Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

38
EKONOMI REGIONAL ANALISIS DISPARITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN KEDUNGSAPUR DAN GERBANGKARTOSUSILA Di Susun Oleh : 1. Arrani Wijayanti (12020113130081) 2. Muslimah Mahmudah (12020113140117) 3. Nurullia Ariesty Djavendra (12020113120132) 4. Ajeng Setyawati (12020113120011) 5. Deviani Permatasari Saputro (12020113140115) 6. Sesilia Testianingtyas (12020113140122)

description

regional

Transcript of Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

Page 1: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

EKONOMI REGIONAL

ANALISIS DISPARITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KAWASAN KEDUNGSAPUR DAN

GERBANGKARTOSUSILA

Di Susun Oleh :

1. Arrani Wijayanti (12020113130081)2. Muslimah Mahmudah (12020113140117)3. Nurullia Ariesty Djavendra (12020113120132)4. Ajeng Setyawati (12020113120011)5. Deviani Permatasari Saputro (12020113140115)6. Sesilia Testianingtyas (12020113140122)7. Karin Amelia Demagi (12020113120038)

Dosen Pengampu :

Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP.

PROGRAM SARJANAJURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNISUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG2015

Page 2: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kepada Tuhan yang maha Esa atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul, “Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan KEDUNGSAPUR.”

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan berbagai pihak, penulisan paper ini tidak akan selesai. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP. selaku dosen mata kuliah Ekonomi Reagional yang telah memberi bimbingan, arahan, dan masukan selama penyusunan paper ini.

2. Keluarga dan teman-teman yang telah banyak memberikan kritik, saran, dukungan, doa dan semangat.

3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu selama penyusunan paper ini.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian di masa mendatang. Penulis berharap semoga paper ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wasslamu’alikum warahmatullahi wabarakatuh

Semarang, 26 September 2015

Penulis

Page 3: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan

secara bertahap. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses

yang menyebabkan pendapatan per-kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam

jangka panjang. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan rakyat.

Kondisi dan potensi ekonomi daerah merupakan modal dan faktor dominan yang

dimiliki Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mencapai sasaran pembangunan dalam

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Perda Provinsi Jawa Tengah No. 21 tahun 2003 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi membentuk

kawasan kerjasama antar daerah yang dilihat dari potensi dan struktur ekonomi kewilayahan

dapat dimanfaatkan bagi upaya pemerataan pembangunan dalam suatu kawasan, salah

satunya membentuk kawasan KEDUNGSAPUR {Kab. Kendal, Kab. Demak, Kab. Semarang

(Ungaran), Kota Semarang, Kab. Grobogan (Purwadadi) dan Kota Salatiga}. Begitupun Jawa

Timur yang membuat GERBANGKERTOSUSILA {Kab.Gresik, Kab.Bangkalan,

Kab.Mojokerto, Kota Surabaya, Kab.Sidoarjo, dan Kab.Lamongan} atas dasar Perda Provinsi

Jawa Timur No.4/1996 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur yang bertujuan untuk

mewujudkan pemerataan pembangunan antar Daerah.

Pembagian wilayah dalam satu kawasan merupakan upaya pemerintah untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus pemerataan pembangunan wilayah.

Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan merupakan ciri-ciri dari

adanya kesenjangan regional dan dapat dilihat dari perbandingan PDRB setiap

kabupaten/kota dalam satu kawasan. Di sisi lain, tingkat pertumbuhan pada kabupaten/kota di

kawasan Kedungsapur tidak selalu diikuti tingkat pemerataan dalam pembangunan, karena

tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat apabila tidak diikuti dengan perbaikan dalam

ekonomi suatu wilayah menyebabkan tingkat ketimpangan dalam pembangunan juga tidak

berkurang.

Oleh karena itu, terdapat disparitas atau perbedaan tingkat kemakmuran antar daerah.

Pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan sumberdaya yang dimiliki dan perbedaan

demografi, serta adanya cenderungan penanam modal (investor) memilih daerah yang telah

Page 4: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

memiliki fasilitas public lebih baik. Pendekatan keruangan menjadi aspek penting dengan

mengkaji dan menganalisis karakter petumbuhan ekonomi wilayah, terutama dalam ruang

masing-masing kabupaten/ kota di kawasan KEDUNGSAPUR dan

GERBANGKERTOSUSILA.

1.2 Permasalahan Intra Regional

Dalam disparitas regional, permasalahan yang terjadi adalah seberapa besar tingkat

ketimpangan pertumbuhan yang terjadi antar kabupaten/kota yang tergabung dalam

KEDUNGSAPUR dan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya disparitas regional

tersebut. Serta bagaimana dampak dari disparitas dan solusi apa yang dapat dilakukan untuk

mengurangi disparitas di Indonesia.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembahasan kami adalah:

1. Mengetahui definisi diparitas regional dan interaksi keruangan.

2. Menganalisis seberapa besar tingkat disparitas pembangunan di kawasan

KEDUNGSAPUR dan GERBANGKERTOSUSILA.

