ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...

23
Ekspansi Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi Vol. 1, No. 2, November 2009, 151-172 151 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA BANDUNG (1999-2008) D. Arshad Darulmalshah Tamara Program Studi Keuangan dan Perbankan, Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung selama 10 tahun pengamatan, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008. Penelitian ini menggunakan data realisasi penerimaan Pajak Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, tingkat inflasi serta jumlah industri yang merupakan wajib pajak daerah di kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial masing-masing jumlah penduduk, produk domestik regional bruto, serta jumlah industri di kota Bandung dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di kota Bandung, sementara itu tingkat inflasi di kota Bandung tidak berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah. Secara bersama-sama keempat variabel bebas, yaitu jumlah penduduk, PDRB, inflasi serta jumlah industri secara signifikan mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah di Kota Bandung.ng, selain itu dapat dikemukakan bahwa sebesar 80% variasi perubahan realisasi penerimaan Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh variasi peru Kata Kunci: Pajak Daerah, Jumlah Penduduk, PDRB, Tingkat Inflasi, Jumlah Industri PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tugas pokok dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana tertera dalam Undang-undang Dasar 1945 serta perundangan lainnya yang mengatur tentang tugas- tugas pokok pemerintah. Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi kepentingan rakyat banyak tersebut, beberapa bidang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dengan menganut azas sentralisasi, seperti : bidang pertahanan (militer/TNI), keamanan, kepolisian, hubungan luar negeri, pencetakan dan peredaran uang dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 2001), selain itu beberapa urusan dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dengan menganut azas desentralisasi.

Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI...

Page 1: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi

Vol. 1, No. 2, November 2009, 151-172

151

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KOTA BANDUNG (1999-2008)

D. Arshad Darulmalshah Tamara Program Studi Keuangan dan Perbankan, Jurusan Akuntansi

Politeknik Negeri Bandung

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung selama 10 tahun pengamatan, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008. Penelitian ini menggunakan data realisasi penerimaan Pajak Daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, tingkat inflasi serta jumlah industri yang merupakan wajib pajak daerah di kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial masing-masing jumlah penduduk, produk domestik regional bruto, serta jumlah industri di kota Bandung dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di kota Bandung, sementara itu tingkat inflasi di kota Bandung tidak berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah. Secara bersama-sama keempat variabel bebas, yaitu jumlah penduduk, PDRB, inflasi serta jumlah industri secara signifikan mempengaruhi realisasi penerimaan pajak daerah di Kota Bandung.ng, selain itu dapat dikemukakan bahwa sebesar 80% variasi perubahan realisasi penerimaan Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh variasi peru

Kata Kunci: Pajak Daerah, Jumlah Penduduk, PDRB, Tingkat Inflasi, Jumlah Industri

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Tugas pokok dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana tertera dalam

Undang-undang Dasar 1945 serta perundangan lainnya yang mengatur tentang tugas-

tugas pokok pemerintah. Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi

kepentingan rakyat banyak tersebut, beberapa bidang dilaksanakan oleh pemerintah

pusat dengan menganut azas sentralisasi, seperti : bidang pertahanan (militer/TNI),

keamanan, kepolisian, hubungan luar negeri, pencetakan dan peredaran uang dan

sebagainya (Mangkoesoebroto, 2001), selain itu beberapa urusan dapat diserahkan

kepada pemerintah daerah dengan menganut azas desentralisasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

152

Dalam kaitannya dengan kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan

beberapa urusan pemerintahan tersebut antara lain dilandasi oleh Undang-undang

Dasar 1945, pasal 18, yang antara lain menyatakan “Pembagian daerah Indonesia

atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya, ditetapkan

oleh Undang-undang. Undang-undang tentang desentralisasi atau otonomi daerah

yang mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan otonomi daerah, antara lain Undang-

undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang

selanjutnya diganti oleh Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang Pembagian Keuangan antara

Pemerintah Pusat & Daerah. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 serta Undang-

undang nomor 25 tahun 1999 tersebut memberikan kewenangan yang lebih luas

kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, dapat

meningkatkan kesejahteraan, pemerataan pembangunan serta pemerataan keadilan.

Selain dengan dasar hukum/perundangan tersebut diatas, untuk menjabarkan

pelaksanaan Otonomi Daerah lebih lanjut dikeluarkan PP No. 25 tahun 2000 tentang

kewenangan pemerintah serta kewenangan provinsi sebagai daerah otonom serta PP

No. 105 tahun 2000 yang berisi ketentuan tentang Pokok-pokok Pengelolaan

Keuangan Daerah serta peraturan pemerintah lainnya. Selain berkenaan dengan

masalah legalitas, kewenangan politik, ekonomi dan hubungan masyarakat luas di

daerahnya, otonomi daerah juga mencakup ruang lingkup yang lebih luas, yaitu

berkenaan dengan masalah intensitas, politik, ekonomi, otonomi daerah juga

berhubungan dengan upaya-upaya untuk memajukan daerah serta pengembangan

demokratisasi di daerah.

Uraian diatas mengemukakan bahwa dengan adanya desentralisasi berupa

implementasi kebijakan otonomi daerah, khususnya berupa kebijakan desentralisasi

fiskal, diharapkan akan terbentuk daerah otonom yang memiliki kemampuan serta

kemandirian dalam melaksanakan berbagai fungsi pemerintahan, terutama dalam

upaya pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat luas, untuk dapat melaksanakan program-program

pembangunan tersebut, memerlukan biaya yang tidak kecil, sesuai dengan

kemandirian daerah, maka diharapkan pemerintah daerah dapat membiayai sebagian

dari pengeluaran pembangunan tersebut melalui sumber-sumber yang berasal dari

Pendapatan Asli Daerah (Kuncoro,2004).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

153

Kondisi fiskal pemerintah Kota Bandung dewasa ini, terutama sejak diberlakukannya

otonomi daerah, khususnya dalam bidang desentralisasi fiskal, menunjukkan indikasi

bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber pendapatan yang

strategis bagi pembiayaan pembangunan sebagaimana tertera dalam APBD, secara

umum mengalami kenaikan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, akan tetapi

persentasi kenaikannya relatif menurun, sementara pada sisi lain belanja pemerintan

daerah sebagaimana tertera dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kota Bandung terus meningkat dengan persentase peningkatan yang lebih besar dari

peningkatan PAD, kondisi ini sesungguhnya menggambarkan berkurangnya kontribusi

PAD terhadap struktur penerimaan dalam APBD, padahal besarnya kontribusi PAD

tersebut akan mempengaruhi tingkat ketergantungan pembiayaan pembangunan dari

pemerintah pusat, yang mengakibatkan semakin besarnya kesenjangan fiskal (fiscal

gap) sebagaimana nampak pada Tabel 1 berikut, oleh karena itu upaya-upaya

peningkatan serta pengembangan perolehan PAD merupakan salah satu pedoman

dan arah kebijakan yang penting dalam upaya mengurangi ketergantungan kepada

Pemerintah Pusat, sebagaimana digariskan dalam sasaran yang ingin dicapai dalam

Kebijakan Pemerintah Kota Bandung tahun 2008-2012.

