Analisa Faktor Fraud Di Kota Bogor

15
1 ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN (FRAUD) : PERSEPSI PEGAWAI PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BOGOR DIDI Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda Bogor Jl.Tol Ciawi No.1, Kotak Pos 35, Kode Pos 16720, Telp./Fax:0251.8245155 E-Mail: [email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural, pengendalian internal, penegakan peraturan, komitmen organisasi dan budaya organisasi terhadap kecenderungan kecurangan. Variabel-variabel dikembangkan berdasarkan teori fraud triangle Donald Cressey (1953). Populasi dalam penelitian ini adalah OPD di Kota Bogor. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan metode quota sampling dengan kriteria pegawai yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan di instansi masing-masing. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 143 responden di 34 OPD di Kota Bogor. Sedangkan untuk pengujian hipotesis dan instrumen penelitian menggunakan alat analisis regresi berganda SPSS 21.0. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa: pengendalian internal dan penegakan peraturan berpengaruh terhadap kecenderungkan kecurangan. Sedangkan keadilan distributif, keadilan prosedural, komitmen organisasi dan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. Kata Kunci: Teori Segitiga Kecurangan dan Organisasi Pemerintahan Daerah ABSTRACT The purpose of this study was to examine the effect of the distributif justice, procedural justice, internal control, rule enforcement, organizational commitment and organizational culture for the tense of fraud. Development variabels based from Donald Cressey’s fraud triangle theory (1953). The population in this study is the government agencies in Bogor city. Determination of sample, using a quota sampling method with the criteria that employees have responsibility to managing finance in the either government agencies. The datas in this research is obtained by distributing questionnaires to 143 respondents on 34 government agencies in the Bogor city. For the testing research hypotheses and instrumen using multiple regression with SPSS 21.0 tools. These results prove that the internal control and rule enforcement had effect on tense of fraud. While distributif justice, procedural justice, organizational commitment and organizational culture had not effect on tense of fraud. Key Words: Fraud Triangle Theory and Government Agencies PENDAHULUAN Fraud merupakan konsep kejahatan yang memiliki cakupan luas. Fraud dalam literasi akuntansi dan fraud auditing diartikan sebagai penipuan atau kecurangan di bidang keuangan. IAI (2001) menjelaskan kecurangan sebagai salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (Wilopo, 2006:23). Sedangkan, Standar the Institute of Internal Auditors mendefenisikan fraud sebagai segala perbuatan yang dicirikan dengan pengelabuan atau pelanggaran kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa atau mencegah pembayaran atas kerugian atau untuk menjamin keuntungan/manfaat pribadi dan bisnis (Priantara, 2013:4). Sebagai konsep kejahatan yang bersifat askriptis, fraud dapat terjadi di berbagai sektor baik sektor publik, sosial maupun korporasi. Fraud yang terjadi pada sektor publik membawa dampak yang luas. Hal ini dikarenakan fraud yang terjadi pada sektor tersebut mengakibatkan kerugian yang harus diderita masyarakat umum dan bukan hanya diderita oleh sekelompok orang seperti pemegang saham atau donatur. Dalam kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-12 di Surabaya pada tahun 1993, Prof. Dr. Soemitro Djoyohadikusumo mengemukakan dampak buruk fraud pada sektor publik, seperti: public service dan public facility yang rendah, meningkatnya beban rakyat yang secara linier akan meningkatkan kemiskinan dan kejahatan, hingga ketidakmerataan distribusi ekonomi yang

description

Hasil Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda Bogor

Transcript of Analisa Faktor Fraud Di Kota Bogor

  • 1

    ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN

    KECURANGAN (FRAUD) : PERSEPSI PEGAWAI PEMERINTAHAN DAERAH KOTA

    BOGOR

    DIDI

    Program Studi Akuntansi

    Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda Bogor

    Jl.Tol Ciawi No.1, Kotak Pos 35, Kode Pos 16720, Telp./Fax:0251.8245155

    E-Mail: [email protected]

    ABSTRAK

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural,

    pengendalian internal, penegakan peraturan, komitmen organisasi dan budaya organisasi terhadap

    kecenderungan kecurangan. Variabel-variabel dikembangkan berdasarkan teori fraud triangle Donald

    Cressey (1953). Populasi dalam penelitian ini adalah OPD di Kota Bogor. Penentuan sampel penelitian

    ini menggunakan metode quota sampling dengan kriteria pegawai yang bertanggung jawab terhadap

    pengelolaan keuangan di instansi masing-masing. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

    menyebarkan kuesioner kepada 143 responden di 34 OPD di Kota Bogor. Sedangkan untuk pengujian

    hipotesis dan instrumen penelitian menggunakan alat analisis regresi berganda SPSS 21.0. Hasil

    penelitian ini membuktikan bahwa: pengendalian internal dan penegakan peraturan berpengaruh

    terhadap kecenderungkan kecurangan. Sedangkan keadilan distributif, keadilan prosedural, komitmen

    organisasi dan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan.

    Kata Kunci: Teori Segitiga Kecurangan dan Organisasi Pemerintahan Daerah

    ABSTRACT

    The purpose of this study was to examine the effect of the distributif justice, procedural justice,

    internal control, rule enforcement, organizational commitment and organizational culture for the tense

    of fraud. Development variabels based from Donald Cresseys fraud triangle theory (1953). The population in this study is the government agencies in Bogor city. Determination of sample, using a

    quota sampling method with the criteria that employees have responsibility to managing finance in the

    either government agencies. The datas in this research is obtained by distributing questionnaires to 143

    respondents on 34 government agencies in the Bogor city. For the testing research hypotheses and

    instrumen using multiple regression with SPSS 21.0 tools. These results prove that the internal control

    and rule enforcement had effect on tense of fraud. While distributif justice, procedural justice,

    organizational commitment and organizational culture had not effect on tense of fraud.

    Key Words: Fraud Triangle Theory and Government Agencies

    PENDAHULUAN

    Fraud merupakan konsep kejahatan yang

    memiliki cakupan luas. Fraud dalam literasi

    akuntansi dan fraud auditing diartikan sebagai

    penipuan atau kecurangan di bidang keuangan.

    IAI (2001) menjelaskan kecurangan sebagai

    salah saji yang timbul dari kecurangan dalam

    pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul

    dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva

    (Wilopo, 2006:23). Sedangkan, Standar the

    Institute of Internal Auditors mendefenisikan

    fraud sebagai segala perbuatan yang dicirikan

    dengan pengelabuan atau pelanggaran

    kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa

    atau mencegah pembayaran atas kerugian atau

    untuk menjamin keuntungan/manfaat pribadi dan

    bisnis (Priantara, 2013:4).

    Sebagai konsep kejahatan yang bersifat

    askriptis, fraud dapat terjadi di berbagai sektor

    baik sektor publik, sosial maupun korporasi.

    Fraud yang terjadi pada sektor publik membawa

    dampak yang luas. Hal ini dikarenakan fraud

    yang terjadi pada sektor tersebut mengakibatkan

    kerugian yang harus diderita masyarakat umum

    dan bukan hanya diderita oleh sekelompok orang

    seperti pemegang saham atau donatur. Dalam

    kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)

    ke-12 di Surabaya pada tahun 1993, Prof. Dr.

    Soemitro Djoyohadikusumo mengemukakan

    dampak buruk fraud pada sektor publik, seperti:

    public service dan public facility yang rendah,

    meningkatnya beban rakyat yang secara linier

    akan meningkatkan kemiskinan dan kejahatan,

    hingga ketidakmerataan distribusi ekonomi yang

  • 2

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    CPI; 3,4

    00,5

    11,5

    22,5

    33,5

    4

    20

    01

    20

    02

    20

    03

    20

    04

    20

    05

    20

    06

    20

    07

    20

    08

    20

    09

    20

    10

    20

    11

    20

    12

    20

    13

    20

    14

    berpotensi terhadap disintegrasi bangsa

    (Priantara, 2013:11).

    Krisis ekonomi tahun 1998 dituding sebagai

    dampak maraknya praktek-praktek fraud dalam

    pemerintahan. Itu pula yang mendorong muncul

    desakan masyarakat luas untuk penye-

    lenggaraan pemerintahan yang transparansi,

    akuntabel dan bebas dari korupsi. Di Indonesia,

    korupsi merupakan istilah asosiasi untuk meng-

    gambarkan praktek-praktek fraud yang

    dilakukan oleh pejabat dan aparatur

    pemerintahan. Meskipun dalam literasi fraud

    auditing korupsi bukan bersifat umum

    melainkan hanya salah satu dari bentuk fraud,

    namun istilah ini sudah terbakukan secara legal

    dalam UU No.31 tahun 1999 jo UU No.20

    tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi. Fraud dalam sektor pemerin-

    tahan tidak hanya terbatas pada korupsi,

    melainkan harus dipahami sebagai tindakan

    pejabat publik, baik politisi maupun pegawai

    negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam

    tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak

    legal menyalahgunakan kepercayaan publik

    yang dikuasakan kepada mereka untuk

    mendapatkan keuntungan sepihak

    (Fitrawansyah, 2013:69).