3. Mengetahui dampak dari disparitas regional.

4. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas regional.

5. Mengetahui solusi yang ditawarkan untuk mengurangi disparitas di Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang kami gunakan dalam makalah ini adalah untuk disparitas dan

interaksi keruangan, kami menggunakan ruang lingkup wilayah yang mana dalam teori

ketimpangan membandingkan aktivitas antar wilayah dalam mencapai tujuan dari teori

tersebut. Lingkup wilayah yang kami bahas khususnya mengenai kesenjangan di kawasan

KEDUNGSAPUR dan GERBANGKERTOSUSILA, dimana pertumbuhan menjadi indicator

ketimpangan suatu wilayah.

Page 5: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertumbuhan dan Ketimpangan

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula-mula

dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-

Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat

pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar

wilayah. Model neoklasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun

tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar, akibatnya modal

dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga

ketimpangan pembangunan cenderung melebar. Akan tetapi bila proses pembangunan terus

berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal

dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara

yang bersangkutan telah maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang.

Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik Sjafrizal ( 2008:104-105).

Teori Karl Mark (1787) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahap awal

pembangunan akan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Kenaikan tingkat upah dari

tenaga kerja selanjutnya berpengaruh terhadap kenaikan resiko kapital terhadap tenga kerja

sehingga terjadi penurunan terhadap permintaan tenaga kerja. Akibatnya timbul masalah

pengangguran dan ketimpangan pendapatan. Singkatnya, pertumbuhan ekonomi cenderung

mengurangi masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan hanya pada tahap

awal pembangunan, kemudian pada tahap selanjutnya akan terjadi sebaliknya.

Menurut Kuznets seorang ekonom klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

di negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan

ketidak merataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah

semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan

menurun (an inverse U shaped patern).

Para ekonom klasik (Roberti, 1974), Hayani dan Rufffan (1985), mengemukakan

pertumbuhan ekonomi akan selalu cenderung mengurangi kemiskinan dan ketimpangan

Page 6: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

pendapatan walaupun masih dalam tahap awal pertumbuhan. Bukti empiris dari pandangan

isi berdasarkan pengamatan dia beberapa negara seperti Taiwan, Hongkong, Singapura, RRC.

Kelompok Neo klasik sangat optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada prakteknya

cenderung mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan.

2.2 Interaksi Keruangan

Analisis keruangan merupakan analisis lokasi yang mengacu pada tiga hal yaitu

jarak (distance), kaitan(interaction) dan pergerakan (movement). Analisis interaksi keruangan

bertujuan untuk mengukur kesesuaian suatu kondisi berprinsipkan pada struktur keruangan

yang ada serta menganalisis interaksi antar unit keruangan yang mencakup hubungan antara

ekonomi dan interaksi keruangan, aksesbilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah dan

hambatan interaksi.

Analisis keruangan didasarkan pada keberadaan tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat

kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta terdapatnya hierarki di antara tempet-tempat tersebut.

Dalam inetraksi keruangan yang harus diperhatikan adalah terkait penyebaran penggunaan

ruang yang telah ada dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan

yang dirancangkan. (Bintarto, 1982:12)

Menurut Daldjoeni (1991:197) interaksi keruangan merupakan suatu pengertian dalam

geografi social yang dipakai untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh keruangan

hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dan antara manusia dengan lingkungannya

yang dinyatakan dengan arus manusia, materi informasi,energy sehingga dijadikan dasar

untuk menerangkan gejala-gejaa lokasi, relokasi, distribusi dan difusi.

Dalam interaksi yang terjadi dalam suatu keruangan terdapat beberapa kondisi yang

mempengaruhinya, antara lain:

1. Complementarity (asas komplementaritas)

Bunyi Asas Komplementaritas:

“Semakin besar komplementaritas maka semakin besar interaksi yang terjadi”.

Jadi orang-orang akan lebih banyak mendatangi suatu tempat yang memiliki kelengkapan

segala alat penunjang aktivitas manusia.

2. Intervening Opportunity

“Semakin besar Intervening Opportunity maka semakin kecil interaksi yang terjadi”.

Jika dalam interaksi antara wilayah X dengan wilayah Y, dimana wilayah Y

membutuhkan kelengkapan yang ada di wilayah X, terdapat wilayah Z yang memiliki

Page 7: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

kelengkapan yang dibutuhkan Y. Maka, tidak semua penduduk wilayah Y akan pergi ke

wilayah X, tetapi sebagian akan pergi ke wilayah Z.

