Analisis Batu
description
Transcript of Analisis Batu
ANALISIS BATU SALURAN KEMIH DAN BATU EMPEDU
PENDAHULUAN
Batu saluran kemih (BSK) merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih. Manifestasi klinis tergantung pada
lokasi batu, ukuran batu dan penyulit yang terjadi. Dapat berupa nyeri pinggang, hematuri,
hidronefrosis, infeksi sampai gagal ginjal. Jenis BSK terbanyak adalah kalsium oksalat.
Herring di Amerika Serikat melaporkan batu kalsium oksalat 72%, kalsium fosfat 8%, Struvit
9%, Urat 7,6% dan sisanya batu campuran.
Batu empedu adalah batu yang terdapat di dalam kandung empedu dan pada semua
saluran empedu sesuai dengan proses pembentukannya. Setegah sampai dua pertiga penderita
batu empedu adalah asimptomatis. Pada yang simptomatis manifestasi klinis dapat berupa
nyeri di perut kanan atas (kolik bilier), obstuctive jaundice, kolangitis atau pankreatitis.
Komposisi batu empedu terbanyak terdiri dari kolestreol, bilirubin dan kalsium.
Identifikasi BSK dan batu empedu dapat dilakukan dengan analisis batu, sehingga
jenis dan komposisi batu dapat diketahui. Analisis BSK dan batu empedu dilakukan pada
pasien dengan memeriksa batu yang didapat dari pembedahan atau yang keluar dari saluran
kemih secara spontan pada BSK.
Baik BSK maupun batu empedu cenderung mengambuh, dengan rata-rata
kekambuhan 50% dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Sehingga identifikasi data
kandungan/komposisi zat yang terdapat dalam batu sangat penting untuk upaya pencegahan
kemungkinan timbulnya batu kambuhan.
PATOGENESIS
Secara garis besar, pembentukan BSK dan batu empedu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri seperti
genetik, umur, dan jenis kelamin.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu seperti, diet, obesitas,
aktivitas fisik dll.
1
Penyebab pasti BSK belum diketahui oleh karena banyak faktor yang dilibatkan.
Diduga dua proses utama yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam
urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun.
Pada proses nukleasi, dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda
sehingga cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi
heterogen dan yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat menempel pada kristal asam
urat. Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu.
Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu struvit. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea (urea splitter) yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis
urea menjadi amoniak. Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau
karbonat apatit. Kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Teori pembentukan batu empedu tidak jauh berbeda dengan teori pembentukan BSK.
Baik pada batu kolestrol murni maupun batu campuran, yang mengawali terbentuknya batu
disebabkan adanya supersaturasi dari empedu oleh kolesterol. Kolesterol bersifat tidak larut
air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilasi empedu (hipersaturasi), kolesterol tidak mampu lagi
berada dalam keadaan terdispersi sehingga mengumpul menjadi kristal-kristal kolesterol yang
padat. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi (sukar
larut air) di saluran empedu. Tingkat bilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan (misal pada
sirosis hepatis, anemia hemolitik) meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi sehingga
meningkatkan pembentukan batu pigmen. Dapat juga terjadi sekunder dari infeksi bakteri
yang disebabkan karena stasis empedu. Bakteri seperti E. Coli mensekresi β-glukoronidase
yang akan memecah bilirubin glukoronide yang akan menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin ini akan mengendap bersama kalsium dan bersama dengan sel-sel bakteri yang mati
akan menjadi batu pigmen.
KOMPOSISI
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP) atau sistin. Data mengenai
kandungan/komposisi zat yang terdapat dalam batu sangat penting untuk usaha pencegahan
2
terhadap kemungkinan timbulnya batu kambuhan. Berdasarkan komposisi penyusun batu
yang terbanyak, BSK dibagi atas :
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, sekitar 70-80% dari seluruh BSK. Kandungan
batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran kedua unsur
tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang
tinggi di dalam darah atau urin dan akibat dehidrasi.
2. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh BSK. Diantara 75-80% batu asam urat
terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat bentuknya halus dan
bulat sehingg seringkali keluar secara spontan. Batu asam urat ini adalah tipe batu
yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi
kemolisis.
3. Batu Struvit
Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK. Batu struvit disebut juga batu
infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.
Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea (urea splitter)
yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana urin basa ini yang memudahkan
garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amonium fosfat (MAP) atau karbonat apatit. Kuman yang termasuk
pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
4. Batu Sistin
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Batu
sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi
sistin di mukosa usus. Sistin merupakan substansi yang sukar larut sehingga ekskresi
yang berlebihan cenderung membentuk batu.
