profil pengelolaan perikanan pelabuhan perikanan samudera nizam ...
ANALISA KPPU TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH · Pada tahun 2008 terdapat 968 pelabuhan perikanan yang...
-
Upload
truonghuong -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of ANALISA KPPU TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH · Pada tahun 2008 terdapat 968 pelabuhan perikanan yang...
1
ANALISA KPPU TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH
MENGENAI REKOMENDASI ASOSIASI SEBAGAI PERSYARATAN
PENGURUSAN IZIN DI SEKTOR PERIKANAN
I. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya berupa
perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat yang luasnya 3,1
juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan
di zona ekonomi ekslusive (ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang
dapat dimanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati diperairan yang luasnya
sekitar 5,8 juta km2.
Dengan luasnya perairan yang dimiliki, Indonesia memiliki keanekaragaman kekayaan
laut yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi ataupun untuk menghasilkan
devisa melalui ekspor. Berbagai jenis ikan terdapat di perairan Indonesia, yang
diantaranya adalah ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan tuna, ikan demersal, dan
masih banyak lagi yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar.
Sebagai negara kepulauan, sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sangat
penting bagi pembangunan nasional indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya jumlah
penduduk indonesia yang berprofesi sebagai nelayan. Selain sektor ini juga mempunyai
peran yang besar sebagai salah satu penyumbang devisa. Oleh karena itu pengelolaan
dan pengembangan sektor perikanan harus senantiasa dijaga mengingat perannya yang
besar bagi perekonomian Indonesia.
Secara umum sektor perikanan terbagi menjadi dua yaitu perikanan budidaya dan
perikanan tangkap. Untuk mendukung pengembangan perikanan tangkap di Indonesia,
pada saat ini telah terdapat 5 pelabuhan samudra yang tersebar di 5 propinsi dan
pelabuhan perikanan lainnya yang berfungsi untuk melayani pendaratan hasil
penagkapan ikan baik dari perairan nasional maupun dari perairan internasional. Semua
propinsi di Indonesia mempunyai kontrobusi didalam produksi ikan tangkap nasional.
Bila dilihat pada daerah dengan produksi ikan tangkap terbesar terlihat bahwa provinsi
2
DKI Jakarta merupakan propinsi penghasil terbesar dan diikuti oleh provinsi Maluku
Utara, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Maluku.
Salah satu masalah yang terjadi di industri perikanan adalah maraknya ilegal fishing
yang dilakukan oleh nelayan dari negara lain. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengatasi ini adalah adanya kewajiban untuk mendaratkan hasil tangkapan pada
pelabuhan perikanan di Indonesia. Dengan keterbatasan armada yang dimilikinya, maka
pemerintah sangat membutuhkan peran aktif masyarakat untuk ikut serta mengawasi
sektor perikanan. Bahkan, pada tahun 2008 lalu pemerintah juga mengeluarkan
Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No. 5364/2008 tentang Pemberian Rekomendasi
dari asosiasi atau organisasi di Bidang Perikanan Tangkap Sebagai Persyaratan
Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, yang diterbitkan pada 22 Desember 2008.
Peraturan ini diharapkan dapat menjadi salah satu cara pengawasan dalam manajemen
penangkapan ikan dan pemberdayaan asosiasi perikanan.
Dengan adanya peraturan ini perusahaan wajib menyertakan rekomendasi dari asosiasi
atau organisasi yang telah terdaftar menjadi anggota Gabungan Pengusaha Perikanan
Indonesia (Gappindo) dan tercatat pada Ditjen Perikanan Tangkap. Dengan terbitnya
peraturan ini, maka pengusaha kapal yang tidak memiliki rekomendasi dari asosiasi atau
organisasi, berdasarkan peraturan tidak bisa memperpanjang Surat Izin Penangkapan
Ikan (SIPI) serta Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI). Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP) tidak akan memperpanjang izin atau mencabut izin operasi kapal
perikanan yang tidak ikut bergabung dengan organisasi atau asosiasi perikanan.
Berbagai isu terkait dengan sektor perikanan tersebut menarik perhatian KPPU
sehingga perlu dilihat lebih jauh mengenai persaingan didalam sektor perikanan dan
dampak dikeluarkannya peraturan tersebut terhadap persaingan didalam sektor
perikanan. Untuk itu KPPU telah melakukan kegiatan evaluasi dan kajian di sektor
perikanan tangkap. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan
persaingan usaha dalam sektor perikanan tangkap di Indonesia.
Paper ini akan melakukan analisa ringkas terhadap kebijakan pemerintah daerah terkait
sektor perikanan tangkap. Di bagian akhir paper, akan disampaikan saran dan
3
pertimbangan KPPU terhadap kebijakan persyaratan rekomendasi oleh asosiasi
perikanan untuk pengurusan izin usaha.
II. Profil Sektor Perikanan Indonesia
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang dimaksud
dengan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis
perikanan (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan yang dimaksud dengan Penangkapan Ikan
adalah Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya (Pasal 1 ayat 5).
Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang penting bagi Indonesia. Sektor ini
menghasilkan output yang besar bagi perekonomian dan pemenuhan gizi dan protein
untuk masyarakat Indonesia. Selain itu sektor ini juga menyediakan lapangan pekerjaan
yang besar. Secara umum sector perikanan di Indonesia terbagi menjadi dua jenis
kegiatan yaitu penangkapan dan budiadaya. Kegiatan penangkapan merupakan
kegiatan menangkap atau mengumpulkan ikan, binatang air dan tanaman air baik yang
hidup dilaut atau perairan umum.
Indonesia merupakan salah satu produsen produk perikanan terbesar dunia. Dimana
pada tahun 2006, produksi perikanan tangkap indonesia berada pada posisi 4 besar
dunia dengan jumlah produksi sebesar 4,8 juta ton atau 5,8 % dari total produksi dunia.
China merupakan Negara dengan produksi terbesar dengan jumlah produksi sebesar
17,1 juta ton (20,8 %), diikuti oleh Peru dengan jumlah produksi sebesar 7 juta ton,
Amerika Serikat dengan jumlah produksi sebesar 4,9 juta ton.
4
Sumber : FAO
Peta Penangkapan Ikan Indonesia
Propinsi Maluku, Jawa Timur, dan Sumatera Utara merupakan provinsi penghasil
produksi perikanan terbesar dari penangkapan laut dengan total produksi mencapai 1,22
juta ton atau 25,8 persen dari produksi penangkapan dilaut secara nasional. Sedangkan
produksi penangkapan dari perairan umum di dominasi oleh Provinsi di Pulau
Kalimanta, yang mencapai 44 persen dari produksi penangkapan nasional di perairan
umum. Sedangkan propinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Barat
merupakan propinsi dengan jumlah produksi perikanan budidaya terbesar di Indonesia.
5
Secara umum wilayah laut Indonesia dibagi menjadi sepuluh wilayah pengelolaan
perikanan yang terdiri dari Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Flores-
Selat Makasar, Laut Banda, Laut Arafura, Teluk Tomini dan Laut Maluku, Samudera
Pasifik dan Laut Sulawesi, Samudera Hindia (barat Sumatera) dan Samudera Hindia
(selatan Jawa Nusa Tenggara). Saat ini WPP yang ada di Indonesia sudah dibagi
kedalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Sebagian besar wilayah penangkapan tersebut sudah mengalami kondisi fully exploited
dan bahkan pada beberapa wilayah cenderung mengalami kondisi overfishing. Keadaan
ini terutama didalam wilyah penangkapan pantai. Kondisi ini menyebabkan pada
perairan tertentu, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi
penangkapan ikan secara besar-besaran. Tingkat eksploitasi sumber daya ikan pada
setiap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dapat dilihat pada table dibawah ini.
