Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime) Terhadap karyawan Oleh Perusahaan di Kota...
-
Upload
asep-jaenudin -
Category
Documents
-
view
13.885 -
download
4
description
Transcript of Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime) Terhadap karyawan Oleh Perusahaan di Kota...
MAKALAH ILMIAH
Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime) Terhadap Karyawan
Oleh Perusahaan di Kota Batam Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen pengampu : Hendri Kremer, S.E., M.Si
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
2013
Asep Jaenudin 120210034Ali Nursidik 120210103Felry Herdiansyah 120210048Halri Simarmata 120210032Joni Putra 120210170Dessy Novita Sari Br. Ginting 120210090Agnes Elvina Manurung 120210178Juwita Lusiana Pardede 120210203Noveny Nindya 121010184Verawati Tambunan 120210240Ravika Dewi 120210133Siska Febriana 120210190
Abstrak
Pada saat ini hampir sebagian besar industri/perusahaan yang ada di
Kota Batam menerapkan sistem kerja lembur (overtime) untuk mengejar hasil
produksi (output) demi memenuhi pesanan dari para pelanggan (customer) sesuai
kontrak kerja. Dan secara otomatis yang menjadi subjek penerapan sistem
tersebut adalah para karyawan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan itu.
Secara khusus penelitian ini lebih menekankan pada dampak/pengaruh
dari sistem kerja lembur bagi para karyawan (efek positif dan negatif), secara
materiil maupun non materiil. Termasuk di dalamnya untuk mengukur seberapa
jauh urgensi kerja lembur (overtime) bagi karyawan/pekerja itu sendiri.
Adapun Subjek penelitian ini adalah para karyawan perusahaan yang ada
di Kota Batam. Metode yang digunakan adalah wawancara terstruktur dengan
metode pengambilan data secara FGD (Focus Group Discusion) dalam bentuk
wawancara dan jajak pendapat (survey). Responden wawancara diambil secara
acak (random) dari beberapa karyawan perusahaan yang ada di Kota Batam.
Berhubung sebagian besar anggota tim penulis selain sebagai mahasiswa
juga berprofesi sebagai karyawan perusahaan, maka subjek wawancara juga
diambil langsung dari anggota tim ditambah beberapa rekanan anggota yang
juga berprofesi sebagai karyawan perusahaan. Dari wawancara tersebut
didapatkan kondisi (relita) yang terjadi sekaligus berpengaruh dalam kehidupan
para karyawan sebagai efek diberlakukannya sistem kerja lembur di perusahaan
tempat mereka bekerja.
Kata Kunci: Pekerja/karyawan, sistem kerja lembur (overtime)
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan rahmat, karunia serta ridha-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang ” Analisis Dampak Penerapan Sistem
Kerja Lembur (overtime) Terhadap Karyawan Oleh Perusahaan di Kota
Batam”. Makalah ilmiah ini disusun sebagai salah satu Tugas makalah pada mata
kuliah Bahasa Indonesia.
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, kami telah banyak menerima
bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Hendri Kremer, selaku Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di
Universitas Putera Batam yang telah banyak memberikan penjelasan teori
yang berkaitan dengan tugas makalah ilmiah ini.
2. Rekan-rekan serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ilmiah ini.
Akhirnya kami berharap makalah ini dapat berguna dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk
kemajuan di masa-masa mendatang. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Batam, 25 Maret 2013
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah........................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian....................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1 Landasan Teori.......................................................................................... 4
2.2 Mekanisme Kerja Lembur......................................................................... 5
2.3 Kewajiban Perusahaan.............................................................................. 6
BAB III. PEMBAHASAN................................................................................... 7
3.1 Definisi Kerja Lembur (overtime)............................................................ 7
3.2 Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan ............. 11
BAB III. PENUTUP............................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 19
3.2 Saran ......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 20
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Proses produksi dalam lingkungan industri/perusahaan saat ini umumnya
membutuhkan waktu pelaksanaan yang cepat. Waktu pelaksanaan yang cepat ini
antara lain mempunyai tujuan untuk mengejar target produksi sesuai kontra kerja atau
karena suatu alasan tertentu. Untuk mengembangkan hal ini dilakukan sistem kerja
lembur (overtime). Pekerjaan lembur harus diimbangi dengan kesiapan faktor-faktor
penunjang antara lain berupa tenaga kerja (karyawan), material dan alat kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan tersebut. Untuk mengatasi faktor-faktor
penunjang ini diperlukan pembiayaan berupa pembayaran tenaga kerja (upah),
pengadaan material dan penguasaan alat-alat kerja. Kerja lembur merupakan salah
satu bagian rencana kerja proyek dimaksudkan untuk menyelesaikan proses produksi
yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja biasa/normal shift. Dengan kerja
lembur ini akan menggunakan tenaga kerja yang lebih ekstra, baik dalam kualitas
maupun kuantitas. Tentu dalam implementasinya akan sangat berpengaruh pada
kondisi para karyawan itu sendiri, baik fisik maupun secara psikis.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ilmiah ini, ada beberapa hal yang disoroti:
