Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal

download Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal

of 13

description

penjelasan mengenai rantai pasok dan kegunaanya dimana pasok merupak sebuah komponen dalam suatu alat

Transcript of Analisa Manajemen Rantai Pasok Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar Bagi Kesejahteraan Petani Lokal

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    ANALISA MANAJEMEN RANTAI PASOK AGRIBISNIS TEMBAKAU

    SELOPURO BLITAR BAGI KESEJAHTERAAN PETANI LOKAL

    Kuntoro Boga Andri

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur

    Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188 Malang, 65101, Indonesia

    [email protected]

    ABSTRAK

    Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau lokal. Dari hasil survey

    keragaaan tembakau di Jawa dan Madura diketahui di Propinsi ini terdapat sekitar 15

    jenis tembakau. Kontribusi agribisnis tembakau lokal Selopuro di Blitar terhadap

    perekonomian dan manfaat sosial oleh pengusahaan tembakau baik kearah hulu

    (backward linkage) maupun kearah hilir (onward linkage) sangat besar. Meskipun

    sentra produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal pengembangan agribisnis

    tembakau ini telah berkembang sampai ke Kabupaten Malang, Kediri dan Tulungagung.

    Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui

    kegiatan survey lapang, diskusi kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen

    yang diperoleh dari dinas terkait, pemerintah daerah dan industri tembakau lokal.

    Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan sosial

    bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c) Identifikasi dan

    analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d) Menentukan strategi

    dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal ini. Hasil penelitian

    menunjukkan, terdapat masalah-masalah internal yang dihadapi dalam rantai pasok

    agribisnis tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu di

    tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pengembangan agribisnis tembakau lokal

    ini harus terkendali dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan

    memberikan lapangan pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup

    yang sehat dan memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Untuk

    mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman: (a) Perlunya memperhatikan

    keseimbangan antara permintaan dan penyediaan (supply and demand) produk ini, (b)

    Agribisnis tembakau yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang sehat (tanah,

    air, udara,flora dan fauna), (c) Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau dengan

    meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, (d) Menerapkan Good

    Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural Practices (GMP) dalam

    pengusahaan tembakau, (e) Menjaga kelangsungan agribisnis melalui kemitraan yang

    baik dengan lembaga-lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun

    swasta.

    Kata kunci: Tembakau selopuro, analisa rantai pasok, tanaman tradisional, produk

    unggulan lokal, Blitar

    PENDAHULUAN

    Jawa Timur memiliki berbagai jenis tembakau. Dari hasil survey keragaaan

    tembakau di Jawa dan Madura pada tahun 1989 diketahui bahwa di Propinsi Jawa

    Timur terdapat sekitar 15 jenis tembakau. Berdasarkan waktu penanamannya, jenis

    tembakau dibagi atas dua jenis yaitu: 1) tembakau bahan cerutu (Na- Oogst disingkat

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    2

    NO) yang ditanam pada akhir musim kemarau dan dipanen pada musim hujan, 2)

    tembakau bahan sigaret atau keretek (Voor-Oogst disingkat VO) yang ditanam pada

    akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Areal tanamannya tersebar mulai

    dari bagian paling barat (Kabupaten Ngawi) sampai bagian paling timur (Kabupaten

    Banyuwangi)(Abdulrachman, et al., 1998, Murdiyati et al., 2004).

    Dari sisi sejarahnya, pertama kali tembakau ditanam di pulau Jawa pada tahun

    1600 oleh orangorang Portugis, kemudian pada tahun 1650 penanamannya mulai

    tersebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1830 benih yang diperkenalkan

    dari Manila Filipina ditanam di Kerawang dan Pasuruan. Antara tahun 1870 1875

    terjadi perluasan areal tanaman tembakau, dan banyak dikembangkan di wilayah Jawa

    Timur seperti Kediri, Pasuruan (Malang), Besuki, Probolinggo, Lumajang dan Selopuro

    (Blitar). Pada saat itu, umumnya varietas tembakau yang ditanam adalah keturunan

    hibrida tembakau Manila dan Havana (Balittas, 1989) (Santoso, 2001, Murdiyati et al.,

    2004).

    Kontribusi agribisnis tembakau terhadap perekonomian dan manfaat sosial oleh

    pengusahaan tembakau baik kearah hulu (backward linkage) maupun kearah hilir

    (onward linkage) di wilayah Jawa Timur temasuk Blitar sangat besar. Saat ini areal

    penanaman tembakau tersebar di 21 kabupaten dengan luas rata-rata per tahun sebesar

    110.813 ha dengan total produksi sebesar 83.292 ton Sebagian besar jenis tembakau

    yang diusahakan adalah tembakau Voor-Oogst (102.742 ha) dan sisanya adalah

    tembakau Na-Oogst (8.071 ha)(Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008, Dinas

    Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2009).

