Analisa Kasus PHK - Yuniastuti · PDF fileEtika dalam bisnis mengikat semua orang yang...
Transcript of Analisa Kasus PHK - Yuniastuti · PDF fileEtika dalam bisnis mengikat semua orang yang...
Analisa Kasus PHK PT Dirgantara Indonesia
Ditinjau dari Teori Egoisme Kelompok
Oleh:
Kelompok 2 (Karet / Hevea Braziliensis)
ARIE WIBOWO IRAWAN (P056110763.40E)
BASUKI RAHMANTO (P056110803.40E)
MOCHAMAD MULJANA (P056110883.40E)
MUHAMMAD IQBAL (P056110893.40E)
PRASETIYO (P056110923.40E)
YUNIASTUTI W (P056111003.40E)
Risalah Pembahasan
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Profil Perusahaan
4. Studi Kasus
5. Pembahasan
6. Kesimpulan
Pendahuluan
Latar Belakang
Perusahaan dibentuk dalam rangka untuk menciptakan nilai tambah dan
mendapatkan keuntungan.
Sebuah bisnis terikat dengan etika.
Etika dalam bisnis mengikat semua orang yang terlibat di dalamnya, baik
secara personal maupun lembaga.
Suatu nilai dianggap baik apabila menguntungkan perusahaan.
Sebaliknya dianggap buruk apabila merugikan perusahaan.
Perusahaan sebagai lembaga yang dikelola oleh manajeman yang terdiri
beberapa orang, maka egoisme ini disebut egoisme kelompok.
Ketika perusahaan sudah tidak untung, manajemen melakukan tindakan
yang menurutnya rasional dan baik, misalnya melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya secara sepihak.
PT. Dirgantara Indonesia (DI), pada tahun 2002 melakuan PHK terhadap
ribuan karyawannya.
Tindakan perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah tersebut menimbulkan
konflik yang berlarut-larut.
Pendahuluan
Tujuan Penulisan
Bagaimana relevansi antara tindakan PT. Dirgantara
Indonesia dalam melakukan pemutusan hubungan kerja
dengan etika, norma bisnis dan hukum ketenagakerjaan.
Apakah tindakan pemutusan hubungan kerja oleh
manajemen PT. Dirgantara Indonesia didasarkan oleh
faktor egoisme kelompok atau ada faktor lain yang lebih
seusai dengan etika dan norma bisnis.
Apakah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh
karyawan PT. Dirgantara Indonesia didasarkan oleh
faktor egoisme kelompok semata atau karena faktor lain
yang bersifat normatif.
Tinjauan Pustaka
Tingkah laku yg didasarkan atas dorongan
untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk
kesejahteraan orang lain.
Kodrat manusia dalam kenyataannya secara
psikologis cenderung memilih tindakan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Suatu faham etika normatif yang menyatakan
bahwa setiap orang wajib memilih tindakan yang
paling menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu/dua orang, melainkan masyarakat
keseluruhan.
Egoisme
Egoisme
Psikologis
Egoisme
Etis
Egoisme
Kelompok
Teori Egoisme Kelompok
Egoisme Kelompok
Pemikiran Egoisme Kelompok
Cocok dengan Ekonomis
(in group egoism) adalah egoisme yang hanya melihat kepentingan/
kenikmatan atau kebahagiaan kelompok
Teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, karena cukup dekat
dengan Cost-Benefit Analysis
Kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah
“the greatest happiness of the greatest number”,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar
Manfaat
Manfaatnya bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi
atau kredit dan debet dalam konteks bisnis
Teori Egoisme Dicerahi dan Utilitarianism
Manfaat terbesar untuk paling banyak orang
2. Utilitarianism
Negosiasi untuk kepentingan bersama.
1. Egoisme Dicerahi
Prinsip dasar Utilitarianisme (The gretest happiness of the greatest number) diterapkan pada perbuatan.
Utilitarianisme aturan yang membatasi diri pada justifikasi moral
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
PHK adalah
pengakhiran
hubungan kerja
karena suatu hal
tertentu yang
mengakibatkan
berakhirnya hak dan
kewajiban antara
pekerja dan
pengusaha.
PHK
Ketentuan Hukum
PHK dapat bersifat
perdata, yaitu
mengenai
pemberitahuan,
tenggang waktu
dan saat PHK.
KUH
Perdata
KUHPerdata bab 7a bagian 5
yaitu mengenai izin untuk memutuskan
hubungan kerja.
UU No.
13/2003
UU RI No.13 Tahun 2003 Pasal 150
yang berkaitan dengan pemutusan
hubungan kerja.
