Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

13
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015 Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 32 Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Bulan Maret Mei 2014 oleh : Siti Suwarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014, (2) nilai pendidikan pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Objek penelitian ini adalah geguritan yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret - Mei 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka dan teknik simak catat. Instrumen yang digunakan adalah peneliti itu sendiri dibantu dengan kartu pencatat data. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik content analysis atau analisis isi. Teknik penyajian hasil analisi data menggunakan teknik informal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna berupa: (a) gaya bahasa retoris meliputi: 4 indikator aliterasi, 3 indikator hiperbol, 5 indikator eufemismus, 12 indikator asonansi, 1 indikator zeugma, dan 2 indikator histeron proteron, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 15 indikator personifikasi, 1 indikator sinekdoke tatum pro parte, 3 indikator sinekdoke pars pro toto, 3 indikator ironi, 1 indikator sinisme, 1 indikator sarkasme, 6 indikator persamaan atau simile,10 indikator metafora,1indikator epitet, 1 indikator fabel, 1 indikator antonomasia, dan 1 indikator metonomia. Nilai pendidikan berupa: (a) 1 indikator nilai pendidikan agama, (b) nilai pendidikan moral: 1) 7 indikator hubungan manusia dengan diri sendiri, 4 indikator hubungan manusia dengan manusia lain, 4 indikator hubungan manusia dengan Tuhannya, dan (c) 1 indikator nilai pendidikan sosial. Kata Kunci : gaya bahasa, nilai pendidikan, geguritan Pendahuluan Karya sastra merupakan sebuah hasil kreativitas sesorang yang memiliki unsur keindahan. Keindahan karya sastra tercipta dari kreativitas pengarang memainkan kata-kata yang berisikan maksud tertentu yang akan disampaikan pada pembaca. Sama halnya dengan keindahan puisi juga tercipta dari kreativitas pengarang dalam memainkan kata-kata. Menurut Waluyo (2010: 29) puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif yang disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa baik struktur fisik maupun struktur batin. Puisi Jawa modern biasa disebut dengan geguritan. Menurut Purwadi (2007: 455) geguritan merupakan bentuk puisi Jawa yang sudah keluar dari aturan-

Transcript of Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Page 1: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 32

Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Bulan Maret – Mei 2014

oleh : Siti Suwarni

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014, (2) nilai pendidikan pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Objek penelitian ini adalah geguritan yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret - Mei 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka dan teknik simak catat. Instrumen yang digunakan adalah peneliti itu sendiri dibantu dengan kartu pencatat data. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik content analysis atau analisis isi. Teknik penyajian hasil analisi data menggunakan teknik informal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dan nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna berupa: (a) gaya bahasa retoris meliputi: 4 indikator aliterasi, 3 indikator hiperbol, 5 indikator eufemismus, 12 indikator asonansi, 1 indikator zeugma, dan 2 indikator histeron proteron, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 15 indikator personifikasi, 1 indikator sinekdoke tatum pro parte, 3 indikator sinekdoke pars pro toto, 3 indikator ironi, 1 indikator sinisme, 1 indikator sarkasme, 6 indikator persamaan atau simile,10 indikator metafora,1indikator epitet, 1 indikator fabel, 1 indikator antonomasia, dan 1 indikator metonomia. Nilai pendidikan berupa: (a) 1 indikator nilai pendidikan agama, (b) nilai pendidikan moral: 1) 7 indikator hubungan manusia dengan diri sendiri, 4 indikator hubungan manusia dengan manusia lain, 4 indikator hubungan manusia dengan Tuhannya, dan (c) 1 indikator nilai pendidikan sosial.