    Dari pengamatan dan beberapa pengkajian yang telah dilaksanakan sebelumnya,

    permasalahan utama dalam mengembangkan komoditas tembakau dari Selopuro adalah

    aspek pemasaran. Pada aspek pemasaran ini posisi petani sebagai pengasil komoditas

    tembakau sangatlah lemah ditandai dengan tidak adanya daya tawar yang kuat serta

    panjangnya tata niaga. Masih adanya ketidak sempurnaan pasar dan informasi yang

    asimetris menyebabkan tingginya biaya transaksi dalam pemasaran produk pertanian

    (Dietrich, 1994). Untuk meningkatkan efisiensi yang menguntungkan sistem ekonomi

    secara keseluruhan dan secara kusus meningkatkan pendapatan petani tembakau, maka

    sangatlah diperlukan sinergi antara petani tembakau, pelaku tataniaga dan pabrik rokok

    untuk mendapatkan tata niaga yang efektif dan efisien bagi para pemain didalamnya

    (Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008).

    Efektifitas tata niaga komoditas dan saprotan penunjang khususnya untuk

    agribisnis tembakau merupakan hal yang penting dalam keberhasilan pengembangan

    industri tembakau di wilayah pengembangan Selopuro-Blitar. Pertama yang perlu

    dilihat dalam kegiatan ini adalah keunggulan dari komoditas tembakau Selopuro secara

    ekonomi kepada petani maupun secara sosial kepada masyarakat setempat. Selanjutnya

    diteliti mengenai kondisi tata niaga dari komoditas yang diteliti, seberapa besar posisi

    tawar petani, seberapa efisiennya rantai pasar yang ada, dan mekanisme yang berjalan

    melalui pendekatan metoda menejemen rantai pasok (SCM).

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    METODE

    Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Mengidentifikasi manfaat secara ekonomi dan

    sosial bagi petani lokal, (b) Mengidentifikasi struktur pasar komoditas ini, (c)

    Identifikasi dan analisa mekanisme tataniaga komoditas yang telah berjalan, (d)

    Menentukan strategi dan kebijakan perbaikan tataniaga dan manajemen tembakau lokal

    ini. Dengan diperolehnya strategi perbaikan Manajemen Rantai Pasok dari komodits

    tembakau Selopuro Blitar di Jawa Timur, maka akan mendukung pengembangan

    agribisnis di wilayah tersebut yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan

    kesejahteraan petani dan perekonomian daerah. Penelitian dilaksanakan selama bulan

    Agustus sampai dengan Desember 2009, melalui kegiatan survey lapang, diskusi

    kelompok (FGD), dan studi pustaka melalui dokumen yang diperoleh dari dinas terkait,

    pemerintah daerah dan industri tembakau lokal. Pengkajian dilaksanakan pada

    beberapa wilayah yaitu: (1) Wilayah lokasi produksi dari komoditas tembakau Selopuro

    Blitar, (2) Kawasan pasar sekitarnya dalam kaitannya dengan aliran/rantai pasok hasil

    komoditas unggulan ini, (3) Kunjungan ke pelaku pasar, gudang dan industri

    tembakau/rokok.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisa Wilayah Produksi Tembakau Selopuro

    Wilayah penanaman tembakau lokal di Jawa Timur, tersebar di 20

    Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel 1. Lokasi lahan yang selama ini

    dipergunakan untuk penanaman tembakau lokal seperti Selopuro memang merupakan

    areal lahan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas tembakau yang dikehendaki pasar

    dan memiliki bentuk pengolahan lahan tembakau spesifik lokasi (Site Specific Tabacco

    Land Management = SSTLM). Kendala produksi tembakau seperti yang dijumpai di

    wilayah Blitar umumnya terletak pada perubahan cuaca global yang sulit diprediksi dan

    pengolahan tanah tidak dilakukan untuk menciptakan struktur tanah yang sesuai untuk

    pertumbuhan tanaman tembakau.

    Tabel 1. Produksi dan Luas Areal Tembakau di Jawa Timur, Tahun 2007 No Kabupaten Areal Produksi

    Target Realisasi Target Realisasi

    1 Ponorogo 0 64 0 14

    2 Mojokerto 0 184 0 241

    3 Blitar 597 384 500 423

    4 Magetan 0 707 0 490

    5 Banyuwangi 0 816 0 367

    6 Nganjuk 0 898 0 1.697 7 Tuban 150 1.044 135 923

    8 Tulungagung 0 1.087 0 910

    9 Lumajang 2.387 1.116 3.510 2.022

    10 Ngawi 1.667 1.333 1.500 1.081

    11 Situbondo 0 1.882 0 1.330

    12 Jombang 5.278 3.695 4.750 2.582

    13 Lamongan 0 4.620 0 3.526

    14 Sampang 0 5.261 0 3.119

    15 Bojonegoro 12.014 6.646 9.900 8.309

    16 Bondowoso 7.521 6.651 6.650 5.423

    17 Probolinggo 9.596 9.804 12.475 11.765

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    4

    18 Jember 11.354 14.763

    19 Sumenenp 11.750 19.412 7050 8.930

    20 Pamekasan 27.917 31.367 16.750 16.625

    Jumlah 82.503 101.771 67.395 72.457

    Sumber: Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008

    Berdasarkan data Tabel 1, realisasi produksi dari petani tembakau di Blitar,

    khususnya Selopuro dan sekitarnya masih sangat rendah dibandingkan kabupaten lain di

