ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB...

78
ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan Putusan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk) (Skripsi) Oleh: Risma Monica Tarigan FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020

Transcript of ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA

KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

(Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan Putusan

No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk)

(Skripsi)

Oleh:

Risma Monica Tarigan

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 2: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK

ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA

KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

(Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan Putusan

No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk)

OLEH

RISMA MONICA TARIGAN

Dana desa merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembangunan

desa. Dalam pelaksanannya, dana desa sering di salahgunakan oleh perangkat

desa melalui korupsi. Salah satu contoh kasus tindak pidana korupsi tentang

penggelapan anggaran pendapatan dan belanja desa adalah kasus dalam putusan

No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk yang diputus pidana penjara selama 4 (empat)

bulan dan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk Tahun 2019 yang diputus pidana

penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan. Menilai dari kedua putusan perkara

yang dinilai berbeda penjatuhan pidana tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai bagaimanakah disparitas penjatuhan sanksi

pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi Nomor: 1/Pid.Sus-

TPK/2019/PN.Tjk dan Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk serta

bagaimanakah aspek keadilan yang diberikan oleh hakim dalam kedua kasus

tersebut.

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah metode

pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Disparitas terhadap

Perkara Tindak Pidana Korupsi putusan Nomor 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan

putusan Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk. Penelitian ini menggunakan

sumber data primer yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan

3 narasumber yakni, Hakim PN Tanjung Karang, Jaksa Kejari Bandar Lampung, dan

juga Akademisi FH UNILA.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa hakim dalam

memutuskan perkara pada perkara Nomor: 45/Pid-Sus.TPK/2018/PN.TJK dan

1/Pid-Sus.TPK/2019/PN.TJK telah terjadi disparitas pidana. Dengan

pertimbangan, pada perkara pertama telah terjadi pengulangan tindak pidana yang

sama sehingga menjadi dasar hakim menjatuhkan putusan yang lebih berat

dibandingkan dengan perkara kedua.

Page 3: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Risma Monica Tarigan

Adapun dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara

dalam nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN.TK yaitu, pelaku terbukti telah

melakukan pengulangan tindak pidana yang sama dan pelaku hanya

mengembalikan kerugian negara tidak lebih dari 50%. Sedangkan pada perkara

kedua, pelaku tidak melakukan pengulangan tindak pidana dan sudah melakukan

pengembalian kerugian negara sebesar 85%.

Saran penulis yaitu hendaknya majelis hakim dalam memberikan keputusan harus

berpijak terhadap peraturan perundang-undangan dan menjatuhkan sanksi sesuai

dengan ketentuan yang ada didalam UU PTPK, mengingat dana desa mempunyai

nilai dan fungsi yang strategis dalam pembangunan desa. Dengan hukuman yang

sesuai dan maksimal tersebut, diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap

pelaku dan masyarakat, sehingga peruntukan dana desa dapat dilakukan secara

maksimal.

Kata Kunci: Disparitas Pidana, Tindak Pidana Korupsi, Dana Desa

Page 4: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA

KORUPSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

(Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan Putusan

No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk)

Oleh

RISMA MONICA TARIGAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2020

Page 5: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Page 6: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Page 7: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
Page 8: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Risma Monica Tarigan,

penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Mei

1998, penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara

dari pasangan Ayahanda Alm. Kasman Tarigan dan Ibunda

Almh. Marianta Purba.

Penulis memulai pendidikan di TK Tunas Melati II Natar yang diselesaikan pada

tahun 2003, SD Negeri Merak Batin yang diselesaikan pada tahun 2010, SMP

Yadika Natar yang diselesaikan pada tahun 2013, kemudian penulis melanjutkan

SMA di Negeri 1 Natar selama kurang lebih 1 tahun, dan memutuskan pindah ke

SMA Yadika Natar dan selesai pada tahun 2016.

Pada akhir 2016, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum di

Universitas Lampung. Semasa kuliah penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan

organisasi yakni menjadi pengurus aktif di UKM-F MAHKAMAH dan menjabat

sebagai sekretaris bidang Pengabdian Masyarakat periode 2017/2018, pengurus

aktif di BEM-F Hukum Unila Kabinet Harmoni sebagai sekretaris bidang PSDM

(Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa) periode 2018/2019, dan juga pengurus

aktif di HIMA Pidana Hukum Unila sebagai kepala bidang eksternal periode

2018/2019. Pada bulan januari 2019, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Desa Bumi Jaya, Lampung Barat selama 40 hari.

Page 9: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

MOTTO

“Bermimpilah setinggi langit. Maka disaat kau jatuh, kau akan jatuh diantara

bintang-bintang.”

(Ir. Soekarno)

“Tak ada yang tahu kapan kau mencapai tuju. Dan percayalah bukan urusanmu

untuk menjawab itu, jadi mari bersender pada waktu.”

(Baskara Putra)

“Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,

tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang

menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.”

(Mahatma Gandhi)

“ Jika kamu gagal 1000x, maka pastikan kamu bangkit 1001x.”

(Risma Monica Tarigan)

Page 10: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi saya ini kepada:

Orang-orang terbaik dalam hidup saya

Alm. Ayahanda Kasman Tarigan dan Almh. Ibunda Marianta Purba, yang telah

membekali saya pelajaran hidup yang luar biasa sekali tentang cinta, kasih

sayang, kecewa, bahagia, keras, lembut, bediri, dan terjatuh. Saya tahu betul

bahwa dalam dunia nyata mereka sudah tidak dapat berdiri disamping saya lagi,

memeluk saya disaat saya terjatuh, ikut bertepuk tangan disaat saya bahagia,

mengucapkan “selamat ya, nak.” di momen-momen bersejarah dalam hidup saya

untuk saat ini dan seterusnya, tapi doa dan pelajaran hidup yang pernah mereka

berikan akan selalu membimbing saya untuk menjadi manusia yang mempunyai

arti untuk manusia lainnya.

Keponakan saya tercinta, Muhammad Alzam Tarigan yang memberikan saya

kepercayaan dan dukungan penuh untuk saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dan untuk semua teman-teman satu angkatan saya terhebat, terimakasih karena

telah menjadi bagian penting dalam perjalanan perkuliahan saya. Terimakasih

untuk kenangan-kenangan manis yang pernah kita lewati bersama. Jadi apapun

kalian di masa yang akan datang, besar harapan saya agar kebahagiaan selalu

menyertai langkah kalian, aamiin.

Page 11: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

SAN WACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang, yang dapat memberikan berkat-Nya yang melimpah sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Disparitas Putusan Hakim

Terhadap Tindak Pidana Korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(Studi Putusan No. 1/Pid.Sus TPK/2019/PN.Tjk dan Putusan No. 45/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk)” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

Program Sarjana ( S1 ) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak memperoleh

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan rasa hormat penulis

menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Karomani, M. Si, selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

3. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Sekretari Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 12: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

5. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Emilia Susanti, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Prof. Dr. Sunarto, DM., S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang

telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Sri Riski, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Dr. FX. Sumarja, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang memberikan dukungan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

10. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

11. Para staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama

pada Bagian Hukum Pidana: Bu Aswati, Mba Tika, dan Bang Ijal. Kalian

luar biasa.

12. Bapak F.X. Supriyadi, S.H., M.Hum., selaku Hakim Pengadilan Negeri

Kelas 1A Tanjung Karang, Bapak Fredy Simanjuntak, S.H., selaku Jaksa

Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum.,

selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu

dalam mendapatkan data yang diperlukan penulisan skripsi ini,

terimakasih atas semua kebaikan dan bantuannya.

Page 13: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

13. Terimakasih untuk kedua orangtua saya Alm. Ayahanda Kasman Tarigan

dan Almh. Ibunda Marianta Purba, yang telah menyisipkan pelajaran hebat

dalam kehidupan saya sehingga saya dapat tumbuh kuat sekuat sekarang.

Ada banyak hal yang tidak dapat dijelaskan oleh kata ketika saya harus

mendeskripsikan bagaimana beruntungnya saya dapat menjadi salah satu

anak dari orang tua saya. Jadi yang dapat saya katakan adalah;

Terimakasih. Terimakasih karena sempat hadir dalam kehidupan saya

walaupun tak lama. Jika diizinkan oleh Allah SWT, semoga kita dapat

berjumpa di kehidupan selanjutnya.

14. Keponakan saya tercinta, Muhammad Alzam Tarigan yang telah menjadi

vitamin ketika saya dalam keadaan lelah. Terimakasih ya, bang. Semoga

kelak abang jadi manusia yang mempunyai arti penting bagi manusia

lainnya.

15. Terimakasih kepada Bapak Rohman Jalil dan Ibu yang sudah saya anggap

sebagai orang tua saya dalam proses menjalankan KKN (Kuliah Kerja

Nyata) di Desa Bumi Jaya, Lampung Barat. Terimakasih pak atas cerita

kehidupan yang sering bapak ceritakan ke saya selama 40 hari.

16. Terimakasih kepada keluarga besar UKM-F Mahkamah, organisasi

pertama yang saya ikuti ketika saya masuk dunia perkuliahan. Saya belajar

arti kepemimpinan dari sini. Saya mengenal banyak orang-orang hebat

didalam organisasi ini. Tanpa Mahkamah, saya hanya mahasiswa yang

tidak ada artinya.

17. Terimakasih kepada keluarga besar BEM-F Hukum Universitas Lampung

Kabinet Harmoni. Terimakasih karena sudah mempercayai saya untuk

Page 14: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

dapat berpartisipasi dalam pembangunan Fakultas secara internal. Saya

belajar banyak sekali dari Lembaga ini.

18. Terimakasih kepada keluarga besar HIMA Pidana Universitas Lampung.

Terimaksih karena sudah mempercayai saya untuk dapat menjadi salah

satu nahkoda dalam himpunan mahasiswa ini.