3. Tranferabilitas

Bahwa dalam suatu interaksi: waktu, biaya serta peraturan menjadi hal yangsangat

penting. Dalam mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkannya, manusia akan

memikirkan bagaimana caranya agar dalam mendapatkannya hanya memerlukan biaya

dan waktu yang seminimal mungkin.

2.3 Ukuran Disparitas Pembangunan

Ada 3 cara yang bisa digunakan untuk menghitung disparitas regional, yaitu :

A. Indeks Williamson

Indeks Williamson yang dikenalkan oleh Jeffrey G. Williamson merupakan salah satu

alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan di

suatu wilayah. Menurut Sjafrizal (2008:107), indeks ketimpangan Williamson adalah

analisis yang digunakan sebagai indeks ketimpangan regional, dengan menggunakan

Produk Domestik Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar. Indeks Williamson

berkisar antara 0 < IW < 1, dimana semakin mendekati nol artinya ketimpangan kecil

atau semakin merata. Sedangkan apabila mendekati angka satu maka ketimpangan

daerah yang diteliti semakin tinggi.

B. Analisis Tipologi Ekonomi Regional (Tipologi Klassen)

Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-

rata PDRB per kapita sebagai sumbu horizontal. Pendekatan wilayah menghasilkan

empat klasifikasi daerah yang masing-masing mempunyai karakteristik pertumbuhan

ekonomi yang berbeda-beda, antara lain:

1. Daerah Bertumbuh Maju dan Cepat (Rapid Growth Region)

2. Daerah Maju Tapi Tertekan (Retarted Region).

3. Daerah Berkembang Cepat (Growing Region).

4. Daerah Relatif Tertinggal (Relatively Backward Region)

(Syafrizal, 1997, dalam kuncoro,2002).

C. Analisis Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah suatu kriteria yang logis mengenai

bagaimana proses pertumbuhan terjadi (Boediono, 1992).

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu

tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRBt-1) sehingga daerah-

Page 8: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

daerah dapat dikelompokkan jadi 4, yaitu : (1) Low-income low-growth, (2) Low-

income high-growth, (3) High-income low-growth, (4) Hight-income hight-growth.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah suatu penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti-

peneliti lain. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan penelitian ini karena untuk

memudahkan bagi peneliti untuk mengaplikasikan penelitiannya. Penelitian ini modelnya

sama seperti penelitian terdahulu, namun perbedaannya terletak pada obyek yang akan

diteliti, tahun penelitian, dan permasalahan yang terjadi di wilayah yang akan diteliti, serta

kebijakan yang sesuai untuk diterapkan di wilayah tersebut.

No Judul Jurnal

dan Pengarang

Variabel Alat Analisis Hasil

1 Pertumbuhan

Ekonomi dan

Ketimpangan

antar

kecamatan di

Kabupaten

Banyumas,

1993-2000

(Sutarno dan

Mudrajad

Kuncoro)

-PDRB

Perkapita

-Jumlah

Penduduk

-indeks

Ketimpangan

Williamson

-indeks

entrophy

theil

-Trend

-Korelasi

Pearson

1.Berdasarkan tipologi

Klassen,daerah/kecamatan di

Kabupaten Banyumas dapat

diklasifikasikan

berdasarkan pertumbuhan dan

pendapatan per kapita menjadi 4

kelompok yaitu :

-Daerah/kecamatan cepat maju

dan cepat tumbuh,

-Kecamatan yang maju tapi

tertekan,

-Kecamatan/daerah yang

berkembang cepat dan

-Kecamatan/daerah tertinggal.

2. Pada periode pengamatan

1993–2000 terjadi

kecenderungan peningkatan

ketimpangan, baik dianalisis

dengan indeks Williamson

maupun dengan indeks entropi

Theil. Ketimpangan ini salah

Page 9: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

satunya diakibatkan konsentrasi

aktivitas ekonomi secara spasial

3. Hipotesis Kuznets mengenai

ketimpa-ngan yang berbentuk

kurva U terbalik berlaku di

Kabupaten Banyumas, ini ter-

bukti dari hasil analisis trend dan

korelasi Pearson. Hubungan

antara pertumbuhan dengan

indeks ketimpangan Williamson

dan entropi Theil untuk kasus

Kabupaten Banyumas selama

periode 1993–2000 terbukti

berlaku hipotesis Kuznets.

2 Analisis

Pengaruh

Pertumbuhan

ekonomi dan

Ketimpangan

Pendapatan

terhadap

Pengentasan

Kemiskinan di

Kawasan

Mebidangru.