Kata Kunci : gaya bahasa, nilai pendidikan, geguritan

Pendahuluan Karya sastra merupakan sebuah hasil kreativitas sesorang yang memiliki unsur

keindahan. Keindahan karya sastra tercipta dari kreativitas pengarang memainkan

kata-kata yang berisikan maksud tertentu yang akan disampaikan pada pembaca. Sama

halnya dengan keindahan puisi juga tercipta dari kreativitas pengarang dalam

memainkan kata-kata. Menurut Waluyo (2010: 29) puisi adalah bentuk karya sastra

yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif yang disusun

dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa baik struktur fisik maupun

struktur batin. Puisi Jawa modern biasa disebut dengan geguritan. Menurut Purwadi

(2007: 455) geguritan merupakan bentuk puisi Jawa yang sudah keluar dari aturan-

Page 2: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 33

aturan konvensional seperti halnya aturan-aturan yang terdapat pada tembang,

parikan wangsalan dan lain sebagainya. Geguritan biasanya dibaca diwaktu senggang

sebagai hiburan setelah melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Menurut hasil

pengamatan peneliti, peminat pembaca geguritan saat ini semakin berkurang. Hal ini

terjadi karena adanya perkembangan teknologi sehingga banyak tersedianya hiburan

seperti: televisi, game online, internet, dan lain sebagainya. Selain itu, peminat

pembaca geguritan berkurang karena geguritan cenderung menggunakan ungkapan

tidak langsung, intuitif, bermakna ganda, imajinatif, dan banyak menggunakan simbol.

Peminat geguritan yang semakin sedikit tidak menyurutkan semangat para pengarang

dalam membuat geguritan. Hal tersebut terlihat masih eksisnya beberapa media

massa cetak berbentuk majalah berbahasa Jawa, misalnya majalah Djaka Lodang yang

di dalamnya terdapat rubrik geguritan. Gaya bahasa merupakan salah satu unsur

kepuitisan sebuah geguritan yang akan membuat pembaca tertarik. Muljana dalam

Pradopo (2012: 93) menyatakan bahwa, “gaya bahasa ialah susunan perkataan yang

terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan

suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca”. Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai

cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang dapat memperlihatkan

jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, 2010: 113). Pengarang dalam membuat geguritan

tidak hanya mempentingkan gaya bahasanya saja tetapi juga menyisipkan

pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan. Menurut Ginanjar (2012: 57) “nilai

pendidikan adalah sifat-sifat (hal-hal) atau merupakan sesuatu yang positif yang

berguna dalam kehidupan manusia dan pantas untuk dimiliki setiap manusia”. Nilai-

nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan bisa berupa nilai pendidikan agama,

moral, sosial, dan budaya.

Alasan peneliti tertarik mengkaji kumpulan geguritan pada majalah Djaka Lodang

edisibulan Maret – Mei 2014 karena terdapat beberapa gaya bahasa khususnya gaya

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang digunakan pengarang untuk

memperindah sebuah geguritan. Selain itu, di dalam sebuah geguritan terkandung

nilai-nilai pendidikan yang biasanya tersirat sehingga perlu adanya penafsiran yang

mendalam. Nilai pendidikan tersebut bermanfaat bagi pembacanya karena dapat

Page 3: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 34

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan gaya bahasa dan nilai pendidikan pada geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi buan Maret – Mei 2014.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Menurut Ismawati (2011: 112) data kualitatif digambarkan dengan kata-kata atau

kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk disimpulkan. Subjek penelitian ini

yaitu geguritan dalam majalah Djaka Lodangedisi bulan Maret – Mei 2014, sedangkan

objek penelitian yaitu gaya bahasa dan nilai pendidikan pada geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi bulan Maret – Mei 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik pustaka dan teknik simak catat. Instrumen yang

digunakan adalah peneliti itu sendiri dibantu dengan kartu pencatat data. Teknik

analisis data dalam penelitian ini adalah teknik content analysis atau analisis isi. Teknik

penyajian hasil analisi data menggunakan teknik informal.