1. Apakah definisi dan mekanisme kerja lembur (overtime)?
2. Bagaimana perhitungan upah karyawan dalam sistem kerja lembur
(overtime)?
1
3. Bagaimana dampak/pengaruh sistem kerja lembur (overtime) dan
urgensinya bagi karyawan perusahaan?
1.3 Batasan Masalah
Untuk lebih menjaga efektifitas pembahasan objek penelitian, maka ulasan
pembahasan topik permasalahan dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada
seputar pengertian/definisi daripada kerja lembur (overtime), kemudian untuk
mengetahui dampak/pengaruh implementasi sistem kerja lembur (overtime) bagi
pribadi karyawan serta sekaligus untuk mengetahui seberapa besar urgensi kerja
lembur (overtime) bagi karyawan.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh/dampak dari penerapan sistem kerja lembur terhadap
karyawan oleh perusahaan. Secara teoritis, diharapkan penelitian yang akan dilakukan
akan dapat memberi manfaat bagi pihak karyawan/pekerja pada satu sisi. Terutama
disini berkaitan dengan pemahaman tentang dampak/pengaruh dari kerja lembur
(overtime) dan pihak perusahaan (manajeman) pada sisi lainnya. Manfaat praktis
diharapkan penelitian ini dapat memberi pengetahuan luas pada khalayak ramai atau
organisasi/perusahaan guna meningkatkan sikap dan etos kerja karyawan sehingga
dapat juga menjadi acuan untuk dilakukan perbaikan secara berkelanjuatan dalam
pelaksanaan sistem kerja lembur (overtime), dan dapat memperbaiki iklim kerja yang
kondusif di perusahaan tersebut.
Bagi karyawan dapat dijadikan sebagai acuan dalam bekerja dapat
memaksimalkan kemampuan yang dipunyai Karyawan tersebut sehingga dalam
bekerja karyawan dapat lebih bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan. Bagi
2
masyarakat pada umumnya dapat memberikan pengetahuan bahwa tingkat pemberian
upah yang tinggi bukan berarti akan mendapat kepuasan kerja yang baik, tetapi
pekerjaan yang memang dapat memuaskan pekerja dapat dipengaruhi pula oleh
adanya lingkungan perusahaan dan juga iklim kerja di tempat kerja tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
Kami berharap dengan adanya penelitian ilmiah ini akan bermanfa’at bagi
para karyawan pada khususnya dan juga bagi pihak perusahaan sebagai pembuat
kebijakan, untuk lebih optimal lagi dalam implementasi kerja lembur (overtime)
tersebut sekaligus juga tetap memperhatikan aspek humaniora dari karyawan sebagai
subjek (pelaku) kerja lembur, sehingga pada akhirnya sinergi antara satu sama lain
akan sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Sesuai dengan KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 1, waktu kerja lembur adalah
waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari,
dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi
yang ditetapkan Pemerintah. Jadi pada perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja,
maka waktu kerja yang seharusnya berlangsung setiap harinya adalah 8 jam. Tanpa
ditentukan apakah jam kerja akan dimulai pada jam 7 pagi, 8 atau 9 pagi. Hanya
ditentukan waktu kerja berlangsung selama 8 jam. Apabila karyawan bekerja lebih
dari 8 jam, maka ia berhak mendapatkan upah kerja lembur. Waktu kerja lembur pun
hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat
belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Namun hal ini tidak termasuk kerja lembur yang
dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Seorang karyawan dapat melakukan kerja lembur dengan maksimal 14 jam
dalam satu minggu (terhitung Senin hingga Jumat). Lembur pada akhir minggu atau
pada hari libur resmi memilik perhitungannya sendiri. Beberapa perusahaan kadang
mempekerjakan karyawannya lebih dari 14 jam lembur namun hanya membayarkan
upah lembur untuk 14 jam saja. Hal ini jelas tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Namun tidak semua karyawan yang lembur harus mendapatkan upah lembur.