    Usaha pemberantasan korupsi yang telah

    dilakukan pemerintah selama 16 tahun terakhir

    belum menunjukan hasil yang berarti. Semakin

    banyaknya kasus korupsi yang terungkap,

    menunjukan bahwa praktek korupsi berbanding

    lurus dengan usaha pemberantasannya. Menu-

    rut Davia et al., (2006) seperti yang dikutip

    Soepardi (1999:19) mengemukakan bahwa

    diperkirakan 40 persen dari keseluruhan kasus

    fraud tidak pernah terungkap. Fenomena ini

    dikenal dengan fenomena gunung es. Penting

    untuk dipahami pada tingkat tertentu korupsi

    selalu ada dalam negara dan masyarakat.

    Secara garis besar, korupsi di sektor

    pemerintahan dapat dibedakan menjadi dua,

    yaitu korupsi horisontal dan vertikal. Korupsi

    horisontal merupakan korupsi yang dilakukan

    oleh penyelenggara negara dalam lembaga

    tinggi, baik eksekutif, legislatif maupun

    yudikatif. Sedangkan, korupsi vertikal

    merupakan korupsi yang terjadi dari struktur

    pemerintahan pusat hingga pemerintahan

    daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Indikator

    praktek fraud di Indonesia dapat dilihat dari

    hasil berbagai survei, baik yang dilakukan oleh

    institusi internasional maupun nasional.

    Data yang dipublikasikan oleh Trans-

    parency International (TI) menunjukan bahwa

    Indonesia masih digolongkan sebagai negara

    korupsi dengan tingkat cukup tinggi di dunia.

    TI mengukur peringkat negara-negara di dunia

    berdasarkan CPI (Corruption Perseption

    Index). Rentang CPI terdiri dari 0 sampai 10,

    index 0 dipersepsikan negara terkorup dan

    index 10 dipersepsikan negara terbersih. CPI

    Indonesia seperti terlihat pada Gambar 1.01

    menunjukan bahwa upaya pemberantasan

    korupsi dari tahun ke tahun belum berhasil

    maksimal. Hal ini terlihat dari CPI yang belum

    menembus indek 5 sebagai indek netral.

    Sumber: TI (2014)

    Gambar 1.01

    CPI Indonesia (2001-2014)

    Sementara itu, merujuk pada data yang

    dipublikasikan oleh Dirjen Otonomi Daerah

    Kementerian Dalam Negeri, sejak

    diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 jo UU

    No.23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah,

    291 dari 524 kepala daerah terlibat masalah

    korupsi (Indo Pos, 2014). Hal ini menunjukan

    bahwa korupsi tersebar secara vertikal dari

    pusat ke daerah. Sejalan dengan hal itu,

    berdasarkan data yang dipublikasikan oleh KPK

    yang mengelompokan korupsi menurut

    demografi wilayah, selama 10 tahun yaitu dari

    tahun 2004-2014, terdapat tiga daerah yang

    dikategorikan sering terjadi kasus korupsi.

    Daerah tersebut antara lain: Jawa Barat 44

    kasus, DKI Jakarta 28 kasus, dan Riau dan

    Kepri 26 kasus (ACCH KPK, 2015). Provinsi

    Jawa Barat yang terdiri atas 18 kabupaten dan 9

    kota berpotensi besar terjadinya korupsi. Salah

    satunya adalah kasus-kasus korupsi yang terjadi

    pada Pemkab dan Pemkot Bogor. Contoh-

    contoh kasus korupsi tersebut antara lain: kasus

    mark up dana seragam Linmas di Kantor

    Kesbang Kota Bogor (Info Korupsi, 2004),

    korupsi dana penunjang kegiatan anggota

    DPRD Kota Bogor (Info Korupsi, 2013), kasus

    suap yang melibatkan Bupati Bogor periode

    2013-2018 (Kompas.Com, 2014) dan kasus

    korupsi yang melibatkan 3 OPD , yaitu Bapeda,

    BPLH dan Kesbangpol berupa penyalahgunaan

    perijinan (Antara Bogor, 2014).

  • 3

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Beberapa kasus yang disajikan di atas akan

    menimbulkan berbagai persepsi pegawai

    instansi pemerintahan untuk menjelaskan

    berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya

    fraud. Menurut Kulsum dan Jauhar (2014:99),

    persepsi merupakan proses pencarian informasi

    untuk dipahami. Lebih lanjut Hiam dan Schewe

    (1994) dalam Pristiyanti (2012:2)

    mendefenisikan persepsi sebagai pemberian arti

    oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau

    stimulus yang diterimanya dan dari proses

    tersebut seseorang mempunyai opini tertentu

    mengenai apa yang diamatinya. Melalui teori

    persepsi dan atribusi tersebut diharapkan dapat

    memberikan gambaran faktor-faktor terjadi

    fraud di instansi tempat responden bekerja.

    KAJIAN PUSTAKA

    ACFE (Association of Certified Fraud

    Examination) mengklasifikasikan fraud ke

    dalam tiga jenis, yaitu penyimpangan atas aset

    (asset misappropriation), assersi yang menipu

    (fraudulent statement) dan korupsi (corruption)

    (Priantara, 2013:68). Konsep ini dikenal dengan

    fraud taxonomy atau fraud tree.

    Motivasi seseorang melakukan fraud relatif

    bermacam-macam. Salah satu teori yang

    menjelaskan tentang motivasi seseorang

    melakukan fraud adalah fraud triangle theory

    yang dikemukakan psikolog Donald Cressey

    (1953). Menurutnya terdapat tiga dimensi untuk

    menjelaskan mengapa seseorang melakukan

    fraud, dimensi tersebut terdiri atas: tekanan

    (pressure), peluang (opportunity), dan

    pembenaran/justifikasi (rationalization). Ketiga

    dimensi tersebut saling berkaitan antara satu

    dengan yang lain sehingga membentuk konsep

    yang agregat untuk menjelaskan faktor-faktor

    fraud secara komprehensif.

    Tekanan (Pressure)

    Tekanan (pressure) adalah motivasi individu

    untuk bertindak fraud yang disebabkan adanya

    tekanan finansial dan non finansial. Dimensi ini

    tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh

    instansi, hal itu dikarenakan tekanan

    dipengaruhi oleh kebijakan organisasi dan

    tanggapan pegawai atas kebijakan tersebut.

    Pressure berkaitan dengan keadialan distributif

    dan keadilan prosedural.

    Keadilan distributif adalah persepsi orang-

    orang terhadap keadilan mengenai bagaimana

    penghargaan dan hasil yang bernilai lainnya

    didistribusikan dalam organisasi (Moorhead

    dan Grifin, 2013: 387). Dalam prakteknya,

    keadilan distributif berkaitan dengan persepsi

    kesesuaian kompensasi. Semakin tinggi per-

    sepsi pegawai terhadap keadilan organisasi

    maka dapat menekan terjadinya fraud. Teori ini

    didukung oleh hasil penelitian Herman (2013),

    Pramudita (2013), Najahningrum (2013) dan

    Zulkarnain (2013). Namun teori dan hasil

    tersebut tidak sesuai dengan hasil peneltian

    Wilopo (2006), Pristiyanti (2012) dan Faisal

    (2012). Umumnya mereka mengemukakan

    kesesuaian kompensasi tidak dapat menekan

    fraud dikarenakan adanya faktor keserakahan

    (greedy) yang dimiliki oleh setiap individu.

    Keadilan prosedural adalah persepsi

    individu mengenai keadilan untuk menentukan

    berbagai hasil (Moorhead dan Grifin,

    2013:387). Dalam prakteknya keadilan

    prosedural berkaitan dengan persepsi sistem

    penilaian sebagai dasar penentuan kompensasi.

    Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap

    keadilan prosedural maka dapat menekan

    terjadinya fraud. Teori ini didukung dengan

    hasil penelitian Herman (2012) dan Najahning-

    rum (2013). Namun teori dan hasil tersebut

    tidak sesuai dengan hasil penelitian Wilopo

    (2006) dan Pristiyanti (2012). Umumnya

    mereka mengemukakan keadilan prosedural

    tidak dapat menekan fraud dikarenakan di

    Indonesia belum ada sistem kompensasi yang

    mendeskripsikan secara jelas hak dan

    kewajiban, ukuran prestasi dan kegagalan yang

    dapat menghindarkan organisasi dari

    kecenderungan kecurangan.