19. Terimakasih kepada Selina Putri Gandi, Sonia Ghea Olivia, Siti Yunita

Zulfiana, Amelia Oktariawati, Putri Zakia Yurahman, Meissy Kurnia Aziz,

Moza Julika, Anisandra Ekajayanti, Fadita Ayuningtyas, Naufal Irga

Adipati, Calvin Cahyo dan teman-teman Fakultas Hukum Angkatan 2016

lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Senang rasanya dapat

bertemu dan mengenal kalian semua, semoga kita semua dapat mencapai

apa yang kita tuju, ya. Aamiin.

20. Terimakasih kepada teman-teman SMA saya, Bagus Muhammad, M.

Gilang Romadhon, Azmi Farhan Fauzian, dan Agres Tiara Mustika.

Terimakasih karena tidak berdampak apa-apa terhadap pembuatan skripsi

saya ini, kecuali Agres karena Agres orangnya baik. Buat bagus, adon, dan

farhan; teruslah tumbuh menjadi sesuatu yang tidak berguna.

21. Terimakasih teruntuk Kanda dan Yunda angkatan 2014 dan 2015. Kanda

Bowo, Kanda Masum, Kanda Iqbal, Kanda Saptori, Kanda Chand, Kanda

Torfel, Kanda Egi, Kanda Firdi, Kanda Agung, Yunda Ika, Yunda Andrea,

Yunda Poppy, Yunda Day, Yunda Lala, Yunda Dita, Yunda Agnes, Yunda

Merza, dan Kanda Yunda lainnya yang mungkin saya lupa menyebutkan.

Terimakasih untuk semua arahan dan masukan yang pernah diberikan ke

Page 15: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

saya. Dimanapun Kanda Yunda berada, semoga kebahagiaan selalu

menyertai, ya.

22. Terimakasih untuk seluruh musisi yang ada di playlist saya; Kunto Aji,

.Feast, GNTZ, Pamungkas, Baskara Putra, Nadin Amizah, Sal Priadi, Mac

Ayres, Float, Kangen Band, dan musisi lainnya yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu. Terimakasih atas karya kalian yang selalu

menemani saya dalam pembuatan skripsi ini.

23. Terimakasih kepada Almamater tercinta, Universitas Lampung.

24. Terimakasih untuk seseorang yang telah menjadi bagian terakhir dalam

cerita perkuliahan saya. Berkat orang ini, saya belajar bahwa hidup tidak

selalu tentang memetik apa yang kita tanam. Terimakasih atas kesempatan

yang diberikan untuk dapat mengenalmu sedikit lebih jauh. Tentang

kebahagiaan yang selalu kamu doakan, aminku selalu menyertaimu.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua

bantuan dan dukungannya. Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf

apabila ada yang salah dalam penulisan skripsi ini.

Bandar Lampung, 12 Januari 2020

Penulis

Risma Monica Tarigan

Page 16: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ..................................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................ 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................................ 8

E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Disparitas Pidana ..................................................................... 17

B. Tinjauan Umum Pemidanaan .................................................................... 18

1. Pengertian Pemidanaan ......................................................................... 18

2. Teori-Teori Pemidanaan ........................................................................ 19

C. Bentuk-Bentuk dan Teori Penjatuhan Putusan Hakim .............................. 23

1. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim ............................................................. 24

2. Teori Penjatuhan Putusan Hakim .......................................................... 26

D. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim .......................................................... 30

E. Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi ................................................... 36

1. Pengertian Korupsi .................................................................................. 36

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi ........................................................ 41

3. Sanksi Tindak Pidana Korupsi ............................................................... 41

F. Tinjauan Umum Dana Desa ........................................................................ 43

1. Sejarah Dana Desa ................................................................................. 43

2. Landasan Teori Dana Desa .................................................................... 45

Page 17: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

3. Sumber Pendapatan Dana Desa .............................................................. 46

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah .................................................................................. 51

B. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 51

C. Penentuan Narasumber .............................................................................. 53

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data .......................................... 54

E. Analisis Data .............................................................................................. 55

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Putusan ........................................................................ 56

1. Putusan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk ...................................... 56

2. Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk ........................................ 58

B. Disparitas Pidana Dalam Putusan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk

dan Putusan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk ..................................... 59

C. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Berbeda

Pada Putusan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk dan No. 1/Pid.Sus-

TPK/2019/PN.Tjk ....................................................................... 71

1. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan No. 45/Pid.Sus-

TPK/2018/PN.Tjk ................................................................................ 71

2. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan Putusan No.

1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk ............................................................. 79

V. PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 87

B. Saran .......................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, yang bermakna bahwa

Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum memiliki

arti penting dalam setiap aspek kehidupan, pedoman tingkah laku manusia dalam

hubungannya dengan manusia yang lain, dan hukum yang mengatur segala

kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap tindakan warga negara diatur dengan

hukum, setiap aspek memiliki aturan, ketentuan dan peraturannya masing-masing.

Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dilakukan serta apa

yang dilarang.

Salah satu bidang dalam hukum adalah hukum pidana yaitu mengatur tentang

aturan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang. Sedangkan tindak pidana,

merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana disertai

ancaman sanksi. Pada praktiknya, korupsi ini dapat ditemukan dalam berbagai

modus operasi dan dapat dilakukan oleh siapa saja, dari berbagai strata sosial dan

ekonomi. Terkait dengan tindak pidana korupsi, sudah diatur dalam Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 yang selanjutnya disingkat dengan UU PTPK.

Adanya UU PTPK menjadi harapan bagi bangsa Indonesia dalam memberantas

Page 19: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2

korupsi. UU PTPK mengatur sejumlah perbuatan yang tergolong sebagai Tindak

Pidana Korupsi, yaitu:

1. Perbuatan yang merugikan Negara

2. Suap

3. Gratifikasi

4. Penggelapan dalam jabatan

5. Pemerasan

6. Perbuatan curang

7. Benturan kepentingan dalam pengadaan1

Terhadap perbuatan melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU PTPK diatur

sejumlah sanksi pidana, yaitu:

1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang

memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau

penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau

penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

2. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling

lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00

(seratusjuta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima

puluh juta rupiah) setiap orang yang pada waktu membuat bangunan, atau

penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,

melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang

atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

3. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp150.000.000,00 (dua ratus

lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri

yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus

atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau

daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

4. Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yaitu setiap pegawai

negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

1Klik Legal, Tujuh Kelompok Jenis Tindak Pidana Korupsi (web: https://kliklegal.com/ini-tujuh-

kelompok-jenis-tindak-pidana-korupsi/) , 2016, diakses pada tanggal 20 Juni 2019

Page 20: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

3

5. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda sedikit Rp150.000.000,00

(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00

(tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain

pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara

terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan

uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau

membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan

oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi yang saat ini banyak terjadi adalah

Tindak Pidana Korupsi penggelapan anggaran dan pendapatan belanja desa.

Perilaku korupsi menjadi ancaman bagi aparatur Desa dalam penyelenggaraan

pemerintah Desa.2 Salah dua contoh kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Desa

adalah dalam Studi Putusan Nomor 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan 45/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk Tahun 2019. Berdasarkan data yang diolah penulis dapat

diketahui Tindak Pidana Penggelapan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa

antara tahun 2018 – 2019 dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.1 Kasus Tindak Pidana Korupsi Penggelapan Dana Desa di Pengadilan

Negeri Tanjung Karang Tahun 2018.

NO. Nama Terdakwa Nomor Putusan

Pengadilan

Lama Hukuman

1. Zikri, S.Pd. 38/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk

1 tahun 4 bulan

2. Iwan Sobarna 39/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk

1 tahun

3. Candra Gunawan 36/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk

1 tahun 3 bulan

4. Yoseph Hanuar 11/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk

7 bulan

5. Welson S.T 22/Pid.Sus-

TPK/2018/PN Tjk

1 tahun 2 bulan

Sumber: http://sipp.pn-tanjungkarang.go.id

2 Marten Bunga dan Aan Aswari, “Konsepsi Penyelamatan Desa dari Perbuatan Korupsi”, Vol.2,

2018, 98.

Page 21: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

4

Banyaknya kasus tindak pidana korupsi tersebut diperparah dengan adanya

keputusan pengadilan yang berbeda (disparitas) dalam setiap keputusannya.

Disparitas pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak

pidana yang sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya dapat

diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.3

Lebih spesifik lagi tentang disparitas pidana, menurut Harkristusi Harkrisnowo

disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa kategori, yaitu :

1. Disparitas antara tindak pidana yang sama.

2. Disparitas antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang

sama.

3. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim.

4. Dispritas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda

untuk tindak pidana yang sama.4

Penjatuhan pidana ditunjukan terhadap pelaku tindak pidana yang diberikan oleh

hakim akibat pelanggaran yang dilakukannya, sehingga hakim memiliki peran

yang sangat sentral dalam hal timbulnya disparitas pemidanaan. Penilaiaan

terhadap berat dan ringannya hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap terdakwa

sesuai kesalahan yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkannya dikembalikan

lagi kepada peran hakim.5

Contoh kasus disparitas pidana pada penggelapan anggaran dan pendapatan

belanja desa dapat dilihat dalam putusan hakim dalam Studi Putusan Nomor

1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk Tahun 2019.

Pada kasus terdakwa Putusan Nomor : 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk atas nama

3 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992

hlm.52 4 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,

2001, hlm. 101-102. 5 Nicholas Hany, “Disparitas Pidana Dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Semarang”,2018, Vol.1, 22.

Page 22: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

5

Sugiarto bin Hadi Sucokro dijatuhi hukuman penjara selama 4 (empat) bulan

dengan menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Bandingkan pada

kasus terdakwa Putusan Nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk atas nama Dedi

Haryadi bin Nur Wijaya dijatuhi hukuman 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dengan

menetapkan bahwa pidana yang dilakukan terdakwa apabila tidak membayar

denda sebanyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), diganti dengan

pidana tambahan 4 (empat) bulan penjara.

Berdasarkan kasus diatas, dapat dilihat bahwa pemberian dan penerapan pasal

yang di lakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang terhadap

perkara Tindak Pidana Korupsi yang menyebabkan ruginya kas desa terjadi

disparitas pidana dalam putusan yang berikan oleh hakim terhadap pelaku

tindak pidana dalam hal pemidanaan, antara putusan yang satu dengan

putusan yang lain yang memiliki karakteristik pelanggaran pidana yang sama

seperti bahaya yang dilakukan, akibat yang ditimbulkan, keseriusan dan ketentuan

pasal yang dilanggar sama.

