unggulan

dipergunakan matrik TOWS atau SWOT yang dapat menggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, berdasarkan hasil

perhitungan dalam diagram analisis SWOT. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Matrik SWOT

IFAS

EFAS

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O) Strategi S-O Gunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi W-O

Atasi kelemahan

dengan memanfaatkan

peluang

Ancaman (T) Strategi S-T

Gunakan kekuatan untuk

menghindari ancaman

Strategi W-T

Atasi kelemahan

mencegah ancaman

Sumber: Rangkuti, 2000

Page 139: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

111

4.8.3 Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Untuk menganalisis strategi pemberdayaan digunakan AHP sebagai suatu

model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk

memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan

pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka,

pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali

dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun

intuisi. AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria,

perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang

dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1980; Saaty & Takizawa, 1986; Saaty,

1990a; Saaty, 1990b; Saaty, 1994a; Saaty, 1994b, Saaty, 2003; Saaty, 2006;

Sueyoshi, et. Al.; Saaty & Shang, 2011;).

AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan

pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi

sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Dalam

menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus

dipahami antara lain:

a) Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, maka perlu

dilakukan dekomposisi, yaitu: memecah persoalan yang utuh menjadi

unsurunsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya.

Page 140: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

112

b) Comparative Judgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya

dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena

akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini

lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison.

c) Synthesis of Priority, dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen

(ciri) – nya untuk mendapatkan prioritas lokal, karena matriks pairwise

comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus

dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda

menurut bentuk hierarki.

d) Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah

bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman

dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty

mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan

“sama penting”, ini berarti bahwa nilai atribut yang sama skalanya, nilai

bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang

“penting absolut” dibandingkan dengan yang lainnya. Skala Saaty dapat

dilihat pada Tabel 4.5

Page 141: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

113

Tabel 4.5

Skala Banding Secara Bersamaan

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh

yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang

lain

Pengalaman dan penilaian sedikit

mendukung satu elemen dibanding

elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting

daripada elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat

mendukung satu elemen dibanding

elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting

dari elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung

dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting

daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang

satu terhadap elemen lain memiliki

tingkat penegasan tertinggi yang

mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai

pertimbangaan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua

kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat

satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j

mempunyai nilai kebalikannya

bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty, 2006

Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap

secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang

intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat

dibandingkan. Menurut Saaty (1980) analisis data sebagai berikut:

1) Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan

solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari

referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan,

sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Page 142: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

114

2) Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan

kriteria yang paling bawah.

3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen

terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik

perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan

“judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “ key

person“. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; 3)

orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4. Matriks

pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut:

ijaA

C1 C2 . .

.

Cn

C1 1 a12 . .

.

A1n

C2 1/a12 1 A2n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Cn 1/a1n .1/a2n . .

.

1

Gambar 4.3 Matrik Perbandingan Berpasangan

Sumber : Saaty, 2006

Page 143: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

115

Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki.

Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks

n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang

mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.

4) Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya

berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai

rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.

5) Pengolahan horisontal, yaitu: a) perkalian baris; b) perhitungan vektor prioritas

atau vektor ciri (eigen vektor); c) perhitungan akar ciri (eigen value)

maksimum, dan d) perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai pengukuran

konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden

6) Pengolahan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap

elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Revisi

pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup

tinggi (>0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar,

sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat

terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang

sebenarnya.

Tehnik perhitungan yang digunakan untuk menentukan skala prioritas

diperoleh dengan menggunakan software Excel dan AHP Expert Choice Versi 11.

Struktur hierarki AHP dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu hierarki

proyeksi pengembangan dan strategi pengembangan usaha kecil menengah di

Page 144: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

116

Kabupaten Gianyar. Adapun hierarki dan rancangan pertanyaan (kuesioner) untuk

setiap hierarki disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4

Proyeksi Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Gianyar Sumber: Hasil Penelitian, 2012

Proyeksi Pengembangan Usaha Kecil

Menengah

Kebijakan

Pengelolaan

Keuangan

Pengembangan

SDM

Strategi

Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pengelolaan

Kredit

Perbankan

Pendidikan &

Pelatihan

Pemasaran lokal

Saleable

Masterplan

Pelayanan

Publik

Lay out

produksi

Sistem Reward &

Punishment

Penelitian

Pasar

Fasilitas

Pameran dan

Kontak

Dagang di

Dalam dan

Luar Negeri

E-marketing

Teknologi

produksi Sistem

Penggajian

Formula

Bahan Baku

Standarisasi

Produk

Design &

inovasi

produk

Sosialisasi

dan Fasilitasi

Proses Hak

Paten Produk

Optimis Status Quo Pesimis

Pembinaan Harga pokok

produksi

Page 145: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

117

Keterangan:

Hierarki level 1: Tujuan yaitu proyeksi pengembangan usaha kecil menengah di

Kabupaten Gianyar

Hierarki level 2: Faktor-faktor yang mempengaruhi proyeksi pengembangan

UKM yang terdiri dari:

1) Kebijakan Pengelolaan Keuangan: Kebijakan pengelolaan keuangan usaha kecil

menengah

2) Pengembangan SDM: kebijakan pengembangan SDM perusahaan

3) Strategi Pemasaran: yakni sistem pemasaran yang dikembangkan

4) Manajemen Produksi: yakni sistem, lay-out dan pola produksi yang diterapkan

usaha kecil menengah

5) Pelayanan publik: mencerminkan kebijakan pemerintah yang berkaitan

langsung dengan pengembangan usaha kecil menengah

Hierarki Level 3: Beberapa indikator atau sub kriteria faktor penentu pengembangan

antara lain:

1. Pengelolaan keuangan

2. Harga pokok produksi

3. Kredit Perbankan

4. Pendidikan dan pelatihan

5. Sistem penggajian

6. Reward dan punishment

7. Pemasaran lokal

8. Saleable masterplan

Page 146: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

118

9. E-marketing

10. Lay-out produksi

11. Teknologi produksi

12. Bahan Baku

13. Desain dan inovasi

14. Standarisasi produk

15. Penelitian pasar

16. Pembinaan

17. Fasilitas pameran produk di dalam dan luar negeri

18. Sosialisasi dan standarisasi hak paten produk

Hierarki level 5: Skenario proyeksi pengembangan usaha kecil menengah

meliputi:

1) Skenario optimis yaitu perkembangan usaha kecil menengah didorong dengan

kecepatan yang tinggi karena kekuatan yang dimiliki dan peluang

pengembangannya besar dengan kelemahan yang relatif kecil

2) Skenario status quo yaitu perkembangan usaha kecil menengah dibiarkan

stagnasi, tidak ada upaya untuk menciptakan daya saing produk

3) Skenario pesimis yaitu perkembangan industri dibiarkan negatif dan tidak ada

upaya untuk menciptakan daya dorong pengembangan daya saing.

Sedangkan struktur hierarki kedua adalah penyusunan strategi untuk skenario

proyeksi pengembangan usaha kecil menengah sebagaimana pada Gambar 4.5.

Page 147: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

119

Gambar 4.5

Hierarki Kebijakan Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Sumber: Hasil Penelitian, 2013

Keterangan:

Hierarki level 1 adalah strategi kebijakan pengembangan usaha kecil menengah

Hierarki level 2 adalah strategi atau rencana tindak lanjut dari pengembangan

usaha kecil menengah yang terdiri dari:

1) Strategi pengelolaan keuangan terutama dalam pelaporan keuangan, penentuan

harga pokok produksi dan pendanaan.

2) Strategi pemasaran, pembinaan dan pengembangan produk termasuk dalam hal

ini perluasan akses pasar (internasional) dan domestik, peningkatan inovasi

produk yang berdaya saing

3) Strategi manajemen produksi meliputi teknologi produksi, lay-out produksi,

Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil

Menengah

Kebijakan

Pengelolaan

Keuangan

Strategi

Pengembangan

SDM

Strategi

Pemasaran

Strategi

Manajemen

Produksi

Strategi

KebijakanPublik

Pemerintah Asosiasi Lembaga Keuaangan

Implementasi Penuh Implementasi Selektif Tidak Ada Implementasi

Page 148: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

120

formula bahan baku, standarisasi produk, design dan inovasi produksi

4) Strategi pengembangan kualitas sumber daya manusia meliputi peningkatan

produktivitas SDM melalui pelatihan

5) Strategi perbaikan kebijakan publik yang mencerminkan peran pemerintah

dalam mengembangkan UKM, meliputi pembinaan, fasilitasi pameran dan

kontak dagang serta sosialisasi dan fasilitasi hak paten.

Hierarki level 3 adalah pelaku yang terlibat atau berperan penting dalam rencana

tindak lanjut pengembangan terdiri dari:

1) usaha kecil menengah

2) pemerintah meliputi pemerintah daerah, DisperindagKop, Bappeda dan dinas

terkait yang berhubungan langsung dengan pengembangan UKM

3) lembaga keuangan yaitu perbankan dan non perbankan

4) Kadin dan Asosiasi pengusaha

Hierarki level 4 adalah skenario tindak lanjut meliputi:

1) Skenario aksi implementasi penuh yaitu melaksanakan semua skenario optimis

dan strategi pengembangan usaha kecil menengah di Kabupaten Gianyar

2) Skenario aksi implementasi selektif yaitu melaksanakan secara selektif

skenario optimis karena kurang optimis untuk berhasil dalam mengembangkan

UKM di Kabupaten Gianyar

3) Skenario aksi tidak ada implementasi

Page 149: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

121

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang gambaran umum Kabupaten Gianyar,

karakteristik responden penelitian serta hasil penelitian dari data primer yang

berhasil dikumpulkan. Di samping itu pula dibahas analisis data yang terkumpul

secara deskriptif maupun statistik.

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di

Propinsi Bali. Lokasinya sangat strategis, karena dilalui jalan arteri primer Kota

Denpasar dan Bangli. Secara astronomis Kabupaten Gianyar berada pada garis

meridien 08o 18'48" sampai dengan 08

o 38'58" Lintang Selatan dan 115

o 13'29"

sampai 115o 22'23" Bujur Timur. Kabupaten Gianyar berbatasan dengan Kabupaten

Badung dan Kota Denpasar disebelah Barat, Kabupaten Bangli di sebelah Utara,

Kabupaten Bangli dan Klungkung disebelah Timur serta selat Badung dan Samudra

Indonesia disebelah Selatan. Bagian terluas wilayah Kabupaten Gianyar (20,25

persen) terletak pada ketinggian 250 - 950 meter dari permukaan laut. Luas

Kabupaten Gianyar 36.800 Hektar atau 6,53 persen dari luas Bali secara

keseluruhan. Secara geografis peta Kabupaten Gianyar disajikan pada Gambar 5.1.

Page 150: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

122

Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2013

Gambar 5.1

Peta Kabupaten Gianyar

Sektor pertanian masih menjadi leading sector di Kabupaten Gianyar. Hal itu

dilihat dari luas areal persawahan hingga akhir tahun 2012 mencapai 14.732 Ha atau

41persen dari luas Kabupaten Gianyar yang mencapai 36.800 Ha. Terdapat 12 buah

sungai melintasi wilayah Gianyar dan sebagian besar air sungai dimanfaatkan

sebagai irigasi persawahan. Akan tetapi, tanah kering di kabupaten gianyar

mencapai 21.879 Ha.

Hal ini masih menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan sebagai area

pemberdayaan industri olahan ukiran kayu, karena saat ini pertumbuhan industri

ukiran di Kabupaten Gianyar terus mengalami peningkatan. Dalam jangka panjang,

hasil produksi olahan ukir yang berupa souvenir, patung, pintu, dan lainnya akan

Page 151: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

123

dapat dijadikan sebagai produk unggulan Kabupaten Ginyar dari sektor industri

olahan.

Rencana kegiatan tersebut dapat terwujud dengan adanya dukungan berbagai

pihak, serta dukungan kebijakan Pemerintah dengan meningkatkan kualitas perajin

ukiran kayu, dalam pemberdayaan motif dan model ukir untuk menciptakan daya

saing dan ciri khas dari setiap produk ukir. Dalam rangka pemberdayaan komoditas

ukiran kayu, pemerintah daerah melalui dinas dan pihak-pihak terkait dapat

membantu menyediakan sarana dan prasarana peralatan pendukung untuk

optimalisasi produksi dan promosi hasil kerajinan ukiran kayu.

5.1.2 Kondisi Demografis

Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk di Kabupaten Gianyar menurut

jenis kelamin pada tahun 2012 dari jumlah keseluruhan yaitu 484.600 jiwa,

komposisinya adalah 244.600 jiwa adalah laki-laki dan 240.000 jiwa adalah

perempuan, apabila diperhitungkan dari rasio jenis kelamin sebesar 101,92. Angka

tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Gianyar penduduk laki-laki lebih banyak

dibanding penduduk perempuan.

Persebaran penduduk di Kabupaten Gianyar cukup merata, karena perbedaan

jumlah persebaran penduduk dibeberapa lokasi masih tidak begitu jauh populasinya.

Persebaran penduduk terbesar berada di dua kecamatan yakni Kecamatan Sukawati

dengan kepadatan penduduk 2.099 jiwa/km2dan Kecamatan Gianyar 1.775

jiwa/km2. Sedangkan persebaran penduduk terkecil berada di Kecamatan Payangan

dengan penduduk 556 jiwa/km2

dan Kecamatan Tegallalang 837 jiwa/km2. Dengan

kondisi demografi yang demikian menunjukkan bahwa sumberdaya manusia yang

Page 152: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

124

dimiliki Kabupaten Gianyar harus didorong kearah pelatihan softskill yang mereka

miliki, sehingga dapat lebih produktif menciptakan peluang kerja di bandingkan

harus menjadi pemasok tenaga kerja, karena jumlah penduduknya yang tergolong

sedikit.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2012,

jumlah usia kerja di Kabupaten Gianyar sebanyak 274.661 jiwa, dengan tingkat

partisipasi angkatan kerja 74,50 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

ini menunjukkan jumlah tenaga kerja pada setiap 100 penduduk usia kerja. TPAK

ini menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun 2011, dimana pada

tahun 2011 TPAK sebesar 73,73 persen, sedangkan tahun 2012 mencapai 98,28

persen. Ini berarti bahwa pertumbuhan tenaga kerja selama tahun 2012 diimbangi

dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, sehingga tingkat kesempatan kerja bagi

masyarakat masih sangat baik (SUSENAS, 2012).

Kabupaten Gianyar menjadi potensial sebagai sentra industri ukiran kayu

karena menjadi salah satu tujuan wisata yang sering didatangi oleh wisatawan asing

maupun domestik, sehingga permintaan akan produk ukiran semakin meningkat dan

dapat di tampung pada pertokoan atau pedagang-pedagang souvenir besar yang ada

di Bali. Hal ini ditunjang dari penduduk Kabupaten Gianyar yang sebagian besar

yakni 96.920 atau 19,97 persen penduduknya bekerja di sektor industri pengolahan,

salah satunya adalah industri olahan ukiran kayu yang memegang pengaruh cukup

besar di sektor industri olahan. Hal ini karena ukiran menjadi salah satu aksesoris

dan souvenir unggulan yang diminati oleh wisatawan di Provinsi Bali, bahkan

ukiran Bali sudah memiliki motif atau ciri yang menjadikan hasil karya ukirannya

berbeda dari daerah lain. Kondisi ini juga didukung dengan 164.764 atau 33,38

Page 153: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

125

persen penduduk Gianyar bekerja di sektor perdagangan besar, eceran dan rumah

makan yang juga berpengaruh cukup besar pada permintaan ukiran kayu,

dikarenakan ukiran Bali sudah banyak digunakan sebagai aksesoris dirumah makan,

hotel atau bangunan-bangunan tradisional di Bali baik dalam bentuk jendela, pintu

maupun meja. Pedagang besar yang bergerak di penjualan souvenir Bali juga

menjadi tempat pemasaran yang baik bagi perajin ukiran kayu (GDA, 2013).

Sektor industri pengolahan menjadi sektor kedua yang paling banyak

menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor-sektor yang lain. Komoditas industri

olahan memang masih menjadi produk unggulan dari Kabupaten Giayar, karena

Giayar memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) yang mendukung

perkembangan sektor industri olahan, khususnya subsektor industri ukiran kayu.

5.1.3 Kondisi Makro Ekonomi

Publikasi pertama pada tahun 2006, Kabupaten Gianyar melakukan

penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan menggunakan

tahun dasar 2000. Sampai dengan tahun ini masih sedikit membahas perubahan

tahun dasar dari tahun dasar 1993 ke tahun dasar 2000, terutama menjelaskan harga

satuan maupun jenis produksi yang dipergunakan untuk penyusunan PDRB

Kabupaten Gianyar tahun 2013. Perubahan tahun dasar dari tahun 1993 ke tahun

2000, telah menyebabkan beberapa sektor tertentu melaju dengan cepat, sedang

sektor lainnya relatif lambat. Hal ini disebabkan adanya dinamika penawaran dan

permintaan yang berbeda antar sektor dalam jangka waktu yang panjang, maka

sumbangan antar sektor akan berbeda secara nyata (BPS Kabupaten Gianyar, 2013).

Page 154: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

126

Kabupaten Gianyar tergolong wilayah yang memiliki gejolak internal

maupun eksternal, meskipun pernah mengalami keterpurukan akibat adanya krisis

ekonomi beberapa tahun lalu. Kondisi makro perekonomian Kabupaten Gianyar

dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin membaik. Tabel 5.1

menunjukkan PDRB Kabupaten Gianyar atas dasar harga berlaku pada tahun 2011

dan 2012 masing-masing Rp. 8.118.673 juta dan Rp. 9.180.199 juta yang mengalami

peningkatan sebesar 6,79 persen atau 0,03 poin dari tahun sebelumnya, meskipun

lebih rendah dibandingkan pada periode 2010-2011 yang meningkat hingga 6,76

persen atau 0,72 poin dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut masih sangat

baik karena sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional dan propinsi yang

diikuti permintaan beberapa komoditas ekspor Kabupaten Gianyar yang juga

meningkat. Kondisi ini setidaknya meningkatkan motivasi para pelaku ekonomi di

Kabupaten Gianyar untuk mengejar ketertinggalan saat terjadinya krisis global (BPS

Kabupaten Gianyar, 2013).

Tabel 5.1

Perkembangan Indikator Makro Ekonomi

Kabupaten Gianyar Tahun 2009 – 2012

Indikator Tahun

2009 2010 2011 2012

PDRB atas harga

berlaku (Juta Rupiah) 6.422.456 7.336.540 8.118.673 9.180.199

PDRB atas harga

konstan (Juta Rupiah) 3.187.823 3.380.513 3.609.056 3.854.011

Laju Pertumbuhan

Ekonomi (Persen) 5,93 6,04 6,76 6,79

PDRB perkapita atas

harga berlaku (Ribuan

Rupiah)

14.543.242 15.570.403 16.931.644 18.817.050

PDRB perkapita atas

harga konstan (Ribuan

Rupiah)

7.218.622 7.174.491 7.526.754 7.899.732

Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2012

Page 155: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

127

Potensi modal dasar yang kuat yaitu SDM dan pasar domestik yang luas

menjadikan PDRB Kabupaten Gianyar terus mengalami peningkatan. Kekuatan

sumber daya manusia yang rentan dengan pengaruh cuaca dan kekuatan fisik

mengakibatkan industri pengolahan dan subsektor ukiran yang merupakan sektor

dominan ketiga di Kabupaten Gianyar membawa pengaruh yang signifikan tehadap

besar kecilnya PDRB Kabupaten Gianyar.

Sektor pemberi kontribusi ekonomi di Kabupaten Gianyar masih bertumpu

pada sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 28,77 persen. Sektor jasa 19,39

persen dan sektor industri pengolahan mencapai 18,47 persen. Tabel 5.2

menunjukkan bahwa kenaikan yang ditunjukkan oleh sektor industri pengolahan

menyumbang PDRB sebesar Rp. 1.695.202,19 juta pada tahun 2012, nilai itu

meningkat dibanding tahun 2010 dan 2011 yang hanya mencapai 1.397.096,37 dan

1.507.235,45.

Tabel 5.2.

PDRB Sektoral atas Dasar Harga Berlaku

Kabupaten Gianyar Tahun 2009 – 2012 (dalam Jutaan Rupiah)

Sektor Tahun

2009 2010 2011 2012

Pertanian 1.153.306,22 1.245.359,81 1.311.256,60 1.455.092,04

Pertambangan dan

Penggalian 37.912,63 41,289.47 47,187.72 54,222.63

Industri Pengolahan 1.208.579,11 1.397.096,37 1.507.235,45 1.695.202,19

Listrik, Gas dan Air

Bersih 66.126,26 77.201,45 89.508,32 107.978,87

Bangunan 329.727,04 394.457,89 446.853,73 556.224,75

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 1.819.217,07 2.114.529,36 2.373.595,79 2.641.089,19

Pengangkutan dan

Komunikasi 294.912,51 328.935,22 352.142,27 391.786,05

Keuangan,

Persewaan dan Jasa

Perusahaan

347.602,11 396.623,24 430.210,93 498.626,54

Jasa-jasa 1.165.072,88 1.341.047,58 1.560.681,85 1.779.976,77

PDRB 11.9121.885.00 7.295.250,92 8.071.484,94 9.125.976,40

Page 156: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

128

Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2013

Sementara bila dilihat dari distribusi sektoral sebagaimana pada gambar 5.2,

sektor pemberi kontribusi nilai tambah terbesar dalam PDRB Kabupaten Gianyar

adalah perdagangan, hotel dan restoran yang sampai tahun 2012 mencapai 28,77

persen diikuti sektor jasa 19,39 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 18,47

persen. Sektor kontributor terkecil adalah pertambangan dan penggalian hanya 0,59

persen, serta listrik, gas dan air bersih 1,18 persen. Sektor perdagangan, hotel dan

restoran memiliki distribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Gianyar, hal ini

didukung oleh potensi pariwisata Kabupaten Gianyar dan Propinsi Bali. Daya tarik

pariwisata juga memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan sektor lainnya

diantaranya industri kerajinan khususnya ukiran kayu (BPS Kabupaten Gianyar,

2013).

Gambar 5.2

Distribusi PDRB Sektoral Kabupaten Gianyar Tahun 2012

Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2013

Page 157: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

129

Kontribusi sektor industri pengolahan cukup besar dan berada di posisi

ketiga disebabkkan oleh faktor lokasi, sarana dan prasarana wisata dan menjadikan

Gianyar sebagai salah satu tujuan wisata favorit wisatawan asing dan domestik. Hal

ini menyebabkan peningkatan jumlah permintaan ukiran sebagai aksesoris atau

souvenir bagi wisatawan, sehingga dapat meningkatkan produksi yang optimal,

terutama di sub sektor ukiran kayu. Walaupun sektor industri pengolahan menjadi

penyumbang ketiga terbesar terhadap PDRB, namun apabila diperhatikan

kontribusinya tiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 19,22

persen menjadi 19,39 persen dan pada tahun 2012 masih tetap sebesar 19,39 persen.

Perubahan ini menunjukkan perekonomian di Kabupaten Gianyar terutama sektor

industri pengolahan menunjukan pertumbuhan yang positif.

5.1.4 Potensi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kerajinan Ukiran

Kayu Kabupaten Gianyar

SDM di Kabupaten Gianyar memiliki potensi untuk diarahkan ke

pemberdayaan industri kerajinan ukiran, dari segi keahlian masyarakat sudah

memiliki ketrampilan. Keunggulan yang dimiliki Kabupaten Gianyar yaitu

masyarakat sudah terbiasa mengukir kayu secara turun menurun, mempunyai

ciri/motif yang khas, menjadi lokasi wisata, terdapat banyak wadah untuk menjual

atau mempromosikan hasil ukir, dan lain-lain. Hal itu menguntungkan bagi

Kabupaten Gianyar untuk dapat menigkatkan produksinya.

Sampai saat ini, industri ukiran di Kabupaten Gianyar rata-rata masih berada

di tingkat Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM). Hal itu juga menjadi

perhatian dari pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM di Kabupaten Gianyar.

Page 158: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

130

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali membidik pangsa pasar UMKM di Gianyar

naik 5 persen dari saat ini sebesar 2,81 persen atau 2.088 UMKM. Wayan Sudja,

Direktur Utama BPD Bali mengatakan dari 74.356 pelaku UMKM di Kabupaten

Gianyar, sebanyak 2.088 UMKM atau sekitar 2,81 persen saat ini sudah dibiayai

BPD Bali. Tahun ini ditargetkan pertumbuhan baik nasabah dan debitur dari UMKM

Gianyar naik sebesar 5 persen. “Angka tersebut akan terus kami tingkatkan tentunya

dengan dukungan dari pemda untuk bersama-sama melakukan pembinaan dan

pemberdayaan sektor UMKM, karena Kabupaten Gianyar yang pertumbuhan

perekonomiannya masih didominasi oleh sektor perdagangan serta hotel dan

restoran (PHR) tidak terlepas dari peran UMKM, terutama produsen hasil kerajinan

sebagai pendukung industri pariwisata” sebutnya (swararakyatbali.com).

Dari catatan BPD Bali, total dana penghimpunan pihak ketiga (DPK) di

Gianyar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, dimana tahun 2012 dana

yang terhimpun oleh perbankan di Gianyar sebesar Rp 3,9 triliun dengan share dari

BPD Bali adalah Rp 934 miliar atau sekitar 23 persen. Sedangkan kucuran kredit

perbankan di Kabupaten Gianyar tahun 2012 mencapai Rp3,6 triliun, dimana BPD

Bali memperoleh share 23 persen atau dengan nominal sekitar Rp 870 miliar.