Tabel 1 Ketergantungan APBD Kota Bandung Pada Dana Non PAD

Tahun 2001 - 2008 (dalam Rupiah)

Tahun

Pendapatan

(dalam APBD)

Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum

(DAU)

Ketergantungan

Dana Perimbangan

Ketergantungan

pada DAU

2001 590.157.200.000 401.800.000.000 227.194.048.000 68,08% 38,50%

2002 855.048.574.678 518.539.209.456 288.269.533.850 60,64% 33,71%

2003 961.573.767.562 705.993.979.750 416.680.000.000 73,42% 43,33%

2004 1.118.761.646.228 860.471.704.276 439.689.489.000 76,91% 39,30%

2005 1.123.097.156.370 861.550.818.511 458.072.000.000 76,71% 40,79%

2006 1.397.711.614.415 1.066.682.798.000 632.379.000.000 76,32% 45,24%

2007 1.685.638.378.892 1.292.614.589.836 828.294.700.000 76,68% 49,14%

2008 2.018.841.349.189 1.572.747.849.290 965.518.566.800 77,90% 47,83%

Sumber: Bagian Keuangan Pemerintah Kota Bandung, data diolah kembali

Salah satu komponen terbesar dari PAD adalah Pajak Daerah. Realisasi penerimaan

Pajak Daerah di Kota Bandung selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1999

sampai dengan tahun 2009, mengalami peningkatan, akan tetapi persentase

pertumbuhannya justru menurun, kondisi ini secara tidak langsung turut mempengaruhi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

154

derajat kotonomian suatu daerah, karena bagaimanapun juga, tinggi rendahnya

realisasi perolehan PAD sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya realisasi perolehan

Pajak Daerah, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 yang terdapat pada halaman

berikut.

Tabel 2 Perkembangan Realisasi Perolehan Pajak Daerah Kota Bandung 1999-2009

TAHUN JUMLAH Persentase

Pertumbuhan

1999 Rp 44.770.799.864

2000 Rp 56.978.285.176 27,27%

2001 Rp 75.583.061.441 32,65%

2002 Rp 103.153.173.908 36,48%

2003 Rp 117.392.948.578 13,80%

2004 Rp 133.554.985.454 13,77%

2005 Rp 143.107.822.781 7,15%

2006 Rp 164.781.409.646 15,14%

2007 Rp 190.496.238.611 15,61%

2008 Rp 214.433.400.986 12,57%

2009 Rp 37.062.648.339

Keterangan: Perolehan Pajak 2009 sampai dengan bulan April 2009

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung 2009, data diolah kembali

Uraian diatas menunjukkan bahwa sekalipun realisasi perolehan pajak daerah sebagai

unsur dominan bagi PAD selalu meningkat, namun persentase peningkatannya terus

menurun, oleh karena itu perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

Identifikasi Masalah

1. Seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan Pajak Daerah Di

Kota Bandung.

2. Seberapa besar pengaruh PDRB terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kota

Bandung.

3. Seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap penerimaan Pajak Daerah di

Kota Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh jumlah industri terhadap penerimaan Pajak Daerah di

Kota Bandung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

155

KAJIAN PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting dalam setiap pembahasan

mengenai pembangunan ekonomi, sekalipun pertumbuhan bukanlah satu-satunya

ukuran dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara.

Menurut Schumpeter (dalam Jhingan, 2007) pertumbuhan adalah perubahan jangka

panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan upah dan

penduduk, sedangkan menurut Djojohadikusumo, (1994) pertumbuhan diartikan

sebagai peningkatan produksi barang dan jasa di bidang-bidang kegiatan yang

semakin meluas. Sasarannya adalah agar hasil produksi barang dan jasa yang

tersedia bagi masyarakat menjadi semakin banyak jumlahnya secara beraneka ragam

dan semakin baik mutunya. Produk nasional tersebut adalah output total dari barang-

barang dan jasa-jasa sesuatu perekonomian dalam periode waktu yang sedang

berjalan, dinilai menurut harga pasar, pendekatan tersebut merupakan suatu konsep

arus, yang dalam prakteknya diukur dengan jalan mengakumulasikan transaksi-

transaksi yang terjadi selama suatu periode waktu tertentu. (Ackley; 2001)

Lebih lanjut menurut Todaro terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk

dan kemajuan teknologi (Todaro, 2006). Pandangan tersebut sesuai dengan teori

pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Robert Sollow, yang menyatakan

bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam jangka waktu tertentu dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu ketersediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan

akumulasi kapital) serta tingkat kemajuan teknologi (Arsyad, 2002).

Pembangunan Ekonomi Daerah.

Menurut Blakely (dalam Kuncoro, 2007), pada tataran pembangunan ekonomi daerah

atau pembangunan ekonomi regional, dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi

daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen

masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang

perkembangan-perkembangan kegiatan ekonomi di daerah tersebut.

Pada umumnya tujuan kebijakan ekonomi yang ingin dicapai adalah keseimbangan

intern dan ekstern (internal and external balanced). Keseimbangan intern diarahkan

untuk menacapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesempatan kerja yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

156

meingkat dan laju inflasi yang rendah. Pertumbuhan ekonomi merupakan persentase

perubahan produksi domestik bruto yang diukur menurut harga tetap tahun tertentu.