    Jawa Timur. Melihat kecilnya pasokan tembakau dari wilayah ini maka ada dua

    pendekatan sederhana yang dapat diambil dengan asumsi permintaan pasar tembakau

    tetap yaitu pertama dengan meningkatkan luasan areal pertanaman sejalan/pararel

    dengan dengan perbaikan tataniaga pertembakauan di wilayah ini, dan atau yang kedua

    membina petani tembakau tradisional untuk meningkatkan kualitas hasil produk mereka

    sehingga kesejahteraan pelaku agribisnis tembakau akan meningkat.

    Berdasarkan hasil survei di lapangan dapat dijumpai masalah-masalah internal

    yang dihadapi dalam sistim produksi tembakau Selopuro. Masalah internal dapat dibagi

    menjadi 3 (tiga) yaitu di tingkat on-farm, off farm dan kelembagaan. Pada tingkat on-

    farm permasalahan ini meliputi: telah terdapat indikasi degradasi lahan diberbagai

    wilayah penghasil tembakau, penyediaan air untuk kebutuhan tanaman yang semakin

    berkurang terutama pada musim kemarau, penanaman tembakau yang cenderung

    berkembang ke wilayah di luar spesifik lokasi, penguasaan lahan oleh petani yang

    semakin sempit dan belum bersertifikat, penyediaan sarana produksi (pupuk, benih,

    pestisida) yang belum memadai, sumber daya manusia pada pengusahaan tembakau

    pada umumnya belum mampu menyesuaikan dengan tuntutan teknologi budidaya.

    Semua hal diatas telah mengakibatkan sulitnya produktifitas dan kualitas sesuai harapan

    pasar.

    Pada tingkat off-farm permasalahan ini meliputi: perkembangan selera pasar

    baik didalam maupun di luar negeri, impor tembakau yang belum bisa disubtitusi,

    perdagangan antar daerah (kabupaten, propinsi) telah menyebabkan sulitnya

    mempertahankan spesifik lokasi jenis tembakau akibat tercampurnya berbagai jenis

    tembakau, persyaratan konsumen semakin meningkat dalam hal ambang atas kandungan

    residu pestisida, kandungan bahan kimiaberbahaya lainnya dan tuntutan kandungan tar

    dan nikotin rendah, banyaknya rokok illegal, registrasi mesin rokok pada industry

    belum diatur, tenaga kerja yang berkaitan dengan tembakau baik di on-farm maupun

    off-farm belum terdata lengkap, serta ketergantungan industri rokok terhadap saos

    impor.

    Masalah kelembagaan pada tingkat petani belum seluruhnya terbentuk

    organisasi yang dapat berperan aktif di dalam menampung segala kepentingan petani.

    Pada tingkat birokrat belum ada kelembagaan sentral (propnsi dan kabupaten) yang

    bersifat koordinatif dan komperehensif. Belum ada koordinasi di bidang penelitian

    secara terpadu baik antar pemangku kepentingan (stakeholders).

    Tembakau Selopuro merupakan bahan baku rokok kretek. Meskipun sentra

    produksinya di Kecamatan Selopuro, namun areal penanamannya saat ini telah

    berkembang sampai ke Kabupaten Malang dan Tulungagung (Tabel 2). Varietas lokal

    yang ditanam petani setempat berfariasi sesuai dengan selera dan kebiasaan masing

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    masing. Varietas yang paling banyak di tanam adalah Kanongo, diikuti Rejeb Emprit,

    Rejeb Jahe dan rejeb Lulang, serta sisanya menanam Sompok dan Tukluk. Kontribusi

    dari usaha tembakau ini bagi petani yang menanamnya berkisar antara 20-40%.

    Menurut informasi pedagang pengepul, anak buah bandol, dan bandol sendiri, tembakau

    ini memiliki karakteristik yang spesifik, khususnya pada aroma . Sehingga diidentifikasi

    bahwa sesungguhnya tembakau jenis ini lebih banyak dipakasi sebagai bahan campuran

    dan sekaligus pemberi aroma dan sasa dalam racikan rokok kretek. Selain itu jenis

    tembakau ini juga sangat populer untuk digunakan sebagai bahan baku utama rokok

    linting atau penjualan tradisional melalui pasar dan pabrik rokok kecil.

