BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat...

31
Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bagian dari elemen penegakan hukum, advokat tentu saja memegang peranan penting dalam menegakkan hukum yang adil dan tidak pandang bulu. Advokat berdasarkan yang tertulis dalam Anggaran Dasar Peradi bertanggung jawab untuk menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, melindungi hak asasi manusia, meningkatkan kesadaran hukum, dan berperan memelopori pembaharuan pembangunan dan pembentukan hukum demi terselenggaranya supremasi hukum. Akan tetapi, kenyataannya para advokat seringkali tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari profesi advokat itu sendiri. Hal itu bisa terjadi karena adanya faktor di luar dirinya yang begitu kuat atau terkadang juga karena penghayatan advokat yang bersangkutan terhadap esensi profesinya yang kurang. 1 Pada prinsipnya, advokat dapat memberikan layanan jasa yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 2 1. Nasihat dalam bentuk lisan maupun tulisan terhadap permasalahan hukum yang dihadapi klien, termasuk membantu merumuskan berbagai jenis dokumen hukum. Dalam kategori ini advokat secara teliti, antara lain memberikan penafsiran terhadap dokumen-dokumen hukum yang bersangkutan dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan Indonesia ataupun internasional. 2. Membantu melakukan negosiasi atau mediasi. Dalam hal ini advokat harus memahami keinginan klien maupun pihak lawan, tugas utamanya adalah mencapai penyelesaian yang memuaskan para pihak. Kadangkala advokat juga diminta menilai bukti-bukti yang diajukan para pihak, tetapi tujuan utama di sini adalah penyelesaian di luar pengadilan (settlement out of court). 1 Tinjauan Umum Etika Profesi Advokat 2 Yio Tjeh Kie, Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya: Studi Kasus Komparatif antara Indonesia dan Jepang, Skripsi (Depok: Universitas Indonesia, 2012), hlm. 3

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai bagian dari elemen penegakan hukum, advokat tentu saja memegang

peranan penting dalam menegakkan hukum yang adil dan tidak pandang bulu. Advokat

berdasarkan yang tertulis dalam Anggaran Dasar Peradi bertanggung jawab untuk

menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, melindungi hak asasi

manusia, meningkatkan kesadaran hukum, dan berperan memelopori pembaharuan

pembangunan dan pembentukan hukum demi terselenggaranya supremasi hukum.

Akan tetapi, kenyataannya para advokat seringkali tidak dapat menjunjung

tinggi idealisme dari profesi advokat itu sendiri. Hal itu bisa terjadi karena adanya

faktor di luar dirinya yang begitu kuat atau terkadang juga karena penghayatan advokat

yang bersangkutan terhadap esensi profesinya yang kurang.1 Pada prinsipnya, advokat

dapat memberikan layanan jasa yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu:2

1. Nasihat dalam bentuk lisan maupun tulisan terhadap permasalahan hukum yang

dihadapi klien, termasuk membantu merumuskan berbagai jenis dokumen

hukum. Dalam kategori ini advokat secara teliti, antara lain memberikan

penafsiran terhadap dokumen-dokumen hukum yang bersangkutan dalam

kaitannya dengan peraturan perundang-undangan Indonesia ataupun

internasional.

2. Membantu melakukan negosiasi atau mediasi. Dalam hal ini advokat harus

memahami keinginan klien maupun pihak lawan, tugas utamanya adalah

mencapai penyelesaian yang memuaskan para pihak. Kadangkala advokat juga

diminta menilai bukti-bukti yang diajukan para pihak, tetapi tujuan utama di sini

adalah penyelesaian di luar pengadilan (settlement out of court).

1

Tinjauan Umum Etika Profesi Advokat

2 Yio Tjeh Kie, Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya: Studi Kasus Komparatif antara

Indonesia dan Jepang, Skripsi (Depok: Universitas Indonesia, 2012), hlm. 3

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

2

3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum

pidana, hukum tata usaha negara, ataupun mahkamah konstitusi. Dalam kasus

pidana, bantuan dapat diterima ketika klien di Kepolisian dan Kejaksaan.

Intinya tugas advokat atau penasehat hukum adalah untuk memberikan pendapat

hukum (legal opinion), serta nasehat hukum (legal advice) dalam rangka menjauhkan

klien dari konflik, tetapi di lingkungan peradilan (beracara di Pengadilan) penasehat

hukum justru tidak sedikit yang mengajukan atau membela kepentingan kliennya

(secara ambisius).3

Oleh karena itu, advokat pada kenyataannya seringkali melakukan segala cara

untuk memengangkan kasus kliennya dan melanggar kode etik profesi advokat, seperti

melakukan penyuapan pada hakim agar klienya mendapatkan keringanan hukuman,

tidak bertingkah laku atau bersikap baik dalam persidangan, dan lain sebagainya.

Kode etik profesi advokat merupakan instrumen penting untuk mencegah

advokat melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis dan melanggar hukum. Dengan

adanya kode etik profesi advokat, diharapkan advokat dapat menyadari akan pentingnya

tugas dan kewajiban dari profesi advokat bagi penegakan hukum di Indonesia. Atas

dasar inilah, maka pemakalah akan membahas tentang Kode Etik Profesi Advokat.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, terdapat permasalahan yang menarik dan patut untuk

dibahas, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana peran, fungsi, dan kewajiban profesi advokat?

2. Bagaimana fakta sejarah organisasi advokat, fungsi dan perannya?

3. Bagaimana aturan mengenai kode etik profesi advokat?

4. Bagaimana acara peradilan malpraktik advokat?

5. Bagaimana aturan mengenai hak imunitas advokat?

6. Bagaimana aturan tentang kerahasiaan klien?

3 Tinjauan Umum Etika Profesi Advokat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

3

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka didapat tujuan dari penulisan makalah yakni

sebagai berikut:

1. Menganalisis peran, fungsi, dan kewajiban profesi advokat?

2. Menganalisis fakta sejarah organisasi advokat, fungsi dan perannya?

3. Menganalisis aturan mengenai kode etik profesi advokat?

4. Menganalisis acara peradilan malpraktik advokat?

5. Menganalisis aturan mengenai hak imunitas advokat?

6. Menganalisis aturan tentang kerahasiaan klien?

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Advokat

Akar kata Advokat, apabila berdasarkan pada kamus latin Indonesia, dapat

ditelusuri dari bahasa latin, yaitu advocatus yang berarti antara lain yang membantu

seseorang dalam perkara, saksi yang meringankan.4

Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam

perjalanannya, profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia.

Penamaan itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa/klien)

yang dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum

yang telah ditentukan.5

Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang bertugas memberikan

bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi

masalah hukum yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Advokat

mengandung tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang luhur baik terhadap diri

sendiri, klien, pengadilan dan Tuhan serta demi tegaknya keadilan dan kebenaran.