Sementara itu, Bupati Gianyar Tjokorda Artha Ardhana Sukawati

mengungkapkan selama ini pertumbuhan perekonomian mengalami perkembangan

yang signifikan. Hal ini diindikasikan dari pencapaian pertumbuhan daerah dari 5,7

persen pada tahun 2007 naik dalam kurun waktu 5 tahun menjadi 6,8 persen.

Sedangkan pendapatan asli daerah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 lalu

sebesar Rp57 miliar menjadi Rp261 miliar pada tahun 2012. Hal itu tidak terlepas

dari peran perbankan dalam pembiayaan untuk menggerakkan perekonomian

Page 159: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

131

Gianyar, termasuk kepada pengusaha UMKM. Diharapkan dengan peran dan fungsi

BPD Bali sebagai bank yang bervisi membangun daerah mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat secara merata.

Kondisi ini menjadikan kerajinan ukiran sangat berpotensi untuk melakukan

pemberdayaan disektor industri. Pertumbuhan UMKM di Kabupaten Gianyar

menjadikan pemberdayaan komoditas kerajinan ukiran kayu ke depannya menjadi

sangat baik, karena dari hasil kerajinan ukir dan bahkan limbah ukiran kayu bisa

dijadikan sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar. Pada jangka panjang, hasil

produksi industri olahan yang berupa kerajinan dari ukiran kayu akan dapat

dijadikan sebagai produk unggulan Kabupaten Gianyar dari sektor Industri olahan.

5.2 Profil Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kerajinan Ukiran

kayuKabupaten Gianyar

Kerajinan ukiran kayudi Kabupaten Gianyar merupakan salah satu potensi

industri yang memiliki kontribusi besar dalam mendukung pariwisata dan

perekonomian daerah di Propinsi Bali. Keberadaan industri kerajinan ukiran kayu

bukan hanya memberikan efek pengganda bagi sektor pariwisata namun juga dalam

hal penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan sektor lainnya. Potensi industri

kerajinan bukan hanya memenuhi kebutuhan lokal namun juga telah menembus

pasar internasional. Maka tidak dapat dipungkiri, pemberdayaan industri kerajinan

ukiran kayu mendapatkan perhatian dari Pemerintah dan pihak terkait untuk

menjaga eksistensi industri kerajinan ukiran kayu agar memiliki nilai tambah dan

nilai jual yang lebih tinggi serta berdaya saing global.

Page 160: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

132

Studi ini secara khusus mengidentifikasi dan menganalisis eksistensi industri

kerajinan di Kabupaten Gianyar terhadap 152 perajin ukiran kayu dengan tahun

pengamatan 2013 yang mencakup 68 perajin dalam kategori mikro, 28 usaha kecil

dan 56 perajin dalam skala menengah. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara

purposive sampling.

5.2.1 Profil Responden Sampel

Responden perajin yang dijadikan sampel berjumlah 152 perajin dengan

komposisi mayoritas adalah laki-laki sejumlah 138 orang dan perempuan 14 orang

dengan kisaran umur rata-rata pada usia produktif yaitu 35 hingga 50 tahun yaitu

sebanyak 70,9 persen, kisaran umur 23 hingga 35 tahun sebayak 15,9 persen dan

antara 50 hingga 65 tahun sebanyak 13,2 tahun. Secara demografis, perajin berada

pada usia produktif sebagai angkatan kerja sangat potensial untuk terus

dikembangkan kapasitas keahliannya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan.

Gambar 5.3

Komposisi Tingkat Pendidikan Responden

Sumber : Hasil Penelitian Diolah, 2013

Potensi demografis perajin pada usia produktif juga didukung dengan tingkat

pendidikan yang rata-rata adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) 48 persen, dan

Page 161: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

133

27,7 persen telah menempuh perguruan tinggi. Sementara untuk jenjang pendidikan

Sekolah Dasar (SD) adalah 7,9 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16,4

persen. Secara rata-rata, perajin dengan kemampuan akademik yang cukup menjadi

modal utama dalam mengembangkan kemampuan keahlian usaha bukan hanya pada

proses produksi namun juga pasca produksi. Melalui potensi ini diharapkan produk

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar memiliki kualitas tinggi dan mampu

berdaya saing bukan hanya lokal namun juga internasional.

5.2.2 Profil Umum Usaha Kerajinan Ukiran Kayu

Berdasarkan identifikasi sampel, usaha industri kerajinan ukiran kayudi

Kabupaten Gianyar telah ada sejak tahun 1980 namun jumlah perajin belum banyak

dan pada tahun 2003 jumlah perajin yang memulai usaha kerajinan ukiran kayu

berkembang hingga 20,9 persen. Hal ini sejalan dengan berkembangnya pariwisata

di Propinsi Bali dan memenuhi permintaan baik dalam dan luar negeri.

Potensi kerajinan ukiran kayudi Kabupaten Gianyar sebagian besar

merupakan usaha pribadi. Hal ini menunjukkan minat masyarakat Kabupaten

Gianyar dalam wirausaha kerajinan cukup tinggi dan membuka peluang usaha bagi

masyarakat lainnya. Kerajinan ukiran kayu dapat dipahami sebagai transformasi

kehidupan sosial budaya masyarakat ditengah kemajuan pariwisata sehingga

memberikan keyakinan dan motivasi bagi perajin untuk menekuni usaha kerajinan

ukiran kayu. Sehingga nantinya secara agregat dengan semakin tumbuhnya sektor

industri kerajinan akan menjadi daya ungkit bagi perkembangan perekonomian

daerah.

Page 162: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

134

Usaha industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar masih

terkendala dengan masih banyaknya industri yang belum memiliki hak paten atas

produk kerajinan, hanya 40,78 persen perajin yang telah mendaftarkan hak paten

atas kepemilikan inovasi produk. Maka dalam hal ini dibutuhkan peran

pemerintah melalui instansi terkait dalam meningkatkan pendataan dan

pendaftaran kembali hak paten atas produk kerajinan ukiran kayu.

Kendala lain yang masih ditemukan dalam industri kerajinan ukiran kayu

di Kabupaten Gianyar adalah keikutsertaan perajin sebagai wajib pajak. Hanya

ada satu perajin dari 152 perajin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP). Maka dibutuhkan sosialisasi secara intensif pada perajin mengenai

pentingnya memiliki NPWP dalam menjaga keberlangsungan usaha dan sebagai

wujud partisipasi perajin dalam meningkatkan penerimaan negara.

Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, industri kerajinan ukiran kayu

rata-rata memiliki sembilan pekerja laki-laki dan yang terbanyak adalah 20 orang

pekerja laki-laki. Sementara pekerja perempuan tiga orang dan yang terbanyak

15 orang pekerja perempuan. Komposisi tenaga kerja kerajinan ukiran kayu

memang lebih banyak di dominasi oleh pekerja laki-laki. Jumlah pekerja juga

umumnya tidak banyak, hal ini disebabkan proses pengerjaan industri

memerlukan waktu yang cukup lama dan keahlian. Rata-rata upah per bulan yang

diterima pekerja adalah Rp. 4.400.000,- dengan kisaran terendah Rp.600.000,-

per bulan. Untuk meningkatkan kualitas hasil kerajinan dibutuhkan tenaga ahli

dalam mengembangkan keahlian perajin. Ternyata hanya ada 14 perajin dari 152

Page 163: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

135

perajin yang menggunakan bantuan tenaga ahli. Maka peran pemerintah daerah

untuk meningkatkan kualitas produk kerajinan melalui berbagai pendidikan dan

pelatihan bagi perajin maupun mendatangkan tenaga ahli yang kompeten pada

industri kerajinan ukiran kayu.

Prospek usaha dalam industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

dapat dilihat dari rata-rata omset harian yang diperoleh perajin yang sebagian besar

berkisar antara Rp. 70.000,- hingga Rp.1.000.000,- yaitu 72,7 persen dan berkisar

antara Rp. 1.000.000,- hingga Rp.30.000.000,- yaitu 27,3 persen. Sementara dari sisi

aset yang dimiliki hingga mencapai Rp. 250.000.000,-. Dan modal usaha hingga Rp.

10.000.000,- yaitu 85,9 persen. Maka dilihat dari komposisi aset dan omset yang

diperoleh perajin menunjukkan bahwa industri kerajinan ukiran kayu cukup

menjanjikan keuntungan sebagai penggerak ekonomi masyarakat di Kabupaten

Gianyar.

Proses produksi menjadi tahapan penting yang menentukan kontinuitas

industri kerajinan ukiran kayu. Berdasarkan data dari survey pada 152 perajin di

Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 terdiri dari 68 usaha mikro, 28 usaha kecil dan

56 skala usaha menengah diketahui bahwa, sekitar 93 persen pasokan bahan baku

ukiran di Kabupaten Gianyar masih didatangkan dari luar Provinsi Bali. Angka itu

menunjukkan bahwa perajin Kabupaten Gianyar sangat tergantung pada

ketersediaan bahan baku dari luar. Kondisi itu menjadikan biaya produksi menjadi

meningkat, karena perajin harus mengalokasikan biaya jasa transportasi yang tidak

sedikit untuk mendatangkan bahan baku dari luar daerah.

Page 164: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

136

Produksi kerajinan ukiran kayu dibuat berdasarkan pesanan dari konsumen

dan secara keseluruhan proses produksi cukup lancar meskipun sebagian kecil masih

mengalami fluktuasi dalam produksi. Teknologi yang digunakan dalam produksi

banyak menggunakan mesin dan hal ini dianggap cukup membantu percepatan

proses pengerjaan produksi ukiran kayu yang mayoritas adalah patung kayu. Selain

itu perajin juga terus mengembangkan inovasi dalam desain patung yang diproduksi

sehingga memiliki daya jual tinggi dan mampu bersaing baik di pasar dalam maupun

luar negeri.

Tingginya frekuensi perubahan kinerja pada produksi kerajinan ukiran ini

dikarenakan perubahan pada biaya transportasi dan biaya oprasional produksi,

sehingga terjadi kenaikan harga yang tidak diimbangi dengan besaran kenaikan

harga jual produk. Dalam mengatasi hal ini, sebagian besar pekerja usaha kerajinan

ukiran memilih menambah jam kerja karyawan, dari pada harus mengurangi jumlah

karyawan, sehingga dapat berproduksi lebih banyak. Akibat dari kenaikan biaya

produksi yang tidak hanya berdampak pada bertambahnya jam kerja saja, akan tetapi

keuntungan, omset, harga jual dan harga bahan baku juga terkena imbasnya.

Sehingga dibutuhkan kerja sama dari pemerintah dalam mengatasi hal tersebut.

Pendampingan dan pelatihan yang intensif dapat menjadi alternatif pertama dalam

proses pemberdayaan industri kerajinan ukiran. Gambar 4.3 menunjukkan

perubahan dan prediksi pada perkembangan usaha ukiran kayu akibat terjadinya

kenaikan biaya produksi.

Page 165: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

137

Gambar 5.4

Perkembangan Usaha Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Pemasaran kerajinan ukiran di Kabupaten Gianyar tersebar di berbagai

daerah mulai dari pemasaran di wilayah lokal, domestik, regional dan internasional.

Data yang diperoleh dari hasil survey 152 responden, didaptkan bahwa produk

ukiran dari Kabupaten Gianyar 63,30 persen dipasarkan di pasar lokal, 4,65 persen

wilayah regional, 2,92 persen wilayah nasional dan sisanya 29,12 dipasarkan di

pasar Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa produk dari Kabupaten Gianyar

sebagian besar masih dipasarkan di pasar lokal, hal itu tidak terlepas dari teknik

promosi yang perajin lakukan.

Pengaruh media promosi yang tepat akan mempengaruhi tingkat penjualan

dan luas area pasar penjualan. Sebagian besar perajin masih belum bisa

memanfaatkan media informasi untuk mempromosikan barangnya dengan baik.

Hasil survey menunjukkan perajin di Gianyar sekitar 71.42 masih memasarkan

produknya melalui media person to person, 5.24 melaui media televisi dan radio,

Page 166: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

138

sedangkan 22.80 dipasarkan melui media internet, dan 0.55 melalui media lainnya.

Pemilihan media promosi yang tepat dan intensitas promosi akan mampu

memperbaiki tingkat penjualan ukiran di Kabupaten Gianyar.

Gambar 5.5

Jangkauan Pemasaran dan Media Promosi Produk Ukiran

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

5.3 Analisis Rantai Nilai Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Nilai jual tinggi produk kerajinan ukiran kayu ditentukan oleh nilai tambah

yang didapatkan dalam setiap mata rantai produksi produk kerajinan. Nilai

ekonomis produk akhir di pasar sangat bergantung pada tahapan produksi mulai dari

penyediaan input produksi, proses produksi hingga penangangan pasca produksi.

Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan baku hingga

penanganan purna jual dan mencakup aktifitas yang saling terkait hubungan dengan

pemasok (supplier linkage) dan hubungan dengan konsumen (consumer linkage).

Ketersediaan bahan baku yang didapatkan dari keterlimpahan sumberdaya

alam setidaknya harus diikuti dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia

sebagai komponen penggerak dalam mengolah dan memanfaatkan sumberdaya

dalam menciptakan suatu produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi serta

Page 167: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

139

didukung oleh penggunaan teknologi tinggi. Selain itu, kesinambungan suatu

produksi tidak terlepas dari peran penting pemerintah daerah. Secara kelembagaan,

institusi pendukung terdiri dari 3 lembaga, yaitu pemerintah (meliputi lembaga

politik dan lembaga sektor publik), sektor swasta (meliputi perusahaan dan lembaga

ekonomi lainnya, serta masyarakat (terdiri dari individu dan kelompok masyarakat).

Industri kerajinan ukiran kayu merupakan salah satu industri yang memiliki

rangkaian rantai nilai yang cukup sederhana. Pelaku usaha yang terlibat dalam rantai

nilai kerajinan ukiran kayu mulai dari pemasok bahan baku, perajin, pedagang,

eksportir untuk usaha kerajinan berbasis ekspor dan konsumen atau pengguna akhir

dari produk ukiran. Kualitas dan kuantitas hasil produksi ditentukan oleh peran

pelaku usaha dalam memberikan kontribusi pada tiap tahapan rantai nilai. Oleh

karena itu setiap pelaku usaha saling berkaitan dengan pelaku usaha lain dalam

menunjang kontinuitas distribusi produk.

Gambar 5.6 menunjukkan rantai nilai industri kerajinan ukiran kayu di

Kabupaten Gianyar. Dalam rantai tersebut terdapat banyak organisasi dan jaringan

kerja yang terlibat dengan fungsi-fungsi penting yang saling berinteraksi. Masing-

masing pelaku pada rantai nilai memiliki sebuah peran dan fungsi yang berbeda.

Hubungan antar fungsi mencerminkan kekuatan dan kelemahan yang penting dari

sebuah sistem kelembagaan. Seluruh hubungan terjadi dalam koridor kebijakan,

hukum, insentif dan serangkaian sumberdaya yang memungkinkan beroperasinya

sejumlah lembaga.

Page 168: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

140

Gambar 5.6

Pemetaan Rantai Nilai Industri Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berikut adalah peran dan fungsi dari masing-masing pelaku usaha dalam

rantai nilai kerajinan ukiran kayu.

1. Penyediaan Bahan

Baku Kayu

2. Penyediaan cat

untuk finishing

produk

Pemasok Input Produsen Produk

Ukiran Kayu

Trader atau

Eksportir Konsumen Akhir

1. Pengolahan

Bahan Kayu

2. Pembuatan

desain ukiran

3. Pemahatan

4. Pewarnaan

5. Packaging

1. Penjualan

2. Distributor

3. Promosi

Pengguna akhir

Perusahaan

Penjual Kayu

Penjual

Cat/Vernish

untuk Finishing

Perajin Ukiran

kayu

Pengepul

Agen/Pengece

r/Eksportir

Konsumen

Akhir

1. Teknologi

2. Anomali Klima

Peluang usaha yang

prospektif

Dinas Pertanian dan

Perkebunan

1. Kelangkaan Bahan

Baku

2. Kebutuhan tenaga

ahli

3. Permodalan

1. Fluktuasi Perekonomian

2. Fasilitasi Kontak

Dagang

Peluang usaha yang

prospektif

Peluang ekspor

Dinas Koperasi dan UKM

Dinas Perdagangan dan Industri

Dinas Pariwisata

KADIN

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

Lembaga Keuangan

Page 169: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

141

1. Industri Inti

Industri inti atau utama adalah perusahaan pembuat produk jadi

kerajinan ukiran yaitu perajin yang siap untuk dipasarkan. Perusahaan-

perusahaan ini dapat memasarkan produknya secara langsung kepada pembeli

di luar negeri dan dalam negeri (merangkap sebagai pedagang/eksportir) atau

hanya produsen murni. Skala perusahaan yang berada dalam kelompok industri

ini terdiri dari perusahaan kecil, mikro dan menengah.

Dalam upaya untuk memenuhi permintaan pasar, perajin melakukan

spesialisasi terhadap produk ukiran yang dapat berasal dari bahan baku kayu

atau jenis kayu, desain dan kualitas. Segmentasi pasar bagi produk ukiran

dilakukan untuk menjaga daya saing industri terhadap pesaing baik dari dalam

dan luar negeri. Oleh karena itu dibutuhkan keahlian yang memadai dari perajin

untuk selalu mengembangkan inovasi produk baik terhadap model dan kualitas

bahan baku.

Kendala yang dihadapi perajin dalam proses produksi adalah

kekurangan pasokan bahan baku kayu yang berasal dari Kabupaten Gianyar

sehingga kayu sebagai bahan baku utama hampir seluruhnya di peroleh dari

daerah diluar Bali, seperti pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi dengan proses

pengiriman melalui melalui moda angkutan laut dan darat sehingga harga bahan

baku menjadi lebih mahal dengan tingginya biaya transportasi.

Kendala permodalan juga masih dihadapi oleh perajin dalam

mengembangkan usaha. Masih minimnya aksessibilitas pembiayaan usaha

melalui lembaga keuangan khususnya perbankan menjadi permasalahan klasik

Page 170: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

142

dalam disintermediasi perbankan dan sektor riil. Beban bunga dan prosedur

pengajuan kredit yang dirasakan masih sulit dijangkau oleh sebagian perajin

terutama skala mikro.

Dari sisi kelembagaan, masih kurangnya dukungan Dinas Perindustrian

dan Perdagangan dalam proses pendampingan dan pembinaan perajin ukiran

untuk pemberdayaan usahanya, baik melalui pelatihan sumberdaya manusia

maupun pemanfaatan tekhnologi tepat guna. Kurangnya dukungan Dinas

Pariwisata dalam proses promosi hasil kerajinan ukir, sehingga perajin

melakukan promosi secara individu untuk meningkatkan hasil penjualannya

Kurangnya dukungan Dinas Koperasi khususnya dalam pembinaan koperasi

atau kelompok-kelompok perajin ukiran agar dapat mengembangkan usahanya

melalui menajemen kelompok.

2. Industri Pendukung

a. Industri Kayu Primer. Industri kayu primer merupakan sumber bahan baku

dari industri kerajinan ukiran kayu. Keberadaan Industri primer ini tidak

berada dalam suatu wilayah yang sama dengan lokasi industri kerajinan

ukiran, meskipun demikian yang penting adalah terdapatnya suatu yang tak

terputus. Perusahaan penyedia bahan baku merupakan bagian dari industri

pendukung. Bahan baku kayu merupakan salah satu faktor yang menentukan

keunggulan komparatif dari industri kerajinan ukiran dan memberikan

kontribusi utama dalam menentukan biaya produksi kerajinan ukiran.

Umumnya produk- produk ukiran kayu dari berbagai negara dicirikan oleh

bahan baku kayu yang berasal dari negara produsen kerajinan ukiran kayu.

Hambatan ketersediaan bahan baku kayu disebabkan masih rendahnya

Page 171: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

143

pemanfaatan teknologi dalam penanaman kayu dan adanya anomali klima

yang dapat mempengaruhi kualitas kayu.

b. Industri Pelapis Permukaan. Industri ini menyediakan bahan-bahan untuk

melapisi permukaan ukiran kayu yang menjadi proses finishing dalam

produk ukiran. Peranan industri ini sangat penting dalam memberikan nilai

tambah produk ukiran kayu.

c. Industri Pengemasan dan Jasa Transportasi. Industri pengemasan dan jasa

transportasi merupakan industri pendukung dalam membantu kelancaran

usaha industri kerajinan ukiran kayu dalam memenuhi permintaan pasar.

3. Industri Penyedia Jasa

Dukungan penelitian dan pemberdayaan (R&D) milik pemerintah dan

swasta akan memberikan kontribusi sebagai contoh dalam bahan baku baru

(alternatif) dan sifat-sifatnya, serta uji kualitas produk. Lembaga pendidikan

universitas khususnya dalam bidang kehutanan (hasil hutan) dibutuhkan untuk

memberikan dukungan aplikasi ilmu perkayuan serta kemampuan melakukan

penelitian dalam bidang kayu. Disamping itu keberadaan lembaga pendidikan

khusus dalam bidang pengolahan kayu dapat memberikan dukungan dalam

pelatihan dan riset untuk membentuk tenaga terampil dan ahli. Kontribusi lain

yang diperlukan dari lembaga pendidikan dan pelatihan adalah dalam penyebaran

(difusi) teknologi inovasi khususnya dalam aspek produksi. Kamar Dagang dan

Industri (KADIN) khususnya KADIN Propinsi memiliki peranan dalam

penyediaan informasi baik kepada lembaga keuangan, pemerintah daerah serta

kerjasama antar anggota.

Page 172: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

144

Sementara khusus untuk produk ukiran kayu berorientasi ekspor, peran

jasa pelabuhan atau kepabeanan menjadi sangat penting agar dapat

mempertahankan daya saing. Prosedur kepabeanan perlu dipermudah tanpa

mengurangi pengawasan agar pengiriman barang ekspor sesuai dengan jadwal

kontrak dan biaya-biaya yang ditimbulkan tidak membebani industri.

Lembaga keuangan seperti perbankan daerah memiliki peranan yang

penting untuk mendukung permodalan yaitu modal kerja dan investasi dalam

peningkatan kemampuan produksi industri kerajinan ukiran kayu.

4. Lembaga Pendukung

a. Pemerintah Daerah. Keberadaan industri kerajinan ukiran kayu di daerah

memberikan kontribusi penting bagi perekonomian daerah serta membuka

kesempatan kerja.Oleh karena itu Pemerintah Daerah sangat berkepentingan

dan berkewajiban menjaga bahkan mendorong industri ukiran kayu sehingga

eksistensi tetap terjaga. Di tengah kompetisi pasar yang semakin ketat maka

dukungan pemerintah daerah perlu dilakukan secara maksimal. Rantai

birokrasi dengan berbagai pungutan yang dikeluhkan oleh dunia usaha perlu

mendapat perhatian yang serius. Perspektif pemerintah daerah bukan lagi

bersifat myopic yang hanya berorientasi pada pendapatan asli daerah (PAD),

namun melihat peranan industri kerajinan dalam perspektif jangka panjang

sebagai penyumbang pajak, penggerak ekonomi daerah dan penyerap tenaga

kerja. Perbaikan infrastruktur serta prosedur dan fasilitas kepabeanan di

wilayah propinsi perlu dilakukan. Mekanisme operasi serta keterkaitan

industri kerajinan ukiran kayu dengan industri pendukung serta kelompok

perusahaaan penyedia jasa perlu dipahami oleh berbagai pihak karena

Page 173: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

145

masing-masing memiliki peranan dalam mempertahankan kelangsungan

kluster industri agar tetap kompetitif.

b. Pemerintah Pusat. Pemerintah memiliki kewenangan dalam berbagai hal

yang memiliki dampak bagi kelangsungan industri kerajinan ukiran kayu di

daerah. Kewenangan tersebut meliputi kebijakan peraturan fiskal serta

pemilik (kawasan) hutan negara sebagai sumber bahan baku bagi industri

kayu nasional. Kebijakan fiskal meliputi penetapan pajak (pajak

pertambahan nilai, dan pajak ekspor produk kayu), kebijakan ekspor-impor,

dan penetapan kawasan industri bebas pajak, serta meletakkan dasar bagi

arah pemberdayaan industri nasional termasuk industri perkayuan.

c. Asosiasi Perajin Ukiran Kayu. Asosiasi pengusaha ini memiliki tujuan untuk

memajukan anggotanya dalam usaha. Peran asosiasi sangat di perlukan untuk

menyalurkan aspirasi yang muncul diantara para anggotanya, khusus yang

berada dalam lingkungan klusternya serta melakukan lobby kepada berbagai

pihak yang berwenang termasuk pemerintah daerah dan pusat serta pihak-

pihak non pemerintah.

d. Kamar Dagang dan Industri (KADIN). KADIN sebagai perwakilan dunia

usaha dalam memajukan industri memiliki peranan yang penting. Tugas

KADIN adalah mendukung kepentingan anggota dan menyediakan jasa-jasa

tertentu. Jasa-jasa yang diberikan antara lain pelatihan yang khusus dibuat

untuk industri ukiran, konsultasi bisnis dan teknologi, konsultasi masalah

perkreditan. Disamping itu KADIN bersama asosiasi dapat menyusun

program untuk meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan yang

Page 174: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

146

tergabung dalam kluster serta mendorong terwujudnya kerjasama diantara

mereka.

e. Perguruan Tinggi. Peran Perguruan Tinggi adalah sebagai lembaga riset.

