ANALISIS ALOKASI APBA

90
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH TAHUN 2015 ANALISIS ALOKASI APBA ANALISIS ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI ANALISIS ALOKASI APBA ANALISIS ALOKASI APBA

Transcript of ANALISIS ALOKASI APBA

Page 1: ANALISIS ALOKASI APBA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH(BAPPEDA) ACEH TAHUN 2015

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

(BAPPEDA) ACEH TAHUN 2015

ANALISIS ALOKASI APBA ANALISIS ALOKASI APBA

UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

ANALISIS ALOKASI APBA ANALISIS ALOKASI APBA

Page 2: ANALISIS ALOKASI APBA

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan

laporan hasil penelitian dengan judul “Analisis Alokasi APBA Untuk Pemberdayaan dan

Pengembangan Ekonomi” dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Tujuan utama

kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengusulan dan penyaluran

bantuan sosial (Bansos); mengkaji bagaimana program bantuan sosial telah mampu

menciptakan kemandirian ekonomi, meningkatan pendapatan penerima bansos, dan

mengetahui kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan dalam penerimaan

dana bantuan sosial.

Selesainya penelitian ini telah melibatkan semua pihak baik dalam penyediaan

analisis data maupun penulisan laporan akhir. Oleh karena itu kami menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penyusun yang telah mencurahkan

pikiran, waktu, dan tenaganya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan

hasil kajian ini.

Akhirnya, kami berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

sumber data dan informasi yang berguna bagi stakeholders dalam pengambilan

kebijakan untuk percepatan pembangunan Aceh. Semoga Allah Yang Maha Kuasa

senantiasa mengiringi setiap derap langkah kita dalam memberikan kontribusi nyata

untuk kemajuan Aceh ke depan.

BANDA ACEH, NOVEMBER 2015

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Drs. ZULKIFLI Hs, MM

Page 3: ANALISIS ALOKASI APBA

Executive Summary

Bantuan sosial merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang

diperuntukkan untuk membantu masyarakat yang memiliki tingkat kerentanan

sosial yang tinggi. Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bantuan sosial merupakan

bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak

secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki

kejelasan peruntukan penggunaannya.

Pemerintah Aceh juga telah menyalurkan bantuan sosial dalam jumlah yang

tidak kecil. Dana bantuan hibah dan bansos dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Aceh (APBA) 2014 dianggarkan sebesar Rp. 1,2 Trilyun yang diperuntukkan

bagi lima kelompok, masing-masing kepada pemerintah atau lembaga pemerintah,

kemudian kepada pemerintah daerah, BUMD, kelompok masyarakat, dan yang

terakhir kepada ormas. Namun, manfaat dari dana bansos tersebut belum mampu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ditambah

lagi ditemukannya fenomena pemberian bansos yang tidak tepat sasaran sehingga

memicu perhatian publik dan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengkaji dan mengungkapkan sejauh

mana program pemberian dana hibah/bantuan sosial berdampak kepada kemajuan

perekomian dan kesejahteraan masyarakat Aceh. Penelitian ini dilakukan dengan

metode kualitatif deskriptif dan penggunaan instrument survei terhadap penerima

dana bansos. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh

melalui survei, wawancara mendalam dan data dari dinas terkait. Penelitian ini

dilaksanakan di 12 kabupaten/kota di Aceh terdiri dari dalam beberapa sektor

(6 bidang) diantaranya adalah sektor pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan, perdagangan, dan jenis bantuan lainya. Untuk setiap sektor di pilih

secara random dengan menentukan lokasi dan jumlah dana bansos yang

dialokasikan pada tahun 2013. Untuk setiap Kabupaten/kota dipilih 6 bidang pada

SKPA terkait secara random yang mengalokasikan dana bansos. Pada masing –

masing bidang diambil 6 sampel jenis batuan dipilih juga secara acak.

Page 4: ANALISIS ALOKASI APBA

Hasil penelitian menemukan bahwa sistem penyaluran dan seleksi penerima

dana bansos masih memiliki banyak kelemahan. Dari 102 responden penerima dana

bansos yang menjadi objek penelitian, hanya terdapat 52 responden (50,9%) yang

dapat teridentifikasi dan ditemukan alamatnya. Artinya, hanya 64 kelompok yang

berhasil ditemukan dan dikunjungi, sedangkan 38 kelompok tidak didapat

ditemukan walaupun sudah melibatkan Keuchik dan kepala desa setempat. Hal ini

mengisyaratkan bahwa mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban Bansos

belum optimal dan akuntable.

Lebih lanjut, mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban dana Bansos

masih bervariasi dan belum optimal menyeleksi kelompok yang layak diberikan

Bansos. Sinergitas dan koordinasi antar lembaga sangat lemah sehingga banyak

aparatur desa serta dinas terkait tidak mengetahui siapa saja yang mendapatkan

dana Bansos. Pada akhirnya, proses seleksi, pengawasan dan pembinaan menjadi

tidak optimal.

Kajian ini juga menemukan bahwa dana bansos telah memberikan pengaruh

yang baik bagi peningkatan pendapatan, keberlanjutan usaha dan kemandirian

ekonomi kelompok penerima. Terutama kelompok usaha yang memiliki

pengalaman berusaha, adanya pendampingan dan modal yang mencukupi.

Faktor internal kelompok usaha sudah relatif memiliki lebih banyak kekuatan

berbanding kelemahan.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme

penyaluran Bansos perlu diperbaiki secara seksama untuk menutupi celah

penyalahgunaan atau ketidakefektifan penggunaan Bansos. Beberapa cara yang

dapat ditempuh seperti memperkuat seleksi kelompok penerima bansos dengan

melibatkan lebih banyak aparatur desa, memprioritaskan kelompok usaha yang

sudah berjalan dan meningkatkan keterlibatan dinas ditingkat kabupaten agar

koordinasi dan pengawasan lebih mudah dilakukan.

Disamping itu, kemandirian kelompok perlu ditingkatkan dengan program

pendampingan kelompok, kerjasama yang intensif dengan aparatur desa dan

pelatihan yang terkait dengan usaha kelompok. Dengan beberapa saran ini

diharapkan dana bansos dapat mencapai tujuannya sehingga berkontribusi

terhadap kesejahteraan dan pembangunan Aceh di masa depan.

Page 5: ANALISIS ALOKASI APBA

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1 2.1. Maksud dan Tujuan Penelitian. ........................................................................... 5

2.1.1. Maksud Penelitian ..................................................................................... 5 2.1.1. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5

2.1.3. Output yang Diharapkan ......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 7 2.1. Pengertian Bantuan Sosial ..................................................................................... 7 2.2. Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. ............................................................... 8

2.3. Pembedayaan Masyarakat dan Ekonomi ........................................................ 13

2.4. Konsep Pemberdayaan Ekonomi ........................................................................ 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 17 3.1. Ruang Lingkup, Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 17 3.2. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 17

3.3. Desain Penelitian, Metode Analisa dan Pembahasan ................................. 17

BAB IV GAMBARAN UMUM BANTUAN SOSIAL ACEH ........................................................ 18

4.1. Gambaran Umum Kondisi Aceh ........................................................................... 18 4.1.1. Potensi Pengembangan Wilayah ......................................................... 19 4.1.2. Wilayah Rawan Bencana ......................................................................... 20 4.1.3. Demografi ...................................................................................................... 21

4.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat....................................................................... 22 4.2.1. Pertumbuhan PDRB .................................................................................. 22 4.2.2. Laju Inflasi..................................................................................................... 26 4.2.3. Persentase Penduduk di atas garis kemiskinan ............................ 27 4.2.4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan ............................................. 29

4.2.5. Produktivitas Tenaga Kerja dan Status Menurut pekerjaan Utama .............................................................................................................. 29

4.2.6. Pengangguran .............................................................................................. 31 4.2.7. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita ....................... 32 4.3. Fokus Sumber Daya Manusia ............................................................................... 35 4.3.1. Kualitas Tenaga Kerja (Persentase Lulusan S1/S2/S3)............. 35 4.3.2. Tingkat Ketegantungan (Rasio Ketergantungan) ......................... 35 4.4. Aksebilitas Daerah .................................................................................................... 36

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 39 5.1. Analisa Mekanisme Penyaluran Bansos di Provinsi Aceh ........................ 39

5.1.1. Mekanisme Penyaluran Bansos Berdasarkan Dasar Hukumnya ..................................................................................................... 39

Page 6: ANALISIS ALOKASI APBA

ii

5.1.2. Realitas Mekanisme Penyaluran dan Pertanggung jawaban Bansos ............................................................................................................. 41

5.1.3. Analisis Mekanisme Penyaluran Bansos .......................................... 44 5.2. Analisis Manfaat Bantuan Dana Sosial .............................................................. 47 5.2.1. Pandangan Penerima Manfaat .............................................................. 47 1. Aspek Pendapatan ............................................................................... 47 2. Aspek Keberlanjutan Usaha ............................................................. 49 3. Aspek Kelembagaan ............................................................................ 52 4. Aspek Kemandirian ............................................................................. 57 5. Peran Pemerintah ................................................................................ 58 5.2.2. Pandangan Pemimpin Formal .............................................................. 61 1. Peningkatan Kesejahteraan ............................................................. 61 2. Kelembagaan ......................................................................................... 62 3. Kemandirian Masyarakat ................................................................. 64 4. Peran Pemerintah ................................................................................ 65 5.3. Analisis SWOT ............................................................................................................. 66 5.3.1 Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ................................... 65 5.3.2 Faktor Ekstenal (Kesempatan dan Tantangan) ............................. 67 5.3.3 Pemetaan Hasil Analisis SWOT ............................................................ 69 1. Strategi S-O (Kekuatan – Peluang)................................................ 71 2. Strategi S-T (Kekuatan – Tantangan) .......................................... 73 3. Strategi W - O (Kelemahan – Peluang) ........................................ 75 4. Strategi W - T ( Kelemahan – Tantangan) .................................. 76

BAB VI PENUTUP .................................................................................................................................. 78

1. Kesimpulan .................................................................................................................. 78 2. Saran ............................................................................................................................... 78

Page 7: ANALISIS ALOKASI APBA

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota 2009–2013 ................ 21

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 .................................................................................................................................. 23

Tabel 4.3 Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap

PDRB Aceh Tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Berlaku ................ 24

Tabel 4.4 Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh Dengan Migas Selama Tahun 2010 S.d 2014 Atas Dasar Harga Berlaku (HB) dan Harga Konstan (HK) .................................................................................................................. 25

Tabel 4.5 IHK dan Tingkat Inflasi Kota Banda Aceh Desember 2013, Tahun Kalender 2013, dan Year on Year menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100) ..................................................................................................................... 27

Tabel 4.6 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009–2013 ....................................................... 28

Tabel 4.7 Persentase Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ....................................................................................................... 29

Tabel 4.8 Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha ................. 30

Tabel 4.9 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 2009 – 2010 .................................................................. 31

Tabel 4.10 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas, Bekerja dan Pengangguran 2009 – 2010 (Juta) ......................................................................................... 31

Tabel 4.11 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Tahun 2008 – 2012........................................................................................ 34

Tabel 4.12 Rasio Ketergantungan di Aceh Tahun 2009-2013 ............................ 36

Tabel 4.13 Status Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Aceh Tahun 2006 s.d. 2012 ............................................................................................................. 36

Tabel 5.1 Proporsi Penerima Bantuan Sosial tahun 2013 ................................. 41

Tabel 5.2 Variasi tahapan penyaluran dan pertanggungjawaban Bansos ... 42

Tabel 5.3. Perbandingan penyaluran dan pertanggungjawaban penerima

Bansos ................................................................................................................ 43

Tabel 5.4 Persepsi Responden Penerima Bansos Mengenai Pendapatan

Usaha ................................................................................................................... 48

Tabel 5.5 Keadaan Pendapatan Kelompok Menurut Fungsi Modal Bansos 49

Tabel 5.6 Persepsi Responden Penerima Bansos Mengenai Keberlanjutan

Usaha ................................................................................................................... 49

Tabel 5.7 Persepsi Responden Penerima Bansos Mengenai Keberlanjutan

Usaha ................................................................................................................... 51

Page 8: ANALISIS ALOKASI APBA

iv

Tabel 5.8 Persepsi Responden Mengenai Kemampuan Membangun

Kelembagaan Usaha ...................................................................................... 52

Tabel 5.9 Keadaan Kelompok Dalam Membangun Kelembagaan ................... 54

Tabel 5.10 Persepsi Penerima Bansos Tentang Kemandirian ............................ 57

Tabel 5.11 Persentase Kecukupan Modal, Penggunaan Tenaga Kerja dan

Kebutuhan Pendampingan Pada Kelompok Usaha yang Masih

Aktif ..................................................................................................................... 58

Tabel 5.12 Persepsi Penerima Bansos Mengenai Peran Pemerintah Dalam

Keberhasilan Program.................................................................................. 59

Tabel 5.13 Peran Pemerintah Dalam Membangun Kelompok Usaha............... 60

Tabel 5.14 Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ........................................ 66

Tabel 5.15 FAKTOR EKSTERNAL (PELUANG DAN TANTANGAN) .................... 67

Tabel 5.16 Pemetaan Hasil Analisis SWOT ................................................................. 69

Tabel 5.17 Strategi S – O (Kekuatan – Kesempatan) BANSOS............................. 71

Tabel 5.18 Strategi S – T (Kekuatan – Tantangan) BANSOS ................................ 73

Tabel 5.19 Strategi W – O (Kelemahan – Peluang) BANSOS ................................ 75

Tabel 5.20 Strategi W – T (Kelemahan – Tantangan) ............................................. 76

Page 9: ANALISIS ALOKASI APBA

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan Inflasi Banda Aceh, Lhokseumawe, Provinsi

Aceh dan Nasional 2012-Desember 2013 ............................................ 26

Gambar 4.2 Distribusi dan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan

Tahun 2012-2013 ......................................................................................... 33

Gambar 4.3 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan Tahun 2012-

2013 ..................................................................................................................... 33

Gambar 5.1. Mekanisme Bantuan Sosial – Permendagri No.39 (2012) ............ 40

Page 10: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan

berada diantara Benua Asia dan Australia serta Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia. Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri dari

13.466 pulau. Dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa, Indonesia adalah Negara

berpenduduk terbesar keempat didunia setelah China, India dan Amerika Serikat.

Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan alam yang melimpah ruah.

Sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu,

bauksit, tanah subur, batur bara, emas dan perak dengan pembagian alam terdiri

dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, hutan dan daerah

berhutan sebesar 62% dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas

45.970 km.

Dengan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, masih menempatkan

Indonesia pada posisi ke 68 termiskin didunia (wordpress.com). Kemiskinan ini

menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan kesehatan yang layak dan mutu

pendidikan yang baik sehingga membuat masyarakat Indonesia semakin tertinggal

dibandingkan dengan Negara-negara yang sedang berkembang lain, serta dapat

menghambat kemajuan suatu Negara. Dengan kondisi seperti inilah akirnya

pemerintah memberikan bantuan sosial dari segala bidang dengan tujuan untuk

mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak

sehingga masyarakat Indonesia dapat maju, berkembang dan mandiri.

Bantuan sosial merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang

diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki kerentanan sosial yang merupakan

keadaan tidak stabil yang terjadi sebagai dampak dari krisis sosial, ekonomi,

politik, bencana, dan fenomena alam. Pengelolaan belanja bantuan sosial tidak

terlepas dari salah satu rangkaian kegiatan pengendalian dari Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah (SPIP) untuk memberikan keyakninan bahwa belanja bantuan

sosial dikelola dengan baik, tepat sasaran, dan memenuhi tujuan-tujuan dari

bantuan sosial itu sendiri. Belanja bantuan sosial di pemerintah daerah merupakan

Page 11: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 2

jenis belanja yang masuk dalam kwadran Belanja Tidak Langsung untuk jenis

belanja bantuan sosial dalam bentuk uang dan Belanja Langsung untuk belanja

bantuan sosial dalam bentuk barang dan jasa.

Berdasarkan peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bantuan sosial merupakan bantuan

dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara

terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif gan memiliki

kejelasan peruntukan penggunaannya.

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dilaksanakan sebagaimana

tercermin dari tujuan nasional yang termaktub dalam pembukaan Undang-undang

Dasar dan dalam pasa 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga

Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Sedangkan dalam pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa: “Fakir miskin dan anak-

anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Berdasarkan amanat konstitusional UUD

1945 tersebut maka pembangunan di bidang lainnya ditujukan untuk mewujudkan

kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan sosial dalam kehidupan

bermasyarakat.

Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, bantuan sosial (bansos)

adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada

individu, keluaraga, kelompok, dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara

terus menerus dan bersifat selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari

kemungkinan terjadinya resiko sosial. Pemberian bansos ini dari keuangan daerah

(APBD) diperbolehkan berdasarkan PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah dan Pemendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakir dengan Pemendagri 21

tahun 2011.

Dalam hal ini, resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat

menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu,

keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis

ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan

bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi yang

Page 12: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 3

wajar (Menurut Permendagri Nomor 32, 2011). Oleh karena itu, program dan

kegiatan Bantuan Sosial dilaksanakan oleh beberapa kementerian/Lembaga (K/L)

sesuai tugas dan fungsinya dengan tujuan akhir mendukung pencapaian target-

target pembangunan nasional. Selanjutnya, selain dialokasikan melalui

kementerian/Lembaga, Bantuan Sosial juga dialokasikan melalui Bagian Anggaran

Bendahara Umum Negara (BA BUN), yaitu dana cadangan penanggulangan

bencana.

Pemanfaatan alokasi Bantuan Sosial dalam APBN tahun 2014 sebesar

Rp91,8 triliun tersebut diarahkan untuk mendukung tercapainya sasaran

pembangunan nasional, antara lain melalui:

1. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa sebesar Rp9,0

triliun (a.l untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan) di Kementerian

Dalam Negeri.

2. Program Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian

sebesar Rp1,3 triliun (a.l untuk Perluasan Areal dan Pengelolaan Lahan

Pertanian) di Kementerian Pertanian.

3. Program Pendidikan Dasar sebesar Rp11,3 triliun (a.l untuk BSM siswa SD,

SMP, dan TPG guru swasta) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

4. Kegiatan Pembinaan, Pengembangan Pembiayaan dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan sebesar Rp19,9 triliun (terutama untuk penyelenggaraan PBI

Jaminan Kesehatan) di Kementerian Kesehatan.

5. Program Pendidikan Islam sebesar Rp11,9 triliun (a.l untuk BOS dan BSM

siswa MI, MTs, MA serta TPG guru swasta) di Kementerian Agama.

6. Kegiatan Jaminan Kesejahteraan Sosial (Bantuan Tunai Bersyarat/Program

Keluarga Harapan) bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sebesar Rp4,5

triliun di Kementerian Sosial.

7. Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebesar

Rp3,7 triliun (a.l untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan) di

Kementerian Pekerjaan Umum.

8. Kegiatan Tanggap Darurat Penanganan Bencana Alam sebesar Rp 3,0 triliun

untuk penanganan kejadian bencana alam selama tahun 2014 melalui BA

BUN.

Page 13: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 4

Selanjutnya, sampai dengan 25 Maret 2014, realisasi Bantuan Sosial

mencapai Rp10,2 triliun atau 11,2 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2014

sebesar Rp91,8 triliun, terutama untuk:

1. Pelaksanaan pembayaran program BOS, BSM, dan TPG guru swasta melalui

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama.

2. Pelaksanaan pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI melalui

Kementerian Kesehatan, dan

3. Pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

melalui Kementerian Pertanian.

Di Aceh sendiri, pemerintah juga sudah mengalokasikan dana untuk

berbagai program hibah/bantuan sosial guna menunjang peningkatan kualitas

masyarakat Aceh baik dari segi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dana

bantuan hibah dan bansos dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA)

2014 dianggarkan sebesar Rp. 1,2 T atau sedikit menurun dari tahun 2013 lalu

yang mencapai Rp. 1,6 Triliun. Dana hibah bansos diperuntukkan bagi lima

kelompok, masing-masing kepada pemerintah atau lembaga pemerintah,

kemudian kepada pemerintah daerah, BUMD, kelompok masyarakat, dan yang

terakhir kepada ormas.

Pada kenyataannya, pertumbuhan dana hibah/bantuan sosial yang

disalurkan pemerintah Aceh kepada masyarakat ternyata tidak mampu

mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Besarnya dana hibah yang disalurkan

pemerintah selama ini, yang diharapkan menjadi salah satu instrument stimulus

fiskal, ternyata tidak berpengaruh terhadap ekonomi Aceh itu sendiri. Bahkan

angka kemiskinan di Aceh tahun 2014 meningkat 1,33 persen dari tahun 2013.

Hipotesis yang muncul adalah akibat tidak tepatnya sasaran bantuan yang

diberikan oleh pemerintah Aceh merupakan salah satu penyebab semakin

meningkatnya kemiskinan di Aceh pada tahun 2014 dan adanya indikasi

penyelewangan dana yang dilakukan beberapa pihak dalam penyaluran dana

hibah/bantuan sosial. Hal ini berdampak tidak baik terhadap kemajuan

perkembangan program pemberian dana hibah/bantuan sosial. Diharapkan

Pemerintah Aceh lebih bijak dalam mengelola keuangan daerah.