    Tabel 2. Jenis dan Lokasi penanaman Tembakau Selopuro Jenis Tembakau Varietas Lokasi(Kabupaten) Prosessing

    Tembakau Selopuro Kenogo

    Rejeb Lulang

    Rejeb jahe

    Rejeb emprit Sompok

    Tukluk

    Blitar

    Malang

    Tulungagung

    Rajangan

    Sumber: Survey lapang, 2009

    Analisa Rantai Pasok Tembakau Selopuro

    Perilaku pasar berkaitan dengan penyediaan (supply) dan permintaan (demand),

    cara, bentuk dan waktu penyajian, kebijakan-kebijakan penjual dan pembeli (policies),

    jalur pemasaran (marketing channels), pendekatan-pendekatan (approcahes). Sebagai

    komoditas yang tidak diawasi, maka tembakau merupakan produk pasar bebas yang

    dapat diperdagangkan oleh siapapun dan kapanpun tanpa hambatan regulasi. Namun

    ada regulasi lokal (daerah) antara lain Perda yang mungkin perlu atau mungkin

    mengganggu sistim perdagangan bebasnya untuk mendapatkan efisiensi yang lebih

    baik.

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    6

    Bandol (4 Orang

    di 4 Kecamatan)

    Gambar 1. Rantai Pasok (Alur, Pelaku, dan Pangsa Pasar) Tembakau Selopuro

    Sumber: Survey lapang, 2009

    Skema alur pemasaran tembakau tingkat lokal dan regional dapat dilihat pada

    Gambar 1, termasuk aliran produk tembakau Selopuro, pelaku yang dominan bermain

    dalampasar tembakau serta pangsa pasar yang mereka kuasai. Pasar tembakau

    keseluruhannya bermuara pada pabrikan rokok atau (hanya sebagian kecil) langsung ke

    konsumen, tertentu sebagai pembeli akhir sesuai tingkatnya. Untuk tembakau Selopuro

    terdapat dua pelaku pembeli tembakau, yaitu sebagai pasokan lokal (Pasar lokal) dan

    regional (Pabrik rokok Gudang Garam dan Bentoel). Karena diperkirakan sekitar 75%

    dari pangsa tembakau di wilayah tersebut dikuasai oleh satu chanel pemasaran

    (pembeli), maka sifat perdagangannnya sangat dimungkinkan bersifat monopsony.

    Dalam kondisi ini posisi tawar petani sangat lemah terutama terhadap alasa-alasan

    kualitas, kelebihan persediaan dan lain sebagainya. Posisi pengusaha kecil dan

    pedagang tembakau di pasar tradisional juga akan sama dengan posisi petani ketika

    menghadapi pembeli akhir.

    Belum adanya informasi yang menjamin terhadap kontinuitas permintaan dan

    suplai (kualitas dan jumlah) dari produsen dan konsumen sehingga harga sering

    merugikan salah satu pihak, akibatnya tercipat iklim usaha yang kurang kondusif.

    Sistem perdaganan tembakau didalam negeri tidak dapat dibatasi oleh wilayah

    Pedagang Pengepul

    20 - 30 Orang (di 4 Kecamatan)

    Pedagang antar Daerah

    (3-5 orang dari Luar

    Kabupaten)

    Petani Tembakau Selopuro (1500 3000 orang) 4 Kecamatan (Selopuro, Wlingi, Talun, Gandusari)

    Luas 200 500 Ha ( 1 kali tanam / tahun)

    Pengecer

    Industri Rokok

    (PT Gudang Garam

    dan PT Bentoel) Pasar Tradisional dan

    Konsumen Lokal

    (Rokok linthing)

    Juragan

    (di Kec. Wlingi)

    Pengecer

    Pabrik Rokok Kecil

    (Home Industri)

    60% 30 % 10 %

    50 %

    30 % 20 %

    10 %

    90 %

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    adminstratif sehingga menyebabkan terjadinya migrasi berbagai jenis tembakau antar

    daerah, kabupaten maupun propinsi. Kondisi demikian dapat menyebabkan penurunan

    kualitas dan harga tembakau asli yang sudah berkembang dengan kualitas spesifik

    disuatu lokasi/wilayah tertentu. Apabila pencemaran kualitas tembakau terjadi terus

    menerus pada tembakau asli di suatu lokasi tertentu, maka pada suatu saat dapat

    mengancam hilangnya cirri mutu tembakau asli tersebut yang sudah memiliki pasar

    yang baik.

    Permasalahan lain timbul akibat system perdagangan dan pemasaran bebas yang

    telah berlangsung selama ini antara lain harga dan kualitas belum seluruhnya

    transparan/dipahami sehingga posisi tawar petani lemah, petani lebih suka menjual

    kepada pedagang (cepat, mudah), meskipun menggunakan sistim tebasan/ijon, masih

    terdapat ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tembakau baik dalam

    jumlah dan mutu, standar mutu tembakau belum dapat diimplementasikan secara

    optimal, kemitraan antara petani tembakau dengan pabrik rokok belum dapat berjalan

    secara optimal, supply dan harga tidak stabil dan kualitas tidak susuai dengan kebutuhan

    pasar.