Dalam pasal 4 dikatakan bahwa mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai
pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan, waktu kerjanya
tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan.4
Idealnya lembur dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pengusaha dan
persetujuan tertulis dari karyawan. Lembur tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan
keinginan satu pihak. Terlalu sering lembur bukan berarti Anda akan dianggap
karyawan yang loyal. Justru Anda bisa dicap lamban dalam menyelesaikan pekerjaan.
Dan tidak mampu bekerja tepat waktu (on time).
2.2 Mekanisme Kerja Lembur
Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 3
Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah
Kerja Lembur menyatakan secara tegas bahwa "Waktu Kerja Lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu".
Meskipun Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah secara tegas
membatasi waktu kerja lembur seperti tersebut diatas, tetapi karena
mempertimbangkan kepentingan perusahaan dan dunia usaha, ketentuan undang-
undang tersebut oleh Keputusan Menakertrans No. 102/MEN/VI/2004 agak sedikit
dianulir seperti diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Ketentuan
waktu kerja lembur seperti tersebut diatas termasuk kerja lembur yang dilakukan
pada waktu istirahat mengguan atau harian resmi".
Ketentuan Keputusan Menakertrans, hendaknya jangan dipandang dari sudut
ketentuan tersebut bertentangan dengan peraturan perusahaan yang lebih tinggi yaitu
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tetapi sebaiknya harus dipandang dari adanya
kebutuhan dunia usaha yang memerlukan kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh)
jam dalam seminggu yang oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak
diakomodir.
5
Disamping itu ketentuan Keputusan Menakertrans mengenai kerja lembur
pada hari istirahat mingguan dan libur resmi tidak melanggar kepentingan dan hak
pekerja, karena untuk melakukan kerja lembur harus atas persetujuan dari
pekerja/buruh yang bersangkutan, sehingga pekerja tidak dapat dipaksa untuk
melakukan kerja lambur Dengan adanya ketentuan waktu kerja lembur pada hari
istirahat mingguan dan hari libur resmi, maka dimungkinkan waktu kerja lembur lebih
dari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu.
C. Kewajiban Perusahaan
Membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh
yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.
Membayar upah lembur.
Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya. Waktu istirahat ini harus
mengacu pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 13
tahun 2003 yang menetapkan bahwa "Istirahat antara jam kerja, sekurang-
kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus
dan waktu istirahat tidak termasuk jam kerja".
Memberikan makan dan minumnya sekurang-kurangnya 1.400 (seribu empat
ratus) kalori apabila kerja lembur selama 3 (tiga) jam atau lebih.
Pemberitahuan makanan tidak boleh diganti dengan uang, hal ini dimaksudkan
agar kesehatan ekerja dapat tetap terpelihara.
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Kerja Lembur (overtime)
Kerja lembur adalah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, atas dasar
perintah atasan, yang melebihi jam kerja biasa pada hari-hari kerja, atau pekerjaan
yang dilakukan pada hari istirahat mingguan karyawan atau hari libur resmi. Prinsip
kerja lembur pada dasatnya bersifat sukarela, kecuali dalam kondisi tertentu pekerjaan
harus segera diselesaikan untuk kepentingan perusahaan.
Menurut Thomas (2002), Pengertian kerja lembur adalah pekerjaan tambahan
yang dilakukan di luar jam kerja yang melebihi 40 jam kerja per minggu atau kerja
yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak mungkin diselesaikan
dalam hari kerja normal.
Menurut Donal S. Barrie, Boyd C. Paulson, et al. (1995), pengertian kerja
lembur adalah jadwal kerja yang direncanakan merujuk pada situasi dimana operasi
itu telah dijadwalkan secara teratur untuk melampaui hari yang terdiri dari 8 jam yang
normal. 40 jam seminggu.
Di Indonesia, ketentuan kerja lembur diatur oleh Menteri Tenaga Kerja
dengan dikeluarkannya SK Menteri Tenaga Kerja No. 580/M/BM/BK/1992 pasal 2
dan 3, yang menyebutkan bahwa kerja lembur merupakan waktu dimana seorang
pekerja bekerja melebihi dari jadwal waktu yang berlaku, yaitu 7 jam sehari dan 40
jam seminggu.