Besaran ini dalam pembangunan ekonomi menjadi salah satu kriteria untuk mengukur

perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah (Nopirin, 1996, 10). Sekalipun

pada dasarnya tujuan akhir dari setiap program-program pembangunan, baik

pembangunan nasional maupun pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat banyak, secara umum tujuan pembangunan ekonomi

daerah adalah : a) Menciptkan lapangan kerja bagi masyarakat, b) Mencapai stabilitas

perekonomian daerah dan c) Membangun basis ekonomi dan kesempatan kerja yang

lebih beraneka ragam. (Jamli, 1996, 67)

Agar pembangunan daerah dapat berjalan secara berkelanjutan dan dapat

mengakomodasi perubahan yang terjadi di di lingkungannya, strategi pemerintah

daerah adalah: a) Meningkatkan penerimaan daerah sendiri, b) Meningkatkan efisiensi

dan efektifitas operasi pemerintah daerah melalui program peningkatan poroduktivitas

c) Melakukan pinjaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan d)

Meningkatakan kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta (Jaya, 1996,111)

Penduduk.

Jumlah penduduk negara mempunyai peranan ganda yang strategis, pada sisi pasar

faktor produksi, jumlah penduduk merupakan salah satu faktor produksi penting yaitu

tenaga kerja, baik tenaga ahli (skill) maupun kasar buruh (labor), sementara pada sisi

lain bila dilihat dari sisi pasar hasil atau pasar output maka jumlah penduduk yang

besar merupakan bentuk perluasan pasar yang sangat potensial dalam melemparkan

hasil produksi barang dan jasa. Djojohadikusumo (1994) mengatakan bahwa peranan

sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam

pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Berpangkal dari haluan ini,

maka masalah penduduk dan angkatan kerja, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif , wajib diberi perhatian utama dalam ekonomi pembangunan. Dalam

kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan

penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang

membantu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan

menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih

besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. (Todaro, 2004).

Sekalipun penduduk mempunyai peranan yang sentral, di kebanyakan negara

berkembang, penduduk justru membawa berbagai masalah serta menjadi beban

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

157

pemerintah karena harus menyediakan barang-barang publik yang tidak akan mampu

disediakan oleh sektor swasta (Mangkoesoebroto, 2001). Pada umumnya di negara-

negara yang sedang berkembang, biasanya terperangkap dengan kondisi dimana

kenaikan penduduk seimbang dengan kenaikan pendapatan, tetapi keseimbangan

tersebut terjadi pada tingkat yang lebih rendah, sehingga kurang menguntngkan bagi

pembangunan (Munir, Tjiptoherijanto, 2001), selain itu pertumbuhan penduduk secara

cepat akan memperlambat usaha pembangunan negara berkembang, kecuali kalau

dibarengi dengan laju pembentukan modal dan kemajuan teknologi yang tinggi

(Jhingan, 2007). Lebih jauh bila pertambahan penduduk tidak diimbangi dengan laju

pertambahan investasi yang tinggi, maka akan mengakibatkan menurunya tingkat

upah mereka. Dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja melebihi pasokan modal,

harga tenaga kerja (tingkat upah) akan menurun secara nisbi terhadap tingkat modal

(tingkat bunga) . Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah

tenaga kerja, maka tingkat upah akan meningkat (Djojohadikusumo, 1994).

Di sisi lain perkembangan penduduk dalam pandangan ekonomi yang menganut aliran

Keynes menganggap bahwa penduduk sebagai bentuk perluasan pasar. Oleh sebab

itu mereka memberikan sumbangan yang positif kepada pembangunan ekonomi.

Dengan demikian, apabila pertambahan penduduk menjadi semakin lambat,

perkembangan pasar menjadi lebih terbatas dan memperlambat perkembangan

permintaan masyarakat. Perkembangan permintaan masyarakat yang lambat ini

mengurangi dorongan untuk mengadakan penanaman modal baru (Sukirno, 2007)

pandangan ini diperkuat lagi oleh pendapat Sumitro Dojohadikusumo yang

menyatakan bahwa pertambahan penduduk dan angkatan kerja di satu pihak dan laju

serta arah investasi di lain pihak, mempengaruhi perluasan kesempatan kerja dan

pengangguran. Bertambahnya angkatan kerja pada akhirnya akan mempengaruhi

tingkat upah nyata maupun pembagian pendapatan masyarakat. Selain itu

pertambahan penduduk dan angkatan kerja serta tingkat fertilitas mempengaruhi

tingkat tabungan dan tingkat investasi yang diperlukan oleh masyarakat yang sedang

membangun. (Djojohadikoesoemo; 1994).

Dalam hubungannya dengan penerimaan pajak daerah, pertambahan penduduk

dianggap sebagai pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai

barang dan jasa yang akan memicu aktifitas perekonomian sehingga menciptakan

skala ekonomis produksi yang menguntungkan bagi pelaku-pelaku ekonomi yang

pada gilirannya akan merangsang tingkat output agregat yang lebih tinggi lagi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

158

Pertumbuhan output agregat menunjukkan peningkatan kinerja perekonomian yang

akhirnya memperluas peningkatan potensi sumber-sumber penerimaan pajak daerah.

Inflasi.

Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting yaitu Inflasi, pada prinsipnya

inflasi merupakan suatu proses atau peristiwa kenaikan harga umum, dikatakan

tingkat harga umum oleh karena barang dan jasa itu banyak jumlah dan jenisnya, ada

kemungkinan harga sejumlah barang turun, sedang yang lainnya naik, kenaikan harga

umum ini tergantung kepada komponen-komponennya. (Partadiredja, 1998). Inflasi

dapat timbul antara lain karena: adanya tekanan dari sisi penawaran (cost push

inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.

faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar,

dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan

harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price) dan terjadinya

negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunga distribusi. Demand pull

inflation dapat disebabkan antara lain karena tingginya permintaan barang dan jasa

relatif terhadap ketersediannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini

digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total

(aggregative demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian. Sementara itu

faktor ekspektasi ekonomi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi,

apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari

perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang, terutama pada saat

menjelang hari-hari besar keagamaan dan penentuan upah minimum regional atau

UMR (Bank Indonesia, 2007).

