ANALISA KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI HUBUNGAN...
Transcript of ANALISA KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI HUBUNGAN...
ANALISA KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN TURKI (2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Sayugo Harun Harhara
1113113000103
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
1439 H /2018
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa kebijakan Israel terkait normalisasi hubungan
diplomatik dengan Turki tahun 2016. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
mengapa Israel menyetujui perjanjian normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki
yang tertunda hampir selama 6 tahun. Pada 27 Juni 2016, Israel dan Republik Turki
secara resmi membuka kembali hubungan diplomatiknya dengan menandatangani
perjanjian yang berjudul“Procedural Agreement on Compensation Between the
Republic of Turkey and The State of Israel”. Dalam perjanjian tersebut Israel
diharuskan membayar biaya kompensasi terhadap korban insiden Gaza Flotilla Raid
sebesar 20 juta US$.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang
bersifat deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan secara detail mengenai
pembentukan perubahan kebijakan Israel terkait normalisasi hubungan diplomatik
dengan Turki. Teknik pengumpulan data diperoleh dari telaah pustaka. Kerangka
konstruktivisme holistik digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
memfokuskan pada proses untuk mencapai shared idea dari satu aktor ke aktor
lainnya hingga mencapai constraint. Dapat disimpulkan bahwa normalisasi hubungan
diplomatik antara Israel dengan Turki telah mencapai constrait karena adanya
imagination dari Amerika Serikat dalam tingkatan sistemik dan unit-level yang
terbentuk akibat adanya interaksi sosial, sehingga membentuk identitas kolektif
dalam bentuk wacana peluang kerja sama gas alam dan kerja sama untuk menjaga
stabilitas keamanan kawasan. Akibat dari pembentukan identitas kolektif tersebut,
maka Israel memutuskan untuk menuruti permintaan Turki dan menormalisasi
hubungan diplomatiknya.
Kata kunci: Israel, Turki, Amerika Serikat, Normalisasi Hubungan Diplomatik,
Konstruktivisme, Shared Idea
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya,
sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: “Analisa Kebijakan Israel
Terkait Normalisasi Hubungan Diplomatik Dengan Turki (2016)”. Shalawat dan
salam tidak lupa teriring untuk Rasulullah SAW, junjungan semua umat manusia.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari jika skripsi ini
dapat terselesaikan karena bantuan dari banyak pihak dalam hal materil maupun moril.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua penulis, H. Sukiman MH dan Hj. Aidah Harahap yang doanya
tidak pernah terputus di sepertiga malam guna mendapati anak-anaknya
mengenakan toga suatu hari nanti. Juga untuk kedua saudara penulis, dr. Tika
Martikarini dan Akbar Wicaksono, terima kasih karena selalu mendukung
penulis.
2. Bapak Ahmad Alfajri, MA. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus Kepala
Jurusan Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta yang telah memberikan
masukan, saran, dan juga kritik konstruktif bahkan hingga detik-detik terakhir
skirpsi ini disusun. Terima kasih telah bersedia untuk menjadi potongan
terpenting dari penulisan skripsi ini.
3. Ibu Eva Musshofa, MHSPS selaku Sekertaris Jurusan Hubungan Internasional,
Bapak Irfan R. Hutagalung, LLM selaku Dosen Penguji Skripsi, Bapak Robi
vi
Sugara M.Sc selaku Dosen Penguji Skripsi, juga kepada semua dosen-dosen HI
yang membantu mengembangkan pola pikir penulis.
4. Septiani Maulidinna yang telah menjadi alasan saya untuk kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Saudara-saudara di Lembaga Dakwah Kampus yang telah mencontohkan
makna berkah bersama dakwah, dan menunjukkan pentingnya perpaduan
antara pendidikan dan akhlak.
6. Teman-teman Antabur penunggu kawah, terima kasih selama 5 tahun terakhir
telah berbagi ingatan berharap seduhan kopi tidak pernah habis agar diskusi tidak
berakhir. FISIP tidak akan berkesan tanpa kalian.
7. Teman-teman BVT 12, terima kasih karena terus melanjutkan kisah pondok kita
di hiruk pikuk kebisingan kota. Selamat berlabuh menuju kelambunya masing-
masing.
Suatu hari dimasa mendatang penulis akan kembali membaca skripsi ini dan tersenyum
karena menyadari betapa banyak kekurangan dan kelemahan cara berfikir yang penulis
alami saat membuat karya ilmiah ini. Segala daya upaya yang penulis berikan saat ini
masih memiliki banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang konstruktif akan
sangat berguna bagi penulis. Kritik dan saran mengenai skripsi ini dan hal-hal lainnya
dapat disampaikan melalui [email protected].
Jakarta, 29 Juli 2018
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………….................................. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………….……................v
DAFTAR ISI……………………………………………………..............................vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….............. ix
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….............x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..…………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………......1
B. Pertanyaan Masalah..……………………………………………………7
C. Tujuan dan Manfat Penelitian.………..………………………………...8
D. Tinjauan Pustaka………………………………………………………..8
E. Kerangka Teoritis………...……………………………………………14
1. Pendekatan Konstruktivisme….……………………….…….……14
2. Konsep Normalisasi…...…………………….………….………...20
F. Metode Penelitian……..………………………………………….……23
G. Sistematika Penulisan…………………………………………….……24
BAB II KONDISI HUBUNGAN ISRAEL - TURKI SEBELUM TERJADINYA
PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK .………………….........................26
A. Kondisi Hubungan Israel-Turki Sebelum Terjadinya Pemutusan
Hubungan Diplomatik…………………………………………………26
B. Ketegangan Hubungan Diplomatik Antara Israel Dengan Turki Akibat
Insiden Gaza Flotilla Raid……………………………………………..37
viii
BAB III PROSES NEGOSIASI ISRAEL DALAM MENORMALISASI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN TURKI ………………………….…... 50
A. Kegagalan Proses Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara Israel
Dengan Turki Tahun 2013………………………………..……………50
B. Proses Perjanjian Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara Israel dan
Turki Tahun 2014-2016…….…………………………….…..…….….59
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN TURKI……………………………......68
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………….96
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………xi
LAMPIRAN ………………………………………………………………………xxii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Procedural Agreement on Compensation Between the Republic of
Turkey and The State of Israel……………………………………xxiv
Lampiran 2 Pasal 9 Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961……..xxviii
Lampiran 3 Pasal 43 Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961……..xxix
Lampiran 4 Media Realese PM Netanyahu's statement at his press conference in
Rome…………………………………………………………………...… xxx
x
DAFTAR SINGKATAN
AKP Adalet ve Kalkınma Partisi
AWAC Airborne Warning and Control System
BTC Baku-Tbilisi-Ceyhan
CEO Chief Excecutif Operation
ICI Istanbul Cooperation Initiative
IDF Israel Defense Force
IEC Israel Electric Corporation
IHH İnsan Hak ve Hürriyetleri İnsani Yardım Vakfı
IOM International Organization for Migration
LNG Liquefied Natural Gas
MOU Memorandum of Understanding
MTCA Military Training Cooperation Agreement
NATO The North Atlantic Treaty Organization
RUU Rancangan Undang-Undang
RWE Rheinisch-Westfälisches Elektrizitätswerk
SSA Security and Secrecy Agreement
SCGPL South Caucasus Gas Pipeline
SGC Southern Gas Corridor
TANAP The Trans-Anatolian Natural Gas Pipeline
UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea
USGS United States Geological Survey
WMD Weapon of mass destruction
ZEE Zona Ekonomi Eksklusif
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada 27 Juni 2016, Israel dan Republik Turki secara resmi membuka kembali
hubungan diplomatiknya yang terputus selama 6 tahun. Kedua negara memberikan
pernyataan resmi tekait hal tersebut melalui dokumen perjanjian normalisasi
hubungan diplomatik yang berjudul “Procedural Agreement on Compensation
Between the Republic of Turkey and The State of Israel”, yang ditandatangani pada
28 Juni 2016. Perjanjian itu ditantangani oleh Feridun Hadi Sinirlioğlu sebagai
perwakilan Turki dan Dore Gold sebagai perwakilan Israel.1
Namun, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sendiri baru menyetujui
kesepakatan untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel pada
31 Agustus 2016. Keterlambatan tersebut disebabkan oleh kudeta yang berlangsung
pada tanggal 15-16 juli 2016.2 Setelah menandatangani perjanjian, kedua negara
langsung memulai proses normalisasi hubungan mereka dengan menunjuk Eitan
Na'eh sebagai duta besar Israel untuk Ankara3 dan Mekin Mustafa Kemal Ökem
sebagai duta besar Turki untuk Tel Aviv.4
1 “Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016 2 “President Erdoğan Approves Israel Deal”, 31 Agustus 2016,
http://www.hurriyetdailynews.com/president-erdogan-approves-israel-deal-103422 3 Raphael Ahrem, “After five frosty years, Israeli ambassador returns to Turkey”
https://www.timesofisrael.com/after-five-frosty-years-israeli-ambassador-returns-to-turkey/ 4 “President announces Kemal Ökem as Turkey‟s new ambassador to Israel”, 16 Nov 2016
http://www.hurriyetdailynews.com/president-announces-kemal-okem-as-turkeys-new-ambassador-to-
israel.aspx?pageID=238&nID=106179&NewsCatID=510
2
Dalam perjanjian normalisasi hubungan diplomatik tersebut, terdapat 6 poin
utama yang disepakati oleh Israel maupun Turki untuk dipenuhi antara lain:
1. Pemerintah Israel akan melakukan pembayaran extra gratia5 sebesar 20 juta
US$ ke rekening yang dibuka oleh pemerintah Turki untuk mengkompensasi
keluarga korban insiden armada kapal Mavi Marmara yang terjadi pada
tanggal 31 Mei 2010.
2. Jumlah Uang di atas harus diberikan secara sekaligus. Pemerintah Turki akan
menginformasikan melalui jalur diplomatik rekening bank yang di gunakan
untuk menerima kompensasi dari pemerintah Israel. Israel akan mentransfer
uang kompensasi tersebut ke rekening terkait dalam waktu dua puluh lima hari
kerja setelah berlakunya Perjanjian ini.
3. Distribusi jumlah uang di atas sudah termasuk kompensasi eksklusif untuk
Pemerintah Turki sesuai dengan metode distribusi diatas, tanpa tanggung
jawab tambahan apapun yang timbul dari pemerintah Israel.
4. Turki dan Israel bersepakat bahwa mereka tidak akan mengajukan gugatan
hukum kepada perwakilan kedua Negara tersebut terkait dengan insiden
armada kapal (Mavi Marmara), namun, jika terdapat tuntutan, kesepakatan ini
merupakan pelepasan dari tanggung jawab hukum Israel.
5. Jika terdapat tuntutan kepada Pemerintah Israel terkait uang ganti rugi untuk
para korban baik korban pihak penuntut atas nama individu dalam yuridiksi
5 Extra gratia adalah bahasa Latin untuk "out of goodwill." Juga disebut eks gratia settlement.
Secara hukum, pembayaran ex gratia adalah pembayaran yang dilakukan tanpa memberikan kewajiban
hukum dalam bentuk apa pun.
3
turki, terlepas dari ketentuan tersebut di atas, maka pemerintah Turki yang
harus menggantikan semua kerugian biaya tersebut.
6. Persetujuan ini mulai berlaku pada tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis
terakhir melalui jalur diplomatik dimana masing-masing pihak saling
menginformasikan, dan menyelesaikan prosedur hukum internal yang
diperlukan untuk mengaplikasikan perjanjian ini di masing-masing Negara.6
Selain ke 6 persetujuan tersebut, Turki juga melakukan berbagai nogosiasi
lainnya seperti pemembangunan proyek-proyek industri di kawasan Tepi Barat
Palestina yang berfungsi sebagai penggerakkan laju perekonomian.7 Dengan adanya
pembangunan sektor industri di wilayah Tepi Barat, Turki berharap Rakyat Palestina
di wilayah Tepi Barat dapat melakukan perputaran ekonomi dan menaikkan angka
penyerapan tenaga kerja.
Selain itu Turki juga diperbolehkan untuk mengirim semua bantuan ke Jalur
Gaza melalui Israel atau dari Israel ke Gaza melalui jalur darat. Israel juga akan
mengizinkan Turki untuk memajukan proyek kemanusiaan di Jalur Gaza, seperti
membangun rumah sakit, pembangkit listrik dan sebuah stasiun penyulingan air
bersih, namun semua tindakan tersebut harus tunduk pada pertimbangan keamanan
Israel.8
6 “Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016 7 Ali Abunimah, “Turkey-Israel deal leaves Gaza siege intact”, Electronic Intifada, 27 Juni
2016, https://electronicintifada.net/blogs/ali-abunimah/turkey-israel-deal-leaves-gaza-siege-intact 8 Barak Ravid, “Israel and Turkey Officially Announce Rapprochement Deal, Ending
Diplomatic Crisis”, Heertz, 27 Juni 2016, https://www.haaretz.com/israel-news/1.727369
4
Keputusan untuk kembali melakukan normalisasi hubungan diplomatik
merupakan momen penting dalam sejarah hubungan Israel-Turki. Terlebih,
mengingat selama ini hubungan keduanya selalu diwarnai dengan ketegangan pasca
insiden Gaza Flotilla Raid, dimana Israel melakukan operasi milter dan penyerangan
terhadap iring-iringan 6 kapal sipil yang berada di wilayah laut internasional. Iring-
iringan kapal tersebut dipimpin oleh Kapal Mavi Maramara sebagai kapal utama
berbendera Turki, lalu terdapat dua kapal lainnya yang juga berbendera Turki, dua
kapal berbendera Yunani, dan satu kapal berbendera Amerika Serikat.9
Kapal Mavi Marmara yang menjadi kapal utama dari iring-iringan tersebut,
mengangkut setidaknya 563 relawan yang berasal dari 31 Negara. Insiden
penyerangan tersebut terjadi pada tanggal 31 Mei 2010 pukul 4 dini hari dan
mengakibatkan 10 korban tewas dari kalangan sipil.10
Insiden tersebut telah merusak
hubungan antara Israel dan Turki yang membuat Turki menyatakan sikap untuk
memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Hasilnya, Turki mengambil sikap kritis
terhadap Israel yang sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sikapnya pada
tahun 90-an, dimana pada masa itu terjalin hubungan yang baik antara keduanya.
Jika Melihat Pasal 9 Paragraf 2 Konvensi Wina Tahun 1961, pemutusan
hubungan diplomatik antara Israel dan Turki memiliki alasan yang jelas, dimana
negara penerima dapat menolak untuk mengakui agen diplomatik sebagai anggota
9 UN Report on The Israeli Attack on The Humanitarian Aid Convoy to Gaza, (Ankara: Turkish
National Inquary, 2011), 18 10
UN Report on The Israeli Attack on The Humanitarian Aid Convoy to Gaza, (Ankara:
Turkish National Inquary, 2011), 18
5
misi.11
Pasal tersebut menyebutkan Persona Non Grata12
sebagai penolakan/
pengusiran utusan diplomatik untuk mengakhiri tugas-tugas diplomatiknya. Sehingga
dalam hal ini seorang staf diplomatik yang dikenakan Persona Non Grata harus
mengakhiri tugas diplomatiknya dan meninggalkan negara penerima.13
Pada tahun 2013, Israel sempat mempertimbangkan untuk menormalisasi
hubungan diplomatik dengan Turki. Upaya normalisasi intensif tersebut
menghasilkan tiga persyaratan Turki terhadap Israel; permintaan maaf secara resmi
atas serangan terhadap Mavi Marmara, kompensasi finansial untuk para korban, dan
mengakhiri pengepungan Israel di Jalur Gaza. 14
Kemudian pada tanggal 23 Maret
2013, atas saran pribadi Presiden AS Barack Obama, Perdana Menteri Benyamin
Netanyahu meminta maaf kepada Turki atas kematian armada tersebut dan berjanji
untuk memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang terbunuh.15
Sebagian besar rincian kesepakatan dalam draft normalisasi seperti
permintaan maaf dapat diselesaikan, kecuali dalam kasus nominal kompensasi. Turki
menuntut kompensasi terhadap korban yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
nominal yang Israel siap bayar. Kedua negara tidak dapat bersepakat dalam nominal
besaran kompensasi yang akan diberikan kepada para korban. Israel siap membayar
11
Pasal 9, Paragraf 2, Konvensi Wina Tahun 1961, Tentang Hubungan Diplomatik 12
Persona Non Grata terjadi apabila keberadaan staf diplomatik di negara penerima melakukan
tindakan yang dianggap negara penerima sudah tidak dapat ditolerir. Selain itu keberadaan diplomat
tersebut sudah tidak disenangi oleh negara penerima. 13
Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertiann Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global, (Bandung : P.T. Alumni, 2005), hal 533. 14
Mohammed Alsaftawi, “Who Needs Whom? Turkey and Israel Agree on Normalization
Deal”, The Istituto Affari Internazionali Working Papers, Vol.16, (2016), 8 15
Ayla Gürela, & Laura Le Cornub, “Can Gas Catalyse Peace in the Eastern Mediterranean?”,
The International Spectator: Italian Journal of International Affairs, Vol. 49, (2014), 21
6
100.000 US$ untuk setiap keluarga korban, namun Turki menuntut 1 juta US $ untuk
setiap keluarga korban sebagai biaya kompensasi.16
Kemudian proses negosiasi untuk mencapai normalisasi hubungan diplomatik
tersebut semakin diperburuk dengan adanya berbagai pernyataan Erdoğan, dan
anggota pemerintahannya. Pemerintahan Turki menyatakan bahwa mereka telah
menemukan berbagai senjata buatan Israel di balik demonstrasi anti-pemerintah di
Istanbul dan di seluruh Turki pada bulan Juni 2013. Kemudian, pada bulan Agustus
2013, pemimpin Turki menuduh Israel mendukung kudeta militer yang terjadi di
Mesir. 17
Namun tiga tahun berselang, secara mengejutkan pada 27 Juni 2016
Netanyahu menyatakan bahwa Israel siap membayar kompensasi korban dengan total
sebesar 20 juta US$. Nominal ini jauh lebih besar jika di bandingkan dengan
permintaan Turki pada maret 2013 lalu, namun Israel tetap meyanggupi dan
menyepakati perjanjian tersebut, kemudian melakukan pembayaran melalui rekening
yang telah di buka oleh pemerintahan Turki.18
Selain itu Netanyahu juga bahkan
memberikan izin kepada tim negosiator untuk menambah nominal kompensasi
16
Barak Ravid, “Israel-Turkey Reconciliation Talks Hit Impasse Over Scope of
Compensation”, Heertz, 27 Mei 2013, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-turkey-
reconciliation-talks-hit-impasse-over-scope-of-compensation.premium-
1.526279?=&ts=_1509266563116 17
Ayla Gürela, & Laura Le Cornub, “Can Gas Catalyse Peace in the Eastern Mediterranean?”,
The International Spectator: Italian Journal of International Affairs, Vol. 49, (2014), 22 18
“Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016
7
sebanyak 3 juta US $ jika diperlukan untuk mendapatkan kesepakatan normalisasi
antara kedua negara.19
Berdasarkan deskripsi di atas, maka terdapat berbagai kejanggalan dalam
keputusan Israel terkait proses nogosiasi untuk menormaliasi hubungan diplomatik
dengan Turki. Pada Maret 2013, Israel menolak tawaran Turki yang meminta 1 juta
US$ / korban sebagai biaya kompensasi sedangkan sebagai gantinya Israel
menawarkan kompensasi sejumlah 100.000 US $ / korban. Namun pada Juni 2016,
Israel bersedia membayar total biaya kompensasi sebesar 20 juta US$ kepada Turki.
Bahkan Israel bersedia menyiapkan uang tambahan jika diperlukan sebesar 3 juta
US$ hanya untuk mencapai kesepakatan normalisasi diplomatik anatara kedua belah
pihak. Maka, tulisan ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang
menyebabkan Israel mengambil kebijakan untuk menormalisasi hubungan dengan
Turki pada tahun 2016.
B. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan pada pernyataan diatas maka pertanyaan penelitian yang akan
penulis ajukan adalah: Bagaimana proses perubahan kebijakan luar negeri Israel
terkait normalisasi hubungan diplomatiknya dengan Turki pada tahun 2016?
C. Tujuan dan Manfat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
19
Barak Ravid, “Israel Offers Turkey $20m in Compensation Over Gaza Flotilla Raid”, Heertz,
3 February 2014, https://www.haaretz.com/israel-news/1.572069
8
1. Menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Israel menormalisasi
hubungan dengan Turki
2. Secara akademis penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan pendekatan-
pendekatan yang telah dipelajari dalam sebuah karya Tulis Ilmiah.
b. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui kondisi hubungan antara Israel dan Turki sebelum kedua
negara melakukan pemutusan hubungan diplomatik.
2. Mengetahui alasan Israel terkait keputusannya yang mau menerima syarat yang
diberikan Turki untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian yang pernah mengangkat tema mengenai normalisasi
hubungan diplomatik antara Israel dengan Turki, seperti artikel ilmiah yang di tulis
oleh Mathew J. Byra, seorang staff senior dari Dinu Patriciu Center of the Atlantic
Council dan Direktur dari International Centre for Defence and Security. Byra
menulis sebuah journal berjudul “Natural Gas: Potential for Historic Breakthroughs
among Israel, Turkey, and Cyprus”. Ditujukan untuk mengkaji potensi dari kerja
sama gas alam yang dilakukan oleh Israel, Turki, dan Siprus terhadap normalisasi
hubungan diplomatik antara ketiga negara tersebut.
Byra berpendapat bahwa ketegangan ketiganya dapat di redam dengan kerja
sama energi untuk menopang keamaan energi di masing-masing negara. Byra
menjelaskan bahwa Israel menetapkan 60% dari total keberadaan gas alam tersebut
9
akan digunakan untuk menyupalai kebutuhan domestik negara seperti kebutuhan
rumah tangga, perkantoran, dan fasilitas publik lainnya. Sedangkan 40% dari gas
alam yang terdapat di Leviathan Field dan Tamar Field akan di ekspor oleh Israel ke
negara-negara tetangganya.
Potensi kerja sama antara Israel, Siprus, Turki semakin terbuka lebar akibat
adanya kebijakan nasional dari Siprus untuk membangun terminal liquefied natural
gas (LNG) untuk gas dari ladang gas Aphrodite yang mereka miliki. Maka artikel
ilmiah ini mempoisisikan Turki sebagai pemain penting kedua setelah siprus untuk
membantu kerja sama LNG tersebut.
Byra berpendapat, tidak mungkin pipa gas alam Israel dapat mampu mencapai
Turki tanpa melewati wilayah sengketa antara Turki dan Siprus. Namun ada
kemungkinan dimana Turki akan melakukan pemasangan pipa gas alam ini tanpa
seizini Siprus karena terdapat celah dalam aturan United Nations Convention on the
Law of the Sea UNCLOS Pasal 58 dan 79 dimana, semua negara berhak untuk
meletakkan pipa gas bawah laut di wilayah ZEE. Namun tindakan ini akan
menimbulkan sengketa baru bagi ke tiga Negara.
Penelitian yang dilakukan Byra memiliki perbedaan dengan apa yang akan
penulis teliti. Kondisi realita yang terjadi adalah pada tanggal 27 Juni 2016 Turki
melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Selanjutnya kerangka
kerja sama yang dibangun juga bukanlah kerja sama LNG yang memanfaatkan
pengiriman menggunakan kapal ataupun alat transportasi lainnya. Rancangan kerja
sama yang dibangun oleh Israel-Turki adalah kerja sama dibidang gas alam yang
10
dilakukan dengan menggunakan pipa gas bawah laut di dasar laut mediterania. Selain
itu, penulis juga lebih memfokuskan penelitian pada faktor-faktor penybab Israel
melakukan normalisasi dengan Turki pada 27 Juni 2016.
Artikel kedua berjudul “Who Needs Whom? Turkey and Israel Agree on
Normalization Deal” karya dari Mohammed Alsaftawi. Artikel tersebut menganalisis
perkembangan dalam hubungan Israel-Turki dengan berfokus pada gagalnya upaya
pertama normalisasi hubungan kedua negara pada tahun 2013, namun sebuah
kesepakatan dapat dicapai pada tahun 2016. Maka Alsaftwi berpendapat bahwa
terdapat kebijakan domestik Turki yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya
dalam membentuk opini normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Selain itu
Mohammed Alsaftawi berpendapat bahwa konteks regional yang berubah baik Israel
dan Turki di kawasan tersebut telah mendorong kedua negara untuk memperbaiki
hubungan.