3.2 Formula Upah Lembur (overtime)
Perhitungan jam kerja lembur dan tarif upah lembur mengacu pada Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-72/MEN/1984, dengan rumusan:
7
1. Tarif upah lembur: 1/173 x Gaji Pokok
2. Perhitungan lembur dilakukan pada hari kerja biasa:
a. Untuk jam pertama adalah 1,5 kali TUL (Tunjangan Upah Lembur).
b. Untuk jam-jam berikutnya adalah sebesar 2 kali TUL.
c. Lebih dari jam 19.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan makan.
d. Lebih dari jam 22.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan
transport.
3. Perhitungan lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan atau hari raya
resmi:
a. Untuk setiap jam dalam batas waktu 7 (tujuh) jam pertama adalah
sebesar dua kali TUL.
b. Untuk jam ke 8 (delapan) sebesar 3 kali TUL.
c. Untuk jam ke 9 (sembilan) dan seterusnya adalah sebesar empat kali
TUL.
4. Pekerjaan lembur kurang dari ½ (setengah) jam sehari tidak diperhitungkan
dengan upah lembur.
5. Ketentuan upah lembur hanya berlaku untuk karyawan dengan golongan I-III
atau dinyatakan lain dalam perjanjian kerja.
6. Untuk karyawan shift, bilamana hari tugasnya jatuh pada hari libur resmi
(raya), maka jam kerja pada hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur, dan
perhitungan upah lemburnya mempergunakan perhitungan jam lembur hari
raya.
Berkaitan dengan hari raya, ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Hari Kerja Biasa
8
Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak
disediakan makan oleh Perusahaan akan diberikan tunjangan makan yang besarnya
ditetapkan oleh Perusahaan.
2. Hari Libur / Raya
Karyawan yang melakukan pekerjaan lembur pada hari istirahat minguan atau
hari libur resm i/hari raya akan mendapat tunjangan transport sesuai dengan ketentuan
hari kerja biasa ditambah tunjangan makan jika lembur yang dijalani telah melewati 3
(tiga) jam kerja.
Tunjangan transport tidak berlaku bagi karyawan yang mendapat fasilitas
kendaraan, sebagai kebijakan Perusahaan dapat mempertimbangkan mengganti biaya
transport (mis: tol, uang parkir dll) sesuai dengan biaya sebenarnya yang dikeluarkan
oleh karyawan untuk keperluan lembur tersebut.
Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak
disediakan makan oleh Perusahaan akan mendapat tunjangan makan sesuai dengan
yang telah ditetapkan oleh Perusahaan.
Banyak orang yang tidak mengetahui cara menghitung Upah Lembur (Uang
Lembur/Over Time). Upah Lembur ini mengacu pada Keputusan Menteri No.
Kep.102/MEN/VI/2004, Pasal 10 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:
Contoh kasus #1 Pasal 10 ayat (1)
Kita mulai membahas Pasal 10 ayat (1): Dalam hal upah terdiri dari upah po-
kok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100% (seratus
perseratus) dari upah. Makna pasal 10 ayat (1) sangat jelas, bahwa didalam
komponen upahnya hanya terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap.
Seperti apakah upah pokok dan tunjangan tetap?
9
Misalnya pengusaha menetapkan upah sebesar Rp 1.500.000 yang terdiri dari
komponen sebagai berikut:
- Gaji pokok Rp 1.200.000
- Tunjangan Jabatan Rp 300.000
Total Upah Rp 1.500.000
Diatas telah kita ketemukan total upah yang komponennya terdiri dari
gaji/upah pokok dan tunjangan tetap sebesar Rp 1.500.000.
Bagaimana perhitungannya?
Tarif upah sejam adalah Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51
Contoh kasus #2 Pasal 10 ayat (2)
Sedangkan ayat (2) menyatakan: Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tun-
jangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabilah upah pokok tambah tunjangan tetap
lebih kecil 75% (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar
perhitungan upah lembur 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.
Seperti apakah upah pokok dan ‘tunjangan tetap’ ditambah ‘tidak tetap’?