    Analisa SWOT Tembakau Selopuro

    Strategi pengembangan agribisnis tembakau dan industri hasil tembakau disusun

    melalui pendekatan SWOT. Ruang lingkup SWOT yang meliputi: varietas, lahan,

    teknik budidaya, pengolahan, perdagangan dan pemasaran, ketenaga kerjaan, sumber

    daya manusia, penelitian, aspek lingkungan, kelembagaan, peraturan dan regulasi untuk

    pengusahaan tembakau Selopuro (Tabel 3). Peran serta Sumber Daya Manusia yang

    professional sangant dibutuhkan pada seluruh mata rantai pengusahaan tembakau mulai

    dari petani, pedagang, pengusaha dan penyelenggara pemerintahan. Setiap pelaku dan

    faktor yang mempengaruhi agribisnis tembakau dianalisa baik secara langsung maupun

    dari informasi pihak lain dengan kesimpulan sebagaimana diuraikan dibawah ini:

    a. SDM tingakat Petani

    Pada umumnya petani tembakau memiliki beberapa karakter sebagai berikut:

    1. Petani belum menguasai budidaya tembakau, analisa usahatani dan professional.

    Oleh karena itu diperlukan pelatihan, penyuluhan, dan forum-forum temu

    kemitraan

    2. Petani tembakau adalah petani yang berani mengambil resko (risk taker)

    3. Peminat generasi muda untuk mengusahakan tembakau yang mempunyai tingkat

    kesulitan dan resiko tinggi, makin lama makin berkurang terutama dengan luasan

    lahan yang semakin sempit dan kesulitan mendapat modal.

    4. Organisasi petani umumnya belum cukup kuatikut berperan dalam perencanaan dan

    penataan pertembakauan, selain itu petani kurang mendapatkan informasi pasar.

    b. SDM tingakat pedagang (Pengepul dan Bandol)

    Pedagang pada tingkat lokal dan regional masih lemah dalam hal negosiasi

    sehingga perlu meningkatkan kemampuan negosiasi, mencari peluang pasar dan

    kemampuan menjabarkan kepentingan pembeli

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    8

    c. SDM tingkat pengusaha (Juragan)

    Pengusaha diharapkan melengkapi karyawannya dengan:

    1. Petugas lapangan yang mampu dalam alih teknologi yang dikehendaki pasar

    2. Staf yang mampu memberikan pelatihan kepada para petani tembakau tentang

    Good Tabacco Practices

    d. SDM tingkat penyelenggara pemerintah

    Beberapa kelemahan pada pemerintah dalam upaya mendukung pengusahaan

    tembakau antara lain:

    1. Terbatasnya Anggaran Pemerintah di bidang pertembakauan menyebabkan

    lemahnya perhatian dan minat aparat pemerintah dibidang pertembakauan.

    2. Terbatasnya dan labilnya aparat (akibat mutasi) menjadi sebab terbatasnya

    pengetahuan pertembakauan

    3. Lambatnya atau terhentinya kaderisasi

    4. Lemahnya koordinasi, komunikasi dan informasi antar instansi

    5. Sedikitnya pendidikan khusus yang beriorientasi kepada bisnis tembakau

    6. Dengan demikian pemerintah perlumelaksanakan hal-hal sebagai berikut:

    7. Mengadakan pendidikan khusus, pelatihan pelatih (training of trainers), seminar

    dan workshop yang berorientasi kepada bisnis tembakau.

    8. Memiliki SDM yang professional di bidang pertembakauan, antara lain memiliki

    kemampuan pendekatan terpadu (integrated approach).

    9. Memiliki dan memberdayakan SDM bidang penelitian dan pengembangan.

    e. Lahan

    1. Dilakukan pemetaan kesesuaian lahan di masing masing wilayah sentra tembakau

    sesuai dengan spesifikasi komoditi

    2. Implementasi dukungan perda di masing-masing Kabupaten/Kota

    3. Pembentukan tim terpadu dari semua pemangku kepentingan pengusahaan

    tembakau untuk mewujudkan regulasi land use

    4. Implementasi model, teknolgi dan aplikasi pengelolaan bahan organic

    f. Sumber Daya Manusia

    1. Kaderisasi dan motivasi intensif pada petani, pengusaha dan aparat pemerintah

    dalam bentuk pelatihan, workshop pertembakauan, seminar, studi banding, dsb

    2. Pelatihan peran dagang (blanding) sebagai motivator dan innovator bagi petani

    3. Pelatihan kemampuan bisnis secara professional bagi semua pemangku kepentingan

    g. Penelitian dan Pengembangan

    1. Penelitian pemuliaan dana pemurnian benih bagi varietas-varietas Selopuro yang sesuai dengan selera pasar,

    2. Penelitian kesesuaian lahan berbasis wilayah agroekologi 3. Peningkatan teknologi budidaya dan prosesing yang ramah lingkungan sesuai

    dengan GAP

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    4. Peningkatan ketrampilan petani antara lain melalui demonstrasi lapan, pelatihan dan sekolah lapang

