Analisis Artikel
Click here to load reader
Transcript of Analisis Artikel
ANALISIS ARTIKELLaut Sulawesi Tenggara Tercemar Merkuri
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi Dasar
OlehSyahvira S.
072110101039
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2009
ARTIKEL “Laut Sulawesi Tenggara Tercemar Merkuri”
Kompas/Doty Damayanti, Kamis, 19 November 2009; Pukul 09:37 WIB
KENDARI, KOMPAS.com - Pencemaran logam berat berbahaya jenis merkuri
(Hg) yang diduga berasal dari kegiatan penambangan emas di Kabupaten
Bombana, mengancam wilayah perairan tangkap ikan di Sulawesi Tenggara
(Sultra). Dekan Fakultas Perikanan Universitas Haluoleo (Unhalu) Aslan di
Kendari, merkuri yang mengalir melalui Sungai Langkowala dan anakan sungai
lainnya dari areal penambangan emas yang tidak bisa terurai dalam zat cair, akan
mencemari perairan tangkap ikan Selat Tiworo, Kabupaten Muna. Selat Tiworo
adalah wilayah perairan yang menjadi lumbung tangkapan ikan potensial bagi
nelayan sehingga disayangkan kalau tercemar merkuri, kata Aslan. Logam berat
merkuri yang tidak bisa terurai dalam zat cair yang masuk ke dalam tubuh ikan
kemudian ikan tersebut dikonsumsi manusia akan membahayakan konsumennya.
Ia menduga penggunaan merkuri yang beredar secara ilegal sudah lama
berlangsung di zona penambangan emas Bombana dan beberapa tempat lainnya
seperti di Konawe Selatan, Muna dan Kolaka yang pernah ramai mendulang emas.
"
Pencemaran logam berat terungkap dari hasil penelitian dosen Fakultas Perikanan
Unhalu, Emiarti. Emiarti yang mengambil sampel di sejumlah titik bantaran
Sungai Langkowala dan bendungan irigasi Langkowala menemukan kandungan
logam berat mencapai 0,9 miligram (mg) perliter, sedangkan batas toleransi
sekitar 0,003 mg/liter dan memenuhi syarat konsumsesi manusia 0,002 mg/liter.
DPRD meminta pemerintah atau instansi terkait untuk mengawasi dugaan
peredaran merkuri hingga ke penambangan emas. Juga mengharapkan penegak
hukum untuk melakukan pengusutan," kata Sutan Harahap yang juga Sekretaris
Golkar Sultra. Ia menambahkan, logam berat merkuri dapat digunakan tetapi
harus seizin instansi terkait dalam hal ini Departemen Perdagangan dan
Kesehatan, khusus bagi perusahaan industri dan farmasi.
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/11/19/09371591/
laut.sulawesi.tenggara.tercemar.merkuri
ANALISIS ARTIKEL
Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk
ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Agen
Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat
yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal
(Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya
merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun
beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat)
serta terdapat sebagai bentuk ionik. (Mursyidin, 2006).
Kabupaten Bombana merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Tenggara
yang terkena dampak pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena di
Kabupaten Bombana terdapat area penambangan emas sehingga zat kimia yaitu
terutama merkuri dapat mengalir melalui Sungai Langkowala dan anakan sungai
lainnya dari areal penambangan emas yang tidak bisa terurai dalam zat cair, akan
mencemari perairan tangkap ikan Selat Tiworo, Kabupaten Muna. Selat Tiworo
adalah wilayah perairan yang menjadi lumbung tangkapan ikan potensial bagi
nelayan sehingga disayangkan kalau tercemar merkuri. Logam berat merkuri yang
tidak bisa terurai dalam zat cair yang masuk ke dalam tubuh ikan kemudian ikan
tersebut dikonsumsi manusia akan membahayakan konsumennya (Damayanti,
2009).