Artikel tersebut menekankan adanya kepentingan Turki terhadap Israel dalam
menangani konflik berkepanjangan di Suriah. Alsftawi berpendapat bahwa Turki
akan melanjutkan kerja sama intelijennya dengan Israel guna menangani perang
Suriah yang saat ini mengancam kondisi keamanan kedua belah pihak. Kerja sama
intelijen ini juga bertujuan untuk menciptakan stabilitas di kawasan mengingat Turki
memiliki kebutuhan mendesak untuk memerangi terorisme, menghentikan milisi
PKK, dan kelompok gerakan Gülen. Selain itu Turki juga telah meminta bantuan
organisasi dan pelobi Yahudi untuk memberikan nasihat mengenai cara-cara melawan
upaya kongres Perancis untuk mengeluarkan RUU Genosida Armenia yang dapat
11
membuat Turki terkena sanksi. Turki juga menginginkan adanya pengembangan
proyek bersama sehubungan dengan kebutuhannya dibidang energi.
Penelitian yang di lakukan Mohammed Alsaftawi sedikit berbeda dengan apa
yang penulis lakukan dimana alsftwi lebih menekankan adanya berbagai kebutuhan
dalam negeri Turki yang mempengaruhi kebijakan luar negerinya untuk melakukan
Normalisasi dengan Israel. Namun Alsftwi tidak memberikan gambaran khusus
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Israel melakukan normalisasi hubungan
diplomatik dengan turki pada tahun 2016.
Selain itu terdapat artikel ilmiah yang di tulis oleh Gareth M. Winrow,
seorang staff senior dari Independent analyst and consultant, Oxford. Minrow
menulis sebuah artikel berjudul “The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of
Turkey and Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean” yang di
terbitkan dalam “Journal of Balkan and Near Eastern Studies”. Artikel tersebut
membahas dampak penemuan cadangan gas di Mediterania timur terhadap kebijakan
energi Turki dengan memusatkan perhatian pada prospek untuk membangun jaringan
pipa dari lapangan gas Leviathan lepas pantai Israel ke daratan dan Eropa Turki.
Winrow berpendapat bahwa produksi dan penjualan gas tidak dapat dipelajari
secara terpisah dengan politik dalam dan luar negeri. Ekspor gas alam dari pipa
bawah laut Leviathan yang akan berlangsung dapat dikaji dalam bentuk aturan-aturan
yang berlaku. Turki sebagai pasar gas, negara transit, dan pusat energi telah menarik
perhatian Israel dan Republik Siprus sebagai produsen gas. Akibatnya, Winrow
12
berusaha mengkaji anatomi dari pipa gas Leviathan yang akan segera di berlakukan
dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pasca pembangunan pipa gas tersebut.
Seperti Alsaftwi, penelitian yang dilakukan Winrow memiliki perbedaan
dengan apa yang akan penulis teliti, dimana Winrow lebih berfokus pada berbagai
hambatan terkait kerja sama gas alam antara Israel dan Turki. Salah satu hambatan
tersebut adalah akibat belum terlaksananya normalisasi hubungan antara Turki
dengan Cyprus. Selain itu, Winrow lebih menekankan poin-poin dari sisi keuntungan
Turki akibat adanya kerja sama gas alam dengan Israel. Winrow juga menekankan
penelitian tersebut pada aspek anatomi jalur pipa gas yang akan di bangun dari ladang
gas leviathan menuju Turki.
Selain ketiga artikel ilmiah diatas, terdapat juga tinjauan pustaka berupa
Skripsi yang di tulis oleh Ahmad Syahrul, Mahasiswa hubungan Internasional FISIP
UIN yang berjudul Normalisasi Hubungan Turki Dengan Israel Paska Tragedi Mavi
Marmara 2016. Skripsi tersebut membahas gambaran perubahan sikap Turki dalam
normalisasi terhadap Israel. Syahrul berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Turki
pasca insiden Mavi Marmara adalah untuk melakukan normalisasi dengan Israel dan
memfokuskan diri untuk menjalin perjanjian damai dengan Israel. Pendapat ini cukup
berbeda dengan apa yang penulis asumsikan, dimana kebijkan luar negeri Zero
Problem Turki justru hanyalah retorika. Hal tersebut dibuktikan dengan seringnya
retorika anti Israel yang disampaikan oleh Turki dan banyaknya ketegangan
diplomatik dan kegagalan proses normalisasi yang justru diawali oleh tindakan tidak
kooperatif Turki.
13
Selain itu dengan menggunakan konsep kepentingan nasional, resolusi
konflik, dan kebijakan luar negeri, Syahrul berpendapat bahwa tidak ada perubahan
signifikan dari politik luar negeri Turki, yang ada hanyalah dinamika yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ekonomi, militer, dan politik. Shared
idea adalah instrumen penting yang penulis coba tekankan, dimana hasil analisa akan
bersifat lebih ideasional dan berbeda dengan pendekataan yang berfokus hanya pada
instrumen material. Penulis tidak mengabaikan faktor material namun pengembangan
shared idea justru adalah faktor terpenting dalam menciptakan kesamaan visi.
Penulis juga lebih memfokuskan penelitian pada proses normalisasi itu sendiri
dimana terdapat proses imagination, communication, dan constrain dalam
normalisasi tersebut. Analisa tersebut bertujuan untuk mengetahui siapa saja aktor
yang terlibat dan mempengaruhi wacana normalisasi tersebut baik dalam sekala
sistemik dan unit-level. Peran Amerika Serikat sebagai aktor sistemik dan peran
perusahaan, organisasi, dan tokoh politik sebagai aktor unit-level sangatlah penting
untuk dikaji secara mendalam.
Salah satu hal signifikan yang membedakan penelitian Syahrul dengan penulis
adalah fokus penelitian Syahrul terletak pada Turki sebagai inisiator Normalisasi
dengan Israel, sedangkan penulis berpendapat inisiator dari normalisasi hubungan
diplomatik tersebut adalah Amerika Serikat dibawah pemerintahan Administratif
Barrack Obama. Penulis berpendapat bahwa tanpa adanya tekanan dari Amerika
Serikat, Israel mustahil akan memulai proses normalisasi hubungan diplomatik
dengan Turki. Selain itu Israel juga menuruti ketiga permintaan Turki terkait
14
normalisasi hubungan diplomatik, maka disini terdapat kebutuhan mendesak yang
Israel miliki untuk segera menormalisasi hubungan diplomatiknya dengan Turki.
E. Kerangka Teoritis
Untuk memahami suatu permasalahan sekaligus menjawab pertanyaan
penelitian maka dibutuhkan adanya sebuah kerangka analisis dalam berpikir.
Kerangka analisis ini terdiri dari pendekatan dan konsep yang berguna sebagai acuan
dan panduan dalam penulisan penelitian ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis akan
menggunakan pendekatan Konstruktivis serta Konsep Normalisasi
1. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme dapat digunakan untuk menganalisa kebijakan
Israel terkait normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki. Pilihan pada perspektif
ini tidak terlepas dari pemikiran konstruktivisme yang dapat memberikan pemahaman
ide mengenai perubahan kebijakan Israel terkait normalisasi hubungan diplomatik
dengan Turki. Sebelumnya, pada tahun 2011 dan 2013 Israel menolak proses
normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki, namun pada tahun 2016 Israel
kemudian menyetujui proses normalisasi tersebut, bahkan dengan biaya kompensasi
yang jauh lebih tinggi. Dengan melihat perubahan perilaku Israel berdasar pada ide
melalui pendekatan yang lebih sosial atau interpretatif maka konstruktivis akan
mampu menganalisa permasalahan tersebut.
Konstruktivisme mencakup berbagai teori yang bertujuan untuk menjawab
pertanyaan ontologi, seperti debat struktur dan agen, serta pertanyaan epistemologi,
15
seperti debat antara kekuatan nilai material dan nilai ideasional. Konstruktivisme
bukanlah teori hubungan internasional, namun justru merupakan teori sosial yang
digunakan untuk lebih menjelaskan tindakan yang dilakukan melalui negara dan aktor
terbesar lainnya serta identitas yang memnyebabkan negara dan aktor ini bertindak
demikian. Konstruktivisme menganggap bahwa dominasi eksistensi tradisional dalam
perkembangannya tidak mampu memberikan penjelasan mengenai perubahan-
perubahan terkait dengan fenomena di dalam hubungan internasional. Beberapa tokoh
konstruktivisme diantaranya ialah Friedrich Kratochwill, Nicholas Onuf, Alexander
Wendt, dan John Ruggie.20
Konstruktivisme menawarkan gagasan asumsi dasar yang berbeda dengan apa
yang ditawarkan oleh pendekatan positivism. Menurut Jill Steans unsur fundamental
kerangka analisis tersebut meliputi;
i. Konstruktivis memilih untuk menggambarkan dirinya sebagai suatu
pemahaman. Hal ini mengacu kembali pada karya sosiolog Jerman Max
Weber, yang memfokuskan pada pemahaman motif subjektif dan pandangan
aktor terhadap dunia, Kedua hal tersebut merupakan faktor penting yang
memiliki dampak pada dunia sosial. Penjelasan mengenainya didasarkan pada
hubungan kausal yang jelas antara fenomena yang mudah untuk diamati
ii. Konstruktivis mencoba untuk menjembatani kesenjangan antara teori
structure-centered dan teori agen-centered dan berpendapat bahwa struktur
20
Jackson dan Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan,
(Pustakan Pelajar: Yogyakarta, 2013), 367
16
dan agensi merupakan hal yang saling bergantung satu sama lain. Sebagai
akibatnya, sebagian besar hubungan sosial relatif stabil, tetapi dengan adanya
struktur yang mengalami dinamika telah membawa serta potensi untuk
perubahan.
iii. Konstruktivis sering menggambarkan pada apa yang disebut dengan realisme
kritis yang berguna untuk memperhitungkan struktur yang tidak mudah
diamati.
iv. Konstruktivis menekankan peran norma dalam perilaku masyarakat. Beberapa
konstruktivis juga menekankan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan tersebut
sering dikatakan sebagai keyakinan individual. Berbeda dengan norma-norma
sosial yang lebih memiliki kualitas sosial. Norma selalu ada di luar dari
individu dan bersifat universal.
v. Konstruktivisme memandang bahwa lembaga dapat berupa formal maupun
informal. Lembaga formal didasarkan pada pengakuan prinsip, aturan dan
norma secara tertulis atau eksplisit, contohnya seperti sebuah universitas,
sekolah, negara. Sementara lembaga informal adalah suatu lebaga yang
memiliki pola stabil secara praktik. 21
vi. Konstruktivis menganalisis lembaga dengan berfokus khusus pada proses
institusionalisasi, yaitu pengembangan dari pola praktik dan sosialisasi serta
21
Steans, et., al., Introduction to International Relations, Perspectives & Themes, (Pearson &
Longman: UK, 2005), 187
17
penerapan norma-norma dan pola perilaku aktor-aktor baru dalam sebuah
lembaga.
vii. Konstruktivis juga menganalisis interaksi antara ide dan kepentingan. Dengan
kata lain, mereka tidak hanya peduli dengan dampak institusi, norma dan ide-
ide tentang kepentingan, tetapi mereka juga menganalisis sejauh mana
kepentingan dapat menjelaskan ide-ide tertentu.
viii. Wacana intersubjektif memerankan peran penting dalam pemikiran
konstruktivis sosial. Bagi para konstruktivis, wacana merupakan sinonim dari
komunikasi. Dengan demikian, perlu untuk mencapai pemahaman tentang
identitas dan kepentingan serta untuk membangun institusi dan norma-norma.
Wacana juga diperlukan untuk mencapai apa yang disebut dengan
pemahaman intersubjektif.22
Selain berbagai asumsi tersebut, Alexander Wendt juga menyatakan bahwa
sistem anarki adalah sesuatu yang dihasilkan akibat pemahaman manusia terhadap
negara. Klaim tersebut memiliki konsekuensi potensial yang sangat luas, dunia
internasional menjadi kurang terpaku dalam struktur anarki kuno, berbagai perubahan
dapat terjadi secara besar-besaran karena manusia dan negara dapat mulai
memikirkan satu sama lain dengan cara baru dan dengan demikian menciptakan
norma baru yang mungkin sangat berbeda dari yang lama.23
22
Steans, et., al., Introduction to International Relations, Perspectives & Themes, (Pearson &
Longman: UK, 2005), 188 23
Alexander Wendt, "Anarchy is what States Make of it: The Social Construction of Power
Politics", International Organization, Vol. 46, No. 2 The MIT Press, 1992, 396
18
Konstruktivis berasumsi tentang perubahan dalam politik global yang tidak
hanya dapat dilakukan oleh aktor negara berdaulat. Terdapat aktor-aktor lain, di
samping negara sebagai aktor penting, seperti individu, kelompok elit, birokrasi,
korporasi, organisasi internasional dan gerakan sosial yang berperan di tengah arena
hubungan antarbangsa.24
Mereka berpendapat bahwa aspek terpenting hubungan internasional adalah
sosial, bukan material. Namun konstruktivis tidak menolak sepenuhnya fokus materi
yang ditawarkan oleh banyak pendekatan hubungan internasional. Selanjutnya,
kontruktivis berpendapat bahwa kenyataan sosial tidaklah objektif, atau selalu
berkaitan dengan pandangan eksternal bagi pengamat dunia internasional. Dunia
sosial dan politik, termasuk dunia hubungan internasional, bukanlah entitas fisik atau
benda material yang berada di luar kesadaran manusia.25
Dalam perspektif alternatif, konstruktivisme yang berkembang selama tahun
1990-an juga telah dikategorikan ke dalam tiga bentuk yang berbeda yaitu sistemik,
unit-level, dan holistic. Konstruktivisme yang difokuskan dalam penelitian ini adalah
konstruktivisme holistik. Konstruktivis holistik berdiri di antara konstruktivisme
sistemik dan level-unit. Konstrukstivisme ini sebenarnya berusaha untuk
menjembatani kesenjangan antara pandangan dunia internasional dan kondisi
domestik dalam menjelaskan bagaimana identitas dan kepentingan negara terbentuk.
Menurut berbagai karya John G. Ruggie dan Friedrich Kratochwil, konstruktivisme
24
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK, 2005), 189 25
Jackson & Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan,
(Pustakan Pelajar: Yogyakarta, 2013), 365
19
holistik berfungsi untuk mengintegrasikan identitas perusahaan yang terbentuk di
dalam level domestik dengan negara-negara internasional ke dalam “perspektif
analitis terpadu yang memperlakukan domestik dan internasional sebagai dua wajah
dari satu tatanan sosial dan politik.26
Teori Konstruktivisme holistik dikembangkan oleh John Ruggie dan Friedrich
Kratochwill. Konstruktivisme ini berusaha mengakomodasi seluruh faktor tatanan
identitas dan kepentingan negara. Konstruktivisme ini juga memberi peran
perusahaan dan masyarakat sosial secara bersamaan ke dalam perspektif analisa
terpadu yang memperlakukan level domestik dan internasional sebagai dua wajah
dari satu tatanan sosial dan politik. Perspektif umum ini telah melahirkan dua analisa
perubahan internasional yang khas, namun saling melengkapi serta berfokus pada
perubahan besar sistem internasional di dunia modern.
Para pemikir Konstruktivisme holistik memiliki kemampuan untuk dapat
menjelaskan perkembangan struktur normatif dan ideasional sistem internasional saat
ini, serta identitas sosial yang negara hadirkan. Jika dikaji secara mendalam bentuk
konstruktivisme ini dapat menyajikan analisa transformasi perubahan ide,
perkembangan norma, dan budaya, tetapi bergerak secara independen dari kehendak,
pilihan, atau tindakan manusia dimana peran agen cenderung diabakan dalam
konstruktivisme jenis ini.27
26
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK, 2005), 201 27
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK, 2005), 201
20
Dengan menggunakan formula tersebut, penulis akan menganalisa berbagai
alasan Israel menyetujui untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan
Turki pada tahun 2016 yang sejak tahun 2011 tidak di sepakati oleh Israel. Meskipun
Israel dan Turki menjadi dua aktor yang melakukan normalisasi, namun identitas
sosial yang dinggunakan dalam skripsi ini juga terbentuk secara tidak langsung dari
hubungan dengan negara Barat khususnya Amerika Serikat. Campur tangan negara
barat khususnya AS di masa Barrack Obama memiliki pengaruh tersendiri dalam
konstruksi identitas Israel dalam normalisasi tersebut.
2. Konsep Normalisasi
Dalam bukunya, Modern Diplomacy, Barston mendefinisikan normalisasi
sebagai sebuah proses pemulihan hubungan diplomatik. Awal normalisasi dapat
dilihat saat salah satu atau kedua pihak yang berselisih menyadari dan mengakui
adanya kebutuhan untuk mengurangi ketegangan dalam hubungan mereka. Kemudian
kedua belah pihak berupaya mencari jalan keluar untuk menciptakan hubungan yang
lebih baik. Salah satunya dengan menyingkirkan seluruh atau sebagian dari penyebab
utama dari perselisihan yang telah lama menghalangi sebuah hubungan.28
Barston,
menjelaskan bahwa terdapa sepuluh tahap dalam proses normalisasi:
1. Membangun hubungan kembali, melalui jalur formal atau informal.
2. Gabungan informal, misalnya dengan menyepakati genjatan senjata atau
pertukaran tawanan.
28
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 275
21
3. Sinyal tingkat rendah, dengan melakukan hubungan informal secara rahasia
dan pembukaan kembali hubungan diplomatik secara terbatas.
4. Membuka kembali hubungan perdagangan dan perbankan secara terbatas.
5. Membuka kembali jalur negosiasi, secara langsung atau rahasia dengan
mediasi pihak ketiga.
6. Menghapuskan hambatan perdagangan atau cetak embargo.
7. Revisi kebijakan, buat konsesi baru yang berhubungan dengan upaya
normalisasi.
8. Negosisasi isu-isu utama dalam normalisasi.
9. Membuat kesepakatan normalisasi dan membangun kembali hubungan
diplomatik.
10. Implementasi normalisasi.29
Model ini menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus pihak dalam sebuah
perselisihan dapat bergerak cukup cepat untuk melakukan negosiasi langsung,
terutama jika ada rasa darurat dan kebutuhan yang mendesak, pihak tersebut akan
segera melakukan normalisasi hubungan diplomatik. Dalam kasus tersebut, tekanan
ekonomi domestik, adalah salah satu faktor penting dalam mempengaruhi keputusan
untuk melanjutkan hubungan keuangan dan perdagangan, yang diawali dengan
normalisasi hubungan diplomatik.
Kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik biasanya mengambil berbagai
bentuk yang berbeda di setiap kasusnya. Ini termasuk diskusi informal yang
29
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 280
22
dilengkapi dengan pernyataan sepihak mengenai hubungan antara kedua negara,
pernyataan bersama, pengaturan normalisasi sepihak, sampai kesepakatan normalisasi
formal. Adapula normalisasi berdasarkan pertukaran diplomatik informal dan
pernyataan sepihak misalnya permintaan maaf atau pernyataan kebijakan yang
direvisi. Dalam beberapa kasus pembukaan kembali fasilitas konsulat untuk
mempromosikan perdagangan dapat dianggap lebih penting daripada menyelesaikan
sengketa politik yang sudah berlangsung lama.30
Pada tingkat ekonomi, hubungan perdagangan dan keuangan seringkali
memisahkan diri dari aspek politik. Namun, terdapat kemungkinan bila kerja sama
perdagangan berlaku dalam kondisi hubungan diplomatik yang terputus maka hal
tesebut dapat menyebabkan meningkatnya tekanan domestik. Tekanan ini akan
menuntut agar diberlakukannya normalisasi hubungan diplomatik serta penghapusan
batasan-batasan dan larangan dalam sektor perdagangan. Maka melakukan
normalisasi hubungan diplomatik sebelum melanjutkan ke tahap kerja sama
perdagangn dapat mencegah adanya tekanan masyarakat secara domestik.31
Berbagai pendapat Barston diatas sejalan dengan kondisi kebijakan Israel
terkait normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki. Kemudian sepuluh tahapan
dalam proses normalisasi hubungan diplomatik yang dijabarkan Barston juga dapat
dijadikan dasar dalam menganalisa berbagai faktor yang menyebabkan Israel
30
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 283 31
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 282
23
menyetujui untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki pada
tahun 2016.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan teknik analisis data yang bersifat
kualitatif yaitu data yang penulis dapatkan bukan berbentuk numeric atau data-data
yang berbentuk angka melalui beberapa faktor - faktor yang relevan dengan
penelitian ini. Metode kualitatif memiliki asumsi-asumsi filosofis, upaya-upaya
penelitian, dan metode-metode pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang
beragam.32
Kemudian setelah penulis berusaha menganalisa serta
menginterpretasikan data tersebut dengan pendekatan yang relevan maka diharapkan
dapat menjawab pertanyaan masalah dari penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara detail mengenai pembentukan ide Israel terkait kebijakan luar
negerinya untuk menormalisasi hubungan diplomatik dengan Turki. Kelebihan dari
metode deskriptif adalah penulis dapat mempelajari norma-norma atau standar-
standar yang berlaku di kedua negara, sehingga peneliti dapat mencapai apa yang
disebut disebut sebagai survey normative. Penelitian deskriptif dilengkapi dengan
data-data dan gambaran jelas mengenai fenemona yang terjadi. Kelengkapan data
32
David Silverman, Doing Qualitative Research: A Practical Handbook (London: SAGE
Publication, 2000), Hal. 8
24
serta gambaran fenomena tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya
dari telaah pustaka.33
Data yang penulis gunakan dalam penulisan Skripsi ini menggunakan data
sekunder, yaitu pengumpulan data lapangan yang penulis dapatkan dari berbagai
sumber tertulis. Untuk data sekunder, teknik pengumpulan data yang akan digunakan
oleh penulis adalah telaah pustaka yaitu pengumpulan data dengan menelaah
sejumlah literatur baik berupa buku-buku, jurnal, dokumen, surat kabar, makalah dan
artikel yang berkaitan dengan masalah tersebut.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjaun Pustaka
E. Kerangka Teoritis
1. Pendekatan Konstruktivisme
2. Konsep Normalisasi
F. Metode Penelitian
BAB II KONDISI HUBUNGAN ISRAEL-TURKI SEBELUM
TERJADINYA PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK
33
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal 29
25
A. Kondisi Hubungan Israel-Turki Sebelum Terjadinya Insiden
Gaza Flotila Raid
B. Ketegangan Hubungan Diplomatik Antara Israel Dengan
Turki Akibat Insiden Gaza Flotilla Raid
BAB III PROSES NEGOSIASI ISRAEL DALAM MENORMALISASI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN TURKI
A. Kegagalan Proses Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara
Israel Dengan Turki Tahun 2013
B. Proses Perjanjian Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara
Israel dan Turki Tahun 2014-2016
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN TURKI
A. Peluang Kerja Sama Energi Gas Alam antara Israel-Turki.
B. Kerja Sama Militer Israel-Turki Untuk Menjaga Stabilitas
Keamanan Kawasan
BAB V KESIMPULAN
26
BAB II
KONDISI HUBUNGAN ISRAEL-TURKI SEBELUM TERJADINYA
PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK
Bab ini akan menjelaskan mengenai dinamika hubungan antara Israel-Turki
sebelum terjadinya insiden Gaza Flotilla Raid hingga berlangsungnya proses
pemutusan hubungan dipomatik. Menurut Dan Arbell, Peneliti Senior di The Center
for Middle East Policy, terdapat beberapa tema periodisasi hubungan antara Israel
dengan Turki. Periode pertama terjadi pada tahun 1948-1992 yang disebut dengan
periode "tahun-tahun awal". Periode kedua yaitu antara tahun 1992-2008 yang
disebut Arbell sebagai “tahun-tahun keemasan” yang ditandai dengan adanya
berbagai kerja sama yang dibangun antara kedua negara.34
Periode ketiga adalah
masa dimana terjadinya keretakan hubungan akibat insiden Gaza Flotilla Raid yang
terjadi pada 31 Mei 2010.35
A. Kondisi Hubungan Israel-Turki Sebelum Terjadinya Insiden Gaza Flotilla
Raid
Hubungan awal yang di bangun antara Israel-Turki disebabkan adanya
ketergantungan atas kemanan nasional dan kelangsungan hidup kedua negara.
Ancaman terhadap kemanan nasional Israel dari serangan negara-negara Muslim
dapat dianggap sebagai dua sisi mata uang bagi terciptanya stabilitas kawasan.
34
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 11 35
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 12
27
Ancaman dapat mengganggu kawasan regional, disisi lain ancaman justru dapat
menciptakan kerja sama regional untuk menghilangkan ancaman tersebut. Maka dari
itu terdapat banyak kerja sama kemanan dan pertahanan yang dilakukan Israel
terhadap Turki di masa periode awal.