-Laju

Pertumbuhan

Ekonomi

-PDRB

Perkapita

-Kemiskinan

-indeks

Ketimpangan

Williamson

1. Pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan di

kawasan Mebidangro

berpengaruh negatif terhadap

tingkat kemiskinan. Sedangkan

pengaruh pertumbuhan ekonomi

dan ketimpangan pendapatan

secara bersama-sama dengan

melihat nilai elastisitas netto

kemiskinan terhadap

pertumbuhan ekonomi

adalahpertumbuhan ekonomi

menurunkan kemiskinan tetapi

ketimpangan pendapatan

menjadi

penghambat atau mengurangi

efektivitas

pertumbuhan ekonomi dalam

Page 10: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

pengentasan kemiskinan.

2. Sektor-sektor yang

berpengaruh

dominan dalam pengentasan

kemiskinan

adalah sektor pertanian, sektor

pertambangan dan penggalian,

sektor

industri pengolahan, sektor

listrik, gas

dan air bersih, sektor

perdagangan, hotel

dan restoran, dan sektor

angkutan dan

komunikasi.

BAB III

Page 11: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Konsep dan definisi

3.1.1 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestic, tanpa

memperhatikan asal factor produksinya dimiliki oleh penduduk daerah tersebut atau

bukan yang diasumsikan dapat dinikmati oleh keseluruhan penduduk pada regional

tersebut. Jadi Produk Domestik Regional Per Kapita dapat menggambarkan fluktuatif

kesenjangan terhadap kapitanya.

3.1.2 Disparitas Wilayah

Ragkaian berbagai penelitian tentang kesenjangan atau diaparitas ditandai oleh

tonggak-tonggak temuan. Kuznet (1945) tercatat sebagai salah satu peneliti awal

dalam meneliti disparitas. Ia meneliti disparitas di berbagai negara cross-sectional dan

menemukan pola U terbalik. Kuznet menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata per

kapita pada awal perkembangan negara masih sangat rendah, dan tingkat kesenjangan

juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat.

Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun

kembali.

Penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1966) menekankan pada

disparitas antar wilayah didalam negara. Williamson menghubungkan disparitas

pendapatan rata-rata antar wilayah dengan berbagai faktor termasuk tingkat urbanisasi

suatu wilayah. Penelitian Williamson ini yang kemudian banyak diadopsi untuk

mengukur disparitas suatu wilayah regional tertentu. Di Indonesia BPS menggunakan

pendekatan PDRB per kapita untuk melhat dispaitas antar wilayah berdasarkan hasil

pembangunannya.

Disparitas antar wilayah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah

ketidakmerataan dalam pendapatan regional bruto per kapita antara kabupaten/ kota

dan kabupaten/ kota lainnya.untuk perhitungan indeks disparitas wilayah ini, sumber

data yang diginakan adalah PDRB per kapita yang koefisien variasinya diberi

penimbang proporsi jumlah penduduk masing-masing kabupaten/ kota terhadap total

penduduk dalam kawasan KEDUNGSAPUR.

Page 12: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

3.2 Jenis Data, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Paper ini menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi

pustaka. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang relevan seperti kator BPS

Jawa Tengah, dan situs resmi milik pemerintah dalam bidang pertanian. Teknik

pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah studi literatur dan data

hasil penelitian yang berkaitan dengan tema yang diambil dalam penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Metode Penghitungan PDRB

Dari segi produksi, produk regional merupakan jumlah nilai produk akhir atau

nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-

unit produksi yang dimiliki oleh penduduk di suatu wilayah

dalam jangka waktu tertentu. Dari segi pendapatan, pendapatan regional merupakan

jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki

oleh penduduk suatu wilayah yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka

waktu tertentu. Dari segi pengeluaran, pengeluaran regional merupakan jumlah

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung,

konsumsi pemerintah, pemebntukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor netto.

Beberapa istilah yang berhubugan perhitungan PDRB, yaitu output, biaya antara

(intermediate cost) dan nilai tambah bruto/ NTB  (gross  value  added).

Output

Output adalah seluruh nilai barang/jasa dalam proses produksi selama satu tahun. Secara

teknis penghitungan, output ini adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga atau tarip

jual dari produsen barang atau jasa tersebut, dimana harganya dinilai berdasarkan harga

produsen.

Biaya antara

Biaya antara merupakan nilai seluruh barang dan jasa tersebut. Input antara juga

diartikan sebagai biaya antara.

Page 13: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

Nilai Tambah Bruto

Nilai Tambah Bruto merupakan nilai yang ditambahkan dalam proses produksi, yang

dalam praktek penghitungannya diperoleh dengan cara mengurangkan output dengan

biaya antara. Karena itu nilai tambah sama dengan selisih dari output dengan biaya

antara.