Keputusan
Menteri
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Kep‐150/Men/2000
tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja
dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan
menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan
hubungan kerja dalam suatu perusahaan.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
PHK PHK oleh Putusan
Pengadilan
PHK oleh Pihak
Pengusaha
PHK oleh Pihak
Pekerja
PHK
Demi Hukum
Terjadi karena alasan tertentu yang mendesak dan penting, misalnya perusahaan pailit.
Terjadi karena keinginan dari pihak pekerja dengan alasan dan prosedur tertentu.
PHK Demi Hukum
PHK Oleh
Pihak Pekerja
PHK Oleh
Pihak Pengusaha
PHK Oleh
Putusan Pengadilan
Terjadi karena keinginan dari pihak pengusaha dengan alasan, persyaratan dan prosedur tertentu.
Terjadi dengan sendirinya misalnya karena berakhirnya waktu.
PT Dirgantara Indonesia
PT. Dirgantara Indonesia (DI) (Indonesian Aerospace Inc.) adalah
industri pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di Indonesia
dan di wilayah Asia Tenggara.
Perusahaan ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
Didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT. Industri Pesawat
Terbang Nurtanio dan BJ Habibie sebagai Presiden Direktur.
Kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang
Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985.
Berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000.
Tidak hanya memproduksi berbagai pesawat tetapi juga helikopter,
senjata, menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance
service) untuk mesin-mesin pesawat.
Menjadi sub-kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di
dunia seperti Boeing, Airbus, General Dynamic, Fokker dsb.
Jumlah karyawan sebelum krisis ekonomi sampai 16 ribu orang, akibat
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dilakukan rasionalisasi
karyawannya hingga menjadi berjumlah sekitar 4.000 orang.
PT Dirgantara Indonesia
Pada tahun 2000-an Dirgantara Indonesia mulai menunjukkan
kebangkitannya kembali, banyak pesanan dari luar negeri seperti
Thailand, Malaysia, Brunei, Korea, Filipina dan lainnya.
Dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada 4 September 2007, karena dinilai tidak mampu
membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan
hari tua kepada mantan karyawannya.
Namun pada tanggal 24 Oktober 2007 keputusan pailit tersebut
dibatalkan.
Tahun 2012 merupakan momen kebangkitan Dirgantara Indonesia.
Awal 2012 berhasil mengirimkan 4 pesawat CN235 pesanan Korea
Selatan.
Selain itu DI sedang berusaha menyelesaikan 3 pesawat CN 235
pesanan TNI AL, dan 24 Heli Super Puma dari EUROCOPTER.
Selain beberapa pesawat tersebut DI juga sedang menjajaki untuk
membangun pesawat C 295 (CN 235 versi jumbo) dan N 219, serta
kerja sama dengan Korea Selatan dalam membangun pesawat tempur
siluman.
Penyebab Terjadinya PHK
1998 1998
akhir 1999 2000
Krisis ekonomi,
pemerintah
terpaksa
menghentikan
investasi
tambahan
terutama dalam
kaitannya
dengan investasi
pengembangan
pesawat N250.
Inefisiensi,
merupakan
suatu industri
serba mahal
(high-cost
aircraft industry),
yang tidak
sensitif terhadap
permintaan
pasar.
Kesulitan
Likuiditas, PT
IPTN terus
mengalami
kesulitan
likuiditas dan
modal kerja
yang berdampak
pada operasi
perusahaan.
Penutupan
Perusahaan,
solusi untuk
menyelamatkan
PT. IPTN seperti
yang dianjurkan
oleh IMF, salah
satu pilihan
adalah
penutupan
perusahan.
Penyebab Terjadinya PHK
Pertimbangan 1 Pertimbangan 2 Pertimbangan 3
Apakah benar PHK merupakan benar solusi satu-satunya?
Masih ada
alternatif lain untuk
menyelamatkan
PT. Dirgantara
Indonesia
sehingga bisa
menjadi
kebanggaan untuk
generasi
mendatang.
Kerugian finansial
bagi negara akan
sangat mahal dan
investasi sumber
daya manusia
dalam bentuk
belasan ribu
pegawai yang
terdidik dan
memiliki keahlian
akan hilang.
Negara kepulauan
yang sangat luas
jelas memerlukan
industri
penerbangan dan
maritim yang
kompetitif dan
sesuai dengan
permintaan pasar.