Israel dan Turki telah menjalin kedekatan hubungan diplomatik dan bilateral
sejak 28 Maret 1949. Masa-masa ini dinamakan sebagai Periode Awal Hubungan
Israel-Turki yang terhitung dimulai sejak tahun 1948 hingga 1992. 36
Kedekatan Israel
dengan Turki tersebut terjadi akibat keputusan Turki untuk menjadi negara Arab
pertama yang mengakui kedaulatan negara Israel. Pengakuan kedaulatan tersebut
terjadi akibat adanya kebutuhan Turki untuk mencari aliansi barat di kawasan Timur-
Tengah yang berguna untuk mengamankan wilayahnya dari berbagai tekanan negara
satelit Uni Soviet di timur tengah.37
Sebelumnya pada 25 Januari 1949 Israel mengumumkan bahwa Partai Mapai
Pro-Barat pimpinan Perdana Menteri Ben Gurion telah memenangkan Pemilihan
Umum. Sedangkan Partai Herat dan Partai Komunis mendapatkan suara jauh dibawah
Partai Mapai. Hasil Pemilu ini meyakinkan para pemimpin Turki bahwa Israel
bukanlah negara satelit Soviet melainkan sebuah identitas kekuatan barat yang layak
36
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014),11 37
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 21
28
diperhitungkan, di wilayah mediterania.38
Israel dapat menjadi aliansi kerja sama
dibidang keamanan untuk membendung kekuatan soviet.
Keamanan telah menjadi perhatian utama dalam pembentukan identitas Turki,
ketakutan Turki terhadap ekspansi dan agresivitas Uni Soviet menyebabkan integritas
teritorial dan kedaulatan nasional sangat penting bagi Turki. Turki menganggap
bahwa penarikan pasukan Inggris dari kawasan mediterania akan menciptakan
kekosongan kekuasaan.39
Turki juga mengaggap bahwa kekosongan kekuasaan dapat
menyebabkan ketidakstabilan yang disebabkan oleh Uni Soviet seihingga mendorong
penyebaran komunisme. Maka dari itu sebagai negara Timur Tengah yang
beridentitas barat, Turki mencari bantuan dari kekuatan Barat saat itu. Turki yakin
dengan kekuatan Yahudi Amerika di pemerintahan A.S., Israel dapat bertindak
sebagai advokat untuk kepentingan Turki di Washington.
Akibat keselarasan identitas Turki dengan Barat, maka proses hubungan
Israel-Turki terus meningkat. Israel sendiri mengharapkan bahwa hubungannya
dengan Turki dapat mempengaruhi negara-negara di Asia dan kawasan Timur Tengah
untuk memberikan dukungan kedaulatan, serta manaikkan kedudukan Israel di mata
dunia internasional.40
Selain itu Israel juga terbantu dengan menguatnya
perkembangan industri di negaranya. Misalnya, pada awal tahun 1950-an, ekspor
38
George E. Gruen, Turkey, Israel and the Palestine Question, 1948-1960: A Study in the
Diplomacy of Ambivalence, (New York: Columbia University, 1970), 40 39
George E. Gruen, Turkey, Israel and the Palestine Question, 1948-1960: A Study in the
Diplomacy of Ambivalence, (New York: Columbia University, 1970), 39 40
George E. Gruen, Turkey, Israel and the Palestine Question, 1948-1960: A Study in the
Diplomacy of Ambivalence, (New York: Columbia University, 1970), 70
29
kapas Turki dapat memenuhi seluruh kebutuhan kapas Israel dan kebutuhan Gandum
Israel juga dapat terpenuhi sebesar 50%.41
Namun pada tahun 1956 Israel mencoba untuk mengurangi ancaman Mesir
dengan bergabung bersama, Inggris dan Prancis untuk merebut terusan Suez. Setelah
pertempuran terjadi, muncul berbagai tekanan politik dari Amerika Serikat, Uni
Soviet, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyebabkan penarikan pasukan
Inggris, Perancis dan Israel.42
Setelah Krisis Suez berakhir, tindakan penyerangan
Israel tersebut justru disikapi kritis oleh Turki. Hubungan diplomatik Israel-Turki
yang baru lahir diturunkan ke tingkat chargés d'affaire atau kuasa usaha tetap, dengan
ditariknya duta besar Turki untuk Tel Aviv.43
Israel adalah suatu negara yang sangat mementingkan keamanan nasional
karena sejak awal berdirinya negara tersebut, negara tetangga Israel telah mengancam
keberadaannya. Hidup di bawah tekanan semacam ini, membuat rakyat Israel
memiliki kepedulian yang luas terhadap isu keamanan. Maka dalam prosesnya Israel
kemudian meminta bantuan dari kekuatan eksternal seperti negara non-arab dan
Amerika Serikat. Israel mencoba memecahkan dilema keamanannya melalui kerja
sama secara militer dan non-militer dengan negara-negara non-Arab dalam
Peripheral Pact.
41
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 24 42
David Bernathy, The Dynamics of Global Dominance: European Overseas Empires, 1415-
1980 (Connecticut: Yale University Press, 2000), 139 43
Kilic Bugra Kanat, “Turkish-Israeli Reset: Business As Usual?”, Middle East Policy, Vol.
XX, Summer, No. 2, (2013), 3
30
Salah satu gerakan politik Israel yang menarik pada kurun 1950an adalah
kehadiran Peripheral Pact atau biasa disebut Peripheral Doctrine. Beranggotakan
negara-negara di Timur Tengah, kebijakan ini dirumuskan Israel sehubungan dengan
adanya konflik yang berlangsung dengan dunia Arab dan isolasi politik Israel di
berbagai arena. Perjanjian Peripheral pertama beranggotakan Israel, Iran, Turki dan
Ethiopia (dan pada tingkat yang lebih rendah, masyarakat Kurdi dan Kristen Irak di
Sudan), namun perjanjian tersebut tidak bersifat kesepakatan formal, hubungan
kerjasamnya hanya beroperasi secara umum dan bilateral.44
Setidaknya terdapat tiga alasan keuntungan berdirinya Peripheral Pact Israel.
Pertama, adanya manfaat keamanan yang bisa didapat dari hubungan semacam itu, di
antaranya kemungkinan membuat musuh Israel tetap 'sibuk' dengan musuh lainnya.
Selain itu, keuntungan yang bisa didapat Israel dengan Peripheral Pact adalah
munculnya asumsi untuk meyakinkan negara-negara Arab agara mau berhubungan
dengan Israel. Keuntungan ketiga yang Israel dapatkan adalah hadirnya dukungan
dari Amerika Serikat terhadap Peripheral Pact untuk melawan identitas komunisme
Uni Soviet di Timur Tengah.45
Pada 27 Juli 1958, Menteri Sekretaris Negara Amerika Serikat John Foster
Dulles mengadakan pertemuan rahasia dengan Abba Eban, Duta Besar Israel untuk
Amerika Serikat, di mana mereka membahas hubungan yang telah dibangun Israel
44
Gallia Lindenstrauss dan Yoel Guzansky, “Israel's Peripheral Pact”,
http://nationalinterest.org/commentary/israels-peripheral-pact-7091 45
Yoel Guzansky, “Israel‟s Periphery Doctrine 2.0: The Mediterranean Plus”, Mediterranean
Politics, Vol. 19, No. 1, 2014, , 102
31
dengan negara-negara Peripheral Pact dan kemampuan Amerika untuk membantu
Israel. Dengan dorongan dari Amerika Serikat, Ben Gurion memulai penerbangan
rahasia ke Ankara pada tanggal 28 Agustus 1958 untuk memperbaiki hubungan dan
mendapatkan kesepakatan dengan Turki. Pertemuan Perdana Menteri Ben Gurion
dengan Adnan Menderes membahas berbagai kerja sama diantaranya mengenai;
penanganan bahaya politik ekspansionis Nasser; bantuan untuk Ethiopia dan Iran
melawan subversi Nasserist dan komunis; Bantuan Israel ke Turki dalam
industrialisasi; penelitian ilmiah bersama; dan perpanjangan kontrak perdagangan
antara kedua negara.46
Peripheral Pact terbukti dapat bertahan lama dan menguntungkan Israel,
namun Israel tetap berhati-hati agar tidak bergantung sepenuhnya pada perlindungan
Peripheral Pact dan Amerika Serikat. Untuk itu, Israel juga mengembangkan industri
pertahanan berteknologi tinggi dan jaringan intelijen yang rumit. Akibatnya, posisi
negara-negara di Timur Tengah juga berubah dalam menyikapi Israel. Dengan
kemajuan teknologi, proliferasi rudal dan Weapon of mass destruction (WMD), Israel
dapat mengandalkan kekuatan sendiri untuk menghadapi ancaman baru yang muncul
di Timur Tengah.47
Pada tahun 1967, kembali terjadi peristiwa yang menyebabkan Perang antara
Arab-Israel akibat dari tindakan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser yang menutup
46
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 29 47
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 63
32
semua haluan Terusan Suez untuk mencegah masuknya kapal Israel. Dalam konflik
tersebut Turki menunjukkan sikap netral dan lebih seimbang dalam hubungannya
dengan Israel dan dunia Arab. Turki tidak mengutuk tindakan Mei 1967 dan Turki
tidak pula mengizinkan AS untuk menggunakan Pangkalan Angkatan Udara Incirlik
Turki. Setelah perang, Turki memilih untuk menyetujui Resolusi 242 PBB, yang
menyerukan kembalinya wilayah yang diduduki Israel. 48
Dengan menjaga netralitas,
Turki mampu menunjukkan simpati terhadap negara-negara Arab yang terlibat dalam
perang tersebut tanpa merusak hubungannya dengan Israel.
Pada Juli 1980, ketegangan antara Israel dengan Turki kembali mencuat pasca
tindakan Israel mengadopsi Jerusalem Act yang berisi keputusan bahwa Yarusalem
adalah ibukota dari Israel. Tindakan Israel tersebut menyebabkan keretakan hubungan
diplomatik antara keduanya pada tahun-tahun awal. Keputusan Turki untuk
mengecam Israel terkait pengadobsian Jerusalem Act membuat munculnya simpati
dari negara-negara Arab. Untuk menjaga ekonomi Turki tetap berjalan Menteri Luar
Negeri Turki mencari bantuan pinjaman modal dari Arab Saudi sebesar 250 juta
US$.49
Namun Pada tahun 1986, Turki dan Israel diam-diam meningkatkan kembali
hubungan diplomatiknya dengan mengirim berbagai perwakilan bagian Kuasa Usaha
Tetap. Hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara mulai berkembang
48
Ferenc A. Vali, Bridge over the Bosphorus, (Baltimore: The Johns Hopkins Press, 1971),
308. 49
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 6
33
terutama di sektor pariwisata yang mengalami pertumbuhan pesat.50
Hubungan kedua
negara kembali menjadi normal dan kian membaik hingga muncul berbagai kerja
sama yang bersifat pertahanan militer maupun non-militer.
Memasuki tahun 1992 hubungan antara Israel dengan Turki terus meningkat,
hal tersebut dibuktikan dengan dibukanya kembali hubungan diplomatik antara Israel-
Turki secara penuh dengan pengembalian duta besar masing-masing negara. Periode
ini dinamakan sebagai periode Keemasan Hubungan antara Israel-Turki yang
terhidtung sejak 1992 hingga 2008. 51
Selain itu Turki juga memperingati hari jadi ke
500 peristiwa penerimaan pengungsi Yahudi Spanyol yang mengungsi menuju
Kekaisaran Ottoman. Dalam peringatan tersebut ikut hadir presiden Israel Chaim
Hertzog yang melakukan kunjungan tidak resmi ke Turki.52
Selain itu di tahun yang sama di bawah pemerintahan Chaim Hertzog untuk
Israel dan Süleyman Demirel untuk Turki, Israel-Turki juga membangun protokol
kerja sama pertahanan. Namun kesepakatan tersebut baru disetujui pada bulan Maret
tahun 1994. Israel dan Turki menyepakati kerja sama dibidang keamanan dan
kerahasiaan intelejen atau Security and Secrecy Agreement (SSA). Kerja sama
strategis Israel dengan Turki ini merupakan bagian dari agenda Amerika Serikat
pasca perang dingin di Timur Tengah, yang juga didukung oleh intelijen rahasia
50
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 39 51
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 11 52
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 6
34
AS.53
Kerja sama ini mengawali berbagai rangkaian kerja sama militer lainnya seperti
Memorandum of Understanding (MOU) mengenai pelatihan pilot pesawat tempur
yang di sepakati pada tahun 1995.
Israel sendiri berkeinginan untuk menjalin hubungan dekat dengan Turki.
Israel melihat Turki sebagai cara untuk melepaskan diri dari isolasi regional dan
untuk mendapatkan akses ke wilayah udara Turki guna melakukan latihan militer.54
Namun keinginan Israel tersebut baru dapat tercapai pada tahun 1996. Pada tanggal
23 Februari 1996, Cevik Bir, Wakil Ketua Angkatan Bersenjata Turki, melakukan
kunjungan singkat ke Israel untuk bertemu dengan David Ivry, Direktur Jenderal
Kementerian Pertahanan Israel,. Dalam pertemuan tersebut disepakati bersama
Perjanjian Kerja Sama Pelatihan Militer atau Military Training Cooperation
Agreement (MTCA).55
Pada bulan April 1996, delapan pesawat F-16 Israel melakukan latihan
pertama selama seminggu di Pangkalan Udara Akinci. Kemudia Turki juga
melakukan kunjungan balasan pada bulan Juni 1996 dengan penerbangan pertama
mereka di atas Israel. Pada bulan Januari 1998 Israel dan Turki kembali melakukan
latihan bersama yang dinamai Operation Reliant Mermaid, latihan ini bertujuan
sebagai simulasi pencarian dan penyelamatan bersama di laut. Latihan ini tidak hanya
53
Michel Chossudovsky, The US, Turkey, Israel: Triple Alliance, (Montreal: Global Research,
2014), 2 54
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 6 55
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 2
35
melibatkan Turki dan Israel tapi juga melibatkan militer Amerika Serikat dan militer
Yordania sebagai pengamat.56
Pada bulan April 2001, Israel menandatangani sebuah kesepakatan keamanan
dengan (The North Atlantic Treaty Organization) NATO sebagai bagian dari NATO‟s
Mediterranean Dialogue. Hingga kemudian pada tahun 2004, isu dari NATO‟s
Mediterranean Dialogue kembali diangkat dan berubah menajadi sebuah kemitraan
militer bernama Istanbul Cooperation Initiative (ICI) yang ditandatangani oleh
negara-negara terpilih seperti Aljazair, Mesir, Israel, Yordania. Mauritania, Maroko
dan Tunisia.57
Secara praktis, ICI telah menetralisir musuh potensial Israel di Dunia
Arab. Selain itu ICI juga memastikan bahwa negara anggota dari ICI yang disponsori
NATO, tidak akan melakukan intervensi dalam konflik Timur Tengah yang dilakukan
Israel di Palestina.58
Selain berbagai kerja sama pertahanan dan militer, Israel-Turki juga
melaksanakan berbagai kerja sama di bidang ekonomi. Dalam kerja sama ekonomi,
pada tahun 2004 Israel-Turki menyepakati kerja sama penyediaan air bersih yang
signifikan. Kerja sama tersebut disepakati akan berlangsung selama 20 tahun, dan
56
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel, (New
Jersey: Precinton University, 2000), 3 57
Michel Chossudovsky, The US, Turkey, Israel: Triple Alliance, (Montreal: Global Research,
2014), 3 58
Michel Chossudovsky, The US, Turkey, Israel: Triple Alliance, (Montreal: Global Research,
2014), 3
36
sesuai kesepakatan sekitar 50 juta meter kubik air minum per tahun harus dikirim
oleh Turki ke beberapa pelabuhan Israel.59
Antara kurun 2005-2008, pihak berwenang Israel juga telah melakukan
perundingan dengan Turki terkait kerja sama energi minyak dan gas alam. Selain itu
Georgia dan Azerbaijan ikut terlibat selaku suplaier dalam kemitraan potensial ini.
Kerja sama ini membahas pembangunan jalur pipa bawah laut Baku-Tbilisi-Ceyhan
(BTC) dan pipa gas Baku-Erzurum-Ceyhan yang juga dikenal sebagai South
Caucasus Gas Pipeline (SCGPL). Disini Israel hadir sebagai importir energi guna
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pipa gas SCGPL mengalir dari ladang gas alam
Shakh Deniz di Azerbaijan melalui Georgia dan menuju ke Turki, kemudian gas
tersebut mentransplantasikan volume tambahan ke Yunani dan Italia.
Pada tanggal 28 April 2006, Israel dan Turki sepakat untuk membangun
empat jaringan pipa paralel di bawah Laut Mediterania. Proyek tersebut bertujuan
untuk menghubungkan pipa bawah laut dari pelabuhan Turki di Ceyhan ke pelabuhan
Haifa di Israel pasca terhubungnya kerja sama jalur pipa gas SPCGL dan BTC.
Diperkiran pipa tersebut akan mampu membawa minyak mentah, gas alam, dan fiber
optic, yang akan menghidupkan listrik dan menyediakan air bersih. Pembangunan
pipa bawah laut itu disponsori oleh European Industrial Bank.60
59
Judita Horváthová, Turkish-Israeli Relations. The Deterioration of Alliance Between 2003
and 2013: implication on the politics of the Middle East, (Praha: Charles University Press, 2015), 15 60
Guzel Nurieva, “Natural Gas Factor in Israel-Turkey Russia Energy Triangle”, Turkish
Journal of Middle Eastern Studies, Vol: 4, No: 1, (2017), 118
37
Pipa minyak tersebut dipandang sebagai langkah penting untuk mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut minyak mentah ke kawasan Asia Timur.
Menurut proposal kerja sama tersebut, minyak yang dikirim ke Israel dari Turki
kemudian akan dipindahkan oleh kapal tanker untuk dikirim kenegara Asia Timur
seperti India, China dan Korea Selatan.61
Pembangunan pipa tersebut diperkirakan
akan menelan biaya sekitar 8 juta euro (12,7 juta US $), dengan waktu pembangunan
pipa yang diperkirakan akan memakan waktu tiga tahun. Meskipun masih dalam
tahapan perundingan, terdapat sedikit rincian spesifik tentang kapasitas atau volume
yang akan dikirim. Pipa minyak tersebut akan dirancang untuk membawa setidaknya
40 juta ton per tahun (800.000 b / d).62
Namun sebelum sempat dilaksanakan, proyek
kerja sama tersebut di hentikan terlebih dahulu akibat menegangnya kondisi
hubungan Israel-Turki pasca insiden Gaza Flotilla Raid.
B. Ketegangan Hubungan Diplomatik Antara Israel Dengan Turki Akibat
Insiden Gaza Flotilla Raid
Bagian ini akan membahas apa yang disebut oleh Dan Arbell sebagai periode
ketiga yaitu periode keretakan hubungan diplomatik yang terjadi sejak tahun 2008
hingga tahun 2011.63
Periode ketiga adalah masa dimana terjadinya keretakan
hubungan Israel-Turki yang didahului dengan penyerangan Israel terhadap Gaza
61
“Turkey-Israel agree to start works on pipeline project”, 17 Juli 2008,
http://www.hurriyet.com.tr/turkey-israel-agree-to-start-works-on-pipeline-project-9460948 62
“Turkey, Israel Agree to Move Ahead with Med Pipeline; Gazprom Nears Supply Deal with
Israel”, 18 Juli 2008, https://www.ihs.com/country-industry-forecasting.html?id=106596573 63
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 12
38
dalam Operation Cast Lead, yang kemudian memnuculkan bebagai reaksi negatif
hingga memasuki tahapan insiden Gaza Flotilla Raid yang terjadi pada 31 Mei 2010.
Barston berpendapat bahwa suatu normalisasi hubungan diplomatik terjadi
karena sebelumnya terdapat abnormalisasi hubungan antara suatu negara.
Abnormalisasi hubungan sendiri adalah suatu kondisi dimana terjadi transformasi
perselisihan dan konflik menuju tingkat ketegangan yang lebih tinggi - yang pada
akhirnya menyebabkan terputusnya hubungan diplomatik atau keadaan hubungan
abnormal lainnya. Proses tersebut umumnya ditandai oleh satu atau lebih faktor yang
berkaitan dengan negosiasi atau ketentuan perbatasan. Ini termasuk: pembatalan
perjanjian atau kesepakatan yang berkaitan dengan keamanan atau non-intervensi.64
Dalam bukunya Modern Diplomacy, Barston juga mendefinisikan
Abnormalisasi hubungan sebagai; perubahan keadaan relasi antara negara atau negara
bagian dan aktor lainnya yang didahului dengan isu atau peristiwa yang menyebabkan
meningkatnya ketegangan atau permusuhan yang signifikan antara para pihak.65
Berbagai kondinsi abnormalisasi hubungan tersebut akan dapat kita lihat dalam
hubungan antara Israel-Turki pasca serangan Turki terhadap Palestina pada Desember
2008.
Hubungan Israel dengan Turki mencapai titik terendah saat terjadinya
serangan tiga minggu Israel di Jalur Gaza pada bulan Desember 2008 dan Januari
2009, yang menewaskan 1.417 orang Palestina, termasuk 926 warga sipil.
64
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 26 65
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 275
39
Penyerangan tersebut bernama Operation Cast Lead atau bias disebut sebagai Gaza
Massacre. Pemerintah Turki mengecam keras serangan tersebut, karena lima hari
sebelum dimulainya serangan tersebut, Perdana Menteri Israel Ehud Olmert yang
mengunjungi Ankara, menjanjikan pendekatan damai dalam penyelesaian konflik
Palestina. Dalam pertemuan tersebut Israel menjamin bahwa tidak akan ada tindakan
militer dalam menangani sengketa tersebut. 66
Para pemimpin Turki bereaksi keras terhadap operasi Israel di Gaza dengan
mengancam bahwa mereka akan menarik mediator diplomasi dalam membantu
proses negosiasi antara Israel dengan Suriah. 67
Sedangkan kalangan masyarakat
publik Turki mengecam tindakan tersebut dengang malukan demonstrasi anti Isreal
besar-besaran yang terjadi hampir di setiap kota di negara tersebut. Memasuki awal
2009 Menteri Luar Negeri Turki Davutoğlu membatalkan sebuah perjalanan ke Israel
setelah mendapat pencegahan dari Israel untuk mengunjungi pejabat Hamas di
Gaza.68
Saat dilangsungkannya World Economic Forum di Davos pada tahun 2009,
Perdana Menteri Erdogan berpartisipasi dalam sebuah diskusi panel dengan Presiden
Israel Shimon Peres, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon, dan kepala Liga Arab
Amr Moussa. Dalam pertemuan tersebut, Erdogan terus-menerus menginterupsi
moderator David Ignatius dari The Washington Post untuk mengomentari Presiden
66
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, (2010), 38 67
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, (2010), 38 68
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 20
40
Israel Shimon Peres yang sedang membicarakan kampanye militer Israel di Gaza.69
Salah satu sindiran Erdogan adalah "Simon Peres tahu bagaimana cara membunuh
anak dengan baik," kemudian Erdogan juga terus-menerus melakukan interupsi
hingga akhirnya meninggalkan panel sebagai bentuk protes.70
.
Penyebab utama dalam memburuknya hubungan Israel-Turki adalah akibat
insiden Gaza Flotilla Raid pada Juni 2010, dimana Israel melakukan serangan
kepada armada kapal bantuan yang berusaha menembus blokade Israel terhadap
Gaza. Angkatan Laut Israel menyerbu kapal Turki Mavi Marmara, kapal terbesar di
perairan Mediterania, dan menewaskan sembilan orang dan melukai puluhan warga
sipil lainnya, yang sebagian besar adalah warga Turki. Israel menggambarkan
kejadian tersebut sebagai pembelaan diri yang normal, sedangkan Turki menyebutnya
sebagai tindakan "pembajakan," "pembunuhan oleh negara" dan "terorisme negara."71
Serangan tersebut terjadi di perairan internasional, 72 mil laut dari pantai
terdekat dan 64 mil laut dari zona angkatan laut yang diblokade di atas Jalur Gaza. 16
Tentara Israel dipersenjatai dengan senapan mesin, senapan berpandu laser, granat
setrum, tasers, pistol, dan senapan paintball yang dimodifikasi. Pasukan Israel
melakukan serangan militer penuh dengan kapal fregat, helikopter, kapal motor, dan
69
Ali Askerov, "Turkey‟s “Zero Problems with the Neighbors” Policy: Was It Realistic?", Sage
Publications India, Contemporary Review of the Middle East, No. 4, Vol.2, (2017), 8 70
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 19 71
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, (2010), 37
41
kapal selam.72
Tanpa peringatan pasukan Israel melancarkan serangan besar-besaran
ke Marmara Mavi. Pasukan Israel, yang ditempatkan di berbagai kategori kapal
angkatan laut dan helikopter, menggunakan senapan otomatis berpemandu laser,
granat dan granat suara, gas air mata, serta senjata paintball bertenaga tinggi yang
dimodifikasi untuk menembakkan berbagai proyektil.73
Akibat dari insiden tersebut setidaknya sembilan warga Turki terbunuh, yang
menyebabkan masyarakat Turki melakukan protes besar-besaran terhadap Israel.