Atas dasar isu hukum yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Analisis Disparitas Putusan Hakim Terhadap Tindak

Pidana Korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Studi Putusan No.

1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan No. 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk) Tahun 2019.

Page 23: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

6

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat penulis kemukakan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

a. Mengapa terjadi disparitas pidana antara putusan Nomor : 1/Pid.Sus-

TPK/2019/PN.Tjk dan Nomor :45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk?

b. Apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan

terhadap putusan Nomor : 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan Nomor

:45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan

dengan ilmu hukum pidana formil, khusunya mengenai putusan hakim pada

perkara Tindak Pidana Korupsi putusan Nomor 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan

putusan Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk. Ruang lingkup tempat

penelitian dilakukan pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan waktu

penelitian Tahun 2019.

Page 24: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

7

C. Tujuan dan Kegiatan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini merupakan bentuk sumbangan pikiran yang

bermanfaat khususnya dibidang ilmu pengetahuan hukum yang disparitas pidana

dalam putusan pengadilan terhadap tindak pidana korupsi yang menyebabkan

ruginya kas Negara terdapat dua macam yaitu:

a. Untuk mengetahui disparitas penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak

pidana korupsi pada putusan Nomor 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan

putusan Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk.

b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

memberikan putusan terhadap pu tus an Nomor 1/Pid.Sus-

TPK/2019/PN.Tjk dan putusan Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk.

2. Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian setidak-tidaknya ada 2 (dua) macam yaitu:6

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah

kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan disparitas

pemidanaan terhadap pidana tindak pidana korupsi penggelapan.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna sebagai

bahan masukan bagi para praktisi/aparat penegak hukum dan masyarakat.

6 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan penelitian, Bandung: Citra aditya bakti, 2004, hlm 66

Page 25: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya yang bertujuan

untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap

relevan oleh peneliti.7

Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Teori Disparitas Pidana

Putusan perkara pidana mengenal adanya suatu kesenjangan dalam penjatuhan

pidana yang lebih dikenal dengan disparitas. Disparitas adalah penerapan pidana

(disparity of sentencing) yang tidak sama (same Offence) atau terhadap tindak

pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pemberian

yang jelas. Disparitas pidana dipersepsi publik sebagai bukti ketiadaan keadilan

(societal justice), secara yuridis formal, kondisi ini tidak dapat dianggap telah

melanggar hukum, meskipun demikian seringkali orang melupakan bahwa elemen

“keadilan” pada dasarnya harus melekat pada putusan yang diberikan oleh

hakim.8

Disparitas pidana timbul karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda

terhadap tindak pidana yang sejenis. Penjatuhan pidana ini tentunya adalah

hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana sehingga

dapatlah dikatakan bahwa figur hakim didalam hal timbulnya disparitas

pemidanaan sangat menentukan. Disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa

7 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Pres. 1986, hlm. 124.

8 Muladi-Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Bakti.2003, hlm.77.

Page 26: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

9

kategori yaitu:

1) Disparitas antara tindak pidana yang sama.

2) Disparitas antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang

sama.

3) Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim.

4) Disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda

untuk tindak pidana yang sama.9

Sesuai dengan pendapat di atas maka dapat diketahui adanya wadah dimana

disparitas tumbuh dan menyejarah dalam penegakan hukum di Indonesia. Faktor

yang dapat menyebabkan timbulnya disparitas pidana adalah tidak adanya

pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Pedoman

pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan pemidanaannya,

setelah terbukti bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya.10

Faktor eksternal yang membuat hakim bebas menjatuhkan pidana yang bersumber

pada ketentuan Pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 memberikan

landasan hukum bagi kekuasaan hakim dimana kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan. Ketentuan ini memberikan jaminan terhadap kebebasan

lembaga peradilan sebagai lembaga yang merdeka, termasuk didalamnya

kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim bebas memilih jenis

pidana, karena tersedia jenis pidana didalam pengancaman pidana dalam

ketentuan perundang-undangan pidana.11

Akibat adanya disparitas pidana tidak

sesuai dengan tujuan hukum pidana dan semangat dari falsafah pemidanaan.

9 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,

2001, hlm. 101-102. 10

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 34. 11

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.

Page 27: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

10

Disparitas pidana semakin menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, tidak

hanya menyakiti rasa keadilan masyarakat, tetapi juga mendorong masyarakat

untuk melakukan tindakan pidana. Suatu fakta hukum dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang, ada juga ahli hukum yang tidak sependapat bahwa disparitas

hanya membawa dampak negatif sehingga harus diminimalisasi, mereka tidak

memandang disparitas pidana sebagai suatu kesalahan atau cacat tubuh dalam

penegakan hukum pidana di Indonesia.

Disparitas di dalam pemidanaan dapat dibenarkan, dalam hal sebagai berikut:

1. Disparitas pemidanaan dapat dibenarkan terhadap penghukuman delik-delik

yang agak berat, namun disparitas pemidanaan tersebut harus disertai

dengan alasan-alasan pembenaran yang jelas.

2. Disparitas pemidanaan dapat dibenarkan apabila itu beralasan ataupun

wajar.12

b. Teori Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan

oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,

yaitu sebagai berikut:13

1) Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-

syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang

tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya

keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan

12

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 82. 13

Bagir Manan, Agustus 2006, Hakim dan Pemindanaan, IKAHI, Jakarta, hlm. 7-12

Page 28: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

11

terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak

tergugat. Keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan terdakwa. Pada

praktik umumnya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang

memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa, di mana

kepentingan masyarakat dirumuskan dalam hal-hal yang memberatkan, dan

kepentingan terdakwa dirumuskan pada hal-hal yang meringankan. Menurut Pasal

197 Ayat 1 Huruf F KUHAP, pertimbangan hal-hal memberatkan dan

meringankan tersebut, merupakan faktor yang menentukan berat ringannya pidana

yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

2) Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.

Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan

keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam

perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berpekara, yaitu

penggugat atau tergugat dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut

umum dalam perkara pidana. Pendekatan ini ditentukan oleh insting atau intuisi

daripada pengetahuan dari hakim.

3) Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus

dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kiatannya

dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari

putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa

dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi

atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan

Page 29: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

12

juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus

diputukannya. Oleh karena itu, hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu

pengetahuan, baik itu ilmu hukum dan ilmu pengetahuan lainnya, sehingga

putusan yang dijatuhkannya tersebut, dapat dipertanggungjawabkan dari segi

teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang

diperiksa, diadili, dan diputuskan oleh hakim.

4) Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam

menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan

pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana

dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan

dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5) Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undang yang relevan

dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan

putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas

untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang

berperkara.

6) Teori Kebijaksanaan

Teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak yang

termuat di dalam aspeknya menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga,

dan orang tua, ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik,

Page 30: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

13

dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi

keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.14

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-

konsep khusus, yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang ingin diteliti. Bahwa suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil

pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit

daripada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Agar

memberikan kejelasan yang mudah untuk dipahami sehingga tidak terjadi

kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan dalam penulisan, maka akan

dijabarkan beberapa pengertian mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan

judul penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Disparitas pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap

tindak pidana yang sama atau terhadap tindak pidana yang sifat bahayanya

dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.15

b. Pidana adalah nestapa/derita yang dijatuhkan dengan sengaja oleh Negara

dimana nestapa itu dikenakan pada seseorang yang secara sah telah

melanggar hukum pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses

peradilan pidana.16

c. Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana/sentencing sebagai upaya yang

sah yang dilandasi oleh hukum untuk mengenakan nestapa penderitaan

14

Ahmad Rifai. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif. Sinar Grafika.

Jakarta. 2010. Hal 106 15

Muladi-Barda Nawawi Arief, Loc,Cit, hlm.52. 16

Kejaksaan Agung, Azaz-azaz hukum pidana,Jakarta : Pusat Pendidikan dan Pelatihan kejaksaan

RI, 2010, hlm.160.

Page 31: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

14

pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana.17

d. Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan

adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau

seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku,

tapi penguasaan itu terjadi secara sah.

e. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang

termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang

dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara.

f. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa adalah pertanggungjawaban dari

pemegang manajemen desa untuk memberikan informasi tentang segala

aktifitas dan kegiatan desa kepada masyarakat desa pemerintah atas

pengelolaan dana desa dan pelaksanaan berupa rencana-rencana program

yang dibiayai dengan uang desa.18

17

Kejaksaan Agung Ibid,hlm.160. 18

Yoseph Putro, “Pengertian APB Desa” diakses dari www.keuangandesa.com/.../pengertian-

anggaran-pendapatan-dan-belanja-desa-apbdes pada tanggal 20 Juni 2019.

Page 32: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

15

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan mengenai sistematika penelitian hukum yang

sesuai dengan aturan maka penulis menjabarkan penelitian skripsi ini terdiri dari

lima bab. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub bagian sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan. Dari uraian latar

belakang tersebut munculah pokok permasalahan dan ruang lingkup, tujuan

dan kegunaan penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan menguraikan kerangka teori yang meliputi tinjauan

tentang sinkronisasi peraturan perundang-undangan, tinjauan umum tentang

disparitas, dan tinjauan umum mengenai sebab terjadinya disparitas.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat tentang metode yang digunakan dalam penulisan yang

menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan

masalah, yaitu dalam memperoleh dan mengklasifikasikan sumber dan jenis

data, penentuan populasi dan sampel, serta prosedur pengumpulan data yang

telah dikumpulkan dilakukan analisis data dengan bentuk uraian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil dari penelitian dan pembahasan dilapangan

terhadap permasalahan dalam penelitian yang akan menjelaskan tentang

disparitas terhadap tindak pidana korupsi dengan pemberatan.

Page 33: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

16

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan

kepada pihak yang terkait agar dapat mengurangi disparitas terhadap putusan

pengadilan.