1. Bahan Kimia Merkuri (Hg)
1.1 Sumber Bahan dan Penggunaannya
Merkuri dilambangkan dengan Hg, akronim dari Hydragyrum yang berarti
perak cair. Merkuri merupakan salah satu unsur logam yang terletak pada
golongan II B pada sistem periodik, dengan nomor atom 80 dan nomor massa
200.59. Logam merkuri dihasilkan secara alamiah diperoleh dari pengolahan
bijihnya, Cinabar, dengan oksigen (Irwan, 2009). Reaksi dari Hydragyrum (Hg)
dengan oksigen : . Logam merkuri yang dihasilkan ini,
digunakan dalam sintesa senyawa senyawa anorganik dan organik yang
mengandung merkuri. Dalam kehidupan sehari-hari, merkuri berada dalam tiga
bentuk dasar, yaitu : merkuri metalik, merkuri anorganik dan merkuri organik
(Irwan, 2009). Senyawa-senyawa alkil merkuri lebih tahan urai daripada
senyawa merkuri anorganik, oleh karena itu senyawa alkil merkuri lebih
berbahaya sebagai bahan pencemar (Arifin, 2008). Merkuri (air raksa, Hg)
adalah salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam dan tersebar
dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa
anorganik dan organik (Anonim, 2009).
1.2 Sifat Fisika dan Kimia
Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya merkuri (Hg) dimasukkan
dalam golongan logam. Sedangkan berdasarkan densitasnya, dimasukkan ke
dalam golongan logam berat. Merkuri memiliki sifat-sifat (Arifin, 2008):
a) Kelarutan rendah;
b) Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen;
c) Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi
biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makanan;
d) Menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun
walaupun pada suhu ruang;
e) Logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada
suhu ruang 250C;
f) Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak;
g) Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 (tiga) bulan sampai 3 (tiga)
tahun sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa
minggu.
Toksisitas merkuri berbeda sesuai bentuk kimianya, misalnya merkuri
anorganik bersifat toksik pada ginjal, sedangkan merkuri organik seperti metil
merkuri bersifat toksis pada sistim syaraf pusat. Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu:
1. Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air
raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat (Anonim, 2009).
2. Merkuri anorganik: dalam bentuk Hg++ (Mercuric) dan Hg+ (Mercurous) ,
misalnya (Anonim, 2009).
3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain (Anonim,
2009):
- Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai
pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya
memakan ikan yang tercemar zat tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis dan kongenital.
- Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai
antiseptik dan fungisida.
2. Proses Perjalanan Merkuri (Hg) Mencapai Toksisitas pada Manusia
2.1 Proses Toksisitas Merkuri Secara Umum
Menurut dosen FMIPA UI ini, karena sifat ionnya yang mudah berinteraksi
dengan air, merkuri mudah memasuki tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui
kulit, inhalasi (pernafasan), atau lewat makanan atau makanan. Jadi, tanpa sadar,
manusia menumpuk merkuri dalam tubuhnya. Bila masuk melalui kulit akan
menyebabkan reaksi alergi berupa iritasi kulit. Reaksi seperti ini tidak perlu
menunggu lama. Ketika mandi beberapa kali di sungai atau di laut yang tercemar
merkuri, kulit pun akan segera mengalami iritasi. Pekerja yang biasa
menggunakan merkuri berisiko tinggi menghirup uap merkuri lewat hidungnya.
Uap yang terhirup ini dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan
dan paru. Dan hal ini dapat juga mengakumulasi menyebabkan kerusakan pada
saraf manusia. Dampak masuknya merkuri ke dalam tubuh biasanya muncul
dalam waktu lama. Dalam waktu hitungan bulan atau tahunan, tergantung kadar
merkuri yang masuk. Merkuri akan menumpuk dan selanjutnya mengganggu
fungsi ginjal atau sering disebut nefrotoksik (Anonim, 2008).
Merkuri masuk ke lingkungan perairan berasal dari berbagai sumber yang
timbul dari penggunaan unsur itu oleh manusia seperti buangan laboratorium
kimia, batu baterai bekas, pecahan termometer, fungisida kebun, tambal gigi
amalgam dan buangan farmasi. Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste
di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro-organisme menjadi komponen
metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun (toksik) dan daya ikat yang
kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal
tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakumulasi
maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam
jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level
yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang
makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Terjadinya proses akumulasi
merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up
take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi,
yaitu karena metil-merkuri memiliki paruh waktu sampai beberapa ratus hari di
tubuh hewan air, sehingga zat ini menjadi terakumulasi dan konsentrasinya
beribu kali lipat lebih besar dibanding air disekitarnya (Arifin, 2008).