10
Kalau kita perhatikan rasio dari upah (gaji pokok dan tunjangan tetap) sebesar
79% (seperti tabel 10.2), maka acuan perkalian tidak bisa menggunakan rumus 75%
dari total upah keseluruhan.
Mengapa?
Kalau 75% dari total upah keseluruhan berarti Rp 1.900.000 x 75% = Rp
1.425.000. Sedangkan nilai komponen upah saja sebesar Rp 1.500.000. Artinya yang
digunakan adalah angka Rp 1.500.000 yaitu angka yang tertinggi dan lebih baik bagi
kepentingan karyawan, dengan perhitungan Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51 per-
jamnya.
Apakah boleh boleh dari nilai upah keseluruhan?
Prinsipnya, bila nilainya lebih baik dari ketentuan yang dimaksud Kepmen
sangat dibenarkan.
Bagaimana perhitungannya?
Jika menggunakan dari keseluruhan akan lebih baik, dan tarif sejamnya adalah
Rp 1.900.000 x 1/173 = Rp 10.983,-
3.3 Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan
Seringkali kita menemukan fenomena, dan ini sangat mudah dijumpai di Kota
Batam khususnya, dimana orang/karyawan dalam perusahaan bekerja sangat keras
diluar kelaziman bahkan sampai “pontang panting” tidak karuan. Mereka sudah tidak
perduli lagi dengan waktu. Berangkat kerja pagi-pagi, kembali waktu malam. Catatan
lembur, untuk karyawan perusahaan misalnya, sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan
tidak jarang, mereka juga terpaksa harus masuk disaat hari-hari besar. Waktu menjadi
seolah-olah sangat sempit sementara beban tugas terus semakin menumpuk dan
permasalahan tidak selesai selesai. Begitu selesai permasalahan yang satu, muncul
11
permasalahan yang lain. Begitu selesai target yang satu, muncul target yang lain
seolah tanpa berkesudahan.
Berikut Dampak dari implementasi sistem kerja lembur (overtime) yang
dirangkum dari hasil interview dan jajak pendapat terhadap beberapa karyawan
(secara acak) yang bekerja pada perusahaan yang berbeda di Kota Batam, yakni:
A. Dampak positif
Kata lembur memang sudah tidak asing lagi bagi para pekerja/karyawan
perusahaan, termasuk di Kota Batam.. Beberapa karyawan sangat suka mendapat
jatah lembur karena mereka bisa mencari penghasilan tambahan. Bahkan sekarang ini
eksistensi kerja lembur menjadi semacam komponen yang sangat dibutuhkan oleh
karyawan untuk menambah jumlah penghasilan. Dengan lembur, maka ada baiknya
kita bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Selain uang yang bertambah, kita
juga bisa mendapatkan nilai positif dari atasan. Ini penting bagi anda dan jenjang karir
tentunya. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga kalau lembur itu adalah sesuatu hal yang
sulit untuk dikerjakan. Banyak kendala yang harus kita hadapi. Inilah lembur, antara
suka dan tidak yang harus kita lalui ketika menjalankan lembur. Lembur memang bisa
sangat menarik karena kita tidak perlu menghabiskan waktu di rumah hanya untuk
bermalas-malasan.
Dampak positif dari sistem kerja lembur yang dirasakan karyawan, yakni:
Mendapatkan pemasukan tambahan
Dengan mengikuti lembur, maka kita bisa mendapatkan pemasukan tambahan.
Ini adalah hal utama dalam lembur. Jadi anda bisa menikmatinya nanti saat
menerima gaji anda.
Mendapatkan nilai lebih dari atasan
12
Dengan lembur, pastikan atasan anda tahu anda lembur. Hal ini sangat
berguna karena atasan pasti suka jika anda karyawan atau bawahannya bekerja
lembur apalagi hasilnya sama produktifnya.
Hal ini bisa memberikan anda nilai plus dan ini bagus bagi karir anda.
Dengan kerja lembur, maka anda akan mendapatkan pemasukan berlebih.
B. Dampak Negatif
Bekerja lembur memang menghasilkan banyak keuntungan, dari pekerjaan
lebih efisien, bisa mendukung percepatan karier, hingga tambahan penghasilan. Tapi
tidak untuk aspek lain si pekerja/karyawan.
Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa dari segi waktu, terdapat
pembagian waktu yang kurang proporsional. Dimana dengan kerja lembur (overtime),
secara otomatis porsi waktu terhadap pekerjaan di perusahaan lebih banyak dari pada
porsi waktu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.