PDRB terdiri atas dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar

harga konstan pada suatu tahun dasar. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pada penyajian atas dasar Harga Berlaku, semua agregat pendapatan dinilai ata

s dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai

produksi dan biaya antara, maupun pada penilaian komponen pengeluaran Produk

Domestik Regional Bruto.

b. Pada penyajian atas dasar Harga Konstan suatu tahun dasar, semua agregat

pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahu dasar (dalam publika

si ini harga konstan didasarkan pada harga tahun 2000). Harga yang digunakan

adalah harga tetap, maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata

disebabkan oleh perkembangan rill dari kuantum produksi tanpa mengandung

fluktuasi harga.

3.3.2 Metode Penghitungan Disparitas Wilayah

Salah satu alat untuk mengukur ketimpangan antarwilayah disuatu Kabupaten

dalam waktu tertentu dapat digunakan indeks disparitas wilayah atau indeks

ketimpangan Williamson. Indeks ketimpangan wilayah yang diformulasikan sebagai

berikut:

√ y i – y s2 .(f i /n)

Mw = -------------------------- x 100

ys

dimana :

Mw = nilai regional inequality

fi = jumlah penduduk di masing2 daerah

n = jumlah penduduk secara nasional

yi = income per kapita di masing2 daerah

Page 14: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

ys = income per kapita nasional

Indeks ketimpangan wilayah akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau

sama dengan nol. Jika semua Yi = Ӯ maka akan menghasilkan indeks = 0, yang

berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi daerah. Indeks lebih besar dari 0

menunjukan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang

dihasilkan semakin besar tingkat ketimpangan antar kabupaten/ kota di suatu provinsi.

Angka Indeks Williamson berkisar antara nol sampai dengan satu:

IW < 0,4 = artinya tingkat ketimpangan rendah

0,4 < IW < 0,5 = artinya tingkat ketimpangan moderat

IW > 0,5 = artinya tingkat ketimpangan tinggi

Page 15: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Williamson Index

√ y i – y s2 .(f i /n)

Mw = -------------------------- x 100

ys

KEDUNGSAPUR 2012:

M w=5108726.463

6,574,263× 100=77.71 %

GERBANGKARTUSUSILA 2012:

M w=13,277,99612,860,516

× 100=100 %

A. Analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Di Kawasan

KEDUNGSAPUR dan GERBANGKERTOSUSILA

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang

mempengaruhi keberhasilan pembangunan suatu daerah. Data PDRB tersebut

menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelolah sumber daya alam dan sumber

daya manusia yang dimiliki. Kenaikan atau penurunan PDRB menunjukkan bahwa daerah

tersebut mengalami peningkatan atau penurunan kegiatan ekonomi dan pembangunan.

Kabupaten/kota di KEDUNGSAPUR yang memiliki PDRB terkecil adalah PDRB

Kota Salatiga dengan nilai PDRB sebesar 1.00 triliun pada tahun 2012 dengan kontribusi

hanya 2.3% terhadap total PDRB kawasan KEDUNGSAPUR. Hal ini disebabkan karena luas

wilayah dan jumlah penduduk di Kota Salatiga paling kecil. Kemudian diikuti oleh

Kabupaten Grobongan dengan nilai PDRB 3,57 triliun tahun 2012 dengan kontribusi 7.9%.

Sedangkan nilai PDRB terbesar terdapat pada Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan

dengan nilai PDRB 24.2 triliun pada tahun 2012 serta mengkontribusi sekitar 55% dari total

PDRB KEDUNGSAPUR Provinsi Jawa Tengah.

Di kawasan GERBANGKERTOSUSILA, Surabaya memiliki PDRB yang signifikan

yaitu mencapai 101,7 triliun dengan kontribusi sebesar . Sedangkan kabupaten terendah

Page 16: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

hanya memperoleh PDRB sebesar 3,8 triliun yaitu Kab.Bangkalan. Jika dibandingkan PDRB

di pusat pertumbuhan KEDUNGSAPUR dan GERBANGKERTOSUSILA, Kota Surabaya

masih unggul jauh dengan Kota Semarang. Namun, PDRB Kota Semarang

Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang memiliki banyak

fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik, yang menyebabkan berbagai

macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut dan masyarakat senang dengan

memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut. Sama halnya dengan Kota Semarang, dapat

dikatakan sebagai pusat pertumbuhan di Jawa Tengah khususnya kawasan KEDUNGSAPUR

karena memiliki nilai PDRB yang jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

kabupaten/kota lainya di Kawasan KEDUNGSAPUR.