Untuk mengatasi over fishing inilah kemudian, dibuatlah kebijakan penangkapan ikan di
daerah yang over fising dimana pemberian izin kapal ikan harus memperhatikan alokasi
sumber daya ikan (SDI) di wilayah tersebut. Pengalokasian SDI dilakukan hanya bila
SDI belum dimanfaatkan penuh atau masih dibawah potensi lestarinya. Untuk SDI yang
sudah dimanfaatkan penuh atau berlebih tidak dilakukan penambahan alokasi baru,
yakni tidak dilakukan penambahan alokasi baru (Membatasi jenis, jumlah alat tangkap,
dan jumlah dan ukuran kapal yang beroperasi). Selain itu juga dilakukan pemantauan
6
secara intensif terhadap status SDI sebagai dasar penentuan kebijakan pengalokasian
lebih lanjut.
Pelabuhan Perikanan, Kapal Penangkap, dan Alat Tangkap
Pelabuhan perikanan adalah bagian dari system usaha perikanan di Indonesia.
pelabuhan merupakan subsistem yang menyediakan berbagai pelayanan untuk kegiatan
perikanan dalam rangka mengelola sumber dayanya. Berdasarkan pasal 4 keputusan
menteri NO 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan menetapkan bahwa pelabuhan
perikanan berfungsi sebagai pendukung pengelolaan perikanan dan sumberdayanya
yang meliputi pra-produksi, produksi, pasca panen, dan pemasaran.
Pelabuhan perikanan indoinesia dibagi ke dalam empat kelompok yaitu Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan tersebut
dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk
menanganai kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. Secara
umum karakterisitik dari pelabuhan tersebut adalah sebagai berikut:
No Kriteria Pelabuhan Perikanan PPS PPN PPP PPI
1 Daerah operasional kapal ikan yang dilayani
Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEEI) dan perairan internasional
Perairan ZEEI dan laut teritorial
Perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI
Perairan pedalaman dan perairan kepulauan
2 Fasilitas tambat/labuh kapal >60 GT 30-60 GT 10-30 GT 3-10 GT
3 Panjang dermaga dan Kedalaman kolam
>300 m dan >3 m 150-300 m dan >3 m
100-150 m dan >2 m
50-100 m dan >2 m
4 Kapasitas menampung Kapal
>6000 GT (ekivalen dengan 100 buah kapal berukuran 60 GT)
>2250 GT (ekivalen dengan 75 buah kapal berukuran 30 GT)
>300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT)
>60 GT (ekivalen dengan 20 buah kapal berukuran 3 GT)
5 Volume ikan yang didaratkan rata-rata 60 ton/hari
rata-rata 30 ton/hari
- -
6 Ekspor ikan Ya Ya Tidak Tidak
7 Luas lahan >30 Ha 15-30 Ha 5-15 Ha 2-5 Ha
8 Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan
Ada Ada/Tidak Tidak Tidak
9 Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri perikanan
Ada Ada Ada Tidak
7
Pada tahun 2008 terdapat 968 pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia. pelabuhan
ini terdiri dari 6 pelabuhan perikanan samudera, 13 pelabuhan perikanan nusantara, 45
pelabuhan perikanan pantai, dan 904 pelabuhan pendaratan ikan. Pelabuhan sebagian
besar berada di derah jawa dengan jumlah 345 pelabuhan atau 35,6 % dan daerah
sumatera dengan jumlah 226 pelabuhan atau 23,3 persen dari total pelabuhan yang ada
diIndonesia.
Gambar: Peta Lokasi Pelabuhan Perikanan di Indonesia
Sumber : DKP
Kapal Penangkap dan Alat Tangkap
Jumlah kapal penangkap pada tahun 2007 sebesar 788.848 unit pada tahun 2007, yang
terdiri dari kapal penangkapan di laut sebanyak 590.314 unit dan kapal penangkap
diperairan umum sebesar 198.534 unit. Jumlah ini hanya mengalami sedikit peningkatan
dimana pada tahun 2006 terdapat 783.256 unit kapal. Peningkatan ini lebih disebabkan
meningkatnya jumlah kapal yang beroperasi di perairan umum.
Sebagian besar dari jumlah kapal penakap yang ada di Indonesia merupakan kapal
tanpa motor, yaitu 50,9 persen dari seluruh armada penangkapan yang ada di
Indonesia. 28,3 persen merupakan perahu motor tempel dan 20,7 persen adalah kapal
motor. Sekitar 44,8 persen kapal penangkapan ikan ini berbasis diwilayah Indonesia
bagian timur, yaitu Jawa Timur sebesar 8,7 persen, Maluku 7,5 persen, Sulawesi
Tengah 6 persen, Kalimantan Timur 5,5 persen, Sulawesi Tenggara 5 persen dan
Papua 5 persen.
8
Tabel: Jumlah Kapal penangkap dilaut menurut kategori dan ukuran kapal
KATEGORI DAN UKURAN KAPAL 2002 2003 2004 2005 2006 2007
JUMLAH 460298 528717 549100 555581 590317 590314
Perahu Tanpa Motor 219079 250469 256830 244471 249955 241889
Motor Tempel 130185 158411 165337 165314 185983 185509
Kapal Motor 111034 119837 126933 145796 154379 162916
< 5 GT 74292 79218 90148 102456 106609 114273
5 - 10 GT 20208 24358 22917 26841 29899 30617
Ukuran 10 - 20 GT 5866 5764 5952 6968 8190 8194
20 - 30 GT 3382 3131 3598 4553 5037 5345
30 - 50 GT 2685 2338 800 1092 970 913
50 - 100 GT 2430 2698 1740 2160 1926 1832
100 - 200 GT 1612 1731 1342 1403 1381 1322
> 200 GT 559 599 436 323 367 420
Sumber : DKP
Bila kita lihat pada jumlah kapal
penangkap ikan yang beroperasi dilaut
pada periode tahun 2002-2007 terlihat
bahwa jumlah kapal penangkap ikan
mengalami peningkatan yang cukup
besar. Peningkatan tersebut dialami
oleh semua jenis kapal baik yang
berupa perahu tanpa motor, motor
tempel dan kapal motor. Pada tahun
2007 terdapat 590.314 unit kapal
penangkap ikan yang beroperasi di laut.
Persentase perahu/kapal perikanan, tahun 2007
Motor tempel;
185.509 ; 31%
Perahu;
241.889 ; 41%
Kapal motor;
162.916 ; 28%
Dari jumlah tersebut, sebagian merupakan jenis perahu tanpa motor dengan jumlah
sebesar 241.889 unit kapal atau sebesar 40,97 persen dari seluruh kapal penangkap
ikan dilaut. Sedangkan kapal motor temple sebanyak 185.509 unit (31,42 %) dan kapal
motor sebanyak 162.916 (27,59 %).