Inflasi tidak saja melanda negara-negara berkembang yang struktur perekonomiannya

sangat tergantung kepada sektor perdagangan luar negeri, tetapi juga melanda

negara-negara maju yang umumnya menganut sistem pasar bebas, mempertahankan

pengerjaan penuh (full employment) dan mendorong pertumbuhan ekonomi

menghendaki kebijaksanaan yang sampai pada suatu tingkat tertentu menimbullkan

inflasi. (Partadiredja, 1998). Penanganan inflasi tidak dapat diserahkan sepenuhnya

kepada mekanisme pasar bebas, akan tetapi perlu campur tangan pemerintah,

mengingat selain pemerintah, dalam hal ini bank sentral berperan sebagai otoritas

moneter, juga sebagai salah satu dari empat fungsi pemerintah, yaitu: 1) menyusun

kerangkan serta aturan dalam perekonomian; 2) menyusun kebijaksanaan stabilisasi

makroekonomi untuk mengatasi masalah inflasi dan pengangguran; 3)

Mengalokasikan sumber daya untuk barang-barang kolektif melalui pajak dan belanja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

159

Negara; 4) menditribusikan sumberdaya melalui transfer /tunjangan kesejaheraan

sosial (Samuelson; 2001).

Kebijakan Fiskal.

Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan program-program pembangunan, baik di

tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, memerlukan pembiayaan yang

tidak sedikit, ketersediaan pembiayaan akan mempengaruhi kelancaran proses

pembangunan pada berbagai sektor, Kebijakan fiskal merupakan segala tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah berupa pengaturan penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Menurut Musgrave dan Musgrave (Mardiasmo, 2003) pesatnya

pembangunan daerah menuntut tersedianya dana bagi pembiayaan pembangunan

yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi

sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar. Kebijakan fiskal timbul karena

ketidakmampuan kebijakan moneter dalam menangani berbagai masalah

perekonomian, terutama depresi ekonomi, selain itu kebijakan fiskal mempunyai tujuan

akhir untuk mencegah pengangguran dan stabilisasi harga (Suparmoko, 2003), lebih

lanjut terdapat tujuan-tujuan yang lebih luas dari diterapkannya kebijaksanaan fiskal,

antara lain: untuk menekan laju inflasi, mendorong investasi optimal, meningkatkan

kesempatan kerja, meningkatkan kestabilan ekonomi serta untuk meningkatkan dan

meredistribusikan pendapatan nasional (Jhingan, 2007).

Sesungguhnya kebijakan fiskal tidak saja hanya berkenaan dengan pengaturan pajak,

akan tetapi juga berkenaan dengan pengaturan sumber-sumber penerimaan serta

pengeluaran pemerintah yang lainnya, akan tetapi karena dari sekian sektor, pajak

merupakan sektor yang paling dominan serta memberikan kontribusi terbesar dalam

struktur penerimaan negara, selain itu pajak juga dipercaya merupakan instrumen yang

paling efektif dari segala kebijakan fiskal. (Suparmoko, 2003) maka banyak kalangan

yang mengindentikan kebijakan fiskal dengan kebijakan pajak. Menurut Nurske:

kebijakan fiskal berarti penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran

masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan “stabilisasi atau pembangunan”.

Penggunaan kebijaksanaan fiskal dengan tujuan untuk menggalakkan pembangunan

ekonomi. (Jhingan, 2007) Analisa Keynes mengenai kebijaksanaan fiskal dapat

diterapkan di negara-negara maju. Peranan kebijaksanana fiskal di negara-negara

maju adalah untuk menstabilkan laju pertumbuhan. Dalam konteks perekonomian

negara berkembang, peranan kebijaksanaan fiskal adalah untuk memacu laju

pertumbuhan modal. Ia dirancang sebagai piranti pembangunan ekonomi (Sukirno,

2005).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

160

Pajak Daerah

Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan pemerintah yang terbesar adalah dari

sektor pajak, pada skala pemerintah daerah pajak yang dapat dipungut oleh

pemerintah daerah adalah dalam bentuk pajak daerah. Seperti halnya pajak pusat

yang dipungut oleh pemerintah pusat, maka pajak daerahpun merpakan sektor yang

memberikan kontribusi penerimaan paling besar terhadap struktur keuangan

pemerintah daerah. Sumber penerimaan pajak daerah adalah dari kalangan

masyarakat, baik rumah tangga konsumsi maupun rumah tangga produsen, dengan

meningkatnya pendapatan rumah tangga tersebut maka seharusnya yang mereka

bayar kepada pemerintah daerahpun meningkat.

Dalam kerangka pemikiran yang lebih luas lagi, peningkatan penerimaan asli daerah

tersebut membawa dampak yang cukup positif bagi pemerintah daerah, pertama

dapat mengurangi ketergantungan keuangan pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat, yang berarti derajat keotonomian atau kemandirian daerah tersebut dapat

ditingkatkan, kedua dapat dijadikan sebagai sumber pembiayaan pembangunan

daerah dalam upaya meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi dimasa-masa yang

akan datang, oleh karena itu keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk

mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya

sendiri. (Mardiasmo, 2003). Selanjutnya perolehan pajak daerah yang merupakan

komponen terbesar dalam struktur PAD suatu daerah, dapat dipandang sebagai salah

satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada

pemerintah pusat, semakin kecil PAD yang diperoleh pemerintah daerah tersebut

maka semakin besar ketergantungan fiskal kepada pemerintah pusat, hal ini penting

untuk dikaji lebih jauh, mengingat hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia

memiliki ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Karenanya

sangat wajar apabila sebagian besar pembiayaan penyelenggaraan pembangunan

daerah masih memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah pusat,

hal ini terlihat jelas dari rendahnya proporsi pendapatan asli darah terhadap total

pendapatan daerah dibandingkan dengan subsidi. Rendahnya pendapatna asli daerah

ini kurang dari 50 % , kecuali untuk DKI. Artinya lebih banyak subsidi dari pusat

dibandingkan dengan pendapatan asli daerah dalam membiayai pembangunan

daerah. (Kuncoro,2004).

Dalam skala pemerintahan daerah, kemampuan membiayai sendiri pembangunan di

daerah berupa penyediaan dana bagi pembangunan, merupakan salah satu indikator

penting dalam menentukan mampu tidaknya suatu daerah melaksanakan otonomi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

161

daerah, karena daerah yang tidak memiliki sumber-sumber penerimaan yang

memadai serta tidak mampu menyediakan, menggali dan mengembangkan sendiri

sumber-sumber keuangan daerah, maka akan mengakibatkan pemerintah daerah

semakin tergantung kepada pemerintah pusat, hal ini berarti kemandirian daerah

tersebut menjadi tidak berhasil dengan baik. (Redjo, 1998).