    Peluang (Opportunity)

    Peluang (opportunity) adalah peluang yang

    memungkinkan terjadinya fraud. Dimensi ini

    sepenuhnya dapat dikendalikan oleh instansi,

    hal ini dikarenakan instansi mempunyai

    otorisasi mengeluarkan kebijakan untuk

    menekan peluang terjadinya fraud. Opportunity

    berkaitan dengan pengendalian internal

    (internal control) dan penegakan peraturan

    (rule enforcement)

    Pengendalian internal adalah proses yang

    integral pada tindakan dan kegiatan yang

    dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan

    dan seluruh pegawai untuk memberikan

    keyakinan memadai atas tercapainya tujuan

    organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

    efisien, kehandalan pelaporan keuangan,

    pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap

    peraturan perundang-undangan (pasal 1 ayat 1

    PP No. 60 tahun 2008 tentang SPIP). Dalam

    sektor pemerintahan pengendalian internal

  • 4

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    sebagai upaya pencegahan penyimpangan telah

    diatur oleh PP No.60 tahun 2008 tentang SPIP

    yang wajib dimplementasikan oleh instansi

    pemerintahan dari pusat sampai daerah.

    Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap

    pengendalian internal maka dapat menekan

    terjadinya fraud. Teori ini didukung hasil

    penelitian Wilopo (2006), Pristiyanti (2012),

    Herman (2013), Pramudita (2013), Faisal

    (2013), Najahningrum (2013) dan Zulkarnain

    (2013). Sebagai konsep yang paling mungkin

    dikendalikan, tidak ada hasil penelitian yang

    tidak sesuai dengan teori ini.

    Pembenaran (Rationalization)

    Pembenaran (rationalization) adalah sikap

    seseorang sebelum atau setelah melakukan

    fraud. Dimensi ini sepenuhnya tidak dapat

    dikendalikan instansi, hal ini dikarenakan

    rationalization sangat berkaitan dengan sikap

    etis dari seseorang atau sekelompok orang.

    Rationalization berkaitan dengan komitmen

    organisasi dan budaya organisasi

    Komitmen organisasi adalah keputusan dari

    sebagian anggota untuk tetap menjadi anggota

    organisasi (Colquitt et al., 2009:67). Semakin

    tinggi persepsi pegawai terhadap komitmen

    organisasi maka dapat menekan terjadinya

    fraud. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian

    Tjackrawala dan Saputera (2011), Pristiyanti

    (2012), Najahningrum (2013), Faisal (2013)

    dan Zulkarnain (2013). Namun teori ini tidak

    sesuai dengan hasil penelitian Pramudita

    (2012). Menurutnya komitmen organisasi tidak

    dapat menekan fraud dikarenakan kurangnya

    kesetiaan pegawai terhadap instansi

    menyebabkan pegawai tidak perduli keadaan

    instansi termasuk ancaman kecurangan.

    Budaya organisasi pemerintahan (goverment

    organizational culture) adalah sistem tata nilai

    bersama yang mewujudkan integrasi internal

    serta adaptasi eksternal dalam mendorong

    terwujudnya motivasi dan perilaku serta kinerja

    organisasi pemerintah terutama dalam bidang

    pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan

    masyarakat (Sembiring, 2012:54). Semakin

    tinggi persepsi pegawai terhadap budaya

    organisasi maka dapat menekanan terjadinya

    fraud. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian

    Wilopo (2006), Pristiyanti (2012) dan

    Pramudita (2013). Namun teori ini tidak sesuai

    dengan hasil penelitian Faisal (2013),

    Najahningrum (2013) dan Zulkarnain (2013).

    Umumnya mereka mengemukakan budaya

    organisasi tidak dapat menekan fraud

    dikarenakan tidak adanya sense of belonging

    dan sense of indentity sehingga tidak ada

    kepedulian terhadap kelangsungan hidup

    instansi.

    Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka

    diajukan hipotesis sebagai berikut:

    H1 Diduga Keadilan Distributif berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud). H2 Diduga Keadilan Prosedural

    berpengaruh negatif terhadap

    Kecenderungan Kecurangan (Fraud). H3 Diduga Sistem Pengendalian Internal

    Pemerintah berpengaruh negatif

    terhadap Kecenderungan Kecurangan

    (Fraud). H4 Diduga Penegakan Hukum berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud). H5 Diduga Komitmen Organisasi

    berpengaruh negatif terhadap

    Kecenderungan Kecurangan (Fraud).

    H6 Diduga Budaya Organisasi berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud).

    Dari hipotesis yang telah diajukan, dapat

    dikontruksi model penelitian sebagai berikut:

    Sumber: Peneliti (2015)

    Gambar 02

    Model Penelitian

    METODE PENELITIAN

    Desain Penelitian

    Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini

    digolongkan sebagai penelitian kuantitatif

    (conclusive research design). Data yang

    digunakan adalah data primer yang dikumpulkan

    melalui kuesioner. Data diolah dengan bantuan

    software Statistical Product and Service

    Solution (SPSS) 21.0 for windows, yang

    digunakan untuk menguji data dan hipotesis.

  • 5

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

    pegawai yang bertanggung jawab dalam

    pengelolaan laporan keuangan OPD Kota Bogor.

    Jumlah OPD sebanyak 34 merujuk pada Perda

    No.03 Tahun 2010 tentang Organisasi

    Pemerintahan Daerah. Ke 34 OPD tersebut

    terdiri atas: 12 dinas, 6 badan, 6 kantor, 6

    kecamatan dan 4 lembaga lain (Sekretariat

    Daerah, sekretariat DPRD, Inspektorat dan

    Satuan Polisi Pamong Praja). Pengambilan

    sampel menggunakan teknik quota sampling,

    sehingga mendapatkan 143 responden.

    Metode Pengumpulan Data

    Data dikumpulkan melalui pendistribusian

    kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan

    tentang variabel-variabel yang diteliti.

    Kuesioner disusun berdasarkan skala likert

    berdimensi lima yang terdiri atas: skala

    1=Sangat Tidak Setuju (STS), skala 2= Tidak

    Setuju (TS), skala 3= Netral (N), skala 4=

    Setuju (S), dan skala 5=Sangat Setuju (SS).

    Variabel Dependen (Y)

    Dalam penelitian ini fraud merupakan

    variabel dependen. Pengukuran variabel

    menggunakan 9 item pernyataan yang

    dikembangkan oleh ACFE dalam Tuanakotta

    (2007:96). Variabel diukur dengan

    menggunakan indikator tipologi fraud menurut

    ACFE, yang terdiri dari: (1) penyimpangan atas

    aset, (2) pernyataan/ pelaporan yang menipu

    atau dibuat salah, dan (3) korupsi.

    Variabel Independen (X)

    Variabel independen pertama dalam

    penelitian ini adalah keadilan distributif

    (distributif justice). Pengukuran variabel

    menggunakan 4 item pernyataan yang

    dikembangkan dari penelitian Colquitt (2001).

    Variabel diukur dengan menggunakan 4

    indikator berdasarkan teori keadilan distributif

    menurut Colquitt (2001: 389), yang terdiri atas:

    (1) outcome yang diterima sesuai dengan usaha,

    (2) outcome yang diterima sesuai dengan jenis

    pekerjaan, (3) outcome yang diterima sesuai

    dengan kontribusi atau pengabdian dan (4)

    outcome yang diterima sesuai dengan kinerja.

    Variabel independen kedua dalam

    penelitian ini adalah keadilan prosedural

    (procedural justice). Pengukuran variabel

    menggunakan 7 item pernyataan yang

    dikembangkan oleh peneliti dari prinsip-prinsip

    penilain prestasi kerja menurut UU No.46

    Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja

    Pegawai Negeri Sipil. Variabel diukur dengan

    menggunakan 5 indikator yang terdiri atas: (1)

    objektif, (2) terukur, (3) akuntabel, (4)

    partisipatif dan (5) transparan.

    Variabel independen ketiga dalam

    peneitian ini adalah pengendalian internal

    (internal control). Pengukuran variabel

    menggunakan 5 item pernyataan yang

    dikembangkan peneliti dari unsur-unsur

    pengendalian internal menurut PP No.60 tahun

    2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

    Pemerintah. Variabel diukur dengan

    menggunakan 5 indikator sebagai berikut: (1)

    lingkungan pengendalian (control

    environment), (2) penilaian risiko (risk

    assessment), (3) kegiatan pengendalian (control

    activity), (5) informasi dan komunikasi

    (information and communication) dan (5)

    Pengawasan (monitoring).

    Variabel independen keempat dalam

    penelitian ini adalah penegakan peraturan (rule

    enforcement). Pengukuran variabel

    menggunakan 5 item pernyataan yang

    dikembangkan peneliti dari teori Soekanto

    (2006) dalam Sudrajat (2010: 292) tentang 5

    pilar hukum/peraturan berjalan dengan baik.