Bila dilihat dari ukuran kapal, terlihat bahwa sebagian besar kapal motor penangkap ikan
yang beroperasi dilaut sebagian besar merupakan kapal berukuran kecil dengan bobot
lebih kecil dari lima ton. Pada tahun 2007 terdapat 114.273 unit kapal atau 70.14 persen
dari seluruh jumlah kapal motor. Dari data tersebut terlihat bahwa sebagian besar
9
nelayan di Indonesia menggunakan kapal yang hanya mampu beroperasi diperairian
sekitar pantai. Pada tahun ini, jumlah kapal berukuran besar dengan bobot lebih dari 30
GWT yang beroperasi sebanyak 4.487 unit. Kapal ini merupakan kapal dengan
kemampuan operasi di zona ekonomi eksklusif. Sedangkan bila dilihat dari jumlah kapal
motor yang beroperasi pada periode 2002-2007 terlihat bahwa jumlah kapal berukuran
besar mengalami penurunan dilihat dari jumlah kapal penangkapan yang beroperasi.
Sebaran GT Kapal Motor, tahun 2007
< 5 GT< 5 GT< 5 GT< 5 GT
69 ,14%69 ,14%69 ,14%69 ,14%
> 200 GT> 200 GT> 200 GT> 200 GT
0 ,27%0 ,27%0 ,27%0 ,27%
100 - 200 GT100 - 200 GT100 - 200 GT100 - 200 GT
0 ,85%0 ,85%0 ,85%0 ,85%
5 - 10 GT5 - 10 GT5 - 10 GT5 - 10 GT
19 ,39%19 ,39%19 ,39%19 ,39%
10 - 20 GT10 - 20 GT10 - 20 GT10 - 20 GT
5 ,31%5 ,31%5 ,31%5 ,31%
20 - 30 GT20 - 30 GT20 - 30 GT20 - 30 GT
3 ,27%3 ,27%3 ,27%3 ,27%
50 - 100 GT50 - 100 GT50 - 100 GT50 - 100 GT
1 ,18%1,18%1,18%1,18%
30 - 50 GT30 - 50 GT30 - 50 GT30 - 50 GT
0 ,59%0,59%0,59%0,59%
Asosiasi di Bidang Perikanan
Secara umum, terdapat berberapa peranan asosiasi, antara lain adalah: 1) Memberikan
rekomendasi dalam rangka perizinan SIPI dan SIKPI, 2) Memberikan masukan kepada
Pemerintah dalam pembuatan regulasi, 3) Sebagai mitra Pemerintah dalam
pengembangan dan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, 4) Melakukan
pembinaan kepada orang atau badan hukum yang menjadi anggotanya. 5)
Menghubungkan antara kepentingan anggota dengan Pemerintah, 6) Menghimpun dan
mempersatukan pengusaha untuk memperkuat posisi hukum dan melindungi
kepentingan anggota dalam hubungannya dengan pihak di luar organiasi, baik di dalam
maupun di luar negeri, 7) Memperkuat pasar ikan didalam maupun di luar negeri, dan 8)
Membuat laporan tentang perkembangan asosiasi kepada Dirjen PT secara berkala
setiap 6 bulan.
Saat ini asosiasi masih terbagi berdasarkan alat tangkapnya, jenis ikan yang ditangkap,
dan pengangkutannya. Asosiasi di bidang penangkapan ikan antara lain adalah: ATLI,
ASTUIN, ASPINTU, HPPI, APKPII, ASPPEN, PNMS, HIPPBI, AP2GB (Kep.Dirjen PT
10
No. KEP.03/ DJ-PT/09). Asosiasi-asosiasi yang tersebut di atas tergabung dalam
GAPPINDO yang merupakan wadah asoasiasi perikanan yang ada.
GAPPINDO (Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia) memiliki maksud dan tujuan
antara lain sebagai berikut:
a. Menghimpun dan mempersatukan kegiatan usaha perikanan Indonesia dalam
satu wadah untuk memperjuangkan kepentingan anggota dan meningkatkan
usaha bidang perikanan;
b. Merupakan penghubung antar pengusaha perikanan di Indonesia dengan
pemerintah dan badan lain yang mempunyai kaitan;
c. Bersama-sama meningkatkan ketahanan berusaha dalam arti yang seluas-
luasnya;
d. Memadukan dengan pemerintah dalam segala aspeknya baik penangkapan,
budidaya, pengolahan, pemasaran serta usaha-usaha penunjang lainnya;
e. Menanamkan kesadaran untuk memelihara kelestarian alam.
Untuk menjadi anggota Gappindo, asosiasi harus mendaftarkan diri. Proses atau
prosedur untuk menjadi anggota Gappindo adalah sebagai berikut :
1. Asosiasi perikanan mengajukan permohonan keanggotaan ke DPP Gappindo
dengan mengisi Formulir Keanggotaan Gappindo (terlampir).
2. DPP Gappindo memeriksa kelayakan dan kewajiban asosiasi diantaranya
membayar Uang Pangkal dan Iuran Tahunan untuk menerbitkan Tanda Anggota.
Uang Pangkal adalah sebesar Rp. 5.000.000,- dan Iuran Anggota sebesar Rp.
20.000.000,-/thn.
3. Jangka waktu keanggotaan berlaku selama 1 (satu) tahun dan wajib
diperbaharui untuk (1) satu tahun berikutnya.
4. Pengajuan permohonan pendaftaran asosiasi di bidang perikanan tangkap wajib
dilengkapi dengan :
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
b. Bukti telah terdaftar pada Departemen yang bertanggung jawab di bidang
organisasi masyarakat
c. Domisili, dilengkapi surat keterangan dari instansi berwenang
d. Struktur organisasi, kepengurusan dan daftar anggota
11
Berikut adsalah data asosiasi anggota Gappindo Bidang Penangkapan (Jumlah
Anggota, kpal, daerah operasi, dan jenis ikan) seperti yang ada dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel
Nama Asosiasi/Organisasi Gappindo di Bidang Penangkapan
Berdasarkan Jumlah Angggota, Jumlah Kapal, Daerah Operasi, dan Jenis Ikan
No. Nama Asosiasi Jumlah
Anggota
Jumlah
Kapal
Daerah
Operasi
Jenis Ikan
1. Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang
Indonesia (HPPI)
8
87 L.Arafura Udang
2 Asosiasi Pengusaha Non Tuna dan Non Udang Indonesia
(ASPINTU)
34 - L. Arafura, S. Hindia, S. Pasifik
Ikan Campur
3. Asosiasi Pengusaha Kapal Pengangkut Ikan
Indonesia (APKPII)
225 614 S. Hindia, S. Pasifik
Tuna
4. Asosiasi Pengusaha Perikanan Nusantara
(ASPPEN)
30 68 ZEEI Ikan Campur
5. Paguyuban Nelayan Mina Santosa (PNMS)
24 - S.Hindia, L. Sulawesi, L.
Arafura
Ikan Campur
6. Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN)
27 37 L. Jawa, L. Natuna, Slt.
Karimatama, Slt. Makassar, S.
Hindia
Ikan Campur
7. Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI)
29 300 S. Pasifik, L. Arafura. L. Maluku
Ikan Campur
8. Himpunan Pengusaha Perikanan Bitung
(HIPPBI)
30 182 S. Pasifik, L. Sulawesi, L.