Dalam sumpahnya, advokat bersumpah tidak akan berbuat palsu atau membuat

kepalsuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai pekerjaan bermartabat

Advokat karenanya harus mampu melibatkan diri lebih tinggi dengan aparat penegak

hukum. Dasar filosofis, asas-asas, teori-teori dan tentunya norma-norma hukum dan

hampir semua aspek harus dikuasai.6

4 Harlen Sinaga V, Dasar-Dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Erlangga, 2011), hlm. 2

5 Luhut M.P. Pangaribuan. Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan Kehormatan

Profesi. Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung Jawab Profesi Dan Etika Advokat. Di http://click-

gtg.blogspot.com/2012/05/tanggung-jawab-profesi-dan-etika.html

6 Jawahir Tantowi, Peningkatan Kualitas Advokat Melalui Pendidikan Advokat Di Era Global:

disampaikan dalam seminar dengan tema “Revisi UU No 13 Tahun 2003: Suatu Kemajuan atau

Kemunduran Sumbangsih untuk RUU Perubahan UU Advokat “ Diselenggarkan oleh Ikatan Advokat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

5

Profesi Advokat, tidak bisa dijauhkan dari profesi hukum pada umumnya.

Keluhuran dari profesi hukum adalah terletak pada karakter dan corak keilmuannya

yang langsung menyentuh kebutuhan pokok rohaniah masyarakat (manusia). Karena

hukum pada hakekatnya merupakan akal budi yang bermartabat, dan tidak ada

masyarakat yang sehat, jika di dalam masyarakat tersebut tidak ditegakkan prinsip

hukum dan keadilan. Berbanding lurus dengan karakteristik keilmuannya itu pula,

profesi hukum pada hakekatnya merupakan profesi yang prestisius. Sebaliknya profesi

ini, karena banyak godaan dan tantangan dapat terjerumus ke lembah nista, manakala

diaplikasikan secara tidak bertanggung jawab dan tanpa kendali moral.7

B. Peran dan Fungsi Advokat

Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam Undang-Undang Advokat. Dalam

pasal 1 ayat (1), ketentuan tentang fungsi dan peran advokat selengkapnya berbunyi

sebagai berikut:

“Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam

maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan

Undang-Undang ini.”

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat meliputi

pekerjaan baik yang dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan tentang

masalah hukum pidana (hukum publik) dan/atau perdata, seperti mendampingi klien

dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan atau kepolisian) atau beracara

di muka pengadilan.

Hukum publik diartikan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara badan

publik dan badan publik atau antara badan publik dan perorangan, yang singkatnya

mengatur hubungan negara dan warganya. Sementara itu, hukum perdata diartikan

Indonesia (Indonesia Bar Association). Bumi Hotel Surabaya Jl.Basuki Rahmat 106-128. Surabaya.

Jumat, 5 April 2013.

7 Artidjo Alkostar, Prospek Dan Kerja Profesi Konsultan Hukum Dalam Era Pembangunan,

Makalah disampaikan pada Karya Latihan hukum ke X (KARTIKUM) LKBH FH UII,Tanggal 25-30

Januari 1992, Ar-Risalah, Vol. XIII No. 1 April 2015, hlm. 31

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

6

sebagai hukum yang mengatur hak dan kewajiban orang perorangan dan korporasi

(governs the rights and duties of private persons and corporations).

Ruang lingkup pekerjaan advokat yang berkaitan dengan pengadilan disebut

pekerjaan litigasi, suatu bidang yang lebih dahulu dikerjakan advokat, sehingga orang

banyak salah paham bahwa pekerjaan advokat hanya terbatas pada bidang tersebut.

Bahkan dikatakan bahwa pekerjaan advokat hanya sepenuhnya berkaitan dengan

perkara gugatan, suatu pemahaman yang dapat muncul karena dunia advokat hanya

berkaitan dengan perkara perdata.

Namun, dalam perkembangannya sebetulnya masih terdapat banyak pekerjaan

advokat di luar bidang litigasi, yang disebut sebagai pekerjaan non-litigasi (non-litigious

work), bidang-bidang tersebut adalah:

1. Memberi pelayanan hukum (legal service);

2. Memberi nasihat hukum (legal advice), dengan peran sebagai penasihat hukum

(legal adviser);

3. Memberi pendapat hukum (legal opinion);

4. Mempersiapkan dan menyusun kontrak (legal drafting);

5. Memberikan informasi hukum;

6. Membela dan melindungi hak asasi manusia;

7. Memberikan bantuan hukum cuma-cuma (pro bono legal aid) kepada

masyarakat yang tidak mampu dan lemah.

Pekerjaan di bidang litigasi di atas memiliki kemiripan dengan pekerjaan

advokat di Inggris yang disebut barrister, yang mewakili klien di ruang pengadilan.

Sedangkan pekerjaan non-litigasi di Indonesia memiliki kesamaan dengan tugas

solicitor, yaitu bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan di bidang hukum tetapi tidak

dapat tampil di pengadilan. Agak mirip dengan hal di atas, fungsi advokat di Amerika

Serikat dapat dibagi ke dalam tiga jenis:

1. Advokat yang mewakili pekerjaan di pengadilan (lawyers as advocates).

Lawyers as advocates dapat dilihat dalam contoh tentang bagaimana advokat

menemukan teori baru dalam menafsirkan undang-undang ketika menangani

perkara di pengadilan;

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

7

2. Advokat sebagai penasihat (lawyers as advisors). Sebagai contoh tentang

lawyers as advisors, advokat akan memberikan nasihat kepada kalangan bisnis

atas hak dan kewajibannya dan menjelaskan konsekuensi hukum dari keputusan

yang diambil, sehingga orang ini disebut juga advokat yang melakukan tindakan

hukum prevensi (preventive law);

3. Advokat sebagai juru runding (lawyers as negotiators). Akhirnya, dalam fungsi

lawyers as negotiators, advokat dibekali dengan pelatihan dan pengalaman

untuk melakukan tugas-tugasnya secara efektif atas nama klien dalam bidang

antara lain kontrak penjualan, sewa-menyewa, real estate, dan kesepakatan

perdagangan internasional. Dalam fungsi ini dihindari agar masalah yang

ditangani advokat tidak diteruskan ke pengadilan.

Selain semua tugas di atas, peran advokat dapat bersifat futuristik, yang berarti

bahwa advokat ikut memikirkan dan memberikan sumbangan dalam strategi

pembangunan hukum pada masa yang akan datang. Strategi pembangunan hukum

adalah upaya dari kelompok sosial dalam suatu masyarakat untuk mengambil bagian

dalam pembentukan, penerapan, dan pelembagaan dalam proses politik. Peran ini

disebut sebagai agent of development, yaitu untuk turut serta dalam pembangunan

hukum (law development), pembaruan hukum (law reform), dan pembuatan formulasi

rumusan hukum (law shaping).