    Variabel diukur dengan menggunakan 5

    indikator: (1) instrumen peraturan yang baik, (2)

    aparat penegak peraturan yang tangguh, (3)

    peralatan/sarana yang memadai, (4) anggota

    organisasi yang sadar akan peraturan, dan (5)

    birokrasi yang mendukung.

    Variabel independen kelima dalam

    penelitian ini adalah komitmen organisasi

    (organizational commitment). Variabel diukur

    dengan 9 item pernyataan yang dikembangkan

    dari penelitian Luthans (1992) dalam Pristiyanti

    (2012). Variabel diukur dengan menggunakan 3

    indikator klasifikasi komitmen organisasi

    menutut Luthans (1992) yang dikembangkan

    Meyer dan Allen (2005) dalam Sutrisno

    (2013:292) yang membagi komitmen organisasi

    ke dalam 3 komponen, yaitu: (1) keinginan yang

    kuat menjadi anggota, (2) kemauan atau usaha

    yang tinggi, dan (3) penerimaan terhadap nilai-

    nilai dan tujuan organisasi.

    Variabel independen keenam dalam

    penelitian ini adalah budaya organisasi

    (organizational culture). Variabel diukur

    dengan 5 item pernyataan yang dikembangkan

    oleh peneliti dari pendapat Sembiring (2012:73-

    74) tentang dimensi budaya organisasi

    pemerintahan. Variabel diukur dengan

    menggunakan 5 indikator yang terdiri atas: (1)

  • 6

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Karakteristik Responden

    Jumlah (%)

    Unit Organisasi

    Badan 22 16 %

    Dinas 59 41 %

    Kantor 17 12 %

    Kecamatan 26 18 %

    Lembaga Lain 19 13 %

    Total 143 100%

    Umur 21 s/d 30 tahun 14 10 % 31 s/d 40 tahun 56 39 %

    41 s/d 50 tahun 41 29 %

    Lebih 50 tahun 32 22 %

    Total 143 100% Jenis

    Kelamin

    Laki-Laki 62 43 %

    Perempuan 81 57 %

    Total 143 100%

    Jabatan Kepala 8 6% Sekretaris 5 3%

    Kabag/Kasubag 32 22%

    Staff Keuangan 98 69%

    Total 143 100% Golongan

    & Ruang

    IA - ID 0 0%

    IIA - IID 44 31%

    IIIA - IIID 74 52%

    IVA - IVD 25 17%

    Total 143 100%

    Masa Kerja 01 s/d 10 tahun 46 32%

    11 s/d 20 tahun 48 34%

    21 s/d 30 tahun 34 24% Lebih 30 tahun 15 10%

    Total 143 100%

    Pendidikan

    Terakhir

    SMU/Sederajat 35 25%

    D3 20 14%

    S1 59 41%

    S2 29 20%

    Total 143 100%

    iman dan taqwa, (2) profesionalisme, (3)

    orientasi masyarakat, (4) orientasi kinerja, dan

    (5) orientasi kesejahteraan anggota.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Responden

    Karakteristik demografis merupakan ciri-ciri

    yang dapat diamati dari responden. Tujuh

    karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel

    1.01 berikut:

    Tabel 01

    Karakteristik Responden

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Pengujian Instrumen

    Uji Validitas

    Uji validitas dilakukan dengan menghitung

    korelasi antar masing-masing butir pernyataan

    dengan skor total pada masing-masing variabel.

    Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai

    rtabel. Kriteria Pengambilan keputusan berda-

    sarkan pada nilai rhitung (Corrected Item-Total

    Correlation) > rtabel sebesar 0,1642, untuk df =

    1432 = 141; = 0,05 (uji 2 sisi) tersebut valid dan sebaliknya.Uji validitas menggunakan

    rumus korelasi Product Momentum Pearson

    dan diolah dengan software SPSS 21.0 for

    windows. Hasil pengujian validitas ditunjukan

    dengan Tabel 02 berikut:

    Tabel 02

    Hasil Uji Validitas Instrumen

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 02, disimpulkan bahwa ke-

    43 item pernyataan memiliki validitas di atas

    0,1642 dan taraf signifikansi semua item

    pernyataan tersebut mencapai 0,000. Dengan

    demikian semua item pernyataan valid.

    Uji Reliabilitas

    Uji reliabilitas dilihat dengan melihat nilai

    Cronbachs Alpha dari masing-masing item

    Var.

    Item

    Pernyataan

    Ke

    Nilai

    Pearson

    Coleration

    2 tailed Status

    Keadilan

    Distributif

    KD01 0,888 0,1642 Valid

    KD02 0,894 0,1642 Valid

    KD03 0,891 0,1642 Valid KD04 0,891 0,1642 Valid

    Keadilan

    Prosedural

    KP05 0,747 0,1642 Valid

    KP06 0,828 0,1642 Valid

    KP07 0,838 0,1642 Valid KP08 0,713 0,1642 Valid

    KP09 0,815 0,1642 Valid

    KP10 0,715 0,1642 Valid

    KP11 0,609 0,1642 Valid SPIP IC12 0,760 0,1642 Valid

    IC13 0,859 0,1642 Valid

    IC14 0,822 0,1642 Valid

    IC15 0,772 0,1642 Valid IC16 0,738 0,1642 Valid

    Penegakan

    Peraturan

    PP17 0,673 0,1642 Valid

    PP18 0,803 0,1642 Valid

    PP19 0,781 0,1642 Valid PP20 0,797 0,1642 Valid

    PP21 0,826 0,1642 Valid

    Komitmen

    Organisasi

    KO22 0,703 0,1642 Valid

    KO23 0,785 0,1642 Valid KO24 0,641 0,1642 Valid

    KO25 0,628 0,1642 Valid

    KO26 0,793 0,1642 Valid

    KO27 0,727 0,1642 Valid KO28 0,710 0,1642 Valid

    KO29 0,789 0,1642 Valid

    Budaya

    Organisasi

    BO30 0,723 0,1642 Valid

    BO31 0,765 0,1642 Valid BO32 0,698 0,1642 Valid

    BO33 0,699 0,1642 Valid

    BO34 0,715 0,1642 Valid

    Kecenderung-an

    Kecurangan

    KK35 0,668 0,1642 Valid KK36 0,699 0,1642 Valid

    KK37 0,817 0,1642 Valid

    KK38 0,831 0,1642 Valid

    KK49 0,846 0,1642 Valid KK40 0,807 0,1642 Valid

    KK41 0,775 0,1642 Valid

    KK42 0,770 0,1642 Valid

    KK43 0,783 0,1642 Valid

  • 7

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    Unstd. Residual

    N 143

    Normal Parametersa,b Mean ,0000000

    Std. Deviation 3,75336310

    Most Extreme

    Differences

    Absolute ,059

    Positive ,055 Negative -,059

    Kolmogorov-Smirnov Z ,700

    Asymp. Sig. (2-tailed) ,712

    a. Test distribution is Normal.

    b. Calculated from data.

    Coefficientsa

    Model Collinearity Statistics

    Tolerance VIF

    1

    Keadilan Distributif ,752 1,330

    Keadilan Prosedural ,584 1,711

    SPIP ,596 1,678

    Penegakan Peraturan ,533 1,878

    Komitmen Organisasi ,499 2,004

    Budaya Organisasi ,381 2,623

    a. Dependent Variable: Kecenderungan Kecurangan

    setiap variabel dan dikonfirmasi menurut

    judgement ahli. Pengambilan keputusan

    berdasarkan pada nilai kategori nilai

    Cronbachs Alpha dengan batas penerimaan yang disyaratkan George dan Maller nilai alpha

    minimal 0,7 (>0,7). Hasil pengujian reliabilitas ditunjukan dengan Tabel 03 berikut:

    Tabel 03

    Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

    Variabel

    Nilai

    Cronbachs Alpha

    Status Menurut

    George dan Maller

    Keadilan Distributif 0,913 Sempurna(Excellent)

    Keadilan Prosedural 0,868 Baik(Good)

    SPIP 0,849 Baik(Good) Penegakan Peraturan 0,827 Baik(Good)

    Komitmen Organisasi 0,866 Baik(Good)

    Budaya Organisasi 0,759 Diterima(Acceptable)

    Kecurangan 0,915 Sempurna(Execllent)

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 03, disimpulkan bahwa

    instrumen yang digunakan relibel. Hal ini

    dibuktikan dengan dua variabel yang memiliki

    predikat sempurna (excellent) yaitu variabel

    keadilan distributif dan kecenderungan

    kecurangan, empat variabel yang memiliki

    predikat baik (good) yaitu variabel keadilan

    prosedural, SPIP, Penegakan peraturan dan

    budaya organisasi. Sedangkan hanya satu

    variabel yang memiliki nilai cukup atau dapat

    diterima (acceptable) yaitu variabel budaya

    organisasi.