Pajak adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah yang dapat

dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk. Misalnya

pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan dan sebagainya. (Suparmoko, 2003)

selanjutnya menurut Suparmoko penerimaan pajak terutama diperuntukan bagi

pembiayaan barang-barang publik di suatu daerah, yang selanjutnya disebut sebagai

kebutuhan fiskal (fiscal needs). Pajak daerah merupakan sumber penerimaan

pemerintah daerah yang sangat potensial bagi suatu pemerintah daerah, sebab selain

dapat dipaksakan dengan menetapkan aturan yang ketat (Perda) serta merupakan

sumber yang tidak akan pernah habis. Pajak Daerah juga dapat diartikan sebagai iuran

kepada negara (yang dapat dipaksakan), yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung

dapat ditunjuk dan yang susunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan (Djojohadikusumo, 1994). Apabila ditinjau lebih jauh, terdapat beberapa

bentuk pajak daerah, dimana pajak daerah tidak saja hanya berupa pajak yang

dipungut diatur oleh pemerintah daerah berupa peraturan daerah, tetapi juga

mencakup pajak yang diatur serta dipungut oleh pemerintah pusat akan tetapi

dilaksanakan di daerah, dimana selanjutnya pemerintah daerah yang bersangkutan

akan mendapat kontribusi dari pajak yang terpungut tersebut.

Potensi keuangan daerah adalah kekuatan yang ada di dalam suatu daerah untuk

menghasilkan sejumlah penerimaan tetentu. untuk melihat potensi sumber

penerimaan daerah sendiri, dibutuhkan pengetahuan tetang perkembangan beberapa

faktor-faktor yang dapat dikendalikan (yaitu faktor kebijakan dan kelembagaan) dan

yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi) yang dapat

mempengaruhi sumber penerimaan daerah, faktor-faktor tersebut, yaitu : a) Industri

yang ada di suatu daerah, b) perkembangan PDRB, c) pertumbuhan penduduk d)

Tingkat Inflasi, e) Penyesuaian tarif (terkendali), f) Pembangunan baru barang publik

(terkendali), g) Sumber pendapatan baru (terkendali) dan h) Perubahan peraturan

(terkendali) (Jaya, 1996, 119)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

162

Selain dipengaruhi oleh variabel-variabel diatas, karaterstik suatu daerah biasanya

mempengaruhi komposisi penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Daerah yang bersifat

rural (pedesaan) biasanya struktur PAD-nya didominasi oleh komponen Retribusi

Daerah, sebaliknya daerah yang bersifat urban (perkotaan), komponen penerimaan

dari pajak daerah lebih mendominasi. Daerah-daerah yang memiliki unggulan bidang

jasa, seperti daerah-daerah kota, memiliki kekuatan penerimaan pajak hotel, pajak

restoran, pajak reklame dan pajak hiburan. Maka penerimaan di komponen pajak

daerah akan lebih menonjol. Sedangkan daerah-daerah yang sedang berkembang

dari agraris ke jasa atau industri, lebih mengandalkan pada penerimaan retribusi pasar,

retribusi terminal, dan penerimaan dari bidang perparkiran (gabungan pajak parkir,

retribusi parkir di tepi jalan umum dan retribusi tempat khusus parkir). (Sumardi &

Prasetyani, dalam Hakim, 2009, 149).

Hasil Penelitian Terdahulu (Kajian Empiris).

1. Selamat Bamim (Jakarta, 2006) melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Jakarta, dengan tujuan untuk

mendiskripsikan variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

inflasi, dan jumlah penduduk secara bersama-sama berpengaruh terhadap

penerimaan pajak daerah secara signifikan.

2. Putro Wicaksono S, (Yogyakarta, 2008) melakukan penelitian mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kabupaten Sleman, dengan

tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi pendapatan nominal pajak bumi dan bangunan (PBB) di

Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series

kuartalan 1992-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan PBB,

secara statistik dan ekonometri, terbukti dipengaruhi oleh pendapatan perkapita,

inflasi, panjang jalan dan jumlah penduduk. Penelitian ini mendukung terhadap

penelitian lain yang telah dilakukan oleh peneliti lain di daerah lain.

3. Jumaini (Kabupaten Solok - 2008) melakukan penelitian tentang pengaruh

pertumbuhan ekonomi terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Solok –

Sumbar. Dari penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi secara

signifikan mempengaruhi penerimaan PAD di Kabupaten Solok.

4. Slamet Supriadi (Bekasi, 2005), melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi perolehan pajak di kabupaten Bekasi. Hasil penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

163

menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) Peningkatan PDRB dan

pertambahan penduduk berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di

Kabupaten Bekasi dimana. Peningkatan PDRB dan Pertambahan Penduduk

berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Bekasi. peningkatan

PDRB maupun pertambahan penduduk akan meningkatkan penerimaan pajak,

demikian juga sebaliknya jika terjadi pertumbuhan negatif maka akan

menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak daerah.

5. Priyo Hari, Adi (2006) telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara

pertumbuhan ekonomi daerah, belanja pembangunan dan pendapatan asli daerah

di Kabupaten/Kota se Jawa-Bali. Data yang digunakan dalam analisisnya adalah

data APBD realisasi pemerintah kabupaten dan kota tahun 1998 – 2003. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak

yang signifikan terhadap peningkatan PAD.

6. Suhendi, Eno (Yogjakarta, 2008). melakukan penelitian yang membahas tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak hotel dan restoran (PHR) di

Kota Yogyakarta selama 15 tahun observasi yaitu dari tahun 1991 sampai dengan

2005. Hasil penelitian menunjukkan produk domestik regional bruto secara

statistik terbukti tidak signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di

Kota Yogyakarta sementara jumlah penduduk terbukti signifikan secara negatif

mempengaruhi penerimaan PHR.