Dalam pembangunan hukum, advokat mendorong dan mengarahkan undang-

undang dan perkembangan hukum kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat

yang berkembang ke arah modernisasi. Hal ini dapat dipahami karena hukum

merupakan pertumbuhan sejarah yang berkembang dari waktu ke waktu dari tradisi dan

kebiasaan masyarakat yang merupakan pencerminan ciri khusus masyarakat yang

berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Dalam peran ini advokat harus membuka mata

terhadap perkembangan di sekitarnya agar mereka dapat menyumbangkan pikirannya

dalam pembangunan hukum.

Sedangkan dalam pembaruan hukum, peran advokat adalah merombak dan

memperbarui hukum yang tertulis sesuai dengan peradaban dan kemajuan kesadaran

dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. peran ini berkaitan dengan kesiapan untuk

melakukan penggantian atau amandemen undang-undang yang telah ada.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

8

Akhirnya, dalam pembuatan dan penyusunan formulasi hukum, hukum

kebiasaan dalam undang-undang dan hukum kebiasaan yang tegas dan jelas memuat

dan menampung asas-asas, norma-norma dan syarat-syarat hukum yang memihak pada

yang lemah, melarang penyalahgunaan kekuasaan, melarang perbuatan yang menindas

dan sebagainya.

Berdasarkan hal di atas, advokat seharusnya dapat memberikan andil atau

berbuat secara konkret dalam menentukan arah perkembangan hukum nasional yang

disebut sebagai politik hukum, yang meliputi dua hal. Pertama, pembangunan hukum

yang berintikan pembuatan dan pembaruan materi-materi hukum agar dapat sesuai

dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk

penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Hal ini terkait dengan

jenis dan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Nomor

10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan

bahwa advokat dapat memberikan sumbangan pikiran pembentukan undang-undang

sebagai bagian dari hukum.

C. Kewajiban Advokat dan Larangan Terhadapnya

Profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab, yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dalam penyelenggaraan

peradilan ialah guna menegakkan hukum dan keadilan. Kemandirian dan kebebasan

yang dimiliki oleh profesi advokat, tentu harus diikuti oleh adanya tanggungjawab

masing-masing advokat dan Organisasi Profesi yang menaunginya. Ketentuan UU

Nomor 18 Tahun 2003 telah memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan

sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Undang-undang advokat

tersebut memuat landasan pijakan berupa hak dan kewajiban yang melekat pada seorang

advokat. Kewajiban advokat yang diatur dalam UU Advokat meliputi:

1. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan

terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau

latar belakang sosial dan budaya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

9

2. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien

oleh pihak yang berwenang dan/atau oleh masyarakat.

3. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau peroleh dari

kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-

undang.

4. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan

tugas dan martabat profesinya.

5. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian

rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan

kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.

6. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat

selama memangku jabatan tersebut.

Undang-Undang Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan,

tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat, yakni ketentuan

Pasal 6 Undang-undang Advokat yang menentukan bahwa advokat dapat dikenai

tindakan dengan alasan8:

1. Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;

2. Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan

seprofesinya;

3. Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang

menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-

undangan, atau pengadilan;

4. Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat

dan martabat profesinya;

5. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan dan atau

perbuatan tercela;

6. Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

8 Sinaga Harlen, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), Hlm. 105

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

10

Selain ketentuan Undang-undang Advokat di atas, ada juga ketentuan mengenai

kewajiban dan larangan terhadap advokat menurut KEAI (Kode Etik Advokat

Indonesia), yaitu9:

1. Memelihara rasa solidaritas di antara teman sejawat (pasal 3 huruf d KEAI);

2. Memberikan bantuan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa

suatu perkara pidana baik atas permintaan sendiri maupun karena penunjukan

organisasi profesi (pasal 3 huruf c KEAI);

3. Bersikap sopan terhadap semua teman sejawat dan mempertahankan martabat

advokat (pasal 4 huruf d KEAI);

4. Dalam menentukan besarnya honorarium, wajib mempertimbangkan

kemampuan klien (pasal 4 huruf d KEAI);

5. Memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara

kepercayaaan dan tetap menjaga rahasia tersebut setelah sampai berakhir

hubungannya dengan klien (pasal h KEAI);

6. Memberikan surat dan keterangan apabila perkara akan diurus advokat baru

dengan memperhatikan hak retensi (pasal 5 huruf f KEAI);

7. Wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu

(pasal 7 huruf h KEAI);

8. Menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara

yang ditangani kepada klien (pasal 7 huruf i KEAI).

Sementara itu, beberapa pelanggaran kode etik advokat yang telah diputus

kasusnya oleh Dewan Kehormatan PERADI antara lain ialah seputar hal-hal sebagai

berikut:10

1. Merebut klien;

2. Mengurus dua kepentingan yang bertentangan;

3. Mengeluarkan kata-kata kasar, mengidentikkan advokat dengan kliennya;

4. Mengirim tembusan surat secara langsung ke pihak lawan;

5. Mendatangi pihak lawan secara langsung;

6. Menerima suap dari pihak lawan;

9

http://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/5 diakses pada Tanggal 25 Mei 2017.

10

Yio Tjeh Kie, Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya: Studi Kasus Komparatif antara

Indonesia dan Jepang, Skripsi, (Depok: Universitas Indonesia, 2012).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

11

7. Mengeluarkan pendapat/pernyataan secara tidak proporsional (Nomor Putusan

Peradi: 14);

8. Diam-diam menjadi kuasa hukum pihak lawan;

9. Membocorkan rahasia klien;

10. Tidak jujur, tidak adil dan tidak bertanggung jawab;

11. Memberikan keterangan yang menyesatkan;

12. Meminta honor yang tidak pantas;

13. Meninggalkan atau menelantarkan klien;

14. Mencemarkan nama baik;

15. Mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat;

16. Mengeluarkan ancaman;

17. Mempengaruhi saksi;

18. Merugikan klien;

19. Melakukan pekerjaan yang konflik kepentingannya demi mencari keuntungan

dan publisitas pribadi;

20. Menggunakan surat atau dokumen palsu;

21. Melakukan kekerasan;

22. Memberikan kuasa substitusi kepada orang yang belum qualified;

23. Mengikutsertakan orang yang bukan advokat;

24. Membiarkan kliennya melakukan perbuatan tidak menyenangkan;

25. Memberikan keterangan yang membingungkan klien;

26. Tidak memberikan laporan kepada klien.

Semua bentuk pelanggaran di atas telah diputus berdasarkan Undang-undang

Advokat dan peraturan perundang-undangan tentang Kode Etik Profesi Advokat yang

sudah dijelaskan sebelumnya.

D. Pengawasan Terhadap Advokat

Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat. Pengawasan

tersebut bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung

tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

12

pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh

Organisasi Advokat. Keanggotaan Komisi Pengawas terdiri atas unsur Advokat senior,

para ahli/akademisi, dan masyarakat.

Pasal 12

(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam

menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang

dibentuk oleh Organisasi Advokat.