    Uji Asumsi Klasik

    Uji asumsi klasik merupakan pengujian

    kuantifikasi yang menggunakan regresi

    berganda (multiple regression) sebagai alat

    anlisanya. Model regresi berganda disebut

    sebagai model yang baik, jika model tersebut

    memenuhi kriteria BLUE (Best Linear

    Unbiased Estimator). Kriteria tersebut tercapai

    apabila model regresi lolos uji asumsi klasik

    yang terdiri dari uji normalitas, uji

    multikolineritas, uji heteroskesdastistas, uji

    autokolerasi, dan uji linieritas.

    Uji normalitas

    Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

    apakah data residual terdistribusi normal atau

    tidak. Pengujian ini menggunakan metode One

    Sample Kolmogorov Smirnov. Kriteria

    pengambilan keputusan sebagai berkut:

    1) jika asymp.sig. > 0,05 berarti data sampel diambil terdistribusi normal;

    2) jika asymp.sig.< 0,05 berarti data sampel diambil tidak terdistribusi normal.

    Hasil uji normalitas dengan metode One

    Sample Kormogorov Smirnov ditujukan dengan

    Tabel 04 berikut:

    Tabel 04

    Hasil Uji Normalitas One Sample Kormogorov

    Smirnov

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 04, nilai sifinikansi atau

    asymp.sig. untuk uji 2 arah adalah 0,712 atau

    lebih besar dari 0,05 (0,712> 0,05). Dengan

    demikian dapat dikatakan data residual pada

    model regresi berdistribusi normal.

    Uji multikolinieritas

    Uji multikolinearitas bertujuan untuk

    mendeteksi ada tidaknya gejala korelasi yang

    signifikan antara variabel bebas. Model regresi

    yang baik mensyaratkan tidak terjadinya

    korelasi antara variabel bebas (non

    multikolinearitas). Pengujian ini menggunakan

    metode VIP (Varian Inflation Factors). Kriteria

    pengambilan keputusan jika VIF5 berarti

    terjadi multikolinieritas. Hasil uji

    multikolinieritas dengan metode VIF

    ditunjukan dengan Tabel 05 berikut:

    Tabel 05

    Hasil Uji Multikolinieritas VIF

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 05, nilai VIF keenam

    variabel independen memiliki nilai VIF lebih

    kecil dari 5 (VIF

  • 8

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Coefficientsa

    Model

    Unstd.

    Coefficients

    Std.

    Coefficients t Sig.

    B Std.

    Error Beta

    1

    (Cons.) ,681 1,978 ,344 ,731

    KD -,025 ,072 -,033 -,341 ,734

    KP -,094 ,066 -,153 -1,410 ,161

    SPIP ,033 ,101 ,035 ,322 ,748

    PP ,134 ,098 ,155 1,364 ,175

    KO -,106 ,076 -,165 -1,397 ,165

    BO ,258 ,131 ,265 1,966 ,051

    a. Dependent Variable: ABS_RES

    Model Summaryb

    Model R R

    Square

    Adjusted

    R Square

    Std. Error

    of the

    Estimate

    Durbin-

    Watson

    1

    ,635a ,404 ,377 3,835 2,103

    a. Predictors: (Constant), KD, KP, SPIP, PP, KO, BO

    b. Dependent Variable: KK

    dikatakan tidak terjadi multikolinieritas pada

    model regresi.

    Uji heteroskesdastistas

    Uji heteroskesdastistas bertujuan untuk

    mendeteksi ada tidaknya gejala ketidaksamaan

    varian dari residual untuk semua pengamatan

    pada model regresi. Pengujian ini menggunakan

    metode Glejser. Kriteria pengambilan

    keputusan jika signifikansi antara variabel inde-

    penden terhadap absolut residual lebih dari

    0,05 maka tidak terjadi heteroskesdastistas; Jika

    siginifikansi variabel independen terhadap

    absout residual lebih kecil dari 0,05 maka

    terjadi heteroskesdastistas. Hasil uji

    heteroskesdastistas dengan metode Glejser

    ditunjukan dengan Tabel 06 berikut:

    Tabel 06

    Hasil Uji Heteroskesdastistas Glejser

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 06, signifikansi keenam

    variabel independen terhadap absolut

    residualnya lebih besar dari 0,05 (sig>0,05).

    Dengan demikian dapat dikatakan tidak terjadi

    heteroskesdastistas pada model regresi.

    Uji autokolerasi

    Uji autokolerasi bertujuan untuk mendeteksi

    ada tidaknya kolerasi dari pengamatan dengan

    obyek yang sama berdasarkan runtun waktu.

    Pengujian ini menggunakan uji Durbin Watson.

    Kriteria pengambilan keputusan sebagai

    berikut:

    1) jika d lebih kecil dari dL atau lebih besardari (4-dL) maka hipotesis nol ditolak,

    yang berarti terdapat autokorelasi;

    2) jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak

    ada autokorelasi;

    3) jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak

    menghasilkan kesimpulan yang pasti.

    Hasil uji autokolerasi dengan metode Durbin-

    Watson ditunjukan dengan Tabel 07 berikut ini:

    Tabel 07

    Hasil Uji Autokolerasi Durbin Watson

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Dari hasil uji Durbin Watson pada Tabel 07,

    nilai DW yang dihasilkan dari regresi adalah

    2,103. Sedangkan dari tabel DW dengan

    signifikansi 0,05 dan jumlah data (n) sebanyak

    143, serta jumlah variabel independen (k)

    sebanyak 6 diperoleh nilai dL 1,642 dan dU

    1,815. Karena DW berada di antara nilai dL

    1,642 dan 4-dU sebesar 2,185 (4-1,815=2,185)

    dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

    tidak terjadi gejala autokolerasi pada model

    regresi. Dengan hipotesis nol dan hipotesis

    alternatif berupa: H0=Tidak terjadi autokolerasi

    dan Ha=Terjadi autokolerasi serta taraf

    signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak

    terjadi autokolerasi karena daerah penerimaan

    H0 pada dL

  • 9

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Descriptive Statistics

    N Min Max Mean

    Std.

    Deviation

    KD 143 7 20 13,90 3,185

    KP 143 11 35 25,86 3,923

    SPIP 143 13 25 20,27 2,551 PP 143 11 25 19,31 2,774

    KO 143 22 40 30,82 3,707

    BO 143 14 25 19,34 2,455

    KK 143 9 27 18,68 4,861 Valid N

    (listwise)

    143

    ANOVAa

    Model Sum of

    Squares df

    Mean

    Square F Sig.

    1

    Regression 1354,744 6 225,791 15,350 ,000b

    Residual 2000,458 136 14,709

    Total 3355,203 142

    a. Dependent Variable: KK

    b. Predictors: (Constant), KD, KP, IC, PP, KO, BO.

    Tabel 07

    Hasil Uji Linearitas

    Variabel Independen Nilai Sig. of

    linearity

    Keadilan Distributif 0,000

    Keadilan Prosedural 0,000

    SPIP 0,000

    Penegakan Peraturan 0,000 Komitmen Organisasi 0,000

    Budaya Organisasi 0,000

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 07, keenam variabel

    memiliki nilai sig.of linearity lebih kecil dari

    0,000 (sig.of linearity < 0,05), maka dapat

    dikatakan keenam variabel independen

    berhubungan liniear dengan variabel

    dependennya.

    Statistik Deskriptif

    Tabel 08

    Statistik Deskriptif

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Berdasarkan Tabel 08, diketahui ketujuh

    variabel memiliki mean yang lebih besar dari

    standar deviasi. Hal ini menujukan bahwa nilai

    sampel dominan berkumpul di sekitar rata-rata

    hitungnya, sehingga mean yang ada dapat

    dideskripsikan berdasarkan kategorinya.

    Berikut deskripsi masing-masing variabel

    beradasarkan kategori:

    Dari statistik deskriptif pada Tabel 4.11

    diketahui nilai mean untuk variabel KD sebesar

    13,90 yang berarti masuk dalam kategori

    sesuai. Nilai mean untuk variabel KP sebesar 25,86 yang berarti masuk dalam kategori adil. Nilai mean untuk variabel SPIP sebesar 20,27

    yang berarti masuk salam kategori efektif. Nilai mean untuk variabel PP sebesar 19,31

    yang berarti masuk dalam kategori tegak. Nilai mean untuk variabel KO sebesar 30,82

    yang berarti masuk dalam kategori

    berkomitmen. Nilai mean untuk variabel BO sebesar 19,34 yang berarti masuk dalam

    kategori etis. Dan nilai mean KK sebesar

    18,68 yang berarti dalam kategori jarang terjadi.

    Pengujian Hipotesis

    Uji F

    Uji F digunakan untuk mengetahui

    seberapa besar pengaruh variabel independen

    terhadap variabel dependen secara simultan.