Oleh karena itu perajin ukiran kayu dapat secara kolektif mengadakan

kerjasama penelitian dengan berbagai universitas.

f. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan. Peranan lembaga pelatihan perlu

ditingkatkan khususnya untuk memperkenalkan teknologi baru dalam rangka

difusi teknologi ukiran kayu dengan bekerjasama dengan pendanaan dari

pemerintah maupun swasta,begitu halnya kerjasama masih dibutuhkan

dengan asosiasi dan Kadin.

5.4 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten

Gianyar

Keberadaan industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar memiliki

peran penting dalam menyumbang perekonomian daerah. Potensi daerah yang

banyak ditopang oleh sektor pariwisata menjadikan industri kerajinan ukiran

memiliki posisi strategis dalam konstelasi persaingan industri yang semakin ketat

baik lokal maupun internasional. Maka dalam upaya untuk mengembangkan posisi

strategis industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar, dibutuhkan analisis

mendalam mengenai faktor internal yang menjadi potensi atau kekuatan dan kendala

kelemahan industri serta peluang eksternal dan ancaman yang dapat mempengaruhi

eksistensi industri kerajinan ukiran kayu.

Analisis Strengths, Weakness, Opportunity dan Threats (SWOT) merupakan

teknik analisis yang dapat memetakan posisi strategis keberadaan industri kerajinan

ukiran kayu. Analisis SWOT adalah indentifikasi terhadap berbagai faktor secara

Page 175: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

147

sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang

dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman

(threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengambilan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti, 2000).

Pemetaan posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar mencakup 48 faktor dengan 25 (dua puluh lima) diantaranya faktor

internal, dan 23 (dua puluh tiga) faktor eksternal. Berikut adalah identifikasi faktor-

faktor posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar.

Faktor kekuatan dalam matrik SWOT mencakup beberapa komponen yang

menjadi kekuatan internal industri kerajinan ukiran kayu yaitu antara lain

keberadaan dalam kluster, ketersediaan tenaga kerja, stabilitas harga produk, adanya

pola kemitraan, keterampilan dan proses produksi yang sederhana, potensi pasar,

kualitas bahan baku dan fleksibilitas diversifikasi usaha. Di sisi lain industri

kerajinan ukiran memiliki beberapa kendala internal antara lain keterbatasan

aksesibilitas modal, penguasaan teknologi yang rendah dan kualitas manajerial

rendah, terbatasnya pasar dan masih rendahnya inovasi produk.

Sementara dari sisi eksternal, industri kerajinan ukiran kayu memiliki

beberapa peluang yaitu membaiknya kondisi perekonomian sehingga permintaan

semakin meningkat, adanya dukungan pemerintah dan peluang pasar internasional.

Di sisi lain ancaman juga akan dihadapi industri antara lain dinamika bisnis dan

perekonomian dan dinamika pasar global yang semakin cepat dan tanpa ada batas

antar negara.

Page 176: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

148

Tabel 5.3

Diagram Matriks SWOT Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGHTS (S)

Faktor kekuatan internal:

1. Tergabung dalam klaster

2. Tenaga kerja melimpah &

murah

3. Pola kemitraan sudah ada

4. Ketrampilan kerja yang sudah

ada

5. Proses, sistem dan aliran

produksi sederhana

6. Potensi pemberdayaan pasar

7. Kualitas bahan baku

8. Lebih fleksibel dalam

mengganti jenis usaha

WEAKNESS (W)

Faktor kelemahan internal:

1. Kurangnya akses modal usaha

2. Penguasaan tekhnologi yang

rendah

3. Produksi tidak kontinyu

4. Kualitas SDM rendah

5. Akses informasi pasar kurang

6. Keterbatasan jangkauan pasar

7. Mutu produk sensitif terhadap

pasar

8. Kurangnya sistim informasi dan

dukungan litbang

9. Media Informasi belum maksimal

10. Produktifitas rendah

11. Etos kerja rendah

12. Profesional kerja rendah

13. Kemampuan manajerial yang

rendah

14. Non banking financing

15. Spesialisasi produk ketat

9. Rendahnya inovasi

16. Harga produk relatif berfluktuasi

OPPORTUNITIES (O)

Faktor peluang eksternal:

1. Perekonomian nasional semakin

membaik

2. Pendapatan masyarakat membaik

3. Infrastruktur komunikasi dan

informasi mudah dijangkau

4. Jumlah penduduk meningkat

5. Subsidi pemerintah bagi UKM

6. Dukungan pemerintah pada

UKM cukup tinggi

7. Permasaran Global

Strategi S-O

Strategi yang menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan

peluang, yaitu:

“Strategi Meningkatkan Kualitas

dan Kapasitas Produksi Untuk

Perluasan Pasar”

Strategi W-O

Strategi yang minimalisir kelemahan

untuk memanfaatkan peluang:

“Strategi Peningkatan Intensitas

Pelatihan Untuk Spesialisasi Produk

dan Dukungan Modal Guna

Meningkatkan Kapasitas Produksi ”

THREATS (T)

Faktor tantangan eksternal:

1. Dinamika lingkungan bisnis

2. Jumlah pesaing meningkat

3. Harga fluktuatif

4. Susah masuk pasar

5. Kekuatan pemasok

6. Produk pesaing

7. Perubahan selera konsumen

8. Akses pasar terbatas

9. Perubahan tingkat bunga

10. Inflasi

11. Rendahnya mobilitas vertikal

12. Kondisi pasar tidak menentu

13. Berkembangnya industrialisasi

14. Pasar mendekati persaingan

sempurna

15. Persaingan global

Strategi S-T

Strategi yang menggunakan

kekuatan untuk mengatasi ancaman

“Strategi Peningkatan

ketrampilan dan Investasi Guna

Meningkatkan Kualitas dan

Kapasitas Produksi Untuk

Mencapai Effisiensi”

Strategi W-T

Strategi yang meminimalisir

kelemahan untuk mengatasi ancaman

“Strategi Penggunaan Tekhnologi

Tepat Guna dan Mendatangkan

Investor”

Sumber : Hasil olahan peneleiti, 2013

Page 177: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

149

Melihat kondisi internal dan eksternal yang dihadapi industri kerajinan ukiran

kayu, maka dibutuhkan strategi pemberdayaan industri secara terpadu dan

komprehensif dalam upaya menjaga eksistensi potensi industri. Beberapa strategi

terpadu tersebut adalah (1) Strategi meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi

untuk perluasan pasar, (2) Strategi peningkatan intensitas pelatihan untuk

spesialisasi produk dan dukungan permodalan, (3) Strategi peningkatan ketrampilan

dan investasi untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi untuk mencapai

efisiensi, (4) Strategi penggunaan tekhnologi tepat guna dan meningkatkan daya

tarik investasi.

Tabel 5.4

Hasil Analisis Faktor Internal

Komponen Faktor Internal Bobot Skor Nilai

Kekuatan

1 Tergabung dalam kluster 0,06 2,83 0,17

2 Tenaga kerja melimpah & murah 0,05 2,33 0,11

3 Harga produk relatif stabil 0,06 2,99 0,19

4 Pola kemitraan sudah ada 0,05 2,37 0,12

5 Ketrampilan kerja yang sudah ada 0,04 1,99 0,08

6 Proses, sistem dan aliran produksi sederhana 0,04 2,01 0,08

7 Potensi pemberdayaan pasar 0,06 2,71 0,15

8 Kualitas bahan baku 0,06 2,87 0,17

9 Lebih fleksibel dalam mengganti jenis usaha 0,04 2,13 0,09

Jumlah 0,47

1,17

Kelemahan

1 Kurangnya akses modal usaha 0.03 1.65 0.06

2 Penguasaan tekhnologi yang rendah 0.03 1.54 0.05

3 Produksi tidak kontinyu 0.03 1.53 0.05

4 Kualitas SDM rendah 0.03 1.48 0.05

5 Akses informasi pasar kurang 0.03 1.50 0.05

6 Keterbatasan jangkauan pasar 0.03 1.63 0.06

7 Mutu produk sensitif terhadap pasar 0.04 2.10 0.09

8 kurangnya sistim informasi dan dukungan litbang 0.04 1.90 0.08

9 Media Informasi belum maksimal 0.03 1.50 0.05

10 Produktifitas rendah 0.03 1.48 0.05

11 Etos kerja rendah 0.03 1.44 0.04

12 Profesional kerja rendah 0.03 1.53 0.05

13 Kemampuan manajerial yang rendah 0.03 1.59 0.05

14 Non banking financing 0.03 1.46 0.04

15 Spesialisasi produk ketat 0.04 1.84 0.07

16 Rendahnya inovasi 0.03 1.40 0.04

Jumlah 0.53

0.87

Selisih antara Faktor Kekuatan dan Kelemahan

0.31

Sumber: Hasil Penelitian, 2013

Page 178: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

150

Berdasarkan hasil identifkasi posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu

bahwa faktor kekuatan yang dimiliki industri kerajinan ukiran kayu masih lebih

besar dibandingkan dengan kelemahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa

keberadaan industri kerajinan ukiran masih cukup potensial untuk terus

dikembangkan dengan kekuatan yang dimiliki antara lain dengan harga produk yang

cukup stabil dan tergabung dalam kluster industri dengan berusaha untuk

meminimalisir kelemahan terutama mutu produk.

Tabel 5.5

Hasil Analisis Faktor Eksternal

Komponen Faktor Eksternal Bobot Skor Nilai

Peluang

1 Perekonomian nasional semakin membaik 0,06 3,42 0,21

2 Pendapatan masyarakat membaik 0,06 3,29 0,19

3 Infrastruktur komunikasi dan informasi mudah dijangkau 0,06 3,08 0,17

4 Jumlah penduduk meningkat 0,05 2,58 0,12

5 Subsidi pemerintah bagi UKM 0,05 2,96 0,16

6 Dukungan pemerintah pada UKM cukup tinggi 0,05 2,92 0,15

7 UKM bisa bersaing dengan pasar dunia 0,05 3,05 0,17

Jumlah 0,38

1,16

Ancaman

1 Dinamika lingkungan bisnis 0,05 2,60 0,12

2 Jumlah pesaing meningkat 0,04 2,48 0,11

3 Harga fluktuatif 0,04 2,34 0,10

4 Susah masuk pasar 0,03 1,78 0,06

5 Kekuatan pemasok 0,05 2,61 0,12

6 Produk pesaing 0,05 2,57 0,12

7 Perubahan selera konsumen 0,04 2,48 0,11

8 Akses pasar terbatas 0,03 1,90 0,06

9 Perubahan tingkat bunga 0,03 1,92 0,07

10 Inflasi 0,03 1,73 0,05

11 Rendahnya mobilitas vertical 0,03 1,58 0,04

12 Kondisi pasar tidak menentu 0,03 1,63 0,05

13 Berkembangnya industrialisasi 0,04 2,52 0,11

14 Pasar mendekati persaingan sempurna 0,05 2,61 0,12

15 Lesunya perekonomian 0,03 1,67 0,05

16 Globalisasi 0,04 2,37 0,10

Jumlah 0,62

1,39

Selisih antara Peluang dan Ancaman

-0,23

Sumber: Hasil Penelitian, 2013

Page 179: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

151

Berdasarkan hasil identifkasi posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu

bahwa faktor eksternal peluang yang dimiliki industri kerajinan ukiran kayu relative

masih besar walaupun memiliki skor nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan

faktor ancaman. Kondisi ini mengindikasikan bahwa industri kerajinan ukiran masih

dapat memanfaatkan peluang eksternal yang memberikan keuntungan bagi usaha

kerajinan ditengah ancaman yang juga harus dihadapi oleh industri kerajinan ukiran.

Beberapa peluang eksternal tersebut adalah dinamika perekonomian yang

cukup stabil sehingga secara ekonomis menjaga permintaan pasar dan stabilitas

harga bahan baku, peningkatan kesejahteraan masyarakat sejalan dengan perbaikan

ekonomi, infrastruktur yang semakin baik dan semakin bersaingnya industri

kerajinan baik di pasar lokal maupun pasar global. Sementara ancaman yang

dihadapi industri kerajinan ukiran adalah dinamika bisnis yang semakin ketat,

persaingan yang semakin ketat, ketergantungan pada kontinuitas pemasok yang

cukup tinggi dan semakin beragamnya permintaan masyarakat terhadap inovasi

produk kerajinan ukiran kayu.

Kondisi internal dan eksternal yang dihadapi industri kerajinan ukiran kayu

menuntut pentingnya strategi pemberdayaan usaha yang komprehensif dan integratif

yang bukan hanya untuk mencapai tujuan jangka pendek yaitu keuntungan usaha

namun juga tujuan jangka panjang yaitu kontinuitas usaha baik produksi dan pasar.

Berdasarkan hasil pemetaan secara umum posisi strategis industri dalam matrik

SWOT diperoleh hasil bahwa keberadaan industri kerajinan ukiran kayu di

Kabupaten Gianyar adalah pada kuadran II yang ditunjukkan dengan nilai faktor

internal adalah 0,31 dan faktor eksternal -0,23. Posisi industri pada kuadran II

menandakan industri cukup kuat namun menghadapi tantangan yang cukup besar.

Page 180: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

152

Maka strategi diversifikasi dapat diberlakukan dalam merespon posisi masa depan

industri kerajinan ukiran kayu. Industri dalam kondisi mantap namun menghadapi

sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda usaha akan mengalami

tantangan untuk terus berputar apabila hanya bertumpu pada strategi yang

sebelumnya. Oleh karena itu industri perlu memperbanyak ragam strategi taktis.

Faktor Internal

Kuat

1,00

Lemah

-1,00

Tinggi

1,00

Faktor Eksternal

-1,00

Strategi Meningkatkan

Kualitas dan Kapasitas

Produksi Untuk Perluasan

Pasar”

(Kuadran I)

“Strategi Peningkatan

Intensitas Pelatihan Untuk

Spesialisasi Produk dan

Dukungan Modal Guna

Meningkatkan Kapasitas

Produksi ”

(Kuadran IV)

“Strategi Peningkatan

Ketrampilan dan Investasi

Guna Meningkatkan

Kualitas dan Kapasitas

Produksi Untuk Mencapai

Effisiensi”

(Kuadran II)

“Strategi Penggunaan

Tekhnologi Tepat Guna dan

Mendatangkan Investor”

(Kuadran III)

Gambar 5.7

Model Strategi Pemberdayaan Industri Ukir di Kabupaten Gianyar

Sumber: Hasil Penelitian diolah, 2013

Gambar 5.7 menunjukkan hasil analisis faktor internal dan eksternal masing-

masing menunjukkan nilai 0,31 dan -0,23, yang mengindikasikan pada strategi

peningkatan ketrampilan dan investasi untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas

produksi untuk mencapai effisiensi. Peningkatan kualitas dan kapasitas produksi

dapat dicapai dengan dukungan pemerintah melalui pendampingan, pelatihan dan

bantuan pinjaman modal. Hal ini juga membutuhkan dukungan perbankan untuk

meningkatkan jumlah investasi melalui pinjaman dengan bunga ringan atau

menghubungkan perajin dengan investor dari luar daerah, seperti kerjasama

Skor IFAS = 0,31

Skor EFAS = -0,23

Page 181: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

153

perdagangan untuk meingkatkan kapasitas produksi untuk mencapai efisiensi

produksi.

5.5 Analytical Hierarchy Process ( AHP ) Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar menjadi salah satu

potensi terbesar dalam mendukung perkembangan pariwisata di Provinsi Bali. Bila

dibandingkan dengan industri kerajinan lainnya, industri kerajinan ukiran kayu

dipandang cukup prospektif dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi dan dapat

menjadi daya ungkit bagi pertumbuhan ekonomi daerah khususnya Kabupaten

Gianyar. Maka tidak dapat dipungkiri, industri kerajinan ukiran kayu dijadikan

sebagai produk unggulan daerah strategis yang diharapkan memiliki daya saing baik

lokal, nasional maupun internasional. Hal ini membawa konsekuensi logis bahwa

pemberdayaan potensi industri kerajinan ukiran kayu menjadi agenda penting baik

bagi pemerintah daerah maupun pelaku usaha terkait.

Hasil pemetaan posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu dengan

menggunakan analisis SWOT berada pada skenario yang cukup optimis meskipun

diperlukan adanya upaya pemberdayaan secara lebih intensif dan berdaya guna

dalam menghadapi berbagai tantangan terutama seiring dengan dinamisasi

perekonomian dan lingkungan bisnis yang bahkan tanpa ada batas antar wilayah dan

negara. Proyeksi masa depan pemberdayaan usaha kecil menengah khususnya

industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar ditentukan oleh beberapa

strategi dalam pengelolaan keuangan, strategi dalam pemberdayaan sumberdaya

manusia, strategi dalam manajemen produksi, strategi pemasaran dan strategi

pelayanan publik. Berikut adalah struktur hirarki pemberdayaan kerajinan ukiran

kayu di Kabupaten Gianyar.

Page 182: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

154

Gambar 5.8

Struktur Hirarki Proyeksi Pemberdayaan

Industri Kecil Kerajinan Ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Proyeksi pemberdayaan kerajinan ukiran kayu menggunakan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan responden sejumlah tujuh orang yang

dianggap expert dalam pemberdayaan industri kerajinan. Berikut adalah nama

responden sebagai sampel dalam analisis AHP.

Proyeksi Pemberdayaan Industri

Kerajinan Kayu Ukir

Kebijakan

Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM

Strategi

Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pengelolaan

Kredit

Perbankan

Pendidikan &

Pelatihan

Pemasaran lokal

Saleable

Masterplan

Pelayanan

Publik

Lay out

produksi

Sistem Reward

& Punishment

Penelitian

Pasar

Fasilitas

Pameran dan

Kontak

Dagang di

Dalam dan

Luar Negeri

E-marketing

Teknologi

produksi Sistem

Penggajian

Formula

Bahan Baku

Standarisasi

Produk

Design &

inovasi

produk

Sosialisasi

dan Fasilitasi

Proses Hak

Paten Produk

Optimis Status Quo Pesimis

Pembinaan Harga pokok

produksi

Page 183: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

155

Tabel 5.6

Daftar Responden Sampel dalam Analisis AHP

No. Nama Instansi Jabatan

1. I Nyoman Tekek PT. Galeri Manis Eksportir

2. Drs. Ketut Pradnya PT. Bali Seraya/Seraya

Bali Style Perajin/Direktur

3. Drs. Gede Widarma

Suharta, MM

Disperindag Kabupaten

Gianyar Kepala Dinas

4. I Made Sudarta PT Jamkrida Bali

Mandara

Klaim dan

Subrogasi

5. Ir. I Wayan Gede Arsania Kadin Kabupaten

Gianyar

Ketua Kadin

Kabupaten

Gianyar

6. I Wayan Ardana, SH Dinas Koperasi Usaha

Kecil dan Menengah Kepala Dinas

7. I Ketut Darta, SH Disperindag Provinsi

Bali

Kepala Bidang

Industri Agro

Sumber : Hasil Penelitian diolah 2013

Teknik analisis data dengan menggunakan AHP diawali dengan melakukan

tabulasi hasil persepsi tujuh responden melalui rata-rata geometrik yaitu nilai sentral

yang dianggap mewakili nilai seluruh data yang diperoleh dari perkalian kualifikasi

persepsi antar responden dan dicari pangkat dari jumlah responden (Spiegel, 1999).

A. Perhitungan Level Pertama

Perhitungan bobot level pertama meliputi faktor strategi pengelolaan

keuangan, pemberdayaan sumberdaya manusia, pemasaran, manajemen produksi

dan pelayanan publik. Langkah awal adalah membentuk matrik perbandingan

berpasangan (pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi

responden. Berikut adalah matrik perbandingan berpasangan.

Page 184: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

156

Tabel 5.7

Tabulasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Proyeksi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik

Pengelolaan

Keuangan 1,0000 0,3895 0,1979 0,7226 2,4468

Pemberdayaan

SDM 2,5673 1,0000 0,6963 1,0378 2,7921

Pemasaran 5,0524 1,4361 1,0000 1,7876 4,6400

Manajemen

Produksi 1,3839 0,9636 0,5594 1,0000 2,6320

Pelayanan

Publik 0,4087 0,3581 0,2155 0,3799 1,0000

Jumlah 10,4122 4,1474 2,6692 4,9279 13,5109

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Matrik perbandingan berpasangan menunjukkan tingkat kepentingan setiap

faktor terhadap faktor lainnya. Misalnya nilai 0,39 menunjukkan persepsi responden

yang menganggap bahwa faktor pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) lebih

prioritas dibandingkan dengan pengelolaan keuangan. Aksioma resiprocal

comparison menjadikan nilai matrik antara faktor pemberdayaan sumberdaya

manusia dengan pengelolaan keuangan adalah 1/0,39 yaitu 2,57.

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Page 185: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

157

Tabel 5.8

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Level Pertama

Proyeksi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik

Pengelolaan

Keuangan 0,0960 0,0939 0,0742 0,1466 0,1811

Pemberdayaan

SDM 0,2466 0,2411 0,2609 0,2106 0,2067

Pemasaran 0,4852 0,3463 0,3746 0,3628 0,3434

Manajemen

Produksi 0,1329 0,2323 0,2096 0,2029 0,1948

Pelayanan

Publik 0,0393 0,0864 0,0807 0,0771 0,0740

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang menjadi bobot global dari tiap vektor.

Tabel 5.9

Matrik Priority Vector

Proyeksi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik Jumlah

Pengelolaan

Keuangan 0,0960 0,0939 0,0742 0,1466 0,1811 0.5918

Pemberdayaan

SDM 0,2466 0,2411 0,2609 0,2106 0,2067 1.1658

Pemasaran 0,4852 0,3463 0,3746 0,3628 0,3434 1.9123

Manajemen

Produksi 0,1329 0,2323 0,2096 0,2029 0,1948 0.9726

Pelayanan

Publik 0,0393 0,0864 0,0807 0,0771 0,0740 0.3575

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Sehingga nilai eigen vector atau bobot global tiap kriteria adalah.

Page 186: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

158

Tabel 5.10

Bobot Gobal Level Pertama

Proyeksi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Faktor Bobot Ranking

Pemasaran 0,3825 1

Pemberdayaan SDM 0,2332 2

Manajemen Produksi 0,1945 3

Pengelolaan Keuangan 0,1184 4

Pelayanan Publik 0,0715 5

Keterangan : Rasio konsistensi 0,0246

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap faktor, diperoleh hasil

bahwa strategi pemasaran menjadi faktor prioritas yang menentukan prospek

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar dengan bobot 0,3825 dan diikuti oleh

pemberdayaan sumberdaya manusia 0,2332, pengelolaan produksi 0,1945,

pengelolaan keuangan 0,1184 dan pelayanan publik 0,0715 dengan rasio konsistensi

kurang dari 10 persen yaitu 0,0246 yang berarti jawaban responden cukup konsisten.

Seperti ditunjukkan dalam Grafik 5.7

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0,4

0,383

0,233 0,1950,118

0,018

Gambar 5.9

Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 187: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

159

Penentuan kontinuitas industri kerajinan bukan hanya di tentukan dari

kondisi hulu mulai penyediaan input hingga proses produksi namun yang tak kalah

penting adalah adanya ketersediaan pasar produk kerajinan kayu baik dalam skala

lokal, nasional maupun internasional. Promosi merupakan salah satu aspek penting

dalam pemasaran terutama memberikan informasi pada pasar mengenai produk yang

dijual.

B. Perhitungan Level Kedua

Perhitungan pada level kedua dengan menggunakan langkah yang sama

seperti pada level pertama untuk tiap kriteria pada level. Level kedua adalah sub

faktor dari faktor-faktor pada level pertama.

B.1 Strategi Pengelolaan Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk perbandingan berpasangan (Pairwise

comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden untuk sub faktor

strategi pengelolaan keuangan.

Tabel 5.11.

Matrik Perbandingan Berpasangan Sub Faktor

Strategi Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan

Keuangan Pengelolaan

Harga Pokok

Penjualan

Kredit

perbankan

Pengelolaan 1,0000 1,0505 2,2186

Harga Pokok

Produksi 0,9520 1,0000 1,8964

Kredit Perbankan 0,4507 0,5273 1,0000

Jumlah 2,4027 2,5778 5,1150

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 188: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

160

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Tabel 5.12.

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan Keuangan Pengelolaan Harga Pokok

Penjualan

Kredit

perbankan

Pengelolaan 0,4162 0,4075 0,4337

Harga Pokok Produksi 0,3962 0,3879 0,3707

Kredit Perbankan 0,1876 0,2046 0,1955

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata

baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari tiap sub faktor.

Tabel 5.13.

Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan Keuangan Pengelolaan Harga Pokok

Penjualan

Kredit

perbankan Jumlah

Pengelolaan 0,4162 0,4075 0,4337 1,2575

Harga Pokok Produksi 0,3962 0,3879 0,3707 1,1549

Kredit Perbankan 0,1876 0,2046 0,1955 0,5877

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 189: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

161

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan bobot

lokal tiap sub faktor dengan bobot global faktor atau kriteria level pertama dalam hal

ini adalah strategi pengelolaan keuangan yaitu 0,1184. Berikut adalah hasil

perhitungan bobot global untuk sub faktor pengelolaan keuangan.

Tabel 5.14.

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pengelolaan Keuangan

Sub Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pengelolaan 0,4192 0,0496 1

Harga Pokok Produksi 0,3850 0,0456 2

Kredit Perbankan 0,1959 0,0232 3

Keterangan : Rasio konsistensi 0,0011

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap sub faktor, diperoleh hasil

bahwa pengelolaan arus kas menjadi faktor prioritas dalam strategi pengelolaan

keuangan yang menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

dengan bobot 0,0496 dan diikuti oleh penentuan harga pokok penjualan 0,0456, dan

kredit perbankan 0,0232 dengan rasio konsistensi kurang dari 10 persen yaitu 0,0011

yang berarti jawaban responden cukup konsisten.