Page 14: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 5

Menurut Delli (2014), permasalahan dalam bantuan sosial pada pemerintah

daerah disebabkan oleh lemahnya Sistem Pengendalian Intern (SPI) mulai dari

proses penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sebelum adanya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011 tentang Pedoman

Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD, permasalahan

yang terjadi di pemerintah daerah berkaitan dengan pengelolaan bantuan sosial

adalah:

1. Ketidakjelasan tentang definisi bantuan sosial yang akirnya berakibat pada

kesalahan dalam penganggaran,

2. Adanya unsur politik dalam penganggaran sehingga jumlah bantuan sosial

meningkat menjelang pilkada,

3. Bentuk pertanggungjawaban yang terlalu sederhana dari penerima bantuan

sosial.

Peran dan fungsi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam

pengelolaan bantuan sosial mutlak diperlukan untuk mengurangi dan pada

akirnya menghilangkan kesalan dan penyalahgunaan bantual sosial. Diharapkan

pemerintah daerah dapat mengasimilasi Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 32

tahun 2011 sehingga pengelolaan bantuan sosial dapat terlaksana dengan tepat

sasaran, transparan dan akuntabilitas dalam upaya meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat Aceh.

2.1 Maksud dan Tujuan Penelitian

2.1.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan

mengungkapkan sejauh mana program pemberian dana hibah/bantuan sosial

berdampak kepada kemajuan perekomian dan kesejahteraan masyarakat Aceh.

2.1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka penelitian

ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui bagaimana mekanisme pengusulan dan penyaluran bantuan

sosial.

Page 15: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 6

b. Mengkaji bagaimana program bantuan sosial telah mampu menciptakan

kemandirian ekonomi, meningkatan pendapatan penerima bansos.

c. Mengetahui kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan dalam

penerimaan dana bantuan sosial.

2.1.3 Output yang Diharapkan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar kebijakan dalam

memperbaiki mekanisme pengusulan dan penyaluran bantuan sosial sehingga

dampak dan manfaat yang diharapkan dapat diwujudkan.

Page 16: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bantuan Sosial

Berbagai literatur telah banyak mendefinisikan tentang hibah dan bantuan

sosial. Pengertian hibah dan bantuan sosial memiliki persamaan dan juga

perbedaan. Disatu sisi, hibah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011 adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah

kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,

masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan

peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus

menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah

daerah. Sedangkan, bantuan sosial menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011 adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari

pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat

yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk

melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa bantuan sosial

dapat berupa uang atau barang yang diberikan kepada individu, keluarga,

kelompok yang bertujuan untuk melindungi kemungkinan terjadi resiko sosial

yaitu potensi terjadinya kerentanan sosial sebagai dampak dari krisis sosial, krisis

ekonomi, krisis politik dan fenomena. Bantuan sosial dapat langsung diberikan

kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk

didalamnya bantuan untuk lembaga nonpemerintah bidang pendidikan dan

keagamaan. Pengeluaran ini dalam bentuk uang/ barang atau jasa kepada

masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, bersifat

tidak terus menerus dan selektif. Sementara itu, definisi bantuan sosial menurut

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 adalah transfer uang atau barang yang

diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya

resiko sosial.

Page 17: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 8

2.2 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011

Resiko sosial dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri 32 Tahun 2011

didefinisikan sebagai kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi

terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok

dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik,

bencana, atau fenomena alam ,yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial

akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

Berdasarkan pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari

APBD, yang diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun

2012, maka hibah hanya dapat diberikan secara limitatif atau penerima hibah telah

diatur secara limitatif artinya tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi dari

yang sudah ditentukan kepada: (a) pemerintah; (b) pemerintah daerah lainnya; (c)

perusahaan daerah; (d) masyarakat; dan (e) organisasi kemasyarakatan.

Selanjutnya dalam pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011 dijelaskan bahwa (a) hibah kepada Pemerintah diberikan kepada

satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang wilayah

kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan; (b) hibah kepada pemerintah

daerah lainnya diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah

sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan; (c) hibah kepada

perusahaan daerah diberikan kepada badan usaha milik daerah dalam rangka

penerusan hibah yang diterima pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; (d) hibah kepada masyarakat

diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang

perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan

keolahragaan nonprofesional; serta (e) hibah kepada organisasi kemasyarakatan

diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 menjelaskan bahwa (1) hibah kepada masyarakat diberikan dengan

persyaratan paling sedikit: (a) memiliki kepengurusan yang jelas; dan (b)

Page 18: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 9

berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan;

dan (2) hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan

paling sedikit: (a) telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-

kurangnya 3 (tiga) tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-

undangan; (b) berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang

bersangkutan; dan (c) memiliki sekretariat tetap.

Berdasarkan pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari

APBD, yang diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun

2012, maka (1) pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,

masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah

secara tertulis kepada kepala daerah; (2) kepala daerah menunjuk SKPD terkait

untuk melakukan evaluasi usulan; (3) kepala SKPD terkait menyampaikan hasil

evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD; dan (4) TAPD

memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan prioritas dan

kemampuan keuangan daerah.

Sesuai pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011,

maka (1) rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD menjadi dasar

pencantuman alokasi anggaran hibah dalam rancangan KUA dan PPAS; dan (2)

pencantuman alokasi anggaran meliputi anggaran hibah berupa uang, barang,

dan/atau jasa.

Berdasarkan pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011, maka (1) hibah berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD; (2) hibah

berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-SKPD; dan (3) RKA-PPKD dan

RKA-SKPD menjadi dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuai peraturan

perundang-undangan.

Sesuai pasal 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012,

maka (1) hibah berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung,

jenis belanja hibah, obyek belanja hibah, dan rincian obyek belanja hibah pada

PPKD; (2) obyek belanja hibah dan rincian obyek belanja hibah meliputi: (a)

pemerintah; (b) pemerintah daerah lainnya; (c) perusahaan daerah; (d)

Page 19: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 10

masyarakat; dan (e) organisasi kemasyarakatan; serta (3) hibah berupa barang

atau jasa dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan ke

dalam program dan kegiatan, yang diuraikan ke dalam jenis belanja barang dan

jasa, obyek belanja hibah barang atau jasa dan rincian obyek belanja hibah barang

atau jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada SKPD.

Berdasarkan pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 sebagai berikut: (1) Pelaksanaan anggaran hibah berupa uang berdasarkan

atas DPA-PPKD; (2) Pelaksanaan anggaran hibah berupa barang atau jasa

berdasarkan atas DPA-SKPD. Sedangkan, sesuai pasal 13 Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 32 Tahun 2011, (1) Setiap pemberian hibah dituangkan dalam

NPHD yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah; (2)

NPHD paling sedikit memuat ketentuan mengenai: (a) pemberi dan penerima

hibah; (b) tujuan pemberian hibah; (c) besaran/rincian penggunaan hibah yang

akan diterima; (d) hak dan kewajiban; (e) tata cara penyaluran/penyerahan hibah;

dan (f) tata cara pelaporan hibah; serta (3) kepala daerah dapat menunjuk pejabat

yang diberi wewenang untuk menandatangani NPHD.

Berdasarkan pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011, kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran

uang atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala

daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah

tentang penjabaran APBD; dan (2) daftar penerima hibah menjadi dasar

penyaluran/penyerahan hibah. Yang perlu menjadi perhatian adalah untuk

besaran uang atau jenis barang atau jasa dan penerima harus sesuai dengan daftar

penerima dan besaran uang yang tercantum dalam peraturan daerah tentang

APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

Untuk persyaratan penerima bantuan sosial telah diatur dalam pasal 22

ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, pemerintah

daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat

sesuai kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya, pasal 23 menjelaskan bahwa

anggota/kelompok masyarakat, meliputi: (a) individu, keluarga dan/atau

masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis

Page 20: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 11

sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi

kebutuhan hidup minimum; dan (b) lembaga nonpemerintahan bidang

pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu,

kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Pasal 25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 telah

memberi batasan atas tujuan penggunaan bantuan sosial sebagaimana diatur

dalam pasal 24 ayat 6, sebagai berikut: (1) rehabilitasi sosial ditujukan untuk

memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami

disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar; (2)

perlindungan sosial ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari

guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar

kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal;

(3) pemberdayaan sosial ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok

masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu

memenuhi kebutuhan dasarnya; (4) jaminan sosial merupakan skema yang

melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan

dasar hidupnya yang layak; (5) penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan,

program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok

masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian

dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan; dan (6)

penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk

rehabilitasi.

Dalam pasal 26 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

ayat (1) bantuan sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung

oleh penerima bantuan sosial; (2) bantuan sosial berupa uang adalah uang yang

diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,

yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar,

cacat berat dan tunjangan kesehatan putra-putri pahlawan yang tidak mampu; dan

(3) bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan secara langsung

kepada penerima seperti bantuan kendaraan operasional untuk sekolah luar biasa

swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin,

Page 21: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 12

bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi kelompok

masyarakat kurang mampu.

Berdasarkan pasal 27 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari

APBD, yang diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun

2012, maka (1) anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis

kepada kepala daerah; (2) kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan

evaluasi usulan tertulis; (3) kepala SKPD terkait menyampaikan hasil evaluasi

berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD; dan (4) TAPD

memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan prioritas dan

kemampuan keuangan daerah.

Sesuai pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011,

maka: (1) rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD menjadi dasar

pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial dalam rancangan KUA dan PPAS;

(2) pencantuman alokasi anggaran meliputi anggaran bantuan sosial berupa uang

dan/atau barang. Sedangkan, sesuai pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011 dijelaskan: (1) bantuan sosial berupa uang dicantumkan

dalam RKA-PPKD; (2) bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam RKA-

SKPD; dan (3) RKA-PPKD dan RKA-SKPD menjadi dasar penganggaran bantuan

sosial dalam APBD sesuai peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal 30 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun

2012, maka: (1) bantuan sosial berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja

tidak langsung, jenis belanja bantuan sosial, obyek belanja bantuan sosial, dan

rincian obyek belanja bantuan sosial pada PPKD; (2) objek belanja bantuan sosial

dan rincian objek belanja bantuan sosial meliputi: (a) individu dan/atau keluarga;

(b) masyarakat; dan (c) lembaga nonpemerintahan; serta (3) bantuan sosial

berupa barang dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang

diformulasikan ke dalam program dan kegiatan, yang diuraikan ke dalam jenis

belanja barang dan jasa, obyek belanja bantuan sosial barang dan rincian obyek

belanja bantuan sosial barang yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat

pada SKPD.

Page 22: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 13

Berdasarkan pasal 30A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun

2012, Kepala Daerah mencantumkan daftar nama penerima, alamat penerima dan

besaran bantuan sosial dalam Lampiran IV Peraturan Kepala Daerah tentang

Penjabaran APBD, tidak termasuk bantuan sosial kepada individu dan/atau

keluarga yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat dan Ekonomi

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedangkan

memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan

Oxford English Dictionary, kata empower mengandung dua pengertian, yaitu: (1) to

give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas ke pihak lain; (2) to give ability to atau enable atau usaha

untuk memberi kemampuan atau keperdayaan.”

Chambers (1995) menyatakan bahwa: ”Pemberdayaan masyarakat adalah

sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep

ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-

centered, participatory, empowering and sustainable".

Menurut Payne (1997) pemberdayaan masyarakat merupakan strategi

pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting

kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal

atas sumber daya materi dan nonmaterial. Sebagai suatu strategi pembangunan,

pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk

memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang

akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan

pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan

dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer

daya dari lingkungannya.

Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses

pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas

dan kebebasan bertindak. Sedangkan, Ife (1995) mengemukakan bahwa

pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment” yang berarti memberi daya,

Page 23: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 14

memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya, dan

Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah

atau tidak beruntung

Menurut Kartasasmita (1996) yang mengacu pada pendapat chambers,

pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang

menerangkan nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma basis

pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering dan

sustainable. Selanjutnya, pemberdayaan ekonomi rakyat adalah “upaya yang

merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan potensi ekonomi

rakyat untuk meningkatkan produktivitas rakyat sehingga, baik sumber daya

manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat, dapat

ditingkatkan produktivitasnya”.

Swift dan Levin (1987) mengatakan bahwa pemberdayaan menunjuk pada

usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.

Parsons, et al (1994) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses

dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi

pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-

lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa

orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.

2.4 Konsep Pemberdayaan Ekonomi

Program hibah dan bansos (bantuan sosial) merupakan salah satu konsep

pemberdayaan ekono14mi masyarakat baik di era tradisional maupun modern.

Menurut Sumodiningrat (1999) konsep pemberdayaan ekonomi secara ringkas

dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Perekonomian rakyat adalah perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat.

Perekonomian yang diselenggarakan oleh rakyat adalah bahwa perekonomian

nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas

Page 24: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 15

untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri. Pengertian rakyat

adalah semua warga negara.

2. Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi yang

kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang

benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala

struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui

perubahan struktural.

3. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi

tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari

ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian.

Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: (1) pengalokasian

sumber pemberdayaan sumber daya; (2) penguatan kelembagaan; (3)

penguasaan teknologi; dan (4) pemberdayaan sumberdaya manusia.

4. Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan

produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama dan hanya

memberikan suntikan modal sebagai stimulan, tetapi harus dijamin adanya

kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih

lemah dan belum berkembang.

5. Kebijakannya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat adalah: (1) pemberian

peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal);

(2) memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar

pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; (3) pelayanan pendidikan

dan kesehatan; (4) penguatan industri kecil; (5) mendorong munculnya

wirausaha baru; dan (6) pemerataan spasial.

6. Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: (1) peningkatan akses

bantuan modal usaha; (2) peningkatan akses pengembangan SDM; dan (3)

peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial

ekonomi masyarakat lokal.

Karl Marx dalam Mardi (2000), menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat

adalah proses perjuangan kaum powerless untuk memperolah surplus value

sebagai hak normatifnya. Perjuangan memperoleh surplus value dilakukan melalui

Page 25: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 16

distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Dan perjuangan untuk

mendistribusikan penguasaan faktor-faktor produksi harus dilakukan melalui

perjuangan politik.

Demikian juga menurut Sutrisno dalam Pujiana (2015) yang menyatakan

bahwa dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk

mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun

dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses

pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Perbedaannya dengan

pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada

pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai

oleh pemerintah.

Page 26: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 12 kabupaten/kota di Aceh terdiri dari dalam

beberapa sektor (6 bidang) diantaranya adalah sektor pertanian, perkebunan,

pertenakan, perikanan, perdangangan, dan jenis bantuan lainya. Untuk setiap

sektor di pilih secara random dengan menentukan lokasi dan jumlah dana bansos

yang dialokasikan pada tahun 2013. Untuk setiap Kabupaten/kota dipilih secara

random 6 SKPA yang terkait dengan alokasi dana bansos diatas Rp.20.000.000

pada 6 sektor dan pada setiap bidang dipilih 2 sampel secara random.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara kepada sampel dengan menggunakan kuesioner

dan wawancara mendalam dengan para informan. Sedangkan data sekunder

diperoleh melalui studi pustaka yang terdiri dari jurnal, laporan-laporan ilmiah,

laporan resmi pemerintah, dan bahan-bahan lain yang relevan

3.3. Desain Penelitian, Metode Analisa dan Pembahasan

Analisis data pada penelitian ini hanya mengunakan metode deskriptif

kualitatif, yaitu berupa data – data yang diperoleh memberikan gambaran secara

statistik dengan tabulasi dalam bentuk tabel, grafik, dan peta. Selanjutnya

kuisoener akan dilakukan pengujian data dengan menggunakan peralatan statistik

deskriptif,. Untuk analisis penelitian ini digunakan program SPSS seri 20.

Analisis SWOT disajikan dalam bentuk tabel untuk memetakan faktor

kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan. Berdasarkan tabel tersebut

disusun strategi kebijakan yang mungkin dilaksanakan untuk mendapatkan hasil

program bantuan sosial yang lebih baik. Hasil akhir untuk mendapatkan analisis

kajian yang mendalam maka dilaksanakan Focus Group Discassion (FGD) yang

pesertanya terdiri atas SKPA dan SKPK serta camat yang terkait dengan

penyaluran dana bantuan sosial untuk pemberdayaan ekonomi rakyat.

Page 27: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 18

BAB IV

GAMBARAN UMUM BANTUAN SOSIAL ACEH

4.1. Gambaran Umum Kondisi Aceh

Wilayah Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan sekaligus

merupakan wilayah paling barat di Indonesia. Berdasarkan Peta Rupa Bumi

Indonesia skala 1:50.000, wilayah daratan Aceh secara geografis terletak pada

02000’00” – 06000’00” LU dan 95000’ 00” – 98030’00” BT. Dengan batas-batas

wilayah adalah:

- sebelah utara : Selat Malaka dan Laut Andaman/Teluk Benggala;

- sebelah timur : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara;

- sebelah selatan : Provinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia;

- sebelah barat : Samudera Hindia.

Luas wilayah daratan Aceh adalah 56.758,8482 Km2 atau 5.675.840,82 Ha,

yang meliputi daratan utama di Pulau Sumatera, pulau-pulau besar dan pulau-

pulau kecil.Secara administratif, Aceh terdiri terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota,

284 kecamatan, 755 mukim dan 6.451 gampong/desa (Surat Gubernur Aceh Nomor

: 413.4/24658/2011 Tanggal 13 Oktober 2011).

Dari luas daratan yang terdapat di Aceh, pola pemanfaatan penggunaan

lahan/hutan di Aceh disesuaikan dengan fungsi lahan/hutan itu sendiri sehingga

dapat menjamin kelestarian produksi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pola

sebaran permukiman penduduk berkaitan erat dengan kondisi topografi, yaitu

berada di kawasan yang datar di sepanjang pantai utara-timur, sebagian wilayah

pantai barat-selatan dan lembah-lembah sungai.

Kondisi topografi di wilayah Aceh terhitung beragam yang tergolong ke

dalam wilayah datar hingga bergunung. Wilayah dengan topografi daerah datar dan

landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan berbukit hingga bergunung

mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah dengan topografi bergunung

terdapat dibagian tengah Aceh yang merupakan gugusan pegunungan bukit barisan

Page 28: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 19

dan daerah dengan topografi berbukit dan landai terdapat dibagian utara dan timur

Propinsi Aceh.

Sebanyak 408 Daerah Aliran Sungai (DAS) besar sampai kecil ditemukan di

Aceh, dimana sebanyak 73 sungai besar dan 80 sungai kecil dan ditetapkan pula 10

Wilayah Sungai (WS) sebagai sumber daya air.Potensi sumber daya air sungai

dikelompokkan menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu; (1) Wilayah Krueng Aceh hingga

Krueng Tiro, yang termasuk wilayah kering dengan curah hujan kurang dari 1.500

mm/tahun dengan debit andalan 4 liter/detik, (2) Wilayah Krueng Meureudu dan

sepanjang pantai Timur termasuk wilayah sedang dengan curah hujan 1.500 –

3.000 mm/tahun dengan debit andalan 7 – 8 liter/detik, dan (3) Wilayah pantai

Barat, yang termasuk wilayah basah dengan curah hujan 3.000 – 4.000 mm/tahun

dan dengan debit andalan 17 – 18 liter/detik.

Sedangkan rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir berkisar dari

80,10 mm/bulan pada bulan Februari hingga 159,40 mm/bulan pada bulan

Oktober. Rata-rata temperatur udara di Aceh pada tiga wilayah yaitu Banda Aceh,

Aceh Utara dan Nagan Raya berkisar dari 26,35 hingga 26,92 oC dengan

temperatur terendah 24,55 oC dan tertinggi 27,80 oC dengan rata-rata kelembaban

udara berkisar dari 80,73 persen hingga 80,73 persen.

4.1.1. Potensi Pengembangan Wilayah

Penetapan kawasan strategis Aceh didasarkan pada pengaruh yang sangat penting

terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan secara bersinergi.

Rencana Tata Ruang Aceh Tahun 2013-2033 telah menetapkan 4 kawasan sebagai

bagian dari rencana pengembangan kawasan strategis Aceh yang meliputi:

a. Kawasan pusat perdagangan dan distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and

Distribution Center) tersebar di 6 (enam) zona, meliputi;

1. Zona Pusat : Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan

Pidie dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten

Aceh Besar.

Page 29: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 20

2. Zona Utara : Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota

Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten

Bener Meriah dengan lokasi pusat agro industry di

Kabupaten Bireuen

3. Zona Timur : Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Kota Langsa, Aceh

Tamiang dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten

Aceh Tamiang

4. Zona Tenggara : Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Kota Subulussalam,

Kabupaten Singkil, Pulau Banyak dengan lokasi pusat

agro industry di Kabupaten Aceh Tenggara

5. Zona Selatan : Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Simeulue

dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh

Selatan

6. Zona Barat : Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya dengan

lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Barat

b. Kawasan agrowisata yang tersebar di 17 (tujuh belas) kabupaten yang tidak

termasuk ke dalam lokasi pusat agro industri;

c. Kawasan situs sejarah terkait lahirnya MoU Helsinki antara Pemerintah

Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka; dan

d. Kawasan khusus.