    Kriteria pengambilan keputusan sebagai

    berikut:

    1) jika Fhitung lebih besar dari Ftabel (Fhitung>Ftabel) dan probilitas 0,05) maka H0

    diterima dan Ha ditolak.

    Hasil uji F yang menguji pengaruh simultan

    dari keenam variabel terhadap kecenderungan

    kecurangan ditunjukan dengan Tabel 09 berikut

    ini:

    Tabel 09

    Hasil Uji F

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Dengan menggunakan tingkat keyakinan

    95%, a = 5%, df 1 (jumlah variabel1) = 6, dan df 2 (nk1) atau 14361 = 136 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel

    independen), hasil diperoleh untuk Ftabel sebesar

    2,17.

    Berdasarkan analisa statistik pada Tabel 09,

    diketemukan bahwa keadilan distributif,

    keadilan prosedural, penegakan peraturan,

    SPIP, komitmen organisasi dan budaya

    organisasi mempunyai pengaruh signifikan

    terhadap kecenderungan kecurangan. Hal ini

    ditunjukan dengan nilai Fhitung sebesar 15,35

    lebih besar dari Ftabel sebesar 2,17 dengan taraf

    probilitas 0,000 lebih kecil dari taraf

    signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan

    model regresi dapat digunakan untuk

    mengetahui pengaruh terhadap kecenderungan

    kecurangan.

  • 10

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Coefficientsa

    Model

    Unstd.

    Coefficients

    Std.

    Coefficients t Sig.

    B Std.

    Error Beta

    1

    (Cons.) 46,280 3,200 14,462 ,000

    KD -,164 ,117 -,107 -1,403 ,163 KP ,031 ,107 ,025 ,293 ,770

    IC -,827 ,163 -,434 -5,060 ,000

    PP -,422 ,159 -,241 -2,651 ,009

    KO -,132 ,123 -,100 -1,071 ,286 BO ,146 ,212 ,074 ,686 ,494

    a. Dependent Variable: KK

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 04

    Daerah Penerimaan Uji F

    Uji t

    Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa

    besar pengaruh variabel independen terhadap

    variabel dependen secara parsial. Kriteria

    pengambilan keputusan sebagai berikut:

    1) jika thitung > ttabel dan probility < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti

    hipotesis yang diajukan diterima;

    2) jika thitung < ttabel dan probility > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti

    hipotesis yang diajukan ditolak;

    3) jika thitung > ttabel dan probility > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti

    hipotesis yang diajukan ditolak;

    4) jika thitung < ttabel dan probility < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti

    hipotesis yang diajukan diterima.

    Tabel distribusi t dicari pada a = 5% : 2 =

    2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df)

    nk1 atau 14361 = 136 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel

    independen). Dengan pengujian 2 sisi

    (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk

    ttabel sebesar 1,977.

    Hasil uji t yang menguji pengaruh parsial

    keenam variabel terhadap kecenderungan

    kecurangan (fraud) ditunjukan dengan Tabel 10

    berikut ini:

    Tabel 10

    Hasil Uji t

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    H1 Diduga Keadilan Distributif berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud) Berdasarkan hasil analisa statistik pada

    Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis pertama

    (H1) keadilan distributif walaupun bersifat

    negatif tapi tidak mempunyai pengaruh

    signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.

    Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 1,403 lebih besar dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,163 lebih besar dari taraf

    signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha

    (hipotesis alaternatif) ditolak.

    Temuan ini tidak sesuai dengan teori,

    namun konsisten dengan hasil penelitian

    Wilopo (2006), Pristiyanti (2012), dan Faisal

    (2013). Alasan temuannya adalah adanya

    persepsi bahwa manusia tidak pernah merasa

    puas, memberikan asumsi bahwa adil atau tidak

    adilnya suatu keadilan distributif, pegawai akan

    tetap melakukan fraud. Temuan ini diperkuat

    dengan pendapat Bologna (1993) dalam

    Priantara (2013:48) yang menyatakan tindakan

    fraud tetap saja dapat terjadi karena adanya

    faktor keserakahan (greedy) yang dimiliki

    setiap individu.

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 05

    Daerah Penolakan Hipotesis Keadilan

    Distributif

    H2 Diduga Keadilan Prosedural

    berpengaruh negatif terhadap

    Kecenderungan Kecurangan (Fraud). Berdasarkan hasil analisa statitik pada Tabel

    10, ditemukan bahwa hipotesis kedua (H2)

    keadilan prosedural tidak mempunyai pengaruh

    signifikan negatif terhadap kecenderungan

    kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai

    thitung sebesar 0,293 lebih kecil dari ttabel sebesar

    1,977 dan probilitas 0,770 lebih besar dari taraf

    signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha

    (hipotesis alaternatif) ditolak.

    Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun

    konsisten dengan hasil penelitian Wilopo

    (2006) dan Pristiyanti (2013). Alasan

    temuannya adalah adanya persepsi bahwa

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,977-1,403

    Daerah Penerimaan H

    0

    Daerah Penolakan H00

    2,17 15,35

  • 11

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    sistem penilian pegawai hanya bersifat

    formalitas karena tidak memiliki standar dan

    ukuran yang jelas, memberikan asumsi bahwa

    adil atau tidak adilnya keadilan prosedural

    pegawai tetap saja akan melakukan fraud.

    Temuan ini diperkuat dengan pendapat Wilopo

    (2006:33) yang mengemukakan bahwa belum

    ada sistem kompensasi yang mendeskripsikan

    secara jelas hak dan kewajiban, ukuran prestasi

    dan kegagalan dalam mengelola organisasi,

    serta ganjaran dan pinalti yang dapat

    menghindarkan organisasi dari perilaku tidak

    etis yang dilakukan pengelolanya.

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 06

    Daerah Penolakan Hipotesis Keadilan

    Prosedural

    H3 Diduga Sistem Pengendalian Internal

    Pemerintah berpengaruh negatif

    terhadap Kecenderungan Kecurangan

    (Fraud). Berdasarkan hasil analisa statistik pada

    Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis ketiga

    (H3) SPIP mempunyai pengaruh signifikan

    negatif terhadap kecenderungan kecurangan.

    Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 5,060 lebih kecil dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,000 lebih kecil dari taraf

    signifikansi 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha

    (hipotesis alaternatif) diterima. Dengan

    demikian hasil pengujian menerima hipotesis

    ketiga (H3) yang diajukan.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan

    konsisten dengan hasil penelitian Wilopo

    (2006), Pristiyanti (2012), Herman (2013),

    Pramudita (2013), Najahningrum (2013) dan

    Zulkarnain (2013). Pada sektor pemerintahan

    internal control diatur dengan PP No.60 tahun

    2008 tentang SPIP, sehingga internal control

    tersebut memilki standar, ukuran dan struktur

    yang jelas. Temuan ini diperkuat dengan

    pendapat Mulyadi (2002:163) yang menyatakan

    bahwa struktur organisasi, metode dan ukuran-

    ukuran pengendalian internal diperlukan untuk

    mencapai tujuan tertentu yang diharapkan.

    Standar, ukuran dan struktur ini pulalah yang

    pada akhirnya akan menentukan keefektifan

    pengendalian internal (Mulyadi, 2008:198).

    Jadi, jika sistem pengendalian internal dalam

    instansi sudah berjalan efektif, maka

    kecenderungan fraud yang terjadi akan semakin

    kecil.

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 07

    Daerah Penerimaan Hipotesis SPIP

    H4 Diduga Penegakan Hukum berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud). Berdasarkan hasil analisa statistik pada

    Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis keempat

    (H4) penegakan peraturan mempunyai pengaruh

    signifikan negatif terhadap kecenderungan

    kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai

    thitung sebesar 2,651 lebih kecil dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,009 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha

    (hipotesis alaternatif) diterima. Dengan

    demikian hasil pengujian menerima hipotesis

    keempat (H4) yang diajukan.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan

    konsisten dengan hasil penelitian Najahningrum

    (2013) dan Faisal (2013). Keefektifan

    penegakan peraturan ditentukan dari komitmen

    dan keseriusan pejabat yang berwenang untuk

    menegakan peraturan. Hal itu ditunjukan oleh

    Pemda Kota Bogor melalui berbagai upaya,

    misalnya bekerja sama dengan KPK dalam hal

    LHKPN (Laporan Harta Kekayaan

    Penyelenggara Negara) pimpinan instansi dan

    didorongnya proses hukum bagi pejabat yang

    terlibat kasus korupsi. Temuan ini diperkuat

    pendapat Juwono (2006) dalam Sudrajat

    (2010:286) yang menyatakan bahwa lemahnya

    penegakan peraturan disebabkan dari lemahnya

    sumber daya yang dimiliki aparatur penegak

    peraturan. Sumber daya aparatur yang kuat

    dicerminkan melalui keseriusan dan komitmen

    yang tinggi untuk menegakan peraturan. Jadi,

    semakin tinggi penegakan peraturan yang

    diimplentasikan instansi, maka kecenderungan

    fraud yang terjadi akan semakin kecil.