2.2 Proses Toksisitas Merkuri pada Kasus Sulawesi Tenggara
Pada kasus pencemaran logam berat yaitu merkuri di perairan Sulawesi
Tenggara tersebut mengancam area tangkap ikan daerah Sulawesi Tenggara.
Logam berat merkuri mencemari area tangkap ikan, sedangkan merkuri adalah
zat yang sulit terurai dalam zat cair sehingga merkuri akan masuk dan
terakumulasi dalam tubuh ikan. Sedangkan ikan tersebut akan dikonsumsi
manusia. Sehingga manusia dapat mengalami keracunan logam berat tersebut.
Peristiwa keracunan logam berat merkuri di Propinsi Sulawesi Tenggara tersebut
dilalui dengan adanya proses tersebut.
Selanjutnya dalam proses bioakumulasi . Bioakumulasi adalah peningkatan
konsentrasi suatu zat sepanjang rantai makanan. Berikut ini adalah gambaran
bagaimana perjalanan metil-merkuri dari air hingga masuk ke dalam tubuh
manusia dan binatang (Arifin, 2008):
a) Metil-merkuri di dalam air dan sedimen dimakan oleh bakteri, binatang kecil
dan tumbuhan kecil yang dikenal sebagai plankton;
b) Ikan kecil dan sedang kemudian memakan bakteri dan plankton tersebut
dalam jumlah yang sangat besar sepanjang waktu;
c) Ikan besar kemudian memakan ikan kecil tersebut, dan terjadilah akumulasi
metil-merkuri di dalam jaringan. Ikan yang lebih tua dan besar mempunyai
potensi yang lebih besar untuk terjadinya akumulasi kadar merkuri yang
tinggi di dalam tubuhnya;
d) Ikan tersebut kemudian ditangkap dan dimakan oleh manusia dan binatang,
menyebabkan metil-merkuri berakumulasi di dalam jaringannya.
Ikan dapat mengabsorbsi metil-merkuri melalui makanannya dan langsung
dari air dengan melewati insang. Oleh karena merkuri terikat dengan protein di
seluruh jaringan ikan, termasuk otot, maka tidak ada metode pemasakan atau
pencucian ikan untuk mengurangi kadar merkuri di dalamnya (Arifin, 2008).
Pengaruh langsung polutan terhadap ikan biasa dinyatakan sebagai lethal
(akut), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu kurang dari 96 jam atau
sublethal (kronis), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu lebih dari 96 jam
(empat hari). Sifat toksis yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek
genetik maupun teratogenik terhadap biota yang bersangkutan. Pengaruh lethal
disebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau
bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ
tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk
perkembang-biakan, pertumbuhan dan sebagainya (Arifin, 2008).
3. Dampak Toksisitas Merkuri (Hg) Terhadap Tubuh Manusia
3.1 Dampak Toksisitas Merkuri pada Kasus di Sulawesi Tenggara
Pengaruh dari toksisitas merkuri terhadap tubuh antara lain : kerusakan
syaraf, termasuk menjadi pemarah, paralisys, kebutaan atau ganguan jiwa,
kerusakan kromosom dan cacat bayi dalam kandungan. Gejala-gejala ringan
akibat keracunan merkuri adalah depresi dan suka marah-marah yang merupakan
sifat dari penyakit kejiwaan, sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi
kabur, daya dengan menurun, merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut
terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak dan disertai diare, lemah badan,
dan cacat pada janin manusia (Arifin, 2008). Gejala keracunan akut antara lain
seperti kehilangan nafsu makan, berat badan menurun dan shyness. Gejala
keracunan kronik ringan adalah erethism, paraesthesia, kehilangan daya ingat,
insomnia, tremor dan ginggivitis, sweating (Inswiasri, 2008).
Keracunan kronik merkuri organik sangat berbahaya karena mengakibatkan
gangguan sistem syaraf pusat (central nervous system). Gejala pertama
(sindrom) yang dirasakan antara lain rasa kesemutan, rasa baal pada kulit, jarak
pandang mata menyempit, pendengaran berkurang, berjalan limbung , tremor,
dan daya ingat yang berkurang, gangguan fungsi ginjal dan kesuburan,
menimbulkan efek membahayakan terhadap otak janin (teratogenik) dan dapat
menimbulkan cacat seumur hidup. Keracunan Metilmerkuri menimbulkan
gangguan CNS seperti ataxia, pandangan menyempit, pendengaran menurun,
neuropati, sifatnya tembus otak dan plasenta oleh karena itu sangat berbahaya
bagi janin (Inswiasri, 2008).