39%

36%

25%

Manejemn Keuangan

Harga Pokok Produksi

Akses Kredit Perbankan

Gambar 5.10

Strategi Pengelolaan Keuangan Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Page 190: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

162

Pengelolaan arus kas usaha menjadi penentu kelancaran dan kontinuitas

proses produksi industri kerajinan ukiran kayu. Manajemen arus kas terletak pada

capaian sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran. Oleh karena itu penentuan

harga pokok produksi akan mempengaruhi harga jual produk sehingga menjadi lebih

kompetitif dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain pengelolaan kas internal,

penyediaan sumber pembiayaan keuangan eksternal berupa kredit dari lembaga

keuangan menjadi sangat penting dalam memperkuat eksistensi permodalan usaha.

B.2 Strategi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia

Perhitungan selanjutnya mencari bobot global untuk sub faktor strategi

pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM), dengan langkah yang sama dengan

perhitungan sub faktor strategi pengelolaan keuangan. Langkah pertama adalah

membentuk perbandingan berpasangan (Pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata

geometrik persepsi responden untuk strategi pemberdayaan SDM.

Tabel 5.15

Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Pemberdayaan SDM

Pemberdayaan

SDM

Pendidikan dan

Pelatihan Sistem Penggajian

Sistem Reward

dan Punishment

Pendidikan dan

Pelatihan 1,0000 3,0367 0,7573

Sistem Penggajian 0,3293 1,0000 1,8734

Sistem Reward dan

Punishment 1,3205 0,5338 1,0000

Jumlah 2,6498 4,5705 3,6308

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 191: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

163

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Tabel 5.16

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Pemberdayaan SDM

Pemberdayaan SDM Pendidikan

dan Pelatihan

Sistem

Penggajian

Sistem Reward

dan

Punishment

Pendidikan dan

Pelatihan 0,3774 0,6644 0,2086

Sistem Penggajian 0,1243 0,2188 0,5160

Sistem Reward dan

Punishment 0,4983 0,1168 0,2754

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata

baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari tiap sub faktor.

Tabel 5.17

Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pemberdayaan SDM

Pemberdayaan SDM Pendidikan

dan Pelatihan

Sistem

Penggajian

Sistem

Reward dan

Punishment Jumlah

Pendidikan dan

Pelatihan 0,3774 0,6644 0,2086 1,2504

Sistem Penggajian 0,1243 0,2188 0,5160 0,8591

Sistem Reward dan

Punishment 0,4983 0,1168 0,2754 0,8905

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan bobot

lokal tiap sub faktor dengan bobot global faktor atau kriteria level pertama dalam hal

Page 192: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

164

ini adalah strategi pemberdayaan SDM yaitu 0,2332. Berikut adalah hasil

perhitungan bobot global untuk sub faktor pemberdayaan SDM.

Tabel 5.18

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemberdayaan SDM

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pendidikan dan

Pelatihan 0.4168 0.0972 1

Sistem Reward dan

Punishment 0.2968 0.0692 2

Sistem Penggajian 0.2864 0.0668 3

Keterangan : Rasio konsistensi 0,4069

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap sub faktor, diperoleh hasil

bahwa pendidikan dan pelatihan menjadi faktor prioritas dalam strategi

pemberdayaan SDM yang menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar dengan bobot 0,0972 dan diikuti oleh sistem reward dan punishment

0,0692, dan sistem penggajian 0,0668. Seperti gambar berikut ini.

Gambar 5.11

Strategi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia

Industri Kerajinan Ukiran Kayu di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Page 193: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

165

B.3 Strategi Pemasaran

Perhitungan selanjutnya mencari bobot global untuk sub faktor strategi

pemasaran, dengan langkah yang sama dengan perhitungan sub faktor pada faktor

sebelumnya. Langkah pertama adalah membentuk perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden untuk

sub faktor strategi pemasaran.

Tabel 5.19

Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Pemasaran

Pemasaran Pemasaran

Lokal

Saleable

Masterplan E-Marketing

Pemasaran Lokal 1,0000 1,6097 0,6991

Saleable

Masterplan 0,6212 1,0000 0,4219

E-Marketing 1,4304 2,3700 1,0000

Jumlah 3,0516 4,9797 2,1211

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Page 194: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

166

Tabel 5.20

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Strategi Pemasaran

Pemasaran Pemasaran

Lokal

Saleable

Masterplan E-Marketing

Pemasaran Lokal 0,3277 0,3232 0,3296

Saleable Masterplan 0,2036 0,2008 0,1989

E-Marketing 0,4687 0,4759 0,4715

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata

baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari tiap sub faktor.

Tabel 5.21

Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pemasaran

Pemasaran Pemasaran

Lokal

Saleable

Masterplan E-Marketing Jumlah

Pemasaran Lokal 0,3277 0,3232 0,3296 0,9806

Saleable Masterplan 0,2036 0,2008 0,1989 0,6033

E-Marketing 0,4687 0,4759 0,4715 1,4161

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan bobot

lokal tiap sub faktor dengan bobot global faktor atau kriteria level pertama dalam hal

ini adalah strategi pemasaran yaitu 0,3825. Berikut adalah hasil perhitungan bobot

global untuk sub faktor strategi pemasaran.

Page 195: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

167

Tabel 5.22

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

E-Marketing 0,4720 0,1805 1

Pemasaran Lokal 0,3269 0,1250 2

Saleable Masterplan 0,2011 0,0769 3

Keterangan : Rasio Konsistensi 0,0001

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap sub faktor, diperoleh hasil

bahwa e-marketing menjadi faktor prioritas dalam strategi pemasaran yang

menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar dengan bobot

0,1805 dan diikuti oleh pemasaran lokal 0,1250, dan saleable masterplan 0,0769

dengan rasio konsistensi kurang dari 10 persen. Teknik pemasaran melalui media

elektronik menjadi pilihan prioritas dibandingkan dengan pemasaran lokal dan

rencana induk penjualan atau saleable masterplan. Media elektronik dianggap

sebagai media paling efektif sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi

informasi.

47%

33%

20%

E.Marketing

Pemasaran Lokal

Saleable Master Plan

Gambar 5.12

Strategi Pemasaran Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Page 196: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

168

B.4 Strategi Manajemen Produksi

Perhitungan selanjutnya mencari bobot global untuk sub faktor strategi

manajemen produksi, dengan langkah yang sama dengan perhitungan sub faktor

pada faktor sebelumnya. Langkah pertama adalah membentuk perbandingan

berpasangan (Pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik responden.

Tabel 5.23

Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Manajemen Produksi

Manajemen

Produksi

Layout

Produksi

Teknologi

Produksi

Formula

Bahan

Baku

Desain

dan

Inovasi

Produk

Standarisasi

Produk

Layout Produksi 1,0000 0,3753 0,8246 0,1464 0,2776

Teknologi Produksi 2,6642 1,0000 1,2724 0,2742 1,5341

Formula Bahan

Baku 1,2127 0,7859 1,0000 0,3019 0,3665

Desain dan Inovasi

Produk 6,8317 3,6466 3,3124 1,0000 1,7897

Standarisasi Produk 3,6025 0,6518 2,7282 0,5588 1,0000

Jumlah 15,3112 6,4597 9,1376 2,2813 4,9679

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik dengan

membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh nilai 1

(satu).

Page 197: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

169

Tabel 5.24

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Strategi Manajemen Produksi

Manajemen Produksi Layout

Produksi

Teknologi

Produksi

Formula

Bahan

Baku

Desain dan

Inovasi

Produk

Standarisasi

Produk

Layout Produksi 0,0653 0,0581 0,0902 0,0642 0,0559

Teknologi Produksi 0,1740 0,1548 0,1392 0,1202 0,3088

Formula Bahan Baku 0,0792 0,1217 0,1094 0,1323 0,0738

Desain dan Inovasi

Produk 0,4462 0,5645 0,3625 0,4384 0,3602

Standarisasi Produk 0,2353 0,1009 0,2986 0,2449 0,2013

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata

baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari tiap sub faktor.

Tabel 5.25

Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Manajemen Produksi

Manajemen

Produksi

Layout

Produksi

Teknologi

Produksi

Formula

Bahan

Baku

Desain

dan

Inovasi

Produk

Standarisasi

Produk Jumlah

Layout

Produksi

0,0653

0,0581 0,0902 0,0642 0,0559 0,3337

Teknologi

Produksi 0,1740 0,1548 0,1392 0,1202 0,3088 0,8971

Formula

Bahan Baku 0,0792 0,1217 0,1094 0,1323 0,0738 0,5164

Desain dan

Inovasi

Produk

0,4462 0,5645 0,3625 0,4384 0,3602 2,1718

Standarisasi

Produk 0,2353 0,1009 0,2986 0,2449 0,2013 1,0810

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan bobot

lokal tiap sub faktor dengan bobot global faktor atau kriteria level pertama dalam hal

Page 198: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

170

ini adalah strategi pemasaran yaitu 0,1945. Berikut adalah hasil perhitungan bobot

global untuk sub faktor strategi manajemen produksi.

Tabel 5.26

Bobot Global Sub Faktor Strategi Manajemen Produksi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Desain dan Inovasi Produk 0.4344 0.0845 1

Teknologi Produksi 0.1794 0.0349 2

Formula Bahan Baku 0.1033 0.0201 3

Standarisasi Produk 0.2162 0.0155 4

Layout Produksi 0.0667 0.0130 5

Keterangan : Rasio Konsistensi 0,2279

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap sub faktor, diperoleh hasil

bahwa desain dan inovasi produk menjadi faktor prioritas dalam strategi manajemen

produksi yang menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

dengan bobot 0,0845 dan diikuti oleh teknologi produksi 0,0349, formula bahan

baku 0,0201, standarisasi produk 0,0155 dan layout produksi 0,0130. Manajemen

produksi merupakan bagian manajemen yang memiliki peran penting dalam

koordinasi berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan usaha. Manajemen produksi

menyangkut pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proses produksi dalam

mencapai tujuan agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan yang

direncanakan. Seperti gambar berikut.

Page 199: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

171

Gambar 5.13

Strategi Manajemen Produksi Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

B.5 Strategi Pelayanan Publik

Perhitungan selanjutnya mencari bobot global untuk sub faktor strategi

pelayanan publik, dengan langkah yang sama dengan perhitungan sub faktor pada

faktor sebelumnya. Langkah pertama adalah membentuk perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden untuk

sub faktor strategi manajemen produksi.

Tabel 5.27

Matrik Perbandingan Berpasangan

Sub Faktor Strategi Pelayanan Publik

Pelayanan Publik Penelitian

Pasar Pembinaan

Fasilitas

Pameran dan

Kontak Dagang

Sosialisasi

dan Fasilitasi

Hak Paten

Penelitian Pasar 1,0000 0,3621 0,2846 0,3016

Pembinaan 2,7616 1,0000 0,2344 2,3908

Fasilitas Pameran

dan Kontak Dagang 3,5139 4,2663 1,0000 4,5338

Sosialisasi dan

Fasilitasi Hak Paten 3,3161 0,4183 0,2206 1,0000

Jumlah 10,5917 6,0467 1,7395 8,2261

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 200: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

172

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Tabel 5.28

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Strategi Pelayanan Publik

Pelayanan Publik Penelitian

Pasar Pembinaan

Fasilitas

Pameran dan

Kontak Dagang

Sosialisasi

dan Fasilitasi

Hak Paten

Penelitian Pasar 0,0944 0,0599 0,1636 0,0367

Pembinaan 0,2607 0,1654 0,1347 0,2906

Fasilitas Pameran

dan Kontak Dagang 0,3318 0,7056 0,5749 0,5511

Sosialisasi dan

Fasilitasi Hak Paten 0,3131 0,0692 0,1268 0,1216

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata

baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari tiap sub faktor.

Tabel 5.29

Matrik Priority Vector Sub Faktor Strategi Pelayanan Publik

Pelayanan Publik Penelitian

Pasar Pembinaan

Fasilitas

Pameran dan

Kontak

Dagang

Sosialisasi

dan

Fasilitasi

Hak Paten

Jumlah

Penelitian Pasar 0,0944 0,0599 0,1636 0,0367 0,3546

Pembinaan 0,2607 0,1654 0,1347 0,2906 0,8515

Fasilitas Pameran dan

Kontak Dagang 0,3318 0,7056 0,5749 0,5511 2,1633

Sosialisasi dan

Fasilitasi Hak Paten 0,3131 0,0692 0,1268 0,1216 0,6306

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 201: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

173

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global global dengan mengalikan

bobot lokal tiap sub faktor dengan bobot global faktor atau kriteria level pertama

dalam hal ini adalah strategi pemasaran yaitu 0,0715.

Tabel 5.30

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pelayanan Publik

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Fasilitas Pameran dan

Kontak Dagang 0,5408 0,0387 1

Pembinaan 0,2129 0,0152 2

Sosialisasi dan Fasilitasi

Hak Paten 0,1577 0,0113 3

Penelitian Pasar 0,0886 0,0063 4

Keterangan : Rasio Konsistensi 0,1316

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap sub faktor, diperoleh hasil

bahwa fasilitas pameran dan kontak dagang baik di dalam maupun luar negeri

menjadi faktor prioritas dalam strategi pelayanan publik yang menentukan prospek

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar dengan bobot 0,0387 dan diikuti oleh

pembinaan pada perajin dalam pemberdayaan inovasi produk 0,0152, sosialisasi dan

fasilitasi proses hak paten produk 0,0113 dan penelitian pasar 0,0063. Seperti

gambar berikut ini.

Gambar 5.14

Strategi Pelayanan Publik Industri Kerajinan Ukiran Kayu

di Kabupaten Gianyar Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Page 202: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

174

C. Perhitungan Level Alternatif

Langkah terakhir adalah menghitung bobot global dari alternatif strategi

pemberdayaan usaha kerajinan ukir di Kabupaten Gianyar. Strategi dalam

pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu meliputi beberapa skenario yaitu

skenario optimis, status quo dan pesimis.

C.1 Sub Faktor Pengelolaan Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor pengelolaan keuangan.

Tabel 5.31

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan

Keuangan Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,9143 6,2056

Status Quo 0,1691 1,0000 4,1062

Pesimis 0,1611 0,2435 1,0000

Jumlah 1,3302 7,1579 11,3118

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata baris

dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari alternatif.

Page 203: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

175

Tabel 5.32

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Strategi Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan

Keuangan Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7518 0,8263 0,5486 2,1266

Status Quo 0,1271 0,1397 0,3630 0,6298

Pesimis 0,1211 0,0340 0,0884 0,2436

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor pengelolaan keuangan yaitu

0,0496. Berikut adalah hasil perhitungan bobot global untuk sub faktor strategi

pemasaran.

Tabel 5.33

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Pengelolaan Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7089 0,0352 1

Status Quo 0,2099 0,0104 2

Pesimis 0,0812 0,0040 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.2 Sub Faktor Harga Pokok Produksi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor harga pokok produksi.

Page 204: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

176

Tabel 5.34

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Harga Pokok Produksi

Harga Pokok

Produksi Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,7515 5,1112

Status Quo 0,2105 1,0000 3,0000

Pesimis 0,1957 0,3333 1,0000

Jumlah 1,4061 6,0848 9,1112

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.35

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Harga Pokok Produksi

Harga Pokok

Produksi Optimis

Status

Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7112 0,7809 0,5610 2,0530

Status Quo 0,1497 0,1643 0,3293 0,6433

Pesimis 0,1391 0,0548 0,1098 0,3037

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor harga pokok produksi yaitu

0,0456.

Page 205: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

177

Tabel 5.36

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Harga Pokok Produksi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6843 0,0312 1

Status Quo 0,2144 0,0098 2

Pesimis 0,1012 0,0046 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.3 Kredit Perbankan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor kredit perbankan.

Tabel 5.37

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Kredit Perbankan

Kredit Perbankan Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,1062 4,4171

Status Quo 0,2435 1,0000 2,1918

Pesimis 0,2264 0,4562 1,0000

Jumlah 1,4699 5,5625 7,6089

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai rata-rata baris

dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari alternatif.

Page 206: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

178

Tabel 5.38

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Kredit Perbankan

Kredit Perbankan Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6803 0,7382 0,5805 1,9990

Status Quo 0,1657 0,1798 0,2881 0,6335

Pesimis 0,1540 0,0820 0,1314 0,3675

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor kredit perbankan yaitu 0,0232.

Tabel 5.39

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Kredit Perbankan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6663 0,0155 1

Status Quo 0,2112 0,0049 2

Pesimis 0,1225 0,0028 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.4 Pendidikan dan Pelatihan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor pendidikan dan pelatihan.

Page 207: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

179

Tabel 5.40

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan

Pelatihan Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 51112 5,3256

Status Quo 0,1957 1,0000 2,1918

Pesimis 0,1878 0,4562 1,0000

Jumlah 1,3834 6,5674 8,5174

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal alternatif.

Tabel 5.41

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Penelitian dan Pelatihan

Pendidikan dan

Pelatihan Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7228 0,7783 0,6253 2,1264

Status Quo 0,1414 0,1523 0,2573 0,5510

Pesimis 0,1357 0,0695 0,1174 0,3226

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor pendidikan dan pelatihan yaitu

0,0972.

Page 208: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

180

Tabel 5.42

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Penelitian dan Pelatihan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7088 0,0689 1

Status Quo 0,1837 0,0178 2

Pesimis 0,1075 0,0105 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.5 Sistem Penggajian

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan matrik

berpasangan (Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik

persepsi responden untuk sub faktor sistem penggajian.

Tabel 5.43

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Penggajian

Sistem Penggajian Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,1062 4,4171

Status Quo 0,2435 1,0000 2,1918

Pesimis 0,2264 0,4562 1,0000

Jumlah 1,4699 5,5625 7,6089

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Page 209: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

181

Tabel 5.44

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Penggajian

Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6803 0,7382 0,5805 1,9990

Status Quo 0,1657 0,1798 0,2881 0,6335

Pesimis 0,1540 0,0820 0,1314 0,3675

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor sistem penggajian yaitu

0,0668.

Tabel 5.45

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Penggajian

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6663 0,0445 1

Status Quo 0,2112 0,0141 2

Pesimis 0,1225 0,0082 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.6 Sistem Reward dan Punishment

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor sistem reward dan punishment.

Page 210: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

182

Tabel 5.46

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Reward dan Punishment

Sistem Reward dan

Punishment Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,1112 4,4171

Status Quo 0,1957 1,0000 1,8734

Pesimis 0,2264 0,5338 1,0000

Jumlah 1,4220 6,6449 7,2905

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal alternatif.

Tabel 5.47

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Reward dan Punishment

Sistem Reward dan

Punishment Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7032 0,7692 0,6059 2,0783

Status Quo 0,1376 0,1505 0,2570 0,5450

Pesimis 0,1592 0,0803 0,1372 0,3767

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor sistem reward dan punishment

yaitu 0,0692.

Page 211: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

183

Tabel 5.48

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Sistem Reward dan Punishment

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6928 0,0479 1

Status Quo 0,1817 0,0126 2

Pesimis 0,1256 0,0087 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.7 Pemasaran Lokal

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden untuk

sub faktor pemasaran lokal.

Tabel 5.49

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Pemasaran Lokal

Pemasaran Lokal Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,9143 5,9143

Status Quo 0,1691 1,0000 2,1918

Pesimis 0,1691 0,4562 1,0000

Jumlah 1,3382 7,3706 9,1061

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Page 212: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

184

Tabel 5.50

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Pemasaran Lokal

Pemasaran Lokal Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7473 0,8024 0,6495 2,1992

Status Quo 0,1264 0,1357 0,2407 0,5027

Pesimis 0,1264 0,0619 0,1098 0,2981

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan bobot

lokal alternatif dengan bobot global sub faktor pemasaran lokal yaitu 0,1250.

Tabel 5.51

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Pemasaran Lokal

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7331 0,0916 1

Status Quo 0,1676 0,0209 2

Pesimis 0,0994 0,0124 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.8 Saleable Masterplan

Langkah pertama adalah matrik membentuk perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor saleable masterplan.

Tabel 5.52

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Saleable Masterplan

Saleable

Masterplan Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,6269 6,3509

Status Quo 0,1777 1,0000 2,1918

Pesimis 0,1575 0,4562 1,0000

Jumlah 1,3352 7,0832 9,5427

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Page 213: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

185

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.53

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Saleable Masterplan

Saleable Masterplan Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7490 0,7944 0,6655 2,2089

Status Quo 0,1331 0,1412 0,2297 0,5040

Pesimis 0,1179 0,0644 0,1048 0,2871

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor saleable masterplan yaitu

0,0769.

Tabel 5.54

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7363 0,0566 1

Status Quo 0,1680 0,0129 2

Pesimis 0,0957 0,0074 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.9 E-Marketing

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor e-marketing.

Page 214: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

186

Tabel 5.55

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor E-Marketing

Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,2309 5,3628

Status Quo 0,1912 1,0000 2,3577

Pesimis 0,1865 0,4241 1,0000

Jumlah 1,3776 6,6551 8,7206

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.56

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor E-Marketing

E-Marketing Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7259 0,7860 0,6150 2,1269

Status Quo 0,1388 0,1503 0,2704 0,5594

Pesimis 0,1354 0,0637 0,1147 0,3138

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor e-marketing yaitu 0,1805.

Page 215: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

187

Tabel 5.57

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0.7090 0.1280 1

Status Quo 0.1865 0.0337 2

Pesimis 0.1046 0.0189 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.10 Layout Produksi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor layout produksi.

Tabel 5.58

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Sub Faktor Layout Produksi

Layout Produksi Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,2613 4,7515

Status Quo 0,2347 1,0000 2,1918

Pesimis 0,2105 0,4562 1,0000

Jumlah 1,4451 5,7175 7,9433

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Page 216: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

188

Tabel 5.59

Matrik Priority Vector Alternatif

Sub Faktor Layout Produksi

Layout Produksi Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6920 0,7453 0,5982 2,0355

Status Quo 0,1624 0,1749 0,2759 0,6132

Pesimis 0,1456 0,0798 0,1259 0,3513

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot sub faktor layout produksi yaitu 0,0130.

Tabel 5.60

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Layout Produksi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0.6785 0.0088 1

Status Quo 0.2044 0.0027 2

Pesimis 0.1171 0.0015 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.11 Teknologi Produksi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor teknologi produksi.

Tabel 5.61

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Sub Faktor Teknologi Produksi

Teknologi Produksi Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,3042 5,3628

Status Quo 0,1885 1,0000 2,3577

Pesimis 0,1865 0,4241 1,0000

Jumlah 1,3750 6,7283 8,7206

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 217: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

189

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.62

Matrik Priority Vector Alternatif

Sub Faktor Teknologi Produksi

Teknologi Produksi Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7273 0,7883 0,6150 2,1306

Status Quo 0,1371 0,1486 0,2704 0,5561

Pesimis 0,1356 0,0630 0,1147 0,3133

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor teknologi produksi yaitu

0,0349.

Tabel 5.63

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Teknologi Produksi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7102 0,0248 1

Status Quo 0,1854 0,0065 2

Pesimis 0,1044 0,0036 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.12 Formula Bahan Baku

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor formula bahan baku.

Page 218: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

190

Tabel 5.64

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Formula Bahan Baku

Formula Bahan

Baku Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,3688 4,8096

Status Quo 0,2289 1,0000 2,3577

Pesimis 0,2079 0,4241 1,0000

Jumlah 1,4368 5,7929 8,1673

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.65

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Formula Bahan Baku

Formula Bahan

Baku Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6960 0,7542 0,5889 2,0390

Status Quo 0,1593 0,1726 0,2887 0,6206

Pesimis 0,1447 0,0732 0,1224 0,3404

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor formula bahan baku yaitu

0,0201.

Page 219: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

191

Tabel 5.66

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Formula Bahan Baku

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6797 0,0137 1

Status Quo 0,2069 0,0042 2

Pesimis 0,1135 0,0023 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.13 Desain dan Inovasi Produk

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor desain dan inovasi produk.

Tabel 5.67

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Desain dan Inovasi Produk

Desain dan Inovasi Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,9143 5,7688

Status Quo 0,1691 1,0000 2,3577

Pesimis 0,1733 0,4241 1,0000

Jumlah 1,3424 7,3385 9,1266

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Page 220: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

192

Tabel 5.68

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Desain dan Inovasi Produk

Desain dan Inovasi

Produk Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7449 0,8059 0,6321 2,1829

Status Quo 0,1260 0,1363 0,2583 0,5206

Pesimis 0,1291 0,0578 0,1096 0,2965

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor yaitu 0,0845.

Tabel 5.69

Bobot Global Sub Faktor Strategi Pemasaran

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7276 0,0615 1

Status Quo 0,1735 0,0147 2

Pesimis 0,0988 0,0084 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.14 Standarisasi Produk

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor standarisasi produk.

Tabel 5.70

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Standarisasi Produk

Standarisasi

Produk Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 5,7058 5,3628

Status Quo 0,1753 1,0000 2,1918

Pesimis 0,1865 0,4562 1,0000

Jumlah 1,3617 7,1620 8,5546

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 221: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

193

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.71

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Standarisasi Produk

Standarisasi Produk Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7344 0,7967 0,6269 2,1579

Status Quo 0,1287 0,1396 0,2562 0,5245

Pesimis 0,1369 0,0637 0,1169 0,3175

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor standarisasi produk yaitu

0,0155.

Tabel 5.72

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Standarisasi Produk

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,7193 0,0111 1

Status Quo 0,1748 0,0027 2

Pesimis 0,1058 0,0016 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 222: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

194

C.15 Penelitian Pasar

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor penelitian pasar.