Berdasarkan gambaran makroskopik dan komposisi kimianya terdapat 3 golongan
besar batu empedu :
3
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni jarang ditemukan. Batu kolesterol mengandung paling sedikit
70% kolesterol dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan kalsium
bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau
multipel dengan warna dari putih kekuningan sampai hijau atau hitam. Permukaan
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Biasanya batu ini radiolusen dan kurang dari 10% bersifat radioopak.
2. Batu Pigmen
Disebut juga batu lumpur atau batu kalsium bilirubinat. Berjumlah sekitar 20% dari
keseluruhan batu empedu. Mengandung < 25% kolesterol. Penampilannya tidak
banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan sampai hitam dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin
tak terkonjugasi di saluran empedu, pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat
infeksi.
3. Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai, ±80% dari keseluruhan kasus.
Terdiri atas kolesterol, pigmen empedu dan berbagai garam kalsium. Mengandung
25-50% kolesterol. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga
bersifat radioopak.
ANALISIS BATU SALURAN KEMIH DAN BATU EMPEDU
a. Pemeriksaan makroskopis
Sebelum diperiksa, batu terlebih dahulu dicuci dengan air kemudian dibiarkan kering.
Batu diperiksa bentuk, warna dan susunan permukaannya.
Komposisi
Batu
Warna Susunan Permukaan gambar
Kalsium
Oksalat
Kekuningan, abu-
abu pucat, coklat
gelap
Keras, batu yang
kecil permukaannya
halus, batu yang
besar permukaannya
runcing
4
Komposisi
Batu
Warna Susunan Permukaan Gambar
Asam urat Kuning sampai
coklat gelap
Keras, seperti
kembang dan
runcing
Fosfat Berwarna pucat Rapuh, lunak,
berkapur
Karbonat Putih keabuan Kecil, lunak, seperti
pasir
Struvit Putih kuning
kecoklatan atau
abu-abu terang
Sistin Kuning pucat Kecil, halus, lunak,
berlilin
Kolesterol Putih kekuningan
sampai hijau atau
hitam
Kecil, berlemak,
mengkilat waktu
kering, lunak, bulat,
berduri, dan ada
yang seperti buah
murbei
Bilirubin Coklat, kemerahan,
hitam
Bentuk tidak teratur,
kecil, banyak,
Seperti lumpur, atau
tanah yang rapuh
Batu
campuran
Berbagai macam
warna
Besar, berlapis
b. Pemeriksaan kimia
Prinsip : Batu saluran kemih atau batu empedu direaksikan dengan reagen
tertentu akan timbul warna, endapan, atau gas
5
Bahan : Batu saluran kemih atau batu empedu digerus atau dilarutkan dalam
air
Unsur Batu Metode
Karbonat 1. Tambahkan 1 ml HCl 10% terbentuk gas
Oksalat 1. Tambahkan 1 ml HCl 10% panaskan sampai mendidih +
0,1 gr MnO2 terbentuk gas
Kalsium 1. Tambahkan 1 ml HCl 1N panaskan sampai mendidih +
2 tetes ammonium oksalat jenuh terbentuk kekeruhan
Amonium 1. Tambahkan 0,5 ml Reagen Nessler (HgCl + KI + KOH)
terbentuk warna coklat
fosfat 1. Tambahkan 1 ml HNO3 pekat panaskan sampai
mendidih + 2 tetes ammonium molibdat 10% + 2 tetes
amoniak terbentuk warna coklat sampai kuning
2. Tambahkan 5 tetes amonium molibdat panaskan sampai
mendidih presipitat kuning
Asam urat 1. Tambahkan 0,5 ml reagen asam urat panaskan sampai
mendidih + 2 tetes NaCN 12% terbentuk warna biru
2. Tambahkan 1 tetes NaCO3 20% + 2 tetes reagen asam urat
terbentuk warna biru tua
Kolesterol 1. Tambahkan 0,5 ml chloroform panaskan sampai
mendidih + 2 tetes asam asetat anhydrid + 2 tetes H2SO4
pekat terbentuk warna hijau.
c. Difraksi sinar X
Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal dan
merupakan salah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa padatan kristalin.
Sinar X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,5-
2,5 A, berada diantara panjang gelombang sinar gamma dan sinar ultraviolet.