4.1.2 Wilayah Rawan Bencana

Aceh merupakan wilayah dengan kondisi alam yang kompleks sehingga

menjadikannya sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi terhadap ancaman

bencana, khususnya bencana alam. Tingkat resiko bencana Aceh diperoleh dengan

menggabungkan indeks probabilitas, indeks dampak, indeks kapasitas dan indeks

kerugian daerah akibat suatu potensi bencana. Hal ini disebabkan karena Aceh

berada tepat di jalur pertemuan lempeng Asia dan Australia, serta berada di bagian

ujung patahan besar Sumatera yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai

Selat Sunda. Berdasarkan catatan sejarah, Aceh pernah mengalami bencana gempa

dan tsunami yang cukup besar pada tahun 1797, 1891, 1907 dan 2004. Selain

bencana-bencana berskala besar yang pernah tercatat dalam sejarah, Aceh juga

Page 30: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 21

tidak lepas dari bencana yang terjadi hampir setiap tahun yang menimbulkan

kerugian tidak sedikit.

Permasalahan utama dalam penanggulangan bencana di Aceh antara lain:

belum sistematis dalam penanganan penanggulangan bencana, sehingga seringkali

terjadi tumpang tindih dalam penanganannya, masih lemahnya kapasitas

kelembagaan dan partisipasi masyarakat dalam pengurangan resiko bencana, masih

lemahnya koordinasi dalam penanggulangan bencana (fase tanggap darurat),

terbatasnya sarana dan prasarana penunjang kebencanaan serta masih lemahnya

kemitraan dan keterpaduan dalam penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi.

4.1.3. Demografi

Jumlah penduduk Provinsi Aceh dari tahun 2009–2013 mengalami peningkatan

dari 4.363.477 jiwa menjadi 4.791.924 jiwa atau rata-rata laju pertumbuhan

sebesar 2,37% per tahun. Dilihat dari distribusinya jumlah penduduk kondisi

sebarannya tidak merata antarkabupaten/kota, dimana jumlah penduduk

terbanyak pada tahun 2013 berada di Kabupaten Aceh Utara sebesar 556.556 jiwa

dan yang paling sedikit berada di Kota Sabang sebesar 32.191 jiwa, dengan

kepadatan penduduk masing-masing 207 jiwa/km2 dan 264 jiwa/km2 seperti yang

terlihat pada tabel 4.1 dan 4.2. Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi terdapat

di Kota Banda Aceh sebesar 4.451 jiwa/km2 dan terendah di Kabupaten Aceh Jaya

dengan kepadatan penduduk sebesar 22 jiwa/km2.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota 2009–2013

No. Kabupaten/Kota Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1. Simeulue 82.344 80.674 82.521 82.762 83.173

2. Aceh Singkil 102.505 102.509 104.856 107.781 110.706

3. Aceh Selatan 215.315 202.251 206.881 208.002 210.071

4. Aceh Tenggara 177.024 179.010 183.108 184.150 186.083

5. Aceh Timur 340.728 360.475 368.728 380.876 393.135

6. Aceh Tengah 189.298 175.527 179.546 182.680 185.733

7. Aceh Barat 158.499 173.558 177.532 182.495 187.459

Page 31: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 22

No. Kabupaten/Kota Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

8. Aceh Besar 312.762 351.418 359.464 371.412 383.477

9. Pidie 386.053 379.108 387.787 393.225 398.446

10. Bireuen 359.032 389.288 398.201 406.083 413.817

11. Aceh Utara 532.537 529.751 541.878 549.370 556.556

12. Aceh Barat Daya 124.813 126.036 128.922 131.087 133.191

13. Gayo Lues 75.165 79.560 81.382 82.962 84.511

14. Aceh Tamiang 241734 251.914 257.681 261.125 264.420

15. Nagan Raya 125.425 139.663 142.861 146.243 149.596

16. Aceh Jaya 82.904 76.782 78.540 82.172 85.908

17. Bener Meriah 114.464 122.277 125.076 128.538 131.999

18. Pidie Jaya 135.345 132.956 136.000 138.415 140.769

19. Banda Aceh 212.241 223.446 228.562 238.784 249.282

20. Sabang 29.184 30.653 31.355 31.782 32.191

21. Langsa 140.415 148.945 152.355 154.722 157.011

22. Lhokseumawe 159.239 171.163 175.082 178.561 181.976

23. Subulussalam 66.451 67.446 68.990 70.707 72.414

Jumlah 4.363.477 4.494.410 4.597.308 4.693.934 4.791.924

Sumber: Badan Pusat Statistik Aceh, 2014

4.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

4.2.1 Pertumbuhan PDRB

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Migas dan PDRB Tanpa

Migas Aceh yang dihitung atas dasar harga konstan selama lima tahun terakhir

(2010-2014) mengalami penurunan. Laju pertumbuhan masing PDRB yang

dihitung berdasarkan harga konstan terlihat bahwa, PDRB dengan migas

mengalami penurunan dari 4,62 persen (2011) menjadi 2,12 persen (2014),

demikian juga PDRB yang dihitung dengan tanpa migas mengalami penurunan dari

5,38 persen tahun 2011 menjadi 4,17 persen pada tahun 2014. Penurunan laju

pertumbuhan PDRB yang dihitung dengan migas disebabkan oleh menurunnya

produksi minyak dan gas alam Aceh sedangkan penurunan laju pertumbuhan

PDRB tanpa migas disebabkan disebabkan oleh sektor Pertanian yang menjual

Page 32: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 23

hasil produksinya dalam bentuk bahan mentah. Perkembangan nilai dan

kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB Aceh atas dasar harga konstan selama

kurun waktu 2010-2014 secara lebih rinci disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-sektor Terhadap PDRB Aceh

Tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Sektor 2010 2011 2012 2013 2014

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

Pertanian 8.837.089,19 26,70 9.317.163,33 26,85 9.775.056,94 26,95 10.130.608,53 26,98 10.338.549,07 26,95

Pertambangan &

Penggalian 2.612.121,25 7,89 2.613.506,05 7,53 2.566.852,01 7,08 2.477.138 6,60 2.233.639,26 5,82

Industri Pengolahan 3.491.324,15 10,55 3.549.828,10 10,23 3.594.346,34 9,91 3.483.060 9,28 3.228.138,52 8,41

Listrik, Gas & Air Bersih 121.754,53 0,37 130.925,95 0,38 142.669,55 0,39 147.702 0,39 158.084,22 0,41

Konstruksi 2.346.678,78 7,09 2.500.730,09 7,21 2.654.924,54 7,32 2.824.566 7,52 2.980.505,17 7,77

Perdagangan, Hotel & Restoran

6.609.054,88 19,97 7.069.083,44 20,37 7.524.993,48 20,75 7.965.436 21,21 8.271.238,99 21,56

Pengangkutan &

Komunikasi 2.430.513,05 7,34 2.579.871,49 7,43 2.724.735,93 7,51 2.850.814 7,59 2.955.494,99 7,70

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

620.704,11 1,88 660.992,92 1,90 707.566,02 1,95 757.666 2,02 812.933,74 2,12

Jasa-jasa 6.033.842,89 18,23 6.282.716,55 18,10 6.574.486,35 18,13 6.909.942 18,40 7.383.304,38 19,25

PDRB (Migas) 33.103.082,84 100 34.704.817,93 100 36.265.631,18 100 37.546.931,32 100 38.361.888,34 100

Laju pertumbuhan PDRB

(Migas) (%) 4,62

4,30

3,41

2,12

PDRB (Tanpa Migas) 29.072.034,53

30.726.190,35

32.369.913,67

33.918.165,69

35.394.150,13

Laju pertumbuhan PDRB (Tanpa Migas) (%)

5,38

5,08

4,56

4,17

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Migas dan PDRB Tanpa

Migas Aceh yang dihitung atas dasar harga berlaku selama lima tahun terakhir

(2011-2014) juga mengalami penurunan, laju pertumbuhan selama periode

(2011-2014) untuk PDRB Migas sebesar 9,20 persen tahun 2011 menurun menjadi

7,17 persen tahun 2014 demikian juga laju pertumbuhan PDRB Tanpa Migas dari

10,15 persen tahun 2011 turun menjadi 9,88 persen pada tahun 2014. Hal ini

disebabkan oleh menurunnya produksi minyak dan gas alam Aceh demikian juga

laju pertumbuhan PDRB tanpa migas menurun karena sektor Pertanian,

Perdagangan, Hotel & Restoran dan Jasa-jasa sebagai 3 (tiga) sektor penyumbang

terbesar terhadap PDRB Tanpa Migas Aceh selama periode 2010-2014 mengalami

pertumbuhan yang melamban masing-masing sebesar 3,84 persen, 5,45 persen

dan 0,26 persen. Perkembangan nilai dan kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB

Page 33: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 24

Aceh atas dasar harga berlaku selama kurun waktu 2010-2014 secara lebih rinci

disajikan pada Tabel 4.3.

Dilihat dari sisi kontribusi sektor-sektor yang membentuk struktur PDRB

Aceh, selama tahun 2010-2014 sektor pertanian masih menjadi leading sektor

yang diikuti oleh perdagangan, hotel dan restoran. Atas dasar harga konstan, pada

tahun 2010 kontribusi pertanian adalah sebesar 27,94 persen meningkat menjadi

28,29 persen di tahun 2014. Peningkatan tersebut adalah akibat menurunnya

kontribusi Pertambangan & penggalian dari 11,06 persen tahun 2010 turun

menjadi 8,17 persen Tahun 2014. Sektor pertanian walaupun sebagai penyumbang

nilai PDRB terbesar, namun kontribusinya belum sebanding dengan keterlibatan

masyarakat Aceh yang sekitar 60 persen masih menggantungkan harapan kepada

sektor pertanian.

Tabel 4.3 Perkembangan Nilai dan Kontribusi Sektor-Sektor Terhadap PDRB Aceh

Tahun 2010-2014 Atas Dasar Harga Berlaku

Sektor 2010 2011 2012 2013 2014

Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

Pertanian 22.111.928,24 27,94 24.030.610,90 27,45 25.874.400,45 27,47 27.995.359,29 27,68 30.831.290,27 28,29

Pertambangan & Penggalian

8.752.687,67 11,06 9.811.657,32 11,21 9.922.385,74 10,53 9.650.416,01 9,54 8.899.730,26 8,17

Industri

Pengolahan 7.627.130,95 9,64 7.872.804,98 8,99 8.280.951,72 8,79 8.221.012,12 8,13 7.768.700,08 7,13

Listrik, Gas & Air

Bersih 336.833,23 0,43 417.183,13 0,48 492.425,56 0,52 542.403,69 0,54 652.471,04 0,60

Konstruksi 8.076.299,11 10,20 9.556.898,07 10,92 10.621.697,75 11,28 11.694.047,21 11,56 13.172.907,45 12,09

Perdagangan,

Hotel & Restoran 12.479.967,58 15,77 14.442.635,29 16,50 15.951.480,54 16,93 17.342.036,24 17,14 18.886.715,92 17,33

Pengangkutan &

Komunikasi 8.255.417,03 10,43 9.204.439,50 10,52 10.063.122,39 10,68 11.163.310,10 11,04 12.256.666,50 11,25

Keuangan, Persewaan & Jasa

Perusahaan

2.048.051,76 2,59 2.348.075,89 2,68 2.735.485,18 2,90 3.147.822,81 3,11 3.573.347,93 3,28

Jasa-jasa 9.456.963,55 11,95 9.846.112,67 11,25 10.260.099,39 10,89 11.393.554,34 11,26 12.922.393,08 11,86

PDRB Migas 79.145.279,11 100,00 87.530.417,75 100,00 94.202.048,72 100,00 101.149.961,81 100,00 101.149.961,81 100,00

Laju Pertumbuhan PDRB Migas

9,58

7,08

6,87

7,17

PDRB Tanpa Migas 66.005.798,41

73.462.650,53

79.939.006,22

87.510.328,68

97.100.615,21

Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas

10,15

8,10

8,65

9,88

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Penurunan ini sangat dipengaruhi akibat semakin berkurangnya produksi

pengolahan gas alam cair di kawasan industri strategis Lhokseumawe.

Sedangkan tanpa migas, kontribusinya hampir tidak mengalami peningkatan

Page 34: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 25

yaitu sekitar 5,47 persen (2007) menjadi 5,63 persen (2011). Hal ini

menunjukkan bahwa industri pengolahan bahan baku utama yang dihasilkan di

Aceh yaitu bersumber dari pertanian (agroindustri) belum berkembang dengan

baik. Ekspor produk pertanian dari Aceh masih cenderung dalam bentuk bahan

baku mentah (row material) dan hal ini yang menyebabkan masih rendahnya

nilai tambah yang diperoleh daerah (Tabel 4.4).

Masih rendahnya kontribusi sektor industri pengolahan di Aceh

diantaranya akibat masih rendahnya peran swasta termasuk pengusaha lokal

untuk mengolah sumberdaya alam yang tersedia di daerah sendiri, terutama

produk-produk bahan baku pertanian. Sedangkan kelompok industri kecil dan

rumah tangga produktivitasnya juga masih sangat rendah dan belum kompetitif

terhadap produk-produk yang berasal dari luar daerah.

Tabel 4.4 Perkembangan Kontribusi Sektor-sektor

Terhadap PDRB Aceh Dengan Migas Selama Tahun 2010 S.d 2014 Atas Dasar Harga Berlaku (HB) dan Harga Konstan (HK)

Sektor 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%)

HB HK HB HK HB HK HB HK HB HK

Pertanian 26,70 27,94 26,85 27,45 26,95 27,47 26,98 27,68 26,95 27,68

Pertambangan & Penggalian 7,89 11,06 7,53 11,21 7,08 10,53 6,60 9,54 5,82 9,54

Industri Pengolahan 10,55 9,64 10,23 8,99 9,91 8,79 9,28 8,13 8,41 8,13

Listrik, Gas & Air Bersih 0,37 0,43 0,38 0,48 0,39 0,52 0,39 0,54 0,41 0,54

Konstruksi 7,09 10,20 7,21 10,92 7,32 11,28 7,52 11,56 7,77 11,56

Perdagangan, Hotel & Restoran 19,97 15,77 20,37 16,50 20,75 16,93 21,21 17,14 21,56 17,14

Pengangkutan & Komunikasi 7,34 10,43 7,43 10,52 7,51 10,68 7,59 11,04 7,70 11,04

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

1,88 2,59 1,90 2,68 1,95 2,90 2,02 3,11 2,12 3,11

Jasa-jasa 18,23 11,95 18,10 11,25 18,13 10,89 18,40 11,26 19,25 11,26

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Jika diamati perkembangan kontribusi sektor-sektor yang membentuk

struktur PDRB selama periode 2010-2014, bahwa ekonomi Aceh telah mengalami

pergeseran struktur (economic structural transformation) selama lima tahun

terakhir. Kontribusi sektor primer (pertanian serta pertambangan dan penggalian)

telah mengalami penurunan dari 39,00 persen (2010) turun menjadi 37,22 persen

(2014), dan demikian pula halnya dengan sektor sekunder (industri pengolahan,

Page 35: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 26

listrik, gas dan air bersih, serta konstruksi) dari 20,27 persen (2010) turun

menjadi 20,23 persen (2014).

Penurunan kedua sektor ini telah digantikan oleh sektor tertier

(perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa) yang setiap tahunnya terus

mengalami pertumbuhan secara signifikan sehingga kontribusinya meningkat

tajam dari 40,74 persen (2010) naik menjadi 42,55 persen (2014). Sektor tertier

cenderung mengalami pertumbuhan signifikan di kawasan perkotaan yang selama

beberapa tahun terakhir kian berkembang pesat di hampir seluruh wilayah Aceh.

Tumbuh dan semakin berkembangnya perkotaan di Aceh lebih cepat dengan

pedesaan, telah menstimulir terjadinya konsentrasi tersedianya sumber daya

manusia yang berkualitas di wilayah perkotaan. Kondisi tersebut diduga

mendorong terjadinya pergeseran struktur ekonomi Aceh dari sektor primer dan

sekunder ke sektor tertier.

4.2.2 Laju Inflasi

Pada bulan Desember 2013 di Kota Banda Aceh terjadi inflasi sebesar 0,71

persen dan diKota Lhokseumawe deflasi sebesar 0,12 persen sehingga secara

agregat di Provinsi Acehterjadi inflasi sebesar 0,30 persen, seperti pada gambar

4.1 di bawah ini.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 4.1 Perkembangan Inflasi Banda Aceh, Lhokseumawe, Provinsi Aceh dan Nasional

2012-Desember 2013

Page 36: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 27

Inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh secara umum disebabkan oleh

kenaikan harga padaKelompok Bahan makanan dengan inflasi sebesar 1,66

persen, diikuti oleh Kelompok Kesehatan inflasi sebesar 1,01 persen, Kelompok

Makanan Jadi, Minuman, Rokok danTembakau inflasi sebesar 0,71 persen,

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan BahanBakar mengalami inflasi sebesar

0,25 persen, Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan OlahRaga inflasi sebesar

0,21 persen, Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuanganinflasi sebesar

0,05 persen, dan Kelompok Sandang mengalami inflasi sebesar 0,01 persen.

Laju inflasi sampai dengan bulan Desember 2013 untuk Kota Banda Aceh

adalah sebesar 6,39 persen, Kota Lhokseumawe 8,27 persen dan Aceh 7,31 persen.

Sedangkan Inflasi “year on year” (Desember 2013 terhadap Desember 2012) untuk

Kota Banda Aceh adalah sebesar 6,39 persen, Kota Lhokseumawe 8,27 persen dan

Aceh 7,31 persen. Ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 IHK dan Tingkat Inflasi Kota Banda Aceh Desember 2013, Tahun Kalender 2013,

dan Year on Year menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)

IHK Des

2013

Inflasi

Bulan Des

2013

Laju

Inflasi

Tahun

Kalender

2013

Inflasi

Year on

Year

IHK Des

2013

Inflasi

Bulan Des

2013

Laju

Inflasi

Tahun

Kalender

2013

Inflasi

Year on

Year

UMUM 135,32 0,71 6,39 6,39 144,56 -0,12 8,27 8,27

1. Bahan Makanan 152,42 1,66 11,82 11,82 172,04 -0,50 18,39 18,39

2. Makanan jadi, Minuan, Rokok dan Tembakau 138,65 0,71 5,05 5,05 139,23 0,01 2,75 2,75

3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 123,60 0,25 2,86 2,86 135,58 0,13 2,60 2,60

4. Sandang 166,34 0,01 -0,82 -0,82 142,82 0,13 0,25 0,25

5. Kesehatan 151,62 1,01 2,90 2,90 120,51 0,04 2,26 2,26

6. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 123,29 0,21 4,33 4,33 137,15 0,41 4,64 4,64

7. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 109,21 0,05 10,85 10,85 109,33 0,00 10,81 10,81

Kota Banda Aceh Kota Lhokseumawe

Kelompok

1). Persentase perubahan IHK Des 2013 terhadap IHK bulan sebelumnya 2). Persentase perubahan IHK Des 2013 terhadap IHK Desember 2012 3). Persentase perubahan IHK Des 2013 terhadap IHK Des 2012

* Sumber : BPS Aceh, 2013

4.2.3 Persentase Penduduk di atas garis kemiskinan

Aspek kesejahteraan masyarakat Provinsi Aceh tecermin dari jumlah dan

persentase penduduk miskin. Perkembangan kemiskinan di Provinsi Aceh dalam

kurun waktu 2009–2013 secara absolut terjadi penurunan sebesar 35,97 ribu jiwa,

Page 37: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 28

dimana pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin sebanyak 876.554 jiwa,

sementara pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebanyak 856.885 jiwa.

Penyebaran penduduk miskin terbesar dalam kurun waktu 2009–

2013berada pada tahun 2011 yakni sebesar 900,20 ribu jiwa dan yang tertinggi

terdapat di Kabupaten Aceh Utara dengan jumlah penduduk miskin sebanyak

126,59 ribu jiwa dan Kabupaten Pidie sebanyak 93,80 ribujiwa, dan terendah di

Kota Sabang sebesar 6,54 ribu jiwa. Namun secara rata-rata hampir di semua

kabupaten/kota mengalami penurunan jumlah penduduk miskin, kecuali di

Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Barat, Aceh Barat Daya dan Gayo Lues yang

mengalami fluktuasi.