(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas

unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan

Organisasi Advokat.

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

menetapkan bahwa “Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas

Penasihat Hukum dan Notaris.” Kemudian berdasarkan Pasal 36 ini, dikeluarkan

peraturan pelaksana berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah

Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 6 Juli 1987 tentang Tata

Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Penasihat Hukum yang pada intinya

menentukan:

1. Bahwa pelaksanaan pengawasan sehari-hari atas para penasihat hukum

dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara

hierarkis dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan

Menteri Kehakiman (ayat (1) Pasal 2);

2. Bahwa seorang penasihat hukum dapat dikenakan penindakan dengan alasan

mengabaikan atau menelantarkan klien, bertingkah laku tidak patut pada

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

13

lawannya, melakukan contempt of court, berbuat hal-hal yang bertentangan

dengan kewajiban profesi dan lain-lain.

Penasihat hukum yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan sanksi

penindakan oleh Mahkamah Agung dan Pemerintah yang terdapat pada Pasal 4 yaitu:

1. Teguran dengan lisan atau tertulis;

2. Peringatan keras dengan surat;

3. Pemberhentian sementara dari jabatan advokat selama tiga bulan sampai dengan

enam bulan;

4. Pemberhentian dari jabatan sebagai advokat (pencabutan ijin praktek sebagai

advokat).

Berdasarkan SKB ini, maka advokat selain berada di bawah pengawasan badan

yudikatif (Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung), juga berada di bawah

pengawasan badan eksekutif (Pemerintah/Menteri Kehakiman). Loekman Wiriadinata,

mantan Menteri Kehakiman RI pernah menyatakan bahwa SKB ini tidak sah dan tidak

berlaku untuk umum.11

Pengadilan dan Organisasi Advokat tersebut akan memantau bahkan memaksa

agar advokat selalu tunduk pada ketentuan Undang-undang atau berperilaku yang patut

dan pantas terhadap kliennya. Karena advokat harus membela klien semaksimal

mungkin, advokat harus hati-hati dan tunduk sepenuhnya kepada aturan hukum yang

berlaku.

E. Organisasi Advokat

Di dunia terkenal beberapa bentuk bar association, yakni single bar assoiation

yaitu hanya ada satu organisasi advokat dalam suatu yurisdiksi; multi bar association

yaitu terdapat beberapa organisasi advokat yang berdiri sendiri. Organisasi advokat

merupakan instrumen penting untuk profesi advokat. Setidaknya organisasi advokat

harus memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat, melaksanakan

11

Loekman Wiriadinata, Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, editor Paul S. Baut dan Luhut

M.P. Pangaribuan, cetakan pertama, (Jakarta: YLBHI, 1989), hlm. 60-64.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

14

pengawasan terhadap advokat agar advokat dapat menjalankan profesinya dengan selalu

menjunjung tinggi pelaksanaan kode etik dan peraturan perundang-undangan yang

mengatur advokat,12

dan menghukum advokat yang melakukan korupsi yudisial (mafia

peradilan).

Organisasi advokat di Indonesia bermula dari masa kolonialisme. Jumlah

advokat pada masa itu masih sedikit, advokat hanya ditemukan di kota-kota yang

memiliki landraad (pengadilan negeri) dan raad van justitie (dewan pengadilan). Para

advokat yang tergabung dalam suatu organisasi advokat disebut balie van advocaten.

Wadah advokat di Indonesia dibentuk pada tanggal 4 Maret 1963 di Jakarta pada saat

Seminar Hukum Nasional di Universitas Indonesia, yang diberi nama Persatuan

Advokat Indonesia (PAI). Pembentukan wadah atau organisasi advokat di Jakarta

tersebut disusul dengan pembentukan organisasi PAI di daerah-daerah.13

Kemudian, dalam Musyawarah I/Kongres Advokat yang berlangsung di Hotel

Danau Toba di Solo, pada tanggal 30 Agustus 1964, secara aklamasi diresmikan

pendirian Persatuan Advokat Indonesia (PERADI), sebagai pengganti PAI. Semenjak

itu PERADIN konsisten mengawal konstitusi, sehingga semua Keppres, Inpres, PP, dan

UU yang bertentangan dengan konstitusi diprotes keberadaannya. Karena kiprahnya

tersebut, PERADIN sampai disebut I’enfant terrible (si anak nakal). Bahkan pernah

dianggap disiden.14

Wadah-wadah profesi advokat setelah PERADIN dibentuk

bermunculan di Jakarta, yakni antara lain ialah sebagai berikut:15

1. PUSBADHI (Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum)

2. FOKSO ADVOKAT (Forum Studi dan Komunikasi Advokat)

3. HPHI (Himpunan Penasihat Hukum Indonesia)

4. BHH (Bina Bantuan Hukum)

5. PERNAJA

6. LBH KOSGORO

12 Keputusan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor. KEP

504/PERADI/DPN/VIII/2015 tentang Perubahan Pertama Anggaran Dasar Perhimpunan Advokat

Indonesia. 13

Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm. 89-90

14

Frans Hendra Winarta, Advokasi dengan Hati Nurani, (Jakarta: Komisi Hukum Nasional RI,

2010), hlm. 69

15

Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm. 103

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

15

Sebab hal di atas, serta untuk membungkan PERADIN si anak nakal, maka

pemerintah ORBA memprakarsai pembentukan wadah tunggal advokat yaitu Ikatan

Advokat Indonesia (IKADIN). Pada tahun 1981, Ketua Mahkamah Agung Mudjono,

S.H., Menteri Kehakiman Ali Said, S.H., dan Jaksa Agung Ismail Shaleh, S.H., dalam

kongres PERADIN di Bandung sepakat untuk membentuk wadah tunggal advokat,

yakni IKADIN tersebut.16

Pada akhirnya, IKADIN dibentuk pada tanggal 10 November

1985.17

Meski pemerintah telah membentuk IKADIN, namun PERADIN ternyata tidak

pernah dibubarkan. PERADIN hanya masuk dalam kondisi demisioner karena

ditinggalkan anggota-anggotanya yang bergabung dalam IKADIN. Anggota PERADIN

mencurigai bahwa ada satu rencana diam-diam untuk menempatkan para advokat di

bawah kontrol pemerintah. Konsep bottom up yang dijalankan oleh PERADIN menjadi

kandas dan diganti dengan konsep top down semenjak didirikannya IKADIN tersebut,

sehingga pemerintah menjadi berwenang mengatur advokat dan advokat tidak bebas

mengeluarkan aspirasinya untuk Indonesia.18

Pada akhirnya IKADIN tidak dapat bertahan lama, karena tidak ditindaklanjuti

secara konsisten oleh pendirinya. Terjadi perpecahan di tubuh IKADIN sebagai akibat

dari pengurus IKADIN tidak setuju terhadap beleid (kebijakan) Dewan Pimpinan Pusat

IKADIN, puncaknya adalah insiden pada saat berlangsungnya Kongres sekitar tahun

1990 di Hotel Horison.19

Sejak peristiwa di atas, muncul banyak organisasi advokat

antara lain ialah:

1. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI);

2. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI);

3. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI);

4. Serikat Pengacara Indonesia (SPA);

5. Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM);

6. Badan Pembelaan dan Konsultasi Hukum MKGR (BPKH MKGR);

7. Bina Bantuan Hukum (BHH);

16

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 8

17

Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm. 104.