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,977-5,060

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,9770,293

  • 12

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 08

    Daerah Penerimaan Hipotesis Penegakan

    Peraturan

    H5 Diduga Komitmen Organisasi

    berpengaruh negatif terhadap

    Kecenderungan Kecurangan (Fraud).

    Berdasarkan hasil analisa statistik pada

    Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis kelima

    (H5) komitmen organsiasi walaupun bersifat

    negatif tapi tidak mempunyai pengaruh yang

    signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.

    Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 1,071 lebih besar dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,286 lebih besar dari taraf

    signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha

    (hipotesis alaternatif) ditolak. Dengan demikian

    hasil pengujian menolak hipotesis kelima (H5)

    yang diajukan.

    Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun

    konsisten dengan hasil penelitian Pramudita

    (2013). Alasan temuannya adalah hampir tidak

    adanya turnover baik karena pengunduran diri,

    pemecatan, maupun perampingan instansi

    pemerintahan, memberikan asumsi rendah atau

    tingginya komitmen organisasi yang dimiliki,

    pegawai tetap saja akan berada dalam instansi.

    Kondisi demikian menyebabkan rendahnya

    tanggung jawab sehingga pegawai cenderung

    tetap berprilaku tidak etis dengan

    menyalahgunkan kekuasaan, kedudukan serta

    sumber daya instansi tanpa takut diberhentikan.

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 09

    Daerah Penolakan Hipotesis Komitmen

    Organisasi

    H6 Diduga Budaya Organisasi berpengaruh

    negatif terhadap Kecenderungan

    Kecurangan (Fraud).

    Berdasarkan analisa statistik pada Tabel 10,

    diketemukan bahwa hipotesis keenam (H6)

    budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh

    signifikan negatif terhadap kecenderungan

    kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai

    thitung sebesar 0,686 lebih kecil dari ttabel sebesar

    1,977 dan probilitas 0,494 lebih besar dari taraf

    signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha

    (hipotesis alternatif) ditolak. Dengan demikian

    hasil pengujian menolak hipotesis keenam (H6)

    yang diajukan.

    Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun

    konsisten dengan hasil penelitian Faisal (2013),

    Najahningrum (2013) dan Zulkarnain (2013).

    Alasan temuannya adalah belum adanya standar

    dan ukuran jelas yang mengatur sistem tata nilai

    bersama yang menjadi acuan dari instansi

    pemerintahan dalam penjabaran visi dan

    pencapaian misi intansi. Hal ini berakibat pada

    rendahnya standar etika yang dimiki individu

    dan kelompok. Temuan ini diperkuat dengan

    pendapat Wilopo (2006:35) yang menjelaskan

    bahwa instansi dengan standar etika yang

    rendah akan cenderung memiliki resiko

    kecurangan akuntansi yang tinggi.

    Sumber: Data Primer Diolah (2015)

    Gambar 10

    Daerah Penolakan Hipotesis Budaya Organisasi

    SIMPULAN

    Simpulan yang dapat diambil dari

    penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh

    antara keadilan ditributif terhadap fraud; tidak

    terdapat pengaruh antara keadilan prosedural

    terhadap fraud; terdapat pengaruh antara

    internal control terhadap fraud; terdapat

    pengaruh antara penegakan peraturan terhadap

    fraud; tidak terdapat pengraruh antara

    komitmen organisasi terhadap fraud; dan tidak

    terdapat pengaruh antara budaya organisasi

    terhadap fraud.

    Dari keempat variabel yang tidak

    berpengaruh merupakan variabel yang sebagian

    dapat dikendalikan dan variabel yang

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,977-1,071

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,9770,686

    Daerah PenolakanH

    Daerah Penolakan

    H00 0

    Daerah Penerimaan

    H00

    -1,977 1,977-2,651

  • 13

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    sepenuhnya tidak dapat dikendalikan oleh

    organisasi. Hal ini dikarenakan variabel-

    variabel tersebut berkaitan langsung dengan

    moralitas dan integritas sumber daya manusia.

    Dengan demikian, perlu dipahami bahwa

    konsep pencegahan dan pemberantasan fraud

    bukan terletak pada alat tetapi sumber daya manusia yang menggunakan alat tersebut (itsnt the gun but the man behind the gun).

    DAFTAR PUSTAKA

    Anti Coruption Clearing House KPK, 2014,

    Rekapituasi Penindakan Pidana

    Korupsi, http://acch.kpk.go.id/statistik-

    penanganan-tindak-pidana-korupsi-berda

    sakan-tahun, diakses tanggal 04

    September 2014.

    Aranta, Petra J., 2013, Pengaruh Moralitas

    Aparat dan Asimetri Informasi

    terhadap Kecenderungan Kecurangan

    Akuntansi : Studi Empiris Pemerin-

    tahan Kota Sawahlunto, Jurnal Uni-

    versitas Negeri Padang, Halaman 1-28.

    BPKP, 2008, Fraud Auditing, Edisi Kelima,

    Cetakan Kelima, Pusat Pendidikan dan

    Pelatihan Pengawasan Badan Penga-

    wasan Keuangan dan Pembangunan,

    Bogor.

    Colquitt, Jason A, et al.,2001, On the Dimen-

    sionality of Organizational Justice: A

    Construct Validation of a Measure,

    Journal of Applied Psychology 2001,

    Vol. 86, No. 3 Halaman 386-400.

    -----------------------------.,2009, Organizational

    Behavior Improving Perfomance and

    Commitment in the Workplace, MC

    Graw-Hill, New York.

    Darmadi, Hamid, 2014, Metode Penelitian

    Pendidikan dan Sosial, Cetakan Kesatu,

    Alfabeta, Bandung.

    Faisal, Muhamad, 2013, Analisis Fraud di

    Sektor Pemerintahan Kabupaten

    Kudus, Accounting Analysis Journal,

    AAJ 2 (1) (2013), ISSN 2252-6765,

    Halaman 67-73.

    Fitrawansyah, 2014, Fraud & Auditing, Edisi

    Pertama, Mitra Wacana Media, Jakarta.

    Fraenkel, J.R. dan Wellen, N.E., 2008, How to

    Design and Evaluate Research in

    Education, McGraw-Hill, New York.

    Indo Pos, 2014, 318 Kepala Daerah Terlibat

    Kasus Korupsi, http://www.jpnn.com/

    read/2014/02/15/216728/318-Kepala-Dae

    rah-Terjerat-Korupsi-#, diakses tanggal:

    17 September 2014.

    Info Korupsi,2004, Kepala Kantor Kesbang

    Kota Bogor Ditahan, http://infoko

    rupsi.com/id/korupsi.php?ac=982&l=kep

    ala-kantor-kes-kota-bogor-ditahan, diak-

    ses tanggal 17 September 2014.

    -----------------,2005, Korupsi Rp 6 M, Wakil

    Walikota Bogor Dituntut 4 Tahun http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac

    =980&l=korupsi-rp-6-m-wakil-walikota-

    bogor-dituntut-4-tahun, diakses tanggal

    17 September 2014.

    ----------------,2010, Korupsi APBD, 32 Eks

    Anggota DPRD Kota Bogor Divonis

    Satu Tahun, http://infokorupsi.com/id/

    korupsi. php?ac= 6822&l=korupsi-dana-

    apbd-32-eks anggota-dprd-kota-bogor-

    divonis-setahun, diakses tanggal 17

    September 2014.

    ----------------,2011, Kasus Korupsi Dana

    APBD: Wakil Walikota Bogor Ahmad

    Ruyat Ditahan,http://infokorupsi.com/

    id/korupsi.php?ac=8694&l=kasus-korups

    i-dana-apbd-wakil-walikota-bogorahmad

    -ruyat-ditahan , diakses tanggal 17 Sep-

    tember 2014.

    KompasCom,2014, Bupati Bogor Minta

    KPKTetapkan Petinggi PT. BJA Jadi

    Tersangka,http://nasional.kompas.com/r

    ead/2014/08/08/21034631/Bupati.Bogor.

    Minta.KPK.Tetapkan.Petinggi.PT.BJA.Ja

    di.Tersangka, diakses tanggal 17

    September 2014.

    Kulsum, Umi dan Mohamad J.,2014,

    Pengantar Psikologi Sosial, Cetakan

    Pertama, Prestasi Pustaka Publisher,

    Jakarta.

    Kumaat, Valery G.,2011, Internal Audit,

    Erlangga, Jakarta.