    5. Peningkatan teknologi budidaya, prosesing dan SDM 6. Meningkatkan sarana dan prasarana teknologi budidaya melalui semua pemangku

    kepentingan (stake holder)

    7. Penelitian memantapkan kelembagaan dan kemitraan 8. Mencari alternative sarana produksi pengganti yang lebih efektif dan efesien

    dengan tidak mempengaruhi kualitas

    9. Penelitian teknik budidaya multiple cropping dan pergiliran tanaman 10. Mengupayakan usaha tembakau lebih menguntungkan 11. Penelitian produk tembakau aman 12. Meningkatkan komunikasi antar masyarakat pertembakauan dalam rangka

    pelaksanaan penelitian dan pengembangan antara lain melalui media media lokakarya, seminar dan publikasi.

    h. Kelembagaan

    1. Membentuk/memberdayakan kelembagaan dari tingkat desa sampai kabupaten 2. Membentuk/memberdayakan kelembagaan petani melalui kelompok/koperasi

    petani hamparan tembakau dalam rangka kemitraan dan menerima dana yang

    bergulir

    3. Membentuk dan mengembangkan POKJA pengelolaan dana bergulir yang bersumber dari cukai rokok yang beranggotakan asosiasi-asosiasi terkait dalam

    rangka fasilitasi kemitraan dan pembinaan petani

    4. Pembentukan asosiasi petani tembakau untuk memperkuat posisi tawar.

    i. Pemasaran

    1. Menyusun regulasi pengusahaan tembakau (a.l. perlindungan spesifik wilayah,

    supply, demand, penempatan gudang pembelian di sentra produksi tembakau, dll)

    2. Melaksanakan promosi tembakau di luar wilayah produksi

    3. Meberdayakan Market Intelegent dan penetrasi pasar

    4. Mengadakan pertemuan berkala bagi pemangku kepentingan pertembakauan dalam

    rangka meningkatkan koordinasi

    j. Harga

    Harga tembakau sangat ditentukan oleh mutu. Ini berarti sekalipun produktivitas

    meningkat, namun apabila mutunya rendah, tidak akan memberikan manfaat yang

    memadai (Santoso, 2001). Pada tahun 2008, tembakau selopuro mutu I rata rata hanya

    bisa mencapai harga Rp 24.000,00/kg, mutu II Rp 18.500,00/kg, mutu III Rp

    15.500,00/kg, dan mutu IV Rp 13.000,00/kg. Namun harga tembakau tahun 2009

    sebenarnya masih lebih baik jika dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi

    hujan salah mongso, sehingga harga tembakau turun. Biasanya dipanen tembakau alang,

    yaitu tembakau yang kena hujan. Tembakau alang mutunya cukup, namun harganya

    relatif tidak terlalu mahal. Apabila mutu tembakau jelek, maka harga tembakau akan

    anjlok. Keadaan seperti itu membuat petani merana, karena tembakau harus dijual

    dengan harga murah. Pabrik rokok kecil masih mau membeli tembakau dengan mutu

    seperti itu, walaupun dengan dana yang terbatas. Bagi pabrik rokok besar meskipun

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    10

    harga turun tidak berarti keuntungan meningkat, karena mutu tembakau tidak memenuhi

    standar mereka. Tetapi berapapun besar kerugian yang ditanggung pabrik rokok sebagai

    pemakai, masih lebih besar kerugian yang dialami oleh petani. Hal ini terutama karena

    para petani harus menghidupi keluarganya dengan bertumpu pada panen tembakau saja.

    Tabel 3. Analisa SWOT Agribisnis Tembakau Selopuro Blitar No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

    Komoditi

    a. Varietas Banyak jenisnya

    Sudah beradaptasi

    dengan lingkungan

    geografis setempat

    Ketersediaan plasma

    nutfah

    Baku (fast), baik asli

    maupun dari industri

    Masih banyak kul-

    tivan belum dilepas

    Belum ada

    penangkaran benih

    khusus

    Beberapa hanya

    sebagian campuran

    Degenerasi varitas

    Memurnikan varietas

    lokal

    Merakit varietas

    unggul spesifik lokasi

    Memberdayakan

    kelompok tani

    pengangkar benih

    Kemurnian varietas

    tidak terkontrol

    Mutu beragam

    Ketidak pastian harga

    Sulit dikembangkan

    Kompetisi dgn

    tembakau lokal lain

    Tuntutannya kualitas

    b. Lokasi Spesifik lokasi

    Daerah khusus

    tembakau selopuro di 4

    kecamatan di Blitar dan

    wilayah Malang dan

    Tulungagung 500 Ha

    Pengembangannya

    masih sangat terbatas

    Indikasi geografis Terdesak komoditas

    dan tembakau lain

    Degradasi lahan

    Alih fungsi lahan

    Pengembangan ke

    wilayah tidak sesuai

    c. Pasar

    (Supply and

    demand)