Sementara rata-rata persentase penyebaran tingkat kemiskinan tertinggi

tahun 2009–2013, terdapat di Kabupaten Pidie jaya sebesar 25,31% dan tingkat

kemiskinan terendah di Kota Banda Aceh sebesar 8,72%. Selanjutnya tingkat

kemiskinan untuk masing-masing kabupaten/kota secara rinci ditampilkan pada

Tabel 4.6 di bawah ini

Tabel 4.6 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin MenurutKabupaten/Kota

Tahun 2009–2013

No. Kabupaten/

Kota Jumlah (ribu jiwa) Persentase (%)

2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013

1 Simeulue 19,11 18,90 19,00 18,50 17,80 24,72 23,63 22,96 21,88 20,57 2 Aceh Singkil 20,29 19,90 19,90 19,40 20,72 21,06 19,39 18,93 17,92 18,73 3 Aceh Selatan 35,41 32,20 32,30 31,50 29,30 17,50 15,93 15,52 14,81 13,44 4 Aceh Tenggara 27,87 30,00 30,20 29,40 27,78 16,77 16,79 16,39 15,64 14,39 5 Aceh Timur 68,30 66,50 66,70 64,90 64,44 21,33 18,43 18,01 17,19 16,59 6 Aceh Tengah 38,17 35,30 35,40 34,50 33,61 21,43 20,10 19,58 18,78 17,76 7 Aceh Barat 40,39 42,40 42,50 41,40 44,32 27,09 24,43 23,81 22,76 23,70 8 Aceh Besar 58,97 66,20 66,30 64,60 63,89 20,09 18,80 18,36 17,50 16,88 9 Pidie 93,80 90,20 90,40 88,00 85,80 25,87 23,80 23,19 22,12 21,12

10 Bireuen 72,94 76,10 76,30 74,30 73,94 21,65 19,51 19,06 18,21 17,65 11 Aceh Utara 126,59 124,40 124,70 121,40 115,36 25,29 23,43 22,89 21,89 20,34 12 Aceh Barat Daya 25,00 25,20 25,30 24,60 25,74 21,33 19,94 19,49 18,51 18,92 13 Gayo Lues 17,09 19,00 19,10 18,60 19,00 24,22 23,91 23,38 22,31 22,33 14 Aceh Tamiang 45,29 45,20 45,30 44,10 40,82 19,96 17,99 17,49 16,70 15,13 15 Nagan Raya 30,86 33,40 33,60 32,70 32,66 26,22 24,07 23,38 22,27 21,75 16 Aceh Jaya 17,13 15,60 15,60 15,20 14,60 21,86 20,18 19,80 18,30 17,53 17 Bener Meriah 28,58 32,10 32,20 31,40 30,93 26,58 26,23 25,50 24,50 23,47 18 Pidie Jaya 35,60 34,70 34,80 33,90 32,59 27,97 26,08 25,43 24,35 22,70 19 Banda Aceh 17,27 20,80 20,80 20,30 19,43 8,64 9,19 9,08 8,650 8,03 20 Sabang 6,54 6,60 6,70 6,50 5,92 23,89 21,69 21,31 20,51 18,31 21 Langsa 21,34 22,40 22,40 21,80 20,27 16,20 15,01 14,66 13,93 12,62 22 Lhokseumawe 22,53 24,00 24,20 23,60 22,98 15,08 14,07 13,73 13,06 12,47 23 Subulussalam 16,75 16,40 16,50 16,10 15,00 26,80 24,36 23,85 22,64 20,69

Aceh 892,86 861,85 900,20 876,60 856,89 21,80 20,98 19,48 18,58 17,72

Sumber: BPS Aceh Tahun 2014

Page 38: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 29

4.2.4. Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan

Berdasarkan data Badan Pusat Statisik Aceh, persentase penduduk Provinsi

Aceh yang berpendidikan SMP hingga yang tidak tamat SD relatif

mengalamipenurunan di tahun 2012-2013. Sedangkan yang berpendidikan SMA

terus mengalamipeningkatan dari 23,80% di tahun 2011 menjadi 25,34% di tahun

2013 dan jenjang pendidikan D-I sampai dengan S-3 mengalami fluktuasi.

Tabel 4.7

Persentase Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Pendidikan Tahun/Persentase

2011 2012 2013 Belum/ Tidak Tamat SD 20,31 19,88 19,55 SD 27,55 27,46 27,73 SMP 21,32 20,98 20,10 SMA 23,80 24,36 25,34 D-I/D-II/D-III 3,08 2,83 2,90 D-IV/S-1 3,74 4,22 4,14 S-2/S-3 0,20 0,26 0,24 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Melihat kondisi pendidikan tertinggi yang ditamatkan dari tahun 2011-

2013 masih didominasi dengan jenjang tingkat pendidikan SMA kebawah yaitu

sebesar 92,98%, 92,68% dan 92,72%. Selanjutnya persentase sekolah yang

ditamatkan dapat dilihat pada tebel 4.7.

4.2.5 Produktivitas Tenaga Kerja dan Status Menurut Pekerjaan Utama

Penyerapan tenaga kerja per sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor

pertanian. Namun, dari konteks produktivitas tenaga kerja, sektor pertanian di

tahun 2014 memiliki persentase produktivitas terendah dibanding sektor lain.

Rendahnya produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Dari sisi tenaga kerja, dipengaruhi oleh rendahnya tingkat

pendidikan dan kualitas manajemen usaha tani. Rendahnya tingkat inovasi dan

penerapan teknologi telah mengakibatkan produktivitas sangat terbatas

peningkatannya atau bahkan cenderung turun pada beberapa komoditas.

Page 39: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 30

Kurangnya dukungan terhadap pemberdayaan petani dirasakan turut

mempengaruhi tingkat produktivitas petani. Padahal, apabila produktivitas tenaga

kerja pertanian tersebut dapat ditingkatkan maka kontribusi terhadap PDRB juga

dapat meningkat. Berdasarkan PDRB dengan migas, produktivitas tenaga kerja

untuk sektor pertanian adalah 2,84% (Rp. 12.038.656,-) di tahun 2013 dan

meningkat menjadi 3,31% (Rp. 12.139.214,-) pada tahun 2014 (Tabel 4.8).

Tabel 4.8

Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha

No.

Sektor Tenaga Kerja PDRB ADHK (Acuan 2010) Migas

per Sektor Produktivitas Tenaga Kerja per Sektor

Nilai

Tambah

2013 2014 2013 2014 2013 2014

Orang Orang Juta

Rupiah %

Juta

Rupiah % Rupiah % Rupiah %

1. Pertanian 848.932 851.785 10,22 26,87 10,34 26,96 12.038.656 2,84 12.139.214 3,31 100.558

2. Pertambangan &

Penggalian 13.678 16.132 2,53 6,65 2,23 5,81 184.968.563 43,61 138.234.565 37,68

-

46.733.998

3. Industri

Pengolahan 73.877 91.132 3,47 9,12 3,23 8,42 46.969.964 11,07 35.443.094 9,66

-

11.526.870

4. Listrik, Gas &

Air Bersih 4.822 3.658 0,15 0,39 0,16 0,42 31.107.424 7,33 43.739.748 11,92 12.632.324

5. Konstruksi 106.602 126.062 2,87 7,55 2,98 7,77 26.922.572 6,35 23.639.162 6,44 -3.283.410

6. Perdagangan,

Hotel & Restoran 311.346 334.125 8,11 21,33 8,27 21,56 26.048.191 6,14 24.751.216 6,75 -1.296.975

7. Pengangkutan &

Komunikasi 64.190 72.671 2,85 7,49 2,96 7,72 44.399.439 10,47 40.731.516 11,10 -3.667.923

8.

Keuangan,

Persewaan &

Jasa Perusahaan

23.062 26.881 0,76 2,00 0,81 2,11 32.954.644 7,77 30.132.808 8,21 -2.821.836

9. Jasa-jasa 378.077 409.377 7,07 18,59 7,38 19,24 18.699.894 4,41 18.027.393 4,91 -672.502

Sumber: Badan Pusat Statistik Aceh 2014 (diolah), 2014

Pada tahun 2013, total jumlah orang yang bekerja sebanyak 1.777.679,

orang, dengan status pekerjaan utama tertinggi adalah Buruh / Karyawan Pegawai

sebesar 35,53 persen. Selanjutnya berusaha sendiri sebesar 22,06 persen,

berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar sebesar 16,87 persen, pekerja

keluarga tak dibayar sebesar 16,77 persen, berusaha dibantu buruh tetap sebesar

5,24 persen dan pekerja bebas di sektor pertanian hanya sebesar 3,52 persen.

Sebagai gambaran, berikut disajikan pada tabel 4.9, penduduk usia 15 tahun ke

atas yang bekerja menurut status pekerjaan utama.

Page 40: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 31

Tabel 4.9

Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 2009 – 2010

Kegiatan Utama Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3 4 5 6

Berusaha Sendiri 355.868 348.359 357.943 353.679 392.201

Berusaha dibantu buruh

tidak tetap/Buruh Tidak

Dibayar

331.612 357. 309 324.722 297.716 299.941

Berusaha dibantu buruh

tetap 71.555 90.517 89.781 87.994 93.228

Buruh /

Karyawan/Pegawai 544.760 546.676 620.242 635.448 631598

Pekerja Bebas di

Pertanian 45.393 58.043 40.716 75.483 62.625

Pekerja Keluarga/Tak

Dibayar 331.612 332.377 343.086 293.870 298.086

Jumlah 1.732.561 1.375.972 1.776.490 1.744.190 1.777.679

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

4.2.6 Pengangguran

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Agustus 2010 sebesar

1,939 juta orang. Sedangkan penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 sebesar

1,776 juta orang.Jumlah penduduk yang tidak bekerja atau belum terserap pada

lapangan pekerjaan atau tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh

sebesar 8,37 persen. Tingkat pengangguran pada Agustus 2010 mengalami

penurunan dibanding dengan keadaan Februari 2010. Berikut disajikan penduduk

usia 15 tahun ke ata, bekerja dan pengangguran,seperti pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas, Bekerja dan Pengangguran

2009 – 2010

Kegiatan Utama 2009 2010

Agustus Februari Agustus

1 Penduduk 15 Tahun Ke atas 3,037 3,077 3,069

2 Angkatan Kerja 1,898 1,933 1,939

Page 41: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 32

Kegiatan Utama 2009 2010

Agustus Februari Agustus

- Bekerja 1,733 1,767 1,776

- Penganggur 0,165 0,166 0,162

3 Bukan Angkatan Kerja 1,139 1,144 1,130

4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 62,5 62,83 63,17

5 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 8,71 8,60 8,37

Sumber : BPS, Prov. NAD

4.2.7 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita

Distribusipengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita terhadap PDRB

Aceh tahun 2012-2013 terus mengalami peningkatan dari 40,31% pada tahun

2012 menjadi 40,62% pada tahun 2013. Peningkatan ini disebabkan oleh

meningkatnya jumlah pengeluaran rumah tangga pada kurun waktu tersebut

terutama pengeluaran untuk konsumsi makanan, Ini menggambarkan bahwa

adanya perbaikan pendapatan masyararakat yang berpengaruh pada jumlah

pengeluarannya. Meningkatnya pengeluaran rumah tangga menunjukkan

meningkatnya pendapatannya. Tingginya komposisi pengeluaran konsumsi rumah

tangga terhadap PDRB menunjukkan ekonomi Aceh saat ini ditopang oleh

konsumsi rumah tangga.

Gambar 4.2 dibawah ini menunjukkan distribusi pengeluaran konsumsi

rumah tangga tahun 2013 masih didominasi oleh komponen konsumsi rumah

tangga yaitu sebesar 40,62 persen terhadap total PDRB. Urutan kedua dan ketiga

terbesar setelah komponen konsumsi rumah tangga adalah komponen konsumsi

pemerintah dan komponen ekspor barang dan jasa yaitu masing-masing sebesar

24,98 persen dan 21,30 persen. Kemudian diikuti dengan komponen PMTB dan

impor jasa dan barang dengan kontribusi masing-masing sebesar 19,26 persen dan

7,59 persen.

Page 42: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 33

Sumber : BPS, Prov. NAD

Gambar 4.2 Distribusi dan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan

Tahun 2012-2013 (Sumber : BPS, 2013)

Sedangkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun

2012-2013, hampir semua komponen pengeluaran mengalami pertumbuhan yang

rendah. Sedangkan perubahan stok masih besar, meski mengalami penurunan

sebesar 146,26 persen.

Gambar 4.3 Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan

Tahun 2012-2013 (Sumber : BPS, 2013)

Page 43: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 34

Hal ini bisa terjadi karena pertumbuhan negatif komponen ekspor dan

sektor-sektor lainnya. Dampak yang terjadi dari perubahan stok tersebut

menyebabkan peranan investasi akan terus berkurang.

Laju pertumbuhan komponen konsumsi makanan pada tahun 2008-2012

mengalami pertumbuhan positif dan selalu berada diatas empat persen. Pada

tahun 2012 nilai sub komponen ini mencapai 8,84 triliun rupiah dengan laju

pertumbuhan konsumsi makanan sebesar 4,59 persen mengalami pertumbuhan

yang lambat dibandingkan pada tahun 2011 sebesar 5,71 persen. Laju

pertumbuhan konsumsi makanan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor kesehatan dan faktor

pendapatan.

Selain itu, laju pertumbuhan komponen konsumsi non makanan juga

mengalami pertumbuhan yang positif dan berada diatas empat persen. Pada tahun

2012 nilai sub komponen non makanan mencapai 5,26 tilyun rupiah dengan laju

pertumbuhan sebesar 5,90 persen lebih besar jika dibandingkan dengan tahun

2011 yang hanya mencapai sebesar 5,69 persen. Pada tahun 2013 kondisinya

relatif lebih baik, dimana penegluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan

menurun yaitu menjadi 54,77 persen, sedangkan untuk non makanan sebesar

45,23 persen atau meningkat sebesar 4,84 persen. Hal ini salah satunya

disebabkan adanya peningkatan jumlah pembelian kendaraan.

Tabel 4.11 Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Tahun 2008 – 2012

JENIS PENGELUARAN TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Makanan (%) 61,53 61,52 61,15 59,52 59,61 54,77

Non Makanan (%) 38,47 38,48 38,85 40,48 40,39 45,23

Sumber: BPS, data diolah

Page 44: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 35

4.3 Fokus Sumber Daya Manusia

4.3.1 Jumlah Pencari Kerja

Jumlah pencari kerja yang terdaftar menurut pendidikan dan jenis kelamin

kualitas tenaga kerja tahun 2012-2013 masing-masing yang berpendidikan sarjana

laki-laki 7.368 dan 7.709 jiwa sedangkan perempuan 9.102 dan 10.369 jiwa.

Selanjutnya jumlah pencari kerja yang ditempatkan tahun 2012 laki-laki 72 jiwa

dan perempuan 81 jiwa, sedangkan pada tahun 2013 laki-laki 55 jiwa perempuan

69 jiwa. Jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan tahun 2012 6.476 jiwa

untuk laki-laki dan 8247 jiwa untuk perempuan, sedangkan pada tahun 2013

mengalami peningkatan yaitu sebesar 7258 jiwa laki-laki dan 9.858 jiwa

perempuan. Suatu daerah dapat dievaluasi dari persentase penduduk yang

menamatkan pendidikan tinggi dengan total penduduk. persentase penduduk yang

menamatkan pendidikan di perguruan tinggi (DIV/S1) terus mengalami

peningkatan dari 3,74 persen (2011) menjadi 4,22 persen di tahun 2012. Demikian

pula dengan persentase penduduk yang menyelesaikan pendidikan S2/S3

meningkat dari 0,20 persen di tahun 2011 menjadi 0,26 persen di tahun 2012 dan

terjadi penurunan tahun 2013 menjadi 0,24 persen.

4.3.2 Tingkat Ketergantungan (Rasio Ketergantungan)

Pada tahun 2009 angka rasio ketergantungan hidup mencapai 49,16% terus

mengalami peningkatan hingga tahun 2012 yaitu sebesar 55,79% dan pada tahun

2013 relatif menurun menjadi 55,48% atau sebesar 0,31%. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa rasio ketergantungan sebesar 55,48% persen. Artinya

setiap 100 orang yang berusia kerja produktif mempunyai tanggungan sebanyak

55,48% orang yang tidak produktif.

Rasio ketergantungan ini dapat mengukur dampak keberhasilan

pembangunan kependudukan dengan melihat perubahan komposisi penduduk

menurut umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk

usia tidak produktif (kelompok umur 0–14 tahun dan kelompok umur ≥ 65 tahun).

Semakin kecil angka rasio ketergantungan hidup akan memberikan kesempatan

bagi penduduk usia produktif untuk meningkatkan produktifitasnya.

Page 45: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 36

Tabel 4.12 Rasio Ketergantungan di Aceh Tahun 2009-2013

Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

Penduduk usia <15 + >64 tahun 1.438.100 1.609.100 1.645.900 1.680.900 1.709.800

Penduduk usia 15–64 tahun 2.925.400 2.885.300 2.951.400 3.013.000 3.082.100

Rasio Ketergantungan (%) 49,16 55,77 55,77 55,79 55,48

Sumber: RPJM 2015

4.4. Aksesibilitas Daerah

Aksesibilitas daerah juga dapat ditinjau dari ketersediaan fasilitas

perhubungan yang meliputi darat, laut dan udara. Perhubungan darat di Aceh

dibagi atas beberapa bagian jaringan transportasi seperti jaringan angkutan jalan

raya, jaringan jalur kereta api, jaringan angkutan sungai dan danau, dan jaringan

angkutan penyeberangan.

Keberhasilan meningkatkan aksesibilitas antar wilayah akan lebih

meningkatkan jumlah arus penumpang dan barang. Berdasarkan data yang

bersumber dari Dinas Bina Marga Aceh kondisi dan jumlah jalan baik jalan

nasional maupun jalan provinsi terus mengalami peningkatan baik dari status

kondisi jalan maupun panjang jalan yang ada (Tabel 4.13).

Tabel 4.13 Status Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Aceh

Tahun 2006 s.d. 2012

Sumber : Dinas Bina Marga Aceh, Tahun 2013

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

KONDISI MANTAP 713,028 891,390 1.061,133 1.298,270 1.507,585 1.598,323 1.663,385 1.737,824 1.763,243

Baik 713,028 891,390 911,538 1.107,800 1.191,505 760,549 1.339,005 1.218,691 1.538,133

Sedang - - 149,595 190,470 316,080 837,774 324,380 519,133 225,110

TIDAK MANTAP 1.038,751 860,390 721,647 484,510 250,500 205,060 94,700 63,939 40,100

Rusak Ringan 646,281 555,782 500,150 299,380 144,100 97,080 53,500 25,069 21,640

Rusak Berat 392,470 304,608 221,497 185,130 106,400 107,980 41,200 38,870 18,460

TOTAL 1.751,779 1.751,780 1.782,780 1.782,780 1.758,085 1.803,383 1.758,085 1.801,763 1.803,343

Baik 391,430 442,470 510,510 818,860 847,280 954,010 1.107,570 1.213,570 1.313,570

Rusak Ringan 606,160 621,080 576,330 569,380 542,010 518,560 555,870 474,870 399,870

Rusak Berat 684,230 618,270 594,980 389,670 388,620 310,340 124,470 101,470 78,470

Belum Tembus 166,090 166,090 166,090 70,000 70,000 65,000 60,000 58,000 56,000

TOTAL 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910 1.847,910

INDIKATOR KINERJA

J A L A N N A S I O N A L

J A L A N P R O V I N S I

CAPAIAN (Km) TARGET (Km)

Page 46: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 37

Kondisi jalan ini ditargetkan untuk terus bertambah sehubungan dengan

rencana Pemerintah Aceh untuk membuka keterisoliran dan menghubungkan

antara kawasan – kawasan baik itu kawasan Timur, tengah maupun Barat.

Dalam hal ketersediaan transportasi laut aceh mengembangkan sesuai

dengan peran sebagai berikut : (1). Pelabuhan Sabang (Kota Sabang) sebagai

Pelabuhan Bebas (Free Port) dan Pelabuhan Utama yang melayani angkutan laut,

alih muat angkutan laut (transhipment) serta berperan sebagai international hub

dan pintu gerbang utama Pulau Sumatera dengan jenis layanan utama kontainer

dan general cargo; (2). Pelabuhan Krueng Geukueh (Kabupaten Aceh Utara),

Pelabuhan Singkil (Kabupaten Aceh Singkil), Pengembangan Pelabuhan Susoh di

Teluk Surin (Kabupaten Aceh Barat Daya), Pelabuhan Meulaboh (Kabupaten Aceh

Barat) dan Pelabuhan Malahayati (Kabupaten Aceh Besar) sebagai pelabuhan

utama yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dengan jenis pelayanan utama

kontainer, kargo umum, curah cair dan curah kering lingkup nasional dan

internasional; (3). Pelabuhan Kuala Langsa (Kota Langsa) sebagai pelabuhan

pengumpul yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dengan jenis pelayanan

utama general cargo, curah cair, curah kering lingkup nasional dan internasional

serta penyeberangan luar negeri; (4). Pelabuhan Calang (Kabupaten Aceh Jaya)

sebagai pelabuhan pengumpan regional yang terbuka bagi perdagangan luar

negeri di wilayah Barat dengan pelayanan utama general cargo lingkup nasional

dan internasional serta penyeberangan dalam negeri; (5). Pelabuhan Sinabang

(Kabupaten Simeulue), Pelabuhan Tapaktuan (Kabupaten Aceh Selatan), dan

Pelabuhan Idi (Kabupaten Aceh Timur) sebagai pelabuhan pengumpan regional

dengan jenis pelayanan utama general cargo dan curah cair lingkup nasional; (6).

Pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue (Kota Banda Aceh), Balohan (Kota Sabang),

dan Krueng Geukueh (Kabupaten Aceh Utara) sebagai pelabuhan laut yang

melayani penyeberangan dalam dan luar negeri; dan (7). Pelabuhan

penyeberangan Meulaboh (Kabupaten Aceh Barat), Sinabang (Kabupaten

Simeulue), Singkil dan Pulau Banyak (Kabupaten Aceh Singkil), Lamteng

(Kabupaten Aceh Besar), Labuhan Haji (Kabupaten Aceh Selatan), dan Sibigo

Page 47: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 38

(Kabupaten Simeulue) sebagai pelabuhan laut yang melayani angkutan

penyeberangan dalam negeri.

Di sisi jaringan transportasi udara berdasarkan penggunaannya terdiri atas

bandar udara internasional (Bandar Udara Sultan Iskandar Muda – AcehBesar,

Maimun Saleh -Sabang dan Malikussaleh - Aceh Utara), bandar udara domestik

(Bandar Udara Cut Nyak Dhien-Nagan Raya; Bandar Udara Rembele-Bener Meriah;

Bandar Udara Kuala Batee-Blang Pidie; Bandar Udara Lasikin-Sinabang; Bandar

Udara T. Cut Ali-Tapaktuan; Bandar Udara Hamzah Fanshuri-Singkil; Bandar Udara

Alas Leuser-Kutacane; Bandar Udara Penggalangan - Blangkeujeuren;Bandar

Udara di Batee Glungkue Bireuen; danAirstrip Bangkaru - Pulau Banyak).

Berdasarkan kebutuhan pelayanan, jumlah Bandar udara sampai dengan

sekarang telah mencukupi. Terdapat 13 bandar udara yang telah beroperasi dan 3

buah Bandar udara yang masih dalam tahap pembangunan yaitu Bandar udara di

Kabupaten Gayo Lues, di Pulo Banyak-Kabupaten Singkil dan di Batee Gelungkue

(Kabupaten Bireuen). Bandar udara Sultan Iskandar Muda memiliki panjang

landasan 3.000 x 45 m sudah dapat melayani pesawat berbadan lebar jenis 747-

400 dan telah dapat melayani penerbangan jemaah haji embarkasi Aceh dan

sebagai bandara transit untuk penerbangan jemaah haji wilayah timur Indonesia

serta penerbangan ke luar negeri lainnya. Sementara itu, bandara lain pada

umumnya hanya mampu melayani pesawat udara jenis Cassa-212.

Jaringan jalan kereta api Aceh juga merupakan bagian dari rencana

pembangunan kereta api Sumatera lintas Timur (Sumatera Railways) yang juga

telah dituangkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA), dengan

menghubungkan Banda Aceh sampai dengan Lampung. Untuk Aceh jaringan

kereta api menghubungkan Banda Aceh sampai batas Sumatera Utara yang

direncanakan sepanjang 486 km. Sampai dengan tahun 2011 pembangunan

jaringan kereta api Aceh baru mencapai 14,7 km atau tiga persen dari total yang

direncanakan yaitu jalur Krueng Mane – Bungkah - Krueng Geukuh. Dari tahun

2009 hingga 2011 pembangunan difokuskan kepada prasarana dan fasilitas-

fasilitas pendukung lainnya seperti stasiun, kantor administrasi, gudang serta jalan

akses agar operasional kereta api dapat berjalan lancar.

Page 48: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 39

BAB V

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisa Mekanisme Penyaluran Bansos di Provinsi Aceh

5.1.1 Mekanisme Penyaluran Bansos Berdasarkan Dasar Hukumnya

Mekanisme penyaluran Bansos diatur dalam Permendagri No.39 tahun

2012 mengenai perubahan atas peraturan menteri dalam negeri No.32 tahun 2011

tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah. Menurut peraturan tersebut, penerima

bantuan sosial harus memiliki identitas yang jelas dan berdomisili dalam wilayah

Provinsi Aceh (Pasal 26, Pergub No.32 tahun 2011). Dalam pasal 25 juga

disebutkan bahwa Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau

keluargadialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama,

alamat penerima dan besarannya pada saat penyesuaian APBA.

Selanjutnya, pasal 29 menjabarkan mengenai penganggaran Bansos yang

dimulai dari:

(1) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis kepada

Gubernur.

(2) Gubernur menunjuk SKPA terkait untuk melakukan evaluasi terhadap usulan

tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Kepala SKPA Teknis membentuk Tim verifikasi atas usulan bantuan sosial

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menyampaikan hasil evaluasi

berupa rekomendasi kepada Gubernur melalui TAPA.

(4) TAPA memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan Aceh.

Setelah mendapatkan Bansos, para penerima wajib membuat pelaporan dan

pertanggungjwaban berupa laporan penggunaan bantuan sosial kepada Gubernur

melalui PPKA dengan tembusan Kepala SKPA terkait (Pasal 38 ayat 1 dan 2).

Pertanggungjawaban tersebut meliputi (Pasal 1 ayat 2) :

a. Laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;

Page 49: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 40

b. Surat pernyataan tanggungjawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang

diterima telah digunakan sesuai dengan usulan; dan

c. Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-

undangan bagi penerima bantuan sosial berupa uang atau salinan bukti serah

terima.

Gambar 5.1. Mekanisme Bantuan Sosial – Permendagri No.39 (2012)

Pada tahapan terakhir, SKPA terkait diwajibkan melakukan monitoring dan

evaluasi atas pemberian Bansos dan disampaikan kepada Gubernur dengan

tembusan kepada SKPA tersebut (Pasal 44). Mekanisme in40i diatur supaya

pemberian Bansos menjadi tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan.

Page 50: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 41

5.1.2 Realitas Mekanisme Penyaluran dan Pertanggungjawaban Bansos

Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi mekanisme penyaluran dan

pertanggungjawaban Bansos dengan mengunjungi langsung sebanyak 102

kelompok usaha penerima Bansos tahun anggaran 2013 yang tersebar di

kabupaten/kota di provinsi Aceh. Dari jumlah sampel 102 kelompok usaha

penerima Bansos, hanya 64 kelompok yang berhasil ditemukan dan dikunjungi,

sedangkan 38 kelompok tidak didapat ditemukan walaupun sudah melibatkan

Keuchik dan kepala desa setempat (kategori D/tidak teridentifikasi). Peneliti juga

sudah mengecek ke pusat pusat perdagangan dan usaha namun kelompok yang

tidak teridentifikasi tersebut tidak dikenal oleh masyarakat sekitar baik pemilik

maupun nama usahanya.

Tabel 5.1 Proporsi Penerima Bantuan Sosial tahun 2013

Kategori Keterangan Jumlah

Penerima Persentase Keberlanjutan

A Teridentifikasi dan menerima uang 100%

29 28,43 24 (83%)

B Teridentifikasi dan menerima uang kurang dari 100%

23 22,55 18 (78%)

C Teridentifikasi tapi tidak menerima uang

10 9,80 n.a

D Tidak teridentifikasi 38 37,25 n.a

E Lain Lain 2 1,96 n.a

Total 102 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa hanya 29 kelompok atau 28,43%

penerima bantuan yang mendapatkan Bansos sesuai dengan yang disetujui

(Kategori A). Terdapat juga 23 kelompok atau 22,55% yang menerima dana

Bansos kurang dari nilai yang disetujui pemerintah/dinas terkait (Kategori B). 10

kelompok lainnya (9,8%) telah mengusulkan proposal Bansos dan telah disetujui

namun sampai sekarang tidak menerima dana Bansos tersebut (Kategori C).

Selanjutnya, lebih dari sepertiga penerima bantuan atau 38 kelompok tidak

teridentifikasi baik nama usahanya maupun anggota kelompoknya (Kategori D).

Hal ini mengisyaratkan bahwa mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban

Bansos belum optimal dan tepat sasaran.

Page 51: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 42

Secara umum, mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban Bansos

yang dilaksanakan oleh para penerima bervariasi dalam beberapa tahapan antara

lain sebagai berikut:

1. Kelompok usaha sudah ada sebelum mendapat bantuan

2. Menyusun sendiri proposal

3. Mendapatkan rekomendasi kechik

4. Adanya verifikasi dari lembaga terkait

5. Menerima uang secara penuh

6. Memberitahukan kechik

7. Membuat laporan pertanggungjawaban

8. Pembinaan dari instansi terkait

Dari hasil survei terkumpul 52 data observasi yang dapat mewakili

keseluruhan sampel penelitian. Terdapat 42 kelompok usaha yang sampai

sekarang masih berjalan dan 10 kelompok usaha yang tidak lagi berjalan. Lebih

lanjut, variasi mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban tersebut dapat

analisa sebagai berikut:

Tabel 5.2 Variasi tahapan penyaluran dan pertanggungjawaban Bansos

No Tahapan Jumlah Persentase

1

Kelompok usaha sudah ada sebelum mendapat bantuan

27 51,92

2 Menyusun sendiri proposal 44 84,62

3 Mendapatkan rekomendasi kechik 50 96,15

4 Adanya verifikasi dari lembaga terkait 31 59,62

5 Menerima uang secara penuh 29 55,77

6 Memberitahukan kechik 33 63,46

7 Membuat laporan pertanggungjawaban 26 50,00

8 Pembinaan dari instansi terkait 24 46,15

Total Data 52 100

Berdasarkan tabel 5,2 variasi dalam tahapan penyalurandan

pertanggungjawaban Bansos oleh penerima dapat dilihat. Tahapan yang paling

banyak dilalui adalah tahapan mendapatkan rekomendasi dari keuchik

Page 52: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 43

(96,15%) dan menyusun sendiri proposal (84,62%) sedangkan yang paling

banyak tidak terealiasi adalah pembinaan dari instansi terkait pasca (46,5%)

mendapatkan dana Bansos dan membuat laporan pertanggungjawaban (50%).

Lebih lanjut, data penerima bantuan yang berhasil menlanjutkan usahanya sampai

sekarang dan yang tidak berhasil dipisah untuk mendapatkan analisis yang lebih

dalam (tabel 5.3). Tabel 5.3 menggambarkan tahapan yang dilalui oleh penerima

bansos yang berhasil mempertahankan usahanya sampai sekarang (Kelompok A)

serta kelompok usaha yang tidak lagi menjalankan usahanya (Kelompok B).

Tabel 5.3. Perbandingan penyaluran dan pertanggungjawaban

penerima Bansos

No Tahapan Kelompok A Kelompok B

Perbedaan Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Kelompok usaha sudah ada sebelum mendapat bantuan

24 57,14 3 30,00 27,14

2 Menyusun sendiri proposal 36 85,71 7 70,00 15,17

3 Mendapatkan rekomendasi kechik

40 95,24 10 100,00 -4,76

4 Adanya verifikasi dari lembaga terkait

24 57,14 7 70,00 -12,86

5 Menerima uang secara penuh

24 57,14 4 40,00 17,14

6 Memberitahukan kechik 27 64,29 6 60,00 4,29

7 Membuat laporan pertanggungjawaban

21 50,00 5 50,00 0

8 Pembinaan dari instansi terkait

21 50,00 3 30,00 20

Total Data 42 100 10 100

Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa terdapat kesamaan antara kelompok A

dan kelompok B dalam hal pelaksanaan mekanisme penyaluran dan

pertanggungjawaban dana Bansos. Pada kelompok A, tahapan yang paling banyak

dilaksanakan adalah mendapatkan rekomendasi keuchik dan menyusun sendiri

proposal, sedangkan yang pelaksanaannya paling rendah adalah membuat

laporan pertanggungjawaban dan pembinaan dari instansi

terkait.Selanjutnya, tahapan yang paling banyak dilaksanakan pada kelompok B

adalah mendapatkan tekomendasi keuchik, sedangkan yang pelaksanaannya

Page 53: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 44

paling rendah adalah kelompok usaha sudah ada sebelum mendapat bantuan

dan pembinaan dari instansi terkait.

Dengan menggunakan analisis perbedaan dapat disimpulkan bahwa

kelompok A dan kelompok B memiliki perbedaan yang kontras pada pelaksanaan

tahapan kelompok usaha sudah ada sebelum mendapat bantuan (usaha lama) dan

pembinaan dari instansi terkait. Kelompok A (kelompok usaha yang masih

berlanjut sampai sekarang) rata-rata adalah kelompok usaha yang sudah ada

sebelum menerima bantuan (57,14%), sedangkan rata-rata kelompok B

(kelompok usaha yang tidak beroperasi lagi) merupakan kelompok usaha yang

baru saja terbentuk sesaat sebelum pengajuan proposal Bansos. Selanjutnya,

kelompok usaha yang berhasil bertahan (kelompok A) rata-rata mendapatkan

pembinaan atau pendampingan dari dinas terkait sedangkan kelompok yang tidak

berhasil bertahan (kelompok B) umumnya tidak mendapatkan pembinaan dari

instansi terkait. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kedua tahapan

tersebut memiliki kontribusi dalam keberhasilan penyaluran Bansos.

Sebaliknya, tahapan lainnya terutama frekuensi kelompok usaha

yangmendapatkan rekomendasi dari Keuchikdan memberitahukan keuchik

setelah mendapatkan bantuanantara kelompok A dan kelompok B relatif tidak

jauh berbeda. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan tersebut

tidak relevan dengan keberhasilan kelompok usaha yang menerima Bansos atau

tidak efektif memilih kelompok usaha yang benar benar layak untuk diberikan

Bansos. Penjelasan terkait hal ini didapatkan dari wawancara mendalam dengan

para Keuchik dan penerima Bansos yang akan disajikan pada bagian berikutnya.

5.1.3 Analisis Mekanisme Penyaluran Bansos

Hasil survei yang dilakukan terkait mekanisme penyaluran Bansos

menunjukkan bahwa tahapan penyaluran dan pertanggungjawaban Bansos tidak

seragam dan belum efektif memisahkan serta meningkatkan keberhasilan

penggunaan dana Bansos. Interview mendalam dengan para penerima Bansos

selama pengumpulan data telah mengungkan alasan dan penyebab tidak

optimalnya mekanisme tersebut.

Page 54: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 45

Pertama, tahapan mendapatkan rekomendasi keuchik sebagai syarat

mengajukan proposal Bansos merupakan formalitas saja. Di satu sisi, proses

memberikan rekomendasi oleh keuchik tidak bersifat sistematis dan mengikuti

prosedur pemeriksaan yang mendalam mengenai kelayakan kelompok usaha

pengusul. Di sisi lain, keuchik yang dipilih langsung oleh warga memiliki

kepentingan politik sehingga enggan untuk tidak memberikan rekomendasi

kepada pengusul dana Bansos. Dengan demikian diperlukan perbaikan dalam

proses mendapatkan rekomendasi ini dengan membentuk tim independen

kabupaten yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan pengusul dana Bansos.

Di samping itu, keterlibatan tokoh desa lainnya seperti Imam Gampong sebagai

panutan yang umumnya mengenal usaha dan profil dari ketua dan anggota

kelompok pengusul atau penerima sehingga perbaikan mekanisme rekomendasi

berdasarkan penilaian objektif dapat dicapai.

Kedua, kelompok yang memiliki usaha sejenis sebelum menerima bantuan

cenderung berhasil mempertahankan usahanya. Hal ini disebabkan kelompok

tersebut sudah paham mengenai permasalahan dan karakter bisnisnya masing

masing sehingga usahanya dapat dikembangkan secara optimal. Sebaliknya,

kelompok usaha yang baru saja terbentuk tidak memiliki pengalaman mengelola

usaha sehingga lebih rentan untuk gagal. Persyaratan ini juga dapat menyeleksi

antara usaha fiktif atau yang semata mata ingin mendapatkan dana Bansos dan

kelompok usaha yang membutuhkan dana untuk pengembangan usahanya.

Ketiga, pembinaan dari instansi terkait yang masih lemah dan tidak

terstruktur. Keterlibatan dinas terkait sudah sepatutnya diperluas terutama dinas

di level kabupaten. Fungsi dari pembinaan dan pendampingan ini tidak hanya

membantu penerima Bansos untuk mengembangkan usahanya juga sebagai katalis

bagi mereka untuk komitmen terhadap penggunaan dana Bansos.

Keempat, membuat sendiri proposal atau tidak dibuatkan oleh orang di

luar kelompok merupakan persyaratan penting dalam penyaluran dana Bansos.

Proposal yang baik, masuk akal, sesuai kebutuhan, spesifik dan layak dibiayai

hanya dapat dibuat oleh orang yang terlibat langsung dalam usaha tersebut. Disisi

Page 55: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 46

lain, membuat proposal sendiri akan menurunkan biaya administrasi persiapan

proposal dan mencegah diberikannya dana yang terlalu sedikit atau terlalu besar.

Kelima, verifikasi setelah mendapatkan dana belum optimal dan tidak

sistematis. Banyak penerima Bansos tidak dikunjungi atau diverifikasi sebelum

menerima bantuan Bansos sehingga persentase usaha yang tidak teridentifkasi

sangat besar. Verifikasi tersebut diperlukan tidak hanya untuk memastikan bahwa

kelompok usaha yang mengajukan proposal benar-benar ada dan layak diberi

bantuan, tapi juga untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai alamat dan

profil para anggota kelompok usaha penerima Bansos.

Keenam, sumber informasi/sosialisasi dana bansos pada banyak kasus

diperolehdari perorangan seperti dana aspirasi anggota dewan. Informasi yang

terbatas ini mengakibatkan terjadinya akses yang terbatas dan bagi golongan

tertentu saja. Padahal, ada kelompok usaha yang membutuhkan dana Bansos dan

layak tapi tidak memasukkan proposal karena ketidakadaan informasi.

Ketujuh, pada sebagian besar kelompok usaha yang mendapatkan Bansos,

peran ketua kelompok sangat dominan dan anggota hanya sebagai pelengkap

persyaratan. Kondisi ini akan berdampak pada keberlangsungan usaha, dimana

keuntungan paling besar hanya ketua kelompok.

Kedelapan, pemberian dana Bansos berbentuk uang kas lebih rentan untuk

diselewengkan. Alternatif untuk memberikan Bansos dalam bentuk barang yang

dibutuhkan dalam operasional perlu untuk dikaji secara mendalam. Disamping itu,

pengawasannya akan lebih mudah dan terukur.

Kesembilan, dalam proses seleksi dan pengawasan perlu melibatkan dinas

terkait. Pada banyak kasus, dinas terkait di kabupaten/kota tidak mengetahui

mengenai adanya penerima Bansos sehingga tidak dapat dimonitoring dan

evaluasi (monev) secara seksama.

Kesepuluh, diperlukan sistem reward and punishment untuk memotivasi

para penerima bantuan untuk menggunakan dana Bansos secara tepat guna.

Seringkali ada anggapan bahwa dana Bansos adalah dana tanpa ada pengembalian

sehingga digunakan secara tidak tepat guna. Kinerja penerima Bansos sebaiknya

Page 56: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 47

dapat dimonitoring dan dievaluasi. Jika berhasil, mereka dapat menjadi nominasi

untuk program bantuan sejenis lainnya (membuat track record)

5.2. Analisis Manfaat Batuan Dana Sosial

5.2.1 Pandangan Penerima Manfaat

Bantuan sosial merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan

pemerintah kepada kelompok atau individu yang dipandang rentan, guna

melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial ini diberikan

secara selektif dan sifatnya tidak terus menerus. Karenanya sangat diharapkan

bahwa bantuan ini dapat memberikan efek kepada penerima, terutama untuk

pengurangan kemiskinan.

Ada beberapa indikator yang menjadi fokus perhatian penelitian ini, dalam

kaitannya dengan pengurangan kemiskinan, terutama dilihat dari sisi pandangan

penerima manfaat, yaitu :

1. Aspek Pendapatan

Hasil kuesioner yang di isi oleh 52 responden penerima bantuan sosial

terkait dengan pendapatan, ditampilkan pada Tabel 1. Rata-rata responden

mengakui bahwa, program bantuan sosial telah cukup baik ( skala rata-rata 3,9)

memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuka usaha sehingga

menjadi sumber mata pencaharian dan penghasilan keluarganya. Jenis usaha yang

digeluti penerima adalah bertani, beternak sapi atau kerbau, budidaya ikan

kerapu, atau bandeng , rumpon, kerajinan kasap dan menjahit serta berdagang

atau berjualan. Namun demikian rata-rata responden mengakui bahwa efek

bansos terhadap peningkatan kesejahteraan masih kurang baik.

Program bantuan sosial sedikit banyak telah berdampak pada

terbentuknya kelompok usaha, ataupun dapat mempertahankan usaha yang telah

ada. Diakui responden penerima bansos bahwa program tersebut telah

memberikan pengaruh yang baik (Tabel 5.4) pada peningkatan pendapatan, dan

mengurangi kesenjangan pendapatan, serta meningkatkan daya beli mereka.