    Lianasari, Dwi, 2009, Sumber Stress pada

    Karyawan Lini Depan Perbankan:

    Studi Kasus PT.Bank Rakyat

    Indonesia (Persero) tbk Kantor

    Cabang Jakarta Pasar Minggu dan

    Depok, Skripsi Sarjana, Fakultas

    Ekonomi Universitas Indonesia Depok.

    Mahmudi, 2011, Akuntansi Sektor Publik,

    Cetakan Kesatu, UII Press, Yogyakarta.

    Moorhead, Gregory dan Ricky W.Griffin, 2013,

    Organizational Behavior Managing

    Human Resources and Organizations,

    9th

    edition, ditejemahkan oleh Diana

    Angelica, Perilaku Organisasi

    Manajemen Sumber Daya Manusia

    dan Organisasi, Salemba Empat,

    Jakarta.

  • 14

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    Mulyadi, 2008, Sistem Akuntansi, Edisi

    Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

    Najahningrum, Anik F., 2013, Faktor-Faktor

    yang Mempengaruhi Fraud: Persepsi

    Pegawai Dinas Provinsi DIY,

    Accounting Analyisis Journal, AAJ 2 (3)

    (2013), ISSN 2252-6765, Halaman 259-

    267.

    Nordiawan, Deddi, dan Ayuningtyas H.,2010,

    Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua,

    Salemba Empat, Jakarta.

    Oke Zone, 2014, Usut Korupsi Rachmat

    Yasin, KPK Periksa Pak Camat,

    http://news.okezone.com/read/2014/06/2

    5/339/1003878/usut-korupsi-rachmat-yas

    in-kpk-periksa-pak-camat, diakses tang-

    gal 14 Nopember 2014.

    Peraturan Daerah Kota Bogor No. 03 Tahun

    2010 tentang Organisasi Perangkat

    Daerah.

    Pramudita, Aditya, 2013, Analisis Fraud di

    Sektor Pemerintahan Kota Salatiga, Accounting Analysis Journal, AAJ 2 (1)

    (2013), ISSN 2252-6765, Halaman 37-

    43.

    Priantara, Diaz, 2013, Fraud Auditing &

    Investigation, Mitra Wacana Media,

    Jakarta.

    Pristiyanti, Ika R., 2012, Persepsi Pegawai

    Instansi Pemerintahan Mengenai

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

    Fraud di Sektor Pemerintahan, AAJ 1

    (1) 2012, ISSN 2252-6765, Halaman 1-

    13.

    Priyatno, Duwi, 2013, Analisis Korelasi,

    Regresi, dan Multivariate dengan

    SPSS, Gava Media, Cetakan Pertama,

    Yogyakarta.

    Republik Indonesia, 1979, Penilaian Prestasi

    Kerja Pegawai Negeri Sipil, Peraturan

    Pemerintah No.10 tahun 1979,

    Departemen Dalam Negeri

    -----------------------, 2008, Intern Pemerinta-

    han, Peraturan Pemerintah No.60 tahun

    2008, Departemen Keuangan.

    Rohman, Abdul, 2009, Pengaruh Komitmen

    Organisasional Terhadap Kepuasan

    Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi

    pada Karyawan Kantor Akuntan

    Publik Jawa Tengah), Jurnal Akuntansi

    FE Unsil, Vol.4 No.1, 2009, ISSN:1907-

    9958, Halaman 504552. Soepardi, Eddy Mulyadi,1999, Pendekatan

    Komprehensif dalam Upaya Pence-

    gahan dan Pemberantasan Korupsi di

    Indonesia, Universitas Pakuan Bogor.

    ---------------------------------,2010, Peran BPKP

    dalam Penanganan Kasus Berindikasi

    Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi

    Intansi Pemerintah, Deputi Bidang

    Investigasi BPK, Jakarta.

    Sembiring, Masana, 2011, Budaya & Kinerja:

    Perspektif Organisasi Pemerintah,

    Cetakan Pertama, Fokus Media,

    Bandung.

    Sindo News, 2014, Kemendagri Ungkap

    1.221 PNS Terjerat Kasus Korupsi,

    http://nasional.sindonews.com/read/8905

    86/13/kemendagri-ungkap-1-221-pns-ter

    jerat-kasus-korupsi, diakes tanggal 17

    September 2014.

    Sudrajat, Tedi, 2010, Aspirasi Reformasi

    Hukum dan Penegakan Hukum

    Progresif Melalui Media Hakim

    Perdamaian Desa, Jurnal Dinamika

    Hukum, Vol.10 No.3 September 2010,

    Halaman 291-300.

    Sugiyono,2009a, Metode Penelitian

    Kuantitatif Kualitatif dan R&D,

    Alfabeta, Bandung.

    -----------,2009b, Metode Penelitian Adminis-

    trasi Dilengkapi dengan Metode R &

    D, Cetakan Ketujuh Belas, Alfabeta,

    Bandung.

    ------------,2010, Statistika untuk Penelitian,

    Cetakan Ke 17, Alfabeta, Bandung.

    ------------,2014a, Metode Penelitian

    Manajemen, Edisi Revisi, Alfabeta,

    Bandung.

    ------------,2014b, Metode Penelitian Kuan-

    titatif, Kualitas, dan Kombinasi (Mixed

    Methods), Cetakan Pertama, Alfabeta,

    Bandung.

    Sutiyoso, Bambang, 2004, Aktualita Hukum

    dalam Era Reformasi, Raja Grafindo

    Persada, Jakarta.

    Sutrisno, Edy, 2013, Budaya Organisasi, Edisi

    Pertama, Cetakan Ketiga, Kencana

    Primadamedia Group, Jakarta.

    Transparency International,2009,Coruption

    Perseption Index 2014 Indonesia

    Harus Lebih Serius Memberantas

    Korupsi ,http://www.ti.or.id/index.php/

    pressrelease/2014/12/03/corruption-perce

    ptions-index-2014-perhatian-indonesia-

    harus-lebih-serius-mem berantas-korupsi,

    diakses tanggal: 14 Desember 2014.

    -----------------------------------,2013, Coruption

    Perseption Index 2013, http://

  • 15

    Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...

    www.ti.or.id/index.php/publication/2013/

    12/03/corruption-perception index-2013,

    diakses tanggal: 04 September 2014.

    Taufik Rinaldi, et al., 2007, Memerangi

    Korupsi di Indonesia yang Terde-

    senteralisasi: Studi Kasus Penanganan

    Korupsi Pemerintahan Daerah, Lapor-

    an Penelitian yang dibiayai Bank Dunia.

    Tim Penyusun KBBI, 2014, Kamus Besar

    Bahasa Indonesia Edisi Baru, Cetakan

    Keenam, PT. Media Pustaka Phionex,

    Jakarta.

    Tjackrawala, F.X.Kurniawan dan A.Dwi

    Saputra, 2011, Model Kausalitas dari

    Faktor-Faktor yang Berkontribusi

    terhadap Fraud: Studi Statistikal

    Sebagai Suatu Alternatif Guna Meng-

    eksistensi Elemen Fraud Triangle,

    Jurnal Akuntansi, Jakarta: Volume XV,

    No.03, September 2011, halaman 276-

    290.

    Tuanakotta, Theodorus, 2007, Akuntansi

    Forensik & Audit Investigatif,

    Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.

    Umar, Husein, 2002, Metode Riset Bisnis,

    PT.Gramedia, Jakarta.

    Undang-undang Republik Indonesia, No.20

    tahun 2011, tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Korupsi.

    ------------------------------------------------, No.23

    tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.

    ------------------------------------------------, No.31

    tahun 1999, tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Korupsi.

    ------------------------------------------------, No.32

    tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

    ------------------------------------------------, No.46

    tahun 2011, tentang Penilaian Prestasi

    Kerja Pegawai Negeri Sipil.

    VivaNews, 2014, Korupsi Bupati Bogor:

    KPK Periksa Empat Kepala Dinas,

    http://nasional.news.viva.co.id/news/read

    /519676-korupsi-bupati-bogor-kpk-perik

    sa-empat-kepala-dinas, diakses tanggal

    18 September 2014.

    Wilopo, 2006, Analisis Faktor-Faktor yang

    Berpengaruh Terhadap Kecenderung-

    an Kecurangan Akuntansi: Studi Pada

    Perusahaan Publik dan Badan Usaha

    Milik Negara di Indonesia, Simposium

    Nasional Akuntansi 9 Padang,

    Surabaya:K-AKPM 19 STIE Perbanas,

    Agustus 2006, Halaman 21-69.

    Zulkarnain, Rifqi M.,2013, Analisis Faktor

    yang Mempengaruhi Terjadinya

    Fraud pada Dinas Kota Surakarta,

    Accounting Analysis Journal, AAJ 2 (2)

    (2013), ISSN 2252-6765, Halaman 125-

    131.

    ***