Tabel 5.73

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Penelitian Pasar

Penelitian Pasar Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,2613 4,7515

Status Quo 0,2347 1,0000 2,3577

Pesimis 0,2105 0,4241 1,0000

Jumlah 1,4451 5,6854 8,1092

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.74

Matrik Priority Vector Alternatif

Sub Faktor Penelitian Pasar

Penelitian Pasar Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6920 0,7495 0,5859 2,0274

Status Quo 0,1624 0,1759 0,2907 0,6290

Pesimis 0,1456 0,0746 0,1233 0,3436

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 223: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

195

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor penelitian pasar yaitu 0,0063.

Tabel 5.75

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Penelitian Pasar

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6758 0,0043 1

Status Quo 0,2097 0,0013 2

Pesimis 0,1145 0,0007 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.16 Pembinaan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor pembinaan.

Tabel 5.76

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Pembinaan

Pembinaan Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 3,4335 3,3490

Status Quo 0,2913 1,0000 1,6013

Pesimis 0,2986 0,6245 1,0000

Jumlah 1,5898 5,0579 5,9503

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

Page 224: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

196

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.77

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Pembinaan

Pembinaan Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6290 0,6788 0,5628 1,8706

Status Quo 0,1832 0,1977 0,2691 0,6500

Pesimis 0,1878 0,1235 0,1681 0,4793

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor pembinaan yaitu 0,0152.

Tabel 5.78

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Pembinaan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6235 0,0095 1

Status Quo 0,2167 0,0033 2

Pesimis 0,1598 0,0024 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.17 Fasilitas Pameran dan Kontak Dagang

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor fasilitas pameran dan kontak dagang.

Page 225: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

197

Tabel 5.79

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Fasilitas Pameran dan Kontak Dagang

Fasilitas Pameran

dan Kontak

Dagang

Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,0169 3,9181

Status Quo 0,2489 1,0000 2,8942

Pesimis 0,2552 0,3455 1,0000

Jumlah 1,5042 5,3624 7,8123

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Tabel 5.80

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Fasilitas Pameran dan Kontak Dagang

Fasilitas Pameran

dan Kontak Dagang Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,6648 0,7491 0,5015 1,9154

Status Quo 01655 0,1865 0,3705 0,7225

Pesimis 0,1697 0,0644 0,1280 0,3621

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor fasilitas pameran dan kontak

dagang yaitu 0,0387.

Page 226: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

198

Tabel 5.81

Bobot Global Alternatif

Sub Faktor Fasilitas Pameran dan Kontak Dagang

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6385 0,0247 1

Status Quo 0,2408 0,0093 2

Pesimis 0,1207 0,0047 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.18 Sosialisasi dan Fasilitasi Proses Hak Paten

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) akhir dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk sub faktor sosialisasi dan fasilitasi hak paten.

Tabel 5.82

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif dari

Sub Faktor Sosialisasi Dan Fasilitasi Hak Paten

Optimis Status Quo Pesimis

Optimis 1,0000 4,9309 5,1112

Status Quo 0,2028 1,0000 2,3577

Pesimis 0,1957 0,4241 1,0000

Jumlah 1,3985 6,3551 8,4689

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari

alternatif.

Page 227: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

199

Tabel 5.83

Matrik Priority Vector Alternatif dari

Sub Faktor Sosialisasi dan Fasilitasi Hak Paten

Sosialisasi dan

Fasilitasi Hak Paten

Optimis Status Quo Pesimis Jumlah

Optimis 0,7151 0,7759 0,6035 2,0945

Status Quo 0,1450 0,1574 0,2784 0,5808

Pesimis 0,1399 0,0667 0,1181 0,3247

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global sub faktor sosialisasi dan fasilitasi hak

paten yaitu 0,0113.

Tabel 5.84

Bobot Global Alternatif dari

Sub Faktor Sosialisasi dan Fasilitasi Hak Paten

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Optimis 0,6982 0,0079 1

Status Quo 0,1936 0,0022 2

Pesimis 0,1082 0,0012 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.19 Bobot Global Alternatif

Bobot global dari level alternatif dihitung dari rata-rata dari bobot global

alternatif yang diperoleh dari tiap sub faktor.

Page 228: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

200

Tabel 5.85

Bobot Global Alternatif

Proyeksi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran kayu

Sub Faktor Alternatif Kebijakan

Optimis Status Quo Pesimis

A. Pengelolaan Keuangan

1. Pengelolaan 0,7089 0,2099 0,0812

2. Harga Pokok Produksi 0,6843 0,2144 0,1012

3. Kredit Perbankan 0,6663 0,2112 0,1225

B. Pemberdayaan SDM

1. Pendidikan dan Pelatihan 0,7088 0,1837 0,1075

2. Sistem Penggajian 0,6663 0,2112 0,1225

3. Reward dan Punishment 0,6928 0,1817 0,1256

C. Pemasaran

1. Pemasaran Lokal 0,7331 0,1676 0,0994

2. Saleable Masterplan 0,7363 0,1680 0,0957

3. E-Marketing 0,7090 0,1865 0,1046

D. Manajemen Produksi

1. Layout Produksi 0,6785 0,2044 0,1171

2. Teknologi Produksi 0,7102 0,1854 0,1044

3. Formula Bahan Baku 0,6797 0,2069 0,1135

4. Desain dan Inovasi Produk 0,7276 0,1735 0,0988

5. Standarisasi Produk 0,7193 0,1748 0,1058

E. Pelayanan Publik

1. Penelitian Pasar 0,6758 0,2097 0,1145

2. Pembinaan 0,6235 0,2167 0,1598

3. Pameran dan Kontak Dagang 0,6385 0,2408 0,1207

4. Sosialisasi dan Fasilitas Hak Paten 0,6982 0,1936 0,1082

Rata – Rata 0,6921 0,1967 0,1113

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Strategi dalam pemberdayaan kerajinan ukiran kayu dijalankan melalui

beberapa skenario yaitu skenario optimis, sttaus quo dan pesimis.

Skenario optimis dijalankan dengan kecepatan tinggi karena kekuatan dan

peluang yang dimiliki dengan kelemahan yang relatif kecil dan ancaman yang dapat

segera diatasi. Skenario optimis perlu didukung dengan investasi yang lebih besar

dan perluasan pasar yang agresif. Skenario status quo adalah skenario dimana

perkembangan industri kerajinan dibiarkan mengalami stagnasi atau tidak ada

pertumbuhan. Dalam hal ini tidak ada upaya untuk menciptakan daya tarik dan daya

Page 229: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

201

dorong pemberdayaan industri. Sementara skenario pesimis dimana pertumbuhan

industri dibiarkan negatif dan tidak ada upaya untuk menciptakan daya tarik dan

daya dorong pemberdayaan industri bahkan dibiarkan secara alamiah sehingga

industri mengalami penurunan.

47%

33%

20%

Optimis

Quo

Pesimis

Gambar 5.15

Alternatif Proyeksi Masa Depan Industri Kerajinan Ukiuran Kayu

Di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Implementasi Pemberdayaan Usaha Kerajinan Ukiran Kayu Kabupaten

Gianyar dengan Skenario Implementasi Penuh, Selektif dan Tidak ada

Implementasi

Implementasi strategi kebijakan pemberdayaan industri kerajinan ukiran

kayu tidak terlepas dari dukungan beberapa pihak yaitu pemerintah yang terlibat

langsung dalam pemberdayaan industri kerajinan seperti Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta dinas

terkait lainnya, asosiasi usaha sebagai media komunikasi para pelaku usaha industri

kerajinan serta peran serta lembaga keuangan.

Hasil analisis proyeksi pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu

menunjukkan skenario optimis sehingga dibutuhkan strategi pemberdayaan yang

tepat dan didukung oleh stakeholder terkait. Rumusan penentuan strategi

Page 230: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

202

pemberdayaan kerajinan ukiran kayu dengan menggunakan AHP terbagi dalam

beberapa level yaitu level faktor yang meliputi beberapa strategi yaitu pengelolaan

keuangan, pemberdayaan sumberdaya manusia, pemasaran, manajemen produksi

dan pelayanan publik. Level kedua mencakup stakeholder terkait yang sangat

penting dalam mendukung implementasi strategi yaitu pemerintah, asosiasi dan

lembaga keuangan sebagai penyedia akses pembiayaan. Sehingga level alternatif

meliputi implementasi penuh, selektif dan tidak ada implementasi. Berikut adalah

struktur hirarki strategi pemberdayaan kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar.

Gambar 5.16

Struktur Hirarki Strategi Pemberdayaan

Industri Kecil Kerajinan Ukiran Kayu di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Strategi Kebijakan Pemberdayaan

Industri Kerajinan Kayu Ukir

Kebijakan

Pengelolaan

Keuangan

Strategi

Pemberdayaan

SDM

Strategi

Pemasaran

Strategi

Manajemen

Produksi

Strategi

Kebijakan

Publik

Pemerintah Asosiasi Lembaga Keuaangan

Implementasi Penuh Implementasi Selektif Tidak Ada Implementasi

Page 231: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

203

A. Perhitungan Level Pertama

Perhitungan bobot level pertama meliputi faktor strategi pengelolaan

keuangan, pemberdayaan sumberdaya manusia, pemasaran, manajemen produksi

dan pelayanan publik. Langkah awal adalah membentuk matrik perbandingan

berpasangan (pairwise comparison) dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi

responden. Berikut adalah matrik perbandingan berpasangan.

Tabel 5.86

Tabulasi Matrik Perbandingan Berpasangan

Strategi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik

Pengelolaan

Keuangan 1,0000 0,2459 0,2179 0,2521 2,3319

Pemberdayaan

SDM 4,0661 1,0000 0,3986 3,0035 2,1944

Pemasaran 4,5893 2,5085 1,0000 4,0707 2,6244

Manajemen

Produksi 3,9660 0,3329 0,2457 1,0000 3,0455

Pelayanan

Publik 0,4288 0,4557 0,3810 0,3284 1,0000

Jumlah 14,0502 4,5431 2,2432 8,6547 11,1962

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Nilai tiap elemen menunjukkan prioritas pilihan responden

terhadap pilihan yang lain. Langkah awal adalah menghitung normalisasi matrik

Page 232: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

204

dengan membagi setiap elemen vektor dengan jumlah vektor sehingga diperoleh

nilai 1 (satu).

Tabel 5.87

Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan Level Pertama

Strategi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik

Pengelolaan

Keuangan 0,0712 0,0541 0,0971 0,0291 0,2083

Pemberdayaan

SDM 0,2894 0,2201 0,1777 0,3470 0,1960

Pemasaran 0,3266 0,5522 0,4458 0,4703 0,2344

Manajemen

Produksi 0,2823 0,0733 0,1095 0,1155 0,2720

Pelayanan

Publik 0,0305 0,1003 0,1699 0,0379 0,0893

Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah berikutnya untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang menjadi bobot global dari tiap vektor.

Tabel 5.88

Matrik Priority Vector Level Pertama

Strategi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Tujuan Pengelolaan

Keuangan

Pemberdayaan

SDM Pemasaran

Manajemen

Produksi

Pelayanan

Publik Jumlah

Pengelolaan

Keuangan 0,0712 0,0541 0,0971 0,0291 0,2083 0,4599

Pemberdayaan

SDM 0,2894 0,2201 0,1777 0,3470 0,1960 1,2303

Pemasaran 0,3266 0,5522 0,4458 0,4703 0,2344 2,0293

Manajemen

Produksi 0,2823 0,0733 0,1095 0,1155 0,2720 0,8526

Pelayanan

Publik 0,0305 0,1003 0,1699 0,0379 0,0893 0,4279

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 233: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

205

Sehingga nilai eigen vector atau bobot global tiap kriteria adalah.

Tabel 5.89

Bobot Gobal Level Pertama

Strategi Pemberdayaan Kerajinan Ukiran Kayu

Faktor Bobot Ranking

Pemasaran 0,4059 1

Pemberdayaan SDM 0,2461 2

Manajemen Produksi 0,1705 3

Pengelolaan Keuangan 0,0920 4

Pelayanan Publik 0,0856 5

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Berdasarkan hasil perhitungan bobot global tiap faktor, diperoleh hasil

bahwa strategi pemasaran menjadi faktor prioritas yang menentukan prospek

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar dengan bobot 0,4059 dan diikuti oleh

pemberdayaan sumberdaya manusia 0,2461, pengelolaan produksi 0,1705,

pengelolaan keuangan 0,0920 dan pelayanan publik 0,0856.

B. Perhitungan Level Kedua

Level kedua dalam strategi pemberdayaan kerajinan ukiran kayu meliputi

peran stakeholder terkait yaitu pemerintah, asosiasi dan lembaga keuangan.

Perhitungan bobot global level kedua dengan cara mengalikan bobot lokal faktor

level kedua dengan bobot global faktor pada level pertama.

B.1 Strategi Pengelolaan Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor strategi pengelolaan keuangan.

Page 234: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

206

Tabel 5.90

Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan

Keuangan Pemerintah Asosiasi

Lembaga

Keuangan

Pemerintah 1,0000 2,3577 0,2982

Asosiasi 0,4241 1,0000 0,1753

Lembaga Keuangan 3,3529 5,7058 1,0000

Jumlah 4,7771 9,0635 1,4735

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.91

Matrik Priority Vector Level Kedua

Faktor Pengelolaan Keuangan

Pengelolaan

Keuangan Pemerintah Asosiasi

Lembaga

Keuangan Jumlah

Pemerintah 0,2093 0,2601 0,2024 0,6719

Asosiasi 0,0888 0,1103 0,1189 0,3181

Lembaga Keuangan 0,7019 0,6295 0,6787 2,0101

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal faktor level kedua dengan bobot global faktor pengelolaan keuangan

yaitu 0,0920.

Page 235: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

207

Tabel 5.92

Bobot Global Level Kedua

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Lembaga Keuangan 0,6700 0,0616 1

Pemerintah 0,2240 0,0206 2

Asosiasi 0,1060 0,0098 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

B.2 Strategi Pemberdayaan SDM

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor strategi pemberdayaan SDM.

Tabel 5.93

Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM

Pemberdayaan SDM Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan

Pemerintah 1,0000 2,8626 2,8626

Asosiasi 0,3493 1,0000 1,0889

Lembaga Keuangan 0,3493 0,9184 1,0000

Jumlah 1,6987 4,7809 4,9514

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 236: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

208

Tabel 5.94

Matrik Priority Vector Level Kedua

Faktor Pemberdayaan SDM

Pemberdayaan SDM Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan Jumlah

Pemerintah 0,5887 0,5987 0,5781 1,7656

Asosiasi 0,2057 0,2092 0,2199 0,6347

Lembaga Keuangan 0,2057 0,1921 0,2020 0,5997

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal faktor level kedua dengan bobot global faktor pemberdayaan SDM yaitu

0,2461.

Tabel 5.95

Bobot Global Level Kedua

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pemerintah 0,5885 0,1448 1

Asosiasi 0,2116 0,0521 2

Lembaga Keuangan 0,1999 0,0492 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

B.3 Strategi Pemasaran

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor strategi pemasaran.

Page 237: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

209

Tabel 5.96

Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua

Untuk Faktor Pemasaran

Pemasaran Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan

Pemerintah 1,0000 2,3319 2,9672

Asosiasi 0,4288 1,0000 1,4904

Lembaga Keuangan 0,3370 0,6710 1,0000

Jumlah 1,7658 4,0029 5,4576

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.97

Matrik Priority Vector Level Kedua

Faktor Pemasaran

Pemasaran Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan Jumlah

Pemerintah 0,5663 0,5826 0,5437 1,6925

Asosiasi 0,2428 0,2498 0,2731 0,7657

Lembaga Keuangan 0,1909 0,1676 0,1832 0,5417

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal faktor level kedua dengan bobot global faktor pemasaran yaitu 0,4059.

Page 238: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

210

Tabel 5.98

Bobot Global Level Kedua

Untuk Faktor Pemasaran

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pemerintah 0,5642 0,2290 1

Asosiasi 0,2552 0,1036 2

Lembaga Keuangan 0,1806 0,0733 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

B.4 Strategi Manajemen Produksi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor strategi manajemen produksi.

Tabel 5.99

Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua

Untuk Faktor Manajemen Produksi

Manajemen Produksi Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan

Pemerintah 1,0000 1,9442 3,1133

Asosiasi 0,5143 1,0000 1,2739

Lembaga Keuangan 0,3212 0,7850 1,0000

Jumlah 1,8356 3,7292 5,3872

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 239: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

211

Tabel 5.100

Matrik Priority Vector Level Kedua

Faktor Manajemen Produksi

Manajemen Produksi Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan Jumlah

Pemerintah 0,5448 0,5213 0,5779 1,6440

Asosiasi 0,2802 0,2682 0,2365 0,7848

Lembaga Keuangan 0,1750 0,2105 0,1856 0,5711

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal faktor level kedua dengan bobot global faktor manajemen produksi yaitu

0,1705.

Tabel 5.101

Bobot Global Level Kedua

Untuk Faktor Manajemen Produksi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pemerintah 0,5480 0,0935 1

Asosiasi 0,2616 0,0446 2

Lembaga Keuangan 0,1904 0,0325 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

B.5 Strategi Pelayanan Publik

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor strategi pelayanan publik.

Page 240: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

212

Tabel 5.102

Matrik Perbandingan Berpasangan Level Kedua

Untuk Faktor Pelayanan Publik

Pelayanan Publik Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan

Pemerintah 1,0000 3,0000 0,3333

Asosiasi 0,3333 1,0000 3,0000

Lembaga Keuangan 3,0000 0,3333 1,0000

Jumlah 4,3333 4,3333 4,3333

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.103

Matrik Priority Vector Level Kedua

Faktor Pelayanan Publik

Pelayanan Publik Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan Jumlah

Pemerintah 0,2308 0,6923 0,0769 1,0000

Asosiasi 0,0769 0,2308 0,6923 1,0000

Lembaga Keuangan 0,6923 0,0769 0,2308 1,0000

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal faktor level kedua dengan bobot global faktor pelayanan publik yaitu

0,0856.

Page 241: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

213

Tabel 5.104

Bobot Global Level Kedua

Untuk Faktor Pelayanan Publik

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Pemerintah 0,3333 0,0285 1

Asosiasi 0,3333 0,0285 2

Lembaga Keuangan 0,3333 0,0285 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

B.6 Bobot Global Level Kedua

Bobot global level kedua dihitung dari rata-rata bobot global tiap faktor pada

level kedua. Berikut adalah perhitungan bobot global level kedua.

Tabel 5.105

Bobot Global Level Kedua

Sub Faktor

Faktor Level Kedua

Pemerintah Asosiasi Lembaga

Keuangan

A. Pengelolaan Keuangan 0,0206 0,0098 0,0616

B. Pemberdayaan SDM 0,1448 0,0521 0,0492

C. Pemasaran 0,2290 0,1036 0,0733

D. Manajemen Produksi 0,0935 0,0446 0,0325

E. Pelayanan Publik 0,0285 0,0285 0,0285

Rata - Rata 0,1033 0,0477 0,0490

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C. Perhitungan Bobot Alternatif

Langkah terakhir adalah menghitung bobot global dari alternatif strategi

pemberdayaan usaha kerajinan ukir di Kabupaten Gianyar. Strategi dalam

pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu meliputi implementasi penuh, selktif

dan tidak ada implementasi.

Page 242: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

214

C.1 Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran pemerintah.

Tabel 5.106

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 1,1028 5,3042

Implementasi Selektif 0,9068 1,0000 2,7584

Tidak Ada

Implementasi 0,1885 0,3625 1,0000

Jumlah 2,0953 2,4654 9,0626

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.107

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4773 0,4473 0,5853 1,5099

Implementasi

Selektif 0,4328 0,4056 0,3044 1,1427

Tidak Ada

Implementasi 0,0900 0,1470 0,1103 0,3474

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 243: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

215

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,0206.

Tabel 5.108

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,5033 0,0104 1

Implementasi Selektif 0,3809 0,0078 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1158 0,0024 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.2 Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Asosiasi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran asosiasi.

Tabel 5.109

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,8057 4,2147

Implementasi Selektif 1,2411 1,0000 2,7584

Tidak Ada

Implementasi 0,2373 0,3625 1,0000

Jumlah 2,4784 2,1683 7,9731

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 244: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

216

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.110

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4035 0,3716 0,5286 1,3037

Implementasi

Selektif 0,5008 0,4612 0,3460 1,3079

Tidak Ada

Implementasi 0,0957 0,1672 0,1254 0,3884

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran asosiasi yaitu 0,0098.

Tabel 5.111

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Asosiasi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Selektif 0,4360 0,0043 1

Implementasi Penuh 0,4346 0,0042 2

Tidak Ada Implementasi 0,1295 0,0013 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.3 Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Lembaga Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan dari

tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden untuk faktor peran lembaga

keuangan.

Page 245: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

217

Tabel 5.112

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 1,0757 4,8096

Implementasi

Selektif 0,9296 1,0000 2,7584

Tidak Ada

Implementasi 0,2079 0,3625 1,0000

Jumlah 2,1375 2,4382 8,5680

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.113

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4678 0,4412 0,5613 1,4704

Implementasi

Selektif 0,4349 0,4101 0,3219 1,1670

Tidak Ada

Implementasi 0,0973 0,1487 0,1167 0,3627

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran lembaga keuangan yaitu

0,0616.

Page 246: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

218

Tabel 5.114

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Lembaga Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4901 0,0302 1

Implementasi Selektif 0,3890 0,0240 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1209 0,0074 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.4 Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Pemeirntah

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran pemerintah.

Tabel 5.115

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,9891 4,5839

Implementasi

Selektif 1,0111 1,0000 4,0613

Tidak Ada

Implementasi 0,2182 0,2462 1,0000

Jumlah 2,2292 2,2353 9,6452

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 247: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

219

Tabel 1.116

Matrik Priority Vector Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4486 0,4425 0,4753 1,3663

Implementasi Selektif 0,4535 0,4474 0,4211 1,3220

Tidak Ada

Implementasi 0,0979 0,1102 0,1037 0,3117

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,1448.

Tabel 5.117

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4554 0,0660 1

Implementasi Selektif 0,4407 0,0638 2

Tidak Ada Implementasi 0,1039 0,0150 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.5 Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Asosiasi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran asosiasi.

Page 248: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

220

Tabel 5.118

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 1,0252 4,5839

Implementasi Selektif 0,9754 1,0000 3,0035

Tidak Ada Implementasi 0,2182 0,3329 1,0000

Jumlah 2,1936 2,3582 8,5874

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.119

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4559 0,4348 0,5338 1,4244

Implementasi Selektif 0,4447 0,4241 0,3498 1,2185

Tidak Ada Implementasi 0,0995 0,1412 0,1164 0,3571

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran asosiasi yaitu 0,0521.

Page 249: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

221

Tabel 5.120

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Asosiasi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4748 0,0247 1

Implementasi Selektif 0,4062 0,0211 2

Tidak Ada Implementasi 0,1190 0,0062 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.6 Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Lembaga Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran lembaga keuangan.

Tabel 5.121

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,9531 4,5839

Implementasi Selektif 1,0492 1,0000 3,4714

Tidak Ada Implementasi 0,2182 0,2881 1,0000

Jumlah 2,2674 2,2411 9,0553

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 250: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

222

Tabel 5.122

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4410 0,4253 0,5062 1,3725

Implementasi Selektif 0,4628 0,4462 0,3834 1,2923

Tidak Ada Implementasi 0,0962 0,1285 0,1104 0,3352

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran lembaga keuangan yaitu

0,0492.

Tabel 5.123

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pemberdayaan SDM dan Peran Lembaga Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4575 0,0225 1

Implementasi Selektif 0,4308 0,0212 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1117 0,0055 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.7 Faktor Pemasaran dan Peran Pemerintah

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran pemerintah.

Page 251: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

223

Tabel 5.124

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 1,1028 4,5839

Implementasi Selektif 0,9068 1,0000 4,2613

Tidak Ada Implementasi 0,2182 0,2347 1,0000

Jumlah 2,1249 2,3375 9,8452

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.125

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pemasaran dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4706 0,4718 0,4656 1,4080

Implementasi Selektif 0,4267 0,4278 0,4328 1,2874

Tidak Ada Implementasi 0,1027 0,1004 0,1016 0,3046

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,2290.

Page 252: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

224

Tabel 5.126

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4693 0,1075 1

Implementasi Selektif 0,4291 0,0983 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1015 0,0233 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.8 Faktor Pemasaran dan Peran Asosiasi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran asosiasi.

Tabel 5.127

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,9531 4,2613

Implementasi Selektif 1,0492 1,0000 4,5839

Tidak Ada Implementasi 0,2347 0,2182 1,0000

Jumlah 2,2839 2,1712 9,8452

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 253: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

225

Tabel 5.128

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pemasaran dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4378 0,4390 0,4328 1,3096

Implementasi

Selektif 0,4594 0,4606 0,4656 1,3856

Tidak Ada

Implementasi 0,1027 0,1005 0,1016 0,3048

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran asosiasi yaitu 0,1036.

Tabel 5.129

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Peran Asosiasi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Selektif 0,4619 0,0478 1

Implementasi Penuh 0,4365 0,0452 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1016 0,0105 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.9 Faktor Pemasaran dan Peran Lembaga Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran lembaga keuangan.

Page 254: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

226

Tabel 5.130

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 2,3319 2,9672

Implementasi Selektif 0,4288 1,0000 1,4904

Tidak Ada Implementasi 0,3370 0,6710 1,0000

Jumlah 1,7658 4,0029 5,4576

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.131

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pemasaran dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,5663 0,5826 0,5437 1,6925

Implementasi Selektif 0,2428 0,2498 0,2731 0,7657

Tidak Ada Implementasi 0,1909 0,1676 0,1832 0,5417

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran lembaga keuangan yaitu

0,0733.