18

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009

19 Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1995), hlm. 80.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

16

8. Lembaga Bantuan dan Pengembangan Hukum Kosgoro;

9. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Trisula (LKBH Trisula);

10. Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum (LPPH);

11. Perhimpunan Organisasi Pengacara Indonesia;

12. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI);

13. Perhimpunan Ahli Hukum Spesialis Indonesia (Pahsindo);

14. Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI);

15. Jakarta Lawyers Club (JLC);

16. Perhimpunan Pengacara Persaingan Usaha (Perhumpus);

17. Perhimpunan Pengacara Kepailitan.

Kemudian pada tanggal 5 April 2003, dibentuklah Undang-undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat. Undang-undang ini dianggap sebagai tonggak sejarah

besar dalam dunia hukum, sebab sudah sangat lama dinantikan oleh advokat Indonesia.

Biarbagaimana pun, advokat membutuhkan payung hukum dalam melakukan kewajiban

dan memperoleh hak-haknya sebagai profesional hukum. Jepang bahkan telah memiliki

undang-undang advokat sejak tahun 1949, yang telah diamandemen sebanyak dua puluh

kali hingga tahun 1999. Oleh karenanya, evaluasi fungsi dan peran advokat tersebut

mestilah dilakukan secara saksama, sebagaimana yang dilakukan negara lain.

1. Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)

Berdasarkan rumusan Pasal 28 (1) Undang-undang Advokat, pembentukan

hanya satu organisasi advokat yang menjadi wadah dari seluruh pengacara, advokat,

pengacara praktik, penasihat hukum, dan konsultan hukum menjadi suatu keharusan.

Hal ini bertujuan agar organisasi advokat yang berdiri sebelum dibentuknya Undang-

undang Advokat dapat diintegrasikan atau disatukan. Dalam Pasal 28 ayat (1) tersebut

dinyatakan bahwa:

Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang

bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini

dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.

Ketentuan mengenai organisasi advokat ditetapkan oleh para advokat dalam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

17

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pimpinan organisasi advokat

tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah.

Berangkat dari aturan di atas, maka organisasi advokat yang terdiri dari beberapa

organisasi advokat sepakat untuk membentuk sebuah komite yang akan bertugas untuk

membentuk kode etik advokat Indonesia. Kesepakatan advokat tersebut melahirkan

sebuah komite yang disebut Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang bertugas

membentuk satu kode etik yang akan diberlakukan untuk semua advokat Indonesia.

Organisasi advokat yang menandatangani Kode Etik Advokat Indonesia dan sekaligus

terlibat dalam Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) adalah20

:

a. Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN);

b. Asosiasi Advokat Indonesia (AAI);

c. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (HAPI);

d. Serikat Pengacara Indonesia (SPI);

e. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI);

f. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI);

g. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHM).

Pada tanggal 21 Desember 2004, ketujuh organisasi advokat tersebut di atas

ditambah dengan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) mengadakan deklarasi

pendirian perhimpunan advokat Indonesia (Indonesian Bar Association). Inti dari

deklarasi tersebut menyatakan hal-hal sebagai berikut:21

a. Mewakili para advokat Indonesia yang tergabung dalam keorganisasian

advokat yang tersebut diatas;

b. Menyatakan sepakat untuk mendirikan organisasi advokat Indonesia dengan

nama Perhimpunan Advokat Indonesia;

c. Perhimpunan Advokat Indonesia merupakan satu-satunya wadah profesi

advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab berdasarkan Undang-

undang Dasar 1945;

20

Supriadi, S.H., M.Hum., Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Cet. Ketiga

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 85

21

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 19

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

18

d. Hal-hal lain yang berkenaan dengan susunan, tugas, dan wewenang

Perhimpunan Advokat Indonesia akan diatur lebih lanjut dalam anggaran

dasar dan anggaran rumah tangga.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 tanggal 27 November

2006 mengatur bahwa Peradi tidak hanya dikatakan sebagai subjek hukum yang

dimaksudkan oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, tetapi juga merupakan organ

negara yang mandiri (independent state organ).

Berdasarkan pemikiran Hans Kelsen, organ negara merupakan organisasi yang

dapat melakukan penciptaan hukum (a law-creating function) atau fungsi penerapan

hukum (a law-applying function).22

Oleh karenanya, Peradi disebut organ negara sebab

Peradi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan advokat dan

mengeluarkan peraturan/ketentuan sehubungan dengan pemenuhan persyaratan

pengangkatan advokat tersebut.

Sementara itu, suatu badan dapat dikatakan mandiri apabila terpenuhi dua hal.

Pertama, negara tidak dapat mencampuri atau mengurusi tindakan-tindakan badan

tersebut karena ia merupakan lembaga yang bebas dan bertanggung jawab. Kedua,

negara tidak terbebani atau mengeluarkan biaya untuk aktivitas organisasi tersebut,

meskipun seharusnya, sebuah organ negara, seyogyanya mendapatkan anggaran untuk

aktivitas yang dijalankannya.23

Sebagai organ negara yang mandiri, dari sudut ilmu perundang-undangan,

Peradi memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan atribusi kewenangan dan

membentuk peraturan otonom (autonome satzung) yang berkaitan dengan keadvokatan.

Atribusi kewenangan ialah pemberian kewenangan kepada lembaga negara/pemerintah

untuk membentuk peraturan perundang-undangan.24

Sementara itu, Fungsi Peradi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat antara lain:

a. menyelenggarakan pendidikan khusus profesi Advokat;

22

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 34

23

Ibid., hlm. 35

24

Ibid., hlm. 35

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

19

b. menyelenggarakan ujian advokat;

c. mengangkat advokat yang telah lulus ujian advokat;

d. menyusun Kode Etik Advokat Indonesia;

e. melakukan pengawasan terhadap advokat;

f. memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi advokat; dan

g. menentukan jenis sanksi dan tingkat pelanggaran advokat yang dapat

dikenakan sanksi.