Hasil Penelitian

1. Jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret – Mei 2014 yaitu:

a. Gaya bahasa retoris

1) Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang

sama. Dalam penelitian ini terdapat 4 indikator yang termasuk dalam gaya

bahasa aliterasi, misalnya: pada geguritan Tanpa Kudune Lan Upamane

(DL, 42,15/03/14) yaitu pada kutipan “Mung dumunung ing ngarsaning

Hyang Widi” ‘Hanya terletak pada kehendak Tuhan’. Pada kutipan

tersebut terdapat perulangan huruf pada huruf konsonan “ng” yaitu di

akhir kata “mung” ‘hanya’, “dumunung” ‘terletak’, “ing” ‘pada’, dan

“Hyang Widi” ‘Tuhan’.

2) Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang

berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal. Dalam penelitian ini

Page 4: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 35

terdapat 3 indikator yang termasuk dalam gaya bahasa hiperbol, misalnya:

pada geguritan Ana Lawe Nggubet Gorehing Pangarep-arep (DL,

41,08/03/14) yaitu pada kutipan “rantaman donga diglandhang menyang

awang-awang” ‘untaian doa digiring ke langit’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa hiperbol karena pengarang dalam mengungkapkan

tentang sesorang yang berdoa sangat khusyu diungkapkan secara

berlebihan yaitu untaian doa yang dipanjatkan diibaratkan digiring sampai

ke langit.

3) Eufemismus adalah gaya bahasa yang berupa ungkapan-ungkapan yang

tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus

untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,

menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak

menyenangkan. Dalam penelitian ini terdapat 5 indikator yang termasuk

dalam gaya bahasa eufemismus, misalnya: pada geguritan Aja Kandha

Sapa-sapa (DL, 40,01/03/14) yaitu pada kutipan “sesuk ora nemoni

srengenge” ‘besok tidak mememui matahari’. Kutipan tersebut termasuk

dalam kategori gaya bahasa eufemismus karena pengarang dalam

mengungkapkan tentang mati tidak secara langsung, tetapi lebih memilih

menggunkan ungkapan yang dirasa lebih halus agar tidak menyinggung

perasaan orang lain yaitu ‘besok tidak mememui matahari’ yang sama

artinya dengan mati.

4) Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi

vokal yang sama. Dalam penelitian ini terdapat 12 indikator yang termasuk

dalam gaya bahasa asonansi, misalnya: pada geguritan Tanpa Kudune ”Lan

Upamane (DL, 42,15/03/14) yaitu pada kutipan “iki kang kita impi-impi,

urip sejati saiki iki, ing papan iki” ‘ini yang kita impi-impikan, hidup sejati

sekorang ini, di tempat ini’. Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa

asonansi karena adanya perulangan huruf vokal yaitu huruf “i” yaitu pada

kata “Iki” ‘ini’, “kita” ‘kita, “impi-impi “ ‘impi-impikan’’, “urip” ‘hidup’,

“sejati” ‘sejati’, “saiki” ‘sekarang’, “iki” ‘ ini’, dan “ing” ‘di’.

Page 5: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 36

5) Zeugma adalah gaya dimana oang mempergunakan dua konstruksi rapatan

dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang

sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata

pertama. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator yang termasuk dalam

gaya bahasa zeugma, misalnya: pada geguritan Mawar Lan Tangan (DL,

48,26/04/14) yaitu pada kutipan “ana tangan njamah lan kandha” ‘ada

tangan menjamah dan berbicara’. Pada kutipan tersebut dikategorikan

gaya bahasa zeugma karena kata tangan yang digunakan untuk

membawahi kata berikutnya yaitu kata menjamah dan berbicara,

sebenarnya hanya cocok untuk salah satunya saja yaitu kata menjamah.

Apabila kata tangan juga diikuti kata berbicara seperti pada kutipan di atas

maka tidak cocok karena tangan tidak bisa digunakan untuk berbicara.