    Masih dibudidayakan

    Tidak dapat disubstitusi

    Bahan baku utama rokok kretek

    Tanaman bernilai

    ekonomi tinggi

    Potensi pasokan

    Fluktuasi

    produksi,mutu dan

    harga Pasar bersifat

    Oligopoli

    Posisi tawar petani

    masih lemah

    Informasi pasar

    Penguatan kemitraan

    Dukungan Perda

    untuk menguatkan posisi tawar petani

    Kebutuhan dalam

    negeri cukup baik dan

    meningkatnya

    peluang ekspor

    Peningkatan migrasi

    tembakau antar daerah

    Kampanye anti rokok dan FCTC

    Menjamurnya industry

    rokok belum berijin

    d. Pengolahan

    (curing)

    Prosesing lebih mudah -Tergantung pada

    panas matahari

    -Menyempurnakan

    dan memperbanyak

    alat perajang

    Cuaca tidak menentu

    Biaya Rajang, dan

    harga TK tinggi

    Tercampur benda

    asing

    II. BUDIDAYA

    a. Teknologi

    Budidaya

    Merupakan tanaman

    budidaya, berani

    menanggung resiko (taking risk)

    Belum seluruh petani

    melaksanakan GTP

    Acuan untuk

    melaksanakan GTP

    sudah tersedia

    Perkembangan

    teknologi budidaya

    yang cepat dan menjadi tuntutan pasar

    b. Sarana

    Produksi

    -Sarana cukup Belum tersedia tepat

    waktu, jumlah dan

    harga yang memadai

    Koordinasi

    stakeholders

    Penggunaan Saprodi

    dgn GTP

    Meningkatnya harga

    sarana produksi secara

    signifikan

    c. Produksi Kuantitas cukup Kualitas belum

    sesuai harapan

    Teknologi

    peningkatan kualitas

    tersedia

    Ketersedian modal

    kecil

    Penyimpangna iklim

    global

    d. Usaha tani Mampu mengusahakan

    budidaya tembakau

    Keterbatas modal

    dan efesiensi

    usahatani

    Optimalisasi

    usahatani tembakau

    Resiko kegagalan

    factor penyimpangan

    iklim dan permodalan

    e. Kemitraan Hanya antara petani dan

    upline pemasarannya

    dan informal

    Belum semua

    kemitraan permanen

    Menjamin

    peningkatan kualitas

    dalam kemudahan

    pemasaran hasil

    Belum adanya

    kemitraan karena tidak

    ada pembinaan dan

    informasi pasar

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

    III. PERDAGANGAN DAN PEMASARAN

    a. Lokal Harga sesuai kualitas Harga dan kualitas

    belum transparan

    dan posisi tawar petani lemah

    Industri

    membutuhkan bahan

    baku tembakau

    Pengaruh mutasi

    tembakau antar

    wilayah yang dapat

    mencampur kualitas

    Mata rantai pemasaran

    dapat dipantau

    Petani menjual

    kepada perantara

    (cepat, mudah)

    Pengendalian mata

    rantai pemasaran

    Pedagang mengambil

    sharing keuntungan

    yang besar

    Blitar memiliki areal

    dan lokasi potensial

    penghasil bahan baku

    tembakau untuk industry rokok

    Ketidakseimbangan

    penawaran dan

    permintaan bahan

    baku tembakau baik jumlah maupun

    mutu

    Adanya tembakau dari

    daerh lain

    Perlu dibuat standar

    mutu untuk jenis

    tembakau selopuro

    Standar mutu

    tembakau belum

    diimplementasikan

    Kebijakan cukai

    terhadap industry

    tembakau lokal

    Dibeberapa wilayah

    penghasil tembakau

    sudah terbentuk

    kelompok tani

    Posisi tawar petani

    dalam perdagangan

    tembakau masih

    lemah

    Kemitraan belum

    dapat berjalan

    IV. KETENAGAKERJAAN

    a Jumlah

    TK(Petani)