Selain itu ada sisi psikologis yang perlu dicermati. Implikasinya sangat
kompleks dari mulai masalah pribadi, keluarga sampai pada masalah sosial. Dari sisi
pribadi misalnya, faktor gangguan kesehatan seperti stress, darah tinggi bahkan stroke
adalah hal yang kerap dijumpai akibat dari pola hidup yang “keluar” dari jalur
fitrahnya disamping pola makan yang buruk tentunya. Umur muda bukan lagi jaminan
untuk terhindar dari resiko penyakit-penyakit tersebut.
Dari sisi keluarga, waktu untuk berkumpul dengan istri dan anak-anak menjadi
dikorbankan. Hubungan antar anggota keluarga menjadi kurang solid dan harmonis.
Disamping itu kepedulian terhadap perkembangan anak-anak juga seolah-olah
terabaikan. Bahkan tidak jarang, banyak keluarga yang hancur berantakan akibat
masalah tersebut.
13
Secara sosial, mereka juga seringkali dipandang sebagai anggota masyarakat
yang tidak mau bersosialisasi di lingkungannya. Terlalu sibuk untuk urusan sendiri
menyebabkan kehilangan waktu untuk kumpul-kumpul atau bahkan untuk sekedar
menegur dan mengucapkan ucapan selamat kepada tetangganya yang baru saja
mendapat suka cita. Atau sekedar bertakziyah kepada sahabat dan kerabat yang
berduka cita.
Sikap hidup yang tidak ideal tersebut muncul karena kita seringkali memiliki
persepsi yang tidak proporsional terhadap lingkungan dimana kita berada, kepada
atasan kita, kepada kantor tempat kita bekerja, atau bahkan kepada klien atau parter
bisnis yang seharusnya dalam kendali kita. Kontrol kita serahkan sepenuhnya kepada
pihak luar. Atau bisa dikatakan kita seringkali hanya menjadi sekedar objek bukannya
sebagai subjek. Kita seringkali bukannya mengelola tapi dikelola, bukannya mengatur
tapi diatur, bukannya memanage tapi dimanage. “Kalau bukan dari mereka, rezeki
saya dari mana?” mereka berkilah. Karir adalah segala-galanya seolah-olah mereka
merasa tidak akan mencapai sukses apabila tidak melakukan hal seperti tersebut
diatas. Disini yang disoroti adalah sikap kita terhadap lingkungan kita dan target-
target itu. Selama kita masih bisa berjalan diatas fitrah kemanusiaan kita baik sebagai
individu, keluarga dan masyarakat serta bisa menikmati target dan beban kerja yang
kita miliki maka itu bukanlah menjadi persoalan. Menyusun skala prioritas adalah
jawabannya.
Misalnya, apa yang akan kita katakan apabila ada rekan bisnis perusahaan kita
meminta bertemu di luar jam perusahaan atau di luar hari kerja? Apakah akan kita
setujui atau kita tolak. Tentunya ini sangat situasional karena tergantung dari
kepentingan dan tingkat urgensinya. Apabila merupakan pertemuan biasa-biasa saja,
bisakah kita mengatakan “Maaf, saya tidak bisa meeting pada jam tersebut,
14
bagaimana kalau kita re-schedule ke pagi/siang saja dihari yang sama? Atau kita
terpaksa mengatakan “Oke pak” padahal kita sudah janji untuk mengajari anak-anak
dirumah karena sebentar lagi mereka menghadapi ujian/test di sekolahnya. Sekali lagi,
ini sangat situasional sehingga kitalah yang bisa menilainya. Bekerja lembur juga
akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan/mental dan kesehatan
karyawan/pekerja perusahaan.
Studi yang dipimpin Marianna Virtanen dari Finnish Institute of Occupational
Health dan University College London ini melibatkan sekitar 2.000 pegawai sipil usia
paruh baya di Inggris.
Studi menemukan hubungan kuat antara kerja lembur dan depresi. Korelasi ini
muncul tanpa mengabaikan sejumlah faktor pemicu depresi seperti sosial demografi,
gaya hidup, dan aktivitas lain yang memengaruhi tingkat stres.