Kerangka Pemikiran.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen yang paling penting

dalam menentukan derajat keotonomian suatu daerah serta merupakan ciri hakiki dari

suatu daerah yang otonom, sebab apabila besarnya pendapatan yang diperoleh suatu

pemerintah daerah lebih dominan dari pemerintah pusat dibandingkan dengan

pendapatan asli sendiri, maka akan selalu mengundang campur tangan pemerintah

pusat. (Kuncoro, 2004). Mengingat pentingnya PAD dalam mendukung keberhasilan

pelaksanaan otonomi daerah, maka perlu ditegaskan sumber–sumber apa saja yang

dapat dikatagorikan menjadi keuangan pendapatan asli daerah, yang antara lain dapat

berupa pajak daerah, retribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD)

serta sumber-sumber lainnya, diantara berbagai sumber PAD tersebut, pajak daerah

merupakan salah satu sumber yang cukup penting, sebab selain jumlah yang ditarik

merupakan paling dominan diantara sumber PAD lainnya, potensi pajak yang belum

tergali serta masih dapat dikembangkan masih besar, selain itu pemungutan pajak

dapat dilakukan dengan sifat memaksa, kerena pemungutan pajak didukung oleh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

164

perundang-undangan serta peraturam pemerintah, baik peraturan pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah (Mangkoesoebroto, 2001).

Semakin terbatas sumber PAD, semakin kecil derajat otonomi yang dijalankan oleh

pemerintah daerah. Kecilnya PAD berarti besarnya ketergantungan keuangan kepada

subsidi dari daerah yang lebih atas atau dari pusat. Ini berarti otonomi bagi daerah

tersebut tidak bermakna, bahkan cenderung menjadi daerah administratif.

Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah

pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif

yang membantu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti

akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang

lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. (Todaro, 2006). Pajak

daerah sebagai salah satu bentuk kebijakan fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah

daerah, dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagaimana dikemukakan oleh Todaro:

Secara umum potensi perpajakan di suatu negara, tergantung kepada lima faktor

berikut: 1) Tingkat pendapatan riil per kapita; 2) Tingkat ketimpangan dalam

pemertaan pendapatan tersebut; 3) Struktur ekonomi dan pentingnya berbagai jenis

kegiatan ekomomi; 4) Susunan sosial, politik dan institusional serta 4)

Kemampuan/kecakapan administratif.(Todaro, 2006;231)

Pertumbuhan ekonomi sangat jelas kontribusinya terhadap penerimaan pajak, bahwa

kondisi perekonomian yang kondusif akan memicu kinerja ekonomi pelaku usaha serta

meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga objek berbagai jenis pajak

secara langsung akan meningkat. Pada sisi lain perkembangan penduduk dalam

pandangan ekonomi yang menganut aliran Keynes menganggap bahwa penduduk

sebagai bentuk perluasan pasar (Bodiono, 2003). Oleh sebab itu mereka memberikan

sumbangan yang positif kepada pembangunan ekonomi. Dengan demikian, apabila

pertambahan penduduk menjadi semakin lambat, perkembangan pasar menjadi lebih

terbatas dan memperlambat perkembangan permintaan masyarakat. Perkembangan

permintaan masyarakat yang lambat ini mengurangi dorongan untuk mengadakan

penanaman modal baru (Sukirno, 2005: 293)

Dalam hubungannya dengan penerimaan pajak daerah, maka jumlah penduduk

dianggap sebagai pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai

barang dan jasa yang kemudian akan memicu aktifitas perekonomian sehingga

menciptakan skala ekonomis produksi yang menguntungkan bagi pelaku ekonomi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

165

yang pada gilirannya akan merangsang tingkat output agregat yang lebih tinggi lagi.

Pertumbuhan output agregat menunjukkan peningkatan kinerja perekonomian yang

pada akhirnya memperluas peningkatan potensi sumber penerimaan pajak daerah.

Hipotesis Penelitian.

1. Jumlah penduduk berpengaruh terhadap perolehan pajak daerah di kota Bandung.

2. PDRB Bruto berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

3. Tingkat inflasi berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

4. Jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

METODA PENELITIAN

Operasionalisasi Variabel.

Tabel 3 Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Sumber Skala

PDRB PDRB Kota Bandung tahun 1999 – 2008

berdasarkan harga konstan 2000

BPS Kota

Bandung

Rasio

Jumlah

Penduduk

Jumlah Penduduk Kota Bandung tahun 1999 –

2008

BPS Kota

Bandung

Rasio

Laju Inflasi Laju Inflasi Kota Bandung dari tahun 1999 – 2008 BPS Kota

Bandung

Rasio

Jumlah

Industri

Jumlah Wajib Pajak Daerah Kota Bandung dari

tahun 1999-2008, yaitu industri dan perdagangan

formal pada skala kecil, menengah dan besar

berdasarkan Perda yang berlaku.

Dispenda

Kota

Bandung

Rasio

Pajak Daerah Realisasi Perolehan Pajak Daerah Kota Bandung

tahun 1999-2008

Dispenda

Bandung

Rasio

Metoda Analisis Data.

Regresi Berganda.

Mengingat penelitian yang dilakukan berkenaan dengan lebih dari satu variabel bebas

(x>1), maka pengujuan analisis statistik yang digunakan adalah regresi berganda

(multiple regression) (Atmadja, 2007), dengan model regresi berganda maka dapat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

166

dihitung: 1) koefisien korelasi berganda (multiple coeficient correlation); dan 2)

koefisien korelasi parsial (partial coeficient correlation). Nilai koefisien korerasi

berganda pada regresi berganda berkisar antara -1 hingga + 1. Koefisien korelasi

berganda adalah ukuran kekuatan asosiasi atau hubungan antara variabel terikat atau

dependen dengan dua atau lebih variabel bebas atau independen, sedangkan

koefisien korelasi parsial menunjukkan kekuatan asosiasi antara variable independen

(antara parsial atau terpisah) dengan asumsi variabel independen lainnya konstan

(Widarjono, 2007). Adapun Model Regresi Berganda yang digunakan, yaitu :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 +

Dimana :

Y adalah realisasi perolehan pajak daerah

β0 adalah konstanta, yaitu nilai Y jika semua variabel X bernilai 0

β1 adalah koefisien regresi dari X1

β2 adalah koefisien regresi dari X2

β3 adalah koefisien regresi dari X3

β4 adalah koefisien regresi dari X4

X1 adalah jumlah penduduk (dalam jiwa)

X2 adalah pertumbuhan PDRB. (dalam rupiah)

X3 adalah laju inflasi (dalam persentase)

X4 adalah jumlah industri (industri yang merupakan Wajib Pajak Daerah/WPD)

Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel bebas mempengaruhi

variabel terikat. Apabila nilai t dari parameter yang diestimasi lebih besar dibandingkan

dengan nilai t-tabel, maka secara parsial variabel bebas mempengaruhi variabel

terikat.