Page 34: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Disparitas Pidana

Menurut Barda Nawawi Arief, disparitas pidana adalah penerapan pidana yang

tidak sama terhadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak pidana yang

sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.19

Disparitas pidana yang masih sering terjadi dapat berakibat fatal, akibat dari

disparitsas pidana dapat berdampak bagi terpidana dan masyarakat secara luas.

Dampak disparitas pidana bagi terpidana yaitu, apabila terpidana setelah dijatuhi

hukuman membandingkan pidana yang diterimanya. Terdakwa yang merasa

diperlakukan tidak adil oleh hakim dapat di pahami, karena pada umumnya

keadilan merupakan perlakuan yustisiable.

Menurut pemikiran Molly Cheang dalam bukunya “Disparity of Sentencing

sebagaimana disadur oleh Muladi, yang dimaksud dengan disparitas pidana adalah

“the imposition of unequal sentences for the same offence, or for offences or

comparable seriousness, without a clearly visible justification”, yang artinya

penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak-tindak pidana yang sama atau

terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan,

tanpa dasar pembenaran yang jelas. Disamping itu menurut Jackson yang dikutip

19

Muladi-Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Bakti.2003, hlm.59.

Page 35: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

18

oleh Muladi, maka tanpa merujuk legal category (kategori hukum), disparitas

pidana dapat terjadi pada pemidanaan yang tidak sama terhadap mereka yang

melakukan bersama suatu tindak pidana.20

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam putusan perkara pidana dikenal

adanya suatu kesenjangan dalam penjatuhan pidana yang lebih dikenal dengan

disparitas. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa disparitas pidana timbul

karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap tindak pidana yang

sejenis. Penjatuhan pidana ini tentunya adalah hukuman yang dijatuhkan oleh

hakim terhadap pelaku tindak pidana sehingga dapatlah dikatakan bahwa figur

hakim di dalam hal timbulnya disparitas pemidanaan sangat menentukan. Lebih

spesifik dari pengertian itu, menurut Barda Nawari Arief, disparitas pidana dapat

terjadi dalam beberapa kategori yaitu:

1. Disparitas antara tindak pidana yang sama

2. Disparitas antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang

sama

3. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim

4. Disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang

berbeda untuk tindak pidana yang sama.21

B. Tinjauan Umum Pemidanaan

1. Pengertian Pemidanaan

Menurut Barda Nawawi Arief pengertian sistem pemidanaan diartikan secara luas

sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka

dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan itu mencakup pengertian:

20

Muladi-Barda Nawawi Arief,Op,Cit, hlm.52 21

Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,

2001, hlm. 101-102.

Page 36: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

19

1. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemidanaan;

2. Keseluruhan sistem (aturan Undang-Undang) untuk pemberian/penjatuhan

dan pelaksanaan pidana ;

3. Keseluruhan sistem (aturan Undang-Undang) unntuk mengatur

fusngsionalisasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana;

4. Keseluruhan sistem (aturan Undang-Undang) yang mengatur bagaimana

hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret

sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana).22

Pemidanaan melahirkan eksistensi ide individualisasi pidana. Pada pokoknya ide

individualisasi memiliki beberapa karakteristik tentang aspek-aspek sebagai

berikut :23

1. Petanggungjawaban (pidana) bersifat pribadi/perorangan (asas personal) 2. Pidana hanya diberikan kepada orang yang bersalah (asas culpabilitas

“tiada pidana tanpa kesalahan”) ;

3. Pidana harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi si pelaku; ini

berarti harus ada kelonggaran/fleksibilitas bagi hakim dalam memilih

sanksi pidana (jenis maupun berat ringannya sanksi) dan harus ada

kemungkinan modifikasi pidana (perubahan/penyesuaian) dalam

pelaksanaannya.

2. Teori-Teori Pemidanaan

Perkembangan teori-teori tentang tujuan pemidanaan berkembang seiring dengan

munculnya berbagai aliran-aliran di dalam hukum pidana yang mendasari

perkembangan teori-teori tersebut. Perihal ide dari diterapkannya tujuan pidana

dan pemidanaan yang dalam perkembangannya sebagai berikut :

a. Teori Absolut/Teori Pembalasan (Vegerldings Theorien)

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan

kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori

Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis,

seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan

22

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2002, hlm. 136. 23

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia,Pradya Paramita, 1986, hlm 22.

Page 37: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

20

hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain

hakikat pidana adalah pembalasan (revegen).24

Muladi menyatakan bahwa “teori

absolut memandang pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang

telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya

kejahatan itu sendiri”. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum

pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan

yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada

orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan

tuntutan keadilan. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut

telah melakukan penyerangan pada hak dan kepentingan hukum baik pribadi,

masyarakat maupun negara yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus

diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang

dilakukannya.25

b. Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)

Teori Relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah

alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda

dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman

artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki

sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses

pembinaan sikap mental. Teori relatif berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan

yaitu preventif, detterence, dan reformatif. Tujuan preventif untuk melindungi

masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat.

Tujuan deterrence (menakuti) untuk menimbulkan rasa takut melakukan

24

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. 2005, hlm.31 25

Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta. 2005, hlm.11

Page 38: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

21

kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya,

maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan reformatif untuk

mengubah sifat jahat pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan,

sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari

sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Teori relatif ini melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki si

penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan kejahatan lagi.

Menurut Zevenbergen terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat, yaitu

perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral. Perbaikan yuridis

mengenal sikap si penjahat dalam hal mentaati Undang-Undang. Perbaikan

intelektual mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya

kejahatan. Sedangkan perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar

ia menjadi orang yang bermoral tinggi.26

c. Teori Gabungan/Modern (Vereningings Theorien)

Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat

plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut

(pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan

mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik

moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya

terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau

perubahan perilaku terpidana di kemudian hari. Teori ini diperkenalkan oleh

Prins, Van Hammel, Van List dengan pandangan sebagai berikut :27

26

Wirjono Projdodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika, Aditama, Bandung,

2003, hlm.26 27

Djoko Prakoso, Hukum Penetesier di Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.47

Page 39: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

22

1. Tujuan terpenting pidana adalah memberantas kejahatan sebagai suatu

gejala masyarakat .

2. Ilmu hukum pidana dan Perundang-Undangan pidana harus

memeperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.

3. Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan

pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya

sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi

harus digunakan dalam bentuk kombinasi dengan upaya sosialnya.

Van Bemmelan menganut teori gabungan, ia menyatakan “pidana bertujuan

membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat”. Tindakan bermaksud

mengamankan dan memelihara tujuan. keduanya bertujuan mempersiapkan untuk

mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat.28

Grottus

mengembangkan teori gabungan yang menitik beratkan keadilan mutlak yang

diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dasar tiap-

tiap pidana adalah penderitaan yang berat sesuai dengan beratnya perbuatan yang

dilakukan oleh terpidana. Tetapi sampai batas mana beratnya pidana dan beratnya

perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang

berguna bagi masyarakat. Teori yang dikemukakan oleh Grottus tersebut

dilanjutkan Rossi dan kemudian Zenvenbergen, yang mengatakan bahwa makna

tiap-tiap pidana melindungi tata hukum.29

Teori gabungan yang kedua yaitu menitik beratkan pertahanan tata tertib

masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya dan

gunanya juga tidak boleh lebih besar daripada yang seharusnya. Pidana bersifat

pembalasan karena ia hanya dijatuhkan terhadap delik-delik, pembalasan adalah

sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan pidana ialah melindungi

kesejahteraan masyarakat.

28

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit. hlm.18 29

Ibid. Hal.90.

Page 40: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

23

Menurut Vos “pidana berfungsi sebagai prevensi umum, bukan yang khusus

kepada terpidana, karena kalau ia sudah pernah masuk penjara ia tidak terlalu

takut lagi, karena sudah berpengalaman.“ Teori gabungan yang ketiga, yaitu yang

memandang pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat. Menurut E.

Ultrecht teori ini kurang dibahas oleh para sarjana.30

Berikut akan diperlihatkan

tujuan-tujuan dari pemidanaan:

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyarakat;

2. Mengadakan koreksi terhdap terpidana dengan demikian menjadikannya

orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup bermasyarakat; 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat;

4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

C. Bentuk-Bentuk Dan Teori Penjatuhan Putusan Hakim

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan

diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari

pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim

yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam siding

terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan

(voluntalt). Keputusan artinya kesudahan, penghabisan, sesuatu yang telah

ditetapkan atau sebagai kesimpulan, begitu juga pertimbangan hakim.

Putusan artinya barang apa yang sudah putus atau juga berarti ketentuan atau

ketetapan.31

Sebelum pada keputusan atau tahap aplikatif yang dilakukan oleh

hakim sebagai pejabat negara diberi wewenang oleh undang-undang untuk

30

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemindanaan di Indonesia,Prandya Paramita, Bandung, 1986,

hlm. 24. 31

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hlm.28.

Page 41: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

24

mengadili. Sehingga dengan kewenangannya tersebut hakim berperan penting

dalam proses peradilan, yaitu untuk terciptanya rasa keadilan dan tegaknya

keadilan dalam masyarakat.

1. Bentuk-Bentuk Putusan Hakim

Menurut Pasal 1 Ayat 1 KUHAP, hukum perundang-undangan Putusan

pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

yang terbuka untuk umum. Sebagaimana telah disebutkan, bentuk putusan akan

dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak pada

dakwaan dengan segala sesuatu yang telah terbukti dalam pemeriksaan

persidangan pengadilan. Adapun putusan-putusan yang akan diberikan diakhir

persidangan dapat berbentuk sebagai berikut :32

a. Putusan Bebas (vrijpraak/acquittal)

Pada asasnya esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana

didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan. Konkretnya, terdakwa

dibebaskan dari segala macam tuntutan hukum atau singkatnya terdakwa tidak

dijatuhi pidana. Hakikatnya bentuk-bentuk putusan “bebas/acquittal” dikenal

adanya beberapa bentuk, yaitu :

1. Pembebasan murni atau de”zulvere vrijspraak“ dimana hakim

membenarkan mengenai “feiten-nya” (na alle

noodzzakelijkevoorbeslissingen met juistheld te hebben genomen).