"Meski kerja lembur kadang-kadang memberikan manfaat bagi individu dan
masyarakat, penting bagi kita untuk menyadari bahwa jam kerja yang berlebihan
terkait dengan peningkatan risiko depresi berat," kata Dr Virtanen, yang
memublikasikan studinya di jurnal online PLoS ONE, seperti dikutip Times of India.
Tuntutan lembur dan menyelesaikan beban pekerjaan di luar jam kerja
seringkali membuat pekerja tertekan. Jam kerja yang berlebih jelas akan menyita
waktu berkumpul bersama keluarga dan istirahat. Ada yang memilih berhenti kerja
karena jam kerja tak sesuai, tapi banyak pula yang bertahan karena alasan ekonomi.
Berdasarkan riset terbaru di Inggris, orang yang sering bekerja lembur dengan
menghabiskan waktu 10 hingga 11 jam sehari berisiko lebih tinggi mengalami sakit
jantung. Kesimpulan itu adalah hasil analisa studi terhadap 6.000 pekerja sipil di
Inggris yang dipublikasikan dalam European Heart Journal edisi online. Dalam
laporan itu disebutkan, mereka yang menambah waktu tiga hingga empat jam sehari
15
untuk bekerja lembur berisiko 60 persen lebih tinggi menderita sakit jantung. Angka
ini muncul setelah memperhitungkan berbagai risiko penyakit, termasuk kebiasaan
merokok. Dari data studi terungkap, ada 369 kasus kematian responden akibat
penyakit jantung. Mereka meninggal akibat mengalami serangan jantung ataupun
angina pectoris. Jumlah waktu yang dihabiskan saat lembur pun memiliki kaitan erat
dalam banyak kasus. Bekerja terlalu keras membuat jantung seperti dawai gitar yang
ditarik dengan keras. Berdasarkan penelitian Virtanen, memang ada sejumlah hal
yang menjelaskan hubungan ini.
1. Pekerja yang sering bekerja lembur umumnya adalah mereka dengan
kepribadian tipe A. Jenis pribadi ini cenderung agresif, kompetitif, gampang
tegang, sangat peduli akan waktu, dan umumnya gampang naik darah.
2. Stres psikologis yang muncul bersamaan dengan depresi dan kecemasan
mungkin akibat tidak cukup tidur atau tak cukup istirahat sebelum pergi tidur.
3. Ada tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan stres kerja yang
tersembunyi. Masalah ini tak muncul saat check up medis.
4. Pekerja yang sering bekerja lembur sering kali tetap bekerja ketika sakit, tak
mempedulikan gejala masalah kesehatan, dan tidak pergi dokter untuk
mengobati penyakitnya.
5. Pengalaman stres yang kronis (sering kali berhubungan dengan lamanya
waktu bekerja) bisa berdampak pada proses metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan menurut sebuah penelitian, risiko menderita penyakit jantung
iskemik pada para pekerja wanita meningkat akibat adanya tekanan pekerjaan yang
terlalu berat. Penyakit jantung iskemik sering disebut sebagai ‘silent kiler’ . banyak di
antara penderita tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini karena mereka
tidak mengalami gejala.
16
Studi penelitian terdahulu telah menyebutkan adanya keterkaitan antara stres
di tempat kerja dan risiko penyakit jantung. Akan tetapi kebanyakan studi ini hanya
berfokus pada kalangan pria.
Sementara riset lain dilakukan di New York terhadap 2.200 pekerja pria dan
wanita. Mereka disurvei mengenai pekerjaan dan efeknya terhadap kestabilan
kejiwaan. Rata-rata jam kerja dalam seminggu adalah 40 jam. Riset tersebut
membuktikan, para pekerja yang memiliki jam kerja lebih lama dari standar biasanya
mengalami masalah dalam kejiwaannya. Tak hanya berpengaruh pada menurunnya
kinerja, mental para pekerja pun bisa menjadi taruhannya. Seperti yang dikutip dari
reuters, Dr. Marianna Virtanen, sang peneliti, mengungkap bahwa waktu kerja yang
panjang berpengaruh pada fungsi kognitif seseorang.
Saat hal itu berlangsung lama, maka akan berpengaruh pada kesehatan jiwa
para pekerja tersebut. Para pekerja yang memiliki jam kerja 55 jam mengalami
penurunan kestabilan yang parah dalam lima tahun. Para ahli menilai, temuan ini
membawa sebuah pesan akan pentingnya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan
bagi kesehatan.