Untuk pertama kalinya warga sipil Turki terlibat langsung dalam konflik Israel-
Palestina, mereka menderita luka-luka dan menjadi korban kematian yang disebabkan
oleh pasukan Israel. Bahkan kalangan yang tidak memiliki latar belakang kesamaan
idintitas idiologi dengan palestina merasakan rasa penghinaan. Misalnya, Devlet
Bahçeli, pemimpin Nationalist Movement Party Turki, menggambarkan insiden
tersebut sebagai serangan terang-terangan terhadap bangsa Turki.74
Di mata Turki,
penyerangan Mavi Marmara adalah insiden terburuk dalam sejarah mereka, dimana
tentara Israel membunuh warga sipil Turki.
Reaksi Turki atas insiden armada itu tidak hanya sekedar mencari dukungan
dunia internasional melalui Dewan Keamanan PBB, NATO, dan Organisasi
Konferensi Islam. Turki bahkan menarik duta besarnya dari Israel dan membatalkan
tiga latihan militer gabungan yang direncanakan akan dilaksanakan pada akhir tahun
72
UN Report on The Israeli Attack on The Humanitarian Aid Convoy to Gaza, (Ankara:
Turkish National Inquary, 2011), 18 73
UN Report on The Israeli Attack on The Humanitarian Aid Convoy to Gaza, (Ankara:
Turkish National Inquary, 2011), 20 74
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, 2010, , 44
42
2010.75
Disaat bersamaan, pada 1 Juli 2010 Menteri Luar Negeri Turki Ahmet
Davutoglu diam-diam bertemu dengan Menteri Perdagangan Israel Benjamin Ben-
Eliezer di Brussels. Dalam pertemuan tersebut, Davutoglu mengulangi tuntutan Turki
agar segera dilakukan penyelidikan independen atas insiden tersebut, pencabutan
blokade di Gaza, permintaan maaf dan kompensasi Israel kepada keluarga korban.
Pada 24 Juli 2011, Dalam pertemuan 8 menterinya, Israel sempat
mempertimbangkan untuk meminta maaf kepada Turki terkait insden Gaza Flotilla
Raid. Namun, menteri Avigdor Lieberman dan Moshe Ya'alon menentang permintaan
maaf tersebut, sementara rekan mereka Ehud Barak dan Dan Meridor
mendukungnya.76
Pada bulan Agustus 2011, setelah perundingan 8 menteri kabinet
Israel, Netanyahu mengabarkan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton bahwa Israel
tidak akan meminta maaf kepada Turki.77
Selanjutnya perundingan normalisasi antara
kedua negara terus berjalan secara formal maupun informal. Negosiasi untuk
mencapai kesepakatan normalisasi tersebut berlangsung secara tertutup dan rahasia.
Setelah diawali dengan penolakan, Israel akhirnya menerima penyelidikan
PBB atas insiden tersebut. Selain itu, blockade Israel atas Gaza pun mereda. Hasil
penyelidikandari Laporan Sekertaris Jendral PBB kemudian di ketua oleh Sir
Geoffrey Palmer dan Laporannya desebut sebagai Palmer Report. Kedua negara
75
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, 2010, , 44 76
Barak Ravid, ”Israeli Ministers Mull Apology to Turkey Over Gaza Flotilla", Haaretz, 24
Juli 2011, https://www.haaretz.com/israeli-ministers-mull-apology-to-turkey-over-gaza-flotilla-
1.374899 77
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 127
43
mengadakan perundingan secara rahasia di bawah naungan Amerika Serikat dan PBB
pada 2 September 2011, kedua belah pihak mengirim para perwakilan senior
negaranya masing-masing. Tujuannya adalah untuk menyetujui sebuah formula
kesepakatan, yang akan memperbaiki keretakatan hubungan kearah sebuah draft
perjanjian yang dinamakan Palmer Report. Publikasi dari laporan ini ditunda
beberapa kali, untuk memberi kesempatan kepada negosiator untuk mencoba dan
mencapai kesepakatan.78
Negosiasi dan perundingan antara Israel-Turki dalam Palmer Report
menghasilkan sebuah rancangan kesepakatan yaitu, permintaan maaf Israel secara
publik, kompensasi Israel kepada para korban, dan sebagai jaminannnya pemerintah
Turki tidak mengadili orang-orang Israel yang terlibat dalam insiden Gaza Flotilla
Raid. Namun disisi lain, Israel justru memutuskan untuk menolak kesepakatan
tersebut. Tindakan tersebut juga dipertegas dengan
Namun, faktanya kedua belah pihak menyadari bahwa Palmer Report tersebut
tidak sepenuhnya mendukung pandangan salah satu dari kedua negara tersebut, justru
Palmer Report menyebabkan kemunduran tahapan dalam negosiasi normalisasi
hubungan diplomatik.79
Laporan tersebut mengatakan bahwa blokade Israel atas Gaza
adalah sah dan legal, meskipun klaim Turki menyatakan blokade tersebut adalah
78
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 127 79
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 127
44
illegal dan melanggar prinsip hukum internasional.80
Sementara Israel beralasan
bahwa tindakan militeristik Israel adalah tindakan priventif untuk melakukan
pencegahan serangan dari lawan, yang justru dianggap dalam Palmer Report sebagai
tindakan yang tidak masuk akal dan berlebihan dalam pengambilalihan armada kapal
Mavi Marmara. 81
Pasca putusan dari Palmer Report PBB dan tindakan Israel yang menolak
meminta maaf atas insiden Gaza Flotilla Raid, Turki langsung melakukan pemutusan
hubungan diplomatik dengan Israel melalui pengusiran duta besar Israel untuk
Ankara. Tindakan pengusiran Turki terhadap agen diplomatik Israel dapat dilakukan
dengan legitimasi keberadaan Pasal 43 Konvensi Wina tahun 1961 Tentang
Hubungan Diplomatik. Pasal tersebut menjelaskan fungsi agen diplomatik dapat
berakhir melalui pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa
negara tersebut menolak untuk mengakui seorang pejabat diplomatik sebagai anggota
perwakilan.82
Negara penerima agen diplomatik dapat melakukan penolakan terhadap agen
diplomatik negara pengirim akibat adanya pemutusan hubungan diplomatik.
Pemutusan hubungan diplomatik suatu negara dengan negara lainnya merupakan
keputusan sepihak yang pada hakikatnya didasarkan atas hak kedaulatannya sebagai
80
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 45 81
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 54 82
Pasal 43, Konvensi Wina Tahun 1961, Tentang Hubungan Diplomatik
45
negara.83
Pada umumnya pemutusan hubungan diplomatik tersebut merupakan suatu
cara yang diperbolehkan oleh hukum internasional karena adanya tekanan politik agar
bisa merubah sikap negara lain yang dikehendaki atau untuk menghukum tindakan
negara lain yang dianggapnya tidak sah.84
Israel menganggap tuntutan dari Palmer Report yaitu permintaan maaf kepada
Turki dirasa sebagai hal yang memalukan. Israel memandang insiden Gaza Flotilla
Raid tidak seperti masyarakat Turki yang mengaggapnya sangat penting. Israel
mengaggap insiden tersebut sebagai sebuah peristiwa yang digunakan oleh Erdoğan
untuk mempermalukan Israel dan untuk memperbaiki posisi Turki di mata dunia
Muslim. Namun sebaliknya Davutoğlu melabeli insiden tersebut sebagai 9/11
Turki.85
Maka akibat tindakan Israel tersebut proses normalisasi mundur ke tahapan
yang disebutkan Barston sebagai tahapan awal yaitu dimana Israel dan Turki harus
membangun hubungan kembali melalui jalur formal atau informal.
Nahum Barnea salah satu wartawan Israel yang paling berpengaruh
menjelaskan mengenai kegagalan Israel membaca keuntungan yang di dapat dari
draft perjanjian normalisasi dalam Palmer Report tersebut. “Very few in Israel asked
what Israel actually has to apologize about, if you ask the Israeli on the street he will
say confidently: Israel is asked to apologize on the Israel Defense Forces (IDF)
83
Aryo Bimo Prasetyo, Kholis Roisah, Peni Susetyorini, “Implikasi Pemutusan Hubungan
Diplomatik Saudi Arabia dengan Iran pasca Eksekusi Hukuman Mati Sheikh Nimr al-Nimr”,
Diponogoro Law Journal, Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, 4 84
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik,Teori dan Kasus,(Bandung : Alumni,1995), 179 85
Gabriela Özel Volfová, “Changes in Turkish-Israeli Relations: Implications for the Regional
Security Environment”, Central European Journal of International and Security Studies, Vol. 1,
(2014), 88
46
operation. This is not true” Menurut draft kesepakatan tersebut, Israel cukup
meminta maaf secara public atas kesalahan operasional yang telah diakuinya bersalah
dalam Palmer Report dan komite investigasi PBB, namun Israel tidak melakukan
permohonan maaf itu secara publik. Menurut Nahum Barnea Inilah salah satu kesalah
Israel dalam menafsirkan posisinya dimata dunia internasional.86
Dengan terputusnya hubungan diplomatik tersebut, Turki dibawah Erdogan
mengeluarkan berbagai sikap provokasi anti-Israel. Israel sendiri lebih memilih diam
dan tidak membalas berbagai tudingan atas pernyataan dan kebijakan Erdogan. Israel
terus membiarkan Erdogan memainkan perannya tanpa bereaksi terhadap berbagai
provokasi tersebut. Israel percaya bahwa waktu akan mengubah sikap Turki dan
Erdogan, yang menyebabkan Turki beralih ke isu-isu lain. Selain itu Israel juga
mengharapkan pemerintahan Barack Obama untuk membantu Israel dalam
mengkontrol sikap Erdoğan dengan membatasi retorika anti-Israel.87
Dalam tahapan awal normalisasi hubungan diplomatik antara Israel-Turki,
melalui Palmer Report kedua belah pihak menyadari bahwa laporan tersebut tidak
sepenuhnya mendukung pandangan salah satu dari kedua negara tersebut, justru
Palmer Report menyebabkan kemunduran tahapan dalam negosiasi normalisasi
hubungan diplomatik88
Palmer Report digunakan oleh kedua belah pihak sebagai
86
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 131 87
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 132 88
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 127
47
permainan untuk mencari dukungan kekuatan dan membuktikan posisi bersalah di
antara kedua negara.
Laporan tersebut menemukan bahwa prinsip dasar kebebasan navigasi di laut
lepas hanya tunduk pada pengecualian tertentu berdasarkan hukum internasional.
Palmer Report menggap bahwa Israel menghadapi ancaman nyata terhadap
keamanannya dari kelompok militan di Gaza. Maka blokade angkatan laut yang
diberlakukan Israel adalah suatu tindakan keamanan yang sah untuk mencegah
masuknya senjata dari Gaza melalui laut, dan implementasinya sesuai dengan
persyaratan hukum internasional.89
Selain itu dalam Palmer Report PBB tersebut juga menambahkan bahwa
armada Mavi Marmara telah bertindak sembarangan dalam usaha untuk melanggar
blokade angkatan laut. Mayoritas armada tidak memiliki maksud kekerasan, namun
ada pertanyaan serius tentang perilaku, sifat dan tujuan sebenarnya dari
penyelenggara armada, khususnya IHH. Tindakan armada yang sia-sia telah
membawa potensi eskalasi konflik.90
Namun Palmer Report tersebut juga
menjelaskan bahwa keputusan Israel untuk menaiki kapal dengan kekuatan besar
yang berada jauh dari zona blokade dan tanpa peringatan adalah tindakan yang
berlebihan dan tidak masuk akal. Seharushnya Israel menekankan prinsip non-
kekerasan untuk menghindari konfrontasi yang terjadi. Selain itu Seharusnya Israel
89
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 45 90
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 48
48
juga sudah menentukan pilihan sebelum melakukan operasi agar dapat meminimalisir
korban jiwa.91
Laporan Sekertaris Jendral PBB tersebut juga menambhakan bahwa hilangnya
nyawa dan korban luka-luka akibat penggunaan kekuatan oleh pasukan Israel selama
operasi pengambilalihan Mavi Marmara tidak dapat diterima. Sembilan penumpang
tewas dan banyak lainnya terluka parah oleh pasukan Israel. PBB memandang bahwa
tidak ada penjelasan yang memuaskan yang diberikan kepada Panel oleh Israel atas
tewasnya sembilan korban tersebut. Bahkan bukti forensik menunjukkan bahwa
sebagian besar korban ditembak berkali-kali, termasuk di tubuh bagian belakang, atau
ditembak dari jarak dekat.92
Setelah mendengar berbagai keputusan dari Palmer Report PBB, Pada tanggal
2 September 2011, Turki memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan
diplomatik dengan menarik duta besar Turki untuk Tel Aviv dan mengurangi
intensitas hubungan diplomatik dengan Israel dan menangguhkan berbagai kerja sama
militer.93
Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu mengatakan bahwa Turki akan
mengurangi kehadiran diplomatiknya di Israel dan menangguhkan kesepakatan
militer sampai Israel mengeluarkan permintaan maaf penuh atas kematian 10 warga
negara Turki saat IDF melakukan penyerangan kapal Mavi Marmara pada tahun
91
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 54 92
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the 31 May
2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011), 61 93
Karen Kaya, “Turkey and Israel in a New Middle East”, Foreign Military Studies Office,
(Juli, 2013), 2
49
2010.94
Turki juga mengusir duta besar Israel setelah laporan PBB menemukan
bahwa blokade Gaza legal menurut hukum internasional meskipun kekuatan yang
berlebihan digunakan saat melakukan penyerangan kepada kapal Mavi Marmara.95
Selain itu Turki juga tidak melanjutkan kerja sama strategis dibidang energi
minyak dan gas alam dengan Israel yang akan menghubungkan pipa bawah laut
Ceyhan dengan Haifa. Secara otomatis Israel tidak akan dilibatkan dalam
pengenbangan kerja sama startegis BTC dan SPCGL. Pejabat Israel menyatakan
bahwa mereka berharap dapat memulihkan hubungan diplomatik dengan Turki
namun menegaskan bahwa mereka tidak akan meminta maaf atas insiden tersebut.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan
berusaha untuk memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dengan pemerintah dan
rakyat Turki, namun pihaknya tidak akan meminta maaf atas kematian sembilan
aktivis Turki, yang dikatakan oleh tentara IDF yang sedang membela
keselamatannya. 96
94
Gabe Kahn, Turkey Downgrades Israel Ties: Incensed over the Palmer Report, Turkey has
downgraded ties with Israel, http://www.israelnationalnews.com/News/News.aspx/147480 95
“Turkey downgrades ties with Israel”, http://www.aljazeera.com/news/middleeast/
2011/09/2011927226423902.html 96
Barak Ravid, “Israel: We Hope to Mend Turkey Ties, but Will Not Apologize for Gaza
Flotilla”, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-we-hope-to-mend-turkey-ties-but-will-not-
apologize-for-gaza-flotilla-1.382240
50
BAB III
PROSES NEGOISASI DALAM NORMALISASI HUBUNGAN DIPLOMATIK
ANTARA ISRAEL DENGAN TURKI
Bab ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor penghambat proses
normalisasi hubungan diplomatik yang berlangsung dari tahun 2011 sampai dengan
tahun 2016. Selain itu Bab ini juga akan menjabarkan proses negosiasi Israel dalam
menormalisasi hubungan diplomatik dengan Turki pasca pemutusan hubungan
diplomatik akibat insiden Gaza Flotilla Raid. Proses negosiasi tersebut berlangsung
selama tahun 2011 hingga tahun 2016 dimana terdapat kekosongan hubungan
diplomatik antara Israel-Turki. Dalam bukunya Modern Diplomacy, Barston
menjelaskan bahwa terdapat sepuluh tahap dalam proses normalisasi hubungan
diplomatik. Biarpun tidak dapat diseragamkan dalam setiap kasus proses negosiasi
dalam menormalisasi hubungan diplomatik, namun pendapat Barston dapat dijadikan
sebagai acuan dalam mengidentifikasi dan merunutkan proses negosiasi tersebut.
A. Kegagalan Proses Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara Israel Dengan
Turki Tahun 2013
Setelah terjadi pemutusan hubungan diplomatik pasca Palmer Report tahun
2011 maka Turki secara otomatis mengambil posisi sebagai salah satu oposisi Israel.
Hal tersebut dibuktikan pada akhir tahun 2012, Kementerian Luar Negeri Turki
dibawah Ahmet Davutoğlu meminta masyarakat internasional dan PBB untuk
51
mengambil inisiatif yang diperlukan untuk menghentikan operasi militer Israel di
Gaza.
Pada dasarnya terdapat dukungan dari berbagai kalangan untuk segera
menyepkati proses normalisasi dengan Turki. Salah satunya adalah Jaksa Agung
Israel, Yehuda Weinstein yang menyarankan Netanyahu untuk mencapai sebuah
pemahaman dengan Turki, walaupun itu berarti mengajukan permintaan maaf secara
terbuka atas kesalahan operasional militer dan penyalahgunaan kekerasan. Dari
kalangan militer Israel sendiri terdapat kalangan yang mendukung untuk
menyelesaikan krisis tersebut dengan melakukan permintaan maaf langsung kepada
Turki. Selain itu beberapa kalangan diplomat Israel dari Kementeri Luar Negeri juga
memberikan dukungan untuk tindakan maaf dan pengakuan kesalahan semacam itu.
Yehuda Weinstein dan kalangan militer tersebut berpendapat bahwa
permintaan maaf kepada Turki dapat mencegah tuntutan hukum terhadap tentara
Israel. Selain itu, Israel juga memiliki kepentingan dengan posisi kekuatan Turki di
kawasan tersebut. Israel juga memiliki hubungan ekonomi masa lalu dengan Turki
yang secara signifikan mempengaruhi keduanya, apabila normalisasi hubungan
diplomatik terjadi maka Israel memiliki kesempatan untuk memperbarui berbagai
kerja sama ekonomi dan pertahanan dengan Turki.97
Kenyataannya, berbagai suara dan dukungan secara internal dalam
pemerintahan Israel untuk menormalisasi hubungan diplomatik hanya akan
97
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 128
52
mengambang dan tidak akan terlaksana. Berbagai dukungan terhadap kesepakatan
normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki biasanya tidak disuarakan di ranah
publik, yang menyebabkan tidak adanya wacana publik mengenai masalah ini.
Karena Israel selalu melakukan proses negosiasi dengan Turki secara tertutup dan
rahasia yang menyebabkan keputusan Israel selalu ditentukan oleh beberapa
pemimpin politik. Keputusan tersebut tentunya didasarkan pada pertimbangan politik
Israel serta keyakinan dan ideologi pribadi para elit politik tersebut. Tidak ada
tekanan publik yang nyata terhadap masalah ini, walaupun kemungkinan reaksi
publik jelas merupakan bagian dari pertimbangan politis yang benar-benar
diperhitungkan.98
Tanggapan berbeda menganai tindakan Israel yang menolak untuk melakukan
normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki juga muncul dari jajaran politikus
Israel. Salah satu yang mengkritik penolakan normalisasi hubungan diplomatik Israel
dengan Turki tersebut, adalah para tokoh oposisi politik, seperti Tzipi Livni dan
Tzachi Hanegbi dari Partai Kadima. Selain itu para tokoh masyarakat Israel juga
mengkritik tindakan tersebut antara lain Gubernur Bank Israel Stanley Fischer,
mantan Menteri Prof. Amnon Rubinstein, dan Nahum Barnea dari Yediot Aharonoth,
salah satu wartawan Israel yang paling berpengaruh. Kalangan tersebut
mempertanyakan keputusan Netanyahu untuk menolak kesepakatan normalisasi
98
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 128
53
hubungan diplomatik, dan menekankan pentingnya memiliki hubungan baik dengan
Turki.99
Namun jika membaca situasi publik Israel, maka akan didapati berbagai
stigmatisasi buruk yang dilakukan oleh Israel terhadap Turki khususnya Erdogan.
Biarpun berbagai dukungan kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik dengan
Turki biasanya tidak disuarakan di ranah publik, namun media Israel tetap
mencitrakan buruk posisi Erdogan. Pencitraan buruk tersebut sangan berpengaruh
kepada persepsi masyarakat Israel terhadap Erdogan khusunya, dan Turki umunya.
Perdana Menteri Turki Erdogan digambarkan oleh media Israel sebagai
pemimpin irasional, ekstremis dan radikal, yang tidak bermain sesuai dengan norma
diplomatik internasional. Erdoğan dianggap sebagai musuh terburuk Israel di masa
sekarang dan di masa mendatang, dan digambarkan sebagai seseorang yang
menentang. Pada akhirnya jajak pendapat publik mengungkapkan bahwa masyarakat
Israel menolak permintaan maaf apapun ke Turki. Selain itu terdapat pula seruan
publik Israel untuk memboikot produk Turki, dan menahan diri untuk tidak
mengunjungi negara tersebut.100
Melihat berbagai tekanan tersebut, sangat wajar jika
pada awalnya Israel tidak berniat untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik
dengan Turki.
99
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 131 100
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey during the
Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012), 131
54
Untuk menghadapi kekosongan hubungan diplomatik dengan Turki, Israel
memprakarsai gerakan politik yang dengan negara-negara yang berada di pinggiran
Timur Tengah. Israel mulai membangun hubungan yang lebih kuat dengan sejumlah
negara di "lingkaran luar," seperti Siprus, Yunain, Azerbaijan, dan Sudan Selatan.
Hubungan ini mencakup kerja sama intelijen, latihan militer bersama, dan kolaborasi
politik dan ekonomi.101
Hubungan baik Israel dengan negara-negara tersebut
memberikan jaminan keamanan dan manfaat intelijen bagi Israel. Israel melihat
hubungan yang berkembang ini memiliki potensi untuk menekan Turki agar
melunakkan sikap kerasnya terhadap Israel.
Sebagai contoh, pada bulan Desember 2010, Siprus dan Israel
menandatangani sebuah kesepakatan penting mengenai batas maritim antara kedua
negara, yang membatasi ZEE masing-masing negara. Dengan demikian masing-
masing negara dapat melibatkan perusahaan energi internasional untuk
pengembangan sumber daya hidrokarbon lepas pantai yang potensial. Pada tahun
2011, ladang gas alam Aphrodite ditemukan di lepas pantai selatan Cyprus sekitar 34
km sebelah barat ladang gas Leviathan milik Israel. Meskipun volume cadangan gas
Aphrodite terbukti mengecewakan dan cekungan gas alam menyeberang hingga ke
101
Gallia LindenstraussYoel Guzansky, "Israel's Peripheral Pact", The National Interest, 19 Juni
2012, http://nationalinterest.org/commentary/israels-peripheral-pact-7091
55
ZEE Israel, Siprus tetap akan mendapatkan keuntungan dengan menjadi eksportir
energi gas alam yang bekerja sama dengan Israel.102
Turki sendiri telah memperhatikan dan mengamati keputusan Republik Siprus
yang melakukan kerja sama gas alam dengan Israel. Pada saat Siprus memulai
kegiatan pengeboran lepas pantai di selatan Siprus, Turki meminta Republik Siprus
menghentikan kegiatan pengeboran dan eksplorasi gas alam secara sepihak. Turki
mengklaim bahwa pemerintah Republik Siprus di bagian selatan pulau itu tidak
memiliki wewenang untuk menandatangani kesepakatan kerja sama gas alam dengan
Israel. Turki mengkritik langkah-langkah ini dengan alasan bahwa Republik Siprus
mengabaikan hak dan yurisdiksi Republik Turki Siprus Utara di pulau itu, dan
meminta Republik Siprus mulai bekerja sama dengan Republik Turki Siprus Utara di
bawah pengawasan PBB.103
Secara tidak langsung tindakan Israel yang bekerja sama
dengan Republik Siprus justru meningkatkan ketegangan diplomatik antara Israel-
Turki.