6) Histeron poteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari

sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Dalam

penelitian ini terdapat 2 indikator yang termasuk dalam gaya bahasa

histeron poteron, misalnya: pada geguritan Mawar Lan Tangan (DL,

48,26/04/14) yaitu pada kutipan “tangan liyane uga kandha” ‘tangan

lainnya juga berbicara’. Pada kutipan tersebut dikategorikan gaya bahasa

histeron proteron karena kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak

logis karena sebenarnya tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang

digunakan untuk mengambil sesuatu dan tidak bisa digunakan untuk

berbicara, sedangkan anggota tubuh yang dapat digunakan untuk

berbicara adalah mulut.

b. Gaya bahasa kiasan

1) Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan

benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah

memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Dalam penelitian ini terdapat 15 indikator

yang termasuk dalam gaya bahasa personifikasi, misalnya: pada geguritan

Ing Awakmu (DL, 42,15/03/14) yaitu pada kutipan “srengenge gandhulan

ing rambutmu” ‘matahari berpegangan di rambutmu’. Kutipan tersebut

Page 6: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 37

dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi karena matahari adalah

benda mati yang merupakan pusat dari tata surya diumpamakan seperti

manusia yang memiliki tangan yang berpegangan pada rambut.

2) Sinekdoke

a) Sinekdoke tatum pro part adalah semacam bahasa figuratif yang

mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan

keseluruhan. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator yang

termasuk dalam gaya bahasa sinekdoke tatum pro part, misalnya: pada

geguritan Ardi Kelud Tresnamu (DL, 40,01/03/14) yaitu pada kutipan

“tandha sih, ngudani bumi nusantara” ‘tanda kasih, menghujani bumi

nusantara’. Kutipan tersebut dikatogorikan sebagai gaya bahasa

sinekdoke totum pro parte yaitu kata bumi nusantara (Indonesia)

sebagai pengganti nama sebagian daerah di nusantara yang terkena

hujan abu gunung Kelud seperti di wilayah Jawa timur, Jawa tengan

dan Yogjakarta.

b) Sinekdoke pars pro toto adalah semacam bahasa figuratif yang

mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Dalam

penelitian ini terdapat 3 indikator yang termasuk dalam gaya bahasa

sinekdoke pars pro toto, misalnya: pada geguritan Lawangmu (DL,

41,08/03/14) yaitu pada kutipan “sliramu semendhe pipining

lawangmu” ‘dirimu besandar pipi pintumu’. Pada kutipan tersebut

termasuk gaya bahasa sinekdoke pars pro toto yaitu pada kata pipi

pintumu menyebutkan sebagian dari pintu bagian luar yang mewakili

keseluruhan dari pintu.

3) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

a) Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan

makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam

rangkaian kata-katanya. Dalam penelitian ini terdapat 3 indikator yang

termasuk dalam gaya bahasa ironi, misalnya: pada geguritan Tangise

Wengi Iki Kangenku (DL, 43,22/03/14) yaitu pada kutipan “prasetyamu

Page 7: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 38

wismalih rupa dadi biru” ‘kesetiaanmu sudah berubah menjadi biru’.

Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa ironi karena

ungkapan tersebut mengandung makna sindiran terhadap seseorang

yang kesetiaannya berubah menjadi suatu penghianatan.

b) Sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang

mengandung ejekan terhadap keihlasan dan ketulusan hati). Dalam

penelitian ini terdapat satu indikator yang termasuk dalam gaya bahasa

sinisme, misalnya: pada geguritan Bali (DL, 41,08/03/14).

“laku jantramu sangsaya kenes lan kemaki, rumangsamu ayu bagus lan teguhmu kuwi, ya dudu duwekmu, dudu darbekmu sayekti” ‘perbuatan kehendakmu semakin genit dan berlagak pintar, menurutmu cantik bagus dan teguhmu itu, ya bukan punyamu, bukan milikmu sejati’.