Maluku
Ikan Campur
Total 407 1.288
Catatan : Jumlah Kapal belum termasuk 2(dua) asosiasi (ASPINTU & ASPPEN)
Berberapa permasahan di sektor perikanan
Dari hasil diskusi dengan KPPU pada hari Senin tanggal 20 April 2009, Gappindo
mengemukakan masalah umum industri perikanan di Indonesia. Diantaranya adalah
a. Investasi masih dalam jumlah kecil dalam bentuk kapal-kapal yang berasal dari
kerjasama dengan negara lain dengan kategori short term capital dan tidak
memberikan dampak yang berarti bagi industri perikanan terutama dalam pemberian
12
lapangan pekerjaan, menjadi agregat ekonomi di daerah demikian juga dengan
usaha budidaya (udang, rumput laut, ikan air tawar dan mutiara) dan pengolahan.
b. Rating of investment dari S&P belum beranjak dari BB. Berbagai kebijakan
pemerintah baik membangun prasarana dasar, persediaan berbagai capital serta
berbagai peraturan yang dikeluarkan tidak berhasil mendorong penambahan
investasi.
c. Paket kebijakan penngembangan dalam “Gerbang Mina Bahari” hanya merupakan
retorika yang tidak terimplimentir di lapangan. Faktor yang seharusnya paling tidak
menjadi political will tidak juga mendongkrak investasi. Berbagai usaha Pemerintah
Daerah yang bekerjasama dengan institusi lain untuk mengkampanyekan investasi
di daerahnya tidak berhasil mendongkrak investasi karena di dalamnya terkandung
aneka pungutan dan birokrasi yang membelenggu serta ketidakpastian.
d. Prasyarat makro sesuai komitmen Pemerintah baru terhadap rekomendasi ekonomi
Kadin tidak berfungsi baik. Departemen Kelautan dan Perikanan makin
dikembangkan namun terjadi tumpang tindih urusan dan kewenangan sehingga
kurang efektif dalam misinya, khususnya dalam pengembangan perikanan.
Hubungan kelembagaan di sektor perikanan antara pusat dan daerah kurang
harmonis seperti halnya tujuan pembangunan di daerah yang tidak jelas dan terjadi
rebutan kewenangan.
e. Pemerintah banyak menerbitkan kebijakan namun sering menimbulkan kesulitan
bagi industri dan tidak efektif sebagai contoh dengan timbulnya berbagai draf
Peraturan Menteri Kelautan Perikanan serta sebagai implementasi UU No.31/2004
tentang perikanan.
f. Secara ekonomi, ilegal fishing disebabkan oleh terjadinya kekosongan pada
beberapa kawasan fishing ground oleh kapal-kapal legal Indonesia sehingga
mendorong kapal-kapal ikan di daerah fishing ground tersebut (antara lain kapal
asing) menangkap secara illegal karena tidak diperlukan investasi yang mengikat
dengan Indonesia secara jangka panjang. Ini disebabkan karena iklim investasi
untuk menanam modal di kawasana tersebut serta di daerah lain pada umumnya
kurang kondusif (capital barrier to entry). Ketidakkondusifan tersebut tidak hanya
disebabkan oleh kondisi makro ekonomi tapi juga disebabkan oleh
kerawanan/ketidakpastian/kerumitan/besarnya pungutan yang dilakukan oleh pusat
dan daerah dalam berinvestasi di bidang perikanan.
13
g. Investasi yang seharusnya dilakukan oleh investor dalam negeri tidak banyak
dilakukan di kawasan tersebut karena lack of capital yang disebabkan oleh iklim
investasi yang kurang kondusif bagi investor dalam negeri. Kekosongan ini
kemudian dimanfaatkan oleh kapal-kapal asing secara ilegal atau legal dalam
investasi jangka pendek dan banyak terkait dengan kebijakan pemerintah.
h. Secara hukum illegal fishing dapat disebabkan oleh faktor pengawasan yang kurang
efektif. Penanganan yang ditempuh selama ini oleh oleh pemerintah lebih difokuskan
kepada pendekatan pengawasan usaha melalui pendekatan keamanan. Mengingat
pendekatan security adalah mahal dan mungkin tidak efektif, maka penanganan
illegal fishing di Indonesia sebaiknya dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu
pendekatan ekonomi sebagai prioritas utama yang didukung oleh pendekatan
security. Selain hal tersebut, dewasa ini pengangguran yang cukup tinggi sedangkan
perusahaan banyak yang bekerja dibawah kapasitas, tidak ada industri baru yang
tumbuh sehingga tidak ada tambahan penyerapan tenaga kerja.
III. Pengaturan Sektor Perikanan dan Perikanan Tangkap Indonesia
Dalam melakukan usaha perikanan di Indonesia, perusahaan perikanan di Indonesia
tunduk kepada peraturan pemerintah. Setiap pelaku usaha harus mengikuti peraturan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Khusus terkait dengan
perijinan di sektor perikanan, berikut berberapa peraturan yang ada:
• Undang-undang Nomor 31/2004
Perorangan, Koperasi dan Perusahaan perikanan swasta nasional harus memiliki
izin untuk melakukan kegiatan usaha perikanan tangkap. Berdasarkan UU No.
31/2004, Ps. 26, 27, 28, setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan
melakukan kegiatan usaha di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan di
WPP Indonesia wajib memiliki :
1. Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP)
Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) adalah izin tertulis yang harus dimiliki
perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. Di
SIUP ini nantinya ditentukan alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal
(APIPM) untuk penanaman modal
2. Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI)
14
Surat izin penangkapan ikan (SIPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki
setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan.
SIPI-OI : bendera Indonesia, pengoperasian tunggal
SIPI-GI : bendera Indonesia, dalam group (armada)
SIPI-LI : bendera Indonesia, kapal lampu group (armada)
3. Surat Ijin Pengangkutan Ikan (SIKPI)
SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk
melakukan pengumpulan dan pengangkutan ikan.
SIKPI-OI : bendera Indonesia, pengoperasian tunggal
SIKPI-GI : bendera Indonesia, dalam group (armada)
SIKPI-NA : bendera Asing, bukan perusahaan perikanan
• Kep Dirjen PT No. 1760/DPT.O/PI.420.S4/IV/06 tanggal 28 Maret 2006 tentang
Penyelenggaraan Perbantuan Proses Pelayanan Perizinan Usaha Penangkapan
Ikan, diatur mengenai pembagian pengaturan izin kapal ikan berdasarkan usuran
kapal dan asal modal kerjanya, yakni.
1. PUSAT
* Ukuran kapal > 30 GT;
* Menggunakan modal atau tenaga asing.
2. PROVINSI
* Ukuran kapal > 10 - 30 GT;
* Kapal berpangkalan di wilayah administrasinya;
* Tidak menggunakan modal atau tenaga asing.
3. KABUPATEN/KOTA
* Kapal tidak bermotor, kapal bermotor luar (outerboard engine) atau
inboard engine 5 - 10 GT;
* Kapal berpangkalan di wilayah administrasinya;
* Tidak menggunakan modal atau tenaga asing
• Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap, merupakan aturan kementrian yang secara sektoral
membawahi dan mengatur sektor perikanan baik di pusat maupun di daerah. Di
dalamnya antara lain diatur tata cara dan persyaratan penerbitan izin di sektor
15
perikanan tangkap. Terkait dengan perikanan tangkap misalnya saja diatur
mengenai SIUP, SIPI dan SIKPI.
Dalam peraturan perikanan, juga terdapat pembagian kewenangan pengaturan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasca otonomi daerah, pemerintah membagi
tugas dan kewengangannya dengan pemerintah daerah. Untuk lebih lengkapnya,
berikut adalah matriks pembagian tugas antara pemerintah pusat dan derah terkait
dengan perikanan tangkap.