Perkembangan hubungan abnormal di tingkat politik sering dibuktikan dengan
negosiasi yang panjang dan umumnya tidak jelas, yang semakin dipandang tidak
mungkin menghasilkan dampak yang signifikan. Sementara dalam beberapa kasus,
masalah yang tidak terselesaikan dari sebuah kasus dapat dipandang saling
menguntungkan misalnya masalah Siprus untuk Yunani dan Turki, namun
102
Michael Tanchum, "A New Equilibrium: The Republic of Cyprus, Israel and Turkey in the
Eastern Mediterranean Strategic Architecture", Peace Research Institute Oslo and Friedrich-Ebert-
Stiftung, Occasional Paper Series, Vol. 1, (2015), 2 103
Murat Ağdemir, "Relations Between Israel and the South Cyprus Greek Administration: A
New Alignment in the Eastern Mediterranean?", Perceptions, Vol. XXI, No. 2113, (2016), 113
56
ketidakpuasan yang meningkat umumnya disertai dengan langkah salah satu pihak
untuk meningkatkan ketegangan ketahap yang lebih tinggi atau mengabaikan segala
perundingan.104
Sejak 14 November 2012, ketegangan kedua negara tersebut kembali
memuncak diawali dengan Operation Pillar of Defense yang dilakukan Israel di Gaza
Palestina. Turki menganggap tindakan Israel tersebut sebagai contoh lain dari
kebijakan permusuhan Israel terhadap negara muslim. Ahmet Davutoğlu juga
berpendapat bahwa serangan ini adalah "kejahatan kemanusiaan" yang sekali lagi
dilakukan oleh Israel. 105
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh
PBB telah gagal bertindak atas pemboman udara Israel di Gaza yang terjadi pada 19
November 2012.106
Operation Pillar of Defense berlangsung selama delapan hari yang dimulai
dengan pembunuhan Ahmed Jabari seorang kepala sayap militer Hamas di Gaza oleh
sebuah bom udara Israel.107
Akibat tindakan Israel tersebut, Turki dan Iran menuduh
Israel melakukan "kejahatan perang". Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan
mengecam Israel dengan pernyataan bahwa Israel sedang melakukan "pembersihan
etnis Palestina". "Israel is committing ethnic cleansing by ignoring peace in this
region and violating international law. It is occupying the Palestinian territory step
104
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 275 105
"Turkey harshly condemns Israel‟s operation against Gaza", Hurriyet Daily News,
http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-harshly-condemns-israels-operation-against-gaza-34704 106
Emre Peker, "Turkey Labels Israel a 'Terrorist State", Wall Street Journal,
https://www.wsj.com/articles/SB10001424127887323353204578128880612421650 107
Matthew Kalma, Massed Israeli troops poised for invasion of Gaza, Independent,
https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/massed-israeli-troops-poised-for-invasion-of-
gaza-8316615.html
57
by step." kata Erdogan. Erdogan mengatakan bahwa serangan udara Israel terhadap
Gaza tidak dapat dianggap sebagai pembelaan diri. Kemudian Erdogan menambhkan
bahwa "Sooner or later, Israel will answer for the innocent blood it has shed so far”
katanya.108
Selang beberapa bulan kemudian, Pada tanggal 22 Maret 2013 Presiden
Amerika Serikat Barrack Obama mengunjungi Israel, kedatangan Obama selama dua
hari tersebut bertujuan untuk menekan kedua belah pihak yaitu Israel-Turki untuk
segera melakukan normalisasi hubungan diplomatik. Obama merasa prihatin dengan
situasi yang memburuk di Suriah, pemerintahan Obama telah berusaha memperbaiki
hubungan antara sekutunya Turki dan Israel, dua kekuatan regional di perbatasan
Suriah.
Bersamaan atas kedatangan Obama, Perdana Menteri Israel Benjamin
Netanyahu menelepon Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan meminta
maaf atas insiden Gaza Flotilla Raid. Sebuah pernyataan resmi pemerintah Israel
mengatakan bahwa Netanyahu menyatakan penyesalannya atas kemunduran dalam
hubungan diplomtik kedua negara dan menggambarkan kejadian tersebut sebagai
sesuatu yang tidak disengaja, akibat adanya kesalahan operasional.109
Erdogan
kemudian mengeluarkan sebuah pernyataan, di mana dia menerima permintaan maaf
108
"Turkey and Iran accuse Israel of „ethnic cleansing‟ and „war crimes‟ in Gaza", Al Arabiya
News, https://english.alarabiya.net/articles/2012/11/20/250765.html 109
Herb Keinon, "Benjamin Netanyahu apologizes to Turkey over Gaza flotilla", The
Jarusalem Post, http://www.jpost.com/International/Obama-Netanyahu-Erdogan-speak-by-phone-
307423
58
tersebut atas nama orang-orang Turki.110
Israel juga berjanji untuk mengkompensasi
keluarga korban.111
Sebagian besar rincian kesepakatan dalam draft normalisasi seperti
permintaan maaf termasuk masalah pengembalian duta besar dapat diselesaikan,
kecuali dalam kasus nominal kompensasi untuk keluarga korban insiden Gaza
Flotilla Raid. Turki menuntut kompensasi terhadap korban yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan nonimal yang Israel siap bayarkan. Kedua negara tidak dapat
bersepakat dalam nominal besaran kompensasi yang akan diberikan kepada para
korban. Israel siap membayar $ 100.000 untuk setiap keluarga korban, namun Turki
menuntut $ 1 juta US Dollar untuk setiap keluarga korban sebagai biaya
kompensasi.112
Akibatnya proses negosiasi antara keduanya kembali terputus.
Beberapa hari kemudian Perdana Menteri Erdoğan menyatakan bahwa
walaupun kemajuan telah dicapai sehubungan dengan negosiasi untuk menormalisasi
hubungan diplomatik akibat insiden Gaza Flotilla Raid, tanpa sebuah protokol
pencabutan blokade Gaza atau mengakhiri embargo Gaza secara formal, hubungan
diplomatik antara Israel-Turki tidak akan normal. Sebaliknya, Menteri Intelijen Israel
Yuval Steinitz mengatakan alasan mengapa para pihak tidak dapat mencapai
110
Ron Friedman, "Israel, Turkey to normalize ties, after PM apologizes for flotilla deaths", The
Times of Israel, https://www.timesofisrael.com/obama-applauds-call-between-israeli-turkish-prime-
ministers/ 111
Ayla Gürela, & Laura Le Cornub, “Can Gas Catalyse Peace in the Eastern Mediterranean?”,
The International Spectator: Italian Journal of International Affairs, Vol. 49, (2014), 21 112
Barak Ravid, “Israel-Turkey Reconciliation Talks Hit Impasse Over Scope of
Compensation”, Haaretz, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-turkey-reconciliation-talks-hit-
impasse-over-scope-of-compensation.premium-1.526279?=&ts=_1509266563116
59
pemahaman sebenarnya adalah akibat "kesalahan Erdoğan" yang bersikeras untuk
mencabut blockade Israel atas Gaza.113
Dalam Modern Diplomacy, Barston berpendapat bahwa, isi, konten, dan
agenda dari negosiasi bahkan saat terjadi perundingan dapat menjadi hambatan utama
bagi kemajuan substantif dalam tahap awal suatu negosiasi. Maka dipastikan bahwa
tahap persiapan dan tahap awal sebuah negosiasi dapat memakan banyak waktu.
Dengan demikian, hal-hal seperti pemilihan pihak-pihak yang akan diundang dan
pihak ketiga yang terlibat menjadi mederator sangatlah penting, sekalipun memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk menemukan suatu kesepakatan normalisasi.114
Dalam kasus normaliasi hubungan diplomatik antara Israel-Turki, isi konten
dalam perundingan selalu menjadi permasalahan utama yang sulit disepakati oleh
kedua negara. Dimualai dari tuntutan Turki terhadap Israel untuk meminta maaf atas
insiden Gaza Flotilla Raid, kesepakatan nominal biaya kompensasi terhadap
keluarga, hingga pembukaan blokade Gaza agar masuknya bantuan kemanusiaan
untuk para korban konflik bersenjata Israel-Palestina di Gaza. Berbagai hal tersebut
telah memperlambat proses Normalisasi antara Israel-Turki.
113
Mensur Akgün, Sabiha Senyücel Gündoğar & Aybars Görgülü, "Politics in Troubled Times:
Israel-Turkey Relations", The Turkish Economic and Social Studies Foundation Foreign Policy
Programme, (December 2014), 8 114
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 57
60
B. Proses Perjanjian Normalisasi Hubungan Diplomatik Antara Israel dan
Turki Tahun 2014-2016
Pada tahun 2014, Israel kembali melakukan penyerangan ke Gaza yang juga
dikenal sebagai Operation Protective Edge, operasi ini secara langsung
memepngaruhi proses negosiasi antara Israel dan Turki. Operasi militer tersebut
diluncurkan oleh Israel pada tanggal 8 Juli 2014 di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Setelah penculikan dan pembunuhan terhadap tiga remaja Israel oleh anggota Hamas,
IDF melakukan Operasi penangkapan pemimpin Hamas. Palestina di bawah Hamas
menembakkan roket ke Israel yang menyebabkan pecahnya konflik selama tujuh
minggu.115
Pada tanggal 20 Agustus, Saleh al-Arouri, seorang pemimpin Hamas yang
berbasis di Turki, mengaku bertanggung jawab atas penculikan tiga remaja Israel
tersebut. Konfrontasi antara Israel dan Hamas selama musim panas 2014 telah
memposisikan Turki dan Israel di sisi yang berlawanan.116
Konfrontasi tahun 2014 antara Israel dan Hamas semakin memperburuk
proses negosiasi normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Turki. Tidak
diragukan lagi dukungan Turki terhadap persatuan Palestina ditambah dengan
hubungan erat antara pemerintah AKP dan Hamas, dan retorika anti-Israel yang
berasal dari kepemimpinan Erdogan kemungkinan akan memiliki dampak buruk pada
upaya memperbaiki hubungan Turki-Israel dalam waktu dekat. Sementara itu di Israel
115
"Occupied Palestinian Territory: Gaza Emergency", United Nations Office for the
Coordination of Humanitarian Affairs, (2014), 9 116
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 1
61
sentimen publik anti-Turki juga memuncak seiring atas komentar Perdana Menteri
Erdogan yang mencirikan kebijakan Israel di Gaza sebagai "genosida sistematis ...
melebihi barbarisme Hitler". Akibat dari ketegangan tersebut, diperkirakan jumlah
turis Israel yang mengunjungi Turki akan berkurang secara signifikan. Hal tersebut
terjadi karena pada bulan Juli 2014 pemerintah Israel mengeluarkan sebuah
peringatan perjalanan ke Turki akibat banyaknya demonstrasi keras anti-Israel di
Istanbul dan Ankara.117
Masih pada tahun yang sama, pada tanggal 26 Mei 2014, Pengadilan di
Istanbul mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap empat pejabat militer
Israel karena peran mereka dalam memberi wewenang dan melakukan serangan
terhadap kapal Mavi Marmara. Hakim yang memimpin sidang di Pengadilan Tinggi
Istanbul memerintahkan surat penangkapan terhadap mantan Panglima Angkatan
Darat Israel Gabi Ashkenazi, komandan Angkatan Laut Laksamana Eliezer Marom,
kepala intelijen militer Israel Mayor Jenderal Amos Yadlin, dan Kapten Angkatan
Udara Brigadir Jenderal Avishai Levi. Surat tersebut dikirim ke Interpol, agar badan
kepolisian internasional tersbut mengeluarkan Red Notice, dan mengikuti perintah
pengadilan Turki, serta menangkap keempat komandan yang diadili secara in
absentia.118
117
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 23 118
Nora Barrows Friedman, ”Turkish court issues “historic” arrest warrants for Israeli army
commanders", The Electronic Intifada, https://electronicintifada.net/blogs/nora-barrows-
friedman/turkish-court-issues-historic-arrest-warrants-israeli-army-commanders
62
Pengadilan tersebut berargumen bahwa surat perintah penangkapan
diperlukan untuk prosedur hukum karena para terdakwa tidak menghadiri
persidangan tersebut atau tidak menanggapi undangan yang dikirimkan kepada
mereka melalui departemen terkait dari Kementerian Kehakiman Turki.119
Tindakan
Pengadilan Tinggi Istanbul yang mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk
empat mantan jenderal Israel tersebut justru sekali lagi telah menyebabkan
kemunduran bagi negosiasi normalisasi hubungan diplomatik, dan menyulut
ketegangan antara kedua negara.120
Pada bulan April 2014, titik terang normalisasi antara Israel-Turki Mulai
kembali terlihat. Erdogan yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Turki,
mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Charlie Rose dari Public Broadcasting
Service bahwa "Kami Israel dan Turki telah mencapai sebuah kesepakatan mengenai
paket kompensasi yang kira-kira berkisar sebesar 20 juta US$". Selain itu Erdogan
menambahkan bahwa kesepakatan negosiasi lainnya berupa pengaturan bantuan
untuk Palestina yang dikirim melalui Turki. Erdogan berpendapat bahwa "dengan
selesainya tahap itu kita bisa bergerak menuju proses normalisasi, saya pikir kita akan
membicarakan hari minggu ini."121
119
"Turkish court orders arrest of four Israeli generals over Mavi Marmara", Hurriyet Daily
News, 26 Mei 2016, http://www.hurriyetdailynews.com/turkish-court-orders-arrest-of-four-israeli-
generals-over-mavi-marmara--66979 120
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 38 121
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle East
Policy, 2014), 23
63
Kemudian pada bulan Desember tahun 2015 Israel dan Turki kembali
melangsungkan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan normalisasi hubungan
diplomatik. Pemerintahan Obama kembali hadir sebagai pihak ketiga yang
berkeinginan untuk mengembalikan hubungan diplomatik kedua negara. Karena pada
dasarnya kedua negara tersebut merupakan sekutu penting bagi Amerika Serika di
kawasan mediterania. Para diplomat perwakilan masing-masing negara mengadakan
pertemuan di Swiss, di mana kesepakatan awal dikatakan sedang berjalan. Israel
mengatakan ingin mengembalikan hubungan diplomatiknya. Dalam pertemuan
tersebut pemerintah Israel telah meminta maaf atas serangan Mavi Marmara dan
setuju untuk membayar 20 juta US$ untuk kompensasi kepada keluarga korban.122
Pada 25 Juni 2016, Menteri Ekonomi Turki Nihat Zeybekçi menggambarkan
Israel sebagai sekutu penting bagi Turki, ia juga mengatakan bahwa kedua negara
akan menormalkan hubungan diplomatik keduanya dengan syarat bahwa Israel akan
menjamin kebutuhan dasar warga Gaza.123
Zeybekçi juga menambhkan bahwa "Bagi
kami, Israel memerlukan sekutu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan militer,
kami bertujuan untuk membangun kerjasama dalam hal-hal strategis. Dalam hal itu,
saya berharap bahwa kita bisa mendapatkan hasil yang terbaik di akhir pekan ini.
Kemudian, penyelesaian konflik di Irak dan Suriah dimana terjadi drama
122
Tracy Wilkinson, "Turkey and Israel are in talks to restore diplomatic ties" Los Angeles
Times, http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-turkey-israel-talks-20151222-story.html 123
Hasan Kösebalaban, Towards a New Strategic Alliance between Turkey and Israel?,
(Istanbul: al Sharq Forum, 2016), 5
64
kemanusiaan yang harus diselesaikan terlebih dahulu, maka solusi politik untuk
keduanya harus tercapai."124
Pada hari senin 27 Juni 2016, secara resmi Turki dan Israel mengumumkan
bahwa keretakan hubungan yang terjadi selama kurang lebih enam tahun akhirnya
dapat disudahi. Hal tersebut disebabkan adanya kesepakatan bersyarat mengenai
pemulihan hubungan diplomatik kedua negara. Kedua Negara memberikan
pernyataan resmi tekait hal ini melalui dokumen perjanjian normalisasi hubungan
diplomatik yang bernama “Procedural Agreement on Compensation between The
Republic of Turkey and The State of Israel”, yang ditandatangani pada 28 Juni 2016.
Perjanjian itu ditantangani oleh Feridun h. Sinirlioğlu sebagai perwakilan Turki dan
Dore Gold sebagai perwakilan Israel.125
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sendiri baru menyetujui kesepakatan
untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel pada 31 Agustus
2016. Keterlambatan itu juga diduga akibat adanya kudeta yang berlangsung pada
tanggal 15-16 juli 2016 yang mengganggu stablitas keamanan Turki.126
Dalam
perjanjian normalisasi hubungan diplomatik tersebut, terdapat 6 hal utama yang
disepakati oleh Israel maupun Turki untuk dipenuhi antara lain:
124
"Zeybekci: İsrail önemli müttefik", Aljazeera, 25 Juni 2016,
http://www.aljazeera.com.tr/haber/zeybekci-israil-onemli-muttefik 125
“Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016 126
“President Erdoğan approves Israel deal”, Hurriyet Daily News
http://www.hurriyetdailynews.com/president-erdogan-approves-israel-
deal.aspx?pageID=238&nID=103422&NewsCatID=510
65
1. Pemerintah Israel akan melakukan pembayaran extra gratia sebesar 20 juta
US$ ke rekening yang dibuka oleh pemerintah Turki untuk mengkompensasi
keluarga korban insiden armada kapal Mavi Marmara yang terjadi pada
tanggal 31 Mei 2010.
2. Jumlah Uang di atas harus diberikan secara sekaligus. Pemerintah Turki akan
menginformasikan melalui jalur diplomatik rekening bank yang di gunakan
untuk menerima kompensasi dari pemerintah Israel. Israel akan mentransfer
uang kompensasi tersebut ke rekening terkait dalam waktu dua puluh lima hari
kerja setelah berlakunya Perjanjian ini.
3. Distribusi jumlah uang di atas sudah termasuk kompensasi eksklusif untuk
Pemerintah Turki sesuai dengan metode distribusi diatas, tanpa tanggung
jawab tambahan apapun yang timbul dari pemerintah Israel.
4. Turki dan Israel bersepakat bahwa mereka tidak akan mengajukan gugatan
hukum kepada perwakilan kedua Negara tersebut yang terkait dengan insiden
armada kapal (Mavi Marmara), Bagaimanapun, jika terdapat tuntutan,
kesepakatan ini merupakan pelepasan tanggung jawab Israel.
5. Jika terdapat tuntutan kepada Pemerintah Israel terkait uang ganti rugi untuk
para korban baik korban pihak penuntut atas nama individu dalam yuridiksi
turki, terlepas dari ketentuan tersebut di atas, maka pemerintah Turki yang
harus menggantikan semua kerugian biaya tersebut.
6. Persetujuan ini mulai berlaku pada tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis
terakhir melalui jalur diplomatik dimana masing-masing pihak saling
66
menginformasikan, dan menyelesaikan prosedur hukum internal yang
diperlukan untuk mengaplikasikan perjanjian ini di masing-masing Negara.127
Selain ke 6 persetujuan tersebut, Turki juga meminta agar negaranya dapat
membangun proyek-proyek industri di kawasan Tepi Barat Palestina yang berfungsi
sebagai penggerakkan laju perekonomian. Israel juga akan mengizinkan Turki untuk
memajukan proyek kemanusiaan di Jalur Gaza, seperti membangun rumah sakit,
pembangkit listrik dan sebuah stasiun penyulingan air bersih 128
Dengan adanya
pembangunan sektor industri di wilayah Tepi Barat, Turki berharap Rakyat Palestina
disana dapat melakukan perputaran ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Lebih jauh, Turki juga diperbolehkan untuk mengirim semua bantuan ke Jalur
Gaza melalui Israel atau dari Israel ke Gaza melalui jalur darat, namun semua
tindakan tersebut harus tunduk pada pertimbangan keamanan Israel.129
Selanjutnya,
Israel juga sepakat bahwa Turki dapat mempertahankan perwakilan diplomatik
Hamas dinegaranya dengan syarat bahwa Hamas tidak akan melakukan aktivitas
teroris atau militer apapun terhadap Israel dari wilayah Turki.130
Segera setelah
menandatangani perjanjian tersebut, kedua negara langsung memulai proses
normalisasi hubungan mereka dengan menunjuk duta besar Israel untuk Ankara dan
127
“Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016 128
Ali Abunimah, “Turkey-Israel deal leaves Gaza siege intact”,
https://electronicintifada.net/blogs/ali-abunimah/turkey-israel-deal-leaves-gaza-siege-intact 129
Barak Ravid, “Israel and Turkey Officially Announce Rapprochement Deal, Ending
Diplomatic Crisis” Haartz, https://www.haaretz.com/israel-news/1.727369
https://www.haaretz.com/israel-news/1.727369 130
Hasan Kösebalaban, Towards a New Strategic Alliance between Turkey and Israel?,
(Istanbul: al Sharq Forum, 2016), 5
67
Turki untuk Tel Aviv. Israel sendiri menunjuk Eitan Na'eh sebagai duta besar Israel
untuk Ankara131
dan Mekin Mustafa Kemal Ökem sebagai duta besar Turki untuk Tel
Aviv.132
Dalam proses normalisasi hubungan diplomatik antara Israel-Turki terdapat
beberapa perubahan kebijakan Israel yang cukup signifikan, diantaranya pada tahun
2011 Israel menolak untuk melakukan permintaan maaf terhadap Turki terkait insiden
Gaza Flotilla Raid hingga mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan
diplomatik. Namun pada tahun 2013, akibat adanya tekanan dari AS Israel mulai
mengalami perubahan sikap dimana Israel melakukan permintaan maaf secara publik
atas insiden Gaza Flotilla Raid. Permasalahannya pada saat itu Israel tetep menolak 2
tuntutan Turki lainnya, yaitu yang pertama ganti rugi sebesar 1 juta US$/ korban,
yang pada saat itu Israel hanya bersedia membayar 100 ribu US$/ korban dimana
berarti 1000 kali lebih kecil dari tuntuan yang di minta Turki. Selain itu Israel juga
menolak tuntutan ke tiga Turki yaitu pembukaan blokade jalur Gaza untuk
pengiriman bantuan kemanusiaan yang dianggap Israel sebagai ancaman terhadap
keamanan.
Dari berbagai penolakan tersebut normalisasi pada tahun 2011 dan 2013,
tindakan berbeda justru kemudian dilakukan Israel pada tahun 2016, secara signifikan
Israel menyetujui berbagai tuntutan Turki yaitu permintaan maaf, pemberian biaya
131
Raphael Ahrem, “After five frosty years, Israeli ambassador returns to Turkey” Times of
Israel https://www.timesofisrael.com/after-five-frosty-years-israeli-ambassador-returns-to-turkey/ 132
“President announces Kemal Ökem as Turkey‟s new ambassador to Israel”, Hurriyet Daily
News, http://www.hurriyetdailynews.com/president-announces-kemal-okem-as-turkeys-new-
ambassador-to-israel.aspx?pageID=238&nID=106179&NewsCatID=510
68
kompensasi kepada para korban Gaza Flotilla Raid dengan biaya total sebesar 20 juta
US$, dan pembukaan blokade jalur Gaza. Salah satu hal yang paling signifikan dalam
perjanjian normalisasi hubungan diplomatik tersebut adalah besarnya total biaya
kompensasi yang Israel sepakati dari 100ribu US$/korban menjadi 20 Juta US $
untuk kompensasi seluruh korban. Dari sini dapat dilihat berbagai perubahan sikap
Israel terkait proses normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki.
BAB IV
ANALISA KEBIJAKAN ISRAEL TERKAIT NORMALISASI HUBUNGAN
DIPLOMATIK DENGAN TURKI
Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pertimbangan Israel terkait
keputusannya untuk menandatangani perjanjian normalisasi hubungan diplomatik
dengan Turki yang tertunda selama hampir 6 tahun. Disebut sebagai normalisasi
hubungan diplomatik karena kedua belah pihak membuat kesepakatan guna
membangun kembali hubungan diplomatik yang sudah terputus. Usaha untuk
menormalisasi hubungan keduanya sudah dimulai sejak terjadinya abnormalisasi
69
hubungna diplomatik pasca insiden Gaza Flotilla Raid. Untuk melihat alasan Israel
terkait penandatanganan perjanjian tersebut maka akan digunakan pendekatan
Konstruktivisme.
Dengan pendekatan Konstruktivisme kita dapat menganalisa berbagai
kebijakan berdasarkan pada identitas suatu negara. Konstruktivisme mengakui adanya
kepentingan nasional suatu negara yang diaplikasikan dalam bentuk sebuah
kebijakan. Kepentingan nasional tersebut terbentuk dari identitas negara, dimana
identitas tersebut bersifat dinamis dan terbentuk melalui interaksi sosial. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kepentingan berfungsi sebagai variabel penghubung antara
identitas dan kebijakan luar negeri suatu negara.133
Karena negara sebagai aktor
memiliki identitas kolektif yang berfokus pada insentif selektif yang mungkin
mendorong mereka untuk bekerja sama.
Barston sendiri beranggapan bahwa proses normalisasi akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, termasuk: pengaruh pengaturan domestik dan eksternal; ruang
lingkup institusi; hubungan antara tingkat relasi; dan seberapa jauh hambatan utama
untuk memperbaiki hubungan dapat dihilangkan atau ditangani.134
Pandangan
Barston tersebut sejalan dengan asumsi yang disampaikan oleh konstruktivisme
holistik dimana dunia internasional secara sistemik dan unit-level berperan untuk
mencapai suatu kebijakan negara.
133
Alexander Wendt, "Collective Identity Formation and the International State", American
Political Science Review, No. 88 (1994) hal. 385 134
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 280
70
Konstruktivisme holistik memperlakukan wilayah domestik dan struktur
internasional sebagai dua proses sosial dan politik yang tak terpisahkan.
Konstruktivisme Holistik mengarahkan dua perspektif yang berbeda tetapi saling
melengkapi antara sistem internasional dan perubahan dalam masyarakat modern
suatu negara.135
Konstruktivisme berpendapat bahwa struktur normatif dan ideasional
berfungsi sebagai pembentuk identitas dan kepentingan para aktor, hal tersebut terjadi
melalui tiga mekanisme: imagination, communication, dan constraint.