2. Pembebasan tidak murni atau de”onzuivere vrijspaark” dalam hal

batalnya dakwaan secara terselubung atau perampasan yang

menurut kenyataannya tidak dasarkan pada ketidak terbuktian dalam

suratdakwaan.

3. Pembebasan secara alasan pertimbangan pergunaan

ataude”vrisjspraak op grond doilmatigheld ovimegingex” bahwa

32

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta. Sinar Grafika. 2000. hlm 374.

Page 42: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

25

berdasarkan pertimbangan haruslah di akhiri suatu penuntutan yang

sudah pasti tidak ada hasilnya.

4. Pembebasan yang terselubung atau de”berdeke vrijkspraak” dimana

hakim telah mengambil keputusan “feiten” dan menjatuhkan

putusan “pelepasan dan tuntutan hukum”, padahal menurut HR

putusan tersebut berisikan suatu “pembebasan secara murni”.

b. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van

allerechtsvervolging).

Secara Fundamental terhadap “putusan pelepasan dari segala tuntutan hakim” atau

Onslag van alle rechtsvervolging di atur dalam ketentuan Pasal 191 Ayat (2)

KUHAP di rumuskan dengan redaksional bahwa: “Jika pengadilan berpendapat

bahwa perbuatan yang di dakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu

tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa di putus lepas dari segala

tuntutan hukum.” Pada ketentuan Pasal 191 Ayat (2) KUHAP terhadap putusan

pelepasan dari segala tuntutan hakim terjadi jika perbuatan yang di dakwakan

kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, tetapi

perbuatan tersebut bukanlah merupakan tindak pidana, melainkan, misalnya

termasuk yuridiksi hukum perdata adat, atau dagang. Perbuatan yang di dakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi amar/diktum putusan hakim melepaskan

terdakwa dari segala tuntutan hukum karena adanya alasan pemaaf dan alasan

pembenar.

c. Putusan pemidanaan (veroordeling)

Pada asasnya, putusan pemidanaan atau “veroordeling” di atur dalam Pasal 193

Ayat (1) KUHAP dengan redaksional bahwa Jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang di dakwakan padanya, maka

pengadilan menjatuhkan pidana. Putusan pemidanaan dapat terjadi jika perbuatan

terdakwa sebagaimana di dakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan

Page 43: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

26

telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Berdasarkan praktik

peradilan, putusan pemidanaan kerap muncul nuansa yuridis. Pertama, jika tidak

dilakukan penahanan terhadap terdakwa, majelis hakim dapat memerintahkan

supaya terdakwa ditahan, yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih atau

tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 Ayat (4)

KUHAP dan terdapat alasan cukup untuk itu. Dalam Pasal 193 Ayat 2 KUHAP,

aspek terdakwa dilakukan suatu penahanan maka pengadilan dapat menetapkan

terdakwa tersebut tetap berada dalam tahanan atau membebaskannya jika terdapat

cukup alasan untuk itu. Kedua, sedangkan terhadap lamanya pemidanaan

(sentencing atau straftoemetting) pembentuk Undang-Undang memberi

kebebasan kepada hakim untuk menentukan antara pidana minimum dan

maksimum terhadap pasal yang terbukti dalam persidangan. Walaupun pembentuk

undang-undang memberikan kebebasan menentukan batas maksimum dan

minimum lama pidana yang harus dijalani terdakwa, hal ini bukan berarti hakim

dapat dengan sewenang-wenangnya sendiri menjatuhkannya pidana tanpa dasar

pertimbangan yang lengkap.

2. Teori Penjatuhan Putusan Hakim

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan

oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,

yaitu sebagai berikut :33

1) Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-

syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang

33

Bagir Manan, Agustus 2006, Hakim dan Pemindanaan, IKAHI, Jakarta, hlm. 7-12

Page 44: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

27

tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya

keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan

terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak

tergugat. Keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan terdakwa. Pada

praktik umumnya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang

memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa, di mana

kepentingan masyarakat dirumuskan dalam hal-hal yang memberatkan, dan

kepentingan terdakwa dirumuskan pada hal-hal yang meringankan. Menurut Pasal

197 Ayat 1 Huruf F KUHAP, pertimbangan hal-hal memberatkan dan

meringankan tersebut, merupakan faktor yang menentukan berat ringannya pidana

yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

2) Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim.

Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan

keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam

perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berpekara, yaitu

penggugat atau tergugat dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut

umum dalam perkara pidana. Pendekatan ini ditentukan oleh insting atau intuisi

daripada pengetahuan dari hakim.

3) Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus

dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kiatannya

dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari

putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa

Page 45: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

28

dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi

atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan

juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus

diputukannya. Oleh karena itu, hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu

pengetahuan, baik itu ilmu hukum dan ilmu pengetahuan lainnya, sehingga

putusan yang dijatuhkannya tersebut, dapat dipertanggungjawabkan dari segi

teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang

diperiksa, diadili, dan diputuskan oleh hakim.

4) Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam

menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan

pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana

dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan

dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5) Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undang yang relevan

dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan

putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas

untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang

berperkara.

Page 46: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

29

6) Teori Kebijaksanaan

Teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak yang

termuat di dalam aspeknya menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga,

dan orang tua, ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik,

dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi

keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.34

Suatu putusan hakim akan bermutu, jika bergantung kepada tujuh hal, yakni:

a. Pengetahuan hakim yang mencakup tentang pemahaman konsep keadilan

dan kebenaran;

b. Integritas hakim meliputi nilai-nilai kejujuran dan harus dapat dipercaya;

c. Independensi kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh pihak-

pihak yang sedang berperkara maupun tekanan publik;

d. Tatanan politik, tatanan sosial, hukum sebagai alat kekuasaan maka

hukum sebagai persyaratan tatanan politik dan hukum mempunyai

kekuatan moral;

e. Fasilitas di lingkungan badan peradilan;

f. Sistem kerja yang berkaitan dengan manajemen lainnya termasuk fungsi

pengawasan dari masyarakat untuk menghindari hilangnya kepercayaan

masyarakat terhadap lembaga peradilan di daerah;

g. Aturan hukum formil dan materil masih mengandung kelemahan.35

Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, mumpuni, dan

sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar

pertanyaan (the way test) berupa:

1. Benarkah putusanku ini?;

2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan ini?;

3. Adilkah bagi pihak-pihak terkait dalam putusan ini?;

4. Bermanfaatkah putusanku ini?.

34

Ahmad Rifai. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif. Sinar Grafika.

Jakarta. 2010. Hal 106 35

Ibid, Hal. 109

Page 47: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

30

Kenyataannya pada praktik penjatuhan putusan walaupun telah bertitik tolak dari

sifat/sikap seseorang hakim yang baik, kerangka landasan bertindak dan melalui

empat buah titik pertanyaan tersebut, hakim hanyalah seorang manusia biasa yang

tidak luput dari kelalaian, kekeliruan, kekhilafan (rechterlijk dwaling), rasa

rutinitas, kekurang hatih-hatian, dan kesalahan dikarenakan masih ada saja aspek-

aspek tertentu yang kerap tidak diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.

D. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim

Menurut Pasal 1 Ayat 8 KUHAP, hakim adalah pejabat pengadilan negara yang

diberi wewenang oleh undang- undang untuk mengadili. Oleh karena itu,

fungsi seorang hakim adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada

pengadilan. Berdasarkan ketentuan di atas maka tugas seorang hakim adalah:

1. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya;

2. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya;

3. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Secara yuridis, didalam Pasal 184 KUHAP, seorang hakim dalam hal

menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut

kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga

hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti sah yang dimaksud adalah:

1. Keterangan Saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Surat;

Page 48: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

31

4. Petunjuk;dan

5. Keterangan Terdakawa atau hal yang secara umum telah diketahui

sehingga tidak perlu dibuktikan.36

Pihak pengadilan dalam rangka penegak hukum pidana, hakim dapat menjatuhkan

pidana tidak boleh terlepas dari serangkaian politik kriminal dalam arti

keseluruhannya, yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat. Pidana yang dijatuhkan oleh hakim mempunyai dua tujuan yaitu

pertama untuk menakut-nakuti orang lain, agar supaya mereka tidak melakukan

kejahatan, dan kedua untuk memberikan pelajaran kepada si terhukum agar tidak

melakukan kejahatan lagi.37

Pedoman pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan

pemidanaannya, setelah terbukti bahwa tertuduh telah melakukan perbuatan yang

dituduhkan kepadanya. Dalam daftar tersebut dimuat hal-hal bersifat subjektif

yang menyangkut hal-hal yang diluar pembuat. Dengan memperhatikan butir-

butir tersebut diharapkan penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih dipahami

mengapa pidananya seperti yang dijatuhkan itu.38

Hakim dalam mengadili dapat mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur

masalah jenis-jenis pidana, batas maksimun dan minimum lamanya pemidanaan.

Walaupun demikian bukan berarti kebebasan hakim dalam menentukan batas

maksimum dan minimum tersebut bebas mutlak melainkan juga harus melihat

36

Satjipto Rahardjo, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Pusat

PelayananKeadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1998, hlm. 11 37

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya

Bhakti, 1996, hlm.2. 38

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998,

hlm.67.

Page 49: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

32

pada hasil pemeriksaan di sidang pengadilan dan tindak pidana apa yang

dilakukan seseorang serta keadaan-keadaan atau faktor-faktor apa saja yang

meliputi perbuatannya tersebut.39

Hakim dalam kedudukannya yang bebas

diharuskan untuk tidak memihak (impartial judge). Sebagai hakim yang tidak

memihak dalam menjalankan profesi, mengandung makna hakim harus selalu

menjamin pemenuhan perlakuan sesuai hak-hak asasi manusia khususnya bagi

tersangka atau terdakwa.