Meskipun demikian, data hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa peningkatan

pendapatan tidak merata pada seluruh kelompok.

Page 57: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 48

Tabel 5.4 Persepsi Responden Penerima Bansos Mengenai

Pendapatan Usaha

N0 Uraian Skala Keterangan

1. Kemampuan Program Bansos dalam meningkatkan pendapatan penerima/ masyarakat

3,9 baik

2. Kemampuan Program Bansos dalam mengurangi kesenjangan pendapatan penerima /masayarakat

3,8 Baik

3. Kemampuan Program Bansos dalam membuka kesempatan berusaha bagi penerima / masyarakat

3,9 Baik

4. Kemampuan Program Bansos dalam mendorong pengembangan sumber mata pencaharian penerima / masyarakat

3,9 Baik

5. Kemampuan Program Bansosdalam memberikan dampak daya beli keluarga penerima/ masyarakat

3,8 baik

6. Program bansos ini telah mampu meningkatkan

kesejahteraan saya/anggota kelompok 3,3 Kurang Baik

Rata-rata 3,76 Baik

Secara rata-rata pendapatan kelompok sebelum bansos meningkan dari

1,85 juta rupiah, menjadi rata-rata 2,38 juta rupiah. Ketidak merataan peningkatan

pendapatan dapat dilihat dari data 52 kelompok penerima yang teridentifikasi,

hanya 13 kelompok usaha (25%) yang mengakui ada peningkatan pendapatan,

sementara 17 kelompok usaha (32,7%) belum ada peningkatan pendapatan.

Sedangkan yang belum memiliki pendapatan atau belum ada hasil terjadi pada 22

kelompok usaha (42,3%). Secara rinci, peningkatan pendapatan menurut fungsi

bansos yaitu untuk modal awal pembentukan usaha dan untuk modal

pengembangan usaha, dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa bansos memberikan efek yang lebih baik

terhadap peningkatan pendapatan pada kelompok yang telah berjalan sebelum

bansos diberikan karena mareka memiliki keahlian dan pengalaman pada usaha

yang dijalankan. Hal ini juga dapat dilihat bahwa terdapat 30,7 persen kelompok

usaha baru gagal bertahan dibandingkan 7,6 % usaha yang tidak aktif pada

kelompok yang telah terlebih dulu ada.

Page 58: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 49

Tabel 5.5

Keadaan Pendapatan Kelompok Menurut Fungsi Modal Bansos

Katagori Pengembangan Usaha lama

(26 Kelompok) Pembentukan

Usaha Baru (26 Kelompok)

Status Usaha unit % Unit %

Aktif 24 92,3 19 69,2

Tidak Aktif 2 11,5 8 30,7

Pendapatan unit % Unit %

Meningkat 8 30,8 5 19,2

Tetap 10 38,4 7 26,9

Belum ada pendapatan 8 30,8 14 53,9

2. Aspek Keberjanjutan Usaha

Dari 52 penerima bansos yang teridentifikasi, 41 kelompok usaha atau 78,8%

usaha masih berjalan sampai kini. Persepsi responden penerima bansos dalam

membuat usaha mereka tetap berjalan sampai kini masih kurang baik (skala rata-

rata 3,3), dan juga masih kurang baik dalam membangkitan keuntungan atau

pengahasilan yang terus menerus. Namun, mereka juga mengakui bahwa

keberlanjutan usaha mereka karena anggota memiliki ketrampilan yang sesuai

dengan usaha yang digeluti. Selain itu bansos juga memberikan pengaruh baik

dalam memberikan semangat beraktivitas, seperti pada pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Persepsi Responden Penerima Bansos Mengenai

Keberlanjutan Usaha

No Uaraian Skala rata2

Keterangan

1. Program bansos telah mampu membuat usaha

kelompok penerima berjalan sampai saat ini.

3,3 Kurang Baik

2. Usaha kelompok penerima bansos berlanjut karena

anggota memiliki keterampilan yang sesuai

3,8 Baik

3. Program bansos mampu memberikan/meningkatkan

keuntungan secara terus menerus kepada penerima

3,4 Kurang Baik

Page 59: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 50

Pada tabel 5.7 memperlihatkan bahwa 30,7 persen kelompok yang baru dibangun

berpeluang untuk gagal atau tidak mampu bertahan. Sementara pada kelompok

yang telah berpengalaman peluang gagal sekitar 7,6%.

Faktor pendampingan atau asistensi kepada kelompok usaha, baik yang

baru terbentuk maupun yang telah berdiri lebih awal, diyakini sebagai salah satu

faktor yang dapat menunjang keberlanjutan usaha. Tabel 5.7, memperlihatkan

bahwa peluang usaha berlanjut/ masih aktif sebesar 52,4 % pada kelompok yang

di dampingi dan sudah mempunyai pengalaman. Sedangkan peluang aktif pada

kelompok yang tidak didampingi sebesar 41,9%. Sedangkan peluang kelompok

gagal atau tidak dapat berlanjut lebih besar pada kelompok yang baru berdiri atau

tidak berpengalaman dan tidak ada pendampingan yaitu 19,4%. Meskipun

mendapat pendampingan kelompok baru masih berpeluang gagal 9,5%.

Selain pengalaman dan pendampingan, faktor yang perlu mendapat

perhatian untuk keberlanjutan kelompok adalah kecukupan modal usaha. Bansos,

dalam hal ini telah menjadi program yang diharapkan dapat memberikan harapan

baru untuk kebutuhan modal kelompok usaha, bagi masyarakat yang rentan

terhadap resiko sosial. Pengajuan proposal usaha oleh kelompok usaha tentu

mendapat penilaian dan evaluasi , sehingga usulan modal tidak seluruhnya

disetujui tanpa koreksi. Tabel 5.7, menunjukkan bahwa 30 kelompok usaha atau

(57,7%) yang menerima bansos sesuai usulan, dan 63,4% masih aktih pada usaha

lama dan 23,3% pada kelompok baru. Kelompok yang menerima bantuan 75%

atau lebih dari usulan sebanyak 9 kelompok dan dikurangi 50% sebanyak 13

kelompok. Secara keseluruhan Tabel 5.7, memperlihatkan bahwa semakin besar

pengurangan modal dari usulan semakin besar pula peluang atau persentase gagal,

terutama untuk kelompok baru terbentuk.

Kegagalan dalam membuat usaha tetap berlanjut, terlihat lebih besar pada

kelompok yang belum berpengalaman, tidak ada pendampingan dan modal yang

4. Program bansos ini telah berdampak pada

peningkatan semangat beraktivitas bagi saya/anggota

kelompok

3,5 baik

Rata-rata 3,5 baik

Page 60: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 51

kurang mencukupi. Hal ini mengindikasikan bahwa, peluang untuk keberlanjutan

usaha sedikit banyak ditentukan oleh :

1. Pengalaman dalam menjalankan usaha bersama. Ini tentu terkait dengan

kesiapan kelompok dalam membangun usaha, seperti struktur organisasi, dan

kesesuaian ketrampilan anggota kelompok dengan usaha yang dibangun, dan

kemampuan anggota kelompok dalam membangun iklim usaha bersama.

2. Pendampingan atau asistensi yang diberikan kepada kelompok usaha.

Kelompok usaha baru lebih memerlukan pendampingan sampai kelompok

berjalan dengan stabil. Pendampingan setidaknya meliputi, asistensi

kemampuan produksi, administrasi, pemasaran dan manajemen kelompok.

3. Modal untuk pengembangan usaha. Pada kelompok yang telah berjalan, modal

tambahan diperlukan untuk pengembangan (ekspansi) usaha, atau untuk

membantu menstabilkan usaha yang mengalami masalah modal. Sedangkan

untuk kelompok baru, modal awal diperlukan justru untuk membangun usaha

itu sendiri, membeli barang modal dan juga untuk memenuhi kebutuhan

modal tidak tetap atau modal untuk produksi. Jika kebutuhan modal awal ini

kurang mencukupi, maka kemungkinan usaha gagal lebih besar.

Tabel 5. 7

Keadaan Keberlanjutan Usaha dan Pendampingan

Katagori Usaha Lama

(26 Kelompok) Usaha Baru

(26 Kelompok)

Pengalaman Usaha

Memiliki Pengalaman unit % Unit % Berhasil 24 92,3 0 0 Gagal 2 7,6 0 0 Tidak Memiliki Pengalaman unit % Unit % Berhasil 0 0 18 69,2 Gagal 0 0 8 30,7

Pendampingan Ada Pendampingan (21 kel) unit % Unit % Berhasil 11 52,4 8 38,1 Gagal 0 0 2 9,5 Tidak Ada Pendampingan (31kel) unit % Unit % Berhasil 13 41,9 10 32,2 Gagal 2 6,5 6 19,4

Modal Usaha

Bantuan Modal sesuai proposal (30 kel) unit % Unit %

Page 61: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 52

Berhasil 19 63,4 7 23,3 Gagal 1 3,3 3 10,0 Dikurangi ≤ 25% (9 kel) unit % Unit % Berhasil 2 22,2 4 44,4 Gagal 1 11,1 2 22,4 Dikurangi 25 - 50% (13 kel) unit % Unit % Berhasil 3 23,1 7 53,8 Gagal 0 0,0 3 23,1

3. Aspek Kelembagaan

Membangun sebuah kelompok usaha, tentu memerlukan perencanaan yang

baik, menyusun struktur kelembagaan usaha, perencanaan keuangan, bahan baku

usaha, pemperhatikan ketrampilan anggota dan pembagian tugas kepada masing-

masing anggota, sehingga kelompok usaha dapat berkelanjutan dan berkembang.

Persepsi penerima bansos mengenai peningkatan kemampuan mereka dalam

hal kelembagaan tapat dilihat pada Tabel 5.8. perencanaan usaha berdasarkan

potensi lokal khususnya dalam penyusunan proposal cukup baik. Dalam

pelaksanaan usaha, serta pengawasan mereka merasa masih kurang baik. Mereka

juga merasa telah berartisipasi baik dalam pembangunan, khususnya

pembangunan ekonomi.

Tabel 5.8

Persepsi Responden Mengenai Kemampuan Membangun

Kelembagaan Usaha

No Uraian Skala rata2

Keterangan

1.

Program bansos telah mampu meningkatkan

kemampuan penerima /kelompok dalam

penyusunan perencanaan usaha sesuai dengan

potensi lokal (penyusunan proposal usaha)

3,7 Baik

2. Program bansos telah mampu meningkatkan

peran penerima / kelompok dalam

pelaksanaan usaha

3,3 Kurang Baik

Page 62: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 53

No Uraian Skala rata2

Keterangan

3. Program bansos telah mampu meningkatkan

peran penerima/kelompok untuk

berpartisipasi dalam pengawasan usaha

3,3 Kurang Baik

4.

Program bansos telah mampu meningkatkan

peran penerima / kelompok untuk

berpartisipasi dalam pembangunan

masyarakat

3,7 Baik

Rata-rata 3.5 baik

Dalam proses mendapatkan bantuan, masyarakat perlu mengajukan

proposal usaha, baik secara individual maupun kelompok. Tabel 5.9 menunjukkan

bahwa secara keseluruhan dari 52 responden, terdapat 35 responden (67,3%)

mengakui menyusun proposal secara bersama-sama anggota kelompok, artinya

anggota kelompok ikut terlibat dalam perencanaan dan pembangunan

kelembagaan usaha. Persentase kelompok yang menyusun proposal secara

bersama-sama lebih besar pada kelompok usaha yang telah lama dari pada usaha

baru yaitu 57,1% dan 42,9%. Persentase atau peluang usaha berhasil lebih besar

dibandingkan peluang usaha yang gagal. Jumlah kelompok yang proposalnya

dibuat orang lain sebanyak 7 kelompok atau 13,5%, dan yang dibuat sendiri oleh

ketua kelompok sebanyak 8 kelompok atau 15,4%. Namun pada kedua katagori

tersebut, persentase berhasil lebih kecil dibandingkan kelompok yang membuat

bersama-sama proposalnya.

Kemampuan perencanaan dalam menentukan kebutuhan modal, secara

umum atau 55,8% kelompok usaha menentukannya berdasarkan hasil rapat

anggota, dan keberhasilan usaha lebih tinggi dibandingkan katagori lainnya,

kondisi ini hampir tidak berbeda antara kelompok lama dengan kelompok baru.

Pada kelompok baru persentase berhasil terlihat sedikit lebih besar, dan pada

kelompok baru persentase gagal lebih besar dari kelompok lama. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan teknis mereka untuk menentukan besarnya

modal yang diperlukan masih rendah, sehingga besarnya kebutuhan modal

Page 63: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 54

menjadi kurang akurat. Sedangkan pada kelompok lama, pengalaman dan

pengetahuan mereka telah jauh lebih baik, sehingga menjadi lebih akurat dan

persentase gagal kecil.

Dalam menentukan besarnya modal, proses yang dilakukan oleh kelompok

usaha dengan mengadakan rapat anggota. Hasil analisis ini memperlihatkan

bahwa kemampuan mereka dalam perencanaan relatif baik. Persentase kelompok

yang kebutuhan modal ditentukan sebanyak 16 kelompok atau sebesar 30,8%,

dan keberhasilannya sama antara kelompok lama dan baru yaitu sebesar 43,7%,

namun kelompok baru kegagalannya lebih besar atau 12,5%. Perlakuan seperti ini

sebenarnya kurang baik untuk pembinaan kelembagaan kelompok, terutama

untuk kelompok baru.

Tabel 5.9

Keadaan Kelompok Dalam Membangun Kelembagaan

Katagori Usaha Lama

(26 Kelompok) Usaha Baru

(26 Kelompok) Perencanaan

Proposal disusun bersama (35 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 18 51,4 10 28,6 Gagal 1 5,7 5 14,3 Dibuat Orang dan Tidak Terlibat (7 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 1 14,3 4 57,1 Gagal 1 14,3 1 14,3 Ketua Menyusun Sendiri Tanpa Melibatkan Anggota (8 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 3 37,5 4 50,0 Gagal 0 0,0 1 12,5 Lain-lain (2 kelompok) 1 - 1 -

Penentuan Kebutuhan Modal Hasil rapat anggota (29 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 13 44,8 10 34,5 Gagal 1 3,4 5 17,3 Jumlah sudah ditentukan (16 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 7 43,7 7 43,7 Gagal 0 0,0 2 12,5 Lain-lain (7 kelompok) 5 - 2 -

Page 64: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 55

Katagori Usaha Lama

(26 Kelompok) Usaha Baru

(26 Kelompok) Tanggung Jawab Kerja

1. Masing-masing anggota menjalankan usaha sendiri (18 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 9 50,0 4 22,2 Gagal 0 0,0 5 27,8 Pembagian tugas jelas (23 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 11 47,8 11 47,8 Gagal 2 8,7 0 0,0 Ketua bekerja sendiri, tanggung jawab anggota tidak jelas (10 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 4 40,0 3 30,0 Gagal 0 0,0 3 30,0

Pembagian Hasil Pembagian hasil usaha anggota untuk anggota yg bersangkutan (13 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 3 23,1 9 69,1 Gagal 0 0,0 1 7,7 1. Pembagian sama rata

(21 kelompok) unit % Unit %

Berhasil 8 38,1 7 33,3 Gagal 2 9,5 4 19,1 Pembagian sesuai tanggung jawab (16 kelompok)

unit % Unit %

Berhasil 11 68,8 3 18,8 Gagal 1 6,2 1 6,2 2. Anggota mendapat honor

(2 kelompok) unit % Unit %

Berhasil 2 100,0 0 0,0

Gagal 0 0,0 0 0,0

Membangun kelompok usaha sesungguhnya bukanlah hal yang mudah.

Harus ada perngaturan yang jelas setidaknya mengenai tanggungjawab pekerjaan,

dan pembagian penghasilan secara adil serta disepakati bersama. Tabel 5.9,

menunjukkan bahwa, terdapat 18 atau 34,6% kelompok mengakui bahwa setiap

anggota menjalankan usaha masing-masing namun mereka tergabung dalam

kelompok untuk pemasaran hasil, kebutuhan bahan baku, tata cara kerja yang baik

(penyuluhan), dan permasalahan-permasalahan yang ada di tanggulangi bersama

Page 65: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 56

dan ada iuran kelompok. Strategi ini terlihat lebih berhasil pada usaha yang telah

berpengalaman atau usaha yang telah lama, sedangkan pada usaha bru peluang

gagal relatif besar.

Katagori kedua, yaitu kelompok yang bekerja pada suatu usaha bersama

dengan pembagian tugas dan tanggungjawab yang adil dan jelas serta di koordinir

oleh ketua kelompok sebanyak 23 kelompok atau 44,2% Secara umum kelompok

yang pada katagori kedua lebih berhasil terutama pada kelompok baru. Katagori

ke tiga, bahwa hanya ketua saja yang bekerja sedangkan tanggungjawab anggota

tidak jelas sebanyak 10 kelompok, persentase gagal untuk katagori ini relatif besar

terutama untuk kelompok baru. Kondisi ini secara keseluruhan memperlihatkan

bahwa kemampuan kelompok usaha dalam menjalankan usaha secara

berkelompok masih relatif kurang baik.

Pengawasan terhadap usaha khususnya terhadap hasil usaha, merupakan

suatu hal yang sangat penting dalam membangun kelembagaan usaha yang sehat.

Pembagian hasil usaha dilakukan dengan sistem yang berbeda antar kelompok

usaha. Temuan penelitian ini, memperlihatkan bahwa 13 (25%) kelompok

mengakui bahwa hasil usaha masing-masing anggota yang diusahakan sendiri

tidak dibagikan kepada anggota lain, tetapi memang merupakan hasil usaha

anggota tersebut, 21 (40,4%) kelompok mengakui bahwa hasil yang diperoleh

kelompok dibagi sama rata kepada anggota, pembagian hasil model ini

kelihatannya kurang berhasil pada kelompok baru, persentase gagal lebih besar.

Pembagian sama rata mungkin tidak mencerminkan keadilan, sehingga kelompok

usaha mengalami kesulitan untuk berlanjut. Tetapi terdapat 16 (30,8%) responden

mengakui bahwa hasil yang diperoleh kelompok dibagi sesuai dengan

tanggungjawab kerja. Kelihatannya model seperti ini lebih disukai, sehingga

kegagalan usaha rendah, dan persentase berhasil lebih tinggi.

Hasil analisis mengindikasikan bahwa dalam membangun kelembagaan

kelompok usaha, bansos telah memberikan efek yang baik pada penguatan

kelembagaan kelompok, terutama dalam perencanaan usaha, yaitu :

1. Perencanaan usaha secara umum melibatkan anggota kelompok, dan cukup

baik pada kelompok lama .

Page 66: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 57

2. Pelaksanaan dan pengawasan usaha, telah direncanakan dengan baik oleh

kelompok usaha. Pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang

mengedepankan aspek keadilan, akan lebih memberikan pengaruh baik pada

penguatan kelembagaan kelompok.

4. Aspek Kemandirian

Penelitian ini menemukan bahwa rata-rata responden penerima bansos

mempunyai persepsi bahwa program bansos relatif baik dalam mendorong

meningkatkan kemandirian dirinya dan kelompoknya. Namun demikian, mereka

merasa masih kurang baik dalam membangun semangat kerjasama antar anggota

bahkan antar kelompok. Hasil ini tentu saja berdasarkan jawaban 52 responden

yang berhasil teridentifikasi, secara jelas dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10

Persepsi Penerima Bansos Tentang Kemandirian

No Uraian Skala

rata-rata Ket

1. Program bansos mampu meningkatkan kemandirian

kelompok 3,5 baik

2. Program bansos mampu meningkatkan semangat kerja

sama antar anggota dalam kelompok 3,4

Kurang

baik

Rata-rata 3,45 Kurang

baik

Kemandirian kelompok usaha setidaknya dapat dilihat dari kecukupan

modal untuk membangun dan mengembangkan usaha. Dari 42 kelompok yang

masih aktif, dapat dianalisa tingkat kemandirian mereka, dari berbagai sisi :

a. Kecukupan atau kebutuhan modal. Secara keseluruhan (53,7%) kelompok

usaha menyatakan bahwa mereka merasa modal diperlukan telah terpenuhi.

Tabel 11 juga memperlihatkan, bahwa kecukupan modal lebih banyak

terpenuhi pada kelompok usaha yang telah lama, yaitu 15 kelompok atau

65,2%, sedangkan kelompok baru hanya 7 (38,9%) yang merasa sudah

mencukupi. Hal ini tentu terkait pada besarnya bansos yang diberikan, dimana

Page 67: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 58

persentase kelompok baru yang mengalami pengurangan relatif lebih besar

dibandingkan kelompok lama, (dapat dilihat pada Tabel 5.7).

b. Kemampuan kelompok usaha dalam mempekerjakan tenaga kerja diluar

kelompok. menunjukkan bahwa ada 23 (56,1%) kelompok mempekerjakan

tenaga kerja lain (Tabel 5.11), kondisi ini lebih banyak pada kelompok yang

telah lama, dibandingkan kelompok baru.

c. Kebutuhan akan pendampingan atau bantuan asistensi. Ternyata hanya 14

(34,1%) kelompok yang menyatakan tidak lagi memerlukan pendampingan.