Tabel 4.1: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Usaha Atas Dasa Harga

Kosntan 2000 Kawasan KEDUNGSAPUR tahun 2010-2013

2010 2011 2012 2013

Kabupaten Kendal 5,394,079 5,717,087 6,033,632 6,365,648

Kabupaten Demak 3,020,821 3,156,126 3,302,610 3,455,273

Kota Semarang 21,365,818 22,736,136 24,196,488 25,697,338

Kabupaten Semarang 5,560,553 5,869,950 6,223,188 6,573,208

Kota Salatiga 913,020 963,457 1,003,840 1,080,657

Kabupaten Grobongan 3,253,399 3,370,344 3,578,063 3,742,250

Total (Y) 39,507,690 41,813,100 44,337,821 46,914,374

Sumber: bps.go.id

Tabel 4.2: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Usaha Atas Dasa Harga

Kosntan 2000 Kawasan GERBANGKERTOSUSILA tahun 2012

  PDRB HARGA KONSTAN JUMALH PENDUDUK (fi)Surabaya 101,671,634 3,125,576Lamongan 7,098,169 1,492,342Gresik 19,424,162 1,307,995Bangkalan 3,896,492 919,002Sidoarjo  29,958,885 1,981,096Mojokerto 9,066,495 1,143,747Total (n) 141,156,951 9,969,758Sumber: bps.go.id

Page 17: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

B. Analisis Ketimpangan Pendapatan

Tingkat ketimpangan pada kawasan KEDUNGSAPUR dan

GERBANGKERTOSUSILA diukur dengan menggunakan pengukuran PDRB per kapita

Atas Harga Konstan 2000 dan jumlah penduduk tiap kabupaten/kota.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, tingkat ketimpangan di KEDUNGSAPUR

Provinsi Jawa Tengah mengalami kecenderungan peningkatan di setiap tahunnya dari tahun

2010 hingga 2013. Terlihat dari hasil analisis diperoleh 0.759 menjadi 0.768, ini

menunjukkan ada peningkatan sebesar 0.009 pada tahun 2011. Pada tahun 2012 mengalami

peningkatan yang konstan menjadi 0.777. Dan pada tahun 2013 mengalami stagnasi

ketimpangan di angka 0.777.

Tabel 4.3: Indeks Williamson KEDUNGSAPUR

Indeks Williamson perubahan

2010 0.759 -

2011 0.768 0.009

2012 0.777 0.009

2013 0.777 0

Sumber: BPS (diolah)

Tingkat ketimpangan di kawasan GERBANGKERTOSUSILA juga tergambar pada

tahun 2012 yaitu sebesar 0.89 dimana menunjukkan angka yang tinggi karena mendekati

angka 1 dalam perhitungan ketimpangan suatu kawasan.

Tabel 4.4: Indeks Williamson GERBANGKERTOSUSILA tahun 2012

IW 0.89

Sumber: BPS (diolah)

Ini membuktikan bahwa baik kawasan KEDUNGSAPUR di Jawa Tengah dan

kawasan GERBANGKERTOSUSILA di Jawa Timur terjadi ketimpangan wilayah khususnya

dalam kontribusi pendapatan yang belum merata. Hal ini menunjukan perekonomian di

kawasan KEDUNGSAPUR masih terkonsentrasi didaerah pusat pertumbuhan ekonomi yaitu

Kota Semarang, ini dapat dibuktikan dengan tingginya pendapatan perkapita Kota Semarang

tahun 2010-2013. Begitu pun Kota Surabaya di kawasan GERBANGKERTOSUSILA,

Page 18: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

dengan keberadaan industry, pengelolaan SDA dan SDM, serta sarana dan prasana serta

infrastruktur yang jauh lebih baik ketimbang wilayah lain, Kota Surabaya menjadi daya

magnet bagi penduduk di daerah pinggiran (hinterland) disekitar Kota Surabaya untuk

melakukan aktivitas perekonomian, sehingga terjadi persaingan antar penduduk asal dengan

penduduk pendatang yang menimbulkan ketimpangan wilayah. Namun jika dibandingkan

antara kedua kawasan ini, kawasan GERBANGKERTOSUSILA memiliki tingkat disparitas

yang lebih tinggi. Hal ini karena Kota Surabaya memiliki PDRB tiga kali lebih besar dari

Kabupaten Sidoarjo, padahal dari jumlah penduduknya hanya beselisih 1,1 juta orang.

Ketimpangan yang tinggi seperti yang tergambar di kawasan KEDUNGSAPUR dan

GERBANGKERTOSUSILA ini mengakibatkan dampak tersendiri. Dampak positif dari

disparitas adalah mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan

meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya, bisa dalam

memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki, membangun infrastruktur untuk mempermudah

mobilasi antar wilayah. Selain itu, dampak dari ketimpangan yaitu terbukanya peluang

investasi karena wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara baik sehingga dapat

memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak. Namun dampak buruknya adalah

inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, meningkatkan kemiskinan,

serta dipandang tidak adil. Selain itu, ketimpangan akan memicu penduduk melakukan

urbanisasi ke pusat pertumbuhan karena peluang mendapatkan kehidupan yang lebih

sejahtera.