Hal demikian telah menjadi kewajiban hakim untuk mewujudkan persamaan

kedudukan di depan hukum bagi setiap warga negara (equality before the law).40

Suatu putusan pidana sedapat mungkin harus bersifat futuristic. Keputusan pidana

selain merupakan pemidanaan tetapi juga menjadi dasar untuk memasyarakatkan

kembali si terpidana agar dapat diharapkan untuk tidak melakukan kejahatan lagi

di kemudian hari sehingga bahaya terhadap masyarakat dapat dihindari.41

Salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan berat atau ringannya pidana

yang diberikan kepada seseorang terdakwa selalu didasarkan kepada asas

keseimbangan antara kesalahan dengan perbuatan melawan hukum. Dalam

putusan hakim harus disebutkan juga alasan bahwa pidana yang dijatuhkan adalah

sesuai dengan sifat dari perbuatan,keadaan meliputi perbuatan itu, keadaan pribadi

terdakwa. Dengan demikian putusan pidana tersebut telah mencerminkan sifat

futuristik dari pemidanaan itu.42

39

Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya, Bina Ilmu, 2007, hlm. 63. 40

Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Bandung , Alumni, 1984, hlm. 69. 41

Cahaya, Perspektif Hakim Dalam Penegakan Hukum, Bandung , Alumni, 1984, hlm. 22. 42

Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Bandung , Alumni, 1984, hlm. 89.

Page 50: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

33

Secara konseptual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam

melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu:43

(1) Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;

(2) Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhi oleh hakim;

(3) Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas

dan fungsi yudisial.

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan

mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dohormati oleh semua pihak

tanpa terkecuali, sehingga tidak ada suatu pihak yang dapat menginterpensi hakim

dalam menjalankan tugasnya. Hakim dalam menjalankan putusannya harus

mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang

sedang diperiksa, tingkat perbuatannya dan kesalahan yang dilakukan pelaku.

Kepentingan pihak korban, keluarganya dan memenuhi rasa keadilan masyarakat

luas. Sebelum hakim memutuskan perkara terlebih dahulu ada serangkaian

keputusan yang harus dilakukan, yaitu:44

1. Keputusan mengenai perkaranya yaitu apakah perbuatan terdakwa telah

melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya;

2. Keputusan mengenai hukumannya yaitu apakah perbuatan yang

dilakukan terdakwa itu merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa

tersebut bersalah dan dapat dipidana;

3. Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana.

Pada praktik peradilan, biasanya hakim akan menarik sebuah kesimpulan yang

didapat dari pertimbangan yuridis dan non-yuridis. Berikut akan dijelaskan

pertimbangan-pertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan non-yuridis:

43

Ahmad Rifai, Penemuan oleh hakim dalam perspektif hukum progresif, Cetakan 1, Sinar grafika

Jakarta: 2010, hlm.103. 44

Muladi-Barda Nawawi Arief, Loc,Cit, hlm.82.

Page 51: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

34

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Yakni pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di

dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang

harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum

Menurut Pasal 143 Ayat 1 KUHAP, dakwaan merupakan dasar hukum

acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan dipersidangan

dilakukan. Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak

pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang

dilanggar. Identitas terdakwa tersebut telah dijelaskan dalam Pasal 143

Ayat 2 KUHAP.

b. Keterangan saksi

Merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam pasal 184 KUHP.

Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri dan harus disampaikan dalam

sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

c. Keterangan terdakwa

Menurut Pasal 184 KUHAP butir E keterangan terdakwa digolongkan

sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan

terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang

perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami.

d. Barang bukti yakni benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau

sebagian diduga atau diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari

tindak pidana.

Page 52: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

35

e. Pasal-pasal dalam Undang-undang terkait. Hal yang sering terungkap di

persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana

kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan

yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak

pidana yang dilanggar oleh terdakwa.

2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis

Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam

pemidanaan seseorang, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang

bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis. Pertimbangan non-

yuridis oleh hakim dibutuhkan oleh karena itu, masalah tanggung jawab hukum

yang dilakukan oleh terdakwa tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi

normatif, visi kerugiannya saja, tetapi faktor intern dan ekstern seseorang yang

melatarbelakangi seseorang dalam melakukan kejahatan juga harus ikut

dipertimbangkan secara arif oleh hakim yang mengadili.45

Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang sosial mengapa

seseorang melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk

mengkaji kondisi psikologis terdakwa pada saat melakukan suatu tindak pidana

dan setelah menjalani pidana sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk

mengkaji sebab-sebab seseorang melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap

serta perilaku orang yang melakukan tindak pidana, dengan demikian hakim

diharapkan dapat memberikan putusan yang adil.46

45

Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 20. 46

Ibid. hlm. 27.

Page 53: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

36

E. Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi

1 Pengertian Korupsi

Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,

serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak

legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka

untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Kata korupsi berasal dari bahasa latin

“corruptio” atau corruptus yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,

memutarbalik, menyogok. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal dari kata

kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut

kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption

(Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia).

Artinya dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan

jabatan resmi untuk keuntungan pribadi atau tindakan seseorang yang

menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk

mendapatkan keuntungan. Atau suatu kegiatan yang merugikan kepentingan

publik dan masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi

adalah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

selanjutnya disebut dengan UU PTPK. Dalam pasal 15 UU PTPTK, disebutkan

bahwa orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi dikenakan ancaman

pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi. Baharuddin

Page 54: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

37

Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah

korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang

berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang

kepentingan umum.47

Berdasarkan Pasal 16 UU PTPK, ketentuan ini juga berlaku untuk setiap orang

yang berada di luar wilayah Indonesia yang membantu pelaku tindak pidana

korupsi. Ancaman pidana untuk orang yang turut serta melakukan tindak pidana

korupsi, kita perlu perlu merujuk pada ketentuan umum hukum pidana yang diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berdasarkan Pasal 55 ayat

(1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai

pelaku tindak pidana. Jadi berdasarkan pasal tersebut, orang yang turut serta

melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang

sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak

pidana korupsi, saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan

dikeluarkannya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih dan Bebas Dari KKN, UU PTPK, serta terakhir dengan diratifikasinya

United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU

PTPK, yang termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut :

1. Menurut Pasal 2 UU PTPK, setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara

47

Hartanti, Evi, S.H.. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta,2005, hal 9.

Page 55: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

38

2. Menurut Pasal 3 UU PTPK, setiap orang yang dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian Negara.

3. Menurut Pasal 5 UU PTPK, setiap orang atau pegawai negeri

sipil/penyelenggara negara yang memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya

pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak

berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang

bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatannya.

4. Menurut Pasal 6 UU PTPK, setiap orang yang memberi atau menjanjikan

sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan

perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau

menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang

pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat

yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada

pengadilan untuk diadili.

5. Menurut Pasal 7 UU PTPK, orang yang dimaksud ialah:

a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau

penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan

bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan

perang;

b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan

bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat

membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan

Negara dalam keadaan perang

c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia

melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan

negara dalam keadaan perang; atau;

d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan

Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik

Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat

membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.

e. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang

yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional

Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan

orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang

atau yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan

perang.

Page 56: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

39

f. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat

berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang

atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain,

atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

6. Berdasarkan Pasal 9 UU PTPK, pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus

menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku

atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

7. Menurut Pasal 10 UU PTPK, pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus

menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja.

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk

meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang,

yang dikuasai karena jabatannya; atau

b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,

atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

tersebut; atau

c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,

atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

tersebut.

8. Menurut Pasal 11 UU PTPK, pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau

kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut

pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan

dengan jabatannya.

9. Menurut Pasal 12 UU PTPK:

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau

janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan

sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak

melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan

kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut

diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk

diadili;

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan,

menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau

Page 57: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

40

pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang

memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan

potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran

kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau

kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang

kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan

utang;

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau

penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada dirinya,

padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya

terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan

perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal

diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan

perundangundangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun

tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,

pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,

untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau

mengawasinya.

10. Menurut Pasal 12B UU PTPK, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan

dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

11. Menurut Pasal 13 UU PTPK, setiap orang yang memberi hadiah atau janji

kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang

melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau

janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan.

12. Menurut Pasal 14 UU PTPK, setiap orang yang melanggar ketentuan

Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran

terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi

berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Page 58: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

41

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi

Setidaknya ada tujuh jenis kelompok tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU

PTPK, yaitu:

1. Perbuatan yang merugikan negara.

Perbuatan yang merugikan negara, dapat di bagi menjadi dua bagian,

yaitu;

a. mencari keuntungan dengan cara melawan hukum, dan;

b. merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk mencari

keuntungan dan merugikan negara.

2. Suap

Pengertian suap adalah semua bentuk tindakan pemberian uang atau menerima

uang yang dilakukan oleh siapa pun baik itu perorangan atau badan hukum.

3. Gratifikasi.

Gratifikasi adalah pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau

penyelenggara negara. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman

tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas

lainnya.

4. Penggelapan dalam jabatan.

Tindakan seorang pejabat pemerintah yang dengan kekuasaaan yang

dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang

bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan

untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.

5. Pemerasan.

Tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara

untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau

dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang

memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,

atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

6. Perbuatan curang.

Perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek pemerintahan, seperti

pemborong, pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan

dalam pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi

orang lain atau keuangan Negara.

7. Benturan kepentingan dalam pengadaan.

Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau

jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan.

3. Sanksi Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan ketentuan UU PTPK, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan oleh hakim

terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah:

Page 59: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

42

1) Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan

hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau

perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat 1

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

2) Pidana Penjara

a. Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 UU PTPK, pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling

lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 dan

paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 bagi setiap orang yang secara

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan

Negara atau perekonomian Negara.

b. Berdasarkan Pasal 3 UU PTPK, pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 1 tahun dan atau denda paling sedikit

Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 bagi

setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan Keuangan Negara atau

perekonomian Negara.

c. Berdasarkan Pasal 21 UU PTPK, Pidana penjara paling singkat 3

tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 bagi setiap

orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan

secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau

terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

d. Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan

atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak

Rp.600.000.000,00 bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam

pasal 28, pasal 29, pasal 35 dan pasal 36.