Page 255: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

227

Tabel 5.132

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pemasaran dan Lembaga Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,5642 0,2290 1

Implementasi Selektif 0,2552 0,1036 2

Tidak Ada Implementasi 0,1806 0,0733 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.10 Faktor Manajemen Produksi dan Peran Pemerintah

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran pemerintah.

Tabel 5.133

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,6018 2,8942

Implementasi Selektif 1,6618 1,0000 3,1918

Tidak Ada Implementasi 0,3455 0,3133 1,0000

Jumlah 3,0073 1,9151 7,0860

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 256: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

228

Tabel 5.134

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Manajemen Produksi dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,3325 0,3142 0,4084 1,0552

Implementasi Selektif 0,5526 0,5222 0,4504 1,5252

Tidak Ada Implementasi 0,1149 0,1636 0,1411 0,4196

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,0935.

Tabel 5.135

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Selektif 0,5084 0,0475 1

Implementasi Penuh 0,3517 0,0329 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1399 0,0131 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.11 Faktor Manajemen Produksi dan Peran Asosiasi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor asosiasi.

Page 257: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

229

Tabel 5.136

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 1,0252 4,5839

Implementasi Selektif 0,9754 1,0000 3,1133

Tidak Ada Implementasi 0,2182 0,3212 1,0000

Jumlah 2,1936 2,3464 8,6972

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.137

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Manajemen Produksi dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4559 0,4369 0,5271 1,4199

Implementasi

Selektif 0,4447 0,4262 0,3580 1,2288

Tidak Ada

Implementasi 0,0995 0,1369 0,1150 0,3513

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,0446.

Page 258: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

230

Tabel 5.138

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Asosiasi

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4733 0,0211 1

Implementasi Selektif 0,4096 0,0183 2

Tidak Ada

Implementasi 0,1171 0,0052 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.12 Faktor Manajemen Produksi dan Peran Lembaga Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran lembaga keuangan.

Tabel 1.539

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,9531 4,5839

Implementasi Selektif 1,0492 1,0000 4,1110

Tidak Ada Implementasi 0,2182 0,2432 1,0000

Jumlah 2,2674 2,1963 9,6949

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 259: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

231

Tabel 5.140

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Manajemen Produksi dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4410 0,4339 0,4728 1,3478

Implementasi Selektif 0,4628 0,4553 0,4240 1,3421

Tidak Ada Implementasi 0,0962 0,1108 0,1031 0,3101

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran lembaga keuangan yaitu

0,0325.

Tabel 5.141

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Manajemen Produksi dan Peran Lembaga Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4493 0,0146 1

Implementasi Selektif 0,4474 0,0145 2

Tidak Ada Implementasi 0,1034 0,0034 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.13 Faktor Pelayanan Publik dan Peran Pemerintah

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran pemerintah.

Page 260: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

232

Tabel 5.142

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pelayanan Publik dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,8860 4,2613

Implementasi Selektif 1,1287 1,0000 2,2746

Tidak Ada Implementasi 0,2347 0,4396 1,0000

Jumlah 2,3633 2,3256 7,5359

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.143

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pelayanan Publik dan Peran Pemerintah

Peran Pemerintah Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4231 0,3810 0,5655 1,3696

Implementasi Selektif 0,4776 0,4300 0,3018 1,2094

Tidak Ada Implementasi 0,0993 0,1890 0,1327 0,4210

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,0285.

Page 261: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

233

Tabel 5.144

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pelayanan Publik dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4565 0,0130 1

Implementasi Selektif 0,4031 0,0115 2

Tidak Ada Implementasi 0,1403 0,0040 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.14 Faktor Pelayanan Publik dan Peran Asosiasi

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran asosiasi.

Tabel 5.145

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pelayanan Publik dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,9531 4,2613

Implementasi Selektif 1,0492 1,0000 2,6611

Tidak Ada Implementasi 0,2347 0,3758 1,0000

Jumlah 2,2839 2,3289 7,9224

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Page 262: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

234

Tabel 5.146

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pelayanan Publik dan Peran Asosiasi

Peran Asosiasi Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4378 0,4092 0,5379 1,3850

Implementasi Selektif 0,4594 0,4294 0,3359 1,2247

Tidak Ada Implementasi 0,1027 0,1614 0,1262 0,3903

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran pemerintah yaitu 0,0285.

Tabel 5.147

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pengelolaan Keuangan dan Peran Pemerintah

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4617 0,0132 1

Implementasi Selektif 0,4082 0,0116 2

Tidak Ada Implementasi 0,1301 0,0037 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.15 Faktor Pelayanan Publik dan Peran Lembaga Keuangan

Langkah pertama adalah membentuk matrik perbandingan berpasangan

(Pairwise comparison) alternatif dari tabulasi rata-rata geometrik persepsi responden

untuk faktor peran lembaga keuangan.

Tabel 5.148

Matrik Perbandingan Berpasangan Alternatif

Untuk Faktor Pelayanan Publik dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

Implementasi Penuh 1,0000 0,8860 4,2613

Implementasi Selektif 1,1287 1,0000 2,2746

Tidak Ada Implementasi 0,2347 0,4396 1,0000

Jumlah 2,3633 2,3256 7,5359

Keterangan : Nilai matrik dari rata-rata geometrik persepsi responden

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Page 263: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

235

Langkah selanjutnya adalah menghitung eigen vector untuk menentukan

ranking prioritas. Langkah untuk memperoleh eigen vector adalah mencari nilai

rata-rata baris dari matrik priority vector yang juga menjadi bobot lokal dari faktor.

Tabel 5.149

Matrik Priority Vector Alternatif

Faktor Pelayanan Publik dan Peran Lembaga Keuangan

Peran Lembaga

Keuangan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi Jumlah

Implementasi Penuh 0,4231 0,3810 0,5655 1,3696

Implementasi Selektif 0,4776 0,4300 0,3018 1,2094

Tidak Ada Implementasi 0,0993 0,1890 0,1327 0,4210

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot global dengan mengalikan

bobot lokal alternatif dengan bobot global faktor peran lembaga keuangan yaitu

0,0285.

Tabel 5.150

Bobot Global Alternatif

Untuk Faktor Pelayanan Publik dan Peran Lembaga Keuangan

Faktor Bobot Lokal Bobot Global Ranking

Implementasi Penuh 0,4565 0,0130 1

Implementasi Selektif 0,4031 0,0115 2

Tidak Ada Implementasi 0,1403 0,0040 3

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

C.16 Bobot Global Alternatif

Bobot global dari level alternatif dihitung dari rata-rata dari bobot global

alternatif yang diperoleh dari tiap faktor.

Page 264: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

236

Tabel 5.151

Bobot Global Alternatif

Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Sub Faktor

Alternatif Kebijakan

Implementasi

Penuh

Implementasi

Selektif

Tidak Ada

Implementasi

A. Pengelolaan Keuangan

1. Pemerintah 0,5033 0,3809 0,1158

2. Asosiasi 0,4346 0,4360 0,1295

3. Lembaga Keuangan 0,4901 0,3890 0,1209

B. Pemberdayaan SDM

1. Pemerintah 0,4554 0,4407 0,1039

2. Asosiasi 0,4748 0,4062 0,1190

3. Lembaga Keuangan 0,4575 0,4308 0,1117

C. Pemasaran

1. Pemerintah 0,4693 0,4291 0,1015

2. Asosiasi 0,4365 0,4619 0,1016

3. Lembaga Keuangan 0,4900 0,3865 0,1235

D. Manajemen Produksi

1. Pemerintah 0,3517 0,5084 0,1399

2. Asosiasi 0,4733 0,4096 0,1171

3. Lembaga Keuangan 0,4493 0,4474 0,1034

E. Pelayanan Publik

1. Pemerintah 0,4565 0,4031 0,1403

2. Asosiasi 0,4617 0,4082 0,1301

3. Lembaga Keuangan 0,4565 0,4031 0,1403

Rata - Rata 0,4574 0,4227 0,1199

Sumber : Hasil penelitian diolah, 2013

Skenario aksi implementasi penuh adalah melaksanakan semua skenario

optimis dan strategi pemasaran. Skenario aksi implementasi selektif adalah

melaksanakan secara selektif skenario optimis, karena kurang optimis untuk berhasil

untuk mengembangkan industri kerajinan ukiran kayu. Strategi yang digunakan

Page 265: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

237

strategi selektif bukan pertumbuhan cepat. Sedangkan skenario terakhir tidak ada

implementasi dalam pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu dan dibiarkan

tumbuh stagnan dan bahkan negatif.

Implementasi strategi kebijakan pemberdayaan industri kerajinan ukiran

kayu tidak terlepas dari dukungan beberapa pihak yaitu pemerintah yang terlibat

langsung dalam pemberdayaan industri kerajinan seperti Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Koperasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta dinas

terkait lainnya, asosiasi usaha sebagai media komunikasi para pelaku usaha industri

kerajinan serta peran serta lembaga keuangan. Dalam menjalankan strategi

pengelolaan keuangan peran lembaga keuangan sebagai penyedia pembiayaan usaha

paling prioritas dibandingkan dengan pemerintah dan asosiasi yaitu 0,671.

Kebijakan pemberdayaan sumberdaya manusia perlu mendapatkan dukungan dari

pemerintah 0,589, asosiasi 0,212 dan lembaga keuangan 0,200. Kebijakan dalam

strategi pemasaran dengan dukungan pemerintah 0,564, asosiasi 0,255 dan lembaga

keuangan 0,180 begitu halnya dalam menjalankan strategi manajemen produksi dan

kebijakan publik, peranan pemerintah menjadi prioritas utama.

Gambar 5.17

Alternatif Skenario Masa Depan Industri Kerajinan Ukiran kayu

di Kabupaten Gianyar

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Pada analisis balik posisi masa depan industri kerajinan ukiran kayu di

Kabupaten Gianyar dikembangkan tiga skenario implementasi yaitu implementasi

Page 266: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

238

penuh, selektif dan tidak ada implementasi. Berdasarkan hasil analisis, implementasi

penuh menjadi prioritas utama yang dijalankan dalam pemberdayaan industri

kerajinan ukiran kayu yaitu 0,4574, implementasi selektif 0,4227 dan tidak ada

implementasi 0,1199. Skenario aksi implementasi penuh adalah melaksanakan

semua skenario optimis dan strategi pemasaran. Skenario aksi implementasi selektif

adalah melaksanakan secara selektif skenario optimis, karena kurang optimis untuk

berhasil untuk mengembangkan industri kerajinan kayu ukir. Strategi yang

digunakan strategi selektif bukan pertumbuhan cepat. Sedangkan skenario terakhir

tidak ada implementasi dalam pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu dan

dibiarkan tumbuh stagnan dan bahkan negatif.

Page 267: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

239

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas; analisis terhadap hasil studi yang dijelaskan

pada bab sebelumnya, temuan teoritis dan empiris serta keterbatasan studi.

Pembahasan dilakukan berdasarkan pada temuan teoritis maupun empiris dan

penelitian sebelumnya yang relevan dengan studi yang dilakukan.

6.1 Analisis Rantai Nilai Industri Kerajinan Kayu

Hasil temuan dalam studi ini membuktikan bahwa kendala yang dihadapi

perajin ukiran kayu di Kabupaten Gianyar dalam proses produksi adalah

kekurangan pasokan bahan baku kayu yang berasal dari Kabupaten Gianyar

sehingga kayu sebagai bahan baku utama hampir seluruhnya di peroleh dari

daerah di luar Bali, seperti pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi dengan proses

pengiriman melalui angkutan laut dan darat sehingga harga bahan baku menjadi

lebih mahal dengan tingginya biaya transportasi. Selain biaya transportasi yang

tinggi, sumber bahan baku kayu dari luar pulau Jawa juga mengalami keterbatasan

persediaan. Menurut Porter (1985) bahwa Analisis value-chain merupakan alat

analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap

keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat

ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik

hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain

dalam industri. Value Chain mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai

aktivitas stratejik di perusahaan (Hansen, Mowen, 2000).

Page 268: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

240

Industri dapat menentukan keputusan-keputusan stratejik jika industri

tersebut telah mampu menjaga seluruh komponen yang terkait dengan operasional

industri baik dari aspek hulu maupun hilirnya. Pada industri kerajinan ukiran

kayu, diketahui bahwa kayu adalah bahan baku utama dari proses produksinya

yang tidak bisa dipisahkan dengan peran sumberdaya yang memiliki kemampuan

seni yang tinggi dibidang ukiran akan dapat menghasilkan produk ukiran yang

memiliki daya seni yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai simbol tingginya

budaya tidak hanya daerah tetapi juga sebagai cermin budaya Bangsa yang

bernilai ekonomi sangat tinggi. Keunikan ukiran kayu yang dihasilkan perajin dari

Kabupaten Gianyar telah masuk di pasar dunia. Pangsa pasar kerajinan kayu

daerah Bali di beberapa Negara baik di Asia maupun Eropah adalah: 1) Amerika

Serikat sebesar US$ 21.201.746,91; 2) France sebesar US$ 9.281.062,29; 3)

Australia sebesar US$ 9.240.648,68; 4) Germany sebesar US$ 6.758.308,96

dan 5) Japan sebesar US$ 5.513.211,29, dimana eksport Bali banyak dipasok dari

Kabupaten Gianyar (Dinas Perindustrian dan perdagangan Provinsi Bali, 2012).

Keunikan hasil ukiran seharusnya memberikan nilai tambah yang tinggi

bagi para perajin, namun pada kenyataannya tidak demikian karena keterbatasan

pelaku pada industri kecil ukiran kayu dalam menembus akses pasar internasional,

hal ini membuat para exportir dan perajin skala besar saja yang mampu

mendapatkan nilai tambah produksi yang sangat tinggi, karena harga produk

ukiran seperti ukiran patung garuda wisnu atau pintu ukiran Bali serta ukiran

tokoh-tokoh Ramayana dan mahabarata yang harganya bisa mencapai puluhan

hingga ratusan juta rupiah (sumber, perajin Bapak I Made Ade perajin dan pelaku

eksport ukiran kayu garuda wisnu dari Desa Pakuduwi Tegalalang dan Bapak

Page 269: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

241

ketut Pradnya perajin eksportir ukiran kayu tradisional Bali seperti pintu style Bali

dan patung-patung tokoh cerita pewayangan sekaligus pemilik museum ukiran

kayu Wiswa Karma di Batu Bulan). Harga yang tinggi dari produksi ukiran kayu

ditentukan oleh tingkat keunikan dan kerumitan desain ukirannya. Kondisi ini

menunjukkan bahwa peran kemampuan mengukir perajin menjadi faktor penentu

tinggi rendahnya nilai produk ukiran kayu yang berarti bahwa dengan bahan baku

kayu yang sama dapat memberikan nilai yang berbeda-beda tergantung

kemampuan perajin ukiran dalam memberikan sentuhan ukirannya. Berdasarkan

hasil wawancara dengan perajin yang bernama I Wayan Tekek perajin dan

pemilik Galeri Manis dari Desa Mas Ubud mengatakan sebuah realita bahwa saat

ini para generasi muda di Kabupaten Gianyar mulai tidak tertarik menekuni

pekerjaan dibidang ukiran kayu. Generasi muda lebih tertarik untuk bekerja pada

sektor jasa yang banyak tersedia diKabupaten Gianyar pada khususnya dan

Provinsi Bali pada umumnya karena akan lebih cepat memperoleh uang dan tidak

perlu bekerja lebih keras untuk memahat kayu. Selain berat, pekerjaan memahat

membutuhkan konsentrasi dan inovasi yang tinggi untuk dapat menghasilkan

produk yang bernilai seni tinggi. Untuk menghasilkan satu produk tertentu

dibutuhkan waktu yang relatif lama dan setelah itu produk yang telah diselesaikan

dalam waktu lama tersebut tidak selalu bisa langsung laku terjual. Kondisi

tersebut yang membuat para generasi muda tidak tertarik untuk menekuni

pekerjaan sebagai perajin ukiran kayu ditambah dengan semakin banyaknya art

shop ukiran kayu di Kabupaten gianyar yang beralih fungsi menjadi rumah makan

semakin memperkuat keputusan para generasi muda untuk beralih ke pekerjaan

yang lain yang dapat memberikan penghasilan jauh lebih besar dan lebih cepat.

Page 270: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

242

Peran yang tidak kalah pentingnya dengan sumberdaya perajin adalah

bahan baku kayu. Berdasarkan hasil survey di lapangan menunjukkan bahwa

sumber pasokan bahan baku untuk produk cinderamata selalu tersedia karena

bahan baku kayu tidak selalu dari kayu jati atau bengkirai yang semakin langka di

seluruh daerah tetapi bisa dibuat dari kayu yang dihasilkan di wilayah Gianyar

dan sekelilingnya seperti kayu sengon. Namun untuk jenis produk meubelir dan

pintu serta aksesoris furniture lain, dibutuhkan bahan baku kayu jati dan

sejenisnya yang semakin sulit didapatkan di wilayah Bali bahkan dari luar Bali

seperti Jawa dan Kalimantan bahan baku tersebut semakin sulit didapatkan.

Kondisi ini akan membahayakan keberadaan industri kerajinan ukiran kayu dalam

jangka panjang.

Kendala permodalan juga masih dihadapi oleh perajin dalam

mengembangkan usaha. Masih minimnya aksessibilitas pembiayaan usaha melalui

lembaga keuangan khususnya perbankan menjadi permasalahan klasik dalam

disintermediasi perbankan dan sektor riil. Beban bunga dan prosedur pengajuan

kredit yang dirasakan masih sulit dijangkau oleh sebagian perajin terutama skala

mikro menjadi salah satu penghambat bagi industri kecil untuk mengembangkan

skla produksinya. Berdasarkan hasil diskusi dalam forum discussion group (FGD)

didapatkan informasi bahwa sebenarnya pemerintah Provinsi Bali melalui

lembaga perbankan telah membuat kebijakan untuk membantu pertumbuhan

industri kecil yang dituangkan dalam Perda Nomor 3 Tahun 2012 tanggal 15

Maret 2012 “Tentang Perlindungan, Pemberdayaan dan Pembinaan Koperasi,

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”. Bahwa koperasi, usaha mikro, kecil dan

menengah merupakan badan usaha yang mempunyai kedudukan dan peran

Page 271: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

243

strategis dalam meningkatkan perekonomian daerah, menopang ketahanan

ekonomi masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah Daerah

berperan serta membangun dan menumbuhkan iklim usaha dengan cara :

1) Memberikan perlindungan kepada koperasi dan UMKM seperti :

a. Memberikan hak istimewa kepada koperasi untuk melaksanakan

usaha distribusi yg menguasasi hajat hidup orang banyak.

b. Melindungi UMKM dgn cara melindungi pasar tradisional dgn

pembatasan pendirian minimarket berjejaring nasional dgn jarak

tertentu

2) Pemberdayaan koperasi dan UMKM dilakukan dalam bentuk

a. Pendidikan dan pelatihan;

b. Penguatan permodalan;

c. Pembinaan manajemen;

d. Bimbingan teknis;

e. Pemasaran produk

3) Membantu akses permodalan koperasi dan UMKM dalam bentuk

penyediaan Dana Penguatan Modal yang disalurkan melalui Bank dan

lembaga keuangan bukan Bank.

4) Kegiatan yang akan dilakukan untuk mempercepat dan memperluas

pemberdayaan UMKM dilakukan dengan pendekatan pengelompokan

jenis usaha dan atau asosiasi dimana Gubernur memfasilitasi penciptaan

iklim usaha yg kondusif mencakup :

Page 272: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

244

a. Pendanaan, fasilitas untuk memperluas sumber pendanaan dan

kemudahan dalam mengakses kredit perbankan dan lembaga

keuangan bukan bank

b. Sarana dan prasarana, pembangunan sarana dan prasarana yang dapat

mendorong tumbuhnya dunia usaha

c. Informasi usaha, membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank

data dan jaringan informasi bisnis koperasi dan UMKM di daerah

dengan jaringan nasional / internasional

d. Dan kemitraan, dimana koperasi dan UMKM dapat melakukan

kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk kemitraan yg adil dan

merata.

e. Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem

pelayanan terpadu satu pintu,

f. Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi

di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian

rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang

kaki lima serta lokasi lainnya serta mengkoordinasikan agar usaha

besar menyediakan ruang tempat usaha paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat usaha yang dibangun bagi Koperasi dan

UMKM

g. Mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Koperasi

dan UMKM melalui pengadaan secara langsung

Page 273: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

245

h. Memprioritaskan pelaku usaha Koperasi dan UMKM di daerah dalam

pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota

i. Dukungan kelembagaan dengan meningkatkan fungsi dekopinwil,

inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan

keuangan mitra bank, Lembaga Penjaminan Daerah, Lembaga

Pembiayaan Daerah, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai

lembaga pendukung pengembangan Koperasi dan UMKM di daerah,

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

j. Pemanfaatan dana CSR dari badan usaha umum, BUMN/D dalam

perlindungan, pemberdayaan, dan pembinaan Koperasi dan UMKM

Selanjutnya Pemerintah telah merealisasikan program bantuan pendanaan

bagi pelaku industri kecil menenngah melalui Program Jamkrida (Jaminan Kredit

Daerah) yang disalurkan melalui beberapa bank salah satunya adalah Bank

Pembangunan Daerah Bali (BPD) dalam bentuk regulasi kredit lunak. Namun

berdasarkan hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil

responden yang tahu dan mendapatkan fasilitas kredit tersebut, dan sebagaian

besar responden tidak mengetahui informasi tentang program kredit lunak

tersebut. Selain ketidaktahuan perajin terhadap informasi cara mengakses modal

dari perbankan, juga didukung oleh ketidaktersediaan agunan/jaminan dan

ketakutan perajin jika mereka tidak mampu membayar hutang maka jaminan

hutang yang berupa sertifikat rumah atau tanah akan dilelang. Kondisi ini

membuat perajin lebih memilih untuk meminjam modal secara perorangan dengan

proses yang lebih mudah walaupun ongkos berupa bunga pinjaman yang harus

Page 274: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

246

dibayar jauh lebih tinggi dibanding yang ditetapkan lembaga keuangan bank

maupun non bank. Menurut Hafsah (2004), permodalan merupakan faktor utama

yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Permasalahan

permodalan yang dihadapi UKM pada umumnya adalah usaha perorangan atau

perusahaan yang mengandalkan pada modal pemilik yang jumlahnya sangat

terbatas, sedangkan modal pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga

keuangan lain sulit diperoleh karena persyaratan atau prosedur teknis tidak dapat

dipenuhi oleh pengusaha.

Dari sisi kelembagaan, masih kurangnya dukungan Dinas Perindustrian

dan Perdagangan dalam proses pendampingan dan pembinaan perajin ukiran

untuk pengembangan usahanya, baik melalui pelatihan sumberdaya manusia

maupun pemanfaatan tekhnologi tepat guna. Kurangnya dukungan Dinas

Pariwisata dalam proses promosi hasil kerajinan ukiran, sehingga perajin

melakukan promosi secara individu untuk meningkatkan hasil penjualannya

Kurangnya dukungan Dinas Koperasi khususnya dalam pembinaan koperasi atau

kelompok-kelompok perajin ukiran agar dapat mengembangkan usahanya melalui

menajemen kelompok. Usaha kecil yang umumnya merupakan unit usaha

keluarga memiliki jaringan usaha yang masih terbatas dan kemampuan penetrasi

pasar yang masih rendah sehingga produk yang dihasilkan relatif terbatas dan

mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Hafsah (2004).

Hasil FGD menggambarkan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah

membuat regulasi yang telah diterbitkan yaitu:

1. Perda No. 2 tahun 2012 tentang kepariwisataan; dan

Page 275: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

247

2. Perda No. 3 tahun 2012 tentang perlindungan, pemberdayaan, dan

pembinaan Koperasi, UMKM.

Dimana pemerintah memiliki beberapa program kegiatan yaitu:

a) Pembinaan/pendampingan sertifikasi kepada IKM dan kelompok perajin

untuk mendapatkan sertifikasi legalitas kayu ( SVLK );

b) Promosi, dengan cara memfasilitasi pameran melalui pemajangan produk

di 16 ITPC (Indonesia Trade Promotion Center)

c) Fasilitasi Perdagangan Luar Negeri, melalui:

1) penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal);

2) penerbitan rekomendasi ETPIK

Namun berdasarkan hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa

responden belum pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah Daerah maupun

Provinsi baik dalam bentuk pembinaan sertifikasi maupun fasilitas promosi

dengan melibatkan responden dalam kegiatan pameran. Beberapa responden skala

menengah telah diberikan fasilitas untuk promosi produk melalui pameran baik di

sakala nasional maupun internasional namun dengan biaya sendiri. Kondisi ini

membuat perajin industri kecil kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar

kurang kuat dalam melakukan terobosan-terobosan produk dalam bentuk inovasi

produk yang berorientasi pasar global, padahal peluang pasar bagi hasil ukiran

kayu baik di pasar domestik maupun pasar dunia masih terbuka luas. Sebagai

salah satu produk unggulan Indonesia di pasar internasional, kebaradaan industri

kecil kerajinan ukiran kayu senantiasa harus dijaga keberlanjutannya, selain

menyediakan lapangan kerja yang tinggi, kontribusi produk dari kayu menempati

posisi sepuluh (10) besar ekspor dari UMKM di Indonesia (Tabel 1.3). Produk

Page 276: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

248

ukiran kayu dari Kabupaten Gianyar menjadi salah satu produk unggulan yang

mengandung unsur lokalitas dan budaya yang sangat tinggi, sehingga produk ini

dapat dijadikan sebagai produk yang memiliki daya saing tinggi di pasar global

dan ini menjadi tanggungjawab seluruh komponen masyarakat.