Agen Penelitian Kanker Internasional (IARC) baru-baru ini memutuskan
untuk memasukkan poin mengenai bekerja pada malam hari ke dalam daftar
pekerjaan beresiko kanker. Dalam dafar tersebut juga termasuk sinar ultraviolet,
karbon hitam, mesin pembuangan uap, zat-zat pewarna berbahaya, dan sebagainya.
Ilmuwan Jepang dari University of Occupational and Environmental Health
mengadakan sebuah eksperimen. Mereka mengamati 14.000 orang selama 10 tahun.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja dengan jam kerja
fleksibel lebih banyak menderita kanker prostat dibanding mereka yang bekerja
dengan jam kerja standar.
17
Pakar Denmark dari Institute of Cancer Epidemiology memeriksa 7.000
wanita berusia 30 hingga 54 tahun. Diketahui bahwa para wanita yang bekerja
setidaknya selama enam bulan lamanya pada malam hari memiliki peluang lebih
tinggi mengidap tumor payudara.
Richard Stevens, seorang professor dari Connecticut University Health Center
merupakan ilmuwan pertama yang mengamati interkoneksi antara bekerja malam hari
dan kanker payudara pada tahun 1987.
Ilmuwan menyelidiki alasan merebaknya kanker payudara pada tahun 1930-
an, di mana saat itu banyak perusahaan yang mulai menetapkan 24 jam kerja penuh
sehari dengan mempekerjakan wanita sebagai buruh siang dan malam.
Walaupun demikian, fenomena yang terjadi sekarang ini, posisi kerja lembur
(overtime) sudah bergeser menjadi suatu ‘kebutuhan’ (urgent) bagi para karyawan
untuk menambah nominal pendapatan. Karena pada kenyataanya, seiring dengan
kenaikan harga komponen kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari sehingga
terjadi inflasi, ternyata tidak diiimbangi dengan kenaikan upah/gaji pokok yang
signifikan. Istilahnya kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) yang terjadi tidak
sebanding dengan meroketnya harga-harga kebutuhan pokok di pasaran. Sehingga
seandainya tidak ada tambahan pemasukan dari kerja lembur (overtime) dan hanya
mengandalkan dari gaji pokok saja tidak bisa cukup. Dan inilah fakta yang terjadi di
lapangan sekarang ini. (Berdasarkan testimoni/wawancara/jajak pendapat).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada prinsipnya, kerja lembur (overtime) merupakan salah satu kebijakan
yang diterapkan oleh perusahaan terhadap karyawan untuk memenuhi target produksi
yang telah ditetapkan bersama pelanggan.
Karyawan berperan sebagai eksekutor yang mengimplementasikan kebijakan
tersebut (sinergi). Tentu saja hal ini akan sangat berdampak/berpengaruh bagi
kehidupan karyawan, baik secara kejiwaan/psikis, finansial, sosial/lingkungan,
kesehatan dan keberlangsungan hidup di masa yang akan datang.
3.2 Saran
Agar tercipta kondusifitas kerja bagi karyawan antara tuntutan untuk
memenuhi tercukupinya kebutuhan hidup dan menunaikan kewajiban sebagai
karyawan perusahaan (saling menguntungkan dan melengkapi), maka perlu
diperhatikan beberapa hal:
Peran pihak manajemen perusahaan untuk lebih memahami dan
memperhatikan aspek humaniora karyawan agar implementasi kerja lembur
tersebut berjalan dengan baik dan relevan dengan Peraturan Kerja Bersama
(PKB) yang telah disepakati.
Pentingnya untuk mengembangkan paradigma karyawan tentang kerja lembur
(overtime) yang merupakan nilai tambah (added value) bagi pendapatan pokok
dengan tetap memperhatikan berbagai hal tentang dampak/efek dari kerja
lembur sebagaimana yang telah dibahas di atas (proporsional).
19
DAFTAR PUSTAKA
Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/IV/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan
Upah Kerja Lembur.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3235/keputusan-menteri-atas-waktu-
dan-upah-kerja-lembur-
http://dedylondong.blogspot.com/2012/04/memahami-perhitungan-upah-lembur.html.
http://trick-tipsonline.blogspot.com/2011/04/kerja-lembur-bisa-tingkatkan-
risiko.htmlhttp://hrd.indika.net.id/sop/KerjaLembur.htm.
20