Tabel: Matriks Pembagian Wewenang Pemerintah dalam Perikanan Tangkap
No. RINCIAN
PEMERINTAH
PUSAT PROPINSI KABUPATEN/KOTA
1 Kewenangan
Pengelolaan Kapal1
uk. > 30 GT uk. 10 - 30 GT uk. < 10 GT
2 Wilayah Laut ≥ 12 Mil 4 s/d 12 Mill < 4 Mil
3 Pembagian PNBP 20% - 80% dibagi rata semua
Kab/Kota
4 Pembangunan Kapal
Perikanan
Regulasi (Permen
05/2008)
Rekomendasi -
5 Usaha Perikanan
Tangkap Terpadu
Penerbitan Izin
Usaha
- Rekomendasi - Rekomendasi
- Penerbitan Izin
Lokasi
- Penerbitan Izin lokasi
6 Perijinan Kapal Ikan
- Ukuran > 30 GT Menerbitkan Izin
(SIPI/SIKPI)
- Perbantuan
sebagian proses
perijinan (Cek fisik,
penerbitan SSBP
perpanjangan)
-
1 Kewewnagan berdasarkan Kep Dirjen PT No. 1760/DPT.O/PI.420.S4/IV/06 tanggal 28 Maret 2006.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap kewewangan ini diubah. Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 (tiga puluh) GT sampai dengan ukuran tertentu, Gubernur diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT, Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan, SIPI dan/atau SIKPI bagi kapal perikanan yang berukuran 5 (lima) GT sampai dengan 10 (sepuluh) GT.
16
- Ukuran 10 - 30 GT Regulasi Pendataan Menerbitkan Izin
(SIPI/SIKPI)
-
- Ukuran < 10 GT Regulasi Pendataan Pendataan Menerbitkan Izin
(SIPI/SIKPI)
7. Pengelolaan
Pelabuhan
Perikanan
PPS, PPN, PPP PPP, PPI PPP, PPI, TPI
Pada dasarnya semua peraturan-peraturan perikanan yang sudah dijelaskan di atas
tersebut ditujukkan agar sektor perikanan dapat dinikmati negara secara optimal.
Demikian sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat tercapai yakni untuk mewujudkan
kesejahteraan bangsa Indonesia melalui peningkatkan pendapatan nelayan, serta
pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya, meningkatnya peran sektor kelautan dan
perikanan dalam perekonomian nasional, terwujudnya kondisi lingkungan sumber daya
kelautan dan perikanan yang berkualitas dan terciptanya kelestarian daya dukung,
meningkatnya konsumsi ikan masyakarat, dan meningkatnya peran laut sebagai
pemersatu bangsa dan menguatnya budidaya bahari bangsa sesuai tujuan yang tertulis
dalam Renstra DKP 2005-2009.
IV. Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan
Tangkap sebagai Persyaratan Perizinan
Dalam rangka melaksanakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan sumber daya
ikan melalui pemberian perizinan usaha perikanan tangkap, dipandang perlu mengatur
pemberian rekomendasi dari asoasiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap
sebagai persyaratan perizinan usaha perikanan tangkap bagi orang atau badan hukum
yang mengoperasikan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No.5364/2008
tentang Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan
Tangkap Sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap yang diterbitkan
pada 22 Desember 2008. Peraturan ini diharapkan dapat menjadi salah satu alat
pengawasan dalam manajemen penangkapan ikan dan pemberdayaan asosiasi
perikanan. Jika ditelusuri, rekomendasi ini memiliki dasar hukum, yaitu:
1. UU NO. 31/2004 tentang Perikanan,
17
Pasal 7 ayat (6), dijelaskan bahwa peran asosiasi dalam Dewan Pertimbangan
Pembangunan Perikanan Nasional adalah:
• Mendorong peningkatan eksistensi, partisipasi dan peran asosiasi dalam
pengembangan usaha perikanan tangkap & dalam pengendalian pemanfaatan
SDI
• Mendorong pelaku usaha penangkapan ikan untuk bergabung dalam
kelembagaan asosiasi usaha perikanan tangkap
2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan
Tangkap,
Berberapa pasal dalam aturan ini mensyaratkan rekomendasi dari asosiasi atau
organisasi di bidang perikanan setempat yang terdaftar di DJPT sebagai salah satu
syarat pengajuan dan perpanjangan SIPI/SIUP, yakni:
• Bagian ke empat pasal 64 huruf f mengenai SIPI, di diatur bahwa untuk
membuat SIPI diperlukan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang
perikanan tangkap setempat yang terdaftar di Departemen Kelautan dan
Perikanan.
• Bab VIII pasal 22 ayat 2 huruf f ,mengenai tata cara penerbitan usaha perizinan
usaha ikan tangkap, dikatakan bahwa salah satu persyaratan Perizinan Usaha
Perikanan Tangkap diantaranya harus mendapat rekomendasi dari asosiasi atau
organisasi di bidang perikanan tangkap setempat yang terdaftar di Departemen
Kelautan dan Perikanan.
• Bab VIII pasal 22 ayat 5 dikatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
• Bab XIX pasal 93 Mengenai Ketentuan Peralihan diatur bahwa Kewajiban untuk
melampirkan rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan
tangkap harus dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya
Peraturan Menteri.
Pada dasarnya peraturan ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yaitu:
• Mendorong terbentuknya kelembagaan yang terdiri atas para pelaku usaha
(asosiasi dan organisasi perikanan setempat) serta kelembagaan yang terdiri
atas para asosiasi/organisasi (GAPPINDO) yang sehat, profesional, transparan,
dan mandiri.
18
• Tuntutan organisasi perikanan dunia yang melibatkan peranan asosiasi dalam
pengelolaan sumberdaya ikan (RFMO).
• Mendorong dan meningkatkan peran asosiasi/organisasi dan GAPPINDO untuk
secara lebih nyata menjadi mitra pemerintah yang produktif serta membantu
para pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya dan menjembatani serta
membantu penyelesaian permasalahan dengan intansi terkait dan atau pihak
lainnya.
3. SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 tentang Pemberian Rekomendasi dari
Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan Tangkap sebagai Persyaratan
Perizinan Usaha Perikanan, dalam aturan ini antara lain dibahas mengenai:
• Asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap wajib menyampaikan
laporan kegiatan, keanggotaan dan pemberian rekomendasi kepada Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap secara berkala setiap enam (6) bulan (Pasal 5 ayat
(2).
• Pembinaan terhadap anggota (Pasal 1 ayat (2).
• Mendaftarkan diri di Departemen yang bertanggung jawab di bidang organisasi
masyarakat (Pasal 3 huruf b).
• Menjadi anggota Gappindo (pasal 3 huruf c).
Pada intinya, SK ini mengatur antara lain:
1. Setiap pelaku usaha penangkapan ikan wajib menjadi anggota salah satu
asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang terdaftar di Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap
2. Untuk terdaftar di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, pengurus
asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib mendaftarkan diri dengan
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap
selambat-lambatnya tgl 15 Januari 2009
3. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang telah terdaftar di DJPT
dapat memberikan rekomendasi kepada anggotanya untuk memperoleh atau
memperpanjang SIPI/SIKPI
4. Rekomendasi berlaku untuk 1 (satu) kali permohonan pengajuan atau
perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI
19
5. Syarat pendaftaran: a) AD/ART yg disahkan notaris, b) bukti terdaftar di Dept. yg
menangani organisasi masyarakat, c) bukti keanggotaan GAPPINDO, d) surat
keterangan domisili, e) struktur organisasi, kepengurusan dan daftar anggota
6. Dirjen Perikanan Tangkap melakukan penilaian dan verifikasi terhadap
asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang mengajukan permohonan
7. Dirjen Perikanan Tangkap akan menerbitkan daftar asosiasi/ organisasi di bidang
perikanan tangkap setelah melakukan penilaian dan verifikasi
8. Dirjen Perikanan Tangkap secara berkala melakukan pembinaan dan
pemantauan terhadap kegiatan asosiasi atau organisasi di bidang perikanan
tangkap yang mengeluarkan rekomendasi kepada anggotanya
9. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib menyampaikan laporan
kegiatan, keanggotaan dan pemberian rekomendasi kepada Dirjen Perikanan
Tangkap secara berkala setiap 6 bulan
10. Asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap yang dibentuk setelah tanggal
31 Desember 2008 dapat mengajukan permohonan pendaftaran asosiasi atau
organisasinya kepada Dirjen Perikanan Tangkap paling cepat 6 bulan setelah
berdirinya asosiasi atau organisasi
Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap No. 5364 Tahun 2008 dapat berjalan dengan
baik jika terjalin kerjasama yang baik antara pelaku usaha penangkapan ikan,
asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap, GAPPINDO, dan Departemen
Kelautan dan Perikanan (Ditjen Perikanan Tangkap).