95% bahan padat dapat digambarkan sebagai kristal yaitu suatu padatan yang
atom/molekul/ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang secara
tiga dimensi. Bila seberkas sinar X berinteraksi dengan material kristal maka sinar
tersebut akan menghasilkan pola difraksi yang khas sesuai dengan susunan atom pada
6
kristal tersebut. Setiap substansi kristal memberikan pola; substansi yang sama selalu
memberikan pola yang sama; dalam campuran zat masing-masing menghasilkan pola
yang terpisah dari yang lain (A.W Hull, 1919)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan
kristalin, adalah metoda difraksi sinar-X serbuk (X-ray powder diffraction). Sampel
berupa serbuk padatan kristalin ditempatkan pada suatu plat kaca dalam difraktometer
seperti terlihat pada gambar. Identifikasi dilakukan dengan membandingkannya
dengan data standar dari JCPDF (joint committee for powder X-ray diffraction file)/
ICDD (international crystallographic diffraction data)
d. Fotometri Sinar Tampak
Fotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan
untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang
didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Yang dimaksud sinar tampak
adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh
mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm.
Hubungan antara penyerapan cahaya oleh larutan dan konsentrasi larutan telah
dijelaskan oleh Beer dimana dikatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding lurus
dengan jumlah cahaya yang diserap atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya
yang ditransmisikan.
7
Komponen fotometer terdiri dari :
1. Sumber sinar
Menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram.
2. Monokromator
Berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya
yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Monokromator yang digunakan adalah filter optik berupa
lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warna
lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat yang
digunakan sesuai jenis pemeriksaan.
3. Sel Sampel
Biasanya menggunakan kuvet yang berfungsi sebagai tempat sampel.
Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, biasanya berbentuk persegi
panjang dengan lebar 1 cm.
4. Detektor
Berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik.
5. Rekorder
Merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detektor.
Sebagai contoh : pengukuran kadar kolesterol pada batu empedu menggunakan
fotometer dengan metode CHOD-PAP
Reaksi : Kolesterol + oksigen - (enzim kolesterol oksidase) cholestenone
+ hidrogen peroksida
8
Hidrogen peroksida + 4-aminophenazone + fenol (enzim
peroksidase) kompleks warna
Bahan : batu empedu/ filtrate batu empedu dalam ethanol absolut
Persiapan : 1. Cuci batu empedu dengan air, kemudian keringkan
2. Batu digerus dalam mortir sampai homogen
Prosedur : 1. Timbang batu 1 gram, ekstraksi dengan larutan ether
2. Rendam dalam air hangat agar ether menguap
3. Larutkan dalam 5 mL ethanol absolut
4. Saring filtratnya
Prinsip : Setelah disaring, supernatan diperiksa kadar kolesterol secara
enzimatic colorimetric
Reagen : Kolesterol
Blanko (u/L) Standar (u/L) Sampel (u/L)
Akuabidest 100 - -
Standar - 100 -
Filtrat Batu Empedu - - 100
Reagen 1000 1000 1000
Campur, inkubasi 10 menit pada suhu kamar, baca dalam waktu 1 jam dengan
fotometer pada panjang gelombang 546 nm
e. Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Merah merupakan salah satu tenik analisis yang handal
untuk identifikasi senyawa-senyawa organik maupun anorganik berdasarkan absorbsi
gugus fungsional terhadap sinar infra merah. Pembacaan dilakukan pada panjang
gelombang 0,75–1.000 µm. Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah sama
dengan spektrofotometer yang lainnya yakni interaksi energi dengan suatu materi,
perbedaannya hanya terletak pada interval energi daerah infra merah yang sesuai
dengan besarnya energi yang diperlukan untuk eksitasi vibrasi ikatan-ikatan dalam
molekul. Molekul akan mengabsorpsi frekuensi radiasi infra merah tertentu, yang
berbanding lurus dengan besarnya energi yang diperlukan untuk transisi elektron dan
sesuai dengan mode vibrasi alamiah molekul, sehingga spektrum infra merah dapat
dianalogikan dengan sidik jari manusia.
Komponen spektrofotometer infra merah terdiri atas lima bagian pokok yaitu:
9
1. Sumber sinar
Sumber radiasi yang biasa digunakan berupa lampu Nernst Glower, Globar dan
Kawat Nikrom
2. Tempat sampel
Sampel berbentuk padatan ini dapat dibuat pelet, pasta, atau lapisan tipis. Pelet
KBr dibuat dengan menggerus sampel dan kristal KBr sehingga merata kemudian
ditekan (ada kalanya sampai 8 ton) sampai diperoleh pelet atau pil tipis. Pasta
(Mull) dibuat dengan mencampur sampel dan setetes bahan pasta sehingga merata
kemudian dilapiskan diantara dua keping NaCl yang transparan terhadap radiasi
infra merah.