Pada kutipan tersebut termasuk kategori gaya bahasa sinisme

karena mengandung sindiran bermaksud mengejek terhadap seseoang

wanita yang terlalu bangga terhadap kecantikan dan kepintarannya,

hakikatnya milik Yang Maha Kuasa yang nantinya bisa diambil kapan

saja.

c) Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan

yang getir. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator yang termasuk

dalam gaya bahasa sarkasme, misalnya: pada geguritan Kembang

Wengi Si Kembang-kembang Bangah (DL, 48,26/04/14).

“apa kowe ora krungu para sujana sarjana sadonya, gumeder umyung arep padha bareng mbrasta, pakaryanmu kuwi sing dadi ngrembakaning kruma, virus AIDS candhala sing durung ketemu tambane kanggo usada” ‘apa kamu tidak mendengar orang-orang pintar sedunia, hingar bingar hendak besama-sama membrantas, pekerjaanmu itu yang menjadi berkembangnya virus, virus AIDS yang belum ditemukan obatnya untuk mengobati’.

Page 8: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 39

Kutipan tersebut termasuk dalam gaya bahasa sarkasme karena

mengangandung celaan yang getir kepada para wanita pekerja seks

komersial, bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan yang nista yang

menyebabkan tersebarnya virus AIDS yang belum ada obatnya

sehingga orang-orang pintar seluruh dunia akan besama-sama

membrantas kegiatan seks bebas itu.

4) Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat ekslisit atau

langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Dalam penelitian ini

terdapat 6 indikator yang termasuk dalam gaya bahasa persamaan atau

simile, misalnya: pada geguritan Bali (DL, 41,08/03/14) yaitu pada kutipan

“bareng kowe lungguh ing kursi mungguh, sapa aruhmu tawa kaya

banyu kali” ‘ketika kamu duduk pada suatu kedudukan, sapaanmu tawar

seperti air sungai’. Pada kutipan tersebut termasuk dalam gaya bahasa

persamaan atau simile karena pengarang pengumpamakan perubahan

sapaan sesorang yang sudah naik jabatan menjadi sombong diibartkan

seperti air sungai yang tawar. Gaya bahasa persamaan atau simile

ditunjukkan dengan penggunaan kata kaya.

5) Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Dalam penelitian ini terdapat

10 indikator yang termasuk dalam gaya bahasa metafora, misalnya: pada

geguritan Bali (DL, 41,08/03/14) yaitu pada kutipan “bareng kowe lungguh

ing kursi mungguh, sapa aruhmu tawa kaya banyu kali” ‘ketika kamu

duduk pada suatu kursi, sapaanmu tawar seperti air sungai’. Maksud kursi

pada kutipan tersebut adalah bukan kursi yang digunakan untuk duduk,

tetapi secara tidak langsung menggambarkan tentang sebuah jabatan atau

kedudukan.

6) Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang

khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Dalam penelitian ini terdapat satu

indikator yang termasuk dalam gaya bahasa epitet, misalnya: pada

geguritan Panglocita (DL, 44,29/03/14) yaitu pada kutipan “jaman si jaka

Page 9: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 40

ngrodha paripaksa si prawan kencur”‘ zaman si perjaka ronda memaksa si

gadis kencur’. Kutipan tersebut termasuk gaya bahasa epitet karena

menyatakan adanya ciri khusus untuk sebutan anak perempuan yang

menginjak masa remaja yaitu dengan sebutan gadis kencur.

7) Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, dimana

binatang-binatang bahkan mahluk-mahluk yang tidak bernyawa bertindak

seolah-olah sebagai manusia. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator

yang termasuk dalam gaya bahasa fabel, misalnya: pada geguritan Aku

Trima dadi Wayang (DL, 50,03/05/14) yaitu pada kutipan “nyamuk sing

pengin nyolong ispirasi” ‘nyamuk yang ingin mencuri inspirasi’. Pada

kutipan tersebut termasuk dalam gaya bahasa fabel karena nyamuk yang

merupakan salah satu jenis binatang serangga yang digambarkan seolah-

olah dapat melakukan perbuatan manusia yaitu ingin mencuri inspirasi.