3) Pidana Tambahan

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud

atau barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang

diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik

terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari

barang-barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya

sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1

tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan

oleh pemerintah kepada terpidana.

e. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam

Page 60: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

43

waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa

dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

f. Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk

membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara

yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana

pokoknya, dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan

pengadilan.

g. Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama korporasi

maka pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan

ketentuan maksimal ditambah 1/3.

F. Tinjauan Umum Dana Desa

1. Sejarah Dana Desa

Keberadaan desa secara yuridis dalam Undang-Undang No 6 tahun 2014

menjelaskan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional

yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Perubahan sistem pemerintahan dari Sentralisasi pada masa

orde baru menjadi Desentralisasi membuat perubahan kebijakan yang baru pada

kewenangan pemerintah daerah. Sistem Sentralisasi yaitu sistem yang

memusatkan pemerintah pusat dalam menentukan arah pembangunan negara.

Sistem tersebut dinilai kurang efektif karena terdapat pembangunan yang kurang

merata di seluruh Indonesia. Sedangkan sistem Desentralisasi yaitu pemerintah

pusat memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah untuk menanggulangi

pembangunan yang tidak merata dan untuk meningkatkan fungsi-fungsi pelayanan

pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut yang menjadikan desa menjadi objek

Page 61: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

44

yang penting terkait dengan pembangunan di Indonesia. Mulai awal tahun 2015,

desa mendapatkan sumber anggaran baru yakni Dana Desa yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap desa akan mengelola

tambahan anggaran berupa Dana Desa yang akan diterima bertahap. Pembagian

Dana Desa ini dihitung berdasarkan empat faktor, yakni jumlah penduduk, luas

wilayah, angka kemiskinan dan kesulitan geografis. Dana Desa diprioritaskan

untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang

pembangunan desa seperti sarana dan prasarana permukiman, ketahanan pangan,

kesehatan, pendidikan dan untuk membiayai bidang pemberdayaan masyarakat

yaitu program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat desa

dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala

ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat. Dengan adanya Dana Desa

menjadikan sumber pemasukan di setiap desa akan meningkat.

Meningkatnya pendapatan desa yang diberikan oleh pemerintah untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Tetapi dengan adanya Dana Desa juga

memunculkan permasalahan yang baru dalam pengelolaan, pemerintah desa

diharapkan dapat mengelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara

efisien, ekonomis, efektif serta transparan dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan

masyarakat.48

Desa tidak hanya sekedar jadi obyek pembangunan tetapi sekarang menjadi

subyek untuk membangun kesejahteraan. Dalam UU Nomor 6 tahun 2014

48

Ferina Burhanuddin. Pengertian Umum Dana Desa. Sinar Grafika: Jakarta, 2016, hal. 27.

Page 62: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

45

menegaskan bahwa komitmen dari pemerintah untuk membangun desa agar

menjadi mandiri dan demokratis, sehingga mampu membawa harapan-harapan

baru bagi kehidupan kemasyarakatan.

2. Landasan Teori Dana Desa

1. Otonomi Desa Berdasarkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014

Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa, merupakan UU tentang

pengembalian tataran mengenai jati diri desa yang dikembalikan lagi kepada

asalusulnya. UU ini juga menggambarkan itikad negara untuk memberikan

kemandirian kepada pemerintahan desa. Sehingga masyarakat desa disebut

sebagai masyarakat yang mengatur dirinya sendiri dan membangun pemerintahan

desa yang mengatur diri sendiri. Hal yang perlu diperhatikan, desa merupakan

tatanan pemerintahan yang kecil di setiap daerah yang telah ada bahkan sebelum

Indonesia ini terbentuk sebagai sebuah negara berdaulat. Reformasi ini untuk

mendorong proses reformasi berbasis otonomi daerah bersifat hakiki. Tujuannya

untuk menciptakan pemerintahan desa yang mampu menyejahterakan rakyat

tataran bawah. Otonomi desa merupakan otonomi asli dan utuh yang dimiliki oleh

desa, dan bukan termasuk pemberian dari pemerintah. Hak pemberian merupakan

hak yang diperoleh atas dasar pemberian oleh pemerintahan yang mempunyai

strata lebih tinggi. Sedangan Hak Bawaan merupakan hak yang diperoleh oleh

unit pemerintahan akibat dari suatu proses sosial, ekonomi, politik dan budaya,

termasuk proses interaksi dengan persekutuan-persekutuan masyarakat hukum

lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah berkewajiban untuk menghormati otonomi

asli yang dimiliki oleh desa tersebut.

Page 63: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

46

Menurut Undang-undang No 6 tahun 2014 pasal 3 tentang Desa, terdapat asas-

asas yang mengakibatkan desa mempunyai hak bawaan :

a. Asas Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal-usul.

b. Asas Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan

pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat.

c. Asas Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap nilai

yang berlaku di masyarakat desa, tetapi tidak mengindahkan nilai bersama

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu, tujuan dari

adanya otonomi desa terdapat pada pasal 4, yakni:

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap desa yang sudah

ada sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

2. Memberikan kepastian hukum untuk mewujudkan keadilan bagi

seluruh rakyat Indonesia.

3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, maupun budaya yang ada

di lingkungan masyarakat.

4. Mendorong adanya partisipasi dari masyarakat desa untuk

mengembangkan potensi yang ada di desa yang bertujuan untuk

menyejahterakan masyarakat.

5. Membentuk pemerintahan desa yang profesional secara efektif dan

efisien, serta bertanggung jawab.

3. Sumber Pendapatan Dana Desa

Pendapatan desa adalah segenap penerimaan yang sah yang dapat dinilai dengan

uang sedangkan yang dimaksud dengan sumber-sumber dalam Undang-Undang

Page 64: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

47

26 Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 72 ialah sumber-sumber pendapatan desa yang

pada umumnya sebagai berikut:

2) Dari pemerintah adalah sumbangan-sumbangan dari pemerintah pusat atau

pemerintah daerah yang perlu merealisasikan dalam APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah) masing-masing sebesar 10% untuk dana

alokasi desa. Adapun jenis-jenis sumbangan dari pemerintah pusat, adalah

sebagai berikut :

1. Bantuan, subsidi, atau sumbangan dari pemerintah pusat.

2. Bantuan dari pemerintah provinsi.

3. Bantuan dari pemerintah kabupaten.

4. Sumbangan atau hadiah dari panitia-panitia perlombaan, dan

5. Sebagian pajak dan retsibusi yang diberikan kepada desa.

3) Dari masyarakat adalah sumber dari masyarakat dikenal dengan berbagai

sebutan, seperti: pungutan desa, gotong royong, swadaya, iuran, urunan, dan

lain-lain.

4) Dari pihak ketiga adalah pemerintah desa dapat menerima sumber dari pihak

ketiga yang bersifat tidak mengikat dan sah. Misalnya dari yayasan, badan-

badan dan organisasi.

5) Dari kekayaan desa adalah segala kekayaan dan sumber penghasilan bagi

desa bersangkutan, kekayaan desa tersebut di atas terdiri atas:

a. Tanah kas

b. Pasar desa

c. Bangunan desa

d. Objek rekreasi yang diurus desa

Page 65: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

48

e. Pemandian umum yang diurus desa

f. Hutan desa

g. Tempat-tempat pemancingan di hutan

h. Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa

i. Jalan desa

Kemudian Prof. Drs HAW. Widjaja menambahkan sumber pendapatan desa, yang

terdiri atas:49

1. Sumber pendapatan desa yang terdiri atas:

a. Hasil usaha desa;

b. Hasil kekayaan desa;

c. Hasil swadaya dan partisipasi;

d. Lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

e. Bantuan dari pemerintah kabupaten yang meliputi;

f. Bagian perolehan pajak dan retsibusi daerah;

g. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah;

h. Bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi;

i. Sumbangan dari pihak ketiga;

j. Pinjaman desa.

2. Pemilikan dan Pengelolaan, yang meliputi:

a. Sumber pendapatan yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak

dibenarkan diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

Pemberdayaan potensi desa dalam meningkatkan pendapatan desa

49

Widjaja, HAW. Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2003. Hlm.3

Page 66: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

49

dilakukan antara lain dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMD),

kerja sama dengan pihak ketiga dan wewenang melakukan pinjaman.

b. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa, baik pajak maupun

retribusi yang telah dipungut oleh daerah kabupaten tidak dibenarkan

adanya pungutan oleh pemerintah desa. Pendapatan daerah dari sumber

tersebut terus harus diberikan kepada desa yang bersangkutan dengan

pembagian secara proporsional dan adil. Ketentuan ini dimaksudkan untuk

menghilangkan beban biaya ekonomi tinggi dan dampak lainnya.

Kegiatan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa yang ditetapkan

setiap tahun meliputi penyusunan anggaran pelaksanaan tata usaha keuangan dan

perubahan serta perhitungan anggaran. Dalam Undang-Undang. No. 6 Tahun

2014 tentang Desa Pasal 72 dan Ayat 1 disebutkan sumber pendapatan desa

berasal dari:

1. Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan

partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa.

2. Alokasi dari APBN dalam belanja transfer ke daerah/desa;

3. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; paling

sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah

4. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang

diterima kabupaten/kota; paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang

diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi

Khusus.

5. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota;

Page 67: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

50

6. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan lainlain

pendapatan desa yang sah.

Bagi hasil pajak & retribusi daerah kabupaten/kota:

a. Pajak daerah, paling sedikit 10%;

b. Retribusi daerah, sebagian;

3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

kabupaten/kota, paling sedikit 10% yang dibagi secara proposional yang

merupakan Alokasi Dana Desa (ADD).

4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dalam pelaksanaan urusan pemerintahan.

5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Page 68: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah

pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari konsep-konsep, teori-teori

serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalah.

Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan untuk mempelajari

hukum dalam kenyataan, baik berupa penilaian, prilaku, pendapat, dan sikap yang

berkaitan dengan proses Penjatuhan Pidana oleh Hakim yang mengandung unsur

Disparitas terhadap Perkara Tindak Pidana Korupsi putusan Nomor 1/Pid.Sus-

TPK/2019/PN.Tjk dan putusan Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk.

B. Jenis dan Sumber Data

Metode penelitian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh data guna

menyusun skripsi ini sebagai berikut :

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian

yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.91

Data yang dimaksud dari

Hakim Pengadilan Negeri yang berada pada umumnya di Kota Bandar Lampung.

91

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2012, hlm. 51

Page 69: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

52

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan menelusuri

literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang disesuaikan dengan

pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Jenis data sekunder dalam skripsi

ini terdiri dari bahan hukum primer yang diperoleh dalam studi dokumen, bahan

hukum sekunder, bahan hukum tersier, yang diperoleh melalui studi literatur.

Adapun data sekunder terdiri dari: 92

a. Bahan hukum primer yaitu Bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri

dari;93

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

4. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya

dari kalangan hukum.94

Bahan hukum sekunder ini juga yang berkaitan

dengan Analisis Disparitas Putusan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana

Korupsi putusan nomor 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Tjk dan putusan nomor :

45/Pid.Sus-TPK/2018/PN Tjk.

92

ibid, hlm.51 93

Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat ,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hlm.13 94

Ibid, hlm.13

Page 70: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

53

c. Bahan hukum tersier yaitu yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya adalah

kamus ensiklopedia, indeks, kumulatif, dan seterusnya.95

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang memberikan informasi/keterangan secara jelas

atau menjadi sumber informasi. Metode wawancara seringkali dianggap sebagai

metode yang paling efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan karena

interviewer dapat bertatap muka langsung dengan responden untuk menanyakan

prihal pribadi responden, fakta-fakta yang ada dan pendapat (opinion) maupun

saran-saran responden.96

Narasumber dalam penelitian ini adalah Hakim

Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa Kejaksaan Negeri Tanjung Karang dan

Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung.

Berdasarkan sempel di atas maka yang menjadi responden dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang

2. Jaksa Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang

3. Dosen Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung : 1 Orang

Jumlah : 3 Orang

95

Ibid, hlm.13 96

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 57

Page 71: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

54

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Setiap penelitian, bagaimana bentuknya, memerlukan data. Data inilah keterangan

mengenai sesuatu. Keterangan ini mungkin berbentuk angka atau bilangan dan

mungkin juga berbentuk kalimat atau uraian.97

Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan prosedur sebagai

berikut:

b. Studi Pustaka (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang

dilakukan dengan serangkaian kegiatan berupa membaca, mencatat, mengutip

dari buku-buku literatur serta informasi yang berhubungan dengan penelitian

yang dilakukan.

c. Studi Lapangan (Field Research)

Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang

dilakukan dengan metode wawancara (interview) secara langsung kepada

responden yang telah ditentukan terlebih dahulu.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di

lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.98

Data yang terkumpul melalui

kegiatan pengumpulan data diproses pengolahan data dilakukan dengan cara:

97

Husin Sayuti, Pengantar Metodologi Riset, Jakarta: Fajar Agung, 1989, hlm. 62. 98

Bambang Waluyo, Op. Cit. Hlm. 72

Page 72: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

55

a. Identifikasi data, yaitu mencari materi data yang diperolah untuk disesuaikan

dengan pokok bahasan yaitu buku-buku atau literatur-literatur dan instansi

yang berhubungan.

b. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok

bahasan dan mengutip data dari buku-buku literatur dan instansi yang

berhubungan dengan pokok bahasan.

c. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data-data sesuai dengan ketetapan dan

aturan yang telah ada.

d. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut tata urutan yang telah

ditetapkan sesuai dengan konsep, tujuan dan bahan sehingga mudah untuk

dianalisis datanya.

E. Analisis Data

Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah

diidentifikasikan. Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan analiasis

kualitatif dimana dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian- uraian

kalimat, dengan cara indukatif, yaitu suatu cara berfikir yang dilakukan pada

fakta-fakta yang bersifat umum kemudian dilanjutkan dengan keputusan yang

bersifatkhusus.

Page 73: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Diketahui bahwa hakim dalam memutuskan perkara pada perkara Nomor :

45/Pid-Sus.TPK/2018/PN.TJK dan 1/Pid-Sus.TPK/2019/PN.TJK telah terjadi

disparitas pidana. Karena, dilihat pada perkara pertama yakni perkara Nomor:

45/Pid-Sus.TPK/2018/PN.TJK, terdakwa terbukti telah melakukan

pengulangan tindak pidana yang sama dimasa lampau. Kemudian, dilihat dari

besarnya kerugian yang diperbuat oleh terdakwa dalam perkara pertama,

terdakwa dianggap telah merugikan kas negara dengan nominal yang lebih

besar dibanding perkara kedua dan terdakwa dalam perkara pertama hanya

melakukan pengembalian kas negara tidak lebih dari 50% sedangkan

terdakwa dalam perkara kedua telah mengembalikan kerugian Negara

sebanyak 85%, sehingga hakim mempunyai alasan yang jelas untuk

menjatuhkan pidana yang lebih berat kepada terdakwa dalam perkara pertama

dibandingkan dengan terdakwa dalam perkara kedua yakni perkara Nomor:

1/Pid-Sus.TPK/2019/PN.TJK.

Page 74: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

88

2. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara dalam No.

45/Pid.Sus-TPK/2018/PN.TK dan No. 1/Pid.Sus-TPK/2019/PN.TJK adalah:

1) Kedua terdakwa dinyatakan terlibat dalam kegiatan penggelapan anggaran

pendapatan dan belanja desa dan menerima hasil atau keuntungan atas

penggelapan anggaran pendapatan dan belanja desa tersebut.

2) Dalam perkara pertama, terdakwa dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan,

alasan pemberatnya ialah dikarenakan terdakwa sebelumnya telah

melakukan pengulangan tindak pidana yang sama di masa lampau

sehingga hakim dalam memutus perkara pada kasus ini memberikan

hukuman pidana yang lebih lama dibandingkan dengan terdakwa dalam

perkara kedua.

3) Hakim dalam kedua kasus ini tidak hanya berpedoman dengan ketentuan

peraturan yang sudah ada, tetapi hakim juga melihat dari berbagai aspek

yakni aspek sosiologis, aspek psikologis, dan aspek kriminogi. Aspek

sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang sosial mengapa

seseorang melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna

untuk mengkaji kondisi psikologis terdakwa pada saat melakukan suatu

tindak pidana dan setelah menjalani pidana sedangkan aspek kriminologi

diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seseorang melakukan tindak

pidana dan bagaimana sikap serta perilaku orang yang melakukan tindak

pidana.

Page 75: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

89

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya majelis hakim dalam memberikan keputusan harus berpijak

terhadap peraturan perundang-undangan dan menjatuhkan sanksi sesuai

dengan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi mengingat dana desa mempunyai nilai dan fungsi yang strategis

dalam pembangunan desa. Dengan hukuman yang sesuai dan maksimal

tersebut, diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan

masyarakat, sehingga peruntukan dana desa dapat dilakukan secara maksimal.

2. Dalam hal mengembalikan kerugian negara, hakim dalam melakukan

pertimbangan yakni mengambil keputusan untuk menjatuhkan pidana terhadap

pelaku, hendaknya hakim tidak hanya menjatuhkan pidana berupa perampasan

kemerdekaan, tetapi juga berupa pengembalian denda kerugian yang telah

pelaku perbuat kepada negara.

Page 76: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdoel, Djamali. 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Ali. 1996, Tujuan Putusan Hakim, Jakarta. Dempster, Quentien. 2006,

Whistleblowers Para Pengungkap Fakta, Jakarta: Elsam.

Andrisman, Tri. 2007, Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum

Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung: Fakultas Hukum Unila.

Hamzah, Andi. 2010, Korupsi Di Indonesia, Masalah Dan Pemecahannya

Cetakan II, Bandung: PT Gramedia Pustaka Utama.

----. 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

----. 1986, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Bandung: Pradnya

Paramita.

----. 2005, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Harahap, Krisna. 2006. Pemberantasan Korupsi Jalan Tiada Ujung, Bandung:

PT. Grafitri.

Harkrisnowo, Harkristuti. 2003, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu

Gugatan Terhadap Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia, Jakarta:

KHN Newsletter.

Kelsen, Han. 2007, Teori Umum Hukum dun Negara (Dcuur-dusar Ilmu

Hukum Normutif sebugui Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik), Jakarta: BEE Media

Indonesia.

Lopa, Baharudin. 2001, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, Bandung.

Manan, Bagir. 2006, Hakim dan Pemindanaan, Jakarta: IKAHI.

Page 77: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan penelitian, Bandung: Citra aditya

bakti.

Nawawi Arief, Barda. 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung:

PT Citra Aditya Bakti.

----. 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

----. 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT Citra Aditya

Bakti.

----. 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Bakti.

Prakoso, Djoko dan Nurwachid. 1983, Studi tentang Pendapat-Pendapat

Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

-----. 1986, Upetisme Ditinjau Dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi cetakan I, Jakarta: Bina Aksara.

-----. 1988, Hukum Penetesier di Indonesia, Yogyakarta: Liberty.

Prinst, Darwan. 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Rifai, Ahmad.2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum

Progresif, Jakarta:Sinar Grafika.

Soesilo, R. 2010, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal, Bogor: Politea.

Waluyo, Bambang. 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar

Grafika.

Wijayanto, Ridwan Zachrie. 2009, Korupsi Mengorupsi Indonesia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

Page 78: ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK …digilib.unila.ac.id/61283/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2020-02-10 · FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

C. Sumber Lainnya

Bunga, Marten. 2018. Konsepsi Penyelamatan Desa dari Perbuatan Korupsi. (2).

Holrev: 98.

Hany, Nicholas. 2015. Disparitas Pidana Dalam Putusan Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi Semarang. (1) Universitas Atma Jaya Yogyakarta: 22.