Persentase kelompok yang memerlukan pendampingan lebih rendah pada

kelompok lama dibandingkan kelompok baru, yaitu 26,1% berbanding dengan

44,4%, (Tabel 5.11). Artinya kelompok usaha merasa belum sepenuhnya

dapat mandiri, meskipun mereka dapat bertahan untuk tetap eksis. Telah di

perlihatkan sebelumnya bahwa faktor pendampingan menjadi faktor penting

untuk keberlanjutan usaha, dan kelompok usaha baru lebih memerlukan

pendampingan untuk keberhasilannya. (dapat dilihat pada Tabel 5.7)

Tabel 5.11. Persentase Kecukupan Modal, Penggunaan Tenaga Kerja dan

Kebutuhan Pendampingan Pada Kelompok Usaha yang Masih Aktif

Uraian

Kelompok Lama yang

Aktif 24 Kelompok

%

Kelompok Baru yang Aktif

18 Kelompok %

Modal Sudah Mencukupi Modal mencukupi kebutuhan 16 66,7 7 38,9 Modal tidak mencukupi 8 33,3 11 61,1

Menggunakan Tenaga Kerja

Menggunakan tenaga kerja lain 15 62,5 9 50 Tidak menggunakan tenaga kerja lain

9 37,5 9 50

Kebutuhan Untuk Pendampingan

Masih butuh pendampingan 18 75,0 10 55,6 Tidak memerlukan pendampingan 6 25,0 8 44,4

5. Peran pemerintah

Rata-rata responden penerima bansos menyatakan bahwa peran

pemerintah dalam program bansos kurang baik. Tabel 5.12 memperlihatkan

bahwa persepsi penerima terhadap dinas, kecamatan dan desa mengenai

Page 68: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 59

sosialisasi dan peninjauan kepada kelompok usaha, sebelum bansos diluncurkan,

adalah kurang baik. Pembinaan dan partisipasi yang dilakukan oleh dinas terkait

setelah bansos diterima kelompok usaha masih kurang baik. Kapasitas dan

kemampuan dinas, kecamatan dan desa dalam membantu kelompok usaha juga

masih relatif kurang baik.

Tabel 5.12. Persepsi Penerima Bansos Mengenai Peran Pemerintah Dalam

Keberhasilan Program

No Uraian Skala

rata-rata Keterangan

1.

Dengan adanya program bansos, pihak

dinas/kecamatan telah melakukan peninjauan dan

sosialisasi terlebih dahulu kepada kelompok usaha

3,2 Kurang baik

2. Dengan adanya program bansos, pihak

dinas/kecamatan telah menigkatkan

partisipasi/pembinaan kepada kelompok usaha

3,2 Kurang baik

3. Dengan adanya program bansos, pihak

dinas/kecamatan telah menigkatkan

kapasitas/kemampuan pemerintah dalam membantu

kelompok

3,3 Kurang baik

Rata-rata 3,23 Kurang baik

Peran pemerintah dalam keberhasilan kelompok usaha sangat menentukan.

Melalui program bansos pemerintah ingin mengurangi kemiskinan, terutama pada

kelompok rentan atau berpotensi mengalami resiko sosial. Program bansos

merupakan program yang ditunggu, sangat diharapkan oleh sebagian masyarakat

atau kelompok masyarakat. Tabel 5.13 memperlihatkan bahwa, sebagian besar

(73,1%) kelompok usaha atau masyarakat mencari informasi mengenai program

ini justru dari kerabat, teman, atau keluarga. Hal ini memperlihatkan bahwa akses

untuk memperoleh informasi mengenai bansos relatif terbatas. Hampir tidak ada

sosialisasi dari dinas atau pihak kecamatan dan desa.

Page 69: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 60

Tabel 5.13 Peran Pemerintah Dalam Membangun Kelompok Usaha

Uraian Kelompok

Lama %

Kelompok Baru

%

Informasi adanya bansos

Aparatur Desa 1 3,8 2 7,7 Pengumuman 2 7,7 3 11,5

Dari Teman 20

-2 tidak aktif 76,9

18 -7 tidak aktif

69,2

Lain- lain 3

3. 11,5

3 -1 tidak aktif

11,5

Ketepatan Waktu Penyaluran

Sangat tepat 16 -1 tidak aktif

61,5 9 -2 tidak aktif

34,6

Kurang tepat 7 -2 tidak aktif

26,7 10 -2 tidak aktif

38,4

Terlalu lama dari kebutuhan 3 11,5 7

-4 tidak aktif 26,9

Kunjungan Pendamping Dua- tiga bulan sekali 5 19,2 2 7,7 Sebulan sekali 3 11,5 2 7,7

Hanya sekali 3 11,5 6

-2 tidak aktif 23,1

Tidak ada pendampingan 15

-3 tidak aktif 57,7 16

-6 tidak aktif 61,5

Aspek Pendampingan Tehnik produksi 23 88,5 8

2 tidak aktif 80,0

Membangun kelompok dan administrasi

3 11,5 2 20,0

Bantuan Pelatihan yang diterima Mendapatkan pelatihan 9

-1 tidak aktif 34,6 2 7,7

Tidak mendapat pelatihan 17 -3 tidak aktif

65,4 24 -8 tidak aktif

92,3

Ketepatan waktu penyaluran bansos menjadi salah satu peran pemerintah,

untuk memastikan bantuan modal diterima pada waktu yang diperlukan. Data

pada Tabel 5.13 menunjukkan bahwa 65,3 % bansos untuk kelompok baru tidak

diterima tepat waktu dan 38,2% pada kelompok lama. Kelompok usaha yang telah

lama pada pada umumnya menerima bansos tepat waktu. Sedangkan kelompok

baru lebih sedikit yang menerima tepat waktu. Hal ini kemungkinan disebabkan

adanya persyaratan yang terlambat dipenuhi oleh kelompok baru, sehingga

Page 70: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 61

terlambat menerima. Kenyataan menunjukkan bahwa jumlah kelompok yang gagal

atau tidak aktif lagi lebih besar pada kelompok yang terlambat menerima.

Kunjungan pendamping pada kelompok yang mendapatkan pendampingan

pada umumnya (23,1%) hanya sekali, sedangkan pada kelompok baru

kebanyakan 2 – 3 bulan sekali. Pada umumnya yang dibicarakan (> 80%) adalah

tehnik produksi, selebihnya mengenai membangun kelompok usaha dan masalah

pembukuan, sedangkan strategi pemasaran belum menjadi perhatian. dari

pendampingan mengenai pemasaran merupakan salah satu faktor yang

menentukan berhasil tidaknya suatu usaha.

Peran pemerintah yang paling penting dalam meningkatkan kemampuan

kelompok usaha adalah peningkatan kapasitas mereka dalam hal produksi ,

administrasi, pemasaran dan kemampuan kerjasama. Peningkatan kapasitas ketua

dan anggota kelompok usaha umumnya dilaksanakan melalui pelatihan.

Kenyataannya, 78,8% kelompok usaha tidak mendapatkan pelatihan. Kelompok

usaha baru lebih banyak tanpa pelatihan yaitu 92,3 %, dan seluruh kelompok yang

gagal bertahan atau bubar seluruhnya tidak pernahmendapatkan pelatihan. Hal ini

mengindikasikan, bahwa membangun kapasitas kelompok melalui berbagai

pelatihan teknis sesuai kebutuhan kelompok usaha.

5.2.2 Pandangan Pemimpin Formal

Hasil penelurusan lapangan kepada 57 pemimpin desa (responden),

menemukan berbagai kondisi, yaitu :

a. Tidak mengetahui kelompok mana yang telah menerima bantuan dan yang

belum menerima. Karena tidak ada laporan untuk gechik. Sehingga tidak

dapat memberikan pandangannya mengenai kemandirian ekonomi

masyarakat, hal ini dikemukakan oleh 12,3 % kepala desa.

b. Dana belum diterima oleh kelompok, ini dikemukakan oleh 7,01 % gechik.

c. Tidak dapat mengidentifikasi kelompok usaha yang menjadi sampel penelitian,

alamat yang tertera sudah benar tetapi kelompok tidak dapat ditemukan atau

dikemukakan 7,01%

Pemimpin formal yang di luar katagori di atas, memberikan pandangannya

atau pendapat yang relatif beragam terhadap bansos yang diterima masyasrakat di

Page 71: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 62

desanya. Pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam berbagai aspek yang menjadi

fokus kajian ini :

1. Peningkatan Kesejahteraan

Terhadap adanya peningkatan kesejahteraan masyasrakat karena adanya

bantuan sosial, pemimpin gampong mempunyai berbagai pendapat, yaitu :

a. Program bansos dipandang tidak mampu meningkatkan kesejahteraan

penerima, apalagi meningkatkan masyarakat disekitarnya. Ini

dikemukakan oleh 13,3% pemimpin gampong.

b. Namun sebagian besar (60,38%) mengemukakan pendapatnya bahwa

program bansos akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

tetapi dengan berbagai catatan atau persyaratan yang disampaikan.

Beberapa catatan yang dikemukakan tokoh masyarakat adalah :

a). Tepat sasaran. Sebagian pemimpin masyarakat mengemukakan bahwa

pemberian bansos banyak yang tidak tepat sasaran. Bahkan ada

pemimpin gampong yang tidak mengetahui alamat kelompok usaha yang

secara administrasi tercatat ada di desanya. Agar program ini bermanfaat

secara optimal, maka pemberian dana bansos perlu diperhatikan sasaran

dari penerimanya, apakah kelompok benar-benar memerlukannya atau

tidak. Hal ini memerlukan penilaian yang baik sebelum ditetapkan

penerimanya. Diperlukan kriteria dan persyaratan yang jelas untuk

penerimanya.

b). Jenis bantuan yang diberikan perlu disesuaikan dengan skill yang dimiliki

oleh penerima, bantuan sebaiknya tidak berupa uang tunai.

c). Program harus dijalankan secara benar dan serius. Hal ini berarti

mekanisme pemberian bansos harus dirumuskan secara jelas dan

diimplementasikan dengan baik.

2. Kelembagaan

Menurut pemimpin gampong yang dapat mengidentifikasi keberadaan

kelompok usaha, dan mengetahui kelompok penerima, memberikan beberapa

Page 72: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 63

pandangannya, mengenai pengaruh program bansos dalam meningkatkan

kapasitas masyarakat atau kelompok dalam bidang kelembagaan, yaitu :

a. Program bansos mampu meningkatkan kapasitas kelompok usaha dalam

membangun kelembagaan usaha , namun belum optimal (33,3%).

Kelompok usaha sedikitnya banyak yang telah dapat bekerjasama dengan

sesama anggota kelompoknya. Hal ini dapat terjadi, menurut pemimpin

gampong karena ketrampilan anggota kelompok lebih merata dan sesuai

dengan kebutuhan usahanya.

b. Sedangkan sebagian lainnya (40,38%) mengemukakan bahwa bansos

belum dapat membangun kelembagaan kelompok usaha.

Kegagalan dan belum optimalnya kelembagaan, menurut pandangan pemimpin

gampong disebabkan oleh:

a) Tidak terlibatnya aparatur gampong dalam pembinaan dan pengawasan

kelompok usaha, termasuk kelompok penerima bansos.

Tidak ada laporan kepada aparatur gampong, mengenai adanya penyaluran

bansos kepada masyarakat . Akibatnya masyarakat atau kelompok usaha yang

menerima bansos, juga kurang merespon jika pemimpin gampong berusaha

mendata dan mengumpulkan informasi. Hal ini tentu menyulitkan

membangun kelembagaan.

b) Partisipasi masyarakat sangat kurang, sehingga kelembagaan kelompok

usaha juga tidak optimal.

c) Sebagian kelompok usaha sesungguhnya tidak bekerja secara berkelompok.

Mereka membagi bansos kepada anggota, dan masing-masing anggota

membangun usahanya sendiri atau tidak membangun usaha, semuanya

tergantung pada anggota yang bersangkutan, sehingga tidak lagi bekerja

bersama secara berkelompok.

d) Kondisi kelompok usaha dimana peran ketua yang lebih dominan,

menyebabkan kelembagaan kelompok tidak berjalan sebagaimana yang

diharapkan.

e) Anggota kelompok usaha tidak memiliki ketrampilan yang sesuai dengan

usaha yang dibangun.

Page 73: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 64

f) Tidak ada pelatihan yang diberikan kepada kelompok. Dalam hal ini

diperlukan pelatihan mengenai manajemen usaha, organisasi, dan

kepemimpinan.

g) Tidak ada pendampingan. Menurut pemimpin gampong pendampingan

sangat diperlukan bagi kelangsungan kelompok usaha. Para pendamping

dapat memberikan arahan dan masukan dalam membangun kelembagaan

usaha.

3. Kemandirian masyarakat

Pandangan pimpinan gampong, mengenai kemampuan bansos dalam

meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, relatif beragam

sebagaimana dikemukakan di bawah ini :

a. Bansos belum dapat meningkatkan kemandirian ekonomi penerima

maupun masyarakat, hal ini dikemukakan oleh 26,3% pemimpin gampong.

Menurut mereka berbagai penyebab hal ini dapat terjadi, yaitu:

a) Tidak ada pengawasan dari perangkat desa, dan bansos tidak tepat

sasaran. Sehingga tidak terjalin komunikasi yang baik antara penerima

dengan masyarakat, bahkan antar anggota kelompok.

b) Usaha yang dibantu memang usaha yang masih kecil dan sulit

beerkembang, modal yang diberikan relatif kecil. Bahkan s.ebagian

penerima menganggap bansos sebagai hadiah bagi mereka, dan selalu

berharap dapat bantuan.

c) Kemampuan atau ketrampilan anggota dan ketua masih kurang,

sehingga usaha gagal atau bahkan gagal panen.

b. Sebagian pimpinan gampong (8,77%) berpendapat bahwa bansos mungkin

dapat meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, asalkan tepat

sasaran yang dibarengi dengan pengawasan dan arahan pemerintah dan

bansos dimanfaatkan dengan baik.

c. Sebagian lainnya dan relatif lebih besar (22,81%) berpendapat bahwa

bansos dapat meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat, namun

belum optimal. Menurut responden hal ini disebabkan karena :

Page 74: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 65

a) Hanya penerima saja yang meningkat ekonominya

b) Kesulitan dalam memasarkan produk yang dihasilkan

c) Belum ada pendampingan, padahal sangat diperlukan

d. Sebanyak 17,54% pemimpin gampong mempunyai pandangan bahwa

bansos telah berhasil meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.

Menurut mereka hal ini dikarenakan :

a) Sudah ada kegiatan usaha dari awal, sebelum menerima bansos

b) Bansos betul-betul digunakan untuk usaha, daya beli dan pendapatan

meningkat

c) Bansos berupa peralatan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat, seperti traktor tangan.

4. Peran pemerintah

Pada aspek peran pemerintah kabupaten/kota terhadap desa, pemimpin

desa mempunyai pandangan yang beragam, sebagian pemimpin atau sebesar

49,12% menyatakan partisipasi pemerintah masih sangat kurang, para kepala

desa menyatakan bahwa :

a. Kunjungan ke gampong tidak pernah dilakukan, kalaupun ada hanya sekali

dan tidak berkelanjutan.

b. Tidak ada informasi mengenai adanya bantuan sosial ini, sangat tertutup,

seakan enggan bekerja sama dengan aparatur gampong.

c. Sosialisasi kepada masyarakat gampong tidak ada atau sangat kurang,

sehingga penerimaan dan pemahaman masyarakat sangat kurang.

d. Pengawasan juga sangat kurang, sehingga kondisi bansos tidak sesuai

harapan. Jika bansos diberikan dalam bentuk barang, biasanya kualitasnya

jelek, kalau diberikan dalam bentuk uang masyarakat ribut.

e. Tidak ada pendampingan kepada kelompok ataupun pemimpin gampong.

Sebagian pemimpin desa (26,31%) berpendapat bahwa bansos telah

menimbulkan partisipasi pemerintah terhadap desa, namun belum optimal,

menurut mereka ini ditunjukkan melalui :

a) Pembinaan dan pengawasan kepada kelompok UKM, dan saling mendukung

dengan pemerintah gampong. Namun partisipasi dalam pengawasan jangan

Page 75: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 66

sampai di salah gunakan, yang dapat merugikan kelompok usaha dan

masyarakat secara umum.

b) Adanya perubahan yang baik yang diperlihatkan masyarakat.

5.3 Analisis SWOT

5.3.1 Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)

Analisis faktor internal adalah kajian kekuatan (strength) dan kelemahan

(weakness) yang dimiliki oleh kelompok usaha dalam mengembangkan atau

membudidayakan produk yang akan dihasilkan. Banyak aspek yang dapat

dianalisis terhadap faktor internal baik kekuatan maupun kelemahan dalam

alokasi dana pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk bantuan sosial.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan menurut pandangan responden, maka dapat

digambarkan sebagaimana pada tabel 5.14 berikut :

Tabel 5.14

Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)

No Pertanyaan Mean Kesimpulan

1. Fasilitas yang tersedia dan dimiliki untuk mendukung

kegiatan usaha 3,75 Kekuatan

2. Kemudahan memperoleh informasi tentang Program

Bansos 3,35 Kelemahan

3. Kemudahan ikut berpartisipaso dalam menyusun

program kelompok usaha 4,53 Kekuatan

4. Tehnologi modern yang dimiliki kelompok usaha

untuk mendukung kegiatan 3,06 Kelemahan

5. Kemampuan/pengusahaan ilmu pengetahuan untuk

percepatan perkembangan kegiatan kelompok 3,59 Kekuatan

6. Kemampuan/penguasaan teknologi bidang usaha oleh

anggota kelompok 3,33 Kelemahan

Page 76: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 67

Berdasarkan tabel di atas, dari 15 indikator faktor internal, terdapat 7

indikator merupakan kelemahan di wilayah kajian ini. Sisanya terdapat 8 indikator

yang menjadi kekuatan, sehingga secara rerata diperoleh nilai sebesar 3,54 yang

mengarah atau mendekati 4. Hal ini bermakna secara keseluruhan dari faktor

internal kelompok usaha sudah relative memiliki lebih banyak kekuatan

berbanding kelemahan.

5.3.2 Faktor Eksternal (Kesempatan dan Tantangan)

Faktor eksternal (kesempatan dan tantangan) merupakan kajian faktor

yang berada di luar yang tidak mampu dipengaruhi oleh stakeholder di daerah

kajian, namun faktor ini memberikan dampak terhadap perkembangan kelompok

usaha.

7. Kecukupan modal usaha yang disediakan oleh

Program Bansos 3,35 Kelemahan

8. Penyajian buku laporan keuangan usaha 3,12 Kelemahan

9. Ketrampilan manajemen keuangan usaha 3,29 Kelemahan

10. Ketrampilan manajemen pemasaran komoditas 3,51 Kekuatan

11. Kondisi koperasi/badan usaha 3,22 Kelemahan

12. Setiap anggota kelompok memiliki akses terhadap

segala informasi dan proses pengambilan keputusan 3,73 Kekuatan

13

Anggota kelompok berperan secara aktif dalam proses

atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai

dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan

pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan

tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil

4,23 Kekuatan

14 Pengelolaan keuangan dapat dipertanggungjawabkan

setiap anggota kelompok usaha secara baik 3,57 Kekuatan

15

Keuangan usaha dikelola secara tepat waktu dan tepat

guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi

yang dapat dipertanggungjawabkan

3,53 Kekuatan

Rerata 3,54 Kekuatan

Page 77: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 68

Berdasarkan hasil kajian untuk menggali pandangan responden terhadap

indikator faktor eksternal ini akan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5.15

FAKTOR EKSTERNAL (PELUANG DAN TANTANGAN)

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan gambaran hasil sebagaiman tabel di atas, dapat dilihat banyaknya

peluang atau kesempatan yang sudah dimiliki di wilayah penelitian . Responden

berpendapat bahwa kemudahan memperoleh layanan program BANSOS dari

pemerintah kecamatan/kabupaten masih merupakan tantangan dan peraturan

No Pertanyaan Mean Kesimpulan

1. Kemudahan memperoleh layanan program BANSOS

dari pemerintah kecamatan/kabupaten 3,14 Tantangan

2. Peraturan perundangan untuk program BANSOS 3,20 Tantangan

3. Pembinaan oleh lembanga pemerintah 3,92 Peluang

4. Pembinaan oleh lembanga non pemerintah 2,73 Tantangan

5. Peluang atau adanya potensi yang memadai untuk

pengembangan kelompok usaha 3,63 Peluang

6 Segala keputusan yang diambil dalam musyawarah

desa berpihak kepada masyarakat miskin 3,55 Peluang

7 Setiap pengambilan keputusan atau tindakan

pemerintahan desa, mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan

telah mempertimbangkan sistem pelestariannya

3,53 Peluang

8 Peran lembaga pendampingan yang membantu

kelancaran anggota/kelompok usaha. 2,98 Tantangan

9 Akses Transportasi 3,59 Peluang

10 Akses Komunikasi 4,57 Peluang

11 Kondisi keamanan lingkungan 3,90 Peluang

12 Keadaan bencana 3,47 Tantangan

Rerata 3,52 Peluang

Page 78: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 69

perundangan untuk program ini juga masih dikategorikan tantangan. Selain itu

tidak adanya pembinaan oleh lembanga non pemerintah, dan masih rendahnya

peran lembaga pendampingan program yang dapat membantu kelancaran

kelompok usaha serta keadaan bencana yang masih menghambat pengembangan

usaha juga merupakan tantangan yang masih harus diselesaikan terlebih dahulu.