    Usaha tani tembakau

    banyak menyerap

    tenaga kerja pedesaan

    Pada umumnya

    masih tradisional

    Adanya inovasi

    teknologi tepat guna

    Bekerja di sector

    pertanian bukan

    prioritas utama

    V. SDM

    a Ditingkat

    petani

    Secara cultural petani

    mengambil resiko

    Telah terbentuk organisasi petani

    Belum seluruhnya

    menguasai dan

    melaksanakan IPTEK

    -Tersedia cukup

    tenaga kerja yang

    mampu untuk menjadi kader

    - Persaingan dengan

    kesempatan pekerjaan

    lain

    b Ditingkat

    Pedagang

    Menjembatani

    kepentingan petani-

    pengusaha

    Bermodal terbatas Peningkatan kualitas

    pedagang

    Belum ada

    program/anggaran

    Memahami kualitas

    yang dikehendaki

    Belum ada kaderisasi

    c Ditingkat

    Pengusaha

    Mempunyai tenaga

    yang handal dgn

    kaderisasi yang baik

    Kurang perencanaan

    kaderisasi

    Dengan kaderisasi

    akan tercipta iklim

    usaha yang baik

    Belum seluruhnya

    terpogram

    VI. ASPEK LINGKUNGAN

    a Penggunaan

    tanah

    Dapat ditanam ditanah

    marginal dan sebagai

    tanaman yang bernilai

    ekonomi tinggi

    Kesuburan tanah

    semakin menurun

    Potensi tanah dapat

    menghasilkan

    tembakau spesifik

    Alih fungsi tanah dan

    pergeseran lokasi

    tanaman diluar lokasi

    yang spesifik

    b Sosial

    Ekonomi

    Komoditi pemerataan

    kesempatan kerja dan

    pendapatan

    Adanya SRP dan CSR

    Ketidakstabilan

    pendapatan dari

    usahatani tembakau

    Pemerintah masih

    mendukung usahatani

    tembakau

    Kampanye anti

    merokok dan FCTC

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    12

    No PERIHAL S(Kekuatan) W(Kelemahan) O(Peluang) T(Ancaman)

    c Prakiraan

    Cuaca

    Berperan untuk

    perencanaan tanam dan

    panen yang

    mempengaruhi kualitas

    produksi

    Belum ada

    penerbitan berskala

    dari BMG, khusus

    untuk wilayah

    tembakau

    Dapat meningkatkan

    produktivitas dan

    daya saing diluar

    negeri

    Anggaran pengadaan

    data informasi

    prakiraan cuaca masih

    terbatas

    KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Pengembangan agribisnis tembakau Selopuro - Blitar harus terkendali dalam

    rangka menjaga stabilitas ekonomi perdesaan, sosial, dan memberikan lapangan

    pekerjaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup yang sehat dan

    memenuhi kebutuhan industry rokok dan konsumen tembakau. Pengusahaan budidaya

    tembakau ini tetap perlu dipertahankan selama belum diketemukan komoditi pengganti

    yang mempunyai nilai seimbang dengan nilai tembakau. Semua mata rantai proses

    produksi mulai dari petani, pekerja, pengolah hasil, dan pabrik rokok harus bekerja

    sebagai mitra usaha. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan pemahaman dan

    kebijakan:

    1. Agribisnis tembakau Selopuro di Blitar harus memperhatikan keseimbangan antara

    permintaan dan penyediaan (supply and demand).

    2. Agribisnis tembakau Selopuro yang efisien serta menjaga lingkungan hidup yang

    sehat (tanah, air, udara,flora dan fauna).

    3. Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau di wilayah Kabupaten Blitar,

    umumnya dan jenis tembakau di Selopuro pada kususnya dengan meningkatkan

    profesionalisme sumber daya manusia.

    4. Menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufactural

    Practices (GMP) dalam pengusahaan tembakau untuk memenuhi Social

    Responsbility Program (SRP).

    5. Menjaga kelangsungan pengusahaan tembakau di Kabupaten Blitar dan Propinsi

    Jawa Timur secara luas dalam menghadapi dampak perubahan iklim global dan

    perkembangan teknologi perlu dilakukan kerjasama yang baik dengan lembaga-

    lembaga terkait baik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdulrachman, Tri Sudaryono dan Mahfud. C, 1998. Rakitan Teknologi Budidaya

    Tembakau Madura. Rakitan Teknologi. Balai Studi Teknologi Pertanian

    Karangploso.

    Dietrich, M., 1994, Transaction Cost Economics and Beyond, Routledge, London.

    Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 2008, Laporan Tahunan Dinas Perkebunan

    2008.

    Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. 2009. Program Perkebunan Propinsi Jawa

    Timur. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

  • Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

    Murdiyati. A.S., Suwarso, Mukani dan A. Herwati, 2004. Budidaya Tembakau Madura

    Rendah Nikotin. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian. Balai Studi

    Teknologi Pertanian Jawa Timur. 113 121.

    Pemerintah Propinsi Jawa Timur, 2008. Rencana Induk Pengusahaan Tembakau dan

    Industri Hasil Tembakau Jawa Timur.

    Santoso, Thomas, 2001. Tata Niaga Tembakau di Madura, Jurnal Manajemen &

    Kewirausahaan Vol. 3, No. 2, September 2001: 96 105.

    Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012

    Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012