2. Kepengurusan Peradi

Kepengurusan Peradi terdiri atas Dewan Pimpinan Nasional (DPN), Dewan

Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Dalam melakukan

tugas-tugasnya, Dewan Pimpinan Nasional dibantu oleh Dewan Pimpinan Daerah yang

hanya berjumlah lima orang. Pengangkatan Dewan Pimpinan Daerah sepenuhnya ada di

tangan Dewan Pimpinan Nasional, Dewan Pimpinan Cabang memiliki peran dalam

mengusulkan anggota Dewan Pimpinan Daerah kepada Dewan Pimpinan Nasional.25

Berdasarkan Pasal 46 Anggaran Dasar Peradi, kepengurusan Dewan Pimpinan

Nasional Peradi untuk kurun waktu lima tahun dari sejak didirikan, yang berarti bahwa

kepengurusan Peradi berlaku hingga tahun 2010, sehingga di tahun 2010 tersebut, harus

dilakukan musyawarah nasional. Dalam Musyawarah Nasional, pengurus akan atau

harus menyampaikan pertanggungjawaban kepada anggota mengenai hal-hal yang telah

dilakukan pengurus selama waktu kepengurusan. Musyawarah Nasional tersebut

dilaksanakan pada tanggal 30 April 2010 di Pontianak.26

Hasil dari Musyawarah Nasional tersebut salah satunya ialah para anggota

sepakat untuk mempertahankan Peradi sebagai satu-satunya Organisasi advokat di

Indonesia. Oleh karenanya, kedelapan organisasi pendiri yang telah dijelaskan di atas,

secara hukum bukan merupakan organisasi advokat lagi, sehingga seharusnya organisasi

25

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 36

26

Ibid., hlm. 36

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

20

pendiri bubar atau membubarkan diri sebagai organisasi advokat dengan melakukan

perubahan atas anggaran dasar masing-masing melalui rapat atau musyawarah.27

F. Dewan Kehormatan

Dewan Kehormatan dibentuk oleh Peradi. Dewan kehormatan ini memiliki

wewenang dalam memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang

dilakukan oleh Advokat sebagaimana yang dimaksud pasal 2 huruf c dan ketentuan

pasal 10 atas permintaan pengaduan dari pihak yang mengadukan (pengadu). Dewan

Kehormatan yang dibentuk di Pusat disebut Dewan Kehormatan Pusat dan yang di

Cabang disebut Dewan Kehormatan Cabang.

Dewan Kehormatan Cabang berkuasa memeriksa dan mengadili pelanggaran

kode etik pada peradilan kode etik tingkat pertama di cabangnya dan Dewan

Kehormatan Pusat di tingkat banding atau putusan akhir. Persidangan oleh Dewan

Kehormatan tersebut dipimpin Majelis Dewan Kehormatan yang terdiri dari seorang

Ketua Majelis dan beberapa orang anggota Majelis dengan ketentuan Majelis Dewan

Kehormatan harus berjumlah ganjil.

G. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Advokat

Sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik profesi ialah sebagai berikut:

1. Teguran

2. Peringatan;

3. Peringatan keras;

4. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;

5. Pemberhentian selamanya;

6. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Dengan pertimbangan atas berat dan ringannya sifat pelanggaran kode etik,

teradu dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagai berikut:

27 V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 36

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

21

1. Berupa teguran atau berupa peringatan bilamana sifat pelanggarannya tidak

berat;

2. Berupa peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena

mengulangi berbuat melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi

teguran/peringatan yang diberikan;

3. Berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat

pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan

kode etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi berupa peringatan

keras masih mengulangi melalukan pelanggaran kode etik profesi.

Advokat yang melakukan pelanggaran kode etik profesi dengan maksud dan

tujuan merusak citra serta martabat kerhormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung

tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat, dapat dikenakan sanksi dengan

hukuman pemberhentian selamanya.

Sanksi putusan dengan hukuman pemberhentian sementara untuk waktu tertentu

dan dengan hukuman pemberhentian selamanya, dalam keputusannya dinyatakan bahwa

yang bersangkutan dilarang dan tidak boleh menjalankan praktek profesi Advokat baik

di luar maupun di muka pengadilan. Terhadap mereka yang dijatuhi hukuman

pemberhentian selamanya, dilaporkan dan diusulkan kepada Pemerintah Menteri

Kehakiman Republik Indonesia untuk membatalkan serta mencabut kembali izin

praktek/surat pengangkatannya.

H. Acara Peradilan Malpraktik Advokat28

Pedoman yang digunakan dalam mengadili seorang advokat diatur dalam

Keputusan Dewan Kehormatan Pusat PERADI Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara

Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia, yang ditetapkan

pada tanggal 5 Desember 2007. Beberapa bagian penting dari Keputusan tersebut

diringkas di bawah ini.

28 Bagian ini disadur dari Yio Tjeh Kie, Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya: Studi

Kasus Komparatif antara Indonesia dan Jepang, Skripsi, (Depok: Universitas Indonesia, 2012).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

22

1. Legal Standing

Pengadu KEAI menetapkan pada Pasal 11 ayat (1) bahwa pengaduan dapat

diajukan oleh “pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan.” Pasal ini

dijabarkan lebih rinci oleh Pasal 2 ayat (1) Keputusan Dewan Kehormatan Pusat

PERADI No. 2 tahun 2007 bahwa yang dapat mengajukan pengaduan adalah:

a. Klien;

b. Teman sejawat;

c. Pejabat Pemerintah;

d. Anggota Masyarakat;

e. Komisi Pengawas;

f. Dewan Pimpinan Nasional PERADI;

g. Dewan Pimpinan Daerah PERADI di lingkungan mana berada Dewan

Pimpinan Cabang dimana Teradu terdaftar sebagai anggota;

h. Dewan Pimpinan Cabang PERADI dimana Teradu terdaftar sebagai anggota.

Dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum

serta hal lain yang dipersamakan untuk itu, Dewan Pimpinan

Nasional/Daerah/Cabang PERADI dapat juga bertindak sebagai Pengadu.

Jika melihat cakupannya yang begitu luas dengan memasukkan “Anggota

Masyarakat” sebagai pihak yang berhak mengadu, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa pada prinsipnya setiap orang yang “berkepentingan dan merasa dirugikan” oleh

malpraktik seorang advokat boleh mengadu ke PERADI.

2. Susunan Majelis Kehormatan Daerah

Majelis Kehormatan Daerah yang akan memeriksa perkara terdiri dari 5 (lima)

orang anggota, diantaranya 3 (tiga) orang berasal dari unsur advokat yang menjadi

anggota Dewan Kehormatan Daerah, 2 (dua) orang lagi dari unsur non-advokat, yang

terdiri dari 1 (satu) orang ahli di bidang hukum dan 1 (satu) orang tokoh masyarakat.

Yang menjadi Ketua Majelis harus dari unsur advokat.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

23

3. Tahap Pengaduan

Pengaduan harus disampaikan secara tertulis dan jelas mengenai identitas para

pihak, hal yang diadukan dan alasannya, tuntutan yang dimohonkan serta bukti-bukti

yang dianggap perlu. Pengaduan ditujukan kepada:

a. Dewan Kehormatan Daerah yang wilayahnya mencakup Dewan Pimpinan

Daerah/Cabang; dan/atau

b. Dewan Pimpinan Daerah/Cabang dimana Teradu terdaftar sebagai anggota;

dan/atau

c. Dewan Pimpinan Nasional.