Kronologis Kasus/ Perkara
11 Juli 2003, PT Dirgantara Indonesia ditutup merumahkan semua (9.600) karyawan.
14 Juli 2003, Menaker Jacob Nuwa Wea menyatakan tindakan merumahkan karyawan ilegal.
19 Agustus 2003, RUPSLB Dirgantara mengukuhkan SK Dirut dan menyetujui PHK 6.000 karyawan. BPPN menjadi pemilik 92,7 % saham Dirgantara.
21 Agustus 2003, Menaker minta SK Dirut dicabut.
3 Sept 2003, Ratusan karyawan Dirgantara unjuk rasa di Jakarta.
Tahun 2003
Kronologis Kasus/ Perkara
1 Okt 2003, Karyawan menerima 10-25 % gaji.
6 Okt 2003, Dirut DI mencabut SK merumahkan karyawan. Diterbitkan 2 SK baru.
7 Okt 2003, PTUN memerintahkan pencabutan SK 11 Juli.
22 Okt 2003, Karyawan DI mengajukan gugatan perdata hasil RUPS 19 Agustus 2003 serta RUPSLB 22 Agustus 2003.
4 Nov 2003, Rapat KKSK memutuskan BPPN akan menalangi pesangon karyawan.
Tahun 2003
Kronologis Kasus/ Perkara
13 Nov 2003, Sidang kabinet terbatas menyetujui PHK 6.600 karyawan.
1 Des 2003, Perundingan bipartit karyawan dan manajemen DI buntu. Depnaker mengambil alih persoalan ini.
23 Des 2003, DI tidak mampu lagi membayarkan gaji karyawan yang terkena PHK. Karyawan memblokir perusahaan.
30 Des 2003, Dirut DI menolak anjuran Menaker membayar pesangon 2 kali ketentuan UU.
Tahun 2003
Kronologis Kasus/ Perkara
13 Januari 2004, Sidang pertama perundingan karyawan dan manajemen DI di Depnaker gagal.
15 Januari 2004, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) meminta manajemen dan karyawan DI melakukan negosiasi ulang, dan 718 karyawan setuju PHK.
29 Januari 2004, P4P meluluskan rencana PHK terhadap 6.600 karyawan.
Tahun 2004
Kronologis Kasus/ Perkara
12 Februari 2004, Serikat Pekerja Dirgantara mengajukan banding atas putusan P4P ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
18 Februari 2004, PTTUN mengabulkan gugatan Serikat Pekerja.
23 Februari 2004, Pesangon untuk 6.600 karyawan yang diberhentikan sebesar Rp 440 miliar, akan dibayarkan.
Tahun 2004
Pembahasan
Egoisme
Kelompok
Perusahaan Pailit dan
merumahkan semua karyawan
sebanyak 9.600 orang.
PT DI perlu diselamatkan
dengan melakukan
pembaharuan secepatnya
karena ini adalah aset nasional
dan proyek yang strategis bagi
masa depan bangsa.
Proses tersebut ilegal dan
melanggar HAM kerana
secara mendadak dan
tidak disosialisasikan
kepada karyawan.
Dewan
Direksi dan
Pemerintah
Melakukan
Pembaharuan
di PT DI
Karyawan
yang di PHK
Egoisme Kelompok Direksi
Egoisme
Kelompok
Direksi &
Pemerintah
• Krisis Moneter
Biaya Operasional Perusahaan Naik.
Perusahaan Dalam Kondisi yang Merugi.
Tidak Mampu untuk Menyelesaikan Proyek-proyek.
• Efisiensi
Memberikan kompensasi pensiun, jaminan hari tua
dan pesangon 2x gaji berdasarkan rumusan yang
sesuai ketentuan UU No.13 Tahun 2003.
• Karyawan Kontrak
Karyawan yang direkrut sesuai dengan kompetensinya
untuk proyek tertentu dan dapat bertambah seiring
denganpeningkatan volume bisnis perusahaan.
Mengurangi jumlah biaya produksi dengan melakukan
Pemutusan Hubungan kerja (PHK) massal yang sudah
sesuai prosedur.
• Kompensasi
Egoisme Kelompok Karyawan
Dampak PHK
Muncul masalah kemanusiaan,
ekonomi, sosial, keamanan, dan
lain-lain yang akan dihadapi
pekerja dan keluarganya.
Melanggar HAM
Mengabaikan hak-hak pekerja,
Melanggar Perjanjian Kerja dan
bertentangan dengan UU
Ketenagakerjaan No.13 Th 2003.
Pesangon
Tidak mendapatkan pesangon
secara penuh, terutama
kompensasi pensiun guna
menjamin kehidupan keluarga.
Tanpa Informasi
Proses PHK dimulai dengan
perumahan secara mendadak
dan tidak disosialisasikan
kepada karyawan.