Berkenaan dengan imagination, konstruktivis berpendapat bahwa struktur
non-material mempengaruhi apa yang aktor lihat sebagai ranah kemungkinan seperti:
bagaimana mereka berpikir cara mereka bertindak, apa yang dianggap sebagai
batasan dalam tindakan mereka dan strategi apa yang dapat mereka bayangkan.136
Imagination atau pembentukan persepsi ini bertujuan agar keduanya mencapai shared
idea atas suatu pembentukan ide di antara mereka yang dapat dilihat dari kebijakan
atau tindakan yang diambil oleh aktor negara. Dalam isu ini, ide yang berusaha
dibentuk oleh Israel adalah ide normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki yang
awal mulanya disampaikan oleh Amerika Serikat. Ide ini berusaha disampaikan dan
diinteraksikan antara Amerika Serikat dan kedua aktor negara melalui proses
komunikasi.
Proses imagination ini berawal dari berbagai tekanan Amerika Serikat pada
tahun 2013 lewat kunjungan Barrack Obama ke Israel. Kedatangan Obama selama
135
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK, 2005), 198 136
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK, 2005), 198
71
dua hari tersebut bertujuan untuk menekan kedua belah pihak yaitu Israel-Turki untuk
segera melakukan normalisasi hubungan diplomatik. Barrack Obama menyampaikan
pendapatnya terhadap hubunga Israel-Turki, "Amerika Serikat sangat menghargai
kemitraan erat kami dengan Turki dan Israel, dan kami sangat mementingkan
pemulihan hubungan positif antara mereka dalam rangka memajukan perdamaian dan
keamanan regional," setelah penyampaian ide tersebut, Amerika Serikat secara
langsung telah mengawali proses imagination dalam normalisasi hubungan
diplomatik antara Israel dan Turki.137
Peran Amerika Serikat dalam proses
imagination juga terus berlanjut dalam berbagai hal, hingga pada tahapan
communication dan constrain.
Normalisasi antara Israel dengan Turki tidak dapat sepenuhnya dipahami
tanpa mempertimbangkan ide yang berhubungan dengan energi dan keamanan.
Politik energi tidak independen dari isu-isu regional dan strategis, dan ide mengenai
kerja sama energi kemungkinan akan menjadi agenda kedua negara karena berbagai
alasan. Sederhananya, Israel ingin mengekspor gasnya dan mengambil manfaat dari
kekayaan gas, sementara Turki mencari alternatif untuk memenuhi permintaan
gasnya.138
Kesamaan ide tersebut didapat karena adanya shared idea antara keduanya
yang dikomunikasikan dan dibentuk oleh berbagai faktor.
137
Jeffrey Heller, Obama brokers Israel-Turkey rapprochement 22 Maret 2013,
https://www.reuters.com/article/us-israel-turkey-obama/obama-brokers-israel-turkey-rapprochement-
idUSBRE92L0RK20130322 di akses 9 Agustus 2018 138
Aybars Görgülü dan Sabiha Senyücel Gündoğar, "Energy Relations between Turkey and
Israel", Menara Future Notes, No. 3, November 2016, hal 3
72
Jika dilihat dari latar belakang Israel, negara tersebut adalah negara paling
maju di Asia Barat Daya dan Timur Tengah dalam pembangunan ekonomi dan
industri.139
Israel berada di peringkat 27 dunia dalam Laporan Daya Saing Global
(World Competitive Report)140
dan peringkat 52 dalam indeks Doing Business 2017
Bank Dunia.141
Menurut International Institute for Management Development World
Digital Competitiveness Ranking 2017, pada tahun 2016 Israel berada di peringkat
21, dan pada tahun 2017 Israel menempati peringkat ke 22 sebagai negara paling
kompetitif di dunia.142
Israel adalah satu-satunya negara yang terus mengalami peningkatan populasi
hingga 330% disaat kondisi konflik terus berlangsung secara berkala.143
Namun
pertambahan jumlah penduduk tersebut didukung dengan hadirnya golongan
professional terdidik. Hal tersebut dibuktikan dengan Indeks Pembangunan Manusia
Israel yang mencapai angka 0.899 pada tahun 2015.144
Israel juga berhasil menduduki
peringkat ke 19 dalam United Nation Development Index Tahun 2016 dan berada
pada katagori Very Highly Developd.145
139
Amy Chua, “World on Fire”, (New York: Random House, 2003), hal. 211 140
Klaus Schwab, The Global Competitiveness Report 2015–2016, (Geneva: World Economic
Forum, 2016) hal. 8 141
Doing Business 2017 Equal Opportunity for All, Economy Profile Israel, (Washington DC:
The World Bank, 2017) hal. 8 142
IMD World Digital Competitiveness Ranking 2017, (Lausanne: International Institute for
Management Development, 2017) hal. 96 143
Ed. Ahmed Bounfour and Leif Edvinsson, Intellectual Capital for Communities: Nations,
Regions, and Cities, (New York: Butterworth-Heinemann, 2011), hal. 139 144
Human Developmen Report 2016 http://hdr.undp.org/en/countries/profiles/ISR di akses pada
tanggal 17 Oktober 2017 145
Human Development Report 2016: Human Development for Everyone, (New York: UNDP,
2016), hal. 198
73
Kemajuan berbagai sektor ekonomi industri, dan meningkatnya angka
populasi masyarakat Israel, menyebabkan negara tersebut membutuhkan suplai
kebutuhan sumber daya energi yang lebih besar. Israel hampir bergantung
sepenuhnya pada keberadaan bahan bakar fosil untuk pasokan energinya. Pada tahun
2008, penggunaan energi gas alam oleh Israel hanya mencapain 25% untuk
memenuhi pasokan listrik negaranya. Sedangkan penggunaan batubara dalam
memasok kebutuhan listrik di Israel hampir mencapai dua-pertiga dari kapasitas
pembangkit yang Israel miliki.146
Penggunaan batu bara diperhitungkan telah
mengakibatkan tingginya emisi karbon di negara tersebut.
Namun pada tahun 2009 Israel telah menemukan solusi berupa gas alam di
kawasan laut mediterania timur. Ladang gas tersebut ditemukan oleh Tim peneliti
USGS (United States Geological Survey) di bawah naungan Noble Energy Inc.
perusahaan gas independen asal Texas Amerika Serikat, bersama dengan Delek
Group, Avner Oil and Gas Ltd. selaku partner eksplorasi. 147
Mereka mengumumkan
bahwa ladang gas Tamar di kawasan lepas pantai Israel tersebut mencapai jumlah
sekitar 280 billion cubic meters (bcm).148
Tetapi pengelolaan dan eksploarasi
terhadap ladang gas tersebut baru dapat terlaksana pada tahun 2013.149
146
Gideon Irus, The Use of Coal Ash in Concrete According to The Israeli Standard and
Practice, (Tel Aviv: International Workshop on Environmental Aspects of Coal Ash Utilization), 2012
hal. 3 147
Buck Tobias, Field of dreams: Israel's natural gas, 1 September 2012,
https://www.ft.com/content/1dbda574-f16d-11e1-a553-00144feabdc0 148
Simone Tagliapietra, Energy: a Shaping Factor for Regional Stability in the Eastern
Mediterranean, (Belgium: European Parliament's Committee on Foreign Affairs, 2017), hal. 17 149
Simone Tagliapietra, Energy: a Shaping Factor for Regional Stability in the Eastern
Mediterranean?, (Belgium: European Parliament's Committee on Foreign Affairs, 2017), hal. 21
74
Kemudian pada bulan Maret 2010, Tim USGS kembali merilis sebuah
penelitian mengenai potensi sumber daya minyak dan gas di provinsi Leviathan di
Mediterania Timur. Daerah ini mencakup wilayah lepas pantai, Jalur Gaza, Israel,
Lebanon, Suriah dan Siprus. Menurut penelitian, perkiraan rata-rata sumber daya
minyak dan cairan gas alam yang berada di Leviathan secara keseluruhan berjumlah
sekitar 491 bcm.150
Namun sumber yang berbeda mengatakan bahwa, jumlah gas
alam di dalam ladang gas leviathan mencapai angka sekitar 620 bcm.151
Penemuan ladang gas alam Leviathan dan Tamar di laut mediterania dapat
dikatakan sebagai penemuan terbesar sumber gas alam lepas pantai terhitung
semenjak 1 dekade terakhir. Israel menganggap penemuan ini dapat dijadikan sebagai
penopang kebutuhan interal negara mereka, dan Israel juga mengharapkan terjadinya
peningkatan konversi penggunaan gas alam hingga mencapai 60% di tahun 2030.152
Dengan adanya penemuan gas alam ini kemungkinan besar sektor pembangkit listrik
Israel akan mengalami perubahan paling signifikan.
Pada tahun 2010, Israel Electric Corporation (IEC) menghasilkan sekitar
61% listrik dari batubara, 36,6% dari gas alam, 1,5% dari minyak solar, dan 0,6%
dari bahan bakar minyak. Pada tahun itu penggunaan patu baru menurun sekitar 10%
sedangkan penggunaan gas alam meningkat menjadi 11%, namun IEC tetap
150
Ibrahim Arinc dan Levent Ozgul, “Exportation of EastMed Gas Resources: Is it Possible
without Turkey?”, Insight Turkey, Vol. 17, No. 2, 2015, hal. 120 151
Simone Tagliapietra, “Energy: a Shaping Factor for Regional Stability in the Eastern
Mediterranean?” (Belgium: European Parliament's Committee on Foreign Affairs, 2017), hal. 17 152
“The Natural Gas Sector in Israel”,
http://energy.gov.il/English/Subjects/Natural%20Gas/Pages/GxmsMniNGEconomy.aspx
75
menghabiskan lebih dari 50% dari total anggaran untuk pembelian bahan bakar.153
Hanya sekitar 5% dari total energi primer Israel diperoleh dari sumber energi
terbarukan. Jika konversi besar-besaran energi terjadi, emisi karbon dioksida dari
sektor pembangkit listrik akan menurun sebesar antara 50% sampai 52%. Maka jelas
sekali dalam perspektif lingkungan Israel akan mengalami perbaikan yang sangat
signifikan. Namun ide tersebut adalah sebuah pencapaian jangka panjang yang
membutuhkan investasi besar dan membutuhkan kerja bertahun-tahun untuk
mewujudkannya.
Amit Mor, Chief Excecutif Operation dari Eco Energy menjelaskan bahwa
apabila Israel dapat memberlakukan konversi energi dari batu bara ke energi gas
alam, diperkirakan Israel akan berhasil menghemat anggaran sebesar 5 Miliar US $.
Jika ekspor gas alam diberlakukan secara konsisten maka diperkirakan pada tahun
2020 Israel akan mampu memasok 75% kekayaan sumber daya energi gas alam
dalam negeri. Selain itu gas alam tersebut juga dapat digunakan sebagai kekuatan
ekspor negara.154
Dengan berlimpahnya gas alam terbaru, kabinet legislatif Israel telah
memutuskan untuk mengizinkan ekspor hingga 40% dari cadangan gas negara itu.155
Jumlah gas alam tersebut akan menciptakan kemungkinan Israel sebagai negara
eksportir gas menuju negara-negara tetangga dan negara-negara di Uni Eropa.
153
Rebecca A. Yasner, Maximizing Renewable Electricity in Israel: Energy Security,
Environmental Impact, and Economic Development, (Pittsburgh: Carnegie Mellon University, 2012),
hal. 13 154
Amit Mor, http://www.jiis.org/.upload/mor.pdf , di akses pada tanggal 21 Oktober 2016 155
Aybars Görgülü dan Sabiha Senyücel Gündoğar, "Energy Relations between Turkey and
Israel", Menara Future Notes, No. 3, November 2016, 6
76
Ketersediaan sumber daya dan berbagai ide mengenai kerja sama gas alam tersebut
membuat Israel akhirnya mengkomunikasikan keinginannya dengan Turki untuk
bekerja sama di bidang gas alam. Hal tersebut dilakukan sebagai suatu usaha untuk
mencapai shared idea antara keduanya.
Disaat Israel mengalami peningkatan sumber daya gas alam, Turki sendiri
sedang mengalami laju perlambatan ekonomi dari sekitar 9% pada tahun 2010 dan
2011 menjadi kurang dari 3% pada tahun 2014, hal tersebut membuat kebutuhan
energi Turki terus meningkat. Dengan sedikitnya cadangan energi yang Turki miliki,
ia harus terus melakukan impor energi hidrokarbon guna menutupi kebutuhannya.
Pada tahun 2014 Turki memproduksi kurang dari 0,50 bcm gas dan mengimpor lebih
dari 49 bcm gas alam ke negeranya. Turki sendiri menggunakan 48% energy gas
alam untuk membangkitkan listrik negaranya, maka gas alam menjadi sumber energi
yang penting.156
Pada tahun 2014 Gazprom Rusia telah mengekspor sekitar 27 bcm guna
menutupi kebutuhan pasar Turki. Diverifikasi sumber daya gas alampun dilakukan
guna mencari sumber alternaitf dengan harga yang lebih murah. Akhirnya Turki juga
membeli volume gas yang lebih kecil dari Azerbaijan dan Iran dan mendapatkan
LNG dari Aljazair dan Nigeria. Kemudian Turki menyetujui untuk mengimpor
tambahan 6 bcm / tahun dari Azerbaijan mulai tahun 2019 setelah selesainya
156
Gareth M. Winrow, "The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and
Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern
Studies, 1 Juli 2016, hal. 8
77
pembangunan proyek TANAP (The Trans-Anatolian Natural Gas Pipeline), namun
tidak ada jaminan bahwa pada akhir tahun 2021 Azerbaijan akan memperbarui
kontraknya dengan Turki.157
Pada bulan Januari 2014, perusahaan mitra dari ladang gas Leviathan
mengundang berbagai perusahaan energi untuk mengajukan penawaran kontrak untuk
membeli gas dan memasang saluran pipanya menuju Turki. Dua bulan kemudian
hasil tender awal mengungkapkan bahwa ada lebih dari 10 tawaran yang berminat
untuk membeli 7–10 bcm gas alam setiap tahunnya. Tawaran ini termasuk Zorlu
Group dan juga Turcas Energy Holding dari Turki yang bekerja sama dengan
perusaan energi Jerman RWE (Rheinisch-Westfälisches Elektrizitätswerk). Pada
bulan April 2014 dilaporkan bahwa Turcas Energy Holding telah memulai negosiasi
dengan Enerjisa, sebuah usaha bersama dari Grup Sabancı Turki dan perusahaan
Jerman RWE untuk bergabung guna menjual gas dari ladang Leviathan menuju pasar
Turki. Saluran pipa yang menghubungkan bidang Leviathan ke Turki, yang dapat
dihubungkan ke SGC (Southern Gas Corridor) menuju belgia. Proyek tersebut dinilai
akan sejalan dengan ide dan kepentingan keamanan energi di Ankara.
Dalam kasus gas alam, perusahaan energi yang berperan dalam skala unit-
level biasanya hanya akan melakukan eksploarasi jika volume gas dapat diekstraksi
dengan biaya yang masuk akal. Jika gas akan diekspor, rute transportasi jalur pipa gas
157
Gareth M. Winrow, "The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and
Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern
Studies, 01 Jul 2016, hal. 8
78
alam yang direncanakan juga harus layak secara finansial.158
Apabila unsur tersebut
sudah terpenuhi, persuhaan energi akan melakukan kajian yang juga berfungsi
sebagai usaha untuk membentuk shared idea untuk negara yang akan bekerja sama.
Namun, karena politik domestik dan regional, pemerintah mungkin akan menciptakan
hambatan untuk proyek yang dianggap layak secara komersial. Sangat sulit untuk
mengecualikan peran politik dalam masalah energi. Isu-isu politik dapat memberi
dukungan yang sangat signifikan untuk proyek pipa gas alam tertentu atau dapat
menyebabkan proyek tersebut terhenti.159
Pada bulan Maret 2012, Menteri Energi Turki Taner Yildiz telah menyatakan
bahwa studi kelayakan energi Turki telah menemukan cara yang paling tepat untuk
melakukan kerja sama ekspor gas Israel dan Siprus. Dua perusahaan Turki, Zorlu
Group dan Turcas Energy Holding, telah melobi untuk menjadi suplaier gas dari
ladang Leviathan menuju Turki. Pada Februari 2013, diungkapkan bahwa Zorlu
Group telah bekerja selama berbulan-bulan untuk mendapatkan persetujuan
pemerintah Israel untuk membangun pipa gas alam sepanjang 130 kilometer, yang
mengankut sekitar 8–10 bcm / tahun.160
Selanjutnya pada November 2013, CEO dari
Zorlu Group, Ibrahim Ak, mengungkapkan bahwa ia berusaha untuk mendapatkan
158
Aybars Görgülü dan Sabiha Senyücel Gündoğar, "Energy Relations between Turkey and
Israel", Menara Future Notes, No. 3, November 2016, hal 4 159
Gareth M. Winrow, The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and Leviathan
and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern Studies, 1 Juli
2016, hal. 6 160
Gareth M. Winrow, The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and Leviathan
and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern Studies, (1 Juli
2016), 7
79
kontrak 15 tahun untuk membeli 3 bcm / tahun dari ladang Leviathan sebagai bagian
dari proyek senilai $ 2,5 miliar.
Disisi lain Matthew Bryza, mantan duta besar Amerika Serikat untuk
Azarbeijan yang menjadi anggota dewan direksi Turcas Energy Holding,
menjabarkan dalam rencana detailnya untuk membangun saluran pipa gas alam
bawah laut senilai $ 2,5 miliar. Pipa tersebut diperkirakan akan mengirim sebanyak
16 bcm / tahun, yang terdiri dari dua jalur pipa yang akan menghubungkan Leviathan
dengan pelabuhan Turki di Mersin dan Cehyan. 161
Perusahaan gas alam baik dari
Israel maupun Turki memiliki peran penting dalam memberikan persepsi kerja sama
energi gas alam ini, karena dalam konstruktivisme mereka dapat memberikan shared
idea dalam skala unit-level.
Pada 24 November 2015, Turki sendiri mengalami keretakan hubungan
diplomatik dengan Rusia dimana dalam beberapa minggu sejak dimulainya intervensi
militer Rusia di Suriah, pesawat tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat Su-24
Rusia akibat perselisihan wilayah udara dekat perbatasan Turki-Suriah. Presiden
Rusia Vladimir Putin menggambarkan insiden itu sebagai "tikaman di belakang dari
pendamping teroris" dan ia lebih lanjut menyatakan bahwa "peristiwa tragis hari ini
akan memiliki konsekuensi signifikan termasuk hubungan antara Rusia dan Turki".
Rusia menanggapi insiden tersebut dengan memberikan sejumlah sanksi ekonomi
terhadap Turki. Sanksi tersebut antara lain, penangguhan perjalanan bebas visa ke
161
Gareth M. Winrow, "The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and
Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern
Studies, (1 Juli 2016), 7
80
Rusia untuk warga Turki, pembatasan terhadap perusahaan Turki yang beroperasi di
Rusia, dan pembatasan impor produk Turki. Rusia juga meminta warganya untuk
menghentikan penerbangan wisata menuju Turki.162
Terkait bidang ekonomi, Turki juga menghadapi ancaman lain dimana apabila
Rusia membekukan kesepakatan kerjasama gas alam TurkStream, maka Turki akan
kehilang 55% kebutuhan energinya. Menteri Pembangunan Ekonomi Rusia Alexei
Ulyukayev menyatakan bahwa proyek pipa gas TurkStream dibekukan untuk
sementara. Pembicaraan tentang proyek itu ditangguhkan secara sepihak oleh pihak
Rusia.163
Pada 5 Desember 2015, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengatakan
Turki mengakhiri proyek TurkStream, atas dasar "ketidak sepakatan" Rusia dengan
tuntutan Turki seputar proyek tersebut.164
Dengan terputusnya proyek gas alam
TurkStream, Turki membutuhkan peluang kerjasama energi dengan negara lainnya.
Maka, salah satu negera potensial yang mampu memasok kebutuhan gas alam Turki
adalah Israel.
Pada tingkat ekonomi, hubungan perdagangan dan keuangan seringkali
memisahkan diri dari aspek politik. Namun, terdapat kemungkinan bila kerja sama
perdagangan berlaku dalam kondisi hubungan diplomatik yang terputus maka hal
tesebut dapat menyebabkan meningkatnya tekanan domestik atau unit-level. Tekanan
162
Turkey-Russia jet downing: Moscow announces sanctions, 28 November 2015,
https://www.bbc.com/news/world-europe-34954575 163
Georgi Gotev, Erdogan fumes at Russia‟s „restrictive measures‟ after jet downing, 27
November 2015 https://www.euractiv.com/section/global-europe/news/erdogan-fumes-at-russia-s-
restrictive-measures-after-jet-downing/ 164
Turkey has shelved Turkish Stream gas pipeline project, says President Erdoğa, 5 December
2015, http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-has-shelved-turkish-stream-gas-pipeline-project-says-
president-erdogan-92115
81
ini akan menuntut agar diberlakukannya normalisasi hubungan diplomatik serta
penghapusan batasan-batasan dan larangan dalam sektor perdagangan. Maka
melakukan normalisasi hubungan diplomatik sebelum melanjutkan ke tahap kerja
sama perdagangn dapat mencegah adanya tekanan masyarakat secara domestik.165
Pipa gas yang menghubungkan Leviathan dengan daratan Turki memiliki
biaya yang relatif murah dari berbagai pembangunan pipa gas alam lainnya. Secara
teknis pembangunan pipa tersbut tidak terlalu sulit karena akan diletakkan di perairan
Mediterania yang relatif dangkal. Perusahaan-perusahaan energi terkemuka Turki
juga telah mempresentasikan rencana terperinci untuk pembangunan jaringan pipa
yang dapat memberi keuntungan pasar gas yang berkembang di Turki. 166
Namun
sebelum dilakukan pembangun proyek jalur pipa gas alam tersebut, Israel dan Turki
harus menormalisasi hubungan diplomatiknya.
Normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan Turki tidak hanya
dipengaruhi oleh ide peluang kerja sama gas alam, namun ide mengenai stabilitas
kawasan jauh lebih penting guna menunjang berbagai aktivitas domestik dan regional
antara keduanya. Dalam proses imagination, kedua negara juga mempertibangkan
pentingnya stabilitas keamaanan apabila ingin membangun pipa gas alam bawah laut.
Stabilitas keamanan kawasan telah menjadi agenda penting bagi kedua negara karena
tingginya ekskalasi konflik dan aktivitas terorisme di kawasan mediterania. Oleh
165
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 282 166
Gareth M. Winrow, "The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and
Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan and Near Eastern
Studies, (1 Juli 2016), 7
82
karena itu, terorisme merupakan masalah yang perlu diselesaikan dengan berbagai
kerja sama regional dan internasional.
Normalisasi yang dilakukan oleh Israel dan Turki terjadi pada saat kawasan
Mediterania dalam keadaan yang terus memburuk pasca kebangkitan Arab Spring.
Salah satu hal buruk yang terjadi pasca Arab Spring di kawasan tersebut adalah
meningkatnya eskalasi perang di Suriah secara global. Tingkat penderitaan
kemanusiaan di Suriah adalah perkembangan paling buruk di wilayah tersebut yang
tidak dapat dilepaskan dari perhatian kedua negara karena berdampak langsung pada
negara-negara di kawasan meditterania termasuk Israel dan Turki.
Pada 21 Agustus 2013, 1.729 warga Suriah tewas dalam serangan kimia
Ghouta, serangan tersebut meluncurkan debat global tentang intervensi militer
internasional terhadap pasukan Asad dan perdebatan mengenai perubahan redzone
yang telah ditetapkan sebelumnya. Bukti video dengan cepat menyebar melalui media
sosial, membawa perhatian dunia pada penggunaan senjata kimia. Israel menyatakan
bahwa mereka memiliki bukti bahwa senjata-senjata kimia telah digunakan selama
waktu penyerangan tersebut, serta beberapa hari sebelumnya. 167
Para penyelidik PBB memeriksa lokasi-lokasi serangan yang dituduhkan dan
menyimpulkan bahwa gas sarin telah digunakan dalam serangan tersebut. Pelaku
serangan itu diperdebatkan, antara pemerintah Suriah dan pihak pemberontak saling
menyalahkan. Uni eropa dan Liga Arab menyalahkan pihak Asad dalam serangan
167
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli Breakthrough",
IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013), hal. 8
83
tersebut, sementara pemerintah Rusia mengklaim para pemberontak melakukan
kampanye penipuan yang bertujuan untuk menyelaraskan negara-negara asing dengan
pihak oposisi.168
Pada bulan Agustus 2017, International Organization for Migration (IOM)
mengumumkan bahwa lebih dari 600.000 pengungsi terlantar akibat adanya konflik
yang bergejolak di Suriah, dan sekitar 10 % dari total jumlah pengungsi memilih
untuk kembali ke rumah mereka di Suriah. Kebanyakan dari mereka memilih kembali
ke kota Aleppo, yang beberapa bulan sebelumnya mengalami pertempuran hebat
antara pihak pemberontak yang melemah akibat kekalahannya melawan pasukan
rezim Basyar al-Assad.169
Dari perspektif Israel, perkembangan konflik pasca Arab Spring di tingkat
regional dan global membuat Israel semakin terisolasi di kawasan internasional.