Namun, sudah baiknya pembinaan oleh lembaga pemerintah, terdapatnya

potensi pengambangan usaha yang memadai, berpihaknya keputusan musyawarah

desa kepada masyarakat miskin, dan sudah mulai baiknya tahapan pengambilan

keputusan pada tingkat pemerintahan desa merupakan peluang/kesempatan bagi

pemberdayaan kelompok usaha. Lebih lanjut, akses transportasi, komunikasi, dan

kondisi keamanan lingkungan yang semakin kondusif merupakan peluang yang

dapat mendukung kegiatan usaha baik secara individu maupun kelompok.

Secara menyeluruh, nilai rerata faktor ekstenal adalah 3,52 yang

menunjukkan peluang pengembangan usaha relative sudah baik ditinjau dari

indikator faktor pendukung dari luar kelompok usaha tersebut.

5.3.3 Pemetaan Hasil Analisis SWOT

Berdasarkan hasil analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan

di atas, maka dapat dilakukan pemetaan terhadap hasil SWOT yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5.16 Pemetaan Hasil Analisis SWOT

No. Kekuatan Kelemahan Peluang Tantangan

1. Fasilitas yang

tersedia dan dimiliki

untuk mendukung

kegiatan usaha.

Kemudahan

memperoleh

informasi tentang

Program Bansos

Pembinaan oleh

lembanga

pemerintah.

Kemudahan

memperoleh

layanan program

BANSOS dari

pemerintah.

2. Kemudahan ikut

berpartisipaso dalam

menyusun program

kelompok usaha.

Tehnologi modern

yang dimiliki

kelompok usaha

untuk mendukung

kegiatan.

Peluang atau adanya potensi yang memadai untuk pengembangan kelompok usaha.

Peraturan

perundangan

untuk program

BANSOS.

Page 79: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 70

3. Kemampuan/pengus

ahaan ilmu

pengetahuan untuk

percepatan

perkembangan

kegiatan kelompok.

Kemampuan/peng

uasaan teknologi

bidang usaha oleh

anggota kelompok

Segala

keputusan yang

diambil dalam

musyawarah

desa berpihak

kepada

masyarakat

miskin

Pembinaan oleh

lembanga non

pemerintah.

4. Ketrampilan

manajemen

pemasaran

komoditas.

Kecukupan modal

usaha yang

disediakan oleh

Program Bansos

Setiap

pengambilan

keputusan atau

tindakan

pemerintahan

desa, mulai dari

tahap

perencanaan,

pelaksanaan,

pengendalian

dan

pemeliharaan

kegiatan telah

mempertimbang

kan sistem

pelestariannya

Peran lembaga

pendampingan

yang membantu

kelancaran

anggota/kelomp

ok usaha.

5. Setiap anggota

kelompok memiliki

akses terhadap segala

informasi dan proses

pengambilan

keputusan.

Penyajian buku

laporan keuangan

usaha

Akses

Transportasi

Keadaan

bencana.

6. Anggota kelompok berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam

bentuk materil.

Ketrampilan manajemen keuangan usaha

Akses

Komunikasi

Page 80: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 71

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan hasil pemetaan analisis SWOT di atas, maka dapat dijelaskan

bahwa terdapat delapan elemen yang merupakan kekuatan dan tujuh elemen

kelemahan. Kekuatan dan kelemahan tersebut merupakan tinjauan analisis dari

sisi internal. Selanjutnya dari sisi ekternal, yang merupakan peluang berjumlah

tujuh elemen dan terdapat lima komponen sebagai tantangan.

Mengacu kepada pemetaan faktor internal dan eksternal di atas, maka dapat

disusun suatu strategi sebagai berikut:

1. Strategi S-O (Kekuatan – Peluang)

Strategi ini menggambarkan dengan kekuatan yang ada di internal agar

dapat dipergunakan untuk memanfaatkan peluang dari sisi ekternal. Secara lebih

terperinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5.17 Strategi S – O (Kekuatan – Kesempatan) BANSOS

7. Pengelolaan

keuangan dapat

dipertanggungjawabk

an setiap anggota

kelompok usaha

secara baik.

Kondisi

koperasi/badan

usaha.

Kondisi

keamanan

lingkungan.

8. Keuangan usaha

dikelola secara tepat

waktu dan tepat guna

yang didukung

dengan bukti-bukti

administrasi yang

dapat dipertanggung

jawabkan.

No. Kekuatan

(S)

Peluang

(O)

1. Fasilitas yang tersedia dan dimiliki untuk

mendukung kegiatan usaha.

Pembinaan oleh lembanga

pemerintah.

Page 81: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 72

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan pemetaan pada tabel di atas, maka Pemerintah Aceh dapat

melakukan strategi sebagai berikut:

Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas yang tersedia dan dimiliki untuk

mendukung kegiatan usaha, kemudahan ikut berpartisipasi dalam menyusun

program kelompok usaha, memanfaatkan kemampuan/pengusahaan ilmu

2. Kemudahan ikut berpartisipaso dalam

menyusun program kelompok usaha.

Peluang atau adanya potensi yang

memadai untuk pengembangan

kelompok usaha.

3.

Kemampuan/pengusahaan ilmu

pengetahuan untuk percepatan

perkembangan kegiatan kelompok.

Segala keputusan yang diambil

dalam musyawarah desa berpihak

kepada masyarakat miskin

4. Ketrampilan manajemen pemasaran

komoditas.

Setiap pengambilan keputusan atau

tindakan pemerintahan desa, mulai

dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan

pemeliharaan kegiatan telah

mempertimbangkan sistem

pelestariannya

5. Setiap anggota kelompok memiliki akses

terhadap segala informasi dan proses

pengambilan keputusan.

Akses Transportasi

6. Anggota kelompok berperan secara aktif

dalam proses atau alur tahapan program

dan pengawasannya, mulai dari tahap

sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan

pelestarian kegiatan dengan memberikan

sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam

bentuk materil.

Akses Komunikasi

7. Pengelolaan keuangan dapat

dipertanggungjawabkan setiap anggota

kelompok usaha secara baik.

Kondisi keamanan lingkungan.

8. Keuangan usaha dikelola secara tepat

waktu dan tepat guna yang didukung

dengan bukti-bukti administrasi yang

dapat dipertanggungjawabkan.

Page 82: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 73

pengetahuan untuk percepatan perkembangan kegiatan kelompok, memanfaatkan

ketrampilan manajemen pemasaran komoditas, setiap anggota kelompok memiliki

akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan. Selanjutnya,

memanfaatkan anggota kelompok berperan secara aktif dalam proses atau alur

tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan,

pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga,

pikiran, atau dalam bentuk materil. Memanfaatkan kekuatan pengelolaan

keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan setiap anggota kelompok usaha

secara baik. Memanfaatkan kemampuan manajemen keuangan usaha yang mampu

dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti

administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini didorong oleh adanya

peluang Pembinaan oleh lembanga pemerintah sudah membaik, adanya potensi

yang memadai untuk pengembangan kelompok usaha, segala keputusan yang

diambil dalam musyawarah desa berpihak kepada masyarakat miskin, setiap

pengambilan keputusan atau tindakan pemerintahan desa, mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan telah

mempertimbangkan sistem pelestariannya, baiknya akses transportasi,

komunikasi, dan kondisi keamanan lingkungan.

2. Strategi S - T (Kekuatan – Tantangan)

Strategi ini menggambarkan dengan kekuatan yang ada di internal agar

dapat dipergunakan untuk menghadapi tantangan dari sisi ekternal. Secara lebih

terperinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5.18 Strategi S – T (Kekuatan – Tantangan) BANSOS

No. Kekuatan

(S)

Tantangan

(T)

1. Fasilitas yang tersedia dan dimiliki untuk

mendukung kegiatan usaha.

Kemudahan memperoleh layanan

program BANSOS dari pemerintah.

2. Kemudahan ikut berpartisipaso dalam

menyusun program kelompok usaha.

Peraturan perundangan untuk program

BANSOS.

Page 83: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 74

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan pemetaan pada tabel di atas, maka Pemerintah Aceh dapat

melakukan strategi sebagai berikut:

pemanfaatan fasilitas yang tersedia dan dimiliki untuk mendukung kegiatan usaha,

kemudahan ikut berpartisipasi dalam menyusun program kelompok usaha,

memanfaatkan kemampuan/pengusahaan ilmu pengetahuan untuk percepatan

perkembangan kegiatan kelompok, memanfaatkan ketrampilan manajemen

pemasaran komoditas, setiap anggota kelompok memiliki akses terhadap segala

informasi dan proses pengambilan keputusan. Selanjutnya, memanfaatkan anggota

kelompok berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan

pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan

pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam

bentuk materil. Memanfaatkan kekuatan pengelolaan keuangan yang dapat

3. Kemampuan/pengusahaan ilmu pengetahuan

untuk percepatan perkembangan kegiatan

kelompok.

Pembinaan oleh lembanga non

pemerintah.

4. Ketrampilan manajemen pemasaran

komoditas.

Peran lembaga pendampingan yang

membantu kelancaran

anggota/kelompok usaha.

5. Setiap anggota kelompok memiliki akses

terhadap segala informasi dan proses

pengambilan keputusan.

Keadaan bencana.

6.

Anggota kelompok berperan secara aktif

dalam proses atau alur tahapan program dan

pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,

perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian

kegiatan dengan memberikan sumbangan

tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil.

7.

Pengelolaan keuangan dapat

dipertanggungjawabkan setiap anggota

kelompok usaha secara baik.

8.

Keuangan usaha dikelola secara tepat waktu

dan tepat guna yang didukung dengan bukti-

bukti administrasi yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 84: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 75

dipertanggungjawabkan setiap anggota kelompok usaha secara baik.

Memanfaatkan kemampuan manajemen keuangan usaha yang mampu dikelola

secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi

yang dapat dipertanggungjawabkan. untuk menghadapi masih sulitnya

memperoleh layanan program BANSOS dari pemerintah, belum kuatnya peraturan

perundangan untuk program BANSOS, masih kurangnya pembinaan oleh

lembanga non pemerintah, masih kurangnya peran lembaga pendampingan yang

membantu kelancaran anggota/kelompok usaha, dan seringnya terjadi bencana. .

3. Strategi W - O (Kelemahan – Peluang)

Strategi ini merekomendasikan dengan menghilangkan kelemahan yang ada

di internal agar dapat manfaatkan peluang dari sisi ekternal. Secara lebih

terperinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5.19. Strategi W – O (Kelemahan – Peluang) BANSOS

No. Kelemahan

(W)

Peluang

(O)

1. Kemudahan memperoleh informasi

tentang Program Bansos Pembinaan oleh lembanga

pemerintah.

2. Tehnologi modern yang dimiliki

kelompok usaha untuk mendukung

kegiatan.

Peluang atau adanya potensi yang

memadai untuk pengembangan

kelompok usaha.

3. Kemampuan/penguasaan teknologi

bidang usaha oleh anggota kelompok

Segala keputusan yang diambil

dalam musyawarah desa berpihak

kepada masyarakat miskin

4. Kecukupan modal usaha yang disediakan

oleh Program Bansos

Setiap pengambilan keputusan atau

tindakan pemerintahan desa, mulai

dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan

pemeliharaan kegiatan telah

mempertimbangkan sistem

pelestariannya

5. Penyajian buku laporan keuangan usaha Akses Transportasi

Page 85: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 76

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan pemetaan pada tabel di atas, maka Pemerintah Kabupaten

Aceh dapat melakukan strategi sebagai berikut:

Menghilangkan kelemahan seperti kurangnya kemudahan memperoleh informasi

tentang Program Bansos, lemahnya tehnologi modern yang dimiliki kelompok

usaha untuk mendukung kegiatan, lemahnya kemampuan/penguasaan teknologi

bidang usaha oleh anggota kelompok, kurangnya modal usaha yang disediakan

oleh Program Bansos, lemahnya penyajian buku laporan keuangan usaha,

rendahnya ketrampilan manajemen keuangan usaha, kelemahan koperasi/badan

usaha.untuk memanfaatkan peluang membaiknya pembinaan oleh lembanga

pemerintah sudah membaik, adanya potensi yang memadai untuk pengembangan

kelompok usaha, segala keputusan yang diambil dalam musyawarah desa berpihak

kepada masyarakat miskin, setiap pengambilan keputusan atau tindakan

pemerintahan desa, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan

pemeliharaan kegiatan telah mempertimbangkan sistem pelestariannya, baiknya

akses transportasi, komunikasi, dan kondisi keamanan lingkungan.

4. Strategi W - T ( Kelemahan – Tantangan)

Strategi ini menggambarkan dengan menghilangkan kelemahan yang ada di

internal agar dapat dipergunakan untuk menghadapi tantangan dari sisi ekternal.

Secara lebih terperinci dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 5.20 Strategi W – T (Kelemahan – Tantangan)

6. Ketrampilan manajemen keuangan

usaha Akses Komunikasi

7. Kondisi koperasi/badan usaha. Kondisi keamanan lingkungan.

No. Kelemahan (W)

Tantangan (T)

1. Kemudahan memperoleh informasi tentang

Program Bansos

Kemudahan memperoleh layanan

program BANSOS dari pemerintah.

2. Tehnologi modern yang dimiliki kelompok

usaha untuk mendukung kegiatan.

Peraturan perundangan untuk

program BANSOS.

Page 86: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 77

Sumber: Hasil Penelitian, 2015 (diolah)

Berdasarkan pemetaan pada tabel di atas, maka Pemerintah Aceh dapat

melakukan strategi sebagai berikut:

Menghilangkan kelemahan seperti kurangnya kemudahan memperoleh informasi

tentang Program Bansos, lemahnya tehnologi modern yang dimiliki kelompok

usaha untuk mendukung kegiatan, lemahnya kemampuan/penguasaan teknologi

bidang usaha oleh anggota kelompok, kurangnya modal usaha yang disediakan

oleh Program Bansos, lemahnya penyajian buku laporan keuangan usaha,

rendahnya ketrampilan manajemen keuangan usaha, kelemahan koperasi/badan

usaha untuk menghadapi serangan atau tantangan mempermudah memperoleh

layanan program BANSOS dari pemerintah, menghasilkan peraturan perundangan

untuk mendukung program BANSOS, mengajak pihak non pemerintah dalam

pembinaan, peningkatan peran lembaga pendampingan yang membantu

kelancaran anggota/kelompok usaha, dan menghadapi keadaan bencana.

3. Kemampuan/penguasaan teknologi bidang

usaha oleh anggota kelompok

Pembinaan oleh lembanga non

pemerintah.

4. Kecukupan modal usaha yang disediakan

oleh Program Bansos

Peran lembaga pendampingan

yang membantu kelancaran

anggota/kelompok usaha.

5. Penyajian buku laporan keuangan usaha Keadaan bencana.

6. Ketrampilan manajemen keuangan usaha

7. Kondisi koperasi/badan usaha.

Page 87: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 78

BAB VI

PENUTUP

1. Kesimpulan

Jumlah responden dari 102 penerima dana bansos yang diteliti, hanya

terdapat 52 responden (50,9%) dapat teridentifikasi dan memberi informasi

kepada penelitian ini. Berdasarkan hasil dan analis dari 50,9% responden tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban dana Bansos masih

bervariasi dan belum optimal menyeleksi kelompok yang layak diberikan

Bansos. Sinergitas dan koordinasi antar lembaga sangat lemah sehingga

banyak aparatur desa serta dinas terkait tidak mengetahui siapa saja yang

mendapatkan dana Bansos. Pada akhirnya, proses seleksi, pengawasan dan

pembinaan menjadi tidak optimal

2. Bansos telah memberikan pengaruh yang baik dalam peningkatan pendapatan,

keberlanjutan usaha dan kemandirian ekonomi kelompok penerima terutama

pada kelompok usaha yang memiliki pengalaman berusaha, adanya

pendampingan dan modal yang mencukupi

3. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa faktor internal kelompok usaha

sudah relative memiliki lebih banyak kekuatan berbanding kelemahan.

Peluang pengembangan usaha relative sudah baik ditinjau dari indikator

faktor pendukung dari luar kelompok usaha tersebut.

2. Saran

1. Mekanisme penyaluran Bansos perlu diperbaiki secara seksama untuk

menutupi celah penyalahgunaan atau ketidakefektivan penggunaan Bansos

dengan cara:

a. Memperkuat seleksi usaha yang akan mendapatkan bansos dengan

melibatkan lebih banyak aparatur desa, tidak hanya keucik saja yang

memiliki kepentingan politik.

Page 88: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 79

b. Diutamakan diberikan kepada usaha yang sudah berjalan (ada SITU)

dan diperlukan adanya wawancara untuk menguji kelayakan kelompok

usaha pengusul proposal dana Bansos.

c. Proposal diajukan ke dinas ditingkat kabupaten agar koordinasi dan

pengawasan lebih mudah dilakukan.

d. Sosialiasi dana Bansos harus dibuka untuk umum sehingga proses

seleksi dapat dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan

2. Untuk membangun kemandirian kelompok diperlukan usaha seperti:

a. Penyediaan asistensi atau pendampingan kepada kelompok, terutama

kelompok baru.

b. Adanya Kerjasama dengan aparatur desa sehingga usaha yang

didukung oleh seluruh masysrakat desa, seperti penggunaan dan

pemasaran produk yang dihasilkan.

c. Mekanisme penyaluran bansos yang dapat memastikan penerima tepat

sasaran.

d. Usaha yang dibangun sesuai dengan ketrampilan kelompok

e. Bantuan sebaiknya berupa peralatan usaha.

f. Adanya kegiatan pelatihan kepada calon penerima dana bansos,

terutama pelatihan yang bertujuan untuk penguatan kelembagaan dan

keterampilan tehnis usaha.

3. Strategi kebijakan yang perlu dilakukan dalam pembinaan kelompok

usaha adalah memanfaatkan anggota kelompok berperan secara aktif

dalam proses pengambilan keputusan kelompok mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan.

Peran pemerintah dapat ditingkatkan melalui :

a. Sosialisasi program bansos kepada masyarakat penerima perlu

ditingkatkan. hal ini dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan

pemerintahan gampong, kecamatan, dinas kabupaten dan dinas terkait

di provinsi.

Page 89: ANALISIS ALOKASI APBA

KAJIAN ALOKASI APBA UNTUK PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI TAHUN 2015 80

b. Pelaksanaan dan pengawasan program juga perlu ditingkatkan dengan

melibatkan pimpinan gampong, dan juga menyediakan pendampingan

dan arahan yang jelas.

c. Pendampingan perlu di arahkan kepada sektor pemasaran produk,

selain teknis produksi dan administrasi.

Page 90: ANALISIS ALOKASI APBA

DAFTAR PUSTAKA:

Chambers, R. 1995. Rural development : putting the last first. London ; New

York:Longman.

Delli, Herman. 2014. Peranan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Spip)

dalam Mengelola Belanja Bantuan Sosial (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah

Kabupaten Aceh Tengah), Tesis-UGM, 2014

http://nasional.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/penduduk

Indonesia-masuk-peringkat-4-dunia.

https://andinurhasanah.wordpress.com/2012/11/08/kemiskinan-dan-

kesenjangan/

Ife, Jim. 1995. Community development: Creating community alternativesvision, analysis and practice, Australia, Longman Pty Ltd.

Kartasasmita Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat. Pustaka Gramedia Jakarta.

Mardi Yatmo Hutomo. 2000, Pemberdayaan Masyarkat dalam Bidang Ekonomi: Tinjauan Teoritik dan Implementasi, Naskah No.20 Juni-Juli

Parson, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez. 1994. The Integration of

Social Work Practice, California: Wadsworth, Inc

Payne. 1997. Modern Social Work Theory.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial

Pujiana, Y. Tria. 2015. Studi tentang program nasional pemberdayaan masyarakat

mandiri pedesaan di kantor unit pengelolaan kegiatan di kecamatan teluk

pandan kabupaten kutai timur, eJournal Administrasi Negara, 3 (1) 2015:

393-403

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Robinson. 1994. The Ethnography Of Empowerment: The Transformative Power

Of Classroom interaction, Taylor. Francis.

Swift, C dan G. Levin. 1987. An Emerging Mental Health Technology, Journal of

Primary Prevention, USA

Sumodiningrat Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Gramedia. Jakarta.