3.2 Dampak Toksisitas Merkuri Dikaitkan dengan Toksikologi Syaraf
Kasus pencemaran yang terjadi di Laut Sulawesi Tenggara tersebut
menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia, antara lain menyebabkan
kerusakan syaraf pada manusia. Kerusakan syaraf tersebut merupakan adanya
gangguan pada system syaraf pusat (CNS) akibat keracunan yang kronik.
Kerusakan syaraf ini merupakan mekanisme direct damage and death of
neurons and glia cells yang disebabkan akibat keracunan logam berat merkuri
(Hg).
Efek kerusakan neurotoksik akibat keracunan merkuri organik seperti kasus
di atas dapat digolongkan pada kerusakan syaraf neuropati. Dimana badan sel
neuron dapat dipengaruhi oleh toksikan secara langsung. Metil merkuri pertama-
tama menyebabkan hilangnya ribosom setempat dan kemudian disintegrasi dan
hilangnya zat-zat Nissl, terutama dalam sel-sel kecil. Proses ini diikuti oleh
perubahan inti dan sekitarnya dan akhirnya diikuti oleh hilangnya seluruh
neuron termasuk aksonnya. Di lain pihak, metal merkuri dapat menembus sawar
darah otak dan karenanya merusak neuron dalam ganglia radiks dorsal serta
neuron SSP (Frank C. Lu, 1995).
4. Upaya Penanggulangan Pencemaran Merkuri terhadap Kasus di Laut
Sulawesi Tenggara
Upaya penanggulangan pencemaran merkuri, yaitu :
a) Instansi terkait harus mengawasi peredaran merkuri karena hampir
kegiatan penambangan emas cenderung menggunakan merkuri untuk
memudahkan mendapat emas (Damayanti, 2009).
b) Penggunaan logam berat merkuri harus seizin instansi terkait dalam hal
ini Departemen Perdagangan dan Kesehatan, khusus bagi perusahaan
industri dan farmasi (Damayanti, 2009).
c) Adanya manajemen yang baik dari sebuah industri atau pertambangan
agar bahan-bahan kimia yang digunakan tidak mencemari lingkungan
sekitar sehingga membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
d) Adanya penegakan hukum yang tegas bagi pihak-pihak yang melanggar
atau menggunakan merkuri secara illegal.
e) Masyarakat hendaknya berhati-hati dalam mengkonsumsi biota air laut
terutama ikan yang lokasi perairan terletak dengan area industri atau
pertambangan karena dimungkinkan akan tercemar logam berat seperti
metal merkuri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008.Bahaya Merkuri Ancam Warga [Serial online] http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=67 (26 Desember 2009).
Anonim.2009. Merkuri dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Manusia [Serial online] http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/MerKesMan.pdf (26 Desember 2009).
Arifin.2008. Merkuri (Hg); Logam Cair Toksik Mematikan [Serial online] http://smk3ae.com/2008/06/24/merkuri-hg-logam-cair-toksik-mematikan/ (26 Desember 2009).
Damayanti, Dotty.2009. Laut Sulawesi Tenggara Tercemar Merkuri [Serial online]http://regional.kompas.com/read/xml/2009/11/19/09371591/laut.sulawesi.tenggara.tercemar.merkuri (26 Desember 2009).
Frank C.Lu.1995.Toksikologi Dasar, Asas Organ Sasaran dan Penilaian Risiko.UI Press:Jakarta.
Inswiasri.2008. Paradigma Kejadian PenyakitPajanan Merkuri (Hg) [Serial online] http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/6-Inswiasri.pdf (26 Desember 2009).
Irwan, Syaputra.2009.Pendahuluan Tentang Merkuri [Serial online] http:// www .chem-is-try.org/wp-content/uploads/2009/05/merkuri_01.jpg (26 Desember 2009).
Mursyidin, Dindin H.2006.Menanggulangi Pencemaran Logam Berat [Serial online] http://www. ychi .org/index.php? option=com_content&task=blogsection&id=7&Itemid=39 (26 Desember 2009).