Secara agregat rata-rata angka IW di kawasan KEDUNGSAPUR pada tahun 2010-

2013 sebesar 0,77 dan di kawasan GERBANGKERTOSUSILO pada tahun 2012 sebesar

0.89. Angka ini menunjukkan bahwa kawasan strategis KEDUNGSAPUR dan

GERBANGKERTOSUSILA, terjadi ketimpangan pendapatan dalam kategori tinggi, jika 0.5

< IW < 1. Artinya ketimpangan terjadi dikarenakan adanya konsentrasi aktivitas perekonomi

di pusat pertumbuhan.

4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Disparitas Regional

Menurut Williamson, disparitas regional cenderung membesar pada saat terjadinya proses

pembangunan, karena faktor :

Page 19: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

1. Migrasi penduduk usia produktif ke daerah maju,

2. Investasi lebih menguntungkan di daerah maju,

3. Tidak adanya keterkaitan (linkages) di antara regional markets yang menyebabkan

adanya rintangan bekerjanya spread-effects, innovations, dan income multiplier,

4. Kebijakan pemerintah cenderung mengakibatkan terkonsentrasinya social and

economic overhead capital di daerah maju.

5. Pada daerah maju, polarization effects bekerja jauh lebih kuat daripada trickling-down

effects yang seharusnya menguntungkan daerah miskin.

Menurut Syafrizal, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan atau memicu terjadinya

ketimpangan ekonomi antarwilayah. Faktor-faktor ini juga dapat memberikan informasi

penting untuk pengambilan keputusan dalam melakukan perumusan kebijakan pembangunan

untuk menanggulangi atau mengurangi ketimpangan ekonomi antarwilayah. 

a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah

adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing –

masing daerah. Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini di

Indonesia cukup besar. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan memengaruhi

kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam

cukup banyak akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah

dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih

sedikit. Dengan demikian, terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam ini dapat

mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah yang lebih tinggi pada suatu

negara.

b. Perbedaan Kondisi Geografis

Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi

antarwilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar

antardaerah. Kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur

kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi

ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang

dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis ini akan berpengaruh terhadap

Page 20: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan, daerah dengan kondisi demografis

yang baik akan cenderung mempunyai tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi.

c. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah dan migrasi baik

yang disponsori pemerintah ( transmigrasi ) atau migrasi spontan. Akibatnya, ketimpangan

ekonomi antarwilayah akan cenderung lebih tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat

dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit

mendorong kegiatan ekonominya.

d. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat

konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut

dapat disebabkan oleh beberapa hal :

Karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu

Lebih meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, udara, juga ikut memengaruhi

konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah

Kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut memengaruhi karena kegiatan

ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dalam

jumlah cukup dan dengan kualitas yang lebih baik.

e. Alokasi Dana Pembangunan Antarwilayah

Daerah yang mendapatkan alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat

menarik lebih banyak investasi swasta ke daerahnya akan cenderung mempunyai tingkat

pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

Bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu daerah tertentu ternyata lebih

rendah, sehingga kegiatan ekonomi dan pembangunan daerahnya kurang berkembang baik.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem pemerintahan

daerah yang dianut. Bilamana sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka

Page 21: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

alokasi dana pemerintah akan lebih cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah

pusat, sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi. Sebaliknya,

bilamana sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau desentralisasi, maka dana

investasi pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan

ekonomi antarwilayah akan cenderung lebih rendah.

Kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah

keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah. Keuntungan lokasi ditentukan oleh

ongkos transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan

pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa

tanah. Sehingga tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak

terkonsentrasi didaerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan , dan menyebabkan daerah

perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan.

4.3 Solusi Mengurangi Ketimpangan Pembangunan Wilayah

            Syafrizal menyatakan bahwa kebijakan dan upaya untuk menanggulangi ketimpangan

ekonomi antarwilayah sangat ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi ketimpangan.

Kebijakan yang dimaksudkan merupakan upaya pemerintah , baik pusat maupun daerah,

yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi ketimpangan ekonomi antardaerah dalam

suatu negara atau wilayah.

a. Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan

Kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan adalah dengan

memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah. Pemerintah perlu

mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antardaerah

dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan ekonomi

antarwilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi,

khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar.

b. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan

Page 22: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan

menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah

perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela dengan biaya sendiri.

Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami

oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan ekonomi

daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan.

c. Pengembangan Pendidikan Antarwilayah

Pengembangan pendidikan akan dapat medorong peningkatan keterampilan tenaga kerja

selanjutnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Disamping itu, melalui

pengembangan pendidikan akan dapat pula didorong proses inovasi dan perbedaan teknologi

produksi selanjutnya akan mendorong perbaikan tingkat efisiensi usaha.