Egoisme
Kelompok
Karyawan
1
4
1. Ketidakmampuan Pemerintah
Tidak adanya visi, lemahnya kepemimpinan
dan ketidakmampuan menyelesaikan masalah-
masalah konkrit di sektor riil.
2. Penghianatan Cita-cita
Penghianatan cita-cita founding father RI untuk
mendirikan industri pesawat terbang mengingat
wilayah indonesia yang luas merefleksikan
kecintaan terhadap dirgantara.
3. SDM yang Berpengalaman
Memiliki SDM yang mempunyai keahlian dan
pengalaman sebagai aset, mengingat masih
ada alternatif lain untuk menyelamatkan PT DI.
4. Perubahan Paradigma
Perubahan paradigma dari high-cost aircraft industry
menjadi competitive-cost aircraft industry. Strategi
"technology push" diubah menjadi "market pull".
Egoisme Kelompok Pembaharuan
3
2 Egoisme
Kelompok
Pembaharuan
Visi
Perush.
Proses
Audit
Re-Orientasi
Bisnis
Perubahan
Manajemen
Melakukan
restrukturisasi
hutang dan
pengurangan
beban finansial
Melakukan
reorientasi bisnis,
restrukturisasi
SDM, keuangan
dan peningkatan
kinerja perusahaan
Audit dari segi
finansial maupun
prospek masa
depan
Fokus pada produksi
spare parts dan
komponen untuk
Boeing, Airbus,
British Aerospace, dll
Mempertahankan Visi dan
Merubah Cara Kerja Perusahaan
Perubahan direksi dan komisaris dengan
kriteria, kemampuan teknis, dan dikenal
dikalangan industri penerbangan dunia
Langkah
Perubahan
Paradigma
Langkah Perubahan Paradigma
Hasil Audit Tahun 2000 - 2002
Mulai Tahun 1999 2000 2001
Peningkatan Penjualan
1999: Rp. 508 milyar
2000: Rp. 689 milyar
2001: Rp. 1,4 triliun
Jasa perangkat lunak
sistim antariksa 3 %,
Teknologi informasi 5 %
Rekayasa interior
pesawat terbang 0,5%
Penjualan
Efisiensi Kepercayaan Luar Negeri
Penurunan beban biaya produksi,
peningkatan efisiensi tenaga kerja.
Rasio penjualan per tenaga kerja:
2000: Rp. 66 juta rupiah
2001: Rp. 137 juta rupiah
Kepercayaan pelanggan luar
negeri mulai kembali meningkat,
ditandai dengan keberhasilan
memperoleh kontrak penjualan
pesawat CN 235
Laba
Perusahaan
Diversifikasi
Bisnis
Perubahan Laba
Perusahaan dari Defisit
menjadi Profit:
1999: Rp. 75 milyar (-)
2000: Rp. 73 milyar (-)
2001: Rp. 11 milyar (+)
Egoisme Dicerahi
Pesangon
Kompensasi:
- Pesangon 2x gaji
- Dana Pensiun bertahap
Pekerja Kontrak Kompensasi
Memperkerjakan kembali karyawan sebagai Pekerja Kontrak
Bagi karyawan yang tidak dikontrak akan diberikan pesangon Rp. 25 – 100 juta
Tercapainya titik temu antara Karyawan (diwakili
oleh SP-FKK) dan Direksi PT DI, setelah terjadi banyak perdebatan dalam beberapa pertemuan
Kesepakatan akhir dari kedua belah pihak, keputusan bersama ini sudah bisa dikatakan adil
baik dari segi karyawan maupun direksi. Perusahaan telah mempersiapkan dana sebesar
Rp 440 milyar untuk pesangon karyawan yang akan dibayarkan bertahap.
Kesimpulan
Egoisme Direksi
Dari kasus PT. Dirgantara Indonesia
dapat ditarik beberapa kesimpulan:
Egoisme dari Dewan
Direksi dan
Pemerintah sebagai
alasan utama dari
PHK.
Egoisme karyawan
korban PHK tercermin
dari sikap mereka yang
menolak prosedur PHK.
Egoisme
kelompok yang
Ingin
mempertahankan
dan melakukan
pembaharuan di
PT DI
1. Pembatalan
Proses Pailit oleh
MA
2. Masih bisa
Optimalisasi
Potensi Aset,
3. Kesempatan
untuk
menyelesaikan
masalah PHK
secara Damai.
Egoisme Karyawan
Egoisme Pembaharuan
Pandangan Hukum
www.themegallery.com
For Your Attention…!
Basuki Rahmanto
M. Iqbal