Kebijakan yang memberikan wewenang bagi pelaku usaha untuk memberikan
rekomendasi atau izin bagi pelaku usaha lainnya, pada berbagai industri disinyalir
sebagai salah satu sumber munculnya persaingan usaha yang tidak sehat.
Rekomendasi asosiasi termasuk di dalamnya. Dalam peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, berberapa pasal menetapkan
rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan setempat yang terdaftar
di DJPT sebagai salah satu syarat pengajuan dan perpanjangan SIPI/SIKPI. Surat izin
penangkapan ikan (SIPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan
untuk melakukan penangkapan ikan. Tampa surat izin ini maka kapal perikanan tak
berhak menangkap ikan di perairan Indonesia. Sedangkan Surat Ijin Pengangkutan Ikan
(SIKPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan
20
pengumpulan dan pengangkutan ikan. Tampa izin ini maka kapal pengumpul dan
pengangkutan ikan tidak boleh beroperasi di Indonesia
Tidak hanya itu, ada juga SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 tentang
Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan Tangkap
sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan
usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin
tersebut. Di SIUP ini nantinya ditentukan alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal
(APIPM) untuk penanaman modal.
Sebelumnya, Ditjen Perikanan Tangkap DKP, mencabut sebanyak 2.497 Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Hal tersebut,
dilakukan guna menertibkan kapal-kapal penangkap dan pengangkut ikan di perairan
Indonesia. Karena jika tidak dilakukan akan menyebabkan perairan Indonesia "over
fishing". Saat ini jumlah Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) yang telah dikeluarkan
mencapai 2.513, sedangkan SIPI sebanyak 5.106, dan SIKPI sebanyak 1.172 lembar.
Sementara izin yang dicabut sebanyak 305 untuk SIUP dan 2.497 untuk SIPI/SIKPI.
Berbagai alasan menyebabkan SIUP, SIPI/SIKPI dicabut, yakni pelanggaran LKU, PHP,
alat tangkap, terait jual-beli BBM, kapal dilaporkan hilang, dan rusak. Sedangkan untuk
kapal asing karena penghentian sistem lisensi, keagenan, dan sewa sejak 2007.2
Dengan adanya kedua peraturan tersebut maka semenjak tahun 2009 ini maka setiap
perusahaan ikan atau kapal ikan harus tergabung dengan asosiasi perikanan. Permen
KP No. 05/MEN/2008 (Pasal 93) menyebutkan Kewajiban untuk melampirkan
rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap harus
dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini (31
Januari 2008-31 Januari 2009). Jika tidak maka mereka tidak bisa meminta
rekomendasi untuk mengurus atau memperpanjang izinnya.
Asosiasi dipilih dengan alasan bahwa asosiasi lebih banyak memiliki informasi tentang
profil pengusaha perikanan, sehingga dipilih untuk memberikan rekomendasi kepada
2 http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=5578:izin-usaha-
perikanan-tangkap-diperketat&catid=194:02-februari-2009&Itemid=207
21
DKP. Langkah ini sengaja diambil untuk mengantisipasi risiko bersama atas
penyalahgunaan izin usaha penangkapan yang mungkin dilakukan pengusaha yang
tidak bertanggungjawab. Dalam hal ini asosiasi hanya memberikan rekomendasi, jadi
bukan memberikan izin. Saat ini baru enam asosiasi perikanan yang tergabung dalam
Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) yang menyatakan siap dalam
memberikan rekomendasi tersebut.
V. Analisa Potensi Dampak Persyaratan rekomendasi terhadap Persaingan Usaha
Jika kita lihat dampak persyaratan rekomendasi tersebut terhadap dampaknya terhadap
persaingan usaha, maka ada berberapa hal yang harus kita perhatikan. Terkait dengan
tujuan kajian kebijakan sektor perikanan yang dijelaskan dalam bab I, maka dalam
bagian ini akan dianalisa kebijakan-kebijakan yang sekiranya akan mempunyai dampak
mengurangi persaingan usaha. Kebijakan pemberian rekomendasi oleh asosiasi sektor
perikanan menjadi isu penting dalam persaingan usaha, mengingat berberapa ketentuan
dalam pengaturan tersebut memberikan kewenangan bagi pihak tertentu untuk
mengimplementasikan peraturan tersebut. Untuk menganalisa isu persaingan usaha
dalam perikanan tangkap ini, maka dipakai analisa yang mengacu kepada metodologi
dalam checklist competition assessment versi OECD. Menurut checklist ini dikatakan
bahwa regulasi atau kebijakan akan berpengaruh terhadap persaingan usaha jika:
1 Regulasi tsb membatasi jumlah pelaku usaha
2 Regulasi tsb membatasi kemampuan pelaku usaha untuk bersaing
3 Regulasi tsb mengurangi peluang/insentif pesaing untuk bersaing secara ketat
Parameter Analisa Dampak Regulasi
� Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila
berakibat pada kenaikan harga dan atau penurunan tingkat (volume) produksi di
pasar;
� Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila
mengakibatkan pengurangan atau pembatasan terhadap variasi dan kualitas
produk di pasar;
� Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila
mengurangi tingkat atau kemampuan pelaku usaha untuk meningkatkan
efisiensi;
22
� Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap persaingan apabila
berakibat kepada penurunan atau pembatasan ruang bagi pelaku usaha untuk
melakukan inovasi produk;
Apabila suatu regulasi memiliki salah satu karakter tersebut maka regulasi tersebut
dinilai memiliki dampak negatif terhadap persaingan. Dari hasil evaluasi awal tim
ditemukan beberapa pasal Undang-Undang No 31 tahun 2004 dan Peraturan Dirjen
Tangkap No. 5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08, dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, yang memenuhi beberapa
poin dalam checklist competition assessment di atas. Hasil evaluasi tahap awal tim
terhadap regulasi tersebut dapat dilihat dari Tabel berikut.
No
Checklist Competition Assessment
Ya/Tdk
Penjelasan dan Pasal Terkait
1. Memberikan hak eksklusif kepada satu pemasok untuk menyediakan barang atau jasa
√ GAPPINDO diberikan hak untuk memberikan rekomendasi bagi penerbitan SIUP.
SK DJPT No.5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08 Tentang Pemberian Rekomendasi Dari Asosiasi Atau Organisasi Di Bidang Perikanan Tangkap sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan
Pasal 1ayat (1) Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan wajib menjadi anggota salah satu asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Pasal 2 ayat (1) Asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap dapat memberikan rekomendasi dalam rangka perizinan usaha perikanan tangkap apabila telah menjadi anggota GAPPINDO dan terdaftar pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap..