Pengembangan pendidikan pada daerah yang relatif terbelakang diperkirakan akan

merupakan kebijakan yang cukup penting untuk mengurangi ketimpangan pembangunan

antarwilayah.

d. Pengembangan Pusat Pertumbuhan

Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi

antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep Konsentrasi dan

Desentralisasi secara sekaligus.

Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan ekonomi dapat dilakukan dengan

masih mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan

usaha. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan

antardaerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antaarwilayah akan dapat

dikurangi.

Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan

sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilakukan

melaui pembangunan pusat – pusat pertumbuhan pada kota – kota skala kecil dan menengah.

e. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Page 23: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktivitas

pembangunan ekonomi daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan 

karena adanya wewenang yang ada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Bila hal ini dapat dilakukan, makan proses pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan

akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antarwilayah

akan dapat pula dikurangi.

Melalui kebijakan. Pemerintah dapat memberikan kewenangan yang lebih besar dalam

mengelola kegiatan pembangunan didaerah masing – masing ( desentralisasi pembangunan ).

Sejalan dengan ini, masing – masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana yang

diberikan dalam bentuk “Block Grant” berupa dana perimbangan yang terdiri dari “Dana

Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam”, Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi

Khusus ( DAK ).

Diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan

dengan baik, sehingga proses pembangunan ekonomi daerah dapat lebih ditingkatkan dan

ktimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat pula dikurangi.

Page 24: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasar analisis ketimpangan kawasan KEDUNGSAPUR periode tahun 2010-2013

dan kawasan GERBANGKERTOSUSILA tahun 2012 dengan menggunakan Indeks

Williamson, diperoleh kesimpulan bahwa agregat angka IW kawasan strategis memiliki

ketimpangan pendapatan yang termasuk ketimpangan yang tinggi yaitu 0,7 dan 0.89. Ini

menggambarkan teori yang ada bahwa akibat adanya konsentrasi aktivitas ekonomi di suatu

daerah saja sehingga menyebabkan ketimpangan dengan di daerah sekitarnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan di suatu intra regional.

Dari sisi pemerintah sendiri lebih memusatkan kegiatan ekonomi hanya di satu daerah,

kurang menyediakan sarana untuk mempermudah interaksi keruangan antar daerah, serta

pengalokasi dana umum yang cenderung pilih kasih. Sedangkan dari masyarakat cenderung

mengandalkan pemerintah, serta tidak ada upaya perbaikan dengan keadaan sumber daya

alam dan kondisi geografis yang ada. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk

mengurangi disparitas dengan membangun prasarana penghubung, pengembangan

pendidikan antar daerah, pengembangan pusat pertumbuhan, serta mendorong transmigrasi

dan migrasi.

5.2 SARAN

1. Pembangunan tidak hanya ditekankan pada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi tetapi

sebaiknya memperhatikan pembangunan manusia didalamnya, sehingga kualitas hidup

masyarakat lebih terjamin dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat.

2. Pembangunan sektor-sektor potensial yang telah menjadi sektor basis di masing-masing

daerah. Karena setiap daerah memiliki sector potensial yang berbeda-beda, sehingga perlu

dukungan dari Pemerintah agar setiap daerah daapat mengembangkan sector

potensialnya.

Page 25: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

3. Dalam rangka meningkatkan perencanaan menjadi realisasi kegiatan pembangunan yang

berasal dari Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah KEDUNGSAPUR, maka dibutuhkan

peran BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah untuk mendorong komitmen yang ada dalam

merealisasikan kegiatan yang dimaksud.

4. Pemerintah daerah seharusnya lebih mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan

manusia. Diantaranya dengan memperbaiki sarana dan parasana infrastruktur pendidikan

dan kesehatan, memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan siswa yang kurang

mampu di tingkat jenjang pendidikan, memperbaiki kualitas SDM dengan menambah

tenaga pendidik yang professional dan berkualitas.

5.3 KETERBATASAN

1. Data yang ada terlalu sederhana karena hanya menggunakan Indeks Wiliiamson tidak

beserta dengan sector unggulannya yang bisa mengurangi ketimpangan.

2. Tidak membahas interaksi keruangan secara mendalam dan menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Fitriyah, Lailatul Dan Lucky Rachmawati. Tanpa Angka Tahun. Jurnal Analisis Ketimpangan Pembangunan Daerah Serta Hubungannya Dengan Kesejahteraan Masyarakat Di Kawasan Gerbangkertosusila Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya.

Linda Tustiana Puspitawati. 2013. Jurnal Analisis Perbandingan Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota Di Kawasan Kedungsapur. Semarang: Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.

Syafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media.

www.bps.go.id

Zuswanto. 2014. Publikasi Ilmiah Analisis Spasial Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, Kota Semarang, Kota Salatiga Dan

Page 26: Analisis Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kedungsapur Dan Gerbangkartosusila

Grobogan) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012. Surakarta: Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.