8) Antonomasia adalah sebuah bentuk khusus dari siekdoke yang berwujud

penggunaan sebuah epita untuk menggantikan nama diri, atau nama gelar

resmi atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Dalam penelitian ini

terdapat satu indikator yang termasuk dalam gaya bahasa antonomasia,

misalnya: pada geguritan Pupuh Ing Urip Sajati (DL, 43,22/03/14) yaitu

pada kutipan “pinesthi ing astane Gusti” ‘ditentukan di tangan Tuhan’.

Pada kutipan tersebut termasuk dalam gaya bahasa antonomasia karena

kata Gusti merupakan kata yang menggantikan sebutan nama untuk

Tuhan.

9) Metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata

untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat

dekat. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator yang termasuk dalam

gaya bahasa metonomi, misalnya: pada geguritan Sukhoi (DL, 53,31/05/14)

yaitu pada kutipan “Sukhoi superjet 100, tekamu dadi angeram-eram

bangsa” ‘Sukhoi superjet 100, kedatanganmu menjadi penantian bangsa’.

Pada kutipan tersebut termasuk gaya bahasa metonomia karena Sukhoi

Page 10: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 41

superjet 100 merupakan nama pesawat tempur Indonesia yang jatuh di

gunung Salak pada tanggal 9 Mei 2012.

2. Nilai pendidikan yang terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi

bulan Maret – Mei 2014 yaitu:

a. Nilai pendidikan agama adalah nilai yang berkaitan dengan keyakinan

seseorang terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai dasar dalam menjalani

kehidupan. Dalam penelitian ini terdapat satu indikator yang termasuk dalam

nilai pendidikan agama, misalnya: pada geguritan Dayane Donga (DL,

40,01/03/14).

“donga mangka pamepering hawa mangka lumunture aksama mugyantuk papan kang murwat ing niskala mrih niskala, panggayuhing jangka donga mangka panulak bala ngedohake bebala lan panyimpange sarak kewan kruma padha medhak lan memala tan wani nyedhak dayane donga sarap sawan bali ndalan kata-kata sumingkir nyimpang dhemit setan wedi anggodha jalma dur datan wani nyikara” ‘doa untuk menyampaikan maksud hati untuk melunturkanya ampunan semoga memperoleh tempat yang sesuai di zaman kehilangan berharap tanpa halangan, dalam mencapai jangka doa sebagai penola bala menjauhkan kekutan dan penghalang syara hewan kruma saling turun dan kesengsaraan tidak berani mendekat kekuatan doa segala penyakit pulang ke jalan kata-kata menyingkir menyimpang hantu setan takut menggoda manusia jahat tidak berani menyikasa’ Kutipan di atas menceritakan tentang kekuatan doa, yaitu: doa sebagai

sarana untuk menyampaikan maksud hati (keinginan) dan memohon ampunan

Page 11: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 42

kepada Tuhan, doa sebagai sarana untuk menjauhkan mala dan sesuatu yang

menghalagi syarak, doa untuk menjauhkan dari segala penyakit, segala sesuatu

yang menjadi penghalang, godaan hantu setan sehingga tidak akan berani

menggoda, dan manusia jahat tidak akan berani menyiksa. Pada kutipan di atas

mengajarkan bahwa setiap mukmin harus meyakini akan adanya kekuatan dari

dari doa yang dipanjatkan kepada Tuhan, yaitu sebagai sarana untuk

menyampaikan keinginan, memohon ampunan, menjauhkan dari mala petaka,

setan, jin, dan manusia yang jahat. Setelah seorang mukmin yakin akan adanya

kekutan doa, diharapkan agar senantiasa berdoa kepada Tuhan.

b. Nilai pendidikan moral adalah nilai yang berkaitan dengan tingkah laku atau

budi pekerti manusia yang baik dan buruk agar menjadi pribadi yang baik.