Berkas pengaduan dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap, didaftar di bagian registrasi

dan membayar biaya pengaduan. Menurut informasi langsung dari PERADI Jakarta

pada bulan April 2012, biaya pengaduan yang berlaku sekarang adalah Rp.3.500.000,-

(Tiga juta lima ratus ribu rupiah) per kasus.

Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima pengaduan, Dewan Kehormatan

Daerah sudah harus selesai memeriksa dan menyatakan lengkap atau tidak lengkapnya

berkas pengaduan. Kalau berkas dinyatakan lengkap, maka dalam 7 (tujuh) hari kerja

Dewan Kehormatan Daerah harus membentuk Majelis Kehormatan Daerah yang akan

memeriksa dan memutus pengaduan tersebut. Majelis ini dapat mengadakan

pemeriksaan pendahuluan atas berkas pengaduan, apabila dianggap perlu maka Pengadu

akan diberi kesempatan untuk memperbaiki surat pengaduannya.

Majelis menyampaikan surat pemberitahuan kepada Teradu dengan

melampirkan 1 (satu) rangkap berkas pengaduan paling lambat 14 (empat belas) hari

kerja sejak surat pengaduan dinyatakan lengkap. Setelah menerima surat

pemberitahuan, dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja Teradu harus memberikan

jawabannya secara tertulis kepada Majelis.

Jika jangka waktu tersebut sudah lewat dan Teradu tidak memberikan jawaban,

maka dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja Majelis sudah harus mengirim surat

pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas)

hari kerja sejak surat pemberitahuan kedua ini diterima Teradu tetap tidak memberikan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

24

jawaban secara tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya. Dengan

demikian, Majelis dapat segera memeriksa pengaduan dan menjatuhkan putusan tanpa

kehadiran Teradu.

4. Tahap Persidangan

Kalau Teradu sudah memberikan jawaban, maka dalam jangka waktu 14 (empat

belas) hari kerja sejak jawaban diterima, Majelis sudah harus menetapkan hari sidang

pertama dan menyampaikan panggilan kepada Pengadu dan Teradu. Panggilan ini harus

diterima oleh Pengadu dan Teradu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum hari sidang.

Pengadu dapat mencabut pengaduannya sebelum sidang pertama dimulai.

Apabila sidang pertama sudah berjalan, pencabutan hanya dapat dilakukan dengan

persetujuan dari Teradu.

Pengadu dan Teradu harus hadir secara pribadi di persidangan. Kalau Pengadu

berhalangan hadir karena suatu alasan yang sah, ia dapat diwakili oleh keluarganya bila

pengaduannya berkaitan dengan kepentingan pribadi atau keluarga, atau oleh

pengurus/pemimpin bila terkait dengan kepentingan badan hukum. Pengadu dan Teradu

dapat didampingi Penasihat dan masing-masing pihak berhak mengajukan saksi-saksi

dan bukti-bukti.

Apabila Pengadu tidak hadir tanpa alasan yang sah pada sidang pertama

walaupun sudah dipanggil secara patut, maka Majelis akan memanggil untuk kedua

kali. Apabila Pengadu tetap tidak hadir maka pengaduannya dinyatakan gugur. Pada

sidang kedua, dilakukan pemeriksaan bukti-bukti, saksi atau ahli. Majelis berwenang

menetapkan keabsahan alat bukti di persidangan ini.

Pada sidang ketiga, Majelis memberikan kesempatan kepada masing-masing

pihak untuk mengajukan Kesimpulan. Pada sidang ini, Pengadu maupun Teradu tidak

perlu hadir secara pribadi. Baik sidang pertama, kedua maupun ketiga semua diadakan

secara tertutup.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

25

Pada sidang terakhir yang bersifat terbuka, pembacaan Putusan dapat dilakukan

tanpa kehadiran para pihak yang bersangkutan setelah sebelumnya diberitahu tentang

hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut.

5. Putusan Tingkat Pertama

Putusan Majelis diambil secara mufakat namun apabila tidak tercapai mufakat

maka Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Anggota Majelis yang kalah dalam

pemungutan suara dapat membuat dissenting opinion yang dimuat di dalam Putusan.

Majelis dapat mengambil Putusan berupa:

a. Menyatakan pengaduan dari Pengadu tidak dapat diterima;

Amar putusan ini perlu dibandingkan dengan amar putusan pengadilan

perdata. Pada pengadilan perdata, amar putusan yang berbunyi “gugatan

penggugat tidak dapat diterima” (niet onvankelijk verklaad), putusan tersebut

berkaitan dengan formalitas perkara, yakni secara konkret berkaitan dengan

pengadilan mana yang seharusnya mengadili, ke pengadilan wilayah mana

seharusnya diajukan gugatan, para pihak mana sebagai tergugat atau turut

tergugat, siapa subjek hukum para pihak, dan/atau apakah gugatan tersebut

kabur (tidak jelas) atau tidak. Dalam putusan yang tidak dapat diterima,

penggugat masih dapat mengajukan gugatannya lagi.29

Sama halnya dengan

putusan pengadilan dalam perkara perdata, Dewan Kehormatan dalam perkara

pelanggaran KEAI juga menjatuhkan putusan tidak dapat diterima tersebut

apabila persyaratan formalitas pengaduan tidak terpenuhi.30

b. Menerima pengaduan dari Pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi

kepada Teradu.

Jika dalam pemeriksaan ternyata ditemukan bahwa advokat bersalah.

Sanksi akan dijatuhkan pada yang bersangkutan dengan amar putusan:

“menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-

29 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,

1982), hlm. 77-78

30

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 103

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

26

sanksi kepada teradu”. Apabila dibandingkan dengan peradilan perdata, redaksi

amar putusan tersebut tampak tidak sama karena dalam peradilan perdata apabila

argumen penggugat diterima, amar putusannya akan berbunyi: “gugatan

dikabulkan.”

Dilihat dari sifat amar atau diktum, maka terdapat perbedaan antara

putusan condemnatoir pada pengadilan perdata dan putusan Dewan Kehormatan

atas pengaduan pelanggaran KEAI. Putusan condemnatoir pada pengadilan

perdata, pihak penggugat dapat meminta pihak tergugat untuk melakukan

pembayaran sejumlah uang, menyerahkan barang, atau mengosongkan persil.31

Untuk putusan condemnatoir perkara kode etik, Dewan Kehormatan hanya

menjatuhkan sanksi yang sama sekali tidak terkait dengan pembayaran sejumlah

uang.32

Untuk tuntutan pembayaran sejumlah uang, pengadu akan menempuh

upaya hukum ke peradilan umum dengan dasar perbuatan melawan hukum,

sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Namun lebih baik jika

diselesaikan melalui mediasi terlebih dahulu.

c. Menolak pengaduan dari Pengadu;

Dewan Kehormatan menjatuhkan putusan berupa penolakan pengaduan

dari pengadu yang dijatuhkan apabila ternyata Dewan Kehormatan tersebut tidak

menemukan kesalahan pada teradu.