Pengujian satu sisi (one-side-test) dengan tingkat signifikansi dan derajat kebebasan

(degree of freedom, df = n-k-1), dengan n adalah jumlah observasi dan k adalah

jumlah parameter termasuk konstanta. Hasil pengujian akan menunjukkan:

- Apabila t hitung ≥t tabel, maka H0 ditolak, artinya secara parsial variabel-variabel

bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

- Apabila t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima, artinya secara parsial variabel-variabel

bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

167

Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara bersama-

sama mempengaruhi variabel tak bebas secara signifikan. Pengujian mempunyai

hipotesis sebagai berikut :

H0 : Bj = 0

H1 : setidaknya satu Bj ≠ 0

Apabila hasil pengujian menunjukkan hasil sebagai berikut :

- Apabila F hitung ≥ F tabel, maka H0 ditolak, arrtinya secara simultan variabel-

variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

- Apabila F hitung ≤ F tabel, maka H0 tidak dapat ditolak, artinya secara simultan

variabel-variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

Untuk Uji F, df1 = k-1 dan df2 = n-k

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan

variabel dalam model yang digunakan. Koefisien determinasi R2 adalah angka yang

menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi varibel tak bebas yang

dijelaskan oleh variabel bebasnya dalam model regresi tersebut

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

Dengan menggunakan alat bantu program komputer SPSS, dengan memasukan data

jumlah penduduk (X1), PDRB di Kota Bandung berdasarkan harga konstan tahun 2000

(X2), tingkat inflasi (X3), jumlah industri (X4), serta realisasi perolehan Pajak Daerah di

Kota Bandung selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan

tahun 2008 (Y), maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4 Hasil Perhitungan Koefisien

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -9,053 9,723 -,931 ,395

Penduduk 3,356 ,692 ,864 4,848 ,001

PDRB 13,487 ,544 ,994 24,786 ,000

Inflasi -,034 ,053 -,028 -,642 ,549

Industri 11,395 1,272 ,954 8,960 ,000

a Dependent Variabel: PajakDaerah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

168

Dengan memasukkan nilai B sebagaimana terdapat pada tabel diatas pada

persamaan regresi berganda, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y = -9,053 + 3,356 X1 +13,487X2 – 0,034 X3 +11,395 X4 +

Berdasarkan persamaan regresi diatas, dapat dijelaskan bahwa apabila tidak terjadi

perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Daerah, yaitu

jumlah penduduk, PDRB, tingkat inflasi dan jumlah industri, maka realisasi perolehan

Pajak Daerah akan berkurang sebesar 9,053 milyar rupiah. Selanjutnya dari koefisien

regresi yang diperoleh dari jumlah penduduk (X1) sebesar 3,356, hal ini berarti apabila

terdapat perubahan jumlah penduduk sebanyak 1 orang, maka akan mempengaruhi

realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung sebesar Rp. 3.356. Koefisien

regresi yang diperoleh dari PDRB (X2) sebesar 13,487, menunjukkan bahwa apabila

terdapat perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp.

1.000.000.000.000 maka akan mengakibatkan perubahan perolehan Pajak Daerah

sebesar Rp. 13,487 milyar rupiah. Koefisien regresi yang diperoleh dari tingkat inflasi

(X3) sebesar -0,034, menunjukkan bahwa apabila terdapat kenaikan tingkat inflasi di

Kota Bandung sebanyak 1 persen, maka akan mengakibatkan penurunan perolehan

Pajak Daerah sebesar 0,034 milyar rupiah atau Rp. 340.000.000. Koefisien regresi

yang diperoleh dari jumlah industri (X4) sebesar 11,395, menunjukkan bahwa apabila

terdapat perubahan jumlah industri yang merupakan Wajib Pajak Daerah (WPD) di

Kota Bandung bertambah sebanyak 1 industri/perusahaan, maka akan mengakibatkan

penambahan perolehan Pajak Daerah sebesar Rp. 11.395.000

Analisis Secara Parsial Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, Inflasi dan Jumlah Industri

Terhadap Penerimaan Pajak Daerah.

Untuk menguji pengaruh jumlah penduduk, PDRB, inflasi dan jumlah industri terhadap

penerimaan Pajak Daerah, digunakan uji-t dengan cara membandingkan nilai tabel t-

tabel den gan nilai t-hitung dari masing-masing variabel bebas. Nilai t tabel = 2,2622.

Nilai t-hitung dari masing-masing variabel bebas sebagaimana terdapat pada tabel

4.14 (halaman 81), adalah: 4,848 untuk penduduk, 24,786 untuk PDRB, -0,624 untuk

inflasi serta 8,960 untuk industri, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada

tingkat signifikasni 5 % untuk:

a. Penduduk (t-hitung > t-tabel), yaitu 4,848>2,2622, maka Ho ditolak, artinya jumlah

penduduk berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di Kota

Bandung, dengan nilai signifikansinya sebesar 0,001 > dari 0,05.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

169

b. PDRB (t-hitung > t-tabel), yaitu 24,786>2,2622, maka Ho ditolak, artinya PDRB

berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di Kota Bandung. dengan

signifikansinya sebesar 0,000 > dari 0,05.

c. Tingkat Inflasi (t-hitung < t-tabel), -0,264< 2,2622, maka Ho diterima, artinya tingkat

inflasi tidak berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di Kota

Bandung, dengan nilai signifikansinya sebesar 0,549 < dari 0,05.

d. Industri (t-hitung > t-tabel), yaitu sebesar 8,960 > 2,2622, maka Ho ditolak, artinya

jumlah industri berpengaruh terhadap realisasi perolehan Pajak Daerah di Kota

Bandung, dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000 > dari 0,05.

Analisis Secara Menyeluruh Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, Inflasi dan Jumlah

Industri Terhadap Penerimaan Pajak Daerah.