Dalam penelitian ini terdapat nilai pendidikan moral, meliputi: 7 indikator

hubungan manusia dengan diri sendiri, 4 indikator hubungan manusia dengan

manusia lain, 4 indikator hubungan manusia dengan Tuhannya. Misalnya pada

geguritan Sangu Urip (DL, 46,12/04/2014)

“wong urip iku kudu gelem obah lamun nora obah ora bakal mamah nanging aja seneng grayah-grayah lan jarah rayah amarga iku ora bakal dadi berkah tundone marai padha congkrah lan gawe dredah” ‘orang hidup itu harus bekerja kalau tidak bekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan tetapi jangan suka mencuri karena hal itu tidak akan menjadi berkah akhirnya menyebabkan pertengkaran dan membuat peselisihan’ Kutipan di atas menceritakan tentang nasihat yang disampaikan

pengarang kepada pembaca dalam menjalani kehidupan mau bekerja untuk

memenuhi kebutuhan dan nasihat untuk tidak mencuri karena hasil yang

diperoleh tidak akan menjadi berkah, membuat pertengkaran serta

Page 12: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 43

perselisihan. Kutipan di atas mengajarkan bahwa manusia untuk memenuhi

segala kebutuhan hidupnya harus bekerja keras dengan mencari pekerjaan

yang halal agar hasil yang diperoleh nantinya akan menjadi berkah dan

senantiasa menjauhi perbuatan yang tidak baik seperti mencuri.

c. Nilai pendidikan sosial adalah nilai pendidikan atau hikmah yang dapat diambil

dari interkasi sosial di suatu lingkungan masyarakat. Dalam penelitian ini

terdapat nilai misalnya: pada geguritan Ardi Kelud Tresnamu (DL, 40,01/03/14)

“aku muntah among asung peling, padha sangkul sinangkula marang kadhang rowangira” ‘aku muntah hanya memberi peringatan saling gotong royonglah kepada saudara-saudaramu’ Kutipan di atas menceritakan tentang meletusnya gunung Kelud yang

memberikan pesan agar sesama saudara saling gotong royong. Kutipan di atas

mengajarkan bahwa manusia harus mengambil hikmah disetiap kejadian,

seperti halya kejadian meletusnya gunung kelud yang memberikan hikmah

agar saling bergotong royong dalam membantu saudara yang terkena musibah

agar beban dan kesedihan para korban sedikit berkurang.

Simpulan Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdapat pada

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei 2014 adalah (a) gaya

bahasa retoris meliputi: aliterasi, hiperbol, eufemismus, asonansi, zeugma, dan

histeron proteron, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: personifikasi, sinekdoke tatum pro

parte, sinekdoke pars pro toto, ironi, sinisme, sarkasme, persamaan atau simile,

metafora, epitet, fabel, antonomasia, dan metonomia. Nilai-nilai pendidikan yang

terdapat terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Maret-Mei

2014 anatara lain: (a) nilai pendidikan agama berupa kekuatan doa, (b) nilai pendidikan

moral, meliputi: 1) hubungan antara manusia dengan diri sendiri, seperti: kesabaran,

kesetiaan, keikhlasan, pasrah, bekerja keras, dan penyesalan, 2) hubungan manusia

dengan manusia lain, seperti: penghianatan, percintaan, empati, dan menepati janji, 3)

Page 13: Analisi Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan pada Geguritan ...

Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 44

hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti: mengingat Tuhan, beribadah,

dan perzinaan, (c) nilai pendidikan sosial berupa gotong royong.

Daftar Pustaka Ginanjar, Nurhayati dkk. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: Cakrawala Media. Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Ikrar. Mandiriabadi. Ismawati, esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta:

Yuma Pustaka. Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press. Pradopo, Rohmatmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press. Purwardi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka. Waluyo, Herman J. 2010. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga: Widya Sari Press

Salatiga.