Hasil studi ini bila dirujukkan dengan teori yang ada dan beberapa hasil

studi sebelumnya seperti yang dikemukakan oleh Michael Porter (Dalam Hill &

Jones, 1998), pada dasarnya ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi daya saing

suatu negara, yaitu:

5) Strategi, Struktur, dan Tingkat Persaingan Perusahaan, yaitu bagaimana unit-

unit usaha di dalam suatu negara terbentuk, diorganisasikan, dan dikelola,

serta bagaimana tingkat persaingan dalam negerinya;

6) Sumber Daya di suatu Negara, yaitu bagaimana ketersediaan sumber daya di

suatu negara, yakni sumber daya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal,

dan infrastruktur. Ketersediaan tersebut menjadi penentu perkembangan

industri di suatu negara. Ketika terjadi kelangkaan pada salah satu jenis

faktor tersebut maka investasi industri di suatu negara menjadi investasi yang

mahal;

7) Permintaan Domestik, yaitu bagaimana permintaan di dalam negeri terhadap

produk atau layanan industri di negara tersebut. Permintaan hasil industri,

terutama permintaan dalam negeri, merupakan aspek yang mempengaruhi

arah pengembangan faktor awalan keunggulan kompetitif sektor industri.

Inovasi dan kemajuan teknologi dapat terinspirasi oleh kebutuhan dan

keinginan konsumen;

Page 277: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

249

8) Keberadaan Industri Terkait dan Pendukung, yaitu keberadaan industri

pemasok atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional.

Faktor ini menggambarkan hubungan dan dukungan antar industri, dimana

ketika suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, maka industri-

industri pendukungnya juga akan memiliki keunggulan kompetitif.

Moon dan Cho (2003) menyatakan bahwa suatu kesalahan konsep dari

daya saing internasional didasarkan pada gagasan bahwa daya saing internasional

tergantung pada pasokan tenaga kerja, modal dan sumber daya alam yang banyak

dengan harga yang murah. Teori ilmu ekonomi ini secara keliru menghubungkan

daya saing internasional sebuah Negara dengan panganugerahan faktornya.

Sumber daya yang dianugerahkan hanyalah bagian dari banyak faktor penentu.

Terdapat Negara-negara yang memiliki banyak sumber daya tetapi memiliki suatu

perekonomian yang lemah. Suatu kesalahan konsep yang lain adalah mengukur

daya saing internasional sebuah Negara dengan pangsa pasar dunianya. Suatu

negara mungkin dengan mudah meningkatkan pangsa pasarnya dengan

menurunkan harga ekspor di bawah biaya produksi, kadang-kadang melalui

subsidi pemerintah, tetapi daya saing internasionalnya tidak selalu menguat. Jadi

untuk meningkatkan kemampuan daya saing produk suatu Negara adalah dengan

selalui menjaga rantai nilai industri , membutuhkan peran aktif seluruh komponen

yang berada dalam lingkungan industri baik dari lingkungan internal maupun dari

eksternal industri.

Page 278: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

250

6.2 Analisis Posisi Strategis Industri Kerajinan Ukiran Kayu

Hasil temuan dalam studi ini membuktikan bahwa berdasarkan hasil

identifkasi posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu, faktor kekuatan yang

dimiliki industri kerajinan ukiran kayu masih lebih besar dibandingkan dengan

kelemahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keberadaan industri kerajinan

ukiran masih cukup potensial untuk terus dikembangkan dengan kekuatan yang

dimiliki antara lain dengan harga produk yang cukup stabil dan tergabung dalam

kluster industri dengan berusaha untuk meminimalisir kelemahan terutama mutu

produk.

Sementara berdasarkan hasil identifkasi posisi strategis industri kerajinan

ukiran kayu bahwa faktor eksternal peluang yang dimiliki industri kerajinan

ukiran kayu relative masih besar walaupun dibandingkan dengan faktor ancaman

yang memiliki skor lebih besar dibandingkan peluang. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa industri kerajinan ukiran masih dapat memanfaatkan

peluang eksternal yang memberikan keuntungan bagi usaha kerajinan ditengah

ancaman yang juga harus dihadapi oleh industri kerajinan ukiran.

Namun demikian, dengan kekuatan yang dimiliki oleh industri kecil

kerajinan ukiran kayu yang sangat sulit ditiru oleh orang lain bahkan Negara lain

adalah kemampuan sumber daya manusia dalam hal ini adalah ketrampilan yang

dimiliki oleh para perajin yang bersifat turun temurun. Dimana produk ukiran

kayu secara keseluruhan menggambarkan unsur budaya dan religiulitas

masyarakat Bali yang sangat dominan. Selain kekhasan dan keunikan yang

melekat pada produk ukiran, terdapat kekuatan besar yang dimiliki atas sproduk

tersebut antara lain perajin telah tergabung dalam kluster industri kecil kerajinan

Page 279: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

251

ukiran kayu yang membuat para perajin bisa saling bekerjasama dalam

mendapatkan pasokan bahan baku, proses produksi dan pemasaran produk

dilakukan dengan saling mendukung satu dengan yang lain. Dengan kekuatan

tersebut, perajin yang tergabung dalam industri kecil akan dapat mengatasi

ancaman yang dihadapi terutama terkait dengan semakin berkurangnya pasokan

bahan baku kayu yang sebenarnya bisa diatasi melalui peran serta Pemerintah

dalam bentuk kebijakan lahan hutan ditanami dengan tanaman kayu jati yang

memiliki masa panen dengan waktu yang lebih pendek seperti jati emas, sehingga

diharapkan dalam jangka waktu panjang ketersediaan bahan baku kayu akan

selalu terjaga. Dinamika lingkungan bisnis yang terus berfluktuasi menjadi faktor

penting bagi keberlangsungan pasar ukiran kayu, terutama untuk produk ukiran

yang di ekspor. Ketergantungan ekspor pada satu atau beberapa Negara dapat

membahayakan pasar ukiran kayu, sehingga melalui pemerintah yang

bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dapat melakukan analisis

kembali melalui program reorientasi ekspor yang diharapkan akan dapat

menemukan Negara-negara tujuan ekspor baru yang lebih potensial. Selain itu,

peran masyarakat di wilayah Bali pada khususnya dan seluruh wilayah Indonesia

pada umumnya sebagai konsumen lokal atas produk-produk ukiran kayu tersebut

dapat menjamin pemasaran produk didalam negeri jika seandainya ada gangguan

terhadap jaringan pasar di luar negeri.

Melalui analisis SWOT tersebut telah dapat diindentifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan

Page 280: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

252

ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan

dengan pencapaian misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan

demikian perencana strategis (strategic planner) mampu menganalisis faktor-

faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang

ada (Lee, S. F., & Ko, K. O., 2000; Ip, Y. K., & Koo, L. C., 2004; Rauch, P.,

2007; Nikolaou, I. E., 2010; Manteghi & Zohrabi, 2011)..

Berdasarkan hasil analisis SWOT menunjukkan hasil bahwa posisi industri

pada kuadran II yang menandakan industri cukup kuat namun menghadapi

tantangan yang cukup besar, hasil ini mengindikasikan pada strategi peningkatan

ketrampilan dan investasi untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi

untuk mencapai effisiensi. Peningkatan kualitas dan kapasitas produksi dapat

dicapai dengan dukungan pemerintah melalui pendampingan, pelatihan dan

bantuan pinjaman modal. Hal ini juga membutuhkan dukungan perbankan untuk

meningkatkan jumlah investasi melalui pinjaman dengan bunga ringan atau

menghubungkan perajin dengan investor dari luar daerah, seperti kerjasama

perdagangan untuk meingkatkan kapasitas produksi untuk mencapai efisiensi

produksi. Selain itu, strategi diversifikasi dengan usaha yang terkait dapat

diberlakukan dalam merespon posisi masa depan industri kerajinan ukiran kayu.

Industri dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat

sehingga diperkirakan roda usaha akan mengalami tantangan untuk terus berputar

apabila hanya bertumpu pada strategi yang sebelumnya. Oleh karena itu industri

perlu memperbanyak ragam strategi taktis.

Page 281: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

253

6.3 Analisis Strategi Pemberdayaan Industri Kerajinan Ukiran kayu

Hasil pemetaan posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu berada pada

skenario yang cukup optimis meskipun diperlukan adanya upaya pengembangan

secara lebih intensif dan berdaya guna dalam menghadapi berbagai tantangan

terutama seiring dengan dinamisasi perekonomian dan lingkungan bisnis yang

bahkan tanpa ada batas antar wilayah dan negara. Maka untuk menjalankan

skenario optimis dalam pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu, dibutuhkan

strategi atau kebijakan khusus dalam menjaga eksistensi industri kerajinan ukiran

kayu yaitu strategi dalam pengelolaan keuangan, strategi dalam pengembangan

sumberdaya manusia, strategi dalam manajemen produksi, strategi pemasaran dan

strategi pelayanan publik.

Berdasarkan hasil analisis dengan metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) pada tujuh orang yang dianggap expert dalam pengembangan industri

kerajinan, diperoleh hasil sebagaimana bahwa strategi pemasaran menjadi faktor

prioritas yang menentukan prospek kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar.

Keterbatasan perajin dalam mengakses pasar menjadi kendala utama bagi para

perajin dalam memasarkan produk ukiran kayu. Promosi merupakan salah satu

aspek penting dalam pemasaran terutama memberikan informasi pada pasar

mengenai produk yang dijual. Teknik pemasaran melalui media elektronik

menjadi pilihan prioritas dibandingkan dengan pemasaran lokal dan rencana induk

penjualan atau sale-able masterplan. Media elektronik dianggap sebagai media

paling efektif sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi informasi.

Pemerintah Provinsi Bali memiliki program bidang pemasaran yang

dilakukan melalui promosi besar-besaran dibidang pariwisata ke manca Negara

Page 282: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

254

dan mengadakan kerjasama dengan travel agent yang ada di luar negeri. Bidang

pemasaran bagi UKM dilakukan secara tidak langsung melalui penyediaan

anggaran yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan

anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi yaitu melalui

penyelenggaraan pameran dalam upaya meraih pasar, memberikan bantuan

perkuatan kepada kelompok/sentra kerajinan yang berorientasi ekspor,

menyelenggarakan misi dagang atau kontak bisnis dengan provinsi lain

(menggarap pasar domestik dan lain-lain (Saefuloh, 2007), namun realita di

lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum merasakan

manfaat dan fasilitas program-program pemasaran yang sudah disiapkan oleh

pemerintah Provinsi.

Pengembangan sumberdaya manusia menjadi faktor penting selanjutnya

yang memegang peranan penting dalam meningkatkan daya saing produk. Oleh

sebab itu pembinaan SDM UKM ditujukan untuk meningkatkan mutu SDM.

Pembinaan ini dilakukan melalui dan APBD dalam bentuk pendidikan dan

pelatihan manajemen usaha kecil. Pembinaan lainnya dilakukan misalnya melalui

kerjasam dengan Badan pengembangan Ekspor Nasional Departemen

Perindustrian dan Perdagangan bekerjasama dengan Mitra Pengembangan Bisnis

(MPB). Berbagai pembekalan pengetahuan praktis dan ketrampilan menjadi

eksportir (khususnya handycraft) diharapkan dapat meningkatkan diri menjadi

trade mark Bali .(Saefuloh, 2007). Yang menjadi masalah ternyata sebagian besar

responden tidak tahu informasi dan cara mengakses program-program tersebut,

sehingga apa yang diharapkan oleh pemerintah Provinsi atas keberhasilan

program-program tersebut menjadi sulit terealisasi. Salah satu cara untuk

Page 283: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

255

mendekatkan gap tersebut adalah dengan mengaktifkan peran asosiasi perajin

yang diharapkan mampu menjadi perantara kesenjangan yang terjadi antara

Pemerintah dengan pelaku industri terutama industri kecil.

Strategi dalam pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu dijalankan

melalui beberapa skenario yaitu skenario optimis, status quo dan pesimis.

Berdasarkan hasil analisis AHP diketahui bahwa skenario optimis yang perlu

didukung dengan investasi yang lebih besar dan perluasan pasar yang agresif.

Sementara bila ditinjau dari analisis balik posisi masa depan industri kerajinan

ukiran kayu di Kabupaten Gianyar perlu dikembangkan scenario implementasi

penuh menjadi prioritas utama yang dijalankan dalam pengembangan industri

kerajinan ukiran kayu.

Upaya pemberdayaan industri kerajinan ukiran merupakan suatu hal yang

mutlak diperlukan guna mewujudkan kerajinan ukiran yang memiliki kemampuan

bersaing (competitive advantage) di pasar domestik, regional maupun

internasional, dengan mengemban misi peningkatan mutu produk, memperluas

pangsa pasar dan memperkuat jaringan pemasaran bagi produk–produk ukiran.

Sementara itu lingkungan strategis industri ukiran masih dihandalkan pada

berbagai kendala baik intern maupun ekstern. Kendala intern terlihat dari

rendahnya mutu SDM, terbatasnya modal, teknologi dan kerjasama usaha.

Sedangkan kendala ekstern ditandai oleh belum kondusifnya lingkungan bisnis

dan belum memadainya infrastruktur.

Disisi lain industri ukiran kayu mempunyai celah-celah yang dapat

menjadi peluang untuk bangkit dalam memenangkan persaingan yaitu globalisasi

dan reformasi ekonomi, keberpihakan pemerintah yang kuat terhadap industri,

Page 284: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

256

perkembangan teknologi, debirokratisasi dan deregulasi, otonomi daerah dan

perubahan Departemen Koperasi menjadi Menteri Negara Koperasi dan PKM,

tuntutan pelayanan masyarakat, meningkatnya kepedulian lembaga donor

internasional terhadap UKM Indonesia dan sebagainya.

Oleh karena itu industri kerajinan ukiran kayu ditantang untuk

meningkatkan daya saing dan pangsa pasarnya, menguatkan dan memperluas

basis usaha dan kewirausahaannya, memperkukuh struktur dunia usaha yang

berintikan UKM dan memulihkan serta mengembangkan kemampuan untuk

keluar dari krisis ekonomi. Untuk kepentingan tersebut, dukungan Pemerintah

terhadap pemberdayaan industri kerajinan ukiran kayu menjadi faktor sangat

penting. Dimana Pemerintah seyogyanya mampu membuat berbagai kebijakan

yang memperkuat daya tarik industri kerajinan ukiran kayu seperti menciptakan

iklim usaha yang baik yang didukung oleh tumbuhnya kemitraan dari industri

hulu dan hilir amupun kemudahan mendapatkan HKI. Selain itu, diperlukan juga

kebijakan Pemerintah yang memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong

daya saing industri kerajinan ukuran kayu yang terkait dengan ketersediaan bahan

baku kayu yang semakin sulit didapat, dukungan permodalan dan peningkatan

kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan inovasi produk (Gambar

2.1).

Sehubungan dengan kondisi lingkungan strategis industri kerajinan ukiran,

maka strategi kebijakan pemberdayaan kerajinan ukiran kayu mencakup empat

strategi pokok.

1. Strategi kebijakan pertama ditujukan untuk memungkinkan terbukanya

kesempatan berusaha seluas-luasnya serta kepastian usaha sebagai prasyarat

Page 285: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

257

utama untuk menjamin berkembangnya industri kerajinan ukiran. Strategi

kebijakan ini mencakup:

a. Sejalan dengan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas suku

bunga pinjaman yang wajar dan dapat dijangkau oleh industri, terutama

pengusaha mikro; dilaksanakan penyempurnaan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan sektoral; penyederhanaan perizinan, peraturan

daerah dan retribusi; serta peningkatan upaya penegakan hukum.

b. Pemberian sistem insentif pajak dan kemudahan untuk

menumbuhkembangkan sistem dan jaringan lembaga pendukung industri

ukiran yang lebih meluas di daerah, seperti lembaga keuangan atau

pembiayaan yang mandiri dan mengakar di masyarakat atau dapat

disebut sebagai lembaga keuangan masyarakat (LKM), lembaga

penjamin dana, dan lembaga profesional sebagai penyedia pelatihan,

teknologi, informasi, dan layanan advokasi.

c. Peningkatan kemampuan aparat dan menyederhanakan birokrasi

pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan fungsi sebagai

fasilitator sejalan dengan pelimpahan kewenangan daerah dalam

melaksanakan kebijakan dan program pemberdayaan industri.

2. Strategi kebijakan kedua ditujukan untuk memperluas akses kepada sumber

daya produktif agar industri ukiran semakin mampu memanfaatkan

kesempatan yang terbuka, potensi sumberdaya alam lokal yang dimiliki serta

meningkatkan skala usahanya. Strategi kebijakan ini mencakup:

a. Peningkatan kemampuan lembaga layanan pengembangan usaha,

teknologi dan informasi bagi industri di tingkat lokal serta penciptaan

Page 286: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

258

sistem jaringan melalui penguatan manajemen atau pendampingan

kepada lembaga layanan tersebut secara partisipatif dan kompetitif.

b. Peningkatan kualitas jasa layanan LKM serta lembaga keuangan

sekunder di tingkat lokal melalui dukungan (a). perlindungan status

badan hukum, kemudahan perizinan serta penyediaan sistem insentif;

(b).penguatan manajemen serta pemodalan dan penjaminan secara

partisipatif, kompetitif dan adil dengan memilih lembaga yang potensial,

kuat dan menjanjikan berdasarkan kinerja masa lalunya; (c).

pengembangan sistem penilaian kredit yang didukung oleh jaringan

sistem informasi antar LKM sehingga dapat menghilangkan persyaratan

agunan dan memudahkan akses kredit; dan (d). pembentukan sistem

jaringan antar LKM agar terjalin kerjasama dan tercipta sistem

peminjaman antar LKM.

c. Mendorong berkembangnya lembaga-lembaga pelatihan khusus bagi

industri ukiran dan anggota sebagai bagian dari upaya untuk

mempercepat peningkatan kualitas SDM. Lembaga-lembaga tersebut

adalah lembaga yang dikelola oleh dunia usaha serta masyarakat. Sistem

insentif perlu diberikan pada tahap awal bersamaan dengan upaya

perkuatan antara lain melalui pelatihan dan pemagangan pengelola dan

instruktur; pembinaan manajemen; sertifikasi pelatihan dan akreditasi;

dan pengembangan jaringan kerjasama antar lembaga pelatihan. Sejalan

dengan itu perlu dilakukan reorientasi dan restrukturisasi lembaga

pendukung usaha milik pemerintah menjadi lembaga mandiri.

Page 287: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

259

3. Strategi kebijakan ketiga ditujukan untuk mengembangkan industri kerajinan

ukiran yang mempunyai keunggulan kompetitif, terutama yang berbasis

teknologi. Strategi ini mencakup:

a. Peningkatan kualitas pengusaha ukiran kayu menjadi wirausaha yang

mampu memanfaatkan potensi, keterampilan atau keahliannya untuk

berkreasi, berinovasi dan menciptakan lapangan kerja serta

mengembangkan budaya berusaha.

b. Penerapan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Disahkannya

Undang-Undang Desain Industri menjadi UU Nomor 31 Tahun 2000

tentang Desain Industri. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah

dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap desain industri

yang sebelumnya tidak mendapatkan pengaturan hukum secara khusus.

c. Pengembangan lembaga inkubator bisnis dan teknologi yang selain

dapat berfungsi untuk mendukung pengembangan industri juga

merupakan sarana untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis

teknologi. Hal ini disertai dengan pengembangan modal ventura dan

penyediaan pinjaman berjangka panjang; sistem insentif untuk kemitraan

industri kerajinan ukiran kayu dengan investor asing untuk produk

unggulan berorientasi ekspor; dan dukungan penelitian dan

pengembangan teknologi dalam pengembangan teknologi proses dan

produk ukiran kayu.

d. Pengembangan jaringan produksi dan distribusi industri kerajinan

melalui pengembangan usaha kelompok. Jaringan antar industri dan

antar kelompok industri melalui wadah koperasi dengan

Page 288: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

260

mengembangkan keterkaitan usaha melalui integrasi vertikal dan

horizontal, maupun jaringan antara industri dan usaha besar melalui

kemitraan usaha.

e. Perkuatan organisasi dan kemampuan manajemen industri melalui

wadah koperasi untuk meningkatkan skala usaha yang ekonomis dan

meningkatkan efisiensi secara bersama, antara lain dengan implantasi

tenaga ahli atau manajemen serta penerapan manajemen partisipatif dan

manajemen mutu terpadu.

f. Pengembangan teknologi informasi dan membentuk jaringan kerjasama

lembaga-lembaga layanan dan pendukung industri sehingga tercipta

spektrum kerjasama layanan saran dan profesi atau keahlian yang

paripurna disertai pelatihan dan pemagangan bagi para pengelolanya.

4. Strategi kebijakan keempat dilakukan melalui pengembangan pemasaran dan

jaringan usaha dengan kebijakan dan strategi yang meliputi pemberian iklim

usaha yang kondusif, peningkatan daya saing dan capacity building,

perluasan akses pasar, dan pengembangan sistem informasi serta

infrastruktur.

Strategi kebijakan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam berbagai program

diantaranya:

a. Program pengembangan sistem pendukung usaha. Program ini bertujuan

menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memperkuat peran dan

fungsi lembaga-lembaga pendukung yang penting untuk meningkatkan

akses industri pada sumber daya produktif, terutama pelaku usaha yang

masih tertinggal. Program ini antara lain mencakup penyempurnaan

Page 289: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

261

segala peraturan dan ketentuan yang menghambat kesempatan dan

kegiatan industri serta mengurangi biaya transaksi yang timbul; dan

perkuatan lembaga-lembaga pendukung pengembangan industri

kerajinan ukiran, seperti sistem dan jaringan lembaga keuangan,

pengembangan SDM, jasa pengembangan teknologi dan informasi serta

sistem dan jaringan produksi dan distribusi.

b. Program pengembangan kewirausahaan dan industri kerajinan ukiran

berkeunggulan kompetitif. Program ini ditujukan untuk mengembangkan

sikap dan semangat kewirausahaan serta meningkatkan kemampuan atau

keterampilan pengusaha ukiran kayu. Program ini mencakup, antara lain

pengembangan kewirausahaan dan kewirakoperasian serta

pengembangan usaha dalam aspek keterampilan dan pengetahuan

mengenai modal, pasar, manajemen usaha, teknologi, dan informasi. Hal

tersebut ditempuh melalui pelatihan perencanaan dan strategi

pengembangan usaha, etika berusaha dan profesi, pelatihan kepada

pengurus atau pengelola dan angggota usaha dan koperasi untuk

berusaha secara kooperatif, serta pelatihan motivator industri dan

koperasi untuk meningkatkan partisipasi aktif anggota, serta perkuatan

dan pengembangan lembaga inkubator teknologi dan bisnis berdasarkan

prinsip kemandirian; serta pengembangan desain, proses, mutu produk

dan teknologi informasi bagi jaringan usaha.

c. Program pemetaan dan sistem informasi pasar. Program ini dilakukan

melalui promosi dan pengembangan infrastruktur jaringan, rekadana dan

pemberdayaan asosiasi, penumbuhan iklim kondusif dan kerjasama luar

Page 290: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

262

negeri. Penumbuhan iklim usaha yang kondusif dilakukan melalui

pemberian dukungan peraturan peundang-undangan yang memberikan

perlindungan kepada industri kerajinan diantaranya dengan melakukan

kajian peraturan perundang-undangan mengenai industri kerajinan,

penyusunan rancangan undang-undang subkontrak, kajian kebijakan

ekspor impor, pemberian bebas fiskal bagi industri kerajinan untuk

promosi, dan revisi Keppres tentang pencadangan Usaha.

6.4 Temuan Teoritis dan Empiris

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa studi ini

diharapkan dapat menjelaskan rantai nilai yang terkait dengan industri kecil

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali, yang diharapkan hasil

studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

Pemerintah Daerah, perajin, tokoh masyarakat dan masyarakat sebagai masukan

untuk menjadi pertimbangan dalam upaya melestarikan produk ukiran kayu serta

meningkatkan daya saing produk tersebut di pasar global.

Temuan teoritis maupun empiris sulit dibedakan antara satu dengan lain-

nya karena merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Temuan-

temuan tersebut adalah.

1) Temuan terkait dengan analisis rantai nilai menunjukkan bahwa industri

kerajinan ukiran kayu memiliki keterbatasan dalam mempertahankan dan

mengembangkan usahanya baik dari aspek hulu dan hilirnya yaitu yang terkait

dengan pasokan bahan baku, dimana sumber bahan baku kayu semakin sulit

didapat di sekitar Bali, sehingga perajin harus mendatangkan dari Jawa atau

Page 291: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

263

Kalimantan. Sulitnya bahan baku ini menimbulkan harga kayu dan biaya

transportasi yang mahal. Sebagaimana diungkapkan dalam teori rantai nilai

Porter, bahwa semakin panjang rantai hulu hilir yang dibangun dalam suatu

industri, maka akan menimbulkan biaya yang tinggi (Hill & Jones, 1998),

namun berbeda dengan rantai hulu hilir pada industri kerajinan ukiran kayu

yang terdiri dari pemasok, perajin dan konsumen akhir, tetapi biaya produksi

juga tinggi yang disebabkan oleh kondisi daya tawar tawar pemasok yang

lebih kuat mengakibatkan nilai tambah yang dinikmati oleh perajin relatif

lebih kecil dibandingkan dengan nilai tambah yang dinikmati oleh pemasok.