Sebelum adanya konflik tersebut, Israel dapat mengandalkan dukungan secara diam-
diam dari negara-negara Arab lainnya seperti Mesir, Yordania, dan Arab Saudi.
Dalam lingkungan pasca Arab Spring, dimana terjadi gejolak baru di seluruh wilayah
mediterania, Israel menghadapi tantangan stabilitas keamanan baru.170
Belum lagi
berubahnya sistem kepemimpinan nagara-negara Arab yang membuat hubungan
Israel dengan negara-negara tetangganya semakin terisolasi dibandingkan
hubungannya di masa lalu.
168
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli Breakthrough",
IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013), hal. 8 169
Nir Boms, "Israel‟s Policy on the Syrian Civil War: Risks and Opportunities", Israel Journal
of Foreign Affairs, (6 Februari 2018), 1 170
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli Breakthrough",
IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013), hal. 8
84
Selain di tingkat kawasan regional, Israel juga mendapati dirinya semakin
terisolasi di tingkat internasional. Pendapat tersebut dibuktikan dengan fakta bahwa
tidak kurang dari 188 negara-negara anggota PBB, 138 diantaranya mendukung
upaya Palestina untuk diakui sebagai negara pengamat PBB. Isolasi Israel semacam
itu tidak hanya terjadi pada tataran negara dunia ketiga namun juga terjadi di tataran
elemen-elemen negara Barat.171
Israel terbukti semakin kehilangan pendukungnya di
Eropa, bahkan jika dikaji lebih mendalam Israel juga jika kehilangan beberapa
pendukungnya di Amerika Serikat. Dalam hal ini, rekonsiliasi dengan Turki memiliki
keuntungan ganda untuk memperbaiki isolasi global yang dihadapi Israel dan untuk
mendapatkan kembali dukungan penuh Amerika dibawah pemerintahan administratif
presiden Barack Obama.172
Kebijakan luar negeri Israel sendiri didasarkan pada gagasan Israel sebagai
"passive onlooker" dan sebagai "good neighbor" yang tercermin dalam asas non-
intervensi, kemudian kebijakan tersebut dibuktikan dengan posisi Israel dalam perang
yang terjadi di Suriah.173
Namun dengan peningkatan eskalasi konflik di Suriah,
pihak oposisi dan Jihadis Suriah semakin menguasai wilayah yang berdekatan dengan
perbatasan antara Israel dan Suriah. Beberapa dari kelompok ini berbasis di Dataran
Tinggi Golan. Konfli di Suriah telah secara langsung atau tidak langsung, meluas ke
171
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli Breakthrough",
IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013), hal. 9 172
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli Breakthrough",
IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013), 9 173
Nir Boms, "Israel‟s Policy on the Syrian Civil War: Risks and Opportunities", Israel Journal
of Foreign Affairs, (6 Februari 2018), 1
85
wilayah Israel, dan memaksa IDF untuk menjaga wilayah perbatasan meskipun tanpa
mengundang banyak atensi publik.174
Israel sendiri beberapa kali melakukan serangan terhadap target tertentu di
wilayah Suriah dan seringkali dibiarkan tanpa adanya konfirmasi dari pejabat Israel
terkait. Sebagai contoh adalah serangan rudal Israel terhadap produsen senjata kimia
Suriah di provinsi Homs. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa dua
pesawat Israel telah menembakkan delapan rudal ke pangkalan udara T4 di Provinsi
Homs. Militer Suriah sendiri menembak jatuh lima rudal miliki Israel sedangkan tiga
lainnya mendarat di bagian barat pangkalan tersebut. Badan pengawas Hak Asasi
Manusia Suriah yang berbasis di Inggris memantau di lapangan, bahwa 14 orang
tewas dalam serangan tersebut termasuk militer Iran dan juga tiga perwira Suriah.175
Serangan yang dilakuka oleh Israel dalam bentuk seperti ini sangat sering terjadi.
Dalam sebuah wawancara mantan kepala angkatan udara Israel Amir Eshel
menyatakan bahwa Israel telah memukul konvoi senjata militer Suriah dan sekutu
Hizbullah hampir 100 kali dalam lima tahun terakhir.176
Selain itu, selama konflik berlangsung, Israel justru telah memberikan
perawatan medis kepada para pejuang Jabhat al-Nusra yang terluka. Jabhat al-Nusra
sendiri adalah salah satu teroris perpanjangan dari al-Qaeda di wilayah Suriah.
174
Nir Boms, "Israel‟s Policy on the Syrian Civil War: Risks and Opportunities", Israel Journal
of Foreign Affairs, (6 Februari 2018), 2 175
Ken Dilanian dan Courtney Kube, U.S. officials confirm Israel hit Syria after suspected
Ghouta chemical attack, NBC News, 9 April 2018, https://www.nbcnews.com/news/world/israel-
blamed-airstrike-syria-after-suspected-ghouta-chemical-weapon-attack-n863821 176
Sarah Dadouch dan Jeffrey Heller, "Israel hits Syrian site said to be linked to chemical
weapons", Reuters, 7 September 2017, https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-
israel/israel-hits-syrian-site-said-to-be-linked-to-chemical-weapons-idUSKCN1BI0MH
86
Pertolongan medis Israel tersebut diberikan karena para pejuang Jabhat al-Nusra telah
secara aktif memerangi poros Assad, dan Hezbollah yang didukung oleh Iran.
Meskipun al-Nusra jelas bukan sekutu Israel, Amos Yadin, mantan kepala intelijen
militer mengatakan bahwa Hizbullah dan Iran adalah ancaman utama bagi Israel, jauh
lebih berbahaya daripada para radikal Sunni.177
Oleh karena itu, setelah melihat
peningkatan pengaruh Teheran dan proksinya, Hizbullah, di wilayah Suriah, Israel
telah sampai pada ide bahwa ancaman Iran mungkin lebih berbahaya bagi Israel
daripada ancaman kelompok terrorisme dan ISIS saat ini.
Terbukti, dukungan Israel tidak hanya untuk memberikan bantuan
kemanusiaan semata, tetapi Israel secara tidak resmi juga mendukung kelompok
pemberontak dan oposisi Suriah. Sumber-sumber non-Israel juga menunjukkan
adanya persediaan dana yang digunakan untuk membayar gaji para pejuang,
pengadaan amunisi, makanan, bahan bakar, dan kebutuhan medis untuk pemberontak
Suriah yang berada di dekat perbatasan Israel. Wall Street Journal melaporkan bahwa
Israel telah membentuk unit tentara khusus untuk mengawasi operasi bantuan
tersebut. Ini menunjukkan bahwa tidak seperti posisi resminya, Israel ternyata sangat
terlibat dalam perang di Suriah.178
Keterlibatan Israel dalam perang di Suriah, kemampuan militer, dan
kedekatan hubungannya dengan Amerika Serikat membuat Israel memiliki ide
177
"Report: Israel treating al-Qaida fighters wounded in Syria civil war", Jewish Post, 13 Maret
2015, https://www.jpost.com/Middle-East/Report-Israel-treating-al-Qaida-fighters-wounded-in-Syria-
civil-war-393862 178
Maya Hadar, The War on Syria an Israeli Perspective, (Vienna: Austrian National Defence
Academy, 2017), 3
87
mengenai keamanan di Suriah. Disintegrasi Suriah ke dalam wilayah-wilayah yang
dikendalikan oleh kelompok-kelompok yang berbeda seperti ISIS, milisi Iran,
ekstremis Sunni, Alawit, dan mungkin Amerika Serikat, Rusia dan Turki sebagai
bagian dari zona “de-eskalasi” yang baru dibentuk, membuat Israel harus menentukan
sikap yang tepat. Peningkatan ekskalasi konflik tersebut bukanlah skenario terbaik
untuk stabilitas keamanan Israel. Dalam kasus seperti itu, Israel harus berpotensi
melawan banyak front, karena tidak ada pemain lokal yang ramah. 179
Untuk melindungi stabilitas keamanannya dan meningkatkan kekuatan
militernya, maka Israel memliki ide untuk mempertimbangkan normalisasi hubungan
diplomatik dengan Turki. Kedua negara dapat bekerja sama di bidang militer dan
intelejen, karena keduanya berbatasan langsung dengan Suriah. Selain itu keduanya
memiliki shared idea berupa keberadaan musuh bersama yaitu para pemberontak
ISIS dan dominasi Syiah di Suriah. Keduanya dapat mencari solusi berupa kerja sama
berkelanjutan dengan komunitas internasional mengenai ancaman ISIS.180
Turki
adalah mantan sekutu regional terkuat yang Israel miliki, lebih tepatnya satu-satunya
negara Islam non-Arab yang dapat berbagi shared idea mengenai ancaman keamanan
yang Israel alami di kawasan Mediterania. Dilihat dari sudut pandang Israel,
normalisasi hubungan diplomatik dengan Turki dapat mengurangi potensi bahaya
keamanan akibat tingginya ekskalasi konflik dan aktivitas terrorisme.
179
Maya Hadar, The War on Syria an Israeli Perspective, (Vienna: Austrian National Defence
Academy, 2017), 3 180
Maya Hadar, The War on Syria an Israeli Perspective, (Vienna: Austrian National Defence
Academy, 2017), 4
88
Setalah imagination sebagai suatu proses pembentukan persepsi guna
membentuk shared idea, Proses selanjutnya yang dilakukan adalah communication.
Komunikasi antara Israel dengan Turki dilakukan melalui berbagai negosiasi yang
diharapkan dapat mencapai kesepakatan penjualan gas alam dari Israel ke Turki serta
kerja sama strategis dibidang keamanan kawasan. Proses komunikasi mengenai
normalisasi hubungan diplomatik ini sendiri juga dilakukan oleh Amerika Serikat
selaku pihak ke 3 yang dilibatkan dalam negosiasi. Konsep Normalisasi Barston
menyebutkan bahwa dalam tahapan ke lima normalisasi, suatu negara akan membuka
kembali jalur negosiasi, secara langsung atau rahasia dengan mediasi pihak ketiga.181
Sedangkan konstruktivisme mengatakan bahwa pembentukan ide atas suatu hal dapat
dibentuk oleh individu yang kemudian disosialisasikan secara luas.
Mengenai kerja sama gas alam antara Israel dengan Turki yang akan
membawa gasnya menuju eropa, Wakil Presiden AS Joe Biden juga telah melakukan
komunikasi tersebut dalam level eksekutif dengan Presiden Turki Recep Thayyib
Erdogan. Pada 2 Oktober 2014, Joe Biden memandang normalisasi hubungan
diplomatik Israel dengan Turki juga akan menguntungkan kepentingan AS di
Mediterania timur dan bisa memiliki konsekuensi yang menguntungkan bagi Uni
Eropa. Joe juga menyatakan bahwa pembangunan pipa gas yang menghubungkan
Israel, Republik Siprus, dan Turki, dengan perluasan ke Eropa, akan 'membebaskan'
Turki dan Yunani dari ketergantungan energi mereka pada Rusia.
181
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014), 280
89
Joe biden menyatakan bahwa "I recently met with him (Erdogan) and he has
committed to seeing me in Ankara to see if we can do two things, one, reach a
solution which he says he will agree to a „bi-zonal, bi-communal‟ island and and
(two), he is beginning to realize, in my view, and I will not speak for him, that there is
an overwhelming self-interest for Turkey in taking advantage of the significant
resources, particularly gas, that are in the eastern Mediterranean that could play a
significant role in liberating not only Turkey, but, Greece... a pipeline... from (…)
Russia‟s use of energy as a weapon".182
Pada bulan Januari 2016, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan
pernyataan yang membuka kembali peluang untuk normalisasi hubungan diplomatik
dengan Israel. Erdogan menyatakan bahwa “Israel membutuhkan negara seperti kami
di wilayah ini. Namun, kita harus mengakui bahwa kita juga membutuhkan Israel.
”183
Negosiasi normalisasi hubungan diplomatik yang menggunakan gas alam
sebagain instrumentnya, dan peran Amerika Serikat sebagai pihak ke tiga membuat
Turki dibawah kepemimpinan Presiden Erdogan akhirnya mengakui pentingnya ide
mengenai normalisasi bagi hubungan diplomatik kedua negara. Bagi perusahaan
energi di unit-level Israel dan para pejabat eksekutif kementrian energi Israel, Turki
memang menawarkan ekonomi yang relatif stabil dengan permintaan energi yang
182
Mark Langfa, "Biden: Possible 'Win-Win' Mediterranean Gas Pipeline to EU", Israel
National News, 10 Juni 2014 http://www.israelnationalnews.com/News/News.aspx/185863 183
Guzel Nurieva, “Natural Gas Factor in Israel-Turkey Russia Energy Triangle”, Turkish
Journal of Middle Eastern Studies, Vol: 4, No: 1, (2017), 120
90
sangat besar. Maka normalisasi hubungan dengan Turki sangatlah penting bagi pasar
gas Israel.
Selain itu, berbagai shared idea dibidang keamaan kawasan juga harus di
konunikasikan lebah lanjut, karena tanpa adanya komunikasi intense antara keduanya
maka tidak akan tercapai constraint dalam bentuk resmi. Setelah bertekad untuk
menyeimbangkan pengaruh Iran yang menyebar secara eksponensial di seluruh
wilayah Suriah, Israel kemudian membuka komunikasi dengan Turki, yang juga
prihatin dengan meluasnya pengaruh Iran di Suriah.184
Sejak tahun 2012, Intelejen
Israel dan Turki semakin sering bertemu dan berkomunikasi guna mengamati kondisi
perkembangan konflik Suriah. Kedua negara saling bertukar informasi intelijen
militer, khususnya mengenai pergerakan senjata kimia di negara tersebut. Maka sejak
Februari 2013, Israel resmi mencabut pembekuan kesepakatan peralatan canggih
dengan Turki dan mulai memasok sistem persenjataan elektronik untuk pesawat
AWAC (Airborne Warning and Control System) Turki, kemudian Israel juga
memperbarui sistem peringatan dini yang Turki miliki.185
Kerja sama Turki-Israel dalam berbagi bidang intelijen dan peringatan dini
akan sangat penting untuk mengontrol pergerakan senjata pemusnah massal terutama
dalam kasus konflik berkepanjangan di Suriah. Selanjutnya, baik Turki dan Israel
takut akan terjadinya kekacauan global akibat dari negara-negara yang berkonflik di
184 Nurşin Ateşoğlu Güney, "What Are the Motivations for Israel and Turkey to Restore their
Relationship?", Bilgesam Analysis, no.1281, 13 Januari 2016, hal.2
185
Anshel Pfeffer, “Israel supplies Turkey with military equipment for first time since Gaza
flotilla”, Haaretz, 18 February 2013, https://www.haaretz.com/israel-sells-warfare-systems-to-turkey-
1.5230378
91
kawasan Mediterania dan meningkatnya penetrasi pasukan jihadist sebagai oposisi
pemerintahan Suriah. Oleh karena itu, demi kepentingan kedua negara, Israel dan
Turki menginginkan jatuhnya rezim pemerintahan Basyar al-Assad dan munculnya
pemerintahan moderat baru yang mau bekerja sama dengan Israel maupun Turki.186
Disisi lain, konflik sipil di Suriah dan dukungan yang dinyatakan oleh Iran
untuk rezim Basyar al Asad adalah dilemma yang dihadapi bukan hanya oleh Israel
namun juga Menteri Luar Negeri Turki Davutoğlu yang menganut filosofi "Zero
Problem". Berbagai dilemma tersebut jelas menimbulkan ancaman baru bagi
keamanan Turki. Sejak awal, Turki telah menerima lebih dari satu juta pengungsi
Suriah, sementara Erdogan telah mendesak masyarakat internasioanl untu menekan
rezim Asad dan mendukung oposisi Suriah. Turki menganjurkan adanya zona
penyangga untuk melindungi pengungsi di dalam Suriah, tetapi Amerika Serikat
menolak permintaan Turki tersebut.
Pada akhir 2012 Turki mengerahkan rudal patriot NATO yang ditempatkan di
sepanjang perbatasan Turki-Suriah. Hal tersebut membuat marah Iran, yang terpaksa
mengalihkan pengiriman senjata dan personil ke Suriah melalui Irak ketimbang
melewati ruang udara Turki. Akibat dari tindakan Turki yang memperdalam
keterlibatannya di Suriah, isu intelijen menjadi semakin krusial. Erdogan menyadari
bahwa menjaga Israel dalam jarak yang sangat dekat dapat membantu kepentingan
Turki. Dimulainya kembali dialog antara Ankara dan Tel Aviv dapat memungkinkan
186 Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli
Breakthrough", IAI Working Paper, No. 13, 15 April 2013, hal. 8
92
Turki untuk mengambil manfaat dari intelijen Israel, dan sekali lagi memainkan peran
yang lebih konstruktif dalam konteks Israel-Palestina.
Jika aliansi antara Israel dan Turki dapat terwujud melalui normalisasi
hubungan diplomatik, maka hal tersebut akan memiliki dampak substansial pada
keseimbangan kekuasaan yang ada di antara kelompok-kelompok koalisi yang
dipimpin AS. Negara peserta aliansi yang dipimpin Rusia seperti, Iran, Suriah,
pemerintah Irak dan poros Hizbullah di wilayah tersebut akan menghadapi kekuatan
yang cukup sengit. Persaingan antara dua aliansi yang berlawanan dari Timur Tengah
di masa depan pasti akan menentukan apakah hubungan yang stabil di antara negara-
negara di kawasan ini akan terus berlanjut atau tidak, terutama dalam kaitannya
dengan krisis Irak dan Suriah yang sedang berlangsung.187
Berbagai komunikasi tersebut dan respon positif yang diberikan Turki,
membuat Israel akhirnya menerima dan memenuhi berbagai permintaan Turki terkait
normalisasi hubungan diplomatik yang tertulis dalam draft “Procedural Agreement
on Compensation Between the Republic of Turkey and The State of Israel” pada 27
Juni 2016. Israel dan Republik Turki secara resmi membuka kembali hubungan
diplomatiknya yang terputus selama 6 tahun. Perjanjian itu ditantangani oleh Feridun
Hadi Sinirlioğlu sebagai perwakilan Turki dan Dore Gold sebagai perwakilan
187 Nurşin Ateşoğlu Güney, "What Are the Motivations for Israel and Turkey to Restore their
Relationship?", Bilgesam Analysis, no.1281, 13 Januari 2016, hal.1
93
Israel.188
Tak lama berselang penandatanganan normalisasi Perdana Meteri Israel
Benyamin Netanyahu menyatakan keinginannya untuk melanjutkan berbagai kerja
sama dengan Turki yang sebelumnya sudah dikomunikasikan terlebih dahulu dalam
proses negosiasi.
Salah satu kerjasama yang ingin dibangun adalah ide mengenai pembangunan
pipa gas alam bawah laut. Pernyataan ini sendiri dilontarkan oleh Netanyahu dalam
pernyataan resminya di Roma pasca penandatanganan perjanjian normalisasi
hubungan diplomatik. Netanyahu menyatakan bahwa kesepakatan normalisasi
hubungan diplomatik ini membuka jalan untuk kerja sama dalam masalah ekonomi
dan energi, termasuk masalah gas didalmnya. Gas sangat penting dan mengandung
kemungkinan memperkuat ekonomi dan kas negara Israel. Netanyahu menegaskan
bahwa 60% dari pendapatan negara Israel di hasilkan dari kekayaan laut, dan ladang
gas Leviathan dapat memasok pasar Mesir dan juga pasar Turki serta pasokan gas
melalui Turki menuju ke Eropa, dan ini adalah isu strategis bagi negara Israel.189
Terkait isu keamanan, Netanyahu dalam hal ini berpendapat bahwa terdapat
keuntung militer yang dihasilkan dalam perjanjian tersebut. Kedua negara memiliki
komitmen untuk mencegah semua aktivitas teroris atau militer yang melawan Israel
dari wilayah Turki, termasuk aktivitas pengumpulan dana yang bertujuan untuk
menyerang Israel. Ini adalah komitmen penting, bahkan utama yang kedua pihak
188
“Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The State of
Israel”, 28 Juni 2016 189
PM Netanyahu's Statement at His Press Conference in Rome, Israel Ministry of Foreign
Affairs, 27 Juni 2016
94
dapatkan pasca perjanjian normalisasi hubungan diplomatik.190
Pada tahapan
constraint ini, hubungan Israel dan Turki kembali dinormalisasi dan tindakan
keduanya juga telah dibatasi dalam kesepakatan di masa lalu yang telah
dilembagakan.191
Keputusan dimasa lalu yang dimaksud adalah penandatanganan
perjanjian normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Turki.
Kedua pihak, baik Israel maupun Turki jelas memiliki shared idea yang kuat
mengenai isu keamanan kawasan akibat ancaman serangan terrorisme dan pengaruh
kekuataun Syiah di Suriah. Normalisas tersebut terjadi akibat adanya shared idea
dalam tataran sistemik yang dibuktikan melalui peningkatan ekskalasi konflik di
Suriah dan unit-level yaitu lembaga-lembaga militer dan intelejen terkait yang sudah
mengkomunikasikan peran keduanya untuk menjaga stabilitas kawasan.
Kelanjutan dari tahapan constrain tersebut dibuktikan pada Oktober 2016,
dimana di sela-sela Kongres Energi Dunia, Menteri energi Turki Berat Albayrak dan
mitra Israelnya Yuval Steineitz setuju untuk memulai pembicaraan mengenai kerja
sama energi gas alam. Berat Albayrak memaparkan kemungkinan dan
ketertarikannya untuk mengimpor gas dari Leviathan ke Turki melalui pipa bawah
laut. Selanjutnya Pada tanggal 26 April 2017, delegasi dari Israel yang diketuai oleh
190
PM Netanyahu's Statement at His Press Conference in Rome, Israel Ministry of Foreign
Affairs, 27 Juni 2016 191
Steans, et., al., Introduction to International Relations, Perspectives & Themes, (Pearson &
Longman: UK, 2005), 190
95
Yaffa Be-Ari, kepala Divisi Ekonomi Kementerian Luar Negeri mengunjungi Ankara
untuk kerja sama ekonomi yang lebih besar antara Israel dan Turki.192
Eitan Na'eh, duta besar Israel yang baru untuk Ankara menjelaskan bahwa
Israel dan Turki mulai menormalkan kembali hubungan mereka dan mengidentifikasi
kembali kepentingan bersama mereka. Dia mengatakan bahwa Israel dahulu adalah
teman baik Turki, dan mereka harus bekerja sama untuk kepentingan kedua bangsa.
Eitan berpendapat bahwa "energi adalah satu masalah yang tidak akan dapat
dipecahkan hanya dengan kata-kata". Ia berharap proyek energi "akan membuka
seluruh komunitas bisnis secara bersama dan itu tidak akan terbatas pada energi."
Baginya, energi akan menjadi "lokomotif dan katalisator untuk hubungan baru ".193
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Atlantic Council İstanbul Summit ke-8 yang
diselenggarakan pada 26 Juni 2017, Shaul Meridor, direktur jenderal di Kementerian
Infrastruktur Nasional, Energi, dan Sumber Daya Air Israel, mengumumkan bahwa
mereka dapat membawa gas Israel ke Turki dalam tiga atau empat tahun.194
Menurut
Meridor, pasokan gas alam tersebut bisa mencapai seperlima dari kebutuhan alami
yang Turki butuhkan. Selain itu, Yuval Steinitz, Menteri Energi Israel menyatakan
tekad Turki dan Israel untuk menandatangani kesepakatan membangun saluran pipa
ke Uni Eropa pada 2018. Israel telah mengkomunikasikan bahwa ia akan membuat
192
Ilksoy Aslim, "Energy Sources in the Eastern Mediterranean: Contributor to Solve the
Problems in Cyprus, Turkey, and Israel Triangle?", Athens Journal of Mediterranean Studies, Volume
4, Issue 1, January 2018 hal. 40 193
Ilksoy Aslim, "Energy Sources in the Eastern Mediterranean: Contributor to Solve the
Problems in Cyprus, Turkey, and Israel Triangle?", Athens Journal of Mediterranean Studies, Volume
4, Issue 1, January 2018 hal. 40 194
Selin Nasi, "Turkish - Israeli pipeline deal on the way?", Hurriyet Daily, 27 April 2017
http://www.hurriyetdailynews.com/opinion/selin-nasi/turkish-israeli-pipeline-deal-on-the-way-112537
96
dua proyek yang berbeda, satu melalui Turki menuju ke Eropa, yang lainnya dari
Siprus menuju ke Yunani dan Italia. Israel telah membuktikan bahwa dirinya
memiliki ide untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk menjadi eksportir
gas alam di kawasan Mediterania Timur.