3. Monokromator
Pada pemilihan panjang gelombang infra merah dapat digunakan filter, prisma
atau grating. Sehingga memungkinkan sebagian sinar melewati sampel dan
sebagian melewati blanko (reference).
4. Detektor
Detektor pada spektrofotometer infra merah merupakan alat yang bisa mengukur
atau mendeteksi energi radiasi akibat pengaruh panas, Yang paling banyak
digunakan dalam spektrofotometri infra merah adalah termokopel.
5. Rekorder
Sinyal yang dihasilkan dari detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra
merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Secara sederhana, identifikasi
suatu zat dilakukan dengan menbandingkan spektrumnya dengan spektrum dari
zat standar. Bila zat yang diperiksa sama dengan standar, maka posisi dan
intensitas relatif dari puncak-puncak resapan harus sama.
10
ANALISIS BATU SALURAN KEMIH DAN BATU EMPEDU DI LABORATORIUM
PATOLOGI KLINIK RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Bahan : batu saluran kemih dan batu empedu
Reagen :
1. HCl 10% 8. Amoniak 10%
2. MnO2 9. Nessler
3. HCl 1N 10. Reagen Uric Acid
4. Ammonium Oksalat Jenuh 11. NaCN 12%
5. HNO3 Pekat 12. Chloroform
6. Ammonium Molibdat 10% 13. Asam Asetat Anhydrid
7. H2SO4 pekat
Cara kerja
1. Cuci batu dengan air mengalir keringkan.
2. Identifikasi makroskopis : meliputi ukuran,warna dan susunan permukaan.
3. Haluskan batu dengan menggunakan mortir.
4. Batu yang sudah dihaluskan dimasukkan dalam tabung reaksi (berat masing-
masing 0,1 gram
a. Reaksi : bahan + 1 ml aquadest dipanaskan sampai mendidih kertas
lakmus menunjukkan reaksi asam/basa
b. Karbonat : Bahan + 1 ml HCl 10% terbentuk gas
c. Oksalat : Bahan karbonat dipanaskan sampai mendidih + 0,1 gram MnO2
terbentuk gas
d. Kalsium : Bahan + 1 ml HCl 1N panaskan sampai mendidih 2 tetes
ammonium oksalat jenuh terbentuk kekeruhan
e. Fosfat : Bahan + 1 ml HNO3 pekat panaskan sampai mendidih 2
tetes ammonium molibdat 10% + 2 tetes amoniak terbentuk
warna coklat sampai kuning
f. Ammonium : Bahan + 0,5 ml Nessler terbentuk warna coklat
g. Asam urat : Bahan + 0,5 ml reagen uric acid panaskan sampai mendidih
2 tetes NaCN 12% terbentuk warna biru
h. Kolesterol : Bahan + 0,5 ml chloroform panaskan sampai mendidih 2
tetes asam asetat anhydrid + 2 tetes H2SO4 pekat terbentuk
warna hijau
11
DAFTAR PUSTAKA
1. John Bernard Henry, M.D., Special Testing and Monitoring Techniques Urinary Calculi,
Management by Laboratory Methods, 22nd edition Vol I, 2002 : 474-479.
2. Opal E. Helper, PH.D., MD., Analysis of Urinary Calculi, Manual of Clinical Laboratory
Methods, 4th edition printing, 1966 : 16-19.
3. Prosedur Pemeriksaan Analisa Batu Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
4. G. Ratu, A Badji. Profil Analisis Batu Saluran Kemih . Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory. Vol 12, No.3, Juli 2006 : 114-117
5. Nurhadi M,dr. Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu dengan Batu Saluran
Empedu pada Penderita yang Dilakukan Eksplorasi Saluran Empedu di RSHS Bandung.
2011. http://ikabdi.org/downloads/index/10
6. Sya’bani M, Batu Saluran Kemih. Di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Slamet
Suyono, Editor. Jilid II Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta : 377-385.
7. Lesmana L.A, Batu Empedu. Di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sjaifullah Noer,
Editor. Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2001 : 380-383.
8. Purnomo B, Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. CV Infomedika. Jakarta, 2007 : 57-67.
9. Sjamsuhidayat R, De jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Cetakan I. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997 : 767-773.
10. Sari Ni Ketut, Analisa Instrumentasi. Edisi I. Yayasan Humaniora, Klaten. 2010 : 19-32.
11. Hsu Sherman, Infrared Spectroscopy. In Handbook of Instrumental Techniques for
Analytical Chemistry. 247-259.
12. Basics of X-ray Diffraction. Scintag,Inc. USA. 1999 : 7.1-7.11
13. Bishop Michael L, Clinical Chemistry Techniques, Principles, Correlations, 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2010 : 130 – 136.
12