2) Hasil temuan melalui analisis SWOT menunjukkan bahwa faktor kekuatan

yang dimiliki industri kerajinan ukiran kayu lebih besar dibandingkan dengan

kelemahannya. Namun pada kenyataan, industri kerajinan ukiran kayu banyak

menghadapi kelemahan seperti akses informasi pasar yang masih kurang

sehingga penjualan produk untuk pasar yang lebih luas maupun pasar ekspor

hanya bisa diakses oleh perajin tertentu (skala besar), selain itu

berkembangnya teknologi informasi sebagai pendukung aktivitas promosi dan

penjualan juga tidak mampu diakses oleh sebagian besar perajin.

3) Hasil temuan yang terkait dengan strategi pemberdayaan menunjukkan bahwa

industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar mengalami banyak

keterbatasan mulai dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan perajin dalam

mengakses modal yang disediakan oleh pemerintah, terbatasnya

pendampingan pengembangan usaha, tidak adanya perlindungan atas karya

yang dihasilkan oleh perajin, ketidaktahuan sebagian besar perajin dalam

Page 292: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

264

membangun kemitraan dan ketidakmampuan sebagian besar perajin dalam

menembus pasar global.

4) Hasil temuan berdasarkan kombinasi analisis rantai nilai, analisis SWOT dan

AHP menunjukkan bahwa titik fokus dalam rangka pemberdayaan industri

kerajinan ukiran kayu di Kabupaten Gianyar adalah terkait dari aspek

pemasaran terutama melalui e-marketing. Media elektronik dianggap sebagai

media paling efektif dalam memperluas akses pasar baik pasar domestik

maupun internasional sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi

informasi.

5) Hasil temuan teoritis menunjukkan bahwa : a) Teori rantai nilai yang

dikemukakan oleh Porter , bahwa semakin panjang rantai hulu hilir yang

dibangun dalam suatu industri akan menimbulkan biaya yang tinggi dan

semakin kecil nilai tambah yang bisa dinikmati oleh produsen, namun

berbeda dengan rantai hulu hilir pada industri kerajinan ukiran kayu yang

relative pendek tetapi biaya produksi juga tinggi dan nilai tambah yang

dinikmati oleh produsen atau perajin menjadi kecil. Jadi bukan panjang

pendeknya mata rantai, tetapi sangat ditentukan oleh seberapa besar

ketergantungan perajin terhadap input. Disamping itu juga ditentukan oleh

seberapa besar informasi pasar yang diketahui oleh perajin. Kalau terjadi

distorsi informasi pasar, maka teori rantai nilai dari Porter tidak bisa berlaku

sepenuhnya. b) Teori migrasi yang dikemukakan oleh Lewis, bahwa akan

terjadi perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota sehubungan dengan

perkembangan sektor industri di Kota akibat terjadinya perubahan struktur

ekonomi atau di sebut juga transformasi struktural, menjadi tidak berlaku

Page 293: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

265

sepenuhnya dengan tumbuhnya industri kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar. Keberadaan industri kerajinan ukiran ini ternyata mampu meredam

arus migrasi, karena sebagian tenaga kerja lokal lebih memilih di lingkungan

tempat tinggalnya sebagai tempat usaha, bahkan tenaga kerja yang tidak

mampu mengakses pasar kerja di Kota lebih memilih kembali ke Desa dan

bekerja pada industri kerajinan Ukiran kayu.

6.5 Keterbatasan Studi

Beberapa keterbatasan serta hambatan-hambatan lain yang dialami selama

studi ini antara lain:

1) Terbatasnya lokasi penelitian. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu

unit analisis yaitu industri kecil kerajinan ukiran kayu di Kabupaten

Gianyar Bali;

2) Studi ini dapat dipakai sebagai basis generalisasi bagi industri-industri lain

terutama bagi industri yang memiliki karakteristik produk dan cara

pengelolaan yang menyerupai obyek dalam studi ini;

3) Variabel-variabel yang dikembangkan dalam studi ini relatif masih

terbatas karena sebenarnya masih banyak variabel-variabel lain yang bisa

dikembangkan lebih mendalam seperti variabel budaya, kelembagaan dan

variabel-variabel lain yang relevan untuk dikembangkan dalam model;

4) Studi ini adalah penelitian survei dengan menggunakan data cross

sectional dan kuisioner, sehingga data sangat tergantung pada jawaban

responden yang tidak dapat di kontrol oleh peneliti. Diharapkan studi

selanjutnya menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode grounded

Page 294: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

266

research, sehingga dapat diketahui secara mendalam tentang

perkembangan industri kecil dari aspek perajin, pemerintah, masyarakat

dan kelembagaan yang tepat agar posisi industri ukiran kayu tetap eksis

dan terus berkembang seiring dengan tetap terjaganya nilai-nilai budaya

yang tercermin dalam setiap guratan ukiran kayu.

Page 295: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

267

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari integrasi tiga model analisis yang di gunakan dalam penelitian

diperoleh hasil untuk pemberdayaan ekonomi industri kerajinan ukiran kayu

secara maksimal ( achievement ) sebagai berikut :

1) Berdasarkan hasil analisis rantai nilai diketahui bahwa rantai nilai kerajinan

ukiran kayu terdiri dari ; Pemasok , Produsen produk ukiran kayu, Trader atau

Eksportir dan Konsumen akhir. Kendala yang dihadapi perajin di tingkat hulu

yaitu proses produksi kekurangan pasokan bahan baku kayu yang berasal

dari pulau Bali sendiri dan modal. Sedangkan kendala di hilir kurangnya

dukungan Dinas Perindustrian dan perdagangan seta Dinas Koperasi

(Pemerintah) dalam proses pemasaran dan sarana pamer produk hasil

kerajinan ukiran kayu di Provinsi Bali dan tingkat Nasional;

2) Berdasarkan hasil analisis SWOT, diperoleh hasil pemetaan posisi strategis

industri kerajinan ukiran kayu ada pada kuadran II yang menandakan industri

cukup kuat namun menghadapi tantangan yang besar, hasil ini

mengindikasikan pada strategi peningkatan ketrampilan dan investasi untuk

meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi untuk mencapai efisiensi;

3) Hasil pemetaan posisi strategis indutri kerajinan ukiran kayu berada pada

skenario yang optimis. Untuk menjalankan skenario optimis dalam

pemberdayaan industi kerajinan ukiran kayu dibutuhkan strategi prioritas

yaitu strategi pemasaran terutama melalui e-marketing.

Page 296: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

268

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut.

1) Pemerintah dapat mengambil beberapa kebijakan terkait dengan

keberlangsungan rantai nilai Industri kecil kerajinan ukiran kayu.

a. Membuat kebijakan yang berhubungan dengan ketersediaan bahan baku

kayu dalam jangka pendek melalui pemberian fasilitas kemudahan

mendatangkan kayu dari daerah lain. Dalam jangka panjang

memfasilitasi penelitian dan pengembangan (R & D) dengan bekerjasama

dengan institusi pendidikan dan pihak swasta untuk mengatasi kelangkaan

bahan baku kayu. Dan melalui kementerian kehutanan melakukan

penanaman kayu pada lahan-lahan yang tersedia dengan jenis yang di

butuhkan oleh perajin ukiran kayu misalnya jati emas.

b. Pemerintah hendaknya lebih komunikatif dan sebagai mediator antara

lembaga keuangan dengan para perajin ukiran kayu melalui kegiatan

sosialisasi program seperti adanya regulasi kredit dan Jamkrida (Jaminan

Kredit Daerah) yang di salurkan melalui Bank Pembangunan Daerah Bali

(BPD) serta meningkatkan peran organisasi Asosiasi perajin agar

mampu menjadi mediator antara program Pemerintah dengan perajin

agar dapat mengetahui informasi mengenai permodalan, manajemen

usaha yang baik , serta penguatan kelembagaan dengan melakukan temu

usaha bisnis secara rutin dalam rantai nilai kluster industri kerajianan

kayu. Disamping itu penguatan modal sosial dengan melibatkan tokoh

masyarakat dalam mensosialisasikan program program pemerintah kepada

perajin.

Page 297: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

269

c. Meningkatkan image pengukir kepada generasi muda dengan memberi

fasilitas khusus kepada sekolah pendidikan ukiran kayu dengan

melibatkan seniman yang capable sebagai mentor dan motivator generasi

penerus pengukir kayu dan melibatkan dunia pendidikan dalam

menanamkan jiwa kewirausahaan sejak dini melalui kurikulum

pendidikan. Sehingga mampu memperkecil alih pekerjaan dengan

menanamkan spirit bisnis keluarga dengan etos kerja yang tinggi, untuk

melanjutkan kelangsungan industri kerajinan kayu dan melestarikan

keunikan seni mengukir yang dimiliki komunitas perajin ukiran kayu di

Bali khususnya di Kabupaten Gianyar.

2) Berdasarkan hasil pemetaan posisi strategis industri kerajinan ukiran kayu,

dapat disarankan sebagai sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas dan kapasitas hasil ukiran kayu melalui pelatihan

teknis produksi dengan teknologi inovatif, disain produk, manajemen

mutu, memfasilitasi perajin untuk pembuatan produk yang memiliki

Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mendapatkan Hak atas Kekayaan

Intelektual (HKI).

b. Pemerintah hendaknya bekerjasama dengan lembaga – lembaga penelitian

dapat melakukan analisis program reorientasi ekspor yang di harapkan

dapat menemukan negara – negara tujuan ekspor baru yang lebih

potensial. Memfasilitasi perajin untuk memperluas pasar ekspor melalui

pendampingan dan kemudahan pengurusan Sertifikasi Verifikasi Legalitas

Kayu (SVLK) sebagai persyaratan ekspor bagi perajin yang mengekspor

hasil kerajinan.

Page 298: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

270

c. Meningkatkan pelaksanaan Perda Provinsi Bali nomor 5 tahun 2005

tentang bangunan gedung. Implementasi perda tersebut melalui bangunan

atau arsitektur Bali maupun elemen – elemen arsitektur Bali di tingkatkan

melalui peningkatan pengawasan, baik pada tahap perencanaan maupun

pada tahap konstruksi. Hal ini dapat meningkatkan peran masyarakat Bali

khususnya dan Indonesia pada umumnya sebagai konsumen lokal atas

produk - produk ukiran kayu.

3) Berdasarkan hasil analis Analitical Hierarchy Process (AHP) dapat

disarankan hal-hal sebagai berikut :

a. Pengembangan program One Village One Product dan pemerintah

hendaknya menyediakan tempat sentral ajang pamer ( trade center )

produk ukiran kayu.

b. Melibatkan perajin ukiran kayu secara intensif dalam kegiatan promosi

dan pameran melalui roadshow, e-marketing, website, bekerjasama dengan

pemerintah.

c. Harus ada komitmen atau political will untuk berpihak kepada perajin

melalui sinergisitas dan konektivitas dari sisi regulasi, mulai dari

perencanaan sampai implementasinya.

Page 299: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

271

DAFTAR PUSTAKA

Aaker A., Kumar V. and Day G. S. 2001. Marketing Research. Seventh

Edition.

New York: John Wiley & Sons. Inc.

Abimanyu, A. 1994. Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerat. Makalah

dalam Seminar Nasional Mencari Keseimbangan Antara Konglomerat dan

Pengusaha Kecil-Menengah di Indonesia: Permasalahan dan Strategi,

Dies Natalis STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta, 30 April.

Aleke-Dondo, C. 1997. Evolution and Experience of Credit Programs for Small-

Scale Enterprices. In Cleaner Production and Small Enterprise

development in Kenya, ed. Frijns, J. & Malombe, J. M., p. 61 – 66

Antara, M. 2003. “UKM Motor Penggerak Perekonomian di Era Otonomi

Daerah”. Makalah

Atmojo, W.T., dkk. 2007. Pariwisata dan Kerajinan Kayu di Gianyar Bali

Kelangsungan dan Perubahannya. Artikel. Universitas Negeri Medan.

Pp. 1-11

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan, cetakan ke-2, Yogyakarta:

Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Arsyad, Lincolin. 2010. Pembangunan Ekonomi, Unit Penerbit STIM YPKN

Yogyakarta , Edisi 5

Azis, I. J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia.

Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Badan Perencanaan Pembangunan Propinsi Bali 2001. Program Pembangunan

Daerah Propinsi Bali Tahun 2001-2005.

Badan Pusat Statistik Propinsi Bali .2001. Tabel Input-Output Pariwisata Bali

2000. Kerjasama Bappeda Bali dengan Badan Pusat Statistik Propinsi

Bali.

Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2001–2006, Survey Industri Besar dan

Menengah tahunan.

Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2004, Laporan perekonomian indonesia.

Bazan, L. & Navas-Aleman, L. 2001. Comparing in Chain Governance and

Upgrading Patterns in the Sinos Valley, Brazil. Unpublished paper presented

Page 300: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

272

at Workshop on Local Upgrading in Global Chain. Brighton: Institute of

Development Studies.

Becattini, G. 1990. The Marshallian Industrial District as a Socioeconomic Nation.

In F. Pyke, G. Becattini & W. Sengenberger (Eds.), Industrial Districts and

Inter-Firm Cooperation in Italy. Geneva: ILO.

Bernroider, Edward, 2002, Factors in SWOT Analysis Applied to Micro, Small-

to-Medium, and Large Software Enterprises: An Austrian Study, Journal of

European Management Journal Vol. 20, No. 5, pp. 562–573,

Berry, A., et al. 2001. Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia.

Bulletin of Indonesia Economic Studies. Vol 37. No.3 Dec 2001.

Brata, A. G. 2003. Jurnal Ekonomi Rakyat. Artikel Tahun II No 8, Nopember.

Bishop, Sangeta, and Parrott, Christine et al, 2011 : AP.

Macroeconomic/Microeconomic; Publisher : Kaplan Publishing, New

York.

Cooper, Donald R., and Emory, William. 1995. Business Research Methods. Fifth

Edition, USA: Irwin R.D.,Inc.

Carillo, Maria Rosario,2002 : Human capital formation in the new growth theory :

the role of social factors. http://growth book2.ec.unipi.it/papers

Libro/Carillo.pdf.

, and Lybrand. 1996. European Value Chain Analysis Study.

Europe: ECR Europe

, and Slagmulder. 1999. Supply Chain Development for the Lean

Enterprise, Productivity. Portland: OR

David, F. R. 1997. Strategic Management, 6th

Edition. New Jersey: Prentice Hall

Englewood Cliffs.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Bali. 2009. Rencana Strategi

Propinsi Bali Tahun 2009-2013. Bali.

2011. Realisasi Ekspor Daerah Bali Periode 2009-2011. Bali.

Dekker, H. C., & Van Goor, A. R. 2000. Supply Chain Management and

Management Accounting: A Case Study of Activity-Based Costing.

International J. Logist: Res. Appl. 3, 41 – 52

Page 301: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

273

Dodge, Eric R, .2010. Microeconomics/Macroeconomics McGraw – Hill, New

York.

Frijns, Jos and Van Vliet, Bas, 1999, Small-Scale Industry and Cleaner

Production Strategies, Journal of World Development, Vol. 27, No. 6,

pp. 967-983.

Gray C, et. al. 2002. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Galor O, 2005, From Stagnation to Growth: Unified Growth Theory. Handbook of

Economic Growth, Elsevier.

Haahti, A. J. 1993. Intersratos – Internationalization of strategic Orientations of

European small and Medium-Sized Enterprises. Brussels: European

Institue for Advanced Studies in Management Report - 01

Hafsah, M. J. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Infokop No.25 Tahun XX.

Hitt, Michael A., Et Al., 1997, Manajemen Strategis : Menyongsong Era

Persaingan Dan Globalisasi, Jakarta: Terjemahan, Penerbit Erlangga.

Hill, Charles W.L., And Gareth R. Jones, 1998, Strategic Management : An

Integrated Approach, Fouurt Edition, Usa: Houghton Miffin Company.

Hill, Hal., 2000. Ekonomi Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

, 2001a. Small and Medium Enterprises. Indonesia Asian Survey

41 (2).

, 2001b. Small and Medium Enterprises in Indonesia: Old Policy

Challenges for a New Administration. Asian Survey 41 (2).

Husein, U. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Hutomo, Mardi yatmo. 2000. Ekonomi Kerakyatan. Artikel Bapenas.

http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8584/.

Ip, Y. K., Koo, L. C. 2004. BSQ Strategic Formulation Framework a Hybrid of

Balanced Scorecard, SWOT Analysis and Quality Function Deployment.

Managerial Auditing Journal, Vol. 19 No. 4, 533 – 543.

Intan, A.H. E., Gumbira, S., dan Saptono I. T. 2003. Strategi Pengembangan

Industri Pengolahan Sabut Kelapa Nasional (Strategy on the Development

Page 302: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

274

of National Coir Processing Industry). Jurnal Manajemen & Agribisnis.

Vol. 1 No. 1 April 2003. P. 42-54.

Irawan, dan Suparmoko. 1981. Ekonomi Pembangunan, edisi ketiga, Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Iswardono S.P. 1990. Ekonomika Mikro. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Jafar M., Hafsah. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Jauch, Lawrence R., and William F Glueck, 1988, Strategic Management And

Business Policy, 5 th Edition, Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Karjantoro, A.K. 2002. Usaha Kecil dan Problem Pemberdayaannya. Majalah

Usahawan. 4: XXXI:52-56

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui

Kemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh Dan

Mandiri. Seminar Nasional. Lembaga Pembinaan Pengusaha Kecil

Menengah dan Koperasi (LP2KMK-GOLKAR).

Kembar Sri Budhi, Made, 2009 : Nilai Tambah Ekonomi dan Nilai Tambah

Sosial, ISBN 928- 929

Kerlinger, F. N. 1990. L.R Simatupang). Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Kodrat, D. S. Manajemen Strategi: Membangun Keunggulan Bersaing Era Global

di Indonesia Berbasis Kewirausahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan

Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Koontz, Harold, and Heinz Weichrich, 1990, Essential of Management, New

York: Mcgraw-Hill Publishing Company

Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

Ekonomi. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

. 2003. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LPP AMP YPKN.

. 2010. Dasar-Dasar Ekonomika Pembangunan, Yogyakarta:UPP

STIM YKPN

Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: Prenhanllindo.

Page 303: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

275

Kurniawan Paulus K, 2011. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Keterkaitannya,

Perpustakaan Program Doktor Ilmu Ekonomi Unud, tidak diterbitkan.

dan Supomo, I. A. 2003. Analisis Formasi Ketrekaitan, Pola Kluster

dan Orientasi Pasar: Studi Kasus Sentra Industri keramik di kasongan

Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. Jurnal Empirika, Volume 16. Juni.

No.1. p. 1-20.

Lee, S. F., & Ko, K. O. 2000. Building Balance Scorecard with SWOT Analysis,

and Implementing “Sun Tzu’s The Art of Business Management

Strategies” on QFD Methodology. Managerial Auditing Journal, 15/1/2,

68 – 76

Luzzati, Tommaso, 2008: Growth Theory and The Environtment : how to include

matter without making it really matter. http://growth

book2.ec.unipi.it/papersLibro/Luzzati.pdf.

Manteghi, N., and Zohrabi, A. 2011. A Proposed Comprehensive Framework for

Formulating Strategy: A Hybrid of Balanced Scorecard, SWOT Analysis,

Porter’s Generic Strategies and Fuzzy Function Deployment. Procedia

Social and Behavior Sciences 15. p. 2069 - 2073

MOCSME (Ministry of Cooperative and SMEs, Departemen Koperasi,

Pengusaha Kecil dan menengah), 1999. Statisti: Koperasi Pengusaha Kecil

dan Menengah. Jakarta: Statistik: Koperasi Pengusaha Kecil dan

Menengah.

Narimawati, Umi. 2008. Teknik-Teknik Analisis untuk Riset Ekonomi. Jakarta:

Graha Ilmu.

Nikolaou, I. E., & Evangelinos, K. I. 2010. A SWOT Analysis of Environmental

Management Practice in Greek Mining and Mineral Industry. Resources

Policy, 35, 226 – 234.

North, Douglas. C. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic

Performance. Cambridge University Press.

Perkin, Dwight,et al, 2001: et al, 2001 : Economic of Development 5 Edition (

W.W Norton & Company. New York, N,Y 2001) 9-15.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2002. Analisis Indikator Sosial Ekonomi Jawa

Timur Tahun 1998 – 2002. Buku 2. Ringkasan Eksekutif

Pemerintah Provinsi Dati I Bali. 1999. „Rancangan Naskah Pola Dasar

Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Tahun

1999/2000-2003/2004‟.

Page 304: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

276

Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Riley, Geoff and College, Eton, 2006 : A2 Macroconomic/International Economy

Theories of Economic Growth. Http://tutor 2u. Net/ economic/ revision-

notes/a2-macro-theories-of-economic-growth.html.

Saaty, T. L. 1980. The Analytical Hierarchy Process. New York: McGraw Hill

Inc.

_______. 1990a. How to Make Decision: The Analytic Hierarchy Process.

European Journal of Operational Research, 48 (1), p. 9 – 26.

_______. 1990b. Physics as a Decision Theory. European Journal of Operational

Research, 48 (1), p. 98 – 104.

_______. 1994a. Homogeneity and Clustering in AHP Ensure the Validity of the

Scale. European Journal of Operational Research, 72 (3), p. 598 – 601.

_______. 1994b. Highlights and Critical Points in the Theory and Application of

the Analytic Hierarchy Process. European Journal of Operational

Research, 74 (3), p. 426 – 447.

_______. 2003. Decision Making with the AHP: Why in the Principal

Eigenvector Necessary. European Journal of Operational Research, 145

(1), p. 85 – 91.

_______. 2003. Decision Making with the AHP: Why in the Principal

Eigenvector Necessary. European Journal of Operational Research, 145

(1), p. 85 – 91.

_______. 2006. Rank from Comparison ang from Ratings in the Analitic

Hierarchy/Network Processes. European Journal of Operational

Research, 168 (2), p. 557 – 570.

Saaty, T. L. & Shang, J. S. 2011. An Innovative Orders-of-Magnitute Approach to

AHP-Based Multi-Criteria Decision Making: Prioritizing Divergent

Intangible Humane Acts. European Journal of Operational Research,

214, p. 703 -715.

Saaty, T. L. & Takaziwa, M. 1986. Dependence and Independence: From Linear

Hierarchies to Non Linear Network. European Journal of Operational

Research, 26 (2), p. 229 – 237.

Sukirno, Sadono. 2006, Ekonomi Pembangunan Proses masalah dan Dasar

Kebijakan, cetakan ketiga, Penerbit Kencana, Jakarta.

Page 305: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

277

Siagian. 1982. Pembangunan ekonomi dalam cita-cita dan realita. Digital Library

of State University of Malang http://library.um.ac.id/free-

contents/printbook1.php/koleksi-digital-perpustakaan-21103.html

Soebagiyo, D. dan Wahyudi, M. 2008. Analisis Kompetensi Produk Unggulan

Daerah Pada Batik Tulis dan Cap Solo di Dati II Kota Surakarta. Jurnal

Ekonomi Pembangunan. Vol. 9. No. 2. Desember. p 184-197.

Suarja, Wayan AR., 2007. Prospek Pengembangan Kredit Usaha Rakyat dalam

Mendukung Pemberdayaan UMKM dan Koperasi. Jakarta: Harian Media

Indonesia tanggal 23 Nopember 2007.

Sueyoshi, T., Shang, J., & Chiang, W. 2009. A Decision Support Framework for

Internal Audit Prioritization in Rental Car Company: Combined Use

between DEA and AHP. European Journal of Operational Research, 199

(1), p. 219 – 231.

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:

Refika Aditana.

Syarif, Umar, 1983. Metode Statistik. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito.

Slovin‟s Formula Sampling Techniques, www.eHow.com, Education- Tembolok

diunduh 6 Juni 2012.

Tambunan, T. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta:

PT. Mutiara Sumber Widya.

. 2003. Strategi Industrialisasi Berbasis Usaha Kecil Menengah. Media

Mahardhika, Vol. 1 Nomor 2 Januari: 1 - 9.

. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia (Isu-isu

Penting). Jakarta: LP3ES.

Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid II,

diterjemahkan oleh Burhanudin Abdullah. Jakarta: Erlangga.

Thoha, M. 2000. Pengembangan Ekonomi Kerakyatan : Kekuatan, Kelemahan,

Tantangan dan Peluang dalam Indonesia Menapak Abad 21, Kajian

Ekonomi Politik, Jakarta: IPSK-LIPI.

Thompson Jr, Arthur A. and Strickland III, A.J. 2003. Strategic Management,

Concept and Case. New York: Mc. Graw Hill Comapanies Inc.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha

Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Page 306: strategi pemberdayaan industri kecil kerajinan ukiran kayu

278

Undang Undang No. 9 Tahun 1995Tentang : Usaha Kecil

Urata, Shujiro. 2000. Policy Recommendations for SME Promotion in Indonesia.

Report to the Coordination Ministry of Economy, Finance and Industry.

Jakarta.

Wiryono, 2004. Penelitian Manfaat Kredit Mikro Untuk UKM. Disertasi Doktor.

Fakultas Bidang Keahlian Ekonomi Pembangunan Fakultas Pascasarjana

Universitas Pajajaran Bandung. Bandung.

Wheelen, Thomas L., And J. David Hunger, 2007, Strategic Management And

Business Policy, 11th Edition, Addison – USA: Wesley Publishing

Company.

Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan “Paradigma, Teori dan

Kebijakan”. Jakarta: Erlangga.

Zainuddin, Muhamad, 1995. Metodologi Penelitian. Surabaya: Universitas

Airlangga.