Dengan menggunakan Uji F, dapat diketahui pengaruh jumlah penduduk, PDRB,

Inflasi serta jumlah industri secara bersama-sama terhadap penerimaan Pajak

Daerah. Uji F dapat dijelaskan dengan menggunakan alat analisis varian (Analysis of

Variance), berupa tabel tabel Anova berikut:

Tabel 5 Hasil Perhitungan Analisis Varian

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 280,539 4 70,135 143,236 ,000(a)

Residual 2,448 5 ,490

Total 282,987 9

Berdasarkan Tabel F, diperoleh hasil 5,19, sementara nilai nilai F hitung berdasarkan

hasil pengolahan data sebagaimana terdapat pada Tabel 5, sebesar 143,236, hal ini

menunjukkan F-hitung > F tabel (143,236 > 5,19), Ho ditolak, berarti variabel-variabel

bebas (Penduduk, PDRB, Inflasi, Industri) secara simultan berpengaruh terhadap

variabel terikat (penerimaan Pajak Daerah), selama tahun pengamatan, yaitu dari

tahun 1999 sampai dengan tahun 2008.

Analisis Hubungan Jumlah Penduduk, PDRB, Inflasi dan Jumlah Industri Terhadap

Penerimaan Pajak Daerah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

170

Tabel 6 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi

Berdasarkan Tabel 6 diatas, diperoleh hasil R sebesar 89,5 % yang berarti terdapat

hubungan yang kuat pada variabel yang diuji. Koefisien determinasi (R Square) yang

diperoleh sebesar sebesar 0,80, yang berarti bahwa sebesar 80% variasi perubahan

realisasi perolehan Pajak Daerah dapat dijelaskan oleh variasi perubahan jumlah

penduduk (X1), PDRB (X2), inflasi (X3), serta jumlah industri (X4), sisanya yaitu

sebesar 20 % dapat dijelaskan oleh faktorr lain yang tidak terdeteksi dalam model.

KESIMPULAN

Jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat inflasi serta

Jumlah Industri di Kota Bandung selama sepuluh tahun pengamatan, yaitu dari tahun

1999 sampai dengan 2008, mempengaruhi realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota

Bandung secara signifikan, sementara tingkat inflasi tidak mempengaruhi realisasai

penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

Dapat dijelaskan bahwa sebesar 80 % variasi perubahan realisasi penerimaan Pajak

Daerah dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variasi perubahan jumlah

penduduk, laju pertumbuhan PDRB, laju inflasi serta jumlah industri, dimana

keempatnya merupakan variabel-variabel bebas yang diteliti, sedangkan sisanya

sebesar 20 % dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdeteksi dalam model.

Hasil analisis menyeluruh menunjukkan bahwa jumlah penduduk, produk domestik

regional bruto, inflasi dan jumlah industri selama sepuluh tahun pengamatan, yaitu

dfari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 secara bersama-sama mempengaruhi

realisasi penerimaan Pajak Daerah di Kota Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Gardner. 2002. Teori Ekonomi Makro, Terjemahan Paul Sitohang, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Anwar, Moh. Arsyad. 2002. Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan,

disunting oleh Hendra Asmara, Gramedia, Jakarta.

Model Summary b

,895a ,801 ,769 ,72590 ,991 133,062 4 5 ,000 1,182

Model 1

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

y Change F Change df1 df2 Sig. F Change

Change Statistics Durbin-

Watson

Predictors: (Constant), Industri, Inflasi, Penduduk, PDRB a.

Dependent Variable: PajakDaerah b.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

171

Arsyad, Lincoln. 1996. Analisis Potensi Pembangunan Ekonomi Daerah; Pendekatan Makro. Direktorat Jenderal PUOD & Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Chandra, Aditiawan. 2001. Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi, P3ES, Jakarta.

Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi ; Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Pembangunan, LP3ES, Jakarta.

....................... 1995. Sejarah dan Teori Pertumbuhan Ekonomi, LP3ES, Jakarta 1994

Glasson, J. 1977. An Introduction to Regional Planning, terjemahan Paul Sitohang,

1990. Pengantar Perencanaan Regional, LPFE UI, Jakarta.

Gujarati, Damodar N. Basic Economentrics.4th Edition, Mc.Graw-Hill Higher Education.

Hakim, Lukman. Prasetyani, Dwi. Sulistyo JNS, Hery. 2009. Visi Perekonomian Indonesia 2030. Bagian Penerbit Ekonomi Pembangunan (BPEP) FE UNS, Solo.

Jamli, Ahmad. 1996. Stategi Pembangunan Ekonomi Daerah, Pendekatan Makro. Direktorat Jenderal PUOD & Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Jaya, Wihana Kirana.. 1996. Analisis Potensi Keuangan Daerah : Pendekatan Makro.

Direktorat Jenderal PUOD & Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Jhingan, M.L. 2007. The Economics Of Development and Planning, terjemahan oleh Guritno, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT Rajawali Grafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMN YKPN, Yogyakarta.

……………………. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik, BPFE Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2003. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.

……………. 2001. Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Mubyarto. 1991. Teori Ekonomi dan Penerapannya di Asia, Buku Pertama: Ekonomi Pemabangunan dan Ekonomi Pertanian. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Munir, Rozy dan Tjiptoherijanto, Prijono. 2001. Penduduk dan PembangunanEkonomi, Bina Aksara, Jakarta.

Nopirin. 1996. Globalisasi dan Regionalisasi Ekonomi: Indikator dan Trend Ekonomi Daerah. Direktorat Jenderal PUOD & Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Partadiredja, Ace. 1998. Perhitungan Pendapatan Nasional, LP3ES, Jakarta.

Samuelson, Paul A. Nordhaus, William D. 2001. Economics, 12th Edition. Terjem,ahan

oleh A.Q. Khalid; Ekonomi edisi keduabelas, Penerbit Erlangga, Jakarta

Sujana. 1998. Statistika Untuk Ekonomi dan Perdagangan, Penerbit Tarsito. Bandung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

Ekspansi

Ekonomi

172

Sukirno, Sadono.2005. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta.

Suparmoko, M. 2003. Keuangan Negara, Dalam Teori dan Praktek, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta .

Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan oleh

Haris Muinandar. Erlangga, Jakarta.

Todaro, Michael P. Smith, Stephen C. 2006. Economic Development, Ninth Edition. Terjemahan oleh Haris Munandar & Puji A.L. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kesembilan . Erlangga, Jakarta.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Penerbit Ekonisia, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogjakarata.

………………….. 2008. Penelitian Tentang Potensi-Potensi Ekonomi Regional di Provinsi Jawa Barat, Badan perencana Pembangunan daerah (BAPEDA) Provinsi jawa barat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI …digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-darshaddar... · Dalam menjalankan fungsi pelayanan publik bagi ... Ekonomi 152 Dalam

D. Arshad

173