Sanksi yang diberikan dalam Putusan dapat berupa:

a. Teguran lisan sebagai peringatan biasa;

b. Teguran tertulis sebagai peringatan keras;

c. Pemberhentian sementara dari profesi selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas)

bulan;

d. Pemberhentian tetap dari profesinya dan pemecatan dari keanggotaan

organisasi profesi.

31

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,

1982), hlm. 127

32

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 104

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

27

Putusan Dewan Kehormatan Daerah akan disampaikan kepada Dewan

Kehormatan Nasional PERADI untuk dieksekusi kecuali Pengadu dan/atau Teradu

mengajukan banding.

6. Pemeriksaan Tingkat Banding

Pengadu dan/atau Teradu yang tidak puas dengan Putusan tingkat pertama dapat

mengajukan banding dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggal

menerima salinan Putusan. Upaya banding dilakukan dengan menyampaikan

Permohonan Banding disertai Memori Banding melalui Dewan Kehormatan Daerah

yang akan meneruskan berkas tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat dalam waktu

14 (empat belas) hari kerja.

Dewan Kehormatan Daerah harus mengirimkan salinan Memori Banding kepada

Terbanding paling lambat 14(empat belas) hari kerja sejak menerima Memori Banding.

Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding dalam 21 (dua puluh satu) hari

kerja sejak ia menerima Memori Banding. Bila ia tidak menyampaikan Kontra Memori

Banding dalam jangka waktu tersebut, maka ia dianggap telah melepaskan haknya

untuk itu.

Dewan Kehormatan Pusat harus membentuk Majelis Kehormatan Pusat dalam

waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Banding. Majelis terdiri

dari 5 (lima) orang anggota, 3 (tiga) orang dari unsur Dewan Kehormatan, 2 (dua) orang

dari unsur non-advokat. Dalam hal tertentu Majelis dapat terdiri lebih dari 5 (lima)

orang.

7. Putusan Tingkat Banding

Majelis Kehormatan Pusat mengeluarkan Putusan Tingkat Banding berupa:

a. Menguatkan putusan Dewan Kehormatan Daerah;

b. Mengubah atau memperbaiki putusan Dewan Kehormatan Daerah; atau

c. Membatalkan putusan Dewan Kehormatan Daerah denga mengadili sendiri.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

28

Putusan Majelis Kehormatan Pusat mempunyai kekuatan hukum tetap sejak

diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak. Putusan Majelis

Kehormatan Pusat bersifat final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam

forum manapun, termasuk dalam Musyawarah Nasional PERADI. Dewan Pimpinan

Nasional wajib melaksanakan eksekusi putusan Dewan Kehormatan Pusat yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengumumkannya.

8. Pemeriksaan Prorogasi

Pemeriksaan Prorogasi adalah pemeriksaan perkara langsung ke tingkat akhir

oleh Majelis Kehormatan Pusat yang bersifat final, tanpa melalui pemeriksaan tingkat

pertama oleh Majelis Kehormatan Daerah. Apabila para pihak menghendaki maka pada

sidang pertama mereka dapat mengajukan permohonan pemeriksaan prorogasi sebelum

Majelis Kehormatan Daerah memeriksa materi perkara.

Apabila Majelis menyetujui permohonan tersebut, maka akan dibuatkan

Penetapan Prorogasi dan berkasnya diserahkan kepada Ketua Dewan Kehormatan

Daerah. Ketua Dewan lalu mengirim berkas tersebut kepada Ketua Dewan Kehormatan

Pusat untuk ditindaklanjuti. Persetujuan Pemeriksaan Prorogasi dari masing-masing

pihak harus dilakukan secara tertulis dan tidak dapat dicabut kembali.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

29

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur mengenai

peran dan fungsi advokat, kewajiban advokat, larangan, tugas organisasi advokat, dan

lain sebagainya. Dari Undang-undang Advokat inilah, dibentuk satu organisasi advokat

yakni Peradi, yang fungsi utamanya ialah sebagai pengawas profesi advokat. Dengan

adanya Peradi, advokat Indonesia yang melanggar aturan mengenai peraturan kode etik

advokat –yang dibuat oleh Peradi- dapat dikenakan sanksi.

Pada pokoknya, seorang advokat harus menghormati profesinya. Sebab profesi

advokat merupakan profesi yang mulia, yang memiliki peran dan fungsi strategis untuk

menegakkan keadilan dan supremasi hukum Indonesia. Jangankan korupsi yudisial,

perilaku tidak etis seperti tidak melaporkan laporan kepada klien pun, advokat akan

dijerat oleh peraturan tentang Kode Etik Advokat Indonesia. Oleh karenanya, advokat

benar-benar harus memerhatikan pribadi, karakter, dan moralnya secara terintegritas.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

30

Daftar Pustaka

Yio Tjeh Kie. 2012. Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya: Studi Kasus

Komparatif antara Indonesia dan Jepang. Skripsi. Depok: Universitas

Indonesia.

Sinaga V, Harlen. 2011. Dasar-Dasar Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga.

Pangaribuan, Luhut M.P. Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan

Kehormatan Profesi. Dalam Amir Syamsuddin: Tanggung Jawab Profesi Dan

Etika Advokat. Di akses dari http://click-gtg.blogspot.com/2012/05/tanggung-

jawab-profesi-dan-etika.html

Tantowi, Jawahir. “Peningkatan Kualitas Advokat Melalui Pendidikan Advokat Di Era

Global”. Makalah disampaikan pada Karya Latihan hukum ke X (KARTIKUM)

LKBH FH UII,Tanggal 25-30 Januari 1992, Ar-Risalah, Vol. XIII No. 1 April

2015.

http://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/5 diakses pada Tanggal 25 Mei 2017.

Wiriadinata, Loekman. 1989. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman. Editor Paul S. Baut

dan Luhut M.P. Pangaribuan. cetakan pertama. Jakarta: YLBHI.

Keputusan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor. KEP

504/PERADI/DPN/VIII/2015 tentang Perubahan Pertama Anggaran Dasar

Perhimpunan Advokat Indonesia.

Wlas, Lasdin. 1989. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Winarta, Frans Hendra. 2010. Advokasi dengan Hati Nurani. Jakarta: Komisi Hukum

Nasional RI.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009.

Winarta, Frans Hendra. 1995. Advokat Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileEtika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia 2 3. Membantu klien di pengadilan baik dalam bidang hukum perdata, hukum pidana,

Etika dan Profesi Hukum || Kode Etik Advokat Indonesia

31

Mertokusumo, Sudikno dan A. Pitlo. 1982. Hukum Acara Perdata Indonesia.

Yogyakarta: Liberty.

Supriadi. 2010. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Cetakan

Ketiga. Jakarta: Sinar Grafika.