2. Membuat lisensi, ijin atau proses otorisasi sebagai persyaratan operasi
√ Ya, ijin ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak over fishing, dan memudahkan pengawasan dengan mensyaratkan rekomendasi asosiasi.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Pasal 14 ayat (1)
23
No
Checklist Competition Assessment
Ya/Tdk
Penjelasan dan Pasal Terkait
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam satuan armada penangkapan ikan wajib memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dalam satuan armada penangkapan ikan. pasal 22 ayat 2 huruf f ,mengenai tata cara penerbitan usaha perizinan usaha ikan tangkap, dikatakan bahwa salah satu persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap diantaranya harus mendapat rekomendasi dari asosiasi atau organisasi di bidang perikanan tangkap setempat yang terdaftar di Departemen Kelautan dan Perikanan.
3. Membatasi kemampuan beberapa jenis pemasok untuk menyediakan barang atau jasa
√ Ya, akan tetapi ijin ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak over fishing, bukan sengaja dimaksudkan untuk membatasi persaingan. Penerbitan harus memperhatikan alokasi SDI. Untuk berusaha di bidang perikanan antara lain dibutuhkan SIUP. Bagi kapal ikan dibutuhkan SIPI/SIKPI. Asosiasi perikanan harus menjadi anggota GAPPINDO terlebih dahulu, agar dapat memberikan rekomendasi bagi anggotanya untuk membuat SIUP. Pemilik kapal ikan harus tergabung dalam asosiasi agar dapat mengurus SIPI/SIKPI bagi kapalnya dan SIUP bagi perusahaannya
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.05/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Pasal 19 ayat (2) Pasal 19 Penerbitan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan ketersediaan daya dukung sumber daya ikan dan lingkungannya.
4. Secara signifikan menaikkan biaya masuk atau keluar dari pasar oleh pemasok tertentu
√ Belum diketahui pasti. Pada pelaku usaha tertentu mungkin dapat menimbulkan biaya keluar masuk, baik biaya menjadi anggota gappindo amupun biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus rekomendasi hingga ijin keluar
Dari hasil identifikasi tahap awal dapat disimpulkan bahwa peraturan potensial
bersifat anti persaingan, khususnya dalam hal membatasi jumlah atau lingkup pemasok,
dalam bentuk membuat ijin dan lisensi sebagai persyaratan operasi;
Untuk menghindari kesimpulan yang bias, maka dari hasil checklist competition
assessment tersebut dilakukan analisis yang lebih mendalam. Bila ditinjau dari
24
ketentuan persyaratan rekomendasi tersebut, maka terdapat beberapa potensi
hambatan usaha yang perlu dianalisa lebih lanjut, diantaranya adalah sebagai berikut:
1 Potensi menimbulkan hak eksklusif dalam pemberian rekomendasi di sektor
perikanan.
Pertanyaan pentingnya adalah, apakah pemberian rekomendasi ini kemudian
memunculkan hak eksklusif bagi pihak tertentu sehingga dengan begitu maka
pengusaha di sektor perikanan akan mudah diaturnya? Berdasarkan data yang
diperoleh dan berberapa kesempatan diskusi dengan dinas perikanan dan kelautan
diketahui bahwa banyak asosiasi yang bergerak di bidang perikanan, yang
sayangnya di berberapa daerah asosiasi tersebut tidak aktif dan hanya tinggal nama
saja. Hal ini mungkin yang menyebabkan di daerah tertentu perusahaan perikanan
tidak diwajibkan oleh dinas setempat untuk ikut serta keanggotaan asosiasi karena
tidak aktifnya asosiasi-asosiasi yang ada.
Selain itu tidak ada kewajiban bagi asosiasi yang ada di daerah untuk mendaftarkan
diri di dinas yang ada di daerah. Pada peraturan yang ada pun diketahui bahwa
asosiasi hanya diwajibkan mendaftarkan diri di DKP. Tidak jelas apakah dengan
pendaftaran di DKP maka otomatis asosiasi dapat berkembang di mana saja di
wilayah Indonesia tanpa perlu mencatatkan diri di dinas setempat. Namun begitu
ada juga asosiasi di daerah yang aktif dan sering membantu dinas kelautan dan
perikanan dalam menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut bahkan
permasalahan antar daerah.
Dengan adanya persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi, maka bagi
perusahaan di pusat atau daerah lainnya yang banyak terdapat asosiasi aktif, maka
diperkirakan dampaknya tidak akan sampai menimbulkan ekslusifitas asosiasi,
karena jumlah asosiasi yang ada lebih dari satu dan pelaku usaha perikanan bebas
mengikuti asosiasi yang diinginkannya. Sementara bagi daerah lainnya dimana
hanya ada sedikit asosiasi saja maka dapat berpotensi menimbulkan ekslusifitas
asosiasi dalam menerbitkan izin SIPI/SIKPI. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan
mendirikan asosiasi baru di daerah jika hanya terdapat satu atau dua asosiasi saja.
Akan tetapi, berdasarkan persyaratan maka asosiasi/organisasi di bidang perikanan
tangkap yang dibentuk setelah tanggal 31 Desember 2008 dapat mengajukan
permohonan pendaftaran asosiasi atau organisasinya kepada Dirjen Perikanan
25
Tangkap paling cepat 6 bulan setelah berdirinya asosiasi atau organisasi. Ini belum
lagi ditambah waktu bagi asosiasi untuk mendaftarkan diri ke GAPPINDO. Jika satu-
satunya asosiasi yang ada di daerah tersebut menolak menerima anggota tertentu
atau menolak memberikan rekomendasi kepada perusahaan tertentu, maka
perusahaan otomatis akan tersingkir.
Selain itu berdasarkan Peraturan Dirjen Tangkap No. 5364/DPT.0/HK.510.S4/XII/08
tentang Pemberian Rekomendasi dari Asosiasi atau Organisasi di Bidang Perikanan
tangkap sebagai Persyaratan Perizinan Usaha Perikanan Tangkap, diatur bahwa
Untuk terdaftar di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, pengurus
asosiasi/organisasi di bidang perikanan tangkap wajib mendaftarkan diri dengan
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap selambat-
lambatnya tgl 15 Januari 2009. Ini berarti batas waktu pendaftaran asosiasi baru
sudah lewat. Padahal berdasarkan permen KP No. 05/MEN/2008 (Pasal 93)
menyebutkan kewajiban untuk melampirkan rekomendasi dari asosiasi atau
organisasi di bidang perikanan tangkap harus dilaksanakan paling lambat 1 (satu)
tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini (31 Januari 2008-31 Januari 2009).
2. Menaikkan biaya produksi bagi pelaku usaha tertentu
Diperkirakan dengan adanya kewajiban mengikuti asosiasi maka biaya yang harus
ditanggung perusahaan perikanan menjadi besar. Bagi perusahaan yang
mempunyai modal besar(yang dapat ditandai dengan jumlah dan ukuran kapal yang
dimilikinya), maka biaya keangotaan tidak begitu masalah. Yang jelas anggota
asosiasi selain membutuhkan rekomendasi asosiasi juga memerlukan tanda
keanggotaan GAPINDO sebagai syarat mengurus SIUP. Biaya keanggotaan ini bisa
jadi menjadi relatif besar bagi perusahaan tertentu, namun bagi perusahaan lain
biaya ini mungkin relatif murah. Jika ini mahal bagi perusahaan, maka secara
otomatis perusahaan yang tidak dapat tergabung dalam asosiasi (karena mahalnya
biaya yang harus dibayarkan), akan tersingkir dan tidak dapat berusaha di bidang ini.