Duta besar Israel Eitan Na‟eh menambahkan bahwa "semua pihak akan
menyadari adanya situasi win-win solution." Baginya, ketika Israel dan Turki telah
menyelesaikan urusan politik, banyak kalangan yang melihat keuntungan dari situasi
win-win solution yang ada di Mediterania Timur".195
Namun untuk mewujudkan ide
mengenai kerja sama gas alam antara Israel dan Turki, pihak yang terlibat harus
menjauh dari mentalitas permainan zero-sum-game. Beberapa diplomasi kreatif akan
diperlukan untuk mencapai ide kompromi yang layak dalam kerja sama gas alam
tersebut, semisal peran Eropa untuk membantu membagikan shared idea-nya
mengingat kerja sama ini juga menguntungkan bagi negara-negara di Eropa.
195
Karel Valansi, "Eitan Na‟eh: Breaking up relations is easy, rebuilding is much difficult,
Solomon, 22 Maret 2017, http://www.salom.com.tr/salomturkey/haber-102531-
eitan_naeh_breaking_up_relations_is_easy_rebuilding_is_much_difficult.html
97
BAB V
KESIMPULAN
Berbagai penolakan Israel terhadap tuntutan normalisasi hubungan diplomatik
yang terdahulu terjadi akibat menurnnya shared idea yang Israel miliki dengan Turki.
Dunia internasional mapun unit-level Israel, tidak memberikan ide, tekanan, atau
alasan yang kuat terhadap Israel untuk menormalisasi hubungannya dengan Turki.
Hingga pada tahun 2013 Israel mulai mendapatkan tekanan dari sekutunya Amerika
Serikat melalui kunjungan Presiden Barrack Obama ke Tel Aviv. Obama meminta
Israel untuk meminta maaf atas insiden Gaza Flotilla Raid dan segera menormalisasi
hubungan diplomatiknya dengan Turki.
Pasca permintaan maaf Israel, muncul masalah baru pada tahun 2014 dimana
Israel hanya mau membayar biaya ganti rugi sebesar 100.000 US$ / Korban dari
tuntutan Turki sebesar 1 juta US$/ Korban. Mediasi antar keduanya terus dilakukan,
Erdogan menyatakan bahwa Israel dan Turki telah mencapai sebuah kesepakatan
mengenai kompensasi yang kira-kira berkisar sebesar 20 juta US$. Hingga pada
tahun 2015 terjadi mediasi lanjutan antara keduanya di Swiss yang menyatakan
kesediaan Israel untuk membayar biaya kompensasi sebesar 20 juta US$.
Israel sendiri memiliki identitas kolektif baru akibat ditemukannya gas alam
di kawasan laut Mediterania Timur. Identitas ini terbentuk akibat adanya imagination
dan proses mediasi berbagai perusahaan energi Amerika Serikat, Israel maupun,
Turki yang ingin melakukan eksplorasi dan pembelian gas alam dari Israel. Akibat
berbagai mediasi dan komunikasi tersebut Israel akhirnya mengizinkan untuk
98
memasok 40% kekayaan sumber daya energi gas alam dalam negerinya ke pasar
internasional termasuk Turki.
Kedua negara terus melakukan komunikasi hingga pada Mei 2014 Turcas
Energy Holding berencana untuk membangun proyek pipa gas alam dari ladang gas
Leviathan menuju Turki yang bernilai 2,5 miliar US$. Israel jelas membutuhkan
bantuan Turki untuk mengamankan jalur pipa gas bawah laut senilai 2,5milliar US$
tersebut. Tanpa adanya hubungan diplomatik dengan Turki, pipa gas alam tersebut
mustahil akan dapat diamankan dengan maksimal karena tingginya ekskalasi konflik
di kawasan Mediterania.
Israel membutuhkan bantuan keamanan dari NATO dan Turki karena pada
saat yang bersamaan, Israel sedang mendapatkan tekanan berupa isolasi diplomatik
dari negara-negara arab tetangganya akibat munculnya Arab Spring. Selain itu Israel
dan Turki juga berbagi ancaman akibat meningkatnya ekskalasi konflik di Suriah
akibat keterlibatan Rusia, Iran dan kelompok Hizbullah. Turki sendiri adalah mantan
sekutu regional terkuat yang Israel miliki. Keduanya telah menjalin hubungan baik
sejak tahun 1948 dimana Turki adalah negara muslim non-Arab pertama yang
mengakui kedaulatan Israel.
Israel dan Turki sudah menjalankan kerja sama militer MTCA sejak 23
Februari 1996, dimana kerja sama tersebut meliputi pelatihan militer bersama baik
darat, laut, maupun udara, pertukaran informasi intelijen serta penjualan dan
pembelian senjata antara keduanya. Maka sangat relevan apabila pada Februari 2013,
Israel mencabut pembekuan kesepakatan peralatan canggih dengan Turki dan mulai
99
memasok sistem persenjataan elektronik untuk pesawat AWAC untuk Turki karena
keduanya sudah sejak lama berbagai shared idea dibidang militer dan keamanan
kawsan. Dengan adanya berbagai proses shared idea dan komunikasi tersebut, maka
Israel memiliki pilihan yang kuat untuk menyetujui perjanjian normalisasi hubungan
diplomatik dengan Turki dan membayar biaya kompensasi senilai 20 juta US$.
Penandatanganan perjanjian normalisasi hubungan diplomatik antara Israel
dan Turki pada 27 Juni 2016 merupakan salah satu bentuk upaya dari Pemerintah
kedua negara untuk mengembalikan hubungan diplomatik yang sempat terputus
selama 6 tahun sejak insiden Gaza Flotilla Raid. Normalisasi hubungan diplomatik
tersebut telah merepresentasikan keinginan Amerika Serikat dibawah pemerintahan
administratif Barack Obama dan dapat meningkatkan kerja sama di berbagai bidang
kususnya di sektor energi dan sumber daya alam, serta di sektor kemanan kawasan
Mediterania.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Bagian Buku
Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertiann Peranan Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, (Bandung : P.T. Alumni, 2005
Jackson dan Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional: Teori dan
Pendekatan, (Pustakan Pelajar: Yogyakarta, 2013)
Scott Burchill, et. al., Theories of International Relations, 3rd
ed., (Palgrave: UK,
2005)
R.P. Barston, Modern Diplomacy, (New York: Routledge, 2014)
George E. Gruen, Turkey, Israel and the Palestine Question, 1948-1960: A Study in
the Diplomacy of Ambivalence, (New York: Columbia University, 1970)
David Bernathy, The Dynamics of Global Dominance: European Overseas Empires,
1415-1980 (Connecticut: Yale University Press, 2000)
Ferenc A. Vali, Bridge over the Bosphorus, (Baltimore: The Johns Hopkins Press,
1971)
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik,Teori dan Kasus,(Bandung :
Alumni,1995)
Steans, et., al., Introduction to International Relations, Perspectives & Themes,
(Pearson & Longman: UK, 2005)
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009)
Chua, Amy. “World on Fire: How Exporting Free Market Democracy Breeds Ethnic
Hatred and Global Instability”, (New York: Random House, 2003)
xii
Wendt, Alexander. Social Theory of International Politics, (Cambridge: Cambridge
University Press, 1999)
Jurnal dan Artikel Jurnal
Mohammed Alsaftawi, “Who Needs Whom? Turkey and Israel Agree on
Normalization Deal”, The Istituto Affari Internazionali Working Papers,
Vol.16, (2016)
Ayla Gürela, & Laura Le Cornub, “Can Gas Catalyse Peace in the Eastern
Mediterranean?”, The International Spectator: Italian Journal of International
Affairs, Vol. 49, (2014)
Alexander Wendt, "Anarchy is what States Make of it: The Social Construction of
Power Politics", International Organization, Vol. 46, No. 2 The MIT Press,
1992
David Silverman, Doing Qualitative Research: A Practical Handbook (London:
SAGE Publication, 2000)
Dan Arbell, The U.S.-Turkey-Israel Triangle, (Washington: The Center for Middle
East Policy, 2014)
Smith J Randy, The Pragmatic Entente: Turkey‟s Growing Relations with Israel,
(New Jersey: Precinton University, 2000)
George E. Gruen, Turkey, Israel and the Palestine Question, 1948-1960: A Study in
the Diplomacy of Ambivalence, (New York: Columbia University, 1970)
xiii
Kilic Bugra Kanat, “Turkish-Israeli Reset: Business As Usual?”, Middle East Policy,
Vol. XX, Summer, No. 2, (2013)
Yoel Guzansky, “Israel‟s Periphery Doctrine 2.0: The Mediterranean Plus”,
Mediterranean Politics, Vol. 19, No. 1, 2014
Michel Chossudovsky, The US, Turkey, Israel: Triple Alliance, (Montreal: Global
Research, 2014)
Judita Horváthová, Turkish-Israeli Relations. The Deterioration of Alliance Between
2003 and 2013: implication on the politics of the Middle East, (Praha: Charles
University Press, 2015)
Guzel Nurieva, “Natural Gas Factor in Israel-Turkey Russia Energy Triangle”,
Turkish Journal of Middle Eastern Studies, Vol: 4, No: 1, (2017)
Hasan Kosebalaban, “The Crisis in Turkish-Israeli Relations: What Is Its Strategic
Significance?”, Middle East Policy, Vol. XVII, No. 3, (2010)
Ali Askerov, "Turkey‟s “Zero Problems with the Neighbors” Policy: Was It
Realistic?", Sage Publications India, Contemporary Review of the Middle East,
No. 4, Vol.2, (2017)
Nimrod Goren, “An Unfulfilled Opportunity for Reconciliation: Israel and Turkey
during the Arab Spring”, Insight Turkey, Vol. 14, No. 2, (2012)
Aryo Bimo Prasetyo, Kholis Roisah, Peni Susetyorini, “Implikasi Pemutusan
Hubungan Diplomatik Saudi Arabia dengan Iran pasca Eksekusi Hukuman
Mati Sheikh Nimr al-Nimr”, Diponogoro Law Journal, Volume 5, Nomor 3,
Tahun 2016
xiv
Gabriela Özel Volfová, “Changes in Turkish-Israeli Relations: Implications for the
Regional Security Environment”, Central European Journal of International
and Security Studies, Vol. 1, (2014)
Karen Kaya, “Turkey and Israel in a New Middle East”, Foreign Military Studies
Office, (Juli, 2013)
Mensur Akgün, Sabiha Senyücel Gündoğar & Aybars Görgülü, "Politics in Troubled
Times: Israel-Turkey Relations", The Turkish Economic and Social Studies
Foundation Foreign Policy Programme, (December 2014)
Michael Tanchum, "A New Equilibrium: The Republic of Cyprus, Israel and Turkey
in the Eastern Mediterranean Strategic Architecture", Peace Research Institute
Oslo and Friedrich-Ebert-Stiftung, Occasional Paper Series, Vol. 1, (2015)
Murat Ağdemir, "Relations Between Israel and the South Cyprus Greek
Administration: A New Alignment in the Eastern Mediterranean?",
Perceptions, Vol. XXI, No. 2113, (2016)
Alexander Wendt, "Collective Identity Formation and the International State",
American Political Science Review, No. 88 (1994)
Aybars Görgülü dan Sabiha Senyücel Gündoğar, "Energy Relations between Turkey
and Israel", Menara Future Notes, No. 3, November 2016
Simone Tagliapietra, Energy: a Shaping Factor for Regional Stability in the Eastern
Mediterranean?, (Belgium: European Parliament's Committee on Foreign
Affairs, 2017)
xv
Ibrahim Arinc dan Levent Ozgul, “Exportation of EastMed Gas Resources: Is it
Possible without Turkey?”, Insight Turkey, Vol. 17, No. 2, 2015
Rebecca A. Yasner, Maximizing Renewable Electricity in Israel: Energy Security,
Environmental Impact, and Economic Development, (Pittsburgh: Carnegie
Mellon University, 2012)
Gareth M. Winrow, "The Anatomy of a Possible Pipeline: The Case of Turkey and
Leviathan and Gas Politics in the Eastern Mediterranean", Journal of Balkan
and Near Eastern Studies, 1 Juli 2016
Daniela Huber dan Nathalie Tocci, "Behind the Scenes of the Turkish-Israeli
Breakthrough", IAI Working Paper, No. 13, (15 April 2013)
Nir Boms, "Israel‟s Policy on the Syrian Civil War: Risks and Opportunities", Israel
Journal of Foreign Affairs, (6 Februari 2018)
Maya Hadar, The War on Syria an Israeli Perspective, (Vienna: Austrian National
Defence Academy, 2017)
Nurşin Ateşoğlu Güney, "What Are the Motivations for Israel and Turkey to Restore
their Relationship?", Bilgesam Analysis, no.1281, 13 Januari 2016
Ilksoy Aslim, "Energy Sources in the Eastern Mediterranean: Contributor to Solve the
Problems in Cyprus, Turkey, and Israel Triangle?", Athens Journal of
Mediterranean Studies, Volume 4, Issue 1, January 2018
xvi
Laporan dan Dokumen
“Procedural Agreement on Compensation Between The Republic of Turkey and The
State of Israel”, 28 Juni 2016
UN Report on The Israeli Attack on The Humanitarian Aid Convoy to Gaza, (Ankara:
Turkish National Inquary, 2011)
Pasal 9, Paragraf 2, Konvensi Wina Tahun 1961, Tentang Hubungan Diplomatik
Sir Geoffrey Palmer et.al, Report of the Secretary-General‟s Panel of Inquiry on the
31 May 2010 Flotilla Incident, (New York: United Nation, 2011)
"Occupied Palestinian Territory: Gaza Emergency", United Nations Office for the
Coordination of Humanitarian Affairs, (2014)
Klaus Schwab, The Global Competitiveness Report 2015–2016, (Geneva: World
Economic Forum, 2016)
Doing Business 2017 Equal Opportunity for All, Economy Profile Israel,
(Washington DC: The World Bank, 2017)
IMD World Digital Competitiveness Ranking 2017, (Lausanne: International Institute
for Management Development, 2017)
Ed. Ahmed Bounfour and Leif Edvinsson, Intellectual Capital for Communities:
Nations, Regions, and Cities, (New York: Butterworth-Heinemann, 2011), hal.
139
Human Development Report 2016: Human Development for Everyone, (New York:
UNDP, 2016)
xvii
Gideon Irus, The Use of Coal Ash in Concrete According to The Israeli Standard and
Practice, (Tel Aviv: International Workshop on Environmental Aspects of Coal
Ash Utilization), 2012
PM Netanyahu's Statement at His Press Conference in Rome, Israel Ministry of
Foreign Affairs, 27 Juni 2016
Artikel Media
“President Erdoğan Approves Israel Deal”, 31 Agustus 2016,
http://www.hurriyetdailynews.com/president-erdogan-approves-israel-deal-
103422
Raphael Ahrem, “After five frosty years, Israeli ambassador returns to Turkey”
https://www.timesofisrael.com/after-five-frosty-years-israeli-ambassador-
returns-to-turkey/
“President announces Kemal Ökem as Turkey‟s new ambassador to Israel”, 16 Nov
2016 http://www.hurriyetdailynews.com/president-announces-kemal-okem-as-
turkeys-new-ambassador-to-
israel.aspx?pageID=238&nID=106179&NewsCatID=510
Ali Abunimah, “Turkey-Israel deal leaves Gaza siege intact”, Electronic Intifada, 27
Juni 2016, https://electronicintifada.net/blogs/ali-abunimah/turkey-israel-deal-
leaves-gaza-siege-intact
xviii
Barak Ravid, “Israel and Turkey Officially Announce Rapprochement Deal, Ending
Diplomatic Crisis”, Heertz, 27 Juni 2016, https://www.haaretz.com/israel-
news/1.727369
Mei 2013, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-turkey-reconciliation-talks-hit-
impasse-over-scope-of-compensation.premium-
1.526279?=&ts=_1509266563116
Barak Ravid, “Israel Offers Turkey $20m in Compensation Over Gaza Flotilla Raid”,
Heertz, 3 February 2014, https://www.haaretz.com/israel-news/1.572069
Gallia Lindenstrauss dan Yoel Guzansky, “Israel's Peripheral Pact”,
http://nationalinterest.org/commentary/israels-peripheral-pact-7091
“Turkey-Israel agree to start works on pipeline project”, 17 Juli 2008,
http://www.hurriyet.com.tr/turkey-israel-agree-to-start-works-on-pipeline-
project-9460948
“Turkey, Israel Agree to Move Ahead with Med Pipeline; Gazprom Nears Supply
Deal with Israel”, 18 Juli 2008, https://www.ihs.com/country-industry-
forecasting.html?id=106596573
Barak Ravid, ”Israeli Ministers Mull Apology to Turkey Over Gaza Flotilla",
Haaretz, 24 Juli 2011, https://www.haaretz.com/israeli-ministers-mull-apology-
to-turkey-over-gaza-flotilla-1.374899
Gabe Kahn, Turkey Downgrades Israel Ties: Incensed over the Palmer Report,
Turkey has downgraded ties with Israel,
http://www.israelnationalnews.com/News/News.aspx/147480
xix
“Turkey downgrades ties with Israel”, http://www.aljazeera.com/news/middleeast/
2011/09/2011927226423902.html
Barak Ravid, “Israel: We Hope to Mend Turkey Ties, but Will Not Apologize for
Gaza Flotilla”, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-we-hope-to-mend-
turkey-ties-but-will-not-apologize-for-gaza-flotilla-1.382240
"Turkey harshly condemns Israel‟s operation against Gaza", Hurriyet Daily News,
http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-harshly-condemns-israels-operation-
against-gaza-34704
Emre Peker, "Turkey Labels Israel a 'Terrorist State", Wall Street Journal,
https://www.wsj.com/articles/SB1000142412788732335320457812888061242
1650
Matthew Kalma, Massed Israeli troops poised for invasion of Gaza, Independent,
https://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/massed-israeli-troops-
poised-for-invasion-of-gaza-8316615.html
"Turkey and Iran accuse Israel of „ethnic cleansing‟ and „war crimes‟ in Gaza", Al
Arabiya News, https://english.alarabiya.net/articles/2012/11/20/250765.html
Herb Keinon, "Benjamin Netanyahu apologizes to Turkey over Gaza flotilla", The
Jarusalem Post, http://www.jpost.com/International/Obama-Netanyahu-
Erdogan-speak-by-phone-307423
Ron Friedman, "Israel, Turkey to normalize ties, after PM apologizes for flotilla
deaths", The Times of Israel, https://www.timesofisrael.com/obama-applauds-
call-between-israeli-turkish-prime-ministers/
xx
International Spectator: Italian Journal of International Affairs, Vol. 49, (2014), 21
Barak Ravid, “Israel-Turkey Reconciliation Talks Hit Impasse Over Scope of
Compensation”, Haaretz, https://www.haaretz.com/israel-news/israel-turkey-
reconciliation-talks-hit-impasse-over-scope-of-compensation.premium-
1.526279?=&ts=_1509266563116
Gallia LindenstraussYoel Guzansky, "Israel's Peripheral Pact", The National Interest,
19 Juni 2012, http://nationalinterest.org/commentary/israels-peripheral-pact-
7091
Nora Barrows Friedman, ”Turkish court issues “historic” arrest warrants for Israeli
army commanders", The Electronic Intifada,
https://electronicintifada.net/blogs/nora-barrows-friedman/turkish-court-issues-
historic-arrest-warrants-israeli-army-commanders
"Turkish court orders arrest of four Israeli generals over Mavi Marmara", Hurriyet
Daily News, 26 Mei 2016, http://www.hurriyetdailynews.com/turkish-court-
orders-arrest-of-four-israeli-generals-over-mavi-marmara--66979
Tracy Wilkinson, "Turkey and Israel are in talks to restore diplomatic ties" Los
Angeles Times, http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-turkey-israel-
talks-20151222-story.html
“President Erdoğan approves Israel deal”, Hurriyet Daily News
http://www.hurriyetdailynews.com/president-erdogan-approves-israel-
deal.aspx?pageID=238&nID=103422&NewsCatID=510
xxi
Ali Abunimah, “Turkey-Israel deal leaves Gaza siege intact”,
https://electronicintifada.net/blogs/ali-abunimah/turkey-israel-deal-leaves-gaza-
siege-intact
Barak Ravid, “Israel and Turkey Officially Announce Rapprochement Deal, Ending
Diplomatic Crisis” Haartz, https://www.haaretz.com/israel-news/1.727369
https://www.haaretz.com/israel-news/1.727369
Raphael Ahrem, “After five frosty years, Israeli ambassador returns to Turkey” Times
of Israel https://www.timesofisrael.com/after-five-frosty-years-israeli-
ambassador-returns-to-turkey/
“President announces Kemal Ökem as Turkey‟s new ambassador to Israel”, Hurriyet
Daily News, http://www.hurriyetdailynews.com/president-announces-kemal-
okem-as-turkeys-new-ambassador-to-
israel.aspx?pageID=238&nID=106179&NewsCatID=510
Buck Tobias, Field of dreams: Israel's natural gas, 1 September 2012,
https://www.ft.com/content/1dbda574-f16d-11e1-a553-00144feabdc0
“The Natural Gas Sector in Israel”,
http://energy.gov.il/English/Subjects/Natural%20Gas/Pages/GxmsMniNGEcon
omy.aspx
Amit Mor, http://www.jiis.org/.upload/mor.pdf , di akses pada tanggal 21 Oktober
2016
Ken Dilanian dan Courtney Kube, U.S. officials confirm Israel hit Syria after
suspected Ghouta chemical attack, NBC News, 9 April 2018,
xxii
https://www.nbcnews.com/news/world/israel-blamed-airstrike-syria-after-
suspected-ghouta-chemical-weapon-attack-n863821
Sarah Dadouch dan Jeffrey Heller, "Israel hits Syrian site said to be linked to
chemical weapons", Reuters, 7 September 2017,
https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-israel/israel-hits-syrian-
site-said-to-be-linked-to-chemical-weapons-idUSKCN1BI0MH
"Report: Israel treating al-Qaida fighters wounded in Syria civil war", Jewish Post, 13
Maret 2015, https://www.jpost.com/Middle-East/Report-Israel-treating-al-
Qaida-fighters-wounded-in-Syria-civil-war-393862
Mark Langfa, "Biden: Possible 'Win-Win' Mediterranean Gas Pipeline to EU", Israel
National News, 10 Juni 2014
http://www.israelnationalnews.com/News/News.aspx/185863
Selin Nasi, "Turkish - Israeli pipeline deal on the way?", Hurriyet Daily, 27 April
2017 http://www.hurriyetdailynews.com/opinion/selin-nasi/turkish-israeli-
pipeline-deal-on-the-way-112537
Karel Valansi, "Eitan Na‟eh: Breaking up relations is easy, rebuilding is much
difficult, Solomon, 22 Maret 2017,
http://www.salom.com.tr/salomturkey/haber-102531-
eitan_naeh_breaking_up_relations_is_easy_rebuilding_is_much_difficult.html
Barak Ravid, “Israel-Turkey Reconciliation Talks Hit Impasse Over Scope of
Compensation”, Heertz, 27 Mei 2013, https://www.haaretz.com/israel-
xxiii
news/israel-turkey-reconciliation-talks-hit-impasse-over-scope-of-
compensation.premium-1.526279?=&ts=_1509266563116
Human Developmen Report 2016 http://hdr.undp.org/en/countries/profiles/ISR di
akses pada tanggal 17 Oktober 2017
Anshel Pfeffer, “Israel supplies Turkey with military equipment for first time since
Gaza flotilla”, Haaretz, 18 February 2013, https://www.haaretz.com/israel-
sells-warfare-systems-to-turkey-1.5230378
"Zeybekci: İsrail önemli müttefik", Aljazeera, 25 Juni 2016,
http://www.aljazeera.com.tr/haber/zeybekci-israil-onemli-muttefik
xxiv
Lampiran 1 Procedural Agreement on Compensation Between the Republic of
Turkey and The State of Israel
xxv
xxvi
xxvii
xxviii
Lampiran 2 Pasal 9 Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
Article 9
1. The receiving State may at any time and without having to explain its
decision, notify the sending State that the head of the mission or any member
of the diplomatic staff of the mission is persona non grata or that any other
member of the staff of the mission is not acceptable. In any such case, the
sending State shall, as appropriate, either recall the person concerned or
terminate his functions with the mission. A person may be declared non grata
or not acceptable before arriving in the territory of the receiving State.
2. If the sending State refuses or fails within a reasonable period to carry out its
obligations under paragraph 1 of this article, the receiving State may refuse to
recognize the person concerned as a member of the mission.
Diunduh di http://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/conventions/9_1_1961.pdf
xxix
Lampiran 3 Pasal 43 Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
Article 43
The function of a diplomatic agent comes to an end, inter alia:
a) On notification by the sending State to the receiving State that the function of the
diplomatic agent has come to an end;
b) On notification by the receiving State to the sending State that, in accordance with
paragraph 2 of article 9, it refuses to recognize the diplomatic agent as a member of
the mission.
xxx
Diunduh di http://legal.un.org/ilc/texts/instruments/english/conventions/9_1_1961.pdf
Lampiran 4 Media Realese PM Netanyahu's statement at his press conference in
Rome
Diunduh di
http://www.pmo.gov.il/English/MediaCenter/Speeches/Pages/speechTurkeytreaty270
616.aspx