Terkait dengan rekomendasi asosiasi, perlu dilihat kembali proses pengajuan
perizinan perikanan. Diketahui bahwa kewenagan penerbitan izin kapal ukuran > 30
GT ada di pemerintah pusat, 10-30 GT di pemerintah propinsi, dan < 10 GT oleh
kabupten/kota, sementara di bawah 5 GT tidak perlu mengurus izin. Akan tetapi
26
berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan No.PER.05/MEN/2008
Tentang Usaha Perikanan Tangkap kewewangan ini diubah. Menteri juga dapat
mendelegasikan kewenangan penerbitan perpanjangan SIPI dan/atau SIKPI kepada
Gubernur bagi kapal perikanan berbendera Indonesia berukuran di atas 30 (tiga
puluh) GT sampai dengan ukuran tertentu, Gubernur diberikan kewenangan untuk
menerbitkan SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan
usaha perikanan, dan Bupati/Walikota diberikan kewenangan untuk menerbitkan
SIUP kepada orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan
di wilayahnya.
Untuk nelayan kecil yang mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak
diperlukan ijin apapun. Begitu pula dengan kapal motor kecil di bawah 5 GT yang
tidak perlu SIPI/SIKPI sehingga tidak perlu rekomendasi asosiasi perikanan. Sebagai
informasi, sebanyak 69,14 % kapal ikan di Indonesia berukuran > 5 GT. Namun jika
berbentuk badan hukum di perikanan tangkap maka wajib memiliki SIUP, sehingga
membutuhkan rekomendasi dari asosiasi dan Gapinndo. Kapal motor dengan ukuran
10-30 GT harus dilengkapi SIPI/SIKPI. Bagi kapal ikan dengan ukuran > 30 GT
diberi kemudahan mengurus perpanjangan SIUPnya. Jika dulu harus dilakukan di
pusat, maka kini untuk mengurus perpanjangannya dapat dilakukan di propinsi
setempat.
Tidak diketahui pasti dampak persyaratan rekomendasi asosiasi dan gappindo
terhadap meningkatnya biaya yang harus ditanggung perusahaan perikanan. Akan
tetapi diprediksi bahwa persyaratan tersebut tidak menambah signifikan biaya yang
harus ditanggung perusahaan besar, yang ditandai dengan kepemilikan kapal ikan
dengan ukuran >30 GT.
VI. Kesimpulan Untuk mengantisipasi permasalah illegal fishing, maka penangkapan ikan harus
dilakukan dengan mempertimbangkan potensi kembang biak alaminya. Kawasan
perairan juga perlu dijaga dari jarahan nelayan asing. Kekurangan sumber daya untuk
pengawasan inilah yang kemdian menjadi salah satu alasan bagi departemen kelautan
dan perikanan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat yang diwaliki oleh asosiasi.
Dengan peraturan menteri kelautan dan perikanan, yang kemudian dijabarkan dalam
27
peraturan dirjen perikanan tangkap maka proses perizinan perusahaan dan kapal
perikanan tangkap harus mendapat rekomendasi dari asosiasi.
Terkait dengan hal tersebut, maka berdasarkan hasil competition assessment ditemukan
berberapa potensi dampak persaingan tidak sehat akibat persyaratan rekomendasi
asosiasi dalam pengurusan perijinan di sektor perikanan. Dampak tersebut antara lain
adalah potensi menimbulkan hak eksklusif dalam pemberian rekomendasi di sektor
perikanan. Bagi daerah hanya terdapat segelintir asosiasi maka pemberian rekomendasi
akan menjadi ekslusif oleh asosiasi tersebut, baik dalam mengurus SIPI/SIKPI. Tidak
hanya itu, perusahaan juga harus ikut keanggotaan asosiasi agar dapat keanggotaan
Gapinndo, dimana keanggotannya diperlukan untuk mengurus SIUP. Perlu diteliti
kembali kesiapan asosiasi-asosiasi yang ada di daerah. Perlu dicatat bahwa di sebagian
daerah asosiasi perikanan tidak aktif. Pembenahan dan pembinaan perlu dilakukan jika
memang ditemukan ketidaksiapan asosiasi di daerah.
Dengan bergabungnya asosiasi perikanan dalam keanggotaan Gappindo, maka
Gappindo dapat memiliki peranan yang penting dalam sektor perikanan. Dengan
pembinaan yang baik Gappindo dapat turut membantu mengembangkan sektor
perikanan tangkap di Indonesia. Akan tetapi perlu dicatat bahwa persyaratan yang
mewajibkan asosiasi menjadi anggota Gappindo agar dapat memberikan rekomendasi
bagi anggotanya untuk membuat SIUP, telah menimbulkan hak ekslusif dalam
pemberian rekomendasi sektor perikanan.
Persyaratan rekomendasi juga berpotensi meningkatkan biaya produksi, akan tetapi
tidak diketahui batasan besaran yang signifikan akan meningkatkan biaya produksi
sehingga akan berdampak pada persaingan usaha yang sehat. Kebijakan tersebut
berpotensi menciptakan distorsi terhadap persaingan usaha di sektor perikanan
tangkap, yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan inefisiensi
akibat hadirnya ekonomi biaya tinggi. Kebijakan yang mewajibkan rekomendasi dan
atau keharusan menjadi anggota asosiasi juga dapat memperpanjang rantai birokrasi di
sektor perikanan tangkap.
Proses perizinan sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintah selaku regulator. Dalam
hal ini, pemberian rekomendasi oleh asosiasi seharusnya menjadi bagian dari proses
28
yang dilakukan oleh pemerintah sebagai regulator yang mengayomi seluruh pelaku
usaha tanpa kecuali melalui audit/klarifikasi. Ada atau tidak ada rekomendasi dari
asosiasi, menjadi kewajiban Pemerintah selaku regulator untuk mengecek kebenaran
keberadaan pelaku usaha.
VII. Saran
Untuk mengurangi dampak potensi persaingan usaha tidak sehat seperti sudah
dijelaskan dalam bab III, maka disarankan agar:
1. Pemerintah mencabut kebijakan yang mewajibkan pemberian rekomendasi oleh
asosiasi sebagai prasyarat pemberian izin. Proses penelitian kompentensi dan
keberadaan pelaku usaha, harus sepenuhnya menjadi kewenangan regulator
untuk menghindari terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pemerintah selaku
regulator harus mengayomi seluruh pelaku usaha tanpa kecuali baik yang
tergabung dalam asosiasi maupun yang tidak tergabung.
2. Pemerintah memberikan kesempatan bagi hadirnya asosiasi baru dalam industri
perikanan, yang bertujuan mengembangkan industri perikanan melalui
pemberdayaan anggotanya. Dalam hal ini, Pemerintah berkewajiban untuk
melakukan pembinaan terhadap asosiasi sehingga tidak tumbuh menjadi sarana
ekonomi biaya tinggi. Asosiasi tidak diperbolehkan, memiliki kewenangan yang
merupakan kewenangan Pemerintah, seperti terkait pemberian rekomendasi
sebagai syarat perizinan di atas. Kehadiran lebih dari satu asosiasi, akan
memberikan pilihan bagi pelaku usaha untuk memilih asosiasi yang memberikan
nilai tambah bagi perkembangan usahanya.
29